repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34066/1/mochamad... ·...
TRANSCRIPT
“ANALISIS PROBLEM SOLVING DALAM PENYELESAIAN
PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA UNIT RECOVERY DAN
REMEDIAL BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG
JAKARTA BARAT”
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
MOCHAMAD GUSTAF MAULANA
NIM: 1112053000003
KONSENTRASI MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN ISLAM
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2016 M
i
ABSTRAK
MOCHAMAD GUSTAF MAULANA, 1112053000003, Program Studi
Manajemen Dakwah, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Analisis
Problem Solving dalam Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Unit
Recovery dan Remedial Bank BNI Syariah Kantor Cabang Jakarta Barat.
Dibawah Bimbingan Lili Bariadi, MM. M.Si.
Dampak ekonomi yang mempengaruhi meningkatnya harga jual,
menurunnya daya beli masyarakat dan atau tidak adanya hasil dari usaha yang
dijalankan merupakan faktor penyebab kemampuan membayar pinjaman
masyarakat kepada pihak pemberi pembiayaan yaitu bank syariah menjadi
bermasalah. Aktiva produktif suatu bank dinilai dari tingkat pertumbuhan Non
Performing Fund (NPF) yang menjadi penilaian bank itu tergolong perusahaan
yang sehat atau tidak. Salah satu cara dalam menjaga tingkat NPF dengan
meminimalisasi resiko pembiayaan bermasalah. Hal ini yang menarik bagi penulis
untuk dibahas, dimana dalam prakteknya, terjadinya pembiayaan bermasalah
penting untuk diselesaikan dengan analisa pemecahan masalah (problem solving)
yang dilakukan langsung unit resiko (recovery and remedial).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana metode yang
digunakan unit recovery dan remedial dalam melakukan analisa pemecahan
masalah, prosedur dalam pemberian pembiayaan dan langkah penyelesaian
pembiayaan bermasalah pada Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif yang menggunakan teknik pengumpulan data studi pustaka dan
wawancara. Metode analisis datanya menggunakan analisis deksriptif karena
penelitian ini penulis menjelaskan metode pemecahan masalah (problem solving)
yang dilakukan Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisa yang dilakukan unit recovery
dan remedial dalam metode pemecahan masalah menggunakan metode yang
efektif. Sebelum pembiayaan itu diberikan kepada nasabah ada beberapa prosedur
pembiayaan yang dilakukan bank guna meminimalisasi terjadinya pembiayaan
bermasalah. Adapun langkah penyelesaian pembiayaan bermasalah dilakukan
secara kooperatif dan sesuai syariah dengan fasilitas restrukturisasi pembiayaan
untuk menjaga kualitas aktiva yang dimiliki Bank BNI Syariah Cabang Jakarta
Barat.
Kata kunci: Analisis Problem Solving, Restrukturisasi dan Penyelamatan
Pembiayaan.
ii
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas berkah dan
karunia-Nya skripsi ini bisa terselesaikan. Shalawat dan salam semoga Allah SWT
sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW karena perjuangan beliau
kita dapat menikmati Iman dan Islam hingga saat ini sebagai bentuk kasih sayang
Allah SWT kepada kita semua.
Skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan para dosen maupun pengajar lain
yang memiliki intensitas ilmu dibidang kelembagaan khusususnya manajemen
lembaga keuangan Islam yang mencakup kegiatan perbankan syariah. Oleh karena
itu dalam kesempatan ini, tidak terlepas dari doa dan kerja keras didalam
pembuatannya, penulis berterima kasih atas dorongan motivasi dan dukungan
semangat serta doa dari Ayahanda H. Moch Supi dan Ibunda HJ. Uwok Mistri
yang tiada henti-hentinya menjadi alasan penulis untuk tetap kuat menghadapi
kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa juga penulis ucapkan rasa
terima kasih ini kepada :
1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Suparto, M,Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr.
Hj. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Dr.
Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Drs. Cecep Castrawijaya, MA. MM sebagai Ketua Jurusan Manajemen
Dakwah, Drs. Sugiharto, MA, sebagai Sekertaris Jurusan Manajemen
Dakwah.
iii
3. Lili Bariadi, MM., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan banyak waktunya untuk memberi arahan serta masukan dalam
penulisan skripsi ini.
4. Drs. Study Rizal LK, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik, dan seluruh
Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mengajari
Saya banyak ilmu di Kampus ini. Semoga ilmu yang diberikan, menjadi amal
baik di akhirat kelak.aamiin.
5. Seluruh Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Perpustakan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan kemudahan dalam melayani penulis mendapatkan refrensi buku-
buku selama penulis kuliah dan selama penulis menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
6. Keluarga Besar Manajemen Dakwah, Seluruh teman-teman Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya untuk teman dan sahabat
seperjuangan Gilang Ramadhan, Biyan Muda Intan, Firqi Fauzi, Hafidz
Maulana, M. Fikry, Widiana Sisilia, Firdha Muftiha, M. Kasyif Fuad Darman,
Ahmad Miftahuddin, Ahmad Zaenudin, Ahmad Budi Setiawan, dan teman-
teman Manajemen Dakwah Angkatan 2102 lainnya yang selalu memberikan
banyak cerita dalam kehidupan penulis semasa menempuh studi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan selalu memberikan support serta motivasi kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini..
7. Komunitas yang telah banyak memebrikan inspirasi yaitu keluarga besar
Radio Dakwah dan Komunikasi (RDK) FM terutama pengurus periode 2014-
2015 yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, terimakasih untuk
kalian sudah memberikan pengalaman untuk berproses menjadi pengurus yang
insani dan teman-teman, kakak-kakak, adik-adik yang tidak bisa saya sebutkan
iv
satu perstau, yang sudah memberikan warna-warni dalam menjalani kegiatan
berorganisasi penulis di Univeristas tercinta. RDK FM “Komunitasmu
Inspirasimu”. Semoga Makin Jaya di Udara selalu.
8. Segenap pihak Bank BNI Syariah Jakarta Barat yang sudah memberikan saya
kesempatan untuk menjalankan praktikum dan juga penelitian skripsi,
khususnya Mas Khoirul Anwar selaku Recovery and Remedial Head yang
sudah bersedia diwawancarai dan banyak memberikan data serta informasi
bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman seiya dan senada, kru Patung Hansip yang selalu memberikan
ide, canda, tawa, dan cerita bagi penulis, CEO Faisal Abdul Aziz dan Gilang
Ramadhan jasa kalian banyak menginspirasi.
10. Untuk kakak-kakak tercinta Aa, A Kiki, A Mpem terimakasih atas pelajaran
hidup kalian yang telah mengajari adik bungsumu ini untuk menjadi pribadi
yang baik.
11. Dan untuk semua pihak yang telah memberi segala dukungannya dalam
penyusunan skripsi ini yang tak mungkin saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, akhir kata
semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Jakarta, 12 Oktober 2016
11 Muharram 1438 H
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 7
D. Metodologi Penelitian ......................................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 12
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi Problem Solving .................................................................. 14
1. Pengertian Problem Solving ...................................................... 16
2. Langkah-langkah Problem Solving ............................................ 16
B. Pembiayaan Bank Syariah ................................................................ 18
1. Pengertian Pembiayaan ............................................................... 18
2. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan .................................................. 19
3. Jenis-jenis Pembiayaan ............................................................... 22
4. Prinsip Operasional Pembiayaan Bank Syariah .......................... 24
vi
C. Jaminan dalam Pembiayaan .............................................................. 43
1. Pengertian dan Fungsi Jaminan .................................................. 43
2. Konsep Jaminan dalam Hukum Islam ........................................ 44
3. Penilaian dan Pengikatan Jaminan .............................................. 45
D. Tinjauan Teoritis Tentang Pembiayaan Bermasalah ........................ 50
1. Pengertian Pembiayaan Bermasalah ........................................... 50
2. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah ................................. 51
3. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ....................................... 53
BAB III GAMBARAN UMUM BNI SYARIAH
A. Sejarah Berdirinya BNI Syariah ..................................................... 57
B. Visi dan Misi BNI Syariah ............................................................. 59
C. Struktur Organisasi BNI Syariah Cabang Jakarta Barat................. 60
D. Produk Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat ........................... 60
BAB IV ANALISIS PROBLEM SOLVING DALAM PENYELESAIAN
PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BNI SYARIAH KC JAKARTA
BARAT
A. Analisis Problem Solving dalam Penyelesaian Pembiayaan
Bermasalah ..................................................................................... 66
B. Prosedur Pembiayaan Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat .... 81
C. Langkah Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada
Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat ....................................... 85
D. Analisis ........................................................................................... 94
vii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 99
B. Saran ............................................................................................. 101
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Struktur Organisasi Bank BNI Syariah
2. Surat Permohonan Dosen Pebimbing
3. Surat Izin Penelitian di Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat
4. Surat Keterangan penelitian dari Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat
5. Transkip wawancara dengan pihak Bank BNI Syariah Cabang Jakarta
Barat
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Langkah Pembuatan MAP ............................................................... 69
Gambar 4.2. Langkah Pemecahan Masalaha G.Polya ........................................... 70
Gambar 4.3. Strategi Pemutusan Hubungan .......................................................... 76
Gambar 4.4. Strategi Penerusan Hubungan ........................................................... 77
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kegiatan Operasional Perbankan Islam ................................................ 24
Tabel 4.1. Mekanisme Penyelamatan..................................................................... 67
Tabel 4.2. Tiga Pilar Kelaikan Nasabah................................................................. 72
Tabel 4.3. Rasio Pembiayaan Bermasalah Bank BNI Syariah Cabang Jakarta
Barat .................................................................................................... 89
Tabel 4.4. Tata Cara Restrukturisasi ...................................................................... 90
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan ekonomi Islam yang dilakukan sekarang telah diatur
dengan baik oleh para praktisi ekonomi agar menjadi lebih mudah dalam
pelaksanaannya. Lembaga keuangan Islam yang tumbuh di masa-masa
ekonomi sedang dalam krisis, bergerak perlahan untuk mengembangkan
prinsip ekonomi yang dilakukan secara prinsip syari’ah. Dengan sistem
dan operasional yang transparan memberikan tempat bagi lembaga
keuangan Islam untuk menarik minat para pelaku ekonomi menjalankan
segala macam kegiatan ekonominya. Lembaga keuangan Islam yang besar
seperti bank syariah berperan sebagai institusi yang memiliki izin untuk
melakukan banyak aktivitas, memiliki peluang yang sangat luas dalam
memperoleh pendapatan (income/return) baik dari penyimpanan dana
(funding) maupun penyaluran dana/pembiayaan (financing). Dengan
situasi ekonomi yang tidak merata di beberapa masyarakat belakangan ini,
membuat bank syariah muncul untuk mengatasi masalah tersebut.
Keberadaan bank-bank syari’ah di Indonesia semakin mendapat
legitimasi dengan disahkannya berbagai undang-undang yang mendukung,
salah satunya adalah Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008.1
1 A. Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: UIN Press, 2009),
h. 98
2
Undang-undang tersebut memiliki beberapa ketentuan umum
(pasal 1) yang baru yang menarik untuk dicermati dan akan memberikan
implikasi tertentu.
Pengertian mengenai perbankan dapat kita temukan dalam Pasal 1
angka 1 Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan memberikan
pengertian perbankan sebagai berikut : “Perbankan adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”. Sedangkan
pengertian mengenai Bank syariah tersurat dalam Pasal 1 angka 2 sebagai
berikut: “Bank Syariah adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat
dalam bentuk pembiayaan dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.2
Kebutuhan manusia akan barang dan jasa semakin meningkat
seiring perkembangan masyarakat ekonomi modern saat ini. Pemberian
fasilitas pinjaman atau pembiayaan oleh suatu lembaga keuangan adalah
satu cara kebanyakan masyarakat memanfaatkannya dalam memenuhi
kebutuhan konsumtif mereka, pun mengembangkan usaha-usaha mereka
dalam meminimalisasi angka pengangguran dan meningkatkan pendapatan
yang merata di masyarakat. Di Indonesia pemberian kredit seolah menjadi
rutinitas masyarakat dalam hal meminjam dana baik itu untuk konsumtif
ataupun produktif (modal usaha).
2 Muhamad Jumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2000), h. 28
3
Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan
perkataan asing bagi masyarakat. Perkataan kredit tidak saja dikenal oleh
masyarakat kota-kota besar, tetapi sampai di desa-desa pun kata kredit
tersebut sudah sangat popular. Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani
(credere) yang berarti kepercayaan (truth atau faith), oleh karena itu dasar
dari kredit adalah kepercayaan.3 Pengertian kredit menurut Undang-
Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998, “Kredit adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga”.4
Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang nomor 7 tahun 1992
tentang perbankan, ditegaskan bahwa :“Kredit yang diberikan oleh bank
mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus dapat
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.”5 Dalam Bank Syariah
kredit ini dikenal dengan nama pembiayaan, pengertian pembiayaan dalam
kamus besar bahasa Indonesia artinya perbuatan dalam membiayai atau
membiayakan sesuatu.6 Pembiayaan adalah menyediakan dana guna
membiayai kebutuhan nasabah yang memerlukannya dan layak
memperolehnya.7
3 Muhamad Jumhana, Hukum Perbankan…., h. 12
4 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Kencana, 2005) cet.
Ke-5 h. 57 5 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia…., h. 58
6 W.J.S. Porwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987),
cet.X, h. 136 7 Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alfabet, 2005),
cet.III, h.185
4
Gejala awal timbulnya pembiayaan bermasalah adalah
meningkatnya harga jual di pasaran dan menurunnya daya beli masyarakat
sehingga ketidakmampuan debitur membayar pinjaman kepada bank
membuat pembiayaan tersebut dikategorikan bermasalah. Kemungkinan
akan faktor lain terjadinya pembiayaan bermasalah pun besar seperti
kebiasaan debitur yang sulit dalam pengembalian pinjaman, bahkan
sampai kesengajaan debitur yang tidak mau mengembalikan pinjaman.
Faktor-faktor tersebut mesti segera ditangani agar kesehatan suatu bank
tetap terjaga dan kegiatan perbankan terus berjalan sesuai prinsipnya.
Pihak bank sendiri wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
pemberian pembiayaan kepada calon debitur.
Pemecahan masalah (problem solving) dalam penyelesaian
pembiayaan bermasalah perlu dilakukan pihak bank khususnya unit yang
tugas, pokok, dan fungsinya menyelesaikan pembiayaan bermasalah.
Dibutuhkan analisis yang tepat sebelum dan sesudah pemberian
pembiayaan kepada debitur suatu bank. Dalam prakteknya, penyelesaian
pembiayaan bermasalah, unit recovery dan remedial harus menganalisis
terlebih dahulu apa yang menjadi penyebab pembiayaan bermasalah.
Dalam pengertiannya problem solving didefinisikan sebagai suatu
aktivitas yang berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang
cocok bagi tindakan dan pengubahan kondisi sekarang (present state)
menuju kepada situasi yang diharapkan (future state atau desire goal).
Problem Solving seperti yang diartikan Syaiful Bahri Djamarah
dan Aswan Zain adalah suatu cara berpikir secara ilmiah untuk mencari
5
pemecahan suatu masalah.8 Sedangkan menurut istilah Nurhadi problem
solving adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara
berpkir kritis dan keterampilan permasalahan, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep esensial dari materi pembelajaran.9
Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah
pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai
memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia. Pengambilan
keputusan yang tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas hasil dari
pemecahan masalah. Secara umum dikemukakan bahwa masalah timbul
apabila ada perbedaan atau konflik antara keadaan satu dengan lain dalam
rangka untuk mencapai tujuan. Dengan demikian dapat dikemukakan
bahwa dalam problem solving adalah directed, yang mencari pemecahan
dan dipacu untuk mencapai pemecahan masalah tersebut.
Penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat diatasi dengan baik
dan tersrtruktur melalui cara analisa pembiayaan yang baik dan
pengambilan keputusan yang tepat. Rasio pembiayaan bermasalah (Non
Performing Financing/NPF) BNI Syariah per akhir Maret 2016 sebesar
2,7 persen. Berdasarkan data BNI Syariah Cabang Jakarta Barat,
pembiayaan bermasalah banyak terjadi pada pembiayaan mikro yang
8 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), cet. Ke-2, hlm.102 9 Nurhadi, Kurikulum 2004: Pertanyaan dan Jawaban, (Jakarta: PT Grasindo, 2004),
hlm.109
6
berkisar di angka 6,45%.10
Hal tersebut diperlukan penanganan sehinga
berdampak besar pada kualitas aktiva produktif dalam suatu bank.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk
melanjutkan peneltian ini dengan mengambil judul “Analisis Problem
Solving dalam Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Unit
Recovery dan Remedial Bank BNI Syariah Kantor Cabang Jakarta
Barat”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk menghindari meluasnya pembahasan peneltian ini, maka penulis
membatasi penelitian pada aspek analisis pemecahan masalah (problem
solving) yang meliputi analisis masalah, prosedur pembiayaan di BNI Syariah
Cabang Jakarta Barat, dan langkah-langkah pemecahan masalah dalam
penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dilakukan unit recovery dan
remedial.
Dari batasan masalah tersebut maka penulis merumuskan beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaiamana analisis pemecahan masalah (problem solving) yang
dilakukan unit recovery dan remedial dalam menyelesaikan
pembiayaan bermasalah tersebut ?
2. Bagaimana prosedur pembiayaan di Bank BNI Syariah Cabang
Jakarta Barat ?
3. Bagaimana langkah penyelesaian pembiayaan bermasalah di Bank
BNI Syariah Cabang Jakarta Barat?
10
“NPF BNI Syariah” diakses pada tanggal 23 Agustus 2016 pukul 15:03 WIB dari
http://www.bnisyariah.co.id/bni-syariah-mampu-jaga-npf
7
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan adalah :
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis pemecahan
masalah dalam pembiayaan bermasalah di Bank BNI Syariah Cabang
Jakarta Barat.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui analisa yang dilakukan unit recovery dan remedial
dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah.
2. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pengajuan dan pemberian
pembiayaan di Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat.
3. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam penyelesaian pada
pembiayaan bermasalah di BNI Syariah Jakarta Barat.
Dan penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi Penulis
Dapat menambah ilmu pengetahuan penulis tentang manajemen sistem
dan kegiatan perbankan di Indonesia, khususnya pada masalah
pembiayaan yang menjadi perputaran arus ekonomi bagi suatu bank
serta penyelesaian terjadinya pembiayaan bermasalah.
2. Bagi Akademis
Diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi tambahan ilmu
pengetahuan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi jurusan
Manajemen Dakwah konsentrasi Lembaga Keuangan Syariah.
8
3. Bagi Praktisi
Menjadi saran bagi perbankan khususnya BNI Syariah Jakarta Barat
dalam hal pembiayaan dan penyelesainnya demi kemajuan BNI
Syariah yang lebih baik.
D. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah
metode penelitian deskriptif analisis yaitu untuk menggambarkan secara
jelas bagaimana pemecahan masalah petugas pembiayaan dalam
penyelesaian pembiayaan bermasalah di BNI Syariah Jakarta Barat.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
tidak mengadakan perhitungan.11
Penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif yaitu data yang terkumpul berupa kata-kata, gambar bukan
angka. Kalaupun ada angka-angka dalam penelitian ini, sifatnya hanya
sebagai penunjang saja. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan kejadian yang terjadi saat ini. Metode deskriptif ini
menjelaskan metode atau langkah penyelesaian yang dilakukan unit
recovery dan remedial dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah.
11
Lexy Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatitf, Ed: Revisi, (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2004), h.2
9
3. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun yang menjadi subjek penilitian adalah pegawai Bank BNI
Syariah Kantor Cabang Jakarta Barat, sedangkan yang menjadi Objeknya
adalah pemecahan masalah pembiayaan bermasalah di Bank BNI Syariah
Kantor Cabang Jakarta Barat.
4. Sumber Data
a. Sumber data primer
Merupakan sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data. Data yang diperoleh langsung dari hasil
wawancara dengan pihak BNI Syariah Jakarta Barat yang
kompeten dan ahli mengenai pemecahan masalah unit recovery dan
remedial dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah.
b. Sumber data sekunder
Data yang diperoleh dari literatur-literatur seperti buku-
buku, dokumen-dokumen ilmiah dan majalah serta sumber lainnya,
untuk melengkapi dan mendukung data primer.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan (Library Research)
Penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder
melalui pengumpulan dan penyelidikan data-data pada kepustakaan
khususnya yang berhubungan dengan pokok masalah yang diteliti.
10
b. Dokumentasi
Pengamatan dengan mempelajari dan mengumpulkan data
serta berkas-berkas atau kejadian-kejadian dengan penyelesaian
pembiayaan bermasalah di BNI Syariah Jakarta Barat.
c. Metode Wawancara
Metode yang digunakan untuk memperoleh gambaran atau
keterangan secara langsung mengenai data yang penulis perlukan
dengan cara mengajukan pertanyaan dengan manager dan staff
pembiayaan di BNI Syariah Jakarta Barat.
6. Analisis Data
Teknik Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deduktif-induktif. Deduktif adalah suatu metode analisis data yang
menarik hal-hal yang bersifat umum kedalam bersifat khusus. Sedangkan
induktif adalah suatu metode analisis data yang menarik hal-hal yang
bersifat khusus ke dalam hal-hal yang bersifat umum.12
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan terhadap sumber
kepustakaan dan penelitian yang terdahulu penulis melakukan suatu
peminjaman pustaka sebagai langkah awal dari penyusunan skripsi yang
akan penulis buat. Buku pedoman penulisan skripsi yang penulis gunakan
adalah Pedoman Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode
2012/2013, pedoman penulisan skripsi dan beberapa tinjauan pustaka
lainnya Adapun karya penelitian tersebut yaitu:
12
Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 1997)
11
1. Bayu Prasetyo, “Analisis Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah
Mutanaqisah Bermasalah pada Bank Muamalat Indonesia
Berdasarkan Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013”. Skripsi S1
program studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan
Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Pokok masalah yang
dibahas dalam skripsi ini adalah kesesuaian keputusan fatwa DSN
tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah musyarakah
mutanaqisah yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia. Perbedaannya
dengan peneltian yang penulis teliti adalah langkah pemecahan
masalah yang dilakukan petugas pembiayaan BNI Syariah Jakarta
Barat dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah.
2. Firza Syahrullah, “Penanganan Pembiayaan Murabahah dan
Mudharabah Bermasalah pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Al-
Fath Ikatan Masjid Indonesia (IKMI)”. Skripsi S1 program studi
Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum, 2011. Pokok
masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah cara penanganan
pembiayaan bermasalah pada pembiayaan akad murabahah dan
mudharabah di BMT Al-Fath Ikatan Masjid Indonesia. Perbedaannya
dengan pembahasan yang penulis teliti adalah pada objek
penelitiannya, penulis meneliti di BNI Syariah Jakarta Barat dan fokus
pada metode pemecahan masalah unit recovery dan remedial dalam
penyelesaian pembiayaan bermasalah.
3. Reza Yudistira, “Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
pada Bank Syariah Mandiri”. Skripsi S1 program studi Muamalat
12
(Perbankan Syariah), Fakultas Syariah dan Hukum, 2011. Pokok
masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah tentang penyelesaian
pembiayaan bermasalah pada Bank Syariah Mandiri dan
kesesuaiannya dengan keputusan DSN.
4. Rahmad, “Analisis Pengambilan Keputusan Dalam Menyelesaikan
Pembiayaan Bermasalah (Studi Komparasi Pada PT. BPR
WIjayamulya Santosa dan PT. BPR Syariah Bangun Drajat
Warga)”. Skripsi S1 program studi Manajemen Dakwah Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga. Pokok masalah
yang dibahas dalam skripsi terkait masalah perbedaan pengambilan
keputusan dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah antara
lembaga keuangan konvensional dengan syariah.
Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian skripsi yang
telah ada, yaitu dari segi pembahasannya, objek dan subjek
penelitiannya. Penulis akan menguraikan tentang Analisis Problem
Solving dalam penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada di BNI
Syariah Jakarta Barat.
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Secara sistematik, teknik penulisan dibagi dalam beberapa bab
yang dimaksudkan untuk mempermudah dan memperjelas hal-hal menjadi
permasalahan. Untuk itu penulis membagi ke dalam lima bab yang terdiri
dari:
13
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika
penulisan skripsi.
BAB II : LANDASAN TEORI
Dalam bab ini penulis menguraikan
mengenai landasan teori yang digunakan
dalam pembahasan penulisan skripsi ini dan
sumber landasan teori tersebut.
BAB III :GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
Berisi tentang tinjauan umum dari
perusahaan, seperti sejarah singkat
berdirinya perusahaan, profil perusahaan,
struktur organisasi, serta ruang lingkup
kegiatan perusahaan.
BAB IV :HASIL PENELITIAN DAN ANALISA
DATA
Pada bab ini berisi hasil pengujian dan hasil
analisa data penelitian mengenai analisis
problem solving dalam penyelesaian
pembiayaan bermasalah.
14
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini berisi kesimpulan dari hasil
analisa dan pembahasan yang telah
dilakukan serta akan diberikan saran yang
sekiranya dapat bermanfaat bagi perusahaan
yang diteliti
15
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMECAHAN MASALAH DALAM
PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH
A. Definisi Problem Solving
1. Pengertian Problem Solving
Suatu masalah biasanya memuat situasi yang mendorong seseorang
untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang
harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan
kepada seorang siswa, dan siswa tersebut dapat mengetahui cara
penyelesaiannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai masalah. Sesuatu dianggap masalah bergantung kepada orang yang
menghadapi masalah tersebut disamping secara implisit suatu soal bisa
memiliki karakterisitik sebagai masalah.
Seperti yang dikutip Dindin Abdul Muiz, G.Polya mengatakan bahwa
pemecahan masalah (problem solving) adalah aspek penting dalam intelegensi
dan intelegensi adalah anugerah khusus untuk manusia, pemecahan masalah
dapat dipahami sebagai karakteristik utama/penting dari kegiatan manusia.1
Problem Solving seperti yang diartikan Syaiful Bahri Djamarah dan
Aswan Zain adalah suatu cara berpikir secara ilmiah untuk mencari
pemecahan suatu masalah.2 Sedangkan menurut Nurhadi problem solving
adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpkir kritis dan
1 Dindin Abdul Muiz Lidnillah, Strategi Pembelajaran Pemecahan Masalah di Sekolah
Dasar, No. 10, Oktober 2008, h. 2 2 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), cet. Ke-2, h.102
16
keterampilan permasalahan, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
esensial dari materi pembelajaran.3
Dari beberapa pengertian di atas, penulis berkesimpulan bahwa
Problem solving atau pemecahan masalah melibatkan membandingkan hal-
hal, tetapi selalu ditujukan untuk datang ke semacam solusi. Satu hal yang kita
tahu tentang pemecahan masalah adalah bahwa hal itu biasanya jauh lebih
sulit bagi orang untuk melakukannya ketika masih dalam bentuk abstrak.
2. Langkah-langkah Problem Solving
Pembahasan mengenai pemecahan masalah (problem solving) tidak
bisa lepas dari tokoh utamanya yaitu G. Polya. Menurut Polya, dalam
pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu:
(1) memahamai masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3)
menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana, dan (4) memeriksa kembali
hasil yang diperoleh. Empat tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut
merupakan satu kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan.
Pemecahan masalah merupakan tahapan yang paling tinggi karena masalah
selalu datang dalam proses pembelajaran dan membutuhkan pemecahan dari
berbagai sudut pandang.4
Mengenai langkah-langkah dalam pemecahan masalah secara teoritis
banyak sekali langkah-langkah ilmiah yang ditawarkan para ahli untuk
memecahkan suatu masalah. Diantaranya yang disebutkan Syaiful Bahri
3 Nurhadi, Kurikulum 2004: Pertanyaan dan Jawaban, (Jakarta: PT Grasindo, 2004),
h.109 4 Munir Tanrere, Environmental Problem Solving in Learning Cheimistry for High School
Students, (Jurnal of Applied Sciences in Environmental Sanitation Volume 3 No.1, 2008), hlm. 47
17
Djamarah dan Aswan Zain, bahwa dalam penggunaan metode problem
solving dapat digunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan
b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan dengan jalan
membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi dan lain-lain
c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut
d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut
e. Menarik kesimpulan.
Sedangkan cara lain dalam pengambilan langkah penggunaan metode
problem solving seperti yang ditulis Sri Anitah Iryawan dan Noorhadi Th,
yaitu:
a. Memahami masalah, masalah yang dihadapi harus dirumuskan, dibatasi
dengan teliti. Bila tidak usahanya akan sia-sia
b. Mengumpulkan data. Kalau maslah sudah jelas, dapat dikumpulkan
data/informasi/keterangan-keterangan yang diperlukan.
c. Merumuskan hipotesis (jawaban sementara, yang mungkin memberi
penyelesaian), dari keterangan-keterangan yang diperoleh, mungkin timbul
suatu kemungkinan yang memberi harapan yang akan membawa
pemecahan masalah.
d. Menilai hipotesis, dengan jalan berpikir dapat diperkirakan akibat-akibat
suatu hipotesis. Kalau ternyata bahwa hipotesis ini tidak akan memberi
hasil baik, maka dimulai lagi dengan langkah kedua.
e. Mengadakan eksperimen/menguji hipotesis, bila suatu hipotesis memberi
harapan baik, maka diuji melalui eksperimen. Kalau berhasil, berarti
18
masalah ini dipecahakan. Tetapi kalau tdak berhasil, harus kembali lagi
dari langkah kedua atau ketiga.
f. Menyimpulkan, laporan tentang keseluruhan prosedur pemecahan masalah
yang diakhiri dengan kesimpulan. Di sini kemungkinan dapat dicetuskan
suatu prinsip atau hukum.5
Dalam pemecahan masalah langkah penting untuk mengetahui
masalah tersebut adalah mengidentifikasinya untuk megetahui faktor apa
yang menyebabkan masalah itu terjadi. Dari beberapa pendapat para ahli
tentang langkah-langkah problem solving, penulis menggunakan konsep
langkah-langkah G.Polya dalam menganalisis pemecahan masalah yang
dilakukan Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat.
B. Pembiayaan Bank Syariah
1. Pengertian Pembiayaan
Dalam kamus perbankan, konsep yang dimaksud biaya adalah
pengeluaran atau pengorbanan yang tidak terhindarkan untuk mendapatkan
barang atau jasa dengan tujuan memperoleh maslahat pengiriman,
pengepakan, atau penjualan, dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan
dalam laporan laba rugi, komponen biaya merupakan mengurang dari
pendapatan. Pengertian biaya berbeda dengan beban. Semua biaya adalah
beban tetapi tidak semua beban adalah biaya.6
Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 pasal 1 butir 12,
pembiayaan adalah penyediaan barang atau tagihan yang dapat dipersamakan
5 Syaiful Bahri Djaramah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), cet.2, h. 103-104 6 Bank Indonesia, Kamus Perbankan, 1990, cet ke-1, h. 30
19
dengan itu berdasarkan persetujuan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan pembagian hasil keuntungan.7
Pembiayaan dalam arti luas artinya financing yaitu pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit,
pembiayaan yaitu pendanaan yang dilakukan oleh lembaga keuangan, seperti
bank syariah kepada nasabah.
Jadi yang dimaksud pembiayaan adalah menyediakan dana guna
membiayai kebutuhan nasabah yang memerlukannya dan layak
memperolehnya.8
Secara teknis bank memberikan pendanaan atau pembiayaan untuk
mendukung investasi atau berjalannya suatu usaha yang telah direncanakan
antara kedua belah pihak dengan kesepakatan bagi hasil di dalamnya.
Sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2:
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-
Nya.”
7 Faisal Afifi, Strategi dan Operasional bank, (Bandung: Eresco, 1996), h.88
8 Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alfabet, 2005),
cet.III, h.185
20
2. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
Secara umum, tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok
besar, yaitu tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, dan tujuan pembiayaan
untuk tingkat mikro. Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk:
a) Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak dapat akses
secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan
akses ekonomi. Dengan demikian, dapat meningkatkan taraf
ekonominya.
b) Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk
pengembangan usaha membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan
ini dapat diperoleh melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang
surplus dana menyalurkan kepada pihak minus dana, sehingga dapat
tergulirkan.
c) Meningkatkan produktivitas, artinya adanya pembiayaan memberikan
peluang bagi masyarakat usaha agar mampu meningkatkan daya
produksinya. Sebab upaya produksi tidak akan dapat jalan tanpa
adanya dana.
d) Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya sektor-sektor
usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha
tersebut akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau
membuka lapangan kerja baru.
e) Terjadi distribusi pendapatan, artinya masyarakat usaha produktif
mampu melakukan akrivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh
pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari
21
pendapatan masyarakat. Jika ini terjadi maka akan terdistribusi
pendapatan.9
Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:
a) Upaya memaksimalkan laba, artinya: setiap usaha yang dibuka
memiliki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha.
Setiap pengusaha menginginkan mampu mencapai laba
maksimal. Untuk dapat menghasilkan laba maksimal maka
mereka perlu dukungan dana yang cukup.
b) Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya
ekonomi dapat dikembalikan dengan melakukan mixing antara
sumber daya alam dengan sumber daya manusia serta sumber
daya modal. Jika sumber daya alam dan sumber daya
manusianya ada dan sumber modalnya tidak ada, maka
diperlukan pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan pada
dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber daya
ekonomi.
c) Penyaluran kelebihan dana, artinya dalam kehidupan msyarakat
ada pihak yang memiliki kelebihan sementara yang lain ada
pihak yang kekurangan. Dalam kaitannya dengan masalah
dana, maka mekanisme pembiayaan dapat menjadi jembatan
dalam penyeimbang dan penyaluran kelebihan dana dari pihak
9 Veitzhal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep, dan
Aplikasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), cet. 1, h. 682
22
yang kelebihan (surplus) kepada pihak yang kekurangan
(minus) dana.10
Adapun fungsi pembiayaan adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan daya guna uang. Maksudnya dengan adanya
simpanan masyarakat di bank dalam bentuk deposito,
tabungan dan giro, penggunaannya dapat ditingkatkan oleh
bank untuk usaha produktif. Sedangkan bagi pengusaha
dapat memperluas usaha yang dijalankan.
b) Meningkatkan daya guna barang. Maksudnya bagi
pengusaha dapat memproduksi barang mentah menjadi
barang jadi, sehingga penggunaan dari barang tersebut
menjadi meningkat. Selain itu dapat digunakan untuk
memindahkan barang dari satu tempat ke tempat yang lain
yang penggunaannya dianggap lebih tepat.
c) Meningkatkan peredaran uang. Maksudnya dengan
pembiayaan, pengusaha akan mengembangkan
produksinya. Dari produksi tersebut ada beberapa faktor
yang harus dibayar seperti bahan baku dan upah tenaga
kerja.
d) Menimbulkan kegairahan berusaha, maksudnya dengan
pembiayaan, seorang pengusaha akan sungguh-sungguh
dalam menjalankan usahanya agar dapat meningkatkan
kebutuhan hidup.
10
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UUP AMP YKPN,
2005), h.17
23
e) Memperlancar produksi dan konsumsi, sehingga tingkat
hidup dalam masyarakat meningkat.11
3. Jenis-jenis Pembiayaan
1. Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang diberikan kepada
nasabah yang dipergunakan untuk membiayai barang-barang konsumtif.
Pembiayaan ini umumnya untuk perorangan, seperti untuk pembelian
rumah tinggal, pembelian mobil untuk keperluan pribadi. Pembayaran
kembali pembiayaan, berupa angsuran, berasal dari gaji atau pendapatan
lainnya, bukan dari objek yang dibiayainya. Jenis pembiayaan yang
termasuk dalam jenis pembiayaan konsumtif, antara lain:
1) Pembiayaan Perumahan
2) Pembiayaan Kendaraan Pribadi (Mobil, motor, dll)
3) Pembiayaan Multiguna
4) Kartu Pembiayaan12
Pembiayaan konsumtif, bertujuan untuk memperoleh barang-
barang atau kebutuhan-kebutuhan lainnya guna memenuhi keputusan
dalam konsumsi. Pembiayaan konsumtif dibagi dalam 2 bagian:
1) Pembiayaan konsumtif untuk umum
2) Pembiayaan konsumtif untuk pemerintah.
11
Indra Dermawan, Pengantar Uang dan Perbankan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992),
h. 92 12
Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2014), h. 207
24
Pembiayaan konsumtif yang diterima oleh umum dapat
memberikan fungsi-fungsi yang bermanfaat, terutama dalam mengatasi
saat-saat di mana kegiatan produksi/distribusi sedang mengalami
gangguan.13
2. Pembiayaan Produktif
Pembiayaan produktif merupakan pembiayaan yang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas yaitu, untuk
peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.14
4. Prinsip Operasional Pembiayaan Bank Syariah
Pada umumnya, prinsip dalam pemberian pembiayaan di bank
syariah dilakukan dengan kegiatan operasioanal yang dibagi menjadi tiga
bagian atau tiga skim pembiayaan. Tiga bagian itu berkaitan dengan
produk yang ada dalam dunia perbankan Islam. Lebih lanjut
pengelompokkan tersebut sebagai berikut:
Tabel 2.1
Kegiatan Operasional Perbankan Islam15
Penghimpunan
Dana Penyaluran Dana
Jasa-jasa
Perbankan
1. Wadiah 1. Piutang Rahn
1.1.Giro 1.1.Qardh Wakalah
1.2.Tabungan 1.2.Murabahah Kafalah
13
Veitzhal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep, dan
Aplikasi, h. 716 14
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani), h. 160 15
Nurul Huda & Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 40
25
2. Mudharabah 1.3.Salam Hawalah
2.1.Tabungan 1.4.Istishna Sharf
2.2.Deposito 2. Investasi
2.1.Mudharabah:
2.1.1. Mutlaqah
2.1.2. Muqayyadah
2.2.Musyarakah
-
3. Sewa
3.1.Ijarah
3.2.Ijarah Muntahiyah
Bittamlik
Seperti yang digambarkan dalam tabel di atas, skim pembiayaan di
bank syariah dibagi menjadi tiga bagian; Sistem penghimpunan dana
(Funding), Penyaluran dana (Lending), dan Pelayanan jasa-jasa perbankan
dengan ketentuan prinsip syariah. Inilah prinsip operasional yang menjadi
dasar perbankan syariah dalam melaksanakan kegiatan usahanya sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.16
1) Penghimpunan dana (Funding)
Jika dalam bank konvensional semua jenis simpanan diterapkan
dengan sistem bunga, lain halnya pada bank syariah. Bank syariah dalam
melakukan kegiatan penghimpunan dana menerapkan prinsip wadi‟ah dan
prinsip mudharabah baik itu yang berupa giro, tabungan maupun deposito.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 36 huruf (a) Peraturan Bank
16
Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan
Mahkamah Syari‟ah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 67
26
Indonesia No. 6/24/PBI/2004. Adapaun penerapan kedua prinsip tersebut
dalam hal penghimpunan dana dapat diuraikan sebagai berikut17
:
a. Prinsip Wadi‟ah
Wadi’ah secara etimologi adalah wada`a yang berarti
meninggalkan/meletakkan atau titipan. Secara terminologi, wadi’ah
dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang
lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya. Dalam
mendefinisikannya, paling tidak ada tiga ulama mazhab yang berupaya
menjelaskannya, ulama mazhab Hanafi mengatakan wadi’ah adalah
mengikut sertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan
ungkapan yang jelas maupun isyarat. Sedangkan menurut ulama
mazhab Syaf’i dan Maliki yaitu mewakilkan orang lain untuk
memelihara harta tertentu dengan cara tertentu.18
Kemudian berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN)
No: 01/DSN-MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan
secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan
Wadi’ah. Demikian juga tabungan dengan produk Wadi’ah, dapat
dibenarkan berdasarkan Fatwa DSN No: 02//DSN-MUI/IV/2000,
menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang
berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Dalam penjelasan undang-undang perbankan syari’ah tahun
2008, pasal 19, ayat 1, huruf a, dinyatakan:
17
Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan
Mahkamah Syari‟ah, h. 68 18
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari‟ah, (Jakarta: Gema Insani, 2007), h.86
27
“Yang dimaksud dengan “Akad wadi’ah” adalah Akad penitipan
barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan
pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga
keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang.”
Definisi ini selaras dengan definisi wadi’ah dalam ilmu fiqih.
Abdullah Saeed menjelaskan bahwa wadi’ah adalah “suatu akad yang
bertujuan menjaga suatu harta”.19
b. Prinsip Mudharabah
Secara lughawi, kata mudharabah dan kata qiradh mempunyai
makna yang sama. Masyarakat Irak menyebutnya mudharabah,
sedangkan masyarkat Hijaz menyebutnya qiradh.
Landasaan hukum mudharabah tercantum dalam QS. An-nisa ayat 29:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka
di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Adapun pengertian mudharabah adalah pembiayaan antara
bank dengan nasabah dimana bank menyediakan 100% pembiayaan
bagi usaha kegiatan tertentu dari nasabah sedangkan nasabah
mengelola usaha tanpa campur tangan bank.20
19
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga Studi Kritis dan Interprestasi Kontemporer
tentang Riba dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 67 20
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam Dan Lembaga Terkait (BAMUI dan
Takafuly) di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. 86
28
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerjasama antara dua
pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh
modal, sedangkan pihak lain (mudharib) menjadi pengelola, dimana
keuntungan usaha dibagi dalam bentuk prosentase (nisbah) sesuai
kesepaktan, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola, apabila
kerugian itu diakibatkan oleh kelalaian si pengelola maka si pengelola
harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.21
Akad mudharabah dalam prinsip penghimpunan dana
didasarkan pada konsep mudaharabah yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 19
ayat 1 huruf b yaitu: “menghimpun dana dalam bentuk investasi
berupa deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad yang lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.22
Perbankan syariah di Indonesia menerapkan salah satu
produknya dengan prinsip mudharabah,23
sesuai praktek perbankan
yang diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
32/34/KEP/DIR Tanggal 12 Mei 1999 lampiran 6 disebutkan bahwa
mudharabah adalah akad antara pemilik modal (shahibul maal)
dengan pengelola (mudharib) untuk memperoleh pendapatan atau
21
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), h. 146 22
Muhamad Sadi, Konsep Hukum Perbankan Syariah Pola Regulasi Sebagai Institusi
Intermediasi dan Agen Investasi, (Malang: Setara Press, 2015), h. 98 23
Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia,
Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 143
29
keuntungan. Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagikan
berdasarkan nisbah yang telah disepakati di awal akad.
2) Penyaluran Dana
Penyaluran dana bank syariah dilakukan dengan berbagai metode
seperti jual-beli, bagi hasil, pembiayaan, pinjaman dan investasi khusus.24
1. Prinsip jual-beli
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya
perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan bank
ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang
dijual. Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktu penyerahan barang. Ada tiga jenis jual-
beli yang dijadikan dasar dalam pembiayaan modal kerja dan
investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai‟ al-murabahah, bai‟
as-salam, dan bai‟ al-istishna.25
a. Bai‟ al-Murabahah
Secara bahasa murabahah diambil dari kata rabihu –
yarbahu – ribhan – warabahan yang berarti beruntung atau
memberikan keuntungan. Sedangkan kata ribh itu sendiri
berarti suatu kelebihan yang diperoleh dari produksi atau modal
24
Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonisia, 2008), h. 68 25
Ataul Haque, Reading in Islamic Banking, (Dhaka: Islam Foundations, 1987), dalam
Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta:
Ekonisia, 2008), h. 69
30
(profit). Murabahah berasl dari mashdar yang berarti
“keuntungan, laba, atau faedah”.26
Murabahah adalah skema pembiayaan dengan
menggunakan metode transaksi jual beli biasa. Dalam skema
murabahah, bank membeli barang dari produsen, kemudian
menjualnya kembali ke nasabah ditambahkan dengan
keuntungan yang disepakati oleh bank dan nasabah.27
Undang-undang pertama yang menyebutkan istilah
murabahah adalah UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Dalam undang-undang ini, murabahah disebutkan sebagai
prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan.28
b. Bai‟ as-Salam
Kata salama dengan salafa artinya sama. Disebut salam
karena pemesan barang menyerahkan uangnya di tempat akad.
Disebut salaf karena pemesan barang menyerahkan uangnya
terlebih dahulu. Definisi salam ialah akad pesanan barang yang
disebutkan sifat-sifatnya, yang dalam majelis itu pemesan
barang menyerahkan uang seharga barang pesanan yang barang
pesanan tersebut menjadi tanggungan penerima pesanan.29
26
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), h. 463, dalam Dr. Yadi Janwari, Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2015), h. 14 27
Irma Devita Purnamasari & Suswinarno, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer
Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Akad Syariah , (Bandung: Kaifa, 2011),
h. 39 28
Yadi Janwari, Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015),
h. 16 29
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi, h. 70
31
Landasan hukum as-Salam terdapat pada Al-Qur’an Al-
Baqarah; 275
Artinya: orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
c. Bai‟ al-Istishna
Secara bahasa, kata istishna diambil dari kata shana’a
yang artinya membuat, kemudian ditambah huruf alif, sin dan
ta‟ menjadi istashna’a yang berarti meminta dibuatkan sesuatu.
Secara terminologi, istishna berarti akad di mana shani‟
32
membuat sesuatu tertentu dalam perjanjian, yaitu akan menjual
sesuatu yang dibuat oleh shani‟ dengan bahan dan pekerjaan
berasal dari shani‟.
Secara operasional, istishna merupakan kontrak
penjualan antara mustashni‟ (pemesan) dan shani‟ (pembuat).
Dalam kontrak ini shani‟ menerima pesanan dari mustashni‟
untuk membuat barang menurut spesifikasi yang telah
disepakati dan menjualnya kepada mustashni‟, serta kedua
belah pihak bersepakat atas harga serta sistem
pembayarannya.30
2. Prinsip piutang (pinjam-meminjam)
Selain tiga jenis pembiayaan di atas, dalam perbankan
syariah terdapat juga pembiayaan dengan akad qardh. Pembiayaan
qardh sifatnya lebih kepada sosial dibandingkan dengan
pembiayaan jual-beli lainnya. Al-Qardh adalah pemberian harta
kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau
dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
Menurut Bank Indonesia, qardh adalah akad pinjaman dari bank
(muqridh) kepada pihak tertentu (muqtaridh) yang wajib
dikembalikan dengan jumalah yang sama sesuai pinjaman.
Dalil yang menjelaskan tentang qardh tercantum dalam Al-
Qur’an Surat Al-Hadid: 11
30
Yadi Janwari, Lembaga Keuangan Syariah…., h. 40
33
Artinya: Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan
(balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh
pahala yang banyak.
Skim qardh juga merupakan produk yang fleksibel, karena
dapat digunakan untuk pembiayaan konsumtif dan juga produktif.
Selain itu, skim ini merupakan salah satu skim yang membedakan
bank syariah dengan bank konvensional. Pada skim ini, bank
memberikan pinjaman kepada nasabah tanpa meminta tambahan
apa pun, kecuali biaya administrasi.
Mengingat skimnya, maka pembiayaan qardh ini
merupakan pembiayaan khusus yang membutuhkan sumber dana
tersendiri. Sumber dana untuk skim ini antara lain dari bagian
modal yang dialokasikan khusus ataupun dari dana zakat, infaq dan
shadaqah. Karena itulah, biasanya pembiayaan ini diarahkan untuk
pihak-pihak yang sangat membutuhkan seperti para fakir dan
miskin yang ingin berusaha, dan lain-lain. Jadi skim ini lebih
berkarakter sosial ketimbang ekonomis.
Pembiayaan qardh diperuntukkan bagi pengusaha kecil
yang memiliki kelemahan profesionalisme, maka biasanya sistem
pelunsan yang ditetapkan adalah harian, bukannya bulanan. Hal ini
untuk menghindari risiko pemanfaatan dana untuk selain usaha
(side streaming). Namun, bank harus memilki program
34
pembiayaan yang jelas dan efektif agar nasabah yang bersangkutan
tidak selamanya berusaha dalam skala kecil.31
3. Prinsip bagi hasil
Menyalurkan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (profit
sharing) adalah mendasarkan pada akad mudharabah dan akad
musyarakah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip syariah.
a. Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah penyediaan dana oleh
bank untuk modal usaha berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan dengan nasabah sebagai pihak yang diwajibkan
untuk melakukan setelmen atas investasi dimaksud sesuai
ketentuan akad. Bank bertindak sebagai shahibul maal yang
menyediakan dana secara penuh, dan nasabah bertindak
sebagai mudharib yang mengelola dana dalam kegiatan usaha.
Sebagai pemilik dana, bank tidak ikut serta dalam pengelolaan
usaha nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan
pembinaan usaha.
Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai harus
dinyatakan jumlahnya. Jika pembiayaan diberikan dalam
bentuk barang, maka barang yang diserahkan harus dinilai
berdasarkan harga perolehan atau harga pasar wajar.
Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan
31
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul
Hakim, 2007), cet.III, h. 89
35
dalam bentuk nisbah yang disepakati. Pembagian keuntungan
dilakukan dengan menggunakan metode bagi untung dan rugi
(profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue
sharing). Sedangkan bank menanggung seluruh resiko kerugian
usaha yang dibiayai kecuali jika nasabah melakukan
kecurangan atau lainnya yang mengakibatkan kerugian usaha.
Karena itu risiko utama dari produk ini adalah risiko
pembiayaan (credit risk) yang terjadi jika mudharib
wanprestasi.
Mudharabah juga terbagi dalam dua jenis, mudharabah
muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
1) Mudharabah muthlaqah
salah satu jenis mudharabah, di mana pemilik usaha
(mudharib) diberikan hak yang tidak terbatas untuk
melakukan investasi oleh pemilik modal (shahibul
mal)
Unrestricted fund
2) Mudharabah muqayyadah
Salah satu jenis mudharabah, di mana pemilik
usaha (mudharib) dibatasi haknya oleh pemilik
modal (shahibul mal), antara lain dalam hal jenis
usaha, waktu, tempat usaha, dll.
Restricted fund
36
b. Musyarakah
Pembiayaan musyarakah adalah penyediaan dan oleh
bank untuk memenuhi sebagian modal suatu usaha tertentu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan dengan nasabah
sebagai pihak yang harus dilakukan setelemen atas investasi
sesuai ketentuan akad. Bank dan nasabah masing-masing
betindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama
menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu
kegiatan usaha tertentu. Nasabah bertindak sebagai pengelola
usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam
pengelolaan usaha dengan tugas dan wewenang yang
disepakati.32
Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau
barang. Jika pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka
barang yang diserahkan harus dinilai secara tunai berdasarkan
kesepakatan. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana
dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati dengan
metode bagi untung atau rugi (profit and loss sharing) atau
metode bagi pendapatan (revenue sharing). Sedangkan apabila
terjadi kerugian, bank dan nasabah menanggung resiko secara
proporsional, menurut porsi modal masing-masing, kecuali jiak
32
Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010), h. 63-67
37
terjadi kecurangan atau kelalaian yang menyalahi perjanjian
dari salah satu pihak.33
Adapun landasan Syar’i dari akad musyarakah ini
tercantum dalam Al-Qur’an Surat Shaad ayat 24:34
Artinya: Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan
meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim
kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami
mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan
bertaubat.
4. Prinsip sewa
a. Ijarah
Pembiayaan ijarah, adalah transaksi pertukaran antara „ayn
berbentuk jasa atau manfaat dengan dayn. Dalam istilah lain juga,
ijarah dapat juga didefinisikan sebagai akad pemindahan hak guna
atau manfaat atas barang atau jasa melalui upah sewa tanpa diikuti
pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri.
Dasar hukum mengenai ijarah dalam QS. Al-Baqarah: 233
berbunyi;
33
Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan
penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah 34
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, h. 53
38
Artinya: Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan.
Pendapatan yang diterima dari transaksi ijarah disebut
ujrah. Al-Ujrah ialah imbalan yang diperjanjikan dan dibayar oleh
pengguna manfaat sebagai imbalan atas manfaat yang
diterimanya.35
b. Ijarah Muntahiya Bittamlik
Pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik adalah akad sewa
menyewa barang antara bank (muajir) dengan penyewa (mustajir)
yang diikuti janji, bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan
b;arang sewaan akan berpindah kepada mustajir. Fatwa DSN
No.27/DSN-MUI/III/2002 adalah ketentuan yang mengatur
mengenai kegiatan usaha ini.36
3) Pelayanan Jasa-jasa Perbankan
Selain dari jenis-jenis pembiayaan utama sebagaimana diuraikan di
atas, perbankan syariah juga menyelenggarakan pelayanan jasa-jasa
perbankan lainnya, dari pelayanan jasa tersebut bank syariah memperoleh
35
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, h. 43-44 36
Wirdyaningsih, et al., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005),
cet.II, h.125
39
upah atau fee sebagaiamana yang dilakukan pada perbankan konvensional
pada umumnya. Namun, dalam penyelenggaran pelayanan jasa-jasa
tersebut di bank syariah tetap dengan prinsip bebas dari unsur riba, maisir
(perjudian) dan gharar (ketidakpastian). Adapun jenis-jenis pelayanan jasa
yang lazim diselenggarakan oleh perbankan syariah antara lain sebagai
berikut.
a. Kafalah
Konsep kafaalah pada dasarnya sama dengan konsep bank
garansi yang ada di bank konvensional. Dengan fasilitas ini, bank
syariah memberikan jaminan kepada nasabahnya sehubungan
dengan kontrak kerja/perjanjian yang telah disepakati antara
nasabah tersebut dengan pihak ketiga. Atas dasar jaminan bank
tersebut, apablia terjadi wanprestasi oleh nasabah bersangkutan,
pihak ketiga tadi dapat mengajukan klaim kepada bank yang
menjadi penjamin tersebut. Dalam hal ini bank berfungsi sebagai
covering risk, jika salah satu pihak wanprestasi, maka pihak pihak
bank sebagai pemberi jaminan akan mengambil alih resiko
tersebut. Atas fungsinya tersebut, pihak bank selaku lembaga yang
memberikan jaminan, diperbolehkan mendapatkan imbalan
sepanjang tidak memberatkan.
Adapun landasan operasional bank syariah dalam
menyelenggarakan fasilitas kafalah tersebut adalah fatwa DSN
No.11/DSN-MUI/IV/2000 tentang kafalah.
40
b. Hawalah (Anjak Piutang/Transfer Service)
Dalam perniagaan, terkadang pembayaran atas suatu
transaksi tidak dilakukan secara tunai, namun dengan adanya
tempo waktu tertentu. Di sisi lain, pihak yang melakukan penjualan
atau pengiriman barang membutuhkan uang tunai dengan segera,
guna memutar dan menjalankan perniagaan kembali. Peluang ini
dapat dibaca oleh pihak perbankan dengan menawarkan jasa anjak
piuatang, yakni nasabah yang memiliki piutang kepada pihak
ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, pihak bank lalu
membayar piutang tersebut, dan selanjutnya bank akan menagih
pada pihak ketiga.
Praktik yang diuraikan di atas pada bank syariah diterapkan
dengan konsep Hawalah. Dengan fasilitas ini, phak bank syariah
(muhal‟alaih) atas permintaan yang bersangkutan akan
membayarkan terlebih dahulu piutang nasabah A (muhil) yang
timbul dari transaksinya dengan nasabah B (muhal). Pada saat
piutang tersebut jatuh tempo, nasabah B (muhal) tidak lagi
membayar utangnya tersebut kepada nasabah A, melainkan kepada
pihak bank (muhal‟alaih). Sedangkan pihak bank dalam hal ini
akan memperoleh imbalan (fee) atas jasa pemindahan piutang
tersebut (hawalah).37
37
Cik Basir, Penyelesaian Sengeketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan
Mahkamah Syari‟ah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 78-80
41
c. Wakalah
Secara etimologi, wakalah memiliki beberapa pengertian
yang diantaranya adalah: (al-hifzh) yang berarti perlindungan, atau
(al-kifayah) yang berarti pencukupan, atau (al-dhamah)
tanggungan, atau (al-tafwidh) berarti pendelegasian yang diartikan
juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan.38
Sedangkan secara terminologi, wakalah berarti mewakilkan
atau menyerahkan sesuatu pekerjaan atau urusan kepada orang lain
agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan dalam masalah
dan waktu yang ditentukan.39
Dalam praktek perbankan syariah, transaksi wakalah ibarat
pisau dapur. Keberadaannya kurang dirasakan, namun bila tidak
ada, baru terasa betapa pentingnya. Ini karena transaksi wakalah
sering hanya menjadi transaksi pendukung dan bukan sebagai
transaksi utama. Lihat saja trasaksi pembiayaan murabahah, salam,
istishna, seluruhnya memerlukan transaksi wakalah untuk alasan
kemudahan. Tanpa transaksi wakalah niscaya bank syariah akan
sangat kerepotan dalam memberikan pembiayaan karena harus
membeli sendiri barang yang dibutuhkan debitur.
Wakalah dalam Lembaga Keuangan Syariah terjadi apabila
nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan letter of
38
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Grafindo Persada, 2010), h. 231 39
Moh. Saifulloh Al Aziz S., Fiqh Islam Lengkap, (Surabaya: Terbit Terang, 2005), h.
412
42
credit dan transfer uang. Bank dan nasabah yang dicantumkan
dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khususnya pada
pembukaan letter of credit, apabila dana nasabah ternyata tidak
cukup, maka penyelesaian L/C dapat dilakukan dengan
pembiayaan murabbahah, salam, ijarah, mudharabah, atau
musyarakah. Tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus
jelas sesuai kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang dilakukan
harus mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh
bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat
pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian
kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama
antara nasabah dengan bank.40
d. Rahn
Rahn menurut bahasa berarti al-tsubut dan al-habs, yaitu
penetapan dan penahanan. Ada juga yang menjelaskan bahwa rahn
adalah terkurung atau terjerat. Secara istilah yaitu, menjadikan
barang yang mempunyai nilai harta menurut ajaran islam sebagai
jaminan utang, sehingga orang yang bersangkutan dapat
mengambil piutang atau mengambil sebagian manfaat barang itu.
Menurut Dewan Syariah Nasional, rahn yaitu menahan barang
sebagai jaminan atas hutang. Sedangkan menurut Bank
Indonesia, rahn adalah akad penyerahan barang/harta dari nasabah
kepada bank sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang.
40
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), h. 166
43
Sesuai dengan perkembangan dan kemajuan
ekonomi, rahn tidak hanya berlaku antar pribadi melainkan juga
antar pribadi dan lembaga keuangan seperti bank. Untuk
mendapatkan kredit dari lembaga keuangan pihak bank juga
menuntut barang agunan yang dipegang bank sebagai jaminan atas
kredit tersebut. Dalam istilah bank barang agunan disebut sebagai
collateral. Collateral ini sejalan dengan marhun yang berlaku
dalam akad rahn yang dibicarakan ulama klasik.
Perbedaanya terletak pada pembayaran hutang yang
ditentukan oleh bank. Kredit di bank biasanya harus dibayar
sekaligus dengan bunga uang yang ditentukan oleh bank. Oleh
sebab itu jumlah uang yang dibayar oleh debitur akan lebih besar
yang dipinjam dari bank.
Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal
berikut:
1. Produk Pelengkap
Rahn dipakai sebagai produk pelengkap artinya
sebagai akad tambahan (jaminan atau collateral) terhadap
produk lain seperti dalam pembiayaanbai’al-murabahah.
Bank dapat menahan barang sebagai konsekuensi akad
tersebut.
2. Produk Tersendiri
Akad rahn telah dipakai sebagai alternatif dari
pegadaian konvensional. Bedanya dengan gadai biasa,
44
dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga tetapi yang
dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan,
pemeliharaan, penjagaan serta biaya penaksiran yang
dipungut dan ditetapkan diawal perjanjian. Sedangkan
dalam perjanjian gadai biasa, nasabah dibebankan juga
bunga pinjaman yang dapat terakumulasi dan berlipat
ganda.
C. Jaminan dalam Pembiayaan
1. Pengertian dan Fungsi Jaminan
Jaminan atau yang lebih dikenal sebagai agunan adalah harta benda
milik debitur atau pihak ketiga yang diikat sebagai alat pembayar jika
terjadi wanprestasi terhadap pihak ketiga. Jaminan dalam pengertian yang
lebih luas tidak hanya harta yang ditanggungkan saja, melainkan hal-hal
lain seperti kemampuan hidup usaha yang dikelola oleh debitur.
Untuk jaminan jenis ini, diperlukan kemampuan analisis dari petugas
pembiayaan untuk menganalisa circle live usaha debitur serta penambahan
keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan
pembiayaan yang telah diberikan berdasarkan prinsip-prinsip syariah.41
Jaminan dalam pembiayaan memilki dua fungsi yaitu Pertama,
untuk pembayaran hutang seandainya terjadi waprestasi atas pihak ketiga
yaitu dengan jalan menguangkan atau menjual jaminan tersebut. Kedua,
sebagai akibat dari fungsi pertama, atau sebagai indikator penentuan
jumlah pembiayaaan yang akan diberikan kepada pihak debitur.
41
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 281
45
Pemberian jumlah pembiayaan tidak boleh melebihi nilai harta yang
dijaminkan.
Jaminan secara umum berfungsi sebagai jaminan pelunasan
kredit/pembiayaan. Jaminan pembiayaan berupa watak, kemampuan,
modal, dan prospek usaha yang dimiliki debitur merupakan jaminan
immateriil yang berfungsi sebagai first way out.
Dengan jaminan immateriil tersebut dapat diharapkan debitur dapat
mengelola perusahaannya dengan baik sehingga memperoleh pendapatan
(revenue) bisnis guna melunasi pembiayaan sesuai yang diperjanjikan.
Jaminan pembiayaan berupa agunan bersifat kebendaan (materiil)
berfungsi sebagai second way out. Sebagai second way out, pelaksanaan
penjualan/eksekusi agunan baru dapat dilakukan apabila debitur gagal
memenuhi kewajibannya melalui first way out.
2. Konsep Jaminan dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam berkaitan dengan jaminan utang dikenal
dengan dua istilah yaitu kafalah dan rahn. Kafalah adalah jaminan yang
diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful‟anhu). Menurut
bank Indonesia, kafalah adalah akad pemberian jaminan (makful„alaih)
yang diberikan satu pihak kepada pihak lain, dimana pemberi jaminan
bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi
hak penerima jaminan (makful).42
42
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2005), h. 44-45
46
Sedangkan rahn menurut bahasa berarti al-tsubut dan al-habs,
yaitu penetapan dan penahanan. Ada juga yang menjelaskan bahwa rahn
adalah terkurung atau terjerat.43
Secara istilah yaitu, menjadikan barang
yang mempunyai nilai harta menurut ajaran Islam sebagai jaminan utang,
sehingga orang yang bersangkutan dapat mengambil piutang atau
mengambil sebagian manfaat barang itu.
3. Penilaian dan Pengikatan Jaminan
a. Penilaian/taksasi (Appraisal) Jaminan
Jaminan yang diberikan selanjutnya perlu dilakukan appraisal
guna mengetahui seberapa besar nilai harta yang dijaminkan. Penilaian
atau appraisal didefinisikan sebagai proses menghitung atau
mengestimasi nilai harta jaminan. Proses dalam memberikan suatu
estimasi didasarkan pada nilai ekonomis suatu harta jaminan baik
dalam bentuk properti berdasarkan hasil analisa fakta-fakta obkjektif
dan relevan dengan menggunakan metode yang berlaku.
Barang jaminan dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu:
1) Tangible (berwujud) seperti tanah, kendaraan, mesin,
bangunan, dan lain-lain.
2) Intangible (tidak berwujud) seperti hak paten, Franchise,
merk dagang, Hak cipta dan lain-lain.
3) Surat-surat berharga.
43
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawali Perss, 2010), h.105
47
Adapun dasar penilaian sebuah jaminan di dasarkan atas
beberapa hal yaitu:
1) Nilai pasar (market value) yaitu perkiraan jumlah uang
yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil
penukaran suatu properti pada tanggal penilaian antara
pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berminat
menjual dalam suatu transaksi bebas ikatan yang
penawarannya diakukan secara layak diama kedua belah
pihak masing-masing mengetahui dan bertindak hati-hati
tanpa paksaan
2) Nilai baru (reproduction) adalah nilai baru atau baya
penggantian baru adalah perkiraan jumlah uang yang
dikeluarkan untuk pengadaan pembangunan/penggantian
properti baru yang meliputi baiaya, upah buruh dan biaya-
biaya lain yang terkait.
3) Nilai wajar (depreciated replacement cost) adalah perkiraan
jumlah uang yang diperoleh dari perhitungan biaya
reproduksi baru dikurangi biaya penyusutan yang terjadi
karena kerusakan fisik, kemunduran ekonomis dan
fungsional
4) Nilai asuransi adalah nilai perkiraan jumlah uang yang
diperoleh dari perhitungan biaya pengganti baru dari
bagian-bagian properti yang perlu diasuransikan dikurangi
penyusutan karena kekurangan fisik
48
5) Nilai likuidasi adalah perkiraan jumlah uang yang diperoleh
dari transaksi jual beli properti dipasar dalam waktu
terbatas dimana penjual terpaksa menjual.
6) Nilai buku adalah nilai aktiva yang dicatat dalam
pembukuan yang dikurangi dengan akumulasi penyusutan
atau pengembalian niali-nilai aktiva.
b. Pengikatan Jaminan
Jaminan akan diikat dengan hukum pengikatan. Hal ini
mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia (SE-BI)
No.4/248/UPPK/PK tanggal 16 Maret 1972 disebutkan untuk benda-
benda yang tidak bergerak memakai lembaga jaminan hipotik, hak
tanggungan dan fiducia.
Hipotik adalah hak kebendaan atas benda tetap tertentu milik
orang lain yang secara khusus diperikatkan untuk memberikan suatu
tagihan, hak untuk didahulukakn di dalam mengambil pelunasan
eksekusi atas barang tersebut. Dasar hukum pengikatan ini adalah kitab
undang-Undang Hukum perdata pasal 11162.
Pengikatan/hipotik akibat perikatan pokok dapat berakhir
apabila,
1) Karena pembayaran
2) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan dan
penitipan
3) Pembaruan hutang
4) Penjumpaan hutang atau kompensasi
49
5) Pencampuran hutang
6) Pembebasan hutang
7) Musnahnya barang yang terhutang
8) Pembatalan
9) Berlakunya suatu syarat batal
10) Lewat batas waktu.
Hapusnya hipotik akibat perikatan pokok dilakukan oleh kantor
pertanahan atas permintaan debitur yang biasa disebut dengan Roya.
Selain itu hipotik dapat berakhir apabila penetapan hakim dan
pelepasan hipotik oleh si penghutang.
Sedangkan hak tanggungan adalah jaminan atas tanah untuk
pelunasan hutang tertentu, yang memeberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur terhadap kreditur-kreditur lain. Hak
tanggungan memberikan hak preference pada pemegang terhadap
krediturnya yang lain yaitu diutamakan dalam pengembalian
hutangnya dari penjualan barang harta jaminan yang dilelang. Dasar
hukum pengikatan ini adalah UU no 4 tahun 1996 tangal 9 april 1996
mengenai hak tanggungan.
Hapusnya hak tanggungan sesuai dengan pasal 18 Undang-
undang hak tanggungan yaitu:
1) Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan
2) Dilepasnya hak tanggungan oleh pemagang hak tanggungan.
3) Pembersihan Hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat
oleh ketua pengadilan negeri.
50
4) Hapusnya hak tanah yang dibebani oleh hak tanggungan.
Pengikatan yang lain adalah fiducia. Yang dimaksud fiducia
adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
bahwa benda yang dimilikinya tersebut dalam kepemilikan benda. Hal
ini sesuai dengan Undang-undang No.42 tahun 1999. Pemasangan
fiducia hanya bisa dilakukan oleh pemilik barang bergerak yang
dijadikan jaminan yang dilakukan dihadapan notaris. Apabila dibuat
dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan hukum untuk mengikat
barang jaminan. Akta fiducia didaftarkan di kantor kanwil kehakiman
setempat dan dapat digunakan untuk mengajukan permohonan
eksekusi. Fiducia ada beberapa unsur antara lain:
1) Hak jaminan
2) Benda bergerak
3) Benda tidak bergerak khususnya bangunan
4) Tidak bisa dibebani hak tanggungan
5) Sebagai agunan
6) Untuk pelunasan hutang.
Sedangkan hapusnya fiducia disebabkan oleh hapusnya
perikatan pokok yaitu perjanjian atau pengakuan hutang yang
mendahuluinya antara lain hapusnya hutang, pelepasan hak atas
51
jaminan fidusia dan musnahnya barang yang menjadi objek jaminan
fiducia.44
D. Tinjauan Teoritis Tentang Pembiayaan Bermasalah
1. Pengertian Pembiayaan Bermasalah
Veithzal menjelaskan beberapa pengertian pembiayaan
bermasalah, adapun pengertiannya sebagai berikut:
a. Pembiayaan yang didalam pelaksanaannya belum mencapai atau
memenuhi target yang diinginkan oleh pihak Bank atau lembaga
keuangan.
b. Pembiayaan yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko
dikemudian hari bagi Bank dalam arti luas.
c. Mengalami kesulitan didalam penyelesaian kewajiban-
kewajibannya baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya
dan denda keterlambatan, serta ongkos-ongkos bank yang menjadi
beban debitur yang bersangkutan.
d. Pembiayaan dimana pembayaran kembalinya dalam bahaya,
terutama apabila sumber-sumber pembayaran kembali yang
diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk membayar kembali
pembiayaan sehingga belum mencapai/memenuhi target yang
diinginkan oleh bank.
e. Pembiayaan golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan
dan macet serta golongan lancar yang berpotensi menunggak.
44
“Jaminan Pembiayaan Bank Syariah” diakses pada tanggal 29 Juli 2016 dari
http://tugaskuliah-syaifurrahman.blogspot.co.id/2013/07/jaminan-dalam-pembiayaan-bank-
syariah.html
52
Bagi bank atau lembaga keuangan semakin dini menganggap kredit
yang diberikan menjadi bermasalah semakin baik karena akan berdampak
semakin dini pula dalam upaya penyelamatan sehingga tidak terlanjur
parah yang berakibat semakin sulit penyelesainnya.45
Malayu Hasibuan juga menjelaskan dalam bukunya bahwa
pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang dilakukan oleh dua belah
pihak, akan tetapi pembayaran tidak lancar yang diberikan pihak bank
kepada nasabah pada saat jatuh tempo. Pembiayaan yang tidak lancar
harus secepatnya diselesaikan agar kegiatan yang lebih besar dapat
dihindari.46
2. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah
Menurut Veitzhal Rivai adanya anggapan yang salah bahwa
pembiayaan bermasalah selalu disebabkan oleh kesalahan debitur.
Pembiayaan bermasalah dapat disebabkan oleh berbagai hal yang berasal
dari debitur, dari kondisi eksternal, bahkan dari bank yang memberikan
pembiayaan tersebut.
Kesalahan bank yang dapat mengakibatkan pembiayaan
bermasalah berawal dari tahap perencanaan, tahap analisis, dan tahap
pengawasan. Faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya pembiayaan
bermasalah tersebut perlu disadari oleh bank agar bank dapat mencegah
atau menangani dengan baik. Adapun beberapa hal yang menjadi
penyebab timbulnya pembiayaan bermasalah adalah sebagai berikut:
45
Veitzhal Rivai dan Andria Permata, Bank and Financial Institution Management
Conventional and Sharia System, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 477 46
Malayu Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 115
53
1. Karena Kesalahan Bank atau Lembaga Keuangan Syariah
1) Kurang pengecekan terhadap latar belakang calon nasabah.
2) Kurang tajam dalam menganalisis terhadap maksud dan tujuan
penggunaan pembiayaan dan sumber pembayaran kembali.
3) Kurang pemahaman terhadap kebutuhan keuangan yang
sebenernya dari calon nasabah dan apa manfaat pembiayaan
yang diberikan.
4) Kurang mahir dalam menganalisis laporan keuangan calon
nasabah.
5) Kurang lengkap dalam mencantumkan syarat-syarat.
6) Terlalu agresif atau terburu-buru.
7) Pemberian kelonggalan terlalu banyak.
8) Kurangnya pengalaman pejabat pembiayaan atau account
officer dalam melaksanakan tugas.
9) Mudah untuk dipengaruhi, diintimidasi, atau dipaksa oleh calon
nasbah.
10) Keyakinan yang berlebihan.
11) Kurang mengadakan review, minta laporan, dan menganalisis
laporan keuangan serta informasi-informasi kredit lainnya.
12) Kurang mengadakan kunjungan ke lokasi nasabah.
13) Kurang mengadakan kontak dengan nasabah.
14) Pengikatan agunan kurang sempurna.
15) Adanya kepentingan pribadi pejabat bank.
16) Tidak punya kebijakan dalam pembiayaan yang sehat.
54
17) Sikap terlalu memudahkan, dari pejabat bank atau account
officer.
2. Karena Kesalahan Nasabah atau Mitra Pembiayaan
1) Nasabah tidak kompeten dalam menjalankan usahanya.
2) Nasabah tidak atau kurang pengalaman.
3) Nasabah kurang memberikan waktu untuk usahanya.
4) Nasabah tidak jujur.
5) Nasabah serakah.
3. Karena Faktor Eksternal
1) Kondisi perekonomian
2) Perubahan-perubahan kebijakan atau peraturan pemerintah.
3) Bencana alam.47
3. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
Penyelesaian pembiayaan bermasalah di suatu bank dapat
dilakukan dengan adanya langkah awal dalam mengetahui gejala
pembiayaan yang berpotensi bermasalah, bank harus segera melakukan
upaya penanganan sebelum masalah tersebut menimbulkan kerugian bagi
pihak bank.
Dalam proses penanganan pembiayaan bermasalah,
penanganannya dilakukan sesuai dengan kolektabilitas pembiayaan, yaitu
sebagai berikut:
a. Pembiayaan lancar, dilakukan dengan cara:
1) Pemantauan usaha nasabash
47
Veitzhal Rivai, Islamic Financial Management, (Jakarta: PT Rajawali Press, 2007), h.
478-479
55
2) Pembinaan anggota dengan pelatihan-pelatihan
b. Pembiayaan potensial bermasalah, dilakukan dengan cara:
1) Pembinaan anggota
2) Pemberian dengan surat teguran
3) Kunjungan lapangan oleh sebagian pembiayaan kepada
nasabah
4) Upaya preventif dengan penanganan rescheduling, yaitu
penjadwalan kembli jangka waktu angsuran serta memperkecil
jumlah angsuran juga dapat dilakukan dengan reconditioning,
yaitu memperkecil keuntungan atau bagi hasil.
c. Pembiayaan kurang lancar, dilakukan dengan cara:
1) Membuat surat teguran atau peringatan
2) Kunjungan lapangan oleh sebagian pembiayaan kepada
nasabah secara lebih bersungguh-sungguh.
3) Upaya penyehatan dengan cara rescheduling, yaitu
penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta
memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil.
d. Pembiayaan diragukan dan macet, dilakukan dengan cara:
1) Dilakukan rescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka
waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran.
2) Dilakukan reconditioning, yaitu memperkecil margin atau bagi
hasil usaha.
56
3) Dilakukan pengalihan atau pembiayaan ulang dalam bentuk
pembiayaan al-Qardhul hasan48
Dan secara umum proses penyelesaian pembiayaan bermasalah
dalam lembaga keungan syariah atau bank dapat dilakukan dengan cara:
1. Rescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran
pembiayaan serta memperkecil jumlah angsuran pembiayaan.
2. Reconditioning, yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-
syarat pembiayaan meliputi perubahan jadwal pembyaran angsuran
dan, jangka waktu dan margin.
3. Restructuring, yaitu tindakan bank kepada nasabah dengan cara
menambah modal nasabah dengan pertimbangan nasabah memang
membutuhkan tambahan dana atau usaha yang dibiayai masih
layak.
4. Kombinasi, merupakan kombinasi dari ketiga jenis metode yang
digunakan diatas. Misalanya kombinasi antara restructuring
dengan reconditioning atau rescheduling dengan restructuring.
5. Penyitaan jaminan atau agunan yang merupakan jalan terakhir
apabila nasabah sudah benar-benar tidak punya itikad baik atau
sudah tidak mampu lagi dalam membayar utang-utangnya.49
48
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN,
2005), h. 268 49
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), ed.1.
cet.2, h. 131
57
BAB III
GAMBARAN UMUM BANK BNI SYARIAH CABANG JAKARTA BARAT
A. Sejarah Berdirinya BNI Syariah
Tempaan krisis moneter tahun 1997 membuktikan ketangguhan
sistem perbankan syariah. Prinsip Syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu
adil, transparan dan maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat
terhadap sistem perbankan yang lebih adil. Dengan berlandaskan pada
Undang-undang No.10 Tahun 1998, pada tanggal tanggal 29 April 2000
didirikan Unit Usaha Syariah (UUS) BNI dengan 5 kantor cabang di
Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin. Selanjutnya
UUS BNI terus berkembang menjadi 28 Kantor Cabang dan 31 Kantor
Cabang Pembantu.
Disamping itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di
Kantor Cabang BNI Konvensional (office channelling) dengan lebih
kurang 1500 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di dalam
pelaksanaan operasional perbankan, BNI Syariah tetap memperhatikan
kepatuhan terhadap aspek syariah. Dengan Dewan Pengawas Syariah
(DPS) yang saat ini diketuai oleh KH.Ma’ruf Amin, semua produk BNI
Syariah telah melalui pengujian dari DPS sehingga telah memenuhi aturan
syariah.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor
12/41/KEP.GBI/20101 tanggal 21 Mei 2010 mengenai pemberian izin
usaha kepada PT Bank BNI Syariah. Dan di dalam Corporate Plan UUS
1 “Sejarah BNI Syariah”, artikel diakses pada Tanggal 23 Agustus 2016 pukul 15:09
WIB dari http://www.bnisyariah.co.id/sejarah-bni-syariah
58
BNI tahun 2003 ditetapkan bahwa status UUS bersifat temporer dan akan
dilakukan spin off tahun 2009. Rencana tersebut terlaksana pada tanggal
19 Juni 2010 dengan beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum
Syariah (BUS). Realisasi waktu spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas
dari faktor eksternal berupa aspek regulasi yang kondusif yaitu dengan
diterbitkannya UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN) dan UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Disamping itu, komitmen Pemerintah terhadap pengembangan perbankan
syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap keunggulan produk
perbankan syariah juga semakin meningkat.
Juni 2014 jumlah cabang BNI Syariah mencapai 65 Kantor
Cabang, 161 Kantor Cabang Pembantu, 17 Kantor Kas, 22 Mobil Layanan
Gerak dan 20 Payment Point.2 Kantor cabang Jakarta Barat diresmikan
pada Selasa, 28 Desember 2010, BNI Syariah meresmikan kantor cabang
Jakarta Barat. Peresmian ini dilakukan langsung oleh Walikota Jakarta
Barat Drs. H. Burhanuddin, MM, didampingi oleh Direktur Imam T
Saptono dan EVP Moch Mudjib. Pada acara tersebut juga dilakukan
penandatanagan MOU antara Cabang Jakarta Barat dengan PT Gapura
Prima Group dan PT Nusantara Almazia dan pemberian santunan kepada
kaum Dhuafa oleh Ketua UPZ BNI Syariah, Naryono.3
2 “Sejarah BNI Syariah”, artikel diakses pada Tanggal 23 Agustus 2016 pukul 15:09
WIB dari http://www.bnisyariah.co.id/sejarah-bni-syariah 3 “Peresmian Kantor Cabang Jakarta Barat”, artikel diakses pada Tanggal 23 Agustus
2016 pukul 15:09 dari http://www.bnisyariah.co.id/peresmian-kantor-cabang-syariah-jakarta-barat
59
B. Visi dan Misi BNI Syariah
Visi BNI Syariah adalah “Menjadi bank syariah pilihan masyarakat
yang unggul dalam layanan dan kinerja”
Misi BNI Syariah:
Memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan peduli
pada kelestarian lingkungan.
Memberikan solusi bagi masyarakat untuk kebutuhan jasa
perbankan syariah.
Memberikan nilai investasi yang optimal bagi investor.
Menciptakan wahana terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk
berkarya dan berprestasi bagi pegawai sebagai perwujudan
ibadah.
Menjadi acuan tata kelola perusahaan yang amanah.4
4 “Visi dan Misi BNI Syariah”, artikel ini diakses pada Tanggal 23 Agustus 2016 dari
http://www.bnisyariah.co.id/visi-dan-misi
60
C. Struktur Organisasi Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat
Gambar 3.1: Skema Struktur Organisasi
Sumber: Data Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat
D. Produk Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat
1. Produk Pembiayaan Personal
1) Multiguna iB Hasanah
Fasilitas Pembiayaan Konsumtif yang diberikan kepada
anggota masyarakat untuk pembelian barang kebutuhan konsumtif
dan/ atau jasa sesuai prinsip syariah dengan disertai agunan berupa
tanah dan bangunan yang ditinggali berstatus SHM atau SHGB dan
bukan barang yang dibiayai. Minimal pembiayaan Rp. 50 juta dan
maksimum Rp. 2 Milyar dengan jangka waktu pembiayaan sampai
dengan 10 tahun. Produk pembiayaan ini diikat dengan akad
murabahah atau ijarah Multijasa.
Branch Manager Agam Ayatullah
Recovery &
Remedial
Division
Consumer
Business Manager Dedy Sukmana
Recovery
&
Remedial
Head
Khoirul
Anwar
Operational
Manager Indriwati
Tresnowulani
SME
Financing
Head
Sales Head
Ahmad
Syarifuddin
Processing
Head
Anung Bowo
61
2) Oto iB Hasanah
Oto iB Hasanah adalah fasilitas pembiayaan konsumtif
murabahah yang diberikan kepada anggota masyarakat untuk
pembelian kendaraan bermotor dengan agunan kendaraan bermotor
yang dibiayai dengan pembiayaan ini. Minimal pembiayaan Rp.5
Juta dan maksimum Rp.1 Milyar dengan jangka waktu pembiayaan
sampai dengan 5 tahun. Pembiayaan ini menggunakan akad
murabahah.5
3) Pembiayaan Emas iB Hasanah
(BNI Syariah Kepemilikan Emas) merupakan fasilitas
pembiayaan yang diberikan untuk membeli emas logam mulia
dalam bentuk batangan yang diangsur secara pokok setiap
bulannya melalui akad murabahah (jual beli). Jangka waktu
pembiayaan minimal 2 tahun dan maksimal 5 tahun dengan
maksimum pembiayaan sampai dengan Rp. 150.000.000,-6
4) CCF iB Hasanah
CCF iB Hasanah adalah pembiayaan yang dijamin dengan
cash, yaitu dijamin dengan Simpanan dalam bentuk Deposito,
Giro, dan Tabungan yang diterbitkan BNI Syariah. Maksimum
pembiayaan sebesar 95 % (untuk Simpanan Rupiah) dan 60%
(untuk Simpanan Valas USD) dari jumlah nominal
Deposito/Tabungan/Giro atas nama yang dijaminkan dengan
5 “BNI Syariah Pembiayaan Otomotif” diakses pada tanggal 10 Oktober 2016 pukul
20:00 WIB dari http://www.bnisyariah.co.id/produk/bni-syariah-otomotif-2 6 “BNI Syariah Pembiayaan Kepemilikan Emas” diakses pada tanggal 10 Oktober 2016
pukul 20:00 WIB dari http://www.bnisyariah.co.id/produk/bni-syariah-kepemilikan-emas
62
maksimal jangka waktu selama 12 bulan (untuk simpanan Rupiah)
dan 3 bulan (untuk simpanan Valas USD). Pembiayaan ini
menggunakan akad Murabahah dan Ijarah Multijasa.
5) Fleksi iB Hasanah Umroh (Fleksi Umroh)
Pembiayaan konsumtif bagi anggota masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan pembelian Jasa Paket Perjalanan Ibadah
Umroh melalui BNI Syariah yang telah bekerja sama
dengan Travel Agent sesuai dengan prinsip syariah. Jangka waktu
pembiayaan sampai dengan 3 tahun atau 5 tahun untuk
Nasabah payroll BNI atau BNI Syariah. Pembiayaan ini
menggunakan Ijarah Multijasa.7
6) iB Hasanah Card
iB hasanah card merupakan kartu pembiayaan yang
berfungsi sebagai kartu kredit berdasarkan prinsip syariah, yaitu
dengan sistem perhitungan biaya bersifat tetap, adil, transparan,
dan kompetitif tanpa perhitungan bunga. iB hasanah card adalah
kartu berbasis Syariah yang brfungsi seperti kartu pembiayaan
sehingga diterima di seluruh tempat bertanda MasterCard dan
semua ATM yang bertanda CIRRUS di seluruh dunia.
iB hasanah card adalah salah satu kartu kredit yang
menggunakan akad Syariah, yang diterbitkan oleh BNI Syariah,
berikut ketentuan Fatwa:
Akad Kafalah
7 “BNI Syariah Pembiayaan Jasa Umroh” diakses pada tanggal 10 Oktober 2016 pukul
20:00 WIB dari http://www.bnisyariah.co.id/produk/bni-syariah-jasa-umroh
63
BNI Syariah adalah penjamin bagi pemegang iB
hasanah card timbul dari transaksi antara pemegang iB hasanah
card dengan merchant, dan atau penarikan tunai
Akad Qardh
BNI Syariah adalah pemberi pinjaman kepada
pemegang iB hasanah card atas seluruh transaksi penarikan
tunai dengan menggunakan kartu dan transaksi pinjaman dana.
Akad Ijarah
BNI Syariah adalah penyedia jasa system pembayaran
dan pelayanan terhadap pemegang iB hasanah card. atas Ijarah
ini, pemegang iB hasanah card dikenakan annual membership
Fee
Batasan Penggunaan iB hasanah card
iB hasanah card tidak digunakan untuk transaksi yang
tidak sesuai dengan Syariah dam juga tidak mendorong
pengeluaran yang berlebihan (israf) Pemegang iB hasanah card
harus memiliki kemampuan financial untuk melunasi pada
waktunya. iB hasanah card terdiri dari 3 jenis kartu : classic,
gold dan platinum.8
7) Griya iB Hasanah
BNI Syariah KPR Syariah (Griya iB Hasanah) adalah
fasilitas pembiayaan konsumtif yang diberikan kepada anggota
masyarakat untuk membeli, membangun, merenovasi rumah
8 “BNI Syariah Pembiayaan iB Hasanah Card” diakses pada tanggal 10 Oktober 2016
pukul 20:00 WIB dari http://www.bnisyariah.co.id/produk/hasanah-card
64
(termasuk ruko, rusun, rukan, apartemen dan sejenisnya), dan
membeli tanah kavling serta rumah indent, yang besarnya
disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan dan kemampuan
membayar kembali masing-masing calon. Maksimum Pembayaran
Rp 5 Milyar dengan jangka waktu sampai dengan 15 tahun kecuali
untuk pembelian kavling 10 tahun atau disesuaikan dengan
kemampuan pembayaran. Pembiayaan ini menggunakan akad
murabahah.9
2. Produk Pembiayaan Korporasi
1) Pembiayaan Multifinance
Pembiayaan kepada Multifinance adalah penyaluran
pembiayaan langsung dengan pola executing, kepada
Multifinance untuk usahanya dibidang perusahaan pembiayaan
sesuai dengan prinsip Syariah.
Keunggulannya Maksimum Total Plafond kepada
Multifinance s/d Rp. 75 Milyar, maksimum plafond kerjasama
ke perusahaan pembiayaan ditetapkan atas dasar proyeksi
kebutuhan penyaluran pembiayaan ke end user, jangka waktu
penarikan plafond Pembiayaan 1 (satu) tahun, jangka waktu
akad pembiayaan ke Multifinance sesuai jangka waktu
pembiayaan ke end user maksimal 7 tahun sejak
penandatanganan akad dan akad dibuatkan plafond
pembiayaan dan akad Musyarakah/Murabahah.
9 “Produk Pembiayaan Personal” diakses pada tanggal 23 Agustus 2016 dari
http://www.bnisyariah.co.id/kategori-produk/pribadi
65
2) Pembiayaan Linkage Program
Pembiayaan Kerjasama Linkage Program iB Hasanah
adalah fasilitas pembiayaan dimana BNI Syariah sebagai pemilik
dana menyalurkan pembiayaan dengan pola executing kepada
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) (BMT, BPRS, KJKS, dll)
untuk diteruskan ke end user (pengusaha mikro, kecil, dan
menengah syariah). Kerjasama dengan LKS dapat dilakukan secara
langsung ataupun melalui Lembaga Pendamping.
3) Usaha Besar iB Hasanah
Usaha Besar iB Hasanah adalah pembiayaan syariah yang
digunakan untuk tujuan produktif (modal kerja maupun investasi)
kepada pengusaha pada segmentasi besar berdasarkan prinsip-
prinsip pembiayaan syariah.
4) Pembiayaan Ekspor iB Hasanah
Pembiayaan Ekspor iB Hasanah adalah fasilitas
pembiayaan yang diberikan kepada eksportir (perusahaan ekspor),
baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk keperluan modal
kerja dalam rangka pengadaan barang-barang yang akan diekspor
(sebelum barang dikapalkan/preshipment) dan/atau untuk
keperluan pembiayaan proyek investasi dalam rangka produksi
barang ekspor.10
10
“Produk Pembiayaan Korporasi” diakses pada tanggal 23 Agustus 2016 dari
http://www.bnisyariah.co.id/kategori-produk/korporasi
66
BAB IV
ANALISIS PROBLEM SOLVING DALAM PENYELESAIAN
PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BANK BNI SYARIAH CABANG
JAKARTA BARAT
A. Analisis Problem Solving dalam Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
Dalam pembiayaan terjadinya resiko sangat dihindari untuk
menjaga tingkat kesehatan bank. Pembiayaan termasuk prinsip bank yang
merupakan lembaga intermediasi yaitu, mengumpulkan dana dari
masyarakat yang mempercayai dananya disimpan di bank dan memberikan
pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang memerlukan.
Pada setiap Bank Syariah memiliki produk pembiayaan yang bisa
dikategorikan unggul atau banyak yang menjadi nasabah produk
pembiayaan tertentu. Semisal, BNI Syariah tergolong Bank Syariah yang
unggul dalam produk pembiayaan konsumtif terutama KPR. Dengan
produk pembiayaang yang dimiliki, BNI Syariah mampu menjaga Non
Performing Fund (NPF) berada di angka 2,8 % di bawah rata-rata industri
yaitu 5%.1 BNI Syariah dapat dikatakan memiliki tata kelola perusahaan
yang baik, tetapi tidak menutup kemungkinan BNI Syariah juga pernah
menghadapi resiko adanya kerugian seperti pembiayaan yang
dikategorikan bermasalah. Dalam hal ini, proses analisa sangat penting
dilakukan agar pembiayaan yang diberikan kepada kepada calon nasabah
dapat diawasi dengan hati-hati. Banyaknya praktek nasabah yang sulit
1 “Berita Ekonomi Syariah”, diakses pada Tanggal 21 September 2016 dari
http://www.bnisyariah.co.id/bni-syariah-mampu-jaga-npf
67
mengembalikan pembiayaan berdampak pada pendapatan suatu bank.
Apabila hal ini terjadi dalam kegiatan pembiayaan, sudah menjadi
kewajiban unit recovery dan remedial untuk melakukan penyelesaian
pembiayaan bermasalah tersebut.
Pemecahan masalah yang dilakukan unit recovery dan remedial,
tentu dilakukan sesuai prosedur dan prinsip kehati-hatian. Analisis suatu
pemecahan masalah atau biasa disebut dengan metode problem solving
sangat berpengaruh terhadap langkah penyelesaian pembiayaan yang
nantinya akan diputuskan bahwa pembiayaan itu dikategorikan
bermasalah.
Dari hasil wawancara dengan unit recovery dan remedial, metode
analisis problem solving yang dipakai untuk penyelesaian pembiayaan
bermasalah adalah dengan membuat mekanisme penyelamatan
pembiayaan. Berikut tabel mekanisme penyelamatan pembiayaan:
Tabel 4.1: Mekanisme Penyelematan2
LANGKAH KEGIATAN
PEMBUATAN
MEMORANDUM
ANALISA
PENYELAMATAN (MAP)
o Melakukan identifikasi masalah agar
dapat memfokuskan permasalahan yang
ada.
o Melakukan diagnosa permasalahan,
sehingga dapat ditentukan seberapa jauh
kerugian yang terjadi.
2 Khoirul Anwar, Head unit Recovery and Remedial Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 5 September 2016.
68
o Melakukan prognosa untuk
mengevaluasi permasalahan yang dapat
diperbaiki untuk menetapkan sasaran
strategis yang terdiri dari : memutuskan
hubungan atau meneruskan hubungan
dengan nasabah pembiayaan.
PEMBUATAN
MEMORANDUM
RESTRUKTURISASI
PEMBIAYAAN
o Pengumpulan Data
o Verifikasi Data
o Analisa Laporan Keuangan dan Aspek-
Aspek Lainnya.
o Penilaian Risiko.
o Analisa Proyeksi Keuangan
o Evaluasi Kebutuhan / Kemampuan
Keuangan.
o Penetapan Struktur Fasilitas atas dasar
Pilihan Strategi Penyelamatan.
AKAD PEMBIAYAAN
SEHUBUNGAN DENGAN
RESTRUKTURISASI
PEMBIAYAAN
Mekanisme ini dibuat untuk mendukung kebijakan dan prosedur
penyelamatan pembiayaan yang dilakukan BNI Syariah agar dalam
kegiatan analisa pemecahan masalahnya dapat memberikan keputusan
69
yang tepat ketika melakukan eksekusi penyelesaian pembiayaan
bermasalah.
Memorandum Analisa Penyelamatan (MAP) dibuat sebagai
metode pemecahan masalah yang dilakukan unit recovery dan remedial.
Adapun langkah pembuatan MAP seperti tertera pada gambar di bawah
ini:
Gambar 4.1: Langkah Pembuatan MAP3
Dalam metode problem solving, ada beberapa langkah yang
dilakukan untuk mengambil sebuah keputusan. Menurut Polya, dalam
pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan
yaitu:
3 Khoirul Anwar, Recovery and Remedial Head Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 5 September 2016.
AN
AL
ISA
MA
SA
LA
H
PE
NE
TA
PA
N
ST
RA
TE
GIS
IDENTIFIKASI MASALAH
MENYUSUN PROGNOSA
MENETAPKAN SASARAN STRATEGIS
MERUMUSKAN STRATEGI
MEMBUAT ACTION PLAN
DIAGNOSA MASALAH
70
1) Memahami masalah
2) Merencanakan pemecahannya
3) Menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana
4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
Empat tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan
satu kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan. Pemecahan
masalah merupakan tahapan yang paling tinggi karena masalah selalu
datang dalam proses pembelajaran dan membutuhkan pemecahan dari
berbagai sudut pandang.4 Metode yang digunakan G.Polya dalam
menentukan langkah-langkah problem solving dapat dijadikan acuan untuk
membuat Mekanisme Analisa Penyelamatan (MAP) yang dibuat oleh BNI
Syariah. Seperti yang tertera pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.2:Langkah Pemecahan Masalah G.Polya
4 Munir Tanrere, Environmental Problem Solving in Learning Cheimistry for High School
Students, (Jurnal of Applied Sciences in Environmental Sanitation Volume 3 No.1, 2008), hlm. 47
Memahami
Masalah
Memeriksa kembali
hasil yang diperoleh
Menyelesaikan
masalah sesuai
dengan rencana
Merencanakan
Pemecahannya
Identifikasi Masalah
Diagnosa Masalah
Menyusun Prognosa
Menetapkan Sasaran Strategis
Merumuskan Strategi
Membuat Action Plan
Pedoman Pemantauan
Penyelamatan
71
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa empat langkah
yang digunakan G.Polya dalam metode pemecahan masalah menjelaskan
bagaimana Bank BNI Syariah menetepkan langkah-langkah tersebut untuk
proses analisa penyelematan pembiayaan. Penjelasan dari metode analasis
tersebut diurai sebagai berikut:
1. Memahami Masalah
Tentu jelas, jika tidak memahami permasalahannya maka masalah
tersebut tida bisa dipecahkan. Sehingga penting untuk memahami masalah
yang terjadi. Pemahaman ini membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian
agar dapat memahami informasi yang diberikan dalam masalah tersebut.5
Dalam metode pemecahan masalah yang dilakukan BNI Syariah, unit
recovery and remedial menggunakan identifikasi masalah untuk
menentukan faktor penyebab utama (root cause) dari permasalahan
debitur, sehingga dapat diketahui fokus permasalahannya.6
Setelah identifikasi masalah selesai, langkah selanjutnya ialah
diagnosa masalah. Langkah ini menganalisa dapat tidaknya permasalahan
debitur7 diselesaikan, sehingga dapat ditentukan seberapa jauh kerugian
yang terjadi. Selain menganalisa permasalahan debitur, Bank BNI Syariah
5 “Polya’s Problem Solving Process” diakses pada tanggal 20 September 2016 dari
http://faculty.atu.edu/mfinan/2033/section1.pdf 6 Khoirul Anwar, Recovery and Remedial Head Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 5 September 2016 7 Debitur adalah pihak yang berhutang ke pihak lain, biasanya dengan menerima sesuatu
dari kreditur yang dijanjikan debitur untuk dibayar kembali pada masa yang akan datang.
Pemberian pinjaman kadang memerlukan juga jaminan atau agunan dari pihak debitur.
72
juga menganalisa 3 pilar kelaiakan nasabah. Adapun penilaian 3 pilar
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:8
Tabel 4.2: Tiga Pilar Kelaikan Nasabah
PILAR VARIABEL MASALAH
Kredibilitas
Manajemen
1. Integritas (Variabel
penentu)
2. Kecakapan
1. Kejujuran
2. Kerjasama
1. Kemampuan
2. Judgement
(pertimbangan)
Kemampuan
Membayar
Kembali
1. Hasil Prestasi
(Variabel penentu)
2. Likuiditas
1. Masalah Lingkungan
2. Aktivitas Usaha
1. Sumber Dana
2. Penggunaan Dana
Agunan
1. Kontrol (Variabel
penentu)
2. CEV
1. Kesempurnaan
2. Mudah tidak dicairkan
1 Nilai likuidasi
2 Lama penjualan
Sumber: Data Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat
Berdasarkan uraian tabel tersebut dapat diketahui bahwa kelaikan seorang
nasabah dapat dilihat dari 3 aspek;
1. Kredibilitas Manajemen
2. Kemampuan Membayar Kembali
3. Agunan
8 Khoirul Anwar, Recovery and Remedial Head Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 5 September 2016
73
2. Merencanakan Pemecahannya
Ada banyak jenis rencana yang berbeda untuk pemecahan masalah.
Dalam penyusunannya, rencana pemecahan itu berpikir tentang informasi
yang diketahui, informasi apa yang dicari, dan bagaimana informasi yang
lain saling berkaitan. Beberapa tipe rencana dapat dipakai seperti
membuatnya lewat sketsa gambar, diagram, atau tabel yang bisa
mempermudah poin-poin perencanaan yang dibuat.9
1) Menyusun Prognosa
Dalam tahap merencankan pemecahannya, BNI Syariah
Cabang Jakarta Barat menyusun prognosa untuk penetapan strategi
yang optimal dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah. Penyusunan
prognosa ini dilakukan dengan informasi-informasi tentang nasabah
yang teridentifikasi mengalami pembiayaan bermasalah. Prognosa
dalam tahap ini, mengevaluasi apakah permasalahan 3 pilar kelaiakan
nasabah dapat diperbaiki dengan memberikan cara perbaikan dan
pilihan untuk menyusun strategi pemecahan selanjutnya. Dari tiga pilar
yang dievaluasi, penyusunan prognosa ini dibuat dengan melihat
masing-masing kelemahan 3 pilar tersebut:
a. Restrukturisasi Manajemen. Restrukturisasi manajemen dilakukan
ketika pilar kredibilitas manajemen terindikasi adanya kelemahan.
Di pilar pertama, kredibilitas manajemen memiliki variabel
integritas dan kecakapan, keduanya dapat diperbaiki dengan cara
restrukturisasi manajemen. Integritas dapat diperbaiki dengan
9 Polya’s Problem Solving Process” diakses pada tanggal 20 September 2016 dari
http://faculty.atu.edu/mfinan/2033/section1.pdf
74
penggantian manajemen dan kecakapan dapat ditanggulangi
dengan dipatuhinya petunjuk/batasan operasi yang telah disetujui
bersama.
b. Restrukturisasi operasi perusahaan dan/atau pos-pos neraca.
Dalam pilar yang kedua, kemampuan membayar kembali dapat
ditanggulangi dengan hasil prestasi yang dapat diperbaiki dengan
restrukturisasi operasi dan masalah likuiditas dapat ditanggulangi
dengan restrukturisasi pos-pos neraca. Pilihan yang diberikan BNI
Syariah dalam penyusunan prognosa ini yaitu menyusun kembali
struktur hutang, menjadwalkan kembali pembayaran hutang,
mencairkan aktiva, dan menyusun kembali operasi
(penerimaan/pengeluaran) nasabah.
c. Agunan. Apabila dalam diagnosa penilaian kelaikan nasabah
kurang dalam memberikan informasi permasalahan, BNI Syariah
sudah menyusun prognosanya dengan restrukturisasi dan penjualan
agunan pada pilar terakhir yaitu agunan. Pilihannya dengan
mengganti atau menambah agunan dan melikuidasi agunan. Pilihan
tersebut diberikan untuk memperkuat First Way Out, memperbaiki
posisi BNI Syariah dalam negoisasi, memperbanyak pilihan dalam
proses pengambilan keputusan dan meningkatkan CEV dan
likuiditas agunan.10
Pilihan-pilihan yang dibuat dalam penyusunan prognosa tersebut
dilakukan sebagai dasar pembuatan rencana dalam penyelesaian
10
Khoirul Anwar, Recovery and Remedial Head Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 5 September 2016
75
pembiayaan bermasalah. Dari penyusunan prognosa tersebut, BNI Syariah
dapat mengetahui strategi yang akan diambil untuk melakukan eksekusi
penyelamatan pembiayaan apakah pembiayaan itu diteruskan atau
dihentikan.
2) Menetapkan Sasaran Strategis
Penetapan sasaran strategi dalam metode analisis pemecahan
masalah yang dilakukan BNI Syariah Jakarta Barat terdiri dari dua bagian:
1. Memutuskan Hubungan
o Dengan segera menarik kembali pembiayaan
o Apabila variabel penentu melemah tidak dapat diperbaiki
(berada di risiko tinggi/sedang)
o Apabila risiko yang rendah tidak dapat dicapai dalam
kredibilitas manajemen
o Melakukan eksekusi agunan/kepailitan
2. Memutuskan Hubungan
o Dengan melanjutkan perpanjangan pembiayaan
o Kelemahan pembayaran kembali hanyalah sebagai strategi
permasalahan likuiditas (jankga pendek) bukan permasalahan
solvabilitas
o CEV agunan dapat ditingkatkan untuk memperkuat second way out
o Melakukan R311
11
Data Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat
76
3) Merumuskan Strategi
Perumusan strategi dikembangkan dari penetapan sasaran
strategi sebagai metode analisa pemecahan masalah yang dilakukan
BNI Syariah Jakarta Barat. Dari uraian tentang penetapan sasaran
strategi, salah satu perencanaan pemecahan masalah yang dibuat oleh
BNI Syariah adalah strategi pemutusan hubungan dan strategi
penerusan hubungan. Kedua strategi tersebut tersaji dalam skema
berikut:
Gambar 4.3: Strategi Pemutusan Hubungan12
76
12
Data Bank BNI Syariah Jakarta Barat
Faktor Pendukung
Pemutusan
Hubungan
Strategi
Pemutusan
Hubungan
Cara Pemutusan
Hubungan
o Posisi agunan lemah
o Sulitnya pencairan
agunan
o Kelangsungan
hubungan dengan
nasabah masih
diperlukan
o Keberhasilan
penagihan tidak peka
terhadap wakltu
o Posisi agunan kuat
o Integritas manajemen
rendah
o Dicurigai atau terbukti
adanya kecurangan
o Pencairan dan nilai agunan
cenderung menurun
o Penagihan peka terhadap
waktu
Memelihara
kelaikan
pembiayaan
nasabah,
meskipun sedang
dalam proses
pemutusan
hubungan
Memutuskan
hubungan
dengan nasabah
secepat mungkin
tanpa
memperhatikan
pemeliharaan
Secara
Koperatif
Secara
Paksaan/Agresif
77
Strategi pemutusan hubungan dapat disimpulkan bahwa dalam
analisa menentukan nasabah yang pembiayaannya bermasalah, tidak
prospektif atau kemampuan nasabah tersebut tidak bisa membayar kembali
pembiayaan yang sudah disetujui, maka diputuskan hubungan dalam
pembiayaannya. Langkahnya dengan eksekusi jaminan jual bawah tangan,
lelang dan atau litigasi pailit.
Gambar 4.4: Strategi Penerusan Hubungan
Strategi penerusan hubungan dilakukan melalui restrukturisasi
pembiayaan;
Sumber: Data Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat
Strategi penerusan hubungan dibuat dengan skema adanya
restrukturisasi yaitu rescheduling, reconditioning, restructuring.
Rescheduling
Perubahan jadwal
pembayaran kewajiban
nasabah atau jangka
waktunya.
Restructuring
Perubahan persyaratan pembiayaan, tidak terbatas pada
rescheduling/reconditioning, antara lain meliputi:
Perubahan dana fasilitas pembiayaan Bank
Konversi akad pembiayaan
Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah
berjangka waktu menengah
Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara
pada perusahaan nasabah
Reconditioning
Perubahan sebagian atau seluruh
persyaratan pembiayaan, antara lain:
Perubahan jadwal pembayaran, jumlah
angusran, atau jangka waktu
Pemberian potongan sepanjang tidak
menambah sisa kewajiban nasabah yang
harus dibayarkan kepada bank
78
Perencanaan pemecahan masalah ini dibuat berdasarkan analisa terhadap
nasabah yang kemungkinan masih mampu untuk melanjutkan
pembiayaannya dengan bantuan pihak bank.13
3. Menyelesaikan Masalah Sesuai Rencana
Langkah ini biasanya lebih mudah daripada menyusun rencana.
Secara umum, yang dibutuhkan adalah peduli dan sabar, karena adanya
keterampilan di dalam masing-masing individu. Menyelesaikan dengan
rencana yang sudah dipilih dan jika rencana itu tidak berjalan dengan baik,
rencana alternatif yang telah dibuat dilakasanakan agar langkah
pemecahan masalah tersebut dapat diambil keputusan.14
Hasil dari
perencanaan pemecahan masalah dilanjutkan pada eksekusi rencana yang
telah disusun. Pengambilan keputusan yang dilakukan pejabat berwenang,
diputuskan setelah semua rencana yang disusun recovery and remedial
head menghasilkan memorandum analisa penyelamatan yang ditetapkan
sebagai syarat penyelamatan.
Bersamaan dengan pembuatan MAP, BNI Syariah juga membuat
Laporan Perkembangan Penyelamatan Pembiayaan (LPPP) yang
digunakan sebagai pemantauan dari hasil analisa pemecahan masalah yang
sebelumnya telah direncanakan. LPPP ini dibuat 3 bulan sekali pada
nasabah yang pembiayaannya direstrukturisasi. Kewenangan memutus
MAP dilaksanakan pejabat Bank mulai dari Dirut dengan pemutus
13
Khoirul Anwar, Recovery and Remedial Head Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 5 September 2016 14
“Polya’s Problem Solving Techniques” diakses pada tanggal 20 September 2016 dari
https://math.berkeley.edu/~gmelvin/polya.pdf
79
pembiayaan segmen besar sampai dengan Pemimpin cabang pemutus di
pembiayaan segmen kecil.15
4. Memeriksa Kembali Hasil yang Diperoleh
Langkah terakhir yang dijelaskan G.Polya dalam proses
pemecahan masalah adalah memeriksa kembali, melihat kembali
pekerjaan yang telah dilakukan dalam melakukan analisa pemecahan
masalah untuk membantu mengidentifikasi adanya kesalahan yang
terlewatkan dan untuk membuat strategi yang lebih matang lagi pada
pemecahan masalah selanjutnya.
Dari langkah analisis problem solving yang dilakukan recovery and
remedial head dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah, pada tahap
inilah hasil yang telah dikerjakan dipantau kembali. Setelah pembiayaan
bermasalah itu diberikan keputusan untuk diteruskan atau dihentikan maka
pedoman pemantaun penyelamatan pun berguna sebagai acuan dasar untuk
mengawasi kelanjutan pembiayaan tersebut. Adapun pedoman
penyelamatan pembiayaan mencakup 2 hal pokok:
1. Pemantauan nasabah dalam penyelamatan
Pemantaun ini dilakukan dengan cara meneliti terus
menerus 3 pilar kelaiakan pembiayaan melalui laporan pemantauan
sebagai berikut:
Formulir Riwayat Pembayaran
Formulir Penelitian Hasil Prestasi
Formulir Evaluasi Penilaian Agunan
15
Khoirul Anwar, Recovery and Remedial Head Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 5 September 2016
80
2. Pemantauan pelaksanaan strategi penyelamatan
Dengan cara meneliti secara terus menerus pelaksanaan
Strategi Penyelamatan melalui Laporan Perkembangan
Penyelamatan Pembiayaan (LPPP).
LPPP memberi informasi kepada Pejabat Pemutus
Pembiayaan (PPP) tentang keadaan terakhir perkembangan
usaha penyelamatan pembiayaan nasabah
Keberhasilan Strategi Penyelamatan dinilai dan bila perlu
diusulkan perbaikan, caranya:
o Bandingkan pelaksanaan tahap eksekusi dengan
rencana, jelaskan penyimpangan yang ada
o Bandingkan relevansi strategi alternatif dengan kondisi
terkahir
o Tetapkan strategi terbaik guna mengoptimalkan usaha
penarikan pembiayaan
o Sampaikan strategi baru pada PPP bila strategi utama
dan strategi pengganti yang telah disetujui sebelumnya
tidak dapat dilaksanakan
Informasi penyelamatan pembiayaan disajikan dalam tiga
bagian utama dan lampiran.
a. Bagian Utama
- PERTAMA, Analisa Masalah Nasabah memberikan
analisa penyelamatan dengan kondisi yang terakhir.
81
- KEDUA, Ringkasan Strategi Penyelamatan merinci
strategi yang sedang dipertimbankan.
- KETIGA, Perkembangan Terhadap Rencana
menyajikan keberhasilan strategi penyelamtan
sampai saat ini.
b. Lampiran
Berisi pilihan strategi dan langkah-langkah yang
diusulkan.
- Strategi yang ada dinilai berdasarkan
keberhasilannya sampai saat terkahir
- Perubahan terhadap strategi yang diusulkan
- Langkah-langkah berikutnya dikemukakan untuk
memperoleh persetujuan
Semua dokumen Penyelamatan Pembiayaan yang telah
memperoleh Persetujuan harus diperikasa oleh unit
Operasioanal Cabang sebelum dilaksanakn oleh Pengelola
Pembiayaan Khusus.16
B. Prosedur Pembiayaan pada Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat
Perwujudan prinsip kehati-hatian dalam memberikan pembiayaan
oleh Bank Syariah perlu dijalankan agar rasa percaya masyarakat terhadap
bank syariah benar-benar terwujud, sehingga pembiayaan yang diberikan
dapat mengenai sasaran dan terjaminnya pengembalian pembiayaan tepat
waktu sesuai kesepakatan. Pengajuan pembiayaan oleh calon debitur dapat
16
Khoirul Anwar, Recovery and Remedial Head Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 5 September 2016
82
dilakukan dengan mendatangi langsung bank untuk mengajukan
pembiayaan yang ingin diambil, bisa itu pembiayaan konsumtif atau
pembiayaan produktif. Dalam prosesnya, prosedur pembiayaan dalam
Bank BNI Syariah memilki tahapan-tahapan seperti pengajuan
pembiayaan di bank lainnya. Dalam prosedur pengajuan pembiayaan,
memperkecil resiko dalam penyaluran pembiayaan itu penting guna
meminimalisasi terjadinya pembiayaan bermasalah. Maka dari itu, dengan
melakukan anlaisa pembiayaan yang tujuannya menilai seberapa besar
kemampuan dan kesediaan calon debitur dalam menjalankan pembiayaan
tersebut dengan haraapan mampu mengembalikan pembiayaan sesuai
kesepakatan.
Analisa pembiayaan inilah yang menjadi tahap awal pihak bank
dalam pemberian pembiayaan. Adapun tahapannya sebagai
berikut:
1. Persiapan Pembiayaan (Financing Preparation) adalah
kegiatan tahap permulaan dengan maksud saling mengetahui
informasi antara calon debitur dengan bank, yang dilakukan
melalui wawancara. Seperti syarat pengajuan pembiayaan serta
keadaan usaha nasabah.
2. Analisa pembiayaan (Financing Analisys) merupakan langkah
pentig untuk realisasi pembiayaan yang bertujuan menilai
kelayakan calon debitur, menekan resiko tidak terbayarnya
pembiayaan dan menghitung kebutuhan pembiayaan yang
layak. Dapat dilakukan seperti: pendekatan jaminan, karakter,
83
kemampuan pelunasan nasabah, studi kelayakan dan fungsi
bank. Selain itu dapat dianalisa dengan menggunakan prinsip
5C yaitu character, capacity, capital, condition of economic dan
collateral yang berguna untuk memberikan informasi tentang
keadaan nasabah.
3. Keputusan Pembiayaan (Financing Decision), merupakan
langkah dari pejabat bank untuk menerima atau menolak
pembiayaan yang diajukan. Pemutus pembiayaan adalah
seorang pejabat atau komite yang khusus diberi wewenang
untuk memutuskan pembiayaan.
4. Pelaksanaan dan Administrasi Pembiayaan (Financing
Realization and Administration). Tahap pelaksanaan
pembiayaan merupakan langkah yang ditempuh setelah
dilakukan keputusan pembiayaan. Hal ini dilakukan setelah
calon debitur mempelajari dan menyetujui isi keputusan
pembiayaan. Kemudian kedua belah pihak menandatangani
perjanjian pembiayaan beserta lampirannya. Sedangkan
administrasi dilakukan dengan penerimaan keputusan dan
penyampaian kepada debitur.
5. Supervisi pembiayaan dan pembinaan debitur (Financing
Supervision and follow up) adalah upaya penanganan
pembiayaan yang telah diberikan bank dengan memantau usaha
84
yang dijalankan debitur dan memberikan saran agar
pengembaliannya berjalan dengan baik.17
Setelah analisa pembiayaan dilakukan tahap berikutnya adalah
memproses pembiayaan yang sudah diajukan oleh analisa
pembiayaan. Tahapan proses ini diberikan kepada unit processing,
di unit ini pembiayaan calon debitur yang diajukan akan dihitung
jangka waktu dan pembayaran tiap bulannya beserta margin yang
harus dibayarkan calon debitur kepada pihak bank.
Prosedur selanjutnya, persyaratan yang diajukan di awal oleh
calon debitur akan dianalisa oleh unit operasional guna menilai
barang jamnian/agunan yang diajukan sebagai syarat pembiayaan
dan pengecekan persyaratan secara lengkap untuk kesepakatan
akad pencairan dana pembiayaan.
Setelah semua persyaratan lengkap dan analisa calon debitur
selesai, pejabat pemutus pembiayaan dapat memutuskan pencairan
pembiayaan tersebut akan dicairkan dengan pemberian
kewenangan kepada unit operasional untuk mengatur kesepakatan/
akad perjanjian pembiayaan antara calon debitur dengan pihak
bank.
Proses pengikatan perjanjian/akad yang dilakukan kedua belah
pihak diteruskan dengan pencairan pembiayaan yang waktunya
tidak lebih dari seminggu tanggal akad dilaksankan.
17
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum, (Bandung:
Alfabeta, 2004), h.91
85
Bagian yang penting dalam prosedur pembiayaan adalah
pemantauan pembiayaan guna melihat perkembangan pembiayaan
debitur, apakah pembiayaan yang sudah disepakati dapat berjalan
dengan lancar atau ada indikasi terjadinya pembiayaan
bermasalah.18
C. Langkah Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Bank BNI
Syariah Cabang Jakarta Barat
Kegiatan perbankan pada umumnya tidak lepas dari suatu resiko.
Khsusunya pembiayaan yang diberikan kepada para debitur suatu bank
juga berdampak terjadinya pembiayaan yang dikategorikan bermasalah.
Bank BNI Syariah sebagai bank syariah yang sudah banyak mendapatkan
prestasi-prestasi atas kinerjanya dalam melayani nasabah-nasabahnya tidak
menutup kemungkinan dalam proses pemberian pembiayaan selama ini
terdapat pembiayaan bermasalah.
1. Faktor terjadinya Pembiayaan Bermasalah
Hal ini tidak terjadi begitu saja, ada faktor-faktor yang
menyebabkan pembiayaan bermasalah itu terjadi. Veitzhal Rivai
menjelaskan faktor penyebab timbulnya pembiayaan bermasalah
dibagi dua:
1. Faktor Intern (pihak bank)
a. Kurang pengecekan terhadap latar belakang calon nasabah.
18
Hidayatullah, Staff Operasional Bank BNI Syariah Kantor Cabang Jakarta Barat,
Wawancara Pribadi, Jakarta 6 September 2016
86
b. Kurang tajam dalam menganalisis terhadap maksud dan tujuan
penggunaan pembiayaan dan sumber pembayaran kembali.
c. Kurang pemahaman terhadap kebutuhan keuangan yang
sebenernya dari calon nasabah dan apa manfaat pembiayaan
yang diberikan.
d. Kurang mahir dalam menganalisis laporan keuangan calon
nasabah.
e. Kurang lengkap dalam mencantumkan syarat-syarat.
f. Terlalu agresif atau terburu-buru.
2. Faktor Ekstern (nasabah)
a. Nasabah tidak kompeten dalam menjalankan usahanya.
b. Nasabah tidak atau kurang pengalaman.
c. Nasabah kurang memberikan waktu untuk usahanya.
d. Nasabah tidak jujur.
e. Nasabah serakah.19
Bank BNI Syariah menetapkan kualitas pembiayaan dengan 5
bagian:
1) Kolektibilitas I = Lancar
2) Kolektibilitas II = Dalam Perhatian Khusus
3) Kolektibilitas III = Kurang Lancar
4) Kolektibilitas IV = Diragukan
5) Kolektibilitas V = Macet
19
Veitzhal Rivai, Islamic Financial Management….., h. 478-479
87
Pembiayaan golongan I,II, & III,IV,V yang direstrukturisasi
dikelola oleh PPK (Pengelola Pembiayaan Khsusus) atau Pengelola
Pemasaran (PPM) yang berbeda antara PPM awal pemberian dengan yang
melaksanakan restrukturisasi. Dalam upaya penyelesaian pembiayaan
bermasalah BNI Syariah menerapkan restruktrisasi untuk memperbaiki
kembali proses pembiayaan sebelumnya, isitilah di BNI Syariah disebut
R3 (Restructuring, Rescheduling, dan Reconditioning).20
Faktor terjadinya pembiayaan bermasalah dalam bank BNI Syariah
lebih didominasi oleh faktor ekstern. Indikasi terjadinya pembiayaan
bermasalah banyak terjadi dalam pembiayaan produktif. Seperti yang
dijelaskan Recovery and Remedial Head, Khoirul Anwar:
“Faktor yang sering menyebabkan pembiayaan bermasalah
itu muncul lebih kepada faktor ekstern atau si nasabahnya.
Biasaanya produk dengan akad musyarakah yang banyak
mengalami pembiayaan bermasalah, rata-rata terjadi karena
bisnisnya, dampak ekonominya, adanya side streaming, itu timbul
karena pemohon pembiayaannya. Misalkan koperasi, pengurus dari
koperasi tersebut menyalahgunakan pembiayaannya yang
seharusnya pembiayaannya disalurkan kepada pihak ketiga ini
malah disalahgunakan oleh pengurus untuk kepentingan sendiri.
Penyalahgunaan inilah yang disebut side streaming”.21
Dalam pembiayaan dengan akad musyarakah, contohnya
pembiayaan Koperasi Karyawan (KopKar) itu tidak memakai jaminan,
karena Bank BNI Syariah memiliki payung hukum dalam hal kerjasama
dengan koperasi. Koperasi induk inilah yang dijadikan sebagai jaminan
atau istilah dalam perbankan corporate guarantee. Faktor dari internal
20
Khoirul Anwar, Recovery and Remedial Head Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 20 September 2016 21
Khoirul Anwar, Recovery and Remedial Head Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 20 September 2016
88
sangat kecil kemungkinan karena jenjangnya sangat luas. Mulai dari
proses analisa di cabang, lalu diajukan ke kantor pusat dan dikembalikan
lagi kepada cabang, jadi untuk indikasi pembiayaan bermasalah dari faktor
internal sangat kecil.
Contoh kasus dari pembiayaan KopKar yang bermasalah ini terjadi
pada: koperasi “XYZ” di dalam lingkungan sekolah “ZXC” yang berada
dibawah naungan yayasan “ASDF”. Koperasi tersebut mengajukan
pembiayaan kepada Bank BNI Syariah untuk memfasilitasi karyawaan di
sekolah tersebut yang ingin mendapatkan pinjaman. Dalam prosesnya,
pengajuan pembiayaan yang berkisar Rp 5 Miliyar ini seharusnya berjalan
sesuai yang ditentukan kedua belah pihak antara bank dan koperasi
tersebut. Kesepakatan dalam pengembalian pembiayaannya disepakati
dengan cara pemotongan gaji nasabah koperasi tersebut lalu dibayarkan
kepada pihak bank. Resiko untuk terjadinya pembiayaan bermasalah
dalam pembiayaan ini sebenarnya kecil mengigat prosedur pemberian dan
pengembalian yang telah disepakati bank dan koperasi sangat mudah.
Tetapi penyalahgunaan yang tidak semestinya dilakukan pengurus
koperasi tersebut (pemohon pembiayaan) yang menimbulkan resiko besar.
Dana yang diterima koperasi atas pemberian pembiayaan oleh Bank BNI
Syariah yang seharusnya dialokasikan kepada karyawan tetapi malah
disalahgunakan untuk proyek pembangunan perumahan dengan asumsi
hasil dari proyek tersebut dapat melunasi pembiayaan kepada bank.22
22
Khoirul Anwar, Recovery and Remedial Head Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 20 September 2016
89
Berdasarkan contoh kasus di atas, jelas pembiayaan KopKar
tersebut terjadi side streaming (penyalahgunaan dana). Dengan adanya
side streaming ini resiko yang seharusnya kecil dalam akad musyarakah
menjadi besar karena hal itu. Dalam produk pembiayaan KopKar dengan
akad musyarakah tidak diberlakukan adanya jaminan melainkan
penggunaan coroporate guarantee dari koperasi tersebut yang
bertanggung jawab dalam penyelesaian pembiayaan bermasalahnya.
2. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
1) Restrukturisasi
Bank BNI Syariah dalam memberikan pembiayaan
berharap bahwa pembiayaan tersebut berjalan dengan lancar.
Artinya nasabah dapat mematuhi kesepakatan yang telah dibuat di
awal perjanjian pembiayaan. Akan tetapi resiko terjadinya
pembiayaan bermasalah bisa saja mucul akibat nasabah mengalami
kesulitan membayar hutang dalam jangka waktu yang telah
disepakati. Berikut laporan rasio pembiayaan bermasalah Bank
BNI Syariah Cabang Jakarta Barat:
Tabel 4.3: Data Pembiayaan Bermasalah Bank BNI Syariah Cabang Jakarta
Barat tahun 2014 - Maret 201623
Mar 2016 2015 2014
NPF
Gross
Rp 893.980.229 /
2,77%
Rp 512.825.053 /
2,53%
Rp 252.307.692 /
1,96 %
NPF Nett Rp 230.164.647 /
1,77 %
Rp 184.915.109 /
1,46 %
Rp 136.754.093 /
1,04 %
23
Khoirul Anwar, Recovery and Remedial Head Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 20 September 2016
90
Hal ini yang banyak menyebabkan kerugian bagi bank
syariah karena pendapatan dan perputaran arus kas suatu bank
tidak berjalan dengan baik. Jika ditinjau dari laporan pembiayaan
bermasalah Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat, perlu adanya
upaya yang dilakukan Bank BNI Syariah di setiap terjadinya
pembiayaan bermasalah yaitu penyelamatan pembiayaan, maka
Bank BNI Syariah Jakarta Barat melakukan upaya tersebut melalui
restrukturisasi, tata cara nya sebagai berikut:
Tabel 4.4: Tata Cara Restrukturisasi
Jenis Jenis Restrukturisasi
Piutang Rescheduling Reconditioning Restructuring
Murabahah
dan
Istishna’
Perpanjangan
jangka waktu
jatuh tempo
pembiayaan
Perubahan
jadwal
pembayaran,
jumlah
angsuran,
jangka waktu
dan/atau
pemberian
potongan.
Konversi menjadi :
Ijarah muntahiyyah
bittamlik /
mudharabah /
musyarakah,
Surat Berharga
Syariah Berjangka
Waktu Menengah,
Penyertaan Modal
Sementara.
Salam Perpanjangan
jangka waktu
jatuh tempo
penyerahan
barang salam
Perubahan
spesifikasi
barang, jumlah,
jangka waktu,
jadwal penyera-
han, pemberian
potongan
Penambahan dana
91
piutang, dll.
Qardh Perpanjangan
jangka waktu
jatuh tempo
pembiayaan
Perubahan
jadwal
pembayaran,
jumlah
angsuran,
jangka waktu
dan/atau
pemberian
potongan.
-
Mudharabah
dan
Musyarakah
Perpanjangan
jangka waktu
jatuh tempo
pembiayaan
Perubahan
nisbah bagi
hasil, jumlah
angsuran,
jangka waktu,
jadwal
pembayaran,
pemberian
potongan
pokok, dll
Penambahan
dana.
Konversi
menjadi :
- Surat Berharga
Syariah
Berjangka Waktu
Menengah
- Penyertaan Modal
Sementara.
Ijarah dan
Ijarah
Muntahiyyah
Bittamlik
Perpanjangan
jangka waktu
jatuh tempo
pembiayaan
Perubahan
jumlah
angsuran,
jangka waktu,
jadwal pemba-
yaran,
pemberian
potongan ujrah.
Konversi akad menjadi :
Mudharabah atau
Musyarakah
Penyertaan Modal
Sementara
Ijarah
Multijasa
Perpanjangan
jangka waktu
jatuh tempo
Perubahan
jumlah
angsuran,
-
92
Sumber: Data Bank BNI Syariah Kantor Cabang Jakarta Barat
Restrukturisasi ini dilakukan apabila analisa pembiayaan
menganalisis kemampuan membayar kembali seorang nasabah
dengan skema restruktur yang diberikan baik dari jangka waktunya
yang ditambahkan atau pembayaran tiap bulannya dikurangi.
Tetapi tidak semua nasabah mempunyai itikad baik dan
kemampuan untuk membayar kembali, jika kasusnya seperti itu
maka BNI Syariah menerapakan Strategi Pemutus Hubungan
dengan cara Mengeksekusi barang jaminan, baik itu di jual bawah
tangan atau di lelang.24
Langkah penyelesaian tersebut sebenarnya dijalankan dari
penerapan strategi yang disusun BNI Syariah Cabang Jakarta
Barat. Strategi tersebut terbagi dua antara penerus hubungan atau
pemutus hubungan. Uraian di atas menjelaskan ketika BNI Syariah
Cabang Jakarta Barat menetapkan nasabah yang pembiayaannya
bermasalah karena faktor ketidakmapuan membayar atau sedang
mengalami dampak ekonomi dalam usahanya tetapi mengajukan
permohonan untuk direstrukturisasi, itu dapat dilakukan penerusan
hubungan seperti yang diuraikan dalam tabel 4.3. BNI Syariah
24
Khoirul Anwar, Recovery and Remedial Head Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 20 September 2016
pembiayaan jangka waktu,
jadwal pemba-
yaran,
pemberian
potongan
piutang.
93
Cabang Jakarta Barat menilai nasabah tersebut masih bisa
melakukan pembiayaan dengan hasil analisa dan usulan unit
recovery and remedial.
2) Eksekusi Jaminan
Persyaratan adanya jaminan dalam suatu pembiayaan
menjadi hal yang sangat berpengaruh bagi kelangsungan
pembiayaan yang diberikan pihak bank kepada nasabahnya.
Penyelesaian melalui jaminan dilakukan oleh bank syariah
bilamana berdasarkan analisa penyelesaian pembiayaan disebutkan
nasabah tersebut tidak prospektif, baik dari prospek usaha nasabah
yang tidak ada, kredibiltas nasabah tidak dapat dipercaya,
kemampuan membayar kembali juga rendah dan atau nasabah yang
tidak kooperatif untuk menyelesaikan pembiayaan tersebut. Maka
upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan cara eksekusi
jaminan akan dilakukan oleh bank syariah.
Bank BNI Syariah menerapkan eksekusi jaminan dengan
prosedur awal sudah melakukan pendekatan secara kooperatif
dengan nasabah untuk diusahakan jaminan dapat dijual di bawah
tangan. Jika nasabah tidak kooperatif maka terpaksa eksekusi
jaminan tersebut dilakukan secara paksa yaitu di lelang bahkan
sampai bisa terjadi pailit. Pelelangan yang dilakukan Bank BNI
Syariah Jakarta Barat diterapkan sesuai peraturan yang telah
ditentukan. Bahkan jika dalam kasus pembiayaan KopKar yang
telah dijelaskan di uraian sebelumnya, jika nasabah tidak juga ada
94
itikad baik untuk membayar dan corporate guarantee yang
dijaminkan pun tidak ada kredibilitas hal itu bisa dipidankan oleh
bank lewat jalur hukum.25
D. Analisis
1. Analisis Problem Solving dalam Penyelesaian Pembiayaan
Bermasalah
Setiap proses berpikir rasional dibangun oleh sejumlah
pertanyaan. Kemampuan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang efektif adalah hal mendasar yang diperlukan untuk memecahkan
masalah. Metode pemecahan masalah adalah proses berpikir tersebut
untuk menemukan jalan keluar dari masalah yang sedang terjadi.
Pelaksanaannya dalam dunia perbankan berguna ketika adanya
pembiayaan bermasalah, analisa pemecahan tersebut dapat dijalankan
sesuai prosedur dan persiapan yang matang.
Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat memiliki kebijakan
dan prosedur dalam menganalisis suatu pembiayaan bermasalah yang
dikerjakan oleh unit recovery and remedial sebagai unit yang
bertanggung jawab untuk menangani resiko dari kegiatan pembiayaan
yang dilakukan oleh bank. Dalam Bank BNI Syariah Cabang Jakarta
Barat, posisi ini ditempati oleh satu pegawai dengan berkoordinasi unit
lainnya dalam menganalisa mulai dari pembiayaan itu diajukan sampai
pembiayaan selesai.
25
Khoirul Anwar, Recovery and Remedial Head Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Jakarta Barat, Wawancara Pribadi, Jakarta 20 September 2016
95
Jika diliihat dari model proses pemecahan masalah yang
dikonsepkan oleh G.Polya, ada empat langkah dalam melakukan
pemecahan masalah yaitu memahami masalah, merecanakan
pemecahannya, menyelesaikan sesuai dengan rencana dan memeriksa
kembali hasil yang diperoleh, Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat
mempraktekkannya dengan pembagian lebih detail lagi dengan
membuat Memorandum Analisa Penyelamatan (MAP). Dalam proses
pemecahan masalah oleh Bank BNI Syariah dibagi menjadi: analisa
masalah dan penetapan Strategi. Dari kedua aspek tersebut diurai
menjadi poin-poin yang harus dijalankan dalam analisis pemecahan
masalah tersebut.
Pada aspek analisa masalah, Bank BNI Syariah Jakarta Barat
melakukan identifikasi masalah dan diagnosa masalah. Pada tahap ini
pengidentifikasian dilakukan untuk menemukan masalah pembiayaan
yang terjadi pada nasabah itu seperti apa. Faktor utama dalam masalah
itu dilihat melalui analisa identifikasi masalah ini. Dari data-data
tersebut, recovery and remedial head melakukan diagnosa masalah
yang dinilai dari tiga pilar kelaikan nasabah mulai dari kredibilitas
manajemen, kemampuan membayar kembali dan agunan.
Sedangkan pada aspek penetapan strategi, Bank BNI Syariah
Cabang Jakarta Barat melakukan penyusunan prognosa, menetapkan
sasaran strategi, merumuskan strategi dan membuat action plan.
Dimulai dari penyusunan prognosa yang bisa dikatakan sebagai
rencana alternatif dalam pemecahan masalah penyelesaian pembiayaan
96
bermasalah guna memberikan hasil untuk dijadikan sasaran strategi
apakah pembiayaan itu diteruskan atau dihentikan. Dari pelaksanaan
rencana tersebut Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat tetap
melakukan pemantauan terhadap nasabah agar pembiayaan yang
direstruktur berjalan lancar tanpa adannya indikasi permasalahan
kembali.
Menurut penulis analisis pemecahan masalah yang dilakukan
BNI Syariah Cabang Jakarta Barat dibuat dengan konsep yang
sistematis. Metode yang digunakan tidak jauh berbeda dengan yang
dijelaskan G.Polya bahwa pentingnya memahami permasalahan itu
penting sebagai langkah menentukan rencana yang seperti apa yang
akan disusun untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah di Bank
BNI Syariah Cabang Jakarta Barat.
2. Analisis Prosedur Pembiayaan
Pemberian pembiayaan itu proses dimulainya analisa kelaiakan
nasabah sampai pemantauan pembiayaan seorang nasabah. Bank harus
mengetahui nasabah yang akan mengajukan pembiayaan merupakan
nasabah yang minim akan resiko. Prosedur in dilakukan agar di tengah
realisasi pembiayaan meminimalisasi terjadinya pembiayaan
bermasalah yang akan mempengaruhi kualitas aktiva bank syariah
Bank BNI Syariah menerapkan prosedur pembiayaan sama
seperti bank-bank lain dalam pengajuan pembiayaan. Prosesnya sama
yang diawali dengan tahapan:
97
1. Pemohon mengajukan pembiayaan kepada Bank BNI Syariah
Jakarta Barat untuk menetukan produk pembiayaan yang akan
diambil.
2. Setelah pembiayaan diajukan, analisa kelaikan nasabah dilakukan
agar sebelum diputus pembiayaannya dapat dikethaui berapa
jangka waktu yang diberikan dan berapa pokok pembayaran yang
mesti dibayar dengan margin yang sudah dibuat oleh pihak bank
3. Dengan persyaratan lengkap, pihak bank selanjutnya membuat
kesepakatan anatara dua belah pihak tersebut dengan melakukan
pengikatan/akad agar pembiayaan bisa segera dicairkan
4. Setelah pencairan pembiayaan diputuskan oleh pejabat pemutus
pembiayaan, pemantauan dan pengawasan dilakukan demi menjaga
kualitas pembiayaan tersebut.
5. Jika di tengah kegiatan pembiayaan nasabah terindikasi mengalami
pembiayaan bermasalah maka segera dilakukan penyelamatan
dengan restrukturisasi. Apabila prospek dari pembiayaan tersebut
tidak bisa diselamatkan dengan restrukturisasi maka dilakukan
penyelesaian pembiayaan dengan mengeksekusi barang jaminan
pembiayaan.
Prosedur yang dilakukan BNI Syariah Jakarta Barat
memberikan pemahaman bahwa dalam prosesedur pembiayaan itu
dilalui dengan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadinya resiko yang
diinginkan kedua belah pihak terutama bank sebagai penyalur dana.
Dalam prosesnya pun pembiayaan yang dilakukan BNI Syariah Jakarta
98
Barat sesuai syariah yang melakukan pengikatan/akad yang
menghasilakn kesepakatan antara kedua belah pihak.
3. Analisis Langkah Penyelesaian
Penyelesaian pembiayaan bermasalah merupakan penerapan
dari strategi bank dalam menyelamatkan kualitas aktiva produktif bank
agar tetap terjaga Non Performing Fund (NPF) berada di angka 5 %,
jika nilai NPF suatu bank berada di atas 5% maka dapat dikatakan
bank itu tidak sehat.
Dibutuhkan langkah penyelesaian yang segera ketika resiko
pembiayaan bermasalah muncul dalam suatu bank. Pendekatan
diperlukan pihak bank terhadap nasabah yang memang dikategorikan
sebagai nasabah bermasalah. Ini berguna untuk menindaklanjuti
langkah penyelesaian yang akan diambil bank itu seperti apa. Bank
BNI Syariah Cabang Jakarta Barat menerapkan langkah penyelesaian
itu dengan tata cara restrukturisasi, penyelesaian dan penghapusan
pembiayaan. Pembiayaan dapat direstrukturisasi apabila kelaikan
nasabah dan prospek dalam menjalankan pembiayaan terlihat mampu
setelah dianalisa. Jika hal itu tidak berjalan maka penyelesaian dengan
penjualan agunan dengan eksekusi lelang atau pailit dapat dijalankan
selama sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan keputusan pejabat
pemutus pembiayaan. Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat juga
menerapkan hapus buku dalam langkah penyelesaian pembiayaan, ini
diterapkan untuk menutup semua pembiayaan yang kualitas
pembiayaannya tergolong macet dan sudah tidak bisa dibayar kembali.
99
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis buat dengan didukung
landasan-landasan teori dan data-data dari Bank BNI Syariah Jakarta
Barat, maka penulis memahami permasalahan-permasalahan peneltian dan
membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Analisis problem solving dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah
pada Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat membuktikan bahwa
penerapan metode pemecahan masalah yang dilakukan Bank BNI
Syariah Kantor Cabang Jakarta Barat memiliki konsep yang dapat
dijadikan pedoman perusahaan untuk menjaga tingkat kesehatan suatu
bank tersebut. Rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing
Financing/NPF) BNI Syariah per akhir Maret 2016 sebesar 2,7 persen,
di bawah rata rata NPF industri di 5 persen. Jika merujuk data terakhir
pertengahan April 2016 ini, NPF BNI Syariah sudah kembali turun di
2,5 persen. Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat mampu menjaga
non performing financing (NPF) pada posisi aman sebesar 2,42 persen.
Angka itu masih jauh di bawah realisasi kredit macet industri
perbankan syariah nasional, yakni kisaran 4,76 persen. Tingkat
pertumbuhan NPF yang dijaga dibawah angka 5%, menjadikan Bank
BNI Syariah sebagai wadah terpercaya bagi para calon penyimpan
dana dengan kinerja yang dikerjakan dengan pencapaian target
100
optimal. Metode yang digunakan dalam penyelesaian pembiayaan
bermasalah memberikan pemahaman yang jelas karena di setiap
langkah yang diambil, rencana yang disusun, dan eksekusi yang
dijalankan sesuai dengan analisa yang matang dari recovery and
remedial head.
2. Secara prosedur pemberian pembiayaan yang diberikan Bank BNI
Syariah Jakarta Barat memberlakukan persyaratan yang mesti
dilengkapi calon nasabah dan menerapkan prinsip kehati-hatian sesuai
syariah agar terhindar dari resiko pembiayaan bermasalah.
3. Langkah penyelesaian yang dilakukan Bank BNI Syariah Cabang
Jakarta Barat dilakukan dengan dua langkah strategi diantaranya
strategi penerus hubungan dan strategi pemutus hubungan. Dalam
strategi penerus hubungan, penyelesaian pembiayaan bermasalah itu
dapat dilakukan dengan penyelmatan yang menggunakan tata cara
restruktrisasi; rescheduling, restructuring dan reconditioning. Langkah
ini diambil guna memperthankan kredibilitas bank agar tetap
memberikan pelayanan terbaik bagi para nasabahnya. Sedini mungkin,
jika pembiayaan itu dapat diselesaikan secara kooperatif maka bank
menerapkan restrukturisasi pembiayaan.
Strategi kedua yaitu strategi pemutus hubungan, dilakukan setelah
hasil analisa Bank BNI Syariah Kantor Cabang Jakarta Barat
merumusakan bahwa nasabah dikategorikan tidak prospektif, yang
berarti prospek usaha tidak ada hasil, tidak ada itikad baik untuk
melunasi pembiayaan, menyalah gunakan dana yang diberikan pihak
101
bank itu dilakukan dengan eksekusi jaminan pembiayaan baik dilelang
atau dipailitkan. Bank berhak mengambil nilai pokok yang mesti
dibayarkan nasabah bermasalah dari sisa penjualan jaminan tersebut
jika nilai jaminan tersebut melebihi nilai modal/pokok yang diberikan
bank.
B. Saran
1. Metode analisa yang dilakukan unit recovery and remedial berjalan
dengan baik. Perlu adanya pengembangan dari metode pemecahan
masalah tersebut agar dapat dipakai dalam tahap analisa pembiayaan
yang seringkali tidak terawasi dalam pemberian pembiayaan produktif
yang tidak menggunakan jaminan.
2. Dalam hal penyelesaian pembiayaan, sikap tegas harus dijalankan
terhadap nasabah-nasabah yang terbiasa mempunyai pembiayaan
bermasalah dengan pelaksanaannya sesuai prosedur dan syariah.
3. Dapat menerapkan produk-produk pembiayaan secara murni syariah
dan bisa menjadi pedoman bagi bank syariah lainnya agar terus
mendukung sistem perekonomian Islam di Indonesia.
102
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Perbankan No.10 . (1998). Jakarta: Sinar Grafika.
Afif, Faisal. (1996). Strategi dan Operasional Bank. Bandung: Eresco.
Antonio, M. Syafi'i. (2001). Bank Syariah dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani.
Antonio, M. Syafi'i. (2001). Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta:
Gema Insani.
Arifin, Zainul. (2005). Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah . Jakarta: Pustaka
Alfabet.
Aziz, Moh. Saifulloh. (2005). Fiqh Islam Lengkap. Surabaya: Terbit Terang.
Basir, Cik. (2009). Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan
Agama dan Mahkamah Syariah. Jakarta: Kencana.
Dermawan, Indra. (1992). Pengantar Uang dan Perbankan . Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri., Zain, Aswan. (2002). Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Djamil, Faturrahman. (2005). Penyelesaian Sengketa Bermasalah di Bank
Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.
Fahmi, Irham. (2012). Manajemen; Teori, Kasus dan Solusi. Bandung: Alfabeta.
Hadi, Sutrisno. (1997). Metodologi Riset. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
Press.
Hasibuan, Malayu. (2001). Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hermansyah. (2005). Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: PT
Kencana.
Huda, Nurul., Heykal, Mohammad. (2010). Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan
Teoritis dan Praktis. Jakarta: Kencana.
Ikatan Bankir Indonesia. Memahami Bisnis Bank Syariah. (2014). Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
103
Janwari, Yadi. (2015). Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Jumhana, Muhammad. (2000). Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung : PT
Citra Aditya Bakti.
Kasmir. (2003). Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Lidnillah, Dindin Abdul Muiz. (2008). Strategi Pembelajaran Pemecahan
Masalah di Sekolah Dasar.
Moeloeng, Lexy. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.
Muhammad. (2005). Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Munawir, Ahmad. Warson. (1997). Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia.
Surabaya : Pustaka Progresif.
Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004: Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: PT
Grasindo.
Poerwadarminto, W.J.S. (1987). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Purnamasari, Irma Devita., Suswinarno. (2011). Panduan Lengkap Hukum
Praktis Populer Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah
Akad Syariah. Bandung: Kaifa.
Riawan, Amin. (2009). Menata Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: UIN
Press.
Rivai, Veithzal. Arifin, Arviyan. (2010). Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep,
dan Aplikasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rivai, Veitzhal. Permanda, A. (2006). Credit Management Handbook; Teori,
Konsep, Prosedur dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa Bankir dan
Nasabah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rivai, Veitzhal. Permata, A. (2006). Bank and Financial Institution Management
Convenional and Sharia System. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
S, Burhanuddin. (2010). Aspek Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sadi, M. (2015). Konsep Hukum Perbankan Syariah Pola Regulasi Sebagai
Institusi Intermdiasi dan Agen Investasi. Malang: Setara Press.
Saeed, Abdullah. (2003). Bank Islam dan Bunga Studi Kritis dan Interprestasi
Kontemporer tentang Riba dan Bunga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
104
Shomad, Abd. (2012). Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum
Indonesia, Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sudarsono, Heri. (2008). Bank & Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan
Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia.
Suhendi, Hendi. (2010). Fiqh Muamalah. Jakarta: Grafindo Persada.
Sumitro, Warkum. (1997). Asas-asas Perbankan Islam Dan Lembaga Terkait
(BAMUI dan Takafuly) di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tanrere, Munir. (2008). Environment Problem Solving in Learning Cheimistry for
High School Students. Jurnal of Science in Environment Saitation Volume
3 No.1.
Usman, Rachmadi. (2003). Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Wiraatmaja, R. (1997). Solusi Hukum Dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah.
Jakarta: Majalah Info Bank.
Wirdyaningsih. (2005). Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Zulkifli, Sunarto. (2007). Panduan Praktis Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul
Hakim.
Sumber Internet
http://www.bnisyariah.co.id
Lampiran 1
Transkip wawancara
Nama : Khoirul Anwar
Divisi : Recovery and Remedial Division
Posisi : Recovery and Remedial Head
Tempat : Kantor Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat
Tanggal : 5 September 2016
1. Apa yang menjadi penyebab pembiayaan bermasalah itu terjadi dalam suatu bank?
Jadi gini mas, penyebab pembiayaan bermasalah yang timbul di Bank BNI Syariah
Cabang Jakarta Barat itu seringkali terjadi karena faktor eksternal yaitu nasabah.
Misalkan, dalam produk pembiayaan Koperasi Karyawan (KopKar) dengan akad
musyarakah, pembiayaan itu bisa terjadi yang namanya side streaming
(penyalahgunaan dana) yang dilakukan oleh pengurus koperasi tersebut.
2. Apakah ada faktor internal yang sering menyebabkan pembiayaan bermasalah
tersebut terjadi ?
Jarang, sangat jarang sekali faktor intenal yang menyebabkan pembiayaan bermasalah
karena ruang lingkup internal luas dalam prosedur pembiayaannya, mulai dari unit di
cabang sampai kepada pusat dan diputuskan oleh pejabat pemutus pembiayaan.
3. Bagaimana metode pemecahan masalah BNI Syariah jika terjadi pembiayaan
bermasalah?
Metode pemecahan masalah yang dilakukan Bank BNI Syariah Cabang Jakarta Barat
adalah dengan pedoman yang sudah ditetapkan oleh perusahaan, yaitu dengan analisa
penyelamatan pembiayaan. Analisa penyelamatan pembiayaan ini sudah menjadi
pedoman perusahaan yang baku di Bank BNI Syariah. Kalau mau lihat datanya, ini
saya berikan dalam power point. (Data terlampir dalam power point).
4. Apabila terjadi pembiayaan bermasalah, langkah apa yang dilakukan oleh bank dalam
menyelesaikan pembiayaan bermasalah tersebut ?
Kalau dalam langkah penyelesaiannya BNI Syariah membaginya dalam 3 aspek mas,
pertama, restrukturisasi pembiayaan dengan model R3 (restructuring, reconditioning,
dan rescheduling). Kedua, dengan penyelesaian pembiayaan yaitu penjualan agunan
yang dimiliki nasabah jika dengan cara restrukturisasi tadi tidak bisa dijalankan,
artinta si nasabah ini engga kooperatif dengan pihak bank. Ketiga, itu penghapusan
pembiayaan, ada hapus buku dan hapus tagih.
5. Apabila bank melakukan restrukturisasi, bagaimana prosesnya?
Dalam proses restrukturisasi, jika nasabah itu mengajukan rescheduling maka yang
dirubah adalah jjadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktu
pembayaran. Kalau yang direstruktur itu menggunakan reconditioning adanya
perubahan sebagian persyaratan pembiayaan misalkan, jumlah angsuran, jadwal
pembayaran atau jangka waktunya (tenor)nya. Nasabah bisa juga dikasih diskon
sepanjang potongan itu tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus
dibayarkan kepada Bank. Terakhir restructuring, kalau udah pakai restructuring itu
biasanya kita merubah persyaratan pembiayaannya tidak terbatas pada rescheduling
atau reconditioning. Adanya konversi akad pembiayaan.
6. Bagaimana unit recovery dan remedial mengetahui bahwa pembiayaan seorang
nasabah itu bermasalah?
Selama masa pembiayaan saya pasti sesekali melakukan penagaihan langsung jika
sudah terindikasi pembayarannya engga lancar, nah dari situlah saya mengindikasi
bahwa si nasabah ini beresiko pembiayaannya bermasalah. karena feeling dan analisa
yang buat saya sebagai head recovery dan remedial memahami resiko yang akan
terjadi.
7. Apa yang dilakukan bank ketika mengidentifikasi masalahnya?
Kita lakukan verifikasi data-data persyaratan, melakukan pendekatan-pendekatan
kepada nasabah yang bermasalah. Ya dengan didatenngin langsung sih biasanya kita
mengidentifikasi si nasabah bermasalah.
8. Apa yang dilakukan berikutnya setelah masalah itu teridentifikasi pembiayaannya
bermasalah?
Kita coba kasih solusi dengan mengupayakan apa yang bisa dibantu dari pihak bank,
dengan cara menawarkan restukrturisasi juga kita sampaikan gunanya si nasabah
tersebut mempunyai pilihan gimana caranya pembiayaannya itu bisa dibayarkan lagi,
pokoknya kita mengusahakan dengan proses yang sangat membantu sekali pada
nasabah-nasabah kita
9. Bagaimana pengambilan keputusan terakhir setelah identifikasi masalah dan rencana
penyelesaian sudah diterapkan?
Pengambilan keputusan kita dapatkan dari Pejabat Pemutus Pembiayaan, setelah
semua langkah analisa penyelamatan pembiayaan kita buat, yang berwenang akan
menganalisa lagi apakah langkah pemecahan yang sudah dibuat head recovery and
remedial ini bisa dilanjutkan atau tidak, jika tidak maka saya mempresentasikannya
kembali dan mengusulkan dengan rencana alternatif yang sudah dibuat.
10. Apakah semua produk pembiayaan mewajibkan calon nasabahnya memenuhi
persyaratan adanya jaminan? Jika tidak produk apa saja dan apa alasannya?
Tidak semua pakai syarat jaminan, contohnya produk pembiayaan Koperasi Karywan
dengan akad musyarakah. Itu tidak kita wajibkan adanya jaminan karena prosedurnya,
si pemohon pembiayaan mengajukan pembiayaan KopKar terus akad nya jelas, dan
pengembaliannya pun jelas karena dana yang diberikan bank akan disalurkan kembali
kepada anggota koperasi dan pembyaran kepada bank nya melalui pemotongan gaji si
anggota tersebut yang tiap bulan dibayarkan koperasi.
11. Di dalam bank syariah ada proses penyelesaian pembiayaan AYDA (Agunan Yang
Diambilh Alih), apakah di BNI Syariah menerapkan itu? Jika iya, bagaimana
prosesnya?
Iya menerapkan, prosesnya jika ada nasabah yang sudah tidak mampu lagi untuk
membayar, dan penyelesaian dengan restruk tidak bisa maka first way out nya adalah
menjual jaminan tersebut dan atau second way out nya mempailitkan jaminan
tersebut. Dan jika jaminannya itu menggunakan corporate guarantee, penanggung
jaminan tersebut itulah yang menanggung si corporate nya.
12. Siapa yang berhak memutus kebijakan untuk menetapkan adanya penyelesaian
pembiayaan bermasalah?
Pejabat Pemutus Pembiayaan yang berada di BNI Syariah Pusat, Dirut atau pejabat
terkait seperti GM.
13. Jika itu pemimpin cabang, apakah beliau ikut dalam perencanaan penyelesaiannya?
Tidak, pemimpin cabang tidak ikut dalam perencanaan pemecahan masalahnya.
14. Apakah nasabah harus melunasi berdasarkan sisa pokok hutang dan marginnya saja
atau sisa pokok hutangnya saja?