zat warna alam dari daun jambu biji
DESCRIPTION
pembuatan zat warna alam dari daun jambu bijiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dengan kemajuan teknologi di dunia khususnya di Indonesia membuat
pemakaian zat warna alam berkurang, dikarenakan keterbatasan bahan baku dan
juga pengetahuan tentang zat warna alam itu sendiri. Kebanyakan orang lebih
memilih memakai zat warna sintetik dikarenakan bahannya yang mudah didapat,
juga mudah dalam proses pewarnaan serta harga dari zat warna sintetik relatif
lebih murah.
Pada dasarnya memang dibutuhkan keahlian dan juga ketelitian untuk
membuat zat warna alam, karena zat warna alam harus diolah terlebih dahulu
dan membutuhkan waktu yang lama. Zat warna alam memang memiliki
karakteristik warna yang tergolong tidak cerah seperti warna-warna kayu, lain
hal nya dengan zat warna sintetik yang dapat menghasilkan warna yang
beragam.
Namun, zat warna alam ini lebih ramah lingkungan karena tidak
menghasilkan limbah yang berbahaya bagi makhluk hidup. Zat warna alam dapat
dihasilkan dari batang, daun, buah, dan akar. Kali ini kami akan membahas zat
warna alam yag dihasilkan dari daun, yaitu menggunakan daun jambu biji
(Psidium guajava L).
Daun jambu mudah didapat di Indonesia, karena daun jambu biji tumbuh
di iklim yang tropis. Selain itu daun jambu biji juga memiliki daun yang berwarna
hijau dengan rasa sepet. Dalam penelitian yang telah dilakukan ternyata daun
jambu biji memiliki banyak kandungan senyawa, seperti polifenol, karoten,
flavonoid dan tannin. Flavonoida merupakan kelompok flavonol turunan senyawa
benzena yang dapat digunakan sebagai senyawa dasar zat warna alam.
Berdasarkan studi literatur yang kami lakukan tanaman yang mengandung
flavonoid akan memerikan warna kuning sampai coklat.
Pada percobaan ini kami akan menganalisa daun jambu biji sebagi zat
warna alam atau hanya sebagai pigmen warna saja. Maksud dan tujuan
percobaan ini adalah memanfaatkan dan mengembangkan daun jambu biji yang
dikenal di bidang kesehatan saja, namun daun jambu biji mempunyai kemampuan
untuk mewarnai bahan sebagai zat warna asam, sehingga dapat menambah dan
memperkaya jenis-jenis zat warna alam yang ada.
1
I.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Apa saja kandungan dalam daun jambu biji?
2. Bagaimana cara pembuatan zat warna alam dari daun jambu biji?
3. Bagaimana melakukan pencelupan kain dengan zat warna dari daun jambu
biji ?
4. Diklasifikasikan sebagai apakah zat warna yang berasal dari daun jambu
biji ?
5. Bagaimana evaluasi kain setelah dilakukan pencelupan dengan daun
jambu biji?
I.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Kandungan yang terdapat pada daun jambu biji.
2. Pembuatan zat warna alam dari daun jambu biji dengan cara ekstraksi.
3. Zat warna diidentifikasi dengan pencelupan dengan berbagai macam
bahan, dengan pelarutan, dan pencelupan dengan berbagai variasi
pencelupan.
4. Klasifikasi jenis zat warna daun jambu biji.
5. Evaluasi hasi pencelupan dilakukan dengan uji ketuaan warna, uji
ketahanan luntur terhadap pencucian dan terhadap gosokan.
I.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kandungan senyawa pada daun jambu biji yang berpotensi
sebagai pemberi warna.
2. Mengetahui cara pembuatan zat warn alam.
3. Mengidentifikasi dan menguji suatu zat warna alam dengan
mengelompokannya ke dalam zat warna sintetik berdasakan kemiripan
sifatnya.
4. Dapat mengklasifikasikan jenis zat warna dari ekstrak kunyit.
5. Mangetahui proses pengujian terhadap hasil celup dengan zat warna daun
jambu biji.
I.5 Metodologi Penelitian
Percobaan ini dilakukan di laboratorium Kimia Zat Warna, Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil Bandung. Percobaan dilakukan dengan ekstraksi
2
dari daun jambu biji agar memperoleh zat warna alam dalam bentuk bubuk
(powder) dan melakukan pencelupan dengan variasi waktu pencelupan dan
proses pengerjaan iring. Metodologi penelitian didasarkan atas beberapa
hal :
1. Studi Literatur
2. Percobaan pembuatan zat warna secara langsung dengan proses
ekstraksi
3. Pengujian untuk evaluasi hasil pencelupan meliputi :
- Pengujian ketuaan warna (spektrofotometri)
- Pengujian ketahanan luntur terhadap pencucian
- Pengujian ketahanan luntur terhadap gosokan kering dan basah
I.6 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya percobaan ini, kami berharap adanya manfaat
yang positif dalam dunia tekstil dengan dihasilkannya zat warna alam dari
daun jambu biji yang dapat mewarnai bahan tekstil serta zat warna yang
ramah lingkungan.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.2. Jambu Biji/Daun Jambu Biji
a. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Mytales
Keluarga : Myrtaceae
Marga : Psidium
Varietas : Psidium
guajava L
b. Sejarah Singkat
Jambu biji merupakan salah satu tanaman buah jenis perdu. Jambu biji
dalam bahasa Inggris disebut Lambo guava. Tanaman ini berasal dari
Brazilia Amerika Tengah, yang kemudian menyebar ke Thailand kemudian
ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Hingga saat ini telah
dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Jawa. Jambu biji
sering disebut juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu. Jambu
tersebut kemudian dilakukan persilangan melalui stek atau okulasi dengan
jenis yang lain, sehingga akhirnya mendapatkan hasil yang lebih besar
dengan keadaan biji yang lebih sedikit bahkan tidak berbiji yang diberi
nama jambu Bangkok karena proses terjadinya dari Bangkok.
c. Morfologi
Tanaman jambu biji merupakan tanaman yang hidup pada iklim tropis
dan semitropis. Jambu merupakan buah yang terkenal di dunia karena
dapat dimakan. Tanaman jambu biji merupakan jenis tanaman perdu,
tingginya 5-10 meter, batang berkayu, bulat, kulit kayu licin, mengelupas,
bercabang, warna coklat kehijauan. Daun tunggal, bulat telur, ujungnya
tumpul, pangkal membulat, tepi rata, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm,
pertulangan menyirip, warna hijau kekuningan. Daun muda berbulu abu-
abu, daun bertangkai pendek. Bunga tunggal di ketiak daun, mahkota
4
bulat telur, panjang 1,5 cm, warna putih kekuningan. Bakal buah
tenggelam, beruang 4-5, buah buni bundar, bentuk buah peer atau buah
bulat telur, warna putih kekuningan atau merah muda, panjang 5-8,5 cm
Cabangnya melengkung, berlawanan dengan daun. Warna bunga putih,
dengan kelopak yang membengkok ke dalam, 2 sampai 3 pada aksil daun.
Buahnya berukuran kecil, dengan panjang sekitar 3-6 cm. Bentuk buahnya
menyerupai buah pir, dengan warna kuning kemerahan saat matang
d. Kandungan Kimia pada Daun Jambu Biji
Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu dari kelompok senyawa fenolik
yang dapat ditemukan di buah dan sayur. Senyawa tersebut memiliki 15
atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena tersubstitusi yang
dihubungkan oleh satu rantai alifatik yang mengandung tiga atom karbon
(Gambar 1.7). Kerangka dasar dari struktur flavonoida adalah sistem C6-
C3-C6.
5
Gambar 1. Struktur Flavonoid
Flavonoid telah diteliti memiliki berbagai aktivitas biologis.
Flavonoid berperan sebagai antikanker, antiviral, antiinflamasi,
mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler dan berperan dalam
penangkapan radikal bebas. Kekuatan aktivitas antioksidan dari flavonoid
bergantung pada jumlah dan posisi dari gugus OH yang terdapat pada
molekul. Semakin banyak substitusi gugus hidroksi pada flavonoid, maka
aktivitas antiradikalnya semakin besar. Adanya gugus orto-katekol (3‘4‘-
OH) pada cincin B flavonoid merupakan faktor penentu kapasitas
antioksidan yang tinggi (Andersen et al., 2006).
Pinene, Guaijavarin, dan Quercetin
Daun jambu biji mengandung senyawa kimia yaitu Tanin, Zat Samak
Pirogalol, Minyak Lemak, Minyak Atsiri (euginol), Limomen, Kariofilen,
Quersetin, Damar, Triterpenoid, Asam Malat, Asam Ursolat, Asam
Guajaverin, Asam Krategolat, Asam Oleonolat, Asam Psidiolat,
Leukosianidin, Amritosida, dan Avikular in (Gunawan, 2001).
Pada bagian daun jambu biji mengandung minyak esensial
dengan komponen utama yaitu α-pinene, β-pinene, limonene, menthol,
terpenyl asetat, isopropyl alcohol, longicyclene, caryopyllene, β-
bisabolene, caryophyllene oxide, β-copanene, farnesene, humulene,
selinene, cardinene and curcumene.
Gambar 2. Pinene
Pada daun terdiri dari minyak murni sebesar 6%, minyak volatil
sebesar 0.365%, resin sebesar 3.15% tannin sebesar 8.5% dan substansi
lainnya. Minyak essensial terdiri dari eugenol, asam malat, dan tannin dari
6
8-15%. Daun dari jambu biji kaya akan tannin dan senyawa antiseptik.
Empat senyawa antibacterial yang telah diisolasi dari daun jambu biji
(P.guajava), yaitu dua senyawa glikosida flavonoid, morin-3-O-α-L-
lyxopyranoside dan morin-3-O-α –L-arabopyranoside, serta dua senyawa
flavonoid yang diketahui, yaitu guaijavarin dan quercetin.
Gambar 3. Guajivarin
Gambar 4. Quercetin
Tanin
Tanin merupakan suatu nama deskriptif umum untuk satu grup
substansi fenolik polimer yang mampu menyamak kulit atau
mempresipitasi gelatin dari cairan, suatu sifat yang dikenal sebagai
astringensi. Tanin ditemukan hampir di setiap bagian dari tanaman; kulit
kayu, daun, buah, dan akar (Hagerman, 1998). Tanin dibentuk dengan
kondensasi turunan flavan yang ditransportasikan ke jaringan kayu dari
tanaman, tanin juga dibentuk dengan polimerisasi unit quinon
(Anonymous, 2005).
Gambar 4. Struktur Tanin
7
Sifat Umum Tanin
Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :
- Jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa
asam
dan sepat.
- Jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan
- Tidak dapat mengkristal.
- Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan
protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
Sifat kimia dari tanin adalah sebagai berikut :
- Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang
sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal.
- Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.
- Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan
pemberi warna.
2.1.2 Serat Nylon/Poliamida
Nylon / Poliamida
Poliamida pertama kali dibuat oleh W.Carothers pada tahun 1928
dengan nama dagang nylon. Poliamida dibuat dari hasil reaksi senyawa
diamina dan dikarboksilat. Poliamida yang pertama dibuat dari
heksametilendiamina dan asam adipat. Serat yang dihasilkannya disebut
nylon 66. Angka dibelakang nama nylon menunjukkan jumlah atom karbon
penyusun dari senyawa amina dan senyawa karboksilatnya.
Serat nylon lain yang dibuat adalah dari asam sebasat dan
heksametilen diamina yang hasil reaskinya dinamakan nylon 6.10.
Pembuatan serat nylon dilakukan dengan membuat garam nylon yang
merupakan hasil reaksi dari asam karboksilat dengan senyawa amina.
Kemudian garam nylon dipolimerisasikan pada suhu tinggi sehingga
terjadi polimerisasi dan dihasilkan poliamida sebagai bahan baku serat
nylon. Selanjutnya poliamida yang dihasilkan yang umumnya dalam bentuk
chips dilelehkan pada suhu titik lelehnya dan dipintal dengan pemintalan
leleh.
Pembuatan Serat Nylon
Nilon atau poliamida yang dibuat dari heksa metilen diamina dan
asam adipat.
8
NH2(CH2)6NH2 + COOH(CH2)4COOH NH2(CH2)6NHCO(CH2)4COOH +
H2O
(heksa metilena diamina) (asam adipat)
Kemudian molekul-molekul tersebut bereaksi lagi membentuk molekul
yang panjang.
Pembuatan nilon diawali dengan pembuatan bahan baku yaitu asam
adipat dan heksa metilena diamina. Asam adipat dibuat dari fenol melalui
pembentukan sikloheksanol dan sikloheksanon. Sedangkan heksa metilena
diamina dibuat dari asam adipat dengan melalui pembentukan amida dan
nitril. Setelah bahan baku diperoleh maka dilakukan pembuatan polimer
yang didahului dengan pembuatan daram nilon, polimerisasi dan
penyetopan panjang rantai. Pada pembuatan garam nilon asam adipat dan
heksa metilena diamina dilarutkan dalam metanol secara terpisahdan
setelah dicampurkan akan terbentuk endapan heksametilena diamonium
adipat (garam nilon). Pada pemintalan nilon kehalusan filamen tidak
bergantung pada diameter lubang spineret, tetapi bergantung pada :
1. Sifat polimer
2. Kecepatan penyemprotan polimer melalui spinneret
3. Kecepatan penggulungan filamen
Untuk mendapatkan derajat orientasi tinggi, filamen yang terbentuk
ditarik dalam keadaan dingin. Panjangnya kira-kira menjadi empat atau
lima kali panjang semula.
Morfologi Serat Nylon/Poliamida
Serat poliamida dipintal dengan pemintalan leleh, seperti halnya
serat buatan lainnya. Poliamida mempunyai penampang melintang
bermacam-macam, tetapi yang paling umum bentuk trilobal dan bulat.
Melintang Membujur
Gambar 5. Penampang Serat Nylon
Sifat-sifat Serat Nylon / Poliamida
- Kekuatan mulurnya
9
Nilon mempunyai kekuatan dan mulur berkisar dari 8,8 gram per
denier dan 18 %, sampai 4,3 gram per denier dan 45 %. Kekuatan
basahnya 80-90 % dari kekuatan kering.
- Tahan gosokan dan tekukan
Tahan gosok dan tekukan nilon tinggi sekitar 4-5 kali dari tahan
gosok wol.
- Elastisitas
Selain mulurnya tinggi (22 %), nilon juga mempunyai elastisitas
tinggi. Pada penarikan 8 % nilon elastis 100 % dan pada penarikan
16 %, nilon masih mempunyai elastisitas 91 %.
- Berat jenis
Berat jenis nilon 1,14
- Titik leleh
Nilon meleleh pada suhu 263oC dalam atmosfer mitrogen dan
diudara pada suhu 250oC
- Sifat kimia
Nilon tahan terhadap pelarut dalam pencucian kering. Nilon tahan
terhadap asam encer. Dalam HCl pekat mendidih dalam beberapa
jam akan terurai menjadi asam adaipat dan heksa metilena
diamonium hidroklorida. Nilon sangat tahan terhadap basa. Pelarut
yang bisa melarutkan nilon diantaranya asam formiat, kresol dan
fenol.
- Sifat biologi
Nilon tahan terhadap serangan jamur, bakteri, dan serangga.
- Moisture Regain
Pada kondisi standar (RH 65 % dan suhu 21oC) moisture regain
nilon 4,2 %.
Penggunaan Serat Nylon / Poliamida
Poliamida (nylon) merupakan serat yang kuat. Nylon yang cukup
mahal ialah supernilon yang dapat ditenun menjadi kain-kain yang indah,
baik yang menyerupai tweed maupun yang menyerupai brokat emas atau
sutera.
Serat poliamida memiliki kekuatan yang cukup tinggi dan
ketahanan kimia yang cukup baik,oleh karena itu penggunaanya cukup
luas.Dapat digunakan untuk tekstil pakaian misalnya kaos kaki,pakaian
dalam,baju olah raga sampai pada penggunaan tehnik seperti benang
penguat ban,terpal,belt penarik dan lain sebagainya.
10
Pencelupan Serat Nylon / Polamida
Serat nylon dapat dicelup dengan zat warna asam dan kompleks
logam. Zat warna juga bisa digunakan untuk mencelup serar nylon, tetapi
tahan luntur warnanya terhadap sinar dan pencucian jelek. Zat warna
direk, belerang dan bejana afinitasnya terhadap nylon kecil. Selain itu,
nylon dapat dicelup dengan baik zat warna dispesi maupun disperse
reaktif.
2.1.3. Zat Warna Asam
Tinjauan Zat Warna Asam
Zat warna ini merupakan garam natrium dari asam-asam organik
misalnya asam sulfonat atau asam karboksilat. Zat warna ini dipergunakan
dalam suasana asam dan memiliki daya tembus langsung terhadap serat-
serat protein atau poliamida. Nama dagang zat warna asam adalah :
– Nylosan (Sandoz)
– Nylomine (I.C.I)
– Tectilan (Ciba Geigy)
– Dimacide (Francolor)
– Acid (Mitsui)
Gambar 6. Struktur Zat Warna Asam
Zat warna asam adalah zat warna yang dalam pemakaiannya
memerlukan bantuan asam mineral atau asam organik untuk membantu
penyerapan, atau zat warna yang merupakan garam natrium asam organik
dimana anionnya merupakan komponen yang berwarna. Zat warna asam
banyak digunakan untuk mencelup serat protein dan poliamida. Beberapa
di antaranya mempunyai susunan kimia seperti zat warna direk sehingga
dapat mewarnai serat selulosa.
11
Zat warna asam termasuk zat warna yang larut dalam air karena
mempunyai gugus pelarut sulfonat atau karboksilat dalam struktur
molekulnya. Gugus-gugus tersebut juga berfungsi untuk mengadakan
ikatan ionik dengan tempat-tempat positif dalam serat nylon.
Zat warna asam yang mempunyai 1 (satu) gugus sulfonat dalam
struktur molekulnya disebut zat warna asam monobasik, yang mempunyai
2 (dua) gugus sulfonat disebut zat warna asam dibasik dan seterusnya.
Karena gugus pelarut zat warna asam dibasik lebih banyak gugus
pelarutnya, maka kelarutannya makin tinggi, akibatnya pencelupannya
menjadi lebih mudah rata, tetapi tahan luntur hasil celupan terhadap
pencuciannya akan berkurang. Selain itu, dibanding zat warna asam
monobasik jumlah maksimum zat warna asam dibasik yang dapat terserap
oleh serat nylon menjadi lebih kecil, terutama bila suasana larutan celup
kurang begitu asam, karena dalam kondisi seperti itu tempet-tempat
positif pada bahan terbatas. Jadi untuk pencelupan warna tua sebaiknya
digunakan zat warna asam monobasik. Keunggulan lain dari zat warna
asam adalah warnanya yang cerah, hal tersebut karena ukuran partikelnya
relative kecil (lebih kecil dari ukuran partikel zat warna direk).
Struktur kimia zat warna asam bervariasi, antara lain trifenil metan,
xanten, nitro aromatik, azo dan pirazolon. Kebanyakan zat warna asam
jenis azo, sehingga hasil celupnya dapat dilunturkan oleh reduktor.
Penggolongan Zat Warna Asam
1. Berdasarkan Strukturnya
Golongan 1
Zat warna asam derivat trifenilmetan misalnya Xylene Blue VS ( C.I.
Acid Blue).
Golongan 2
Zat warna asam derivat Xanten misalnya Lissamine Rhodamine B ( C.I.
Acid Red 52 ).
12
Golongan 3
Zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa nitroaromatik,
misalnya Naphtol Yellow 1 ( C.I. Acid Yellow 1 ).
Golongan 4
Zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa Azo misalnya Azo-
Garanine 2G ( C.I. Acid Red 1 ).
Golongan 5
Zat warna asam yang mempunyai inti pirazplon, misalnya Tartrazine.
Golongan 6
Zat warna asam derivat antrakwinon, misalnya Solvay Blue B ( C.I.
Acid Blue 45 ).
2. Berdasarkan Penggunaannya
Zat warna asam celupan rata (Levelling Acid Dyes)
Disebut zat warna asam celupan rata, karena pencelupannnya
mudah rata akibat molekul zat warnanya yamg relatif sangat kecil,
13
sehingga substantifitasnya terhadap serat relatif kecil, sangat mudah
larut dan warnanya sagat cerah, tetapi tahan luntur warnanya rendah.
Ikatan antara serat dan zat warnannya adalah ikaan ionik,
disamping ikatan zvan der walls. Untuk pencelupan warna tua,
biasanya diperlukan kondisi larutan celup yang sangat asam, yakni pH
3-4, tetapi untukl zat warna sedang dan muda dapat dilakukan pada
pH 4-5.
Zat warna asam Milling
Ukuran molekul zat warna milling agak lebih besar
dibandingkan zat warna asam celupan rata, sehingga afinitas zat
warna asam milling lebih besar dan agak sukar bermigrasi dalam
serat, akibatnya agak sukar mendapatkan kerataan hasil celup.
Tahan luntur warna hasil selupannya lebih baik dari zat warna
asam celupan rata, karena walaupun ikatan antara serat dan zat warna
dengan serat masih didominasi ikatan ionik tetapi ikatan sekunder
berupa gaya Van Der Waals-nya juga relatif mulai cukup besar(sesuai
dengan makin besarnya ukuran partikel zat warna). Untuk mencelup
zat warna tua, umumnya diperlukan kondisi lariutan celup pH 4-5,
tetapi untuk warna sedang dan muda, dilakukan pada kondisi pH 5-6
agar hasil celupannya rata. Penambahan NaCl dalam larutan celup
akan berfungsi sebagai pendorong penyerapan.
Zat warna asam Super Milling
Diantara seluruh jenis zat warna asam, ukuran molekulnya
paling besar (tetapi masih lebih kecil daripada ukuran molekul zat
warna direk) sehingga afinitas terhadap serat relatif besar dan sukar
bermigrasi, akibatnya sukar mendapatkan kerataan hasil celupannya,
namun tahna luntur warnanya tinggi.
Tahan luntur yang tinggi diperoleh dari adanya ikatan antara
serat dan zat warna yang berupa ikatan ionik yang didukung oleh
ikatan Van der Waals serta kemuungkinan terjadinya ikatan hidrogen.
untuk pencelupan warna tua, dapat dilakukan pada kondisi larutan
celup pH 5-6, tetapi untuk warna sedang dan muda dapat dilakukan
dengan pH 6-7. Agar resiko belang menjadi lebih kecil, biasanya tidak
diperlukan penambahan NaCl (atau jumlahnya dikurangi), karena NaCl
dalam suasana celup yang kurang asam akan berfungsi sebagai
pendorong penyerapan zat warna.
14
Dalam pencelupan menggunakan zat warna asam super milling
seringkali sukar untuk menghindarkan terjadinya ketidakrataan. Untuk
itu pada prosesnya ditambahkan perata anionik.
Ukuran partikel zat warna juga menentukan besarnya ikatan
sekunder antara zat warna dengan serat berupa ikatan gaya Van der
Waals, dimana makin banyak elektron dalam molekul (makin besar
ukuran molekul), zat warna makin besar ikatan fisika (Van der
Waals)nya. Oleh karena itu, ketahan luntur hasil pencelupan zat warna
asam levelling lebih rendah bila dibandingkan dengan tahan luntur
hasil celup dengan zat warna asam milling dan super milling.
3. Berdasarkan Sifat Kelarutannya
Moleculary Dispersed
Zat warna yang mudah sekali larut, dan terdisosiasi sempurna
didalam larutannya. Golongan tersebut mencelup dengan pertolongan
asam sulfat atau asam formiat dan mudah merata dalam proses
pencelupannya dan tidak luntur dalam pengerjaan basah.
Aggregated Acid Dyes
Zat warna asam yang larut dalam kelompok molekul ( agregat ).
Zat warna golongan ini tidak mudah larut, larutannya tidak jernih
terutama dalam keadaan dingin. Zat warna golongan ini pross
pencelupannya dengan memakai asam asetat. Dalam keadaan netral
untuk mendapatkan hasil celupan yang rata sukar, tetapi tahan luntur
cucinya baik sekali.
2.1.4. Proses Mordanting (Fiksasi)
Pada pencelupan bahan tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan
proses fiksasi yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup
dengan zat warna alam agar memiliki ketahanan luntur yang baik. Ada tiga
jenis larutan fixer yang biasa digunakan yaitu tunjung (FeSO4), tawas
(Al2(SO4)3, Kalium Bicromat (K2CrO7), dan kapur tohor (CaCO3).
(www.batikyogya.com).
Tawas adalah garam rangkap sulfat aluminium sulfat, yang dipakai
untuk menjernihkan air atau campuran bahan celup Al2(SO4)3 (Kamus
Kimia Terapan,1992:152). Tawas berupa kristal putih gelap, tembus
15
cahaya, rasanya agak asam kalau dijilat, bersifat menguatkan warna tetapi
juga dapat digunakan sebagai penjernih air keruh.
Kapur tohor (CaCO3) yang mempunyai nama lain: kalsium oksida,
calcium oxyde, kalzium oxyde, oxyde de calcium, oxydum calcium, kapur
tohor, ongebluste kalk, aez kalk, chaux vive, calx, quick lime, lime, burnt
lime, unslaked lime, dan fluxing lime. Sifat-sifat fisik kapur adalah,
berbentuk gumpalan yang tidak teratur, warnanya putih atau putih keabu-
abuan, kadang-kadang bernoda kekuningan atau kecoklatan yang
disebabkan oleh adanya unsur besi.
Fero Sulfat (FeSO4) atau yang dikenal tunjung merupakan jenis
garam yang bersifat higroskopis, artinya mudah menyerap uap airdari
udara. Air akan terikat secara kimia dalam molekul kristal dan disebut air
kristal. Tunjung memiliki sifat-sifat antara lain larut dalam air, namuntidak
larut dalam alkohol, tidak berbau dan beracun, menguap pada suhu 300C.
Penggunaannya sebagai zat pewarna besi oksida, garam logam. Air
tunjung aman bagi lingkungan, mudah didapat, murah harganya serta
terbukti dapat dipakai sebagai pembangkitwarna (Fiksator).
2.1.5 Pengujian Hasil Pencelupan
Ketuaan Warna
Ketuaan warna hasil celup akan diperoleh jika pada saat proses
pencelupan zat warna masuk ke dalam bahan secara maksimal. Oleh
karena itu, ketuaan warna dipengaruhi oleh daya serap kain, kasesuaian
jenis zat warna dengan jenis kain. Ketuaan warna dipengaruhi oleh
perbandingan larutan (Rasyid Djufri 1976:121), yaitu perbandingan antara
jumlah larutan dengan bahan tekstil yang dicelup. Warna tua diperoleh
pada perbandingan larutan yang rendah, dimana zat warna yang terserap
lebih besar dari yang terlepas dalam larutan.
Ketahanan Luntur
Penilaian tahan luntur warna pada tekstil dilakukan dengan
mengamati adanya perubahan warna asli dari contoh uji sebagai : tidak
berubah, ada sedikit perubahan dan sama sekali berubah. Di samping
dilakukan pengujian terhadap perubahan warna yang terjadi juga
dilakukan penilaian penodaan terhadap kain putih setelah kain yang diuji
dimasukkan dalam alat laundrymeter dan crockmeter.
Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan
perubahan warna yang terjadi dengan suatu standar perubahan warna.
16
1. Standar Skala Abu – abu(Grey Scale )
Standar skala abu – abu digunakan untuk menilai perubahan warna
pada uji tahan luntur warna. Standar skala abu – abu terdiri dari 5 pasang
lempeng standar abu –abu dan setiap pasang menunjukkan perbedaan
atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai tahan luntur warnanya.
Nilai skala abu–abu menentukan tingkat perbedaan atau kekontrasan
warna dari tingkat terendah sampai tertinggi. Tingkat nilai tersebut adalah
5, 4, 3, 2 dan 1.
2.Standar Skala Penodaan (Stainning Scale).
Standar skala penodaan dipakai untuk menilai penodaan warna
pada kain putih yang digunakan dalam menentukan tahan luntur warna.
Seperti pada standar skala abu – abu, penilaian penodaan pada kain
adalah 5, 4, 3, 2 dan 1 yang menyatakan perbedaan penodaan terkecil
sampai tersebar. Standar skala penodaan terdiri dari 5 pasang lempeng
standar putih dan abu – abu, yang setiap pasang menunjukkan perbedaan
atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai penodaan warna.
2.2. Hipotesa
Dari literatur yang ada tentang daun jamu biji (Psidium guajava L), didapat kandungan seperti, polifenol, karoten, flavonoid dan tannin, sehingga daun jambu biji dapat mewarnai kain. Tannin yang terkandung bersifat pemberi warna, selain itu dengan adanya senyawa flavonoid yang memberikan warna kuning sampai coklat. Sehingga dari hasil ekstraksi daun jambu biji dapat mencelup kain nylon dengan warna coklat keemasan
17
dengan ketuaan warna, ketahanan cuci, tahan gosok kering dan tahan gosok basah yang berbeda.
18
Menimbang Daun Jambu Biji 605 gram
Ekstraksi daun jambu biji seberat 600 gramPengujian Kandungan Air Pada Daun Jambu Biji Seberat 5 gram
Daun jambu biji dibersihkan, dipotong kecil-kecil, direbus dalam air dengan perbandingan 1: 20
Ekstraksi 600 gram daun jambu biji ditambah 12 liter air didihkan sampai air tersisa 1/3, hingga 4 liter Disaring. Filtratnya dipisahkan Didapat 1 liter filtrate.
Diuapkan untuk pembuatan zat warna bubuk sebanyak 2,5 literLakukan proses pencelupan pada berbagai bahan sebanyak 150 ml
Uji KapilaritasIdentifikasi zat warna
Lakukan proses pencelupan pada berbagai kain dengan hasil warna yang paling tua sebanyak 150 ml
Tanpa pengerjaan iring Dengan Pengerjaan Iring
Evaluasi hasil pencelupan
Ketuaan warna (K/S) Spektrofotometri Ketahanan Luntur
Ketahanan Cuci Ketahanan gosokan
BAB III
PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Percobaan
3.1. Diagram Alir Proses
19
3.2. Proses Ekstraksi Daun Jambu Biji
3.2.1. Maksud dan Tujuan
Mendapatkan ekstrak daun jambu biji yang akan digunakan untuk pembuatan zat warna bubuk dan larutan pada proses pencelupan.
3.2.2. Alat dan Bahan
– Panci– Kompor gas– Timbangan– Botol– Pisau
– Pengaduk
– Saringan
– Irisan daun jambu biji
– Air
3.2.3 Cara Kerja1. Menimbang daun jambu biji sebanyak 600 gram untuk ekstraksi bahan,
kemudian dipotong kecil-kecil.
2. Memasukkan 600 gram potongan kecil daun jambu biji tersebut ke
dalam panci yang telah berisi 12 L air (1:20) dan memasaknya sampai
dengan mendidih.
3. Membiarkan pendidihan sampai larutan yang tersisa hanya 1/3 bagian
(± 4 liter), kemudian filtrat dan endapan yang terbentuk dipisahkan
dengan cara penyaringan.
4. Memasukkan hasil ekstraksi yang berupa filtrat ke dalam botol kosong,
lalu menyimpannya dalam lemari es.
3.2.4. Hasil Ekstraksi
Berat daun jambu biji = 600 gram
Air yang digunakan = 12 liter
Filtrat yang didapat = 4 liter
20
Pembuatan zat warna = 1,5 liter
Poses pencelupan = 2,5 liter
3.3. Pengujian Kadar Air (MC/MR)
3.3.1. Maksud dan Tujuan
Mengetahui kandungan kadar air dalam daun jambu biji.
3.3.2. Alat dan Bahan
– Timbangan
– Cawan porselen
– Oven
– Daun jambu biji yang sudah dipotong kecil (5 gram)
3.3.3. Cara Kerja
1. Membersihkan daun jambu biji.
2. Menimbang daun jambu biji sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam
cawan, kemudian memananaskannya dalam oven dengan suhu 100°C
selama 6-10 jam.
3. Setelah 10 jam cawan diangkat dan dimasukkan ke dalam eksikator
selama 30 menit.
4. Mengeluarkan cawan dan menimbang bahan sampai didapatkan berat
tetap sebagai Berat Kering (BK), kemudian menghitung Moisture Regain
bahan dengan rumus :
3.3.4. Perhitungan Kadar Air
Berat Cawan = 70,26 gram
Berat daun jambu biji = 5 gram
Berat Cawan + Daun = 75,26 gram
Berat Daun Kering = 75,26 – 72,76 = 2,5 gram
Kadar Air (MR) = berat basa h−berat kering
berat kering×100%=75,26−72,76
75,26×100%=50%
MC = berat basa h−berat kering
berat kering×100%=75,26−72,76
75,26×100%=50%
3.4. Pembuatan Zat Warna Bubuk
3.4.1. Maksud dan Tujuan
21
Mengetahui kandungan zat warna bubuk (%) dalam 1500 ml larutan
zat warna hasil ekstraksi daun jambu biji.
3.4.2. Alat dan Bahan
– Panci
– Kompor
– Pengaduk
– Piala gelas
– Cawan
– Kertas saring
– Oven
– Eksikator
– Filtrat daun jambu biji
3.4.3. Cara Kerja
1. Memanaskan 1500 ml filtrat daun jambu bii dari hasil ekstraksi.
2. Memindahkan sisa filtrat ke dalam cawan kemudian ditimbang.
3. Memasukkan cawan tersebut kedalam oven agar sisa filtrat menjadi
kering dalam suhu 102°C.
4. Menimbang kembali berat cawan dan filtrat yang telah kering sampai
beratnya tetap.
5. Menghitung % kadar zat warna bubuk.
3.4.4. Perhitungan
Berat cawan : 60,20 gram
Berat cawan + pasta daun jambu biji : 78,20 gram
Kandungan zat warna bubuk : 78,20 – 60,20 = 18,00 gram
Kandungan air :
[ 15001500×600 g]−kandungan zat warna (g )
[ 15001500×600 g]
×100%
600g−18,00 g
600g×100%=97%
Kandungan zat warna : 100 – 97 = 3 %
3.5. Identifikasi Zat Warna
3.5.1 Pencelupan Berbagai Jenis Kain
3.5.1.1. Maksud dan Tujuan
Sebagai langkah analisa awal untuk mengetahui zat warna yang
terkandung di dalam daun jambu biji dengan melihat hasil celupan pada
kain yang tertua.
22
3.5.1.2. Alat dan Bahan
- Filtrat daun jambu biji
- Kain nylon
- Kain kapas
- Kain akrilat
- Kain sutera
- Kain rayon
- Piala gelas 500 ml
- Pengaduk
- Kasa
- Pemanas / bunsen
- Timbangan
3.5.1.3. Resep
Ekstrak daun jambu biji
Vlot = 1 : 30
Suhu = 90°C
Waktu = 30 menit
3.5.1.4. Langkah Kerja
1. Menyiapkan filtrat daun jambu biji dengan volt 1:30
2. Mencelup berbagai jenis kain (kapas, rayon, nylon, akrilat, dan sutera) selama 1 jam.
3. Melakukan proses pencucian.
3.5.1.5. Data Percobaan dan perhitungan Berat kain = 4,97 gram
Kebutuhan larutan = 4,97 × 30 = 149,1 ml
3.5.1.6. Hasil percobaan
Setelah dilakukan identifikasi dengan cara pencelupan pada
berbagai bahan, hasil pencelupan dengan warna tua, yaitu pada bahan
nylon maka dari itu bahan yang kami uji untuk pencelupan dengan zat
warna daun jambu biji hanya dilakukan pada bahan nylon saja.
3.6. Pencelupan Kain Nylon dan Proses Iring
3.6.1. Maksud dan Tujuan
Mencelup kain Nylon dengan hasil ekstraksi daun jambu biji dan
penambahan zat pembantu dengan variasi waktu (10’, 20’, 35’, dan 50’),
selanjutnya hasilnya akan dilakukan pengujian ketuaan warna, ketahanan
luntur, tahan gosok kering dan tahan gosok basah.
3.6.2. Alat dan Bahan - Gelas Ukur - Piala glas 500 ml
23
- Saringan
- Vacum pump
- Filtrat daun jambu biji
- Kain nylon
- Pengaduk
- Bunsen/pemanas
- Thermometer
- Piala gelas 1000 ml
- Ferro Sulfat
- Tawas
- Kapur
- Kalium Bikromat
3.6.3. Resep dan Perhitungan
Resep Pencelupan
Vlot 1 : 20Waktu Variasi (10’, 20’, 35’, 50’)
menitSuhu 90oCCH3COOH 3 ml/lNaCl 20 gr/lPembasah 1 ml/l
Perhitungan Resep Pencelupan
Resep 1 (Variasi waktu 10 menit)
Berat bahan = 11,9005 g
Larutan = 11,9005 x 20 = 238,01 ml
NaCl = 201000
x238,01=4,76ml
CH3COOH = 31000
x238,01=0,71ml
Pembasah = 11000
x238,01=0,23ml
Jumlah larutan = 238,02 – (4,76 + 0,71 + 0,23) = 232,31 ml
Resep 2 (Variasi waktu 20 menit)
Berat bahan = 11,7766 g
Larutan = 11,7766 x 20 = 235,53 ml
NaCl = 201000
x235,53=4,71ml
CH3COOH = 31000
x235,53=0,70ml
24
Pembasah = 11000
x235,53=0,23ml
Jumlah larutan = 235,53 – (4,71 + 0,70 + 0,23) = 229,89 ml
Resep 3 (Variasi waktu 35 menit)
Berat bahan = 12,3607 g
Larutan = 12,3067 x 20 = 247,214 ml
NaCl = 201000
x247,21=4,94ml
CH3COOH = 31000
x247,21=0,74ml
Pembasah = 11000
x247,21=0,24ml
Jumlah larutan = 247,21 – (4,94 + 0,74 + 0,24) = 241,29 ml
Resep 4 (Variasi waktu 50 menit)
Berat bahan = 11,6223 g
Larutan = 11,6223 x 20 = 232,44 ml
NaCl = 201000
x232,44=4,64ml
CH3COOH = 31000
x234,44=0,69ml
Pembasah = 11000
x234,44=0,23ml
Jumlah larutan = 234,44 – (4,64 + 0,69 + 0,23) = 226,88 ml
Resep Pengerjaan Iring (Mordanting)
Tawas (20 g/l)
Kapur (20 g/l)
Ferro sulfat (20 g/l)
Kalium bikarbonat (20 g/l)
Jumlah 201000
x300=6 201000
x300=6 201000
x300=6 201000
x300=6
Suhu 60 – 70oC
25
Waktu 20 menitLarutan
300 – 6 = 284 ml
300 – 6 = 284 ml
300 – 6 = 284 ml
300 – 6 = 284 ml
3.6.3. Langkah Kerja
1. Setelah diketahui jenis zat warna dari daun jambu biji tersebut
kemudian dilakukan dengan pencelupan terhadap kain yang berwarna
paling tua pada proses pencelupan berbagai jenis kain (kain nylon)
dengan variasi waktu celup (10 menit, 20 menit, 35 menit, 50 menit).
2. Menyiapkan larutan filtrat daun jambu biji sebagai zat warna dengan
vlot 1 : 20 dengan zat pembantu sesuai resep.
3. Mencelupkan/memasukkan 4 kain nylon ke dalam 4 larutan yang akan
divariasikan waktunya (10 menit, 20 menit, 35 menit, 50 menit)
tersebut kemudian dipanaskan dalam suhu 90OC.
4. Mengangkat bahan-bahan yang telah dicelup lalu melakukan
pencucian dengan air dingin.
5. Memotong masing-masing kain tersebut menjadi 5 potongan,
kemudian dari masing-masing potongan diambil satu per satu,
sehingga terdapat 5 bagian kain.
6. Melakukan proses iring terhadap masing-masing bagian kain dengan
menggunakan 4 zat yang berbeda, yaitu kalium bikromat, tawas,
ferrosulfat, kapur dan 1 bagian lagi dibiarkan tanpa menggunakan
iring.
7. Melakukan pencucian terhadap keseluruhan kain yang telah diproses
iring, kemudian dibiarkan kering.
3.6.4. Hasil Percobaan
Hasil percobaan ada pada Lampiran 1
3.7. Uji Kapilaritas
3.7.1. Maksud dan Tujuan
Menghitung daya kapilaritas untuk mengetahui kemampuan penyebaran zat warna terhadap kain.
3.7.2. Alat dan Bahan
- Larutan zat warna hasil ekstraksi daun jambu biji.
26
- Stopwatch
- Penggaris
- Alat Penjepit
- Kertas saring
3.7.3. Langkah Kerja
1. Menyiapkan kertas saring ± 2x10 cm
2. Mengukur kertas saring sepanjang 5 cm dari salah satu ujungnya,
dengan pemisahan 2cm dan 3 cm.
3. Menyiapkan larutan zat warna daun jambu biji ±100 ml.
4. Menggantung kertas saring sampai bisa tecelup zat warna sepanjang 2
cm.
5. Perhitungan waktu kapilaritas dihitung sejak larutan celup
menyebar/naik dari jarak 2 cm tersebut sampai berhenti.
3.7.4. Data Percobaan dan Perhitungan
Waktu 1 = 13,33 detik
Waktu 2 = 13,63 detik
Waktu 3 = 14,84 detik
Waktu rata-rata = 13,93 detik
Evaluasi : Evaluasi dilakukan dengan menghitung daya serap pada larutan
zat warna daun jambu biji menggunakan kertas saring yang dicelup
sepanjang 2 cm.
3.8. Pengujian Ketuaan Warna
3.8.1. Maksud dan Tujuan
Mengetahui ketuaan warna dan arah warna dari kain Nylon yang
telah dilakukan pencelupan dengan dan tanpa proses iring.
3.8.2. Alat dan Bahan
- Kain nylon hasil pencelupan dengan dan tanpa proses iring.
- Spektrofotometer
3.8.3. Langkah Kerja
1. Mengukur kain nylon pada spektrofotometer digital.
Evaluasi : Evaluasi dilakukan dengan menghitung K/S dari bahan yang tercelup.
27
3.8.4. Data percobaan
Diagram K/S Zat Warna
10 menit 20 menit 35 menit 50 menit0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
K/S Zat Warna
Non IringTawasKapurKalium BikromatFerro Sulfat
Waktu (menit)
Nila
i K/S
Zat
War
na
3.9. Pengujian Ketahanan Luntur Terhadap Pencucian
3.9.1. Maksud dan Tujuan
Mengetahui seberapa besar ketahanan luntur terhadap pencucian
dari zat warna yang terkandung dalam daun jambu biji setelah proses
pencelupan.
3.9.2. Alat dan Bahan
- Mesin mini dyeing
- Staining scale
- Grey scale
- Kelereng mutiara
- Kain hasil pencelupan
daniring
- Larutan sabun netral
- Kain poliester pelapis
- Kain rayon pelapis
- Oven
3.9.3. Langkah Kerja
1. Alat yang digunakan adalah linites (Laundry meter) atau mini dyeing.
2. Kain dipotong dengan ukuran 5 x 10 cm.
28
3. Lalu dibuat larutan sabun sebanyak 5 g/L atau (0,5 gram dengan air 50
mL).
4. Waktu 45 menit, suhu 40oC.
5. Kemudian kain yang sudah dipotong menurut ukuran diberi lapisan
kain rayon 100% dan polyester 100%, dijahit salah satu sisinya.
6. Larutan Sabun yang sudah dipanaskan 40oC dimasukan kedalam
tabung uji sebanyak 200 ml + beberapa buah kelereng baja sebagai
pengaduk, kemudian contoh uji dimasukan kedalam tabung tersebut
dan dijepit pada alat uji. Alat uji dijalankan selama 45 menit sambil
diremas-remas kemudian dinetralkan dengan larutan asam asetat 0,05
ml/L.
7. Contoh uji dinilai dengan greyscale untuk perubahan warna dan
dengan staining scale untuk penodaan kain polyester dan rayon.
3.9.4. Hasil Percobaan
Kain Hasil Percobaan ada pada Lampiran 2
Evaluasi :
1. Evaluasi perubahan warna dilakukan dengan membandingkan warna
nylon yang telah dilakukan pencucian dengan nylon sebelum
pencucian menggunakan grey scale.
2. Evaluasi penodaan atau pelunturan warna pada kain kapas dan
polyester dilakukan dengan membandingkannya dengan kain kapas
putih dan polyester putih menggunakan grey scale. Pengujian
Ketahanan Luntur (Penodaan Pada Kain Putih)
29
Tanpa I
ring
Tawas
Kapur
Ferro
Sulfa
t
Kalium Bikr
omat0
1
2
3
4
5
6
Pengujian Ketahanan Luntur Terhadap Pencucian( Penodaan Kain Rayon Putih)
10 menit20 menit35 menit50 menit
Variasi Pengerjaan Iring
Nila
i Sta
inin
g Sc
ale
Tanpa I
ring
Tawas
Kapur
Ferro
Sulfa
t
Kalium Bikr
omat0
1
2
3
4
5
6
Pengujian Ketahanan Luntur Terhadap Pencucian( Penodaan Kain Poliester Putih)
10 menit20 menit35 menit50 menit
Variasi Pengerjaan Iring
Nila
i Sta
inin
g Sc
ale
3.10. Pengujian Ketahanan Terhadap Gosokan Basah Dan Kering
3.10.1. Maksud dan Tujuan
Mengetahui ketahanan gosok kering dan basah pada kain contoh
uji. Selain itu untuk menentukan apakah kain mengalami penodaan atau
tidak.
30
3.10.2. Alat dan Bahan
- Crockmeter
- Staining Scale
- Grey scale
- Kain kapas putih basah dan kering untuk tahan gosok
- Kain Hasil Pencelupan dan Iring
-
3.10.3. Langkah Kerja
1. Alat yang digunakan adalah Crock Meter.
2. Kain dipotong dengan ukuran 2,5 x 20 cm sebanyak 2 buah ( basah 1
buah, kering 1 buah).
3. Kemudian kain yang sudah dipotong dijepit pada alat uji memanjang
kearah gosokan yang mempunyai beban 900 gram digosok sebanyak
10 putaran dengan kecepatan 1 putaran/detik. Hasil uji kain
penggosok dinilai dengan Staining scale gosok kering, gosok basah
dengan kelembaban 60%.
4.
3.10.4. Data Percobaan
Hasil percobaan ada pada Lampiran 3
10 menit 20 menit 35 menit 50 menit0
1
2
3
4
5
6
Pengujian Ketahanan Gosok Kering
Tanpa IringTawasKapurKaliumFero
Variasi Waktu
Nila
i Gre
y Sc
ale
31
10 menit 20 menit 35 menit 50 menit0
1
2
3
4
5
6
Pengujian Ketahanan Gosok Basah
Tanpa IringTawasKapurKaliumFero
Variasi Waktu
Nila
i Gre
y Sc
ale
Pembahasan
1. Proses Ekstraksi Daun Jambu Biji
Pada ekstraksi daun jambu biji, kami hanya melakukan 1 kali ekstraksi saja,
karena bahan baku yang digunakan cukup banyak yaitu 600 gram yang
diekstrak dengan 12 liter dan menghasilkan filtrat sebanyak 4 liter yang
digunakan untuk pembuatan zat warna bubuk dan proses pencelupan.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses ekstraksi,
diantaranya :
- Ukuran bahan baku yang kecil akan mempermudah dan mempercepat
proses ekstraksi. Hal itu dapat dilakukan dengan memotong-motong
bahan baku menjadi ukuran yang lebih kecil itu pun tergantung jenis
bahan baku yang digunakan.
- Vlot merupakan faktor yang cukup penting, dimana jumlah air yang
digunakan minimal harus seimbang dengan bahan baku yang diekstrak.
- Suhu pada saat ekstraksi pun harus terjaga, suhu tinggi akan
mempercpat proses ekstraksi, karena apabila suhu tinggi maka
penguapan air akan berjalan cepat.
- Alat masak yang digunakan harus memiliki sifat penghantar panas yang
baik, agar suhu pada saat ekstraksi akan cepat meningkat.
Hasil filtrat yang didapat dari proses ekstraksi daun jamb biji adalah warna
coklat. Karena dalam daun jambu biji mengandung flavonoid dan tanin
sebagai pemberi warna coklat.
32
2. Pengujian Kadar Air (MC/MR)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kadar air pada bahan baku yang
digunakan, berdasarkan hasil percobaan dalam jambu biji memiliki
kandungan air sebesar 50%. Hal ini menunjukkan bahwa daun jambu biji
memiliki cukup kandungan air dan dikategorikan dapat digunakan untuk
bahan baku pembuatan zat warna alam. Kandungan air pada daun jambu biji
pun tergantung pada karateristik daunnya.
3. Pembuatan Zat Warna Bubuk
Pada proses pembuatan zat warna bubuk, sebanyak 1,5 liter filtrat
ekstraksi daun jambu biji diuapkan hingga berbentuk pasta yang selanjutnya
di oven dengan suhu 102°C agar uap air dapat hilang sehingga dapat
terbentuk zat warna bubuk. Berdasarkan hasil perhitungan, zat warna bubuk
yang dihasilkan hanya sedikit yaitu 3 % dari berat bahan baku sebelum
ekstrak. Hal ini disebabkan karena pada daun jambu memiliki kandungan air
yang cukup banyak. Zat warna bubuk yang dihasilkan berwarna coklat
kehitaman (seperti warna pasir) dan ukuran molekul zat warnanya tergolong
dalam zat warna jenis powder, sehingga akan cukup mudah dilarutkan oleh
air.
4. Identifikasi Zat Warna
Pencelupan berbagai jenis kain dilakukan sebagai awal dari analisa jenis
zat warna dalam daun jambu biji. Warna yang didapat memiliki arah warna
yang berbeda untuk masing-masing serat setelah dilakukan proses
pencelupan. Dalam mengidentifikasikan zat warna dengan cara mencelup zat
warna hasil ekstraksi daun jambu biji ke beberapa jenis kain. Hasil dari
pencelupan didapatkan warna yang paling tua ada terdapat pada serat nylon
dan pada identifikasi zat warna bubuk terlihat bahwa ekstrak daun jambu biji
teridentifikasi untuk zat warna asam.
5. Pencelupan Kain Nylon dan Proses Iring
Dengan ketuaan warna yang cukup baik pada kain nylon, maka pencelupan
selanjutnya dilakukan pada bahan nylon dan dengan teridentifikasinya
ekstrak daun jambu biji tergolong zat warn asam yang memiliki kandungan
tanin sebagai pemberi warna. Tanin memiliki gugus hidroksi sebagai gugus
polar yang apabila dalam medium air dapat mengion dan menjadikan tanin
bersifat sedikit reaktif.
33
Mekanisme utama dalam pencelupan serat nilon adalah pembentukan
ikatan garam dengan gugusan amino dalam serat. Ikatan yang mungkin
terjadi antara zat warna dengan serat adalah ikatan elektrovalen (ionik). Di
dalam larutan, gugus amina dan karboksilat pada nilon akan terionisasi. Bila
kedalamnya ditambahkan suatu asam, maka ion hidrogen asam langsung
berikatan dengan ion karboksilat pada nilon sehingga terjadi gugusan ion
ammonium bebas yang memungkinkan terbentuk ikatan ionik dengan zat
warna.
6. Uji Kapilaritas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui daya serap larutan daun jambu
biji dan berdasarkan perhitungan waktu, larutan daun jambu biji memiliki
tingkat kapilaritas yang cukup baik.
7. Pengujian Ketuaan Warna
Hasil uji spektrofotometri pada panjang gelombang maksimum 360 nm
menunjukkan harga K/S kain nilon yang tercelup dengan iring kalium
bikromat yaitu 16,170 menunjukkan warna yang dihasilkan memiliki ketuaan
warna yang baik . Ini berarti zat warna yang terserap kedalam kain nilon
pada pencelupan dengan iring kalium bikromat lebih banyak. Berdasarkan
hasil spektrofotometri menunjukkan bahwa pengerjaan iring memberikan
nilai K/S yang tinggi. Namun dalam pengujian ketuaan warna, faktor waktu
tidak begitu berpengaruh.
8. Pengujian Ketahanan Luntur Terhadap Pencucian
Nilai ketahanan luntur zat warna terhadap pencucian dengan sabun netral
untuk kain nilon mempunyai nilai rata-rata yang tinggi Hal ini disebabkan
karena adanya ikatan elektrovalen yang terjadi antara zat warna dengan
serat nilon, dimana ikatan tersebut jauh lebih kuat bila dibandingkan dengan
ikatan hidrogen atau gaya-gaya Van der Waals.
9. Pengujian Ketahanan Terhadap Gosokan Basah Dan Kering
Nilai grey scale pada uji tahan gosok kering yang paling baik ialah dengan
menggunakan variasi waktu 35 menit dan menggunakan proses iring dengan
kalium dikhromat. Karena pada waktu tersebut nilai ketahanan luntur nya
lebih baik bila dibandingkan dengan waktu yang lainnya.
Ketahanan luntur zat warna terhadap gosokan basah mempunyai nilai
yang lebih rendah dibandingkan dengan gosokan kering. Hal ini disebabkan
34
karena dengan adanya medium air maka molekul zat warna akan ikut
terbawa oleh air, atau dapat dikatakan di sini terjadi proses imbibisi. Selain
itu air juga menyebabkan penggembungan pada serat sehingga molekul zat
warna akan lebih mudah keluar saat penggosokan.
Nilai grayscale pada uji tahan gosok basah yang paling baik ialah dengan
menggunakan variasi waktu 50 menit dan menggunakan proses tanpa iring.
Karena pada waktu tersebut nilai ketahanan luntur nya paling baik bila
dibandingkan dengan waktu yang lainnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan hasil percobaan danpembahasan diatas dapat
kami simpulkan :
- Ekstrak daun jambu biji dapat digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan zat warna alam yang memberikan warna coklat.
- Karakteristik zat warna bubuk dari ekstrak daun jambu biji
berwarna coklat, termasuk ukuran molekul jenis powder, dan
memiliki kandungan air sebesar 50%.
- Ekstrak daun jambu biji tergolong zat warna asam.
- Pada hasil pencelupan bahan nylon yang dicelup dan pengerjaan
iring dengan kalium bikromat memiliki nilai K/S yang paling baik.
35
- Hasil pencelupan bahan nylon dengan ekstrak daun jambu biji
memiliki ketahanan luntur terhadap pencucian dan ketahanan
gosok kering maupun basah yang baik.
- Waktu tidak begitu berpengaruh terhadap hasil ketuaan warna hasil
pencelupan dengan pengerjaan iring kalium bikromat.
4.2. Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai struktur pigmen warna yang
terkandung di dalam daun jambu biji, agar produsen kain nylon dapat
menggunakan ekstrak daun jambu biji sebagai pewarna, untuk
meningkatkan tahan luntur dan ketuaan warna serta perlu peningkatan
eksplorasi dalam pembuatan zat warna alam.
36