· pdf file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas kkm kepada siswa meskipun...

107

Upload: vudieu

Post on 02-Feb-2018

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada
Page 2: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada
Page 3: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

hanya dengan berkat dan rahmat-Nya, maka Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia

Volume 9 Nomor 2 tahun 2015 berhasil diterbitkan. Jurnal ini hadir di hadapan

pembaca sebagai wadah bagi penulisan hasil pemikiran dan penelitian di bidang

pengembangan mutu pendidikan khususnya pendidikan kimia.

Rasa terima kasih kami sampaikan kepada para penulis atas kontribusinya

yang berupa artikel terhadap penerbitan edisi ini. Kami berharap agar para peneliti,

akademisi, pengamat, dan praktisi di bidang pendidikan kimia dapat berpartisipasi

menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya yang dituangkan dalam

bentuk tulisan dan dimasukkan ke dalam jurnal ini. Kontribusi penulis berupa saran

atau solusi yang komprehensif dan mendalam diharapkan dapat dikembangkan

berdasarkan pengamatan atau pengalaman hasil refleksi terhadap permasalahan

dan kenyataan di lapangan. Kita dapat secara bersama-sama mewujudkan

peningkatan mutu dan relevansi pendidikan melalui semangat pengabdian, rasa

kepemilikan, dan tekad untuk memajukan pendidikan di tanah air.

Semoga kehadiran jurnal ini dapat memacu pemikiran-pemikiran yang

menggali hingga ke akar permasalahan dan bermanfaat bagi semua pihak yag

bergerak di bidang pendidikan. Kritik dan saran bagi penyempurnaan penerbitan

jurnal ini dimasa yang akan datang dapat disampaikan kepada Dewan Penyunting

yang dengan senang hati menerima dan menjadikannya sebagai masukan untuk

meningkatkan mutu jurnal.

Ketua Penyunting

Page 4: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada
Page 5: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

DAFTAR ISI

APLIKASI MODEL JIGSAW DALAM PEMBELAJARAN KIMIA MATERI pH LARUTAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA Siti Istijabatun (1517-1527)

PENERAPAN MODEL LEARNING START WITH A QUESTION BERPENDEKATAN ICARE PADA HASIL BELAJAR Dheni Nur Haryadi1)* dan Sri Nurhayati2) (1528-1537) HASIL BELAJAR BERBANTUAN SMALL NOTES PADA METODE PREVIEW QUESTION READ SUMMARIZE TEST Luthfia Rizqy Amalia* dan Eko Budi Susatyo (1538-1546) PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN LARUTAN BERPENDEKATAN PBL UNTUK MENINGKATKAN KGS INFERENSIAL LOGIKA Deni Ardiyanti* dan Sudarmin (1547-1555)

KONTRIBUSI PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP JIWA KEWIRAUSAHAAN SISWA Rohayati*, Woro Sumarni dan Nanik Wijayati (1556-1565)

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK BERBANTUAN E-LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA Nur Jannatu Na’imah*, Supartono dan Sri Wardani (1566-1574) PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN AUTENTIK UNTUK MENGUKUR KOMPETENSI PESERTA DIDIK MATERI SENYAWA HIDROKARBON Nino Nurjananto* dan Ersanghono Kusumo (1575-1584) PENGEMBANGAN MODUL LARUTAN PENYANGGA BERORIENTASI CHEMOENTREPRENEURSHIP (CEP) UNTUK KELAS XI SMA/MA Ita Masithoh Wikhdah*, Sri Susilogati Sumarti, Sri Wardani (1585-1595) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani (1596-1606) PENGEMBANGAN MEDIA FLASH BERBASIS PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA Indah Triana Aprillia*, Murbangun Nuswowati, Endang Susilaningsih (1607-1616)

Page 6: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada
Page 7: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Siti Istijabatun, Aplikasi Model Jigsaw Dalam Pembelajaran Kimia …. 1517

APLIKASI MODEL JIGSAW DALAM PEMBELAJARAN KIMIA MATERI pH LARUTAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI

DAN HASIL BELAJAR SISWA

Siti Istijabatun SMA Negeri 1 Pegandon, Jalan Raya Putat Pegandon, Kendal, Kode Pos 51357

Email: [email protected]

ABSTRAK

Dalam rangka meningkatkan keberhasilan siswa untuk mencapai kompetensi yang diharapkan, perlu dilakukan inovasi dalam pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah menggunakan Model Pembelajaran Jigsaw. Pembelajaran dengan model Jigsaw merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan tim ahli, yaitu tim yang bertugas untuk membahas suatu konsep tertentu untuk dijelaskan kepada anggota kelompok semula. Model pembelajaran Jigsaw menuntut siswa untuk kreatif, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan kelompoknya. Dalam penelitian ini, diamati bagaimana motivasi dan hasil belajar kimia siswa setelah mengalami pembelajaran dengan menggunakan model Jigsaw. Penelitian ini terdiri atas 2 siklus. Pada setiap akhir siklus dilakukan tes untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa. Validasi data dilakukan oleh teman sejawat. Indikator kinerja pada penelitian ini adalah meningkatnya jumlah siswa yang mencapai KKM mata pelajaran kimia sekurang-kurangnya sebesar 72% secara klasikal pada akhir siklus I di kelas XI IPA3 SMA N 1 Pegandon. Hasil penelitian menunjukkan siswa yang mencapai KKM mengalami peningkatan yakni dari 58,8% sebelum menggunakan model Jigsaw menjadi 61,8% setelah menggunakan model Jigsaw pada siklus I dan 73,5 % pada siklus II. Selain itu juga terdapat peningkatan motivasi siswa dalam belajar kimia yang diukur melalui observasi dan wawancara. Kata Kunci: model jigsaw, pembelajaran kimia, materi pH larutan

ABSTRACT

In order to increase student success in achieving the expected competencies, need innovations in learning. One of them by using Jigsaw Learning Model. Learning with Jigsaw model is a model of learning which involves a team of experts, the team assigned to discuss a certain concept to be explained to members of the original group. Jigsaw learning model requires students to be creative, have high curiosity as well as having responsibility for himself and his group. In this study, it was observed how the chemistry motivation and learning outcomes of students after studied by using Jigsaw model. This study consisted of two cycles. At the end of every cycle carried out tests to determine the level of student understanding. Validation of data is conducted by peer review. The performance indicators in this study is the increasing number of students who reach minimum critreria achievement (KKM) on chemistry subjects of at least 72% in the classical style at the end of the first cycle in class XI IPA3 SMA N 1 Pegandon. Results showed that students who achieve the KKM has increased from 58.8% before using Jigsaw model became 61.8% after using Jigsaw model in the first cycle and 73.5% in the second cycle. Also there is an increase in students' motivation to learn chemistry as measured through observation and interviews. Keywords: jigsaw models, chemistry learning, material solution pH

PENDAHULUAN

SMA Negeri 1 Pegandon merupakan

salah satu sekolah menengah yang berada

di Kabupaten Kendal. Dalam berbagai hal,

baik dari segi fasilitas, sarana prasarana,

maupun mutu akademik dan non akademik

Page 8: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1518 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1517 - 1527

selalu diupayakan untuk diadakan

peningkatan. Dalam hal sarana dan

prasarana, sekolah sudah mulai

membangun laboratorium IPA secara

terpisah yang awalnya masih bergabung

dalam satu ruangan, laboratorium fisika,

kimia dan biologi. Fasilitas perpustakaan

juga semakin ditingkatkan dengan

menambah buku-buku referensi

pembelajaran. Bidang non akademik

dikembangkan dengan cara menyeleksi

siswa-siswa yang memiliki prestasi di

bidang non akademik untuk selanjutnya

mendapatkan bimbingan yang lebih intensif,

sedangkan untuk peningkatan mutu

akademik salah satunya dilakukan dengan

diadakannya penelitian dalam bidang

pendidikan terutama penelitian tindakan

kelas untuk mengatasi masalah

pembelajaran yang ditemui di kelas.

Setiap sekolah pasti menginginkan

siswanya lulus 100% dalam menempuh

ujian akhir nasional, sehingga perlu

dilakukan berbagai upaya untuk

mencapainya. Mata pelajaran kimia

merupakan salah satu mata pelajaran yang

menjadi ciri khas jurusan IPA di tingkat SMA

yang tentu harus dipersiapkan dengan

maksimal dari segi pemahaman materinya,

sehingga akan diperoleh hasil akhir yang

maksimal. Kriteria kelulusan saat ini tidak

hanya tergantung pada perolehan nilai hasil

ujian nasional saja, tetapi dipengaruhi oleh

nilai sekolah yang terdiri atas nilai raport

semester 3, 4 dan 5 serta nilai ujian sekolah.

Oleh karena itu perlu dicari cara agar

perolehan nilai bisa maksimal terutama

pada semester yang nilainya akan

mempengaruhi kelulusan.

Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu

Pengetahuan Alam yang membahas tentang

susunan (struktur), perpindahan atau

perubahan bentuk dan energetika zat. Untuk

mempelajari ilmu kimia di sekolah

diperlukan keterampilan dan penalaran

(Wiwit, et al., 2012). Berdasarkan kurikulum

2004 (GBPP kimia), fungsi pembelajaran

kimia di SMA antara lain, memberikan

dasar-dasar kimia untuk mengembangkan

ilmu pengetahuan di pendidikan tinggi dan

sebagai bekal untuk hidup di masyarakat,

mengembangkan keterampilan life skill,

mengembangkan sikap dan menimbulkan

nilai yang berguna dalam kehidupan sehari-

hari.

Sebagaimana diketahui bahwa

karakteristik materi kimia yang berbeda

dengan pelajaran lain menjadikan ilmu kimia

merupakan salah satu pelajaran yang relatif

sulit bagi siswa saat ini. Atas dasar inilah

maka dituntut kemampuan dan keterampilan

seorang guru untuk mampu menciptakan

suatu pembelajaran yang sesuai dengan

kondisi siswa dan konsep karakteristik ilmu

kimia yang dibelajarkan. Tujuannya adalah

agar siswa termotivasi dan aktif dalam

belajar sehingga hasil belajar siswa akan

meningkat sesuai dengan yang diharapkan

(Ismail, et al., 2013). Mengingat bahwa saat

ini kelulusan siswa juga dipengaruhi oleh

perolehan nilai pada semester-semester

sebelumnya, maka peneliti mempunyai

harapan yang besar agar nilai yang

diperoleh siswa bisa maksimal, serta

motivasi belajarnya meningkat. Hal ini tentu

harus melalui proses untuk mencapainya,

bukan sekedar memberikan nilai tanpa

melakukan tindakan sebagai proses untuk

Page 9: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Siti Istijabatun, Aplikasi Model Jigsaw Dalam Pembelajaran Kimia …. 1519

memperolehnya, sehingga tidak ada

plesetan istilah “ngaji” atau ngarang biji

(bahasa jawa), yang maksudnya

memberikan nilai di atas KKM kepada

siswa meskipun pada kenyataannya siswa

belum memperoleh nilai itu. Dari data nilai

ulangan harian pada kompetensi dasar pada

tahun pelajaran 2013/2014 pada kelas XI

IPA3 menunjukkan hanya 20 siswa yang

nilainya mencapai KKM dari 34 siswa dalam

kelas tersebut. Ini berarti siswa yang

mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

penelitian ini dipilih konsep menghitung pH

larutan, karena merupakan konsep yang

tidak lepas dari hitungan, sementara

kemampuan dan kemauan siswa untuk

menyelesaikan soal-soal hitungan masih

rendah. Hal ini disebabkan miskonsepsi

mengenai materi kimia yang melibatkan

hitungan masih sering terjadi. Selain itu

konsep menghitung pH larutan ini juga

merupakan salah satu kompetensi dasar

yang dipelajari pada semester 4 yang pada

akhirnya hasil belajar akan dilaporkan

sebagai salah satu komponen nilai sekolah.

Perilaku siswa yang kurang mandiri dan

cenderung bergantung pada guru menurut

peneliti merupakan salah satu

penyebabnya. Suasana yang kondusif serta

strategi pembelajaran baru yang inovatif dan

menarik akan berpengaruh pada motivasi

belajar siswa. Motivasi sangat penting

perannya dalam proses dan perolehan hasil

belajar. Siswa yang memiliki motivasi yang

tinggi biasanya akan memperoleh hasil yang

maksimal. Hal ini mungkin disebabkan

karena metode pembelajaran yang

dilakukan oleh guru masih konvensional,

yaitu ceramah dan tanya jawab. Metode ini

menuntut siswa untuk diam dan

memperhatikan penjelasan guru saja,

sehingga kejenuhan akan terjadi dan

mendorong siswa untuk melakukan hal-hal

di luar kegiatan pembelajaran. Sekilas

memang kondisi yang seperti ini tampak

kondusif, karena siswa diam dan

memperhatikan, akan tetapi aktivitas yang

dilakukan siswa bisa saja lepas dari

pengamatan guru misalnya diam-diam

bermain handphone, berbincang-bincang

atau bahkan tidur saat guru sedang

menjelaskan.

Fenomena yang terjadi dan dialami

sendiri oleh peneliti ini menuntut inovasi

pembelajaran yang lebih inovatif sehingga

membuat pelajaran kimia menjadi menarik.

Salah satu caranya adalah dengan

mengubah model pembelajaran yang lebih

menuntut kemandirian siswa untuk belajar

memecahkan masalah tanpa tergantung

dari penjelasan guru. Metode pembelajaran

konvensional terbukti kurang efektif untuk

membantu siswa menguasai pemahaman

menyeluruh terhadap suatu konsep (Yip,

2001). Berbagai hasil penelitian me-

rekomendasikan penggunaan metode

pembelajaran yang terpusat pada pelajar

(Acar dan Tarhan, 2008; Doymus, 2008;

Frailich, et al., 2009; Ozmen 2008; Ozmen,

et al., 2009). Beberapa bentuk pembelajaran

yang terpusat pada pembelajar diantaranya

pembelajaran kooperatif, diskusi kelompok,

peta konsep, perubahan konseptual,

pemecahan masalah, pendekatan ber-

orientasi inkuiri, pembelajaran eksperi-

mental, diskusi kelas, simulasi, metode studi

kasus, studi lapangan, tugas pustaka,

pembelajaran berbantuan komputer, dan

Page 10: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1520 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1517 - 1527

pekerjaan rumah (Chang dan Tsai 2005;

Larsson 2009). Pembelajaran kooperatif

merupakan metode pembelajaran yang

mensyaratkan siswa bekerja dalam

kelompok kecil yang terstruktur untuk

mencapai tujuan bersama (Doymus, 2008;

Hennesy dan Evans 2006; Johnson, et al.,

2007; O’leary dan Griggs 2010). Melalui

pembelajaran kooperatif, siswa dapat

dirangsang untuk berpikir, belajar, dan

menikmati pembelajaran bersama dengan

teman sekelompoknya (O’leary dan Griggs

2010; Lafont, et al., 2007). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pembelajaran

kooperatif efektif dalam merangsang

kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dan

untuk meningkatkan hasil pembelajaran baik

kognitif, afektif, maupun psikomotorik

(Abdullah dan Shariff 2008). Selain itu,

bekerja dalam kelompok akan meningkatkan

kompetensi sosial siswa, meningkatkan

kemampuan bekerja dalam tim dan

meningkatkan hasil belajar (Bratt, 2008;

Lafont, et al., 2007; Thurston, et al., 2010).

Metode pembelajaran kooperatif yang

dilaporkan efektif menurut beberapa

penelitian adalah metode pembelajaran

kooperatif jigsaw (Doymus, 2008; Doymus,

et al., 2010; Bratt 2008; Chang, et al., 2010;

Frailich, et al., 2009; Kelly dan Jones 2007;

Kim, et al., 2007; Ozmen, et al., 2009;

Ploetzner, et al., 2009). Dalam penelitian ini,

pembelajaran kimia materi pH larutan

dilakukan dengan metode pembelajaran

kooperatif jigsaw. Metode ini merupakan

metode yang terstruktur dan melibatkan

strategi kooperatif yang dapat

menghindarkan masalah-masalah yang

dapat timbul dalam pembelajaran yang

didesain berkelompok (Doymus, et al.,

2010). Pembelajaran kooperatif jigsaw terdiri

atas empat langkah utama yaitu

pendahuluan, eksplorasi terfokus, laporan

dan penegasan, dan integrasi dan evaluasi,

sebagaimana dikembangkan pertama kali

oleh Aronson, et al., (1978). Dalam

pembelajaran kooperatif jigsaw, siswa

bekerja dalam tim yang heterogen dan

diberikan tugas untuk membaca beberapa

bab atau unit yang berbeda yang harus

menjadi fokus perhatian masing-masing

anggota tim saat mereka membaca. Setelah

semua siswa selesai membaca, siswa dari

tim yang berbeda yang mempunyai fokus

topik yang sama bertemu dalam kelompok

ahli untuk mendiskusikan topik mereka.

Para ahli tersebut kemudian kembali kepada

kelompok mereka dan secara bergantian

mengajari teman satu kelompoknya

mengenai topik yang mereka pelajari. Yang

terakhir adalah para siswa menerima

penilaian yang mencakup seluruh topik.

Kunci pada metode ini adalah

interdepedensi yaitu tiap siswa bergantung

kepada teman satu timnya yang dapat

memberikan informasi yang diperlukan

supaya dapat berkinerja baik pada saat

penilaian. Dalam artikel ini, motivasi dan

hasil belajar siswa pada konsep pH larutan

diuraikan secara detail. Model pembelajaran

jigsaw ini menuntut siswa untuk

bertanggung jawab atas pemahaman

konsep yang harus dikuasai oleh teman

dalam kelompoknya yang mendapatkan

tugas berbeda dengannya. Dengan kata

lain, model pembelajaran jigsaw ini

mempunyai karateristik bahwa tanggung

jawab belajar adalah pada siswa. Oleh

Page 11: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Siti Istijabatun, Aplikasi Model Jigsaw Dalam Pembelajaran Kimia …. 1521

karena itu siswa harus membangun

pengetahuan, tidak hanya sekedar

menerima bentuk jadi dari guru. Pola

komunikasi guru-siswa adalah negosiasi

dan bukan imposisi-intruksi (Slavin, 2008).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

Januari sampai dengan April 2014 di SMA

Negeri 1 Pegandon kabupaten Kendal.

Penelitian ini dilaksanakan pada kelas XI

IPA 3 yang berjumlah 34 siswa yang terdiri

atas 26 siswa perempuan dan 8 siswa laki-

laki. Karena motivasi belajar kimia yang

masih rendah, seperti masih banyaknya

siswa yang tidak mengerjakan tugas atau

pekerjaan rumah, kurangnya latihan/ melatih

diri untuk mengerjakan soal, serta perolehan

nilai pada ulangan sebelumnya masih

sangat rendah, yaitu hanya 58,8% siswa

yang mencapai KKM.

Karena subyek penelitian adalah siswa

maka sumber data diperoleh dari siswa

dengan segala macam bentuk kegiatan

yang dilaksanakan di kelas, seperti hasil

pengamatan atau penilaian aktivitas siswa

selama proses pembelajaran sebagai

indikator motivasi dan hasil belajar siswa.

Selain itu juga data pengamatan dari guru

lain atau teman sejawat yang menjadi

observer dalam penelitian.

Teknik pengumpulan data dilakukan

dengan teknik tes, observasi, wawancara,

dan dokumentasi. Validasi data dalam

penelitian ini dilakukan melalui verifikasi

oleh guru lain yang mengampu

matapelajaran sama yaitu guru

matapelajaran kimia di SMA Negeri 1

Pegandon. Data yang diverifikasi meliputi

kisi-kisi, master soal, dan pedoman

penskoran. Analisis yang digunakan adalah

analisis deskriptif kualitatif, yaitu untuk

menganalisis hasil belajar dengan

membandingkan nilai tes setiap siklus

dengan indikator kinerja yaitu meningkatnya

jumlah siswa yang mencapai KKM. Selain

itu juga mendeskripsikan penggunaan

model jigsaw yaitu dengan memaparkan

hasil observasi dari lembar observasi dan

hasil wawancara.

Langkah-langkah model pembelajaran

jigsaw secara rinci adalah sebagai berikut

(Slavin, 2008): (a) siswa dikelompokkan ke

dalam 4 anggota tim, (b) tiap orang dalam

tim diberi bagian materi yang berbeda, (c)

anggota dari tim yang berbeda yang telah

mempelajari bagian/ sub bab yang sama

bertemu dalam kelompok baru (kelompok

ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka,

(d) setelah selesai diskusi sebagai tim ahli

tiap anggota kembali ke kelompok asal dan

bergantian mengajar teman satu tim mereka

tentang sub bab yang mereka kuasai dan

tiap anggota lainnya mendengarkan dengan

sungguh-sungguh, (e) tiap tim ahli

mempresentasikan hasil diskusi, (f) guru

memberi evaluasi, dan (g) penutup

Pada penelitian ini, indikator kinerjanya

adalah meningkatnya jumlah siswa yang

mencapai KKM matapelajaran kimia dari

58,8 % menjadi sekurang-kurangnya

sebesar 72% secara klasikal pada akhir

siklus II di kelas XI IPA3 SMA N 1

Pegandon tahun 2013/ 2014. Selain itu juga

ada peningkatan motivasi siswa dalam

belajar kimia yang ditandai dengan

perubahan perilaku positif terhadap

Page 12: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1522 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1517 - 1527

matapelajaran kimia, seperti antusiasme

mengikuti pembelajaran kimia, mau

mengerjakan latihan-latihan soal dan selalu

mengerjakan tugas.

Penelitian ini menggunakan desain

penelitian tindakan kelas (PTK). PTK

didefinisikan sebagai suatu bentuk

penelitian yang bersifat reflektif dengan

melakukan tindakan-tindakan tertentu agar

dapat memperbaiki dan meningkatkan

praktik-praktik pembelajaran di kelas secara

profesional. PTK dilaksanakan dalam dua

siklus, yaitu proses tindakan pada siklus I

dan siklus II. Siklus I bertujuan untuk

mengetahui hasil belajar kimia konsep

larutan penyangga. Hasil yang diperoleh

pada siklus I digunakan sebagai refleksi

untuk melaksanakan tindakan pada siklus II.

Hasil proses tindakan pada siklus II

bertujuan untuk mengetahui peningkatan

pemahaman konsep hidrolisis garam

setelah dilakukan perbaikan dalam kegiatan

belajar mengajar yang didasarkan pada

refleksi siklus I. PTK dilaksanakan dalam

wujud proses pengkajian berdaur yang

terdiri atas empat tahap pada setiap

siklusnya yakni perencanaan, pelaksanaan

tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Hipotesis tidak lain adalah jawaban

sementara terhadap masalah penelitian

yang kebenarannya harus diuji secara

empiris. Berdasarkan pengertian hipotesis di

atas maka dapat dikemukakan hipotesis

bahwa model Jigsaw dapat meningkatkan

motivasi dan hasil belajar kimia pada siswa

kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 pegandon

tahun 2013/ 2014.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil penelitian ini diperoleh dari

tahap pra-siklus, perlakuan tindakan siklus I,

dan tindakan siklus II. Data hasil penelitian

yang diperoleh berupa foto kegiatan, hasil

tes dan nontes. Hasil tes berupa angka hasil

perolehan nilai siswa pada ulangan harian

standar kompetensi perubahan energi pada

reaksi kimia dan cara pengukurannya, tes

siklus I dan tes siklus II (tidak ditampilkan

dalam artikel ini), sedangkan hasil non tes

berupa hasil observasi dan wawancara dari

beberapa siswa yang mewakili dari

kelompok motivasi (rendah, sedang, tinggi)

dan kelompok hasil belajar (rendah, sedang,

tinggi).

Hasil Tes

Tes siklus I dalam penelitian ini

dimaksudkan untuk mengetahui

kemampuan dalam memahami materi

larutan penyangga, dengan bentuk soal

uraian berjumlah 5 soal yang mencakup

indikator dalam kompetensi dasar larutan

penyangga. Tes siklus I ini dilaksanakan

pada tanggal 27 Februari 2014 yang diikuti

oleh 34 siswa dari kelas XI IPA3. Tes siklus

II yang dilaksanakan setelah selesai

pelaksanaan tindakan siklus II yaitu pada

tanggal 20 Maret 2014 dimaksudkan untuk

mengetahui tingkat pemahaman siswa pada

materi hidrolisis garam yang dibuat dalam

bentuk soal uraian berjumlah 4 soal yang

mencakup indikator dalam kompetensi

dasar hidrolisis garam. Tingkat pemahaman

siswa dalam penelitian ini dibatasi pada

pemahaman ranah kognitif saja. Hasil tes

dikategorikan dalam dua kelompok yaitu

Page 13: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Siti Istijabatun, Aplikasi Model Jigsaw Dalam Pembelajaran Kimia …. 1523

kelompok nilai belum mencapai KKM (0 –

71) dan kelompok nilai mencapai KKM (72-

100). Perolehan hasil belajar tiap siklus

disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Grafik perolehan nilai tes kognitif tiap siklus

Gambar 1 memperlihatkan adanya

peningkatan jumlah siswa yang mencapai

KKM. Pada tahap pra-siklus, hanya 20 dari

34 siswa yang mencapai KKM. Setelah

dilakukan tindakan pada siklus I yaitu

dengan menggunakan model pembelajaran

jigsaw terjadi peningkatan jumlah siswa

yang mencapai KKM yaitu sebanyak 21

siswa dari 34 siswa yang ada. Hal ini

menunjukkan adanya peningkatan dari

58,8% pada tahap pra siklus menjadi 61,8%

siswa yang mencapai KKM.

Pada kegiatan siklus I tampaknya

masih ada beberapa tim ahli yang belum

bisa maksimal menyampaikan penjelasan

kepada anggota dalam kelompok awal

mereka, sehingga beberapa siswa masih

belum memahami indikator tertentu pada

kompetensi dasar hidolisis garam. Hal ini

menyebabkan beberapa siswa tersebut

belum tepat menjawab pertanyaan yang

mewakili indikator yang dimaksud.

Kelemahan ini dipikirkan

penyelesaiannya pada

tindakan siklus II.

Pada siklus II pelak-

sanaan tindakan dirancang

dengan menambah waktu

pelaksanaan kegiatan pem-

belajaran. Jika pada siklus I

hanya 7 jam pelajaran untuk

kegiatan pembelajaran

ditambah 2 jam untuk

pengambilan tes akhir siklus,

maka pada siklus II menjadi

8 jam pelajaran untuk

kegiatan pembelajaran

ditambah 2 jam pelajaran untuk

pengambilan tes akhir siklus. Hal ini

dilakukan agar kendala yang ditemui pada

siklus I dapat teratasi. Tim ahli mempunyai

waktu yang cukup untuk menjelaskan lebih

detail mengenai materi yang telah

didiskusikan bersama kelompok ahli, agar

pemahaman konsep bisa maksimal.

Gambar 1 memperlihatkan 25 siswa

telah berhasil memperoleh nilai di atas 72,

atau dengan kata lain sekitar 73,5% siswa

mencapai KKM. Hal ini menunjukkan

adanya peningkatan hasil belajar siswa dari

siklus I ke siklus II. Kondisi ini memang

belum sesuai dengan keadaan ideal yaitu

secara klasikal 85% siswa mencapai KKM.

Akan tetapi peningkatan ini dapat dikatakan

sebagai keberhasilan PTK yang dilakukan

oleh peneliti dari segi hasil belajar karena

sudah melampaui indikator kinerja yang

Page 14: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1524 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1517 - 1527

100

47,06

23,53

47,06

97,06

58,82

35,29

52,94

0

20

40

60

80

100

Ju

mla

h s

isw

a (

%)

Siklus I

Siklus II

ditetapkan, yaitu sekurang-kurangnya 72%

siswa berhasil mencapai KKM.

Hasil Non Tes

Data non tes diperoleh dari hasil

observasi aktivitas siswa yang dilakukan

oleh peneliti selama kegiatan pembelajaran

berlangsung, hasil observasi kegiatan guru

dan siswa yang dilakukan oleh observer,

serta hasil wawancara terhadap beberapa

siswa yang mewakili dua kategori, yaitu

kategori motivasi dan kategori hasil belajar.

Hasil observasi aktivitas siswa disajikan

dalam Gambar 2.

Gambar 2. Grafik hasil observasi aktivitas siswa

Berdasarkan catatan harian peneliti,

pada pembelajaran sebelum menggunakan

model pembelajaran jigsaw, ada 10 sampai

15 siswa yang tidak mengerjakan tugas

yang diberikan, serta belum tampak

antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran yang ditandai dengan

keengganan berlatih mengerjakan soal-soal

latihan yang ada pada buku atau LKS. Hal

ini menurut peneliti merupakan indikasi

kurangnya rasa ingin tahu serta tanggung

jawab siswa.

Inovasi yang dilakukan oleh peneliti

adalah dengan menerapkan model

pembelajaran yang menuntut siswa untuk

lebih bertanggung jawab terhadap diri

sendiri dan orang lain (kelompoknya) serta

meningkatkan rasa ingin tahu dan

kerjasama antarsiswa. Model pembelajaran

yang diterapkan adalah model kooperatif

jigsaw. Setelah menggunakan model jigsaw

tampak pada siklus I dan siklus II

peningkatan aktivitas siswa sebagaimana

tampak pada Gambar 2.

Di kelas XI IPA3

sebagai subyek penelitian

tidak ditemukan permasalah-

an tentang kehadiran siswa,

sehingga tampak pada

siklus I maupun siklus II

kehadiran siswa 100%.

Hanya pada pelaksanaan

siklus II ada satu siswa yang

tidak bisa hadir pada salah

satu pertemuan karena

sakit. Hal ini tidak cukup

berpengaruh karena pada pertemuan-

pertemuan berikutnya siswa tersebut selalu

hadir dan mengikuti kegiatan pembelajaran.

Dari hasil observasi yang dilakukan

peneliti untuk mengamati aktivitas siswa

tampak terjadi peningkatan jumlah siswa

yang melakukan aktivitas bertanya maupun

menjawab pertanyaan dari siklus I ke siklus

II. Ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa

sebagai indikasi motivasi meningkat bila

dibandingkan dengan kondisi sebelum

menggunakan model jigsaw. Akan tetapi

Page 15: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Siti Istijabatun, Aplikasi Model Jigsaw Dalam Pembelajaran Kimia …. 1525

terjadi penurunan jumlah siswa yang

berpendapat pada saat presentasi dari

siklus I ke siklus II. Hal ini disebabkan pada

saat presentasi pada siklus II terjadi

interaksi yang baik antar anggota kelompok,

sehingga pertanyaan-pertanyaan yang

terlontar telah berhasil dijawab dengan

tepat. Hasil observasi yang dilakukan oleh

observer (kolaborator) menunjukkan bahwa

terjadi interaksi yang baik antar siswa pada

saat diskusi maupun presentasi. Bahkan

pada siklus II tampak siswa semakin

percaya diri pada saat diskusi dan

presentasi. Guru hanya berperan sebagai

moderator dan fasilitator.

Wawancara menunjukkan bahwa data

dari kategori hasil belajar siswa yang

memperoleh nilai tinggi dan sedang

mengatakan mereka senang dengan model

pembelajaran jigsaw karena lebih

memahami materi sehingga perolehan hasil

belajarnya juga baik. Siswa dengan nilai

rendah mengatakan bahwa dia senang

dengan pembelajaran jigsaw tetapi belum

cukup bisa secara maksimal memahami

materi. Sedangkan hasil wawancara siswa

dari kategori motivasi menunjukkan bahwa

semua siswa merasa senang dan enjoy

dengan pembelajaran model jigsaw karena

mereka merasa lebih termotivasi dan

menjadi lebih bertanggung jawab terhadap

tugas yang diberikan oleh guru. Dari data

yang diperoleh melalui lembar observasi

maupun wawancara menunjukkan bahwa

setelah pembelajaran menggunakan model

jigsaw motivasi belajar siswa meningkat jika

dibandingkan dengan pembelajaran

sebelumnya dengan metode ceramah dan

tanya jawab.

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan

sebagai salah satu strategi alternatif yang

dapat diterapkan di kelas untuk mengatasi

permasalahan kesulitan belajar siswa.

Secara praktis hasil penelitian ini

bermanfaat baik bagi siswa maupun guru.

Siswa merasakan suasana belajar baru

yang lebih menarik karena dilibatkan secara

langsung dalam proses pembelajaran,

sehingga diharapkan dapat meningkatkan

motivasi dan hasil belajar. Sedangkan bagi

guru memberikan manfaat karena dapat

mengembangkan diri pada perencanaan,

pelaksanaan, serta evaluasi pembelajaran

dengan menggunakan strategi pem-

belajaran yang bervariasi, tidak hanya

menggunakan papan tulis dan kapur saja

seperti pada pembelajaran konvensional.

Bagi sekolah, sekiranya hasil penelitian ini

dapat digunakan untuk memotivasi para

guru untuk terus mengembangkan diri

dengan melakukan penelitian tindakan kelas

menggunakan strategi pembelajaran yang

inovatif, sehingga strategi pembelajaran

akan terus berkembang demi kemajuan

dunia pendidikan di Indonesia.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa: (1) motivasi belajar

siswa kelas XI IPA3 SMA Negeri 1

Pegandon meningkat setelah mengalami

pembelajaran dengan model jigsaw. Hal ini

tampak pada peningkatan aktivitas serta

tanggung jawab siswa dalam kegiatan

pembelajaran siklus I dan siklus II. (2)

model pembelajaran jigsaw dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI

Page 16: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1526 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1517 - 1527

IPA3 tahun pelajaran 2013/ 2014. Hal ini

tampak dari tahap pra siklus yang hanya

58,8% siswa yang mencapai KKM menjadi

61,8% pada siklus I dan meningkat menjadi

73,5% pada siklus II.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih

kepada Drs. Utomo, M.Pd. atas bimbingan

dan masukan dalam pelaksanaan penelitian

tindakan kelas ini. Peneliti juga

mengucapkan terima kasih kepada Sri

Kadarwati, M.Si. atas masukannya dalam

penulisan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah S. dan Shariff A., 2008, The

Effects of Inquiry-Based Computer Simulation with Cooperative Learning on Scientific Thinking and Conceptual Understanding of Gas Laws, Eurasia Journal Mathematics Science and Technology Education, Vol 4, No 4, Hal: 387–398.

Acar, B. dan Tahran, L., 2008, Effect of Cooperative Learning on Students’ Understanding of Metallic Bonding, Research Science Education, Vol 38, No 4, Hal: 401-420.

Aronson E., Stephen C., Sikes J., Blaney N. dan Snapp M., 1978, The Jigsaw Classroom, Sage Beverly Hills.

Bratt C., 2008, The Jigsaw Classroom Under Test: No Effect on Intergroup Relations Evident, Journal of Community and Applied Social Psychology, Vol 18, Hal: 403–419.

Chang C.Y., Tsai C.C., 2005, The Interplay Between Different Forms Of CAI And Students’ Preferences of Learning Environment in The Secondary Science Class, Science Education, Vol 89, No 5, Hal: 707–724.

Chang H., Quintana C., Krajcik J.S., 2010, The Impact of Designing and Evaluating Molecular Animations on How Well Middle School Students Understand The Particulate Nature of Matter, Science Education Vol 94, Hal: 73–94.

Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Undang-undang Sisdiknas, Jakarta: Diknas 2004, GBPP Program Pengajaran Kimia, Jakarta : Depdiknas

Doymus, K., 2008, Teaching Chemical Bonding Through Jigsaw Cooperative Learning, Research in Science Technological Education, Vol 26, No 1, Hal: 45-47.

Doymus, K., Karacop, A. dan Simsek, U., 2010, Effects of Jigsaw and Animation Techniques on Students’ Understanding of Concepts and Subjects in Electrochemistry, Educational Technology Research and Development, Vol 58, No 6, Hal: 671-691.

Frailich, M., Kesner, M. dan Hofstein, A., 2009, Enhancing Students’ Understanding of The Concepts of Chemical Bonding by Usng Activities Provided on an Interactive Website, Journal of Research in Science Teaching, Vol 46, No 3, Hal: 289-310.

Hennessy, D. dan Evans R., 2006, Small-group Learning in The Community College Classroom, Community College Enterprise, Vol 12, No 1, Hal: 93–109.

Ismail, M., Laliyo, L. dan Alio L., 2013, Meningkatkan Hasil Belajar Ikatan Kimia Dengan Menerapkan Strategi Pembelajaran Peta Konsep Pada Siswa Kelas X di SMA Negeri I Telaga; Inovasi Penelitian, Pendidikan dan Pembelajaran Sains, Jurnal Entropi, Volume 3, No 1, Hal: 520-529.

Johnson D.W., Johnson R.T. dan Smith K., 2007, The State of Cooperative Learning in Postsecondary And Professional Settings, Educational Psychology Review, Vol 19, No 1, Hal:15–29.

Page 17: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Siti Istijabatun, Aplikasi Model Jigsaw Dalam Pembelajaran Kimia …. 1527

Kelly R.M. dan Jones L.L, 2007, Exploring

How Different Features of Animations of Sodium Chloride Dissolution Affect Students’ Explanations, Journal Science Education and Technoogy, Vol 16, Hal: 413–429.

Kim S., Yoon M., Whang S.M, Tversky B. dan Morrison J.B., 2007, The Effect of Animation on Comprehension and Interest, Journal of Computer Assisted Learning, Vol 23, Hal: 260–270.

Lafont L., Proeres M. dan Vallet C., 2007, Cooperative Group Learning on a Team Game: Role of Verbal Exchanges Among Peers, Social Psychology of Education, Vol 10, Hal: 93–113.

Larsson E.K., 2009, Simulation Training of Boat Handling: Contributions of Problem Solving Style, Spatial Ability, And Visualization, Disertasi tidak dipublikasikan, Universitas Fordham, Amerika Serikat.

O’Leary N. dan Griggs G., 2010, Researching The Pieces of A Puzzle: The Use of A Jigsaw Learning Approach in The Delivery of Undergraduate Gymnastics, Journal of Further and Higher Education, Vol 34, Vol 1, Hal: 73–81.

Ozmen, H., 2008, The Influence of Computer-Assisted Instruction on Students’ Conceptual Understanding of Chemical Bonding and Attitude Toward Chemistry: a case for Turkey, Computers and Education, Vol 51, Hal: 423-438.

Ozmen, H., Demircioglu, H. dan Demircioglu, G., 2009, The Effects of Conceptual Change Texts Accompanied with Animations on Overcoming 11

th Grade Students’

Alternative Conceptions of Chemical Bonding, Computers and Education, Vol 52, Hal: 681-695.

Ploetzner R., Lippitsch S., Galmbacher M., Heuer D. dan Scherrer S., 2009, Students’ Difficulties in Learning From Dynamic Visualisations and How They May Be Overcome, Computers in Human Behaviour, Vol 25, Hal: 56–65.

Rumansyah dan Irhasyuarna, Y., 2002, Penerapan Metode Latihan Berstruktur dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Persamaan Kimia, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol 35, No 8, Hal: 172.

Slavin, R.E., 2008, Cooperative Learning, Bandung: Nusa Media.

Thurston A., Topping K.J., Tolmie A., Christie D., Karagiannidou E. dan Murray P., 2010, Cooperative Learning in Science: Follow-Up From Primary to High School, International Journal of Science Education, Vol 32, No 4, Hal: 501–522.

Wiwit, Amir H., dan Putra D.D., 2012, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Dengan Dan Tanpa Penggunaan Media Animasi Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Negeri 9 Kota Bengkulu, Jurnal Exacta, Vol 10, No 1, Hal: 71-78.

Yip, D.Y., 2001, Promoting The Development of a Conceptual Change Model of Science Instruction in Prospective Secondary Biology Teachers, International Journal of Science Education, Vol 23, Hal: 755-770.

Page 18: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1528 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1528 - 1537

PENERAPAN MODEL LEARNING START WITH A QUESTION BERPENDEKATAN ICARE PADA HASIL BELAJAR

Dheni Nur Haryadi1)* dan Sri Nurhayati2) 1SMK N 1 Karanganyar, Surakarta

Jl. RW Monginsidi Karanganyar, Surakarta 2Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang

Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan besar kontribusi pengaruh model learning start with a question berpendekatan ICARE pada hasil belajar. Desain penelitian yang digunakan adalah posttest only control design. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Kelas XI IPA 4 sebagai kelas kontrol dan kelas XI IPA5 sebagai kelas eksperimen. Metode pengumpulan data adalah tes, observasi, dokumentasi, dan angket. Hasil postes menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata sebesar 81,53, sedangkan kelas kontrol memiliki nilai rata-rata sebesar 77,60. Hasil uji pengaruh antar variabel menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi biserial 0,4407 dan koefisien determinasi 19,42 %. Nilai afektif, nilai psikomotorik, dan nilai angket dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan hasil belajar afektif dan psikomotorik kelas eksperimen lebih baik dari hasil belajar afektif dan psikomotorik kelas kontrol. Penerapan model learning start with a question berpendekatan ICARE memperoleh respon setuju dari siswa. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa model learning start with a question berpendekatan ICARE berpengaruh positif pada hasil belajar dan besarnya kontribusi pengaruh 19,42 %.

Kata kunci: hasil belajar, model learning start with a question, pendekatan ICARE

ABSTRACT

This research aims to determine the influence and contribution value of learning start with a question model based ICARE approach on learning outcomes. Study design is posttest only control design. Sampling technique is used cluster random sampling. Class of XI IPA 4 as the control group and XI IPA 5 as the experiment group. Data collection methods are test, observation, documentation, and questionnaires. Posttest result showed that the average value in experiment group was 81,53 while the average value in control group was 77,60. Result of affecting among variable test show that biserial correlation coefficient value was 0,4407 and determination coefficient was 19,42 %. Affective value, psycomotoric value, and questionnaires value were analyzed by descriptive method. Result of descriptive analysis show that experiment group of affective and psycomotoric learning outcomes had better than control. Implementation of learning start with a question model based on ICARE approach get agreement from students. The research results concluded that the learning start with a question model based on ICARE approach get positive influence to learning outcome and contribution value was 19,42 %.

Keywords: learning products, learning start with question model, ICARE approach

PENDAHULUAN

Keaktifan belajar siswa akan

mempengaruhi hasil belajar siswa. Siswa

harus berperan aktif dalam mengkonstruksi

dan menerapkan pengetahuan. Jika siswa

hanya pasif dalam menerima materi dari

guru, ada kecenderungan siswa dapat lupa

pada materi yang telah dipelajari.

Pembelajaran yang optimal memungkinkan

hasil belajar yang optimal (Sudjana, 2009).

Page 19: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Dheni Nur Haryadi1)

* dan Sri Nurhayati2)

, Penerapan Model Learning Start With …. 1529

Agar mampu mengaktifkan siswa, guru

harus memilih dan menerapkan metode

pembelajaran yang inovatif dan mampu

mengaktifkan belajar siswa (Solikhah, et al.,

2012). Jadi, untuk mengaktifkan proses

belajar siswa diperlukan pembelajaran aktif.

Pembelajaran aktif mampu meng-

aktifkan siswa dengan berbagai kegiatan

belajar. Pembelajaran aktif ditunjukkan

melalui aktivitas belajar siswa seperti

berbicara dan mendengarkan, membaca,

menulis, dan merefleksikan apa yang telah

dipelajari (Kennedy, 2007). Siswa dapat

mempraktikan keterampilan penting dan

menerapkan pengalaman baru yang

dimilikinya melalui pembelajaran aktif ini

(Salman, 2009). Adanya pembelajaran aktif

membuat siswa untuk meningkatkan

interaksi antar siswa atau siswa dengan

guru sehingga pembelajaran menjadi

menyenangkan (Cahyono dan Sulistyo,

2014). Interaksi antar siswa maupun siswa

dengan guru sangatlah penting agar siswa

memperoleh pengalaman dalam belajar

(Arai dan Handayani, 2012)

Ilmu kimia yang dipelajari tidak hanya

menitikberatkan pada hal yang bersifat

pemahaman konseptual, tetapi harus diikuti

pula dengan mengaplikasikan suatu konsep.

Siswa cenderung dalam mempelajari kimia

dengan cara menghafal daripada

mengkonstruksi pengetahuan (Melati, 2010).

Agar proses belajar siswa pada materi kimia

tidak dijadikan sebagai ilmu konsep yang

hanya dihafalkan saja, perlu adanya

pembelajaran kimia yang penerapannya

dapat diaplikasikan pada kehidupan. Hasil

studi awal di salah satu SMA wilayah

Kabupaten Purbalingga, pembelajaran kimia

masih menerapkan pembelajaran teacher

centered. Sering kali siswa hanya mem-

fokuskan pada materi apa yang dijelaskan

oleh guru dengan metode ceramah. Selama

ini siswa belum aktif dalam membangun

pengetahuan dan menerapkan penge-

tahuannya dalam kehidupan. Kondisi ini

mengakibatkan hasil belajar kimia belum

sesuai yang diharapkan. Seharusnya dalam

pembelajaran kimia, siswa perlu dilibatkan

aktif dalam membangun pengetahuan dan

bisa menerapkan pengetahuannya dalam

pemecahan di kehidupan nyata.

Learning start with a question

merupakan salah satu pembelajaran aktif

yang dapat memberikan kesempatan

kepada siswa untuk aktif dalam belajar

melalui bertanya di awal pembelajaran.

Pertanyaan yang diajukan siswa berkaitan

dengan materi yang akan dipelajari. Siswa

perlu membaca materi terlebih dahulu pada

materi yang akan dipelajari dengan tujuan

agar siswa memiliki pengetahuan awal pada

materi yang akan dipelajari (Solikhah, et al.,

2012). Keaktifan bertanya di awal

pembelajaran bertujuan agar siswa dapat

termotivasi untuk menggali lebih dalam pada

materi yang dibaca dan melatih keberanian

siswa dalam bertanya. Jika siswa mengikuti

pembelajaran di kelas tanpa rasa ingin tahu

dan tanpa mengajukan pertanyaan, kegiatan

belajar tersebut bersifat pasif (Halim, et al.,

2013). Bertanya dalam pembelajaran dapat

mengembangkan minat dan motivasi siswa

untuk aktif dalam belajar, menilai kesiapan

siswa, mengembangkan keterampilan

berpikir kritis, dan mengingat pengetahuan

sebelumnya (Akinsola dan Olowojaiye,

2008).

Page 20: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1530 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1528 - 1537

Pendekatan ICARE merupakan

pendekatan yang memberikan kemudahan

untuk mengaplikasikan pengetahuan yang

telah dipelajari siswa di kehidupan nyata.

Pendekatan ICARE memiliki lima elemen

yaitu introduction (mengenal), connection

(menghubungkan), application (menerap-

kan), reflection (merefleksikan), dan

extension (memperluas). Pendekatan ini

dapat mengembangkan karakter pada diri

siswa (Nisya’ dan Muchlis, 2013).

Penguatan pembelajaran melalui penerapan

dan praktik dapat memberikan pengalaman

belajar yang bermakna bagi seseorang

(Wahyudin, et al., 2010). Jadi, proses belajar

siswa tidak hanya mengedepankan

perolehan materi, tetapi perlu adanya

penerapan dalam kehidupan nyata.

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya pengaruh model

learning start with a question berpendekatan

ICARE pada hasil belajar dan untuk

mengetahui berapa besar kontribusi dari

pengaruh model learning start with a

question berpendekatan ICARE pada hasil

belajar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di suatu

suatu SMA di Bobotsari pada materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan. Populasi

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI

IPA pada SMA tersebut tahun 2013/2014.

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua

kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas XI

IPA 5 dan kelas kontrol adalah kelas XI IPA

4. Untuk pengambilan sampel digunakan

teknik cluster random sampling. Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah model

pembelajaran. Model learning start with a

question berpendekatan ICARE diterapkan

di kelas eksperimen dan model pem-

belajaran ceramah dan latihan diterapkan di

kelas kontrol, variabel terikat adalah hasil

belajar, dan variabel kontrol adalah

kurikulum, guru, materi, dan jumlah jam

pelajaran yang sama.

Desain penelitian ini digunakan

posttest only control design. Metode

pengumpulan data untuk mendapatkan data

penelitian menggunkan metode tes, obser-

vasi, dokumentasi, dan angket. Instrumen

penelitian yang digunakan adalah silabus,

rencana pelaksanaan pembelajaran,

handout, lembar kerja siswa, soal postes,

lembar penilaian afektif, lembar penilaian

psikomotorik, dan angket.

Analisis data penelitian ini meliputi

analisis data tahap awal dan analisis data

tahap akhir. Analisis data tahap awal

digunakan untuk menentukan teknik

pengambilan sampel, sedangkan analisis

data tahap akhir digunakan untuk menjawab

masalah dan hipotesis penelitian. Data awal

penelitian ini adalah nilai ulangan akhir

semester 1 kelas XI IPA pada suatu SMA di

Bobotsari tahun 2013/2014, sedangkan data

akhir penelitian ini adalah nilai postes, nilai

afektif, nilai psikomotorik, dan nilai angket.

Data awal penelitian dianalisis dengan

sejumlah uji antara lain uji kenormalan dan

uji homogenitas (Sudjana, 2005), sedangkan

data akhir penelitian dianalisis dengan

statistik parametrik yang meliputi uji

kenormalan, uji kesamaan dua varians, uji

perbedaan dua rata-rata, uji pengaruh antar

variabel, uji koefisien determinasi, uji

Page 21: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Dheni Nur Haryadi1)

* dan Sri Nurhayati2)

, Penerapan Model Learning Start With …. 1531

ketuntasan hasil belajar, dan analisis secara

deskriptif pada nilai afektif, nilai

psikomotorik, dan nilai angket.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data tahap

awal dari data populasi menunjukkan data

populasi berdistribusi normal dan homogen.

Karena data populasi terbukti berdistribusi

normal dan homogen maka teknik

pengambilan sampel dilakukan dengan

cluster random sampling.

Berdasarkan hasil analisis data tahap

akhir pada nilai postes menunjukkan nilai

rata-rata postes kelas eksperimen lebih

tinggi dari nilai rata-rata postes kelas kontrol.

Hasil perhitungan secara ringkas mengenai

nilai postes kelas eksperimen dan kelas

kontrol dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil perhitungan nilai postes

Hasil uji kenormalan menunjukkan

data postes kelas eksperimen dan data

postes kelas kontrol berdistribusi normal.

Data postes ini selanjutnya dapat diuji

dengan statistik parametrik. Hasil uji

kesamaan dua varians data postes

menunjukkan data postes kelas eksperimen

dan data postes kelas kontrol memiliki

varians yang sama.

Tabel 1 memperlihatkan nilai rata-rata

postes kelas eksperimen dengan nilai rata-

rata postes kelas kontrol terdapat

perbedaaan. Hal ini sesuai hasil uji

perbedaan dua rata-rata: dua pihak

menunjukkan nilai postes kelas eksperimen

dan kelas kontrol terdapat perbedaan. Hasil

uji perbedaan dua rata-rata: satu pihak

kanan menunjukkan nilai postes kelas

eksperimen lebih baik dari nilai postes kelas

kontrol.

Untuk menjawab hipotesis penelitian

yakni pengaruh penerapan model learning

start with a question berpendekatan ICARE

pada hasil belajar maka dilakukan uji

pengaruh antar variabel. Hasil uji ini

diperoleh harga koefisien korelasi biserial

(rb) sebesar 0,4407 dengan harga koefisien

determinasi sebesar 19,42 %. Hal ini

menunjukkan model learning start with a

question berpendekatan ICARE memberikan

pengaruh positif pada hasil belajar dengan

besarnya kontribusi pengaruh adalah

19,42%.

Hasil uji ketuntasan nilai postes

menunjukkan nilai postes baik

kelas eksperimen dan kelas

kontrol telah melebihi nilai kriteria

ketuntasan minimal (KKM)

sebesar 75. Hasil uji ketuntasan klasikal

menunjukkan persentase ketuntas-an

klasikal kelas eksperimen adalah 86,67%

dan persentase ketuntasan klasikal kelas

kontrol adalah 73,33%. Hal ini menunjukkan

persentase ketuntasan klasikal kelas

eksperimen telah melebihi angka 85% dan

persentase ketuntasan klasikal kelas kontrol

belum mencapai angka 85% (Mulyasa,

2004).

Berdasarkan hasil uji data akhir

berupa hasil belajar kognitif menunjukkan

penerapan model learning start with a

question berpendekatan ICARE memberikan

pengaruh positif terhadap hasil belajar

Kelas Rata-rata

Banyak Siswa

Banyak Siswa

Tuntas KKM

Banyak Siswa Tidak Tuntas KKM

Ekperimen 81,53 30 26 4 Kontrol 77,60 30 22 8

Page 22: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1532 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1528 - 1537

kognitif siswa. Hal ini terlihat pada nilai

postes kelas eksperimen lebih tinggi dari

nilai postes kelas kontrol (Susanto dan

Munoto, 2014).

Selain analisis pada nilai postes, nilai

hasil belajar afektif dan hasil belajar

psikomotorik kelas eksperimen dan kelas

kontrol dianalisis secara deskriptif. Hasil

belajar afektif menunjukkan sikap dalam

proses belajar yang nantinya akan

menjadikan seseorang memiliki sikap yang

baik dan hasil belajar psikomotorik

menunjukkan keterampilan yang dimiliki

seseorang (Qomari, 2008).

Aspek afektif yang dinilai sebanyak 5

aspek dan kriteria afektif memiliki 4 kriteria

yaitu sangat baik, baik, kurang baik, dan

tidak baik. Penilaian afektif dinilai selama 3

kali penilaian. Hasil penilaian afektif pertama

di kelas eksperimen menunjukkan terdapat

20 siswa dari 30 siswa yang memperoleh

kriteria sangat baik dan 10 siswa dari 30

siswa memperoleh kriteria baik. Hasil

penilaian afektif kedua diperoleh 26 siswa

dari 30 siswa memperoleh kriteria sangat

baik, 2 siswa dari 30 siswa, dan 2 siswa dari

30 siswa memperoleh kriteria tidak baik.

Hasil penilaian ketiga menunjukkan terdapat

27 siswa dari 30 siswa memperoleh kriteria

sangat baik, 1 siswa dari 30 siswa

memperoleh kriteria baik, dan 2 siswa dari

30 siswa. Penilaian afektif selama tiga kali

penilaian di kelas eksperimen menunjukkan

jumlah siswa yang memiliki kriteria sangat

baik mengalami peningkatan. Hal ini

dikarenakan pembelajaran di kelas

eksperimen mengembangkan peran siswa

untuk lebih aktif dalam proses belajar

terutama dalam kemampuan bertanya,

membaca, berdiskusi kelompok, dan

mengerjakan sejumlah pemecahan masalah

(Susatyo, et al., 2009).

Hasil penilaian afektif pertama di kelas

kontrol menunjukkan terdapat 16 siswa dari

30 siswa memperoleh kriteria sangat baik,

dan 14 siswa dari 30 siswa memperoleh

kriteria baik. Penilaian kedua menunjukkan

teradapat 20 siswa dari 30 siswa

memperoleh kriteria sangat baik, 7 siswa

dari 30 siswa memperoleh kriteria baik, dan

3 siswa dari 30 siswa memperoleh kriteria

tidak baik. Penilaian ketiga menunjukkan

terdapat 24 siswa dari 30 siswa memperoleh

kriteria sangat baik, 5 siswa dari 30 siswa

memperoleh kriteria baik, dan 1 siswa dari

30 siswa memperoleh kriteria tidak baik.

Hasil penilaian afektif selama tiga kali

penilaian jumlah siswa kelas kontrol yang

memperoleh kriteria sangat baik mengalami

peningkatan.Akan tetapi, jumlah siswa yang

memperoleh kriteria sangat baik di kelas

kontrol tidak lebih banyak dari jumlah siswa

kelas eksperimen yang memperoleh kriteria

sangat baik.

Hasil perhitungan nilai aspek afektif

menunjukkan pada kelas eksperimen

terdapat 2 aspek yang memiliki kriteria

sangat baik dan 3 aspek yang memiliki

kriteria baik, sedangkan pada kelas kontrol

terdapat 2 aspek yang memiliki kriteria

sangat baik dan 3 aspek yang memiliki

kriteria baik. Hasil analisis aspek afektif

dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2 yang merupakan hasil

perhitungan nilai aspek afektif menunjukkan

bahwa aspek kehadiran siswa di kelas

memperoleh kriteria sangat baik untuk kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini

Page 23: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Dheni Nur Haryadi1)

* dan Sri Nurhayati2)

, Penerapan Model Learning Start With …. 1533

dikarenakan siswa kelas eksperimen dan

siswa kelas kontrol sudah terbiasa untuk

hadir mengikuti pembelajaran kimia di kelas.

Aspek keaktifan siswa dalam memperoleh

materi yang sedang dipelajari memperoleh

kriteria baik untuk kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Akan tetapi, nilai aspek ini di

kelas eksperimen lebih tinggi dari nilai aspek

di kelas kontrol. Hal ini dikarenakan

pembelajaran di kelas eksperimen tidak

hanya membuat siswa aktif memperhatikan

guru, membaca, mencatat tetapi juga

memberikan kesempatan kepada siswa

untuk aktif bertanya mencari tahu materi

yang belum dipahami (Susatyo, et al., 2009).

Tabel 2. Hasil perhitungan nilai aspek afektif

Aspek yang Dinilai Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Nilai Kriteria Nilai Kriteria

Kehadiran siswa di kelas 3,87 Sangat baik 3,86 Sangat baik Keaktifan siswa dalam memperoleh materi yang sedang dipelajari

3,06 Baik 2,84 Baik

Keaktivan siswa dalam mengerjakan soal (tugas/latihan)

2,90 Baik 2,76 Baik

Sikap/tingkah laku siswa terhadap orang lain 3,79 Sangat baik 3,82 Sangat baik Keaktivan siswa dalam bekerja sama (berdiskusi) dengan siswa lain

3,13 Baik 2,72 Baik

Rata-rata Nilai Seluruh Aspek 3,35 Sangat baik 3,20 Baik

Aspek keaktifan dalam mengerjakan

soal dan aspek keaktifan siswa berdiskusi

dengan siswa lain memperoleh kriteria baik

di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Akan

tetapi, nilai aspek ini kelas eksperimen lebih

tinggi dari nilai kelas kontrol. Hal ini dika-

renakan pembelajaran di kelas eksperimen

memberikan kesempatan kepada siswa

untuk bekerja secara berkelompok dalam

menyelesaikan masalah sehingga melalui

kerja kelompok ini antar siswa dapat saling

bekerja sama dalam mendiskusikan soal

yang dihadapi. Selain itu, siswa diberikan

kebebasan untuk mengutarakan jawaban-

nya tanpa ada paksaan atau rasa takut

sehingga siswa akan terlatih untuk memiliki

jiwa keberanian dalam mengutarakan

pendapat (Susatyo, et al., 2009).

Aspek sikap siswa terhadap orang

lain memperoleh kriteria sangat baik di kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Akan tetapi,

nilai aspek ini di kelas eksperimen lebih kecil

dari nilai aspek di kelas kontrol. Hal ini

dikarenakan siswa di kelas eksperimen

masih ada yang kurang patuh pada perintah

guru.

Secara keseluruhan nilai aspek afektif

di kelas eksperimen memperoleh kriteria

sangat baik dan nilai aspek afektif di kelas

kontrol memperoleh kriteria baik. Simpulan

hasil analisis deskriptif nilai afektif ini adalah

penerapan model learning start with a

question berpendekatan ICARE memberikan

pengaruh positif pada hasil belajar afektif

siswa (Susatyo, et al., 2009).

Penilaian psikomotorik hanya dilaku-

kan 1 kali penilaian. Aspek psikomotorik

yang dinilai ada 7 aspek dengan kriteria

psikomotorik yang meliputi sangat baik, baik,

kurang baik, dan tidak baik. Berdasarkan

hasil penilaian psikomotorik siswa kelas

eksperimen menunjukkan terdapat 5 siswa

Page 24: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1534 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1528 - 1537

dari 30 siswa yang memperoleh kriteria

sangat baik, 21 siswa dari 30 siswa yang

memperoleh kriteria baik, dan 4 siswa dari

30 siswa yang memperoleh kriteria kurang

baik. Hasil penilaian psikomotorik siswa

kelas kontrol menunjukkan terdapat 4 siswa

dari 30 siswa yang memperoleh kriteria

sangat baik, 21 siswa dari 30 siswa yang

memperoleh kriteria baik, dan 5 siswa dari

30 siswa yang memperoleh kriteria kurang

baik. Jumlah siswa kelas eksperimen yang

memperoleh kriteria sangat baik lebih

banyak dari jumlah siswa kelas kontrol yang

memiliki kriteria sangat baik. Hal ini

dikarenakan siswa kelas eksperimen sudah

terbiasa dalam bekerja secara berkelompok

dan terbiasa untuk belajar menanamkan

rasa ingin tahu melalui proses membaca,

bertanya, dan mempraktikan pengetahuan

(Susatyo, et al., 2009).

Berdasarkan hasil analisis deskriptif

nilai aspek psikomotorik menunjukkan pada

kelas eksperimen terdapat 5 aspek yang

memperoleh kriteria sangat baik dan 2

aspek yang memperoleh kriteria baik,

sedangkan pada kelas kontrol terdapat 4

aspek yang memperoleh kriteria sangat baik

dan 3 aspek yang memperoleh kriteria baik.

Hasil analisis aspek psikomotorik kelas

eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat di

Tabel 3.

Tabel 3. Hasil perhitungan nilai aspek psikomotorik

Aspek yang Dinilai Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Nilai Kriteria Nilai Kriteria

Keterampilan siswa untuk persiapan praktikum

3,00 Baik 3,00 Baik

Keterampilan siswa dalam melaksanakan kerja praktikum/percobaan

3,97 Sangat baik 3,93 Sangat baik

Keterampilan siswa dalam mengamati praktikum/percobaaan

3,57 Sangat baik 3,53 Sangat baik

Keterampilan siswa dalam mengumpulkan data percobaan

3,70 Sangat baik 3,50 Sangat baik

Keterampilan siswa dalam menggunakan alat dan bahan praktikum

2,53 Baik 2,67 Baik

Keterampilan siswa dalam merapikan tempat kerja praktikum

3,27 Sangat baik 3,13 Baik

Keterampilan siswa dalam membuat laporan praktikum

3,93 Sangat baik 3,93 Sangat baik

Rata-rata Nilai Seluruh Aspek 3,42 Sangat baik 3,39 Sangat baik

Tabel 3 merupakan hasil perhitungan

nilai aspek psikomotorik dan menunjukkan

aspek keterampilan siswa untuk persiapan

praktikum memperoleh kriteria baik untuk

kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini

dikarenakan sebelum siswa melaksanakan

praktikum, siswa telah diingatkan untuk

mempersiapkan berkaitan praktikum yang

akan dilakukan.

Aspek keterampilan siswa dalam

melaksanakan praktikum, aspek keteram-

pilan siswa dalam mengamati praktikum dan

aspek keterampilan mengumpulkan data

praktikum menunjukkan kriteria sangat baik

di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Akan

tetapi, nilai yang diperoleh kelas eksperimen

lebih tinggi dari nilai kelas kontrol. Hal ini

dikarenakan siswa kelas eksperimen lebih

Page 25: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Dheni Nur Haryadi1)

* dan Sri Nurhayati2)

, Penerapan Model Learning Start With …. 1535

tinggi rasa keingintahuannya pada

pembelajaran yang sedang dilakukan

sehingga siswa senantiasa untuk

memperhatikan aturan kerja praktikum dan

melaksanakan kerja praktikum sesuai

prosedur yang ada. Aspek keterampilan

siswa dalam menggunakan alat dan bahan

praktikum menunjukkan kriteria baik. Akan

tetapi, nilai kelas eksperimen lebih rendah

dari nilai kelas kontrol.

Aspek keterampilan siswa merapikan

tempat kerja praktikum menunjukkan kriteria

sangat baik pada kelas eksperimen,

sedangkan kriteria di kelas kontrol

memperoleh kriteria baik. Hal ini

dikarenakan di kelas eksperimen ada

pembagian kerja dalam kelompok praktikum.

Aspek keterampilan siswa dalam membuat

laporan praktikum menunjukkan kriteria

sangat baik pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Hal ini dikarenakan siswa

kelas eksperimen dan kelas kontrol terbiasa

membuat laporan praktikum, hanya perlu

adanya ketelitian dalam menganalisis data

dan pembahasan penelitian.

Secara keseluruhan nilai aspek

psikomotorik kelas eksperimen lebih baik

dari nilai aspek psikomotorik kelas kontrol.

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat

pengaruh positif dari penerapan model

learning start with a question berpendekatan

ICARE memberikan pengaruh positif pada

hasil belajar psikomotorik siswa (Susatyo, et

al., 2009).

Respon siswa kelas eksperimen pada

penerapan model learning start with a

question berpendekatan ICARE melalui

pengisian angket. Pernyataan angket yang

direspon ada 16 pernyataan. Kriteria angket

meliputi sangat setuju, setuju, tidak setuju,

dan sangat tidak setuju. Hasil dari respon

siswa menunjukkan bahwa sebanyak 7

siswa dari 30 siswa merespon sangat setuju

dan 23 siswa dari 30 siswa merespon setuju

pada penerapan model learning start with a

question berpendekatan ICARE. Hasil

respon tiap pernyataan dari angket dapat

dilihat di Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis pernyataan angket

Pernyataan Jumlah Siswa yang Merespon

SS S TS STS

Saya membaca materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. 11 19 0 0

Saya dapat mengingat materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. 4 23 3 0

Saya bertanya kepada guru pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

0 22 8 0

Saya dapat memahami penjelasan guru pada materi kelarutan dan hasil kelarutan.

8 21 1 0

Saya lebih senang berdiskusi kelompok untuk memecahkan latihan soal pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

13 17 0 0

Saya dapat mengerjakan tugas rumah pada materi kelarutan dan hasil kelarutan.

5 25 0 0

Saya merasa senang untuk mempelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan model dan pendekatan pembelajaran yang guru terapkan.

5 24 1 0

Saya merasa lebih aktif untuk belajar materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

2 25 3 0

Page 26: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1536 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1528 - 1537

Tabel 4 yang merupakan hasil analisis

pernyataan angket menunjukkan secara

umum bahwa siswa merespon positif

dengan kriteria setuju pada pernyataan

angket mengenai penerapan model learning

start with a question berpendekatan ICARE

(Maskur, et al., 2012). Hal ini dikarenakan

siswa diberikan kesempatan dan kebebasan

untuk aktif dalam proses belajar dengan

rasa senang sehingga siswa diharapkan

akan termotivasi untuk belajar secara

bermakna dan nantinya akan berujung pada

hasil belajar yang baik (Cahyono dan

Sulistyo, 2014). Penerapan model learning

start with a question berpendekatan ICARE

memberikan kesempatan kepada siswa

untuk aktif dalam membaca, mengingat,

bertanya, dan berdiskusi kelompok, serta

mengaplikasikan pengetahuan dalam

pemecahan di kehidupan nyata.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa model learning start with

a question berpendekatan I CARE memberi-

kan pengaruh positif pada hasil belajar

kimia. Besarnya kontribusi pengaruh model

learning start with a question berpendekatan

ICARE pada hasil belajar kimia sebesar

19,42 %.

DAFTAR PUSTAKA

Akinsola, M. K. dan Olowojaiye, F. B., 2008, Teacher Instructional Methods and Student Attitudes Towards Mathematics, International Electronic Journal of Mathematics Education, Vol 3, No 1, Hal: 60-73.

Arai, K. dan Handayani, A.N., 2012, Question Answering System for an Effective Collaborative Learning, International Journal of Advanced Computer and Applications, Vol 3, No 1, Hal: 60-64.

Cahyono, A. dan Sulistyo, E., 2014, Pengaruh Pembelajaran Aktif dengan Model Learning Start With A Question Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Standar Kompetensi Melakukan Instalasi Sound System di SMK Negeri 1 Madiun, Jurnal Pendidikan Elektro, Vol 3, No 1, Hal: 77-81.

Halim, F.Z., Suroto dan Soerjono, B. 2013, Model Pembelajaran Cooperative dengan Pendekatan Active Learning pada Materi Aljabar, Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo, Vol 1, No 1, Hal: 83-96.

Kennedy, R., 2007, In-class debates: Fertile Ground for Active Learning and The Cultivation of Critical Thinking and Oral Communication Skills, International Journal of Teaching and Learning in Higher Education, Vol 19, No 2, Hal: 183-190.

Maskur A., Waluya, B. dan Rochmad, 2012, Pembelajaran Matematika dengan Strategi ICARE Beracuan Konstruktivisme untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Materi Dimensi Tiga, Journal Of Primary Education, Vol 1, No 2, Hal: 85-90.

Page 27: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Dheni Nur Haryadi1)

* dan Sri Nurhayati2)

, Penerapan Model Learning Start With …. 1537

Melati, H. A., 2010, Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa SMA N 1 Sungai Ambawang melalui model Pembelajaran Advance Organizer Berlatar Number Heads Together (NHT) pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan, Jurnal Visi Ilmu Pendidikan: 619-630

Mulyasa, E. 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, Implementasi, dan Inovasi, Bandung: Remaja Rosdakarya

Nisya’, M. dan Muchlis. 2013, Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Materi Pokok Hidrolisis Garam untuk Meningkatkan Karakter Menghargai Bagi Siswa Kelas XI IPA MA Bahauddin Sidoarjo, Unesa Journal of Chemical Education, 2(2): 114-120

Qomari, R., 2008, Pengembangan Instrumen Evaluasi Domain Afektif, Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan, Vol 13, No 1, Hal: 87-109.

Salman, M. F., 2009, Active Learning Techniques (ALT) in Mathematics Workshop; Nigerian Primary School Teachers Assesment, International Electronic Journal of Mathematics Education, Vol 4, No 1, Hal: 23-35.

Solikhah, F., Widiyanto dan Oktarina, N., 2012, Penerapan Strategi LSQ Berbantuan Media Audio Visual untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ekonomi, Economic Education Analysis Journal, Vol 1, No 2, Hal: 1-8.

Sudjana, N. 2009, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana, 2005, Metoda Statistika, Bandung: Tarsito.

Susanto, S.B. dan Munoto, 2013, Pengaruh Strategi Learning Start With A Question terhadap Hasil Belajar Siswa pada Standar Kompetensi Memahami Sifat Dasar Sinyal Audio di SMK Negeri 2 Surabaya, Jurnal Pendidikan Teknik Elektro, Vol 2, No 1, Hal: 431-438.

Susatyo, E. B., Rahayu S. S. M. dan Yuliawati, R., 2009, Penggunaan Model Learning Start With A Question dan Self Regulated Learning pada Pembelajaran Kimia, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal: 406-412.

Wahyudin D., Darmawan, D. dan Ruhimat, T., 2010, Model Pembelajaran ICARE pada Kurikulum Mata Pelajaran TIK di SMP (ICARE Based Instructional Model on ICT Curriculum in Yunior Secondary School, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 11, No 1, Hal: 23-33.

Page 28: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1538 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1538 - 1546

HASIL BELAJAR BERBANTUAN SMALL NOTES PADA METODE PREVIEW QUESTION READ SUMMARIZE TEST

Luthfia Rizqy Amalia* dan Eko Budi Susatyo Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang

Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunaan Small Notes pada metode pembelajaran Preview Question Read Summarize Test (PQRST) terhadap hasil belajar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas. Desain penelitian yang digunakan adalah Randomized Control-Group Only. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, observasi dan tes. Metode analisis data yang digunakan adalah uji-t, uji koefisien determinasi dan uji ketuntasan hasil belajar. Rata-rata hasil belajar kognitif yang diperoleh kelas eksperimen I dan eksperimen II adalah 76,48 dan 76,71. Data hasil uji-t adalah 0,07 dengan nilai tkritis sebesar 0,063 dan taraf signifikan 5% sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai thitung lebih besar dari tkritis. Data uji koefisien determinasi sebesar 24,1%. Dari data tersebut memberi kesimpulan penggunaan Small Notes berpengaruh sebesar 24,1% dan sisanya ditentukan oleh faktor lain. Persentase ketuntasan hasil belajar klasikal pada kedua kelas sebesar 62,8 dan 65,7. Dari data tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa metode pembelajaran PQRST belum efektif terhadap hasil belajar siswa kelas X MIPA pada materi pokok konsep reaksi reduksi-oksidasi.

Kata kunci: hasil belajar, redoks, small notes, preview question, read summarize test

ABSTRACT

This research aims to determine the effectiveness of using Preview Queston Read

Summarize Test learning method towards the outcome learning student in Xthgrade. The

experimental design was used a randomized control-group. Data Collecton technique in this study are conducted by the documentation, observations and test method. Data analysis method used the t-count test, determination coefficient and completeness result tests. The average of cognitive learning outcomes which are obtained by experimental I and experimental II are at 76,48 and 76,71. The data from t-count test is 0,07 with tcritical 0,063 and siginificance level of 5% so it can be concluded that the value t-count is bigger than the critical t-value. The determination coefficient is 24,1%. It can be concluded that the use of Small Notes take the effect as 24,1% and the rest is determined by other factors. The percentage of classical learning completeness in both class are 62,8 and 65,7. The data on these results lead to conclusion that the PQRST method is not effectively yet to outcome learnings of student in X

th grade on the

reduction-oxidation concept.

Keywords : learning outcomes, redox, small notes, preview question, read summarize test

PENDAHULUAN

Pendidikan formal di Indonesia dari

tahun ke tahun mengalami perkembangan

mengikuti tuntutan zaman dalam melaksa-

nakan kegiatan belajar mengajar. Sekolah

sebagai lembaga pendidikan formal dituntut

untuk melaksanakan proses pembelajaran

yang baik dan seoptimal mungkin sehingga

dapat mencetak generasi muda bangsa

yang cerdas, terampil dan bermoral tinggi.

Upaya peningkatan kualitas pendidikan

terus menerus dilakukan, baik secara

konvensional maupun inovatif.Peningkatan

yang dilakukan berupa perubahan-

Page 29: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Luthfia Rizqy Amalia* dan Eko Budi Susatyo, Hasil Belajar Berbantuan Small Notes …. 1539

perubahan dalam berbagai komponen

sistem pendidikan seperti kurikulum, strategi

pembelajaran, sumber-sumber belajar,

media dan sebagainya.Salah satu upaya

pemerintah untuk meningkatkan sumber

daya manusia.

Ilmu kimia masih sering dianggap

sulit bagi sebagian siswa. Menurut

Ruwaidah (2012), sumber kesulitan siswa

dalam mempelajari ilmu kimia yaitu: 1) kesu-

litan dalam memahami istilah, 2) kesulitan

dalam memahami konsep kimia, 3) kesulitan

perhitungan, sering dijumpai siswa kurang

dapat mengaplikasikan rumusan perhitung-

an kimia.Dalam pembelajaran kimia

diharapkan tidak hanya memberikan

pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada

siswa, tetapi mampu merangsang berfikir,

bersikap ilmiah dan kreatif serta tanggung

jawab siswa terhadap peristiwa sehari-hari

yang relevan dengan pelajaran kimia

(Yuliawati, 2009).

Beberapa alasan mencatat masih

dibutuhkan dalam proses pembelajaran

adalah dapat membantu daya ingat siswa

dalam kegiatan pembelajaran dan menolong

ingatan apabila otak tak mampu lagi

mengingat apa yang pernah dilihat, didengar

dan diperhatikan. Tujuannya bukan untuk

membantu pikiran mengingat, namun

membantu diri mengingat apa yang

tersimpan dalam memori (Porter, 2002).

Dalam pembuatan catatan kecil,

siswa diberikan panduan berupa

pertanyaan: (1) apa topik utama yang

dibahas?, (2) apa saja poin-poin utama yang

dibahas?, (3) manfaat apa yang dapat

diambil dari materi yang pernah dipelajari?,

dan (4) gagasan/saran apa saja yang dapat

disimpulkan dari materi yang telah

dipelajari?.

Metode pembelajaran Preview

Question Read Summarize Test (PQRST)

adalah metode yang bersinonim dari Survey

Read Recite Review (SQ3R).Metode

pembelajaran membaca intensif yang

menuntun siswa aktif, kritis dan kreatif

dalam memahami dan mengapresiasi

bacaan (Mu’minin, 2010).Membaca intensif

adalah membaca secara rinci untuk

mengenali dan memahami arti dari kata-kata

dan definisi dari suatu bagian wacana

(Gilani dan Gilakjani, 2012).

Penelitian yang menerapkan metode

PQRST diantaranya adalah Farikhati (2011)

pada materi pokok struktur atom

menunjukkan hasil rata-rata evaluasi

posttest kelas eksperimen dan kontrol

adalah sebesar 76,83 dan 72,17.

Sedangkan untuk penelitian penerapan

Small Notes (Catatan Kecil) adalah

Setyawan (2012).didapatkan hasil rata-rata

evaluasi posttest kelas eksperimen sebesar

80,619 dan kelas kontrol sebesar 75,786.

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui keefektifan dan pengaruh

penggunaannya pada metode PQRST.

Metode ini bersifat sistematik.Tahapan

metode tersebut memberikan kesempatan

siswa untuk berpikir kritis dan kreatif karena

siswa diajak untuk menemukan sendiri

masalah dan menemukan solusinya dengan

diskusi kelompok.Dengan pembelajaran

yang bersifat student center ini diharapkan

membantu siswa dalam mengingat dan

memahami materi.

Page 30: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1540 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1538 - 1546

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di suatu

SMAN di Kaliwungu, Kendal Jawa Tengah.

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan

pada minggu keempat bulan Januari tahun

2014 sampai minggu keempat bulan

Februari tahun 2014.Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah penggunaan Small

Notes.

Penelitian ini merupakan penelitian

eksperimen. Desain Control Group Pretest-

Posttest dipilih karena akan dilihat

perbedaan pretest maupun posttest kelas

eksperimen I dan eksperimen II. Pada

penelitian ini, sampel A sebagai kelas

eksperimen I dan sampel B sebagai kelas

eksperimen II.Teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dokumentasi, observasi, dan tes.Bentuk

instrumen yang digunakan adalah lembar

soal pretest dan posttest, lembar observasi

afektif dan lembar observasi psikomotorik.

Uji normalitas dan homogenitas awal

populasi menggunakan data nilai ujian akhir

semester. Hasil aspek kognitif siswa

dianalisa dengan menggunakan statistik uji

parametrik yaitu dengan uji normalitas untuk

mengetahui pendistribusian data normal

atau tidak, kesamaan dua varians untuk

menentukan uji t-tes yang digunakan,

hipotesis (uji-t) untuk pengujian hipotesis,

koefisien determinasi untuk mengetahui

besar pengaruh Small Notes, dan

ketuntasan belajar umtuk mengetahui

jumlah persentase belajar (Sari, 2010)

Sebelum diterapkan metode

PQRST, masing-masing kelas terlebih

dahulu diberi soal pretest untuk mengetahui

kemampuan awal siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Berdasarkan uraian di atas diper-

oleh hasil penelitian berupa analisis data

populasi awal yang diperoleh menggunakan

nilai ujian akhir semester menunjukkan

bahwa populasi berdistribusi normal dan

memili tingkat homogenitas yang sama

dengan dibuktikan dengan nilai X2

hitung (1,86

dan 2,93) kurang dari X2kritis (9,49). Analisis

tahap awal dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui keadaan awal masing-masing

kelas sebelum diberi perlakuan. Analisis

data awal dengan nilai ujian akhir semester

menunjukkan data berdistribusi normal,

memiliki tingkat homogenitas yang sama,

dan tidak ada perbedaan rata-rata populasi

pada kedua kelas. Pembelajaran PQRST

diterapkan pada kedua kelas eksperimen.

Perbedaannya terletak pada penggunaan

Small Notes yang hanya diterapkan pada

kelas eksperimen II..ji

Varians yang diperoleh pada kelas

eksperimen I adalah 163,43 sedangkan

pada eksperimen II sebesar 200,5 sehingga

harga Fhitung yang diperoleh sebesar 1,22.

Hasil analisis tersebut menunjukkan per-

olehan hasil Fhitung lebih kecil dari Fkritis yang

berarti kedua kelas mempunyai varians

yang sama (Setiyono, 2011).

Pengamatan pada aspek afektif

dilakukan pada saat pembelajaran

berlangsung dengan observer berjumlah 3

orang.Pengamatan ini dilakukan di kedua

kelas, baik kelas eksperimen I maupun

Page 31: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Luthfia Rizqy Amalia* dan Eko Budi Susatyo, Hasil Belajar Berbantuan Small Notes …. 1541

kelas eksperimen II dengan bantuan 3

observer.Ranah yang diamati yaitu keha-

diran siswa, perhatian, keaktifan,

keberanian, kedisiplinan dan kelengkapan.

Data hasil belajar aspek afektif dan

psikomotorik diperoleh dengan metode

observasi.Hasil aspek afektif dan psiko-

motorik dianalisa menggunakan analisis

deskriptif pada kelas eksperimen I dan II.

Hasil sangat rendah diperoleh pada skor

rentang 1 sampai 1,6. Sedangkan skor

sangat tinggi diperoleh pada rentang 3,4

sampai 4 (Lestari, 2009)

Pengukuran aspek afektif dilakukan

dengan metode observasi dengan uji

deskriptif.Rata-rata nilai aspek afektif

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata skor tiap aspek afektif

Rata-rata skor aspek afektif kelas

eksperimen I sebesar 3,185 sedangkan

kelas eksperimen II sebesar 3,37. Kedua

kelas memilikikriteria baik.Hasil rata-rata

analisis deskripstif siswa kelas eksperimen II

lebih baik dari kelas eksperimen I.

Gambar 1. Rata-rata nilai afektif kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II

Pengembangan pada aspek psiko-

motorik dilakukan pada saat praktikum.

Praktikum yang dilaksanakan adalah

percobaan aplikasi konsep reaksi reduksi-

oksidasi yaitu pembakaran logam

Magnesium dan mereaksikan besi dengan

larutan Tembaga Sulfat.

Ranah psikomotorik

diperlukan untuk mengetahu-

an ketercapaian keterampilan

motorik siswa yang meliputi

keterampilan persiapan se-

belum praktikum, kelengkap-

an keamanan, keterampilan proses

praktikum (proses pembakaran), pelaksa-

naan praktikum, dan setelah kegiatan

praktikum. Pengukuran aspek psikomotorik

dilakukan dengan metode observasi dan

dilakukan oleh 3 observer.Rata-rata skor

tiap aspek psikomotorik disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Skor Tiap Aspek Psikomotorik

No Aspek Eksperimen I Eksperimen II

1 Persiapan 3,2 (Baik) 3,26 (Baik) 2 Kelengkapan keamanan 3.17 (Baik) 3,31 (Baik) 3 Keterampilan proses 3,26 (Baik) 3,49 (Sangat Baik) 4 Pelaksanaan 3,17 (Baik) 3,14 (Baik) 5 Setelah kegiatan 2,94 (Baik) 3,17 (Baik)

No Aspek Eksperimen I Eksperimen II

1 Kehadiran 3,43 (Sangat Baik) 3,51 (Sangat Baik) 2 Perhatian 3,14 (Baik) 3,11 (Baik) 3 Keaktifan 3,03 (Baik) 3,54 (Baik) 4 Keberanian 3,17 (Baik) 3,49 (Baik) 5 Kedisiplinan 3,17 (Baik) 3,09 (Baik) 6 Kelengkapan 3,17 (Baik) 3,49 (Baik)

Page 32: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1542 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1538 - 1546

Rata-rata skor aspek psikomotorik

kelas eksperimen I sebesar 3,148

sedangkan kelas eksperimen II sebesar

3,274.Kedua kelas memilikikriteria

baik.Hasil rata-rata analisis deskriptif aspek

psikomotorik kelas eksperimen II lebih

tinggi dari kelas eksperimen I.

Gambar 2. Rata-rata nilai psikomotorik kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II

Analisis tahap akhir hasil belajar

kognitif dilakukan dengan uji normalitas,

kesamaan dua varians, perbedaan dua

rata-rata dan uji ketuntasan pembelajaran.

Analisis data menggunakan nilai posttest

menunjukkan bahwa data berdistribusi

normal, memiliki varians yang sama pada

kedua kelas.

Nilai pretest pada kelas

eksperimen I dan II masing-masing

sebesar 45,94 dan 34,37. Sedangkan

nilai posttest kelompok eksperimen I

sebesar 76,48 dan kelas eksperimen II

sebesar 76,71. Grafik perbandingan nilai

pretest dan posttest masing-masing

kelas ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan hasil belajar kognitif siswa sebelum dan sesudah perlakuan

Uji ketuntasan belajar kelas

eksperimen I sebesar 62,8% dan kelas

eksperimen II sebesar 65,7% yang berarti

kedua kelas tidak mencapai ketuntasan

klasikal yaitu sebesar 85%. Hal ini

dikarenakan adanya kendala pada

penelitian ini diantaranya sejumlah siswa

yang sering tidak berkonsentrasi ketika

pembelajaran berlangsung, membuat kega-

duhan dan tidak memperhatikan siswa lain

yang sedang melakukan presentasi.

Pembahasan

Metode PQRST merupakan akronim

dari Preview Question Read Summarize

Test. Sintaks pertama yaitu “Preview”. Pada

Page 33: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Luthfia Rizqy Amalia* dan Eko Budi Susatyo, Hasil Belajar Berbantuan Small Notes …. 1543

tahap ini siswa diberikan materi konsep

reaksi redoks bersama dengan kelompok-

nya kemudian melakukan tahap membaca

cepat serta menggaris bawahi atau

mencatat pokok kajian, judul bagian

(heading), sub judul, dan istilah-istilah yang

tidak diketahui untuk disusun pada tahap

question. Tujuannya adalah agar siswa

mengetahui pokok materi yang sedang

dipelajari. Pada tahap ini diperoleh data 3,11

dengan kategori baik pada kelas

eksperimen I dan 3,14 pada kelas

eksperimen II atau sebesar 77% siswa

mencapai ketuntasan pada kelas

eksperimen I dan 78% siswa yang mencapai

ketuntasan kelas eksperimen II.

Sintaks kedua yaitu “Question”.Pada

tahap ini siswa melakukan kegiatan

menyusun pertanyaan. Pertanyaan ini

dibuat berdasarkan pikiran siswa yang

muncul saat melakukan aktivitas preview.

Pertanyaan dapat muncul sesuai hasrat

atau keinginan siswa untuk mengetahui hal

yang terdapat dalam bacaan. Pada tahap ini

diperoleh data 3,03 dengan kategori baik

pada kelas eksperimen I dan 3,54 pada

kelas eksperimen II atau sebesar 78% siswa

yang mencapai ketuntasan pada kelas

eksperimen I dan 88% siswa yang mencapai

ketuntasan pada kelas eksperimen II.

Sintaks ketiga yaitu “Read”. Pada

tahap ini kegiatan siswa adalah membaca

bacaan secara keseluruhan. Tahap ini

merupakan tahap terpenting karena

pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada

tahap questionakan dijawab pada tahap ini.

Pada tahap read siswa membaca secara

menyeluruh yaitu membaca bab demi bab.

Siswa biasanya lebih teliti ketika membaca

(Farikhati, 2011).Peran guru di tahap ini

adalah penting karena ketika ada

pertanyaan siswa yang tidak terjawab maka

guru memberikan kesempatan kelompok

lain untuk membantu. Namun ketika

kelompok lain tidak dapat menjawab maka

guru memberikan arahan tentang materi

yang tidak diketahui dan dilanjutkan dengan

menyimpulkan bersama siswa. Data yang

diperoleh tahap ini yaitu sebanyak 29 dari

35 siswa mencapai ketuntasan atau 6 siswa

yang tidak tuntas pada kelas eksperimen I

dan 32 siswa dari kelas eksperimen II.

Sintaks keempat yaitu “Summarize”.

Pada tahap ini kegiatan siswa adalah

membuat ringkasan dari keseluruhan tahap

yang telah dilaksanakan.Ringkasan dibuat

dengan tujuan agar informasi yang telah

diperoleh dari bacaan tidak lupa.

Pembuatan ringkasan dapat dibuat per bab

atau sub bab. Hal-hal yang ditulis dalam

ringkasan merupakan informasi yang

diperoleh siswa pada tahap sebelumnya.

Pada tahap ini dapat diperoleh data yaitu

sebanyak 31 siswa menyelesaikan tugas

berupa membuat kesimpulan dalam Small

Notes dengan lengkap dan tepat waktu atau

sebesar 88,6% mencapai ketuntasan pada

kelas eksperimen II. Sedangkan data pada

kelas eksperimen I sebanyak 29 siswa

mencapai ketuntasan atau sebesar

82%.Setelah melakukan tahap keempat,

siswa diberi kesempatan untuk saling

bertukar informasi dengan teman satu

kelompok dan merangkum pendapat

masing-masing anggota. Perwakilan

masing-masing kelompok diberi kesempatan

untuk maju ke depan kelas menyampaikan

pendapat.

Page 34: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1544 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1538 - 1546

Sintaks kelima yaitu “Test”.Tahap

ini merupakan tahap terakhir dari metode

PQRST. Pada tahap ini siswa akan menguji

penguasaan materi yang diperoleh dari

tahap sebelumnya. Cara yang dapat

digunakan untuk menguji penguasaan isi

buku ada empat yaitu : (1) Siswa memeriksa

(menguji) ringkasan yang telah dibuat pada

tahap summarize. Apakah ringkasan yang

dibuat sudah sesuai dengan isi bacaan atau

belum, (2) Siswa menjawab pertanyaan

yang telah disediakan pada akhir bab, (3)

Siswa menjawab pertanyaan yang telah

dibuat pada tahap question, (4)Siswa

menceritakan kembali tentang isi bacaan

yang telah diperoleh. Data yang diperoleh

pada tahap ini yaitu data aspek kognitif yaitu

sebesar 76,48 pada kelas eksperimen I dan

76,71 pada kelas eksperimen II.

Koefisien Determinasi diperoleh

sebesar 24,1%. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa penggunaan Small Notes mem-

berikan pengaruh sebesar 24,1% dan

sisanya sebesar 75,9% ditentukan oleh

faktor lain. Kelas eksperimen II yang

menggunakan bantuan Small Notes memiliki

nilai yang lebih tinggi dari kelas eksperimen

II karena guru memberikan tugas berupa

catatan kecil setiap kali pertemuan. Guru

dapat memberikan tugas kepada siswa

untuk membuat catatan kecil yang berisi

pokok materi yang telah diajarkan agar

dapat membatu siswa dalam belajar dan

membantu meningkatkan kemampuan

kognitif (Urquhart, 2009).

Keefektifan pembelajaran kimia diuji

menggunakan perhitungan perbedaan uji

dua rata-rata. Hasil perhitungan uji

perbedaan dua rata-rata pada kelas

eksperimen I sebesar 76,48 dan kelas

eksperimen II sebesar 76,71. Varians

masing-masing kelas sebesar 163,43 dan

200,5. Perolehan harga thitung dengan taraf

signifikan 5% adalah sebesar 1,22. Dari

hasil uji ketuntasan klasikal dapat

disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen

sebanyak 19 siswa dari 35 siswa telah

mencapai ketuntasan belajar klaskal yakni

sebesar 62,8 % sedangkan pada kelas

eksperimen I hanya sebanyak 20 dari 35

siswa yang telah mencapai ketuntasan

belajar klasikal yakni sebesar 65,7 % yang

artinya siswa pada kelas eksperimen

memperoleh hasil belajar tuntas sesuai KKM

yang di tetapkan di suatu SMAN di

Kaliwungu. Keberhasilan kelas dilihat dari

jumlah peserta didik yang mampu

menyelesaikan atau mencapai minimal 65%,

sekurang-kurangnya 85% dari jumlah

peserta didik yang ada di kelas tersebut,

maka dapat disimpulkan kedua kelas belum

mencapai KKM.Sisanya, yaitu 37,20% siswa

pada kelas eksperimen I dan 34,3% siswa

pada kelas eksperimen II belum mencapai

ketuntasan klasikal. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa penggunaan model

pembelajaran PQRST belum efektif

terhadap pembelajaran siswa SMA.

Kendala pada penelitian ini adalah:

1) metode ini memiliki beberapa tahap

sehingga waktu yang dibutuhkan cukup

banyak. Beberapa siswa meminta setiap

tahapan diulang sampai 3 kali sehingga

pembelajaran tidak sesuai yang

direncanakan, 2) metode PQRST

merupakan metode membaca sehingga

pada materi pokok reaksi reduksi-oksidasi

yang memiliki fokus pada hafalan harus

Page 35: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Luthfia Rizqy Amalia* dan Eko Budi Susatyo, Hasil Belajar Berbantuan Small Notes …. 1545

diimbangi dengan latihan soal. Pada saat

pemberian latihan soal beberapa siswa

masih ada yang belum sepenuhnya

berkonsentrasi sehingga beberapa kali guru

meminta siswa mengerjakan di depan kelas.

SIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas dapat

disimpulkan sebagai berikut: metode

pembelajaran PQRST belum efektif

terhadap peningkatan hasil belajar siswa

pokok bahasan konsep reaksi reduksi-

oksidasi karena belum mencapai ketuntasan

klasikal minimal. Hal ini dapat dipengaruhi

beberapa faktor diantaranya materi reaksi

reduksi-oksidasi adalah materi yang

memiliki fokus pada hafalan sehingga guru

harus memberikan latihan soal yang sering

kepada siswa, metode yang memiliki

beberapa tahap ini memiliki kekurangan

pada penggunaan efisiensi waktu.Sehingga

siswa harus dipersiapkan terlebih dahulu

supaya waktu pembelajaran sesuai yang

direncanakan.Analisis hasil belajar dari

kedua kelas mengalami peningkatan yang

lebih tinggi pada kelas eksperimen

II.Analisis hasil belajar afektif dan

psikomotorik pada masing-masing kelas

eksperimen memiliki rata-rata baik.

Beberapa kekurangan dalam penelitian ini

adalah : (1) Metode ini merupakan metode

membaca. Pada materi pokok yang

mempunyai fokus pada hafalan dan

penghitungan, guru harus mempunyai

strategi untuk melakukan variasi

pembelajaran. Contohnya adalah dengan

memberi banyak latihan soal kepada siswa,

(2) Peran guru sebagai fasilitator sangat

dibutuhkan karena siswa belajar dengan

cara diskusi sehingga tujuan pembelajaran

yang diharapkan dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Farikhati dan Isni, L., 2011, Pengaruh Penggunaan Metode PQRST (Preview Question Read Summarize Test) melalui pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning) Terhadap Hasil Belajar Kimia SMA, Skripsi, Semarang: FMIPA UNNES.

Gilani, R. A, Gilakjani., H.N, I. dan A. P. G., 2012, Impacts of Learning Reading Strategy on Reading Comprehension Proficiency, Jurnal of Language and Appplied Linguistic World, Vol I, No 1, Hal: 78-79.

Lestari, A. W., 2009, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA SMP Berbasis Kooperatif Tipe STAD Pada Tema Fotosintesis Di SMP Giki 3 Surabaya, Pensa E-Jurnal, Vol 8, No 3, Hal: 46-54.

Mu'minin, 2010, Pembelajaran Membaca Cerpen dengan Metode SQ3R Berbasis Kooperatif, Jurnal Prospektus, Vol 8, No 2, Hal: 170-178.

Porter, B.D. dan Hernacki, M., 2002, Quantum Learning, Bandung: Kaifa.

Ruwaidah, 2012, Pembelajaran Kimia Dengan Metode Problem Posing Dan Pemberian Tugas Ditinjau Dari Kemampuan Berpikir Analisis Kreativitas Siswa, Jurnal Inkuiri Pasca UNS, Vol 1, No 1, Hal: 78-95.

Sari, I. P., 2010, Pengaruh Metode Pembelajaran SQ3R terhadap Kemampuan Membaca Intensif, Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, Vol 4, No 2, Hal: 1-6.

Setyawan, F., 2012, Penerapan Teknik Cacil Laser Pada Metode Drill Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Redoks di SMA 1 Mejobo, Skripsi, Semarang: Jurusan Kimia UNNES.

Page 36: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1546 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1538 - 1546

Setiyono, 2011, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA SMP Berbasis Kooperatif Tipe STAD Pada Tema Fotosintesis Di SMP Giki 3 Surabaya, Jurnal Prospektus, Vol 1, No 2, Hal: 149-58.

Urquhart, V., 2009. Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning. Journal Colorado: Mid Continent Research For Educational and Learning, Vol 3, No 2, Hal: 94-103.

Yuliawati, 2009. Penggunaan Model Learning Start With A Question dan Self Regulated Learning Pada Pembelajaran Kimia, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 2, Hal: 94-103.

Page 37: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Deni Ardiyanti* dan Sudarmin, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Larutan …. 1547

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN LARUTAN BERPENDEKATAN PBL UNTUK MENINGKATKAN KGS INFERENSIAL

LOGIKA

Deni Ardiyanti* dan Sudarmin Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang

Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pengembangan perangkat pembelajaran berpendekatan Problem Based Learning (PBL) merupakan upaya untuk meningkatkan Kerampilan Generik Sains (KGS) inferensial logika dan hasil belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengembangkan perangkat pembelajaran materi larutan dengan pendekatan PBL dan (2) mengetahui respon siswa terhadap perangkat pembelajaran menggunakan pendekatan PBL. Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian Research and Development (R&D). Teknik pemilihan sampel uji coba menggunakan teknik purposive sample. Perangkat pembelajaran dinyatakan valid apabila telah dinyatakan mempunyai kriteria baik atau sangat baik oleh tim ahli (validator). Hasil pengembangan produk perangkat pembelajaran telah dinyatakan valid dengan kategori baik dan layak diterapkan. Perangkat pembelajaran mampu meningkatkan KGS inferensial logika siswa dengan nilai rata-rata 58,5 menjadi 82,1. Perangkat pembelajaran mampu meningkatkan hasil belajar kognitif dengan nilai rata-rata 47,6 menjadi 79,3. Hasil belajar afektif sebanyak 34 siswa meningkat dari kriteria kurang baik menjadi baik. Hasil belajar psikomotorik sebanyak 22 siswa meningkat dari kriteria kurang baik menjadi baik. Angket respon siswa terhadap pembelajaran juga sangat baik dengan 4 siswa memberikan respon sangat puas, dan 33 siswa merasa puas terhadap pembelajaran. Simpulan yang diperoleh pada penelitian ini ialah 1) perangkat pembelajaran yang dikembangkan valid dan layak, dan 2) respon siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan PBL baik.

Kata Kunci : Keterampilan Generik Sains, Inferensial Logika, Problem-Based Learning

ABSTRACT

Problem Based Learning (PBL) approach learning software development is an attempt to improve Generic Science Skill (KGS) inferential logic and student learning outcomes. This study aims to (1) develop the learning materials to the solution of the PBL approach, and (2) know the student response to learning tools using PBL approach. This type of research is a kind of research Research and Development (R&D). Test sample selection techniques using purposive sampling technique. Learning device is valid if it has been declared to have good or very good criteria by a team of experts (validators). The results of product development learning device has been declared invalid by both category and feasible. Learning device capable of improving inferential logic KGS students with an average value of 82.1. Learning device capable of improving cognitive learning outcomes with an average value of 79.3. As for the affective and psychomotor learning outcomes are 34 and 22 students have good criteria. Questionnaire responses of students to learning is also very good with 4 students responded very satisfied, and 33 students were satisfied with the learning. The conclusions obtained in this study are (1) learning device with Problem Based Learning was valid and feasible, (2) students' response to learning with PBL approach were well.

Keywords: generic skills science, inferential logic, problem-based learning

PENDAHULUAN

Kurikulum 2013 sebagai peng-ganti

Kurikulum KTSP menjadikan manusia yang

produktif, inovatif, kreatif dan afektif.

Sehingga diperlukan keterampilan berpikir

sebagai hal yang penting untuk persiapan

Page 38: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1548 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1547 - 1555

generasi muda di masa mendatang. Salah

satu keterampilan yang menarik untuk

memotivasi siswa adalah keterampilan

memecahkan masalah. Perubahan

Peraturan Pemerintah tentang Standar

Nasional Pendidikan dari KTSP menjadi

Kurikulum 2013 yang menggunakan

pendekatan scientific menekankan pada

proses belajar daripada hasil yang

didapatkan siswa dalam mentranfer

pengetahuan dari seseorang ke orang-orang

lain.

Teladan ilmu pendidikan dapat

menawarkan konteks yang kaya untuk

mengembangkan banyak keterampilan pada

abad 21, seperti berpikir kritis, pemecahan

masalah, dan literasi informasi terutama

ketika instruksi membahas sifat ilmu

pengetahuan dan mempromosikan peng-

gunaan praktek ilmu. Melalui ilmu pen-

didikan berkualitas, kita dapat mendukung

dan memajukan keterampilan abad ke-21

yang relevan, sekaligus meningkatkan

praktek ilmu pengetahuan melalui infus

keterampilan ini (Brian, 2013). Tujuan utama

dari proses PBL adalah untuk mengenali

kemampuan siswa untuk memecahkan

masalah dan mengembangkan keterampilan

belajar dan motivasi mereka (Jacob dan

Cherian, 2012). PBL dipahami sangat

terstruktur, student centered, metodologi

pendidikan, kelompok kecil dan kegiatan

pemecahan masalah kolaboratif (Redhwan

dan Yuri, 2012). Pembelajaran berbasis

masalah (PBL) layak mendapat tempat yang

lebih menonjol dalam sarjana ilmu

pendidikan dasar bagi guru pre-service

karena proses memberdayakan siswa dan

pendidik untuk memikul tanggung jawab

untuk mengarahkan pembelajaran, men-

definisikan dan menganalisis masalah dan

membangun solusi (Mathew, 2011).

KGS inferensial logika sangat ber-

guna terhadap pembelajaran. KGS

inferensial logika dibutuhkan dalam pem-

belajaran agar siswa dapat memiliki

kemampuan dalam menghubungkan

konsep, teori, prinsip, dan aturan-aturan

dalam praktikum untuk mendapatkan

kesimpulan yang sesuai dengan tujuan

pembelajaran dalam praktikum (Broto-

siswojo, 2001). Keterampilan inferensi logika

adalah kemampuan generik untuk dapat

mengambil kesimpulan baru sebagai akibat

logis dari hukum, prinsip, dan aturan dahulu

dengan atau tanpa melakukan percobaan

(Sudarmin, 2012). Keterampilan ini juga

dapat diimbangi dengan penggunaan model

pembelajaran yang berbasis pada masalah

sehingga dapat memicu motivasi siswa

dalam mempelajari materi.

Hasil observasi yang dilakukan di

suatu SMA Negeri di Pati kelas X ditemukan

bahwa konsep Kurikulum 2013 yang sedang

dilaksanakan masih meliliki banyak kendala

di sekolah. Sosialisasi Kurikulum 2013 yang

dilaksanakan belum merata, sekitar 10%

guru saja yang telah mengerti konsep dari

Kurikulum 2013 ini. Kegiatan praktikum yang

dilakukan pada materi larutan memang

sudah dilakukan. Namun, kemampuan

siswa dalam mengamati dan menarik

kesimpulan masih rendah. Penyebab yang

timbul dalam permasalahan ini adalah

kebanyakan siswa hanya menyimpulkan

hasil praktikum dengan mengambil teori

yang ada dalam buku seperti pengertian

larutan dan perbedaan larutan. Metode

Page 39: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Deni Ardiyanti* dan Sudarmin, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Larutan …. 1549

praktikum yang seperti ini menyebabkan

selain hasil belajar yang rendah juga

menyebabkan rendahnya KGS inferensial

logika siswa. Metode praktikum dirasa

kurang mendukung keterampilan berpikir

siswa, sehingga berdampak pada kualitas

pembelajaran yang kurang bermakna serta

menyentuh akar permasalahan pem-

belajaran di kelas maupun ketika melakukan

praktikum di Laboratorium (Sumarni, 2010).

Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah

(1) mengembangkan perangkat pembelajar-

an materi larutan dengan pendekatan PBL,

dan (2) mengetahui respon siswa terhadap

pembelajaran materi larutan dengan

pendekatan PBL.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Research

and Development (R&D) dengan metode

penelitian yang digunakan adalah desain

penelitian model 4-D yang meliputi tahap

Define, Design, Develop, dan Disseminate

(Thiagaradjan, et al., 1974). Penelitian

dilakukan di suatu SMA Negeri di Pati.

Subjek penelitian yang diambil adalah 20

siswa dari kelas XI IPA 3 untuk uji skala

kecil, 37 siswa kelas X IPA 5 untuk uji skala

besar, dan kelas X IPA 6 untuk pengambilan

data penelitian dengan teknik pengambilan

sampel berupa purposive sampling.

Teknik pengumpulan data dilakukan

pada data tes dan nontes. Metode

pengumpulan data dilakukan dengan

metode tes, metode dokumentasi, lembar

observasi dan angket (Arikunto, 2006). Data

tes diambil dari penilaian soal, sedangkan

data nontes diambil pada penilaian lembar

observasi. Penilaian soal pretest dan

posttest dibagi menjadi dua soal, yaitu soal

pilihan ganda dan uraian. Soal pilihan ganda

digunakan untuk menganalisis peningkatan

hasil belajar kognitif, sedangkan soal uraian

digunakan untuk peningkatan KGS

inferensial logika yang terdiri dari soal

mengajukan prediksi peristiwa kimia,

menerapkan konsep dan menarik

kesimpulan. Perangkat pembelajaran yang

dikembangkan layak untuk digunakan jika

telah divalidasi oleh ahli dan telah

dinyatakan reliabel. Reliabilitas lembar

pengamatan menggunakan inter rater,

sedangkan untuk angket siswa

menggunakan reliabilitas Alfa Cronbach

(Sudjana, 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengembangan perangkat

pembelajaran yang dibuat adalah pengem-

bangan silabus, RPP, bahan ajar, dan alat

evaluasi. Alat evaluasi yang dikembangkan

terdiri dari data tes dan nontes. Data tes

berupa soal pretest-posttest, sedangkan

data nontes berupa lembar pengamatan

aspek psikomotorik, aspek afektif, aktivitas

siswa dalam memecahkan masalah, dan

aktivitas guru dalam mengembangkan KGS

Inferensial Logika siswa. Perangkat pem-

belajaran yang dikembangkan valid atau

dapat digunakan jika perangkat pembelajar-

an sudah mendapatkan pengakuan dari tim

ahli. Rata-rata skor validasi perangkat

pembelajaran yang dikembangkan ditunjuk-

kan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan skor rerata

untuk masing-masing perangkat pembelajar-

Page 40: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1550 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1547 - 1555

an di atas 3,5. Hal ini berarti perangkat

pembelajaran memiliki kriteria baik sehingga

perangkat pembelajaran valid dan layak

digunakan. Kesamaan antara data yang

terkumpul dengan data sesungguhnya dan

layak digunakan merupakan syarat valid

tidaknya suatu data (Sugiyono, 2010).

Pembelajaran Berbasis Masalah yang

dikembangkan dalam bahan ajar mengacu

pada masalah nyata atau masalah yang

siswa ditemui setiap harinya, sehingga

siswa lebih mudah dalam memahami dan

mempelajari teori yang dikemas bersama

pendekatan saintifik (Fachrurazi, 2011).

Siswa dalam PBL dapat mengembangkan

keterampilan pengambilan keputusan

mereka dengan mengaitkan pengetahuan

yang ada dengan informasi baru mereka

peroleh sambil memberikan solusi alternatif

untuk masalah (Cemal dan Yavus, 2011).

Peningkatan hasil belajar dengan

Pembelajaran Berbasis Masalah pada tiap

indikator dapat diketahui dari presentase n

gain yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 1. Rata-rata skor validasi perangkat pembelajaran materi larutan dengan

pendekatan PBL yang dikembangkan

Perangkat Pembelajaran Validator

Kriteria 1 2 3

Silabus 3, 6 - - Sangat Baik RPP 3, 6 - - Sangat Baik LKS 3, 6 - 3, 5 Sangat Baik Aspek Psikomotorik 3, 8 - - Sangat Baik Aspek Afektif 3, 4 - - Baik Soal Pilihan Ganda 3, 6 - - Sangat Baik Soal Uraian 3, 6 - - Sangat Baik Angket 3, 4 - - Baik KGS Inferensial Logika - 2, 9 - Sangat Baik PBL - 2, 8 - Sangat Baik

Tabel 2. Deskripsi indikator, nomor soal, skor pretest, posttest, n gain dan taraf pencapaian

untuk hasil belajar siswa

Indikator No Soal Skor N gain

% Taraf Pencapaian Pretest Posttest

Menentukan larutan elektrolit dan nonelektrolit berdasarkan daya hantar listriknya

2 dan 4 0 1 50 Sedang

Menjelaskan penyebab kemampuan larutan elektrolit menghantarkan arus listrik

1 dan 10

0 2 100 Tinggi

Mengelompokkan larutan elektrolit berdasarkan jenis ikatan senyawa dalam larutan

3 dan 5 1 2 100 Tinggi

Mendeskripsikan bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa kovalen polar

6 dan 19

0 1 50 Sedang

Menngelompokkan larutan elektrolit dan nonelektrolit berdasarkan daya hantar listriknya

11 dan 12

1 2 100 Tinggi

Membandingkan larutan elektrolit dan nonelektrolit berdasarkan percobaan

7 dan 9 0 1 50 Sedang

Page 41: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Deni Ardiyanti* dan Sudarmin, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Larutan …. 1551

Indikator No Soal Skor N gain

% Taraf Pencapaian Pretest Posttest

Menyimpulkan sifat larutan larutan elektrolit dan nonelektrolit

8 dan 18

1 2 100 Tinggi

Memberikan contoh penerapan larutan elektrolit dalam kehidupan sehari-hari

13 dan 20

0 2 100 Tinggi

Menggolongkan sifat larutan menjadi larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah

15 dan 17

1 2 100 Tinggi

Menjelaskan kekuatan larutan elektrolit berdasarkan derajat disosiasi

14 dan 16

0 2 100 Tinggi

Rata-rata 85 Tinggi

Tabel 3. Nilai n gain untuk setiap indikator dalam KGS inferensial logika

Aspek KGS Inferensial Logika

No Soal

Skor

n gain % Taraf

Pencapaian Pretest Posttest

Mengajukan Prediksi Peristiwa Kimia

22 2, 62 4, 16 0, 65 65% Sedang

28 2, 65 3, 24 0, 44 44% Sedang

30 2, 41 3, 51 0, 69 69% Sedang

Rata - rata 0, 59 59% Sedang Menerapkan Konsep 24 2, 97 3, 92 0, 47 47% Sedang

25 3 4, 41 0, 71 71% Sedang

26 2, 05 3, 49 0, 74 74% Tinggi

27 2, 51 3, 73 0, 82 82% Tinggi

Rata – rata 0, 68 68% Sedang Menarik Kesimpulan 21 2, 95 4, 11 0, 57 57% Sedang

23 2, 78 3, 86 0, 49 49% Sedang

29 2, 51 3, 32 0, 54 54% Sedang

Rata – rata 0, 53 53% Sedang

Tabel 3 menjelaskan tentang hasil

perhitungan n gain dari semua indikator

dalam pembelajaran larutan. Peningkatan

paling signifikan terdapat pada indikator

dengan nilai n gain 100%. Peningkatan rata-

rata presentase n gain untuk semua

indikator sebesar 85%. Hal ini berarti bahwa

peningkatan hasil belajar untuk setiap

indikator tinggi. Peningkatan hasil belajar

ditinjau dari harga n gain yang tinggi

(Rusnayati dan Prima, 2011). Peningkatan

pada aspek psikomotorik dan afektif didapat

berdasarkan pengamatan dalam kegiatan

praktikum di laboratorium dan kelas. Hasil

belajar afektif meningkat sebanyak 34 siswa

meningkat dari kriteria kurang baik menjadi

baik. Hasil belajar psikomotorik sebanyak 22

siswa meningkat dari kriteria kurang baik

menjadi baik. Perhitungan reliabilitas inter

rater untuk instrumen penilaian aspek

psikomotorik dan afektif masing-masing

adalah 0,92 dan 0,93 yang menunjukkan

instrumen reliabel. Harga reliabilitas di atas

0,7 dapat dikatakan baik dan reliabel

(Sudjana, 2009). Perangkat pembelajaran

yang dikembangkan selain untuk

Page 42: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1552 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1547 - 1555

mengembangkan kemampuan siswa dalam

ranah kognitif juga dapat meningkatkan

KGS Inferensial Logika siswa (Sumarjono,

2012). Peningkatan KGS inferensial logika

siswa dapat dilihat pada hasil perhitungan n

gain tiap indikator yang ditunjukkan pada

Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan indikator-

indikator dalam KGS Inferensial Logika yang

dituangkan dalam setiap soal dengan

perhitungan n gain untuk mengetahui

peningkatan dan taraf pencapaian indikator

dalam KGS Inferensial Logika. Indikator

mengajukan prediksi peristiwa kimia,

menerapkan konsep dan menarik kesim-

pulan memiliki masing-masing 3, 4 dan 3

soal dalam uraian. Peningkatan paling tinggi

terjadi pada nomor soal 26 dan 27 yang

mewakili indikator menerapkan konsep.

Indikator-indikator dalam KGS Inferensial

Logika meningkat setelah mendapatkan

pembelajaran dengan metode yang tepat

(Sumarni, 2010). Peningkatan setiap

indikator dalam KGS Inferensial Logika

ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skor n gain untuk setiap indikator dalam KGS inferensial logika

Gambar 1 menunjukkan peningkat-

an indikator dalam KGS Inferensial Logika

secara keseluruhan. Pengujian n gain yang

paling tinggi adalah indikator dalam

menerapkan konsep dengan nilai rata-rata n

gain 0,68 dengan taraf pencapaian sedang.

Indikator mengajukan prediksi peristiwa

kimia dan menarik kesimpulan juga

mengalami peningkatan presentase n gain

sedang dengan nilai rata-rata n gain 0,59

dan 0,53. KGS Inferensial Logika dengan

pembelajaran berbasis masalah mengalami

peningkatan. Persentase peningkatan KGS

inferensial logika setiap indikator setelah

dilakukan posttest mengalami peningkatan

(Setiawan dan Suhandi, 2009).

Uji coba skala kecil dilakukan untuk

mengetahui pendapat siswa tentang

perangkat pembelajaran yang digunakan

yaitu penggunaan bahan ajar. Uji coba skala

kecil dilakukan di kelas XI IPA 3 kepada 20

siswa yang dibagi menjadi 10 kelompok.

Setiap kelompok diberikan 1 LKS dan

lembar pendapat siswa tentang LKS. Hasil

rata-rata skor yang didapat adalah 3.3 yang

berarti baik dan layak.

Rata-rata skor respon

siswa terhadap perangkat

pembelajaran yang diguna-

kan di atas 3 memiliki

kriteria baik dan layak

untuk digunakan (Herdiana-

wati, 2013). Keefektifan

produk uji coba skala besar

dihitung berdasarkan res-

pon siswa terhadap

kelayakan produk yang dikembangkan

meliputi tampilan LKS, isi LKS, bahasa

dalam LKS, pembelajaran menggunakan

Page 43: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Deni Ardiyanti* dan Sudarmin, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Larutan …. 1553

pendekatan PBL, dan KGS inferensial logika

siswa. Respon siswa yang didapat sebesar

3,3 setelah dilakukan uji coba skala besar

pada kelas X IPA 5 dengan memberikan 1

topik pembelajaran menggunakan pen-

dekatan pembelajaran PBL. Hal ini berarti

bahwa variasi isi dalam LKS dapat menarik

perhatian siswa untuk terlibat aktif dalam

pembelajaran (Barakatu, 2007). Hasil

respon siswa terhadap pembelajaran

ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 menunjukkan respon siswa

terhadap pembelajaran yang tinggi.

Terdapat 4 siswa yang merasa sangat puas

setelah mendapatkan pembelajaran dengan

pendekatan PBL dan 33 siswa yang merasa

puas. Respon siswa setelah mendapatkan

pembelajaran materi larutan dengan pem-

belajaran berbasis masalah tinggi (Permana

dan Sumarmo, 2007). Perhitungan

reliabilitas angket sebesar 0,93 yang bernilai

tinggi. Reliabilitas dengan nilai tinggi

dikatakan reliabel (Sudjana, 2009).

Tabel 4. Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan PBL setelah

Diterapkan

Butir Ke

Aspek Skor SS

Skor S

Skor TS

Skor STS

Jumlah Skor

Rerata Skor

Taraf Pencapaian

1 Penggunaan Model Pembelajaran

96 39 0 0 135 119, 75 Tinggi 2 44 60 12 0 116 3 56 63 4 0 123 4 24 63 16 2 105 5 Kesadaran 16 69 18 1 104 119, 5 Tinggi 6 108 24 4 0 135 7 Kegunaan PBL 60 54 8 0 121 121 Tinggi 8 Ajakan untuk berpikir

aktif 64 57 4 0 124 127 Tinggi

9 84 48 0 0 132 10 60 66 0 0 125 11 KGS Inferensial

Logika 44 78 0 0 121 120, 3 Tinggi

12 48 72 2 0 121 13 44 69 6 0 119 14 Pemahaman Materi 56 51 4 4 114 121 Tinggi 15 Sumber Belajar 28 60 16 2 105 105, 5 Tinggi 16 24 16 18 0 106 17 Kesulitan PBL 72 51 4 0 126 126 Tinggi 18 Bimbingan terhadap

Siswa 60 66 0 0 125 124, 5 Tinggi

19 64 57 4 0 124 20 Perhatian 20 66 20 0 104 114, 25 Tinggi 21 72 57 0 0 128 22 32 78 4 1 114 23 40 60 12 1 111 24 Penguasaan Konsep 36 84 0 0 119 119 Tinggi 25 Percaya Diri 44 75 2 0 120 105 Tinggi 26 12 51 24 5 90 27 Pemanfaatan

Fasilitas 84 42 4 0 130 130 Tinggi

28 Kemudahan Pembelajaran

52 72 0 0 123 124, 3 Tinggi 29 52 66 2 0 121 30 84 45 2 0 129 Jumlah 1580 1809 192 16 3750

Rerata 119, 8 Tinggi

Page 44: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1554 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1547 - 1555

Analisis pencapaian keberhasilan

produk ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5

menunjukkan kriteria peningkatan pada

keberhasilan produk yang ditinjau dari

peningkatan rata-rata kelas, peningkatan

hasil belajar kognitif, dan peningkatan KGS

inferensial logika. Hasil belajar kognitif siswa

dan KGS Inferensial logika sudah mencapai

target yang ditentukan terdapat 27 siswa

dalam hasil belajar kognitif dan 31 siswa

dalam KGS inferensial logika dinyatakan

tuntas dari KKM. Analisis pada Tabel 5

menunjukkan bahwa perangkat

pembelajaran yang dikembangkan dapat

meningkatkan hasil belajar kognitif siswa

dan KGS inferensial logika. Ketuntasan

belajar ditinjau dari rata rata hasil belajar

posttest lebih besar dari KKM (Kun, 2001).

Tabel 5. Analisis skor pretest, posttest, ketuntasan posttest, dan taraf pencapaian untuk

peningkatan pembelajaran

Aspek Skor Tes Ketuntasan Posttest

Taraf Pencapaian Pretest Posttest Tuntas Tidak Tuntas

Rata-Rata Kelas 53, 04 80, 69 32 5 Meningkat Hasil Belajar 47, 6 79, 3 27 10 Meningkat KGS Inferensial Logika 58, 5 82, 1 31 6 Meningkat

SIMPULAN

Hasil pengembangan perangkat

dapat disimpulkan sebagai berikut. (1)

Perangkat pembelajaran materi larutan

berpendekatan PBL telah teruji valid oleh 3

validator dan layak untuk diterapkan di

kelas. (2) Perangkat pembelajaran materi

larutan berpendekatan Problem-Based

Learning (PBL) mendapat respon baik dari

siswa dengan reliabilitas sebesar 0,93.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta.

Barakatu, A.R., 2007, Membangun Motivasi Berprestasi: Pengembangan Self Efficacy dan Penerapannya dalam Dunia Pendidikan, Jurnal Lentera Pendidikan, Vol 10, No 1, Hal: 34-51.

Brian, T. B., 2013, 21th Century Chemistry, Florida : School Board of Brevard County.

Brotosiswojo, B.S., 2001, Hakekat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Kimia di Perguruan Tinggi, Jakarta: PAU-PPAI

Cemal dan Yavuz, 2011, The Effect ff Problem Based Learning on Student Motivation Towards Chemistry Classes and on Learning Strategies, Journal of Turkish Science Education, Vol 9, No 1, Hal: 126-131.

Fachrurazi, 2011, Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Pendidikan Universitas Terbuka, Vol 1, No 1, Hal: 76-89.

Herdianawati, S., 2013, Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Inkuiri Berbasis Berpikir Kritis pada Materi Daur Biogeokimia Kelas X, Jurnal Pendidikan Biologi, Vol 2, No 1, Hal: 99-104.

Page 45: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Deni Ardiyanti* dan Sudarmin, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Larutan …. 1555

Ikhsanuddin dan Widhiyanti, T., 2007, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep, Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa Pada Topik Hidrolisis Garam dan Sifat Koligatif Larutan, Thesis, Bandung : FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

Jacob, J. dan Cherian, J., 2012, A Study of Problem Based Learning Approach for Undergraduate Students, Asian Social Science Journal, Vol 8, No 15, Hal: 157-164.

Kun, P., 2001, Pendekatan Konstruktif untuk Optimalisasi Aktivitas Hands-On dalam Pembelajaran IPA, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Mathew, E, 2011, Investigative Primary Science: A Problem-Based Learning Approach, Australian Journal of Teacher Education, Vol 36, No 9, Hal: 36-57.

Permana, Y. dan Sumarmo, U, 2007, Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah, Jurnal Balai Penataran Guru Tertulis dan Universitas Pendidikan Indonesia, Vol 1, No 2, Hal: 116-123.

Redhwan, A.N. dan Yuri, V. B., 2012, Acceptance of Problem Based Learning Among Medical Students, Community Media Health Education Journal, Vol 2, No 5, Hal: 1-6.

Rusnayati dan Prima, 2011, Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Pendekatan Inkuiri Untuk

Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep Elastisitas pada Siswa SMA, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, Yogyakarta: FPMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Setiawan, A. dan Suhandi, A., 2009, Model Pembelajaran Multimedia Interaktif Relativitas Khusus untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Siswa SMA, Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, Vol 3, No 1, Hal: 21-30.

Sudarmin, 2012, Keterampilan Generik Sains dan Penerapannya dalam Pembelajaran Kimia Organik, Semarang: UNNES Press.

Sudjana, 2009, Metode Statistika, Bandung : Tarsito.

Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta.

Sumarjono, 2012, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Ditinjau dari Keterampilan Generik Sains Calon Guru IPA, Prosiding Seminar Nasional MIPA dan Pembelajaran, Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang

Sumarni, W., 2010, Penerapan Learning Cycle Sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Inferensia Logika Mahasiswa Melalui Perkuliahan Praktikum Kimia Dasar, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 4, No 1, Hal: 521-531.

Thiagaradjan, Semmel dan Semmel, 1974, Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children, Minneapolis: Minnesota.

Page 46: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1556 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1556 - 1565

KONTRIBUSI PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP JIWA KEWIRAUSAHAAN SISWA

Rohayati*, Woro Sumarni dan Nanik Wijayati

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi pembelajaran berbasis proyek

terhadap jiwa kewirausahaan siswa. Sampel penelitian diambil dengan teknik cluster random sampling dan terambil 2 kelas dari 5 kelas. Kelas eksperimen I menggunakan pembelajaran berbasis proyek, sedangkan kelas eksperimen II menggunakan pembelajaran ceramah. Desain penelitian ini adalah pretest posttest control group design. Data diperoleh dengan metode observasi dan angket. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan uji t dan skala likert. Hasil analisis secara kuantitatif kelas eksperimen dengan nilai aspek kerjasama sebesar 3,40; aspek disiplin sebesar 3,47; aspek tanggungjawab sebesar 3,39; aspek komunikatif sebesar 3,07; aspek percaya diri sebesar 3,15; aspek ulet sebesar 3,14; aspek kreatif sebesar 2,84; dan aspek inovatif sebesar 2,95. Sedangkan kelas eksperimen II dengan nilai aspek kerjasama sebesar 3,14; aspek disiplin sebesar 3,49; aspek tanggungjawab sebesar 3,23; aspek komunikatif sebesar 3,14; aspek percaya diri sebesar 3,02; aspek ulet sebesar 2,98; aspek kreatif sebesar 2,78; dan aspek inovatif sebesar 2,59. Hasil analisis secara kualitatif data angket jiwa kewirausahaan pada kelas eksperimen berada pada kategori sangat baik, sedangkan pada kelas eksperimen II berada pada kategori baik. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis proyek berkontribusi terhadap jiwa kewirausahaan siswa. Kata kunci: jiwa kewirausahaan, pembelajaran berbasis proyek

ABSTRACT

This research aimed to determine the effect of project based learning for students entrepreneurship. Samples were taken with a cluster random sampling technique and drawn two of fifth group. Experimental-I group using project based learning, while experimental-II group using conventional based learning. Design used is pretest posttest control group design. Data collected by observation and questionnaires. Data analyzed using t-test and likert scale. The analysis result of the experimental-I group with score aspects of cooperation 3,40; aspects of discipline 3,47; aspects of responsible 3,39; aspects of communicative 3,07; aspects of self-confident 3,15; aspects of ductile 3,14; aspects of creative 2,84 and aspects of innovative 2,95; while experimental-II group with score aspects of cooperation 3,14; aspects of discipline 3,49; aspects of responsible 3,23; aspects of communicative 3,14; aspects of self-confident 3,02; aspects of ductile 2,98, aspects of creative 2,78 and aspects of innovative 2,59. The analysis result of questionnaries entrepeneurships, experimental-I group with high category, while experimental-II group with medium category. The result of research can concluded that project based learning have effect to students entrepreneurship. Keywords: entrepreneurship, project based learning

PENDAHULUAN

Pembelajaran adalah proses

interaksi antara siswa dengan guru dan

sumber belajar pada suatu lingkungan

belajar yang terarah untuk mencapai tujuan

yang telah ditentukan. Pembelajaran

merupakan proses pendidikan yang mem-

berikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan potensi mereka menjadi

kemampuan yang semakin lama semakin

Page 47: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1557

meningkat baik dalam sikap, pengetahuan

maupun keterampilan yang diperlukan

dirinya untuk hidup bermasyarakat,

berbangsa, serta berkontribusi pada

kesejahteraan hidup umat manusia

(Permendikbud, 2013). Oleh karena itu,

kegiatan pembelajaran seharusnya diarah-

kan untuk memberdayakan semua potensi

siswa sehingga diharapkan bisa

menghasilkan lulusan yang berkualitas baik

untuk melanjutkan studi ke jenjang yang

lebih tinggi maupun siap memasuki

lapangan kerja secara mandiri sebagai

wirausaha (entrepreneur). Pada kenyataan-

nya pembelajaran kimia yang diterapkan di

sekolah selama ini masih berorientasi pada

hasil kognitif dan belum menerapkan

pembelajaran yang mengarah pengembang-

an potensi siswa pada ranah afektif seperti

jiwa kewirausahaan. Padahal jiwa kewirau-

sahaan merupakan salah satu bekal untuk

hidup dimasyarakat dengan baik.

Berdasarkan studi pendahuluan,

pembelajaran kimia khususnya pada materi

koloid biasanya hanya dilakukan di kelas

dengan metode diskusi dan ceramah.

Padahal materi koloid akan lebih mudah

dipahami ketika siswa mengalaminya secara

langsung, misalnya dengan mengajak siswa

belajar di laboratorium. Metode ini memiliki

keunggulan, yaitu guru dengan mudah

dalam mengontrol kelas, dapat menyampai-

kan materi lebih banyak, lebih efisien dari

segi waktu dan biaya, serta lebih praktis

dalam hal persiapan kerena guru tidak perlu

menyiapkan media pendukung. Metode ini

juga memiliki kelemahan yaitu menjadikan

siswa sebagai objek didik sehingga umpan

balik, aktivitas, dan kreativitas siswa kurang

berkembang. Selain itu, materi yang

disampaikan kurang dikaitkan dengan

aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari

serta belum menerapkan kegiatan

pembelajaran yang bisa menunjang untuk

mengembangkan jiwa kewirausahaan.

Kondisi-kondisi tersebut dapat menyebab-

kan tidak berkembangnya jiwa kewira-

usahaan siswa.

Adanya kesenjangan antara kondisi

real dengan kondisi ideal yang diharapkan,

memerlukan suatu perubahan dalam

pelaksanaan pembelajaran kimia, yaitu

dalam hal pemilihan metode pembelajaran.

Metode pembelajaran yang dirasa cocok

untuk membantu mengembangan potensi

siswa yaitu metode pembelajaran berbasis

proyek. Metode pembelajaran berbasis

proyek merupakan metode pembelajaran

yang didasarkan pada proyek dengan

kegiatan pembelajarannya yang berpusat

pada siswa (Susilowati, 2013). Dalam hal ini

peran guru hanya sebagai fasilitator dan

mengevaluasi produk hasil kerja siswa yang

ditampilkan dalam hasil proyek yang telah

diselesaikan (Guo dan Yang, 2012; Johnson

dan Delawsky, 2013; Sudewi, et al., 2013).

Selain itu, pembelajaran berbasis proyek

juga merupakan strategi yang bisa

digunakan guru untuk meningkatkan kete-

rampilan berpikir, komunikasi, kolaboratif

dan kreativitas siswa (Licht, 2014). Melalui

metode ini, diharapkan siswa bisa lebih aktif

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran

sehingga mampu mengembangkan potensi

yang dimilikinya.

Salah satu kegiatan yang men-

dukung pembelajaran berbasis proyek

dalam pembelajaran kimia adalah dengan

Page 48: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1558 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1556 - 1565

0

5

10

15

20

25

Baik Sangat baik

Jum

lah S

isw

a

Kategori

Kelas Eksperimen I

Kelas Eksperimen II

adanya penugasan proyek. Melalui

penugasan proyek siswa terlibat langsung

dalam kegiatan pembelajaran serta siswa

bisa mengasah kemampuan yang dimiliki.

Konsep-konsep dan pengetahuan yang

dibangun menjadi lebih bermakna jika siswa

mengalami pembelajaran secara langsung.

Oleh karena itu, pembelajaran berbasis

proyek diharapkan siswa mampu mengem-

bangkan semua potensi yang ada pada

dirinya seperti berpikir kreatif, inovatif,

percaya diri, tanggungjawab, kerjasama

serta potensi yang lainnya. Tujuan penelitian

ini yaitu untuk mengetahui adanya kontribusi

penerapan pembelajaran berbasis proyek

terhadap jiwa kewirausahaan siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di suatun SMA

Negeri di Magelang. Desain penelitian ini

yaitu pretest posttest control group design.

Sampel diambil dua dari lima kelas sebagai

kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II

menggunakan teknik cluster random

sampling.

Variabel bebas da-

lam penelitian ini adalah

metode pembelajaran. Kelas

eksperimen I menggunakan

pembelajaran berbasis pro-

yek, sedangkan kelas

eksperimen II menggunakan

pembelajaran ceramah. Va-

riabel terikatnya yaitu jiwa

kewirausahaan siswa, se-

dangkan variabel kontrolnya adalah materi

pembelajaran, guru, kurikulum 2013, dan

jumlah jam pelajaran.

Pengumpulan data dilakukan

dengan metode observasi dan angket.

Metode observasi digunakan untuk menilai 8

aspek jiwa kewirausahaan yang meliputi

kerjasama, disiplin, tanggungjawab, komu-

nikatif, percaya diri, ulet, kreatif, dan inovatif,

sedangkan metode angket diguna-kan untuk

mengetahui persepsi dari siswa atas

kemampuan jiwa kewirausahaan. Data hasil

penelitian dianalisis secara statistik para-

metrik dengan uji t untuk mengetahui

perbedaan jiwa kewirausahaan antara kelas

eksperimen I dan kelas eksperimen II.

Selain itu, data hasil penelitian juga

dianalisis dengan membandingkan skala

likert (Arikunto, 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil observasi menunjukkan jiwa

kewirausahaan siswa kelas eksperimen I

maupun kelas eksperimen II berada pada

kategori baik dan sangat baik. Hasil

penilaian jiwa kewirausahaan baik kelas

eksperimen I maupun kelas eksperimen II

disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Hasil penilaian jiwa kewirausahaan

Gambar 1 menunjukkan jiwa kewi-

rausahaan siswa kelas eksperimen I lebih

Page 49: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1559

baik daripada kelas eksperimen II. Hal ini

terjadi karena pada kelas eksperimen I

diterapkan metode pembelajaran berbasis

proyek, sedangkan metode pembelajaran

yang diterapkan pada kelas eksperimen II

adalah metode ceramah. Pembelajaran

berbasis proyek merupakan pembelajaran

yang memberikan kebebasan kepada siswa

untuk merencanakan aktivitas belajar dan

melaksanakan proyek secara kolaboratif dan

pada akhirnya akan menghasilkan suatu

produk yang dapat dipresentasikan kepada

orang lain, sehingga siswa bisa mengem-

bangkan potensi yang dimilikinya

(Purbalaksmi, et al., 2013). Selain itu

kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada

kelas eksperimen I lebih menunjang untuk

mengembangkan jiwa kewirausahaan siswa.

Terdapat delapan aspek jiwa

kewirausahaan yang dinilai selama proses

pembelajaran, meliputi kerjasama, disiplin,

tanggungjawab, komunikatif, percaya diri,

ulet, kreatif, dan Inovatif. Tiap aspek

dianalisis secara deskriptif untuk menge-

tahui aspek mana yang telah baik dan aspek

mana yang perlu ditingkatkan. Hasil analisis

tiap aspek jiwa kewirausahaan siswa dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan skor rata-rata tiap aspek jiwa kewirausahaan

Pada Tabel 1, terlihat bahwa tiga

aspek jiwa kewirausahaan kelas eksperimen

I tergolong sangat baik yaitu aspek

kerjasama, disiplin, dan tanggungjawab,

sedangkan aspek komunikatif, percaya diri,

ulet, kreatif, dan inovatif mempunyai kategori

baik. Rata-rata nilai jiwa kewirausahaan

kelas eksperimen I sebesar 25,41 termasuk

dalam kategori sangat baik. Sedangkan

untuk kelas eksperimen II, satu aspek

tergolong sangat baik yaitu aspek disiplin.

Tujuh aspek yang lain tergolong baik yaitu

aspek kerjasama, tanggungjawab, komu-

nikatif, percaya diri, ulet, kreatif, dan inovatif.

Rata-rata nilai jiwa kewirausahaan kelas

eksperimen II sebesar 24,38 termasuk

dalam kategori baik. Adanya perbedaan

rata-rata ini disebabkan oleh penerapan

metode pembelajaran yang berbeda. Secara

umum, rata-rata tiap aspek jiwa

kewirausahaan kelas eksperimen I dan

kelas eksperimen II termasuk dalam kategori

yang sama yaitu baik dan sangat baik.

Namun, jika dilakukan pembandingan,

terdapat perbedaan diantara keduanya.

Kelas eksperimen I memperoleh nilai lebih

tinggi dibandingkan kelas eksperimen II.

Terdapat tiga aspek jiwa kewira-

usahaan kelas eksperimen I berada pada

kategori sangat baik yaitu (A) aspek

kerjasama, (B) tang-

gungjawab, dan (C)

disiplin. Sedangkan pa-

da kelas eksperimen II,

hanya aspek disiplin

yang termasuk dalam

kategori sangat baik.

Hasil penilaian aspek

Aspek yang dinilai

Rata-rata nilai tiap aspek Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen II

Kerjasama 3,40 3,14 Disiplin 3,47 3,49 Tanggungjawab 3,39 3,23 Komunikatif 3,07 3,14 Percaya diri 3,15 3,02 Ulet 3,14 2,98 Kreatif 2,84 2,79 Inovatif 2,95 2,59

Page 50: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1560 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1556 - 1565

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

A B C

Rata

-rata

Aspek yang dinilai

Kelas Eksperimen IKelas Eksperimen II

kerjasama, disiplin, dan tanggungjawab

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Aspek jiwa kewirausahaan

Berdasarkan Gambar 2 terlihat

bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara

kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II

pada aspek kerjasama. Adanya perbedaan

ini dilakukan menggunakan analisis per-

bedaan dua rata-rata melalui uji satu pihak

kanan dengan taraf signifikansi dan derajat

kebebasan berturut-turut adalah 5% dan 55.

Pada hasil observasi, rata-rata nilai aspek

kerjasama kelas ekperimen dan kelas

eksperimen II masing-masing sebesar 3,40

dan 3,14. Penilaian aspek kerjasama

dilakukan berdasarkan beberapa indikator

seperti aktif dalam kerja kelompok, berusaha

membantu ketika ada teman yang kesulitan,

dan melakukan tugas sesuai dengan

kesepakatan. Berdasarkan hasil observasi,

terlihat bahwa kelas eksperimen I mem-

peroleh skor lebih tinggi dibandingkan kelas

eksperimen II. Hal ini karena, kegiatan

pembelajaran pada kelas eksperimen

menuntut siswa untuk selalu aktif dalam

kerja kelompok dalam rangka menyele-

saikan proyek. Pembelajaran berbasis

proyek juga melatih siswa dalam membagi

kerja kelompok dan memberikan bantuan

kepada teman satu kelompoknya ketika ia

sedang sibuk atau tidak selama

pelaksanaan proyek. Selain

itu, penerapan pembela-

jaran berbasis proyek juga

mempunyai beberapa keun-

tungan, salah satunya yaitu

dapat meningkatkan kola-

borasi atau kerjasama

(Hutasuhut, 2010; Prabowo,

2012; dan Sumarni, 2015).

Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan

bahwa pembelajaran berbasis proyek

berkontribusi terhadap jiwa kewirausahaan

siswa.

Sedangkan pada aspek disiplin

terlihat bahwa terdapat perbedaan antara

kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II.

Adanya perbedaan ini dilakukan meng-

gunakan analisis perbedaan dua rata-rata

melalui uji satu pihak kanan dengan taraf

signifikansi dan derajat kebebasan berturut-

turut adalah 5% dan 55. Pada hasil

observasi, rata-rata nilai aspek disiplin kelas

ekperimen I dan kelas eksperimen II

masing-masing sebesar 3,47 dan 3,49.

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa

perbedaan diantara keduanya tidak terlalu

jauh. Hal ini dikarenakan pihak sekolah

sudah membuat tata tertib yang wajib

dipatuhi siswa. Salah satu manfaat dari

penerapan tata tertib tersebut adalah

membentuk pribadi siswa yang disiplin.

Selain itu, metode pembelajaran yang

digunakan sebelumnya juga sudah melatih

sikap disiplin siswa. Sehingga penerapan

pembelajaran berbasis tidak terlalu

berkontribusi terhadap sikap disiplin siswa.

Dari uraian tersebut, dapat diambil

Page 51: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1561

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

A B C

Rata

-rata

Aspek yang dinilai

Kelas Eksperimen I

Kelas Eksperimen II

kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran

memberikan kontribusi yang tidak signifikan

terhadap aspek disiplin siswa.

Sementara pada aspek tanggung-

jawab terlihat bahwa terdapat perbedaan

antara kelas eksperimen I dan kelas

eksperimen II. Adanya perbedaan ini

dilakukan menggunakan analisis perbedaan

dua rata-rata melalui uji satu pihak kanan

dengan taraf signifikansi dan derajat

kebebasan berturut-turut adalah 5% dan 55.

Pada hasil observasi, rata-rata nilai aspek

tanggungjawab kelas ekperimen dan kelas

eksperimen II masing-masing sebesar 3,23

dan 3,39. Berdasarkan data

tersebut, terlihat bahwa nilai

kelas eksperimen I lebih

tinggi dari kelas eksperimen

II. Hal ini dikarenakan

penerapan metode

pembelajaran yang berbeda.

Pada kelas eks-perimen I

menerapkan meto-de

pembelajaran berbasis proyek.

Pembelajaran berbasis proyek merupakan

pembelajaran yang didasarkan pada proyek

dengan kegiatan pem-belajarannya

berpusat pada siswa (Susilowati, 2013).

Pada kegiatan pembelajaran, siswa harus

mempersiapkan segala sesuatu yang

berhubungan dengan proyek mulai dari

merencanakan proyek sampai menghasilkan

produk. Pada proses inilah siswa dilatih

bertanggung jawab terhadap proyek yang

ditugaskan oleh guru. Pembelajaran

berbasis proyek dapat menjadikan siswa

lebih mandiri dan bertanggung jawab

(Susilowati, 2013). Pembelajaran berbasis

proyek juga dapat melatih siswa dalam hal

tanggungjawab, pemecahan masalah,

komunikasi, penga-rahan diri sendiri, dan

kreativitas (Wurdinger dan Qureshi, 2014).

Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan

bahwa penerapan pembelajaran berbasis

proyek berkontribusi terhadap jiwa

kewirausahaan siswa.

Pada aspek komunikatif, percaya

diri, dan ulet baik kelas eksperimen I

maupun kelas eksperimen II berada pada

kategori baik. Hasil penilaian jiwa

kewirausahaan seperti (A) aspek komu-

nikatif, (B) percaya diri, dan (C) ulet dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Aspek jiwa kewirausahaan

Berdasarkan Gambar 3 terlihat bah-

wa terdapat perbedaan antara kelas

eksperimen I dan kelas eksperimen II pada

aspek disiplin. Adanya perbedaan ini

dilakukan menggunakan analisis perbedaan

dua rata-rata melalui uji satu pihak kanan

dengan taraf signifikansi dan derajat

kebebasan berturut-turut adalah 5% dan 55.

Pada hasil observasi, rata-rata nilai aspek

komunikatif kelas ekperimen I dan kelas

eksperimen II masing-masing sebesar 3,07

dan 3,14. Berdasarkan data tersebut, terlihat

bahwa perbedaan diantara keduanya tidak

terlalu jauh. Hal ini dikarenakan pem-

belajaran yang dilakukan oleh guru kimia

Page 52: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1562 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1556 - 1565

sudah mengarah pada pengembangan

aspek komunikatif seperti berbicara

menggunakan kalimat yang runtut dan

mudah dipahami serta berbicara dengan

keras dan lantang ketika menyampaikan

pendapat atau kegiatan presentasi.

Sehingga penerapan pembelajaran berbasis

proyek tidak memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap aspek komunikatif.

Sedangkan pada aspek percaya diri

terlihat bahwa terdapat perbedaan antara

kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II.

Adanya perbedaan ini dilakukan

menggunakan analisis perbedaan dua rata-

rata melalui uji satu pihak kanan dengan

taraf signifikansi dan derajat kebebasan

berturut-turut adalah 5% dan 55. Pada hasil

observasi, rata-rata nilai aspek kerjasama

kelas ekperimen I dan kelas eksperimen II

masing-masing sebesar 3,15 dan 3,02.

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa

kelas eksperimen I memperoleh skor lebih

tinggi dibandingkan kelas eksperimen II. Hal

ini dikarenakan siswa kelas eksperimen I

menggunakan pembelajaran berbasis

proyek. Pembelajaran berbasis proyek

menuntut siswa lebih sering melakukan

kegiatan presentasi khususnya yang

berkaitan dengan proyek, mulai dari

presentasi judul, alat dan bahan, cara kerja,

perkambangan proyek, sampai presentasi

produk diakhir pembelajaran. Adanya

kegiatan presentasi, membuat rasa percaya

diri siswa meningkat. Dari penjelasan

tersebut, dapat diambil kesimpulan bahawa

penerapan pembelajaran berbasis proyek

berkontribusi terhadap jiwa kewirausahaan

siswa.

Sementara pada aspek ulet terlihat

bahwa terdapat perbedaan antara kelas

eksperimen I dan kelas eksperimen II.

Adanya perbedaan ini dilakukan

menggunakan analisis perbedaan dua rata-

rata melalui uji satu pihak kanan dengan

taraf signifikansi dan derajat kebebasan

berturut-turut adalah 5% dan 55. Pada hasil

observasi, rata-rata nilai aspek ulet kelas

ekperimen dan kelas eksperimen II masing-

masing sebesar 3,14 dan 2,98. Berdasarkan

data tersebut, terlihat bahwa kelas

eksperimen I memperoleh nilai lebih tinggi

dibandingkan kelas eksperimen II. Hal ini

karena, pada pembelajaran berbasis proyek

menuntut siswa untuk lebih aktif dalam

setiap proses pembelajaran, sedangkan

peran guru hanya sebagai fasilitator.

Pembelajaran berbasis proyek juga dapat

melatih kepercayaan diri siswa, hal ini

terlihat siswa kelas eksperimen I lebih berani

dalam mengungkapkan pendapat maupun

bertanya pada saat kegiatan pembelajaraan

berlangsung. Sehingga, adanya perbedaan

ini menunjukkan bahwa pembelajaran

berbasis proyek berkontribusi terhadap

aspek ulet.

Sedangkan untuk dua aspek jiwa

kewirausahaan yang lain seperti (A) kreatif

dan (B) inovatif kelas eksperimen I dan

eksperimen II berada pada kategori yang

sama yaitu kategori baik. Hasil penilaian

aspek kreatif dan inovatif dapat dilihat pada

Gambar 4.

Page 53: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1563

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

A B

Rata

-rata

Aspek yang dinilai

Kelas Eksperimen I

Kelas Eksperimen II

Gambar 4. Aspek jiwa kewirausahaan

Berdasarkan Gambar 4 terlihat

bahwa terdapat perbedaan antara kelas

eksperimen I dan kelas eksperimen II pada

aspek kreatif. Adanya perbedaan ini

dilakukan menggunakan analisis perbedaan

dua rata-rata melalui uji satu pihak kanan

dengan taraf signifikansi dan derajat

kebebasan berturut-turut adalah 5% dan 55.

Pada hasil observasi, rata-rata nilai aspek

kreatif kelas ekperimen I dan kelas

eksperimen II masing-masing sebesar 2,84

dan 2,79. Berdasarkan data tersebut, terlihat

bahwa kelas eksperimen memperoleh nilai

lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen

II. Adanya perbedaan ini disebabkan oleh

penerapan metode pembelajaran. Pada

kelas eksperimen menggunakan pembe-

lajaran berbasis proyek. Siswa kelas

eksperimen diminta untuk membuat produk

secara berkelompok, sehingga siswa

memiliki pengalaman dalam membuat

produk. Produk yang dibuat berupa yogurt,

es krim, selai, gel rambut, permen jahe, dan

susu kedelai. Sedangkan pada siswa kelas

eksperimen II tidak diminta untuk membuat

produk aplikasi dari koloid. Hal ini yang

menyebabkan kelas eksperimen mempunyai

skor lebih tinggi dari kelas eksperimen II

pada aspek kreatif. Pem-

belajaran berbasis proyek

dapat meningkatkan akti-

vitas dan keterlibatan siswa,

meningkatkan kreativitas,

serta menciptakan pem-

belajaran yang menyenang-

kan (Hutasuhut, 2010;

Prabowo, 2012; Wurdinger

& Qureshi, 2014; dan Sumarni, 2015).

Sedangkan untuk aspek inovatif

terlihat bahwa terdapat perbedaan antara

kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II.

Adanya perbedaan ini dilakukan meng-

gunakan analisis perbedaan dua rata-rata

melalui uji satu pihak kanan dengan taraf

signifikansi dan derajat kebebasan berturut-

turut adalah 5% dan 55. Pada hasil

observasi, rata-rata nilai aspek kerjasama

kelas ekperimen dan kelas eksperimen II

masing-masing sebesar 2,95 dan 2,59.

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa

kelas eksperimen memperoleh nilai lebih

tinggi dibandingkan kelas eksperimen II.

Siswa kelas eksperimen diminta untuk

membuat suatu produk. Dalam pembuatan

produk, siswa dituntut untuk menghasilkan

produk yang berbeda dari produk yang

sudah ada. Keadaan seperti ini menuntut

siswa untuk melakukan modifikasi terhadap

resep atau kemasan produk yang sudah

ada. Proses memodifikasi ini merupakan

sikap inovatif yang dimunculkan oleh siswa,

karena siswa menerima adanya perubahan

dengan harapan menciptakan produk yang

lebih baik. Tugas pembuatan produk juga

dapat membuat siswa tertarik terhadap

pembelajaran sehingga membuka pikiran

untuk menciptakan produk-produk yang lain.

Page 54: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1564 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1556 - 1565

Berdasarkan hasil penelitian, data

jiwa kewirausahaan siswa juga diperoleh

dari angket. Pembagian angket jiwa kewira-

usahaan dilakukan pada akhir pembelajar-

an, baik untuk kelas eksperimen I maupun

kelas eksperimen II. Pemberian angket pada

kelas eksperimen bertujuan untuk mengeta-

hui jiwa kewirausahaan siswa setelah

mendapat pembelajaran berbasis proyek.

Rata-rata nilai jiwa kewirausahaan siswa

kelas eksperimen I sebesar 25,60 termasuk

dalam kategori sangat baik. Sedangkan

rata-rata nilai jiwa kewirausahaan siswa

kelas eksperimen II sebesar 23,96 termasuk

dalam kategori baik.

Selain hasil observasi jiwa kewira-

usahaan, juga diperoleh data hasil observasi

proyek dan produk. Penilaian proyek

berdasarkan kriteria menentukan judul,

rancangan proyek, persiapan alat dan

bahan, keterampilan menggunakan alat,

kesesuaian langkah kerja dan keselamatan

kerja, kerjasama tim, ketepatan waktu,

penguasaan terhadap materi, penggunaan

media, dan respon terhadap kritik dan

saran, dan hail proyek, sedangkan penilaian

produk berdasarkan kriteria bentuk fisik,

inovatif, pemakaian bahan baku, dan man-

faat produk. Hasil penilaian proyek dan

produk dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil penilaian proyek dan produk

Berdasarkan hasil analisis proyek

pada Tabel 2 terlihat bahwa semua kelom-

pok siswa masuk dalam kategori sangat baik

dalam melaksanakan tugas proyek. Hal ini

menunjukkan bahwa siswa bersungguh-

sungguh dalam melaksanakan tugas

proyek, terlihat antusias siswa saat

melakukan proyek. Pada hasil analisis

produk pada Tabel 2 juga terlihat semua

kelompok termasuk dalam kategori sangat

baik saat menciptakan produk. Hal ini

menunjukkan bahwa siswa berhasil

membuat produk dari tugas proyek. Pada

saat melakukan penilaian produk dilakukan

dengan cara pameran. Setiap kelompok

menampilkan produknya di depan kelas,

sehingga dapat dilihat oleh kelompok lain.

Produk yang dibuat mempunyai kriteria

bentuk fisik, inovatif, pemakaian bahan

baku, manfaat dari produk yang hampir

sama dan menarik sesuai dengan kreativitas

siswa. Hal ini menunjukkan bahwa siswa

cukup kreatif dalam membuat produk.

Pembelajaran berbasis proyek merupakan

salah satu pembelajaran yang relevan

dengan melibatkan kreativitas yang ada

dalam diri mahasiswa (Widiyatmoko dan

Pamelasari, 2012).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat

diambil kesimpulan bahwa pembelajaran

berbasis proyek berkontribusi terhadap jiwa

kewirausahaan siswa. Pada hasil observasi,

terdapat perbedaan antara kelas

eksperimen I dan kelas eksperimen II.

Berdasarkan analisis deskriptif data angket

jiwa kewirausahaan, rata-rata kelas eks-

perimen sebesar 25,60 termasuk dalam

Kelompok Produk Penilaian

Proyek Produk

Kelompok 1 Ice cream 39,5 14 Kelompok 2 Selai nanas 41 16 Kelompok 3 Permen jahe 42 16 Kelompok 4 Gel rambut 39,5 14 Kelompok 5 Yogurt 40 16 Kelompok 6 Keju 38,5 14 Kelompok 7 Susu kedelai 39,3 13

Page 55: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1565

kategori sangat baik. Sedangkan rata-rata

nilai jiwa kewirausahaan siswa kelas

eksperimen II sebesar 23,96 termasuk

dalam kategori baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2012, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

Bas, G., dan Beyhan, O., 2010, Effects Of Multiple Intelligences Supported Project-Based Learning On Students’ Achievement Levels and Attitudes Towards English Lesson, International Electronic Journal of Elementary Education, Vol 2, No 3, Hal: 366-368.

Bas, G., 2011, Investigating The Effects Of Project-Based Learning On Student’s Academic Achievment And Attitudes Toward English Lesson, The Online Journal of New Horizons in Education, Vol 1, No 4, Hal: 1-15.

Bell, S., 2010, Project-Based Learning Of The 21

st Century, Skills For The

Future, The Clearing House, Vol 83, Hal: 39-43.

Cakici, Y., dan Turkmen, N., 2013. An Investigation of Effect of Project-Based Learning Approach on Children’s Achievement and Attitude In Science, The Online Journal of Science and Technology, Vol 3, No 2, Hal: 9-17.

Guo, S., dan Yang, Y. 2012, Project-Based Learning: An Effective Approach To Link Teacher Professional Development And Students Learning, Journal of Educational Technology Develpoment and Exchange, Vol 5, No 2, Hal: 41-56.

Hutasuhut, S., 2010, Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Pembangunan Pada Jurusan Manajemen FE UNIMED, Pebkis Jurnal, Vol 2, No 1, Hal: 196-207.

Johnson, C.S., dan Delawsky, S., 2013, Project Based Learning and Student Engagement, Academic Research International, Vol 4, No 4, Hal: 560-570.

Licht, M., 2014, Controlled Chaos, Project Based Learning, 31 March, Hal: 9-51.

Permendikbud, 2013, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013, Jakarta: Pemendikbud.

Prabowo, A., 2012, Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Pemahaman Mahasiswa atas Permasalahan Statistika pada Perkuliahan Studi Kasus dan Seminar, Jurnal Kreano, Vol 3, No 2, Hal: 1-9.

Purbalaksmi, Dantes, N. dan Suhandana, A., 2013, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Hasil Belajar Seni Rupa, e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 4.

Sudewi, G.A., Suharsono, N., dan Kirna, I.M., 2013, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada Siswa Kelas X Multimedia 3 SMK Negeri 1 Sukasada, e-Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 3.

Sumarni, W., 2015, The Strenghts and Weaknesses of The Implementation of Project Based Learning: A Review, International Journal of Science and Research, Vol 4, No 3, Hal: 478-484.

Susilowati, I., 2013, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Hasil Belajar Siswa Materi Sistem Pencernaan Manusia, Unnes Journal of Biology Education, Vol 2, No 1, Hal: 82-90.

Widiyatmoko, A. dan Pamelasari, S.D., 2012, Pembelajaran Berbasis Proyek Untuk Mengembangkan Alat Peraga Ipa Dengan Memanfaatkan Bahan Bekas Pakai, Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, Vol 1, No 1, Hal: 51-56.

Page 56: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1566 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1566 - 1574

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK BERBANTUAN E-LEARNING

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

Nur Jannatu Na’imah*, Supartono dan Sri Wardani Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang

Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan metode pembelajaran berbasis proyek berbantuan e-learning. Penelitian ini dilakukan di suatu SMA N di Mranggen. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest and postest group design. Sampel yang digunakan sebanyak dua kelas dengan teknik cluster random sampling. Metode pengumpulan data berupa metode tes dan observasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan uji t dan uji n gain. Hasil uji perbedaan rata-rata menunjukkan bahwa thitung 5,43 lebih besar dari tkritis 1,99 dengan taraf signifikansi 5%. Uji normalitas gain menunjukkan bahwa rata-rata hasil posttest mengalami peningkatan sebesar 0,57 dan 0,52 dengan kriteria sedang pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa ketercapaian indicator psikomotorik dan afektif menurut analisis deskriptif rata-rata kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Menurut analisis koefisien determinasi diperoleh hasil bahwa penelitian ini berkontribusi dalam meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 12,60%. Berdasarkan hasil analisis tersebut disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis proyek berbantuan e-learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Kata kunci: hasil belajar, pembelajaran berbasis proyek, e-learning

ABSTRACT

This research aims to improve student learning outcomes by applying methods project based learning assisted e-learning. The research was conducted at SMA in Mranggen. The research design was pretest and posttest group design. The sample used as much as two groups with cluster random sampling technique. The method of data collection which was utilized in this study was test and observation. Those data are analyzed using t test and normality gain. Based on the mean difference test showed tcalculated 5.43 greater than tcritical 1,99 with 5% significance level. Gain normality test showed that the posttest average increased by 0.57 and 0.52 with medium criteria at the experimental and control groups.The result of this study showed that achievement indicators psycomotor and affective according to descriptive analysis shows the average value of the experimental group better than the control group. According to the determination coefficient analysis showed that the study contributes to improving student learning outcome by 12.60%. Based on the results of the analysis concluded that the application of project based learning assisted e-learning was able to improve student learning outcomes. Keywords: learning outcomes, project based learning, e-learning

PENDAHULUAN

Pembangunan sumber daya manusia

(SDM) yang berkualitas sangat diperlukan

dalam menghadapi persaingan di berbagai

bidang kehidupan, terutama dapat

berkompetisi dalam penguasaan dan

pengembangan IPTEK (Sastrika, et al.,

2013). Pendidikan kimia sebagai salah satu

aspek pendidikan memiliki peranan penting

dalam peningkatan mutu pendidikan

khususnya dalam menghasilkan sumber

daya manusia yang mampu berpikir kritis,

Page 57: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Nur Jannatu Na’imah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis …. 1567

kreatif, dan mampu mengaplikasikan ilmu

pengetahuan dalam kehidupan sehari

hari.Seiring dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, semakin

mendorong upaya-upaya pembaharuan

dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi

dalam proses belajar (Akbar, 2012).

Perkembangan teknologi informasi dapat

meningkatkan kinerja dan memungkinkan

kegiatan dapat dilaksanakan dengan cepat,

tepat dan akurat, sehingga menghasilkan

produktivitas yang tinggi. E-learning sebagai

media elektronik dapat membawa dampak

perubahan pada proses pembelajaran.

Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya

dilakukan dengan tatap muka secara

langsung tetapi juga dapat menggunakan

media elektronik sebagai perantara

sehingga suasana belajar mengajar menjadi

lebih menarik, visual dan interaktif (Nugroho,

2014).

Salah satu kegiatan pembelajaran

kimia yang efektif dan benar-bena

rmencerminkan hakekat kimia itu sendiri

adalah melalui kegiatan praktikum. Secara

umum kegiatan praktikum merupakan unjuk

kerja yang ditampilkan guru atau siswa

dalam bentuk demonstrasi maupun

percobaan olehsiswa yang berlangsung di

laboratorium melalui eksperimen atau

proyek (Yance, 2013).

Hasil penelitian dengan penerapan

Project Based Learning dapat meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa (Addiin, et

al., 2014). Penerapan media pembelajaran

dengan e-learning berbasis edmodo blog

education mampu meningkatkan respons

motivasi dan hasil belajarsiswa (Wasis,

2013). Beberapa penelitian tersebut

menggambarkan bahwa penerapan

pembelajaran berbasis proyek berbantuan

e-learning mampu meningkatkan hasil

belajar siswa.

Pelaksanaan pembelajaran khusus-

nya pada mata pelajaran kimia

menunjukkan bahwa pencapaian hasil

belajar kognitif sudah baik namun belum

mengasah ketrampilan atau kemampuan

lain siswa. Hal ini terlihat dari partisipasi

siswa yang masih pasif, materi yang

diberikan belum mampu mengaplikasikan

pengetahuan untuk menyelesaikan

permasalahan dalam kehidupan nyata, serta

belum adanya aplikasi materi pembelajaran

pada kehidupan siswa sehingga siswa

kurang kreatif dan terampil serta mempunyai

pola pikir yang monoton. Sehingga tak

jarang mata pelajaran kimia kurang diminati

dan dianggap sebagai salah satu disiplini

lmu yang sukar. Oleh karena itu perlu

adanya suatu pembelajaran untuk

melengkapi metode ceramah yang dapat

mengaktifkan siswa dan menarik minat

siswa. Project Based Learning atau

pembelajaran berbasis proyek merupakan

salah satu alternatif pembelajaran yang bisa

digunakan tidak hanya untuk menilai aspek

kognitif, tetapi juga unjuk kerja siswa

(Hayati, et al., 2013). Metode ini cukup

efektif dan menantang sebagai alat untuk

membelajarkan siswa secara aktif karena

para siswa didorong untuk lebih mandiri,

dengan tidak bergantung sepenuhnya pada

guru, tetapi diarahkan untuk dapat belajar

mandiri (Muderawan, et al., 2013). Selain

itu, pembelajaran ini merupakan pengem-

bangan dari suatu pembelajaran

kontekstual yang efektif karena model

Page 58: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1568 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1566 - 1574

pembelajaran berbasis proyek sangat

berpotensi untuk membuat pengalaman

belajar yang lebih menarik dimana siswa

dituntut untuk berpikir kreatif dan dapat

bekerja secara tim atau kelompok untuk

membentuk kreativitas siswa dan

pengalaman belajar siswa dengan proyek

nyata.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1)

untuk mengetahui ada tidaknya

peningkatan penerapan pembelajaran

berbasis proyek berbantuan e-learning

terhadap hasil belajar siswa dan (2) untuk

mengetahui ada tidaknya kontribusi

penerapan pembelajaran berbasis proyek

berbantuan e-learning terhadap hasil

belajar siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di siatu SMA

di Mranggen pada materi kelarutan dan hasil

kali kelarutan. Metode yang digunakan

adalah pretest and postest control group

design untuk membandingkan hasil pretest

dan post-test kelas eksperimen dan kontrol

sehingga dapat diketahui kemampuan siswa

yang berkembang secara optimal

(Listyawati, 2012). Teknik yang digunakan

dalam menetapkan sampel kelas adalah

teknik cluster random sampling dengan

mengambil dua dari empat kelas.Variabel

bebas yang digunakan yaitu model

pembelajaran. Pada kelas eksperimen

diterapkan model pembelajaran berbasis

proyek berbantuan e-learning. Pada kelas

kontrol diterapkan proses pembelajaran

dengan metode diskusi berbantuan e-

learning dan variabel terikat yaitu hasil

belajar siswa serta variabel kontrolnya

berupa e-learning, kurikulum, mata

pelajaran, guru serta jumlah jam pelajaran

yang sama.

Metode pengambilan data dilakukan

dalam beberapa metode diantaranya adalah

metode dokumentasi, metode tes, metode

observasi dan metode angket untuk

mengungkapkan data tentang pelaksanaan

penerapan pembelajaran berbasis proyek

berbantuan e-learning materi kelarutan dan

hasil kali kelarutan pada peningkatan hasil

belajar siswa. Instrumen penelitian yang

mendukung dalam pengambilan data

berupa (1) soal pretest – posttest pilihan

ganda, (2) lembar observasi aspek afektif,

(3) lembar observasi aspek psikomotorik,

dan (4) lembar angket tanggapan siswa.

Data yang diperoleh kemudian

dianalisis dengan menggunakan teknik

analisis deskriptif kuantitatif berupa uji t dan

uji n gain. Analisis deskriptif pada lembar

observasi dan angket serta analisis

kuantitatif berupa uji t dan uji n gain pada

rata-rata hasil kognitif siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan memperoleh analisis data

peningkatan hasil belajar siswa pada aspek

psikomotorik, afektif dan kognitif serta

tanggapan siswa terhadap pembelajaran

berbasis proyek berbantuan e-learning. Data

penelitian pada ranah psikomotorik ini

diperoleh melalui hasil pengamatan selama

proses kegiatan belajar mengajar dengan

menggunakan rubrik penskoran berupa (1)

Persiapan praktikum (2) Kerjasama

kelompok (3) Penggunaan alat (4)

Penggunaan bahan (5) Pelaksanaan

Page 59: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Nur Jannatu Na’imah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis …. 1569

0

2

4

6

8

10

A B C D E F G

Rata

-rata

tia

p A

spek

Eksperimen Kontrol

praktikum (6) Kebersihan tempat dan alat (7)

Pembuatan laporan.Hasil belajar ranah

psikomotorik pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Hasil penilaian psikomotorik kelas eksperimen dan kelas kontrol

Berdasarkan hasil penilaian ranah

psikomotorik menunjukkan bahwa kelas

eksperimen terdapat 4 aspek yang memiliki

rata-rata sangat tinggi yaitu persiapan

praktikum, penggunaan alat, penggunaan

bahan dan pembuatan laporan. Sedangkan

3 aspek berikutnya termasuk dalam kategori

tinggi, yaitu kerjasama kelompok,

pelaksanaan praktikum, kebersihan tempat

dan alat. Hal ini disebabkan karena model

pembelajaran berbasis proyek berbantuan

e-learning memberikan kesempatan kepada

siswa untuk belajar melalui sumber yang

beragam dan berinovasi secara nyata

dengan menghasilkan produk yang

bermanfaat dari materi yang telah dipelajari

sehingga pembelajaran memberikan kesan

yang menyenangkan karena bersifat student

centered.

Pada kelas kontrol, hasil penilaian

ranah psikomotorik menunjukkan 2 aspek

yang memiliki rata-rata sangat tinggi yaitu,

penggunaan alat praktikum dan pembuatan

laporan. Sedangkan 5

aspek berikutnya

termasuk dalam kategori

tinggi yaitu persiapan

praktikum, kerjasama

kelompok, penggunaan

bahan pelaksanaan

praktikum, kebersihan

tempat dan alat. Hal ini

disebabkan karena kelas

kontrol menggunakan

model pembelajaran konvensional yang

dilengkapi dengan metode diskusi, tanya

jawab dan percobaan sederhana. Rerata

nilai aspek afektif siswa pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol mencapai

84,32% dan 79%. Presentase skor ini sudah

termasuk dalam kriteria baik.

Data penelitian pada ranah afektif ini

diperoleh melalui hasil pengamatan selama

proses kegiatan belajar mengajar dengan

menggunakan rubrik penskoran berupa (1)

kehadiran, (2) disiplin, (3) disiplin tugas, (4)

ketepatan waktu mengumpulkan tugas, (5)

keaktifan, (6) tanggungjawab, (7) rasa ingin

tahu, (8) kerjasama, (9) teliti, dan (10)

penugasan proyek. Hasil belajar ranah

afektif pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol ditunjukkan pada Gambar 2.

Page 60: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1570 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1566 - 1574

0

1

2

3

4

5

6

7

8

A B C D E F G H I J

Rata

-rata

tia

p A

spek

Eksperimen Kontrol

Gambar 2. Hasil penilaian afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol

Berdasarkan hasil penilaian ranah

afektif menunjukkan bahwa kelas

eksperimen terdapat 4 aspek yang memiliki

rata-rata sangat tinggi yaitu kehadiran,

disiplin, rasa ingin tahu dan penugasan

proyek. Sedangkan 6 aspek berikutnya

termasuk dalam kategori tinggi, yaitu

disiplin mengerjakan tugas individu,

kelengkapan dan ketepatan waktu

mengerjakan tugas, keaktifan,

tanggungjawab, kerjasama, dan teliti. Hal ini

disebabkan karena model pembelajaran

berbasis proyek berbantuan e-learning

memberikan kesempatan kepada siswa

untuk berpartisipasi secara aktif terhadap

pembelajaran yanng melibatkan siswa

secara dalam suatu pembelajaran sehingga

mampu memberikan kesan yang

menyenangkan dan membangkitkan

motivasi serta minat belajar siswa.

Pada kelas kontrol, hasil penilaian

ranah afektif menunjukkan 3 aspek yang

memiliki rata-rata sangat tinggi yaitu,

kehadiran, disiplin, dan penugasan proyek.

Sedangkan 7 aspek berikutnya terma-suk

dalam kategori tinggi yaitu disiplin

mengerjakan tugas

individu, kelengkapan dan

ketepatan waktu menger-

jakan tugas, keaktifan,

tanggungjawab, rasa

ingin tahu, kerjasama,

dan teliti. Hal ini

disebabkan karena pada

kelas kontrol menggu-

nakan model pembela-

jaran konvensional yang dilengkapi dengan

metode diskusi, tanya jawab dan percobaan

sederhana. Rerata nilai aspek afektif siswa

pada kelas eksperimen dan kontrol

mencapai 81,34% dan 79,59%. Presentase

skor ini sudah termasuk dalam kriteria baik.

Rata-ratapretest dan post-testhasil

belajar pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol sebesar 53,17 ; 47,88 dan 80,02 ;

75,03, sehingga menunjukkan adanya

perbedaan rata-rata pada hasil belajar. Nilai

tersebut akan digunakan pada analisis uji t

(perbedaan rata-rata), uji n gain (pening-

katan hasil belajar) dan uji ketuntasan hasil

belajar. Pada uji perbedaan rata-rata,

diperoleh thitung sebesar 5,43 lebih besar dari

tkritis dengan derajat kebebasan 79 pada

taraf signifikansi 5% sebesar 1,99. Hal ini

menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar

siswa kelas eksperimen lebih baik daripada

kelas kontrol.

Analisis uji normalitas gain (n-gain)

terhadap peningkatan hasil belajar siswa

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

adalah sebesar 0,57 dan 0,52 dengan

kriteria peningkatan sedang. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan hasil

belajar siswa pada kelas eksperimen lebih

baik daripada kelas kontrol.

Page 61: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Nur Jannatu Na’imah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis …. 1571

Pada uji ketuntasan hasil belajar,

diperoleh thitung pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol sebesar 7,08 dan 2,42 dengan

tkritis pada derajat kebebasan 40 dengan

taraf signifikansi 5% untuk kelas eksperimen

dan kelas kontrol adalah 2,021 dan 2,023.

Karena thitung lebih besar dari ttabel, maka baik

kelas eksperimen dan kelas kontrol telah

mencapai ketuntasan hasil belajar dengan

presentase ketuntasan belajar klasikal

sebesar 92,68% dan 72,50%.

Hipotesis untuk mengetahui

besarnya pengaruh penerapan pem-

belajaran berbasis proyek berbantuan e-

learning terhadap peningkatan hasil belajar

siswa, digunakan rumus korelasi biserial.

Dari hasil analisis data, diperoleh harga

koefisien korelasi biserial sebesar 0,355

pada kategori rendah. Selanjutnya dengan

menggunakan koefisien determinasi menun-

jukkan bahwa penerapan pembelajaran

berbasis proyek berbantuan e-learning

memberikan kontribusi sebesar 12,60%

terhadap peningkatan hasil belajar siswa.

Berdasarkan analisis data yang telah

dilakukan, hasil belajar kimia materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan pada

ranah psikomotorik menunjukkan bahwa

nilai rata-rata kelas eksperimen lebih baik

daripada kelas kontrol. Berdasarkan 7

aspek yang diamati, rata-rata hasil belajar

ranah psikomotorik siswa kelas eksperimen

sebesar 84,32 dengan criteria sangat tinggi

untuk setiap pertemuan, sedangkan rata-

rata siswauntuk kelas kontrol sebesar 79,00

dengan kriteria tinggi. Selanjutnya, hasil

belajar kimia pada ranah afektif

menunjukkan bahwa aktivitas siswa kelas

eksperimen lebih baik daripada kelas

kontrol. Berdasarkan 10 aspek yang diamati,

rata-rata hasil belajar ranah afektif siswa

kelas eksperimen sebesar 81,34 dengan

criteria tinggi untuk setiap pertemuan,

sedangkan rata-rata siswa untuk kelas

kontrol sebesar 79,59 dengan kriteria tinggi.

Pada ranah kognitif menunjukkan bahwa

setelah adanya perlakuan melalui

penerapan pembelajaran berbasis proyek

berbantuan e-learning pada kelas ekspe-

rimen memiliki nilai rata- rata yang lebih

tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata

kelas kontrol yaitu sebesar 80,02 dan 75,03

untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Pada dasarnya, pembelajaran ber-

basis proyek merupakan model

pembelajaran yang menuntut siswa untuk

berpartisipasi secara aktif baik secara

individu maupun berkelompok melalui

kerjasama sehingga melibatkan siswa dalam

investigasi pemecahan masalah. Melalui

pembelajaran berbasis proyek, selain hasil

belajar pada ranah kognitif, kemampuan lain

siswa seperti kreativitas dan motivasi belajar

dapat meningkat (Pradita, et al., 2015). Hal

ini yang menjadi landasan dari aspek

penilaian ranah psikomotorik selama proses

pembelajaran berlangsung menunjukkan

bahwa siswa mampu melaksanakan setiap

tahapan proyek dengan baik sesuai dengan

kriteria penilaian yang sudah ditetapkan.

Selain itu, hasil belajar siswa pada ranah

afektif menyimpulkan bahwa dari setiap

aspek pengamatan ternyata memiliki kriteria

yang baik pada kebanyakan siswa yang

belajar dengan penerapan pembelajaran

berbasis proyek. Dalam pelaksanaannya,

model pembelajaran berbasis proyek

dilakukan dengan metode percobaan

Page 62: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1572 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1566 - 1574

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

A B C D E F G H I J K L M

Rata

-rata

tia

p a

spek

Eksperimen

berupa proyek, demonstrasi, diskusi dan

tanya jawab serta ceramah. Dengan model

pembelajaran berbasis proyek yang

diterapkan melalui metode praktikum

mampu menjadikan siswa lebih kreatif dan

inovatif, berfikir kritis, serta mengaplikasikan

materi yang didapatkan dalam kehidupan

sehari-hari.

Berdasarkan analisis data hasil

belajar kimia siswa pada ranah

psikomotorik, afektif dan kognitif diatas,

maka hipotesis dalam penelitian ini dapat

dikatakan berpengaruh dalam rangka

peningkatan hasil belajar melalui

pembelajaran berbasis proyek berbantuan

e-learning. Pada ranah kognitif, perlakuan

pembelajaran berbasis proyek pada kelas

eksperimen membiasakan siswa untuk

berpikir kritis dan kreatif dalam menghadapi

permasalahan yang diberikan dalam bentuk

proyek nyata (Anggriani,

et al., 2012). Pada

pelaksanaannya, siswa

diberikan kerangka

proyek yang dapat

menuntun siswa dalam

menemukan solusi

masalah sehingga

mampu menyelesaikan

proyek sesuai dengan

waktu yang telah ditentukan. Oleh karena

itu, pembelajaran berbasis proyek bukan

sekedar memberikan pengetahuan

mengenai konsep dasar kimia tetapi juga

menjadikan pengetahuan itu lebih bermakna

melalui kegiatan proyek yang mampu

mengubah konsep yang selama ini bersifat

abstrak menjadi nyata. Sehingga konsep

tersebut dapat bertahan lama dalam pikiran

siswa (Lukman, et al., 2015). Hal ini

dibuktikan dengan meningkatnya hasil

belajar kimia siswa dalam ranah kognitif.

Jika ditinjau dari Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM) yang ditentukan sekolah yaitu 75,

hasil belajar siswa pada kelas eksperimen

telah mencapai KKM dibandingkan dengan

kelas kontrol yang belum semuanya

mencapai KKM.

Data analisis tanggapan siswa

diperoleh melalui pengisian lembar angket

setelah pembelajaran selesai dilakukan

dengan kriteria (1) menarik (2) mudah (3)

memahami materi (4) bermanfaat (5)

kreativitas (6) kejujuran (7) komunikasi lisan

(8) komunikasi tertulis (9) menghargai

pendapat (10) tanggungjawab (11)

kerjasama (12) kebersaman antar teman

dan (13) partisipasi aktif dapat dilihat pada

Gambar 3.

Gambar 3. Hasil analisis tanggapan siswa

terhadap pembelajaran

Dari hasil analisis angket tanggapan

siswa, dapat disimpulkan bahwa siswa

menyukai pembelajaran kimia dengan

menerapkan metode pembelajaran berbasis

proyek berbantuan e-learning karena lebih

menyenangkan, menarik, mendorong siswa

Page 63: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Nur Jannatu Na’imah, dkk., Penerapan Pembelajaran Berbasis …. 1573

untuk berinovasi, bermanfaat dalam

kehidupan sehari-hari dan dapat membuat

siswa lebih mudah dalam memahami materi.

Hal ini dapat dilihat dari peningkatan siswa

dalam bertanya saat pembelajaran dan

peningkatan motivasi dalam belajar. Selain

itu, siswa merasa dengan adanya

pembelajaran berbasis proyek berbantuan

e-learning dapat meningkatkan kecakapan

dalam bekerjasama secara kelompok,

berinovasi menciptakan sesuatu hal yang

baru, memanfaatkan sumber belajar yang

ada dan teknologi yang bermanfaat dalam

dunia pendidikan.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis hasil dan

pembahasan dapat diambil kesimpulan

bahwa penerapan pembelajaran berbasis

proyek berbantuan e-learning dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Pada

aspek kognitif menunjukkan bahwa terdapat

peningkatan hasil belajar siswa pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,57

dan 0,52 dengan kriteria sedang melalui uji

normalitas Gain. Selain itu, hasil belajar

siswa memiliki perbedaan rata-rata yang

lebih baik pada kelas eksperimen

dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini

disebabkan adanya pengaruh pembelajaran

berbasis proyek berbasis e-learning

terhadap hasil belajar kimia siswa kelas XI

sebesar 12,60%. Pembelajaran berbasis

proyek berbantuan e-learning berpengaruh

terhadap peningkatan hasil belajar siswa

baik psikomotorik, afektif dan kognitif.

DAFTAR PUSTAKA

Addiin, I., Redjeki, T. dan Ariani, S.R.D., 2014, Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Pada Materi Pokok Larutan Asam Dan Basa Di Kelas XI IPA 1 SMA N 2 karanganyar tahun ajaran 2013/ 2014, Jurnal Pendidikan Kimia Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret, Vol 3, No 4, Hal: 7-16.

Akbar, S.A., 2012, Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Komputer Pada Mata Pelajaran Seni Budaya Semester Ganjil Kelas X SMK Muhammadiyah 2 Kediri Tahun 2011/2012, Artikel Universitas Negeri Malang Fakultas Sastra Program Studi Pendidikan Seni Rupa.

Anggriani, W., Ariani, S.R.D. dan Sukardjo, J., 2012, Pengaruh Pembelajaran Kimia Dengan Pendekatan CTL Melalui Metode Eksperimen dan Proyek Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Minat Berwirausaha Siswa pada Materi Destilasi Kelas X SMK N 2 sukoharjo tahun ajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Kimia Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret, Vol 1, No 1, Hal: 80-88.

Hayati, M.N., Supardi, K.I. dan Miswadi, S.S., 2013, Pengembangan Pembelajaran IPA SMK dengan Model Kontekstual Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa, Jurnal Pendidikan Program Studi IPA FMIPA UNNES Semarang, Vol 2, No 1, Hal: 53-58.

Listyawati, M., 2012, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu di SMP, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, Vol 1, No 1, Hal: 61-70.

Page 64: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1574 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1566 - 1574

Lukman, L.A., Martini, K.S. dan Utami, B., 2015, Efektivitas Metode Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Disertai Media Mind Mapping Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Pokok Sistem Koloid di kelas XI IPA SMA Al Islam 1 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014, Jurnal Pendidikan Kimia Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret, Vol 4, No 1, Hal: 113-19.

Muderawan, I.W., Siwa, I.B. dan Tika, I.N., 2013, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek dalam Pembelajaran Kimia terhadap Keterampilan Proses Sains Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa, e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA, Vol 3.

Nugroho, A.A., 2014, Pengembangan Media Pembelajaran Matematika dengan Strategi Project Based Learning Berbantuan Edmodo pada Mata Kuliah Statistik Dasar, Jurnal Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas PGRI Semarang.

Pradita, Y., Mulyani, B. dan Redjeki, T., 2015, Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa Pada Materi Pokok Koloid Kelas XI IPA Semester Genap Madrasah Aliyah Negeri Klaten Tahun Pelajaran 2013/2014, Jurnal Pendidikan Kimia Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret, Vol 4, No 1, Hal: 89-96.

Sastrika, I.A.K., Sadia, I.W. dan Muderawan, I.W., 2013, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Pemahaman Konsep Kimia Dan Keterampilan Berpikir Kritis, e-Jounal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA, Vol 3.

Wasis, A.S., 2013, Penggunaan Media Pembelajaran Fisika dengan E-Learning Berbasis Edmodo Blog Education Pada Materi Alat Optik untuk Meningkatkan Respons Motivasi dan Hasil belajar Siswa di SMP Negeri 4 surabaya, Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, Vol 2, No 3, Hal: 187-90.

Yance, R.D., 2013, Pengaruh Penerapan Model Project Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA N 1 Batipuh Kabupaten Tanah Datar, Pillar of Physics Education, Hal: 48-54.

Page 65: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1575

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN AUTENTIK UNTUK MENGUKUR KOMPETENSI PESERTA DIDIK

MATERI SENYAWA HIDROKARBON

Nino Nurjananto* dan Ersanghono Kusumo Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang

Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected],

ABSTRAK

Pada proses penilaian diperlukan instrumen penilaian yang dapat mengukur semua aspek kompetensi peserta didik yang menuntut peserta didik untuk aktif, salah satunya dengan menerapkan penilaian autentik. Subjek penelitian ini yaitu peserta didik suatu SMA di Bergas. Tujuan penelitian adalah mengembangkan instrumen penelitian autentik pada materi senyawa hidrokarbon yang valid, reliabel, dan efektif. Jenis penelitian ini adalah Research and Development. Prosedur pengembangan produk melalui tahap pendahuluan dan pengembangan. Pada tahap pendahuluan terbagi menjadi dua, yaitu studi empirik dan studi pustaka. Tahap pengembangan melalui beberapa bagian, yaitu 1) menyusun jenis instrumen, 2) validasi pakar, 3) uji coba skala kecil, 4) uji coba skala besar dan 5) implementasi produk. Pada penelitian ini disusun instrumen penilaian autentik pada materi senyawa hidrokarbon. Hasil analisis validasi pakar diperoleh nilai validasi instrumen 3,52 dengan kategori sangat baik. Hasil uji coba dan implementasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa instrumen penilaian autentik dinyatakan reliabel. Hasil analisis uji coba skala kecil menunjukkan reliabilitas instrumen sebesar 0,88 dan skala besar diperoleh sebesar 0,88. Hasil tahap implementasi diperoleh angka reliabilitas instrumen sebesar 0,86. Tingkat keefektifan instrumen pada tahap uji coba mencapai 95,67% dengan kategori sangat baik dan pada tahap implementasi mencapai 95,58% dengan kategori sangat baik. Hasil penelitian memperoleh instrumen penilaian autentik yang telah dinyatakan valid, reliabel, dan efektif.

Kata kunci: Instrumen penilaian, penilaian autentik, senyawa hidrokarbon

ABSTRACT

The assessment process required instruments that can measure all aspects of the competence of learners and they are actively involved in the assessment process by implementing one application of authentic assessment. The subjects is SMA in Bergas. The purpose of this research is to develop authentic research instruments to the hydrocarbon material in X grade are valid, reliable, and effective. This research is a Research and Development. Product development procedures phase through preliminary stage and development stage. Preliminary stage is divided into empirical studies and literature. Development stage is performed through several parts, 1) develop the type of instrument, 2) validation of experts, 3) small-scale trials, 4) large-scale trials and 5) the implementation of the product. In this study the type of instrument that is composed of authentic assessment instrument in hydrocarbon material. The results of the analysis of the expert validation instruments authentic assessment instrument validation value of 3.52 was obtained with a very good category. The results of the testing and implementation of this study indicate that the instrument can be declared reliable authentic assessment. The results of the analysis of small-scale trials showed reliability of the instrument was 0.88 and on a large-scale instrument reliability obtained by 0.88. The results obtained by the implementation phase of instrument reliability of the instrument was 0.86. The effectiveness of the instrument in the test phase reaches 95.67% with very good categories and at the implementation stage reached 95.58% with very good category. The results of the research and development of authentic assessment instruments have been declared valid, reliable, and effective.

Keywords: assessment instruments, authentic assessment, hydrocarbon compounds

Page 66: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1576 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1575 - 1584

PENDAHULUAN

Penilaian hasil belajar harus

dilakukan dengan baik agar mendapatkan

informasi yang tepat dan bermanfaat dalam

perbaikan proses pembelajaran. Penilaian

hasil belajar yang kurang baik meng-

akibatkan informasi yang didapatkan juga

kurang tepat sehingga tidak tercapai tujuan

pendidikan yang sesungguhnya. Penilaian

berperan sebagai program penilaian proses,

kemajuan belajar, dan hasil belajar peserta

didik (Docktor dan Heller, 2009). Dewasa ini

metode penilaian hasil belajar yang

dilakukan oleh guru masih menggunakan

metode penilaian dengan teknik tes saja.

Metode penilaian hasil belajar dengan teknik

tes tidak mampu mengukur semua aspek

dalam belajar karena tes hanya dapat

mengungkapkan kompetensi pengetahuan

(Ovianti, 2013). Salah satu bentuk penilaian

yang menekankan ketiga kompetensi di atas

melalui sebuah penilaian yang menitik

beratkan pada proses pembelajaran bukan

pada hasil adalah penilaian autentik.

Penilaian autentik sebagai kegiatan

menilai peserta didik yang menekankan

pada apa yang seharusnya dinilai, baik

proses maupun hasil dengan berbagai

instrumen penilaian yang disesuaikan

dengan tuntutan kompetensi (Kunandar,

2013). Tujuan dari penilaian autentik adalah

untuk memberikan informasi yang valid dan

akurat tentang apa yang diketahui serta

dapat dilakukan oleh peserta didik

(Mundilarto, 2010). Berbeda dengan

penilaian tradisional yang cenderung hanya

memilih respons yang tersedia, sedangkan

dalam penilaian autentik peserta didik

menampilkan atau mengerjakan suatu tugas

atau proyek. Dewasa ini sistem penilaian

yang dilakukan masih berorientasi pada

paper and pencil test yang hanya mengukur

kompetensi pengetahuan saja (Astuti, 2012).

Hasil wawancara dengan guru kimia suatu

SMA Negeri di Bergas menunjukkan bahwa

instrumen penilaian yang digunakan masih

mengukur aspek hafalan dan pemahaman.

Belum adanya instrumen penilaian yang

dapat mengukur semua kompetensi peserta

didik mengakibatkan kurang terpantaunya

perkembangan kompetensi peserta didik

selama mengikuti pembelajaran. Berdasar-

kan hal tersebut, dilakukan penelitian

pengembangan instrumen penilaian autentik.

Instrumen penilaian yang dikem-

bangkan dalam penelitian ini adalah

instrumen penilaian autentik yang dapat

mengukur semua kompetensi peserta didik

pada materi senyawa hidrokarbon.

Instrumen penilaian autentik yang dikem-

bangkan yaitu lembar observasi penilaian

sikap untuk mengukur kompetensi sikap,

lembar penilaian kerja praktikum, lembar

penilaian proyek, dan lembar penilaian

performa presentasi dan peer assessment

untuk mengukur kompetensi keterampilan,

pretest dan posttest untuk mengukur

kompetensi pengetahuan.

Tujuan penelitian adalah 1) Me-

ngembangkan instrumen penilaian autentik

dalam mengukur ketercapaian kompetensi

peserta didik kelas X pada materi senyawa

hidrokarbon, 2) Memperoleh instrumen

penilaian autentik yang valid, reliable dan

efektif, 3) Memperoleh instrumen penilaian

yang dapat mengukur kompetensi peserta

didik secara berimbang baik kompetensi

Page 67: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1577

sikap, kompetensi pengetahuan, dan

kompetensi keterampilan.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di suatu SMA di

Bergas, Kab. Semarang, Jawa Tengah

dengan kelas XI IPA 1 sebagai subjek uji

coba skala kecil, kelas X 5 sebagai subjek

uji coba skala besar, dan kelas X 6 sebagai

subjek uji coba tahap implementasi. Subjek

uji coba yaitu peserta didik yang dipilih

secara acak. Jenis penelitian termasuk

Research and Development (R&D) yaitu

penelitian pengembangan instrumen

penilaian autentik. Jenis penelitian R&D

yang digunakan dalam penelitian ini,

mengacu Sugiyono (2009) yang diadaptasi

sesuai dengan kebutuhan penelitian yang

terdiri atas (1) pendefinisian dengan

melakukan studi pendahuluan yang meliputi

studi empirik dan studi putaka; (2) desain

produk dan validasi; (3) pengembangan

dimulai dari uji coba skala kecil, dan uji coba

skala luas; (4) implementasi, merupakan

tahapan terakhir sebelum produk

pengembangan dipublikasikan; (5) produk

jadi, setelah dilakukan implementasi,

validasi, uji reliabilitas, uji keefektifan dan

revisi akhir, maka produk siap untuk

diproduksi masal dan dipublikasikan. Waktu

penelitian dimulai dari bulan April sampai

Juni 2014.

Tahap penelitian ini dibagi menjadi

empat tahap, yaitu pendefinisian, desain,

pengembangan, dan implementasi. Pende-

finisian meliputi dua tahapan yaitu studi

lapangan, yang dilakukan untuk mendapat

informasi berupa jenis instrumen penilaian

kimia yang digunakan di sekolah, mengkaji

sarana prasarana sekolah, dan proses

pembelajaran kimia. Studi literatur dengan

mencari referensi mengenai kriteria

pengembangan penilaian autentik.

Desain produk diawali dengan

menyusun instrumen penilaian autentik

berdasar studi empirik dan studi pustaka.

Kemudian desain awal instrumen penilaian

autentik divalidasi oleh pakar penelitian

pendidikan, pakar penilaian hasil belajar,

pakar bahasa, pakar kimia, dan praktisi

lapangan. Setelah divalidasi, instrumen

penilaian mengalami beberapa kali revisi

untuk memperbaiki instrumen penilaian

yang dikembangkan sehingga layak untuk

diujicobakan di kelas uji coba. Perbaikan

dan penyempurnaan instrumen penilaian

dilakukan dengan arahan, bimbingan serta

masukan dari validator.

Tahap pengembangan selanjutnya

yaitu develop, dilakukan pengujian kualitas

instrumen dengan mengujicobakan pada

skala kecil.. Perbaikan dilakukan untuk

menyempurnakan instrumen penilaian

autentik dari kekurangan pada tahap uji

coba skala kecil. Kemudian instrumen

diujicobakan pada uji coba skala besar

dengan 30 peserta didik sebagai subjek uji

coba. Perbaikkan dilakukan kembali

terhadap kekurangan-kekurangan yang

masih pada instrumen. Instrumen penilaian

autentik selanjutnya diimplementasikan.

Data kualitatif diolah dengan

menggunakan tenik penjumlahan sederhana

kemudian dilakukan kategorisasi. Untuk

mengetahui kualitas instrumen penilaian

autentik maka dilakukan validasi, uji

reliabilitas, dan keefektifan. Validitas

Page 68: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1578 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1575 - 1584

instrumen penilaian ditentukan dari validasi

pakar. Perhitungan reliabilitas soal tes

menggunakan rumus alpha-cronbach.

Perhitungan reliabilitas lembar observasi

penilaian sikap, lembar penilaian kerja

praktikum, lembar penilaian proyek, dan

lembar observasi penilaian performa pre-

sentasi dan peer assessment meng-

gunakan rumus kesepakatan antar

raters. Efektifitas instrumen

penilaian dapat dilihat dari hasil respon

subjek uji coba.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi pustaka yang telah dilakukan

memperoleh informasi bahwa hasil belajar

peserta didik merupakan kompetensi-

kompetensi yang diperoleh peserta didik

melalui proses pembelajaran. Kompetensi

yang dimaksud yaitu kompetensi penge-

tahuan, kompetensi sikap, dan kompetensi

keterampilan. Masing-masing kompetensi

perlu untuk dipantau perkembangannya

melalui panduan instruksi dari sebuah

proses penilaian (Palm, 2008). Sehingga

proses penilaian harus mencakup ketiga

kompetensi tersebut. Salah satu instrumen

penilaian yang menekankan ketiga

kompetensi tersebut adalah instrumen

penilaian autentik.

Hasil studi empirik dengan

observasi pada subjek penelitian didapatkan

bahwa lingkungan sekolah subjek penelitian

yang jauh dari keramaian membuat iklim

yang kondusif untuk menunjang proses

pembelajaran. Fasilitas dalam setiap ruang

kelas sangat menunjang keberlangsungan

proses pembelajaran. Proses pembelajaran

yang berjalan juga menerapkan student

centre. Akan tetapi sistem penilaian yang

digunakan khususnya pada materi senyawa

hidrokarbon kelas X masih berupa penilaian

trdisional yang hanya berupa tes saja belum

menerapkan penilaian autentik. Perban-

dingan penilaian tradisional dengan

penilaian autentik yang dikembangkan pada

penelitian ini dipaparkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan instrumen penilaian tradisional dengan penilaian autentik

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat

bahwa proses penilaian tradisional yang

dilakukan di sekolah, subjek penelitian

hanya mengukur kompetensi pengetahuan

saja padahal hasil belajar peserta didik

meliputi ketiga kompetensi. Belum adanya

instrumen untuk mengukur kompetensi

sikap dan keterampilan mengakibatkan tidak

terpantaunya perkembangan kompetensi

sikap dan keterampilan peserta didik.

Berbeda dengan penilaian autentik yang

dapat mengukur ketiga kompetensi peserta

didik sesuai dengan kebutuhan. Proses

penilaian yang dilakukan juga tidak

melibatkan peserta didik sebagai subjek

pembelajaran. Peran aktif peserta didik

Kompetensi Penilaian

Tradisional Penilaian Autentik

Kompetensi sikap

- Lembar observasi penilaian sikap

Kompetensi keterampilan

- Lembar observasi performa presentasi dan peer assessment Lembar penilaian proyek Lembar penilaian kerja praktikum

Kompetensi pengetahuan

Soal pilihan ganda

Soal pretest dan posttest

Page 69: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1579

dalam proses penilaian menjadikan

penilaian yang dilakukan transparan dan

dapat menghindari subjektifitas (Amo, 2011).

Berdasarkan Tabel 1, maka ran-

cangan instrumen penilaian autentik sudah

mewakili penilaian masing-masing kom-

petensi. Penilaian autentik mampu

membantu guru dalam melakukan penilaian

hasil belajar peserta didik yang mencakup

kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan

sikap (Purwanti, 2013). Lembar observasi

penilaian sikap disusun menggunakan

sistem penyekoran melalui rubrik. Lembar

observasi ini menunjukkan kompetensi sikap

dari peserta didik selama mengikuti proses

pembelajaran. Kompetensi sikap yang dinilai

antara lain jujur, disiplin, tanggungan jawab,

toleransi, sopan dan santun, gotong royong,

dan percaya diri yang dikembangkan

kedalam 10 aspek pada lembar observasi

penilaian sikap. Rubrik lembar observasi

penilaian sikap terdiri atas 10 aspek dengan

menggunakan skala 1 hingga 3. Kompetensi

sikap juga bagian terpenting dalam suatu

penilaian. Adanya lembar observasi

penilaian sikap akan memacu peserta didik

dalam mengoptimalkan sikap mereka

selama proses pembelajaran (Qomari,

2008).

Lembar observasi performa presen-

tasi merupakan instrumen penilaian autentik

yang dapat mengukur kompetensi

keterampilan. Proses penilaian pada lembar

observasi performa presentasi dan peer

assessment mengharuskan peserta didik

mengkomunikasikan hasil diskusi kelom-

poknya dalam diskusi kelas. Pengamatan

juga dilakukan oleh teman sejawat sebagai

peer assessment. Penilaian teman sejawat

memberikan dampak positif bagi peserta

didik yaitu memotivasi peserta didik dalam

meningkatkan hasil belajarnya. Penilaian

teman sejawat membantu per-kembangan

rasa saling menghargai dan hubungan antar

pribadi pada internal kelas (Yanbin dan Min,

2005). Penelitian ini juga memberikan

pelatihan kepada peserta didik tentang

kesadaran diri untuk belajar dari kesuksesan

dan kekurangan peserta didik lainnya.

Penggunaan penilaian teman sejawat dapat

mengembangkan kesadaran peserta didik

untuk bertanggung jawab terhadap proses

belajarnya dan meningkatkan kesadaran diri

tentang apa yang perlu mereka ketahui

(Syahrul, 2009).

Lembar penilaian proyek terdiri atas

4 aspek yaitu kesuaian tema dan judul,

penggunahan bahan acuan yang relefan,

kerincian analisis, dan laporan. Proses

pengambilan data pada lembar penilaian

proyek menggunakan rubrik, dilakukan oleh

dua mahapeserta didik dan satu guru

sebagai pengamat. Rubrik berfungsi untuk

mengenal pasti pencapaian pelajar (Peirce,

2006). Oleh karena itu, rubrik dijadikan

suatu alat penilaian yang sangat hebat

dalam pengajaran maupun penilaian.

Adanya rubrik lembar penilaian proyek

dengan menggunakan beberapa indikator

berpengaruh besar terhadap reliabilitas

suatu instrumen (Frey, et al., 2012).

Penilaian melalui rubrik menjadikan

penilaian yang dilakukan oleh para

pengamat menjadi terarah. Penilaian

dilakukan setelah peserta didik diberikan

tugas proyek berupa laporan analisis

senyawa hidrokarbon dalam kehidupan

sehari-hari. Lembar penilaian proyek yang

Page 70: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1580 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1575 - 1584

disusun secara transparan dapat mening-

katkan kompetensi keterampilan peserta

didik dalam membuat tugas sebaik–baiknya

(Rahayu, 2012).

Lembar penilaian kerja praktikum

juga merupakan salah satu instrumen untuk

mengukur kompetensi keterampilan. Proses

pengambilan data pada lembar penilaian

kerja praktikum dilakukan oleh dua

mahasiswa dan satu guru sebagai

pengamat. Peserta didik secara berke-

lompok melakukan praktikum identifikasi

unsur–unsur penyusun senyawa hidro-

karbon dan pengamat bertugas menilai

aktifitas yang dilakukan peserta didik. Hasil

pengembangan lembar penilaian ini ter-

susun di dalam rubrik yang terdiri atas 5

aspek. Keseluruhan aspek dalam lembar

penilaian kerja praktikum adalah untuk

mengukur keterampilan peserta didik saat

melakukan kegiatan laboratorium. Semakin

jelas panduan penilaian kerja,

semakin me-motivasi peserta

didik dalam menca-pai nilai

yang optimal (Keppell, et al.,

2006).

Penilaian aspek kom-

petensi pengetahuan meng-

gunakan soal uraian yaitu pretest dan

posttest. Soal tersebut dilengkapi dengan

kisi-kisi soal dan panduan penilaiannya.

Pretest dan posttest masing–masing terdiri

atas 5 soal uraian. Materi pretest dan

posttest adalah senyawa hidrokarbon kelas

X. Instrumen soal pretest dan posttest dapat

mengukur kompetensi pengetahuan peserta

didik dalam memahami suatu materi

pembelajaran (Kunandar, 2013). Instrumen

ini dapat dijadikan pedoman keberhasilan

peserta didik dalam suatu proses belajar

mengajar.

Pengujian kualitas instrumen di-

lakukan melalui validasi pakar dan uji

reliabilitas. Validasi yang dilakukan yaitu

validasi isi dari instrumen penilaian autentik.

Hal ini menunjukkan bahwa validasi pakar

menjadi bagian yang penting untuk memulai

pengembangan (Ovianti, 2013). Instrumen

penilaian autentik dinyatakan valid apabila

nilai rata-rata skor hasil validasi mencapai

kategori baik atau sangat baik. Revisi

dilakukan untuk perbaikan instrumen yang

dikembangkan selama proses validasi.

Revisi instrumen penilaian autentik dila-

kukan dibawah bimbingan dan arahan pakar

sebagai validator. Hasil analisis tahap

validasi pakar untuk instrumen penilaian

autentik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis validasi pakar

instrumen penilaian autentik

Berdasarkan Tabel 2, skor rata-rata

yang didapatkan dari hasil analisis validasi

pakar yaitu 3,52 yang termasuk pada

kategori sangat baik. Hal ini menyatakan

bahwa instrumen penilaian autentik yang

dikembangkan valid. Artinya, instrumen

yang dikembangkan dapat mengukur ketiga

aspek yaitu sikap, keterampilan dan

pengetahuan.

Instrumen Rata-Rata

Skor Kategori

Lembar observasi penilaian sikap Lembar penilaian kerja praktikum Lembar penilaian proyek Lembar observasi penilaian performa presentasi dan peer assessment Soal pretest dan posttest Skor rata – rata

3,50 3,35 3,55 3,60

3,60 3,52

Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik

Sangat baik Sangat baik

Page 71: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1581

Kualitas instrumen juga ditentukan

melalui uji reliabilitas. Pengujian reliabilitas

instrumen soal pretest dan posttest

menggunakan rumus alpha-cronbach

(Suharsimi, 2012). Sedangkan instrumen

yang menggunakan tenik non tes, pengujian

reliabiltasnya meng-gunakan rumus kese-

pakatan antar raters (Azwar, 1999).

Instrumen penilaian autentik

dinyatakan reliabel apabila

reliabilitas masing-masing

komponen instrumen memiliki

nilai alpha di atas 0,70

(Sugiyono, 2010).

Pengujian reliabilitas

instrumen penilaian autentik

dilakukan pada tahap uji coba skala kecil,

skala besar, dan juga pada tahap

implementasi. Pada tahap uji coba skala

kecil hanya pada instrumen soal pretest dan

posttest. Hasil analisis reliabilitas instrumen

tahap uji coba skala kecil disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Reliabilitas instrumen penilaian autentik tahap uji coba skala kecil

Berdasarkan Tabel 3, nilai alpha

soal pretest sebesar 0,89 dan posttest

sebesar 0,87. Hal tersebut dapat

menyatakan bahwa instrumen soal pretest

dan posttest reliabel karena reliabilitasnya

lebih dari 0,70. Sehingga instrumen soal

pretest dan posttest dapat dilanjutkan untuk

penelitian. Pengujian reliabilitas instrumen

penilaian autentik juga dilakukan pada tahap

uji coba skala besar. Pengujian reliabilitas

dilakukan pada semua instrumen penilaian

autentik. Hasil analisis reliabilitas instrumen

penilaian autentik pada tahap uji coba skala

besar dipaparkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Reliabilitas instrumen penilaian

autentik tahap uji coba skala besar

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat

hasil reliabilitas instrument penilaian autentik

pada tahap uji coba skala besar me-

nunjukkan rata–rata nilai alpha sebesar 0,88.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa

instrumen penilaian autentik dapat

mengukur semua aspek yang peserta didik

ketahui dan yang peserta didik lakukan

(Mueller, 2005). Berdasarkan Tabel 4, maka

instrumen penilaian autentik pada tahap uji

coba skala besar dinyatakan reliabel dan

dapat digunakan untuk melanjutkan

penelitian.

Pengujian reliabilitas instrumen

penilaian autentik juga dilakukan pada tahap

implementasi. Hasil analisis reliabilitas

instrumen penilaian autentik tahap

implementtasi disajikan pada Tabel 5.

Instrumen Nilai alpha

Keterangan

Lembar penilaian proyek Lembar penilaian kerja praktikum Lembar observasi penilaian performa persentasi dan peer assessment Lembar observasi penilaian sikap Soal pretest kompetensi pengetahuan Soal posttest kompetensi pengetahuan Rata – rata nilai alpha

0,95 0,91 0,90

0,96 0,79 0,80 0,88

Reliabel Reliabel Reliabel

Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

Instrumen Nilai alpha

Keterangan

Soal pretest kompetensi pengetahuan Soal posttest kompetensi pengetahuan

0,89

0,87

Reliabel

Reliabel

Page 72: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1582 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1575 - 1584

Tabel 5. Reliabilitas instrumen penilaian

autentik tahap implementasi

Berdasarkan Tabel 5, seluruh

instrumen mendapatkan nilai alpha di atas

0,70. Hasil reliabilitas instrumen penilaian

autentik tahap implementasi menunjukkan

rata–rata nilai alpha sebesar 0,86. Hal

tersebut menunjukkan bahwa instrumen

penilaian autentik pada tahap implementasi

dinyatakan reliabel. Hasil perhitungan

reliabilitas digunakan untuk mengukur

keajegan instrumen sehingga dapat

dibandingkan antar waktu untuk mengetahui

perkembangan hasil belajar yang dicapai

(Mardapi, 2012).

Tingkat keefektifan instrumen

ditentukan dari hasil angket respon subjek

uji coba penelitian dan pengembangan. Uji

keefektifan ini juga dilakukan di uji coba

skala besar dan tahap implementasi. Hasil

angket respon subjek uji coba skala besar

dipaparkan pada Tabel 6, sedangkan hasil

angket respon subjek uji coba tahap

implementasi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Data hasil angket respon subjek uji coba skala besar

Angket respon disusun untuk

mengetahui tanggapan terhadap proses

pembelajaran yang menggunakan instrumen

penilaian autentik. Berdasarkan Tabel 6,

responden terbanyak memberikan respon

pada kategori sangat setuju, dan tidak ada

satu pun responden yang menyatakan

respon sangat tidak setuju. Persentase

keefektifan instrumen mencapai 95,67%

dengan kategori sangat baik. Hasil angket

menunjukkan tanggapan positif diberikan

oleh subjek uji coba terhadap instrumen

penilaian autentik yang diterapkan dalam

proses pembelajaran.

Tabel 7. Data hasil angket respon subjek uji

coba tahap implementasi

Hasil angket respon peserta didik

tahap implementasi yang dipaparkan pada

Tabel 7 menyatakan tingkat keefektifan

instrumen mencapai 95,58% dengan

kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan

instrumen penilaian autentik direspon

Instrumen Nilai

Alpha Keterang

an

Lembar penilaian proyek Lembar penilaian kerja praktikum Lembar observasi penilaian performa presentasi dan peer assessment Lembar observasi penilaian sikap Soal pretest kompetensi pengetahuan Soal posttest kompetensi pengetahuan Rata – rata nilai alpha

0,88

0,87

0,88

0,93

0,79

0,80 0,86

Reliabel

Reliabel

Reliabel

Reliabel

Reliabel

Reliabel Reliabel

Analisis Jawaban Banyak

Responden Jumlah

Nilai

Respon Sangat Setuju Respon Setuju Respon Tidak Setuju Respon Sangat Tidak Setuju

248

46 6 -

992

138

12 -

Analisis Jawaban Banyak

Responden Jumlah

Nilai

Respon Sangat Setuju Respon Setuju Respon Tidak Setuju Respon Sangat Tidak Setuju

252

43 5 -

1008

129

10 -

Page 73: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Rohayati, dkk., Kontribusi Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1583

sangat baik oleh peserta didik. Adanya

penilaian autentik dapat meningkatkan minat

peserta didik dalam mengikuti proses

pembelajaran. Transparansi dalam proses

penilaian autentik menjadikan peserta didik

ikut aktif dalam penilaian sehingga terpacu

untuk meningkatkan minat belajarnya (Astuti,

2012).

Produk penelitian ini menemui

beberapa kendala antara lain tidak semua

komponen instrumen penilaian autentik

yang dikembangkan dapat digunakan di

semua sekolah karena fasilitas dari masing-

masing sekolah berbeda-beda. Sekolah

dengan fasilitas yang memadai tentu tidak

akan jadi masalah namun sekolah dengan

fasilitas yang kurang memadai terutama

pada kondisi laboratorium akan berbeda

pelaksanaannya. Penelitian ini

mengembangkan produk menjadi beberapa

komponen dalam instrumen penilaian

autentik dengan tujuan bisa digunakan

semudah mungkin. Contohnya pada

penilaian kompetensi keterampilan, bagi

sekolah dengan fasilitas laboratorium yang

kurang atau bahkan belum memiliki

laboratorium dapat memilih alternatif lain

dalam melakukan penilaian kompetensi

keterampilan yaitu menggunakan lembar

penilaian proyek dan lembar observasi

penilaian performa presentasi dan peer

assessment.

SIMPULAN

Instrumen penilaian autentik yang

dikembangkan telah teruji valid dan reliabel.

Sedangkan respon subjek uji coba

menunjukkan instrumen tersebut efektif.

Instrumen penilaian autentik dapat

mengukur kompetensi peserta didik mata

pelajaran kimia materi senyawa hidrokarbon

dengan masing-masing kompetensi

menggunakan instrumen yang berbeda-

beda sesuai dengan kebutuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Amo, E., 2011, Self, Peer, and Teacher Assessment as Active Learning, Journal of International Studies, Vo 18, No 1, Hal: 41-47.

Astuti, W. P, 2012, Pengembangan Instrumen Asesmen Autentik Berbasis Literasi Sains pada Materi Sistem Ekskresi, Jurnal Lembaran Ilmu Kependidikan, Vol, 41, No 1, Hal: 40-43.

Azwar, S., 1999, Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Docktor, J. dan Heller, K., 2009, Robust Assessment Instrument for Student Problem Solving, Prosiding the NARST 2009 Annual Meeting, Minnesota university.

Frey, B. B., Schmitt, V.L., dan Allen, J.P., 2012, Defining Authentic Classroom Assessment, Journal of Practical Assessment, Research dan Evaluation, Vol 17, No 2, Hal: 1-18.

Keppell, M., Au, E., Ma, A. dan Chan, C., 2006, Peer Learning And Learning Oriented Assessment In Technology Enhanced Environments, Journal of Assessment dan Evaluation in Higher Education, Vol 31, No 4, Hal: 453 – 464.

Kunandar, 2013, Penilaian Autentik, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Mardapi, D., 2012, Pengukuran Penilaian Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta: Nuha Medika.

Mueller, J., 2005, The Authentic Assessment Toolbox, Enhancing Student Learningthrough Online Faculty Development, Vol 1, No 1, Hal: 1-7.

Page 74: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1584 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1575 - 1584

Mundilarto, 2006, Authentic Assessment Sebagai Sarana Untuk Meningkatkan Kemampuan Kerja Ilmiah Peserta Didik, Jurnal Cakrawala Pendidikan, Vol 1, No 1, Hal: 1-8.

Ovianti, M., 2013, Pengembangan Instrumen Penilaian Autentik Pada Proses dan Hasil Pembelajaran Matematika Materi Persamaan Garis Lurus di Kelas VIII SMP Berdasarkan Standar KTSP, Jurnal Edumatica, Vol 3, No 1, Hal: 1-10.

Palm, T., 2008, Performance Assessment and Authentic Assessment: A Conceptual Analysis Of The Literature, Journal of Practical Assessment, Research dan Evaluation, Vol 13, No 4, Hal: 1 – 11.

Peirce, W., 2006, Designing Rubric for Accessing Higher Order Thinking, Journal of Afacct Howard Community College, Vol 58, No 2, Hal: 1-14.

Purwanti, A., 2013, Hakekat Asesmen Autentik Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran Biologi, Jurnal Edukasi Matematika dan Sains, Vol 1, No 1, Hal: 10-21.

Qomari, R, 2008, Pengembangan Instrumen Evaluasi Domain Afektif, Jurnal Insania, Vol 13, No 1, Hal: 87-109.

Rahayu, D. S, 2012, Pengembangan Perangkat Penilaian Proyek Berbahasa Inggris pada Materi Skala, Jurnal Mathedunesa, Vol 1, No 1, Hal: 1-7.

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta.

Suharsimi, A, 2012, Dasar–dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Syahrul, 2009, Keefektifan Penerapan Model Asesmen Autentik Terintegrasi dalam Pembelajaran Praktikum pada Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Jurnal Media Edukasi Pendidikan Teknologi dan Kejuaran, Vol 2, No 1, Hal: 1-9.

Yanbin T, dan Min L., 2005, Peer and Self Assessment to Reveal the Rangking of Each Individual’s Contribution To A Group Project, Journal of Informatian Systems Education, Vol 16, No 2, Hal: 197-206.

Page 75: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Ita Masithoh Wikhdah, dkk., Pengembangan Modul Larutan Penyangga Berorientasi …. 1585

PENGEMBANGAN MODUL LARUTAN PENYANGGA BERORIENTASI CHEMOENTREPRENEURSHIP (CEP) UNTUK KELAS XI SMA/MA

Ita Masithoh Wikhdah*, Sri Susilogati Sumarti, Sri Wardani

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dirancang dengan desain Research and Development yang diadaptasi dari model pengembangan pengajaran Sugiyono yang termodifikasi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kelayakan, keefektifan, dan tanggapan siswa dan guru terhadap modul larutan penyangga berorientasi chemoentrepreneurship (CEP) yang dikembangkan. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi, angket, tes, dan dokumentasi. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Secara kuantitatif, data hasil penelitian dianalisis dengan cara menghitung rerata skor dan menentukan kriteria pada interval kelas tertentu. Hasil analisis menunjukkan bahwa modul memperoleh skor validasi sebesar 3,24 sehingga dinyatakan valid, modul dinyatakan efektif karena penumbuhan minat wirausaha siswa dalam kriteria tinggi dengan skor 3,07 dan peningkatan pemahaman konsep siswa sebesar 0,65 dalam kriteria sedang. Selain itu, data angket menunjukkan bahwa modul dinyatakan mendapat respon baik dari penggunanya. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa modul larutan penyangga berorientasi chemoentrepreneurship (CEP) dinyatakan valid, efektif, dan dapat diterima dengan baik oleh pengguna sehingga dapat digunakan sebagai sumber belajar siswa yang mampu meningkatkan pemahaman konsep dan menumbuhkan minat wirausaha siswa.

Kata Kunci: chemoentrepreneurship (cep), larutan penyangga, pengembangan modul

ABSTRACT

This study was designed with a Research and Development, which was adapted from the model of development Sugiyono teaching has been modified. This study aims to determine the feasibility, effectiveness, and student and teacher responses to the buffer solution-oriented modules chemoentrepreneurship (CEP). Collecting data using interviews, observations, questionnaires, tests, and documentation. Data were analyzed by descriptive quantitative. In quantitative terms, the data were analyzed by calculating the mean scores and determining the criteria at intervals of a certain class. The analysis showed that the module validation scored 3.24 that is valid, the module is declared effective because of growing interest in entrepreneurial students in high criteria with a score of 3.07 and increase students' understanding of concepts of 0.65 in the criteria. In addition, questionnaire data indicate that the module is declared received good response from the users. Based on the results of data analysis can be concluded that the buffer solution-oriented modules chemoentrepreneurship (CEP) is valid, effective, and well received by the user so that it can be used as a source of student learning that can improve understanding of concepts and foster interest in entrepreneurship students.

Keywords: chemoentrepreneurship (CEP), development, module buffer solution

PENDAHULUAN

Undang-Undang No.20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal

3, menyatakan bahwa pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi siswa, agar

menjadi manusia yang beriman dan

Page 76: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1586 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1585 - 1595

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab.

Oleh karena itu perkembangan di bidang

pendidikan pada hakikatnya mencerdaskan

dan meningkatkan kualitas sumber daya

manusia. Hal ini dapat tercapai salah

satunya dengan meningkatkan pem-

belajaran. Pembelajaran sains pada

hakikatnya terdiri atas produk, proses, dan

sikap yang menuntut siswa melakukan

penemuan dan pemecahan masalah

(Widyaningrum, et al., 2014). Penggunaan

bahan ajar merupakan salah satu

pemanfaatan media dalam sebuah proses

pembelajaran. Modul adalah bahan ajar

cetak yang dapat digunakan sebagai

fasilitator menyampaikan materi dalam

proses pembelajaran. Penggunaan modul

sebagai bahan ajar mempermudah siswa

untuk memahami materi kimia yang abstrak

menjadi konkrit (Mansyur, et al., 2012).

Untuk memaksimalkan modul maka modul

dirancang dengan desain yang berwarna

dan bergambar agar siswa lebih tertarik

untuk mempelajari materi.

Modul berorientasi chemoentrepre-

neurship (CEP) merupakan modul yang

dapat mengembangkan keterampilan siswa.

Modul chemoentrepreneurship (CEP)

dikembangkan dengan mengaitkan lang-

sung pada obyek nyata atau fenomena di

sekitar kehidupan manusia. Modul ini

memungkinkan siswa dapat mempelajari

proses pengolahan suatu bahan menjadi

produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi

dan memotivasi untuk wirausaha. Dengan

modul berorientasi chemoentrepreneurship

(CEP) yang dikaitkan dengan objek nyata,

maka diharapkan pula siswa akan menjadi

lebih paham terhadap pelajaran kimia yang

cenderung abstrak dan memberi

kesempatan pada siswa untuk

mengoptimalkanpotensinya agar

menghasilkan produk. Bila siswa sudah

terbiasa dengan kondisi belajar yang

demikian, tidak menutup kemungkinan sikap

wirausaha siswa akan tumbuh (Supartono,

et al., 2009).

Materi larutan penyangga sangat

tepat bila dikembangkan dengan

berorientasi pada chemoentrepreneurship

(CEP), mengingat banyak larutan

penyangga yang dapat diterapkan dalam

pembuatan produk. Modul materi larutan

penyangga berorientasi chemoentrepre-

neuship (CEP) selain dapat meningkatkan

pemahaman konsep, modul ini dapat

menumbuhkan minat wirausaha dan

meningkatkan keterampilan dalam kegiatan

inovatif dan kewirausahaan. Modul

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

dapat dijadikan sebagai salah satu upaya

mengurangi pengangguran akibat adanya

aspek kewirausahaan dalam pendidikan

(Askun dan Yildirim, 2011). Selain itu

chemoentrepreneurship (CEP) dapat mem-

bantu siswa memperoleh keterampilan dan

pengetahuan yang sangat penting untuk

pengembangan pola pikir kewirausahaan,

karena wirausaha dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi (Guardia, et al.,

2014).

Berdasarkan hasil observasi peneliti

selama PPL di suatu MAN di Magelang

menunjukkan bahwa tahun 2014 hanya 62

dari 303 siswa yang melanjutkan ke

Page 77: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Ita Masithoh Wikhdah, dkk., Pengembangan Modul Larutan Penyangga Berorientasi …. 1587

perguruan tinggi, berarti lebih dari 50%

siswa tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.

Hal itu terjadi karena adanya faktor ekonomi

keluarga siswa Suatu MAN di Magelang.

Lembaga Pendidikan Sekolah Menengah

Atas (SMA) bertujuan mempersiapkan siswa

untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang

yang lebih tinggi. Namun kenyataannya

banyak siswa SMA yang tidak dapat

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang

lebih tinggi sehingga berpotensi untuk

menjadi pengangguran. Maka perlu adanya

upaya mempersiapkan lulusan SMA untuk

memenuhi lapangan kerja (Supartono et al.,

2009). Salah satu upaya perlu adanya

pembelajaran yang dapat mengembangkan

keterampilan siswa yaitu pembelajaran yang

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP).

Data observasi peneliti menunjuk-

kan bahwa tidak banyak guru yang

memanfaatkan serta mengembangkan

bahan ajar khususnya sebagai penyampai-

an materi pembelajaran.. Guru lebih banyak

mempergunakan buku paket dan LKS

selama proses pembelajaran yang diperoleh

dari penerbit. Kekurangsesuaian antara

kondisi siswa dengan tujuan materi

yangterdapatdalambahan ajar lain yang

diperoleh dari penerbit dapat diatasi dengan

mengembangkan bahan bahan ajar berupa

modul oleh guru. Oleh karena itu, peneliti

mengembangkan modul larutan penyangga

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

yang dapat membantu memberikan

informasi yang lebih jelas dan sistematis

kepada siswa dan pada akhirnya dapat

dijadikan sumber belajar mandiri yang

mampu menampilkan kompetesi tertentu

sehingga minat wirausaha siswa dapat

tumbuh.

Rumusan masalah dalam penelitian

ini, antara lain: 1)apakah modul yang

dikembangkan valid digunakan sebagai

sumber belajar yang berorientasi chemo-

entrepreneurship (CEP)?, 2) apakah modul

yang dikembangkan efektif menumbuhkan

minat wirausaha dan meningkatkan

pemahaman konsep siswa? , 3) bagaimana

tanggapan guru dan siswa terhadap modul

larutan penyangga berorientasi chemo-

entrepreneurship (CEP)?. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui kelayakan,

keefektifan, dan tanggapan siswa dan guru

terhadap modul materi larutan penyangga

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

untuk meningkatkan pemahaman konsep

siswa dan menumbuhkan minat wirausaha.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Suatu

MAN di Magelang tahun pelajaran 2014-

2015. Desain pengembangan yang

digunakan untuk mengembangkan modul

larutan penyangga berorientasi chemo-

entrepreneurship (CEP) dalam penelitian ini

adalah desain yang diadaptasi dari model

pengembangan pengajaran yang didesain

Sugiyono yang termodifikasi (Sugiyono,

2010), meliputi: 1) Identifikasi potensi dan

masalah; 2) pengumpulan data; 3) desain

produk; 4)validasi desain; 5) revisi desain; 6)

uji coba produk skala kecil; 7) revisi produk;

8) uji coba produk skala luas; 9) revisi

produk; 10) laporan penelitian.

Teknik pengumpulan data yang

digunakan yaitu wawancara untuk

Page 78: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1588 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1585 - 1595

identifikasi potensi dan masalah; lembar

angket untuk analisis keterbacaan, minat

wirausaha, tanggapan siswa, dan

tanggapan guru; lembar observasi untuk

analisis sikap wirausaha siswa; dan tes

evaluasi untuk analisis peningkatan

pemahaman konsep siswa. Instrumen

penelitian yang digunakan sebelumnya telah

divalidasi oleh ahli. Instrumen pelaksanakan

penelitian meliputi silabus, RPP, lembar

validasi modul, lembar angket keter-

bacaan,lembar angket penilaian diri minat

wirausaha, lembar observasi sikap

wirausaha, lembar angket tanggapan siswa

dan guru, dan soal evaluasi pemahaman

konsep siswa.

Analisis data hasil penelitian meng-

gunakan teknik deskriptif kuantitatif.

Indikator keberhasilan penelitian ini yaitu

modul larutan dinyatakan valid jika rerata

skor hasil validasi sekurang-kurangnya 2,5.

Modul larutan penyangga berorientasi

chemoentrepreneurship (CEP) dinyatakan

efektif jika peningkatan pemahaman konsep

siswa sekurang-kurangnya dalam kriteria

sedang dan sekurang-kurangnya 70% siswa

dalam kriteria kuat dan sangat kuat minat

wirausaha. Selain itu, modul larutan

penyangga berorientasi chemoentre-

preneurship (CEP) mendapatkan respon

positif dari pengguna (guru dan siswa).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pengembangan

modul larutan penyangga berorientasi

chemoentrepreneurship (CEP) ini meliputi 1)

hasil identifikasi potensi dan masalah; 2)

desain modul larutan penyangga

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP);

3) hasil validitas desain modul larutan

penyangga berorientasi chemoentre-

preneurship (CEP) oleh ahli sebagai uji

kelayakan; 4) keefektifan modul larutan

penyangga berorientasi chemoentre-

preneurship (CEP) terhadap pemahaman

konsep siswa dan minat wirausaha; 5)

tanggapan siswa serta guru terhadap

pembelajaran menggunakan modul larutan

penyangga berorientasi chemoentre-

preneurship (CEP).

Berdasarkan hasil observasi peneliti

menunjukkan bahwa tahun 2014 ada 62 dari

303 siswa yang melanjutkan ke perguruan

tinggi, berarti lebih dari 50% siswa tidak

melanjutkan ke perguruan tinggi. Hal itu

terjadi karena adanya faktor ekonomi

keluarga siswa. Lembaga Pendidikan

Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki

tujuan mempersiapkan siswa untuk

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang

lebih tinggi. Namun kenyataannya banyak

siswa SMA yang tidak dapat melanjutkan ke

jenjang pendidikan yang lebih tinggi

sehingga berpotensi untuk menjadi

pengangguran. Maka perlu adanya upaya

mempersiapkan lulusan SMA untuk

memenuhi lapangan kerja (Supartono, et al.,

2009). Salah satu upaya perlu adanya

pembelajaran yang dapat mengembangkan

keterampilan siswa. Pembelajaran yang

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

dikembangkan dengan mengaitkan

langsung pada obyek nyata atau fenomena

di sekitar kehidupan manusia. Pembelajaran

ini memungkinkan siswa dapat mempelajari

proses pengolahan suatu bahan menjadi

produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi

Page 79: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Ita Masithoh Wikhdah, dkk., Pengembangan Modul Larutan Penyangga Berorientasi …. 1589

dan memotivasi untuk wirausaha.

Pembelajaran berorientasi

chemoentrepreneurship (CEP) yang

dikaitkan dengan objek nyata, maka

diharapkan pula siswa akan menjadi lebih

paham terhadap pelajaran kimia yang

cenderung abstrak dan memberi

kesempatan pada siswa untuk

mengoptimalkanpotensinya agar

menghasilkan produk. Bila siswa sudah

terbiasa dengan kondisi belajar yang

demikian, tidak menutup kemungkinan sikap

wirausaha siswa akan tumbuh (Supartono,

et al., 2009). Hal ini sesuai dengan pidato

presiden Nasional Summit tahun 2010 yang

telah mengamanatkan perlunya

penggalakkan jiwa kewirausahaan dan

metodologi pendidikan yang lebih

mengembangkan kewirausahaan (Dzulkifli,

2010).

Data observasi peneliti

menunjukkan bahwa tidak banyak guru yang

memanfaatkan serta mengembangkan

bahan ajar khususnya sebagai

penyampaian materi pembelajaran.

Berdasarkan wawancara terhadap guru

kimia SMA yang mengajar kimia di suatu

MAN di Magelang menunjukkan bahwa tidak

ada guru kimia yang menulis bahan ajar

sendiri. Guru lebih banyak mempergunakan

buku paket dan LKS selama proses

pembelajaran yang diperoleh dari penerbit.

Kekurangsesuaian antara kondisi siswa

dengan tujuan materi yang terdapat dalam

LKS atau bahan ajar lain yang diperoleh dari

penerbit dapat diatasi dengan

mengembangkan bahan bahan ajar berupa

modul oleh guru. Modul mempermudah

siswa untuk memahami materi kimia yang

abstrak menjadi konkrit, sehinga siswa lebih

mudah memahami materi modul (Mansyur,

et al., 2012). Oleh karena itu, peneliti

mengembangkan modul larutan penyangga

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

yang dapat membantu memberikan

informasi yang lebih jelas dan sistematis

kepada siswa dan pada akhirnya dapat

dijadikan sumber belajar mandiri yang

mampu menampilkan kompetesi tertentu

sehingga minat wirausaha siswa dapat

tumbuh.

Modul larutan penyangga

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

disusun berdasarkan acuan penyusunan

modul. Modul larutan penyangga

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

ini berisi materi yang dilengkapi dengan uji

pemahaman setiap kegiatan pembelajaran,

gambar-gambar terkait

chemoentrepreneurship (CEP), info terbaru

yang berkaitan dengan materi, kolom

motivasi yang berisi karakter sikap

berwirausaha, dan kolom kewirausahaan.

Modul larutan penyangga berorientasi

chemoentrepreneurship (CEP) tersaji dalam

Gambar 1.

Page 80: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1590 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1585 - 1595

Gambar 1. Desain modul larutan penyangga berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

Validasi kelayakan modul dapat

diketahui melalui penilaian yang dilakukan

oleh pakar menggunakan lembar validasi

yang mengacu pada empat komponen yang

harus dimiliki oleh modul, yaitu kelayakan

isi, kelayakan penyajian, penilaian bahasa,

dan kelayakan kegrafikan (Muljono, 2007).

Penentuan kelayakan modul larutan

penyangga berorientasi chemoentre-

preneurship (CEP) diukur berdasarkan para

ahli yaitu ahli materi, ahli media, dan guru.

Data yang didapat menunjukkan tingkat

validasi kelayakan modul larutan penyangga

sebagai sumber belajar. Saran yang

terdapat dalam instrumen digunakan

sebagai bahan pertimbangan untuk

perbaikan modul larutan penyangga

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

lebih lanjut. Hasil penilaian kelayakan

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil penilaian kelayakan modul

Komponen Rerata Skor

Kriteria

Kelayakan isi 3,25 Layak Kelayakan penyajian

3,36 Sangat Layak

Kelayakan bahasa

3,31 Sangat Layak

Kelayakan kegrafikan

3,04 Layak

Rata-rata kelayakan

3,24 Layak

Tabel 1 menunjukkan penilaian

modul larutan penyangga berorientasi

chemoentrepreneurship (CEP) oleh pakar

dan guru dilihat dari komponen kelayakan

isi, penyajian, bahasa, dan kegrafikan

memenuhi standar validasi kelayakan modul

yaitu skor hasil validasi lebih dari 2,5

sehingga modul tergolong kategori layak

berdasarkan kelayakan buku teks dari

BSNP. Perbaikan telah dilakukan sesuai

dengan saran dan masukan dari ahli. Kolom

tugas siswa sebagai keterkaitan pembuatan

produk dengan materi dan gambar-gambar

yang sesuai dengan isi telah ditambahkan

1

2

3

Keterangan:

1. Identitas

pengembangan

CEP

2. Judul materi

3. Gambar yang

relevan dengan

materi

4. Ikon modul

5. Identitas kelas

5

4

3

2

1 Keterangan:

1. Kolom motivasi

karakter

wirausaha

2. Uji pemahaman

kegiatan belajar

3. Info produk CEP

industri

Page 81: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Ita Masithoh Wikhdah, dkk., Pengembangan Modul Larutan Penyangga Berorientasi …. 1591

supaya lebih menarik. Gambar-gambar

dapat mendukung dan memperjelas isi

materi sehingga menimbulkan daya tarik

dan mengurangi kebosanan bagi pembaca

(Prastowo, 2011).

Tahap uji coba skala kecil bertujuan

untuk menguji keterbacaan modul bagi

siswa. Hasil keterbacaan mengenai modul

larutan penyangga berorientasi chemo-

entrepreneurship (CEP) menunjukkan

bahwa modul memiliki keterbacaan tinggi

dengan rata-rata skor siswa sebesar 3,10.

Data uji keterbacaan modul larutan

penyangga berorientasi chemo-

entrepreneurship (CEP) dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis angket keterbacaan siswa

Kategori Kriteria Jumlah

3,25 < skor 4 Sangat Tinggi 1

2,5 <skor 3,25 Tinggi 8 1,75<skor 2,5 Rendah 1

1<skor 1,75 Sangat Rendah

0

Setelah dilakukan revisi hasil uji

coba skala kecil sesuai saran dan komentar

siswa, maka dilakukan tahap pengem-

bangan selanjutnya yaitu uji coba skala

besar. Pada tahap ini kegiatan pem-

belajaran dilakukan sesuai dengan RPP

menggunakan modul yang sudah di uji skala

kecil, kegiatan pembelajaran dimulai dengan

pretest, praktikum, diskusi kelompok,

perencanaan dan pembuatan produk yang

berkaitan dengan larutan penyangga,

presentasi, dan post test.

Minat Wirausaha Siswa

Tumbuhnya minat wirausaha pada

siswa dilihat melalui angket yang diberikan

pada siswa setelah kegiatan pembelajaran

dengan menggunakan modul larutan

penyangga berorientasi

chemoentrepreneurship (CEP). Selain itu,

sebagai pendukung hasil angket minat

wirausaha, sikap wirausaha selama

kegiatan pembelajaran dengan

menggunakan modul larutan penyangga

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

juga dilihat oleh pengamat. Sikap wirausaha

siswa ditinjau menggunakan lembar

pengamatan selama kegiatan pembelajaran

berdasarkan enam aspek wirausaha. Minat

wirausaha peserta didik dapat ditingkatkan

melalui pendidikan dengan menanamkan

pendidikan kewirausahaan ke dalam semua

mata pelajaran, bahan ajar, ekstrakurikuler,

maupun pengembangan diri (Sutomo,

2012). Pendidikan yang dilakukan melalui

poses pembelajaran yang mengaitkan

antara materi yang diajarkan dengan

kehidupan sehari-hari dan diarahkan untuk

mandiri terjun dalam dunia usaha. Sesuai

hasil pengamatan diperoleh persentase 48%

siswa dengan kriteria baik dan 52% siswa

dengan kriteria sangat baikdalam sikap

wirausaha. Ditinjau dari aspek sikap

wirausaha yang telah dilakukan diperoleh

nilai yang disajikan pada Gambar 2.

Page 82: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1592 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1585 - 1595

Gambar 2. Hasil analisis tiap aspek sikap wirausaha

Selain sikap wirausaha siswa yang

menunjukkan kategori baik, 21 dari 23 siswa

menyatakan kuat dan sangat kuat minat

wirausaha sehingga hasil analisis data

angket minat wirausaha dalam kategori kuat

dengan rerata skor 3,07. Hasil analisis

angket minat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis angket minat berwiruasaha siswa

Kriteria Jumlah Siswa

Sangat Lemah 1 Lemah 1 Kuat 14

Sangat Kuat 7

Hasil minat wirausaha yang kuat

merupakan dampak positif dari penggunaan

modul larutan penyangga berorientasi

chemoentrepreneurship (CEP) dalam

proses pembelajaran yang dirancang

bersikap wirausaha dan dirasakan

menyenangkan oleh siswa. Hal ini

disebabkan karena konsep berorientasi

chemoentrepreneurship (CEP) merupakan

suatu pendekatan pembelajaran kimia yang

kontekstual yaitu pendekatan pembelajaran

kimia yang dikaitkan dengan objek nyata

sehingga selain mendidik, dengan

pendekatan chemoentrepreneurship (CEP)

ini memungkinkan siswa dapat mempelajari

proses pengolahan suatu bahan menjadi

produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi,

dan menumbuhkan semangat wirausaha

(Supartono, et al., 2009). Dengan ber-

orientasi chemoentrepreneurship (CEP) ini

pengajaran kimia akan lebih menyenangkan

dan memberi kesempatan kepada siswa

untuk mengoptimalkan potensinya agar

menghasilkan suatu produk. Produk yang

telah dihasilkan siswa adalah deterjen, susu

biji nangka, dan tempe biji nangka.

Pemahaman Konsep Siswa

Penggunaan modul larutan

penyangga berorientasi chemoentre-

preneurship (CEP) dapat meningkatkan

pemahaman konsep siswa. Pada penelitian

ini peningkatan pemahaman konsep siswa

dalam kriteria sedang dengan nilai uji N-

Gain sebesar 0,65. Modul larutan

penyangga berorientasi chemoentre-

preneurship (CEP) disusun dengan

menggunakan konsep yang lebih sistematis

dan ringkas supaya materi lebih mudah

dipahami dan disertai uji pemahaman

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

A B C D E F

Sk

or

Aspek Sikap Wirausaha

Keterangan: A. Percaya Diri B. BerorientasiTugas dan

Hasil C. Pengambil Resiko D. Kepemimpinan E. Keorisinilan F. Berorientasi ke Masa

Depan

Page 83: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Ita Masithoh Wikhdah, dkk., Pengembangan Modul Larutan Penyangga Berorientasi …. 1593

sebagai evaluasi kemampuan siswa setelah

kegiatan pembelajaran. Penggunaan modul

larutan penyangga berorientasi

chemoentrepreneurship (CEP) dalam

proses belajar kimia memberikan

kesempatan kepada siswa untuk lebih

memahami materi dengan mempelajari teks

karena modul memberikan kesempatan

siswa untuk belajar mandiri. Dengan

demikian siswa dapat mengetahui konsep

atau informasi yang ada dan secara

langsung mengaplikasikan pada uji

pemahaman (Kusuma, et al., 2009). Modul

larutan penyangga berorientasi chemo-

entrepreneurship (CEP) itu bertujuan untuk

mempelajari proses pengolahan suatu

bahan alam menjadi suatu produk yang

bermanfaat sehingga siswa dapat tertarik

untuk wirausaha. Pembelajaran CEP ini

dikembangkan ke konsep-konsep kimia

yang berkaitan dan proses kimia yang

melandasi sehingga siswa dapat mengingat

lebih banyak konsep (Supartono et al.,

2009). Hal ini sesuai dengan temuan yang

menyatakan bahwa pembelajaran dengan

pendekatan CEP memberikan pengaruh

positif terhadap pemahaman konsep siswa

(Sa'adah & Supartono, 2013).

Tanggapan Siswa dan Guru

Tanggapan siswa dan guru

terhadap modul larutan penyangga

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

pada penelitian ini menunjukkan bahwa

siswa dan guru memandang positif terhadap

modul yang dikembangkan. Hal ini

ditunjukkan dari rerata skor yang diperoleh

siswa sebesar 3,00 dan guru sebesar 3,47.

Seluruh aspek memperoleh skor tanggapan

baik, berarti siswa banyak yang terlibat

secara aktif dalam penggunaan modul

larutan penyangga berorientasi chemo-

entrepreneurship (CEP). Hal ini menunjuk-

kan bahwa modul larutan penyangga

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

dapat diterima dengan baik untuk digunakan

sebagai modul dalam mempelajari materi

larutan penyangga.

Berdasarkan penelitian ini dapat

diketahui bahwa pembelajaran dengan

menggunakan modul larutan penyangga

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

layak digunakan sebagai sumber belajar

yang dapat menumbuhkan minat wirausaha

siswa dan meningkatkan pemahaman

konsep siswa. Selain itu, siswa memberikan

padangan positif terhadap modul larutan

penyangga berorientasi chemoentre-

preneurship (CEP). Adanya modul yang

dibuat semenarik mungkin membuat siswa

semangat membaca bahan materi larutan

penyangga apalagi pembelajaran

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

membuat siswa lebih antusias belajar

(Lestari dan As'ari, 2013). Hal ini sesuai

dengan temuan Agustini bahwa model

pembelajaran kimia dengan pendekatan

chemoentrepreneurship (CEP) mampu

meningkatkan motivasi belajar, minat

wirausaha, dan hasil belajar siswa (Agustini,

2007).

Keterbatasan dari pembelajaran

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

ini adalah membutuhkan waktu yang lebih

banyak untuk mengerjakan tugas-tugas

pada modul dan waktu untuk melaksanakan

praktik wirausaha. Salah satu alternatif

Page 84: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1594 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1585 - 1595

untuk memecahkan masalah itu dengan

dilaksanakannya praktik di luar jam

pelajaran sebagai tugas rumah sesuai

rancangan pembuatan produk yang telah

didiskusikan secara berkelompok. Sehingga

nantinya diharapkan akan bisa menjadi

kegiatan ekstra kurikuler wirausaha kimia,

karena kegiatan ekstra kurikuler yang

selama ini diselenggarakan sekolah

merupakan salah satu media yang potensial

untuk pembinaan karakter termasuk

karakter wirausaha dan peningkatan mutu

akademik siswa (Mulyani, 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi

minat wirausaha meliputi faktor pribadi dan

lingkungan. Faktor yang pertama yaitu untuk

menumbuhkan minat dalam wirausaha yang

perlu diperhatikan adalah masalah konsep

diri siswa itu sendiri sebagai faktor pribadi

siswa. Hal ini disebabkan karena didalam

konsep diri siswa itu sendiri terkandung

didalamnya mengenai pandangan tentang

kondisi fisik, psikologis, dan sikapnya,

dengan adanya konsep diri maka siswa

dapat mengenali pribadi, potensi, dan

kelemahannya (Suryana, 2003). Selanjutnya

faktor yang mempengaruhi atau mendukung

minat wirausaha adalah berasal dari sekolah

itu sendiri, yaitu pihak sekolah perlu

membekali pengetahuan tentang

kewirausahaan karena dapat dijadikan

potensi untuk dapat memberikan kehidupan

yang baik pada kondisi dunia pekerjaan

sekarang ini.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan, modul larutan penyangga

berorientasi chemoentrepreneurship (CEP)

dinyatakan valid atau layak digunakan

sebagai sumber belajar karena diperoleh

rerata skor dari pakar sebesar 3,24 dengan

kriteria layak. Modul materi larutan

penyangga berorientasi chemoentre-

preneurship (CEP) dinyatakan efektif untuk

menumbuhkan minat wirausaha dan

meningkatkan pemahaman konsep siswa.

Hal ini dikarenakan pada uji coba skala

besar penumbuhan minat wirausaha dalam

kriteria tinggi dengan skor 3,07 dan

peningkatan pemahaman konsep siswa

sebesar 0,65 dalam kriteria sedang. Selain

itu, guru dan siswa SMA/MA kelas XI

memberikan respon positif terhadap modul

materi larutan penyangga berorientasi

chemoentrepreneurship (CEP)dengan

penilaian baik, sehingga modul dapat

digunakan sebagai sumber belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, F., 2007, Peningkatan Motivasi Hasil Belajar dan Minat Wirausaha Siswa Melalui Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP), In Seminar Nasional Implementasi Pembelajaran Tematik dalam Mengoptimalisasi Kurikulum 2013, Semarang

Askun, B. dan Yildirim, N., 2011, Insight On Entrepreneurship Education In Public Universities In Turkey: Creating Entrepreneurs Or Not?, Procedia Social and Behavioral Sciences, Vol 24, Hal: 663-76.

Page 85: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Ita Masithoh Wikhdah, dkk., Pengembangan Modul Larutan Penyangga Berorientasi …. 1595

Dzulkifli, F., 2010, Perlunya Kebijakan Kewirausahaan, Harian Jurnal Nasional, 11 Mei.

Guardia, D.L., 2014, A Game Based Learning Model for Entrepreneurship Education, Procedia-Social and Behavioral Sciences, Vol 141, Hal: 195-99.

Kusuma, E., Sukirno & Kurniati, I., 2009, Penggunaan Pendekatan Chemoentrepreneurship Berorientasi Green Chemistry Untuk Meningkatkan Kemampuan Life Skill Siswa SMA, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal: 336-72.

Lestari, E. & As'ari, A.R., 2013, Pengembangan Modul Pembelajaran Soal Cerita Matematika Kontekstual Berbahasa Inggris Untuk Siswa Kelas X, Malang: Universitas Negeri Malang.

Mansyur, M., Rahamma, T. & Fatimah, J.M., 2012, Literacy Vicual Media Student Success Learning and Information and Communication Technology (Ict) In The Junior High School 11 Parepar.

Muljono, P., 2007, Kegiatan Penilaian Buku Teks Pelajaran Pendidikan Dasar dan Menengah, Buletin BSNP, Januari, Hal: 21.

Mulyani, E., 2011, Model Pendidikan Kewirausahaan di Pendidikan Dasar dan Menengah, Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Vol 8, No 1.

Prastowo, A., 2011, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, Yogyakarta: Diva Press.

Sa'adah, N. dan Supartono, 2013, Pendekatan Chemoentrepreneurship Pada Materi Larutan Penyangga Untuk Meningkatkan Life Skill Siswa, Jurnal Chemistry in Education, Vol 2, No 1, Hal: 111-17.

Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Supartono, Saptorini dan Asmorowati, D.S., 2009, Pembelajaran Kimia Menggunakan KOlaborasi Konstruktif dan Inkuiri Berorientasi Chemoentrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No 2, Hal: 476-83.

Supartono, Wijayani, N. dan Sari, A.H., 2009, Kajian Prestasi Belajar Siswa SMA dengan Metode Student Teams Achievement Divisions Melalui Pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP). Vol 3, No 2.

Suryana, 2003, Kewirausahaan, Pedoman Praktis, Kuat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat.

Sutomo, R., 2012, Kewirausahaan Dari Sisi Kebijakan Pendidikan, Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Widyaningrum, R., Sarwanto dan Puguh, 2014, Pengembangan Modul Berorientasi POE (Predict, Observe, Explain) Pada Materi Pencemaran Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Inkuiri, Vol 3, No 2, Hal: 97-106.

Page 86: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1596 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1596 - 1606

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF

Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang

Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran berbasis proyek terhadap peningkatan keterampilan metakognitif siswa materi larutan penyangga dan hidrolisis di Suatu SMA di Bae Kudus. Penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas pada kelas XI IPA 2 sebanyak 30 siswa. Penelitian tindakan kelas terdiri atas siklus I dengan materi larutan penyangga dan siklus II dengan materi hidrolisis. Metode pengumpulan data berupa tes kognitif berbentuk uraian, lembar pengamatan, dokumentasi dan angket. Keterampilan metakognitif diukur melalui tes kognitif berbentuk uraian dengan penilaian acuan kriteria yang dimodifikasi dari standard grade arrangement in science. Lembar pengamatan meliputi aspek afektif, psikomotorik, presentasi serta tugas proyek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 19 dari 30 siswa keterampilan metakognitif meningkat. Pengamatan afektif, psikomotorik serta presentasi siswa dengan kriteria sangat tinggi meningkat menjadi lebih dari 8 siswa dan 30 siswa berhasil mengerjakan proyek. Hasil angket menunjukkan respon siswa sangat tinggi dengan jumlah respon antara 91–117. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran berbasis proyek materi larutan penyangga dan hidrolisis meningkatkan keterampilan metakognitif siswa Suatu SMA di Bae Kudus.

Kata kunci: keterampilan metakognitif, larutan penyangga dan hidrolisis, lembar pengamatan, model pembelajaran berbasis proyek.

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the application of project based learning to improve students’ metacognitive skill in teaching the material of buffer and hydrolysis at SMA Negeri in Bae Kudus. The research used is a classroom action research towards students of grade XI IPA 2 as many as 30 students. This action research consisted of two cycles. The first was cycle I; the teacher taught buffer and the second was cycle II; the teacher taught hydrolysis. The methods of collecting the data were in essay cognitive form, observation checklist, documentation and questionnaire. Metacognitive skill is measured by essay cognitive form test by using Criterion-Referenced Test which modified from standard grade arrangement in science. The observation checklist consisted of affective, psychomotor, presentation and project tasks aspect. The result that 19 of 30 students increased their metacognitive skill. The observation of effective, psychomotor, and presentation by high criterion greater than 8 students increased and 30 students were successfully working the project. The result of the questionnaire showed that the students’ responses were very high with a number of 91-117. The conclusion of this research is the application of project based learning in material of buffer and hydrolysis increase the students’ metacognitive skill of Suatu SMA di Bae Kudus. Key words: metacognitive skill, buffer and hydrolysis, observation checklist, project based learning.

PENDAHULUAN

Pada suatu Sekolah Menengah Atas

di Kabupaten Kudus sudah memiliki fasilitas

lengkap dalam proses pembelajaran kimia.

Di sekolah ini tersedia laboratorium kimia

dan LCD di setiap kelasnya. Berdasarkan

wawancara dengan guru kimia dan siswa

Page 87: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1597

kelas XII pada sekolah tersebut,

pembelajaran kimia di sekolah sudah

berjalan baik dan menyenangkan namun

pembelajaran masih terpusat pada guru

sehingga keaktifan siswa masih kurang.

Kriteria ketuntasan minimal (KKM)

merupakan kriteria yang digunakan dalam

menentukan tuntas atau tidaknya dalam

suatu penilaian. Berdasarkan hasil nilai akhir

semester ganjil kelas XI IPA 2 yang sudah

memenuhi KKM sebanyak 13 dari 30 siswa.

Ketuntasan yang paling rendah terletak

pada materi larutan penyangga dan

hidrolisis. Ketuntasan tersebut berkaitan

dengan keterampilan metakognitif siswa

yang dicapai karena selama pembelajaran-

nya siswa tidak berkesempatan untuk

memonitor pekerjaannya. Guru juga belum

mengetahui apa dan bagaimana

pembelajaran metakognitif.

Metakognisi dan aktivitas keteram-

pilan berpikir tingkat tinggi merupakan

potensi dasar yang perlu dikembangkan

pada diri siswa (Suratno, 2010). Siswa yang

memiliki kesadaran metakognitif tinggi akan

berhasil dalam belajar. Hal tersebut

dikarenakan siswa mampu menerapkan

pengetahuan yang diperoleh untuk meng-

atasi masalah yang dihadapi. Metakognisi

merupakan faktor yang penting dalam

proses pembelajaran karena metakognisi

mempunyai hubungan secara langsung

yang positif dengan pencapaian akademik

artinya semakin tinggi kesadaran meta-

kognisi maka semakin baik pula hasil belajar

siswa (Nuryana dan Sugiarto, 2012).

Pembelajaran kimia yang menggunakan

keterampilan metakognitif diharapkan dapat

melibatkan keaktifan siswa dan menemukan

sendiri pengetahuan melalui interaksi

dengan lingkungannya.

Pemilihan strategi pembelajaran

adalah penting dalam meningkatkan kualitas

proses pembelajaran (Suratno, 2010).

Pembelajaran akan berjalan optimal bila

pemilihan strategi yang tepat. Strategi

menggunakan model pembelajaran berbasis

proyek (PjBL) merupakan salah satu model

untuk mendukung keterampilan metakognitif

siswa. Menurut Mills dan Treagust (2003)

metakognitif diperlukan untuk mensukses-

kan pembelajaran PjBL. Siswa mencoba

memperhatikan fakta bahwa selama

menggunakan model PjBL, mereka

berkesempatan untuk bekerjasama dengan

kelompok dan merasa senang dengan

pencapaian bersama-sama (Yalcin, et al.,

2009).

Tujuan penelitian tindakan kelas ini

adalah untuk mengetahui penerapan model

PjBL apakah dapat meningkatkan kete-

rampilan metakognitif siswa SMA materi

larutan penyangga dan hidrolisis. Indikator

keberhasilan penelitian ini adalah 10 dari 30

siswa mengalami peningkatan keterampilan

metakognitif dan 8 dari 30 siswa mencapai

kriteria sangat baik pada pengamatan

afektif, psikomotorik, presentasi serta tugas

proyek.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di suatu

SMA Negeri di Kabupaten Kudus pada

materi larutan penyangga dan hidrolisis.

Penelitian yang digunakan adalah penelitian

tindakan kelas pada kelas XI IPA 2

sebanyak 30 siswa. Penelitian tindakan

Page 88: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1598 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1596 - 1606

kelas ini mencakup 5 tahapan penelitian

yakni perencanaan tindakan, pelaksanaan

tindakan, observasi, refleksi dan evaluasi.

Dalam penelitian ini PjBL terdiri atas 6

langkah yakni penentuan pertanyaan

mendasar, menyusun perencanaan proyek,

menyusun jadwal, monitoring, menguji hasil

dan evaluasi pengalaman sedangkan

keterampilan metakognitif terdiri atas

monitoring kemajuan belajar, mengoreksi

kesalahan, strategi perencanaan dan

selektifitas, menseleksi – mengorganisasi

dan mengintegrasi informasi, menganalisis

strategi belajar yang efektif dan mengubah

tingkah laku dan strategi belajar ketika

dibutuhkan.

Metode pengumpulan data dilaku-

kan dengan metode doku-mentasi, tes,

lembar pengamatan dan ang-

ket. Bentuk instrumen yang

digunakan berupa silabus,

rencana pelaksanaan pembe-

lajaran, lembar pengamatan

afektif, psikomotorik,

presentasi serta tugas proyek,

tes kognitif berbentuk uraian dan angket.

Lembar pengamatan afektif, psikomotorik,

presentasi dan tugas proyek sebagai

penilaian PjBL dianalisis secara deskriptif

dan keterampilan meta-kognitif dari tes

kognitif berbentuk uraian dianalisis secara

deskriptif mengacu pedoman penilaian

acuan kriteria yang di-modifikasi dari

standard grade arrangement in science

serta angket dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas pada

pokok bahasan larutan penyangga dan

hidrolisis diberikan tindakan berupa pem-

belajaran berbasis proyek. Siswa menyusun,

mendiskusikan dan mempresentasikan

proyek yang telah disusunnya sehingga

diperoleh masukan-masukan dari berbagai

pihak, baik sesama siswa maupun guru

pengampu. Penelitian terdiri atas dua siklus

yang berlangsung selama enam minggu dari

tiga minggu siklus I dengan alokasi waktu

pertemuan efektif 11 jam pelajaran dan tiga

minggu siklus II dengan alokasi waktu

pertemuan efektif 7 jam pelajaran. Jadwal

kegiatan siklus I tertera dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jadwal kegiatan siklus I

Pada siklus I dimulai tanggal 14

Maret, siswa diperkenalkan materi serta

model pembelajarannya setelah itu

dilanjutkan dengan pertemuan kedua, siswa

berdiskusi tentang materi dan rencana yang

akan di proyekkan. Pada pertemuan ketiga,

siswa menyampaikan rencana proyek

dengan presentasi. Pada pertemuan

keempat, siswa melaksanakan praktikum

dengan proyek yang sudah direncanakan.

Siswa menunjukkan rasa antusias dan

kesungguhan dalam mengerjakan proyek.

Setelah pelaksanaan praktikum, siswa

Pertemuan ke-

Hari Tanggal Bulan Kegiatan

1 Jumat 14 Maret Pengenalan materi

2 Selasa 18 Maret Diskusi

3 Kamis 20 Maret Presentasi

4 Selasa 25 Maret Praktikum

5 Kamis 27 Maret Presentasi

6 Selasa 8 April Tes

Page 89: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1599

mempresentasikan tugas proyeknya. Melalui

presentasi siswa mendapatkan kekurangan

serta kelebihan, siswa diminta untuk

memberikan masukan serta komentar.

Keterampilan metakognisi siswa diuji

dengan tes uraian. Setelah siklus I selesai

dilanjutkan dengan siklus II. Jadwal kegiatan

siklus II tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Jadwal kegiatan siklus II

Siklus II berlangsung selama empat

pertemuan. Pertemuan pertama dimulai

tanggal 11 April, siswa memulai berdiskusi

rencana yang akan diproyekkan pada materi

hidrolisis. Pada pertemuan kedua, siswa

melakukan presentasi proyek kemudian

praktikum. Pada pertemuan ketiga, siswa

melakukan presentasi tugas proyek yang

telah dipraktikumkan. Sama seperti siklus I,

siklus II diakhiri dengan tes uraian untuk

mengetahui keterampilan metakognitif

siswa. Siswa menghabiskan sebagian besar

waktu untuk belajar sendiri atau dalam

kegiatan kelompok-kelompok kecil yang

berlangsung selama jangka waktu tertentu

untuk menghasilkan suatu produk,

demonstrasi atau

kinerja (Yalcin, et al.,

2009). Inovasi

pembelajaran mem-

perbaiki motivasi

belajar, sikap, ke-

sanggupan menyelesaikan masalah dan

pencapaian belajar siswa (Hung, et al.,

2012). Ketika guru berhasil menerapkan

PjBL, siswa dapat termotivasi dan aktif

dalam pembelajaran (Yalcin, et al., 2009).

Penilaian pengamatan afektif, psikomotorik,

presentasi siklus I ditampilkan dalam Tabel

3.

Tabel 3. Penilaian Pengamatan Siklus I

Aspek Rata-rata Kriteria Siswa

Kurang Cukup Baik Sangat baik

Afektif 2,95 0 0 25 5 Psikomotorik 3,00 0 0 23 7 Presentasi 3,00 0 0 23 7 Tugas proyek 3,72 0 0 0 30

Aspek afektif mempunyai rata-rata

sebesar 2,95 dengan 5 siswa kriteria sangat

baik dan 25 kriteria baik. Aspek psikomotorik

mempunyai rata-rata 3,00 dengan 7 siswa

kriteria sangat baik dan 23 kriteria baik.

Aspek presentasi mempunyai rata-rata 3,00

dengan 7 siswa kriteria sangat baik dan 23

kriteria baik. Aspek tugas proyek mem-

punyai rata-rata 3,72 dengan 30 siswa

kriteria sangat baik dan 0 siswa kriteria baik

sedangkan penilaian pengamatan afektif,

psikomotorik, presentasi siklus II ditampilkan

dalam Tabel 4.

Pertemuan ke- Hari Tanggal Bulan Kegiatan

1 Jumat 11 April Pengenalan dan diskusi

2 Kamis 17 April

Presentasi dan praktikum

3 Selasa 22 April Presentasi

4 Kamis 24 April Tes

Page 90: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1600 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1596 - 1606

Kelompok Rata-rata

Proyek siklus I Proyek siklus II

1 3,67 3,67

2 3,67 4

3 4 4

4 3,67 3,67

5 3,67 3,67

6 3,67 3,67

Rata-rata 3,72 3,78

Tabel 4. Penilaian pengamatan siklus II

Aspek Rata-rata Kriteria Siswa

Kurang Cukup Baik Sangat baik

Afektif 3,061 0 0 21 9 Psikomotorik 3,053 0 0 20 10 Presentasi 3,053 0 0 20 10 Tugas proyek 3,78 0 0 0 30

Aspek afektif mempunyai rata-rata

sebesar 3,061 dengan 9 siswa kriteria

sangat baik dan 21 kriteria baik. Aspek

psikomotorik mempunyai rata-rata 3,05

dengan 10 siswa kriteria sangat baik dan

20 kriteria baik. Aspek presentasi

mempunyai rata-rata 3,05 dengan 10 siswa

kriteria sangat baik dan 20 kriteria baik.

Aspek tugas proyek mempunyai rata-rata

3,78 dengan 30 siswa kriteria sangat baik

dan 0 siswa kriteria baik. Pada aspek tugas

proyek tidak mengalami peningkatan jum-

lah siswa namun mengalami peningkatan

rata-rata siswa. Siklus I dan siklus II

sebanyak 30 siswa berhasil memenuhi

kriteria tugas proyek dengan sangat baik.

Skor tertinggi tugas proyek adalah 4. Tugas

proyek dinilai berdasarkan kelompok

karena siswa bekerja dengan kelompoknya.

Rata-rata tugas proyek siklus I dengan

siklus II tertera pada Tabel 5.

Pada siklus I kelompok 3 memperoleh nilai

sempurna dengan rata-rata 4, perolehan

nilai sempurna ini bertahan sampai siklus

II. Pada siklus II kelompok 2 berhasil

mendapatkan nilai sempurna sebesar 4

sehingga keseluruhan nilai rata-rata siklus

II mencapai 3,78 lebih tinggi dibandingkan

dengan siklus I dengan perolehan 3,72.

Pembelajaran berbasis proyek dapat

diterapkan dalam program individu atau

seluruh kurikulum, proyek tersebut dapat

dikombinasikan dengan pengajaran tradi-

sional, proyek dapat dilakukan secara

perorangan atau dalam kelompok kecil dan

proyek dapat bervariasi dalam durasi dari

beberapa minggu sampai satu tahun (Mills

dan Treagust, 2003). Melalui kegiatan

proyek, siswa memperoleh banyak

masukan baik itu yang berkaitan dengan

materi maupun diluar materi sehingga

keaktifan siswa, psikomotorik serta

presentasi meningkat. Data pengamatan

siswa kriteria sangat baik siklus I dan

siklus II tertera pada Gambar 1.

Tabel 5. Rata-rata tugas proyek

Page 91: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1601

Gambar 1. Pengamatan kriteria sangat baik siklus I dan siklus II

Berdasarkan Gambar 1, aspek

afektif kriteria sangat baik mengalami

peningkatan dari siklus I sebanyak 5 siswa

menjadi 9 siswa pada siklus II, begitu juga

dengan aspek psikomotorik dan aspek

presentasi kriteria sangat baik sebanyak 7

siswa pada siklus I meningkat menjadi 10

siswa pada siklus II. Kriteria sangat baik

mereka dapatkan ketika siswa aktif dalam

berdiskusi dengan teman kelompoknya,

melakukan presentasi serta mengutarakan

pendapat dan melakukan praktikum dengan

baik. Penilaian dari ketiga pengamat tidak

jauh berbeda dari pengamatan yang

sebenarnya, dalam satu kelompok siswa

mengalami peningkatan keaktifan, adapun

yang tidak berubah namun tidak mengalami

penurunan aktifitas kelompok.

Berpikir pada umumnya dianggap

suatu proses kognitif, suatu aksi mental

yang dengan proses dan tindakan itu

pengetahuan diperoleh. Proses berpikir

berhubungan dengan bentuk-bentuk tingkah

laku dan memerlukan keterlibatan aktif pada

bagian-bagian tertentu dari si pemikir.

Dengan demikian, seorang pembelajar

harus secara aktif memonitor penggunaan

proses berpikir mereka dan mengaturnya

sesuai tujuan kognitif mereka (Haryani,

2012). Berdasarkan hasil tes kognitif

diketahui adanya peningkatan pemahaman

siswa terhadap materi yang dipelajari.

Peningkatan pemahaman ini disebabkan

karena adanya kebiasaan siswa selama

proses pembelajaran berlangsung. Analisis

tes kognitif berbentuk uraian tertera pada

Tabel 6.

Tabel 6. Penilaian tes kognitif berbentuk uraian

Berdasarkan Tabel 6, tes kognitif

berbentuk uraian mengalami peningkatan.

Siklus I memperoleh nilai tertinggi sebesar

85 dan nilai terendah adalah 50 dengan

rata-rata sebesar 67, siklus II mengalami

peningkatan dengan nilai tertinggi sebesar

100 dan nilai terendah adalah 58 dengan

rata-rata sebesar 77. Para peserta didik

dengan pengetahuan metakognitifnya sadar

akan kelebihan dan keterbatasannya dalam

Rata-

rata nilai Nilai

tertinggi Nilai

terendah

Siklus I 67 85 50

Siklus II 77 100 58

Page 92: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1602 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1596 - 1606

belajar (Maulana, 2008). Pengetahuan

metakognitif mengacu pada pengetahuan

tentang memori, komprehensif, dan proses

pembelajaran (Händel, et al., 2013). Di

sekolah, siswa mempunyai kesempatan

berulangkali untuk memonitor dan mengatur

kognisi mereka, mereka juga memiliki

pengalaman metakognitif yang begitu

banyak (Haryani, 2012). Metakognisi

berkaitan erat dengan hasil belajar karena

hasil belajar merupakan suatu hasil dari

proses kognitif (Nuryana dan Sugiarto,

2012).

Pada siklus I digunakan 5 soal

larutan penyangga dan siklus II digunakan 4

soal hidrolisis, namun kedua siklus tersebut

bobot nilainya adalah sama. Setiap soal

memiliki indikator keterampilan metakognisi.

Indikator soal keterampilan metakognisi

larutan penyangga adalah menjaga tujuan

yang telah ditetapkan, mengetahui bahwa

tujuan telah tercapai, menilai penanganan

kesulitan dan hambatan, memilih operasi

yang paling sesuai, dan mengurutkan

operasi-operasi. Sedangkan indikator soal

keterampilan metakognitif materi hidrolisis

adalah mengevaluasi kesesuaian prosedur

yang digunakan, menimbang keakuratan

dan ketepatan hasil-hasil, menjaga tujuan

yang telah ditetapkan, dan mengurutkan

operasi-operasi. Metakognisi merupakan

faktor yang penting dalam proses

pembelajaran pelajar karena mempunyai

hubungan secara langsung yang positif

dengan pencapaian akademik (Rahman dan

Phillips, 2006). Ketercapaian indikator

keterampilan metakognitif tertera dalam

Tabel 7.

Tabel 7. Ketercapaian indikator keterampilan metakognitif

No. soal

Siklus I No. soal

Siklus II

Skor Keterangan Skor Keterangan

1 3,267 Sebagian besar indikator

tercapai 1 4,533 Indikator tercapai

2 3,433 Sebagian besar indikator

tercapai 2 3,433

Sebagian besar indikator tercapai

3 4,1 Indikator tercapai 3 3,6 Sebagian besar indikator

tercapai

4 3,133 Sebagian besar indikator

tercapai 4 4,067 Indikator tercapai

5 4,033 Indikator tercapai Rata-rata

3,56 Sebagian besar indikator

tercapai Rata-rata

4 Indikator tercapai

Penilaian keterampilan metakognitif

dibagi menjadi 4 pencapaian antara lain:

skor 0–1 adalah tidak mencapai indikator

keterampilan metakognisi, skor 2 adalah

sebagian kecil indikator tercapai, skor 3

adalah sebagian besar indikator tercapai,

dan skor 4–5 adalah indikator tercapai.

Pada siklus I perolehan rata-rata sebesar

3,56 dengan 2 soal indikator tercapai adalah

4,1 dan 4,033 sedangkan siklus II

memperoleh rata-rata sebesar 4 dengan 2

soal indikator tercapai adalah 4,533 dan

4,067. Siklus I dengan sebagian besar

indikator tercapai mengalami peningkatan

sehingga indikator pada siklus II tercapai.

Tabel 7 merupakan penilaian dengan

Page 93: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1603

mengambil rata-rata dari tiap soal, untuk

mengetahui peningkatan keterampilan

metakognitif siswa diperlukan penilaian

aspek keterampilan metakognitif siswa

siklus I dan siklus II. Berikut diuraikan dalam

Tabel 8.

Tabel 8. Penilaian aspek keterampilan metakognitif

Pada siklus I sebanyak 0 siswa

memperoleh skor 0–1 dengan tidak

mencapai indikator metakognisi, sebanyak 9

siswa memperoleh skor 2 dengan sebagian

kecil indikator tercapai, sebanyak 9 siswa

memperoleh skor 3 dengan sebagian besar

indikator tercapai, dan sebanyak 12 siswa

memperoleh skor 4–5 dengan indikator

tercapai. Berbeda dengan siklus II dengan

penilaian yang sama mengalami penurunan

menjadi 1 siswa memperoleh skor 2 dengan

sebagian kecil indikator tercapai dan

mengalami penaikan sebesar 15 siswa

memperoleh skor 3 dengan sebagian besar

indikator tercapai serta 14 siswa

memperoleh skor 4–5 dengan indikator

tercapai, hal ini membuktikkan bahwa siswa

semakin banyak mencapai metakognisinya.

Menurut Lin dan Sugiarto (2012),

keberhasilan seseorang dalam belajar di-

pengaruhi oleh kemampuan metakognitif-

nya. Jika setiap kegiatan belajar dilakukan

dengan mengacu pada indikator dari

learning how to learn

maka hasil optimal pasti

akan mudah dicapai.

Keterlibatan siswa se-

lama proses pembelajaran dengan

menggunakan PjBL mengalami peningkatan

sehingga tingkat pemahaman dan

keterampilan metakognitif siswa meningkat

karena siswa telah terbiasa menggunakan

PjBL. Pengalaman ini mereka peroleh

dengan mandiri, sehingga apabila mereka

menemukan kesulitan akan aktif bertanya

kepada teman maupun guru. Metakognisi

terdiri atas dua proses dasar yang

berlangsung secara simultan yakni

memonitor kemajuan ketika belajar dan

membuat perubahan (Haryani, 2012).

Gambar ketercapaian indikator metakognitif

tiap siswa tertera pada Gambar 2.

Jumlah siswa Penilaian aspek metakognitif

Skor 0 – 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 – 5

Siklus I 0 9 9 12

Siklus II 0 1 15 14

Page 94: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1604 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1596 - 1606

Gambar 2. Hasil pencapaian indikator metakognisi tiap siswa

Berdasarkan Gambar 2, sebanyak

19 siswa mengalami peningkatan kete-

rampilan metakognitif sedangkan sebanyak

11 siswa mengalami penurunan keteram-

pilan metakognitif. Skala tertinggi

keterampilan metakognitif adalah 5. Siklus I

memperoleh skala 2,4–4,8 dan siklus II

memperoleh skala 2,75–5. Peningkatan

terjadi karena siswa telah menanamkan

keterampilan metakognitif melalui PjBL

sehingga siswa dapat memonitor kognitif

mereka. Berdasarkan penelitian Pulmones

(2007), dalam proses konstruksi penge-

tahuan, siswa mewujudkan perencanaan

yang jelas, pemantauan dan mengevaluasi

perilaku. Hal ini mendorong siswa untuk

melakukan metakognisi. Siswa menyukai

gagasan bahwa pelajaran tidak disajikan

dalam cara langsung dan berbeda namun

kegiatan yang menyenangkan dan menarik.

Gambar hasil angket siswa tertera pada

Gambar 3.

Gambar 3. Hasil angket siswa

Berdasarkan Gambar 3, sejumlah

91-117 respon siswa tinggi terhadap PjBL.

Rata-rata siswa menyatakan setuju dengan

35 pernyataan antara lain: siswa dapat

Page 95: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1605

mengikuti pembelajaran dengan baik,

memahami tujuan pembelajaran, menge-

tahui permasalahan utama, menganalisis

permasalahan, memonitor dan menilai

pemikiran, memahami permasalahan utama,

rumusan masalah yang dibuat, merancang

alat dan bahan, mencari dari sumber buku

atau internet, diskusi dengan teman satu

kelompok maupun dengan kelompok lain,

membuat kesalahan dan mengulangi

beberapa pekerjaan, menghubungkan

informasi yang diperoleh, mengumpulkan

informasi, mengidentifikasi dan memeriksa

setiap informasi, membuat cara kerja,

mereview, pekerjaan menjadi lebih mudah

dengan adanya jadwal proyek,

menyelesaikan proyek sebelum jadwal yang

sudah ditentukan, melakukan percobaan

sesuai prosedur cara kerja, menambahkan

sedikit kreasi, mengorganisir waktu belajar,

mengembangkan prosedur percobaan, jika

mengalami hambatan akan berusaha

mengenali dulu masalahnya dengan meng-

ulangi dan membaca kembali, melakukan

percobaan dengan baik, meminta bantuan

kepada teman yang lain jika benar-benar

tidak bisa melaksanakan proyek,

mengetahui sumber kesalahan, meng-

analisis informasi, menanyakan pencapaian

tujuan untuk setiap langkah dalam prosedur

yang telah ditetapkan, mencari sumber

kesalahan dalam setiap langkah prosedur,

memeriksa hasil perhitungan, mengevaluasi

proyek, menyampaikan presentasi hasil

diskusi dengan baik, menerapkan

pengetahuan yang dipelajari pada situasi

lain, memilih prosedur yang sesuai jika

dihadapkan pada permasalahan lain,

membuat catatan tentang materi dan

percobaan yang telah dilakukan. Interaksi

satu sama lain dapat memberikan stimulus

yang diperlukan oleh individu untuk menjadi

lebih menyadari proses kognitif siswa.

Keyakinan metakognitif mengenai dasar

dari inteligensi dan kognisi individu dibentuk

melalui interaksi sosial yang selanjutnya

dapat mempengaruhi pembelajaran dimasa

mendatang. Dengan demikian hal ini

penting, bahwa siswa memiliki kesempatan

untuk mengembangkan metakognisi, untuk

mengkonstruk dan mengkonstruk kembali

keyakinan ini dan untuk tertantang serta

terbuka menghadapi tantangan dari

keyakinan ini (Murti, 2011). Keterampilan

metakognitif siswa meningkat berarti PjBL

baik untuk dijadikan alternatif dalam upaya

meningkatkan keterampilan metakognitif

siswa.

SIMPULAN

Pembelajaran dengan mengguna-

kan PjBL dapat meningkatkan keterampilan

metakognitif siswa Suatu SMA di Bae Kudus

kelas XI IPA 2 dengan hasil: sebanyak 19

dari 30 siswa mengalami peningkatan

keterampilan metakognitif; pengamatan

afektif, psikomotorik serta presentasi kriteria

sangat tinggi meningkat menjadi lebih dari 8

siswa dan 30 siswa berhasil mengerjakan

proyek; hasil angket menunjukkan respon

siswa sangat tinggi dengan jumlah respon

antara 91 - 117.

Page 96: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1606 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 1596 - 1606

DAFTAR PUSTAKA

Händel, M., Artelt, C., dan Weinert, S., 2013,

Assessing Metacognitive Knowledge: Development and Evaluation of a Test Instrument, Journal for Educational Research Online, Vol 5, No 2, Hal: 162-188.

Haryani, S., 2012, Membangun Metakognisi dan Karakter Calon Guru Melalui Pembelajaran Praktikum Kimia Analitik Berbasis Masalah, Semarang: UNNES Press.

Hung, C.M., Hwang, G.J., dan Huang, I., 2012, A Project-Based Digital Storytelling Approach for Improving Students' Learning Motivation, Problem-Solving Competence and Learning Achievement, Educational Technology dan Societ, Vol 15, No 4, Hal: 368–379.

Lin, Y.N.I.S., dan Sugiarto, B., 2012, Korelasi Antara Keterampilan Metakognitif dengan Hasil Belajar Siswa di SMAN 1 Dawarblandong Mojokerto, Unesa Journal of Chemical Education, Vol 1, No 2, Hal: 78-83.

Maulana, 2008, Pendekatan Metakognitif sebagai Alternatif Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD, Jurnal Pendidikan Dasar, 10 – Oktober 2008.

Mills J.E., dan Treagust D. F., 2003, Engineering Education – Is Problem-Based or Project-Based Learning The Answer?, Australian Journal of Engineering Education, Online publication 2003-04 pada http://www.aaee.com.au/journal/2003/mills_treagust03.pdf.

Murti, H.S.A., 2011, Metakognisi dan Theory Of Mind (ToM), Jurnal Psikologi Pitutur, Vol 1, No 2, Hal: 53 – 64.

Nuryana, E., dan Sugiarto, B., 2012, Hubungan Keterampilan Metakognisi dengan Hasil Belajar Siswa pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi (Redoks) Kelas X-1 SMA Negeri 3 Sidoarjo, Unesa Journal of Chemical Education, Vol 1, No 1, Hal: 83-75.

Pulmones, R., 2007, Learning Chemistry in a Metacognitive Environment, The Asia-Pacific Education Researcher, Vol 16, No 2, Hal: 165-183.

Rahman S., dan Phillips J. A., 2006, Hubungan Antara Kesedaran Metakognisi, Motivasi Dan Pencapaian Akademik Pelajar Universiti, Jurnal Pendidikan, Vol 31, Hal: 21-39.

Suratno, 2010, Pemberdayakan Keterampilan Metakognisi Siswa Dengan Strategi Pembelajaran Jigsaw-Reciprocal Teaching, Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 17, No 2, Hal: 146-152.

Yalcin, S. A., Turgut, Ü., dan Büyükkasap, E., 2009, The Effect of Project Based Learning on Science Undergraduates’ Learning of Electricity, Attitude Towards Physics and Scientific Process Skills, International Online Journal of Educational Sciences, Vol 1, Hal 1, Hal: 81-105.

Page 97: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1607

PENGEMBANGAN MEDIA FLASH BERBASIS PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

Indah Triana Aprillia*, Murbangun Nuswowati, Endang Susilaningsih Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang

Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian Research and Development (R&D). Tahapan rancangan pengembangan media flash ini menggunakan langkah prosedural oleh Borg and Gall. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dalam penggunaan media flash berbasis pembelajaran inkuiri. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode observasi, tes, angket dan dokumentasi. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Produk pengembangan dinyatakan valid dan layak apabila telah memenuhi kriteria baik atau sangat baik dari validator. Produk pengembangan teruji untuk meningkatkan hasil belajar siswa yaitu diuji berdasarkan penggunaan media flash pada proses pembelajaran. Hasil pengembangan produk media flash berbasis pembelajaran inkuiri dinyatakan valid dengan kategori baik dan layak diterapkan berdasarkan uji kelayakan oleh ahli media dan ahli materi dengan skor rata-rata ahli media 73.5 dan ahli materi 37. Media flash dinyatakan efektif karena 36 siswa mencapai nilai KKM pada hasil tes, dengan nilai n-gain 0,71 dan pada aspek afektif dan psikomotorik termasuk dalam kategori baik, serta mendapat respon positif dari penggunanya dilihat dari angket tanggapan siswa, sehingga media flash efektif meningkatkan hasil belajar siswa. Kata kunci: hasil belajar siswa, inkuiri, media flash

ABSTRACT

The research include in Research and Development (R&D). This step of flash media development uses procedural step by Borg and Gall. The purpose of this research is to know the effectiveness in the cognitive, afective, and psychomotoric domain in using flash media based on inquiry learning. Data accumulation in this research uses observation, test, questionaire and documentation methods. The result data of this research is analyzed by using quantitative descriptive analysis method. Development product is called valid and proper if it has fullfilled good or very good criteria from the validator. The development product proved to improve the learning outcome that is proved base on the using of flash media in learning process. The development result of flash media product based inquiry learning is called valid with good and proper category is implemented base on properness test by media and matery expert with average score of media expert is 73,5 and matery expert is 37. The flash media is called effective because 36 students gain minimum campetence criteria (KKM) score in test result, with n-gain score is 0,71 and afective and psychomotoric aspect include in good category, and also get a positive respond from user that can be seen by the students responds questionare, so flash media is effective to improve the students learning outcome. Keyword : learning outcome, inquiry, flash media

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik dapat secara aktif

mengembangkan potensial diri (Undang-

undang sistem pendidikan No. 20 tahun

2003). Guru memiliki peran yang sangat

penting dalam proses pembelajaran. Guru

Page 98: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1608 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 15607 - 1616

bertindak sebagai fasilitator dan mediator

yang kreatif, sedangkan siswa bertindak

sebagai agen pembelajar yang aktif

(Mugiarso, 2011).

Seorang guru dalam proses belajar

mengajar sering menggunakan berbagai

macam metode, antara lain: eksperimen,

demonstrasi, ceramah, tanya jawab, dan

lain-lain. Tanpa disadari penggunaan model

pembelajaran selama ini yang digunakan

oleh guru telah menjadi suatu rutinitas dan

cenderung monoton (Astuti, 2011). Hal ini

membuat siswa kurang kreatif, mandiri dan

aktif, sehingga dibutuhkan suatu metode

pembelajaran yang melibatkan siswa.

Strategi pembelajaran inkuiri merupakan

bentuk dari pendekatan pembelajaran yang

berorientasi kepada siswa (student centered

approach).

Strategi pembelajaran inkuiri adalah

rangkaian kegiatan pembelajaran yang

melatih siswa untuk belajar mencari

pengetahuan atau informasi, atau

mempelajari suatu gejala (Wenning, 2006).

Opara dan Nkasiobi merumuskan langkah

pembelajaran inkuiri ada 7 tahapan.

Langkah-langkah tersebut antara lain:

merumuskan masalah, membuat hipotesis,

mendesain eksperimen, melakukan

eksperimen, mengumpulkan dan meng-

analisis data, dan menarik kesimpulan, dari

langkah tersebut bertujuan untuk membantu

siswa mengembangkan ketrampilan

intelektual dan ketrampilan-ketrampilan

lainnya seperti mengajukan pertanyaan dan

ketrampilan menemukan (mencari) jawaban

yang berawal dari keingintahuan (Opara dan

Nkasiobi, 2011).

Proses pembelajaran inkuiri dilakukan

melalui proses tanya jawab antara guru dan

siswa sehingga siswa terlibat dalam proses

pembelajaran dimana guru sebagai

fasilitator dan motivator belajar siswa bukan

sebagai sumber belajar (Sanjaya, 2006).

Siswa yang terlibat dalam proses

pembelajaran, akan lebih menghayati

proses pembelajaran, sehingga memberikan

dampak positif pada perkembangan

aktivitas, sikap, dan kinerja siswa pada

materi pembelajaran (Bilgin, 2009). Seperti

penelitian yang telah dilakukan oleh

Zawadski (2010) tentang penerapan metode

inkuiri pada proses pembelajaran SMA di

Thailand, bahwa dengan diterapkannya

proses pembelajaran inkuiri memungkinkan

siswa untuk mengembangkan kemampuan

siswa dalam berkomunikasi, kerja tim, dan

kemampuan berfikir, seperti ketika siswa

berfikir tentang hal yang bersifat abstrak

kemudian mempresentasikannya kedalam

hal yang lebih konkrit, sama halnya dengan

mempelajari materi kimia, dimana materi

yang dipelajari dalam kimia lebih bersifat

kompleks dan abstrak, sehingga masih

banyak siswa yang mengalami kesulitan

dalam memahami dan mengikuti pelajaran

kimia (Resti, 2010).

Siswa merasa kesulitan dalam

memahami dan mengikuti pembelajaran

kimia khususnya pada pokok bahasan

larutan penyangga dapat dibantu dengan

menghadirkan media pembelajaran sebagai

perantara untuk mewujudkan situasi belajar

mengajar yang efektif untuk mempermudah

siswa dalam mempelajari materi yang

abstrak menjadi lebih konkrit (Astuti, 2011).

Media digunakan dalam proses pem-

Page 99: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1609

belajaran merupakan salah satu upaya

untuk menciptakan pembelajaran yang

menyenangkan bagi siswa, sehingga proses

pembelajaran menjadi lebih bermakna dan

berkualitas (Rahayu, 2013). Seperti

penelitian yang telah dilakukan oleh

Fadliana (2013) tentang penggunaan

macromedia flash pada proses pem-

belajaran siswa dapat meningkatkan hasil

belajar siswa, karena dengan bantuan

media dapat memberikan gambaran asli

mengenai materi yang sedang diajarkan

oleh guru sehingga siswa mudah untuk

mengingatnya selain itu penggunaan media

ini dapat meningkatkan motivasi belajar

siswa.

Media yang digunakan dalam proses

pembelajaran bertujuan untuk menghindari

atau mengurangi kemungkinan-

kemungkinan terjadinya kesalahan

komunikasi dalam proses pembelajaran

(Hamdani, 2011). Salah satu media yang

dapat dikembangkan untuk proses

pembelajaran yaitu media flash. Media flash

yang digunakan dalam pembelajaran dapat

meningkatkan hasil belajar siswa (Salim,

2011). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui keefektifan penggunaan media

flash berbasis pembelajaran inkuiri pada

ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

METODE

Penelitian dilakukan pada tanggal 23

Maret sampai dengan tanggal 18 April 2015.

Penelitian ini dilakukan di suatu MAN di

Kudus pada mata pelajaran kimia pokok

bahasan larutan penyangga. Penelitian ini

merupakan jenis penelitian Research and

Development (R&D). Desain penelitian ini

menggunakan desain dari Borg and Gall

yang terdiri dari potensi dan masalah,

pengumpulan data, desain produk, validasi

desain, revisi desain, uji coba produk, revisi

produk, uji coba pemakaian, revisi produk,

dan produk akhir.

Subjek penelitian ini menggunakan 14

siswa kelas XI IPA 2 untuk uji coba skala

kecil dan 40 siswa kelas XI IPA 1 untuk uji

coba skala besar pada semester genap

tahun pelajaran 2014/2015. Pengambilan

sampel didasarkan atas dasar tekhnik

purposive sampling. Kelayakan media dinilai

oleh para pakar menggunakan lembar

validasi. Media yang dikembangkan diuji

pada dua tahapan, yaitu uji coba skala kecil

dan uji coba skala besar. Sedangkan untuk

keefektifan media diuji pada uji coba skala

besar menggunakan data hasil belajar siswa

yang diperoleh.

Metode pengumpulan data dilakukan

dengan metode tes, lembar observasi dan

angket. Metode tes digunakan untuk

mengetahui kemampuan kogintif siswa,

lembar observasi digunakan untuk menge-

tahui kemampuan afektif dan psikomotorik

siswa, dan angket digunakan untuk

memperoleh data tentang kelayakan media

dan respon user. Selain itu pengumpulan

data juga digunakan metode dokumentasi.

Instrumen penelitian yang digunakan

yaitu silabus, rencana pelaksanaan

pembelajaran, lembar validasi untuk media

flash, lembar observasi untuk mengukur

kemampuan afektif dan psikomotorik siswa,

soal pretest dan post test, lembar angket

tanggapan siswa dan guru. Data penelitian

hasil belajar kognitif dianalisis dengan

Page 100: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1610 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 15607 - 1616

statistika parametrik menggunakan uji n-

gain, kemudian untuk hasil belajar afektif

dan psikomotorik dan hasil angket

tanggapan siswa dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Media flash berbasis inkuiri yang

dihasilkan sebagai produk pengembangan

penelitian pada tahap potensi dan masalah

telah melalui analisis kebutuhan, yaitu

analisis media yang digunakan dalam

proses pembelajaran. Pada tahap observasi

awal terlebih dahulu menetapkan materi

yang akan dikembangkan dan bagaimana

konsep media yang akan digunakan. Pada

tahap ini analisa kurikulum didapatkan

materi larutan penyangga yang disesuaikan

dengan silabus SMA kelas XI agar materi

yang disajikan sesuai dengan standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang

ditetakan.

Berdasarkan data identifikasi potensi

yang didapatkan melalui tahap observasi

dan wawancara dengan guru diperoleh

informasi bahwa setiap kelas yang ada di

suatu MAN di Kudus memiliki fasilitas on

focus, yaitu telah disediakan LCD, proyektor

dan komputer di setiap ruang kelasnya.

Hasil wawancara dengan guru mata

pelajaran kimia di suatu MAN di Kudus

diperoleh konsep media pembelajaran, dan

media yang dikehendaki dapat menampilkan

tulisan, gambar, dan animasi percobaan.

Selain itu, hasil belajar siswa masih rendah

terlihat dari banyaknya siswa yang belum

mencapai KKM yang ditetapkan, yaitu

sekitar 26 siswa dalam satu kelas.

Dari hasil observasi dan wawancara,

maka dibuat media yang sesuai dengan

kebutuhan, mudah dipahami, serta mudah

penggunaanya yaitu dengan menggunakan

media flash berbasis pembelajaran inkuiri.

Tahapan dalam pembelajaran inkuiri

menurut Sudjana yaitu perumusan masalah,

menetapkan jawaban sementara, siswa

mencari informasi dan selanjutnya menarik

kesimpulan (Sudjana, 2004). Sedangkan

menurut Natalina tahapan dalam pelak-

sanaan pembelajaran inkuiri yaitu penyajian

masalah, pengumpulan data, penyajian data

dan menarik kesimpulan (Natalina, 2013).

Adapun pada penelitian ini proses

pembelajaran inkuiri diberikan melalui media

pembelajaran flash yang digunakan yaitu

mula-mula siswa disajikan suatu tayangan

slide percobaan dari larutan penyangga

dimana tanyangan tersebut sebagai

penyajian masalah, setelah itu siswa diminta

untuk mengumpulkan data percobaan yang

telah ditanyangkan tersebut dan berdiskusi

untuk mendapatkan jawaban, selanjutnya

siswa diminta untuk menarik kesimpulan.

Desain media flash ini disesuaikan

dengan strategi pembelajaran inkuiri. Pada

penelitian ini, media dibuat dan

dikembangkan sebagai media penunjang

yang dapat membantu guru dan siswa

dalam proses pembelajaran. Desain media

flash terdiri dari halaman cover, menu

utama, standar kompetensi, kompetensi

dasar, materi, simulasi percobaan, dan

evaluasi. Selanjutnya yaitu proses uji

kevalidan produk pengembangan media

yang dilakukan oleh 3 validator yang

meliputi proses review dan evaluasi. Produk

pengembangan yang dievaluasi diberi saran

Page 101: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1611

perbaikan untuk penyempurnaan. Saran

perbaikan yang diberikan oleh validator

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Saran perbaikan oleh validator ahli media dan ahli materi

Sumber Catatan

Jenis Perbaikan

Validator ahli media

Materi dibuat komunikatif, sehingga mengajak siswa untuk mencari jawaban (memunculkan strategi inkuiri).

Font tulisan yang ada di media, tidak harus resmi

Penambahan efek suara

Validator ahli materi

Ditambah lagi latihan soalnya.

Diberi penambahan gambar (misalnya gambar larutan penyangga).

Saran yang diberikan oleh validator

menunjukkan bahwa media pembelajaran

masih perlu perbaikan-perbaikan untuk

penyempurnaan. Proses perbaikan

dikonsultasikan dengan validator dan

dihasilkan produk pengembangan media

flash yang dinilai valid dan layak untuk

diterapkan di kelas. Hasil validasi media

flash dijabarkan pada Tabel 2.

aspek media dan materi masing-

masing memberikan skor baik, sehingga

diperoleh kriteria baik/layak untuk diterapkan

di kelas. Media flash ini teruji layak apabila

dapat meningkatkan hasil belajar kognitif

siswa. Peningkatan hasil belajar kognitif

diukur menggunakan soal pretest dan soal

posttest. Soal yang digunakan untuk

mengukur hasil belajar kognitif ini adalah

soal pilihan ganda.

Uji coba skala kecil dilakukan pada

siswa kelas XI dengan sampel 14 siswa.

Data nilai hasil pretest dan posttest siswa

ditujukkan pada Gambar 1. Hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan hasil belajar kognitif dari hasil

pretest dan posttest. Analisis menunjukkan

bahwa nilai rata-rata pre test yaitu 44,78 dan

nilai rata-rata post test yaitu 85,28 dan

diperoleh hasil nilai n-gain sebesar 0,73.

Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa

media flash efektif digunakan sebagai media

pembelajaran yang baik bagi siswa.

Tabel 2. Hasil total skor oleh validator ahli media dan ahli materi

Validator Total skor

Ahli Media I Ahli Media II Ahli Materi I Ahli Materi II

74 73 37 37

Page 102: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1612 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 15607 - 1616

Gambar 1. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa pada uji skala kecil

Untuk mengetahui tanggapan siswa

pada uji coba skala kecil terhadap

penggunaan media flash pada proses

pembelajaran menggunakan lembar angket

tanggapan siswa, dimana siswa mengisi

angket tersebut setelah melaksanakan

proses pembelajaran. Hasil dari angket

tanggapan siswa dapat dilihat pada

Gambar 2. Berdasarkan gambar 2

menunjukkan bahwa pembelajaran kimia

dengan menggunakan media pembelajaran

flash berbasis inkuiri memperoleh respon

positif.

Uji coba skala besar

dilakukan pada siswa kelas XI

dengan sampel 40 siswa. Data

nilai hasil pretest dan posttest

siswa ditujukkan pada Gambar

2. Hasil yang diperoleh me-

nunjukkan bahwa terjadi

peningkatan hasil belajar kog-

nitif dari hasil pretest dan

posttest. Analisis menunjukkan

bahwa nilai rata-rata pre test yaitu 40,05

dan nilai rata-rata post test yaitu 83,2 dan

diperoleh hasil nilai n-gain sebesar 0,72.

Hasil uji coba skala kecil tersebut

dapat dikatakan bahwa media flash efektif

digunakan sebagai media pembelajaran

yang baik bagi siswa. Hasil ini diperkuat

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hariyanti (2013), bahwa penerapan

pembelajaran model problem posing yang

dilengkapi dengan media flash menun-

jukkan adanya peningkatan prestasi belajar

siswa pada mata pelajaran kimia pokok

bahasan kesetimbangan kimia. Penelitian

yang dilakukan oleh

Setiawan (2013) bahwa

penerapan strategi pem-

belajaran inkuiri pada

proses pembelajaran me-

nunjukkan hasil belajar

yang lebih baik

dibandingkan penerapan

model pembelajaran

konvensional.

3.6

3.8

4

4.2

4.4

4.6

4.8

1 2 3 4 5 6 7 8

Sko

r ra

ta-r

ata

Aspek Tanggapan Siswa

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1 2

Sko

r ra

ta-r

ata

1. Hasil nilai pretest 2. Hasil nilai posttest

Series1

Gambar 2. Data hasil tanggapan siswa pada uji coba skala kecil

Gambar 1. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa pada uji skala kecil

Page 103: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1613

Gambar 3. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa pada uji skala besar

Untuk mengetahui tanggapan siswa

pada uji coba skala besar terhadap

penggunaan media flash pada proses

pembelajaran menggunakan lembar angket

tanggapan siswa, dimana siswa mengisi

angket tersebut setelah melaksanakan

proses pembelajaran. Tanggapan siswa

pada uji coba skala besar terhadap

penggunaan media flash dapat dilihat pada

Gambar 4. Berdasarkan gambar 4

menunjukkan bahwa pembelajaran kimia

dengan menggunakan media pembelajaran

flash berbasis inkuiri memperoleh respon

positif.

Gambar 4. Data Hasil Tanggapan Siswa Pada Uji Coba Skala Besar

Selain penilaian kognitif, dilakukan

penilaian pada aspek afektif dan

psikomotorik. Terdapat delapan aspek untuk

menilai sikap siswa dan lima aspek untuk

menilai keterampilan psikomotorik siswa

selama pembelajaran. Kriteria meliputi

sangat baik, baik, cukup, kurang, dan

sangat kurang. Rata-rata nilai afektif dapat

dilihat pada Gambar 3. Dari Gambar 3

terlihat bahwa pada kelas tersebut

mempunyai satu aspek yang sangat baik

yaitu tanggung jawab terhadap tugas.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1 2

Sko

r ra

ta-r

ata

1. Hasil nilai pretest 2. Hasil nilai posttes

Series1

3.7

3.75

3.8

3.85

3.9

3.95

4

4.05

4.1

4.15

1 2 3 4 5 6 7 8

Sko

r ra

ta-r

ata

Aspek Tanggapan Siswa Pada Uji Coba Skala Besar

Page 104: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1614 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 15607 - 1616

Gambar 5. Rata-rata nilai afektif

Keterangan:

1. Ketepatan waktu ketika masuk kelas 5. Kepercayaan diri siswa 2. Kesiapan siswa membawa buku 6. Menghargai pendapat orang lain 3. Pengumpulan tugas 7. Menghargai pendapat orang lain 4. Perhatian terhadap presentasi teman 8. Mencatat penjelasan guru

Penilaian psikomotorik dapat dilihat

pada Gambar 4 yang memperlihatkan

bahwa pada kelas tersebut mempunyai

satu aspek yang sangat baik yaitu

kecakapan dalam menjawab pertanyaan

secara lisan.

Gambar 6. Rata-rata nilai psikomotorik

Keterangan:

1. Ketepatan menjawab pertanyaan lisan 4. Mengajukan pertanyaan 2. Ketepatan mengerjakan tugas 5. Kecakapan mempresentasikan

materi 3. Mengemukakan pendapat

Data angket tanggapan siswa dan

angket tanggapan guru pada uji coba skala

besar digunakan untuk memberikan

masukan untuk penyempurnaan produk

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

1 2 3 4 5 6 7 8

Sko

r ra

ta-r

ata

Aspek Penilaian Sikap Siswa

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

1 2 3 4 5

Sko

r ra

ta-r

ata

Aspek Penilaian Keterampilan

Page 105: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

Yuli Rahmawati* dan Sri Haryani, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek …. 1615

pengembangan media flash berbasis inkuiri

sehingga didapatkan produk akhir dari

media flash. Data tanggapan siswa pada uji

coba skala besar memberikan tanggapan

positif terhadap penggunaan media flash

dengan rata-rata tanggapan siswa sebesar

32,2. Nilai rata-rata tersebut termasuk dalam

kategori sangat baik.

Berdasarkan tahap validasi, uji coba

skala kecil, uji coba skala besar

menunjukkan bahwa media flash berbasis

pembelajaran inkuiri adalah salah satu

media pembelajaran penunjang

keberhasilan pembelajaran yang layak dan

efektif untuk digunakan serta memperoleh

respon positif dari penggunanya.

SIMPULAN

Hasil pengembangan media flash

berbasis inkuiri dapat disimpulkan bahwa

media flash berbasis pembelajaran inkuiri

dapat meningkatkan hasil belajar siswa

pada materi larutan penyangga dan media

flash berbasis pembelajaran inkuiri

mendapat respon positif dari penggunanya

dilihat dari angket tanggapan siswa yang

diberikan setelah selesai melaksanakan

proses belajar, sehingga media flash efektif

meningkatkan hasil belajar siswa.

.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, S., Ishafit, dan Toifur M., 2011, Pemanfaatan Media Pembelajaran (Macromedia Flash) Dengan Pendekatan Kontruktivis Dalam Meningkatkan Efektivitas Pembelajaran Fisika Pada Konsep Gaya, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Penerapan MIPA, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Bilgin, I., 2009, The Effect of Inquiri Instruction Incorporation a Cooperative Learning Approach on University Students Achievment of Acid and Bases Concept and Attitude Toward Inquiri Instruction, Scientific Research and Essay, Vol

4, No 10, Hal: 1038-1046.

Fadliana, H.N., Redjeki, T., dan Nurhayati, N.D., 2013, Studi Komparasi Penggunaan Metide PBL (Problem Based Learning) Dilengkapi Dengan Macromedia Flash Dan LKS Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Materi Asam, Basa, dan Garam Kelas VII SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2012/2013, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 2, No 3, Hal:

158-165.

Hamdani, M. A., 2011, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia.

Hardiyanto, W., 2012, Pemanfaatan Media Pembelajaran Fisika Berbasis Macromedia Flash 8 Guna Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Sifat Mekanik Bahan Kelas X Tkj 2 SMK Batik Perbaik Tahun Pelajaran 2011/2012, Jurnal akademik, Vol 1,

No 1, Hal: 56-59.

Hariyanti, I., Haryono J., dan Sukardjo S., 2013, Penerapan Pembelajaran Model Problem Posing Dilengkapi Macromedia Flash Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Dan Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Kesetimbangan Kimia Kelas XI IPA SMA Negeri Kebakkramat Tahun Pelajaran 2012/2013, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 2, No 3, Hal:

85-91.

Page 106: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada

1616 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 2, 2015, hlm 15607 - 1616

Mugiarso, H, 2011, Bimbingan dan Konseling, Semarang: UNNES press.

Natalina, M., Mahadi I., dan Suzane A. C., 2013, Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 5 Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012, Prosiding Seminar FMIPA Universitas Lampung, Lampung: Universitas

Lampung.

Opara, J.A. dan Nkasiobi S.O., 2011, Inquiry Instructional Method and The School Science Curriculum, Research Journal of Social Science, Vol 3, No 3, Hal: 188-198.

Rahayu, I. dan Lily M., 2013, Upgrading The Availability Of Building Sentence On Indonesian Language Learning By Using Series Pictures Media, Academic Research International,

Vol 4, No 2, Hal: 530-535.

Resti, A.M., Priatmoko S., dan Kusumo E., 2010, Analisis Kesulitan Belajar Kimia Siswa SMA Dalam Memahami Materi Larutan Penyangga Dengan Menggunakan Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang, Vol 4, No 1, Hal: 512-

520.

Salim, A dan Toifur M., 2011, Pemanfaatan Media Pembelajaran (Macromedia Flash) Dengan Pendekatan Kontruktivis Dalam Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran Fisika Pada Konsep Gaya, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011.

Sanjaya, W., 2006, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana

Prenada Media.

Setiawan, D dan Budhitjahjanto, 2013, Pengaruh Metode Pembelajaran Inkuiri Terhadap Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Di SMKN 3 Buduran Sidoarjo, Jurnal Pendidikan Tekhnik Elektro, Vol 2, No 1, Hal: 301-309.

Sudjana, 2004, Strategi Belajar Mengajar,

Bandung: Pustaka Setia.

Wenning, C.J., 2005, Implementing Inquiry-Based Instruction in the Science Classroom: A New Model for Solving the Improvement of Practice Problem, Journal of Physics Teacher Education, Vol 2, Hal:

1790-4560.

Zawadski, R., 2010, Is Process-oriented inquiry suitable as a teaching method in Thailand’s Higher Education, Journal Education and Learning, Vol 1, No 2, Hal: 66-74.

Page 107: · PDF file(bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum ... mencapai KKM hanya 58,8% saja. Pada