wrap up syndroma nefrotik b4

50
BLOK GINJAL DAN SALURAN KEMIH WRAP UP SKENARIO 1 BENGKAK SELURUH TUBUH KELOMPOK B4 Ketua : Miftahuddin Alif 1102013168 Sekretaris: Mutiara Adysti 1102013190 Anggota : Pradita Wahyu 1102013227 Tri Andini Ayu Lestari 1102011284 Rumi Aulia 1102012257 Yosfikriansyah 1102013313 Seno Pamungkas 1102013267

Upload: mutiara-adysti

Post on 21-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Skenario 1 blok urin

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

BLOK GINJAL DAN SALURAN KEMIH

WRAP UP SKENARIO 1BENGKAK SELURUH TUBUH

KELOMPOK B4

Ketua : Miftahuddin Alif 1102013168

Sekretaris : Mutiara Adysti 1102013190

Anggota : Pradita Wahyu 1102013227

Tri Andini Ayu Lestari 1102011284

Rumi Aulia 1102012257

Yosfikriansyah 1102013313

Seno Pamungkas 1102013267

Syafira Kusuma Wardhanie 1102012287

Tony Fadjerin 1102013287

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI2014/2015JAKARTA

Page 2: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Sekenario 1

BENGKAK SELURUH TUBUH

Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena bengkak di seluruh tubuh. Keluhan juga disertai dengan BAK menjadi jarang dan tampak keruh. Sebelum sakit, nafsu makan pasien baik. Pasien mengalami radang tenggorokan 2 minggu yang lalu, sudah berobat ke dokter dan dinyatakan sembuh. Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal.Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU: komposmentis, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 100x/menit, suhu 37℃, frekuensi napas 24x/menit. Didapatkan bengkak pada kelopak mata, tungkai dan kemaluan. Pada abdomen didapatkan ascites. Jantung dan paru dalam batas normal. Pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria.

KATA-KATA SULIT

1. Proteinuria: Kondisi dimana kandungan protein terdapat pada urin melebihi batas normal

2. Hematuria: Kondisi dimana urin mengandung darah /RBC3. Sakit kuning: Manifestasi klinis dari penyakit hepar karena bilirubin yang

meningkat

PERTANYAAN & JAWABAN

1. Apa yang menyebabkan badan anak bengkak seluruh tubuh?= proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik. Cairan keluar dari CIS ke CES dan tidak bisa dikembalikan lagi. Penurunan CIS menyebabkan hipovolemia da nada kompensasi dari ginjal dengan mengeluarkan renin. Aldosteron dihasilkan dan terjadilah retensi air dan natrium.

2. Apa hubungannya radang tenggorokan dengan penyakit ini?= Mungkin ada hubungannya sebagai faktor predisposisi

3. Mengapa pasien jarang BAK dan urin tampak keruh?= Urin tampak keruh karena adanya hematuria dan proteinuria

4. Mengapa bengkak ada di kelopak mata, tungkai dan kemaluan?= Karena daerah interstitial lebih luas di daerah tersebut

5. Mengapa bisa proteinuria dan hematuria?= Karena kapiler di glomerulus mengalami kerusakan sehingga tidak melakukan filtrasi dengan baik

6. Apa saja yang diperiksa dalam pemeriksaan urinalisis?= makroskopis (warna, bau, kejernihan, volume), mikroskopis (kadar leukosit, eritrosit, silinder), kimia (protein, glukosa)

7. Mengapa tekanan darah tidak meningkat padahal ada retensi cairan?= Karena kompensasi ginjal tidak sampai mengeluarkan renin yang mengatur tekanan darah

8. Apakah penyakit ini bisa disembuhkan? Adakah komplikasinya?= Bisa sembuh dan prognosis baik. Komplikasinya adalah gagal ginjal

9. Apa diagnosis dari penyakit ini dan bagaimana penatalaksanaannya?

2

Page 3: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

= Diagnosisnya adalah kemungkinan sindroma nefrotik dan pengobatannya dengan steroid. Edema nya atasi dengan furosemide dan diet tinggi protein misalnya putih telur

10. Bagaimana pandangan urin dalam agama isla?= Urin dalam islam hukumnya najis kecuali urin anak laki-laki yang hanya mengkonsumsi ASI

HIPOTESA

Sindroma nefrotik adalah penyakit idiopatik pada glomerulus yang sering menyerang anak. Pada pemeriksaan urinalisis dan darah ditemukan proteinuria, hipoalbuminemia, hematuria dan menyebabkan terjadi penumpukan cairan di seluruh tubuh. Penatalaksanaan diberikan furosemide, steroid dan diet tinggi protein.Sindroma nefrotik dapat disembuhkan namun jika tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan gagal ginjal.

SASARAN BELAJAR

LO 1: Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal

1.1 Makroskopis1.2 Mikroskopis

LO 2: Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal2.1 Faal ginjal dan pembentukan urin2.2 Keseimbangan cairan

LO 3: Memahami dan Menjelaskan Sindroma Nefrotik3.1 Definisi3.2 Etiologi3.3 Epidemiologi3.4 Klasifikasi3.5 Patofisiologi3.6 Manifestasi Klinis3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding3.8 Penatalaksanaan3.9 Komplikasi dan Prognosis

LO 4: Memahami dan Menjelaskan Pandangan Urin dan Darah Menurut Islam

3

Page 4: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

LO 1: Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal

1.1 MakroskopisGinjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua

sisicolumna vertebralis, di bawah liver dan limphe. Di bagian superior ginjal terdapat adrenal gland(juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakangperitonium yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati. Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi iga keduabelas, sedangkan ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Pada orang dewasa, panjang ginjal sekitar   12-13 cm, lebarnya 6 cm, tebal 2,5 cm dan beratnya ± 140 gram ( pria=150 – 170 gram, wanita = 115-155 gram).

Puncaknya terdapat topi glandula suprarenalis. Ginjal kanan berbentuk pyramid, kiri bentuk bulan sabit.

Ginjal diliputi kapsula cribrosa tipis mengkilat, berikatan dengan jaringan di bawahnya disebut fascia renalis.

Fascia renalis terdiri dari lamina anterior dan lamina posterior. Ke arah kanan dan kiri bersatu membentuk fascia transversa abdominalis membentuk corpus adiposum. Ke cranial setinggi VT11 bersatu membentuk fascia abdominalis untuk melapisi diafragma.

Ginjal mempunyai selubung capsula fibrosa yang langsung membungkus ginjal dan capsula adipose yang membungkus lemak.

Pada penampang lintang ginjal terbagi:1. Pinggir: cortex. Bagian cortex yang masuk ke

medulla (columna renales Bertini)2. Tengah: medulla. Bangunan pyramides

renales, puncaknya papillae renales dan basisnya basis pyrimidis.

Pada medulla, dari papillae renales ke calices renales minors ke calices renales majores, selanjutnya ke pelvis renales, ureter, dan vesica urinaria.

4

Page 5: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Vaskularisasi GinjalMedulla : Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri lobaris kemudian arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulusCortex : Arteri efferent berhubungan dengan Vena interlobularis bermuara ke vena arcuate kemudian vena interlobaris lalu vena lobaris dan bermuara ke vena renalis lalu ke vena cava inferior.Persarafan GinjalDilakukan oleh plexus symphaticus renalis dan serabut afferent melalui plexus renalis menuju medulla spinalis N. Thoracalis X,XI,XII.PELVISBerbentuk corong dan keluar dari ginjal melalui hillus renalis dan menerima dari calix major.Perdarahan : diperdarahi oleh Arteri renalis cabang aorta abdominalis, Arteri Testicularis cabang aorta abdominalis, Arteri Vesicalis superior cabang dari A. Illiaca interna.Persarafan : dipersarafi oleh plexus renalis, Nervus Testicularis, Nervus Hypogastricus

1.2 Mikroskopis

Ginjal merupakan organ ekskresi utama tubuh manusia. Unit struktural dan fungsional ginjal disebut nefron. Setiap ginjal memiliki 1 hingga 1,4 juta nefron fungsional. Nefron tersusun atas bagian-bagian yang berfungsi langsung dalam pembentukan urin. Adapun bagian-bagian nefron, yaitu: korpus renalis, tubulus kontortus proksimal, ansa henle segmen tebal dan tipis, tubulus kontortus distal, dan duktus koligens.

Ginjal dibungkus oleh kapsul jaringan lemak dan jaringan ikat padat kolagen (kapsula fibrosa). Struktur tersebut disebut sebagai kapsula ginjal. Di sebelah dalam kapsula ginjal, terdapat bagian korteks dan di sebelah dalam korteks terdapat medulla.

Korteks berisi korpus renalis atau korpus malphigi yang merupakan kesatuan dari glomerulus dan kapsula Bowman. Selain itu juga terdapat tubulus kontortus dan arteri atau vena yang mendarahinya. Di medulla, dapat ditemukan struktur duktus namun tidak terdapat jaringan glomerulus. Dengan adanya perbedaan khas tersebut, secara mikroskopis, ginjal dapat dibedakan dengan jelas mana bagian korteks dan mana bagian medullanya.

5

Page 6: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Korteks ginjal mengandung korpus renalis yang merupakan permulaan dari setiap nefron. Korpus renalis mengandung kapiler glomerulus yang diselubungi oleh dua lapis epitel yang disebut kapsula Bowman. Lapisan dalam kapsul atau lapisan visceral kapsula Bowman menyelimuti kapiler glomerulus. Pada lapisan ini terdapat podosit, yaitu sel yang memiliki prosesus primer dan sekunder yang menyelimuti kapiler glomerulus dengan saling bersilangan. Sementara itu, lapisan parietal di sebelah luarnya, yang tersusun dari epitel selapis skuamosa, membulat dan membentuk rongga di antara keduanya yang disebut rongga urin atau rongga kapsular. Di sinilah hasil ultrafiltrat ditampung untuk selanjutnya diteruskan ke tubulus kontortus proksimal.

Korpus renalis memiliki dua kutub yaitu kutub vaskular dan kutub tubular. Kutub vaskular berarti kutub tempat masuknya arteriol aferen dan keluarnya arteriol eferen. Daerah ini ditandai dengan adanya struktur makula densa, yaitu sel reseptor berbentuk palisade di dinding tubulus kontortus distal yang dekat dengan glomerulus. Di daerah ini juga dapat ditemukan sel jukstaglomerular atau sel granular yang merupakan modifikasi dari otot polos dinding arteriol aferen. Makula densa, sel jukstaglomerular, dan kumpulan sel mesangial ekstraglomerular membentuk aparatus jukstaglomerular.1,2,3 Struktur ini berfungsi dalam pengaturan volume dan tekanan darah.

- Tubulus kontortus proksimal : Epitel selapis kuboid dengan brush border sehingga

batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas karena

membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma asidofilik dan

granular, Jarak antar inti sel jauh, Ditemukan di jaringan korteks.

- Ansa henle segmen tebal pars desendens : Epitel selapis kuboid dengan brush border

sehingga batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas

karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma asidofilik

dan granular, Jarak antar inti sel jauh, Ditemukan di jaringan medulla.

- Ansa henle segmen tipis : Epitel selapis skuamosa, mirip dengan kapiler namun

tidak memiliki sel darah pada lumennya, Tidak dapat dibedakan antara asendens dan

desendens

- Ansa henle segmen tebal pars asendens : Epitel selapis kuboid tanpa brush border

sehingga batas sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus

proksimal , Batas antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi

dengan sel tetangga, Sitoplasma terlihat lebih pucat, Jarak antar inti sel lebih rapat

dibanding tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di jaringan medulla.

6

Page 7: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

- Tubulus kontortus distal : Epitel selapis kuboid tanpa brush border sehingga batas

sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus proksimal, Batas

antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel

tetangga, Sitoplasma terlihat lebih pucat, Jarak antar inti sel lebih rapat dibanding

tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di jaringan korteks 

- Duktus koligen : Duktus ekskretorius/ koligen bukan merupakan bagian dari nefron. Setiap tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens melalui sebuah cabang sampai duktus koligen yang pendek yang terdapat dalam berkas medular; terdapat beberapa cabang seperti itu. Duktus koligen berjalan dalam berkas medula menuju medula. Di bagian medula yang lebih ke tengah, beberapa duktus koligens bersatu untuk membentuk duktus yang besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini) dengan diameter 100-200 μm atau lebih. Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat banyak dan sangat rapat, sehingga papila tampak seperti sebuah tapisan (area cribrosa).

Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini bervariasi ukurannya, mulai dari kuboid rendah di bagian proximal sampai silindris tinggi di duktus papilaris utama. Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya sel tampak pucat dengan beberapa organel. Duktus koligen menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik (ADH).

Setelah melalui serangkaian traktus pada nefron, urin akan bermuara pada duktus papilaris Bellini di bagian apeks dari piramid medula. Adapun struktur dari duktus papilaris Bellini ini adalah dindingnya merupakan epitel selapis silindris dengan batas cukup jelas. Urin yang melewati traktus tersebut kemudian akan ditampung di calyx minor untuk selanjutnya dialirkan ke calyx mayor, pelvis renalis, dan ureter. Ketiga struktur ini disusun oleh sel epitel transisional yang khas dengan sel payungnya.

LO 2: Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal

2.1 Faal ginjal dan pembentukan urin

Ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan elektrolit cairan ekstraseluler, membersihkan tubuh, dan mengeluarkan sisa metabolic yang toksis juga benda asing.Fungsi-fungsi ginjal adalah:

1. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai3. Mengatur jumlah dan konsentrasi ion cairan ekstraseluler4. Mempertahankan volume plasma5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa6. Mengekskresikan produk akhir metabolism tubuh; urea, asam urat, dan

kreatinin7. Mengeluarkan banyak senyawa asing8. Menghasilkan eritropoietin9. Menghasilkan renin10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif.

7

Page 8: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Pembentukan Urin

1. Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

2. Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

3. Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.

Tekanan Darah Kapiler GlomerulusTekanan yang mendorong plasma di glomerulus menembus membrane. Dilakukan oleh gaya fisik pasif yang sama dengan yang ada di kapiler lainnya. Perbedaannya hanyalah kapiler glomerulus jauh lebih permeabel sehingga keseimbangan gaya menyebabkan seluruh panjang kapiler glomerulus terfiltrasi.

8

Page 9: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Terdapat 3 gaya fisik pasif:1) Tekanan darah kapiler glomerulus (55 mmHg): tekanan cairan yang

ditimbulkan darah dalam kapiler. Bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi aliran darah dari a. aferen dan a. eferen. Tekanan ini bekerja mendorong filtrasi.

2) Tekanan osmotik koloid plasma (30 mmHg): ditimbulkan dari distribusi tidak seimbang protein plasma di kedua sisi membrane karena konsentrasi air di kapsul Bowman lebih tinggi dari kapiler sehingga timbul osmosis air kapsul Bowman untuk menurunkan konsentrasi. Tekanan ini bekerja melawan filtrasi.

3) Tekanan hidrostatik kapsul Bowman (15 mmHg): ditimbulkan oleh cairan di bagian awal tubulus mendorong cairan keluar kapsul Bowman. Tekanan ini bekerja melawan filtrasi.

Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)Mendorong – melawan = tekanan filtrasi netto55mmHg – 45 mmHg = 10 mmHgLFG bergantung pada: tekanan filtrasi netto, luas permukaan glomerulus, dan permeabilitas membrane glomerulus (Kf = koefisien filtrasi).Rumus LFG: Kf x tekanan filtrasi nettoJika filtrate dihasilkan pria 180 l/hari maka LFG pria adalah 125 ml/menit. Sedangkan filtrate yang dihasilkan wanita 160 l/hari maka LFG wanita adalah 115 ml/menit.

Hukum Starling

“ Kecepatan dan arah perpindahan air dan zat terlarut antara kapiler dan jaringan dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik masing-masing kompartemen “

2.2 Keseimbangan cairan

9

Page 10: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Ringkasan transportasi zat-zat yang menembus tubulus kontortus proximal dan distal nefronTubulus Kontortus ProximalReabsorpsi Sekresi 67% Na+ yang difiltrasi secara aktif

direabsorpsi; Cl- mengikuti secara pasif Semua glukosa dan asam amino yang

difiltrasi direabsorpsi oleh transportasi aktif sekunder

PO4- dan elektrolit lain yang difiltrasi

direabsorpsi dalam jumlah yang bervariasi; 65% H2O yang difiltrasi secara osmosis

direabsorpsi Semua K+ yang difiltrasi direabsorpsi

Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh

Sekresi ion organik

Tubulus Kontortus DistalReabsorpsi Sekresi Rebasorpsi Na+ bervariasi, dikontrol oleh

aldosteron; Cl- mengikuti secara pasif Reabsorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh

vasopresin

Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh

Sekresi K+ bervariasi, dikontrol oleh aldosteron

Duktus KoligenReabsorpsi Sekresi Reabsorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh

vasopresin Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status

asam-basa tubuh

Reabsorpsi (%) Ekskresi (%)Air 99 1

Natrium 99,5 0,5Glukosa 100 0

Urea 50 50Fenol 0 100

10

Page 11: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

LO 3: Memahami dan Menjelaskan Sindroma Nefrotik

3.1 Definisi

Sindrom nefrotik, adalah suatu kondisi yang ditandai dengan kumpulan gejala-

gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif (berat), hipoalbuminemia,

hiperkolesteronemia, hiperlipidemia serta edema. Albumin dalam darah biasanya

menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Karenanya, sindrom nefrotik sendiri

sebenarnya bukan penyakit, tetapi manifestasi berbagai penyakit glomerular berbeda.

3.2 Etiologi dan Klasifikasi

Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain lain. Pada konsensus ini hanya akan dibicarakan SN idiopatik.Pada etiologi sindrom nefrotik hampir 75-80% belum diketahui atau idiopatik, yang akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.

Klasifikasi berdasarkan etiologi:A) Sindroma Nefrotik Primer/ Idiopatik:

Sindrom ini merupakan sekitar 90% nefrosis pada anak. Penyebab sindrom ini tetap

belum diketahui oleh sebab itu dikatakan Sindrom Nefropatik Idiopatik (SNI) .

Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat

11

Page 12: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic

Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM).

Sindrom nefrotik primer/idiopatik terbagi menjadi 5 bentuk:

1. Sindroma nefrotik lesi minimal (MCNS= Minimum Change Nephrotic Sindrome)

Kondisi ini bertanggung jawab pada 85% kasus sindroma nefrotik pada masa kanak-

kanak. Dicirikan dengan kepekaan terhadap terapi kortikosteroid; tidak ditemukannya

lesi glomerulus yang bermakna pada pemeriksaan mikroskop cahaya; tidak adanya

timbunan globulin imun glomerulus atau komplemen; dan dengan proteinuria yang

sangat selektif.

Etiologi. Tidak diketahui. Pada minoritas kasus ditemukan faktor genetik dan

familial.Dibandingkan dengan populasi umum, antigen HLA B12 lebih sering

ditemukan.

Insidens : Di Amerika Utara kasus baru sejak lahir sampai usia 16 tahun sekitar

2/100.000 anak/tahun. Anak laki-laki 2x lebih tingi dibanding anak perempuan.

Umumnya awitan timbul pada usia 2-7 tahun. Pada dewasa MCNS menyusun kurang

dari 20% penderita sindroma nefrotik.

Manifestasi klinis. Sama seperti gejala pada sindroma nefrotik umunya yakni

edem,proteinuria, pasien biasanya tidak tampak sakit berat, seringkali dengan asites

dan efusi pleura. Cairan edema berkumpul pada tempat-tempat dependen; setelah

tidur malam wajah dan kelopak mata atau daerah sakrum dapat mengalami edema,

sementara pada siang hari pembengkakan kaki dan abdomen lebih nyata. Kehilangan

proaktivator C3.

Diagnosis laboratorium. Sama seperti SN. Hematuria ditemukan pada kurang dari

10% kasus dan umumnya mikroskopis dan bersifat sementara. Terlihat adanya lemak

lonjong (oval fat bodies=silinder tubular yang mengandung lemak) dan silinder hialin

dalam sedimen.

2. Sindroma nefrotik dengan poliferasi mesangial difus

Pada gambaran patolgi kelompok proliferatif mesangium (5%) ditandai dengan

peningkatan difus sel mesangium dan matriks. Dengan imunofluoresensi,frekuensi

endapan mesangium yang mengandung IgM dan depresi C3 dalam serum tidak

berbeda pada lesi minimal.

3. Sindroma nefrotik glomerulosklerosis fokal

Pada biopsi penderita yang menderita lesi sklerosis setempat (10%), sebagian besar

glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain,

12

Page 13: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

terutama glomerulus yang dekat dengan medula (jukstamedulare), menunjukkan

jaringan parut segmental pada satu atau lebih lobus. Penyakitnya seringkali progresif,

akhirnya melibatkan semua glomerulus dan menyebabkan gagal ginjal stadium akhir

pada kebanyakan penderita. Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap

prednison atau terapi sitotoksik atau keduanya.

4. Glomerulonefritis membranoproliferatif (MPGN) tipe I dan II

Glomerulonefritis membranoproliferatif adalah penyebab tersering glomerulonefritis

kronis pada anak yang lebih tua dan dewasa muda.

Patologi dan Patogenesis. Pada awalnya glomerulonefritis membranoproliferatif

dibedakan dari bentuk glomerulonefritis kronis lainnya dengan ditemukannya

hipokomplementemia, pada beberapa penderita akibat adanya antibodi (disebut faktor

nefritis C3) yang mengaktifkan jalur komplemen alternatif. MPGN tipe I adalah

bentuk yang paling lazim; glomerulus menampakkan pola lobuler yang menonjol,

karena adanya pertambahan yang menyeluruh pada sel dan matriks mesangium.

Dinding kapiler glomerulus tampak menebal, dan pada beberapa daerah berduplikasi

atau membelah karena adanya interposisi sitoplasma dan matriks mesangium di antara

sel endotel dan GBM. Bulan sabit mungkin ada; bila terdeteksi pada sebagian besar

glomerulus, penyakit ini menunjukkan prognosis jelek. Pada MPGN yang tipe II,

perubahan mesangium kurang menonjol daripada tipe I. Dinding kapiler

memperlihatkan penebalan seperti pita tidak teratur, karena padatnya endapan. Jarang

adanya pembelahan membran, tetapi sering adanya bulan sabit.

Diagnosis. Diagnosis ditegakkan dengan biopsi ginjal. Indikasi biopsi meliputi

terjadinya sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8 tahun atau hematuria

5. Glomerulopati membranosa

Glomerulopati membranosa adalah penyebab sindrom nefrotik tersering pada orang

dewasa, tetapi jarang pada anak-anak dan jarang menyebabkan hematuria.

Patologi. Dengan mikroskop cahaya, glomerulus menunjukkan penebalan membrana

basalis glomerulus (GBM) difus, tanpa perubahan proliferasi yang bermakna.

Mikroskopi imunofluoresensi memperlihatkan adanya endapan granuler IgG dan C3,

yang melalui mikroskopi elektron tampak berlokasi di sisi epitel membran.

Patogenesis. Penelitian morfologi menunjukkan bahwa glomerulopati membranosa

adalah suatu penyakit yang diperantai-kompleks imun, tetapi mekanisme

pembentukan kompleks dan sifat antigen dalam kompleks tetap belum dapat diketahui

pada sebagian besar penderita.

13

Page 14: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Manifestasi klinis. Pada anak, glomerulopati membranosa paling lazim dijumpai

pada umur dekade kedua. Penyakitnya muncul seperti sindrom nefrotik. Namun,

hampir semua penderita menderita hematuria mikroskopis dan kadang-kadang

penderita menderita hematuria makroskopis. Tekanan darah dan kadar C3 normal.

Diagnosis. Diagnosisnya dikonfirmasikan dengan biopsi ginjal. Indikasi umum untuk

biopsi meliputi adanya sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8 tahun atau,

atau adanya hematuria atau proteinuria yang tidak terjelaskan. Glomerulopati

membranosa kadang-kadang dapat ditemukan bersama dengan SLE, kanker, terapi

emas atau penisilamin, dan sifilis serta infeksi virus hepatitis B. Penderita

glomerulopati membranosa menambah resiko trombosis vena renalis.

B ) Sindroma Nefrotik Sekunder

SN sekunder adalah SN berhubungan dengan penyakit/kelainan sistemik, atau

disebabkan oleh obat, alergen, maupun toksin.

Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom

Alport, miksedema.

Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute

Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis,

streptokokus, AIDS.

Toksin dan alergen: logam berat (Hg), trimethadion, paramethadion,

probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.

Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik,

purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.

Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, leukemia, tumor gastrointestinal

C) Sindroma Nefrotik Kongenital

Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia.

Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif autosomal. Biasanya anak lahir premature

(90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Lesi patognomonik

adalah dilatasi kistik pada tubulus proksimal ginjal. Gejala asfiksia dijumpai pada

75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites, biasanya tampak pada waktu lahir

atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai

hipoproteinemia, proteinuria masif dan hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain

berupa kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar,

14

Page 15: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal Karena

infeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan

kemungkinan kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein

cairan amnion yang  biasanya meninggi.

Klasifikasi berdasarkan pengobatan:

A.) Resisten steroid: Sindroma nefrotik glomerulosklerosis fokal, Glomerulonefritis

membranoproliferatif (MPGN), Sindroma nefrotik kongenital

B.) Sensitif steroid: Sindroma nefrotik lesi minimal

3.3 Epidemiologi

Sindroma nefrotik idiopatik umumnya dialami anak berusia 1-6 tahun. Satu

penelitian berbasis populasi, menemukan angka insiden sebesar 2/100.000 dan

prevalensi 16/100.000. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun.

Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.

Negara-negara di Asia tampak memiliki onset rata-rata yang lebih dini, 3,4

tahun, daripada negara-negara Eropa, yaitu 4.2 tahun. Di Departemen Ilmu Kesehatan

Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindroma nefrotik merupakan penyebab kunjungan

sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi. Selain itu, merupakan penyebab

tersering gagal ginjal anak yang dirawat, antara tahun 1995-2000. Dibandingkan

populasi lain, anak-anak keturunan Afrika-Amerika dan Hispanik memiliki angka

insiden sindrom nefrotik yang lebih tinggi dan lebih virulen, dengan prognosis yang

lebih buruk dan progresi penyakit yang lebih cepat menjadi gagal ginjal.

3.4 Patofisiologi

Proteinuria dan Hipoalbuminemia

Proteinuria masif merupakan kelainan dasar dari sindrom nefrotik. Proteinuria

ini sebagian besar berasal dari kebocoran glumerulus (proteinuria glumerulus) dan

hanya sebagian kecil yang berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubulus). Pada

dasarnya proteinuria masif ini mengakibatkan dua hal :

Jumlah serum protein yang difiltrasi glumerulus meningkat sehingga serum

protein tersebut masuk ke dalam lumen tubulus.

15

Page 16: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Kapasitas faal tubulus ginjal menurun untuk mereabsorbsi serum protein yang

telah difiltrasi glumerulus.

Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang

biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.

Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif

tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan

akibat utama dari proteinuria yang hebat. Dikatakan hipoalbuminemia apabila kadar

albumin dalam darah <2,5 gr/100 ml. Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin

serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi

terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.

Plasma mengandung banyak macam protein dan sebagian besar akan mengisi

ruang ekstra vaskuler (EV). Plasma atau serum protein terutama terdiri dari IgG,

transferin dan albumin yang mempunyai BM kecil (69.000), sehingga mudah

diekskresikan melalui urin. Oleh karena itu istilah hipoproteinemia identik dengan

hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia dapat terjadi bila proteinuria lebih dari 3-5

gram/hari, katabolisme albumin meningkat, intake protein berkurang karena penderita

mengalami anoreksia atau bertambahnya utilisasi (pemakaian) asam amino,

kehilangan protein melalui usus atau protein loosing enteropathy.

Hati memegang peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan

sejumlah protein, renal maupun ekstra renal. Mekanisme kompensasi untuk

meningkatkan sintesis protein (albumin) terutama untuk mempertahankan komposisi

protein dalam ruangan ekstra vaskuler (EV) dan intravaskuler (IV). Pada sindrom

nefrotik sintesis protein oleh hati biasanya meningkat tetapi mungkin normal atau

menurun. Sintesis protein oleh hati bisa meningkat 2 kali normal tetapi tidak adekuat

untuk mengimbangi kehilangan protein sehingga secara keseluruhan terjadi

pengurangan total protein tubuh termasuk otot-otot, bila mekanisme kompensasi

sintesis albumin dalam hati tidak cukup adekuat sering disertai penurunan albumin

(hipoalbuminemia).

Hiperlipidemia

16

Page 17: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh

penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai

perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan

ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali

normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi (

kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam

darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low Density Lipoprotein(LDL), Very

Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila plasma

albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk

membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel

sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi

LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh

adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu

menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar

apolipoprotein plasma sebagai

akibat keluarnya protein ke

dalam urine.

Edema

Sindroma nefrotik adalah

keadaan klinis yang disebabkan

oleh peningkatan permeabilitas

glomerulus terhadap protein

plasma, yang menimbulkan

proteinuria, hipoalbuminemia,

hyperlipidemia, dan edema.

Meningkatnya permeabilitas

dinding kapiler glomerular akan

berakibat pada hilangnya protein

olasma dan kemudian akan

terjadi proteinuria. Lanjutan dari

proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan

osmotic plasma (tek. Onkotik) menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah EDEMA

Retensi Na di tubulus distal dan sekresi

Volume plasma

Tekanan onkotik koloin

Hipoalbuminernia

Albuminuria

Kelainan Glomerulus

17

Page 18: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

kedalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan

intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena

hipovolemi. Karena terjadi penurunan aliran darah ke renal, maka ginjal akan

melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin-angiotensin dan

peningkatan sekresi anti diuretic hormone (ADH) dan sekresi aldosterone yang

kemudian terjadi retensi kaliuum dan air, dengan retensi natrium dan air akan

menyebabkan edema.

Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur.

Edema yang hebat/anasarca sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca

terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat

menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus.

3.5 Manifestasi Klinis

Empat gejala klinis yang paling utama dari pasien Sindroma nefrotik adalah sebagai

berikut:

1. Proteinuria

Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang terjadi

lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Jumlah protein

dalam urin dapat mencapi 40mg/jam/ m2 luas permukaan tubuh (1gr/ m2/hari) atau 2-

3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang terjadi disebabkan perubahan selektifitas terhadap

protein dan perubahan pada filter glomerulus.

2. Hipoalbuminemia

Jumlah albumin dalam badan ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan

pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal. Pada anak

dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju eksresi protein urin dan derajat

hipoalbuminemia. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai

untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau

menurun.

3. Hiperlipidemi

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density

lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL)

dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid

di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein,

18

Page 19: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan

sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan

tekanan onkotik.

Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid

meningkat. Paling tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni: (1)

hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati termasuk

lipoprotein. (2) katabolisme lemak menurun karena penurunan kadar lipoprotein

lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.

4. Sembab atau edema

Apapun tipe sindrom nefrotik,

manifestasi klinik utama adalah edema,

yang tampak pada sekitar 95% anak

dengan sindrom nefrotik. Seringkali

edema timbul secara lambat sehingga

keluarga mengira sang anak bertambah

gemuk. Pada fase awal edema sering

bersifat intermiten; biasanya awalnya

tampak pada daerah-daerah yang

mempunyai resistensi jaringan yang

rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi

menyeluruh dan masif (anasarka).

Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka

pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas

bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan

(pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis. Edema

biasanya tampak lebih hebat karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada

pasien SNKM.

Gangguan gastrointestinal

Gangguan ini sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare

sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus.

Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau

keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi

pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau

pembengkakan hati.

19

Page 20: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Nafsu makan menurun karena edema

Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama

pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.

Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak

dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.

Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.

Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya

terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM

3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

AnamnesisHal yang perlu kita lakukan terlebih dahulu sebagai dokter sebelum

mendiagnosis suatu penyakit terhadap adanya temuan klinis pada pasien yaitu dengan

anamnesis. Anamnesis ini dapat dilakukan dalam 2 bentuk : alloanamnesis dan

autoanamnesis. Perbedaan antar kedua bentuk anamnesis tersebut, yaitu:

1. Alloanamnesis: melakukan anamnesis dengan kerabat pasien (seperti orang tua).

Hal ini dilakukan bila pasien dalam kondisi tidak sadar atau terjadi penurunan

kesadaran serta pasien dengan usia anak-anak.

2. Autoanamnesis: melakukan anamnesis langsung dengan pasien dengan keadaan

pasien yang masih baik kesadarannya.

Pertanyaan yang dapat diajukan dalam anamenesis kepada pasien :

Pendekatan umum: perkenalan diri anda, ciptakan hubungan yang baik,

menanyakan identitas pasien. (Nama pasien,umur, alamat?)

Nilai keluhan utama dan riwayatnya: misalnya bengkak pada anggota badan (sejak

kapan bengkak dialami, lokasi bengkak?)

Riwayat penyakit sekarang

Tanyakan mengenai kebiasaan dalam pembuangan urin dan konsistensi urin:

- Apakah urin pasien terlihat mengandung darah yang nyata? Ini dinamakan

hematuria makroskopik (gross hematuria).

- Ada kesulitan dalam pembuangan urin? Ada rasa nyeri pada saat kencing?

- Berapa kali buang air kecilnya sehari? Berapa banyak air seni yang dikeluarkan?

- Ada pola perubahan dalam pembuangan urin? (seperti mengejan atau tidak), dan

bagaimana pancaran urinnya?

Keluhan tambahan lainnya dan pola makan pasien:

20

Page 21: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

- Apakah ada rasa nyeri di daerah pinggang atau daerah lainnya, mual muntah,

keringat dingin, lemas?

- Bagaimana pola makan anak teratur atau tidak? nafsu makan si anak meningkat

atau menurun?

Apakah sudah pernah dibawa berobat sebelumnya?

Tanyakan riwayat penyakit dahulu:

- Riwayat si anak selama dalam kandungan sampai saat ini? (tumbuh kembang si

anak)

- Adanya infeksi (apakah si anak sebelumnya pernah mengalami sakit

tenggorokan, infeksi napas berulang, demam?)

- Riwayat kontrol kehamilan dari Ibu?

Riwayat penyakit keluarga?

Riwayat sosial

- Anaknya bermain aktif atau tidak di lingkungannya?

- Imunisasi?

Pemeriksaan

Fisik

1. Pengukuran tanda vital : suhu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, denyut

nadi.

2. Pemeriksaan fisik:

- Inspeksi:

A. Kulit; kemungkinan temuan jaringan parut, striae, vena, pitting dan non

pitting kulit.

B. Mata: Konjungtiva, udem pada kelopak mata dan sekitar mata

C. Tenggorokan: hiperemis atau tidak

D. Abdomen; kemungkinan temuan hernia, ascites.

E. Genitalia: udem atau tidak

- Palpasi:

1. Kekakuan dinding abdomen, misalnya pada inflamasi peritoneum.

2. Lakukan dengan tekanan ringan untuk mengetahui adanya nyeri otot,

nyeri lepas, dan nyeri tekan.

3. Palpasi lebih dalam untuk mengetahui adanya massa atau nyeri tekan.

A) Hepar

21

Page 22: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Hepatomegali pada anak-anak jarang ditemukan, kalau ada biasanya

disebabkan karena malabsorpsi protein, parasit atau tumor. Bila

hepatomegali disertai juga dengan splenomegali, pikirkan kemungkinan

adanya hipertensi portal, infeksi kronis dan keganasan.

B) Spleen

Spleenomegali dapat disebabkan oleh beberapa penyakit, seperti infeksi,

gangguan hematogalis misalnya anemia hemolitik, gangguan infiltratif,

inflamasi atau penyakit autoimun dan juga bendungan akibat hipertensi.

C) Ginjal

Palpasi ginjal kanan dan kiri.

D) Kandung kemih

Normalnya kandung kemih tidak dapat diperiksa kecuali jika terjdi

distensi kandung kemih hingga di atas simfisis pubis. Pada palpasi, kubah

kandungan kemih yang mengalami distensi akan teraba licin dan bulat.

Periksa adanya nyeri tekan. Lakukan perkusi untuk mengecek keredupan

dan menentukan berapa tinggi kandung kemih berada di atas simfisis pubis.

- Perkusi

Liver dan lien akan terdengar pekak pada perkusi. Pekak berpindah yang

positif menunjukkan adaya ascites.

- Auskultasi

A) Normal: suara peristaltik usus dengan intensitas rendah terdengar tiap 10

– 30 detik.

B) Nada tinggi (nyaring): obstruksi GIT (metalic sound).

C) Berkurang/ hilang: peritonitis/ ileus paralitik.

D) Suara abnormal lainnya :

-Bising usus; kemungkinan temuan peningkatan atau penurunan

motilitas.

-Bruit; kemungkinan temuan bruit stenosis arteri renalis.

-Friction rub; kemungkinan temuan tumor hati, infak limpa.

Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium

Langkah pertama dalam mengevaluasi anak dengan edema adalah untuk

memastikan apakah anak tersebut menderita sindrom nefrotik atau tidak, karena

22

Page 23: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

hipoalbuminemia dapat terjadi tanpa adanya proteinuria (pada protein-losing

enteropathy), dan edema dapat terjadi tanpa adanya hipoalbuminemia (seperti

pada  angioedema, insufisiensi venosa, gagal jantung kongestif, dan lain

sebagainya). Untuk memastikan diagnosis sindroma nefrotik, pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan: proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.

Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan diantaranya:

a. Pemeriksaan darah rutin

-  Red blood cell

- Meningkatnya hemoglobin dan hematokrit mengindikasikan adanya

hemokonsentrasi dan deplesi volume intravascular.

- Leukosit

-  Nilai platelet biasanya meningkat.

b. Urinalisis

- Hematuria mikroskopis ditemukan pada 20% kasus.

- Hematuria makroskopik jarang ditemukan.

c. Protein urin kuantitatif dengan menghitung protein/kreatinin urin pagi,

atau dengan protein urin 24 jam.

- Dikatakan proteinuria jika adanya protein di dalam urine manusia yang

melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-

anak lebih dari 140 mg/m2.

-  Protein/kreatinin urin pagi lebih mudah dilakukan dan dapat mengeksklusi

proteinuria orthostatic (dimana protein baru muncul di urin setelah penderita

berdiri cukup lama).

-  Nilai protein urin 24 jam > 40mg/m2/jam atau dengan dipstick +2---+4,

dapat pula nilai protein urin sewaktu >100mg/dL, terkadang mencapai

1000mg/dL.

-   Sebagian besar protein yang diekskresi pada SN adalah albumin.

d. Albumin serum

-  Level albumin serum pada sindroma nefrotik secara umum kurang dari 2.5

g/dL.

- Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL

23

Page 24: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

-  Jarang mencapai 0.5 g/dL

e. Pemeriksaan lipid

-  Terjadi peningkatan kolesterol total dan kolesterol LDL (low density

lipoprotein).

Kadar serum kolesterol >400mg/dl.

-  Terjadi peningkatan trigliserid dengan hipoalbuminemia berat.

-  Kadar kolesterol HDL (high density lipoprotein) dapat normal atau menurun

f. Pemeriksaan elektrolit serum, BUN dan kreatinin, kalsium, dan fosfor.

- Pasien dengan SN idiopatik, dapat menjadi gagal ginjal akut oleh karena

deplesi volume intravascular.

-  Kadar Na serum rendah, oleh karena hiperlipidemia.

-  Kadar kalsium total rendah, oleh karena hipoalbuminemia.

g. Tes HIV, hepatitis B dan C

-  Untuk menyingkirkan adanya kausa sekunder dari SN.

h. Pemeriksaan C3

-  Level komplemen yang rendah dapat ditemukan pada nefritis post infeksi,

SN tipe membranoproliferatif, dan pada lupus nefritis.

2)   Biopsi Ginjal

Biopsi ginjal tidak diindikasikan bagi pasien SN primer dengan awitan

pada usia 1-8 tahun, kecuali jika riwayat klinis, temuan pada pemeriksaan

fisik, maupun hasil dari pemeriksaan laboratorium mengindikasikan adanya

kemungkinan SN sekunder atau SN primer selain tipe lesi minimal. Biopsi

ginjal diindikasikan bagi pasien usia < 1 tahun, dimana SN kongenital lebih

sering terjadi, dan pada pasien usia > 8 tahun dimana penyakit glomerular

kronik memiliki insidensi yang lebih tinggi. Biopsi ginjal hendaknya juga

dilakukan bila riwayat, pemeriksaan, dan hasil uji laboratorium

mengindikasikan adanya SN sekunder.

3)  Radiografi

Pemeriksaan ultrasonografi atau venografi ginjal sekiranya dicurigai adanya

trombosis vena ginjal.

Diagnosis Banding

1. Glomerulonefritis Akut

24

Page 25: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post

sterptokokus  (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang

mengenai glomerulus, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta

hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering

mengenai anak-anak.

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal

terhadap bakteri atau virus tertentu. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah

yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang

mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu

mekanisme imunologis.

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut pasca streptokokus timbul

setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman

Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedangkan

tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah

infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis.

Kumpulan gambaran klinis yang klasik dari glomerulonefritis akut dikenal

dengan sindrom nefritik akut.

1. Infeksi Streptokokus

Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau

infeksi kulit (impetigo).Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa

prevalensi glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi

infeksi saluran nafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca impetigo relatif

rendah, sekitar 5-10%.

2. Gejala-gejala umum

Glomerulonefritis akut pasca streptokokus tidak memberikan keluhan

dan ciri khusus. Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah badan, tidak

jarang disertai panas badan, dapat ditemukan pada setiap penyakit infeksi.

3. Keluhan saluran kemih

Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari

semua pasien. Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti

infeksi saluran kemih bawah walaupun tidak terbukti secara bakteriologis.

Oligouria atau anuria merupakan tanda prognosis buruk pada pasien

dewasa.

4. Hipertensi

25

Page 26: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada

semua pasien. Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali

normotensi setelah terdapat diuresis tanpa pemberian obat-obatan

antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau tanpa ensefalopati hanya

dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.

5. Edema dan bendungan paru akut

Hampir semua pasien dengan riwayat edema pada kelopak mata atau

pergelangan kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila

perjalanan penyakit berat dan progresif, edema ini akan menetap atau

persisten, tidak jarang disertai dengan asites dan efusi rongga pleura

Pada penderita glomerulonefritis akut dapat dilakukan pemeriksaan

laboratorium untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah

sebagai berikut ini:

Pemeriksaan urinalisis dilihat dari segi makroskopis, mikroskopis dan kimia

urin pada glomerulonefritis poststreptococcal sering didapatkan hematuria

makroskopis, jumlah urin berkurang, berat jenis urin meninggi, ada

proteinuria (albuminuria +), eritrosit (+), leukosit (+), dan sedimen urin

berupa silinder leukosit, eritorsit, hialin, dan berbutir.

Leukosit PMN (Polymorphonuclear) dan sel epitel renal biasanya ditemukan

pada pasien glomerulonefritis post streptococcal pada fase awal.

Penentuan titer ASTO (Antibody Streptolisin Titer O) mungkin kurang

membantu karena titer ini jarang meningkat beberapa hari pasca infeksi

streprococcus, terutama yang kena di kulit (impetigo). Penentuan titer

antibodi tunggal yang paling baik untuk glomerulonefritis post streptococcal

adalah dengan Tes antideoksiribonuklease B, yakni mengukur titer

terhadap antigen DNAse B.

Uji Streptozime yang merupakan suatu prosedur agglutination slide yang

mendeteksi antibodi terhadap streptolisin O, DNAse B, hialuronidase,

streptokinase dan NADase.

Darah lengkap untuk mengetahui kadar protein darah (albumin serum

rendah), kreatinin serum (meninggi), ureum serum, elektroilit (hiperkalemia,

hiperfosfatemia, hipokalsemia), pH darah (asidosis), eritrosit, leukosit,

trombosit, dan Hb (menurun).

Kadar LED meninggi.

26

Page 27: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Kadar komplemen C3, pada pasien glomerulonefritis pascastreptococcus

didapatkan 90% kadar komplemen C3 rendah. Kadar ini diperiksa sejak 2

minggu pertama sakit.

2. Pielonefritis

Pielonefritis merupakan infeksi piala pada ginjal, tubulus dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks ureterivesikal, dimana katup uretevesikal yang tidak kompeten meynyebabkan urine mengalir balik (refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus urinarius ( yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung kemih, striktur, hiperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan penyebab yang lain. Pielonefritis akut ditandai dengan pembengkakan ginjal atau pelebaran penumpang ginjal. Pada pemeriksaan lab dapat ditemukan sel darah putih. Penyebab yang paling sering adalah bakteri E.Coli.

3.7 Penatalaksanaan

Medika Mentosa

Terapi edema:

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat

Furosemide 1-3 mg/kgBB/hari (max 5 mg/kgBB/hari) dapat dikombinasi dengan

spironolakton (2-4 mg/kgBB/hari)

Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada

pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit

kalium dan natrium darah.

Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena

hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin

20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan

interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila

pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara

pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi

jantung.

Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada

kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.

Terapi Inisial

27

Page 28: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi

steroid sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study of Kidney Disease in

Children) adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari selama 28 hari atau 2

mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam 3 dosis/hari. Dosis prednison dihitung

sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Kalau 4 minggu

tidak remisi berarti sindrom nefrotik resisten steroid. Bila remisi dalam 4 minggu

pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis

awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah

makan pagi selama 4-12 minggu. Bila tidak remisi dalam 4 minggu terapi prednisone

full dose selama 6 minggu dilanjutkan alternate dose selama 6 minggu.

Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30mg, 20mg,

10mg sampai akhirnya dihentikan.

Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom

nefrotik.

Remisi

Kambuh

Kambuh tidak sering

Kambuh sering

Responsif-steroid

Dependen-steroid

Resisten-steroid

Responder lambat

Nonresponder awal

Nonresponder lambat

Proteinuria negatif, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari

berturut-turut.

Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-

turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12

bulan.

Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 kali

kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,

atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60

mg/m2/hari selama 4 minggu.

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa

tambahan terapi lain.

Resisten-steroid sejak terapi awal.

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

Sindrom nefrotik serangan pertama

28

Page 29: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

1.      Perbaiki keadaan umum penderita :

Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2

gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr.

Kalori rata-rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila

tanpa edema, diberi 1-2 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-

gejala gagal ginjal. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet

terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau

albumin konsentrat.

Berantas infeksi.

Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema

anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu

aktivitas. Metode yang lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema

ialah merangsang diuresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin)

0,5-1 mg/kgBB selama 1 jam disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2

mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat diulang setiap 6 jam kalau perlu.

Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka pendek seperti furosemid

atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat

antihipertensi.

2.     Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah

diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita

mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi

spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau

kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu

waktu 14 hari.

Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

A. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse

ditegakkan.

B. Perbaiki keadaan umum penderita.

Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan

sampai remisi (tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)

Sindrom Nefrotik Nonresponder

29

Page 30: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

Tidak ada respons sesudah 8 minggu pengobatan prednisone. Setelah 8 minggu

pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan selanjutnya dengan gabungan

imunosupresan lain (endoxan secara CD dan prednisone 40 mg/m2/hr secara ID)

Sindrom Nefrotik Frequent Relapser

Iinitial responder yang relaps >= 2 kali dalam waktu 6 bulan pertama.

CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr

Diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2

mg/kgBB/hr, keduanya secara CD.

Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali

dalam masa 12 bulan.

Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,

diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang

sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison

dihentikan.

Sindrom nefrotik kambuh sering

Merupakan sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali

dalam masa 12 bulan.

Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,

diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang

sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis

prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,

kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1

minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison

dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3

mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu

siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak

30

Page 31: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat

komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid atau untuk biopsi ginjal.

Non Medika Mentosa

Dietetik

Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi). Bila diberi diet rendah protein akan terjadi Malnutrisi Energi Protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema. Kolesterol dibatasi < 300mg

3.8 Komplikasi dan Prognosis

Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat

hipoalbuminemia

Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang

menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.

Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi

peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering

terjadi di system vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid.

Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.

Edukasi

Batasi cairan dan garam karena akan memperburuk edema.

Istirahat cukup

Prognosis

Prognosis SN tergantung dari kelainan histopatologiknya. Umumnya SN dengan

kelainan minimal (SNKM) yang sensitif dengan kortikosteroid mempunyai prognosis

yang baik. Kecuali jika megalami hal-hal berikut:

1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.

2. Disertai oleh hipertensi.

3. Disertai hematuria.

4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

31

Page 32: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

LO 4: Memahami dan Menjelaskan Pandangan Urin dan Darah Menurut Islam

a. DarahDarah manusia dan darah hewan najis hukumnya, sebagaimana firman Allah SWT :

و�الد�م� �ة� ت م�ي ال م ك �ي ع�ل م� ح�ر� �م�ا �ن إSesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai dan darah…. (QS. An-Nahl : 115).Darah yang najis adalah yang mengalir keluar dari tubuh, sebagimana firman Allah SWT dalam Al-Quran.

د� ال� ق�ل ج�ا ف�ى أ ى م ا إ�لى� أ�وح� م� ر� ه�?? م�م�م�م�م�م�م�م�م�م�م�م�م�م�طاع�م� على� م�ح ة� يك�ون أن إ�ال� ۥ ط�يطعم� ت� ط ط� ت � ت

ة�دم�ا?? ا??? م وح� ط� ط�م�سف� � �� ط�لحم?? ت م ز�ي إ�ن�ه� ز�ن ججججججججججججججر�جس+?? ۥ فKatakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor.” (Al-An’am: 145)

b. UrineAir kencing atau urine adalah benda yang najis menurut jumhur ulama. Dasarnya kenajisan kotoran atau tinja adalah sabda Rasulullah SAW :

�ي� : م�ن و�ال � و�الد�م ق�يء� و�ال �ول ب و�ال �ط� غ�ائ ال م�ن� خ�مس% م�ن �وب الث غس�ل ي �م�ا �ن إBaju itu dicuci dari kotoran, kencing, muntah, darah, dan mani. (HR. Al-Baihaqi dan Ad-Daruquthny) [2]

Urine adalah air seni atau air kencing, baik yang keluar dari tubuh manusia atau hewan, adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Para ahli mengatakan bahwa eksreksi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.

Para ulama sepakat (ijma’) bahwa urine manusia demikian pula feces (tinja) nya adalah najis kecuali bayi yang hanya mengkonsumsi ASI (air susu ibu) sebagaimana dikemukakan oleh Imam Ibnu Rusyd (Bidayah al-Mujtahid, I/103) berdasarkan hadits Nabi saw yang memerintahkan shahabat untuk menyiram bekas air kecing orang Arab Badui di Masjid Nabawi (HR. Bukhari dan Muslim) dan hadits Nabi saw tentang dua orang yang disiksa di kubur yang salah satunya disebabkan oleh karena tidak bersuci dari bekas kencingnya (HR. Bukhari dan Muslim). Demikian pula perintah Nabi saw.: “Bersucilah kalian dari kecing” (Nailul Authar, I/43)Dikarenakan air seni atau kencing manusia adalah barang najis dan bukan termasuk thayibat (barang yang baik) sebagaimana Allah firmankan dalam surat al-Baqarah:171 dan setiap yang najis adalah haram untuk dikonsumsi baik benda padat maupun cair, maka secara prinsip mengkonsumsi urine atau kencing manusia hukumnya adalah haram. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, III/511, Syeikh Shalih Al-Fauzan, Al-Ath’imah, hal. 17, As-Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, I/19)

Namun demikian Islam adalah agama rahmat dan tidak menginginkan umatnya celaka dan membiarkannya binasa dalam kondisi darurat karena diantara tujuan syariah adalah hifdzun nafs (memelihara kelangsungan hidup dengan baik), maka dalam konteks ini terdapat kaedah rukhsah (dispensasi) yang memberikan kelonggaran dan keringanan bagi orang yang sakit gawat

32

Page 33: Wrap Up Syndroma Nefrotik b4

DAFTAR PUSTAKA

Karen, Robert, et al. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Essensial Edisi keenam. Saunders Elsevier. Singapore:2014

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sofwan, Achmad. 2015. Anatomi Kedokteran Sistem Urogentiale. Jakarta: Bagian Anatomi FKUY

http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/TATA-LAKSANA-SINDROM-NEFROTIK-IDIOPATIK-PADA-ANAK.pdf (diakses tangal 25 Maret 2015)

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-rachmiinsa-5118-2-bab2.pdf (diakses tanggal 26 Maret 2015)

http://www.fiqihkehidupan.com/bab.php?id=235

33