yogo setiawan 4311413062 kimia02
DESCRIPTION
Kimling yogoTRANSCRIPT
-
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT
DENGAN BIOFILTER ANAEROBIC-AEROBIC
UNTUK MENURUNKAN KADAR BOD, COD
DAN TSS
Yogo Setiawan
Program Studi Kimia ,
Fak. MIPA Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Limbah Cair rumah sakit sangatlah berbahya dan perlu adanya pengolahan lebih
intensif dan efektif. Salah satu upaya dalam mengelola limbah cair rumah sakit yaitu
dengan Biofilter Anaerobik Aerobik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
penurunan akan nilai dari BOD, COD dan TSS yang terdapat pada limbah cair rumah
sakit. Hasil pemantauan kualitas air limbah rumah sakit menunjukkan bahwa rata
rata Biological Oxygen Demand (BOD) 353,43mg/l, Chemical Oxygen Demand
(COD) 615,01 mg/l, dan Total Suspended Solid (TSS) 119,25 mg/l. Dari hasil
penelitian yang dilakukan, pengolahan dengan Biofilter Anaerobik Aerobik mampu
menurunkan parameter khususnya BOD , COD dan TSS.
Kata Kunci : Biofilter,Anaerobik Aerobik, BOD , COD, TSS
PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai institusi yang bersifat sosio ekonomi mempunyai fungsi dan
tugas memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara paripurna. Kegiatan rumah
sakit tidak hanya menimbulkan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi
kemungkinan besar juga menimbulkan dampak negatif berupa pencemaran akibat
pembuangan limbahnya tanpa melaui pengolahan yang benar sesuai dengan prinsip prinsip
pengelolaan lingkungan secara menyeluruh.
Pencemaran akibat limbah rumah sakit utamanya limbah cair sering mengundang
protes warga. Setiap tahun ada saja kasus yang diadukan warga akibat limbah buangan yang
mengganggu, tahun 2004 pencemaran sungai Bengawan Solo akibat banyaknya limbah
rumah sakit yang dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu,(http://arton.blog.uns.ac.id),
-
tahun 2005 tiga rumah sakit dilaporkan kepada pihak yang berwajib akibat pencemaran yang
ditimbulkan (http://www.Infoanda.com/id), tahun 2008 rumah sakit Wayanga di Bali
pembuangan limbahnya mengancam kesehatan warga (http:/indoincenerator.blogspot.com),
dan tahun 2010 WALHI Jabar memprotes limbah loundry rumah sakit akibat pencemaran
yang ditimbulkannya (http:/community.um.ac.id).
Buangan air limbah yang tidak diolah akan menyebabkab dampak pencemaran
lingkungan, hal ini sangat dirasakan utamanya rumah sakit yang berada dekat dengan
perumahan warga. Air limbah yang berasal dari limbah rumah sakit merupakan salah satu
sumber pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah
sakit mengandung senyawa organik yang cukup tinggi juga kemungkinan mengandung
senyawa-senyawa kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan
penyakit terhadap masyarakat di sekitarnya. Oleh karena potensi dampak air limbah rumah
sakit terhadap kesehatan masyarakat sangat besar, maka setiap rumah sakit diharuskan
mengolah air limbahnya sampai memenuhi persyaratan standar yang berlaku.
Instalasi pengolahan air limbah rumah sakit secara pabrikan telah tersedia, namun
yang menjadi kendala adalah harga, biaya operasional, dan pemeliharaan yang relatif mahal.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan sebagai upaya menyediakan teknologi alternatif
untuk menurunkan kadar BOD5, COD dan TSS dalam air limbah rumah sakit seperti yang
telah dilakukan oleh Zaenab, dengan sistem filter aerob dan variasi waktu tinggal, media
batu pecah diperoleh efektifitas pengolahan penurunan kandungan BOD5 (59,9%),
kandungan COD (63,4%) dan kandungan SS (52,1%), Sahani mengunakan
pengolahan biologis proses anaerob-aerob, media batu pecah dapat menurunkan kadar
BOD5 (79%), kadar TSS (74,8%) danColiform (64,5%) dan H.Rasyidin dengan parameter
BOD5, COD, dan TSS sistem UAASB media batu pecah BOD5 turun 62,96, COD turun 62,55
dan TSS turun 42,63%.
Berdasarkan fakta diatas, menggunakan biofilter anaerob-aerob model sarang tawon
dengan limbah karet, dengan bahan yang mudah didapat juga teknologi ini dapat mengurangi
volume sampah. Bahan dari karet mudah terjadi rekatan filamen bakteri karena memiliki pori
yang lebih besar, model sarang tawon memiliki luas permukaan efektif yang lebih
dibandingkan dengan model batu pecah sehingga hasilnya lebih efektif dan mudah
dibersihkan. Media filter model sarang tawon merupakan media kontak mikroba dengan air
limbah sehingga yang sangat berperan adalah waktu tinggal dan waktu kontak.
-
1. Karakteristik Limbah cair Rumah Sakit
Karakteritis dan Komposisi Limbah Cair sesuai dengan sifat dan bahannya, air limbah
rumah sakit dapat dikategorikan sama dengan air limbah domestik, kecuali air limbah dari
laboratoriumnya. Karakteristik air limbah domestik yang masih baru, berupa cairan keruh
berwarna abu abu dan berbau tanah. Bahan ini mengandung padatan berupa hancuran tinja,
sisa sisa makanan dan sayuran, padatan halus dalam suspensi koloid, serta polutan yang
terlarut. Sebagaimana disebutkan diatas bahwa air limbah domestik 99,9 % terdiri dari air
dan 0,1 % adalah padatan. Padatan dalam air limbah domestik sekitar 70 % terdiri dari bahan
organik dan sekitar 30 % terdiri dari bahan an-organik. Sifat bahan organik dalam limbah
domestik relatif lebih disukai oleh mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD,
Nitorgen, Phosphat, minyak lemak dan TSS yang lebih dominan. Sifat Fisik Limbah Cair
Parameter parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk dalam karakteristik
fisik antara lain, :
1. Kandungan zat padat total ( Total Solid, TS)
2. Temperatur
3. Warna
4. Bau.
1) Total Solid
Didefenisikan sebagai zat zat yang tertinggal sebagai residu penguapan pada
temperatur 105 C. Zat zat lain yang hilang pada tekanan uap dan temperatur tersebut tidak
didefinisikan sebagai total solid.
2) Suhu
Umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air minum. Karena
adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas pemakaian rumah tangga atau aktivitas
pabrik, serta adanya kandungan polutan dalam air. Temperatur pada air buangan
memberikan pengaruh pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi reaksi kimia dan kecepatan reaksi
-
3) Warna
Pada umumnya air limbah buangan domestik yang segar berwarna abu-abu, setelah
terjadi penguraian senyawa organik oleh bakteri air limbah akan berubah warna menjadi
hitam . Hal ini menunjukan bahwa air buangan telah menjadi atau dalam keadaan septik.
4) Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas gas hasil
dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air buangan adalah hasil reduksi
dari sulfat oleh mikororganisme secara anaerobik.
2. Biofilter
Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter dilakukan dengan cara
mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang telah diisi dengan media penyangga
untuk pengembangbiakkan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Untuk proses
anaerobik dilakukan tanpa pemeberian udara atau oksigen. Biofiler yang baik adalah
menggunakan prinsip biofiltrasi yang memiliki struktur menyerupai saringan dan tersusun
dari tumpukan media penyangga yang disusun baik secara teratur maupun acak di dalam
suatu biofilter. Adapun fungsi dari media penyangga yaitu sebagai tempat tumbuh dan
berkembangnya bakteri yang akan melapisi permukaan media membentuk lapisan massa
yang tipis (biofilm) (Herlambang dan Marsidi, 2003)
3. Kiambang
Kiambang (Salvinia Molesta) merupakan sejenis tumbuhan air yang mudah dikenali
dan sering ditemui. Habitatnya hampir sama dengan teratai, hidup segar di kawasan berair
seperti kolam, danau dan paya-paya air tawar. Agak berbeda dengan teratai, kiambang sejenis
tumbuhan merayap atau mengapung di atas permukaan air dan cepat berkembang biak.
Kiambang memiliki potensi untuk menjernihkan air limbah rumah tangga secara alami, tetapi
air tersebut masih belum aman di konsumsi. Selain itu, dapat mengurangi polusi air sebagai
tempat perkembangbiakan nyamuk dan bakteri penular penyakit.
-
METODE PENELITIAN
1. Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan ialah :
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair rumah sakit dan bahan baku
media mikroorganisme yang berperan didalam proses.
Alat yang digunakan antara lain :
- Bak penampung
- Karet bekas atau ban bekas
- Medium bakteri
- Pipa pengalir
- Selang
TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR :
1. Pengolahan Primer ( Primary Treatment)
Sebelum pengolahan pertama, perlu kiranya dilakukan pengolahan pendahuluan ( pre
treatment). Adapun kegiatannya berupa pengambilan benda terapung dan pengambilan benda
kasar serta yang mengendap seperti pasir. Tahap awal dari pengolahan awal adalah
menghilangkan zat padat yang kasar yaitu dengan jalan melewatkan air limbah melalui bar
screen atau saringan kasar untuk menghilangkan benda yang besar.
Pengolahan pertama bertujuan untuk menghilangkan zat padat tercampur melalui
pengendapan ataupun pengapungan ( seperti lemak). Pengendapan (sedimentasi) adalah
kegiatan utama pada tahap ini dan pengendapan yang dihasilkan terjadi karena adanya
kondisi yang sangat tenang, bahan kimia dapat juga ditambahkan untuk menetralkan keadaan
atau meningkatkan pengurangan dari partikel kecil yang tercampur. Dengan adanya
pengendapan ini, maka akan mengurangi kebutuhan oksigen pada pengolahan biologis
berikutnya dan pengendapan yang terjadi adalah pengendapan secara grafitasi.
Hampir seluruh tahapan pertama dari pengolahan air limbah konvensional adalah
pengendapan bahan-bahan padat di dalam tangki sedementasi. Fungsi utama daripada proses
sedimentasi adalah pengambilan (removal) padatan tersuspensi yang bisa mengendap untuk
menghasilkan supranatan yang jernih. Disamping itu, tangki sedimentasi juga harus
-
mengumpulkan dan membuang subnatant berupa lumpur (sludge), karena itu pengumpulan
lumpur dan pembuangannya merupakan hal penting agar tangki dapat berfungsi dengan baik.
Dari bak pengendap awal lumpur atau padatan tersuspensi sebagain besar mengendap. Waktu
tinggal dalam bak pengendap awal kurang lebih 2-6 jam, dan lumpur atau padatan yang telah
mengendap dikumpulkan pada bak pengendap lumpur.
1. Pengolahan Skunder ( Secondary Treatment)
Pengolahan kedua umumnya mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-
bahan organik melalui mikroorganisme yang ada didalamnya. Pada proses ini sangat
dipengaruhi banyak faktor antara lain jumlah limbah, tingkat kekotoran limbah, jenis kotoran
dan sebagainya. Unit yang biasa digunakan dalam pengolahan kedua dapat berupa saringan
tetes (trickling filter), lumpur aktif (Activated sludge) dan kolam stabilisasi (stabilization
ponds), Biofilter tercelup (submerged biofilter), kontaktor biologi berputar (rotary biology
contactor) dan juga penanaman tumbuhan Kiambang. Tumbuhan kiambang yang ada
bertujuan untuk menyerap dan menjernihkan air limbah teersebut.
1. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatmen)
Pengolahan ini adalah kelanjutan dari pengolahan-pengolahan terdahulu. Oleh karena
itu pengolahan jenis ini baru akan dipergunakan apabila pada pengolahan pertama dan
pengolahan kedua masih banyak terdapat zat tertentu yang masih berbahaya bagi lingkungan
dan kesehatan.
Beberapa standar efluen membutukan pengolahan tahap ketiga, yaitu disamping untuk
menghilangkan kontaminan-kontaminan tertentu, yang tidak dapat diolah secara biologis
sehingga membutuhkan pengolahan lanjutan atau pengolahan sebagai edvenced treatment.
Metode Pengolahan Secara Biologis
1. Proses Pengolahan Biologis secara Anaerob
1. Mekanisme Proses Anaerob
Polutan-pulutan organik komplek seperti: lemak, protein, dan karbohidrat dalam kondisi
anaerobik akan dihidrolisa oleh enzim hydrolase yang dihasilkan oleh bakteri pada tahap
-
pertama. Enzim penghidrolisa seperti lipase, protease dan cellulase. Hasil hidrolisa polimer-
polimer diatas adalah monomer seperti monosakarida, asam amino, peptida dan gliserin,
selanjutnya monomer-monomer ini akan diuraikan menjadi asam-asam lemak (lower fatty
acids) dan gas hidrogen.
Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam transformasi senyawa komplek
organik menjadi metan. Lebih jauh lagi terdapat interaksi sinergis antara bermacam-macam
kelompok bakteri yang berperan dalam penguraian limbah yang dapat di reaksikan pada
gambar berikut ini:
Senyawa Organik CH4 + CO2 + H2 +NH3 + H2S
Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam penguraian
anaerobik, bakteri-bakteri merupakan mikroorganisme yang paling dominant bekerja
didalam proses penguraian anarobik. Sejumlah besar bakteri anaerobik dan fakultatif
(seperti: Bacteroides, Bifiddobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus) terlibat
dalam proses hidrolisis dan fermentasi senyawa organik.
Ada empat grup bakteri yang terlibat dalam transformasi material komplek menjadi melekul
yang sederhana, seperti metan dan karbon dioksida, kelompok tersebut adalah kelompok
bakteri hidrolitik, bakteri asidogenik fermentatif, bakteri asetogenik dan bakteri metanogen.
2. Proses Pengolahan Biologis secara Aerob
1. Mekanisme Proses Aerob
Di dalam proses pengolahan air limbah organik secara aerob, senyawa komplek organik akan
terurai oleh aktifitas mikroorganisme aerob. Mikroorganisme aerob tersebut didalam
aktofitasnya memerlukan oksigen atau udara untuk memecah senyawa organik yang komplek
menjadi CO2 dan air serta amonium, selanjutnya amonium akan dirubah menjadi nitrat dan
H2S akan dioksidasi menjadi sulfat. Secara sederhana reaksi penguraian organik secara
aerobik dapat digambarkan sebagai berikut:
-
Oksigen (O2)
Senyawa Polutan organik CO2 + H2O + NH4 + Biomassa
Heterotropik
PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses
seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi: limbah domistik cair yakni buangan kamar
mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian; limbah cair klinis yakni air limbah yang berasal
dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dll. Karena
memiliki kandungan zat organik, dan bakteri phatogen yang tinggi maka berpotensi
menyebakan pencemaran lingkungan dan menimbulkan penyakit.
Untuk mengatasi hal tersebut diatas limbah cair rumah sakit harus diolah terlebih
dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu cara yang baik dan murah untuk
pengolahan limbah yang mengandung banyak zat organik adalah dengan pengolahan
biologis, baik anaerob atau aerob maupun kombinasi keduanya. Pada pengolahan biofilter
diperlukan mikroorganisme yang merombak limbah, baik bakteri anaerob yang tidak
membutuhkan oksigen langsung maupun bakteri aerob yang membutuhkan oksigen secara
langsung. Bakteri tersebut tumbuh dan melekat pada media yang digunakan yaitu media karet
dari ban bekas yang ditata menyerupai sarang tawon dengan jarak antara elemen 1cm X 1cm.
Dipilihnya model sarang tawon karena diantara pengolahan biologis sistim perekatan media
sarang tawon memiliki luas permukaan yang terluas dibandingkan model yang lainnya luas
permukaan dapat mencapai 240 m2/m
3,Pengolahan biofilter tergantung debit dan waktu
tinggal serta sangat dipengaruhi oleh pH dan suhu, sehingga selama proses harus
dikontrol.Kualitas limbah cair yang berada di lingkungan rumah sakit pada observasi awal
untuk parameter pH berkisar 6,0, dan BOD5 324,44 mg/l, COD 595,78 mg/l, dan TSS 245,8
mg/l.
Sedangkan baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit berdasarkan Peraturan,
untuk baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit adalah BOD maksimum 30 mg/l, kadar
-
TSS 30mg/l dan COD 80 mg/l. Pengolahan limbah cair pada rumah sakit menggunakan
sistem pengolahan biologis yaitu proses biofilter dengan menggunakan bahan karet dari ban
bekas sebagai media merekatan biofilm. Sistem penolahan ini menggunakan multi
kompartemen, kompartemen pertama berfungsi sebagai bak pengendap awal untuk
menghilangkan padatan termasuk pasir dan zat yang mengapung seperti lemak dan buih,
untuk meningkatkan ferforma media anaerob agar tidak terjadi clogging, tidak hanya
berfungsi sebagai bak pengendap saja akan tetapi pengendapan awal dapat menurunkan kadar
BOD, COD, TSS hingga 25%.
Kompartemen kedua sebagai bak anaerob, yang didalamnya ada media sarang tawon
aliran air limbah up-flow diatur sedimikian mungkin agar kondisi aliran konstan dan waktu
kontak air limbah dengan biofilm sesuai dengan waktu tinggal yang dipilih sebelum masuk
ke kompatrmen ke tiga. Kompartemen ketiga merupakan proses aerob, aerasi diberikan
dengan air pump dengan 30 Hz dengan kecepatan 10-30 l/menit, aerasi dengan sistem aerasi
menyeluruh agar kontak oksigen dengan air limbah lebih baik kelemahan cara ini dapat
menyebabkan lepasnya rekatan biofilm pada media, sehingga dalam percobaan ini pada
bagian bawah dibatasi dengan partisi berpori agar aliran udara tidak kontak langsung dengan
media. Pengolahan aerobik akan menghasilkan banyak lumpur sehingga dalam sarana
pengolahan dilengkapi dengan kompartemen keempat sebagai bak pengendapan akhir.
Waktu tinggal (T) dipilih 3 jam, 6 jam, dan 9 jam dengan volume reaktor yang tetap
maka debit pengaliran (flow rate) yang diatur seperti terlihat pada tabel 5.
Tabel 5 : Hubungan waktu tinggal dengan debit aliran
Waktu
Tinggal
Volume
reaktor
Debit Pengaliran (ltr/menit)
3 jam 269 1,5
6 jam 269 0,8
9 jam 269 0,5
Pada pengolahan tersebut perlu diperhatikan suhu dan pH karena mempengaruhi
proses metabolisme bakteri. Diharapkan pada pengolahan ini dapat menurunkan kadar BOD,
COD, dan TSS, pada air limbah rumah sakit sesuai dengan standar yang di perkenangkan.
-
PEMBAHASAN
Reaktor biofilter lekat adalah suatu bioreaktor lekat tetap, dimana mikroorganisme
tumbuh dan berkembang diatas suatu media yang terbuat dari batu pecah, plastik atau benda
lainnya yang didalam operasinya dapat tercelup sebagian, atau keseluruhan, atau hanya
dilewati air saja dengan membentuk suatu lapisan lendir, untuk melekat diatas permukaan
media tersebut, sehingga membentuk lapisan biofilm.
Bakteri dibiakkan secara alamiah, air limbah yang banyak mengandung zat organik
sebagai unsur penyusun sell akan sangat disukai oleh bakteri. Biofilm adalah kumpulan
dari sel-sel mikroorganisme/mikroba khususnya bakteriyang melekat pada suatu permukaan
dan diselimuti oleh pelekat polisakaridayang diekskresikan oleh sel-sel bakteri. Terbentuknya
biofilm adalah karena mikroorganisme cenderung menciptakan lingkungan mikro
dan relung(niche) mereka sendiri. Biofilm memerangkap nutrisi untuk pertumbuhan populasi
mikroorganisme dan membantu mencegah lepasnya sel-sel dari permukaan pada sistem yang
mengalir. Permukaan sendiri adalah habitatyang penting bagi mikroorganisme
karena nutrisi dapat terjerap pada permukaan sehingga kandungan nutrisinya dapat lebih
tinggi daripada di dalam larutan.http://id.wikipedia.org/wiki/Biofilm cite_note-Madigan-
0Konsekuensinya, jumlah dan aktivitas mikroba pada permukaan biasanya lebih tinggi
daripada di air.
Gambar 2.1 Skema Aliran Reaktor Biofilter
-
Penjelasan skema aliran reaktor biofilter:
1. Sampel berupa air limbah yang diperoleh dari Rumah sakit dimasukkan ke dalam bak
influen (ember hijau bagian atas) yang sebelumnya telah disaring terlebih dahulu.
2. Dari bak influen, air limbah dialirkan secara gravitasi ke dalam bak pertama yaitu bak
anaerob. Pada pengaliran ini, debit influen diatur menggunakan selang (seperti selang
infus) sebesar 91,3 ml/menit atau sesuai dengan waktu tinggal yang akan digunakan.
3. Pada bak anaerob, senyawa organik pada air lindi yang masuk akan diuraikan oleh
mikroorganisme pada biofilm yang melekat pada media biofilter dengan waktu tinggal
yang sudah ditentukan dan kemudian mengalir ke bawah dan masuk ke dalam bak aerasi.
4. Bak aerasi berguna untuk melarutkan oksigen ke dalam air untuk meningkatkan kadar
oksigen terlarut dalam air dan melepaskan kandungan gas-gas yang terlarut dalam air,
serta membantu pengadukan air.
5. Setelah mengalami proses aerasi, air lindi mengalir secara gravitasi menuju bak aerob.
Pada bak aerob ini juga terjadi penguraian oleh mikroorganisme secara aerob
menggunakan oksigen dengan pengaturan waktu tinggal yang ditentukan.
6. Setelah dari bak aerob, air limbah akan keluar melalui saluran outlet dan ditampung dalam
bak efluen. Kemudian beberapa ml air limbah diukur konsentrasi BOD5, COD dan TSS
nya, sedangkan sisanya akan disimpan untuk diolah kembali menggunakan constructed
wetlands.
Tahap aklimatisasi adalah tahap pengkondisian mikroorganisme agar dapat hidup dan
melakukan adaptasi. Mikroorganisme yang tumbuh dan melekat pada media yaitu kerikil
berpori membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan air limbah yang dialirkan secara
kontinyu ke dalam reaktor.
Proses running dilakukan dengan mengalirkan air limbah ke dalam biofilter anaerob-
aerob dengan masing-masing variasi waktu tinggal. Running dilakukan dengan urutan
pertama untuk waktu tinggal 25 dan 17,5 jam; kedua 20 dan 12,5 jam dan terakhir 15 dan 7,5
jam untuk masing-masing proses pengolahan.
Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm atau biofilter secara garis besar
dapat dilakukan dalam kondisi anaerobik dan aerobik, atau kombinasi anarobik dan aerobik.
Proses aerobik dilakukan kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor air limbah, dan
-
proses anaerobik dilakukan dengan tanpa oksigen di dalam reaktor air limbah. Sedangkan
proses kombinasi anaerob-aerob adalah merupakan gabungan proses anaerobik dan aerobik.
Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter atau biofilm tercelup dilakukan
dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang didalamnya diisi dengan
dengan media penyangga untuk perkembangbiakan mikroorganisme, dengan atau tanpa
aerasi. Posisi media filter tercelup dibawa permukaan air. Media biofilter yang digunakan
secara umum dapat berupa bahan material organik atau bahan material anorganik
Untuk media biofilter dari bahan organik misalnya dalam bentuk tali, bentuk jaring,
bentuk butiran tak teratur (random packing), bentuk papan (plate), bentuk sarang tawon dan
lain-lain. Sedangkan untuk media dari bahan anorganik misalnya batu pecah (split), kerikil,
batu marmer, batu tembikar, batu bara dan lainnya.
Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter aerobik, sistem suplai
udara dapat dilakukan berbagai cara, seperti aerasi samping, aerasi tengah, aerasi merata
seluruh permukaan, aerasi eksternal, aerasi dengan sistem air lift pump dan aerasi dengan
sistem mekanik. Kebutuhan oksigen apabila menggunakan erator sangat tergantung dengan
metode sistem pengolahan yang dipilih untuk kongkritnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1: Aerasi dan kebutuhan oksigen
Jenis Pengolahan Kebutuhan
Oksigen
Lama Aerasi Keterangan
High Rate Aeration 15 2- 3 jam
Kebutuhan oksigen =
Q udara / Q air
Modified Aeration 2 3,5 1,5 -3 jam
Kontatc stabilization 12 5 jam
-
PEMERIKSAAN UNSUR CEMARAN LIMBAH CAIR
1.BOD5 (Biological Oxygen Demand)
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan
jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk
mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik .
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan penduduk atau industri serta untuk mendesain sistem pengolahan biologis bagi air
yang tercemar. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, tetapi kalau suatu badan air
dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama
proses oksidasi sehingga dapat mengakibatkan kematian biota lain dalam air dan keadaan
menjadi anaerobik sehingga dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut. (Santika dan
Alaerts, 1987).
Hasil pengukuran air baku limbah cair rumah sakit jiwa Kendari sebesar 215 mg/l,
berarti kadar BOD5 pada limbah rumah sakit telah melebihi baku mutu yang telah
ditetapkan. Kadar BOD5 yang tinggi bisa dijadikan indikasi tingginya kadar zat organik pada
limbah cair tersebut. Kadar BOD yang tinggi beresiko menimbulkan pencemaran sehingga
secara tidak langsung dapat mengganggu kesehatan penduduk disekitar rumah sakit, oleh
sebab itu diperlukan pengolahan agar kadar BOD bisa turun sesuai dengan baku mutu yang
ditetapkan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa parameter BOD5 mengalami penurunan pada
semua unit pengolahan. Persentase penurunan kadar BOD5 paling besar pada perlakuan
waktu tinggal 9 jam (90%), sedangkan penurunan terkecil terjadi pada waktu tinggal 3 jam
(65%).
Proses penurunan kadar BOD sudah dimulai pada bak pengendap, yaitu adanya
pengendapan partikel-partikel zat tersuspensi. Sebagian dari zat yang tersuspensi dari bahan
organik yang mudah terurai, dengan terjadinya pengendapan maka kadar BOD juga akan
turun, selain itu selama waktu tinggal padatan tersuspensi organik juga terurai oleh bakteri
yang tumbuh secara terdispersi sehingga kadar organik menurun. Semakin besar kadar
polutan organik dalam air limbah maka akan semakin besar pula prosentase penurunan kadar
-
BODnya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perbedaan penurunan bak pengendapan awal
(18%) dibandingkan pengendapan akhir (4%) waktu tinggal 9 jam.
Penurunan kadar BOD tertinggi dalam penelitian ini adalah 17,96% dengan waktu
tinggal 9 jam, hasil ini belum maksimal jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Said (2008) bahwa bak pengendapan awal mampu menurunkan kadar BOD hingga 25%
dengan waktu tinggal 2-6 jam. Rendahnya kemampuan bak pengendap ini karena waktu
tinggal yang relative singkat yakni 2,3 jam. Semakain lama waktu tinggal akan semakin
banyak padatan tersuspensi yang mengendapan dan semakin banyak zat organik yang
teroksidasi.
COHNS NH+HS + CO+HO+CH
Proses penurunan kadar BOD selanjutnya berlangsung pada bak anaerob, bak ini diisi
media karet. Sifat bakteri yang cenderung membentuk niche (relung) sendiri untuk
mempertahankan hidup sehingga terbentuk lapisan lendir yang disebut lapisan biofilm.
Biofilm selain berfungsi sebagai habitat bakteri juga akan memerangkap bahan nutrisi untuk
pertumbuhan populasi mikroorganisme, membantu mencegah terlepasnya sel-sel dari
permukaan media, Selain memerangkap zat nutrisi juga memerangkap zat tersuspensi
lainnya termasuk zat organik yang mudah maupun yang sulit teruruai, atau bahkan zat
anorganik.
Degradasi zat organik secara anaerob menghasilkan NH3, CH3, dan H2S, degradasi ini
menyebabkan turunnya zat organik yang diikuti turunnya kadar BOD. BOD awal pengolahan
bak anaerob ini sebesar 177 mg/l pada waktu tinggal 9 jam namun setelah pengolahan turun
menjadi 76 mg/l atau terjadi penurunan sebesar 56,72%, hasil ini lebih tinggi dari yang
dikemukaan oleh Ginting(2007) bahwa proses anaerob, mampu menurunkan BOD sekitar
10-40%. Hal ini dapat terjadi karena proses biologic berlangsung dengan kondisi yang
kondusif dimana pH air limbah pada tahapan pengolahan ini rata-rata 6 suhu 27 oC, menurut
teori Gaudy &Gaudy (1980) bahwa pengolahan dapat berlangsung dengan baik bila pH
optimum bakteri bisa bertahan hidup pada kisaran 5 9.
-
Proses selanjutnya adalah pengolahan aerob, seperti pada pengolahan anaerob proses
terbentuknya biofilm sama namun sifat bakteri akan kebutuhan oksigen terlarut yang
berbeda. Kadar BOD awal pengolahan ini 76 mg/l setelah pengolahan turun menjadi 23 mg/l
atau terjadi penurunan sebesar 70%, lebih besar dari penurunan proses anaerob, hal ini
disebabkan oleh oksidasi bakteri aerob lebih cepat dari anaerob, selain itu difusser udara
melalui aerator menghasilkan gelembung udara yang menyebabkan terjadinya flotasi zat
organik yang tersuspensi seperti pada gambar 21 sehingga ikut membantu terjadinya
penurunan kadar BOD. Sebagaimana pengolahan aerob pada umumnya yang menghasilkan
akses lumpur, maka pengolahan selanjutnya adalah pengendapan akhir dengan proses yang
sama dengan pengendapan awal, walaupun kemampuan penurunan BOD relatif kecil (4%)
atau sekita 1% dari total prosentase penurunan. Rendahnya penurunan ini diakibatkan
semakin berkuranya zat polutan akibat proses sebelumnya, meskipun demikian bak
pengendapan akhir tetap dibutuhkan untuk menampung akses lumpur bila pengolahan
berlangsung cukup lama.
Performa pengolahan biologis sistem multi kompartemen anaerob aerob, secara
keseluruhan mampu menurunkan kadar BOD dengan menyisihkan sebesar 90%, yang berarti
bahwa kemampuan sistem ini dalam menurunkan kadar BOD setara dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rezee.A, et all(2005) di Iran dengan teknik Integreted anaerob-aerob
efektifitas penyisihan BOD 90%, dan jauh lebih baik dari penelitian H.Rasyidin (2008),
tentang pengolahan limbah cair rumah sakit Pajjogayya di Takalar dengan menggunakan
UAASB yang hanya mampu menurunkan BOD5 sebesar 70%, dengan waktu tinggal yang
sama.
Pengolahan proses biofilter Anaerob-aerob dengan waktu tinggal 3 jam dalam
menurunkan BOD lebih kecil dibandingkan dengan waktu tinggal 6 jam, dan 9 jam, hal ini
disebabkan oleh penggunaan waktu tinggal yang singkat. Semakin lama waktu tinggalnya
semakin lama pula waktu kontak limbah cair dengan mikroorganisme berarti memberi
kesempatan mikroorganisme untuk menguraikan zat organik, sehingga makin lama waktu
tinggal semakin banyak persentase kadar BOD yang diturunkan.
Semakain lama waktu tinggal berarti juga aliran air limbah semakin lambat sehingga
sangat menungkinkan zat tersuspensi terjerap pada biofilm pada media, disamping itu dapat
pula mengendap seiring dengan waktu tinggal dalam bak pengurai (Said).Penurunan kadar
BOD bila dibandingkan dengan baku mutu setelah pengolahan multi kompartemen biofilter
-
anaerob aerob dengan waktu tinggal 3 jam (75 mg/l) dan waktu tinggal 6 jam (44 mg/l),
belum efektif karena masih berada diatas baku mutu limbah rumah sakit, sedangkan kadar
BOD5 dengan waktu tinggal 9 jam (22 mg/l),
2.COD (Chemical Oxygen Demand)
COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990).
Untuk menurunkan kadar COD maka diperlukan pengolahan. Pengolahan yang dapat
menurunkan angka COD antara lain dengan pengolahan biologis menggunakan biofilter
anaerob aerob. Hasil pengolahan menurun baik waktu tinggal 3 jam kadar COD mencapai
53 mg/l dan terakhir pada waktu tinggal 9 jam mencapai sebesar 59 mg/l.
Proses penurunan kadar COD berlangsung sejak limbah cair berada dalam bak
pengendap, yaitu adanya pengendapan partikel-partikel zat organik tersuspensi. Dengan
mengendapnya sebagai zat organik, menyebabkan kebutuhan oksigen untuk oksidasi secara
kimiawi berkurang. Selain itu penurunan COD juga terjadi akibat proses oksidasi biokimia
selama waktu tinggal pada bak pengendapan awal oleh bakteri walaupun berlangsung agak
lamban, pada pengendapan awal ini COD dapat diturunkan sebesar 7% pada waktu tinggal 3
jam sedangkan pada waktu tinggal 9 jam dapat diturunkan hingga 19%. Semakin lama waktu
tinggal akan semakin banyak penurunan COD yang diperoleh dikarenakan akan semakin
banyak zat organik yang mengendap dan yang teroksidasi, penurunan COD juga akibat
langsung penurunan kadar BOD sebelumnya.
Pengolahan anaerob dapat menurunkan kadar COD dari 393 mg/l menjadi 266 mg/l
atau sebesar 32% pada waktu tinggal 3 jam sedangkan pada waktu tinggal 9 jam dapat
diturunkan dari 341 mg/l menjadi 160 mg/l atau sebesar 53%. Hasil diatas dapat dilihat
bahwa semakin lama waktu tinggal akan semakin banyak penurunan kadar COD yang terjadi,
hal ini disebabkan semakin banyak waktu bakteri untuk mengoksidasi zat organik yang sulit
terurai secara kimiawi, Selain itu sebagaimana halnya dengan kejadian penurunan kadar BOD
zat organik dapat terjerap pada permukaan film, sehingga zat organik dalan air limbah
berkurang, semakin lama waktu tinggal berarti arus aliran akan semakin lamban, sehingga
memungkingkan proses terjerapnya zat organik akan semakin besar, penurunan kadar COD
semakin besar pula.
Proses pengolahan selanjutnya untuk menurunkan kadar COD adalah pengolahan
aerob, proses ini dapat menurunkan kadar COD dari 266 mg/l menjadi 169 mg/l atau turun
36% pada waktu tinggal 3 jam sedangkan waktu tinggal 9 jam dari 160 mg/l turun 65 mg/l
-
atau turun 59%. Penurunan ini sama dengan proses penurunan BOD sebelumnya pada
pengolahan yang sama yakni pengapungan zat organik oleh proses difusser, seperti pada
gambar 21, tampak terlihat pula pengapungan lemak rantai panjang yang sulit terurai dalam
proses biologi yang menyebabkan tingginya kadar COD pada air limbah. Kadar COD pada
tahapan pengolahan ini dengan waktu tinggal 9 jam telah memenuhi persyaratan Perda Sultra
no 7 tahun 2005 yaitu kadar COD buangan limbah rumah sakit 80 mg/l.
Secara keseluruhan kemampuan multi kompartemen biofilter anaerob aerob dalam
menurunkan kadar COD mencapai 90%. Hasil penelitian ini setara dengan penelitian
yangdilakukan oleh Rezee.A. at all (2005) di Iran dengan sistim Integreted anaerob- aerob,
dan Kristaufan (2010) dengan sistim UASB pada limbah kertas masing-masing penyisihan
COD 92% dan 87%. Hasil ini jauh lebih baik dari penelitian H.Rasyidin (2009) dengan sistim
UAASB pada limbah rumah sakit Pajjogaya Takalar, dengan waktu tinggal yang sama
penyisihan COD hanya 70%. Juga metode ini lebih baik dari metode yang pergunakan oleh
Sahani, terhadap pengolahan limbah cai rumah sakit daerah Labuang Baji Makassar
kelebihan metode ini terlatak pada sistim aerasi yang digunakan, Aerasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah aerasi samping, yang secara nyata tidak memiliki sifat blower
terhadap media aerob, disamping itu aerasi samping akan menyebabkan udara lebih cepat
terserap kedalan air karena ruang yang agak sempit. Berbeda cara yang dilakukan Sahani
menggunakan aerasi pada pusat media yang mengganggu proses pada media bahkan dapat
melepaskan rekatan biofilm pada media.
3.TSS (Total Suspended Solid)
Total Suspended Solid (TSS) adalah salah satu parameter kualitas limbah cair yang
menyatakan besar kecilnya tingkat pencemaran terhadap limbah cair. Makin tinggi nilai TSS,
makin tinggi nilai pencemaran di suatu perairan (Said).
Menurut Santika dan Alaerts, tingginya tingkat kekeruhan berhubungan dengan
tingginya kadar TSS, sehingga dapat menyebabkan sinar matahari tidak dapat menembus ke
dalam air sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu, maka berdampak terhadap
kehidupan biota air.
Air baku limbah cair dari rumah sakit ,kadar TSS setelah diukur mencapai 127 mg/l.
Dengan demikian kadar TSS telah melampaui baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah
yaitu 30 mg/l. limbah cair dengan kadar TSS yang tinggi bila dibuang ke lingkungan tanpa
melalui pengolahan dapat mengganggu biota air dan akhirnya mengganggu pendegradasian
senyawa organik.
-
Untuk menurunkan kadar TSS diperlukan pengolahan salah satunya pengolahan
biologis. Hasil pengolahan yang dilakukan ternyata kadar TSS mengalami penurunan yaitu
pada waktu tinggal 3 jam turun menjadi 53 mg/l dan waktu tinggal 9 jam kadar TSS menurun
menjadi 0,6 mg/l (99.51%).
Penurunan kadar TSS ini disebabkan oleh proses pengendapan, pada bak
pengendapan pertama maupun terakhir, penguraian bakteri anaerob maupun aerob
memecahkan zat organik yang tersuspensi memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar
TSS, termasuk pula proses difusser menyebabkan zat tersuspensi menjadi terapung. Sinergi
tiap kompartemen dan alat bantu pengolahan meningkatkan kinerja pengolahan hingga
pencapai 99.51% yaitu dari 127 mg/l menjadi 0,6 mg/l dalam waktu tinggal 9 jam. Untuk
kadar TSS multi kompartemen biofilter anaerob aerob telah memenuhi syarat baku mutu
pada waktu tinggal 6 jam yaitu 29 mg/l.
Pengolahan proses multi kompartemen biofilter Anaerob-aerob waktu tinggal 3 jam
dalam menurunkan TSS lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas waktu tinggal 6 jam, dan
9 jam, hal ini disebabkan oleh penggunaan waktu tinggal yang singkat. Semakin lama waktu
tinggalnya semakin partikel-partikel mengendap, kemudian juga semakin lama pula waktu
kontak limbah dengan media maka semakin banyak padatan tersuspensi yang terjerap oleh
lapisan biofilm.
Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat penurunan TSS yang tertinggi jika
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dengan cara yang berbeda yakni penelitian yang
dilakukan di Iran oleh Rezee.A, at all dengan sistin Integreted anaerob aerob dan Kristaufan
dengan UASB masing- masing dapat menurunkan TSS 95%, dan 85%.
Pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan terdahulu terbukti bahwa dengan
pengolahan biologis dapat menurunkan parameter-parameter seperti: BOD, COD, dan TSS.
Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.
Jenis teknologi pengolahan air limbah tergantung dari analisa kualitas air limbah dan
penggunaan effluen. Kekuatan ekonomi daerah terutama tergantung dari ekonomi penduduk
memakai jasa dan digunakan untuk pengembalian uang investasi dan biaya pemeliharaan.
Tabel 2: Data-data Hasil Penelitian Eksperimen Limbah Cair
No. Peneliti Objek
Penelitian
Jenis Pengolahan Hasil (menurunkan)
1. Azizah, dkk (2005)
Limbah RS Biofilter Aerob -BOD (42%),
-
-COD ( 41%),
-TSS (18,75),
-Coliform (5,17%)
2. Rezee.A et. All(2005) Limbah Rumah
sakit
Integreted
Biofilter Anerob-
aerob
- BOD (90%)
- COD (92,3%)
- SS (95%)
3. Sahani (2006) Limbah RS Biofilter Anerob-
aerob
- BOD (79,5%)
- TSS (74,8%)
- COD (80,7%)
4. Zaenab (2006) Limbah RS Biofilter Aerob - BOD (59,9%)
- COD (63,4%)
- SS (52,1%)
5. Rasyidin (2008) Limbah RS Biofilter Anerob-
aerob (UASB)
- BOD (75,5%)
- COD (70,3%)
- SS (62,6%)
6. Kristaufan, dkk (2010) Limbah
Industri kertas
Biofilter Anerob-
aerob (UASB)
- BOD (95%)
- COD (87%)
- TSS (85%)
Sumber: Data dari beberapa hasil penelitian
Di dalam suatu sumber limbah seperti rumah sakit karekteristik air limbahnya sangat
heterogen, dan cenderung tidak dapat diolah bersama-sama. Limbah laboratorium, memiliki
komposisi kimia yang tinggi, tidak dapat diolah secara biologis karena sifat kimia yang toksik
dapat membunuh bakteri sebagai pengurai limbah, begitu pula limbah farmasi, dan terlebih
lagi limbah radiologi, membutuhkan penanganan tersendiri sebelum di gabung bersama
dalam limbah domestik untuk di oleh secara biologis.
Pada keadaan yang ada pengolahan limbah dapat dilakukan secara intensif dan efektif
dengan pengelolahan secara Biofilter aerobik anaerobik dengan mengunakan metode
tanaman kiambang. Tanaman kiambang sendiri memiliki struktur tubuh dan daya serap akan
partikel partikel koloid bahan bahan kimia yang ada dalam limbah tersebut sehingga
-
dengan mudah di asorpsi dan mampu didegradasi dan dilepaskan ke udara dalam bentuk
persenyawaan yang alami.
Proses secara Biofilter aerobik anaerobik tersebut merupakan penyaringan partikel
limbah secara struktural melalui bantuan mikroorganisme yang nantinya dapat mendegradasi
persenyawaan yang tajam dalam limbah cair rumah sakit tersebut.sedangkan dengan
penggunaan tanaman kiambang maka dapat juga berguna untuk penjernihan limbah tersebut,
sehingga kadar BOD, COD, dan TSS dapat difungsikan dengan mikroorganisme secara
biofilter aerobik - anaerobik sedangkan struktural dari limbah tersebut yang berkerja yakni
dari tumbuhan kiambang tersebut.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah terdahulu didapatkan kesimpulan Biofilter Aerobic
Anaerobic dapat menurunkan kadar BOD , COD dan TSS hingga mencapai 80 % yang
dimana dalam proses tersebut dapatkan tanaman kiambang yang dapat mendegradasi unsur
dalam persenyawaan limbah cair rumah sakt tersebut. Biosfilter aerobik anaerobik tersebut
dalam prosesnya memerlukan bantuan dari mikroorganisme pengurai dan juga jika
ditambahkan komponen tanaman kiambang maka penurunan nilai BOD, COD dan TSS yang
terdahulu yang belum dapat memenuhi baku mutu maka dapat di turunkan sehingga sesuai
dengan baku mutu dari Mentri Lingkungan Hidup yang sudah di tetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Rukaesih, 2004. Kimia Lingkungan, Andi, Yogyakarta
Alaerts, G dan Santika,S,S, 1987. Metode Penelitian Air, Usahan Nasional, Surabaya-
Indionesia
DEPKES RI. Kepmenkes no 1402/ Kep/X/2004 Tentang persyaratan lingkungan rumah
sakit. Jakarta
Ginting, P, 2008. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan hidup Nomor: 58Kep/MenLH tahun 1995, Baku
mutu limbah cai kegiatan rumah sakit .
-
Rasyidin, 2008. Penurunan Kadar Parameter, BOD, COD, dan TSS Air LimbahDomestik
RSUD. H. Padjogaya DG. Ngalle dengan sistem UAASB, Tesis Tidak Diterbitkan,
Makassar, Kesehatan Masyarakat UNHAS.
Said.N, 2008. Uji Performance Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit dengan Proses Biofilter
Celup, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan. Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta
Said.N, dkk, 2008. Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Dengan Sistem Biofilter
Anaerob-Aerob, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan. Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta
Walhi, 2010. Pencemaran limbah londri, Pencemaran limbah Rumah Sakit(Online)
(http;//www.Community.um.ac.id), 2010, diakses 09 Desember 2014.