eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/artikel.docx · web viewperbandingan aktivitas siswa...

41
1 KOMPARASI KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING DAN COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 MAKASSAR THE COMPARISON OF THE EFFECTIVENESS OF MATHEMATICS LEARNING BY IMPLEMENTING PROBLEM BASED LEARNING DAN COOPERATIVE LEARNING OF THINK PAIR SHARE TYPE BASED ON LEARNING STYLE OF CLASS X STUDENTS AT SMA NEGERI 9 IN MAKASSAR Fitriani Dinur 1 , Prof. Dr. Abdul Rahman, M.Pd. 2 , Dr. H. Irwan Akib, M.Pd. 3 Program Studi Pendidikan Matematika Kekhususan Matematika Sekolah Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar Makassar, Indonesia ABSTRAK Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan keefektifan model pembelajaran matematika dengan penerapan model Problem Based Learning ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri Makassar (2) mendeskripsikan keefektifan model pembelajaran matematika dengan penerapan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar (3) perbedaan keefektifan pembelajaran matematika dengan penerapan model Problem Based Learning dengan model pembelajaran matematika dengan penerapan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar pada tahun ajaran 2015/2016 dan sampel terdiri

Upload: lyhuong

Post on 29-Apr-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

1

KOMPARASI KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING DAN COOPERATIVE

LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 MAKASSAR

THE COMPARISON OF THE EFFECTIVENESS OF MATHEMATICS LEARNING BY IMPLEMENTING PROBLEM BASED LEARNING DAN COOPERATIVE LEARNING OF THINK PAIR SHARE TYPE BASED ON

LEARNING STYLE OF CLASS X STUDENTS AT SMA NEGERI 9 IN MAKASSAR

Fitriani Dinur1, Prof. Dr. Abdul Rahman, M.Pd.2, Dr. H. Irwan Akib, M.Pd.3

Program Studi Pendidikan Matematika Kekhususan Matematika SekolahProgram Pascasarjana

Universitas Negeri MakassarMakassar, Indonesia

ABSTRAK

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan keefektifan model pembelajaran matematika dengan penerapan model Problem Based Learning ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri Makassar (2) mendeskripsikan keefektifan model pembelajaran matematika dengan penerapan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar (3) perbedaan keefektifan pembelajaran matematika dengan penerapan model Problem Based Learning dengan model pembelajaran matematika dengan penerapan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar pada tahun ajaran 2015/2016 dan sampel terdiri dari dua kelas yakni kelas eksperimen I diajarkan menggunakan model Problem Based Learning dan kelas eksperimen II diajarkan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share yang dipilih menggunakan teknik cluster random sampling. Data yang dikumpulkan terdiri data atas hasil belajar matematika siswa, data aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan data respons. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa ditinjau dari gaya belajar pada kelas eksperimen I (Model Problem Based Learning) berada pada kategori tinggi dengan masing-masing mean 79,05 dan 78,70, tingkat ketuntasan secara klasikal lebih dari 80%, rata-rata gain ternormalisasi berada pada kategori tinggi, serta aktivitas siswa dalam pembelajaran minimal berada pada kategori baik dan respons siswa sangat positif. Secara umum disimpulkan bahwa pembelajaran dengan penerapan model Problem Based Learning ditinjau dari gaya belajar efektif untuk diterapkan di kelas X SMA Negeri 9 Makassar. Hasil belajar matematika siswa

Page 2: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

2

ditinjau dari gaya belajar pada kelas eksperimen II (Model Cooperative Learning tipe Think Pair Share) berada pada kategori tinggi dengan masing-masing mean 78,97 dan 79,25, tingkat ketuntasan secara klasikal lebih dari 80%, rata-rata gain ternormalisasi berada pada kategori tinggi, serta aktivitas siswa dalam pembelajaran minimal berada pada kategori baik dan respons siswa sangat positif. Secara umum disimpulkan bahwa pembelajaran dengan penerapan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share ditinjau dari gaya belajar efektif untuk diterapkan di kelas X SMA Negeri 9 Makassar. Hasil analisis deskriptif terdapat perbedaan kedua model pembelajaran. Dilihat dari hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa bahwa H 0 diterima dan H 1 ditolak yang berarti tidak ada perbedaan antara siswa yang diajar dengan model problem based learning dengan model cooperative learning tipe think pair share ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar.

Kata kunci: Model Problem Based Learning dan Cooperative Learning tipe Think Pair Share, Hasil Belajar, Gaya Belajar, Keefektifan

ABSTRACT

FITRIANI DINUR. 2016. The Comparison of the Effectiveness of Mathematics Learning by Implementing Problem Based Learning and Cooperative Learning of Think Pair Share Type based on Learning Style of Class X Students at SMAN 9 in Makassar (supervised by Abdul Rahman and Irwan Akib).

The research is experiment which aims at (1) describing the effectiveness of mathematics learning model with the implementation of Problem Based Learning model based on learning style of class X students at SMAN 9 in Makassar (2) describing the effectiveness of mathematics learning model with the implementation of Cooperative Learning model of Think Pair Share based on learning style of class X students at SMAN 9 in Makassar, (3) examining the difference of the effectiveness of mathematics learning with the implementation of Problem Based Learning model with Cooperative Learning model of Think Pair Share type based on learning style of class X students at SMAN 9 in Makassar. The population of the research were all of the students of class X at SMAN 9 in Makassar of academic year 2015/2016 and the samples consisted of two classes, namely the experiment class I taught by Problem Based Learning model and the experiment class II taught by Cooperative Learning model of Think Pair Share type, chosen by using cluster random sampling technique. The data consisted of data of students, learning result on mathematics, data of students’ activity in learning, and data of students’ response. The result of the research indicate that the students’ learning result on mathematics based on learning style in experiment class I (Problem Based Learning model) is in high category with mean score 79,05 and 78,70, classical completeness level minimally 80%, average

Page 3: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

3

normalized gain is in high category; the students’ activity in learning is minimally in good category and the students’ response toward the device and learning is very positive. In general, it can be concluded that learning by the implementation of Problem Based Learning model based on learning style is effective to be implemented in class X at SMAN 9 in Makassar with effective category. The students’ learning result on mathematics based on learning style in experiment class I (Cooperative Learning model of Think Pair Share) is in high category with mean score 78,97 and 79,25, classical completeness level minimally 80%, average normalized gain is in high category; the students’ activity in learning is minimally in good category and the students’ response toward the device and learning is very positive. In general, it can be concluded that learning by the implementation of Cooperative Learning model of Think Pair Share based on learning style is effective to be implemented in class X at SMAN 9 in Makassar with effective category. The descriptive result of is the difference of the two learning models. The result of hypothesis test indicate that H0 is accepted and H1 is rejected, meaning that there is no difference of final ability between the students who were being taught by Problem Based Learning model and with Cooperative Learning model og Think Pair Share type based on Learning style of the students of class X at SMAN 9 in Makassar

Keywords: Problem Based Learning model and Cooperative Learning model of Think Pair Share, Learning Result, Learning Style, Effectiveness

A. PendahuluanMatematika sebagai salah satu ilmu dasar, memegang peranan penting dalam

peningkatan sumber daya manusia (SDM) sebab matematika merupakan sarana berfikir logis, sistematis dan kritis. Matematika di negara Indonesia diajarkan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Walaupun demikian hasil belajar matematika tetap menjadi masalah bagi dunia pendidikan.

Menyadari akan pentingnya peranan matematika, maka peningkatan hasil belajar matematika di setiap jenjang pendidikan perlu mendapat perhatian. Akan tetapi ada sebagian siswa yang beranggapan bahwa mata pembelajaran matematika selalu penuh dengan angka dan perhitungan sehingga dirasa kurang menarik. Ketertarikan siswa yang rendah dalam belajar matematika ini menyebabkan siswa kurang mau mempelajari matematika di luar sekolah, bahkan dapat melahirkan sikap penolakan terhadap guru. Guru mempunyai peran yang penting. Sebab guru adalah orang yang mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik (Setiyawan, 2013).

Kemampuan siswa dalam memahami dan menguasai konsep-konsep matematika merupakan faktor utama dalam mencapai hasil belajar yang baik. Seorang guru harus mampu mengorganisasikan pelaksanaan pembelajaran sehingga materi akan tersampaikan dengan baik dan konsep-konsep matematika dapat dipahami dan dikuasai oleh siswa. Suatu upaya yang dapat dilakukan oleh seorang guru adalah

Page 4: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

4

dengan inovasi dalam pelaksanaan pembelajaran yang awalnya masih cenderung konvensional.

Salah satu pandangan tentang pembelajaran yang lahir sebagai inovasi dalam pembelajaran adalah pandangan konstruktivisme. Dua model pembelajaran yang inovatif dalam pelaksanaan pembelajaran dan sejalan dengan pandangan konstruktivisme adalah Cooperative Learning tipe Think Phair Share (TPS) dan Problem Based Learning (PBL). Fokus utama Think Phair Share adalah ketika guru menerangkan pelajaran di depan kelas siswa duduk berpasangan dalam kelompoknya. Guru memberikan pertanyaan di kelas. Lalu, siswa diperintahkan untuk memikirkan jawaban, kemudian siswa berpasangan dengan masing-masing pasangannya untuk mencari kesepekatan jawaban. Terakhir, guru meminta siswa untuk membagi jawaban kepada seluruh siswa di kelas. Menurut Slavin (Thobroni, 2015: 245) sedangkan Problem Based Learning atau Pembelajaran Berbasis Masalah (Rusman, 2014) sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara bepikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan, dan konsep.

Selain penggunaan model atau strategi yang tepat, guru juga hendaknya memperhatikan beberapa aspek pendukung, salah satunya adalah gaya belajar yang dominan dimiliki siswa, karena setiap siswa mempunyai gaya atau cara belajar yang berbeda-beda dalam menyerap informasi yang diberikan oleh guru. Gaya belajar yang dimaksud yakni gaya belajar visual, gaya belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik (V-A-K). Siswa yang bergaya belajar visual dapat belajar dengan apa yang mereka lihat, siswa yang bergaya belajar auditorial dapat belajar dengan apa yang mereka dengar, dan siswa yang bergaya belajar kinestetik dapat belajar dengan gerak atau sentuhan.

Sehubungan dengan penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 9 Makassar. Maka peneliti memilih melakukan penelitian tersebut pada dua kelas, dimana pada kelas Eksperimen I diterapkan model problem based learning dan kelas Eksperimen II dengan model cooperative learning tipe TPS dengan tujuan memberikan dampak positif terhadap keaktifan serta respon siswa dalam memahami materi yang sedang diajarkan, sehingga mengakibatkan hasil belajar siswa baik siswa yang bergaya belajar visual, auditorial maupun kinestetik menjadi lebih baik. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis hanya memperhatikan efektivitas dari dua model pembelajaran ditinjau dari hasil belajar, aktivitas siswa, respon siswa dan gaya belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana keefektifan penerapan model problem based learning dalam pembelajaran matematika ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar? (2) Bagaimana keefektifan penerapan model cooperative learning tipe think phair share dalam pembelajaran matematika ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar? (3) Apakah terdapat perbedaan keefektifan penerapan model problem based learning dan cooperative learning tipe think phair

Page 5: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

5

share dalam pembelajaran matematika ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar?

B. Tinjuauan Pustaka

1. Efektivitas dalam pembelajaran

Menurut Hidayat (2009: 78) yang menjelaskan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah dicapai. Semakin besar persentase target yang dicapai, semakin tinggi efektivitasnya.

Menurut Slavin (Firdaus, 2009: 57) menyatakan keefektivan pembelajaran terdiri dari empat indikator, yaitu:a. Kualitas pembelajaran (quality of instruction) yaitu banyaknya informasi atau

keterampilan yang disajikan sehingga siswa dapat mempelajari dengan mudah, atau makin kecil tingkat kesalahan yang dilakukan berarti makin efektif pembelajaran. Penentuan tingkat keefektivan pembelajaran tergantung pada penguasaan tujuan pembelajaran tetentu. Pecapaian tingkat penguasaan tujuan pembelajaran biasanya disebut ketuntasan belajar.

b. Kesesuaian tingkat pembelajaran (appropriate of instruction) yaitu sejauh mana guru memastikan tingkat kesiapan siswa (memperoleh ketrampilan dan pengetahuan) untuk mempelajari materi baru. Dengan kata lain, materi pembelajaran yang diberikan tidak terlalu sulit atau tidak terlalu mudah.

c. Insentif (incentive) yaitu seberapa besar guru memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas-tugas materi yang diberikan. Semakin besar motivasi yang diberikan guru maka keaktifan siswa semakin besar pula, dengan demikian pembelajaan akan efektif.

d. Waktu (time) yaitu lama waktu yang diberikan kepada siswa untuk mempelajari materi yang disajikan dalam pembelajaran akan efektif apabila siswa dapat menyelesaikan pembelajaran dengan tepat waktu yang telah ditentukan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu membuat siswa belajar dengan baik dan memperoleh ilmu pengetahuan dan juga keterampilan maelalui suatu prosedur yang tepat untuk mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Adapun efektivitas pembelajaran yang dimaksud dalam penelitan ini merujuk pada 4 (empat) aspek yang terkait dengan proses pembelajaran di kelas antara lain: (1) pencapaian ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal berdasarkan nilai KKM yang ditetapkan sekolah, (2) rata-rata nilai Gain ternormalisasi minimal mencapai kategori sedang, (3) pencapaian keefektifan aktivitas siswa dan, (4) respon siswa terhadap pembelajaran matematika positif.

2. Model Problem Based Learning

Page 6: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

6

Menurut Khoe Yao Tung (2015: 228) Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah autentik seperti masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran ini melibatkan murid untuk memcahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga mereka dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.

Menurut Tatang Herman (2007: 48) PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang diawali dengan menghadapkan siswa dengan masalah matematika. Dengan segenap pengetahuan dan kemampuan yang telah dimilikinya, siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah yang kaya dengan konsep-konsep matematika.

Adapun karakteristik Problem Based Learning menurut Tatang Herman (2007: 49) diantaranya adalah : (a) memposisikan siswa sebagai self-directred problem solver melalui kegiatan kolaboratif; (b) mendorong siswa untuk mampu menemukan masalah dan mengelaborasinya dengan mengajukan dugaan-dugaan dan merencanakan penyelesaian; (c) memfasilitasi siswa untuk mengeksplorasi berbagai alternative penyelesaian dan implikasinya, serta mengumpulkan dan mendistribusikan informasi; (d) melatih siswa untuk terampil menyajikan temuan, dan (e) membiasakan siswa merefleksi tentang efektivitas cara berpikir mereka dalam menyelesaikan masalah.

Sedangkan karakteristik menurut Khoe Yao Tung (2015: 228) sebagai berikut:a. Belajar dimulai dengan satu permasalahanb. Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata muridc. Mengorganisasikan pelajaran yang berkaitan dengan masalah tersebut dan bukan

terkait disiplin ilmu tertentu.d. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada murid dalam membentuk dan

menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendirie. Menggunakan kelompok kecilf. Menuntut murid untuk mendemonstrasikan yang telah mereka pelajari dalam

bentuk produk atau kinerja.

Rusman (2014; 243) mengemukakan bahwa langkah-langkah Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Langkah-langkah Problem Based Learning

Fase Indikator Tingkah Laku Guru

1 Orientasi siswa pada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah

Page 7: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

7

2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3 Membimbing pengalaman individual/kelompok

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan

Dari uraian dan beberapa pendapat di atas, maka Problem Based Learning (PBL) dalam penelitian ini merupakan model pembelajaran yang menantang siswa untuk belajar dan bekerja sama secara aktif, baik dengan berpasangan atau berkelompok untuk mengembangkan cara berpikir dengan menemukan masalah, membangun pemahaman, serta mencari alternatif penyelesaian masalah untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan.

3. Model Cooperative Learning tipe Think Pair Share

Model struktural “Think-Phair-Share” merupakan salah satu model cooperative learning. Oleh karena itu sebelum membahas tentang model struktural “Think-Phair-Share”, akan dibahas dulu mengenai cooperative learning.

Menurut Rusman (2014: 202) pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam CL, yaitu: (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai (Wina Sanjaya, 2006: 241).

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas mengenai cooperative learning dapat disimpulkan bahwa keberhasilan mengajar dalam model ini bukan hanya ditentukan oleh kemampuan invidu secara utuh, melainkan perolehan itu akan baik bila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan baik.

Page 8: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

8

Beberapa karakteristik cooperative learning menurut Slavin (Thobroni, 2015: 237), antara lain:a. Group goals (adanya tujuan kelompok);b. Individual accountability (adanya tanggung jawab perseorangan);c. Equal opportunities for success (adanya kesempata yang sama untuk menuju

sukses)d. Team competition (adanya persaingan kelompok);e. Task specialization (adanya penugasan khusus)f. Adaption to individual need (adanya proses penyesuaian diri terhadap

kepentingan pribadi)

Adapun langkah-langkah cooperative learning (Rusman, 2014: 211) sebagai berikut:

Tabel 2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Tahap Tingkah Laku GuruTahap 1Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topic yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

Tahap 2Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan

Tahap 3Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien

Tahap 4Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Tahap 5Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Tahap 6Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar invidu dan kelompok.

Think Phair Share (TPS) menurut Slavin (dalam Thobroni, 2015: 245) adalah sebagai berikut: “This simple but very useful method was developed by Frank Lyman

Page 9: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

9

of the University of Maryland. When the teachers presents a lesson to the class student sit in pairs within their teams. The teacher poses question to the class. Students are instructed to think of an answer on their own, then to pair with their partners to reach consensus on an answer. Finally, the teacher ask students to share their agreed upon answer with the rest of the class”. TPS adalah sebuah metode yang dikembangkan oleh Frank Lyman dari universitas Maryland. Ketika guru menerangkan pelajaran di depan kelas, siswa duduk berpasangan dalam kelompoknya. Guru memberikan pertanyaan di kelas. Lalu, siswa diperintahkan untuk memikirkan jawaban, kemudian siswa berpasangan dengan masing-masing pasangannya untuk mencari kesepakatan jawaban. Terakhir guru meminta siswa untuk membagi jawaban kepada seluruh siswa di kelas.

Selanjutnya, menurut Suprijono (2009: 91) Think Phair Share memiliki makna sebagai berikut:a. Thinking (berpikir)

Siswa diberi kesempatan untuk memikirkan ide-ide mereka tentang pertanyaan atau wacana yang diberikan oleh guru

b. Pairing (berpasangan)Siswa menentukan dengan siapa mereka akan berpasangan dengan tujuan agar siswa dapat berdiskusi dan mendalami ide-ide yang telah ditemukan masing-masing siswa.

c. Sharing (berbagi)Setelah ditemukan kesepakatan ide-ide pada masing-masing kelompok, lalu pada tahap ini ide-ide tersebut dibagikan kepada kelompok lain melalui kegiatan diskusi dan tanya jawab. Hal tersebut dimaksudkan agar dari berbagai ide-ide yang mereka temukan, dapat ditemukan satu struktur yang integratif dari pengetahuan yang telah dipelajari.

4. Gaya Belajar

Cara belajar yang dimiliki siswa sering disebut dengan gaya belajar atau modalitas belajar siswa. Gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi (DePorte & Hernacki, 2002: 110).

Akan tetapi, sistem pendidikan yang ada telah mengabaikan adanya perbedaan gaya belajar dari setiap siswa, sebagaimana yang dikemukakan Franzoni & Assar (2009: 15) bahwa:

Humans have different styles of learning. Some can assimilate in a better way the knowledge received visually, auditory or through a certain sense. However, most educational systems have ignored individual differences that exist between learners, such as the learning ability, the background knowledge, the learning goals and the learning styles. (Manusia mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda. Sebagian dapat mengerti lebih baik pengetahuan yang diterima secara

Page 10: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

10

visual, auditorial atau melalui perasa tertentu. Bagaimanapun juga, sebagian besar sistem pendidikan telah mengabaikan perbedaan individu yang ada di antara pelajar, seperti kemampuan belajar, latar belakang pengetahuan, tujuan pembelajaran dan gaya belajar). Padahal, dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa siswa

cenderung menggunakan gaya belajar yang berbeda-beda dan membutuhkan sumber belajar yang berbeda-beda pula, sehingga perlu dirancang model pembelajaran yang mampu mengakomodasi semua jenis gaya belajar siswa, sebagaimana yang dikemukakan Franzoni & Assar (2009: 15) bahwa:

Recent research on the learning process has shown that students tend to learn in different styles and that they prefer to use different teaching resources as well. Many researchers agree on the fact that learning materials shouldn’t just reflect of the teacher’s style, but should be designed for all kinds of students and all kind of learning styles. (Penelitian pada proses pembelajaran baru-baru ini telah menunjukkan bahwa siswa cenderung belajar dalam gaya yang berbeda dan mereka lebih suka menggunakan sumber pengajaran yang berbeda yang sesuai dengannya. Banyak peneliti setuju pada fakta bahwa bahan ajar tidak hanya harus mencerminkan gaya guru, tetapi juga harus dirancang untuk semua macam siswa dan semua macam gaya belajar).Dari defenisi gaya belajar di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah

cara yang dipakai seseorang dalam proses belajar yang meliputi bagaimana menagkap, mengatur, serta mengolah informasi yang diterima sehingga pembelajaran menjadi efektif.

Menurut DePorter & Hernacki (2002: 112) terdapat tiga gaya belajar seseorang yaitu gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Walaupun masing-masing siswa belajar dengan menggunakan ketiga gaya belajar ini, kebanyakan siswa cenderung pada salah satu diantara gaya belajar tersebut. (1) Siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata/penglihatan (visual), mereka cenderung belajar melalui apa yang mereka lihat. Siswa yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat Bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran; (2) Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarnnya). Siswa yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakana. Mereka dapat mencerna dengan baik informasi yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya; (3) Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Siswa seperti ini tidak tahan untuk duduk berlama-lama mendengarkan pelajaran dan merasa bisa belajar lebih baik jika prosesnya disertai kegiatan fisik. Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak tubuh.

Groat (1998) dalam Ghufron (2012) menyatakan ada beberapa alasan mengapa pemahaman pengajar terhadap gaya belajar pelajar perlu diperhatikan dalam proses pengajaran, yaitu:

Page 11: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

11

a. Membuat proses belajar mengajar dialogis. Sampai saat ini sekolah sering kali tidak menyadari dengan menganggap murid seperti bejana kosong dimana tugas pengajar mengisi mereka dengan pengetahuan.

b. Memahami pelajar lebih berbeda. Secara aksioma sebenarnya telah menunjukkan bahwa siswa mempunyai perbedaan di dalam berbagai hal, tidak hanya dari jenis kelamin dan etnis, tetapi juga dalam hal usia, bangsa, latar belakang budaya, dan sebagainya. Keanekaragaman ini dapat mempengaruhi kelas dan juga menentukan di dalam banyak cara, termasuk keanekaragaman dalam belajar.

c. Berkomunikasi melalui pesan. Jika kita (guru) ingin apa yang disampaikan benar-benar bisa diterima, kita harus mengklaborasikan berbagai pendekatan sehingga akan menjadi semacam orchestra materi yang enak disampaikan, terutama sesuai dengan gaya-gaya belajar yang dimiliki pelajar.

d. Membuat proses pengajaran lebih banyak memberi penghargaan. Di dalam hal ini, sekolah mengambil peran penting dalam meluncurkan inovasi-inovasi yang substantif di dalam bidang-bidang mereka. Itu adalah perjuangan untuk mempertimbangkan siswa yang belajar sesuai gaya-gaya yang mereka miliki, kita bisa mampu menuai kepuasan sama dari pencerahan proses pengajaran.

e. Memastikan masa depan dari disiplin-disiplin yang dimiliki pelajar. Satu asumsi yang tak perlu dipersoalkan lagi dalam karir konseling adalah bahwa semua keinginan individu menjadi akan lebih baik bila disesuaikan dengan beberapa tugas, area-area pokok, dan karier-karier yang telah mereka miliki, seperti kesesuaian fungsi kepribadian, bakat, gaya-gaya teori dan seterusnya.

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Mayor 1

Model problem based learning efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar.

Hipotesis Minor 1

a. Hasil Belajar1) Hasil belajar tiap-tiap gaya belajar peserta didik setelah diajar pembelajaran

Model problem based learning lebih besar dari 71,9 (KKM).Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka dirumuskan hipotesis kerja sebagai berikut:H0 : µ1 = 71,9 Lawan H1 : µ1>71,9µ1 = parameter skor rata-rata hasil belajar peserta didik setelah diajar

Page 12: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

12

2) Gain ternormalisasi tiap-tiap gaya belajar peserta didik yang diajar dengan Model problem based learning lebih besar dari 0,29.Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka dirumuskan hipotesis kerja sebagai berikut:H0 : µg1 0,29 Lawan H1 : µg1> 0,29µg1 = parameter skor rata-rata gain ternormalisasi peserta didik setelah diajar

model problem based learning

b. Aktivitas peserta didik

Aktivitas peserta didik yang diajar dengan model problem based learning lebih dari 2,49

Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka dirumuskan hipotesis kerja sebagai berikut:

H0 : µa1 2,49 Lawan H1 : µa1> 2,49

µa1= parameter skor rata-rata aktivitas peserta didik setelah diajar dengan model problem based learning

c. Respon peserta didikRespon siswa (Visual dan Auditorial) tiap-tiap gaya belajar terhadap

penerapan model problem based learning dalam pembelajaran matematika berada pada kategori positif.

Hipotesis Mayor 2

Model cooperative learning tipe think phair share efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar.Hipotesis Minor 2a. Hasil Belajar1) Hasil belajar tiap-tiap gaya belajar peserta didik setelah diajar dengan model co-

operative learning tipe think phair share lebih besar dari 71,9 (KKM).Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka dirumuskan hipotesis kerja sebagai berikut:H0 : µ2 = 71,9 Lawan H1 : µ2>71,9µ2 = parameter skor rata-rata hasil belajar peserta didik setelah diajar

2) Gain ternormalisasi tiap-tiap gaya belajar peserta didik yang diajar dengan model cooperative learning tipe think phair share lebih µg2 = parameter skor rata-rata gain ternormalisasi peserta didik setelah diajar dengan model cooperative learning tipe think phair besar dari 0,29.

Page 13: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

13

Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka dirumuskan hipotesis kerja sebagai berikut:H0 : µg2 0,29 Lawan H1 : µg2 > 0,29µg2 = parameter skor rata-rata gain ternormalisasi peserta didik setelah diajar

model cooperative learning tipe think phair

2. Aktivitas peserta didikAktivitas peserta didik yang diajar dengan model cooperative learning tipe think

phair share lebih dari 2,49Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka dirumuskan hipotesis kerja

sebagai berikut:H0 : µa2 2,49 Lawan H1 : µa2> 2,49µa2= parameter skor rata-rata aktivitas peserta didik setelah diajar dengan model

cooperative learning tipe think phair share.

3. Respon peserta didikRespon siswa (Visual dan Auditorial) tiap-tiap gaya belajar terhadap penerapan

model cooperative learning tipe think pair share dalam pembelajaran matematika berada pada kategori positif.

Hipotesis Mayor 3

Terdapat perbedaan keefektifan penerapan model problem based learning dan cooperative learning tipe think phair share dalam pembelajaran matematika ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar.Hipotesis Minor 3a. Hasil Belajar1) Terdapat perbedaan antara rata-rata hasil belajar peserta didik setelah diajar

model problem based learning dan cooperative learning tipe think phair share.Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka dirumuskan hipotesis kerja sebagai berikut:H0 : μ1 = μ2 Lawan H1 : μ1 ≠ μ2

µ1 = parameter skor rata-rata hasil belajar siswa setelah diajarkan model problem based learning

µ2 = parameter skor rata-rata hasil belajar setelah diajarkan model cooperative learning tipe think phair share

2) Terdapat perbedaan rata-rata gain ternormalisasi peserta didik yang diajar dengan model problem based learning dan cooperative learning tipe think phair share.

Page 14: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

14

Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka dirumuskan hipotesis kerja sebagai berikut:

H0 : μg1= μg2 Lawan H1 : μg1≠ μg2

µg1 = parameter skor rata-rata gain ternormalisasi peserta didik setelah diajar dengan model problem based learning.

µg2 = parameter skor rata-rata gain ternormalisasi peserta didik setelah diajar dengan model cooperative learning tipe think phair share

b. Aktivitas peserta didikTerdapat perbedaan rata-rata skor aktivitas peserta didik yang diajar dengan

model problem based learning dan cooperative learning tipe think phair share. Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka dirumuskan hipotesis kerja

sebagai berikut:H0 : µa1 = µa2 Lawan H1 : µa1 ≠ µa2

µa1= parameter skor rata-rata aktivitas peserta didik setelah diajar dengan model problem based learning.

µa2= parameter skor rata-rata aktivitas peserta didik setelah diajar dengan model cooperative learning tipe think phair share.

c. Respon peserta didikTerdapat perbedaan rata-rata skor respon peserta didik yang diajar dengan model

problem based learning dan cooperative learning tipe think phair share. Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka dirumuskan hipotesis kerja

sebagai berikut:H0 : µr1 µr2 Lawan H1 : µr1≠ µr2

µr1 = parameter skor rata-rata respons peserta didik setelah diajar dengan model problem based learning.

µr2 = parameter skor rata-rata respons peserta didik setelah diajar dengan model cooperative learning tipe think phair share.

D. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Eksperimen semu melakukan suatu cara untuk membandingkan kelompok. Kelompok eksperimen 1 menggunakan model Problem Based Learning sedangkan kelompok eksperimen 2 menggunakan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar tahun ajaran

Page 15: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

15

2015/2016 yang terdiri dari sepuluh kelas. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari empat kelas (X-1, X-3, X-7 dan X-8). Metode pengambilan sampel yang digunakan dengan model problem based learning dan cooperative learning tipe think pair share yaitu dengan teknik simple random sampling. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen. Pengambilan sampel acak sederhana dapat dilakukan dengan cara undian, memilih kelas dari daftar kelas secara acak. Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest control group design.

Instrumen pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terdiri lima jenis yaitu tes hasil belajar, angket gaya belajar, angket respon siswa, dan lembar observasi aktivitas siswa. Data mengenai hasil belajar matematika siswa, diperoleh dari hasil tes yang dilakukan pada pre tes dan post tes. Angket gaya belajar dikelompokkan dengan menggunakan lembar observasi gaya belajar (LOGB). LOGB berbentuk checklist dengan tiga kategori pilihan yaitu 0, 1, dan 2. Angket respon siswa diperoleh dengan menggunakan lembar angket respon/tanggapan siswa terhadap penerapan model problem based learning dan cooperative learning tipe think pair share dalam pembelajaran yang telah direvisi berdasarkan penilaian, koreksi, dan saran dari para ahli (validator) atau pakar pendidikan. Lembar observasi diberikan kepada siswa diakhir pertemuan untuk diisi dengan cara mencentang atau memberi tanda chekclist (√) sesuai dengan pengalaman yang dirasakan selama penerapan model problem based learning dan cooperative learning tipe think pair share yakni dengan dua kategori pilihan yaitu “Ya” atau “Tidak”. Data tersebut diketahui dengan perolehan skor antara 0 dan 1.

Aktivitas siswa dalam pembelajaran diperoleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Lembar observasi diberikan kepada seorang pengamat untuk diisi dengan cara mencentang atau memberi tanda chekclist (√) sesuai dengan keadaan yang diamati. Data tersebut diketahui dengan perolehan skor antara 1, 2, 3, dan 4. Keterlaksanaan pembelajaran dikelompokkan dengan menggunakan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Lembar observasi diberikan kepada seorang pengamat untuk diisi dengan cara mencentang atau memberi tanda chekclist (√) sesuai dengan keadaan yang diamati.

Analisis data dalam penelitian ini terdiri atas analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggambarkan data hasil penelitian yang diperoleh. Selanjutnya analisis statistik inferensial menggunakan uji one sample t-test dengan dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terlebih dahulu.

E. Hasil Penelitian

1. Analisis Keefektifan Penerapan Model Problem Based Learning dan Cooperative Learning tipe Think Pair Share ditinjau dari Gaya Belajar

a. Analisis DeskriptifBerdasarkan hasil analisis data keterlaksanaan pembelajaran pada model

problem based learning diperoleh rata-rata 3,55. Sedangkan pada model cooperative

Page 16: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

16

learning tipe think pair share diperoleh rata-rata 3,50. Menurut kriteria, keterlaksanaan pembelajaran dalam menerapkan model Problem Based Learning dan Cooperative Learning tipe think pair share sudah sesuai dengan yang diharapkan. Pencapaian rata-rata keterlaksaan pembelajaran dengan besaran angka tersebut berada pada kategori terlaksana dengan baik.

Adapun rata-rata aktivitas siswa pada model problem based learning diperoleh rata-rata 3,51 sedangkan cooperative learning tipe think pair share diperoleh rata-rata 3,22. Menurut kriteria, aktivitas siswa dalam menerapkan model Problem Based Learning dan cooperative learning tipe think pair share sudah sesuai dengan yang diharapkan. Pencapaian rata-rata aktivitas peserta didik dengan besaran angka tersebut berada pada kategori sangat baik.

Data hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model problem based learning pada materi trigonometri ditinjau dari gaya belajar siswa berada pada kategori tinggi dilihat dari gaya belajar visual sedangkan gaya belajar auditorial berada pada kategori tinggi dengan tingkat ketuntasan klasikal mencapai 82,35% untuk gaya belajar visual sedangkan gaya belajar auditorial mencapai 86,48% sesuai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yakni lebih dari 71,9, serta pengetahuan siswa menunjukan peningkatan yang signifikan setelah belajar dengan menerapkan model problem based learning, respon siswa berada pada kategori sangat positif untuk gaya belajar visual maupun auditorial serta menunjukkan peningkatan yang signifikan setelah belajar dengan menerapkan model problem based learning.

Untuk data hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model cooperative learning tipe think pair share pada materi trigonometri ditinjau dari gaya belajar siswa berada pada kategori tinggi dilihat dari gaya belajar visual sedangkan gaya belajar auditorial berada pada kategori tinggi dengan tingkat ketuntasan klasikal mencapai 86,11% untuk gaya belajar visual sedangkan gaya belajar auditorial mencapai 82,85% sesuai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yakni lebih dari 71,9, serta pengetahuan siswa menunjukan peningkatan yang signifikan setelah belajar dengan menerapkan model problem based learning, respon siswa berada pada kategori sangat positif untuk gaya belajar visual maupun auditorial serta menunjukkan peningkatan yang signifikan setelah belajar dengan menerapkan model problem based learning. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model problem based learning dan cooperative learning tipe think pair share secara deskriptif memenuhi kriteria keefektifan.

b. Analisis InferensialBerdasarkan hasil perhitungan komputer dengan bantuan program SPSS versi

20.0. diperoleh hasil sebagai berikut:Pengujian rata-rata hasil belajar siswa ditinjau dari gaya belajar pada post-test

terhadap KKM dilakukan dengan uji one sample t test, Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh nilai sig. < 0,001 dengan nilai α = 0,05 sehingga nilai sig <

Page 17: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

17

α. Dengan demikian H0 ditolak, ini berarti rata-rata hasil belajar peserta didik setelah diajar dengan model problem based learning dan cooperative learning tipe think pair share lebih besar dari 71,9 (KKM). Berdasarkan uji one sample t-test, diperoleh nilai sig. < 0,001 dengan nilai α = 0,05 sehingga nilai sig < α. Dengan demikian H0 ditolak, ini berarti rata-rata gain ternormalisasi peserta didik yang diajar dengan model problem based learning dan cooperative learning tipe think pair share lebih besar dari 0,29. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model problem based learning dan cooperative learning tipe think pair share secara deskriptif maupun inferensial memenuhi kriteria keefektifan.

2. Analisis Perbandingan antara Keefektifan model Problem Based Learning dan Cooperative Learning tipe Think Pair Share ditinjau dari Gaya Belajar

a. Perbandingan secara Deskriptif1) Perbandingan Hasil Belajar Matematika ditinjau dari Gaya belajar Visual

Perbandingan skor hasil belajar siswa ditentukan dengan membandingkan rata-rata post-test, gain ternormalisasi dan persentase ketuntasan secara klasikal terlihat pada tabel 1.

Tabel 1: Perbandingan hasil belajar siswa ditinjau dari gaya belajar visual kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II

Kelas Rata-rata post-test Gain KK (%)Eksperimen I 79,05 0,7070 82,35Eksperimen II 78,97 0,7087 86,11

Berdasarkan tabel 1, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika ditinjau dari gaya belajar visual pada kelas eksperimen I yang diajar dengan model problem based learning lebih baik dari pada kelas eksperimen II yang diajar dengan model cooperative learning tipe think pair share dilihat dari rata-rata hasil belajar post-test namun dilihat dari gain ternormalisasi maupun klasikal ketuntasan kelas eksperimen II lebih baik dari pada kelas eksperimen I

2) Perbandingan Hasil Belajar Matematika ditinjau dari Gaya belajar AuditorialPerbandingan skor hasil belajar siswa ditentukan dengan membandingkan

rata-rata post-test, gain ternormalisasi dan persentase ketuntasan secara klasikal terlihat pada tabel 2.

Tabel 2: Perbandingan hasil belajar siswa ditinjau dari gaya belajar auditorial kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II

Kelas Rata-rata post-test Gain KK (%)Eksperimen I 78,70 0,7175 86,48Eksperimen II 79,25 0,7178 82,85

Page 18: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

18

Berdasarkan tabel 2, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika ditinjau dari gaya belajar auditorial pada kelas eksperimen II yang diajar dengan model cooperative learning tipe think pair share lebih baik dari pada hasil belajar matematika pada kelas eksperimen I yang diajar dengan model problem based learning.dilihat dari rata-rata hasil belajar post-test maupun gain ternormalisasi.

3) Perbandingan Respon SiswaPerbandingan respon siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata respons

siswa pada masing-masing kelas sebagaimana tampak pada tabel 3 yang ditinjau dari gaya belajar visual dan tabel 4 ditinjau dari gaya belajar auditorial.

Tabel 3: Perbandingan Persentase Respon Siswa ditinjau dari Gaya Belajar Visual

Kelas Rata-rata KategoriEksperimen I 96,72 Sangat PositifEksperimen II 94,56 Sangat Positif

Berdasarkan tabel 4.35 dapat disimpulkan bahwa respon siswa ditinjau dari gaya belajar visual pada kelas eksperimen I yang diajar dengan model problem based learning lebih baik dari pada respon peserta didik pada kelas eksperimen II yang diajar dengan model cooperative learning tipe think pair share yang ditandai dengan rata-rata respon siswa pada kelas eksperimen I lebih besar daripada skor rata-rata respon pada kelas eksperimen II yakni 96,72 > 94,56.

Tabel 4: Perbandingan Persentase Respon Siswa ditinjau dari Gaya Belajar Auditorial

Kelas Rata-rata KategoriEksperimen I 96,65 Sangat PositifEksperimen II 96,81 Sangat Positif

Berdasarkan tabel 4 dapat disimpulkan bahwa respon siswa ditinjau dari gaya belajar auditorial pada kelas eksperimen II yang diajar dengan model cooperative learning tipe think pair share lebih baik dari pada respon peserta didik pada kelas eksperimen I yang diajar dengan model problem based learning yang ditandai dengan rata-rata respon siswa pada kelas eksperimen II lebih besar daripada skor rata-rata respon pada kelas eksperimen I yakni 96,65 > 94,81.4) Perbandingan Aktivitas Siswa

Perbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana tampak pada tabel 5.

Tabel 5: Perbandingan skor aktivitas siswa dalam pembelajaranKelas Skor Rata-rata

TotalKategori

Page 19: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

19

Eksperimen I 3,51 Sangat BaikEksperimen II 3,22 Baik

Berdasarkan tabel 5 diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada kelas eksperimen I dengan model problem based learning yang ditandai dengan skor rata-rata total aktivitas siswa lebih besar daripada skor rata-rata aktivitas siswa pada kelas eksperimen II dengan model cooperative learning tipe think pair share yakni 3,51 > 3,22.

b. Perbandingan secara Inferensial1) Uji Normalitas

Pengujian normalitas data dilakukan terhadap data hasil belajar ditinjau dari gaya belajar pada kelas ekperimen I dan kelas eksperimen II. Uji tersebut dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk menggunakan program SPSS 20 for windows dengan taraf signifikansi 0,05.a) Gaya Belajar Visual

Setelah dilakukan pengolahan data, tampilan output uji normalitas data post-test untuk kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6: Uji Normalitas Ditinjau dari Gaya Belajar Visual pada Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II

Tests of NormalityModel Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig.

PostVisualPBL .952 34 .146

TPS .963 36 .275a. Lilliefors Significance Correction

Berdasarkan hasil output uji normalitas varians dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk pada tabel 7, nilai signifikansi untuk kelas eksperimen I dengan model Problem Based Learning adalah 0,146 dan kelas eksperimen II dengan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share adalah 0,275. Karena nilai signifikansi kedua kelas lebih dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa kelas Eksperimen I dan Eksperimen II berdistribusi normal.b) Gaya Belajar Auditorial

Setelah dilakukan pengolahan data, tampilan output uji normalitas data post-test untuk kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II dapat dilihat pada tabel 7

Tabel 4.39: Uji Normalitas Ditinjau dari Gaya Belajar Auditorial pada Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II

Tests of NormalityModel Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

Page 20: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

20

PostAuditorialPBL .945 37 .064

TPS .948 35 .096a. Lilliefors Significance Correction

Berdasarkan hasil output uji normalitas varians dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk pada tabel 7, nilai signifikansi untuk kelas eksperimen I dengan model Problem Based Learning adalah 0,064 dan kelas eksperimen II dengan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share adalah 0,096. Karena nilai signifikansi kedua kelas lebih dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa kelas Eksperimen I dan Eksperimen II berdistribusi normal.

2) Uji Homogenitas

a) Gaya Belajar VisualSetelah dilakukan pengolahan data, tampilan output uji homogenitas data

post-test untuk kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II dapat dilihat pada tabel 8.Tabel 8: Uji Homogenitas Ditinjau dari Gaya Belajar Visual pada Kelas

Eksperimen I dan Kelas Eksperimen IITest of Homogeneity of Variances

PostVisualLevene Statistic df1 df2 Sig.

.454 1 68 .503

Berdasarkan hasil output uji homogenitas varians dengan menggunakan uji Leneve pada tabel 8, nilai signifikansinya adalah 0,503. Karena nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa peserta didik kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II berasal dari populasi yang mempunyai varians yang sama, atau kedua kelas homogen.

b) Gaya Belajar AuditorialSetelah dilakukan pengolahan data, tampilan output uji homogenitas data

post-test untuk kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II dapat dilihat pada tabel 9.Tabel 9: Uji Homogenitas Ditinjau dari Gaya Belajar Auditorial pada Kelas

Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II

Test of Homogeneity of Variances

PostAuditorialLevene Statistic df1 df2 Sig.

1.237 1 70 .270

Page 21: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

21

Berdasarkan hasil output uji homogenitas varians dengan menggunakan uji Leneve pada tabel 9, nilai signifikansinya adalah 0,270. Karena nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa siswa kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II berasal dari populasi yang mempunyai varians yang sama, atau kedua kelas homogen.

3) Uji Perbedaan Kemampuan Akhir Hasil uji-t untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara peningkatan hasil

belajar matematika siswa kelas ekperimen I dan kelas eksperimen II ditinjau dari gaya belajar.a) Gaya Belajar Visual

Setelah dilakukan pengolahan data, tampilan output dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10: Hasil uji-t data post-test dari Gaya Belajar Visual pada Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II

Independent Samples TestLevene's Test for

Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. T Df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

DifferenceLower Upper

PostVisual Equal variances assumed .454 .503 .055 68 .957 .08660 1.58228 -3.07078 3.24399

Equal variances not assumed .055 67.852 .956 .08660 1.57750 -3.06137 3.23457

Pada tabel 10, terlihat bahwa nilai signifikansi (sig.2-tailed) dengan uji-t adalah 0,503. Karena nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 ini berarti tidak ada perbedaan kemampuan akhir antara siswa yang diajar dengan model problem based learning dan cooperative learning tipe think pair share ditinjau dari gaya belajar visual. b) Gaya Belajar Auditorial

Setelah dilakukan pengolahan data, tampilan output dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11: Hasil uji-t data post-test dari Gaya Belajar Auditorial pada Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II

Independent Samples TestLevene's Test for

Equality of Variances

t-test for Equality of Means

Page 22: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

22

F Sig. T Df Sig. (2-tailed)

Mean Differenc

e

Std. Error Differenc

e

95% Confidence Interval of the

DifferenceLower Upper

Post Auditorial Equal

variances assumed

1.237 .270 -.335 70 .739 -.55444 1.65498 -3.85519 2.74631

Equal variances not assumed

-.337 68.853 .737 -.55444 1.64640 -

3.83903 2.73015

Pada tabel 10 dan 11, terlihat bahwa nilai signifikansi (sig.2-tailed) dengan uji-t adalah 0, 503 dan 0,270. Karena nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 ini berarti tidak ada perbedaan kemampuan akhir antara siswa yang diajar dengan model problem based learning dan cooperative learning tipe think pair share ditinjau dari gaya belajar auditorial.

F. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka pada bagian pembahasan hasil penelitian ini meliputi pembahasan hasil analisis deskriptif dan pembahasan hasil analisis inferensial. Hasil analisis deskriptif meliputi aktivitas siswa, respon siswa, keterlaksanaan pembelajaran, dan hasil belajar matematika yang ditinjau dari gaya belajar. Sedangkan hasil analisis inferensial meliputi hasil belajar matematika siswa ditinjau dari gaya belajar.1. Analisis Deskriptifa. Keterlaksanaan pembelajaran

Berdasarkan hasil penelitian pada aspek keterlaksanaan pembelajaran diperoleh bahwa skor rata-rata ketercapaian keterlaksanaan model problem based learning adalah 3,55 berada pada kategori baik sedangkan skor rata-rata ketercapaian keterlaksanaan model cooperative learning tipe think pair share adalah 3,50 juga berada pada kategori baik. Perbedaan skor rata-rata pada ketercapaian keterlaksanaan model problem based learning dan cooperative learning, mengindikasikan bahwa tingkat keterlaksanaan pembelajaran pada model problem based learning lebih baik daripada cooperative learning tipe think pair share.

Perbedaan terjadi karena adanya tingkat kesulitan dalam menerapkan suatu model pembelajaran. Pada model cooperative learning tipe think pair share, keterbatasan waktu dalam memikirkan masalah kemudian mendiskusikannya dengan temannya yang memerlukan waktu yang lama karena tidak semua anggota kelompok bisa memikirkan masalah yang diberikan. Sedangkan pada model problem based learning, guru lebih mudah mengawasi kegiatan siswa karena memberikan kesempatan pada siswa untuk memecahkan masalah yang membahas masalah yang sama sehingga masing –masing anggota kelompok lebih menguasai materi tersebut.

Page 23: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

23

b. Aktivitas siswaBerdasarkan hasil analisis aktivitas siswa, diperoleh skor rata-rata sebesar

3,51 untuk model problem based learning sedangkan model cooperative learning tipe think pair share 3,22 masing-masing berada pada kategori sangat baik dan baik. Meskipun perolehan skor rata-rata memiliki selisih yang tidak terlalu jauh, namun dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model problem based learning lebih baik dari pada cooperative learning tipe think pair share.c. Respon siswa

Berdasarkan hasil angket respon siswa, secara keseluruhan memberi respon siswa positif terhadap pembelajaran. Pada pembelajaran model problem based learning dan cooperative learning ditinjau dari gaya belajar visual diperoleh masing-masing 96,72% dan 94,56% termasuk kategori sangat positif. Dan dilihat dari gaya belajar auditorial diperoleh masing-masing 96,65% dan 96,81%. Artinya hampir seluruh siswa memberikan respons sangat positif dilihat dari gaya belajar visual maupun auditorial. Meskipun demikian, dilihat dari besarnya respon siswa dengan gaya belajar visual model problem based learning lebih baik daripada cooperative learning tipe think pair share. Sedangkan gaya belajar auditorial model cooperative learning tipe think pair share lebih baik dari pada problem based learning.

d. Hasil belajar matematikaPada model Problem Based Learning diperoleh skor rata-rata belajar

matematika siswa ditinjau dari gaya belajar visual adalah 79,05 atau berada pada kategori tinggi dan model cooperative Learning tipe Think Pair Share adalah 78,97 atau berada pada kategori tinggi. Sedangkan ditinjau dari gaya belajar auditorial model problem based learning adalah 79,05 dan model cooperative learning tipe think pair share adalah 79,25 berada pada kategori tinggi. Menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara hasil belajar model problem based learning dan cooperative learning tipe think pair share ditinjau dari gaya belajar visual dan auditorial.

Berdasarkan pada nilai KKM, pada model problem based learning nilai hasil belajar matematika siswa ditinjau dari gaya belajar visual yang mencapai kriteria nilai di atas KKM sebanyak 29 siswa atau sekitar 82,35%, hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa dinjau dari gaya belajar visual pada model problem based learning berada pada kategori tinggi. Walaupun masih ada siswa yang mendapatkan nilai yang berada dalam kategori sedang. Sedangkan dilihat dari gaya belajar auditorial yang mencapai kriteria nilai di atas KKM sebanyak 32 siswa atau sekitar 86,48%, Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa ditinjau dari gaya belajar auditorial pada model problem based learning berada pada kategori tinggi. Walaupun masih ada siswa yang mendapatkan nilai yang berada dalam kategori sedang.

Sedangkan model cooperative learning tipe think pair share nilai hasil belajar matematika siswa ditinjau dari gaya belajar visual yang mencapai kriteria nilai di atas KKM sebanyak 31 siswa atau sekitar 86,11%. Sedangkan dilihat dari gaya belajar auditorial yang mencapai kriteria nilai di atas KKM sebanyak 29 siswa atau

Page 24: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

24

sekitar 82,85%, Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa ditinjau dari gaya belajar auditorial pada model cooperative learning tipe think pair share berada pada kategori tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, kedua model pembelajaran di atas dikatakan efektif karena ketuntasan belajar lebih dari 80%. Ditinjau dari aktivitas siswa, respon siswa, dan hasil belajar siswa matematika, pembelajaran model problem based learning lebih efektif dari pada cooperative learning ditinjau dari gaya belajar visual. Sedangkan auditorial yang lebih efektif adalah cooperative learning tipe think pair share.

2. Analisis InferensialSesuai dengan hipotesis penelitian, diperoleh bahwa ada perbedaan hasil

belajar matematika siswa terhadap penerapan model problem based learning dan cooperative learning tipe think pair share. Perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa penerapan model problem based learning memberikan konstribusi yang berbeda dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa ditinjau dari gaya belajar. Hal ini didukung oleh analisis rata-rata post-test siswa, dan analisis gain ternormalisasi.

Setelah membandingkan hasil post-test dan gain ternormalisasi pada kedua model ditinjau dari gaya belajar dengan menggunakan uji-t, diperoleh bahwa H 0 diterima dan H1 ditolak yang berarti tidak ada perbedaan kemampuan akhir antara siswa yang diajar dengan model problem based learning dengan model cooperative learning tipe think pair share ditinjau dari gaya belajar siswa .

G. Kesimpulan

1. Penerapan model problem based learning efektif dalam pembelajaran matematika ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar.

2. Penerapan model cooperative learning tipe think pair share efektif dalam pembelajaran matematika ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar.

3. Terdapat perbedaan penerapan model problem based learning dengan model cooperative learning tipe think pair share dalam pembelajaran matematika ditinjau dari gaya belajar siswa kelas X SMA Negeri 9 Makassar dilihat dari analisis deskriptif tetapi tidak terdapat perbedaan pada analisis inferensial

H. Daftar Pustaka

Abdurrahman, Mulyono. 2009. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Ahmadi, Abu & Widodo Supriyono. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Page 25: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

25

Ali, Asri. 2014. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Berbasis Maslah Dengan Strategi Rolling Kognitif Dan Strategi Mind Mapping Terhadap Motivasi, Pemahaman Konsep Dan Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 30 Bulukumba. Tesis Tidak diterbitkan. Makassar: PPs UNM

Ardin. 2012. Efektivitas pembelajaran matematika realistik setting kooperatif tipe NHT dapat menjadi solusi dari permasalahan dalam pembelajaran matematika di kelas X SMAN 1 Kulisusu. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: PPs UNM

Ari, Rosihan. 2008. Perspektif Matematika 2 untuk kelas XI SMA dan MA. Solo: Platinum.

Attle, S. & Baker, B. 2007. Cooperative Learning In a Competitive Environtment-Classrom Application. International Journal of Learning and Learning in Higher Education. Volume 19, Number 1, 77-83 ISS N 1812-9129.

Buzjani. 2011. Peletak Dasar Rumus Trigonometri. Online. Republika.co.id. diakses 28 November 2015.

DePorter, Bobbi & Mike Hernacki. 2002. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.

Efendi, Agus. 2005. Revolusi Kecerdasan Abad 21. Bandung: Alfabeta

Emzir, Dr. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif &Kualitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Firdaus. 2009. Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dalam Pembelajaran Matematika di SMA. Tesis. Tidak diterbitkan. Makassar: PPs UNM.

Franzoni, A.L.,&Assar, S. (2009). Student Learning Style Adaption Method Based on Teaching Strategies and Electronic Media. International Forum of Educational Technology & Society (IFETS). ISSN 1436-4522 (Online) and 1176-3647 (print).

Ghufron, Nur, dkk. 2012. Gaya Belajar Kajian Teoretik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Haling. 2004. Belajar dan Pembelajaran (suatu ringkasan). Makassar: FIK UNM.

KBBI. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia

Page 26: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

26

Kemdikbud. 2013. Matematika Kelas X. Jakarta: Politeknik Negeri Media Kreatif.

Novalita, deni (dkk). 2014. Penggunaan Model Pembelajaran Kontesktual Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII Mtsn Lubuk Gadang Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Matematika: Vol. 3 No.2.

Patmawati. 2013. Efektivitas Penerapan Strategi Think Talk Write Dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa Kelas Viii Putri Smps Pondok Pesantren Modern Rahmatul Asri Enrekang. Tesis. Tidak diterbitkan. Makassar: PPs UNM.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka

Putra, Eka Wahyu. 2011. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Problem Based Learning dan Cooperative Learning tipe STAD ditinjau dari Gaya Belajar Siswa. Tesis. PPs Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Rusman. Dr. 2014. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Edisi Kedua. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Santrock, John W. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta Selatan: Salemba Humanika.

Shadily, Hasan dkk. 2003. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT GramediaSetiyawan, Dhita. 2013. Peran guru dalam meningkatkan minat belajar PKN pada

siswa kelas III di Min Tempel Ngalik Sleman Yogyakarta.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Citra

Soedjadi, R. 1999. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.

Sri Handayani, Satya. 2009/2010. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Struktural Think-Pair-Share pada materi Pokok Bentuk Akar dan Pangkat Ditinjau Dari Gaya Belajar Matematika Siswa SMA Kota Pati. Tesis. Surakarta PPs Universitas Sebelas Maret. http://core.ac.uk/download/pdf/12349401.pdf (Diakses Pada 2 Agustus 2015)

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Page 27: eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/9138/1/ARTIKEL.docx · Web viewPerbandingan aktivitas siswa ditentukan berdasarkan skor rata-rata aspek observasi pada masing-masing kelas sebagaimana

27

Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sugiyono. 2015. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.Suhaemi Syam Hj. 2010. Efektivitas Stategi Generatif dengan Settimg Kooperatif

dalam Pembelajaran Matematika di Kelas X MAN Makassar. Tesis. Tidak diterbitkan. Makassar: PPs UNM.

Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Jakarta: Pustaka pelajar.

Tatang, Herman. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Siswa Sekolah Menengah Pertama. Journal Educationist. No. 1 Vol 1 Januari 2007. ISSN 1907-8838.

Thobroni, M. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Tim Penyusun. 1992. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Balai Pustaka

Tiro, M. A. 2008. Dasar-dasar Statistika. Edisi ketiga. Makassar: Andira Publisher

Yao Khoe Tung. 2015. Pembelajaran dan Perkembangan Belajar. Jakarta: PT Indeks.