3 guillain barre syndrome
DESCRIPTION
GBSTRANSCRIPT
Guillain Barre Syndrome
Definisi
Guillain barre syndrome adalah sindroma yang memiliki karakteristik berupa paralisis flaccid
asenden simetris ysng berkembang secara cepat, biasanya mengikuti infeksi virus. Adanya
riwayat flu saluran pernapasan atas atau gastrik, infeksi mononukleus, atau hepatitis
merupakan hal yang umum. Pemulihan biasanya sempurna, namun dapat dialami klien
sampai 18 bulan, jika derajat yang dipengaruhi cukup luas. Pemulihan motorik dimulai lebih
kurang 10-14 hari setelah serangan dari gejala gejala tersebut (widagolo, wahyu.2008.Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : TIM)
Sindrom guillain-bare (Guillain barre syndrome-GBS) merupakan sindrom klinis yang
ditunjukkan oleh onset (awitan) akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf tepi dan kranial.
Proses penyakit mencangkup demielinisasi dan degenerasi selaput mielin dari saraf tepi dan
kranial (sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995). GBS merupakan sindrom klinik yang
mnyebabkan tidak diketahui yg menyangkut saraf tepi dan kranial (suzane C. Smeltzer dan
Benda G., 2002) puncak agak tinggi terjadi pada usia 16-25 tahun, tetapi mungkin juga
berkembang pada setiap golongan manusia.
(Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Infeksi Dan Inflamasi Sistem
Saraf Pusat. Jakarta : salemba medika)
Penyakit akut atau lebih tepat subakut yang lambat laun menjadi paralitik dengan penyebab
yang belum jelas, namun teori saat ini mulai terarah pada proses imunologik.
Sindroma Guillain Barre (SGB) merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya
paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana
targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. ( Bosch, 1998 ).
Etiologi
Etiologi yang spesifik sampai sekarag belum diketahui. Ada dua teori mengenai penyebab
dari guillain barre disebabkan karena infiltrasi virus ke spinal dan kadang kadang ke akar-
akar saraf kranial. Teori dua mengatakan bahwa sindroma ini sebagai akibat dari respon
autoimun dari tubuh yang mana ditimbulkan oleh toksin atau agent infeksi yang
menimbulkan dimielintasi segmen dari saraf saraf perifer kranial. Penyakitini umumnya
menyerang seseorang yang berusia 30-50 tahun, baik itu pria maupun wanita.
Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan
terjadinya SGB, antara lain:
a. Infeksi
Infeksi : missal radang tenggorokan atau radang lainnya
Infeksi virus :measles, Mumps, Rubela, Influenza A, Influenza B, Varicella zoster,
Infections mono nucleosis (vaccinia, variola, hepatitis inf, coxakie)
Vaksin : rabies, swine flu
Infeksi yang lain : Mycoplasma pneumonia, Salmonella thyposa, Brucellosis,
campylobacter jejuni
b. Vaksinasi, karena masuknya virus kedalam tubuh yang dapat menyerang saraf manusia
contohnya : vaksin influensa tipe A, vaksin HiB, vaksin H1N1, BCG, tetanus, varicella, dan
hepatitis B
c. Pembedahan : adanya luka terbuka yang dapat mengakibatkan sepsis didalam tubuh
sehingga imun manusia menurun dan virus masuk dan dapat menyerang system saraf
manusia contohnya pembedahan pada saat melahirkan (sesar), pembedahan paru-paru,
pembedahan jantung.
d.Penyakit sistematik: keganasan, Hodgkin’sdisease, carcinoma,lymphoma, systemic lupus
erythematosus, tiroiditis, penyakit Addison
e. Kehamilan atau dalam masa nifas
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB
yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% – 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu
sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi
gastrointestinal
Salah satu hipotis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi autoimun yang
menyerang mielin saraf perifer.
(Husni tanra, prof.dr,Sp.An(K), neurofisiologi of brain for Guillan barre sindroma,
Hasanuddin unerversity,2003)
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus
SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu
sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi
gastrointestinal.
Infeksi akut yang berhubungan dengan SGB
Infeksi Definite Probable Possible
Virus CMV
EBV
HIV
Varicella-zoster
Vaccinia/smallpox
Influenza
Measles
Mumps
Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Echo
bakteri Campylobacter
Jejeni
Mycoplasma
Pneumonia
Typhoid Borrelia B
Paratyphoid
Brucellosis
Chlamydia
Legionella
Listeria
Manifestasi Klinis
1. Gangguan motorik
- Kesulitan berjalan, ini disebabkan karena impuls dari otak ke otot (motorik) tidak
sampai karena ada denervasi akibat myelin yanyg rusak sehingga tidak ada aliran
listrik untuk menggerakkan otot kaki
- Menurunnya atau tidak adanya reflex tendon dalam dikarenakan demyelinisasi
bagian akson
- Penekanan atau kegagalan pernafasan : dipsnea, menurunnya suara napas,
menurunnya tidal volume/kapasitas vital
- Kelemahan otot atau paralisis tanpa muscle wasting
- Inkonten feses dan urin atau kehilangan bowel dan bladder
2. Gangguan sensorik
- Paresthesia terjadi karena adanya kerusakan pada myelin yang diakibatkan oleh
autoimun atau virus yang mengakibatkan implus saraf yang seharusnya disampaikan
ke otak menjadi tidak sampai.
- Nyeri (kram)
3. Kerusakan saraf cranial
- Disfungsi saraf cranial : kelemahan wajah, disfagia, diplopia
Diakibatkan karena myelin yang rusak karena diserang oleh limfosit (imun)sehingga
penghantar impuls terganggu dan menyebar mengakibatkan denervasi(penghambatan
impuls disaraf) sehingga axon mengalami degenerasi, penghantar impuls yang terjadi
sampai ke nerves III,IV,V,VI,VII,IX,X sehingga impuls tidak sampai ke otak untuk
menggerakkan otot, sehingga tejadi kelemahan, susah menelan karena tidak ada
impuls ke otak sehingga tidak ada aliran listrik ke otot sehingga otot penggerak untuk
menelan menjadi lemah, begitu pula dengan otot pada mata sehingga bayangan yang
diterima mata tidak adekuat.
- Kelemahan otot wajah
4. Gangguan saraf otonom
- Tekanan darah tidak stabil
- Kardiak distritmia
- Takhikardia
Klasifikasi
Terdapat enam subtipe sindroma Guillain-Barre, yaitu:
1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), yang merupakan jenis GBS yang
paling banyak ditemukan, dan sering disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh
respon autoimun yang menyerang membrane sel Schwann.
2. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan
bermanifestasi sebagai paralisis desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang biasa
terjadi. Umumnya mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala,
yakni oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90%
kasus.
3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina; menyerang
nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan
oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini
musiman dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-
GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.
4. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN), mirip dengan AMAN, juga
menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga menyerang saraf sensorik dengan
kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.
5. Neuropati panautonomik akut, merupakan varian GBS yang paling jarang;
dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskular
dan disritmia.
6. Ensefalitis batang otak Bickerstaff’s (BBE), ditandai oleh onset akut oftalmoplegia,
ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia atau refleks Babinski (menurut
Bickerstaff, 1957; Al-Din et al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun
diikuti fase remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak,
seperti pons, midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis
BBE cukup baik.
(Gutierrez Amparo, Sumner Austin J. Electromyography in neurorehabilitation. In:
Selzer ME, Clarke Stephanie, Cohen LG, Duncan PW, Gage FH. Textbook of neural
repair and rehabilitation Vol. II: Medical neurorehabilitation. UK: Cambridge
University Press; 2006. p.49-55.)
Komplikasi
- Kegagalan jantung dikarenakan distritmia karena otot polos jantung tidak berfungsi
dengan baik mengakibatkan denyut jantung tidak beraturan dan keadaan kegawatan
- Kegagalan pernafasan diakibatkan karena tidak adekuatnya otot pernafasan sehingga
udara yang masuk tidak adekuat bahkan energy untuk mengambil nafas tidak ada dan
harus dibantu ventilator
- Infeksi dan sepsis diakibatkan karena adanya virus yang banyak menyerang saraf
dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran darah
- Thrombosis vena yaitu penggumpalan darah diakibatkan karena co menurun sehingga
aliran darah ditubuh berkurang sehingga aliran darah keperifer menurun dan koagulasi
meningkat
- Emboli paru diakibatkan karena gagal jantung pada pasien gbs yang mengakibatkan
co menurun dan aliran darah ke paru pun menurun (statis) mengakibatkan koagulasi
darah meningkat
- Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretik hormone (siadh) diakibatkan
karena sekresi adh yang abnormal dari hipofisis
- Paralisis persisiten diakibatkan karena kerusakan saraf difus ke otot seluruh tubuh
yang berakibat tidak adanya energy yang digunakan karena aliran listrik untuk
menggerakkan otot tidak ada.
- Hipotensi atau hipertensi diakibatkan karena kurangnya aliran darah keseluruh tubuh
(hipotensi) dan diakibatkan otot jantung yang melemah dan kebutuhan tubuh yang
meningkat sehingga jantung memompa darah dengan lebih kuat tetapi dijantung tidak
ada energy untuk memompa.
Pathogenesis
Perjalanan penyakit guilan barre syndrome ini terdiri dari 3 fase, yaitu :
Fase progresif
Dimulai dari onset penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan bertambah berat
sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung beberapa dari sampai 4 minggu,
jarang yang melebihi 8 minggu.
Fase plateau
Kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa pendek selama 2
hari, aling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7 minggu.
Fase rekonvalesen
Ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan ektremitas yang berlangsung selama
beberapa bulan.Seluruh perjalanan penyakit GBS ini berlangsung dalam waktu yang
kurang dari 6 bulan.
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya
suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi
dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor
dan gangguan sensorik dan motorik perifer.
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:
1) Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
- Terjadinya kelemahan yang progresif
- Hiporefleksi
2) Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
a. Ciri-ciri klinis:
- Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4
minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90%
dalam 4 minggu.
- Relatif simetris
- Gejala gangguan sensibilitas ringan
- Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain
dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang <
5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
- Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang
sampai beberapa bulan.
- Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala
vasomotor.
- Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
- Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP
serial
- Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
- Varian:
Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar protein dalam cairan
otak (> 0,5 mg%) tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel dalam cairan otak, hal ini
disebut disosiasi sito-albuminik. Peninggian kadar protein dalam cairan otak ini dimulai
pada minggu 1-2 dari onset penyakit dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu.
Jumlah sel mononuklear < 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian kecil
penderita tidak ditemukan peninggian kadar protein dalam cairan otak. Imunoglobulin
serum bisa meningkat. Bisa timbul hiponatremia pada beberapa penderita yang
disebabkan oleh SIADH (Sindroma Inapproriate Antidiuretik Hormone).
2) Pemeriksaan elektrofisiologi (EMG)
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis GBS adalah kecepatan
hantaran saraf motorik dan sensorik melambat. Distal motor retensimemanjang kecepatan
hantaran gelombang-f melambat, menunjukkan perlambatan pada segmen proksimal dan
radiks saraf. Di samping itu untuk mendukung diagnosis pemeriksaan elektrofisiologis
juga berguna untuk menentukan prognosis penyakit : bila ditemukan potensial denervasi
menunjukkan bahwa penyembuhan penyakit lebih lama dan tidak sembuh sempurna.
3) Tes fungsi paru
Menurunnya kapasitas vital, perubahan nilai AGD (penurunan PaO2, meningkatanya
PaCO2 atau peningkatan pH)
Penatalaksanaan
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu
dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi
sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya
penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).
1) Sindrom, Guillain Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan pasien
diatasi di unit perawatan intensif.
a. Pengaturan jalan napas
Respirasi diawasi secara ketat terhadap perubahan kapasitas vital dan gas darah
yang menunjukkan permulaan kegagalan pernafasan. Setiap ada tanda kegagalan
pernafasan maka penderita harus segera dibantu dengan oksigenasi dan pernafasan
buatan. Trakheotomi harus dikerjakan atau intubasi penggunaan ventilator jika
pernafasan buatan diperlukan untuk waktu yang lama atau resiko terjadinya
aspirasi. Walaupun pasien masih bernafas spontan, monitoring fungsi respirasi
dengan mengukur kapasitas vital secara regular sangat penting untuk mengetahui
progresivitas penyakit.
b. Pemantauan EKG dan tekanan darah
Monitoring yang ketat terhadap tekanan darah dan EKG sangat penting karena
gangguan fungsi otonom dapat mengakibatkan timbulnya hipotensi atau hipertensi
yang mendadak serta gangguan irama jantung. Untuk mencegah takikardia dan
hipertensi, sebaiknya diobati dengan obat-obatan yang waktu kerjanya pendek
(short-acting), seperti : penghambat beta atau nitroprusid, propanolol. Hipotensi
yang disebabkan disotonomi biasanya membaik dengan pemberian cairan iv dan
posisi terlentang (supine). Atropin dapat diberikan untuk menghindari episode
brakikardia selama pengisapan endotrakeal dan terapi fisik. Kadang diperlukan
pacemaker sementara pada pasien dengan blok jantung derajat 2 atau 3.
c. Plasmaparesis
Pertukaran plasma (plasma exchange) yang menyebabkan reduksi antibiotik ke
dalam sirkulasi sementara, dapat digunakan pada serangan berat dan dapat
membatasi keadaan yang memburuk pada pasien demielinasi. Bermanfaat bila
dikerjakan dalam waktu 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma
yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg. Dalam waktu 7-14 hari
dilakukan tiga sampai lima kali exchange. Plasmaparesis atau plasma exchange
bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Albumin :
dipakai pada plasmaferesis, karena Plasma pasien harus diganti dengan suatu
substitusi plasma.
d. Perlu diperhatikan pemberian cairan dan elektrolit terutama natrium
karena penderita sering mengalami retensi cairan dan hiponatremi disebabkan
sekresi hormone ADH berlebihan.
e. Ileus paralitik terkadang ditemukan terutama pada fase akut sehingga
parenteral nutrisi perlu diberikan pada keadaan ini.
2) Perawatan umum :
a. Mencegah timbulnya luka baring/bed sores dengan perubahan posisi tidur.
b. Fisioterapi yang teratur dan baik juga penting. Fisioterapi dada secara teratur
untuk mencegah retensi sputum dan kolaps aru. Segera setelah penyembuhan
mulai fase rekonvalesen) maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan
meningkatkan kekuatan otot.
c. Spint mungkin diperlukan untuk mempertahakan posisi anggota gerak yang
lumpuh,
d. Kekakuan sendi dicegah dengan gerakan pasif. Gerakan pasti pada kaki yang
lumpuh mencegah deep voin thrombosis.
e. Perawatan kulit, kandung kemih, saluran pencernaan, mulut, faring dan trakhea.
f. Infeksi paru dan saluran kencing harus segera diobati.
g. Bila ada nyeri otot dapat dapat diberikan analgetik.
3) Pengobatan
a. Kortikosteroid
Seperti : azathioprine, cyclophosphamid Kebanyakan penelitian mengatakan
bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk
terapi GBS. efek steroid dosis tinggi intravenous menguntungkan. Dilaporkan 3
dari 5 penderita memberi respon dengan methyl prednisolon sodium succinate
intravenous dan diulang tiap 6 jam diikuti pemberian prednisone oral 30 mg setiap
6 jam setelah 48 jam pengobatan intravenous. Efek samping dari obat-obat ini
adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.
b. Profilaksis terhadap DVT (deep vein thrombosis)
Pemberian heparin dengan berat molekuler yang rendah secara subkutan
(fractioned Low Molecular Weight Heparin/ fractioned LMWH) seperti :
enoxaparin, lovenox dapat mengurangi insidens terjadinya tromboembolisme vena
secara dramatik, yang merupakan salah satu sekuele utama dari paralisis
ekstremitas. DVT juga dapat dicegah dengan pemakaian kaus kaki tertentu (true
gradient compression hose/ anti embolic stockings/ anti-thromboembolic disease
(TED) hose).
c. Pengobatan imunosupresan:
Imunoglobulin IV
Beberapa peneliti pada tahun 1988 melaporkan pemberian immunoglobulin
atau gamaglobulin pada penderita GBS yang parah ternyata dapat
mempercepat penyembuhannya seperti halnya plasmapharesis. Gamaglobulin
(Veinoglobulin) diberikan perintravena dosis tinggi. Pengobatan dengan
gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis
karena efek samping/komplikasi lebih ringan tetapi harganya mahal. Dosis
aintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh. imunoglobulin
intravena (IVIG 7s) : dipakai untuk memperbaiki aspek klinis dan imunologis
dari GBS dan Dosis dewasa adalah 0,4 g/kg/hari selama 5 hari (total 2 g
selama 5 hari) dan bila perlu diulang setelah 4 minggu. Kontraindikasi IVIg :
adalah hipersensitivitas terhadap regimen ini dan defisiensi IgA, antibodi anti
IgE/ IgG. Tidak ada interaksi dng obat ini dan sebaiknya tidak diberikan pd
kehamilan.
d. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah 6 merkaptopurin (6-MP).
Patofisiologi
gangguan reflek gag/ menelan
Fungsi sensorik
Penekanan saraf pada
gesekan
nyeri
N. kranial
gg. penglihatan
Risti jatuh/ cidera
N III, IV & N VI
Diplopia
Fungsi motorik
Paralisis otot
Penurunan kekuatan otot
Kerusakan mobilitas
fisik
Resti cidera
Defisit perawatan diri
Acidosis respiratorik
Panalisis diafragma & otot nafas
Hipoksemia
Gangguan Pola nafas
tidak
Penurunan pengembangan
paru
Takipnea/ dispnea
autoimun
Limfosit berubah respon terhadap anti gen
- Infeksi virus/ bakteri- Vaksinasi- Penyakit sistemik- Pembedahan/anestesi
Merangsang reaksi kekebalan sekunder pada saraf tepi
(aktivasi limfosit T dan makrofag)
- Infiltrasi sel limfosit dari pembuluh darah kecil pada endo & epineural- Makrofag mensekresi protease menyerang protein mielin- Penimbunan komplek antigen, antibody pada pembuluh darah saraf tepi
Demyelinisasi akut saraf perifer
≠ transimisi impuls saraf (Denervasi/ konduksi saltatori tidaka ada)
Intake nutrisi kurang
N VII, IX, X & N XII
Perubahan nutrisi
(kurang dari kebutuhan
Kerja otot jantung menurun
Fungsi otonom
Kerusakan rangsang defeksi
Kerusakan rangsang berkemih
Retensi urin
Gangguan eliminasi fekal (Kontipasi/ diare)
kerusakan saraf simpatis &
parasimpatis
Mengakibatkan pompa jantung menurun
cardiak output menurun
Curah jantung menurun
Resiko tinggi penurunan curah jantung
Kebutuhan tubuh tapi otot jantung tidak bisa menkompensasi
Adanya penggunaan saraf andrenergik
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian terhadap komplikasi penyakit GBS meliputi pemantauan terus menerus terhadap
ancaman gangguan gagal nafas akut, disritmia jantung yang mengancam kehidupan klien.
Biodata
Anamnesis
Kelutah utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah
berhubungan dengan kelemahan otot baik kelemah fisik secara umum maupun lokalis seperti
kelemahan otot-otot pernapasan.
Riwayat Penyakit Saat Ini
Keluhan yang paling sering dari penyakit ini dan merupakan komplikasi paling berat dari
penyakit ini adalah gagal napas. Melemahnya otot pernapasan membuat klien dengan
gangguan ini beresiko lebih tinggi terhadap hipoventilasi dan infeksi pernapasan berulang.
Keluhan lainnya adalah kelainan dari fungsi kardiovaskular yang menyebabkan gangguan
sistem otonom pada klien GBS yang mengakibatkan disritmia jantung atau perubahan drastis
yang mengancam kehidupan dalam tanda-tanda vital.
Riwayat Pengkajian Dahulu
Penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hunbungan atau menjadi
predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami ISPA, Infeksi
Gastrointestinal, dan Tindakan Bedah Saraf. Pemakaian obat kortikosteroid. Agar
mendukung pengkajian riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji
lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
Pengkajian Psiko-sosial-spiritual
Gagal nafas
Kematian
Penggunaan terus menerus, beban jantukng meningkat
TD
Gagal jantung Takikardi
Meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan perawat memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status ekonomi, kognitif, dan perilaku pasien. Pengkajian mekanisme koping juga
dikaji untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang di deritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-hari baik dalam kehidupan ataupun masyarakat. Timbul ketakutan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan citra tubuh)
Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat
berguna untuk menunjang data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan
per-sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang
terarah dan dihubungkan dengan keluhan keluhan klien.
B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien mengalami batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan karena infeksi saluran
pernapasan dan yang paling sering didapatkan pada klien GBS adalah penurunan frekuensi
pernapasan karena melemahnya fungsi otot-otot pernafsan.
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular pada klien GBS di dapatkan bradikardi yang
berhubungan dengan penurunan perfusi perifer. TD didapatkan ortostatik hipotensi atau TD
meningkat (hipertensi transien) berhubungan dengan penurunan reaksi saraf simpatis dan
parasimpatis.
B3 (Brain)
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
Tingkat kesadaran
Pada klien GBS biasanya kesadaran klien compos mentis (CM). Apabila klien
mengalami penurunan tingkat kesadaran maka penilaian GCS sangat penting untuk
meningkatkan kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian
asuhan.
Fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara
klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik pada klien penderita GBS
tahap laju di sertai penurunan tingkat kesadaran biasanya status mental mengalami
perubahan.
Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I : Biasanya pada klien GBS tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada
kelainan.
Saraf II : Tes ketajaman pengelihatan pada kondisi normal.
Saraf III, IV, dan VI : Penurunan membuka dan menutup kelopak mata, paralisis
okular
Saraf V : Pada klien GBS didapatkan paralisis pada otot wajah sehingga mengganggu
proses mengunyah.
Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya
paralisis unilateral.
Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X : Paralisis otot orofaring, kesukaran bicara, mengunyah, dan menelan.
Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu pemenuhan
nutrisi via oral.
Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Kemampuan
mobilisasi leher baik.
Saraf XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecapan normal.
Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada klien GBS tahap
lanjut mengalami perubahan. Klien mengalami kelemahan motorik secara umum
sehingga memganggu mobilitas fisik.
Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refles dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum
derajat reflekspada respon normal
Gerakan involunter
Tidak ditemukannya adanya tremor, kejang, Tic, dan distonia.
Sistem sensorik
Parastesia (kesemutan kebas) dan kelemahanotot kaki, yang dapat berkembang ke
ekstremitas atas, batang tubuh, dan otot wajah. Klien mengalami penurunan
kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu.
B 4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem kandung kemih biasanya didapatkan berkurangnya volume keluaran
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
B 5 (Bowel)
Mual sampai muntah di hubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan
nutrisi pada klien GBS menurunkan karena anoreksia dan kelemahan otot-otot penguyah
serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral menjadi berkurang.
B 6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara
umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain.
Skala kekuatan otot menurut Will Still ( 1996 ; 10 )
0 = Tidak ada kontraksi.
1 = Sedikit kontraksi / sentakan ringan.
2 = Aktif tetapi tidak dapat melawan gravitasi.
3 = Aktif, dapat melawan gravitasi tetapi tidak tahan lama.
4 = Gerakan menentang gravitasi tetapi tidak mampu menahan tahanan berat ( pemeriksa ).
Skala mobilitas menurut Pahrip ( 1993 : 66 )
0 = Klien tidak tergantung pada orang lain.
1 = Klien butuh bantuan dan pengawasan.
2 = Klien butuh bantuan / pengawasan / bimbingan sederhana.
3 = Klien butuh bantuan dan peralatan yang banyak.
4 = Klien sangat tergantung pada pemberian pelayanan.
Nursing Care Plan (NCP)
Resiko Tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, dan konduksi listrik jantung.
Tujuan : penurunan curah jantung tidak terjadi.
Kriteria hasil : Stabilitas hemodinamik baik (tekanan darah dalam batas normal, curah jantung kembali meningkat, intake dan output sesuai, tidak menunjukkan tanda tanda disritmia)
Intervensi Rasionalisasi
Auskultasi TD, bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri bila memungkinkan.
Hipotensi dapat terjadi sampai dengan disfungsi ventrikel, hipertensi juga fenomena umum karena nyeri cemas pengeluaran katekolamin.
Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya kekuatan nadi.
Catat murmur Menunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung, (kelainan katup, kerusakan septum, atau vibrasi otot kapilar)
Pantau frekuensi dan irama jantung Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.
Kolaborasi :
Memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi oksigen darah.
Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan tindakan mobilitas klien meningkat atau teradaptasi.
Kriteria hasil : peningkatan kemampuan dan tidak terjadi, trombosis vena profunda dan emboli paru merupakan ancama klien paralisis yang tidak mampu menggerakkan ekstremitas, dekubitus tidak terjadi.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik.
Merupakan data dasar untuk melakukan intervensi selanjutnya.
Dekatkan alat dan sarana yang dibutuhkan klien dalam pemenuhan aktivitas sehari- hari.
Bila pemulihan mulai dilakukan, klien dapat mengalami hipotensi ortostatik (dari fungsi otonom) dan kemungkinan membutuhkan meja tempat tidur untuk menolong mereka mengambil posisi duduk tegak.
Hindari faktor yang memungkinkan terjadinya trauma pada saat klien dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.
Individu paralisis mempunyai kemungkinan mengalami kompresi neuropati, paling sering saraf ulnar dan peritoneal. Bantalan dapat di tempatkan di siku dan kepala fibula untuk mencegah terjadinya masalah ini.
Sokong ekstremitas yang mengalami paralisis
Ekstremitas paralisis disokong dengan posisi fungsional dan memberikan rentan gerak secara pasif paling sedikit dua kali sehari.
Monitor komplikasi gangguan mobilitas fisik.
Deteksi awal trombosis vena provunda dan dekubitus sehingga dengan penemuan yang cepat penanganan lebih mudah dilaksanakan.
Kolaborasi dengan tim fisioterapis Kolaborasi dengan ahli terapi fisik untuk mencegah deformitas kontraktur dengan menggunakan pengubahan posisi yang hati hati dan latihan rentang gerak
Cemas yang berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit burukTujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah intervensi kecemasan hilang atau berkurang.
Kriteria hasil : Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya, dan menyatakan cemas berkurang.Intervensi RasionalisasiBantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.
Cemas dapat menyebabkan dampak serangan jantung selanjutnya.
Hindari konfrantasi Konfrantasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.
Beri lingkungan yang nyaman dan tenang, suasana penuh istirahat.
Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
Tingkatkan kontrol sensasi klien Dikontrol dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap pertahanan diri, yang positif, membantu latihan relaksasi, dan tehnik tehnik pengalihan dan memberikan respons baik yang positif, agar ketakutan klien bisa menurun.
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
Berikan privasi untuk klien dan orang orang terdekat.
Memberikan waktu untuk mengeskpresikan perasaan, dan membentuk perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
Koping individu dan keluarga tidak efektif berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan.Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam setelah intervensi harga diri meningkat.
Kriteria hasil : Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, menyatakan penerimaan diri, mengakui, dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.Intervensi RasionalisasiKaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.
Menentukan bantuan untuk individu dalam menyusun rencana keperawatan atau pemilihan intervensi.
Identifikasi dan anjurkan klien mengekspresikan perasaan termasuk permusuhan dan kemarahn
Menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk mengenal dan memulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut.
Dukung prilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.
Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran hidup di masa pendatang.
Dukung penggunaan alat bantu seperti tongkat, alat bantu jalan, tas panjang untuk kateter.
Meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial.
Monitor gangguan tidur penigkatan kesulitan konsentrasi, letargi, dan menarik diri.
Dapat mengidentifikasi terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke, ketika intervensi dan evaluasi lebih lanjut diperlukan.
Kolaborasi : rujukan pada ahli Dapat memfasilitasi perubahan peran yang
neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.
penting untuk perkembangan perasaan.