2h makalah-pelatihan bidan madura

16
T T a a n n g g g g u u n n g g J J a a w w a a b b H H u u k k u u m m & & E E t t i i k k a a P P r r o o f f e e s s i i T T e e n n a a g g a a K K e e s s e e h h a a t t a a n n M M a a k k a a l l a a h h d d i i s s a a m m p p a a i i k k a a n n p p a a d d a a P P e e l l a a t t i i h h a a n n B B i i d d a a n n a a n n g g g g o o t t a a I I B B I I B B a a n n g g k k a a l l a a n n s s e e b b a a g g a a i i K K e e g g i i a a t t a a n n L L P P P P M M Universitas Trunojoyo Sepulu, 20 September 2005 oleh Dr. Eman Suparman,S.H.,M.H. Detaser Unijoyo 2005

Upload: nurani-atikasari

Post on 26-Nov-2015

28 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

12

TRANSCRIPT

  • TTaanngggguunngg JJaawwaabb HHuukkuumm && EEttiikkaa

    PPrrooffeessii TTeennaaggaa

    KKeesseehhaattaann

    MMaakkaallaahh ddiissaammppaaiikkaann ppaaddaa PPeellaattiihhaann BBiiddaann aannggggoottaa IIBBII

    BBaannggkkaallaann sseebbaaggaaii KKeeggiiaattaann LLPPPPMM Universitas Trunojoyo

    Sepulu, 20 September 2005

    oleh Dr. Eman Suparman,S.H.,M.H.

    Detaser Unijoyo 2005

  • 2

    Dr. Eman Suparman,S.H.,M.H.2

    Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

    I. Pendahuluan Diundang untuk ikut urun rembug menyampaikan materi berkaitan dengan aspek hukum dan etika profesi dalam pembinaan anggota Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang Bangkalan dalam rangka Sosialisasi Pencegahan Infeksi pada Pelayanan Kebidanan di Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan, sungguh merupakan kehormatan. Oleh karena itu, dengan perasaan tersanjung dan bangga saya sampaikan penghargaan dan terima kasih, terutama kepada Ketua LPPM Unijoyo dan juga kepada Ketua Pengurus Cabang IBI Bangkalan atas kepercayaan dan kehormatan ini.

    1 Makalah disampaikan pada Pembinaan Anggota Ikatan Bidan Indonesia

    (IBI) dalam rangka Sosialisasi Pencegahan Infeksi pada Pelayanan Kebidanan, di Kecamatan Sepulu, Bangkalan Madura, Selasa, 20 September 2005.

    2 Lektor Kepala pada Fakultas Hukum Unpad, Tim Detasering Universitas

    Trunojoyo, 2005.

  • 3

    Sungguh tidak mudah untuk dapat menyampaikan dengan baik, sesuatu pandangan mengenai aspek hukum dan etika profesi di hadapan para peserta pertemuan profesi tenaga kesehatan, seperti pertemuan para bidan kali ini. Perhatian peserta tentunya lebih terfokus pada substansi pokok yakni acara Sosialisasi Pencegahan Infeksi pada Pelayanan Kebidanan. Namun demikian, saya akan mencoba memaparkan sesuatu yang tidak kalah pentingnya dengan tugas-tugas sehari-hari para bidan dalam menangani pasien di tempat kerja. Oleh karena disadari maupun tidak, tugas-tugas para bidan sebagai salah satu unsur tenaga kesehatan terikat oleh norma-norma baik yang berasal dari etika profesi maupun norma hukum yang berlaku dan mengikat setiap warga negara. Kedua aspek tersebut, baik etika profesi maupun norma hukum hampir tidak mungkin dihindari berlakunya dalam pelaksanaan tugas-tugas profesi apa pun di negara kita ini. Sebagai konsekuensi logis dari mengikatnya etika profesi dan hukum terhadap setiap pelaku tugas-tugas profesional, maka setiap subjek pelaku tugas profesional selalu dapat diminta pertanggungjawaban, baik secara hukum maupun

  • 4

    berdasarkan etika profesi. Tanggung jawab hukum dikenal dengan sebutan gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana. Sedangkan tanggung jawab berdasarkan etika profesi kita kenal dengan tuntutan pertanggungjawaban dari Majelis Kode Etik Profesi. Semoga paparan berikut dapat bermanfaat serta memberikan pencerahan bagi para peserta pertemuan ini. Dalam suasana yang menyenangkan ini, ijinkan saya untuk menggunakan istilah medik dalam rangka mencoba menjawab pertanyaan: Sejauhmana tenaga kesehatan dalam hal ini bidan dapat diminta pertanggungjawaban berdasarkan hukum maupun etika profesi ketika menjalankan tugasnya sebagai pemberi pelayanan kesehatan maternal dan neonatal? Sebelum memasuki uraian mengenai tanggung jawab berdasarkan hukum maupun berdasarkan etika profesi, sebagai pengantar penulis sajikan prolog berikut ini. Kesehatan merupakan salah satu yang mutlak dibutuhkan manusia. Namun ironisnya, dunia medis masih dianggap sebagai salah satu dunia yang sedikit sekali diketahui orang awam. Kelompok profesional medis dan keahliannya

  • 5

    seakan menjadi pengetahuan yang eksklusif bagi mereka saja. Kondisi ini terjadi, bahkan saat pasien sebagai konsumen berhadapan dengan keadaan yang menyangkut keselamatan dirinya. Padahal sesungguhnya pasien berhak mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan perlakuan medis maupun obat yang dikonsumsinya. Dalam kesempatan acara Sosialisasi Pencegahan Infeksi pada Pelayanan Kebidanan seperti sekarang ini, sekali lagi saya minta ijin untuk mengajak para peserta memahami sekilas pengetahuan tentang hukum dalam rangka menambah wawasan serta pencerahan pengetahuan, sehingga dalam melaksanakan tugas sebagai tenaga kesehatan, ibu-ibu bidan dapat memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dan bermartabat. Jika pelayanan kesehatan yang diberikan para bidan kepada para ibu-ibu hamil dan melahirkan telah sedemikian berkualitas dan bermartabat sekaligus dekat dengan masyarakat, maka pelayanan semacam itu akan terhindar dari bayang-bayang tuntutan hukum maupun tuntutan etika profesi.

  • 6

    II. Kasus Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan di Indonesia Dari situs inovasi online, dijumpai sebuah artikel yang menyebutkan bahwa: sampai saat ini, kematian ibu masih merupakan salah satu masalah prioritas di bidang kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Setiap satu jam dua orang ibu di Indonesia meninggal saat melahirkan karena berbagai penyebab. Jika seorang ibu meninggal, maka anak-anak yang ditinggalkannya mempunyai kemungkinan tiga hingga sepuluh kali lebih besar untuk meninggal dalam waktu 2 tahun bila dibandingkan dengan mereka yang masih mempunyai kedua orang tua. Hal ini tentu hanya salah satu akibat yang sangat memprihatinkan. Republika online memuat informasi, Direktur Maternal and Neonatal Health (MNH) Dr. Abdullah Cholil MPH, menegaskan bahwa Secara umum memang angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi. Dulu akhir tahun 1980-an, AKI-nya masih 800 orang per 100 ribu kelahiran. Sepuluh tahun kemudian angkanya menurun menjadi 400-450 per 100 ribu. Tetapi, setelah diamati setiap tahun ternyata AKI-nya tidak mengalami penurunan.

  • 7

    Tetap saja sekian. Di samping itu juga keprihatinan kita disebabkan krisis ekonomi yang membuat masalah kesehatan perempuan semakin terkesampingkan. Oleh sebab itu, berbagai upaya dicoba untuk menekan dan mengurangi AKI.

    Permasalahan AKI yang terdeteksi masih tinggi ini setidak-tidaknya disebabkan oleh dua faktor, yaitu: pertama, sosio-kultural seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, adanya norma-norma tertentu dalam adat tentang perlakuan terhadap perempuan, dan lain-lain. Yang kedua, masalah lainnya yang tak kalah penting adalah sosio-teknikal, yang juga paling banyak menyebabkan AKI, yaitu karena terbatasnya perempuan dalam mengakses pelayanan kesehatan, tidak terampil, dana yang terbatas, perilaku budaya, kurang gender sensitive, dan lain-lain. Di samping dua faktor yang disebutkan di atas, ternyata masih ada penyebab AKI lainnya, yaitu: penyebab langsung dan tidak langsung. Untuk penyebab langsung, terungkap, sekitar 50 persen AKI terjadi oleh pendarahan waktu hamil, pada saat persalinan, dan selama proses persalinannya. Sedangkan yang menjadi sebab tak

  • 8

    langsung diketahui karena adanya tiga terlambat, yaitu: terlambat mencari pertolongan, terlambat membawa ke tempat rujukan, dan terlambat memberi pertolongan di tempat rujukan. Hal lain yang tidak dapat diabaikan karena berisiko terjadinya AKI tinggi adalah ibu-ibu yang mengalami 5-terlalu dalam melahirkan yaitu: (1) terlalu muda, (2) terlalu tua, (3) terlalu banyak, (4) terlalu sering, dan (5) terlalu berdekatan jaraknya. Masih dari Republika online diketahui bahwa berdasarkan hasil penelitian MNH, AKI lebih banyak karena pendarahan, maka MNH mengadakan pelatihan kepada para bidan dan ibu-ibu yang akan melahirkan. Hasilnya, ternyata dengan bidan yang kompeten dan terlatih, paling tidak 50 persen pendarahan bisa dicegah. Pelatihan itu dilakukan juga melalui program Asuhan Persalinan Normal (APN) bagi para bidan dan di rumah-rumah sakit.

    III. Kapan tanggung jawab hukum dan etika profesi tenaga kesehatan dipersoalkan?

  • 9

    Maraknya kasus dugaan malpraktik belakangan ini, khususnya di bidang perawatan ibu dan anak, menjadi peringatan dan sekaligus sebagai dorongan untuk lebih memperbaiki kualitas pelayanan. Melaksanakan tugas dengan berpegang pada janji profesi dan tekad untuk selalu meningkatkan kualitas diri perlu untuk selalu dipelihara. Kerja sama yang melibatkan segenap tim pelayanan kesehatan perlu dieratkan dengan kejelasan dalam wewenang dan fungsinya. Oleh karena tanpa mengindahkan hal-hal yang disebutkan tadi, maka konsekuensi hukum akan muncul tatkala terjadi penyimpangan kewenangan atau karena kelalaian. Sebagai contoh umpamanya, terlambat memberi pertolongan terhadap pasien yang seharusnya segera mendapat pertolongan, merupakan salah satu bentuk kelalaian yang tidak boleh terjadi. Mengenai hal itu jelas dapat diketahui dari Pasal 54 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu: Tenaga kesehatan yang melakukan

    kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin. Selanjutnya dari

  • 10

    penjelasan pasal tersebut dapat diketahui bahwa tindakan disiplin berupa tindakan administratif, misalnya pencabutan izin untuk jangka waktu tertentu atau hukuman lain sesuai dengan kesalahan atau kelalaian yang dilakukan. Khusus berkenaan dengan wewenang bidan diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

    363/Men.Kes/Per/IX/1980 tentang Wewenang Bidan. Dari sudut hukum, profesi tenaga kesehatan dapat diminta pertanggungjawaban berdasarkan hukum perdata, hukum pidana, maupun hukum administrasi. Tanggung jawab dari segi hukum perdata didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 BW (Burgerlijk Wetboek), atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Apabila tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian pada pasien, maka tenaga kesehatan tersebut dapat digugat oleh pasien atau keluarganya yang merasa dirugikan itu berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW, yang bunyinya sebagai berikut: Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena

  • 11

    salahnya menerbitkan kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hati.

    Dari segi hukum pidana juga seorang tenaga kesehatan dapat dikenai ancaman Pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidana tersebut dikenakan kepada seseorang (termasuk tenaga kesehatan) yang karena kelalaian atau kurang hati-hati menyebabkan orang lain (pasien) cacat atau bahkan sampai meninggal dunia. Meski untuk mengetahui ada tidaknya unsur kelalaian atau kekurang hati-hatian dalam tindakan seseorang tersebut perlu dibuktikan menurut prosedur hukum pidana. Ancaman pidana untuk tindakan semacam itu adalah penjara paling lama lima tahun. Tentu saja semua ancaman, baik ganti rugi perdata maupun pidana penjara, harus terlebih dahulu dibuktikan berdasarkan pemeriksaan di depan pengadilan. Oleh karena yang berwenang memutuskan seseorang itu bersalah atau tidak adalah hakim dalam sidang pengadilan. Tanggung jawab dari segi hukum administratif, tenaga kesehatan dapat dikenai sanksi berupa pencabutan surat izin praktik apabila melakukan tindakan medik tanpa

  • 12

    adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya. Tindakan administratif juga dapat dikenakan apabila seorang tenaga kesehatan:

    1. melalaikan kewajiban; 2. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh

    diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan;

    3. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;

    4. melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang.

    Selain oleh aturan hukum, profesi kesehatan juga diatur oleh kode etik profesi (etika profesi). Namun demikian, menurut Dr. Siswanto Pabidang, masalah etika dan hukum kadangkala masih dicampur baurkan, sehingga pengertiannya menjadi kabur. Seseorang yang melanggar etika dapat saja melanggar hukum dan tentu saja seseorang yang melanggar hukum akan melanggar pula etika. Oleh

  • 13

    karena itu, menurut Samil RS1 yang mengutip pernyataan Davis & Smith, bahwa ada hubungan antara etik kedokteran dan hukum kedokteran, yaitu: 1. sesuai etik dan sesuai hukum; 2. bertentangan dengan etik dan bertentangan dengan

    hukum;

    3. sesuai dengan etik tetapi bertentangan dengan hukum; dan

    4. bertentangan dengan etik tetapi sesuai dengan hukum.

    IV. Adakah Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kesehatan?

    Dari perspektif perlindungan konsumen, maraknya tuntutan pasien terhadap cara dan hasil kerja paramedis atau tenaga kesehatan sesungguhnya merupakan gejala yang positif. Hal itu menandakan semakin tumbuhnya kesadaran hukum masyarakat, khususnya kesadaran konsumen terhadap hak-haknya, yaitu antara lain untuk memperoleh pelayanan yang baik maupun ganti rugi,

    2 Samil RS, Etika Kedokteran penerapan masa kini; Seminar konflik etiko-legal dan sengketa medik di Rumah Sakit. Jakarta, 2000.

  • 14

    apabila tenaga kesehatan atau paramedis terbukti melakukan malpraktik (melakukan penyimpangan dari standar profesi). Artinya, pada dewasa ini telah muncul fenomena dimana pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan tidak lagi bersikap pasrah alias nrimo seperti pada waktu-waktu yang lampau. Terlebih lagi setelah pemerintah mengundangkan Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Satu di antara ketentuannya adalah bahwa: Pasien sebagai konsumen pelayanan jasa kesehatan, berhak atas keamanan, kenyamanan, dan keselamatan, informasi yang benar, jelas, dan jujur serta menuntut ganti rugi apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya selama melakukan pelayanan kesehatan ternyata melakukan kesalahan atau

    kelalaian yang merugikan pasien.

    Untuk mengantisipasi kejadian seperti yang diuraikan di atas, maka Pasal 23 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah menetapkan bahwa: Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan

  • 15

    Pemerintah Nomor 23 Tahun 1996, yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah bentuk-bentuk perlindungan yang antara lain berupa: rasa aman dalam melaksanakan tugas profesinya, perlindungan terhadap keadaan membahayakan yang dapat mengancam keselamatan fisik atau jiwa, baik karena alam maupun perbuatan manusia.

    Perlindungan hukum akan senantiasa diberikan kepada pelaku profesi apa pun sepanjang pelaku profesi tersebut bekerja dengan mengikuti prosedur baku sebagaimana tuntutan bidang ilmunya, sesuai dengan etika serta moral yang hidup dan berlaku dalam masyarakat.

    Mengakhiri paparan ini, harapan saya semoga apa

    yang telah disampaikan membawa manfaat bagi para peserta sekalian sekaligus dapat memberikan pencerahan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pengabdian dan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas dan bermartabat. Lebih dari itu pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil dan melahirkan dapat memberikan kontribusi dalam rangka mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan dan Angka Kematian Bayi (AKB). Sekian, kurang lebihnya saya mohon maaf.***

  • 16

    Daftar Bacaan

    Abdullah Cholil, Keterbatasan Mengakses Pelayanan Kesehatan; dalam Republika Online, Selasa, 15 Juni 2004.

    Elsi Dwi Hapsari, Kontribusi Penting Menyelamatkan Persalinan Sehat dan Buku KIA; dalam Inovasi Online Vol.2/XVI/November 2004.

    Emi Dwi Hendarti, Implementasi Kewenangan Bidan Pondok Bersalin Desa (Polindes) dalam Tindakan Medis (Studi di Puskesmas Tawangsari, Kecamatan Trowulan, Mojokerto); dalam JIPTUMM Online.

    Samil RS, Etika Kedokteran penerapan masa kini; Seminar konflik etiko-legal dan sengketa medik di Rumah Sakit. Jakarta, 2000; dalam Siswanto Pabidang & Andriana Pakendek, Etika Profesi, Hukum Kesehatan dan Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan; Makalah - IDI Cabang Pamekasan, Madura, 2005.

    Siswanto Pabidang & Andriana Pakendek, Etika Profesi, Hukum Kesehatan dan Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan; Makalah - IDI Cabang Pamekasan, Madura, 2005.

    +++