11. bab ii - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2007-3-00483-tias bab...
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Pengendalian Kualitas pada Industri Manufaktur
Kata “kualitas” memiliki definisi yang sangat beraneka ragam. Para pakar
kualitas memberikan definisi masing-masing, antara lain (Ariani, 2004):
1. J.M. Juran “kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya.”
2. Crosby “kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi
availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness.”
3. Deming “kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan
sekarang dan di masa mendatang.”
4. Feigenbaum “kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan
jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan
maintenance, dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan
sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.”
5. Scherkenbach “kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan
menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan
harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai
produk tersebut.”
6. Elliot “kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda
dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan
tujuan.”
11
7. Goetch dan Davis “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan
dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi
atau melebihi apa yang diharapkan.”
Dapat dikatakan bahwa secara garis besar, kualitas adalah keseluruhan ciri
atau karakteristik produk atau jasa dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dan
harapan pelanggan.
Kualitas dinilai dengan beberapa dimensi, yang disebut dengan dimensi
kualitas, meliputi (Ariani, 2004):
1. Performance, yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu
sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk.
2. Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang
merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang
baik bagi pelanggan.
3. Reliability, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena
kehandalannya atau karena kemungkinan kerusakan yang rendah.
4. Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu
atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang
telah ditetapkan.
5. Durability, yaitu tingkat ketahanan/awet produk atau lama umur produk.
6. Serviceability, yaitu kemudahan produk itu bila akan diperbaiki atau
kemudahan memperoleh komponen produk tersebut.
12
7. Aesthetic, yaitu keindahan atau daya tarik produk tersebut.
8. Perception, yaitu fanatisme konsumen akan merek suatu produk tertentu
karena citra atau reputasi produk itu sendiri.
Kualitas pada industri manufaktur selain menekankan pada produk yang
dihasilkan, juga perlu diperhatikan kualitas pada proses produksi. Dimana yang
terbaik adalah apabila perhatian pada kualitas bukan pada produk akhir, melainkan
proses produksinya atau produk yang masih ada dalam proses (Work in Process),
sehingga bila diketahui ada cacat atau kesalahan masih dapat diperbaiki.
Sedangkan kata “kendali” didefinisikan sebagai kegiatan mengarahkan,
mempengaruhi, verifikasi dan perbaikan untuk menjamin penerimaan produk tertentu
sesuai rancangan dan spesifikasi (Feigenbaum, 1983).
Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang
dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan
spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan perbaikan yang sesuai apabila
ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar.
Tahapan pada kegiatan pengendalian kualitas mengandung prinsip-prinsip
sebagai berikut (Purnomo, 2003):
1. Penetapan standar, dengan mempertimbangkan pemenuhan standar
kualitas harga, kualitas penampilan, kualitas keamanan dan kualitas
kepercayaan produk.
2. Pengamatan terhadap performansi produk atau proses.
13
3. Membandingkan performansi yang ditampilkan dengan standar yang
berlaku.
4. Mengambil tindakan-tindakan bila terdapat penyimpangan-penyimpangan
yang cukup signifikan, dan jika perlu dibuat tindakan-tindakan untuk
mengoreksi permasalahan dan penyebabnya melalui faktor-faktor
pemasaran, desain, mesin, produksi, perawatan yang mempengaruhi
kepuasaan pelanggan.
5. Rencana peningkatan, dengan mengembangkan usaha berkelanjutan untuk
meningkatkan standar harga, performa, keamanan dan kepercayaan.
Berdasarkan tahapan-tahapan pada kegiatan pengendalian kualitas tersebut,
maka pengendalian kualitas bertujuan untuk mengendalikan kualitas produk atau jasa
yang dapat memuaskan konsumen, mengurangi biaya kualitas keseluruhan,
menurunkan cacat/defect, memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk yang
dihasilkan.
2.2 Pengendalian Kualitas Proses Statistik
2.2.1 Definisi dan Tujuan
Pengendalian kualitas proses statistik (Statistical Process Control /
SPC) merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan sebagai
pemonitor, pengendali, penganalisis, pengelola, dan memperbaiki proses
menggunakan metode-metode statistik (Ariani, 2004).
SPC merupakan penerapan metode-metode statistik untuk pengukuran
dan analisis variasi proses. Dengan menggunakan SPC maka dapat dilakukan
14
analisis dan minimasi penyimpangan, mengevaluasi kemampuan proses, dan
membuat hubungan antara konsep dan teknik yang ada untuk mengadakan
perbaikan proses.
Sasaran SPC terutama adalah mengadakan pengurangan terhadap
variasi atau kesalahan-kesalahan proses. Selain itu, tujuan utama dalam SPC
adalah mendeteksi adanya penyebab khusus dalam variasi atau kesalahan
proses melalui analisis data dari masa lalu maupun masa mendatang (Ariani,
2004).
Dalam SPC, teknik-teknik tersebut diaplikasikan guna memeriksa dan
menguji data untuk menentukan standar dan mengecek kesesuaian produk
untuk mencapai proses manufaktur yang maksimum.
2.2.2 Konsep Variasi dalam Proses Produksi
Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau
operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output
(barang/jasa) yang dihasilkan. (Gazpersz, 2003)
Pada dasarnya dikenal dua penyebab timbulnya variasi proses, yaitu:
(Gazpersz, 2003)
1. Variasi penyebab khusus (special causes)
Kejadian-kejadian diluar sistem yang mempengaruhi variasi dalam
sistem yang merupakan kesalahan yang berlebihan. Penyebab ini
dapat bersumber dari manusia, peralatan, material, lingkungan, dan
15
metode kerja. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola non acak
sehingga dapat diidentifikasikan, karena penyebab ini tidak selalu
aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh lebih kuat pada proses
sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses
statistik menggunakan peta kendali, jenis variasi ini sering ditandai
dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-
batas pengendalian yang didefinisikan.
2. Variasi penyebab umum (common causes)
Faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang
menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya.
Dimana untuk menghilangkannya harus menelusuri elemen-elemen
dalam sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistik dengan
menggunakan peta kendali, jenis variasi ini sering ditandai dengan
titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian
yang didefinisikan.
2.2.3 Peta Kendali
Peta kendali merupakan salah satu alat dalam mengendalikan proses.
Umumnya peta kendali dipergunakan untuk : (Gazpersz, 2003)
1. Menentukan apakah proses berada dalam pengendalian statistik.
2. Memantau proses terus-menerus agar proses tetap stabil secara
16
statistik dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
3. Menentukan kemampuan proses (process capability).
Pada dasarnya setiap peta kontrl memiliki:
1. Garis tengah/pusat (central line/CL) merupakan target nilai.
2. Sepasang batas kontrol (control limits), dimana satu batas kontrol
ditempatkan di atas central line merupakan batas kontrol atas (upper
control limit/UCL), dan yang satu lagi ditempatkan di bawah central
line merupakan batas kontrol bawah (lower control limit/LCL).
3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan
keadaan dari proses, dimana jika semua nilai yang diplot berada di
dalam batas kontrol tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu,
maka proses dianggap berada dalam keadaan terkendali. Namun, jika
semua nilai yang diplot berada di luar kontrol atau memperlihatkan
kecenderungan tertentu, maka proses dianggap tidak terkendali
sehingga perlu diambil tindakan korektif untuk memperbaiki proses
yang ada. Ilustrasi dari sebuah peta kendali dapat dilihat pada gambar
17
p
Gambar 2.1. Ilustrasi Peta Kendali
Beberapa kriteria untuk kondisi diluar kendali yang biasa digunakan,
adalah (Montgomery, 1995):
1. Satu titik berada di luar batas pengendali 3-sigma.
2 Dua dari tiga titik yang berturutan berada di luar batas peringatan 2-
sigma.
3. Empat dari lima titik yang berturutan berada pada jarak 1-sigma atau
berada jauh dari garis tengah.
4. Delapan titik yang berturutan berada pada satu sisi dari garis tengah.
2.2.4 Kemampuan Proses
Analisis kemampuan proses mendefinisikan kemampuan proses
memenuhi spesifikasi atau mengukur kinerja proses. Analisis kemampuan
18
proses ini digunakan untuk memprediksi kinerja jangka panjang yang berada
dalam batas pengendali proses statistik, karena analisis ini menguji
variabilitas dalam karakteristik-karakteristik proses dan apakah proses mampu
menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi.
Analisis kemampuan proses membedakan kesesuaian dengan batas-
batas toleransi. Oleh karenanya, ada dua kondisi yang mungkin terjadi, yaitu
(Ariani, 2004):
1. Jika rata-rata proses dalam batas pengendali dan berada dalam batas
spesifikasi, atau
2. Berada dalam batas pengendali tetapi tidak berada dalam batas
spesifikasi.
Cara yang baik untuk menyatakan kemampuan proses adalah melalui
perbandingan kemampuan proses (PKP). Perbandingan kemampuan proses
adalah ukuran kemampuan proses untuk menghasilkan produk yang
memenuhi spesifikasi (Montgomery, 1995). Perbandingan kemampuan proses
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.1).
dimana : PKP = perbandingan kemampuan proses
(UCL)BSA – (LCL)BSB (Cp) PKP
= 6 σ
19
BSA = batas spesifikasi atas
BSB = batas spesifikasi bawah
σ = standar deviasi
Beberapa tujuan dilaksanakannya analisis kemampuan proses, yaitu:
1. Memprediksi variabilitas proses yang ada.
2. Memilih diantara proses-proses yang paling tepat atau memenuhi
toleransi.
3. Merencanakan hubungan diantara proses-proses yang berurutan.
2.3 7 Quality Control (QC) Tools
Alat bantu pengendalian kualitas yang juga biasa digunakan adalah 7-QC
tools, yang antara lain terdiri dari :
1. Lembar Pengumpulan Data ( Check Sheet )
2. Stratifikasi Data
3. Histogram
4. Diagram Pareto
5. Diagram Sebab Akibat ( Cause & Effect Diagram )
6. Diagram Pencar ( Scatter Diagram )
7. Grafik dan Bagan Pengendali
20
2.3.1 Lembar Pengumpulan Data ( Check Sheet )
Lembar Pengumpulan Data ( Check Sheet ) ini merupakan alat bantu
untuk memudahkan pengumpulan data.
Aplikasi penggunaan Check Sheet ini dalam pengendalian kualitas biasanya
untuk keperluan, antara lain :
1. Membantu memahami situasi sebenarnya yang terjadi pada suatu
proses(membedakan antara opini dan fakta)
2. Menganalisa permasalahan (seberapa sering suatu masalah terjadi)
3. Mengendalikan proses yang sedang berjalan
4. Sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan
5. Sebagai salah satu acuan untuk membuat perencanaan lebih lanjut
2.3.2 Stratifikasi Data
Stratifikasi data memiliki maksud yaitu mengelompokkan data
menjadi unsur-unsur tunggal yang lebih jelas.
Misalnya pengelompokan masalah berdasarkan:
1. Jenis kerusakan, penyebab kerusakan, lokasi kerusakan, intensitas
kejadian, dll
2. Material yang biasa mengalami kerusakan, tanggal produksi, line
produksi, shift produksi, lot produksi, dll.
21
2.3.3 Histogram
Histogram adalah salah satu alat bantu dalam memecahkan masalah
yang berupa grafik khusus yang menggambarkan penyebaran data sebagai
hasil dari satu macam pengukuran dari suatu proses, yang dapat digunakan
untuk:
1. Membuktikan atau menyelidiki apakah suatu proses benar-benar
terjadi. Dimana histogram akan berfungsi sebagai indikator masalah
dan dengan penyelidikan lebih lanjut dapat dibuktikan sumber atau
sebab masalah tersebut.
2. Menyampaikan informasi mengenai variasi dalam suatu proses.
3. Mengambil keputusan dengan memusatkan perhatian pada upaya
perbaikan.
35
11
24 25
1210
43 3
0
5
10
15
20
25
30
Range
Frek
uens
i
Gambar 2.2 Histogram
22
2.3.4 Diagram Pareto
Alat lain dari 7-QC tools yang sering digunakan adalah ‘diagram
pareto’. Diagram pareto ini sebenarnya adalah diagram batang biasa, namun
memiliki spesifikasi khusus yang berkaitan dengan penentuan skala prioritas
dari penanganan suatu permasalahan.
Beberapa kegunaan dari diagram pareto ini adalah:
1. Menunjukkan persoalan utama yang ada pada suatu proses/rangkaian
proses.
2. Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan terhadap
keseluruhan.
3. Menunjukkan skala prioritas dari setiap permasalahan yang sedang
dibahas
4. Sebagai alat untuk melakukan evaluasi, terhadap tingkat keberhasilan
dari suatu proses perbaikan.
315
135 11375
37 2352
050
100150200250300350
Meler Kotor Amplasan Tipis Pin, Hole Oli Lain-lain0%20%40%60%80%100%120%
Gambar 2.3 Diagram Pareto
23
2.3.5 Diagram Sebab Akibat (Cause & Effect Diagram / Fish Bone
Diagram)
Diagram sebab akibat atau yang lebih dikenal dengan nama
diagram tulang ikan (fish bone diagram) diperkenalkan pertama kalinya
oleh Prof. Koru Ishikawa pada tahun 1943. Diagram fish bone atau tulang
ikan dapat digunakan untuk :
1. Memperlihatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas
hasil
2. Membuat kategori atau mengelompokkan berbagai sebab potensial
dari suatu masalah.
3. Menjelaskan suatu proses bekerja dan masalah-masalah yang terjadi
didalamnya.
Diagram tulang ikan ini pada umumnya memiliki 5 faktor utama
yang perlu diperhatikan dalam setiap penyusunannya, seperti terlihat
dalam gambar dibawah ini.
24
Gambar 2.4 Diagram Tulang Ikan
2.3.6
Scater Diagram
Scater diagram merupakan diagram yang menggambarkan korelasi
(hubungan) antara dua faktor/data yang ada. Dengan menggunakan
diagram ini, kita dapat melihat apakah dua faktor yang kita uji tersebut saling
berpengaruh / memiliki korelasi atau tidak.
Diagram ini dapat berguna untuk menguji tingkat hubungan dua
kelompok data dan menemukan penyebab yang perlu dikendalikan dan
ditingkatkan. Hubungan tersebut dapat berupa korelasi positif, korelasi
negatif, atau tidak ada korelasi sama sekali antara kedua kelompok data
tersebut.
25
0123456789
10111213
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jumlah Kunjungan
Has
il Pe
njua
lan
Gambar 2.5 Scater Diagram
2.3.7 Grafik dan Bagan Pengendalian
2.3.7.1 Grafik
Grafik adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk
membantu dalam menganalisa masalah. Metode grafik dapat dibuat
dengan tiga macam cara yaitu:
Metode grafik yang paling sederhana dan banyak digunakan
dalam menggambarkan tren dari suatu kasus dalam suatu kurun waktu
tertentu adalah line grafik atau grafik garis. Diagram garis adalah
grafik yang dapat digunakan untuk menggambarkan atau menunjukan
kecenderungan suatu masalah. Didalam diagram garis, suatu masalah
atau periode waktu akan direpresentasikan oleh sumbu horizontal,
sedangkan banyaknya kejadian/ jumlah kasus yang diamati akan
direpresentasikan pada sumbu vertical.
26
Untuk mengetahui masalah yang paling dominan dapat dilihat pada
titik tertinggi yang dicapai.
0
5
10
15
20
25
30
35
BATTERY GTZ5S GS 16 21 27 22 29 20 17 16 16 11 17 15
BATTERY GM5Z-3B 11 18 4 - 3 1 8 5 5 12 8 10
BATERRY YTZ5S 7 10 6 2 - 2 4 2 3 4 12 7
TUBE,TIRE2.25/2.50-17 - 3 4 8 3 6 6 10 10 13 15 5
TUBE,TIRE 2.75-17 2 8 12 8 13 6 8 19 20 32 33 4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gambar 2.6 Line Grafik
Metode grafik berikutnya adalah bar grafik / grafik batang.
Grafik Batang adalah grafik yang digunakan untuk membandingkan
secara kualitatif data yang satu dengan data lain yang sejenis. Dengan
metode grafik batang juga dapat menunjukan kecenderungan suatu
masalah secara nominal. Berikut adalah contoh penggunaan grafik
batang :
27
SPOKE SET
TUBE,TIRE 3.00/3.25-18
HUB ASSY, RR WHEEL
CARBURATOR ASSY
TUBE,TIRE 2.75-17
TUBE,TIRE2.25/2.50-17
BATERRY YTZ5S
BATTERY GTZ5S GS
BATTERY GM5Z-3B
PLATE OIL SEPARATOR
- 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Gambar 2.7 Bar Grafik
Grafik batang tersebut diatas menunjukkan jumlah / banyak
claim sepeda motor beserta dengan variasi kasusnya, terutama untuk
type Cub (bebek). Grafik tersebut menunjukkan bahwa kasus dominan
yang terjadi pada sepeda motor type Cub (bebek) dalam satu kurun
waktu tertentu adalah kasus Carburator bocor.
Metode grafik yang juga sering digunakan adalah pie grafik.
Pie Grafik adalah grafik yang dapat digunakan untuk menggambarkan
prosentase dari masing-masing terhadap keseluruhan. Berikut adalah
contoh penggunaan Pie Chart untuk menggambarkan status judgement
claim C1 pada periode November 2006.
28
C1 Claim JudgmentNov 2006
11.1%
0.6%1.6%
1.3% 0.9%0.0%
2.5%0.0%
77.5%
0.9%
3.5%
CLAIM APPROVED
NO TROUBLE FOUND
MISMATCH PRODUCTION DATE
OVERCHARGED (BATTERY)
NOT FACTORY FAULT
SULFATION (BATTERY)
PARTS WERE NOT COMPLETE
NOT ALLOWED TO BEREPAIREDEX REPAIRED
INSUFFICIENT INFORMATION
OTHERS
Gambar 2.8 Pie Grafik
Dalam grafik tersebut diatas ditunjukkan prosentase dari
masing-masing judgment claim, mulai dari status claim yang diterima,
claim yang ditolak dengan beberapa macam alasan penolakan (misal:
tidak diketemukan masalah, sulfation, bukan salah pabrikan, part ex
repair, dll) diperbandingkan terhadap keseluruhan claim C1 yang
masuk.
2.3.7.2 Bagan Pengendalian
Data yang akan digunakan dalam bahasan kali ini adalah data –
data variabel (variable data), dimana data – data tersebut merupakan
data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Karakteristik
dari data variabel ini bisa ditunjukkan pada data – data ukur, misalnya
: ketebalan plat, diameter ulir, konisitas cylinder, volume ruang bakar,
29
dan lain sebagainya. Bagan pengendalian yang biasa dan cocok untuk
memantau proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinyu
adalah peta kontrol X dan R. Bagan kendali X dan R ini menjelaskan
tentang apakah perubahan – perubahan telah terjadi dalam ukuran titik
pusat (central tendency) atau rata – rata dari suatu proses.
Batas – batas kontrol yang harus disiapkan terlebih dahulu sebelum
membangun bagan kendali adalah, sbb :
Untuk pembuatan X control chart, rumus yang digunakan adalah :
UCL = X + A 2 R
LCL = X – A 2 R
Untuk pembuatan R control chart, rumus yang digunakan adalah :
UCL = D 4 X R
2.4 Plate Oil Separator
Gambaran mengenai proses yang dilalui oleh plate oil separator pada
bagian machining adalah sebagai berikut :
30
Sesuai dengan Operation Standar (OS) yang dibuat oleh bagian Process
Engineering Departemen untuk proses Machining Plate Oil Separator, proses yang
dilalui oleh Raw material berupa part casting sampai dengan menjadi finish good
adalah sebagai berikut:
DIES, JIG, TOOLS
SPEC.
MESIN
PROSES TOOLS NAMA SPECIFICATION
JIG L :
TURNING 1,2 C 204008 Insert CCGX 09T308 ALH 13
OKUMA
HOWA Holder
S25T - SCLCR09 – M
M06-
TU153C-01A 3,4,5 C 204009 Insert
CCMW 09T304 FP CCMW 3 FP CD10
Holder SCLCL 2020K 09
JIG R :
TURNING 1 C 204008 Insert CCGX 09T308 ALH 13
OKUMA
HOWA Holder
SCLCL 2020K 09
M06-
TU153C-01A 2,5 C 404012 Insert
TM 151.2-3 G16 - 220284H13A
Holder LF 151.22 - 2525 – 30
3,4,6 C 204009 Insert CCMW 09T304 FP CCMW 3 FP CD10
Holder SCLCL 2020K 09
Gambar 2.9. Proses Machining Plate Oil Separator
31
Gambar 2.10 Urutan proses machining pada plate oil separator
Raw material plate oil separator berasal dari hasil proses blank casting yang
selanjutnya melalui proses machining yang terdiri dari, sebagai berikut :
• Facing, Turning
Raw material mengalami proses Facing dan Turning pada Jig I (jig L),
dimana pencekaman benda kerja pada bagian diameter luar dari benda kerja.
Proses pada jig L ini adalah untuk membuat ø 42 (toleransi :+0.039 dan -
0)mm, membuat alur dudukan Oil seal ukuran 30X42X4.5 mm yaitu
membuat ø 46 (toleransi +0.3 dan 0), membuat chamfer pada dudukan oil seal
yang berfungsi untuk mempermudah proses assembly oil seal serta melakukan
32
finishing terhadap permukaan plate oil separator yang diproses, termasuk
didalamnya dilakukan juga proses roughness untuk memastikan tingkat
kebulatan plate oil separator masih dalam toleransi yang diijinkan.
Kemudian benda kerja diproses kembali pada Jig II (jig R), yang
pencekaman benda kerjanya dilakukan pada bagian diameter dalam yang
sebelumnya sudah diproses pada jig L. Pada jig R ini benda kerja diproses
pembuatan groove dengan ø 111,8 (toleransi : +0 dan -0.2)mm, pembuatan
dan penghalusan ø 115 (toleransi : -0.036 dan -0.071) mm, serta melakukan
finishing terhadap masing-masing permukaan plate oil separator yang
diproses, termasuk didalamnya dilakukan juga proses roughness untuk
memastikan tingkat kebulatan plate oil separator masih dalam toleransi yang
diijinkan.
• Inspection
Setelah mengalami proses machining pada kedua jig tersebut di atas
maka plate oil separator perlu dilakukan inspection untuk pengukuran
masing-masing dimensi sesuai dengan petunjuk yang tercantum dalam
Operation Standar (OS) , hal ini bertujuan untuk menghindari lolosnya plate
oil separator yang tidak sesuai ukurannya sampai ke tangan customer,
walaupun pengecekan dilakukan secara sampling. Proses inspeksi pada
Machining Plate Oil Separator ini dapat ditunjukkan pada bagan berikut ini :
33
Gambar 2.11 Proses dan Point Inspeksi plate oil separator