1-18.docx
TRANSCRIPT
II.1. Definisi Pencabutan Gigi (4,5.6.7.16)
Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari
alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan
perawatan lagi. Pencabutan gigi juga merupakan operasi bedah yang
melibatkan jaringan bergerak dan jaringan lunak dari rongga mulut,
akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, dan selanjutnya
dihubungkan/disatukan oleh gerakan lidah dan rahang. Definisi
pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu
gigi utuh atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan
pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan
sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik di masa mendatang. (4)
Pencabutan gigi merupakan tindakan yang sangat komplek yang
melibatkan struktur tulang, jaringan lunak dalam rongga mulut serta
keselurahan bagian tubuh. Pada tindakan pencabutan gigi perlu
dilaksanakan prinsip-prinsip keadaan suci hama (asepsis) dan prinsip-
prinsip pembedahan (surgery). Untuk pencabutan lebih dari satu gigi
secara bersamaan tergantung pada keadaan umum penderita serta
keadaan infeksi yang ada ataupun yang mungkin akan terjadi. (5)
Ekstraksi gigi adalah suatu tindakan bedah pencabutan gigi dari
socket gigi dengan alat-alat ekstraksi (forceps). Kesatuan dari jaringan
lunak dan jaringan keras gigi dalam cavum oris dapat mengalami
kerusakan yang menyebabkan adanya jalur terbuka untuk terjadinya
infeksi yang menyebabkan komplikasi dalam penyembuhan dari luka
ekstraksi. Oleh karena itu tindakan aseptic merupakan aturan perintah
dalam bedah mulut. (6)
Selalu diingat bahwa gigi bukanlah “ditarik” melainkan dicabut
dengan hati-hati. Hal ini merupakan prosedur pembedahan dan etika
bedah yang harus diikuti guna mencegah komplikasi serius (fraktur
tulang/gigi, perdarahan, infeksi). Gigi geligi memang banyak namun
masing-masing gigi merupakan struktur individual yang penting, dan
masing-masing harus dipelihara sedapat mungkin. Tujuan dari
ekstraksi gigi harus diambil untuk alasan terapeutik atau kuratif. (7)
Gambar 1: pencabutan gigi (16)
Sumber: www.wikipedia.dentalextractioan.com
II.I.1. Pencabutan Intra Alveolar (18,19,20,21)
Pencabutan intra alveolar adalah pencabutan gigi atau akar gigi
dengan menggunakan tang atau bein atau dengan kedua alat tersebut.
Metode ini sering juga di sebut forceps extraction dan merupakan
metode yang biasa dilakukan pada sebagian besar kasus pencabutan
gigi. (18,21)
Dalam metode ini, blade atau instrument yaitu tang atau bein
ditekan masuk ke dalam ligamentum periodontal diantara akar gigi
dengan dinding tulang alveolar. Bila akar telah berpegang kuat oleh
tang, dilakukan gerakan kea rah buko-lingual atau buko-palatal
dengan maksud menggerakkan gigi dari socketnya. Gerakan rotasi
kemudian dilakukan setelah dirasakan gigi agak goyang. Tekanan dan
gerakan yang dilakukan haruslah merata dan terkontrol sehingga
fraktur gigi dapat dihindari. (19,20)
II.I.2. Pencabutan Trans Alveolar (18,21,22)
Pada beberapa kasus terutama pada gigi impaksi, pencabutan
dengan metode intra alveolar sering kali mengalami kegagalan
sehingga perlu dilakukan pencabutan dengan metode trans alveolar.
Metode pencabutan ini dilakukan dengan terlebih dahulu mengambil
sebagian tulang penyangga gigi. Metode ini juga sering disebut
metode terbuka atau metode surgical yang digunakan pada kasus-
kasus:
- Gigi tidak dapat dicabut dengan menggunakan metode intra
alveolar
- Gigi yang mengalami hypersementosis atau ankylosis
- Gigi yang mengalami germinasi atau dilacerasi
- Sisa akar yang tidak dapat dipegang dengan tang atau dikeluarkan
dengan bein, terutama sisa akar yang berhubungan dengan sinus
maxillaris.
Perencanaan dalam setiap tahap dari metode trans alveolar harus
dibuat secermat mungkin untuk menghindari kemungkinan yang tidak
diinginkan. Masing-masing kasus membutuhkan perencanaan yang
berbeda yang disesuaikan dengan keadaan dari setiap kasus.
Secara garis besarnya, komponen penting dalam perencanaan
adalah bentuk flap mukoperiostal, cara yang digunakan untuk
mengeluarkan gigi atau akar gigi dari socketnya, seberapa banyak
pengambilan tulang yang diperlukan.
II.2. Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi (8,9,4)
II.2.1. Indikasi Pencabutan Gigi (8,9)
Gigi mungkin perlu di cabut untuk berbagai alasan, misalnya
karena sakit gigi itu sendiri, sakit pada gigi yang mempengaruhi
jaringan di sekitarnya, atau letak gigi yang salah. Di bawah ini adalah
beberapa contoh indikasi dari pencabutan gigi: (8)
a. Karies yang parah (9)
Alasan paling umum dan yang dapat diterima secara luas
untuk pencabutan gigi adalah karies yang tidak dapat dihilangkan.
Sejauh ini gigi yang karies merupakan alasan yang tepat bagi
dokter gigi dan pasien untuk dilakukan tindakan pencabutan.
b. Nekrosis pulpa (9)
Sebagai dasar pemikiran, yang ke-dua ini berkaitan erat
dengan pencabutan gigi adalah adanya nekrosis pulpa atau pulpa
irreversibel yang tidak diindikasikan untuk perawatan endodontik.
Mungkin dikarenakan jumlah pasien yang menurun atau perawatan
endodontik saluran akar yang berliku-liku, kalsifikasi dan tidak
dapat diobati dengan tekhnik endodontik standar. Dengan kondisi
ini, perawatan endodontik yang telah dilakukan ternyata gagal
untuk menghilangkan rasa sakit sehingga diindikasikan untuk
pencabutan.
c. Penyakit periodontal yang parah (9)
Alasan umum untuk pencabutan gigi adalah adanya penyakit
periodontal yang parah. Jika periodontitis dewasa yang parah telah
ada selama beberapa waktu, maka akan nampak kehilangan tulang
yang berlebihan dan mobilitas gigi yang irreversibel. Dalam situasi
seperti ini, gigi yang mengalami mobilitas yang tinggi harus
dicabut.
d. Alasan orthodontik (9)
Pasien yang akan menjalani perawatan ortodonsi sering
membutuhkan pencabutan gigi untuk memberikan ruang untuk
keselarasan gigi. Gigi yang paling sering diekstraksi adalah
premolar satu rahang atas dan bawah, tapi premolar ke-dua dan
gigi insisivus juga kadang-kadang memerlukan pencabutan dengan
alasan yang sama.
e. Gigi yang mengalami malposisi (9)
Gigi yang mengalami malposisi dapat diindikasikan untuk
pencabutan dalam situasi yang parah. Jika gigi mengalami trauma
jaringan lunak dan tidak dapat ditangani oleh perawatan ortodonsi,
gigi tersebut harus diekstraksi. Contoh umum ini adalah molar
ketiga rahang atas yang keluar kearah bukal yang parah dan
menyebabkan ulserasi dan trauma jaringan lunak di pipi. Dalam
situasi gigi yang mengalami malposisi ini dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan pencabutan.
f. Gigi yang retak (9)
Indikasi ini jelas untuk dilakukan pencabutan gigi karena gigi
yang telah retak. Pencabutan gigi yang retak bisa sangat sakit dan
rumit dengan tekhnik yang lebih konservatif. Bahkan prosedur
restoratif endodontik dan kompleks tidak dapat mengurangi rasa
sakit akibat gigi yang retak tersebut.
g. Pra-prostetik ekstraksi (9)
Kadang-kadang, gigi mengganggu desain dan penempatan
yang tepat dari peralatan prostetik seperti gigitiruan penuh,
gigitiruan sebagian lepasan atau gigitiruan cekat. Ketika hal ini
terjadi, pencabutan sangat diperlukan.
h. Gigi impaksi (9)
Gigi yang impaksi harus dipertimbangkan untuk dilakukan
pencabutan. Jika terdapat sebagian gigi yang impaksi maka oklusi
fungsional tidak akan optimal karena ruang yang tidak memadai,
maka harus dilakukan bedah pengangkatan gigi impaksi tersebut.
Namun, jika dalam mengeluarkan gigi yang impaksi terdapat
kontraindikasi seperti pada kasus kompromi medis, impaksi tulang
penuh pada pasien yang berusia diatas 35 tahun atau pada pasien
dengan usia lanjut, maka gigi impaksi tersebut dapat dibiarkan.
i. Supernumary gigi (9)
Gigi yang mengalami supernumary biasanya merupakan gigi
impaksi yang harus dicabut. Gigi supernumary dapat mengganggu
erupsi gigi dan memiliki potensi untuk menyebabkan resorpsi gigi
tersebut.
j. Gigi yang terkait dengan lesi patologis (9)
Gigi yang terkait dengan lesi patologis mungkin memerlukan
pencabutan. Dalam beberapa situasi, gigi dapat dipertahankan dan
terapi terapi endodontik dapat dilakukan. Namun, jika
mempertahankan gigi dengan operasi lengkap pengangkatan lesi,
gigi tersebut harus dicabut.
k. Terapi pra-radiasi (9)
Pasien yang menerima terapi radiasi untuk berbagai tumor
oral harus memiliki pertimbangan yang serius terhadap gigi untuk
dilakukan pencabutan.
l. Gigi yang mengalami fraktur rahang (9)
Pasien yang mempertahankan fraktur mandibula atau proses
alveolar kadang-kadang harus merelakan giginya untuk dicabut.
Dalam sebagian besar kondisi gigi yang terlibat dalam garis fraktur
dapat dipertahankan, tetapi jika gigi terluka maka pencabutan
mungkin diperlukan untuk mencegah infeksi.
m. Estetik (9)
Terkadang pasien memerlukan pencabutan gigi untuk alasan
estetik. Contoh kondisi seperti ini adalah yang berwarna karena
tetracycline atau fluorosis, atau mungkin malposisi yang berlebihan
sangat menonjol. Meskipun ada tekhnik lain seperti bonding yang
dapat meringankan masalah pewarnaan dan prosedur ortodonsi
atau osteotomy dapat digunakan untuk memperbaiki tonjolan yang
parah, namun pasien lebih memilih untuk rekonstruksi ekstraksi
dan prostetik.
n. Ekonomis (9)
Indikasi terakhir untuk pencabutan gigi adalah faktor
ekonomi. Semua indikasi untuk ekstraksi yang telah disebutkan
diatas dapat menjadi kuat jika pasien tidak mau atau tidak mampu
secara finansial untuk mendukung keputusan dalam
mempertahankan gigi tersebut. Ketidakmampuan pasien untuk
membayar prosedur tersebut memungkinkan untuk dilakukan
pencabutan gigi.
II.2.2. Kontraindikasi Pencabutan Gigi (4)
a. Kontaindikasi sistemik
Kelainan jantung
Kelainan darah. Pasien yang mengidap kelainan darah seperti
leukemia, haemoragic purpura, hemophilia dan anemia
Diabetes melitus tidak terkontrol sangat mempengaruhi
penyembuhan luka.
Pasien dengan penyakit ginjal (nephritis) pada kasus ini bila
dilakukan ekstraksi gigi akan menyebabkan keadaan akut
Penyakit hepar (hepatitis).
Pasien dengan penyakit syphilis, karena pada saat itu daya
tahan terutama tubuh sangat rendah sehingga mudah terjadi
infeksi dan penyembuhan akan memakan waktu yang lama.
Alergi pada anastesi local
Rahang yang baru saja telah diradiasi, pada keadaan ini suplai
darah menurun sehingga rasa sakit hebat dan bisa fatal.
Toxic goiter
Kehamilan. pada trimester ke-dua karena obat-obatan pada
saat itu mempunyai efek rendah terhadap janin.
Psychosis dan neurosis pasien yang mempunyai mental yang
tidak stabil karena dapat berpengaruh pada saat dilakukan
ekstraksi gigi
Terapi dengan antikoagulan.
b. Kontraindikasi lokal
Radang akut. Keradangan akut dengan cellulitis, terlebih
dahulu keradangannya harus dikontrol untuk mencegah
penyebaran yang lebih luas. Jadi tidak boleh langsung
dicabut.
Infeksi akut. Pericoronitis akut, penyakit ini sering terjadi
pada saat M3 RB erupsi terlebih dahulu
Malignancy oral. Adanya keganasan (kanker, tumor dll),
dikhawatirkan pencabutan akan menyebabkan pertumbuhan
lebih cepat dari keganasan itu. Sehingga luka bekas ekstraksi
gigi sulit sembuh. Jadi keganasannya harus diatasi terlebih
dahulu.
Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahankan dengan
perawatan konservasi, endodontik dan sebagainya
II.3. Pemilihan Jenis Anastesi (13,18)
Penyakit sistemik mungkin merupakan faktor penentu yang
mempengaruhi pemilihan anastesi. Setiap penyakit yang mengganggu
efisiensi pernapasan atau jalan napas merupakan kontra indikasi
terhadap anastesi umum pada kursi dental.
Sementara beberapa penulis menyarankan untuk tidak memakai
adrenalin dalam larutan anastesi lokal yang digunakan pada pasien-
pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler. Namun pendapat
yang lazim adalah bahwa adrenalin dalam jumlah kecil yang
diberikan untuk penggunaan di bidang gigi dalam kenyataannya
menguntungkan, oleh karena adrenalin ini menyebabkan lebih
terjamin, lebih lama, dan lebih dalam anastesinya, sehingga
mengurangi jumlah adrenalin yang disekresikan oleh pasien itu
sendiri sebagai reaksinya terhadap rasa sakit dan rasa takut.
Penting bahwa setiap pencabutan atau skeling yang dilakukan
pada pasien penderita katup jantung kongenital atau penyakit katup
jantung karena reumatik harus dilakukan hanya dengan perlindungan
antibiotik yang memadai.
Pencabutan gigi pada pasien-pasien dengan penyakit jantung
yang berat harus dilakukan di rumah sakit, apapun bentuk anastesi
yang digunakan.
Jika tendensi untuk terjadinya perdarahan disebabkan oleh
adanya abnormalitas setempat seperti haemangioma, maka anastesi
lokal harus dihindarkan dan pencabutan hanya dilakukan dirumah
sakit dengan fasilitas-fasilitas hematologik yang lengkap.
Dalam hal ini, pemilihan anastetik lokal juga perlu
dipertimbangkan. Lignokain dan derivate amide aman dan efektif.
Efek keracunan dan alergi sangat jarang terjadi dan hampir tidak ada.
Walaupun demikian, lignokain relatif tidak efektif tanpa penambahan
vasokonstriktor, sementara yang lain seperti Prilokain dapat menahan
rasa sakit dalam jangka waktu yang pendek tanpa bantuan apa-apa.
Vasokonstriktor seperti adrenalin dan noradrenalin, memberikan
pengaruh pada system jantung, yang lebih beracun dari anastesi lokal
itu sendiri. Noradrenalin dapat meyebabkan hipertensi yang
berbahaya, tidak memiliki keuntungan dan tidak seharusnya
digunakan. Oleh karena itu kita harus menghindari anastesi lokal
yang mengandung vasokonstriktor pada pasien penderita jantung dan
hipertensi. Karena adanya bahaya utama dari adrenalin yang jika
masuk ke sirkulasi bagian-bagian penting, dapat menyebabkan
meningkatnya rangsangan jantung dan detakan jantung.
Sekalipun saat ini prokain jarang digunakan dalam kedokteran
gigi, namun patut dicatat bahwa bahan anastesi lokal ini tidak boleh
digunakan pada pasien-pasien yang mendapat sulfonamide untuk
perawatan terhadap penyakit sistemiknya. Oleh karena obat-obatan
kelompok antibakterial ini mengandung cincin asam para
aminobenzoat yang sama seperti pada prokain, yang secara teoritis
bahwa dapat menetralisir sebagian efek-efek dari yang satu terhadap
yang lainnya jika diberikan bersamaan. Sekalipun fenomena ini tidak
pernah terbukti secara klinik namun kombinasi ini sebaiknya
dihindarkan. Pasien-pasien yang memiliki riwayat hipersensitif
terhadap sulfonamide tidak boleh diberi bahan anastesi lokal yang
mengandung cincin asam paraminobenzoat.
II.4. Pencabutan Khusus Gigi Geligi (10)
II.4.1. Insisivus
Jarang terjadi kesulitan dalam melakukan pencabutan gigi
insisivus kecuali kalau giginya berjejal, konfigurasi akar rumit, atau
gigi sudah dirawat endodontik. Gigi insisivus atas dicabut dengan
menggunakan tang #150, dengan pinch grasp dan tekanan lateral
(fasial/lingual) serta rotasional. Tekanan lateral lebih ditingkatkan
pada arah fasial, sedangkan tekanan rotasional lebih ditekankan
kearah mesial. Tekanan tersebut diindikasikan karena biasanya
pembelokan ujung akar gigi-gigi insisivus adalah kearah distal,
bidang labialnya tipis dan arah pengungkitannya ke facial. Insisivus
bawah dicabut dari posisi kanan/kiri belakang dengan menggunakan
tang #150 dan sling grasp. Tekanan permulaan adalah lateral dengan
penekanan kearah facial. Ketika mobilitas pertama dirasakan, tekanan
rotasional dikombinasikan dengan lateral sangat efektif. Pengungkitan
insisivus bawah dilakukan kearah facial, dengan perkecualian
insisivus yang berinklinasi lingual dan berjejal-jejal. Untuk keadaan
tersebut digunakan #74 atau #74N dari kanan/kiri depan. Tang
tersebut beradaptasi dengan baik terhadap insisivus dan digunakan
dengan gerak menggoyah perlahan. Karena insisivus bawah tidak
tertanam terlalu kuat, pengungkitan yang perlahan dan tekanan yang
terkontrol akan mengurangi kemungkinan fraktur.
II.4.2. Caninus
a. Pencabutan gigi caninus atas
Caninus sangat sukar dicabut. Akarnya panjang dan tulang
servikal yang menutupinya padat dan tebal. Gigi kaninus atas
dicabut dengan cara pinch grasp untuk mendeteksi awal terjadinya
ekspansi atau fraktur bidang fasial dan mengatur tekanan selama
proses pencabutan. Tang #150 dipegang dengan telapak tangan
keatas merupakan perpaduan yang sangat cocok dengan metode
diatas. Ada alternative untuk gigi kaninus atas, yaitu dengan
menggunakan tang kaninus atas khusus, #1. Pegangannya lebih
panjang dan paruh tang beradaptasi lebih baik dengan akar
kaninus. Apabila tang sudah ditempatkan dengan baik pada gigi
tersebut, paruh masuk cukup dalam, dipegang pada ujung
pegangan dan control tekanan cukup baik, maka tekanan
pengungkitan dapat dihantarkan. Tekanan pencabutan utama
adalah ke lateral terutama fasial, karena gigi terungkit kearah
tersebut. Tekanan rotasional digunakan untuk melengkapi tekanan
lateral, biasanya dilakukan setelah terjadi sedikit luksasi.
b. Pencabutan gigi kaninus bawah
Kaninus bawah dicabut dengan tang #151, yang dipegang
dengan telapak tangan ke bawah dan sling grasp. Seperti gigi
kaninus atas, akarnya panjang, sehingga memerlukan tekanan
terkontrol yang cukup kuat untuk mengekspansi alveolusnya.
Selama proses pencabutan gigi ini, tekanan yang diberikan adalah
tekanan lateral fasial, karena arah pengeluaran gigi adalah fasial.
Tekanan rotasional bias juga bermanfaat.
c. Prosedur pembedahan (open procedure)
Didasarkan atas pertimbangan mengenai pasien, dan
kesempurnaan rencana perawatan, maka penentuan untuk memilih
atau menunda prosedur pembedahan untuk mencabut gigi-gigi
kaninus sebaiknya sudah dibicarakan sebelum pencabutan. Apabila
dirasa bahwa untuk pencabutan tersebut diperlukan tekanan tang
yang besar untuk luksasi/ekspansi alveolar, sebaiknya dilakukan
prosedur pembukaan flap.
II.4.3. Premolar
a. Pencabutan gigi premolar atas
Gigi premolar atas dicabut dengan tang #150 dipegang
dengan telapak keatas dan dengan pinch grasp. Premolar pertama
dicabut dengan tekanan lateral, kearah bukal yang merupakan arah
pengeluaran gigi. Karena premolar pertama atas ini sering
mempunyai dua akar, maka gerakan rotasional dihindarkan.
Aplikasi tekanan yang hati-hati pada gigi ini, dan perhatian khusus
pada waktu mengeluarkan gigi, mengurangi insidens fraktur akar.
Ujung akar premolar pertama atas yang mengarah ke palatal
menyulitkan pencabutan, dan fraktur pada gigi ini bias diperkecil
dengan membatasi gerak kearah lingual. Gigi premolar kedua
biasanya mempunyai akar tunggal dan dicabut dengan cara yang
sama seperti dengan kaninus atas. Akarnya lebih pendek dan akar
bukalnya lebih tipis dari pada gigi kaninus. Tang #150 digunakan
kembali dengan tekanan lateral, yaitu bukal serta lingual. Pada
waktu mengeluarkan gigi kearah bukal, digunakan kombinasi
tekanan rotasional dan oklusal.
b. Pencabutan gigi premolar bawah
Tekhnik pencabutan gigi premolar bawah sangat mirip
dengan pencabutan insisivus bawah. Tang #151 dipegang dengan
telapak tangan kebawah dan sling grasp. Tekanan yang terutama
diperlukan adalah lateral/bukal, tetapi akhirnya bias
dikombinasikan dengan tekanan rotasi. Pengeluaran gigi premolar
bawah, adalah kearah bukal.
c. Pencabutan untuk tujuan ortodonsi
Pencabutan gigi premolar sering merupakan persyaratan
perawatan ortodonsi. Gigi-gigi ini biasanya diambil dari orang
muda, kadang-kadang akarnya belum sempurna atau baru saja
lengkap. Pencabutan premolar dengan hanya menggunakan tang,
dengan menghindari penggunaan elevator sangat dianjurkan.
Tempat tumpuan yang minimal bagi elevator dapat mengakibatkan
luksasi yang tidak disengaja atau bahkan tercabutnya gigi
didekatnya pada pasien muda.
II.4.4. Molar
Untuk mengekspansi alveolus pada gigi molar diperlukan
tekanan terkontrol yang besar. Kunci keberhasilan pencabutan gigi-
gigi molar adalah keterampilan menggunakan elevator untuk luksasi
dan ekspansi alveolus, sebelum menggunakan tang. Tekanan yang
diperlukan untuk mencabut molar biasanya lebih besar dari pada gigi
premolar.
a. Pencabutan gigi molar atas
Gigi molar atas dicabut dengan menggunakan tang #150, #53
atau #210, dipegang dengan telapak tangan ke atas dan pinch
grasp.apabila ukuran mahkotanya cocok, lebih sering dipakai #53
daripada #150, karena adaptasi akar lebih baik dengan paruh
anatomi. Tang #210 walaupun ideal untuk pencabutan molar ketiga
atas, dianggap universal dan dapat digunakan untuk mencabut
molar pertama dan kedua kanan dan kiri atas. Tekanan pencabutan
utama adalah kea rah bukal, yaitu arah pengeluaran gigi.
b. Pencabutan gigi molar bawah
Tang yang digunakan untuk pencabutan gigi molar bawah
adalah #151, #23, #222. Tang #151 mempunyai kekurangan yang
sama dengan #150 atas bila digunakan untuk pencabutan molar,
yaitu paruh tangnya sempit sehingga menghalangi adaptasi anatomi
yang baik terhadap akar. Tang #17 bawah mempunyai paruh yang
lebih lebar, yang didesain untuk memegang bifurkasi dan
merupakan pilihan yang baik bila mahkotanya cocok. Tang #23
(cowhorn) penggunaanya berbeda dengan tang mandibula yang
lain, dalam hal tekanan mencengkram yang dilakukan sepanjang
proses pencabutan. Tekanan ini dikombinasikan dengan tekanan
lateral, yaitu kearah bukal dan lingual, akan menyebabkan
terungkitnya bifurkasi molar bawah dari alveolus, atau fraktur pada
bifurkasi. Tang #222, seperti tang #210 maksila, adalah spesifik
untuk molar ketiga, tetapi sering digunakan pula untuk pencabutan
gigi M1 dan M2. Tekanan lateral permulaan untuk pencabutan gigi
molar adalah kearah lingual. Tulang bukal yang tebal menghalangi
gerakan ke bukal dan pada awal pencabutan gerak ini hanya
mengimbangi tekanan lingual yang lebih efektif. Gigi molar sering
dikeluarkan kearah lingual.
II.4.5. Gigi susu
Gigi susu dicabut menggunakan tang #150 atau #151 (#150S
atau #151S). Gigi molar susu atas mempunyai akar yang memancar,
yang menyulitkan pencabutannya. Apabila permasalahan tersebut
ditambah adanya resorpsi, maka tekanan yang berlebihan sebaiknya
dihindari. Seperti pada pencabutan semua gigi atas, digunakan pinch
grasp dan telapak menghadap keatas.
a. Pencabutan gigi-gigi susu bawah
Untuk pencabutan gigi molar susu, digunakan tang #151
dengan sling grasp. Seperti pada molar atas, biasanya gigi ini
mempunyai akar resorpsi yang divergen. Pertimbangan utama pada
pencabutan gigi susu adalah menghindari cedera pada gigi
permanen yang sedang berkembang. Misalnya, tang #23
(cowhorn), bukan merupakan pilihan yang cocok untuk molar
bawah susu. Apabila diperkirakan akan terjadi cedera selama
pencabutan dengan tang, sebaiknya direncanakan pembedahan dan
pemotongan gigi susu. Resorpsi akar menimbulkan masalah dalam
menentukan apakah akar ini sudah keluar semuanya ataukah
belum. Apabila ada keraguan, sebaiknya dilakukan foto rontgen.
Sedangkan apabila pengambilan fraktur akar dianggap
membahayakan gigi permanen penggantinya, pencabutan gigi
sebaiknya ditunda karena rasio manfaat/resiko tidak
menguntungkan.
b. Gigi molar susu yang ankilosis
Gigi molar bawah susu lebih sering mengalami
ankilosis/terbenam disbanding dengan yang diatas. Resorpsi akar
dianggap ikut menyebabkan terjadinya ankilosis. Oleh karena itu,
gigi molar susu dan gigi molar permanen yang terkena trauma
sering mengalami ankilosis. Ankilosis bias diperkirakan secara
klinis dan dikonfirmasikan secara radiografis atau sebaliknya.
Tidak terlihatnya celah ligament periodontal, dan fusi sementum
dengan tulang alveolus yang nyata, merupakan perubahan
radiografis yang berhubungan dengan hal ini. Penemuan klinis
adalah tidak adanya mobilitas dan apabila diketuk akan timbul
suara yang berbeda dengan suara yang samar dari gigi normal. Gigi
yang ankilosis biasanya dicabut secara pembedahan, sering dengan
memotong gigi dari tulang dengan menggunakan bur gigi dan
irigasi larutan salin steril.
II.5. Komplikasi Pencabutan Gigi (11,12,13,14,15,16,17)
Berbicara masalah pencabutan gigi tidak terlepas dari beberapa
komplikasi normal yang menyertainya seperti terjadinya perdarahan
sesaat, oedem (pembengkakan) dan timbulnya rasa sakit. Komplikasi
sendiri merupakan kejadian yang merugikan dan timbul diluar
perencanaan dokter gigi. Oleh karena itu, kita selaku dokter gigi harus
tetap mewaspadai segala kemungkinan dan berusaha untuk
mengantisipasinya sebaik mungkin. Hal ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya komplikasi lanjutan dengan resiko yang lebih besar pula.
(11)
Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya komplikasi
diantaranya karena kondisi sistemik dan lokal pasien lalu keahlian,
keterampilan dan pengalaman sang operator serta standar prosedur
pelaksanaan juga mempengaruhi. Berbagai komplikasi dapat terjadi,
seperti: (11)
II.5.1.Perdarahan (12)
Perdarahan mungkin merupakan komplikasi yang paling
ditakuti, karena oleh dokter maupun pasien dianggap dapat
mengancam kehidupan. Pasien dengan gangguan pembekuan darah
sangatlah jarang ditemukan, kebanyakan adalah individu dengan
penhyakit hati, misalnya seorang alkoholik yang menderita sirosis,
pasien yang menerima terapi antikoagulan, atau pasien yang
mengkonsumsi aspirin dosis tinggi atau agen antiradang nonsteroid.
Semua itu mempunyai resiko perdarahan.
Pembedahan merupakan tindakan yang dapat mencetuskan
perdarahan, untuk penderita dengan kondisi yang normal, perdarahan
yang terjadi dapat ditangani. Hal yang berbeda dapat terjadi apabila
pasien mengalami gangguan sistem hemostasis, perdarahan yang
hebat dapat terjadi dan sering mengancam kelangsungan hidupnya.
Bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi kita dihadapkan
dengan kelainan hemostasis ringan sehingga dalam evaluasi pra bedah
tidak terdeteksi secara klinis. Kesulitan kemudian timbul setelah
dilakukan pembedahan, terjadi perdarahan selama ataupun sesudah
pembedahan sehingga dapat mengancam jiwa pasien. Oleh karenanya
kelainan hemostasis sekecil apapun sebaiknya diketahui sebelum
tindakan bedah dikerjakan agar dapat dilakukan persiapan dan
pencegahan sebelumnya.
II.5.2. Fraktur (13,24,15)
a. Fraktur mahkota gigi (13)
Selama pencabutan mungkin tidak dapat dihindari bila gigi
sudah mengalami karies atau restorasi besar. Namun hal ini sering
juga disebabkan oleh tidak tepatnya aplikasi tang pada gigi, bilah
tang di aplikasikan pada mahkota gigi bukan pada akar atau massa
akar gigi, atau dengan sumbu panjang tang yang tidak sejajar
dengan sumbu panjang gigi. Bila operator memilih tang dengan
ujung terlalu lebar dan hanya memberikan ‘kontak 1 titik’ gigi
dapat pecah bila tang ditekan. Bila tangkai tang tidak dipegang
dengan kuat, ujung tas mungkin terlepas dari akar dan mematahkan
mahkota gigi. Terburu-buru biasanya merupakan penyebab dari
semua kesalahan, yang sebenarnya dapat dihindari bila operator
bekerja sesuai metode. Pemberia tekanan berlebihan dalam upaya
mengatasi perlawanan dari gigi tidak dianjurkan dan bisa
menyebabkan fraktur mahkota gigi.
Bila fraktur mahkota gigi terjadi, metode yang digunakan
untuk mengambil sisa dari gigi bergantung pada banyaknya gigi
yang tersisa serta penyebab kegagalannya. Terkadang diperlukan
aplikasi tang atau elevator tambahan untuk mengungkit gigi dan
metode pencabutan transalveolar.
b. Fraktur tulang alveolar (14)
Dapat terjadi pada waktu pencabutan gigi yang sukar. Bila
terasa bahwa terjadi fraktur tulang alveolar sebaiknya giginya
dipisahkan terlebih dahulu dari tulang yang patah, baru dilanjutkan
pencabutan.
c. Fraktur tuberositas maxillaris (14)
Terjadi pada waktu pencabutan gigi molar tiga rahang atas.
Perlu dihindari oleh karena tuberositas diperlukan sebagai retensi
pada pembuatan gIgi palsu.
d. Fraktur yang bersebelahan atau gigi antagonis (13)
Fraktur gigi yang bersebelahan atau gigi antagonis selama
pencabutan dapat dihindari. Pemeriksaan praoperasi secara cermat
dapat menunjukkan apakah gigi yang berdekatan dengan gigi yang
akan dicabut telah mengalami karies, restorasi besar, atau terletak
pada arah pencabutan. Bila gigi yang akan dicabut adalah gigi
penjangkaran, mahkota jembatan harus dibelah dengan disk
vulkarbo atau intan sebelum pencabutan. Bila gigi sebelahnya
terkena karies dan tambalannya goyang atau mengaung
(overhanging) maka harus diambil atau ditambal dengan tambalan
sementara sebelum dilakukan pencabutan. Tidak boleh
diaplikasikan tekanan pada gigi yang berdekatan selama
pencabutan, dan gigi lainnya tidak boleh digunakan sebagai
fulcrum untuk elevator kecuali bila gigi tersebut juga akan dicabut
pada kunjungan yang sama.
Gigi antagonis bisa pecah atau fraktur bila gigi yang akan
dicabut tiba-tiba diberikan tekanan yang tidak terkendali dan tang
membentur gigi tersebut. Tekhnik pencabutan yang terkontrol
dapat mencegah kejadian ini.
e. Fraktur mandibula atau maxilla (15)
Kondisi ini terjadinya fraktur (patah tulang) yang tidak
diharapkan dari bagian soket gigi, atau bahkan tulang mandibula
atau maksila tempat melekatnya tulang alveolar berada. Paling
umum terjadi dikarenakan kesalahan tehnik operator saat
melakukan pencabutan gigi. Oleh karena itu operator diharuskan
memiliki tehnik yang benar dan bisa memperhitungkan seberapa
besar penggunaan tenaga saat mencabut gigi dan cara
menggunakan alat dengan tepat.
II.5.3. Infeksi (16)
Meskipun jarang terjadi, tapi hal ini jangan dianggap sepeleh.
Bila terjadi, dokter gigi dapat memberikan resep berupa antibiotik
untuk pasien yang beresiko terkena infeksi.
II.4.4. Pembengkakan (15,16)
Keadaan ini terjadi akibat perdarahan yang hebat saat
pencabutan gigi. Ini terjadi karena bermacam hal, seperti; kelainan
sistemik pada pasien. (21)
Gambar 5: pembengkakan pasca pencabutan gigi (16)
Sumber: www.wikipedia.dentalextraction.com
II.5.5. Dry socket (16,17)
Kerusakan bekuan darah ini dapat disebabkan oleh trauma pada
saat ekstraksi (ekstraksi dengan komplikasi), dokter gigi yang kurang
berhati-hati, penggunaan kontrasepsi oral, penggunaan kortikosteroid,
dan suplai darah (suplai darah di rahang bawah lebih sedikit daripada
rahang atas). Kurangnya irigasi saat dokter gigi melakukan tindakan
juga dapat menyebabkan dry socket. Gerakan menghisap dan
menyedot seperti kumur-kumur dan merokok segera setelah
pencabutan dapat mengganggu dan merusak bekuan darah. (17)
Selain itu, kontaminasi bakteri adalah faktor penting, oleh
karena itu, orang dengan kebersihan mulut yang buruk lebih beresiko
mengalami dry socket paska pencabutan gigi. Demikian juga pasien
yang menderita gingivitis (radang gusi), periodontitis (peradangan
pada jaringan penyangga gusi), dan perikoronitis (peradangan gusi di
sekitar mahkota gigi molar tiga yang impaksi). (17)
Gambar 6: dry socket pasca ekstraksi (16)
Sumber: www.wikipedia.dentalextraction.com
II.5.6. Rasa sakit (13)
Rasa sakit pasca operasi akibat trauma jaringan keras dapat
berasal dari cederanya tulang karena terkena instrument atau bur yang
terlalu panas selama pembuangan tulang. Dengan mencegah
kesalahan tekhnis dan memperhatikan penghalusan tepi tulang yang
tajam, serta pembersihan soket tulang setelah pencabutan dapat
menghilangkan penyebab rasa sakit setelah pencabutan gigi.
Instrumen ekstraksi
Tang dan elevetor adalah dua jenis alat yang biasa digunakan dalam pencabutan gigi sulung. Pendekatan pembedahan harus segera dilakukan ketika mengeluarkan gigi dan alat;alatnya juga harus di autoclave sebelu m digunakan.
Tang
Pemilihan dari tang ter gantung dari bentuk gigi, anatomi akar, jumlah akar, dan lokasinya di dalam mulut. Tang yang tersedia di pasaran dibentuk untuk memenuhi faktor-faktor tersebut. Tang yang digunakan dalam gigi sulung dibentuk secara spesifik dan lebih kecil dari tang yang biasa digunakan pada gigi permanen.
Tang rahang atas
Tang yang digunakan ekstraksi gigi pada rahang atas memiliki handle yang sejajar dengan blade pada sumbu aksial, meskipun handle pada tang molar atas lebih
Tang rahang bawah
Semua tang yang digunakan pada rahang bawah memiliki handle yang lurus dan sudut terhadap blade. Bentukan dari blade untuk tang yang digunakan untuk ekstraksi gigi anterior (insisiv & caninus) dan sisa akar sama dengan tang rahang atas, contohnya memiliki ujung yang membulat untuk mencapai permukaan lingual dan labial dari gigi dengan satu akar. Tang yang digunakan untuk molar sulung bawah memiliki dua beak pada blade yang didisain agar sesuai dengan bagian bukal dan lingual bifurkasi akar, diantara akar mesial dan distal.
Teknik
Teknik ekstraksi yang sukses tergantung dari :
1. Penggunaan yang hati-hati dari kekuatan pencabutan yang terkontrol
2. Mendapatkan akses yang adekuat terhadap gigi3. Membuat jalan ekstraksi yang tanpa halangan.
Derajat kekuatan yang dibutuhkan tergantung pada jumlah tulang yang terdapat disekitar gigi. Biasanya kekuatan yang diperlukan lebih besar pada molar daripada gigi anterior. Berhati-hatilah untuk memastikan blade dari tang memiliki kontak yang dekat dengan permukaan akar. Kontak yang dekat dari keseluruhan bagian dalam
dari tang pada mahkota gigi adalah ideal, sama dengan jumlah tekanan yang diaplikasikan terhadap area yang lebih kecil dari grip yang diterima dalam satu kontak poin dapat mematahkan akar atau menyebabkan tang terlepas dari mahkota gigi
Posisi kursi gigi
Posisi kursi gigi adalah faktor yang penting bagi pasien dan operator. Posisi atau tinggi yang salah akan mengarah pada ketidaknyamanan atau stress otot pada operator, yang dapat menghasilkan kelelahan yang tidak perlu dan kemungkinan kegagalan ekstraksi pada pasien. Untu ekstraksi dari gigi pada kuadran kiri bawah (molar bawah kiri) dan gigi anterior bawah, posisi dalam pencabutan harus sejajar atau dibawah siku dengan kursi disandarkan kira-kira 30* terhadap lantai. Untuk pencabutan pada kuadran bawah kanan ( molar kanan bawah) posisi pencabutan harus 6 inchi atau 15 cm dibawah siku dengan kursi sedikit diturunkan.
Posisi Operator
Seperti posisi kursi, posisi operator juga sangat penting dalam pencabutan. Menggunakan posisi yang salah dalam pencabutan tidak hanya membuat ekstraksi gigi menjadi lebih sulit tetapi juga dapat menyebabkan masalah punggung yang lama pada operator. Posisi operator dideskripsikan sebagai posisi operator yang menggunakan tangan kanan, untuk operator yang menggunakan tangan kiri, posisi ini harus dibalik. Ekstraksi dari keseluruhan gigi pada rahang atas dan molar bawah kiri dan gigi depan dikeluarkan dengan posisi operator berdiri menghadap pasien dan berdiri disisi kiri dari kursi gigi. Ekstraksi gigi dari molar bawah kanan dilakukan dengan posisi operator berdiri pada sisi kanan belakang pasien.
Ekstraksi gigi pada rahang bawah
Insisif bawah central dan lateral dan caninus bawah : gigi ini memiliki satu akar yang canderung memiliki mesiodistal yang rata. Digunakan tang anterior bawah gigi sulung. Seperti yang dijelaskan sebelumnya tang rahang bawah memiliki blade yang bersudut terhadap handle untuk memberikan kekuatan tekan vertikal untuk diaplikasikan
dengan efektif pada gigi. Pergerakan gigi sulung harus bucolingual dengan pencabutan secara rotasi. Pada gigi molar bawah digunakan tang molar bawah sulung, pergerakannya bukolingaul dan rotasi.
Fungsi tangan yang tidak memegang tang
Ekstraksi gigi merupakan prosedur yang menggunakan dua tangan, dan kontribusi dari tangan yang tidak memegang tang tidak boleh diremehkan. Tangna yang tidak memegang tang memiliki fungsi yang penting selama ekstraksi gigi. Yaitu sebagai berikut :
1. Menyisihkan pipi, lidah dan bibir dari lokasi ekstraksi, meningkatkan penglihatan dan akses terhadap tempat operasi.
2. Melindungi pasien dari rusaknya jaringan sekitar.3. Mendukung mandibula dan memberikan informasi kepada
operator melalui tulang alveolar terhadap kemajuan ekstraksi dengan transmisi pergerakan.
4. Dalam penyelesaian ekstraksi, jari-jari tangan menekan kedua sisi dari soket berguna untuk mengurangi ketidaknyamanan setelah pencabutan, mempercepat penyembuhan dan mengurangi pendarahan.
5. Juga bisa digunakan untuk mengalihkan perhatian pasien ketika menempatkan tang pada gigi dengan menggunakan kalimat seperti “saya akan memegang kedua sisi dari gigimu”.
6. Memegang rahang anak agar tetap diam.
Eksodonsia
Eksodonsia adalah salah satu cabang ilmu bedah mulut yang
bertujuan untuk mengeluarkan seluruh bagian gigi bersama jaringan
pathologisnya dari dalam socket gigi serta menanggulangi komplikasi
yang mungkin timbul.
Eksodonsia yang sempurna menunjukan bahwa bagian gigi dan
jaringan pathologisnya yang melekat seluruhnya harus ikut terambil
keluar dari dalam socket.Sisa akar gigi granuloma apikalis dan
serpihan jaringan gigi serta tulang alveolar harus diangkat keluar
socket.
Indikasi Eksodonsia
1. Gigi yang sudah karies dan tidak dapat
diselamatkan dengan perawatan apapun.
2. Pulpitis atau gigi dengan pulpa non-vital yang harus
dicabut jika perawatan endodontic tidak dapat dilakukan.
3. Periodontitis apical. Gigi posterior non-vital dengan
penyakit periapikal sering harus dilakukan pencabutan.
4. Penyakit periodontal. Sebagai panduan, kehilangan
setengah dari kedalaman tulang alveolar yang normal atau ekstensi
poket ke bifurkasi akar gigi bagian posterior atau mobilitas yang jelas
berarti pencabutan gigi tidak bias dihindari lagi.
5. Gigi pecah atau patah. Dimana garis pecah
setengah mahkota dari akar.
6. Rahang pecah. Jika garis gigi peca mungkin harus
dilakukan pencabutan untuk mencegah infeksi tulang.
7. Untuk perawatan ortodonsi
8. Supernumerary teethmaksudnya gigi yang berlebih
yang tumbuh secara
tidak normal
9. Gigi yang merusak jaringan lunak, jika pengobatan
atau terapi lainnya tidak mecegah trauma atau kerusakan.
10. Salah tempat dan dampaknya. Harus dilakukan
pencabutan ketika gigi menjadi karies, menyebabkan nyeri, atau
kerusakan batas gigi.
11. Gigi yang tidak dapat disembuhkan dengan ilmu
konservasi
12. Gigi impaksi dan gigi non erupsi (tidak semua gigi
impaksi dan non erupsi dicabut)
13. Gigi utama yang tertahan apabila gigi permanen
telah ada dan dalam posisi normal.
14. Persiapan radioterapi. Sebelum radiasi tumor oral,
gigi yang tidak sehat membutuhkan pencabutan, atau pengangkatan
untuk mereduksi paparan radiasi yang berhubungan dengan
osteomelitis.
Kontraindikasi Eksodonsia
Beberapa kontraindikasi,baik itu relative maupun mutlak
yang sifatnya local atau sistemik harus dipertimbangkan dalam
pencabutan gigi. Dalam keadaan ini persiapan pasien sangat penting
untuk mencegah kerusakan atau kematian sehingga dapat dicapai
penyembuhan primer.
Beberapa kontra indikasi yang relative atau mutlak tersebut
adalah :
Kontra indikasi local
Infeksi-infeksi akut seperti selulitis yang tidak terkontrol
Perikoronitis akut
Pada infeksi ini sering sekali melibatkan bakteri campuran dan
perikoronitis pada gigi molar mempunyai akses ke daerah yang lebih
profundus pada daerah orofaring.
Kontra indikasi sistemik
Ada beberapa penyakit sistemik atau kelainan yang
menimbulkan komplikasi atau dikomplikasi oleh pencabutan. Berikut
ini beberapa penyakit yang sering kali menimbulkan masalah dalam
pencabutan gigi, yaitu :
Penyakit diabetes mellitus yang tidak terkontrol, yang
apabila dilakukan pencabutan nantinya akan menyebabkan infeksi
pada luka atau tidak adanya penyembuhan normal.
Penyakit jantung, seperti penyakit jantung koroner,
hipertensi dan dekompensasi jantung. Sebelum dilakukannya
pencabutan sebaiknya dilakukan control terlebih dahulu ke dokter
spesialis.
Penyakit-penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh
seperti AIDS
Kelainan-kelainan darah seperti anemia parah, leukemia
atau hemophilia
Penyakit addison’s atau penyakit defisiensi steroid,
pasien harus dirawat terlebih dahulu dari penyakit tersebut dengan
terapi steroid meskipun begitu penderita yang menjalani terapi
steroid dalam waktu yang panjang dapat menimbulkan stress pada
waktu pencabutan
Penyakit-penyakit demam yang tidak diketahui asal
penyebabnya dan ditakutkan menyebabkan oenyakit subakut
bacterial endokarditis
Nephritis, sebelum dilakukannya pencabutan penderita
sebaiknya melakukan perawatan yang intensif terlebih dahulu
terhadap ginjalnya.
Kehamilan (pregnancy).Diperlukan kehati-hatian sebelum
melakukan pencabutan karena pada penderita hamil seringkali
adanya penurunan tekanan oksigen. Banyak ahli kandungan
berpendapat pencabutan dapat dilakukan sejak trisemester kedua.
Penderita uzur, merupakan kontraindikasi yang relative
memerlukan perawatan yang sangat hati-hati. Hal ini berhubungan
dengan respon fisiologis yang buruk terhadap pencabutan
Psikosa dan reflek neurosis, penderita mempunyai
masalah di dalam pencabutan dikarenakan ketidakstabilan saraf
Bahan dan Alat Eksodonsia
Peralatan diagnostik
Alat-alat dasar yang digunakan pada waktu pemeriksaan ialah :
a. Pinset KG dengan atau tanpa permukaan yang
bergores pada ujung penjepit. Digunkan untuk mengambil atau
menjepit kapas atau tampon.
b. Sonde (dental Probe) lurus dan bengkok digunakan
untuk pemeriksaan kedalam karies dan mengetahui vitalitas gigi.
c. Kaca mulut dalam beberapa ukuran (mm) digunkan
untuk melihat objek di rongga mulut.
d. Eksavator
e. Neirbeken
Peralatan pencabutan gigi
Alat-alat yang berhubungan dengan pencabutan gigi, yang terdiri dari
:
1. Forcep ( tang pencabutan )
Tang merupakan alat yang dipergunakan untuk melepaskan gigi
dari jaringan tulang dan jaringan lunak disekitar gigi, untuk itu
diperlukan tang yang ideal untuk masing-masing gigi, agar dapat
meneruskan kekuatan tekanan operator ke gigi dengan baik.
a. Bagian-bagian dari tang ekatraksi adalah :
- beak, merupakan ujung yang mencekeram gigi geligi
- Joint/sendi/poros, merupakan pertemuan antara beak dan
handle
- Handle/pegangan, merupakan bagian untuk pegangan
operator
b. Tang rahang atas
Gigi-gigi rahang atas dibagi atas regio depan (anterior), tengah
atau belakang
Untuk pencabutan gigi-gigi tersebut tang yang digunakan
adalah :
Bentuk lurus
Untuk pencabutan gigi-gigi depan bermahkota atau sisa akar
Bentuk S
Untuk pencabutan gigi-gigi yang letaknya ditengah premolar
atau molar, mahkota atau sisa akar
Tang posterior rahang atas (molar kiri) tang posterior
rahang atas (premolar)
Bentuk bayonet
Untuk pencabutan gigi molar tiga atau sisa akar gigi-gigi
posterior.
Tang untuk pencabutan gigi molar rahang atas atau mahkota
dibedakan atas kiri dan kanan sesuai bentuk beak. Sedangkan tang
untuk gigi insisivus, kaninus dan premolar tidak dibedakan atas
kanan atau kiri.
c.Tang rahang bawah
Tang yang digunakan untuk gigi-gigi RB mempunyai ciri antara
paruh dan pegangan membentuk sudut 90 derajat atau dimodifikasi
lebih dari 90 derajat (untuk gigi yang letaknya di sudut mulut).
Tang rahang bawah umumnya tidak dibedakan antara kanan
dan kiri, tapi ada juga yang dibedakan. Untuk gigi I, C, dan P bentuk
beak pada umumnya tumpul, yang membedakannya terletak pada
lebar paruh (beak) dalam ukuran mesio-distal. Untuk tang molar
ditandai yaitu pada beaknya ada ujung yang tajam pada kedua sisi
dan tengah.
Tang Trismus yaitu tang rahang bawah dengan
pembukaan horizontal biasanya dipakai untuk pencabutan gigi pada
penderita yang sukar membuka mulut.
Tang Tanduk / Cow Horn yaitu yang dipergunakan
untuk mencabut gigi yang tidak bermahkota dimana bifurkasi masih
baik.
Tang modifikasi yaitu bentuk beak dan handle
tidak membentuk sudut 90 derajat.
Tang Split / separasi yang digunkan untuk
memecah bifurkasi.
2. Elevator/pengungkit
Alat ini digunakan untuk mengungkit gigi dari alveolus. Untuk
pengungkit gigi/akar dengan titik fulcrum, dimana letak fulcrum
tergantung dari lokasi objek yang diungkit.
a. bagian-bagian alat pengungkit
- blade, merupakan ujung yang tajam untuk mengungkit gigi
- shank, merupakan bagian yang menghubungkan blade dan
handle
- handle, merupakan bagian yang digunakan untuk pegangan
Menurut bentuknya elevator dapat dibagi menjadi 3 golongan
yaitu :
1. straight ( lurus )
Alat ini mempunyai bentuk dimana handle, shank dan blade
membentuk suatu garis lurus.
2. cross Bar
Alat ini mempunyai bentuk antara handle dan shank,
membentuk sudut ≥ 90 ˚. Alat ini berpasangan mesial/distal atau
kiri/kanan.
3. Angular
Alat ini mempunyai bentuk dimana blade membentuk sudut
terhadap shank dan handle.
Menurut penggunaannya elevator diklasifikasikan atas :
1. elevator yang didesain untuk menyingkirkan segala gigi
2. elevator yang didesain untuk menyingkirkan akar yang
fraktur setinggi gingiva line
3. elevator yang didesain untuk akar yang fraktur ½ panjang
akar
4. elevator yang didedain untuk akar yang fraktur ⅓ panjang
akar
5. elevator yang didesain untuk menyingkirkan mukoperiosteal
sebelum penggunaan tang ekstraksi.
Beberapa tang khusus :
Tang trismus
Tang M3 Rahang Atas
Tang cow horn
Teknik ekstraksi untuk gigi rahang atas
1. Gigi incisivus Rahang Atas
Gigi incisivue RA diekstraksi menggunakan upper universal
forceps (no. 150) walau pun forceps lain bias diunakan. Gerakan awal
pada ekstraksi ini harus pelan, konstan dan tegas pada arah labial
yang akan memper luas crestal buccal bone. Setelah itu dilakukan
gerakan memutar yang lebih pelan. Gerakan memutar tersebut
harus diminimalisasi pada ekstraksi gigi insisif lateral terutama jika
ada lekukan pada gigi.
2. Gigi kaninus rahang atas
Untuk ekstraksi gigi caninus rahang atas, dianjurkan untuk
menggunakan upper universal forceps (no. 150). Gerakan awal
ekstraksi gigi caninus dilakukan pada aspek buccal dengan tekanan
kearah palatal. Sedikit gaya berputar pada forceps mungkin berguna
untuk memperluas socket gigi, terutama jika gigi sebelahnya tidak
atau telah di ekstraksi. Setelah gigi terluksasi dengan baik, gigi bisa di
cabut dari socket kearah labial-incisal dengan labial tractional forceps
3. Gigi premolar 1 RahangAtas
Ekstraksi gigi ini dilakukan dengan upper universal forceps (no.
150). Sebagai alternatif, bias juga digunakan forceps no. 150A. Gigi
harus diluksasi sebanyak mungkin dengan menggunakan elevator
lurus. Gaya berputar harus dihindari pada gig iini agar tidak terjadi
fraktu rakar.
4. Gigi premolar 2 RahangAtas
Forceps yang direkomen dasikan untuk ekstraksi gigi ini adalah
forceps no. 150 atau 150 A. gigi ini memiliki akar yang kuat, sehingga
pergerakan yang kuat bias diberikan pada ekstraksi gigi ini.
5. Gigi molar Rahang Atas
Forceps no. 53 R dan 53 L biasanya digunakan untuk ekstraksi
gigi molar rahang atas. Paruh pada forceps ini memiliki bentuk yang
pas pada bifurkasi buccal. Beberapa dokter gigi memilih untuk
menggunakan forceps no. 89 dan 90 atau yang biasa disebut upper
cowhorn forceps. Kedua forceps tersebut biasa digunakan untuk gigi
molar yang memilik ikaries yang besar atau restorasi yang besar.
Untuk mengekstraksi gigi molar ketiga yang sudah erupsi, biasanya
menggunakan forceps 210 S yang bias digunakan untuk sebelah kiri
atau kanan.
Pergerakan dasar ekstraksi gigi molar biasanya menggunakan
tekanan yang kuat buccal dan palatal, akan tetapi gaya yang
diberikan pada buccal lebih besar dibandingkan yang kearah palatal.
Gaya rotational tidak digunakan pada ekstraksi gigi ini karena gigi
molar rahang atas memiliki 3 akar.
Teknik Ekstraksi gigi Rahang Bawah
Ekstraksi Rahang bawah dianjurkan untuk menggunakan bite
block. Selain itu, tangan operator juga harus selalu menyokong
rahang bawah
1. Gigi anterior rahang bawah
Lower universal forceps (no. 151) biasanya digunakan untuk
ekstraksi gigi rahang bawah anterior. Pergerakan ekstraksi biasanya
dilakukan kearah labial dan lingual, dengan menggunakan tekanan
yang sama besar. Gigi dicabut menggunakan tractional forceps pada
arah labial-incisal.
2. Gigi premolar rahangbawah
Pada ekstraksi gigi premolar rahang bawah, biasanya digunakan
juga forceps no. 151. Akan tetapi forceps no. 151A bias dijadika
nalternatif. Pergerakan awal diarahkan keaspek buccal lalu kembali
keaspek lingual dan akhirnya berotasi. Pergerakan rotasi sanga
tdiperlukan pada ekstraksi gigi ini.
3. Gigi molar RahangBawah
Forceps no. 17 biasanya digunakan untuk ekstraksi gigi ini.
Pergerakan kuat pada arah buccolingual digunakan unutuk
memperluas socket gigi dan memberikan kemudahan gigi untuk di
ekstraksi pada arah buccoocclusal. Untuk mengekstraksi gigi molar
ketiga yang telah erupsi, biasanya digunakan forceps no. 222
Pencabutan Sederhana / Pencabutan Dengan Tang / Pencabutan
Intra Alveolar
Pencabutan intra alveolar adalah pencabutan gigi atau akar gigi
dengan menggunakan tang atau bein atau dengan kedua alat
tersebut. Metode ini sering juga di sebut forceps extraction dan
merupakan metode yang biasa dilakukan pada sebagian besar kasus
pencabutan gigi.
Pencabutan dengan menggunakan tang terdiri dari beberapa
langkah yaitu : pemeriksaan, adaptasi dan aplikasi tang,
ekspansi/luksasi alveolus, mengeluarkan gigi yang diikuti dengan
pemeriksaan, kuretase dan kompresi.
Pemeriksaan meliputi pengamatan yang hati-hati, baik secara
klinis maupun radiografis berkenaan dengan gigi yang akan dicabut
dan merupakan dasar untuk menentukan rencana pembedahan.
Pencabutan dengan tang biasanya terjadi tanpa komplikasi, tetapi
tidak menutup kemungkinan bahwa secara rutin diperlukan pula
cara-cara lain seperti perubahan instrumentasi / pembedahan
apabila mahkota atau akar fraktur.
Dalam metode ini, blade atau instrument yaitu tang atau bein
ditekan masuk ke dalam ligamentum periodontal diantara akar gigi
dengan dinding tulang alveolar. Bila akar telah berpegang kuat oleh
tang, dilakukan gerakan kea rah buko-lingual atau buko-palatal
dengan maksud menggerakkan gigi dari socketnya. Gerakan rotasi
kemudian dilakukan setelah dirasakan gigi agak goyang. Tekanan dan
gerakan yang dilakukan haruslah merata dan terkontrol sehingga
fraktur gigi dapat dihindari.
Tekanan terkontrol adalah kunci dari penggunaan elevator dan
tang. Menggunakan tekanan yang berlebihan atau tidak terkontrol
akan mengakibatkan pencabutan yang eksplosif yang merupakan
resiko terkecil dan fraktur akar atau cedera serius lainnya, yang
merupakan konsekuensi terburuk.
Penggunaan tekanan yang terkontrol tergantung pada urutan
tindakan. Posisi pasien terhadap operator harus benar. Siku operator
terletak di samping dengan telapak tangan ke bawah untuk
mencabut gigi-gigi bawah, dan telapak tangan ke atas untuk gigi-gigi
atas.
Harus digunakan grasp atau pegangan yang benar, baik pinch
grasp maksila atau sling grasp mandibula. Yang terpenting adalah
adanya sensai taktil dari besar tekanan yang diaplikasikan dan
perubahan mobilitas gigi. Aplikasi tekanan yang terkontrol akan
menjamin keamanan pencabutan dan mengurangi terjadinya
komplikasi.
Teknik Pencabutan Gigi Akar Tunggal
Teknik pencabutan open method extraction dilakukan pada
gigi akar tunggal jika pencabutan secara intra alveolar/ pencabutan
tertutup mengalami kegagalan, atau fraktur akar dibawah garis
servikal. Tahap pertama teknik ini adalah membuat flap
mukoperiostal dengan desain flap envelope yang diperluas ke dua
gigi anterior dan satu gigi posterior atau dengan perluasan ke
bukal/labial.
Setelah flap mukoperiostal terbuka secara bebas selanjutnya
dilakukan pengambilan tulang pada daerah bukal/labial dari gigi yang
akan dicabut, atau bisa juga diperluas kebagian posterior dari gigi
yang akan dicabut. Jika tang akar/ elevator memungkinkan masuk ke
ruang ligamen periodontal, maka pengambilan dapat digunakan tang
sisa akar atau bisa juga menggunakan elevator dari bagian mesial
atau bukal gigi yang akan dicabut. Jika akar gigi terletak di bawah
tulang alveolar dan tang akar/ elevator tidak dapat masuk ke ruang
ligamen periodontal maka diperlukan pengambilan sebagian tulang
alveolar. Pengambilan tulang diusahakan seminimal mungkin untuk
menghindari luka bedah yang besar.
Pencabutan gigi teknik open method extraction tanpa
pengambilan tulang dan pemotongan tulang dengan tang
(Peterson, 2003)
Pengambilan tulang alveolar dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Pertama, pengambilan tulang dilakukan dengan ujung tang akar
bagian bukal menjepit tulang alveolar. Kedua, pembuangan tulang
bagian bukal dengan bur atau chisel selebar ukuran mesio-distal akar
dan panjangnya setengah sampai dua pertiga panjang akar.
Pengambilan akar gigi bisa dilakukan dengan elevator atau tang akar.
Jika dengan cara ini tidak berhasil maka pembuangan tulang bagian
bukal diperdalam mendekati ujung akar dan dibuat takikan dengan
bur untuk penempatan elevator. Setelah akar gigi terangkat,
selanjutnya menghaluskan tepian tulang, kuretase debris atau soket
gigi, mengirigasi dan melakukan penjahitan tepian flap pada
tempatnya.
Pencabutan gigi teknik open method extraction dengan
pengambilan
sebagian tulang bukal (Peterson, 2003)
Teknik Pencabutan Gigi Akar Multipel Atau Akar Divergen
Pencabutan gigi akar multipel dan akar divergen perlu
pengambilan satu persatu setelah dilakukan pemisahan pada
bifurkasinya. Pertama pembuatan flap mukoperiostal dengan desain
flap envelop yang diperluas. Selanjutnya melakukan pemotongan
mahkota arah linguo-bukal dengan bur sampai akar
terpisahkan.Pengangkatan akar gigi beserta potongan mahkotanya
satu-persatu dengan tang.
Teknik open method extraction dengan pemotongan mahkota
gigiarah linguo-bukal ( Peterson, 2003)
Cara lain adalah dengan pengambilan sebagian tulang alveolar
sebelah bukal sampai dibawah servikal gigi. Bagian mahkota
dipotong dengan bur arah horizontal dibawah servikal. Kemudian
akar gigi dipisahkan dengan bur atau elevator, dan satu persatu akar
gigi diangkat. Tepian tulang atau septum interdental yang tajam
dihaluskan. Selanjutnya socket atau debris dikuret dan diirigasi serta
penjahitan tepian flap pada tempatnya.
Pencabutan gigi molar bawah dengan teknik open method
extraction, dimana dilakukan pemotongan mahkota dan akar gigi
(Peterson, 2003)
Pencabutan gigi molar atas dengan pemotongan mahkota
dan pengambilan akar satu persatu ( Peterson, 2003)
Kolmplikasi Eksodonsia
Pencabutan dengan tang
Perdarahan
Sedikit perdarahan setelah dilakukan pencabutan gigi
merupakan keadaan yang normal. Perdarahan yang masih terjadi
setelah 30-60 menit dilakukan penekanan dengan menggigit tampon
perlu perawatan lanjut hal ini disebut sebagai perdarahan primer
( primary hemorrhage ).
Dapat pula terjadi perdarahan setelah beberapa hari dilakukan
pencabutan disebut perdarahan sekunder ( secondary hemorrhage ).
Terapi :
a. Membersihkan Blood clot
b. Irigasi pada socket dengan isotonik salin
c. Perdarahan dari gusi diatasi dengan penjahitan
d. Perdarahan dari tulang dapat diatasi dengan
penjahitan rapat dan ditambahkan diberi pack
e. Gigit tampon selama 15-30 menit
f. Diberikan obat-obatan coagulan.
Fraktur akar
Keadaan ini sering terjadi pada pencabutan dengan tang, pada
gigi yang mati oleh karena rapuh, akar gigi yang bengkok, atau
adanya hipercementosis dll. Bila akar yang fraktur amat kecil dan
letaknya jauh terbenam dalam tulang dapat dibiarkan dengan
catatan penderita diberitahu keadaan tersebut.
Fraktur tulang alveolar
Dapat terjadi pada waktu pencabutan gigi yang sukar. Bila
terasa bahwa terjadi fraktur tulang alveolar sebaiknya giginya
dipisahkan terlebih dahulu dari tulang yang patah, baru dilanjutkan
pencabutan.
Fraktur dari tuberositas maxilaris
Terjdi pada waktu pencabutan gigi molar tiga rahang atas. Perlu
dihindari oleh karena tuberositas diperlukan sebagai retensi pada
pembuatan gigi palsu.
Perforasi Sinus Maxilaris
Terjadi pada pencabutan gigi-gigi premolar atau molar rahang
atas. Keadaan ini lebih mudah terjadi pada gigi dengan keadaan
adanya infeksi pada apikal karena tulang antara akar dan sinus
terlibat keradangan kronis sehingga rusak.
Biasanya hal ini ditandai dengan adanya cairan yang keluar
melalui hidung bilamana penderita kumur atau minum, kadang kala
saat pencabutan tidak diketahui baik oleh dokter ataupun penderita
kalau terjadi perforasi.
Bila terjadi segera diatasi dengan menutup socket dengan
jahitan yang rapat bila perlu tulang bagian bukal dikurangi sehingga
dapat dilakukan tarikan pada mukosa dari bukal untuk menutup.
Penderita dianjurkan tidak meniup-niup hidung kurang lebih
selama satu minggu, jangan kumur terlalu keras.
Terdorongnya akar pada Sinus Maxillaris
Bila terjadi, dapat dicoba untuk mengambil bagian tersebut
dengan jalan :
a. Penderita disuruh meniup dengan lubang hidung
ditutup
b. Diambil dengan ujung alat penghisap ( suction tip )
pada socket )
c. Bila tidak berhasil perlu dilakukan tindakan
pembedahan dengan merujuk penderita ke dokter ahli.
Alveolitis
Keadaan ini sering terjadi dan menyebabkan rasa sakit yang
berkepanjangan setelah pencabutan gigi. Drysocket ditandai dengan
hilangnya – rusaknya blood clot pada socket, dimulai dengan adanya
blood clod yang keabu-abuan dan diikuti rusaknya blood clot
sehingga socket terlihat kering.
Terapi :
irigasi dengan H2O2 atau normal saline
pemberian aplikasi lokal pada socket : alvolgyl, iodoform
3 Komplikasi pencabutan pasca bedah
Perdarahan
Control local untuk perdarahan, jika pasien dalam kondisi yang
sadar bisa dilakukan suction dengan menemukan sumber
perdarahannya. Setelah ditemukan, bekuan darah tadi dibersihkan
dan diperiksa. Apabila perdarahan berasal dari dinding alveolus bisa
diisi dengan sponge gelatin yang dapat diabsorbsi atau sponge
kolagen mikrofibriliar.
Hematom
Perdarahan setempat yang membeku dan membentuk massa
yang padat. Bermula sebagai pembengkakan rongga mulut yang
berwarna merah dan seiring berjalannya waktu menjadi noda
memar berwarna biru dan hitam. Penanganannya bisa dengan
memberi penjelasan kepada pasien tentang pembengkakan dan
menunggu observasi lebih lanjut. Untuk beberapa pasien tertentu
bisa diberikan antibiotic propilaktik karena hematom ini mudah
terinfeksi.
Edema
Merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan
pembedahan gigi. Usaha usaha untuk menangani edema mencakup
termal (dingin), fisik (penekanan) dan obat-obatan. Aplikasi dingin
selama 24 jam pertama, penekanan bisa dengan sebungkus es pada
region servikal maupun fasial. Sedangkan untuk obat obatan bisa
yang paling sering digunakan adalah jenis steroid.
Reaksi terhadap obat
Alergi obat sejatinya jarang terjadi bahkan relative jarang. Yang
umum adalah alergi aspirin yang bermanifestasi sebagai ruam kulit
(aurtikaria), angiodema, dan asma. Untuk reaksi akut terhadap
antibiotic ( terutama penisilin)ndpat mematikan. Respon alergi dari
obat bisa diatasi dengan antihistamin, epineprin dan steroid. Akan
tetapi reaksi alergi ini paling baik dicegah dengan jalan memeriksa
riwayat pasien secara lengkap.
Subcutan emphysema
Jarang terjadi, biasanya terjadi karena adanya tekanan udara
yang masuk jaringan ikat atau spacia pada wajah dari pemakaian
hand piece dengan tekanan udara tinggi. Terjadi amat cepat,
terdapat pembengkakan, akan sembuh dalam 1 sampai 2 minggu
tanpa pengobatan.
Alat yang dibutuhkan untuk tindakan eksodonsi
Alat-alat yang berhubungan dengan pencabutan gigi, yang terdiri
dari :
1. Forcep ( tang pencabutan )
Tang merupakan alat yang dipergunakan untuk melepaskan gigi dari
jaringan tulang dan jaringan lunak disekitar gigi, untuk itu diperlukan
tang yang ideal untuk masing-masing gigi, agar dapat meneruskan
kekuatan tekanan operator ke gigi dengan baik.
Bagian-bagian dari tang ekatraksi adalah :
- beak, merupakan ujung yang mencekeram gigi geligi
- Joint/sendi/poros, merupakan pertemuan antara beak dan handle
- Handle/pegangan, merupakan bagian untuk pegangan operator
- Bentuk bayonet
Untuk pencabutan gigi molar tiga atau sisa akar gigi-gigi posterior.
Tang untuk pencabutan gigi molar rahang atas atau mahkota
dibedakan atas kiri dan kanan sesuai bentuk beak. Sedangkan tang
untuk gigi insisivus, kaninus dan premolar tidak dibedakan atas kanan
atau kiri.
2. Elevator/pengungkit
Alat ini digunakan untuk mengungkit gigi dari alveolus. Untuk
pengungkit gigi/akar dengan titik fulcrum, dimana letak fulcrum
tergantung dari lokasi objek yang diungkit.
a. bagian-bagian alat pengungkit
- blade, merupakan ujung yang tajam untuk mengungkit gigi
- shank, merupakan bagian yang menghubungkan blade dan handle
- handle, merupakan bagian yang digunakan untuk pegangan
Menurut bentuknya elevator dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. straight ( lurus )
Alat ini mempunyai bentuk dimana handle, shank dan blade
membentuk suatu garis lurus.
2. cross Bar
Alat ini mempunyai bentuk antara handle dan shank, membentuk
sudut ≥ 90 ˚. Alat ini berpasangan mesial/distal atau kiri/kanan.
3. Angular
Alat ini mempunyai bentuk dimana blade membentuk sudut terhadap
shank dan handle.
Menurut penggunaannya elevator diklasifikasikan atas :
1. elevator yang didesain untuk menyingkirkan segala gigi
2. elevator yang didesain untuk menyingkirkan akar yang fraktur
setinggi gingiva line
3. elevator yang didesain untuk akar yang fraktur ½ panjang akar
4. elevator yang didedain untuk akar yang fraktur ⅓ panjang akar
5. elevator yang didesain untuk menyingkirkan mukoperiosteal
sebelum penggunaan tang ekstraksi.
Beberapa tang khusus :
1. Tang trismus
2. Tang M3 Rahang Atas
3. Tang cow horn
Anastesi Lokal pada GigiBy wildan29
Pengertian
• obat yang mengahambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup (Ganiswarna, 1995))• obat yang menyebabkan anestesia, mati rasa, melumpuhkan ujung saraf sensorik atau serabut saraf pada tempat pemberian obat (Kamus saku Kedokteran Dorland, 1998)
Indikasi:
• Menghilangkan rasa sakit pada gigi dan jaringan pendukung• Sedikit perubahan dari fisiologi normal pada pasien lemah• Insidensi morbiditas rendah• Pasien pulang tanpa pengantar• Tidak perlu tambahan tenaga terlatih• Teknik tidak sukar dilakukan• Persentase kegagalan kecil• Pasien tidak perlu berpuasa
Kontra Indikasi:
• Pasien menolak / takut/ khawatir• Infeksi• Di bawah umur• Alergi• Bedah mulut besar• Penderita gangguan mental• Anomali lain
Faktor-faktor pemilihan anestesi:
• Area yang dianestesi• Durasi• Kedalaman• Adanya infeksi• Kondisi pasien
• Umur pasien• hemostatistika
Anestesi Lokal di Kedokteran Gigi
1. Ester2. Amida3. Hidroksi
ANESTESI PADA PENCABUTAN GIGIInjeksi SupraperiostealKeringkan membran mukosa dan olesi dengan antiseptik. Pasien dilarang menutup mulut sebelum injeksi dilakukan. Dengan menggunakan kassa atau kapas yang diletakkan di antara jari dan membran mukosa mulut, tariklah pipi atau bibir serta membran mukosa yang bergerak ke arah bawah untuk rahang atas dan ke arah atas untuk rahang bawah, untuk memperjelas daerah lipatan mukobukal atau mukolabial.
Untuk memperjelas dapat diulaskan yodium pada jaringan tersebut. Membran mukosa akan berwarna lebih gelap, suntiklah jaringan pada lipatan mukosa dengan jarum mengarah ke tulang dengan mempertahankan jarum sejajar bidang tulang. Lanjutkan tusukan jarum menyelusuri periosteum sampai ujungnya mencapai setinggi akar gigi. Untuk menghindari gembungan pada jaringan dan mengurangi rasa sakit, obat dikeluarkan secara perlahan. Anestesi akan terjadi dalam waktu 5 menit.
Nervus Alveolaris Superior PosteriorUntuk molar ketiga, kedua dan akar distal dan palatal molar pertama.
Titik suntikan terletak pada lipatan mukobukal di atas gigi molar kedua atas, gerakkan jarum ke arah distal dan superior kemudian suntikkan obat anestesi 1-2 ml di atas apeks akar gigi molar ketiga.
Untuk melengkapi anestesi pada gigi molar pertama, dapat diberikan injeksi supraperiosteal di atas apeks akar premolar kedua.
Injeksi ini cukup untuk prosedur operatif, sedangkan untuk ekstraksi atau bedah peri odontal, dilakukan penyuntikan pada nervi palatini minor sebagai tambahan.
Nervus Alveolaris Superior MediusUntuk premolar pertama dan kedua, serta akar mesial gigi molar pertama.
Titik suntikan adalah lipatan mukobukal di atas gigi premolar pertama. Jarum diarahkan ke suatu titik sedikit di atas apeks akar, kemudian suntikkan obat anestesi perlahan-lahan. Agar akurat, raba kontur tulang dengan hati-hati.
Injeksi ini cukup untuk prosedur operatif, sedangkan untuk ekstraksi atau bedah peri odontal, dilakukan injeksi palatinal.
Nervus Alveolaris Superior AnteriorUntuk keenam gigi anterior.
Titik suntikan terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus. Jarum diarahkan ke apeks kaninus, suntikkan obat di atas apeks akar gigi tersebut.
Injeksi ini sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk ekstraksi atau bedah, harus ditambahkan injeksi palatinal pada regio kaninus atau foramen insisivus.
Injeksi BlokObat anestesi disuntikkan pada suatu titik di antara otak dan daerah yang dioperasi, menembus batang saraf atau serabut saraf pada titik tempat anestesi disuntikkan sehingga memblok sensasi yang datang dari distal.
Keuntungannya adalah hanya dengan sedikit titik suntikan dapat diperoleh daerah anestesi yang luas dan dapat menganestesi tempat-tempat yang merupakan kontraindikasi injeksi supraperiosteal.
Blok anestesi biasanya paling efektif pada molar kedua bawah.
Jika blok menyeluruh pada salah satu sisi mandibular tidak diperlukan, atau bila karena alasan tertentu injeksi mandibular menjadi kontraindikasi, blok sebagian bisa dilakukan dengan injeksi mentalis.
Jika sulit melakukan anestesi terhadap gigi atas dengan menggunakan injeksi supraperiosteal atau jika diperlukan anestesi untuk beberapa gigi sekaligus, akan lebih efektif bila digunakan injeksi infraorbital atau zigomatik.
Injeksi MandibularDilakukan palpasi fossa retromolaris dengan jari telunjuk sehingga kuku jari menempel pada linea oblikua. Dengan bagian belakang jarum suntik terletak di antara kedua pre molar pada sisi yang berlawanan jarum diarahkan sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi mandibula ke arah ramus dan jari. Jarum ditusukkan pada apeks trigonum pterygomandibu lar dan gerakan jarum di antara ramus dan ligamentum serta otot yang menutupi fasies interna ramus diteruskan sampai ujungnya kontak dengan dinding posterior sulkus mandibularis. Keluarkan 1,5 ml obat anestesi di sini (rata-rata kedalaman insersi jarum adalah 15 mm, tapi bervariasi tergantung ukuran mandibula dan proporsinya berubah sejalan dengan pertambahan umur). Dapat juga menganestesi nervus lingualis dengan cara mengeluarkan obat anestesi pada pertengahan perjalanan masuknya jarum.
Injeksi Mentalis
Untuk menganestesi gigi premolar dan kaninus untuk prosedur operatif. Untuk menganestesi gigi insisivus, serabut saraf yang bersimpangan dari sisi yang lain juga harus diblok.
Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar bawah. Foramen biasanya terletak di salah satu apeks akar gigi premolar tersebut. Pipi ditarik ke arah bukal dari gigi premolar. Jarum dimasukkan ke dalam membran mukosa di antara kedua gigi premolar dengan jarak 10 mm eksternal dari permukaan bukal mandibula. Posisi jarum suntik membentuk sudut 45° terhadap permukaan bukal mandibula, mengarah ke apeks akar premolar kedua. Tusukkan jarum tersebut sampai menyentuh
tulang. Masukkan 0,5 ml obat anestesi, tunggu sebentar. kemudian gerakkan ujung jarum tanpa menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke dalam foramen (jaga agar tetap membentuk sudut 45° agar jarum tidak terpeleset ke balik periosteum dan memperbesar kemungkinan masuknya jarum ke foramen), dan masukkan kembali 0,5 ml obat anestesi dengan hati-hati.
Untuk ekstraksi harus dilakukan injeksi lingual.
Injeksi Lingual
Untuk gigi premolar dan gigi anterior, karena jaringan lunak pada permukaan lingual mandibula tidak teranestesi dengan injeksi foramen mental dan injeksi mandibular.
Jarum disuntikkan pada mukoperiosteum lingual setinggi setengah panjang akar gigi yang dianestesi. Karena posisi dari gigi insisivus, daerah ini sulit dicapai dengan jarum lurus. Jadi jarum sebaiknya dibengkokkan dengan cara menekannya di antara ibu jari dan jari lain.
Injeksi Nervus Nasopalatinus
Untuk ekstraksi gigi atau anestesi mukoperiosteum sepertiga anterior palatum, yaitu dari kaninus satu ke kaninus yang lain.
Titik suntikan terletak sepanjang papil insisivus yang berlokasi pada garis tengah rahang, di posterior gigi insisivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada garis tengah menuju kanalis palatina anterior. Walau anestesi topikal bisa digunakan untuk membantu mengurangi rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus dipakai untuk injeksi nasopalatinus. Sebaiknya dilakukan anestesi permulaan pada jaringan yang akan dilalui jarum.
Injeksi Nervus Palatinus Mayor
Untuk ekstraksi gigi atau anestesi mukoperiosteum palatum dari tuber maksila sampai ke regio kaninus dan dari garis tengah ke krista gingiva pada sisi bersangkutan.
Tentukan titik tengah garis khayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga atas di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan obat anestesi sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.
Karena hanya bagian dari nervus palatinus mayor yang keluar dari foramen palatinum posterior yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau penyuntikkan obat anestesi dalam jumlah besar pada orifisium foramen akan menyebabkan teranestesinya nervus palatinus medius sehingga palatum molle menjadi kebal. Akibatnya akan timbul gagging.
May 6, 2009 – Wednesday
makalah anastesi lokal maksilaCurrent mood: calmTeknik-teknik anastesi blok pada maksilaBAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kontrol nyeri sangat penting dalam praktek operasi kedokteran gigi. Kontrol nyeri yang baik akan membantu operator dalam melakukan operasi dengan hati-hati, tidak terburu-buru, tidak menjadi pengalaman operasi yang buruk bagi pasien dan dokter bedah. Sebagai tambahan pasien yang tenang akan sangat mambantu bagi seorang dokter gigi. Operasi dentoalveolar dan prosedur operasi gigi minor lainnya yang dilakukan pada pasien rawat jalan sangat tergantung pada anestesi lokal yang baik. (1)
Menurut istilah, anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa desertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi local merupakan aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh, kebalikan dari anestesi umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak. Local anestesi memblok secara
reversible pada system konduksi saraf pada daerah tertentu sehingga terjadi kehilangan sensasi dan aktivitas motorik. (2)
Untuk menghasilkan konduksi anestesi, anestesi local diinjeksikan pada permukaan tubuh. Anestesi lokal akan berdifusi masuk ke dalam syaraf dan menghambat serta memperlambat sinyal terhadap rasa nyeri, kontraksi otot, regulasi dari sirkulasi darah dan fungsi tubuh lainnya. Biasanya obat dengan dosis atau konsentrasi yang tinggi akan menghambat semua sensasi (nyeri, sentuhan, suhu, dan lain-lain) serta kontrol otot. Dosis atau konsentrasi akan menghambat sensasi nyeri dengan efek yang minimal pada kekuatan otot. (1)
Anestesi local dapat memblok hampir setiap syaraf antara akhir dari syaraf perifer dan system syaraf pusat. Teknik perifer yang paling bagus adalah anestesi local pada permukaan kulit atau tubuh. (1)
Adapun manfaat dari anestesi local adalah sebagai berikut : (1)
Digunakan sebagai diagnostic, untuk menentukan sumber nyeriDigunakan sebagai terapi, local anestesi merupakan bagian dari terapi untuk kondisi operasi yang sangat nyeri, kemampuan dokter gigi dalam menghilangkan nyeri pada pasien meski bersifat sementara merupakan ukuran tercapainya tujuan terapiDigunakan untuk kepentingan perioperatif dan postoperasi. Proses operasi yang bebas nyeri sebagian besar menggunakan anestesi local, mempunyai metode yang aman dan efektif untuk semua pasien operasi dentoalveolar.Digunakan untuk kepentingan postoperasi. Setelah operasi dengan menggunakan anestesi umum atau lokal, efek anestesi yang berlanjut sangat penting untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien. (1)
Keuntungan dari anestesi local yaitu : (1)
Tidak diperlukan persiapan khusus pada pasienTidak membutuhkan alat dan tabung gas yang kompleksTidak ada resiko obstruksi pernapasanDurasi anestesi sedikitnya satu jam dan jika pasien setuju dapat diperpanjang sesuai kebutuhan operasi gigi minor atau adanya kesulitan dalam prosedur
Pasien tetap sadar dan kooperatif dan tidak ada penanganan pasca anestesiPasien-pasien dengan penyakit serius, misalnya penyakit jantung biasanya dapat mentolerir pemberian anestesi lokal tanpa adanya resiko yang tidak diinginkanTidak dibutuhkan ahli anestesi. (1)
Untuk mencapai keadaan anestesi lokal, dikenal beberapa cara pemberian, khusus dibidang kedokteran gigi yaitu : (1)
Anestesi topikalAnestesi infiltrasiAnestesi blok
Field blokNerve blok
I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan Makalah ini adalah untuk mengemukakan teknik-teknik pemberian anestesi lokal dalam dunia kedokteran gigi, selain itu dapat juga diketahui keuntungan dan kerugian dari berbagai macam teknik anestesi lokal sehingga dapat ditentukan teknik yang terbaik yang akan digunakan dan untuk menghindari terjadinya komplikasi-komplikasi akibat injeksi anestesi lokal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip dasar dari anestesi lokal juga berlaku untuk anestesi blok syaraf serta untuk teknik lainnya. Larutan anestesi lokal didepositkan didekat atau disekitar bundel serat syaraf, untuk mendapatkan anestesi jaringan yang disuplai oleh bundel nerovaskular. Perbedaan pertama pada kasus anestesi blok syaraf adalah diperlukannya sejumlah besar larutan anestetik lokal untuk memperoleh anestesi yang memadai. Selain itu, ukuran anatomi dari bundel syaraf membuat larutan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menembus bagian
tengahnya, jadi harus diberikan waktu yang lebih lama sebelum prosedur operasi dilakukan. (2)
Pada teknik anastesi ini kita lakukan penghambatan jalannya penghantar rangsangan dari pusat perifer. (2)
Dikenal dua cara yaitu :
Nerve blok yaitu : anestesi lokal dikenakan langsung pada syaraf, sehingga menghambat jalannya rangsangan dari daerah operasi yang diinnervasinya.Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi, sehingga menghambat semua cabang syaraf proksimal sebelum masuk kedaerah operasi. (2)
Anastesi blok berfugsi untuk mengontrol daerah pembedahaan. Kontraindikasi dari anastesi blok yaitu pada pasien dengan pendarahan, walaupun perdarahan terkontrol. Kesuksesan anastesi blok tergantung pada pengetahuan anatomi local dan teknik yang baik. (2)
II.1 Macam-macam Anestesi Lokal Pada Maksila : (4)
Anestesi Gigi Geligi Permanen
Molar ketiga atas, molar kedua, dan akar distobukal serta palatal molar pertama diinervasi oleh cabang-cabang saraf gigi superior posterior. Cabang-cabang kecil dari saraf yang sama akan meneruskan sensasi jaringan pendukung bukal pada daerah molar dan mukoperiosteum yang melekat padanya. Deposisi larutan anestesi di dekat saraf setelah saraf keluar dari kanalis tulang, akan menimbulkan efek anastesi regional dari struktur yang disuplainya. Teknik ini disebut blok gigi superior posterior.
Sejak diperkenalkannya agen anastesi lokal modern, teknik infiltrasi sudah lebih sering digunakan untuk daerah tersebut karena deposisi larutan 1 ml, normalnya memberikan efek anastesi tanpa resiko kerusakan pleksus venosus pterigoid atau arteri-arteri kecil yang ada di daerah ini.
Akar mesiobukal dari molar pertama, kedua gigi premolar dan jaringan pendukung bukal serta mukoperiosteum yang berhubungan dengannya mendapat inervasi dari saraf gigi superior tengah. Teknik infiltrasi biasanya digunakan untuk menganastesi struktur-struktur tersebut. Deposisi 1 ml larutan sudah cukup untuk menganastesi lingkaran saraf luar yang mensuplai premolar kedua. (4)
Anastesi Gigi-gigi Anterior Permanen
Gigi-gigi insicivus dan kaninus atas diinervasi oleh serabut yang berasal dari saraf gigi superior anterior. Saraf ini naik pada kanalis tulang yang kecil untuk bergabung dengan saraf infraorbital 0,5 cm di dalam kanalis infraorbitalis. Gigi insicivus sentral, insicivus lateral atau kaninus dapat teranestesi bersama dengan jaringan pendukungnya, pada penyuntikan 1 ml larutan anestesi di dekat apeks gigi yang dituju. (4)
Anastesi Jaringan Palatal
Ujung-ujung saraf pada jaringan lunak palatum berhubungan dengan gigi-gigi anterior atas dan prenaksila, erta meneruskan sensasi melalui fibril saraf yang bergabung untuk membentuk saraf speno-palatina panjang. Saraf berjalan melalui foramen insisivus dan kanalis, ke atas dank e belakang melewati septum nasal kea rah ganglion speno-palatina.
Berbagai cabang-cabang kecil dari gingival palatal dan mukoperiosteum di daerah molar dan premolar akan bergabung untuk membentuk saraf palatine besar. Stelah berjalan ke belakang di dalam saluran tulang yang terletak di pertengahan antara garis tengah palatun dan tepi gingival gigi geligi, saraf masuk ke kanalis melalui foramen palatine besar. Saraf kemudian berjalan naik untuk bergabung dengan ganglion speno-palatina yang berhubungan dengan saraf maksilaris.
Saraf speno-palatina panjang dan palatine besar akan beranastomosis di daerah kaninus palatum dan membentuk lingkaran saraf dalam. Mukoperiosteum palatal mempunyai konsistensi keras dan beradaptasi erat terhadap tulang. Karakteristik ini menyebabkan
suntikan subperiosteal perlu diberikan dan diperlukan tekanan yang lebih besar dari biasa untuk mendepositkan larutan anestesi local. Karena itulah, pasien harus diberitahu terlebih dahulu bahwa suntikan palatal akan menimbulkan rasa tidak enak namun tidak sakit. Rasa kurang enak ini dapat diperkecil dengan menginsersikan jarum dengan bevel yang mengarah ke tulang dan tegak lurus terhadap vault palatum. Pada premaksila, suntikan di papilla insisivus akan menimbulkan rasa sakit yang hebat dank arena itu, suntikan ini sebaiknya dihindari. (4)
Anastesi Gigi-gigi Susu
Pada anak-anak, bidang alveolar labio-bukal yang tipis umumnya banyak terpeforasi oleh saluran vaskular. Untuk alas an inilah, maka teknik infiltrasi dapat digunakan dengan efektif untuk mendapat efektif untuk mendapat efek anastesi pada gigi-gigi susu atas tanpa perlu mendepositkan lebih dari 1 ml larutan secara perlahan-lahan di jaringan. Penyuntikan harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam menentukan panjang akar dan insersi jarum yang terlalu dalam ke jaringan.
Pada anak yang masih muda, rasa tidak enak dari suntikan palatum yang digunakan untuk prosedur pencabutan gigi atau pemasangan matriks, dapat dihindari dengan cara sebagai berikut.
Setelah efek suntukan supraperiosteal pada sulkus labio-bukal diperoleh, jarum diinsersikan dari aspek labio-bukal, melalui ruang interproksimal, setinggi jaringan gingival yang melekat pada periosteum di bawahnya. Ujung jarum harus tetap berada pada papilla dan tidak boleh menyentuh tulang. Sejumlah kecil larutan anastesi local didepositkan perlahan sampai mukoperiosteum palatal atau lingual memucat. Sejumlah kecil larutan anastesi yang didepositkan dengan cara ini akan memberikan efek anastesi yang memadai pada jaringan palatum. Teknik ini dikenal sebagai suntikan interpapila dan sering digunakan oleh para ahli pedodonti. Para ahli lainnya umumnya suka menggunakan suntikan jet atau suntikan intraligamental. (4)
Suntikan Infraorbital
Karena teknik infiltrasi sangat efektif bila digunakan pada maksila, maka anastesi regional umumnya jarang dipergunakan. Walaupunn demikian, suntikan infraorbital akan sangat bermanfaat bila akan dilakukan pancabutan atau operasi besar pada daerah insisivus dan kaninus rahang atas. Suntikan ini juga dapat digunakan untuk menganastesi gigi anterior dimana teknik infiltrasi tidak mungkin dilakukan karena ada infeksi di daerah penyuntikan.
Teknik ini berdasar pada fakta bahwa larutan akan didepositkan pada orifice foramen infraorbital, berjalan sepanjang kanalis ke saraf gigi superior anterior dan superior tengah, menimbulkan anastesi pada gigi-gigi insicivus, kaninus dan premolar serta struktur pendukungnya. Larutan ini kadang-kadang dapat mencapai ganglion speno-palatina dan menganastesi lingkaran saraf dalam, namun seringkali masih diperlukan suntikan palatum tambahan.
Baik cara intraoral maupun ekstraoral dapat digunakan untuk blok infraorbital. Teknik infraorbital umumnya lebih popular dan memungkinkan jarum ditempatkan di luar lapang pandang pasien. Suntikan tersebut dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
Dengan ujung jari telunjuk lakukanlah palpasi linger infraorbital dan takikan infraorbital, kemudian geser jari sedikit ke bawah agar terletak tepat di atas foramen infraorbital. Dengan tetap mempertahankan posisi ujung jari tersebut, ibu jari dapat digunakan untuk membuka bibir atas dan mengekspos daerah yang akan disuntik. (4)
II.2 Teknik-teknik Anestesi Blok Pada Maksila
II.2.1 Blok Nervus Alveolaris Superrior Anterior
Titik suntik terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus, Arahkan jarum keapeks kaninus, anastetikum dideponir perlahan ke atas apeks akar gigi tersebut.
Injeksi yang dilakukan pada kedua kaninus biasanya bisa menganastesi keenam gigi anterior. Injeksi N.Alvolaris Superrior Anterior biasanya sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk
ekstraksi atau bedah, diperlukan juga tambahan injeksi palatinal pada region kaninus atau foramen incisivum. (2)
II.2.2 Blok Nervus Alveolaris Superrior Posterior
Blok syaraf alveolaris superior posterior diperoleh dengan menempatkan jarum didistal molar terakhir, ke atas dan medial, bersudut 45º, memungkinkan deposisi larutan 1,5 ke permukaan disto bukkal maxilla. (2)
Komplikasi umum dari teknik ini adalah bila beberapa pembuluh darah plexus vena pterigoid pecah, menimbulkan haematoma. Karena obat-obat analgesia lokal, teknik infiltrasi meliputi deposisi hanya 1 ml larutan digunakan. (2)
Gigi-gigi molar kecuali akar molar satuProcessus alveolaris bagian bukkal dari gigi molar termasuk periosteum.Jaringan ikat dan membran mukosa
Anatomi landmarks : (2)
Lipatan zygomatikus pada maxillaProcessus zygomatikus pada maxillaTuberositas maxillaBagian anterior dan processus coronoideus dari ramus mandibula.
Tekniknya : (2)
Bila anestesi adalah nervus alveolaris superior posterior dexterOperator berdiri sebelah kanan depanMasukkan jari telunjuk kiri kita ke vestibulum oris sebelah kanan penderita, kemudian jari telunjuk pada daerah lipatan mukobukkal di sebelah posterior gigi premolar dua sampai teraba proccesus zygomaticusLengan kita turun kebawah sehingga jari telunjuk membuat sudut 90º terhadap oklusal plane gigi rahang atas, dan membentuk sudut 45º bidang sagital penderita. Hal ini dapat dilakukan bilamana penderita dalam keadaan setengah tutup mulut, sehingga bibir dan pipi dapat
ditarik kelateral posteriorJari telunjuk disisi merupakan pedoman tempat penusukan jarumAmbil spoit yang telah disiapkan, dan sebelumnya tempat yang akan disuntik harus dilakukan desinfeksi terlebih dahuluArah jarum harus sejajar dengan jari kita, penusukan jarum sedalam ½-¾ inchAspirasi, jika tidak darah yang masuk, keluarkan larutan secara perlahan-lahan sebanyak 1,5 cc.
II.2.3 Blok Nervus Intra Orbital
Blok infraorbital paling sering digunakan. Pinggir intra orbital dapat teraba dengan menggunakan ujung jari pertama, notah infraorbital dapat diidentifikasi. Dengan ujung jari tetap pada posisi ini, ibu jari dapat digunakan untuk menarik bibir atas. Ujung jarum dimasukkan jauh ke dalam sulkus di atas apeks premolar kedua dan meluas segaris dengan sumbu panjang gigi sampai sedalam 1,5-2 cm baru larutan analgesic didepositkan . pembengkakan jaringan dapat diraba dibalik jari pertama bila letak ujung jarum, tepat. Biarkan keadaan ini selama 3 menit, untuk memastikan diperolehnya analgesia yang memadai. (2)
Saraf yang teranestesi : (2)
Nervus alveolaris superior, anterior dan mediumNervus infra orbitalNervus palpebra inferiorNervus nasalis lateralisNervus labialis superior
Daerah yang teranestesi : (2)
Gigi incisivus sampai premolarAkar mesio bukkal dari molar satuJaringan pendukung dari gigi tersebutBibir atas dan kelopak atasSebagian hidung pada sisi yang sama
Anatomi Landmark : (2)
Infra orbital ridgeSupra orbital notchGigi anterior dan pupil mata
Tekniknya : (2)
Intra oral approachDudukkan penderita, kemudian buka mulut sampai daratan oklusal gigi rahang atas membentuk 45º dengan garis horizontal, dan penderita disuruh melihat ke arah depanKita menggambarkan suatu garis khayal yang lurus, berjalan vertikal melalui pupil mata ke infra orbital dan gigi premolar dua rahang atasBila sudah menemukan infra orbital notch, maka jari telunjuk yang kita pakai palpasi, kita gerakkan ke bawah kira-kira ½ cm, disinilah akan kita temukan suatu cekungan dimana letaknya foramen infra orbitalSetelah ditemukan foramen infra orbital, maka jari telunjuk tetap diletakkan pada tempat foramen infra orbitalis untuk mencegah tembusnya jarum mengenai bola mataBibir atas diangkat dengan ibu jariLakukan desinfeksi pada muko bukkal regio premolar dua rahang atasPergunakan jarum 27 gauge dan 1 5/8 inchJarum suntikan tersebut ditusukkan pada lipatan muko bukal regio premolar dua rahang atas, mengikuti arah garis khayalan yang telah dibuat. Untuk mengurangi rasa sakit, pada saat jarum menembus mukosa, injeksikan beberapa strip larutan, kemudian jarum tersebut diteruskan secara perlahan-lahan, hingga mencapai foramen intra orbitalis, maka dapat dirasakan oleh jari yang kita letajjan pada foramen tersebut.Aspirasi, kemudian keluarkan anestetikum sebanyak 1-1½ cc (jumlah larutan tersebut tergantung dari kebutuhan) (2)
b. Extra oral approach :
Indikasi : bila intra oral approach tidak dapat dilakukan, misalnya ada peradangan.
Tekniknya : (2)
Tentukan letak foramen intra orbital (sama dengan teknik pada intra oral approach)Pada waktu akan di tusuk jarum, penderita dianjurkan menutup mata untuk mencegah kemungkinan bahaya untuk mataTitik insersi jarum kira-kira 1 cm di bawah foramen infra orbital, kita memasukkan jarum dengan membuat sudut 45º, dan jarum tersebut diluncurkan sesuai dengan arah garis khayalan sejajar 1 cm, kemudian keluarkan secara perlahan-lahan larutan anestetik. Ujung jarum dimasukkan melalui papila nasopalatina sampai ke lubang masuk kanalis insisivus. Bila tulang berkontak dengan jarum, jarum harus ditarik kira-kira 0,5-1 mm. Kira-kira 0,1-0,2 ml larutan didepositkan, larutan tidak boleh dikeluarkan terlalu cepat karena dapat menimbulkan rasa tidak enak. Jaringan akan memucat, dan timbulnya analgesia cukup cepat.
II.2.4 Blok Nervus Naso Palatinus
Nervus naso palatinus keluar dari foramen incisivus. Daerah yang teranestesi adalah bagian bukkal dari palatum durum sampai gigi caninus kiri dan kanan.(2)
Anatomi Landmark : (2)
Incisivus papillaIncisivus centralis
Tekniknya : (2)
Incisivus papilla ini sangat sensitif, eleh karena itu pada penusukan jarum yang pertama harus disuntikkan beberapa tetes anestetikum. Kemudian jarum tersebut diluncurkan dalam arah paralel dengan longaxis gigi incisivus, dan tetap dalam garis median.Jarum tersebut diluncurkan kira-kira 2 mm kemudian larutan anestesi dikeluarkan secara perlahan-lahan sebanyak 0,5 cc.Jarum yang digunakan adalah jarum yang pendekAnalgesia palatum pada salah satu sisi sampai kekaninus dapat diperoleh dengan mendepositkan 0,5-0,75 ml larutan pada syaraf palatina besar ketika syaraf keluar dari foramen palatina besar.Secara klinis, jarum dimasukkan 0,5 cm. Suntikan diberikan perlahan
karena jaringan melekat erat. Mukosa dapat memutih, dan ludah dari kelenjar ludah minor dapat dikeluarkan.
II.2.5 Blok Nervus Palatinus Anterior
Syaraf ini keluar dari foramen palatinus major. Daerah yang teranestesi adalah bagian posterior dari palatum durum mulai dari premolar(2)
Anatomi Landmark : (2)
Molar dua dan tiga maxillaTepi gingiva sebelah palatinal dari molar dua dan molar tiga maxillaGaris khayal yang kita buat dari 1/3 bagian tepi gingiva sebelah palatinal ke arah garis tengah palatum.
Indikasi : (2)
Untuk anestesi daerah palatum dari premolar satu sampai molar tigaUntuk operasi daerah posterior dari palatum durum.
Tekniknya : (2)
Nervus palatinus anterior keluar dari foramen palatinus mayor yang terletak antara molar dua, molar tiga dan 1/3 bagian dari gingiva molar menuju garis medianJika tempat tersebut telah ditentukan, tusuklah jarum dari posisi berlawanan mulut (bila di suntikkan pada sebelah kanan, maka arah jarum dari kiri menuju kanan)Sehingga membentuk sudut 90º dengan curve tulang palatinalJarum tersebut ditusukkan perlahan-lahan hingga kontak dengan tulang kemudian kita semprotkan anestetikum sebanyak 0,25-0,5 cc.
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Teknik-teknik anastesi blok pada maksila : (3)
Injeksi Zigomatik
Titik suntikan terletak pada lipatan mukosa tertinggi diatas akar distobukal molar kedua atas. Arahkan jarum ke atas dan ke dalam dengan kedalaman kurang lebih 20 mm. ujung jarum harus tetap menempel pada periosteum untuk menghindari masuknya jarum ke dalam plexus venosus pterygoideus.
Perlu diingat bahwa injeksi zigomatik ini biasanya tidak dapat menganestesi akar mesiobukal molar pertama atas. Karen itu, apabila gigi tersebut perlu dianestesi untuk prosedur operatif atau ekstraksi, harus dilakukan injeksi supraperiosteal yaitu di atas premolar kedua. Untuk ekstraksi satu atau semua gigi molar, lakukanlah injeksi n.palatinus major. (3)
Injeksi Infraorbital
Pertama-tama tentukan letak foramen infraorbitale dengan cara palpasi. Foramen ini terletak tepat dibawah crista infraorbitalis pada garis vertikal yang menghubungkan pupil mata apabila pasien memandang lurus ke depan. Tarik pipi, posisi jari yang mempalpasi jangna dirubah dan tusukkan jarum dari seberang gigi premolar ke dua, kira-kira 5 mm ke luar dari permukaan bukal. Arahkan jarum sejajar dengan aksis panjang gigi premolar kedua sampai jarum dirasakan masuk kedalam foramen infraorbitale di bawah jari yang mempalpasi foramen ini. Kurang lebih 2 cc anestetikum dideponir perlahan-lahan.
Beberapa operator menyukai pendekatan dari arah garis median, dalam hal ini, bagian yang di tusuk adalah pada titik refleksi tertinggi dari membran mukosa antara incisivus sentral dan lateral. Dengan cara ini, jarum tidak perlu melalui otot-otot wajah.
Untuk memperkecil resiko masuknya jarum ke dalam orbita, klinisi pemula sebaiknya mengukur dulu jarak dariforamen infraorbitale ke ujung tonjol bukal gigi premolar ke dua atas. Kemudian ukuran ini dipindahkan ke jarum. Apabila ditransfer pada siringe jarak tersebut sampai pada titik perbatasan antara bagian yang runcing dengan bagian yang bergigi. Pada waktu jarum diinsersikan sejajar dengan aksis gigi premolar kedua, ujungnya akan terletak tepat pada foramen infraorbitale jika garis batas tepat setinggi ujung bukal bonjol gigi
premolar kedua. Jika foramen diraba perlahan, pulsasi pembuluh darah kadang bisa dirasakan. (3)
Injeksi N. Nasopalatinus
Titik suntikan terletak sepanjang papilla incisivus yang berlokasi pada garis tengah rahang, di posterior gigi insicivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada garis tengah menuju canalis palatina anterior. Walaupun anestesi topikal bisa digunakan untuk membantu mengurangi rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus digunakan untuk injeksi nasopalatinus. Di anjurkan juga untuk melakukan anestesi permulaan pada jarigan yang akan dilalui jarum.
Injeksi ini menganestesi mukoperosteum sepertiga anterior palatum yaitu dari kaninus satu ke kaninus yang lain. Meskipun demikian bila diperlukan anestesi daerah kaninus, injeksi ini biasanya lebih dapat diandalkan daripada injeksi palatuna sebagian pada daerah kuspid dengan maksud menganestesi setiap cabang n.palatinus major yang bersitumpang. (3)
Injeksi Nervus Palatinus Major
Tentukan titik tengah garis kayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga atas di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan anestetikum sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.
Karena hanya bagian n.palatinus major yang keluar dari foramen palatinum majus (foramen palatinum posterior) yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau deponir anestetikum dalam jumlah besar pada orifisium foramen akan menyebabkan teranestesinya n.palatinus medius sehingga palatum molle menjadi keras. Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya gagging.
Injeksi ini menganestesi mukoperosteum palatum dari tuber maxillae sampai ke regio kaninus dan dari garis tengah ke crista gingiva pada sisi bersangkutan. (3)
Injeksi Sebagian Nervus Palatinus
Injeksi ini biasanya hanya untuk ekstraksi gigi atau pembedahan. Injeksi ini digunakan bersama dengan injeksi supraperiosteal atau zigomatik.
Kadang-kadang bila injeksi upraperiosteal dan zigomatik digunakan untuk prosedur dentistry operatif pada regio premolar atau molar atas, gigi tersebut masih tetap terasa sakit. Disini, anestesi bila dilengkapi dengan mendeponir sedikit anestetikum di dekat gigi tersebut sepanjang perjalanan n.palatinus major. (3)
IV.2 Kegagalan Anatesia(5)
Banyak kasus kegagalan dalam mendapatkan anestesia yang memadai dengan injeksi anestetikum lokal. Beberapa mengkin gagal sama sekali, sedangkan lainnya hanya pada injeksi atau daerah mulut tertentu saja. Memang ada variasi individual dalam menerima efek obat-obatan tertentu. Pada pasien yang peka terhadap anestetikum lokal, sejumlah kecil anestetikum saja sudah dapat berdifusi dengan mudah dan memberikan efek anestesia yang kuat pada daerah yang luas, sedangkan pada pasien yang kurang peka diperlukan larutan yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama.
Rasa takut bisa menyebabkan pasien menjadi gelisah meski sebenarnya ia tidak merasa takut. Anomali inervasi nervus atau variasi bentuk dan kepadatan tulang juga dapat menghambat usaha operator untuk mendapat efek anestesi yang layak. Kurangnya pengetahuan mengenai anatomi bisa mengakibatkan teknik anetesi yang digunakan kurang baik sehingga akhirnya menimbulkan kegagalan.
Kecerobohan, rasa percaya diri yang berlebihan, keacuhan atau operasi yang dilakukan sebelum efek anestesi maksimal, merupakan penyebab kegagalan pada beberap kasus. Operasi yang dilakukan sebelum efek anestesi yang memuaskan diperoleh, akan memberikan hasil akhir yang meragukan. Jaringan-jaringan yang mengalami peradangan dan infeksi kronis tidak mudah dianestesi.(5)
Pada injeksi n.mentalis, kegagalan akan timbul apabila jarum tidak masuk ke dalam foramen mentale atau jika n.lingualis atau nn.cervicales superficiales tidak teranestesi.
Injeksi Supraperiosteal
Teknik Anestesi Gigi - Keringkan membran mukosa dan olesi dengan antiseptik. Pasien dilarang menutup mulut sebelum injeksi dilakukan. Dengan menggunakan kassa atau kapas yang diletakkan di antara jari dan membran mukosa mulut, tariklah pipi atau bibir serta membran mukosa yang bergerak ke arah bawah untuk rahang atas dan ke arah atas untuk rahang bawah, untuk memperjelas daerah lipatan mukobukal atau mukolabial.
Untuk memperjelas dapat diulaskan yodium pada jaringan tersebut. Membran mukosa akan berwarna lebih gelap, suntiklah jaringan pada lipatan mukosa dengan jarum mengarah ke tulang dengan mempertahankan jarum sejajar bidang tulang. Lanjutkan tusukan jarum menyelusuri periosteum sampai ujungnya mencapai setinggi akar gigi. Untuk menghindari gembungan pada jaringan dan mengurangi rasa sakit, obat dikeluarkan secara perlahan. Anestesi akan terjadi dalam waktu 5 menit.
Nervus Alveolaris Superior Posterior
Teknik Anestesi Gigi - Untuk molar ketiga, kedua dan akar distal dan palatal molar pertama. Titik suntikan
terletak pada lipatan mukobukal di atas gigi molar kedua atas, gerakkan jarum ke arah distal dan superior kemudian suntikkan obat anestesi 1-2 ml di atas apeks akar gigi molar ketiga.
Untuk melengkapi anestesi pada gigi molar pertama, dapat diberikan injeksi supraperiosteal di atas apeks akar premolar kedua.
Injeksi ini cukup untuk prosedur operatif, sedangkan untuk ekstraksi atau bedah periodontal, dilakukan penyuntikan pada nervi palatini minor sebagai tambahan.
Nervus Alveolaris Superior MediusTeknik Anestesi Gigi - Untuk premolar pertama dan kedua, serta akar mesial gigi molar pertama.
Titik suntikan adalah lipatan mukobukal di atas gigi premolar pertama. Jarum diarahkan ke suatu titik sedikit di atas apeks akar, kemudian suntikkan obat anestesi perlahan-lahan. Agar akurat, raba kontur tulang dengan hati-hati.
Injeksi ini cukup untuk prosedur operatif, sedangkan untuk ekstraksi atau bedah periodontal, dilakukan injeksi palatinal.
Nervus Alveolaris Superior Anterior Teknik Anestesi Gigi - Untuk keenam gigi anterior. Titik suntikan terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus. Jarum diarahkan ke apeks kaninus, suntikkan obat di atas apeks akar gigi tersebut.
Injeksi ini sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk ekstraksi atau bedah, harus ditambahkan injeksi palatinal pada regio kaninus atau foramen insisivus.
Teknik Anestesi Blok Mandibula
Teknik Anestesi Gigi - Obat anestesi disuntikkan pada suatu titik di antara otak dan daerah yang dioperasi, menembus batang saraf atau serabut saraf pada titik tempat anestesi disuntikkan sehingga memblok sensasi yang datang dari distal.
Keuntungannya adalah hanya dengan sedikit titik suntikan dapat diperoleh daerah anestesi yang luas dan dapat menganestesi tempat-tempat yang merupakan kontraindikasi injeksi supraperiosteal.
Blok anestesi biasanya paling efektif pada molar kedua bawah.
Jika blok menyeluruh pada salah satu sisi mandibular tidak diperlukan, atau bila karena alasan tertentu
injeksi mandibular menjadi kontraindikasi, blok sebagian bisa dilakukan dengan injeksi mentalis.
Jika sulit melakukan anestesi terhadap gigi atas dengan menggunakan injeksi supraperiosteal atau jika diperlukan anestesi untuk beberapa gigi sekaligus, akan lebih efektif bila digunakan injeksi infraorbital atau zigomatik.
Injeksi MandibularTeknik Anestesi Gigi - Dilakukan palpasi fossa retromolaris dengan jari telunjuk sehingga kuku jari menempel pada linea oblikua. Dengan bagian belakang jarum suntik terletak di antara kedua premolar pada sisi yang berlawanan jarum diarahkan sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi mandibula ke arah ramus dan jari. Jarum ditusukkan pada apeks trigonum pterygomandibular dan gerakan jarum di antara ramus dan ligamentum serta otot yang menutupi fasies interna ramus diteruskan sampai ujungnya kontak dengan dinding posterior sulkus mandibularis. Keluarkan 1,5 ml obat anestesi di sini (rata-rata kedalaman insersi jarum adalah 15 mm, tapi bervariasi tergantung ukuran mandibula dan proporsinya berubah sejalan dengan pertambahan umur). Dapat juga menganestesi nervus lingualis dengan cara mengeluarkan obat anestesi pada pertengahan perjalanan masuknya jarum.
Injeksi MentalisTeknik Anestesi Gigi - Untuk menganestesi gigi premolar dan kaninus untuk prosedur operatif. Untuk
menganestesi gigi insisivus, serabut saraf yang bersimpangan dari sisi yang lain juga harus diblok. Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar bawah. Foramen biasanya terletak di salah satu apeks akar gigi premolar tersebut. Pipi ditarik ke arah bukal dari gigi premolar. Jarum dimasukkan ke dalam membran mukosa di antara kedua gigi premolar dengan jarak 10 mm eksternal dari permukaan bukal mandibula. Posisi jarum suntik membentuk sudut 45° terhadap permukaan bukal mandibula, mengarah ke apeks akar premolar kedua. Tusukkan jarum tersebut sampai menyentuh tulang. Masukkan 0,5 ml obat anestesi, tunggu sebentar. kemudian gerakkan ujung jarum tanpa menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke dalam foramen (jaga agar tetap membentuk sudut 45° agar jarum tidak terpeleset ke balik periosteum dan memperbesar kemungkinan masuknya jarum ke foramen), dan masukkan kembali 0,5 ml obat anestesi dengan hati-hati.
Untuk ekstraksi harus dilakukan injeksi lingual.
Injeksi LingualTeknik Anestesi Gigi - Untuk gigi premolar dan gigi anterior, karena jaringan lunak pada permukaan lingual mandibula tidak teranestesi dengan injeksi foramen mental dan injeksi mandibular.
Jarum disuntikkan pada mukoperiosteum lingual setinggi setengah panjang akar gigi yang dianestesi. Karena posisi dari gigi insisivus, daerah ini sulit dicapai dengan jarum lurus. Jadi jarum sebaiknya dibengkokkan dengan cara menekannya di antara ibu jari dan jari lain.
Injeksi Nervus Nasopalatinus
Teknik Anestesi Gigi - Untuk ekstraksi gigi atau anestesi mukoperiosteum sepertiga anterior palatum, yaitu dari kaninus satu ke kaninus yang lain.
Titik suntikan terletak sepanjang papil insisivus yang berlokasi pada garis tengah rahang, di posterior gigi insisivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada garis tengah menuju kanalis palatina anterior. Walau anestesi topikal bisa digunakan untuk membantu mengurangi rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus dipakai untuk injeksi nasopalatinus. Sebaiknya dilakukan anestesi permulaan pada jaringan yang akan dilalui jarum.
Injeksi Nervus Palatinus Mayor
Teknik Anestesi Gigi - Untuk ekstraksi gigi atau anestesi mukoperiosteum palatum dari tuber maksila sampai ke regio kaninus dan dari garis tengah ke krista gingiva pada sisi bersangkutan.
Tentukan titik tengah garis khayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga atas di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan obat anestesi sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.
Karena hanya bagian dari nervus palatinus mayor yang keluar dari foramen palatinum posterior yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau penyuntikkan obat anestesi dalam jumlah besar pada orifisium foramen akan menyebabkan teranestesinya nervus palatinus medius sehingga palatum molle menjadi kebal. Akibatnya akan timbul gagging.