3. agency theori dalam pespektif syariah.pdf

16
30 AGENCY THEORI DALAM PESPEKTIF SYARIAH Drs. Elfianto, M.Si Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang Abstrack Agency theory is an important, yet controversial theory. This paper reviews Agency theory. Its contribution to organization theory and the extant empirical work and develops testable propositions especially in Islamic organization. This paper indicate that conception Agency theory with values of syari'ah enabled to adopt value which is consisted in delegation of authority and responsibility, while Islam's have same caracteristic, that is existence two mentioned as elementary matter in perpective execution of Khalifatullah Fill Ardh. Key word: Agency theory 1. Latar Belakang Agency theory yang lahir dalam dekade kapitalisme yang man tap menjadikan teori ini semakin identik dengan semangat dan jiwa kapitalisme. Agency theory lahir sebagai dampak dari pengaruh kapitalisme yang begitu kental dalam bidang bisnis. Kelabiran Agency theory sendiri tidak bisa dilepaskan dari pernikiran kaum profesional kapitalis lebih khususnya lagi para akuntan kapitalis sebagai usaha untuk mengurangi pertentangan atau konflik dari pihak-pihak yang mengadakan kontrak karena usahanya memperoleh keuntungan yang sebesar-besamya dari adanya kontrak tersebut. Sebenarnya Agency theory ini merupakan suatu teori deskriptif yang berusaha untuk menerangkan tindakan atau aksi dari pihak-pihak yang terlibat hubungan kontrak terhadap perubahan metode pengukuran akuntansi yang dilakukan oleh pihak perusahaan atau manajemen (Kiswara, 1999, 5 dan Kelly, 1983, 183). Dengan kata lain bahwa Agency theory memberikan suatu penjelasan dari praktik teori akuntansi konvensional atau lebih dikenal dengan teori akuntansi positif dalam suatu realitas yang berhubungan dengan hubungan keagenan atau agency relationship. Seperti penjelasan Kelly (1983, 193), "Agency theory is used to explain reactions of contracting parties to changes in methods of accounting measurements". Dari definisi yang diberikan Kelly, dapat di tarik kesimpulan bahwa sebenarnya ada suatu kontradiksi dalam Agency theory yang diakibatkan adanya konflik kepentingan antara pemilik perusahaan (principal) dan Manajer perusahaan (agent). Eisenhardt (1989) mengemukakan bahwa problem yang timbul dari hubungan kerja antara dua pihak -pemberi kerja (principal) dan pelaksana pekerjaan (agent) disebabkan dua hal: pertama, keterbatasan pemberi kerja atau pemilik untuk memperoleh informasi dari pemegang pekerjaan atau manajemen setiap saat yang dikehendaki pemilik; Kedua, sikap yang berbeda antara pemilik (principal) dan manajemen (agent) dalam menghadapi dan menerima resiko. Permasalahan yang muncul dalam hubungan agency menurut Eisenhard (1989) adalah asumsi dasar manusia (self interest, bounded

Upload: soel-rock-perdoz

Post on 01-Dec-2015

204 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

30

AGENCY THEORI

DALAM PESPEKTIF SYARIAH

Drs. Elfianto, M.Si

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

Abstrack

Agency theory is an important, yet controversial theory. This paper reviews Agency

theory. Its contribution to organization theory and the extant empirical work and

develops testable propositions especially in Islamic organization. This paper indicate

that conception Agency theory with values of syari'ah enabled to adopt value which is

consisted in delegation of authority and responsibility, while Islam's have same

caracteristic, that is existence two mentioned as elementary matter in perpective

execution of Khalifatullah Fill Ardh.

Key word: Agency theory

1. Latar Belakang

Agency theory yang lahir dalam

dekade kapitalisme yang man tap

menjadikan teori ini semakin identik

dengan semangat dan jiwa

kapitalisme. Agency theory lahir

sebagai dampak dari pengaruh

kapitalisme yang begitu kental dalam

bidang bisnis. Kelabiran Agency

theory sendiri tidak bisa dilepaskan

dari pernikiran kaum profesional

kapitalis lebih khususnya lagi para

akuntan kapitalis sebagai usaha untuk

mengurangi pertentangan atau konflik

dari pihak-pihak yang mengadakan

kontrak karena usahanya memperoleh

keuntungan yang sebesar-besamya

dari adanya kontrak tersebut.

Sebenarnya Agency theory ini

merupakan suatu teori deskriptif yang

berusaha untuk menerangkan tindakan

atau aksi dari pihak-pihak yang terlibat

hubungan kontrak terhadap perubahan

metode pengukuran akuntansi yang

dilakukan oleh pihak perusahaan atau

manajemen (Kiswara, 1999, 5 dan

Kelly, 1983, 183).

Dengan kata lain bahwa Agency

theory memberikan suatu penjelasan

dari praktik teori akuntansi

konvensional atau lebih dikenal

dengan teori akuntansi positif dalam

suatu realitas yang berhubungan

dengan hubungan keagenan atau

agency relationship.

Seperti penjelasan Kelly (1983,

193), "Agency theory is used to

explain reactions of contracting

parties to changes in methods of

accounting measurements". Dari

definisi yang diberikan Kelly, dapat di

tarik kesimpulan bahwa sebenarnya

ada suatu kontradiksi dalam Agency

theory yang diakibatkan adanya

konflik kepentingan antara pemilik

perusahaan (principal) dan Manajer

perusahaan (agent). Eisenhardt (1989)

mengemukakan bahwa problem yang

timbul dari hubungan kerja antara dua

pihak -pemberi kerja (principal) dan

pelaksana pekerjaan (agent)

disebabkan dua hal: pertama,

keterbatasan pemberi kerja atau

pemilik untuk memperoleh informasi

dari pemegang pekerjaan atau

manajemen setiap saat yang

dikehendaki pemilik; Kedua, sikap

yang berbeda antara pemilik

(principal) dan manajemen (agent)

dalam menghadapi dan menerima

resiko.

Permasalahan yang muncul

dalam hubungan agency menurut

Eisenhard (1989) adalah asumsi dasar

manusia (self interest, bounded

Page 2: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

31

rasionality, dan risk aversion)

sehingga yang menjadi tekanan dalam

teori keagenan adalah organisasi

(adanya konflik tujuan antar anggota)

dan informasi ( merupakan komoditi

yang bisa dibeli).

Manajemen, sebagai penerima

kerja dari pihak pcmilik-pemberi kerja

harus melaporkan tanggung jawab atas

dana yang telah diamanatkan

kepadanya. Dilain pihak principal

sebagai pemberi kerja atau pemberi

amanah memberikan kompensasi atas

apa yang telah dilakukan oleh

manajemen dengan insentif baik

berupa fasiiitas finansial maupun non

finansial (Machfoedz,1997,l). Dari

perbedaan persepsi dan sikap

mengenai pemberian infonnasi yang

akan digunakan untuk pemberian

insentif dari kedua pihak yang

mengadakan hubungan tersebui

dengan sendirinya akan menimbulkan

suatu masalah.

Informasi yang dilaporkan oleh

manajemen mengenai harta kekayaan

yang dimiliki oleh pemilik (principal)

yang telah dipercayakan kepadanya

untuk dikeiola semuanya tercermin

dalam bentuk laporan keuangan.

Laporan keuangan itu sendiri tidak

bisa dilepaskan dari keberadaan

akuntansi sebagai media untuk

menghasiikan laporan keuangan

tersebut. Sedangkan akuntansi yang

sekarang ini menjadi pedonian banyak

negara adalah produk dari sistem

ekonomi kapitaiis. Sehingga akuntansi

yang berkembang sekarang sejalan dan

sejiwa dengan pandangan kapitalisme..

Dalam hubungannya dengan

Agency theory bahwa akuntansi yang

sekarang dikenal yang lebih biasa

disebut akuntansi konvensional telah

memberikan peiuang yang besar untuk

praktek-praktek yang biasa menghiasi

konflik dalam Agency theory seperti:

window dressing, off-balancesheet dan

lain sebagainya (Machfoedz, 1997,2).

Agency theory sendiri mencerminkan

penjelasan yang berkaitan dengan

laporan keuangan dan antisipasi atas

ketiadaan teori akuntansi yang bersifat

komprehensif (Kiswara, 1999, 5). Jadi

dapat ditarik suatu aksioma bahwa

akuntansi konvensional yang

merupakan produk kapitalisme secara

teoritis dan praktis telah memberikan

suatu kesempatan pada pihak yang

membuat laporan keuangan untuk

memaksimalkan tingkat kepuasannya.

Kelahiran akuntansi

konvensional dan Agency theory

sebenarnya hampir bersamaan, atau

boleh dikatakan bahwa Agency theory

merupakan tunas yang lahir dari

adanya akar akuntansi konvensional,

sehingga dapat ditarik kesimpulan

bahwa kedua bentuk realitas tersebut

merupakan suatu produk yang

dihasiikan dan sualu input yang sama

yaitu pandangan / ideologi kapitalis.

Dapat dipastikan bahwa konsep

akuntansi konvensional yang sekarang

ini telah didesain sedemikian rupa

pada akhirnya memberikan

keuntungan bagi manajemen dan

pemilik modal {shareholder).

Perjalanan akuntansi

konvensional sebagai suatu ilmu dan

teknologi yang bertujuan untuk

kepada pihak-pihak yang

berkepentingan dalam pengambilan

keputusan bisnis telah mengalami

Berbagai kritik dari berbagai pihak.

Kritik-kritik ini lebih nampak sebagai

rasa ketidakpuasan terhadap apa

sesungguhnya yang diberikan

akuntansi konvensional pada

masyarakat akan informasi keuangan

yang benar, jujur, dan adil (Zulkifli

dan Sulastiningsih, 1998, 165). Secara

jelas bahwa akuntansi konvensional

telah mereduksi dimensi

pertanggungjawaban atau

accountability dalam domain yang

lebih kecil yakni shareholder.

Page 3: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

32

Tulisan ini mencoba mengkaji

theory agency dalam perspektif

syariah yang diawali: dengan

kelemahan theory agency.

konvcnsional, persoalan-persoalan

yang timbul dari Agency theory dan

diakhiri dengan upaya

mendeskontruksi agency theory dalam

perspektif syari'ah.

2. Agency theory Sebuah Tinjauan Agency theory'yang lahir sekitar

tahun 1970an oleh pakar-pakar

akuntansi Amerika Serikat merupakan

suatu cubitan yang sangat pedas untuk

dunia akuntansi yang telah lama

mencapai kemapanan. Dimana peran

akuntansi sebagai media informasi

untuk pihak diluar perusahaan

dipertanyakan reliabilitasnya.

(Machfoedz, 1997, 1). Lahirnya

Agency theory berawal dari adanya

bentuk koorporasi yang memisahkan

dengan tegas antara kepemilikan

perusahaan dengan kontroi atau

dengan kata lain ada pemisahan yang

jelas antara pemilik perusahaan

dengan pihak manajemen. Semakin

rumit dan ,| besarnya suatu perusahaan

membuat pihak pemilik tidak bisa

secara intensif mengelola

perusahaannya, sehingga meminta

pihak manajemen untuk mengelola

kelangsungan hidup perusahaan dalam

usahanya mendapatkan profit.

Selanjutnya manajemen dianggap

sebagai "agent" dan pemilik dianggap

sebagai "principal". Hubungan

tersebut oleh banyak ahli disebut

dengan hubungan keagenan (agency

relationship).

Jensen dan Meckling (1976)

tentang Agency relationship memberi

suatu definisi sebagai berikut:

An agency relationship is

defined as "a contract under

which one or more persons

(principal(s)) engage another

person (the agent) to perform

some service on their behalf

which involves delegating

some decision making ;

authority to agent" (Jensen and

Meckling, 1976, p 308)

Definisi yang diutarakan oleh Jensen

dan Meckling, mengandung pengertian

bahwa suatu pendelegasian wewenang

telah diberikan oleh pihak pemilik

kepada pihak perusahaan dalam

bentuk pembuatan keputusan dalam

perusahaan. Dalam konteks

perusahaan, manajemen bertindak

sebagai orang yang diberi amanah oleh

pemilik modal (Shareholder dan

bondholder ). Hubungan tersebut

memberi konsekuensi, manajemen

yang bertindak atas nama perusahaan

dituntut melaksanakan kepentingan

principal, dengan kata lain manajemen

yang telah diberi otorisasi dalam

pengambilan keputusan secara sadar

harus bertindak dalam konteks yang .

memberi keuntungan pada

kepentingan principal.

Masalah yang timbul dari

Agency relationship ini sebenarnya

bermula dari adanya hasrat pihak

manajemen untuk tidak bertindak demi

kepentingan terbaik dari principal.

Seperti kata Kelly (1983, 194), "acting

in their own self-interst, manager do

not always. make decision that are

optimal for principal”. Contoh klasik

dari fenomena ini, dimana pemilik dari

perusahaan menyewa atau

mempekerjakan seorang manajer

untuk mengoperasikan perusahaannya

dan menginginkan manajemen untuk

membuat keputusan-keputusan yang

memberi nilai tambah bagi kekayaan

pemilik malah tidak bisa bertindak

seperti yang diinginkan oleh principal

dari hubungan kerja tersebut;

Manajemen seringkali membuat

keputusan yang memaksimalkan

kekayaan diri manajemen daripada

untuk memaksimalkan kekayaan

principal. Dimana manajemen sering

Page 4: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

33

melakukan aktivitas yang tidak efesien

dengan pengkonsumsian natura

perusahaan yang tentunya merupakan

beban dari principal.

Bermula dari konflik

kepentingan tersebut, Agency theory

dilahirkan, sebagai suatu jembatan

bagi para pelaku bisnis dalam

menganalisa tindakan dari pihak-pihak

yang terlibat hubungan keagenan

dalam kaitannya dengan laporan

keuangan. Agency theory sendiri

sebenarnya sebuah teori deskriptif

yang berusaha menjelaskan hubungan

teori akuntansi positif dengan praktek

akuntansi dalam hubungan keagenan.

Sebagai suatu teori deskriptif Agency

theory mengandung nilai-nilai

penjelasan, seperti misalnya

penggunaan historical cost harus

dijelaskan seluk-beluk yang berkaitan

dan mendasari penggunaan tersebut.

Agency theory merupakan teori

yang utama dalam keuangan modern

dan merupakan suatu dimensi

penelitiart akuntansi positif (positive

accounting research). Sebagai suatu

bagian dari positive accounting

research maka Agency theory menjadi

teori yang didominasi oleh

kepercayaan tentang realitas fisik,

yang mengklaim bahwa terdapat dunia

atau realitas obyektif yang berada di

luar diri manusia. Sebagai

konsekuensinya teori ini hanya bisa

diperoleh atau dianggap ilmiah bila

subyek .dapat secara tepat dan

obyektif menemukan realitas obyektif

tadi (Chua, 1986, 606). Oleh

karenanya teori ini merupakan suatu

ilmu atau teori yang bebas nilai

sehingga akuntanpun hukumnya

haram untuk memberikan

pertimbangan nilai (value judgement)

atas laporan atau informasi yang ia

hasilkan dalam hubungannya dengan

hubungan keagenan tersebut. Dengan

memakai asumsi seperti itu, yaitu

obyektivitas dan kenetralan yang

tinggi, menjadikan akuntansi yang

banyak dibahas dalam Agency theory

menjadi sebuah dimensi yang kaku.

Dimana angka-angka yang ada dalam

akuntansi dianggap angka-angka

"sakral" yang membantu

meningkatkan kesejahteraan ekonomi

pihak-pihak yang berkepentingan

melalui pengambilan keputusan

mereka. Kelly (1987,183) memberi

penjelasan tentang Agency theory sebagai berikut: "Agency theory is used to explain reactions of the constracting parties to changes in methods of accounting measurements". Kiswara (1999, 5-8); Zimmer dan Whittred (1990, 21-37), lebih lanjut mendefinisikan bahwa Agency theory adalah suatu teori deskriptif yang menjelaskan tentang agency relationship, asumsi dasar yang mendasari dalam hubungan tersebut, konflik yang melekat dan biaya-biaya yang terjadi dari hubungan keagenan tersebut serta hal-hal yang berkaitan dengan perubahan dan pemilihan metode akuntansi. Secara garis besar Agency theory memberikan gambaran tentang laporan keuangan dengan teori akuntansi rnehurut asal muasalnya dan menjelaskan mengenai perancangannya yang didasarkan pada teori ekonomi, asumsi dasar perilaku manusia, dan problem resiko yang kesemuanya termaktub dalam Agency theory itu sendiri (Kiswara, 1999,8). Sedangkan menurut Cope land dan Weston (1988, 20) seperti yang dikutip oleh Roslender (1992, 161) menyatakan bahwa ukuran dan pertimbangan penting dalam Agency theory adalah perefleksian sifat dari problem yang ditimbulkan dalam agency relationship; yakni apakah manajer mempunyai insentif yang bagus untuk memaksimalkan kekayaan shareholder. Ditambahkan juga bahwa penekanan dalam Agency theory adalah pada problem agency cost yang timbul dalam organisasi bisnis modern.

Page 5: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

34

Kelly (1983, 194), juga

menyebutkah bahwa ada dua konflik

potensial dari kebefadaan kepentingan

kedua pihak tersebut yaitu principal

sebagai pemberi kerja dan manajemen

/ agen sebagai pihak yang diberi kerja.

Dua konflik tersebut adalah

shareholder / manager conflict yang

menimbulkan agency cost of equity

dan bondholder / shareholder-

management conflict yang

menimbulkan agency cost of debt

3. Asumsi Dasar Agency theory

Asumsi dasar dari Agency theory

adalah bahwasanya: (1) pihak-pihak

yang ada dalam hubungan keagenan

tersebut adalah individu-individu yang

berusaha untuk memaksimalkan

tingkat kepuasan/kepentingan masing-

masing melalui sumber dayanya yang

memadai dan inovasinya dalam

bertindak, dan (2) pihak-pihak yang

terlibat dalam hubungan keagenan

mampu membentuk expectations atau

pengharapan yang tidak bias mengenai

masa depan, dimana manajemen

perusahaan yang secara aktual

menanggung konsekuensi biaya dari

perbedaan perilaku melalui

pengurangan pada hargadari klaim

atau hak pada perusahaan (Zimmer

dan Whittred, 1990,27; Kiswara,

1999,8).

Konflik-konflik kepentingan

yang terjadi dalam agency relationship

merupakan akibat dari asumsi yang

dipakai dalam Agency theory ini.

Essensi dari penyebab problem

kepentingan yang paling dominan

adalah bahwa kedua belah pihak yang

terlibat dakm kesepakatan merupakan

individu-individu yang memiliki sifat

untuk memuaskan kepentingannya

sendiri atau utility maximisers

(Roslender, 1992, 161). Asumsi yang

dipakai dalam Agency theory

sebenarnya merupakan perefleksian

dari ideologi kapitalisme. Marx dalam

bukunya Capital volume III, telah

memberi suatu pandangan bahwa

adanya suatu pemisahan yang tegas

antara kepemilikan dengan kontrol

dalam perusahaan merupakan

transformasi dari nilai-nilai

kapitalisme. Marx seperti yang dikutip

Roslender (1992,164) mengatakan:

The actually functioning

capitalist [is transformed]

into a mere manager,

administrator of other

people's capital and the

owner of capital into mere

owner, a mere money

capitalist ..... The total

profit (for salary of the

manajer is, or should be

simply the wage of a

specific type of skilled

labour) _____ Is

henceforth

.... Mere compensation for

owning capital that now is

divorced from the function

in the actual process of

reproduction, just as this

function in the person of

the manager is divorced

from ownership of capital.

(Marx, quoted in CottreU,

1984,p.79)

Dengan asumsi tersebut ada

suatu alasan bagi principal sebagai

pemilik perusahaan untuk tidak

mempercayai komitmen agent dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan

kepentingan terbaik dari principal.

Sehingga principal demi menjaga

kekayaan yang ada dalam otoritas

agent akan membuat batasan agar

manajemen sebagai agent dapat

bertindak sesuai dengan kepentingan

principal atau paling tidak mengurangi

penyimpangan yang dilakukan oleh

agent terhadap kepentingan principal.

Dalam hal ini principal dapat

melakukan tiga hal yang berkaitan

dengan kebijakan yang dibuat untuk

menjamin dilaksanakannya segala

amanah yang telah didelegasikan

Page 6: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

35

kepada agent, adapun kebijakan yang

dapat diambil oleh principal ialah:

1. Ancaman pengambilalihan.

Dimana dalam ha I ini jika

manajemen sebagai pihak yang

diberi otoritas dalam pengambilan

keputusan sebagai wakil dari

principal tidak bisa berbuat (dalam

hal pengambilan keputusan) sesuai

dengan kepentingan terbaik dari

principal maka pihak principal

dapat melakukan pengambilalihan

wewenang yang telah diberikannya

kepada agent.

2. Ancaman pemecatan

Pemecatan dapat dilakukan oleh

principal jika dengan sengaja

principal mengetahui bahwa

kekayaan yang telah didelegasikan

kepada agent secara sengaja telah

digunakan tidak pada kepentingan

yang terbaik baik principal.

Kebijakan ini hampir sama dengan

kebijakan pengambilalihan seperti

yang tersebut di atas.

3. Program insentif dengan

berdasarkan prestasi kerja agent

dalam hal pelaksanaan

kewajibannya terhadap principal.

Program insentif ini dapat berupa

financial atau non-financial.

Ternyata dalam kenyataannya

kebijakan yang paling banyak dianut

oleh principal dalam hal yang berkaitan

dengan tindakan preventif tersebut

adalah dengan program insentif untuk

penilaian prestasi kerja manajer disertai

peningkatan aktivitas monitoring

(Roslender, 1992, 161). Karena agent

mempunyai keleluasaan dalam hal

penentuan kebijakan yang berkaitan

dengan laporan keuangan perusahaan

yang digunakan untuk menilai kinerja

manajemen dalam program insentif

maka principal mengadakan

pengeluaran - pengeluaran yang

Bertujuan untuk memonitoring

penyimpangan-penyimpangan yang

dilakukan oleh agent, dalam hal ini lebih

dikenal dengan monitoring expenditures.

Di lain pihak pada beberapa situasi

dimana principal membayar agent untuk

membelanjakan sumber daria

'perusahaan (bonding expenditures)

guna menjamin bahwa tindakan yang

dilakukan oleh agent tidak akan

merugikan principal atau menjamin

bahwa principal akan diganti

kerugiannya jika agent bertindak yang

merugikan principal. Pada kebanyakan

hubungan keagenan meskipun principal

dan agent telah melakukan positive

monitoring - bonding expenditures, tetap

masih ada perbedaan keputusan diantara

kedua belah pihak. Dan dolar atau

rupiah ekuivalen dari perbedaan tersebut

disebut dengan residual loss.

4. Agency cost

Agency cost didefinisikan oleh

Weston dan Brigham (1994, 21);

Zimmer dan Whittred (1990,20)^

sebagai biaya yang berkaitan dengan

pemantauan tindakan manajemen guna

menjamin tindakan tersebut konsisten

dengan kesepakatan kontrak antara

manajer, pemegang saham (shareholder)

dan kreditor (bondholder ). Agency cost

ini terbentuk dari Residual loss, bonding

expenditures yang dikeluarkan oleh

agent dan monitoring expenditures yang

dilakukan oleh principal (Kelly 1983,

194); Jensen dan Meckling, 1990, 85;

Zimmer dan Whittred, 1990, 23).

Secara lebih sederhana agency cost

timbul sebagai akibat dari adanya biaya-

biaya yang dikeluarkan untuk resiko dari

adanya pengambilan keputusan

yang dilakukan oleh pihak manajemen

yang tidak sesuai dengan apa yang

diharapkan oleh principal dari

diadakannya kontrak kerja tersebut.

Keseluruhan dari biaya-biaya tersebut

(agency cost) merupakan biaya yang

Page 7: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

36

ditanggung oleh principal, alasan yang

mendasarinya adalah bahwa principal

yang merupakan pemilik sumber dana

mengharapkan bahwa jumlah yang ada

dalam agency cost itu masih lebih

sedikit dari pada biaya yang akan

ditimbulkan jika agent secara leluasa

memaksimalkan kepentingannya tanpa

tindakan preventif tersebut (Roslender,

1992, 162-163). Watt, menjelaskan

konsep biaya agent atau agency cost

sebagai berikut:

Pengeluaran atas

pengamatan merupakan

pengeluaran oleh principal

dalam rangka mengawasi

tindakan-t indakan agent

(seperti kos pengukuran atas

tindakan agent, dan kos

dalam rangka kebijakan

pengadaan kompensasi).

Agent berhak untuk

mengadakan pengeluaran

guna menjamin bahwa

mereka tidak akan

mengganggu kepentingan

principal atau justru berniat

mengkompensasikannya

bagi kepentingan para

principal atas adanya

perikatan kontrak itu.

Akhirnya, walaupun atas

perikatan kontrak dan

pengamatan, namun

bagaimanapun juga,

tindakan yang diambil oleh

agent akan berbeda terhadap

dirinya sendiri ....

Akibatnya terhadap aspek

kemakmuran, dengan

adanya perbedaan tindakan

ini (didefinisikan) sebagai

sisa kerugian (lihat

Kiswara, 1999, 8-9).

Suatu kesimpulan dapat diambil

bahwa agency cost merupakan suatu

biaya yang dikorbankan atau

dikeluarkan dari adanya expectation

gap dari kedua belah pihak dimana

keseluruhan dari biaya tersebut

ditanggung oleh principal. Dimana

semakin besar biaya itu dikeluarkan

maka akan semakin besar kerugian

yang ditanggung oleh satu pihak dan

akan semakin besar keuntungan yang

dinikmati oleh pihak lain.

Keberadaan dan besarnya

agency ccwrsangat tergantung pada

sifat dari monitoring expenditures,

selera manajer terhadap manfaat-

manfaat yang berkaitan dengan

keuangan dan penawaran dari manajer

potensial yang mampu untuk

melakukan kegiatan yang berisiko

guna kekayaan pribadi mereka. Jadi

jika expenditures monitoring adalah

kosong (nol) maka agency cost juga

akan nol. Tetapi ini sangatlah tidak

mungkin terjadi kecuali jika manajer

adalah memiliki 100 % perusahaan.

Seperti telah diulas diatas bahwa

agency cost ini dibagi menjadi dua,

yaitu : (1) agency cost of equity, (2)

agency cost of debt.

Agency cost of Equity Agency cost of equity

merupakan suatu hasil dari

pengurangan nilai perusahaan

(reduction in firm's value) akibat dari

tindakan manajemen sebagai agent

yang lebih mementingkan kepentingan

pribadinya dari pada kepentingan

shareholder (Zimmer dan Whittred,

1990, 23). Dalam hubungannya

dengan agency cost of equity, insentif

merupakan bagian penting dari

perilaku kehidupan manusia dalam

hubungan keagenan. Seperti yang

diulas diatas bahwa program preventif

yang dilakukan oleh principal adalah

dengan kebijakan insentif atau

program kompensasi yang dinilai

dengan laporan keuangan sebagai

suatu symbol ukuran kinerja manajer.

Berdasarkan konsep kapitalisme,

kekuatan insentif dapat

Page 8: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

37

secara langsung dirasakan dalam

dimensi hubungan keagenan ini. Pada

kasus Agency theory, data empiris

(Jensen dan Meckling, 1976)

menunjukkan bahwa manajer akan

selalu berusaha menunjukkan

performance finansial yang baik

melalui media laporan keuangan untuk

para pemodal apabila mereka

diberikan insentif berupa finansial

(Machfoedz, 1997, 13). Watt dan

Zimmerman (1978) seperti yang

dikutip Supomo (1999, 71),

menyatakan bahwa insentif atau

program kompensasi merupakan

faktor pendorong manajemen dalam

memilih dan merubah teknik akuntansi

yang dapat menghasilkan laba

akuntansi yang besar atau

meningkatkan nilai sekarang dari

kompensasi manajemen. Usaha-usaha

untuk memperbaiki performance

laporan keuangan sangat umum

dilakukan oleh manajemen agar

mendapatkan nilai lebih dari principal.

Kesimpulan dapat diambil dari

keterangan di atas bahwa motivasi

manajemen merubah kebijakan

akuntansi dan memilih teknik

akuntansi adalah bukan untuk

merefleksikan fenomena ekonomi

yang lebih akurat (penyajian informasi

yang seharusnya), melainkan lebih

dimaksudkan untuk merekayasa

(manage) laba yang dilaporkan

(konsekuensi ekonomi).

Kekuatan insentif sebagai ukuran*

kinerja manajemen oleh principal

merupakan kekuatan pendorong bagi

pihak manajemen untuk bekerja lebih

keras dalam mengejar besarnya

insentif tersebut. Dan seringkali cara-

cara untuk mengejar insentif tersebut,

manajemen melakukan tindakan yang

kurang terpuji dan etis dalam bisnis.

Agency cost of Debt Agency cost of debt berkaitan dengan

masalah hutang (issue of debts)

berkembang sejalan dengan adanya

resiko hutang (Zimmer dan Whittred,

1990, 24). Konflik kepentingan antara

shareholder / manager dengan

debtholder ini dikarenakan dalam hal

peminjaman dana pada kreditor

dengan suku bungan didasarkan (1)

tingkat resiko dari aktiva perusahaan

yang ada, (2) struktur modal

perusahaan saat ini (yaitu, jumlah

pembiayaan yang berasal dari hutang),

(3) perkiraan atas risiko penambahan

aktiva di masa yang akan datang

(Weston dan Brigham, 1994, 24).

Factor-faktor inilah yang menentukan

tingkat risiko arus kas perusahaan,

yang sangat jelas mempengaruhi

keamanan hutangnya. Dipihak lain

berdasarkan faktor-faktor tersebut

kreditor menentukan tingkat

pengembalian yang disyaratkan, yaitu

biaya dari hutang perusahaan tersebut.

Dalam konteks konflik

kepentingan dengan kreditor, pihak

pemegang saham (shareholder)

bertindak melalui manajemen untuk

melakukan transfer kekayaan dari

debtholder ke dalam perusahaan yang

pada akhirnya akan masuk ke kantong

shareholder. Contoh klasik yang

sering terjadi dalam hal hutang oleh

kreditor dan perusahaan adalah:

Perusahaan memiliki proyek yang

tinggi risikonya dari pada yang

diantisipasi oleh kreditor. Kenaikan

dari perbedaan risiko dari kedua belah

pihak ini akan menyebabkan tingkat

pengembalian yang disyaratkan atas

hutang perusahaan meningkat pula,

sehingga nilai hutang akan turun. Jika

ternyata proyek tersebut berhasil maka

semua keuntungan akan masuk ke

kantong shareholder karena jumlah

yang dibayarkan kepada kreditor

sudah tetap jumlahnya, tetapi jika

proyek itu merugi maka kerugian akan

tetap ditanggung oleh kreditor.

Dalam hal ini shareholder yang

bertindak melalui manajemen

ibaratnya berkata "keuntungan bagi

saya, kerugian bagi bersama". Dengan

Page 9: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

38

kata lain ada suatu pengorbanan dari

pihak kreditor untuk kepentingan

pemegang saham (shareholder). Disini

peran manajer dalam menyediakan

laporan keuangan untuk pengajuan

proyek mempunyai peran pentihg

dalam kasus seperti ini.

Agency cosf of debt merupakan

biaya yang dikeluarkan oleh

bondholder dalam kaitarinya dengan

pemberian pinjaman. Dimana dalam

kasus ini shareholder melalui

manajemen dapat melakukan tindakan

yang merugikan kepentingan kreditor.

Agency cost of debt ini merupakan

nilai kuantitatif dari batasan atau

tindakan yang diambil oleh pihak

bondholder agar pihak manajemen

tidak melakukan aktivitas yang

bertentangan dengan kepentingan

kreditor. Dalam kenyataan batasan

atau tindakan kreditor untuk masalah

tersebut adalah dengan bond

covenants. Menurut Zimmer dan

Whittred (1990, 30), bahwa bond

covenant ini mempunyai dua

konsekuensi yaitu: (1) penggunaan

dari laporan keuangan perusahaan

sebagai alat monitoring pihak

bondholder atas segala kepercayaan

kepada pihak manajemen, (2) Bond

covenant berkaitan dengan tingkat

pembatasan yang disyaratkan oleh

bondholder kepada pihak manajemen

atas pemilihan prosedur akuntansi

yang digunakan sebagai variabel

pengukuran dalam laporan keuangan.

Beberapa hal yang perlu

diperhatikan berkenaan dengan usaha

manajemen dalam hal hutang adalah

sebagai tersebut:

a. Dividend Jika perusahaan menerbitkan surat hutang dengan asumsi tingkat deviden tertentu, dan tingkat deviden ini akan meningkat di waktu yang akan datang, maka akan terjadi transfer kekayaan dari

Debtholder kepada shareholder

Jika kenaikan ini danai dengan

penurunan investasi atau

disinvestasi (dalam batasan

deviden likuidasi), maka transfer

ini akan diikuti dengan

penurunan nilai perusahaan

(deadweight loss).

b. Claim delation

Nilai hak shareholder yang ada

dapat didilusikan dengan

masalah penambahan hutang

pada tingkat prioritas yang sama

atau tingkat prioritas lebih

tinggi. Hal ini menyebabkan

terjadihya transfer kekayaan

kepada shareholder.

d Asset Substitution

Substitusi antar aktiva-aktiva

yang memiliki resiko rendah

dengan aktiva-aktiva yang

memiliki resiko tinggi tidak

akan mengubah nilai perusahaan

jika mereka tidak memiliki

present value yang sama. Dalam

kasus ini, maka nilai perusahaan

akan turun sebagaimana nilai

hutang, tetapi nilai ekuitas

meningkat. Hasil yang luar biasa

ini diturunkan dari option

pricing theory.

d. Underinvestment

Suatu perusahaan dengan hutang

yang beresiko memiliki

dorongan untuk menolak proyek

yang memiliki Net Present

Value (NPV) positif, jika

kenaikan nilai proyek ini

sepenuhnya mengalir kepada

debtholder. Hal ini setidaknya

terjadi dalam dua keadaan, yang

pertama dalam kondisi dimana

terjadi konversi substitusi aktiva.

Keadaan yang kedua adalah

ketika shareholder akan

menolak proyek yang memiliki

NPV positif, kadang-kadang

keputusan ini terpengaruh oleh

Page 10: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

39

repayment. Kenaikan

underinvestment terjadi ketika

manajer lebih memilih

keputusan yang mengarah pada

maksimalisasi nilai ekuitas yang

beredar (outstanding equity)

darinada yang membuat

keputusan yang

memaksimalisasi kombinasi

antara nilai hutang dengan nilai

ekuitas.

5. Implikasi Agency theory Pada

Pelaporan Akuntansi

Dalam kondisi Agency theory

yang syarat dengan konflik kepentingan

antara principal dan agent, informasi

akuntansi yang disebutkan dalam

Statement of Financial Accounting

Concepts (SFAC) No 1 yaitu

memberikan informasi yang bermanfaat

(useful) dalam rangka membantu

pengguna untuk membuat keputusan

investasi, kredit, dan keputusan lain

yang rasional menjadi perlu untuk dikaji

lebih lanjut; apakah informasi yang

disediakan oleh manajemen (agent)

tersebut betul-betul bermanfaat dan

dapat dipercaya. Seperti Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Ou dan Penman

(1989 dan 1990) bahwa informasi

akuntansi yang harusnya memberikan

suatu kejujuran dalam pelaporan

keuangan sangat perlu untuk ditinjau

dan dikaji lebih dalam berkaitan dengan

hubungan keagenan tersebut (Lihat

Scott, 1997).

Pihak manajemen sebagai

pengolah, pembuat dan penyaji

informasi akuntansi mempunyai

kesempatan untuk melakukan

permainan dalam teknik-teknik

akuntansi. Manajemen akan memilih

teknik akuntansi yang mempunyai efek

pada cash flow perusahaan (kekayaan

dari berbagai pihak yang ada dalam

perusahaan) daripada teknik akuntansi

yang tidak membawa dampak pada cash

flow (Zimmer dan Whittred, 1990, 21).

Pemilihan teknik akuntansi oleh

manajemen dalam Agency theory ini

bisa ditandai sebagai ex ante dan ex

post. Pemilihan metode akuntansi

disebut sebagai ex ante dalam larti jika

pemilihan metode akuntansi itu dibuat

pada waktu awak kontrak (saat kontrak

dinegosiasikan). Sedangkan ex post leih

mengacu pada pemilihan metode

akuntansi pada saat berlangsungnya

kontrak (Zimmer dan Whittred, 1990,

21). Manajemen (agent) menggunakan

informasi akuntansi atau harga saham

yang merefleksikan target kinerja

manajemen jangka pendek dan jangka

panjang sebagai dasar penentuan

kompensasi.

Teori akuntansi menyediakan

seperangkat prinsip atau konsep-konsep

yang luas untuk menjelaskan dan

memprediksi praktik akuntansi memberi

suatu alternatif metode dan kebijakan

yang dapat digunakan oleh manajemen

untuk menghasilkan laporan keuangan

yang akan digunakan sebagai laporan

pertanggungjawaban kepada para

pemilik (principal). Informasi akuntansi

menyajikan mengenai: laba, modal,

utang jangka panjang, earning per share,

dan informasi lainnya yang digunakan

untuk penentuan besarnya kompensasi

manajemen. Laba dan pos-pos lainnya

yang disajikan daiam informasi

akuntansi tentu dipengaruhi oleh teknik

akuntansi (teknik pengukuran dan

penilaian) yang dipilih dan diterapkan

oleh manajemen.

Penentuan kebijakan akuntansi

perusahaan mencakup pemilihan teknik-

teknik akuntansi yang menurut

pertimbangan dapat menghasilkan

informasi akuntansi yang lebih

bermanfaat bagi pengambilan keputusan

pemakainya. Perusahaan seharusnya

menerapkan kebijakan akuntansi secara

Page 11: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

40

konsisten dari periode ke periode agar

informasi yang dihasilkan lebih dapat

diperbandingkan. Seperti yang

dinyatakah Financial Accounting

Standart Board (FASB), bahwa

konsistensi penerapan kebijakan

akuntansi akan menghasilkan informasi

akuntansi yang lebih mudah dipahami,

diinterprestasikan, dan lebih bermanfaat

bagi pemakainya untuk pembuatan

keputusan.

Manajemen dapat merubah

kebijakan akuntansi yang telah

diterapkannya jika menurut

pertimbangan manajemen hal tersebut

perlu untuk dilakukan. Perubahan

kebijakan akuntansi (misal: dalam

metode penilaian persediaan atau

metode depresiasi), harus diungkapkan

dalam penyajian informasi akuntansi,

termasuk pengungkapan mengenai

alasan-alasan dan pengaruh material

yang mungkin ditimbulkan karena

perubahan kebijakan tersebut. Aspek

yang seharusnya menjadi pertimbangan

manajemen dalam merubah kebijakan

akuntansi perusahaan, disamping

pertimbangan konsistensi, adalah untuk

memenuhi karakteristik kualitatif

informasi akuntansi yaitu :

representation faithfulness (Schoereder

dan Clark, 1995 What Supomo 1999,

70). Informasi akuntansi yang

menyajikan informasi yang seharusnya,

jujur dan apa adanya (representation

faithfulness), merupakan karakteristik

kualitatif informasi akuntansi yang dapat

dipercaya sehingga lebih bermanfaat

bagi pihak-pihak yang mengandalkan

informasi tersebut untuk dapat

pembuatan keputusan dalam hal ini

pihak principal (Supomo, 1999, 70).

Kenyataannya dalam praktek

perusahaan sangat sulit dan tidak mudah

untuk menerapkan representation

faithfulness. Kesulitan mendasar dari

pelaksanaan konsep tersebut adalah

adanya hubungan kerja Principal

agent, yang dalam prakteknya

menggunakan dasar kompensasi untuk

menilai kinerja dari manajemen.

Sedangkan kompensasi tersebut

besarnya ditentukan berdasarkan target

kinerja tertentu yang diukur berdasarkan

informasi akuntansi (earning per share,

return on asset, return on equity dan

lain-lain) atau berdasarkan harga saham

perusahaan.

6. Masalah Agency theory,

Ketidakseimbangan Informasi

(Information asymmetry)

Dalam penyajian informasi,

permasalahan timbul ketika principal

dan manajemen memiliki persepsi dan

sikap yang berbeda dalam hal pemberian

informasi yang akan digunakan oleh

principal untuk memberikan insentif

kepada agent. Hal lain yang membuat

permasalahan adalah persepsi kedua

belah pihak dalam menanggung resiko

(Eisenhardt, 1988). Agent yang

memiliki informasi tidak akan

memberikan seluruh informasi itu untuk

principal; Sebaliknya, principal yang

memerlukan informasi atas

kepemilikannya tetapi asses pada

informasi internal terbatas, akan

meminta manajemen memberikan

informasi selengkapnya. Keinginan

principal tersebut pada umumnya sangat

sulit dipenuhi karena beberapa faktor,

yaitu biaya penyajian informasi,

keinginan manajemen untuk

menghindari resiko terlihat

kelemahannya, waktu yang digunakan

untuk menyajikan informasi dan

sebagainya. Ketidakharmonisan antara

agent dan principal ini menyebabkan

ketidakseimbangan . informasi

(information asymmetry).

Information asymmetry ini pada

akhirnya akan mengaburkan makna

informasi akuntansi. Berdasarkan

beberapa penelitian (Ou and Penman,

1989; Ou, 1990; Penman, 1991, lihat

Page 12: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

41

Scott, 1997) menunjukkan bahwa

manfaat informasi telah diragukan

reliabilitasnya dan akuntabilhasnya

berkaitan dengan fenomena Agency

theory. Hal ini sangat mungkin

disebabkan oleh adanya rekayasa agent

dalam menghindari resiko yang

diakibatkan oleh ketidakmampuan

menyajikan kinerja yang baik pada

principal. Dipihak lain, principal sendiri

tidak memiliki otoritas yang luas untuk

asses informasi langsung pada

perusahaannya. Dengan demikian sangat

mungkin bahwa penyajian laporan

keuangan untuk principal dipenuhi

dengan model window dressing.

7. Agency theory Dalam Perspektif

Syariah : Sebuah tinjauan

Disisi lain dalam konsepsi Islam

diberikan suatu kejelasan mengenai

hubungan yang berkaitan dengan suatu

bentuk kerjasama antara manajer

(Agent) dan pemilik (Principal). Bentuk

relasi yang mendasari keberadaan

hubungan tersebut muncul dari konsep

dasar amanah dalam kerangka

kemutlakan tunggal atas kuasa Illahi.

Dalam hal ini Triyuwono menjelaskan

(1997, 18):

Amanah adalah sesuatu yang

dipercayakan kepada orang

lain untuk digunakan

semestinya sesuai dengan

keinginan yang

mengamanahkan. Ini artinya

bahwa pihak yang mendapat

amanah tidak memiliki

kewajiban penguasaan

(pemilikan) mutlak atas apa

yang diamanahkan. Ia

memiliki kewajiban untuk

memelihara amanah tersebut

dengan baik dan

memanfaatkannya sesuai

dengan yang dikehendaki

oleh pemberi amanah ..........

pemberi amanah, dalam hal

ini adalah Tuhan sang

pencipta alam semesta.

Dengan kekuasaannya Tuhan

menciptakan manusia sebagai

wakilnya di bumi atau

Khalifatullah Fill Ardh.

Merujuk apa yang diutarakan oleh

Triyuwono diatas, berarti nilai

kemutlakan yang muncul dalam

interaksi antara pengamanah dan yang

diberi amanah adalah semata-mata atas

kuasa Illahi. Dengan kata lain ketika

terjadi suatu kontrak antara Manajer

(Agent) dengan Pemilik (Principal),

essensi yang terjadi pada kedua belah

pihak bahwa mereka sama-sama

mengemban amanah atas suatu

kepemilikan yang dipercayakan oleh

Allah kepada mereka sebagai bentuk

manifestasi atas fungsi manusia sebagai

Khalifatullah Fill Ardh. Dalam

hubungannya dengan eksistensi manusia

sebagai tersebut diatas, maka tujuan

utama dari keberadaan manusia sebagai

pengemban amanah adalah

menyebarkan rachmatan HI alamiin.

Dalam konteks hubungan antara manajer

dan pemilik dalam konsepsi Islam tidak

ada alasan untuk mengarahkan tujuan

tersebut ke dalam kekuasaan nafsu

untuk mengejar keuntungan belaka.

Dengan demikian mereka

memiliki suatu posisi yang sama atas

orientasi dari tujuan yang menyebabkan

keberadaan ikatan tersebut yaitu

memberikan nilai rachmatan HI alamin

pada seluruh umat dan alam. Dengan

meminjam konsep amanah seperti yang

dipaparkan oleh Triyuwono dalam

mendesain organisasi, maka pancaran

dari nilai-nilai akuntabilitas yang hakiki

akan lebih bisa terealisir.

Bentuk amanah dalam kerangka

kuasa Illahi mengarahkan penciptaan

baru mengenai tujuan sebenarnya yang

Page 13: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

42

harus dicapai organisasi, seperti

diungkapkan dimuka. Secara lebih rinci

nilai yang terbentuk dari hasil kolaborasi

antara manajemen dan pemilik bukan

semata-mata pada peningkatan profit /

maximize utility, namun tujuan tersebut

merupakan tujuan antara untuk

mewujudkan tujuan utama yakni

memaksimalkan rahmat.

Dalam Organisasi dalam metafora

amanah, pelaku-pelaku yang ada dalam

organisasi harus mempunyai kesadaran

yang tinggi akan sifat keterturidukan

dan kepasrahan kepada Tuhan pencipta

alam semesta. Karena mereka hanyalah

khalifah dari Allah SWT yang diutus

untuk menghasilkan Salamah (sejahtera,

sentosa) bagi seluruh ummat dan alam

semesta. Organisasi dalam metafora

amanah memandang pemilik (principal)

adalah pihak yang diberi amanah oleh

Tuhan atas sumber daya yang dipunyai

berupa dana atau financial untuk diolah

sesuai dengan jalan Allah, sedangkan

manajer (agent) adalah pihak yang

diberi kepercayaan oleh principal untuk

mengelola sumber daya tersebut dalam

bentuk perusahaan. Dengan perspektif

yang sama yaitu memandang bahwa

manusia hanyalah seorang utusan Allah

SWT; maka baik manajer dan pemilik

sebagai pihak yang terlibat paling

dominan dalam kelangsungan

organisasi- tentu akan melakukan

tugasnya masing-masing sesuai dengan

perintah Allah SWT sebagai pemberi

perintah tertinggi. Dengan kesamaan

perspektif tersebut member i

konsekuensi bahwa perusahaan dalam

seluruh masa hiduprtya harus dijalankan

sesuai dengan syari'at-syari'at Islam atau

dengan kata lain bahwa perusahaan

harus dioperasikan atas dasar-dasar etika

atau dalam konteks bisnis lebih dikenal

dengan etika bisnis.

Dari pemikiran diatas

memberikan suatu gambaran filosofis

dalam mendeskripsikan suatu pola

keagenan antara manajer (agent) dan

pemilik (principal). Sebagai konsekuensi

dari penggunaan nilai-nilai syari'ah

dalam suatu perspektif manusia sebagai

"KhalifatullahFM Aran" dalam

mendesain pola keagenan maka akan

memberikan pengaruh pada keseluruhan

sistem yang ada. Akuntansi sebagai

suatu sistem dalam organisasi tidak

dapat dihindari akan terpengaruhi oleh

filosofis organisasi tersebut. Seperti

yang diungkapkan oleh Kiswara, (1999,

6); Hines, (1989, 60), bahwa setiap

organisasi itu memiliki keterkaitan

dengan tata tertib akuntansi, keuangan,

investasi atau manajemen yang secara

aktif berkompeten dengan

pengungkapan pelaporan keuangan.

Akuntansi yang bernafaskan

Islam dimana nilai-nilai syari'ah

dijunjung tinggi dalam eksistensinya

menjadi sangat diperlukan :; dalam

bingkai organisasi dalam metafora

amanah Akuntansi yang bernafaskan

Islam idealnya akan mempunyai

perangkat tersendiri dan konsep yang

berbeda pula dengan akuntansi

konvensional. Dimana dalam konteks

tersebut akuntansi akan digunakan

sebagai, suatu media

pertanggungjawaban kepada Tuhan.

Berdasarkan uraian tersebut

diatas maka dalam mendekonstruksi

konsep Agency theory dengan nilai-nilai

syari'ah dimungkinkan untuk

mengadopsi nilai-nilai yang terkandung

dalam Agency theory. Dalam Agency

theory nilai dasar yang terkandung

adalah pendelegasian wewenang dan

pertanggungjawaban, sedangkan Islam

sendiri mempunyai karakteristik yang

sama, yaitu adanya dua hal tersebut

sebagai suatu hal yang mendasar dalam

pelaksanaan perspektif Khalifatullah

Fill Ardh. Dengan adanya persamaan

dari konsep dasar tersebut maka akan

sangat ilmiah untuk mendekonstruksi

Page 14: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

43

hal tersebut dalam dimensi yang

berbeda yang mempunyai keterkaitan

karakteristik. Tetapi perlu disadari

bahwa dalam pendekonstruksian

tersebut, ada suatu "meta rule" yang

harus diperhatikan. Dimana dalam

Agency theory, penekanan

pendelegasian wewenang dan

pertanggungjawaban hanya terbatas

pada hubungan manusia (khususnya

bagi pemilik). Sedangkan dalam Islam

kedua hal pokok tersebut mengandung

suatu nilai yang lebih tinggi yang

mempunyai nuansa religius, dimana

pendelegasian wewenang dan

pertanggungjawaban yang ada dalam

Islam merupakan manifestasi dari

Khalifatullah Fill Ardh.

Oleh karena itu untuk bisa

mewujudkan theory agency dalam

kerangka syari'ah menurut Bashir

dalam awwal (1999:14) ada beberapa

tahapan yang harus dilalui: pertama-

tama, Orang Islam percaya akan konsep

hidup yang abadi, di mana kejujuran

adalah bisa memberi penghargaan dan

ketidak jujuran dapat dihukum Ini

merupakan perangsang tidak material

agar orang bertindak jujur. Yang kedua,

jika semua operasi keuangan didasarkan

pada hubungan antara pemberi modal

dan usahawan yang sifatnya

berkelanjutan, usahawan jujur akan

memaksa usahawan tak jujur ke luar dari

pasar itu; Maka, ada juga suatu

perangsang keuangan untuk menjadi

jujur.

Tahap berikutnya masih

menurut awwal (1999:15) dirancang

mekanisme insentif seperti

menyediakan kepemilikan, perpindahan

penghubung kepemilikan sampai

pengabulan bonus atas prestasi yang

dicapai, membangun rencana bagaimana

agar kesepakatan bisa ditaati.

Kesimpulan

Agency theory yang lahir dalam

dekade kapitalisme yang mantap

menjadikan teori ini identik dengan

semangat dan jiwa dari;kapitalisme.

Agency theory lahir sebagai dampak dari

pengaruh kapitalisme yang begitu

kental dalam bidang bisnis. Kelahiran

Agency theory sendiri tidak bisa

dilepaskan dari pemikiran kaum

professional kapitalis lebih khususnya

lagi para akuntan kapitalis sebagai usaha

untuk mengurangi pertentangan atau

konflik dari pihak-pihak yang

mengadakan kontrak karena usahanya

memperoleh keuntuhgan yang sebesar-

besarnya dari adanya kontrak tersebut.

Masalah yang timbul akibat adanya

Agency theory ini sangat banyak sekali

diantaranya persoalan agency cost,

agency equity, agency cost of debt

sampai pada persoalan

ketidakseimbangan informasi.

Dalam konsepsi Islam diberikan

suatu kejelasan mengenai hubungan

yang berkaitan dengan suatu bentuk

kerjasama antara manajer (Agent) dan

pemilik (Principal). Bentuk relasi yang

mendasari keberadaan hubungan

tersebut muncul dari konsep dasar

amanah dalam kerangka kemutlakan

tunggal atas kuasa Illahi. Dalam Agency

theory nilai dasar yang terkandung

adalah pendelegasian wewenang dan

pertanggungjawaban, sedangkan Islam

sendiri mempunyai karakteristik yang

sama, yaitu adanya dua hal tersebut

sebagai suatu hal mendasar dalam

pelaksanaan perspektif Khalifullah Fill

Ardh.

DAFTAR PUSTAKA

Awwal, Md. Abdul Sarker, Islamic

Business Contracts, Agency

Problem and the Theory of the

Islamic Firm, International

Page 15: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

44

Journal of Islamic Financial

Services, Vol.1, No.2, July-

September 1999

Kelly, Lauren, 1983, The development

of a positif Theory of corporate

management's role in external

financial reporting, journal of

accounting literature, Spring

Eisenhardt, Kathlleen M 1989, Agency

theory : An Assesment and

Review, Academy Of Management

Review, Vol 14 No 157-74

Zulkifli dan Sulastiningsih. 1998.

Kerangka Konseptual

Pelaporan Keuangan dalam

Perspektif Islam. Jurnal

Akuntansi dan Auditing

Indonesia. Vol.2. No. 2.

Desember 1998.

Chua, Wai Fong. 1986. Radical

Development in accounting

Thought. The Accounting

Review LX3 (4): 601-632.

Ghofar, Abdul. 1999. Analisis Implikasi

Pemikiran dan PEnelitian

Akuntansi Dari Paradigma

Mainstream Barat dan

Paradigma Islam dalam

Kerangka Analisis Konsep Tao

(Studi Kualitatif Komparatif

Akuntansi Mainstream dan

Akuntansi Alternatif Dalam

Pembentukan Akuntansi

Humanis. Skripsi Fakultas

Ekonomi. Universitas

Brawijaya.

Harahap, Sofyan Syafri. 1997.

Akuntansi Islam. Bumi Aksara.

Kiswara, Endang. 1999. Teori

Keagenan (Agency Theory).

Wujud Kepedulian Akuntansi

Pada Makna Informatif

Pengungkapan Laporan

Keuangan. Media Akuntansi. No.

34/Th VI April 1999.

Machfoedz, Mas'ud. 1997. True

Reward Systems' dan Media

Pertanggung-jawaban pada

Tuhan. Makalah Kuliah Tamu.

Roslender, Robin. 1992. Sociological

Perspectives on Modern

Accounting.

Jensen Dan Meckling, 1976, Theory Of

the Firm: Managerial Behavior,

Agency costs And Ownership

Structure Journal Of Financial

Economics, October, 1976, V. 3,

No. 4, Pp. 305-360 and

Foundations of Organizational

Strategy, Michael C. Jensen,

Harvard University Press, 1998.

Supomo, Bambang. 1999. Dampak

kompensasi manajemen Terhadap

Kebijakan Akuntansi Sebuah

Tinjauan Umum Hasil Penelitian

Empiris. Jurnal Bisnis Dan

Akuntansi. Vol. 1, No. 1, April

1999.

Financial Accounting Standards Board

(1992). Statement of Financial

Accounting Concepts,

Homewood, Illinois:Irwin, Inc.

Scott W.R, 1997, Financial Accounting

Theory, New Jersey:Prentice

Hall.

Hines, Ruth. D. 1989. The Sociopolitical

Paradigm in Financial

Accounting Research.

Accounting, Auditing and

Accountability Journal. Vol 2, No

1, 1989.

Page 16: 3. Agency Theori Dalam Pespektif Syariah.pdf

45

Triyuwono, Iwan, 1998, Trust (amanah)

Management and Acccounting

Implication, Jurnal Riset

Akuntansi Indonesia, Vol. 1,

No. 1, Januari 1988. 1997.

Triyuwono, Iwan. 1997. "Akuntansi

Syari 'ah Dan Koperasi Mencari

Bentuk dalam Bingkai Metafora

Amanah ". Jurnal Akuntansi dan

Auditing Indonesia. Vol 1. No.

1. Mei 1997.

Triyuwono, Iwan. 1996. Teori

Akuntansi Berhadapan Nilai-

Nilai Ke- Islam-an, Ulumul

Qur'an. 1996. No. 5 Vol VI.

Triyuwono, Iwan. 1999. Organisasi

Syari'ah dan Manajemen

Amanah. Pusat Pengkajian

Bisnis dan Ekonomi Islam

(PPBEI). Fakultas Ekonomi.

Universitas Brawijaya, Malang.

1999.

Triyuwono, Iwan, 2000. Organisasi dan

Akuntansi Syari'ah. Cetakan

pertama. Penerbit LkiS

Yogyakarta.

Watts, Ross L and Zimmerman, Jerold

L. 1987. Towards a Positive

Theory of the Determination of

Accounting Standards.

Accounting Theory and Policy.

Robert Bloom and Pieter T.

Algers. Second edition.

Weston, J. Fred and Brigham. Eugene.

F. 1994. Dasar-dasar

manajemen keuangan, 1994.

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Zimmer Ian dan Whittred. 1990. A

Contracting Cost Framework for

the Analysis of Financial

Accounting and Reporting,

Financial Accounting: Incentive

effects and economic

Consequences. Sidney: Holt

Rinehart and Wiston.