2011 hsi

206
ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN MANDAILING NATAL, PROPINSI SUMATERA UTARA HADIJAH SIREGAR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Upload: andrew-tejahusada

Post on 01-Jan-2016

88 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

dasdas

TRANSCRIPT

Page 1: 2011 Hsi

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN

KARET RAKYAT DI KABUPATEN MANDAILING NATAL,

PROPINSI SUMATERA UTARA

HADIJAH SIREGAR

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 2: 2011 Hsi
Page 3: 2011 Hsi

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Potensi Pengembangan

Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera

Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2011

Hadijah Siregar

NRP A156090174

Page 4: 2011 Hsi

ABSTRACT

HADIJAH SIREGAR. An Analysis of Rubber Smallholding Potential Development

in Mandailing Natal Regency, North Sumatra Province . Under direction of

SANTUN R.P. SITORUS and ATANG SUTANDI.

Development of preminent commodity of rubber is one of Mandailing Natal

Regency government‟s strategy to improve society prosperity. To support the

mentioned things, this research was conducted with purposes: determining

suitability location for the development of rubber plantation based on land

evaluation, analysing financial and marketing feasibilities of rubber smallholding,

analysing the directive of rubber smallholding potential development in

Mandailing Natal Regency by using mapping and descriptive analysis. The

research result shows that acreage of potential area for the development of rubber

plantation in Mandailing Natal Regency is 460 849 ha (70.41%). Financially, the

enterprise of rubber smallholding in every land suitability class is feasible. The

market chain of rubber in Mandailing Natal Regency is not efficient enough. The

location which is able to recommended for the development of rubber plantation

in Mandailing Natal Regency based on potential location, financially and relevant

government regulations is 201 875 ha (30.84%). The performance of rubber

smallholding plantation in Mandailing Natal Regency is influenced by agricultural

extension service officer, the availability of farmer group, rubber productivity and

availability of agricultural infrastructure. Nowadays, rubber processing factory

should be built in Mandailing Natal, considering that raw materials are widely

available and added value will contribute for regional development.

Keywords: rubber smallholding, land evaluation, financial feasibility, marketing

feasibility.

Page 5: 2011 Hsi

RINGKASAN

HADIJAH SIREGAR. Analisis Potensi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat

di Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh :

SANTUN R.P. SITORUS dan ATANG SUTANDI.

Pengembangan subsektor perkebunan merupakan salah satu pilihan yang

cukup realistis sebagai bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian

Indonesia. Dalam rangka penguatan sektor perkebunan di Indonesia, pemerintah

telah mencanangkan program revitalisasi perkebunan untuk pengembangan

komoditi perkebunan unggulan yakni karet, kelapa sawit dan kakao. Karet

merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber

pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi

sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian

lingkungan dan sumberdaya hayati. Selain itu, tanaman karet ke depan akan

merupakan sumber kayu potensial yang dapat mensubstitusi kebutuhan kayu yang

selama ini mengandalkan hutan alam, sehingga karet merupakan salah satu

komoditi perkebunan yang sangat potensial untuk dikembangkan saat ini.

Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah dengan areal tanaman

karet terluas di Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data statistik, luas lahan

yang diusahakan oleh masyarakat sampai tahun 2008 seluas 71.015 ha dengan

produksi 34.615 ton (BPS Mandailing Natal, 2009), dimana seluruh luasan

tersebut merupakan perkebunan rakyat. Tingginya minat masyarakat untuk

mengusahakan tanaman karet dengan economic scale yang sesuai untuk

perkebunan rakyat karena komoditi ini dapat diusahakan dalam skala kecil (0,5

Ha) yang sesuai untuk masyarakat kecil serta masih cukup luasnya potensi lahan

kering untuk pengembangan perkebunan dan didukung oleh kebijakan Pemerintah

Kabupaten Mandailing Natal dalam rangka upaya pengentasan kemiskinan di

Kabupaten Mandailing Natal maka perkebunan karet rakyat sangat potensial

dikembangkan di Kabupaten Mandailing Natal.

Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan karet rakyat adalah

rendahnya produktivitas karet, dan tingginya proporsi areal tanaman karet tua,

belum efisiennya sistem pemasaran bahan olah karet, keterbatasan modal untuk

membeli bibit unggul maupun sarana produksi lain seperti pupuk, herbisida serta

ketersediaan sarana produksi pertanian di tingkat petani juga masih terbatas.

Memperhatikan potensi yang ada dan prospek masa depan serta untuk mengurangi

permasalahan yang timbul dalam pengelolaan karet di Kabupaten Mandailing

Natal, Karena itu diperlukan suatu analisis dalam rangka memberikan masukan

bagi perencanaan pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Mandailing

Natal.

Tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan lokasi yang berpotensi untuk

pengembangan tanaman karet rakyat berdasarkan aspek fisik, (2) menganalisis

kelayakan finansial pengusahaan kebun karet rakyat pada tiap kelas kesesuaian

lahan, (3) menganalisis margin tata niaga dan integrasi pasar dalam rantai

pemasaran cup lump karet, (4) menyusun arahan kebijakan pengembangan

perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal.

Page 6: 2011 Hsi

Data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa data tabular dan

peta-peta tematik digital yang berasal dari berbagai instansi pemerintah. Selain

itu, digunakan juga data primer hasil wawancara dengan petani dan pedagang

pengumpul karet. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, analisis data yang

digunakan adalah (1) analisis Sistem Informasi Geografi (SIG), (2) analisis

kelayakan finansial, (3) analisis pemasaran yaitu analisis margin pasar dan

integrasi pasar dan (4) analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten

Mandailing Natal sesuai untuk budidaya tanaman karet yaitu seluas 460.849 ha

(70,41%) dan lahan yang tidak sesuai seluas 193 693 ha (29,59%). Secara aktual

sebagian besar areal tergolong kelas Sesuai Marginal (S3) yaitu seluas 421.387 ha

(64,38%), sedangkan yang tergolong kelas Cukup Sesuai (S2) seluas 23.031 ha

(3,52%) dan lahan yang tergolong kelas Sangat Sesuai (S1) seluas 16.430 ha

(2,51%) untuk tanaman karet. Kecamatan dengan kelas kesesuaian S1, S2 dan S3

yang terluas secara berturut-turut adalah Kecamatan Siabu (5.915 ha), Kecamatan

Batahan (5.326 ha) dan Kecamatan Muara Batang gadis (153.857 ha).

Berdasarkan hasil analisis finansial, usaha perkebunan karet rakyat di

Kabupaten Mandailing Natal layak untuk dikembangkan terlihat dari nilai NPV,

BCR, dan IRR yang memenuhi kriteria layak. Nilai NPV bernilai positif yaitu

antara Rp93.052.838–Rp37.838.270 menunjukkan bahwa keuntungan yang

didapatkan selama umur produktif tanaman karet sebesar nilai tersebut. BCR yang

lebih besar dari satu (2,10–1,48) menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang

diinvestasikan dalam usaha ini akan memberikan tambahan keuntungan sebesar

Rp2,10–Rp1,48. Nilai IRR yang melebihi tingkat suku bunga yang berlaku

menggambarkan bahwa sampai tingkat suku bunga 23%-29% usaha perkebunan

karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal masih memberikan nilai keuntungan

bagi petani dengan payback period antara 7–11 tahun.

Hasil analisis sensitivitas yang dilakukan pada kegiatan perkebunan karet

rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, pada skenario menaikkan nilai input

dengan asumsi yang lain ceteris paribus diperoleh bahwa pada tingkat kenaikan

biaya input sebesar 40 % untuk lahan S3 sudah tidak layak lagi sedangkan untuk

lahan S1 kenaikan biaya input hingga sebesar 110,3% baru menjadikan kegiatan

tersebut tidak layak. Pada skenario menaikkan tingkat suku bunga dengan asumsi

yang lain ceteris paribus, ketidaklayakan usaha perkebunan rakyat pada kelas

kesesuaian lahan S3 terjadi pada tingkat suku bunga 20,30% dan pada kelas

kesesuaian lahan S1 pada saat tingkat suku bunga 29,50%. Nilai BEP volume

produksi sebesar 1.392 kg/ha/tahun-1.679 kg/ha/tahun dan nilai BEP harga

sebesar Rp6.803–Rp8.846.

Kinerja pemasaran karet di Kabupaten Mandailing Natal cenderung belum

efisien yang ditunjukkan dengan besarnya share keuntungan yang masuk ke

lembaga pemasaran yang terlibat (20,88%) dan tidak adanya keterpaduan harga

pasar jangka panjang antara pasar tingkat petani dan tingkat pabrik, akibat

panjangnya rantai pemasaran dan senjang informasi harga yang terjadi. Belum

tersedianya industri pengolahan karet di Kabupaten Mandailing Natal membuat

cup lump karet yang dihasilkan di jual ke luar daerah, padahal bahan baku cukup

banyak tersedia, sehingga perkebunan karet rakyat belum memberikan nilai

tambah bagi pembangunan daerah.

Page 7: 2011 Hsi

Pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal

dapat diarahkan pada lahan seluas 201.875 ha (30,84%). Arahan pengembangan

ini bukan berarti menekankan agar keseluruhan luasan tersebut hanya sesuai untuk

tanaman karet, namun hanya bersifat arahan agar masyarakat yang berminat untuk

mengembangkan tanaman karet dapat menanamnya di areal arahan ini.

Berdasarkan hasil analisis, maka pemerintah perlu segera membuat kebijakan

percepatan peremajaan karet, membangun pusat informasi harga karet di tingkat

regional yang diharapkan dapat mengurangi senjang informasi harga di petani.

Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal perlu segera merealisasikan

rencana pembangunan pabrik pengolahan karet di Kabupaten Mandailing Natal

mengingat ketersediaan bahan baku yang cukup besar dan hal ini akan

berimplikasi pada peningkatan perekonomian daerah, lebih meningkatkan peran

para penyuluh dan pembentukan kelompok-kelompok tani di masyarakat untuk

meningkatkan mutu karet yang dihasilkan dan meningkatkan bargaining position

petani dalam pemasaran karet dan mengarahkan petani pada penggunaan klon

karet unggul dengan produktivitas tinggi dan teknik budidaya sesuai anjuran serta

lebih meningkatkan pengawasan terhadap distribusi pupuk dan pestisida untuk

petani.

Kata kunci : karet rakyat, evaluasi lahan, kelayakan finansial, kelayakan

pemasaran

Page 8: 2011 Hsi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

Page 9: 2011 Hsi

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN

KARET RAKYAT DI KABUPATEN MANDAILING NATAL,

PROPINSI SUMATERA UTARA

HADIJAH SIREGAR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 10: 2011 Hsi

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Widiatmaka, DAA

Page 11: 2011 Hsi

Judul Tesis : Analisis Potensi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di

Kabupaten Mandailing Natal

Nama : Hadijah Siregar

NRP : A156090174

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ir. Atang Sutandi, M.Si Ph.D

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

Page 12: 2011 Hsi

Kupersembahkan Karya ini Kepada:

Almarhumah Ibunda tersayang Hj. Hasna Nasution dan Ayahanda H. Bustaman Siregar

Saudara-saudariku (Rosmaiani Siregar & Soritua Harahap, Aisyah Siregar & Isya Ansori Nasution,

Siti Amisah Siregar, Hamonangan Siregar & Hasan Ansari Siregar, Rosdina Siregar & Dollar)

yang telah mendukung dan selalu mendoakanku selama ini dan keponakan-keponakanku (Anri, Aldi, Astri, Nanda, Ari, Hasdan,

Ismail and Nazwa) yang memberi warna-warni dan kebahagian dalam keluarga kami.

Page 13: 2011 Hsi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran ............................................................................. 29

2. Grafik Break Event Point (BEP) .......................................................... 38

3. Bagan alir penelitian ............................................................................. 48

4. Peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal ................................... 51

5. Peta kemiringan lahan .......................................................................... 52

6. Peta ketinggian tempat ......................................................................... 53

7. Persentase nilai PDRB per sub sektor Kabupaten Mandailing Natal

tahun 2004-2008 ............................................................................. 61

8. Produksi Karet di Kabupaten Mandaling Natal Tahun 2004-2008 ..... 62

9. Peta Kesesuaian Lahan Karet Kabupaten Mandailing Natal................ 68

10. Peta Kesesuaian Lahan Karet dengan faktor-faktor pembatas di

Kabupaten Mandailing Natal................................................................ 72

11. Saluran pemasaran cup lump karet rakyat di Kabupaten

Mandailing Natal kondisi tahun 2010 .................................................. 88

12. Peta Arahan Pengembangan Tanaman Karet Rakyat

di Kabupaten Mandailing Natal ........................................................... 101

Page 14: 2011 Hsi
Page 15: 2011 Hsi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kriteria kesesuaian lahan karet ..................................................... 116

2. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Mandailing Natal ................. 117

3. Peta Kawasan Hutan Kabupaten Mandailing Natal ...................... 118

4. Peta Pencadangan Areal Hutan Rakyat

di Kabupaten Mandailing Natal .................................................... 119

5. Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Sihepeng

Kecamatan Siabu (kelas kesesuaian lahan S1) .............................. 120

6. Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Malintang

Jae Kecamatan Bukit Malintang (kelas kesesuaian lahan S1) ...... 122

7. Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Purba Baru

Kecamatan Lembah Sorik Marapi (kelas kesesuaian lahan S2) ... 124

8. Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Roburan

Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan (kelas kesesuaian

lahan S2) ........................................................................... 126

9. Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Tambangan

Kecamatan Tambangan (kelas kesesuaian lahan S3) .................... 128

10. Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Hutarimbaru

Kecamatan Kotanopan (kelas kesesuaian lahan S3) ..................... 130

11. Perbandingan rataan komponen input dan output pengusahaan

kebun karet rakyat untuk luasan 1 Ha pada kelas kesesuaian

lahan S1, S2 dan S3 di masing-masing desa sampel ..................... 132

12. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)

di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu

(kelas kesesuaian lahan S1) Menaikkan Biaya Input .................... 133

13. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)

di Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang

(kelas kesesuaian lahan S1) Menaikkan Biaya Input .................... 135

14. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)

di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi

(kelas kesesuaian lahan S2) Menaikkan Biaya Input .................... 137

Page 16: 2011 Hsi

15. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)

di Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan

(kelas kesesuaianlahan S2) Menaikkan Biaya Input .................... 139

16. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)

di Desa Tambangan Kecamatan Tambangan

(kelas kesesuaian lahan S3) Menaikkan Biaya Input .................... 141

17. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)

di Desa Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan

(kelas kesesuaian lahan S3) Menaikkan Biaya Input .................... 143

18. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)

di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu

(kelas kesesuaian lahan S1) Menaikkan Suku Bunga ................... 145

19. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)

di Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang

(kelas kesesuaian lahan S1) Menaikkan Suku Bunga ................... 147

20. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)

di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi

(kelas kesesuaian lahan S2) Menaikkan Suku Bunga ................... 149

21. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)

di Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan

(kelas kesesuaianlahan S2) Menaikkan Suku Bunga ................... 151

22. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)

di Desa Tambangan Kecamatan Tambangan

(kelas kesesuaian lahan S3) Menaikkan Suku Bunga ................... 153

23. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)

di Desa Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan

(kelas kesesuaian lahan S3) Menaikkan Suku Bunga ................... 155

24. Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan

Karet (1 ha) di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu

(kelas kesesuaian lahan S1) ........................................................... 157

25. Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi

Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu

(kelas kesesuaian lahan S1) ........................................................... 159

26. Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan

Karet (1 ha) di Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang

(kelas kesesuaian lahan S1) ........................................................... 161

viii

Page 17: 2011 Hsi

27. Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi

Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Malintang Jae

Kecamatan Bukit Malintang (kelas kesesuaian lahan S1) ............ 163

28. Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan

Karet (1 ha) di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik

Marapi (kelas kesesuaian lahan S2) .............................................. 165

29. Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi

Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Purba Baru Kecamatan

Lembah Sorik Marapi (kelas kesesuaian lahan S2) ...................... 167

30. Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan

Karet (1 ha) di Desa Roburan Lombang Kecamatan

Panyabungan Selatan (kelas kesesuaianlahan S2) ........................ 169

31. Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi

Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Roburan Lombang

Kecamatan Panyabungan Selatan (kelas kesesuaianlahan S2) ..... 171

32. Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan

Karet (1 ha) di Desa Tambangan Kecamatan Tambangan

(kelas kesesuaian lahan S3) ........................................................... 173

33. Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi

Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Tambangan Kecamatan

Tambangan (kelas kesesuaian lahan S3) ....................................... 175

34. Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan

Karet (1 ha) di Desa Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan

(kelas kesesuaian lahan S3) ........................................................... 177

35. Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi

Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Hutarimbaru Kecamatan

Kotanopan (kelas kesesuaian lahan S3) ........................................ 179

36. Rekapitulasi harga pasar lump karet tingkat petani

di Kabupaten Mandailing Natal dan harga di tingkat pabrik

di Propinsi Sumatera ..................................................................... 181

ix

Page 18: 2011 Hsi
Page 19: 2011 Hsi

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan subsektor perkebunan merupakan salah satu pilihan yang

cukup realistis sebagai bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian

Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi dengan tiga alasan utama. Pertama,

bisnis perkebunan adalah bisnis yang mempunyai daya tahan tinggi karena

berbasis pada sumberdaya domestik dan berorientasi ekspor. Hal ini tercermin

dari bisnis perkebunan yang selalu tumbuh sekitar 4% per tahun pada 25 tahun

terakhir. Kedua, bisnis perkebunan diyakini masih sangat prospektif dengan

peluang pertumbuhan berkisar antara 2%-8% per tahun, tergantung komoditinya.

Ketiga, bisnis perkebunan merupakan bisnis yang relatif intensif menggunakan

tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang berlokasi di pedesaan. Dengan

karakteristik tersebut, bisnis perkebunan diharapkan mampu menyerap tenaga

kerja yang lebih banyak, sekaligus memperbaiki ketimpangan distribusi

pendapatan yang kini tengah dihadapi (Ditjenbun, 2009)

Agribisnis subsektor ini mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, penerimaan

devisa dari ekspor, dan sumber bahan baku bagi industri hilir hasil pertanian. Hal

ini dapat dilihat dari produksi beberapa komoditas perkebunan dan devisa yang

dihasilkan cukup tinggi. Pada tahun 2008 dari subsektor ini diperoleh devisa

sebesar US$24,5 milyar dan tahun 2009 meningkat menjadi US$26,5 milyar.

Sementara itu, jumlah petani-pekebun yang mengelola usaha berbagai jenis

komoditas tahun 2009 sebanyak 19,70 juta KK. Hal ini membuktikan bahwa

sektor perkebunan menjadi salah satu penopang ekonomi rakyat. Perkebunan juga

mampu menghadapi berbagai krisis ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 1997

sampai 1998 dan tahun 2008. Sektor ini juga memberikan kontribusi dalam

mengatasi berbagai masalah nasional seperti penyediaan lapangan kerja dan

penanggulangan kemiskinan (Ditjenbun, 2009).

Perkembangan luas areal dan produksi komoditi perkebunan dari tahun ke

tahun mengalami peningkatan. Luas areal perkebunan dari tahun 2005 sampai

dengan tahun 2009 meningkat sebesar 16%. Produksi perkebunan Indonesia dari

tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 45,57%.

Page 20: 2011 Hsi

2

Perkembangan luas perkebunan Indonesia dan produksi perkebunan Indonesia

disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1 Perkembangan Luas Perkebunan Indonesia Tahun 2005-2009 (ha)

Komoditas 2005 2006 2007 2008 2009

K. Sawit 5.453.817 6.594.914 6.766.836 7.007.876 7.321.897

Kelapa 3.803.614 3.788.892 3.795.037 3.798.338 3.800 .846

Karet 3.279.391 3.346.427 3.413.717 3.469.960 3.524.583

Kakao 1.167.046 1.320.820 1.379.279 1.473.259 1.592.982

Kopi 1.255.272 1.308.732 1.295.912 1.302.893 1.309.184

Tebu 381.786 396.441 427.799 442.151 480.148

Jambu Mete 579.650 569.197 570.677 569.677 566.394

Cengkeh 448.857 444.658 453.292 457.172 460.186

The 139.121 135.590 133.734 129.336 129.599

Tembakau 198.212 172.234 198.054 203.627 212.698

Kapas 5.982 6.263 13.737 16.601 20.000

Lada 191.992 192.604 189.054 190.777 191.612

Jumlah 16.904.740 18.276.772 18.636.859 19.061.666 19.610.129

Sumber : Ditjen Perkebunan (2009)

Tabel 2 Perkembangan Produksi Perkebunan Indonesia Tahun 2005-2009 (ton)

Komoditas 2005 2006 2007 2008 2009

K. Sawit 11.861.615 17.350.848 17.664.725 18.089.503 19.440.292

Kelapa 3 .096.844 3.131.158 3.199.662 3.247.077 3.257.773

Karet 2 .270.891 2.637.231 2.755.172 2.921.872 3.040.110

Kakao 748.828 769.386 740.006 792.761 849.875

Kopi 640.365 682.158 676.475 682.938 689.057

Tebu 2 .241.742 2.307.027 2.623.786 2.703.975 2.954.095

Jambu Mete 135.070 149.138 146.148 142.536 133.282

Cengkeh 78.350 61.408 80.404 80.929 82.543

Teh 166.091 146.858 150.623 148.315 151.617

Tembakau 153.470 146.265 164.851 169.668 172.701

Kapas 2.241 1.627 12.768 20.523 24.725

Lada 78.328 77.533 74.131 79.726 81.662

Jumlah 21.473.835 27.460.637 28.288.751 29.176.793 31.260.190

Sumber : Ditjen Perkebunan (2009)

Indonesia merupakan negara eksportir karet terbesar kedua di dunia setelah

Thailand. Indonesia memiliki areal perkebunan karet terluas di dunia namun

produktivitasnya masih rendah. International Rubber Study Group (IRSG)

meramalkan bahwa pada tahun 2020 konsumsi karet dunia akan mencapai 10,95

juta ton dan produksi dunia mencapai 10,99 juta ton sehingga terdapat surplus

54.000 ton (Ditjenbun, 2009). Dalam rangka penguatan sektor perkebunan di

Indonesia, pemerintah telah mencanangkan program revitalisasi perkebunan yakni

Page 21: 2011 Hsi

3

suatu upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan,

peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi

perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan perusahaan

dibidang usaha perkebunan sebagai mitra pengembangan dalam pembangunan

kebun, pengolahan dan pemasaran hasil dengan tiga komoditi yaitu kelapa sawit,

karet dan kakao (Ditjenbun, 2007).

Pertumbuhan ekonomi dunia pada sepuluh tahun terakhir yang sangat pesat,

terutama China dan beberapa negara kawasan Asia-Pasifik dan Amerika Latin

seperti India, Korea Selatan dan Brazil memberi dampak pertumbuhan permintaan

karet alam yang cukup tinggi, walaupun pertumbuhan permintaan karet di negara-

negara industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang relatif stagnan.

Hal ini sejalan dengan keinginan manusia menggunakan barang yang bersifat

tahan pecah dan elastis sehingga kebutuhan akan karet sebagai bahan baku

industri barang jadi karet (ban, sarung tangan karet, benang karet dan lain-lain)

saat ini akan terus berkembang dan meningkat sejalan dengan pertumbuhan

industri otomotif, kebutuhan rumah sakit, alat kesehatan, keperluan rumah tangga

dan sebagainya. Diperkirakan untuk masa yang akan datang kebutuhan karet akan

terus meningkat.

Berdasarkan data dan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan

menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi

yang akan meningkatkan ekspor karet. Hal ini akan menjadi peluang yang baik

bagi Indonesia untuk mengekspor karet dan hasil olahan industri karet yang ada di

Indonesia ke negara‐negara lainnya. Luas areal perkebunan karet Indonesia

sekarang ini mencapai 3,52 juta ha yang terdiri atas 85% perkebunan rakyat dan

sisanya perkebunan besar swasta dan badan usaha milik negara dengan produksi

sekitar 3 juta ton dan menyerap sedikitnya 2,30 juta tenaga kerja. Luas

perkebunan karet Indonesia merupakan yang terluas di dunia disusul Thailand

seluas 2,76 juta ha. Pemulihan ekonomi akibat krisis global tahun 2007

menyebabkan permintaan karet juga meningkat. Diramalkan pada 2015 Indonesia

dapat meningkatkan produksi dengan laju yang tinggi, sehingga dapat melampaui

produksi Thailand (Ditjenbun, 2009)

Page 22: 2011 Hsi

4

Prospek karet alam akan baik selama ekonomi tumbuh dengan baik dan

produksi tidak mengalami gangguan cuaca, sehingga pemerintah perlu membuat

perencanaan yang matang dalam peremajaan dan pembukaan kebun karet baru.

Peluang untuk menjadi produsen utama di dunia dimungkinkan, karena Indonesia

mempunyai potensi sumberdaya yang sangat memadai untuk meningkatkan

produksi melalui program revitalisasi perkebunan. Pengembangan komoditas

karet di lahan kering dan kritis juga memberi kontribusi nyata dalam memelihara

bahkan memperbaiki lingkungan. Di samping itu, pengembangan komoditas karet

dalam bentuk agroforestry serta pemanfaatan kayu karet sebagai pengganti kayu

dari hutan primer merupakan kontribusi lain perkebunan karet dalam konservasi

lingkungan (Boerhendhy et al., 2003)

Kebijakan otonomi daerah melalui Undang-undang nomor 32 tahun 2004

memberikan kewenangan yang besar pada daerah dalam mengelola pemerintahan

dan sumberdaya daerah termasuk kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan konservasi

sumberdaya alam yang diiringi dengan tanggung jawab pembiayaan

pembangunan daerah yang porsinya semakin meningkat. Berkaitan dengan upaya

pembangunan daerah, maka pengembangan ekonomi yang berbasis pada

sumberdaya lokal sebagai pusat pertumbuhan perlu diperkuat. Berdasarkan data

statistik, sektor pertanian mempunyai kontribusi yang besar terhadap PDRB

Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2008 yakni sebesar 46,36% dimana

14,77% diantaranya merupakan pangsa subsektor perkebunan. Komoditi karet

merupakan komoditi perkebunan yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat.

Luas lahan yang diusahakan oleh masyarakat pada tahun 2008 seluas 71.015 Ha

dengan produksi 34.615 ton (BPS Mandailing Natal, 2009).

Penduduk Kabupaten Mandailing Natal telah mengusahakan kebun karet

secara turun-temurun dari nenek moyang dan merupakan mata pencaharian pokok

bagi sebagian besar penduduk yakni sekitar 40%, sehingga ketergantungan

masyarakat pada usaha berkebun karet ini sangat tinggi dan telah menunjukkan

hasil serta peran yang nyata bagi masyarakat dalam meningkatkan pendapatannya.

Komoditi karet bagi Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal sendiri merupakan

komoditi yang mempunyai peranan penting dalam kontribusi subsektor

perkebunan dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) karena

Page 23: 2011 Hsi

5

karet merupakan komoditi ekspor yang banyak diperdagangkan di luar negeri

dengan harga yang terus mengalami peningkatan dan merupakan komoditi

perkebunan yang masih menjadi primadona di dunia. Memperhatikan potensi

yang ada dan prospek masa depan, komoditi karet merupakan komoditi unggulan

yang berpotensi untuk dikembangkan dalam menunjang pengembangan wilayah.

1.2 Perumusan Masalah

Subsektor perkebunan merupakan salah satu motor penggerak

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mandailing Natal. Secara rata–rata subsektor

tanaman perkebunan mengalami pertumbuhan tertinggi di sektor pertanian yakni

sebesar 6,48%. Subsektor perkebunan merupakan subsektor yang memberikan

sumbangan terbesar kedua terhadap PDRB sektor pertanian Kabupaten

Mandailing Natal yang signifikan selama lima tahun terakhir (2004–2008) setelah

subsektor tanaman pangan (BPS Mandailing Natal, 2009). Komoditi perkebunan

yang cukup pesat perkembangannya saat ini dan memiliki prospek pasar yang

baik di Kabupaten Mandailing Natal adalah tanaman karet. Harga jual yang tinggi

beberapa tahun terakhir membuat tingginya minat masyarakat untuk

membudidayakan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal.

Permasalahan yang ada dalam pengembangan komoditi karet rakyat di

Kabupaten Mandailing Natal adalah rendahnya produktivitas karet, tingginya

proporsi areal tanaman karet tua, belum efisiennya sistem pemasaran bahan olah

karet, keterbatasan modal untuk membeli bibit unggul maupun sarana produksi

lain seperti pupuk, herbisida serta belum adanya Pabrik Crumb Rubber di

Kabupaten Mandailing Natal, sehingga belum memberikan tingkat margin yang

memadai bagi petani karet. Rendahnya produktivitas karet yang dihasilkan petani

disebabkan belum optimalnya pengelolaan kebun karet oleh petani karena

terbatasnya pengetahuan dan kemampuan teknis budidaya karet, terbatasnya

saprodi yang dimiliki petani dalam meningkatkan produksi dan kualitas hasil karet

sesuai standar, terbatasnya modal dan SDM petugas, belum berfungsinya lembaga

pendukung pengembangan agribisnis karet rakyat.

Mempertimbangkan besarnya potensi pengembangan karet di Kabupaten

Mandailing Natal dan dalam upaya penanganan permasalahan pengembangan

karet, perlu dilakukan berbagai analisis diantaranya untuk menghindari agar

Page 24: 2011 Hsi

6

masyarakat tidak dirugikan dengan menanam tanaman karet di lokasi yang tidak

sesuai dengan kriteria tumbuh tanaman (biofisik), aspek spasial (tata ruang) dan

aspek ekonomi. Diperlukan arahan bagi masyarakat dalam memilih lokasi yang

tepat untuk budidaya tanaman tersebut. Dengan pemilihan lokasi yang tepat

produk yang dihasilkan akan maksimal dan akan berkorelasi dengan keuntungan

yang didapat. Selain lokasi yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, faktor

kelayakan usaha juga merupakan hal yang perlu diperhatikan. Aspek keuntungan

finansial merupakan suatu keharusan dalam pengusahaan suatu tanaman. Biasanya

belum ada perhitungan yang matang oleh petani dalam merencanakan

pengusahaan kebunnya, baik aspek budidaya maupun aspek pasar. Oleh karena

itu, perlu diketahui apakah kondisi perkebunan karet rakyat di Kabupaten

Mandailing Natal saat ini telah memberikan keuntungan yang sesuai bagi modal

yang telah dikeluarkan petani.

Aspek pasar merupakan salah satu faktor penentu bagi keberhasilan

pengusahaan kebun karet rakyat. Kebutuhan dunia yang cenderung terus

meningkat mengakibatkan harga karet cukup stabil dan cenderung meningkat.

Petani karet di Kabupaten Mandailing Natal menjual hasil karet dalam bentuk cup

lump (lump mangkuk) yakni getah atau lateks karet yang dikumpulkan dengan

mamakai mangkuk sehingga gumpalannya berbentuk mangkuk. Beberapa bulan

terakhir pada tahun 2010, harga jual cup lump karet di tingkat petani di Kabupaten

Mandailing Natal sebesar Rp10.000/kg–Rp20.000/kg. Petani tidak mengalami

kesulitan dalam penjualan cup lump karet karena pedagang pengumpul cukup

banyak yang mendatangi petani untuk membeli. Permasalahannya adalah, apakah

rantai pemasaran cup lump karet petani di Kabupaten Mandailing Natal saat ini

telah efisien? Efisien dalam arti apakah keuntungan yang diperoleh petani cukup

sebanding dengan modal atau pengorbanan yang dikeluarkan petani dan apakah

harga di tingkat petani mempunyai keterpaduan yang tinggi dengan harga di

tingkat pabrik? Bila belum efisien, faktor apa yang menyebabkannya dan apa

alternatif pemecahan masalah tersebut sehingga rantai pemasaran cup lump karet

di Kabupaten Mandailing Natal menjadi lebih efisien.

Pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal diharapkan

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu adanya arahan

Page 25: 2011 Hsi

7

potensi pengembangan perkebunan karet rakyat yang sesuai konsep pembangunan

berkelanjutan yakni sesuai dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial.

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian

sebagai berikut :

1. Dimanakah lokasi pengembangan tanaman karet yang sesuai berdasarkan

aspek fisik dan spasial?

2. Bagaimana kelayakan finansial pengusahaan kebun karet rakyat pada tiap

kelas kesesuaian lahan?

3. Bagaimana efisiensi kelembagaan pemasaran karet rakyat?

4. Bagaimana arahan potensi pengembangan perkebunan karet rakyat di

Kabupaten Mandailing Natal?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menentukan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan tanaman karet

rakyat berdasarkan aspek fisik

2. Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan kebun karet rakyat pada setiap

kelas kesesuaian lahan

3. Menganalisis margin tata niaga dan integrasi pasar dalam rantai pemasaran

cup lump karet

4. Menyusun arahan kebijakan pengembangan kebun karet rakyat di Kabupaten

Mandailing Natal

1.3.2 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada Pemerintah

Daerah dalam pengambilan kebijakan pengembangan perkebunan karet di

Kabupaten Mandailing Natal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan

ekonomi daerah.

Page 26: 2011 Hsi

8

Page 27: 2011 Hsi

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pembangunan Ekonomi Wilayah

Secara filosofis proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya

sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat

menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga

yang paling humanistik (Rustiadi et al., 2009). Pembangunan ekonomi dapat

diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk

mengembangkan kegiatan ekonomi dan kualitas hidup masyarakatnya.

Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana terjadi

saling keterkaitan dan saling mempengaruhi diantara berbagai faktor.

Pembangunan ekonomi harus dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama

sehingga diketahui tuntutan peristiwa yang timbul sehingga akan mewujudkan

peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari suatu

tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya (Arsyad, 1999).

Paradigma pembangunan ekonomi wilayah seharusnya lebih mengarah pada

penguatan basis ekonomi yang memiliki prinsip keseimbangan (equity) yang

mendukung pertumbuhan ekonomi (eficiency), dan keberlanjutan (sustainability).

Pembangunan ekonomi wilayah seyogyanya juga dilakukan dengan menggunakan

paradigma baru melalui pembangunan yang berbasis lokal dan sumberdaya

domestik. Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok,

yaitu: (1) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

pokoknya, (2) meningkatnya rasa harga diri masyarakat sebagai manusia, (3)

meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih yang merupakan salah satu

hak asasi manusia (Anwar, 2001).

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dan merupakan

penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran

pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi, dan permasalahan

pembangunan di daerah. Kunci keberhasilan pembangunan daerah dalam

mencapai sasaran pembangunan nasional secara efisien dan efektif, termasuk

penyebaran hasilnya secara merata di seluruh Indonesia adalah koordinasi dan

keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah, antarsektor, antara sektor dan

Page 28: 2011 Hsi

10

daerah, antar provinsi, antar kabupaten/kota, serta antara provinsi dan

kabupaten/kota. Pembangunan daerah dilaksanakan dengan tujuan untuk

mencapai sasaran pembangunan nasional serta untuk meningkatkan hasil-hasil

pembangunan daerah bagi masyarakat secara adil dan merata (Nasution, 2009)

Miraza (2005) menyatakan bahwa pembangunan daerah berorientasi pada

pengembangan wilayah pada suatu daerah yang dilakukan secara gradual, yang

menyangkut fisik dan nonfisik wilayah dimana tercipta penataan ruang yang

efisien dan infrastruktur publik yang cukup serta kondisi lingkungan yang

nyaman. Dengan demikian keseimbangan antarkawasan menjadi penting karena

keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu mengurangi disparitas antar

wilayah dan pada akhirnya mampu memperkuat pembangunan ekonomi wilayah

secara menyeluruh. Seperti halnya bagian tubuh manusia, ketidakseimbangan

pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan kondisi yang tidak stabil. Disparitas

antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan

politik (Rustiadi et al., 2009).

Pembangunan ekonomi dilaksanakan secara terpadu, selaras, seimbang dan

berkelanjutan dan diarahkan agar pembangunan yang berlangsung merupakan

kesatuan pembangunan nasional, sehingga dalam mewujudkan pembangunan

ekonomi nasional perlu adanya pembangunan ekonomi daerah yang pada akhimya

mampu mengurangi ketimpangan antar daerah dan mampu mewujudkan

kemakmuran yang adil dan merata antar daerah (Wijaya dan Atmanti, 2006).

2.1.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan

Evaluasi lahan adalah bagian dari proses perencanaan tata guna tanah

dengan membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan

yang akan diterapkan dengan kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan

digunakan. Tujuan evaluasi lahan adalah untuk menentukan kelas kesesuaian

lahan untuk tujuan tertentu (Sitorus, 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Pengelolaan sumber daya alam disamping memberikan manfaat masa kini,

juga menjamin kehidupan masa depan, harus dikelola sedemikian rupa sehingga

fungsinya dapat selalu terpelihara sepanjang masa. Dewasa ini dinamika

pemanfaatan lahan berlangsung relatif lebih cepat dan akibatnya terjadi perubahan

fungsi pemanfaatan lahan yang cenderung menyebabkan menurunnya kualitas

Page 29: 2011 Hsi

11

lingkungan dan pada akhirnya akan mengakibatkan menurunnya daya dukung

lahan, sehingga pemanfaatan lahan perlu diarahkan menurut fungsinya untuk

menghindarkan dampak pembangunan yang negatif (Faturuhu, 2009)

Potensi suatu wilayah untuk pengembangan pertanian pada dasarnya

ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim,

tanah, terain, dan hidrologi dengan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan

tumbuh tanaman. Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah

dengan persyaratan penggunaan atau komoditas yang dievaluasi memberikan

gambaran atau informasi bahwa lahan tersebut potensial dikembangkan untuk

komoditas tersebut, artinya bahwa jika lahan tersebut digunakan untuk

penggunaan tertentu dengan mempertimbangkan berbagai asumsi mencakup

masukan yang diperlukan akan mampu memberikan hasil sesuai dengan yang

diharapkan (Sitorus, 2004)

Inti prosedur evaluasi lahan adalah menentukan jenis penggunaan (jenis

tanaman) yang akan ditetapkan, kemudian menentukan persyaratan dan pembatas

pertumbuhannya dan akhirnya membandingkan persyaratan penggunaan lahan

(pertumbuhan tanaman) tersebut dengan kualitas lahan secara fisik. Klasifikasi

kelas kesesuaian lahan yang biasa digunakan adalah klasifikasi menurut metode

FAO (1976). Metode ini digunakan untuk mengklasifikasikan kelas kesesuaian

lahan berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif, tergantung data yang tersedia

(Sitorus, 2004).

Hasil penilaian kesesuaian lahan dapat berupa kelas kesesuaian lahan aktual

dan kelas kesesuaian lahan potensial. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka

(2007), kelas kesesuaian lahan aktual menyatakan kesesuaian lahan berdasarkan

data dari hasil survei tanah atau sumberdaya lahan, belum mempertimbangkan

masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor

pembatas yang berupa sifat lingkungan fisik termasuk sifat-sifat tanah dalam

hubungannya dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian

lahan potensial menyatakan keadaan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-

usaha perbaikan. Usaha perbaikan yang dilakukan harus memperhatikan aspek

ekonominya. Artinya, apabila lahan tersebut dibatasi kendala-kendalanya, maka

harus diperhitungkan apakah secara ekonomi dapat memberikan keuntungan.

Page 30: 2011 Hsi

12

2.1.3 Kelayakan finansial usaha tani

Untuk mengetahui secara komprehensif bagaimana aspek pengembangan

usaha suatu komoditi pertanian maka perlu dikaji kelayakannya secara finansial.

Menurut Gittinger (1986), aspek finansial terutama menyangkut perbandingan

antara pengeluaran dengan pendapatan dari usaha perkebunan karet rakyat serta

waktu didapatkannya hasil. Untuk mengetahui secara komprehensif tentang

kinerja layak atau tidaknya usaha tersebut, dikembangkan berbagai kriteria yang

pada dasarnya membandingkan antara biaya dan manfaat atas dasar suatu tingkat

harga umum tetap yang diperoleh dengan menggunakan nilai sekarang (present

value) yang telah didiskonto selama umur usaha produktif perkebunan Karet

rakyat.

Cara penilaian jangka panjang yang paling banyak digunakan adalah dengan

menggunakan Discounted Cash Flow Analysis (DCF) atau Analisis Aliran Kas

yang didiskonto (Gittinger, 1986). Analisis DCF mempunyai keunggulan yaitu

bahwa uang mempunyai nilai waktu yang merupakan ciri-ciri yang

membedakannya dari teknik lain. Ciri pokok dari analisis DCF adalah menilai

harga dengan memperhitungkan unsur waktu kejadian dan besarnya aliran

pembayaran tunai (cash flow). Biaya dipandang sebagai negative cash flow

sedangkan pendapatan dipandang sebagai positive cash flow.

Analisis sensitifitas digunakan untuk menghindari ketidakpastian

perkembangan ekonomi di masa yang akan datang dan sering analisis proyek

didasarkan pada proyeksi-proyeksi sehingga ketidakpastian yang akan terjadi di

masa yang akan datang, seperti terjadinya kenaikan biaya-biaya operasional,

terjadinya penurunan harga yang menyebabkan penurunan keuntungan dapat

diminimalisasi (Syahrani, 2003)

Analisis kepekaan/sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai seberapa

besar (persen) penurunan atau peningkatan faktor-faktor tersebut dapat

mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak

layak dilaksanakan (Gittinger, 1986).

2.1.4 Kelayakan Pemasaran

Tingkat efisiensi sistem pemasaran suatu usaha dapat diukur antara lain

dengan pendekatan margin tataniaga dan keterpaduan pasar. Azzaino (1983)

Page 31: 2011 Hsi

13

mendefinisikan margin tata niaga sebagai perbedaan harga yang dibayar

konsumen akhir untuk suatu produk dengan harga yang diterima petani produsen

untuk produk yang sama. Tomek dan Robinson (1977) mendefinisikan margin

tataniaga sebagai berikut : (1) perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan

harga yang diterima produsen, (2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh jasa

tataniaga sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran.

Analisis keterpaduan pasar adalah analisis yang digunakan untuk melihat

seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditi pada suatu tingkat lembaga

tataniaga dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya. Berbagai pendekatan

dapat dilakukan untuk melihat fenomena ini. Salah satunya adalah metode

Autoregressive Distributed Lag yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan

Heytens (1986).

2.1.5 Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang

selanjutnya akan disebut SIG (Sistem Informasi Geografis) merupakan sistem

informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan

data atau informasi geografis (Aronoff, 1989). SIG memungkinkan pengguna

untuk memahami konsep-konsep lokasi, posisi, koordinat, peta, ruang dan

permodelan spasial secara mudah. Selain itu, dengan Sistem Informasi Geografis

pengguna dapat membawa, meletakkan dan menggunakan data ke dalam sebuah

model representasi miniatur permukaan bumi untuk kemudian dimanipulasi,

dimodelkan atau dianalisis baik secara teksdtual, secara spasial maupun

kombinasinya (analisis melalui query atribut dan spasial), hingga akhirnya

disajikan dalam bentuk sesuai dengan kebutuhan pengguna (Prahasta, 2005)

Beberapa ahli menjelaskan tahapan-tahapan kelengkapan dalam Sistem

Informasi Geografis menjadi tiga tahapan. Tahap pertama kelengkapan Sistem

Informasi Geografis adalah inventarisasi data. Data yang menjadi masukan dalam

Sistem Informasi Geografis dapat berupa peta tematik digital maupun rekaman

digital dari sistem satelit yang sudah memberikan kenampakan informasi yang

dibutuhkan (Robinson et al., 1995). Tahap kedua kelengkapan Sistem Informasi

Geografis adalah penambahan operasional analisis pada tahap pertama. Pada

tahapan ini, bentuk data diberikan kedalam data dengan menggunakan data

Page 32: 2011 Hsi

14

statistik. Berbagai layer dari data yang dihasilkan pada tahap pertama dianalisis

secara bersama-sama untuk menetapkan lokasi atau bentuk yang memiliki atribut

sama atau serupa (Robinson et al., 1995).

Analisis ini bisa dilakukan dengan tumpang susun (overlay). Tumpang

susun peta merupakan proses yang paling banyak dilakukan dalam SIG.

Selanjtnya kalkulasi dapat dilakukan. Kalkulasi merupakan sekumpulan operasi

untuk memanipulasi data spasial baik berupa peta tunggal maupun beberapa peta

sekaligus. Operasi ini dapat berupa penjumlahan, pengurangan, maupun perkalian

antar peta, namun dapat pula melalui pengkaitan dengan suatu basis data atribut

tertentu. Tahapan terakhir kelengkapan Sistem Informasi Geografis adalah

pengambilan keputusan. Pada tahap ini digunakan model-model untuk

mendapatkan evaluasi secara real time, kemudian hasil yang didapatkan dari

permodelan dibandingkan dengan kondisi di lapangan (Robinson et al., 1995).

Keluaran utama dari Sistem Informasi Geografis adalah informasi spasial baru

yang perlu disajikan dalam bentuk tercetak (hard copy) supaya dapat

dimanfaatkan dalam kegiatan operasional (Danoedoro, 1996).

Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk membangun suatu

model pemetaan kesesuaian lahan di suatu wilayah dengan menggabungkan

prosedur evaluasi lahan dengan pilihan-pilihan pengambilan keputusan dalam

suatu Sistem Informasi Geografis (SIG). Prosedur ini mencakup 5 tahapan yaitu:

(1) mendisain unit pemetaan lahan; (2) mendiagnosa tipe-tipe penggunaan lahan

yang ada dan keperluan-keperluannya; (3) menganalisis kesesuaian lahan melalui

“matching” antara unit pemetaan lahan dengan tipe penggunaan lahan; (4)

mengintegrasikan data ke basis data relasional (sosial-ekonomi); (5) penyajian

peta kesesuaian lahan melalui proses “join table” antara hasil kesesuaian lahan

dengan unit pemetaan lahan dalam Sistem Informasi Geografis (Hashim I, 2002)

2.2 Prospek Pengembangan Tanaman Karet

Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai

sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan

ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun

pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan

luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih

Page 33: 2011 Hsi

15

menghadapi beberapa kendala yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet

rakyat yang merupakan mayoritas areal karet nasional dan ragam produk olahan

yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber).

Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal

tanaman tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta

kondisi kebun yang tidak terawat, sehingga perlu upaya percepatan peremajaan

karet rakyat dan pengembangan industri hilir (Balitbang Pertanian, 2009).

Perkebunan karet rakyat dicirikan oleh pemilikan lahan yang sempit,

tersebar serta produktivitas mutu hasil yang rendah. Produksi karet berupa sleb,

lump, SIT angin dan jenis mutu lainnya yang dikenal dengan bokar (bahan olah

karet rakyat) dari usahatani kecil kemudian diolah oleh perusahaan pengolah

(processor) yang pada umumnya berada di dekat kota, menjadi bentuk karet

remah (crumb rubber). Proses sampai ke pabrik pengolahan, produksi karet dari

petani kecil tersebut harus melalui rantai tataniaga yang panjang menggunkan

bentuk-bentuk kelembagaan yang telah berkembang, sehingga petani seringkali

menerima bagian harga yang relatif rendah.

Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh

rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat

masih positif walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan

negara dan swasta sama-sama menurun 0,15%/tahun. Oleh karena itu, tumpuan

pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan rakyat. Luas areal kebun

rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400.000 hektar yang

memerlukan peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana

yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet

sudah cukup, namun selama lima tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan

investasi baru dalam industri pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber

maupun produk-produk karet lainnya karena produksi bahan baku karet akan

meningkat. Kayu karet sebenarnya mempunyai potensi untuk dimanfaatkan

sebagai bahan pembuatan furniture tetapi belum optimal, sehingga diperlukan

upaya untuk pemanfaatan yang lebih lanjut (Balitbang Pertanian, 2009).

Pengembangan tanaman karet dan pengolahannya di masa mendatang tetap

menjadi salah satu prioritas pengembangan di sub sektor perkebunan. Hal ini

Page 34: 2011 Hsi

16

disebabkan, tanaman karet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan

pengembangan tanaman perkebunan lainnya. Keuntungan tersebut antara lain

sebagai berikut : (1) persyaratan tumbuh yang lebih mudah dibandingkan tanaman

lainnya; (2) merupakan usaha yang didominasi oleh perkebunan rakyat; (3)

mendukung pemerataan dan pemberdayaan ekonomi rakyat; (4) penyebaran

dalam skala yang luas; (5) merupakan sumber pendapatan yang memadai secara

berkesinambungan bagi petani; (6) mampu memperbaiki kondisi hidrologis pada

lahan kritis dan memperbaiki serta melestarikan lingkungan hidup.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya taraf hidup

diperkirakan masa depan karet alam tetap akan membaik. Kebutuhan akan

produk-produk yang menggunakan bahan karet alam sebagai bahan baku juga

akan bertambah. Persaingan antara negara produsen juga akan berlangsung ketat.

Persaingan pasar global tidak terbatas pada produk yang dihasilkan, tetapi terkait

dengan aspek proses, sumberdaya manusia dan lingkungan. Aspek lingkungan

mendapatkan porsi yang lebih besar. Hal ini yang melatarbelakangi pabrik ban

terkemuka dunia mulai memperkenalkan jenis ban yang berasal dari bahan baku

karet yang dihasilkan dari kebun-kebun dengan pengelolaan lingkungan yang baik

(“green tyres”). Diharapkan dengan penggunaan ban jenis tersebut permintaan

terhadap karet alam akan meningkat, karena kandungan karet alam yang semula

30-40% akan ditingkatkan menjadi 60-80% untuk industri ban (Balitbang

Pertanian, 2009).

Tujuan pengembangan karet ke depan adalah mempercepat peremajaan

karet rakyat dengan menggunakan klon unggul, mengembangkan industri hilir

untuk meningkatkan nilai tambah, dan meningkatkan pendapatan petani. Sasaran

jangka panjangnya (2025) adalah : (1) produksi karet mencapai 3,5-4 juta ton

yang 25% diantaranya untuk industri dalam negeri; (2) produktivitas akan

meningkat menjadi 1.200-1.500 kg/ha/tahun dan hasil kayu minimal 300

m3/ha/siklus tanam; (3) penggunaan klon unggul (85%); (4) pendapatan petani

menjadi US$2.000/KK/tahun dengan tingkat harga 80% dari harga FOB; dan (5)

berkembangnya industri hilir berbasis karet. Sasaran jangka menengah (2005-

2015) adalah : (1) produksi karet mencapai 2,3 juta ton yang 10% di antaranya

untuk industri dalam negeri; (2) produktivitas meningkat menjadi 800 kg/ha/tahun

Page 35: 2011 Hsi

17

dan hasil kayu minimal 300 m3/ha/siklus; (3) penggunaan klon unggul (55%);

(4) pendapatan petani menjadi US$1.500/KK/th dengan tingkat harga 75% dari

harga FOB; dan (5) berkembangnya industri hilir berbasis karet di sentra-sentra

produksi karet (Balitbang Pertanian, 2009)

Kebijakan operasional di tingkat on farm yang diperlukan bagi

pengembangan agribisnis karet adalah: (1) penggunaan klon unggul dengan

produktivitas tinggi (3.000 kg/ha/tahun); (2) percepatan peremajaan karet tua

seluas 400.000 ha sampai dengan 2009 dan 1,2 juta ha sampai dengan 2025;

(3) diversifikasi usahatani karet dengan tanaman pangan sebagai tanaman sela dan

ternak; dan (4) peningkatan efisiensi usahatani. Di tingkat off farm kebijakan

operasional yang dikembangkan adalah: (1) peningkatan kualitas bokar (bahan

olah karet) berdasarkan SNI; (2) peningkatan efisiensi pemasaran untuk

meningkatkan marjin harga petani; (3) penyediaan kredit usaha mikro, kecil dan

menengah untuk peremajaan, pengolahan dan pemasaran karet bersama;

(4) pengembangan infrastruktur; (5) peningkatan nilai tambah melalui

pengembangan industri hilir; dan (6) peningkatan pendapatan petani melalui

perbaikan sistem pemasaran dan lain-lain (Balitbang Pertanian, 2009)

Kebutuhan investasi untuk peremajaan selama 2005-2015 untuk seluas

336.000 ha adalah sekitar Rp2,41 trilyun, sedangkan selama 2005-2025 untuk

seluas 1,2 juta ha adalah Rp8,62 trilyun. Kebutuhan dana untuk investasi pada

pabrik karet remah dengan kapasitas 70 ton/hari adalah Rp25,6 milyar, namun

belum perlu segera penambahan pabrik baru. Untuk kayu karet, diperlukan dana

sekitar Rp2,12 milyar untuk menghasilkan treated sawn timber dengan kapasitas

20 m3/hari (Balitbang Pertanian, 2009).

Kebijakan yang diperlukan untuk percepatan investasi tanaman karet adalah:

(1) penciptaan iklim investasi yang makin kondusif seperti pemberian kemudahan

dalam proses perijinan, pembebasan pajak (tax holiday) selama tanaman atau

pabrik belum berproduksi, pemberian rangsangan kepada pengusaha untuk

menghasilkan produk akhir bernilai tambah tinggi yang non-ban, yang prospek

pasarnya di dalam negeri cerah, adanya kepastian hukum dan keamanan baik

untuk usaha maupun lahan bagi perkebunan, dan penghapusan berbagai pungutan

dan beban yang memberatkan iklim usaha; (2) pengembangan sarana dan

Page 36: 2011 Hsi

18

prasarana berupa jalan, jembatan, pelabuhan, alat transportasi, komunikasi, dan

sumber energi (tenaga listrik); (3) penyediaan dana dengan menghidupkan

kembali pungutan dari hasil produksi/ekspor karet (semacam CESS) yang sangat

diperlukan untuk membiayai pengembangan industri hilir, peremajaan, promosi

dan peningkatan kapasitas SDM karet; (4) pengembangan sistem kemitraan antara

petani dan perusahaan, misalnya dengan pola ”PIR Plus”, dimana petani tetap

memiliki kebun beserta pohon karetnya, dan ikut sebagai pemegang saham

perusahaan yang menjadi mitranya (Balitbang Pertanian, 2009)

Kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan komoditas karet, selain

ditekankan pada peningkatan penerimaan devisa negara, juga diarahkan pada

upaya peningkatan pendapatan petani. Pendapatan petani sendiri merupakan

refleksi, produktivitas kebun dan mutu bahan olah yang dihasilkan serta

tataniaganya yang menentukan bagian harga bersih yang diterima petani.

Sebagian besar lahan perkebunan rakyat terletak di daerah dengan sarana

transportasi dan sumberdaya ekonomi yang relatif terbatas. Selain itu skala

usahatani karet rakyat umumnya kecil dengan hasil produksi berupa sleb dengan

mutu yang belum baku. Sementara dengan program crumb rubberisasi, ternyata

pusat-pusat pengolahan karet remah pada umumnya berlokasi di sekitar ibukota

propinsi atau kota-kota lainnya yang dekat dengan fasilitas pelabuhan ekspor,

sehingga terdapat jarak secara spasial yang cukup besar antara pusat-pusat

produksi karet rakyat dengan pusat-pusat pengolahannya. Keadaan demikian

menyebabkan bertambahnya permasalahan tataniaga menjadi semakin panjang,

yang ada pada gilirannya cenderung meningkatkan biaya tata niaga.

Kebijakan strategis pembangunan perkebunan secara nasional meliputi

kebijakan umum dan kebijakan teknis. Kebijakan umum adalah membangun

perkebunan yang berorientasi kepada pasar melalui peningkatan inisiatif dan

partisipasi masyarakat sehingga peran pemerintah hanya menyediakan fasilitas

umum, seperti sarana dan prasarana, iptek dan regulasi yang didasarkan kepada

mekanisme insentif dan disentif. Kebijakan teknis mencakup: (1) kebijakan

pemberdayaan masyarakat perkebunan yang dioperasionalisasikan melalui upaya

pengembangan sumber daya manusia dan penguasaan iptek dengan meningkatkan

kegiatan pendidikan, pelatihan dan penilaian kinerja serta pengembangan karier;

Page 37: 2011 Hsi

19

(2) kebijakan peningkatan daya saing dioperasionalisasikan melalui peningkatan

produksi dan produktivitas, efisiensi, mutu dan promosi; (3) kebijakan investasi

melalui upaya regionalisasi, penataan kembali kepemilikan, optimalisasi lahan

Hak Guna Usaha (HGU), pemanfaatan iptek hasil litbang, diversifikasi usaha

tanaman dan jaminan keamanan berusaha, dan (4) kebijakan restrukturisasi dan

renovasi kelembagaan dioperasionalisasikan melalui upaya pembentukan lembaga

keuangan alternatif, restrukturisasi, renovasi dan pengembangan lembaga

penyuluhan, lembaga petani, lembaga pemasaran, lembaga usaha dan

pengembangan jejaring kerja.

Untuk mengembangkan potensi dan memanfaatkan momentum, Pemerintah

Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor:

33/Permentan/PT.140/7/2006 tentang Kebijakan Pengembangan Komoditi

Perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan dengan salah satu komoditi

yang dikembangkan adalah karet. Pengembangan agribisnis karet Indonesia ke

depan perlu didasarkan pada perencanaan yang lebih terarah dengan sasaran yang

lebih jelas serta mempertimbangkan berbagai permasalahan, peluang dan

tantangan yang sudah ada serta yang diperkirakan akan ada sehingga pada

gilirannya akan dapat diwujudkan agribisnis karet yang berdaya saing dan

berkelanjutan serta memberi manfaat optimal bagi para pelaku usahanya secara

berkeadilan (Drajat dan Hendratno, 2009).

2.3 Penelitian Terdahulu

Hutagalung (1993) yang melakukan penelitian berjudul “Beberapa Masalah

Tata Produksi dan Pemasaran Karet Rakyat di Kecamatan Padangsidempuan

Kabupaten Tapanuli Selatan” menunjukkan bahwa penambahan luas tanah

garapan dan penggunaan input biaya produksi dalam usaha petani karet masih

dapat menaikkan produksi dan pendapatan petani. Penelitian ini juga

menyimpulkan bahwa pendapatan petani Karet masih dapat ditingkatkan lagi

dengan pendayagunaan seluruh potensi sumberdaya yang mereka miliki baik

sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Pemerintah perlu mengadakan

perbaikan sistem pemasaran berupa mempersingkat saluran tata niaga yaitu

dengan memanfaatkan lembaga koperasi, kebijakan perpajakan, ekspor, dan lain-

Page 38: 2011 Hsi

20

lain. Kurangnya peremajaan Karet yang sudah tua yang menyebabkan pendapatan

petani menurun.

Damanik (2000) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Dampak

Pengembangan Komoditas Perkebunan terhadap Perekonomian Wilayah Propinsi

Sumtera Utara” menyatakan komoditas perkebunan di Propinsi Sumatera Utara

merupakan komoditas ekspor. Oleh karena pemasukan devisa negara melalui

ekspor adalah hal yang sangat penting untuk membantu pemerintah dalam

mengurangi defisit neraca pembayaran. Komoditas perkebunan tetap perlu

dikembangkan terutama pada wilayah yang relatif mempunyai tingkat pendapatan

dan kesempatan kerja yang tinggi dibanding wilayah lainnya, sehingga dengan

cara demikian selain ada pemasukan devisa untuk negara juga dapat dijadikan

instrumen dalam mengurangi kesenjangan ekonomi antar wilayah di Proinsi

Sumatera Utara.

Myria (2002) melakukan penelitian berjudul “Kajian Strategi

Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat sebagai komoditi Unggulan di

Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah” dengan menggunakan perangkat

analisis Matriks IFE dan EFE, Matriks TOWS dan Matriks QSPM. Melalui

penelitian tersebut diidentifikasi faktor strategis internal yang mempengaruhi

pengembangan perkebunan karet rakyat sebagai komoditi unggulan di Kabupaten

Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah adalah: (1) kelompok fungsional, (2)

program kerja Dinas Perkebunan, (3) struktur organisasi Dinas Perkebunan, (4)

koordinasi dengan instansi terkait, (5) kualitas SDM Dinas Perkebunan, (6) sarana

dan prasarana, (7) penguasaan teknologi karet oleh petugas, (8) kurangnya

ketersediaan bibit, (9) manajemen organisasi, (10) kerja sama dengan pabrik

crumb rubber. Faktor strategis eksternalnya adalah: (1) adanya pabrik crumb

rubber, (2) karet merupakan komoditi ekspor, (3) menyerap tenaga kerja, (4) karet

telah lama dikenal secara turun temurun, dan (5) pemanfaatan kayu karet sebagai

bahan baku industri, (6) perkembangan harga karet dunia, (7) tingginya tingkat

suku bunga kredit komersil, (8) pertikaian antar etnis, (9) sarana transportasi darat

dan (10) beralihnya mata pencaharian petani ke usaha pertambangan emas rakyat.

Pangihutan (2003) melakukan penelitian dengan judul “Kelayakan Finansial

dan Ekonomi Pengelolaan Kebun dan Hutan Karet Rakyat di Desa Langkap,

Page 39: 2011 Hsi

21

Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan”

menyatakan bahwa analisis kelayakan yang dilakukan dengan menggunakan

tingkat faktor diskonto 18% dengan jangka waktu analisis 25 tahun untuk kebun

karet dan 42 tahun untuk hutan karet ternyata kelayakan finansial karet maupun

ekonomi kabun karet lebih baik dari hutan karet. Nilai finansial kebun karet

diperoleh NPV sebesar Rp5.577.963, IRR 30,93% dan rasio B/C 1,50 sementara

nilai finansial hutan karet adalah NPV Rp543.654, IRR 37,09% dan rasio B/C

1,08.

Sadikin, et al. (2005) yang melakukan penelitian dengan judul “Dampak

Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat Terhadap Kehidupan Petani di Riau”

menyatakan bahwa sejauh ini strategi dan langkah kebijakan yang dilakukan

pemerintah untuk membangun dan mengembangkan perkebunan karet rakyat

telah dilaksanakan seperti: (1) pembentukan pusat-pusat pengolahan karet di

beberapa daerah sentra produksi dengan tujuan menampung dan mengolah lateks

dari hasil perkebunan karet rakyat dan untuk memperbaiki mutu olahannya,

(2) melakukan pembinaan perkebunan rakyat dengan membentuk unit pelaksana

proyek (UPP) yang lebih populer di Propinsi Riau dikenal dengan proyek SRDP.

Meskipun program ini berfungsi sebagai pembinaan petani karet secara

menyeluruh dari masalah budidaya sampai ke persoalan pemasaran, namun dalam

perjalanannya masih belum memberi banyak dampak dan manfaat kepada petani

kebun, terlebih lagi bagi masyarakat miskin lain di pedesaan. Penyebabnya adalah

strategi pembangunan perkebunan lebih berorientasi kepada peningkatan produksi

untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan memperbesar devisa negara.

Sementara aspek persoalan sosial kemasyarakatan seperti lembaga-lembaga lokal

dan berbagai relasi produksi di tingkat lokal yang terkait langsung dengan upaya

peningkatan taraf kehidupan masyarakat di pedesaan terkesan diabaikan.

Liu, et al. (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Environmental And

Socioeconomic Impacts of Increasing Rubber Plantations In Menglun Township,

Southwest China” menyatakan bahwa perubahan yang signifikan dalam

penggunaan lahan dan tutupan lahan telah terjadi di Kecamatan Menglun, Cina

Barat Daya yang merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman agro-

ekologi yang tinggi. Analisis citra satelit menunjukkan bahwa pada tahun 1988-

Page 40: 2011 Hsi

22

2003, luas perkebunan karet di wilayah ini meningkat sebesar 324%. Ekspansi ini

umumnya terjadi pada hutan dan pertanian berpindah. Kebanyakan perluasan

karet berada di daerah dataran rendah, di mana kesesuaian iklim mikro dan

kedekatan dengan jalan lebih dipilih untuk pengembangan industri karet. Pesatnya

perkembangan karet sebagai tanaman komersial dengan mengorbankan pertanian

tradisional ditandai dengan hilangnya lahan pertanian tradisional dan peningkatan

urbanisasi dan perkembangan tanaman komersial. Secara ekonomi, perubahan ini

menunjukkan standar hidup masyarakat lokal yang lebih baik dimana dari tahun

1988-2003, total pendapatan bersih kecamatan meningkat dari CNY4.000.000

(US$0,490) menjadi CNY44.000.000 (US$5,490). Peningkatan jumlah populasi

dan standar hidup dari daerah tersebut memperbesar tekanan terhadap lingkungan

dan sumberdaya lahan yang tersedia. Meskipun pemerintah menganggap karet dan

perkebunan lain seperti teh dan gula menjadi „Green Industry‟, hilangnya hutan

hujan tropis dan lahan pertanian (termasuk kegiatan pertanian berpindah)

menunjukkan bahwa potensi dampak kebijakan untuk mempromosikan Green

Industry harus dipertimbangkan dengan hati-hati, karena ada risiko yang terlalu

berat pada 1 atau 2 tanaman, terutama sekarang, di era pasar bebas yang sebagian

besar tanaman tidak dilindungi. Hilangnya sistem pertanian tradisional yang

fleksibel adalah sesuatu yang harus dimonitor dengan baik. Demikian pula,

hilangnya keanekaragaman hayati juga harus menjadi perhatian besar, terutama

dikarenakan sistem perkebunan karet yang dilaksanakan di Cina umumnya sistem

monokultur dan dengan pembersihan lahan serta mengorbankan areal-areal hutan

yang ada.

Sitepu (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Produksi Karet

Alam (Hevea Brasiliensis) Kaitannya dengan Pengembangan Wilayah”

menyatakan bahwa karet merupakan komoditi yang memiliki pasar yang cukup

besar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Produksi Indonesia banyak

ditunjang oleh adanya perkebunan karet rakyat akan memiliki arti yang penting

sekali dalam upaya peningkatan pendapatan kesejahteraan petani serta upaya

peningkatan devisa serta perekonomian Indonesia pada umumnya. Berkaitan

dengan pengembangan budidaya tanaman karet di Propinsi Sumatera Utara,

penelitian ini difokuskan pada pengeruh permintaan pasar, harga karet dan tenaga

Page 41: 2011 Hsi

23

kerja terhadap luas lahan dan produksi karet. Subjek penelitian ini adalah

keseluruhan perkebunan karet di Sumatera Utara. Objek penelitian ini adalah luas

lahan dan produksi karet di Propinsi Sumatera Utara sebagai indikator

pengembangan perkebunan karet di Propinsi Sumatera Utara. Memperhatikan

pengaruh pasar terhadap pengembangan wilayah di Sumatera Utara, maka

disarankan perlu adanya kebijakan pemerintah Propinsi Sumatera Utara maupun

pengelola perdagangan karet alam untuk meningkatkan perkebunan karet, melalui

pemberian modal usaha serta pengaturan sistem perdagangan karet alam yang

memberikan keuntungan bagi petani serta perlu diupayakan kebijakan yang

menyangkut pengembangan industri produk turunan karet alam.

Goswami, et al. (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Economic

Analysis of Smallholder Rubber Plantations in West Garo Hills District of

Meghalaya” melakukan analisis kepada kelompok petani perkebunan karet di

Meghalaya, India. Perkebunan karet sebagai komoditi utama di wilayah ini

merupakan komoditi unggulan yang sangat menguntungkan dengan harga yang

tinggi dan sistem pemasaran yang transparan dan efektif. Hasil analisis

menunjukkan bahwa perkebunan karet di wilayah ini merupakan mata

pencaharian utama masyarakat terutama petani-petani kecil. Total biaya untuk

pembangunan perkebunan karet sebesar Rs 22.548/ha. Hal ini membutuhkan

pasokan kredit yang terus meningkat sejalan dengan peningkatan biaya

input. Pemerintah India telah meluncurkan program khusus untuk sektor ladang

kecil dengan pinjaman jangka panjang, subsidi input dan subsidi bunga, tetapi

program ini masih tidak banyak dikenal orang dan ada kasus di mana para petani

karet tidak bisa memanfaatkan subsidi karena berbagai syarat dan kondisi kaku

yang dikenakan pada penerima manfaat. Adanya gangguan sosial-politik dan non-

ketersediaan sumber daya investasi yang cukup merupakan masalah yang paling

menghambat perluasan perkebunan karet. Perluasan perkebunan karet sudah mulai

dikembangkan di wilayah India, sehingga ada kebutuhan mendesak untuk

mengembangkan keterampilan dalam seni penyadapan dan budidaya. Dalam

konteks ini Pemerintah India telah melaksanakan program pelatihan yang juga

merupakan salah satu solusi untuk mengatasi meningkatnya permintaan tenaga

kerja terampil. Suatu kebijakan yang harmonis dapat dilakukan dengan

Page 42: 2011 Hsi

24

mentransfer hak kepemilikan wilayah pengembangan karet kepada para petani,

diintegrasikan dengan rencana kredit yang sehat dan program pengembangan

pelatihan keterampilan, diharapkan dapat mengubah program pengembangan

perkebunan karet rakyat sebagai alternatif penggunaan lahan yang cocok untuk

perladangan berpindah, hal itu akan mempertahankan pendapatan, pekerjaan dan

mencegah degradasi lingkungan.

Parhusip (2008) menyatakan bahwa potensi karet alam dalam jangka

panjang masih cukup baik yang disebabkan kebutuhan karet merupakan

kebutuhan dasar dalam keperluan sehari-hari dan beberapa negara berkembang

mengalami pertumbuhan industrialisasi yang cukup tinggi seperti Cina, India dan

Brasil. Pergerakan harga karet dunia menunjukkan tren positif dan Indonesia

sebagai salah satu produsen terbesar karet diharapkan dapat bekerja sama dengan

produsen lain untuk dapat menjaga posisi harga yang tetap menguntungkan.

Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan strategi mengurangi frekuensi

sadapan karet atau mengatur perluasan/peremajaan lahan agar lebih optimal dapat

mengatur pasokan ke pasar internasional. Pengembangan karet alam diharapkan

dapat dioptimalisasi melalui kedua line usaha baik on farm maupun off farm.

Permasalahan produktivitas lahan merupakan permasalahan utama dalam

pengembangan on farm termasuk kualitas bahan baku yang masih rendah. Kondisi

tersebut diharapkan dapat dijembatani dengan pola plasma antara perkebunan

dalam peningkatan hasil dan harga. Pola plasma tersebut juga diharapkan dapat

menjembatani perbankan dalam pemberian fasilitas kredit terkait dengan

kemampuan manajemen dan jaminan yang selama ini masih menjadi kendala

utama dalam meningkatkan kemampuan permodalan perkebunan. Menghadapi

tantangan pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis keuangan global,

Indonesia dapat mengoptimalkan kondisi pasar jangka panjang melalui

peningkatan produktivitas lahan dan kebijakan yang mendukung seluruh aspek

komoditas karet baik sektor on farm maupun off farm.

Haryono (2008) dalam penelitian yang berjudul ”Kebijakan Pemerintah

Daerah untuk Pemberdayaan Petani Karet Rakyat (PPKR) (Studi Kasus

Implementasi Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kecamatan

Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau)” menyatakan bahwa ada

Page 43: 2011 Hsi

25

tiga pola pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Kuantan Singingi, yakni:

(a) pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) atau KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk

Anggota); (b) pola UPP (Unit Pelaksana Proyek); dan (c) pola swadaya. (2) di

lokasi penelitian hanya ditemukan perkebunan dengan pola swadaya, yakni kebun

karet yang dikembangkan oleh masyarakat secara tradisional dimana produktivitas

dan pendapatan petani karet pola swadaya tersebut relatif lebih rendah dibanding

dua pola lainnya. Itu sebabnya tingkat kesejahteraan petani karet di lokasi

penelitian belum berkembang sesuai harapan. Melalui implementasi kebijakan

PPKR oleh pemerintah daerah, masyarakat petani karet mempunyai kesempatan

untuk mengembangkan perkebunan karet mereka guna meningkatkan

perekonomian dan kesejahteraannya. Hal ini merupakan sebuah proses awal bagi

pemberdayaan petani karet di lokasi penelitian. Untuk itu peneliti menyarankan

agar Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi tetap konsisten

melaksanakan kebijakan PPKR karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat petani

karet, sehubungan dengan masih luasnya lahan karet yang sudah tidak produktif.

Kemampuan petani untuk melakukan pengembangan kebunnya sendiri masih

terbatas, sehingga diperlukan bantuan pemerintah untuk melakukan hal tersebut.

Karena itu dukungan politik dan peningkatan komposisi anggaran untuk

implementasi kebijakan PPKR perlu terus diupayakan.

Page 44: 2011 Hsi

26

Page 45: 2011 Hsi

27

III. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Sejalan dengan diberlakukannnya otonomi daerah yang dimulai pada tahun

2001 maka peranan Pemerintah Daerah sangat penting dalam menggali potensi

lokalnya sebagai sumber keuangan dalam membantu membiayai pembangunan

daerahnya secara mandiri. Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tersebut

akan sangat bergantung pada kemampuan mengelola potensi dan sumberdaya

daerah, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam serta infrastruktur

lainnya yang ada di daerah. Perencanaan pembangunan wilayah haruslah

mengedepankan pemanfaatan sumber daya lokal yang dipercaya akan lebih

menghidupkan aktivitas ekonomi daerah sehingga mendorong pertumbuhan

ekonomi dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga diperlukan

data dan informasi yang akurat tentang potensi sumberdaya suatu daerah untuk

bisa digunakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan.

Pada hakekatnya pembangunan nasional selalu diletakkan pada kerangka

pembangunan sektoral dan regional yang terpadu berdasarkan karakteristik dan

potensi wilayah. Oleh karena itu, Kabupaten Mandailing Natal perlu melakukan

pendekatan tata ruang wilayah pembangunan dengan memperhatikan karakteristik

wilayah, kesatuan geografis, homogenitas (potensi transportasi, komunikasi,

sosial budaya, pemerintahan dan ekonomi). Undang-undang nomor 32 tahun 2004

yang merupakan refleksi dari pelaksanaan otonomi daerah secara substantif

memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing

Natal untuk mengembangkan potensi wilayah berdasarkan komoditas unggulan

berlandaskan aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Mandailing Natal sebesar 84.389

orang atau 20,40 % dari jumlah penduduk Mandailing Natal (BPS Mandailing

Natal, 2009). Hal ini merupakan pekerjaan bagi semua pihak untuk

menghapuskannya. Sektor pertanian yang merupakan sektor utama bagi

masyarakat sekaligus penyumbang PDRB terbesar bagi daerah, sehingga

pembangunan sektor ini harus terus ditingkatkan. Salah satu subsektor pertanian

yang memiliki prospek yang baik dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat

adalah subsektor perkebunan. Potensi lahan kering yang cukup luas yaitu

Page 46: 2011 Hsi

28

mencapai 217.772 ha memungkinkan subsektor perkebunan memiliki prospek

yang baik untuk terus dikembangkan. Tanaman karet merupakan salah satu

tanaman unggulan sektor perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal yang sudah

sangat dikenal masyarakat. Pengembangan tanaman karet merupakan komitmen

pemerintah daerah sebagai salah satu program pembangunan subsektor

perkebunan. Secara nasional pengembangan komoditi karet juga didukung oleh

Pemerintah pusat melalui Departemen Pertanian yang diwujudkan dengan

dikeluarkannya kebijakan pemerintah berupa Program Revitalisasi Perkebunan.

Hal ini menunjukkan bahwa prospek pengembangan tanaman karet ke depan

cukup menjanjikan.

Dalam rangka pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing

Natal, potensi sumber daya fisik merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan

dalam rangka penentuan lahan yang akan digunakan. Potensi sumber daya fisik

lahan dapat diketahui dengan melakukan evaluasi lahan. Dengan mengetahui

tingkat kesesuaian lahan maka produktifitas optimal yang dihasilkan dapat

diperkirakan. Selain itu aspek fisik lahan juga merupakan salah satu faktor yang

mesti diperhatikan selain aspek tata ruang dalam rangka membuat arahan

pengembangan suatu komoditi. Selain potensi sumber daya fisik lahan, dalam

rangka pengembangan suatu komoditi faktor kelayakan finansial merupakan hal

penting yang perlu diketahui. Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda

seperti karakteristik sumber daya alam, topografi, infrastruktur, sumber daya

manusia, dan sumber daya sosial dan aspek spasial. Perbedaan karakteristik

tersebut dapat membuat terjadinya perbedaan biaya dan pendapatan yang diterima

petani dalam pengusahaan usaha pertaniannya. Dalam rangka pengembangan

tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal, maka analisis kelayakan finansial

perlu dilakukan untuk melihat daerah-daerah mana yang cocok dan

menguntungkan untuk dijadikan sentra pengembangan tanaman karet.

Di samping analisis finansial, faktor lain yang menentukan kinerja

pengusahaan kebun karet rakyat adalah kelembagaan pemasaran. Kelembagan

pemasaran petani umumnya lemah sehingga petani cendrung sebagai penerima

harga (price taker). Kurangnya informasi pasar dan mutu produk yang rendah

merupakan penyebab rendahnya posisi tawar petani. Dalam rangka melihat

Page 47: 2011 Hsi

29

efisiensi rantai perdagangan komoditi karet di Kabupaten Mandailing Natal maka

analisis margin tata niaga dan analisis keterpaduan pasar perlu dilakukan.

Diharapkan dari analisis tersebut dapat diketahui efisien tidaknya kelembagaan

pemasaran karet saat ini di Kabupaten Mandailing Natal. Jika belum maka perlu

rekomendasi tindakan apa yang diperlukan untuk mengatasi persoalan tersebut.

Komoditi karet diperkirakan memiliki peran yang besar dalam peningkatan

pendapatan masyarakat terutama di daerah sentra-sentra komoditi tersebut, karena

harga yang terus meningkat dan minat masyarakat yang sangat tinggi untuk

mengusahakan komoditi ini dengan skala ekonomi (economic scale) yang dapat

diusahakan rakyat didukung kebijakan pemerintah daerah untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan program

Revitalisasi Perkebunan, sehingga perlu adanya arahan potensi pengembangan

perkebunan karet rakyat yang sesuai konsep pembangunan berkelanjutan yakni

sesuai dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Berdasarkan uraian diatas

maka kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Rekomendasi

peningkatan efisiensi

pemasaran

Peta arahan

pengembangan karet

Kelayakan kegiatan

secara finansial

Arahan kebijakan pengembangan

perkebunan karet rakyat

Kabupaten Mandailing Natal

Peningkatan

teknis

budidaya

Evaluasi

kesesuaian lahan

Efisiensi lembaga

pemasaran Kelayakan

finansial

Latar Belakang

Persentase penduduk miskin masih tinggi (20,40%)

Potensi lahan kering masih luas (217.772)

Prosfek karet yang cerah

Minat masyarakat terhadap karet tinggi

Program Revitalisasi Perkebunan

Analisis potensi pengembangan perkebunan karet rakyat

Arahan kebijakan

Pemerintah

Kabupaten

Mandailing Natal

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Page 48: 2011 Hsi

30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal yang secara geografis

terletak pada 0°10'-1°50' Lintang Utara dan 98°10'-100°10' Bujur Timur dengan

ketinggian 0-1.915 m di atas permukaan laut. Pelaksanaan penelitian termasuk

pengumpulan data dilaksanakan pada Bulan Mei hingga Bulan Desember 2010.

Unit lokasi pengamatan dalam penelitian ini adalah desa. Pemilihan desa

yang dijadikan lokasi pengamatan adalah desa-desa yang memiliki luas kebun

karet yang dominan. Pengambilan sampel desa dilakukan pada masing-masing

kelas kesesuaian lahan. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive

sampling) yaitu dua desa untuk setiap kelas kesesuaian lahan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer

dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara

dengan responden yang telah ditentukan dengan menggunakan daftar pertanyaan

yang telah disiapkan sebelumnya. Responden dalam penelitian ini adalah petani

dan pedagang pengumpul.

Pengambilan sampel untuk petani karet dilakukan secara purposive

sampling, dimana setelah ditentukan lokasi penelitian maka sampel diambil dari

petani yang memiliki curahan kerja utama pada usahatani karet dan pemilik lahan

karet serta petani membangun sendiri kebunnya sejak awal (bukan lahan warisan

atau lahan yang dibeli yang telah ditanami). Pertimbangan lainnya dalam

pengambilan sampel petani yaitu kebun karet tersebut telah berproduksi.

Banyaknya sampel yang diambil secara purposive (sengaja) adalah 25 orang per

desa sampel.

Untuk analisis pemasaran, pemilihan responden dilakukan secara sengaja

(purposive) yang diambil adalah pedagang karet. Pedagang karet yang dijadikan

sampel meliputi pedagang pengumpul tingkat desa 2 orang, tingkat kecamatan 2

orang. Sampel pedagang dipilih secara sengaja (purposive) dengan tujuan

menghindari pengambilan sampel yang tidak tepat, dimana dihindari pedagang

pengumpul yang menjadi kaki tangan pedagang pengumpul di atasnya.

Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing

Natal, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, Kantor

Page 49: 2011 Hsi

31

Bappeda Kabupaten Mandailing Natal dan Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera

Utara dan Dinas/Instansi terkait lainnya. Tujuan, parameter, data dan sumberdata

penelitian dan teknik analisis data yang akan dilakukan tertera pada Tabel 3.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

3.4.1 Penentuan Lokasi Berpotensi untuk Pengembangan Karet secara Fisik

Penentuan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan karet secara fisik

dilakukan dengan meng-overlay peta kesesuaian lahan yang akan digunakan

dalam skala 1:50 000 yang telah dibuat oleh Bappeda Kabupaten Mandailing

Natal dengan peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal skala 1:50 0000. Peta

kesesuaian lahan tersebut merupakan hasil evaluasi kesesuaian lahan.

Menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1993), penilaian

klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menurut tingkatannya, yaitu sebagai

berikut:

Ordo : Pada tingkat ini kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang

tergotong sesuai (S) dan tidak sesuai (N).

Kelas : Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan antara

sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan marginal sesuai (S3).

Kelas S1 : Sangat sesuai

Lahan ini tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan

yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara

nyata berpengaruh terhadap penggunaannya secara berketanjutan an

produksi serta tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa

diberikan.

Kelas S2 : Cukup sesuai

Pembatas akan mengurangi produksi serta meningkatkan masukan

yang diperlukan, sehingga memerlukan tambahan (input) untuk

meningkatkan produktifitas pada tingkat yang optimum.

Kelas S3 : Sesuai marginal

Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang besar untuk

mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan.

Page 50: 2011 Hsi

32

Tabel 3. Tujuan, parameter, data, sumberdata penelitian dan teknik analisis data yang akan dilakukan :

No Tujuan Parameter Data Sumberdata Teknik Analisis

1 Menentukan lokasi berpotensi

untuk pengembangan Karet

secara fisik

Kesesuaian lahan untuk

pengembangan Karet

rakyat

Peta Kesesuaian Lahan untuk

tanaman Karet

Peta Administrasi Kabupaten

Mandailing Natal

Peta Kawasan Hutan di

Kabupaten Mandailing Natal

Peta Hutan Tanaman Rakyat

Kabupaten Mandailing Natal

Peta present land use

Bappeda Kabupaten

Mandailing Natal

Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten

Mandailing Natal

Overlay peta

2 Menganalisis kelayakan

finansial pengusahaan kebun

Karet rakyat pada tiap kelas

kesesuaian lahan

Kelayakan usaha

pertanaman Karet

Rakyat secara finansial

Usahatani perkebunan karet

rakyat (input, output dan harga

dalam pengusahaan kebun

karet rakyat

Kuesioner, wawancara NVP,

Net B/C

,IRR, analisis

sensitivitas, payback

period

3 Menganalisis margin tata niaga

dan integrasi pasar dalam

saluran pemasaran lateks Karet

Margin tataniaga dan

keterpaduan pasar Data harga lateks Karet di

tingkat petani, pedagang

pengumpul kecamatan dan

pedagang pengumpul di

Kabupaten Mandailing Natal

Data harga lateks Karet di

pabrik

Wawancara, Dinas

Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten

Mandailing Natal

Dinas Perindustrian dan

Perdaganagan Propinsi

Sumatera Utara

Analisis margin tata

niaga dan analisis

keterpaduan pasar

4 Menyusun arahan potensi

pengembangan kebun karet

rakyat di Kabupaten Mandailing

Natal

Arahan kebijakan

pengembangan kebun

karet rakyat

Peta dan data kesesuaian lahan,

kelayakan usaha dan margin

tataniaga

Arahan pengembangan wilayah

Pemerintah Kabupaten

Mandailing Natal

Hasil olahan data

kesesuaian lahan,

kelayakan usaha dan

margin tataniaga

Bappeda Kabupaten

Mandailing Natal

Deskriptif dan

overlay peta

Page 51: 2011 Hsi

33

Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih

meningkatkan masukan yang diperlukan dan memerlukan input lebih

besar dari pada lahan kelas S2.

Lahan kelas tidak sesuai (N) adalah lahan yang tidak sesuai karena memiliki

faktor pembatas yang berat terbagi pada 2 kelas yakni :

Kelas N1 : Tidak sesuai pada saat ini

Lahan ini mempunyai pembatas yang lebih besar, masih

memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat

pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas sedemikian

besarnya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam

jangka panjang.

Kelas N2 : Tidak sesuai selamanya

Lahan ini mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala

kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

Dalam evaluasi kesesuaian lahan dikenal ‟Kesesuatan Lahan Aktual‟ dan

‟Kesesuaian Lahan Potensial'. Kesesuaian Lahan Aktual (atau kesesuatan saat

ini/saat survai dilakukan) adalah kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan

berdasarkan data yang ada dan belum mempertimbangkan asumsi atau usaha

perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor

pembatas yang ada. Kesesuaian Lahan Potensial adalah keadaan lahan yang

dicapai setelah adanya usaha-usaha perbaikan (approvement). Usaha perbaikan

yang dilakukan haruslah sejalan dengan tingkat penilaian kesesuaian lahan yang

akan dilakukan.

Berdasarkan informasi dari Bappeda Kabupaten Mandailing Natal, peta

kesesuaian lahan ini menggunakan pedoman/kriteria kesesuaian lahan menurut

Pusat Penelitian Tanah tahun 1993 (Lampiran 1) dengan sumber peta RePPProT

1: 250.000 yang dioverlay dengan peta rupa bumi (dengan informasi kemiringan

lahan, ketinggian tempat dan iklim) dan peta administrasi Kabupaten Mandailing

Natal skala 1:50.000, dengan asumsi tingkat kesuburan sama, sehingga diperoleh

informasi kesesuaian lahan sampai pada tingkat sub kelas. Beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi penilaian kesesuaian lahan di lokasi sebagai berikut :

- Iklim, unsur Iklim terpenting adalah curah hujan.

Page 52: 2011 Hsi

34

- Kemiringan lahan/lereng. Kemiringan lahan/lereng merupakan salah satu

masalah serius di sebagian lokasi. terutama pada areal dengan kemiringan

lereng lebih dari 40%. Faktor kemiringan lereng lebih sebagai kendala dalam

teknis pengelolaan kebun, seperti pengangkutan hasil atau panen, tanah dengan

kemiringan lereng lebih dari 40% juga beresiko besar mengalami erosi

permukaan cukup berat. Penanaman tanaman penutup tanah (cover crop)

sebaiknya tidak terlambat dilaksanakan pada lahan-lahan dengan kemiringan

lereng di atas 15%.

3.4.2 Analisis Kelayakan Finansial

Untuk melihat tingkat kelayakan pengusahaan kebun karet rakyat pada tiap

tingkat kesesuaian lahan yang ada di Kabupaten Mandailing Natal maka

dilakukan analisis kelayakan finansial pengusahaan kebun karet. Data didapatkan

dengan melakukan wawancara dan penyebaran kuisoner dengan petani pada desa-

desa yang ditentukan. Desa yang menjadi lokasi penelitian ditentukan secara

sengaja dengan kriteria : desa-desa yang penduduknya dominan mengusahakan

tanaman karet, tanaman karet yang diusahakan telah berproduksi, dan desa

tersebut merupakan pewakil kelas kesesuaian lahan. Enam desa digunakan

sebagai lokasi pengambilan data untuk analisis ini, dimana masing-masing kelas

kesesuaian lahan diwakili oleh dua desa.

Berdasarkan peta kesesuaian lahan yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten

Mandailing Natal, enam desa yang dijadikan lokasi pengambilan data adalah:

S1 : Desa Sihepeng Kecamatan Siabu dan

Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang

S2 : Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Merapi

Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan

S3 : Desa Tambangan Pasoman Kecamatan Tambangan

Desa Hutarimbaru SM Kecamatan Kotanopan

Pemilihan petani dilakukan secara purposive (sengaja) 25 orang per desa

sampel dimana jumlah petani karet tiap desa sampel yakni:

Desa Sihepeng Kecamatan Siabu sebanyak: 1.560 orang

Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang: 780 orang

Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Merapi: 250 orang

Page 53: 2011 Hsi

35

Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan: 430 orang

Desa Tambangan Pasoman Kecamatan Tambangan: 146 orang

Desa Hutarimbaru SM Kecamatan Kotanopan: 320 orang

Untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial, dapat digunakan beberapa

kriteria (alat analisis) yaitu:

a) Net Present Value (NPV),

b) Net Benefit Cost Ratio (Net BCR),

c) Internal Rate of Return (IRR),

a. Net Present Value (NPV)

Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara yang

praktis untuk mengetahui apakah proyek menguntungkan atau tidak. NPV adalah

selisih antara Present Value dari arus Benefit dikurangi Present Value dari arus

Cost (Soekartawi, 1996).

Proyek yang memberikan keuntungan adalah proyek yang memberikan nilai

positif atau NPV > 0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari

semua biaya total yang dikeluarkan. Jika NPV = 0, berarti manfaat yang diperoleh

hanya cukup untuk menutupi biaya total yang dikeluarkan (keadaan BEP atau

TC=TB). NPV < 0, berarti rugi, biaya total yang dikeluarkan lebih besar dari

manfaat yang diperoleh. Secara matematis NPV dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

t

n

t i

CtBtNPV

11

Dimana :

Bt = Benefit pada tahun ke-t t = lamanya waktu investasi

Ct = Biaya pada tahun ke-t i = tingkat suku bunga

b. Net Benefit Cost Ratio (Net BCR),

Net Benefit Cost Ratio adalah penilaian yang dilakukan untuk melihat

tingkat efisiensi penggunaan biaya berupa perbandingan jumlah nilai bersih

sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif

(Soekartawi, 1996).

Page 54: 2011 Hsi

36

Suatu proyek layak dan efisien untuk dilaksanakan jika nilai Net B/C > 1,

yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dan

berlaku sebaliknya. Secara matematis Net BCR dapat dihitung dengan rumus :

n

it

n

it

i

Ct

i

Bt

CB

1

1

1

1

Dimana :

Bt = Benefit pada tahun ke-t

Ct = Biaya pada tahun ke-t

i = tingkat bunga yang berlaku

t = jangka waktu proyek/usahatani

n = umur proyek/usahatani

Net B/C > 1 (satu) berarti proyek (usaha) layak dikerjakan

Net B/C < 1 (satu) berarti proyek tidak layak dikerjakan

Net B/C = 1 (satu) berarti cash in flows = cash out flows (BEP) atau TR=TC

c. Internal Rate of Return (IRR),

Untuk mengetahui sejauh mana proyek memberikan keuntungan, digunakan

analisis IRR. IRR dinyatakan dengan persen (%) yang merupakan tolok ukur dari

keberhasilan proyek (Soekartawi, 1996). Penggunaan investasi akan layak jika

diperoleh IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang

ditentukan, karena proyek berada dalam keadaan yang menguntungkan. Demikian

juga sebaliknya, jika IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga bank yang

ditentukan, berarti proyek merugi dan tidak layak untuk dilaksanakan.

12

21

11

)(ii

NPVNPV

NPViIRR

Dimana : i1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1

i2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2

Kelayakan usaha ditentukan dengan mempertimbangkan ketiga alat analisis

tersebut dimana usaha tersebut layak apabila:

NPV > 0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua biaya

total yang dikeluarkan.

Page 55: 2011 Hsi

37

Net B/C > 1, yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang

dikeluarkan.

IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang

ditentukan.

Pada penelitian ini juga akan dihitung seberapa cepat waktu yang

dibutuhkan proyek untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam

dengan rumus :

Dimana :

Tp-1 : jumlah tahun pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif

TCicp-1 : jumlah total biaya pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif

Bicp-1 : jumlah total benefit pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif

Bp : jumlah benefit pada tahun awal nilai Net Benefit Kumulatif positif

Analisis sensitivitas (sensitivity analysis) dilakukan untuk meneliti kembali

suatu analisis kelayakan proyek, agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi

akibat keadaan yang berubah atau ada suatu kesalahan dalam dasar perhitungan

biaya-manfaat. Analisis kepekaan (sensitivitas) adalah suatu teknik analisis yang

menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu

proyek apabila terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam

perencanaan. Hal ini dibutuhkan dalam analisis proyek, biasanya didasarkan pada

proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan

terjadi dimasa yang akan datang, proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat empat

permasalahan utama yaitu:

1. Perubahan harga jual produk.

2. Keterlambatan pelaksanaan proyek

3. Kenaikan biaya.

4. Perubahan volume produksi.

Jadi, analisis kepekaan dilakukan untuk melihat sampai seberapa besar

(persen) penurunan atau peningkatan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan

perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak

p

n

i

icp

n

i

icp

pB

BTC

TperiodPayback 1

1

1

1

1

Page 56: 2011 Hsi

38

dilaksanakan (Gittinger, 1986). Analisis sensitivitas pada penelitian ini dihitung

dengan skenario :

1. Menghitung Break Event Point (BEP) harga jual cup lump karet petani.

2. Menghitung Break Event Point (BEP) volume produksi cup lump karet petani.

3. Meningkatkan biaya-biaya Input

4. Meningkatkan tingkat suku bunga

Analisis Break Event Point (BEP) digunakan untuk mengetahui jangka

waktu pengembalian modal atau investasi suatu kegiatan usaha atau sebagai

penentu batas. Produksi minimal suatu kegiatan usaha harus menghasilkan atau

menjual produknya agar tidak megalami kerugian. BEP adalah suatu keadaan

dimana usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian, dapat dilihat

pada Gambar 2. Titik BEP dicapai pada saat total penerimaan sama dengan total

biaya, yaitu TP=TB, karena TP = TBT + (BC.Q) (Rustiadi et al., 2009)

Gambar 2 Grafik Break Event Point (BEP).

Break Event Point (BEP) harga jual dihitung untuk mengetahui sampai

seberapa besar (batas) rata-rata harga jual cup lump karet petani selama periode

analisis pengusahaan (25 tahun) yang masih menguntungkan petani dengan

asumsi ceteris paribus, dimana apabila harga rata-rata penjualan cup lump karet

petani selama periode pengusahaan (25 tahun) di bawah harga tersebut maka

petani akan rugi. Break Event Point (BEP) volume produksi dihitung untuk

mengetahui sampai seberapa besar (batas) rata-rata volume produksi cup lump

karet yang dihasilkan petani selama periode analisis pengusahaan (25 tahun) yang

masih menguntungkan petani dengan asumsi ceteris paribus, dimana apabila rata-

BV

Q

TB=TBT+BV TP

BEP

Keterangan :

TP : Total Penerimaan

TB : Total Biaya

TBT : Total Biaya Tetap

TBV : Total Biaya Variabe

l Q : Volume penjaualan

BV : Biaya Variabel per unit

Page 57: 2011 Hsi

39

rata volume produksi penjualan cup lump karet petani selama periode

pengusahaan (25 tahun) di bawah nilai tersebut maka petani akan rugi.

Skenario meningkatkan biaya-biaya input dan meningkatkan tingkat suku

bunga dihitung dengan mencari sampai seberapa persen peningkatan biaya-biaya

input atau tingkat suku bunga dalam kegiatan pengusahaan karet tersebut yang

menyebabkan kegiatan tersebut menjadi tidak layak dengan asumsi ceteris

paribus. Perhitungan Break Event Point dapat dilakukan dengan cara Trial and

Error yaitu dengan menghitung keuntungan operasi suatu volume

produksi/penjualan tertentu. Apabila perhitungan tersebut menghasilkan

keuntungan maka diambil volume penjualan/produksi yang lebih rendah, dan

sebaliknya. Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan

produksi dimana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total

(TR=TC).

3.4.3 Analisis Margin Tata Niaga dan Keterpaduan/Integrasi Pasar

3.4.3.1 Analisis Margin Tata Niaga

Margin tata niaga digunakan untuk mengetahui siapa yang menikmati

keuntungan terbesar dari rantai pemasaran yang ada. Semakin besar nilai proporsi

margin keuntungan yang diterima petani, berarti bargaining position petani lebih

menguntungkan, demikian pula sebaliknya. Dari rantai-rantai pemasaran yang

terbentuk di masyarakat, dengan analisis margin pemasaran maka rantai

pemasaran yang terefisien akan diketahui. Masukan tersebut marupakan hal yang

terpenting dalam pengembangan perkebunan Karet rakyat di Kabupaten

Mandailing Natal. Analisis ini dilakukan menggunakan data dari hasil wawancara

dengan pedangang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat

kecamatan dan pedagang besar (pabrik). Margin tata niaga diketahui dengan

menghitung perbedaan harga di tingkat petani dan di tingkat pabrik. Secara

matematis persamaan margin tata niaga dapat dirumuskan sebagai berikut :

m

j

n

i

m

j

m

j

PjCijMiM1 1 11

Dimana :

M = Margin tataniaga (Rp/Kg)

Page 58: 2011 Hsi

40

Mj = Margin tataniaga (Rp/Kg) lembaga tataniaga ke-j (j=1,2,..,m) dan

m adalah jumlah lembaga tataniaga yang terlibat

Cij = Biaya tataniaga ke-i (Rp/Kg) pada lembaga tataniaga ke-j

(i=1,2,…n) dan n adalah jumlah jenis pembiayaan

Pj = Margin keuntungan lembaga tataniaga ke-j (Rp/Kg)

3.4.3.2 Keterpaduan/Integrasi Pasar

Analisis keterpaduan pasar pada penelitian ini mengacu pada model yang

dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan Heytens (1986). Harga pasar setempat

diidentifikasi sebagai harga Karet yang dihasilkan petani (Pf), sedangkan harga

pasar acuan adalah harga Karet yang berlaku di tingkat eksportir (Pe), hubungan

kedua harga tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

(Pft - Pft-1) = b1 (Pft-1 – Pet-1) + b2 (Pet-1 – Pet-1) + b3 Pet-1 + b4 X + µt………………..(1)

dan dapat disusun kembali menjadi persamaan :

Pft = (1+b1) Pft-1 + b2 (Pet – Pet-1) + (b3 – b1)Pet-1 + b4 X + µt………………..(2)

Dimana :

Pft = Harga Karet tingkat petani pada tahun t

Pft-1 = Harga Karet tingkat petani pada tahun sebelumnya

Pet = Harga Karet tingkat pabrik pada tahun t

Pet-1 = Harga Karet tingkat pabrik pada tahun sebelumnya

X = vektor musiman (peubah lain) yang relevan di pasar setempat (waktu t)

t = Periode waktu

µt = Galat

Koefisien b2 pada persamaan 2 di atas menunjukkan seberapa jauh

perubahan harga di tingkat eksportir ditransmisikan ke tingkat petani. Koefisin b2

disebut juga sebagai parameter keterpaduan jangka pendek antara pasar yang

diamati. Keterpaduan pasar jangka pendek tercapai bila koefisien b2=1. Apabila

nilai parameter dugaan koefisien b2 bernilai 1, maka perubahan harga 1 persen

pada suatu tingkat pasar akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat pasar

yang lainnya dalam persentase yang sama. Oleh karena itu, semakin dekat nilai

parameter b2 dengan satu maka akan semakin baik keterpaduan pasarnya.

Koefisien (1+ b1) dan (b3 - b1) masing-masing mencerminkan seberapa jauh

kontribusi relatif harga periode sebelumnya baik di tingkat petani maupun pabrik

Page 59: 2011 Hsi

41

terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang di tingkat petani. Rasio antara kedua

koefisien tersebut menunjukkan indeks hubungan pasar (Index of Marketing

Connection) yang menunjukkan tinggi rendahnya keterpaduan antara kedua pasar

yang bersangkutan. Indeks hubungan pasar dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut :

Dimana :

IMC = Indeks hubungan pasar (Index of Marketing Connection)

b1 = koefisien harga di tingkat petani

b3 = koefisien harga di tingkat pabrik

Nilai IMC semakin mendekati nol menunjukkan adanya keterpaduan pasar

jangka panjang yang cukup kuat antara harga pasar di tingkat petani dengan harga

di tingkat pabrik.

3.4.4 Menyusun Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet

Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal

Penyusunan arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten

Mandailing Natal dilakukan secara spasial dan deskriptif. Peta arahan

pengembangan perkebunan rakyat dibuat dengan mengoverlay peta kesesuaian

lahan tanaman karet dengan peta penggunaan lahan sekarang (present land use),

peta kawasan hutan Kabupaten Mandailing Natal (Surat Keputusan Menteri

Kehutanan RI nomor : SK.44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Februari 2005 tentang

Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas

±3.742.120 ha), peta cadangan Hutan Tanaman Rakyat/HTR (Surat Keputusan

Menteri Kehutanan RI nomor SK.113/Menhut-II/2008 tanggal 21 April 2008

tentang Pencadangan Areal Hutan untuk Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat

(HTR) seluas ±9.815 ha di Kabupaten Mandailing Natal) dan disesuaikan dengan

RTRW Kabupaten Mandailing Natal (belum disahkan) serta mempertimbangkan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2007 jo Peraturan

Pemerintah nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana

Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan

IMC

=

(1+b1)

b3-b1

Page 60: 2011 Hsi

42

Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan serta Peraturan

Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 jo nomor P.14/Menhut-II/2010

tentang Hutan Desa serta Undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Semua peta yang dioverlay

skala 1:50.000.

Kriteria penentuan arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di

Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan kelas kesesuaian lahan aktual dan

penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Penentuan arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten

Mandailing Natal

RT

R

W

SK Menhut

No.44/Menhut-

II/2005

Penggunaan lahan

sekarang

Kelas

Kesesuai

an Lahan

Kategori

KB

Areal Penggunaan

Lain Hutan Produksi

Tetap Hutan

Produksi Terbatas

Kebun karet rakyat tua

dan tidak produktif,

padang rumput, alang-

alang, semak, kebun

rakyat (ladang, kebun

campuran)

S1, S2,

S3 Arahan

N1,N2 Bukan

arahan

Sawah, areal terbangun

(pemukiman),

perkebunan besar.

S1, S2,

S3,

N1,N2

Bukan

arahan

KL

Kawasan Suaka

Alam Hutan

Lindung

Apapun jenis

penggunaan lahan

S1, S2,

S3,

N1,N2

Bukan

arahan

Ket : KB = Kawasan Budidaya, KL = Kawasan Lindung.

Penentuan arahan potensi pengembangan perkebunan karet rakyat di

Kaupaten Mandailing Natal dalam penelitian ini akan mempertimbangkan status

kawasan hutan. Kawasan yang dipertimbangkan adalah kawasan hutan produksi

sebagai kawasan budidaya kehutanan, sedangkan kawasan hutan suaka alam dan

hutan lindung yang tujuannya untuk melindungi kelestarian alam tidak diarahkan

untuk pengembangan karet.

Penentuan kawasan hutan produksi sebagai lokasi arahan pengembangan

karet sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun

2007 jo PP nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana

Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan

Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan serta Peraturan

Page 61: 2011 Hsi

43

Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 jo nomor P.14/Menhut-II/2010

tentang Hutan Desa.

Dalam peraturan-peraturan di atas disebutkan bahwa hutan produksi dapat

dimanfaatkan menjadi hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan dan hutan

desa. Hutan tanaman rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan

tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk

meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur

dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Hutan kemasyarakatan

adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk

memberdayakan masyarakat setempat dan hutan desa adalah hutan negara yang

dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum

dibebani izin/hak.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2007 jo PP nomor

3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan

serta Pemanfaatan Hutan pada Pasal 17 disebutkan bahwa:

(1) Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan

secara optimal, adil, dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat.

(2) Pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan

melalui kegiatan: a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa lingkungan;

c. pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu; dan d. pemungutan hasil

hutan kayu dan bukan kayu.

Pada pasal 18 disebutkan bahwa pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 17, dapat dilakukan pada seluruh kawasan hutan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 ayat (2), yaitu kawasan: a. hutan konservasi, kecuali pada cagar

alam, zona rimba, dan zona inti dalam taman nasional; b. hutan lindung; dan c.

hutan produksi.

Pada pasal 23 disebutkan bahwa pemanfaatan hutan pada hutan lindung

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat dilakukan melalui kegiatan :

a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa lingkungan; atau c. pemungutan

hasil hutan bukan kayu.

Pada Pasal 31 disebutkan bahwa:

Page 62: 2011 Hsi

44

(1) Pada hutan produksi, pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

17 ayat (1) dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip untuk mengelola hutan

lestari dan meningkatkan fungsi utamanya.

(2) Pemanfaatan hutan pada hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan, antara lain, melalui kegiatan:

a. usaha pemanfaatan kawasan;

b. usaha pemanfaatan jasa lingkungan;

c. usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam;

d. usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman;

e. usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam;

f. usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman;

g. pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan alam;

h. pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam;

i. pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman.

Pada Pasal 40 disebutkan bahwa:

(1). Pada hutan produksi, pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTR dalam hutan

tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b dapat dilakukan

dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai dengan karakteristik sumber

daya hutan dan lingkungannya.

(2). Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTR dalam hutan tanaman sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan,

penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran.

(3). Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTR dalam hutan tanaman

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diutamakan pada hutan produksi yang

tidak produktif.

(4). Tanaman yang dihasilkan dari IUPHHK pada HTR merupakan aset

pemegang izin usaha, dan dapat dijadikan agunan sepanjang izin usahanya

masih berlaku.

(5). Pemerintah, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan, membentuk

lembaga keuangan untuk mendukung pembangunan HTR

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor: 6 tahun 2007 jo PP nomor

3 tahun 2008 tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri

Page 63: 2011 Hsi

45

Kehutanan nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan untuk tata

cara penetapan dan pemberian ijin untuk hutan kemasyarakatan dan Peraturan

Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 jo nomor P.14/Menhut-II/2010

tentang Hutan Desa untuk tata cara penetapan dan pemberian ijin untuk hutan

desa. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.37/Menhut-II/2007

tentang Hutan Kemasyarakatan pada pasal 6 disebutkan bahwa “kawasan hutan

yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan

hutan lindung dan kawasan hutan produksi” dan pada pasal 7 disebutkan kawasan

hutan lindung dan hutan produksi dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan

kemasyarakatan dengan ketentuan: (1) belum dibebani hak atau izin dalam

pemanfaatan hasil hutan; dan (2) menjadi sumber mata pencaharian masyarakat

setempat.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 jo nomor

P.14/Menhut-II/2010 tentang Hutan Desa pasal Pasal 2 (1) penyelenggaraan hutan

desa dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat setempat melalui

lembaga desa dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari; (2)

penyelenggaraan hutan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

setempat secara berkelanjutan. Selanjutnya pada pasal 4 disebutkan bahwa:

(1) Kriteria kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa

adalah hutan lindung dan hutan produksi yang : a. belum dibebani hak

pengelolaan atau izin pemanfaatan; b. berada dalam wilayah administrasi

desa yang bersangkutan.

(2) Ketentuan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas

rekomendasi dari kepala KPH atau kepala dinas kabupaten/kota yang

diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan.

Berdasarkan peraturan-peraturan di atas untuk pengembangan tanaman

hutan dalam hutan tanaman rakyat (HTR), hutan kemasyarakatan dan hutan desa

maka areal-areal tersebut dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat tanpa harus mengurangi fungsinya sebagai hutan dengan tanaman

yang dapat diusahakan oleh masyarakat. Dalam kawasan hutan produksi, hasil

tanaman dapat diambil baik kayu maupun getahnya. Hal ini sesuai dengan

karakteristik tanaman karet.

Page 64: 2011 Hsi

46

Tanaman karet secara tradisional dikenal sebagai tanaman perkebunan.

Namun, kini tanaman karet juga dikenal sebagai tanaman hutan. Bahan tanaman

yang digunakan untuk hutan karet ini berasal dari biji atau seedling. Perkebunan

karet memiliki potensi untuk konservasi lingkungan, yaitu sebagai penambat CO2

yang efektif. Di samping itu, kayu karet memiliki corak dan kualitas yang baik

sehingga dapat mensubstitusi beberapa jenis kayu yang dieksploitasi dari hutan.

Kayu karet juga relatif mudah digergaji. Bahan tanaman karet untuk perkebunan

dibuat dengan cara okulasi batang bawah dengan entres terpilih. Namun untuk

keperluan tanaman hutan, cukup digunakan tanaman dari biji karena waktu yang

diperlukan untuk pengadaan bibit lebih cepat dan lebih mudah, akar tunggang

dapat tumbuh lebih sempurna lurus ke bawah, serta pertumbuhan tanaman di

lapangan lebih cepat (Indraty, 2005).

Tanaman karet juga memberikan kontribusi yang sangat penting dalam

pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan akhir-akhir ini menjadi isu

penting mengingat kondisi sebagian besar hutan alam makin memprihatinkan.

Pada tanaman karet, energi yang dihasilkan seperti oksigen, kayu, dan biomassa

dapat digunakan untuk mendukung fungsi diperbaikan lingkungan seperti

rehabilitasi lahan, pencegahan erosi dan banjir, pengaturan tata guna air bagi

tanaman lain, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi. Pada daerah

kritis, daun karet yang gugur mampu menyuburkan tanah. Daur hidup tanaman

karet yang demikian akan terus berputar dan berulang selama satu siklus tanaman

karet paling tidak selama 30 tahun. Oleh karena itu, keberadaan pertanaman karet

sangat strategis bagi kelangsungan kehidupan, karena mampu berperan sebagai

penyimpan dan sumber energi, laju pertumbuhan biomassa ratarata tanaman karet

pada umur 3−5 tahun mencapai 35,50 ton bahan kering/ha/tahun. Hal ini berarti

perkebunan karet dapat mengambil alih fungsi hutan yang berperan penting dalam

pengaturan tata guna air dan mengurangi peningkatan pemanasan bumi (global

warming) (Azwar et al., 1989).

Di wilayah Kabupaten Mandailing Natal, masyarakatnya telah mengenal

budidaya tanaman karet sejak dahulu dan telah diturunkan pengetahuan dan lahan

secara turun temurun, sehingga merupakan salah satu mata pencaharian pokok

masyarakatnya. Di areal yang telah ditunjuk oleh Kementrian Kehutanan RI

Page 65: 2011 Hsi

47

sesuai dengan SK Menteri Kehutanan nomor SK.44/menhut-II/2005 sebagai hutan

produksi di Kabupaten Mandailing Natal terdapat banyak tanaman-tanaman karet

tua yang masih diusahakan masyarakat. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri

Kehutanan nomor SK.113/Menhut-II/2008 tanggal 21 April 2008 telah

dicadangkan Areal Hutan untuk Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat seluas

+9.815 Ha di Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. Areal hutan

yang dimaksud adalah areal hutan produksi dan pada areal tersebut akan ditanami

dengan tanaman karet dengan tanaman karet yang berasal dari biji atau seedling

sesuai dengan arahan dari Kementrian Kehutanan RI dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Selanjutnya dalam penelitian ini akan diusulkan areal pengembangan karet

rakyat dapat dilakukan di areal hutan produksi dengan tanaman karet yang berasal

dari biji atau seedling atau bibit unggul yang sesuai, baik nantinya akan sebagai

hutan kemasyarakatan, hutan desa atau hutan tanaman rakyat dengan pengelolaan

agroforestry yang secara aspek lingkungan dapat melindungi kelestarian hutan.

Arahan kebijakan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten

Mandailing Natal akan disusun secara deskriptif dengan pertimbangan peta arahan

pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, hasil

analisis kelayakan finansial, hasil analisis margin pemasaran dan keterpaduan

pasar serta mempertimbangkan arahan pengembangan wilayah Pemerintah Daerah

Kabupaten Mandailing Natal. Gambar Bagan alir penelitian disajikan pada

Gambar 3.

Page 66: 2011 Hsi

48

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian

Survei responden

Peningkatan

teknis budidaya

Karet

Analisis : Kelayakan

Finansial dan uji

sensitivitas

Analisis margin

tataniaga dan

keterpaduan pasar

Lokasi sesuai dan dapat dikembangkan

untuk budidaya Karet

peta administrasi

overlay

Peta kesesuaian lahan

Peta Present

Land use, peta peta

kawasan hutan,

peta HTR

Data

Primer

Peta arahan pengembangan

karet rakyat

Arahan kebijakan

pengembangan wilayah

Pemerintah Kabupaten

Mandailing Natal

- SK Menhut

tentang kawasan

hutan Madina

- SK Menhut

tentang HTR di

Madina

- PP RI tentang

Tata Hutan

- Peraturan

Menhut tentang

Hutan

Kemasyarakatan

- Peraturan

Menhut tentang

Hutan Desa

- UU tentang

Perlindungan

Lahan Pangan

Berkelanjutan

overlay

Data

Sekunder

Arahan kebijakan

pengembangan karet

rakyat di Kabupaten

Mandailing Natal

Page 67: 2011 Hsi

49

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal

Pada tanggal 23 November 1998, Pemerintah Republik Indonesia

menetapkan Undang - Undang No. 12 Tahun 1998 yaitu Undang-Undang tentang

pembentukan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal menjadi daerah otonom,

dan secara formal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9 Maret

1999. Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1998, Kabupaten Mandailing

Natal, yang dikenal dengan sebutan MADINA, terdiri dari 8 (delapan) kecamatan

dan 273 desa.

Pada tanggal 29 Juli 2003, Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan

Perda No. 7 tentang pembentukan kecamatan dan Perda No. 8 tentang pemekaran

desa di Kabupaten Mandailing Natal. Dengan dikeluarkannya Perda No. 7 dan 8

tersebut maka Kabupaten Mandailing Natal memiliki 17 Kecamatan yang terdiri

dari 322 desa dan 7 kelurahan.

Pada Tanggal 15 Februari 2007 Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan

Perda Jo 10 Tahun 2007 tentang pembentukan kecamatan di Kabupaten

Mandailing Natal, Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan

Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Pakantan, dan Kecamatan Sinunukan sehingga

Kabupaten Mandailing Natal memiliki 22 kecamatan dengan jumlah desa

sebanyak 349 desa dan kelurahan sebanyak 32 kelurahan. Pada tanggal 7

Desember 2007 pemerintah Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No.

45 Tahun 2007 dan No. 46 Tahun 2007 tentang pemecahan desa dan pembentukan

Kecamatan Naga Juang di Kabupaten Mandailing Natal. Pembentukan Kecamatan

Naga Juang yang mencakup Desa Tambiski, Tarutung Panjang, Humbang I, Sayur

Matua, Banua Rakyat, Banua Simanosor, dan Tambiski Nauli menambah jumlah

kecamatan dan desa di Kabupaten Mandailing Natal menjadi 23 kecamatan, 32

kelurahan, dan 353 desa dan 10 Unit Pemukiman Transmigrasi. Kecamatan-

kecamatan hasil pemekaran tersebut pada Tabel 5. Peta wilayah administrasi

Kabupaten Mandailing Natal disajikan pada Gambar 4.

Page 68: 2011 Hsi

50

Tabel 5 Hasil pemekaran kecamatan-kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal

Kecamatan Tahun 1998 Kecamatan Tahun 2003 Kecamatan Tahun 2007

1. Batahan 1. Batahan 1. Batahan

2. Sinunukan

2. Batang Natal 2. Batang Natal

3. Lingga Bayu

3. Batang Natal

4. Lingga Bayu

5. Ranto Baek

3. Kotanopan 4. Kotanopan

5. Ulu Pungkut

6. Tambangan

7. Lembah Sorik Marapi

6. Kotanopan

7. Ulu Pungkut

8. Tambangan

9. Lembah Sorik Marapi

10. Puncak Sorik Marapi

4. Muara Sipongi 8. Muara Sipongi 11. Muara Sipongi

12. Pakantan

5. Panyabungan 9. Panyabungan

10. Panyabungan Selatan

11. Panyabungan Barat

12. Panyabungan Utara

13. Panyabungan Timur

13. Panyabungan

14. Panyabungan Selatan

15. Panyabungan Barat

16. Panyabungan Utara

17. Panyabungan Timur

18. Huta Bargot

6. Natal 14. Natal 19. Natal

7. Muara Batang Gadis 15. Muara Batang Gadis 20. Muara Batang Gadis

8. Siabu 16. Siabu

17. Bukit Malintang

21. Siabu

22. Bukit Malintang

23. Naga Juang

Sumber : Mandailing Natal dalam Angka, 2009

4.2. Letak Geografis

Kabupaten Mandailing Natal dalam konstelasi regional berada di bagian

selatan wilayah Provinsi Sumatera Utara pada lokasi geografis 0°10'-1°50'

Lintang Utara dan 98°50'-100°10' Bujur Timur ketinggian 0–1.915 m di atas

permukaan laut. Kabupaten Mandailing Natal merupakan bagian paling selatan

dari Provinsi Sumatera Utara dan berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera

Barat. Batas-batas wilayah kabupaten adalah:

Batas bagian Utara : Kabupaten Tapanuli Selatan

Batas bagian Timur : Kabupaten Padang Lawas

Batas bagian Selatan : Provinsi Sumatera Barat

Batas bagian Barat : Samudera Indonesia

Kabupaten dengan ibukota Panyabungan ini memiliki luas wilayah

± 6.620,70 km2

(662.070 ha) atau 9,24% dari seluruh wilayah Provinsi Sumatera

Utara. Kecamatan Muara Batang Gadis merupakan wilayah yang paling luas

yakni 143.502 ha (21,67%), sedangkan Kecamatan Lembah Sorik Marapi

merupakan wilayah yang paling kecil yakni 3.472 ha (0,52%).

Page 69: 2011 Hsi

51

Gambar 4. Peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal

4.3 Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Mandailing Natal

4.3.1 Topografi

Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari gugusan pegunungan dan

perbukitan yang dikenal dengan Bukit Barisan di beberapa kecamatan, juga

daerah pesisir/daerah pantai di Kecamatan Batahan, Natal, dan Muara Batang

Gadis. Daerah Kabupaten Mandailing Natal dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian,

yaitu:

Dataran Rendah merupakan daerah pesisir dengan kemiringan 0%–2% dengan

luas sekitar 160.500 ha (24,24%).

Daerah/dataran Landai dengan kemiringan 2%–15% dengan luas wilayah

36.385 ha (5,49%).

Dataran Tinggi dengan kemiringan 15%–40%. Dataran tinggi dibedakan

menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

Page 70: 2011 Hsi

52

a. Daerah perbukitan dengan kemiringan 15%–20% dengan luas wilayah

112.000 ha (16,91%)

b. Daerah pegunungan dengan kemiringan 20%–40% dengan luas 353.185 ha

(53,34%).

Kemiringan lahan/lereng merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kemampuan tanah. Salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui

kemampuan tanah di suatu daerah adalah derajat kemiringan lahan/lereng.

Kemiringan lereng terjadi akibat besarnya tekanan tanah dan tekanan air tanah

yang bekerja pada permukaan dinding belakang lereng tersebut. Kondisi

kemiringan lahan di Kabupaten Mandailing Natal seperti terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Peta kemiringan lahan di Kabupaten Mandailing Natal.

4.3.2 Morfologi Wilayah

Morfologi Kabupaten Mandailing Natal merupakan satuan perbukitan

memanjang dengan arah barat laut-tenggara. Bagian tertinggi mencapai ketinggian

1.915 m dpl, sedangkan bagian terendah berada pada ketinggian 0 m dpl. Jenis

batuan yang terdapat di daerah pengukuran adalah batuan metasedimen terutama

metalimestone/marmer. Secara umum, morfologi di wilayah Kabupaten

Page 71: 2011 Hsi

53

Mandailing Natal dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan morfologi yaitu satuan

morfologi perbukitan terjal, satuan morfologi perbukitan bergelombang, dan

satuan morfologi pedataran. Kondisi ketinggian tempat di Kabupaten Mandailing

Natal seperti terlihat pada Gambar 6.

a. Satuan Morfologi Perbukitan Terjal, dicirikan oleh rangkaian pegunungan yang

tingginya antara 800–1.915 m dpl dan keterjalan lebih dari 40%. Aliran sungai

mempunyai pola dendritik–sub dendritik, sebagian trellis karena mengikuti

pola patahan, dengan lembah sungai yang sempit, biasanya berbentuk V dan

sebagian kecil cenderung U, menunjukkan tingkat erosi muda menuju dewasa.

b. Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang Landai, dicirikan oleh perbukitan

dengan ketinggian antara 100–800 m dpl dan kemiringan lereng antara 15%-

40%. Pola aliran sungai dendritik, dengan lembah berbentuk U dan sebagian

berbentuk V, menunjukkan tingkat erosi dewasa. Satuan ini umumnya

ditempati oleh batuan vulkanik dan sedimen.

c. Satuan Morfologi Pedataran merupakan daerah datar atau dengan kemiringan

lereng antara 0% hingga 15% dan pola aliran anyaman “braided stream” yang

umum terjadi di daerah muara sungai.

Gambar 6. Peta ketinggian tempat di Kabupaten Mandailing Natal

Page 72: 2011 Hsi

54

4.3.3 Hidrologi

Potensi hidrologi cukup penting untuk menunjang pembangunan, baik untuk

kepentingan irigasi, air minum (sanitasi), transportasi, maupun untuk kepentingan

lainnya. Sumber air yang terdapat di Kabupaten Mandailing Natal bagi kebutuhan

tersebut di atas berasal dari mata air dan sungai. Kabupaten Mandailing Natal

dialiri oleh sungai besar dan kecil. Beberapa sungai yang terdapat di daerah ini di

antaranya adalah Sungai Batang Gadis, Batahan, Kun-kun, Parlampungan, Hulu

Pungkut, Aek Rantau Puran, Aek Mata dan lain-lain. Luas daerah aliran sungai

terbesar yakni Sungai Batang Gadis, yang terletak di ibukota Kecamatan

Panyabungan. Aliran sungai sepanjang 180,00 km dan lebarnya 65 m, dengan

volume normal sekitar 25.781,11 m3 Secara umum sungai-sungai yang berada di

daerah ini biasa digunakan untuk sarana irigasi, perhubungan, MCK (Mandi, Cuci

dan Kakus) dan lainnya.

Secara umum, sungai-sungai di Kabupaten Mandailing Natal beraliran

pendek, terjal, dan sempit, sehingga sulit untuk digunakan sebagai sarana

transportasi. Sebagian sungai dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik

(hydromini) dan untuk irigasi. Alur sungai senantiasa bergerak secara horisontal

dan jalur sungai berpindah-pindah (bergerak) secara terus-menerus pula. Setelah

melalui perjalanan hidupnya sebuah sungai yang lurus dalam jangka waktu

tertentu akan berkelok-kelok atau membentuk meander. Pola Daerah Aliran

Sungai (DAS) sangat dipengaruhi leh keadaan morfologis, topografi dan bentuk

wilayah disamping bentuk atau corak DAS itu sendiri. Di wilayah Mandailing

Natal terdapat 6 (enam) DAS, yaitu:

1. DAS Batang Gadis

2. DAS Batang Batahan

3. DAS Batang Natal

4. DAS Batang Tabuyung

5. DAS Batang Bintuas

6. DAS Batang Toru.

DAS yang terbesar adalah DAS Batang Gadis dengan luas 369.963 Ha atau

sekitar 55,88% dari luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Keenam DAS

bermuara ke Pantai Barat (Samudera Indonesia).

Page 73: 2011 Hsi

55

4.3.4 Iklim

4.3.4.1 Musim

Wilayah Mandailing Natal mempunyai iklim yang hampir sama dengan

sebagian besar Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia. Hanya dikenal dua musim

yaitu musim hujan dan kemarau. Musim kemarau terjadi antara bulan Juni sampai

bulan September. Arus angin berasal dari Australia yang tidak mengandung uap

air, sebaliknya musim hujan terjadi pada bulan Desember sampai bulan Maret

karena arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan

Samudera Pasifik. Keadaan ini seperti silih berganti setiap tahun setelah melewati

masa peralihan pada bulan April–Mei dan Oktober–November. Frekuensi curah

hujan lebih tinggi selama tahun 2008 jika dibandingan dengan tahun 2007.

4.3.4.2 Suhu dan Curah Hujan

Tinggi atau rendahnya suhu udara di suatu tempat dipengaruhi oleh

ketinggian daerah di atas permukaan laut. Daerah Mandailing Natal yang terletak

di ketinggian antara 0-1.915 meter di atas permukaan laut mengakibatkan suhunya

berkisar antara 230C–32

0C dengan kelembaban antara 80–85%. Curah hujan di

suatu tempat dipengaruhi oleh iklim, keadaan orografi dan perputaran /pertemuan

arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan

wilayah tiap kecamatan.

Tahun 2008 rata-rata jumlah curah hujan di Kabupaten Mandailing Natal

yakni 2.945 mm/tahun. Curah hujan maksimum terdapat di Kecamatan Muara

Sipongi yaitu: 3.288 mm/tahun sedangkan minimum curah hujan 2.603 mm/tahun

di Kecamatan Panyabungan Utara.

4.3.5 Jenis Tanah

Jenis-jenis tanah utama di wilayah Kabupaten Mandailing Natal adalah

Podsolik Merah Kuning, Latosol dan Litosol merupakan jenis tanah dengan luas

mencapai 223.240 ha. Jenis tanah ini terutama terdapat pada bagian rendah

pegunungan tinggi deretan Bukit Barisan, seperti di sebelah kiri dan kanan dari

Lembah Semangko dan Lembah Batang Gadis, sebagian besar terdapat pada

Kecamatan Natal, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan

Kotanopan dan Kecamatan Muarasipongi.

Page 74: 2011 Hsi

56

Jenis tanah Regosol merupakan jenis tanah yang paling sedikit jumlahnya,

yakni hanya 8.400 ha dari seluruh luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal.

Jenis tanah regosol dapat ditemukan di sepanjang tepi pantai barat yang terputus-

putus oleh bukit-bukit kecil dari formasi tua atau dataran rawa dan endapan

alluvial sungai.

4.4 Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Mandailing Natal tahun 2008 yakni 423.712

jiwa, terdiri dari Laki-laki 207.475 orang dan perempuan 216.237 orang, dengan

sex ratio 95,95 dan banyaknya rumah tangga 101.802 KK dengan rata-rata

anggota rumah tangga 4. Laju pertumbuhan penduduk Mandailing Natal tahun

2008 sebesar 1,47%. Struktur penduduk Mandailing Natal menunjukkan bahwa

usia produktif (15-64 tahun) sangat menonjol sebesar 55,55% dan usia

ketergantungan terdiri usia (0-14 tahun) sebesar 41,42% dan Lansia (65+) sebesar

3,03%.

Kepadatan penduduk Kabupaten Mandailing Natal yakni 79 jiwa/Km2.

Kepadatan tertinggi di kecamatan Lembah Sorik Merapi yaitu 511 jiwa/Km2 dan

terkecil di kecamatan Muara Batang Gadis (10 jiwa/km2). Sesuai dengan nama

daerahnya, penduduk mayoritas adalah Mandailing juga dihuni oleh suku-suku

lainnya seperti, Batak, Jawa, Melayu, Minang dan lainnya.

Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan

komposisi terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses

demografi. Situasi ketenagakerjaan di Kabupaten Mandailing Natal pada Agustus

2008, Angkatan Kerja (usia 15 tahun keatas) sebesar 198.460 orang dan bukan

angkatan kerja 52.174 orang. TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja)

merupakan ukuran yang menggambarkan jumlah angkatan kerja untuk setiap 100

tenaga kerja. TPAK Kabupaten Mandailing Natal sekitar 81,48% yang tertinggi di

Kecamatan Bukit Malintang (94,78%) dan terkecil Kecamatan Lembah Sorik

Marapi (47,85%). Di sisi lain dapat dianalisis bagian angkatan kerja yang masih

mencari pekerjaan atau biasa disebut Tingkat Penggangguran Terbuka (TPT).

Pada Bulan Agustus 2008 di Mandailing Natal yakni 7,92%. TPT yang tertinggi

Kecamatan Lembah Sorik Marapi (12,85%) dan terendah Kecamatan Bukit

Malintang (1,92%). Pekerja didominasi oleh kaum laki-laki yaitu: 59,98% dan

Page 75: 2011 Hsi

57

perempuan (40,02%) Pekerjan utama penduduk Kabupaten Mandailing Natal dari

sektor pertanian (74,02%), perdagangan (12.74%), Jasa (4,71%) dan lainnya:

angkutan, komunikasi, bank dan listrik, gas dan air (8,53%).

4.4 Perekonomian

4.5.1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Mandaling Natal

Angka pertumbuhan sektor ekonomi merupakan hal penting yang perlu

diperhatikan mengingat hal tersebut mencerminkan pertambahan output yang

lebih lanjut menjadi pendapatan bagi suatu perekonomian tertentu. Secara

keseluruhan, pertumbuhan ekonomi kabupaten Mandailing Natal cukup tinggi

yaitu 6,08% rata–rata pertahun. Angka pertumbuhan ini meskipun fluktuatif

namun cenderung meningkat positif. Angka pertumbuhan tertinggi terjadi pada

tahun 2008 yaitu sebesar 6,50% (BPS Kabupaten Mandailing Natal).

Di Kabupaten Mandailing Natal, sektor Pertanian yang merupakan sektor

andalan bagi perekonomiannya, walaupun demikian laju pertumbuhannya paling

rendah dibanding sektor-sektor lainnya yakni tumbuh rata–rata pertahun sebesar

3,71%. Pertumbuhan tertinggi yang terjadi dalam kurun waktu 2004–2008 adalah

di tahun 2007 sebesar 5,65%. Secara rata–rata subsektor yang mengalami

pertumbuhan tertinggi di sektor Pertanian adalah subsektor Tanaman Perkebunan

sebesar 6,48%. Tingkat pertumbuhan paling rendah dibandingkan subsektor lain

yang terdapat di dalam sektor Pertanian adalah subsektor Kehutanan pada tahun

2004 dan 2007 tumbuh negatif sebesar -1,86% dan -1,58 dan tahun 2005, 2006

dan 2008 tumbuh positif sehingga secara rata–rata pertahunnya subsektor ini

tumbuh hanya sebesar 0,14%.

Pertumbuhan rata–rata pertahun tertinggi berasal dari sektor Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan. Sektor ini tumbuh sebesar 15,62% rata–rata

pertahun. Pertumbuhannya senantiasa meningkat dan bahkan di tahun 2008 laju

pertumbuhannya mencapai sebesar 44,86%. Sektor-sektor lainnya (perdagangan,

Hotel dan Restoran, pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan,

sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan

komunikasi serta sektor jasa-jasa) menunjukkan angka pertumbuhan yang

fluktuatif per tahunnya, selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 6.

Page 76: 2011 Hsi

58

Tabel 6. Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Mandailing Natal Tahun

2004 – 2008 (persen)

LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008 RATA-

RATA

1 Pertanian 2,74 2,89 2,45 5,65 4,80 3,71

- Tanaman Bahan Makanan 2,30 1,62 -0,01 2,73 5,31 2,39

- Tanaman Perkebunan 4,44 4,85 6,55 11,97 4,58 6,48

- Peternakan dan Hasil-hasilnya 4,57 4,32 1,16 5,79 6,30 4,43

- Kehutanan -1,86 0,48 0,76 -1,58 1,49 -0,14

- Perikanan 4,23 4,15 4,84 8,14 4,86 5,24

2 Pertambangan dan Penggalian 2,78 2,83 3,90 5,97 4,50 4,00

- Minyak dan Gas Bumi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

- Pertambangan non Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

- Penggalian 2,78 2,83 3,90 5,97 4,50 4,00

3 Industri Pengolahan 8,81 8,22 8,12 10,83 9,48 9,09

- Industri Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

- Industri Non Migas 8,81 8,22 8,12 10,83 9,48 9,09

- Makanan, Minuman & Tmbkau 6,67 6,82 8,08 16,05 10,62 9,65

- Tekstil, Brg dr Kulit & Alas

Kaki 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

- Brg dari Kayu & Hsl Hutan

Lain 4,76 4,32 5,86 -0,03 5,80 4,14

- Kertas dan Barang Cetakan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

- Pupuk, Kimia & Brg dari Karet 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

- Semen & Brg Galian non

Logam 2,29 2,86 8,12 7,66 6,40 5,47

- Logam Dasar Besi dan Baja 17,58 14,23 9,22 5,99 9,16 11,24

- Alat Angk, Mesin & Peralatan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

- Barang Lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 3,89 4,69 7,42 11,11 13,18 8,06

5 Bangunan 15,44 16,57 14,98 9,41 10,57 13,39

6 Perdagangan Hotel dan Restoran 4,33 4,72 4,81 4,92 5,17 4,79

- Perdagangan Besar dan Eceran 4,29 4,68 4,74 4,97 5,17 4,77

- Hotel 3,62 3,89 2,90 1,12 4,53 3,21

- Restoran 7,41 8,24 10,61 2,50 5,78 6,91

7 Pengangkutan dan Komunikasi 11,62 13,78 15,58 5,21 7,31 10,70

- Pengangkutan 5,82 7,34 11,31 7,00 5,00 7,29

- Komunikasi 27,56 28,48 23,73 2,13 11,46 18,67

8 Keu, Persewaan dan Jasa Perush 7,61 9,88 9,29 6,44 44,86 15,62

9 Jasa-jasa 10,43 9,55 12,50 8,35 4,41 9,05

Total 5,47 5,86 6,12 6,46 6,50 6,08

Sumber : PDRB Kabupaten Mandailing Natal 2004-2008

4.5.2 Struktur Perekonomian Kabupaten Mandailing Natal

Struktur perekonomian Kabupaten Mandailing Natal pada dasarnya

didominasi oleh sektor pertanian. Sektor ini memberikan kontribusi yang besar

hampir setiap tahunnya, pada tahun 2008 memberikan kontribusi sebesar 46,36%.

Subsektor yang menjadi andalan bagi pembentukan PDRB dari sektor pertanian

Page 77: 2011 Hsi

59

adalah subsektor tanaman bahan makanan. Subsektor ini memberikan kontribusi

selalu lebih dari 17% terhadap seluruh perekonomian kabupaten, namun

sebagaimana yang terjadi dalam sektor pertanian secara keseluruhan, penurunan

terjadi di subsektor tanaman bahan makanan dari tahun 2004 hingga tahun 2007

dan kemudian meningkat lagi pada tahun 2008. Subsektor berikutnya yang juga

mendominasi pembentukan nilai tambah bruto bagi perekonomian kabupaten

adalah subsektor tanaman perkebunan. Subsektor yang merupakan bagian dari

sektor pertanian ini memberikan kontribusi terhadap perekonomian lebih dari 12%

dan secara bertahap dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dimana

pada tahun 2008 kontribusi subsektor tanaman perkebunan sebesar 14,77%, hal

ini terjadi karena semakin berkembangnya usaha perkebunan di Kabupaten

Mandailing Natal terutama untuk komoditi karet dan kelapa sawit.

Perhatian mendalam perlu ditujukan pada sektor industri pengolahan

mengingat sektor ini dapat menjadi sektor unggulan yang dapat memberikan nilai

tambah bagi produk yang dihasilkan dalam perekonomian. Sektor ini di

Kabupaten Mandailing Natal masih belum menjadi sektor yang memberikan

kontribusi besar bagi pembentukan nilai tambah perekonomian kabupaten. Dari

tahun 2001 hingga tahun 2005, kontribusi yang diberikan cenderung meningkat

meskipun peningkatannya tidak cukup signifikan. Peranan sektor ini yang

besarnya dalam kisaran 3,20% hingga 3,53% terhadap total perekonomian

kabupaten, sebahagian besar ditunjang oleh subsektor industri makanan, minuman

dan tembakau. Subsektor lain belum menunjukkan peranan yang signifikan

terhadap sektor industri pengolahan. Distribusi persentase sektor ekonomi

Kabupaten Mandailing Natal tahun 2004-2008 disajikan pada Tabel 7.

4.5.3 Peranan Subsektor Perkebunan

Subsektor perkebunan merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Mandailing Natal. Secara rata–rata subsektor tanaman

perkebunan mengalami pertumbuhan tertinggi di sektor pertanian yakni sebesar

6,48%. Subsektor perkebunan merupakan subsektor yang memberikan sumbangan

terbesar kedua terhadap PDRB sektor pertanian yang signifikan selama lima tahun

terakhir (2004–2008), yaitu setelah subsektor tanaman pangan.

Page 78: 2011 Hsi

60

Tabel 7. Distribusi Persentase Sektor Ekonomi Kabupaten Mandailing Natal

Tahun 2004-2008 (persen)

LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008

1 Pertanian 49,09 47,11 45,42 45,92 46,36

- Tanaman Bahan Makanan 19,40 18,28 17,55 16,85 17,66

- Tanaman Perkebunan 12,70 12,47 12,22 14,29 14,77

- Peternakan dan Hasil-hasilnya 6,05 5,92 5,75 5,75 5,90

- Kehutanan 6,24 5,87 5,51 4,82 4,23

- Perikanan 4,70 4,57 4,39 4,21 3,80

2 Pertambangan dan Penggalian 1,77 1,67 1,59 1,55 1,46

- Minyak dan Gas Bumi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

- Pertambangan non Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

- Penggalian 1,77 1,67 1,59 1,55 1,46

3 Industri Pengolahan 3,53 3,53 3,53 3,82 3,92

- Industri Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

- Industri Non Migas 3,53 3,53 3,53 3,82 3,92

- Makanan, Minuman & Tmbkau 1,93 1,92 1,96 2,33 2,51

- Tekstil, Brg dr Kulit & Alas Kaki 0,02 0,02 0,02 0,02 0,01

- Brg dari Kayu & Hsl Hutan Lain 0,51 0,52 0,51 0,49 0,49

- Kertas dan Barang Cetakan 0,02 0,02 0,02 0,02 0,01

- Pupuk, Kimia & Brg dari Karet 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

- Semen & Brg Galian non Logam 0,19 0,19 0,19 0,18 0,16

- Logam Dasar Besi dan Baja 0,86 0,86 0,84 0,78 0,73

- Alat Angk, Mesin & Peralatan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

- Barang Lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,32 0,32 0,32 0,34 0,42

5 Bangunan 8,62 9,34 10,05 9,84 9,66

6 Perdagangan Hotel dan Restoran 17,81 17,55 17,79 17,69 17,66

- Perdagangan Besar dan Eceran 17,48 17,20 17,43 17,34 17,33

- Hotel 0,09 0,11 0,12 0,11 0,11

- Restoran 0,24 0,24 0,24 0,23 0,22

7 Pengangkutan dan Komunikasi 3,92 4,35 4,63 4,72 5,13

- Pengangkutan 2,65 2,73 2,82 2,91 3,10

- Komunikasi 1,27 1,62 1,81 1,82 2,03

8 Keu, Persewaan dan Jasa Perushn 2,11 1,97 2,00 1,96 2,52

9 Jasa-jasa 12,83 14,16 14,67 14,15 12,87

- Pemerintahan Umum 10,02 11,32 11,81 11,48 10,48

- Swasta 2,81 2,84 2,86 2,67 2,39

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : PDRB Kabupaten Mandailing Natal 2004-2008

Jika dihitung rata-rata persentase nilai PDRB (atas harga konstan tahun

2000) per subsektor tahun 2004-2008, sub sektor tanaman bahan makanan

(pangan) menyumbang rata-rata sebesar 37,98% kemudian diikuti subsektor

perkebunan sebesar 27,55%. Gambar 7 menunjukkan kontribusi dari setiap sub

sektor pertanian di Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2004-2008.

Page 79: 2011 Hsi

61

Gambar 7. Persentase Nilai PDRB Per Subsektor Kabupaten Mandailing Natal

Tahun 2004-2008

Tanaman perkebunan yang menonjol di Kabupaten Mandailing Natal

didominasi oleh tanaman karet dengan luas tanaman sebesar 71.015 ha dengan

produksi 34.615,80 ton pada tahun 2008, selanjutnya diikuti dengan tanaman

kelapa sawit dan coklat dengan luas 14.320 ha dan 4.322 ha dan produksinya

179.479 ton dan 2.387 ton. Luas areal, produksi dan sentra tanaman perkebunan di

Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Luas Areal, Produksi dan Sentra Tanaman Perkebunan di Kabupaten

Mandailing Natal tahun 2008

No Jenis tanaman Luas (ha) Produksi

(ton) KECAMATAN SENTRA

1 Karet (Havea brasilensis) 71.015 34.615 Panyabungan, Batang

Natal, Muara Bt Gadis

2 Kelapa sawit (Elaies guinennsis) 14.320 179.479 Batahan, Natal, Muara Bt

Gadis

3 Kakao (Theobroma cacao) 4.322 2.387 Lingga Bayu, Batang

Natal, Natal

4 Kayu manis (Cassia) 2.592 1.954 Kotanopan, Batang Natal,

Tambangan

5 Kelapa (Cocos nucifera) 2.704 1.277 Siabu, Natal,

Panyabungan

6 Kopi (Coffea Sp) 3.982 2.209 Kotanopan, Muara

Sipongi, Ulu Pungkut

7 Aren (Arenga pinata) 613 269 Tambangan, Muara

Sipongi, Panyabungan

8 Kemiri (Candle nut) 15 10 Bukit Malintang, Siabu,

Ulu Pangut

9 Cengkeh (Clove) 142 31 Tambangan, Muara

Sipongi, Batang Natal

Sumber : Mandailing Natal dalam Angka (2009)

Page 80: 2011 Hsi

62

4.5.4 Perkembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing

Natal

Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah penghasil karet, meski

tingkat produksinya berfluktuasi selama 5 tahun terakhir tetapi belakangan harga

karet sangat menarik dengan melonjaknya harga minyak dunia yang

mengakibatkan dunia beralih ke karet alam yang sifat karetnya lebih baik tetapi

harganya cenderung stabil. Karet bagi masyarakat Mandailing Natal merupakan

tanaman penting sebagai tanaman tabungan. Semula tanaman karet kurang

diperhatikan karena harga karet alam yang tersaing dengan karet sintetis. Tetapi

dengan melonjaknya harga minyak bumi yang juga mendorong meningkatnya

harga bahan baku sintetis maka banyak kalangan industri beralih ke karet alam.

Karena itu sekarang ini harga karet di tingkat petani juga ikut terangkat dan

merangsang petani untuk merawat tanaman karetnya lebih intensif.

Produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal saat ini mencapai 34 ribu ton

(Gambar 8). Produksi ini jauh lebih rendah karena produksi karet pada tahun 2004

mencapai 45,7 ribu ton. Perbedaan produksi ini diduga terjadi pada tahun 2004,

tingkat produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal mencapai puncak produksi

dan pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan akibat perawatan tanaman

yang kurang diperhatikan dan banyaknya kegiatan replanting (peremajaan).

Gambar 8 Produksi Karet di Kabupaten Mandaling Natal Tahun 2004-2008.

Di Kabupaten Mandailing Natal, produksi karet terpusat di Kecamatan

Panyabungan dimana pada tahun 2008 menghasilkan karet sebesar 6.749 ton yang

berarti memberi kontribusi produksi karet sebesar 19,7 % disusul Kecamatan

Sumber: BPS, Data Diolah (2009)

Page 81: 2011 Hsi

63

Muara Batang Gadis yang memproduksi 4.231 ton atau 12,3 % dari produksi

karet di Kabupaten Mandailing Natal. Tabel 9 memperlihatkan produksi karet

tahun 2008 di Kabupaten Mandailing Natal menurut kecamatan.

Tabel 9. Produksi Karet 5 Tahun Terakhir di Kabupaten Mandailing Natal

Menurut Kecamatan

No KECAMATAN LUAS AREAL (ha) TOTAL

(ha)

PRODUKSI

ton/tahun TBM TM TTM

1 SIABU 265 1.206 741 2.211 1.115

2 BUKIT MALINTANG 187 1.308 45 1.540 1.216

3 NAGA JUANG 197 522 37 756 485

4 PANYABUNGAN UTARA 673 3.599 466 4.738 3.203

5 PANYABUNGAN KOTA 651 8.182 328 9.161 6.873

6 PANYABUNGAN TIMUR 583 3.057 1.118 4.758 2.018

7 PANYABUNGAN BARAT 144 817 794 1.755 694

8 HUTA BARGOT 169 400 794 1.364 340

9 PANYABUNGAN SELATAN 336 1.178 751 2.265 1.013

10 LEMBAH SORIK MARAPI 78 302 248 628 202

11 PUNCAK SORIK MARAPI 84 136 158 377 91

12 TAMBANGAN 444 2.901 1.712 5.057 1.972

13 KOTANOPAN 566 2.530 1.599 4.695 1.543

14 ULU PUNGKUT 52 302 179 533 139

15 MUARASIPONGI 55 255 145 455 120

16 PAKANTAN 48 86 67 201 41

17 BATANG NATAL 675 5.665 3.583 9.923 4.306

18 LINGGA BAYU 558 2.190 1.678 4.426 1.993

19 RANTO BAEK 605 1.980 932 3.517 1.801

20 BATAHAN 160 585 259 1.004 474

21 SINUNUKAN 147 358 352 857 290

22 NATAL 159 528 351 1.039 417

23 MUARA BATANG GADIS 868 5.402 3.484 9.755 4.268

JUMLAH 7.704 43.491 19.821 71.015 34.616

Sumber: Mandailing Natal dalam Angka (2009)

4.5.5 Karakteristik Usahatani Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal

Karakteristik usahatani karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal tahun

2010 disajikan pada Tabel 10. Secara garis besar petani karet di Kabupaten

Mandailing Natal rata-rata mempunyai luas lahan 1 ha, dengan jenis tanaman

karet lokal (dari biji) dan unggul (bibit okulasi). Bibit okulasi didapatkan petani

dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal atau dari

penangkar-penangkar bibit karet binaan Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Mandailing Natal. Sebagian besar petani menanam bibit karet yang

berasal dari biji (seedling). Hal ini disebabkan harga bibit okulasi mahal dan jika

mengharapkan bibit okulasi dengan harga subsidi dari Pemerintah Kabupaten

Mandailing Natal harus menunggu antrian yang lama.

Page 82: 2011 Hsi

64

Tabel 10. Karakteristik usahatani karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal

tahun 2010

No Deskripsi Keterangan

1. Rata-rata kepemilikan lahan (ha) 1

2. Jenis klon yang ditanam GT-1, Avross

3. Umur karet rata-rata (tahun) 12-30

4. Asal bibit Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kab. Mandailing

Natal, Penangkar Bibit dan

Pembibitan sendiri

5. Populasi tanaman rata-rata (pohon/ha) 600-700

6. Rata-rata penyiangan gulma per tahun (kali) 2

7. Rata-rata frekuensi pemupukan per tahun (kali) 1- 2

8. Penggunaan input :

- Urea (kg/ha/tahun)

- NPK (kg/ha/tahun)

- Herbisida (Roundhap) (liter/ha/tahun)

-Tenaga Kerja (HOK)

250

250

2

230

9. Penyadapan 3-4 hari dalam seminggu

10. Pengumpulan hasil 1 kali dalam seminggu

11. Kegiatan Penyuluhan Ada

12. Keaktifan kelompok tani Tidak ada

Sumber : Data Primer, diolah

Keunggulan bibit okulasi dari bibit dari biji adalah lebih cepat matang

sadap. Tanaman dengan bibit okulasi dapat disadap pertama pada umur 5-6 tahun

setelah bibit ditanam, sedangkan tanaman dengan biji dapat disadap pertama pada

umur 7-9 tahun, namun bibit okulasi memiliki umur produktif lebih pendek yaitu

berkisar 20-25 tahun sedangkan bibit dari biji bisa mencapai lebih dari 30 tahun.

Rata-rata populasi tanaman per hektar sebanyak 650-700 pohon dengan

jarak tanam 3x5 dan 3 x 4. Tanaman karet yang ditanam petani di daerah

penelitian sebagian besar berumur 7-40 tahun. Pada budidaya tanaman tahunan

umur tersebut merupakan umur produktif. Menurut Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, umur tanaman karet rakyat di

Kabupaten Mandailing Natal sangat produktif pada kisaran umur 12–18 tahun dan

akan mengalami penurunan produksi pada umur 19 tahun.

Dalam melakukan budidaya tanaman, petani jarang sekali memberikan

perawatan, umumnya petani membiarkan saja bibit yang sudah ditanam. Rata-rata

petani melakukan pemupukan sebanyak 1-2 kali per tahun, bahkan ada yang tidak

melakukan pemupukan sama sekali. Rata-rata penggunaan input produksi per

hektar berupa penggunaan pupuk urea sebanyak 250 kg, pupuk NPK sebanyak

Page 83: 2011 Hsi

65

250 kg dan penggunaan herbisida (Round up) sebanyak 2 liter, sedangkan

penggunaan input tenaga rata-rata sebanyak 230 Hari Orang Kerja (HOK).

Dengan demikian usahatani karet di Kabupaten Mandailing Natal secara garis

besar belum mengenal teknologi budidaya yang baik.

Penyadapan dilakukan petani dengan menyayat atau mengiris kulit batang.

Tujuan penyadapan adalah untuk membuka pembuluh lateks sehingga lateks

mengalir keluar dengan cepat pada awal, kemudian menjadi lambat secara

perlahan-lahan. Umur tanaman mulai dapat disadap umumnya adalah berkisar 6-7

tahun. Penyadapan yang dilakukan di daerah penelitian adalah dengan sistim 4

hari sadap atau 3 hari sadap dan 1 hari untuk mengumpulkan hasil. Jadi

penyadapan dilakukan 4 hari dalam seminggu pada hari normalnya. Tetapi ada

juga yang tidak sampai 4 hari dalam seminggu, bisa saja 2 atau 3 hari penyadapan

dalam seminggu, ini disebabkan oleh faktor cuaca misalnya musim penghujan

atau hari kurang cerah, sehingga petani tidak bisa atau sulit mengadakan

penyadapan.

Penyadapan dilakukan dengan mengiris kulit batang tanaman karet dengan

dalam irisan ±2 mm . Penyadapan dilakukan 4 hari dalam seminggu dan biasanya

petani menyadap pada pagi hari dengan waktu penyadapan sekitar 3-4 jam, dan

setelah 4 hari melakukan penyadapan dalam ukuran normalnya selanjutnya 1 hari

untuk pengumpulan hasil cup lump. Pengumpulan hasil dilakukan jika mangkuk

penampung getah telah terisi penuh dan getah (cup lump) dalam keadaan

menggumpal. Biasanya petani mengumpulkan hasil cup lump nya setiap hari

sebelum hari pasar pekan karena pada hari pasar pekan akan diadakan pasar getah.

Penunjang budidaya berupa keberadaan kelompok tani belum dibentuk di

Kabupaten Mandailing Natal dan penyuluh pertanian secara intensif juga belum

dibentuk di daerah sentra karet di Kabupaten Mandailing Natal.

Page 84: 2011 Hsi

66

Page 85: 2011 Hsi

67

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Persebaran Lahan Potensial Secara Fisik untuk Tanaman Karet

Analisis kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan di Kabupaten

Mandailing Natal telah dilakukan oleh Bappeda Kabupaten Mandailing Natal

termasuk untuk tanaman karet. Peta kesesuaian lahan ini bersumber pada peta

sistem lahan RePPProT skala 1:250.000 yang disesuaikan dengan informasi pada

peta rupa bumi (informasi kemiringan lahan dan iklim) dan peta administrasi

Kabupaten Mandailing Natal skala 1:50.000. Dalam penelitian ini akan digunakan

peta kesesuaian lahan yang telah dibuat oleh Bappeda (Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah) Kabupaten Mandailing Natal tersebut Peta kesesuaian

lahan untuk tanaman karet tersebut akan menggambarkan persebaran lahan yang

potensial secara fisik untuk pengembangan tanaman karet di Kabupaten

Mandailing Natal.

Dari peta kesesuaian lahan untuk tanaman karet tersebut diperoleh informasi

bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Mandailing Natal sesuai untuk tanaman

karet yaitu seluas 460.849 ha (70,41%). Lahan yang tidak sesuai (N) mencapai

luasan 193.693 ha (29,59%). Secara aktual sebagian besar masuk dalam kelas

Sesuai Marginal (S3) yaitu seluas 421.387 ha (64,38%), sedangkan yang masuk

dalam kelas Cukup Sesuai (S2) seluas 23.031 ha (3,52%) dan lahan yang

termasuk kelas kesesuaian Sangat Sesuai (S1) seluas 16.430 ha (2,51%) untuk

tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal. Secara spasial lokasi lahan dengan

kelas kesesuaian aktual disajikan pada Gambar 9.

Lahan dengan kelas kesesuaian S1, S2 dan S3 pada setiap kecamatan di

Kabupaten Mandailing Natal dengan luasan yang bervariasi (Tabel 11).

Kecamatan dengan kelas kesesuaian S1 yang terbesar adalah kecamatan Siabu

yaitu 5.915 ha. Lahan dengan kelas kesesuaian S2 adalah kecamatan Batahan

yaitu seluas 5.326 ha. Kecamatan yang memiliki kelas kesesuaian lahan karet S3

ada di semua kecamatan dan yang terluas terluas adalah Kecamatan Muara Batang

gadis yaitu seluas 153.857 ha.

Page 86: 2011 Hsi

68

Gambar 9 Peta Kesesuaian Lahan Karet di Kabupaten Mandailing Natal.

Page 87: 2011 Hsi

69

Tabel 11 Luasan kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman karet pada masing-

masing kelas kesesuaian lahan untuk tanaman karet di Kabupaten

Mandailing Natal

No Kecamatan Kelas Kesesuaian (Ha)

N1l S1 S2l S3d S3l S3t

1 Batahan 1.865 2.250 5.326 19.045 5.903 -

2 Batang Natal 51.464 - - - 27.006 -

3 Bukit Malintang 1.916 439 337 - 1.875 1.141

4 Huta Bargot 1.337 61 648 - 7.410 854

5 Kotanopan 9.746 - 118 - 18.864 510

6 Lembah S. Marapi 54 - 2.142 - 145 852

7 Lingga Bayu 11.711 545 710 3 10.348 -

8 M. Batang Gadis 18.024 1.254 2.481 53.830 100.026 -

9 Muarasipongi 4.871 - - - 8.250 -

10 Naga Juang 1.698 521 187 - 1.846 527

11 Natal 23.512 4.292 1.097 14.790 35.614 -

12 Pakantan 473 - 350 - 9.863 -

13 Panyabungan 9.398 - 2.601 1.066 7.264 3.861

14 Panyabungan Barat 1.401 - 647 - 3.947 1.720

15 Panyabungan Selatan 534 - 315 - 5.139 475

16 Panyabungan Timur 22.868 - 276 481 11.503 -

17 Panyabungan Utara 1.809 670 1.034 - 452 1.683

18 Puncak S. Marapi - - 113 - 4.534 279

19 Ranto Baek 14.711 - 255 - 3.397 -

20 Siabu 10.103 5.915 1.484 - 8.548 3.030

21 Sinunukan - 480 177 6.340 7.107 -

22 Tambangan 5 - 733 892 12.645 31

23 Ulu Pungkut 6.184 - 1.991 - 18.269 -

Total 193.693 16.430 23.031 96.451 309.968 14.967

Kelas S2, S3, dan N memiliki faktor pembatas. Faktor pembatas pada kelas

kesesuaian S2 adalah kelerengan. Pada kelas kesesuaian S3 faktor pembatas

adalah drainase, lereng dan tekstur tanah. Kelas kesesuaian lahan N (tidak sesuai)

dibatasi oleh kemiringan lereng. Faktor-faktor pembatas pada kelas S2 dan S3

beberapa diantaranya dapat diatasi, sedangkan faktor pembatas pada kelas N

cukup sulit untuk diatasi.

Faktor pembatas drainase dapat diatasi dengan pemberian pupuk dan

pembuatan saluran drainase. Faktor pembatas yang lain yaitu kemiringan lereng

Page 88: 2011 Hsi

70

dan tekstur tanah relatif sulit untuk diatasi, sekalipun bisa namun membutuhkan

biaya yang tinggi. Diperkirakan dengan dilakukan usaha perbaikan, akan

memperbesar biaya usaha yang akan dilakukan petani dan dikhawatirkan usaha

tersebut akan memberikan keuntungan yang kecil bagi petani atau bahkan merugi.

Pertimbangan tersebut sesuai dengan pendapat Hardjowigeno dan Widiatmaka

(2001) bahwa usaha perbaikan faktor pembatas yang dilakukan harus

memperhatikan aspek ekonomi. Artinya, apabila lahan tersebut diatasi kendala-

kendalanya, maka harus diperhitungkan apakah secara ekonomi dapat

memberikan keuntungan dalam usaha tani tersebut. Secara spasial lokasi lahan

dengan kelas kesesuaian lahan dengan faktor-faktor pembatas dapat dilihat pada

Gambar 10.

Di Kabupaten Mandailing Natal produksi karet terpusat di Kecamatan

Panyabungan yang tahun 2008 menghasilkan karet sebesar 6.749 ton yang berarti

memberi kontribusi produksi karet sebesar 19,7 % disusul Kecamatan Muara

Batang Gadis yang memproduksi 4.231 ton atau 12,3 % dari produksi karet di

Kabupaten Mandailing Natal. Saat ini sentra produksi karet terdapat di Kecamatan

Panyabungan, Kecamatan Batang Natal dan Kecamatan Muara Batang Gadis

dengan produktivitas saat ini masing-masing mencapai 600-1.000 ton/ha/tahun

karet kering.

Mencermati hasil evaluasi lahan yang telah dilakukan, secara umum

kecamatan-kecamatan sentra karet tersebut memang memiliki lahan-lahan dengan

kelas kesesuaian lahan S1, S2 dan S3 untuk tanaman karet. Apabila dilakukan

usaha mengatasi faktor pembatas kesesuaian lahan yang ada, maka lahan-lahan di

kecamatan-kecamatan sentra karet tersebut dapat menjadi lahan yang sangat

sesuai (S1) untuk budidaya karet. Artinya dengan produktifitas yang ada saat ini

yang hanya mencapai rata-rata 800 kg/ha karet kering (Tahun 2009), dengan

mengatasi faktor pembatas yang ada maka produksi dapat ditingkatkan lagi

menjadi lebih optimal.

Menurut Indraty (2005) produksi optimal yang dapat dicapai tanaman karet

bisa mencapai 2 ton/ha. Menurut FAO (1983), perkiraan produksi pertanian pada

lahan-lahan kelas kesesuaian S2 dapat mencapai 60-80%, sedangkan pada lahan-

lahan S3 dapat mencapai 40-60% dari produksi optimum. Dengan dasar

Page 89: 2011 Hsi

71

pernyataan tersebut, maka perkiraan produksi karet di Kabupaten Mandailing

Natal pada kelas S2 dapat mencapai 1,2-1,6 ton/ha, sedangkan pada lahan S3

perkiraan produksi dapat mencapai 0,8–1,2 ton/ha. Dari angka-angka tersebut

terlihat bahwa produktifitas kebun karet di Kabupaten Mandailing Natal baru

sebatas produksi untuk lahan kelas S3, artinya potensi peningkatan produksi

masih cukup besar.

Usaha peningkatan produksi yang dapat dilakukan petani diantaranya

dengan peningkatan kualitas lahan, yaitu dengan melakukan usaha mengatasi

faktor pembatas yang layak dilakukan, seperti pemupukan dan pembuatan saluran

drainase. Selain itu, usaha pemeliharaan tanaman seperti penyiangan, dan

pengendalian hama terpadu merupakan kegiatan yang harus selalu dilakukan. Tapi

itu semua kembali ke kualitas bahan tanam. Apabila kualitas bahan tanam yang

digunakan merupakan produk unggulan maka usaha di atas akan signifikan

meningkatkan produksi, tentunya sampai taraf tertentu (optimum) dan berlaku

dalam umur produktif tanaman tersebut.

5.2 Kelayakan Finansial Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat

Analisis kelayakan finansial yang dilakukan meliputi perhitungan Net

Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return

(IRR) yang merefleksikan tingkat kelayakan usaha perkebunan karet rakyat

setelah dikoreksi dengan tingkat suku bunga bank 12% (Discount factor). Analisis

ini dilakukan dalam skala pengusahaan kebun seluas satu hektar, selama umur

produktif tanaman karet yaitu enam sampai tiga puluh tahun. Sampel desa yang

diambil merupakan pewakil kelas kesesuaian lahan yang layak untuk

pengembangan tanaman karet yaitu kelas sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2)

dan sesuai marginal (S3). Di samping itu, tentu saja dipilih desa-desa yang

penduduknya sebagian besar membudidayakan tanaman karet.

Asumsi yang digunakan dalam analisis ini bahwa produksi tanaman karet

rakyat mengalami kenaikan hingga umur tanaman 14 tahun, dan akan menurun

pada titik umur tersebut hingga umur dua puluh lima tahun. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian bahwa pola produksi tanaman karet menurut umur tanaman secara

umum adalah sebagai berikut : (a) tahap I, produksi terus meningkat yang terjadi

Page 90: 2011 Hsi

72

Gambar 10 Peta kesesuaian lahan karet dengan faktor-faktor pembatas di

Kabupaten Mandailing Natal

Page 91: 2011 Hsi

73

pada tahun sadap 1 sampai dengan tahun sadap ke 10, (b) tahap II, produksi stabil

yang terjadi pada tahun sadap ke-11 sampai ke-15 dan (c) tahap III, produksi

berkurang yang terjadi pada tahun sadap ke-16 dan seterusnya (Rahman, 2002).

Dalam analisis ini, umur produktif tanaman dipakai sampai pada umur 25 tahun

walaupun tanaman karet masyarakat sampai umur 30 tahun masih disadap, namun

hasilnya sangat sedikit. Berdasarkan hasil penelitian Siagian (2002) tanaman karet

sudah harus direplanting pada umur tanaman 25 tahun, karena tanaman di atas

umur 25 tahun sudah mengalami penurunan produksi yang tinggi dan lebih baik

dipanen untuk mendapatkan kualitas kayu yang baik. Asumsi-asumsi ini

digunakan dalam perkiraan produksi karet dalam bentuk cup lump (lump

mangkuk) masyarakat untuk waktu yang akan datang. Selain itu juga diasumsikan

bahwa tidak terjadi perubahan iklim yang ekstrim dan tidak terjadi wabah hama

penyakit sehingga produksi karet petani mengalami tren kenaikkan dan penurunan

seperti penjelasan diatas.

Analisis kelayakan finansial pada enam desa terpilih disajikan dalam Tabel

12, sedangkan rincian perhitungan analisis finansial masing-masing desa dapat

dilihat pada Lampiran 5, 6, 7, 8, 9 dan 10. Perhitungan analisis finansial ini

berdasarkan data rataan struktur input dan output dari masing-masing desa, yang

terdiri dari 25 responden sampel di masing-masing desa.

Tabel 12 Analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, dan IRR dan payback period)

perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal

No Desa/Kecamatan Orde

kesesuaian

NPV

(DR =

12%)

Net

B/C IRR

Payback

Period

1 Sihepeng

(Kec. Siabu) S1 72.006.826 1,92 26,74%

8 tahun 7

bulan 11 hari

2 Malintang

(Kec. Bukit Malintang) S1 93.052.838 2,10 29,45%

7 tahun 7

bulan 12 hari

3 Purba Baru

(Kec. Lembah Sorik Marapi) S2 67.139.616 1,76 24,44%

9 tahun 2

bulan 6 hari

4 Roburan Lombang

(Kec. Panyabungan Selatan) S2 54.993.966 1,72 23,35%

10 tahun

13 hari

5 Tambangan Pasoman

(Kec. Tambangan) S3 37.838.270 1,48 20,20%

11 tahun

4 bulan

6 Hutarimbaru SM

(Kec. Kotanopan) S3 44.962.829 1,49 20,71%

10 tahun 6

bulan 16 hari

Page 92: 2011 Hsi

74

Pola asumsi harga yang digunakan adalah harga konstan dengan nilai

Rp. 13,000/kg cup lump, dengan tingkat suku bunga 12% (sesuai dengan rata-rata

suku bunga bank pada tahun 2010). Perbedaan rataan dan koefisien keragaman

struktur input dan output dalam pengusahaan tanaman karet pada tiap kelas

kesesuaian lahan di masing-masing desa dapat dilihat pada Lampiran 11.

Dari Tabel diatas, secara finansial usaha perkebunan karet rakyat layak

untuk dikembangkan di Kabupaten Mandailing Natal. Hal tersebut ditunjukkan

dengan nilai NPV, BCR, dan IRR yang memenuhi kriteria layak. Nilai NPV

bernilai positif yaitu antara Rp93.052.838–Rp37.838.270 yang menunjukkan

keuntungan yang didapatkan selama umur produktif tanaman karet sebesar nilai

tersebut. BCR yang lebih besar dari satu (2,10–1,48) menunjukkan bahwa setiap

satu rupiah yang diinvestasikan dalam usaha ini akan memberikan tambahan

manfaat (keuntungan) sebesar Rp2,10 sampai Rp1,48. Nilai IRR yang melebihi

tingkat suku bunga yang berlaku menggambarkan bahwa sampai tingkat suku

bunga discount factor 20% untuk lahan S3, 23%-24% pada lahan S2 dan 26%-

29% pada lahan S1, usaha perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing

Natal masih memberikan nilai keuntungan bagi petani.

Dari Tabel 12 diatas juga terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan

antara nilai-nilai parameter analisis finansial desa dikelas kesesuaian lahan sesuai

(S1), cukup sesuai (S2) dan desa dikelas kesesuaian sesuai marginal (S3). Dari

lampiran 12, terlihat bahwa penyebab perbedaan ini karena perbedaan yang cukup

besar antara nilai produksi cup lump karet pada ketiga kelas kesesuaian lahan. Di

samping itu, terlihat adanya perbedaan nilai yang tinggi pada input pupuk yang

digunakan petani dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Ketiga hal tersebut

merupakan penyebab utama perbedaan nilai analisis finansial yang dilakukan. Hal

mendasar terjadinya perbedaan ini tentu saja karena perbedaan kualitas lahan.

Pada lahan S3 faktor penghambat bagi tanaman lebih besar dibandingkan lahan

S2, sedangkan lahan S1 tidak memiliki faktor penghambat. Karena itu pada lahan

S1 produktifitas yang dihasilkan paling baik dibanding produktifitas pada lahan

S2 dan S3, produktifitas S2 lebih tinggi dibanding S3, karena faktor penghambat

pada lahan S3 lebih besar dibandingkan dengan di lahan S2. Dari desa-desa

pewakil lahan S1, S2 dan S3 terlihat perbedaan produktifitas, hal ini dikarenakan

Page 93: 2011 Hsi

75

teknik budidaya petani yang dilakukan petani terutama dalam hal pemupukan,

pada Desa Sihepeng (S1), Roburan Lombang (S2) dan Tambangan Pasoman (S3)

petani hanya melakukan pemupukan satu kali dalam setahun, sedangkan pada tiga

desa pewakil lainnya petani melakukan pemupukan sebanyak 2 kali dalam

setahun hal ini sangat berpengaruh pada tingkat produktifitas tanaman. Umumnya

petani pada enam desa sampel pada tahun ke-16 mulai mengurangi pemakaian

pupuk, karena mahalnya harga pupuk, biasanya petani hanya memupuk urea pada

tanamannya, karena mengira tanaman telah menghasilkan. Hal ini menyebabkan

tanaman pada umur 25 tahun produktifitas tanaman semakin jauh menurun,

sehingga umumnya pada umur diatas 25 tahun telah dimasukkan dalam kategori

tanaman tidak menghasilkan walaupun banyak petani yang melakukan

penyadapan paksa pada tanaman tersebut. Hal ini sebenarnya dapat merusak

kualitas kayu karet yang seharusnya dapat juga diperdagangkan.

Dari analisis diketahui, desa pewakil kelas kesesuaian S1 yaitu desa

Sihepeng dan Malintang, produktifitas rata-rata adalah 2.753 kg/ha dan 3.170

kg/ha, desa Purba Baru dan desa Roburan Lombang yang merupakan pewakil

kelas kesesuaian lahan S2 produktifitas rata-rata mencapai 2.774 kg/ha dan 2.409

kg/ha sedangkan desa Tambangan Pasoman dan desa Hutarimbaru SM yang

merupakan pewakil kelas kesuaian lahan S3 produktifitas rata-rata mencapai

2.133 kg/ha dan 2.458 kg/ha. Dalam hal pemupukan, pada lahan dengan kelas

kesesuaian S3 dan S2 yang merupakan lahan dengan faktor pembatas yang agak

berat, input pupuk yang dibutuhkan tanaman lebih besar dibandingkan lahan

dengan kelas kesesuaian S1. Hal ini menyebabkan biaya produksi terutama untuk

pembelian pupuk pada lahan S3 dan S2 lebih tinggi dibandingkan lahan S2. Dari

hasil analisis data yang dilakukan, rata-rata pembelian pupuk pada awal tanam

umumnya masyarakat hanya menggunakan pupuk NPK dengan biaya sebesar

Rp1.750.000/ha/tahun. Pada tahun pertama sampai dengan tahun ke-15 petani

rata-rata mengeluarkan biaya untuk pupuk untuk lahan S3 sebesar

Rp1.743.000/ha/aplikasi/tahun. Pada lahan S2 rata-rata pembelian pupuk

menghabiskan dana sebesar Rp1.494.000 per tahun dan lahan S1 sebesar

Rp717.000/ha/aplikasi/tahun sampai dengan tahun ke-15. Pada tahun ke-16

umumnya petani hanya memakai pupuk urea dengan biaya rata-rata pada kelas

Page 94: 2011 Hsi

76

kesesuaian lahan S1 yakni sebesar Rp240.000/ha/aplikasi/tahun, pada kelas

kesesuaian lahan lahan S2 sebesar Rp480.000/ha/aplikasi/tahun dan pada kelas

kesesuaian lahan lahan S3 sebesar Rp560.000/ha/aplikasi/tahun.

Pengusahaan kebun karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal yang

tergambar dari enam sampel desa yang diamati dibangun dengan investasi awal

rata-rata untuk kelas kesesuaian lahan lahan S1 sebesar Rp14.000.000 sampai

Rp16.000.000 yang digunakan untuk pembelian bibit karet, peralatan, upah tenaga

kerja, pupuk, dan obat-obatan. Biaya untuk sewa lahan tidak ada karena

keseluruhan lahan yang digunakan merupakan milik petani yang didapat secara

turun temurun. Biaya untuk pembukaan lahan tersebut berbeda-beda karena

kebutuhan biaya tenaga kerja yang berbeda-beda, terutama untuk lahan S2 dan S3

dibutuhkan tenaga kerja lebih banyak untuk membuat teras-teras lahan,

pengolahan pembukaan lahan, mengajir, membuat lobang tanam dan menanam

bibit karena bentuk lahan yang lebih bergelombang. Biaya pemeliharaan untuk

tahun pertama penanaman sampai tahun terakhir umur produktif tanaman karet

berkisar Rp942.000–Rp2.747.500/ha/tahun. Biaya pemeliharaan tersebut meliputi

biaya upah tenaga kerja, pembelian pupuk, dan pembelian obat-obatan.

Pemeliharaan tanaman karet yang dilakukan petani di Kabupaten

Mandailing Natal secara umum belum mengikuti teknis budidaya anjuran dari

pemerintah. Pemeliharaan yang dilakukan petani meliputi: pemupukan,

penyiangan dan pengendalian hama penyakit. Pemupukan umumnya dilakukan

satu sampai dua kali dalam setahun yang dilakukan pada bulan Oktober (awal

musim hujan) dan bulan Februari atau Maret (akhir musim hujan). Penyiangan

dilakukan petani sebagian besar sebanyak empat kali dalam setahun.

Pengendalian hama penyakit dilakukan petani karet di Kabupaten

Mandailing Natal pada saat tanaman karet terserang hama maupun penyakit. Pada

tanaman karet di daerah penelitian penyakit utama yang sering menyerang adalah

Jamur Akar Putih (JAP) yang disebabkan oleh cendawan. Penyakit ini sering

menyerang tanaman karet pada bagian akar, dan akan menyebabkan akar maupun

batang yang terserang menjadi busuk dan basah. Daun menjadi layu dan

mengering kemudian jatuh berguguran dan pada akhirnya akan mati. Pada

akhirnya pembuluh lateks tidak berproduksi lagi dan getah karet tidak keluar lagi

Page 95: 2011 Hsi

77

sehingga lama-kelamaan akan menyebabkan kematian pohon. Pohon yang

terserang oleh Jamur Akar Putih akan menjangkiti pada pohon lain. Pengendalian

penyakit yang dilakukan petani di daerah penelitian yaitu dengan menggali tanah

disekitar leher akar dengan kedalaman 50 cm kemudian akar yang terserang

dikerok disepanjang permukaan akar diberi Trichoderma sp. dan dibiarkan dan

setelah 1-2 minggu kemudian akar ditutup tanah kembali. Selain hal tersebut

penyakit yang sering menyerang adalah penyakit bidang sadap yang diatasi petani

dengan menggunakan Valangker pada bidang sadap.

Hama yang sering menyerang tanaman karet petani di Kabupaten

Mandailing Natal adalah rayap, dimana serangannya dapat terlihat oleh batang,

batang pohon dimakan oleh rayap, sehingga batang karet tersebut berlumut yang

mengakibatkan pohon karet busuk, berlubang dan di tengah-tengah batang kosong

sehingga lama-kelamaan pohon karet akan mati. Di daerah penelitian petani

menanggulangi permasalahan tersebut dengan cara menyemprot silinder ataupun

dengan mengoles silinder tersebut ke batang pohon karet. Selain itu, babi hutan

dan kera merupakan hama yang sering merusak tanaman karet petani. Petani

menanggulanginya dengan cara membuat ranjau.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan waktu pengembalian modal

(payback period) petani umumnya lebih cepat untuk petani yang berada di lahan

dengan kelas kesesuaian lahan S1 karena produktifitasnya lebih tinggi, kemudian

disusul oleh petani di kelas kesesuaian lahan S2 dan S3. Petani yang melakukan

perawatan yang lebih baik juga akan memperoleh produktivitas tanaman karet

lebih tinggi sehingga waktu pengembalian modal lebih cepat. Pada lahan dengan

kelas kesesuaian lahan S1 pada umur tanaman 7-8 tahun umumnya modal telah

kembali. Pada lahan dengan kelas kesesuaian lahan S2 modal umumnya kembali

pada umur tanaman 9-10 tahun dan pada lahan kelas S3 pada umur tanaman 10-11

tahun.

Pada penelitian ini juga dilakukan analisis sensitivitas. Menurut Gittinger

(1986), analisis sensitivitas (sensitivity analysis) dilakukan untuk meneliti kembali

kelayakan suatu proyek, agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat

keadaan yang berubah atau ada suatu kesalahan dalam dasar perhitungan biaya-

manfaat. Analisis kepekaan (sensitivitas) adalah suatu teknik analisis yang

Page 96: 2011 Hsi

78

menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu

proyek apabila terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam

perencanaan. Hal ini dibutuhkan dalam analisis proyek, biasanya didasarkan pada

proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan

terjadi dimasa yang akan datang karena proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat

empat permasalahan utama yaitu:

5. Perubahan harga jual produk

6. Keterlambatan pelaksanaan proyek

7. Kenaikan biaya

8. Perubahan volume produksi

Pada penelitian ini dilakukan analisis sensitivitas dengan menaikkan jumlah

biaya input dan menaikkan suku bunga untuk mengetahui sampai sejauhmana

batas kelayakan kegiatan usaha karet petani serta mencoba mencari sampai

seberapa jauh kelayakan harga dan produksi untuk kondisi perkebunan karet

rakyat di Kabupaten Mandailing Natal. Semua dilakukan dengan asumsi ceteris

paribus.

Hasil analisis sensitivitas dengan skenario dengan menaikkan biaya input

untuk aktivitas kebun karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dari layak

menjadi tidak layak terjadi pada saat biaya input dinaikkan sebesar 40%-44,06%

untuk kelas kesesuaian lahan S3, 69,67%-71,67% untuk kelas kesesuaian lahan

lahan S2 dan 91,09%-110,3% untuk kelas kesesuaian lahan lahan S1 dengan

asumsi variabel-variabel lainnya ceteris paribus (tetap). Apabila biaya input

meningkat sebesar nilai-nilai tersebut maka usaha perkebunan karet yang

dilakukan petani sudah tidak layak atau merugikan petani, seperti terlihat pada

Tabel 13. Rincian perhitungan analisis sensitivitas skenario menaikkan biaya

input masing-masing desa dapat dilihat pada Lampiran 12,13, 14,15, 16 dan 17.

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa apabila biaya-biaya input meningkat

sebesar nilai-nilai tersebut dengan asumsi variabel-variabel lainnya ceteris

paribus (tetap) maka secara finansial usaha perkebunan karet rakyat tersebut

tidak layak lagi untuk diusahakan. Hal ini ditunjukan dengan nilai NPV, BCR,

dan IRR yang tidak memenuhi kriteria layak lagi. Nilai NPV bernilai negatif yaitu

antara (Rp7.582)–(Rp100) menunjukkan kerugian yang dialami selama umur

Page 97: 2011 Hsi

79

produktif tanaman karet sebesar nilai tersebut BCR=1 menunjukkan bahwa

kegiatan ini tidak memberikan tambahan manfaat (keuntungan) bagi petani. Nilai

IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku menggambarkan bahwa usaha

perkebunan karet rakyat yang diusahakan tidak memberikan nilai keuntungan

bagi petani.

Tabel 13 Analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, dan IRR) perkebunan karet

rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dengan menaikkan biaya-biaya

input NPV

(DR = 12%)

1 Sihepeng

(Kec. Siabu)

2 Malintang

(Kec. Bukit Malintang)

3 Purba Baru

(Kec. Lembah Sorik Marapi)

4 Roburan Lombang

(Kec. Panyabungan Selatan)

5 Tambangan Pasoman

(Kec. Tambangan)

6 Hutarimbaru SM

(Kec. Kotanopan)

Kenaikan biaya

input padaNo Desa/Kecamatan

Orde

kesesuaianNet B/C IRR

91,09%

S1 (7.582) 1,00 12% 110,30%

S1 (323) 1,00 12%

S2 398 1,00 12% 71,67%

S2 100 69,67%

1,00

1,00

12%

12%

S3 (770) 1,00 12% 44,06%

S3 5.906 40,00%

1,00

1,00

12%

12%

Hasil analisis sensitivitas dengan skenario menaikkan biaya tingkat suku

bunga untuk aktivitas kebun karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dari

layak menjadi tidak layak terjadi pada saat tingkat suku bunga bank dinaikkan

menjadi sebesar 26,8%-29,5% untuk lahan S1, 23,4%-24,5% untuk lahan S2 dan

20,3%-20,8% untuk lahan S3 dengan asumsi variabel-variabel lainnya ceteris

paribus (tetap). Apabila tingkat suku bunga bank meningkat menjadi sebesar

nilai-nilai tersebut, maka usaha perkebunan karet yang dilakukan petani sudah

tidak layak atau merugikan. Hasil analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, dan

IRR dan payback period) perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal

dengan menaikkan tingkat suku bunga dapat dilihat pada Tabel 14. Rincian

Page 98: 2011 Hsi

80

perhitungan analisis sensitivitas skenario menaikkan tingkat suku bunga masing-

masing desa dapat dilihat pada Lampiran 18,19,20, 21,22 dan 23.

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa apabila tingkat suku bunga pinjaman

yang dikenakan pada petani untuk mengusahakan perkebunan karetnya sebesar

nilai-nilai tersebut dengan asumsi variabel-variabel lainnya ceteris paribus (tetap)

maka secara finansial usaha perkebunan karet rakyat yang dilakukan petani di

Kabupaten Mandailing Natal tidak layak. Hal ini ditunjukan dengan nilai NPV,

BCR, dan IRR yang tidak memenuhi kriteria layak. Nilai NPV bernilai negatif

yaitu antara (Rp255.861)–(Rp81.242) menunjukkan kerugian yang dialami selama

umur produktif tanaman karet sebesar nilai tersebut. BCR yang bernilai sama

dengan satu menunjukkan bahwa usaha ini tidak memberikan tambahan manfaat

(keuntungan) bagi petani. Nilai IRR yang kurang dari tingkat suku bunga yang

berlaku menggambarkan bahwa pada tingkat suku bunga tersebut usaha

perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal tidak akan memberikan

nilai keuntungan bagi petani.

Tabel 14 Analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, dan IRR dan payback period)

perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dengan

menaikkan tingkat suku bunga

1 Sihepeng

(Kec. Siabu)

2 Malintang

(Kec. Bukit Malintang)

3 Purba Baru

(Kec. Lembah Sorik Marapi)

4 Roburan Lombang

(Kec. Panyabungan Selatan)

5 Tambangan Pasoman

(Kec. Tambangan)

6 Hutarimbaru SM

(Kec. Kotanopan)

S3 (254.279) 20,20 20,30 1,00

1,00

1,00S3 (255.861) 20,71 20,80

S2 (146.621) 24,22 24,50 1,00

1,00

1,00S2 (99.693) 23,35 23,40

1,00S1 (81.242) 29,45 29,50

No Desa/KecamatanOrde

kesesuaianNet B/C IRRNPV

Pada tk. suku

bunga

S1 (138.142) 1,00 26,72 26,80

Selanjutnya analisis sensitivitas juga dilakukan untuk mengetahui sampai

seberapa besar rata-rata harga lump karet dan rata-rata produktivitas karet rakyat

yang masih layak untuk pengusahaan karet rakyat pada desa-desa sampel di

Page 99: 2011 Hsi

81

Kabupaten Mandailing Natal tersebut. Besarnya harga rata-rata dan produktivitas

produksi karet pada titik impas tersebut disebut juga dengan Break Event Point

(BEP). BEP yang dicari adalah BEP volume produksi dan BEP harga. BEP ini

tercapai pada saat NPV=0, Net B/C=1, IRR=tingkat suku bunga yang digunakan,

hal ini berarti kondisi finansial pengusahaan kebun berada pada titik total

penerimaan sama dengan pengeluaran (TR=TC) atau keuntungan sama dengan 0.

Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 15. Rincian perhitungan BEP (Break Event

Point) masing-masing desa dapat dilihat pada Lampiran 24,25,26, 27,28, 29, 30,

31, 32, 33, 34 dan 35.

Tabel 15 Nilai BEP (Break Event Point) pengusahaan perkebunan karet rakyat di

Kabupaten Mandailing Natal

1 Sihepeng

(Kec. Siabu)

2 Malintang

(Kec. Bukit Malintang)

3 Purba Baru

(Kec. Lembah Sorik Marapi)

4 Roburan Lombang

(Kec. Panyabungan Selatan)

5 Tambangan Pasoman

(Kec. Tambangan)

6 Hutarimbaru SM

(Kec. Kotanopan)

S1 6.803 1.430

No Desa/Kecamatan Orde kesesuaianBEP Harga

(Rp)

BEP Volume

Produksi cup lump

(Kg/Ha/Tahun)

S1 6.181 1.531

S2 7.378 1.599

S3 8.749 1.680

S2 7.573 1.393

S3 8.846 1.441

Pada kelas kesesuaian lahan S1, dengan kondisi pengusahaan karet dan

produksi yang dihasilkan oleh petani BEP harga tercapai pada harga Rp6.181–

Rp6.803, artinya pada tingkat harga tersebut pertanaman karet tersebut masih

layak diusahakan. Apabila harga rata-rata karet selama umur produktif 25 tahun

tersebut dibawah harga tersebut maka petani akan mengalami kerugian. Demikian

juga halnya dengan petani yang mengusahakan karet pada kelas kesesuaian lahan

S2 dengan BEP harga sebesar Rp7.378–Rp7.573 dan pada lahan S3 sebesar

Rp8.749-Rp8.846.

Page 100: 2011 Hsi

82

BEP rata-rata volume produksi cup lump karet petani pada kesesuaian lahan

S1 dengan asumsi ceteris paribus tercapai pada saat rata-rata produksi cup lump

karet yang dihasilkan petani sebesar 1.430 kg/ha/tahun–1.531 kg/ha/tahun, artinya

apabila petani dapat memanen rata-rata produksi karetnya per hektar per tahun

sebesar nilai tersebut selama umur produktif maka pertanaman karet tersebut

masih layak diusahakan. Apabila selama umur produktif tersebut petani

memproduksi cup lump karet kurang dari nilai tersebut maka petani akan

mengalami kerugian. Demikian juga halnya dengan petani yang mengusahakan

karet pada kelas kesesuaian lahan S2 dengan BEP volume produksi sebesar 1.393

kg/ha/tahun–1.599 kg/ha/tahun dan pada kelas kesesuaian lahan S3 sebesar 1.441

kg/ha/tahun–1.680 kg/ha/tahun.

Tingginya nilai BEP harga cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal

dikarenakan tingginya biaya input termasuk biaya tenaga kerja, harga pupuk dan

pestisida serta rendahnya produktivitas. Oleh karena itu, diperlukan campur

tangan pemerintah untuk mengurangi kerugian di tingkat petani sehingga aktivitas

perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal lebih berkelanjutan.

Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua,

rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kurangnya

pemeliharaan. Oleh karena itu, perlu upaya percepatan peremajaan karet rakyat

dan penanganan teknis budidaya karet yang dilaksanakan petani. penggunaan

teknologi anjuran dalam berusahatani karet akan berdampak pada peningkatan

produktivitas dan pendapatan petani karet (Kilmanun, 2005)

Keragaman pola produksi akibat perbedaan kesesuaian lahan akan terlihat

dari tingkat produktivitas yang berbeda. Pada tanaman karet (tergantung jenis klon

yang digunakan) yang ditanam pada lahan sangat sesuai (S1) akan mampu

menghasilkan produktivitas sebesar 3.000 kg/ha/tahun, pada lahan sesuai (S2)

akan dihasilkan 2.500 kg/ha/tahun dan 2.000 kg/ha/tahun untuk lahan (S3)

(Balitbang Pertanian, 2009).

Dalam menjalankan usahatani karet petani masih banyak menghadapi

kendala. Kendala yang dihadapi tersebut kurang lebih berasal dari diri petani

sendiri yaitu kurangnya modal untuk menggunakan input produksi secara optimal

sehingga dalam menjalankan usahatani terutama pembudidayaan tanaman karet

Page 101: 2011 Hsi

83

belum sesuai dengan teknik budidaya, seperti harga bibit okulasi yang mahal

sehingga menyebabkan masih banyak petani menggunakan bibit dari biji

(seedling) atau hampir setengah dari jumlah populasi sampel petani di tempat

penelitian menggunakan bibit dari biji.

Pada usaha perkebunan karet, peremajaan tanaman membutuhkan modal

yang tidak sedikit dan membawa konsekuensi hilangnya pendapatan selama masa

tanaman belum menghasilkan. Masalah ketiadaan modal untuk peremajaan dan

hilangnya pendapatan selama tanaman belum menghasilkan dapat diatasi dengan

kombinasi pemanfaatan kayu karet tua hasil peremajaan dan peningkatan

produktivitas lahan di gawangan selama masa tersebut. Peningkatan produktivitas

lahan dapat dilakukan dengan penanaman bibitan karet di gawangan. Hasil

pengamatan di Balai Penelitian Sungei Putih menunjukkan bahwa hasil penjualan

kayu karet tua untuk bahan baku industri dari satu hektar tanaman karet dengan

jumlah tegakan 200 pohon per haktar pada saat peremajaan adalah sebesar

Rp10.465.800. Pada sistim karet + bibitan, hasil penjualan kayu dapat menutupi

biaya pembangunan kembali serta pemeliharaan kebun sampai dengan tahun ke-2.

Dengan harga jual stum sebesar Rp2.000, keuntungan per hektar tanaman karet

dengan pengusahaan bibit di gawangan adalah Rp24.458.400 pada tahun pertama

dan Rp25.118.067 pada tahun kedua. Pendapatan ini lebih dari cukup digunakan

untuk pemeliharaan tanaman utama sampai tanaman dapat disadap. Pada sistem

karet + kacangan penutup tanah, hasil penjualan kayu hanya dapat menutupi biaya

penanaman kembali tanaman karet sampai dengan tahun pertama. Adanya

pembibitan karet di gawangan tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan

tanaman utama (Siagian, 2005)

Harga pupuk yang mahal menyebabkan banyak petani yang melakukan

pemupukan dengan frekuensi 1 kali dalam setahun dan sejumlah kecil yang

melakukan pemupukan 2 kali dalam setahun, dan ada juga sejumlah kecil petani

yang tidak memberikan pemupukan sama sekali yang diakibatkan faktor biaya

karena harga pupuk yang mahal sehingga produksi karet petani kurang optimal.

Dalam hal pengendalian hama penyakit, petani banyak yang kurang mengerti cara

pengendalian, sehingga tanaman yang terserang hanya dilakukan pengendalian

Page 102: 2011 Hsi

84

seadanya bahkan ada yang tidak dilakukan pengendalian sama sekali sehingga

tanaman tidak bisa disadap lagi.

Selain kendala yang dihadapi dalam teknologi anjuran budidaya karet

kendala terbesar yang dihadapi petani adalah faktor sosial ekonomi petani itu

sendiri. Dalam segi pendidikan formal tingkat pendidikan petani rata-rata adalah

digolongkan rendah dan pengetahuan tentang usahatani dan budidaya karet petani

diperoleh hanya berdasarkan pengalamannya saja serta tidak adanya pendidikan

dan pelatihan yang diterima oleh petani dan walaupun ada sejumlah kecil petani

yang mengerti dalam teknologi anjuran budidaya karet, tetapi boleh dikatakan

tingkat pengetahuan petani tentang teknologi budidaya usahatani karet di daerah

penelitian masih kurang.

Berbagai upaya pelatihan teknis budidaya karet telah sering dilaksanakan

oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal sebagai

instansi pembina, namun masih mahalnya harga bibit dan pupuk menyebabkan

petani masih enggan melaksanakan teknis budidaya sesuai anjuran. Adanya bibit

unggul yang dijual dengan harga subsidi oleh pemerintah Kabupaten Mandailing

Natal sangat terbatas jumlahnya dan butuh waktu lama dengan daftar antrian

panjang bagi petani untuk mendapatkannya, hal ini dikarenakan lahan pembibitan

yang dimiliki Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal

sebagai penyedia sangat terbatas, begitu juga dengan pupuk bersubsidi sangat sulit

didapatkan petani di kios-kios.

Butuh perhatian yang sangat besar dari Pemerintah Kabupaten Mandailing

Natal dalam hal ini untuk lebih meningkatkan pelaksanaan program-program

pelatihan teknis budidaya karet di tingkat petani, kerjasama dengan para

penangkar dalam pengadaan bibit unggul yang murah, serta pengawasan yang

lebih ketat dalam penyediaan pupuk bersubsidi di kios-kios penyedia. Peran

penyuluh sangat dibutuhkan terutama untuk membantu perbaikan teknis budidaya.

Upaya-upaya untuk peningkatan produktivitas karet rakyat dapat dilakukan

secara mandiri melalui peningkatan partisipasi dan pemberdayaan petani serta

masyarakat. Partisipasi harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan

termasuk di dalamnya petani, pemerintah daerah, penyandang dana dan para

pengusaha karena masalah utama dalam pengembangan karet rakyat adalah

Page 103: 2011 Hsi

85

mental ketergantungan petani, lemahnya koordinasi antar instansi, keterbatasan

anggaran, perubahan peran relasi antar pelaku (Supriadi, 2006)

Petani tidak hanya perlu dibekali pengetahuan teknologi budidaya karet,

namun perlu diberikan penyuluhan yang berorientasi pada penguatan sumber daya

manusianya, terutama yang berkaitan dengan sikap mental seperti rasa

kebersamaan yang tinggi dan sikap disiplin. Di samping itu perlu diperkuat

kelembagaan petani (figur pemimpin, dinamika kelompok, dan manajemen).

Pendampingan dari petugas lapangan secara regular dan kontinu sangat

dibutuhkan yang dilaksanakan dengan perencanaan program yang patisipatif

(Nancy dan Supriadi, 2005).

5. 3 Pemasaran Karet Rakyat

Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu sentra perkebunan

Karet di Propinsi Sumatera Utara. Dengan luasan yang mencapai 71.015 ha pada

tahun 2008 Kabupaten Mandailing Natal menjadi sentra tanaman karet dengan

lahan terluas di Propinsi Sumatera Utara (BPS Propinsi Sumatera Utara, 2009).

Dengan produksi karet yang cukup besar di kabupaten ini, maka rantai pemasaran

merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dan keberlanjutan usaha tani

karet di Kabupaten Mandailing Natal. Dari penelitian yang dilakukan, rantai

pemasaran karet di Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari beberapa lembaga

tataniaga yaitu petani, pedagang pengumpul desa (PP 1), pedagang pengumpul

kecamatan (PP 2) dan pabrik. Lembaga-lembaga tataniaga ini relatif aktif

menjalankan aktifitasnya sepanjang tahun. Khusus untuk pedagang pengumpul

desa, ada pedagang yang selalu bergerak menjalani profesinya sepanjang tahun

dan ada juga yang merupakan pedagang musiman yang akan muncul bila harga

karet sedang tinggi.

Petani sebagai penjual dalam transaksi jual beli karet dapat mendatangi

pedagang pengumpul ataupun didatangi oleh pedagang pengumpul. Umumnya

petani yang didatangi pedagang pengumpul adalah petani yang memiliki luasan

kebun kakao yang relatif kecil sehingga produksinya pun kecil. Dengan produksi

yang sedikit untuk menjual ke pedagang tingkat kecamatan yang harganya lebih

baik membutuhkan biaya yang tentunya menjadi pertimbangan petani. Di samping

itu tuntutan kebutuhan yang ada membuat petani lebih memilih menjual cup lump

Page 104: 2011 Hsi

86

karetnya ke pedagang pengumpul desa. Petani dengan kebun yang luas dan

produksi yang besar umumnya menjual langsung ke pedagang pengumpul tingkat

kecamatan karena tingkat harga yang berbeda dengan pedagang pengumpul desa.

tentunya dengan persyaratan kualitas cup lump karet yang lebih baik dari

pedagang pengumpul desa. Keuntungan yang didapat masih lebih baik dengan

jumlah cup lump karet yang besar, walaupun mengeluarkan biaya dalam

penjualannya (transportasi). Petani yang memiliki kedekatan jarak dengan pasar

pedagang tingkat kecamatan tentu saja dapat menjual cup lump karetnya langsung

ke pedagang pengumpul kecamatan.

Petani pada umumnya menjual hasilnya melalui pedagang pengumpul desa

maupun kecamatan pada setiap diadakannya pasar getah yaitu setiap hari pasar

pekan (sekali dalam seminggu) di pasar-pasar kecamatan. Pedagang pengumpul

desa dan kecamatan biasanya setelah diadakannya pasar getah tersebut kemudian

melakukan sortir, penjemuran dan terkadang disimpan di gudang baru kemudian

cup lump dijual ke tujuan pabrik pengolahan di luar Kabupaten Mandailing Natal.

Terdapat 4 pabrik tujuan penjualan cup lump karet tersebut yakni di Kota

Padangsidimpuan, di Kota Kiasaran, Kota Tebing Tinggi dan Padang Propinsi

Sumatera Barat. Pabrik yang terdekat adalah ke pabrik di Kota Padangsidimpuan,

namun para pedagang pengumpul tersebut lebih sering menjual cup lump karetnya

ke Tebing Tinggi atau ke Kisaran, selain karena mendapat harga lebih bagus,

mereka biasanya mengadakan penjanjian dan kontrak dengan pihak pabrik.

Harga pembelian cup lump dari petani oleh pedagang pengumpul desa dan

kecamatan sangat bervariasi karena adanya persaingan harga antara sesama

pedagang, dan ada juga karena mutu hasil cup lump yang cukup bagus dimana

pedagang memberikan harga yang lebih tinggi karena bahan yang dijual petani

sangat bagus, tidak mengandung bahan (misalnya: mengandung kayu, plastik,

tanah), maka petani memberikan harga yang tinggi dan cup lump tersebut sudah

sangat kering dan telah di jemur petani dalam beberapa hari, dan kriteria tersebut

dapat memberikan nilai lebih dalam pemberian harga dalam per kg-nya, begitu

juga sebaliknya apabila hasil cup lump banyak mengandung mengandung bahan

(reject) maka harga yang diberikan pedagang pengumpul dapat lebih rendah.

Page 105: 2011 Hsi

87

Harga yang cenderung berubah-ubah ditentukan oleh pasar yang tidak dapat

diubah oleh satu pihak saja baik petani maupun lembaga pemasaran, sehingga

yang dapat dilakukan petani hanyalah mengurangi kerugian jika harga karet turun,

terutama pada saat musim penghujan dan musim gugur daun dan berganti daun

tanaman karet. Adanya persaingan harga harusnya disikapi dengan persaingan

yang dilakukan dengan cara yang sehat dengan harga terbuka dan memilih mutu

pembelian cup lump dengan kualitas yang baik .

Dalam hal penentuan harga pihak pabrik mempunyai acuan tertentu, dan

sudah ada ketentuan waktu tertentu adanya musim gugur atau berganti daun,

sehingga para pedagang seharusnya memilih mutu atau kualitas bahan cup lump

yang bagus dan tidak mengandung bahan (misalnya : cup lump bercampur dengan

kayu, tanah plastik) agar pabrik memberikan harga nothering yang bagus sesuai

dengan kriterianya. Adapun kriteria kadar penjualan mutu yang terbaik di

remeling adalah sebagai berikut :

a. Nomor 1 = Kualitas C (asli mengandung cup lump)

b. Nomor 2 = Kualitas B (mengandung kotoran ringan seperti; kayu tipis)

c. Nomor 3 = Kualitas F (bahan reject / kotor, mengandung kayu campur tanah).

Berdasarkan semua kriteria tersebut pabrik memberikan harga dan kadar yang

berlaku sesuai dengan jenis bahan cup lump yang di jual pedagang pengumpul

dengan ketentuan yang telah disepakati oleh pihak pabrik.

Di Kabupaten Mandailing Natal sebagian besar petani menjual karet dalam

bentuk cup lump karet kualitas rendah. Dalam pemasaran cup lump karet ini

terdapat tiga saluran pemasaran mulai dari petani hingga pabrik. Saluran pertama

petani menjual kepada pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul desa

menjualm kepada pedagang pengumpul kecamatan (biasanya pada saat hari pekan

kecamatan), pedagang pengumpul kecamatan menjual ke pabrik. Saluran kedua,

petani menjual langsung ke pedagang kecamatan pada hari pekan kecamatan,

pedagang kecamatan menjual ke pabrik. Saluran ketiga, petani menjual ke

pedagang desa, pedagang desa langsung menjual ke pabrik. Petani dapat dengan

bebas memilih saluran pemasaran yang disukainya. Hal tersebut lebih didasarkan

pada pertimbangan petani sendiri yang umumnya mempertimbangkan faktor

kemudahan transaksi, jarak ke pasar dan faktor harga yang lebih baik. Secara

Page 106: 2011 Hsi

88

ringkas saluran pemasaran cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal

disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Saluran pemasaran cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing

Natal kondisi tahun 2010.

Keterangan :

Saluran I : Pedagang Pengumpul Desa membeli dari petani, kemudian dijual ke

Pedagang Pengumpul Kecamatan, selanjutnya Pedagang Pengumpul

Kecamatan menjual ke Pabrik.

Saluran II : Petani menjual langsung ke Pedagang Pengumpul Kecamatan,

selanjutnya Pedagang Pengumpul Kecamatan menjual ke Pabrik.

Saluran III : Pedagang Pengumpul Desa membeli dari petani, kemudian menjual

langsung ke Pabrik.

5.3.1 Margin Tata Niaga

Analisis margin tata niaga digunakan untuk mengetahui nilai margin harga

cup lump karet antara petani dan pabrik. Disamping itu, dari analisis ini juga dapat

diketahui nilai keuntungan dan biaya yang dikeluarkan pada masing-masing

lembaga pemasaran. Margin tata niaga dihitung dengan mengurangkan harga jual

cup lump karet ditingkat petani dengan harga beli pabrik.

Pada matriks keragaan pasar cup lump karet rakyat di Kabupaten

Mandailing Natal tahun 2010 dapat dilihat (Tabel 16) diketahui bahwa terdapat

dua nilai margin tata niaga antara tiga saluran pemasaran yang ada. Pada saluran

pemasaran I dan pemasaran III margin tata niaga memiliki nilai yang sama yaitu

PETANI

PEDAGANG PENGUMPUL DESA

(PP 1)

PABRIK

PEDAGANG PENGUMPUL

KECAMATAN (PP 2)

I

II

III

Page 107: 2011 Hsi

89

sebesar Rp12.000. Margin tata niaga pada saluran pemasaran II relatif lebih kecil

yaitu sebesar Rp10.000. Hal ini menunjukkan bahwa saluran pemasaran II lebih

menguntungkan bagi petani dibandingkan dua saluran pemasaran yang lain.

Tabel 16 Matriks keragaan pasar cup lump karet rakyat di Kabupaten

Mandailing Natal tahun 2010

No Jenis analisis Jalur pemasaranNilai per kg cup

lump karet

1 Saluran I 13.000Rp

(Petani - PP I - PP II - Pabrik) 52%

Saluran II 15.000Rp

(Petani - PP II - Pabrik) 60%

Saluran III 13.000Rp

(Petani - PP I - Pabrik) 52%

2 Margin pemasaran Saluran I 12.000Rp

(Petani - PP I - PP II - Pabrik) 48%

Saluran II 10.000Rp

(Petani - PP II - Pabrik) 40%

Saluran III 12.000Rp

(Petani - PP I - Pabrik) 48%

3 Arus informasi Pabrik - PP II - PP I - Petani

Bagian harga yang

diterima petani

Sumber : Data primer (diolah)

Pada saluran pemasaran II, lembaga yang terlibat lebih pendek sehingga

biaya yang masuk ke saluran pemasaran lebih kecil dan tentu saja menguntungan

bagi petani. Pada saluran pemasaran I dan III, rantai pemasaran relatif panjang

dan keuntungan bagi pedagang pengumpul desa yang cukup besar menjadikan

keuntungan yang diterima petani semakin kecil (margin tata niaga menjadi lebih

besar).

Berdasarkan survei yang dilakukan pada tiga saluran pemasaran yang ada di

Kabupaten Mandailing Natal didapatkan bahwa bagian harga yang diterima petani

masih cukup rendah yaitu 52% pada saluran pemasaran I dan III, dan 60 % pada

saluran pemasaran II. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja tataniaga cup lump

karet di Kabupaten Mandailing Natal belum cukup baik. Hampir 50% keuntungan

petani hilang di rantai pemasaran yang ada.

Pada saluran pemasaran I dan III, yang umumnya dilakukan oleh petani

dengan produksi cup lump karet yang relatif kecil, cup lump karet dijual kepada

Page 108: 2011 Hsi

90

pedagang pengumpul desa. Terkadang pedagang pengumpul yang mendatangi

petani untuk membeli cup lump karet. Hal ini membuat pedagang mengeluarkan

biaya transportasi yang akhirnya dibebankan pada harga yang diberikan kepada

petani. Disamping itu, pedagang biasanya menawar cup lump karet petani dengan

kualitas rendah (kadar air tinggi, mangandung kotoran seperti kayu dan tanah,

terutama yang dicampur dengan TSP untuk penggumpalan).

Kualitas yang lebih rendah dari standar umum penjualan tersebut

menyebabkan adanya pemotongan harga kembali bagi petani. Hal ini yang

menyebabkan rendahnya harga yang diterima petani yaitu sebesar Rp13.000 (52%

dari harga pabrik). Petani yang menerima harga tersebut beralasan harga tersebut

sudah cukup menguntungkan. Selain itu adanya tuntutan biaya hidup membuat

petani memilih saluran penjualan yang mudah dan cepat mendapatkan uang.

Pada saluran pemasaran II, petani langsung menjual cup lump karet ke

pedagang pengumpul tingkat kecamatan. Umumnya saluran pemasaran ini

dilakukan oleh petani yang memiliki produksi cup lump karet yang besar. Kualitas

cup lump karet yang dijual relatif lebih baik. Walaupun terkadang petani

mengeluarkan biaya untuk transportasi dalam penjualannya ke pedagang tingkat

kecamatan, pemilihan saluran pemasaran ini dianggap lebih menguntungkan.

Harga cup lump karet tingkat petani pada saluran pemasaran ini sebesar Rp15.000

(60% dari harga cup lump karet di pasar pabrik). Para petani yang memiliki lokasi

kebun dekat dengan pasar mingguan kecamatan sebagian juga melakukan saluran

pemasaran ini.

Dalam tataniaga cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal, arus

informasi harga berasal dari pabrik, kemudian diteruskan ke pedagang tingkat

kecamatan, pedagang tingkat desa hingga ke petani. Arus informasi ini

menjadikan petani sebagai penerima harga. Akibatnya petani terkadang menjadi

pihak yang cukup dirugikan. Masalah kualitas cup lump karet merupakan alat

yang digunakan pedagang untuk menekan harga cup lump karet.

Dari segi keuntungan, akumulasi keuntungan diluar petani pada saluran

pemasaran I yaitu sebesar 20,88%. Pada saluran pemasaran II akumulasi

keuntungan sebesar 17,95% dan saluran ketiga sebesar 20,96%. Akumulsi

keuntungan saluran I dan III berbeda karena transaksi jual beli pada saluran I

Page 109: 2011 Hsi

91

dilakukan di pasar, dimana di pasar tersebut pedagang pengumpul kecamatan

harus mengeluarkan ongkos lapangan sebesar Rp20/kg. Keuntungan terbesar yang

didapatkan oleh lembaga pemasaran (selain petani) pada masing-masing saluran

pemasaran didapatkan oleh pedagang pengumpul kecamatan dan pedagang

pengumpul desa. Pada saluran pemasaran I, keuntungan terbesar didapatkan oleh

pedagang pengumpul kecamatan sebesar 16,12% dari harga jualnya di pabrik.

Begitu juga dengan saluran pemasaran II juga didapatkan oleh pedagang

pengumpul kecamatan dengan persentase yang sama dengan keuntungan yang di

dapat pada saluran pemasaran I. Pada saluran pemasaran III, keuntungan terbesar

di dapatkan oleh pedagang pengumpul desa sebesar 20,96% dari harga cup lump

karet yang dijual ke pabrik.

Dari segi biaya, akumulasi biaya pemasaran diluar petani dari saluran

pemasaran I yaitu sebesar 27,12%. Pada saluran pemasaran II akumulasi biaya

mencapai 23,88% dan pada saluran III akumulasi biaya mencapai 27,04% dari

harga cup lump karet di pabrik. Lembaga pemasaran diluar petani yang

mengeluarkan biaya terbesar dalam saluran pemasaran cup lump karet adalah

pedagang pengumpul desa pada saluran pemasaran III. Walaupun biaya yang

dikeluarkannya relatif besar dibandingkan lembaga pemasaran lain, pedagang

pengumpul tersebut tetap mendapatkan keuntungan yang paling besar dari

lembaga pemasaran yang ada.

Hal ini dikarenakan rantai pemasaran yang dijalani lebih pendek dibanding

lembaga pemasaran yang lain, terutama karena tidak perlu melalui transaksi di

pasar yang menyebabkan biaya yang lebih besar yakni dengan adanya ongkos

lapangan. Perkembangan harga ditingkat pasar eksportir relatif lebih mudah untuk

di pantau oleh pihak pabrik. Dengan demikian pabrik dapat selalu mengatur harga

sehingga cukup menguntungkan bagi dirinya, terutama karena adanya perjanjian-

perjanjian kontrak pembelian antara pedagang-pedagang pengumpul dengan

pabrik.

Belum adanya sumber informasi tentang harga yang bisa diakses langsung

oleh petani atau kelompok tani dengan mudah merupakan hal yang mesti

dipikirkan oleh semua pihak. Peran pemerintah dalam hal ini cukup diharapkan

karena memiliki kemampuan dalam penyediaan sumber daya manusia maupun

Page 110: 2011 Hsi

92

sarana prasarana yang mendukung. Secara lengkap nilai margin dan persentase

margin penjualan per kilogram cup lump karet pada masing-masing pelaku pasar

dan saluran pemasaran cup lump karet rakyat pada tahun 2010 di Kabupaten

Mandailing Natal disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 17 Nilai margin dan persentase margin penjualan per kilogram cup lump

karet pada masing-masing pelaku pasar dan saluran pemasaran cup

lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, tahun 2010

No

1 Petani Rp % Rp % Rp %

Biaya-biaya - - 810 3,24 - -

Harga Jual 13.000 52,00 15.000 60,00 13.000 52,00

2

a. Harga beli 13.000 52,00 - - 13.000 52,00

b. Biaya-biaya 810 3,24 - - 6.760 27,04

- Upah Tenaga Kerja

(muat, bongkar, jemur,

menimbang)

60 0,24

- -

160 0,64

- Transportasi 100 0,40 - - 700 2,80

- Penyusutan 650 2,60 - - 5.900 23,60

c. Keuntungan 1.190 4,76 - - 5.240 20,96

d. Harga Jual 15.000 60,00 - - 25.000 100,00

3

a. Harga beli 15.000 60,00 15.000 60,00 - -

b. Biaya-biaya 5.970 23,88 5.970 23,88 - -

-

Upah Tenaga Kerja

(muat, bongkar, jemur,

menimbang)

100 0,40 100 0,40 - -

- Ongkos lapangan 20 0,08 20 0,08 - -

- Transportasi 600 2,40 600 2,40 - -

- Penyusutan 5.250 21,00 5.250 21,00 - -

c. Keuntungan 4.030 16,12 4.030 16,12 - -

d. Harga Jual 25.000 100,00 25.000 100,00 - -

4 Pabrik

a. Harga beli 25.000 100,00 25.000 100,00 25.000 100,00

Pedagang Pengumpul II

(Pengumpul Tk. Kecataman di

pasar mingguan)

Saluran Pemasaran III

Pedagang Pengumpul I

(Pengumpul Tk. Desa)

Pelaku Pasar Saluran Pemasaran I Saluran Pemasaran II

Sumber : Data primer (diolah)

Page 111: 2011 Hsi

93

5.3.2 Integrasi Pasar

Model acuan yang digunakan untuk menduga keterpaduan pasar dalam hal

keterkaitan kenaikan penurunan harga cup lump karet ditingkat petani dengan

pabrik adalah model yang dikembangkan oleh Ravallion (1986), Heytens (1986),

dan Timer (1987). Data harga cup lump karet yang digunakan adalah data time

series per bulan dari tahun 2008-2010 yang didapat dari berbagai sumber

(Lampiran 36) . Hasil analisis yang dilakukan seperti terlihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Hasil dugaan parameter keterpaduan pasar cup lump karet rakyat di

Kabupaten Mandailing Natal

Peubah β Standar error

of Beta P-level

Bedakala satu bulan harga riel cup

lump karet tingkat petani (Pft-1)

0,733 0,125 0,000002

Perubahan harga riel cup lump

karet tingkat pabrik (Pet – Pet-1)

0,197 0,122 0,127

Bedakala satu bulan harga riel cup

lump karet tingkat pabrik (Pet-1)

0,191 0,047 0,0003

R = 0,971 R2 = 0,944 Adjusted R

2 = 0,938

Dari Tabel 18 di atas, dihasilkan persamaan regresi harga cup lump karet tingkat

petani (Pft) yang digunakan untuk analisis keterpaduan pasar sebagai berikut :

Pft = (1+b1) Pft-1 + b2 (Pet – Pet-1) + (b3 – b1)Pet-1

menjadi

Pft = 0,733 Pft-1 + 0,197 (Pet – Pet-1) + 0,191 Pet-1

Dengan acuan persamaan (2) pada Bab III, maka persamaan regresi diatas

dapat diinterprestasikan bahwa koefisien b2 yang pada persamaan regresi diatas

bernilai 0,197 merupakan nilai elastisitas transmisi harga. Elastisitas transmisi

harga ini menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan harga ditingkat pabrik

karet sebesar 1 persen maka akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat

petani karet sebesar 0,197 persen, ceteris paribus. Nilai tersebut menunjukkan

bahwa perubahan harga pada tingkat pabrik tidak ditransmisikan secara sempurna

kepada petani.

Page 112: 2011 Hsi

94

Dari persamaan regresi diatas juga dapat diinterprestasikan bahwa pengaruh

harga cup lump karet tingkat petani bulan sebelumnya terhadap pembentukan

harga cup lump karet bulan berjalan lebih besar dibandingkan pengaruh harga di

tingkat pabrik tahun sebelumnya. Hal itu terlihat dari nilai kontribusi harga pada

periode sebelumnya terhadap harga petani sekarang pada pasar lokal sebesar

0,733 (sekaligus sebagai nilai koefisien: 1+b1). Nilai kontribusi harga pabrik

tahun sebelumnya terhadap harga petani tahun berjalan sebesar 0,191 (sekaligus

sebagai nilai koefisien: b3–b1).

Untuk mengetahui tinggi rendahnya keterpaduan pasar antara harga pasar

lokal atau harga tingkat petani dengan harga pasar acuan atau harga tingkat pabrik

maka harus diketahui nilai Index of Marketing Connection (IMC) dimana

IMC=(1+b1)/(b3–b1) merupakan indeks hubungan kedua pasar tersebut. IMC

yang semakin mendekati nol menunjukkan bahwa terjadi keterpaduan harga pasar

dalam jangka panjang antara pasar lokal dengan pasar acuan. Dari hasil

perhitungan didapatkan bahwa nilai IMC untuk harga cup lump karet tingkat

petani di Kabupaten Mandailing Natal dengan harga cup lump karet tingkat pabrik

di Propinsi Sumatera Utara sebesar 3,83. Nilai IMC tersebut menunjukkan bahwa

belum terjadi keterpaduan antara kedua tingkat harga pasar tersebut. Hal ini

diduga terjadi karena adanya senjang informasi di tingkat petani. Petani umumnya

menerima informasi harga hanya dari pedagang pengumpul yang ada. Pedagang

pengumpul dengan dalih mutu cup lump karet petani yang rendah dapat menekan

harga beli dari petani, akibatnya petani menjadi pihak yang dirugikan.

Dari dua analisis yang dilakukan di atas menunjukkan bahwa belum terjadi

keefisienan dalam kinerja pemasaran cup lump karet di Kabupaten Mandailing

Natal. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh panjangnya rantai pemasaran yang

ada dan adanya senjang informasi harga yang terjadi. Di samping itu rendahnya

kualitas cup lump karet juga merupakan hal yang menyebabkan rendahnya nilai

jual produk dari petani.

Ketidakefisienan rantai pemasaran yang ada yang cenderung merugikan

petani dapat diatasi dengan dibentuknya kelembagaan pemasaran bersama di

kalangan petani. Kelembagaan seperti koperasi ataupun kelompok tani perlu

diaktifkan dan diberdayakan dalam proses pemasaran. Setidaknya dalam

Page 113: 2011 Hsi

95

memperpendek rantai pemasaran yang telah ada sehingga cup lump karet petani

dapat langsung dijual ke pedagang besar (pabrik).

Peningkatan mutu produk cup lump karet rakyat merupakan solusi agar

produk ini memiliki keunggulan kompetitif, karena aspek mutu merupakan

sesuatu yang perlu terus ditingkatkan dan dijaga, sehingga menjadi keunggulan

kompetitif bagi daerah dan tentunya berdampak pada peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

Hal konkrit yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan informasi rutin

yang akurat tentang perkembangan harga cup lump karet melalui media

komunikasi berupa radio, surat kabar, televisi ataupun lewat tenaga-tenaga

lapangan seperti penyuluh-penyuluh pertanian yang mempunyai intensitas

pertemuan yang tinggi dengan petani serta perlunya pembentukan kelompok-

kelompok tani bahkan KUD petani untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining

position) petani dalam pemasaran karet.

Perlunya membangun pabrik karet untuk memperpendek jalur pemasaran

cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal sudah layak untuk direalisasikan,

mengingat bahan baku sudah cukup tersedia. Hal ini terlihat dari produktivitas

karet rakyat Mandailing Natal cukup banyak dan pada saat ini menduduki

peringkat pertama penghasil karet terbanyak di Sumatera Utara. Produksi karet di

Kabupaten Mandailing Natal tahun 2008 sebesar 34.615 ton atau 95 ton/hari,

sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik crumb rubber dengan

kapasitas 70 ton/hari masih terdapat surplus bahan baku.

Pada tahun 2009 usulan pendirian pabrik Crumb Rubber di daerah

penelitian telah direncanakan dan disetujui oleh pemerintah kabupaten Mandailing

Natal, namun sampai dengan saat ini belum terealisasi. Menurut Kepala Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal terdapat banyak kendala

dalam mencari investor dan menentukan lokasi pabrik. Perlu adanya usaha yang

lebih keras lagi dari Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal untuk realisasi

pembangunan pabrik karet di Kabupaten Mandailing Natal dengan kerjasama

dengan pihak investor dan masyarakat.

Page 114: 2011 Hsi

96

5.4 Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di

Kabupaten Mandailing Natal

5.4 1. Persebaran Lokasi Arahan Pengembangan Tanaman Karet

Tujuan memetakan lokasi arahan untuk pengembangan tanaman karet

adalah memberikan arahan agar masyarakat mendapatkan gambaran wilayah-

wilayah yang sesuai untuk budidaya tanaman karet berdasarkan aspek spasial dan

aspek biofisik. Aspek spasial bermakna bahwa lahan yang akan diarahkan tersebut

sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Aspek biofisik yang

dimaksudkan adalah bahwa lahan yang akan diarahkan merupakan lahan yang

sesuai berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan.

Dalam rangka memetakan lokasi yang manjadi arahan pengembangan

tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal maka diperlukan peta arahan

pengembangan yang merupakan hasil dari overlay peta kesesuaian lahan aktual,

peta kawasan hutan Kabupaten Mandailing Natal dan peta penggunaan lahan. Dari

peta Kawasan Hutan Kabupaten Mandailing Natal, arahan pengembangan

ditujukan ke kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan kawasan hutan produksi.

Areal Penggunaan Lain adalah areal bukan kawasan hutan. Dalam penelitian ini

pengembangan karet juga diarahkan pada kawasan hutan produksi. Hal ini untuk

memanfaatkan peluang pemanfaatan hutan secara lestari dan berkelanjutan untuk

kesejahteraan masyarakat sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

nomor: 6 tahun 2007 jo PP nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan

Menteri Kehutanan nomor: P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan

serta Peraturan Menteri Kehutanan nomor: P.49/Menhut-II/2008 jo nomor:

P.14/Menhut-II/2010 tentang Hutan Desa. Dalam peraturan-peraturan tersebut

disebutkan bahwa kawasan hutan produksi dan hutan lindung dapat dimanfaatkan

oleh masyarakat untuk peningkatan kesejahteraannya namun harus sesuai dengan

peraturan dan kaidah-kaidah pelestarian kehutanan.

Tanaman karet secara tradisional dikenal sebagai tanaman perkebunan.

Namun, kini tanaman karet juga dikenal sebagai tanaman hutan. Bahan tanaman

yang digunakan untuk hutan karet ini berasal dari biji atau seedling. Perkebunan

karet memiliki potensi untuk konservasi lingkungan, yaitu sebagai penambat CO2

Page 115: 2011 Hsi

97

yang efektif . Di samping itu, kayu karet memiliki corak dan kualitas yang baik

sehingga dapat mensubstitusi beberapa jenis kayu yang dieksploitasi dari hutan.

Selain itu, kayu karet mempunyai prospek yang cerah sebagai bahan baku industri

untuk menyubstitusi kayu hutan alam meningkat ketersediaannya sangat besar dan

diharapkan terus mengingat sejalan dengan adanya peremajaan tanaman karet tua.

Kayu karet mempunyai sifat-sifat fisik, mekanis, dan kimia yang setara dengan

kayu hutan alam, sehingga tanaman karet sangat cocok untuk dikembangkan di

kawasan hutan produksi sebagai pelindung kawasan konservasi selain untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup di sekitar hutan dengan klon-

klon anjuran seperti BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS 2037, IRR 5,

IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112, DAN IRR 118 yang direkomendasikan untuk

di kembangkan dalam skala luas sebagai penghasil lateks sekaligus kayu.

(Boerhendhy, 2006).

Dari peta penggunaan lahan arahan pengembangan diarahkan kepada

penggunaan lahan kebun rakyat, padang rumput, alang-alang, semak, dan tegalan.

Pemilihan penggunaan lahan diatas dengan alasan masing-masing merupakan

lahan yang belum termanfaatkan secara optimal (kecuali penggunaan lahan kebun

rakyat) sehingga diharapkan dengan arahan ini pemanfaatan lahan tersebut dapat

memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat. Penggunaan lahan kebun

rakyat sengaja dimasukkan sebagai arahan karena diperkirakan banyak tanaman

perkebunan rakyat di Kabupaten Mandailing Natal yang sebagian besar kebun

campuran sudah tidak produktif lagi. Tingginya minat masyarakat untuk

mengembangkan tanaman karet dan prospek pengembangan tanaman karet yang

cerah serta pertimbangan economic scale, sangat dimungkinkan adanya

masyarakat yang menginginkan mengganti tanaman perkebunannya dengan

tanaman karet. Untuk mengakomodir minat masyarakat yang tinggi tersebut,

maka arahan pengembangan tanaman karet dilakukan dengan memasukkan

penggunaan lahan kebun rakyat sebagai salah satu arahan pengembangan.

Pembuatan peta lokasi arahan pengembangan tanaman karet ini baru sebatas

mengarahkan masyarakat bahwa lokasi-lokasi tersebut sesuai secara fisik dan

spasial untuk pengembangan tanaman karet, belum mempertimbangkan

keberadaan tanaman perkebunan lain di lokasi tersebut atau bukan merupakan

Page 116: 2011 Hsi

98

pewilayahan komoditas perkebunan. Artinya masyarakat dipersilahkan untuk

mengambil keputusan sendiri komoditi apa yang akan dikembangkannya. Hal ini

merupakan salah satu kelemahan penelitian ini. Dalam penelitian ini, komoditas

karet sengaja dijadikan obyek karena tanaman ini merupakan tanaman yang

memiliki prospek pasar yang cerah, diminati masyarakat, telah diusahakan secara

turun temurun dan merupakan tanaman perkebunan utama di Kabupaten

Mandailing Natal. Pengunaan lahan pada lahan basah tidak diarahkan untuk

pengembangan tanaman karet karena lahan basah merupakan modal yang sangat

penting bagi ketahanan pangan daerah. Sebagian besar lahan basah di Kabupaten

Mandailing Natal ditanami padi dan tanaman pangan lain seperti jagung, kedelai,

dan kacang tanah.

Lokasi arahan pengembangan tanaman karet dibagi menjadi beberapa

prioritas arahan dengan mempertimbangkan ketentuan arahan pengembangan

perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal (Tabel 4), status areal

kawasan hutan, kelas kesesuaian lahan, penggunaan lahan saat ini dan hasil

analisis kelayakan finansial. Lahan kelas S1 dan S2 dengan penggunaan lahan

padang rumput, alang-alang, semak dan tegalan di luar kawasan hutan yang sesuai

untuk pertanaman Karet sudah tidak tersedia lagi di Kabupaten Mandailing Natal

dan tanaman karet tua tidak terdapat di areal kesesuaian lahan S1, sehingga lahan-

lahan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penentuan prioritas arahan

pengembangan Karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal. Areal HTR yang

telah ditetapkan semuanya berada pada kelas kesesuaian lahan S3. Pembagian

prioritas arahan pengembangan dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Pembagian prioritas arahan pengembangan karet rakyat di Kabupaten

Mandailing Natal

Prioritas

lokasi

arahan

Kelas

kesesuaian Penggunaan lahan (ketersediaan)

Prioritas I S3 Padang rumput, alang-alang, semak belukar di luar

kawasan hutan

Prioritas II S2 Kebun karet tua di luar kawasan hutan

Prioritas III S3 Kebun karet tua di luar kawasan hutan, areal yang

telah ditetapkan sebagai areal HTR

Prioritas IV S1,S2,S3

Padang rumput, alang-alang, semak belukar, karet

tua di dalam kawasan Hutan Produksi, kebun rakyat

di APL dan HP

Page 117: 2011 Hsi

99

Pembagian prioritas lokasi arahan pengembangan karet berdasarkan

kawasan hutan, aspek kelas kesesuaian lahan dan penggunaan lahan saat ini.

Kawasan hutan menjadi kriteria utama pemprioritasan. Oleh karena itu, lahan-

lahan yang berada di luar kawasan hutan berada pada prioritas yang lebih utama.

Kelas kesesuaian lahan menjadi bahan pertimbangan untuk penentuan prioritas

selanjutnya dan pertimbangan berikutnya adalah penggunaan lahan saat ini serta

mempertimbangkan arahan pengembangan wilayah Kabupaten Mandailing Natal.

Prioritas satu diarahkan pada lahan-lahan yang belum dimanfaatkan oleh

masyarakat (tersedia), yaitu pada lahan semak, padang rumput, tegalan, dan alang-

alang dan berada di luar kawasan hutan. Prioritas kedua diarahkan pada kebun-

kebun karet tua yang berada di luar kawasan hutan yang merupakan salah satu

program yang harus dipercepat pemerintah Kabupaten Mandailing Natal. Prioritas

ketiga diarahkan pada kebun-kebun karet tua yang berada dalam kawasan hutan

produksi dan areal yang telah dicadangkan oleh Menteri Kehutanan sebagai Hutan

Tanaman Rakyat dimana sesuai hasil kesepakatan masyarakat (koperasi) dan

pemerintah akan ditanami karet rakyat.

Prioritas keempat adalah lahan-lahan yang telah digunakan mayarakat yaitu

pada penggunaan lahan kebun rakyat. Lahan arahan pada perkebunan rakyat

dimasukkan dalam prioritas untuk mengakomodir minat masyarakat terhadap

pertanaman karet. Penggunaan lahan ini untuk pengembangan tanaman karet tentu

akan mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan bila lahan tersebut belum

diusahakan dan lahan-lahan karet tua yang memang sudah saatnya untuk

diremajakan atau dibongkar. Areal dengan penggunaan lahan baik semak, padang

rumput, tegalan, dan alang-alang, kebun karet tua dan kebun rakyat tidak

produktif yang berada di dalam kawasan hutan produksi juga diarahkan untuk

pengembangan karet untuk mengakomodir peraturan pemerintah dan menteri

kehutanan bahwa perkebunan karet di dalam kawasan hutan produksi dapat

diusahakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan sebagai

penyangga bagi hutan lindung dan hutan konservasi.

Lahan yang berpotensi untuk pengembangan tanaman karet di Kabupaten

Mandailing Natal terdapat pada 23 kecamatan dengan total luasan 201.875 ha

atau 30,84% dari luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Kecamatan dengan

Page 118: 2011 Hsi

100

lahan berpotensi terluas adalah kecamatan Muara Batang Gadis dengan luasan

71.406 ha (10,91%), diikuti dengan kecamatan Natal dan Batahan dengan luasan

masing-masing 17.993 ha (2,75%) dan 12.691 ha (1,94%). Luasan lahan arahan

pengembangan tanaman karet pada masing-masing kecamatan beserta

pemprioritasannya tersaji dalam Tabel 20.

Tabel 20 Luasan lokasi arahan pengembangan perkebunan karet rakyat beserta

pemprioritasannya di Kabupaten Mandailing Natal

1 Batahan 21.700 2.733 - - 9.959

2 Batang Natal 67.273 177 - - 11.021

3 Bukit Malintang 4.711 223 - 9 766

4 Huta Bargot 9.605 - - - 706

5 Kotanopan 19.351 1.365 118 3.654 4.752

6 Lembah Sorik Marapi 918 - 652 47 1.578

7 Lingga Bayu 12.231 1.924 - - 9.170

8 Muara Batang Gadis 104.205 1.127 - 5 70.274

9 Muarasipongi 11.766 63 - 405 888

10 Naga Juang 4.178 8 - - 595

11 Natal 65.084 3.633 - - 14.361

12 Pakantan - - - - 6.918

13 Panyabungan 13.200 914 510 3.900 5.668

14 Panyabungan Barat 6.937 93 20 39 627

15 Panyabungan Selatan 5.835 - 94 62 473

16 Panyabungan Timur 23.577 119 - 4.952 6.481

17 Panyabungan Utara 3.990 - 12 151 1.498

18 Puncak Sorik Marapi 4.652 21 - - 255

19 Ranto Baek 16.194 0 - - 2.171

20 Siabu 20.630 172 106 816 7.359

21 Sinunukan 8.259 163 - - 5.684

22 Tambangan 5.323 1.431 415 2.183 4.957

23 Ulu Pungkut 23.048 570 - 116 2.712

Total 452.667 14.735 1.927 16.341 168.871

Prioritas arahan pengembangan karet

KecamatanNo Bukan

Arahan

Prioritas

I

Prioritas

II Prioritas III Prioritas IV

Secara spasial lokasi arahan pengembangan tanaman karet di Kabupaten

Mandailing Natal dapat dilihat pada Gambar 12.

5.4.2 Arahan Kebijakan Pengembangan Karet Rakyat di Kabupaten

Mandailing Natal

Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal sangat berpotensi

untuk terus dikembangkan. Hal tersebut didasarkan pertimbangan prospek

pengembangan tanaman karet ke depan masih sangat menjanjikan yang dapat

dilihat dari adanya dukungan pemerintah berupa dilaksanakannya Program

Revitalisasi Perkebunan yang mulai dicanangkan tahun 2007 ini, dimana salah

Page 119: 2011 Hsi

101

Gambar 12 Peta Arahan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat

di Kabupaten Mandailing Natal

Page 120: 2011 Hsi

102

satu kegiatan dalam program tersebut adalah pengembangan tanaman karet di

seluruh Indonesia. Potensi pengembangan perkebunan karet rakyat juga terlihat

dari tingginya minat masyarakat terhadap tanaman karet. Hal tersebut terlihat dari

pertumbuhan luasan tanaman karet lima tahun terakhir yang mencapai 71.68%

(Dirjend Perkebunan, 2009). Dalam rangka mengakomodir peluang tersebut,

maka perlu suatu perencanaan pengembangan perkebunan karet rakyat ke depan,

dengan mempertimbangkan berbagai aspek sehingga perkebunan karet rakyat

tersebut bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam peningkatan kesejahteraan

dan memacu kinerja pembangunan daerah.

Berdasarkan aspek fisik lahan, tata ruang, dan penggunaan lahan maka lahan

arahan untuk pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing

Natal terdapat seluas 201,875.31 ha. Lahan tersebut tersebar di 23 kecamatan di

Kabupaten Mandailing Natal. Secara umum lahan tersebut termasuk dalam kelas

kesesuaian sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3).

Kecamatan dengan luasan arahan terbesar terdapat di kecamatan Muara Batang

Gadis.

Berdasarkan analisis finansial, pengusahaan perkebunan karet rakyat pada

masing-masing kelas kesesuaian lahan (S1, S2 dan S3) di Kabupaten Mandailing

Natal cukup menguntungkan. Walaupun demikian, rantai pemasaran karet petani

masih kurang efisien. Hal tersebut menyebabkan bagian keuntungan yang

diterima petani menjadi lebih kecil. Ketidakefisienan rantai pemasaran ini

disebabkan oleh panjangnya rantai pemasaran dan adanya senjang informasi

harga.

Peran penyuluh dan kelompok tani untuk pengembangan perkebunan karet

di Kabupaten Mandailing Natal dianggap sangat penting. Penyuluh dan kelompok

tani merupakan suatu bentuk kelembagaan di pedesaan yang berfungsi sebagai

agen pembaharu di lingkungan petani. Hal ini dikarenakan peran penyuluh dan

kelompok tani sangat efektif sebagai media penyalur informasi, transformasi ilmu

dan teknologi, dan media petani untuk saling bekerja sama dan bertukar informasi

dalam rangka efisiensi dan meningkatkan nilai tawar produk yang dihasilkan.

Hubeis (1992) menyebutkan bahwa peranan penyuluh adalah (1) memberi

kemampuan masyarakat melihat permasalahan, (2) mendifusikan dan

Page 121: 2011 Hsi

103

membimbing proses adopsi inovasi, (3) mendampingi proses pemecahan masalah,

dan (4) menjadi mediator antara pembuat kebijakan pembangunan dan khalayak

sasaran. Tentunya apabila peranan penyuluh dan kelompok tani berjalan dengan

baik akan sangat membantu petani dalam mengatasi permasalahannya sehingga

akhirnya akan berkorelasi positif terhadap peningkatan produktifitas pertanian dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dengan paradigma pembangunan pertanian saat ini yang menuntut adanya

kemauan dan inisiatif dari masyarakat. Dalam rangka peningkatan kinerja

pengusahaan perkebunan karet rakyat secara keseluruhan di Kabupaten

Mandailing Natal, maka keberadaan penyuluh dan mengaktifkan kelompok-

kelompok tani di daerah pengembangan merupakan salah satu kebijakan yang

mesti diterapkan. Kebijakan tersebut sangat penting karena merupakan salah satu

implikasi dalam perwujudan pembangunan pedesaan saat ini. Hafsah (2006)

menyatakan bahwa filosofi dari pembangunan pedesaan (pertanian) adalah

meningkatkan motivasi masyarakat dalam membangun dan memobilisasi dirinya

untuk bekerja sama dalam pencapaian tujuan bersama serta meningkatkan

kapasitasnya dalam melaksanakan pembangunan, baik dalam aspek fisik, politik,

maupun ekonomi. Karena itu, peningkatan peran penyuluh dan keaktifan

kelompok tani merupakan hal yang cukup penting, karena masing-masing

merupakan motor penggerak agar pembangunan pedesaan tersebut dapat

terlaksana.

Komponen lain yang cukup berpengaruh dalam peningkatan kinerja

pengusahaan kebun karet rakyat adalah ketersediaan sarana prasarana pertanian,

dalam hal ini kios sarana pertanian. Dengan keberadaan kios sarana pertanian

tentunya akan mempermudah petani untuk mendapatkan sarana prasarana untuk

pemeliharaan kebunnya, seperti pupuk, pestisida, alat-alat pertanian dan

sebagainya. Hal ini tentu sangat mendukung dalam pengusahaan kebun yang

dilakukan dan secara logis tentu akan berkorelasi dengan peningkatan

produktifitas dan luas kebun. Namun terkadang kelangkaan pupuk pada waktu

petani membutuhkan merupakan permasalahan yang sering terjadi. Akibatnya

pada saat diperlukan, harga pupuk menjadi sangat mahal dan tentunya hanya

segelintir petani yang mampu membelinya.

Page 122: 2011 Hsi

104

Di sisi lain, dalam keadaan normalpun, tidak semua petani mampu untuk

membeli sarana prasarana yang diperlukan, karena harga yang tidak terjangkau.

Untuk itu diperlukan kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan

kelangkaan pupuk dan memberikan insentif agar harga sarana produksi dapat

murah diterima petani. Secara umum dalam rangka peningkatan kinerja

pengusahaan kebun karet rakyat maka usaha peningkatan sarana prasarana

pertanian merupakan suatu yang sangat diperlukan, disamping kebijakan

pemberian insentif harga. Lateks karet masyarakat dijual dalam bentuk cup lump

sehingga belum memberikan nilai tambah bagi kegiatan ekonomi daerah. Belum

adanya industri pengolahan bahan setengah jadi ataupun bahan jadi karet

membuat belum adanya spread effect dari perkebunan karet rakyat terhadap

masyarakat diluar petani karet.

Tacoli (1998) menyatakan bahwa program pembangunan pedesaan yang

hanya bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian tanpa diikuti dengan

kegiatan non pertanian seperti pemprosesan bahan mentah dan aktifitas pabrik

sarana pertanian seperti alat-alat pertanian dan input-input pertanian lainnya, akan

menyebabkan marginalisasi daerah pedesaan. Keberadaan aktifitas pendukung

diluar kegiatan on farm merupakan hal penting dalam mendukung pembangunan

pedesaan. Dengan adanya industri pengolahan karet disentra-sentra produksi akan

menyebabkan terbukanya lapangan pekerjaan sehingga akan terjadi distribusi

pendapatan ke masyarakat diluar petani karet. Kedua, barang-barang modal yang

digunakan dalam pemeliharaan kebun maupun dalam pembukaan kebun seperti

pupuk, pestisida, alat-alat pertanian dan lain sebagainya, umumnya barang-barang

yang di impor dari luar daerah. Hal ini membuat sedikitnya pengaruh yang

ditimbulkan pengusahaan kebun karet rakyat terhadap perekonomian daerah.

Idealnya, dengan adanya suatu kegiatan ekonomi masyarakat, maka kegiatan itu

dapat menjadi perangsang tumbuhnya kegiatan-kegiatan lain baik dari sektor hulu

maupun hilirnya. Ketiga, pajak dan restribusi dari cup lump karet tidak masuk ke

kas daerah. cup lump karet masyarakat umumnya langsung dijual ke pedagang

pengumpul dan ke pabrik karet di luar Kabupaten Mandailing Natal. Akibatnya

Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal hanya mendapatkan retribusi kendaraan

Page 123: 2011 Hsi

105

pengangkut cup lump karet yang nilainya relatif kecil, sedangkan pajak yang

terbesar, yaitu pada level pabrik, justru dinikmati pemerintah daerah lain.

Dalam rangka pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten

Mandailing Natal, beberapa aspek penting yang perlu menjadi perhatian dalam

rangka keberhasilan program adalah adanya peran penyuluh, kelembagaan petani,

dan sarana prasarana pertanian. Ketiga aspek tersebut memiliki keterkaitan yang

nyata terhadap peningkatan produktifitas perkebunan karet rakyat yang telah ada.

Dari beberapa hal diatas dapat dijadikan sebagai saran pengembangan perkebunan

karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dan beberapa sebagai arahan

kebijakan pengembangan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka masukan yang diberikan

kepada pemerintah sebagai arahan kebijakan pengembangan perkebunan karet

rakyat di Kabupaten Mandailing Natal adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan tanaman karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dapat

diarahkan ke lahan arahan pengembangan yang telah dibuat seluas 201.875 ha

dengan prioritas pengembangan seperti pada Tabel 19 yang secara spasial

ditunjukkan pada Gambar 12. Untuk itu diperlukan sosialisasi oleh pemerintah

agar masyarakat mengetahui lokasi arahan pengembangan tersebut.

2. Pemerintah perlu membuat kebijakan berupa program percepatan peremajaan

karet dengan teknologi budidaya yang dianjurkan.

3. Pemerintah perlu menyusun kebijakan untuk membangun pusat informasi

harga karet di tingkat regional yang diharapkan dapat memberikan informasi

perkembangan harga karet secara cepat, akurat dan rutin kepada petani

sehingga mengurangi senjang informasi harga di petani.

Page 124: 2011 Hsi

106

Page 125: 2011 Hsi

107

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil pembahasan, maka dapat ditarik

kesimpulan penelitian ini sebagai berikut :

1. Sebagian besar lahan di Kabupaten Mandailing Natal sesuai untuk budidaya

tanaman karet yaitu seluas 460.849 ha (70,41%), sedangkan lahan yang tidak

sesuai hanya seluas 193.693 ha (29,59%).

2. Kelayakan investasi usahatani karet pada tiap kelas kesesuaian lahan yang ada

di Kabupaten Mandailing Natal (S1, S2 dan S3) menguntungkan. Hal tersebut

terlihat dari nilai NPV antara Rp93.052.838–Rp37.838.270, nilai BCR antara

2,10–1,48 dan nilai IRR antara 20,20%-29,45%, keseluruhan parameter

tersebut dihitung berdasarkan discount faktor 12%, payback period 7-11 tahun.

3. Hasil analisis sensitivitas yang dilakukan pada kegiatan perkebunan karet

rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, pada skenario menaikkan nilai input

dengan asumsi yang lain ceteris paribus diperoleh bahwa pada tingkat

kenaikan biaya input sebesar 40% untuk lahan S3 sudah tidak layak lagi

sedangkan untuk lahan S1 kenaikan biaya input hingga sebesar 110,30% baru

menjadikan kegiatan tersebut tidak layak. Pada skenario menaikkan tingkat

suku bunga dengan asumsi yang lain ceteris paribus, ketidaklayakan usaha

perkebunan rakyat pada kelas kesesuaian lahan S3 terjadi pada tingkat suku

bunga 20,3% dan pada kelas kesesuaian lahan S1 pada saat tingkat suku bunga

29,5%. Nilai BEP (Break Event Point) volume produksi sebesar 1.392

kg/ha/tahun-1.679 kg/ha/tahun dan nilai BEP harga sebesar Rp6.803–Rp8.846.

4. Kinerja pemasaran karet di Kabupaten Mandailing Natal cenderung belum

efisien yang ditunjukkan dengan besarnya share keuntungan yang masuk ke

lembaga pemasaran yang terlibat (20,88%) dan tidak adanya keterpaduan harga

pasar jangka panjang antara pasar tingkat petani dan tingkat pabrik, akibat

panjangnya rantai pemasaran dan senjang informasi harga yang terjadi.

5. Belum tersedianya industri pengolahan karet di Kabupaten Mandailing Natal

membuat cup lump karet yang dihasilkan di jual ke luar daerah, padahal bahan

Page 126: 2011 Hsi

108

baku cukup banyak tersedia, sehingga perkebunan karet rakyat belum

memberikan nilai tambah bagi pembangunan daerah.

6. Pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dapat

diarahkan pada lahan seluas 201.875 ha (30,84%). Arahan pengembangan ini

bukan berarti menekankan agar keseluruhan luasan tersebut hanya sesuai untuk

pengembangan tanaman karet, namun hanya bersifat arahan agar masyarakat

yang berminat untuk mengembangkan tanaman karet dapat menanamnya di

areal arahan ini.

6.2 Saran

1. Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal perlu segera merealisasikan rencana

pembangunan pabrik pengolahan karet di Kabupaten Mandailing Natal

mengingat ketersediaan bahan baku yang cukup besar dan hal ini akan

berimplikasi pada peningkatan perekonomian daerah.

2. Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal agar lebih meningkatkan peran para

penyuluh dan pembentukan kelompok-kelompok tani di masyarakat untuk

meningkatkan mutu karet yang dihasilkan dan meningkatkan bargaining

position petani dalam pemasaran karet dan mengarahkan petani pada

penggunaan klon karet unggul dengan produktivitas tinggi dan teknik budidaya

sesuai anjuran.

3. Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal agar lebih meningkatkan pengawasan

terhadap distribusi pupuk dan pestisida untuk petani.

Page 127: 2011 Hsi

109

DAFTAR PUSTAKA

Azzaino Z. 1983. Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi

Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Aronoff S. 1989. Geographic Information System : Management Perspective.

Ottawa. Canada. WDL Publiation.

Azwar R, Alwi N, Sunarwidi. 1989. Kajian komoditas dalam pembangunan

hutan tanaman industri. Prosiding Lokarya Nasional HTI Karet, Medan,

28−30 Agustus 1989. hlm. 131−155. Pusat Penelitian Perkebunan Sungei

Putih, Medan.

Arsyad L.1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi

Pertama. BPFE. Jakarta.

Anwar A. 2001. Usaha Membangun Aset-aset Alami dan Lingkungan Hidup Pada

Umumnya Diharapkan Dapat Memperbaiki Kehidupan Ekonomi

Masyarakat Ke Arah Keberlanjutan. Bahan Diskusi Serial di Lembaga Alam

Tropika (LATIN). Bogor.

Boerhendhy I, Nancy C, Gunawan A. 2003. Prospek dan Potensi Pemanfaatan

Kayu Karet Sebagai Substitusi Kayu Alam. J. Ilmu & Teknologi Kayu

Tropis. 01 (01) : 35-46

Boerhendhy I. 2006. Rubberwood Potency In Supporting Replanting Of Rubber

Smallholdings. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 25(2): 61-67

[BPS] Badan Pusat Statistik Mandailing Natal. 2009. Mandailing Natal dalam

Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal. Panyabungan.

[Balitbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Prospek dan

Arah Pengembangan Agribisnis Karet. http://www.litbang.deptan.go.id [17

Oktober 2009].

Danoedoro P. 1996. Pengelolaan Data Digital : Teori dan Aplikasinya dalam

Bidang Penginderaan Jauh. Yogyakarta. Fakultas Geografi. Universitas

Gajah Mada.

Damanik S. 2000. Analisis Dampak Pengembangan Komoditas Perkebunan

terhadap Perekonomian Wilayah di Propinsi Sumatera Utara. Jurnal Sosial

Ekonomi 01 (01) : 3-4.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2005. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.

SK.44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di Wilayah

Page 128: 2011 Hsi

110

Provinsi Sumatera Utara Seluas ± 3.742.120 (Tiga Juta Tujuh Ratus Empat

Puluh Dua Ribu Seratus Dua Puluh) Hektar. Jakarta : Dephut.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2007a. Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan

Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta : Dephut.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2007b. Peraturan Menteri Kehutanan Republik

Indonesia Nomor P. 37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan.

Jakarta : Dephut.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2008a. Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 3 tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan

Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta : Dephut.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2008b. Peraturan Menteri Kehutanan Republik

Indonesia Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa. Jakarta :

Dephut.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2008c. Surat Keputusan Menteri Kehutanan

nomor : SK.113/Menhut-II/2008 tentang Pencadangan Areal Hutan untuk

Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat seluas + 9.815 Ha di Kabupaten

Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. Jakarta : Dephut.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2010. Peraturan Menteri Kehutanan Republik

Indonesia Nomor P.14/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan

Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-Ii/2008 Tentang Hutan Desa.

Jakarta : Dephut.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :

33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui

Program Revitalisasi Perkebunan. Jakarta : Deptan.

[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2007.

Pedoman Umum Revitalisasi Perkebunan (Kelapa Sawit, Karet dan Kakao).

http/www.ditjenbun.deptan.go.id [3 Maret 2007]

[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2009. Hari

Perkebunan 10 Desember, Merajut Sejarah Panjang Perkebunan Indonesia.

http//www.ditjenbun.deptan.go.id [14 Januari 2010]

Drajat, T.S.B., Darmawan, D.A. 1991. Total Elasticity Of Demand For

Indonesian Natural Rubber: The Use Of Extended Armington Model. Jurnal

Agro Ekonomi 9 (1) : 31-47.

Page 129: 2011 Hsi

111

Drajat B. 2009. Dampak Intervensi Pemerintah terhadap Kinerja Ekonomi

Komoditas Perkebunan Utama pada Berbagai Rezim Nilai Tukar Rupiah

1979-2005. Jurnal Agro Ekonomi 27 (1) : 3-5.

Drajat B, Hendratno S. 2009. Strategi Pengembangan Karet Indonesia. Jurnal

Penelitian Karet. 27 (1) : 13-28.

[FAO] Food and Agriculture Organization.1976. A Framework for Land

Evaluation. Soil Bull.No.32.FAO.Rome.

Faturuhu F. 2009. Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Evaluasi

Penggunaan Lahan Terhadap Arahan Pemanfaatannya di DAS Waijari.

Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 9 (1) : 13-19.

Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian (Terjemahan).

Universitas Indonesia. Press, Jakarta.

Goswami SN, Challa O. 2007. Economic Analysis of Smallholder Rubber

Plantations in West Garo Hills District of Meghalay. Indian Journal of

Agricultural Economics. 62 (4) : 649.

Heyten PJ. 1986. Testing Market Integration. Food Research Institute Studies.

XX. (1) : 3-4.

Hubeis AVS. 1992. Penyuluhan Pembangunan di Indonesia Menyongsong Abad

XXI. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta.

Hutagalung JW. 1993. Beberapa Masalah Tata Produksi dan Pemasaran Karet

Rakyat di Kecamatan Padangsidempuan Kabupaten Tapanuli Selatan

(skripsi). Medan : Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Hashim I. 2002. Evaluation of Land Suitability for Selected Land Utilization

Types Using Geographic Information System Technology: (Case Study In

Bandung Basin West Java). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 8 (2) : 11-26.

Hafsah MJ. 2006. Pembangunan Pedesaan. Dalam Rustiadi E, Hadi S, Ahmad

WM. (Editor). Kawasan Agropolitan, Konsep Pembangunan Desa-Kota

Berimbang. Bogor: Crestpent Press. Hlm. 68-72.

Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata

Guna Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas

Pertanian – IPB, Bogor.

Haryono BS. 2008. Kebijakan Pemerintah Daerah untuk Pemberdayaan Petani

Karet Rakyat : kasus Kecamatan Pangean, Kabupaten Singingi, Provinsi

Riau (Tesis). Malang : Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya.

Page 130: 2011 Hsi

112

Indraty, IS. 2005. Tanaman karet menyelamatkan kehidupan dari ancaman

karbondioksida. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27 (4) :

10−12.

Kilmanun JC. 2005. Dampak Penerapan Teknologi Terhadap Pendapatan dan

Produktivitas Petani Karet Di Lahan Kering Kabupaten Kapuas Hulu

Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Karet. 23 (2) : 53-70.

Liu W, Hu H, Ma Y, Li H. 2006. Environmental And Socioeconomic Impacts Of

Increasing Rubber Plantations In Menglun Township, Southwest China.

Mountain Research and Development. 26 (3) : 245–253.

Myria A . 2002. Kajian Strategi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat sebagai

komoditi Unggulan : kasus Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan

Tengah(Tesis). Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Miraza BH. 2005. Peran Kebijakan Publik Dalam Perencanaan Wilayah. Jurnal

Perencanaan dan Pengembangan Wilayah WAHANA HIJAU. 2 (1) : 45-49

Nancy C, Supriadi M. 2005. Socio-economic characterization of participatory

rubber replanting and development of smallholders in Ogan Komering Ulu

District, South Sumatra Province. Jurnal Penelitian Karet. 23 (2) : 87-113.

Nasution A. 2009. Pengaruh Pengembangan Wilayah (Aspek Ekonomi Sosial

Dan Budaya) Terhadap Pertahanan Negara Di Wilayah Pantai Timur

Sumatera Utara. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

WAHANA HIJAU. 3 (4) : 117-130

Pangihutan JJ. 2003. Kelayakan Finansial dan Ekonomi Pengelolaan Kebun dan

Hutan Karet Rakyat : kasus Desa Langkap, Kecamatan Sungai Lilin,

Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan (Tesis). Bogor : Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Prahasta E. 2005. Sistem Informasi Geografis. Tutorial Arcview. Bandung.

Informatika Bandung.

Parhusip AB. 2008. Potret Karet Alam Indonesia. Economic Review. 213 (1) : 5-6.

Penebar Swadaya. 2009. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ravallion M. 1986. Testing Market Integration. American Journal of Agriculture

Economic. 68 (1): 2-3. American Agriculture Economics Associaton.

Robinson AH, Morisson JL, Muehrcke PC, Kiwerlig AJ, Giptil SC. 1995.

Element of Cartography. Canada.

Rahman N. 2002. Keragaman Produksi Tanaman Karet Menurut Umut Tanaman.

Jurnal Penelitian Karet. 20 (1) : 1-10.

Page 131: 2011 Hsi

113

Rustiadi E., Saefulhakim S., Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan

Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.

Soekartawi. 1996. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 110

Halaman.

Siagian N. 2002. Pertumbuhan Tanaman Karet Pada Masa Remaja Pada Berbagai

Sistem Tanam Populasi Tinggi. Jurnal Penelitian Karet. 20 (1) : 56-71.

_______. 2005. Pemanfaatan kayu karet tua dan optimalisasi penggunaan lahan

untuk mendukung peremajaan. Jurnal Penelitian Karet. 23 (2) : 26-51.

Syahrani H. 2003. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Kebun Hutan

dengan Tanaman Buah Durian (Durio Zibethis Murr) di Kabupaten Kutai

Kertanegara Propinsi Kalimantan Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan

8 (2) : 137 – 146.

Sitorus SRP, 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito. Bandung. 185

Halaman.

Sadikin I, Irawan R. 2005. Dampak Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat

terhadap Kehidupan Petani di Riau. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Supriadi M. 2006. Model peremajaan karet partisipatif: perkembangan dan

tantangan penerapannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

25 (2) : 1-13

Sitepu F. 2007. Analisis Produksi Karet Alam (Havea brasiliensis) Kaitannya

dengan Pengembangan Wilayah : kasus Propinsi Sumatera Utara (Tesis).

Medan : Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Tomek W, Robinson KL. 1977. Agriculture Product Prices. Third Printing

Cornele University Press. Ithaca.

Tacoli C. 1998. Rural Urban Interaction: A Guide to the Literature. Enviromental

and Urbanization 10 (1) : 147 – 166.

Wijaya B, Atmanti HD. 2006. Analisis Pengembangan Wilayah Dan Sektor

Potensial Guna Mendorong Pembangunan di Kota Salatiga. Jurnal Ekonomi

Pembangunan. 3 (2) : 101-118.

Page 132: 2011 Hsi

114

Page 133: 2011 Hsi

115

Page 134: 2011 Hsi

116

Lampiran 1 Kriteria Standar Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet (Havea

brassiliensis M.A)

S1 S2 S3 N1 N2

Temperatur (t)

> 30 - 34 Td - > 34

24 - < 26 22 - < 24 < 22

Ketersediaan air (w)

- Bulan Kering (<75 mm) 1 - 2 - > 2 - 4 - > 4

>3000 - 3500 >3500 - 4000 > 4000

2000 - < 2500 1500 - < 2000 < 1500

LGP (hari) > 330 300 - 330 < 300 - -

Kondisi perakaran ( r )

Baik Sedang, Agak cepat Terhambat Sangat terhambat,

Agak terhambat Cepat Sangat cepat

- Kedalaman efektif (cm) > 100 75 - 100 51 - < 75 25 - 50 < 50

- Gambut

a. Kematangan - Saprik Hemik Hemik-fibrik Fibrik

b. Kedalaman (cm) - < 100 100-150 > 150 - 200 > 200

Retensi hara (f)

- KTK tanah > sedang rendah sangat rendah - -

- Kejenuhan basa (%) < 35 35 - 50 > 50 - -

> 5,5 - 6,5 > 6,5 - 7,5 > 8,5

4,0 - < 4,5 3,5 - < 4,0 < 3,5

- C-organik (%) - - - - -

Toksitas (x)

- Salinitas (mmhos/cm) < 1 1 - 3 > 3-4 > 4-6 > 6

- Sodisitas

(Alkalinitas/ESP) (%)

- Kejenuhan Al (%) - - - - -

- Kedalaman Sulfidik (cm) > 175 125 - 175 80 - 125 75 - < 85 < 75

Ketersediaan hara (n)

- Total N Sedang Rendah Sangat rendah Sangat rendah Td

- P2O5 Sedang Sedang Rendah Sangat Rendah Td

- K2O Rendah Rendah Sangat rendah Sangat rendah Td

Medan (terain )

- Lereng (%) < 8 8 - 15 > 15 - 25 > 25 - 45 > 45

- Batuan permukaan (%) < 3 3 - 15 > 15 - 40 Td > 40

- Singkapan batuan (%) < 2 2 - 10 > 10 - 25 > 25 - 40 > 40

Tingkat bahaya erosi (e)

- Bahaya Erosi SR R S B SB

Banjir dan genangan tanpa (F1) ringan (F2) sedang (F3) agak berat (F4) berat (F5)

Keterangan :

Td : Tidak berlaku Si : Debu

S : Pasir L : Lempung

Str C : Liat berstruktur Liat masif : Liat dari tipe 2 : 1 (vertisol)

- - - - -

KUALITAS/

KARAKTERISTIK LAHAN

Str, C Td Td

- pH tanah 4,5 - 5,5 > 7,5 - 8,5

- Drainase tanah

- Tekstur

SL, L, SCL,

SiL,Si, CL,

SiCL

LS, SC, SiC, C

KELAS KESESUAIAN LAHAN

- Rata-rata tahunan (oC) 26-30

- Curah Hujan/tahun (mm) 2500 - 3000 Td

Sumber : Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993

Page 135: 2011 Hsi

117

Lampiran 2 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Mandailing Natal

Page 136: 2011 Hsi

118

Lampiran 3 Peta Kawasan Hutan Kabupaten Mandailing Natal

Page 137: 2011 Hsi

119

Lampiran 4 Peta Pencadangan Areal Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Kabupaten Mandailing Natal

Page 138: 2011 Hsi

120

Lampiran 5 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu ( kelas kesesuaian lahan S1)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

B e ne fit

Jumlah P roduksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.680 2.160 2.400 2.640 2.880 3.120 3.360

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

P enerimaan (Rp) - - - - - - 21.840.000 28.080.000 31.200.000 34.320.000 37.440.000 40.560.000 43.680.000

Total Benefit - - - - - - 21.840.000 28.080.000 31.200.000 34.320.000 37.440.000 40.560.000 43.680.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

P resent Value Benefit - - - - - - 11.064.824 12.701.966 12.601.157 12.376.136 12.054.678 11.660.031 11.211.568

Co s t

1. P eralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 9.920.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000

4. P upuk 1.375.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cos t 14.366.000 3.588.000 3.588.000 3.588.000 3.588.000 3.588.000 12.648.000 11.908.000 11.908.000 12.648.000 11.908.000 11.908.000 12.648.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

P resent Value Cost 14.366.000 3.203.571 2.860.332 2.553.868 2.280.239 2.035.928 6.407.870 5.386.574 4.809.441 4.560.996 3.834.057 3.423.265 3.246.427

Net Benefit (14.366.000) (3.588.000) (3.588.000) (3.588.000) (3.588.000) (3.588.000) 9.192.000 16.172.000 19.292.000 21.672.000 25.532.000 28.652.000 31.032.000

P resent Value Net Benefit (14.366.000) (3.203.571) (2.860.332) (2.553.868) (2.280.239) (2.035.928) 4.656.953 7.315.392 7.791.715 7.815.140 8.220.621 8.236.765 7.965.141

Net Benefit Kumulatif (14.366.000) (17.569.571) (20.429.903) (22.983.771) (25.264.009) (27.299.937) (22.642.984) (15.327.592) (7.535.877) 279.263 8.499.884 16.736.649 24.701.791

Tahun

Page 139: 2011 Hsi

121

Lampiran 5 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

B e ne fitJumlah P roduksi (lump

mangkuk) (kg) 3.600 3.840 3.792 3.648 3.264 3.024 2.784 2.640 2.400 2.304 1.920 1.920 1.680

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

P enerimaan (Rp) 46.800.000 49.920.000 49.296.000 47.424.000 42.432.000 39.312.000 36.192.000 34.320.000 31.200.000 29.952.000 24.960.000 24.960.000 21.840.000

Total Benefit 46.800.000 49.920.000 49.296.000 47.424.000 42.432.000 39.312.000 36.192.000 34.320.000 31.200.000 29.952.000 24.960.000 24.960.000 21.840.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

P resent Value Benefit 10.725.352 10.214.621 9.006.195 7.735.882 6.179.981 5.112.116 4.202.136 3.557.843 2.887.860 2.475.308 1.841.747 1.644.417 1.284.701

Co s t

1. P eralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit

3. Upah Tenaga Kerja 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000

4. P upuk 717.000 717.000 717.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cos t 11.908.000 11.908.000 12.648.000 11.431.000 11.431.000 12.171.000 12.171.000 11.431.000 11.431.000 12.171.000 11.431.000 11.431.000 12.171.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

P resent Value Cost 2.729.006 2.436.613 2.310.742 1.864.644 1.664.860 1.582.712 1.413.136 1.185.015 1.058.049 1.005.842 843.470 753.098 715.938

Net Benefit 34.892.000 38.012.000 36.648.000 35.993.000 31.001.000 27.141.000 24.021.000 22.889.000 19.769.000 17.781.000 13.529.000 13.529.000 9.669.000

P resent Value Net Benefit 7.996.346 7.778.008 6.695.453 5.871.238 4.515.120 3.529.405 2.789.001 2.372.829 1.829.811 1.469.466 998.277 891.319 568.763

Net Benefit Kumulatif 32.698.137 40.476.145 47.171.598 53.042.836 57.557.956 61.087.360 63.876.361 66.249.190 68.079.001 69.548.467 70.546.745 71.438.064 72.006.826

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

Payback period

26,74%

8 tahun 7 bulan 11 hari

UraianTahun

72.006.826

1,92

Page 140: 2011 Hsi

122

Lampiran 6 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang

( kelas kesesuaian lahan S1)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

B e ne fit

Jumlah P roduksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 2.400 2.880 3.120 3.264 3.360 3.456 3.600

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

P enerimaan (Rp) - - - - - - 31.200.000 37.440.000 40.560.000 42.432.000 43.680.000 44.928.000 46.800.000

Total Benefit - - - - - - 31.200.000 37.440.000 40.560.000 42.432.000 43.680.000 44.928.000 46.800.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

P resent Value Benefit - - - - - - 15.806.891 16.935.955 16.381.504 15.301.405 14.063.791 12.915.726 12.012.394

Co s t

1. P eralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 10.000.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000

4. P upuk 1.375.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cos t 14.446.000 4.385.000 4.385.000 4.385.000 4.385.000 4.385.000 13.445.000 12.705.000 12.705.000 13.445.000 12.705.000 12.705.000 13.445.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

P resent Value Cost 14.446.000 3.915.179 3.495.695 3.121.156 2.786.747 2.488.167 6.811.655 5.747.097 5.131.336 4.848.402 4.090.670 3.652.384 3.450.997

Net Benefit (14.446.000) (4.385.000) (4.385.000) (4.385.000) (4.385.000) (4.385.000) 17.755.000 24.735.000 27.855.000 28.987.000 30.975.000 32.223.000 33.355.000

P resent Value Net Benefit (14.446.000) (3.915.179) (3.495.695) (3.121.156) (2.786.747) (2.488.167) 8.995.236 11.188.858 11.250.167 10.453.003 9.973.121 9.263.343 8.561.398

Net Benefit Kumulatif (14.446.000) (18.361.179) (21.856.874) (24.978.030) (27.764.777) (30.252.944) (21.257.708) (10.068.850) 1.181.317 11.634.320 21.607.441 30.870.783 39.432.181

Tahun

Page 141: 2011 Hsi

123

Lampiran 6 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

B e ne fitJumlah P roduksi (lump

mangkuk) (kg) 3.840 4.320 4.080 3.936 3.600 3.360 3.072 2.880 2.640 2.640 2.400 2.400 2.160

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

P enerimaan (Rp) 49.920.000 56.160.000 53.040.000 51.168.000 46.800.000 43.680.000 39.936.000 37.440.000 34.320.000 34.320.000 31.200.000 31.200.000 28.080.000

Total Benefit 49.920.000 56.160.000 53.040.000 51.168.000 46.800.000 43.680.000 39.936.000 37.440.000 34.320.000 34.320.000 31.200.000 31.200.000 28.080.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

P resent Value Benefit 11.440.376 11.491.449 9.690.210 8.346.609 6.816.155 5.680.129 4.636.840 3.881.284 3.176.646 2.836.291 2.302.184 2.055.522 1.651.758

Co s t

1. P eralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit

3. Upah Tenaga Kerja 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000

4. P upuk 1.434.000 1.434.000 1.434.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cos t 12.705.000 12.705.000 13.445.000 11.751.000 11.751.000 12.491.000 12.491.000 11.751.000 11.751.000 12.491.000 11.751.000 11.751.000 12.491.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

P resent Value Cost 2.911.658 2.599.695 2.456.351 1.916.843 1.711.467 1.624.325 1.450.290 1.218.188 1.087.668 1.032.288 867.082 774.181 734.762

Net Benefit 37.215.000 43.455.000 39.595.000 39.417.000 35.049.000 31.189.000 27.445.000 25.689.000 22.569.000 21.829.000 19.449.000 19.449.000 15.589.000

P resent Value Net Benefit 8.528.717 8.891.754 7.233.858 6.429.767 5.104.689 4.055.805 3.186.550 2.663.096 2.088.978 1.804.003 1.435.102 1.281.341 916.997

Net Benefit Kumulatif 47.960.899 56.852.653 64.086.511 70.516.278 75.620.966 79.676.771 82.863.321 85.526.417 87.615.395 89.419.398 90.854.500 92.135.841 93.052.838

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

Payback period 7 tahun 7 bulan 12 hari

29,45%

UraianTahun

93.052.838

2,10

Page 142: 2011 Hsi

124

Lampiran 7 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi

( kelas kesesuaian lahan S2)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 2.100 2.520 2.730 2.856 2.940 3.024 3.150

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 27.300.000 32.760.000 35.490.000 37.128.000 38.220.000 39.312.000 40.950.000

Total Benefit - - - - - - 27.313.000 32.760.000 35.490.000 37.128.000 38.220.000 39.312.000 40.950.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 13.837.616 14.818.960 14.333.816 13.388.729 12.305.817 11.301.261 10.510.845

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 10.800.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 1.375.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 15.246.000 5.939.000 5.939.000 5.939.000 5.939.000 5.939.000 13.079.000 12.339.000 12.339.000 13.079.000 12.339.000 12.339.000 13.079.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 15.246.000 5.302.679 4.734.534 4.227.263 3.774.342 3.369.948 6.626.228 5.581.537 4.983.515 4.716.419 3.972.828 3.547.168 3.357.054

Net Benefit (15.246.000) (5.939.000) (5.939.000) (5.939.000) (5.939.000) (5.939.000) 14.234.000 20.421.000 23.151.000 24.049.000 25.881.000 26.973.000 27.871.000

Present Value Net Benefit (15.246.000) (5.302.679) (4.734.534) (4.227.263) (3.774.342) (3.369.948) 7.211.387 9.237.423 9.350.301 8.672.310 8.332.989 7.754.093 7.153.792

Net Benefit Kumulatif (15.246.000) (20.548.679) (25.283.213) (29.510.476) (33.284.818) (36.654.766) (29.443.378) (20.205.955) (10.855.655) (2.183.344) 6.149.645 13.903.738 21.057.530

Tahun

Page 143: 2011 Hsi

125

Lampiran 7 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

B e ne fitJumlah P roduksi (lump

mangkuk) (kg) 3.360 3.780 3.570 3.444 3.150 2.940 2.688 2.520 2.310 2.310 2.100 2.100 1.890

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

P enerimaan (Rp) 43.680.000 49.140.000 46.410.000 44.772.000 40.950.000 38.220.000 34.944.000 32.760.000 30.030.000 30.030.000 27.300.000 27.300.000 24.570.000

Total Benefit 43.680.000 49.140.000 46.410.000 44.772.000 40.950.000 38.220.000 34.944.000 32.760.000 30.030.000 30.030.000 27.300.000 27.300.000 24.570.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

P resent Value Benefit 10.010.329 10.055.018 8.478.933 7.303.283 5.964.136 4.970.113 4.057.235 3.396.123 2.779.565 2.481.755 2.014.411 1.798.581 1.445.289

Co s t

1. P eralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. P upuk 2.988.000 2.988.000 2.988.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cos t 12.339.000 12.339.000 13.079.000 10.311.000 10.311.000 11.051.000 11.051.000 10.311.000 10.311.000 11.051.000 10.311.000 10.311.000 11.051.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

P resent Value Cost 2.827.780 2.524.804 2.389.484 1.681.947 1.501.739 1.437.068 1.283.096 1.068.908 954.382 913.282 760.828 679.310 650.056

Net Benefit 31.341.000 36.801.000 33.331.000 34.461.000 30.639.000 27.169.000 23.893.000 22.449.000 19.719.000 18.979.000 16.989.000 16.989.000 13.519.000

P resent Value Net Benefit 7.182.548 7.530.214 6.089.449 5.621.336 4.462.397 3.533.046 2.774.139 2.327.215 1.825.183 1.568.472 1.253.584 1.119.271 795.232

Net Benefit Kumulatif 28.240.078 35.770.292 41.859.741 47.481.076 51.943.473 55.476.519 58.250.658 60.577.873 62.403.056 63.971.529 65.225.112 66.344.383 67.139.616

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

Payback period 9 tahun 2 bulan 6 hari

24,44%

UraianTahun

67.139.616

1,76

Page 144: 2011 Hsi

126

Lampiran 8 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan

( kelas kesesuaian lahan S2) Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.470 1.890 2.100 2.310 2.520 2.730 2.940

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 19.110.000 24.570.000 27.300.000 30.030.000 32.760.000 35.490.000 38.220.000

Total Benefit - - - - - - 19.123.000 24.570.000 27.300.000 30.030.000 32.760.000 35.490.000 38.220.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 9.688.307 11.114.220 11.026.012 10.829.119 10.547.843 10.202.527 9.810.122

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 10.720.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.375.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 15.166.000 4.365.000 4.365.000 4.365.000 4.365.000 4.365.000 11.505.000 10.765.000 10.765.000 11.505.000 10.765.000 10.765.000 11.505.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 15.166.000 3.897.321 3.479.751 3.106.921 2.774.036 2.476.818 5.828.791 4.869.539 4.347.803 4.148.818 3.466.042 3.094.680 2.953.047

Net Benefit (15.166.000) (4.365.000) (4.365.000) (4.365.000) (4.365.000) (4.365.000) 7.618.000 13.805.000 16.535.000 18.525.000 21.995.000 24.725.000 26.715.000

Present Value Net Benefit (15.166.000) (3.897.321) (3.479.751) (3.106.921) (2.774.036) (2.476.818) 3.859.516 6.244.681 6.678.209 6.680.301 7.081.801 7.107.847 6.857.075

Net Benefit Kumulatif (15.166.000) (19.063.321) (22.543.073) (25.649.993) (28.424.030) (30.900.848) (27.041.332) (20.796.651) (14.118.442) (7.438.141) (356.340) 6.751.507 13.608.582

Tahun

Page 145: 2011 Hsi

127

Lampiran 8 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

B e ne fitJumlah P roduksi (lump

mangkuk) (kg) 3.150 3.360 3.318 3.192 2.856 2.646 2.436 2.310 2.100 2.016 1.680 1.680 1.470

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

P enerimaan (Rp) 40.950.000 43.680.000 43.134.000 41.496.000 37.128.000 34.398.000 31.668.000 30.030.000 27.300.000 26.208.000 21.840.000 21.840.000 19.110.000

Total Benefit 40.950.000 43.680.000 43.134.000 41.496.000 37.128.000 34.398.000 31.668.000 30.030.000 27.300.000 26.208.000 21.840.000 21.840.000 19.110.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

P resent Value Benefit 9.384.683 8.937.793 7.880.421 6.768.896 5.407.483 4.473.102 3.676.869 3.113.113 2.526.877 2.165.895 1.611.529 1.438.865 1.124.113

Co s t

1. P eralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. P upuk 1.494.000 1.494.000 1.494.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cos t 10.765.000 10.765.000 11.505.000 9.751.000 9.751.000 10.491.000 10.491.000 9.751.000 9.751.000 10.491.000 9.751.000 9.751.000 10.491.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

P resent Value Cost 2.467.060 2.202.732 2.101.920 1.590.599 1.420.178 1.364.245 1.218.076 1.010.855 902.549 867.003 719.506 642.416 617.115

Net Benefit 30.185.000 32.915.000 31.629.000 31.745.000 27.377.000 23.907.000 21.177.000 20.279.000 17.549.000 15.717.000 12.089.000 12.089.000 8.619.000

P resent Value Net Benefit 6.917.623 6.735.061 5.778.500 5.178.297 3.987.305 3.108.856 2.458.793 2.102.258 1.624.329 1.298.892 892.023 796.449 506.998

Net Benefit Kumulatif 20.526.205 27.261.266 33.039.766 38.218.063 42.205.368 45.314.225 47.773.018 49.875.276 51.499.605 52.798.497 53.690.520 54.486.968 54.993.966

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

Payback period

UraianTahun

23,35%

10 tahun 13 hari

54.993.966

1,72

Page 146: 2011 Hsi

128

Lampiran 9 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan

( kelas kesesuaian lahan S3) Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.302 1.674 1.860 2.046 2.232 2.418 2.604

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 16.926.000 21.762.000 24.180.000 26.598.000 29.016.000 31.434.000 33.852.000

Total Benefit - - - - - - 16.939.000 21.762.000 24.180.000 26.598.000 29.016.000 31.434.000 33.852.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 8.581.825 9.844.024 9.765.896 9.591.505 9.342.375 9.036.524 8.688.965

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 2.187.500 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 11.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.375.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 16.043.500 4.614.000 4.614.000 4.614.000 4.614.000 4.614.000 11.754.000 11.014.000 11.014.000 11.754.000 11.014.000 11.014.000 11.754.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 16.043.500 4.119.643 3.678.253 3.284.154 2.932.280 2.618.108 5.954.942 4.982.174 4.448.370 4.238.610 3.546.213 3.166.262 3.016.959

Net Benefit (16.043.500) (4.614.000) (4.614.000) (4.614.000) (4.614.000) (4.614.000) 5.185.000 10.748.000 13.166.000 14.844.000 18.002.000 20.420.000 22.098.000

Present Value Net Benefit (16.043.500) (4.119.643) (3.678.253) (3.284.154) (2.932.280) (2.618.108) 2.626.882 4.861.849 5.317.527 5.352.895 5.796.162 5.870.262 5.672.006

Net Benefit Kumulatif (16.043.500) (20.163.143) (23.841.395) (27.125.549) (30.057.830) (32.675.937) (30.049.055) (25.187.206) (19.869.679) (14.516.784) (8.720.622) (2.850.360) 2.821.647

Tahun

Page 147: 2011 Hsi

129

Lampiran 9 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

B e ne fitJumlah P roduksi (lump

mangkuk) (kg) 2.790 2.976 2.939 2.827 2.530 2.344 2.158 2.046 1.860 1.786 1.488 1.488 1.302

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

P enerimaan (Rp) 38.688.000 38.688.000 38.204.400 36.753.600 32.884.800 30.466.800 28.048.800 26.598.000 24.180.000 23.212.800 19.344.000 19.344.000 16.926.000

Total Benefit 38.688.000 38.688.000 38.204.400 36.753.600 32.884.800 30.466.800 28.048.800 26.598.000 24.180.000 23.212.800 19.344.000 19.344.000 16.926.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

P resent Value Benefit 8.866.291 7.916.331 6.979.801 5.995.308 4.789.485 3.961.890 3.256.656 2.757.329 2.238.091 1.918.364 1.427.354 1.274.423 995.643

Co s t

1. P eralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. P upuk 1.743.000 1.743.000 1.743.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cos t 11.014.000 11.014.000 11.754.000 9.831.000 9.831.000 10.571.000 10.571.000 9.831.000 9.831.000 10.571.000 9.831.000 9.831.000 10.571.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

P resent Value Cost 2.524.125 2.253.683 2.147.412 1.603.649 1.431.830 1.374.649 1.227.365 1.019.148 909.954 873.614 725.409 647.687 621.821

Net Benefit 27.674.000 27.674.000 26.450.400 26.922.600 23.053.800 19.895.800 17.477.800 16.767.000 14.349.000 12.641.800 9.513.000 9.513.000 6.355.000

P resent Value Net Benefit 6.342.167 5.662.649 4.832.389 4.391.659 3.357.656 2.587.242 2.029.291 1.738.181 1.328.138 1.044.750 701.945 626.736 373.822

Net Benefit Kumulatif 9.163.813 14.826.462 19.658.851 24.050.510 27.408.166 29.995.407 32.024.698 33.762.879 35.091.017 36.135.767 36.837.712 37.464.448 37.838.270

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

Payback period

20,20%

11 tahun 4 bulan

UraianTahun

37.838.270

1,48

Page 148: 2011 Hsi

130

Lampiran 10 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan

( kelas kesesuaian lahan S3) Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.860 2.232 2.418 2.530 2.604 2.678 2.790

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 24.180.000 29.016.000 31.434.000 32.884.800 33.852.000 34.819.200 36.270.000

Total Benefit - - - - - - 24.193.000 29.016.000 31.434.000 32.884.800 33.852.000 34.819.200 36.270.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 12.256.927 13.125.365 12.695.665 11.858.589 10.899.438 10.009.688 9.309.606

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 2.187.500 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 11.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 1.375.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 16.123.500 6.437.000 6.437.000 6.437.000 6.437.000 6.437.000 13.577.000 12.837.000 12.837.000 13.577.000 12.837.000 12.837.000 13.577.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 16.123.500 5.747.321 5.131.537 4.581.729 4.090.830 3.652.527 6.878.531 5.806.807 5.184.649 4.896.002 4.133.170 3.690.331 3.484.878

Net Benefit (16.123.500) (6.437.000) (6.437.000) (6.437.000) (6.437.000) (6.437.000) 10.616.000 16.179.000 18.597.000 19.307.800 21.015.000 21.982.200 22.693.000

Present Value Net Benefit (16.123.500) (5.747.321) (5.131.537) (4.581.729) (4.090.830) (3.652.527) 5.378.396 7.318.558 7.511.016 6.962.586 6.766.268 6.319.357 5.824.728

Net Benefit Kumulatif (16.123.500) (21.870.821) (27.002.358) (31.584.088) (35.674.918) (39.327.444) (33.949.048) (26.630.490) (19.119.474) (12.156.888) (5.390.620) 928.737 6.753.465

Tahun

Page 149: 2011 Hsi

131

Lampiran 10 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

B e ne fitJumlah P roduksi (lump

mangkuk) (kg) 2.976 3.348 3.162 3.050 2.790 2.604 2.381 2.232 2.046 2.046 1.860 1.860 1.674

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

P enerimaan (Rp) 38.688.000 43.524.000 41.106.000 39.655.200 36.270.000 33.852.000 30.950.400 29.016.000 26.598.000 26.598.000 24.180.000 24.180.000 21.762.000

Total Benefit 38.688.000 43.524.000 41.106.000 39.655.200 36.270.000 33.852.000 30.950.400 29.016.000 26.598.000 26.598.000 24.180.000 24.180.000 21.762.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

P resent Value Benefit 8.866.291 8.905.873 7.509.913 6.468.622 5.282.520 4.402.100 3.593.551 3.007.995 2.461.901 2.198.125 1.784.193 1.593.029 1.280.113

Co s t

1. P eralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. P upuk 3.486.000 3.486.000 3.486.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cos t 12.837.000 12.837.000 13.577.000 10.471.000 10.471.000 11.211.000 11.211.000 10.471.000 10.471.000 11.211.000 10.471.000 10.471.000 11.211.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

P resent Value Cost 2.941.909 2.626.705 2.480.467 1.708.047 1.525.042 1.457.874 1.301.673 1.085.495 969.192 926.505 772.634 689.852 659.468

Net Benefit 25.851.000 30.687.000 27.529.000 29.184.200 25.799.000 22.641.000 19.739.400 18.545.000 16.127.000 15.387.000 13.709.000 13.709.000 10.551.000

P resent Value Net Benefit 5.924.382 6.279.168 5.029.445 4.760.575 3.757.478 2.944.226 2.291.878 1.922.500 1.492.709 1.271.620 1.011.559 903.178 620.645

Net Benefit Kumulatif 12.677.847 18.957.015 23.986.460 28.747.036 32.504.514 35.448.740 37.740.618 39.663.119 41.155.827 42.427.448 43.439.007 44.342.185 44.962.829

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

Payback period 10 tahun 6 bulan 16 hari

20,71%

UraianTahun

44.962.829

1,49

Page 150: 2011 Hsi

132

Lampiran 11 Perbandingan rataan komponen input dan output pengusahaan kebun karet rakyat untuk luasan 1 Ha pada kelas kesesuaian

lahan S1, S2 dan S3 di masing-masing desa sampel

I Output

- Produksi Kg 13.000 - - - - - -

II Input

- Bibit batang 2.500 700 700 700 700 875 875

- Pupuk

- NPK (awal tanam) Kg 5.500 250 250 250 250 250 250

- Urea Kg 2.000 120 240 480 240 280 560

- SP-36 Kg 2.300 90 180 360 180 210 420

- KCl Kg 5.000 54 108 240 120 140 280

- Pestisida

- Herbisida (Roundap ) liter 55.000 9 9 9 9 9 9

- Fungisida (Trichoderma ) kg 12.000 18 18 18 18 18 18

- Tenaga Kerja

Awal tanam HOK 40.000 248 250 270 268 279 281

- Mengolah lahan sampai siap tanam HOK 40.000 140 140 150 150 155 155

- Mengajir HOK 40.000 8 8 10 10 12 12

- Melobang HOK 40.000 20 20 24 24 26 26

- menanam bibit HOK 40.000 20 20 24 24 26 26

- pemupukan HOK 40.000 2 4 4 2 2 4

- penyiangan HOK 40.000 48 48 48 48 48 48

- penyisipan tanaman HOK 40.000 6 6 6 6 6 6

- Pengendalian HPT HOK 40.000 4 4 4 4 4 4

Tanaman Belum Menghasilkan HOK 40.000 10 12 12 10 10 12

- pemupukan HOK 40.000 2 4 4 2 2 4

- penyiangan HOK 40.000 4 4 4 4 4 4

- Pengendalian HPT HOK 40.000 4 4 4 4 4 4

Tanaman Menghasilkan HOK 40.000 0 0 0 0 0 0

No Kompenen input dan output Satuan

Harga

Satuan

(Rp)

Rataan/Ha/Tahun

S1 S2 S3

Sihepeng Malintang Purba BaruRoburan

Lombang

Tambangan

Pasoman

Hutarimbaru

SM

valangker (penyembuh luka kulit,

aplikasi tahun ke-6)28 28 28kg 15.000 28 28 28

Page 151: 2011 Hsi

133

Lampiran 12 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu

( kelas kesesuaian lahan S1) skenario Menaikkan Biaya Input

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.680 2.160 2.400 2.640 2.880 3.120 3.360

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 21.840.000 28.080.000 31.200.000 34.320.000 37.440.000 40.560.000 43.680.000

Total Benefit - - - - - - 21.840.000 28.080.000 31.200.000 34.320.000 37.440.000 40.560.000 43.680.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 11.064.824 12.701.966 12.601.157 12.376.136 12.054.678 11.660.031 11.211.568

Cost

1. Peralatan 1.165.643 - - - - - 1.528.712 114.653 114.653 1.528.712 114.653 114.653 1.528.712

2. Bibit 3.344.058 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 18.956.029 4.127.522 4.127.522 4.127.522 4.127.522 4.127.522 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900

4. Pupuk 2.627.474 1.370.108 1.370.108 1.370.108 1.370.108 1.370.108 1.370.108 1.370.108 1.370.108 1.370.108 1.370.108 1.370.108 1.370.108

5. Obat-obatan 1.358.643 1.358.643 1.358.643 1.358.643 1.358.643 1.358.643 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217

Total Cost 27.451.846 6.856.273 6.856.273 6.856.273 6.856.273 6.856.273 24.168.937 22.754.878 22.754.878 24.168.937 22.754.878 22.754.878 24.168.937

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 27.451.846 6.121.673 5.465.779 4.880.160 4.357.286 3.890.434 12.244.736 10.293.151 9.190.314 8.715.561 7.326.462 6.541.484 6.203.564

Net Benefit (27.451.846) (6.856.273) (6.856.273) (6.856.273) (6.856.273) (6.856.273) (2.328.937) 5.325.122 8.445.122 10.151.063 14.685.122 17.805.122 19.511.063

Present Value Net Benefit (27.451.846) (6.121.673) (5.465.779) (4.880.160) (4.357.286) (3.890.434) (1.179.912) 2.408.815 3.410.843 3.660.575 4.728.216 5.118.547 5.008.004

Net Benefit Kumulatif (27.451.846) (33.573.518) (39.039.297) (43.919.457) (48.276.743) (52.167.177) (53.347.088) (50.938.274) (47.527.431) (43.866.855) (39.138.639) (34.020.092) (29.012.088)

Tahun

Page 152: 2011 Hsi

134

Lampiran 12 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 3.600 3.840 3.792 3.648 3.264 3.024 2.784 2.640 2.400 2.304 1.920 1.920 1.680

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 46.800.000 49.920.000 49.296.000 47.424.000 42.432.000 39.312.000 36.192.000 34.320.000 31.200.000 29.952.000 24.960.000 24.960.000 21.840.000

Total Benefit 46.800.000 49.920.000 49.296.000 47.424.000 42.432.000 39.312.000 36.192.000 34.320.000 31.200.000 29.952.000 24.960.000 24.960.000 21.840.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 10.725.352 10.214.621 9.006.195 7.735.882 6.179.981 5.112.116 4.202.136 3.557.843 2.887.860 2.475.308 1.841.747 1.644.417 1.284.701

Cost

1. Peralatan 114.653 114.653 1.528.712 114.653 114.653 1.528.712 1.528.712 114.653 114.653 1.528.712 114.653 114.653 1.528.712

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900 19.108.900

4. Pupuk 1.370.108 1.370.108 1.370.108 917.227 917.227 917.227 917.227 917.227 917.227 917.227 917.227 917.227 917.227

5. Obat-obatan 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217 2.161.217

Total Cost 22.754.878 22.754.878 24.168.937 22.301.997 22.301.997 23.716.056 23.716.056 22.301.997 22.301.997 23.716.056 22.301.997 22.301.997 23.716.056

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 5.214.831 4.656.099 4.415.574 3.637.939 3.248.160 3.084.026 2.753.595 2.311.976 2.064.264 1.959.954 1.645.619 1.469.302 1.395.057

Net Benefit 24.045.122 27.165.122 25.127.063 25.122.003 20.130.003 15.595.944 12.475.944 12.018.003 8.898.003 6.235.944 2.658.003 2.658.003 (1.876.056)

Present Value Net Benefit 5.510.521 5.558.522 4.590.621 4.097.943 2.931.821 2.028.090 1.448.542 1.245.867 823.596 515.354 196.129 175.115 (110.356)

Net Benefit Kumulatif (23.501.567) (17.943.045) (13.352.424) (9.254.481) (6.322.660) (4.294.570) (2.846.029) (1.600.161) (776.565) (261.211) (65.083) 110.032 (324)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

UraianTahun

-324

1,00

12,00%

Page 153: 2011 Hsi

135

Lampiran 13 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang

( kelas kesesuaian lahan S1) skenario Menaikkan Biaya Input

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 2.400 2.880 3.120 3.264 3.360 3.456 3.600

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 31.200.000 37.440.000 40.560.000 42.432.000 43.680.000 44.928.000 46.800.000

Total Benefit - - - - - - 31.200.000 37.440.000 40.560.000 42.432.000 43.680.000 44.928.000 46.800.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 15.806.891 16.935.955 16.381.504 15.301.405 14.063.791 12.915.726 12.012.394

Cost

1. Peralatan 1.282.830 - - - - - 1.682.400 126.180 126.180 1.682.400 126.180 126.180 1.682.400

2. Bibit 3.680.250 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 21.030.000 4.710.720 4.710.720 4.710.720 4.710.720 4.710.720 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240

4. Pupuk 2.891.625 3.015.702 3.015.702 3.015.702 3.015.702 3.015.702 3.015.702 3.015.702 3.015.702 3.015.702 3.015.702 3.015.702 3.015.702

5. Obat-obatan 1.495.233 1.495.233 1.495.233 1.495.233 1.495.233 1.495.233 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493

Total Cost 30.379.938 9.221.655 9.221.655 9.221.655 9.221.655 9.221.655 28.274.835 26.718.615 26.718.615 28.274.835 26.718.615 26.718.615 28.274.835

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 30.379.938 8.233.621 7.351.447 6.563.792 5.860.528 5.232.615 14.324.911 12.086.145 10.791.200 10.196.189 8.602.679 7.680.963 7.257.446

Net Benefit (30.379.938) (9.221.655) (9.221.655) (9.221.655) (9.221.655) (9.221.655) 2.925.165 10.721.385 13.841.385 14.157.165 16.961.385 18.209.385 18.525.165

Present Value Net Benefit (30.379.938) (8.233.621) (7.351.447) (6.563.792) (5.860.528) (5.232.615) 1.481.980 4.849.810 5.590.303 5.105.216 5.461.112 5.234.763 4.754.948

Net Benefit Kumulatif (30.379.938) (38.613.559) (45.965.005) (52.528.797) (58.389.326) (63.621.940) (62.139.961) (57.290.151) (51.699.848) (46.594.632) (41.133.520) (35.898.757) (31.143.808)

Tahun

Page 154: 2011 Hsi

136

Lampiran 13 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 3.840 4.320 4.080 3.936 3.600 3.360 3.072 2.880 2.640 2.640 2.400 2.400 2.160

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 49.920.000 56.160.000 53.040.000 51.168.000 46.800.000 43.680.000 39.936.000 37.440.000 34.320.000 34.320.000 31.200.000 31.200.000 28.080.000

Total Benefit 49.920.000 56.160.000 53.040.000 51.168.000 46.800.000 43.680.000 39.936.000 37.440.000 34.320.000 34.320.000 31.200.000 31.200.000 28.080.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 11.440.376 11.491.449 9.690.210 8.346.609 6.816.155 5.680.129 4.636.840 3.881.284 3.176.646 2.836.291 2.302.184 2.055.522 1.651.758

Cost

1. Peralatan 126.180 126.180 1.682.400 126.180 126.180 1.682.400 1.682.400 126.180 126.180 1.682.400 126.180 126.180 1.682.400

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240 21.198.240

4. Pupuk 3.015.702 3.015.702 3.015.702 1.009.440 1.009.440 1.009.440 1.009.440 1.009.440 1.009.440 1.009.440 1.009.440 1.009.440 1.009.440

5. Obat-obatan 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493 2.378.493

Total Cost 26.718.615 26.718.615 28.274.835 24.712.353 24.712.353 26.268.573 26.268.573 24.712.353 24.712.353 26.268.573 24.712.353 24.712.353 26.268.573

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 6.123.217 5.467.158 5.165.707 4.031.120 3.599.214 3.415.954 3.049.959 2.561.850 2.287.366 2.170.901 1.823.474 1.628.102 1.545.204

Net Benefit 23.201.385 29.441.385 24.765.165 26.455.647 22.087.647 17.411.427 13.667.427 12.727.647 9.607.647 8.051.427 6.487.647 6.487.647 1.811.427

Present Value Net Benefit 5.317.159 6.024.291 4.524.503 4.315.489 3.216.941 2.264.175 1.586.881 1.319.434 889.280 665.390 478.710 427.420 106.554

Net Benefit Kumulatif (25.826.650) (19.802.359) (15.277.856) (10.962.367) (7.745.426) (5.481.251) (3.894.370) (2.574.936) (1.685.656) (1.020.266) (541.556) (114.136) (7.582)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R 12,00%

UraianTahun

-7.582

1,00

Page 155: 2011 Hsi

137

Lampiran 14 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik

Marapi ( kelas kesesuaian lahan S2) skenario Menaikkan Biaya Input

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 2.100 2.520 2.730 2.856 2.940 3.024 3.150

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 27.300.000 32.760.000 35.490.000 37.128.000 38.220.000 39.312.000 40.950.000

Total Benefit - - - - - - 27.313.000 32.760.000 35.490.000 37.128.000 38.220.000 39.312.000 40.950.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 13.837.616 14.818.960 14.333.816 13.388.729 12.305.817 11.301.261 10.510.845

Cost

1. Peralatan 1.034.999 1.034.999 - - - - - 1.357.376 101.803 101.803 1.357.376 101.803 101.803

2. Bibit 3.605.530 2.969.260 - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 14.931.136 18.324.576 3.800.653 3.800.653 3.800.653 3.800.653 3.800.653 13.845.235 13.845.235 13.845.235 13.845.235 13.845.235 13.845.235

4. Pupuk 2.332.990 2.332.990 5.069.799 5.069.799 5.069.799 5.069.799 5.069.799 5.069.799 5.069.799 5.069.799 5.069.799 5.069.799 5.069.799

5. Obat-obatan 848.360 1.206.368 1.206.368 1.206.368 1.206.368 1.206.368 1.206.368 1.918.990 1.918.990 1.918.990 1.918.990 1.918.990 1.918.990

Total Cost 22.753.015 25.868.193 10.076.820 10.076.820 10.076.820 10.076.820 10.076.820 22.191.401 20.935.828 20.935.828 22.191.401 20.935.828 20.935.828

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 22.753.015 23.096.601 8.033.179 7.172.481 6.404.001 5.717.858 5.105.231 10.038.263 8.455.630 7.549.669 7.145.037 6.018.550 5.373.706

Net Benefit (22.753.015) (25.868.193) (10.076.820) (10.076.820) (10.076.820) (10.076.820) 17.236.180 10.568.599 14.554.172 16.192.172 16.028.599 18.376.172 20.014.172

Present Value Net Benefit (22.753.015) (23.096.601) (8.033.179) (7.172.481) (6.404.001) (5.717.858) 8.732.385 4.780.698 5.878.186 5.839.060 5.160.780 5.282.710 5.137.139

Net Benefit Kumulatif (22.753.015) (45.849.616) (53.882.795) (61.055.277) (67.459.278) (73.177.137) (64.444.751) (59.664.054) (53.785.868) (47.946.809) (42.786.029) (37.503.318) (32.366.179)

Tahun

Page 156: 2011 Hsi

138

Lampiran 14 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 3.360 3.780 3.570 3.444 3.150 2.940 2.688 2.520 2.310 2.310 2.100 2.100 1.890

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 43.680.000 49.140.000 46.410.000 44.772.000 40.950.000 38.220.000 34.944.000 32.760.000 30.030.000 30.030.000 27.300.000 27.300.000 24.570.000

Total Benefit 43.680.000 49.140.000 46.410.000 44.772.000 40.950.000 38.220.000 34.944.000 32.760.000 30.030.000 30.030.000 27.300.000 27.300.000 24.570.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 10.010.329 10.055.018 8.478.933 7.303.283 5.964.136 4.970.113 4.057.235 3.396.123 2.779.565 2.481.755 2.014.411 1.798.581 1.445.289

Cost

1. Peralatan 1.357.376 101.803 101.803 1.357.376 101.803 101.803 1.357.376 1.357.376 101.803 101.803 1.357.376 101.803 101.803

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 13.845.235 13.845.235 13.845.235 13.845.235 13.845.235 13.845.235 13.845.235 13.845.235 13.845.235 13.845.235 13.845.235 13.845.235 13.845.235

4. Pupuk 5.069.799 5.069.799 5.069.799 5.069.799 1.628.851 1.628.851 1.628.851 1.628.851 1.628.851 1.628.851 1.628.851 1.628.851 1.628.851

5. Obat-obatan 1.918.990 1.918.990 1.918.990 1.918.990 1.918.990 1.918.990 1.918.990 1.918.990 1.918.990 1.918.990 1.918.990 1.918.990 1.918.990

Total Cost 22.191.401 20.935.828 20.935.828 22.191.401 17.494.880 17.494.880 18.750.453 18.750.453 17.494.880 17.494.880 18.750.453 17.494.880 17.494.880

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 5.085.696 4.283.885 3.824.898 3.619.898 2.548.030 2.275.027 2.177.055 1.943.799 1.619.319 1.445.821 1.383.558 1.152.599 1.029.107

Net Benefit 21.488.599 28.204.172 25.474.172 22.580.599 23.455.120 20.725.120 16.193.547 14.009.547 12.535.120 12.535.120 8.549.547 9.805.120 7.075.120

Present Value Net Benefit 4.924.632 5.771.132 4.654.036 3.683.385 3.416.106 2.695.086 1.880.181 1.452.324 1.160.246 1.035.934 630.854 645.982 416.182

Net Benefit Kumulatif (27.441.547) (21.670.414) (17.016.378) (13.332.993) (9.916.888) (7.221.802) (5.341.621) (3.889.297) (2.729.051) (1.693.117) (1.062.263) (416.281) (100)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R 12,00%

UraianTahun

-100

1,00

Page 157: 2011 Hsi

139

Lampiran 15 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Roburan Lombang Kecamatan

Panyabungan Selatan ( kelas kesesuaian lahan S2) skenario Menaikkan Biaya Input

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.470 1.890 2.100 2.310 2.520 2.730 2.940

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 19.110.000 24.570.000 27.300.000 30.030.000 32.760.000 35.490.000 38.220.000

Total Benefit - - - - - - 19.123.000 24.570.000 27.300.000 30.030.000 32.760.000 35.490.000 38.220.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 9.688.307 11.114.220 11.026.012 10.829.119 10.547.843 10.202.527 9.810.122

Cost

1. Peralatan 1.047.181 - - - - - 1.373.352 103.001 103.001 1.373.352 103.001 103.001 1.373.352

2. Bibit 3.004.208 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 18.402.917 3.708.050 3.708.050 3.708.050 3.708.050 3.708.050 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855

4. Pupuk 2.360.449 2.564.735 2.564.735 2.564.735 2.564.735 2.564.735 2.564.735 2.564.735 2.564.735 2.564.735 2.564.735 2.564.735 2.564.735

5. Obat-obatan 1.220.567 1.220.567 1.220.567 1.220.567 1.220.567 1.220.567 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576

Total Cost 26.035.321 7.493.352 7.493.352 7.493.352 7.493.352 7.493.352 19.750.518 18.480.168 18.480.168 19.750.518 18.480.168 18.480.168 19.750.518

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 26.035.321 6.690.493 5.973.654 5.333.620 4.762.161 4.251.929 10.006.227 8.359.489 7.463.830 7.122.235 5.950.119 5.312.607 5.069.466

Net Benefit (26.035.321) (7.493.352) (7.493.352) (7.493.352) (7.493.352) (7.493.352) (627.518) 6.089.832 8.819.832 10.279.482 14.279.832 17.009.832 18.469.482

Present Value Net Benefit (26.035.321) (6.690.493) (5.973.654) (5.333.620) (4.762.161) (4.251.929) (317.920) 2.754.731 3.562.182 3.706.884 4.597.724 4.889.920 4.740.656

Net Benefit Kumulatif (26.035.321) (32.725.813) (38.699.467) (44.033.087) (48.795.248) (53.047.177) (53.365.097) (50.610.367) (47.048.184) (43.341.300) (38.743.576) (33.853.656) (29.113.000)

Tahun

Page 158: 2011 Hsi

140

Lampiran 15 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 3.150 3.360 3.318 3.192 2.856 2.646 2.436 2.310 2.100 2.016 1.680 1.680 1.470

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 40.950.000 43.680.000 43.134.000 41.496.000 37.128.000 34.398.000 31.668.000 30.030.000 27.300.000 26.208.000 21.840.000 21.840.000 19.110.000

Total Benefit 40.950.000 43.680.000 43.134.000 41.496.000 37.128.000 34.398.000 31.668.000 30.030.000 27.300.000 26.208.000 21.840.000 21.840.000 19.110.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 9.384.683 8.937.793 7.880.421 6.768.896 5.407.483 4.473.102 3.676.869 3.113.113 2.526.877 2.165.895 1.611.529 1.438.865 1.124.113

Cost

1. Peralatan 103.001 103.001 1.373.352 103.001 103.001 1.373.352 1.373.352 103.001 103.001 1.373.352 103.001 103.001 1.373.352

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855 13.870.855

4. Pupuk 2.564.735 2.564.735 2.564.735 824.011 824.011 824.011 824.011 824.011 824.011 824.011 824.011 824.011 824.011

5. Obat-obatan 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576 1.941.576

Total Cost 18.480.168 18.480.168 19.750.518 16.739.444 16.739.444 18.009.795 18.009.795 16.739.444 16.739.444 18.009.795 16.739.444 16.739.444 18.009.795

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 4.235.178 3.781.408 3.608.346 2.730.566 2.438.005 2.341.986 2.091.059 1.735.324 1.549.396 1.488.375 1.235.169 1.102.830 1.059.396

Net Benefit 22.469.832 25.199.832 23.383.482 24.756.556 20.388.556 16.388.205 13.658.205 13.290.556 10.560.556 8.198.205 5.100.556 5.100.556 1.100.205

Present Value Net Benefit 5.149.506 5.156.385 4.272.075 4.038.331 2.969.478 2.131.115 1.585.810 1.377.789 977.481 677.520 376.360 336.035 64.718

Net Benefit Kumulatif (23.963.495) (18.807.110) (14.535.035) (10.496.705) (7.527.227) (5.396.111) (3.810.301) (2.432.512) (1.455.031) (777.511) (401.151) (65.116) (398)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

-398

1,00

UraianTahun

12,00%

Page 159: 2011 Hsi

141

Lampiran 16 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan

( kelas kesesuaian lahan S3) skenario Menaikkan Biaya Input

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.302 1.674 1.860 2.046 2.232 2.418 2.604

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 16.926.000 21.762.000 24.180.000 26.598.000 29.016.000 31.434.000 33.852.000

Total Benefit - - - - - - 16.939.000 21.762.000 24.180.000 26.598.000 29.016.000 31.434.000 33.852.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 8.581.825 9.844.024 9.765.896 9.591.505 9.342.375 9.036.524 8.688.965

Cost

1. Peralatan 854.000 854.000 - - - - - 1.120.000 84.000 84.000 1.120.000 84.000 84.000

2. Bibit 2.975.000 3.062.500 - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 12.320.000 15.624.000 3.024.000 3.024.000 3.024.000 3.024.000 3.024.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000

4. Pupuk 1.925.000 1.925.000 2.440.200 2.440.200 2.440.200 2.440.200 2.440.200 2.440.200 2.440.200 2.440.200 2.440.200 2.440.200 2.440.200

5. Obat-obatan 700.000 995.400 995.400 995.400 995.400 995.400 995.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400

Total Cost 18.774.000 22.460.900 6.459.600 6.459.600 6.459.600 6.459.600 6.459.600 16.455.600 15.419.600 15.419.600 16.455.600 15.419.600 15.419.600

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 18.774.000 20.054.375 5.149.554 4.597.816 4.105.193 3.665.351 3.272.634 7.443.678 6.227.718 5.560.462 5.298.263 4.432.767 3.957.827

Net Benefit (18.774.000) (22.460.900) (6.459.600) (6.459.600) (6.459.600) (6.459.600) 10.479.400 5.306.400 8.760.400 11.178.400 12.560.400 16.014.400 18.432.400

Present Value Net Benefit (18.774.000) (20.054.375) (5.149.554) (4.597.816) (4.105.193) (3.665.351) 5.309.190 2.400.346 3.538.179 4.031.043 4.044.113 4.603.757 4.731.138

Net Benefit Kumulatif (18.774.000) (38.828.375) (43.977.929) (48.575.744) (52.680.937) (56.346.287) (51.037.097) (48.636.751) (45.098.573) (41.067.530) (37.023.417) (32.419.660) (27.688.522)

Tahun

Page 160: 2011 Hsi

142

Lampiran 16 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 2.790 2.976 2.939 2.827 2.530 2.344 2.158 2.046 1.860 1.786 1.488 1.488 1.302

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 38.688.000 38.688.000 38.204.400 36.753.600 32.884.800 30.466.800 28.048.800 26.598.000 24.180.000 23.212.800 19.344.000 19.344.000 16.926.000

Total Benefit 38.688.000 38.688.000 38.204.400 36.753.600 32.884.800 30.466.800 28.048.800 26.598.000 24.180.000 23.212.800 19.344.000 19.344.000 16.926.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 8.866.291 7.916.331 6.979.801 5.995.308 4.789.485 3.961.890 3.256.656 2.757.329 2.238.091 1.918.364 1.427.354 1.274.423 995.643

Cost

1. Peralatan 1.120.000 84.000 84.000 1.120.000 84.000 84.000 1.120.000 1.120.000 84.000 84.000 1.120.000 84.000 84.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 11.312.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000 11.312.000

4. Pupuk 2.440.200 2.440.200 2.440.200 2.440.200 784.000 784.000 784.000 784.000 784.000 784.000 784.000 784.000 784.000

5. Obat-obatan 1.583.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400 1.583.400

Total Cost 16.455.600 15.419.600 15.419.600 16.455.600 13.763.400 13.763.400 14.799.400 14.799.400 13.763.400 13.763.400 14.799.400 13.763.400 13.763.400

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 3.771.199 3.155.156 2.817.103 2.684.265 2.004.561 1.789.787 1.718.311 1.534.206 1.273.935 1.137.442 1.092.017 906.762 809.609

Net Benefit 22.232.400 23.268.400 22.784.800 20.298.000 19.121.400 16.703.400 13.249.400 11.798.600 10.416.600 9.449.400 4.544.600 5.580.600 3.162.600

Present Value Net Benefit 5.095.092 4.761.176 4.162.698 3.311.043 2.784.924 2.172.103 1.538.345 1.223.123 964.156 780.922 335.337 367.662 186.035

Net Benefit Kumulatif (22.593.429) (17.832.254) (13.669.556) (10.358.512) (7.573.589) (5.401.485) (3.863.140) (2.640.018) (1.675.861) (894.939) (559.602) (191.941) (5.906)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

UraianTahun

-5.906

1,00

12,00%

Page 161: 2011 Hsi

143

Lampiran 17 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan

( kelas kesesuaian lahan S3) skenario Menaikkan Biaya Input

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.860 2.232 2.418 2.530 2.604 2.678 2.790

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 24.180.000 29.016.000 31.434.000 32.884.800 33.852.000 34.819.200 36.270.000

Total Benefit - - - - - - 24.193.000 29.016.000 31.434.000 32.884.800 33.852.000 34.819.200 36.270.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 12.256.927 13.125.365 12.695.665 11.858.589 10.899.438 10.009.688 9.309.606

Cost

1. Peralatan 878.778 878.778 - - - - - 1.152.496 86.437 86.437 1.152.496 86.437 86.437

2. Bibit 3.061.318 3.151.356 - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 12.677.456 16.192.569 3.226.989 3.226.989 3.226.989 3.226.989 3.226.989 11.755.459 11.755.459 11.755.459 11.755.459 11.755.459 11.755.459

4. Pupuk 1.980.853 1.980.853 5.022.001 5.022.001 5.022.001 5.022.001 5.022.001 5.022.001 5.022.001 5.022.001 5.022.001 5.022.001 5.022.001

5. Obat-obatan 720.310 1.024.281 1.024.281 1.024.281 1.024.281 1.024.281 1.024.281 1.629.341 1.629.341 1.629.341 1.629.341 1.629.341 1.629.341

Total Cost 19.318.714 23.227.837 9.273.271 9.273.271 9.273.271 9.273.271 9.273.271 19.559.298 18.493.239 18.493.239 19.559.298 18.493.239 18.493.239

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 19.318.714 20.739.140 7.392.595 6.600.531 5.893.331 5.261.903 4.698.128 8.847.633 7.469.109 6.668.847 6.297.570 5.316.364 4.746.754

Net Benefit (19.318.714) (23.227.837) (9.273.271) (9.273.271) (9.273.271) (9.273.271) 14.919.729 9.456.702 12.940.761 14.391.561 14.292.702 16.325.961 17.776.761

Present Value Net Benefit (19.318.714) (20.739.140) (7.392.595) (6.600.531) (5.893.331) (5.261.903) 7.558.799 4.277.732 5.226.556 5.189.741 4.601.868 4.693.324 4.562.852

Net Benefit Kumulatif (19.318.714) (40.057.854) (47.450.449) (54.050.980) (59.944.311) (65.206.214) (57.647.415) (53.369.683) (48.143.127) (42.953.386) (38.351.518) (33.658.194) (29.095.343)

Tahun

Page 162: 2011 Hsi

144

Lampiran 17 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 2.976 3.348 3.162 3.050 2.790 2.604 2.381 2.232 2.046 2.046 1.860 1.860 1.674

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 38.688.000 43.524.000 41.106.000 39.655.200 36.270.000 33.852.000 30.950.400 29.016.000 26.598.000 26.598.000 24.180.000 24.180.000 21.762.000

Total Benefit 38.688.000 43.524.000 41.106.000 39.655.200 36.270.000 33.852.000 30.950.400 29.016.000 26.598.000 26.598.000 24.180.000 24.180.000 21.762.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 8.866.291 8.905.873 7.509.913 6.468.622 5.282.520 4.402.100 3.593.551 3.007.995 2.461.901 2.198.125 1.784.193 1.593.029 1.280.113

Cost

1. Peralatan 1.152.496 86.437 86.437 1.152.496 86.437 86.437 1.152.496 1.152.496 86.437 86.437 1.152.496 86.437 86.437

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 11.755.459 11.755.459 11.755.459 11.755.459 11.755.459 11.755.459 11.755.459 11.755.459 11.755.459 11.755.459 11.755.459 11.755.459 11.755.459

4. Pupuk 5.022.001 5.022.001 5.022.001 5.022.001 1.613.494 1.613.494 1.613.494 1.613.494 1.613.494 1.613.494 1.613.494 1.613.494 1.613.494

5. Obat-obatan 1.629.341 1.629.341 1.629.341 1.629.341 1.629.341 1.629.341 1.629.341 1.629.341 1.629.341 1.629.341 1.629.341 1.629.341 1.629.341

Total Cost 19.559.298 18.493.239 18.493.239 19.559.298 15.084.732 15.084.732 16.150.791 16.150.791 15.084.732 15.084.732 16.150.791 15.084.732 15.084.732

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 4.482.486 3.784.083 3.378.646 3.190.545 2.197.006 1.961.612 1.875.216 1.674.300 1.396.237 1.246.640 1.191.734 993.814 887.334

Net Benefit 19.128.702 25.030.761 22.612.761 20.095.902 21.185.268 18.767.268 14.799.609 12.865.209 11.513.268 11.513.268 8.029.209 9.095.268 6.677.268

Present Value Net Benefit 4.383.805 5.121.790 4.131.267 3.278.077 3.085.514 2.440.488 1.718.335 1.333.695 1.065.664 951.485 592.459 599.215 392.779

Net Benefit Kumulatif (24.711.538) (19.589.748) (15.458.481) (12.180.404) (9.094.890) (6.654.402) (4.936.067) (3.602.373) (2.536.709) (1.585.224) (992.765) (393.549) (770)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

UraianTahun

-770

1,00

12,00%

Page 163: 2011 Hsi

145

Lampiran 18 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu

( kelas kesesuaian lahan S1) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.680 2.160 2.400 2.640 2.880 3.120 3.360

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 21.840.000 28.080.000 31.200.000 34.320.000 37.440.000 40.560.000 43.680.000

Total Benefit - - - - - - 21.840.000 28.080.000 31.200.000 34.320.000 37.440.000 40.560.000 43.680.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,7886 0,6220 0,4905 0,3868 0,3051 0,2406 0,1897 0,1496 0,1180 0,0931 0,0734 0,0579

Present Value Benefit - - - - - - 5.254.569 5.327.977 4.668.749 4.050.177 3.484.523 2.977.050 2.528.434

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 9.920.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000

4. Pupuk 1.375.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 14.366.000 3.588.000 3.588.000 3.588.000 3.588.000 3.588.000 12.648.000 11.908.000 11.908.000 12.648.000 11.908.000 11.908.000 12.648.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,7886 0,6220 0,4905 0,3868 0,3051 0,2406 0,1897 0,1496 0,1180 0,0931 0,0734 0,0579

Present Value Cost 14.366.000 2.829.653 2.231.588 1.759.927 1.387.955 1.094.602 3.043.031 2.259.457 1.781.906 1.492.618 1.108.272 874.031 732.134

Net Benefit (14.366.000) (3.588.000) (3.588.000) (3.588.000) (3.588.000) (3.588.000) 9.192.000 16.172.000 19.292.000 21.672.000 25.532.000 28.652.000 31.032.000

Present Value Net Benefit (14.366.000) (2.829.653) (2.231.588) (1.759.927) (1.387.955) (1.094.602) 2.211.538 3.068.520 2.886.843 2.557.559 2.376.251 2.103.019 1.796.299

Net Benefit Kumulatif (14.366.000) (17.195.653) (19.427.241) (21.187.168) (22.575.123) (23.669.725) (21.458.186) (18.389.666) (15.502.823) (12.945.263) (10.569.012) (8.465.994) (6.669.694)

Tahun

Page 164: 2011 Hsi

146

Lampiran 18 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 3.600 3.840 3.792 3.648 3.264 3.024 2.784 2.640 2.400 2.304 1.920 1.920 1.680

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 46.800.000 49.920.000 49.296.000 47.424.000 42.432.000 39.312.000 36.192.000 34.320.000 31.200.000 29.952.000 24.960.000 24.960.000 21.840.000

Total Benefit 46.800.000 49.920.000 49.296.000 47.424.000 42.432.000 39.312.000 36.192.000 34.320.000 31.200.000 29.952.000 24.960.000 24.960.000 21.840.000

Discount Rate (12%) 0,0457 0,0360 0,0284 0,0224 0,0177 0,0139 0,0110 0,0087 0,0068 0,0054 0,0042 0,0034 0,0026

Present Value Benefit 2.136.464 1.797.236 1.399.661 1.061.916 749.318 547.493 397.509 297.278 213.133 161.362 106.048 83.634 57.713

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit

3. Upah Tenaga Kerja 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000

4. Pupuk 717.000 717.000 717.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 11.908.000 11.908.000 12.648.000 11.671.000 11.671.000 12.411.000 12.411.000 11.671.000 11.671.000 12.411.000 11.671.000 11.671.000 12.411.000

Discount Rate (12%) 0,0457 0,0360 0,0284 0,0224 0,0177 0,0139 0,0110 0,0087 0,0068 0,0054 0,0042 0,0034 0,0026

Present Value Cost 543.611 428.716 359.115 261.336 206.101 172.846 136.314 101.093 79.727 66.863 49.587 39.106 32.796

Net Benefit 34.892.000 38.012.000 36.648.000 35.753.000 30.761.000 26.901.000 23.781.000 22.649.000 19.529.000 17.541.000 13.289.000 13.289.000 9.429.000

Present Value Net Benefit 1.592.853 1.368.520 1.040.546 800.579 543.217 374.647 261.195 196.184 133.406 94.500 56.461 44.528 24.916

Net Benefit Kumulatif (5.076.842) (3.708.322) (2.667.775) (1.867.196) (1.323.979) (949.332) (688.138) (491.954) (358.547) (264.048) (207.587) (163.059) (138.143)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R 26,72%

UraianTahun

-138.143

1,00

Page 165: 2011 Hsi

147

Lampiran 19 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang

( kelas kesesuaian lahan S1) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 2.400 2.880 3.120 3.264 3.360 3.456 3.600

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 31.200.000 37.440.000 40.560.000 42.432.000 43.680.000 44.928.000 46.800.000

Total Benefit - - - - - - 31.200.000 37.440.000 40.560.000 42.432.000 43.680.000 44.928.000 46.800.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,7722 0,5963 0,4605 0,3556 0,2746 0,2120 0,1637 0,1264 0,0976 0,0754 0,0582 0,0450

Present Value Benefit - - - - - - 6.615.093 6.129.816 5.127.903 4.142.529 3.292.949 2.615.469 2.103.820

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 10.000.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000

4. Pupuk 1.375.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 14.446.000 4.385.000 4.385.000 4.385.000 4.385.000 4.385.000 13.445.000 12.705.000 12.705.000 13.445.000 12.705.000 12.705.000 13.445.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,7722 0,5963 0,4605 0,3556 0,2746 0,2120 0,1637 0,1264 0,0976 0,0754 0,0582 0,0450

Present Value Cost 14.446.000 3.386.100 2.614.749 2.019.111 1.559.159 1.203.984 2.850.639 2.080.110 1.606.263 1.312.601 957.805 739.618 604.399

Net Benefit (14.446.000) (4.385.000) (4.385.000) (4.385.000) (4.385.000) (4.385.000) 17.755.000 24.735.000 27.855.000 28.987.000 30.975.000 32.223.000 33.355.000

Present Value Net Benefit (14.446.000) (3.386.100) (2.614.749) (2.019.111) (1.559.159) (1.203.984) 3.764.455 4.049.706 3.521.640 2.829.928 2.335.144 1.875.852 1.499.421

Net Benefit Kumulatif (14.446.000) (17.832.100) (20.446.850) (22.465.961) (24.025.121) (25.229.105) (21.464.650) (17.414.944) (13.893.303) (11.063.375) (8.728.232) (6.852.380) (5.352.958)

Tahun

Page 166: 2011 Hsi

148

Lampiran 19 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 3.840 4.320 4.080 3.936 3.600 3.360 3.072 2.880 2.640 2.640 2.400 2.400 2.160

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 49.920.000 56.160.000 53.040.000 51.168.000 46.800.000 43.680.000 39.936.000 37.440.000 34.320.000 34.320.000 31.200.000 31.200.000 28.080.000

Total Benefit 49.920.000 56.160.000 53.040.000 51.168.000 46.800.000 43.680.000 39.936.000 37.440.000 34.320.000 34.320.000 31.200.000 31.200.000 28.080.000

Discount Rate (12%) 0,0347 0,0268 0,0207 0,0160 0,0123 0,0095 0,0074 0,0057 0,0044 0,0034 0,0026 0,0020 0,0016

Present Value Benefit 1.732.876 1.505.395 1.097.885 817.866 577.643 416.320 293.927 212.785 150.620 116.309 81.649 63.049 43.818

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit

3. Upah Tenaga Kerja 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000

4. Pupuk 1.434.000 1.434.000 1.434.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 12.705.000 12.705.000 13.445.000 11.751.000 11.751.000 12.491.000 12.491.000 11.751.000 11.751.000 12.491.000 11.751.000 11.751.000 12.491.000

Discount Rate (12%) 0,0347 0,0268 0,0207 0,0160 0,0123 0,0095 0,0074 0,0057 0,0044 0,0034 0,0026 0,0020 0,0016

Present Value Cost 441.030 340.563 278.301 187.827 145.040 119.053 91.933 66.785 51.571 42.331 30.752 23.747 19.492

Net Benefit 37.215.000 43.455.000 39.595.000 39.417.000 35.049.000 31.189.000 27.445.000 25.689.000 22.569.000 21.829.000 19.449.000 19.449.000 15.589.000

Present Value Net Benefit 1.291.847 1.164.831 819.585 630.039 432.603 297.266 201.994 146.000 99.048 73.977 50.897 39.303 24.326

Net Benefit Kumulatif (4.061.112) (2.896.280) (2.076.696) (1.446.657) (1.014.054) (716.788) (514.794) (368.794) (269.746) (195.769) (144.872) (105.569) (81.243)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R 29,45%

UraianTahun

-81.243

1,00

Page 167: 2011 Hsi

149

Lampiran 20 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik

Marapi ( kelas kesesuaian lahan S2) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 2.100 2.520 2.730 2.856 2.940 3.024 3.150

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 27.300.000 32.760.000 35.490.000 37.128.000 38.220.000 39.312.000 40.950.000

Total Benefit - - - - - - 27.313.000 32.760.000 35.490.000 37.128.000 38.220.000 39.312.000 40.950.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8032 0,6452 0,5182 0,4162 0,3343 0,2685 0,2157 0,1732 0,1391 0,1118 0,0898 0,0721

Present Value Benefit - - - - - - 7.334.209 7.065.753 6.148.245 5.166.273 4.271.665 3.529.086 2.952.716

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 10.800.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 1.375.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 15.246.000 5.939.000 5.939.000 5.939.000 5.939.000 5.939.000 13.079.000 12.339.000 12.339.000 13.079.000 12.339.000 12.339.000 13.079.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8032 0,6452 0,5182 0,4162 0,3343 0,2685 0,2157 0,1732 0,1391 0,1118 0,0898 0,0721

Present Value Cost 15.246.000 4.770.281 3.831.551 3.077.551 2.471.929 1.985.485 3.512.032 2.661.304 2.137.594 1.819.912 1.379.070 1.107.687 943.067

Net Benefit (15.246.000) (5.939.000) (5.939.000) (5.939.000) (5.939.000) (5.939.000) 14.234.000 20.421.000 23.151.000 24.049.000 25.881.000 26.973.000 27.871.000

Present Value Net Benefit (15.246.000) (4.770.281) (3.831.551) (3.077.551) (2.471.929) (1.985.485) 3.822.178 4.404.449 4.010.652 3.346.362 2.892.594 2.421.399 2.009.650

Net Benefit Kumulatif (15.246.000) (20.016.281) (23.847.832) (26.925.383) (29.397.312) (31.382.797) (27.560.619) (23.156.171) (19.145.519) (15.799.157) (12.906.563) (10.485.164) (8.475.514)

Tahun

Page 168: 2011 Hsi

150

Lampiran 20 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 3.360 3.780 3.570 3.444 3.150 2.940 2.688 2.520 2.310 2.310 2.100 2.100 1.890

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 43.680.000 49.140.000 46.410.000 44.772.000 40.950.000 38.220.000 34.944.000 32.760.000 30.030.000 30.030.000 27.300.000 27.300.000 24.570.000

Total Benefit 43.680.000 49.140.000 46.410.000 44.772.000 40.950.000 38.220.000 34.944.000 32.760.000 30.030.000 30.030.000 27.300.000 27.300.000 24.570.000

Discount Rate (12%) 0,0579 0,0465 0,0374 0,0300 0,0241 0,0194 0,0156 0,0125 0,0100 0,0081 0,0065 0,0052 0,0042

Present Value Benefit 2.529.770 2.285.937 1.734.089 1.343.683 987.131 740.018 543.444 409.220 301.300 242.008 176.713 141.938 102.606

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 2.988.000 2.988.000 2.988.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 12.339.000 12.339.000 13.079.000 10.311.000 10.311.000 11.051.000 11.051.000 10.311.000 10.311.000 11.051.000 10.311.000 10.311.000 11.051.000

Discount Rate (12%) 0,0579 0,0465 0,0374 0,0300 0,0241 0,0194 0,0156 0,0125 0,0100 0,0081 0,0065 0,0052 0,0042

Present Value Cost 714.625 573.996 488.691 309.450 248.555 213.970 171.864 128.799 103.453 89.059 66.743 53.609 46.150

Net Benefit 31.341.000 36.801.000 33.331.000 34.461.000 30.639.000 27.169.000 23.893.000 22.449.000 19.719.000 18.979.000 16.989.000 16.989.000 13.519.000

Present Value Net Benefit 1.815.145 1.711.941 1.245.398 1.034.233 738.577 526.048 371.581 280.421 197.847 152.949 109.970 88.329 56.456

Net Benefit Kumulatif (6.660.369) (4.948.429) (3.703.031) (2.668.798) (1.930.222) (1.404.174) (1.032.593) (752.173) (554.326) (401.377) (291.407) (203.078) (146.622)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R 24,44%

UraianTahun

-146.622

1,00

Page 169: 2011 Hsi

151

Lampiran 21 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Roburan Lombang Kecamatan

Panyabungan Selatan ( kelas kesesuaian lahan S2) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.470 1.890 2.100 2.310 2.520 2.730 2.940

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 19.110.000 24.570.000 27.300.000 30.030.000 32.760.000 35.490.000 38.220.000

Total Benefit - - - - - - 19.123.000 24.570.000 27.300.000 30.030.000 32.760.000 35.490.000 38.220.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8104 0,6567 0,5322 0,4313 0,3495 0,2832 0,2295 0,1860 0,1507 0,1221 0,0990 0,0802

Present Value Benefit - - - - - - 5.415.831 5.638.960 5.077.400 4.526.045 4.001.219 3.512.685 3.065.553

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 10.720.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.375.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 15.166.000 4.365.000 4.365.000 4.365.000 4.365.000 4.365.000 11.505.000 10.765.000 10.765.000 11.505.000 10.765.000 10.765.000 11.505.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8104 0,6567 0,5322 0,4313 0,3495 0,2832 0,2295 0,1860 0,1507 0,1221 0,0990 0,0802

Present Value Cost 15.166.000 3.537.277 2.866.513 2.322.944 1.882.451 1.525.487 3.258.334 2.470.631 2.002.132 1.734.004 1.314.808 1.065.485 922.794

Net Benefit (15.166.000) (4.365.000) (4.365.000) (4.365.000) (4.365.000) (4.365.000) 7.618.000 13.805.000 16.535.000 18.525.000 21.995.000 24.725.000 26.715.000

Present Value Net Benefit (15.166.000) (3.537.277) (2.866.513) (2.322.944) (1.882.451) (1.525.487) 2.157.496 3.168.329 3.075.268 2.792.041 2.686.410 2.447.200 2.142.759

Net Benefit Kumulatif (15.166.000) (18.703.277) (21.569.790) (23.892.734) (25.775.185) (27.300.672) (25.143.176) (21.974.847) (18.899.579) (16.107.538) (13.421.128) (10.973.927) (8.831.168)

Tahun

Page 170: 2011 Hsi

152

Lampiran 21 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 3.150 3.360 3.318 3.192 2.856 2.646 2.436 2.310 2.100 2.016 1.680 1.680 1.470

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 40.950.000 43.680.000 43.134.000 41.496.000 37.128.000 34.398.000 31.668.000 30.030.000 27.300.000 26.208.000 21.840.000 21.840.000 19.110.000

Total Benefit 40.950.000 43.680.000 43.134.000 41.496.000 37.128.000 34.398.000 31.668.000 30.030.000 27.300.000 26.208.000 21.840.000 21.840.000 19.110.000

Discount Rate (12%) 0,0650 0,0527 0,0427 0,0346 0,0280 0,0227 0,0184 0,0149 0,0121 0,0098 0,0079 0,0064 0,0052

Present Value Benefit 2.661.686 2.300.755 1.841.163 1.435.369 1.040.744 781.376 582.952 447.973 330.023 256.744 173.382 140.504 99.628

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.494.000 1.494.000 1.494.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 10.765.000 10.765.000 11.505.000 9.751.000 9.751.000 10.491.000 10.491.000 9.751.000 9.751.000 10.491.000 9.751.000 9.751.000 10.491.000

Discount Rate (12%) 0,0650 0,0527 0,0427 0,0346 0,0280 0,0227 0,0184 0,0149 0,0121 0,0098 0,0079 0,0064 0,0052

Present Value Cost 699.708 567.024 491.088 337.292 273.333 238.311 193.121 145.461 117.877 102.774 77.411 62.731 54.694

Net Benefit 30.185.000 32.915.000 31.629.000 31.745.000 27.377.000 23.907.000 21.177.000 20.279.000 17.549.000 15.717.000 12.089.000 12.089.000 8.619.000

Present Value Net Benefit 1.961.978 1.733.731 1.350.076 1.098.077 767.411 543.065 389.831 302.513 212.146 153.970 95.971 77.773 44.934

Net Benefit Kumulatif (6.869.191) (5.135.460) (3.785.384) (2.687.308) (1.919.896) (1.376.831) (987.000) (684.487) (472.342) (318.372) (222.400) (144.628) (99.693)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R 23,35%

-99.693

1,00

UraianTahun

Page 171: 2011 Hsi

153

Lampiran 22 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan

( kelas kesesuaian lahan S3) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.302 1.674 1.860 2.046 2.232 2.418 2.604

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 16.926.000 21.762.000 24.180.000 26.598.000 29.016.000 31.434.000 33.852.000

Total Benefit - - - - - - 16.939.000 21.762.000 24.180.000 26.598.000 29.016.000 31.434.000 33.852.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8313 0,6910 0,5744 0,4775 0,3969 0,3299 0,2742 0,2280 0,1895 0,1575 0,1309 0,1088

Present Value Benefit - - - - - - 5.588.484 5.968.146 5.512.280 5.040.323 4.570.685 4.116.023 3.684.655

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 2.187.500 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 11.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.375.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 16.043.500 4.614.000 4.614.000 4.614.000 4.614.000 4.614.000 11.754.000 11.014.000 11.014.000 11.754.000 11.014.000 11.014.000 11.754.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8313 0,6910 0,5744 0,4775 0,3969 0,3299 0,2742 0,2280 0,1895 0,1575 0,1309 0,1088

Present Value Cost 16.043.500 3.835.411 3.188.206 2.650.213 2.203.003 1.831.258 3.877.858 3.020.548 2.510.846 2.227.384 1.734.957 1.442.192 1.279.376

Net Benefit (16.043.500) (4.614.000) (4.614.000) (4.614.000) (4.614.000) (4.614.000) 5.185.000 10.748.000 13.166.000 14.844.000 18.002.000 20.420.000 22.098.000

Present Value Net Benefit (16.043.500) (3.835.411) (3.188.206) (2.650.213) (2.203.003) (1.831.258) 1.710.626 2.947.598 3.001.434 2.812.939 2.835.727 2.673.830 2.405.279

Net Benefit Kumulatif (16.043.500) (19.878.911) (23.067.117) (25.717.330) (27.920.333) (29.751.590) (28.040.965) (25.093.367) (22.091.932) (19.278.993) (16.443.266) (13.769.436) (11.364.157)

Tahun

Page 172: 2011 Hsi

154

Lampiran 22 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 2.790 2.976 2.939 2.827 2.530 2.344 2.158 2.046 1.860 1.786 1.488 1.488 1.302

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 38.688.000 38.688.000 38.204.400 36.753.600 32.884.800 30.466.800 28.048.800 26.598.000 24.180.000 23.212.800 19.344.000 19.344.000 16.926.000

Total Benefit 38.688.000 38.688.000 38.204.400 36.753.600 32.884.800 30.466.800 28.048.800 26.598.000 24.180.000 23.212.800 19.344.000 19.344.000 16.926.000

Discount Rate (12%) 0,0905 0,0752 0,0625 0,0520 0,0432 0,0359 0,0299 0,0248 0,0206 0,0171 0,0143 0,0118 0,0098

Present Value Benefit 3.500.444 2.909.762 2.388.521 1.910.072 1.420.625 1.094.071 837.274 659.989 498.745 398.001 275.700 229.177 166.692

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.743.000 1.743.000 1.743.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 11.014.000 11.014.000 11.754.000 9.831.000 9.831.000 10.571.000 10.571.000 9.831.000 9.831.000 10.571.000 9.831.000 9.831.000 10.571.000

Discount Rate (12%) 0,0905 0,0752 0,0625 0,0520 0,0432 0,0359 0,0299 0,0248 0,0206 0,0171 0,0143 0,0118 0,0098

Present Value Cost 996.534 828.374 734.854 510.914 424.700 379.607 315.551 243.941 202.777 181.248 140.116 116.472 104.106

Net Benefit 27.674.000 27.674.000 26.450.400 26.922.600 23.053.800 19.895.800 17.477.800 16.767.000 14.349.000 12.641.800 9.513.000 9.513.000 6.355.000

Present Value Net Benefit 2.503.910 2.081.389 1.653.666 1.399.159 995.926 714.464 521.723 416.047 295.967 216.753 135.584 112.705 62.586

Net Benefit Kumulatif (8.860.246) (6.778.858) (5.125.192) (3.726.033) (2.730.108) (2.015.644) (1.493.921) (1.077.874) (781.907) (565.154) (429.570) (316.865) (254.279)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R 12,00%

UraianTahun

-5.906

1,00

Page 173: 2011 Hsi

155

Lampiran 23 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan

( kelas kesesuaian lahan S3) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.860 2.232 2.418 2.530 2.604 2.678 2.790

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 24.180.000 29.016.000 31.434.000 32.884.800 33.852.000 34.819.200 36.270.000

Total Benefit - - - - - - 24.193.000 29.016.000 31.434.000 32.884.800 33.852.000 34.819.200 36.270.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8278 0,6853 0,5673 0,4696 0,3887 0,3218 0,2664 0,2205 0,1826 0,1511 0,1251 0,1036

Present Value Benefit - - - - - - 7.785.529 7.729.813 6.932.090 6.003.338 5.115.817 4.355.946 3.756.162

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 2.187.500 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 11.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 1.375.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 16.123.500 6.437.000 6.437.000 6.437.000 6.437.000 6.437.000 13.577.000 12.837.000 12.837.000 13.577.000 12.837.000 12.837.000 13.577.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8278 0,6853 0,5673 0,4696 0,3887 0,3218 0,2664 0,2205 0,1826 0,1511 0,1251 0,1036

Present Value Cost 16.123.500 5.328.642 4.411.128 3.651.596 3.022.844 2.502.355 4.369.203 3.419.755 2.830.923 2.478.571 1.939.966 1.605.932 1.406.049

Net Benefit (16.123.500) (6.437.000) (6.437.000) (6.437.000) (6.437.000) (6.437.000) 10.616.000 16.179.000 18.597.000 19.307.800 21.015.000 21.982.200 22.693.000

Present Value Net Benefit (16.123.500) (5.328.642) (4.411.128) (3.651.596) (3.022.844) (2.502.355) 3.416.326 4.310.058 4.101.167 3.524.767 3.175.851 2.750.014 2.350.113

Net Benefit Kumulatif (16.123.500) (21.452.142) (25.863.270) (29.514.866) (32.537.710) (35.040.065) (31.623.739) (27.313.681) (23.212.514) (19.687.747) (16.511.897) (13.761.883) (11.411.770)

Tahun

Page 174: 2011 Hsi

156

Lampiran 23 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 2.976 3.348 3.162 3.050 2.790 2.604 2.381 2.232 2.046 2.046 1.860 1.860 1.674

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 38.688.000 43.524.000 41.106.000 39.655.200 36.270.000 33.852.000 30.950.400 29.016.000 26.598.000 26.598.000 24.180.000 24.180.000 21.762.000

Total Benefit 38.688.000 43.524.000 41.106.000 39.655.200 36.270.000 33.852.000 30.950.400 29.016.000 26.598.000 26.598.000 24.180.000 24.180.000 21.762.000

Discount Rate (12%) 0,0857 0,0710 0,0587 0,0486 0,0403 0,0333 0,0276 0,0228 0,0189 0,0157 0,0130 0,0107 0,0089

Present Value Benefit 3.316.700 3.088.814 2.414.911 1.928.542 1.460.191 1.128.183 853.875 662.672 502.856 416.271 313.269 259.328 193.208

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 3.486.000 3.486.000 3.486.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 12.837.000 12.837.000 13.577.000 10.471.000 10.471.000 11.211.000 11.211.000 10.471.000 10.471.000 11.211.000 10.471.000 10.471.000 11.211.000

Discount Rate (12%) 0,0857 0,0710 0,0587 0,0486 0,0403 0,0333 0,0276 0,0228 0,0189 0,0157 0,0130 0,0107 0,0089

Present Value Cost 1.100.508 911.017 797.627 509.234 421.551 373.628 309.295 239.138 197.962 175.457 135.659 112.301 99.534

Net Benefit 25.851.000 30.687.000 27.529.000 29.184.200 25.799.000 22.641.000 19.739.400 18.545.000 16.127.000 15.387.000 13.709.000 13.709.000 10.551.000

Present Value Net Benefit 2.216.191 2.177.797 1.617.284 1.419.309 1.038.640 754.555 544.581 423.534 304.893 240.814 177.610 147.028 93.674

Net Benefit Kumulatif (9.195.579) (7.017.782) (5.400.498) (3.981.189) (2.942.549) (2.187.994) (1.643.414) (1.219.880) (914.987) (674.173) (496.563) (349.535) (255.861)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R 20,71%

UraianTahun

-255.861

1,00

Page 175: 2011 Hsi

157

Lampiran 24 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)

di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu (Kelas Kesesuaian Lahan S1)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.680 2.160 2.400 2.640 2.880 3.120 3.360

Harga (Rp) - - - - - - 6.803 6.803 6.803 6.803 6.803 6.803 6.803

Penerimaan (Rp) - - - - - - 11.429.254 14.694.755 16.327.506 17.960.256 19.593.007 21.225.757 22.858.508

Total Benefit - - - - - - 11.429.254 14.694.755 16.327.506 17.960.256 19.593.007 21.225.757 22.858.508

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 5.790.416 6.647.161 6.594.406 6.476.648 6.308.424 6.101.898 5.867.210

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 9.920.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000

4. Pupuk 1.375.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 14.366.000 3.588.000 3.588.000 3.588.000 3.588.000 3.588.000 12.648.000 11.908.000 11.908.000 12.648.000 11.908.000 11.908.000 12.648.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 14.366.000 3.203.571 2.860.332 2.553.868 2.280.239 2.035.928 6.407.870 5.386.574 4.809.441 4.560.996 3.834.057 3.423.265 3.246.427

Net Benefit (14.366.000) (3.588.000) (3.588.000) (3.588.000) (3.588.000) (3.588.000) (1.218.746) 2.786.755 4.419.506 5.312.256 7.685.007 9.317.757 10.210.508

Present Value Net Benefit (14.366.000) (3.203.571) (2.860.332) (2.553.868) (2.280.239) (2.035.928) (617.455) 1.260.586 1.784.964 1.915.653 2.474.366 2.678.633 2.620.783

Net Benefit Kumulatif (14.366.000) (17.569.571) (20.429.903) (22.983.771) (25.264.009) (27.299.937) (27.917.392) (26.656.805) (24.871.841) (22.956.188) (20.481.822) (17.803.189) (15.182.406)

Tahun

Page 176: 2011 Hsi

158

Lampiran 24 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 3.600 3.840 3.792 3.648 3.264 3.024 2.784 2.640 2.400 2.304 1.920 1.920 1.680

Harga (Rp) 6.803 6.803 6.803 6.803 6.803 6.803 6.803 6.803 6.803 6.803 6.803 6.803 6.803

Penerimaan (Rp) 24.491.258 26.124.009 25.797.459 24.817.808 22.205.408 20.572.657 18.939.906 17.960.256 16.327.506 15.674.405 13.062.004 13.062.004 11.429.254

Total Benefit 24.491.258 26.124.009 25.797.459 24.817.808 22.205.408 20.572.657 18.939.906 17.960.256 16.327.506 15.674.405 13.062.004 13.062.004 11.429.254

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 5.612.764 5.345.490 4.713.099 4.048.322 3.234.092 2.675.260 2.199.051 1.861.882 1.511.268 1.295.372 963.819 860.552 672.307

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit

3. Upah Tenaga Kerja 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000

4. Pupuk 717.000 717.000 717.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 11.908.000 11.908.000 12.648.000 11.671.000 11.671.000 12.411.000 12.411.000 11.671.000 11.671.000 12.411.000 11.671.000 11.671.000 12.411.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 2.729.006 2.436.613 2.310.742 1.903.793 1.699.815 1.613.921 1.441.001 1.209.895 1.080.263 1.025.676 861.179 768.910 730.056

Net Benefit 12.583.258 14.216.009 13.149.459 13.146.808 10.534.408 8.161.657 6.528.906 6.289.256 4.656.506 3.263.405 1.391.004 1.391.004 (981.746)

Present Value Net Benefit 2.883.758 2.908.877 2.402.357 2.144.529 1.534.277 1.061.339 758.050 651.987 431.004 269.696 102.639 91.642 (57.750)

Net Benefit Kumulatif (12.298.648) (9.389.771) (6.987.414) (4.842.885) (3.308.608) (2.247.270) (1.489.219) (837.232) (406.228) (136.532) (33.893) 57.750 0

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R 12,00%

UraianTahun

0

1,00

Page 177: 2011 Hsi

159

Lampiran 25 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)

di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu (Kelas Kesesuaian Lahan S1)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.430 1.430 1.430 1.430 1.430 1.430

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233

Total Benefit - - - - - - 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875

Present Value Benefit - - - - - - 9.416.871 8.407.920 7.507.072 6.702.743 5.984.592 5.343.385

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 9.920.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000

4. Pupuk 1.375.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000 717.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 14.366.000 3.588.000 3.588.000 3.588.000 3.588.000 3.588.000 12.648.000 11.908.000 11.908.000 12.648.000 11.908.000 11.908.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875

Present Value Cost 14.366.000 3.203.571 2.860.332 2.553.868 2.280.239 2.035.928 6.407.870 5.386.574 4.809.441 4.560.996 3.834.057 3.423.265

Net Benefit (14.366.000) (3.588.000) (3.588.000) (3.588.000) (3.588.000) (3.588.000) 5.939.233 6.679.233 6.679.233 5.939.233 6.679.233 6.679.233

Present Value Net Benefit (14.366.000) (3.203.571) (2.860.332) (2.553.868) (2.280.239) (2.035.928) 3.009.000 3.021.346 2.697.630 2.141.747 2.150.534 1.920.120

Net Benefit Kumulatif (14.366.000) (17.569.571) (20.429.903) (22.983.771) (25.264.009) (27.299.937) (24.290.937) (21.269.591) (18.571.960) (16.430.213) (14.279.679) (12.359.559)

Tahun

Page 178: 2011 Hsi

160

Lampiran 25 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 1.430 1.430 1.430 1.430 1.430 1.430 1.430 1.430 1.430 1.430 1.430 1.430 1.430

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233

Total Benefit 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233 18.587.233

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 4.259.714 3.803.316 3.395.818 3.031.980 2.707.125 2.417.076 2.158.104 1.926.878 1.720.427 1.536.096 1.371.514 1.224.566 1.093.363

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit

3. Upah Tenaga Kerja 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000

4. Pupuk 717.000 717.000 717.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 11.908.000 11.908.000 12.648.000 11.671.000 11.671.000 12.411.000 12.411.000 11.671.000 11.671.000 12.411.000 11.671.000 11.671.000 12.411.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 2.729.006 2.436.613 2.310.742 1.903.793 1.699.815 1.613.921 1.441.001 1.209.895 1.080.263 1.025.676 861.179 768.910 730.056

Net Benefit 6.679.233 6.679.233 5.939.233 6.916.233 6.916.233 6.176.233 6.176.233 6.916.233 6.916.233 6.176.233 6.916.233 6.916.233 6.176.233

Present Value Net Benefit 1.530.708 1.366.703 1.085.076 1.128.187 1.007.310 803.155 717.103 716.984 640.164 510.419 510.335 455.656 363.306

Net Benefit Kumulatif (9.304.398) (7.937.695) (6.852.619) (5.724.432) (4.717.121) (3.913.966) (3.196.864) (2.479.880) (1.839.717) (1.329.297) (818.962) (363.306) (0)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

UraianTahun

0

1,00

12,00%

Page 179: 2011 Hsi

161

Lampiran 26 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)

di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang (Kelas Kesesuaian Lahan S1)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 2.400 2.880 3.120 3.264 3.360 3.456 3.600

Harga (Rp) - - - - - - 6.182 6.182 6.182 6.182 6.182 6.182 6.182

Penerimaan (Rp) - - - - - - 14.836.583 17.803.899 19.287.557 20.177.752 20.771.216 21.364.679 22.254.874

Total Benefit - - - - - - 14.836.583 17.803.899 19.287.557 20.177.752 20.771.216 21.364.679 22.254.874

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 7.516.675 8.053.580 7.789.921 7.276.300 6.687.776 6.141.835 5.712.272

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 10.000.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000

4. Pupuk 1.375.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 14.446.000 4.385.000 4.385.000 4.385.000 4.385.000 4.385.000 13.445.000 12.705.000 12.705.000 13.445.000 12.705.000 12.705.000 13.445.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 14.446.000 3.915.179 3.495.695 3.121.156 2.786.747 2.488.167 6.811.655 5.747.097 5.131.336 4.848.402 4.090.670 3.652.384 3.450.997

Net Benefit (14.446.000) (4.385.000) (4.385.000) (4.385.000) (4.385.000) (4.385.000) 1.391.583 5.098.899 6.582.557 6.732.752 8.066.216 8.659.679 8.809.874

Present Value Net Benefit (14.446.000) (3.915.179) (3.495.695) (3.121.156) (2.786.747) (2.488.167) 705.019 2.306.483 2.658.585 2.427.898 2.597.106 2.489.451 2.261.275

Net Benefit Kumulatif (14.446.000) (18.361.179) (21.856.874) (24.978.030) (27.764.777) (30.252.944) (29.547.925) (27.241.442) (24.582.857) (22.154.959) (19.557.853) (17.068.403) (14.807.127)

Tahun

Page 180: 2011 Hsi

162

Lampiran 26 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 3.840 4.320 4.080 3.936 3.600 3.360 3.072 2.880 2.640 2.640 2.400 2.400 2.160

Harga (Rp) 6.182 6.182 6.182 6.182 6.182 6.182 6.182 6.182 6.182 6.182 6.182 6.182 6.182

Penerimaan (Rp) 23.738.532 26.705.849 25.222.190 24.331.996 22.254.874 20.771.216 18.990.826 17.803.899 16.320.241 16.320.241 14.836.583 14.836.583 13.352.924

Total Benefit 23.738.532 26.705.849 25.222.190 24.331.996 22.254.874 20.771.216 18.990.826 17.803.899 16.320.241 16.320.241 14.836.583 14.836.583 13.352.924

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 5.440.259 5.464.546 4.608.000 3.969.076 3.241.296 2.701.080 2.204.964 1.845.673 1.510.595 1.348.746 1.094.761 977.465 785.463

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit

3. Upah Tenaga Kerja 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000

4. Pupuk 1.434.000 1.434.000 1.434.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 12.705.000 12.705.000 13.445.000 11.751.000 11.751.000 12.491.000 12.491.000 11.751.000 11.751.000 12.491.000 11.751.000 11.751.000 12.491.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 2.911.658 2.599.695 2.456.351 1.916.843 1.711.467 1.624.325 1.450.290 1.218.188 1.087.668 1.032.288 867.082 774.181 734.762

Net Benefit 11.033.532 14.000.849 11.777.190 12.580.996 10.503.874 8.280.216 6.499.826 6.052.899 4.569.241 3.829.241 3.085.583 3.085.583 861.924

Present Value Net Benefit 2.528.601 2.864.851 2.151.649 2.052.233 1.529.830 1.076.756 754.674 627.484 422.927 316.458 227.679 203.285 50.701

Net Benefit Kumulatif (12.278.527) (9.413.676) (7.262.027) (5.209.794) (3.679.964) (2.603.208) (1.848.534) (1.221.050) (798.123) (481.665) (253.986) (50.701) (0)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R 12,00%

UraianTahun

0

1,00

Page 181: 2011 Hsi

163

Lampiran 27 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)

di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang (Kelas Kesesuaian Lahan S1)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.531 1.531 1.531 1.531 1.531 1.531 1.531

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337

Total Benefit - - - - - - 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 10.085.170 9.004.616 8.039.836 7.178.425 6.409.308 5.722.596 5.109.461

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 10.000.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000

4. Pupuk 1.375.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000 1.434.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 14.446.000 4.385.000 4.385.000 4.385.000 4.385.000 4.385.000 13.445.000 12.705.000 12.705.000 13.445.000 12.705.000 12.705.000 13.445.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 14.446.000 3.915.179 3.495.695 3.121.156 2.786.747 2.488.167 6.811.655 5.747.097 5.131.336 4.848.402 4.090.670 3.652.384 3.450.997

Net Benefit (14.446.000) (4.385.000) (4.385.000) (4.385.000) (4.385.000) (4.385.000) 6.461.337 7.201.337 7.201.337 6.461.337 7.201.337 7.201.337 6.461.337

Present Value Net Benefit (14.446.000) (3.915.179) (3.495.695) (3.121.156) (2.786.747) (2.488.167) 3.273.514 3.257.519 2.908.499 2.330.023 2.318.638 2.070.212 1.658.464

Net Benefit Kumulatif (14.446.000) (18.361.179) (21.856.874) (24.978.030) (27.764.777) (30.252.944) (26.979.429) (23.721.910) (20.813.411) (18.483.388) (16.164.750) (14.094.538) (12.436.073)

Tahun

Page 182: 2011 Hsi

164

Lampiran 27 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 1.531 1.531 1.531 1.531 1.531 1.531 1.531 1.531 1.531 1.531 1.531 1.531 1.531

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337

Total Benefit 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337 19.906.337

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 4.562.019 4.073.231 3.636.813 3.247.155 2.899.245 2.588.612 2.311.261 2.063.626 1.842.523 1.645.110 1.468.848 1.311.471 1.170.957

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit

3. Upah Tenaga Kerja 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000 10.080.000

4. Pupuk 1.434.000 1.434.000 1.434.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 12.705.000 12.705.000 13.445.000 11.751.000 11.751.000 12.491.000 12.491.000 11.751.000 11.751.000 12.491.000 11.751.000 11.751.000 12.491.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 2.911.658 2.599.695 2.456.351 1.916.843 1.711.467 1.624.325 1.450.290 1.218.188 1.087.668 1.032.288 867.082 774.181 734.762

Net Benefit 7.201.337 7.201.337 6.461.337 8.155.337 8.155.337 7.415.337 7.415.337 8.155.337 8.155.337 7.415.337 8.155.337 8.155.337 7.415.337

Present Value Net Benefit 1.650.361 1.473.536 1.180.462 1.330.312 1.187.779 964.287 860.971 845.437 754.855 612.822 601.766 537.291 436.195

Net Benefit Kumulatif (10.785.713) (9.312.177) (8.131.714) (6.801.402) (5.613.624) (4.649.336) (3.788.365) (2.942.928) (2.188.073) (1.575.251) (973.485) (436.195) 0

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R 12,00%

UraianTahun

0

1,00

Page 183: 2011 Hsi

165

Lampiran 28 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)

di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi ( kelas kesesuaian lahan S2)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 2.100 2.520 2.730 2.856 2.940 3.024 3.150

Harga (Rp) - - - - - - 7.378 7.378 7.378 7.378 7.378 7.378 7.378

Penerimaan (Rp) - - - - - - 15.494.602 18.593.522 20.142.983 21.072.659 21.692.443 22.312.227 23.241.903

Total Benefit - - - - - - 15.494.602 18.593.522 20.142.983 21.072.659 21.692.443 22.312.227 23.241.903

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 7.850.048 8.410.765 8.135.413 7.599.012 6.984.386 6.414.232 5.965.618

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 10.800.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 1.375.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 15.246.000 5.939.000 5.939.000 5.939.000 5.939.000 5.939.000 13.079.000 12.339.000 12.339.000 13.079.000 12.339.000 12.339.000 13.079.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 15.246.000 5.302.679 4.734.534 4.227.263 3.774.342 3.369.948 6.626.228 5.581.537 4.983.515 4.716.419 3.972.828 3.547.168 3.357.054

Net Benefit (15.246.000) (5.939.000) (5.939.000) (5.939.000) (5.939.000) (5.939.000) 2.415.602 6.254.522 7.803.983 7.993.659 9.353.443 9.973.227 10.162.903

Present Value Net Benefit (15.246.000) (5.302.679) (4.734.534) (4.227.263) (3.774.342) (3.369.948) 1.223.819 2.829.228 3.151.898 2.882.593 3.011.558 2.867.064 2.608.564

Net Benefit Kumulatif (15.246.000) (20.548.679) (25.283.213) (29.510.476) (33.284.818) (36.654.766) (35.430.947) (32.601.718) (29.449.821) (26.567.227) (23.555.669) (20.688.604) (18.080.040)

Tahun

Page 184: 2011 Hsi

166

Lampiran 28 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 3.360 3.780 3.570 3.444 3.150 2.940 2.688 2.520 2.310 2.310 2.100 2.100 1.890

Harga (Rp) 7.378 7.378 7.378 7.378 7.378 7.378 7.378 7.378 7.378 7.378 7.378 7.378 7.378

Penerimaan (Rp) 24.791.363 27.890.284 26.340.823 25.411.147 23.241.903 21.692.443 19.833.091 18.593.522 17.044.062 17.044.062 15.494.602 15.494.602 13.945.142

Total Benefit 24.791.363 27.890.284 26.340.823 25.411.147 23.241.903 21.692.443 19.833.091 18.593.522 17.044.062 17.044.062 15.494.602 15.494.602 13.945.142

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 5.681.541 5.706.905 4.812.370 4.145.109 3.385.052 2.820.876 2.302.756 1.927.530 1.577.592 1.408.564 1.143.315 1.020.817 820.299

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 2.988.000 2.988.000 2.988.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 12.339.000 12.339.000 13.079.000 10.311.000 10.311.000 11.051.000 11.051.000 10.311.000 10.311.000 11.051.000 10.311.000 10.311.000 11.051.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 2.827.780 2.524.804 2.389.484 1.681.947 1.501.739 1.437.068 1.283.096 1.068.908 954.382 913.282 760.828 679.310 650.056

Net Benefit 12.452.363 15.551.284 13.261.823 15.100.147 12.930.903 10.641.443 8.782.091 8.282.522 6.733.062 5.993.062 5.183.602 5.183.602 2.894.142

Present Value Net Benefit 2.853.760 3.182.101 2.422.886 2.463.161 1.883.313 1.383.809 1.019.660 858.622 623.210 495.282 382.487 341.507 170.243

Net Benefit Kumulatif (15.226.280) (12.044.179) (9.621.294) (7.158.133) (5.274.820) (3.891.011) (2.871.351) (2.012.728) (1.389.519) (894.237) (511.750) (170.243) 0

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R 12,00%

UraianTahun

0

1,00

Page 185: 2011 Hsi

167

Lampiran 29 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)

di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi ( kelas kesesuaian lahan S2)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.599 1.599 1.599 1.599 1.599 1.599 1.599

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206

Total Benefit - - - - - - 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 10.532.459 9.403.981 8.396.412 7.496.796 6.693.568 5.976.400 5.336.071

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 10.800.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 1.375.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000 2.988.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 15.246.000 5.939.000 5.939.000 5.939.000 5.939.000 5.939.000 13.079.000 12.339.000 12.339.000 13.079.000 12.339.000 12.339.000 13.079.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 15.246.000 5.302.679 4.734.534 4.227.263 3.774.342 3.369.948 6.626.228 5.581.537 4.983.515 4.716.419 3.972.828 3.547.168 3.357.054

Net Benefit (15.246.000) (5.939.000) (5.939.000) (5.939.000) (5.939.000) (5.939.000) 7.710.206 8.450.206 8.450.206 7.710.206 8.450.206 8.450.206 7.710.206

Present Value Net Benefit (15.246.000) (5.302.679) (4.734.534) (4.227.263) (3.774.342) (3.369.948) 3.906.230 3.822.444 3.412.896 2.780.378 2.720.740 2.429.232 1.979.018

Net Benefit Kumulatif (15.246.000) (20.548.679) (25.283.213) (29.510.476) (33.284.818) (36.654.766) (32.748.536) (28.926.092) (25.513.195) (22.732.818) (20.012.078) (17.582.845) (15.603.827)

Tahun

Page 186: 2011 Hsi

168

Lampiran 29 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 1.599 1.599 1.599 1.599 1.599 1.599 1.599 1.599 1.599 1.599 1.599 1.599 1.599

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206

Total Benefit 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206 20.789.206

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 4.764.349 4.253.883 3.798.110 3.391.170 3.027.830 2.703.420 2.413.768 2.155.150 1.924.241 1.718.072 1.533.993 1.369.637 1.222.890

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 2.988.000 2.988.000 2.988.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000 960.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 12.339.000 12.339.000 13.079.000 10.311.000 10.311.000 11.051.000 11.051.000 10.311.000 10.311.000 11.051.000 10.311.000 10.311.000 11.051.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 2.827.780 2.524.804 2.389.484 1.681.947 1.501.739 1.437.068 1.283.096 1.068.908 954.382 913.282 760.828 679.310 650.056

Net Benefit 8.450.206 8.450.206 7.710.206 10.478.206 10.478.206 9.738.206 9.738.206 10.478.206 10.478.206 9.738.206 10.478.206 10.478.206 9.738.206

Present Value Net Benefit 1.936.569 1.729.080 1.408.626 1.709.222 1.526.091 1.266.352 1.130.672 1.086.242 969.859 804.790 773.165 690.326 572.833

Net Benefit Kumulatif (13.667.258) (11.938.179) (10.529.553) (8.820.331) (7.294.239) (6.027.887) (4.897.215) (3.810.974) (2.841.115) (2.036.325) (1.263.160) (572.833) 0

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R 12,00%

UraianTahun

0

1,00

Page 187: 2011 Hsi

169

Lampiran 30 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)

di Desa : Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan ( kelas kesesuaian lahan S2)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.470 1.890 2.100 2.310 2.520 2.730 2.940

Harga (Rp) - - - - - - 7.573 7.573 7.573 7.573 7.573 7.573 7.573

Penerimaan (Rp) - - - - - - 11.132.478 14.313.186 15.903.540 17.493.894 19.084.248 20.674.602 22.264.956

Total Benefit - - - - - - 11.132.478 14.313.186 15.903.540 17.493.894 19.084.248 20.674.602 22.264.956

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 5.640.060 6.474.558 6.423.173 6.308.473 6.144.617 5.943.454 5.714.860

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 10.720.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.375.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 15.166.000 4.365.000 4.365.000 4.365.000 4.365.000 4.365.000 11.505.000 10.765.000 10.765.000 11.505.000 10.765.000 10.765.000 11.505.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 15.166.000 3.897.321 3.479.751 3.106.921 2.774.036 2.476.818 5.828.791 4.869.539 4.347.803 4.148.818 3.466.042 3.094.680 2.953.047

Net Benefit (15.166.000) (4.365.000) (4.365.000) (4.365.000) (4.365.000) (4.365.000) (372.522) 3.548.186 5.138.540 5.988.894 8.319.248 9.909.602 10.759.956

Present Value Net Benefit (15.166.000) (3.897.321) (3.479.751) (3.106.921) (2.774.036) (2.476.818) (188.731) 1.605.019 2.075.370 2.159.655 2.678.575 2.848.774 2.761.813

Net Benefit Kumulatif (15.166.000) (19.063.321) (22.543.073) (25.649.993) (28.424.030) (30.900.848) (31.089.579) (29.484.560) (27.409.190) (25.249.535) (22.570.960) (19.722.187) (16.960.374)

Tahun

Page 188: 2011 Hsi

170

Lampiran 30 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 3.150 3.360 3.318 3.192 2.856 2.646 2.436 2.310 2.100 2.016 1.680 1.680 1.470

Harga (Rp) 7.573 7.573 7.573 7.573 7.573 7.573 7.573 7.573 7.573 7.573 7.573 7.573 7.573

Penerimaan (Rp) 23.855.310 25.445.664 25.127.593 24.173.380 21.628.814 20.038.460 18.448.106 17.493.894 15.903.540 15.267.398 12.722.832 12.722.832 11.132.478

Total Benefit 23.855.310 25.445.664 25.127.593 24.173.380 21.628.814 20.038.460 18.448.106 17.493.894 15.903.540 15.267.398 12.722.832 12.722.832 11.132.478

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 5.467.021 5.206.687 4.590.717 3.943.202 3.150.114 2.605.793 2.141.950 1.813.535 1.472.025 1.261.736 938.792 838.207 654.849

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.494.000 1.494.000 1.494.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 10.765.000 10.765.000 11.505.000 9.751.000 9.751.000 10.491.000 10.491.000 9.751.000 9.751.000 10.491.000 9.751.000 9.751.000 10.491.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 2.467.060 2.202.732 2.101.920 1.590.599 1.420.178 1.364.245 1.218.076 1.010.855 902.549 867.003 719.506 642.416 617.115

Net Benefit 13.090.310 14.680.664 13.622.593 14.422.380 11.877.814 9.547.460 7.957.106 7.742.894 6.152.540 4.776.398 2.971.832 2.971.832 641.478

Present Value Net Benefit 2.999.961 3.003.955 2.488.797 2.352.603 1.729.936 1.241.548 923.874 802.681 569.477 394.734 219.285 195.791 37.734

Net Benefit Kumulatif (13.960.413) (10.956.458) (8.467.661) (6.115.059) (4.385.122) (3.143.575) (2.219.701) (1.417.020) (847.543) (452.810) (233.524) (37.734) (0)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

UraianTahun

12,00%

0

1,00

Page 189: 2011 Hsi

171

Lampiran 31 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)

di Desa : Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan ( kelas kesesuaian lahan S2)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.393 1.393 1.393 1.393 1.393 1.393 1.393

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590

Total Benefit - - - - - - 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 9.172.349 8.189.597 7.312.140 6.528.697 5.829.194 5.204.637 4.646.997

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 1.750.000 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 10.720.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.375.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000 1.494.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 15.166.000 4.365.000 4.365.000 4.365.000 4.365.000 4.365.000 11.505.000 10.765.000 10.765.000 11.505.000 10.765.000 10.765.000 11.505.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 15.166.000 3.897.321 3.479.751 3.106.921 2.774.036 2.476.818 5.828.791 4.869.539 4.347.803 4.148.818 3.466.042 3.094.680 2.953.047

Net Benefit (15.166.000) (4.365.000) (4.365.000) (4.365.000) (4.365.000) (4.365.000) 6.599.590 7.339.590 7.339.590 6.599.590 7.339.590 7.339.590 6.599.590

Present Value Net Benefit (15.166.000) (3.897.321) (3.479.751) (3.106.921) (2.774.036) (2.476.818) 3.343.558 3.320.058 2.964.337 2.379.878 2.363.152 2.109.957 1.693.950

Net Benefit Kumulatif (15.166.000) (19.063.321) (22.543.073) (25.649.993) (28.424.030) (30.900.848) (27.557.290) (24.237.232) (21.272.895) (18.893.016) (16.529.865) (14.419.908) (12.725.957)

Tahun

Page 190: 2011 Hsi

172

Lampiran 31 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 1.393 1.393 1.393 1.393 1.393 1.393 1.393 1.393 1.393 1.393 1.393 1.393 1.393

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590

Total Benefit 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590 18.104.590

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 4.149.105 3.704.558 3.307.641 2.953.251 2.636.831 2.354.314 2.102.066 1.876.844 1.675.754 1.496.209 1.335.901 1.192.768 1.064.972

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.494.000 1.494.000 1.494.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 10.765.000 10.765.000 11.505.000 9.751.000 9.751.000 10.491.000 10.491.000 9.751.000 9.751.000 10.491.000 9.751.000 9.751.000 10.491.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 2.467.060 2.202.732 2.101.920 1.590.599 1.420.178 1.364.245 1.218.076 1.010.855 902.549 867.003 719.506 642.416 617.115

Net Benefit 7.339.590 7.339.590 6.599.590 8.353.590 8.353.590 7.613.590 7.613.590 8.353.590 8.353.590 7.613.590 8.353.590 8.353.590 7.613.590

Present Value Net Benefit 1.682.045 1.501.826 1.205.721 1.362.652 1.216.653 990.068 883.989 865.990 773.205 629.206 616.394 550.352 447.857

Net Benefit Kumulatif (11.043.913) (9.542.087) (8.336.366) (6.973.715) (5.757.062) (4.766.993) (3.883.004) (3.017.014) (2.243.809) (1.614.603) (998.209) (447.857) 0

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

UraianTahun

12,00%

0

1,00

Page 191: 2011 Hsi

173

Lampiran 32 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)

di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan ( kelas kesesuaian lahan S3)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.302 1.674 1.860 2.046 2.232 2.418 2.604

Harga (Rp) - - - - - - 8.846 8.846 8.846 8.846 8.846 8.846 8.846

Penerimaan (Rp) - - - - - - 11.517.806 14.808.608 16.454.009 18.099.410 19.744.811 21.390.211 23.035.612

Total Benefit - - - - - - 11.517.806 14.808.608 16.454.009 18.099.410 19.744.811 21.390.211 23.035.612

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 5.835.279 6.698.662 6.645.498 6.526.829 6.357.301 6.149.175 5.912.668

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 2.187.500 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 11.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.375.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 16.043.500 4.614.000 4.614.000 4.614.000 4.614.000 4.614.000 11.754.000 11.014.000 11.014.000 11.754.000 11.014.000 11.014.000 11.754.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 16.043.500 4.119.643 3.678.253 3.284.154 2.932.280 2.618.108 5.954.942 4.982.174 4.448.370 4.238.610 3.546.213 3.166.262 3.016.959

Net Benefit (16.043.500) (4.614.000) (4.614.000) (4.614.000) (4.614.000) (4.614.000) (236.194) 3.794.608 5.440.009 6.345.410 8.730.811 10.376.211 11.281.612

Present Value Net Benefit (16.043.500) (4.119.643) (3.678.253) (3.284.154) (2.932.280) (2.618.108) (119.663) 1.716.488 2.197.128 2.288.218 2.811.087 2.982.913 2.895.709

Net Benefit Kumulatif (16.043.500) (20.163.143) (23.841.395) (27.125.549) (30.057.830) (32.675.937) (32.795.601) (31.079.113) (28.881.984) (26.593.766) (23.782.679) (20.799.766) (17.904.057)

Tahun

Page 192: 2011 Hsi

174

Lampiran 32 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 2.790 2.976 2.939 2.827 2.530 2.344 2.158 2.046 1.860 1.786 1.488 1.488 1.302

Harga (Rp) 8.846 8.846 8.846 8.846 8.846 8.846 8.846 8.846 8.846 8.846 8.846 8.846 8.846

Penerimaan (Rp) 24.681.013 26.326.414 25.997.334 25.010.093 22.377.452 20.732.051 19.086.650 18.099.410 16.454.009 15.795.848 13.163.207 13.163.207 11.517.806

Total Benefit 24.681.013 26.326.414 25.997.334 25.010.093 22.377.452 20.732.051 19.086.650 18.099.410 16.454.009 15.795.848 13.163.207 13.163.207 11.517.806

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 5.656.251 5.386.906 4.749.616 4.079.688 3.259.149 2.695.987 2.216.089 1.876.307 1.522.977 1.305.409 971.286 867.220 677.515

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.743.000 1.743.000 1.743.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 11.014.000 11.014.000 11.754.000 9.831.000 9.831.000 10.571.000 10.571.000 9.831.000 9.831.000 10.571.000 9.831.000 9.831.000 10.571.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 2.524.125 2.253.683 2.147.412 1.603.649 1.431.830 1.374.649 1.227.365 1.019.148 909.954 873.614 725.409 647.687 621.821

Net Benefit 13.667.013 15.312.414 14.243.334 15.179.093 12.546.452 10.161.051 8.515.650 8.268.410 6.623.009 5.224.848 3.332.207 3.332.207 946.806

Present Value Net Benefit 3.132.127 3.133.223 2.602.204 2.476.039 1.827.320 1.321.339 988.725 857.159 613.023 431.795 245.877 219.533 55.694

Net Benefit Kumulatif (14.771.930) (11.638.707) (9.036.503) (6.560.464) (4.733.144) (3.411.806) (2.423.081) (1.565.922) (952.898) (521.104) (275.227) (55.694) (0)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

UraianTahun

0

1,00

12,00%

Page 193: 2011 Hsi

175

Lampiran 33 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)

di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan ( kelas kesesuaian lahan S3)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.441 1.441 1.441 1.441 1.441 1.441 1.441

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244

Total Benefit - - - - - - 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 9.489.831 8.473.064 7.565.235 6.754.675 6.030.959 5.384.785 4.807.844

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 2.187.500 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 11.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 2.160.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.375.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000 1.743.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 16.043.500 4.614.000 4.614.000 4.614.000 4.614.000 4.614.000 11.754.000 11.014.000 11.014.000 11.754.000 11.014.000 11.014.000 11.754.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 16.043.500 4.119.643 3.678.253 3.284.154 2.932.280 2.618.108 5.954.942 4.982.174 4.448.370 4.238.610 3.546.213 3.166.262 3.016.959

Net Benefit (16.043.500) (4.614.000) (4.614.000) (4.614.000) (4.614.000) (4.614.000) 6.977.244 7.717.244 7.717.244 6.977.244 7.717.244 7.717.244 6.977.244

Present Value Net Benefit (16.043.500) (4.119.643) (3.678.253) (3.284.154) (2.932.280) (2.618.108) 3.534.889 3.490.889 3.116.866 2.516.064 2.484.746 2.218.523 1.790.885

Net Benefit Kumulatif (16.043.500) (20.163.143) (23.841.395) (27.125.549) (30.057.830) (32.675.937) (29.141.048) (25.650.159) (22.533.293) (20.017.229) (17.532.483) (15.313.959) (13.523.074)

Tahun

Page 194: 2011 Hsi

176

Lampiran 33 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 1.441 1.441 1.441 1.441 1.441 1.441 1.441 1.441 1.441 1.441 1.441 1.441 1.441

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244

Total Benefit 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244 18.731.244

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 4.292.718 3.832.784 3.422.128 3.055.472 2.728.100 2.435.803 2.174.824 1.941.808 1.733.757 1.547.997 1.382.140 1.234.054 1.101.834

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000 8.080.000

4. Pupuk 1.743.000 1.743.000 1.743.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000 560.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 11.014.000 11.014.000 11.754.000 9.831.000 9.831.000 10.571.000 10.571.000 9.831.000 9.831.000 10.571.000 9.831.000 9.831.000 10.571.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 2.524.125 2.253.683 2.147.412 1.603.649 1.431.830 1.374.649 1.227.365 1.019.148 909.954 873.614 725.409 647.687 621.821

Net Benefit 7.717.244 7.717.244 6.977.244 8.900.244 8.900.244 8.160.244 8.160.244 8.900.244 8.900.244 8.160.244 8.900.244 8.900.244 8.160.244

Present Value Net Benefit 1.768.593 1.579.101 1.274.716 1.451.823 1.296.270 1.061.155 947.460 922.660 823.803 674.383 656.731 586.367 480.013

Net Benefit Kumulatif (11.754.481) (10.175.380) (8.900.663) (7.448.841) (6.152.571) (5.091.416) (4.143.956) (3.221.296) (2.397.493) (1.723.110) (1.066.379) (480.013) 0

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

UraianTahun

0

1,00

12,00%

Page 195: 2011 Hsi

177

Lampiran 34 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)

di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan ( kelas kesesuaian lahan S3)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.860 2.232 2.418 2.530 2.604 2.678 2.790

Harga (Rp) - - - - - - 8.750 8.750 8.750 8.750 8.750 8.750 8.750

Penerimaan (Rp) - - - - - - 16.274.408 19.529.290 21.156.730 22.133.195 22.784.171 23.435.148 24.411.612

Total Benefit - - - - - - 16.274.408 19.529.290 21.156.730 22.133.195 22.784.171 23.435.148 24.411.612

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 8.245.122 8.834.059 8.544.849 7.981.452 7.335.893 6.737.045 6.265.853

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 2.187.500 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 11.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 1.375.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 16.123.500 6.437.000 6.437.000 6.437.000 6.437.000 6.437.000 13.577.000 12.837.000 12.837.000 13.577.000 12.837.000 12.837.000 13.577.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 16.123.500 5.747.321 5.131.537 4.581.729 4.090.830 3.652.527 6.878.531 5.806.807 5.184.649 4.896.002 4.133.170 3.690.331 3.484.878

Net Benefit (16.123.500) (6.437.000) (6.437.000) (6.437.000) (6.437.000) (6.437.000) 2.697.408 6.692.290 8.319.730 8.556.195 9.947.171 10.598.148 10.834.612

Present Value Net Benefit (16.123.500) (5.747.321) (5.131.537) (4.581.729) (4.090.830) (3.652.527) 1.366.591 3.027.252 3.360.200 3.085.450 3.202.723 3.046.714 2.780.975

Net Benefit Kumulatif (16.123.500) (21.870.821) (27.002.358) (31.584.088) (35.674.918) (39.327.444) (37.960.854) (34.933.602) (31.573.402) (28.487.952) (25.285.229) (22.238.515) (19.457.540)

Tahun

Page 196: 2011 Hsi

178

Lampiran 34 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 2.976 3.348 3.162 3.050 2.790 2.604 2.381 2.232 2.046 2.046 1.860 1.860 1.674

Harga (Rp) 8.750 8.750 8.750 8.750 8.750 8.750 8.750 8.750 8.750 8.750 8.750 8.750 8.750

Penerimaan (Rp) 26.039.053 29.293.934 27.666.494 26.690.029 24.411.612 22.784.171 20.831.242 19.529.290 17.901.849 17.901.849 16.274.408 16.274.408 14.646.967

Total Benefit 26.039.053 29.293.934 27.666.494 26.690.029 24.411.612 22.784.171 20.831.242 19.529.290 17.901.849 17.901.849 16.274.408 16.274.408 14.646.967

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 5.967.479 5.994.119 5.054.565 4.353.722 3.555.413 2.962.844 2.418.648 2.024.538 1.656.988 1.479.454 1.200.855 1.072.192 861.583

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 3.486.000 3.486.000 3.486.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 12.837.000 12.837.000 13.577.000 10.471.000 10.471.000 11.211.000 11.211.000 10.471.000 10.471.000 11.211.000 10.471.000 10.471.000 11.211.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 2.941.909 2.626.705 2.480.467 1.708.047 1.525.042 1.457.874 1.301.673 1.085.495 969.192 926.505 772.634 689.852 659.468

Net Benefit 13.202.053 16.456.934 14.089.494 16.219.029 13.940.612 11.573.171 9.620.242 9.058.290 7.430.849 6.690.849 5.803.408 5.803.408 3.435.967

Present Value Net Benefit 3.025.570 3.367.415 2.574.098 2.645.675 2.030.371 1.504.970 1.116.975 939.044 687.796 552.949 428.222 382.341 202.115

Net Benefit Kumulatif (16.431.971) (13.064.556) (10.490.458) (7.844.783) (5.814.412) (4.309.441) (3.192.466) (2.253.422) (1.565.626) (1.012.677) (584.456) (202.115) (0)

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

UraianTahun

0

1,00

12,00%

Page 197: 2011 Hsi

179

Lampiran 35 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)

di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan ( kelas kesesuaian lahan S3)

Uraian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Benefit

Jumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) - - - - - - 1.680 1.680 1.680 1.680 1.680 1.680 1.680

Harga (Rp) - - - - - - 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) - - - - - - 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476

Total Benefit - - - - - - 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Benefit - - - - - - 11.062.532 9.877.261 8.818.983 7.874.092 7.030.439 6.277.178 5.604.623

Cost

1. Peralatan 610.000 - - - - - 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit 2.187.500 - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 11.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 2.240.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 1.375.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000 3.486.000

5. Obat-obatan 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 711.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 16.123.500 6.437.000 6.437.000 6.437.000 6.437.000 6.437.000 13.577.000 12.837.000 12.837.000 13.577.000 12.837.000 12.837.000 13.577.000

Discount Rate (12%) 1,0000 0,8929 0,7972 0,7118 0,6355 0,5674 0,5066 0,4523 0,4039 0,3606 0,3220 0,2875 0,2567

Present Value Cost 16.123.500 5.747.321 5.131.537 4.581.729 4.090.830 3.652.527 6.878.531 5.806.807 5.184.649 4.896.002 4.133.170 3.690.331 3.484.878

Net Benefit (16.123.500) (6.437.000) (6.437.000) (6.437.000) (6.437.000) (6.437.000) 8.258.476 8.998.476 8.998.476 8.258.476 8.998.476 8.998.476 8.258.476

Present Value Net Benefit (16.123.500) (5.747.321) (5.131.537) (4.581.729) (4.090.830) (3.652.527) 4.184.001 4.070.454 3.634.334 2.978.089 2.897.269 2.586.847 2.119.745

Net Benefit Kumulatif (16.123.500) (21.870.821) (27.002.358) (31.584.088) (35.674.918) (39.327.444) (35.143.443) (31.072.989) (27.438.656) (24.460.566) (21.563.298) (18.976.451) (16.856.706)

Tahun

Page 198: 2011 Hsi

180

Lampiran 35 (Lanjutan)

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

BenefitJumlah Produksi (lump

mangkuk) (kg) 1.680 1.680 1.680 1.680 1.680 1.680 1.680 1.680 1.680 1.680 1.680 1.680 1.680

Harga (Rp) 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000

Penerimaan (Rp) 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476

Total Benefit 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476 21.835.476

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Benefit 5.004.128 4.467.971 3.989.260 3.561.839 3.180.214 2.839.476 2.535.247 2.263.613 2.021.083 1.804.539 1.611.195 1.438.567 1.284.435

Cost

1. Peralatan 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000 800.000 60.000 60.000 800.000 60.000 60.000 800.000

2. Bibit - - - - - - - - - - - - -

3. Upah Tenaga Kerja 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000 8.160.000

4. Pupuk 3.486.000 3.486.000 3.486.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000 1.120.000

5. Obat-obatan 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000 1.131.000

Total Cost 12.837.000 12.837.000 13.577.000 10.471.000 10.471.000 11.211.000 11.211.000 10.471.000 10.471.000 11.211.000 10.471.000 10.471.000 11.211.000

Discount Rate (12%) 0,2292 0,2046 0,1827 0,1631 0,1456 0,1300 0,1161 0,1037 0,0926 0,0826 0,0738 0,0659 0,0588

Present Value Cost 2.941.909 2.626.705 2.480.467 1.708.047 1.525.042 1.457.874 1.301.673 1.085.495 969.192 926.505 772.634 689.852 659.468

Net Benefit 8.998.476 8.998.476 8.258.476 11.364.476 11.364.476 10.624.476 10.624.476 11.364.476 11.364.476 10.624.476 11.364.476 11.364.476 10.624.476

Present Value Net Benefit 2.062.219 1.841.267 1.508.793 1.853.792 1.655.172 1.381.603 1.233.574 1.178.119 1.051.892 878.033 838.561 748.716 624.967

Net Benefit Kumulatif (14.794.487) (12.953.220) (11.444.428) (9.590.635) (7.935.464) (6.553.861) (5.320.287) (4.142.169) (3.090.277) (2.212.244) (1.373.682) (624.967) 0

Net Present Value (NPV)

Net B/C Ratio

I R R

UraianTahun

0

1,00

12,00%

Page 199: 2011 Hsi

181

Lampiran 36 Rekapitulasi harga pasar lump karet tingkat petani di Kabupaten

Mandailing Natal dan harga di tingkat pabrik di Propinsi

Sumatera

No Tahun Bulan Harga pasar

tingkat petani

Harga pasar

tingkat pabrik

1 2008 Januari 6.500 20.100

2 Februari 6.000 22.025

3 Maret 8.975 22.700

4 April 8.875 22.450

5 Mei 9.950 23.050

6 Juni 10.250 23.900

7 Juli 9.375 25.025

8 Agustus 9.750 24.875

9 September 7.625 23.650

10 Oktober 5.500 16.925

11 November 5.650 16.250

12 Desember 3.875 12.675

13 2009 Januari 3.750 12.875

14 Februari 4.375 13.125

15 Maret 4.375 11.500

16 April 4.625 12.625

17 Mei 5.250 13.500

18 Juni 5.675 13.250

19 Juli 5.650 11.500

20 Agustus 5.725 14.625

21 September 5.650 16.250

22 Oktober 7.975 18.250

23 November 8.125 19.750

24 Desember 9.075 21.262

25 2010 Januari 10.500 21.675

26 Februari 10.800 24.675

27 Maret 11.200 25.500

28 April 11.800 26.500

29 Mei 13.500 26.000

30 Juni 12.600 25.200

31 Juli 12.000 23.850

32 Agustus 12.500 24.850

33 September 13.600 26.500

34 Oktober 15.000 28.200

35 November 16.000 33.500

36 Desember 17.000 34.500 Sumb

er : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal dan

Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara

Page 200: 2011 Hsi

182