4. analisis data 4.1. gambaran umum subjek penelitian 4.1 ... · analisis data 4.1. gambaran umum...
TRANSCRIPT
46
Universitas Kristen Petra
4. ANALISIS DATA
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
4.1.1. Sejarah Perkembangan Hoka Hoka Bento (HokBen)
HokBen resmi didirikan di Jakarta pada tanggal 18 April 1985, berada
dibawah perusahaan induk bernama PT Eka Bogainti. Restoran pertama HokBen
terletak di daerah Kebon Kacang, Jakarta. Selanjutnya pada tahun 1990, HokBen
membuka cabang pertamanya di Bandung, Jawa Barat. Kini HokBen memiliki 20
cabang yang tersebar di berbagai wilayah kota Bandung. Kemudian pada tahun
2005, HokBen mulai melakukan ekspansi ke wilayah Surabaya. Hingga tahun
2013, Hoka Hoka Bento (HokBen) telah memiliki 11 cabang yang tersebar di
seluruh wilayah Surabaya.
Untuk memudahkan pelanggan dalam memesan produk HokBen, pada
tahun 2007 HokBen meresmikan call center 500505 sebagai kontak pesan antar
(delivery service) HokBen. Selang setahun berikutnya, HokBen kembali
meluncurkan terobosan terbaru dalam pemesanan produknya yaitu melalui
pemesanan online melalui website HokBen. Pada tahun yang sama (2008),
HokBen telah membuka 97 cabang yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia
seperti Jabodetabek, Bandung, Banten, Surabaya, dan Malang.
Setahun kemudian yaitu tahun 2009, HokBen Drive Thru pertama
diluncurkan yaitu pada cabang Alam Sutera. Saat ini HokBen telah memiliki 4
cabang yang memberikan pelayanan Drive Thru. Cabang-cabang tersebut adalah
cabang Alam Sutera, BSD Square (Tanggerang), Harapan Indah (Bekasi) dan
Polisi Istimewa (Surabaya). Ekspansi besar HokBen ke berbagai wilayah di
Indonesia mulai dilaksanakan pada tahun 2010, HokBen memperluas cabang ke
Jawa Tengah (Jogjakarta, Semarang dan Solo) dan Bali.
Pada tahun 2012, HokBen memperkenalkan pembayaran dengan cara
multi cashier sevice dan debit/credit card. HokBen juga meluncurkan HOCAFE
yaitu restoran Jepang yang berkonsep café. Di tahun ini pula, HokBen telah resmi
memiliki 150 cabang yang tersebar di wilayah Jawa dan Bali. Selain itu jumlah
karyawan HokBen hingga tahun 2012 mencapai 6000 orang.
47
Universitas Kristen Petra
Setahun berikutnya HokBen membuat satu gebrakan besar, terhitung pada
tanggal 15 Oktober 2013 Hoka Hoka Bento hadir dengan identitas baru. Nama
Hoka-Hoka Bento berganti menjadi HokBen. Hoka Hoka Bento melakukan
perubahan logo, penampilan, penawaran, pelayanan dan nuansa yang lebih segar
dan bersahabat.
4.1.2. Corporate Identity Hoka Hoka Bento (HokBen)
Hoka Hoka Bento (HokBen) melakukan perubahan Corporate Identity-nya
yang terdiri dari beberapa komponen dibawah ini:
a. Logo perusahaan, yang meliputi standard graphic (gambar pada logo),
standard color (warna pada logo), dan standard typography (tipe huruf
pada logo)
b. Nama perusahaan
c. Interior dan eksterior perusahaan
d. Seragam karyawan
e. Perilaku kerja karyawan
f. Corporate signature
4.1.3. Visi dan Misi Hoka Hoka Bento (HokBen)
Visi :
Pemimpin dalam industri makanan bergaya Jepang dengan kualitas
terbaik.
Misi :
Menciptakan solusi bagi pelanggan dengan menyediakan makanan
bergaya Jepang dan layanan yang terbaik melalui orang-orang yang ahli di
bidangnya.
48
Universitas Kristen Petra
4.1.4. Makna Logo HokBen
Gambar 4.1 Logo HokBen
Sumber: https://www.facebook.com/pages/Hoka-Hoka-
Bento/22801653893
a. Makna warna :
- Warna kuning melambangkan sukacita, kebahagiaan, kreativitas,
kepemimpinan dan optimisme
- Warna merah melambangkan keberanian, tindakan, kepercayaan,
dan semangat
- Warna krem (beige) melambangkan warna kulit orang Asia,
kemurnian dan kebersihan
- Warna coklat melambangkan alamiah, ketertiban, dan
keseimbangan
- Warna hitam melambangkan keunggulan, mendasar, perlindungan
dan keanggunan
b. Makna karakter
- Taro merupakan karakter laki-laki pada logo HokBen yang
melambangkan petualangan dan rasa ingin tahu yang besar. Taro
selalu ingin menjelajah dan menemukan tempat-tempat baru. Dia
tidak sabar untuk berpetualang bersama Hanako.
- Hanako merupakan karakter perempuan pada logo HokBen yang
melambangkan ketenangan dan lebih konservatif dibandingkan
49
Universitas Kristen Petra
Taro. Hanako sangat berkomitmen dengan pekerjaannya dan lebih
sabar daripada Taro.
4.1.5. Nilai Hoka Hoka Bento (HokBen)
Omotenashi yang berarti melayani dengan sepenuh hati. HokBen ingin
melayani semua pelanggan dengan ketulusan dan penuh kesadaran. Hal ini juga
disertai dengan kemampuan untuk mewujudkannya ketika berinteraksi langsung
dengan semua pelanggan, maupun saat mempersiapkan dan memberikan produk
dan fasilitas kepada pelanggan.
4.1.6. Layanan Hoka Hoka Bento (HokBen)
1. Dine In
2. Birthday Party
3. Call Center (500505)
4. HokBen Drive Thru
5. HokBen Express
6. Counter Event
4.1.7. Hoka Hoka Bento (HokBen) dalam Industri Fast Food Indonesia
1. Japanese Fast Food pertama dan terbesar di Indonesia
2. Memiliki kekhasan yang menjadi keunggulan kompetitif yaitu
Japanese style, produk yang variatif, dan harga terjangkau
3. Top Four Best Quality Service Indonesia
4. Mendapat sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)
5. Daerah penyebaran adalah Jawa dan Bali
6. Sistem kepemilikan adalah non franchise
7. Perusahaan nasional yang dimiliki oleh orang Indonesia
50
Universitas Kristen Petra
4.1.8. Struktur Organisasi Hoka Hoka Bento (HokBen)
Bagan 4.1. Bagan Struktur Organisasi Hoka Hoka Bento (HokBen)
Sumber : Olahan Peneliti, 2014
Keterangan :
Warna biru : Head Corporate
Warna kuning: Store
DIRECTOR
REGIONAL MANAGER
DIVISION MANAGER
AREA MANAGER
STORE MANAGER
STORE SUPERVISOR
JUNIOR SUPERVISOR
STAR CREW
CREW
Cook
Cashier
Shop Keeper
Operational
51
Universitas Kristen Petra
4.2. Analisis Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas pada penelitian ini dilakukan menggunakan
program SPSS 17.0 dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Tujuan dari uji
validitas dan reliabilitas adalah untuk mengetahui kelayakan kuesioner sebagai
sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini. Uji validitas dan
reliabilitas dilakukan terhadap 36 pernyataan pada variabel pengetahuan mengenai
corporate identity Hoka Hoka Bento (18 pernyataan mengenai logo perusahaan, 8
pernyataan mengenai nama perusahaan, 6 pernyataan mengenai seragam
karyawan, dan 4 pernyataan mengenai perilaku karyawan).
4.2.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Tingkat Pengetahuan Masyarakat
Surabaya Mengenai Corporate Identity Hoka Hoka Bento (HokBen)
Validitas merupakan alat ukur yang merupakan pencerminan dari variabel
atau konsep yang diukur (Singarimbun dan Effendy, 1995, p.87). Validitas suatu
pertanyaan dapat dilihat melalui output SPSS. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
dinyatakan valid apabila r hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total
Statistic> dari rtabel (Nugroho, 2005). Nilai r tabel pada taraf signifikansi = 0,1
dengan N (jumlah responden)= 30 adalah 0,3061.
Suatu item dinyatakan valid jika corrected item-total statistic lebih besar
atau sama dari rtabel, yaitu 0,3061. Sedangkan jika corrected item-total statistic
lebih kecil dari rtabel yaitu 0,3061, maka item tersebut dinyatakan tidak valid.
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Indikator
Logo Perusahaan
Item r hitung r tabel Ket Alpha
Cronbach Ket
Logo1 .438 0,3061 Valid .824 Reliabel
Logo2 .379 0,3061 Valid .823 Reliabel
Logo3 .387 0,3061 Valid .823 Reliabel
Logo4 .358 0,3061 Valid .823 Reliabel
Logo5 .572 0,3061 Valid .818 Reliabel
Logo6 .460 0,3061 Valid .818 Reliabel
Logo7 .451 0,3061 Valid .819 Reliabel
Logo8 .424 0,3061 Valid .821 Reliabel
Logo9 .353 0,3061 Valid .824 Reliabel
52
Universitas Kristen Petra
Logo10 .359 0,3061 Valid .823 Reliabel
Logo11 .485 0,3061 Valid .817 Reliabel
Logo12 .386 0,3061 Valid .823 Reliabel
Logo13 .402 0,3061 Valid .821 Reliabel
Logo14 .426 0,3061 Valid .820 Reliabel
Logo15 .426 0,3061 Valid .820 Reliabel
Logo16 .539 0,3061 Valid .815 Reliabel
Logo17 .450 0,3061 Valid .819 Reliabel
Logo18 .503 0,3061 Valid .817 Reliabel
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel 4.1 hasil pengujian dengan menggunakan SPSS 17.0 dapat
dilihat semua pernyataan mengenai logo perusahaan memiliki r hitung lebih besar
dari 0,3061 sehingga setiap pernyataan tersebut dinyatakan valid.
Uji Reliabilitas merupakan konsistensi dari sebuah alat ukur (dalam
penelitian ini berupa kuesioner). Bila suatu alat pengukur dipakai 2 kali untuk
mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif
konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel (Singarimbun&Effendi, 1989,
p.140). Pengukuran ini dilakukan dengan cara menghitung koefisien Alpha
Cronbach terhadap semua item dalam kuesioner yang sudah diuji validitasnya.
Ketentuan kuesioner dinyatakan reliabel adalah ketika alpha cronbach > rtabel dan
jika alpha cronbach < rtabel maka dinyatakan tidak reliabel.
Berdasarkan tabel hasil reliabilitas diatas, dapat dilihat bahwa semua
indikator logo perusahaan dikatakan reliabel karena memiliki koefisien
cronbach’s alpha lebih dari 0,3061. Sehingga alat ukur yang digunakan peneliti
ini dapat diandalkan dan konsisten dari waktu ke waktu.
Berikut ini adalah pengujian validitas dan reliabilitas pernyataan mengenai
nama perusahaan:
53
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Indikator Nama Perusahaan
Item r hitung r tabel Ket Alpha
Cronbach Ket
Nama19 .387 0,3061 Valid .691 Reliabel
Nama20 .348 0,3061 Valid .705 Reliabel
Nama21 .573 0,3061 Valid .661 Reliabel
Nama22 .573 0,3061 Valid .661 Reliabel
Nama23 .407 0,3061 Valid .693 Reliabel
Nama24 .346 0,3061 Valid .708 Reliabel
Nama25 .412 0,3061 Valid .690 Reliabel
Nama26 .405 0,3061 Valid .688 Reliabel
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel 4.2, hasil uji terhadap pernyataan mengenai nama perusahaan
menunjukkan item-item pernyataannya adalah valid karena memiliki Corrected
Item-Total Correlations (r hitung) yang lebih besar dari nilai titik kritis atau rtabel
(0,3061). Selain itu dapat diketahui bahwa pernyataan dari nama 19-26 dinyatakan
reliabel, ini karena alpha cronbach (r hitung) lebih besar dari nilai titik kritis atau
rtabel (0,3061).
Tabel dibawah ini adalah hasil rekapitulasi pengujian validitas dan
reliabilitas untuk pernyataan mengenai seragam karyawan. Berikut ini adalah
penjelasannya:
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Indikator Seragam
Karyawan
Item rhitung r tabel Ket Alpha
Cronbach Ket
Seragam27 .468 0,3061 Valid .700 Reliabel
Seragam28 .416 0,3061 Valid .714 Reliabel
Seragam29 .551 0,3061 Valid .674 Reliabel
Seragam30 .464 0,3061 Valid .700 Reliabel
Seragam31 .480 0,3061 Valid .695 Reliabel
Seragam32 .448 0,3061 Valid .704 Reliabel
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Hasil uji terhadap pernyataan mengenai seragam karyawan menunjukkan item-
item pernyataannya adalah valid karena memiliki Corrected Item-Total
Correlations (r hitung) yang lebih besar dari nilai titik kritis atau rtabel (0,3061).
54
Universitas Kristen Petra
Sedangkan untuk reliabilitas, dapat diketahui bahwa pernyataan seragam 27-32
dinyatakan reliabel, ini karena alpha cronbach (r hitung) lebih besar dari nilai titik
kritis atau rtabel (0,3061).
Berikut ini adalah pengujian validitas dan reliabilitas pernyataan mengenai
perilaku karyawan:
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Indikator Perilaku
Karyawan
Item rhitung r tabel Ket Alpha
Cronbach Ket
Perilaku33 .770 0,3061 Valid .596 Reliabel
Perilaku34 .722 0,3061 Valid .633 Reliabel
Perilaku35 .490 0,3061 Valid .767 Reliabel
Perilaku36 .350 0,3061 Valid .811 Reliabel
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hasil uji terhadap pernyataan
mengenai seragam karyawan menunjukkan item-item pernyataannya adalah valid
karena memiliki Corrected Item-Total Correlations (r hitung) yang lebih besar dari
nilai titik kritis atau rtabel (0,3061). Sedangkan pernyataan perilaku 33-36
dinyatakan reliabel, ini karena alpha cronbach (r hitung) lebih besar dari nilai titik
kritis atau rtabel (0,3061).
4.3. Analisis Tabel Frekuensi
4.3.1. Deskripsi Responden Penelitian
Responden pada penelitian ini adalah masyarakat Surabaya dengan
rentang usia 17-60 tahun dan sudah pernah mengunjungi Hoka Hoka Bento
(HokBen). Sampel pada penelitian ini berjumlah 100 orang. Berikut ini adalah
gambaran dari profil responden yang terdiri dari jenis kelamin, usia, tempat
tinggal, pekerjaan, pendidikan terakhir, frekuensi berkunjung, outlet HokBen yang
paling sering dikunjungi dan alasan mengunjungi HokBen:
55
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.5 Jenis Kelamin Responden (dengan n = 100)
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-Laki 45 45%
Perempuan 55 55%
Total 100 100%
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel diatas diperoleh informasi bahwa responden yang paling
banyak mengisi kuesioner mengenai corporate identity Hoka Hoka Bento adalah
perempuan dengan jumlah 55 orang (55 %), sedangkan responden laki-laki
berjumlah 45 orang (45 %). Hal ini tidak ditentukan sebelumnya, akan tetapi
berdasarkan teknik pengambilan sampel yaitu proportional stratified sampling,
sampel berimbang yang dibagikan di tiap wilayah di Surabaya, responden yang
memenuhi syarat lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan yaitu 55 dari 100
responden.
Menurut suarapembaruan.com (2011), gaya hidup perempuan saat ini telah
berubah, mereka memiliki pola hidup modern seperti makan diluar (misalnya di
restoran cepat saji), merokok, berkarir dan beraktivitas di luar rumah. Perempuan
saat ini lebih sering makan di luar daripada laki-laki. Hal ini dikarenakan sifat
perempuan terutama pada tingkat remaja, mahasiswa dan pekerja cenderung lebih
konsumtif daripada laki-laki (Setyaningsih, 2013, p.13-15). Ini yang
menyebabkan jumlah responden perempuan pada penelitian ini, lebih banyak dari
pada jumlah responden laki-laki. Namun perbandingan jumlah responden dari
kedua jenis kelamin tersebut tergolong kecil yaitu 1 : 1,2. Hal ini sesuai dengan
penyataan Deddy Setiawan selaku Store Manager HokBen, target market HokBen
adalah keluarga (family), yang didalamnya terdapat jenis kelamin laki-laki dan
perempuan. Jadi pada penelitian ini, perubahan gaya hidup perempuan
menyebabkan jumlah responden perempuan lebih banyak daripada responden
laki-laki.
56
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.6 Usia Responden (dengan n = 100)
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
17-27 44 44%
28-38 27 27%
39-49 20 20%
50-60 9 9%
Total 100 100%
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang dijadikan
sampel telah memenuhi kriteria yang ditentukan yaitu usia antara 17-60 tahun.
Mayoritas responden berusia 17-27 tahun, yaitu sebanyak 44 orang (44%).
Responden yang berusia 28-38 tahun ada sebanyak 27 orang (27%). Sedangkan
responden yang berusia 39-49 tahun dan 50-60 tahun berturut-turut sebanyak 20
orang (20%) dan 9 orang (9%).
Sebagian besar responden berada pada rentang usia 17-27 tahun, dikarenakan
pada usia tersebut seseorang sedang dalam masa dewasa dini. Tingkat mobilisasi
pada usia tersebut juga lebih tinggi, mereka lebih besar kemungkinannya berada
di luar rumah untuk bersosialisasi ataupun melakukan aktivitas harian, sehingga
peneliti lebih mudah menjumpai responden pada rentang usia tersebut. Sedangkan
pada masa dewasa madya dan masa dewasa lanjut yaitu berusia 40 tahun keatas,
merupakan saat menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak
pada setiap orang (Hurlock, 1997, p.246).
Jadi pada penelitian ini tingkat mobilitas responden pada usia tersebut
menurun, sehingga kesempatan untuk melihat corporate identity Hoka Hoka
Bento (HokBen) juga lebih kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Deddy
Setiawan, selaku store manager HokBen, target market HokBen adalah keluarga
(family) berusia 1-60 tahun, tapi lokasi HokBen yang berada di pusat keramaian
dan harga yang ditawarkan memang disesuaikan dengan daya beli kelompok anak
muda. Sehingga pengunjung berusia muda juga turut mendominasi HokBen
(wawancara pribadi, 25 Mei 2014).
57
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.7 Tempat Tinggal Responden (dengan n = 100)
Tempat Tinggal Frekuensi Persentase
Surabaya Utara 20 20%
Surabaya Selatan 26 26%
Surabaya Timur 26 26%
Surabaya Barat 15 15%
Surabaya Pusat 13 13%
Total 100 100%
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Lokasi responden telah ditentukan sebelumnya, yaitu berdasarkan
proportional stratified sampling yang telah dijabarkan di bab 3, dengan
pembagian di wilayah kota Surabaya (tabel 3.2). Responden yang berasal dari
Surabaya Selatan dan Surabaya Timur berjumlah paling banyak karena jumlah
penduduk pada wilayah tersebut yang terbanyak di Surabaya. Demikian pula
sebaliknya responden yang berasal dari Surabaya Pusat berjumlah paling sedikit
karena jumlah penduduk pada wilayah tersebut yang paling sedikit daripada
wilayah Surabaya yang lainnya (Surabaya Dalam Angka, 2013). Berikut ini
adalah karakteristik responden sesuai dengan perhitungan yang telah direncanakan
yaitu Surabaya Selatan dan Surabaya Timur yang masing-masing berjumlah 26
orang (26%). Surabaya Utara berjumlah 20 orang (20%), Surabaya Barat 15 orang
(15%) dan Surabaya Pusat (13%). Jadi penelitian ini, responden terbanyak berasal
dari Surabaya Selatan dan Surabaya Timur.
Tabel 4.8 Pekerjaan Responden (dengan n = 100)
Pekerjaan Frekuensi Persentase
Siswa/Siswi 9 9%
Mahasiswa/Mahasiswi 26 26%
Pegawai Swasta 32 32%
Pegawai Negeri 6 6%
Wiraswasta 11 11%
Lainnya 16 16%
Total 100 100%
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel diatas diperoleh informasi bahwa mayoritas responden
berprofesi sebagai pegawai swasta dengan jumlah sebanyak 32 orang (32%),
disusul oleh responden yang berprofesi sebagai mahasiswa/mahasiswi sebanyak
58
Universitas Kristen Petra
26 orang (26%). Responden yang berprofesi sebagai pegawai swasta berjumlah 32
orang (32%), sementara yang berprofesi sebagai pegawai negeri ada 6 orang (6%).
Selanjutnya responden yang berprofesi sebagai wiraswasta ada 11 orang (11%).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pegawai swasta merupakan responden
yang paling banyak mengisi kuesioner mengenai tingkat pengetahuan masyarakat
Surabaya mengenai corporate identity Hoka Hoka Bento (HokBen). Sementara
yang paling sedikit adalah responden yang berprofesi sebagai pegawai negeri.
Pegawai swasta yang telah berpenghasilan memiliki peluang paling tinggi
untuk menghabiskan waktu makan siang dan makan malam di luar kantor, salah
satunya adalah restoran cepat saji. Menurut website bestlife.co.id, makan siang di
luar kantor dapat membuat karyawan swasta lebih bersemangat melanjutkan
pekerjaannya. Selain itu, makan di luar kantor dapat di manfaatkan pegawai
swasta untuk menjalin relasi dengan rekan sekantornya (tribunnews.com, 2014).
Inilah yang membuat jumlah responden yang berprofesi sebagai pegawai swasta,
lebih banyak daripada profesi lainnya.
Mahasiswa dan mahasiswi berada di tempat kedua setelah pegawai swasta.
Hal ini dikarenakan mahasiswa cenderung memiliki waktu lebih banyak dan daya
ingat terhadap informasi baru yang lebih baik serta tingkat mobilitas yang lebih
aktif (Papalia, dkk, 2007). Namun responden yang berprofesi sebagai pegawai
negeri memiliki presentase terendah (6%). Hal ini dikarenakan banyaknya razia
pegawai negeri sipil (PNS) yang dilakukan oleh satpol PP di berbagai kota besar
Indonesia (Surabaya.tribunnews.com, 2014). Sweeping pegawai negeri sipil
(PNS) yang diadakan oleh pemerintah ini, merupakan upaya mendisiplinkan PNS
yang meninggalkan pekerjaannya di saat jam kerja dengan alasan makan siang
(jppn.com, 2013). Hal inilah yang membuat peneliti jarang menjumpai responden
yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) saat mengumpulkan data.
Store Manager HokBen, Deddy Setiawan, mengatakan bahwa pada jam-jam
tertentu seperti jam makan siang, pengunjung HoBen mayoritas adalah karyawan
swasta yang berkantor di sekitar outlet. Selain itu juga ada pelajar yang
mengunjungi HokBen setelah pulang sekolah (wawancara pribadi, 25 Mei 2014).
59
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.9 Pendidikan Responden (dengan n = 100)
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
SD 0 0%
SMP 4 4%
SMA 38 38%
D1/D2/D3 6 6%
S1/S2/S3 52 52%
Total 100 100%
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel diatas diperoleh informasi bahwa mayoritas responden
memiliki pendidikan terakhir Sarjana (S1/S2/S3), yaitu 52 orang (52%).
Sementara responden yang memiliki pendidikan terakhir SMA ada 38 orang
(38%). Untuk responden yang berpendidikan terakhir Diploma (D1/D2/D3) dan
SMP masing-masing ada 6 orang (6%) dan 4 orang (4%). Sedangkan tidak ada
responden yang berpendidikan terakhir SD.
Hal ini sesuai dengan karakteristik responden yang mayoritas berusia 17-27
tahun, yaitu memiliki pendidikan terakhir Sarjana dan SMA. Selain itu sebagian
besar responden sudah memiliki pekerjaan yang mengharuskan pendidikan
minimal SMA dan mengutamakan pendidikan Sarjana. Menurut Driyarkara dalam
Fattah (1996), tingkat pendidikan mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku,
pikiran, dan sikap seseorang. Semakin banyak orang mengenyam pendidikan
formal, berarti ia akan lebih mampu mengembakan potensi dirinya dan semakin
cerdas (Santoso, 2012).
Jadi dapat ditarik kesimpulan, bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka semakin baik kemampuan orang tersebut dalam menerima pesan.
Menurut UU SISDIKNAS No. 20 (2003), tingkat pendidikan tinggi merupakan
jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana
(S1), magister (S2), doktor (S3), dan spesialis yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi. Jika dikaitkan dengan teori S-O-R, seseorang dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan semakin mudah bagi seseorang dalam
menerima stimulus yang diberikan komunikator. Sehingga menghasilkan respon
berupa pengetahuan atau efek kognitif (Effendy, 2003, p.255).
60
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.10 Frekuensi Kunjungan Responden (dengan n = 100)
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
1-2 kali 57 57%
3-4 kali 31 31%
5-6 kali 8 8%
>6 kali 4 4%
Total 100 100%
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel diatas diperoleh informasi bahwa responden berkunjung
sebanyak 1-2 kali ada 57 orang (57%), 3-4 kali ada 31 orang (31%), 5-6 kali ada 8
orang (8%) dan lebih dari 6 kali ada 4 orang (4%). Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar responden berkunjung 1-2 kali ke outlet Hoka Hoka Bento
(HokBen). Sementara presentase terkecil adalah responden yang mengunjungi
lebih dari 6 kali.
Deddy Setiawan, Store Manager HokBen, mengatakan bahwa pelanggan setia
HokBen biasanya minimal berkunjung sebulan sekali. Para store manager, akan
berusaha lebih dekat dengan mereka, yaitu dengan interaksi secara langsung
(Wawancara, 25 Mei 2014). Menurut East (1997, p.235), pelanggan yang setia
(store dan brand loyalty) memiliki beberapa kriteria, yaitu memiliki serangkaian
proses pembelian pada toko atau brand yang sama, proporsi pembelian yang
sama, frekuensi membeli yang sama (pola berulang), serta durasi berlangganan
yang sama.
Salah satu responden bernama Ika Susanti, 30 tahun, ibu rumah tangga,
mengatakan bahwa hanya sebulan sekali mengunjungi HokBen karena tidak ingin
terlalu banyak mengkonsumsi makanan cepat saji. Sementara Galuh Pramesi, 26
tahun, pegawai swasta, mengatakan bahwa dirinya mengunjungi HokBen lebih
dari 6 kali sebulan, karena restauran terdekat dari tempatnya berkerja yaitu
HokBen Polisi Istimewa.
61
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.11 Outlet Paling Sering Dikunjungi (dengan n = 100)
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
HokBen PTC 14 14 %
HokBen Royal Plaza 9 9 %
HokBen CITO 13 13 %
HokBen Tunjungan
Plaza II
14 14 %
HokBen Tunjungan
Plaza (Food Court)
11 11 %
HokBen Plaza
Surabaya
10 10 %
HokBen Galaxy Mall 14 14 %
HokBen Plaza Marina 8 8 %
HokBen Polisi
Istimewa
7 7 %
Total 100 100 %
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel diatas diperoleh informasi bahwa mayoritas responden
berkunjung ke HokBen PTC, Tunjungan Plaza II dan Galaxy Mall yaitu masing-
masing sebesar 14%. Sementara itu, di peringkat kedua ada HokBen CITO yakni
13%. Responden juga mengunjungi Tunjungan Plaza Food Court (11%), Plaza
Surabaya (10%), Royal Plaza (9%), Plaza Marina (8%), dan Polisi Istimewa (7%).
Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden mengunjungi HokBen
PTC, HokBen Tunjungan Plaza II dan HokBen Galaxy Mall. Sementara HokBen
Polisi Istimewa merupakan outlet dengan presentase terkecil untuk di kunjungi
oleh responden.
Menurut Deddy Setiawan, Store Manager Hoka Hoka Bento (HokBen), hal
ini dikarenakan HokBen PTC, Tunjungan Plaza II dan Galaxy Mall merupakan
outlet HokBen terbesar di masing-masing wilayah. HokBen PTC merupakan
outlet terbesar di wilayah Surabaya Barat, HokBen Tunjungan Plaza II yang
terbesar di Surabaya Pusat, sementara HokBen Galaxy Mall merupakan yang
terbesar di Surabaya Timur. Ketiga outlet ini juga berada di pusat perbelanjaan
utama di wilayah tersebut, sehingga pengunjung terbanyak berada disana.
Sementara yang di Polisi Istimewa konsepnya berbeda yaitu standalone store,
sehingga target market nya sedikit khusus (wawancara pribadi, 25 Mei 2014).
62
Universitas Kristen Petra
Salah seorang responden bernama Alfian Febrianus, 25 tahun, karyawan
swasta, mengatakan bahwa dirinya sering mengunjungi HokBen PTC, karena
lokasinya yang paling dekat dengan rumah. Sementara Evita Budi Santoso, 21
tahun, mahasiswa, mengaku sering mengunjungi HokBen Tunjungan Plaza II
karena menurutnya outlet tersebut berada di Mall paling lengkap di Surabaya.
4.4. Deskripsi Frekuensi Jawaban
4.4.1. Pengetahuan Tentang Logo Perusahaan
Berikut ini adalah deskripsi mengenai pengetahuan responden penelitian
tentang logo perusahaan sebagai bagian dari corporate identity HokBen:
Tabel 4.12
Logo 1 (Warna dominan pada logo HokBen adalah kuning dan merah)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 1 1.0 1.0 1.0
Tahu 99 99.0 99.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel diatas, frekuensi responden yang mengetahui warna
dominan pada logo HokBen adalah kuning dan merah berjumlah 99 orang
sedangkan yang tidak tahu hanya 1 orang saja. Ini menunjukkan bahwa 99%
responden mengetahui warna dominan pada logo HokBen tersebut. Hal ini
dikarenakan sifat logo yang visual sehingga memungkinkan logo untuk lebih
banyak berkomunikasi dan lebih banyak muncul di berbagai media (Argenti,
2010, p.84). Oleh sebab itu responden menjadi lebih mudah menjumpai dan
melihat logo HokBen. Selain itu warna pada logo adalah bagian yang paling
mudah diingat. Pernyataan ini didukung oleh Napoles (1988, p.67-68) yang
menyatakan bahwa, warna dapat membuat suatu simbol menjadi lebih hidup,
menonjolkan kualitas tertentu, dan memfasilitasi persepsi, kesadaran dan
mengingatkan. Berikut ini adalah gambar logo HokBen:
63
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.1 Logo HokBen
Sumber: https://www.facebook.com/pages/Hoka-Hoka-
Bento/22801653893
Apabila dikaitkan dengan teori S-O-R, efek kognitif sebagai respon akan
muncul jika ada perhatian, pengertian dan penerimaan dari komunikan (Effendy,
2003, p.255). Maka responden sebagai komunikan, telah menerima stimulus
berupa warna dominan kuning dan merah pada logo HokBen, yang disampaikan
oleh komunikator yaitu pihak HokBen, yang kemudian menghasilkan respon
berupa efek kognitif atau pengetahuan.
Tabel 4.13
Logo 2 (Pada logo HokBen terdapat warna kuning yang berarti
sukacita, kebahagiaan, kreativitas, kepemimpinan dan optimisme)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 73 73.0 73.0 73.0
Tahu 27 27.0 27.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Pada pernyataan kedua, frekuensi responden yang mengetahui bahwa pada
logo HokBen terdapat warna kuning yang berarti sukacita, kebahagiaan,
kreativitas, kepemimpinan dan optimisme berjumlah 27 orang, sedangkan yang
tidak tahu berjumlah 73 orang. Sebanyak 27% responden yang mengetahui makna
64
Universitas Kristen Petra
warna kuning pada logo HokBen mengatakan bahwa, mereka menginterpretasikan
makna tersebut berdasarkan pengalaman pribadi. Menurut Eiseman (2000 p.19-
61), warna kuning identik dengan kehangatan, cerah, ceria, cahaya, bersinar dan
rasa yang enak.
Namun dari tabel diatas dapat diketahui bahwa, mayoritas responden
(73%) menjawab tidak tahu mengenai makna warna tersebut. Ini menunjukan
bahwa pada tahap ini proses komunikasi tidak berjalan baik, karena mayoritas
responden tidak memberi perhatian, tidak mengerti dan tidak menerima stimulus
yang dikirimkan komunikator, yaitu berupa makna warna kuning pada logo
HokBen. Sehingga tidak menghasilkan respon kognitif seperti yang diharapkan.
Menurut Napoles (1988, p.67-68), ketika berhubungan dengan suatu perusahaan
atau produk, warna dapat menambah citra yang diusulkan dan nilai dari simbol.
Ini membuktikan bahwa warna pada logo HokBen juga merupakan gambaran dari
budaya perusahaan, yaitu perusahaan kuliner yang kreatif, memimpin, optimis,
bahagia dan penuh dengan sukacita. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa makna
warna pada logo, yang merupakan cerminan budaya perusahaan HokBen tidak
diterima oleh responden (komunikan).
Jadi pada penelitian ini, minimnya informasi dan kurangnya sosialisasi,
seperti pengenalan atau penjelasan akan corporate identity perusahaan,
menyebabkan pengetahuan responden akan makna warna logo tersebut menjadi
sangat rendah. Hal ini didukung oleh pernyataan salah satu responden, Berlian
Santoso, 40 tahun, wiraswasta, mengatakan bahwa ia tidak mengetahui makna
warna tersebut karena tidak pernah mendapat penjelasan maupun pengenalan dari
HokBen.
65
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.14
Logo 3 (Pada logo HokBen terdapat warna merah yang berarti
keberanian, tidakan kepercayaan, dan semangat)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 62 62.0 62.0 62.0
Tahu 38 38.0 38.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel frekuensi diatas, responden yang mengetahui logo
HokBen terdapat warna merah yang berarti keberanian, tindakan kepercayaan, dan
semangat berjumlah 38 orang, sedangkan yang tidak tahu ada 62 orang. Ini
menunjukan bahwa mayoritas responden tidak mengetahui warna merah pada
logo HokBen membawa arti keberanian, tindakan kepercayaan dan semangat.
Responden yang tidak mengetahui mengatakan bahwa, mereka tidak
mendapat penjelasan secara langsung dari pihak HokBen mengenai warna merah
tersebut, sehingga mereka tidak mengetahui makna warna tersebut. Menurut salah
satu responden bernama Frida Lestari, 28 tahun, karyawan swasta, dia tidak
mengetahui karena HokBen tidak memberi penjelasan mengenai makna dari
warna merah pada logonya. Ini menunjukkan bahwa HokBen kurang
menyosialisasikan corporate identity nya, dalam bentuk pengenalan dan
penjelasan kepada publik. Sementara 38 % responden yang mengetahui
mengatakan bahwa, mereka hanya menginterpretasikan makna warna tersebut
berdasarkan pengalaman pribadi. Menurut tejasurya.com, warna merah bagi
warga Indonesia identik dengan keberanian. Selain itu juga semangat dan sesuatu
yang dinamis.
Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka responden tidak memberikan
perhatian, pengertian dan penerimaan kepada makna warna merah sebagai
stimulus. Hal inilah yang menyebabkan responden tidak menghasilkan respon,
yaitu berupa pengetahuan (Effendy, 2003, p.255).
66
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.15
Logo 4 (Warna dasar pada logo HokBen adalah kuning)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 20 20.0 20.0 20.0
Tahu 80 80.0 80.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel diatas, frekuensi responden yang mengetahui warna
dasar pada logo HokBen adalah kuning berjumlah 80 orang, sedangkan yang tidak
tahu ada 20 orang. Ini membuktikan bahwa 80% responden mengetahui warna
dasar pada logo HokBen tersebut. Hal ini dikarenakan sifat logo yang visual
sehingga memungkinkan logo untuk lebih banyak berkomunikasi dan lebih
banyak muncul di berbagai media (Argenti, 2010, p.84). Oleh sebab itu responden
menjadi lebih mudah menjumpai dan melihat logo HokBen. Selain itu warna pada
logo adalah bagian yang paling mudah diingat. Pernyataan ini didukung oleh
Napoles (1988, p.67-68) yang menyatakan bahwa, warna dapat membuat suatu
simbol menjadi lebih hidup, menonjolkan kualitas tertentu, dan memfasilitasi
persepsi, kesadaran dan mengingatkan. Pada logo HokBen, warna kuning
merupakan warna dasar pada logo yang membuat logo terlihat lebih hidup, mudah
diingat dan mengingatkan publik akan HokBen.
Menurut Sinta Diana, 21 tahun, mahasiswa, mengatakan bahwa HokBen
identik dengan warna kuning, sehingga dengan melihat warna saja bisa segera
mengenali HokBen. Ini sesuai dengan teori brand recognition David Aaker dalam
Durianto, et all, (2004, p.57-59), yang mengatakan bahwa responden mengenali
suatu brand, produk, atau merk setelah diberikan bantuan stimulus seperti ciri-ciri
produk tersebut. Sementara Budi Tedjopranoto, 50 tahun, mengatakan bahwa dia
tidak terlalu memperhatikan warna tersebut karena yang penting adalah kualitas
produk dan servis kepada pengunjung.
67
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.16
Logo 5 (Komposisi logo HokBen terdiri dari kepala karakter laki-laki
dan perempuan serta nama HokBen dibawahnya)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 11 11.0 11.0 11.0
Tahu 89 89.0 89.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel diatas, responden yang mengetahui komposisi logo
HokBen terdiri dari kepala karakter laki-laki dan perempuan serta nama HokBen
dibawahnya berjumlah 89 orang, sedangkan yang tidak tahu berjumlah 11 orang.
Sebanyak 11% responden yang menjawab tidak tahu mengatakan bahwa mereka
tidak terlalu memperhatikan komposisi logo tersebut, karena lebih fokus kepada
menu dan promosi yang ditawarkan oleh HokBen, daripada logo dan atribut
lainnya.
Namun pada tabel diatas dapat dilihat bahwa, mayoritas responden yaitu
sebesar 89% mengetahui komposisi logo HokBen tersebut. Hal ini dikarenakan
logo merupakan atribut yang paling menarik perhatian masyarakat (Karadeniz,
2009, p.7), sehingga mereka mengetahui logo tersebut secara mendetail. Salah
seorang responden bernama Berlian Santoso, 40 tahun, wiraswasta, mengatakan
bahwa dia mengetahui komposisi logo HokBen karena sering melihat logo
tersebut pada outlet-outlet HokBen, atribut dan media promosi HokBen lainnya.
Jika dikaitkan dengan penelitian ini, teori S-O-R terbukti berlaku pada
pernyataan kelima, karena seringnya responden melihat logo tersebut, maka
terbentuklah pengetahuan mengenai komposisi logo HokBen. Pengetahuan
merupakan respon kognitif yang muncul karena adanya perhatian, pengertian, dan
penerimaan dari responden terhadap stimulus (Effendy, 2003, p.255).
68
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.17
Logo 6 (Komposisi logo HokBen menampilkan kegembiraan dan gaya
modern)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 34 34.0 34.0 34.0
Tahu 66 66.0 66.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Pada tabel frekuensi diatas, responden yang mengetahui komposisi logo
HokBen menampilkan kegembiraan dan gaya modern berjumlah 66 orang,
sedangkan yang tidak tahu berjumlah 34 orang. Responden yang menjawab tidak
tahu mengatakan bahwa, HokBen tidak memberikan penjelasan dan pengenalan
yang jelas mengenai logonya. Hal ini yang membuat 34% responden tersebut
tidak mengetahui makna dibalik komposisi logo tersebut. Selain itu responden
tersebut juga tidak mengatakan tidak terlalu memperhatikan komposisi logo
HokBen karena fokus kepada menu yang ditawarkan.
Namun jika dilihat dari tabel diatas, mayoritas responden yaitu sebesar
66% menjawab tahu akan makna komposisi logo HokBen. Ini dikarenakan kedua
karakter pada logo HokBen di gambarkan sedang tersenyum, sehingga membuat
responden menangkap makna kegembiraan tersebut. Selain itu, pembaharuan
nama dan bentuk karakter pada logo HokBen, membuat responden menangkap
makna modernitas pada komposisi logo HokBen. Menurut Kusrianto (2006), logo
menjadi simbol yang mewakili sosok, wajah, dan eksistensi suatu perusahaan atau
produk perusahaan. Sehingga makna logo dari suatu perusahaan menggambarkan
budaya pada perusahaan tersebut. Pada penelitian ini, mayoritas responden
menyatakan tahu karena stimulus yang berupa budaya perusahaan yaitu
kegembiraan dan gaya modern (direpresentasikan melalui komposisi logo
HokBen) ditangkap oleh responden. Sehingga menghasilkan respon kognitif
berupa pengetahuan (Effendy, 2003, p.255).
69
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.18
Logo 7 (Karakter laki-laki pada logo HokBen bernama Taro)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 66 66.0 66.0 66.0
Tahu 34 34.0 34.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Pada pernyataan ketujuh, responden yang mengetahui karakter laki-laki
pada logo HokBen bernama Taro berjumlah 34 orang, sedangkan yang menjawab
tidak tahu berjumlah 66 orang. Ini menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak
mengetahui nama karakter ini. Hal ini dikarenakan karakter Taro belum
diperkenalkan secara maksimal oleh pihak HokBen. Pada logo HokBen karakter
Taro hanya disingkat dengan insial “t”. Inilah yang menyebabkan responden
masih asing dengan nama karakter ini. Sementara 34% respoden yang
mengetahui, mengatakan bahwa mereka mengetahui nama karakter ini karena
sebelumnya pernah mendapat informasi langsung dari HokBen yaitu ketika
menghadiri saat pesta ulang tahun anak (dalam acara ini karakter Taro
diperkenalkan langsung), dan ketika mendapat suvenir khusus dari HokBen.
Menurut Satriojati (2007), penggambaran karakter dapat membangunkan
suatu brand, merk dan perusahaan. Karakter seperti kartun adalah media
komunikasi visual yang dapat dengan mudah dimengerti, diingat dan dikenali.
Pesan yang disampaikannya juga lebih segar dan jelas (Dewi, 2009). Jika
dikaitkan dengan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, HokBen belum
maksimal dalam menggunakan karakter Taro, sebagai media penyampaian pesan
mengenai identitas perusahaan. Minimnya infomasi membuat responden tidak
menangkap stimulus mengenai karakter Taro tersebut, sehingga mereka tidak
memberikan respon yang diharapkan, yaitu efek kognitif (Effendy, 2003, p.255).
Hal ini terlihat dari 66% responden yang menjawab tidak tahu mengenai nama
karakter Taro pada logo HokBen tersebut.
70
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.19
Logo 8 (Karakter Taro melambangkan keberanian, petualangan dan
keingintahuan)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 91 91.0 91.0 91.0
Tahu 9 9.0 9.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel pernyataan kedelapan, responden yang mengetahui
karakter Taro melambangkan keberanian, petualangan dan keingintahuan
berjumlah 9 orang, sedangkan yang menjawab tidak tahu ada 91 orang. Hal ini
menujukkan bahwa pada mayoritas responden yaitu 91% tidak mengetahui
lambang dari karakter utama pada logo HokBen.
Berdasarkan observasi peneliti, penyebab dari rendahnya pengetahuan
responden akan makna karakter Taro adalah minimnya informasi akan karakter
ini. Salah seorang responden bernama Adelia, 21 tahun, mahasiswa, mengatakan
bahwa HokBen kurang gencar mengadakan event dan promosi yang bertujuan
untuk mengenalkan karakter dan identitas barunya tersebut. Selain itu budaya
perusahaan yang tercermin melalui karakter Taro tidak nampak secara visual,
sehingga pengetahuan responden juga dipengaruhi oleh frekuensi mengunjungi
HokBen. Budaya perusahaan tersebut berupa keberanian, rasa ingin tahu yang
besar dan keinginan untuk selalu menghadirkan sesuatu yang baru.
Ini didukung oleh pernyataan Albert Bandura melalui teori pembelajaran
sosialnya, bahwa perhatian seseorang akan muncul jika mendapat rangsangan
yang jelas dan sederhana secara berkala. Ketika seseorang telah memberi
perhatian, mereka kemudian akan mengingat dan kemudian meningkat menjadi
suatu perilaku (Effendy, 2003, p.282-283). Jadi pada penelitian ini, perhatian
responden tidak muncul karena mereka tidak mendapat rangsangan yang jelas,
sederhana dan berkala mengenai lambang karakter Taro. Hal ini yang
menyebabkan, mayoritas responden tidak mengingat mengenai lambang tersebut,
sehingga tidak menghasilkan respon berupa pengetahuan.
71
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.20
Logo 9 (Karakter perempuan pada logo HokBen bernama Hanako)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 74 74.0 74.0 74.0
Tahu 26 26.0 26.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa, responden yang mengetahui
karakter perempuan pada logo HokBen bernama Hanako berjumlah 26 orang,
sementara 74 orang menjawab tidak tahu. Seperti yang telah dijelaskan pada tabel
pernyataan ketujuh, karakter Hanako belum diperkenalkan secara maksimal oleh
pihak HokBen. Penyingkatan nama Hanako pada logo HokBen dengan inisial “h”
menyebabkan 74% responden tidak mengetahui nama karakter utama HokBen ini.
Hal ini menunjukan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan
yang rendah akan penamaan karakter HokBen. Serupa dengan penjelasan tabel
pernyataan ketujuh, responden yang mengetahui nama karakter Hanako,
mengatakan bahwa mereka pernah mendapat penjelasan langsung dari HokBen
pada event tertentu.
Satriojati (2007) mengatakan bahwa, penggambaran karakter dapat
membangunkan suatu brand, merk dan perusahaan. Karakter seperti kartun adalah
media komunikasi visual yang dapat dengan mudah dimengerti, diingat dan
dikenali. Pesan yang disampaikannya juga lebih segar dan jelas (Dewi, 2009).
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, HokBen belum maksimal dalam
menggunakan karakter Hanako, sebagai media penyampaian pesan mengenai
identitas perusahaan. Minimnya infomasi membuat responden tidak menangkap
stimulus mengenai karakter Hanako tersebut, sehingga mereka tidak memberikan
respon yang diharapkan, yaitu efek kognitif (Effendy, 2003, p.255). Hal ini
terlihat dari 74% responden yang tidak mengetahui nama karakter Hanako pada
logo HokBen tersebut.
72
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.21
Logo 10 (Karakter Hanako melambangkan komitmen dan kesabaran)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 90 90.0 90.0 90.0
Tahu 10 10.0 10.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel pernyataan ke 10 diatas, responden yang mengetahui
karakter Hanako melambangkan komitmen dan kesabaran berjumlah 10 orang,
sementara yang tidak tahu berjumlah 90 orang. 10% responden yang mengetahui,
menjawab bahwa mereka mengunjungi HokBen lebih dari 1 kali dalam sebulan,
selain itu mereka mendapatkan informasi langsung dari HokBen dalam acara
tertentu.
Namun mayoritas responden yaitu 90% menjawab tidak tahu mengenai
pernyataan diatas. Sama halnya dengan karakter Taro, para responden yang
menjawab tidak tahu mengatakan bahwa HokBen kurang memperkenalkan dan
memberikan informasi mengenai karakter Hanako. Minimnya informasi ini yang
menyebakan responden tidak mengetahui budaya perusahaan yang
direpresentasikan oleh karakter Hanako. Budaya perusahaan tersebut berupa
komitmen dan kesabaran dalam melayani. Selain itu frekuensi mengunjungi
HokBen juga menentukan pengetahuan responden, karena budaya perusahaan
tersebut tidak nampak secara visual pada karakter Hanako.
Menurut Bandura dalam Efendy (2003, p.282-283), semakin seseorang
mendapat rangsangan yang jelas, sederhana dan berkala, maka semakin kuatlah
atensi atau perhatian dari orang tersebut. Pada tahap selanjutnya, mereka akan
mengingat dan kemudian meningkat menjadi suatu perilaku. Jika dikaitkan
dengan teori pembelajaran sosial tersebut, semakin sering frekuensi responden
mendapatkan stimulus berupa budaya perusahaan yang tercermin melalui karakter
Hanako, maka responden akan masuk pada tahap selanjutnya yaitu mengingat dan
menghasilkan pengetahuan.
73
Universitas Kristen Petra
Pada penelitian ini, perhatian responden tidak muncul karena mereka tidak
mendapat rangsangan yang jelas, sederhana dan berkala mengenai lambang
karakter Hanako. Hal ini yang menyebabkan, mayoritas responden tidak
mengingat mengenai lambang tersebut, sehingga tidak menghasilkan respon
berupa pengetahuan.
Tabel 4.22
Logo 11 (Warna rambut Taro dan Hanako adalah coklat yang berarti
alami, sederhana, dan ketertiban)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 75 75.0 75.0 75.0
Tahu 25 25.0 25.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel diatas, warna rambut Taro dan Hanako adalah
coklat yang berarti alami, sederhana, dan ketertiban, jumlah responden yang
mengetahui ada 25 orang dan yang menjawab tidak tahu ada 75 orang. Salah satu
responden yang menjawab tahu, Ayu Larasati, 25 tahun, pegawai swasta,
mengatakan bahwa dirinya mengetahui makna warna coklat pada logo HokBen
tersebut karena anggapan pribadi, yaitu coklat membawa arti alami, sederhana dan
tertib. Menurut Eiseman (2000 p.19-61), warna coklat seolah mengomunikasikan
sesuatu yang sangat berhubungan dengan rumah dan bumi, stabilitas, sesuatu yang
aman dan melindungi.
Sementara mayoritas responden yaitu sebanyak 75%, menjawab tidak tahu
karena kekurangan informasi akan karakter Taro dan Hanako yang merupakan
bagian dari corporate identity HokBen. Proses pengenalan dan penjelasan akan
kedua karakter belum gencar dilakukan oleh HokBen. Jika dikaitkan dengan teori
tingkat pengetahuan (Engel, 1994, p.337), dimana pengetahuan merupakan
seberapa banyak informasi yang diterima seseorang, kemudian tersimpan
dalam ingatan ketika menerima informasi, maka teori tersebut terbukti benar.
75% responden tersebut memiliki pengalaman langsung dan melihat warna
tersebut, namun karena informasi yang diberikan minim oleh komunikator maka
74
Universitas Kristen Petra
responden tersebut tidak menyimpannya ke dalam ingatan, sehingga tingkat
pengetahuan yang dihasilkan juga rendah.
Tabel 4.23
Logo 12 (Body gesture Taro dan Hanako pada logo HokBen
melambangkan keramahan, energik, dan ketulusan melayani pelanggan)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 66 66.0 66.0 66.0
Tahu 34 34.0 34.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel diatas, body gesture Taro dan Hanako pada logo
HokBen melambangkan keramahan, energik, dan ketulusan melayani pelanggan,
jumlah responden yang mengetahui sebanyak 34 orang dan yang menjawab tidak
tahu sebanyak 66 orang. Dapat dilihat mayoritas responden (66%), tidak
mengetahui makna body gesture dari kedua karakter HokBen tersebut.
Hal ini dikarenakan HokBen kurang memberikan penjelasan dan
informasi, sehingga setiap reponden memiliki penafsiran yang berbeda-beda, akan
makna dari karakter yang merupakan simbol dan bagian dari budaya perusahaan
HokBen. Menurut Alex Sobur (2006, p.156), simbol telah memiliki kesatuan
bentuk dan makna, berbeda dengan tanda (sign). Simbol sangat erat kaitannya
dengan penafsiran pemakai, kaidah pemakaian sesuai dengan wacananya, dan
kreasi pemberi makna (Annisarizki, 2013, p.5). Sehingga ketika suatu organisasi
tidak menyosialisasikan simbolnya melalui penjelasan dan informasi yang jelas.
Akan muncul penafsiran yang berbeda-beda pada publik mengenai simbol
tersebut. Sementara simbol merupakan pengingat publik akan budaya perusahaan
tersebut.
Inilah yang menyebabkan jumlah responden yang tidak mengetahui makna
body gesture karakter Taro dan Hanako lebih banyak, daripada yang mengetahui.
Jika dikaitkan dengan teori utama penelitian ini (S-O-R), responden tidak
memberikan perhatian, pengertian dan penerimaan kepada stimulus, yaitu makna
75
Universitas Kristen Petra
body gesture karakter Taro dan Hanako. Hal inilah yang menyebabkan responden
tidak menghasilkan respon, yaitu berupa pengetahuan (Effendy, 2003, p.255).
Tabel 4.24
Logo 13 (Warna font tulisan pada logo HokBen adalah merah)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 25 25.0 25.0 25.0
Tahu 75 75.0 75.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel pernyataan ke 13, frekuensi responden yang mengetahui
warna font tulisan pada logo HokBen adalah merah berjumlah 75 orang,
sedangkan yang tidak tahu ada 25 orang. Ini membuktikan bahwa 75% responden
mengetahui warna font tulisan pada logo tersebut. Hal ini dikarenakan sifat logo
yang visual sehingga responden menjadi lebih mudah menjumpai dan melihat
logo HokBen diberbagai media terapan. Selain itu salah satu jenis logo yang yang
digunakan oleh HokBen adalah word mark, yang menggunakan font unik baik
bentuk maupun warna, untuk menggambarkan perusahaan atau produk
(Dimarco,2012). Selain itu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya warna pada
logo adalah bagian yang paling mudah diingat karena memfasilitasi persepsi,
kesadaran dan mengingatkan (Napoles, 1988, p.67-68).
Namun 25% responden yang menjawab tidak tahu, mengatakan bahwa
mereka tidak terlalu memperhatikan warna font tersebut. Minoritas responden ini
lebih fokus kepada menu dan pelayanan yang diberikan daripada atribut HokBen
lainnya. Jika dikaitkan dengan teori S-O-R (Effendy, 2003, p.255), maka 75%
responden menerima dengan baik stimulus berupa warna font pada logo HokBen
yang diberikan. Selanjutnya mereka menghasilkan respon berupa efek kognitif
yaitu pengetahuan. Teori S-O-R terbukti pada pernyataan ke-13 pada penelitian
ini.
Berikut ini adalah font yang digunakan pada logo HokBen:
76
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.2. Font HokBen
Sumber: https://www.facebook.com/pages/Hoka-Hoka-Bento/22801653893
Tabel 4.25
Logo 14 (Logo HokBen dapat ditemukan di plastic bag)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 36 36.0 36.0 36.0
Tahu 64 64.0 64.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel diatas, responden yang mengetahui logo HokBen dapat
ditemukan di plastic bag berjumlah 64 orang, sedangkan yang tidak tahu ada 36
orang. Dapat dilihat bahwa mayoritas responden, yaitu sebesar 64% mengetahui
penempatan logo tersebut pada salah satu standar packaging perusahaan yaitu
plastic bag. Hal ini dikarenakan sifat logo yang visual sehingga memungkinkan
logo untuk lebih banyak berkomunikasi dan lebih banyak muncul di berbagai
media (Argenti, 2010, p.84).
Menurut Cahyani Yuliasari, 35 tahun, pegawai swasta, logo pada plastic
bag mudah ditemukan, karena penempatannya ada ditengah dan ukurannya yang
cukup besar. Sementara Anwar Shobari, 29 tahun, pegawai swasta, mengatakan
bahwa dia tidak mengetahui posisi logo tersebut karena tidak pernah
menggunakan fasilitas drive thru, delivery, maupun take away. Menurut Deddy
Setiawan, Store Manager HokBen, plastic bag hanya khusus bagi pelanggan
HokBen yang menggunakan fasilitas delivery, drive thru dan take away saja
(wawancara pribadi, 25 Mei 2014).
Jika dikaitkan dengan teori utama dalam penelitian ini yaitu teori S-O-R
(Effendy, 2003, p.255), maka dapat dikatakan teori tersebut terbukti. Adanya
perhatian, penerimaan dan pengertian dari responden, membuat mereka
menghasilkan respon kognitif yaitu berupa pengetahuan mengenai logo HokBen
77
Universitas Kristen Petra
tersebut pada plastic bag. Berikut ini adalah gambar dari logo yang berada pada
plastic bag HokBen:
Gambar 4.3. Plastic Bag HokBen
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014
Tabel 4.26
Logo 15 (Logo HokBen dapat ditemukan di kotak penyajian makanan)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 34 34.0 34.0 34.0
Tahu 66 66.0 66.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Selanjutnya pada tabel pernyataan ke 15, responden yang mengetahui
logo HokBen dapat ditemukan di kotak penyajian makanan berjumlah 66 orang,
sedangkan yang tidak tahu berjumlah 34 orang. Dari tabel diatas diketahui bahwa
terdapat 34% responden yang menjawab tidak tahu akan keberadaan logo tersebut
pada kotak penyajian makanan. Menurut Deddy Setiawan, Store Manager
HokBen, selain plastic bag, kotak penyajian makanan juga khusus diberikan pada
layanan delivery, drive thru dan take away saja (wawancara pribadi, 25 Mei
2014). Hal inilah yang menyebabkan 34% responden tidak mengetahui
keberadaan logo tersebut pada kotak penyajian makanan.
78
Universitas Kristen Petra
Namun sama halnya dengan pernyataan ke 14, pengetahuan responden
akan logo yang berada di kotak penyajian makanan cukup tinggi yaitu 64%. Hal
ini dikarenakan penempatan logo pada kotak penyajian makanan berada di posisi
yang strategis, yaitu ditengah kotak. Selain itu ukuran logo yang cukup besar,
membuat mayoritas responden dapat melihat dengan mudah logo tersebut pada
kotak penyajian makanan. Selain itu sebagai simbol yang berbentuk visual, logo
mudah diaplikasikan pada semua media, termasuk pada kotak penyajian makanan
yang berbahan baku kertas (Argenti, 2010, p.84). Ini berkaitan dengan teori
Jefkins mengenai bagaimana membuat logo atau identitas perusahaan agar dapat
dikenali, yaitu dengan melakukan pengulangan (Jefkins, 1994, p.22).
Jadi pada penelitian ini, mayoritas responden (66%) mengenali keberadaan
logo HokBen pada kotak penyajian makanan karena adanya pengulangan
penggunaan logo tersebut melalui berbagai media. Berikut ini adalah gambar dari
logo yang berada pada plastic bag HokBen:
Gambar 4.4. Kotak Penyajian Makanan HokBen 1
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014
79
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.5. Kotak Penyajian Makanan HokBen 2
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014
Tabel 4.27
Logo 16 (Logo HokBen dapat ditemukan di tisu)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 20 20.0 20.0 20.0
Tahu 80 80.0 80.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel diatas, sebanyak 80 responden mengetahui bahwa logo
HokBen dapat ditemukan di tisu, sedangkan 20 lainnya menjawab tidak tahu.
20% responden yang menjawab tidak tahu mengatakan bahwa, mereka tidak
memperhatikan dengan detail tisu tersebut. Annisa Fitria, 29 tahun, pegawai
swasta, mengatakan bahwa ia tidak memperhatikan tisu tersebut, karena sekali
pakai dan langsung buang. Selain itu frekuensi berkunjungnya ke HokBen juga
tidak setiap bulan.
Namun 80% atau mayoritas responden mengetahui keberadaan logo
tersebut pada tisu. Dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan responden akan
pernyataan ini adalah tinggi. Hal ini karena tisu merupakan media yang paling
sering ditemukan oleh pelanggan HokBen, baik yang pelanggan dine in (makan di
tempat), take away, delivery (pesan antar), maupun drive thru (dibawa pulang).
Menurut Wijaya, 18 tahun, mahasiswa, ukuran logo tersebut cukup besar dan
berada ditengah, sehingga mudah dilihat dan diingat.
80
Universitas Kristen Petra
Setelah diletakan pada media lain yaitu seperti plastic bag dan kotak
penyajian makanan, logo tersebut juga diletakkan pada tisu, yang merupakan
salah satu standart serving procedure dari HokBen. Dalam National Restaurant
Associatios dalam trade journal yang diterbitkan oleh North American Publishing
Company (2014), tisu merupakan salah satu bagian terpenting dalam industri
restoran karena berkaitan dengan servis. Jika di kaitkan dengan teori Jefkins
mengenai bagaimana membuat suatu logo atau identitas perusahaan agar mudah
dan dapat dikenali, adalah dengan melakukan pengulangan (Jefkins, 1994, p.22).
HokBen telah melakukan pengulangan tersebut melalui berbagai media seperti
tisu. Ini yang membuat mayoritas responden mengenali logo HokBen pada media
tisu.
Tabel 4.28
Logo 17 (Logo HokBen dapat ditemukan di sumpit)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 47 47.0 47.0 47.0
Tahu 53 53.0 53.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Sementara pada tabel pernyataan ke 17, sebanyak 53 orang mengetahui
bahwa logo HokBen dapat ditemukan di pembungkus sumpit, 47 orang sisanya
menyatakan tidak tahu. Dapat dilihat pada tabel frekuensi tersebut, bahwa
pengetahuan responden akan pernyataan tersebut cukup tinggi, yaitu 53%.
Berdasarkan obeservasi singkat peneliti, hal ini terjadi karena posisi logo pada
pembungkus sumpit walaupun berada diposisi bawah namun ukurannya cukup
besar. Selain itu sama halnya dengan tisu, sumpit merupakan standar serving
procedure dari HokBen.
Menurut Deddy Setiawan, Store Manager HokBen, sumpit menjadi alat
makan utama di HokBen, karena konsep dari restoran ini adalah Japanese Fast
Food. Sendok dan Garpu akan diberikan pada menu-menu tertentu dan jika ada
permintaan khusus dari pelanggan saja (wawancara pribadi, 25 Mei 2014). Hal
81
Universitas Kristen Petra
inilah yang membuat mayoritas responden mengenali logo tersebut pada
pembungkus sumpit HokBen. Namun jumlah responden yang tidak mengetahui
juga cukup banyak, yaitu 47%. Hal ini dikarenakan para responden tidak terlalu
memperhatikan pembungkus sumpit tersebut, mereka segera menggunakan
sumpitnya untuk makan, sementara pembungkusnya dibuang.
Melalui penjelasan diatas, respon yang berupa pengetahuan muncul jika
ada penerimaan, pengertian dan penerimaan dari responden sebagai organisme
(Effendy, 2003, p.255). 53% responden memberikan perhatian, pengertian dan
penerimaan pada pembungkus sumpit Hokben. Hal ini membuat mereka
mengetahui bahwa ada logo HokBen pada pembungkus sumpit tersebut.
Sementara 47% reseponden tidak memberikan perhatian, pengertian dan
penerimaan pada pembungkus sumpit HokBen. Hal inilah yang mengakibatkan
ketidaktahuan mereka akan keberadaan logo tersebut pada pembungkus sumpit
Hokben.
Tabel 4.29
Logo 18 (Logo HokBen dapat ditemukan di cup minuman)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 13 13.0 13.0 13.0
Tahu 87 87.0 87.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Pada tabel pernyataan terakhir dari indikator logo perusahaan, sebanyak 87
orang mengetahui bahwa logo HokBen dapat ditemukan di cup minuman,
sedangkan 13 orang lainnya menjawab tidak tahu. Melalui hasil diatas dapat
dilihat bahwa pengetahuan responden akan pernyataan tersebut sangat tinggi,
yaitu 87%. Hal ini dikarenakan cup minuman merupakan salah satu media yang
paling sering ditemui oleh responden. Cup minuman diberikan kepada semua
pelanggan HokBen baik yang dine in (makan di tempat), delivery (pesan antar),
maupun drive thru (dibawa pulang). Menurut Liliana, 26 tahun, pegawai swasta,
logo HokBen pada cup minuman mudah dikenali dan diingat karena ukurannya
82
Universitas Kristen Petra
yang besar. Selain itu karakter utama HokBen (Taro dan Hanako) juga diberi
proporsi yang besar, sehingga semakin mudah dilihat.
Akan tetapi dari 100% responden, sebanyak 13% responden mengatakan
tidak tahu bahwa logo HokBen ada pada cup minuman. Dari hasil observasi
peneliti, para responden tidak memperhatikan keberadaan logo tersebut karena
tidak mengetahui bentuk logo HokBen. Selain itu responden tersebut cenderung
langsung minum, tanpa memperhatikan secara detail design cup minuman
tersebut.
Jadi pada penelitian ini, teori S-O-R telah terkonfirmasi. 87% responden
menerima dengan baik stimulus berupa logo HokBen pada cup minuman.
Selanjutnya mereka menghasilkan respon berupa efek kognitif yaitu pengetahuan
(Effendy, 2003, p.255). Berikut ini adalah gambar dari logo HokBen yang berada
pada cup minuman:
Gambar 4.6. Cup Minuman HokBen
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014
4.4.2. Pengetahuan Tentang Nama Perusahaan
Berikut ini adalah deskripsi mengenai pengetahuan responden penelitian
tentang nama perusahaan sebagai bagian dari corporate identity HokBen:
83
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.30
Nama 19 (Nama perusahaan ini adalah HokBen)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 9 9.0 9.0 9.0
Tahu 91 91.0 91.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel frekuensi diatas, responden yang mengetahui nama
perusahaan HokBen berjumlah 91 orang, sedangkan yang tidak tahu berjumlah 9
orang. Dapat dilihat bahwa pengetahuan responden mengenai nama perusahaan
sangat tinggi, yaitu 91%. Ini menunjukkan bahwa proses pengenalan identitas
nama HokBen sudah berjalan dengan baik. Menurut Bryan Mase (2009, p.316-
324), nama perusahaan merupakan bagian paling penting dari suatu identitas dan
bertindak sebagai sinyal untuk para karyawan, konsumen dan para pemegang
saham. Ini merupakan sebuah label yang merangkum berbagai macam atribut dari
perusahaan tersebut, termasuk persepsi konsumen akan kualitas dan keandalan
perusahaan, serta harapan dan ekspektasi pemegang saham akan finansial
perusahaan.
Jika dikaitkan dengan hasil tabel frekuensi diatas, maka teori tersebut
terbukti. HokBen selalu mencatumkan nama perusahaan di setiap produk, atribut
perusahaan (logo, seragam karyawan, maupun standar packaging perusahaan),
kegiatan promosi, special event, CSR, iklan, social media. HokBen juga selalu
senantiasa menggunakan nama perusahan tersebut setiap memperkenalkan diri
secara lisan kepada publiknya, baik berupa tatap muka maupun melalui telepon.
Proses pengenalan akan nama perusahaan yang sudah maksimal inilah, yang
menyebabkan sangat tingginya (91%) tingkat pengetahuan responden akan nama
HokBen sebagai nama perusahaan.
Sementara 9% responden mengatakan tidak tahu, karena masih mengingat
nama HokBen yang lama yaitu Hoka Hoka Bento. Elvira Lie, 23 tahun,
mahasiswa, mengatakan bahwa nama Hoka Hoka Bento pada eksterior restoran
84
Universitas Kristen Petra
masih belum berubah, sehingga menyebakan Elvira tidak mengetahui bahwa
nama perusahaan yang baru adalah HokBen.
Tabel 4.31
Nama 20 (Nama HokBen melambangkan kesederhanaan dan keunikan)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 68 68.0 68.0 68.0
Tahu 32 32.0 32.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Pada tabel pernyataan diatas, frekuensi responden yang mengetahui nama
HokBen melambangkan kesederhanaan dan keunikan berjumlah 32 orang,
sedangkan yang tidak tahu ada 68 orang. Hal ini dikarenakan tidak semua orang
memiliki persepsi yang sama tentang konsep kesederhanaan dan keunikan
tersebut. Menurut Anita Susanti, 45 tahun, wiraswasta, pelafalan nama HokBen
masih asing di lidah orang Indonesia karena mengambil singkatan dari bahasa
Jepang, sehingga belum terlihat makna sederhana dan keunikan melalui nama
tersebut.
Menurut Melewar & Saunders (2000), nama perusahaan merupakan salah
satu identitas perusahaan yang paling penting untuk dikelola, karena kapasitasnya
untuk diterima oleh publik secara luas dan merefleksikan budaya perusahaan
tersebut. Sebagai bagian dari corporate identity, nama perusahaan berkaitan
dengan audiens utamanya yaitu karyawan, konsumen, komunitas keuangan
(stakeholder). Jika dikaitkan dengan teori diatas, HokBen belum mengelola nama
perusahaan tersebut secara maksimal. Berdasarkan tabel pernyataan ke 19,
HokBen telah memperkenalkan nama perusahaan tersebut melalui berbagai
macam atribut, seperti pada seragam, packaging perusahaan, website / social
media perusahaan, serta selalu menggunakan nama perusahan tersebut setiap
memperkenalkan diri secara lisan kepada publiknya, baik berupa tatap muka
maupun melalui telepon. Akan tetapi mereka belum menyosialisasikan makna
yang terkandung dalam nama tersebut. Hal ini yang menyebabkan publik
85
Universitas Kristen Petra
(responden penelitian ini), tidak mengetahui bahwa nama HokBen merefleksikan
budaya perusahaan berupa kesederhanaan dan keunikan.
Tabel 4.32
Nama 21 (HokBen merupakan perusahaan kuliner yang berbentuk
restoran)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 11 11.0 11.0 11.0
Tahu 89 89.0 89.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel frekuensi diatas, responden yang mengetahui HokBen
merupakan perusahaan kuliner yang berbentuk restoran berjumlah 89 orang,
sementara yang tidak tahu ada 11 orang. Dapat dilihat pengetahuan responden
akan pernyataan ini sangat tinggi, yaitu 89%. Hal ini dikarenakan mayoritas
responden, mengetahui HokBen menyediakan tempat dan layanan untuk makan
dan minum. Selain itu HokBen menambahkan ciri khas berupa menu masakan
Jepang dan bentuk bangunan restoran ala Jepang.
Ini sesuai dengan teori restoran yang dikemukakan oleh Marsum (2005),
restoran merupakan suatu tempat atau bangunan yang diorganisasikan secara
komersial, yang menyelenggarakan suatu pelayanan dengan baik kepada semua
tamu, baik berupa kegiatan makan atau minum. Restoran juga menambahkan daya
tarik tersendiri sebagai daya tariknya, baik melalui menu masakan, hiburan,
maupun tampilan fisik bangunan.
Namun 11% pengunjung yang menjawab tidak tahu, mengatakan bahwa
HokBen lebih terlihat seperti stand daripada restoran, karena beberapa berada
pada Food Court di pusat perbelanjaan.
86
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.33
Nama 22 (HokBen memiliki konsep Japanese Fast Food Restaurant)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 9 9.0 9.0 9.0
Tahu 91 91.0 91.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel pernyataan diatas, responden yang mengetahui HokBen
memiliki konsep Japanese Fast Food Restaurant berjumlah 91 orang, sedangkan
9 orang sisanya menjawab tidak tahu. Dapat dilihat pengetahuan responden akan
bentuk dan konsep HokBen sebagai restoran cepat saji khas Jepang sangat tinggi,
yaitu 91%. Name of the organization atau corporate name pada dasarnya
menggambarkan bagaimana perusahaan tersebut dipersepsikan oleh publiknya
(Fombrun, 1996, p.42). Teori ini terbukti melalui pernyataan diatas, yaitu
responden sudah mengetahui bahwa HokBen adalah restoran cepat saji khas
Jepang hanya dengan melihat namanya saja.
Nurul, 30 tahun, wiraswasta, mengatakan bahwa kata Bento pada nama
HokBen sudah menunjukan bahwa restoran ini menjual masakan Jepang. Konsep
cepat saji juga terlihat melalui penyingkatan nama HokBen yang awalnya
bernama Hoka Hoka Bento. Selain itu, cara penyajian menunya dan pelayanan
yang serba cepat membuat mayoritas responden mengetahui bahwa HokBen
adalah restoran cepat saji khas Jepang.
87
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.34
Nama 23 (Nama HokBen dapat ditemukan di seragam karyawan)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 12 12.0 12.0 12.0
Tahu 88 88.0 88.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel pernyataan diatas, frekuensi responden yang
mengetahui bahwa nama HokBen dapat ditemukan di seragam karyawan
berjumlah 88 orang, sementara 12 orang lainnya menjawab tidak tahu. Dari
observasi peneliti, hal ini disebabkan karena seragam karyawan merupakan atribut
perusahaan yang paling sering dijumpai oleh responden. Semua karyawan
HokBen dari berbagai level mengenakan nama HokBen pada seragam mereka.
Selain itu menurut Putri Nanda, 26 tahun, pegawai swasta, nama HokBen
dituliskan dengan font merah mencolok dan ukurannya cukup besar, penempatan
namanya juga strategis yaitu disebelah kiri atas.
Apabila dikaitkan dengan teori tingkat pengetahuan milik Engel (1994,
p.337), pengetahuan merupakan seberapa banyak informasi yang diterima
seseorang, kemudian tersimpan dalam ingatan ketika menerima informasi,
maka teori tersebut terbukti benar. Mayoritas responden (88%) memiliki
pengalaman langsung dan melihat nama HokBen pada seragam karyawan.
Informasi tersebut kemudian tersimpan kedalam ingatan mereka, sehingga tingkat
pengetahuan yang dihasilkan menjadi tinggi.
Berikut ini adalah gambar seragam karyawan HokBen:
88
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.7. Nama HokBen Pada Seragam Karyawan
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014
Tabel 4.35
Nama 24 (Tagline HokBen adalah “Your bento is our command”)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 48 48.0 48.0 48.0
Tahu 52 52.0 52.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel diatas, frekuensi responden yang mengetahui bahwa
tagline HokBen adalah “Your bento is our command” berjumlah 52 orang,
sementara 48 orang lainnya menjawab tidak tahu. Dapat dilihat bahwa tingkat
pengetahuan responden akan tagline HokBen cukup tinggi yaitu 52%. Menurut
Nurul, 30 tahun, wiraswasta, tagline HokBen menggunakan kata-kata yang mudah
diingat. Mereka menggunakan bahasa inggris yang lebih familiar ditelinga orang
Indonesia, daripada bahasa Jepang. Selain itu menurut Wijaya, 18 tahun,
mahasiswa, kalimat tagline yang singkat memudahkan masyarakat untuk
menghafal dan mengingatnya.
Sesuai dengan pernyataan Paramesthi (2010, p.5), tagline merupakan
rangkaian kalimat yang dipakai untuk mengasosiasikan suatu perusahaan ataupun
produk kepada publiknya. Tagline juga dapat digunakan sebagai suatu titik
pembeda dengan para kompetitor (Susanto dan Wijanarko, 2004, p.86). Sebagai
bagian dari identitas suatu perusahaan, tagline merupakan bagian yang paling
89
Universitas Kristen Petra
mudah di ingat oleh publik. Sehingga penggunaannya harus mudah diingat baik
warna, ukuran, jenis font, dan penempatannya (Kasali, 1995, p.84).
Dalam hal ini tagline HokBen mencoba mengasosiasikan HokBen sebagai
perusahaan makanan cepat saji khas Jepang dengan publiknya, melalui kata
“Bento” yang berarti makanan Jepang. Namun responden yang menjawab tidak
mengetahui tagline HokBen tersebut juga cukup tinggi, yaitu sebanyak 48%. Hal
ini dikarenakan responden tidak cukup memperhatikan keberadaan tagline
tersebut. Penyebab utamanya adalah lokasi tagline yang tidak strategis yaitu
hanya pada celemek staf dan bagian belakang struck pembelian.
Tabel 4.36
Nama 25 (HokBen merupakan perusahaan nasional milik Indonesia)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 54 54.0 54.0 54.0
Tahu 46 46.0 46.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Pada pernyataan ke-25, frekuensi responden yang mengetahui bahwa
HokBen merupakan perusahaan nasional milik Indonesia hanya berjumlah 46
orang, sementara 54 orang lainnya menjawab tidak tahu. Hal ini menunjukan
bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai pernyataan ini rendah, yaitu
54%. Putri Nanda, 26 tahun, pegawai swasta, mengatakan bahwa dia tidak
mengetahui bahwa HokBen merupakan perusahaan asli Indonesia. Selama ini dia
berpikir bahwa HokBen adalah restoran franchise asal Jepang.
Menurut merdeka.com (2013), kebanyakan restoran cepat saji yang
beroperasi di Indonesia adalah waralaba milik perusahaan asing. Pasar restoran
cepat saji di Indonesia di dominasi oleh perusahaan asing seperti Amerika Serikat,
Korea Selatan dan Jepang. Inilah yang menyebabkan mayoritas responden,
menganggap bahwa HokBen merupakan restoran waralaba milik perusahaan
asing, yaitu Jepang. Sementara 46% responden yang menjawab tahu, mengatakan
bahwa mereka melihat informasi tersebut pada media cetak, online dan elektronik.
90
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.37
Nama 26 (Pemilik HokBen adalah orang Indonesia bernama Hendra
Arifin)
Frequency Percent Valid Percent
C umulative
Percent
Valid Tidak Tahu 88 88.0 88.0 88.0
Tahu 12 12.0 12.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel frekuensi diatas, responden yang mengetahui pemilik
HokBen adalah orang Indonesia bernama Hendra Arifin hanya berjumlah 12
orang, sedangkan 88 orang sisanya menjawab tidak tahu. Sama halnya dengan
penjelasan pada tabel pernyataan ke 25, mayoritas responden menganggap bahwa
HokBen merupakan perusahaan waralaba milik asing (Jepang) yang sedang
mengekspansi pasar Indonesia. Selain itu karena minimnya informasi mengenai
nama pemilik HokBen tersebut, membuat responden memiliki pengetahuan yang
sangat rendah akan kepemilikan HokBen.
Jika dikaitkan dengan teori S-O-R (Effendy, 2003, p.255), maka
responden tidak menerima stimulus yang diberikan oleh HokBen mengenai nama
pemilik restoran ini. Sehingga responden tersebut beranggapan bahwa, HokBen
merupakan restoran yang dimiliki oleh orang asing. Hal ini mengakibatkan tidak
munculnya respon kognitif yaitu berupa pengetahuan mengenai nama pemilik
HokBen. Sementara 12% responden yang menjawab tahu, mengatakan bahwa
mereka menerima informasi tersebut melalui media cetak, online dan elektronik.
4.4.3. Pengetahuan Tentang Seragam Karyawan
Berikut ini adalah deskripsi mengenai pengetahuan responden penelitian
tentang seragam karyawan sebagai bagian dari corporate identity HokBen:
91
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.38
Seragam 27 (Warna dominan seragam karyawan HokBen adalah abu-
abu)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 21 21.0 21.0 21.0
Tahu 79 79.0 79.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel diatas, frekuensi responden yang mengetahui
warna dominan seragam karyawan HokBen adalah abu-abu berjumlah 79 orang,
sementara yang menjawab tidak tahu berjumlah 21 orang. Dari hasil tersebut
dapat diketahui bahwa pengetahuan responden akan warna dominan seragam
tersebut tinggi, yaitu 79%. Hal ini dikarenakan warna pada seragam tersebut
adalah bagian yang paling mudah diingat. Pernyataan ini didukung oleh Napoles
(1988, p.67-68) yang menyatakan bahwa, warna dapat membuat suatu simbol
menjadi lebih hidup, menonjolkan kualitas tertentu, dan memfasilitasi persepsi,
kesadaran dan mengingatkan. Selain itu warna seragam karyawan HokBen baik
yang frontliner maupun officer adalah sama yaitu abu-abu.
Mayoritas responden mengingat warna tersebut, karena stimulus yang
diberikan HokBen melalui seragam karyawannya mendapat penerimaan,
pengertian dan perhatian dari responden, sehingga meghasilkan respon kognitif
yaitu berupa pengetahuan (Effendy, 2003, p.255). Namun terdapat 21%
responden yang tidak mengetahui warna dominan seragam HokBen itu. Hal ini
dikarenakan mereka tidak memperhatikan warna tersebut, serta masih mengingat
warna seragam HokBen yang lama yaitu berwarna biru tua.
92
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.39
Seragam 28 (Model seragam manajer laki-laki HokBen adalah kemeja
dengan dasi berwarna kuning)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 56 56.0 56.0 56.0
Tahu 44 44.0 44.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Pada tabel pernyataan ke-28, frekuensi responden yang mengetahui bahwa
model seragam manajer laki-laki HokBen adalah kemeja dengan dasi berwarna
kuning berjumlah 44 orang dan yang menjawab tidak tahu ada 56 orang. Dari
tabel tersebut, terlihat bahwa tingkat pengetahuan responden akan pernyataan
tersebut rendah, yaitu 56%. Dari hasil observasi peneliti, sebagian besar
responden belum pernah melihat seragam manajer laki-laki HokBen, sehingga
mereka tidak mengetahui warna seragam tersebut. Hal ini dikarenakan manajer
lebih banyak mengurus hal-hal bersifat manajerial, sehingga jarang dijumpai oleh
pengunjung. Selain itu responden juga tidak memperhatikan perbedaan model
antara manajer dengan staf biasa.
Namun 44% responden yang menjawab tahu, mengatakan bahwa mereka
pernah menjumpai manajer HokBen saat ada urusan tertentu seperti, ulang tahun
anak, complaint, wawancara, dan beberapa hal lain. Hal ini sekaligus
mengkonfirmasi teori S-O-R dimana respon kognitif (pengetahuan) akan muncul
jika ada penerimaan atau pengertian terhadap stimulus (Effendy, 2003, p.255).
Hal inilah yang menyebabkan tingkat pengetahuan responden akan model
seragam manajer laki-laki HokBen menjadi rendah.
Berikut ini adalah gambar model seragam manajer laki-laki HokBen:
93
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.8. Seragam Manajer Laki-Laki HokBen
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014
Tabel 4.40
Seragam 29 (Model seragam manajer perempuan HokBen adalah
kemeja)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 50 50.0 50.0 50.0
Tahu 50 50.0 50.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Pada tabel pernyataan ke-29, sebanyak 50 responden menjawab
mengetahui dan 50 lainnya menjawab tidak tahu bahwa model seragam manajer
perempuan HokBen adalah kemeja. Dapat dilihat bahwa presentase responden
yang mengetahui dan yang tidak mengetahui model seragam tersebut sama, yaitu
94
Universitas Kristen Petra
50%. Sama halnya dengan pernyataan ke-28, 50% responden menjawab tidak tahu
karena mereka jarang menjumpai manajer perempuan secara langsung. Hal ini
dikarenakan manajer lebih banyak mengurus hal-hal bersifat manajerial, sehingga
jarang dijumpai oleh pengunjung. Selain itu, warna seragam yang sama membuat
responden kurang memperhatikan perbedaan model seragam antara level manajer
dengan staf. Padahal menurut Barr (2007), seragam sebagai alat yang
mengklasifikasi dan menunjukan profesionalisme dari para karyawan. Hal ini
menunjukan bahwa seragam HokBen kurang menunjukan klasifikasi antar level
karyawan.
Akan tetapi 50% responden menjawab mengetahui mengenai model
seragam pada manajer perempuan tersebut. Dari hasil observasi peneliti,
responden ini pernah memiliki pengalaman secara langsung dengan para manajer
HokBen. Berikut ini adalah gambar model seragam manajer perempuan HokBen:
Gambar 4.9. Seragam Manajer Perempuan HokBen
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014
95
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.41
Seragam 30 (Model seragam staf perempuan adalah kemeja cheongsam
dengan celemek berwarna merah dan bandana berwarna kuning)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 39 39.0 39.0 39.0
Tahu 61 61.0 61.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel pernyataan ke-30, frekuensi responden yang mengetahui
model seragam staf perempuan adalah kemeja cheongsam dengan celemek
berwarna merah dan bandana berwarna kuning berjumlah 61 orang, sedangkan
yang tidak setuju ada 39 orang. Staf yang berada di posisi frontliner saat berkerja,
membuat mereka menjadi karyawan yang paling sering dijumpai oleh
pengunjung. Staf merupakan karyawan yang secara langsung berinteraksi dengan
para pengunjung HokBen. Hal inilah yang menyebabkan tingkat pengetahuan
responden akan model seragam pada staf perempuan cukup tinggi, yaitu 61%.
Menurut Nelson dan Bowen (2000, p.86), seragam merupakan komponen
penting untuk membangun identitas suatu perusahaan yang bergerak pada bidang
jasa. Seragam tidak hanya menciptakan kesan tertentu dari sebuah restoran, tapi
juga menjadi bagian yang ikut mempengaruhi suasana yang diciptakan oleh
restoran tersebut. Seragam staf perempuan HokBen turut mempengaruhi suasana
khas Jepang yang diciptakan oleh HokBen, yaitu melalui model kemeja
cheongsam dengan celemek berwarna merah dan bandana berwarna kuning.
Selain itu menurut Wowor (2010, p.100), seragam memudahkan tamu
untuk mengenali karyawan disaat mereka membutuhkannya. Apabila teori
tersebut dikaitkan dengan hasil tabel pernyataan diatas, maka teori tersebut
terbukti. Mayoritas responden mengenali model seragam karyawan pada staf
perempuan, karena membantu tamu mengenali karyawan HokBen. Berikut ini
adalah gambar model seragam staf perempuan HokBen:
96
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.10. Seragam Staf Perempuan HokBen
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014
Tabel 4.42
Seragam 31 (Model seragam staf laki-laki adalah kemeja cheongsam
dengan celemek berwarna merah dan topi abu-abu)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 39 39.0 39.0 39.0
Tahu 61 61.0 61.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel frekuensi diatas, responden yang mengatakan bahwa
model seragam staf laki-laki adalah kemeja cheongsam dengan celemek berwarna
merah dan topi abu-abu berjumlah 61 orang, sedangkan yang tidak tahu berjumlah
39 orang. Pengetahuan responden akan model seragam staf laki-laki cukup tinggi
yaitu 61%. Hasil ini sama dengan pengetahuan responden akan model seragam
97
Universitas Kristen Petra
staf perempuan. Ini menunjukkan bahwa pengenalan HokBen mengenai identitas
perusahaannya, melalui seragam staf laki-laki maupun perempuan telah berjalan
dengan baik. Ini dapat dilihat melalui mayoritas responden yang menjawab tahu
mengenai model seragam tersebut.
Sementara responden yang tidak tahu mengatakan bahwa mereka tidak
terlalu memperhatikan model seragam tersebut, karena terlalu fokus pada produk
HokBen yang ditawarkan. Selain itu mereka juga masih teringat pada model
seragam sebelumnya, sehingga model seragam yang baru ini belum terlalu
familiar bagi responden tersebut. Berikut ini adalah gambar model seragam staf
laki-laki HokBen:
Gambar 4.11. Seragam Staf Laki-Laki HokBen
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014
98
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.43
Seragam 32 (Terdapat pin bertuliskan “I love HokBen” pada seragam
karyawan HokBen)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 38 38.0 38.0 38.0
Tahu 62 62.0 62.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Pada tabel pernyataan ke-32, frekuensi responden yang mengetahui bahwa
terdapat pin bertuliskan “I ♥ HokBen” pada seragam karyawan HokBen
berjumlah 62 orang, sementara 38 lainnya menjawab tidak tahu. Menurut Airey
(2010, p.13), simbol yang efektif mampu berbicara dalam banyak bahasa dan
mudah di kenali meskipun tanpa diterjemahkan. Identitas visual yang baik akan
membangun kepercayaan dan membantu publik mengingat pengalaman mereka
dengan perusahaan. Hal ini didukung oleh pernyataan salah satu responden yang
mengatakan bahwa, pin terlihat mencolok dengan adanya simbol hati berwarna
merah yang melambangkan love atau cinta. Selain itu posisi pin yang berada di
dada, membuat pin tersebut lebih mudah dilihat oleh responden ketika berinteraksi
dengan karyawan HokBen. Simbol pada pin tersebut membantu responden
mengingat pengalaman mereka dengan HokBen.
Sementara 38% persen responden yang menjawab tidak tahu, mengatakan
bahwa pin tersebut memiliki ukuran yang kecil sehingga mereka tidak
memperhatikannya. Responden tersebut lebih memperhatikan pelayanan dari
karyawan tersebut. Jika dikaitkan dengan teori S-O-R, maka mayoritas responden
telah memberi perhatian, pengertian dan penerimaan terhadap pin ini. Sehingga
proses komunikasi dapat berjalan dan menghasilkan respon kognitif berupa
pengetahuan (Effendy, 2003, p.255).
4.4.4. Pengetahuan Tentang Perilaku Karyawan
Berikut ini adalah deskripsi mengenai pengetahuan responden penelitian
tentang perilaku karyawan sebagai bagian dari corporate identity HokBen:
99
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.44
Perilaku 33 (Karyawan HokBen selalu mengatakan “Irrashaimase”
sebagai ucapan selamat datang)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 41 41.0 41.0 41.0
Tahu 59 59.0 59.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel diatas, frekuensi responden yang mengetahui bahwa
karyawan HokBen selalu mengatakan “Irrashaimase” sebagai ucapan selamat
datang berjumlah 59 orang, sedangkan 41 orang lainnya menjawab tidak tahu.
Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden akan pernyataan
tersebut cukup tinggi, yaitu 59%. Hal ini dikarenakan mayoritas responden, selalu
mendengar salam selamat datang tersebut ketika mengunjungi HokBen. Selain itu
pengunjung juga mendapat salam “Irrashaimase” ketika membuka website
HokBen. Sesuai dengan teori Jefkins, pengulangan pengucapan salam
“Irrashaimase” ini, akan membuat identitas perusahaan semakin mudah dikenali
(Jefkins, 1994, p.22).
Irrashaimase merupakan bentuk salam atau greetings dari HokBen.
Salam tersebut merupakan salah satu bentuk corporate behavior, yang termasuk
dalam corporate identity. Menurut Melewar dan Karaosmanoglu (2006), perilaku
karyawan (employee behavior) mempengaruhi pelanggan dan stakeholder lainnya,
dan segala tindakan karyawan dianggap sebagai refleksi dari identitas perusahaan
Berdasarkan tabel diatas, mayoritas respoden telah mengetahui “Irrashaimase”
sebagai standard greetings dari karyawan HokBen, sehingga upaya pengenalan
corporate identity melalui perilaku bisa dikatakan berjalan dengan baik.
Namun 41% responden yang menjawab tidak mengetahui greetings
tersebut, mengatakan bahwa mereka tidak mendengar dengan jelas kata
“Irrashaimase” tersebut, serta tidak mengerti arti dari kata tersebut. Hambatan
tersebut terjadi karena perbedaan bahasa, yaitu HokBen menggunakan istilah
dalam bahasa Jepang yang masih asing ditelinga orang Indonesia.
100
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.45
Perilaku 34 (Karyawan HokBen selalu mengatakan “Arigataou
gozaimasu” sebagai ucapan terima kasih)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 28 28.0 28.0 28.0
Tahu 72 72.0 72.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel pernyataan diatas, frekuensi responden yang menjawab
tahu sebanyak 72 orang, sementara 28 orang menjawab tidak tahu, bahwa
karyawan HokBen selalu mengatakan “Arigataou gozaimasu” sebagai ucapan
terima kasih. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan responden akan
pernyataan tersebut cukup tinggi, yaitu 72%. Hasil ini serupa dengan pengetahuan
responden akan salam “Irrashaimase”. Ini menunjukkan bahwa pengenalan
HokBen mengenai identitas perusahaannya, melalui salam “Arigatou Gozaimasu”
dan “Irrashaimase” telah berjalan dengan baik. Ini dapat dilihat melalui mayoritas
responden yang mengetahui standard greetings dari karyawan HokBen.
Sementara responden yang tidak tahu mengatakan bahwa mereka tidak
terlalu memperhatikan salam tersebut, karena tidak mendengar secara jelas kata
“Arigatou Gozaimasu” dan tidak mengerti artinya. Perbedaan bahasa
menyebabkan responden kurang mengerti dengan arti dan pelafalan dari salam
tersebut.
101
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.46
Perilaku 35 (Karyawan HokBen menerapkan “Omotenashi” yang
berarti pelayanan dengan sepenuh hati sebagai standar perilaku)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 56 56.0 56.0 56.0
Tahu 44 44.0 44.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Pada tabel diatas, frekuensi responden yang mengetahui bahwa karyawan
HokBen menerapkan “Omotenashi” yang berarti pelayanan dengan sepenuh hati
sebagai standar perilaku berjumlah 44 orang, sementara 56 orang sisanya
menjawab tidak tahu. Dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki tingkat
pengetahuan yang rendah mengenai pernyataan tersebut, yaitu 56%. Hal ini
dikarenakan kurangnya informasi mengenai “Omotenashi” sebagai standar
pelayanan kepada pengunjungnya. Ketika stimulus yang diberikan tidak mendapat
perhatian, pengertian dan penerimaan dari responden, maka berujung pada
rendahnya pengetahuan sebagai respon (Effendy, 2003, p.255).
Menurut Deddy Setiawan, Store Manager HokBen, “Omotenashi”
merupakan standar pelayanan karyawan HokBen kepada para pengunjungnya,
yang terdiri dari sikap saat berinteraksi, penyajian produk dan penyediaan fasilitas
yang berkualitas kepada pengunjung (wawancara pribadi, 25 Mei 2014). Hal ini
sesuai dengan Melewar dan Karaosmanoglu (2006), yang mengatakan bahwa
perilaku karyawan (employee behavior) mempengaruhi pelanggan dan
stakeholder lainnya, dan segala tindakan karyawan dianggap sebagai refleksi dari
identitas perusahaan. Hal ini yang menyebabkan perilaku karyawan atau employee
behavior dianggap sebagai komponen penting dari corporate identity. Sementara
salah satu responden yang mengetahui mengenai “omotenashi” mengatakan
bahwa, hal tersebut tercermin melalui tindakan karyawan HokBen ketika
memberikan pelayanan yang sopan, ramah, sabar, dan total.
102
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.47
Perilaku 36 (Karyawan HokBen bekerja secara cepat dalam melayani)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tahu 12 12.0 12.0 12.0
Tahu 88 88.0 88.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS, 2014
Berdasarkan tabel pernyataan ke-36, frekuensi responden yang mengetahui
bahwa karyawan HokBen bekerja secara cepat dalam melayani berjumlah 88
orang, sedangkan 12 orang sisanya menjawab tidak tahu. Dapat dilihat bahwa
tingkat pengetahuan responden akan pernyataan tersebut tergolong sangat tinggi,
yaitu 88%. Mayoritas responden yang menjawab setuju tersebut, mengatakan
bahwa karyawan HokBen telah menunjukan cara kerja yang sangat cepat saat
melayani pesanan atau penyediaan makanan dan minuman, maupun saat transaksi
pembayaran. Selain itu salah satu responden juga mengatakan bahwa handling
complain dan delivery service dari karyawan HokBen juga cepat.
Hal tersebut menunjukan bahwa identitas HokBen sebagai restoran cepat
saji khas Jepang telah berjalan secara maksimal, karena tercermin melalui perilaku
karyawannya. Apalagi HokBen telah berdiri selama 30 tahun, sehingga membuat
budaya melayani secara cepat ini telah mengakar dalam perusahaan (dalam
penelitian ini adalah karyawan). Sementara 12% responden yang menjawab tidak
tahu, mengatakan bahwa cara kerja HokBen sama saja dengan restoran fast food
pada umumnya.
4.5. Analisis Tingkat Pengetahuan Masyarakat Surabaya Mengenai
Corporate Identity Hoka Hoka Bento (HokBen)
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Surabaya yang menjadi
responden tentang corporate identity Hoka Hoka Bento (HokBen) yang terdiri
dari logo perusahaan, nama perusahaan, seragam karyawan, dan perilaku
karyawan. Maka peneliti akan memberikan skor untuk masing-masing kategori
103
Universitas Kristen Petra
jawaban, dengan perhitungan skor 1 untuk jawaban tahu dan skor 0 untuk jawaban
tidak tahu.
Selanjutnya peneliti melakukan perhitungan interval kelas. Setelah
menghitung skor dari tiap pernyataan secara keseluruhan, akan digunakan rumus
untuk menghitung interval tingkat pengetahuan yaitu (Azwar, 2002, p.107)
Sehingga pada penelitian tentang tingkat pengetahuan masyarakat Surabaya
mengenai corporate identity Hoka-Hoka Bento (HokBen) ini, intervalnya adalah
Dari perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
Tingkat pengetahuan rendah, memiliki skor 0 < a ≤ 0,33
Tingkat pengetahuan sedang, memiliki skor 0,33 < a ≤ 0,67
Tingkat pengetahuan tinggi, memiliki skor 0,67 ≤ a ≤ 1,00
Berikut adalah hasil pengkategorian tanggapan responden pada masing-
masing indikator pengetahuan masyarakat Surabaya mengenai corporate identity
Hoka Hoka Bento (HokBen):
Tabel 4.48
Tingkat Pengetahuan Mengenai Logo Perusahaan
Indikator Mean
Logo Perusahaan 0,53
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel di atas, nilai rata-rata responden adalah 0,53 terhadap
indikator logo perusahaan. Dapat diketahui bahwa responden memiliki tingkat
pengetahuan yang sedang pada logo HokBen.
104
Universitas Kristen Petra
Menurut Jessica Halim, wanita berusia 24 tahun, pegawai swasta,
memberikan pendapat bahwa logo HokBen memiliki bentuk visual yang menarik,
mudah diingat dan mudah ditemukan. Menurutnya gambar dua karakter HokBen
lucu dan unik, walaupun dia tidak mengetahui nama dan makna dari kedua
karakter tersebut, karena minimnya informasi yang diberikan oleh HokBen.
Sedangkan menurut Zulfikri, pria berusia 31 tahun, pegawai swasta, memberikan
pendapat bahwa logo HokBen sebenarnya sudah sangat mudah ditemukan, selain
itu bentuknya juga lebih menarik. Hanya saja belum semua store HokBen yang
berubah, sehingga responden masih mengingat logo yang lama. Evie Santi
Yuliana, wanita berusia 20 tahun, mahasiswa, memberikan pendapat bahwa logo
HokBen yang baru lebih bagus, lucu dan sederhana. Dia mengetahui makna
dibalik logo HokBen (nama karakter dan maknanya) karena pernah mendengar
penjelasan saat adiknya merayakan ulang tahun di HokBen. Dari pendapat-
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden menyatakan
bahwa logo HokBen memiliki bentuk visual yang menarik dan mudah ditemukan.
Hal ini menunjukan bahwa logo merupakan komponen corporate identity
yang paling penting. Ini karena sifatnya yang visual, yang memungkinkan logo
untuk berkomunikasi lebih banyak dari nama, dan kemunculannya yang
meningkat di berbagai jenis media (Argenti, 2010, p.84). Hal ini terbukti karena
Logo HokBen dapat ditemukan di berbagai media yang menjadi atribut
perusahaan, seperti standar packaging perusahaan, seragam karyawan, dan
sebagainya. Semakin sering frekuensi seseorang melihat logo tersebut, maka
semakin perhatian dan ingatlah orang tersebut. Selain itu semakin kuat logo
tersebut, maka akan semakin menarik perhatian dan mudah untuk diingat.
Pernyataan tersebut didukung oleh Karadeniz (2009, p.7), logo merupakan atribut
yang paling menarik perhatian masyarakat. Kotler (2008), mengatakan bahwa
logo yang baik akan membangun identitas, memudahkan pengenalan dan identitas
kembali (Suprianto, 2011).
105
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.49
Tingkat Pengetahuan Mengenai Nama Perusahaan
Indikator Mean
Nama Perusahaan 0,626
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel di atas, nilai rata-rata responden adalah 0,626 pada
indikator nama perusahaan. Dapat diketahui bahwa responden memiliki tingkat
pengetahuan yang sedang terhadap nama perusahaan yaitu nama HokBen.
Menurut Maria Susanto, wanita berusia 19 tahun, mahasiswi, memberikan
pendapat bahwa nama HokBen sangat simple dan mudah diingat. Pendek dan
kesannya baru. Selain itu masyarakat sudah tahu kalau HokBen adalah Japanese
fast food restaurant dari namanya saja. Menurut Edi Siahaan, pria berusia 45
tahun, wiraswasta, berpendapat bahwa dari namanya saja HokBen sudah jelas
menjual masakan Jepang dan konsepnya cepat saji. Namun dia tidak mengetahui
bahwa HokBen adalah milik orang Indonesia bernama Hendra Arifin. Sedangkan
Edna Sri Hesti, wanita berusia 52 tahun, mengatakan bahwa nama HokBen mudah
diingat karena tidak terlalu panjang tapi susah pelafalannya.
Dapat dilihat dari pendapat-pendapat tersebut, mayoritas responden
mengetahui nama HokBen menggambarkan konsep restoran cepat saji khas
Jepang. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa, corporate name pada
dasarnya menggambarkan bagaimana perusahaan tersebut dipersepsikan oleh
publiknya (Fombrun, 1996, p.42). Selain itu nama yang baik adalah nama yang
mudah diingat (memorable) dan tidak terlalu panjang (not too long) (Napoles,
1988).
106
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.50
Tingkat Pengetahuan Mengenai Seragam Karyawan
Indikator Mean
Seragam Karyawan 0,595
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel di atas, nilai rata-rata responden adalah 0,595 pada
indikator seragam karyawan. Dapat diketahui bahwa responden memiliki tingkat
pengetahuan yang sedang terhadap seragam karyawan.
Menurut Eddison Tan, pria berusia 50 tahun, pegawai swasta, mengatakan
bahwa dia tidak mengingat semua model seragam karyawan HokBen, hanya
karyawan yang sering melayani didepan saja yang diingat. Sementara menurut
Maureen Anastasia, wanita berusia 25 tahun, wiraswasta, mengatakan bahwa dia
paling mengingat seragam karyawan front office karena mereka yang melayani
pengunjung secara langsung. Luthfy Hafid Alamsyah, pria berusia 29 tahun,
pegawai swasta, mengataka bahwa dia mengingat seragam manajer karena pernah
berdiskusi tentang ulang tahun anaknya di HokBen.
Menurut Barr (2007), seragam dapat menyampaikan sebuah perusahaan
sebagai profesional, konsisten dan memiliki orientasi yang matang. Seragam juga
dapat menyampaikan klasifikasi dan profesionalisme dari para karyawan. Hal ini
terlihat dari seragam karyawan HokBen yang diklasifikasikan berdasarkan jabatan
masing-masing karyawan. Dilihat dari jawaban-jawaban diatas, diketahui bahwa
responden mengingat dan mengetahui warna seragam masing-masing karyawan
jika mereka pernah atau sering melihat seragam karyawan tersebut. Jika dikaitkan
dengan teori tingkat pengetahuan milik Engel (1994, p.316), secara umum
pengetahuan dapat difinisikan sebagai informasi yang tersimpan di dalam ingatan.
Pengetahuan akan muncul jika responden telah mendapatkan stimulus berupa
informasi kemudian menyimpannya kedalam ingatan.
107
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.51
Tingkat Pengetahuan Mengenai Perilaku Karyawan
Indikator Mean
Perilaku Karyawan 0,657
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel di atas, nilai rata-rata responden adalah 0,657 pada
indikator perilaku karyawan. Dapat diketahui bahwa responden memiliki tingkat
pengetahuan yang sedang terhadap perilaku karyawan.
Menurut Zaskia Aulia, 23 tahun, mahasiswi, berpendapat bahwa setiap
kali mengunjungi outlet HokBen, selalu mendapat sambutan “Irrashaimase” dan
“Arigataou gozaimasu”. Kevin Samsudin, 18 tahun, pelajar SMA, juga
mengatakan bahwa karyawan HokBen berkerja dengan sangat cepat dan cekatan.
Gede Subrata, 37 tahun, wiraswasta, mengungkapkan pendapatnya bahwa
karyawan HokBen selalu menerapkan standard greetings tersebut. Namun dia
tidak mengetahui mengenai istilah “omotenashi” karena tidak pernah dijelaskan
sebelumnya.
Pada indikator ini, tingkat pengetahuan responden dapat dikatakan cukup
tinggi walaupun masih dalam interval sedang. Hal ini dikarenakan responden telah
berulang kali menerima stimulus berupa standard greetings dan pelayanan yang
cepat sebagai perilaku karyawan selama mereka berkunjung ke HokBen. Stimulus
tersebut kemudian disimpan kedalam ingatan responden dan akhirnya
menghasilkan respons berupa efek kognitif atau pengetahuan. Perilaku karyawan
(employee behavior) mempengaruhi pelanggan dan stakeholder lainnya, dan
segala tindakan karyawan dianggap sebagai refleksi dari identitas perusahaan
(Melewar dan Karaosmanoglu, 2006). Hal ini terbukti melalui perilaku karyawan
HokBen yang cepat dalam melayani karena merefleksikan identitas perusahaan
sebagai Japanese Fast Food Restaurant.
108
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.52
Tingkat Pengetahuan Secara Keseluruhan (n = 100)
Indikator Mean Persentase
Logo Perusahaan 0,53 53,2%
Nama Perusahaan 0,626 62,6%
Seragam Karyawan 0,595 59,5%
Perilaku Karyawan 0,657 65,7%
Total 0,602 60,2%
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan
responden akan logo perusahaan HokBen tergolong sedang, yaitu sebesar 53,2%.
Begitupun pada indikator nama perusahaan HokBen, tingkat pengetahuan
responden pada kategori ini tergolong sedang, yaitu sebesar 62,6%. Pada indikator
seragam karyawan HokBen, tingkat pengetahuan responden juga tergolong
sedang, yaitu sebesar 59,5%. Hasil serupa juga terjadi pada indikator perilaku
karyawan HokBen, tingkat pengetahuan responden tergolong sedang, yaitu
sebesar 65,7%.
Jika dilihat secara keseluruhan, dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat
pengetahuan masyarakat Surabaya mengenai corporate identity Hoka Hoka Bento
(HokBen) adalah sedang, yaitu sebesar 60,2%. Hal ini disebabkan oleh perubahan
corporate identity yang baru saja terjadi pada Oktober 2013, sehingga masyarakat
belum sepenuhnya mengetahui dan menyadari corporate identity HokBen
tersebut. Selain itu event maupun kegiatan promosi mengenai identitas ini juga
belum secara maksimal diadakan. Akan tetapi, upaya-upaya memperkenalkan
identitas barunya ini telah dilakukan oleh HokBen, seperti penggunaan logo dan
nama perusahaan pada semua atribut, pengenalan melalui website dan social
media, serta penyebutan nama perusahaan baik secara tatap muka maupun
telepon.
109
Universitas Kristen Petra
4.6. Analisis Tabulasi Silang
Analisis tabulasi silang berikut merupakan analisis peneliti atas variabel-
variabel penelitian yang dihubungkan secara silang (crosstabs), yang meliputi
tabulasi silang antara identitas responden yang terdiri dari domisili tempat tinggal,
pendidikan, dan usia dengan tingkat pengetahuan responden. Berikut ini adalah
penjelasan dari analisis tabulasi silang antara item-item pernyataan diatas:
Tabel 4.53
Tabulasi silang DOMISILI * Logo1 (Warna dominan pada logo HokBen
adalah kuning dan merah Crosstabulation)
Warna dominan pada logo
HokBen adalah kuning dan
merah
Total Tidak Tahu Tahu
DOMISILI Surabaya Utara 0 20 20
Surabaya Selatan 0 26 26
Surabaya Timur 0 26 26
Surabaya Barat 1 14 15
Surabaya Pusat 0 13 13
Total 1 99 100
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa responden yang bertempat tinggal di
Surabaya Selatan dan Surabaya Timur memiliki pengetahuan yang sangat tinggi
mengenai warna dominan pada logo HokBen. Sebanyak 26 responden yang
bertempat tinggal di Surabaya Selatan dan Surabaya Timur mengetahui bahwa
warna dominan pada logo HokBen adalah kuning dan merah. Hal ini dikarenakan
pada wilayah Surabaya Selatan terdapat 4 outlet HokBen, yaitu HokBen CITO,
HokBen Royal Plaza, HokBen Polisi Istimewa dan HokBen Plaza Marina.
Sedangkan pada wilayah Surabaya Timur terdapat outlet HokBen Galaxy Mall.
Meskipun hanya ada satu outlet di Surabaya Timur, namun outlet HokBen
wilayah Surabaya Timur juga berdekatan dengan outlet HokBen di Surabaya
Pusat. Hal ini menyebabkan responden yang bertempat tinggal di Surabaya Timur
juga mengunjungi outlet HokBen di Surabaya Pusat, yaitu seperti pada HokBen
110
Universitas Kristen Petra
Tunjungan Plaza II, HokBen Tunjungan Plaza Food Court, dan HokBen Plaza
Surabaya.
Jika dikaitkan dengan teori tingkat pengetahuan milik Engel (1994, p.316),
secara umum pengetahuan dapat difinisikan sebagai informasi yang tersimpan di
dalam ingatan. Pengetahuan akan muncul jika responden telah mendapatkan
stimulus berupa informasi kemudian menyimpannya kedalam ingatan. Responden
di Surabaya Selatan dan Surabaya Timur mendapatkan stimulus yang jauh lebih
banyak daripada responden yang tinggal di wilayah Surabaya lainnya. Terpaan
stimulus tersebut membuat responden Surabaya Selatan dan Timur memberikan
perhatian, pengertian dan penerimaan. Sehingga terjadilah proses komunikasi
yang efektif antara pihak HokBen sebagai komunikator, dengan responden
sebagai komunikan. Kemudian munculah respon kognitif berupa pengetahuan
yang tinggi mengenai warna dominan logo HokBen tersebut. Ini sesuai dengan
teori S-O-R yang mengatakan bahwa, komunikasi dapat dimaknai sebagai proses
seseorang mengirimkan pesan atau informasi melalui sinyal-sinyal tertentu untuk
ditangkap oleh penerima dan menimbulkan efek tertentu, atau disebut sebagai
proses stimulus-organisme-respons (Effendy, 2003, p.254).
111
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.54
Tabulasi Silang PENDIDIKAN * Logo12 (Body gesture Taro dan
Hanako pada logo HokBen melambangkan keramahan, energik, dan
ketulusan melayani pelanggan) Crosstabulation
Body gesture Taro dan
Hanako pada logo HokBen
melambangkan keramahan,
energik, dan ketulusan
melayani pelanggan
Total Tidak Tahu Tahu
PENDIDIKAN SMP 3 1 4
SMA 22 16 38
D1/D2/D3 2 4 6
S1/S2/S3 39 13 52
Total 66 34 100
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki latar
belakang pendidikan sarjana dan SMA. Responden dengan latar pendidikan SMA,
cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai makna karakter logo
HokBen. Dari 38 responden berlatar belakang pendidikan SMA, 16 diantaranya
menyatakan tahu bahwa body gesture Taro dan Hanako pada logo HokBen
melambangkan keramahan, energik, dan ketulusan melayani pelanggan.
Sementara pada posisi kedua, responden yang berlatar pendidikan Sarjana ada
sebanyak 13 orang. Hal ini dikarenakan pendidikan SLTA/SMU dan perguruan
tinggi memungkinkan seseorang lebih maju dalam penggunaan intelektualitas dan
mempunyai pemikiran yang lebih terbuka dalam menerima pengetahuan dan hal
baru (Desmita, 2005).
Akan tetapi, jumlah responden yang tidak mengetahui bahwa body gesture
Taro dan Hanako pada logo HokBen melambangkan keramahan, energik, dan
ketulusan melayani pelanggan jauh lebih banyak daripada yang mengetahui. Hal
ini terjadi pada 66 responden dengan berbagai latar belakang pendidikan,
termasuk SMA dan sarjana. Ini terjadi karena kurangnya informasi dari HokBen
mengenai kedua karakter tersebut. Minimnya informasi yang diterima responden
112
Universitas Kristen Petra
menyebabkan tingkat pengetahuan mereka akan makna body gesture kedua
karakter pada logo HokBen ini menjadi rendah.
Tabel 4.55
Tabulasi Silang USIA * Logo5 (Komposisi logo HokBen terdiri
dari kepala karakter laki-laki dan perempuan serta nama HokBen
dibawahnya) Crosstabulation
Komposisi logo HokBen
terdiri dari kepala karakter
laki-laki dan perempuan serta
nama HokBen dibawahnya
Total Tidak Tahu Tahu
USIA 17-27 6 38 44
28-38 0 27 27
39-49 2 18 20
50-60 3 6 9
Total 11 89 100
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa responden dengan usia 17-27
tahun cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai logo HokBen.
Sebanyak 44 responden berusia 17-27, 38 diantaranya mengetahui bahwa
komposisi logo HokBen terdiri dari kepala karakter laki-laki dan perempuan serta
nama HokBen dibawahnya. Sementara pada posisi kedua, responden berusia 28-
38 tahun sebanyak 27 orang menyatakan tahu. Hal ini dikarenakan pada usia 17-
40 tahun merupakan masa dewasa dini. Pada masa ini mengalami berbagai macam
transisi, yaitu transisi fisik, intelektual, dan peran sosial. (Hurlock, 1980, p245).
Pada usia tersebut seseorang dianggap lebih baik dalam penggunaan
intelektualitas, daya ingat manusia pada usia tersebut sangat baik dalam menerima
dan memahami pesan. Selain itu Hurlock juga mengatakan bahwa pada masa usia
dewasa dini, manusia cenderung melakukan banyak kegiatan yang bertujuan
memperpanjang tingkat memori otaknya.
Sementara usia 40-60 tahun merupakan masa usia dewasa madya, yakni
saat dimulainya penurunan kemampuan psikis dan psikologis yang jelas pada
113
Universitas Kristen Petra
setiap orang (Hurlock, 1991). Hal ini menyebakan perhatian, pengertian dan
penerimaan responden usia tersebut menjadi berkurang terhadap stimulus yang
diberikan, sehingga menyebabkan respon kognitif pada usia tersebut menjadi
rendah. Hal ini bisa dilihat pada tabel 4.6.3. yang menunjukkan semakin tua usia
responden, semakin rendah pengetahuannya akan corporate identity HokBen.
4.7. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Surabaya Mengenai Corporate Identity
Hoka Hoka Bento (HokBen)
Dalam suatu organisasi, identitas korporat (corporate identity) yang efektif
akan membuat perusahaan dipandang memiliki keunggulan bersaing yang positif
oleh publiknya. Corporate identity menjadi titik pembeda antara satu perusahaan
dengan perusahaan lain. Suatu organisasi atau perusahaan dapat menunjukkan jati
diri dan eksistensinya kepada publik melalui identitas tersebut.
Ini sejalan dengan pernyataan Jethwaney, Varma dan Sarkar (1994, p.149)
tentang pentingnya corporate identity dalam suatu organisasi. Mereka mengatakan
bahwa, pada kenyataannya corporate identity adalah sakral. Identitas tersebut
mengindikasikan keaslian produk, dan pemilik dari identitas tersebut memiliki
hak milik penuh. Hal ini kemudian merujuk kepada tiga hal yaitu kualitas, nilai
dan keaslian. Saat ini ketiga hal tersebut diwujudkan dalam logo, trademark,
symbol, lencana atau monogram.
Susanto, dkk (2008) mengatakan bahwa, identitas perusahaan termasuk dalam
salah satu elemen budaya perusahaan. Sedangkan praktisi public relations
mengemban misi untuk mengembangkan dan memelihara budaya perusahaan
tersebut (Kasali, 2008, p. 110). Ini menunjukkan bahwa corporate identity yang
berhubungan dengan budaya perusahaan merupakan ruang lingkup dan tanggung
jawab dari public relations. Hal tersebut juga terbukti melalui pernyataan
Argenti&Forman (2002, p.56-57), manajemen corporate identity juga merupakan
tanggung jawab corporate communications atau public relations di era modern.
Perusahaan melalui public relations melakukan proses komunikasi mengenai
identitasnya kepada publik internal maupun eksternal.
Menurut Effendy (2003, p.254), pada hakikatnya proses komunikasi adalah
proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada
114
Universitas Kristen Petra
orang lain (komunikan), sehingga komunikasi dapat dimaknai sebagai proses
seseorang mengirimkan pesan atau informasi melalui sinyal-sinyal tertentu untuk
ditangkap oleh penerima dan menimbulkan efek tertentu, atau disebut sebagai
proses stimulus-organisme-respons. Pada penelitian ini, perusahaan (HokBen)
sebagai komunikator memberikan stimulusnya berupa corporate identity HokBen
yang merefleksikan budaya perusahaan, kepada masyarakat Surabaya (organism).
Dari proses ini akan muncul respon dari masyarakat yang berupa efek kognitif
yaitu pengetahuan.
Pengetahuan merupakan informasi yang tersimpan dalam ingatan seseorang,
sehingga tingkat pengetahuan dapat didefinisikan sebagai seberapa banyak
informasi yang tersimpan dalam ingatan ketika seseorang menerima sebuah
informasi, apakah tinggi, sedang, atau rendah (Engel, 1994, p.337). Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa, tingkat pengetahuan masyarakat Surabaya
mengenai corporate identity HokBen adalah sedang. Komponen corporate
identity tersebut meliputi logo perusahaan, nama perusahaan, seragam karyawan
dan perilaku karyawan.
Pada komponen logo perusahaan, mayoritas responden (53%) mengatakan
bahwa logo HokBen memiliki bentuk visual yang menarik dan mudah ditemukan.
Selain itu karena logo HokBen dapat ditemukan di berbagai media yang menjadi
atribut perusahaan, membuat peluang responden melihat logo tersebut semakin
besar. Semakin sering frekuensi seseorang melihat logo tersebut, maka semakin
perhatian dan ingatlah orang tersebut. Serta semakin kuat logo tersebut, maka
akan semakin menarik perhatian dan mudah untuk diingat. Hal inilah yang
menyebabkan tingkat pengetahuan responden akan logo perusahaan menjadi
tergolonng sedang.
Sementara pada komponen nama perusahaan, mayoritas responden (62,6%)
mengetahui nama HokBen menggambarkan konsep restoran cepat saji khas
Jepang. Hal ini dikarenakan nama HokBen menggunakan nama yang muda
diingat (memorable) dan tidak terlalu panjang (not too long). Inilah yang
membuat tingkat pengetahuan responden akan nama perusahaan juga tergolong
sedang.
115
Universitas Kristen Petra
Selanjutnya pada komponen seragam karyawan, mayoritas responden
(59,5%) mengingat dan mengetahui warna seragam masing-masing karyawan
ketika mereka pernah atau sering melihat seragam karyawan tersebut. Hal ini
dikarenakan, responden tersebut mendapatkan stimulus berupa informasi
mengenai seragam karyawan HokBen, kemudian menyimpannya kedalam
ingatan. Ini menunjukkan bahwa teori tingkat pengetahuan milik Engel (1994)
terbukti pada penelitian ini.
Hasil serupa juga terlihat pada komponen perilaku karyawan, tingkat
pengetahuan responden akan indikator ini dapat dikatakan cukup tinggi (65,7%)
walaupun masih dalam interval sedang. Hal ini dikarenakan responden telah
berulang kali menerima stimulus berupa standard greetings dan pelayanan yang
cepat sebagai perilaku karyawan selama mereka berkunjung ke HokBen. Stimulus
tersebut kemudian disimpan kedalam ingatan responden dan akhirnya
menghasilkan respons berupa efek kognitif atau pengetahuan.
Seperti yang telah dijelaskan pada bab pendahuluan (1.1), setelah 30 tahun
berdiri Hoka Hoka Bento (HokBen) baru saja melakukan perubahan corporate
identity nya pada bulan Oktober 2013. Hal ini mengakibatkan masyarakat belum
sepenuhnya mengetahui dan menyadari corporate identity HokBen yang telah
berubah. Namun HokBen telah melakukan upaya dalam memperkenalkan dan
menyosialisasikan identitas barunya ini, seperti penggunaan logo dan nama
HokBen pada atribut perusahaan, pengenalan pada website / social media
perusahaan, serta selalu menggunakan nama perusahan tersebut setiap
memperkenalkan diri secara lisan kepada publiknya, baik berupa tatap muka
maupun melalui telepon. Inilah yang membuat tingkat pengetahuan masyarakat
akan corporate identity HokBen tersebut tergolong sedang yaitu 60,2%.