repo.itera.ac.idrepo.itera.ac.id/.../sb2009100030/22116159_20_133744.docx · web...
TRANSCRIPT
KESESUAIAN RENCANA POLA RUANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TERHADAP TINGKAT RISIKO
BENCANA TSUNAMI
Annisatun Fitrah Email: [email protected]
Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah dan KotaJurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan
Institut Teknologi Sumatera
Abstract
The geographical location of South Lampung Regency which is directly adjacent to the sea and active volcanoes in the ocean causes the potential for a tsunami. Tsunami hazard zones are located along the coast of South Lampung Regency with an area of ± 69,729.09 ha. At the end of 2018, South Lampung Regency was one of the areas affected by the tsunami disaster due to the avalanche of Mount Anak Krakatau which caused severe damage in 4 Districts namely Kalianda, Rajabasa, Sidomulyo, and Katibung. This study aims to determine the suitability of the spatial plan of South Lampung Regency to the level of tsunami disaster risk. This research was conducted quantitatively. Data collection was carried out by means of institutional surveys, non-participatory observation, and literature review.
The results showed that almost all parts of the coastal area were in the medium and high tsunami risk class. The coast includes Kalianda, Rajabasa, Katibung, Sidomulyo and Bakauheni Districts, this is due to the high threat value in these districts. Another factor that causes the 5 sub-districts to be categorized as medium and high risk is the geographical location that is directly adjacent to the sea and is a sub-district that was affected by the 2018 tsunami. Factors that affect the low risk level in the other 12 sub-districts are due to the absence of a threat value in each sub-district. . While the evaluation of the spatial plan of South Lampung Regency against the risk of tsunami disaster shows that the level of suitability of the spatial pattern plan in the 5 identified sub-districts, on average shows unsatisfactory results, there are 3 identified land use classifications, namely the category of quality, less quality, and not. quality.Keywords: Disaster, Tsunami, Disaster Risk, Compatibility of Spatial Plan
1
PENDAHULUAN
Kabupaten Lampung Selatan menjadi salah satu daerah rawan terhadap
bencana tsunami. Secara administratif letak geografis Kabupaten Lampung
Selatan yang berbatasan langsung dengan laut dan gunung api aktif di lautan
menyebabkan salah satu bencana yang kemungkinan dapat terjadi di Kabupaten
Lampung Selatan adalah bencana Tsunami. Kemudian berdasarkan Peta Indeks
Rawan Bencana tahun 2010 yang bersumber dari Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), Kabupaten Lampung Selatan termasuk dalam
tingkat risiko yang sedang terhadap bencana tsunami. Berdasarkan Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten Lampung
Selatan, zona rawan bencana tsunami berada di seluruh pesisir pantai Kabupaten
Lampung Selatan dengan luasan ± 69.729,09 ha. Kemudian berdasarkan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Selatan untuk kawasan rawan
bencana tsunami berada di Kecamatan Katibung, Kecamatan Sidomulyo,
Kecamatan Kalianda, Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Ketapang, dan Kecamatan
Bakauheni. Hal ini diperkuat dengan terdapat 4 kecamatan yang terkena dampak
terparah bencana tsunami pada tahun 2018, Berdasarkan data yang dihimpun dari
BMKG, BIG, BPPT, LIPI, dan Badan Geologi ESDM, tsunami tersebut
disebabkan dari longsoran di lereng gunung anak krakatau, akibat erupsi Gunung
Anak Krakatau. Adapun Kecamatan yang terkena dampak antara lain Kalianda,
Rajabasa, Sidomulyo, dan Katibung. Dimana akibat dari bencana tsunami ini
menyebabkan 120 orang meninggal dunia, sekitar 8000 orang mengalami luka-
luka, rusaknya permukiman warga, rusaknya fasilitas umum dan jalan yang
terputus. Oleh karena itu setelah terjadinya bencana tsunami, perlu dilakukannya
analisis tingkat risiko bencana tsunami untuk mengetahui gambaran potensi
bencana tsunami yang ada pada kawasan pesisir Kabupaten Lampung Selatan,
2
guna mengetahui kecamatan mana saja yang yang berada pada zona bencana
tsunami sedang dan tinggi. Kemudian dari hasil analisis risiko bencana, akan
dilakukan evaluasi terhadap rencana pola ruang Kabupaten Lampung Selatan
tahun 2011-2031 di kawasan berisiko bencana, untuk mengetahui peruntukan
lahan pada rencana pola ruang di kawasan pesisir tersebut sudah sesuai dengan
peraturan yang berlaku di daerah rawan bencana. Kemudian untuk mencapai
tujuan tersebut, sasaran yang harus dicapai antara lain:
1. Teridentifikasinya Tingkat Risiko Bencana Tsunami di Kabupaten
Lampung Selatan.
2. Terevaluasinya Kesesuaian Rencana Pola Ruang Kawasan Berisiko
Tsunami di Kabupaten Lampung Selatan.
Pengertian Bencana Tsunami
Menurut Bakornas PB (2007) tsunami dapat diartikan sebagai gelombang
laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar
laut. Gangguan impulsif tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi
vulkanik atau longsoran. Kecepatan tsunami bergantung pada kedalaman perairan,
akibatnya gelombang tersebut mengalami percepatan atau perlambatan sesuai
dengan bertambah atau berkurangnya kedalaman perairan, dengan proses ini arah
pergerakan arah gelombang juga berubah dan energi gelombang bias menjadi
terfokus atau juga menyebar. Banyak penyebab terjadinya tsunami, seperti gempa
bawah laut (ocean-baottom earthquake), gunung api (volcanoes). Menurut
Adiyoso (2018) tsunami dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu sebagai berikut:
1. Akbat Gempa Bumi
Gempa bumi yang menyebabkan perpindahan masa/batuan di bawah laut,
dapat berpotensi besar mengakibatkan tsunami. Tsunami akibat gempa
bumi dapat terjadi karna dua alasan yaitu, pusat gempa yang terjadi di
dasar laut dan kedalaman pusat gempa yang kurang dari 60 km.
2. Akibat Tanah Longsor di Dalam Laut
3
Tsunami yang ditimbulkan akibat longsor adalah jenis tsunami yang
jarang ditemui. Contoh kasus longsor yang pernah terjadi mengakibatkan
tsunami adalah di Alaska pada tahun 1958 yang disebabkan oleh 81 juta
ton es dan batuan jatuh ke Teluk Lituya, dengan ketinggian gelombang
mencapai 350-500 m.
3. Akibat Letusan Gunung Api di Bawah Laut atau Gunung Api Pulau
Tsunami yang timbul dari letusan gunung api disebabkan oleh gelombang
dari letusan gunung apa yang sangat kuat.
Tingkat kerawanan tsunami dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a. Jarak dari sumber penyebab tsunami
Semakin jauh jarak suatu daerah dari sumber penyebab tsunami, maka
daerah tersebut akan lebih kecil tingkat kerawanannya (Hartoko dan
Helmi, 2005 dalam Putra, 2009).
b. Morfologi dan elevasi lereng dasar laut
Bentuk dasar laut, konfigurasi pesisir, dan karakteristik gelombang,
menentukan kekuatan gelombang tersebut. Teluk, sungai, perbukitan lepas
pantai, dan kanal-kanal dapat memberikan berbagai pengaruh kerusakan.
(National Tsunami Hazard Mitigation Program, 2001).
c. Pulau-Pulau Penghalang
peran pulau penghalang terhadap kerawanan bencana tsunami, dapat
melindungi pulau di belakangnya dilihat dari ukuran pulau pengahalng
tersebut (Diposaptono dan Budiman, 2005 dalam Putra, 2009).
d. Ekosistem Pesisir
Beberapa ekosistem wilayah pesisir seperti ekosistem mangrove,
ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu karang memiliki sistem
perakaran yang dapat meredam ombak serta menahan sedimen
(Diposaptono dan Budiman, 2005 dalam Putra, 2009).
Pengkajian Risiko Bencana
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan
4
atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (Undang-Undang No
24 tahun 2007).
Tabel 1 Rumus Perhitungan Risiko Bencana
Dimana :
R : Disaster Risk: Risiko Bencana
H : Hazard Threat: Frekuensi (kemungkinan) bencana tertentu cenderung terjadi
dengan intensitas tertentu pada lokasi tertentu
V : Vulnerability: kerugian yang diharapkan (dampak) di daerah tertentu dalam
sebuah kasus bencana tertentu terjadi dengan intensitas tertentu
C : Adaptive Capacity: kapasitas yang tersedia di daerah itu untuk pulih dari bencana tertentu.
Tabel 2. Parameter Penilaian Risiko Bencana
Zona Risiko Kelas Nilai Bobot (%) Skor
Sangat Rendah, Rendah Rendah 1
100
0 - 0,33
Sedang Sedang 2 0,34 - 0,66
Tinggi, Sangat Tinggi Tinggi 3 0,67 – 1,00
Sumber: PERKA BNPB No. 2 Tahun 2012
Pengurangan Risiko Bencana dalam Perspektif Penataan Ruang
Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang
dijelaskan bahwa penataan ruang pada dasarnya mencakup tahapan perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pendekatan
ini diyakini dapat mewujudkan ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Berdasarkan siklus manajemen bencana, rencana tata ruang berperan
pada tahap pengembangan dan pencegahan sebelum terjadi bencana.
Pengembangan pada tahap siklus manajemen bencana seperti ketersediaannya
ruang-ruang evakuasi bencana dari skala lingkungan hingga umum, terbangunnya
5
Risiko (R) = Ancaman (H) x Kerentanan (V)
Kapasitas (C)
infrastruktur tahan bencana, dan adanya jalur-jalur evakuasi bencana. Sedangkan
pencegahan merupakan peraturan zonasi yang mengatur terkait bangunan, seperti
kepadatan bangunan pada daerah rawan bencana berdasarkan dokumen tata ruang,
serta edukasi kepada masyarakat terkait bahaya bencana. Sehingga perencanaan
tata ruang memiliki keterlibatan dalam tahap pengembangan dan pencegahan
diperlukan, guna meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat sehingga dapat
menurunkan risiko bencana, (Paramita, 2016, dalam Wibisono, 2020).
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kuantitatif. Pendekatan kuantitatif ini digunakan untuk menganalisis ke
2 sasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian yaitu Kesesuaian Pola
Ruang Kabupaten Lampung Selatan Terhadap Tingkat Risiko Bencana Tsunami.
Pendekatan kuantitatif adalah suatu pendekatan yang menjelaskan hubungan
antara variabel dengan menganalisis data numeric (angka). Pendekatan kuantitatif
didasari pada data matematik yang dapat merepresentasikan suatu kondisi. Filsafat
ini memandang gejala/fenomena dapat diklasifikasikan relatif tetap, konkrit,
teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Metode ini dapat
digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, dengan menggunakan
instrumen penelitian, analisis data bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan. Demikian pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila
disertai dengan gambar, tabel, grafik, atau tampilan lainnya (Sugiyono, 2012).
Penelitian kali ini memerlukan data olahan berupa data sekunder dan data primer.
Untuk data primer dilakukan dengan cara pengambilan data yaitu observasi non
partisipasi sedangkan untuk data sekunder dilakukan dengan survey instansi dan
telaah pustaka.
Teknik Analisa
1. Deskriptif Kuantitatif
Sugiyono (2013) menjelaskan bahwa metode penelitian deskriptif
merupakan metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti dengan menggunakan data atau
sampel yang dikumpulkan. Analisis deskriptif dalam penelitian ini
6
bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan hasil dari olahan data
dan perhitungan terkait angka-angka yang bermakna pada setiap sasaran,
untuk memperkuat hasil peneliti dalam melakukan analisis, membuat
kesimpulan serta rekomendasi.
2. Analisis Overlay
Metode analisis overlay merupakan sebuah proses penyatuan data dari
lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana overlay minimal
membutuhkan 2 peta berbeda dan memiliki informasi spesifik secara
teknis, yang dapat menghasilkan peta baru (Rachmah et al, 2018). Dalam
penelitian ini teknik overlay dilakukan untuk menggabungkan peta
ancaman, kerentanan dan kapasitas yang menghasilkan peta risiko risiko
bencana tsunami. Selain itu untuk menggabungkan peta rencana pola
ruang dengan peta risiko bencana tsunami untuk dilakukan evaluasi agar
menghasilkan output peta kesesuaian rencana pola ruang berdasarkan
tingkat risiko bencana tsunami.
Kabupaten Lampung Selatan
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lampung Selatan, .
Luas wilayah Kabupaten Lampung Selatan tercatat 2.007,01 Km2 terdiri dari 17
kecamatan. Kecamatan Natar merupakan kecamatan terluas (213,77 Km2),
sedangkan wilayah terkecil adalah Kecamatan Way Panji (38,45 Km2). Lingkup
orientasi wilayah penelitian adalah Kabupaten Lampung Selatan yang memiliki
luas wilayah administrasi ± 2.109,74 Km². Kabupaten Lampung Selatan
merupakan daerah dataran dengan ketinggian dari permukaan laut yang bervariasi.
Daerah dataran tertinggi berada di Kecamatan Merbau Mataram dengan
ketinggian 102 m dari permukaan laut. Kalianda sebagai ibukota kabupaten
memiliki ketinggian 17 m dari permukaan laut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Ancaman Bencana Tsunami Kabupaten Lampug Selatan
7
Berdasarkan peta ancaman tsunami untuk Kabupaten Lampung Selatan,
diperoleh perkiraan potensi luas area ancaman gelombang tsunami untuk
Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Kalianda menjadi Kecamatan yang
memiliki luas area terpapar terbesar yaitu 978,18 Ha. Setelah itu diikuti oleh
Kecamatan Katibung, dengan luas 821,18 Ha. Kecamatan Rajabasa seluas 660,85
Ha dari wilayahnya yang terkena genangan tsunami. Seperti yang terjadi pada
tsunami 2018, Kecamatan Rajabasa menjadi Kecamatan yang terdampak paling
parah akibat adanya bencana tsunami dikarenakan jaraknya. Kecamatan Rajabasa
diketahui menjadi yang terdekat dengan sumber tsunami yaitu aktivitas vulkanik
dari Gunung Anak Krakatau. Indeks ancaman tsunami Kabupaten Lampung
Selatan memiliki rata-rata kelas tinggi pada 5 kecamatan diatas dengan nilai 0,67-
1,00.
Tabel 3. Potensi Luas Bencana Tsunami Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2019
No KecamatanLuas Area Genangan
(Ha)
Ketinggian Genangan (m)
Indeks Ancanan Klasifikasi
1 Bakauheni 821,82 1 – 3 Meter 0,67 Sedang2 Rajabasa 660,85 1 – 3 Meter 0,67 Sedang3 Kalianda 978,18 >3 Meter 1,00 Tinggi4 Sidomulyo 313,17 1 – 3 Meter 0,67 Sedang5 Katibung 949,79 1 – 3 Meter 0,67 Sedang
Sumber: BPBD Provinsi Lampung, 2019
8
Sumber: BPBD Provinsi Lampung, 2019
Gambar 1. Peta Ancaman Tsunami Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2019
2. Kerentanan Bencana Tsunami Kabupaten Lampung Selatan
Kerentanan Ancaman Tsunami = (0,4 * Skor Kerentanan Sosial) +
(0,25 * Skor Kerentanan Ekonomi) + (0,25 * Skor Kerentanan Fisik) +
(0,1 * Skor Kerentanan Lingkungan).
Tabel 4. Hasil Analisis Indeks Kerentanan Tsunami
No KecamatanSkor
Kerentanan Sosial
Skor Kerentan
an Ekonomi
Skor Kerentanan
Fisik
Kerentanan Lingkungan
Tsunami
Indeks Kerentanan
TsunamiKelas
1 Bakauheni 0,53 0,33 0,76 0,11 0,49 Sedang2 Candipuro 0,67 0,30 0,53 0,05 0,48 Sedang3 Jati agung 0,70 0,38 0,34 0,17 0,48 Sedang4 Katibung 0,52 0,17 0,37 0,32 0,37 Sedang5 Kalianda 0,55 0,68 0,46 0,39 0,55 Sedang6 Ketapang 0,55 0,23 0,50 0,07 0,41 Sedang
7 Merbau Mataram 0,58 0,20 0,60 0,31 0,46 Sedang
8 Natar 0,75 0,41 0,40 0,03 0,51 Sedang9 Palas 0,45 0,39 0,19 0,06 0,33 Rendah10 Penengahan 0,51 0,33 0,34 0,22 0,39 Sedang11 Rajabasa 0,47 0,45 0,46 0,17 0,43 Sedang12 Sidomulyo 0,51 0,21 0,42 0,01 0,36 Sedang13 Sragi 0,50 0,46 0,57 0,05 0,46 Sedang14 Tanjung Bintang 0,65 0,24 0,30 0,02 0,40 Sedang15 Tanjung Sari 0,45 0,32 0,32 0,03 0,34 Sedang16 Way Panji 0,59 0,23 0,33 0,05 0,38 Sedang17 Way Sulan 0,67 0,05 0,23 0,01 0,34 Sedang
Sumber: Hasil Analisis, 2020
Indeks kerentanan bencana tsunami di Kabupaten Lampung Selatan di
didominasi dengan kelas sedang, dari 17 Kecamatan yang ada, sebanyak 16
kecamatan berada di kelas sedang dan 1 Kecamatan berada di kelas yang rendah.
Parameter yang paling mempengaruhi nilai indeks kerentanan bencana tsunami di
Kabupaten Lampung Selatan adalah kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, dan
kerentanan fisik. Kelas kerentanan rendah di Kecamatan Palas disebabkan oleh
9
rendahnya skor kerentanan fisik dan skor kerentanan lingkungan pada kecamatan
tersebut. Sehingga tidak akan berdampak bagi kecamatan palas ketika terjadi
bencana tsunami, karena dampak dari kelas indeks kerentanan rendah adalah 0%.
Kemudian pada indeks kerentanan kelas sedang dari 16 kecamatan yang
teridentifikasi, seluruh kecamatan yang berbatasan langsung dengan laut berada di
klasifikasi kelas sedang terhadap bencana tsunami. Zona kerentanan sedang pada
umumnya berjarak <100 meter dari garis pantai. Berdasarkan observasi yang telah
dilakukan, sebagian besar penggunaan lahan berupa kawasan budidaya. Sehingga
bagi kecamatan yang mendominasi tingkat kerentanan sedang ketika terjadi suatu
bencana, akan memiliki dampak yang cukup besar pada wilayah tersebut jika
tidak siap menghadapi bencana. Klasifikasi indeks kerentanan secara lebih jelas
dapat dilihat pada peta dibawah ini antara lain :
Sumber: Hasil Analisis, 2020
Gambar 2. Peta Indeks Kerentanan Bencana Tsunami Kabupaten Lampung Selatan
3. Kapasitas Daerah dalam Menghadapi Bencana Tsunami
Indeks kapasitas Kabupaten Lampung Selatan yaitu sebesar 0,50 dan
berada pada level 3. Dalam hal ini pencapaian level tersebut menunjukkan bahwa
10
Kabupaten Lampung Selatan sudah cukup memenuhi komponen yang telah
ditentukan dalam kapasitas penanggulangan bencana yaitu :
Komponen 1 : Aturan kelembagaan dan penanggulangan bencana
Komponen 2 : Peringatan dini dan kajian risiko bencana
Komponen 4 : Pengurangan faktor-faktor risiko bencana
Komponen 5 : Pembangunan kesiapsiagaan
Tabel 5. Hasil Analisis Kapasitas Daerah Kabupaten Lampung Selatan dalam Menanggulangi Bencana Tsunami
No Komponen/Indikator Indeks Kapasitas Kelas
Level Pencapaian
Daerah
1Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana menjadi sebuah prioritas nasional dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya
0,56 Sedang 3
2 Mengidentifikasi mengkaji dan memantau risiko bencana dan meningkatkan peringatan dini 0,50 Sedang 3
3Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun suatu budaya keselamatan dan ketahanan disemua tingkat
0,31 Rendah 1 dan 2
4 Mengurangi faktor-faktor risiko yang mendasar 0,63 Sedang 3
5 Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respon yang efektif di semua tingkat 0,50 Sedang 3
Indeks Kapasitas Lampung Selatan 0,50 3Level Pencapaian Daerah Sedang
Sumber:Olah Data BPBD Provinsi Lampung, 2019
Dapat dijelaskan berdasarkan indikator pencapaian kapasitas daerah,
Kabupaten Lampung Selatan telah memiliki komitmen dari beberapa komunitas
terkait pengurangan risiko bencana namun belum menyeluruh. Sehingga perlunya
peningkatan koordinasi oleh pihak terkait agar komitmen dan kebijakan terkait
pengurangan risiko bencana dapat menyeluruh sehingga dapat mengantisipasi dan
mengurangi dampak bencana yang dapat terjadi di masa yang akan datang.
Kemudian lemahnya komponen 3 dalam indikator kapasitas, terkait dengan
edukasi dan sosialisasi di semua tingkat masih berada pada level rendah, sehingga
perlu upaya peningkatan level secara menyeluruh karena komponen ini sangat
penting dalam upaya pencapaian pengurangan risiko bencana di Kabupaten
Lampung Selatan.
11
4. Risiko Bencana Tsunami Kabupaten Lampung Selatan
Berdasarkan hasil overlay peta yang telah dilakukan, terdapat 5
Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan yang memiliki indeks risiko bencana
tsunami sedang dan tinggi antara lain Kecamatan Bakauheni, Rajabasa, Kalianda,
Katibung, dan Sidomulyo. Faktor yang mempengaruhi indeks risiko sedang dan
tinggi pada Kecamatan tersebut adalah tingginya nilai frekuensi kemungkinan
ancaman bencana dan kerentanan dengan pengaruh pada kelas sedang yaitu 50%
dan pada kelas tinggi yaitu 100% yang dapat meningkatkan risiko daerah tersebut
terkena bencana. Sehingga perlunya peningkatan kapasitas daerah untuk
menurunkan ancaman dan kerentanan yang ada. Kemudian 12 Kecamatan lainnya
yaitu memiliki kelas risiko rendah. pada Kecamatan tersebut Faktor yang
mempengaruhi nilai risiko rendah adalah tidak adanya ancaman/data histori
terjadinya tsunami pada Kecamatan tersebut.
No Kecamatan Indeks Risiko TsunamiTinggi Sedang
1 Kalianda 0,72 – 1 0,542 Rajabasa 0,86 0,54 - 0,563 Katibung 0,74 0,484 Sidomulyo 0,72 0,475 Bakauheni 0,64 0,54
Tabel 6. Hasil Analisis Indeks Risiko Bencana TsunamiSumber: Hasil Analisis, 2020
Total luasan area berisiko sedang pada Kecamatan tersebut antara lain
Kecamatan Bakauheni sebesar 14,9 Ha, Rajabasa sebesar 131,7 Ha, Kalianda
sebesar 302,7 Ha, Katibung sebesar 93,3 Ha, dan Sidomulyo sebesar 47,8 Ha.
Lalu untuk luasan berisiko tinggi di masing-masing Kecamatan tersebut antara
lain Kecamatan Bakauheni yaitu sebesar 66,3 Ha, Rajabasa sebesar 930,7 Ha,
Kalianda sebesar 934,5 Ha, Katibung sebesar 543,4 Ha, dan Sidomulyo sebesar
76,7 Ha. Sehingga berdasarkan analisis yang telah dilakukan luas daerah berisiko
tsunami di 5 kecamatan tersebut yaitu sebesar 3142,384 Ha, dengan persentase
0,097% dari total luas 5 Kecamatan tersebut. Dalam hal ini 5 Kecamatan tersebut
merupakan Kecamatan yang berbatasan langsung dengan pesisir dan 4 Kecamatan
diantaranya yaitu Rajabasa, Kalianda, Katibung, dan Sidomulyo seluruh
12
wilayahnya yang dekat dengan pesisir memiliki risiko yang sedang dan tinggi
terhadap bencana tsunami. klasifikasi kelas indeks risiko bencana pada tiap-tiap
Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, secara lebih jelas dapat dilihat pada
peta dibawah ini antara lain :
Sumber: Hasil Analisis, 2020
Gambar 3. Peta Indeks Risiko Bencana Tsunami Kabupaten
Lampung Selatan
5. Kesesuaian Rencana Pola Ruang Kawasan Berisiko Tsunami di Kabupaten
Lampung Selatan
Secara keseluruhan hasil evaluasi kesesuaian lahan yang telah dilakukan
pada 5 Kecamatan yang berisiko tinggi di Kabupaten Lampung Selatan, maka
dapat diklasifikasikan kesesuaian lahan menjadi 3 kelas yaitu berkualitas, kurang
berkualitas, dan tidak berkualitas. berikut ini secara lebih rinci dapat dilihat pada
peta berikut ini antara lain:
13
Sumber: Hasil Analisis, 2020
Gambar 4. Peta Kesesuaian Rencana Pola Ruang Terhadap Risiko Bencana
Tsunami Kabupaten Lampung Selatan
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Kesesuaian Rencana Pola Ruang
Kabupaten Lampung Selatan Terhadap Tingkat Risiko Bencana Tsunami, yang
telah didapatkan berdasarkan hasil penyajian data, analisis data, dan interpretasi
data maka ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Ancaman bencana tsunami di Kabupaten Lampung Selatan berada di 5
Kecamatan antara lain, Kecamatan Kalianda luas area genangan 821,82 Ha
dengan ketinggian genangan tsunami >3 meter. Kecamatan Sidomulyo
luas area genangan 313,17 Ha dengan ketinggian genangan tsunami 1-3
meter. Kecamatan Katibung dengan luas area genangan 949,79 Ha dengan
ketinggian tsunami 1-3 meter. Kecamatan Rajabasa luas area genangan
313,17 Ha dengan ketinggian genangan tsunami 1-3 meter. Kecamatan
Bakauheni 821,82 Ha dengan ketinggian genangan tsunami 1-3 meter.
Nilai ancaman tersebut berdasarkan kemungkinan terjadinya bencana dan
14
besaran dampak bencana yang pernah tercatat pada masing-masing
Kecamatan tersebut.
2. Tingkat kerentanan sosial menunjukan bahwa 4 Kecamatan di Kabupaten
Lampung Selatan berada pada kelas tinggi dan 13 Kecamatan lainnya
berada pada kelas sedang. Hal ini menunjukan ketika terjadi bencana
seluruh Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan akan lebih berisiko
mengingat faktor terbesar dari tingginya kerentanan sosial ini disebabkan
oleh tingginya kepadatan penduduk pada suatu wilayah yang dapat
menyebabkan terhambatnya proses evakuasi.
3. Tingkat kerentanan ekonomi menunjukan bahwa 1 Kecamatan berada
pada kelas tinggi yaitu Kecamatan Kalianda, 5 Kecamatan berada pada
kelas sedang yaitu Kecamatan Sragi, Rajabasa, Palas, Natar dan Jati
Agung. Kemudian untuk 11 Kecamatan lainnya berada pada kelas rendah.
Hal ini disebabkan karena perbedaan nilai lahan produktif dan PDRB pada
masing-masing kecamatan. Sehingga bagi Kecamatan yang memiliki
tingkat kerentanan ekonomi yang tinggi dan sedang tentu kerugian ketika
terjadi bencana akan jauh lebih besar.
4. Tingkat kerentanan fisik menunjukan bahwa 1 Kecamatan berada pada
kelas tinggi yaitu Kecamatan Bakauheni, 11 Kecamatan berada pada kelas
sedang yaitu Kecamatan Sragi, Sidomulyo, Rajabasa, Penengahan, Natar,
Merbau Mataram, Ketapang, Kalianda, Katibung, Jati Agung, dan
Candipuro. Sehingga bagi Kecamatan yang memiliki kerentanan fisik
tinggi dan sedang tentu akan berdampak pada potensi kerusakan skala
besar jika terjadi bencana.
5. Tingkat kerentanan lingkungan terhadap bencana tsunami menunjukan
bahwa 1 Kecamatan berada pada kelas sedang yaitu Kecamatan Kalianda,
16 Kecamatan lainnya berada pada kelas rendah hal ini dipengaruhi oleh
tidak adanya hutan lindung di wilayah pesisir sebagai buffer, tidak adanya
hutan mangrove, dan luasan hutan alam yang rendah di Kabupaten
Lampung Selatan.
6. Indeks kerentanan bencana tsunami di Kabupaten Lampung Selatan
menunjukan bahwa 16 Kecamatan berada pada kelas sedang yaitu
15
Kecamatan Way Sulan, Way Panji, Tanjung Sari, Tanjung Bintang, Sragi,
Sidomulyo, Rajabasa, Penengahan, Natar, Merbau Mataram, Ketapang,
Kalianda, Katibung, Jati Agung, Candipuro, dan Bakauheni. Sedangkan 1
Kecamatan berada pada kelas rendah yaitu Kecamatan Palas. Dalam hal
ini berdasarkan hasil analisis seluruh Kecamatan yang berbatasan langsung
dengan pesisir memiliki kerentanan yang sedang terhadap bencana
tsunami.
7. Indeks Kapasitas Kabupaten Lampung Selatan berada pada kelas sedang
yaitu 0,50 dengan level pencapaian di kelas 3 yang artinya, Kabupaten
Lampung Selatan telah memiliki komitmen dari beberapa komunitas
terkait pengurangan risiko bencana namun belum menyeluruh.
8. Indeks risiko bencana tsunami Kabupaten Lampung Selatan menunjukan
bahwa hampir keseluruhan bagian wilayah pesisir Kecamatan berada pada
kelas Risiko bencana tsunami sedang dan tinggi. Kecamatan tersebut yaitu
Kecamatan Kalianda, Rajabasa, Katibung, Sidomulyo dan Bakauheni, hal
ini disebabkan oleh tingginya nilai ancaman di kecamatan tersebut, yang
artinya pernah memiliki historis terjadi bencana tsunami dan adanya
dampak yang tercatat. Faktor yang mempengaruhi tingkat risiko rendah
pada 12 kecamatan lainnya disebabkan oleh tidak adanya nilai ancaman
pada masing-masing kecamatan, hal ini dipengaruhi karena tidak adanya
histori kejadian bencana tsunami di kecamatan tersebut sehingga tidak ada
dampak yang tercatat. Selain itu, karena letaknya yang tidak berhadapan
langsung dengan laut sehingga potensi bencana yang timbul sangat rendah.
9. tingkat kesesuaian rencana pola ruang pada 5 kecamatan yang
teridentifikasi, rata-rata menunjukkan hasil yang kurang memuaskan.
Sebab dalam rencana pola ruang tahun 2011-2031 yang di evaluasi
dengan risiko bencana terdapat 3 klasifikasi peruntukan lahan yang
teridentifikasi yaitu kategori berkualitas, kurang berkualitas, dan tidak
berkualitas.
16
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoso, W. (2018). Manajemen Bencana. Jakarta: Bumi Aksara.
Agustri, M. P. (2020). Tingkat Risiko Bencana Banjir di Kota Bandar Lampung Serta Upaya Pengurangannya Berbasis Penataan Ruang. Skripsi. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota. Institut Teknologi Sumatera.
Akbar, A. dan S. Ma’rif . (2014). Arah Perkembangan Kawasan Perumahan Pasca Bencana Tsunami di Kota Banda Aceh. Jurnal Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Vol. 3 No. 2.
Arief, M. Inventarisasi Sumber Daya Alam pesisir dan Laut dengan Menggunakan Data Satelit Landsat Studi Kasus Kabupaten Maluku Tenggara. Peneliti Badan Aplikasi Penginderaan Jauh: LAPAN.
Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana. (2007). Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Jakarta.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2011). Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2011 Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta.
. (2012). Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 Pedoman Umum Desa Kelurahan Tangguh Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta.
. (2012). Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012. Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta.
. (2012). Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2012 Panduan Kapasitas Daerah Dalam Penangulangan Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta.
17
. (2016). Risiko Bencana Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2004). Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. (2018). Kabupaten Lampung Selatan Tahun Dalam Angka 2019. Badan Pusat Statistik. Lampung Selatan.
Cahyadi A., I. Afianita, P. Gamayanti, dan S. Fauziyah. (2012). Evaluasi Tata Ruang Pesisir Sadeng Gunung Kidul (Perspektif Pengurangan Risiko Bencana). Seminar Nasional Sustainable, Culture, Architecture, and Nature. Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Central Board of Secondary Education. (2006). Natural Hazard and Disaster Management. Delhi: The Secretary Central Board of Secondary Education. Dalam Adiyoso, W. (2018). Manajemen Bencana Pengantar & Isu-isu Strategis. Penerbit Bumi Aksara.
Daniels, T. and Daniels, K. (2003). The Environment Planning Handbook: for Suistainable Communities and Regions. Washington DC: Planner Press. Dalam Adiyoso, W. (2018). Manajemen Bencana Pengantar & Isu-isu Strategis. Penerbit Graha Ilmu.
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. (2001). Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir. Jakarta.
Diposaptono, S. dan Budiman. (2008). Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami. Buku Ilmiah Populer. Bogor.
Djalil, A. G., R.L. Sela. dan S. Tilaar (2015). Evaluasi Peruntukan Lahan dan Pemetaan Zonasi Tingkat Risiko Bencana Letusan Gunung Api Gamalama di Kota Ternate. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Universitas Sam Ratulangi.
Fahmi, F., S.R. Sitorus, dan A. Fauzi. (2016). Evaluasi Pemanfaatan Penggunaan Lahan Berbasis Rencana Pola Ruang Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Biro Penerbit Planologi Undip, Vol.18 No.1. Tata Loka.
18
Firmansyah, S. (2012). Indeks Kerentanan Pantai Pangandaran Akibat Bencana Tsunami. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Godschalk, D. R. (1991). Disaster Mitigation and Hazard Management: Principles and Practice for local government. International City Management Association : Washington DC.
Hartoko, A. dan M. Helmi M. (2005). Saatnya Pemda Memiliki Peta Rawan Bencana untuk Wilayah Pesisir. In: P. Cahanar. Bencana Gempa dan Tsunami. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Hal 104-107.
Horspool, N., I.R. Pranantyo. J. Griffin, H. Latief, D. Natawidjaja, W. Kongko et al. (2013). Kajian Nasional Bahaya Tsunami untuk Indonesia. Geoscience Australia, Institut Teknologi Bandung, Australia-Indonesia Facility for Disaster Reduction, LIPI, BPDP-BPPT, Badan Geologi,Tsunami & Disaster Mitigation Research Centre, Universitas Syiah Kuala, BMKG, URS Corporation.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (2016). Laporan Akhir Peningkatan Kualitas Tata Ruang untuk Mewujudkan Kota Tangguh Bencana dan Berketahanan Perubahan Iklim (Resilient City) Kota Bandung. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional. Jakarta.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Nomor 9 Tahun 2017 Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Jakarta.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
Khatima, H. (2018). Evaluasi Rencana Tata Ruang Kawasan Pesisir Kota Bulukumba. Skripsi. Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota UIN Alauddin Makasar.
Koswara, A.Y., Wahyudi, dan K. Sambodho. (2005). Studi Risiko Tsunami di Wilayah Pesisir Selatan Kabupaten Malang. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII. Program Magister Teknik dan Manajemen
19
Pantai Jurusan Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Latief H., H. Sunendar, S. Hadi, I.W Sengara, dan H.P. Rahayu. (2010). Fenomena Tsunami, Kajian Bahaya, Kerentanan, dan Risiko serta Upaya Mitigasinya. Dalam Zen, M.T., D. Abdassah, dan H Grandis et al (2010). Mengelola Risiko Bencana di Negara Maritim Indonesia (Jilid 1) Bandung: Lembaga Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat ITB Dalam Rangka Dies Emas (50 Tahun) ITB.
Luhukay, M.R., R.L. Sela, dan P. Franklin (2019). Analisis Kesesuaian Penggunaan Lahan Permukiman Berbasis (SIG) Sistem Informasi Geografi di Kecamatan Mapanget Kota Manado Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal Spasial Vol. 6 No. 2, 2019.
Margono, S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Mayona, E. L. (2009). Arahan Pengembangan Kota Berbasis Mitigasi Bencana. Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS Menuju Penataan Ruang Perkotaan yang Berkelanjutan, Berdaya Saing, dan Berotonomi. Jurusan Teknik Planologi Itenas. Bandung.
Mokodongan, R. P., D.W. Rondonuwu, dan I.L. Moniaga. (2019). Evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamobagu Tahun 2014-2034. Jurnal Spasial Vol. 6 No. 1. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sam Ratulangi.
Naryanto, H.S. (2008). Analisis Potensi Kegempaan dan Tsunami di Kawasan Pantai Barat Lampung Kaitannya dengan Mitigasi dan Penataan Kawasan. Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 22. PTLWB-TPSA, BPPT, Jl. MH Thamrin 8, Jakarta.
National Tsunami Hazard Mitigation Program. (2001). Designing for Tsunamis: Seven Principles for Planning and Designing 2001.https://www.yumpu.com/id/document/read/24086155/tujuh-prinsip-perencanaan-dan-perancangan-lists-indymedia diakses 13 Agustus 2020.
Noor, D. (2011). Geologi untuk Perencanaan: Yogyakarta: Graha Ilmu.
20
Nucifera, F., W. Riasasi, S.T. Putro, dan M.A Marfai. (2019). Penilaian Kerentanan dan Kesiapsiagaan Bencana Tsunami di Pesisir Sadeng Gunung Kidul. Jurnal Geografi. DOI: 10.2214/jg.v11i2.11475.
Paramita, B., Alberdi, H.A., dan Sagala, S. (2016). Book Chapter in: Disaster Resilience Comunnity, Chapter 6: Spatial planning perspective based on disaster mitigation and climate change adaptation in Slum: Precedent on Kampung Kota Area, Bandung: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan. (2012). Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2013-2033.
. (2014). Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2013-2033.
Peraturan Daerah Provinsi Lampung (2018). Nomor 1 Tahun 2018 Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Lampung Tahun 2018-2038.
Prawiradisastra, S. (2011). Analisis Kerawanan dan Kerentanan Bencana Gempa Bumi dan Tsunami Untuk Perencanaan Wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Peneliti Madya TLWB-TPSA, JL. M.H. Thamrin No. 8 Jakarta
Probosiwi, R. (2013). Manajemen Risiko Tsunami Untuk Penataan Ruang di Pesisir Perkotaan Pacitan Jawa Timur. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS), Vol. 2 Hal 71-158.
Putra, A. (2009). Tingkat Risiko Bencana Tsunami dan Variasi Spasialnya Studi Kasus Kota Padang, Sumatera Barat. Tesis. Program Pascasarjana Magister Ilmu Geografi Perencanaan Wilayah. Universitas Indonesia.
Rachmatullah, M., O. Rogi, dan T. Sony. (2016). Evaluasi Kebijakan Pola Ruang dan Struktur Ruang Berbasis Mitigasi Bencana Banjir Studi Kasus: Kota Palu. Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Rachmah, Z., M.M. Rengkung, dan V. Lahamendu. (2018). Kesesuaian Lahan Permukiman di Kawasan Kaki Gunung Dua Sudara. Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sam Ratulangi Manado.
21
Retnowati, V. (2018). Arahan dan Rekomendasi Pemanfaatan Lahan untuk Kawasan Perm ukiman Wilayah Pesisir Kelurahan Tanjung Mas dan Kelurahan Bandarharjo Seminar Nasional Geomatika. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Esa Unggul.
Romanza, F., Haryani, dan H. Nur. (2014). Kajian Pemanfaatan Lahan Pada Daerah Rawan Bencana Tsunami di Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan. Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Bung Hatta.
Sagala, S. dan Bisri, M.(2011). Perencanaan Tata Ruang Berbasis Kebencanaan di Indonesia (Disaster Based Spatial Planning in Indonesia), dalam Anwar, H. dan Haryono, H. (2011). Perspektif Kebencanaan dan Lingkungan di Indonesia: Studi Kasus dan Pengurangan Dampak Risikonya. Penerbit Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sitorus, S.R.P. (1998). Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito: Bandung.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian dan Kuantitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian dan Kuantitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Suhendro, O. (2013). Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mitigasi Bencana Tanah Longsor di Desa Tipar Kidul Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Skripsi. Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Sujarto, D. (2010). Penataan Ruang Wilayah dan Kota dalam Mitigasi Bencana. Dalam Zen, M.T., D. Abdassah, dan H Grandis et al. (2010). Mengelola Risiko Bencana di Negara Maritim Indonesia: Upaya Mengurangi Risiko Bencana (Jilid 3). Bandung: Lembaga Penelitian & Pengabdian, Kepada Masyarakat ITB dalam Rangka Dies Emas (50 Tahun) ITB.
Suranto, J. P. (2008). Kajian Pemanfaatan Lahan Pada Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor di Gunung Sulah, Cilongok, Banyumas. Tesis. Program
22
Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro.
Suryanta, J. Dan Nahib, I. (2016). Kajian Spasial Evaluasi Rencana Tata Ruang Berbasis Kebencanaan di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah. Pusat Peneliti, Promosi dan Kerjasama, Badan Informasi Geospasial.
United Nation Development Programme and Government of Indonesia. (2012).
Making Aceh Safer throught Disaster Risk Reduction in Development.
Jakarta: United Nation. Dalam Adiyoso W, 2018. Manajemen Bencana
Pengantar & Isu-isu Strategis. Penerbit Bumi Aksara.
United Nations International Strategy for Disaster Reduction. (2004). Living with Risk: A global review of disaster reduction initiative. New York and Geneva: United Nations.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Violita, V. (2016). Perencanaan Strategis Wilayah dan Laut Pesisir Teluk Lampung untuk Menjadi Poros Maritim Indonesia. Skripsi. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota. Institut Teknologi Sumatera.
Wibisono, W. (2020). Strategi Penataan Ruang Berbasiskan Mitigasi Bencana Berdasarkan Tingkat Kerentanan Wilayah Pesisir dari Bahaya Banjir ROB Studi Kasus: Kelurahan Kangkung, Kelurahan Bumi Waras, dan Kelurahan Sukaraja. Skripsi. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota. Institut Teknologi Sumatera.
Widyawanti, A., G. Handoyo, dan A. Satriadi. (2013). Kajian Kerentanan Bencana Tsunami di Pesisir Kabupaten Kulon Progo Provinsi D.I Yogyakarta. Jurnal of Marine Research Vol. 2 No. 2 Hal 103-110.
Zen, M.T., D. Abdassah, dan H Grandis et al. (2010). Mengelola Risiko Bencana di Negara Maritim Indonesia: Upaya Mengurangi Risiko Bencana (Jilid 3). Bandung: Lembaga Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat ITB Dalam Rangka Dies Emas (50 Tahun) ITB.
23