75546402 skripsi 1 pembuatan peta dan sistem informasi mengenai lahan menggunakan metode gis zi
DESCRIPTION
Pembuatan Peta Dan Sistem Informasi Mengenai Lahan Menggunakan Metode GIS ZiTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumberdaya alam hayati didefinisikan sebagai unsur-unsur di alam yang
terdiri dari sumber-sumber alam nabati dan hewani yang bersama dengan unsur
non hayati disekitarnya secara keseluruhan membentuk suatu ekosistem
(Poolock, 1991). Salah satu bentuk-bentuk sumberdaya alam adalah kekayaan
hutan yang dimiliki bangsa Indonesia.
Pengelolaan sumberdaya hutan bertujuan untuk mendapatkan manfaat-
manfaat penting dari hutan, diantaranya sebagai penghasil kayu dan vegetasi
lainnya, satwa liar, tempat rekreasi, mencegah banjir dan erosi, mempertahankan
kesuburan tanah, dan mengatur kondisi iklim dan lingkungan hidup (Worrel,
1970).
Hutan mempunyai banyak manfaat (multiple use) yang merupakan
karakteristik sumberdaya alam ini yang berbeda dengan sumberdaya alam lainnya,
sebab selain sebagai produksi kayu, hutan juga mempunyai berbagai fungsi
penting lainnya, sehingga dalam pengambilan keputusan mengenai macam
penggunaan hutan, perlu diperhatikan bahwa tidak semua lahan hutan cocok untuk
semua bentuk pemanfaatan (Suparmoko, 1989).
Hutan di Indonesia merupakan 75 % dari seluruh wilayah Indonesia atau
50% dari hutan tropika di Asia Tenggara dan 10 % dari seluruh wilayah hutan
tropika dunia. Hutan di Indonesia berdasarkan Tata Guna Lahan Kesepakatan
(TGHK) secara nasional seluas 144 juta hektar yang tersebar di berbagai pulau
1
utama di Indonesia. Kawasan hutan seluas 144 juta hektar tersebut dalam
pembulatan presentase dibagi menjadi beberapa fungsi, yaitu 20 % sebagai hutan
konversi, 27 % sebagai hutan lindung, 9,8 % sebagai hutan suaka alam dan wisata
hutan, 17 % sebagai hutan produksi tetap, 16,1 % sebagai hutan produksi terbatas
(Arief, 2001).
Salah satu wilayah Sumatera Selatan yang memiliki hutan produksi adalah
Kabupaten Ogan Komering Ilir. Hutan produksi terdapat di berbagai lahan seperti
lahan kering, rawa lebak, dan rawa gambut. Pengembangan hutan produksi sendiri
masih memiliki berbagai kendala seperti kondisi lahan yang terbatas dan
kemampuan lahan tidak merata, maka pengembangan lahan yang lestari dan
berkelanjutan harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan sistem
perencanaan yang akurat dan terukur. Oleh karena itu semua faktor yang
mempengaruhi pengembangan hutan yang berkelanjutan, termasuk faktor
pendukung dan pembatas, perlu dipikirkan sejak awal dan dituangkan dalam
sebuah produk database dan peta.
Perkembangan penggunaan sumber daya lahan sampai saat ini di
Kabupaten Ogan Komering Ilir belum sepenuhnya memiliki kontribusi yang nyata
dalam meningkatkan produksi tanaman secara berkelanjutan. Hal ini dipengaruhi
oleh kondisi lahan bervariasi berdasarkan letak geografis dan topografinya, yang
masing-masing sangat mempengaruhi produktifitas tanaman. Diperlukan
perencanaan yang matang dalam mengambil keputusan jenis tanaman yang akan
ditanam.
Perencanaan dan pengambilan keputusan yang tepat harus dilandasi oleh
data dan informasi yang yang akurat tentang kondisi lahan. Penggunaan teknologi
berbasis komputer untuk mendukung perencanaan tersebut mutlak diperlukan
untuk menganalisis, memanipulasi dan menyajikan informasi dalam bentuk tabel
dan keruangan. Salah satu teknologi tersebut adalah Sistem Informasi Geografis
(SIG) yang memiliki kemampuan membuat model yang memberikan gambaran,
penjelasan dan perkiraan dari suatu kondisi faktual.
Oleh karena itu maka untuk mendapatkan model, informasi dan gambaran
keruangan tentang komoditas yang cocok di Kabupaten Ogan Komering Ilir
secara cepat dan akurat, maka dilakukan kegiatan pembuatan peta dan sistem
informasi mengenai lahan menggunakan metode GIS.
B. Tujuan
Tujuan penelitian sistem informasi lahan rawa gambut hutan produksi
Pedamaran Kayuagung Kabupaten Ogan Komering Ilir adalah :
Tujuan penelitian potensi dan pengembangan lahan hutan gambut melalui Sistem
Informasi Manajemen di Kabupaten Ogan Komering Ilir adalah:
1. Membuat database karakterisasi lahan hutan rawa gambut sebagai data dasar
dalam membuat suatu perencanaan pengelolaan lahan rawa sesuai dengan
karakteristik dan kemampuan lahan.
2. Mengidentifikasi potensi kesesuaian lahan terutama pada kawasan lahan hutan
produksi dan menyajikan data dan informasi yang lebih akurat, obyektif dan
lengkap sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan dalam
pengembangan lahan hutan produksi.
3. Membuat Sistem Informasi Manajemen Lahan hutan rawa gambut di bentang
lahan Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir.
4. Memberikan alternatif kegiatan masyarakat dalam mengelolan kawasan hutan
secara baik dan berkesinambungan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hutan
Hutan merupakan salah satu bentuk tata guna lahan dijumpai di daerah
tropis, subtropis, di dataran rendah maupun pegunungan bahkan di daerah kering
sekalipun. Pengertian hutan disini adalah suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan dan
hewan yang hidup dalam lapisan dan permukaan tanah, yang terletak pada suatu
kawasan dan membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam
keseimbangan dinamis.
Pengertian menurut pemerintah berdasarkan Undang-Undang Pokok
Kehutanan No.5 Tahun 1967 adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohonan
yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati, alam
lingkungannya dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan (Arief, 1994)
Menurut Arief (1994), hutan produksi adalah kawasan hutan yang khusus
dikelola untuk menghasilkan jenis-jenis hasil hutan tertentu sebagai keperluan
industri dan ekspor. Contohnya hutan jati (Tectona grandis), hutan pinus (Pinus
merkusii), hutan damar (Agathis loranthifolia), hutan mahoni(Swietenia sp.) dan
sonokeling (Dalbergia latifolia).
Hutan adalah masyarakat tetumbhan dan binatang yang hidup dalam
lapisan dan dipermukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta membentuk
suatu kesatuan eksosistem yang berada dalam keseimbangan dinamis (Arief,
1994).
4
Berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1999 total luas
hutan Indonesia adalah 120,34 juta hektar (WALHI, 2007). Departemen
Kehutanan telah mengalokasikan hutan produksi tidak produktif untuk usaha
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 5,4 juta ha. Hutan produksi tidak produktif
seluas 5,4 juta ha tersebut tersebar di 8 propinsi yang ada di 102 kabupaten di
daratan Sumatera dan Kalimantan, merupakan alokasi untuk tahap pertama. Untuk
realisasi pelaksanaannya terlebih dahulu akan dilakukan klarifikasi kondisi riil di
lapangan (Departemen Kehutanan, 2007) .
B. Lahan Gambut
a. Definisi
Rawa adalah kawasan sepanjang pantai, aliran sungai, danau atau lebak
yang menjorok masuk ke pedalaman sungai sampai sekitar 100 km atau sejauh
dirasakannya pengaruh gerakan pasang. Jadi, lahan rawa dapat dikatakan sebagai
lahan yang mendapatkan pengaruh pasang surut air laut atau sungai sekitarnya.
Pada saat musim hujan, lahan tergenang sampai satu meter, tetapi pada musim
kemarau menjadi kering bahkan sebagian muka air tanah turun menjadi
kedalaman lebih dari 50 cm dari permukaan tanah (Noor, 2004).
Dalam pengertian yang lebih luas, rawa digolongkan sebagai lahan basah
(wetlands) atau lahan bawahan (lowlands), tetapi tidak berarti bahwa lahan basah
atau lahan bawahan hanya rawa. Menurut Konversi Ramsar yang dimaksud
dengan lahan basah adalah daerah rawa, payau, gambut, atau badan perairan
lainnya, baik alami maupun buatan, yang airnya mengalir atau tergenang, bersifat
tawar, payau atau salin, termasuk kawasan laut yang mempunyai kedalaman air
pada saat surut terendah tidak lebih dari enam meter (Ramsar dalam Noor, 2004).
Hutan Rawa Gambut Tropika pada umumnya disebut pula sebagai Hutan
Ramin, mengingat jenis ini sangat mendominasi tipe hutan ini, meskipun pola
sebarannya cenderung berubah mengikuti trend perubahan ketebalan lapisan
gambut. Jenis Ramin (Gonystilus bancanus) pada umumnya terkonsenterasi
berada di daerah dengan ketebalan lapisan gambut berkisar antara 0,5 - 5 meter.
Di daerah-daerah dimana ketebalan lapisan gambut mencapai 5 meteran, jenis ini
cenderung berkurang. Sedangkan untuk daerah-daerah peralihan (0,5 meter), jenis
Ramin ini berasosiasi dengan cukup significant dengan jenis Agathis dan
beberapa jenis Meranti Rawa (Anonim, 2007).
b. Sebaran Gambut
Luasan lahan gambut atau bergambut pada kondisi utuh dan asli
penutupan vegetasinya adalah identik dengan luas hutan rawa gambut, karena
pada hutan primer di lahan gambut merupakan sumber utama bahan organik
sebagai bahan utama gambut. Dengan demikian luasan lahan gambut ada awalnya
adalah sama dengan luas lahan gambut. Namun dengan perkembangan kebutuhan
manusia dan teknologi yang ada menusia mengelola lahan rawa gambut dan
sebagian besar terjadi degradasi lahan (Lopez dan Shanley, 2005).
Indonesia memiliki kawasan gambut dan lahan basah air tawar yang
sangat luas yaitu sekitar 19 juta hektar atau 10 persen luas wilayah negara.
Delapan puluh sembilan persen diantaranya berupa lahan gambut yang sebagian
besar terletak di Papua Barat, Sumatera, dan Kalimantan. Lahan-lahan basah
tropis ini secara alami tertutup rapat oleh vegetasi hutan dan seringkali memilki
jenis kayu bernilai tinggi (Chokkalingam dan Suyanto, 2004).
Daerah sebaran Hutan Rawa Gambut Tropika ini meliputi semua hutan
alam yang tumbuh pada hutan rawa bergambut (organik), terletak pada delta-delta
sungai (mencapai 5.000 meter dari tepi sungai) dan diantara tipe penyusun tanah
alluvial dengan jenis podzol, dengan ketebalan lapisan gambut yang bervariasi
yang mempengaruhi tipe penyusun vegetasi yang tumbuh di atasnya.
Penyebaran tanah gambut biasanya mengikuti pola landform yang
terbentuk diantara dua sungai besar, diantaranya berupa dataran rawa pasang surut
dan dataran gambut (dome). Landform tersebut terletak dibelakang tanggul sungai
(leeve). Tanah gambut yang menyebar langsung di belakang tanggul sungai dan
dipengaruhi oleh luapan air sungai disebut gambut topogen, sedangkan yang
terletak jauh di pedalaman dan hanya dipengaruhi oleh air hujan biasa disebut
gambut ombrogen.
c. Proses Pembentukan
Tanah gambut terbentuk karena laju akumulasi bahan
organik melebihi proses mineralisasi yang biasanya terjadi pada
kondisi jenuh air yang hampir terus menerus sehingga sirkulasi
oksigen dalam tanah terhambat. Hal tersebut akan memperlambat
proses dekomposisi bahan organik dan akhirnya bahan organik itu
akan menumpuk (Chotimah, 2002). Gambut terbentuk dari seresah
organik yang terdekomposisi secara anaerobik dimana laju penambahan bahan
organik lebih tinggi daripada laju dekomposisinya. Di dataran rendah dan daerah
pantai, mula-mula terbentuk gambut topogen karena kondisi anaerobik yang
dipertahankan oleh tinggi permukaan air sungai, tetapi kemudian penumpukan
seresah tanaman yang semakin bertambah menghasilkan pembentukan hamparan
gambut ombrogen yang berbentuk kubah (dome). Gambut ombrogen di Indonesia
terbentuk dari seresah vegetasi hutan yang berlangsung selama ribuan tahun,
sehingga status keharaannya rendah dan mempunyai kandungan kayu yang tinggi
(Radjagukguk, 1990).
d. Karakteristik Gambut
Analisis laboratorium bahan organik dinyatakan dalam kadar karbon 12-
18% atau lebih. Makin tinggi kadar karbon, bahan organik dapat dikatakan masih
segar, sedangkan makin kecil kadar karbon maka bahan organik makin lanjut
pelapukannya dan disebut dengan humus (Rismunandar, 2001).
Tanah gambut di Indonesia pada umunya mempunyai reaksi kemasaman
tanah (pH) yang rendah, yaitu antara 3,0 – 5,0 (Hardjowigeno, 1996). Hasil
analisis di berbagai wilayah di Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya,
memperlihatkan bahwa Histosols menunjukkan reaksi tanah masam ekstrim (pH
3,5 atau kurang) sampai sangat masam sekali (pH 3,6 – 4,5). Kandungan bahan
organik di seluruh lapisan, sangat tinggi ( 6 – 91 %) dan kandungan nitrogen di
seluruh lapisan gambut, sebagian besar, juga sangat tinggi (>75 %), rasio C/N
tergolong tinggi sampai sangat tinggi (16 – 69), yang berarti walaupun kandungan
N tinggi, tetapi dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Kandungan P dan K-
potensial lapisan atas (0 -50 cm) sedang sampai tinggi, lebih baik dari pada
lapisan bawah yang umumnya rendah. Pada gambut dangkal dan gambur eutrofik
kandungan potensial kedua unsur tersebut termasuk sedang sampai tinggi.
Kriteria kadar abu dari Fliescher in Widjaja-Adhi (1986) yang menyatakan
bahwa gambut eutropik, mesotropik, dan oligotropik mempunyai kadar abu
masing-masing sekitar 10,5 dan 2 %. Jumlah basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K,
dan Na) sebagian besar tergolong sangat rendah sampai rendah. KTK tanah
karena kandungan bahan organik tinggi, semuanya menunjukkan nilai sangat
tinggi (60 – 350 Cmol(+)kg-1 tanah. Namun sebaliknya, KB-nya semuanya
termasuk sangat rendah (1-5%). Dengan demikian, disimpulkan bahwa potensi
kesuburan alami tanah gambut adalah sangat rendah sampai rendah.
Sifat kimia tanah gambut mempunyai sifat fisik yang sangat dipengaruhi
oleh tingkat dekomposisinya. Tanah gambut memiliki berat isi yang rendah
berkisar antara 0,05 – 0,25 gcm-3, semakin lemah tingkat dekomposisinya
semakin rendah berat isi (BD), sehingga daya topang terhadap bebadan diatasnya
seperpti tanmana, banguanan irigasi, jalan, dan mesin-mesin pertanian adalah
rendah. Gambut yang sudah direklamasi akan lebih padat dengan berat isi antara
0,1 – 0,4 gcm-3 (Subagyono et al., 1997). Porositas tanah tinggi, penyusutan
volume tanah gambut (irreversible) sehingga mudah terbakar, dan apabila
tergenang akan mengembang dan hanyut terbawa arus.
Menurut Subagjo (2002), tanah gambut mempunyai pori-pori dan kapiler
yang tinggi, sehingga mempunyai daya menahan air yang sangat besar. Dalam
keadaan jenuh kandungan air tanah gambut dapat mencapai 4,50-30 kali bobot
keringnya. Meskipun pada musim kemarau, tanah gambut masih tetap lembab
dengan kadar air tinggi. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang optimal bagi
pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, pengambilan sampel pada kondisi lembab
akan lebih mendekati keadaan di lapangan. Sifat fisik juga sangat berkaitan
dengan aspek teknik pembangunan rumah, pembuatan dan pemeliharaan jalan,
serta pembuatan saluran drainase dan irigasi (Widjaja, 1984).
Kualitas tanah gambut sangat bergantung pada vegetasi yang
menghasilkan bahan organik pembentuk tanah gambut, bahan mineral yang
berada dibawahnya, faktor lingkungan tempat terbentuknya tanah gambut dan
proses pembentukan tanahnya. Di daerah tinggi atau dingin bahan organik yang
terbentuk lebih halus atau mudah melapuk daripada di dataran rendah atau pantai.
Makin halus kadar serat bahan organik berarti yang berombak makin tinggi,
sehingga pada umumnya kualitas gambut makin baik (Rismunandar, 2001).
Pada pengelolaan tanah gambut untuk usaha pertanian, yang
pertama harus diperhatikan adalah dinamika sifat-sifat fisika dan
kimia tanah gambut, terutama sifat kimia yang berhubungan
dengan manajemen air tanah, antara lain (1) dinamika sifat
kemasaman tanah yang dikaitkan dengan pengendalian asam-asam
organik meracun, dan (2) dinamika kesuburan tanah sehubungan
dengan ketersediaan unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan
tanaman yang diusahakan (Sabiham, 1996).
e. Klasifikasi Tanah Gambut
Menurut Soil Survey Staff (1990) tanah gambut termasuk ordo Histosol
yang dibedakaan lagi ke dalam sub ordo, great group, sub group dan famili. Sub
group terdiri dari Folist, Fibrist, Hemist dan Saprist. Pembagian pada tingkat ordo
lebih menekankan kepada tingkat kematangan gambut. Dalam klasifikasi tanah
Soepraptohardjo (1961a dan 1961b) disebut tanah organosol, dan biasa
masyarakat menyebutnya dalam tanah rawang, atau tanah sepuk spok (Subagyo et
al., 2000). Tingkat dekomposisi bahan organik ditunjukkan oleh
kandungan serat. Pengertian taraf dekomposisi bahan organik
tanah yang lebih jelas dikemukakan Widjaja (1988).
Yang dimaksud dengan fibrik adalah bahan organik tanah
yang sangat sedikit terdekomposisi yang mengandung serat
sebanyak 2/3 volume. Bobot volume fibrik lebih kecil dari 0.075 g
cm-3 dan kandungan air tinggi jika tanah dalam keadaan jenuh air.
Saprik adalah bahan organik yang terdekomposisi paling lanjut yang
mengandung serat kurang dari 1/3 volume dan bobot isi saprik
adalah 0.195 g cm-3, sedangkan hemik adalah bahan organik yang
mempunyai tingkat dekomposisi antara fibrik dengan saprik dengan
bobot isi 0.075 sampai 0.195 g cm-3.
Pusat Penelitian Tanah (1983), memasukkan tanah gambut kedalam tanah
organosol yang dibedakan kedalam tiga macam yaitu : 1) Organosol Fibrik, ialah
tanah organosol yang didominasi oleh bahan fibrik sedalam 50 cm atrau berlapis
sampai 80 cm dari permukaan; 2) Organosol Hemik ialah tanah organosol yang
didominasi bahan hemik sedalam 50 cm atau berlapis sampai 80 cm dari
permukaan; dan 3) Organosol Saprik, ialah tanah organosol selain organosol
fibrik maupun hemik yang umumnya didominasi oleh bahan saprik.
Untuk menentukan kematangan gambut di lapangan
ditentukan melalui sidik cepat.
a. Berdasarkan Kadar Air Maksimum (KAM)
1. Fibrik – KAM 850 - > 3.000 % berat
Warna coklat kekuningan muda, coklat tua, atau coklat
kemerahan
2. Hemik – KAM 450 – 850 %
Warna coklat tua, atau coklat kemerahan
3. Safrik – KAM < 450 %
Warna coklat tua, coklat kehitaman, atau hitam
b. Berdasarkan Kadar Serat
Kematangan Kadar Serat Utuh Kadar Serat GosokFibrik > 66% > 75 %Hemik 33 – 66 % 15 – 75%Saprik < 33% < 15 %
Berdasarkan kualitasnya tanah gambut dibagi menjadi 3 macam, yaitu
gambut eutropik, mesotropik, dan oligotropik. Gambut Eutropik terdiri dari
gambut topogenus yaitu gambut yang terbentuk di daerah pedalaman dataran
pantai atau dapat juga di daerah dataran pasang surut, sehingga gambut ini relatif
subur. Gambut topogenus dicirikan oleh akumulasi bahan organik yang tidak
terlalu tebal, yang berkisar antara 0,5 – 2,0 m, dan biasanya dijumpai pada
landform dataran gambut atau pada sisi kubah gambut. Gambut mesotropik dan
gambut oligotropik terdiri dari gambut ombrogenus yang terbentuk dari tumpukan
bahan organik yang tidak dipengaruhi oleh luapan air sungai dan biasanya
membentuk kubah gambut (dome), serta memiliki ketebalan > 2 m (Siswanto et
al., 2006).
f. Fungsi Hutan Rawa Gambut
Maltby (1997), menekankan perlunya pengelolaan terpadu dan
pemanfaatan yang berkelanjutan untuk lahan gambut tropika. Hutan Rawa
Gambut mempunyai banyak fungsi yaitu pengamanan biodiversitas dan habitat
kehidupan liar (wildlife), serta pemeliharaan lingkungan dan landscape, seperti
penyimpanan karbon bumi (global carbon storage), pengatur iklim skala mikro
dan meso, penyimpan dan pemasok air, pengaturan aliran, pencegahan banjir,
pencegahan intrusi air asin, dan sumbangan pendapatan bagi masyarakat lokal dari
hasil hutan (damar, rotan, kayu, perikanan). Disamping itu merupakan “gudang”
plasma nutfah dan genes, serta sumber tanaman obat-obatan tradisional yang
potensial. Ada bagian lahan gambut yang lebih sesuai untuk konservasi alam dan
lingkungan hidupm dan ada bagian yang masih sesuai utuk poenggunaan
pertanian. Wilayah yang potensial untuk pengembangan pertanian harus dipilih
secara hati-hati, dan umumnya terbatas pada gambut topogen dangkal dengan
sisipan tanah mineral, dan atau pada gambut dangkal di wilayah pinggiran kubah
gambut (peatswamp).
C. Rawa Lebak
a. Defenisi
Lahan rawa merupakan dataran rendah yang pada musim hujan digenangi
air dan pada musim kemarau menjadi daratan dengan kondisi seperti hanya dapat
ditanami 1 kali dalam 1 tahun. Perbedaannya dengan danau ialah, bahwa rawa
tertumbuhi tumbuhan (pohon, glagah, rumput, tumbuhan akuatik), genangannya
secara nisbi dangkal dan ladang (stagnant), dan tanah dasarnya berupa lumpur.
Swamp ialah rawa yang tertumbuhi pohon di sana sini dan lebih bersifat
tumpat air daripada tergenang. Menurut pengertian Amerika, swamp ialah rawa
bergambut, yang di Inggris dinamakan bog atau morass. Ada rawa yang
genangannya dipertahankan oleh air permukaan ( runoff) atau luapan sungai yang
berlangsung secara berkala. Tebal air genangan rawa ini berfluktuasi menurut
musim hujan dan kemarau.
TIP CEPAT LULUS SKRIPSI :1. Pilih 5 judul yang menurut anda paling anda sukai2. Ajukan ke Dosen Pembimbing 3. Donwload Skripsi yang telah di Acc oleh Dosen4. Insya Alloh 2 minggu kemudian anda di wisuda5. Tidak percaya ???? Bisa anda buktikan disini !Semoga bermanfaat.
UNTUK MEMPEROLEH FULL CONTENT DALAM BENTUK DOC FILE :
Rp. 100.000 per judul skripsiRp. 200.000 per judul tesis
ANGGAP UNTUK GANTI PENGETIKAN SKRIPSI/TESIS LENGKAP DALAM FORM DOC
Pemesanan melalui Transfer ke :
BRI SYARIAH Cabang KediriNo. Rek : 1004172945A/n : Moch. Ircham
Contact Person :Home : (0345) 671672, Flexi : (0354) 7072876, 085649109445E-mail: [email protected] = irchamgroup
BILA JUDUL DAN ISI BELUM SESUAI, JANGAN KECEWA!!
ANDA BISA MENCARINYA DI SEARCH ENGINE KAMIPADA www.pusatskripsitesis.wordpress.com
ADA BANYAK LINK YANG MUNGKIN SESUAI DENGAN JUDUL
ANDA
SEMOGA BERMANFAAT