97916633 bab iii 2 farmakologi obat ira
DESCRIPTION
okTRANSCRIPT
III.8. Farmakologi Obat
1. Infus Ringer Laktat
a. Komposisi
Setiap 1000 ml larutan mengandung 6,0 g Natrium klorida, 0,2 g
Kalium klorida dihidrat, 0,3 g Kalium klorida dan 3,1 g Sodium
laktat.
b. Indikasi
Penambah volume darah (secara temporer), sistemik alkalizer dan
secara spesifik digunakan pada keadaan asidosis yang disertai
dehidrasi.
c. Mekanisme kerja
Komposisi elektrolit dan konsentrasi Ringer Laktat sangat serupa
dengan yang dikandung didalam cairan ekstraseluler. Natrium
merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan
tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah.
Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi
untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan
untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi, syok
hipovolemik termasuk syok perdarahan.
d. Regimen terapi ( dosis dan aturan pakai) :
Takaran pemakaian disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
penderita secara individual.
e. EfekSamping :
Hipernatremia, Pemberian berlebihan dapat menyebabkan
hypokalemia
f. Kontraindikasi :
Asidosis Laktat dan tidak digunakan untuk menimbulkan emesis
2. Meloxicam
a. Kandungan/komposisi :
Meloxicam
b. Indikasi :
Nyeri dan radang pada penyakit reumatik dan gangguan otot skelet
lainnya; asteoartritis yang memburuk ( jangka pendek).
c. Mekanisme kerja :
Meloksikam cenderung menghambat COX-2 lebih dari COX-1
tetapi penghambatan COX-1 pada dosis terapi tetap nyata,
penelitian terbatas menyimpulkan efek samping meloksikam (7,5
mg per hari) terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam 20 mg
sehari.
d. Regimen terapi ( dosis dan aturan pakai) :
Osteoartritis : 7,5 mg sekali sehari, memungkinkan untuk
ditingkatkan menjadi 15 mg sekali sehari, Artritis reumatoid : 15 mg
sekali sehari , memungkinkan untuk dikurangi menjadi 7,5 mg
sekali sehari. Pasien dengan resiko tinggi : dosis awal 7,5 mg sekali
sehari. Gagal ginjal : maksimal 7,5 mg sekali sehari.
e. Efek samping :
Gangguan saluran pencernaan, edema, nyeri, pusing, sakit kepala,
anemia, nyeri sendi, nyeri pada punggung dan pinggang, insomnia
(susah tidur), infeksi saluran nafas, gatal-gatal, ruam, sering buang
air kecil, infeksi saluran kemih.
f. Kontraindikasi :
Hipersensitif terhadap Aspirin dan obat-obat anti inflamasi non
steroid lainnya, Penyakit ginjal berat, Wanita hamil, ibu menyusui,
anak-anak, ulserasi peptikum aktif atau berulang, insufisiensi ginjal
berat non dialisa, perdarahan saluran cerna, perdarahan pembuluh
darah otak,atau gangguan perdarahan lainnya.
g. Interaksi
- Resiko perdarahan meningkat jika diberikan dengan obat-obat
anti inflamasi non steroid, antikoagulan oral, Tiklopidin,
heparin,trombolitik, Litium, Metotreksat.
- Penurunan efek antihipertensi.
- Peningkatan nefrotoksisitas Siklosporin.
- Penggunaan bersama kortikosteroid meningkatkan resiko tukak
lambung.
- Konsentrasi dalam serum meningkat oleh Aspirin.
- Bersama furosemid dapat mereduksi efek natriuuresis dari
furosemid.
h. Profil farmakokinetik :
Meloxicam diserap relative lambat, yang mempunyai waktu paruh
serum sampai 20 jam, dan dikonversi menjadi metabolit tidak aktif.
Klirens menurun sebanyak 40% pada orang tua (Katzung)
3. Aspilet
a. Kandungan/Komposisi :
Asam Asetilsalisilat
b. Indikasi :
Nyeri ringan sampai sedang, demam , antiplatelet
c. Mekanisme Kerja :
Mencegah terbentuknya tromboksan (TXA2) yang merupakan
penginduksi kuat agregasi platelet, melalui inhibisi siklooksigenase
secara ireversibel.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
300-900 mg tiap 4-6 jam bila diperlukan ; maksimum 4 g per hari,
prevensi sekunder infark/jantung 1 dd 100 mg. Pada infark jantung
akut 75-160 mg sebelum infuse dengan streptokinase. Pada angina
pectoris 1 dd 75-100 mg
e. Efek samping :
Ulkus peptikum, gangguan GI, peningkatan waktu perdarahan,
hipoprotrombinemia, reaksi hipersensitif, pusing, tinitus.
f. Kontraindikasi :
Gangguan perdarahan, asma, ulkus peptikum aktif, anak dibawah
usia 12 tahun dan anak yang sedang disusui, hemofilia dan tidak
untuk pengobatan gout.
g. Interaksi :
asetosal memperkuat daya kerja antikoagulansia, antidiabetik oral
dan metotreksat. Efek obat encok probenesid dan sulfinipirazon
berkurang, begitu pula diuretic furosemid dan spironolakton.
Analgetiknya diperkuat oleh kodein dan d-propoksifen. Alcohol
meningkatkan resiko pendarahan lambung-usus. Karena efek
antitrombosisnya yang mengakibatkan resiko pendarahan
meningkat, penggunaan asetosal perlu dihentikan 1 mingggu
sebelum pencabutan gigi..
h. Profil farmakokinetik :
Dalam hati, zat ini segera dihidrolisa menjadi asam salisilat dengan
daya anti nyerinya lebih ringan. PP-nya 90-95%, plasma-t1/2-nya 15-
20 menit, masa paruh asam salisilat adalah 2-3 jam pada dosis 1-3
g/hari.
4. Simvastatin
a. Kandungan/Komposisi :
Simvastatin
b. Indikasi :
Hiperkolesterolemia primer (hiperlipidemia tipe II a ) pada pasien
yang tidak cukup memberikan respon terhadap diet dan tindakan-
tindakan lain yang sesuai; untuk mengurangi insidens kejadian
koroner klinis dan memperlambat progresi aterosklerosis koroner
pada pasien dengan penyakit jantung koroner dan kadar kolestrol
5,5 mmol/l atau lebih
c. Mekanisme Kerja :
Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan enzim HMG-
CoA-reduktase, yang berperan esensial dalam hati untuk
pengubahan HMG-CoA (hidroximetilglutaril-coenzim A ) menjadi
asam mevalonat. Melalui langkah lain akhirnya terbentuk kolestrol.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Awal 5-10 mg sebgai dosis tunggal pada malam hari. Maksimal 40
mg perhari sebagai dosis tunggal pada malam hari.
Penyakit jantung koroner awalnya 20 mg sekali sehari pada malam
hari
e. Efek samping :
Nyeri abdomen, konstipasi, kembung, astenia, sakit kepala,
miopati, tremor, vertigo, amnesia, parestesia, neuropati perifer.
Anoreksia, muntah.
f. Kontraindikasi :
penyakit hati aktif, peningkatan persisten transaminase serum.
Hamil, laktasi.
g. Interaksi :
Imunosupresan, itrakonazol, gemfibrozil, niasin, eritromisin,
antikoagulan kumarin, antipirin, propanolol, digoksin.
h. Profil farmakokinetik :
Simvastatin merupakan prodrug lakton (lactone) yang tidak aktif
yang dihidrolisis dalam saluran cerna menjadi turunan hidroksil-β
yang aktif. Semua penghambat reduktase mengalami ekstraksi
lintas pertama yang tinggi oleh hati. Sebagian besar dosis yang
diabsorbsi diekskresi lewat empedu ; sekitar 5-20% diekskresi
dalam urin. Waktu paruh plasma obat tersebut berkisar dari 1
sampai 3 jam
5. Paracetamol
a. Kandungan/Komposisi :
Paracetamol 500 mg/tablet
b. Indikasi :
Mengurangi rasa sakit kepala, sakit gigi dan menurunkan panas
c. Mekanisme Kerja :
Inhibisi nonkompetitif siklooksigenase. Caranya : menangkap
oksigen reaktif dan radikal hidroperoksid (penangkap radikal) yang
diperlukan untuk aktivasi; hanya mempunyai efek analgetik dan
antipiretik, tidak berefek antiflogistik.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Dewasa : 3-4 x 4 sendok teh sehari, Anak 8-12 tahun : 3-4 x 2-4
sendok teh sehari, Anak 1-6 tahun : 3-4 x 1-2 sendok teh sehari,
Anak < 1 tahun : 3-4 x ½-1 sendok teh sehari.
e. Efek samping :
Reaksi hipersensitif, dosis tinggi merusak hati.
f. Kontraindikasi :
Penyakit hati dan ginjal.
g. Interaksi :
Resin penukar-anion : Kolestiramin menurunkan absorpsi
parasetamol.
Antikoagulan : penggunaan parasetamol secara rutin dalam
waktu yang lama mungkin meningkatkan warfarin.
Metoklorpramid dan Domperidon : Metoklorpramid
mempercepat absorpsi parasetamol (meningkatkan efek).
Alkoholisme kronis : hepatotoksisitas meningkat.
Salisilamid : waktu paruh eliminasi meningkat, peningkatan
pembentukan metabolit hepatotoksik.
Propantelin : kecepatan absorpsi diperlambat.
Kloramfenikol : Parasetamol memperpanjang waktu paruh
eliminasi hingga 5 kali.
h. Profil farmakokinetik :
Parasetamol diabsorpsi secara cepat dan sempurna di saluran GI
pada pemberian oral. Parasetamol terdistribusi secara cepat dan
merata pada kebanyakan jaringan tubuh. Sekitar 25% Parasetamol
di dalam darah terikat pada protein plasma. Parasetamol
dimetabolisme oleh sistem enzim mikrosomal di dalam liver.
Parasetamol mempunyai waktu paruh plasma 1,25-3 jam, dan
mungkin lebih lama mengikuti dosis toksik atau pada pasien
dengan kerusakan liver. Sekitar 80-85% Parasetamol di dalam
tubuh mengalami konjugasi terutama dengan asam glukuronat dan
dengan asam sulfat. Parasetamol diekskresikan lewat urine kira-
kira sebanyak 85% dalam bentuk bebas dan terkonjugasi.
6. Ceftriakson
a. Kandungan/Komposisi :
Ceftriakson
b. Indikasi :
Infeksi gram positif dan gram negative, infeksi saluran nafas, ginjal,
tulang dan jaringan lunak, saluran cerna, genetalia, sepsis,
meningitis dan pencegahan infeksi pra operasi.
c. Mekanisme Kerja :
Mekanisme kerja yaitu Penghambatan terhadap dinding sel
mikroba
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Pemberian secara injeksi intramuskuler dalam, bolus intravena atau
infus. 1 g/hari dalam dosis tunggal. Pada infeksi berat: 2-4 g/hari
dalam dosis tunggal. Dosis lebih dari 1 g harus diberikan pada dua
tempat atau lebih.
Anak diatas 6 minggu : 20-50 mgkg/hari, dapat naik sampai 80
mg/kg/hari. Diberikan dalam dosis tunggal. Bila lebih dari 50 mg/kg
hanya diberikan secara infus intravena. Gonore tanpa komplikasi :
250 mg dosis tunggal. Profilaksis bedah : 1 g dosis tunggal.
Profilaksis bedah kolorektal : 2 g.
e. Efek samping :
Diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotik (keduanya karena
penggunaan dosis tinggi), mual, muntah, rasa tidak enak pada
saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus,.
Pada gangguan fungsi hati yang disertai gangguan fungsi ginjal
dapat terjadi pergeseran bilirubin dari ikatan plasma.
f. Kontraindikasi :
Hipersensitivitas terhadap sefalosporin, porfiria.
g. Interaksi :
Kloramfenikol : Kombinasi ini dapat menekan sum-sum
tulang belakang secara berlebihan
Probenesid : efek antibiotik dapat meningkat.
Diuretik kuat : penggunaan sefalosporin dengan peringatan
pada pasien yang menerima diuretik poten (mis diuretik kuat
). Resiko nefrotoksik meningkat. Monitor fungsi ginjal.
Aminoglikosida: Nefrotoksisitas aminoglikosida mungkin
diperberat oleh pemberian bersama dengan beberapa
sefalosporin, terutama sefalotin.
h. Profil farmakokinetik :
Seftriakson mencapai kadar yang tinggi dalam cairan serebospinal,
sehingga bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta.
Seftriakson disekresi dalam bentuk utuh ke urin.
7. Alprazolam
a. Kandungan/Komposisi :
Alprazolam
b. Indikasi :
Ansietas (penggunaan jangka pendek )
c. Mekanisme Kerja :
Berikatan dengan reseptor benzodiasepin pada saraf post sinap
GABA di beberapa tempat di SSP, termasuk sistem limbik dan
formattio retikuler. Peningkatan efek inhibisi GABA menimbulkan
peningkatan permiabilitas terhadap ion klorida yang menyebabkan
terjadinya hiperpolarisasi dan stabilisasi.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
250 – 500 mcg 3 kali sehari ( usia lanjut 250 mcg 2- 3 kali sehari ).
Naikkan bila perlu sampai total 3 mg/hari. Anak : tidak dianjurkan.
e. Efek samping :
Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi parodoksikal dalam
agresi, gangguan mental, amnesia, ketergantungan depresi
pernapasan, kepala terasa ringan hari berikutnya bingung,.
Kadang-kadang terjadi nyeri kepala, vertigo, hipotensi, perubahan
salviasi, gangguan saluran cerna, ruam, gangguan penglihatan,
perubahan libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah dan
sakit kuning.
f. Kontraindikasi :
Depresi pernapasan, gangguan hati berat, miestenia gravis,
insufisiensi pulmoner akut, kondisi fobia dan obsesi, psikosis kronik,
glaukoma sudut sempit , serangan asma akut, trimester pertama
kehamilan, bayi premature, tidak dapat digunakan sendirian pada
depresi atau ansietas dengan depresi
g. Interaksi :
Obat asma (golongan teofilin) : Efek obat asma dapat
berkurang.
Pil KB : Efek pil KB dapat berkurang.
Simetidin : Efek alprazolam dapat meningkat. Akibatnya
timbul efek samping yang merugikan.
Estrogen : Efek estrogen dapat meningkat .
Antifungi : Kadar plasma alprazolam ditingkatkan oleh
itrakonazol dan ketokonazol.
Antivirus : Meningkatkan resiko sedasi dan depresi nafas
lebih lama, jika alprazolam diberikan bersama amprenafir.
h. Profil farmakokinetik :
Farmakokinetik Pada pemberian secara oral, alprazolam diabsorpsi
dengan baik dan absorpsinya tidak dipengaruhi oleh makanan
sehingga dapat diminum dengan atau tanpa makanan. Konsentrasi
puncak dalam darah dicapai dalam waktu 1 – 2 jam setelah
pemberian oral dengan waktu paruh eliminasinya adalah 12 – 15
jam. Waktu paruh ini berbeda-beda untuk pasien usia lanjut (16,3
jam), orang dewasa sehat (11 jam), pasien dengan gangguan
fungsi hati (antara 5,8 – 65,3 jam) serta pada pasien dengan
masalah obesitas (9,9 – 40,4 jam). Sekitar 70 – 80% alprazolam
terikat oleh protein plasma. Alprazolam mengalami metabolisme di
hati menjadi metabolit aktifnya dan metabolit lainnya yang tidak
aktif. Metabolit aktif ini memiliki kekuatan 1½ kali dibandingkan
dengan alprazolam, tetapi waktu paruh metabolit ini hampir sama
dengan alprazolam. Ekskresi alprazolam sebagian besar melalui
urin, sebagian melalui ASI dan dapat melalui sawar plasenta.
8. Cedocard
a. Kandungan/Komposisi :
Isosorbid dinitrat
b. Indikasi :
Profilaksis dan pengobatan angina ; gagal-jantung kiri
c. Mekanisme Kerja :
Senyawa nitrat bekerja melalui dua mekanisme. Secara in vivo
senyawa nitrat merupakan pro drug yaitu menjadi aktif setelah
dimetabolisme dan menghasilkan nitrogen monoksida (NO).
Biotransformasi senyawa nitrat yang berlangsung intraseluler ini
dipengaruhi oleh adanya reduktase ekstrasel dan reduced tiol
(glutation) intrasel. Nitrogen monoksida akan membentuk kompleks
nitrosoheme dengan guanilat siklase dan menstimulasi enzim ini
sehingga kadar cGMP meningkat. Selanjutnya cGMP akan
menyebabkan defosforilasi miosin, sehingga terjadi relaksasi otot
polos. Mekanisme kerja yang kedua yaitu akibat pemberian
senyawa nitrat, endotelium akan melepaskan prostasiklin (PGI2)
yang bersifat vasodilator. Berdasarkan kedua mekanisme ini,
senyawa nitrat dapat menimbulkan vasodilatasi, dan pada akhirnya
menyebabkan penurunan kebutuhan dan peningkatan suplai
oksigen
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Sublingual 5-10 mg . Oral, sehari dalam dosis terbagi, angina 30-
120 mg; gagal jantung kiri 40-160 mg, sampai 240 mg bila
diperlukan. Infus intravena 2-10 mg/jam ; dosis lebih tinggi sampai
20 mg/jam mungkin diperlukan
e. Efek samping :
Sakit kepala berdenyut, muka merah, pusing, hipotensi postural,
takikardi
f. Kontraindikasi :
Hipersensitivitas terhadap nitrat, hipotensi dan hipovolemia,
kardiopati obstruktif hipertrofik, stenosis aorta, tamponade jantung,
perikarditis konstriktif, stenosis mitral, anemia berat, trauma kepala,
perdarahan otak, glaukoma sudut sempit.
g. Interaksi :
Kombinasi dengan vasodilator lain seperti hidralazin, prazosin,
nifedipin, dapat menimbulkan hipotensi berat. Pemberian bersama
alkohol dapat memperkuat efek nitrat dan kadang-kadang
menyebabkan hipotensi
h. Profil farmakokinetik :
Isosorbid dinitrat sublingual, kadar maksimal dalam plasma tercapai
dalam 6 menit, dan waktu paruhnya 45 menit. Metabolitnya,
isosrbid -2-mononitrat dan isosorbid-5-mononitrat mempunyai
waktu paruh yang kebih panajang (2-5 jam) dan diduga ikut
menentukan efek terapi isosorbid dinitrat. Pada pemeberian oral,
sebagaian besar/hamper seluruh dosis dimetabolisme dihati pada
lintasan pertama sehingga bioavailabilitas oral obat-obat ini rendah,
misalnya bioavailabilitas oral isosorbid dinitrat 22% dan nitrogliserin
1%. Eksresi utama dalam bentuk glukoronid dari metabolit dinitrat,
sebagiana besar melalui ginjal (Ganiswarna, 1995).
Resorpsinya juga baik, tetapi karena FPE besar, BA-nya hanaya ca
29%. PP-nya lebih kurang 30%, t1/2-nya 30 – 60 menit. Di dalam
hati zat ini dirombak pesat menjadi 2 metabolit aktif: isosrbid-2-
mononitrat dan isosorbid-5-mononitrat dalam perbandingan ca 4:1
dan t1/2 masing-masing lebih kurang 4,5 dan 2 jam (Tjay, 2002).
9. Fasorbid
a. Kandungan/Komposisi :
Isosorbide Dinitrate 10 mg/tablet
b. Indikasi :
Pengobatan dan pencegahan serangan akut angina pektoris
c. Mekanisme Kerja :
Senyawa nitrat bekerja melalui dua mekanisme. Secara in vivo
senyawa nitrat merupakan pro drug yaitu menjadi aktif setelah
dimetabolisme dan menghasilkan nitrogen monoksida (NO).
Biotransformasi senyawa nitrat yang berlangsung intraseluler ini
dipengaruhi oleh adanya reduktase ekstrasel dan reduced tiol
(glutation) intrasel. Nitrogen monoksida akan membentuk kompleks
nitrosoheme dengan guanilat siklase dan menstimulasi enzim ini
sehingga kadar cGMP meningkat. Selanjutnya cGMP akan
menyebabkan defosforilasi miosin, sehingga terjadi relaksasi otot
polos. Mekanisme kerja yang kedua yaitu akibat pemberian
senyawa nitrat, endotelium akan melepaskan prostasiklin (PGI2)
yang bersifat vasodilator. Berdasarkan kedua mekanisme ini,
senyawa nitrat dapat menimbulkan vasodilatasi, dan pada akhirnya
menyebabkan penurunan kebutuhan dan peningkatan suplai
oksigen
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Farsorbid 5 mg 1-2 tablet sublingual (di bawah lidah) setiap 2-3 jam
jika dibutuhkan. Farsorbid 10 mg. Oral, 10 mg 4 kali sehari, dosis
dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan toleransi. 10 mg sebelum
tidur untuk profilaksis angina pektoris.
e. Efek samping :
Hipotensi ortostatik, takikardi, kardiomiopati hipertropik, sakit
kepala, ruam kulit, muka merah, palpitasi, mual, muntah, lemah,
gelisah, berkeringat
f. Kontraindikasi :
Hipersensitivitas terhadap nitrat, hipotensi dan hipovolemia,
kardiopati obstruktif hipertrofik, stenosis aorta, tamponade jantung,
perikarditis konstriktif, stenosis mitral, anemia berat, trauma kepala,
perdarahan otak, glaukoma sudut sempit.
g. Interaksi :
Kombinasi dengan vasodilator lain seperti hidralazin, prazosin,
nifedipin, dapat menimbulkan hipotensi berat. Pemberian bersama
alkohol dapat memperkuat efek nitrat dan kadang-kadang
menyebabkan hipotensi.
h. Profil farmakokinetik :
Isosorbid dinitrat sublingual, kadar maksimal dalam plasma tercapai
dalam 6 menit, dan waktu paruhnya 45 menit. Metabolitnya,
isosrbid -2-mononitrat dan isosorbid-5-mononitrat mempunyai
waktu paruh yang kebih panajang (2-5 jam) dan diduga ikut
menentukan efek terapi isosorbid dinitrat. Pada pemeberian oral,
sebagaian besar/hamper seluruh dosis dimetabolisme dihati pada
lintasan pertama sehingga bioavailabilitas oral obat-obat ini rendah,
misalnya bioavailabilitas oral isosorbid dinitrat 22% dan nitrogliserin
1%. Eksresi utama dalam bentuk glukoronid dari metabolit dinitrat,
sebagiana besar melalui ginjal (Ganiswarna, 1995).
Resorpsinya juga baik, tetapi karena FPE besar, BA-nya hanaya ca
29%. PP-nya lebih kurang 30%, t1/2-nya 30 – 60 menit. Di dalam
hati zat ini dirombak pesat menjadi 2 metabolit aktif: isosrbid-2-
mononitrat dan isosorbid-5-mononitrat dalam perbandingan ca 4:1
dan t1/2 masing-masing lebih kurang 4,5 dan 2 jam (Tjay, 2002)
10. Farsix
a. Kandungan/Komposisi :
Furosemid 10 mg/ml injeksi; 40 mg/tablet
b. Indikasi :
Edema, oliguria karena gagal ginjal,
c. Mekanisme Kerja :
Bekerja pada ansa henle bagian asenden pada bagian dengan
epitel tebal dengan cara penghambatan terhadap transport elektrolit
natrium, kalium dan klorida
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Oral, edema, dosis awal 40 mg pada pagi hari; pemeliharaan 20 mg
sehari atau 40 mg selang sehari, tingkatkan sampai 80 mg sehari
pada edema yang resisten ; Anak 1-3 mg/kg sehari.
Oliguria, dosis awal 250 mg sehari; jika diperlukan dosis lebih
besar, tingkatkan bertahap dengan 250 mg, dapat diberikan setiap
4-6 jam sampai maksimal dosis tunggal 2 g (jarang digunakan).
Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat (kecepatan tidak
melebihi 4 mg/ menit). Jika ekskresi urin yang tidak memuaskan
tidak dicapai pada jam berikutnya, 500 mg lagi selama 2 jam.
Kemudian jika respons dalam jam berikutmya tidak memuaskan, 1
g lagi selama 4 jam. Jika tidak diperoleh respon mungkin diperlukan
dialisis. Dosis efektif (sampai 1 g) dapat diulang setiap 24 jam.
e. Efek samping :
Hiponatremia, hipokalemia, dan hipomagnesemia, alkalosis
hipokloremik, ekskresi kalsium meningkat, hipotensi; kurang lazim
mual, gangguan saluran cerna, hiperurisemia dan pirai;
hiperglikemia (kurang lazim dari pada yang disebabkan tiazid );
kadar kolestrol dan trigliserida plasma meningkat sementara; jarang
terjadi ruam kulit, fotosensitivitas dan depresi sumsum tulang
(hentikan pengobatan ), pankreatitis (dengan dosis parenteral yang
besar ), tinitus dan ketulian (biasanya karena pemberian dosis
parenteral yang besar dan cepat serta gangguan ginjal).
f. Kontraindikasi :
Keadaan prakoma akibat sirosis hati; gagal ginjal dengan anuria
g. Interaksi :
Dapat mempotensiasi kerja antihipertensi d-tubokurarin,
hipoglikemi, obat anti gout. Dapat meningkatkan toksisitas
aminoglikosida, sefalosporin, litium, salisilat, glikosida jantung.
Efektivitas diuretic diturunkan oleh probenesid. Meningkatkan
hipotensi ortostatik dengan alkohol, narkotik, barbiturat.
h. Profil farmakokinetik :
Resorpsinya dari usus hanya lebih kurang 50%, PP-nya ca 97%,
plasma t1/2 30-60 menit, ekskresinya melalui kemih secara utuh.
11. Furosemid
a. Kandungan/Komposisi :
Furosemid 40 mg
b. Indikasi :
Edema, oliguria karena gagal ginjal
c. Mekanisme Kerja :
Bekerja pada ansa henle bagian asenden pada bagian dengan
epitel tebal dengan cara penghambatan terhadap transport elektrolit
natrium, kalium dan klorida
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Oral, edema, dosis awal 40 mg pada pagi hari; pemeliharaan 20 mg
sehari atau 40 mg selang sehari, tingkatkan sampai 80 mg sehari
pada edema yang resisten ; Anak 1-3 mg/kg sehari.
Oliguria, dosis awal 250 mg sehari; jika diperlukan dosis lebih
besar, tingkatkan bertahap dengan 250 mg, dapat diberikan setiap
4-6 jam sampai maksimal dosis tunggal 2 g (jarang digunakan).
Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat (kecepatan tidak
melebihi 4 mg/ menit). Jika ekskresi urin yang tidak memuaskan
tidak dicapai pada jam berikutnya, 500 mg lagi selama 2 jam.
Kemudian jika respons dalam jam berikutmya tidak memuaskan, 1
g lagi selama 4 jam. Jika tidak diperoleh respon mungkin diperlukan
dialisis. Dosis efektif (sampai 1 g) dapat diulang setiap 24 jam.
e. Efek samping :
Hiponatremia, hipokalemia, dan hipomagnesemia, alkalosis
hipokloremik, ekskresi kalsium meningkat, hipotensi; kurang lazim
mual, gangguan saluran cerna, hiperurisemia dan pirai;
hiperglikemia (kurang lazim dari pada yang disebabkan tiazid );
kadar kolestrol dan trigliserida plasma meningkat sementara; jarang
terjadi ruam kulit, fotosensitivitas dan depresi sumsum tulang
(hentikan pengobatan ), pankreatitis (dengan dosis parenteral yang
besar ), tinitus dan ketulian (biasanya karena pemberian dosis
parenteral yang besar dan cepat serta gangguan ginjal).
f. Kontraindikasi :
Keadaan prakoma akibat sirosis hati; gagal ginjal dengan anuria
g. Interaksi :
Dapat mempotensiasi kerja antihipertensi d-tubokurarin. Dapat
meningkatkan toksisitas aminoglikosida, sefalosporin, litium,
salisilat, glikosida jantung. Efektivitas diuretic diturunkan oleh
probenesid. Meningkatkan hipotensi ortostatik dengan alkohol,
narkotik, barbiturat.
h. Profil farmakokinetik :
Resorpsinya dari usus hanya lebih kurang 50%, PP-nya ca 97%,
plasma t1/2 30-60 menit, ekskresinya melalui kemih secara utuh.
12. Lasix
a. Kandungan/Komposisi :
Furosemid
b. Indikasi :
Tablet pada edema jantung, ginjal dan hati, edema perifer karena
abstruksi mekanis atau infusiensi vena dan hipertensi. Pemberian
ampul sebagai terapi tambahan pada edema pulmonary akut.
Digunakan jika ingin terjadi dieresis lebih cepat dan tidak mungkin
diberi oral.
c. Mekanisme Kerja :
Bekerja pada ansa henle bagian asenden pada bagian dengan
epitel tebal dengan cara penghambatan terhadap transport elektrolit
natrium, kalium dan klorida
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Oral, edema, dosis awal 40 mg pada pagi hari; pemeliharaan 20 mg
sehari atau 40 mg selang sehari, tingkatkan sampai 80 mg sehari
pada edema yang resisten ; Anak 1-3 mg/kg sehari.
Oliguria, dosis awal 250 mg sehari; jika diperlukan dosis lebih
besar, tingkatkan bertahap dengan 250 mg, dapat diberikan setiap
4-6 jam sampai maksimal dosis tunggal 2 g (jarang digunakan).
Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat (kecepatan tidak
melebihi 4 mg/ menit). Jika ekskresi urin yang tidak memuaskan
tidak dicapai pada jam berikutnya, 500 mg lagi selama 2 jam.
Kemudian jika respons dalam jam berikutmya tidak memuaskan, 1
g lagi selama 4 jam. Jika tidak diperoleh respon mungkin diperlukan
dialisis. Dosis efektif (sampai 1 g) dapat diulang setiap 24 jam.
e. Efek samping :
Gangguan pencernaan ringan, kehilangan Ca, K, Na.
Nefrokalsinosis pada bayi prematur, metabolic alkalosis, diabetes.
Jarang, syok anafilaktik, depresi sum-sum tulang, reaksi alergi,
pancreatitis akut, gangguan pendengaran.
f. Kontraindikasi :
Gagal ginjal akut dengan anuria, koma hepatik, hipokalemia,
hiponatremia dan atau hipovalemia dengan atau tanpa hipotensi,
gangguan fungsi hati atau ginjal.
g. Interaksi :
Aminoglikosida, sisplatin : peningkatan ototoksisitas.
Aminoglikosida, sefaloridin : Peningkatan nefrotokssisitas.
Penghambat ACE : Penurunan TD secara tajam.
Efek antagonisme dengan indometasin.
Potensiasi efek dengan salisilat, teofilin, litium, relaksan otot.
Hipokalemia dapat menimbulkan toksisitas digitalis.
h. Profil farmakokinetik :
Resorpsinya dari usus hanya lebih kurang 50%, PP-nya ca 97%,
plasma t1/2 30-60 menit, ekskresinya melalui kemih secara utuh.
13. Laxadin
a. Kandungan/Komposisi :
Per 5 ml phenolphthalein 55 mg, liquid paraffin 1,200 mg, glycerin
378 mg
b. Indikasi :
Konstipasi (untuk bilas usus sebelum dan sesudah operasi), bilas
usus sebelum pemeriksaan radiologi.
c. Mekanisme Kerja :
Laxadin bekerja dengan cara merangsang peristaltik usus besar,
menghambat reabsorbsi air dan melicinkan jalannya feses.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
10 ml pada malam hari bila perlu. Nasehat ; tidak boleh digunakan
segera sebelum tidur
e. Efek samping :
Tirisan (rembesan) anal paraffin menyebabkan iritasi anal setelah
penggunaan jangka panjang, reaksi granulomatosa disebabkan
oleh absorbsi sedikit paraffin cair (terutama dari emulsi), pneumonia
lipoid, diare, mual dan muntah
f. Kontraindikasi :
Ileus obstruktif, nyeri perut yang tidak diketahui penyebabnya.
g. Interaksi :
Minyak mineral dapat mengganggu absorbsi vitamin yang larut
lemak
h. Profil farmakokinetik :
14. Lansoprazole
a. Kandungan/Komposisi :
Lansoprazole
b. Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak duodenum karena
H.pylori, refluks gastroesofagus, dyspepsia karena asam lambung.
c. Mekanisme Kerja :
Lansoprazol merupakan obat golongan Penghambat Pompa Proton
(PPI) dengan mekanisme kerja menghambat asam lambung
dengan cara menghambat sistem enzim adenosine trifosfat
hydrogen-kalium (pompa proton) dari sel parietal lambung. Obat-
obat senyawa tersebut merupakan obat pilihan bagi esofagus
erosif, derajat yang lebih ringan biasanya memberikan respon
terhadap perubahan gaya hidup, antagonis reseptor H2, antasida
atau stimulant motilitas.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Tukak lambung, 30 mg sehari pada pagi hari selama 8
minggu
Tukak duodenum, 30 mg sehari pada pagi selama 4 minggu
; pemeliharaan 15 mg sehari. Tukak duodenum atau gastritis
karena H.pylori menggunakan regimen eradikasi.
Refluks gastroesofagus, 30 mg sehari pada pagi hari selama
4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya
sembuh; pemeliharaan 15-30 mg sehari pada pagi hari
selama 2-4 minggu.
Anak-anak tidak dianjurkan
e. Efek samping :
Sakit kepala, diare, ruam, gatal-gatal, pusing, urtikaria, mual,
muntah, konstipasi, kembung, nyeri abdomen. lesu , nyeri otot dan
sendi, pandangan kabur, edema perifer, perubahan hematologik
(termasuk eosinofilia, trombositopenia, leucopenia , perubahan
fungsi hati juga dilaporkan, depresi dan mulut kering.
f. Kontraindikasi :
Hipersensitivitas
g. Interaksi :
Lansoprazol mungkin mempercepat metabolisme
kontrasepsi oral
Lansoprazole dimetabolisme dihati, oleh sebab itu ada
kemungkinan interaksi dengan obat-obat yang
dimetabolisme dihati.
Antasida dan sukralfat akan mengurangi bioavaibilitas
lansoprazol dan jangan diberikan antara satu jam setelah
makan lansoprazol.
h. Profil farmakokinetik :
Lansoprazole dengan cepat diserap, dengan konsentrasi
maksimum rata-rata yang terjadi sekitar 17 jam setelah dosis oral.
Lansoprazole 97% terikat pada protein plasma, dimetabolisme di
hati dan diekskresikan dalam urin.
15. Mucosta
a. Kandungan/Komposisi :
Rebamipide
b. Indikasi :
Ulkus gaster dengan kombinasi dengan penghambat pompa
proton, antikolinergik atau antagonis H2 , gastritis
c. Mekanisme Kerja :
Mucosta memiliki mekanisme kerja yang spesifik sebagai
antiradikal bebas, anti-inflammatory modulator :
Mensuspresi/menekan pelepasan cytokine dari sel epitel
mukosa gastric akibat stimulasi H.pylori.
Mensuspresi ekspresi molekul adhesi dari neutrophil
Mensuspresi aktivasi neutrophil pada mucosa
gastric/lambung.
Menghambat pelepasan enzim elastse dari neutrophil.
Menghambat produksi radikal bebas (superoxide) dari
neutrophil yang teraktivasi.
Membuang radikal bebas ( hydroxyl radical ) yang terbentuk.
Menghambat adhesi/pengikatan H.pylori pada mukosa
gastric.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
3 x sehari 1 tablet, Untuk ulkus gastrik dikombinasi dengan faktor
inhibitor.
e. Efek samping :
Leukopenia, disfungsi hepatik, jaundis, reaksi hipersenitif,
neuropsikiatrik, gangguan gastro intestinal, gangguan menstruasi,
peningkatan nilai basal ureum nitrogen, edema.
f. Kontraindikasi :
Reaksi hipersensitivitas
g. Interaksi :
Mucosta tidak berinteraksi dan tidak mengganggu absorpsi obat
lain yang sering diberikan bersamaan (misalnya, NSAIDs,
antibiotik) sehingga tidak menganggu efektivitas obat tersebut.
h. Profil farmakokinetik :
Konsentrasi di dalam darah dapat dijelaskan bahwa konsentrasi
puncak ( C maks) adalah 210 mg/ml yang dicapai sesudah 2 jam
pemberian mucosta 100 mg ( T max 2 jam ). Waktu paruh eliminasi
adalah 1,5 jam. Pemberian ulang tidak menyebabkan akumulasi
obat. Absorbsi mucosta cenderung lambat pada pemberian setelah
makan.
16. Metil prednisolon
a. Kandungan/Komposisi :
Metil prednisolon
b. Indikasi :
Menekan reaksi radang dan reaksi alergi; udem otak; penyakit
endokrin, reumatik, dermatologik, oftalmologik, hematologik,
neoplastik, GI dan sistem saraf ; kondisi alergi; meningitis; TBC;
trichinosis.
c. Mekanisme Kerja :
Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja
intermediate yang termasuk kategori adrenokortikoid, antiinflamasi
dan imunosupresan.
Adrenokortikoid: Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon
berdifusi melewati membran dan membentuk komplek dengan
reseptor sitoplasmik spesifik. Komplek tersebut kemudian
memasuki inti sel, berikatan dengan DNA, dan menstimulasi
rekaman messenger RNA (mRNA) dan selanjutnya sintesis protein
dari berbagai enzim akan bertanggung jawab pada efek sistemik
adrenokortikoid. Bagaimanapun, obat ini dapat menekan
perekaman mRNA di beberapa sel (contohnya: limfosit).
Efek Glukokortikoid : Glukokortikoid menurunkan atau mencegah
respon jaringan terhadap proses inflamasi, karena itu menurunkan
gejala inflamasi tanpa dipengaruhi penyebabnya. Glukokortikoid
menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan
leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat
fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau
pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun
mekanisme yang pasti belum diketahui secara lengkap,
kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag
(MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi
permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan
leukosit pada endotelium kapiler, menghambat pembentukan
edema dan migrasi leukosit; dan meningkatkan sintesis lipomodulin
(macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2-mediasi pelepasan
asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan
selanjutnya terhadap sintesis asam arakhidonat-mediator inflamasi
derivat (prostaglandin, tromboksan dan leukotrien). Kerja
immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek antiinflamasi.
Immunosupresan : Mekanisme kerja immunosupresan belum
dimengerti secara lengkap tetapi kemungkinan dengan pencegahan
atau penekanan sel mediasi (hipersensitivitas tertunda) reaksi imun
seperti halnya tindakan yang lebih spesifik yang mempengaruhi
respon imun, Glukokortikoid mengurangi konsentrasi limfosit timus
(T-limfosit), monosit, dan eosinofil. Metilprednisolon juga
menurunkan ikatan immunoglobulin ke reseptor permukaan sel dan
menghambat sintesis dan atau pelepasan interleukin, sehingga T-
limfosit blastogenesis menurun dan mengurangi perluasan respon
immun primer. Glukokortikoid juga dapat menurunkan lintasan
kompleks immun melalui dasar membran, konsentrasi komponen
pelengkap dan immunoglobulin.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Oral 2-40 mg/ hari. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena
lambat lambat atau infuse intravena mulai dengan 10-100 mg ;
pada reaksi penolakan jaringan sampai 1 g infus intravena selama
maksimal 3 hari.
e. Efek samping :
Retensi Na, hipertensi, retensi cairan, kehilangan K/hipokalemia,
kelemahan otot, osteoporosis, tukak peptik, pankreatitis, esofagitis
ulseratif; peningkatan ALT, AST, dan fosfatase alkali; luka lambat
sembuh, eritema pada wajah; keringat berlebihan, vertigo, sakit
kepala, hambatan pertumbuhan pada anak, menstruasi tidak
teratur, peningkatan TIO, glaukoma, urtikaria, kondisi alergi, reaksi
anafilaksis atau hipersensitivitas.
f. Kontraindikasi :
Infeksi jamur sistemik, penggunaan jangka panjang pada tukak
duodenum dan tukak peptik, osteoporosis dan riwayat psikosis,
belum lama mendapat vaksinasi.
g. Interaksi :
Enzim penginduksi mikrosom hepatik : Obat seperti
barbiturat, fenitoin dan rifampin yang menginduksi enzim
hepatik dapat meningkatkan metabolisme glukokortikoid,
sehingga mungkin diperlukan dosis tambahan atau obat
tersebut tidak diberikan bersamaan.
Anti inflamasi nonsteroidal. : Pemberian bersamaan dengan
obat ulcerogenik seperti indometasin dapat meningkatkan
resiko ulcerasi saluran pencernaan. Aspirin harus diberikan
secara hati-hati pada pasien hipotrombinernia. Meskipun
pemberian bersamaan dengan salisilat tidak tampak
meningkatkan terjadinya ulcerasi saluran pencernaan,
kemungkinan efek ini harus dipertimbangkan.
Obat yang mengurangi kalium : Diuretik yang mengurangi
kadar kalium (contoh: thiazida, furosemida, asam etakrinat)
dan obat lainnya yang mengurangi kalium oleh
glukokortikoid. Serum kalium harus dimonitor secara
seksama bila pasien diberikan obat bersamaan dengan obat
yang mengurangi kalium.
Bahan antikolinesterase : Interaksi antara glukokortikoid dan
antikolinesterase seperti ambenonium, neostigmin, atau
pyridostigmin dapat menimbulkan kelemahan pada pasien
dengan myasthenia gravis. Jika mungkin, pengobatan
antikolinesterase harus dihentikan 24 jam sebelum
pemberian awal terapi glukokortikoid.
Vaksin dan toksoid : Karena kortikosteroid menghambat
respon antibodi, obat dapat menyebabkan pengurangan
respon toksoid dan vaksin inaktivasi atau hidup.
h. Profil farmakokinetik :
17. Monecto
a. Kandungan/Komposisi :
Isosorbid mononitrat
b. Indikasi :
Profilaksis angina; tambahan pada gagal jantung kongestif
c. Mekanisme Kerja :
Senyawa nitrat bekerja dengan merelaksasi otot polos pembuluh
vena, tanpa bergantung pada system persarafan miokardium.
Dilatasi vena menyebabkan alir balik vena berkurang sehingga
mengurangi beban hulu jantung.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Dosis awal 20 mg 2-3 kali sehari atau 40 mg 2 kali sehari (10 mg 2
kali sehari pada pasien yang belum pernah menerima nitrat
sebelumnya ); bila perlu sampai 120 mg sehari dalam dosis terbagi.
e. Efek samping :
Sakit kepala berdenyut, muka merah, pusing, hipotensi postural,
takikardi (dapat terjadi bradikardi paradoksikal).
f. Kontraindikasi :
Hipersensitivitas terhadap nitrat; hipotensi dan hipovelemia;
kardiopati obstruktif hipertrofik, stenosis aorta, tamponade jantung,
perikarditis konstriktif, stenosis mitral; anemia berat, trauma kepala,
perdarahan otak, glaukoma sudut sempit
g. Interaksi:
Alkohol meningkatkan efek vasodilatasi
Antidepresan trisiklik dapat menurunkan efek nitrat
sublingual
h. Profil farmakokinetik :
18. NaCl 0,9%
a. Kandungan/Komposisi :
NaCl 0,9 g, air untuk injeksi ad 1000 mL.
b. Indikasi :
Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi, mengganti
cairan plasma isotonik yang hilang, penggantian cairan pada
kondisi alkalosis hipokloremia, dan digunakan sebagai cairan
pembawa obat.
c. Mekanisme Kerja :
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Infus i.v 2,5 mL/kgBB aau 60 tetes/70kg BB/menit atau 180
mL/70kg BB/jam atau disesuaikan dengan kondisi penderita. Untuk
keadaan pasien ini digunakan dosis 10 tetes per menit.
e. Efek samping :
Panas, infeksi pada tempat penyuntikan, thrombosis vena atau
flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan, ekstravasasi.
f. Kontraindikasi :
Hipernatremia, asidosis, dan hipokalemia.
g. Interaksi :
h. Profil farmakokinetik :
19. Neurosanbe plus
a. Kandungan/Komposisi :
Vit-B1 50 mg, vit-B6 100 mg, vit-B 12 100 mcg, metampiron 500
mg
b. Indikasi :
Gangguan nyeri neurologis, seperti neuritis, neuralgia,
terutama rasa nyeri yang berat.
c. Mekanisme Kerja :
Vitamin B1 berperan sebagai koenzim pada dekarboksilasi
asam alfa-keto dan berperan dalam metabolism karbohidrat.
Vitamin B6 di dalam tubuh berubah menjadi piridoksal fosfat
dan piridoksamin fosfat yang dapat membantu dalam
metabolisme protein dan asam amino. Vitamin B12 berperan
dalam sintesa asam nukleat dan berpengaruh pada
pematangan sel dan memelihara integritas jaringan saraf.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
1 tablet sehari
e. Efek samping :
Pemakain vitamin B6 dalam dosis besar dalam jangka waktu
lama dapat menyebabkan sindroma neuropati.
f. Kontraindikasi :
Hipersensitivitas terhadap komponen obat ini.
g. Profil farmakokinetik :
20. Nitrokaf
a. Kandungan/Komposisi :
Glyceryl trinitrat
b. Indikasi :
Pencegahan dan terapi jangka panjang angina pectoris dan
gagal jantung kiri.
c. Mekanisme Kerja :
Senyawa nitrat bekerja dengan merelaksasi otot polos pembuluh
vena, tanpa bergantung pada system persarafan miokardium.
Dilatasi vena menyebabkan alir balik vena berkurang sehingga
mengurangi beban hulu jantung.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Sublingual, 0,3-1 mg, bila perlu diulang. Oral profilaksis angina
2,6-2,8 mg 3 kali sehari atau 10 mg 2-3 kali sehari. Infus
intravena 10-200 mcg/menit.
e. Efek samping :
Hipotensi ortostatik, refleks takikardi, kolaps yang disertai
dengan aritmia bradikardi, sakit kepala, mengantuk,
kemerahan pada kulit. Dapat menganggu kemampuan
mengemudi atau menjalankan mesin.
f. Kontraindikasi :
Anemia berat, trauma kepala, pendarahan otak, galukoma,
kegagalan sirkulasi akut, hipotensi, syok kardiogenik,
pemberian bersama sildenafil, hamil.
g. Interaksi :
Antikoagulan : ekskresi heparin ditingkatkan oleh infuse
gliseril trinitrat (menurunkan efek antikoagulan ).
Antidepresan trisiklik dapat menurunkan efek nitrat
sublingual.
Antimuskarinik seperti atropine dan propantelin dapat
menurunkan efek nitrat sublingual.
Interaksi hipotensif umum seperti pada hidralazin.
h. Profil farmakokinetik :
21. Omeprazole
a. Kandungan/Komposisi :
Omeprazole
b. Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak duodenum karena
H.pylori, sindrom Zollinger-ellison, pengurangan asam lambung
selama anastesi umum, refluks gastroesofagus, dyspepsia Karena
asam lambung.
c. Mekanisme Kerja :
Omeprazol termasuk kelas baru senyawa anti-sekresi, suatu
benzimidazol tersubstitusi, yang menekan sekresi lambung melalui
penghambatan spesifik terhadap sistem enzim H+/K+ ATPase pada
permukaan sekresi sel parietal lambung. Karena sistem enzim ini
merupakan pompa asam (proton) dalam mukosa lambung,
Omeprazol digambarkan sebagai penghambat pompa asam
lambung yang menghambat tahap akhir pembentukan asam
lambung. Efek ini berhubungan dengan dosis dan menimbulkan
penghambatan terhadap sekresi asam terstimulasi maupun basal
tanpa dipengaruhi stimulus
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Tukak lambung dan tukak duodenum (termasuk yang komplikasi
terapi AINS ), 20 mg sehari selama 4 minggu pada tukak
duodenum atau 8 minggu pada tukak lambung; pada kasus yang
berat atau kambuh tingkatan menjadi 40 mg sehari; pemeliharaan
untuk tukak duodenum yang kambuh , 20 mg sehari; pencegahan
kambuh tukak duodenum, 10 mg sehari dan tingkatkan sampai 20
mg sehari bila gejala muncul kembali. Tukak lambung karena AINS
dan erosi gastroduodenum, 20 mg sehari selama 4 minggu, diikuti 4
minggu berikutnya bila tidak sepenhnya sembuh; profilaksis pada
pasien dengan riwayat lesi gastroduodenum akibat AINS yang
memerlukan pengobatan AINS berkesinambungan, 20 mg sehari.
Tukak duodenum karena H.pylori menggunakan regimin eradikasi (
regimen amoksisilin dengan omeprazol juga diizinkan untuk tukak
lambung ). Sindrom zollinger-ellison awalnya 60 mg sekali sehari ;
kisaran lazim 20 – 120 mg sehari (di atas 80 mg dalam 2 dosis
terbagi). Pengurangan asam lambung selama anastesi umum
(profilaksis aspirasi asam), 40 mg pada sore sebelumnya kemudian
40 mg 2-6 jam sebelum pembedahan.
Refluks gastroesofagus, 20 mg sehari selama 4 minggu diikuti 4 – 8
minggu berikutnya jika tidak sepenuhnya sembuh. Penyakit refluks
asam (penatalaksanaan jangka panjang ), 10 mg sehari meningkat
sampai 20 mg sehari jika gejala muncul kembali. Dispepsia karena
asam lambung, 10-20 mg sehari selama 2-4 minggu sesuai
respons. Anak-anak tidak dianjurkan.
e. Efek samping :
Sakit kepala, diare, ruam, gatal-gatal, pusing, urtikaria, mual,
muntah, konstipasi, kembung, nyeri abdomen. lesu , nyeri otot dan
sendi, pandangan kabur, edema perifer, perubahan hematologik
(termasuk eosinofilia, trombositopenia, leucopenia , perubahan
fungsi hati juga dilaporkan, depresi dan mulut kering.
f. Kontraindikasi :
Hipersensitif terhadap Omeprazol.
g. Interaksi :
Omeprazol memperpanjang eliminasi Diazepam, Warfarin dan
Fenitoin atau obat lain yang mengalami metabolisme oleh sitokrom
P-450 di hati. Omperazol mengurangi absorpsi Ketokonazol,
Itrakonazol, dimana absorpsinya tergantung pada pH asam
lambung. Metabolisme diazepam dihambat oleh omeprazol,
Absorpsi Omeprazol tidak dipengaruhi oleh alkohol atau makanan.
h. Profil farmakokinetik :
Resorpsinya lengkap, dalam waktu 2-5 jam, PP-nya tinggi (95%),
plasma t1/2 hanya lebih kurang 1 jam, tetapi kerjanya bertahan ca 24
jam. Dalam hati, zat ini dirombak seluruhnya menjadi metabolit
inaktif yang diekskresi dengan kemih untuk 80%. Antara kadar
darah dan efeknya tidak terdapat korelasi. Omeprazol terurai dalam
suasana asam, sehingga perlu diberikan salut tahan asam.
22. Plavix
a. Kandungan/Komposisi :
Clopidogrel
b. Indikasi :
Mengurangi terjadinya aterosklerotik (infark miokard, stroke
dan kematian vaskular ) pada pasien dengan aterosklerosis
yang disebabkan oleh stroke sebelumnya, infark miokard atau
penyakit arteri perifer.
c. Mekanisme Kerja :
Clopidogrel adalah obat golongan antiagregasi trombosit atau
antiplatelet yang bekerja secara selektif menghambat ikatan
Adenosine Di-Phosphate (ADP) pada reseptor ADP di platelet,
yang sekaligus dapat menghambat aktivasi kompleks glikoprotein
GPIIb/IIIa yang dimediasi oleh ADP, yang dapat menimbulkan
penghambatan terhadap agregasi platelet. Clopidogrel tidak
menghambat aktivitas dari enzim fosfodiesterase yang berpengaruh
dalam siklik AMP, jadi tidak mempunyai efek vasodilatasi.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
75 mg sekali sehari, angina tidak stabil 300 mg lalu dikurangi
sampai dengan 75 mg sekali sehari.
e. Efek samping :
Sakit kepala, pusing, parestesia, gangguan GI , gangguan
hematologik, ruam kulit, pruritus.
f. Kontraindikasi :
Perdarahan patologis aktif, misalnya tukak peptik, perdarahan
intrakranial, gangguan hati berat, laktasi.
g. Interaksi :
h. Profil farmakokinetik
23. Pantoprazole
a. Kandungan/Komposisi :
Pantoprazole
b. Indikasi :
Tukak lambung dan duodenum, refluks esophagus moderat sampai
berat, mengatasi symptom pada gangguan gastrointestinal yang
membutuhkan pengurangan sekresi asam lambung.
c. Mekanisme Kerja :
Pantoprazol merupakan obat golongan Penghambat Pompa Proton
(PPI) dengan mekanisme kerja menghambat asam lambung
dengan cara menghambat sistem enzim adenosine trifosfat
hydrogen-kalium (pompa proton) dari sel parietal lambung. Obat-
obat senyawa tersebut merupakan obat pilihan bagi esofagus
erosif, derajat yang lebih ringan biasanya memberikan respon
terhadap perubahan gaya hidup, antagonis reseptor H2, antasida
atau stimulant motilitas.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Tukak lambung 40 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu
diikuti 4 minggu selanjutnya bila tidak sembuh sepenuhnya. Pada
gangguan fungsi hati , pengobatan diberikan selang sehari.
e. Efek samping :
Sakit kepala, diare, ruam, gatal-gatal, pusing, urtikaria, mual,
muntah, konstipasi, kembung, nyeri abdomen. lesu , nyeri otot dan
sendi, pandangan kabur, edema perifer, perubahan hematologik
(termasuk eosinofilia, trombositopenia, leucopenia , perubahan
fungsi hati juga dilaporkan, depresi dan mulut kering.
f. Kontraindikasi :
Hipersensitivitas
g. Interaksi
h. Profil farmakokinetik :
Pantoprazole memiliki profil farmakokinetik yang linier dan tidak
bervariasi setelah pemberian tunggal maupun berulang. Kinetik
plasma dari pantoprazole bersifat linier baik pada pemberian oral
dan intravena. Setelah pemberian infus dengan kecepatan konstan
selama 15 menit atau bolus selama 2 menit, kadar pantoprazole
injeksi menurun secara bieksponensial. Kira-kira 15 menit setelah
selesai injeksi atau infus, terjadi fase distribusi yang sangat cepat
dan diikuti dengan fase eliminasi akhir dengan waktu paruh kira-kira
1 jam.Total bersihan serum pantoprazole kira-kira 0,1 L/jam/kg.
Volume distribusi kira-kira 0,15 L/kg. Ikatan protein plasma
pantoprazole sekitar 98%. Sebagian besar obat dimetabolisme di
hati dan ekskresi utama dari metabolitnya (sekitar 80%) melalui
ginjal dalam bentuk metabolit non-aktif.
24. Ramipril
a. Kandungan/Komposisi :
Ramipril
b. Indikasi :
Hipertensi ringan sampai sedang, gagal jantung kongestif
(tambahan); setelah infark miokard pada pasien dengan gagal
jantung yang terbukti secara klinis.
c. Mekanisme Kerja :
Ramipril merupakan penghambat angiotensin converting
enzyme (ACE) generasi kedua. Metabolit aktifnya, ramiprilat,
dalam kerjanya membentuk kompleks yang stabil dengan ACE,
sehingga kerja ACE terhambat. Prinsip kerja ACE adalah
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II
mempunyai banyak kerja diantaranya vasokontriksi dan
pelepasan aldosteron dari adenal juga menyebabkan
perubahan trophic pada jantung dan pembuluh darah. Ramipril
menghambat pembentukan angiotensin II sehingga
menyebabkan : penurunan retensi vaskular, penurunan retensi
natrium dan air, penurunan efek trophic dari angiotensin II
pada jantung dan pembuluh darah.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Hipertensi, dosis awal 1,25 mg sehari; tingkatan pada interval 1-2
minggu ; kisaran lazim 2,5 – 5 mg sekali sehari ; maksimal 10 mg
sehari.
Catatan. Pada hipertensi hentikan diuretika 2-3 hari sebelumnya
dan jika perlu mulai lagi kemudian. Pasien dengan gangguan ginjal
atau gagal jantung kongestif perlu diawali dibawah pengawasan
medis yang ketat di rumah sakit.
Gagal jantung (tambahan), dosis awal 1,25 mg sekali sehari
dibawah pengawasan medis yang ketat; jika perlu ditingkatkan
dengan interval 1-2 minggu ; maksimal 10 mg sehari (dosis sehari
2,5 mg atau lebih, dapat diberikan dalam 1-2 dosis terbagi).
e. Efek samping :
Hipotensi, pusing, sakit kepala, letih, astenia, mual (terkadang
muntah), diare (terkadang konstipasi), kram otot, batuk kering yang
persisten, gangguan kerongkongan, perubahan suara, perubahan
pencecap (mungkin disertai dengan turunnya berat badan),
stomatitis, dyspepsia, nyeri perut, gangguan ginjal, hiperkalemia,
angiodema, urtikaria, ruam kulit, gejala saluran nafas atas,
hiponatremia, takikardia, palpitasi, aritmia, infark miokard, strok
(mungkin akibat hipotensi yang berat), nyeri punggung, muka
merah, sakit kuning (hepatoseluler atau kolestatik), pankreatitis,
gangguan tidur, gelisah, perubahan suasana hati, parestesia,
impotensi, onikolisis, alopesia.
f. Kontraindikasi :
Hipersensitif terhadap penghambat ACE (termasuk angiodema);
penyakit renovaskuler (pasti atau dugaan); stenosis aortic atau
obstruksi keluarnya darah dari jantung dan kehamilan.
g. Interaksi :
Alkohol : meningkatkan efek hipotensif
Adesleukin : meningkatkan efek hipotensif
Anastetik : meningkatkan efek hipotensif
Analgetik : AINS melawan efek hipotensif dan meningkatkan
resiko kerusakan ginjal, hiperkalemia dengan indometasin
dan mungkin dengan AINS lainnya.
h. Profil farmakokinetik :
Ramipril diabsorbsi lebih dari 55 % pada dosis oral dan
bioavailabilitasnya tidak dipengaruhi oleh makanan. Setelah
diabsorbsi ramipril mengalami de-esterifikasi menjadi
metabolit aktif yaitu ramiprilat. Konsentrasi plasma puncak
dari ramipril dan ramiprilat dicapai dalam waktu 1-3 jam.
Ramipril, ramiprilat dan metabolitnya terutama dieliminasi
melalui ginjal. Kira-kira 60% dosis oral tunggal ramipril ditemui
pada urin, 40% ditemui difeses termasuk ekskresi melalui
empedu.
25. Sotatic
a. Kandungan/Komposisi :
Metoclopramide HCl
b. Indikasi :
Meringankan gastroparesis pada diabetik akut dan rekuren.
Pengobatan simtomatik jangka pendek pada nyeri panas
didada/lambung dan keterlambatan pengosongan lambung
karena refluks esofagitis. Mengurangi mual, muntah metabolik
akibat emetogenik kemoterapi kanker dan setelah operasi.
Mencegah mabuk perjalanan. Memudahkan intubasi usus pada
anak dan dewasa.
c. Mekanisme Kerja :
Memblok reseptor dopamin dan (bila diberikan pada dosis yang
lebih tinggi) juga memblok reseptor serotonin di chemoreceptor
trigger zone di sistem saraf pusat; meningkatkan respon jaringan di
saluran pencernaan atas terhadap asetilkolin sehingga
meningkatkan motilitas dan kecepatan pengosongan lambung
tanpa menstimulasi sekresi pankreas, bilier, atau lambung;
meningkatkan tonus spingter esofagus bagian bawah
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Oral, injeksi i.m atau i.v lebih dari 1-2 menit ; 10 mg (5 mg pada
dewasa muda, 15-19 tahun, berat badan dibawah 60 kg ) 3 kali
sehari .
Anak sampai 1 tahun (sampai 10 kg) 1 mg, 2 kali sehari, 1-3
tahun (10-14 kg) 1 mg , 2-3 kali sehari, 3-5 tahun (15-19 kg) 2
mg, 2-3 kali sehari, 5-9 tahun (20-29 kg) 2,5 mg , 3 kali sehari, 9-
14 tahun (30 kg atau lebih) 5 mg , 3 kali sehari.
e. Efek samping :
Sakit kepala, cepat lelah, efek ekstrapiramidal terutama pada
penggunaan jangka panjang pada anak, konstipasi, diare,
sedasi
f. Kontraindikasi :
Epilepsi, pendarahan gastrointestinal, obstruksi mekanik atau
perforasi feokromositoma.
g. Interaksi :
Efek antagonis terhadap motilitas lambung dengan
antikolinergik, analgesik narkotik. Peningkatan absorbsi
asetaminofen. Efek ekstrapiramidal bertambah dengan
fenotiazin. Peningkatan kadar levedopa dalam plasma
h. Profil farmakokinetik :
26. Vaclo
a. Kandungan/Komposisi :
Clopidogrel
b. Indikasi :
Menurunkan kejadian aterosklerosis (infark miokard, stroke
dan kematian vaskular ) pada pasien dengan aterosklerosis
yang diketahui melalui adanya riwayat stroke/infrak miokard
yang belum lama terjadi atau diketahui mengalami penyakit
arteri perifer.
c. Mekanisme Kerja :
Clopidogrel adalah obat golongan antiagregasi trombosit atau
antiplatelet yang bekerja secara selektif menghambat ikatan
Adenosine Di-Phosphate (ADP) pada reseptor ADP di platelet,
yang sekaligus dapat menghambat aktivasi kompleks glikoprotein
GPIIb/IIIa yang dimediasi oleh ADP, yang dapat menimbulkan
penghambatan terhadap agregasi platelet. Clopidogrel tidak
menghambat aktivitas dari enzim fosfodiesterase yang berpengaruh
dalam siklik AMP, jadi tidak mempunyai efek vasodilatasi.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
75 mg sekali sehari.
e. Efek samping :
Sakit kepala, pusing, parestesia, gangguan GI , gangguan
hematologik, ruam kulit, pruritus.
f. Kontraindikasi :
Perdarahan patologis aktif (tukak peptik atau perdarahan
intrakranial)
g. Interaksi :
h. Profil farmakokinetik
27. Valsartan
a. Kandungan/Komposisi :
Valsartan 80 mg
b. Indikasi :
Hipertensi
c. Mekanisme Kerja :
Menghambat angiotensin II. Obat-obat ini tidak menghambat
pemecahan bradikinin dan kinin-kinin lainnya sehingga tidak
menimbulkan batuk kering persisten.
d. Regimen terapi (dosis dan aturan pakai) :
Biasanya 80 mg sekali sehari (usia lanjut diatas 75 tahun,
ganguan fungsi hati ringan sampai sedang, gangguan fungsi
ginjal sedang sampai berat, deplesi cairan, dimulai dengan 40
mg sekali sehari ); bila perlu tingkatkan setelah minimal 4
minggu menjadi 160 mg sehari (80 mg sehari pada gangguan
fungsi hati ).
e. Efek samping :
Biasanya ringan, hipotensi simtomatik dapat terjadi, terutama
pada pasien dengan deplesi cairan (missal yang mendapat
diuretik dosis tinggi), hiperkalemia kadang-kadang dapat
terjadi, angiodema juga dapat terjadi.
f. Kontraindikasi :
Kehamilan
g. Interaksi :
Meningkatkan efek/toksisitas : kadar valsartan dalam darah
ditingkatkan oleh simetidin dan monoksidin. Penggunaan bersama
garam/suplemen kalium, ko-trimoksazol (dosis tinggi), inhibitor
ACE dan diuretik hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren)
dapat meningkatkan resiko hiperkalemia. Menurunkan efek:
fenobarbital, ketokonazol, troleandomisin, sulfafenazol.
h. Profil farmakokinetik :
Distribusi Vd : 17 L (dewasa). Protein binding (ikatan obat dengan
protein) : 95%, terutama albumin. Metabolisme : menjadi bentuk
metabolit inaktif. Bioavailability : 25% (10% hingga 35%). T½
eliminasi : 6 jam. Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum : 2-4
jam. Ekskresi : Feses (83%) dan urin (13%) dalam bentuk obat
yang tidak berubah
KOMPOSISI
Tiap kapsul mengandung :
Ubidecarenone 100 mg L-Carnitine 500 mg Vitamin E 100 iu Asam Folat 800 mcg
BAHAN TAMBAHAN
Gelatin, Glycerin, Sorbitol, Methylparaben, Propylparaben
Titanium Dioxide, Ethyl vanillin, Edicol Tartrazine
KEGUNAAN
Memelihara kesehatan jantung
PETUNJUK PEMAKAIAN
Sehari 1 kapsul lunak
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan, S.G. (Ed.), dkk., 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5,
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, Jakarta.
2. Sukandar, Elin Yulinah, Retnosari Andrajati, Jeseph I Sigit, I Ketut
Adnyana, dan Kusnandar. ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan,
Jakarta. 2008.
3. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya Edisi 6. PT. Elex Media
Komputindo Gramedia, Jakarta, 2007.
4. Anonim. 2011. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 10
2010/2011. PT Medidata Indonesia. Jakarta.
5. Katzung, B. G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi VI. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
6. Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Pamela, C.C. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Widya Medika.
7. Anonim. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000.
DEPKES RI. Jakarta.
8. Misanadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna. Pustaka
Populer Obor. Jakarta.