2007-1-00214-tisi-bab 3.pdf

Upload: fajar-harry

Post on 09-Oct-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB 3

    LANDASAN TEORI

    3.1 Pengukuran Waktu

    Untuk mengukur kebaikan suatu sistem kerja diperlukan prinsip-prinsip

    pengukuran kerja ( work measurement ) yang meliputi teknik-teknik pengukuran waktu

    psikologis dan fisiologis. Sebagai bagian dari pengukuran kerja tersebut, pengukuran

    waktu ( time study ) bertujuan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan

    yang dijadikan waktu standar, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang

    pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaannya yang dijalankan dengan sistem kerja

    terbaik. Hal yang perlu diperhatikan bahwa waktu baku yang dicari adalah suatu

    pengerjaan secara normal, wajar dan suatu pekerjaan yang secara rutin dilakukan oleh

    pekerja atau operator yang telah terlatih. Ini menunjukkan bahwa waktu baku yang

    dicari bukanlah waktu penyelesaian yang diselesaikan secara tidak wajar seperti

    terlampau cepat atau terlampau lambat.

    Meskipun pengukuran waktu pada awalnya lebih banyak diterapkan dalam

    kaitannya dengan upah perangsang, namun pada saaat ini pengukuran waktu dan tenik-

    teknik pengukuran kerja lainnya memiliki manfaat di berbagai bidang antara lain :

    (Barnes, p257-259)

    1. Untuk menentukan jadwal dan perencanaan kerja

    2. Untuk menentukan standar biaya dan membantu persiapan anggaran

    3. Untuk memperkirakan biaya sebuah produk sebelum diproduksi, termasuk

    mempersiapkan penawaran dan menentukan harga jual.

  • 18

    4. Untuk menentukan pemanfaatan mesin, jumlah mesin yang dapat dioperasikan

    seorang operator, dan membantu penyeimbangan lini perakitan.

    5. Untuk menentukan standar waktu yang digunakan sebagai dasar pemberian upah

    perangsang bagi tenaga kerja langsung dan tidak langsung.

    6. Untuk menentukan standar waktu yang digunakan sebagai dasar pengendalian

    biaya tenaga kerja

    Pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi kedalam dua bagian

    (Sritomo, 2000, p170), pertama secara langsung dan kedua secara tidak langsung. Cara

    pertama disebut demikian karena pengukurannya dilaksanakan secara langsung yaitu

    ditempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk

    didalamnya adalah cara jam berhenti dan sampling pekerjaan. Sebaliknya cara tidak

    langsung melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada ditempat pekerjaan yaitu

    dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan

    melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan.

    3.1.1 Pengukuran Waktu Jam Berhenti

    Untuk memperoleh hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggungjawabkan

    maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan

    menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat

    diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang

    berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain.

    Dibawah ini adalah beberapa langkah yang perlu diikuti agar maksud diatas dapat

    tercapai.

  • 19

    3.1.2 Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran

    3.1.2.1 Penetapan Tujuan Pengukuran

    Sebagaimana halnya dengan kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan harus

    ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus

    diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, beberapa tingkat

    ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.Tingkat

    ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan

    oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat

    banyak karena keterbatasan waktu. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan

    maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Sedangkan tingkat

    keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh

    memenuhi syarat ketelitian tadi. Kedua tingkat ketelitian maupun tingkat keyakinan

    diatas dinyatakan dalam persen.

    3.1.2.2 Melakukan Penelitian Pendahuluan

    Hal yang ingin diperoleh dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas

    diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Suatu perusahaan

    biasanya menginginkan waktu kerja yang sesingkat-singkatnya agar dapat meraih

    keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika

    kondisi kerja dari pekerjaan-pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut tidak menunjang

    tercapainya hal tersebut. Selain itu, hal yang sama dapat terjadi apabila cara-cara kerja

    yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan belum baik. Untuk mendapatkan waktu

    penyelesaian yang baik maka perbaikan cara kerja juga perlu dilakukan. Mempelajari

    kondisi kerja dan cara kerja kemudian memperbaikinya, adalah apa yang dilakukan

  • 20

    dalam langkah penelitian pendahuluan. Tentunya ini berlaku jika pengukuran dilakukan

    atas pekerjaan yang telah ada bukan pekerjaan yang baru. Dalam keadaan seperti

    terakhir, maka yang dilakukan bukanlah memperbaiki melainkan merancang kondisi dan

    cara kerja yang baik yang baru sama sekali. Setelah itu perlu dilakukan pembakuan

    secara tertulis sistem kerja yang baik untuk keperluan sebelum, pada saat-saat, maupun

    sesudah pengukuran dilakukan dan waktu baku didapatkan.

    3.1.2.3 Memilih Operator

    Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang

    begitu saja diambil dari pabrik. Orang tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan

    tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat-

    syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.

    3.1.2.4 Melatih Operator

    Walaupun operator yang baik telah didapat, pada kondisi tertentu masih

    diperlukan pelatihan hal tersebut dikarenakan kondisi dan cara kerja pada saat penelitian

    pendahuluan mengalami perubahan sehingga operator harus dilatih terlebih dahulu agar

    terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan.

    3.1.2.5 Mengurai Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan

    Pada tahap ini pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan

    gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur

    waktunya. Berikut ini disebutkan beberapa alasan untuk melakukan penguraian

    pekerjaan atas elemen-elemennya:

  • 21

    1. Menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan

    2. Memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena ketrampilan

    bekerjanya operator belum tentu sama untuk semua bagian dari gerakan-gerakan

    kerjanya.

    3. Memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin saja

    dilakukan operator.

    4. Memungkinkan dikembangkannya Data Waktu Standard atas tempat kerja yang

    bersangkutan.

    Walaupun demikian ketentuan ini tidak bersifat mutlak, artinya jika alasan-

    alasan diatas dianggap tidak penting atau dirasakan tidak akan terjadi maka langkah ini

    tidak perlu dilakukan.

    Pedoman penguraian pekerjaan atas elemen-elemennya, yaitu:

    1. Sesuai dengan ketelitian yang diinginkan, uraikan pekerjaan menjadi elemen-

    elemennya serinci mungkin, tetapi masih dapat diamati oleh indra pengukur dan

    dapat direkam waktunya dengan jam henti yang digunakan.

    2. untuk memudahkan, elemen-elemen pekerjaan hendaknya berupa satu atau

    beberapa elemen gerakan misalnya seperti yang dikembangkan oleh Gelbreth.

    3. Jangan sampai ada elemen yang tertinggal; jumlah dari semua elemen harus tepat

    sama dengan satu pekerjaan yang bersangkutan.

    4. Elemen yang satu hendaknya dipisahkan dengan elemen yang lain secara jelas.

    Batas-batas diantaranya harus dapat dengan mudah diamati agar tidak ada

    keragu-raguan dalam menentukan bagaimana suatu elemen berakhir dan

    bilamana elemen berikutnya bermula.

  • 22

    3.1.2.6 Menyiapkan Alat-Alat Pengukuran

    Setelah kelima langkah diatas dijalankan dengan baik, tibalah sekarang pada

    langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran yaitu menyiapkan alat-alat yang

    diperlukan. Adapun alat-alat tersebut adalah:

    1. Jam henti

    2. Lembaran-lembaran pengamatan

    3. Pena atau pinsil

    4. Papan pengamatan

    3.1.3 Melakukan Pengukuran Waktu

    Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja

    dari setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat ukur.Bila operator telah

    siap didepan mesin atau ditempat kerja lain yang waktu kerjanya akan diukur, maka

    pengukur memilih posisi didekat operator untuk mengamati dan mencatat. Posisi

    pengukur hendaknya tidak mengganggu kegiatan ataupun konsentrasi dari operator yang

    diamati. Umumnya posisi agak menyimpang dibelakang operator sejauh 1,5 meter

    merupakan tempat yang baik. Berikut ini adalah hal-hal yang dikerjakan selama

    pengukuran berlangsung.

    Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan pengukuran pendahuluan. Tujuan

    dari pengukuran pendahuluan ini ialah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus

    dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Seperti telah

    dikemukakan, tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan ini ditetapkan pada saat

    menjalankan langkah penetapan tujuan pengukuran.

    Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan dengan melakukan beberapa buah

  • 23

    pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Setelah pengukuran tahap

    pertama ini dijalankan, tiga hal harus diikuti yaitu menguji kenormalan data, menguji

    keseragaman data, menghitung jumlah pengukuran yang diperlukan, dan bila jumlah

    pengukuran belum mencukupi dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan kedua. Jika

    tahap kedua selesai maka dilakukan lagi ketiga tahap diatas. Begitu seterusnya hingga

    jumlah keseluruhan pengukuran mencukupi untuk tingkat-tingkat ketelitian dan

    keyakinan yang dikehendaki.

    Pemrosesan hasil pengukuran dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

    1. Kelompokkan hasil pengukuran ke dalam subgrup-subgrup dan hitung harga rata-

    ratanya dari tiap subgrup :

    nXikX =

    dimana : n = ukuran subgrup, yaitu banyaknya data dalam satu subgrup

    k = jumlah subgrup yang terbentuk

    Xi = data pengamatan

    2. Hitung rata-rata keseluruhan, yaitu rata-rata dari harga rata-rata subgrup :

    kkX

    X = 3. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian :

    ( )1NXXi

    2

    =

    dimana : N = jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan

    4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup :

  • 24

    n

    x =

    3.1.3.1 Uji Kecukupan Data

    Pengukuran yang ideal adalah pengukuran dengan data yang sangat banyak

    karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Dengan tidak melakukan

    pengukuran yang sangat banyak, maka pengukur akan kehilangan sebagian kepastian

    akan ketetapan/ratarata waktu penyelesaian yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan

    tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan pengukur

    setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat

    ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu

    penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

    sebenarnya yang harus dicari). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya

    keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Inipun

    dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

    memberi arti bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang

    sejauh 10% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini

    adalah 95%.

    Perhitungan uji kecukupan data dilakukan setelah semua harga rata-rata subgrup

    berada dalam batas kontrol. Rumus dari kecukupan data adalah:

    ( ) 2iX

    2Xi2XiNsZ

    N'

    =

  • 25

    dimana:

    N = jumlah pengukuran data minimum yang dibutuhkan

    N = jumlah pengukuran pendahuluan yang telah dilakukan setelah dikurangi data

    pengukuran di luar BKA atau BKB

    Z = bilangan konversi pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan

    s = tingkat ketelitian

    Jumlah pengukuran waktu dapat dikatakan cukup apabila jumlah pengukuran

    data minimum yang dibutuhkan secara teoritis lebih kecil atau sama dengan jumlah

    pengukuran pendahuluan yang sudah dilakukan (N N). Jika jumlah pengukuran masih

    belum mencukupi, maka harus dilakukan pengukuran lagi sampai jumlah pengukuran

    tersebut cukup.

    3.1.3.2 Uji Keseragaman Data

    Uji keseragaman data bertujuan untuk mengetahui apakah data siklus yang

    diambil telah seragam atau belum. Suatu data dikatakan seragam bila berada dalam

    rentang batas kendali tertentu. Rentang batas kendali tersebut adalah batas kendali atas

    (BKA) dan batas kendali bawah (BKB), dimana rumusnya adalah sebagai berikut

    ).( +=x

    ZxBKA

    ).( =x

    ZxBKB

    Dimana : Z = bilangan konversi dari tingkat kepercayaan yang diinginkan

    ke distribusi normal

    Tingkat kepercayaan = 90%, maka Z = 1.65

  • 26

    95%, maka Z = 2.00

    99%, maka Z = 3.00

    3.1.3.3 Uji Kenormalan Data

    Uji kenormalan data bertujuan untuk menentukan apakah data yang diperoleh

    telah berdistribusi normal atau tidak. Uji yang dipakai adalah uji kebaikan suai

    (goodness of fit test) yang didasarkan pada seberapa baik kesesuaian antara frekuensi

    yang diamati dalam data contoh dengan frekuensi harapan yang didasarkan pada sebaran

    yang dihipotesiskan.

    Uji kenormalan data didasarkan pada rumus (Walpole, 1995, p326):

    = eieioi2

    2 )(

    dimana : oi = frekuensi pengamatan dalam sel ke-i

    =ei frekuensi harapan dalam sel ke-i

    Langkah-langkah dalam uji kenormalan data :

    1. Hitung rata-rata dan standar deviasi sample

    in

    Xix =

    dimana : x = harga rata-rata sample

    in = jumlah subgroup

    1

    )( 2

    =

    NxXi

    dimana : N = jumlah data seluruhnya

  • 27

    2. Hitung range

    range = min maks

    3. Hitung jumlah kelas

    Jumlah kelas = 1 + 3.33 log N

    4. Tentukan lebar ( interval ) kelas

    kRI =

    dimana : I = lebar kelas

    R = range

    k = jumlah kelas

    5. Tentukan interval untuk setiap kelas

    6. Tentukan batas atas untuk setiap kelas

    7. Hitung frekuensi teramati ( oi ) untuk setiap interval kelas

    8. Hitung nilai Z normal pada setiap kelas

    xBatasAtasZ =

    9. Tentukan luas daerah berdasarkan nilai Z dengan berpedoman pada tabel luas

    wilayah di bawah kurva normal

    P ( Z ) = P ( Za < Z < Zb )

    = P ( Za < Zb ) P ( Z > Za )

    10. Hitung frekuensi harapan ( ei ) setiap kelas

    =ie P ( Z ) x N

  • 28

    11. Hitung total nilai 2 hitung yang diperoleh

    = eieioihitung2

    2 )(

    12. Tentukan nilai ),(2 v tabel 13. Jika :

    hitung2 > tabel2 , data tidak berdistribusi normal. hitung2 < tabel2 , data berdistribusi normal.

    3.2 Perhitungan Waktu Baku

    Jika pengukuran pendahuluan telah dilakukan, yaitu semua data yang didapat

    memiliki keseragaman yang dikehendaki dan jumlahnya telah memenuhi tingkat-tingkat

    ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka langkah selanjutnya adalah mengolah

    data tersebut sehingga memberikan waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku

    dari data yang terkumpul tersebut adalah sebagai berikut:

    9 Hitung waktu siklus rata-rata dengan:

    NX

    Ws i= Dimana

    Xi = Waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan

    N = Jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan

    9 Hitung waktu normal dengan:

    pWsWn =

  • 29

    Dimana p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini diperhitungkan jika pengukur

    berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, sehingga

    hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan dulu untuk mendapatkan waktu siklus

    rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja dengan wajar, maka faktor

    penyesuaiannya sama dengan 1 (p=1), artinya waktu siklus rata-rata sudah

    normal. Jika bekerjanya terlalu lambat maka menormalkannya pengukur harus

    memberi harga p yang lebih kecil dari 1 (p1), jika bekerja cepat. Pada poin selanjutnya penyesuaian akan

    dibahas secara lebih mendalam.

    9 Hitung waktu baku dengan:

    AllWnWb += Dimana All adalah kelonggaran atau allowance yang diberikan kepada pekerja

    untuk menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal. Kelonggaran ini

    diberikan untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique

    dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh

    pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal.

    Pada poin selanjutnya kelonggaran akan dibahas secara lebih mendalam.

    3.2.1 Penyesuaian

    Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja

    yang ditunjukkan oleh operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja

    tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah diburu waktu atau karena menjumpai kesulitan-

    kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi

    kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu

  • 30

    penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu

    yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar.

    Dalam menilai wajar atau tidaknya suatu pekerjaan sangatlah bergantung dari si

    pengukur pengalaman serta kepekaan pengukur sangatlah berpengaruh namun untuk

    memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat mempelajari bagaimana

    bekerjanya seorang operator yang dianggap normal, yaitu jika operator yang dianggap

    berpengalaman bekerja tanpa usaha-usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja,

    menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan menunjukkan kesungguhan dalam

    menjalankan pekerjaannya.

    Sehubungan dengan faktor penyesuaian maka dikembangkan beberapa cara

    untuk mendapatkan harga p. Cara-cara tersebut adalah cara persentase, Shumard,

    Westinghouse dan Objektif.

    3.2.1.1 Persentase

    Cara Persentase merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan

    penyesuaian. Disini besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur

    melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai dengan

    pengamatannya, pengukur menentukan harga p yang menurutnya akan menghasilkan

    waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus. Misalnya si pengukur

    berpendapat bahwa p=110%. Jika waktu siklus telah ditentukan sama dengan 14,6

    menit, maka waktu normalnya adalah:

    menitWnWn

    pWsWn

    6,161,16,14

    ===

  • 31

    Dengan cara tersebut terlihat bahwa penyesuaian dilakukan secara sangat sederhana

    sehingga menimbulkan kekurang telitian akibat cara dari kasarnya cara penilaian.

    3.2.1.2 Shumard

    Cara Shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas

    performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri.

    Tabel 3.1 Penyesuaian Menurut Cara Shumard

    Kelas PenyesuaianSuperfast 100Fast + 95Fast 90Fast - 85Excellent 80Good + 75Good 70Good - 65Normal 60Fair + 55Fair 50Fair - 45Poor 40

    Disini pengukur diberi patokan untuk menilai performance kerja operator menurut

    kelas-kelas seperti pada tabel diatas.

    Sebagai contoh, seorang operator yang dipandang bekerja normal diberi nilai 60

    dan nilai ini dijadikan pembanding dengan nilai lain untuk memperoleh penyesuaian.

    Bila performance seorang operator dinilai Excellent maka dia mendapat nilai 80, dan

    karenanya faktor penyesuaiannya adalah:

    33,16080 ==p

  • 32

    Jika waktu siklus rata-rata sama dengan 276,4 detik, maka waktu normalnya adalah:

    ikWnWn

    pWsWn

    det6,36733,14,276

    ==

    =

    3.2.1.3 Westinghouse

    Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap

    menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu ketrampilan, usaha,

    kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi dalam kelas-kelas dengan nilainya

    masing-masing.

    Ketrampilan atau skill adalah kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan.

    Untuk keperluan penyesuaian ketrampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri

    dari setiap kelas seperti yang dikemukakan dalam Tabel 3.2 berikut ini:

  • 33

    Tabel 3.2 Kelas Ketrampilan dalam Westinghouse

    Kelas Ciri-ciri Super Skill 1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya. 2. Bekerja dengan sempurna. 3. Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik. 4. Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti. 5. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin. 6. Perpindahan dari satu elemen ke elemen lainnya tidak terlalu terlihat karena lancarnya.

    7. Tidak terkesan adanya gerakkan-gerakkan berpikir dan merencanakan apa yang akan

    dikerjakan selanjutnya. 8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja yang baik. Exelent Skill 1. Percaya pada diri sendiri. 2. Tampak cocok dengan pekerjaannya. 3. Terlihat telah terlatih baik. 4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran atau pemeriksaan. 5. Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutannya dijalankan tanpa kesalahan. 6. Menggunakan peralatan dengan baik. 7. Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu. 8. Bekerjanya cepat tetapi halus. 9. Bekerja berirama dan terkoordinasi. Good Skill 1. Kualitas hasil baik. 2. Bekerjanya tampak lebih baik dari pada kebanyakan pekerjaan pada umumnya. 3. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang ketrampilannya lebih rendah. 4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap. 5. Tidak memerlukan banyak pengawasan. 6. Tiada keragu-raguan. 7. Bekerja dengan stabil. 8. Gerakan terkoordinasi dengan baik. 9. Gerakan-gerakannya cepat. Average Skill 1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri. 2. Gerakannya cukup cepat. 3. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang direncanakan. 4. Tampak sebagai pekerja yang cakap. 5. Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiadanya keragu-raguan. 6. Mengkoordinasikan tangan dan pikiran dengan cukup baik. 7. Tampak cukup terlatih karenanya mengetahui seluk-beluk pekerjaannya. 8. Bekerjanya cukup teliti. 9. Secara keseluruhan cukup memuaskan. Fair Skill 1. Tampak terlatih tapi belum cukup baik. 2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya. 3. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan. 4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.

    5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah ditempatkan dipekerjaan

    itu cukup lama. 6. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan namun tampak tidak terlalu yakin. 7. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri. 8. Jika tidak bekerja sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah. 9. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan pekerjaannya. Poor Skill 1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran. 2. Grakan-gerakannya kaku. 3. Terlihat ketidak yakinannya dalam urutan-urutan kerja. 4. Seperti tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan. 5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya. 6. Ragu-ragu dalam melakukan gerakan. 7. Sering melakukan kesalahan. 8. Tidak ada kepercayaan diri. 9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.

  • 34

    Dengan pembagian tersebut pengukuran menjadi lebih terarah dalam menilai kewajaran

    pekerja dilihat dari segi ketrampilan. Karenanya faktor penyesuaian yang akan diperoleh

    dapat lebih obyektif.

    Usaha atau Effort adalah kesungguhan yang ditunjukan atau diberikan operator

    ketika melakukan pekerjaan. Untuk Usaha atau Effort cara Westinghouse juga

    membaginya dalam kelas-kelas dengan cirinya masing-masing dari setiap kelas seperti

    yang dikemukakan dalam Tabel 3.3 berikut ini:

  • 35

    Tabel 3.3 Kelas Usaha dalam Westinghouse

    Kelas Ciri-ciri Excessive Effort 1. Kecepatannya sangat berlebihan. 2. Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatannya. 3. Kecepatan ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari. Exelent effort 1. Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi. 2. Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator lainnya. 3. Penuh perhatian pada pekerjaannya. 4. Banyak memberi saran-saran. 5. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang. 6. Percaya kepada kebaikan maksud pengukuran waktu. 7. Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari. 8. Bangga atas kelebihannya. 9. Gerakan yang salah jarang terjadi. 10.Bekerja sistematis. 11.Perpindahan antar elemen tidak terlihat. Good Effort 1. Bekerja berirama. 2. Waktu menganggur hampir tidak ada. 3. Penuh perhatian pada pekerjaannya. 4. Senang pada pekerjaannya. 5. Kecepatan baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari. 6. Percaya kepada kebaikan maksud pengukuran waktu. 7. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang. 8. Dapat memberi saran untuk perbaikan. 9. Tempat kerja diatur baik dan rapih. 10.Menggunakan alat-alat dengan tepat dan baik. 11.Memelihara peralatan dengan baik. Average Effort 1. Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari poor. 2. Bekerja dengan stabil. 3. Menerima saran-saran tapi tidak dilaksanakan. 4. Set up dilaksanakan dengan baik. 5. Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan. Fair Effort 1. Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal. 2. Kadang-kadang tidak memperhatikan pekerjaannya. 3. Kurang sungguh-sumgguh. 4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya. 5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku. 6. Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik. 7. Kecenderungan kurang perhatian terhadap pekerjaannya. 8. Terlampau hati-hati. 9. Sistematika kerja sedang-sedang saja. 10.Gerakan-gerkan kurang terencana. Poor Effort 1. Banyak membuang waktu. 2. Tidak ada minat dalam bekerja. 3. Tidak mau menerima saran-saran. 4. Tampak malas dan lambat dalam bekerja. 5. Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu. 6. Tempat kerja tidak diatur rapih. 7. Tidak menggunakan peralatan yang sesuai. 8. Mengubah-ubah tata letak peralatan yang telah diatur. 9. Set up kerja tidak baik.

  • 36

    Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara ketrampilan dengan usaha. Kedua

    faktor tersebut adalah hal-hal yang dapat terjadi secara terpisah dalam pelaksanaan

    pekerjaan. Karenanya cara Westinghouse memisahkan keduanya dalam rangka

    penyesuaian.

    Kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik

    lingkungan seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Bila tiga

    faktor lainnya, yaitu ketrampilan, usaha dan konsistensi dicerminkan oleh operator,

    maka kondisi kerja merupakan sesuatu diluar operator yang diterima apa adanya oleh

    operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Kondisi kerja dibagi dalam enam kelas

    yaitu: Ideal, Good, Average, Fair dan Poor.

    Konsistensi atau Consistensy merupakan faktor yang sangat penting untuk

    diperhatikan karena kenyataannya bahwa pada setiap pengukuran waktu, angka-angka

    yang dicatat tidak pernah semuanya sama. Selama masih dalam batas kewajaran masalah

    tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan.

    Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi dalam enam kelas

    yaitu: Perfect, Excellent,Good, Average, Fair and Poor.

    Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor-faktor diatas

    disebutkan pada Tabel 3.4 berikut ini:

  • 37

    Tabel 3.4 Penyesuaian Menurut Westinghouse

    Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

    Ketrampilan Super Skill A1 + 0,15 A2 + 0,13 Excellent B1 + 0,11 B2 + 0,08 Good C1 + 0,06 C2 + 0,03 Average D 0,00 Fair E1 - 0,05 E2 - 0,10 Poor F1 - 0,16 F2 - 0,22 Usaha Excessive A1 + 0,13 A2 + 0,12 Excellent B1 + 0,10 B2 + 0,08 Good C1 + 0,05 C2 + 0,02 Average D 0,00 Fair E1 - 0,04 E2 - 0,08 Poor F1 - 0,12 F2 - 0,17 Kondisi Kerja Ideal A + 0,06 Excellenty B + 0,04 Good C + 0,02 Average D 0,00 Fair E - 0,03 Poor F - 0,07 Konsistensi Perfect A + 0,04 Excellent B + 0,03 Good C + 0,01 Average D 0,00 Fair E - 0,02 Poor F - 0,04

  • 38

    Sebagai contoh jika waktu siklus rata-rata sama dengan 124,6 detik dan waktu ini

    dicapai dengan ketrampilan pekerja yang dinilai fair (E1), usaha good (C2), kondisi

    excellent (B) dan kondisi poor (F), maka penjumlahan ke empat faktor diatas

    ditambahkan terhadap p=1, yaitu:

    Ketrampilan : Fair (E1) = - 0,05

    Usaha : Good (C2) = + 0,02

    Kondisi : Excellent (B) = + 0,04

    Konsistensi : Poor (F) = - 0,04

    Jumlah : - 0,03

    Jadi p = (1-0,03) atau p = 0,97

    Sehingga waktu normalnya adalah:

    ikWnWn

    pWsWn

    det9,12097,06,124

    ==

    =

    3.2.1.4 Obyektif

    Cara Obyektif yaitu cara menentukan penyesuaian dengan memperhatikan dua

    faktor, yaitu: kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan. Kedua faktor tersebut

    dipandang secara bersama-sama untuk menentukan berapa harga p dalam memperoleh

    waktu normal.

    Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian

    biasa. Disini pengukur harus melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja

  • 39

    yang ditunjukan oleh operator. Kecepatan kerja berlambang p1 dan ditentukan seperti

    dalam cara persentase namun yang dilihat hanya dari segi kecepatan kerjanya saja.

    Untuk faktor kesulitan kerja disediakan sebuah tabel seperti pada Tabel 3.5 yang

    menunjukkan berbagai keaadaan kesulitan kerja seperti apakah pekerjaan tersebut

    memerlukan banyak anggota badan dan lain sebagainya. Angka yang ditunjukan disini

    adalah perseratus dan jika nilai dari setiap kondisi kesulitan kerja yang bersangkutan

    dengan pekerjaan yang sedang diukur dijumlahkan akan menghasilkan p2 yaitu notasi

    bagi bagian penyesuaian obyektif untuk tingkat penyesuaian pekerjaan dengan

    ditambahkan 1 sebagaimana dalam cara Westinghouse. Setelah didapat p1 dan p2,

    keduanya dikalikan maka diperoleh harga p atau penyesuaian.

  • 40

    Tabel 3.5 Penyesuaian Menurut Tingkat Kesulitan ( Cara Obyektif )

    Keadaan Lambang Penyesuaian Anggota terpakai Jari A 0 Pergelangan tangan dan jari B 1 Lengan bawah, pergelangan tangan dan jari C 2 Lengan atas, lengan bawah, dst. D 5 Badan E 8 Mengangkat beban dari lantai dengan kaki E2 10 Pedal kaki Tanpa pedal, atau satu pedal sumbu dibawah kaki F 0 Satu atau dua pedal sumbu tidak dibawah kaki G 5 Penggunaan tangan Keadaan tangan saling bantu atau bergantian H 0 Kedua tangan mengerjakan pekerjaan sama pada saat sama H2 18 Koordinasi mata dengan tangan Sangat sedikit I 0 Cukup dekat J 2 Konstan dan dekat K 4 Sangat dekat L 7 Lebih kecil dari 0,04 cm M 10 Peralatan Dapat ditangani dengan mudah N 0 Dengan sedikit kontrol O 1 Perlu kontrol dan penekanan P 2 Perlu penanganan dan hati-hati Q 3 Mudah pecah dan patah R 5 Berat beban (kg) tangan kaki

    0,45 B-1 2 1 0,90 B-2 5 1 1,35 B-3 6 1 1,80 B-4 10 1 2,25 B-5 13 1 2,70 B-6 15 3 3,15 B-7 17 4 3,60 B-8 19 5 4,05 B-9 20 6 4,50 B-10 22 7 4,95 B-11 24 8 5,40 B-12 25 9 5,85 B-13 27 10 6,30 B-14 28 10

  • 41

    Sebagai contoh apabila suatu pekerjaan diperlukan gerakan-gerakan lengan bagian atas

    siku, pergelangan tangan dan jari (C), tidak ada pedal kaki (F), kedua tangan bekerja

    bergantian (H), koordinasi mata dengan tangan sangat dekat (L), alat yang dipakai hanya

    memerlukan sedikit kontrol (O) dan berat benda yang ditangani 2,3 kg maka:

    Bagian badan yang dipakai : C = 2

    Pedal kaki : F = 0

    Cara menggunakan kekuatan tangan : H = 0

    Koordinasi mata dengan tangan : L = 7

    Peralatan : O = 1

    Berat : B-5 = 13

    Jumlah = 23

    Sehingga p2 = (1 + 0,23) = 1,23

    Dimana p1 telah ditentukan sebesar 0,9

    Faktor penyesuaian : p = p1 x p2

    p = 0,9 x 1,23

    p = 1,11

    3.2.1.5 Bedaux dan Sintesa

    Dua cara lain yang dikembangkan untuk lebih mengobyektifkan penyesuaian

    adalah cara Bedaux dan Sintesa. Pada dasarnya cara Bedaux tidak banyak berbeda

    dengan cara Shumard, hanya saja nilai-nilai pada cara Bedaux dinyatakan dalam B

  • 42

    seperti misalnya 60B atau 70B.

    Sedangkan cara Sintesa agak berbeda dengan cara-cara lainnya, dimana dalam

    cara ini waktu penyelesaian setiap elemen gerakan dibandingkan dengan harga-harga

    yang diperoleh dari tabel-tabel data waktu gerakkan untuk kemudian dihitung harga rata-

    ratanya.

    3.2.2 Kelonggaran

    Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu: kelonggaran untuk kebutuhan

    pribadi, kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang

    tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan

    oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun

    dihitung. Karenanya seusai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal,

    kelonggaran perlu ditambahkan untuk memperoleh waktu baku.

    3.2.2.1 Kelonggaran Untuk Kebutuhan Pribadi

    Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum

    sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap-cakap dengan

    teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam kerja.

    Kebutuhan-kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang mutlak diperlukan oleh

    pekerja karena apabila dilarang maka tidak hanya merugikan pekerja (karena merupakan

    tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar) namun juga akan merugikan perusahaan

    karena dengan kondisi demikian pekerja tidak dapat bekerja dengan baik bahkan hampir

    dapat dipastikan bahwa produktifitas akan menurun.

    Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan seperti itu berbeda-beda

  • 43

    dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena tiap pekerjaan mempunyai

    karakteristiknya masing-masing.

    3.2.2.2 Kelonggaran Untuk Menghilangkan Rasa Lelah (Fatique)

    Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah

    maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran

    adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat

    dimana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan kedalam

    menentukan pada saat-saat dimana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh

    timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat

    menyebabkannya.

    Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan

    performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari

    normaldan ini akan menambah rasa fatique. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya

    akan terjadi fatique total atau kelehan total yang menyebabkan pekerja tidak mampu lagi

    melakukan pekerjaannya. Pada Tabel 3.6 akan ditunjukan besarnya kelongaran untuk

    kebutuhan pribadi dan untuk menghilangkan rasa fatique dalam berbagai kondisi kerja.

  • 44

    Tabel 3.6 Besarnya Kelonggaran Berdasar Faktor-faktor yang Berpengaruh

    A. Tenaga yang dikeluarkan Ekivalen beban Pria Wanita(kg)

    1. Dapat diabaikan bekerja dimeja, duduk tanpa beban 0,0-6,0 0,0-6,02. Sangat ringan bekerja dimeja, berdiri 0,00-2,25 6,0-7,5 6,0-7,53. Ringan menyekop, ringan 2,25-9,00 7,5-12,0 7,5-16,04. Sedang mencangkul 9,00-18,00 12,0-19,0 16,0-30,05. Berat mengayun palu yang berat 19,00-27,00 19,0-30,06. Sangat berat memanggul beban 27,00-50,00 30,0-50,07. Luar biasa berat memanggul karung berat diatas 50 kg

    B. Sikap kerja

    1. Duduk bekerja duduk, ringan2. Berdiri diatas 2 kaki badan tegak, tertumpu 2 kaki3. Berdiri diatas 1 kaki satu kaki mengerjakan alat kontrol4. Berbaring pada sisi depan atau belakang5. Membungkuk membungkuk, tertumpu 2 kaki

    C. Gerakan kerja

    1. Normal ayunan bebas dari palu2. Agak terbatas ayunan terbatas dari palu3. Sulit membawa beban berat 1 tangan4. Pada anggota badan terbatas bekerja tangan diatas kepala5. Seluruh anggota badan terbatas bekerja dilorong sempit

    D. Kelelahan mata *)baik buruk

    1. Pandangan terputus-putus membawa alat ukur 0,0-6,0 0,0-6,02. Pandangan hampir terus-menerus pekerjaan teliti 6,0-7,5 6,0-7,53. Pandangan menerus fokus berubah memeriksa cacat pada kain 7,5-12,0 7,5-16,0

    12,0-19,0 16,0-30,04. Pandangan menerus fokus tetap pemeriksaan yang sangat teliti 19,0-30,0

    30,0-50,0

    E. Keadaan temperatur **) Temperatur (oC) Lemah normal Berlebihan

    1. Beku dibawah 0 diatas 10 diatas 122. Rendah 0-13 10-0 12-53. Sedang 13-22 5-0 8-04. Normal 22-28 0-5 0-85. Tinggi 28-38 5-40 8-1006. Sangat tinggi diatas 38 diatas 40 diatas 100

    F. Keadaan atmosfer ***)

    1. Baik ventilasi baik, udara segar2. Cukup ventilasi kurang baik ada bau-bauan3. Kurang baik ada debu yang banyak4. Buruk ada bau-bauan beracun

    G. Keadaan lingkungan yang baik

    1. Bersih, sehat, cerah tidak bising2. Siklus kerja berulang 5-10 detik3. Siklus kerja berulang 0-5 detik4. Sangat bising5. Faktor dapat menurunkan kualitas6. Terasa ada getaran lantai7. Keadaan yang luar biasa

    pria = 0 - 2,5%wanita = 2 - 5,0%

    Kelonggaran

    Pencahayaan

    5-155-100-50-51-30-10

    10-20

    1,0-2,50,00-1,0

    catatan pelengkap : kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi :

    5-100-50

    ***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim**) Tergantung juga pada keadaan ventilasi*) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan

    Contoh PekerjaanFaktor

    10-155-100-50-50

    4,0-102,5-4,02,5-4,0

  • 45

    3.2.2.3 Kelonggaran Untuk Hambatan-Hambatan tak Terhindarkan

    Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tiadak akan lepas dari berbagai

    hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindari seperti mengobrol yang berlebihan dan

    menganggur dengan sengaja ada pula hambatan yang tidak dapat dihindari karena

    berada diluar kekuasaan pekerja untuk dikendalikan. Bagi hambatan yang pertama jelas

    tidak ada pilihan selain mnghilangkannya, sedangkan bagi hambatan yang tidak dapat

    dihindari walaupun harus diusahakan serendah mungkin. Oleh karena itu hambatan akan

    tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku.

    Beberapa contoh yang termasuk hambatan tak terhindarkan adalah: meminta

    petunjuk kepada pengawas, melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin, memperbaiki

    kemacetan singkat, mengasah peralatan potong, mengambil peralatan khusus atau bahan

    khusus dari gudang,hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan

    ataupun mesin berhenti karena listrik mati.

    Besarnya hambatan untuk kejadian-kejadian seperti ini sangat bervariasi dari

    suatu pekerjaan ke pekerjaan yang lain bahkan stasiun kerja ke stasiun kerja yang lain.

    Salah satu cara yang biasa digunakan untuk menentukan besarnya kelonggaran bagi

    hambatan tak terhindarkan adalah dengan melakukan sampling pekerjaan.

    3.2.2.4 Menyertakan Kelonggaran dalam Perhitungan Waktu Baku

    Langkah pertama adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga hal

    diatas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan yang

    tidak terhindarkan. Kesemuanya, yang biasanya dinyatakan dalam persentase

    dijumlahkan dan dikalikan dengan waktu normal untuk kemudian dijumlahkan dengan

    waktu normal sehingga diperoleh waktu baku.

  • 46

    3.3 Peta Kerja

    Peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk

    berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui peta kerja kita bisa mendapatkan

    informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metode kerja. Peta kerja

    menggambarkan suatu kerja produksi dimana melaluinya dapat dilihat semua langkah

    atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari awal hingga produk jadi atau

    selesai.

    Apabila kita melakukan pengamatan secara seksama terhadap suatu peta kerja,

    maka usaha untuk memperbaiki suatu metode kerja dari suatu proses produksi akan

    lebih mudah dilaksanakan. Perbaikan yang mungkin dilakukan antara lain: kita bisa

    menghilangkan operasi-operasi yang tidak perlu, menggabungkan suatu operasi dengan

    operasi lainnya, menemukan suatu urutan-urutan kerja atau proses produksi yang lebih

    baik, menentukan mesin yang lebih ekonomi, menghilangkan waktu menunggu antara

    operasi dan sebagainya. Pada dasarnya semua perbaikan tersebut ditujukan untuk

    mengurangi biaya produksi secara keseluruhan. Dengan demikian, dapat dikatakan

    bahwa peta kerja merupakan alat yang baik untuk menganalisa suatu pekerjaan sehingga

    mempermudah dalam perencanaan perbaikan kerja.

    Peta kerja terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu:

    1. Peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja keseluruhan

    2. Peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja setempat

    Sedangkan pada kedua kelompok tersebut terdiri dari jenis-jenis peta kerja sebagai alat

    untuk menganalisa kegiatan kerja yang dilakukan. Adapun jenis-jenis peta kerja tersebut

    adalah:

  • 47

    1. Peta kerja keseluruhan:

    9 Peta Proses Operasi

    9 Peta Aliran Proses

    9 Peta Proses Kelompok Kerja

    9 Diagram Aliran

    2. Peta kerja setempat:

    9 Peta Pekerja dan Mesin

    9 Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan

    3.3.1 Lambang-Lambang yang Digunakan dalam Peta Kerja

    Pada tahun 1947, American Society of Mechanical Engineers (ASME) membuat

    standar lambang-lambang yang terdiri dari lima macam lambang, yaitu:

    Tabel 3.7 Lambang-lambang yang Diusulkan ASME

    Lambang

    Keterangan

    c Operasi: suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda mengalami perubahan sifat, baik fisik maupun kimiawi, mengambil informasi atau memberikan informasi pada suatu keadaan juga termasuk operasi. Pemeriksaan: Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun kuantitas. B Transportasi: Suau kegiatan transportasi terjadi apabila benda kerja, pekerja ataupun perlengkapannya mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari operasi. D Menunggu: Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan tidak mengalami kegiatan apa-apa selain menunggu. V Penyimpanan: Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama dan untuk mengambilnya diperlukan suatu prosedur tertentu.

  • 48

    3.3.2 Peta Proses Operasi

    Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-

    langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan

    pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh atau komponen, dan juga

    dapat memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut.

    Adapun kegunaan dari Peta Proses Operasi adalah:

    9 Dapat mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.

    9 Dapat memperkirakan kebutuhan akan bahan baku.

    9 Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.

    9 Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.

    9 Sebagai alat untuk latihan kerja.

    9 dan lain sebagainya.

    Untuk membuat suatu Peta Proses Operasi maka terdapat beberapa prinsip yang

    perlu diikuti. Prinsip tersebut adalah:

    9 Pertama-tama pada baris paling atas dinyatakan kepala Peta Proses Operasi

    yang diikuti oleh identifikasi lain seperti: nama obyek, nama pembuat peta,

    tanggal dipetakan, cara lama atau sekarang, nomor petadan nomor gambar.

    9 Material yang akan diproses diletakan diatas garis horizontal, yang menunjukan

    bahwa material tersebut masuk kedalam proses.

    9 Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menujukan terjadinya

    perubahan proses.

    9 Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai

    dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau

    sesuai dengan proses yan terjadi.

  • 49

    9 Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan

    prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.

    3.4 Keseimbangan Lini

    Keseimbangan lini merupakan suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan atau

    elemen kerja ke dalam stasiun-stasiun kerja produksi sehingga setiap stasiun kerja

    tersebut memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklusnya. Keterkaitan sejumlah

    pekerjaan dalam satu lini produksi harus dapat dipertimbangkan dalam menentukan

    pembagian pekerjaan ke dalam masing-masing stasiun kerja. Dengan demikian, dapat

    dikatakan line balancing merupakan proses untuk membagi pekerjaan ke dalam stasiun

    kerja sedemikian rupa sehingga mempunyai waktu penyelesaian yang mendekati sama.

    Tujuannya adalah untuk memenuhi waktu siklus atau kapasitas produksi yang

    diinginkan dengan menggunakan stasiun kerja yang minimum. Hubungan atau saling

    keterkaitan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu

    precedence diagram atau diagram pendahuluan. ( Elyased, A,p259 ; Bedworth, David,

    p361 )

    3.4.1 Terminologi Keseimbangan Lini

    Terminologi keseimbangan lintasan, antara lain: ( Elyased, A, p345 )

    1. Produk rakitan ( Assembled product )

    Adalah produk yang telah melewati proses dari serangkaian stasiun kerja dimana

    produk akan menjadi lengkap dan sempurna setelah melewati stasiun terakhir.

  • 50

    2. Elemen kerja ( Work element )

    Adalah bagian dari keseluruhan pekerjaan dalam proses perakitan.

    3. Stasiun kerja ( Work station )

    Adalah sebuah lokasi pada lini perkaitan atau pembuatan suatu produk dimana

    pekerjaan diselesaikan baik secara manual maupun otomatis.

    4. Total waktu pengerjaan ( Total work content )

    Adalah jumlah dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen pekerjaan dari suatu

    lintasan.

    5. Waktu proses stasiun kerja ( Work station process time )

    Merupakan penjumlahan dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen kerja yang

    berada di dalam stasiun kerja tersebut.

    6. Waktu siklus ( Cycle time )

    Adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menyelesaikan 1 unit produk dari

    lini perakitan dengan asumsi setiap assembly mempunyai kecepatan yang

    konstan.

    CT = day

    Outputday

    meoductionTiPr

    7. Diagram pendahuluan ( Precedence diagram )

    Adalah suatu gambaran secara grafis dari urutan pekerjaan yang memperlihatkan

    keseluruhan operasi pekerjaan dan ketergantungan masing-masing elemen kerja,

    dimana elemen kerja tertentu tidak dapat dikerjakan sebelum elemen kerja yang

    mendahuluinya dikerjakan terlebih dahulu.

  • 51

    3.4.2 Ukuran Performansi Keseimbangan Lini

    Hal-hal yang menjadi ukuran untuk mengetahui performansi keseimbangan

    lintasan adalah sebagai berikut ( Elyased, A, p345 ):

    1. Efisiensi stasiun kerja ( Station efficiency )

    Adalah rasio dari waktu stasiun kerja terhadap waktu siklus atau waktu stasiun

    kerja terbesar.

    %100xCT

    WbSE st=

    2. Efisiensi Lini ( Line efficiency )

    Adalah rasio dari total waktu stasiun terhadap keterkaitan waktu siklus dengan

    jumlah stasiun kerja yang dinyatakan dalam presentase.

    %100)(

    xCTkWb

    LE st= dimana : LE = line efficiency

    Wbst = waktu baku stasiun kerja i

    k = jumlah stasiun kerja

    CT = waktu siklus (Wb maks)

    3. Waktu menganggur ( Idle time )

    Adalah selisih antara waktu siklus dengan waktu stasiun. Perbedaan antara waktu

    siklus dengan waktu stasiun disebut juga idle time.

    Waktu menganggur = WiWd

    Total waktu menganggur = =

    n

    iWiWdn

    1.

  • 52

    Dimana, Wd = waktu stasiun kerja terbesar

    Wi = waktu sebenarnya pada setiap stasiun

    n = jumlah stasiun kerja

    4. Keseimbangan waktu senggang ( Balance delay )

    Adalah rasio dari total waktu menganggur dengan keterkaitan waktu siklus dan

    jumlah stasiun kerja. Atau dengan kata lain, jumlah antara balance delay dan line

    efficiency sama dengan satu

    %100.

    .1 x

    Wdn

    WiWdnBD

    n

    t=

    =

    atau,

    %100.

    .x

    CTkWbCTk

    BD st= 5. SI ( Smoothness index )

    Adalah suatu index yang menunjukkan kelancaran relatif dari suatu

    keseimbangan lini perakitan. Suatu SI sempurna jika nilainya 0 atau disebut

    perfect balance.

    2)( = stWbCTSI 6. Kapasitas produksi ( Production output )

    Adalah kemampuan lini perkaitan dalam menghasilkan produk dalam selang

    waktu tertentu.

    Kapasitas produksi = )CT(sWaktuSiklu

    oduksiPrWaktu

  • 53

    3.4.3 Langkah-Langkah Keseimbangan Lini

    Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penyeimbangan lini adalah

    sebagai berikut :

    1. Tentukan hubungan antara pekerjaan-pekerjaan yang terlibat dalam suatu lini

    produksi dan hubungan/keterkaitan antar pekerjaan tersebut yang digambarkan

    dalam precedence diagram.

    2. Menentukan waktu siklus yang dibutuhkan dengan menggunakan rumus :

    dayOutput

    daymeoductionTi

    CTCycleTimePr

    )( =

    3. Menentukan jumlah minimum stasiun kerja teoritis yang dibutuhkan untuk

    memenuhi pembatas waktu siklus dengan rumus :

    N =ngCTterpanja

    ElemenjaanSetiapkerPeldariWaktuJumlahTota

    4. Memilih metode untuk melakukan penyeimbangan lini

    5. Menghitung efisiensi lini, efisiensi stasiun kerja, waktu menganggur, dan

    balance delay, berdasarkan metode yang dipilih untuk melihat performansi

    keseimbangan lintasan produksi.

    6. Menghitung kapasitas produksi ( production output ) yang dihasilkan, dan

    produktivitas pekerja ( labour productivity )

    Kapasitas produksi = sWaktuSiklu

    oduksiPrWaktu

    Produktivitas pekerja = Operator.xJuml)jam(odPr.Wkt

    oduksiPrKapasitas

  • 54

    3.4.4 Metode Keseimbangan Lini

    Metode Keseimbangan Lini terdiri dari beberapa metode, diantaranya adalah

    metode matematika, metode trial and error, dan metode heuristic. Pada metode

    matematika akan lebih efektif bila digunakan pada permasalahan keseimbangan lini

    yang sederhana. Sedangkan metode heuristic lebih efektif bila digunakan pada

    permasalahan keseimbangan lini perakitan yang kompleks.

    Ada beberapa metode keseimbangan lini diantaranya adalah metode heuristic.

    Heuristic berasal dari bahasa Yunani yang berarti menemukan. Metode Heuristic ini

    pertama kali digunakan oleh Simon dan Newl untuk menggambarkan pendekatan

    tertentu.dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan. Model Heuristic

    menggunakan aturan-aturan logis dalam memecahkan masalah. Banyak operasi dapat

    dideskripsikan secara verbal atau diformulasikan dalam bentuk matematika. Tetapi

    untuk masalah yang terlalu besar atau memiliki hubungan relasi yang terlalu kompleks

    akan menghasilkan suatu bentuk matematika yang rumit, sehingga untuk masalah yang

    demikian sering menggunakan metode heuristic. Metode ini tidak menjamin hasil yang

    optimal, tetapi jika didisain secara baik dan diuji, dalam dalam jangka waktu lama solusi

    tersebut akan memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan tidak

    menggunakan metode heuristic. Keuntungan dari metode ini adalah ( Martinich, 1997,

    p197-198 ):

    Sederhana dan mudah dimengerti karena biasanya didasarkan pada beberapa ide yang sama dalam menyelesaikan suatu masalah.

    Menyelesaikan masalah secara cepat karena didasarkan pada aturan yang sederhana.

  • 55

    Lebih murah bila dibandingkan dengan metode lain. Usaha yang dikeluarkan relatif kecil.

    Metode heuristic terbagi ke dalam beberapa metode yang akan dijelaskan berikut ini:

    Metode Largest Candidate Rule

    Metode ini merupakan metode yang paling sederhana.

    Langkah-langkah penyeimbangan lini dengan metode Largest Candidate Rule : (

    Groover, M, p149)

    1. Membuat precedence diagram

    2. Mengurutkan elemen kerja berdasarkan waktu proses masing-masing

    dari yang paling besar sampai yang paling kecil. dengan

    memperhatikan keterkaitan antar operasi. Dimana operasi yang

    memiliki waktu operasi yang lebih besar yang dikelompokkan dalam

    satu stasiun kerja tidak boleh melangkahi operasi pendahulunya.

    3. Menyusun elemen-elemen kerja ke dalam stasiun kerja. Penyusunan

    elemen kerja ke dalam stasiun kerja mempertimbangkan precedence

    diagram dan tabel LCR dan waktunya.

    Dengan ketentuan sebagai berikut :

    Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan yang paling atas

    Elemen kerja pindah ke stasiun kerja berikutnya apabila jumlah elemen kerja telah melebihi waktu siklus.

  • 56

    Elemen kerja yang memiliki waktu yang lebih besar yang dikelompokkan dalam satu stasiun kerja tidak boleh

    melangkahi elemen kerja sebelumnya.

    4. Menghitung performansi lini.

    Metode Ranked Positional Weight

    Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Hedgelson & Birnie. Metode ini

    mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan ke dalam stasiun kerja menurut beban

    pembebanan masing-masing dalam precedence diagram. Berat pembebanan

    yang disebut dengan positional weight dihitung dengan menjumlahkan waktu

    proses elemen pekejaan mulai dari elemen pertama sampai dengan elemen

    terkahir menurut urutan pengerjaan dalam precedence diagram. (Bedworth,

    David, p364)

    Langkah-langkah penyeimbangan lini dengan metode Ranked Positional Weight:

    1. Menentukan bobot posisi ( positional weight ) masing-masing elemen

    kerja, yaitu jumlah waktu operasi tersebut dengan operasi yang

    mengikutinya.

    Langkah ini dilakukan dengan cara membuat precedence matrix yang

    akan menunjukkan keterkaitan suatu operasi dengan operasi

    pengikutnya.

    2. Mengurutkan bobot posisi dimulai dari stasiun kerja yang memiliki

    bobot posisi terbesar sampai dengan yang terkecil.

  • 57

    3. Menyusun elemen-elemen kerja ke dalam stasiun kerja, dengan criteria

    total waktu operasi lebih kecil dari waktu siklus ( Wb maks ) yang

    ditetapkan.

    Penyusunan elemen-elemen kerja ini harus mempertimbangkan 2 hal,

    yaitu :

    Waktu siklus, total waktu elemen kerja tidak boleh lebih dari waktu siklus yang ditetapkan.

    Precedence diagram, elemen kerja harus disusun menurut precedence diagram, satu elemen tidak boleh melewati

    elemen sebelumnya.

    4. Menghitung performansi lini.

    Metode Region Approach

    Metode Region Approach dikembangkan oleh Mansoor untuk mengatasi

    kekurangan metode bobot posisi. Metode ini juga belum mampu menghasilkan

    solusi optimal, namun sudah cukup baik dan mendekati optimal. Pada dasarnya,

    metode ini membagi precedence diagram dan wilayah-wilayah ( region )

    menurut prioritas pekerjaan. ( Bedworth, D, p370-371 ) Dengan kata lain, dasar

    dari metode ini adalah memprioritaskan elemen kerja berdasarkan pembagian

    wilayah-wilayah, dimana elemen yang memiliki waktu lebih besar dalam

    wilayah yang sama mendapat prioritas utama.

  • 58

    Langkah-langkah penyeimbangan lini dengan metode Region Approach :

    1. Membuat precedence diagram

    2. Membagi operasi dalam beberapa wilayah dari kiri ke kanan dengan

    syarat dalam satu daerah tidak boleh ada operasi yang saling

    bergantungan.

    Kumpulkan semua pekerjaan ke wilayah precedence yang terakhir. Hal

    ini akan meyakinkan bahwa pekerjaan dengan sedikit ketergantungan

    akan paling sedikit dipertimbangkan untuk pekerjaan paling akhir

    dalam jadwal.

    3. Mengurutkan waktu pekerjaan dalam tiap-tiap wilayah dari yang

    terbesar hingga terkecil. Ini akan meyakinkan pekerjaan terbesar akan

    dipertimbangkan terlebih dahulu, dan memberikan kesempatan untuk

    memperoleh kombinasi yang lebih baik dengan pekerjaan-pekerjaan

    yang lebih kecil.

    4. Mengumpulkan pekerjaan-pekerjaan dengan urutan sebagai berikut :

    Mula-mula wilayah paling kiri Dalam sebuah wilayah, didahulukan pekerjan yang memiliki

    waktu terbesar.

    5. Mengelompokkan elemen kerja dalam stasiun kerja, berdasarkan syarat

    tidak melebihi waktu siklus yang ditetapkan.

    6. Meneruskannya hingga semua elemen pekerjaan ditempatkan pada

    semua stasiun kerja.

    7. Menghitung performansi lini.

  • 59

    Metode J-Wagon

    Yang diutamakan dalam metode ini adalah elemen kerja yang memiliki jumlah

    elemen kerja terbanyak yang mengikutinya. Pada dasarnya, metode J.Wagon

    sangat mirip dengan metode Ranked Positional Weight, hanya saja yang dipakai

    sebagai bobotnya bukan waktu tetapi jumlah elemen kerja yang mengikuti suatu

    elemen pekerjaan. Langkah-langkah untuk melakukan keseimbangan lini dengan

    menggunakan metode ini adalah sebagai berikut (Chase, et.al., 2004, p194) :

    1. Buat precedence digaram.

    2. Tentukan bobot untuk setiap elemen kerja, kriteria penentuan bobot ini

    berdasarkan jumlah elemen kerja yang mengikuti suatu elemen kerja

    tersebut.

    3. Urutkan bobot itu dari yang paling besar ke yang paling kecil. Apabila

    ada lebih dari satu elemen kerja yang memiliki nilai bobot yang sama,

    maka prioritas penugasan elemen kerja ke stasiun kerja akan diberikan

    kepada elemen kerja yang memiliki waktu pengerjaan yang lebih besar.

    4. Tugaskan elemen-elemen kerja itu ke dalam stasiun kerja dengan syarat

    jumlah total waktu stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus dan

    juga elemen pendahulunya telah dikerjakan.

    5. Jika penugasan suatu elemen kerja membuat waktu stasiun kerja

    melebihi waktu siklus, maka tempatkan elemen kerja tersebut pada

    stasiun kerja berikutnya selama tidak menyalahi precedence diagram.

    6. Ulangi langkah ke 3 dan 4 sampai semua elemen kerja sudah

    dikelompokkan ke dalam stasiun kerja.

  • 60

    Metode COMSOAL (Computer Method for Sequencing Operations for Assembly

    Lines)

    Metodologi dasar COMSOAL yang dikembangkan oleh A.L. Arcus (1966),

    didasarkan pada berkembangnya sejumlah besar pemecahan yang layak bagi

    keseimbangan lini. Metodologi yang dikembangkan oleh Arcus ini dilakukan

    dengan pembobotan untuk memilih tugas yang sesuai dengan precedence

    diagram melalui perkalian lima bobot dasar sebagai berikut:

    1. Bobotlah tugas yang sesuai dengan proporsi waktu tugas. Pengaruh

    pembobotan ini adalah memberikan tugas yang lamapeluang lebih

    tinggi untuk dipilih ketimbang tugas yang singkat.

    2. Bobotlah tugas yang sesuai dengan 1/x, dimana x adalah jumlah total

    tugas yang belum dipilih ke dalam stasiun dikurangi 1, dikurangi

    dengan jumlah semua tugas yang mengikuti tugas yang sedang

    dipertimbangkan. Pengaruh dari aturan dua ini adalah memberikan

    kepada tugas-tugas yang mempunyai banyak tugas yang mengikutinya

    peluang lebih besar untuk dipilih dibandingkan dengan tugas yang

    mempunyai sedikit tugas yang mengikutinya.

    3. Bobotlah tugas yang sesuai dengan jumlah total semua tugas yang

    mengikutinya ditambah satu. Akibat dari aturan ini adalah

    mendahulukan tugas yang bila terpilih akan digantikan dan dengan

    demikian memperluas daftar tersedia.

    4. Bobotlah tugas yang sesuai dengan waktu tugas tersebut dan waktu

    semua tugas yang mengikutinya. Hasil dari aturan ini adalah

    menggabungkan manfaat aturan satu dan tiga dengan memilih tugas

  • 61

    yang lama secara dini pada tiap-tiap stasiun di keseluruhan urutan atau

    dengan mendahulukan tugas yang walupun singkat tetapi cenderung

    akan memperluas daftar sediaan.

    5. Bobotlah tugas yang sesuia dengan jumlah total tugas yang

    mengikutinya ditambah satu, dibagi dengan jumlah tingkat yang

    ditempati oleh tugas-tugas yang mengikutinya. Pengaruh dari

    pembobotan ini adalah memberikan tugas yang memiliki rantai

    terpanjang untuk dipilih.

    6. HItunglah rasio yang diperoleh dari perkalian faktor-faktor diatas

    sehingga elemen yang memiliki rasio terbesar dapat masuk ke dalam

    pembagian stasiun. Namun yang perlu diingat bahwa suatu elemen

    dapat masuk ke dalam stasiun kerja bila elemen-elemen yang

    mendahuluinya sudah lebih dahulu ditugaskan dan waktu siklus yang

    tersisa masih mencukupi.

    3.5 Tahap Pengambilan Keputusan

    Untuk mengambil suatu keputusan, terutama keputusan yang bersifat strategis

    maupun taktis sangatlah disarankan untuk mengikuti langkah-langkah sistematis dalam

    proses pengambilan keputusan. Menurut Simon (1977) ada 3 tahap utama atau fase

    pengambilan keputusan yaitu: intelligence, design and choice. Kemudian dia

    menambahkan fase keempat yaitu implementation. Dan monitoring dapat dijadikan

    sebagai fase kelima namun kegiatan monitoring dapat juga dilihat sebagai fase

    intelligence dimana pada fase tersebut hasil dari implementasi dijadikan sebagai

    feedback untuk kemudian dievaluasi kembali sehingga dihasilkan keputusan terbaik.

  • Gambar konseptual dari proses pengambilan keputusan dapat dilihat pada Gambar

    3.1 berikut ini:

    Gambar 3.1 Fase Pengambilan Keputusan

    1. The Intelligence Phase

    Intelligence Phase dalam pengambilan keputusan merupakan tahap pengamatan

    terhadap lingkungan perusahaan secara keseluruhan.

    3 The Design Phase

    Tahap ini meliputi bagaimana menemukan, mengembangkan dan menganalisa

    kemungkinan-kemungkinan penyelesaian dari masalah yang ada. Merupakan

    tahap pemodelan yang meliputi konseptualisasi masalah dan abstraksi masalah ke

    dalam kebutuhannya terhadap data, baik data kualitatif maupun kuantitatif yang

    diperlukan sebagai variabel input dalam suatu model.

  • 63

    5 The Choice Phase

    Pemilihan (choice) merupakan tindakan yang sangat kritis dalam suatu tahap

    pengambilan keputusan. Keputusan aktual dibuat pada tahap ini serta komitmen

    untuk mengikutinya. Pada kenyataannya batasan antara kedua tahap design and

    choice tidaklah jelas karena pada tahap choice juga memberikan feedback pada

    tahap choice.

    6 The Implementation Phase

    Pada tahap ini dilakukan penerapan suatu keputusan berdasarkan pilihan pada

    tahap sebelumnya. Dalam tahap ini diperlukan komitmen dari seluruh pihak yang

    terkait terutama pihak manajemen puncak.

    3.6 Sistem Pendukung Keputusan

    Pengambilan keputusan merupakan aktivitas manajemen berupa pemilihan

    tindakan dari beberapa alternatif yang telah dirumuskan sebelumnya untuk memecahkan

    suatu masalah atau suatu konflik dalam manajemen.

    Jadi Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan suatu sistem berbasis

    komputer yang ditujukan untuk membantu pengambilan keputusan dalam memanfaatkan

    data dan model-model tertentu. SPK digunakan untuk membantu manajemen dalam

    pengambilan keputusan dengan menghasilkan berbagai alternatif pilihan. Menurut

    Turban, SPK sendiri merupakan suatu alat untuk mengoptimalisasi keputusan yang akan

    diambil dengan menyediakan berbagai alternatif keputusan yang dihasilkan dari metode

    tertentu yang sesuai dengan masalah yang berkaitan dan intuisi dari si manajer atau

    sipengambil keputusan tersebut.

  • Sistem berbasis komputer merupakan kata kunci dalam SPK, karena hampir tidak

    mungkin kita tidak memanfaatkan komputer sebagai alat bantu terutama untuk

    menyimpan data dan membangun model. Penggunaan model ini berkaitan dengan sifat

    permasalahan yang bersifat semi terstruktur atau tidak terstruktur, jadi semakin

    banyaknya perbendaharaan model yang dimiliki oleh suatu sistem maka alternatif

    keputusan yang dapat diciptakannya juga semakin kaya.

    3.6.1 Karakteristik dan Kemampuan SPK

    Gambar 3.2 Karakteristik dan Kemampuan SPK

  • 65

    Karakteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh SPK dapat dijabarkan sebagai

    berikut:

    1. Mendukung pengambil keputusan, terutama pada permasalahan yang sifatnya

    semi terstruktur dan tidak terstruktur.

    2. Mendukung semua level manajerial.

    3. Mendukung individual juga suatu kelompok kerja.

    4. Mendukung keputusan interdependent dan sequential. Keputusan dapat dibuat

    satu kali, beberapa kali ataupun berulang-ulang.

    5. Mendukung semua fase proses pengambilan keputusan: intelligence, design,

    choice, and implementation.

    6. Mendukung bermacam-macam jenis pengambilan keputusan.

    7. SPK harus dapat beradaptasi dan fleksible dengan perubahan pada hal-hal dasar

    sehingga dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah yang serupa.

    8. SPK memberikan kemudahan bagi pengguna baik dalam tampilan maupun

    kemudahan penggunaan.

    9. SPK lebih memberatkan kepada efektifitas suatu keputusan bukan pada efisiensi

    keputusan.

    10. SPK mendukung pengambil keputusan bukan menggantikan peran pengambil

    keputusan. Sehingga keputusan sepenuhnya berada di tangan si pengambil

    keputusan.

    11. Pengguna dapat dengan mudah memodifikasi sistem sederhana.

    12. Model digunakan sebagai alat untuk menganalisa suatu keadaan atau

    permasalahan tertentu.

    13. Pengaksesan data dapat dilakukan pada berbagai sumber, format dan jenis data.

  • 1. Dapat digunakan secara sendiri-sendiri pada satu lokasi maupun secara kelompok

    pada tempat yang terpisah. Hal ini memungkinkan dengan menggunakan

    networking dan teknologi Web.

    3.6.1 Komponen Sistem Pendukung Keputusan

    SPK terdiri dari beberapa komponen, yaitu:

    Subsistem Data: Subsistem data merupakan penyedia data bagi sistem. Subsistem Model: SPK mampu mengintegrasikan data-data yang disimpannya

    dengan model-model yang ada. Maka subsistem model ini bertugas untuk

    mengelola berbagai model seperti finansial, statistik, ilmu manajemen maupun

    model kuantitatif lainnya.

    Subsistem User Interface (antar muka): Pengguna berkomunikasi dengan SPK melalui perantaraan subsistem ini

    Subsistem Knowledge-based: Subsistem ini dapat mendukung subsistem lainnya atau berdiri sebagai komponen interdependent.

    Gambar 3.3 Skema SPK

  • 67

    3.7 Analisa dan Perancangan Sistem Berorientasi Objek

    3.7.1 Konsep OOAD

    Object oriented telah menjadi pendekatan yang dominan dalam kegiatan analisa

    dan perancangan sistem terkomputerisasi. Analisa berorientasi obyek (object oriented

    analysis) dapat diartikan sebagai kegiatan penelitian terhadap problem domain untuk

    mendapatkan spesifikasi dari behavior yang dapat diamati secara eksternal, juga

    mendapatkan pernyataan yang layak, konsisten dan lengkap terhadap apa yang

    dibutuhkan serta mendapatkan karakteristik fungsional dan operasional terkuantifir.

    OOAD merupakan kegiatan untuk mengambil behavior yang dapat diamati secara

    eksternal dan menambahkan detail yang dibutuhkan bagi implementasi sistem komputer

    actual, termasuk di dalamnya intraksi manusia, manajemen tugas serta detail manajemen

    data.

    Secara singkat, analisis adalah kegiatan melakukan investigasi dari permasalahan

    yang ada. Sedangkan perancangan atau desain adalah solusi logis (logical solution) dari

    permasalahan yang ada agar sistem dapat memenuhi kebutuhan yang ada. Dengan

    demikian, OOAD dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mencari problem domain dan

    solusi logisnya dari perspektif obyek.

    Penggunaan metode object oriented ini mempunyai keunggulan dibandingkan

    dengan metode lainnya dalam pengembangan sistem. Keunggulan tersebut adalah:

    1. Menyatakan situasi yang nyata dalam konteks yang intuitif dan natural

    2. Lebih mudah pada saat melakukan implementasi

    3. Hemat dalam hal biaya perawatan sistem

    Sistem secara konteks dalam OOAD dideskripsikan terdiri dari 2 (dua) bagian,

    yaitu problem domain dan application domain. Sistem secara nyata mempunyai

  • 68

    beberapa komponen di dalamnya. Arsitektur dari komponen sistem ini merefleksikan

    konteks dari sistem.

    Gambaran mengenai sistem konteks dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut,

    sedangkan arsitektur sistem ditampilkan pada Gambar 3.4.

    Gambar 3.4 System Context

    Gambar 3.5 System Architecture

  • 69

    3.7.2 Object dan Class

    Basis dari pengembangan software berbasis objek adalah objek itu sendiri.

    Menurut Mathiassen (2000, p4), dalam tahap analisis objek digunakan untuk

    mengorganisasi pengertian programmer tentang konteks dari sistem yang ingin

    dirancang, sedangkan dalam tahap perancangan , objek itu digunakan untuk

    mendefiniskan sistem itu sendiri. Dibawah ini adalah pengertian tentang Class dan

    Objek :

    Objek merupakan sebuah entitas nyata yang memiliki identity, state, dan

    behavior. Dalam pengembangan software berbasis objek, Objek ini merepresentasikan

    objek di dunia nyata.

    Sedangkan Class mendeskripsikan beberapa objek yang memiliki structure,

    behavior dan attribut yang sama, dimana class merupakan cetak biru dari objek. Atribut

    umumnya digunakan untuk data , seperti angka dan string. Sedangkan behavior

    merupakan operasi yang dapat dilakukan oleh objek yang diwakili class tersebut.

    3.7.3 Encapsulation, Inheritance dan Polymorphism

    Encapsulation, Inheritance dan Polymorphism merupakan konsep pemrograman

    berbasis objek, dimana sebuah pemrograman berbasiskan objek harus memenuhi kriteria

    tersebut, pengertian dari masing masing kriteria tersebut adalah :

    Encapsulation Dalam OOA&D memiliki definisi bahwa sebuah objek harus memiliki

    kemampuan untuk menyembunyikan informasi penting dan tidak dapat diakses

    oleh objek lain yang tidak memiliki akses dalam objek itu, hal ini dapat

    direalisasikan dalam bentuk penggunaan variabel private, public, dan protected,

  • 70

    dimana variabel public dapat diakses oleh semua objek, sedangkan protected

    hanya dapat diakses oleh class turunan dari class tersebut. Dan variabel private

    hanya dapat diakses oleh fungsi dalam class itu sendiri.

    Polymorphism Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan beberapa class dengan fungsi

    yang berbeda, namun memiliki nama metode dan properti yang identik dan dapat

    digunakan secara bergantian pada saat program dijalankan.

    Inheritance Merupakan kemampuan objek untuk menurunkan sifat, metode, atribut, dan

    variabel yang dimiliki oleh class dasarnya tanpa menggunakan banyak kode

    program, serta dapat ditambahkan metode , atribut, dan variabel baru.

    Kemampuan-kemampuan diatas dibutuhkan untuk mendapatkan sebuah software

    yang fleksibel, karena dapat disesuaikan dengan kondisi kebutuhan, juga sangat dinamis

    dalam penggunaannya, karena dapat menggunakan ulang class yang telah dibuat

    sebelumnya.

    3.8 Unified Modelling Languange (UML)

    3.8.1 Sejarah UML

    Unified Modelling Language (UML) dikembangkan dengan tujuan untuk

    menyederhanakan dan mengkonsolidasikan sejumlah besar metode pengembangan

    object oriented yang muncul.

    Unified Modelling Language (UML) adalah sebuah bahasa yang berdasarkan

    grafik/gambar untuk memvisualisasi, menspesifikasikan, membangun, dan

  • 71

    pendokumentasian dari sebuah sistem pengembangan software berbasis OO (Object

    Oriented). Pendekatan analisa dan rancangan dengan menggunakan model OO mulai

    diperkenalkan sekitar pertengahan 1970 hingga akhir 1980 dikarenakan pada saat itu

    aplikasi software sudah meningkat dan mulai komplek. Sebelum tahun 1980 awal,

    dimana C dan C++ berkembang, developer software masih menggunakan sistem

    pemrograman struktural. Pemrograman yang umum digunakan adalah Cobol di tahun

    1967 dan berkembang dengan pesat di tahun 1970. Sejak penggunaan OOAD (Object

    Oriented Analysis and Design) pertama di bahasa pemrograman Smalltalk di awal tahun

    1980, banyak metode OOAD yang mulai muncul, diantaranya seperti Shlaer/Mellor,

    Coad/Yourdon, Booch, Rumbaugh, dan lainnya.

    Pada tahun 1994, Booch dan Rumbaugh bergabung di Rational Software Corp

    dan membentuk sebuah standar yang baru. Pada awal tahun 1996, OMG (Object

    Management Group) mengajukan proposal untuk bertanggung jawab pada

    pengembangan dan penyatuan metode pengembangan berbasis objek, inilah yang terus

    dikembangkan menjadi UML. Jumlah yang menggunakan metoda OO mulai diuji

    cobakan dan diaplikasikan antara tahun 1989 hingga tahun 1994, seperti halnya oleh

    Grady Booch dari Rational Software Co. yang dikenal dengan OOSE (Object-Oriented

    Software Engineering) dan James Rumbaugh dari General Electric yang dikenal dengan

    OMT (Object Modelling Technique).

    Kelemahan saat itu mulai disadari oleh Booch maupun Rumbaugh, ketika

    mereka bertemu rekan lainnya, Ivar Jacobson dari Objectory. Kelemahan saat itu adalah

    tidak adanya standar penggunaan model yang berbasis OO, sehingga mereka mulai

    mendiskusikan untuk mengadopsi masing-masing pendekatan metoda OO untuk

  • 72

    membuat suatu model bahasa yang seragam, yaitu UML (Unified Modeling Language)

    dan dapat digunakan oleh seluruh dunia.

    Secara resmi bahasa UML dimulai pada bulan oktober 1994, ketika Rumbaugh

    bergabung dengan Booch untuk membuat sebuah proyek pendekatan metoda yang

    seragam dari masing-masing metoda mereka. Saat itu baru dikembangkan draft metoda

    UML version 0.8 dan diselesaikan, serta di release pada bulan oktober 1995. Bersamaan

    dengan saat itu, Jacobson bergabung dan UML tersebut diperkaya ruang lingkupnya

    dengan metoda OOSE sehingga muncul release version 0.9 pada bulan Juni 1996.

    Hingga saat ini, sejak Juni 1998 UML version 1.3 telah diperkaya dan direspons oleh

    OMG (Object Management Group), Anderson Consulting, Ericsson, Platinum

    Technology, Object Time Limited, dan lain-lain, serta di pelihara oleh OMG yang

    dipimpin oleh Cris Kobryn. UML adalah standar dunia yang dibuat oleh Object

    Management Group (OMG), sebuah badan yang bertugas mengeluarkan standar-standar

    teknologi object oriented dan software component.

    Gambar 3.6 Terbentuknya Unified Modelling Language (UML)

    Sumber : Dharwiyanti, Wahono, http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php, 2003

  • 73

    3.8.2 UML Diagram

    UML adalah sebuah modeling language, bukanlah sebuah method. Sebagian

    besar method, paling tidak dalam prinsipnya, terdiri dari sebuah modeling language dan

    sebuah proses. Modeling language adalah notasi (terutama grafikal) yang digunakan

    method untuk mengekspresikan rancangan. Proses adalah nasihat atas langkah-langkah

    apa yang perlu diambil dalam menjalankan sebuah rancangan.Berikut ini merupakan

    standarisasi diagram-diagram yang terdapat dalam UML, yang digunakan untuk

    memodelkan sistem itu sendiri, yaitu :

    3.8.2.1 Class Diagram

    Class diagram menggambarkan kumpulan dari class, interface, collaboration,

    dan hubungannya. Diagram ini merupakan diagram yang paling umum ditemukan dalam

    memodelkan sistem berorientasi objek. Class diagram sangatlah penting tidak hanya

    untuk visualisasi, menentukan, dan mendokumentasikan model struktural, tetapi juga

    untuk mengkonstruksikan sistem yang executable.

    Class menggambarkan keadaan (atribut/properti) suatu sistem, sekaligus

    menawarkan layanan untuk memanipulasi keadaan tersebut (metode/fungsi), sehingga

    class memiliki tiga area pokok yaitu nama, atribut, dan metode. (Dharwiyanti, Wahono,

    2003, online).

    Beberapa hubungan antar class adalah sebagai berikut :

    1. Asosiasi, yaitu hubungan statis antar class. Umumnya menggambarkan class

    yang memiliki atribut berupa class lain, atau class yang harus mengetahui

    eksistensi class lain.

    2. Agregasi, yaitu hubungan yang menyatakan bagian (terdiri atas).

  • 74

    3. Pewarisan, yaitu hubungan hirarkis antar class. Class dapat diturunkan dari class

    lain dan mewarisi semua atribut dan metode class asalnya dan menambahkan

    fungsionalitas baru, sehingga ia disebut anak dari class yang diwarisinya.

    Kebalikan dari pewarisan adalah generalisasi.

    4. Hubungan dinamis, yaitu rangkaian pesan (message) yang di-passing dari satu

    class kepada class lain. Hubungan dinamis dapat digambarkan dengan

    menggunakan sequence diagram yang akan dijelaskan kemudian.

    Sumber: www. smart draw.com

    Gambar 3.7 Contoh Class Diagram

    3.8.2.2 State Chart Diagram

    Statechart diagram menggambarkan behaviour dari sebuah sistem dan perubahan

    keadaan dari satu state ke state lainnya yang mungkin dilakukan oleh suatu objek.

    Pada umumnya statechart diagram menggambarkan class tertentu (satu class

    dapat memiliki lebih dari satu statechart diagram). Diagram ini menekankan pada

    metode (event) dari objek. Dalam UML, state digambarkan berbentuk segiempat dengan

    sudut membulat dan memiliki nama sesuai kondisinya saat itu. Transisi antar state

    umumnya memiliki kondisi guard yang merupakan syarat terjadinya transisi yang

    bersangkutan, dituliskan dalam kurung siku. Action yang dilakukan sebagai akibat dari

  • 75

    event tertentu dituliskan dengan diawali garis miring. Titik awal dan akhir digambarkan

    berbentuk lingkaran berwarna penuh dan berwarna setengah. (Dharwiyanti, Wahono,

    2003, online). Notasi-notasi dalam statechart diagram dapat dilihat pada contoh

    statechart untuk customer bank di bawah ini :

    Open

    [amount,date] / Amount deposited

    [date,amount] / Amount withdrawn

    [date] / Account opened [date] / Amount closed

    Sumber: Mathiassen et al., 2000

    Gambar 3.8 Contoh Statechart Diagram

    3.8.2.3 Use Case Diagram

    Use case adalah pola interaksi antara sistem dengan aktor di dalam application

    domain. Aktor adalah abstraksi dari user atau sistem lain yang berinteraksi dengan

    sistem. Use Case diagram menggambarkan fungsionalitas yang diharapkan dari sebuah

    sistem. Yang ditekankan adalah apa yang diperbuat sistem, dan bukan bagaimana.

    Use Case diagram digunakan untuk menyusun requirement dari sebuah sistem,

    mengkomunikasikan rancangan dengan klien, dan merancang test case untuk semua

    feature yang ada pada sistem.

  • 76

    Sumber: www.visual-paradigm.com

    Gambar 3.9 Contoh Use Case Diagram

    3.8.2.4 Sequence Diagram

    Sequence diagram adalah sebuah interaction diagram yang menekankan pada

    urutan waktu penyampaian dari suatu pesan. Sequence diagram menggambarkan

    interaksi antar objek di dalam dan di sekitar sistem (termasuk pengguna, display, dan

    sebagainya) berupa message yang digambarkan terhadap waktu. Sequence diagram

    terdiri atar dimensi vertikal (waktu) dan dimensi horizontal (objek-objek yang terkait).

    Sequence diagram biasa digunakan untuk menggambarkan skenario atau

    rangkaian langkah-langkah yang dilakukan sebagai respons dari sebuah event untuk

    menghasilkan output tertentu. Diawali dari apa yang men-trigger aktivitas tersebut,

    proses dan perubahan apa saja yang terjadi secara internal dan output apa yang

    dihasilkan. Masing-masing objek, termasuk aktor, memiliki lifeline vertikal. Message

    digambarkan sebagai garis berpanah dari satu objek ke objek lainnya. Pada fase desain

    berikutnya, message akan dipetakan menjadi operasi atau metoda dari class. Activation

    bar menunjukkan lamanya eksekusi sebuah proses, biasanya diawali dengan diterimanya

    sebuah message. (Dharwiyanti, Wahono, 2003, online).

  • 77

    Sumber: www. smart draw.com

    Gambar 3.10 Contoh Sequence Diagram

    3.8.2.5 Coponent Diagram

    Component diagram menggambarkan struktur dan hubungan antar komponen

    piranti lunak, termasuk ketergantungan (dependency) di antaranya.

    Sumber: www. smart draw.com

    Gambar 3.11 Contoh Component Diagram

    3.8.2.6 Deployment Diagram

    Deployment (physical) diagram menggambarkan secara jelas bagaimana

    komponen di-deploy dalam infrastruktur sistem, di mana komponen akan diletakkan

    (pada mesin, server atau piranti keras apa), bagaimana kemampuan jaringan pada lokasi

    tersebut, spesifikasi server, dan hal-hal lain yang bersifat fisikal.

  • 78

    Sumber: www. smart draw.com

    Gambar 3.12 Contoh Deployment Diagram