· pdf file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas kkm kepada siswa meskipun...
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya dengan berkat dan rahmat-Nya, maka Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia
Volume 9 Nomor 2 tahun 2015 berhasil diterbitkan. Jurnal ini hadir di hadapan
pembaca sebagai wadah bagi penulisan hasil pemikiran dan penelitian di bidang
pengembangan mutu pendidikan khususnya pendidikan kimia.
Rasa terima kasih kami sampaikan kepada para penulis atas kontribusinya
yang berupa artikel terhadap penerbitan edisi ini. Kami berharap agar para peneliti,
akademisi, pengamat, dan praktisi di bidang pendidikan kimia dapat berpartisipasi
menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya yang dituangkan dalam
bentuk tulisan dan dimasukkan ke dalam jurnal ini. Kontribusi penulis berupa saran
atau solusi yang komprehensif dan mendalam diharapkan dapat dikembangkan
berdasarkan pengamatan atau pengalaman hasil refleksi terhadap permasalahan
dan kenyataan di lapangan. Kita dapat secara bersama-sama mewujudkan
peningkatan mutu dan relevansi pendidikan melalui semangat pengabdian, rasa
kepemilikan, dan tekad untuk memajukan pendidikan di tanah air.
Semoga kehadiran jurnal ini dapat memacu pemikiran-pemikiran yang
menggali hingga ke akar permasalahan dan bermanfaat bagi semua pihak yag
bergerak di bidang pendidikan. Kritik dan saran bagi penyempurnaan penerbitan
jurnal ini dimasa yang akan datang dapat disampaikan kepada Dewan Penyunting
yang dengan senang hati menerima dan menjadikannya sebagai masukan untuk
meningkatkan mutu jurnal.
Ketua Penyunting
DAFTAR ISI
APLIKASI MODEL JIGSAW DALAM PEMBELAJARAN KIMIA MATERI pH LARUTAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA Siti Istijabatun (1517-1527)
PENERAPAN MODEL LEARNING START WITH A QUESTION BERPENDEKATAN ICARE PADA HASIL BELAJAR Dheni Nur Haryadi1)* dan Sri Nurhayati2) (1528-1537) HASIL BELAJAR BERBANTUAN SMALL NOTES PADA METODE PREVIEW QUESTION READ SUMMARIZE TEST Luthfia Rizqy Amalia* dan Eko Budi Susatyo (1538-1546) PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN LARUTAN BERPENDEKATAN PBL UNTUK MENINGKATKAN KGS INFERENSIAL LOGIKA Deni Ardiyanti* dan Sudarmin (1547-1555)
KONTRIBUSI PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP JIWA KEWIRAUSAHAAN SISWA Rohayati*, Woro Sumarni dan Nanik Wijayati (1556-1565)
PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK BERBANTUAN E-LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA Nur Jannatu Na’imah*, Supartono dan Sri Wardani (1566-1574) PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN AUTENTIK UNTUK MENGUKUR KOMPETENSI PESERTA DIDIK MATERI SENYAWA HIDROKARBON Nino Nurjananto* dan Ersanghono Kusumo (1575-1584) PENGEMBANGAN MODUL LARUTAN PENYANGGA BERORIENTASI CHEMOENTREPRENEURSHIP (CEP) UNTUK KELAS XI SMA/MA Ita Masithoh Wikhdah*, Sri Susilogati Sumarti, Sri Wardani (1585-1595) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani (1596-1606) PENGEMBANGAN MEDIA FLASH BERBASIS PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA Indah Triana Aprillia*, Murbangun Nuswowati, Endang Susilaningsih (1607-1616)
Siti Istijabatun, Aplikasi Model Jigsaw Dalam Pembelajaran Kimia …. 1517
APLIKASI MODEL JIGSAW DALAM PEMBELAJARAN KIMIA MATERI pH LARUTAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI
DAN HASIL BELAJAR SISWA
Siti Istijabatun SMA Negeri 1 Pegandon, Jalan Raya Putat Pegandon, Kendal, Kode Pos 51357
Email: [email protected]
ABSTRAK
Dalam rangka meningkatkan keberhasilan siswa untuk mencapai kompetensi yang diharapkan, perlu dilakukan inovasi dalam pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah menggunakan Model Pembelajaran Jigsaw. Pembelajaran dengan model Jigsaw merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan tim ahli, yaitu tim yang bertugas untuk membahas suatu konsep tertentu untuk dijelaskan kepada anggota kelompok semula. Model pembelajaran Jigsaw menuntut siswa untuk kreatif, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan kelompoknya. Dalam penelitian ini, diamati bagaimana motivasi dan hasil belajar kimia siswa setelah mengalami pembelajaran dengan menggunakan model Jigsaw. Penelitian ini terdiri atas 2 siklus. Pada setiap akhir siklus dilakukan tes untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa. Validasi data dilakukan oleh teman sejawat. Indikator kinerja pada penelitian ini adalah meningkatnya jumlah siswa yang mencapai KKM mata pelajaran kimia sekurang-kurangnya sebesar 72% secara klasikal pada akhir siklus I di kelas XI IPA3 SMA N 1 Pegandon. Hasil penelitian menunjukkan siswa yang mencapai KKM mengalami peningkatan yakni dari 58,8% sebelum menggunakan model Jigsaw menjadi 61,8% setelah menggunakan model Jigsaw pada siklus I dan 73,5 % pada siklus II. Selain itu juga terdapat peningkatan motivasi siswa dalam belajar kimia yang diukur melalui observasi dan wawancara. Kata Kunci: model jigsaw, pembelajaran kimia, materi pH larutan
ABSTRACT
In order to increase student success in achieving the expected competencies, need innovations in learning. One of them by using Jigsaw Learning Model. Learning with Jigsaw model is a model of learning which involves a team of experts, the team assigned to discuss a certain concept to be explained to members of the original group. Jigsaw learning model requires students to be creative, have high curiosity as well as having responsibility for himself and his group. In this study, it was observed how the chemistry motivation and learning outcomes of students after studied by using Jigsaw model. This study consisted of two cycles. At the end of every cycle carried out tests to determine the level of student understanding. Validation of data is conducted by peer review. The performance indicators in this study is the increasing number of students who reach minimum critreria achievement (KKM) on chemistry subjects of at least 72% in the classical style at the end of the first cycle in class XI IPA3 SMA N 1 Pegandon. Results showed that students who achieve the KKM has increased from 58.8% before using Jigsaw model became 61.8% after using Jigsaw model in the first cycle and 73.5% in the second cycle. Also there is an increase in students' motivation to learn chemistry as measured through observation and interviews. Keywords: jigsaw models, chemistry learning, material solution pH
PENDAHULUAN
SMA Negeri 1 Pegandon merupakan
salah satu sekolah menengah yang berada
di Kabupaten Kendal. Dalam berbagai hal,
baik dari segi fasilitas, sarana prasarana,
maupun mutu akademik dan non akademik
1518 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1517 - 1527
selalu diupayakan untuk diadakan
peningkatan. Dalam hal sarana dan
prasarana, sekolah sudah mulai
membangun laboratorium IPA secara
terpisah yang awalnya masih bergabung
dalam satu ruangan, laboratorium fisika,
kimia dan biologi. Fasilitas perpustakaan
juga semakin ditingkatkan dengan
menambah buku-buku referensi
pembelajaran. Bidang non akademik
dikembangkan dengan cara menyeleksi
siswa-siswa yang memiliki prestasi di
bidang non akademik untuk selanjutnya
mendapatkan bimbingan yang lebih intensif,
sedangkan untuk peningkatan mutu
akademik salah satunya dilakukan dengan
diadakannya penelitian dalam bidang
pendidikan terutama penelitian tindakan
kelas untuk mengatasi masalah
pembelajaran yang ditemui di kelas.
Setiap sekolah pasti menginginkan
siswanya lulus 100% dalam menempuh
ujian akhir nasional, sehingga perlu
dilakukan berbagai upaya untuk
mencapainya. Mata pelajaran kimia
merupakan salah satu mata pelajaran yang
menjadi ciri khas jurusan IPA di tingkat SMA
yang tentu harus dipersiapkan dengan
maksimal dari segi pemahaman materinya,
sehingga akan diperoleh hasil akhir yang
maksimal. Kriteria kelulusan saat ini tidak
hanya tergantung pada perolehan nilai hasil
ujian nasional saja, tetapi dipengaruhi oleh
nilai sekolah yang terdiri atas nilai raport
semester 3, 4 dan 5 serta nilai ujian sekolah.
Oleh karena itu perlu dicari cara agar
perolehan nilai bisa maksimal terutama
pada semester yang nilainya akan
mempengaruhi kelulusan.
Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu
Pengetahuan Alam yang membahas tentang
susunan (struktur), perpindahan atau
perubahan bentuk dan energetika zat. Untuk
mempelajari ilmu kimia di sekolah
diperlukan keterampilan dan penalaran
(Wiwit, et al., 2012). Berdasarkan kurikulum
2004 (GBPP kimia), fungsi pembelajaran
kimia di SMA antara lain, memberikan
dasar-dasar kimia untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan di pendidikan tinggi dan
sebagai bekal untuk hidup di masyarakat,
mengembangkan keterampilan life skill,
mengembangkan sikap dan menimbulkan
nilai yang berguna dalam kehidupan sehari-
hari.
Sebagaimana diketahui bahwa
karakteristik materi kimia yang berbeda
dengan pelajaran lain menjadikan ilmu kimia
merupakan salah satu pelajaran yang relatif
sulit bagi siswa saat ini. Atas dasar inilah
maka dituntut kemampuan dan keterampilan
seorang guru untuk mampu menciptakan
suatu pembelajaran yang sesuai dengan
kondisi siswa dan konsep karakteristik ilmu
kimia yang dibelajarkan. Tujuannya adalah
agar siswa termotivasi dan aktif dalam
belajar sehingga hasil belajar siswa akan
meningkat sesuai dengan yang diharapkan
(Ismail, et al., 2013). Mengingat bahwa saat
ini kelulusan siswa juga dipengaruhi oleh
perolehan nilai pada semester-semester
sebelumnya, maka peneliti mempunyai
harapan yang besar agar nilai yang
diperoleh siswa bisa maksimal, serta
motivasi belajarnya meningkat. Hal ini tentu
harus melalui proses untuk mencapainya,
bukan sekedar memberikan nilai tanpa
melakukan tindakan sebagai proses untuk
Siti Istijabatun, Aplikasi Model Jigsaw Dalam Pembelajaran Kimia …. 1519
memperolehnya, sehingga tidak ada
plesetan istilah “ngaji” atau ngarang biji
(bahasa jawa), yang maksudnya
memberikan nilai di atas KKM kepada
siswa meskipun pada kenyataannya siswa
belum memperoleh nilai itu. Dari data nilai
ulangan harian pada kompetensi dasar pada
tahun pelajaran 2013/2014 pada kelas XI
IPA3 menunjukkan hanya 20 siswa yang
nilainya mencapai KKM dari 34 siswa dalam
kelas tersebut. Ini berarti siswa yang
mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada
penelitian ini dipilih konsep menghitung pH
larutan, karena merupakan konsep yang
tidak lepas dari hitungan, sementara
kemampuan dan kemauan siswa untuk
menyelesaikan soal-soal hitungan masih
rendah. Hal ini disebabkan miskonsepsi
mengenai materi kimia yang melibatkan
hitungan masih sering terjadi. Selain itu
konsep menghitung pH larutan ini juga
merupakan salah satu kompetensi dasar
yang dipelajari pada semester 4 yang pada
akhirnya hasil belajar akan dilaporkan
sebagai salah satu komponen nilai sekolah.
Perilaku siswa yang kurang mandiri dan
cenderung bergantung pada guru menurut
peneliti merupakan salah satu
penyebabnya. Suasana yang kondusif serta
strategi pembelajaran baru yang inovatif dan
menarik akan berpengaruh pada motivasi
belajar siswa. Motivasi sangat penting
perannya dalam proses dan perolehan hasil
belajar. Siswa yang memiliki motivasi yang
tinggi biasanya akan memperoleh hasil yang
maksimal. Hal ini mungkin disebabkan
karena metode pembelajaran yang
dilakukan oleh guru masih konvensional,
yaitu ceramah dan tanya jawab. Metode ini
menuntut siswa untuk diam dan
memperhatikan penjelasan guru saja,
sehingga kejenuhan akan terjadi dan
mendorong siswa untuk melakukan hal-hal
di luar kegiatan pembelajaran. Sekilas
memang kondisi yang seperti ini tampak
kondusif, karena siswa diam dan
memperhatikan, akan tetapi aktivitas yang
dilakukan siswa bisa saja lepas dari
pengamatan guru misalnya diam-diam
bermain handphone, berbincang-bincang
atau bahkan tidur saat guru sedang
menjelaskan.
Fenomena yang terjadi dan dialami
sendiri oleh peneliti ini menuntut inovasi
pembelajaran yang lebih inovatif sehingga
membuat pelajaran kimia menjadi menarik.
Salah satu caranya adalah dengan
mengubah model pembelajaran yang lebih
menuntut kemandirian siswa untuk belajar
memecahkan masalah tanpa tergantung
dari penjelasan guru. Metode pembelajaran
konvensional terbukti kurang efektif untuk
membantu siswa menguasai pemahaman
menyeluruh terhadap suatu konsep (Yip,
2001). Berbagai hasil penelitian me-
rekomendasikan penggunaan metode
pembelajaran yang terpusat pada pelajar
(Acar dan Tarhan, 2008; Doymus, 2008;
Frailich, et al., 2009; Ozmen 2008; Ozmen,
et al., 2009). Beberapa bentuk pembelajaran
yang terpusat pada pembelajar diantaranya
pembelajaran kooperatif, diskusi kelompok,
peta konsep, perubahan konseptual,
pemecahan masalah, pendekatan ber-
orientasi inkuiri, pembelajaran eksperi-
mental, diskusi kelas, simulasi, metode studi
kasus, studi lapangan, tugas pustaka,
pembelajaran berbantuan komputer, dan
1520 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1517 - 1527
pekerjaan rumah (Chang dan Tsai 2005;
Larsson 2009). Pembelajaran kooperatif
merupakan metode pembelajaran yang
mensyaratkan siswa bekerja dalam
kelompok kecil yang terstruktur untuk
mencapai tujuan bersama (Doymus, 2008;
Hennesy dan Evans 2006; Johnson, et al.,
2007; O’leary dan Griggs 2010). Melalui
pembelajaran kooperatif, siswa dapat
dirangsang untuk berpikir, belajar, dan
menikmati pembelajaran bersama dengan
teman sekelompoknya (O’leary dan Griggs
2010; Lafont, et al., 2007). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif efektif dalam merangsang
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dan
untuk meningkatkan hasil pembelajaran baik
kognitif, afektif, maupun psikomotorik
(Abdullah dan Shariff 2008). Selain itu,
bekerja dalam kelompok akan meningkatkan
kompetensi sosial siswa, meningkatkan
kemampuan bekerja dalam tim dan
meningkatkan hasil belajar (Bratt, 2008;
Lafont, et al., 2007; Thurston, et al., 2010).
Metode pembelajaran kooperatif yang
dilaporkan efektif menurut beberapa
penelitian adalah metode pembelajaran
kooperatif jigsaw (Doymus, 2008; Doymus,
et al., 2010; Bratt 2008; Chang, et al., 2010;
Frailich, et al., 2009; Kelly dan Jones 2007;
Kim, et al., 2007; Ozmen, et al., 2009;
Ploetzner, et al., 2009). Dalam penelitian ini,
pembelajaran kimia materi pH larutan
dilakukan dengan metode pembelajaran
kooperatif jigsaw. Metode ini merupakan
metode yang terstruktur dan melibatkan
strategi kooperatif yang dapat
menghindarkan masalah-masalah yang
dapat timbul dalam pembelajaran yang
didesain berkelompok (Doymus, et al.,
2010). Pembelajaran kooperatif jigsaw terdiri
atas empat langkah utama yaitu
pendahuluan, eksplorasi terfokus, laporan
dan penegasan, dan integrasi dan evaluasi,
sebagaimana dikembangkan pertama kali
oleh Aronson, et al., (1978). Dalam
pembelajaran kooperatif jigsaw, siswa
bekerja dalam tim yang heterogen dan
diberikan tugas untuk membaca beberapa
bab atau unit yang berbeda yang harus
menjadi fokus perhatian masing-masing
anggota tim saat mereka membaca. Setelah
semua siswa selesai membaca, siswa dari
tim yang berbeda yang mempunyai fokus
topik yang sama bertemu dalam kelompok
ahli untuk mendiskusikan topik mereka.
Para ahli tersebut kemudian kembali kepada
kelompok mereka dan secara bergantian
mengajari teman satu kelompoknya
mengenai topik yang mereka pelajari. Yang
terakhir adalah para siswa menerima
penilaian yang mencakup seluruh topik.
Kunci pada metode ini adalah
interdepedensi yaitu tiap siswa bergantung
kepada teman satu timnya yang dapat
memberikan informasi yang diperlukan
supaya dapat berkinerja baik pada saat
penilaian. Dalam artikel ini, motivasi dan
hasil belajar siswa pada konsep pH larutan
diuraikan secara detail. Model pembelajaran
jigsaw ini menuntut siswa untuk
bertanggung jawab atas pemahaman
konsep yang harus dikuasai oleh teman
dalam kelompoknya yang mendapatkan
tugas berbeda dengannya. Dengan kata
lain, model pembelajaran jigsaw ini
mempunyai karateristik bahwa tanggung
jawab belajar adalah pada siswa. Oleh
Siti Istijabatun, Aplikasi Model Jigsaw Dalam Pembelajaran Kimia …. 1521
karena itu siswa harus membangun
pengetahuan, tidak hanya sekedar
menerima bentuk jadi dari guru. Pola
komunikasi guru-siswa adalah negosiasi
dan bukan imposisi-intruksi (Slavin, 2008).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
Januari sampai dengan April 2014 di SMA
Negeri 1 Pegandon kabupaten Kendal.
Penelitian ini dilaksanakan pada kelas XI
IPA 3 yang berjumlah 34 siswa yang terdiri
atas 26 siswa perempuan dan 8 siswa laki-
laki. Karena motivasi belajar kimia yang
masih rendah, seperti masih banyaknya
siswa yang tidak mengerjakan tugas atau
pekerjaan rumah, kurangnya latihan/ melatih
diri untuk mengerjakan soal, serta perolehan
nilai pada ulangan sebelumnya masih
sangat rendah, yaitu hanya 58,8% siswa
yang mencapai KKM.
Karena subyek penelitian adalah siswa
maka sumber data diperoleh dari siswa
dengan segala macam bentuk kegiatan
yang dilaksanakan di kelas, seperti hasil
pengamatan atau penilaian aktivitas siswa
selama proses pembelajaran sebagai
indikator motivasi dan hasil belajar siswa.
Selain itu juga data pengamatan dari guru
lain atau teman sejawat yang menjadi
observer dalam penelitian.
Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan teknik tes, observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Validasi data dalam
penelitian ini dilakukan melalui verifikasi
oleh guru lain yang mengampu
matapelajaran sama yaitu guru
matapelajaran kimia di SMA Negeri 1
Pegandon. Data yang diverifikasi meliputi
kisi-kisi, master soal, dan pedoman
penskoran. Analisis yang digunakan adalah
analisis deskriptif kualitatif, yaitu untuk
menganalisis hasil belajar dengan
membandingkan nilai tes setiap siklus
dengan indikator kinerja yaitu meningkatnya
jumlah siswa yang mencapai KKM. Selain
itu juga mendeskripsikan penggunaan
model jigsaw yaitu dengan memaparkan
hasil observasi dari lembar observasi dan
hasil wawancara.
Langkah-langkah model pembelajaran
jigsaw secara rinci adalah sebagai berikut
(Slavin, 2008): (a) siswa dikelompokkan ke
dalam 4 anggota tim, (b) tiap orang dalam
tim diberi bagian materi yang berbeda, (c)
anggota dari tim yang berbeda yang telah
mempelajari bagian/ sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok baru (kelompok
ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka,
(d) setelah selesai diskusi sebagai tim ahli
tiap anggota kembali ke kelompok asal dan
bergantian mengajar teman satu tim mereka
tentang sub bab yang mereka kuasai dan
tiap anggota lainnya mendengarkan dengan
sungguh-sungguh, (e) tiap tim ahli
mempresentasikan hasil diskusi, (f) guru
memberi evaluasi, dan (g) penutup
Pada penelitian ini, indikator kinerjanya
adalah meningkatnya jumlah siswa yang
mencapai KKM matapelajaran kimia dari
58,8 % menjadi sekurang-kurangnya
sebesar 72% secara klasikal pada akhir
siklus II di kelas XI IPA3 SMA N 1
Pegandon tahun 2013/ 2014. Selain itu juga
ada peningkatan motivasi siswa dalam
belajar kimia yang ditandai dengan
perubahan perilaku positif terhadap
1522 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1517 - 1527
matapelajaran kimia, seperti antusiasme
mengikuti pembelajaran kimia, mau
mengerjakan latihan-latihan soal dan selalu
mengerjakan tugas.
Penelitian ini menggunakan desain
penelitian tindakan kelas (PTK). PTK
didefinisikan sebagai suatu bentuk
penelitian yang bersifat reflektif dengan
melakukan tindakan-tindakan tertentu agar
dapat memperbaiki dan meningkatkan
praktik-praktik pembelajaran di kelas secara
profesional. PTK dilaksanakan dalam dua
siklus, yaitu proses tindakan pada siklus I
dan siklus II. Siklus I bertujuan untuk
mengetahui hasil belajar kimia konsep
larutan penyangga. Hasil yang diperoleh
pada siklus I digunakan sebagai refleksi
untuk melaksanakan tindakan pada siklus II.
Hasil proses tindakan pada siklus II
bertujuan untuk mengetahui peningkatan
pemahaman konsep hidrolisis garam
setelah dilakukan perbaikan dalam kegiatan
belajar mengajar yang didasarkan pada
refleksi siklus I. PTK dilaksanakan dalam
wujud proses pengkajian berdaur yang
terdiri atas empat tahap pada setiap
siklusnya yakni perencanaan, pelaksanaan
tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Hipotesis tidak lain adalah jawaban
sementara terhadap masalah penelitian
yang kebenarannya harus diuji secara
empiris. Berdasarkan pengertian hipotesis di
atas maka dapat dikemukakan hipotesis
bahwa model Jigsaw dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar kimia pada siswa
kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 pegandon
tahun 2013/ 2014.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil penelitian ini diperoleh dari
tahap pra-siklus, perlakuan tindakan siklus I,
dan tindakan siklus II. Data hasil penelitian
yang diperoleh berupa foto kegiatan, hasil
tes dan nontes. Hasil tes berupa angka hasil
perolehan nilai siswa pada ulangan harian
standar kompetensi perubahan energi pada
reaksi kimia dan cara pengukurannya, tes
siklus I dan tes siklus II (tidak ditampilkan
dalam artikel ini), sedangkan hasil non tes
berupa hasil observasi dan wawancara dari
beberapa siswa yang mewakili dari
kelompok motivasi (rendah, sedang, tinggi)
dan kelompok hasil belajar (rendah, sedang,
tinggi).
Hasil Tes
Tes siklus I dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui
kemampuan dalam memahami materi
larutan penyangga, dengan bentuk soal
uraian berjumlah 5 soal yang mencakup
indikator dalam kompetensi dasar larutan
penyangga. Tes siklus I ini dilaksanakan
pada tanggal 27 Februari 2014 yang diikuti
oleh 34 siswa dari kelas XI IPA3. Tes siklus
II yang dilaksanakan setelah selesai
pelaksanaan tindakan siklus II yaitu pada
tanggal 20 Maret 2014 dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa pada
materi hidrolisis garam yang dibuat dalam
bentuk soal uraian berjumlah 4 soal yang
mencakup indikator dalam kompetensi
dasar hidrolisis garam. Tingkat pemahaman
siswa dalam penelitian ini dibatasi pada
pemahaman ranah kognitif saja. Hasil tes
dikategorikan dalam dua kelompok yaitu
Siti Istijabatun, Aplikasi Model Jigsaw Dalam Pembelajaran Kimia …. 1523
kelompok nilai belum mencapai KKM (0 –
71) dan kelompok nilai mencapai KKM (72-
100). Perolehan hasil belajar tiap siklus
disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Grafik perolehan nilai tes kognitif tiap siklus
Gambar 1 memperlihatkan adanya
peningkatan jumlah siswa yang mencapai
KKM. Pada tahap pra-siklus, hanya 20 dari
34 siswa yang mencapai KKM. Setelah
dilakukan tindakan pada siklus I yaitu
dengan menggunakan model pembelajaran
jigsaw terjadi peningkatan jumlah siswa
yang mencapai KKM yaitu sebanyak 21
siswa dari 34 siswa yang ada. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan dari
58,8% pada tahap pra siklus menjadi 61,8%
siswa yang mencapai KKM.
Pada kegiatan siklus I tampaknya
masih ada beberapa tim ahli yang belum
bisa maksimal menyampaikan penjelasan
kepada anggota dalam kelompok awal
mereka, sehingga beberapa siswa masih
belum memahami indikator tertentu pada
kompetensi dasar hidolisis garam. Hal ini
menyebabkan beberapa siswa tersebut
belum tepat menjawab pertanyaan yang
mewakili indikator yang dimaksud.
Kelemahan ini dipikirkan
penyelesaiannya pada
tindakan siklus II.
Pada siklus II pelak-
sanaan tindakan dirancang
dengan menambah waktu
pelaksanaan kegiatan pem-
belajaran. Jika pada siklus I
hanya 7 jam pelajaran untuk
kegiatan pembelajaran
ditambah 2 jam untuk
pengambilan tes akhir siklus,
maka pada siklus II menjadi
8 jam pelajaran untuk
kegiatan pembelajaran
ditambah 2 jam pelajaran untuk
pengambilan tes akhir siklus. Hal ini
dilakukan agar kendala yang ditemui pada
siklus I dapat teratasi. Tim ahli mempunyai
waktu yang cukup untuk menjelaskan lebih
detail mengenai materi yang telah
didiskusikan bersama kelompok ahli, agar
pemahaman konsep bisa maksimal.
Gambar 1 memperlihatkan 25 siswa
telah berhasil memperoleh nilai di atas 72,
atau dengan kata lain sekitar 73,5% siswa
mencapai KKM. Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan hasil belajar siswa dari
siklus I ke siklus II. Kondisi ini memang
belum sesuai dengan keadaan ideal yaitu
secara klasikal 85% siswa mencapai KKM.
Akan tetapi peningkatan ini dapat dikatakan
sebagai keberhasilan PTK yang dilakukan
oleh peneliti dari segi hasil belajar karena
sudah melampaui indikator kinerja yang
1524 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1517 - 1527
100
47,06
23,53
47,06
97,06
58,82
35,29
52,94
0
20
40
60
80
100
Ju
mla
h s
isw
a (
%)
Siklus I
Siklus II
ditetapkan, yaitu sekurang-kurangnya 72%
siswa berhasil mencapai KKM.
Hasil Non Tes
Data non tes diperoleh dari hasil
observasi aktivitas siswa yang dilakukan
oleh peneliti selama kegiatan pembelajaran
berlangsung, hasil observasi kegiatan guru
dan siswa yang dilakukan oleh observer,
serta hasil wawancara terhadap beberapa
siswa yang mewakili dua kategori, yaitu
kategori motivasi dan kategori hasil belajar.
Hasil observasi aktivitas siswa disajikan
dalam Gambar 2.
Gambar 2. Grafik hasil observasi aktivitas siswa
Berdasarkan catatan harian peneliti,
pada pembelajaran sebelum menggunakan
model pembelajaran jigsaw, ada 10 sampai
15 siswa yang tidak mengerjakan tugas
yang diberikan, serta belum tampak
antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran yang ditandai dengan
keengganan berlatih mengerjakan soal-soal
latihan yang ada pada buku atau LKS. Hal
ini menurut peneliti merupakan indikasi
kurangnya rasa ingin tahu serta tanggung
jawab siswa.
Inovasi yang dilakukan oleh peneliti
adalah dengan menerapkan model
pembelajaran yang menuntut siswa untuk
lebih bertanggung jawab terhadap diri
sendiri dan orang lain (kelompoknya) serta
meningkatkan rasa ingin tahu dan
kerjasama antarsiswa. Model pembelajaran
yang diterapkan adalah model kooperatif
jigsaw. Setelah menggunakan model jigsaw
tampak pada siklus I dan siklus II
peningkatan aktivitas siswa sebagaimana
tampak pada Gambar 2.
Di kelas XI IPA3
sebagai subyek penelitian
tidak ditemukan permasalah-
an tentang kehadiran siswa,
sehingga tampak pada
siklus I maupun siklus II
kehadiran siswa 100%.
Hanya pada pelaksanaan
siklus II ada satu siswa yang
tidak bisa hadir pada salah
satu pertemuan karena
sakit. Hal ini tidak cukup
berpengaruh karena pada pertemuan-
pertemuan berikutnya siswa tersebut selalu
hadir dan mengikuti kegiatan pembelajaran.
Dari hasil observasi yang dilakukan
peneliti untuk mengamati aktivitas siswa
tampak terjadi peningkatan jumlah siswa
yang melakukan aktivitas bertanya maupun
menjawab pertanyaan dari siklus I ke siklus
II. Ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa
sebagai indikasi motivasi meningkat bila
dibandingkan dengan kondisi sebelum
menggunakan model jigsaw. Akan tetapi
Siti Istijabatun, Aplikasi Model Jigsaw Dalam Pembelajaran Kimia …. 1525
terjadi penurunan jumlah siswa yang
berpendapat pada saat presentasi dari
siklus I ke siklus II. Hal ini disebabkan pada
saat presentasi pada siklus II terjadi
interaksi yang baik antar anggota kelompok,
sehingga pertanyaan-pertanyaan yang
terlontar telah berhasil dijawab dengan
tepat. Hasil observasi yang dilakukan oleh
observer (kolaborator) menunjukkan bahwa
terjadi interaksi yang baik antar siswa pada
saat diskusi maupun presentasi. Bahkan
pada siklus II tampak siswa semakin
percaya diri pada saat diskusi dan
presentasi. Guru hanya berperan sebagai
moderator dan fasilitator.
Wawancara menunjukkan bahwa data
dari kategori hasil belajar siswa yang
memperoleh nilai tinggi dan sedang
mengatakan mereka senang dengan model
pembelajaran jigsaw karena lebih
memahami materi sehingga perolehan hasil
belajarnya juga baik. Siswa dengan nilai
rendah mengatakan bahwa dia senang
dengan pembelajaran jigsaw tetapi belum
cukup bisa secara maksimal memahami
materi. Sedangkan hasil wawancara siswa
dari kategori motivasi menunjukkan bahwa
semua siswa merasa senang dan enjoy
dengan pembelajaran model jigsaw karena
mereka merasa lebih termotivasi dan
menjadi lebih bertanggung jawab terhadap
tugas yang diberikan oleh guru. Dari data
yang diperoleh melalui lembar observasi
maupun wawancara menunjukkan bahwa
setelah pembelajaran menggunakan model
jigsaw motivasi belajar siswa meningkat jika
dibandingkan dengan pembelajaran
sebelumnya dengan metode ceramah dan
tanya jawab.
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
sebagai salah satu strategi alternatif yang
dapat diterapkan di kelas untuk mengatasi
permasalahan kesulitan belajar siswa.
Secara praktis hasil penelitian ini
bermanfaat baik bagi siswa maupun guru.
Siswa merasakan suasana belajar baru
yang lebih menarik karena dilibatkan secara
langsung dalam proses pembelajaran,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar. Sedangkan bagi
guru memberikan manfaat karena dapat
mengembangkan diri pada perencanaan,
pelaksanaan, serta evaluasi pembelajaran
dengan menggunakan strategi pem-
belajaran yang bervariasi, tidak hanya
menggunakan papan tulis dan kapur saja
seperti pada pembelajaran konvensional.
Bagi sekolah, sekiranya hasil penelitian ini
dapat digunakan untuk memotivasi para
guru untuk terus mengembangkan diri
dengan melakukan penelitian tindakan kelas
menggunakan strategi pembelajaran yang
inovatif, sehingga strategi pembelajaran
akan terus berkembang demi kemajuan
dunia pendidikan di Indonesia.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa: (1) motivasi belajar
siswa kelas XI IPA3 SMA Negeri 1
Pegandon meningkat setelah mengalami
pembelajaran dengan model jigsaw. Hal ini
tampak pada peningkatan aktivitas serta
tanggung jawab siswa dalam kegiatan
pembelajaran siklus I dan siklus II. (2)
model pembelajaran jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI
1526 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1517 - 1527
IPA3 tahun pelajaran 2013/ 2014. Hal ini
tampak dari tahap pra siklus yang hanya
58,8% siswa yang mencapai KKM menjadi
61,8% pada siklus I dan meningkat menjadi
73,5% pada siklus II.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih
kepada Drs. Utomo, M.Pd. atas bimbingan
dan masukan dalam pelaksanaan penelitian
tindakan kelas ini. Peneliti juga
mengucapkan terima kasih kepada Sri
Kadarwati, M.Si. atas masukannya dalam
penulisan artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah S. dan Shariff A., 2008, The
Effects of Inquiry-Based Computer Simulation with Cooperative Learning on Scientific Thinking and Conceptual Understanding of Gas Laws, Eurasia Journal Mathematics Science and Technology Education, Vol 4, No 4, Hal: 387–398.
Acar, B. dan Tahran, L., 2008, Effect of Cooperative Learning on Students’ Understanding of Metallic Bonding, Research Science Education, Vol 38, No 4, Hal: 401-420.
Aronson E., Stephen C., Sikes J., Blaney N. dan Snapp M., 1978, The Jigsaw Classroom, Sage Beverly Hills.
Bratt C., 2008, The Jigsaw Classroom Under Test: No Effect on Intergroup Relations Evident, Journal of Community and Applied Social Psychology, Vol 18, Hal: 403–419.
Chang C.Y., Tsai C.C., 2005, The Interplay Between Different Forms Of CAI And Students’ Preferences of Learning Environment in The Secondary Science Class, Science Education, Vol 89, No 5, Hal: 707–724.
Chang H., Quintana C., Krajcik J.S., 2010, The Impact of Designing and Evaluating Molecular Animations on How Well Middle School Students Understand The Particulate Nature of Matter, Science Education Vol 94, Hal: 73–94.
Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Undang-undang Sisdiknas, Jakarta: Diknas 2004, GBPP Program Pengajaran Kimia, Jakarta : Depdiknas
Doymus, K., 2008, Teaching Chemical Bonding Through Jigsaw Cooperative Learning, Research in Science Technological Education, Vol 26, No 1, Hal: 45-47.
Doymus, K., Karacop, A. dan Simsek, U., 2010, Effects of Jigsaw and Animation Techniques on Students’ Understanding of Concepts and Subjects in Electrochemistry, Educational Technology Research and Development, Vol 58, No 6, Hal: 671-691.
Frailich, M., Kesner, M. dan Hofstein, A., 2009, Enhancing Students’ Understanding of The Concepts of Chemical Bonding by Usng Activities Provided on an Interactive Website, Journal of Research in Science Teaching, Vol 46, No 3, Hal: 289-310.
Hennessy, D. dan Evans R., 2006, Small-group Learning in The Community College Classroom, Community College Enterprise, Vol 12, No 1, Hal: 93–109.
Ismail, M., Laliyo, L. dan Alio L., 2013, Meningkatkan Hasil Belajar Ikatan Kimia Dengan Menerapkan Strategi Pembelajaran Peta Konsep Pada Siswa Kelas X di SMA Negeri I Telaga; Inovasi Penelitian, Pendidikan dan Pembelajaran Sains, Jurnal Entropi, Volume 3, No 1, Hal: 520-529.
Johnson D.W., Johnson R.T. dan Smith K., 2007, The State of Cooperative Learning in Postsecondary And Professional Settings, Educational Psychology Review, Vol 19, No 1, Hal:15–29.
Siti Istijabatun, Aplikasi Model Jigsaw Dalam Pembelajaran Kimia …. 1527
Kelly R.M. dan Jones L.L, 2007, Exploring
How Different Features of Animations of Sodium Chloride Dissolution Affect Students’ Explanations, Journal Science Education and Technoogy, Vol 16, Hal: 413–429.
Kim S., Yoon M., Whang S.M, Tversky B. dan Morrison J.B., 2007, The Effect of Animation on Comprehension and Interest, Journal of Computer Assisted Learning, Vol 23, Hal: 260–270.
Lafont L., Proeres M. dan Vallet C., 2007, Cooperative Group Learning on a Team Game: Role of Verbal Exchanges Among Peers, Social Psychology of Education, Vol 10, Hal: 93–113.
Larsson E.K., 2009, Simulation Training of Boat Handling: Contributions of Problem Solving Style, Spatial Ability, And Visualization, Disertasi tidak dipublikasikan, Universitas Fordham, Amerika Serikat.
O’Leary N. dan Griggs G., 2010, Researching The Pieces of A Puzzle: The Use of A Jigsaw Learning Approach in The Delivery of Undergraduate Gymnastics, Journal of Further and Higher Education, Vol 34, Vol 1, Hal: 73–81.
Ozmen, H., 2008, The Influence of Computer-Assisted Instruction on Students’ Conceptual Understanding of Chemical Bonding and Attitude Toward Chemistry: a case for Turkey, Computers and Education, Vol 51, Hal: 423-438.
Ozmen, H., Demircioglu, H. dan Demircioglu, G., 2009, The Effects of Conceptual Change Texts Accompanied with Animations on Overcoming 11
th Grade Students’
Alternative Conceptions of Chemical Bonding, Computers and Education, Vol 52, Hal: 681-695.
Ploetzner R., Lippitsch S., Galmbacher M., Heuer D. dan Scherrer S., 2009, Students’ Difficulties in Learning From Dynamic Visualisations and How They May Be Overcome, Computers in Human Behaviour, Vol 25, Hal: 56–65.
Rumansyah dan Irhasyuarna, Y., 2002, Penerapan Metode Latihan Berstruktur dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Persamaan Kimia, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol 35, No 8, Hal: 172.
Slavin, R.E., 2008, Cooperative Learning, Bandung: Nusa Media.
Thurston A., Topping K.J., Tolmie A., Christie D., Karagiannidou E. dan Murray P., 2010, Cooperative Learning in Science: Follow-Up From Primary to High School, International Journal of Science Education, Vol 32, No 4, Hal: 501–522.
Wiwit, Amir H., dan Putra D.D., 2012, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Dengan Dan Tanpa Penggunaan Media Animasi Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Negeri 9 Kota Bengkulu, Jurnal Exacta, Vol 10, No 1, Hal: 71-78.
Yip, D.Y., 2001, Promoting The Development of a Conceptual Change Model of Science Instruction in Prospective Secondary Biology Teachers, International Journal of Science Education, Vol 23, Hal: 755-770.
1528 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1528 - 1537
PENERAPAN MODEL LEARNING START WITH A QUESTION BERPENDEKATAN ICARE PADA HASIL BELAJAR
Dheni Nur Haryadi1)* dan Sri Nurhayati2) 1SMK N 1 Karanganyar, Surakarta
Jl. RW Monginsidi Karanganyar, Surakarta 2Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan besar kontribusi pengaruh model learning start with a question berpendekatan ICARE pada hasil belajar. Desain penelitian yang digunakan adalah posttest only control design. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Kelas XI IPA 4 sebagai kelas kontrol dan kelas XI IPA5 sebagai kelas eksperimen. Metode pengumpulan data adalah tes, observasi, dokumentasi, dan angket. Hasil postes menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata sebesar 81,53, sedangkan kelas kontrol memiliki nilai rata-rata sebesar 77,60. Hasil uji pengaruh antar variabel menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi biserial 0,4407 dan koefisien determinasi 19,42 %. Nilai afektif, nilai psikomotorik, dan nilai angket dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan hasil belajar afektif dan psikomotorik kelas eksperimen lebih baik dari hasil belajar afektif dan psikomotorik kelas kontrol. Penerapan model learning start with a question berpendekatan ICARE memperoleh respon setuju dari siswa. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa model learning start with a question berpendekatan ICARE berpengaruh positif pada hasil belajar dan besarnya kontribusi pengaruh 19,42 %.
Kata kunci: hasil belajar, model learning start with a question, pendekatan ICARE
ABSTRACT
This research aims to determine the influence and contribution value of learning start with a question model based ICARE approach on learning outcomes. Study design is posttest only control design. Sampling technique is used cluster random sampling. Class of XI IPA 4 as the control group and XI IPA 5 as the experiment group. Data collection methods are test, observation, documentation, and questionnaires. Posttest result showed that the average value in experiment group was 81,53 while the average value in control group was 77,60. Result of affecting among variable test show that biserial correlation coefficient value was 0,4407 and determination coefficient was 19,42 %. Affective value, psycomotoric value, and questionnaires value were analyzed by descriptive method. Result of descriptive analysis show that experiment group of affective and psycomotoric learning outcomes had better than control. Implementation of learning start with a question model based on ICARE approach get agreement from students. The research results concluded that the learning start with a question model based on ICARE approach get positive influence to learning outcome and contribution value was 19,42 %.
Keywords: learning products, learning start with question model, ICARE approach
PENDAHULUAN
Keaktifan belajar siswa akan
mempengaruhi hasil belajar siswa. Siswa
harus berperan aktif dalam mengkonstruksi
dan menerapkan pengetahuan. Jika siswa
hanya pasif dalam menerima materi dari
guru, ada kecenderungan siswa dapat lupa
pada materi yang telah dipelajari.
Pembelajaran yang optimal memungkinkan
hasil belajar yang optimal (Sudjana, 2009).
Dheni Nur Haryadi1)
* dan Sri Nurhayati2)
, Penerapan Model Learning Start With …. 1529
Agar mampu mengaktifkan siswa, guru
harus memilih dan menerapkan metode
pembelajaran yang inovatif dan mampu
mengaktifkan belajar siswa (Solikhah, et al.,
2012). Jadi, untuk mengaktifkan proses
belajar siswa diperlukan pembelajaran aktif.
Pembelajaran aktif mampu meng-
aktifkan siswa dengan berbagai kegiatan
belajar. Pembelajaran aktif ditunjukkan
melalui aktivitas belajar siswa seperti
berbicara dan mendengarkan, membaca,
menulis, dan merefleksikan apa yang telah
dipelajari (Kennedy, 2007). Siswa dapat
mempraktikan keterampilan penting dan
menerapkan pengalaman baru yang
dimilikinya melalui pembelajaran aktif ini
(Salman, 2009). Adanya pembelajaran aktif
membuat siswa untuk meningkatkan
interaksi antar siswa atau siswa dengan
guru sehingga pembelajaran menjadi
menyenangkan (Cahyono dan Sulistyo,
2014). Interaksi antar siswa maupun siswa
dengan guru sangatlah penting agar siswa
memperoleh pengalaman dalam belajar
(Arai dan Handayani, 2012)
Ilmu kimia yang dipelajari tidak hanya
menitikberatkan pada hal yang bersifat
pemahaman konseptual, tetapi harus diikuti
pula dengan mengaplikasikan suatu konsep.
Siswa cenderung dalam mempelajari kimia
dengan cara menghafal daripada
mengkonstruksi pengetahuan (Melati, 2010).
Agar proses belajar siswa pada materi kimia
tidak dijadikan sebagai ilmu konsep yang
hanya dihafalkan saja, perlu adanya
pembelajaran kimia yang penerapannya
dapat diaplikasikan pada kehidupan. Hasil
studi awal di salah satu SMA wilayah
Kabupaten Purbalingga, pembelajaran kimia
masih menerapkan pembelajaran teacher
centered. Sering kali siswa hanya mem-
fokuskan pada materi apa yang dijelaskan
oleh guru dengan metode ceramah. Selama
ini siswa belum aktif dalam membangun
pengetahuan dan menerapkan penge-
tahuannya dalam kehidupan. Kondisi ini
mengakibatkan hasil belajar kimia belum
sesuai yang diharapkan. Seharusnya dalam
pembelajaran kimia, siswa perlu dilibatkan
aktif dalam membangun pengetahuan dan
bisa menerapkan pengetahuannya dalam
pemecahan di kehidupan nyata.
Learning start with a question
merupakan salah satu pembelajaran aktif
yang dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk aktif dalam belajar
melalui bertanya di awal pembelajaran.
Pertanyaan yang diajukan siswa berkaitan
dengan materi yang akan dipelajari. Siswa
perlu membaca materi terlebih dahulu pada
materi yang akan dipelajari dengan tujuan
agar siswa memiliki pengetahuan awal pada
materi yang akan dipelajari (Solikhah, et al.,
2012). Keaktifan bertanya di awal
pembelajaran bertujuan agar siswa dapat
termotivasi untuk menggali lebih dalam pada
materi yang dibaca dan melatih keberanian
siswa dalam bertanya. Jika siswa mengikuti
pembelajaran di kelas tanpa rasa ingin tahu
dan tanpa mengajukan pertanyaan, kegiatan
belajar tersebut bersifat pasif (Halim, et al.,
2013). Bertanya dalam pembelajaran dapat
mengembangkan minat dan motivasi siswa
untuk aktif dalam belajar, menilai kesiapan
siswa, mengembangkan keterampilan
berpikir kritis, dan mengingat pengetahuan
sebelumnya (Akinsola dan Olowojaiye,
2008).
1530 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1528 - 1537
Pendekatan ICARE merupakan
pendekatan yang memberikan kemudahan
untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
telah dipelajari siswa di kehidupan nyata.
Pendekatan ICARE memiliki lima elemen
yaitu introduction (mengenal), connection
(menghubungkan), application (menerap-
kan), reflection (merefleksikan), dan
extension (memperluas). Pendekatan ini
dapat mengembangkan karakter pada diri
siswa (Nisya’ dan Muchlis, 2013).
Penguatan pembelajaran melalui penerapan
dan praktik dapat memberikan pengalaman
belajar yang bermakna bagi seseorang
(Wahyudin, et al., 2010). Jadi, proses belajar
siswa tidak hanya mengedepankan
perolehan materi, tetapi perlu adanya
penerapan dalam kehidupan nyata.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh model
learning start with a question berpendekatan
ICARE pada hasil belajar dan untuk
mengetahui berapa besar kontribusi dari
pengaruh model learning start with a
question berpendekatan ICARE pada hasil
belajar.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di suatu
suatu SMA di Bobotsari pada materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan. Populasi
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI
IPA pada SMA tersebut tahun 2013/2014.
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua
kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas XI
IPA 5 dan kelas kontrol adalah kelas XI IPA
4. Untuk pengambilan sampel digunakan
teknik cluster random sampling. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran. Model learning start with a
question berpendekatan ICARE diterapkan
di kelas eksperimen dan model pem-
belajaran ceramah dan latihan diterapkan di
kelas kontrol, variabel terikat adalah hasil
belajar, dan variabel kontrol adalah
kurikulum, guru, materi, dan jumlah jam
pelajaran yang sama.
Desain penelitian ini digunakan
posttest only control design. Metode
pengumpulan data untuk mendapatkan data
penelitian menggunkan metode tes, obser-
vasi, dokumentasi, dan angket. Instrumen
penelitian yang digunakan adalah silabus,
rencana pelaksanaan pembelajaran,
handout, lembar kerja siswa, soal postes,
lembar penilaian afektif, lembar penilaian
psikomotorik, dan angket.
Analisis data penelitian ini meliputi
analisis data tahap awal dan analisis data
tahap akhir. Analisis data tahap awal
digunakan untuk menentukan teknik
pengambilan sampel, sedangkan analisis
data tahap akhir digunakan untuk menjawab
masalah dan hipotesis penelitian. Data awal
penelitian ini adalah nilai ulangan akhir
semester 1 kelas XI IPA pada suatu SMA di
Bobotsari tahun 2013/2014, sedangkan data
akhir penelitian ini adalah nilai postes, nilai
afektif, nilai psikomotorik, dan nilai angket.
Data awal penelitian dianalisis dengan
sejumlah uji antara lain uji kenormalan dan
uji homogenitas (Sudjana, 2005), sedangkan
data akhir penelitian dianalisis dengan
statistik parametrik yang meliputi uji
kenormalan, uji kesamaan dua varians, uji
perbedaan dua rata-rata, uji pengaruh antar
variabel, uji koefisien determinasi, uji
Dheni Nur Haryadi1)
* dan Sri Nurhayati2)
, Penerapan Model Learning Start With …. 1531
ketuntasan hasil belajar, dan analisis secara
deskriptif pada nilai afektif, nilai
psikomotorik, dan nilai angket.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data tahap
awal dari data populasi menunjukkan data
populasi berdistribusi normal dan homogen.
Karena data populasi terbukti berdistribusi
normal dan homogen maka teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan
cluster random sampling.
Berdasarkan hasil analisis data tahap
akhir pada nilai postes menunjukkan nilai
rata-rata postes kelas eksperimen lebih
tinggi dari nilai rata-rata postes kelas kontrol.
Hasil perhitungan secara ringkas mengenai
nilai postes kelas eksperimen dan kelas
kontrol dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil perhitungan nilai postes
Hasil uji kenormalan menunjukkan
data postes kelas eksperimen dan data
postes kelas kontrol berdistribusi normal.
Data postes ini selanjutnya dapat diuji
dengan statistik parametrik. Hasil uji
kesamaan dua varians data postes
menunjukkan data postes kelas eksperimen
dan data postes kelas kontrol memiliki
varians yang sama.
Tabel 1 memperlihatkan nilai rata-rata
postes kelas eksperimen dengan nilai rata-
rata postes kelas kontrol terdapat
perbedaaan. Hal ini sesuai hasil uji
perbedaan dua rata-rata: dua pihak
menunjukkan nilai postes kelas eksperimen
dan kelas kontrol terdapat perbedaan. Hasil
uji perbedaan dua rata-rata: satu pihak
kanan menunjukkan nilai postes kelas
eksperimen lebih baik dari nilai postes kelas
kontrol.
Untuk menjawab hipotesis penelitian
yakni pengaruh penerapan model learning
start with a question berpendekatan ICARE
pada hasil belajar maka dilakukan uji
pengaruh antar variabel. Hasil uji ini
diperoleh harga koefisien korelasi biserial
(rb) sebesar 0,4407 dengan harga koefisien
determinasi sebesar 19,42 %. Hal ini
menunjukkan model learning start with a
question berpendekatan ICARE memberikan
pengaruh positif pada hasil belajar dengan
besarnya kontribusi pengaruh adalah
19,42%.
Hasil uji ketuntasan nilai postes
menunjukkan nilai postes baik
kelas eksperimen dan kelas
kontrol telah melebihi nilai kriteria
ketuntasan minimal (KKM)
sebesar 75. Hasil uji ketuntasan klasikal
menunjukkan persentase ketuntas-an
klasikal kelas eksperimen adalah 86,67%
dan persentase ketuntasan klasikal kelas
kontrol adalah 73,33%. Hal ini menunjukkan
persentase ketuntasan klasikal kelas
eksperimen telah melebihi angka 85% dan
persentase ketuntasan klasikal kelas kontrol
belum mencapai angka 85% (Mulyasa,
2004).
Berdasarkan hasil uji data akhir
berupa hasil belajar kognitif menunjukkan
penerapan model learning start with a
question berpendekatan ICARE memberikan
pengaruh positif terhadap hasil belajar
Kelas Rata-rata
Banyak Siswa
Banyak Siswa
Tuntas KKM
Banyak Siswa Tidak Tuntas KKM
Ekperimen 81,53 30 26 4 Kontrol 77,60 30 22 8
1532 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1528 - 1537
kognitif siswa. Hal ini terlihat pada nilai
postes kelas eksperimen lebih tinggi dari
nilai postes kelas kontrol (Susanto dan
Munoto, 2014).
Selain analisis pada nilai postes, nilai
hasil belajar afektif dan hasil belajar
psikomotorik kelas eksperimen dan kelas
kontrol dianalisis secara deskriptif. Hasil
belajar afektif menunjukkan sikap dalam
proses belajar yang nantinya akan
menjadikan seseorang memiliki sikap yang
baik dan hasil belajar psikomotorik
menunjukkan keterampilan yang dimiliki
seseorang (Qomari, 2008).
Aspek afektif yang dinilai sebanyak 5
aspek dan kriteria afektif memiliki 4 kriteria
yaitu sangat baik, baik, kurang baik, dan
tidak baik. Penilaian afektif dinilai selama 3
kali penilaian. Hasil penilaian afektif pertama
di kelas eksperimen menunjukkan terdapat
20 siswa dari 30 siswa yang memperoleh
kriteria sangat baik dan 10 siswa dari 30
siswa memperoleh kriteria baik. Hasil
penilaian afektif kedua diperoleh 26 siswa
dari 30 siswa memperoleh kriteria sangat
baik, 2 siswa dari 30 siswa, dan 2 siswa dari
30 siswa memperoleh kriteria tidak baik.
Hasil penilaian ketiga menunjukkan terdapat
27 siswa dari 30 siswa memperoleh kriteria
sangat baik, 1 siswa dari 30 siswa
memperoleh kriteria baik, dan 2 siswa dari
30 siswa. Penilaian afektif selama tiga kali
penilaian di kelas eksperimen menunjukkan
jumlah siswa yang memiliki kriteria sangat
baik mengalami peningkatan. Hal ini
dikarenakan pembelajaran di kelas
eksperimen mengembangkan peran siswa
untuk lebih aktif dalam proses belajar
terutama dalam kemampuan bertanya,
membaca, berdiskusi kelompok, dan
mengerjakan sejumlah pemecahan masalah
(Susatyo, et al., 2009).
Hasil penilaian afektif pertama di kelas
kontrol menunjukkan terdapat 16 siswa dari
30 siswa memperoleh kriteria sangat baik,
dan 14 siswa dari 30 siswa memperoleh
kriteria baik. Penilaian kedua menunjukkan
teradapat 20 siswa dari 30 siswa
memperoleh kriteria sangat baik, 7 siswa
dari 30 siswa memperoleh kriteria baik, dan
3 siswa dari 30 siswa memperoleh kriteria
tidak baik. Penilaian ketiga menunjukkan
terdapat 24 siswa dari 30 siswa memperoleh
kriteria sangat baik, 5 siswa dari 30 siswa
memperoleh kriteria baik, dan 1 siswa dari
30 siswa memperoleh kriteria tidak baik.
Hasil penilaian afektif selama tiga kali
penilaian jumlah siswa kelas kontrol yang
memperoleh kriteria sangat baik mengalami
peningkatan.Akan tetapi, jumlah siswa yang
memperoleh kriteria sangat baik di kelas
kontrol tidak lebih banyak dari jumlah siswa
kelas eksperimen yang memperoleh kriteria
sangat baik.
Hasil perhitungan nilai aspek afektif
menunjukkan pada kelas eksperimen
terdapat 2 aspek yang memiliki kriteria
sangat baik dan 3 aspek yang memiliki
kriteria baik, sedangkan pada kelas kontrol
terdapat 2 aspek yang memiliki kriteria
sangat baik dan 3 aspek yang memiliki
kriteria baik. Hasil analisis aspek afektif
dapat dilihat di Tabel 2.
Tabel 2 yang merupakan hasil
perhitungan nilai aspek afektif menunjukkan
bahwa aspek kehadiran siswa di kelas
memperoleh kriteria sangat baik untuk kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini
Dheni Nur Haryadi1)
* dan Sri Nurhayati2)
, Penerapan Model Learning Start With …. 1533
dikarenakan siswa kelas eksperimen dan
siswa kelas kontrol sudah terbiasa untuk
hadir mengikuti pembelajaran kimia di kelas.
Aspek keaktifan siswa dalam memperoleh
materi yang sedang dipelajari memperoleh
kriteria baik untuk kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Akan tetapi, nilai aspek ini di
kelas eksperimen lebih tinggi dari nilai aspek
di kelas kontrol. Hal ini dikarenakan
pembelajaran di kelas eksperimen tidak
hanya membuat siswa aktif memperhatikan
guru, membaca, mencatat tetapi juga
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk aktif bertanya mencari tahu materi
yang belum dipahami (Susatyo, et al., 2009).
Tabel 2. Hasil perhitungan nilai aspek afektif
Aspek yang Dinilai Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Nilai Kriteria Nilai Kriteria
Kehadiran siswa di kelas 3,87 Sangat baik 3,86 Sangat baik Keaktifan siswa dalam memperoleh materi yang sedang dipelajari
3,06 Baik 2,84 Baik
Keaktivan siswa dalam mengerjakan soal (tugas/latihan)
2,90 Baik 2,76 Baik
Sikap/tingkah laku siswa terhadap orang lain 3,79 Sangat baik 3,82 Sangat baik Keaktivan siswa dalam bekerja sama (berdiskusi) dengan siswa lain
3,13 Baik 2,72 Baik
Rata-rata Nilai Seluruh Aspek 3,35 Sangat baik 3,20 Baik
Aspek keaktifan dalam mengerjakan
soal dan aspek keaktifan siswa berdiskusi
dengan siswa lain memperoleh kriteria baik
di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Akan
tetapi, nilai aspek ini kelas eksperimen lebih
tinggi dari nilai kelas kontrol. Hal ini dika-
renakan pembelajaran di kelas eksperimen
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bekerja secara berkelompok dalam
menyelesaikan masalah sehingga melalui
kerja kelompok ini antar siswa dapat saling
bekerja sama dalam mendiskusikan soal
yang dihadapi. Selain itu, siswa diberikan
kebebasan untuk mengutarakan jawaban-
nya tanpa ada paksaan atau rasa takut
sehingga siswa akan terlatih untuk memiliki
jiwa keberanian dalam mengutarakan
pendapat (Susatyo, et al., 2009).
Aspek sikap siswa terhadap orang
lain memperoleh kriteria sangat baik di kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Akan tetapi,
nilai aspek ini di kelas eksperimen lebih kecil
dari nilai aspek di kelas kontrol. Hal ini
dikarenakan siswa di kelas eksperimen
masih ada yang kurang patuh pada perintah
guru.
Secara keseluruhan nilai aspek afektif
di kelas eksperimen memperoleh kriteria
sangat baik dan nilai aspek afektif di kelas
kontrol memperoleh kriteria baik. Simpulan
hasil analisis deskriptif nilai afektif ini adalah
penerapan model learning start with a
question berpendekatan ICARE memberikan
pengaruh positif pada hasil belajar afektif
siswa (Susatyo, et al., 2009).
Penilaian psikomotorik hanya dilaku-
kan 1 kali penilaian. Aspek psikomotorik
yang dinilai ada 7 aspek dengan kriteria
psikomotorik yang meliputi sangat baik, baik,
kurang baik, dan tidak baik. Berdasarkan
hasil penilaian psikomotorik siswa kelas
eksperimen menunjukkan terdapat 5 siswa
1534 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1528 - 1537
dari 30 siswa yang memperoleh kriteria
sangat baik, 21 siswa dari 30 siswa yang
memperoleh kriteria baik, dan 4 siswa dari
30 siswa yang memperoleh kriteria kurang
baik. Hasil penilaian psikomotorik siswa
kelas kontrol menunjukkan terdapat 4 siswa
dari 30 siswa yang memperoleh kriteria
sangat baik, 21 siswa dari 30 siswa yang
memperoleh kriteria baik, dan 5 siswa dari
30 siswa yang memperoleh kriteria kurang
baik. Jumlah siswa kelas eksperimen yang
memperoleh kriteria sangat baik lebih
banyak dari jumlah siswa kelas kontrol yang
memiliki kriteria sangat baik. Hal ini
dikarenakan siswa kelas eksperimen sudah
terbiasa dalam bekerja secara berkelompok
dan terbiasa untuk belajar menanamkan
rasa ingin tahu melalui proses membaca,
bertanya, dan mempraktikan pengetahuan
(Susatyo, et al., 2009).
Berdasarkan hasil analisis deskriptif
nilai aspek psikomotorik menunjukkan pada
kelas eksperimen terdapat 5 aspek yang
memperoleh kriteria sangat baik dan 2
aspek yang memperoleh kriteria baik,
sedangkan pada kelas kontrol terdapat 4
aspek yang memperoleh kriteria sangat baik
dan 3 aspek yang memperoleh kriteria baik.
Hasil analisis aspek psikomotorik kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat di
Tabel 3.
Tabel 3. Hasil perhitungan nilai aspek psikomotorik
Aspek yang Dinilai Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Nilai Kriteria Nilai Kriteria
Keterampilan siswa untuk persiapan praktikum
3,00 Baik 3,00 Baik
Keterampilan siswa dalam melaksanakan kerja praktikum/percobaan
3,97 Sangat baik 3,93 Sangat baik
Keterampilan siswa dalam mengamati praktikum/percobaaan
3,57 Sangat baik 3,53 Sangat baik
Keterampilan siswa dalam mengumpulkan data percobaan
3,70 Sangat baik 3,50 Sangat baik
Keterampilan siswa dalam menggunakan alat dan bahan praktikum
2,53 Baik 2,67 Baik
Keterampilan siswa dalam merapikan tempat kerja praktikum
3,27 Sangat baik 3,13 Baik
Keterampilan siswa dalam membuat laporan praktikum
3,93 Sangat baik 3,93 Sangat baik
Rata-rata Nilai Seluruh Aspek 3,42 Sangat baik 3,39 Sangat baik
Tabel 3 merupakan hasil perhitungan
nilai aspek psikomotorik dan menunjukkan
aspek keterampilan siswa untuk persiapan
praktikum memperoleh kriteria baik untuk
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini
dikarenakan sebelum siswa melaksanakan
praktikum, siswa telah diingatkan untuk
mempersiapkan berkaitan praktikum yang
akan dilakukan.
Aspek keterampilan siswa dalam
melaksanakan praktikum, aspek keteram-
pilan siswa dalam mengamati praktikum dan
aspek keterampilan mengumpulkan data
praktikum menunjukkan kriteria sangat baik
di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Akan
tetapi, nilai yang diperoleh kelas eksperimen
lebih tinggi dari nilai kelas kontrol. Hal ini
dikarenakan siswa kelas eksperimen lebih
Dheni Nur Haryadi1)
* dan Sri Nurhayati2)
, Penerapan Model Learning Start With …. 1535
tinggi rasa keingintahuannya pada
pembelajaran yang sedang dilakukan
sehingga siswa senantiasa untuk
memperhatikan aturan kerja praktikum dan
melaksanakan kerja praktikum sesuai
prosedur yang ada. Aspek keterampilan
siswa dalam menggunakan alat dan bahan
praktikum menunjukkan kriteria baik. Akan
tetapi, nilai kelas eksperimen lebih rendah
dari nilai kelas kontrol.
Aspek keterampilan siswa merapikan
tempat kerja praktikum menunjukkan kriteria
sangat baik pada kelas eksperimen,
sedangkan kriteria di kelas kontrol
memperoleh kriteria baik. Hal ini
dikarenakan di kelas eksperimen ada
pembagian kerja dalam kelompok praktikum.
Aspek keterampilan siswa dalam membuat
laporan praktikum menunjukkan kriteria
sangat baik pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Hal ini dikarenakan siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol terbiasa
membuat laporan praktikum, hanya perlu
adanya ketelitian dalam menganalisis data
dan pembahasan penelitian.
Secara keseluruhan nilai aspek
psikomotorik kelas eksperimen lebih baik
dari nilai aspek psikomotorik kelas kontrol.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat
pengaruh positif dari penerapan model
learning start with a question berpendekatan
ICARE memberikan pengaruh positif pada
hasil belajar psikomotorik siswa (Susatyo, et
al., 2009).
Respon siswa kelas eksperimen pada
penerapan model learning start with a
question berpendekatan ICARE melalui
pengisian angket. Pernyataan angket yang
direspon ada 16 pernyataan. Kriteria angket
meliputi sangat setuju, setuju, tidak setuju,
dan sangat tidak setuju. Hasil dari respon
siswa menunjukkan bahwa sebanyak 7
siswa dari 30 siswa merespon sangat setuju
dan 23 siswa dari 30 siswa merespon setuju
pada penerapan model learning start with a
question berpendekatan ICARE. Hasil
respon tiap pernyataan dari angket dapat
dilihat di Tabel 4.
Tabel 4. Hasil analisis pernyataan angket
Pernyataan Jumlah Siswa yang Merespon
SS S TS STS
Saya membaca materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. 11 19 0 0
Saya dapat mengingat materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. 4 23 3 0
Saya bertanya kepada guru pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
0 22 8 0
Saya dapat memahami penjelasan guru pada materi kelarutan dan hasil kelarutan.
8 21 1 0
Saya lebih senang berdiskusi kelompok untuk memecahkan latihan soal pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
13 17 0 0
Saya dapat mengerjakan tugas rumah pada materi kelarutan dan hasil kelarutan.
5 25 0 0
Saya merasa senang untuk mempelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan model dan pendekatan pembelajaran yang guru terapkan.
5 24 1 0
Saya merasa lebih aktif untuk belajar materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
2 25 3 0
1536 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1528 - 1537
Tabel 4 yang merupakan hasil analisis
pernyataan angket menunjukkan secara
umum bahwa siswa merespon positif
dengan kriteria setuju pada pernyataan
angket mengenai penerapan model learning
start with a question berpendekatan ICARE
(Maskur, et al., 2012). Hal ini dikarenakan
siswa diberikan kesempatan dan kebebasan
untuk aktif dalam proses belajar dengan
rasa senang sehingga siswa diharapkan
akan termotivasi untuk belajar secara
bermakna dan nantinya akan berujung pada
hasil belajar yang baik (Cahyono dan
Sulistyo, 2014). Penerapan model learning
start with a question berpendekatan ICARE
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk aktif dalam membaca, mengingat,
bertanya, dan berdiskusi kelompok, serta
mengaplikasikan pengetahuan dalam
pemecahan di kehidupan nyata.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa model learning start with
a question berpendekatan I CARE memberi-
kan pengaruh positif pada hasil belajar
kimia. Besarnya kontribusi pengaruh model
learning start with a question berpendekatan
ICARE pada hasil belajar kimia sebesar
19,42 %.
DAFTAR PUSTAKA
Akinsola, M. K. dan Olowojaiye, F. B., 2008, Teacher Instructional Methods and Student Attitudes Towards Mathematics, International Electronic Journal of Mathematics Education, Vol 3, No 1, Hal: 60-73.
Arai, K. dan Handayani, A.N., 2012, Question Answering System for an Effective Collaborative Learning, International Journal of Advanced Computer and Applications, Vol 3, No 1, Hal: 60-64.
Cahyono, A. dan Sulistyo, E., 2014, Pengaruh Pembelajaran Aktif dengan Model Learning Start With A Question Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Standar Kompetensi Melakukan Instalasi Sound System di SMK Negeri 1 Madiun, Jurnal Pendidikan Elektro, Vol 3, No 1, Hal: 77-81.
Halim, F.Z., Suroto dan Soerjono, B. 2013, Model Pembelajaran Cooperative dengan Pendekatan Active Learning pada Materi Aljabar, Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo, Vol 1, No 1, Hal: 83-96.
Kennedy, R., 2007, In-class debates: Fertile Ground for Active Learning and The Cultivation of Critical Thinking and Oral Communication Skills, International Journal of Teaching and Learning in Higher Education, Vol 19, No 2, Hal: 183-190.
Maskur A., Waluya, B. dan Rochmad, 2012, Pembelajaran Matematika dengan Strategi ICARE Beracuan Konstruktivisme untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Materi Dimensi Tiga, Journal Of Primary Education, Vol 1, No 2, Hal: 85-90.
Dheni Nur Haryadi1)
* dan Sri Nurhayati2)
, Penerapan Model Learning Start With …. 1537
Melati, H. A., 2010, Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa SMA N 1 Sungai Ambawang melalui model Pembelajaran Advance Organizer Berlatar Number Heads Together (NHT) pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan, Jurnal Visi Ilmu Pendidikan: 619-630
Mulyasa, E. 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, Implementasi, dan Inovasi, Bandung: Remaja Rosdakarya
Nisya’, M. dan Muchlis. 2013, Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Materi Pokok Hidrolisis Garam untuk Meningkatkan Karakter Menghargai Bagi Siswa Kelas XI IPA MA Bahauddin Sidoarjo, Unesa Journal of Chemical Education, 2(2): 114-120
Qomari, R., 2008, Pengembangan Instrumen Evaluasi Domain Afektif, Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan, Vol 13, No 1, Hal: 87-109.
Salman, M. F., 2009, Active Learning Techniques (ALT) in Mathematics Workshop; Nigerian Primary School Teachers Assesment, International Electronic Journal of Mathematics Education, Vol 4, No 1, Hal: 23-35.
Solikhah, F., Widiyanto dan Oktarina, N., 2012, Penerapan Strategi LSQ Berbantuan Media Audio Visual untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ekonomi, Economic Education Analysis Journal, Vol 1, No 2, Hal: 1-8.
Sudjana, N. 2009, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sudjana, 2005, Metoda Statistika, Bandung: Tarsito.
Susanto, S.B. dan Munoto, 2013, Pengaruh Strategi Learning Start With A Question terhadap Hasil Belajar Siswa pada Standar Kompetensi Memahami Sifat Dasar Sinyal Audio di SMK Negeri 2 Surabaya, Jurnal Pendidikan Teknik Elektro, Vol 2, No 1, Hal: 431-438.
Susatyo, E. B., Rahayu S. S. M. dan Yuliawati, R., 2009, Penggunaan Model Learning Start With A Question dan Self Regulated Learning pada Pembelajaran Kimia, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal: 406-412.
Wahyudin D., Darmawan, D. dan Ruhimat, T., 2010, Model Pembelajaran ICARE pada Kurikulum Mata Pelajaran TIK di SMP (ICARE Based Instructional Model on ICT Curriculum in Yunior Secondary School, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 11, No 1, Hal: 23-33.
1538 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1538 - 1546
HASIL BELAJAR BERBANTUAN SMALL NOTES PADA METODE PREVIEW QUESTION READ SUMMARIZE TEST
Luthfia Rizqy Amalia* dan Eko Budi Susatyo Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunaan Small Notes pada metode pembelajaran Preview Question Read Summarize Test (PQRST) terhadap hasil belajar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas. Desain penelitian yang digunakan adalah Randomized Control-Group Only. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, observasi dan tes. Metode analisis data yang digunakan adalah uji-t, uji koefisien determinasi dan uji ketuntasan hasil belajar. Rata-rata hasil belajar kognitif yang diperoleh kelas eksperimen I dan eksperimen II adalah 76,48 dan 76,71. Data hasil uji-t adalah 0,07 dengan nilai tkritis sebesar 0,063 dan taraf signifikan 5% sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai thitung lebih besar dari tkritis. Data uji koefisien determinasi sebesar 24,1%. Dari data tersebut memberi kesimpulan penggunaan Small Notes berpengaruh sebesar 24,1% dan sisanya ditentukan oleh faktor lain. Persentase ketuntasan hasil belajar klasikal pada kedua kelas sebesar 62,8 dan 65,7. Dari data tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa metode pembelajaran PQRST belum efektif terhadap hasil belajar siswa kelas X MIPA pada materi pokok konsep reaksi reduksi-oksidasi.
Kata kunci: hasil belajar, redoks, small notes, preview question, read summarize test
ABSTRACT
This research aims to determine the effectiveness of using Preview Queston Read
Summarize Test learning method towards the outcome learning student in Xthgrade. The
experimental design was used a randomized control-group. Data Collecton technique in this study are conducted by the documentation, observations and test method. Data analysis method used the t-count test, determination coefficient and completeness result tests. The average of cognitive learning outcomes which are obtained by experimental I and experimental II are at 76,48 and 76,71. The data from t-count test is 0,07 with tcritical 0,063 and siginificance level of 5% so it can be concluded that the value t-count is bigger than the critical t-value. The determination coefficient is 24,1%. It can be concluded that the use of Small Notes take the effect as 24,1% and the rest is determined by other factors. The percentage of classical learning completeness in both class are 62,8 and 65,7. The data on these results lead to conclusion that the PQRST method is not effectively yet to outcome learnings of student in X
th grade on the
reduction-oxidation concept.
Keywords : learning outcomes, redox, small notes, preview question, read summarize test
PENDAHULUAN
Pendidikan formal di Indonesia dari
tahun ke tahun mengalami perkembangan
mengikuti tuntutan zaman dalam melaksa-
nakan kegiatan belajar mengajar. Sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal dituntut
untuk melaksanakan proses pembelajaran
yang baik dan seoptimal mungkin sehingga
dapat mencetak generasi muda bangsa
yang cerdas, terampil dan bermoral tinggi.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan
terus menerus dilakukan, baik secara
konvensional maupun inovatif.Peningkatan
yang dilakukan berupa perubahan-
Luthfia Rizqy Amalia* dan Eko Budi Susatyo, Hasil Belajar Berbantuan Small Notes …. 1539
perubahan dalam berbagai komponen
sistem pendidikan seperti kurikulum, strategi
pembelajaran, sumber-sumber belajar,
media dan sebagainya.Salah satu upaya
pemerintah untuk meningkatkan sumber
daya manusia.
Ilmu kimia masih sering dianggap
sulit bagi sebagian siswa. Menurut
Ruwaidah (2012), sumber kesulitan siswa
dalam mempelajari ilmu kimia yaitu: 1) kesu-
litan dalam memahami istilah, 2) kesulitan
dalam memahami konsep kimia, 3) kesulitan
perhitungan, sering dijumpai siswa kurang
dapat mengaplikasikan rumusan perhitung-
an kimia.Dalam pembelajaran kimia
diharapkan tidak hanya memberikan
pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada
siswa, tetapi mampu merangsang berfikir,
bersikap ilmiah dan kreatif serta tanggung
jawab siswa terhadap peristiwa sehari-hari
yang relevan dengan pelajaran kimia
(Yuliawati, 2009).
Beberapa alasan mencatat masih
dibutuhkan dalam proses pembelajaran
adalah dapat membantu daya ingat siswa
dalam kegiatan pembelajaran dan menolong
ingatan apabila otak tak mampu lagi
mengingat apa yang pernah dilihat, didengar
dan diperhatikan. Tujuannya bukan untuk
membantu pikiran mengingat, namun
membantu diri mengingat apa yang
tersimpan dalam memori (Porter, 2002).
Dalam pembuatan catatan kecil,
siswa diberikan panduan berupa
pertanyaan: (1) apa topik utama yang
dibahas?, (2) apa saja poin-poin utama yang
dibahas?, (3) manfaat apa yang dapat
diambil dari materi yang pernah dipelajari?,
dan (4) gagasan/saran apa saja yang dapat
disimpulkan dari materi yang telah
dipelajari?.
Metode pembelajaran Preview
Question Read Summarize Test (PQRST)
adalah metode yang bersinonim dari Survey
Read Recite Review (SQ3R).Metode
pembelajaran membaca intensif yang
menuntun siswa aktif, kritis dan kreatif
dalam memahami dan mengapresiasi
bacaan (Mu’minin, 2010).Membaca intensif
adalah membaca secara rinci untuk
mengenali dan memahami arti dari kata-kata
dan definisi dari suatu bagian wacana
(Gilani dan Gilakjani, 2012).
Penelitian yang menerapkan metode
PQRST diantaranya adalah Farikhati (2011)
pada materi pokok struktur atom
menunjukkan hasil rata-rata evaluasi
posttest kelas eksperimen dan kontrol
adalah sebesar 76,83 dan 72,17.
Sedangkan untuk penelitian penerapan
Small Notes (Catatan Kecil) adalah
Setyawan (2012).didapatkan hasil rata-rata
evaluasi posttest kelas eksperimen sebesar
80,619 dan kelas kontrol sebesar 75,786.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui keefektifan dan pengaruh
penggunaannya pada metode PQRST.
Metode ini bersifat sistematik.Tahapan
metode tersebut memberikan kesempatan
siswa untuk berpikir kritis dan kreatif karena
siswa diajak untuk menemukan sendiri
masalah dan menemukan solusinya dengan
diskusi kelompok.Dengan pembelajaran
yang bersifat student center ini diharapkan
membantu siswa dalam mengingat dan
memahami materi.
1540 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1538 - 1546
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di suatu
SMAN di Kaliwungu, Kendal Jawa Tengah.
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan
pada minggu keempat bulan Januari tahun
2014 sampai minggu keempat bulan
Februari tahun 2014.Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah penggunaan Small
Notes.
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen. Desain Control Group Pretest-
Posttest dipilih karena akan dilihat
perbedaan pretest maupun posttest kelas
eksperimen I dan eksperimen II. Pada
penelitian ini, sampel A sebagai kelas
eksperimen I dan sampel B sebagai kelas
eksperimen II.Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dokumentasi, observasi, dan tes.Bentuk
instrumen yang digunakan adalah lembar
soal pretest dan posttest, lembar observasi
afektif dan lembar observasi psikomotorik.
Uji normalitas dan homogenitas awal
populasi menggunakan data nilai ujian akhir
semester. Hasil aspek kognitif siswa
dianalisa dengan menggunakan statistik uji
parametrik yaitu dengan uji normalitas untuk
mengetahui pendistribusian data normal
atau tidak, kesamaan dua varians untuk
menentukan uji t-tes yang digunakan,
hipotesis (uji-t) untuk pengujian hipotesis,
koefisien determinasi untuk mengetahui
besar pengaruh Small Notes, dan
ketuntasan belajar umtuk mengetahui
jumlah persentase belajar (Sari, 2010)
Sebelum diterapkan metode
PQRST, masing-masing kelas terlebih
dahulu diberi soal pretest untuk mengetahui
kemampuan awal siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Berdasarkan uraian di atas diper-
oleh hasil penelitian berupa analisis data
populasi awal yang diperoleh menggunakan
nilai ujian akhir semester menunjukkan
bahwa populasi berdistribusi normal dan
memili tingkat homogenitas yang sama
dengan dibuktikan dengan nilai X2
hitung (1,86
dan 2,93) kurang dari X2kritis (9,49). Analisis
tahap awal dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui keadaan awal masing-masing
kelas sebelum diberi perlakuan. Analisis
data awal dengan nilai ujian akhir semester
menunjukkan data berdistribusi normal,
memiliki tingkat homogenitas yang sama,
dan tidak ada perbedaan rata-rata populasi
pada kedua kelas. Pembelajaran PQRST
diterapkan pada kedua kelas eksperimen.
Perbedaannya terletak pada penggunaan
Small Notes yang hanya diterapkan pada
kelas eksperimen II..ji
Varians yang diperoleh pada kelas
eksperimen I adalah 163,43 sedangkan
pada eksperimen II sebesar 200,5 sehingga
harga Fhitung yang diperoleh sebesar 1,22.
Hasil analisis tersebut menunjukkan per-
olehan hasil Fhitung lebih kecil dari Fkritis yang
berarti kedua kelas mempunyai varians
yang sama (Setiyono, 2011).
Pengamatan pada aspek afektif
dilakukan pada saat pembelajaran
berlangsung dengan observer berjumlah 3
orang.Pengamatan ini dilakukan di kedua
kelas, baik kelas eksperimen I maupun
Luthfia Rizqy Amalia* dan Eko Budi Susatyo, Hasil Belajar Berbantuan Small Notes …. 1541
kelas eksperimen II dengan bantuan 3
observer.Ranah yang diamati yaitu keha-
diran siswa, perhatian, keaktifan,
keberanian, kedisiplinan dan kelengkapan.
Data hasil belajar aspek afektif dan
psikomotorik diperoleh dengan metode
observasi.Hasil aspek afektif dan psiko-
motorik dianalisa menggunakan analisis
deskriptif pada kelas eksperimen I dan II.
Hasil sangat rendah diperoleh pada skor
rentang 1 sampai 1,6. Sedangkan skor
sangat tinggi diperoleh pada rentang 3,4
sampai 4 (Lestari, 2009)
Pengukuran aspek afektif dilakukan
dengan metode observasi dengan uji
deskriptif.Rata-rata nilai aspek afektif
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata skor tiap aspek afektif
Rata-rata skor aspek afektif kelas
eksperimen I sebesar 3,185 sedangkan
kelas eksperimen II sebesar 3,37. Kedua
kelas memilikikriteria baik.Hasil rata-rata
analisis deskripstif siswa kelas eksperimen II
lebih baik dari kelas eksperimen I.
Gambar 1. Rata-rata nilai afektif kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II
Pengembangan pada aspek psiko-
motorik dilakukan pada saat praktikum.
Praktikum yang dilaksanakan adalah
percobaan aplikasi konsep reaksi reduksi-
oksidasi yaitu pembakaran logam
Magnesium dan mereaksikan besi dengan
larutan Tembaga Sulfat.
Ranah psikomotorik
diperlukan untuk mengetahu-
an ketercapaian keterampilan
motorik siswa yang meliputi
keterampilan persiapan se-
belum praktikum, kelengkap-
an keamanan, keterampilan proses
praktikum (proses pembakaran), pelaksa-
naan praktikum, dan setelah kegiatan
praktikum. Pengukuran aspek psikomotorik
dilakukan dengan metode observasi dan
dilakukan oleh 3 observer.Rata-rata skor
tiap aspek psikomotorik disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Skor Tiap Aspek Psikomotorik
No Aspek Eksperimen I Eksperimen II
1 Persiapan 3,2 (Baik) 3,26 (Baik) 2 Kelengkapan keamanan 3.17 (Baik) 3,31 (Baik) 3 Keterampilan proses 3,26 (Baik) 3,49 (Sangat Baik) 4 Pelaksanaan 3,17 (Baik) 3,14 (Baik) 5 Setelah kegiatan 2,94 (Baik) 3,17 (Baik)
No Aspek Eksperimen I Eksperimen II
1 Kehadiran 3,43 (Sangat Baik) 3,51 (Sangat Baik) 2 Perhatian 3,14 (Baik) 3,11 (Baik) 3 Keaktifan 3,03 (Baik) 3,54 (Baik) 4 Keberanian 3,17 (Baik) 3,49 (Baik) 5 Kedisiplinan 3,17 (Baik) 3,09 (Baik) 6 Kelengkapan 3,17 (Baik) 3,49 (Baik)
1542 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1538 - 1546
Rata-rata skor aspek psikomotorik
kelas eksperimen I sebesar 3,148
sedangkan kelas eksperimen II sebesar
3,274.Kedua kelas memilikikriteria
baik.Hasil rata-rata analisis deskriptif aspek
psikomotorik kelas eksperimen II lebih
tinggi dari kelas eksperimen I.
Gambar 2. Rata-rata nilai psikomotorik kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II
Analisis tahap akhir hasil belajar
kognitif dilakukan dengan uji normalitas,
kesamaan dua varians, perbedaan dua
rata-rata dan uji ketuntasan pembelajaran.
Analisis data menggunakan nilai posttest
menunjukkan bahwa data berdistribusi
normal, memiliki varians yang sama pada
kedua kelas.
Nilai pretest pada kelas
eksperimen I dan II masing-masing
sebesar 45,94 dan 34,37. Sedangkan
nilai posttest kelompok eksperimen I
sebesar 76,48 dan kelas eksperimen II
sebesar 76,71. Grafik perbandingan nilai
pretest dan posttest masing-masing
kelas ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Perbandingan hasil belajar kognitif siswa sebelum dan sesudah perlakuan
Uji ketuntasan belajar kelas
eksperimen I sebesar 62,8% dan kelas
eksperimen II sebesar 65,7% yang berarti
kedua kelas tidak mencapai ketuntasan
klasikal yaitu sebesar 85%. Hal ini
dikarenakan adanya kendala pada
penelitian ini diantaranya sejumlah siswa
yang sering tidak berkonsentrasi ketika
pembelajaran berlangsung, membuat kega-
duhan dan tidak memperhatikan siswa lain
yang sedang melakukan presentasi.
Pembahasan
Metode PQRST merupakan akronim
dari Preview Question Read Summarize
Test. Sintaks pertama yaitu “Preview”. Pada
Luthfia Rizqy Amalia* dan Eko Budi Susatyo, Hasil Belajar Berbantuan Small Notes …. 1543
tahap ini siswa diberikan materi konsep
reaksi redoks bersama dengan kelompok-
nya kemudian melakukan tahap membaca
cepat serta menggaris bawahi atau
mencatat pokok kajian, judul bagian
(heading), sub judul, dan istilah-istilah yang
tidak diketahui untuk disusun pada tahap
question. Tujuannya adalah agar siswa
mengetahui pokok materi yang sedang
dipelajari. Pada tahap ini diperoleh data 3,11
dengan kategori baik pada kelas
eksperimen I dan 3,14 pada kelas
eksperimen II atau sebesar 77% siswa
mencapai ketuntasan pada kelas
eksperimen I dan 78% siswa yang mencapai
ketuntasan kelas eksperimen II.
Sintaks kedua yaitu “Question”.Pada
tahap ini siswa melakukan kegiatan
menyusun pertanyaan. Pertanyaan ini
dibuat berdasarkan pikiran siswa yang
muncul saat melakukan aktivitas preview.
Pertanyaan dapat muncul sesuai hasrat
atau keinginan siswa untuk mengetahui hal
yang terdapat dalam bacaan. Pada tahap ini
diperoleh data 3,03 dengan kategori baik
pada kelas eksperimen I dan 3,54 pada
kelas eksperimen II atau sebesar 78% siswa
yang mencapai ketuntasan pada kelas
eksperimen I dan 88% siswa yang mencapai
ketuntasan pada kelas eksperimen II.
Sintaks ketiga yaitu “Read”. Pada
tahap ini kegiatan siswa adalah membaca
bacaan secara keseluruhan. Tahap ini
merupakan tahap terpenting karena
pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada
tahap questionakan dijawab pada tahap ini.
Pada tahap read siswa membaca secara
menyeluruh yaitu membaca bab demi bab.
Siswa biasanya lebih teliti ketika membaca
(Farikhati, 2011).Peran guru di tahap ini
adalah penting karena ketika ada
pertanyaan siswa yang tidak terjawab maka
guru memberikan kesempatan kelompok
lain untuk membantu. Namun ketika
kelompok lain tidak dapat menjawab maka
guru memberikan arahan tentang materi
yang tidak diketahui dan dilanjutkan dengan
menyimpulkan bersama siswa. Data yang
diperoleh tahap ini yaitu sebanyak 29 dari
35 siswa mencapai ketuntasan atau 6 siswa
yang tidak tuntas pada kelas eksperimen I
dan 32 siswa dari kelas eksperimen II.
Sintaks keempat yaitu “Summarize”.
Pada tahap ini kegiatan siswa adalah
membuat ringkasan dari keseluruhan tahap
yang telah dilaksanakan.Ringkasan dibuat
dengan tujuan agar informasi yang telah
diperoleh dari bacaan tidak lupa.
Pembuatan ringkasan dapat dibuat per bab
atau sub bab. Hal-hal yang ditulis dalam
ringkasan merupakan informasi yang
diperoleh siswa pada tahap sebelumnya.
Pada tahap ini dapat diperoleh data yaitu
sebanyak 31 siswa menyelesaikan tugas
berupa membuat kesimpulan dalam Small
Notes dengan lengkap dan tepat waktu atau
sebesar 88,6% mencapai ketuntasan pada
kelas eksperimen II. Sedangkan data pada
kelas eksperimen I sebanyak 29 siswa
mencapai ketuntasan atau sebesar
82%.Setelah melakukan tahap keempat,
siswa diberi kesempatan untuk saling
bertukar informasi dengan teman satu
kelompok dan merangkum pendapat
masing-masing anggota. Perwakilan
masing-masing kelompok diberi kesempatan
untuk maju ke depan kelas menyampaikan
pendapat.
1544 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1538 - 1546
Sintaks kelima yaitu “Test”.Tahap
ini merupakan tahap terakhir dari metode
PQRST. Pada tahap ini siswa akan menguji
penguasaan materi yang diperoleh dari
tahap sebelumnya. Cara yang dapat
digunakan untuk menguji penguasaan isi
buku ada empat yaitu : (1) Siswa memeriksa
(menguji) ringkasan yang telah dibuat pada
tahap summarize. Apakah ringkasan yang
dibuat sudah sesuai dengan isi bacaan atau
belum, (2) Siswa menjawab pertanyaan
yang telah disediakan pada akhir bab, (3)
Siswa menjawab pertanyaan yang telah
dibuat pada tahap question, (4)Siswa
menceritakan kembali tentang isi bacaan
yang telah diperoleh. Data yang diperoleh
pada tahap ini yaitu data aspek kognitif yaitu
sebesar 76,48 pada kelas eksperimen I dan
76,71 pada kelas eksperimen II.
Koefisien Determinasi diperoleh
sebesar 24,1%. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa penggunaan Small Notes mem-
berikan pengaruh sebesar 24,1% dan
sisanya sebesar 75,9% ditentukan oleh
faktor lain. Kelas eksperimen II yang
menggunakan bantuan Small Notes memiliki
nilai yang lebih tinggi dari kelas eksperimen
II karena guru memberikan tugas berupa
catatan kecil setiap kali pertemuan. Guru
dapat memberikan tugas kepada siswa
untuk membuat catatan kecil yang berisi
pokok materi yang telah diajarkan agar
dapat membatu siswa dalam belajar dan
membantu meningkatkan kemampuan
kognitif (Urquhart, 2009).
Keefektifan pembelajaran kimia diuji
menggunakan perhitungan perbedaan uji
dua rata-rata. Hasil perhitungan uji
perbedaan dua rata-rata pada kelas
eksperimen I sebesar 76,48 dan kelas
eksperimen II sebesar 76,71. Varians
masing-masing kelas sebesar 163,43 dan
200,5. Perolehan harga thitung dengan taraf
signifikan 5% adalah sebesar 1,22. Dari
hasil uji ketuntasan klasikal dapat
disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen
sebanyak 19 siswa dari 35 siswa telah
mencapai ketuntasan belajar klaskal yakni
sebesar 62,8 % sedangkan pada kelas
eksperimen I hanya sebanyak 20 dari 35
siswa yang telah mencapai ketuntasan
belajar klasikal yakni sebesar 65,7 % yang
artinya siswa pada kelas eksperimen
memperoleh hasil belajar tuntas sesuai KKM
yang di tetapkan di suatu SMAN di
Kaliwungu. Keberhasilan kelas dilihat dari
jumlah peserta didik yang mampu
menyelesaikan atau mencapai minimal 65%,
sekurang-kurangnya 85% dari jumlah
peserta didik yang ada di kelas tersebut,
maka dapat disimpulkan kedua kelas belum
mencapai KKM.Sisanya, yaitu 37,20% siswa
pada kelas eksperimen I dan 34,3% siswa
pada kelas eksperimen II belum mencapai
ketuntasan klasikal. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran PQRST belum efektif
terhadap pembelajaran siswa SMA.
Kendala pada penelitian ini adalah:
1) metode ini memiliki beberapa tahap
sehingga waktu yang dibutuhkan cukup
banyak. Beberapa siswa meminta setiap
tahapan diulang sampai 3 kali sehingga
pembelajaran tidak sesuai yang
direncanakan, 2) metode PQRST
merupakan metode membaca sehingga
pada materi pokok reaksi reduksi-oksidasi
yang memiliki fokus pada hafalan harus
Luthfia Rizqy Amalia* dan Eko Budi Susatyo, Hasil Belajar Berbantuan Small Notes …. 1545
diimbangi dengan latihan soal. Pada saat
pemberian latihan soal beberapa siswa
masih ada yang belum sepenuhnya
berkonsentrasi sehingga beberapa kali guru
meminta siswa mengerjakan di depan kelas.
SIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan sebagai berikut: metode
pembelajaran PQRST belum efektif
terhadap peningkatan hasil belajar siswa
pokok bahasan konsep reaksi reduksi-
oksidasi karena belum mencapai ketuntasan
klasikal minimal. Hal ini dapat dipengaruhi
beberapa faktor diantaranya materi reaksi
reduksi-oksidasi adalah materi yang
memiliki fokus pada hafalan sehingga guru
harus memberikan latihan soal yang sering
kepada siswa, metode yang memiliki
beberapa tahap ini memiliki kekurangan
pada penggunaan efisiensi waktu.Sehingga
siswa harus dipersiapkan terlebih dahulu
supaya waktu pembelajaran sesuai yang
direncanakan.Analisis hasil belajar dari
kedua kelas mengalami peningkatan yang
lebih tinggi pada kelas eksperimen
II.Analisis hasil belajar afektif dan
psikomotorik pada masing-masing kelas
eksperimen memiliki rata-rata baik.
Beberapa kekurangan dalam penelitian ini
adalah : (1) Metode ini merupakan metode
membaca. Pada materi pokok yang
mempunyai fokus pada hafalan dan
penghitungan, guru harus mempunyai
strategi untuk melakukan variasi
pembelajaran. Contohnya adalah dengan
memberi banyak latihan soal kepada siswa,
(2) Peran guru sebagai fasilitator sangat
dibutuhkan karena siswa belajar dengan
cara diskusi sehingga tujuan pembelajaran
yang diharapkan dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Farikhati dan Isni, L., 2011, Pengaruh Penggunaan Metode PQRST (Preview Question Read Summarize Test) melalui pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning) Terhadap Hasil Belajar Kimia SMA, Skripsi, Semarang: FMIPA UNNES.
Gilani, R. A, Gilakjani., H.N, I. dan A. P. G., 2012, Impacts of Learning Reading Strategy on Reading Comprehension Proficiency, Jurnal of Language and Appplied Linguistic World, Vol I, No 1, Hal: 78-79.
Lestari, A. W., 2009, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA SMP Berbasis Kooperatif Tipe STAD Pada Tema Fotosintesis Di SMP Giki 3 Surabaya, Pensa E-Jurnal, Vol 8, No 3, Hal: 46-54.
Mu'minin, 2010, Pembelajaran Membaca Cerpen dengan Metode SQ3R Berbasis Kooperatif, Jurnal Prospektus, Vol 8, No 2, Hal: 170-178.
Porter, B.D. dan Hernacki, M., 2002, Quantum Learning, Bandung: Kaifa.
Ruwaidah, 2012, Pembelajaran Kimia Dengan Metode Problem Posing Dan Pemberian Tugas Ditinjau Dari Kemampuan Berpikir Analisis Kreativitas Siswa, Jurnal Inkuiri Pasca UNS, Vol 1, No 1, Hal: 78-95.
Sari, I. P., 2010, Pengaruh Metode Pembelajaran SQ3R terhadap Kemampuan Membaca Intensif, Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, Vol 4, No 2, Hal: 1-6.
Setyawan, F., 2012, Penerapan Teknik Cacil Laser Pada Metode Drill Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Redoks di SMA 1 Mejobo, Skripsi, Semarang: Jurusan Kimia UNNES.
1546 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1538 - 1546
Setiyono, 2011, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA SMP Berbasis Kooperatif Tipe STAD Pada Tema Fotosintesis Di SMP Giki 3 Surabaya, Jurnal Prospektus, Vol 1, No 2, Hal: 149-58.
Urquhart, V., 2009. Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning. Journal Colorado: Mid Continent Research For Educational and Learning, Vol 3, No 2, Hal: 94-103.
Yuliawati, 2009. Penggunaan Model Learning Start With A Question dan Self Regulated Learning Pada Pembelajaran Kimia, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 2, Hal: 94-103.
Deni Ardiyanti* dan Sudarmin, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Larutan …. 1547
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN LARUTAN BERPENDEKATAN PBL UNTUK MENINGKATKAN KGS INFERENSIAL
LOGIKA
Deni Ardiyanti* dan Sudarmin Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pengembangan perangkat pembelajaran berpendekatan Problem Based Learning (PBL) merupakan upaya untuk meningkatkan Kerampilan Generik Sains (KGS) inferensial logika dan hasil belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengembangkan perangkat pembelajaran materi larutan dengan pendekatan PBL dan (2) mengetahui respon siswa terhadap perangkat pembelajaran menggunakan pendekatan PBL. Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian Research and Development (R&D). Teknik pemilihan sampel uji coba menggunakan teknik purposive sample. Perangkat pembelajaran dinyatakan valid apabila telah dinyatakan mempunyai kriteria baik atau sangat baik oleh tim ahli (validator). Hasil pengembangan produk perangkat pembelajaran telah dinyatakan valid dengan kategori baik dan layak diterapkan. Perangkat pembelajaran mampu meningkatkan KGS inferensial logika siswa dengan nilai rata-rata 58,5 menjadi 82,1. Perangkat pembelajaran mampu meningkatkan hasil belajar kognitif dengan nilai rata-rata 47,6 menjadi 79,3. Hasil belajar afektif sebanyak 34 siswa meningkat dari kriteria kurang baik menjadi baik. Hasil belajar psikomotorik sebanyak 22 siswa meningkat dari kriteria kurang baik menjadi baik. Angket respon siswa terhadap pembelajaran juga sangat baik dengan 4 siswa memberikan respon sangat puas, dan 33 siswa merasa puas terhadap pembelajaran. Simpulan yang diperoleh pada penelitian ini ialah 1) perangkat pembelajaran yang dikembangkan valid dan layak, dan 2) respon siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan PBL baik.
Kata Kunci : Keterampilan Generik Sains, Inferensial Logika, Problem-Based Learning
ABSTRACT
Problem Based Learning (PBL) approach learning software development is an attempt to improve Generic Science Skill (KGS) inferential logic and student learning outcomes. This study aims to (1) develop the learning materials to the solution of the PBL approach, and (2) know the student response to learning tools using PBL approach. This type of research is a kind of research Research and Development (R&D). Test sample selection techniques using purposive sampling technique. Learning device is valid if it has been declared to have good or very good criteria by a team of experts (validators). The results of product development learning device has been declared invalid by both category and feasible. Learning device capable of improving inferential logic KGS students with an average value of 82.1. Learning device capable of improving cognitive learning outcomes with an average value of 79.3. As for the affective and psychomotor learning outcomes are 34 and 22 students have good criteria. Questionnaire responses of students to learning is also very good with 4 students responded very satisfied, and 33 students were satisfied with the learning. The conclusions obtained in this study are (1) learning device with Problem Based Learning was valid and feasible, (2) students' response to learning with PBL approach were well.
Keywords: generic skills science, inferential logic, problem-based learning
PENDAHULUAN
Kurikulum 2013 sebagai peng-ganti
Kurikulum KTSP menjadikan manusia yang
produktif, inovatif, kreatif dan afektif.
Sehingga diperlukan keterampilan berpikir
sebagai hal yang penting untuk persiapan
1548 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1547 - 1555
generasi muda di masa mendatang. Salah
satu keterampilan yang menarik untuk
memotivasi siswa adalah keterampilan
memecahkan masalah. Perubahan
Peraturan Pemerintah tentang Standar
Nasional Pendidikan dari KTSP menjadi
Kurikulum 2013 yang menggunakan
pendekatan scientific menekankan pada
proses belajar daripada hasil yang
didapatkan siswa dalam mentranfer
pengetahuan dari seseorang ke orang-orang
lain.
Teladan ilmu pendidikan dapat
menawarkan konteks yang kaya untuk
mengembangkan banyak keterampilan pada
abad 21, seperti berpikir kritis, pemecahan
masalah, dan literasi informasi terutama
ketika instruksi membahas sifat ilmu
pengetahuan dan mempromosikan peng-
gunaan praktek ilmu. Melalui ilmu pen-
didikan berkualitas, kita dapat mendukung
dan memajukan keterampilan abad ke-21
yang relevan, sekaligus meningkatkan
praktek ilmu pengetahuan melalui infus
keterampilan ini (Brian, 2013). Tujuan utama
dari proses PBL adalah untuk mengenali
kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah dan mengembangkan keterampilan
belajar dan motivasi mereka (Jacob dan
Cherian, 2012). PBL dipahami sangat
terstruktur, student centered, metodologi
pendidikan, kelompok kecil dan kegiatan
pemecahan masalah kolaboratif (Redhwan
dan Yuri, 2012). Pembelajaran berbasis
masalah (PBL) layak mendapat tempat yang
lebih menonjol dalam sarjana ilmu
pendidikan dasar bagi guru pre-service
karena proses memberdayakan siswa dan
pendidik untuk memikul tanggung jawab
untuk mengarahkan pembelajaran, men-
definisikan dan menganalisis masalah dan
membangun solusi (Mathew, 2011).
KGS inferensial logika sangat ber-
guna terhadap pembelajaran. KGS
inferensial logika dibutuhkan dalam pem-
belajaran agar siswa dapat memiliki
kemampuan dalam menghubungkan
konsep, teori, prinsip, dan aturan-aturan
dalam praktikum untuk mendapatkan
kesimpulan yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran dalam praktikum (Broto-
siswojo, 2001). Keterampilan inferensi logika
adalah kemampuan generik untuk dapat
mengambil kesimpulan baru sebagai akibat
logis dari hukum, prinsip, dan aturan dahulu
dengan atau tanpa melakukan percobaan
(Sudarmin, 2012). Keterampilan ini juga
dapat diimbangi dengan penggunaan model
pembelajaran yang berbasis pada masalah
sehingga dapat memicu motivasi siswa
dalam mempelajari materi.
Hasil observasi yang dilakukan di
suatu SMA Negeri di Pati kelas X ditemukan
bahwa konsep Kurikulum 2013 yang sedang
dilaksanakan masih meliliki banyak kendala
di sekolah. Sosialisasi Kurikulum 2013 yang
dilaksanakan belum merata, sekitar 10%
guru saja yang telah mengerti konsep dari
Kurikulum 2013 ini. Kegiatan praktikum yang
dilakukan pada materi larutan memang
sudah dilakukan. Namun, kemampuan
siswa dalam mengamati dan menarik
kesimpulan masih rendah. Penyebab yang
timbul dalam permasalahan ini adalah
kebanyakan siswa hanya menyimpulkan
hasil praktikum dengan mengambil teori
yang ada dalam buku seperti pengertian
larutan dan perbedaan larutan. Metode
Deni Ardiyanti* dan Sudarmin, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Larutan …. 1549
praktikum yang seperti ini menyebabkan
selain hasil belajar yang rendah juga
menyebabkan rendahnya KGS inferensial
logika siswa. Metode praktikum dirasa
kurang mendukung keterampilan berpikir
siswa, sehingga berdampak pada kualitas
pembelajaran yang kurang bermakna serta
menyentuh akar permasalahan pem-
belajaran di kelas maupun ketika melakukan
praktikum di Laboratorium (Sumarni, 2010).
Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah
(1) mengembangkan perangkat pembelajar-
an materi larutan dengan pendekatan PBL,
dan (2) mengetahui respon siswa terhadap
pembelajaran materi larutan dengan
pendekatan PBL.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Research
and Development (R&D) dengan metode
penelitian yang digunakan adalah desain
penelitian model 4-D yang meliputi tahap
Define, Design, Develop, dan Disseminate
(Thiagaradjan, et al., 1974). Penelitian
dilakukan di suatu SMA Negeri di Pati.
Subjek penelitian yang diambil adalah 20
siswa dari kelas XI IPA 3 untuk uji skala
kecil, 37 siswa kelas X IPA 5 untuk uji skala
besar, dan kelas X IPA 6 untuk pengambilan
data penelitian dengan teknik pengambilan
sampel berupa purposive sampling.
Teknik pengumpulan data dilakukan
pada data tes dan nontes. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan
metode tes, metode dokumentasi, lembar
observasi dan angket (Arikunto, 2006). Data
tes diambil dari penilaian soal, sedangkan
data nontes diambil pada penilaian lembar
observasi. Penilaian soal pretest dan
posttest dibagi menjadi dua soal, yaitu soal
pilihan ganda dan uraian. Soal pilihan ganda
digunakan untuk menganalisis peningkatan
hasil belajar kognitif, sedangkan soal uraian
digunakan untuk peningkatan KGS
inferensial logika yang terdiri dari soal
mengajukan prediksi peristiwa kimia,
menerapkan konsep dan menarik
kesimpulan. Perangkat pembelajaran yang
dikembangkan layak untuk digunakan jika
telah divalidasi oleh ahli dan telah
dinyatakan reliabel. Reliabilitas lembar
pengamatan menggunakan inter rater,
sedangkan untuk angket siswa
menggunakan reliabilitas Alfa Cronbach
(Sudjana, 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengembangan perangkat
pembelajaran yang dibuat adalah pengem-
bangan silabus, RPP, bahan ajar, dan alat
evaluasi. Alat evaluasi yang dikembangkan
terdiri dari data tes dan nontes. Data tes
berupa soal pretest-posttest, sedangkan
data nontes berupa lembar pengamatan
aspek psikomotorik, aspek afektif, aktivitas
siswa dalam memecahkan masalah, dan
aktivitas guru dalam mengembangkan KGS
Inferensial Logika siswa. Perangkat pem-
belajaran yang dikembangkan valid atau
dapat digunakan jika perangkat pembelajar-
an sudah mendapatkan pengakuan dari tim
ahli. Rata-rata skor validasi perangkat
pembelajaran yang dikembangkan ditunjuk-
kan pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan skor rerata
untuk masing-masing perangkat pembelajar-
1550 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1547 - 1555
an di atas 3,5. Hal ini berarti perangkat
pembelajaran memiliki kriteria baik sehingga
perangkat pembelajaran valid dan layak
digunakan. Kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data sesungguhnya dan
layak digunakan merupakan syarat valid
tidaknya suatu data (Sugiyono, 2010).
Pembelajaran Berbasis Masalah yang
dikembangkan dalam bahan ajar mengacu
pada masalah nyata atau masalah yang
siswa ditemui setiap harinya, sehingga
siswa lebih mudah dalam memahami dan
mempelajari teori yang dikemas bersama
pendekatan saintifik (Fachrurazi, 2011).
Siswa dalam PBL dapat mengembangkan
keterampilan pengambilan keputusan
mereka dengan mengaitkan pengetahuan
yang ada dengan informasi baru mereka
peroleh sambil memberikan solusi alternatif
untuk masalah (Cemal dan Yavus, 2011).
Peningkatan hasil belajar dengan
Pembelajaran Berbasis Masalah pada tiap
indikator dapat diketahui dari presentase n
gain yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 1. Rata-rata skor validasi perangkat pembelajaran materi larutan dengan
pendekatan PBL yang dikembangkan
Perangkat Pembelajaran Validator
Kriteria 1 2 3
Silabus 3, 6 - - Sangat Baik RPP 3, 6 - - Sangat Baik LKS 3, 6 - 3, 5 Sangat Baik Aspek Psikomotorik 3, 8 - - Sangat Baik Aspek Afektif 3, 4 - - Baik Soal Pilihan Ganda 3, 6 - - Sangat Baik Soal Uraian 3, 6 - - Sangat Baik Angket 3, 4 - - Baik KGS Inferensial Logika - 2, 9 - Sangat Baik PBL - 2, 8 - Sangat Baik
Tabel 2. Deskripsi indikator, nomor soal, skor pretest, posttest, n gain dan taraf pencapaian
untuk hasil belajar siswa
Indikator No Soal Skor N gain
% Taraf Pencapaian Pretest Posttest
Menentukan larutan elektrolit dan nonelektrolit berdasarkan daya hantar listriknya
2 dan 4 0 1 50 Sedang
Menjelaskan penyebab kemampuan larutan elektrolit menghantarkan arus listrik
1 dan 10
0 2 100 Tinggi
Mengelompokkan larutan elektrolit berdasarkan jenis ikatan senyawa dalam larutan
3 dan 5 1 2 100 Tinggi
Mendeskripsikan bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa kovalen polar
6 dan 19
0 1 50 Sedang
Menngelompokkan larutan elektrolit dan nonelektrolit berdasarkan daya hantar listriknya
11 dan 12
1 2 100 Tinggi
Membandingkan larutan elektrolit dan nonelektrolit berdasarkan percobaan
7 dan 9 0 1 50 Sedang
Deni Ardiyanti* dan Sudarmin, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Larutan …. 1551
Indikator No Soal Skor N gain
% Taraf Pencapaian Pretest Posttest
Menyimpulkan sifat larutan larutan elektrolit dan nonelektrolit
8 dan 18
1 2 100 Tinggi
Memberikan contoh penerapan larutan elektrolit dalam kehidupan sehari-hari
13 dan 20
0 2 100 Tinggi
Menggolongkan sifat larutan menjadi larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah
15 dan 17
1 2 100 Tinggi
Menjelaskan kekuatan larutan elektrolit berdasarkan derajat disosiasi
14 dan 16
0 2 100 Tinggi
Rata-rata 85 Tinggi
Tabel 3. Nilai n gain untuk setiap indikator dalam KGS inferensial logika
Aspek KGS Inferensial Logika
No Soal
Skor
n gain % Taraf
Pencapaian Pretest Posttest
Mengajukan Prediksi Peristiwa Kimia
22 2, 62 4, 16 0, 65 65% Sedang
28 2, 65 3, 24 0, 44 44% Sedang
30 2, 41 3, 51 0, 69 69% Sedang
Rata - rata 0, 59 59% Sedang Menerapkan Konsep 24 2, 97 3, 92 0, 47 47% Sedang
25 3 4, 41 0, 71 71% Sedang
26 2, 05 3, 49 0, 74 74% Tinggi
27 2, 51 3, 73 0, 82 82% Tinggi
Rata – rata 0, 68 68% Sedang Menarik Kesimpulan 21 2, 95 4, 11 0, 57 57% Sedang
23 2, 78 3, 86 0, 49 49% Sedang
29 2, 51 3, 32 0, 54 54% Sedang
Rata – rata 0, 53 53% Sedang
Tabel 3 menjelaskan tentang hasil
perhitungan n gain dari semua indikator
dalam pembelajaran larutan. Peningkatan
paling signifikan terdapat pada indikator
dengan nilai n gain 100%. Peningkatan rata-
rata presentase n gain untuk semua
indikator sebesar 85%. Hal ini berarti bahwa
peningkatan hasil belajar untuk setiap
indikator tinggi. Peningkatan hasil belajar
ditinjau dari harga n gain yang tinggi
(Rusnayati dan Prima, 2011). Peningkatan
pada aspek psikomotorik dan afektif didapat
berdasarkan pengamatan dalam kegiatan
praktikum di laboratorium dan kelas. Hasil
belajar afektif meningkat sebanyak 34 siswa
meningkat dari kriteria kurang baik menjadi
baik. Hasil belajar psikomotorik sebanyak 22
siswa meningkat dari kriteria kurang baik
menjadi baik. Perhitungan reliabilitas inter
rater untuk instrumen penilaian aspek
psikomotorik dan afektif masing-masing
adalah 0,92 dan 0,93 yang menunjukkan
instrumen reliabel. Harga reliabilitas di atas
0,7 dapat dikatakan baik dan reliabel
(Sudjana, 2009). Perangkat pembelajaran
yang dikembangkan selain untuk
1552 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1547 - 1555
mengembangkan kemampuan siswa dalam
ranah kognitif juga dapat meningkatkan
KGS Inferensial Logika siswa (Sumarjono,
2012). Peningkatan KGS inferensial logika
siswa dapat dilihat pada hasil perhitungan n
gain tiap indikator yang ditunjukkan pada
Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan indikator-
indikator dalam KGS Inferensial Logika yang
dituangkan dalam setiap soal dengan
perhitungan n gain untuk mengetahui
peningkatan dan taraf pencapaian indikator
dalam KGS Inferensial Logika. Indikator
mengajukan prediksi peristiwa kimia,
menerapkan konsep dan menarik kesim-
pulan memiliki masing-masing 3, 4 dan 3
soal dalam uraian. Peningkatan paling tinggi
terjadi pada nomor soal 26 dan 27 yang
mewakili indikator menerapkan konsep.
Indikator-indikator dalam KGS Inferensial
Logika meningkat setelah mendapatkan
pembelajaran dengan metode yang tepat
(Sumarni, 2010). Peningkatan setiap
indikator dalam KGS Inferensial Logika
ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Skor n gain untuk setiap indikator dalam KGS inferensial logika
Gambar 1 menunjukkan peningkat-
an indikator dalam KGS Inferensial Logika
secara keseluruhan. Pengujian n gain yang
paling tinggi adalah indikator dalam
menerapkan konsep dengan nilai rata-rata n
gain 0,68 dengan taraf pencapaian sedang.
Indikator mengajukan prediksi peristiwa
kimia dan menarik kesimpulan juga
mengalami peningkatan presentase n gain
sedang dengan nilai rata-rata n gain 0,59
dan 0,53. KGS Inferensial Logika dengan
pembelajaran berbasis masalah mengalami
peningkatan. Persentase peningkatan KGS
inferensial logika setiap indikator setelah
dilakukan posttest mengalami peningkatan
(Setiawan dan Suhandi, 2009).
Uji coba skala kecil dilakukan untuk
mengetahui pendapat siswa tentang
perangkat pembelajaran yang digunakan
yaitu penggunaan bahan ajar. Uji coba skala
kecil dilakukan di kelas XI IPA 3 kepada 20
siswa yang dibagi menjadi 10 kelompok.
Setiap kelompok diberikan 1 LKS dan
lembar pendapat siswa tentang LKS. Hasil
rata-rata skor yang didapat adalah 3.3 yang
berarti baik dan layak.
Rata-rata skor respon
siswa terhadap perangkat
pembelajaran yang diguna-
kan di atas 3 memiliki
kriteria baik dan layak
untuk digunakan (Herdiana-
wati, 2013). Keefektifan
produk uji coba skala besar
dihitung berdasarkan res-
pon siswa terhadap
kelayakan produk yang dikembangkan
meliputi tampilan LKS, isi LKS, bahasa
dalam LKS, pembelajaran menggunakan
Deni Ardiyanti* dan Sudarmin, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Larutan …. 1553
pendekatan PBL, dan KGS inferensial logika
siswa. Respon siswa yang didapat sebesar
3,3 setelah dilakukan uji coba skala besar
pada kelas X IPA 5 dengan memberikan 1
topik pembelajaran menggunakan pen-
dekatan pembelajaran PBL. Hal ini berarti
bahwa variasi isi dalam LKS dapat menarik
perhatian siswa untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran (Barakatu, 2007). Hasil
respon siswa terhadap pembelajaran
ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan respon siswa
terhadap pembelajaran yang tinggi.
Terdapat 4 siswa yang merasa sangat puas
setelah mendapatkan pembelajaran dengan
pendekatan PBL dan 33 siswa yang merasa
puas. Respon siswa setelah mendapatkan
pembelajaran materi larutan dengan pem-
belajaran berbasis masalah tinggi (Permana
dan Sumarmo, 2007). Perhitungan
reliabilitas angket sebesar 0,93 yang bernilai
tinggi. Reliabilitas dengan nilai tinggi
dikatakan reliabel (Sudjana, 2009).
Tabel 4. Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan PBL setelah
Diterapkan
Butir Ke
Aspek Skor SS
Skor S
Skor TS
Skor STS
Jumlah Skor
Rerata Skor
Taraf Pencapaian
1 Penggunaan Model Pembelajaran
96 39 0 0 135 119, 75 Tinggi 2 44 60 12 0 116 3 56 63 4 0 123 4 24 63 16 2 105 5 Kesadaran 16 69 18 1 104 119, 5 Tinggi 6 108 24 4 0 135 7 Kegunaan PBL 60 54 8 0 121 121 Tinggi 8 Ajakan untuk berpikir
aktif 64 57 4 0 124 127 Tinggi
9 84 48 0 0 132 10 60 66 0 0 125 11 KGS Inferensial
Logika 44 78 0 0 121 120, 3 Tinggi
12 48 72 2 0 121 13 44 69 6 0 119 14 Pemahaman Materi 56 51 4 4 114 121 Tinggi 15 Sumber Belajar 28 60 16 2 105 105, 5 Tinggi 16 24 16 18 0 106 17 Kesulitan PBL 72 51 4 0 126 126 Tinggi 18 Bimbingan terhadap
Siswa 60 66 0 0 125 124, 5 Tinggi
19 64 57 4 0 124 20 Perhatian 20 66 20 0 104 114, 25 Tinggi 21 72 57 0 0 128 22 32 78 4 1 114 23 40 60 12 1 111 24 Penguasaan Konsep 36 84 0 0 119 119 Tinggi 25 Percaya Diri 44 75 2 0 120 105 Tinggi 26 12 51 24 5 90 27 Pemanfaatan
Fasilitas 84 42 4 0 130 130 Tinggi
28 Kemudahan Pembelajaran
52 72 0 0 123 124, 3 Tinggi 29 52 66 2 0 121 30 84 45 2 0 129 Jumlah 1580 1809 192 16 3750
Rerata 119, 8 Tinggi
1554 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1547 - 1555
Analisis pencapaian keberhasilan
produk ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5
menunjukkan kriteria peningkatan pada
keberhasilan produk yang ditinjau dari
peningkatan rata-rata kelas, peningkatan
hasil belajar kognitif, dan peningkatan KGS
inferensial logika. Hasil belajar kognitif siswa
dan KGS Inferensial logika sudah mencapai
target yang ditentukan terdapat 27 siswa
dalam hasil belajar kognitif dan 31 siswa
dalam KGS inferensial logika dinyatakan
tuntas dari KKM. Analisis pada Tabel 5
menunjukkan bahwa perangkat
pembelajaran yang dikembangkan dapat
meningkatkan hasil belajar kognitif siswa
dan KGS inferensial logika. Ketuntasan
belajar ditinjau dari rata rata hasil belajar
posttest lebih besar dari KKM (Kun, 2001).
Tabel 5. Analisis skor pretest, posttest, ketuntasan posttest, dan taraf pencapaian untuk
peningkatan pembelajaran
Aspek Skor Tes Ketuntasan Posttest
Taraf Pencapaian Pretest Posttest Tuntas Tidak Tuntas
Rata-Rata Kelas 53, 04 80, 69 32 5 Meningkat Hasil Belajar 47, 6 79, 3 27 10 Meningkat KGS Inferensial Logika 58, 5 82, 1 31 6 Meningkat
SIMPULAN
Hasil pengembangan perangkat
dapat disimpulkan sebagai berikut. (1)
Perangkat pembelajaran materi larutan
berpendekatan PBL telah teruji valid oleh 3
validator dan layak untuk diterapkan di
kelas. (2) Perangkat pembelajaran materi
larutan berpendekatan Problem-Based
Learning (PBL) mendapat respon baik dari
siswa dengan reliabilitas sebesar 0,93.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta.
Barakatu, A.R., 2007, Membangun Motivasi Berprestasi: Pengembangan Self Efficacy dan Penerapannya dalam Dunia Pendidikan, Jurnal Lentera Pendidikan, Vol 10, No 1, Hal: 34-51.
Brian, T. B., 2013, 21th Century Chemistry, Florida : School Board of Brevard County.
Brotosiswojo, B.S., 2001, Hakekat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Kimia di Perguruan Tinggi, Jakarta: PAU-PPAI
Cemal dan Yavuz, 2011, The Effect ff Problem Based Learning on Student Motivation Towards Chemistry Classes and on Learning Strategies, Journal of Turkish Science Education, Vol 9, No 1, Hal: 126-131.
Fachrurazi, 2011, Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Pendidikan Universitas Terbuka, Vol 1, No 1, Hal: 76-89.
Herdianawati, S., 2013, Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Inkuiri Berbasis Berpikir Kritis pada Materi Daur Biogeokimia Kelas X, Jurnal Pendidikan Biologi, Vol 2, No 1, Hal: 99-104.
Deni Ardiyanti* dan Sudarmin, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Larutan …. 1555
Ikhsanuddin dan Widhiyanti, T., 2007, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep, Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa Pada Topik Hidrolisis Garam dan Sifat Koligatif Larutan, Thesis, Bandung : FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
Jacob, J. dan Cherian, J., 2012, A Study of Problem Based Learning Approach for Undergraduate Students, Asian Social Science Journal, Vol 8, No 15, Hal: 157-164.
Kun, P., 2001, Pendekatan Konstruktif untuk Optimalisasi Aktivitas Hands-On dalam Pembelajaran IPA, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Mathew, E, 2011, Investigative Primary Science: A Problem-Based Learning Approach, Australian Journal of Teacher Education, Vol 36, No 9, Hal: 36-57.
Permana, Y. dan Sumarmo, U, 2007, Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah, Jurnal Balai Penataran Guru Tertulis dan Universitas Pendidikan Indonesia, Vol 1, No 2, Hal: 116-123.
Redhwan, A.N. dan Yuri, V. B., 2012, Acceptance of Problem Based Learning Among Medical Students, Community Media Health Education Journal, Vol 2, No 5, Hal: 1-6.
Rusnayati dan Prima, 2011, Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Pendekatan Inkuiri Untuk
Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep Elastisitas pada Siswa SMA, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, Yogyakarta: FPMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Setiawan, A. dan Suhandi, A., 2009, Model Pembelajaran Multimedia Interaktif Relativitas Khusus untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Siswa SMA, Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, Vol 3, No 1, Hal: 21-30.
Sudarmin, 2012, Keterampilan Generik Sains dan Penerapannya dalam Pembelajaran Kimia Organik, Semarang: UNNES Press.
Sudjana, 2009, Metode Statistika, Bandung : Tarsito.
Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta.
Sumarjono, 2012, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Ditinjau dari Keterampilan Generik Sains Calon Guru IPA, Prosiding Seminar Nasional MIPA dan Pembelajaran, Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang
Sumarni, W., 2010, Penerapan Learning Cycle Sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Inferensia Logika Mahasiswa Melalui Perkuliahan Praktikum Kimia Dasar, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 4, No 1, Hal: 521-531.
Thiagaradjan, Semmel dan Semmel, 1974, Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children, Minneapolis: Minnesota.
1556 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1556 - 1565
KONTRIBUSI PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP JIWA KEWIRAUSAHAAN SISWA
Rohayati*, Woro Sumarni dan Nanik Wijayati
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi pembelajaran berbasis proyek
terhadap jiwa kewirausahaan siswa. Sampel penelitian diambil dengan teknik cluster random sampling dan terambil 2 kelas dari 5 kelas. Kelas eksperimen I menggunakan pembelajaran berbasis proyek, sedangkan kelas eksperimen II menggunakan pembelajaran ceramah. Desain penelitian ini adalah pretest posttest control group design. Data diperoleh dengan metode observasi dan angket. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan uji t dan skala likert. Hasil analisis secara kuantitatif kelas eksperimen dengan nilai aspek kerjasama sebesar 3,40; aspek disiplin sebesar 3,47; aspek tanggungjawab sebesar 3,39; aspek komunikatif sebesar 3,07; aspek percaya diri sebesar 3,15; aspek ulet sebesar 3,14; aspek kreatif sebesar 2,84; dan aspek inovatif sebesar 2,95. Sedangkan kelas eksperimen II dengan nilai aspek kerjasama sebesar 3,14; aspek disiplin sebesar 3,49; aspek tanggungjawab sebesar 3,23; aspek komunikatif sebesar 3,14; aspek percaya diri sebesar 3,02; aspek ulet sebesar 2,98; aspek kreatif sebesar 2,78; dan aspek inovatif sebesar 2,59. Hasil analisis secara kualitatif data angket jiwa kewirausahaan pada kelas eksperimen berada pada kategori sangat baik, sedangkan pada kelas eksperimen II berada pada kategori baik. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis proyek berkontribusi terhadap jiwa kewirausahaan siswa. Kata kunci: jiwa kewirausahaan, pembelajaran berbasis proyek
ABSTRACT
This research aimed to determine the effect of project based learning for students entrepreneurship. Samples were taken with a cluster random sampling technique and drawn two of fifth group. Experimental-I group using project based learning, while experimental-II group using conventional based learning. Design used is pretest posttest control group design. Data collected by observation and questionnaires. Data analyzed using t-test and likert scale. The analysis result of the experimental-I group with score aspects of cooperation 3,40; aspects of discipline 3,47; aspects of responsible 3,39; aspects of communicative 3,07; aspects of self-confident 3,15; aspects of ductile 3,14; aspects of creative 2,84 and aspects of innovative 2,95; while experimental-II group with score aspects of cooperation 3,14; aspects of discipline 3,49; aspects of responsible 3,23; aspects of communicative 3,14; aspects of self-confident 3,02; aspects of ductile 2,98, aspects of creative 2,78 and aspects of innovative 2,59. The analysis result of questionnaries entrepeneurships, experimental-I group with high category, while experimental-II group with medium category. The result of research can concluded that project based learning have effect to students entrepreneurship. Keywords: entrepreneurship, project based learning
PENDAHULUAN
Pembelajaran adalah proses
interaksi antara siswa dengan guru dan
sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar yang terarah untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Pembelajaran
merupakan proses pendidikan yang mem-
berikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan potensi mereka menjadi
kemampuan yang semakin lama semakin
Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1557
meningkat baik dalam sikap, pengetahuan
maupun keterampilan yang diperlukan
dirinya untuk hidup bermasyarakat,
berbangsa, serta berkontribusi pada
kesejahteraan hidup umat manusia
(Permendikbud, 2013). Oleh karena itu,
kegiatan pembelajaran seharusnya diarah-
kan untuk memberdayakan semua potensi
siswa sehingga diharapkan bisa
menghasilkan lulusan yang berkualitas baik
untuk melanjutkan studi ke jenjang yang
lebih tinggi maupun siap memasuki
lapangan kerja secara mandiri sebagai
wirausaha (entrepreneur). Pada kenyataan-
nya pembelajaran kimia yang diterapkan di
sekolah selama ini masih berorientasi pada
hasil kognitif dan belum menerapkan
pembelajaran yang mengarah pengembang-
an potensi siswa pada ranah afektif seperti
jiwa kewirausahaan. Padahal jiwa kewirau-
sahaan merupakan salah satu bekal untuk
hidup dimasyarakat dengan baik.
Berdasarkan studi pendahuluan,
pembelajaran kimia khususnya pada materi
koloid biasanya hanya dilakukan di kelas
dengan metode diskusi dan ceramah.
Padahal materi koloid akan lebih mudah
dipahami ketika siswa mengalaminya secara
langsung, misalnya dengan mengajak siswa
belajar di laboratorium. Metode ini memiliki
keunggulan, yaitu guru dengan mudah
dalam mengontrol kelas, dapat menyampai-
kan materi lebih banyak, lebih efisien dari
segi waktu dan biaya, serta lebih praktis
dalam hal persiapan kerena guru tidak perlu
menyiapkan media pendukung. Metode ini
juga memiliki kelemahan yaitu menjadikan
siswa sebagai objek didik sehingga umpan
balik, aktivitas, dan kreativitas siswa kurang
berkembang. Selain itu, materi yang
disampaikan kurang dikaitkan dengan
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari
serta belum menerapkan kegiatan
pembelajaran yang bisa menunjang untuk
mengembangkan jiwa kewirausahaan.
Kondisi-kondisi tersebut dapat menyebab-
kan tidak berkembangnya jiwa kewira-
usahaan siswa.
Adanya kesenjangan antara kondisi
real dengan kondisi ideal yang diharapkan,
memerlukan suatu perubahan dalam
pelaksanaan pembelajaran kimia, yaitu
dalam hal pemilihan metode pembelajaran.
Metode pembelajaran yang dirasa cocok
untuk membantu mengembangan potensi
siswa yaitu metode pembelajaran berbasis
proyek. Metode pembelajaran berbasis
proyek merupakan metode pembelajaran
yang didasarkan pada proyek dengan
kegiatan pembelajarannya yang berpusat
pada siswa (Susilowati, 2013). Dalam hal ini
peran guru hanya sebagai fasilitator dan
mengevaluasi produk hasil kerja siswa yang
ditampilkan dalam hasil proyek yang telah
diselesaikan (Guo dan Yang, 2012; Johnson
dan Delawsky, 2013; Sudewi, et al., 2013).
Selain itu, pembelajaran berbasis proyek
juga merupakan strategi yang bisa
digunakan guru untuk meningkatkan kete-
rampilan berpikir, komunikasi, kolaboratif
dan kreativitas siswa (Licht, 2014). Melalui
metode ini, diharapkan siswa bisa lebih aktif
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
sehingga mampu mengembangkan potensi
yang dimilikinya.
Salah satu kegiatan yang men-
dukung pembelajaran berbasis proyek
dalam pembelajaran kimia adalah dengan
1558 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1556 - 1565
0
5
10
15
20
25
Baik Sangat baik
Jum
lah S
isw
a
Kategori
Kelas Eksperimen I
Kelas Eksperimen II
adanya penugasan proyek. Melalui
penugasan proyek siswa terlibat langsung
dalam kegiatan pembelajaran serta siswa
bisa mengasah kemampuan yang dimiliki.
Konsep-konsep dan pengetahuan yang
dibangun menjadi lebih bermakna jika siswa
mengalami pembelajaran secara langsung.
Oleh karena itu, pembelajaran berbasis
proyek diharapkan siswa mampu mengem-
bangkan semua potensi yang ada pada
dirinya seperti berpikir kreatif, inovatif,
percaya diri, tanggungjawab, kerjasama
serta potensi yang lainnya. Tujuan penelitian
ini yaitu untuk mengetahui adanya kontribusi
penerapan pembelajaran berbasis proyek
terhadap jiwa kewirausahaan siswa.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di suatun SMA
Negeri di Magelang. Desain penelitian ini
yaitu pretest posttest control group design.
Sampel diambil dua dari lima kelas sebagai
kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II
menggunakan teknik cluster random
sampling.
Variabel bebas da-
lam penelitian ini adalah
metode pembelajaran. Kelas
eksperimen I menggunakan
pembelajaran berbasis pro-
yek, sedangkan kelas
eksperimen II menggunakan
pembelajaran ceramah. Va-
riabel terikatnya yaitu jiwa
kewirausahaan siswa, se-
dangkan variabel kontrolnya adalah materi
pembelajaran, guru, kurikulum 2013, dan
jumlah jam pelajaran.
Pengumpulan data dilakukan
dengan metode observasi dan angket.
Metode observasi digunakan untuk menilai 8
aspek jiwa kewirausahaan yang meliputi
kerjasama, disiplin, tanggungjawab, komu-
nikatif, percaya diri, ulet, kreatif, dan inovatif,
sedangkan metode angket diguna-kan untuk
mengetahui persepsi dari siswa atas
kemampuan jiwa kewirausahaan. Data hasil
penelitian dianalisis secara statistik para-
metrik dengan uji t untuk mengetahui
perbedaan jiwa kewirausahaan antara kelas
eksperimen I dan kelas eksperimen II.
Selain itu, data hasil penelitian juga
dianalisis dengan membandingkan skala
likert (Arikunto, 2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil observasi menunjukkan jiwa
kewirausahaan siswa kelas eksperimen I
maupun kelas eksperimen II berada pada
kategori baik dan sangat baik. Hasil
penilaian jiwa kewirausahaan baik kelas
eksperimen I maupun kelas eksperimen II
disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Hasil penilaian jiwa kewirausahaan
Gambar 1 menunjukkan jiwa kewi-
rausahaan siswa kelas eksperimen I lebih
Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1559
baik daripada kelas eksperimen II. Hal ini
terjadi karena pada kelas eksperimen I
diterapkan metode pembelajaran berbasis
proyek, sedangkan metode pembelajaran
yang diterapkan pada kelas eksperimen II
adalah metode ceramah. Pembelajaran
berbasis proyek merupakan pembelajaran
yang memberikan kebebasan kepada siswa
untuk merencanakan aktivitas belajar dan
melaksanakan proyek secara kolaboratif dan
pada akhirnya akan menghasilkan suatu
produk yang dapat dipresentasikan kepada
orang lain, sehingga siswa bisa mengem-
bangkan potensi yang dimilikinya
(Purbalaksmi, et al., 2013). Selain itu
kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada
kelas eksperimen I lebih menunjang untuk
mengembangkan jiwa kewirausahaan siswa.
Terdapat delapan aspek jiwa
kewirausahaan yang dinilai selama proses
pembelajaran, meliputi kerjasama, disiplin,
tanggungjawab, komunikatif, percaya diri,
ulet, kreatif, dan Inovatif. Tiap aspek
dianalisis secara deskriptif untuk menge-
tahui aspek mana yang telah baik dan aspek
mana yang perlu ditingkatkan. Hasil analisis
tiap aspek jiwa kewirausahaan siswa dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan skor rata-rata tiap aspek jiwa kewirausahaan
Pada Tabel 1, terlihat bahwa tiga
aspek jiwa kewirausahaan kelas eksperimen
I tergolong sangat baik yaitu aspek
kerjasama, disiplin, dan tanggungjawab,
sedangkan aspek komunikatif, percaya diri,
ulet, kreatif, dan inovatif mempunyai kategori
baik. Rata-rata nilai jiwa kewirausahaan
kelas eksperimen I sebesar 25,41 termasuk
dalam kategori sangat baik. Sedangkan
untuk kelas eksperimen II, satu aspek
tergolong sangat baik yaitu aspek disiplin.
Tujuh aspek yang lain tergolong baik yaitu
aspek kerjasama, tanggungjawab, komu-
nikatif, percaya diri, ulet, kreatif, dan inovatif.
Rata-rata nilai jiwa kewirausahaan kelas
eksperimen II sebesar 24,38 termasuk
dalam kategori baik. Adanya perbedaan
rata-rata ini disebabkan oleh penerapan
metode pembelajaran yang berbeda. Secara
umum, rata-rata tiap aspek jiwa
kewirausahaan kelas eksperimen I dan
kelas eksperimen II termasuk dalam kategori
yang sama yaitu baik dan sangat baik.
Namun, jika dilakukan pembandingan,
terdapat perbedaan diantara keduanya.
Kelas eksperimen I memperoleh nilai lebih
tinggi dibandingkan kelas eksperimen II.
Terdapat tiga aspek jiwa kewira-
usahaan kelas eksperimen I berada pada
kategori sangat baik yaitu (A) aspek
kerjasama, (B) tang-
gungjawab, dan (C)
disiplin. Sedangkan pa-
da kelas eksperimen II,
hanya aspek disiplin
yang termasuk dalam
kategori sangat baik.
Hasil penilaian aspek
Aspek yang dinilai
Rata-rata nilai tiap aspek Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen II
Kerjasama 3,40 3,14 Disiplin 3,47 3,49 Tanggungjawab 3,39 3,23 Komunikatif 3,07 3,14 Percaya diri 3,15 3,02 Ulet 3,14 2,98 Kreatif 2,84 2,79 Inovatif 2,95 2,59
1560 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1556 - 1565
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
A B C
Rata
-rata
Aspek yang dinilai
Kelas Eksperimen IKelas Eksperimen II
kerjasama, disiplin, dan tanggungjawab
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Aspek jiwa kewirausahaan
Berdasarkan Gambar 2 terlihat
bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara
kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II
pada aspek kerjasama. Adanya perbedaan
ini dilakukan menggunakan analisis per-
bedaan dua rata-rata melalui uji satu pihak
kanan dengan taraf signifikansi dan derajat
kebebasan berturut-turut adalah 5% dan 55.
Pada hasil observasi, rata-rata nilai aspek
kerjasama kelas ekperimen dan kelas
eksperimen II masing-masing sebesar 3,40
dan 3,14. Penilaian aspek kerjasama
dilakukan berdasarkan beberapa indikator
seperti aktif dalam kerja kelompok, berusaha
membantu ketika ada teman yang kesulitan,
dan melakukan tugas sesuai dengan
kesepakatan. Berdasarkan hasil observasi,
terlihat bahwa kelas eksperimen I mem-
peroleh skor lebih tinggi dibandingkan kelas
eksperimen II. Hal ini karena, kegiatan
pembelajaran pada kelas eksperimen
menuntut siswa untuk selalu aktif dalam
kerja kelompok dalam rangka menyele-
saikan proyek. Pembelajaran berbasis
proyek juga melatih siswa dalam membagi
kerja kelompok dan memberikan bantuan
kepada teman satu kelompoknya ketika ia
sedang sibuk atau tidak selama
pelaksanaan proyek. Selain
itu, penerapan pembela-
jaran berbasis proyek juga
mempunyai beberapa keun-
tungan, salah satunya yaitu
dapat meningkatkan kola-
borasi atau kerjasama
(Hutasuhut, 2010; Prabowo,
2012; dan Sumarni, 2015).
Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan
bahwa pembelajaran berbasis proyek
berkontribusi terhadap jiwa kewirausahaan
siswa.
Sedangkan pada aspek disiplin
terlihat bahwa terdapat perbedaan antara
kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II.
Adanya perbedaan ini dilakukan meng-
gunakan analisis perbedaan dua rata-rata
melalui uji satu pihak kanan dengan taraf
signifikansi dan derajat kebebasan berturut-
turut adalah 5% dan 55. Pada hasil
observasi, rata-rata nilai aspek disiplin kelas
ekperimen I dan kelas eksperimen II
masing-masing sebesar 3,47 dan 3,49.
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa
perbedaan diantara keduanya tidak terlalu
jauh. Hal ini dikarenakan pihak sekolah
sudah membuat tata tertib yang wajib
dipatuhi siswa. Salah satu manfaat dari
penerapan tata tertib tersebut adalah
membentuk pribadi siswa yang disiplin.
Selain itu, metode pembelajaran yang
digunakan sebelumnya juga sudah melatih
sikap disiplin siswa. Sehingga penerapan
pembelajaran berbasis tidak terlalu
berkontribusi terhadap sikap disiplin siswa.
Dari uraian tersebut, dapat diambil
Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1561
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
A B C
Rata
-rata
Aspek yang dinilai
Kelas Eksperimen I
Kelas Eksperimen II
kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran
memberikan kontribusi yang tidak signifikan
terhadap aspek disiplin siswa.
Sementara pada aspek tanggung-
jawab terlihat bahwa terdapat perbedaan
antara kelas eksperimen I dan kelas
eksperimen II. Adanya perbedaan ini
dilakukan menggunakan analisis perbedaan
dua rata-rata melalui uji satu pihak kanan
dengan taraf signifikansi dan derajat
kebebasan berturut-turut adalah 5% dan 55.
Pada hasil observasi, rata-rata nilai aspek
tanggungjawab kelas ekperimen dan kelas
eksperimen II masing-masing sebesar 3,23
dan 3,39. Berdasarkan data
tersebut, terlihat bahwa nilai
kelas eksperimen I lebih
tinggi dari kelas eksperimen
II. Hal ini dikarenakan
penerapan metode
pembelajaran yang berbeda.
Pada kelas eks-perimen I
menerapkan meto-de
pembelajaran berbasis proyek.
Pembelajaran berbasis proyek merupakan
pembelajaran yang didasarkan pada proyek
dengan kegiatan pem-belajarannya
berpusat pada siswa (Susilowati, 2013).
Pada kegiatan pembelajaran, siswa harus
mempersiapkan segala sesuatu yang
berhubungan dengan proyek mulai dari
merencanakan proyek sampai menghasilkan
produk. Pada proses inilah siswa dilatih
bertanggung jawab terhadap proyek yang
ditugaskan oleh guru. Pembelajaran
berbasis proyek dapat menjadikan siswa
lebih mandiri dan bertanggung jawab
(Susilowati, 2013). Pembelajaran berbasis
proyek juga dapat melatih siswa dalam hal
tanggungjawab, pemecahan masalah,
komunikasi, penga-rahan diri sendiri, dan
kreativitas (Wurdinger dan Qureshi, 2014).
Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan
bahwa penerapan pembelajaran berbasis
proyek berkontribusi terhadap jiwa
kewirausahaan siswa.
Pada aspek komunikatif, percaya
diri, dan ulet baik kelas eksperimen I
maupun kelas eksperimen II berada pada
kategori baik. Hasil penilaian jiwa
kewirausahaan seperti (A) aspek komu-
nikatif, (B) percaya diri, dan (C) ulet dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Aspek jiwa kewirausahaan
Berdasarkan Gambar 3 terlihat bah-
wa terdapat perbedaan antara kelas
eksperimen I dan kelas eksperimen II pada
aspek disiplin. Adanya perbedaan ini
dilakukan menggunakan analisis perbedaan
dua rata-rata melalui uji satu pihak kanan
dengan taraf signifikansi dan derajat
kebebasan berturut-turut adalah 5% dan 55.
Pada hasil observasi, rata-rata nilai aspek
komunikatif kelas ekperimen I dan kelas
eksperimen II masing-masing sebesar 3,07
dan 3,14. Berdasarkan data tersebut, terlihat
bahwa perbedaan diantara keduanya tidak
terlalu jauh. Hal ini dikarenakan pem-
belajaran yang dilakukan oleh guru kimia
1562 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1556 - 1565
sudah mengarah pada pengembangan
aspek komunikatif seperti berbicara
menggunakan kalimat yang runtut dan
mudah dipahami serta berbicara dengan
keras dan lantang ketika menyampaikan
pendapat atau kegiatan presentasi.
Sehingga penerapan pembelajaran berbasis
proyek tidak memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap aspek komunikatif.
Sedangkan pada aspek percaya diri
terlihat bahwa terdapat perbedaan antara
kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II.
Adanya perbedaan ini dilakukan
menggunakan analisis perbedaan dua rata-
rata melalui uji satu pihak kanan dengan
taraf signifikansi dan derajat kebebasan
berturut-turut adalah 5% dan 55. Pada hasil
observasi, rata-rata nilai aspek kerjasama
kelas ekperimen I dan kelas eksperimen II
masing-masing sebesar 3,15 dan 3,02.
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa
kelas eksperimen I memperoleh skor lebih
tinggi dibandingkan kelas eksperimen II. Hal
ini dikarenakan siswa kelas eksperimen I
menggunakan pembelajaran berbasis
proyek. Pembelajaran berbasis proyek
menuntut siswa lebih sering melakukan
kegiatan presentasi khususnya yang
berkaitan dengan proyek, mulai dari
presentasi judul, alat dan bahan, cara kerja,
perkambangan proyek, sampai presentasi
produk diakhir pembelajaran. Adanya
kegiatan presentasi, membuat rasa percaya
diri siswa meningkat. Dari penjelasan
tersebut, dapat diambil kesimpulan bahawa
penerapan pembelajaran berbasis proyek
berkontribusi terhadap jiwa kewirausahaan
siswa.
Sementara pada aspek ulet terlihat
bahwa terdapat perbedaan antara kelas
eksperimen I dan kelas eksperimen II.
Adanya perbedaan ini dilakukan
menggunakan analisis perbedaan dua rata-
rata melalui uji satu pihak kanan dengan
taraf signifikansi dan derajat kebebasan
berturut-turut adalah 5% dan 55. Pada hasil
observasi, rata-rata nilai aspek ulet kelas
ekperimen dan kelas eksperimen II masing-
masing sebesar 3,14 dan 2,98. Berdasarkan
data tersebut, terlihat bahwa kelas
eksperimen I memperoleh nilai lebih tinggi
dibandingkan kelas eksperimen II. Hal ini
karena, pada pembelajaran berbasis proyek
menuntut siswa untuk lebih aktif dalam
setiap proses pembelajaran, sedangkan
peran guru hanya sebagai fasilitator.
Pembelajaran berbasis proyek juga dapat
melatih kepercayaan diri siswa, hal ini
terlihat siswa kelas eksperimen I lebih berani
dalam mengungkapkan pendapat maupun
bertanya pada saat kegiatan pembelajaraan
berlangsung. Sehingga, adanya perbedaan
ini menunjukkan bahwa pembelajaran
berbasis proyek berkontribusi terhadap
aspek ulet.
Sedangkan untuk dua aspek jiwa
kewirausahaan yang lain seperti (A) kreatif
dan (B) inovatif kelas eksperimen I dan
eksperimen II berada pada kategori yang
sama yaitu kategori baik. Hasil penilaian
aspek kreatif dan inovatif dapat dilihat pada
Gambar 4.
Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1563
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
A B
Rata
-rata
Aspek yang dinilai
Kelas Eksperimen I
Kelas Eksperimen II
Gambar 4. Aspek jiwa kewirausahaan
Berdasarkan Gambar 4 terlihat
bahwa terdapat perbedaan antara kelas
eksperimen I dan kelas eksperimen II pada
aspek kreatif. Adanya perbedaan ini
dilakukan menggunakan analisis perbedaan
dua rata-rata melalui uji satu pihak kanan
dengan taraf signifikansi dan derajat
kebebasan berturut-turut adalah 5% dan 55.
Pada hasil observasi, rata-rata nilai aspek
kreatif kelas ekperimen I dan kelas
eksperimen II masing-masing sebesar 2,84
dan 2,79. Berdasarkan data tersebut, terlihat
bahwa kelas eksperimen memperoleh nilai
lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen
II. Adanya perbedaan ini disebabkan oleh
penerapan metode pembelajaran. Pada
kelas eksperimen menggunakan pembe-
lajaran berbasis proyek. Siswa kelas
eksperimen diminta untuk membuat produk
secara berkelompok, sehingga siswa
memiliki pengalaman dalam membuat
produk. Produk yang dibuat berupa yogurt,
es krim, selai, gel rambut, permen jahe, dan
susu kedelai. Sedangkan pada siswa kelas
eksperimen II tidak diminta untuk membuat
produk aplikasi dari koloid. Hal ini yang
menyebabkan kelas eksperimen mempunyai
skor lebih tinggi dari kelas eksperimen II
pada aspek kreatif. Pem-
belajaran berbasis proyek
dapat meningkatkan akti-
vitas dan keterlibatan siswa,
meningkatkan kreativitas,
serta menciptakan pem-
belajaran yang menyenang-
kan (Hutasuhut, 2010;
Prabowo, 2012; Wurdinger
& Qureshi, 2014; dan Sumarni, 2015).
Sedangkan untuk aspek inovatif
terlihat bahwa terdapat perbedaan antara
kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II.
Adanya perbedaan ini dilakukan meng-
gunakan analisis perbedaan dua rata-rata
melalui uji satu pihak kanan dengan taraf
signifikansi dan derajat kebebasan berturut-
turut adalah 5% dan 55. Pada hasil
observasi, rata-rata nilai aspek kerjasama
kelas ekperimen dan kelas eksperimen II
masing-masing sebesar 2,95 dan 2,59.
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa
kelas eksperimen memperoleh nilai lebih
tinggi dibandingkan kelas eksperimen II.
Siswa kelas eksperimen diminta untuk
membuat suatu produk. Dalam pembuatan
produk, siswa dituntut untuk menghasilkan
produk yang berbeda dari produk yang
sudah ada. Keadaan seperti ini menuntut
siswa untuk melakukan modifikasi terhadap
resep atau kemasan produk yang sudah
ada. Proses memodifikasi ini merupakan
sikap inovatif yang dimunculkan oleh siswa,
karena siswa menerima adanya perubahan
dengan harapan menciptakan produk yang
lebih baik. Tugas pembuatan produk juga
dapat membuat siswa tertarik terhadap
pembelajaran sehingga membuka pikiran
untuk menciptakan produk-produk yang lain.
1564 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1556 - 1565
Berdasarkan hasil penelitian, data
jiwa kewirausahaan siswa juga diperoleh
dari angket. Pembagian angket jiwa kewira-
usahaan dilakukan pada akhir pembelajar-
an, baik untuk kelas eksperimen I maupun
kelas eksperimen II. Pemberian angket pada
kelas eksperimen bertujuan untuk mengeta-
hui jiwa kewirausahaan siswa setelah
mendapat pembelajaran berbasis proyek.
Rata-rata nilai jiwa kewirausahaan siswa
kelas eksperimen I sebesar 25,60 termasuk
dalam kategori sangat baik. Sedangkan
rata-rata nilai jiwa kewirausahaan siswa
kelas eksperimen II sebesar 23,96 termasuk
dalam kategori baik.
Selain hasil observasi jiwa kewira-
usahaan, juga diperoleh data hasil observasi
proyek dan produk. Penilaian proyek
berdasarkan kriteria menentukan judul,
rancangan proyek, persiapan alat dan
bahan, keterampilan menggunakan alat,
kesesuaian langkah kerja dan keselamatan
kerja, kerjasama tim, ketepatan waktu,
penguasaan terhadap materi, penggunaan
media, dan respon terhadap kritik dan
saran, dan hail proyek, sedangkan penilaian
produk berdasarkan kriteria bentuk fisik,
inovatif, pemakaian bahan baku, dan man-
faat produk. Hasil penilaian proyek dan
produk dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil penilaian proyek dan produk
Berdasarkan hasil analisis proyek
pada Tabel 2 terlihat bahwa semua kelom-
pok siswa masuk dalam kategori sangat baik
dalam melaksanakan tugas proyek. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa bersungguh-
sungguh dalam melaksanakan tugas
proyek, terlihat antusias siswa saat
melakukan proyek. Pada hasil analisis
produk pada Tabel 2 juga terlihat semua
kelompok termasuk dalam kategori sangat
baik saat menciptakan produk. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa berhasil
membuat produk dari tugas proyek. Pada
saat melakukan penilaian produk dilakukan
dengan cara pameran. Setiap kelompok
menampilkan produknya di depan kelas,
sehingga dapat dilihat oleh kelompok lain.
Produk yang dibuat mempunyai kriteria
bentuk fisik, inovatif, pemakaian bahan
baku, manfaat dari produk yang hampir
sama dan menarik sesuai dengan kreativitas
siswa. Hal ini menunjukkan bahwa siswa
cukup kreatif dalam membuat produk.
Pembelajaran berbasis proyek merupakan
salah satu pembelajaran yang relevan
dengan melibatkan kreativitas yang ada
dalam diri mahasiswa (Widiyatmoko dan
Pamelasari, 2012).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
diambil kesimpulan bahwa pembelajaran
berbasis proyek berkontribusi terhadap jiwa
kewirausahaan siswa. Pada hasil observasi,
terdapat perbedaan antara kelas
eksperimen I dan kelas eksperimen II.
Berdasarkan analisis deskriptif data angket
jiwa kewirausahaan, rata-rata kelas eks-
perimen sebesar 25,60 termasuk dalam
Kelompok Produk Penilaian
Proyek Produk
Kelompok 1 Ice cream 39,5 14 Kelompok 2 Selai nanas 41 16 Kelompok 3 Permen jahe 42 16 Kelompok 4 Gel rambut 39,5 14 Kelompok 5 Yogurt 40 16 Kelompok 6 Keju 38,5 14 Kelompok 7 Susu kedelai 39,3 13
Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1565
kategori sangat baik. Sedangkan rata-rata
nilai jiwa kewirausahaan siswa kelas
eksperimen II sebesar 23,96 termasuk
dalam kategori baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., 2012, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Bas, G., dan Beyhan, O., 2010, Effects Of Multiple Intelligences Supported Project-Based Learning On Students’ Achievement Levels and Attitudes Towards English Lesson, International Electronic Journal of Elementary Education, Vol 2, No 3, Hal: 366-368.
Bas, G., 2011, Investigating The Effects Of Project-Based Learning On Student’s Academic Achievment And Attitudes Toward English Lesson, The Online Journal of New Horizons in Education, Vol 1, No 4, Hal: 1-15.
Bell, S., 2010, Project-Based Learning Of The 21
st Century, Skills For The
Future, The Clearing House, Vol 83, Hal: 39-43.
Cakici, Y., dan Turkmen, N., 2013. An Investigation of Effect of Project-Based Learning Approach on Children’s Achievement and Attitude In Science, The Online Journal of Science and Technology, Vol 3, No 2, Hal: 9-17.
Guo, S., dan Yang, Y. 2012, Project-Based Learning: An Effective Approach To Link Teacher Professional Development And Students Learning, Journal of Educational Technology Develpoment and Exchange, Vol 5, No 2, Hal: 41-56.
Hutasuhut, S., 2010, Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Pembangunan Pada Jurusan Manajemen FE UNIMED, Pebkis Jurnal, Vol 2, No 1, Hal: 196-207.
Johnson, C.S., dan Delawsky, S., 2013, Project Based Learning and Student Engagement, Academic Research International, Vol 4, No 4, Hal: 560-570.
Licht, M., 2014, Controlled Chaos, Project Based Learning, 31 March, Hal: 9-51.
Permendikbud, 2013, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013, Jakarta: Pemendikbud.
Prabowo, A., 2012, Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Pemahaman Mahasiswa atas Permasalahan Statistika pada Perkuliahan Studi Kasus dan Seminar, Jurnal Kreano, Vol 3, No 2, Hal: 1-9.
Purbalaksmi, Dantes, N. dan Suhandana, A., 2013, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Hasil Belajar Seni Rupa, e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 4.
Sudewi, G.A., Suharsono, N., dan Kirna, I.M., 2013, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada Siswa Kelas X Multimedia 3 SMK Negeri 1 Sukasada, e-Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 3.
Sumarni, W., 2015, The Strenghts and Weaknesses of The Implementation of Project Based Learning: A Review, International Journal of Science and Research, Vol 4, No 3, Hal: 478-484.
Susilowati, I., 2013, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Hasil Belajar Siswa Materi Sistem Pencernaan Manusia, Unnes Journal of Biology Education, Vol 2, No 1, Hal: 82-90.
Widiyatmoko, A. dan Pamelasari, S.D., 2012, Pembelajaran Berbasis Proyek Untuk Mengembangkan Alat Peraga Ipa Dengan Memanfaatkan Bahan Bekas Pakai, Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, Vol 1, No 1, Hal: 51-56.
1566 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1566 - 1574
PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK BERBANTUAN E-LEARNING
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
Nur Jannatu Na’imah*, Supartono dan Sri Wardani Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan metode pembelajaran berbasis proyek berbantuan e-learning. Penelitian ini dilakukan di suatu SMA N di Mranggen. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest and postest group design. Sampel yang digunakan sebanyak dua kelas dengan teknik cluster random sampling. Metode pengumpulan data berupa metode tes dan observasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan uji t dan uji n gain. Hasil uji perbedaan rata-rata menunjukkan bahwa thitung 5,43 lebih besar dari tkritis 1,99 dengan taraf signifikansi 5%. Uji normalitas gain menunjukkan bahwa rata-rata hasil posttest mengalami peningkatan sebesar 0,57 dan 0,52 dengan kriteria sedang pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa ketercapaian indicator psikomotorik dan afektif menurut analisis deskriptif rata-rata kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Menurut analisis koefisien determinasi diperoleh hasil bahwa penelitian ini berkontribusi dalam meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 12,60%. Berdasarkan hasil analisis tersebut disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis proyek berbantuan e-learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Kata kunci: hasil belajar, pembelajaran berbasis proyek, e-learning
ABSTRACT
This research aims to improve student learning outcomes by applying methods project based learning assisted e-learning. The research was conducted at SMA in Mranggen. The research design was pretest and posttest group design. The sample used as much as two groups with cluster random sampling technique. The method of data collection which was utilized in this study was test and observation. Those data are analyzed using t test and normality gain. Based on the mean difference test showed tcalculated 5.43 greater than tcritical 1,99 with 5% significance level. Gain normality test showed that the posttest average increased by 0.57 and 0.52 with medium criteria at the experimental and control groups.The result of this study showed that achievement indicators psycomotor and affective according to descriptive analysis shows the average value of the experimental group better than the control group. According to the determination coefficient analysis showed that the study contributes to improving student learning outcome by 12.60%. Based on the results of the analysis concluded that the application of project based learning assisted e-learning was able to improve student learning outcomes. Keywords: learning outcomes, project based learning, e-learning
PENDAHULUAN
Pembangunan sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas sangat diperlukan
dalam menghadapi persaingan di berbagai
bidang kehidupan, terutama dapat
berkompetisi dalam penguasaan dan
pengembangan IPTEK (Sastrika, et al.,
2013). Pendidikan kimia sebagai salah satu
aspek pendidikan memiliki peranan penting
dalam peningkatan mutu pendidikan
khususnya dalam menghasilkan sumber
daya manusia yang mampu berpikir kritis,
Nur Jannatu Na’imah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis …. 1567
kreatif, dan mampu mengaplikasikan ilmu
pengetahuan dalam kehidupan sehari
hari.Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, semakin
mendorong upaya-upaya pembaharuan
dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi
dalam proses belajar (Akbar, 2012).
Perkembangan teknologi informasi dapat
meningkatkan kinerja dan memungkinkan
kegiatan dapat dilaksanakan dengan cepat,
tepat dan akurat, sehingga menghasilkan
produktivitas yang tinggi. E-learning sebagai
media elektronik dapat membawa dampak
perubahan pada proses pembelajaran.
Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya
dilakukan dengan tatap muka secara
langsung tetapi juga dapat menggunakan
media elektronik sebagai perantara
sehingga suasana belajar mengajar menjadi
lebih menarik, visual dan interaktif (Nugroho,
2014).
Salah satu kegiatan pembelajaran
kimia yang efektif dan benar-bena
rmencerminkan hakekat kimia itu sendiri
adalah melalui kegiatan praktikum. Secara
umum kegiatan praktikum merupakan unjuk
kerja yang ditampilkan guru atau siswa
dalam bentuk demonstrasi maupun
percobaan olehsiswa yang berlangsung di
laboratorium melalui eksperimen atau
proyek (Yance, 2013).
Hasil penelitian dengan penerapan
Project Based Learning dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa (Addiin, et
al., 2014). Penerapan media pembelajaran
dengan e-learning berbasis edmodo blog
education mampu meningkatkan respons
motivasi dan hasil belajarsiswa (Wasis,
2013). Beberapa penelitian tersebut
menggambarkan bahwa penerapan
pembelajaran berbasis proyek berbantuan
e-learning mampu meningkatkan hasil
belajar siswa.
Pelaksanaan pembelajaran khusus-
nya pada mata pelajaran kimia
menunjukkan bahwa pencapaian hasil
belajar kognitif sudah baik namun belum
mengasah ketrampilan atau kemampuan
lain siswa. Hal ini terlihat dari partisipasi
siswa yang masih pasif, materi yang
diberikan belum mampu mengaplikasikan
pengetahuan untuk menyelesaikan
permasalahan dalam kehidupan nyata, serta
belum adanya aplikasi materi pembelajaran
pada kehidupan siswa sehingga siswa
kurang kreatif dan terampil serta mempunyai
pola pikir yang monoton. Sehingga tak
jarang mata pelajaran kimia kurang diminati
dan dianggap sebagai salah satu disiplini
lmu yang sukar. Oleh karena itu perlu
adanya suatu pembelajaran untuk
melengkapi metode ceramah yang dapat
mengaktifkan siswa dan menarik minat
siswa. Project Based Learning atau
pembelajaran berbasis proyek merupakan
salah satu alternatif pembelajaran yang bisa
digunakan tidak hanya untuk menilai aspek
kognitif, tetapi juga unjuk kerja siswa
(Hayati, et al., 2013). Metode ini cukup
efektif dan menantang sebagai alat untuk
membelajarkan siswa secara aktif karena
para siswa didorong untuk lebih mandiri,
dengan tidak bergantung sepenuhnya pada
guru, tetapi diarahkan untuk dapat belajar
mandiri (Muderawan, et al., 2013). Selain
itu, pembelajaran ini merupakan pengem-
bangan dari suatu pembelajaran
kontekstual yang efektif karena model
1568 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1566 - 1574
pembelajaran berbasis proyek sangat
berpotensi untuk membuat pengalaman
belajar yang lebih menarik dimana siswa
dituntut untuk berpikir kreatif dan dapat
bekerja secara tim atau kelompok untuk
membentuk kreativitas siswa dan
pengalaman belajar siswa dengan proyek
nyata.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1)
untuk mengetahui ada tidaknya
peningkatan penerapan pembelajaran
berbasis proyek berbantuan e-learning
terhadap hasil belajar siswa dan (2) untuk
mengetahui ada tidaknya kontribusi
penerapan pembelajaran berbasis proyek
berbantuan e-learning terhadap hasil
belajar siswa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di siatu SMA
di Mranggen pada materi kelarutan dan hasil
kali kelarutan. Metode yang digunakan
adalah pretest and postest control group
design untuk membandingkan hasil pretest
dan post-test kelas eksperimen dan kontrol
sehingga dapat diketahui kemampuan siswa
yang berkembang secara optimal
(Listyawati, 2012). Teknik yang digunakan
dalam menetapkan sampel kelas adalah
teknik cluster random sampling dengan
mengambil dua dari empat kelas.Variabel
bebas yang digunakan yaitu model
pembelajaran. Pada kelas eksperimen
diterapkan model pembelajaran berbasis
proyek berbantuan e-learning. Pada kelas
kontrol diterapkan proses pembelajaran
dengan metode diskusi berbantuan e-
learning dan variabel terikat yaitu hasil
belajar siswa serta variabel kontrolnya
berupa e-learning, kurikulum, mata
pelajaran, guru serta jumlah jam pelajaran
yang sama.
Metode pengambilan data dilakukan
dalam beberapa metode diantaranya adalah
metode dokumentasi, metode tes, metode
observasi dan metode angket untuk
mengungkapkan data tentang pelaksanaan
penerapan pembelajaran berbasis proyek
berbantuan e-learning materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan pada peningkatan hasil
belajar siswa. Instrumen penelitian yang
mendukung dalam pengambilan data
berupa (1) soal pretest – posttest pilihan
ganda, (2) lembar observasi aspek afektif,
(3) lembar observasi aspek psikomotorik,
dan (4) lembar angket tanggapan siswa.
Data yang diperoleh kemudian
dianalisis dengan menggunakan teknik
analisis deskriptif kuantitatif berupa uji t dan
uji n gain. Analisis deskriptif pada lembar
observasi dan angket serta analisis
kuantitatif berupa uji t dan uji n gain pada
rata-rata hasil kognitif siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan memperoleh analisis data
peningkatan hasil belajar siswa pada aspek
psikomotorik, afektif dan kognitif serta
tanggapan siswa terhadap pembelajaran
berbasis proyek berbantuan e-learning. Data
penelitian pada ranah psikomotorik ini
diperoleh melalui hasil pengamatan selama
proses kegiatan belajar mengajar dengan
menggunakan rubrik penskoran berupa (1)
Persiapan praktikum (2) Kerjasama
kelompok (3) Penggunaan alat (4)
Penggunaan bahan (5) Pelaksanaan
Nur Jannatu Na’imah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis …. 1569
0
2
4
6
8
10
A B C D E F G
Rata
-rata
tia
p A
spek
Eksperimen Kontrol
praktikum (6) Kebersihan tempat dan alat (7)
Pembuatan laporan.Hasil belajar ranah
psikomotorik pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Hasil penilaian psikomotorik kelas eksperimen dan kelas kontrol
Berdasarkan hasil penilaian ranah
psikomotorik menunjukkan bahwa kelas
eksperimen terdapat 4 aspek yang memiliki
rata-rata sangat tinggi yaitu persiapan
praktikum, penggunaan alat, penggunaan
bahan dan pembuatan laporan. Sedangkan
3 aspek berikutnya termasuk dalam kategori
tinggi, yaitu kerjasama kelompok,
pelaksanaan praktikum, kebersihan tempat
dan alat. Hal ini disebabkan karena model
pembelajaran berbasis proyek berbantuan
e-learning memberikan kesempatan kepada
siswa untuk belajar melalui sumber yang
beragam dan berinovasi secara nyata
dengan menghasilkan produk yang
bermanfaat dari materi yang telah dipelajari
sehingga pembelajaran memberikan kesan
yang menyenangkan karena bersifat student
centered.
Pada kelas kontrol, hasil penilaian
ranah psikomotorik menunjukkan 2 aspek
yang memiliki rata-rata sangat tinggi yaitu,
penggunaan alat praktikum dan pembuatan
laporan. Sedangkan 5
aspek berikutnya
termasuk dalam kategori
tinggi yaitu persiapan
praktikum, kerjasama
kelompok, penggunaan
bahan pelaksanaan
praktikum, kebersihan
tempat dan alat. Hal ini
disebabkan karena kelas
kontrol menggunakan
model pembelajaran konvensional yang
dilengkapi dengan metode diskusi, tanya
jawab dan percobaan sederhana. Rerata
nilai aspek afektif siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol mencapai
84,32% dan 79%. Presentase skor ini sudah
termasuk dalam kriteria baik.
Data penelitian pada ranah afektif ini
diperoleh melalui hasil pengamatan selama
proses kegiatan belajar mengajar dengan
menggunakan rubrik penskoran berupa (1)
kehadiran, (2) disiplin, (3) disiplin tugas, (4)
ketepatan waktu mengumpulkan tugas, (5)
keaktifan, (6) tanggungjawab, (7) rasa ingin
tahu, (8) kerjasama, (9) teliti, dan (10)
penugasan proyek. Hasil belajar ranah
afektif pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol ditunjukkan pada Gambar 2.
1570 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1566 - 1574
0
1
2
3
4
5
6
7
8
A B C D E F G H I J
Rata
-rata
tia
p A
spek
Eksperimen Kontrol
Gambar 2. Hasil penilaian afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol
Berdasarkan hasil penilaian ranah
afektif menunjukkan bahwa kelas
eksperimen terdapat 4 aspek yang memiliki
rata-rata sangat tinggi yaitu kehadiran,
disiplin, rasa ingin tahu dan penugasan
proyek. Sedangkan 6 aspek berikutnya
termasuk dalam kategori tinggi, yaitu
disiplin mengerjakan tugas individu,
kelengkapan dan ketepatan waktu
mengerjakan tugas, keaktifan,
tanggungjawab, kerjasama, dan teliti. Hal ini
disebabkan karena model pembelajaran
berbasis proyek berbantuan e-learning
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berpartisipasi secara aktif terhadap
pembelajaran yanng melibatkan siswa
secara dalam suatu pembelajaran sehingga
mampu memberikan kesan yang
menyenangkan dan membangkitkan
motivasi serta minat belajar siswa.
Pada kelas kontrol, hasil penilaian
ranah afektif menunjukkan 3 aspek yang
memiliki rata-rata sangat tinggi yaitu,
kehadiran, disiplin, dan penugasan proyek.
Sedangkan 7 aspek berikutnya terma-suk
dalam kategori tinggi yaitu disiplin
mengerjakan tugas
individu, kelengkapan dan
ketepatan waktu menger-
jakan tugas, keaktifan,
tanggungjawab, rasa
ingin tahu, kerjasama,
dan teliti. Hal ini
disebabkan karena pada
kelas kontrol menggu-
nakan model pembela-
jaran konvensional yang dilengkapi dengan
metode diskusi, tanya jawab dan percobaan
sederhana. Rerata nilai aspek afektif siswa
pada kelas eksperimen dan kontrol
mencapai 81,34% dan 79,59%. Presentase
skor ini sudah termasuk dalam kriteria baik.
Rata-ratapretest dan post-testhasil
belajar pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol sebesar 53,17 ; 47,88 dan 80,02 ;
75,03, sehingga menunjukkan adanya
perbedaan rata-rata pada hasil belajar. Nilai
tersebut akan digunakan pada analisis uji t
(perbedaan rata-rata), uji n gain (pening-
katan hasil belajar) dan uji ketuntasan hasil
belajar. Pada uji perbedaan rata-rata,
diperoleh thitung sebesar 5,43 lebih besar dari
tkritis dengan derajat kebebasan 79 pada
taraf signifikansi 5% sebesar 1,99. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar
siswa kelas eksperimen lebih baik daripada
kelas kontrol.
Analisis uji normalitas gain (n-gain)
terhadap peningkatan hasil belajar siswa
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
adalah sebesar 0,57 dan 0,52 dengan
kriteria peningkatan sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan hasil
belajar siswa pada kelas eksperimen lebih
baik daripada kelas kontrol.
Nur Jannatu Na’imah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis …. 1571
Pada uji ketuntasan hasil belajar,
diperoleh thitung pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol sebesar 7,08 dan 2,42 dengan
tkritis pada derajat kebebasan 40 dengan
taraf signifikansi 5% untuk kelas eksperimen
dan kelas kontrol adalah 2,021 dan 2,023.
Karena thitung lebih besar dari ttabel, maka baik
kelas eksperimen dan kelas kontrol telah
mencapai ketuntasan hasil belajar dengan
presentase ketuntasan belajar klasikal
sebesar 92,68% dan 72,50%.
Hipotesis untuk mengetahui
besarnya pengaruh penerapan pem-
belajaran berbasis proyek berbantuan e-
learning terhadap peningkatan hasil belajar
siswa, digunakan rumus korelasi biserial.
Dari hasil analisis data, diperoleh harga
koefisien korelasi biserial sebesar 0,355
pada kategori rendah. Selanjutnya dengan
menggunakan koefisien determinasi menun-
jukkan bahwa penerapan pembelajaran
berbasis proyek berbantuan e-learning
memberikan kontribusi sebesar 12,60%
terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan analisis data yang telah
dilakukan, hasil belajar kimia materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan pada
ranah psikomotorik menunjukkan bahwa
nilai rata-rata kelas eksperimen lebih baik
daripada kelas kontrol. Berdasarkan 7
aspek yang diamati, rata-rata hasil belajar
ranah psikomotorik siswa kelas eksperimen
sebesar 84,32 dengan criteria sangat tinggi
untuk setiap pertemuan, sedangkan rata-
rata siswauntuk kelas kontrol sebesar 79,00
dengan kriteria tinggi. Selanjutnya, hasil
belajar kimia pada ranah afektif
menunjukkan bahwa aktivitas siswa kelas
eksperimen lebih baik daripada kelas
kontrol. Berdasarkan 10 aspek yang diamati,
rata-rata hasil belajar ranah afektif siswa
kelas eksperimen sebesar 81,34 dengan
criteria tinggi untuk setiap pertemuan,
sedangkan rata-rata siswa untuk kelas
kontrol sebesar 79,59 dengan kriteria tinggi.
Pada ranah kognitif menunjukkan bahwa
setelah adanya perlakuan melalui
penerapan pembelajaran berbasis proyek
berbantuan e-learning pada kelas ekspe-
rimen memiliki nilai rata- rata yang lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata
kelas kontrol yaitu sebesar 80,02 dan 75,03
untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pada dasarnya, pembelajaran ber-
basis proyek merupakan model
pembelajaran yang menuntut siswa untuk
berpartisipasi secara aktif baik secara
individu maupun berkelompok melalui
kerjasama sehingga melibatkan siswa dalam
investigasi pemecahan masalah. Melalui
pembelajaran berbasis proyek, selain hasil
belajar pada ranah kognitif, kemampuan lain
siswa seperti kreativitas dan motivasi belajar
dapat meningkat (Pradita, et al., 2015). Hal
ini yang menjadi landasan dari aspek
penilaian ranah psikomotorik selama proses
pembelajaran berlangsung menunjukkan
bahwa siswa mampu melaksanakan setiap
tahapan proyek dengan baik sesuai dengan
kriteria penilaian yang sudah ditetapkan.
Selain itu, hasil belajar siswa pada ranah
afektif menyimpulkan bahwa dari setiap
aspek pengamatan ternyata memiliki kriteria
yang baik pada kebanyakan siswa yang
belajar dengan penerapan pembelajaran
berbasis proyek. Dalam pelaksanaannya,
model pembelajaran berbasis proyek
dilakukan dengan metode percobaan
1572 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1566 - 1574
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
A B C D E F G H I J K L M
Rata
-rata
tia
p a
spek
Eksperimen
berupa proyek, demonstrasi, diskusi dan
tanya jawab serta ceramah. Dengan model
pembelajaran berbasis proyek yang
diterapkan melalui metode praktikum
mampu menjadikan siswa lebih kreatif dan
inovatif, berfikir kritis, serta mengaplikasikan
materi yang didapatkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Berdasarkan analisis data hasil
belajar kimia siswa pada ranah
psikomotorik, afektif dan kognitif diatas,
maka hipotesis dalam penelitian ini dapat
dikatakan berpengaruh dalam rangka
peningkatan hasil belajar melalui
pembelajaran berbasis proyek berbantuan
e-learning. Pada ranah kognitif, perlakuan
pembelajaran berbasis proyek pada kelas
eksperimen membiasakan siswa untuk
berpikir kritis dan kreatif dalam menghadapi
permasalahan yang diberikan dalam bentuk
proyek nyata (Anggriani,
et al., 2012). Pada
pelaksanaannya, siswa
diberikan kerangka
proyek yang dapat
menuntun siswa dalam
menemukan solusi
masalah sehingga
mampu menyelesaikan
proyek sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan. Oleh karena
itu, pembelajaran berbasis proyek bukan
sekedar memberikan pengetahuan
mengenai konsep dasar kimia tetapi juga
menjadikan pengetahuan itu lebih bermakna
melalui kegiatan proyek yang mampu
mengubah konsep yang selama ini bersifat
abstrak menjadi nyata. Sehingga konsep
tersebut dapat bertahan lama dalam pikiran
siswa (Lukman, et al., 2015). Hal ini
dibuktikan dengan meningkatnya hasil
belajar kimia siswa dalam ranah kognitif.
Jika ditinjau dari Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang ditentukan sekolah yaitu 75,
hasil belajar siswa pada kelas eksperimen
telah mencapai KKM dibandingkan dengan
kelas kontrol yang belum semuanya
mencapai KKM.
Data analisis tanggapan siswa
diperoleh melalui pengisian lembar angket
setelah pembelajaran selesai dilakukan
dengan kriteria (1) menarik (2) mudah (3)
memahami materi (4) bermanfaat (5)
kreativitas (6) kejujuran (7) komunikasi lisan
(8) komunikasi tertulis (9) menghargai
pendapat (10) tanggungjawab (11)
kerjasama (12) kebersaman antar teman
dan (13) partisipasi aktif dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Hasil analisis tanggapan siswa
terhadap pembelajaran
Dari hasil analisis angket tanggapan
siswa, dapat disimpulkan bahwa siswa
menyukai pembelajaran kimia dengan
menerapkan metode pembelajaran berbasis
proyek berbantuan e-learning karena lebih
menyenangkan, menarik, mendorong siswa
Nur Jannatu Na’imah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis …. 1573
untuk berinovasi, bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari dan dapat membuat
siswa lebih mudah dalam memahami materi.
Hal ini dapat dilihat dari peningkatan siswa
dalam bertanya saat pembelajaran dan
peningkatan motivasi dalam belajar. Selain
itu, siswa merasa dengan adanya
pembelajaran berbasis proyek berbantuan
e-learning dapat meningkatkan kecakapan
dalam bekerjasama secara kelompok,
berinovasi menciptakan sesuatu hal yang
baru, memanfaatkan sumber belajar yang
ada dan teknologi yang bermanfaat dalam
dunia pendidikan.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis hasil dan
pembahasan dapat diambil kesimpulan
bahwa penerapan pembelajaran berbasis
proyek berbantuan e-learning dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Pada
aspek kognitif menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,57
dan 0,52 dengan kriteria sedang melalui uji
normalitas Gain. Selain itu, hasil belajar
siswa memiliki perbedaan rata-rata yang
lebih baik pada kelas eksperimen
dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini
disebabkan adanya pengaruh pembelajaran
berbasis proyek berbasis e-learning
terhadap hasil belajar kimia siswa kelas XI
sebesar 12,60%. Pembelajaran berbasis
proyek berbantuan e-learning berpengaruh
terhadap peningkatan hasil belajar siswa
baik psikomotorik, afektif dan kognitif.
DAFTAR PUSTAKA
Addiin, I., Redjeki, T. dan Ariani, S.R.D., 2014, Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Pada Materi Pokok Larutan Asam Dan Basa Di Kelas XI IPA 1 SMA N 2 karanganyar tahun ajaran 2013/ 2014, Jurnal Pendidikan Kimia Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret, Vol 3, No 4, Hal: 7-16.
Akbar, S.A., 2012, Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Komputer Pada Mata Pelajaran Seni Budaya Semester Ganjil Kelas X SMK Muhammadiyah 2 Kediri Tahun 2011/2012, Artikel Universitas Negeri Malang Fakultas Sastra Program Studi Pendidikan Seni Rupa.
Anggriani, W., Ariani, S.R.D. dan Sukardjo, J., 2012, Pengaruh Pembelajaran Kimia Dengan Pendekatan CTL Melalui Metode Eksperimen dan Proyek Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Minat Berwirausaha Siswa pada Materi Destilasi Kelas X SMK N 2 sukoharjo tahun ajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Kimia Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret, Vol 1, No 1, Hal: 80-88.
Hayati, M.N., Supardi, K.I. dan Miswadi, S.S., 2013, Pengembangan Pembelajaran IPA SMK dengan Model Kontekstual Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa, Jurnal Pendidikan Program Studi IPA FMIPA UNNES Semarang, Vol 2, No 1, Hal: 53-58.
Listyawati, M., 2012, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu di SMP, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, Vol 1, No 1, Hal: 61-70.
1574 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1566 - 1574
Lukman, L.A., Martini, K.S. dan Utami, B., 2015, Efektivitas Metode Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Disertai Media Mind Mapping Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Pokok Sistem Koloid di kelas XI IPA SMA Al Islam 1 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014, Jurnal Pendidikan Kimia Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret, Vol 4, No 1, Hal: 113-19.
Muderawan, I.W., Siwa, I.B. dan Tika, I.N., 2013, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek dalam Pembelajaran Kimia terhadap Keterampilan Proses Sains Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa, e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA, Vol 3.
Nugroho, A.A., 2014, Pengembangan Media Pembelajaran Matematika dengan Strategi Project Based Learning Berbantuan Edmodo pada Mata Kuliah Statistik Dasar, Jurnal Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas PGRI Semarang.
Pradita, Y., Mulyani, B. dan Redjeki, T., 2015, Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa Pada Materi Pokok Koloid Kelas XI IPA Semester Genap Madrasah Aliyah Negeri Klaten Tahun Pelajaran 2013/2014, Jurnal Pendidikan Kimia Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret, Vol 4, No 1, Hal: 89-96.
Sastrika, I.A.K., Sadia, I.W. dan Muderawan, I.W., 2013, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Pemahaman Konsep Kimia Dan Keterampilan Berpikir Kritis, e-Jounal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA, Vol 3.
Wasis, A.S., 2013, Penggunaan Media Pembelajaran Fisika dengan E-Learning Berbasis Edmodo Blog Education Pada Materi Alat Optik untuk Meningkatkan Respons Motivasi dan Hasil belajar Siswa di SMP Negeri 4 surabaya, Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, Vol 2, No 3, Hal: 187-90.
Yance, R.D., 2013, Pengaruh Penerapan Model Project Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA N 1 Batipuh Kabupaten Tanah Datar, Pillar of Physics Education, Hal: 48-54.
Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1575
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN AUTENTIK UNTUK MENGUKUR KOMPETENSI PESERTA DIDIK
MATERI SENYAWA HIDROKARBON
Nino Nurjananto* dan Ersanghono Kusumo Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected],
ABSTRAK
Pada proses penilaian diperlukan instrumen penilaian yang dapat mengukur semua aspek kompetensi peserta didik yang menuntut peserta didik untuk aktif, salah satunya dengan menerapkan penilaian autentik. Subjek penelitian ini yaitu peserta didik suatu SMA di Bergas. Tujuan penelitian adalah mengembangkan instrumen penelitian autentik pada materi senyawa hidrokarbon yang valid, reliabel, dan efektif. Jenis penelitian ini adalah Research and Development. Prosedur pengembangan produk melalui tahap pendahuluan dan pengembangan. Pada tahap pendahuluan terbagi menjadi dua, yaitu studi empirik dan studi pustaka. Tahap pengembangan melalui beberapa bagian, yaitu 1) menyusun jenis instrumen, 2) validasi pakar, 3) uji coba skala kecil, 4) uji coba skala besar dan 5) implementasi produk. Pada penelitian ini disusun instrumen penilaian autentik pada materi senyawa hidrokarbon. Hasil analisis validasi pakar diperoleh nilai validasi instrumen 3,52 dengan kategori sangat baik. Hasil uji coba dan implementasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa instrumen penilaian autentik dinyatakan reliabel. Hasil analisis uji coba skala kecil menunjukkan reliabilitas instrumen sebesar 0,88 dan skala besar diperoleh sebesar 0,88. Hasil tahap implementasi diperoleh angka reliabilitas instrumen sebesar 0,86. Tingkat keefektifan instrumen pada tahap uji coba mencapai 95,67% dengan kategori sangat baik dan pada tahap implementasi mencapai 95,58% dengan kategori sangat baik. Hasil penelitian memperoleh instrumen penilaian autentik yang telah dinyatakan valid, reliabel, dan efektif.
Kata kunci: Instrumen penilaian, penilaian autentik, senyawa hidrokarbon
ABSTRACT
The assessment process required instruments that can measure all aspects of the competence of learners and they are actively involved in the assessment process by implementing one application of authentic assessment. The subjects is SMA in Bergas. The purpose of this research is to develop authentic research instruments to the hydrocarbon material in X grade are valid, reliable, and effective. This research is a Research and Development. Product development procedures phase through preliminary stage and development stage. Preliminary stage is divided into empirical studies and literature. Development stage is performed through several parts, 1) develop the type of instrument, 2) validation of experts, 3) small-scale trials, 4) large-scale trials and 5) the implementation of the product. In this study the type of instrument that is composed of authentic assessment instrument in hydrocarbon material. The results of the analysis of the expert validation instruments authentic assessment instrument validation value of 3.52 was obtained with a very good category. The results of the testing and implementation of this study indicate that the instrument can be declared reliable authentic assessment. The results of the analysis of small-scale trials showed reliability of the instrument was 0.88 and on a large-scale instrument reliability obtained by 0.88. The results obtained by the implementation phase of instrument reliability of the instrument was 0.86. The effectiveness of the instrument in the test phase reaches 95.67% with very good categories and at the implementation stage reached 95.58% with very good category. The results of the research and development of authentic assessment instruments have been declared valid, reliable, and effective.
Keywords: assessment instruments, authentic assessment, hydrocarbon compounds
1576 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1575 - 1584
PENDAHULUAN
Penilaian hasil belajar harus
dilakukan dengan baik agar mendapatkan
informasi yang tepat dan bermanfaat dalam
perbaikan proses pembelajaran. Penilaian
hasil belajar yang kurang baik meng-
akibatkan informasi yang didapatkan juga
kurang tepat sehingga tidak tercapai tujuan
pendidikan yang sesungguhnya. Penilaian
berperan sebagai program penilaian proses,
kemajuan belajar, dan hasil belajar peserta
didik (Docktor dan Heller, 2009). Dewasa ini
metode penilaian hasil belajar yang
dilakukan oleh guru masih menggunakan
metode penilaian dengan teknik tes saja.
Metode penilaian hasil belajar dengan teknik
tes tidak mampu mengukur semua aspek
dalam belajar karena tes hanya dapat
mengungkapkan kompetensi pengetahuan
(Ovianti, 2013). Salah satu bentuk penilaian
yang menekankan ketiga kompetensi di atas
melalui sebuah penilaian yang menitik
beratkan pada proses pembelajaran bukan
pada hasil adalah penilaian autentik.
Penilaian autentik sebagai kegiatan
menilai peserta didik yang menekankan
pada apa yang seharusnya dinilai, baik
proses maupun hasil dengan berbagai
instrumen penilaian yang disesuaikan
dengan tuntutan kompetensi (Kunandar,
2013). Tujuan dari penilaian autentik adalah
untuk memberikan informasi yang valid dan
akurat tentang apa yang diketahui serta
dapat dilakukan oleh peserta didik
(Mundilarto, 2010). Berbeda dengan
penilaian tradisional yang cenderung hanya
memilih respons yang tersedia, sedangkan
dalam penilaian autentik peserta didik
menampilkan atau mengerjakan suatu tugas
atau proyek. Dewasa ini sistem penilaian
yang dilakukan masih berorientasi pada
paper and pencil test yang hanya mengukur
kompetensi pengetahuan saja (Astuti, 2012).
Hasil wawancara dengan guru kimia suatu
SMA Negeri di Bergas menunjukkan bahwa
instrumen penilaian yang digunakan masih
mengukur aspek hafalan dan pemahaman.
Belum adanya instrumen penilaian yang
dapat mengukur semua kompetensi peserta
didik mengakibatkan kurang terpantaunya
perkembangan kompetensi peserta didik
selama mengikuti pembelajaran. Berdasar-
kan hal tersebut, dilakukan penelitian
pengembangan instrumen penilaian autentik.
Instrumen penilaian yang dikem-
bangkan dalam penelitian ini adalah
instrumen penilaian autentik yang dapat
mengukur semua kompetensi peserta didik
pada materi senyawa hidrokarbon.
Instrumen penilaian autentik yang dikem-
bangkan yaitu lembar observasi penilaian
sikap untuk mengukur kompetensi sikap,
lembar penilaian kerja praktikum, lembar
penilaian proyek, dan lembar penilaian
performa presentasi dan peer assessment
untuk mengukur kompetensi keterampilan,
pretest dan posttest untuk mengukur
kompetensi pengetahuan.
Tujuan penelitian adalah 1) Me-
ngembangkan instrumen penilaian autentik
dalam mengukur ketercapaian kompetensi
peserta didik kelas X pada materi senyawa
hidrokarbon, 2) Memperoleh instrumen
penilaian autentik yang valid, reliable dan
efektif, 3) Memperoleh instrumen penilaian
yang dapat mengukur kompetensi peserta
didik secara berimbang baik kompetensi
Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1577
sikap, kompetensi pengetahuan, dan
kompetensi keterampilan.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di suatu SMA di
Bergas, Kab. Semarang, Jawa Tengah
dengan kelas XI IPA 1 sebagai subjek uji
coba skala kecil, kelas X 5 sebagai subjek
uji coba skala besar, dan kelas X 6 sebagai
subjek uji coba tahap implementasi. Subjek
uji coba yaitu peserta didik yang dipilih
secara acak. Jenis penelitian termasuk
Research and Development (R&D) yaitu
penelitian pengembangan instrumen
penilaian autentik. Jenis penelitian R&D
yang digunakan dalam penelitian ini,
mengacu Sugiyono (2009) yang diadaptasi
sesuai dengan kebutuhan penelitian yang
terdiri atas (1) pendefinisian dengan
melakukan studi pendahuluan yang meliputi
studi empirik dan studi putaka; (2) desain
produk dan validasi; (3) pengembangan
dimulai dari uji coba skala kecil, dan uji coba
skala luas; (4) implementasi, merupakan
tahapan terakhir sebelum produk
pengembangan dipublikasikan; (5) produk
jadi, setelah dilakukan implementasi,
validasi, uji reliabilitas, uji keefektifan dan
revisi akhir, maka produk siap untuk
diproduksi masal dan dipublikasikan. Waktu
penelitian dimulai dari bulan April sampai
Juni 2014.
Tahap penelitian ini dibagi menjadi
empat tahap, yaitu pendefinisian, desain,
pengembangan, dan implementasi. Pende-
finisian meliputi dua tahapan yaitu studi
lapangan, yang dilakukan untuk mendapat
informasi berupa jenis instrumen penilaian
kimia yang digunakan di sekolah, mengkaji
sarana prasarana sekolah, dan proses
pembelajaran kimia. Studi literatur dengan
mencari referensi mengenai kriteria
pengembangan penilaian autentik.
Desain produk diawali dengan
menyusun instrumen penilaian autentik
berdasar studi empirik dan studi pustaka.
Kemudian desain awal instrumen penilaian
autentik divalidasi oleh pakar penelitian
pendidikan, pakar penilaian hasil belajar,
pakar bahasa, pakar kimia, dan praktisi
lapangan. Setelah divalidasi, instrumen
penilaian mengalami beberapa kali revisi
untuk memperbaiki instrumen penilaian
yang dikembangkan sehingga layak untuk
diujicobakan di kelas uji coba. Perbaikan
dan penyempurnaan instrumen penilaian
dilakukan dengan arahan, bimbingan serta
masukan dari validator.
Tahap pengembangan selanjutnya
yaitu develop, dilakukan pengujian kualitas
instrumen dengan mengujicobakan pada
skala kecil.. Perbaikan dilakukan untuk
menyempurnakan instrumen penilaian
autentik dari kekurangan pada tahap uji
coba skala kecil. Kemudian instrumen
diujicobakan pada uji coba skala besar
dengan 30 peserta didik sebagai subjek uji
coba. Perbaikkan dilakukan kembali
terhadap kekurangan-kekurangan yang
masih pada instrumen. Instrumen penilaian
autentik selanjutnya diimplementasikan.
Data kualitatif diolah dengan
menggunakan tenik penjumlahan sederhana
kemudian dilakukan kategorisasi. Untuk
mengetahui kualitas instrumen penilaian
autentik maka dilakukan validasi, uji
reliabilitas, dan keefektifan. Validitas
1578 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1575 - 1584
instrumen penilaian ditentukan dari validasi
pakar. Perhitungan reliabilitas soal tes
menggunakan rumus alpha-cronbach.
Perhitungan reliabilitas lembar observasi
penilaian sikap, lembar penilaian kerja
praktikum, lembar penilaian proyek, dan
lembar observasi penilaian performa pre-
sentasi dan peer assessment meng-
gunakan rumus kesepakatan antar
raters. Efektifitas instrumen
penilaian dapat dilihat dari hasil respon
subjek uji coba.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Studi pustaka yang telah dilakukan
memperoleh informasi bahwa hasil belajar
peserta didik merupakan kompetensi-
kompetensi yang diperoleh peserta didik
melalui proses pembelajaran. Kompetensi
yang dimaksud yaitu kompetensi penge-
tahuan, kompetensi sikap, dan kompetensi
keterampilan. Masing-masing kompetensi
perlu untuk dipantau perkembangannya
melalui panduan instruksi dari sebuah
proses penilaian (Palm, 2008). Sehingga
proses penilaian harus mencakup ketiga
kompetensi tersebut. Salah satu instrumen
penilaian yang menekankan ketiga
kompetensi tersebut adalah instrumen
penilaian autentik.
Hasil studi empirik dengan
observasi pada subjek penelitian didapatkan
bahwa lingkungan sekolah subjek penelitian
yang jauh dari keramaian membuat iklim
yang kondusif untuk menunjang proses
pembelajaran. Fasilitas dalam setiap ruang
kelas sangat menunjang keberlangsungan
proses pembelajaran. Proses pembelajaran
yang berjalan juga menerapkan student
centre. Akan tetapi sistem penilaian yang
digunakan khususnya pada materi senyawa
hidrokarbon kelas X masih berupa penilaian
trdisional yang hanya berupa tes saja belum
menerapkan penilaian autentik. Perban-
dingan penilaian tradisional dengan
penilaian autentik yang dikembangkan pada
penelitian ini dipaparkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan instrumen penilaian tradisional dengan penilaian autentik
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat
bahwa proses penilaian tradisional yang
dilakukan di sekolah, subjek penelitian
hanya mengukur kompetensi pengetahuan
saja padahal hasil belajar peserta didik
meliputi ketiga kompetensi. Belum adanya
instrumen untuk mengukur kompetensi
sikap dan keterampilan mengakibatkan tidak
terpantaunya perkembangan kompetensi
sikap dan keterampilan peserta didik.
Berbeda dengan penilaian autentik yang
dapat mengukur ketiga kompetensi peserta
didik sesuai dengan kebutuhan. Proses
penilaian yang dilakukan juga tidak
melibatkan peserta didik sebagai subjek
pembelajaran. Peran aktif peserta didik
Kompetensi Penilaian
Tradisional Penilaian Autentik
Kompetensi sikap
- Lembar observasi penilaian sikap
Kompetensi keterampilan
- Lembar observasi performa presentasi dan peer assessment Lembar penilaian proyek Lembar penilaian kerja praktikum
Kompetensi pengetahuan
Soal pilihan ganda
Soal pretest dan posttest
Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1579
dalam proses penilaian menjadikan
penilaian yang dilakukan transparan dan
dapat menghindari subjektifitas (Amo, 2011).
Berdasarkan Tabel 1, maka ran-
cangan instrumen penilaian autentik sudah
mewakili penilaian masing-masing kom-
petensi. Penilaian autentik mampu
membantu guru dalam melakukan penilaian
hasil belajar peserta didik yang mencakup
kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan
sikap (Purwanti, 2013). Lembar observasi
penilaian sikap disusun menggunakan
sistem penyekoran melalui rubrik. Lembar
observasi ini menunjukkan kompetensi sikap
dari peserta didik selama mengikuti proses
pembelajaran. Kompetensi sikap yang dinilai
antara lain jujur, disiplin, tanggungan jawab,
toleransi, sopan dan santun, gotong royong,
dan percaya diri yang dikembangkan
kedalam 10 aspek pada lembar observasi
penilaian sikap. Rubrik lembar observasi
penilaian sikap terdiri atas 10 aspek dengan
menggunakan skala 1 hingga 3. Kompetensi
sikap juga bagian terpenting dalam suatu
penilaian. Adanya lembar observasi
penilaian sikap akan memacu peserta didik
dalam mengoptimalkan sikap mereka
selama proses pembelajaran (Qomari,
2008).
Lembar observasi performa presen-
tasi merupakan instrumen penilaian autentik
yang dapat mengukur kompetensi
keterampilan. Proses penilaian pada lembar
observasi performa presentasi dan peer
assessment mengharuskan peserta didik
mengkomunikasikan hasil diskusi kelom-
poknya dalam diskusi kelas. Pengamatan
juga dilakukan oleh teman sejawat sebagai
peer assessment. Penilaian teman sejawat
memberikan dampak positif bagi peserta
didik yaitu memotivasi peserta didik dalam
meningkatkan hasil belajarnya. Penilaian
teman sejawat membantu per-kembangan
rasa saling menghargai dan hubungan antar
pribadi pada internal kelas (Yanbin dan Min,
2005). Penelitian ini juga memberikan
pelatihan kepada peserta didik tentang
kesadaran diri untuk belajar dari kesuksesan
dan kekurangan peserta didik lainnya.
Penggunaan penilaian teman sejawat dapat
mengembangkan kesadaran peserta didik
untuk bertanggung jawab terhadap proses
belajarnya dan meningkatkan kesadaran diri
tentang apa yang perlu mereka ketahui
(Syahrul, 2009).
Lembar penilaian proyek terdiri atas
4 aspek yaitu kesuaian tema dan judul,
penggunahan bahan acuan yang relefan,
kerincian analisis, dan laporan. Proses
pengambilan data pada lembar penilaian
proyek menggunakan rubrik, dilakukan oleh
dua mahapeserta didik dan satu guru
sebagai pengamat. Rubrik berfungsi untuk
mengenal pasti pencapaian pelajar (Peirce,
2006). Oleh karena itu, rubrik dijadikan
suatu alat penilaian yang sangat hebat
dalam pengajaran maupun penilaian.
Adanya rubrik lembar penilaian proyek
dengan menggunakan beberapa indikator
berpengaruh besar terhadap reliabilitas
suatu instrumen (Frey, et al., 2012).
Penilaian melalui rubrik menjadikan
penilaian yang dilakukan oleh para
pengamat menjadi terarah. Penilaian
dilakukan setelah peserta didik diberikan
tugas proyek berupa laporan analisis
senyawa hidrokarbon dalam kehidupan
sehari-hari. Lembar penilaian proyek yang
1580 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1575 - 1584
disusun secara transparan dapat mening-
katkan kompetensi keterampilan peserta
didik dalam membuat tugas sebaik–baiknya
(Rahayu, 2012).
Lembar penilaian kerja praktikum
juga merupakan salah satu instrumen untuk
mengukur kompetensi keterampilan. Proses
pengambilan data pada lembar penilaian
kerja praktikum dilakukan oleh dua
mahasiswa dan satu guru sebagai
pengamat. Peserta didik secara berke-
lompok melakukan praktikum identifikasi
unsur–unsur penyusun senyawa hidro-
karbon dan pengamat bertugas menilai
aktifitas yang dilakukan peserta didik. Hasil
pengembangan lembar penilaian ini ter-
susun di dalam rubrik yang terdiri atas 5
aspek. Keseluruhan aspek dalam lembar
penilaian kerja praktikum adalah untuk
mengukur keterampilan peserta didik saat
melakukan kegiatan laboratorium. Semakin
jelas panduan penilaian kerja,
semakin me-motivasi peserta
didik dalam menca-pai nilai
yang optimal (Keppell, et al.,
2006).
Penilaian aspek kom-
petensi pengetahuan meng-
gunakan soal uraian yaitu pretest dan
posttest. Soal tersebut dilengkapi dengan
kisi-kisi soal dan panduan penilaiannya.
Pretest dan posttest masing–masing terdiri
atas 5 soal uraian. Materi pretest dan
posttest adalah senyawa hidrokarbon kelas
X. Instrumen soal pretest dan posttest dapat
mengukur kompetensi pengetahuan peserta
didik dalam memahami suatu materi
pembelajaran (Kunandar, 2013). Instrumen
ini dapat dijadikan pedoman keberhasilan
peserta didik dalam suatu proses belajar
mengajar.
Pengujian kualitas instrumen di-
lakukan melalui validasi pakar dan uji
reliabilitas. Validasi yang dilakukan yaitu
validasi isi dari instrumen penilaian autentik.
Hal ini menunjukkan bahwa validasi pakar
menjadi bagian yang penting untuk memulai
pengembangan (Ovianti, 2013). Instrumen
penilaian autentik dinyatakan valid apabila
nilai rata-rata skor hasil validasi mencapai
kategori baik atau sangat baik. Revisi
dilakukan untuk perbaikan instrumen yang
dikembangkan selama proses validasi.
Revisi instrumen penilaian autentik dila-
kukan dibawah bimbingan dan arahan pakar
sebagai validator. Hasil analisis tahap
validasi pakar untuk instrumen penilaian
autentik dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis validasi pakar
instrumen penilaian autentik
Berdasarkan Tabel 2, skor rata-rata
yang didapatkan dari hasil analisis validasi
pakar yaitu 3,52 yang termasuk pada
kategori sangat baik. Hal ini menyatakan
bahwa instrumen penilaian autentik yang
dikembangkan valid. Artinya, instrumen
yang dikembangkan dapat mengukur ketiga
aspek yaitu sikap, keterampilan dan
pengetahuan.
Instrumen Rata-Rata
Skor Kategori
Lembar observasi penilaian sikap Lembar penilaian kerja praktikum Lembar penilaian proyek Lembar observasi penilaian performa presentasi dan peer assessment Soal pretest dan posttest Skor rata – rata
3,50 3,35 3,55 3,60
3,60 3,52
Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik
Sangat baik Sangat baik
Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1581
Kualitas instrumen juga ditentukan
melalui uji reliabilitas. Pengujian reliabilitas
instrumen soal pretest dan posttest
menggunakan rumus alpha-cronbach
(Suharsimi, 2012). Sedangkan instrumen
yang menggunakan tenik non tes, pengujian
reliabiltasnya meng-gunakan rumus kese-
pakatan antar raters (Azwar, 1999).
Instrumen penilaian autentik
dinyatakan reliabel apabila
reliabilitas masing-masing
komponen instrumen memiliki
nilai alpha di atas 0,70
(Sugiyono, 2010).
Pengujian reliabilitas
instrumen penilaian autentik
dilakukan pada tahap uji coba skala kecil,
skala besar, dan juga pada tahap
implementasi. Pada tahap uji coba skala
kecil hanya pada instrumen soal pretest dan
posttest. Hasil analisis reliabilitas instrumen
tahap uji coba skala kecil disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Reliabilitas instrumen penilaian autentik tahap uji coba skala kecil
Berdasarkan Tabel 3, nilai alpha
soal pretest sebesar 0,89 dan posttest
sebesar 0,87. Hal tersebut dapat
menyatakan bahwa instrumen soal pretest
dan posttest reliabel karena reliabilitasnya
lebih dari 0,70. Sehingga instrumen soal
pretest dan posttest dapat dilanjutkan untuk
penelitian. Pengujian reliabilitas instrumen
penilaian autentik juga dilakukan pada tahap
uji coba skala besar. Pengujian reliabilitas
dilakukan pada semua instrumen penilaian
autentik. Hasil analisis reliabilitas instrumen
penilaian autentik pada tahap uji coba skala
besar dipaparkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Reliabilitas instrumen penilaian
autentik tahap uji coba skala besar
Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat
hasil reliabilitas instrument penilaian autentik
pada tahap uji coba skala besar me-
nunjukkan rata–rata nilai alpha sebesar 0,88.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa
instrumen penilaian autentik dapat
mengukur semua aspek yang peserta didik
ketahui dan yang peserta didik lakukan
(Mueller, 2005). Berdasarkan Tabel 4, maka
instrumen penilaian autentik pada tahap uji
coba skala besar dinyatakan reliabel dan
dapat digunakan untuk melanjutkan
penelitian.
Pengujian reliabilitas instrumen
penilaian autentik juga dilakukan pada tahap
implementasi. Hasil analisis reliabilitas
instrumen penilaian autentik tahap
implementtasi disajikan pada Tabel 5.
Instrumen Nilai alpha
Keterangan
Lembar penilaian proyek Lembar penilaian kerja praktikum Lembar observasi penilaian performa persentasi dan peer assessment Lembar observasi penilaian sikap Soal pretest kompetensi pengetahuan Soal posttest kompetensi pengetahuan Rata – rata nilai alpha
0,95 0,91 0,90
0,96 0,79 0,80 0,88
Reliabel Reliabel Reliabel
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Instrumen Nilai alpha
Keterangan
Soal pretest kompetensi pengetahuan Soal posttest kompetensi pengetahuan
0,89
0,87
Reliabel
Reliabel
1582 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1575 - 1584
Tabel 5. Reliabilitas instrumen penilaian
autentik tahap implementasi
Berdasarkan Tabel 5, seluruh
instrumen mendapatkan nilai alpha di atas
0,70. Hasil reliabilitas instrumen penilaian
autentik tahap implementasi menunjukkan
rata–rata nilai alpha sebesar 0,86. Hal
tersebut menunjukkan bahwa instrumen
penilaian autentik pada tahap implementasi
dinyatakan reliabel. Hasil perhitungan
reliabilitas digunakan untuk mengukur
keajegan instrumen sehingga dapat
dibandingkan antar waktu untuk mengetahui
perkembangan hasil belajar yang dicapai
(Mardapi, 2012).
Tingkat keefektifan instrumen
ditentukan dari hasil angket respon subjek
uji coba penelitian dan pengembangan. Uji
keefektifan ini juga dilakukan di uji coba
skala besar dan tahap implementasi. Hasil
angket respon subjek uji coba skala besar
dipaparkan pada Tabel 6, sedangkan hasil
angket respon subjek uji coba tahap
implementasi dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6. Data hasil angket respon subjek uji coba skala besar
Angket respon disusun untuk
mengetahui tanggapan terhadap proses
pembelajaran yang menggunakan instrumen
penilaian autentik. Berdasarkan Tabel 6,
responden terbanyak memberikan respon
pada kategori sangat setuju, dan tidak ada
satu pun responden yang menyatakan
respon sangat tidak setuju. Persentase
keefektifan instrumen mencapai 95,67%
dengan kategori sangat baik. Hasil angket
menunjukkan tanggapan positif diberikan
oleh subjek uji coba terhadap instrumen
penilaian autentik yang diterapkan dalam
proses pembelajaran.
Tabel 7. Data hasil angket respon subjek uji
coba tahap implementasi
Hasil angket respon peserta didik
tahap implementasi yang dipaparkan pada
Tabel 7 menyatakan tingkat keefektifan
instrumen mencapai 95,58% dengan
kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan
instrumen penilaian autentik direspon
Instrumen Nilai
Alpha Keterang
an
Lembar penilaian proyek Lembar penilaian kerja praktikum Lembar observasi penilaian performa presentasi dan peer assessment Lembar observasi penilaian sikap Soal pretest kompetensi pengetahuan Soal posttest kompetensi pengetahuan Rata – rata nilai alpha
0,88
0,87
0,88
0,93
0,79
0,80 0,86
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel Reliabel
Analisis Jawaban Banyak
Responden Jumlah
Nilai
Respon Sangat Setuju Respon Setuju Respon Tidak Setuju Respon Sangat Tidak Setuju
248
46 6 -
992
138
12 -
Analisis Jawaban Banyak
Responden Jumlah
Nilai
Respon Sangat Setuju Respon Setuju Respon Tidak Setuju Respon Sangat Tidak Setuju
252
43 5 -
1008
129
10 -
Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1583
sangat baik oleh peserta didik. Adanya
penilaian autentik dapat meningkatkan minat
peserta didik dalam mengikuti proses
pembelajaran. Transparansi dalam proses
penilaian autentik menjadikan peserta didik
ikut aktif dalam penilaian sehingga terpacu
untuk meningkatkan minat belajarnya (Astuti,
2012).
Produk penelitian ini menemui
beberapa kendala antara lain tidak semua
komponen instrumen penilaian autentik
yang dikembangkan dapat digunakan di
semua sekolah karena fasilitas dari masing-
masing sekolah berbeda-beda. Sekolah
dengan fasilitas yang memadai tentu tidak
akan jadi masalah namun sekolah dengan
fasilitas yang kurang memadai terutama
pada kondisi laboratorium akan berbeda
pelaksanaannya. Penelitian ini
mengembangkan produk menjadi beberapa
komponen dalam instrumen penilaian
autentik dengan tujuan bisa digunakan
semudah mungkin. Contohnya pada
penilaian kompetensi keterampilan, bagi
sekolah dengan fasilitas laboratorium yang
kurang atau bahkan belum memiliki
laboratorium dapat memilih alternatif lain
dalam melakukan penilaian kompetensi
keterampilan yaitu menggunakan lembar
penilaian proyek dan lembar observasi
penilaian performa presentasi dan peer
assessment.
SIMPULAN
Instrumen penilaian autentik yang
dikembangkan telah teruji valid dan reliabel.
Sedangkan respon subjek uji coba
menunjukkan instrumen tersebut efektif.
Instrumen penilaian autentik dapat
mengukur kompetensi peserta didik mata
pelajaran kimia materi senyawa hidrokarbon
dengan masing-masing kompetensi
menggunakan instrumen yang berbeda-
beda sesuai dengan kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Amo, E., 2011, Self, Peer, and Teacher Assessment as Active Learning, Journal of International Studies, Vo 18, No 1, Hal: 41-47.
Astuti, W. P, 2012, Pengembangan Instrumen Asesmen Autentik Berbasis Literasi Sains pada Materi Sistem Ekskresi, Jurnal Lembaran Ilmu Kependidikan, Vol, 41, No 1, Hal: 40-43.
Azwar, S., 1999, Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Docktor, J. dan Heller, K., 2009, Robust Assessment Instrument for Student Problem Solving, Prosiding the NARST 2009 Annual Meeting, Minnesota university.
Frey, B. B., Schmitt, V.L., dan Allen, J.P., 2012, Defining Authentic Classroom Assessment, Journal of Practical Assessment, Research dan Evaluation, Vol 17, No 2, Hal: 1-18.
Keppell, M., Au, E., Ma, A. dan Chan, C., 2006, Peer Learning And Learning Oriented Assessment In Technology Enhanced Environments, Journal of Assessment dan Evaluation in Higher Education, Vol 31, No 4, Hal: 453 – 464.
Kunandar, 2013, Penilaian Autentik, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
Mardapi, D., 2012, Pengukuran Penilaian Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta: Nuha Medika.
Mueller, J., 2005, The Authentic Assessment Toolbox, Enhancing Student Learningthrough Online Faculty Development, Vol 1, No 1, Hal: 1-7.
1584 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1575 - 1584
Mundilarto, 2006, Authentic Assessment Sebagai Sarana Untuk Meningkatkan Kemampuan Kerja Ilmiah Peserta Didik, Jurnal Cakrawala Pendidikan, Vol 1, No 1, Hal: 1-8.
Ovianti, M., 2013, Pengembangan Instrumen Penilaian Autentik Pada Proses dan Hasil Pembelajaran Matematika Materi Persamaan Garis Lurus di Kelas VIII SMP Berdasarkan Standar KTSP, Jurnal Edumatica, Vol 3, No 1, Hal: 1-10.
Palm, T., 2008, Performance Assessment and Authentic Assessment: A Conceptual Analysis Of The Literature, Journal of Practical Assessment, Research dan Evaluation, Vol 13, No 4, Hal: 1 – 11.
Peirce, W., 2006, Designing Rubric for Accessing Higher Order Thinking, Journal of Afacct Howard Community College, Vol 58, No 2, Hal: 1-14.
Purwanti, A., 2013, Hakekat Asesmen Autentik Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran Biologi, Jurnal Edukasi Matematika dan Sains, Vol 1, No 1, Hal: 10-21.
Qomari, R, 2008, Pengembangan Instrumen Evaluasi Domain Afektif, Jurnal Insania, Vol 13, No 1, Hal: 87-109.
Rahayu, D. S, 2012, Pengembangan Perangkat Penilaian Proyek Berbahasa Inggris pada Materi Skala, Jurnal Mathedunesa, Vol 1, No 1, Hal: 1-7.
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta.
Suharsimi, A, 2012, Dasar–dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Syahrul, 2009, Keefektifan Penerapan Model Asesmen Autentik Terintegrasi dalam Pembelajaran Praktikum pada Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Jurnal Media Edukasi Pendidikan Teknologi dan Kejuaran, Vol 2, No 1, Hal: 1-9.
Yanbin T, dan Min L., 2005, Peer and Self Assessment to Reveal the Rangking of Each Individual’s Contribution To A Group Project, Journal of Informatian Systems Education, Vol 16, No 2, Hal: 197-206.
Ita Masithoh Wikhdah, dkk., Pengembangan Modul Larutan Penyangga Berorientasi …. 1585
PENGEMBANGAN MODUL LARUTAN PENYANGGA BERORIENTASI CHEMOENTREPRENEURSHIP (CEP) UNTUK KELAS XI SMA/MA
Ita Masithoh Wikhdah*, Sri Susilogati Sumarti, Sri Wardani
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dirancang dengan desain Research and Development yang diadaptasi dari model pengembangan pengajaran Sugiyono yang termodifikasi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kelayakan, keefektifan, dan tanggapan siswa dan guru terhadap modul larutan penyangga berorientasi chemoentrepreneurship (CEP) yang dikembangkan. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi, angket, tes, dan dokumentasi. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Secara kuantitatif, data hasil penelitian dianalisis dengan cara menghitung rerata skor dan menentukan kriteria pada interval kelas tertentu. Hasil analisis menunjukkan bahwa modul memperoleh skor validasi sebesar 3,24 sehingga dinyatakan valid, modul dinyatakan efektif karena penumbuhan minat wirausaha siswa dalam kriteria tinggi dengan skor 3,07 dan peningkatan pemahaman konsep siswa sebesar 0,65 dalam kriteria sedang. Selain itu, data angket menunjukkan bahwa modul dinyatakan mendapat respon baik dari penggunanya. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa modul larutan penyangga berorientasi chemoentrepreneurship (CEP) dinyatakan valid, efektif, dan dapat diterima dengan baik oleh pengguna sehingga dapat digunakan sebagai sumber belajar siswa yang mampu meningkatkan pemahaman konsep dan menumbuhkan minat wirausaha siswa.
Kata Kunci: chemoentrepreneurship (cep), larutan penyangga, pengembangan modul
ABSTRACT
This study was designed with a Research and Development, which was adapted from the model of development Sugiyono teaching has been modified. This study aims to determine the feasibility, effectiveness, and student and teacher responses to the buffer solution-oriented modules chemoentrepreneurship (CEP). Collecting data using interviews, observations, questionnaires, tests, and documentation. Data were analyzed by descriptive quantitative. In quantitative terms, the data were analyzed by calculating the mean scores and determining the criteria at intervals of a certain class. The analysis showed that the module validation scored 3.24 that is valid, the module is declared effective because of growing interest in entrepreneurial students in high criteria with a score of 3.07 and increase students' understanding of concepts of 0.65 in the criteria. In addition, questionnaire data indicate that the module is declared received good response from the users. Based on the results of data analysis can be concluded that the buffer solution-oriented modules chemoentrepreneurship (CEP) is valid, effective, and well received by the user so that it can be used as a source of student learning that can improve understanding of concepts and foster interest in entrepreneurship students.
Keywords: chemoentrepreneurship (CEP), development, module buffer solution
PENDAHULUAN
Undang-Undang No.20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
3, menyatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi siswa, agar
menjadi manusia yang beriman dan
1586 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1585 - 1595
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Oleh karena itu perkembangan di bidang
pendidikan pada hakikatnya mencerdaskan
dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Hal ini dapat tercapai salah
satunya dengan meningkatkan pem-
belajaran. Pembelajaran sains pada
hakikatnya terdiri atas produk, proses, dan
sikap yang menuntut siswa melakukan
penemuan dan pemecahan masalah
(Widyaningrum, et al., 2014). Penggunaan
bahan ajar merupakan salah satu
pemanfaatan media dalam sebuah proses
pembelajaran. Modul adalah bahan ajar
cetak yang dapat digunakan sebagai
fasilitator menyampaikan materi dalam
proses pembelajaran. Penggunaan modul
sebagai bahan ajar mempermudah siswa
untuk memahami materi kimia yang abstrak
menjadi konkrit (Mansyur, et al., 2012).
Untuk memaksimalkan modul maka modul
dirancang dengan desain yang berwarna
dan bergambar agar siswa lebih tertarik
untuk mempelajari materi.
Modul berorientasi chemoentrepre-
neurship (CEP) merupakan modul yang
dapat mengembangkan keterampilan siswa.
Modul chemoentrepreneurship (CEP)
dikembangkan dengan mengaitkan lang-
sung pada obyek nyata atau fenomena di
sekitar kehidupan manusia. Modul ini
memungkinkan siswa dapat mempelajari
proses pengolahan suatu bahan menjadi
produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi
dan memotivasi untuk wirausaha. Dengan
modul berorientasi chemoentrepreneurship
(CEP) yang dikaitkan dengan objek nyata,
maka diharapkan pula siswa akan menjadi
lebih paham terhadap pelajaran kimia yang
cenderung abstrak dan memberi
kesempatan pada siswa untuk
mengoptimalkanpotensinya agar
menghasilkan produk. Bila siswa sudah
terbiasa dengan kondisi belajar yang
demikian, tidak menutup kemungkinan sikap
wirausaha siswa akan tumbuh (Supartono,
et al., 2009).
Materi larutan penyangga sangat
tepat bila dikembangkan dengan
berorientasi pada chemoentrepreneurship
(CEP), mengingat banyak larutan
penyangga yang dapat diterapkan dalam
pembuatan produk. Modul materi larutan
penyangga berorientasi chemoentrepre-
neuship (CEP) selain dapat meningkatkan
pemahaman konsep, modul ini dapat
menumbuhkan minat wirausaha dan
meningkatkan keterampilan dalam kegiatan
inovatif dan kewirausahaan. Modul
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
dapat dijadikan sebagai salah satu upaya
mengurangi pengangguran akibat adanya
aspek kewirausahaan dalam pendidikan
(Askun dan Yildirim, 2011). Selain itu
chemoentrepreneurship (CEP) dapat mem-
bantu siswa memperoleh keterampilan dan
pengetahuan yang sangat penting untuk
pengembangan pola pikir kewirausahaan,
karena wirausaha dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi (Guardia, et al.,
2014).
Berdasarkan hasil observasi peneliti
selama PPL di suatu MAN di Magelang
menunjukkan bahwa tahun 2014 hanya 62
dari 303 siswa yang melanjutkan ke
Ita Masithoh Wikhdah, dkk., Pengembangan Modul Larutan Penyangga Berorientasi …. 1587
perguruan tinggi, berarti lebih dari 50%
siswa tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.
Hal itu terjadi karena adanya faktor ekonomi
keluarga siswa Suatu MAN di Magelang.
Lembaga Pendidikan Sekolah Menengah
Atas (SMA) bertujuan mempersiapkan siswa
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Namun kenyataannya
banyak siswa SMA yang tidak dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi sehingga berpotensi untuk
menjadi pengangguran. Maka perlu adanya
upaya mempersiapkan lulusan SMA untuk
memenuhi lapangan kerja (Supartono et al.,
2009). Salah satu upaya perlu adanya
pembelajaran yang dapat mengembangkan
keterampilan siswa yaitu pembelajaran yang
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP).
Data observasi peneliti menunjuk-
kan bahwa tidak banyak guru yang
memanfaatkan serta mengembangkan
bahan ajar khususnya sebagai penyampai-
an materi pembelajaran.. Guru lebih banyak
mempergunakan buku paket dan LKS
selama proses pembelajaran yang diperoleh
dari penerbit. Kekurangsesuaian antara
kondisi siswa dengan tujuan materi
yangterdapatdalambahan ajar lain yang
diperoleh dari penerbit dapat diatasi dengan
mengembangkan bahan bahan ajar berupa
modul oleh guru. Oleh karena itu, peneliti
mengembangkan modul larutan penyangga
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
yang dapat membantu memberikan
informasi yang lebih jelas dan sistematis
kepada siswa dan pada akhirnya dapat
dijadikan sumber belajar mandiri yang
mampu menampilkan kompetesi tertentu
sehingga minat wirausaha siswa dapat
tumbuh.
Rumusan masalah dalam penelitian
ini, antara lain: 1)apakah modul yang
dikembangkan valid digunakan sebagai
sumber belajar yang berorientasi chemo-
entrepreneurship (CEP)?, 2) apakah modul
yang dikembangkan efektif menumbuhkan
minat wirausaha dan meningkatkan
pemahaman konsep siswa? , 3) bagaimana
tanggapan guru dan siswa terhadap modul
larutan penyangga berorientasi chemo-
entrepreneurship (CEP)?. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kelayakan,
keefektifan, dan tanggapan siswa dan guru
terhadap modul materi larutan penyangga
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
untuk meningkatkan pemahaman konsep
siswa dan menumbuhkan minat wirausaha.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Suatu
MAN di Magelang tahun pelajaran 2014-
2015. Desain pengembangan yang
digunakan untuk mengembangkan modul
larutan penyangga berorientasi chemo-
entrepreneurship (CEP) dalam penelitian ini
adalah desain yang diadaptasi dari model
pengembangan pengajaran yang didesain
Sugiyono yang termodifikasi (Sugiyono,
2010), meliputi: 1) Identifikasi potensi dan
masalah; 2) pengumpulan data; 3) desain
produk; 4)validasi desain; 5) revisi desain; 6)
uji coba produk skala kecil; 7) revisi produk;
8) uji coba produk skala luas; 9) revisi
produk; 10) laporan penelitian.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu wawancara untuk
1588 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1585 - 1595
identifikasi potensi dan masalah; lembar
angket untuk analisis keterbacaan, minat
wirausaha, tanggapan siswa, dan
tanggapan guru; lembar observasi untuk
analisis sikap wirausaha siswa; dan tes
evaluasi untuk analisis peningkatan
pemahaman konsep siswa. Instrumen
penelitian yang digunakan sebelumnya telah
divalidasi oleh ahli. Instrumen pelaksanakan
penelitian meliputi silabus, RPP, lembar
validasi modul, lembar angket keter-
bacaan,lembar angket penilaian diri minat
wirausaha, lembar observasi sikap
wirausaha, lembar angket tanggapan siswa
dan guru, dan soal evaluasi pemahaman
konsep siswa.
Analisis data hasil penelitian meng-
gunakan teknik deskriptif kuantitatif.
Indikator keberhasilan penelitian ini yaitu
modul larutan dinyatakan valid jika rerata
skor hasil validasi sekurang-kurangnya 2,5.
Modul larutan penyangga berorientasi
chemoentrepreneurship (CEP) dinyatakan
efektif jika peningkatan pemahaman konsep
siswa sekurang-kurangnya dalam kriteria
sedang dan sekurang-kurangnya 70% siswa
dalam kriteria kuat dan sangat kuat minat
wirausaha. Selain itu, modul larutan
penyangga berorientasi chemoentre-
preneurship (CEP) mendapatkan respon
positif dari pengguna (guru dan siswa).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian pengembangan
modul larutan penyangga berorientasi
chemoentrepreneurship (CEP) ini meliputi 1)
hasil identifikasi potensi dan masalah; 2)
desain modul larutan penyangga
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP);
3) hasil validitas desain modul larutan
penyangga berorientasi chemoentre-
preneurship (CEP) oleh ahli sebagai uji
kelayakan; 4) keefektifan modul larutan
penyangga berorientasi chemoentre-
preneurship (CEP) terhadap pemahaman
konsep siswa dan minat wirausaha; 5)
tanggapan siswa serta guru terhadap
pembelajaran menggunakan modul larutan
penyangga berorientasi chemoentre-
preneurship (CEP).
Berdasarkan hasil observasi peneliti
menunjukkan bahwa tahun 2014 ada 62 dari
303 siswa yang melanjutkan ke perguruan
tinggi, berarti lebih dari 50% siswa tidak
melanjutkan ke perguruan tinggi. Hal itu
terjadi karena adanya faktor ekonomi
keluarga siswa. Lembaga Pendidikan
Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki
tujuan mempersiapkan siswa untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Namun kenyataannya banyak
siswa SMA yang tidak dapat melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi
sehingga berpotensi untuk menjadi
pengangguran. Maka perlu adanya upaya
mempersiapkan lulusan SMA untuk
memenuhi lapangan kerja (Supartono, et al.,
2009). Salah satu upaya perlu adanya
pembelajaran yang dapat mengembangkan
keterampilan siswa. Pembelajaran yang
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
dikembangkan dengan mengaitkan
langsung pada obyek nyata atau fenomena
di sekitar kehidupan manusia. Pembelajaran
ini memungkinkan siswa dapat mempelajari
proses pengolahan suatu bahan menjadi
produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi
Ita Masithoh Wikhdah, dkk., Pengembangan Modul Larutan Penyangga Berorientasi …. 1589
dan memotivasi untuk wirausaha.
Pembelajaran berorientasi
chemoentrepreneurship (CEP) yang
dikaitkan dengan objek nyata, maka
diharapkan pula siswa akan menjadi lebih
paham terhadap pelajaran kimia yang
cenderung abstrak dan memberi
kesempatan pada siswa untuk
mengoptimalkanpotensinya agar
menghasilkan produk. Bila siswa sudah
terbiasa dengan kondisi belajar yang
demikian, tidak menutup kemungkinan sikap
wirausaha siswa akan tumbuh (Supartono,
et al., 2009). Hal ini sesuai dengan pidato
presiden Nasional Summit tahun 2010 yang
telah mengamanatkan perlunya
penggalakkan jiwa kewirausahaan dan
metodologi pendidikan yang lebih
mengembangkan kewirausahaan (Dzulkifli,
2010).
Data observasi peneliti
menunjukkan bahwa tidak banyak guru yang
memanfaatkan serta mengembangkan
bahan ajar khususnya sebagai
penyampaian materi pembelajaran.
Berdasarkan wawancara terhadap guru
kimia SMA yang mengajar kimia di suatu
MAN di Magelang menunjukkan bahwa tidak
ada guru kimia yang menulis bahan ajar
sendiri. Guru lebih banyak mempergunakan
buku paket dan LKS selama proses
pembelajaran yang diperoleh dari penerbit.
Kekurangsesuaian antara kondisi siswa
dengan tujuan materi yang terdapat dalam
LKS atau bahan ajar lain yang diperoleh dari
penerbit dapat diatasi dengan
mengembangkan bahan bahan ajar berupa
modul oleh guru. Modul mempermudah
siswa untuk memahami materi kimia yang
abstrak menjadi konkrit, sehinga siswa lebih
mudah memahami materi modul (Mansyur,
et al., 2012). Oleh karena itu, peneliti
mengembangkan modul larutan penyangga
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
yang dapat membantu memberikan
informasi yang lebih jelas dan sistematis
kepada siswa dan pada akhirnya dapat
dijadikan sumber belajar mandiri yang
mampu menampilkan kompetesi tertentu
sehingga minat wirausaha siswa dapat
tumbuh.
Modul larutan penyangga
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
disusun berdasarkan acuan penyusunan
modul. Modul larutan penyangga
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
ini berisi materi yang dilengkapi dengan uji
pemahaman setiap kegiatan pembelajaran,
gambar-gambar terkait
chemoentrepreneurship (CEP), info terbaru
yang berkaitan dengan materi, kolom
motivasi yang berisi karakter sikap
berwirausaha, dan kolom kewirausahaan.
Modul larutan penyangga berorientasi
chemoentrepreneurship (CEP) tersaji dalam
Gambar 1.
1590 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1585 - 1595
Gambar 1. Desain modul larutan penyangga berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
Validasi kelayakan modul dapat
diketahui melalui penilaian yang dilakukan
oleh pakar menggunakan lembar validasi
yang mengacu pada empat komponen yang
harus dimiliki oleh modul, yaitu kelayakan
isi, kelayakan penyajian, penilaian bahasa,
dan kelayakan kegrafikan (Muljono, 2007).
Penentuan kelayakan modul larutan
penyangga berorientasi chemoentre-
preneurship (CEP) diukur berdasarkan para
ahli yaitu ahli materi, ahli media, dan guru.
Data yang didapat menunjukkan tingkat
validasi kelayakan modul larutan penyangga
sebagai sumber belajar. Saran yang
terdapat dalam instrumen digunakan
sebagai bahan pertimbangan untuk
perbaikan modul larutan penyangga
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
lebih lanjut. Hasil penilaian kelayakan
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil penilaian kelayakan modul
Komponen Rerata Skor
Kriteria
Kelayakan isi 3,25 Layak Kelayakan penyajian
3,36 Sangat Layak
Kelayakan bahasa
3,31 Sangat Layak
Kelayakan kegrafikan
3,04 Layak
Rata-rata kelayakan
3,24 Layak
Tabel 1 menunjukkan penilaian
modul larutan penyangga berorientasi
chemoentrepreneurship (CEP) oleh pakar
dan guru dilihat dari komponen kelayakan
isi, penyajian, bahasa, dan kegrafikan
memenuhi standar validasi kelayakan modul
yaitu skor hasil validasi lebih dari 2,5
sehingga modul tergolong kategori layak
berdasarkan kelayakan buku teks dari
BSNP. Perbaikan telah dilakukan sesuai
dengan saran dan masukan dari ahli. Kolom
tugas siswa sebagai keterkaitan pembuatan
produk dengan materi dan gambar-gambar
yang sesuai dengan isi telah ditambahkan
1
2
3
Keterangan:
1. Identitas
pengembangan
CEP
2. Judul materi
3. Gambar yang
relevan dengan
materi
4. Ikon modul
5. Identitas kelas
5
4
3
2
1 Keterangan:
1. Kolom motivasi
karakter
wirausaha
2. Uji pemahaman
kegiatan belajar
3. Info produk CEP
industri
Ita Masithoh Wikhdah, dkk., Pengembangan Modul Larutan Penyangga Berorientasi …. 1591
supaya lebih menarik. Gambar-gambar
dapat mendukung dan memperjelas isi
materi sehingga menimbulkan daya tarik
dan mengurangi kebosanan bagi pembaca
(Prastowo, 2011).
Tahap uji coba skala kecil bertujuan
untuk menguji keterbacaan modul bagi
siswa. Hasil keterbacaan mengenai modul
larutan penyangga berorientasi chemo-
entrepreneurship (CEP) menunjukkan
bahwa modul memiliki keterbacaan tinggi
dengan rata-rata skor siswa sebesar 3,10.
Data uji keterbacaan modul larutan
penyangga berorientasi chemo-
entrepreneurship (CEP) dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis angket keterbacaan siswa
Kategori Kriteria Jumlah
3,25 < skor 4 Sangat Tinggi 1
2,5 <skor 3,25 Tinggi 8 1,75<skor 2,5 Rendah 1
1<skor 1,75 Sangat Rendah
0
Setelah dilakukan revisi hasil uji
coba skala kecil sesuai saran dan komentar
siswa, maka dilakukan tahap pengem-
bangan selanjutnya yaitu uji coba skala
besar. Pada tahap ini kegiatan pem-
belajaran dilakukan sesuai dengan RPP
menggunakan modul yang sudah di uji skala
kecil, kegiatan pembelajaran dimulai dengan
pretest, praktikum, diskusi kelompok,
perencanaan dan pembuatan produk yang
berkaitan dengan larutan penyangga,
presentasi, dan post test.
Minat Wirausaha Siswa
Tumbuhnya minat wirausaha pada
siswa dilihat melalui angket yang diberikan
pada siswa setelah kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan modul larutan
penyangga berorientasi
chemoentrepreneurship (CEP). Selain itu,
sebagai pendukung hasil angket minat
wirausaha, sikap wirausaha selama
kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan modul larutan penyangga
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
juga dilihat oleh pengamat. Sikap wirausaha
siswa ditinjau menggunakan lembar
pengamatan selama kegiatan pembelajaran
berdasarkan enam aspek wirausaha. Minat
wirausaha peserta didik dapat ditingkatkan
melalui pendidikan dengan menanamkan
pendidikan kewirausahaan ke dalam semua
mata pelajaran, bahan ajar, ekstrakurikuler,
maupun pengembangan diri (Sutomo,
2012). Pendidikan yang dilakukan melalui
poses pembelajaran yang mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan
kehidupan sehari-hari dan diarahkan untuk
mandiri terjun dalam dunia usaha. Sesuai
hasil pengamatan diperoleh persentase 48%
siswa dengan kriteria baik dan 52% siswa
dengan kriteria sangat baikdalam sikap
wirausaha. Ditinjau dari aspek sikap
wirausaha yang telah dilakukan diperoleh
nilai yang disajikan pada Gambar 2.
1592 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1585 - 1595
Gambar 2. Hasil analisis tiap aspek sikap wirausaha
Selain sikap wirausaha siswa yang
menunjukkan kategori baik, 21 dari 23 siswa
menyatakan kuat dan sangat kuat minat
wirausaha sehingga hasil analisis data
angket minat wirausaha dalam kategori kuat
dengan rerata skor 3,07. Hasil analisis
angket minat disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil analisis angket minat berwiruasaha siswa
Kriteria Jumlah Siswa
Sangat Lemah 1 Lemah 1 Kuat 14
Sangat Kuat 7
Hasil minat wirausaha yang kuat
merupakan dampak positif dari penggunaan
modul larutan penyangga berorientasi
chemoentrepreneurship (CEP) dalam
proses pembelajaran yang dirancang
bersikap wirausaha dan dirasakan
menyenangkan oleh siswa. Hal ini
disebabkan karena konsep berorientasi
chemoentrepreneurship (CEP) merupakan
suatu pendekatan pembelajaran kimia yang
kontekstual yaitu pendekatan pembelajaran
kimia yang dikaitkan dengan objek nyata
sehingga selain mendidik, dengan
pendekatan chemoentrepreneurship (CEP)
ini memungkinkan siswa dapat mempelajari
proses pengolahan suatu bahan menjadi
produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi,
dan menumbuhkan semangat wirausaha
(Supartono, et al., 2009). Dengan ber-
orientasi chemoentrepreneurship (CEP) ini
pengajaran kimia akan lebih menyenangkan
dan memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengoptimalkan potensinya agar
menghasilkan suatu produk. Produk yang
telah dihasilkan siswa adalah deterjen, susu
biji nangka, dan tempe biji nangka.
Pemahaman Konsep Siswa
Penggunaan modul larutan
penyangga berorientasi chemoentre-
preneurship (CEP) dapat meningkatkan
pemahaman konsep siswa. Pada penelitian
ini peningkatan pemahaman konsep siswa
dalam kriteria sedang dengan nilai uji N-
Gain sebesar 0,65. Modul larutan
penyangga berorientasi chemoentre-
preneurship (CEP) disusun dengan
menggunakan konsep yang lebih sistematis
dan ringkas supaya materi lebih mudah
dipahami dan disertai uji pemahaman
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
A B C D E F
Sk
or
Aspek Sikap Wirausaha
Keterangan: A. Percaya Diri B. BerorientasiTugas dan
Hasil C. Pengambil Resiko D. Kepemimpinan E. Keorisinilan F. Berorientasi ke Masa
Depan
Ita Masithoh Wikhdah, dkk., Pengembangan Modul Larutan Penyangga Berorientasi …. 1593
sebagai evaluasi kemampuan siswa setelah
kegiatan pembelajaran. Penggunaan modul
larutan penyangga berorientasi
chemoentrepreneurship (CEP) dalam
proses belajar kimia memberikan
kesempatan kepada siswa untuk lebih
memahami materi dengan mempelajari teks
karena modul memberikan kesempatan
siswa untuk belajar mandiri. Dengan
demikian siswa dapat mengetahui konsep
atau informasi yang ada dan secara
langsung mengaplikasikan pada uji
pemahaman (Kusuma, et al., 2009). Modul
larutan penyangga berorientasi chemo-
entrepreneurship (CEP) itu bertujuan untuk
mempelajari proses pengolahan suatu
bahan alam menjadi suatu produk yang
bermanfaat sehingga siswa dapat tertarik
untuk wirausaha. Pembelajaran CEP ini
dikembangkan ke konsep-konsep kimia
yang berkaitan dan proses kimia yang
melandasi sehingga siswa dapat mengingat
lebih banyak konsep (Supartono et al.,
2009). Hal ini sesuai dengan temuan yang
menyatakan bahwa pembelajaran dengan
pendekatan CEP memberikan pengaruh
positif terhadap pemahaman konsep siswa
(Sa'adah & Supartono, 2013).
Tanggapan Siswa dan Guru
Tanggapan siswa dan guru
terhadap modul larutan penyangga
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
pada penelitian ini menunjukkan bahwa
siswa dan guru memandang positif terhadap
modul yang dikembangkan. Hal ini
ditunjukkan dari rerata skor yang diperoleh
siswa sebesar 3,00 dan guru sebesar 3,47.
Seluruh aspek memperoleh skor tanggapan
baik, berarti siswa banyak yang terlibat
secara aktif dalam penggunaan modul
larutan penyangga berorientasi chemo-
entrepreneurship (CEP). Hal ini menunjuk-
kan bahwa modul larutan penyangga
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
dapat diterima dengan baik untuk digunakan
sebagai modul dalam mempelajari materi
larutan penyangga.
Berdasarkan penelitian ini dapat
diketahui bahwa pembelajaran dengan
menggunakan modul larutan penyangga
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
layak digunakan sebagai sumber belajar
yang dapat menumbuhkan minat wirausaha
siswa dan meningkatkan pemahaman
konsep siswa. Selain itu, siswa memberikan
padangan positif terhadap modul larutan
penyangga berorientasi chemoentre-
preneurship (CEP). Adanya modul yang
dibuat semenarik mungkin membuat siswa
semangat membaca bahan materi larutan
penyangga apalagi pembelajaran
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
membuat siswa lebih antusias belajar
(Lestari dan As'ari, 2013). Hal ini sesuai
dengan temuan Agustini bahwa model
pembelajaran kimia dengan pendekatan
chemoentrepreneurship (CEP) mampu
meningkatkan motivasi belajar, minat
wirausaha, dan hasil belajar siswa (Agustini,
2007).
Keterbatasan dari pembelajaran
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
ini adalah membutuhkan waktu yang lebih
banyak untuk mengerjakan tugas-tugas
pada modul dan waktu untuk melaksanakan
praktik wirausaha. Salah satu alternatif
1594 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1585 - 1595
untuk memecahkan masalah itu dengan
dilaksanakannya praktik di luar jam
pelajaran sebagai tugas rumah sesuai
rancangan pembuatan produk yang telah
didiskusikan secara berkelompok. Sehingga
nantinya diharapkan akan bisa menjadi
kegiatan ekstra kurikuler wirausaha kimia,
karena kegiatan ekstra kurikuler yang
selama ini diselenggarakan sekolah
merupakan salah satu media yang potensial
untuk pembinaan karakter termasuk
karakter wirausaha dan peningkatan mutu
akademik siswa (Mulyani, 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
minat wirausaha meliputi faktor pribadi dan
lingkungan. Faktor yang pertama yaitu untuk
menumbuhkan minat dalam wirausaha yang
perlu diperhatikan adalah masalah konsep
diri siswa itu sendiri sebagai faktor pribadi
siswa. Hal ini disebabkan karena didalam
konsep diri siswa itu sendiri terkandung
didalamnya mengenai pandangan tentang
kondisi fisik, psikologis, dan sikapnya,
dengan adanya konsep diri maka siswa
dapat mengenali pribadi, potensi, dan
kelemahannya (Suryana, 2003). Selanjutnya
faktor yang mempengaruhi atau mendukung
minat wirausaha adalah berasal dari sekolah
itu sendiri, yaitu pihak sekolah perlu
membekali pengetahuan tentang
kewirausahaan karena dapat dijadikan
potensi untuk dapat memberikan kehidupan
yang baik pada kondisi dunia pekerjaan
sekarang ini.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, modul larutan penyangga
berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)
dinyatakan valid atau layak digunakan
sebagai sumber belajar karena diperoleh
rerata skor dari pakar sebesar 3,24 dengan
kriteria layak. Modul materi larutan
penyangga berorientasi chemoentre-
preneurship (CEP) dinyatakan efektif untuk
menumbuhkan minat wirausaha dan
meningkatkan pemahaman konsep siswa.
Hal ini dikarenakan pada uji coba skala
besar penumbuhan minat wirausaha dalam
kriteria tinggi dengan skor 3,07 dan
peningkatan pemahaman konsep siswa
sebesar 0,65 dalam kriteria sedang. Selain
itu, guru dan siswa SMA/MA kelas XI
memberikan respon positif terhadap modul
materi larutan penyangga berorientasi
chemoentrepreneurship (CEP)dengan
penilaian baik, sehingga modul dapat
digunakan sebagai sumber belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, F., 2007, Peningkatan Motivasi Hasil Belajar dan Minat Wirausaha Siswa Melalui Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP), In Seminar Nasional Implementasi Pembelajaran Tematik dalam Mengoptimalisasi Kurikulum 2013, Semarang
Askun, B. dan Yildirim, N., 2011, Insight On Entrepreneurship Education In Public Universities In Turkey: Creating Entrepreneurs Or Not?, Procedia Social and Behavioral Sciences, Vol 24, Hal: 663-76.
Ita Masithoh Wikhdah, dkk., Pengembangan Modul Larutan Penyangga Berorientasi …. 1595
Dzulkifli, F., 2010, Perlunya Kebijakan Kewirausahaan, Harian Jurnal Nasional, 11 Mei.
Guardia, D.L., 2014, A Game Based Learning Model for Entrepreneurship Education, Procedia-Social and Behavioral Sciences, Vol 141, Hal: 195-99.
Kusuma, E., Sukirno & Kurniati, I., 2009, Penggunaan Pendekatan Chemoentrepreneurship Berorientasi Green Chemistry Untuk Meningkatkan Kemampuan Life Skill Siswa SMA, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal: 336-72.
Lestari, E. & As'ari, A.R., 2013, Pengembangan Modul Pembelajaran Soal Cerita Matematika Kontekstual Berbahasa Inggris Untuk Siswa Kelas X, Malang: Universitas Negeri Malang.
Mansyur, M., Rahamma, T. & Fatimah, J.M., 2012, Literacy Vicual Media Student Success Learning and Information and Communication Technology (Ict) In The Junior High School 11 Parepar.
Muljono, P., 2007, Kegiatan Penilaian Buku Teks Pelajaran Pendidikan Dasar dan Menengah, Buletin BSNP, Januari, Hal: 21.
Mulyani, E., 2011, Model Pendidikan Kewirausahaan di Pendidikan Dasar dan Menengah, Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Vol 8, No 1.
Prastowo, A., 2011, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, Yogyakarta: Diva Press.
Sa'adah, N. dan Supartono, 2013, Pendekatan Chemoentrepreneurship Pada Materi Larutan Penyangga Untuk Meningkatkan Life Skill Siswa, Jurnal Chemistry in Education, Vol 2, No 1, Hal: 111-17.
Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta.
Supartono, Saptorini dan Asmorowati, D.S., 2009, Pembelajaran Kimia Menggunakan KOlaborasi Konstruktif dan Inkuiri Berorientasi Chemoentrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 2, Hal: 476-83.
Supartono, Wijayani, N. dan Sari, A.H., 2009, Kajian Prestasi Belajar Siswa SMA dengan Metode Student Teams Achievement Divisions Melalui Pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP). Vol 3, No 2.
Suryana, 2003, Kewirausahaan, Pedoman Praktis, Kuat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat.
Sutomo, R., 2012, Kewirausahaan Dari Sisi Kebijakan Pendidikan, Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Widyaningrum, R., Sarwanto dan Puguh, 2014, Pengembangan Modul Berorientasi POE (Predict, Observe, Explain) Pada Materi Pencemaran Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Inkuiri, Vol 3, No 2, Hal: 97-106.
1596 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1596 - 1606
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF
Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran berbasis proyek terhadap peningkatan keterampilan metakognitif siswa materi larutan penyangga dan hidrolisis di Suatu SMA di Bae Kudus. Penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas pada kelas XI IPA 2 sebanyak 30 siswa. Penelitian tindakan kelas terdiri atas siklus I dengan materi larutan penyangga dan siklus II dengan materi hidrolisis. Metode pengumpulan data berupa tes kognitif berbentuk uraian, lembar pengamatan, dokumentasi dan angket. Keterampilan metakognitif diukur melalui tes kognitif berbentuk uraian dengan penilaian acuan kriteria yang dimodifikasi dari standard grade arrangement in science. Lembar pengamatan meliputi aspek afektif, psikomotorik, presentasi serta tugas proyek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 19 dari 30 siswa keterampilan metakognitif meningkat. Pengamatan afektif, psikomotorik serta presentasi siswa dengan kriteria sangat tinggi meningkat menjadi lebih dari 8 siswa dan 30 siswa berhasil mengerjakan proyek. Hasil angket menunjukkan respon siswa sangat tinggi dengan jumlah respon antara 91–117. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran berbasis proyek materi larutan penyangga dan hidrolisis meningkatkan keterampilan metakognitif siswa Suatu SMA di Bae Kudus.
Kata kunci: keterampilan metakognitif, larutan penyangga dan hidrolisis, lembar pengamatan, model pembelajaran berbasis proyek.
ABSTRACT
The purpose of this research is to know the application of project based learning to improve students’ metacognitive skill in teaching the material of buffer and hydrolysis at SMA Negeri in Bae Kudus. The research used is a classroom action research towards students of grade XI IPA 2 as many as 30 students. This action research consisted of two cycles. The first was cycle I; the teacher taught buffer and the second was cycle II; the teacher taught hydrolysis. The methods of collecting the data were in essay cognitive form, observation checklist, documentation and questionnaire. Metacognitive skill is measured by essay cognitive form test by using Criterion-Referenced Test which modified from standard grade arrangement in science. The observation checklist consisted of affective, psychomotor, presentation and project tasks aspect. The result that 19 of 30 students increased their metacognitive skill. The observation of effective, psychomotor, and presentation by high criterion greater than 8 students increased and 30 students were successfully working the project. The result of the questionnaire showed that the students’ responses were very high with a number of 91-117. The conclusion of this research is the application of project based learning in material of buffer and hydrolysis increase the students’ metacognitive skill of Suatu SMA di Bae Kudus. Key words: metacognitive skill, buffer and hydrolysis, observation checklist, project based learning.
PENDAHULUAN
Pada suatu Sekolah Menengah Atas
di Kabupaten Kudus sudah memiliki fasilitas
lengkap dalam proses pembelajaran kimia.
Di sekolah ini tersedia laboratorium kimia
dan LCD di setiap kelasnya. Berdasarkan
wawancara dengan guru kimia dan siswa
Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1597
kelas XII pada sekolah tersebut,
pembelajaran kimia di sekolah sudah
berjalan baik dan menyenangkan namun
pembelajaran masih terpusat pada guru
sehingga keaktifan siswa masih kurang.
Kriteria ketuntasan minimal (KKM)
merupakan kriteria yang digunakan dalam
menentukan tuntas atau tidaknya dalam
suatu penilaian. Berdasarkan hasil nilai akhir
semester ganjil kelas XI IPA 2 yang sudah
memenuhi KKM sebanyak 13 dari 30 siswa.
Ketuntasan yang paling rendah terletak
pada materi larutan penyangga dan
hidrolisis. Ketuntasan tersebut berkaitan
dengan keterampilan metakognitif siswa
yang dicapai karena selama pembelajaran-
nya siswa tidak berkesempatan untuk
memonitor pekerjaannya. Guru juga belum
mengetahui apa dan bagaimana
pembelajaran metakognitif.
Metakognisi dan aktivitas keteram-
pilan berpikir tingkat tinggi merupakan
potensi dasar yang perlu dikembangkan
pada diri siswa (Suratno, 2010). Siswa yang
memiliki kesadaran metakognitif tinggi akan
berhasil dalam belajar. Hal tersebut
dikarenakan siswa mampu menerapkan
pengetahuan yang diperoleh untuk meng-
atasi masalah yang dihadapi. Metakognisi
merupakan faktor yang penting dalam
proses pembelajaran karena metakognisi
mempunyai hubungan secara langsung
yang positif dengan pencapaian akademik
artinya semakin tinggi kesadaran meta-
kognisi maka semakin baik pula hasil belajar
siswa (Nuryana dan Sugiarto, 2012).
Pembelajaran kimia yang menggunakan
keterampilan metakognitif diharapkan dapat
melibatkan keaktifan siswa dan menemukan
sendiri pengetahuan melalui interaksi
dengan lingkungannya.
Pemilihan strategi pembelajaran
adalah penting dalam meningkatkan kualitas
proses pembelajaran (Suratno, 2010).
Pembelajaran akan berjalan optimal bila
pemilihan strategi yang tepat. Strategi
menggunakan model pembelajaran berbasis
proyek (PjBL) merupakan salah satu model
untuk mendukung keterampilan metakognitif
siswa. Menurut Mills dan Treagust (2003)
metakognitif diperlukan untuk mensukses-
kan pembelajaran PjBL. Siswa mencoba
memperhatikan fakta bahwa selama
menggunakan model PjBL, mereka
berkesempatan untuk bekerjasama dengan
kelompok dan merasa senang dengan
pencapaian bersama-sama (Yalcin, et al.,
2009).
Tujuan penelitian tindakan kelas ini
adalah untuk mengetahui penerapan model
PjBL apakah dapat meningkatkan kete-
rampilan metakognitif siswa SMA materi
larutan penyangga dan hidrolisis. Indikator
keberhasilan penelitian ini adalah 10 dari 30
siswa mengalami peningkatan keterampilan
metakognitif dan 8 dari 30 siswa mencapai
kriteria sangat baik pada pengamatan
afektif, psikomotorik, presentasi serta tugas
proyek.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di suatu
SMA Negeri di Kabupaten Kudus pada
materi larutan penyangga dan hidrolisis.
Penelitian yang digunakan adalah penelitian
tindakan kelas pada kelas XI IPA 2
sebanyak 30 siswa. Penelitian tindakan
1598 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1596 - 1606
kelas ini mencakup 5 tahapan penelitian
yakni perencanaan tindakan, pelaksanaan
tindakan, observasi, refleksi dan evaluasi.
Dalam penelitian ini PjBL terdiri atas 6
langkah yakni penentuan pertanyaan
mendasar, menyusun perencanaan proyek,
menyusun jadwal, monitoring, menguji hasil
dan evaluasi pengalaman sedangkan
keterampilan metakognitif terdiri atas
monitoring kemajuan belajar, mengoreksi
kesalahan, strategi perencanaan dan
selektifitas, menseleksi – mengorganisasi
dan mengintegrasi informasi, menganalisis
strategi belajar yang efektif dan mengubah
tingkah laku dan strategi belajar ketika
dibutuhkan.
Metode pengumpulan data dilaku-
kan dengan metode doku-mentasi, tes,
lembar pengamatan dan ang-
ket. Bentuk instrumen yang
digunakan berupa silabus,
rencana pelaksanaan pembe-
lajaran, lembar pengamatan
afektif, psikomotorik,
presentasi serta tugas proyek,
tes kognitif berbentuk uraian dan angket.
Lembar pengamatan afektif, psikomotorik,
presentasi dan tugas proyek sebagai
penilaian PjBL dianalisis secara deskriptif
dan keterampilan meta-kognitif dari tes
kognitif berbentuk uraian dianalisis secara
deskriptif mengacu pedoman penilaian
acuan kriteria yang di-modifikasi dari
standard grade arrangement in science
serta angket dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas pada
pokok bahasan larutan penyangga dan
hidrolisis diberikan tindakan berupa pem-
belajaran berbasis proyek. Siswa menyusun,
mendiskusikan dan mempresentasikan
proyek yang telah disusunnya sehingga
diperoleh masukan-masukan dari berbagai
pihak, baik sesama siswa maupun guru
pengampu. Penelitian terdiri atas dua siklus
yang berlangsung selama enam minggu dari
tiga minggu siklus I dengan alokasi waktu
pertemuan efektif 11 jam pelajaran dan tiga
minggu siklus II dengan alokasi waktu
pertemuan efektif 7 jam pelajaran. Jadwal
kegiatan siklus I tertera dalam Tabel 1.
Tabel 1. Jadwal kegiatan siklus I
Pada siklus I dimulai tanggal 14
Maret, siswa diperkenalkan materi serta
model pembelajarannya setelah itu
dilanjutkan dengan pertemuan kedua, siswa
berdiskusi tentang materi dan rencana yang
akan di proyekkan. Pada pertemuan ketiga,
siswa menyampaikan rencana proyek
dengan presentasi. Pada pertemuan
keempat, siswa melaksanakan praktikum
dengan proyek yang sudah direncanakan.
Siswa menunjukkan rasa antusias dan
kesungguhan dalam mengerjakan proyek.
Setelah pelaksanaan praktikum, siswa
Pertemuan ke-
Hari Tanggal Bulan Kegiatan
1 Jumat 14 Maret Pengenalan materi
2 Selasa 18 Maret Diskusi
3 Kamis 20 Maret Presentasi
4 Selasa 25 Maret Praktikum
5 Kamis 27 Maret Presentasi
6 Selasa 8 April Tes
Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1599
mempresentasikan tugas proyeknya. Melalui
presentasi siswa mendapatkan kekurangan
serta kelebihan, siswa diminta untuk
memberikan masukan serta komentar.
Keterampilan metakognisi siswa diuji
dengan tes uraian. Setelah siklus I selesai
dilanjutkan dengan siklus II. Jadwal kegiatan
siklus II tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Jadwal kegiatan siklus II
Siklus II berlangsung selama empat
pertemuan. Pertemuan pertama dimulai
tanggal 11 April, siswa memulai berdiskusi
rencana yang akan diproyekkan pada materi
hidrolisis. Pada pertemuan kedua, siswa
melakukan presentasi proyek kemudian
praktikum. Pada pertemuan ketiga, siswa
melakukan presentasi tugas proyek yang
telah dipraktikumkan. Sama seperti siklus I,
siklus II diakhiri dengan tes uraian untuk
mengetahui keterampilan metakognitif
siswa. Siswa menghabiskan sebagian besar
waktu untuk belajar sendiri atau dalam
kegiatan kelompok-kelompok kecil yang
berlangsung selama jangka waktu tertentu
untuk menghasilkan suatu produk,
demonstrasi atau
kinerja (Yalcin, et al.,
2009). Inovasi
pembelajaran mem-
perbaiki motivasi
belajar, sikap, ke-
sanggupan menyelesaikan masalah dan
pencapaian belajar siswa (Hung, et al.,
2012). Ketika guru berhasil menerapkan
PjBL, siswa dapat termotivasi dan aktif
dalam pembelajaran (Yalcin, et al., 2009).
Penilaian pengamatan afektif, psikomotorik,
presentasi siklus I ditampilkan dalam Tabel
3.
Tabel 3. Penilaian Pengamatan Siklus I
Aspek Rata-rata Kriteria Siswa
Kurang Cukup Baik Sangat baik
Afektif 2,95 0 0 25 5 Psikomotorik 3,00 0 0 23 7 Presentasi 3,00 0 0 23 7 Tugas proyek 3,72 0 0 0 30
Aspek afektif mempunyai rata-rata
sebesar 2,95 dengan 5 siswa kriteria sangat
baik dan 25 kriteria baik. Aspek psikomotorik
mempunyai rata-rata 3,00 dengan 7 siswa
kriteria sangat baik dan 23 kriteria baik.
Aspek presentasi mempunyai rata-rata 3,00
dengan 7 siswa kriteria sangat baik dan 23
kriteria baik. Aspek tugas proyek mem-
punyai rata-rata 3,72 dengan 30 siswa
kriteria sangat baik dan 0 siswa kriteria baik
sedangkan penilaian pengamatan afektif,
psikomotorik, presentasi siklus II ditampilkan
dalam Tabel 4.
Pertemuan ke- Hari Tanggal Bulan Kegiatan
1 Jumat 11 April Pengenalan dan diskusi
2 Kamis 17 April
Presentasi dan praktikum
3 Selasa 22 April Presentasi
4 Kamis 24 April Tes
1600 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1596 - 1606
Kelompok Rata-rata
Proyek siklus I Proyek siklus II
1 3,67 3,67
2 3,67 4
3 4 4
4 3,67 3,67
5 3,67 3,67
6 3,67 3,67
Rata-rata 3,72 3,78
Tabel 4. Penilaian pengamatan siklus II
Aspek Rata-rata Kriteria Siswa
Kurang Cukup Baik Sangat baik
Afektif 3,061 0 0 21 9 Psikomotorik 3,053 0 0 20 10 Presentasi 3,053 0 0 20 10 Tugas proyek 3,78 0 0 0 30
Aspek afektif mempunyai rata-rata
sebesar 3,061 dengan 9 siswa kriteria
sangat baik dan 21 kriteria baik. Aspek
psikomotorik mempunyai rata-rata 3,05
dengan 10 siswa kriteria sangat baik dan
20 kriteria baik. Aspek presentasi
mempunyai rata-rata 3,05 dengan 10 siswa
kriteria sangat baik dan 20 kriteria baik.
Aspek tugas proyek mempunyai rata-rata
3,78 dengan 30 siswa kriteria sangat baik
dan 0 siswa kriteria baik. Pada aspek tugas
proyek tidak mengalami peningkatan jum-
lah siswa namun mengalami peningkatan
rata-rata siswa. Siklus I dan siklus II
sebanyak 30 siswa berhasil memenuhi
kriteria tugas proyek dengan sangat baik.
Skor tertinggi tugas proyek adalah 4. Tugas
proyek dinilai berdasarkan kelompok
karena siswa bekerja dengan kelompoknya.
Rata-rata tugas proyek siklus I dengan
siklus II tertera pada Tabel 5.
Pada siklus I kelompok 3 memperoleh nilai
sempurna dengan rata-rata 4, perolehan
nilai sempurna ini bertahan sampai siklus
II. Pada siklus II kelompok 2 berhasil
mendapatkan nilai sempurna sebesar 4
sehingga keseluruhan nilai rata-rata siklus
II mencapai 3,78 lebih tinggi dibandingkan
dengan siklus I dengan perolehan 3,72.
Pembelajaran berbasis proyek dapat
diterapkan dalam program individu atau
seluruh kurikulum, proyek tersebut dapat
dikombinasikan dengan pengajaran tradi-
sional, proyek dapat dilakukan secara
perorangan atau dalam kelompok kecil dan
proyek dapat bervariasi dalam durasi dari
beberapa minggu sampai satu tahun (Mills
dan Treagust, 2003). Melalui kegiatan
proyek, siswa memperoleh banyak
masukan baik itu yang berkaitan dengan
materi maupun diluar materi sehingga
keaktifan siswa, psikomotorik serta
presentasi meningkat. Data pengamatan
siswa kriteria sangat baik siklus I dan
siklus II tertera pada Gambar 1.
Tabel 5. Rata-rata tugas proyek
Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1601
Gambar 1. Pengamatan kriteria sangat baik siklus I dan siklus II
Berdasarkan Gambar 1, aspek
afektif kriteria sangat baik mengalami
peningkatan dari siklus I sebanyak 5 siswa
menjadi 9 siswa pada siklus II, begitu juga
dengan aspek psikomotorik dan aspek
presentasi kriteria sangat baik sebanyak 7
siswa pada siklus I meningkat menjadi 10
siswa pada siklus II. Kriteria sangat baik
mereka dapatkan ketika siswa aktif dalam
berdiskusi dengan teman kelompoknya,
melakukan presentasi serta mengutarakan
pendapat dan melakukan praktikum dengan
baik. Penilaian dari ketiga pengamat tidak
jauh berbeda dari pengamatan yang
sebenarnya, dalam satu kelompok siswa
mengalami peningkatan keaktifan, adapun
yang tidak berubah namun tidak mengalami
penurunan aktifitas kelompok.
Berpikir pada umumnya dianggap
suatu proses kognitif, suatu aksi mental
yang dengan proses dan tindakan itu
pengetahuan diperoleh. Proses berpikir
berhubungan dengan bentuk-bentuk tingkah
laku dan memerlukan keterlibatan aktif pada
bagian-bagian tertentu dari si pemikir.
Dengan demikian, seorang pembelajar
harus secara aktif memonitor penggunaan
proses berpikir mereka dan mengaturnya
sesuai tujuan kognitif mereka (Haryani,
2012). Berdasarkan hasil tes kognitif
diketahui adanya peningkatan pemahaman
siswa terhadap materi yang dipelajari.
Peningkatan pemahaman ini disebabkan
karena adanya kebiasaan siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Analisis
tes kognitif berbentuk uraian tertera pada
Tabel 6.
Tabel 6. Penilaian tes kognitif berbentuk uraian
Berdasarkan Tabel 6, tes kognitif
berbentuk uraian mengalami peningkatan.
Siklus I memperoleh nilai tertinggi sebesar
85 dan nilai terendah adalah 50 dengan
rata-rata sebesar 67, siklus II mengalami
peningkatan dengan nilai tertinggi sebesar
100 dan nilai terendah adalah 58 dengan
rata-rata sebesar 77. Para peserta didik
dengan pengetahuan metakognitifnya sadar
akan kelebihan dan keterbatasannya dalam
Rata-
rata nilai Nilai
tertinggi Nilai
terendah
Siklus I 67 85 50
Siklus II 77 100 58
1602 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1596 - 1606
belajar (Maulana, 2008). Pengetahuan
metakognitif mengacu pada pengetahuan
tentang memori, komprehensif, dan proses
pembelajaran (Händel, et al., 2013). Di
sekolah, siswa mempunyai kesempatan
berulangkali untuk memonitor dan mengatur
kognisi mereka, mereka juga memiliki
pengalaman metakognitif yang begitu
banyak (Haryani, 2012). Metakognisi
berkaitan erat dengan hasil belajar karena
hasil belajar merupakan suatu hasil dari
proses kognitif (Nuryana dan Sugiarto,
2012).
Pada siklus I digunakan 5 soal
larutan penyangga dan siklus II digunakan 4
soal hidrolisis, namun kedua siklus tersebut
bobot nilainya adalah sama. Setiap soal
memiliki indikator keterampilan metakognisi.
Indikator soal keterampilan metakognisi
larutan penyangga adalah menjaga tujuan
yang telah ditetapkan, mengetahui bahwa
tujuan telah tercapai, menilai penanganan
kesulitan dan hambatan, memilih operasi
yang paling sesuai, dan mengurutkan
operasi-operasi. Sedangkan indikator soal
keterampilan metakognitif materi hidrolisis
adalah mengevaluasi kesesuaian prosedur
yang digunakan, menimbang keakuratan
dan ketepatan hasil-hasil, menjaga tujuan
yang telah ditetapkan, dan mengurutkan
operasi-operasi. Metakognisi merupakan
faktor yang penting dalam proses
pembelajaran pelajar karena mempunyai
hubungan secara langsung yang positif
dengan pencapaian akademik (Rahman dan
Phillips, 2006). Ketercapaian indikator
keterampilan metakognitif tertera dalam
Tabel 7.
Tabel 7. Ketercapaian indikator keterampilan metakognitif
No. soal
Siklus I No. soal
Siklus II
Skor Keterangan Skor Keterangan
1 3,267 Sebagian besar indikator
tercapai 1 4,533 Indikator tercapai
2 3,433 Sebagian besar indikator
tercapai 2 3,433
Sebagian besar indikator tercapai
3 4,1 Indikator tercapai 3 3,6 Sebagian besar indikator
tercapai
4 3,133 Sebagian besar indikator
tercapai 4 4,067 Indikator tercapai
5 4,033 Indikator tercapai Rata-rata
3,56 Sebagian besar indikator
tercapai Rata-rata
4 Indikator tercapai
Penilaian keterampilan metakognitif
dibagi menjadi 4 pencapaian antara lain:
skor 0–1 adalah tidak mencapai indikator
keterampilan metakognisi, skor 2 adalah
sebagian kecil indikator tercapai, skor 3
adalah sebagian besar indikator tercapai,
dan skor 4–5 adalah indikator tercapai.
Pada siklus I perolehan rata-rata sebesar
3,56 dengan 2 soal indikator tercapai adalah
4,1 dan 4,033 sedangkan siklus II
memperoleh rata-rata sebesar 4 dengan 2
soal indikator tercapai adalah 4,533 dan
4,067. Siklus I dengan sebagian besar
indikator tercapai mengalami peningkatan
sehingga indikator pada siklus II tercapai.
Tabel 7 merupakan penilaian dengan
Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1603
mengambil rata-rata dari tiap soal, untuk
mengetahui peningkatan keterampilan
metakognitif siswa diperlukan penilaian
aspek keterampilan metakognitif siswa
siklus I dan siklus II. Berikut diuraikan dalam
Tabel 8.
Tabel 8. Penilaian aspek keterampilan metakognitif
Pada siklus I sebanyak 0 siswa
memperoleh skor 0–1 dengan tidak
mencapai indikator metakognisi, sebanyak 9
siswa memperoleh skor 2 dengan sebagian
kecil indikator tercapai, sebanyak 9 siswa
memperoleh skor 3 dengan sebagian besar
indikator tercapai, dan sebanyak 12 siswa
memperoleh skor 4–5 dengan indikator
tercapai. Berbeda dengan siklus II dengan
penilaian yang sama mengalami penurunan
menjadi 1 siswa memperoleh skor 2 dengan
sebagian kecil indikator tercapai dan
mengalami penaikan sebesar 15 siswa
memperoleh skor 3 dengan sebagian besar
indikator tercapai serta 14 siswa
memperoleh skor 4–5 dengan indikator
tercapai, hal ini membuktikkan bahwa siswa
semakin banyak mencapai metakognisinya.
Menurut Lin dan Sugiarto (2012),
keberhasilan seseorang dalam belajar di-
pengaruhi oleh kemampuan metakognitif-
nya. Jika setiap kegiatan belajar dilakukan
dengan mengacu pada indikator dari
learning how to learn
maka hasil optimal pasti
akan mudah dicapai.
Keterlibatan siswa se-
lama proses pembelajaran dengan
menggunakan PjBL mengalami peningkatan
sehingga tingkat pemahaman dan
keterampilan metakognitif siswa meningkat
karena siswa telah terbiasa menggunakan
PjBL. Pengalaman ini mereka peroleh
dengan mandiri, sehingga apabila mereka
menemukan kesulitan akan aktif bertanya
kepada teman maupun guru. Metakognisi
terdiri atas dua proses dasar yang
berlangsung secara simultan yakni
memonitor kemajuan ketika belajar dan
membuat perubahan (Haryani, 2012).
Gambar ketercapaian indikator metakognitif
tiap siswa tertera pada Gambar 2.
Jumlah siswa Penilaian aspek metakognitif
Skor 0 – 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 – 5
Siklus I 0 9 9 12
Siklus II 0 1 15 14
1604 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1596 - 1606
Gambar 2. Hasil pencapaian indikator metakognisi tiap siswa
Berdasarkan Gambar 2, sebanyak
19 siswa mengalami peningkatan kete-
rampilan metakognitif sedangkan sebanyak
11 siswa mengalami penurunan keteram-
pilan metakognitif. Skala tertinggi
keterampilan metakognitif adalah 5. Siklus I
memperoleh skala 2,4–4,8 dan siklus II
memperoleh skala 2,75–5. Peningkatan
terjadi karena siswa telah menanamkan
keterampilan metakognitif melalui PjBL
sehingga siswa dapat memonitor kognitif
mereka. Berdasarkan penelitian Pulmones
(2007), dalam proses konstruksi penge-
tahuan, siswa mewujudkan perencanaan
yang jelas, pemantauan dan mengevaluasi
perilaku. Hal ini mendorong siswa untuk
melakukan metakognisi. Siswa menyukai
gagasan bahwa pelajaran tidak disajikan
dalam cara langsung dan berbeda namun
kegiatan yang menyenangkan dan menarik.
Gambar hasil angket siswa tertera pada
Gambar 3.
Gambar 3. Hasil angket siswa
Berdasarkan Gambar 3, sejumlah
91-117 respon siswa tinggi terhadap PjBL.
Rata-rata siswa menyatakan setuju dengan
35 pernyataan antara lain: siswa dapat
Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1605
mengikuti pembelajaran dengan baik,
memahami tujuan pembelajaran, menge-
tahui permasalahan utama, menganalisis
permasalahan, memonitor dan menilai
pemikiran, memahami permasalahan utama,
rumusan masalah yang dibuat, merancang
alat dan bahan, mencari dari sumber buku
atau internet, diskusi dengan teman satu
kelompok maupun dengan kelompok lain,
membuat kesalahan dan mengulangi
beberapa pekerjaan, menghubungkan
informasi yang diperoleh, mengumpulkan
informasi, mengidentifikasi dan memeriksa
setiap informasi, membuat cara kerja,
mereview, pekerjaan menjadi lebih mudah
dengan adanya jadwal proyek,
menyelesaikan proyek sebelum jadwal yang
sudah ditentukan, melakukan percobaan
sesuai prosedur cara kerja, menambahkan
sedikit kreasi, mengorganisir waktu belajar,
mengembangkan prosedur percobaan, jika
mengalami hambatan akan berusaha
mengenali dulu masalahnya dengan meng-
ulangi dan membaca kembali, melakukan
percobaan dengan baik, meminta bantuan
kepada teman yang lain jika benar-benar
tidak bisa melaksanakan proyek,
mengetahui sumber kesalahan, meng-
analisis informasi, menanyakan pencapaian
tujuan untuk setiap langkah dalam prosedur
yang telah ditetapkan, mencari sumber
kesalahan dalam setiap langkah prosedur,
memeriksa hasil perhitungan, mengevaluasi
proyek, menyampaikan presentasi hasil
diskusi dengan baik, menerapkan
pengetahuan yang dipelajari pada situasi
lain, memilih prosedur yang sesuai jika
dihadapkan pada permasalahan lain,
membuat catatan tentang materi dan
percobaan yang telah dilakukan. Interaksi
satu sama lain dapat memberikan stimulus
yang diperlukan oleh individu untuk menjadi
lebih menyadari proses kognitif siswa.
Keyakinan metakognitif mengenai dasar
dari inteligensi dan kognisi individu dibentuk
melalui interaksi sosial yang selanjutnya
dapat mempengaruhi pembelajaran dimasa
mendatang. Dengan demikian hal ini
penting, bahwa siswa memiliki kesempatan
untuk mengembangkan metakognisi, untuk
mengkonstruk dan mengkonstruk kembali
keyakinan ini dan untuk tertantang serta
terbuka menghadapi tantangan dari
keyakinan ini (Murti, 2011). Keterampilan
metakognitif siswa meningkat berarti PjBL
baik untuk dijadikan alternatif dalam upaya
meningkatkan keterampilan metakognitif
siswa.
SIMPULAN
Pembelajaran dengan mengguna-
kan PjBL dapat meningkatkan keterampilan
metakognitif siswa Suatu SMA di Bae Kudus
kelas XI IPA 2 dengan hasil: sebanyak 19
dari 30 siswa mengalami peningkatan
keterampilan metakognitif; pengamatan
afektif, psikomotorik serta presentasi kriteria
sangat tinggi meningkat menjadi lebih dari 8
siswa dan 30 siswa berhasil mengerjakan
proyek; hasil angket menunjukkan respon
siswa sangat tinggi dengan jumlah respon
antara 91 - 117.
1606 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1596 - 1606
DAFTAR PUSTAKA
Händel, M., Artelt, C., dan Weinert, S., 2013,
Assessing Metacognitive Knowledge: Development and Evaluation of a Test Instrument, Journal for Educational Research Online, Vol 5, No 2, Hal: 162-188.
Haryani, S., 2012, Membangun Metakognisi dan Karakter Calon Guru Melalui Pembelajaran Praktikum Kimia Analitik Berbasis Masalah, Semarang: UNNES Press.
Hung, C.M., Hwang, G.J., dan Huang, I., 2012, A Project-Based Digital Storytelling Approach for Improving Students' Learning Motivation, Problem-Solving Competence and Learning Achievement, Educational Technology dan Societ, Vol 15, No 4, Hal: 368–379.
Lin, Y.N.I.S., dan Sugiarto, B., 2012, Korelasi Antara Keterampilan Metakognitif dengan Hasil Belajar Siswa di SMAN 1 Dawarblandong Mojokerto, Unesa Journal of Chemical Education, Vol 1, No 2, Hal: 78-83.
Maulana, 2008, Pendekatan Metakognitif sebagai Alternatif Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD, Jurnal Pendidikan Dasar, 10 – Oktober 2008.
Mills J.E., dan Treagust D. F., 2003, Engineering Education – Is Problem-Based or Project-Based Learning The Answer?, Australian Journal of Engineering Education, Online publication 2003-04 pada http://www.aaee.com.au/journal/2003/mills_treagust03.pdf.
Murti, H.S.A., 2011, Metakognisi dan Theory Of Mind (ToM), Jurnal Psikologi Pitutur, Vol 1, No 2, Hal: 53 – 64.
Nuryana, E., dan Sugiarto, B., 2012, Hubungan Keterampilan Metakognisi dengan Hasil Belajar Siswa pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi (Redoks) Kelas X-1 SMA Negeri 3 Sidoarjo, Unesa Journal of Chemical Education, Vol 1, No 1, Hal: 83-75.
Pulmones, R., 2007, Learning Chemistry in a Metacognitive Environment, The Asia-Pacific Education Researcher, Vol 16, No 2, Hal: 165-183.
Rahman S., dan Phillips J. A., 2006, Hubungan Antara Kesedaran Metakognisi, Motivasi Dan Pencapaian Akademik Pelajar Universiti, Jurnal Pendidikan, Vol 31, Hal: 21-39.
Suratno, 2010, Pemberdayakan Keterampilan Metakognisi Siswa Dengan Strategi Pembelajaran Jigsaw-Reciprocal Teaching, Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 17, No 2, Hal: 146-152.
Yalcin, S. A., Turgut, Ü., dan Büyükkasap, E., 2009, The Effect of Project Based Learning on Science Undergraduates’ Learning of Electricity, Attitude Towards Physics and Scientific Process Skills, International Online Journal of Educational Sciences, Vol 1, Hal 1, Hal: 81-105.
Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1607
PENGEMBANGAN MEDIA FLASH BERBASIS PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
Indah Triana Aprillia*, Murbangun Nuswowati, Endang Susilaningsih Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian Research and Development (R&D). Tahapan rancangan pengembangan media flash ini menggunakan langkah prosedural oleh Borg and Gall. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dalam penggunaan media flash berbasis pembelajaran inkuiri. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode observasi, tes, angket dan dokumentasi. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Produk pengembangan dinyatakan valid dan layak apabila telah memenuhi kriteria baik atau sangat baik dari validator. Produk pengembangan teruji untuk meningkatkan hasil belajar siswa yaitu diuji berdasarkan penggunaan media flash pada proses pembelajaran. Hasil pengembangan produk media flash berbasis pembelajaran inkuiri dinyatakan valid dengan kategori baik dan layak diterapkan berdasarkan uji kelayakan oleh ahli media dan ahli materi dengan skor rata-rata ahli media 73.5 dan ahli materi 37. Media flash dinyatakan efektif karena 36 siswa mencapai nilai KKM pada hasil tes, dengan nilai n-gain 0,71 dan pada aspek afektif dan psikomotorik termasuk dalam kategori baik, serta mendapat respon positif dari penggunanya dilihat dari angket tanggapan siswa, sehingga media flash efektif meningkatkan hasil belajar siswa. Kata kunci: hasil belajar siswa, inkuiri, media flash
ABSTRACT
The research include in Research and Development (R&D). This step of flash media development uses procedural step by Borg and Gall. The purpose of this research is to know the effectiveness in the cognitive, afective, and psychomotoric domain in using flash media based on inquiry learning. Data accumulation in this research uses observation, test, questionaire and documentation methods. The result data of this research is analyzed by using quantitative descriptive analysis method. Development product is called valid and proper if it has fullfilled good or very good criteria from the validator. The development product proved to improve the learning outcome that is proved base on the using of flash media in learning process. The development result of flash media product based inquiry learning is called valid with good and proper category is implemented base on properness test by media and matery expert with average score of media expert is 73,5 and matery expert is 37. The flash media is called effective because 36 students gain minimum campetence criteria (KKM) score in test result, with n-gain score is 0,71 and afective and psychomotoric aspect include in good category, and also get a positive respond from user that can be seen by the students responds questionare, so flash media is effective to improve the students learning outcome. Keyword : learning outcome, inquiry, flash media
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik dapat secara aktif
mengembangkan potensial diri (Undang-
undang sistem pendidikan No. 20 tahun
2003). Guru memiliki peran yang sangat
penting dalam proses pembelajaran. Guru
1608 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 15607 - 1616
bertindak sebagai fasilitator dan mediator
yang kreatif, sedangkan siswa bertindak
sebagai agen pembelajar yang aktif
(Mugiarso, 2011).
Seorang guru dalam proses belajar
mengajar sering menggunakan berbagai
macam metode, antara lain: eksperimen,
demonstrasi, ceramah, tanya jawab, dan
lain-lain. Tanpa disadari penggunaan model
pembelajaran selama ini yang digunakan
oleh guru telah menjadi suatu rutinitas dan
cenderung monoton (Astuti, 2011). Hal ini
membuat siswa kurang kreatif, mandiri dan
aktif, sehingga dibutuhkan suatu metode
pembelajaran yang melibatkan siswa.
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan
bentuk dari pendekatan pembelajaran yang
berorientasi kepada siswa (student centered
approach).
Strategi pembelajaran inkuiri adalah
rangkaian kegiatan pembelajaran yang
melatih siswa untuk belajar mencari
pengetahuan atau informasi, atau
mempelajari suatu gejala (Wenning, 2006).
Opara dan Nkasiobi merumuskan langkah
pembelajaran inkuiri ada 7 tahapan.
Langkah-langkah tersebut antara lain:
merumuskan masalah, membuat hipotesis,
mendesain eksperimen, melakukan
eksperimen, mengumpulkan dan meng-
analisis data, dan menarik kesimpulan, dari
langkah tersebut bertujuan untuk membantu
siswa mengembangkan ketrampilan
intelektual dan ketrampilan-ketrampilan
lainnya seperti mengajukan pertanyaan dan
ketrampilan menemukan (mencari) jawaban
yang berawal dari keingintahuan (Opara dan
Nkasiobi, 2011).
Proses pembelajaran inkuiri dilakukan
melalui proses tanya jawab antara guru dan
siswa sehingga siswa terlibat dalam proses
pembelajaran dimana guru sebagai
fasilitator dan motivator belajar siswa bukan
sebagai sumber belajar (Sanjaya, 2006).
Siswa yang terlibat dalam proses
pembelajaran, akan lebih menghayati
proses pembelajaran, sehingga memberikan
dampak positif pada perkembangan
aktivitas, sikap, dan kinerja siswa pada
materi pembelajaran (Bilgin, 2009). Seperti
penelitian yang telah dilakukan oleh
Zawadski (2010) tentang penerapan metode
inkuiri pada proses pembelajaran SMA di
Thailand, bahwa dengan diterapkannya
proses pembelajaran inkuiri memungkinkan
siswa untuk mengembangkan kemampuan
siswa dalam berkomunikasi, kerja tim, dan
kemampuan berfikir, seperti ketika siswa
berfikir tentang hal yang bersifat abstrak
kemudian mempresentasikannya kedalam
hal yang lebih konkrit, sama halnya dengan
mempelajari materi kimia, dimana materi
yang dipelajari dalam kimia lebih bersifat
kompleks dan abstrak, sehingga masih
banyak siswa yang mengalami kesulitan
dalam memahami dan mengikuti pelajaran
kimia (Resti, 2010).
Siswa merasa kesulitan dalam
memahami dan mengikuti pembelajaran
kimia khususnya pada pokok bahasan
larutan penyangga dapat dibantu dengan
menghadirkan media pembelajaran sebagai
perantara untuk mewujudkan situasi belajar
mengajar yang efektif untuk mempermudah
siswa dalam mempelajari materi yang
abstrak menjadi lebih konkrit (Astuti, 2011).
Media digunakan dalam proses pem-
Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1609
belajaran merupakan salah satu upaya
untuk menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan bagi siswa, sehingga proses
pembelajaran menjadi lebih bermakna dan
berkualitas (Rahayu, 2013). Seperti
penelitian yang telah dilakukan oleh
Fadliana (2013) tentang penggunaan
macromedia flash pada proses pem-
belajaran siswa dapat meningkatkan hasil
belajar siswa, karena dengan bantuan
media dapat memberikan gambaran asli
mengenai materi yang sedang diajarkan
oleh guru sehingga siswa mudah untuk
mengingatnya selain itu penggunaan media
ini dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa.
Media yang digunakan dalam proses
pembelajaran bertujuan untuk menghindari
atau mengurangi kemungkinan-
kemungkinan terjadinya kesalahan
komunikasi dalam proses pembelajaran
(Hamdani, 2011). Salah satu media yang
dapat dikembangkan untuk proses
pembelajaran yaitu media flash. Media flash
yang digunakan dalam pembelajaran dapat
meningkatkan hasil belajar siswa (Salim,
2011). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keefektifan penggunaan media
flash berbasis pembelajaran inkuiri pada
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
METODE
Penelitian dilakukan pada tanggal 23
Maret sampai dengan tanggal 18 April 2015.
Penelitian ini dilakukan di suatu MAN di
Kudus pada mata pelajaran kimia pokok
bahasan larutan penyangga. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian Research and
Development (R&D). Desain penelitian ini
menggunakan desain dari Borg and Gall
yang terdiri dari potensi dan masalah,
pengumpulan data, desain produk, validasi
desain, revisi desain, uji coba produk, revisi
produk, uji coba pemakaian, revisi produk,
dan produk akhir.
Subjek penelitian ini menggunakan 14
siswa kelas XI IPA 2 untuk uji coba skala
kecil dan 40 siswa kelas XI IPA 1 untuk uji
coba skala besar pada semester genap
tahun pelajaran 2014/2015. Pengambilan
sampel didasarkan atas dasar tekhnik
purposive sampling. Kelayakan media dinilai
oleh para pakar menggunakan lembar
validasi. Media yang dikembangkan diuji
pada dua tahapan, yaitu uji coba skala kecil
dan uji coba skala besar. Sedangkan untuk
keefektifan media diuji pada uji coba skala
besar menggunakan data hasil belajar siswa
yang diperoleh.
Metode pengumpulan data dilakukan
dengan metode tes, lembar observasi dan
angket. Metode tes digunakan untuk
mengetahui kemampuan kogintif siswa,
lembar observasi digunakan untuk menge-
tahui kemampuan afektif dan psikomotorik
siswa, dan angket digunakan untuk
memperoleh data tentang kelayakan media
dan respon user. Selain itu pengumpulan
data juga digunakan metode dokumentasi.
Instrumen penelitian yang digunakan
yaitu silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran, lembar validasi untuk media
flash, lembar observasi untuk mengukur
kemampuan afektif dan psikomotorik siswa,
soal pretest dan post test, lembar angket
tanggapan siswa dan guru. Data penelitian
hasil belajar kognitif dianalisis dengan
1610 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 15607 - 1616
statistika parametrik menggunakan uji n-
gain, kemudian untuk hasil belajar afektif
dan psikomotorik dan hasil angket
tanggapan siswa dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Media flash berbasis inkuiri yang
dihasilkan sebagai produk pengembangan
penelitian pada tahap potensi dan masalah
telah melalui analisis kebutuhan, yaitu
analisis media yang digunakan dalam
proses pembelajaran. Pada tahap observasi
awal terlebih dahulu menetapkan materi
yang akan dikembangkan dan bagaimana
konsep media yang akan digunakan. Pada
tahap ini analisa kurikulum didapatkan
materi larutan penyangga yang disesuaikan
dengan silabus SMA kelas XI agar materi
yang disajikan sesuai dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang
ditetakan.
Berdasarkan data identifikasi potensi
yang didapatkan melalui tahap observasi
dan wawancara dengan guru diperoleh
informasi bahwa setiap kelas yang ada di
suatu MAN di Kudus memiliki fasilitas on
focus, yaitu telah disediakan LCD, proyektor
dan komputer di setiap ruang kelasnya.
Hasil wawancara dengan guru mata
pelajaran kimia di suatu MAN di Kudus
diperoleh konsep media pembelajaran, dan
media yang dikehendaki dapat menampilkan
tulisan, gambar, dan animasi percobaan.
Selain itu, hasil belajar siswa masih rendah
terlihat dari banyaknya siswa yang belum
mencapai KKM yang ditetapkan, yaitu
sekitar 26 siswa dalam satu kelas.
Dari hasil observasi dan wawancara,
maka dibuat media yang sesuai dengan
kebutuhan, mudah dipahami, serta mudah
penggunaanya yaitu dengan menggunakan
media flash berbasis pembelajaran inkuiri.
Tahapan dalam pembelajaran inkuiri
menurut Sudjana yaitu perumusan masalah,
menetapkan jawaban sementara, siswa
mencari informasi dan selanjutnya menarik
kesimpulan (Sudjana, 2004). Sedangkan
menurut Natalina tahapan dalam pelak-
sanaan pembelajaran inkuiri yaitu penyajian
masalah, pengumpulan data, penyajian data
dan menarik kesimpulan (Natalina, 2013).
Adapun pada penelitian ini proses
pembelajaran inkuiri diberikan melalui media
pembelajaran flash yang digunakan yaitu
mula-mula siswa disajikan suatu tayangan
slide percobaan dari larutan penyangga
dimana tanyangan tersebut sebagai
penyajian masalah, setelah itu siswa diminta
untuk mengumpulkan data percobaan yang
telah ditanyangkan tersebut dan berdiskusi
untuk mendapatkan jawaban, selanjutnya
siswa diminta untuk menarik kesimpulan.
Desain media flash ini disesuaikan
dengan strategi pembelajaran inkuiri. Pada
penelitian ini, media dibuat dan
dikembangkan sebagai media penunjang
yang dapat membantu guru dan siswa
dalam proses pembelajaran. Desain media
flash terdiri dari halaman cover, menu
utama, standar kompetensi, kompetensi
dasar, materi, simulasi percobaan, dan
evaluasi. Selanjutnya yaitu proses uji
kevalidan produk pengembangan media
yang dilakukan oleh 3 validator yang
meliputi proses review dan evaluasi. Produk
pengembangan yang dievaluasi diberi saran
Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1611
perbaikan untuk penyempurnaan. Saran
perbaikan yang diberikan oleh validator
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Saran perbaikan oleh validator ahli media dan ahli materi
Sumber Catatan
Jenis Perbaikan
Validator ahli media
Materi dibuat komunikatif, sehingga mengajak siswa untuk mencari jawaban (memunculkan strategi inkuiri).
Font tulisan yang ada di media, tidak harus resmi
Penambahan efek suara
Validator ahli materi
Ditambah lagi latihan soalnya.
Diberi penambahan gambar (misalnya gambar larutan penyangga).
Saran yang diberikan oleh validator
menunjukkan bahwa media pembelajaran
masih perlu perbaikan-perbaikan untuk
penyempurnaan. Proses perbaikan
dikonsultasikan dengan validator dan
dihasilkan produk pengembangan media
flash yang dinilai valid dan layak untuk
diterapkan di kelas. Hasil validasi media
flash dijabarkan pada Tabel 2.
aspek media dan materi masing-
masing memberikan skor baik, sehingga
diperoleh kriteria baik/layak untuk diterapkan
di kelas. Media flash ini teruji layak apabila
dapat meningkatkan hasil belajar kognitif
siswa. Peningkatan hasil belajar kognitif
diukur menggunakan soal pretest dan soal
posttest. Soal yang digunakan untuk
mengukur hasil belajar kognitif ini adalah
soal pilihan ganda.
Uji coba skala kecil dilakukan pada
siswa kelas XI dengan sampel 14 siswa.
Data nilai hasil pretest dan posttest siswa
ditujukkan pada Gambar 1. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan hasil belajar kognitif dari hasil
pretest dan posttest. Analisis menunjukkan
bahwa nilai rata-rata pre test yaitu 44,78 dan
nilai rata-rata post test yaitu 85,28 dan
diperoleh hasil nilai n-gain sebesar 0,73.
Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa
media flash efektif digunakan sebagai media
pembelajaran yang baik bagi siswa.
Tabel 2. Hasil total skor oleh validator ahli media dan ahli materi
Validator Total skor
Ahli Media I Ahli Media II Ahli Materi I Ahli Materi II
74 73 37 37
1612 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 15607 - 1616
Gambar 1. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa pada uji skala kecil
Untuk mengetahui tanggapan siswa
pada uji coba skala kecil terhadap
penggunaan media flash pada proses
pembelajaran menggunakan lembar angket
tanggapan siswa, dimana siswa mengisi
angket tersebut setelah melaksanakan
proses pembelajaran. Hasil dari angket
tanggapan siswa dapat dilihat pada
Gambar 2. Berdasarkan gambar 2
menunjukkan bahwa pembelajaran kimia
dengan menggunakan media pembelajaran
flash berbasis inkuiri memperoleh respon
positif.
Uji coba skala besar
dilakukan pada siswa kelas XI
dengan sampel 40 siswa. Data
nilai hasil pretest dan posttest
siswa ditujukkan pada Gambar
2. Hasil yang diperoleh me-
nunjukkan bahwa terjadi
peningkatan hasil belajar kog-
nitif dari hasil pretest dan
posttest. Analisis menunjukkan
bahwa nilai rata-rata pre test yaitu 40,05
dan nilai rata-rata post test yaitu 83,2 dan
diperoleh hasil nilai n-gain sebesar 0,72.
Hasil uji coba skala kecil tersebut
dapat dikatakan bahwa media flash efektif
digunakan sebagai media pembelajaran
yang baik bagi siswa. Hasil ini diperkuat
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hariyanti (2013), bahwa penerapan
pembelajaran model problem posing yang
dilengkapi dengan media flash menun-
jukkan adanya peningkatan prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran kimia pokok
bahasan kesetimbangan kimia. Penelitian
yang dilakukan oleh
Setiawan (2013) bahwa
penerapan strategi pem-
belajaran inkuiri pada
proses pembelajaran me-
nunjukkan hasil belajar
yang lebih baik
dibandingkan penerapan
model pembelajaran
konvensional.
3.6
3.8
4
4.2
4.4
4.6
4.8
1 2 3 4 5 6 7 8
Sko
r ra
ta-r
ata
Aspek Tanggapan Siswa
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2
Sko
r ra
ta-r
ata
1. Hasil nilai pretest 2. Hasil nilai posttest
Series1
Gambar 2. Data hasil tanggapan siswa pada uji coba skala kecil
Gambar 1. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa pada uji skala kecil
Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1613
Gambar 3. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa pada uji skala besar
Untuk mengetahui tanggapan siswa
pada uji coba skala besar terhadap
penggunaan media flash pada proses
pembelajaran menggunakan lembar angket
tanggapan siswa, dimana siswa mengisi
angket tersebut setelah melaksanakan
proses pembelajaran. Tanggapan siswa
pada uji coba skala besar terhadap
penggunaan media flash dapat dilihat pada
Gambar 4. Berdasarkan gambar 4
menunjukkan bahwa pembelajaran kimia
dengan menggunakan media pembelajaran
flash berbasis inkuiri memperoleh respon
positif.
Gambar 4. Data Hasil Tanggapan Siswa Pada Uji Coba Skala Besar
Selain penilaian kognitif, dilakukan
penilaian pada aspek afektif dan
psikomotorik. Terdapat delapan aspek untuk
menilai sikap siswa dan lima aspek untuk
menilai keterampilan psikomotorik siswa
selama pembelajaran. Kriteria meliputi
sangat baik, baik, cukup, kurang, dan
sangat kurang. Rata-rata nilai afektif dapat
dilihat pada Gambar 3. Dari Gambar 3
terlihat bahwa pada kelas tersebut
mempunyai satu aspek yang sangat baik
yaitu tanggung jawab terhadap tugas.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2
Sko
r ra
ta-r
ata
1. Hasil nilai pretest 2. Hasil nilai posttes
Series1
3.7
3.75
3.8
3.85
3.9
3.95
4
4.05
4.1
4.15
1 2 3 4 5 6 7 8
Sko
r ra
ta-r
ata
Aspek Tanggapan Siswa Pada Uji Coba Skala Besar
1614 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 15607 - 1616
Gambar 5. Rata-rata nilai afektif
Keterangan:
1. Ketepatan waktu ketika masuk kelas 5. Kepercayaan diri siswa 2. Kesiapan siswa membawa buku 6. Menghargai pendapat orang lain 3. Pengumpulan tugas 7. Menghargai pendapat orang lain 4. Perhatian terhadap presentasi teman 8. Mencatat penjelasan guru
Penilaian psikomotorik dapat dilihat
pada Gambar 4 yang memperlihatkan
bahwa pada kelas tersebut mempunyai
satu aspek yang sangat baik yaitu
kecakapan dalam menjawab pertanyaan
secara lisan.
Gambar 6. Rata-rata nilai psikomotorik
Keterangan:
1. Ketepatan menjawab pertanyaan lisan 4. Mengajukan pertanyaan 2. Ketepatan mengerjakan tugas 5. Kecakapan mempresentasikan
materi 3. Mengemukakan pendapat
Data angket tanggapan siswa dan
angket tanggapan guru pada uji coba skala
besar digunakan untuk memberikan
masukan untuk penyempurnaan produk
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
1 2 3 4 5 6 7 8
Sko
r ra
ta-r
ata
Aspek Penilaian Sikap Siswa
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
1 2 3 4 5
Sko
r ra
ta-r
ata
Aspek Penilaian Keterampilan
Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1615
pengembangan media flash berbasis inkuiri
sehingga didapatkan produk akhir dari
media flash. Data tanggapan siswa pada uji
coba skala besar memberikan tanggapan
positif terhadap penggunaan media flash
dengan rata-rata tanggapan siswa sebesar
32,2. Nilai rata-rata tersebut termasuk dalam
kategori sangat baik.
Berdasarkan tahap validasi, uji coba
skala kecil, uji coba skala besar
menunjukkan bahwa media flash berbasis
pembelajaran inkuiri adalah salah satu
media pembelajaran penunjang
keberhasilan pembelajaran yang layak dan
efektif untuk digunakan serta memperoleh
respon positif dari penggunanya.
SIMPULAN
Hasil pengembangan media flash
berbasis inkuiri dapat disimpulkan bahwa
media flash berbasis pembelajaran inkuiri
dapat meningkatkan hasil belajar siswa
pada materi larutan penyangga dan media
flash berbasis pembelajaran inkuiri
mendapat respon positif dari penggunanya
dilihat dari angket tanggapan siswa yang
diberikan setelah selesai melaksanakan
proses belajar, sehingga media flash efektif
meningkatkan hasil belajar siswa.
.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, S., Ishafit, dan Toifur M., 2011, Pemanfaatan Media Pembelajaran (Macromedia Flash) Dengan Pendekatan Kontruktivis Dalam Meningkatkan Efektivitas Pembelajaran Fisika Pada Konsep Gaya, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Penerapan MIPA, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Bilgin, I., 2009, The Effect of Inquiri Instruction Incorporation a Cooperative Learning Approach on University Students Achievment of Acid and Bases Concept and Attitude Toward Inquiri Instruction, Scientific Research and Essay, Vol
4, No 10, Hal: 1038-1046.
Fadliana, H.N., Redjeki, T., dan Nurhayati, N.D., 2013, Studi Komparasi Penggunaan Metide PBL (Problem Based Learning) Dilengkapi Dengan Macromedia Flash Dan LKS Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Materi Asam, Basa, dan Garam Kelas VII SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2012/2013, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 2, No 3, Hal:
158-165.
Hamdani, M. A., 2011, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia.
Hardiyanto, W., 2012, Pemanfaatan Media Pembelajaran Fisika Berbasis Macromedia Flash 8 Guna Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Sifat Mekanik Bahan Kelas X Tkj 2 SMK Batik Perbaik Tahun Pelajaran 2011/2012, Jurnal akademik, Vol 1,
No 1, Hal: 56-59.
Hariyanti, I., Haryono J., dan Sukardjo S., 2013, Penerapan Pembelajaran Model Problem Posing Dilengkapi Macromedia Flash Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Dan Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Kesetimbangan Kimia Kelas XI IPA SMA Negeri Kebakkramat Tahun Pelajaran 2012/2013, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 2, No 3, Hal:
85-91.
1616 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 15607 - 1616
Mugiarso, H, 2011, Bimbingan dan Konseling, Semarang: UNNES press.
Natalina, M., Mahadi I., dan Suzane A. C., 2013, Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 5 Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012, Prosiding Seminar FMIPA Universitas Lampung, Lampung: Universitas
Lampung.
Opara, J.A. dan Nkasiobi S.O., 2011, Inquiry Instructional Method and The School Science Curriculum, Research Journal of Social Science, Vol 3, No 3, Hal: 188-198.
Rahayu, I. dan Lily M., 2013, Upgrading The Availability Of Building Sentence On Indonesian Language Learning By Using Series Pictures Media, Academic Research International,
Vol 4, No 2, Hal: 530-535.
Resti, A.M., Priatmoko S., dan Kusumo E., 2010, Analisis Kesulitan Belajar Kimia Siswa SMA Dalam Memahami Materi Larutan Penyangga Dengan Menggunakan Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang, Vol 4, No 1, Hal: 512-
520.
Salim, A dan Toifur M., 2011, Pemanfaatan Media Pembelajaran (Macromedia Flash) Dengan Pendekatan Kontruktivis Dalam Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran Fisika Pada Konsep Gaya, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011.
Sanjaya, W., 2006, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana
Prenada Media.
Setiawan, D dan Budhitjahjanto, 2013, Pengaruh Metode Pembelajaran Inkuiri Terhadap Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Di SMKN 3 Buduran Sidoarjo, Jurnal Pendidikan Tekhnik Elektro, Vol 2, No 1, Hal: 301-309.
Sudjana, 2004, Strategi Belajar Mengajar,
Bandung: Pustaka Setia.
Wenning, C.J., 2005, Implementing Inquiry-Based Instruction in the Science Classroom: A New Model for Solving the Improvement of Practice Problem, Journal of Physics Teacher Education, Vol 2, Hal:
1790-4560.
Zawadski, R., 2010, Is Process-oriented inquiry suitable as a teaching method in Thailand’s Higher Education, Journal Education and Learning, Vol 1, No 2, Hal: 66-74.