91959603 usul penelitian
DESCRIPTION
bbbbbbbbbbbbTRANSCRIPT
1
ANALISA SEBARAN BATUBARA DARI DATA WELL LOGGING DI DAERAH X, AMPAH,
BARITO TIMUR
I. LATAR BELAKANG
Wilayah geologi Kalimantan Tengah terbentuk dari endapan atau batuan
yang terjadi dalam cekungan-cekungan sedimen dan daerah-daerah pegunungan.
Potensi bahan galian sumber daya mineral yang berada di Kalimantan Tengah
tidak lepas dari proses geologi yang terjadi di wilayah tersebut, misalnya batubara
dan endapan emas, keberadaannya dapat dipengaruhi oleh gejala geologi seperti
patahan (sesar) dan intrusi (www.palangkaraya.go.id).
Sumber : www.palangkaraya.go.id
Gambar 1. Peta Geologi Provinsi Kalimantan Tengah.
Ampah termasuk kedalam Cekungan/Sub Cekungan Barito dalam suatu
sistem bagian dari Cekungan Kutai. Sub Cekungan Barito bagian Barat dibatasi
oleh Foreland Sunda, sebelah Utara oleh dataran tinggi Kucing dan dataran tinggi
2
Mangkalihat dan sebelah Timur dipisahkan dengan Sub Cekungan Pasir oleh
dataran tinggi Meratus.
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi batubara saat ini mencapai titik
tertinggi kegiatannya, hal ini dilakukan guna mencukupi kebutuhan konsumen
yang terus meningkat serta inventarisasi bahan galian untuk mengetahui bentuk
sebaran maupun jumlah kandungan cadangannya. Batubara merupakan sumber
energi yang tidak dapat diperbaharui (Non- Renewable Resources), namun potensi
batubara saat ini mampu menyaingi peranan minyak bumi. Melihat hal tersebut
kegiatan eksplorasi sebagai langkah awal dalam suatu tahapan pertambangan
dirasa perlu dilakukan yang nantinya dari data-data yang ada dan setelah
pengkajian yang matang kegiatan selanjutnya diharapkan dapat bermanfaat
sampai pada proses produksi atau eksploitasi.
Penelitian dilakukan guna mengetahui sebaran batubara di daerah X,
Ampah, Barito Timur dan mengetahui ketebalan batubaranya. Penelitian yang
pernah dilakukan di daerah Ampah seperti yang dilakukan oleh Ahli Geologi PT.
Wahyu Eka Perkasa dalam kegiatan survey awal batubara pada tahun 2011 di
daerah X ditemukan adanya singkapan batubara di sekitar sumur bor.
II. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hal-hal di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana mengetahui lapisan batubara berdasarkan data well logging di
lokasi X, Ampah, Barito Timur.
3
2. Bagaimana desain model sebaran batubara berdasarkan data well logging di
lokasi X, Ampah, Barito Timur.
III. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui ketebalan rata-rata batubara yang ada di lokasi X, Ampah serta
posisi kedalamannya, berdasarkan data well logging.
2. Mengetahui sebaran batubara di lokasi X, Ampah.
3. Membuat permodelan sebaran batubara di lokasi X, Ampah dari data well
logging.
IV. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang
ketebalan, kedalaman serta sebaran batubara di lokasi X, Ampah, Kabupaten
Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Informasi tersebut kedepannya bisa
dimanfaatkan sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya, selain itu juga
sebagai referensi bagi pertambangan batubara dalam tahap eksploitasi batubara.
V. TINJAUAN PUSTAKA
5.1 Kondisi Geologi
Provinsi Kalimantan Tengah bukan saja kaya akan hutan, perairan, lahan
gambut, tetapi juga mengandung berbagai batuan dan bahan tambang ekonomis
lainnya yang jika dikelola akan menghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat
setempat. Iklim tropis dan topografinya yang terdiri dari pegunungan dan lahan
rawa menyebabkan Kalimantan Tengah mempunyai potensi bahan galian dan
sumber daya alam yang sangat potensial (www.palangkaraya.go.id).
4
Struktur geologi Kalimantan Tengah, khususnya di bagian Tengah - Utara,
mempunyai struktur yang kompleks, berupa sesar, perlipatan dan kekar-kekar,
sedangkan bagian Selatan-Barat Daya relatif stabil. Geologi di Kalimantan
Tengah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesatuan geologi
kalimantan secara umum. Geologi Kalimantan Tengah terbentuk dari endapan
atau batuan yang terjadi dalam cekungan-cekungan sedimen dan daerah-daerah
pegunungan yang terbentuk oleh kegiatan magma ataupun proses malihan.
Cekungan di Kalimantan Tengah terdiri dari Cekungan Melawi (perbatasan
Kalimantan Barat), Cekungan Barito (bagian Tengah-Selatan-Timur Kalimantan
Tengah), serta Cekungan Kutai (bagian Utara-Timur Laut Kalimantan Tengah).
Stratigrafi (susunan urutan batuan) di Kalimantan Tengah, tersusun dari
batuan yang berumur tua ke muda, sebagai berikut:
Batuan Malihan : Terdiri dari filit, sekis, genes, kuarsit dan kristalin. Batuan
ini berumur Paleozoikum-Mesozoikum.
Batuan Beku : Terdiri dari granit, granodiorit, diorit, tonalit, gabro dan
monzonit. Batuan ini berumur Perm-Trias
Batuan Sedimen : Terdiri dari sedimen klastik pada Formasi Batuayau,
Tanjung, Warukin, Dahor, serta sedimen biotik seperti
batu gamping Formasi Berai.
Batuan Vulkanik : Terdiri dari breksi, aliran lava, batupasir tufaan dan intrusi-
intrusi kecil andesit basaltis.
Alluvial : Endapan ini termuda, terdiri dari pasir, lempung, gambut
dan lumpur. Batuan ini berumur Pleistosen-Resen.
5
Formasi Tanjung merupakan batuan Tersier paling tua dan sebagai formasi
pembawa batubara. Formasi Tanjung seumur dengan Formasi Batu Kelau dan
Batupasir Haloq yang terdapat di bagian Utara Kabupaten Barito Utara. Formasi
Ujoh bilang terdapat Formasi Berai yang selaras dengan Formasi Montalat,
Karamuan dan Purukcahu yang berumur Oligosen Akhir. Kedudukan ketiga
formasi tersebut dengan formasi di bawahnya adalah tidak selaras, tetapi di
wilayah Kabupaten Barito Utara bagian Selatan dan di Kabupaten Barito Selatan
kontak antara Formasi Tanjung dengan Formasi Berai dan Montalat adalah
selaras, dan tidak ditemukan endapan Formasi Karamuan, Formasi Purukcahu,
Formasi Ujoh bilang, Formasi Batu Kelau dan Batupasir Haloq (Supriatna et al,
1995).
Potensi bahan galian/sumber daya mineral yang berada di Kalimantan
Tengah, tidak lepas dari kejadian geologi yang terjadi di Kalimantan Tengah,
misalnya endapan emas, keberadaannya dapat dipengaruhi oleh gejala geologi
seperti patahan (sesar) dan intrusi, sedangkan batubara proses pematangannya
juga dipengaruhi oleh gejala-gejala tersebut(www.kaltengmining.com).
Batuan dasar dari Sub Cekungan Barito adalah batuan PraTersier yang
termasuk dalam Satuan Batuan Volkanik Kasale yang dikorelasikan dengan
Formasi Haruyan yang berumur Kapur Atas, dimana di atasnya diendapkan secara
tidak selaras Formasi Tanjung berumur Eosen yang kemudian diendapkan secara
selaras Formasi Berai dan Montalat yang berumur Oligo-Miosen, dan diatasnya
kemudian diendapkan Formasi Warukin yang berumur Miosen (Cahyono, 2002).
6
Kabupaten Barito Timur yang beribukota di Tamiang Layang terletak
antara 1º 2' LU dan 2º 5' LS 114º dan 115º BT yang diapit oleh kabupaten
tetangga yaitu Sebelah Utara dengan Wilayah Kabupaten Barito Selatan,
disebelah Timur dengan sebagian Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, di
Sebelah Selatan dengan Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah
dan Provinsi Kalimantan Selatan serta di Sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah (www.bartim.go.id).
Stratigrafi Ampah tidak jauh berbeda dengan stratigrafi secara regional,
hanya tidak dijumpai adanya Formasi Dahor. Secara berurutan dan umum dari
Barat ke Timur, formasi yang ada adalah Aluvial, Warukin, Montalat, Berai,
Kasale pada bagian tengah yang merupakan batuan PraTersier dan Tanjung pada
bagian Timur (Cahyono, 2002).
Hasil inventarisasi di Ampah dan sekitarnya meliputi empat formasi, yaitu
Formasi Warukin, Berai, Montalat, dan Tanjung. Sedangkan formasi pembawa
bitumen padat adalah Formasi Montalat, dengan kisaran tebal dari 1,20 – 4,85 m.
Secara umum wilayah Ampah adalah 25% dataran aluvial di sebelah Barat dan
75% perbukitan bergelombang di sebelah Timur daerah penyelidikan dengan
kisaran ketinggian antara 40-350 m di atas muka laut (Tarsis, 2002).
Ampah memiliki beberapa formasi seperti, Formasi Warukin, berumur
Miosen, terdiri atas batu pasir kuarsa, berbutir sedang-kasar, kurang padat,
setempat konglomeratan, mengnadung sisipan batu lempung. Batulanau dan
batubara. Formasi Montalat,berumur Oligosen, terdiri atas batu pasir kuarsa,
berbutir halus-sedang, berwarna kuning dan kelabu muda, mengandung sisipan
7
batu lempung dan batubara. Formasi Berai, berumur Oligosen, berupa batu
gamping berwarna kuning sampai kecoklatan, umumnya berlapis dan padat serta
keras. Endapan Aluvial, menempati bagian sepanjang aliran sungai (Cahyono,
2002).
5.2 Metode Well Logging
Metode geofisika sudah dipergunakan dalam investigasi pemboran selama
puluhan tahun, yaitu teknik elektroda yang digunakan juga pada eksplorasi pada
permukaan. Bermacam alat dan teknik didesain secara khusus sesuai dengan
lingkungan pemboran yang bervariasi, dan digunakan dalam eksplorasi,
mengindentifikasi formasi geologi, formasi fluida dan korelasi antar lubang
(Telford et al, 2004).
Log adalah suatu grafik kedalaman (bisa juga waktu) dari satu set data
yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di sebuah
sumur. Well logging Geofisika berguna untuk menentukan sifat-sifat komposisi
lapisan dan fisik dari batuan sekitar lubang bor (Chopra et al, 2000). Well logging
Geofisika memiliki dua fungsi utama yaitu :
a. Mempelajari korelasi dan stratigrafi.
b. Evaluasi litologi dan fluida pada formasi.
(Harsono,1997).
Metode well logging dapat mengetahui gambaran yang lengkap dari
lingkungan bawah permukaan tanah, tepatnya dapat mengetahui dan menilai
batuan-batuan yang mengelilingi lubang bor tersebut (Widarsono,1998). Hasil
8
pengukuran berupa grafik besaran fisis terhadap kedalaman sumur bor Ada 4 jenis
log yang sering digunakan dalam interpretasi yaitu :
1. Log listrik, terdiri dari log resistivitas dan log SP (Spontaneous Potential).
2. Log radioaktif, terdiri dari log GR (Gamma Ray), log porositas yaitu
terdiri dari log density (RHOB) dan log neutron (NPHI).
3. Log akustik berupa log sonic.
4. Log Caliper.
(Telford et al, 2004).
5.2.1 Log Sinar Gamma
Gamma Ray Log adalah metoda untuk mengukur radiasi sinar gamma
yang dihasilkan oleh unsur-unsur radioaktif yang terdapat dalam lapisan batuan di
sepanjang lubang bor. Unsur radioaktif yang terdapat dalam lapisan batuan
tersebut diantaranya Uranium, Thorium, Potassium, Radium, dll. (Chopra et al,
2000). Unsur radioaktif umumnya banyak terdapat dalam shale dan sedikit sekali
terdapat dalam sandstone, limestone, dolomite, coal, gypsum, dll. Oleh karena itu
shale akan memberikan response gamma ray yang sangat signifikan dibandingkan
dengan batuan yang lainnya (Rider, 2002).
Hampir semua batuan sedimen pada semua formasi mempunyai sifat
radioaktif yang tinggi, terutama terkonsentrasi pada mineral clay. Formasi yang
bersih (clean formasi) biasanya mengandung sifat radioaktif yang kecil, kecuali
lapisan tersebut mengandung mineral-mineral tertentu yang bersifat radioaktif
atau lapisan berisi air asin yang mengandung garam-garam potassium yang
terlarutkan (sangat jarang), sehingga harga sinar gamma akan tinggi (Rider, 2002).
9
Perbedaan sifat radioaktif dari setiap batuan dapat digunakan untuk
membedakan jenis batuan yang terdapat pada suatu formasi. Selain itu pada
formasi shaly sand, sifat radioaktif ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kadar
kandungan clay yang dapat berkaitan dengan penilaian produktif suatu lapisan
berdasarkan intrepretasi data logging. Besarnya volume shale dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
…………………………..…………………....... (1)
dimana :
Vshale = Volume shale (besarmya shale pada batuan formasi)
GRlog = hasil pembacaan GR log pada lapisan yang bersangkutan
GRmax = hasil pembacaan GR log maksimal pada lapisan shale
GRmin = hasil pembacaan GR log maksimal pada lapisan non shale
Log sinar gamma umumnya mengukur nilai radioaktivitas alami pada
formasi dan karena pengukuran ini, mereka dapat digunakan untuk
mengidentifikasi litologi dan untuk menghubungkan zona batuan (Asquith dan
Gibson, 1982). Log sinar gamma merekam unsur radioaktif dalam skala API
(American Petroleum Institute). Log sinar gamma merekam pancaran radioaktif
dari formasi. Sinar radioaktif alami yang direkam berupa uranium, thorium, dan
potassium. Log sinar gamma sederhana memberikan rekaman kombinasi dari tiga
unsur radioaktif, sedangkan spectral gamma ray menunjukkan masing-masing
unsur radioaktif (Rider, 2002).
Log ini umumnya berada disebelah kiri kolom kedalaman dengan satuan
API unit (American Petroleum Institute). Log sinar gamma terutama digunakan
10
untuk membedakan antara batuan reservoir dan non reservoir. Selain itu juga
penting didalam pekerjaan korelasi dan evaluasi komposisi serpih di dalam suatu
formasi.
(Sumber : Rider, 2002)
Gambar 2. Respon beberapa jenis batuan pada log gamma ray.
11
Tabel 1. Harga Gamma ray beberapa jenis batuan (Djunaidi et all, 2001)
No Jenis Lapisan Nilai GR (API)
1 Limestone <20
2 Dolomite <30
3 Sandstone <30
4 Shale 8 – 300
5 Salt <10
6 Coal 1 – 12,5
5.2.3 Log Resistivitas
Loke (1999) mengungkapkan bahwa survei geofisika resistivitas dapat
menghasilkan informasi perubahan variasi harga resistivitas baik arah lateral
maupun arah vertikal. Metode ini memberikan injeksi listrik ke dalam bumi, dari
injeksi tersebut maka akan mengakibatkan medan potensial sehingga yang terukur
adalah besarnya kuat arus (I) dan beda potensial (ΔV), dengan menggunakan
survey ini maka dapat memudahkan para geologist dalam melakukan interpretasi
keberadaan cebakan-cebakan batubara dengan biaya eksplorasi yang relatif
murah.
12
Setiap batuan mempunyai tahanan jenis yang berbeda-beda. Log
resistivitas merekam tahanan jenis batuan terhadap arus listrik yang melaluinya
sehingga dapat ditentukan jenis-jenis litologi yang ada pada sumur bor. Metoda
Log Resistivitas ini dilakukan karena pada hakikatnya batuan, fluida dan
hidrokarbon di dalam bumi memiliki nilai resistivitas tertentu. Batubara pada
umumnya mempunyai sifat yang tidak dapat melewatkan aliran listrik. Sedangkan
batu lempung mempunyai sifat sebaliknya (Rider, 2002).
Metode log resistivitas ini cukup baik dikaitkan dengan keberadaan
saturasi air pada lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan. Hal ini
dimungkinkan karena lapisan tanah dan batuan yang berisi air sangat mudah
mengalirkan arus listrik atau bersifat konduktif, lapisan tanah seperti ini biasanya
memiliki harga resistivitas tertentu. Hal ini cukup bermanfaat untuk memprediksi
jenis lapisan tanah atau batuan serta ukuran butiran tanah atau batuan yang
menyusun daerah ini pada kedalaman tertentu (Ilyas, 2009).
Pengukuran normal log pada medium yang mengelilingi elektroda-
elektrode adalah homogen dengan tahanan batuan sebesar R ohm-meter.
Elektroda A dan B merupakan elektroda potensial, sedangkan M dan N
merupakan elektroda arus. Setiap potensial (V) ditransmisikan mengalir
melingkar keluar melalui formasi dan besarnya potensial tersebut adalah:
…………………………………………………........ (2)
dimana:
R = tahanan formasi, ohm-m
I = intensitas arus konstan dari elektroda A, Amp
13
AM = jarak antara elektroda A dan M, in
π = konstanta = 3.14
Jarak antara A ke M disebut spacing, dimana untuk normal log ini terdiri
dari dua spacing, yaitu Short normal device (dengan spacing 16 inchi) dan Long
normal device (dengan spacing 64 inchi). Pemilihan spasi ini tergantung dari jarak
penyelidikan yang dikehendaki. Short normal device digunakan untuk mengukur
resistivitas pada zona terinvasi, sedang long normal device digunakan untuk
mengukur resistivitas formasi yang tidak terinvasi filtrat lumpur atau true
resistivity (Rt).
Log lateral bertujuan untuk mengukur Rt, yaitu resistivitas formasi yang
terinvasi. Alat ini terdiri dari dua elektrode arus A dan B serta dua elektrode
potensial M dan N. Jarak spasi M dan N adalah 32 inch, sedang jarak A dan B
adalah 18,8 inch. Perbedaan potensial yang dipindahkan ke elektrode M dan N
adalah :
......................................................................... (3)
Persamaan (6) diturunkan dengan anggapan bahwa formasinya homogen dan
lapisan cukup tebal. Apabila arus yang diberikan (i) konstan maka besarnya
potensial yang dicatat pada referensi O adalah sebanding dengan besarnya
resistivitas formasi (R) dengan syarat anggapan tersebut dipenuhi dan pengaruh
diameter lubang bor diabaikan.
Pengukuran log resistivitas, biasanya terdapat tiga jenis penetrasi
resistivitas, yakni shallow (borehole), medium (invaded zone) dan deep (virgin)
14
penetration. Perbedaan kedalaman penetrasi ini dimaksudkan untuk menghindari
salah tafsir pada pembacaan log resistivitas karena mud invasion (efek lumpur
pengeboran) dan bahkan dapat mempelajari sifat mobilitas minyak (Rider, 2002).
(Sumber : Rider, 2002)
Gambar 3. Respon beberapa jenis batuan pada Log Resistivitas.
Tabel 1. Harga tahanan jenis beberapa jenis batuan (Reynolds, 1997)No. Tipe Batuan Resistivity Range (ohm.m)
1.2.3.4.5.6.7.8.9.
10.11.12.13.
GranitDaciteAndeciteDiabasBasaltTuffMarbleSoil (lapukan batuan kompak)Clay (lempung)Alluvial dan pasirLimestone (batu gamping)KonglomeratSurface water (pada batuan sedimen)
3.102 – 106
2.104 (wet)4,5.104 (wet) – 1,7.102 (dry)20 – 5.107
10 – 1,3.107
2.103 (wet) – 105 (dry)102 – 2,5.108 (dry)10 – 2.103
1 – 10010 – 80050 – 107
2,5 – 104
10 – 100
15
14.15.
Air payau (3%)Air laut
0 -150 – 2
5.3 Batubara
Batubara merupakan batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar
berasal dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak
pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang mengakibatkan pengkayaan
kandungan karbonnya. Penyebaran endapan batubara di Indonesia ditinjau dari
sudut geologi sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang
berumur tersier yang terdapat secara luas di sebagian besar kepulauan di Indonesia
(Anggayana, 1999).
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,
panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit,bituminus,
sub-bituminus, lignit dan gambut. Menurut Diessel (1981) Antrasit adalah kelas
batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung
antara 86%-98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%. Bituminus
mengandung 68-86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya.
5.3.1 Potensi
Batubara di Provinsi Kalimantan Tengah hampir dijumpai di seluruh
Wilayah Kabupaten dan Kota kecuali Kabupaten Lamandau dan Sukamara.
Kabupaten Murung Raya, Barito Utara, Barito Selatan, Barito Timur, Kapuas
dan Gunung Mas dapat dijumpai batubara yang kualitasnya cukup baik hingga
sangat baik dengan nilai kalori berkisar antara 5.000 hingga 8.300 cal/gram.
Kabupaten Kotawaringin Barat, Seruyan, Kotawaringin Timur, Katingan dan
16
Kota Palangka Raya juga dijumpai batubara tetapi nilai kalorinya umumnya
rendah yaitu kurang dari 5.000 cal/gram. Batubara tersebut hampir semuanya
dijumpai di formasi dahor dengan sumber daya yang relatif terbatas.
(www.kaltengmining.com).
Berdasarkan hasil kompilasi data yang dilakukan oleh Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Tengah yang datanya bersumber
dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Pemerintah dan Swasta diperoleh
data per Mei 2011 sebagaimana Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Hasil penyelidikan batubara Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi
Kalimantan Tengah (2011)
No Kabupaten Jumlah Penyelidikan Batubara (Ton)
1 Murung Raya 1.994.354.864
2 Barito Utara 1.785.252.302
3 Barito Timur 227.277.146
4 Barito Selatan 156.168.747
5 Kapuas 845.205.073
6 Kotawaringin Barat 410.629.212
7 Kotawaringin Timur 17.400.000
8 Katingan 17.485.491
9 Gunung Mas 21.540.000
Jumlah 5.475.312.835
Sumber : www.kaltengmining.com
Produksi batubara di Provinsi Kalimantan Tengah saat ini masih sangat
kecil jika dibandingkan dengan tingkat produksi batubara yang dihasilkan oleh
Provinsi tetangga yaitu Kalimantan Selatan dan Timur. Kendala utama yang
dihadapi oleh Provinsi Kalimantan Tengah adalah lokasi endapan batubaranya
17
umumnya berada di kawasan remote dan berada didalam kawasan hutan yang
hingga saat ini umumnya belum memperoleh izin pinjam pakai kawasan hutan
(www.kaltengmining.com).
VI. METODE PENELITIAN
6.1 Waktu dan Tempat
Analisa dan pengolahan data well logging dilaksanakan pada bulan
Januari – April 2012 di Laboratorium Komputer Fisika Fakultas MIPA
Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru dan Laboratorium UPJSDM Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan menggunakan data
penelitian well logging yang telah dilaksanakan dari tanggal 21-26 Agustus 2011
dan 6-21 September 2011 di lokasi X Ampah, Kabupaten Barito Timur.
6.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pengambilan data well logging yaitu:
1. Global Positioning System (GPS) berfungsi untuk mengetahui titik koordinat
di setiap lokasi sumur.
2. Satu set peralatan Well Logging Recsalog Gamma Ray Resistivity, untuk
mengukur nilai radioaktif dan nilas resistivitas batubara yang dilengkapi
dengan:
a. Satu buah probe sonde berdiameter 48 mm dan panjang 1990 mm
b. Satu buah mesin Win
18
c. Satu buah tripot
d. Satu buah Speed Controller
e. Satu buah mesin generator
3. Notebook berfungsi untuk mengolah data well logging.
4. Data Well logging di lokasi X, Ampah.
5. Software pengolahan data well logging seperti Wellcad, Win Log, Rockworks,
dan Surfer.
6.3 Prosedur Penelitian
6.3.1 Pengambilan data Well Logging
Pengukuran lapisan bawah permukaan tanah khususnya lapisan batubara
dengan menggunakan metode Well Logging. Metode well logging yang digunakan
yaitu log gamma dan log resitivitas. Data yang diambil berupa nilai pengukuran
radiasi sinar gamma yang dihasilkan oleh unsur-unsur radioaktif yang terdapat
dalam lapisan batuan di sepanjang lubang bor dan pengukuran tahanan jenis
batuan terhadap arus listrik yang melaluinya sehingga dapat ditentukan jenis-jenis
litologi yang ada pada sumur bor terutama lapisan batubara. Data diambil
sebanyak 40 titik sumur bor. Data well logging kemudian diolah dengan
menggunakan software Well Cad, kemudian untuk mendapatkan kontur dan
permodelan pada bawah permukaan digunakan software Win Log, Rockworks dan
Surfer.
6.3.2 Pengolahan data Well Logging
6.3.2.1 Software Well Cad
19
Mengolah data hasil Well Logging dari sumur bor untuk menentukan
posisi dan ketebalan batubara.
6.3.2.2 Software Win Log
Mengolah data penampang lapisan setiap sumur bor dari data Well
Logging dengan menggunakan software Win Log sehingga dapat mengetahui
kontur sebaran lapisan batubara.
6.3.2.3 Software Rockworks
Mengolah data well logging untuk menghubungkan hasil well logging
antarsumur bor.
6.3.2.4 Software Surfer
Mengolah data well logging untuk membuat kontur sebaran batubara di
daerah penelitian.
Bagan Penelitian
Pengolahan data
Menggunakan software Well Cad
Interpretasi posisi dan ketebalan Batubara
Menggunakan Software Win Log
Data Well Logging (40 Sumur)
Menggunakan Software rockworks
20
Gambar 2. Skema Metodologi Penelitian
VII. JADWAL PENELITIAN
Pengolahan data dilaksanakan selama tiga bulan, dari bulan Januari
sampai April 2012.
KegiatanBulan Ke-
1 2 3 4
Persiapan X
Pengolahan Data X X
Interpretasi Data X
Penyusunan Skripsi X
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anggayana K. 1999. Genesa Batubara. Bandung: Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral ITB.
Asquith G.B & Gibson C.R. 1982. Basic well logging analysis for geologist. The America Association of Petroleum Geolosgist. Tulsa, USA.
Atwi A.N. 2010. Menentukan lapisan batubara dengan Log Densitas, Log Sinar Gamma, Log Neutron, Log Resistivitas dan Log Caliper; Pemakaian AOI untuk perhitugan cadagan dan menghitung Rasio Pengupasan.
http://www.scribd.com/doc/66128666/3/Eksplorasi-Batubara.Diakses tanggal 2 Oktober 2011
Menggunakan Software Surfer
Interpretasi
21
Cahyono E. B. 2002. Inventarisasi Bitumen Padat Daerah Ampah dan Sekitarnya, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah. Sub Direktorat Batubara, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral. 34:1-9.
Chopra P., Papp E. & Gibson D. 2000. Geophysical Well Logging. Department of Geology, Australian National
Djuanaedi, E K. 2001. Penyelidikan Geofisika Batubara dengan Metoda Well Logging di Daerah Musi Banyuasin , Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. Sub Direktorat Geofisika dan Pemboran Eksplorasi, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Harsono A. 1994. Pengantar Evaluasi Log. Schlumberger Data Services. Kuningan, Jakarta
Http://www.kaltengmining.comDiakses tanggal 3 Oktober 2011
Http://www.palangkaraya.go.idDiakses tanggal 3 Oktober 2011
Ilyas A. 2009. Analisa Cutting dan Pengukuran Elektrikal Logging pada Pemboran Air Tanah untuk Irigasi Sawah di Daerah Garongkong Desa Lempang Kec. Tanete Riaja Ka. Barru Prov. Sulawesi Selatan. Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Jurnal Penelitian Enjiniring Vol. 12, No. 2.
Loke M.H. 1999. Electrical Imaging Surveys For Environmental and Engineering Studies, A practical guide to 2D and 3D surveys.
Reynold, J.M. 1997. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics. John Willey and Sons Ltd., New York
Rider M.H. 1996. The geological interpretation of well logs. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Schlumberger. 1987. Log Interpretation Principles/Applications. Houston. Texas.
Supriatna S., Soetrisno, E. Rustandi, P. Sanyoto & K. Hasan. 1995. Pemetaan memetakan Geologi daerah Buntok dan sekitarnya dengan skala 1 : 250.000. Sub Direktorat Batubara, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral.
22
Tarsis. 2002. Eksporasi Cekungan Batubara di daerah Haruai dan sekitarnya, Kab. Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Sub Direktorat Batubara, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral.
Telford W.M., L.P. Geldart, & R.E. Sheriff. 1990. Applied Geophysics, Second Edition. Cambridge University Press. USA.
Widarsono B. 1998. Well Logging. Program Studi Geofisika, Pascasarjana Universitas Indonesia. Jakarta.