47534087 bacterial vaginosis

20
BAKTERIAL VAGINOSIS I. PENDAHULUAN Bakterial vaginosis adalah sindrom klinik akibat pergantian Lactobacillus Spp penghasil hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (contoh : Bacteroides Spp, Mobilincus Spp), Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis. 1-6 Jadi, bakterial vaginosis bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh suatu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebih dari bakteri yang berkolonisasi di vagina. 7 Saat ini belum ada bukti bahwa penyakit ini ditularkan secara seksual antara pasangan heteroseksual. Namun, bakterial vaginosis disebabkan oleh berganti-ganti pasangan seksual dan kuman penyebabnya pernah dibiak dari uretra laki-laki yang menjadi pasangan seksual perempuan yang terinfeksi. Pasangan lesbian dilaporkan dapat mengalami sekresi vagina (keputihan) yang serupa, dan pada kasus bakterial vaginosis, hal ini mungkin mencerminkan penularan seksual dalam kelompok ini. 8 Pemeriksaan yang dilakukan terhadap wanita dengan bakteriologis vagina normal dan wanita dengan bakterial 1

Upload: galangrangga

Post on 11-Aug-2015

69 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Bacterial vaginosis

TRANSCRIPT

Page 1: 47534087 Bacterial Vaginosis

BAKTERIAL VAGINOSIS

I. PENDAHULUAN

Bakterial vaginosis adalah sindrom klinik akibat pergantian Lactobacillus Spp

penghasil hidrogen peroksida (H2O2) yang merupakan flora normal vagina dengan

bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (contoh : Bacteroides Spp, Mobilincus Spp),

Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis.1-6 Jadi, bakterial vaginosis bukan

suatu infeksi yang disebabkan oleh suatu organisme, tetapi timbul akibat perubahan

kimiawi dan pertumbuhan berlebih dari bakteri yang berkolonisasi di vagina.7

Saat ini belum ada bukti bahwa penyakit ini ditularkan secara seksual antara

pasangan heteroseksual. Namun, bakterial vaginosis disebabkan oleh berganti-ganti

pasangan seksual dan kuman penyebabnya pernah dibiak dari uretra laki-laki yang

menjadi pasangan seksual perempuan yang terinfeksi. Pasangan lesbian dilaporkan

dapat mengalami sekresi vagina (keputihan) yang serupa, dan pada kasus bakterial

vaginosis, hal ini mungkin mencerminkan penularan seksual dalam kelompok ini.8

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap wanita dengan bakteriologis vagina

normal dan wanita dengan bakterial vaginosis, ditemukan bakteri aerob dan bakteri

anaerob pada semua perempuan. Lactobacillus adalah organisme dominan pada

wanita dengan sekret vagina normal dan tanpa vaginitis. Lactobacillus biasanya

ditemukan 80-95 % pada wanita dengan sekret vagina normal. Sebaliknya,

Lactobacillus ditemukan 25-65 % pada bakterial vaginosis.9

II. EPIDEMIOLOGI

Pada wanita yang memeriksakan kesehatannya, penyakit bakterial vaginosis

lebih sering ditemukan daripada vaginitis jenis lainnya. Frekuensi bergantung pada

tingkatan sosial ekonomi penduduk pernah disebutkan bahwa 50 % wanita aktif

seksual terkena infeksi G. vaginalis, tetapi hanya sedikit yang menyebabkan gejala

1

Page 2: 47534087 Bacterial Vaginosis

sekitar 50 % ditemukan pada pemakai alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan

86% bersama-sama dengan infeksi Trichomonas.10

Terdapat hubungan antara infeksi G.vaginalis dengan ras, promiskuitas,

stabilitas marital, dan kehamilan sebelumnya. Pada penggunaan AKDR dapat

ditemukan infeksi G.vaginalis dan kuman-kuman anaerob gram negatif.10

Hampir 90% laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi G.vaginalis,

mengandung G.vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra, tetapi tidak

menyebabkan uretritis. Pada suatu penyelidikan ditemukan adanya hubungan antara

timbulnya rekurensi setelah pengobatan tehadap kontak seksual. Ditemukannya

G.vaginalis sering diikuti dengan infeksi lain yang ditularkan melalui hubungan

seksual.10

III. ETIOLOGI

Penyebab bakterial vaginosis bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis

dari data flora vagina memperlihatkan bahwa ada beberapa kategori dari bakteri

vagina yang berhubungan dengan bakterial vaginosis, yaitu :

1. Gardnerella vaginalis

Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan observasi Gardner

dan Dukes’ bahwa Gardnerella vaginalis sangat erat hubungannya dengan bakterial

vaginosis.1 Organisme ini mula-mula dikenal sebagai H. vaginalis kemudian diubah

menjadi genus Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan asam

dioksi-ribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang

gram negatif atau variabel gram. Tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan

urease semuanya negatif.10 Kuman ini bersifat anaerob fakultatif, dengan produksi

akhir utama pada fermentasi berupa asam asetat, banyak galur yang juga

menghasilkan asam laktat dan asam format. Ditemukan juga galur anaerob obligat.

2

Page 3: 47534087 Bacterial Vaginosis

Untuk pertumbuhannya dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin,

purin, dan pirimidin.11

2. Bakteri anaerob : Mobilincus Spp dan Bacteriodes Spp

Bacteriodes Spp diisolasi sebanyak 76% dan Peptostreptococcus sebanyak

36% pada wanita dengan bakterial vaginosis. Pada wanita normal kedua tipe

anaerob ini lebih jarang ditemukan. Penemuan spesies anaerob dihubungkan

dengan penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina.

Setelah terapi dengan metronidazole, Bacteriodes dan Peptostreptococcus tidak

ditemukan lagi dan laktat kembali menjadi asam organik yang predominan dalam

cairan vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa bakteri anaerob berinteraksi dengan

G.vaginalis untuk menimbulkan vaginosis. Peneliti lain memperkuat hubungan

antara bakteri anaerob dengan vaginosis bakterial. Mikroorganisme anaerob lain

yaitu Mobiluncus Spp, merupakan batang anaerob lengkung yang juga ditemukan

pada vagina bersama-sama dengan organisme lain yang dihubungkan dengan

bakterial vaginosis. Mobiluncus Spp hampir tidak pernah ditemukan pada wanita

normal, 85% wanita dengan bakterial vaginosis mengandung organisme ini.1

3. Mycoplasma hominis

Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa Mycoplasma hominis juga harus

dipertimbangkan sebagai agen etiologik untuk vaginosis bakterial, bersama-sama

dengan G.vaginalis dan bakteri anaerob lainnya. Prevalensi tiap mikroorganisme

ini meningkat pada wanita dengan bakterial vaginosis. Organisme ini terdapat

dengan konsentrasi 100-1000 kali lebih besar pada wanita dibandingkan dengan

bakterial vaginosis pada wanita normal.1

Pertumbuhan Mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrescine, satu

dari amin yang konsentrasinya meningkat pada bakterial vaginosis. Konsentrasi

normal bakteri dalam vagina biasanya 105 organisme/ml cairan vagina dan

meningkat menjadi 108-9 organisme/ml pada bakterial vaginosis. Terjadi

peningkatan konsentrasi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob termasuk

Bacteroides, Leptostreptococcus, dan Mobilincus Spp sebesar 100-1000 kali

lipat.9

3

Page 4: 47534087 Bacterial Vaginosis

IV. PATOGENESIS

Bakterial vaginosis disebabkan oleh faktor-faktor yang mengubah lingkungan

asam normal di vagina menjadi keadaan basa yang mendorong pertumbuhan

berlebihan bakteri-bakteri penghasil basa. Lactobacillus adalah bakteri predominan di

vagina dan membantu mempertahankan sekresi vagina yang bersifat asam. Faktor-

faktor yang dapat mengubah pH melalui efek alkalinisasi antara lain adalah mukus

serviks, semen, darah haid, mencuci vagina (douching), pemakaian antibiotik, dan

perubahan hormon saat hamil dan menopause. Faktor-faktor ini memungkinkan

meningkatnya pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mucoplasma hominis, dan bakteri

anaerob. Metabolisme bakteri anaerob menyebabkan lingkungan menjadi basa yang

menghambat pertumbuhan bakteri lain8,12

Mencuci vagina (douching) sering dikaitkan dengan keluhan disuria,

keputihan, dan gatal pada vagina. Pada wanita yang beberapa kali melakukan

douching, dilaporkan terjadi perubahan pH vagina dan berkurangnya konsentrasi

mikroflora normal sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri patogen

yang oportunistik. 16

Sekret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia

produktif. Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan

jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi

dari kelenjar Bartolini. Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang

alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan dari

berbagai infeksi. Dalam kondisi normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih

keruh, atau berwarna kekuningan ketika mengering di pakaian, memiliki pH kurang

dari 5,0 terdiri dari sel-sel epitel yang matur, sejumlah normal leukosit, tanpa jamur,

Trichomonas, tanpa clue cell.11

Pada bakterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai

pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina

yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina

4

Page 5: 47534087 Bacterial Vaginosis

sampai suasana yang sesuai bagi pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa amin diketahui

menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan duh

tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari vagina. Basil-basil anaerob yang menyertai

bakterial vaginosis diantaranya Bacteroides bivins, B. Capilosus dan B. disiens yang

dapat diisolasikan dari infeksi genitalia.10

G. vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian

menambahkan deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh

pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasif dan respon inflamasi lokal yang

terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina dan

dengan pemeriksaan histopatologis. Timbulnya bakterial vaginosis ada hubungannya

dengan aktivitas seksual atau pernah menderita infeksi Trichomonas.10 Bakterial

vaginosis yang sering rekurens bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang

faktor penyebab berulangnya atau etiologi penyakit ini. Walaupun alasan sering

rekurennya belum sepenuhnya dipahami namun ada 4 kemungkinan yang dapat

menjelaskan, yaitu:9

1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab

bakterial vaginosis. Laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi G.

vaginalis mengandung G. vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra

tetapi tidak menyebabkan uretritis pada laki-laki (asimptomatik) sehingga

wanita yang telah mengalami pengobatan bakterial vaginosis cenderung untuk

kambuh lagi akibat kontak seksual yang tidak menggunakan pelindung.

2. Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme bakterial vaginosis yang hanya

dihambat pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh.

3. Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai

flora normal yang berfungsi sebagai protektor dalam vagina.

4. Menetapnya mikroorganisme lain yang belum diidentifikasi faktor hostnya

pada penderita, membuatnya rentan terhadap kekambuhan.

5

Page 6: 47534087 Bacterial Vaginosis

V. GAMBARAN KLINIS

Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling

sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama

setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau

amis/bau ikan (fishy odor). 1-6,9 Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang

menguap bila cairan vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2)

menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin yang

menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala

yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. 1 Iritasi daerah

vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan

daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga

penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan

edema pada vulva. Nyeri abdomen, dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang

terjadi, dan kalau ada karena penyakit lain. 10

Gambar 1. Cairan vagina yang abnormal pada bakterial vaginosis17

Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada

vagina dan vulva. Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital

bawah seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang

tidak spesifik. 1

6

Page 7: 47534087 Bacterial Vaginosis

VI. DIAGNOSIS

Gardner dan Dukes (1980) menyatakan bahwa setiap wanita dengan aktivitas

ovum normal mengeluarkan cairan vagina berwarna abu-abu, homogen, berbau

dengan pH 5 - 5,5 dan tidak ditemukan T.vaginalis, kemungkinan besar menderita

bakterial vaginosis. WHO (1980) menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas dasar

ditemukannya clue cells, pH vagina lebih besar dari 4,5, tes amin positif dan adanya

G. vaginalis sebagai flora vagina utama menggantikan Lactobacillus. Balckwell

(1982) menegakkan diagnosis berdasarkan adanya cairan vagina yang berbau amis

dan ditemukannya clue cells tanpa T. vaginalis. Tes amin yang positif serta pH vagina

yang tinggi akan memperkuat diagnosis. 10

Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis,

oleh sebab itu didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering disebut

sebagai kriteria Amsel (1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat

gejala, yaitu : 9,10

1. Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada

dinding vagina dan abnormal

2. pH vagina > 4,5

3. Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis

sebelum atau setelah penambahan KOH 10% (Whiff test).

4. Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh

epitel)

Gejala diatas sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.

A. Anamnesis

Gejala yang khas adalah cairan vagina yang abnormal (terutama setelah

melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau

amis/bau ikan (fishy odor).1 Pasien sering mengeluh rasa gatal, iritasi, dan rasa

terbakar. Biasanya kemerahan dan edema pada vulva.6

7

Page 8: 47534087 Bacterial Vaginosis

B. Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan

sering berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan

jarang berbusa.14 Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai

lapisan tipis atau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. 9,10

Sebaliknya sekret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel

vagina yang memberikan gambaran bergerombol. 9

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan preparat basah

Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada

sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan

dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali)

untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi

dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis). 6,10 Pemeriksaan preparat

basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi

bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial vaginosis.9,10,12 

Gambar 2. Clue cell14

8

Page 9: 47534087 Bacterial Vaginosis

2. Whiff test

Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan

penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai

akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob.

Whiff test positif menunjukkan bakterial vaginosis.9,10,12,14

3. Tes lakmus untuk pH

Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas

dibandingkan dengan warna standar pH vagina normal (3,8 - 4,2). Pada 80-

90% bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.9,12,14

4. Pemarnaan gram sekret vagina

Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan

Lactobacillus sebaliknya ditemukan pertumbuhan berlebihan dari Gardnerella

vaginalis dan atau Mobilincus Spp dan bakteri anaerob lainnya.9,10

5. Kultur vagina

Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial

vaginosis. Gardnerella vaginalis dapat ditemukan pada hampir seluruh

penderita bakterial vaginosis, tapi juga dapat ditemukan lebih dari 58% pada

perempuan tanpa bakterial vaginosis.9

6. Deteksi hasil metabolik 9:

- Tes proline aminopeptidase: G.vaginalis dan Mobilincus Spp menghasilkan

Proline aminopeptidase, dimana Laktobasilus tidak menghasilkan enzim

tersebut.

- Permainan Suksinat/ Laktat: batang gram negatif anaerob menghasilkan

suksinat sebagai hasil metabolik. Perbandingan suksinat terhadap laktat dalam

sekret vagina ditunjukkan dengan analisa kromotografik cairan-gas meningkat

pada bakterial vaginosis dan digunakan sebagai tes skrining untuk bakterial

vaginosis dalam penelitian epidemiologik klinik.

9

Page 10: 47534087 Bacterial Vaginosis

VII. DIAGNOSA BANDING

1. Trikomoniasis

Pada pemeriksaan apusan vagina, trikomoniasis sering sangat menyerupai

penampakan pemeriksaan hapusan bakterial vaginosis, Tapi Mobiluncus dan clue

cells tidak pernah ditemukan pada trikomoniasis. Pemeriksaan mikroskopik

tampak peningkatan sel polimorfonuklear dan dengan pemeriksaan preparat basah

ditemukan protozoa untuk diagnostik. Whiff test dapat positif dan pH vagina 5

pada trikomoniasis.9

2. Kandidiasis

Pada pemeriksaan mikroskopik, sekret vagina ditambah KOH 10% berguna untuk

mendeteksi hifa dan spora kandida. Keluhan yang paling sering pada kandidiasis

adalah gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau

dan PH normal.9,15

VIII.PENATALAKSANAAN

Karena penyakit bakterial vaginosis merupakan vaginitis yang cukup banyak

ditemukan dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi, jenis obat yang

digunakan hendaknya tidak membahayakan, dan sedikit efek sampingnya.10

Semua wanita dengan bakterial vaginosis simtomatik memerlukan pengobatan,

termasuk wanita hamil. Setelah ditemukan hubungan antara bakterial vaginosis

dengan wanita hamil dengan prematuritas atau endometritis pasca partus, maka

penting untuk mencari obat-obat yang efektif yang bisa digunakan pada masa

kehamilan. Ahli medis biasanya menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan

klindamisin untuk mengobati bakterial vaginosis.9,10

a. Terapi sistemik4,9

1. Metronidazol 400-500 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Dilaporkan efektif dengan

kesembuhan 84-96%. Metronidasol dapat menyebabkan mual dan urin menjadi

gelap. Konsumsi alkohol seharusnya dihindari selama pengobatan dan 48 jam

setelah terapi oleh karena dapat terjadi reaksi disulfiram. Metronidasol 200-250

10

Page 11: 47534087 Bacterial Vaginosis

mg, 3x sehari selama 7 hari untuk wanita hamil. Metronidazol 2 gram dosis

tunggal kurang efektif daripada terapi 7 hari untuk pengobatan vaginosis bakterial

oleh karena angka rekurensi lebih tinggi.

2. Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan

metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka kesembuhan

94%.

3. Amoklav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari selama 7

hari.

4. Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari

5. Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari

6. Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari

7. Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari

b. Terapi Topikal9

1. Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.

2. Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.

3. Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.

4. Triple sulfonamide cream.(3,6) (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan

Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan

angka penyembuhannya hanya 15 – 45 %.

c. Pengobatan bakterial vaginosis pada masa kehamilan

Terapi secara rutin pada masa kehamilan tidak dianjurkan karena dapat

muncul masalah.9 Metronidazol tidak digunakan pada trimester pertama kehamilan

karena mempunyai efek samping terhadap fetus.9,14 Dosis yang lebih rendah

dianjurkan selama kehamilan untuk mengurangi efek samping (Metronidazol 200-250

11

Page 12: 47534087 Bacterial Vaginosis

mg, 3 x sehari selama 7 hari untuk wanita hamil). Penisilin aman digunakan selama

kehamilan, tetapi ampisilin dan amoksisilin jelas tidak sama efektifnya dengan

metronidazol pada wanita tidak hamil dimana kedua antibiotik tersebut memberi

angka kesembuhan yang rendah.9

Pada trimester pertama diberikan krim klindamisin vaginal karena klindamisin

tidak mempunyai efek samping terhadap fetus. Pada trimester II dan III dapat

digunakan metronidazol oral walaupun mungkin lebih disukai gel metronidazol

vaginal atau klindamisin krim. Selain itu, amoklav cukup efektif untuk wanita hamil

dan intoleransi terhadap metronidazol9

d. Pengobatan vaginosis bakterial rekuren9

Vaginosis bakterial yang rekuren dapat diobati ulang dengan:

- Rejimen terapi

Metronidazol 500 mg 2x sehari selama 7 hari.

Merupakan obat yang paling efektif saat ini dengan kesembuhan 95%. Penderita

dinasehatkan untuk menghindari alkohol selama terapi dan 24 jam sesudahnya.

- Rejimen alternatif

Metronidazol oral 2 gram dosis tunggal.

Kurang efektif bila dibandingkan rejimen 7 hari; kesembuhan 84%.

Mempunyai aktivitas sedang terhadap Gardnerella vaginalis, tetapi sangat

aktif terhadap bakteri anaerob, efektifitasnya berhubungan dengan inhibisi

anaerob.

Metronidazol gel 0,75% intravaginal, aplikator penuh (5gr), 2 kali sehari untuk

5 hari.

Klindamisi krim 2% intravaginal, aplikator penuh (5gr), dipakai saat akan tidur

untuk 7 hari atau dua kali sehari untuk lima hari

Klindamisi 300mg 2 kali sehari untuk 7 hari

Augmentin oral (500mg amoksilin + 125 mg asam clavulanat) 3 kali sehari

selama 7 hari.

12

Page 13: 47534087 Bacterial Vaginosis

Sefaleksin 500mg 4 kali sehari semala 7 hari

Jika cara ini tidak berhasil untuk vaginosis bakterial rekuren, maka dilakukan

pengobatan selama seminggu sebelum permulaan menstruasi dan begitupun

pada menstruasi berikutnya, dengan pengobatan selama 3-5 hari dengan

metronidazol oral dan anti jamur yaitu clotrimazol intravaginal atau

flukonazol.

PROGNOSIS

Prognosis bakterial vaginosis baik, dilaporkan perbaikan spontan pada lebih sepertiga

kasus. Dengan pengobatan metronidasol dan klindamisin memberi angka

kesembuhan yang tinggi (84-96%).9

13