word faecalis

Upload: ryza-indah-permatasari

Post on 09-Feb-2018

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    1/17

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1Latar Belakang

    Bakteri merupakan agen etiologi utama untuk penyakit pulpa dan

    perirradicular (Nair, 1990). Oleh karena itu, penghapusan infeksi saluran akar

    diperlukan untuk keberhasilan dalam perawatan endodontik. Namun,

    perawatan saluran akar, mungkin gagal karena bakteri yang hidup di dalam

    saluran akar memiliki resitensi tinggi terhadap pengobatan (Molander, 1998).

    Enterococcus faecalis adalah mikro - organisme yang dapat bertahan

    lingkungan yang ekstrim . E. faecalis telah menunjukkan resistensi yang tinggi

    (Sedgley, 2004) dan kemampuan untuk menonaktifkan agen antimikroba

    (Portenier, 2002) kapasitas bertahan hidup dalam lingkungan yang keras,

    dengan pasokan langka nutrisi dan basa pH ekstrim (Stuart, 2006) dan

    kapasitas untuk pertumbuhan sebagai biofilm pada saluran akar dinding

    (Sedgley, 2006). Oleh karena itu, beberapa penelitian laboratorium telah

    dilakukan untuk menguji kerentanan E. faecalis prosedur endodontik.

    Beberapa solusi irigasi dapat digunakan selama persiapan

    kemomekanis dari saluran akar yang terinfeksi, untuk meningkatkan eliminasi

    bakteri dan memfasilitasi penghapusan jaringan pulpa nekrotik dan keripik

    dentin dari saluran akar. Natrium hipoklorit (NaOCl) adalah solusi irigasi

    paling populer. Halogenasi senyawa ini merupakan jaringan yang sangat baik

    pelarut untuk jaringan pulpa vital dan nekrotik, menampilkan sebuah aktivitas

    antimikroba yang efektif (Sassone, 2003). Namun, sitotoksik untuk jaringan

    periapikal terutama pada konsentrasi tinggi. Klorheksidin diglukonat (CHX)

    juga telah direkomendasikan sebagai irrigant saluran akar dan obat (Dametto,

    2005)., untuk spektrum yang luas ampuh kerjanya antimikroba (Sassone,

    2003; Vianna, 2009), substantivitas dan biokompatibilitas tinggi (Dametto,

    2005).

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    2/17

    2

    1.2Tujuan penulisanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :

    a. Memberikan informasi tentang virulensi bakteriE. faecalisb. Memberikan informasi tentang resistensi E. faecalis terhadap microbial

    agent

    c. Memberikan informasi terkait keefektifan sodium hipoklorit danchlorexidine sebagai obat anti mikrobial pada saluran akar.

    1.3Tujuan penulisanManfaat dari penulisan makalah ini antara lain :

    a. Pembaca dapat mengetahui informasi tentang virulensi bakteriE. faecalis,serta kaitannya dengan pemberian anti microbial sodium hipoklorit dan

    chlorexidine

    b. Diharapakan pembaca dapat mengembangkan ilmu dalam bidangendodontic dalam perawatan saluran akar.

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    3/17

    3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2. 1 Sodium Hypochlor ite (NaOCl)

    Irigasi saluran akar merupakan tahapan penting dalam menunjang keberhasilan

    perawatan saluran akar, hal ini merupakan salah satu dari prinsip perawatan

    endodontik yaitu triad endodontic treatment. (Tanumihardja, 2010) Pada saat

    instrumentasi dan pembersihan saluran akar dibutuhkan larutan irigasi untuk

    membersihkan dan mengangkat jaringan pulpa nekrotik dan debris dentin dari

    saluran akar. (Clarkson, 2001) Larutan irigasi diharapkan memiliki sifat:

    1. Spektrum antimikroba yang luas2. Mampu melarutkan sisa sisa jaringan pulpa nekrotik3. Mampu menon-aktifkan endotoksin4. Harus bersifat non-toksik terhadap jaringan5. Berpotensi kecil menyebabkan reaksi anafilaktik.(Kunjai, 2007)

    Larutan irigasi yang telah banyak digunakan adalah Sodium hypochlorite

    (NaOCl). Sodium hypochlorite merupakan bahan pemutih rumah tangga misalnyaClorox atau purex. (Grossman, 1995)

    Sodium hypochlorite (NaOCl) dikenal dengan aktivitas antibakteri yang

    kuat, dapat membunuh bakteri dengan sangat cepat walaupun dalam konsentrasi

    yang rendah. Penelitian terhadap bakteri anaerob gram negatif seperti

    Porphyromonas gingivalis, Porphyromonas endodontalis dan Prevotella intermedia

    menunjukkan kerentanan terhadap NaOCl. (Ingle J, 2008)

    Sodium hypochlorite (NaOCl) secara tradisional di produksi dengan

    mendidihkan gas chlorine dan larutan sodium hydroxide (NaOH), menghasilkan

    Sodium Hypochlorite(NaOCl), garam (NaCl),dan air (H2O). (Clarkson RM,1998)

    Cl2 + 2NaOHNaOCl + NaCl+H2O

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    4/17

    4

    2.1.1Mekanisme Sodium Hypochlori te(NaOCl):

    Tindakan NaOCl sebagai bahan pelarut organik dan lemak, mengubah

    asam lemak menjadi garam asam lemak / sabun (fatty acid salts) dan gliserol

    (alkohol) yang akan mengurangi tegangan permukaan yang akan memudahkan

    pelepasan debris dari dinding saluran akar. (Kunjai, 2007)

    Gambar 1: Skema reaksi saponifikasi.

    Sumber: Review on common root canal irrigants (Journal of dental science)

    NaOCl menetralkan asam amino membentuk air dan garam dengan

    mengeluarkan ion hidroksil, sehingga terjadi penurunan pH

    Gambar 2: Skema reaksi netralisasi

    Sumber: Review on common root canal irrigants (Journal of dental science)

    Asam hipoklorit merupakan substansi yang terdapat pada larutan

    hipoklorit, ketika kontak dengan bahan organik pada jaringan dapat

    melarutkan dan melepaskan klorin, yang mana akan terkombinasi dengan

    protein amino membentuk kloramin. Reaksi kloramin terjadi antara klorin dan

    gugus amino (NH) membentuk kloramin yang akan mengganggu metabolism

    sel. Klorin mempunyai aksi antimikroba dan menghambat enzim bakteri.

    Merusak sintesis DNA dan menghidrolisis asam amino. (Kunjai, 2007)

    Gambar 3: Skema reaksi kloraminisasi

    Sumber: Review on common root canal irrigants (Journal of dental science)

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    5/17

    5

    Secara umum mekanisme Sodium Hypochlorite (NaOCl) dalam

    melakukan perusakan bakteri terjadi dalam dua fase: (1) penetrasi ke dalam sel

    bakteri dan (2) kombinasi kimiawi dengan protoplasma sel bakteri.

    (Grossman,1995)

    2.1.2 Konsentrasi Sodium Hypochlorite(NaOCl):

    Terdapat berbagai macam konsentrasi larutan irigasi Sodium

    hypochlorite (NaOCl) yang digunakan dalam melakukan perawatan saluran

    akar. Berbagai macam konsentrasi NaOCl mulai dari 0,5 5,25%. Konsentrasi

    yang lebih tinggi akan memiliki efek antimikroba dan menghancurkan jaringan

    (toksik terhadap jaringan). Sodium hypochlorite(NaOCl) 5,25% memiliki bau

    yang tidak enak dan bau ini akan berkurang jika konsentrasi dikurangi.

    Berdasarkan penelitian (in vitro), memperlihatkan bahwa NaOCl 1% cukup

    untuk melarutkan jaringan pulpa. Walaupun larutan konsentrasi rendah, tetapi

    memberikan efek anti mikroba yang kuat. (Mohammadi Z, 2008) Penelitian in

    vivo menunjukkan larutan sodium hipoklorit 2,5% yang ditahan selama 5 menit

    dalam saluran akar mampu membuat saluran akar menjadi steril.

    (Tanumihardja, 2010)

    2.1.3 Aktivitas antibakteri Sodium hypochlor ite(NaOCl)

    Keefektifan NaOCl dalam melawan Enterococcus faecialis secara in

    vitro dilaporkan bahwa secara signifikan larutan tersebut lebih efektif daripada

    larutan salin. Efek antibakteri NaOCl 4% dan NaOCl 2,5% secara signifikan

    lebih baik dibanding agen lain. (Mohammadi Z, 2008)

    Gambar 4:Bacterial biofilmpada saluran akar

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    6/17

    6

    (Sumber : Jurnal endodontic Elsavier http://www.sciencedirect.com /science)

    Telah dievaluasi keefektifan NaOCl dalam melawan monokultur biofilm

    pada saluran akar termasuk P.intermedia, Peptostreptococcus miros,

    Streptococcus intermedius, F. Nucleatum, E.Faecialis. Hasilnya menunjukkan

    bahwa NaOCl memiliki sifat anti bakteri yang efektif. (Mohammadi Z, 2008)

    2.1.4 EfekSodium hypochlori te(NaOCl):

    Sebagai larutan irigasi dalam endodontik, larutan Sodium hypochlorite

    (NaOCl) relatif cukup murah, memiliki sifat bakterisidal dan virusidal, dapat

    melarutkan protein, memiliki visikositas yang rendah. (Clarkson, 2001)

    Namun dibalik keuntungan tersebut, terdapat pula kerugian dari larutan

    Sodium Hypochlorite, yaitu:

    Tokisitas NaOCl.Sodium hypochlorite (NaOCl) mempunyai pH sekitar 11-12 dan

    ketika hypochlorite berkontak dalam waktu yang singkat dengan protein

    jaringan, nitrogen, formaldehid, dan asetaldehid dan rantai peptida rusak

    sebagai akibat rusaknya protein. Selama proses, hidrogen pada gugus amina (-

    HN-) digantikan dengan chlorine (-NCl-) dengan demikian terbentuk

    kloramin, yang mempunyai peran penting terhadap efek antimikroba. Sebagai

    akibatnya Sodium hypochlorite (NaOCl) memiliki toksisitas tinggi pada

    konsentrasi yang tinggi dan cenderung mengiritasi jaringan saat berkontak.

    Efek terhadap instrumen endodontik.Jika Nikel - Titanium (NiTi) berkontak dengan larutan NaOCl ketika

    dilakukan instrumentasi, maka dapat menyebabkan munculnya korosi. Hal

    tersebut dikarenakan NaOCl memiliki sifat korosif terhadap logam termasuk

    nikel.

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    7/17

    7

    2.1.5 Komplikasi Sodium hypochlor i te(NaOCl):

    a. Sebagian besar komplikasi penggunaan Sodium hypochlorite (NaOCl)muncul sebagai akibat dari kesalahan injeksi yang dapat menimbulkan reaksi

    jaringan seperti pembengkakan, sakit, haemorrhage, dan dalam beberapa

    kasus dapat menyebabkan infeksi sekunder bahkan parastesia.

    b. Kerusakan mata : Jika larutan irigasi berkontak dengan mata pasien atauoperator makan akan menyebabkan rasa sakit secara tiba-tiba, rasa terbakar,

    erytheme serta kerusakan sel epitel pada lapisan terluar dari kornea dapat

    terjadi.

    c. Reaksi Alergi : Dapat terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap sodiumhyperchlorite. Pada pasien yang memiliki alergi terhadap bahan tersebut, akan

    mengalami rasa sakit dan sensasi terbakar, dalam beberapa detik bibir dan pipi

    menjadi bengkak serta ecchymosis dan pendarahan pada saluran akar.

    (Mohammadi Z, 2008)

    2.2 Chlorhexidine

    Chlorhexidine (CHX) mulai dikenal sejak tahun 1950 sebagai antimikroba dengan

    rumus kimia:

    Gambar 3. Struktur senyawa chlorhexidine (Bajaj, 2011)

    CHX merupakan antiseptik golongan bisguanida yang mempunyai spektrum

    yang luas dan bersifat bakterisid. CHX menyerang bakteri-bakteri gram positif dan

    gram negatif, bakteri ragi, jamur, protozoa, alga dan virus. (Bajaj, 2011)

    CHX juga tidak dilaporkan memiliki bahaya terhadap pembentukan substansi

    karsinogenik. CHX sangat sedikit diserap oleh saluran gastrointestinal, oleh karena itu

    CHX memiliki toksisitas yang rendah. Namun demikian, CHX memberikan efek

    samping berupa rasa yang tidak enak, mengganggu sensasi rasa, dan menghasilkan

    warna coklat pada gigi yang susah disingkirkan. Hal ini juga dapat terjadi pada

    mukosa membran dan lidah yang dihubungkan dengan pengendapan faktor diet

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    8/17

    8

    chromogenicpada gigi dan membran mukosa. Penggunaan jangka panjang dari CHX

    sebaiknya dilarang pada pasien dengan keadaan periodontal yang normal. CHX

    digunakan dalam jangka waktu yang pendek hingga dua minggu ketika prosedur

    higiena oral sukar atau tidak mungkin dilakukan. Seperti pada infeksi rongga mulut

    akut, dan setelah prosedur bedah rongga mulut. (Bajaj, 2011)

    2.2.1 Peranan chlorhexidine (CHX) dalam menghambat E. faecalis

    CHX telah terbukti dapat mengikat bakteri, hal ini dimungkinkan karena

    adanya interaksi antara muatan-muatan positif dari molekul-molekul CHX dan

    dinding sel yang bermuatan negatif. Interaksi ini akan meningkatkan permeabilitas

    dinding sel bakteri yang menyebabkan membran sel ruptur, terjadinya kebocoransitoplasma, penetrasi ke dalam sitoplasma, dan pada akhirnya menyebabkan kematian

    pada mikroorganisme. (Jarral, 2008)

    2.3. Enterococcus Faecalis

    E. faecalis merupakan bakteri nonmotile, anaerob fakultatif. E. faecalis

    memfermentasikan glukosa tanpa memproduksi gas, dan tidak menghasilkan reaksi

    katalase dengan hidrogen peroksida (Stuart et al. 2006). Enterococcus faecalis

    merupakan bakteri penghuni saluran pencernaan, rongga mulut, dan vagina pada

    manusia sebagai flora komensal normal. Mereka dapat menyebabkan berbagai macam

    penyakit pada manusia, menginfeksi saluran kemih, aliran darah, endokardium, perut,

    empedu saluran, luka bakar, dan bagian tubuh yang dipasangi peralatan asing.

    Enterococci menempati peringkat teratas di antara tiga nosocomial bakteri patogen

    (Richards et al, 2000; Wisplinghoff et al, 2003), dan strain yang resisten terhadap

    antibiotik yang tersedia saat ini menimbulkan kesulitan terapi. (Hunt, 1998).

    Enterococci terlibat dalam infeksi endodontik. Meskipun Enterococci hanya

    sebagian kecil dari flora normal pada gigi dengan pulpa nekrotik yang tidak diobati

    (Sundqvist, 1992), khususnya E. faecalis, telah sering ditemukan pada saluran akar

    diobturasi menunjukkan tanda-tanda periodontitis apikal kronis, terisolasi di 23 - 70%

    dari kultur positif (Mller, 1966; Molander et al, 1998;. Sundqvist et al, 1998;.

    Peciuliene et al,. 2000;. Hancock et al, 2001) dan sering terjadi pada monokultur

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    9/17

    9

    (Sundqvist et al, 1998;. Dahlen dkk, 2000;. Peciuliene et al,. 2000; Hancock et al,

    2001).. Selain itu, E. faecalis berada di antara sekelompok bakteri yang dikultur dari

    lesi periapikal refrakter terhadap perawatan endodontik (Sunde dkk., 2002).

    2.3.1 Karakteristik E. Faecalis

    Enterococci adalah kokus gram positif yang dapat hidup secara tunggal,

    berpasangan, atau rantai pendek. Enterococci adalah bakteri anaerob fakultatif, yang

    memiliki kemampuan untuk tumbuh di hadapan atau tidak adanya oksigen. Spesies

    Enterococcus hidup dalam jumlah besar dalam lumen usus manusia dan dalam

    keadaan tidak membahayakan inang. Mereka dapat hidup dalam saluran kelamin

    manusia wanita dan rongga mulut dalam jumlah yang lebih kecil (Fischetti, 1996).

    Mereka dapat mengkatabolis berbagai sumber energi termasuk karbohidrat, gliserol,

    laktat, malat, sitrat, arginin, agmatine, dan asam keto. Enterococci dapat bertahan

    hidup lingkungan yang sangat tidak kondusif, termasuk di lingkungan dengan pH

    basa yang ekstrim dan konsentrasi garam . Mereka menolak garam empedu, deterjen,

    logam berat, etanol, azida, dan pengeringan (Emori, 1993). Mereka bisa tumbuh di

    kisaran 10 sampai 45 C dan bertahan suhu 60 C selama 30 menit.

    E. faecalis merupakan penghuni normal dari rongga mulut. Prevalensi E.

    faecalis meningkat pada sampel pasien yang menlakukan pengobatan awal

    endodontik, mereka tengah melalui pengobatan, dan pasien menerima penafsiran

    endodontik bila dibandingkan dengan mereka yang ada sejarah endodontik (Clewell

    et al, 1990). E. faecalis dikaitkan dengan berbagai bentuk penyakit periradikuler

    termasuk infeksi endodontik primer dan infeksi persisten (Engvall, 1980). Dalam

    kategori endodontik primer infeksi, E. faecalis dikaitkan dengan periradikuler kronis

    tanpa gejala lesi signifikan lebih sering daripada dengan periradikuler akut

    periodontitis atau abses periradikuler akut. E. faecalis ditemukan dalam 4 sampai 40%

    dari infeksi endodontik primer.

    2.3.2 Fisiologi Enterococcus Faecalis pada saluran akar

    Pada umumnya, penyebab utama dari kegagalan endodontik adalahkelangsungan hidup mikroorganisme di bagian apical akar gigi. Tidak seperti infeksi

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    10/17

    10

    endodontik primer, yang polimikrobial di alam dan didominasi oleh batang anaerob

    gram negatif, mikroorganisme yang terlibat pada infeksi sekunder terdiri dari satu

    atau beberapa spesies bakteri . Enterococcus faecalis adalah organisme yang menetap,

    meskipun hanya sebagian kecil dari flora di saluran yang tidak diobati, namun

    memainkan peran utama dalam etiologi persisten lesi periradikuler setelah perawatan

    saluran akar. (Alberti, 1995).

    Enterococci dapat menahan kondisi lingkungan yang tidak kondusif . Sebagai

    awalnya didefinisikan oleh Sherman ( 1937), enterococci dapat tumbuh pada 10 C

    dan 45 C , pada pH 9,6 , di 6,5 % broth NaCl , dan bertahan pada suhu 60 C

    selama 30 menit . E. faecalis dapat beradaptasi dengan kondisi buruk, antara lain :

    Setelah pra - paparan kondisi stres subletal , E. faecalis menjadi kurang sensitif

    terhadap tingkat normal mematikan natrium sulfat dodesil , garam empedu ,

    hyperosmolarity , panas , etanol , hidrogen peroksida , keasaman , dan alkalinitas

    ( Flahaut et al . , 1996a , b , c , 1997) . E. faecalis yang kekurangan nutrisi dapat

    mempertahankan kelangsungan hidup mereka untuk waktu yang lama dan menjadi

    resisten terhadap radiasi UV , panas , natrium hipoklorit , hydrogen peroksida , etanol

    , dan asam ( Giard et al , 1996; . . Hartke et al , 1998) . Kemampuan E. faecalis untuk

    mentolerir atau beradaptasi dengan lingkungan yang tidak kondusif dapat

    merupakanckeuntungan atas spesies lain. Ini mungkin menjelaskan kelangsungan

    hidupnya pada infeksi saluran akar , di mana nutrisi yang langka dan ada keterbatasan

    ruang gerak untuk menghindar dari obat-obat saluran akar.

    Hasil penelusuran terhadap literatur untuk faktor virulensi E. faecalis, yang

    mungkin berhubungan dengan kolonisasi tuan rumah, kompetisi dengan bakteri lain,

    perlawanan terhadap mekanisme pertahanan tuan rumah, dan produksi perubahan

    patologis langsung melalui produksi racun atau tidak langsung melalui induksi

    peradangan. Faktor yang paling ekstensif dipelajari adalah: agregasi substansi,

    adhesins permukaan, jenis kelamin feromon, asam lipoteikoat, superoksida

    ekstraseluler, gelatinase, hialuronidase, dan cytolysin (hemolisin). (Kayaoglu, 2004)

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    11/17

    11

    BAB III

    KERANGKA KONSEP

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    12/17

    12

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Sodium hipoklorit (NaOCl) dan chlorhexidine (CHX) telah banyak diteliti dan

    digunakan sebagai agen antimikroba untuk pengobatan saluran akar. Obat-obatan ini

    memiliki zat kimia yang bertanggung jawab atas hasil perawatan endodontik yang

    berbeda. Variasi ini terjadi mungkin karena perbedaan dalam metodologi, indikator

    biologis, konsentrasi, waktu pemaparan, potensi yang berbeda perbedaan anatomis

    dan perlakuan antara pasien.

    Keberhasilan perawatan endodontik sangat erat kaitannya dengan kontrol

    mikroorganisme di dalam saluran akar. Beberapa bahan kimia telah diteliti sebagai

    bahan irigasi yang digunakan dalam pengobatan saluran akar yang terinfeksi.

    Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa NaOCl dan CHX memiliki

    keefektifan yang sama dalam melawan bakteri E. faecalis pada saluran akar gigi.

    Namun beberapa penelitian juga menyatakan bahwa NaOCl bekerja lebih baik

    daripada CHX, dan beberapa penelitian lain menyatakan sebaliknya, yaitu CHX lebih

    efektif dalam melawan bakteri E. faecalis daripada NaOCl. Baru-baru ini, itu

    menunjukkan dalam model E. faecalis biofilm dalam saluran akar manusia bahwa air

    ozonated, 2,5% NaOCl, 2% CHX dan penerapan ozon gas untuk 20 menit tidak cukup

    untuk menonaktifkan E. faecalis. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan

    metodologi eksperimental, konsentrasi, cara memberikan cairan, dan perbedaan

    anatomi saluran akar pada pasien atau periode waktu yang digunakan dalam analisis.

    Chlorhexidine telah terbukti dapat mengikat bakteri, hal ini karena adanya

    interaksi antara muatan-muatan positif dari molekul-molekul Chlorhexidine dan

    dinding sel yang bermuatan negatif. Interaksi ini akan meningkatkan permeabilitas

    dinding sel bakteri yang dapat meningkatkan pengendapan protein sitoplasma,

    mengubah keseimbangan osmotik seluler, mengganggu metabolisme, pertumbuhan

    dan pembelahan sel bakteri sehingga dinding sel Enterococcus faecalis dapat rusak

    lisis dan mati.

    Terdapat tiga reaksi mekanisme aksi Sodium Hypochlorite (NaOCL) dalammematikan bakteri pada saluran akar, yaitu reaksi saponifikasi, reaksi netralisasi dan

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    13/17

    13

    reaksi kloraminasi. Pada reaksi saponifikasi tindakan NaOCl sebagai bahan pelarut

    organik dan lemak, mengubah asam lemak menjadi garam asam lemak / sabun (fatty

    acid salts) dan gliserol (alkohol) yang akan mengurangi tegangan permukaan yang

    akan memudahkan pelepasan debris dari dinding saluran akar. Dilanjutkan dengan

    Reaksi netralisasi yaitu tindakan NaOCl menetralkan asam amino membentuk air dan

    garam dengan mengeluarkan ion hidroksil, sehingga terjadi penurunan pH. Ketiga,

    reaksi kloraminasi yaitu asam hipoklorit merupakan substansi yang terdapat pada

    larutan hipoklorit, ketika kontak dengan bahan organik pada jaringan dapat

    melarutkan dan melepaskan klorin, yang mana akan terkombinasi dengan protein

    amino membentuk kloramin. Setelah itu, reaksi kloramin terjadi antara klorin dan

    gugus amino (NH) membentuk kloramin yang akan mengganggu metabolism sel.

    Klorin mempunyai aksi antimikroba dan menghambat enzim bakteri. Merusak

    sintesis DNA dan menghidrolisis asam amino.

    Kesulitan dalam membandingkan penelitian dalam pengembangan ilmu saat

    ini adalah karena adanya berbagai macam metodologi dengan desain penelitian yang

    berbeda, standarisasi batas persiapan, dan teknik persiapan, standarisasi jenis gigi dan

    ukuran sampel, waktu perawatan endodontik awal dalam kasus infeksi sekunder,

    kontrol kualitas dari cairan irigasi dan variasi konsentrasinya, kriteria untuk

    mendeteksi lesi periapikal, dan data penting lainnya.

    Aspek pertama yang harus dipertimbangkan adalah terkait dengan bakteri

    lokasi. Jika bakteri terletak hanya pada permukaan saluran akar, dimana obat-obatan

    intrakanal bisa mencapai, NaOCl dan CHX dapat hadir efikasi terhadap E. faecalis.

    Namun, ketika bakteri yang bersarang di dalam tubulus dentin atau lapisan dalam, E.

    faecalis dapat lebih tahan terhadap peranantibakteri dari NaOCl dan CHX.

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    14/17

    14

    BAB V

    PENUTUP

    5.1.Kesimpulan

    Obat-obat antibakteri, yang diberikan pada saluran akar, memiliki zat

    kimia yang bertanggung jawab atas hasil perawatan endodontik yang berbeda.

    Variasi ini terjadi mungkin karena perbedaan dalam metodologi, indikator

    biologis, konsentrasi, waktu pemaparan, potensi yang berbeda perbedaan

    anatomis dan perlakuan antara pasien.

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    15/17

    15

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Sundqvist G (1992). Associations between microbial species in dental root canal infections.Oral Microbiol Immunol 7:257-262.

    2. Mller J (1966). Microbiological examination of root canals and periapical tissues of humanteeth. Odontol Tidskr 74:1-380. Molander A, Reit C, Dahln G, Kvist T (1998).

    Microbiological status of root-filled teeth with apical periodontitis. Int Endod J 31:1-7.

    3. Sundqvist G, Figdor D, Persson S, Sjgren U (1998). Microbiologic analysis of teeth withfailed endodontic treatment and the outcome of conservative re-treatment. Oral Surg Oral

    Med Oral Pathol 85:86-93.4. Peciuliene V, Balciuniene I, Eriksen HM, Haapasalo M (2000). Isolation of Enterococcus

    faecalis in previously root-filled canals in a Lithuanian population. J Endod 26:593-595.

    5. Hancock HH, Sigurdsson A, Trope M, Moiseiwitsch J (2001). Bacteria isolated afterunsuccessful endodontic treatment in a North American population. Oral Surg Oral Med Oral

    Pathol 91:579-586

    6. Sunde PT, Olsen I, Debelian GJ, Tronstad L (2002). Microbiota of periapical lesionsrefractory to endodontic therapy. J Endod 28:304-310.

    7. Sherman JM (1937). The streptococci. Bacteriol Rev 1:3-97.8. Stuart, C. H., Schwartz, S. A., Becson, T. J., Owatz, C. B., 2006, Enterococcus faecalisIts

    Role in Root Canal Treatment Failure and Current Concept in Retreatment, JOE, Vol 32 (2) :

    93-96.

    9. Dametto FR, Ferraz CCR, Gomes BPFA, Zaia AA, Teixeira FB, Souza-Filho FJ. In vitroassessment of the immediate and prolonged antimicrobial action of chlorhexidine gel as an

    endodontic irrigant against Enterococcus faecalis. Oral Surg Oral Med Oral Pathol.

    2005;99:768-72.

    10. Vianna ME, Gomes BPFA. Efficacy of sodium hypochlorite combined with chlorhexidineagainst Enterococcus faecalis in vitro. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod.

    2009;107:585-9.

    11. Sassone LM, Fidel R, Fidel S, Vieira M, Hirata Jr R. The influence of organic load on theantimicrobial activity of different concentrations of NaOCl and chlorhexidine in vitro. Intl

    Endod J. 2003;36:848-52

    12.Nair PNR, Sjgren U, Krey G, Kahnberg K-E, Sundqvist G. Intraradicular bacteria and fungiin root-filled, asymptomatic human teeth with therapy-resistant periapical lesions: a long-term

    light and electron microscopy follow-up study. J Endod. 1990;16:580-8.

    13. Sedgley CM, Lennan SL, Clewell DB. Prevalence, phenotype and genotype of oralEnterococci. Oral Microbiol Immunol. 2004;19:95-101.

  • 7/22/2019 Word Faecalis

    16/17

    16

    14. Portenier I, Haapasalo H, Orstavik D, Yamauchi M, Haapasalo M. Inactivation of theantibacterial activity of iodine, potassium iodide and chlorhexidine digluconato against

    Enterococcus faecalis by dentin, dentin matrix, type-I collagen, and heat-killed microbial

    whole cells. J Endod. 2002;28:634-7.

    15. Sedgley C, Nagel A, Dahln G, Reit C, Molander A. Real-time quantitative polymerase chainreaction and culture analyses of Enterococcus faecalis in root canals. J Endod. 2006;32:173-7.

    16. Clarkson RM, Moule AJ, Podlich HM. The shelf-life of sodium hypochlorite irrigatingsolutions. Australian Dental Journal;2001: (46). pp. 269 76. Available from :

    http://www.ada.org.au/App_CmsLib/Media/

    Lib/0611/M30618_v1_632980754945011250.pdf.(Accessed November 16th 2013)

    17. Tanumihardja M. Larutan irigasi saluran akar. Jurnal kedokteran gigi dentofasial; 2010: 9(2).Hal. 25 9

    18. Kunjai S, Shah S. Review on common root canal irrigants. Journal of dental science; 2007:2(2). pp.27-31. Available from:http://www.ddu.ac.in/ academics/fds/wp-

    content/uploads/2010/12/6.REVIEW-ON-COMMON-ROOT-CANAL-IRRIGANTS.pdf.

    (Accessed November 18th 2013)

    19. Grossman. Ilmu endodontic dalam praktek.ed.11.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.1995. hal.206

    20. Mohammadi Z. Sodium hypochlorite in endodontics: an update review. International DentalJournal;2008 : 58. pp.329-41. Available from:

    http://www.angelofreireendodontia.com.br/cms_wp/wp-content/uploads/ 2010/08/Sodium-

    hypochlorite-in-endodontics.pdf.(Accessed November 16th2013)

    21. Bajaj, N., Tandon, S., 2011. The Effect of Triphala and Chlorhexidine Mouthwash on DentalPlaque, Gingival Inflammation and Microbial Growth. International Journal of Ayurveda

    Research. 2 (1) 29-41.

    22. Jarral, O.A., McCormack, D.J., Ibrahim, S., Shipolini, A.R., 2008. Should surgeons scrub withchlorhexidine or iodine prior to surgery?. Interactive CardioVascular and Thoracic Surgery

    12 (11) 10171021.

    23. Emori, T. G., and R. P. Gaynes. 1993. An overview of nosocomial infections, including therole of the microbiology laboratory. Clin. Microbiol. Rev. 6:428442.

    24. Fischetti, V. A. 1996. Gram-positive commensal bacteria deliver antigens to elicit mucosaland systemic immunity. ASM News 62:405410.

    25. Aliberti, L. C. 1995. Enterococcal nosocomial infection: epidemiology and practice.Gastroenterol. Nursing 18:177181.

    26. Engvall, E. 1980. Enzyme immunoassay, ELISA and EMIT. Methods Enzymol. 70:419439.

    http://www.ada.org.au/App_CmsLib/Media/%20Lib/0611/M30618_v1_632980754945011250.pdfhttp://www.ada.org.au/App_CmsLib/Media/%20Lib/0611/M30618_v1_632980754945011250.pdfhttp://www.ddu.ac.in/%20academics/fds/wp-content/uploads/2010/12/6.REVIEW-ON-COMMON-ROOT-CANAL-IRRIGANTS.pdfhttp://www.ddu.ac.in/%20academics/fds/wp-content/uploads/2010/12/6.REVIEW-ON-COMMON-ROOT-CANAL-IRRIGANTS.pdfhttp://www.angelofreireendodontia.com.br/cms_wp/wp-content/uploads/%202010/08/Sodium-hypochlorite-in-endodontics.pdfhttp://www.angelofreireendodontia.com.br/cms_wp/wp-content/uploads/%202010/08/Sodium-hypochlorite-in-endodontics.pdfhttp://www.angelofreireendodontia.com.br/cms_wp/wp-content/uploads/%202010/08/Sodium-hypochlorite-in-endodontics.pdfhttp://www.angelofreireendodontia.com.br/cms_wp/wp-content/uploads/%202010/08/Sodium-hypochlorite-in-endodontics.pdfhttp://www.ddu.ac.in/%20academics/fds/wp-content/uploads/2010/12/6.REVIEW-ON-COMMON-ROOT-CANAL-IRRIGANTS.pdfhttp://www.ddu.ac.in/%20academics/fds/wp-content/uploads/2010/12/6.REVIEW-ON-COMMON-ROOT-CANAL-IRRIGANTS.pdfhttp://www.ada.org.au/App_CmsLib/Media/%20Lib/0611/M30618_v1_632980754945011250.pdfhttp://www.ada.org.au/App_CmsLib/Media/%20Lib/0611/M30618_v1_632980754945011250.pdf
  • 7/22/2019 Word Faecalis

    17/17

    17

    Ike, Y., D. B. Clewell, R. A. Segarra, and M. S. Gilmore. 1990. Genetic analysis of the pAD1

    hemolysin/bacteriocin determinant in Enterococcus faecalis: Tn917 insertional mutagenesis

    and cloning. J. Bacteriol. 172:155163.