scienceofmidwife.files.wordpress.com · unggul surabaya pada program studi s1 keperawatan dan div...
TRANSCRIPT
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya i
ISSN 2085-028X
JURNAL
INFOKES (INFORMASI KESEHATAN)
Volume 9, Nomor 2, Desember 2017
Diterbitkan Oleh :
STIKES INSAN UNGGUL SURABAYA
J.INFOKES Vol. 9 No. 1 Hal. 1 – 98
Surabaya
Juni
2017
ISSN
2085-028X
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya ii
JURNAL
INFOKES (INFORMASI KESEHATAN)
Volume 9, Nomor 2, Desember 2017
Diterbitkan Oleh :
STIKES INSAN UNGGUL SURABAYA
J.INFOKES Vol. 9 No. 2 Hal. 1 – 98
Surabaya
Desember
2017
ISSN
2085-028X
ISSN 2085 -028X
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya iii
Jurnal Infokes menerima sumbangan
tulisan yang belum pernah diterbitkan
dalam media lain berupa karya
ilmiah/hasil penelitian atau artikel,
termasuk ide-ide pengembangan di
bidang-bidang ilmu kesehatan dan
pendidikan kesehatan yang bersifat
ilmiah popular sebagai hasil pemikiran
teoritik maupun penelitian empirik.
Naskah diketik di atas kertas HVS kuarto
spasi ganda sepanjang lebih kurang 20
halaman dengan format seperti dalam
halaman kulit dalam-belakang
(”Pedoman Penulisan”). Naskah yang
masuk dievaluasi dan disunting untuk
keseragaman format, istilah, dan tata
cara lainnya. Dilarang mengutip,
menterjemahkan atau memperbanyak
kecuali ijin redaksi.
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya iv
Jurnal
Infokes (Informasi Kesehatan)
Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Jurnal ini berisi tulisan yang diangkat
dari hasil penelitian dan kajian analisis kritis dari bidang studi kesehatan dan pendidikan
kesehatan
Penanggung Jawab
Amanda Rochima Hadi SE., MBA
Pemimpin Redaksi
Diah Jerita Eka Sari, Ns., M.Kep
Penyunting
Zufra Inayah, SKM., M.Kes
Widiharti, Ns., M.Kep
Faridah, SST., M.Kes
Penyunting Ahli
Suhartini, SE, M.Kes
Dr. Sudarso, M.Sc
Dr. Wibisono Soesanto, SKM, M.Kes
Redaksi Pelaksana
Endah Mulyani., SST
Tata Usaha/ Sirkulasi
Tri Susilowati, S.Sos., M.Sos
Alamat Penyunting dan Tata Usaha:
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (S T I K E S) INSAN UNGGUL SURABAYA
JL. Raya Kletek No. 04 Taman–Sidoarjo. Telp: (031) 7872728, 7860630, 7860640
Fax: (031) 7860630 Website : www.stikes-insan-unggul.ac.id
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya v
Daftar Isi
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi
Penderita Tb Paru Di Puskesmas Taman Kecamatan Taman
Kabupaten Sidoarjo
Pungky Eka Satria Wijaya, Diah Jerita Eka Sari
1
Hubungan Peran Bidan Dengan Keberhasilan Fase Taking Hold
Pada Ibu Nifas Primipara Di Rs Bunda Sidoarjo
Hartini Sri Utami , Desi Nur Aini
10
Hubungan Antara Rasa Takut Ibu Terhadap Efek Samping
Pemasangan Kontrasepsi IUD di BPM Suhartini Tulangan
Sidoarjo
Aidha Rachmawati
19
Tingkat Kepuasan Mahasiswa terhadap Pelayanan STIKES Insan
Unggul Surabaya pada Program Studi S1 Keperawatan dan DIV
Kebidanan 2011-2015
Amanda Rochima Hadi, Suhartini
26
Hubungan Antara Penerapan Discharge Planning Dengan
Tingkat Kemandirian Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit
Anwar Medika Surabaya
Siti Ulfiyah, Widiharti
34
Hubungan Persepsi Media Audio Visual Dan Metode
Pembelajaran Ceramah Dengan Sikap Mahasiswa Sestiono Mindiharto, Imam Arief M
44
Hubungan Status Pekerjaan Ibu dengan Perkembangan Anak
Usia Pra Sekolah (4-5 tahun) di TK AL-Amin Wage Sidoarjo
Rizka Esty Safriana, Salsabila Nuri Adila
54
Hubungan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Pada Tatanan
Rumah Tangga Terhadap Kejadian Diare Balita Di Desa Bajeman
Kecamatan Tragah Kabupaten Bangkalan
Endah Mulyani, Faraida Arvilla
60
Penggunaan Metode Role Play Dalam Meningkatkan Pemahaman
Mahasiswa Pada Materi Makp (Model Asuhan Keperawatan
Profesional)
Widiharti
68
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya vi
Hubungan Pengetahuan Tentang Penyakit Kusta Dengan
Motivasi Berobat Pada Penderita Kusta Di Puskesmas Dungkek
Kabupaten Sumenep
Fariz Haidar Hasfi, Nurun Nikmah
73
Impact of Robotic Exoskleteton on Electromygraphy for
Rehabilitation of Post Stroke Patient
Bedjo Utomo, Suhartini,, Sari Luthfiyah, Triwiyanto, I Putu Alit
Pawana
81
Hubungan Antara Nomophobia Dengan Kelelahan Mata
Pada Mahasiswa Di Stikes Insan Unggul Surabaya
Tahun 2016 Zufra Inayah, Firman Firdauz Saputra
90
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya 73
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT KUSTA
DENGAN MOTIVASI BEROBAT PADA PENDERITA KUSTA
DI PUSKESMAS DUNGKEK KABUPATEN SUMENEP
Fariz Haidar Hasfi(1) Nurun Nikmah(2)
(1,2) STIKES Insan Se Agung Bangkalan
ABSTRACT
Lack of knowledge of leprosy in lepers reluctant to make regular treatment
because they do not know that leprosy can be cured with routine and discipline
treatment. This research means to study about relationship between knowledge
about leprosy and medication motivation of lepers in PHC Dungkek Sumenep.
The method is analytic, the population are lepers, the sample are 34 lepers
taken by simple random sampling technique. The independent variable is the
knowledge about the leprosy while the dependen variable is the medication
motivation. Data collecting methods using questionnaires and using the
sprearman rank correlation test with a significance level of α = 0,01.
The results showed lepers have good of knowledge (5,9%), enough of
knowledge (26,5%) lack of knowledge (67,5%). The lepers have good medication
motivation (2,9%), enough medication motivation (26,5%) and (70,6%) have less
medication motivation. Spearman rank correlation test results obtained
significance value (p=0,001< α = 0,01) which indicates the relationship betwenn
the two variables.
In this study found a relationship between knowledge of leprosy and
medication motivation. For that, expected health care workers and family can
provide good information and support to lepers, thereby increasing the
medication motivation.
Keywords : knowledge about leprosy, medication motivation, lepers
PENDAHULUAN
Penyakit kusta menimbulkan
masalah yang sangat kompleks,
masalah yang dimaksud bukan hanya
dari segi medis tetapi meluas sampai
masalah sosial, ekonomi, psikologis,
budaya, keamanan dan ketahanan
nasional.1 Penderita kusta
mendapatkan banyak stressor baik
dari dalam dirinya sendiri maupun
lingkungan di sekitarnya, hal yang
demikian membuat penderita kusta
tidak ingin berinteraksi dengan
lingkungan di sekitarnya sehingga
pengetahuan penderita kusta tidak
akan berkembang sejalan dengan
interaksi sosial yang dilakukannya.
Faktor yang mempengaruhi
pengetahuan yakni salah satunya
adalah dengan pendidikan,
sedangkan pendidikan akan
didapatkan apabila orang tersebut
mau mengikuti jenjang pendidikan,
dengan kata lain orang tersebut mau
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya 74
berinteraksi dengan lingkungan
sosial.2
Pengetahuan merupakan faktor
awal dari suatu perilaku yang
diharapkan, dan pada umumnya
pengetahuan berkorelasi positif
dengan perilaku. Hal tersebut
merupakan sesuatu yang dominan
dan sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang.3
Dengan pengetahuan yang cukup,
seseorang dapat melakukan suatu hal
lebih baik dari pada orang yang
memiliki pengetahuan yang kurang.
Sama halnya dalam pengobatan,
penderita kusta yang memiliki
pengetahuan yang cukup akan lebih
cepat selesai tahap pengobatannya
dari pada penderita kusta yang
memiliki pengetahuan yang kurang.
WHO menetapkan Indonesia
(7%) menempati urutan ketiga dunia
setelah India (54%) dan Brasil (17%)
dengan jumlah penderita kusta
tertinggi. Dominasi terbanyak
wilayah dengan penderita kusta
terdaftar di Indonesia adalah di
Provinsi Jawa Timur (34,32%), Jawa
Tengah (9,12%), Jawa barat (9,03%)
dan Sulawesi Selatan (7,16%).
Sekitar 50% penderita dari 23.169
kasus berada di pulau Jawa. Selain
itu, di Provinsi Sumatra Selatan,
Nusa Tenggara Barat dan Papua-
Irian Jaya . Di pulau Madura,
Sampang memiliki penderita kusta
terbanyak yakni 589 orang dari
jumlah penduduk 904.314 jiwa yang
berarti 6,51% sedangkan Sumenep
dengan jumlah penduduk terbanyak
yakni 1.053.640 jiwa memiliki 489
penderita kusta (4,64%) yang berarti
peringkat kedua setelah Kabupaten
Sampang.4
Berdasarkan survey awal di
Puskesmas Dungkek Kabupaten
Sumenep, pada tahun 2012 terdapat
31 penderita kusta dan pada tahun
2013 terdapat 37 penderita kusta
terdaftar dan hanya 30 penderita
kusta yang memeriksakan dirinya ke
Puskesmas pada saat pemeriksaan
rutin bulanan. Jumlah penderita yang
memeriksakan diri tersebut bisa
dikatakan lebih dari 50% total
penderita kusta terdaftar di
Puskesmas Dungkek Kabupaten
Sumenep. Setelah peneliti
mewawancarai salah seorang
penderita kusta yang tidak
memeriksakan dirinya ke Puskesmas
didapatkan suatu hal yang sangat
mengejutkan, penderita kusta
tersebut menganggap penyakit yang
dideritanya merupakan kutukan dari
Tuhan dan takkan bisa disembuhkan
meskipun dengan pengobatan.
Rendahnya pengetahuan tentang
kusta pada penderita kusta membuat
mereka tidak memiliki hasrat untuk
melakukan pengobatan hingga
akhirnya mereka tidak kunjung
sembuh dan beresiko menularkan
kusta pada orang disekitarnya.
Memiliki pengetahuan yang
cukup akan meningkatkan motivasi
seseorang dalam melakukan suatu
hal. Apabila penderita kusta
mengetahui bagaimana fungsi obat,
manfaat yang didapat hingga
kemungkinan untuk sembuh dari
kusta, maka motivasi penderita kusta
dalam melakukan pengobatan akan
meningkat. Beda halnya dengan
penderita kusta yang mengikuti
program pengobatan Puskesmas
tanpa mengetahui hal-hal terkait
dengan penyakit kusta, mereka
mengikuti program tersebut tanpa
mengetahui akan fungsi obat hingga
adanya kesempatan untuk sembuh.
Inilah yang menyebabkan
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya 75
menurunnya motivasi berobat
penderita kusta.5
Dengan dilakukan penyuluhan
tentang kusta diharapkan
pengetahuan pasien tentang penyakit
kusta akan meningkat, dan motivasi
berobat pun juga meningkat sehingga
dapat meningkatkan angka
kesembuhan penderita kusta. Petugas
kesehatan, khususnya perawat, harus
berperan aktif dalam memberikan
penyuluhan tentang pentingnya
minum obat secara teratur dan
berkelanjutan terhadap penderita
kusta, agar hal tersebut dapat
mendukung tersukseskannya
program pemerintah dalam
pemberantasan penyakit kusta di
Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Penyakit Kusta
Motivasi adalah karakteristik
psikologis manusia yang memberi
kontribusi pada tingkat komitmen
seseorang. Hal ini termasuk faktor-
faktor yang menyebabkan
menyalurkan, dan mempertahankan
tingkah laku manusia dalam arah
tekad tertentu.2
Penyakit kusta adalah penyakit
kronik yang disebabkan oleh kuman
Micobacterium leprae (M.Leprae).
Yang pertama kali menyerang
susunan saraf tepi ,selanjutnya
menyerang kulit, mukosa (mulut),
saluran pernafasan bagian atas,sistem
retikulo endotelial, mata, otot, tulang
dan testis.6
Penyakit Kusta adalah penyakit
menular menahun dan disebabkan
oleh kuman kusta (Mycobacterium
leprae) yang menyerang kulit, saraf
tepi, dan jaringan tubuh lain kecuali
susunan saraf pusat, untuk
mendiagnosanya dengan mencari
kelainan yang berhubungan dengan
gangguan saraf tepi dan kelainan-
kelainan yang tampak pada kulit.7
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Usia
Penderita Kusta di Puskesmas
Dungkek Kabupaten Sumenep
Bulan Juni 2014.
Berdasarkan Tabel 1 dapat
diketahui bahwa mayoritas usia
penderita kusta yakni 31-35 tahun
sebanyak 13 orang (38,2%).
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Jenis
Kelamin Penderita Kusta di
Puskesmas Dungkek Kabupaten.
Sumenep Bulan Juli 2014
Berdasarkan Tabel 2 dapat
diketahui bahwa mayoritas jenis
kelamin penderita kusta adalah laki-
laki yakni sebanyak 23 orang
(67,6%).
N
o Usia Frekuensi
Persentase
(%)
1 20-24 5 14,7
2 25-29 5 14,7
3 30-34 13 38,2
4 35-39 6 17,6
5 40-44 5 14,7
Total 34 100
N
o
Jenis
Kelamin
Frekuen
si
Persent
ase (%)
1 Laki-laki 23 67,6
2 Perempuan 11 32,4
Total 34 100
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya 76
Tabel 3 Distribusi Frekuensi
Pendidikan Penderita Kusta di
Puskesmas Dungkek Kabupaten
Sumenep Bulan Juli 2014.
N
o Pendidikan Frekuensi
Persentase
(%)
1 Tidak
Sekolah 4 11,8
2 Tamat SD 13 38,2
3 Tamat SMP 10 29,4
4 Tamat SMA 7 20,6
Total 34 100
Berdasarkan Tabel 3 dapat
diketahui bahwa mayoritas
pendidikan penderita kusta adalah
tamat SD yakni Sebanyak 13 orang
(38,2%).
Tabel 4 Distribusi Frekuensi
Pekerjaan Penderita Kusta di
Puskesmas Dungkek Kabupaten
Sumenep Bulan Juli 2014.
N
o Pekerjaan Frekuensi
Persentase
(%)
1 Tidak
bekerja 20 58,8
2 Swasta 14 41,2
Total 34 100
Berdasarkan Tabel 4 dapat
diketahui bahwa mayoritas penderita
kusta adalah tidak bekerja, yakni
sebanyak 20 orang (58,8%).
2. Data khusus
Tabel 5 Distribusi Frekuensi
Pengetahuan Penderita Kusta di
Puskesmas Dungkek Kabupaten
Sumenep Bulan Juli 2014.
Berdasarkan Tabel 5 dapat
diketahui bahwa mayoritas penderita
kusta memiliki tingkat pengetahuan
yang kurang, yakni sebanyak 23
orang (67,5%).
Tabel 6 Distribusi Frekuensi
Motivasi Berobat Penderita Kusta
di Puskesmas Dungkek Kabupaten
Sumenep Bulan Juli 2014.
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui
bahwa mayoritas penderita kusta
memiliki motivasi berobat yang
kurang, yakni sebanyak 22 (70,6%)
penderita kusta.
3. Analisis Hasil Penelitian
Tabel 7 Tabulasi Silang usia
dengan kemandirian penderita
kusta di Puskesmas Dungkek
Kabupaten Sumenep Bulan Juli
2014
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa 2 penderita
kusta dengan pengetahuan yang baik
N
o
Pengetahu
an
Frekuen
si
Persentase
(%)
1 Baik 2 5,9
2 Cukup 9 26,5
3 Kurang 23 67,6
Tota 34 100
N
o
Motivasi
Berobat Frekuensi
Persentase
(%)
1 Baik 1 2,9
2 Cukup 9 26,5
3 Kurang 24 70,6
Total 34 100
Pengetahu
an
Motivasi Berobat Total
Baik Cukup Kurang f %
f % f % f %
Baik 1 50 1 50 0 0 2 100
Cukup 0 0 4 44,
4 5
55,
6 9 100
Kurang 0 0 4 17,
4 19
82,
6 23 100
Total 1 2,
9 9
26,
5 24
70,
6 34 100
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya 77
cenderung mempunyai tingkat
motivasi yang baik yakni sebanyak 1
penderita kusta (50%), penderita
kusta dengan motivasi berobat yang
cukup sebanyak 9 penderita kusta
cenderung mempunyai pengetahuan
yang kurang sebanyak 5 penderita
kusta (55,6%). Penderita kusta
dengan tingkat motivasi berobat yang
kurang sebanyak 23 penderita kusta
mayoritas memiliki pengetahuan
yang kurang yakni sebanyak 19
penderita kusta (82,6%).
Berdasarkan hasil uji statistik
correlation rank spearman
menunjukkan adanya hubungan
pengetahuan tentang kusta dengan
motivasi berobat kusta, hal tersebut
ditunjukkan oleh p value = 0,001
yang lebih kecil daripada tingkat
signifikansi α=0,01 yang berarti Ho
ditolak.
PEMBAHASAN
1. Pengetahuan Tentang
Penyakit Kusta
Berdasarkan hasil penelitian
seperti pada tabel 5 didapatkan hasil
bahwa mayoritas pengetahuan
penderita kusta adalah kurang, yakni
sebanyak 23 penderita kusta (67,6%).
Tingkat pengetahuan yang
kurang bisa dimungkinkan oleh
tingkat pendidikan penderita kusta
yang rendah. Semakin rendah tingkat
pendidikan seseorang maka semakin
sulit orang tersebut dalam menerima
informasi dari luar. Hasil penelitian
menunjukkan pendidikan penderita
kusta mayoritas adalah tamat SD
(38,2%) dan ada pula yang tidak
sekolah (11,8%).
Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi sehingga makin
banyak pengetahuan yang dimiliki.
Sebaliknya pendidikan yang kurang
akan menghambat perkembangan
seseorang terhadap nilai-nilai baru
yang dikenalkan.2
Menjadi penderita kusta
merupakan suatu aib yang tidak bisa
dihindari begitu saja karena dengan
statusnya sebagai penderita kusta,
rasa malu akan timbul dengan
sendirinya dan lingkungan akan
menghindari karena takut tertular
oleh penyakit kusta. Rasa enggan
untuk berinteraksi dengan
lingkungan akan muncul karena takut
dihina dan dicela, oleh karenanya
penderita kusta tidak suka berada di
suatu lingkungan yang
mengharuskan interaksi dengan
lingkungan, seperti sekolah. Itulah
mengapa mayoritas tingkat
pendidikan penderita kusta rendah
dan hanya sebatas tamat SD maupun
tidak sekolah.
Dalam tabel 5.5 juga didapatkan
9 penderita kusta (26,5%) dengan
pengetahuan yang cukup. Hal
demikian dapat dikarenakan
penderita kusta memiliki tingkat
pendidikan menengah atau tinggi,
atau penderita kusta memiliki
pekerjaan yang berhubungan dengan
dunia luar sehingga penderita kusta
tidak begitu lekat dengan informasi
kesehatan terutama mengenai
penyakit kusta.
Pekerjaan seseorang akan
memerlukan banyak waktu dan
memerlukan peralatan. Masyarakat
yang sibuk hanya memiliki sedikit
waktu untuk memperoleh informasi,
sehingga pengetahuan yang mereka
peroleh kemungkinan juga
berkurang. .3
Penderita kusta yang memiliki
penyakit yang tidak begitu kentara
cacatnya namun sudah dikenal oleh
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya 78
masyarakat memilih mengisolasikan
diri dan putus sekolah. Namun
karena rendahnya ekonomi para
penderita kusta maka penderita kusta
dituntut untuk bekerja. Memiliki
pekerjaan yang tidak terlalu banyak
berinteraksi dengan masyarakat
menjadikan penderita kusta kurang
informasi.
Dalam tabel 5 juga didapatkan 2
penderita kusta (5,9%) yang
memiliki tingkat pengetahuan yang
baik. Penderita kusta yang memiliki
tingkat pengetahuan yang baik
dimungkinkan memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi dan memiliki
akses informasi terutama informasi
tentang kesehatan.
Informasi tentang cara-cara
mencapai hidup, sehat dan
sebagainya akan meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang hal
tersebut. Selanjutnya dengan
pengetahuan akan menimbulkan
kesadaran dan pada akhirnya akan
menyebabkan orang berperilaku
sesuai dengan pengetahuan yang
dimiliki.2
Tingkat pengetahuan yang baik
timbul karena ada semangat untuk
menggali informasi lebih dalam.
Penderita kusta dengan tingkat
pengetahuan yang baik
dimungkinkan memiliki motivasi
untuk sembuh sehingga mereka
mempelajari bagaimana cara sembuh
dari penyakit kusta.
2. Motivasi Berobat Kusta
Berdasarkan hasil penelitian
seperti pada tabel 6 didapatkan hasil
bahwa mayoritas pengetahuan
penderita kusta adalah kurang, yakni
sebanyak 24 penderita kusta (70,6%).
Rendahnya Motivasi penderita
Kusta dalam berobat bisa
dimungkinkan karena rendahnya
tingkat pendidikan. Penderita kusta
yang memiliki pengetahuan yang
cukup ataupun baik tentang penyakit
kusta, seperti penyebab, penularan,
pencegahan pengobatan dan
pengetahuan bahwa penyakit kusta
bisa sembuh dengan pengobatan
teratur, maka penderita kusta akan
bertambah motivasinya karena ingin
segera sembuh. Sesuai tabel
distribusi frekuensi pendidikan,
penderita yang tamat SD (38,2%)
dan ada pula yang tidak sekolah
(11,8%) menunjukkan rendahnya
pendidikan penderita kusta. Penderita
kusta yang memiliki pekerjaan yang
berhubungan langsung dengan dunia
luar cenderung memiliki tingkat
pengetahuan yang lebih baik
daripada penderita kusta yang tidak
bekerja. Hal tersebut dikarenakan
penderita kusta bisa mendapatkan
informasi dari media massa maupun
lingkungan tempatnya bekerja.
Pengetahuan adalah merupakan
hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu.
mayoritas pengetahuan diperoleh
melalui mata dan telinga. Dari tahu,
seseorang dapat termotivasi dalam
melakukan sesuatu.2
Pengetahuan yang kurang dan
tidak mengetahui hal yang berkaitan
tentang kusta menjadikan penderita
tidak memiliki motivasi yang baik
karena penderita kusta tidak
mengetahui bahwa sebenarnya kusta
dapat disembuhkan dengan
pengobatan yang rutin dan disiplin.
Oleh karenanya, motivasi berobat
pada penderita kusta sangat
mempengaruhi terhadap kesembuhan
penderita kusta.
Dalam tabel 6 juga didapatkan 9
orang (26,5%) penderita kusta
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya 79
dengan tingkat motivasi yang cukup.
Hal demikian dapat dimungkinkan
karena penderita kusta memiliki
tingkat pendidikan menengah atau
tinggi, namun bisa dikatakan terdapat
faktor lain yang dapat meningkatkan
motivasi berobat penderita kusta
seperti dukungan keluarga atau
petugas kesehatan.
Lingkungan sangat berpengaruh
terhadap motivasi pasien kusta untuk
melakukan pengobatan lanjutan.
Termasuk dalam lingkungan salah
satunya adalah dukungan keluarga.2
Lingkungan yang mendukung,
terutama keluarga, pengobatan
penderita kusta memiliki pengaruh
yang cukup signifikan karena
penderita kusta berada dalam
lingkungan bermasyarakat di
kehidupan sehari-harinya. Orang-
orang terdekat mengambil peranan
penting dalam keberlangsungan
pengobatan penderita kusta.
Dalam tabel 6 didapatkan 1
penderita kusta (2,9%) yang
memiliki tingkat motivasi yang baik.
Motivasi merupakan suatu proses
yang tidak terjadi begitu saja, tapi
ada kebutuhan yang mendasari
munculnya motivasi tersebut.2
Tingkat motivasi berobat yang
baik dimungkinkan karena penderita
kusta menginginkan kesembuhan
atas penyakit yang dideritanya,
penderita kusta memiliki keyakinan
dan kemauan untuk disiplin.
Kemauan dan motivasi yang didapat
bukan semata-mata timbul dengan
sendirinya namun juga dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti
dukungan petugas kesehatan,
ketersediaan obat, serta dukungan
keluarga dalam menjalani
pemeriksaan rutin ke Puskesmas.
3. Hubungan Tingkat
Pengetahuan dengan Motivasi
Berobat Kusta
Hasil tabulasi silang
menunjukkan bahwa penderita kusta
dengan tingkat motivasi berobat yang
baik cenderung mempunyai
pengetahuan yang baik (50%).
Sedangkan penderita kusta dengan
motivasi berobat yang cukup
mempunyai pengetahuan yang baik
(50%) dibandingkan dengan
pengetahuan yang kurang (17,4%).
Penderita kusta dengan tingkat
motivasi berobat yang kurang
mayoritas memiliki pengetahuan
yang kurang (82,6%)
Berdasarkan hasil uji statistik
Correlation Rank Spearman
menunjukkan suatu hubungan
korelasi yang ditunjukkan oleh nilai
kemaknaan p = 0,001 masih lebih
kecil daripada tingkat signifikansi α
= 0,01 yang berarti Ho ditolak.
Kurangnya motivasi penderita
kusta dalam menjalani pengobatan
bukan semata-mata karena penderita
menginginkan dirinya terus
terjangkit kusta, namun karena
tingkat pengetahuan yang rendah dan
minimnya informasi tentang penyakit
kusta dan pengobatannya sehingga
menyurutkan motivasi dalam
menjalani pengobatannya.
Rendahnya pengetahuan tentang
kusta menjadikan penderita kusta
tetap berkutat pada pemikiran
mereka sendiri yang salah. Anggapan
bahwa penyakit kusta tidak akan
pernah sembuh karena merupakan
kutukan dari Tuhan masih menjadi
alasan sakral mendasar dan menjadi
salah satu faktor yang menyurutkan
motivasi berobat. Padahal penyakit
kusta dapat disembuhkan dengan
pengobatan rutin dan disiplin
Vol. 9, No. 2 Desember 2017 ISSN 2085-028X
Journal Infokes Stikes Insan Unggul Surabaya 80
menggunakan obat-obatan khusus
kusta yang diberikan oleh tenaga
kesehatan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tingkat pengetahuan penderita
kusta tentang penyakit kusta di
wilayah kerja Puskesmas Dungkek
Kabupaten Sumenep adalah kurang
(67,5%). Tingkat motivasi berobat
penderita kusta di wilayah kerja
Puskesmas Dungkek Kabupaten
Sumenep adalah kurang (70,6%).
Ada hubungan tingkat pengetahuan
tentang penyakit kusta dengan
motivasi berobat kusta pada
penderita kusta di Wilayah kerja
Puskesmas Dungkek Kabupaten
Sumenep.
Saran
Dengan penelitian ini diharapkan
para perawat dapat memberikan
pendidikan kesehatan terhadap
penderita kusta beserta keluarganya
sehingga penderita kusta dapat
memahami sepenuhnya bahwa
penyakit kusta dapat diobati dengan
pengobatan secara teratur, dan
keluarga memberikan dorongan
sehingga dapat meningkatkan
motivasi berobat penderita kusta.
Diharapkan pada penderita kusta
untuk tidak malu dalam berinteraksi
dengan lingkungan, terutama dengan
tenaga kesehatan yang memberikan
informasi tentang penyakit kusta
sehingga dengan meningkatnya
pengetahuan penderita kusta maka
motivasi berobat akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan RI, 2006.
Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan
Lingkungan. Pedoman Nasional
Pemberantasan Penyakit Kusta.
Cetakan XVIII. Jakarta : Ditjen
PPM & PLP.
2. Nursalam. 2011. Metodologi
Riset Keperawatan Praktik.
Salemba Medika : Jakarta
3. Notoatmodjo, S. 2007.
Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta
4. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa
Timur, 2012. Profil Kesehatan
Propinsi Jawa Timur Tahun
2012, Surabaya.
5. Suarli, S & Bahtiar, Y. 2010.
Manajemen Keperawatan dengan
Pendekatan Praktis. Jakarta :
Erlangga
6. Amirudin M. D., 2006. Buku
Ajar : Penyakit Kulit di Daerah
Tropis.
http://www.unhas.ac.id/lkpp/ked
ok/dali%20-%20tdk.pdf
7. Departemen Kesehatan RI. 2005.
Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan
Lingkungan. Pedoman Nasional
Pemberantasan Penyakit Kusta.
Cetakan XVII. Jakarta : Ditjen
PPM & PLP.