3. agency theori dalam pespektif syariah.pdf
TRANSCRIPT
30
AGENCY THEORI
DALAM PESPEKTIF SYARIAH
Drs. Elfianto, M.Si
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
Abstrack
Agency theory is an important, yet controversial theory. This paper reviews Agency
theory. Its contribution to organization theory and the extant empirical work and
develops testable propositions especially in Islamic organization. This paper indicate
that conception Agency theory with values of syari'ah enabled to adopt value which is
consisted in delegation of authority and responsibility, while Islam's have same
caracteristic, that is existence two mentioned as elementary matter in perpective
execution of Khalifatullah Fill Ardh.
Key word: Agency theory
1. Latar Belakang
Agency theory yang lahir dalam
dekade kapitalisme yang man tap
menjadikan teori ini semakin identik
dengan semangat dan jiwa
kapitalisme. Agency theory lahir
sebagai dampak dari pengaruh
kapitalisme yang begitu kental dalam
bidang bisnis. Kelabiran Agency
theory sendiri tidak bisa dilepaskan
dari pernikiran kaum profesional
kapitalis lebih khususnya lagi para
akuntan kapitalis sebagai usaha untuk
mengurangi pertentangan atau konflik
dari pihak-pihak yang mengadakan
kontrak karena usahanya memperoleh
keuntungan yang sebesar-besamya
dari adanya kontrak tersebut.
Sebenarnya Agency theory ini
merupakan suatu teori deskriptif yang
berusaha untuk menerangkan tindakan
atau aksi dari pihak-pihak yang terlibat
hubungan kontrak terhadap perubahan
metode pengukuran akuntansi yang
dilakukan oleh pihak perusahaan atau
manajemen (Kiswara, 1999, 5 dan
Kelly, 1983, 183).
Dengan kata lain bahwa Agency
theory memberikan suatu penjelasan
dari praktik teori akuntansi
konvensional atau lebih dikenal
dengan teori akuntansi positif dalam
suatu realitas yang berhubungan
dengan hubungan keagenan atau
agency relationship.
Seperti penjelasan Kelly (1983,
193), "Agency theory is used to
explain reactions of contracting
parties to changes in methods of
accounting measurements". Dari
definisi yang diberikan Kelly, dapat di
tarik kesimpulan bahwa sebenarnya
ada suatu kontradiksi dalam Agency
theory yang diakibatkan adanya
konflik kepentingan antara pemilik
perusahaan (principal) dan Manajer
perusahaan (agent). Eisenhardt (1989)
mengemukakan bahwa problem yang
timbul dari hubungan kerja antara dua
pihak -pemberi kerja (principal) dan
pelaksana pekerjaan (agent)
disebabkan dua hal: pertama,
keterbatasan pemberi kerja atau
pemilik untuk memperoleh informasi
dari pemegang pekerjaan atau
manajemen setiap saat yang
dikehendaki pemilik; Kedua, sikap
yang berbeda antara pemilik
(principal) dan manajemen (agent)
dalam menghadapi dan menerima
resiko.
Permasalahan yang muncul
dalam hubungan agency menurut
Eisenhard (1989) adalah asumsi dasar
manusia (self interest, bounded
31
rasionality, dan risk aversion)
sehingga yang menjadi tekanan dalam
teori keagenan adalah organisasi
(adanya konflik tujuan antar anggota)
dan informasi ( merupakan komoditi
yang bisa dibeli).
Manajemen, sebagai penerima
kerja dari pihak pcmilik-pemberi kerja
harus melaporkan tanggung jawab atas
dana yang telah diamanatkan
kepadanya. Dilain pihak principal
sebagai pemberi kerja atau pemberi
amanah memberikan kompensasi atas
apa yang telah dilakukan oleh
manajemen dengan insentif baik
berupa fasiiitas finansial maupun non
finansial (Machfoedz,1997,l). Dari
perbedaan persepsi dan sikap
mengenai pemberian infonnasi yang
akan digunakan untuk pemberian
insentif dari kedua pihak yang
mengadakan hubungan tersebui
dengan sendirinya akan menimbulkan
suatu masalah.
Informasi yang dilaporkan oleh
manajemen mengenai harta kekayaan
yang dimiliki oleh pemilik (principal)
yang telah dipercayakan kepadanya
untuk dikeiola semuanya tercermin
dalam bentuk laporan keuangan.
Laporan keuangan itu sendiri tidak
bisa dilepaskan dari keberadaan
akuntansi sebagai media untuk
menghasiikan laporan keuangan
tersebut. Sedangkan akuntansi yang
sekarang ini menjadi pedonian banyak
negara adalah produk dari sistem
ekonomi kapitaiis. Sehingga akuntansi
yang berkembang sekarang sejalan dan
sejiwa dengan pandangan kapitalisme..
Dalam hubungannya dengan
Agency theory bahwa akuntansi yang
sekarang dikenal yang lebih biasa
disebut akuntansi konvensional telah
memberikan peiuang yang besar untuk
praktek-praktek yang biasa menghiasi
konflik dalam Agency theory seperti:
window dressing, off-balancesheet dan
lain sebagainya (Machfoedz, 1997,2).
Agency theory sendiri mencerminkan
penjelasan yang berkaitan dengan
laporan keuangan dan antisipasi atas
ketiadaan teori akuntansi yang bersifat
komprehensif (Kiswara, 1999, 5). Jadi
dapat ditarik suatu aksioma bahwa
akuntansi konvensional yang
merupakan produk kapitalisme secara
teoritis dan praktis telah memberikan
suatu kesempatan pada pihak yang
membuat laporan keuangan untuk
memaksimalkan tingkat kepuasannya.
Kelahiran akuntansi
konvensional dan Agency theory
sebenarnya hampir bersamaan, atau
boleh dikatakan bahwa Agency theory
merupakan tunas yang lahir dari
adanya akar akuntansi konvensional,
sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa kedua bentuk realitas tersebut
merupakan suatu produk yang
dihasiikan dan sualu input yang sama
yaitu pandangan / ideologi kapitalis.
Dapat dipastikan bahwa konsep
akuntansi konvensional yang sekarang
ini telah didesain sedemikian rupa
pada akhirnya memberikan
keuntungan bagi manajemen dan
pemilik modal {shareholder).
Perjalanan akuntansi
konvensional sebagai suatu ilmu dan
teknologi yang bertujuan untuk
kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pengambilan
keputusan bisnis telah mengalami
Berbagai kritik dari berbagai pihak.
Kritik-kritik ini lebih nampak sebagai
rasa ketidakpuasan terhadap apa
sesungguhnya yang diberikan
akuntansi konvensional pada
masyarakat akan informasi keuangan
yang benar, jujur, dan adil (Zulkifli
dan Sulastiningsih, 1998, 165). Secara
jelas bahwa akuntansi konvensional
telah mereduksi dimensi
pertanggungjawaban atau
accountability dalam domain yang
lebih kecil yakni shareholder.
32
Tulisan ini mencoba mengkaji
theory agency dalam perspektif
syariah yang diawali: dengan
kelemahan theory agency.
konvcnsional, persoalan-persoalan
yang timbul dari Agency theory dan
diakhiri dengan upaya
mendeskontruksi agency theory dalam
perspektif syari'ah.
2. Agency theory Sebuah Tinjauan Agency theory'yang lahir sekitar
tahun 1970an oleh pakar-pakar
akuntansi Amerika Serikat merupakan
suatu cubitan yang sangat pedas untuk
dunia akuntansi yang telah lama
mencapai kemapanan. Dimana peran
akuntansi sebagai media informasi
untuk pihak diluar perusahaan
dipertanyakan reliabilitasnya.
(Machfoedz, 1997, 1). Lahirnya
Agency theory berawal dari adanya
bentuk koorporasi yang memisahkan
dengan tegas antara kepemilikan
perusahaan dengan kontroi atau
dengan kata lain ada pemisahan yang
jelas antara pemilik perusahaan
dengan pihak manajemen. Semakin
rumit dan ,| besarnya suatu perusahaan
membuat pihak pemilik tidak bisa
secara intensif mengelola
perusahaannya, sehingga meminta
pihak manajemen untuk mengelola
kelangsungan hidup perusahaan dalam
usahanya mendapatkan profit.
Selanjutnya manajemen dianggap
sebagai "agent" dan pemilik dianggap
sebagai "principal". Hubungan
tersebut oleh banyak ahli disebut
dengan hubungan keagenan (agency
relationship).
Jensen dan Meckling (1976)
tentang Agency relationship memberi
suatu definisi sebagai berikut:
An agency relationship is
defined as "a contract under
which one or more persons
(principal(s)) engage another
person (the agent) to perform
some service on their behalf
which involves delegating
some decision making ;
authority to agent" (Jensen and
Meckling, 1976, p 308)
Definisi yang diutarakan oleh Jensen
dan Meckling, mengandung pengertian
bahwa suatu pendelegasian wewenang
telah diberikan oleh pihak pemilik
kepada pihak perusahaan dalam
bentuk pembuatan keputusan dalam
perusahaan. Dalam konteks
perusahaan, manajemen bertindak
sebagai orang yang diberi amanah oleh
pemilik modal (Shareholder dan
bondholder ). Hubungan tersebut
memberi konsekuensi, manajemen
yang bertindak atas nama perusahaan
dituntut melaksanakan kepentingan
principal, dengan kata lain manajemen
yang telah diberi otorisasi dalam
pengambilan keputusan secara sadar
harus bertindak dalam konteks yang .
memberi keuntungan pada
kepentingan principal.
Masalah yang timbul dari
Agency relationship ini sebenarnya
bermula dari adanya hasrat pihak
manajemen untuk tidak bertindak demi
kepentingan terbaik dari principal.
Seperti kata Kelly (1983, 194), "acting
in their own self-interst, manager do
not always. make decision that are
optimal for principal”. Contoh klasik
dari fenomena ini, dimana pemilik dari
perusahaan menyewa atau
mempekerjakan seorang manajer
untuk mengoperasikan perusahaannya
dan menginginkan manajemen untuk
membuat keputusan-keputusan yang
memberi nilai tambah bagi kekayaan
pemilik malah tidak bisa bertindak
seperti yang diinginkan oleh principal
dari hubungan kerja tersebut;
Manajemen seringkali membuat
keputusan yang memaksimalkan
kekayaan diri manajemen daripada
untuk memaksimalkan kekayaan
principal. Dimana manajemen sering
33
melakukan aktivitas yang tidak efesien
dengan pengkonsumsian natura
perusahaan yang tentunya merupakan
beban dari principal.
Bermula dari konflik
kepentingan tersebut, Agency theory
dilahirkan, sebagai suatu jembatan
bagi para pelaku bisnis dalam
menganalisa tindakan dari pihak-pihak
yang terlibat hubungan keagenan
dalam kaitannya dengan laporan
keuangan. Agency theory sendiri
sebenarnya sebuah teori deskriptif
yang berusaha menjelaskan hubungan
teori akuntansi positif dengan praktek
akuntansi dalam hubungan keagenan.
Sebagai suatu teori deskriptif Agency
theory mengandung nilai-nilai
penjelasan, seperti misalnya
penggunaan historical cost harus
dijelaskan seluk-beluk yang berkaitan
dan mendasari penggunaan tersebut.
Agency theory merupakan teori
yang utama dalam keuangan modern
dan merupakan suatu dimensi
penelitiart akuntansi positif (positive
accounting research). Sebagai suatu
bagian dari positive accounting
research maka Agency theory menjadi
teori yang didominasi oleh
kepercayaan tentang realitas fisik,
yang mengklaim bahwa terdapat dunia
atau realitas obyektif yang berada di
luar diri manusia. Sebagai
konsekuensinya teori ini hanya bisa
diperoleh atau dianggap ilmiah bila
subyek .dapat secara tepat dan
obyektif menemukan realitas obyektif
tadi (Chua, 1986, 606). Oleh
karenanya teori ini merupakan suatu
ilmu atau teori yang bebas nilai
sehingga akuntanpun hukumnya
haram untuk memberikan
pertimbangan nilai (value judgement)
atas laporan atau informasi yang ia
hasilkan dalam hubungannya dengan
hubungan keagenan tersebut. Dengan
memakai asumsi seperti itu, yaitu
obyektivitas dan kenetralan yang
tinggi, menjadikan akuntansi yang
banyak dibahas dalam Agency theory
menjadi sebuah dimensi yang kaku.
Dimana angka-angka yang ada dalam
akuntansi dianggap angka-angka
"sakral" yang membantu
meningkatkan kesejahteraan ekonomi
pihak-pihak yang berkepentingan
melalui pengambilan keputusan
mereka. Kelly (1987,183) memberi
penjelasan tentang Agency theory sebagai berikut: "Agency theory is used to explain reactions of the constracting parties to changes in methods of accounting measurements". Kiswara (1999, 5-8); Zimmer dan Whittred (1990, 21-37), lebih lanjut mendefinisikan bahwa Agency theory adalah suatu teori deskriptif yang menjelaskan tentang agency relationship, asumsi dasar yang mendasari dalam hubungan tersebut, konflik yang melekat dan biaya-biaya yang terjadi dari hubungan keagenan tersebut serta hal-hal yang berkaitan dengan perubahan dan pemilihan metode akuntansi. Secara garis besar Agency theory memberikan gambaran tentang laporan keuangan dengan teori akuntansi rnehurut asal muasalnya dan menjelaskan mengenai perancangannya yang didasarkan pada teori ekonomi, asumsi dasar perilaku manusia, dan problem resiko yang kesemuanya termaktub dalam Agency theory itu sendiri (Kiswara, 1999,8). Sedangkan menurut Cope land dan Weston (1988, 20) seperti yang dikutip oleh Roslender (1992, 161) menyatakan bahwa ukuran dan pertimbangan penting dalam Agency theory adalah perefleksian sifat dari problem yang ditimbulkan dalam agency relationship; yakni apakah manajer mempunyai insentif yang bagus untuk memaksimalkan kekayaan shareholder. Ditambahkan juga bahwa penekanan dalam Agency theory adalah pada problem agency cost yang timbul dalam organisasi bisnis modern.
34
Kelly (1983, 194), juga
menyebutkah bahwa ada dua konflik
potensial dari kebefadaan kepentingan
kedua pihak tersebut yaitu principal
sebagai pemberi kerja dan manajemen
/ agen sebagai pihak yang diberi kerja.
Dua konflik tersebut adalah
shareholder / manager conflict yang
menimbulkan agency cost of equity
dan bondholder / shareholder-
management conflict yang
menimbulkan agency cost of debt
3. Asumsi Dasar Agency theory
Asumsi dasar dari Agency theory
adalah bahwasanya: (1) pihak-pihak
yang ada dalam hubungan keagenan
tersebut adalah individu-individu yang
berusaha untuk memaksimalkan
tingkat kepuasan/kepentingan masing-
masing melalui sumber dayanya yang
memadai dan inovasinya dalam
bertindak, dan (2) pihak-pihak yang
terlibat dalam hubungan keagenan
mampu membentuk expectations atau
pengharapan yang tidak bias mengenai
masa depan, dimana manajemen
perusahaan yang secara aktual
menanggung konsekuensi biaya dari
perbedaan perilaku melalui
pengurangan pada hargadari klaim
atau hak pada perusahaan (Zimmer
dan Whittred, 1990,27; Kiswara,
1999,8).
Konflik-konflik kepentingan
yang terjadi dalam agency relationship
merupakan akibat dari asumsi yang
dipakai dalam Agency theory ini.
Essensi dari penyebab problem
kepentingan yang paling dominan
adalah bahwa kedua belah pihak yang
terlibat dakm kesepakatan merupakan
individu-individu yang memiliki sifat
untuk memuaskan kepentingannya
sendiri atau utility maximisers
(Roslender, 1992, 161). Asumsi yang
dipakai dalam Agency theory
sebenarnya merupakan perefleksian
dari ideologi kapitalisme. Marx dalam
bukunya Capital volume III, telah
memberi suatu pandangan bahwa
adanya suatu pemisahan yang tegas
antara kepemilikan dengan kontrol
dalam perusahaan merupakan
transformasi dari nilai-nilai
kapitalisme. Marx seperti yang dikutip
Roslender (1992,164) mengatakan:
The actually functioning
capitalist [is transformed]
into a mere manager,
administrator of other
people's capital and the
owner of capital into mere
owner, a mere money
capitalist ..... The total
profit (for salary of the
manajer is, or should be
simply the wage of a
specific type of skilled
labour) _____ Is
henceforth
.... Mere compensation for
owning capital that now is
divorced from the function
in the actual process of
reproduction, just as this
function in the person of
the manager is divorced
from ownership of capital.
(Marx, quoted in CottreU,
1984,p.79)
Dengan asumsi tersebut ada
suatu alasan bagi principal sebagai
pemilik perusahaan untuk tidak
mempercayai komitmen agent dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan
kepentingan terbaik dari principal.
Sehingga principal demi menjaga
kekayaan yang ada dalam otoritas
agent akan membuat batasan agar
manajemen sebagai agent dapat
bertindak sesuai dengan kepentingan
principal atau paling tidak mengurangi
penyimpangan yang dilakukan oleh
agent terhadap kepentingan principal.
Dalam hal ini principal dapat
melakukan tiga hal yang berkaitan
dengan kebijakan yang dibuat untuk
menjamin dilaksanakannya segala
amanah yang telah didelegasikan
35
kepada agent, adapun kebijakan yang
dapat diambil oleh principal ialah:
1. Ancaman pengambilalihan.
Dimana dalam ha I ini jika
manajemen sebagai pihak yang
diberi otoritas dalam pengambilan
keputusan sebagai wakil dari
principal tidak bisa berbuat (dalam
hal pengambilan keputusan) sesuai
dengan kepentingan terbaik dari
principal maka pihak principal
dapat melakukan pengambilalihan
wewenang yang telah diberikannya
kepada agent.
2. Ancaman pemecatan
Pemecatan dapat dilakukan oleh
principal jika dengan sengaja
principal mengetahui bahwa
kekayaan yang telah didelegasikan
kepada agent secara sengaja telah
digunakan tidak pada kepentingan
yang terbaik baik principal.
Kebijakan ini hampir sama dengan
kebijakan pengambilalihan seperti
yang tersebut di atas.
3. Program insentif dengan
berdasarkan prestasi kerja agent
dalam hal pelaksanaan
kewajibannya terhadap principal.
Program insentif ini dapat berupa
financial atau non-financial.
Ternyata dalam kenyataannya
kebijakan yang paling banyak dianut
oleh principal dalam hal yang berkaitan
dengan tindakan preventif tersebut
adalah dengan program insentif untuk
penilaian prestasi kerja manajer disertai
peningkatan aktivitas monitoring
(Roslender, 1992, 161). Karena agent
mempunyai keleluasaan dalam hal
penentuan kebijakan yang berkaitan
dengan laporan keuangan perusahaan
yang digunakan untuk menilai kinerja
manajemen dalam program insentif
maka principal mengadakan
pengeluaran - pengeluaran yang
Bertujuan untuk memonitoring
penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh agent, dalam hal ini lebih
dikenal dengan monitoring expenditures.
Di lain pihak pada beberapa situasi
dimana principal membayar agent untuk
membelanjakan sumber daria
'perusahaan (bonding expenditures)
guna menjamin bahwa tindakan yang
dilakukan oleh agent tidak akan
merugikan principal atau menjamin
bahwa principal akan diganti
kerugiannya jika agent bertindak yang
merugikan principal. Pada kebanyakan
hubungan keagenan meskipun principal
dan agent telah melakukan positive
monitoring - bonding expenditures, tetap
masih ada perbedaan keputusan diantara
kedua belah pihak. Dan dolar atau
rupiah ekuivalen dari perbedaan tersebut
disebut dengan residual loss.
4. Agency cost
Agency cost didefinisikan oleh
Weston dan Brigham (1994, 21);
Zimmer dan Whittred (1990,20)^
sebagai biaya yang berkaitan dengan
pemantauan tindakan manajemen guna
menjamin tindakan tersebut konsisten
dengan kesepakatan kontrak antara
manajer, pemegang saham (shareholder)
dan kreditor (bondholder ). Agency cost
ini terbentuk dari Residual loss, bonding
expenditures yang dikeluarkan oleh
agent dan monitoring expenditures yang
dilakukan oleh principal (Kelly 1983,
194); Jensen dan Meckling, 1990, 85;
Zimmer dan Whittred, 1990, 23).
Secara lebih sederhana agency cost
timbul sebagai akibat dari adanya biaya-
biaya yang dikeluarkan untuk resiko dari
adanya pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh pihak manajemen
yang tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh principal dari
diadakannya kontrak kerja tersebut.
Keseluruhan dari biaya-biaya tersebut
(agency cost) merupakan biaya yang
36
ditanggung oleh principal, alasan yang
mendasarinya adalah bahwa principal
yang merupakan pemilik sumber dana
mengharapkan bahwa jumlah yang ada
dalam agency cost itu masih lebih
sedikit dari pada biaya yang akan
ditimbulkan jika agent secara leluasa
memaksimalkan kepentingannya tanpa
tindakan preventif tersebut (Roslender,
1992, 162-163). Watt, menjelaskan
konsep biaya agent atau agency cost
sebagai berikut:
Pengeluaran atas
pengamatan merupakan
pengeluaran oleh principal
dalam rangka mengawasi
tindakan-t indakan agent
(seperti kos pengukuran atas
tindakan agent, dan kos
dalam rangka kebijakan
pengadaan kompensasi).
Agent berhak untuk
mengadakan pengeluaran
guna menjamin bahwa
mereka tidak akan
mengganggu kepentingan
principal atau justru berniat
mengkompensasikannya
bagi kepentingan para
principal atas adanya
perikatan kontrak itu.
Akhirnya, walaupun atas
perikatan kontrak dan
pengamatan, namun
bagaimanapun juga,
tindakan yang diambil oleh
agent akan berbeda terhadap
dirinya sendiri ....
Akibatnya terhadap aspek
kemakmuran, dengan
adanya perbedaan tindakan
ini (didefinisikan) sebagai
sisa kerugian (lihat
Kiswara, 1999, 8-9).
Suatu kesimpulan dapat diambil
bahwa agency cost merupakan suatu
biaya yang dikorbankan atau
dikeluarkan dari adanya expectation
gap dari kedua belah pihak dimana
keseluruhan dari biaya tersebut
ditanggung oleh principal. Dimana
semakin besar biaya itu dikeluarkan
maka akan semakin besar kerugian
yang ditanggung oleh satu pihak dan
akan semakin besar keuntungan yang
dinikmati oleh pihak lain.
Keberadaan dan besarnya
agency ccwrsangat tergantung pada
sifat dari monitoring expenditures,
selera manajer terhadap manfaat-
manfaat yang berkaitan dengan
keuangan dan penawaran dari manajer
potensial yang mampu untuk
melakukan kegiatan yang berisiko
guna kekayaan pribadi mereka. Jadi
jika expenditures monitoring adalah
kosong (nol) maka agency cost juga
akan nol. Tetapi ini sangatlah tidak
mungkin terjadi kecuali jika manajer
adalah memiliki 100 % perusahaan.
Seperti telah diulas diatas bahwa
agency cost ini dibagi menjadi dua,
yaitu : (1) agency cost of equity, (2)
agency cost of debt.
Agency cost of Equity Agency cost of equity
merupakan suatu hasil dari
pengurangan nilai perusahaan
(reduction in firm's value) akibat dari
tindakan manajemen sebagai agent
yang lebih mementingkan kepentingan
pribadinya dari pada kepentingan
shareholder (Zimmer dan Whittred,
1990, 23). Dalam hubungannya
dengan agency cost of equity, insentif
merupakan bagian penting dari
perilaku kehidupan manusia dalam
hubungan keagenan. Seperti yang
diulas diatas bahwa program preventif
yang dilakukan oleh principal adalah
dengan kebijakan insentif atau
program kompensasi yang dinilai
dengan laporan keuangan sebagai
suatu symbol ukuran kinerja manajer.
Berdasarkan konsep kapitalisme,
kekuatan insentif dapat
37
secara langsung dirasakan dalam
dimensi hubungan keagenan ini. Pada
kasus Agency theory, data empiris
(Jensen dan Meckling, 1976)
menunjukkan bahwa manajer akan
selalu berusaha menunjukkan
performance finansial yang baik
melalui media laporan keuangan untuk
para pemodal apabila mereka
diberikan insentif berupa finansial
(Machfoedz, 1997, 13). Watt dan
Zimmerman (1978) seperti yang
dikutip Supomo (1999, 71),
menyatakan bahwa insentif atau
program kompensasi merupakan
faktor pendorong manajemen dalam
memilih dan merubah teknik akuntansi
yang dapat menghasilkan laba
akuntansi yang besar atau
meningkatkan nilai sekarang dari
kompensasi manajemen. Usaha-usaha
untuk memperbaiki performance
laporan keuangan sangat umum
dilakukan oleh manajemen agar
mendapatkan nilai lebih dari principal.
Kesimpulan dapat diambil dari
keterangan di atas bahwa motivasi
manajemen merubah kebijakan
akuntansi dan memilih teknik
akuntansi adalah bukan untuk
merefleksikan fenomena ekonomi
yang lebih akurat (penyajian informasi
yang seharusnya), melainkan lebih
dimaksudkan untuk merekayasa
(manage) laba yang dilaporkan
(konsekuensi ekonomi).
Kekuatan insentif sebagai ukuran*
kinerja manajemen oleh principal
merupakan kekuatan pendorong bagi
pihak manajemen untuk bekerja lebih
keras dalam mengejar besarnya
insentif tersebut. Dan seringkali cara-
cara untuk mengejar insentif tersebut,
manajemen melakukan tindakan yang
kurang terpuji dan etis dalam bisnis.
Agency cost of Debt Agency cost of debt berkaitan dengan
masalah hutang (issue of debts)
berkembang sejalan dengan adanya
resiko hutang (Zimmer dan Whittred,
1990, 24). Konflik kepentingan antara
shareholder / manager dengan
debtholder ini dikarenakan dalam hal
peminjaman dana pada kreditor
dengan suku bungan didasarkan (1)
tingkat resiko dari aktiva perusahaan
yang ada, (2) struktur modal
perusahaan saat ini (yaitu, jumlah
pembiayaan yang berasal dari hutang),
(3) perkiraan atas risiko penambahan
aktiva di masa yang akan datang
(Weston dan Brigham, 1994, 24).
Factor-faktor inilah yang menentukan
tingkat risiko arus kas perusahaan,
yang sangat jelas mempengaruhi
keamanan hutangnya. Dipihak lain
berdasarkan faktor-faktor tersebut
kreditor menentukan tingkat
pengembalian yang disyaratkan, yaitu
biaya dari hutang perusahaan tersebut.
Dalam konteks konflik
kepentingan dengan kreditor, pihak
pemegang saham (shareholder)
bertindak melalui manajemen untuk
melakukan transfer kekayaan dari
debtholder ke dalam perusahaan yang
pada akhirnya akan masuk ke kantong
shareholder. Contoh klasik yang
sering terjadi dalam hal hutang oleh
kreditor dan perusahaan adalah:
Perusahaan memiliki proyek yang
tinggi risikonya dari pada yang
diantisipasi oleh kreditor. Kenaikan
dari perbedaan risiko dari kedua belah
pihak ini akan menyebabkan tingkat
pengembalian yang disyaratkan atas
hutang perusahaan meningkat pula,
sehingga nilai hutang akan turun. Jika
ternyata proyek tersebut berhasil maka
semua keuntungan akan masuk ke
kantong shareholder karena jumlah
yang dibayarkan kepada kreditor
sudah tetap jumlahnya, tetapi jika
proyek itu merugi maka kerugian akan
tetap ditanggung oleh kreditor.
Dalam hal ini shareholder yang
bertindak melalui manajemen
ibaratnya berkata "keuntungan bagi
saya, kerugian bagi bersama". Dengan
38
kata lain ada suatu pengorbanan dari
pihak kreditor untuk kepentingan
pemegang saham (shareholder). Disini
peran manajer dalam menyediakan
laporan keuangan untuk pengajuan
proyek mempunyai peran pentihg
dalam kasus seperti ini.
Agency cosf of debt merupakan
biaya yang dikeluarkan oleh
bondholder dalam kaitarinya dengan
pemberian pinjaman. Dimana dalam
kasus ini shareholder melalui
manajemen dapat melakukan tindakan
yang merugikan kepentingan kreditor.
Agency cost of debt ini merupakan
nilai kuantitatif dari batasan atau
tindakan yang diambil oleh pihak
bondholder agar pihak manajemen
tidak melakukan aktivitas yang
bertentangan dengan kepentingan
kreditor. Dalam kenyataan batasan
atau tindakan kreditor untuk masalah
tersebut adalah dengan bond
covenants. Menurut Zimmer dan
Whittred (1990, 30), bahwa bond
covenant ini mempunyai dua
konsekuensi yaitu: (1) penggunaan
dari laporan keuangan perusahaan
sebagai alat monitoring pihak
bondholder atas segala kepercayaan
kepada pihak manajemen, (2) Bond
covenant berkaitan dengan tingkat
pembatasan yang disyaratkan oleh
bondholder kepada pihak manajemen
atas pemilihan prosedur akuntansi
yang digunakan sebagai variabel
pengukuran dalam laporan keuangan.
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan berkenaan dengan usaha
manajemen dalam hal hutang adalah
sebagai tersebut:
a. Dividend Jika perusahaan menerbitkan surat hutang dengan asumsi tingkat deviden tertentu, dan tingkat deviden ini akan meningkat di waktu yang akan datang, maka akan terjadi transfer kekayaan dari
Debtholder kepada shareholder
Jika kenaikan ini danai dengan
penurunan investasi atau
disinvestasi (dalam batasan
deviden likuidasi), maka transfer
ini akan diikuti dengan
penurunan nilai perusahaan
(deadweight loss).
b. Claim delation
Nilai hak shareholder yang ada
dapat didilusikan dengan
masalah penambahan hutang
pada tingkat prioritas yang sama
atau tingkat prioritas lebih
tinggi. Hal ini menyebabkan
terjadihya transfer kekayaan
kepada shareholder.
d Asset Substitution
Substitusi antar aktiva-aktiva
yang memiliki resiko rendah
dengan aktiva-aktiva yang
memiliki resiko tinggi tidak
akan mengubah nilai perusahaan
jika mereka tidak memiliki
present value yang sama. Dalam
kasus ini, maka nilai perusahaan
akan turun sebagaimana nilai
hutang, tetapi nilai ekuitas
meningkat. Hasil yang luar biasa
ini diturunkan dari option
pricing theory.
d. Underinvestment
Suatu perusahaan dengan hutang
yang beresiko memiliki
dorongan untuk menolak proyek
yang memiliki Net Present
Value (NPV) positif, jika
kenaikan nilai proyek ini
sepenuhnya mengalir kepada
debtholder. Hal ini setidaknya
terjadi dalam dua keadaan, yang
pertama dalam kondisi dimana
terjadi konversi substitusi aktiva.
Keadaan yang kedua adalah
ketika shareholder akan
menolak proyek yang memiliki
NPV positif, kadang-kadang
keputusan ini terpengaruh oleh
39
repayment. Kenaikan
underinvestment terjadi ketika
manajer lebih memilih
keputusan yang mengarah pada
maksimalisasi nilai ekuitas yang
beredar (outstanding equity)
darinada yang membuat
keputusan yang
memaksimalisasi kombinasi
antara nilai hutang dengan nilai
ekuitas.
5. Implikasi Agency theory Pada
Pelaporan Akuntansi
Dalam kondisi Agency theory
yang syarat dengan konflik kepentingan
antara principal dan agent, informasi
akuntansi yang disebutkan dalam
Statement of Financial Accounting
Concepts (SFAC) No 1 yaitu
memberikan informasi yang bermanfaat
(useful) dalam rangka membantu
pengguna untuk membuat keputusan
investasi, kredit, dan keputusan lain
yang rasional menjadi perlu untuk dikaji
lebih lanjut; apakah informasi yang
disediakan oleh manajemen (agent)
tersebut betul-betul bermanfaat dan
dapat dipercaya. Seperti Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ou dan Penman
(1989 dan 1990) bahwa informasi
akuntansi yang harusnya memberikan
suatu kejujuran dalam pelaporan
keuangan sangat perlu untuk ditinjau
dan dikaji lebih dalam berkaitan dengan
hubungan keagenan tersebut (Lihat
Scott, 1997).
Pihak manajemen sebagai
pengolah, pembuat dan penyaji
informasi akuntansi mempunyai
kesempatan untuk melakukan
permainan dalam teknik-teknik
akuntansi. Manajemen akan memilih
teknik akuntansi yang mempunyai efek
pada cash flow perusahaan (kekayaan
dari berbagai pihak yang ada dalam
perusahaan) daripada teknik akuntansi
yang tidak membawa dampak pada cash
flow (Zimmer dan Whittred, 1990, 21).
Pemilihan teknik akuntansi oleh
manajemen dalam Agency theory ini
bisa ditandai sebagai ex ante dan ex
post. Pemilihan metode akuntansi
disebut sebagai ex ante dalam larti jika
pemilihan metode akuntansi itu dibuat
pada waktu awak kontrak (saat kontrak
dinegosiasikan). Sedangkan ex post leih
mengacu pada pemilihan metode
akuntansi pada saat berlangsungnya
kontrak (Zimmer dan Whittred, 1990,
21). Manajemen (agent) menggunakan
informasi akuntansi atau harga saham
yang merefleksikan target kinerja
manajemen jangka pendek dan jangka
panjang sebagai dasar penentuan
kompensasi.
Teori akuntansi menyediakan
seperangkat prinsip atau konsep-konsep
yang luas untuk menjelaskan dan
memprediksi praktik akuntansi memberi
suatu alternatif metode dan kebijakan
yang dapat digunakan oleh manajemen
untuk menghasilkan laporan keuangan
yang akan digunakan sebagai laporan
pertanggungjawaban kepada para
pemilik (principal). Informasi akuntansi
menyajikan mengenai: laba, modal,
utang jangka panjang, earning per share,
dan informasi lainnya yang digunakan
untuk penentuan besarnya kompensasi
manajemen. Laba dan pos-pos lainnya
yang disajikan daiam informasi
akuntansi tentu dipengaruhi oleh teknik
akuntansi (teknik pengukuran dan
penilaian) yang dipilih dan diterapkan
oleh manajemen.
Penentuan kebijakan akuntansi
perusahaan mencakup pemilihan teknik-
teknik akuntansi yang menurut
pertimbangan dapat menghasilkan
informasi akuntansi yang lebih
bermanfaat bagi pengambilan keputusan
pemakainya. Perusahaan seharusnya
menerapkan kebijakan akuntansi secara
40
konsisten dari periode ke periode agar
informasi yang dihasilkan lebih dapat
diperbandingkan. Seperti yang
dinyatakah Financial Accounting
Standart Board (FASB), bahwa
konsistensi penerapan kebijakan
akuntansi akan menghasilkan informasi
akuntansi yang lebih mudah dipahami,
diinterprestasikan, dan lebih bermanfaat
bagi pemakainya untuk pembuatan
keputusan.
Manajemen dapat merubah
kebijakan akuntansi yang telah
diterapkannya jika menurut
pertimbangan manajemen hal tersebut
perlu untuk dilakukan. Perubahan
kebijakan akuntansi (misal: dalam
metode penilaian persediaan atau
metode depresiasi), harus diungkapkan
dalam penyajian informasi akuntansi,
termasuk pengungkapan mengenai
alasan-alasan dan pengaruh material
yang mungkin ditimbulkan karena
perubahan kebijakan tersebut. Aspek
yang seharusnya menjadi pertimbangan
manajemen dalam merubah kebijakan
akuntansi perusahaan, disamping
pertimbangan konsistensi, adalah untuk
memenuhi karakteristik kualitatif
informasi akuntansi yaitu :
representation faithfulness (Schoereder
dan Clark, 1995 What Supomo 1999,
70). Informasi akuntansi yang
menyajikan informasi yang seharusnya,
jujur dan apa adanya (representation
faithfulness), merupakan karakteristik
kualitatif informasi akuntansi yang dapat
dipercaya sehingga lebih bermanfaat
bagi pihak-pihak yang mengandalkan
informasi tersebut untuk dapat
pembuatan keputusan dalam hal ini
pihak principal (Supomo, 1999, 70).
Kenyataannya dalam praktek
perusahaan sangat sulit dan tidak mudah
untuk menerapkan representation
faithfulness. Kesulitan mendasar dari
pelaksanaan konsep tersebut adalah
adanya hubungan kerja Principal
agent, yang dalam prakteknya
menggunakan dasar kompensasi untuk
menilai kinerja dari manajemen.
Sedangkan kompensasi tersebut
besarnya ditentukan berdasarkan target
kinerja tertentu yang diukur berdasarkan
informasi akuntansi (earning per share,
return on asset, return on equity dan
lain-lain) atau berdasarkan harga saham
perusahaan.
6. Masalah Agency theory,
Ketidakseimbangan Informasi
(Information asymmetry)
Dalam penyajian informasi,
permasalahan timbul ketika principal
dan manajemen memiliki persepsi dan
sikap yang berbeda dalam hal pemberian
informasi yang akan digunakan oleh
principal untuk memberikan insentif
kepada agent. Hal lain yang membuat
permasalahan adalah persepsi kedua
belah pihak dalam menanggung resiko
(Eisenhardt, 1988). Agent yang
memiliki informasi tidak akan
memberikan seluruh informasi itu untuk
principal; Sebaliknya, principal yang
memerlukan informasi atas
kepemilikannya tetapi asses pada
informasi internal terbatas, akan
meminta manajemen memberikan
informasi selengkapnya. Keinginan
principal tersebut pada umumnya sangat
sulit dipenuhi karena beberapa faktor,
yaitu biaya penyajian informasi,
keinginan manajemen untuk
menghindari resiko terlihat
kelemahannya, waktu yang digunakan
untuk menyajikan informasi dan
sebagainya. Ketidakharmonisan antara
agent dan principal ini menyebabkan
ketidakseimbangan . informasi
(information asymmetry).
Information asymmetry ini pada
akhirnya akan mengaburkan makna
informasi akuntansi. Berdasarkan
beberapa penelitian (Ou and Penman,
1989; Ou, 1990; Penman, 1991, lihat
41
Scott, 1997) menunjukkan bahwa
manfaat informasi telah diragukan
reliabilitasnya dan akuntabilhasnya
berkaitan dengan fenomena Agency
theory. Hal ini sangat mungkin
disebabkan oleh adanya rekayasa agent
dalam menghindari resiko yang
diakibatkan oleh ketidakmampuan
menyajikan kinerja yang baik pada
principal. Dipihak lain, principal sendiri
tidak memiliki otoritas yang luas untuk
asses informasi langsung pada
perusahaannya. Dengan demikian sangat
mungkin bahwa penyajian laporan
keuangan untuk principal dipenuhi
dengan model window dressing.
7. Agency theory Dalam Perspektif
Syariah : Sebuah tinjauan
Disisi lain dalam konsepsi Islam
diberikan suatu kejelasan mengenai
hubungan yang berkaitan dengan suatu
bentuk kerjasama antara manajer
(Agent) dan pemilik (Principal). Bentuk
relasi yang mendasari keberadaan
hubungan tersebut muncul dari konsep
dasar amanah dalam kerangka
kemutlakan tunggal atas kuasa Illahi.
Dalam hal ini Triyuwono menjelaskan
(1997, 18):
Amanah adalah sesuatu yang
dipercayakan kepada orang
lain untuk digunakan
semestinya sesuai dengan
keinginan yang
mengamanahkan. Ini artinya
bahwa pihak yang mendapat
amanah tidak memiliki
kewajiban penguasaan
(pemilikan) mutlak atas apa
yang diamanahkan. Ia
memiliki kewajiban untuk
memelihara amanah tersebut
dengan baik dan
memanfaatkannya sesuai
dengan yang dikehendaki
oleh pemberi amanah ..........
pemberi amanah, dalam hal
ini adalah Tuhan sang
pencipta alam semesta.
Dengan kekuasaannya Tuhan
menciptakan manusia sebagai
wakilnya di bumi atau
Khalifatullah Fill Ardh.
Merujuk apa yang diutarakan oleh
Triyuwono diatas, berarti nilai
kemutlakan yang muncul dalam
interaksi antara pengamanah dan yang
diberi amanah adalah semata-mata atas
kuasa Illahi. Dengan kata lain ketika
terjadi suatu kontrak antara Manajer
(Agent) dengan Pemilik (Principal),
essensi yang terjadi pada kedua belah
pihak bahwa mereka sama-sama
mengemban amanah atas suatu
kepemilikan yang dipercayakan oleh
Allah kepada mereka sebagai bentuk
manifestasi atas fungsi manusia sebagai
Khalifatullah Fill Ardh. Dalam
hubungannya dengan eksistensi manusia
sebagai tersebut diatas, maka tujuan
utama dari keberadaan manusia sebagai
pengemban amanah adalah
menyebarkan rachmatan HI alamiin.
Dalam konteks hubungan antara manajer
dan pemilik dalam konsepsi Islam tidak
ada alasan untuk mengarahkan tujuan
tersebut ke dalam kekuasaan nafsu
untuk mengejar keuntungan belaka.
Dengan demikian mereka
memiliki suatu posisi yang sama atas
orientasi dari tujuan yang menyebabkan
keberadaan ikatan tersebut yaitu
memberikan nilai rachmatan HI alamin
pada seluruh umat dan alam. Dengan
meminjam konsep amanah seperti yang
dipaparkan oleh Triyuwono dalam
mendesain organisasi, maka pancaran
dari nilai-nilai akuntabilitas yang hakiki
akan lebih bisa terealisir.
Bentuk amanah dalam kerangka
kuasa Illahi mengarahkan penciptaan
baru mengenai tujuan sebenarnya yang
42
harus dicapai organisasi, seperti
diungkapkan dimuka. Secara lebih rinci
nilai yang terbentuk dari hasil kolaborasi
antara manajemen dan pemilik bukan
semata-mata pada peningkatan profit /
maximize utility, namun tujuan tersebut
merupakan tujuan antara untuk
mewujudkan tujuan utama yakni
memaksimalkan rahmat.
Dalam Organisasi dalam metafora
amanah, pelaku-pelaku yang ada dalam
organisasi harus mempunyai kesadaran
yang tinggi akan sifat keterturidukan
dan kepasrahan kepada Tuhan pencipta
alam semesta. Karena mereka hanyalah
khalifah dari Allah SWT yang diutus
untuk menghasilkan Salamah (sejahtera,
sentosa) bagi seluruh ummat dan alam
semesta. Organisasi dalam metafora
amanah memandang pemilik (principal)
adalah pihak yang diberi amanah oleh
Tuhan atas sumber daya yang dipunyai
berupa dana atau financial untuk diolah
sesuai dengan jalan Allah, sedangkan
manajer (agent) adalah pihak yang
diberi kepercayaan oleh principal untuk
mengelola sumber daya tersebut dalam
bentuk perusahaan. Dengan perspektif
yang sama yaitu memandang bahwa
manusia hanyalah seorang utusan Allah
SWT; maka baik manajer dan pemilik
sebagai pihak yang terlibat paling
dominan dalam kelangsungan
organisasi- tentu akan melakukan
tugasnya masing-masing sesuai dengan
perintah Allah SWT sebagai pemberi
perintah tertinggi. Dengan kesamaan
perspektif tersebut member i
konsekuensi bahwa perusahaan dalam
seluruh masa hiduprtya harus dijalankan
sesuai dengan syari'at-syari'at Islam atau
dengan kata lain bahwa perusahaan
harus dioperasikan atas dasar-dasar etika
atau dalam konteks bisnis lebih dikenal
dengan etika bisnis.
Dari pemikiran diatas
memberikan suatu gambaran filosofis
dalam mendeskripsikan suatu pola
keagenan antara manajer (agent) dan
pemilik (principal). Sebagai konsekuensi
dari penggunaan nilai-nilai syari'ah
dalam suatu perspektif manusia sebagai
"KhalifatullahFM Aran" dalam
mendesain pola keagenan maka akan
memberikan pengaruh pada keseluruhan
sistem yang ada. Akuntansi sebagai
suatu sistem dalam organisasi tidak
dapat dihindari akan terpengaruhi oleh
filosofis organisasi tersebut. Seperti
yang diungkapkan oleh Kiswara, (1999,
6); Hines, (1989, 60), bahwa setiap
organisasi itu memiliki keterkaitan
dengan tata tertib akuntansi, keuangan,
investasi atau manajemen yang secara
aktif berkompeten dengan
pengungkapan pelaporan keuangan.
Akuntansi yang bernafaskan
Islam dimana nilai-nilai syari'ah
dijunjung tinggi dalam eksistensinya
menjadi sangat diperlukan :; dalam
bingkai organisasi dalam metafora
amanah Akuntansi yang bernafaskan
Islam idealnya akan mempunyai
perangkat tersendiri dan konsep yang
berbeda pula dengan akuntansi
konvensional. Dimana dalam konteks
tersebut akuntansi akan digunakan
sebagai, suatu media
pertanggungjawaban kepada Tuhan.
Berdasarkan uraian tersebut
diatas maka dalam mendekonstruksi
konsep Agency theory dengan nilai-nilai
syari'ah dimungkinkan untuk
mengadopsi nilai-nilai yang terkandung
dalam Agency theory. Dalam Agency
theory nilai dasar yang terkandung
adalah pendelegasian wewenang dan
pertanggungjawaban, sedangkan Islam
sendiri mempunyai karakteristik yang
sama, yaitu adanya dua hal tersebut
sebagai suatu hal yang mendasar dalam
pelaksanaan perspektif Khalifatullah
Fill Ardh. Dengan adanya persamaan
dari konsep dasar tersebut maka akan
sangat ilmiah untuk mendekonstruksi
43
hal tersebut dalam dimensi yang
berbeda yang mempunyai keterkaitan
karakteristik. Tetapi perlu disadari
bahwa dalam pendekonstruksian
tersebut, ada suatu "meta rule" yang
harus diperhatikan. Dimana dalam
Agency theory, penekanan
pendelegasian wewenang dan
pertanggungjawaban hanya terbatas
pada hubungan manusia (khususnya
bagi pemilik). Sedangkan dalam Islam
kedua hal pokok tersebut mengandung
suatu nilai yang lebih tinggi yang
mempunyai nuansa religius, dimana
pendelegasian wewenang dan
pertanggungjawaban yang ada dalam
Islam merupakan manifestasi dari
Khalifatullah Fill Ardh.
Oleh karena itu untuk bisa
mewujudkan theory agency dalam
kerangka syari'ah menurut Bashir
dalam awwal (1999:14) ada beberapa
tahapan yang harus dilalui: pertama-
tama, Orang Islam percaya akan konsep
hidup yang abadi, di mana kejujuran
adalah bisa memberi penghargaan dan
ketidak jujuran dapat dihukum Ini
merupakan perangsang tidak material
agar orang bertindak jujur. Yang kedua,
jika semua operasi keuangan didasarkan
pada hubungan antara pemberi modal
dan usahawan yang sifatnya
berkelanjutan, usahawan jujur akan
memaksa usahawan tak jujur ke luar dari
pasar itu; Maka, ada juga suatu
perangsang keuangan untuk menjadi
jujur.
Tahap berikutnya masih
menurut awwal (1999:15) dirancang
mekanisme insentif seperti
menyediakan kepemilikan, perpindahan
penghubung kepemilikan sampai
pengabulan bonus atas prestasi yang
dicapai, membangun rencana bagaimana
agar kesepakatan bisa ditaati.
Kesimpulan
Agency theory yang lahir dalam
dekade kapitalisme yang mantap
menjadikan teori ini identik dengan
semangat dan jiwa dari;kapitalisme.
Agency theory lahir sebagai dampak dari
pengaruh kapitalisme yang begitu
kental dalam bidang bisnis. Kelahiran
Agency theory sendiri tidak bisa
dilepaskan dari pemikiran kaum
professional kapitalis lebih khususnya
lagi para akuntan kapitalis sebagai usaha
untuk mengurangi pertentangan atau
konflik dari pihak-pihak yang
mengadakan kontrak karena usahanya
memperoleh keuntuhgan yang sebesar-
besarnya dari adanya kontrak tersebut.
Masalah yang timbul akibat adanya
Agency theory ini sangat banyak sekali
diantaranya persoalan agency cost,
agency equity, agency cost of debt
sampai pada persoalan
ketidakseimbangan informasi.
Dalam konsepsi Islam diberikan
suatu kejelasan mengenai hubungan
yang berkaitan dengan suatu bentuk
kerjasama antara manajer (Agent) dan
pemilik (Principal). Bentuk relasi yang
mendasari keberadaan hubungan
tersebut muncul dari konsep dasar
amanah dalam kerangka kemutlakan
tunggal atas kuasa Illahi. Dalam Agency
theory nilai dasar yang terkandung
adalah pendelegasian wewenang dan
pertanggungjawaban, sedangkan Islam
sendiri mempunyai karakteristik yang
sama, yaitu adanya dua hal tersebut
sebagai suatu hal mendasar dalam
pelaksanaan perspektif Khalifullah Fill
Ardh.
DAFTAR PUSTAKA
Awwal, Md. Abdul Sarker, Islamic
Business Contracts, Agency
Problem and the Theory of the
Islamic Firm, International
44
Journal of Islamic Financial
Services, Vol.1, No.2, July-
September 1999
Kelly, Lauren, 1983, The development
of a positif Theory of corporate
management's role in external
financial reporting, journal of
accounting literature, Spring
Eisenhardt, Kathlleen M 1989, Agency
theory : An Assesment and
Review, Academy Of Management
Review, Vol 14 No 157-74
Zulkifli dan Sulastiningsih. 1998.
Kerangka Konseptual
Pelaporan Keuangan dalam
Perspektif Islam. Jurnal
Akuntansi dan Auditing
Indonesia. Vol.2. No. 2.
Desember 1998.
Chua, Wai Fong. 1986. Radical
Development in accounting
Thought. The Accounting
Review LX3 (4): 601-632.
Ghofar, Abdul. 1999. Analisis Implikasi
Pemikiran dan PEnelitian
Akuntansi Dari Paradigma
Mainstream Barat dan
Paradigma Islam dalam
Kerangka Analisis Konsep Tao
(Studi Kualitatif Komparatif
Akuntansi Mainstream dan
Akuntansi Alternatif Dalam
Pembentukan Akuntansi
Humanis. Skripsi Fakultas
Ekonomi. Universitas
Brawijaya.
Harahap, Sofyan Syafri. 1997.
Akuntansi Islam. Bumi Aksara.
Kiswara, Endang. 1999. Teori
Keagenan (Agency Theory).
Wujud Kepedulian Akuntansi
Pada Makna Informatif
Pengungkapan Laporan
Keuangan. Media Akuntansi. No.
34/Th VI April 1999.
Machfoedz, Mas'ud. 1997. True
Reward Systems' dan Media
Pertanggung-jawaban pada
Tuhan. Makalah Kuliah Tamu.
Roslender, Robin. 1992. Sociological
Perspectives on Modern
Accounting.
Jensen Dan Meckling, 1976, Theory Of
the Firm: Managerial Behavior,
Agency costs And Ownership
Structure Journal Of Financial
Economics, October, 1976, V. 3,
No. 4, Pp. 305-360 and
Foundations of Organizational
Strategy, Michael C. Jensen,
Harvard University Press, 1998.
Supomo, Bambang. 1999. Dampak
kompensasi manajemen Terhadap
Kebijakan Akuntansi Sebuah
Tinjauan Umum Hasil Penelitian
Empiris. Jurnal Bisnis Dan
Akuntansi. Vol. 1, No. 1, April
1999.
Financial Accounting Standards Board
(1992). Statement of Financial
Accounting Concepts,
Homewood, Illinois:Irwin, Inc.
Scott W.R, 1997, Financial Accounting
Theory, New Jersey:Prentice
Hall.
Hines, Ruth. D. 1989. The Sociopolitical
Paradigm in Financial
Accounting Research.
Accounting, Auditing and
Accountability Journal. Vol 2, No
1, 1989.
45
Triyuwono, Iwan, 1998, Trust (amanah)
Management and Acccounting
Implication, Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, Vol. 1,
No. 1, Januari 1988. 1997.
Triyuwono, Iwan. 1997. "Akuntansi
Syari 'ah Dan Koperasi Mencari
Bentuk dalam Bingkai Metafora
Amanah ". Jurnal Akuntansi dan
Auditing Indonesia. Vol 1. No.
1. Mei 1997.
Triyuwono, Iwan. 1996. Teori
Akuntansi Berhadapan Nilai-
Nilai Ke- Islam-an, Ulumul
Qur'an. 1996. No. 5 Vol VI.
Triyuwono, Iwan. 1999. Organisasi
Syari'ah dan Manajemen
Amanah. Pusat Pengkajian
Bisnis dan Ekonomi Islam
(PPBEI). Fakultas Ekonomi.
Universitas Brawijaya, Malang.
1999.
Triyuwono, Iwan, 2000. Organisasi dan
Akuntansi Syari'ah. Cetakan
pertama. Penerbit LkiS
Yogyakarta.
Watts, Ross L and Zimmerman, Jerold
L. 1987. Towards a Positive
Theory of the Determination of
Accounting Standards.
Accounting Theory and Policy.
Robert Bloom and Pieter T.
Algers. Second edition.
Weston, J. Fred and Brigham. Eugene.
F. 1994. Dasar-dasar
manajemen keuangan, 1994.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Zimmer Ian dan Whittred. 1990. A
Contracting Cost Framework for
the Analysis of Financial
Accounting and Reporting,
Financial Accounting: Incentive
effects and economic
Consequences. Sidney: Holt
Rinehart and Wiston.