zat warna alam dari daun jambu biji

42
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dengan kemajuan teknologi di dunia khususnya di Indonesia membuat pemakaian zat warna alam berkurang, dikarenakan keterbatasan bahan baku dan juga pengetahuan tentang zat warna alam itu sendiri. Kebanyakan orang lebih memilih memakai zat warna sintetik dikarenakan bahannya yang mudah didapat, juga mudah dalam proses pewarnaan serta harga dari zat warna sintetik relatif lebih murah. Pada dasarnya memang dibutuhkan keahlian dan juga ketelitian untuk membuat zat warna alam, karena zat warna alam harus diolah terlebih dahulu dan membutuhkan waktu yang lama. Zat warna alam memang memiliki karakteristik warna yang tergolong tidak cerah seperti warna-warna kayu, lain hal nya dengan zat warna sintetik yang dapat menghasilkan warna yang beragam. Namun, zat warna alam ini lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan limbah yang berbahaya bagi makhluk hidup. Zat warna alam dapat dihasilkan dari batang, daun, buah, dan akar. Kali ini kami akan membahas zat warna alam yag dihasilkan dari daun, yaitu menggunakan daun jambu biji (Psidium guajava L). Daun jambu mudah didapat di Indonesia, karena daun jambu biji tumbuh di iklim yang tropis. Selain itu daun jambu biji juga memiliki daun yang berwarna hijau dengan rasa sepet. Dalam penelitian yang telah dilakukan ternyata daun jambu biji memiliki banyak kandungan senyawa, seperti polifenol, karoten, flavonoid dan tannin. Flavonoida merupakan kelompok flavonol turunan senyawa benzena yang dapat digunakan sebagai senyawa dasar zat warna alam. Berdasarkan studi literatur yang kami lakukan tanaman yang mengandung flavonoid akan memerikan warna kuning sampai coklat. 1

Upload: putri-mayangsari

Post on 25-Jul-2015

875 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

pembuatan zat warna alam dari daun jambu biji

TRANSCRIPT

Page 1: zat warna alam dari daun jambu biji

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dengan kemajuan teknologi di dunia khususnya di Indonesia membuat

pemakaian zat warna alam berkurang, dikarenakan keterbatasan bahan baku dan

juga pengetahuan tentang zat warna alam itu sendiri. Kebanyakan orang lebih

memilih memakai zat warna sintetik dikarenakan bahannya yang mudah didapat,

juga mudah dalam proses pewarnaan serta harga dari zat warna sintetik relatif

lebih murah.

Pada dasarnya memang dibutuhkan keahlian dan juga ketelitian untuk

membuat zat warna alam, karena zat warna alam harus diolah terlebih dahulu

dan membutuhkan waktu yang lama. Zat warna alam memang memiliki

karakteristik warna yang tergolong tidak cerah seperti warna-warna kayu, lain

hal nya dengan zat warna sintetik yang dapat menghasilkan warna yang

beragam.

Namun, zat warna alam ini lebih ramah lingkungan karena tidak

menghasilkan limbah yang berbahaya bagi makhluk hidup. Zat warna alam dapat

dihasilkan dari batang, daun, buah, dan akar. Kali ini kami akan membahas zat

warna alam yag dihasilkan dari daun, yaitu menggunakan daun jambu biji

(Psidium guajava L).

Daun jambu mudah didapat di Indonesia, karena daun jambu biji tumbuh

di iklim yang tropis. Selain itu daun jambu biji juga memiliki daun yang berwarna

hijau dengan rasa sepet. Dalam penelitian yang telah dilakukan ternyata daun

jambu biji memiliki banyak kandungan senyawa, seperti polifenol, karoten,

flavonoid dan tannin. Flavonoida merupakan kelompok flavonol turunan senyawa

benzena yang dapat digunakan sebagai senyawa dasar zat warna alam.

Berdasarkan studi literatur yang kami lakukan tanaman yang mengandung

flavonoid akan memerikan warna kuning sampai coklat.

Pada percobaan ini kami akan menganalisa daun jambu biji sebagi zat

warna alam atau hanya sebagai pigmen warna saja. Maksud dan tujuan

percobaan ini adalah memanfaatkan dan mengembangkan daun jambu biji yang

dikenal di bidang kesehatan saja, namun daun jambu biji mempunyai kemampuan

untuk mewarnai bahan sebagai zat warna asam, sehingga dapat menambah dan

memperkaya jenis-jenis zat warna alam yang ada.

1

Page 2: zat warna alam dari daun jambu biji

I.2 Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apa saja kandungan dalam daun jambu biji?

2. Bagaimana cara pembuatan zat warna alam dari daun jambu biji?

3. Bagaimana melakukan pencelupan kain dengan zat warna dari daun jambu

biji ?

4. Diklasifikasikan sebagai apakah zat warna yang berasal dari daun jambu

biji ?

5. Bagaimana evaluasi kain setelah dilakukan pencelupan dengan daun

jambu biji?

I.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Kandungan yang terdapat pada daun jambu biji.

2. Pembuatan zat warna alam dari daun jambu biji dengan cara ekstraksi.

3. Zat warna diidentifikasi dengan pencelupan dengan berbagai macam

bahan, dengan pelarutan, dan pencelupan dengan berbagai variasi

pencelupan.

4. Klasifikasi jenis zat warna daun jambu biji.

5. Evaluasi hasi pencelupan dilakukan dengan uji ketuaan warna, uji

ketahanan luntur terhadap pencucian dan terhadap gosokan.

I.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kandungan senyawa pada daun jambu biji yang berpotensi

sebagai pemberi warna.

2. Mengetahui cara pembuatan zat warn alam.

3. Mengidentifikasi dan menguji suatu zat warna alam dengan

mengelompokannya ke dalam zat warna sintetik berdasakan kemiripan

sifatnya.

4. Dapat mengklasifikasikan jenis zat warna dari ekstrak kunyit.

5. Mangetahui proses pengujian terhadap hasil celup dengan zat warna daun

jambu biji.

I.5 Metodologi Penelitian

Percobaan ini dilakukan di laboratorium Kimia Zat Warna, Sekolah

Tinggi Teknologi Tekstil Bandung. Percobaan dilakukan dengan ekstraksi

2

Page 3: zat warna alam dari daun jambu biji

dari daun jambu biji agar memperoleh zat warna alam dalam bentuk bubuk

(powder) dan melakukan pencelupan dengan variasi waktu pencelupan dan

proses pengerjaan iring. Metodologi penelitian didasarkan atas beberapa

hal :

1. Studi Literatur

2. Percobaan pembuatan zat warna secara langsung dengan proses

ekstraksi

3. Pengujian untuk evaluasi hasil pencelupan meliputi :

- Pengujian ketuaan warna (spektrofotometri)

- Pengujian ketahanan luntur terhadap pencucian

- Pengujian ketahanan luntur terhadap gosokan kering dan basah

I.6 Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya percobaan ini, kami berharap adanya manfaat

yang positif dalam dunia tekstil dengan dihasilkannya zat warna alam dari

daun jambu biji yang dapat mewarnai bahan tekstil serta zat warna yang

ramah lingkungan.

3

Page 4: zat warna alam dari daun jambu biji

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.2. Jambu Biji/Daun Jambu Biji

a. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Mytales

Keluarga : Myrtaceae

Marga : Psidium

Varietas : Psidium

guajava L

b. Sejarah Singkat

Jambu biji merupakan salah satu  tanaman buah jenis perdu. Jambu biji

dalam bahasa Inggris disebut Lambo guava. Tanaman ini berasal dari

Brazilia Amerika Tengah, yang kemudian menyebar ke Thailand kemudian

ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Hingga saat ini telah

dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Jawa. Jambu biji

sering disebut juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu. Jambu

tersebut kemudian dilakukan persilangan melalui stek atau okulasi dengan

jenis yang lain, sehingga akhirnya mendapatkan hasil yang lebih besar

dengan keadaan biji yang lebih sedikit bahkan tidak berbiji yang diberi

nama jambu Bangkok karena proses terjadinya dari Bangkok.

c. Morfologi

Tanaman jambu biji merupakan tanaman yang hidup pada iklim tropis

dan semitropis. Jambu merupakan buah yang terkenal di dunia karena

dapat dimakan. Tanaman jambu biji  merupakan jenis tanaman perdu,

tingginya 5-10 meter, batang berkayu, bulat, kulit kayu licin,  mengelupas,

bercabang, warna coklat kehijauan. Daun tunggal, bulat telur, ujungnya

tumpul, pangkal membulat, tepi rata, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm,

pertulangan menyirip, warna hijau kekuningan. Daun muda berbulu abu-

abu, daun bertangkai  pendek. Bunga tunggal di ketiak daun, mahkota

4

Page 5: zat warna alam dari daun jambu biji

bulat telur, panjang 1,5 cm, warna putih kekuningan. Bakal buah

tenggelam, beruang 4-5, buah buni bundar, bentuk buah peer atau buah

bulat telur, warna putih kekuningan atau merah muda, panjang 5-8,5 cm

Cabangnya melengkung, berlawanan dengan daun. Warna bunga putih,

dengan kelopak yang membengkok ke dalam, 2 sampai 3 pada aksil daun.

Buahnya berukuran kecil, dengan panjang sekitar 3-6 cm. Bentuk buahnya

menyerupai buah pir, dengan warna kuning kemerahan saat matang

d. Kandungan Kimia pada Daun Jambu Biji

Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu dari kelompok senyawa fenolik

yang dapat ditemukan di buah dan sayur. Senyawa tersebut memiliki 15

atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena tersubstitusi yang

dihubungkan oleh satu rantai alifatik yang mengandung tiga atom karbon

(Gambar 1.7). Kerangka dasar dari struktur flavonoida adalah sistem C6-

C3-C6.

5

Page 6: zat warna alam dari daun jambu biji

Gambar 1. Struktur Flavonoid

Flavonoid telah diteliti memiliki berbagai aktivitas biologis.

Flavonoid berperan sebagai antikanker, antiviral, antiinflamasi,

mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler dan berperan dalam

penangkapan radikal bebas. Kekuatan aktivitas antioksidan dari flavonoid

bergantung pada jumlah dan posisi dari gugus OH yang terdapat pada

molekul. Semakin banyak substitusi gugus hidroksi pada flavonoid, maka

aktivitas antiradikalnya semakin besar. Adanya gugus orto-katekol (3‘4‘-

OH) pada cincin B flavonoid merupakan faktor penentu kapasitas

antioksidan yang tinggi (Andersen et al., 2006).

Pinene, Guaijavarin, dan Quercetin

Daun jambu biji mengandung senyawa kimia yaitu Tanin, Zat Samak

Pirogalol, Minyak Lemak, Minyak Atsiri (euginol), Limomen, Kariofilen,

Quersetin, Damar, Triterpenoid, Asam Malat, Asam Ursolat, Asam

Guajaverin, Asam Krategolat, Asam Oleonolat, Asam Psidiolat,

Leukosianidin, Amritosida, dan Avikular in (Gunawan, 2001).

Pada bagian daun jambu biji mengandung minyak esensial

dengan komponen utama yaitu α-pinene, β-pinene, limonene, menthol,

terpenyl asetat, isopropyl alcohol, longicyclene, caryopyllene, β-

bisabolene, caryophyllene oxide, β-copanene, farnesene, humulene,

selinene, cardinene and curcumene.

Gambar 2. Pinene

Pada daun terdiri dari minyak murni sebesar 6%, minyak volatil

sebesar 0.365%, resin sebesar 3.15% tannin sebesar 8.5% dan substansi

lainnya. Minyak essensial terdiri dari eugenol, asam malat, dan tannin dari

6

Page 7: zat warna alam dari daun jambu biji

8-15%. Daun dari jambu biji kaya akan tannin dan senyawa antiseptik.

Empat senyawa antibacterial yang telah diisolasi dari daun jambu biji

(P.guajava), yaitu dua senyawa glikosida flavonoid, morin-3-O-α-L-

lyxopyranoside dan morin-3-O-α –L-arabopyranoside, serta dua senyawa

flavonoid yang diketahui, yaitu guaijavarin dan quercetin.

Gambar 3. Guajivarin

Gambar 4. Quercetin

Tanin

Tanin merupakan suatu nama deskriptif umum untuk satu grup

substansi fenolik polimer yang mampu menyamak kulit atau

mempresipitasi gelatin dari cairan, suatu sifat yang dikenal sebagai

astringensi. Tanin ditemukan hampir di setiap bagian dari tanaman; kulit

kayu, daun, buah, dan akar (Hagerman, 1998). Tanin dibentuk dengan

kondensasi turunan flavan yang ditransportasikan ke jaringan kayu dari

tanaman, tanin juga dibentuk dengan polimerisasi unit quinon

(Anonymous, 2005).

Gambar 4. Struktur Tanin

7

Page 8: zat warna alam dari daun jambu biji

Sifat Umum Tanin

Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :

- Jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa

asam

dan sepat.

- Jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan

- Tidak dapat mengkristal.

- Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan

protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.

Sifat kimia dari tanin adalah sebagai berikut :

- Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang

sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal.

- Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.

- Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan

pemberi warna.

2.1.2 Serat Nylon/Poliamida

Nylon / Poliamida

Poliamida pertama kali dibuat oleh W.Carothers pada tahun 1928

dengan nama dagang nylon. Poliamida dibuat dari hasil reaksi senyawa

diamina dan dikarboksilat. Poliamida yang pertama dibuat dari

heksametilendiamina dan asam adipat. Serat yang dihasilkannya disebut

nylon 66. Angka dibelakang nama nylon menunjukkan jumlah atom karbon

penyusun dari senyawa amina dan senyawa karboksilatnya.

Serat nylon lain yang dibuat adalah dari asam sebasat dan

heksametilen diamina yang hasil reaskinya dinamakan nylon 6.10.

Pembuatan serat nylon dilakukan dengan membuat garam nylon yang

merupakan hasil reaksi dari asam karboksilat dengan senyawa amina.

Kemudian garam nylon dipolimerisasikan pada suhu tinggi sehingga

terjadi polimerisasi dan dihasilkan poliamida sebagai bahan baku serat

nylon. Selanjutnya poliamida yang dihasilkan yang umumnya dalam bentuk

chips dilelehkan pada suhu titik lelehnya dan dipintal dengan pemintalan

leleh.

Pembuatan Serat Nylon

Nilon atau poliamida yang dibuat dari heksa metilen diamina dan

asam adipat.

8

Page 9: zat warna alam dari daun jambu biji

NH2(CH2)6NH2 + COOH(CH2)4COOH NH2(CH2)6NHCO(CH2)4COOH +

H2O

(heksa metilena diamina) (asam adipat)

Kemudian molekul-molekul tersebut bereaksi lagi membentuk molekul

yang panjang.

Pembuatan nilon diawali dengan pembuatan bahan baku yaitu asam

adipat dan heksa metilena diamina. Asam adipat dibuat dari fenol melalui

pembentukan sikloheksanol dan sikloheksanon. Sedangkan heksa metilena

diamina dibuat dari asam adipat dengan melalui pembentukan amida dan

nitril. Setelah bahan baku diperoleh maka dilakukan pembuatan polimer

yang didahului dengan pembuatan daram nilon, polimerisasi dan

penyetopan panjang rantai. Pada pembuatan garam nilon asam adipat dan

heksa metilena diamina dilarutkan dalam metanol secara terpisahdan

setelah dicampurkan akan terbentuk endapan heksametilena diamonium

adipat (garam nilon). Pada pemintalan nilon kehalusan filamen tidak

bergantung pada diameter lubang spineret, tetapi bergantung pada :

1. Sifat polimer

2. Kecepatan penyemprotan polimer melalui spinneret

3. Kecepatan penggulungan filamen

Untuk mendapatkan derajat orientasi tinggi, filamen yang terbentuk

ditarik dalam keadaan dingin. Panjangnya kira-kira menjadi empat atau

lima kali panjang semula.

Morfologi Serat Nylon/Poliamida

Serat poliamida dipintal dengan pemintalan leleh, seperti halnya

serat buatan lainnya. Poliamida mempunyai penampang melintang

bermacam-macam, tetapi yang paling umum bentuk trilobal dan bulat.

Melintang Membujur

Gambar 5. Penampang Serat Nylon

Sifat-sifat Serat Nylon / Poliamida

- Kekuatan mulurnya

9

Page 10: zat warna alam dari daun jambu biji

Nilon mempunyai kekuatan dan mulur berkisar dari 8,8 gram per

denier dan 18 %, sampai 4,3 gram per denier dan 45 %. Kekuatan

basahnya 80-90 % dari kekuatan kering.

- Tahan gosokan dan tekukan

Tahan gosok dan tekukan nilon tinggi sekitar 4-5 kali dari tahan

gosok wol.

- Elastisitas

Selain mulurnya tinggi (22 %), nilon juga mempunyai elastisitas

tinggi. Pada penarikan 8 % nilon elastis 100 % dan pada penarikan

16 %, nilon masih mempunyai elastisitas 91 %.

- Berat jenis

Berat jenis nilon 1,14

- Titik leleh

Nilon meleleh pada suhu 263oC dalam atmosfer mitrogen dan

diudara pada suhu 250oC

- Sifat kimia

Nilon tahan terhadap pelarut dalam pencucian kering. Nilon tahan

terhadap asam encer. Dalam HCl pekat mendidih dalam beberapa

jam akan terurai menjadi asam adaipat dan heksa metilena

diamonium hidroklorida. Nilon sangat tahan terhadap basa. Pelarut

yang bisa melarutkan nilon diantaranya asam formiat, kresol dan

fenol.

- Sifat biologi

Nilon tahan terhadap serangan jamur, bakteri, dan serangga.

- Moisture Regain

Pada kondisi standar (RH 65 % dan suhu 21oC) moisture regain

nilon 4,2 %.

Penggunaan Serat Nylon / Poliamida

Poliamida (nylon) merupakan serat yang kuat. Nylon yang cukup

mahal ialah supernilon yang dapat ditenun menjadi kain-kain yang indah,

baik yang menyerupai tweed maupun yang menyerupai brokat emas atau

sutera.

Serat poliamida memiliki kekuatan yang cukup tinggi dan

ketahanan kimia yang cukup baik,oleh karena itu penggunaanya cukup

luas.Dapat digunakan untuk tekstil pakaian misalnya kaos kaki,pakaian

dalam,baju olah raga sampai pada penggunaan tehnik seperti benang

penguat ban,terpal,belt penarik dan lain sebagainya.

10

Page 11: zat warna alam dari daun jambu biji

Pencelupan Serat Nylon / Polamida

Serat nylon dapat dicelup dengan zat warna asam dan kompleks

logam. Zat warna juga bisa digunakan untuk mencelup serar nylon, tetapi

tahan luntur warnanya terhadap sinar dan pencucian jelek. Zat warna

direk, belerang dan bejana afinitasnya terhadap nylon kecil. Selain itu,

nylon dapat dicelup dengan baik zat warna dispesi maupun disperse

reaktif.

2.1.3. Zat Warna Asam

Tinjauan Zat Warna Asam

Zat warna ini merupakan garam natrium dari asam-asam organik

misalnya asam sulfonat atau asam karboksilat. Zat warna ini dipergunakan

dalam suasana asam dan memiliki daya tembus langsung terhadap serat-

serat protein atau poliamida. Nama dagang zat warna asam adalah :

– Nylosan (Sandoz)

– Nylomine (I.C.I)

– Tectilan (Ciba Geigy)

– Dimacide (Francolor)

– Acid (Mitsui)

Gambar 6. Struktur Zat Warna Asam

Zat warna asam adalah zat warna yang dalam pemakaiannya

memerlukan bantuan asam mineral atau asam organik untuk membantu

penyerapan, atau zat warna yang merupakan garam natrium asam organik

dimana anionnya merupakan komponen yang berwarna. Zat warna asam

banyak digunakan untuk mencelup serat protein dan poliamida. Beberapa

di antaranya mempunyai susunan kimia seperti zat warna direk sehingga

dapat mewarnai serat selulosa.

11

Page 12: zat warna alam dari daun jambu biji

Zat warna asam termasuk zat warna yang larut dalam air karena

mempunyai gugus pelarut sulfonat atau karboksilat dalam struktur

molekulnya. Gugus-gugus tersebut juga berfungsi untuk mengadakan

ikatan ionik dengan tempat-tempat positif dalam serat nylon.

Zat warna asam yang mempunyai 1 (satu) gugus sulfonat dalam

struktur molekulnya disebut zat warna asam monobasik, yang mempunyai

2 (dua) gugus sulfonat disebut zat warna asam dibasik dan seterusnya.

Karena gugus pelarut zat warna asam dibasik lebih banyak gugus

pelarutnya, maka kelarutannya makin tinggi, akibatnya pencelupannya

menjadi lebih mudah rata, tetapi tahan luntur hasil celupan terhadap

pencuciannya akan berkurang. Selain itu, dibanding zat warna asam

monobasik jumlah maksimum zat warna asam dibasik yang dapat terserap

oleh serat nylon menjadi lebih kecil, terutama bila suasana larutan celup

kurang begitu asam, karena dalam kondisi seperti itu tempet-tempat

positif pada bahan terbatas. Jadi untuk pencelupan warna tua sebaiknya

digunakan zat warna asam monobasik. Keunggulan lain dari zat warna

asam adalah warnanya yang cerah, hal tersebut karena ukuran partikelnya

relative kecil (lebih kecil dari ukuran partikel zat warna direk).

Struktur kimia zat warna asam bervariasi, antara lain trifenil metan,

xanten, nitro aromatik, azo dan pirazolon. Kebanyakan zat warna asam

jenis azo, sehingga hasil celupnya dapat dilunturkan oleh reduktor.

Penggolongan Zat Warna Asam

1. Berdasarkan Strukturnya

Golongan 1

Zat warna asam derivat trifenilmetan misalnya Xylene Blue VS ( C.I.

Acid Blue).

Golongan 2

Zat warna asam derivat Xanten misalnya Lissamine Rhodamine B ( C.I.

Acid Red 52 ).

12

Page 13: zat warna alam dari daun jambu biji

Golongan 3

Zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa nitroaromatik,

misalnya Naphtol Yellow 1 ( C.I. Acid Yellow 1 ).

Golongan 4

Zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa Azo misalnya Azo-

Garanine 2G ( C.I. Acid Red 1 ).

Golongan 5

Zat warna asam yang mempunyai inti pirazplon, misalnya Tartrazine.

Golongan 6

Zat warna asam derivat antrakwinon, misalnya Solvay Blue B ( C.I.

Acid Blue 45 ).

2. Berdasarkan Penggunaannya

Zat warna asam celupan rata (Levelling Acid Dyes)

Disebut zat warna asam celupan rata, karena pencelupannnya

mudah rata akibat molekul zat warnanya yamg relatif sangat kecil,

13

Page 14: zat warna alam dari daun jambu biji

sehingga substantifitasnya terhadap serat relatif kecil, sangat mudah

larut dan warnanya sagat cerah, tetapi tahan luntur warnanya rendah.

Ikatan antara serat dan zat warnannya adalah ikaan ionik,

disamping ikatan zvan der walls. Untuk pencelupan warna tua,

biasanya diperlukan kondisi larutan celup yang sangat asam, yakni pH

3-4, tetapi untukl zat warna sedang dan muda dapat dilakukan pada

pH 4-5.

Zat warna asam Milling

Ukuran molekul zat warna milling agak lebih besar

dibandingkan zat warna asam celupan rata, sehingga afinitas zat

warna asam milling lebih besar dan agak sukar bermigrasi dalam

serat, akibatnya agak sukar mendapatkan kerataan hasil celup.

Tahan luntur warna hasil selupannya lebih baik dari zat warna

asam celupan rata, karena walaupun ikatan antara serat dan zat warna

dengan serat masih didominasi ikatan ionik tetapi ikatan sekunder

berupa gaya Van Der Waals-nya juga relatif mulai cukup besar(sesuai

dengan makin besarnya ukuran partikel zat warna). Untuk mencelup

zat warna tua, umumnya diperlukan kondisi lariutan celup pH 4-5,

tetapi untuk warna sedang dan muda, dilakukan pada kondisi pH 5-6

agar hasil celupannya rata. Penambahan NaCl dalam larutan celup

akan berfungsi sebagai pendorong penyerapan.

Zat warna asam Super Milling

Diantara seluruh jenis zat warna asam, ukuran molekulnya

paling besar (tetapi masih lebih kecil daripada ukuran molekul zat

warna direk) sehingga afinitas terhadap serat relatif besar dan sukar

bermigrasi, akibatnya sukar mendapatkan kerataan hasil celupannya,

namun tahna luntur warnanya tinggi.

Tahan luntur yang tinggi diperoleh dari adanya ikatan antara

serat dan zat warna yang berupa ikatan ionik yang didukung oleh

ikatan Van der Waals serta kemuungkinan terjadinya ikatan hidrogen.

untuk pencelupan warna tua, dapat dilakukan pada kondisi larutan

celup pH 5-6, tetapi untuk warna sedang dan muda dapat dilakukan

dengan pH 6-7. Agar resiko belang menjadi lebih kecil, biasanya tidak

diperlukan penambahan NaCl (atau jumlahnya dikurangi), karena NaCl

dalam suasana celup yang kurang asam akan berfungsi sebagai

pendorong penyerapan zat warna.

14

Page 15: zat warna alam dari daun jambu biji

Dalam pencelupan menggunakan zat warna asam super milling

seringkali sukar untuk menghindarkan terjadinya ketidakrataan. Untuk

itu pada prosesnya ditambahkan perata anionik.

Ukuran partikel zat warna juga menentukan besarnya ikatan

sekunder antara zat warna dengan serat berupa ikatan gaya Van der

Waals, dimana makin banyak elektron dalam molekul (makin besar

ukuran molekul), zat warna makin besar ikatan fisika (Van der

Waals)nya. Oleh karena itu, ketahan luntur hasil pencelupan zat warna

asam levelling lebih rendah bila dibandingkan dengan tahan luntur

hasil celup dengan zat warna asam milling dan super milling. 

3. Berdasarkan Sifat Kelarutannya

Moleculary Dispersed

Zat warna yang mudah sekali larut, dan terdisosiasi sempurna

didalam larutannya. Golongan tersebut mencelup dengan pertolongan

asam sulfat atau asam formiat dan mudah merata dalam proses

pencelupannya dan tidak luntur dalam pengerjaan basah.

Aggregated Acid Dyes

Zat warna asam yang larut dalam kelompok molekul ( agregat ).

Zat warna golongan ini tidak mudah larut, larutannya tidak jernih

terutama dalam keadaan dingin. Zat warna golongan ini pross

pencelupannya dengan memakai asam asetat. Dalam keadaan netral

untuk mendapatkan hasil celupan yang rata sukar, tetapi tahan luntur

cucinya baik sekali.

2.1.4. Proses Mordanting (Fiksasi)

Pada pencelupan bahan tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan

proses fiksasi yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup

dengan zat warna alam agar memiliki ketahanan luntur yang baik. Ada tiga

jenis larutan fixer yang biasa digunakan yaitu tunjung (FeSO4), tawas

(Al2(SO4)3, Kalium Bicromat (K2CrO7), dan kapur tohor (CaCO3).

(www.batikyogya.com).

Tawas adalah garam rangkap sulfat aluminium sulfat, yang dipakai

untuk menjernihkan air atau campuran bahan celup Al2(SO4)3 (Kamus

Kimia Terapan,1992:152). Tawas berupa kristal putih gelap, tembus

15

Page 16: zat warna alam dari daun jambu biji

cahaya, rasanya agak asam kalau dijilat, bersifat menguatkan warna tetapi

juga dapat digunakan sebagai penjernih air keruh.

Kapur tohor (CaCO3) yang mempunyai nama lain: kalsium oksida,

calcium oxyde, kalzium oxyde, oxyde de calcium, oxydum calcium, kapur

tohor, ongebluste kalk, aez kalk, chaux vive, calx, quick lime, lime, burnt

lime, unslaked lime, dan fluxing lime. Sifat-sifat fisik kapur adalah,

berbentuk gumpalan yang tidak teratur, warnanya putih atau putih keabu-

abuan, kadang-kadang bernoda kekuningan atau kecoklatan yang

disebabkan oleh adanya unsur besi.

Fero Sulfat (FeSO4) atau yang dikenal tunjung merupakan jenis

garam yang bersifat higroskopis, artinya mudah menyerap uap airdari

udara. Air akan terikat secara kimia dalam molekul kristal dan disebut air

kristal. Tunjung memiliki sifat-sifat antara lain larut dalam air, namuntidak

larut dalam alkohol, tidak berbau dan beracun, menguap pada suhu 300C.

Penggunaannya sebagai zat pewarna besi oksida, garam logam. Air

tunjung aman bagi lingkungan, mudah didapat, murah harganya serta

terbukti dapat dipakai sebagai pembangkitwarna (Fiksator).

2.1.5 Pengujian Hasil Pencelupan

Ketuaan Warna

Ketuaan warna hasil celup akan diperoleh jika pada saat proses

pencelupan zat warna masuk ke dalam bahan secara maksimal. Oleh

karena itu, ketuaan warna dipengaruhi oleh daya serap kain, kasesuaian

jenis zat warna dengan jenis kain. Ketuaan warna dipengaruhi oleh

perbandingan larutan (Rasyid Djufri 1976:121), yaitu perbandingan antara

jumlah larutan dengan bahan tekstil yang dicelup. Warna tua diperoleh

pada perbandingan larutan yang rendah, dimana zat warna yang terserap

lebih besar dari yang terlepas dalam larutan.

Ketahanan Luntur

Penilaian tahan luntur warna pada tekstil dilakukan dengan

mengamati adanya perubahan warna asli dari contoh uji sebagai : tidak

berubah, ada sedikit perubahan dan sama sekali berubah. Di samping

dilakukan pengujian terhadap perubahan warna yang terjadi juga

dilakukan penilaian penodaan terhadap kain putih setelah kain yang diuji

dimasukkan dalam alat laundrymeter dan crockmeter.

Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan

perubahan warna yang terjadi dengan suatu standar perubahan warna.

16

Page 17: zat warna alam dari daun jambu biji

1. Standar Skala Abu – abu(Grey Scale )

Standar skala abu – abu digunakan untuk menilai perubahan warna

pada uji tahan luntur warna. Standar skala abu – abu terdiri dari 5 pasang

lempeng standar abu –abu dan setiap pasang menunjukkan perbedaan

atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai tahan luntur warnanya.

Nilai skala abu–abu menentukan tingkat perbedaan atau kekontrasan

warna dari tingkat terendah sampai tertinggi. Tingkat nilai tersebut adalah

5, 4, 3, 2 dan 1.

2.Standar Skala Penodaan (Stainning Scale).

Standar skala penodaan dipakai untuk menilai penodaan warna

pada kain putih yang digunakan dalam menentukan tahan luntur warna.

Seperti pada standar skala abu – abu, penilaian penodaan pada kain

adalah 5, 4, 3, 2 dan 1 yang menyatakan perbedaan penodaan terkecil

sampai tersebar. Standar skala penodaan terdiri dari 5 pasang lempeng

standar putih dan abu – abu, yang setiap pasang menunjukkan perbedaan

atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai penodaan warna.

2.2. Hipotesa

Dari literatur yang ada tentang daun jamu biji (Psidium guajava L), didapat kandungan seperti, polifenol, karoten, flavonoid dan tannin, sehingga daun jambu biji dapat mewarnai kain. Tannin yang terkandung bersifat pemberi warna, selain itu dengan adanya senyawa flavonoid yang memberikan warna kuning sampai coklat. Sehingga dari hasil ekstraksi daun jambu biji dapat mencelup kain nylon dengan warna coklat keemasan

17

Page 18: zat warna alam dari daun jambu biji

dengan ketuaan warna, ketahanan cuci, tahan gosok kering dan tahan gosok basah yang berbeda.

18

Page 19: zat warna alam dari daun jambu biji

Menimbang Daun Jambu Biji 605 gram

Ekstraksi daun jambu biji seberat 600 gramPengujian Kandungan Air Pada Daun Jambu Biji Seberat 5 gram

Daun jambu biji dibersihkan, dipotong kecil-kecil, direbus dalam air dengan perbandingan 1: 20

Ekstraksi 600 gram daun jambu biji ditambah 12 liter air didihkan sampai air tersisa 1/3, hingga 4 liter Disaring. Filtratnya dipisahkan Didapat 1 liter filtrate.

Diuapkan untuk pembuatan zat warna bubuk sebanyak 2,5 literLakukan proses pencelupan pada berbagai bahan sebanyak 150 ml

Uji KapilaritasIdentifikasi zat warna

Lakukan proses pencelupan pada berbagai kain dengan hasil warna yang paling tua sebanyak 150 ml

Tanpa pengerjaan iring Dengan Pengerjaan Iring

Evaluasi hasil pencelupan

Ketuaan warna (K/S) Spektrofotometri Ketahanan Luntur

Ketahanan Cuci Ketahanan gosokan

BAB III

PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Percobaan

3.1. Diagram Alir Proses

19

Page 20: zat warna alam dari daun jambu biji

3.2. Proses Ekstraksi Daun Jambu Biji

3.2.1. Maksud dan Tujuan

Mendapatkan ekstrak daun jambu biji yang akan digunakan untuk pembuatan zat warna bubuk dan larutan pada proses pencelupan.

3.2.2. Alat dan Bahan

– Panci– Kompor gas– Timbangan– Botol– Pisau

– Pengaduk

– Saringan

– Irisan daun jambu biji

– Air

3.2.3 Cara Kerja1. Menimbang daun jambu biji sebanyak 600 gram untuk ekstraksi bahan,

kemudian dipotong kecil-kecil.

2. Memasukkan 600 gram potongan kecil daun jambu biji tersebut ke

dalam panci yang telah berisi 12 L air (1:20) dan memasaknya sampai

dengan mendidih.

3. Membiarkan pendidihan sampai larutan yang tersisa hanya 1/3 bagian

(± 4 liter), kemudian filtrat dan endapan yang terbentuk dipisahkan

dengan cara penyaringan.

4. Memasukkan hasil ekstraksi yang berupa filtrat ke dalam botol kosong,

lalu menyimpannya dalam lemari es.

3.2.4. Hasil Ekstraksi

Berat daun jambu biji = 600 gram

Air yang digunakan = 12 liter

Filtrat yang didapat = 4 liter

20

Page 21: zat warna alam dari daun jambu biji

Pembuatan zat warna = 1,5 liter

Poses pencelupan = 2,5 liter

3.3. Pengujian Kadar Air (MC/MR)

3.3.1. Maksud dan Tujuan

Mengetahui kandungan kadar air dalam daun jambu biji.

3.3.2. Alat dan Bahan

– Timbangan

– Cawan porselen

– Oven

– Daun jambu biji yang sudah dipotong kecil (5 gram)

3.3.3. Cara Kerja

1. Membersihkan daun jambu biji.

2. Menimbang daun jambu biji sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam

cawan, kemudian memananaskannya dalam oven dengan suhu 100°C

selama 6-10 jam.

3. Setelah 10 jam cawan diangkat dan dimasukkan ke dalam eksikator

selama 30 menit.

4. Mengeluarkan cawan dan menimbang bahan sampai didapatkan berat

tetap sebagai Berat Kering (BK), kemudian menghitung Moisture Regain

bahan dengan rumus :

3.3.4. Perhitungan Kadar Air

Berat Cawan = 70,26 gram

Berat daun jambu biji = 5 gram

Berat Cawan + Daun = 75,26 gram

Berat Daun Kering = 75,26 – 72,76 = 2,5 gram

Kadar Air (MR) = berat basa h−berat kering

berat kering×100%=75,26−72,76

75,26×100%=50%

MC = berat basa h−berat kering

berat kering×100%=75,26−72,76

75,26×100%=50%

3.4. Pembuatan Zat Warna Bubuk

3.4.1. Maksud dan Tujuan

21

Page 22: zat warna alam dari daun jambu biji

Mengetahui kandungan zat warna bubuk (%) dalam 1500 ml larutan

zat warna hasil ekstraksi daun jambu biji.

3.4.2. Alat dan Bahan

– Panci

– Kompor

– Pengaduk

– Piala gelas

– Cawan

– Kertas saring

– Oven

– Eksikator

– Filtrat daun jambu biji

3.4.3. Cara Kerja

1. Memanaskan 1500 ml filtrat daun jambu bii dari hasil ekstraksi.

2. Memindahkan sisa filtrat ke dalam cawan kemudian ditimbang.

3. Memasukkan cawan tersebut kedalam oven agar sisa filtrat menjadi

kering dalam suhu 102°C.

4. Menimbang kembali berat cawan dan filtrat yang telah kering sampai

beratnya tetap.

5. Menghitung % kadar zat warna bubuk.

3.4.4. Perhitungan

Berat cawan : 60,20 gram

Berat cawan + pasta daun jambu biji : 78,20 gram

Kandungan zat warna bubuk : 78,20 – 60,20 = 18,00 gram

Kandungan air :

[ 15001500×600 g]−kandungan zat warna (g )

[ 15001500×600 g]

×100%

600g−18,00 g

600g×100%=97%

Kandungan zat warna : 100 – 97 = 3 %

3.5. Identifikasi Zat Warna

3.5.1 Pencelupan Berbagai Jenis Kain

3.5.1.1. Maksud dan Tujuan

Sebagai langkah analisa awal untuk mengetahui zat warna yang

terkandung di dalam daun jambu biji dengan melihat hasil celupan pada

kain yang tertua.

22

Page 23: zat warna alam dari daun jambu biji

3.5.1.2. Alat dan Bahan

- Filtrat daun jambu biji

- Kain nylon

- Kain kapas

- Kain akrilat

- Kain sutera

- Kain rayon

- Piala gelas 500 ml

- Pengaduk

- Kasa

- Pemanas / bunsen

- Timbangan

3.5.1.3. Resep

Ekstrak daun jambu biji

Vlot = 1 : 30

Suhu = 90°C

Waktu = 30 menit

3.5.1.4. Langkah Kerja

1. Menyiapkan filtrat daun jambu biji dengan volt 1:30

2. Mencelup berbagai jenis kain (kapas, rayon, nylon, akrilat, dan sutera) selama 1 jam.

3. Melakukan proses pencucian.

3.5.1.5. Data Percobaan dan perhitungan Berat kain = 4,97 gram

Kebutuhan larutan = 4,97 × 30 = 149,1 ml

3.5.1.6. Hasil percobaan

Setelah dilakukan identifikasi dengan cara pencelupan pada

berbagai bahan, hasil pencelupan dengan warna tua, yaitu pada bahan

nylon maka dari itu bahan yang kami uji untuk pencelupan dengan zat

warna daun jambu biji hanya dilakukan pada bahan nylon saja.

3.6. Pencelupan Kain Nylon dan Proses Iring

3.6.1. Maksud dan Tujuan

Mencelup kain Nylon dengan hasil ekstraksi daun jambu biji dan

penambahan zat pembantu dengan variasi waktu (10’, 20’, 35’, dan 50’),

selanjutnya hasilnya akan dilakukan pengujian ketuaan warna, ketahanan

luntur, tahan gosok kering dan tahan gosok basah.

3.6.2. Alat dan Bahan - Gelas Ukur - Piala glas 500 ml

23

Page 24: zat warna alam dari daun jambu biji

- Saringan

- Vacum pump

- Filtrat daun jambu biji

- Kain nylon

- Pengaduk

- Bunsen/pemanas

- Thermometer

- Piala gelas 1000 ml

- Ferro Sulfat

- Tawas

- Kapur

- Kalium Bikromat

3.6.3. Resep dan Perhitungan

Resep Pencelupan

Vlot 1 : 20Waktu Variasi (10’, 20’, 35’, 50’)

menitSuhu 90oCCH3COOH 3 ml/lNaCl 20 gr/lPembasah 1 ml/l

Perhitungan Resep Pencelupan

Resep 1 (Variasi waktu 10 menit)

Berat bahan = 11,9005 g

Larutan = 11,9005 x 20 = 238,01 ml

NaCl = 201000

x238,01=4,76ml

CH3COOH = 31000

x238,01=0,71ml

Pembasah = 11000

x238,01=0,23ml

Jumlah larutan = 238,02 – (4,76 + 0,71 + 0,23) = 232,31 ml

Resep 2 (Variasi waktu 20 menit)

Berat bahan = 11,7766 g

Larutan = 11,7766 x 20 = 235,53 ml

NaCl = 201000

x235,53=4,71ml

CH3COOH = 31000

x235,53=0,70ml

24

Page 25: zat warna alam dari daun jambu biji

Pembasah = 11000

x235,53=0,23ml

Jumlah larutan = 235,53 – (4,71 + 0,70 + 0,23) = 229,89 ml

Resep 3 (Variasi waktu 35 menit)

Berat bahan = 12,3607 g

Larutan = 12,3067 x 20 = 247,214 ml

NaCl = 201000

x247,21=4,94ml

CH3COOH = 31000

x247,21=0,74ml

Pembasah = 11000

x247,21=0,24ml

Jumlah larutan = 247,21 – (4,94 + 0,74 + 0,24) = 241,29 ml

Resep 4 (Variasi waktu 50 menit)

Berat bahan = 11,6223 g

Larutan = 11,6223 x 20 = 232,44 ml

NaCl = 201000

x232,44=4,64ml

CH3COOH = 31000

x234,44=0,69ml

Pembasah = 11000

x234,44=0,23ml

Jumlah larutan = 234,44 – (4,64 + 0,69 + 0,23) = 226,88 ml

Resep Pengerjaan Iring (Mordanting)

Tawas (20 g/l)

Kapur (20 g/l)

Ferro sulfat (20 g/l)

Kalium bikarbonat (20 g/l)

Jumlah 201000

x300=6 201000

x300=6 201000

x300=6 201000

x300=6

Suhu 60 – 70oC

25

Page 26: zat warna alam dari daun jambu biji

Waktu 20 menitLarutan

300 – 6 = 284 ml

300 – 6 = 284 ml

300 – 6 = 284 ml

300 – 6 = 284 ml

3.6.3. Langkah Kerja

1. Setelah diketahui jenis zat warna dari daun jambu biji tersebut

kemudian dilakukan dengan pencelupan terhadap kain yang berwarna

paling tua pada proses pencelupan berbagai jenis kain (kain nylon)

dengan variasi waktu celup (10 menit, 20 menit, 35 menit, 50 menit).

2. Menyiapkan larutan filtrat daun jambu biji sebagai zat warna dengan

vlot 1 : 20 dengan zat pembantu sesuai resep.

3. Mencelupkan/memasukkan 4 kain nylon ke dalam 4 larutan yang akan

divariasikan waktunya (10 menit, 20 menit, 35 menit, 50 menit)

tersebut kemudian dipanaskan dalam suhu 90OC.

4. Mengangkat bahan-bahan yang telah dicelup lalu melakukan

pencucian dengan air dingin.

5. Memotong masing-masing kain tersebut menjadi 5 potongan,

kemudian dari masing-masing potongan diambil satu per satu,

sehingga terdapat 5 bagian kain.

6. Melakukan proses iring terhadap masing-masing bagian kain dengan

menggunakan 4 zat yang berbeda, yaitu kalium bikromat, tawas,

ferrosulfat, kapur dan 1 bagian lagi dibiarkan tanpa menggunakan

iring.

7. Melakukan pencucian terhadap keseluruhan kain yang telah diproses

iring, kemudian dibiarkan kering.

3.6.4. Hasil Percobaan

Hasil percobaan ada pada Lampiran 1

3.7. Uji Kapilaritas

3.7.1. Maksud dan Tujuan

Menghitung daya kapilaritas untuk mengetahui kemampuan penyebaran zat warna terhadap kain.

3.7.2. Alat dan Bahan

- Larutan zat warna hasil ekstraksi daun jambu biji.

26

Page 27: zat warna alam dari daun jambu biji

- Stopwatch

- Penggaris

- Alat Penjepit

- Kertas saring

3.7.3. Langkah Kerja

1. Menyiapkan kertas saring ± 2x10 cm

2. Mengukur kertas saring sepanjang 5 cm dari salah satu ujungnya,

dengan pemisahan 2cm dan 3 cm.

3. Menyiapkan larutan zat warna daun jambu biji ±100 ml.

4. Menggantung kertas saring sampai bisa tecelup zat warna sepanjang 2

cm.

5. Perhitungan waktu kapilaritas dihitung sejak larutan celup

menyebar/naik dari jarak 2 cm tersebut sampai berhenti.

3.7.4. Data Percobaan dan Perhitungan

Waktu 1 = 13,33 detik

Waktu 2 = 13,63 detik

Waktu 3 = 14,84 detik

Waktu rata-rata = 13,93 detik

Evaluasi : Evaluasi dilakukan dengan menghitung daya serap pada larutan

zat warna daun jambu biji menggunakan kertas saring yang dicelup

sepanjang 2 cm.

3.8. Pengujian Ketuaan Warna

3.8.1. Maksud dan Tujuan

Mengetahui ketuaan warna dan arah warna dari kain Nylon yang

telah dilakukan pencelupan dengan dan tanpa proses iring.

3.8.2. Alat dan Bahan

- Kain nylon hasil pencelupan dengan dan tanpa proses iring.

- Spektrofotometer

3.8.3. Langkah Kerja

1. Mengukur kain nylon pada spektrofotometer digital.

Evaluasi : Evaluasi dilakukan dengan menghitung K/S dari bahan yang tercelup.

27

Page 28: zat warna alam dari daun jambu biji

3.8.4. Data percobaan

Diagram K/S Zat Warna

10 menit 20 menit 35 menit 50 menit0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

K/S Zat Warna

Non IringTawasKapurKalium BikromatFerro Sulfat

Waktu (menit)

Nila

i K/S

Zat

War

na

3.9. Pengujian Ketahanan Luntur Terhadap Pencucian

3.9.1. Maksud dan Tujuan

Mengetahui seberapa besar ketahanan luntur terhadap pencucian

dari zat warna yang terkandung dalam daun jambu biji setelah proses

pencelupan.

3.9.2. Alat dan Bahan

- Mesin mini dyeing

- Staining scale

- Grey scale

- Kelereng mutiara

- Kain hasil pencelupan

daniring

- Larutan sabun netral

- Kain poliester pelapis

- Kain rayon pelapis

- Oven

3.9.3. Langkah Kerja

1. Alat yang digunakan adalah linites (Laundry meter) atau mini dyeing.

2. Kain dipotong dengan ukuran 5 x 10 cm.

28

Page 29: zat warna alam dari daun jambu biji

3. Lalu dibuat larutan sabun sebanyak 5 g/L atau (0,5 gram dengan air 50

mL).

4. Waktu 45 menit, suhu 40oC.

5. Kemudian kain yang sudah dipotong menurut ukuran diberi lapisan

kain rayon 100% dan polyester 100%, dijahit salah satu sisinya.

6. Larutan Sabun yang sudah dipanaskan 40oC dimasukan kedalam

tabung uji sebanyak 200 ml + beberapa buah kelereng baja sebagai

pengaduk, kemudian contoh uji dimasukan kedalam tabung tersebut

dan dijepit pada alat uji. Alat uji dijalankan selama 45 menit sambil

diremas-remas kemudian dinetralkan dengan larutan asam asetat 0,05

ml/L.

7. Contoh uji dinilai dengan greyscale untuk perubahan warna dan

dengan staining scale untuk penodaan kain polyester dan rayon.

3.9.4. Hasil Percobaan

Kain Hasil Percobaan ada pada Lampiran 2

Evaluasi :

1. Evaluasi perubahan warna dilakukan dengan membandingkan warna

nylon yang telah dilakukan pencucian dengan nylon sebelum

pencucian menggunakan grey scale.

2. Evaluasi penodaan atau pelunturan warna pada kain kapas dan

polyester dilakukan dengan membandingkannya dengan kain kapas

putih dan polyester putih menggunakan grey scale. Pengujian

Ketahanan Luntur (Penodaan Pada Kain Putih)

29

Page 30: zat warna alam dari daun jambu biji

Tanpa I

ring

Tawas

Kapur

Ferro

Sulfa

t

Kalium Bikr

omat0

1

2

3

4

5

6

Pengujian Ketahanan Luntur Terhadap Pencucian( Penodaan Kain Rayon Putih)

10 menit20 menit35 menit50 menit

Variasi Pengerjaan Iring

Nila

i Sta

inin

g Sc

ale

Tanpa I

ring

Tawas

Kapur

Ferro

Sulfa

t

Kalium Bikr

omat0

1

2

3

4

5

6

Pengujian Ketahanan Luntur Terhadap Pencucian( Penodaan Kain Poliester Putih)

10 menit20 menit35 menit50 menit

Variasi Pengerjaan Iring

Nila

i Sta

inin

g Sc

ale

3.10. Pengujian Ketahanan Terhadap Gosokan Basah Dan Kering

3.10.1. Maksud dan Tujuan

Mengetahui ketahanan gosok kering dan basah pada kain contoh

uji. Selain itu untuk menentukan apakah kain mengalami penodaan atau

tidak.

30

Page 31: zat warna alam dari daun jambu biji

3.10.2. Alat dan Bahan

- Crockmeter

- Staining Scale

- Grey scale

- Kain kapas putih basah dan kering untuk tahan gosok

- Kain Hasil Pencelupan dan Iring

-

3.10.3. Langkah Kerja

1. Alat yang digunakan adalah Crock Meter.

2. Kain dipotong dengan ukuran 2,5 x 20 cm sebanyak 2 buah ( basah 1

buah, kering 1 buah).

3. Kemudian kain yang sudah dipotong dijepit pada alat uji memanjang

kearah gosokan yang mempunyai beban 900 gram digosok sebanyak

10 putaran dengan kecepatan 1 putaran/detik. Hasil uji kain

penggosok dinilai dengan Staining scale gosok kering, gosok basah

dengan kelembaban 60%.

4.

3.10.4. Data Percobaan

Hasil percobaan ada pada Lampiran 3

10 menit 20 menit 35 menit 50 menit0

1

2

3

4

5

6

Pengujian Ketahanan Gosok Kering

Tanpa IringTawasKapurKaliumFero

Variasi Waktu

Nila

i Gre

y Sc

ale

31

Page 32: zat warna alam dari daun jambu biji

10 menit 20 menit 35 menit 50 menit0

1

2

3

4

5

6

Pengujian Ketahanan Gosok Basah

Tanpa IringTawasKapurKaliumFero

Variasi Waktu

Nila

i Gre

y Sc

ale

Pembahasan

1. Proses Ekstraksi Daun Jambu Biji

Pada ekstraksi daun jambu biji, kami hanya melakukan 1 kali ekstraksi saja,

karena bahan baku yang digunakan cukup banyak yaitu 600 gram yang

diekstrak dengan 12 liter dan menghasilkan filtrat sebanyak 4 liter yang

digunakan untuk pembuatan zat warna bubuk dan proses pencelupan.

Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses ekstraksi,

diantaranya :

- Ukuran bahan baku yang kecil akan mempermudah dan mempercepat

proses ekstraksi. Hal itu dapat dilakukan dengan memotong-motong

bahan baku menjadi ukuran yang lebih kecil itu pun tergantung jenis

bahan baku yang digunakan.

- Vlot merupakan faktor yang cukup penting, dimana jumlah air yang

digunakan minimal harus seimbang dengan bahan baku yang diekstrak.

- Suhu pada saat ekstraksi pun harus terjaga, suhu tinggi akan

mempercpat proses ekstraksi, karena apabila suhu tinggi maka

penguapan air akan berjalan cepat.

- Alat masak yang digunakan harus memiliki sifat penghantar panas yang

baik, agar suhu pada saat ekstraksi akan cepat meningkat.

Hasil filtrat yang didapat dari proses ekstraksi daun jamb biji adalah warna

coklat. Karena dalam daun jambu biji mengandung flavonoid dan tanin

sebagai pemberi warna coklat.

32

Page 33: zat warna alam dari daun jambu biji

2. Pengujian Kadar Air (MC/MR)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kadar air pada bahan baku yang

digunakan, berdasarkan hasil percobaan dalam jambu biji memiliki

kandungan air sebesar 50%. Hal ini menunjukkan bahwa daun jambu biji

memiliki cukup kandungan air dan dikategorikan dapat digunakan untuk

bahan baku pembuatan zat warna alam. Kandungan air pada daun jambu biji

pun tergantung pada karateristik daunnya.

3. Pembuatan Zat Warna Bubuk

Pada proses pembuatan zat warna bubuk, sebanyak 1,5 liter filtrat

ekstraksi daun jambu biji diuapkan hingga berbentuk pasta yang selanjutnya

di oven dengan suhu 102°C agar uap air dapat hilang sehingga dapat

terbentuk zat warna bubuk. Berdasarkan hasil perhitungan, zat warna bubuk

yang dihasilkan hanya sedikit yaitu 3 % dari berat bahan baku sebelum

ekstrak. Hal ini disebabkan karena pada daun jambu memiliki kandungan air

yang cukup banyak. Zat warna bubuk yang dihasilkan berwarna coklat

kehitaman (seperti warna pasir) dan ukuran molekul zat warnanya tergolong

dalam zat warna jenis powder, sehingga akan cukup mudah dilarutkan oleh

air.

4. Identifikasi Zat Warna

Pencelupan berbagai jenis kain dilakukan sebagai awal dari analisa jenis

zat warna dalam daun jambu biji. Warna yang didapat memiliki arah warna

yang berbeda untuk masing-masing serat setelah dilakukan proses

pencelupan. Dalam mengidentifikasikan zat warna dengan cara mencelup zat

warna hasil ekstraksi daun jambu biji ke beberapa jenis kain. Hasil dari

pencelupan didapatkan warna yang paling tua ada terdapat pada serat nylon

dan pada identifikasi zat warna bubuk terlihat bahwa ekstrak daun jambu biji

teridentifikasi untuk zat warna asam.

5. Pencelupan Kain Nylon dan Proses Iring

Dengan ketuaan warna yang cukup baik pada kain nylon, maka pencelupan

selanjutnya dilakukan pada bahan nylon dan dengan teridentifikasinya

ekstrak daun jambu biji tergolong zat warn asam yang memiliki kandungan

tanin sebagai pemberi warna. Tanin memiliki gugus hidroksi sebagai gugus

polar yang apabila dalam medium air dapat mengion dan menjadikan tanin

bersifat sedikit reaktif.

33

Page 34: zat warna alam dari daun jambu biji

Mekanisme utama dalam pencelupan serat nilon adalah pembentukan

ikatan garam dengan gugusan amino dalam serat. Ikatan yang mungkin

terjadi antara zat warna dengan serat adalah ikatan elektrovalen (ionik). Di

dalam larutan, gugus amina dan karboksilat pada nilon akan terionisasi. Bila

kedalamnya ditambahkan suatu asam, maka ion hidrogen asam langsung

berikatan dengan ion karboksilat pada nilon sehingga terjadi gugusan ion

ammonium bebas yang memungkinkan terbentuk ikatan ionik dengan zat

warna.

6. Uji Kapilaritas

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui daya serap larutan daun jambu

biji dan berdasarkan perhitungan waktu, larutan daun jambu biji memiliki

tingkat kapilaritas yang cukup baik.

7. Pengujian Ketuaan Warna

Hasil uji spektrofotometri pada panjang gelombang maksimum 360 nm

menunjukkan harga K/S kain nilon yang tercelup dengan iring kalium

bikromat yaitu 16,170 menunjukkan warna yang dihasilkan memiliki ketuaan

warna yang baik . Ini berarti zat warna yang terserap kedalam kain nilon

pada pencelupan dengan iring kalium bikromat lebih banyak. Berdasarkan

hasil spektrofotometri menunjukkan bahwa pengerjaan iring memberikan

nilai K/S yang tinggi. Namun dalam pengujian ketuaan warna, faktor waktu

tidak begitu berpengaruh.

8. Pengujian Ketahanan Luntur Terhadap Pencucian

Nilai ketahanan luntur zat warna terhadap pencucian dengan sabun netral

untuk kain nilon mempunyai nilai rata-rata yang tinggi Hal ini disebabkan

karena adanya ikatan elektrovalen yang terjadi antara zat warna dengan

serat nilon, dimana ikatan tersebut jauh lebih kuat bila dibandingkan dengan

ikatan hidrogen atau gaya-gaya Van der Waals.

9. Pengujian Ketahanan Terhadap Gosokan Basah Dan Kering

Nilai grey scale pada uji tahan gosok kering yang paling baik ialah dengan

menggunakan variasi waktu 35 menit dan menggunakan proses iring dengan

kalium dikhromat. Karena pada waktu tersebut nilai ketahanan luntur nya

lebih baik bila dibandingkan dengan waktu yang lainnya.

Ketahanan luntur zat warna terhadap gosokan basah mempunyai nilai

yang lebih rendah dibandingkan dengan gosokan kering. Hal ini disebabkan

34

Page 35: zat warna alam dari daun jambu biji

karena dengan adanya medium air maka molekul zat warna akan ikut

terbawa oleh air, atau dapat dikatakan di sini terjadi proses imbibisi. Selain

itu air juga menyebabkan penggembungan pada serat sehingga molekul zat

warna akan lebih mudah keluar saat penggosokan.

Nilai grayscale pada uji tahan gosok basah yang paling baik ialah dengan

menggunakan variasi waktu 50 menit dan menggunakan proses tanpa iring.

Karena pada waktu tersebut nilai ketahanan luntur nya paling baik bila

dibandingkan dengan waktu yang lainnya.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan hasil percobaan danpembahasan diatas dapat

kami simpulkan :

- Ekstrak daun jambu biji dapat digunakan sebagai bahan baku dalam

pembuatan zat warna alam yang memberikan warna coklat.

- Karakteristik zat warna bubuk dari ekstrak daun jambu biji

berwarna coklat, termasuk ukuran molekul jenis powder, dan

memiliki kandungan air sebesar 50%.

- Ekstrak daun jambu biji tergolong zat warna asam.

- Pada hasil pencelupan bahan nylon yang dicelup dan pengerjaan

iring dengan kalium bikromat memiliki nilai K/S yang paling baik.

35

Page 36: zat warna alam dari daun jambu biji

- Hasil pencelupan bahan nylon dengan ekstrak daun jambu biji

memiliki ketahanan luntur terhadap pencucian dan ketahanan

gosok kering maupun basah yang baik.

- Waktu tidak begitu berpengaruh terhadap hasil ketuaan warna hasil

pencelupan dengan pengerjaan iring kalium bikromat.

4.2. Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai struktur pigmen warna yang

terkandung di dalam daun jambu biji, agar produsen kain nylon dapat

menggunakan ekstrak daun jambu biji sebagai pewarna, untuk

meningkatkan tahan luntur dan ketuaan warna serta perlu peningkatan

eksplorasi dalam pembuatan zat warna alam.

36