6. bab iii
TRANSCRIPT
BAB III
TINJAUAN UMUM
RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
3.1 Profil Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin (RSHS) adalah rumah sakit
yang terletak di Kota Bandung, tepatnya di Jalan Pasteur Nomor 38 Bandung
40161. Sebelumnya rumah sakit ini bernama R.S. Rancabadak. Pada tahun 2006
status rumah sakit berubah menjadi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPK-BLU).
3.1.1 Sejarah Singkat RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin mulai dibangun pada tahun 1920 dan
diresmikan pada tanggal 15 Oktober 1923 dengan nama Het Algeemene
Bandoengche Ziekenhuis. Pada tanggal 30 April 1927 berubah nama menjadi Het
Gemente Zienkenhuis Juliana dengan kapasitas 300 tempat tidur.
Pada masa kependudukan Jepang namanya berubah menjadi Rigukun
Byoin dan berfungsi sebagai Rumah Sakit Militer Jepang. Pelaksanaannya
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Militer Jepang. Ketika Jepang kalah oleh sekutu,
Rumah Sakit dikuasai oleh Belanda tetapi fungsinya tetap sebagai Rumah Sakit
Militer. Pada tahun 1948 mulai digunakan untuk umum.
Setelah merdeka, pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Jawa
Barat, dan dikenal masyarakat sebagai Rumah Sakit Rancabadak. Pada tahun
1954, ditetapkan oleh Menteri Kesehatan menjadi Rumah Sakit Propinsi dibawah
pengawasan Departemen Kesehatan. Pada tanggal 24 Juli 1956, ditetapkan
sebagai Rumah Sakit Umum Pusat dengan kapasitas 600 tempat tidur.
Pada tanggal 8 Oktober 1967 diubah menjadi Rumah Sakit Umum Pusat
dr. Hasan Sadikin, sebagai bentuk penghormatan mengenang jasa besar dr. Hasan
Sadikin yang wafat dalam masa jabatannya selaku Direktur Rumah Sakit
Rancabadak yang juga salah satu pendiri Fakultas Kedokteran Unpad. Pada tahun
1969, dibentuk panitia persiapan untuk merealisasikan sebagai Rumah Sakit
Pendidikan yang realisasinya dilakukan secara bertahap dan mulai diberlakukan
pada tahun 1974/1975.
16
17
Pada tahun 1992 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana dan pada
tahun 1994 berdasarkan SK Menkes No. 539/Men Kes/SK/VI/1994 ditetapkan
sebagai Rumah Sakit Umum Kelas B Pendidikan. Pada tahun 1996, lulus
akreditasi penuh dan tahun 1997 ditetapkan sebagai unit Pelayanan Calon
Percontohan.
Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 20/1997 tentang Pendapatan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang ditindak lanjuti dengan surat keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 124/KMK.03/1998, maka statusnya
sebagai Rumah Sakit Unit Swadana secara otomatis tidak berlaku lagi. Seluruh
pendapatan rumah sakit harus disetor ke kas negara dengan rumah sakit pengguna
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Keluarnya Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 119/2000 pada tanggal 12 Desember 2001, statusnya
berubah menjadi Rumah Sakit Perusahaan Jawatan (Perjan) dan mulai 2 Januari
2002, resmi dijadikan Perusahaan Jawatan (Perjan). Pada tanggal 23 Oktober
2004 Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin ditetapkan menjadi rumah sakit tipe A.
3.1.2 Status RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Status RSHS adalah:
1) Rumah Sakit Pemerintah.
Di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal
Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.
2) Termasuk rumah sakit tipe A.
3) Rumah Sakit Pendidikan.
4) Rujukan Puncak untuk Propinsi Jawa Barat.
5) Pusat Unggulan Nasional dalam Bidang Kedokteran Nuklir dan satu-
satunya Pusat Pendidikan untuk Spesialis Kedokteran Nuklir.
3.1.3 Visi, Misi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Visi RSUP Dr. Hasan Sadikin adalah ”Menjadi Rumah Sakit Indonesia
Kelas Dunia yang Unggul dalam Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian”.
18
Misi RSUP Dr. Hasan Sadikin adalah menyelenggarakan pelayanan
kesehatan paripurna yang prima dan terintegrasi dengan pendidikan dan
penelitian.
Nilai-nilai RSUP Dr. Hasan Sadikin adalah berpihak pada kepentingan
masyarakat, tidak diskriminatif, professional, kerjasama tim, integritas tinggi,
transparan, dan akuntabel.
3.1.4 Moto RSUP Dr. Hasan Sadkin Bandung
Moto dari Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung yaitu “Your Health is
Our Priority” (Kesehatan Anda Adalah Prioritas Kami).
3.1.5 Falsafah RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Nilai-nilai filosofis RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dituangkan dalam
janji layanan SIGAP, yaitu :
S enyum-Sapa-Salam-Sopan-Santun (5S)
I novatif dalam Berkarya
G elorakan Semangat Pelayanan Prima
A manah Menjaga Keselamatan Pasien
P eduli, Perhatian dan Perasaan
3.1.6 Struktur Organisasi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
Struktur organisasi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung, dapat dilihat pada
Lampiran 2, Gambar III.1 serta denah SRUP Dr. Hasan Sadikin pada Lampiran 3,
Gambar III.2
3.2 Instalasi Farmasi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian di rumah sakit
yang melakukan pekerjaan kefarmasian, dipimpin oleh apoteker yang profesional,
kompeten, dan berwenang secara hukum dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian. Pelayanan kefarmasian yang dilaksanakan antara lain adalah
penyediaan, penyiapan, dan pengelolaan semua aspek mengenai obat dan
perbekalan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan tersebut berintikan pelayanan
produk yang lengkap dan pelayanan farmasi klinik untuk penderita baik penderita
rawat jalan atau penderita rawat inap. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No HK.02.2/Menkes/068/2010, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah
19
instalasi rumah sakit yang mempunyai tugas menyediakan, mengelola,
mendistribusikan informasi dan evaluasi tentang obat.
Denah lokasi depo farmasi RSHS dapat dilihat pada Lampiran 4, Gambar
III.3
3.2.1 Visi, Misi IFRS RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
Visi IFRS menjadi instalasi farmasi yang mandiri dan prima dalam
pelayanan farmasi rumah sakit berdasarkan “Pharmaceutical Care”. Misi IFRS
menyediakan pelayanan farmasi rumah sakit menyeluruh dan terjangkau dengan
mutu yang dapat dipertanggungjawabkan bagi masyarakat.
3.2.2 Tugas dan Fungsi IFRS RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
a. Tugas IFRS
Instalasi Farmasi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung mempunyai tugas
sebagai berikut :
i) Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional
serta sesuai prosedur dan etik profesi
ii) Melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif, aman,
bermutu dan efisien
iii) Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan perbekalan
farmasi guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta
meminimalkan risiko
iv) Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien
v) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan dan pengembangan pelayanan
kefarmasian
vi) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit.
b. Fungsi IFRS
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Instalasi
Farmasi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung menyelenggarakan fungsi sebagai
berikut:
i) Pengelolaan perbekalan farmasi
20
1. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah
sakit
2. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara efektif, efisien
dan optimal
3. Memproduksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
4. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku
5. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
6. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit
7. Melakukan penghapusan dan pemusnahan perbekalan farmasi yang
sudah tidak dapat digunakan
8. Mengendalikan persediaan perbekalan farmasi
9. Melakukan pencatatan dan pelaporan pengelolaan perbekalan
farmasi
ii) Pelayanan farmasi klinik
1. Mengkaji instruksi pengobatan
2. Melaksanakan pelayanan resep
3. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan perbekalan farmasi
4. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat
5. Melaksanakan pelayanan informasi obat (PIO) kepada tenaga
kesehatan lain, pasien/ keluarga, masyarakat dan institusi lain
6. Memberikan konseling pada pasien dan keluarga
7. Melaksanakan pemantauan terapi obat (PTO)
8. Melaksanakan Monitoring Efek Samping Obat
9. Melaksanakan visite
10. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
11. Melaksanakan dispensing sediaan khusus
12. Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik
21
13. Melakukan pencampuran obat suntik
14. Menyiapkan nutrisi parenteral
15. Melaksanakan pengemasan ulang sediaan yang tidak stabil.
3.2.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi
Struktur organisasi instalasi farmasi, dapat dilihat pada Lampiran 6,
Gambar III.5
3.2.3 Fasilitas di IFRS RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
Terdiri dari 14 depo, yaitu :
a. Depo Penyakit Dalam (IPD)
b. Depo Kemuning
c. Depo COT
d. Depo ODS
e. Depo ICU
f. Depo RIK 2
g. Depo RIK 3
h. Depo Emergency
i. Depo Farmasi Pusat (DFP)
j. Depo Apotek Pusat
k. Depo Boegenville B
l. Depo Gakin Rawat Jalan
m. Depo Rawat Jalan Umum
n. Depo ASKES Rawat Jalan
3.2.5 Pelayanan IFRS RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
a. Pelayanan Farmasi Non Klinik
Pelayanan yang dilakukan tidak secara langsung sebagai bagian
terpadu dan segera dari pelayanan penderita, lebih sering merupakan
tanggung jawab apoteker Rumah Sakit. Pelayanan ini tidak memerlukan
interaksi dengan profesional kesehatan lain, tetapi walaupun demikian
semua pelayanan farmasi di rumah sakit disetujui oleh staf medis melalui
panitia Farmasi dan Terapi (PFT).
Contoh pelayanan Farmasi Non Klinik yaitu pelayanan farmasi
produk. Adapun hal–hal yang termasuk dalam pelayanan farmasi produk
22
antara lain : desain atau pengembangan produk, penetapan spesifikasi
produk, penetapan kriteria dan pemilihan pemasok, proses pembelian,
proses produksi, pengujian mutu, dan penyiapan produk tersebut bagi
penderita. Singkatnya pelayanan farmasi produk terdiri dari proses
perencanaan, penerimaan dan penyimpanan barang.
Pengelolaan Perbekalan Farmasi meliputi :
1. Perencanaan
Perencanaan bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah
perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
2. Pengadaan
Pengadaan bertujuan untuk mengadakan perbekalan farmasi dengan
harga layak, mutu baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu,
proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu
berlebih. Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan
kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian,
produksi, sumbangan atau droping atau hibah.
Alur izin prinsip pengadaan perbekalan farmasi di RSHS, dapat
dilihat pada Lampiran 7, Gambar III.6 serta bagan metoda
pengadaan BMHP di RSHS pada Lampiran 8, Gambar III.7
3. Penerimaan
Penerimaan bertujuan untuk menjamin perbekalan sesuai dengan
kontrak baik spesifikasi, mutu maupun waktu kedatangan. Di RSHS
penerimaan dilakukan oleh panitia penerimaan BMHP. Panitia
melakukan pemeriksaan barang yang diterima dengan kriteria
pemerikasaan : kondisi barang, jumlah, merk, waktu pengiriman,
tanggal kadaluarsa, sertifikat analisis (CA) untuk bahan baku, uji
fungsi untuk alat kesehatan inventaris, “Material Safety Data Sheet”
(MSDS) untuk bahan berbahaya, “cerctificate of origin” khusus
untuk alat kesehatan.
4. Penyimpanan
23
Penyimpanan bertujuan untuk memelihara mutu sediaan farmasi,
menghindari penggunaaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga
ketersediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Metode
penyimpananya dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk
sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip “First Expire First
Out” (FEFO) dan “First In First Out” (FIFO) dan disertai sistem
informasi (digital dan manual) yang selalu menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
5. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi
pasien rawat inap, rawat darurat, rawat jalan dan pelayanan
penunjang. Tujuannya tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit
pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah.
6. Pengendalian
Pengendalian bertujuan agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan
perbekalan farmasi di unit pelayanan, kegiatan pengendalian
mencakup:
a. Menghitung stok kerja : menggunakan rata-rata periode saat itu
b. Menentukan stok optimum : stok obat diserahkan kepada unit
pelayanan agar tidak mengalami kekurangan atau kekosongan
c. Menentukan stok pengaman: jumlah stok yang disediakan untuk
mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak diduga, seperti
keterlambatan pengiriman
d. Menentukan waktu tunggu “lead time” : waktu yang diperlukan
dari mulai pemesanan sampai barang diterima.
7. Penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan
farmasi yang tidak terpakai karena kadalursa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan
perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengn prosedur yang
berlaku. Penghapusan bertujuan untuk menjamin perbekalan farmasi
24
yang tidak memenuhi syarat dikelola sesua standar yang berlaku.
Penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun resiki
terjadinya penggunaan obat yang sub standar.
8. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi
yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Pencatatan akan
memudahkan penelusuran untuk mengetahui perbekalan yang sub
standar dan harus ditarik dan peredaran. Pencatatan dapat dilakukan
dalam bentuk digital dan manual. Pencatatan dilakukan pada kartu
pencatatan yaitu kartu stok dan kartu stok induk.
Pelaporan bertujuan untuk menyediakan data yang akurat
sebagai bahan evaluasi, infomasi yang akurat, arsip yang
memudahkan penelusuran surat dan laporan, data yang lengkap
untuk membuat perencanaan. Jenis laporan Perbekalan Farmasi di
RSHS antara lain : mutasi perbekalan farmasi, penulisan resep
generik dan non generik, psikotropika dan narkotika, stok opname,
pendistribusian, penggunaan obat program, jumlah resep, kepatuhan
terhadap formularium, kepatuhan terhadap DOEN, laporan keuangan
(nilai penerimaan, transaksi, pendapatan).
9. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi bermanfaat sebagai masukan guna
penyusunan perencanaan dan pengambilan keputusan, adapun
indikator dari monitoring dan evaluasi adalah:
a. Alokasi dana pengadaan obat.
b. Biaya obat per kunjungan kasus penyakit.
c. Biaya obat per kunjungan resep.
d. Ketepatan perencanaan.
e. Persentase dan nilai obat rusak.
f. Evaluasi penggunaan antibiotika.
b. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik diberikan secara langsung sebagai bagian dari
pelayanan pasien dan memerlukan interaksi dengan pasien dan atau profesional
25
kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien. Pelayanan farmasi klinik
adalah penerapan pengetahuan obat untuk kepentingan pasien, dengan
memperhatikan kondisi penyakit pasien dan kebutuhannya untuk mengerti
terapi obatnya.
Lingkup pelayanan farmasi klinik yang umum diberikan di rumah sakit
meliputi : Pemberian informasi obat kepada profesional pelayan kesehatan;
Wawancara sejarah obat pasien; Seleksi sediaan obat; Pembuatan,
pemeliharaan dan pemutakhiran Profil Pengobatan Penderita (P3); Pemantauan
Terapi Obat (PTO), Pendidikan dan konseling pasien; Partisipasi dalam
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); Pendidikan “in service” bagi dokter,
perawat, dan profesional pelayan kesahatan lain; Pemantauan dan pelaporan
Reaksi Obat Merugikan (ROM); Partisipasi apoteker dalam kunjungan tim
medis ke ruang pasien “visite”; Partisipasi dalam sistem formularium rumah
sakit; Pelayanan farmakokinetik klinik; Pengendalian infeksi; Kegiatan
penelitian; Keterlibatan apoteker dalam berbagai komite pelayanan pasien;
Pelayanan farmasi klinik yang lain.
3.2.6 Gudang RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
a. Gudang Farmasi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
Di gudang perbekalan farmasi terdapat 7 ruangan dengan fungsi dan luas
yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Ruangan tersebut antara lain :
1. Ruang administrasi (membuat laporan harian dan laporan bulanan)
Pada ruang administrasi ini, kegiatan yang dilakukan meliputi
penerimaan pesanan sediaan farmasi dari ruangan, poliklinik ataupun depo
yang dibuat dengan menggunakan surat pesanan yang ditulis dibuku
defekta. Obat dan alkes yang dipesan oleh masing-masing depo, ruangan
maupun poliklinik berdasarkan kesepekatan bersama pada hari-hari yang
sudah ditentukan dalam permintaan atau pemesanan ke gudang.
Permintaan obat dan alkes akan disiapkan oleh pihak gudang jika
masing-masing depo, ruangan maupun poliklinik menyerahkan surat
pesanan ke gudang sehari sebelumnya, maka dari pihak gudang akan
menyiapkan permintaannya keesokan harinya. Ini dikarenakan dari pihak
administrasi harus merekapitulasi terlebih dahulu dari semua permintaan
26
dari masing-masing depo, ruangan maupun poliklinik. Setelah Surat
Pesanan Obat (SPO) diterima oleh bagian administrasi gudang, maka
bagian administrasi melakukan proses rekapitulasi untuk mengumpulkan
sediaan apa saja yang dipesan oleh setiap depo, ruangan dan poliklinik dan
menggabungkan setiap permintaan tersebut kedalam surat Bukti Barang
Keluar (BBK). BBK di bagi menjadi 3 yaitu BBK untuk obat, alat
kesehatan dan produksi. BBK ini kemudian diberikan ke ruangan
penyimpanan baik itu obat maupun alkes, untuk segera disiapkan.
Administrasi gudang perbekalan farmasi meliputi :
1. Kartu stok barang
Setiap pengeluaran dan pemasukan barang harus ditulis di kartu stok.
Kartu stok barang merupakan acuan utama untuk mengontrol keluar
masuk barang dan meminimalisir kesalahan.
2. Kartu stok kontrol/stok cermin
Merupakan suatu sistem pengecekan stok barang yang diisi oleh
petugas yang berbeda dengan petugas yang mengisi kartu stok barang.
Kartu stok kontrol berfungsi untuk memeriksa silang kartu stok
barang dan meminimalisir kesalahan penyetokan
3. Laporan harian
Merupakan laporan pemasukan dan pengeluaran BMHP yang
diterbitkan setiap hari setelah stok barang dan stok kontrol selesai.
Laporan harus dibuat manual menggunakan komputer.
4. Laporan bulanan
Merupakan rekap laporan harian yang digunakan sebagai acuan untuk
perencanaan pengadaan BMHP selanjutnya. Laporan bulanan dibuat
oleh apoteker gudang perbekalan farmasi. Selain itu dibuat juga
laporan mutasi yang mencakup stok awal, penerimaan,
pengiriman/pengeluaran dan stok akhir.
2. Ruang distribusi
Ruang ini digunakan untuk pendistribusian barang perbekalan
farmasi. Dari administrasi, petugas distribusi akan menerima BBK dan
27
rekapan permintaan dari masing-masing depo, ruangan dan poliklinik.
Setelah BBK diterima, disiapkan perbekalan farmasi sesuai dengan
permintaan. BBK untuk alat kesehatan, obat-obatan dan produksi (BMHP
dasar dalam bentuk cairan) dibuat terpisah, dengan tujuan agar lebih
efektifnya dalam pengambilannya. Oleh petugas ruangan baik di ruang
obat, alat kesehatan, produksi disiapkan perbekalan farmasi sesuai dengan
permintaan lalu dibawa ke ruang distribusi kembali Setelah barang
disiapkan berdasarkan BBK yang dicetak oleh bagian administrasi, maka
barang tersebut dibawa kebagian distribusi untuk dilakukan pengecekan
ulang mengenai kesesuaian antara barang yang diminta dengan barang
yang telah diambil. Selain itu pada bagian distribusi, dilakukan pula proses
pembagian barang-barang sesuai dengan permintaan masing-masing depo,
ruangan dan poliklinik. Untuk sediaan pada bagian depo, barang diantar
oleh bagian gudang ke tempat masing-masing atau diambil oleh petugas
depo, sedangkan untuk bagian ruangan, poliklinik, umumnya diambil
langsung ke gudang oleh petugas poliklinik.
3. Ruang produksi
Kegiatan yang dilakukan di ruangan ini ada 3 yaitu pengemasan
kembali sediaan yang berada dalam wadah yang besar menjadi beberapa
bagian dalam wadah-wadah yang kecil untuk selanjutnya akan
didistribusikan ke depo-depo, ruangan dan poliklinik; pencampuran dua
sediaan yang berbeda menjadi satu hingga siap pakai seperti halnya
alkohol gliserin yang digunakan untuk antiseptik; pengenceran misalnya
H2O2 5 % menjadi 3 % atau alkohol 90% menjadi 70%. Bahan -bahan
yang digunakan di ruang produksi di ambil dari ruang bahan baku.
4. Ruang obat
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan obat-obatan baik sediaan
injeksi, tablet, kapsul, salep, sirup, krim, sediaan narkotik dan psikotropik.
Pengaturan suhu digudang obat disesuaikan dengan sifat fisik masing-
masing obat. Obat-obat yang bersifat termolabil disimpan pada suhu yang
bervariasi diantaranya suhu 200C (contohnya obat termostabil), 2-80C
(contohnya vaksin, suppositoria), dan freezer (contohnya vaksin kering)
28
untuk obat yang termolabil ditempatkan di ruangan yang terpisah dengan
obat-obat lain dimana di ruangan tersebut disediakan kulkas untuk
menyimpan persediaan yang termolabil sedangkan untuk sediaan yang
termostabil disimpan dalam ruang obat. Untuk sediaan narkotik dan
psikotropik, diletakkan pada lemari khusus 2 pintu dan terkunci.
Penyimpanan obat-obat pada ruang obat ini sesuai dengan bentuk sediaan
dan secara alfabetis kecuali untuk obat HIV dan TBC yang diletakkan
terpisah untuk memudahkan dalam pengambilannya. Distribusinya juga
mengikuti sistem kombinasi First Expire First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO), namun yang paling banyak digunakan adalah FEFO hal
ini dilakukan untuk mengurangi jumlah BMHP yang kadaluarsa. Suhu
dalam ruangan ini juga dijaga tetap 200C dimana untuk mengukurnya
terdapat termometer untuk mengukur suhu ruangan yang diletakkan dekat
pintu keluar.
5. Ruang obat termolabil (vaksin, alergen, suppositoria)
Dalam ruangan ini terdapat 4 kulkas yang digunakan untuk
menyimpan sediaan obat yang termolabil yang tidak tahan panas, atau
membutuhkan suhu penyimpanan khusus agar menjamin mutu dan
kualitasnya seperti vaksin, suppositoria, insulin dan obat-obat yang
termolabil. Suhu dalam kulkas selalu di jaga 40C kecuali dalam freezer.
6. Ruang bahan baku, reagen dan bahan berbahaya
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan bahan-bahan baku dan
berbahaya. Ruang bahan baku dan berbahaya ini hanya melayani
permintaan dari ruang produksi saja.
7. Ruang alat kesehatan (disposable dan inventaris)
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan alat kesehatan dan bahan
dasar seperti kapas, tisue dan lain-lain. Penyimpanannya secara fleksibel
namun masih teratur. Fleksibel artinya bila ruangan penuh maka BMHP
datang ditaruh di tempat yang ada hal ini terjadi karena terkadang BMHP
yang datang memiliki ukuran yang besar sehingga tempat yang disediakan
tidak cukup dan memerlukan tempat tambahan sehingga penempatannya
tidak secara alfabetis lagi namun yang sejenis hanya berbeda ukuran
29
ditempatkan satu tempat dan penempatannya berdasarkan ukuran dari yang
kecil hingga besar seperti spuit 1 cc, 3 cc, 5 cc, 10 cc dan lain-lain. Selain
itu, penempatannya juga diurutkan sesuai kategori barang, contohnya
kategori benang jahit, pembalut, hemodialisa, dan disposable.
Struktur organisasi bagian gudang perbekalan farmasi, dapat dilihat pada
Lampiran 9, Gambar III.8 serta alur pendistribusian BMHP gudang dapat
dilihat pada Lampiran 10, Gambar III.9
3.2 Tim Farmasi dan Terapi (TFT)
TFT merupakan komite yang berperan sebagai Panitia Farmasi dan Terapi
(PFT). Organisasi TFT berada di bawah direktur Medik dan Keperawatan.
TFT dibentuk pada tanggal 26 Juli 2006 berdasarkan Surat Keputusan
Direktur Utama No.298/D1.8-32/KP.05.03.1.1/VII/2006. Susunan Organisasi
SKFT di RSHS terdiri dari ketua dan wakil ketua (dokter), sekretaris (apoteker)
dan anggota (dokter-dokter dari berbagai SMF) sesuai dengan panduan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
3.2.1 Tugas TFT
1. Memantau pelaksanaan penggunaan obat rasional di RSHS
2. Menyusun dan merevisi formularium RSHS
3. Mengkoordinir efek samping obat di RSHS
3.2.2 Kegiatan TFT
1. Pelaksanaan kegiatan organisasi seperti mengadakan rapat/pertemuan,
mempersiapkan agenda rapat, membuat dan mengirim undangan rapat,
menyiapkan daftar hadir. melaksanakan rapat dan membuat notulasi
rapat.
2. Pemantauan pelaksanaan penggunaan obat rasional di RSHS seperti
mengkoordinir penggunaan obat sesuai formularium Jamkesmas
(Manlak) untuk pasien Jamkesmas/Gakinda/Gakin RSHS, mengkoordinir
penggunaan obat sesuai formularium/DPHO PT Askes Indonesia untuk
pasien Askes Sosial/PNS, mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan
30
penggunaan obat rasional yang diselenggarakan oleh Departemen
Kesehatan dan membuat pedoman penggunaan antimikroba.
3. Menyusun dan merevisi “Formularium” RSHS seperti mengkoordinir
usulan revisi Daftar Obat Esensial (DOEN), mengkoordinir usulan-
usulan revisi DPHO PT Askes Indonesia, mengkoordinir usulan revisi
Formularium dan mengkoordinir usulan revisi Formularium RSHS.
4. Mengkoordinir pemantauan/monitoring efek samping obat (MESO),
seperti membuat sistem MESO di RSHS: alur dan format pemantauan,
sosialisasi MESO (melalui pelatihan), menyiapkan formularium MESO,
mengkaji hasil MESO yang didapat di RSHS, membuat pelaporan MESO
per bulan ke BPOM RI sebagai Pusat MESO Nasional dan
menyampaikan hasil umpan balik MESO ke UPF/bagian yang ada di
RSHS.