wound healing baru

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari timbulnya luka antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, hingga kematian sel. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak,pembersihan sel dan benda asing, serta perkembangan awal seluler, merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi, penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat banyak faktor, baik yang bersifat lokal maupun sistemik(MonacoandLawrence, 2003). Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan subkutis, itu suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada epidermis dengan penyembuhan pada dermis dan perlu diingat bahwa peristiwa itu terjadi 1

Upload: hilmysyarifah

Post on 04-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

wound healing

TRANSCRIPT

Page 1: Wound Healing Baru

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari

timbulnya luka antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ,

respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri,

hingga kematian sel. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk

melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang

rusak,pembersihan sel dan benda asing, serta perkembangan awal seluler,

merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi

secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat

membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi,

penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat banyak faktor, baik yang

bersifat lokal maupun sistemik(MonacoandLawrence, 2003).

Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa

yang kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis

dan subkutis, itu suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada

epidermis dengan penyembuhan pada dermis dan perlu diingat bahwa

peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan. Proses yang kemudian terjadi

pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga

fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling jaringan yang

bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya.

B. Tujuan

Tujuan penulisan laporan ini adalah selain memenuhi tugas refreshing

kelompok kepaniteraan klinik, juga untuk menambah wawasan penulis dan

pembaca mengenai penyembuhan luka.

1

Page 2: Wound Healing Baru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyembuhan luka adalah suatu proses perbaikan atau pemulihan suatu

jaringan yang rusak dan biasanya terjadi pada kulit. Dan dilihat dari

perspektif ini penyembuhan luka juga adalah bagian dari suatu proses

fisiologis.

B. Jenis luka

Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :

1. Berdasarkan waktu penyembuhan luka

a. Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai denganproses

penyembuhan.

b. Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses

penyembuhan.

2. Berdasarkan Derajat Kontaminasi

a. Luka bersih(Clean Wounds), yaitu luka takterinfeksi, dimana tidak

terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi, dan kulit disekitar

luka tampak bersih. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang

tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.

b. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds), merupakan

luka dalam kondisi terkontrol, tidak ada material kontamin dalam

luka.Kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.

c. Luka terkontaminasi(Contamined Wounds), yaitu luka terbuka kurang

dari empat jam, dengan tanda inflamasi non-purulen. Kemungkinan

infeksi luka 10% – 17%.

d. Luka kotor atau infeksi(Dirty or Infected Wounds), yaitu luka terbuka

lebih dari empat jam dengan tanda infeksi di kulit sekitar luka, terlihat

pus dan jaringan nekrotik. Kemungkinan infeksi luka 40%.

2

Page 3: Wound Healing Baru

C. Klasifikasi Penyembuhan Luka

Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas

kulit sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunan

fungsi. Proses penutupan pada luka terbagi menjadi 3 kategori, tergantung

pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan serta perlakuan pada luka.

1. Penutupan luka primer (Intensi Primer)

Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila

luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka

dibuat secara aseptik dengan kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan

penutupan dengan baik seperti dengan penjahitan. Ketika luka sembuh

melalui instensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan

pembentukan jaringan parut minimal. Parutan yang terjadi biasanya lebih

halus dan kecil.

2. Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)

Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan

secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup

jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau

sanatio per secundam intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu

cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama jika

lukanya terbuka lebar.

3. Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)

Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang

terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas

tegas sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada

pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan

menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian akan

dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu, selanjutnya baru dijahit

dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini disebut penyembuhan

primer tertunda.

3

Page 4: Wound Healing Baru

Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan

kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan akan

tersambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam

dan luas dibandingkan dengan penyembuhan primer.

Gambar 1. Macam-macam proses penutupan luka

4

Page 5: Wound Healing Baru

D. Fase penyembuhan luka

Penyembuhan secara normal umumnya memiliki waktu dan proses yang

jelas, proses tersebut dibagi menjadi beberapa fase yaitu fase hemostasis

dan inflamasi, proliferasi dan epitelialisasi, serta fase maturasi dan

remodeling, dimana jangka waktunya dapat dilihat pada gambar di bawah

ini.

1. Hemostasis dan Inflamasi

Fase ini dimulai dari proses hemostasis yang kemudiaan menginisiasi

inflamasi, melepaskan factor kimiawi ke daerah luka.

Pada fase ini terjadi agregasi trombosit, degranulasi trombosit dan aktivasi

faKtor koagulasi. Disini trombosit yang saling melekat melepaskan

subtasnsi luka aktif seperti platelet-derived growth factor (PDGF),

transforming growth factor (TGG), platelet-activating factor, fibronecting,

dan serotonin. Trombosit yang bergranulasi tadi melepaskan kemoaktratan

yang kuat untuk menarik sel inflamasi seperti leukosit polymorphonuclear

(PMNs, neutroplhils), dan sel monosit.

PMNs yang pertama masuk ke luka, puncaknya 1-2 hari setalah terjadinya

luka. Akibat keluarnya PMNs maka permeabilitas vascular meningkat,

terjadi pelepasan prostaglandin, dan timbul substansi kemotaktik, seperti

5

Page 6: Wound Healing Baru

komplemen, interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor alpha (TNF-α),

TGF, platelet factor 4 atau bacterial products, dan semua yang

menstimulasi migrasi neutrophil. Fungsi utama dari neutrophil yaitu

fagositosis bakteri dan debris jaringan. PMNs juga menjadi sumber utama

dari pelepasan sitokin selama inflamasi, terutama TNF-α, yang

mempengaruhi proses angiogenesis dan sintesis kolagen. PMNs juga

melepaskan protease seperti koleganase, yang terdapat dalam matrix dan

degradasi subtansi dasar pada fase awal penyembuhan luka.

Setelah neutrophil, sel inflamasi yang masuk ke lokasi luka adalah

makrofag, yang berasal dari monosit. Jumlahnya meningkat tinggi di

lokasi luka pada 48 – 96 jam setelah luka dan tetap ada hingga

penyembuhan luka selesai. Makrofag tidak hanya melanjutkan fagositosis

debris jaringan dan bakteri, tetapi juga mensekresi mediator seperti sitokin

dan Growth Factors (GF). Pelepasan mediator TGF, VEGF, insulin-like

growth factor, epithelial growth factor dan laktat, macrophages regulate

cell proliferation, matrix synthesis, dan angiogenesis.

Setelah makrofag, limfosit masuk, puncaknya 1 minggu setelah luka dan

menghubungkan fase inflamasi ke fase proliferasi.

6

Page 7: Wound Healing Baru

Gambar 2. Fase Hemostasis dan Inflamasi (Mallefet and Dweck, 2008)

2. Proliferasi

Fase ploriferasi merupakan fase kedua dari penyembuhan luka, fase ini

berlangsung dari hari ke 4 hingga hari ke 12. Pada fase ini jaringan secara

kontinu kembali terbentuk. PDGFs adalah faktor kemotaktik kuat terhadap

fibroblast, di sini fibroblas dan sel endotel merupakan sel terakhir yang

muncul ke tempat luka. Fibroblas berprolifersi dan menjadi aktif untuk

mengembalikan fungsi dari remodeling sintesis matrix. Aktifasi fibroblast

dimediasi oleh sitokin dan pelepasan growth factor dari makrofag. Pada

saat luka, fibroblast mensintesis kolagen lebih banyak dibandingkan pada

kondisi tidak luka.

Di fase ini sel endotel juga berproliferasi. Sel ini ikut berperan terhadap

proses angiogenesis. Sel endotel bermigrasi dari venula yang dekat

dengan luka. Sel endotel bermigrasi, dan bereplikasi dan membentuk

pembuluh darah baru, semua ini depengaruhi oleh sitokin, dan growth

factor.

7

Page 8: Wound Healing Baru

Gambar 3. Fase Proliferasi

3. Fase Remodelling

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai

kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah

menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan

penyembuhan yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah mulai

meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai

berkurang karena pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen

bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari

jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah

perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan

dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan

terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda

(gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah

menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat, dengan struktur yang

lebih baik (proses re-modelling).

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan

antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang

8

Page 9: Wound Healing Baru

berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar,

sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan

parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh jika terjadi

kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak

mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses

penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil

yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing

individu, lokasi, serta luasnya luka. (Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar

TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, Pollock RE: Schwartz’s

Principles of Surgery, 9th Edition)

Gambar 4. Fase Remodelling

E. Penyembuhan Luka di Jaringan Tertentu

a. Kulit

Fase penyembuhan luka dapat diibagi 3 tahap yang saling terkait

dan overlap: inflamasi, formasi jaringan baru dan remodelling. Hal

pertama yang terjadi setelah cedera pada jaringan adalah inflamasi melalui

peran sel-sel inflamasi. Sel inflamasi pertama yang direkrut adalah

neutrofil. Sel-sel inflamasi akan secara masiv menginfiltrasi luka pada 24

jam pertama setelah cedera. Neutrofil akan memasuki tahap apoptosis

9

Page 10: Wound Healing Baru

segera setelah menginfiltrasi luka dan kemudian mengeluarkan sitokin

selama proses apoptosis itu, dimana sitokin-sitokin tersebut berperan

dalam rekruitmen sel makrofag. Makrofag akan menuju jaringan luka 2

hari setelah cedera dan melakukan aktifitas fagositosis.

Proses selanjutnya adalah pembentukan formasi jaringan baru.

Proses reepitelisasi ini dimulai beberapa jam setelah formasi luka

terbentuk. Keratinosit dari tepi luka akan bermigrasi melintasi wound bed

pada permukaan antara dermis luka dan bekuan fibrin. Migrasi ini

difasilitasi oleh produksi protease spesifik seperti kolagenase dari sel

epidermal untuk mendegradasi matrix ekstraseluler. Angiogenesis masiv

akan terjadi seiring kebutuhan akan suplai oksigen dan nutrien jaringan

untuk penyembuhan luka. Kemudian beberapa dari fibroblast akan

berdiferensiasi menjadi miofibroblas. Sel kontraktile ini akan membantu

menyambung jarak antar tepi luka. Disaat bersamaan growth factors yang

diproduksi jaringan granulasi akan memudahkan proliferasi dan

diferensiasi sel epitelial memperbaiki integritas barier epitel.

Fase terakhir adalah remodeling yang terdiri atas apoptosis

miofibroblas, sel endotelial dan makrofag. Pada fase ini akan terjadi

involusi bertahap dari jaringan granulasi dan terjadi regenerasi kulit.

b. Fase Penyembuhan Pada Tulang

Penyembuhan fraktur pada tulang adalah sebuah mekanisme yang

komplek dan proses regenerasi unik dalam mengembalikan fungsi dan

bentuk tulang.

Proses penyembuhan tulang didahului oleh proses inflamasi dan

didominasi oleh fase pembentukan formasi tulang. Selama fase

penyembuhan, kalus eksternal terbatas pada kapsula fibrosa yang tersusun

oleh jaringan granulasi yang tidak beraturan. Fase inflamasi lebih lanjut

ditandai invasi invasi sel mesenkimal yang berdiferensiasi menjadi

kondrosit untuk pembentukan tulang rawan dan osteoblast untuk

pembentukan tulang. Sel-sel debris inisial dan hematoma selanjutnya akan

10

Page 11: Wound Healing Baru

digantikan oleh jaringan fibrosa. Jumlah kolagen tipe I akan meningkat

sampai 5 hari setelah fraktur, tetapi kolagen tipe III adalah yang dominan

dalam menyusun jaringan.

Fase reparasi tulang dikaitkan dengan pertumbuhan formasi tulang

intramembran dari regio periosteal. Fase ini ditandai dengan invasi

pembuluh darah dan pertumbuhan kalus, dimana puncak pertumbuhannya

biasa ditemukan hari 14 setelah fraktur.

Fase remodelling ditandai terbentuknya formasi endochondral

trabekular yang dihubungkan dengan osteoblast dan TRAP-positive

settlement pada rongga sumsum tulang, penyatuan fragmen dan regenerasi

celah sumsum tulang. Hal ini sesuai dengan data percobaan dari model

percobaan fraktur pada kelinci yang menunjukkan peningkatan jumlah

tulang trabekular dengan penyusun dominannya kolagen tipe I, sedang

kolagen tipe III dan tipe V tetap ditemukan didaerah puasat dari trabekula.

Selanjutnya tulang menyembuh tanpa adanya scar.

F. Gangguan Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh

sendiri(endogen) dan oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Penyebab

endogen terpenting adalah gangguan koagulasi yang disebut koagulopati, dan

gangguan sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan menghambat

penyembuhan luka, sebab homeostatis merupakan titik tolak dan dasar fase

inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubahreaksi

tubuh terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi.

Penyebab eksogen meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan

mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun

lanjut.Pemberian sitostatik, obat penekan imun misalnya setelah transplantasi

organ,dan kortikosteroid juga akan mempengaruhi penyembuhan luka.

Pengaruhsetempat seperti infeksi, hematom, benda asing, serta jaringan mati

sepertisekuester dan nekrosis sangat menghambat penyembuhan luka.

11

Page 12: Wound Healing Baru

G. Perawatan Luka

Pertama dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk memastikan apakah

ada perdarahan yang harus dihentikan. Kemudian tentukan jenis trauma,

tajam atau tumpul, luasnya kematian jaringan, banyaknya kontaminasi dan

berat ringannya luka.

Pertama dilakukan anastesi setempat atau umum tergantung berat

letak luka serta keadaan penderita. Luka dan sekitarnya dibersihkan dengan

antiseptic, kalau perlu di cuci dengan air sebelumnya. Bahan yang dapat

dipakai ialah larutan yodium povidon 1% dan alrutan klorheksidin ½ %.

Larutan yodium 3% atau alcohol 70% hanya digunakan untuk membersihkan

kulit di sekitar luka. Kemudian luka disekitar kerja di tutup dengan kain steril

dan secara steril dilakukan kembali pembersihan luka dari kontaminan secara

mekanis, misalnya pembuangan jaringan mati dengan gunting atau pisau dan

dibersihkan dengan bilasan, guyuran atau semprotan cairan NaCl. Setelah itu

luka di jahit dan di balut dengan kassa.

1. Luka sengatan Listrik

a. Arus Listrik

Arus listrik menimbulkan kelainan terhadap saraf dan otot dimana kan

menimbulkan luka bakar. Arus bolak-balik menimbulkan rangsangan otot

yang hebat berupa kejang-kejang. Bila arus tersebut melewati jantung dengan

kekuatan sebesar 60 miliamper maka akan menimbulkan fibrilasi ventrikel.

Kejang tetanik yang kuat akan menyebakan fraktur kompresi vertebra.

Bila kawat berarus listrik terpegang tangan, pegangan akan sulit dilepaskan

akibat kontraksi otot fleksor jari lebih kuat daripada otot dada. Keadaan ini

menyebabkan gerakan napas terhenti sehingga penderita dapat mengalami

asfiksia. Pada tegangan rendah, arus searah tidak berbahaya dibanding arus

bolak-balik dengan ampere yang sama. Sebaliknya pada tegangan tinggi arus

searah lebih berbahaya. Panas timbul karena tahanan yang dijumpai waktu

arus mengalir. Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah

12

Page 13: Wound Healing Baru

adalah saraf, pembuluh darah, otot, kulit, tendo dan tulang. Jaringan yang

tahanannya tinggi akan lebih banyak dialiri arus dan panas yang timbul lebih

tinggi. Telapak kaki dan tangan mempunyai tahanan listrik lebih tinggi

sehingga luka bakar yang terjadi akibat arus listrik di daerah ini juga lebih

berat.

Bila arus mengenai pembuluh darah, maka akan merusak intima

sehingga terjadi thrombosis yang timbul pelan-pelan. Hal ini menerangkan

mengapa kematian jaringan pada luka bakar listrik seakan-akan progresif dan

banyak kerusakan jaringan baru yang muncul kemudian. Bila arus mengenai

di daerah kepala, maka penderita akan pingsan lama dan mengalami henti

napas.

b. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan awal yaitu memutuskan arus listrik, kemudian dilakukan

resusitasi jantung dan pernapasan buatan. Cairan parenteral harus diberikan.

Pemberian cairan lebih banyak dari yang diperkirakankarena sering

kerusakan jauh lebih luas daripada yang di sangka. Kalau banyak terjadi

kerusakan otot, urin akan berwarna gelap oleh myoglobin. Penderita

diberikan manitol 25 gram, disusul dosis rumatan 12,5 gram/jam. Kalau

perlu, manitol diberikan samapai 6 kali, untuk memperbaiki filtrasi ginjal dan

mencegah gagal ginjal. Bila ada otak, dapat diberikan diuretic dan

kortikosteroid.

Pada luka bakar yang dalam dan berat, perlu pembersihan jaringan mati

secara bertahap karena tidak semua jaringan mati jelas tampak pada hari

pertama. Bila luka pada ekstremitas mungkin perlu fasiatomi pada hari

pertama untuk mencegah sindrom kompartemen. Selanjutnya, dilakukan

cangkok kulit atau rekontruksi.

2. Tersambar Petir

a. Patogenesis:

13

Page 14: Wound Healing Baru

Petir bevoltase 20-100 juta volt dan arus dapat mencapai 20.000

amper dengan suhu inti samapai 30.000 kelvin, yaitu jauh lebih tinggi dari

pada permukaan matahari. Kecelakaan tersambar petir terjadi dalam 4 cara.

Cara pertama tersambar petir langsung, cara kedua tersambar samping yaitu

petir mengenai pohon dan terjadi loncatan arus listrik berjarak 2 meter dari

pohon. Cara ketiga terjadi bila korban bersandar di pohon atau tersambar

kontak. Yang keempat terjadi dekat tanah yang tersambar petir atau

tersambar langkah.

Pada kejadian pertama dan kedua arus listrik masuk dari kepala melalui

lubang kepala, mata, hidung, telinga atau mulut dan mencapai bumi melalui

leher, tubuh dan kaki. Dan pada jalan arus listrik yang mencapai otak, pusat

pernapasan, dan jantung dapat terjadi pingsan, henti napas, maupun henti

jantung.

Pada kejadian ketiga, aliran listrik masuk ke tubuh pada tempat kontak. Pada

kejadian terakhir yaitu tersambar langkah, arus listrik masuk melalui kaki

yang paling dekat tempat petir di tanah dan keluar tubuh lagi melalui kaki

sebelahnya. Hal itu dapat terjadi bila jarak antara korban dan letak tegangan

tinggi di tanah tidak melebihi 30 meter. Pada keadaan ini tidak terjadi

pingsan, henti napas dan henti jantung.

b. Resusitasi

Biasanya orang akan sadar kembali dalam waktu tertentu, sedangkan

kelumpuhan pusat napas juga akan berlalu setelah 5 -10 menit. Biasanya

asistolik juga akan pulih bila napas buatan dilakukan secara memadai. Oleh

karena itu, korban akan selamat bila diberikan resusitasi berupa napas buatan

segera setelah kecelakaan. Hal ini dapat menyelamatkan sampai 70% korban.

Defibrilasi jantung tidak perlu karena henti jantung pada korban ini

merupakan asistol tanpa fibrilasi.

3. Luka Akibat Zat Kimia

a. definisi

14

Page 15: Wound Healing Baru

Luka ini merupakan luka bakar. Kerusakan yang terjadi sebanding dengan

kadar dan jumlah bahan yang mengenai tubuh, cara dan lamanya kontak,

serta sifat dan cara kerja zat kimia tersebut. Zat kimia akan tetap merusak

jaringan sampai bahan tersebut habis bereaksi dengan jaringan tubuh

Zat kimia seperti kaporit, PK dan asam kromat dapat bersifat oksidator.

Bahan korosif, seperti fenol danfosfor putih, serta larutan basa seperti Kalium

hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein.

Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam vormiat, asetat,

tanat, fluorat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat

menarik air. Beberapa zat yang dapat menyebakan keracunan sistemik, asam

fluoride, dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat,

formiat, pikrat dan fosfor dapatmerusak hati dan ginjal bila di absorbs. Lisos

menyebabkan metheglobinuria.

b. Pengobatan

Baju yang terkena zat kimia harus segera di lepas. Sikap yang

menyebabkan keadaan lebih buruk adalah menganggap ringan luka, karena

dari luar tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya kecoklatan, padahal

daya rusak masih terus menembus kulit , kadang samapai 72 jam.

Penangan dilakukan dengan mengencerkan zat kimia secara massif,

dengan mengguyur penderita dengan air mengalir sambil diusakan

membersihkan pelan-pelan. Netralisasi dengan zat kimia lain merugikan

karena buang waktu untuk mencarinya dan panas yang timbul dari reaksi

kimia dapat menambah kerusakan jaringan. Sebagai tindak lanjut, kalau perlu

dilakukan resusitasi, perbaikan keadaan umum, serta pemberian cairan dan

elektrolit.

Pada kecelakaan akibat asam fluoride pemberian kalsium glukonat 10% di

bawah jaringan yang terkena bermanfaat mencegah ion fluor menembus

jaringan dan emnyebabkan dekalsifikasi tulang. Pajanan zat kimia pada mata

perlu tindakan darurat segera berupa irigasi dengan air atau sebaiknya larutan

15

Page 16: Wound Healing Baru

garam 0,9% secara terus menerus sampai penderita di rawat di Rumah Sakit.

Penyiraman sering sukar dilakukan karena biasanya timbul blefarospasme.

4. Cedera suhu Dingin

Pada waktu suhu jaringan turun, akan terjadi vasokontriksi arteriol

sehingga sel mengalami hipoksia. Akibat anoksia, permeabilitas dinding

pembukuh darah meninggi sehingga timbul edema. Arus darah melambat

sehingga terjadi stasis kapiler,aglutinasi trombosit, thrombosis, dan nekrosis

jaringan. Akibat dari suhu dingin, cairan sel mengkristal, sel saraf, pembuluh

darah, otot lurik sangat peka terhadap suhu rendah. Sedangkan kulit, fasia,

dan ajringan ikat lebih tahan. Kadang kulit tampak sehat namun otot

dibawahnya mati. Bagian tubuh yang sering terkena yaitu bagian ujung yaitu

jari kaki dan tangan, telinga dan hidung.

Semua pakaian di longgarkan. Bagian yang sakit di hangatkan kembali

dengan merendam menggunakan air, suam- suam kuku (30 ⁰C). selanjutnya

diberikan perawatan seperti pada luka bakar biasa. Fisioterapi sangat

penting.

3. Luka Gigitan

Luka gigit dapat disebabkan oleh hewan liar, hewan peliharaan atau

manusia. Luka gigitan dapat hanya berupa luka tusuk kecil atau luka

compang camping luas yang berat. Persoalan yang ditimbulkan oleh luka

gigitan atau sengatan serangga adalah lukanya sendiri, kontaminasi bakteri

atau virus dan reaksi alergi. Dalam penanggulangannya, perlu diidentifikasi

hewan yang menggigit atau menyengat utuk perencanaan langkah

pertolongan.

Tindakan terhadap luka adalah pembersihan luka, disusul dengan menjahit

rapat atau membuat jahitan situasi, yaitu jahitan untuk sementara sesuai

keadaan dengan maksud mencegah luka terbuka terlalu lebar. Cara menjahit

bergantung pada kemungkinan adanya infeksi. Umumnya dianggap lebih

16

Page 17: Wound Healing Baru

aman kalu sementara hanya dibuat jahitan situasi. Setelah diamati beberapa

hari dan luka tampak tenang baru di jahit rapat.

Tindakan terhadap kuman atau allergen yang masuk terdiri atas mencuci dan

eksisi luas luka. Diusahakan untuk menghalangi dan mengurangi penyebaran

dengan memasang turniket, istirahat total dan mendinginkan daerah yang

bersangkutan. Untuk menawarkan racun, diberikan serum antiracun dan jika

diduga terjadi kontaminasi kuman penyakit diberikan vaksin.

H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

1. Infeksi luka

Kontaminasi bakteri mempengaruhi penyembuhan luka, antibiotik

profilaksis adalah cara yang efektif dalam pencegahan infeksi.

2. Nutrisi

Secara umum malnutrisi berhubungan dengan penyakit kronik, kanker,

atau defisiensi spesifik karbohidrat, protein, dan mineral-mineral yang

mempengaruhi penyembuhan luka. Nutrisi yang adekuat akan mendukung

aktivitas seluler dan sintesis kolagen pada penyembuhan luka.

3. Suplai Oksigen

Oksigen penting dalam proses penyembuhan luka. Tempat paling cepat

pada kulit dalam proses penyembuhan luka adalah wajah dan leher, karena

mendapatkan suplai oksigen paling banyak.

4. Penyakit Kronik

Pasien dengan penyakit kronik terutama gangguan endokrin, diabetes,

keganasan. Kondisi-kondisi ini penting menjadi perhatian ahli bedah

harus mempertimbangkan efek mereka pada jaringan-jaringan di lokasi

luka, serta sebagai dampak potensial mereka pada pemulihan secara

keseluruhan pasien.

17

Page 18: Wound Healing Baru

I. Komplikasi Penyembuhan Luka

1. Penyulit Dini

Hematom harus dicegah dengan mengerjakan hemostasis secara teliti.

Hematom yang mengganggu atau terlalu besar sebaiknya dibuka dan

dikeluarkan. Seroma adalah penumpukan cairan luka di lapangan bedah. Jika

seroma mengganggu dan terlalu besar, dapat dilakukan pungsi. Jika seroma

kambuh, sebaiknya dibuka dan dipasang panyalir. Infeksi luka yang terjadi

jika luka tidak dibersikan.

2. Penyulit Lanjut

Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang

berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam

teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya

menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.

Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan

kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut

hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar

satu tahun, sedangkan keloid tidak.

Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi

merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang

bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian

sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.

Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan

penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep

madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya

keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan bebat tekan

dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan

luka.

18

Page 19: Wound Healing Baru

DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, Pollock RE: Schwartz’s Principles of Surgery, 9th Edition)

David LD. 2004. Ethicon: Wound Closure Manual. Minnesota: Ethicon inc. pp: 6-8.

Diegelmann RF and Evans MC. 2004. Wound healing : an overview of acute, fibrotic and delayed healing. Front in Biosci. 9:283-9.

Grabb and Smith. Plastic Surgery. Wolters and Kluwer. Philadhelpia.Mallefet P and Dweck A.C. 2008. Mechanisms involved in wound healing.

Biomed Scient. 609-15.

19