6. bab iii

24
BAB III TINJAUAN UMUM RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG 3.1 Profil Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin (RSHS) adalah rumah sakit yang terletak di Kota Bandung, tepatnya di Jalan Pasteur Nomor 38 Bandung 40161. Sebelumnya rumah sakit ini bernama R.S. Rancabadak. Pada tahun 2006 status rumah sakit berubah menjadi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU). 3.1.1 Sejarah Singkat RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin mulai dibangun pada tahun 1920 dan diresmikan pada tanggal 15 Oktober 1923 dengan nama Het Algeemene Bandoengche Ziekenhuis. Pada tanggal 30 April 1927 berubah nama menjadi Het Gemente Zienkenhuis Juliana dengan kapasitas 300 tempat tidur. Pada masa kependudukan Jepang namanya berubah menjadi Rigukun Byoin dan berfungsi sebagai Rumah Sakit Militer Jepang. Pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Kesehatan Militer Jepang. Ketika Jepang kalah oleh sekutu, Rumah Sakit dikuasai oleh Belanda tetapi fungsinya tetap sebagai Rumah Sakit Militer. Pada tahun 1948 mulai digunakan untuk umum. 16

Upload: yudhagitapratama

Post on 26-Jul-2015

314 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: 6. BAB III

BAB III

TINJAUAN UMUM

RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

3.1 Profil Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin (RSHS) adalah rumah sakit

yang terletak di Kota Bandung, tepatnya di Jalan Pasteur Nomor 38 Bandung

40161. Sebelumnya rumah sakit ini bernama R.S. Rancabadak. Pada tahun 2006

status rumah sakit berubah menjadi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan

Umum (PPK-BLU).

3.1.1 Sejarah Singkat RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin mulai dibangun pada tahun 1920 dan

diresmikan pada tanggal 15 Oktober 1923 dengan nama Het Algeemene

Bandoengche Ziekenhuis. Pada tanggal 30 April 1927 berubah nama menjadi Het

Gemente Zienkenhuis Juliana dengan kapasitas 300 tempat tidur.

Pada masa kependudukan Jepang namanya berubah menjadi Rigukun

Byoin dan berfungsi sebagai Rumah Sakit Militer Jepang. Pelaksanaannya

dilakukan oleh Dinas Kesehatan Militer Jepang. Ketika Jepang kalah oleh sekutu,

Rumah Sakit dikuasai oleh Belanda tetapi fungsinya tetap sebagai Rumah Sakit

Militer. Pada tahun 1948 mulai digunakan untuk umum.

Setelah merdeka, pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Jawa

Barat, dan dikenal masyarakat sebagai Rumah Sakit Rancabadak. Pada tahun

1954, ditetapkan oleh Menteri Kesehatan menjadi Rumah Sakit Propinsi dibawah

pengawasan Departemen Kesehatan. Pada tanggal 24 Juli 1956, ditetapkan

sebagai Rumah Sakit Umum Pusat dengan kapasitas 600 tempat tidur.

Pada tanggal 8 Oktober 1967 diubah menjadi Rumah Sakit Umum Pusat

dr. Hasan Sadikin, sebagai bentuk penghormatan mengenang jasa besar dr. Hasan

Sadikin yang wafat dalam masa jabatannya selaku Direktur Rumah Sakit

Rancabadak yang juga salah satu pendiri Fakultas Kedokteran Unpad. Pada tahun

1969, dibentuk panitia persiapan untuk merealisasikan sebagai Rumah Sakit

Pendidikan yang realisasinya dilakukan secara bertahap dan mulai diberlakukan

pada tahun 1974/1975.

16

Page 2: 6. BAB III

17

Pada tahun 1992 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana dan pada

tahun 1994 berdasarkan SK Menkes No. 539/Men Kes/SK/VI/1994 ditetapkan

sebagai Rumah Sakit Umum Kelas B Pendidikan. Pada tahun 1996, lulus

akreditasi penuh dan tahun 1997 ditetapkan sebagai unit Pelayanan Calon

Percontohan.

Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 20/1997 tentang Pendapatan

Negara Bukan Pajak (PNBP) yang ditindak lanjuti dengan surat keputusan

Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 124/KMK.03/1998, maka statusnya

sebagai Rumah Sakit Unit Swadana secara otomatis tidak berlaku lagi. Seluruh

pendapatan rumah sakit harus disetor ke kas negara dengan rumah sakit pengguna

Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Keluarnya Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No. 119/2000 pada tanggal 12 Desember 2001, statusnya

berubah menjadi Rumah Sakit Perusahaan Jawatan (Perjan) dan mulai 2 Januari

2002, resmi dijadikan Perusahaan Jawatan (Perjan). Pada tanggal 23 Oktober

2004 Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin ditetapkan menjadi rumah sakit tipe A.

3.1.2 Status RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Status RSHS adalah:

1) Rumah Sakit Pemerintah.

Di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal

Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.

2) Termasuk rumah sakit tipe A.

3) Rumah Sakit Pendidikan.

4) Rujukan Puncak untuk Propinsi Jawa Barat.

5) Pusat Unggulan Nasional dalam Bidang Kedokteran Nuklir dan satu-

satunya Pusat Pendidikan untuk Spesialis Kedokteran Nuklir.

3.1.3 Visi, Misi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Visi RSUP Dr. Hasan Sadikin adalah ”Menjadi Rumah Sakit Indonesia

Kelas Dunia yang Unggul dalam Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian”.

Page 3: 6. BAB III

18

Misi RSUP Dr. Hasan Sadikin adalah menyelenggarakan pelayanan

kesehatan paripurna yang prima dan terintegrasi dengan pendidikan dan

penelitian.

Nilai-nilai RSUP Dr. Hasan Sadikin adalah berpihak pada kepentingan

masyarakat, tidak diskriminatif, professional, kerjasama tim, integritas tinggi,

transparan, dan akuntabel.

3.1.4 Moto RSUP Dr. Hasan Sadkin Bandung

Moto dari Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung yaitu “Your Health is

Our Priority” (Kesehatan Anda Adalah Prioritas Kami).

3.1.5 Falsafah RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Nilai-nilai filosofis RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dituangkan dalam

janji layanan SIGAP, yaitu :

S enyum-Sapa-Salam-Sopan-Santun (5S)

I novatif dalam Berkarya

G elorakan Semangat Pelayanan Prima

A manah Menjaga Keselamatan Pasien

P eduli, Perhatian dan Perasaan

3.1.6 Struktur Organisasi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Struktur organisasi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung, dapat dilihat pada

Lampiran 2, Gambar III.1 serta denah SRUP Dr. Hasan Sadikin pada Lampiran 3,

Gambar III.2

3.2 Instalasi Farmasi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian di rumah sakit

yang melakukan pekerjaan kefarmasian, dipimpin oleh apoteker yang profesional,

kompeten, dan berwenang secara hukum dalam menyelenggarakan pelayanan

kefarmasian. Pelayanan kefarmasian yang dilaksanakan antara lain adalah

penyediaan, penyiapan, dan pengelolaan semua aspek mengenai obat dan

perbekalan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan tersebut berintikan pelayanan

produk yang lengkap dan pelayanan farmasi klinik untuk penderita baik penderita

rawat jalan atau penderita rawat inap. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI

No HK.02.2/Menkes/068/2010, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah

Page 4: 6. BAB III

19

instalasi rumah sakit yang mempunyai tugas menyediakan, mengelola,

mendistribusikan informasi dan evaluasi tentang obat.

Denah lokasi depo farmasi RSHS dapat dilihat pada Lampiran 4, Gambar

III.3

3.2.1 Visi, Misi IFRS RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Visi IFRS menjadi instalasi farmasi yang mandiri dan prima dalam

pelayanan farmasi rumah sakit berdasarkan “Pharmaceutical Care”. Misi IFRS

menyediakan pelayanan farmasi rumah sakit menyeluruh dan terjangkau dengan

mutu yang dapat dipertanggungjawabkan bagi masyarakat.

3.2.2 Tugas dan Fungsi IFRS RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

a. Tugas IFRS

Instalasi Farmasi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung mempunyai tugas

sebagai berikut :

i) Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi

seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional

serta sesuai prosedur dan etik profesi

ii) Melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif, aman,

bermutu dan efisien

iii) Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan perbekalan

farmasi guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta

meminimalkan risiko

iv) Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) serta

memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien

v) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan dan pengembangan pelayanan

kefarmasian

vi) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium rumah sakit.

b. Fungsi IFRS

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Instalasi

Farmasi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung menyelenggarakan fungsi sebagai

berikut:

i) Pengelolaan perbekalan farmasi

Page 5: 6. BAB III

20

1. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah

sakit

2. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara efektif, efisien

dan optimal

3. Memproduksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan di rumah sakit

4. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan

ketentuan yang berlaku

5. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan

persyaratan kefarmasian

6. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di

rumah sakit

7. Melakukan penghapusan dan pemusnahan perbekalan farmasi yang

sudah tidak dapat digunakan

8. Mengendalikan persediaan perbekalan farmasi

9. Melakukan pencatatan dan pelaporan pengelolaan perbekalan

farmasi

ii) Pelayanan farmasi klinik

1. Mengkaji instruksi pengobatan

2. Melaksanakan pelayanan resep

3. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait

dengan perbekalan farmasi

4. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat

5. Melaksanakan pelayanan informasi obat (PIO) kepada tenaga

kesehatan lain, pasien/ keluarga, masyarakat dan institusi lain

6. Memberikan konseling pada pasien dan keluarga

7. Melaksanakan pemantauan terapi obat (PTO)

8. Melaksanakan Monitoring Efek Samping Obat

9. Melaksanakan visite

10. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

11. Melaksanakan dispensing sediaan khusus

12. Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik

Page 6: 6. BAB III

21

13. Melakukan pencampuran obat suntik

14. Menyiapkan nutrisi parenteral

15. Melaksanakan pengemasan ulang sediaan yang tidak stabil.

3.2.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi

Struktur organisasi instalasi farmasi, dapat dilihat pada Lampiran 6,

Gambar III.5

3.2.3 Fasilitas di IFRS RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Terdiri dari 14 depo, yaitu :

a. Depo Penyakit Dalam (IPD)

b. Depo Kemuning

c. Depo COT

d. Depo ODS

e. Depo ICU

f. Depo RIK 2

g. Depo RIK 3

h. Depo Emergency

i. Depo Farmasi Pusat (DFP)

j. Depo Apotek Pusat

k. Depo Boegenville B

l. Depo Gakin Rawat Jalan

m. Depo Rawat Jalan Umum

n. Depo ASKES Rawat Jalan

3.2.5 Pelayanan IFRS RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

a. Pelayanan Farmasi Non Klinik

Pelayanan yang dilakukan tidak secara langsung sebagai bagian

terpadu dan segera dari pelayanan penderita, lebih sering merupakan

tanggung jawab apoteker Rumah Sakit. Pelayanan ini tidak memerlukan

interaksi dengan profesional kesehatan lain, tetapi walaupun demikian

semua pelayanan farmasi di rumah sakit disetujui oleh staf medis melalui

panitia Farmasi dan Terapi (PFT).

Contoh pelayanan Farmasi Non Klinik yaitu pelayanan farmasi

produk. Adapun hal–hal yang termasuk dalam pelayanan farmasi produk

Page 7: 6. BAB III

22

antara lain : desain atau pengembangan produk, penetapan spesifikasi

produk, penetapan kriteria dan pemilihan pemasok, proses pembelian,

proses produksi, pengujian mutu, dan penyiapan produk tersebut bagi

penderita. Singkatnya pelayanan farmasi produk terdiri dari proses

perencanaan, penerimaan dan penyimpanan barang.

Pengelolaan Perbekalan Farmasi meliputi :

1. Perencanaan

Perencanaan bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah

perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan

pelayanan kesehatan di rumah sakit.

2. Pengadaan

Pengadaan bertujuan untuk mengadakan perbekalan farmasi dengan

harga layak, mutu baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu,

proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu

berlebih. Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan

kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian,

produksi, sumbangan atau droping atau hibah.

Alur izin prinsip pengadaan perbekalan farmasi di RSHS, dapat

dilihat pada Lampiran 7, Gambar III.6 serta bagan metoda

pengadaan BMHP di RSHS pada Lampiran 8, Gambar III.7

3. Penerimaan

Penerimaan bertujuan untuk menjamin perbekalan sesuai dengan

kontrak baik spesifikasi, mutu maupun waktu kedatangan. Di RSHS

penerimaan dilakukan oleh panitia penerimaan BMHP. Panitia

melakukan pemeriksaan barang yang diterima dengan kriteria

pemerikasaan : kondisi barang, jumlah, merk, waktu pengiriman,

tanggal kadaluarsa, sertifikat analisis (CA) untuk bahan baku, uji

fungsi untuk alat kesehatan inventaris, “Material Safety Data Sheet”

(MSDS) untuk bahan berbahaya, “cerctificate of origin” khusus

untuk alat kesehatan.

4. Penyimpanan

Page 8: 6. BAB III

23

Penyimpanan bertujuan untuk memelihara mutu sediaan farmasi,

menghindari penggunaaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga

ketersediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Metode

penyimpananya dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk

sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip “First Expire First

Out” (FEFO) dan “First In First Out” (FIFO) dan disertai sistem

informasi (digital dan manual) yang selalu menjamin ketersediaan

perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.

5. Pendistribusian

Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di

rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi

pasien rawat inap, rawat darurat, rawat jalan dan pelayanan

penunjang. Tujuannya tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit

pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah.

6. Pengendalian

Pengendalian bertujuan agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan

perbekalan farmasi di unit pelayanan, kegiatan pengendalian

mencakup:

a. Menghitung stok kerja : menggunakan rata-rata periode saat itu

b. Menentukan stok optimum : stok obat diserahkan kepada unit

pelayanan agar tidak mengalami kekurangan atau kekosongan

c. Menentukan stok pengaman: jumlah stok yang disediakan untuk

mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak diduga, seperti

keterlambatan pengiriman

d. Menentukan waktu tunggu “lead time” : waktu yang diperlukan

dari mulai pemesanan sampai barang diterima.

7. Penghapusan

Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan

farmasi yang tidak terpakai karena kadalursa, rusak, mutu tidak

memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan

perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengn prosedur yang

berlaku. Penghapusan bertujuan untuk menjamin perbekalan farmasi

Page 9: 6. BAB III

24

yang tidak memenuhi syarat dikelola sesua standar yang berlaku.

Penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun resiki

terjadinya penggunaan obat yang sub standar.

8. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi

yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Pencatatan akan

memudahkan penelusuran untuk mengetahui perbekalan yang sub

standar dan harus ditarik dan peredaran. Pencatatan dapat dilakukan

dalam bentuk digital dan manual. Pencatatan dilakukan pada kartu

pencatatan yaitu kartu stok dan kartu stok induk.

Pelaporan bertujuan untuk menyediakan data yang akurat

sebagai bahan evaluasi, infomasi yang akurat, arsip yang

memudahkan penelusuran surat dan laporan, data yang lengkap

untuk membuat perencanaan. Jenis laporan Perbekalan Farmasi di

RSHS antara lain : mutasi perbekalan farmasi, penulisan resep

generik dan non generik, psikotropika dan narkotika, stok opname,

pendistribusian, penggunaan obat program, jumlah resep, kepatuhan

terhadap formularium, kepatuhan terhadap DOEN, laporan keuangan

(nilai penerimaan, transaksi, pendapatan).

9. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi bermanfaat sebagai masukan guna

penyusunan perencanaan dan pengambilan keputusan, adapun

indikator dari monitoring dan evaluasi adalah:

a. Alokasi dana pengadaan obat.

b. Biaya obat per kunjungan kasus penyakit.

c. Biaya obat per kunjungan resep.

d. Ketepatan perencanaan.

e. Persentase dan nilai obat rusak.

f. Evaluasi penggunaan antibiotika.

b. Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik diberikan secara langsung sebagai bagian dari

pelayanan pasien dan memerlukan interaksi dengan pasien dan atau profesional

Page 10: 6. BAB III

25

kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien. Pelayanan farmasi klinik

adalah penerapan pengetahuan obat untuk kepentingan pasien, dengan

memperhatikan kondisi penyakit pasien dan kebutuhannya untuk mengerti

terapi obatnya.

Lingkup pelayanan farmasi klinik yang umum diberikan di rumah sakit

meliputi : Pemberian informasi obat kepada profesional pelayan kesehatan;

Wawancara sejarah obat pasien; Seleksi sediaan obat; Pembuatan,

pemeliharaan dan pemutakhiran Profil Pengobatan Penderita (P3); Pemantauan

Terapi Obat (PTO), Pendidikan dan konseling pasien; Partisipasi dalam

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); Pendidikan “in service” bagi dokter,

perawat, dan profesional pelayan kesahatan lain; Pemantauan dan pelaporan

Reaksi Obat Merugikan (ROM); Partisipasi apoteker dalam kunjungan tim

medis ke ruang pasien “visite”; Partisipasi dalam sistem formularium rumah

sakit; Pelayanan farmakokinetik klinik; Pengendalian infeksi; Kegiatan

penelitian; Keterlibatan apoteker dalam berbagai komite pelayanan pasien;

Pelayanan farmasi klinik yang lain.

3.2.6 Gudang RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

a. Gudang Farmasi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Di gudang perbekalan farmasi terdapat 7 ruangan dengan fungsi dan luas

yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Ruangan tersebut antara lain :

1. Ruang administrasi (membuat laporan harian dan laporan bulanan)

Pada ruang administrasi ini, kegiatan yang dilakukan meliputi

penerimaan pesanan sediaan farmasi dari ruangan, poliklinik ataupun depo

yang dibuat dengan menggunakan surat pesanan yang ditulis dibuku

defekta. Obat dan alkes yang dipesan oleh masing-masing depo, ruangan

maupun poliklinik berdasarkan kesepekatan bersama pada hari-hari yang

sudah ditentukan dalam permintaan atau pemesanan ke gudang.

Permintaan obat dan alkes akan disiapkan oleh pihak gudang jika

masing-masing depo, ruangan maupun poliklinik menyerahkan surat

pesanan ke gudang sehari sebelumnya, maka dari pihak gudang akan

menyiapkan permintaannya keesokan harinya. Ini dikarenakan dari pihak

administrasi harus merekapitulasi terlebih dahulu dari semua permintaan

Page 11: 6. BAB III

26

dari masing-masing depo, ruangan maupun poliklinik. Setelah Surat

Pesanan Obat (SPO) diterima oleh bagian administrasi gudang, maka

bagian administrasi melakukan proses rekapitulasi untuk mengumpulkan

sediaan apa saja yang dipesan oleh setiap depo, ruangan dan poliklinik dan

menggabungkan setiap permintaan tersebut kedalam surat Bukti Barang

Keluar (BBK). BBK di bagi menjadi 3 yaitu BBK untuk obat, alat

kesehatan dan produksi. BBK ini kemudian diberikan ke ruangan

penyimpanan baik itu obat maupun alkes, untuk segera disiapkan.

Administrasi gudang perbekalan farmasi meliputi :

1. Kartu stok barang

Setiap pengeluaran dan pemasukan barang harus ditulis di kartu stok.

Kartu stok barang merupakan acuan utama untuk mengontrol keluar

masuk barang dan meminimalisir kesalahan.

2. Kartu stok kontrol/stok cermin

Merupakan suatu sistem pengecekan stok barang yang diisi oleh

petugas yang berbeda dengan petugas yang mengisi kartu stok barang.

Kartu stok kontrol berfungsi untuk memeriksa silang kartu stok

barang dan meminimalisir kesalahan penyetokan

3. Laporan harian

Merupakan laporan pemasukan dan pengeluaran BMHP yang

diterbitkan setiap hari setelah stok barang dan stok kontrol selesai.

Laporan harus dibuat manual menggunakan komputer.

4. Laporan bulanan

Merupakan rekap laporan harian yang digunakan sebagai acuan untuk

perencanaan pengadaan BMHP selanjutnya. Laporan bulanan dibuat

oleh apoteker gudang perbekalan farmasi. Selain itu dibuat juga

laporan mutasi yang mencakup stok awal, penerimaan,

pengiriman/pengeluaran dan stok akhir.

2. Ruang distribusi

Ruang ini digunakan untuk pendistribusian barang perbekalan

farmasi. Dari administrasi, petugas distribusi akan menerima BBK dan

Page 12: 6. BAB III

27

rekapan permintaan dari masing-masing depo, ruangan dan poliklinik.

Setelah BBK diterima, disiapkan perbekalan farmasi sesuai dengan

permintaan. BBK untuk alat kesehatan, obat-obatan dan produksi (BMHP

dasar dalam bentuk cairan) dibuat terpisah, dengan tujuan agar lebih

efektifnya dalam pengambilannya. Oleh petugas ruangan baik di ruang

obat, alat kesehatan, produksi disiapkan perbekalan farmasi sesuai dengan

permintaan lalu dibawa ke ruang distribusi kembali Setelah barang

disiapkan berdasarkan BBK yang dicetak oleh bagian administrasi, maka

barang tersebut dibawa kebagian distribusi untuk dilakukan pengecekan

ulang mengenai kesesuaian antara barang yang diminta dengan barang

yang telah diambil. Selain itu pada bagian distribusi, dilakukan pula proses

pembagian barang-barang sesuai dengan permintaan masing-masing depo,

ruangan dan poliklinik. Untuk sediaan pada bagian depo, barang diantar

oleh bagian gudang ke tempat masing-masing atau diambil oleh petugas

depo, sedangkan untuk bagian ruangan, poliklinik, umumnya diambil

langsung ke gudang oleh petugas poliklinik.

3. Ruang produksi

Kegiatan yang dilakukan di ruangan ini ada 3 yaitu pengemasan

kembali sediaan yang berada dalam wadah yang besar menjadi beberapa

bagian dalam wadah-wadah yang kecil untuk selanjutnya akan

didistribusikan ke depo-depo, ruangan dan poliklinik; pencampuran dua

sediaan yang berbeda menjadi satu hingga siap pakai seperti halnya

alkohol gliserin yang digunakan untuk antiseptik; pengenceran misalnya

H2O2 5 % menjadi 3 % atau alkohol 90% menjadi 70%. Bahan -bahan

yang digunakan di ruang produksi di ambil dari ruang bahan baku.

4. Ruang obat

Ruangan ini digunakan untuk menyimpan obat-obatan baik sediaan

injeksi, tablet, kapsul, salep, sirup, krim, sediaan narkotik dan psikotropik.

Pengaturan suhu digudang obat disesuaikan dengan sifat fisik masing-

masing obat. Obat-obat yang bersifat termolabil disimpan pada suhu yang

bervariasi diantaranya suhu 200C (contohnya obat termostabil), 2-80C

(contohnya vaksin, suppositoria), dan freezer (contohnya vaksin kering)

Page 13: 6. BAB III

28

untuk obat yang termolabil ditempatkan di ruangan yang terpisah dengan

obat-obat lain dimana di ruangan tersebut disediakan kulkas untuk

menyimpan persediaan yang termolabil sedangkan untuk sediaan yang

termostabil disimpan dalam ruang obat. Untuk sediaan narkotik dan

psikotropik, diletakkan pada lemari khusus 2 pintu dan terkunci.

Penyimpanan obat-obat pada ruang obat ini sesuai dengan bentuk sediaan

dan secara alfabetis kecuali untuk obat HIV dan TBC yang diletakkan

terpisah untuk memudahkan dalam pengambilannya. Distribusinya juga

mengikuti sistem kombinasi First Expire First Out (FEFO) dan First In

First Out (FIFO), namun yang paling banyak digunakan adalah FEFO hal

ini dilakukan untuk mengurangi jumlah BMHP yang kadaluarsa. Suhu

dalam ruangan ini juga dijaga tetap 200C dimana untuk mengukurnya

terdapat termometer untuk mengukur suhu ruangan yang diletakkan dekat

pintu keluar.

5. Ruang obat termolabil (vaksin, alergen, suppositoria)

Dalam ruangan ini terdapat 4 kulkas yang digunakan untuk

menyimpan sediaan obat yang termolabil yang tidak tahan panas, atau

membutuhkan suhu penyimpanan khusus agar menjamin mutu dan

kualitasnya seperti vaksin, suppositoria, insulin dan obat-obat yang

termolabil. Suhu dalam kulkas selalu di jaga 40C kecuali dalam freezer.

6. Ruang bahan baku, reagen dan bahan berbahaya

Ruangan ini digunakan untuk menyimpan bahan-bahan baku dan

berbahaya. Ruang bahan baku dan berbahaya ini hanya melayani

permintaan dari ruang produksi saja.

7. Ruang alat kesehatan (disposable dan inventaris)

Ruangan ini digunakan untuk menyimpan alat kesehatan dan bahan

dasar seperti kapas, tisue dan lain-lain. Penyimpanannya secara fleksibel

namun masih teratur. Fleksibel artinya bila ruangan penuh maka BMHP

datang ditaruh di tempat yang ada hal ini terjadi karena terkadang BMHP

yang datang memiliki ukuran yang besar sehingga tempat yang disediakan

tidak cukup dan memerlukan tempat tambahan sehingga penempatannya

tidak secara alfabetis lagi namun yang sejenis hanya berbeda ukuran

Page 14: 6. BAB III

29

ditempatkan satu tempat dan penempatannya berdasarkan ukuran dari yang

kecil hingga besar seperti spuit 1 cc, 3 cc, 5 cc, 10 cc dan lain-lain. Selain

itu, penempatannya juga diurutkan sesuai kategori barang, contohnya

kategori benang jahit, pembalut, hemodialisa, dan disposable.

Struktur organisasi bagian gudang perbekalan farmasi, dapat dilihat pada

Lampiran 9, Gambar III.8 serta alur pendistribusian BMHP gudang dapat

dilihat pada Lampiran 10, Gambar III.9

3.2 Tim Farmasi dan Terapi (TFT)

TFT merupakan komite yang berperan sebagai Panitia Farmasi dan Terapi

(PFT). Organisasi TFT berada di bawah direktur Medik dan Keperawatan.

TFT dibentuk pada tanggal 26 Juli 2006 berdasarkan Surat Keputusan

Direktur Utama No.298/D1.8-32/KP.05.03.1.1/VII/2006. Susunan Organisasi

SKFT di RSHS terdiri dari ketua dan wakil ketua (dokter), sekretaris (apoteker)

dan anggota (dokter-dokter dari berbagai SMF) sesuai dengan panduan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

3.2.1 Tugas TFT

1. Memantau pelaksanaan penggunaan obat rasional di RSHS

2. Menyusun dan merevisi formularium RSHS

3. Mengkoordinir efek samping obat di RSHS

3.2.2 Kegiatan TFT

1. Pelaksanaan kegiatan organisasi seperti mengadakan rapat/pertemuan,

mempersiapkan agenda rapat, membuat dan mengirim undangan rapat,

menyiapkan daftar hadir. melaksanakan rapat dan membuat notulasi

rapat.

2. Pemantauan pelaksanaan penggunaan obat rasional di RSHS seperti

mengkoordinir penggunaan obat sesuai formularium Jamkesmas

(Manlak) untuk pasien Jamkesmas/Gakinda/Gakin RSHS, mengkoordinir

penggunaan obat sesuai formularium/DPHO PT Askes Indonesia untuk

pasien Askes Sosial/PNS, mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan

Page 15: 6. BAB III

30

penggunaan obat rasional yang diselenggarakan oleh Departemen

Kesehatan dan membuat pedoman penggunaan antimikroba.

3. Menyusun dan merevisi “Formularium” RSHS seperti mengkoordinir

usulan revisi Daftar Obat Esensial (DOEN), mengkoordinir usulan-

usulan revisi DPHO PT Askes Indonesia, mengkoordinir usulan revisi

Formularium dan mengkoordinir usulan revisi Formularium RSHS.

4. Mengkoordinir pemantauan/monitoring efek samping obat (MESO),

seperti membuat sistem MESO di RSHS: alur dan format pemantauan,

sosialisasi MESO (melalui pelatihan), menyiapkan formularium MESO,

mengkaji hasil MESO yang didapat di RSHS, membuat pelaporan MESO

per bulan ke BPOM RI sebagai Pusat MESO Nasional dan

menyampaikan hasil umpan balik MESO ke UPF/bagian yang ada di

RSHS.