repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30648/1/dian... · tidak...
TRANSCRIPT
TINJAUANHUKUM ISLAM TERHADAP
PROGRAM TITIP DOA DI BAITULLAH
SKRIPSI
DiajukanUntukMemenuhi Salah SatuSyaratMemperoleh
GelarSarjanaSyariah (S.Sy)
Oleh :
Dian KamalsariOhorela NIM :1110043100044
Pembimbing
Dr. H. Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc., MA
NIP.95008171989031001
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIKIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2014M
iii
LEMBAR PERYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa;
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk memenuhi salah
satu persayaratan memperoleh gelar strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua Sumber saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku
di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta: 9 Desember 2014 M
16 Shafar 1436 H
Penulis
iv
ABSTRAK
Dian Kamal Sari Ohorela, NIM: 1110043100044, Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Program Titip Doa Di Baitullah, program Studi perbandingan Mazhab dan
Hukum, Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fikih, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2014 M.
Skripsi ini merupakan upaya untuk memaparkan mengenai hukum dari
program yang dilaksanakan oleh Komunitas Sedekah Harian yakni mencari donatur
dengan cara mendoakan orang lain di Mekkah namun dengan syarat adanya ujrah
(upah) dengan nominal tertentu yang harus dibayar oleh donatur dan dikirim ke no
rekening yang telah disediakan oleh komunitas.
Tujuan dari penelitian ini adalah agar mukallaf memahami mengenai hukum
dari komersialisasi (jual beli) ayat Al-Quran. Selain itu untuk mengetahui hukum
pengambilan ujrah (upah) dari pekerjaan yang berhubungan dengan ketaatan seperti
mengajarkan ayat-ayat Al-Quran, shalat, adzan dll. Juga untuk mengetahui tempat-
tempat yang diijabahkan doanya langsung tanpa adanya penghalang di muka bumi
ini, walaupun pada hakikatnya dimana pun kita berdoa akan di dengar dan di ijabah
oleh Allah Swt.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif
yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan menggunakan jenis penelitian
analisis komperatif yakni metode analisis dengan perbandingan antara Al-Qur’an,
Hadis, pendapat para ulama’ dan cendekiawan muslim yang mengkaji tentang
permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini, serta penelitian kepustakaan (library
research) yaitu dengan mengambil referensi pustaka dan dokumen yang relevan
dengan masalah ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dalam penulisan skripsi ini ialah
bahwa tidak ada ikhtilāf di kalangan ulama mengenai keharaman menukarkan ayat
Al-Quran dengan dunia, namun dalam pengambilan ujrah (upah) terdapat ikhtilāf
mengenai hukumnya.
Pembimbing :Dr. H. Abd. Wahab Abd. Muhaimin, Lc., MA
Daftar Pustaka : Tahun 1960 s.d. Tahun 2014
v
بسمٱللهٱلرحمنٱلرحيم
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tiada hentinya dipanjatkan kepada sang Penguasa
Allah Swt, yang telah memberikan nikmat dan petunjukNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya
hingga akhir zaman.
Berkat rahmat dan hidayah dari Allah Swt, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah dengan judul TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP
PROGRAM TITIP DOA DI BAITULLAH. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis dan bagi yang membacanya.
Selama penulisan skripsi ini penulis banyak kesulitan dan hambatan untuk
mencapai data dan refrensi. Namun berkat kesungguhan hati dan ban tuan dari
berbagai pihak, sehingga segala kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak JM. Muslimin, MA, Ph.D selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Khamami, MA sebagai Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum
dan Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA Sekretaris Program Studi Perbandingan
Mazhab Hukum.
vi
3. Dr. H. Abd. Wahab Abd. Muhaimin, Lc., MA,selaku pembimbing skripsi yang
telah banyak memberi arahan, saran serta petunjuk dalam menyelesaikan skripsi
ini.
4. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa kuliah,
khususnya kepada Dr. H. Taufiki, M. Ag dan Fahmi Ahmadi, S. Ag yang selalu
memberikan suport dan dorongan di awal penulisan skripsi, semoga amal
kebaikannya mendapatkan balasan dari Allah Swt.
5. Seluruh staf dankaryawan Perpustakaan Utama dan staf karyawan fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanan yang baik
dikala penulis mengumpulkan data dan materi skripsi.
6. Kepada keluarga tercinta terutama kepada ayahandatercinta (M. Kamal Nur
Ohorella) yang tiada pernah berhenti untuk selaluberdoa serta memberi nasihat
dan motivasi kepada penulis sehinggaskripsi ini selesai.
7. Sahabat dan rekan mahasiswa PMH (Perbandingan Mazhab Hukum) angkatan
2010, yang selalu memberikan semangat, dukungan, saran dan masukan kepada
penulis. Terima kasih teman-teman, dengan kebersamaan kita selama ini dalam
suka dan duka. Bagi penulis itu adalah pengalaman berharga yang takkan pernah
terlupakan.
8. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang penulis tidak bisa
sebutkan satu persatu. Semoga Allah Swt membalas kebaikan yang telah
diberikan dengan balasan yang berlipat ganda.
vii
Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat khususnya
bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya. Semoga Allah senantiasa
meridhoi setiap langkah kita. Aamin
Jakarta: 9 Desember 2014 M
16Shafar1436 H
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................iii
ABSTRAK ..............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR...........................................................................................v
DAFTAR ISI..........................................................................................................viii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Pembatasan dan PerumusanMasalah ........................................... 11
C. Tujuandan ManfaatPenelitian ...................................................... 11
D. MetodePenelitian ......................................................................... 12
E. Sistematika Penulisan ................................................................. 13
BAB II: JUAL BELI AYAT AL-QURAN DAN UJRAH(UPAH)ATAS
PENGAMALANNYA SERTA GAMBARAN UMUM MENGENAI
BAITULLAH
A. Jual Beli Ayat Al-Quran .............................................................. 16
1. Pengertian Jual Beli .............................................................. 16
2. Dasar Hukum Jual Beli ....................................................... 19
3. Rukun dan Syarat Jual Beli ................................................ 20
4. Hukum Jual Beli Ayat Al-Quran ......................................... 26
B. Ujrah Atas Pengamalan Ayat Al-Quran ..................................... 29
1. Pengertian Ujrah .................................................................. 29
2. Dasar Hukum Ujrah ............................................................. 31
3. Rukun dan Syarat Ujrah ....................................................... 31
4. Hukum ujrah Atas Pengamalan Ayat Al-Quran .................. 33
ix
C. Gambaran Umum Mengenai Baitullah ........................................ 38
1. Profil Baitullah ..................................................................... 38
2. Tempat-tempat Mustajab di Baitullah .................................. 40
BAB III : TINJAUN UMUM TENTANG KOMUNITAS SEDEKAH
HARIAN
A. Profil Komunitas Sedekah Harian ... ........................................... . 45
1. Latar Belakang Komunitas ……………………………… 45
2. Visi dan Misi Komunitas ........................................................ 49
B. Gambaran Umum Program Titip Doa di Baitullah ... ................. . 50
1. Latar Belakang Program ............................................50
2. Visi dan Misi Program…………………………………… 52
BAB IV : KAJIAN TERHADAP PROGRAM TITIP DOA DI
BAITULLAH
A. Hukum Titip Doa Dengan Ujrah................................................... 62
B. Analisis Terhadap Program Titip Doa di Baitullah ....................... 67
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 80
B. Saran-saran .................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 83
LAMPIRAN ............................................................................................................... 87
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tidak dapat disangkal bahwa era dewasa ini adalah era kegelisahan. Problem
hidup terlihat dan dirasakan di mana-mana, bukan saja karena kebutuhan meningkat,
tetapi juga karena ulah sementara pihak mengusik kedamaian dengan berbagai dalih
atau menawarkan aneka ide yang saling bertentangan dan membingungkan.
Ditambah dengan semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, membantu manusia untuk mendapatkan dan memenuhi sesuatu keperluan
hidupnya, terutama keperluan yang bersifat material. Dalam hal moril, ilmu
pengetahuan dan teknologi belum, atau dapat dikatakan tidak akan mampu membantu
manusia, karena memang hal-hal yang bersifat moril dan batiniah berada di luar
jangkauan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam kenyataannya, tidak ada manusia
yang terlepas dari harapan dan keinginan untuk mendapatkan bantuan dari orang lain
atau dari Yang Maha Kuasa.
Boleh jadi manusia tidak selamanya merasakan kebutuhan tersebut. Tetapi
pada saat-saat tertentu, orang akan membutuhkan bantuan, yang kadang-kadang tidak
jelas sumbernya.
2
Sebagai seorang muslim, meyakini bahwa sumber segala kekuatan dan
kekuasaan itu ada pada Allah Swt. Allah menyuruh manusia supaya bermohon
kepadanya, dan berjanji akan mengabulkan permohonan (doa) hambanya.1
Dengan zikir dan doa, optimisme lahir, dan itulah yang dapat mengusik
kegelisahan, karena itu dewasa ini sekian banyak pakar, bahkan yang hidup di Eropa
dan Amerika sekalipun menganjurkan umat beragama untuk kembali mengingat
Tuhan.
Doa dalam pengertian pendekatan diri kepada Allah dengan sepenuh hati,
banyak juga dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Quran. Bahkan Al-Quran banyak
menyebutkan pula bahwa tadharu‟ (berdoa dengan sepenuh hati) hanya akan
muncul bila disertai keikhlasan.
Doa merupakan kesempatan manusia mencurahkan hatinya kepada Tuhan,
menyatakan kerinduan, ketakutan dan kebutuhan manusia kepada Tuhan. Dengan
demikian, doa dipanjatkan hanya kepada Allah Swt, tidak kepada yang lain.
Walaupun, misalnya ada orang yang berdoa di kuburan, doanya tetap harus ditujukan
kepada Allah Swt, tidak boleh kepada orang yang ada dalam kubur.2
1Zakiah Darajat, Doa Menunjang Semangat Hidup, ( Jakarta: CV Ruhama, 1996), Cet. 6,
hal. 15
2Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik, ( Bandung: Pustaka Hidayah, 2004), Cet. 1, hal. 93
3
Doa merupakan bagian dari zikir. Ia adalah permohonan. Setiap zikir kendati
dalam redaksinya tidak terdapat permohonan, tetapi kerendahan hati dan rasa butuh
kepada Allah Swt yang selalu menghiasi pezikir, menjadikan zikir mengandung doa.3
Doa pada mulanya berarti permintaan yang ditujukan kepada siapa yang
dinilai oleh yang meminta mempunyai kedudukan dan kemampuan yang melebihi
kedudukan dan kemampuannya. Karena itu, doa bukan permintaan yang ditujukan
kepada siapa yang setingkat dengan yang memohon. Konteksnya berseberangan
dengan perintah. Sebab, walaupun perintah pada hakikatnya merupakan permintaan,
tetapi ditujukan kepada siapa yang kedudukannya lebih rendah dari pada yang
meminta.
Menurut istilah, doa ialah memohon kepada Allah Swt yang dirumuskan
dalam satu rangkaian kalimat yang diucapkan oleh hamba dengan penuh harap akan
mendapatkan kebaikan dari sisinya, dan dengan merendahkan diri kepadanya untuk
memperoleh apa yang diinginkannya.4
Doa mengandung sejumlah manfaat. Di antaranya ialah untuk memohon
keselamatan di akhirat, yaitu masuk surga dan terhindar dari api neraka. Keselamatan
di akhirat harus diminta kepada Allah Swt, karena taat kepadanya yaitu menjalankan
perintahnya dan menjauhi larangannya tidak otomatis membuat orang itu masuk
surga.
3M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran tentang Zikir & Doa, (Jakarta: Lentera Hati,
2006), hal. 177
4Mahrus Amin, dkk, Doa Ibadah Amaliah dan Peringatan Hari Besar Islam Nasional &
Berbagai Acara, (Jakarta: Firdaus, 1995), hal. 13
4
Doa juga bermanfaat untuk meminta kelancaran urusan duniawi, seperti
memperoleh pekerjaan, rezeki, kedudukan, bisnis, studi, jodoh, keturunan, dan
sebagainya. Manusia dianjurkan untuk selalu berdoa memohon kemudahan urusan-
urusan duniawi itu.
Selain itu, doa juga bermanfaat untuk memperoleh ketenangan pikiran,
perasaan, hati atau jiwa. Makin banyak seseorang berdoa, maka makin tenang pula
pikiran dan hatinya. Ketenangan hati itu dapat dilihat pada terbentuknya sikap-sikap
sufistik pada diri orang yang banyak berdoa, seperti sabar, ikhlas, ridhā,qana‟ah,
syukur, jujur, optimis, istiqāmah, dan tawakkal. Kemudian dari ketenangan jiwa itu
orang akan hidup sehat dan bahagia, sehingga dapat dikatakan bahwa doa bermanfaat
untuk mewujudkan hidup sehat dan bahagia.
Sejatinya, berdoa merupakan salah satu kebutuhan psikologis setiap
manusia. Sebagaimana sudah menjadi hukum alam, kehidupan manusia disertai
berbagai kebutuhan. Maka Islam menjadikan berdoa sebagai mekanisme memohon,
hanya kepada Allah Swt. Memohon untuk keluar dari belitan kebutuhan hidup, baik
di dunia maupun di akhirat.5
Bagi seorang muslim, doa merupakan senjata pamungkas untuk
menyelesaikan berbagai problematika kehidupan. Dalam mencari solusi atas sebuah
persoalan, seorang muslim biasa menggunakan dua saluran, yaitu saluran vertikal dan
horizontal. Saluran vertikal berasal dari bumi (manusia) ke langit (Allah Swt) yang
5Muhammad Ismail Ishak, Ensiklopedia Do‟a dan Dzikir sesuai Al Quran, Hadist & Para
Ulama, (Jakarta: Alifbata, 2007), hal. 1
5
dilakukan melalui doa atau istijābah. Dari langit, Allah kemudian menurunkan
pengabulan-Nya ke bumi sebagai jawaban yang biasa disebut ijābah. Sedangkan
saluran horizontal dilakukan melalui upaya penyelesaian masalah dengan
mengerahkan seluruh kreativitas dan usaha maksimal untuk membuka persoalan yang
dihadapi. Terkabul tidaknya sebuah doa bukan hanya ditentukan oleh cara
pengucapannya, malainkan juga waktu, tempat dan muatan doa itu sendiri.6
Menurut pakar kesehatan jiwa, doa mengandung unsur psikoterapeutik yang
mendalam. Terapi psikoreligius ini tidak kalah pentingnya dengan psikoterapi
psikiatrik, karena mengandung kekuatan spiritual yang membangkitkan rasa percaya
diri dan harapan sembuh.7
Doa merupakan intinya ibadah, karena dengan berdoa berarti telah
menghadapkan segala urusan kepada Allah, dan doa merupakan pernyataan tentang
kelemahan manusia di hadapan kekuasaan Allah Swt, serta merupakan cara untuk
mengingat Allah Swt.8
Saat berdoa, ada beberapa adab yang harus diperhatikan, diantaranya yaitu9
selalu menjaga makanan yang halal, jika memungkinkan menghadap ke arah kiblat,
memperhatikan waktu dan keadaan yang memiliki keutamaan, mengangkat kedua
tangan hingga sejajar dengan pundak, hendaknya dimulai dengan memuji Allah dan
6Wawan Shafwan Shalehuddin, Ada Apa Dengan Doa Kita, (Bandung: Tafakur, 2005), hal.
v
7Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik, hal. 105
8M. Mutawalli Sya’rawi, Doa Yang Dikabulkan, (Jakarta: Pustaka Al kautsar, 1991), hal. 24
9Al-Sayyid Sābiq, Fikih Sunnah, penerjemah: Khairul Amru Harahap dan Masrukhin,
(Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2008), hal. 476
6
membaca shalawat kepada Rasulullah,berdoa dengan hati yang khusuk, rendah hati,
menampakkan kemiskinannya dengan suara lirih, berdoa yang tidak mengandung
unsur dosa atau untuk memutuskan hubungan, dan jika ingin berdoa untuk orang lain,
hendaknya dimulai dengan doa untuk diri sendiri.
Agar doa mudah terkabul, dalam diri setiap manusia harus ada iman yang
teguh, sekuat tenaga ia berusaha menjaga agar kepercayaannya kepada Allah tidak
goyah. Keimanannya itu harus terwujud dalam sikapnya yangbaik terhadap sesama
dan menjalankan perintah Allah dengan hati yang ikhlas.10
Allah menghendaki manusia berdoa kepadanya untuk setiap kebutuhannya,
baik kecil maupun besar. Karenanya, pertemuan manusia dengan Tuhannya menjadi
lebih intensif ketimbang pertemuannya dengan orang-orang dekat disekitarnya.11
Tuhanlah sumber keberadaan dan pemilik semua yang berhubungan dengan
alam ini.Salah satu tuntutan Al-Quran dan Sunnah yang berkaitan dengan doa adalah
berdoa untuk orang lain, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Banyak
ayat-ayat Al-Quran yang menunjuk pada hal tersebut. Yang terpenting didoakan
adalah kedua orang tua. Disamping berdoa untuk kedua ibu bapak, kaum muslimin
juga merupakan orang-orang lain yang perlu didoakan. Berdoa buat orang lain
merupakan anjuran agama.
Mendoakan orang lain atau meminta didoakan oleh orang lain dicakup oleh
kandungan pesan Allah untuk saling membantu dalam kebaikan. Mendoakan orang
10
M. Arifin Ilham, Doa Ajaran Sahabat Rasulullaah, ( Jakarta: Hikmah, 2005), hal 7-8.
11Hosein Fadhlullah, Menyelami Samudra Doa, ( Jakarta: Al-Huda, 2005),Cet. 1, hal. 17
7
lain, lebih-lebih tidak di depannya, mengundang malaikat untuk mengaminkan sambil
berdoa kiranya yang mendoakan orang lain itu memperoleh hal serupa dengan
doanya.
Salah satu tanda eratnya persaudaraan dengan sesama muslim adalah
mendoakan muslim lainnya yang tidak berada di hadapannya, atau tanpa
sepengetahuannya. Saat seorang muslim mendoakan muslim lainnya yang berada
jauh dari tempatnya, tanpa sepengetahuannya, dengan doa-doa yang baik, niscaya doa
tersebut akan dikabulkan Allah dan doa tersebut juga akan mencakup orang yang
membacanya sendiri. Sebagaimanasabda Rasulullah
” ش ػ أتى انزت ػ ا أتى سه هك ت س حذثا ػثذ ان ى أخثشا ػسى ت إتشا حذثا إسحاق ت
فهى أجذ زن د أتا انذسداء فى ي انذسداء لال لذيد انشاو فؤذ كاد ذحر ا صف ت ػثذ انه ات ا صف
جذخ أو انذسداء فماند أذشذ انحج انؼاو فمهد ؼى انثى . ش فئ نا تخ صهى اهلل ػه سهى -لاند فادع انه
مل ش لال :كا تخ ا دػا ألخ كم كه يهك ي ذ سأس ة يسرجاتح ػ ش انغ تظ سهى ألخ شء ان ج ان دػ
ثم نك ت آي كم ت هك ان (سا يسهى)“ان12
Artinya: “Dari Ummu Darda‟ dan Abu Darda‟ Radhiyallahu „anhuma bahwasanya
Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Doa seorang muslim untuk
saudaranya (muslim lainnya) yang tidak berada di hadapannya akan dikabulkan
oleh Allah. Di atas kepala orang muslim yang berdoa tersebut terdapat seorang
malaikat yang ditugasi menjaganya. Setiap kali orang muslim itu
mendoakan kebaikan bagi saudaranya, niscaya malaikat yang menjaganya
berkata, “Amin (semoga Allah mengabulkan) dan bagimu hal yang serupa.” (HR.
Muslim)
Hadits ini merupakan sebuah modal berharga untuk banyak mendoakan
kebaikan bagi saudara-saudara muslim lainnya. Selain mendapatkan pahala
mendoakan mereka, juga akan mendapatkan kebaikan dari doa yangdipanjatkan
12
Abu al-Hasan muslim ibn al-Hajāj ibn Muslim al-Qasyirī, al-Jāmi‟u al-Shahīh al-Musma
shahīh Muslim,(Beirut: Dar al-Jīlu, t.t), Juz. 8, hal 86.
8
tersebut. Mendoakan kebaikan untuk sesama muslim sama halnya dengan mendoakan
kebaikan untuk diri sendiri, sebagaimana dijelaskan di akhir hadits di atas. Malaikat
mengamini doa kita dan Rasulullah Shallallāhu „alahi wa sallam menjamin bahwa
Allah Ta’ala akan mengabulkannya.13
Dengan demikian, doa bukan hanya tenggelamnya seseorang ke dalam zat
illahi. Namun, doa adalah penyingkap tabir semua kehidupan yang baik, dari sisi
pemikiran maupun tindakan. Doa adalah gerakan yang menggugat kelemahan
manusia agar meraih spiritualitas yang tinggi dan penuh pengakuan dosa kepada
Allah, untuk mengubahnya menjadi kekuatan kepribadian manusia yang bersumber
dari kekuatan Allah Swt.14
Namun bagaimana hukumnya mendoakan orang lain dengan mengharapkan
imbalan tertentu. Apakah hal tersebut dapat dihukumi haram, makruh atau mubah?.
Dikarenakan adanya berbagai referensi yang menyatakan tentang hukumnya. Fuqaha
yang menyatakan bahwasannya boleh mendoakan orang lain dengan mengharapkan
imbalan dapat dikategorikan sebagai upah dalam mengajarkan Al-Quran, hal ini di
perbolehkan dengan merujuk pada hadits nabi
أت سؼذ سض كم ػ ر أت ان أت تشش ػ اح ػ حذثا أت ػ ا حذثا أت انؼ
سهى ػه صهى انه أصحاب انث طهك فش ي لال ا ػ ا :انه ف سفشج سافش
أحاء انؼشب ي ى˛حرى زنا ػهى ح ى˛ فاسرضاف ضف ا أ فهذؽ سذ ˛ فؤت
13
Http://www.google.com/read/2012/06/15/20956/keutamaan mendoakan-kebaikan-untuk-
sesama-muslim-tanpa-sepengetahuannya.html#sthash.qtlupkBs.dpuf, diakses pada 10 februari 2014
pukul 19:35.
14Hosein Fadhlullah, Menyelami Samudra Doa, hal. 19
9
ء˛رنك انح تكم ش ا ن ء˛ فسؼ ش فؼ ى˛ نا ط : فمال تؼض ؤناء انش رى أذ ن
زنا ء˛ انز ى ش ذ تؼض ػ ك أ ى فمانا˛نؼه سذا : فؤذ ط إ ا انش ا أ
˛نذؽ فؼ ء نا تكم ش ا ن سؼ ء˛ ش كى ي ذ أحذ ي م ػ ى? ف ؼى : فمال تؼض
إ نؤسل نمذ اسرضفاكى فهى ذضفا˛انه انه نك ا تشاق نكى حرى ذجؼها ˛ ا أ ف
ا جؼها انغى˛ن ى ػهى لطغ ي . فصانح طهك رفم ػه مشأ ˛ فا سب ( ذ نه انح
ػمال)انؼان ا شط ي لهثح˛ فكؤ يا ت ش طهك ى انزي : لال. فا ى جؼه ف فؤ
ى ػه ى˛صانح ا: فمال تؼض صهى : فمال انزي سلى˛ الس انث نا ذفؼها حرى ؤذ
انزي كا زكش ن سهى ف ػه ظش يا ؤيشا˛انه . ف صهى انه فمذيا ػهى سسل انه
سهى ˛ػه ا سلح(: فمال˛ فزكشا ن ا .لذ أصثرى(: ثى لال)؟يا ذسك أ الس
ا سهى)اضشتا ن يؼكى س ػه صهى انه . فضحك سسل انه لال أت ػثذ انه
زا كم ت ر ؼد أتا ان (سا ات شش)لال شؼثح حذثا أت تشش س15
Artinya:“Telah menceritakan kepada kami Abu An-Nu‟man telah menceritakan kepada kami
Abu „Awanah dari Abu Bisyri dan Abu Al Mutawakkil dari Abu Sa‟id radiallahu
„anhu berkata: Ada rombongan orang dari sahabat Nabi SAW yang bepergian
dalam suatu perjalanan hingga ketika mereka sampai di salah satu perkampungan
Arab, mereka meminta kepada penduduk setempat agar bersedia menerima mereka
sebagai tamu penduduk tersebut, namun penduduk menolak. Kemudian kepala suku
kampung tersebut terkena sengatan binatang, lalu diusahakan segala sesuatu untuk
menyembuhkannya namun belum berhasil. Lalu diantara mereka ada yang brekata,
coba kalian temui rombongan itu, semoga ada diantara mereka yang memiliki
sesuatu. Lalu mereka mendatangi rombongan dan berkata: Wahai rombongan,
sesungguhnya kepala suku kami telah digigit binatang dan kami telah
mengusahakan pengobatannya namun belum berhasi. Apakah diantara kalian yang
dapat menyembuhkannya?, maka berkata seseorang dari rombongan: Ya, demi
Allah aku akan mengobati namun demi Allah kemarin kami meminta untuk menjadi
tamu kalian namun kalian tidak berkenan maka aku tidak akan memjadi orang
yang mengobati kecuali bila kalian memberi upah. Akhirnya mereka sepakat
dengan imbalan puluhan ekor kambing. Maka dia berangkat dan membaca (
Alhamdulillah rabbil „alamin), seakan penyakit lepas dari ikatan tali padahal dia
pergi tidak membawa obat apapun. Dia berkata: maka mereka membayar upah
yang telah mereka sepakati kepadanya. Seorang dari mereka berkata: Bagilah
kambing-kambing itu! Maka orang yang mengobati berkata: Jangan kalain
15
Musa Syahin Lasyin, Taysir Shahih Bukhari, Juz II, (Al-Qahirah, Maktabah al-Syuru al-
Dauliyah, 2003), hal. 50-51
10
bagikan hingga kita temui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu kita ceritakan
kejadian tersebut kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan kita tunggu apa
yang akan Beliau perintahkan kepada kita. Akhirnya rombongan menghadap
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu mereka menceritakan peristiwa
tersebut. Beliau berkata: Kamu tahu dari mana kalau Al Fatihah itu bisa sebagai
ruqyah (obat)? Kemudian Beliau melanjutkan: kalian telah melakukan perbuatan
yang benar, maka bagilah upah kambing-kambing tersebut dan masukkanlah aku
dalam sebagai orang yang menerima upah tersebut. Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam tertawa. Abu 'Abdullah Al Bukhariy berkata, dan berkata, Syu'bah
telah menceritakan kepada kami Abu Bisyir aku mendengar Abu Al Mutawakkil
seperti hadits ini. (HR. Bukhori no. 2276)
Sedangkan fuqaha yang memakruhkan pengambilan upah atas pengajaran
Al-Quran beralasan, bahwa upah tersebut seperti upah untuk mengajarkan shalat.
Mereka mengatakan bahwa upah tersebut bukan pekerjaan mengajar Al-Quran tetapi
jampi, baik mantera tersebut memakai Al-Quran atau yang lain.16
Fuqaha yang mengharamkan pengambilan upah atas pengamalan ibadah
menggunakan Q.S al Baqarah: 41 sebagai dasar hukum mereka.
ا ال ذشرشا تآاذ ث ل كافش ت ال ذكا أ ا يؼكى زند يصذلا ن ا أ ءايا ت
إاي فاذم لهال
Artinya:“Berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (al-Quran) yang
membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat). Janganlah kalian menjadi orang
yang pertama kafir kepadanya dan janganlah kalian menukar ayat-ayat-Ku dengan
harga yang rendah. Hanya kepada Akulah kalian harus bertakwa.”(QS al-
Baqarah: 41).
Hal itu juga diperkuat lagi dengan pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang melarang pengambilan upah atas hal-hal yang berhubungan dengan ibadah
seperti doa, shalat, adzan dll. Menurut Ketua MUI Pusat Cholil Ridwan, titip doa
dengan membayar sejumlah biaya itu sama dengan komersialisasi ibadah. "Jadi kalau
16
Ibnu Rusyd, Bidāyatu al-Mujtahid, penerjemah: Imam Ghazali Said dan Achma Zaidun,
(Jakarta: Pustaka Amani, 2007) hal. 74-75.
11
ibadah pakai tarif, pakai jasa, biro jasa, itu namanya komersialisasi ibadah. Itu tidak
betul. Itu namanya penyimpangan dalam ibadah."17
Dari uraian diatas, maka penulis memilih judul Skripsi TINJAUAN
HUKUM ISLAM TERHADAP PROGRAM TITIP DOA DI BAITULLAH.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembahasan mengenai jual beli dan ujrah (upah) sangatlah luas. Agar
pembahasan skripsi ini tidak melebar dari yang diinginkan, maka penulis membatasi
fokus pembahasan masalah hanya sebatas bagaimana hukumnya menerima upah dari
mengamalkan ayat Al-Quran dan bagaimana hukumnya mengkomersilkan ayat Al-
Quran.
Dari pembatasan masalah diatas, agar identik dengan perumusan masalah
ini, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana hukum menerima upah (ujrah) atas pengamalan ayat Al-Quran ditinjau
menurut hukum Islam?
2. Bagaimana hukumnya mengkomersilkan ayat Al-Quran dalam prespektif hukum
Islam?
3. Apakah program titip doa di Baitullah dapat dikategorikan sebagai ujrah dari
mengamalkan ayat Al-Quran atau jual beli ayat Al-Quran?
4. Bagaimana Tanggapan MUI dan Ulama di Indonesia terhadap Program Titip Doa
di Baitullah?
17
http://www.google.com/mui-titip-doa-bayar-rp-102-014-itu-222900940.html, diakses pada
10 februari 2014 pukul 20:25.
12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka
tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui hukum menerima upah atas pengamalan ayat Al-Quran ditinjau
menurut hukum Islam.
b. Untuk mengetahui hukum mengkomersilkan ayat Al-Qur’an dalam prespektif
hukum Islam.
c. Untuk mengetahui apakah Program Titip Doa di Baitullah termasuk dalam ujrah
(upah) dari mengamalkan ayat Al-Quran atau mengkomersilkan ayat Al-Quran.
d. Untuk mengetahui tanggapan MUI dan Ulama di Indonesia mengenai program
titip doa di Baitullah.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Akademis
Manfaat penulisan skripsi ini secara akademis adalah untuk menambah
pengetahuan dan penjelasan bagi masyarakat pada umumnya dan bagi para kaum
muda khususnya tentang pentingnya saling membantu antar manusia yang dalam
hal ini saling mendoakan dalam kebaikan.
13
b. Secara Praktis
Manfaat penulisan skripsi ini secara praktis adalah memberikan
penjelasan kepada masyarakat bahwa ketika saling mendoakan harus disertai
dengan rasa ikhlas tanpa imbalan apa pun.
D. Metode Penelitian
Metodologi yang digunakan oleh penulis untuk sampai pada rumusan yang
tepat dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis Penelitian
Titik tekan penelitian skripsi ini adalah bagaimana hukumnya
mendoakan orang lain dengan menentukan tarif sesuai permintaan doa, dan juga
pandangan ulama mengenai program titip doa di Baitullah. Oleh karena itu,
penelitian skripsi ini termasuk jenis penelitian studi kasus.
2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer, yakni Al Qur’an dan hadis dan pendapat ulama di
Indonesia.
b. Data Sekunder, yakni buku-buku yang berhubungan dengan penulisan skripsi
ini.
14
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian skripsi ini menggunakan studi
pustaka yaitu dengan berbagai literatur yang terkait dengan permasalahan dan
studi wawancara yaitu wawancara ke MUI dan Ulama-ulama di Indonesia.
4. Teknik Penulisan Skripsi
Adapun Teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) yang diterbitkan oleh
CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012.
E. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini penulis membagi pembahasan ke dalam (5) lima Bab,
dimana masing-masing bab mempunyai sub bahasan, hal ini dimaksudkan untuk
memberikan penekanan pembahasan mengenai topik-topik tertentu dalam penulisan
skripsi ini sehingga mendapatkan gambaran dan penjelasan yang utuh. Lebih
jelasnya, gambaran sistematika pembahasan penulisan skripsi ini sebagai berikut:
BAB I merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, studi pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II membahas mengenai dasar hukum merimana upah dari
mengamalkan ayat Al-Quran dan hukum mengkomersilkan ayat Al-Quran, serta
gambaran umum mengenani Baitullah.
15
BAB III membahas mengenai lembaga Sedekah Harian yang melaksanakan
program Titip Doa di Baitullah.
BAB IV membahas mengenai hukum titip doa dengan upah, serta
analisis kasus.
BAB V membahas penutup yang berisi tentang kesimpulan yang
menjawab rumusan masalah dan saran yang berguna untuk perbaikan di masa
yang akan datang.
16
BAB II
JUAL BELI AYAT AL-QURAN DAN UJRAH (UPAH)ATAS
PENGAMALANNYA SERTA GAMBARAN UMUM MENGENAI
BAITULLAH
A. Jual Beli Ayat Al-Quran
1. Pengertian Jual Beli.
Muamalah yang paling umum dilakukan oleh masyarakat adalah
perdagangan atau transaksi jual beli yang dilakukan pada aset riil maupun
finansial.1Jual beli menurut bahasa, yaitu persetujuan saling mengikat antara penjual,
yakni pihak yang menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar
harga barang yang dijual.2 Artinya menukar kepemilikan barang dengan barang atau
saling tukar menukar.3Kata al-bai‟(jual) dan al-syira‟(beli) dipergunakan dalam
pengertian yang sama.
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan
ulama fiqh, sekalipun substansi dan tujuan masing-masing definisi adalah sama.
1 Muhammad Nafik HR, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2009), cet. 1, hal. 79
2Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
Edisi keempat, hal.146
3 Supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Rosda Karya,
2004), Cet. 3, hal. 117
17
Al-Sayid Sabiq, dalam Fikih Sunnah mendefinisikan jual beli yaitu
pertukaran harta dengan harta yang dilandasi saling rela, atau pemindahan
kepemilikan dengan penukaran dalam bentuk yang diizikan.4
Ulama hanafiyyah mendefinisikannya dengan
خصص ج ب ي ع ب ي ث جب دخ 5
“ Saling tukar menukar dengan harta melalui cara tertentu”
Ulama Hanafiah membedakan jual beli dalam arti khusus dan umum. Dalam
arti khusus, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta. Maksudnya ialah melalui
ijāb Qābul, atau juga boleh melalui saling memberikan barang dengan harga dari
penjual dan pembeli.6 Sedangkan dalam arti umum, jual beli adalah pertukaran harta
dengan harta.
Menurut Nawawi, jual beli adalah
١ىب بي ر بي ث مبثخ 7
“Menukar harta dengan harta untuk menjadikan hak milik.” Hasbi Ash-Shiddiqie dalam bukunya yang berjudul Pengantar Fiqih
Muamalah, mendefinisikan jual beli dengan
4Al-Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, penerjemah: Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta:
Cakrawala Publishing, 2009), cet. 1, hal. 159
5Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), Cet. 5, hal. 68
6 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), cet. 2, hal. 111
7 Abī Abdillāh ibnu Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Qudāmah, Mughni al-Muhtaj, (Beirut:
Dar al-Kitab al-„Araby, 1980), hal. 2
18
ا ى١ب د ع اذ بي ١ف١ذ رجبدي ا بي ثب جبدخ ا ع أسبس عمذ ٠م8
“Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka jadilah
penukaran hak milik secara tetap.”
Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata “milik dan
pemilikan”, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki,
seperti sewa-menyewa (Ijārah).
Dalam menguraikan apa yang dimaksud dengan al-māl (harta), terdapat
perbedaan pengertian antara ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama. Akibat dari
perbedaan ini, muncul pula hukum-hukum yang berkaitan dengan jual beli itu sendiri.
Menurut jumhur ulama, yang dikatakan al-māl adalah materi dan manfaat. Oleh
sebab itu, manfaat dan suatu benda, menurut mereka dapat diperjualbelikan. Ulama
Hanafiyah mengartikan al-māl dengan suatu materi yang mempunyai nilai. Oleh
sebab itu, manfaat dan hak-hak, menurut mereka, tidak boleh dijadikan obyek jual
beli.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa inti jual beli ialah
suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara
sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain
menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara‟
dan disepakati.9
2. Dasar Hukum Jual Beli
8Hasbi Ash-Shiddiqie, pengantar Fiqih Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 97.
9Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010). Cet. 1, hal. 68-69
19
Transaksi jual beli yang berlangsung jujur dan adil amatlah ditentukan dalam
perdagangan atau bai‟ oleh Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw.10
adapun
ayat Al-Quran yang mengatur tentang jual beli ialah
Artinya:“Hai orang yang beriman, janganlah kalian makan harta yang ada diantara kalian
dengan cara yang batil kecuali dengan jalan jual beli, suka sama suka diantara
kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha
Penyayang kepada kalian.”(Q. S an-Nisa: 29)
.....
Artinya: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Q. S al-
Baqarah: 275).
Adapun dasar hukum jual beli yang berasal dari hadits nabi diantaranya
ص اهلل ع١ س سئ اج سافع سظ اهلل ع أ سفبعخ ث اىست : ع أ
: لبي؟أؼ١ت ث١ذ اشج جشس , ع ث١ع اجزاس(.و ا 11)س
Artinya:“Dari Rifa'ah Ibnu Rafi' bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya:
Pekerjaan apakah yang paling baik?. Beliau bersabda: "Pekerjaan seseorang
dengan tangannya dan setiap jual-beli yang bersih.” (HR. Al-Bazzār)
10
Muhammad Sharif Chaudry, Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2012), cet.1, hal.
120
11Muhammad bin Ismail al-Shan‟ani, Subul al-Salam, (Kairo: Syirkah Maktabah wa
Mathba‟ah Mustafā al-Bābī al-Halabī, 1960), hal. 4
20
3. Rukun dan Syarat Jual Beli.
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual
beli itu dapat dikatakan sah oleh syara‟. Dalam menetapkan rukun jual beli, para
ulama berbeda pendapat.
Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli hanya ijāb dan qabūlsaja.
Menurutnya yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan antara kedua
belah pihak untuk berjual beli. Namun, karena unsur kerelaan berhubungan dengan
sering tidak kelihatan, maka diperlukan indikator yang menunjukkan kerelaan
tersebut dari kedua belah pihak. Indikator tersebut bisa dalam bentuk perkataan (ijāb
dan kabul) atau dalam bentuk perbuatan, yaitu saling memberi (penyerahan barang,
dan penerimaan uang). Dalam fikih, hal ini terkenal dengan istilah “bai al-
mu‟āthah.”12
Ijāb menurut ulama Hanafiyah, adalah menetapkan perbuatan khusus yang
menunjukkan kerelaan yang terucappertama kali dari perkataan salah satu pihak, baik
dari penjual maupun dari pembeli. Sedangkan qabūl adalah apa yang dikatakan kali
kedua dari salah satu pihak. Dengan demikian, ucapan yang dijadikan sandaran
hukum adalah siapa yang memulai pernyataan dan menyusulinya saja, baik itu dari
penjual maupun pembeli.13
12
M. Ali Hasan, Berbagai Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2004),
cet. 2, hal. 118
13 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Islāmī wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani,
dkk, ( Jakarta: Gema Insani, 2011), cet. 1, hal. 29
21
Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun dari jual beli ada empat yaitu:14
a) „Āqid (orang yang berakad), yakni penjual dan pembeli.
b) Ma‟qūd „alaih (barang yang diperjualbelikan).
c) Sighat (lafadz ijāb dan qabūl).
d) Harga atau nilai tukar pengganti barang.
Menurut jumhur ulama, syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli, yakni:
1) Syarat „āqid. Yaitu:
a) Baligh dan berakal, agar tidak mudah tertipu. Orang gila atau bodoh tidak sah
jual belinya. Sebagaimana firman Allah
.....
Artinya: “Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada orang-orang yang bodoh.
(Q. S an-Nisa:5)
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa harta tidak boleh diserahkan kepada orang
bodoh. Illat larangan tersebut ialah karena orang bodoh tidak cakap dalam
mengendalikan harta, orang gila juga tidak cakap dalam dalam mengelola harta.
Sehingga orang bodoh, orang gila dan anak kecil tidak sah melakukan ijāb kabūl.
Tetapi anak-anak yang belum baligh dan mengerti jual beli dapat dibolehkan
mengadakan jual beli, misalnya jual beli koran, buku-buku dan makanan.15
14
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), cet.1, hal. 68
15Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar II, (Jakarta: Radar Jaya Offset: 1995), cet.
1, hal. 343
22
b) Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda
tertentu, misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang beragama Islam,
sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang
beragama Islam, sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin memberi jalan
kepada orangkafir untuk merendahkan mukmin. Seperti dalam firmannya
Artinya:“Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang kafir untuk menghina
orang mukmin.” (Q. S an-Nisa: 14).
c) Kehendak sendiri, tidak dipaksa. Sebagaimana firmanAllah
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta yang ada
diantara kamu dengan jalan bathil., melainkan dengan jalan beli suka sama
suka.” (Q. S an-Nisa: 29).
d) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat
bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli. Jual beli
seperti ini tidak sah.16
2) Ma‟qūd „Alaih (harga atau nilai tukar barang pengganti), yang masing-masing
harus memenuhi syarat:17
a) Suci, barang yang najis atau yang haram tidak sah diperjualbelikan dan tidak
boleh dijadikan uang untuk keperluan transaksi lainnya.
16
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, hal. 116
17Muhammad Nafik HR, Bursa Efek dan Investasi Syariah, hal. 81
23
b) Bermanfaat, tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya,
mengambil tukarannya juga terlarang karena termasuk dalam arti menyia-
nyiakan harta yang terlarang.
c) Keadaan barang itu dapat diserahterimakan. Tidak sah menjual sesuatu yang
tidak dapat diserahterimakan, seperti ikan di laut, barang jaminan, karena
semua itu mengandung unsur tipuan.
d) Barang tersebut memang milik penjual atau yangmewakilinya.
e) Barang tersebut diketahui oleh penjual dan pembeli, baik zat, bentuk, kadar
(ukuran/nilai), maupun sifat-sifatnya sehingga diantara keduanya tidak terjadi
penipuan.
f) Tidak boleh ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal yang
lain.
g) Tidak dibatasi waktunya. Karena jual beli merupakan salah satu sebab
pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi apa pun kecuali ketentuan syara‟.
3) Syarat Sighat (Ijāb dan Kabūl).
Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijāb dan kabūl dilakukan, sebab ijāb dan
kabul menunjukan kerelaan (keridhaan). Pada dasarnya ijāb kabul dilakukan
dengan lisan, tetapi kalau tidak mungkin, misalnya bisu atau yang lainnya, boleh
ijāb kabul dengan surat-menyurat yang mengandung arti ijāb dan kabūl.18
Adapun
syarat-syarat ijāb kabūl yaitu:
18
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, hal. 70
24
a) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
b) Jangan dihalangi dengan kata-kata lain antara ijāb dan kabūl.
c) Dilakukan dalam satu majelis. Dalam hal ini, ulama Hanafiyah dan Malikiyah
berpendapat bahwa antara ijāb dan kabūl boleh diantarai oleh waktu, yang
diperkirakan bahwa pembeli sempat untuk berpikir. Namun ulama Syafiiyah
dan Hanabilah berpendapat bahwa jarak antara ijāb dan kabūl tidak terlalu
lama, yang dapat menimbulkan dugaan bahwa objek pembicaraan telah
berubah.
Dalam hal ijāb kabūl ini, para ulama fikih berbeda pendapat, diantaranya yaitu
menurut ulama Syafi‟iyah, ijāb kabūl ialah
عمذ اج١ع إال ثصفذ اى ١خاال ٠ 19
“Tidak sah akad jual beli kecuali dengan sighat (ijāb kabūl) yang diucapkan.”
Imam Malik berpendapat
ب ثب ب سزف لذ ز اج١ع لذ 20إ“Bahwa jual beli itu telah sah dan dapat dilakukan secara dipahami saja.”
Pendapat lainnya ialah akad dengan perbuatan, atau disebut juga dengan aqad
bi al-mu‟āthah yaitu
عب غ اا ابعؽأء ثذ اب خز ح وال فب أل خذ ع ش١ئب ث ٠شزش وأ
ه ثبمجط ر اث ٠عؽ١ 21اجب ئع
19
Sohari Sahran, Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Jakarta: Ghalia Indonesia), 2011),
cet.1, hal. 70
20 Sohari Sahran, Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah, hal.70
21Sohari Sohran dan Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah untuk Mahasiswa, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2011), cet.1, hal. 68
25
”Aqad bi al-mu‟athah ialah mengambil dan memberikan dengan tanpa perkataan (ijāb
dan kabul), sebagaimana seseorang membeli sesuatu yang telah diketahui harganya,
kemudian ia mengambilnya dari penjual dan memberikan uangnya sebagai
pembayaran.”
4) Harga atau nilai tukar pengganti barang.
Termasuk unsur penting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang dijual
(uang). Terkait dengan masalah ini, para ulama membedakan ats-tsaman dengan
as-si‟i. Menurut mereka, ats-tsaman adalah harga pasar yang berlaku di tengah-
tengah masyarakat secara aktual, sedangkan al-s‟ir adalah modal barang yang
seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen. Dengan
demikian, harga barang itu ada dua, yaitu harta antar pedagang dan harga antara
pedangan dengan konsumen. Oleh karena itu, para ulama fiqih mengemukakan
syarat-syarat ats-tsaman sebagai berikut:22
a) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
b) Boleh diserahkan pada akad, sekalipun secara hukum, seperti pembayaran
dengan cek atau kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar kemudian, maka
waktu pembayaran harus jelas.
c) Apabila jual beli dilakukan dengan saling mempertukarkan barang (al-
muqa‟yyadah atau barter), maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang
yang diharamkan syara‟.
22
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, hal. 119
26
4. Jual beli ayat Al-Quran
Jual beli yang sah adalah jual beli yang sesuai dengan perintah syariatdan
memenuhi rukun serta syarat dalam jual beli. Dengan terpenuhnya rukun dan syarat
ini, kepemilikan atas barang yang dijual dan penukar serta pemanfaatan keduanya
menjadi halal. Jika jual beli bertentangan dengan syariat, maka jual beli dinyatakan
tidak sah dan batal.
Jual beli yang tidak sah adalah jual beli yang tidak sesuai dengan syarat
Islam. Meskipun jual beliini terlaksana, tetapi tidak menetapkan hukum syar‟i dan
tidak menghasilkan kepemilikan meskipun pembeli telah menerima barang yang
dijual karena sesuatu yang haram tidak bisa menjadi jalan untuk memiliki.23
Mengenai jual beli ayat Al-Quran, dapat dikatakan merupakan jual beli yang
tidak sah. Dikarenakan tidak memenuhi rukun maupun syarat-syarat jual beli.
Keharaman jual beli ayat Al-Quran juga dijelaskan dalam Q. S at-Taubah: 9
Artinya:“Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka
menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang
mereka kerjakan.” (Q. S at-Taubah: 9)
Surat at-Taubahayat 9 ini merupakan gambaran kaum musyrik, yang biasa
menukar ayat-ayat Allah swt dengan harga yang rendah. Mereka memutarbalikkan
ayat-ayat tersebut hanya untuk mendapatkan kepentingan dunia, baik berupa
23
Al-Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, hal. 202
27
kekuasaan, kepemimpinan, maupun harta dengan cara menghalangi manusia untuk
beriman sehingga loyalitasnya tetap untuk mereka.
Sekalipun obyek ayat ini adalah kaum Musyrik, adanya penyifatan,
“Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan,” menunjukkan bahwa
siapapun orang yang melakukan perbuatan tersebut berarti melakukan perbuatan
paling buruk, yang tentu saja diharamkan.
Keharaman pekerjaan ini juga di tegaskan dalam ayat-ayat Al-Quran
lainnya, diantaranya yaitu
Artinya: “Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan
hanya kepada akulah kamu harus bertaqwa.”(Q. S al-Baqarah: 41)
Dalam kitab tafsir Al-Qurthubī, dijelaskan bahwa makna dari ayat diatas
ialah Allah melarang mereka menjadi orang yang pertama kafir dan juga melarang
mereka menukar ayat-ayat Allah dengan imbalan. Karena pada waktu itu, para
pendeta melakukan hal itu, lalu mereka dilarang darinya. Demikianlah yang
dikatakan oleh sekelompok ahli takwil.
Menurut pendapat yang lain, pada waktu itu para pendeta mengajarkan
agama mereka dengan imbalan, lalu mereka dilarang mengambil gaji tersebut.
Dalam tafsir Ath-Thabarī, makna dari surat al-Baqarah: 41 adalah Abu
„Aliyah mengatakan, makna kalimat,“Janganlah kalian menjual ayat-ayat-Ku
dengan harga sedikit,” adalah, Janganlah kalian mengambil upah atas ayat-ayat
tersebut. Sementara itu, As-Suday menyebutkan makna „harga sedikit‟ adalah,
28
“Janganlah kalian mengambil harga (tham‟an, tsaman) sedikit dengan
menyembunyikan nama Allah.24
Jadi, takwil dari ayat tersebut adalah janganlah kalian menjual ilmu yang
telah Aku berikan kepada kalian dalam kitab-Ku dan ayat-ayat-Ku dengan harga yang
sangat murah dan perhiasan dunia yang sedikit. Penjualan mereka seperti itu berarti
mereka meninggalkan keterangan yang ada dalam kitab mereka tentang Nabi
Muhammad Saw bagi masyarakat, padahal di dalam kitab itu disebutkan bahwa
beliau adalah nabi yang ummi, baik dalam Taurat maupun Injil.
Penjualan ini dilakukan dengan harga murah, yaitu berupa kesukaan mereka
untuk mendapatkan kepemimpinan dari golongan dan agama mereka, dan mereka pun
mendapatkan imbalan atas apa yang mereka jelaskan kepada masyarakat itu.Contoh
lain dari penakwilan ayat di atas yaitu di zaman sekarang banyaknya penegak hukum
seperti hakim, jaksa, advokat dll yang seharusnya menegakkan kebenaran dan
melantangkan kebenaran, namun fakta yang terjadi di lapangan adalah mereka
menutupi kebenaran dan memutarbalikan fakta yang sebenarnya hanya demi
kekuasaan maupun kesenangan dunia seperti uang (suap).
Larangan menjual atau menukar ayat-ayat Allah Swt dengan harga sedikit
tidak bisa dipahami sebagai kalau harganya mahal adalah boleh. Sebab, sekalipun
perbuatannya itu dihargai dengan seluruh dunia dan segala isinya, semua itu tetap
sedikit. Dunia dengan segala kesenangannya hanyalah seonggok perhiasan yang
24
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Penerjemah: Fathurroji
dan Anshari Taslim, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Cet. 1, hal. 486
29
penuh tipuan. Apa yang ada di dunia akan lenyap sementara apa yang ada pada sisi
Allah kekal.
Dunia tidak ada artinya apa-apa jika dibandingkan dengan ampunan dan
ridha Allah Swt yang salah satu wujudnya adalah surga yang luasnya seluas langit
dan bumi. Kunci agar seseorang tidak terjerumus ke dalam tindakan menjual ayat-
ayat Allah dengan harga murah adalah betul-betul bertakwa kepada Allah Swt.
B. Ujrah Atas Pengamalan Ayat Al-Quran
1. Pengertian Ujrah
Al-Ijārahberasal dari kata al-ajru, yang arti menurut bahasanya ialah al-
„iwadh, arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti atau upah. Menurut MA. Tihami,
al-ijārah(sewa-menyewa) ialah akad (perjanjian) yang berkenaan dengan
kemanfaatan (mengambil manfaat sesuatu) tertentu, sehingga sesuatu itu legal untuk
diambil manfaatnya, dengan memberikan pembayaran (sewa) tertentu.25
Menurut
Rachmat syafi‟i, ijārahsecara bahasa adalah menjual manfaat.26
Menurut istilah, para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan ijarāh,
diantaranya ialah
Menurut Hanafiyah
ض بفع ثع 27عمذ ع ا
“Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.”
25
MA. Tihami, Kamus Istilah-istilah dalam Studi Keislaman menurut Syaikh Muhammad
Nawawi al-Bantani, (Serang: Suhud Sentra Utama: 2003), hal. 35
26Rachmat Syafi‟i, Fikih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hal. 121
27Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya Pada LKS, hal. 155
30
Menurut Malikiyah, ijārahialah
ال م ثعط ا فعخ اال د ١خ ازعبلذ ع 28رس
“Namabagiakad-akaduntukkemanfataan yang
bersifatmanusiawidanuntuksebagian yang dapatdipindahkan.”
Menurut Syafi‟iyah, ijārahialah
ع ض ابثبحخ ثع جزي جبحخ لبثخ خ ع دح مص فعخ 29عمذ ع
“Akad atas sesuatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan
mubah serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.
Menurut Sayid Sabiq, ijārahialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat
dengan jalan penggantian. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie, ijārahialah akad yang
objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat
dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.
Sedangkan dalam Peraturan Bank Indonesia, ijārahdidefinisikan dengan
transaksi sewa-menyewa atas suatubarang dan atau upah-mengupah atas suatu jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.30
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat dipahami bahwa ijārahadalah
menukarkan sesuatu dengan adanya imbalan. Dalam bahasa Indonesia berarti sewa-
menyewa dan upah-mengupah. Sewa-menyewa adalah menjual manfaat, dan upah-
mengupah adalah menjual tenaga atau kekuatan.31
28
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,hal. 114 29
Rachmat Syafi‟i, Fikih Muamalah, hal. 122
30Pasal 1ayat (10) Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005
31Sohari Sahran dan Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah untuk Mahasiswa, hal. 168
31
2. Dasar Hukum Ijārah
Dasar-dasar hukum atau rujukan ijārahadalah Al-Quran, Al-Sunnah dan Al-
Ijma‟. Dasar hukum ijārahdalam Al-Quran adalah
Artinya:“Jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada
mereka upahnya.” (Q. S al-Thalaq: 6)
Artinya:“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku, ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kit), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
(Q. S al-Qashash: 26)
Artinya:“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
(Q. S al-Baqarah: 233)
3. Rukun dan Syarat Ijārah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijārahhanya ada dua, yakni ijāb dan kabul,
dengan menggunakan kalimat al-ijārah, al-isti‟jar, al-iktira, dan al-ikra. Sedangkan
jumhur ulama berpendapat bahwa rukun ijārahada empat, yaitu:32
a) „Āqid (Orang yang berakad), yaitu mu‟jir/muajir (orang yang menyewakan atau
memberikan upah) dan musta‟jir (orang yang sesuatu atau yang menerima upah).
b) Shigat akad, yaitu ijāb kabūl antara mu‟jir dan musta‟jir.
32
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, hal. 159
32
c) Ujrāh (upah).
d) Ma‟qud „alaih/manfaah (manfaat/ barang yang disewakan atau sesuatu yang
dikerjakan).
Adapun yang menjadi syarat ijārahyang harus ada agar terpenuhi ketentuan-
ketentuan hukum Islam, adalah:
a) Syarat „āqid.
Menurut ulama Hanafiyah, syarat untuk āqid (orang yang berakad) harus berakal
dan mumayyiz, tidak disyaratkan harus baligh. Sedangkan ulama Malikiyah
berpendapat bahwa tamyiz adalah syarat ijārahdan jual beli, sedangkan baligh
adalah syarat penyerahan. Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah mensyaratkan aqid
harus mukallaf yaitu baligh dan berakal, sedangkan anak mumayyiz belum
dikategorikan ahli akad. Syarat selanjutnya adalah cakap melakukan tasharruf
(mengendalikan harta) dan saling meridhai diantara kedua belah pihak.
b) Sighat.
Sighat adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik
secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari
pemilik aset dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa.
c) Ujrah (upah).
Para ulama telah menetapkan syarat upah, yaitu:
a. Berupa harta tetap yang diketahui oleh kedua belah pihak.
b. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijārah, seperti upah menyewa
rumah dengan menempati rumah tersebut.
33
d) Ma‟qud „alaih
Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah-mengupah,
disyaratkan barang yang disewakan dengan beberapa syarat, yaitu:
1) Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan upah-
mengupah dapat dimanfaatkan kegunaannya.
2) Hendaklah barang yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah
dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusus
dalam sewa-menyewa).
3) Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut
syara‟, bukan hal yang diharamkan.
4) Benda yang disewakan disyaratkan kekal zatnya hingga waktu yang ditentukan
menurut perjanjian dalam akad.
4. Upah atas pengamalan ayat-ayat Al-Quran
Mengenai upah yang diberikan kepada orang yang melakukan suatu ibadah,
diperselisihkan kebolehannya oleh para ulama karena berbedanya cara pandang
terhadap pekerjaan-pekerjaan ini, sehingga berbeda pula pendapat mereka mengenai
ketentuan hukumnya. Ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa ijārah dalam
perbuataan taat seperti menyewa orang lain untuk shalat, puasa, haji, atau membaca
Al-Quran yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu haram hukumnya.
Ibadah yang dilakukan oleh seseorang, akan menjadi amal bagi orang yang
melaksanakannya. Karenanya, dia tidak diperbolehkan mengambil upah atas ibadah
yang dilakukannya dari orang lain.
34
Hal yang sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia, apabila seorang
Muslim meninggal dunia, maka keluarganya memerintah kepada orang lain yang
pandai membaca Al-Quran untuk membacakan Al-Quran di rumahnya atau di
kuburan secara bergantian selama tiga malam bila yang meninggal belum dewasa,
tujuh malam bagi orang orang meninggal yang sudah dewasa dan bahkan mencapai
empat puluh malam, yang nantinya orang tersebut akan diberikan upah atas jasanya
tersebut.
Pekerjaan seperti ini batal menurut hukum Islam karena yang membaca Al-
Quran bila bertujuan untuk memperoleh harta maka tak ada pahalanya.33
Menurut mazhab Hanbali, tidak boleh mengambil upah untuk pekerjaan
seperti azan, iqamat, mengajar Al-Quran dll. Semua itu tidak dicatat kecuali sebagai
ibadah orang yang mengerjakannya dan haram baginya mengambil upah atasnya.
Namun demikian, diperbolehkan mengambil upah dari baitul mal atau dari wakaf atas
amal yang manfaatnya dapat dirasakan orang banyak. Seperti pengadilan, pengajaran
Al-Quran, perwakilan dalam haji dll. Karena semua ini terdapat kemaslahatan
bersama. Ini bukanlah upah melainkan upaya untuk membantu pelaksanaan ibadah.34
Ulama yang berpendapat tidak boleh berpegang pada beberapa hadits nabi,
diantaranya
33
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, hal. 119
34Al-Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, hal. 264
35
٠سبس ع سع١ذ ث ع صبس ش األ ع ث عجذ اشح ث اخ عجذ ا أث ؼ ع
ج ب ٠جزغ ث ب ع رع س ع١ ص ا ش٠شح لبي لبي سسي ا أث
خ ام١ب ٠جذ عشف اجخ ٠ ١ب اذ عشظب إال ١ص١ت ث ال ٠زع ج عز ا
(سا اثدد(35
Artinya: “Dari Abi Thawalah ibn Abdi al-Rahman ibn Ma‟mari al-Anshari dari Sa‟id
dari Yasar dari Abi Hurairah, telah berkata Rasulullah Saw,barang siapa
yang mempelajari ilmu yang seharusnya untuk mencari ridha Allah Azza wa
Jalla, kemudian dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan harta
duniawi, maka dia tidak akan menemukan bau surga padahari kiamat.”
(HR. Abu Daud)
أ ذ بسب ذ لبي ع اصب عجبدح ث ثعجخ ع د ث األس ع س عجبدح ث ع
ب ف ع أس بي سب فمذ ١سذ ث ل سج ذ إ اىزبثخ فأ اصفخ امشآ
ب ق ث رؽ سشن أ ب فمبي إ ع س ع١ ص ا فسأذ سسي ا ا سج١
ب بس فبلج لب 36(سا اث بج)ؼ
Artinya:“Dari „Ubadah ibn Nasa‟i dari Aswad ibn Ta‟labah dari „Ubadah ibn
Shamit, berkata, aku mengajarkan Al-Quran dan menulis kepada orang-
orang dari ahlu Ash-Shufah (orang-orang miskin yang tinggal di teras
masjid). Seseorang lelaki dari mereka kemudian menghadiahiku sebuah
busur panah. Menurutku busur panah ini bukanlah harta, tetapi aku akan
menggunakanya di jalanAllah. Aku kemudian menanyakan hal itu kepada
Rasulullah Saw, lalu beliau bersabda: “Jika engkau ingin dibelenggudengan
belenggu api, maka terimalah busur panah itu.” (HR. Ibnu Majah)
Sementara para ulama mazhab Maliki, Syafi‟i dan Ibnu Hazm membolehkan
pengambilan upah dari mengajarkan Al-Quran dan ilmu pengetahuan karena hal
tersebut termasuk bagian dari suatu pekerjaan yang berhak untuk mendapatkan
imbalan tertentu. Ibnu Hazm berkata, boleh memberi upah kepada seseorang untuk
35
Sulaiman bin Al-Asy‟as bin Syidad bin amar, Sunan Abu Daud, (Beirut, Dar al-Fikr, t.th),
Juz. 11, hal 68, No. 3666
36Abu abdillah muhammad bin yazid al-qazwayni, Sunan Ibnu Majah, ( Beirut: Dar al-Fikr,
t.th), Juz. VI, hal. 41. No. 2241
36
mengajarkan Al-Quran dan ilmu pengetahuan, baik upah diberikan setiap bulan
maupun saat itu juga.
Ulama yang membolehkan berpendapat bahwasannya pekerjaan
mengajarkan Al-Quran sama dengan pekerjaan yang lain.37
mereka berpedoman pada
sebuah hadits
أث سع١ذ سظ ع و ز أث ا أث ثشش ع اخ ع حذثب أث ع ب حذثب أث اع
س ع١ ص ا أصحبة اج ؽك فش لبي ا ع ب :ا ف سفشح سبفش
أح١بء اعشة ˛حز زا ع ح ˛ فبسزعبف ٠ع١ف ا أ فذغ س١ذ ˛ فأث
ء˛ره اح ش ثى ا ء˛ فسع ش فع ˛ ب ٠ ػ : فمبي ثعع ؤبء اش أر١ز
زا ء˛ از٠ ش ذ ثعع ع ٠ى أ فمبا˛ع س١ذب : فأر ػ إ ب اش ٠ب أ٠
˛ذغ فع ء ب ٠ ش ثى ب سع١ ء˛ ش ى ذ أحذ ع ? ف : فمبي ثعع ع
إ أسل رع١فب˛ا ف مذ اسزعفبو ا ى حز رجعا ˛ ب ثشاق ى ب أ ف
ب جعب ˛ اغ ع لؽ١ع . فصبح ع١ ؽك ٠زف ٠مشأ ˛ فب سة ( ذ اح
١ عمبي)اعب ب شػ لجخ˛ فىأ ب ث ش ؽك ٠ از : لبي. فب جع ف فأ
ع١ ˛صبح ا: فمبي ثعع ص : فمبي از سل˛ الس اج ب رفعا حز أر
از وب زوش ف س ع١ شب˛ا ب ٠أ ظش . ف ص ا ا ع سسي ا فمذ
س ˛ع١ ب سل١خ(: فمبي˛ فزوشا ب ٠ذس٠ه أ لبي)؟ (: ث ا .لذ أصجز الس
ب س عى )اظشثا س ع١ ص ا . فعحه سسي ا لبي أث عجذ ا
زا ث و ز عذ أثب ا 38(سا اث ش٠ش)لبي شعجخ حذثب أث ثشش س
Artinya:“Telah menceritakan kepada kami Abu An-Nu‟man telah telah menceritakan kepada
kami Abu „Awanah dari Abu Bisyri dan Abu Al Mutawakkil dari Abu Sa‟id
radiallahu „anhu berkata: Ada rombongan orang dari sahabat Nabi SAW yang
37
Ibnu Rusyd, Bidāyatu Al-Mujtahid, penerjemah: Abdul Rasyid Shiddiq, (Jakarta: Akbar
Media, 2013), cet.1, hal.389
38Musa Syahin Lasyin, Taysīr Shahīh Al-Bukhari, Juz II, (Mesir: Dār al-thabā‟ah wa al-
nasyr al-Islāmiyyah, 2003), hal. 50-51
37
bepergian dalam suatu perjalanan hingga ketika mereka sampai di salah satu
perkampungan Arab, mereka meminta kepada penduduk setempat agar bersedia
menerima mereka sebagai tamu penduduk tersebut, namun penduduk menolak.
Kemudian kepala suku kampung tersebut terkena sengatan binatang, lalu
diusahakan segala sesuatu untuk menyembuhkannya namun belum berhasil. Lalu
diantara mereka ada yang brekata, coba kalian temui rombongan itu, semoga ada
diantara mereka yang memiliki sesuatu. Lalu mereka mendatangi rombongan dan
berkata: Wahai rombongan, sesungguhnya kepala suku kami telah digigit binatang
dan kami telah mengusahakan pengobatannya namun belum berhasi. Apakah
diantara kalian yang dapat menyembuhkannya?, maka berkata seseorang dari
rombongan: Ya, demi Allah aku akan mengobati namun demi Allah kemarin kami
meminta untuk menjadi tamu kalian namun kalian tidakberkenan maka aku tidak
akan memjadi orang yang mengobati kecuali bila kalian memberi upah. Akhirnya
mereka sepakat dengan imbalan puluhan ekor kambing. Maka dia berangkat dan
membaca ( Alhamdulillah rabbil „alamin), seakan penyakit lepas dari ikatan tali
padahal dia pergi tidak membawa obat apapun. Dia berkata: maka mereka
membayar upah yang telah mereka sepakati kepadanya. Seorang dari mereka
berkata: Bagilah kambing-kambing itu! Maka orang yang mengobati berkata:
Jangan kalain bagikan hingga kita temui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu
kita ceritakan kejadian tersebut kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan
kita tunggu apa yang akan Beliau perintahkan kepada kita. Akhirnya rombongan
menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu mereka menceritakan
peristiwa tersebut. Beliau berkata: Kamu tahu dari mana kalau Al Fatihah itu bisa
sebagai ruqyah (obat)? Kemudian Beliau melanjutkan: kalian telah melakukan
perbuatan yang benar, maka bagilah upah kambing-kambing tersebut dan
masukkanlah aku dalam sebagai orang yang menerima upah tersebut. Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa. Abu 'Abdullah Al Bukhariy
berkata, dan berkata, Syu'bah telah menceritakan kepada kami Abu Bisyir aku
mendengar Abu Al Mutawakkil seperti hadits ini. (HR. Bukhori no. 2276)
Dasar hukum yang digunakan kelompok ini juga berupa qiyas terhadap
(mengajarkan) shalat dan puasa, maka perlu diketahui bahwa analogi tersebut
berupakan analogi yang rusak. Pasalnya analogi tersebut bertentangan dengan Nash.
Lebih dari itu, diantara kedua hal itu (mengajarkan Al-Quran dan shalat, puasa)
terdapat perbedaan. Sebab sholat dan puasa adalah ibadah yang dikhususkan bagi
38
orang yang melaksanakannya, sedangkan mengajarkan Al-Quran adalah ibadah yang
dapat menjangkau selain orang yang mengajarkannya.39
Berdasarkan hal ini, maka orang yang mengajarkan Al-Quran dan ilmu boleh
mengambil upah, karena dia telah berusaha untuk mentransferkan pengetahuannya
kepada murid, tidak ubahnya seperti mengajarkan untuk menulis Al-Quran.
C. Gambaran Umum Mengenai Baitullah
1. Profil Kota Mekkah
a. Posisi Mekkah al-Mukarramah
Mekkah al-Mukarramah berada di bagian barat wilayah pemerintahan
Arab Saudi yang berada di tanah Hijaz. Tepatnya di tengah lembah yang
dikelililngi gunung-gunung di sekitarnya yang melingkari Ka‟bah. Kawasan-
kawasan yang rendah di sekitar Mekkah disebut dengan al-Batha‟. Sedangkan
bagian timur Masjidil Haram disebut dengan Ma‟la, bagian barat dan selatan
disebut dengan Mislafah.
Mekkah memiliki pintu masuk utama yaitu Ma‟la, Mislafah dan Syakibah.
Secara ilmu falak, Mekkah berada pada derajat 19, 25, 21 lintang utara; 46, 49 dan 39
lintang timur; dan berada padaketinggian 300 meter di atas laut. Mekkah sendiri
merupakan pusarnya bumi.40
39
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, penerjemah: Faturrahman dkk, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2010), hal. 739
40 Muhammad Ilyas Abdul Ghani, Sejarah Kota Mekah Klasik dan Modern, ( Jakarta: Akbar
Media Ek Sarana, 2003), hal. 7
39
Allah telah memilih Mekkah sebagai tempat bangunan rumah-Nya dan
tempat kelahiran nabi Muhammad sebagai nabi penutup dari semua nabi. Allah telah
menjadikan Mekkah sebagai tempat beribada hamba-hambanya, dan mewajibkan
mereka untuk datang ke tempat itu baik yang berada dekat maupun jauh.
Selain itu, Allah akan mengampuni dosa-dosanya siapa saja yang datang dan
berdoa disana. Tidak ada satu tanah pun di muka bumi yang wajib didatangi oleh
orang yang mampu, kecuali Mekkah. Allah telah mensyariatkan pada manusia untuk
berthawaf di Baitullah dan tidak mewajibkan hal itu di tempat lain. Disebutkan bahwa
di sana terdapat tempat-tempat yang doa-doa lebih gampang dikabulkan,
ketergelinciran diampuni, kesalaha-kesalahn dihapuskan, dan disingkapkan semua
kesulitan-kesulitan.
Kota Mekkah erat hubungannya dengan pembangunan Ka‟bah. Sebelum
Islam, kota tersebut lebih dikenal dengan nama Bakkah. Adapun bangunan yang
berada ditempat itu disebut dengan Ka‟bah.Jadi, penyandangan nama Mekkah
terhadap tempat itu jelas setelah Islam turun.41
Kota Mekkah banyak disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur‟an, diantaranya
adalah
Artinya: “Dan demi kata (Mekkah) ini yang aman.” Q. S at-Tin: 3
41
Muhammad Abdul Hamid Asy-Syarqawi & Muhammad Raja‟i Ath-Thahlawi, Ka‟bah
Rahasia Kiblat Dunia, penerjemah: Luqman Junaidi & Khalifurrahman Fath, (Jakarta: Hikmah, 2009),
cet. 1, hal. 12
40
Artinya: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia,
adalah Baitullah yang di Bakkah (Mekah), yang diberkahi.” (Q.s ali-Imran: 96)
Diantara keutamaan-keutamaan Mekah ialah karena Allah telah memilihnya
sebagai tempat dibangunnya Rumah Allah (Baitullah), kota kelahiran dan kenabian
Muhammad, penutup para rasul, tempat beribadah hamba-hambanya serta adanya
kewajiban bagi mereka untuk mwngunjungi baik yangd ekat maupun yang jauh, dan
tempat yang dimaksudkan untuk menghapus dosa-dosa masa lalu.
b. Tempat-tempat Mustajāb di Mekkah
1) Multazam
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Multazam menjadi tempat
yang mustajāb. Pertama adalah faktor nabi Ibrahim, dan yang kedua adalah
faktor Hajar Aswad, dan yang ketiga adalah faktor jutaan manusia yang
berthawaf mengitari Ka‟bah.42
Nabi Ibrahim merupakan salah satu faktor penyebab Multazam
sebagai tempat yang mustajāb. Karena nabi Ibrahim adalah orang yang
membangun Ka‟bah bersama nabi Ismail. Dan Nabi Ibrahim adalah manusia
yang memiliki energi positif luar biasa besar yang kemudian menular keseluruh
karya-karyanya. Sebagaimana dikatakan Allah dalah firmannya
42
Agus Mustofa, Pusaran Energi Ka‟bah, (Surabaya: PADMA Press, 2003), hal. 139
41
Artinya:“Dan ingatlah hamba-hamba kami, Ibrahim, Ishak, dan Ya‟kub yang
mempunyai karya-karya besar dan ilmu pengetahuan (visi) yang jauh ke
depan.”(Q. S Shaad: 45)
Faktor lainnya adalah Hajar Aswad. Hajar Aswad merupakan batu
yang berwarna hitam, ia ditempatkan disebuah lubang di salah satu pojok
bangunan Ka‟bah. Batu hitam ini, oleh Nabi Ibrahim bersama nabi Ismail
dijadikan sebagai salah satu bagian dari batu pondasi Ka‟bah. Batu meteor ini
menjadi bagian dari karya nabi Ibrahim, maka batu yang memiliki konduktifitas
elektromagnetik sangat tinggi itu menjadi sangat besar peranannya. Lebih dari
itu, batu hitam itu juga diletakkan pada lokasi yang dipilih oleh Allah untuk
bisa membangkitkan energi yang besar, yaitu diatas pondasi Ka‟bah.43
Energi yang dipancarkan oleh nabi Ibrahim sepanjang interaksinya
pada waktu itu tersimpan di sistem bangunan Ka‟bah. Apalagi pada saat usai
membangun Ka‟bah, beliau berdoa memohon dikabulkan atau diterima
peribadatan mereka. Disinilah Hajar Aswad berfungsi sebagai “pintu masuk”
dan keluarnya energi Ka‟bah, karena ia memiliki daya hantaran
elektromagnetik yang sangat tinggi. Energi Ka‟bah mengalir deras dari bagian
ini menyinari orang-orang yang berada disekitarnya. Meskipun energi itu juga
memancar dari bagian-bagian Ka‟bah lainnya, akan tetapi yang paling besar
adalah dari Hajar Aswad. Disitulah letaknya Hajar Aswad.44
43
Agus Mustofa, Pusaran Energi Ka‟bah, hal. 140 44
Agus Mustofa, Pusaran Energi Ka‟bah, hal. 141
42
2) Maqam Ibrahim
Seorang tokoh tabi‟in bernama Hasan al-Bashri dalam kitab
Hujjajtullah” mengatakan: ”sesungguhnya Allah yang Maha Perkasa lagi Maha
Agung mengabulkan doa di lima belas tempat. Satu diantaranya ialah di
belakang Maqam Ibrahim.
Para ulama fiqih sepakat, bahwa sunah hukumnya berdoa di belakang
maqam Ibrahim sesudah menunaikan shalat dua rakaat thawaf, karena Maqam
Ibrahim adalah tempat mustajāb untuk berdoa. Dan orang boleh berdoa
memohon apa saja yang diinginnya, baik berupa kebijakan dunia maupun
akhirat. Tetapi yang laing utama ialah berdoa dengan menggunakan doa-doa
mt‟tsu, yakni doa yang bersumber dari Rasulullah Saw. 45
3) Hijir Ismail
Hijir Ismail merupakan bagian dari Ka‟bah. Hijir Ismail adalah
bangunan terbuka, berbentuk setengan lingkaran yang berada di sebelah barat
sisi ka‟bah. Disebut Hijir Ismail karena merupakan tempat berteduhnya nabi
Ismail as. dan ibunya Siti Hajar, dan keduanyapun dimakamkan disini. Tempat
yang terletak antara rukun syamin dan rukun iraqi ini dipercaya sebagai tempat
yang mustajāb untuk berdoa.46
45
Said Bakdasy, Keutamaan Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim, alih bahasa: Abdul Rasyid
Shiddiq (Jakarta: Misaka Galiza, tth), hal.100-101
46http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/5-tempat-mustajab-di-mekkah-dan-
madinah.htm. Diakses pada 26 Agustus 2016, pukul 15.05
43
Selain tempat-tempat diatas, sebenarnya masih banyak tempat-tempat
mustajāb di Mekkah diantaranya yaitu di bukit Safa dan Marwah, Telaga Zam-
zam, PadangArafah, Muzdalifah, Jabal Rahmah dan Mina serta Raudhah yang
berada di Masjid Nabawi Madinah.
Keberadaan makanul mustajāb itu, melengkapi waktu-waktu
mustajāb untuk berdoa dimana saja. Seperti pada sepertiga malam, antara azan
dan iqamat, setelah shalat fardlu, ketika berpuasa dll. Orang yang berdoa pada
waktu yang tepat, apalagi ditempat-tempat yang tepat (Mustajāb), maka
kemungkinan besar doanya akan dikabulkan.47
Dari beberapa sumber diatas, dapat dikatakan bahwasannya Mekkah
dan Madinah merupakan tempat-tempat terbaik di dunia untuk memanjatkan
doa memohon kepada Sang Maha Penguasa. Tidak heran jika di tempat-tempat
tersebut selalu berdatangan orang-orang mukmin dari seluruh dunia pada setiap
harinya, khususnya di musim haji dan umroh ataupun ketika datang bulan
Ramadhan.
Karena di Baitullah, doa seorang hamba akan langsung sampai
kepada Sang Maha Mendengar tanpa adanya penghalang apapun. Ini
dikarenakan Baitullah merupakan tempat suci dan tempat yang sangat disucikan
di bumi. Tersampainya doa seorang hamba tanpa adanya penghalang bukan
berarti apapun doa yang dipanjatkan akan langsung dikabulkan oleh Sang Maha
47
http://www.al-utsmaniyah-tours.com/berita-168-tempattempat-mustajab-di-masjidil-
haram.html. Diakses pada 26 Agustus 2014, pukul 15.25
44
Pengabul doa. Terkadang doa yang dipanjatkan akan ditunda terlebih dahulu
pemakbulannya.
Dan yang perlu diperhatikanketika akan memanjatkan doa di
Baitullah untuk senantiasa memanjatkan doa-doa yang yang tidak menyimpang
dari ajaran syariat Islam, seperti berdoa untuk kemaksiatan, ataupun berdoa
untuk menjatuhkan orang lain. Doa yang dipanjatkan harus senantiasa
mengandung unsur kebaikan bagi dirinya, terlebih lagi kepada keluarganya dan
seluruh umat muslim di dunia.
45
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG KOMUNITAS SEDEKAH HARIAN
A. ProfilkamunitasSedekah Harian.
Kamunitas sedekah harian merupakan sebuah komunitas yang dilandasi oleh
rasa ingin mencari ridho Allah Swt dengan cara bersedekah yang tak hanya dalam
bentuk donasi uang semata, namun juga bersedekah dalam bentuk kegiatan sosial
seperti membuka rumah belajar, memberi semangat orang-orang yang sedang
tertimpa musibah, hingga hal yang terkecil seperti mengingatkan akan kebaikan dan
saling mendoakan.1
Komunitas Sedekah Harian adalah gerakan sederhana untuk menjadi bagian
dari solusi bangsa. Komunitas ini merupakan sebuah komunitas Online yang berharap
bermanfaat di dunia online (dunia maya) dan offline ( dunia nyata).
Komunitas ini berdiri dilatarbelakangi dari ketidaksengajaan Abdul Azis
(Presiden Komunitas sedekah harian)dan Edisman Adiguna (CEO Komunitas
sedekah harian) ketika sedang bergulat dengan dunia maya. Pada saat itu, mereka
mengetahui bahwa jumlah penduduk Indonesia pada periode 31 Desember 2010
berjumlah 259.940.857 jiwa (kompas.com). Sedangkan pengguna internet sebanyak
62.9 juta orang dengan rincian pengguna facebook 47 juta orang, penggunatwitter
1Http://www.komunitas-sedekah-harian.co.id. html, diakses pada 12 Maret 2014, pukul
13.20
46
19.7orang dan budget belanja online adalah Rp. 150 ribu rupiah perharinya.
(dailysocial.net).2
Saat itulah terpikirkan bagaimana jika 1% pada masyarakat Indonesia
bersedekah sebanyak Rp 1.000,- (seribu rupiah) pada setiap harinya?. Jika
dikalkulasikan dalam sebulan saja, maka akan memperoleh jumlah yang tidak sedikit.
Dengan jumlah uang tersebut, dapat membantu masyarakat miskin di Indonesia yang
mencapai 29.132.400 atau 11.96 jiwa di desa maupun kota (presentase oleh Badan
Pusat Statistik).3
Dengan semua ketidaksengajaan itu, terbentuklah Komunitas sedekah
harian. Di masa-masa awal, komunitas ini hanya beroperasi di dunia maya. Dan dari
dunia maya jugalah mereka mendapatkan donatur yang berasal dari berbagai
kalangan masyarakat yang sama-sama peduli terhadap orang-orang miskin.4
Sama-sama mempunyai visi dan misi yang sama dalam merubah pola hidup
masyarakat Indonesia, mereka berusaha untuk mengembangkan komunitas ini dengan
cara tidak hanya aktif di dunia maya tetapi juga aktif di dunia nyata. Alhasil hingga
sekarang, komunitas ini telah banyak dikenal oleh masyarakat bukan hanya di dunia
maya melainkan juga di dunia nyata.5
2Http://www.dailysocial.net. Html, diakses pada 20 Nopember 2014 pukul 23.04
3Http://www.bpd.go.id/beritasatu.com/nasional/193810-bps-maret-2014-jumlah-penduduk-
miskin-indonesia-capai-28-juta.html, diakses pada 20 Nopember 2014, pukul 13.45
4Wawancara dengan Abdul Azis (Presiden Komunitas Sedekah Harian), pada 20 Mei 2014.
5Wawancara dengan Abdul Azis (Presiden Komunitas Sedekah Harian), pada 20 Mei 2014.
47
Komunitas ini telah mempunyai donatur tetap yang berasal dari berbagai
kalangan masyarakat, baik dari kalangan menengah hingga kalangan elit. Dan salah
satu donatur tetap komunitas ini adalah siswa-siswa sekilah dasar (SD) yang berada
di kepulauan jawa.
Komunita sedekah harian hingga saat ini telah melakukan berbagai program
yang bertujuan untuk membantu masyarakat Indonesia yang hidup dengan segala
keterbatasan dan kekerungan, yang tidak hanya berada di Jakarata dan sekitarnya,
melainkan juga yang berada di wilayah luar Jakarta seperti Medan, Bogor, Surabaya,
Tangerang, Bekasi, Depok, Malang dan juga Papua.
Komunitas sedekah harian telah mempunyai beberapa jaringan yang tersebar
di luar pulau jawa, dan telah melakukan berbagai kegiatan guna membantu dan
meringankan permasalahan kemiskinan yang hingga saat ini belum bisa diselesaikan
oleh pemerintahan Indonesia.6
Kegiatan dan program sedekah harian, yang telah dilaksanakan diantaranya
yaitu Sebar seribu nasi bungkus. Program ini merupakan sebuah kegiatan berbagi nasi
kepada para pahlawan jalanan seperti tukang parkir, penyapu jalanan, pemulung dll.
Kegiatan ini telah menyebarkan kurang lebih 2400 nasi bungkus yang tersebar ke
Medan, Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok, Malang dan Surabaya.
6Wawancara dengan Abdul Azis (Presiden Komunitas Sedekah Harian), pada 20 Mei 2014.
48
Program lainnya yaitu sedekah harian peduli bencana. Program ini
merupakan sebuah program aksi tanggap darurat ke daerah bencana. Seperti banjir
dan kebakaran di Jakarta, tanah longsor dan berbagai macam bencana yang terjadi di
Indonesia. bahkan, hingga sampai ke luar negeri seperti mengirimkan bantuan ke
Rohingya dll.7
Rumah belajar sedekah harian, merupakan salah satu program
komunitassedekah harian yang bergerak di bidang pendidikan. Ini merupakan sebuah
program yang menitikberatkan kepada pembekalan keterampilan untuk siswa SMP
dan SMA. Keterampilan yang diajarkan di rumah pintar diantaranya yaitu merakit
komputer, sablon, memasak, kemampuan bahasa dll, yang kesemuanya merupakan
keterampilan yang tidak diajarkan di sekolah formal.
Tujuan dari program rumah belajar ini yaitu untuk memberikan pembekalan
terhadap anak-anak yang kurang mampu, yang nantinya ketika mereka dewasa telah
mempunyai berbagai keterampilan yang dapat dimanfaatkan oleh mereka agar bisa
bersaing dengan ketatnya persaingan di dunia kerja.8
Komunitas sedekah Harian juga membantu pengusaha kecil agar dapat terus
mengembangkan usahanya, dengan mendirikan program Bantu usaha bagi pengusaha
kecil. Selain itu masih banyak juga program-program yang dijalankan oleh komunitas
7Http://mail.google.com, Presentasi Profil Komunitas Sedekah Harian dalam Presentasi
Seminar Kepenulisan, diunduh pada 17 Juni 2014 Pukul 14.17 WIB
8Wawancara dengan Abdul Azis (Presiden Komunitas Sedekah Harian), pada 20 Mei 2014.
49
sedekah harian yang kesemuanya bertujuan untuk membangun Indonesia menjadi
negara yang lebih maju di masa akan datang.
1. Visi dan Misi
Visi dari Komunitas Sedekah Harian adalah “Dapat menjadi jembatan
bagi siapa saja dalam hal kebaikan. Maksudnya adalah komunitas sedekah harian
ini ingin menjadi perantara bagi siapa saja yang mempunyai kelebihan harta dan
ingin menyalurkan bantuannya kepada orang-orang yang kurang mampu.
Sehingga nantinya dapat mengurangi angka kemiskinan yang ada di Indonesia.9
Adapun misi dari kamunitassedekah harian diantaranya yaitu:
a. Mengoptimalisasiseluruh elemen penggiat sosial dengan program
pemberdayaan secara terpadu.
b. Mendukung realisasi tercapainya “Sasaran Pembangunan Millenium
Development Goal’s” (MDGs).
c. Konsisten dalam Kampanye #Sedekah Sehari Seribu.
d. Bersinergi kebaikan dengan berbagai kelompok/komunitas masyarakat.
e. Menjadi pelayan donatur dan yang membutuhkan.
Kegiatan yang dilakukan oleh komunitas sedekah harian seperti yang telah
dijelaskan diatas, sebenarnya merupakan sebagian program yang dilakukan oleh
komunitas ini dalam membantu pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat Indonesia ke level yanglebih baik.
9Http://www.komunitas-sedekah-harian.co.id. html,diakses pada 12 Maret 2014, pukul
14.15
50
Komunitas sedekah harian masih merupakan sebuah komunitas kecil dengan
tujuan yang sama seperti lembaga-lembaga sosial lainnya di Indonesia. namun
semangat dan kerja keras anggota ini telah membuahkan hasil di berbagai bidang
seperti yang telah dipaparkan di atas.
Sebagai salah satu bagian dari bangsa Indonesia, sudah sepatutnya kita untuk
bersama-sama dengan pemeritah menjalankan kegiatan-kegiatan yang pro terhadap
rakyat miskin guna mencapai kesejahteraan dalam kehidupan sebagaimana yang
dituangkan dalam tujuan dari Undang-undang dasar Negeri Republik Indonesia tahun
1945, yang terdapat dalam alinea ke empat yaitu “Melindungi segenap bangsa
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.”
B. Gambaran Umum Program Titip Doa di Baitullah
1. Latar Belakang Program Titip Doa di Baitullah
Bermula dari ide presiden komunitas sedekah harian untuk membuat sebuah
program yang dapat menarik donatur untuk bersedakah di komunitas sedekah harian,
maka dibuatlah program titip doa di baitullah yang bekerjasama dengan salah satu
dewan penasihat komunitas sedekah harian yakni Ahmad Ghozali yang saat itu
sedang umroh di Mekkah.10
10
Wawancara dengan Abdul Azis (Presiden Komunitas Sedekah Harian), pada 20 Mei 2014
51
Tujuan dari program ini yaitu untuk menggairahkan orang-orang muslim
untuk bersedekah. Karena dengan bersedekah, kita dapat membantu orang-orang
yang hidup dalam kekurangan baik yang ada disekitar kita maupun yang berada jauh
dari pandangan kita.11
Selain itu, program ini juga bertujuan untuk memfasilitasi orang-orang yang
ingin berdoa di Baitullah namun tidak bisa berangkat ke Mekkah. Dengan adanya
program ini, diharapkan dapat membantu keinginan orang-orang yang ingin berdoa di
depan Ka’bah, dengan cara di doakan oleh dewan pembina komunitas sedekah harian
yang sedang umrāh.
Sebagaimana diketahui, bahwa Baitullah merupakan tanah haram yang
sangat disucikan oleh umat Islam. Disebutkan bahwa di sana terdapat tempat-tempat
yang doa-doa lebih gampang dikabulkan, ketergelinciran diampuni, kesalahan-
kesalahan dihapuskan, dan disingkapkan semua kesulitan-kesulitan.
Allah telah memilih Mekkah sebagai tempat bangunan rumah-Nya dan
tempat kelahiran nabi Muhammad Saw sebagai nabi penutup dari semua nabi. Allah
telah menjadikan Mekkah sebagai tempat beribadah hamba-hambanya, dan
mewajibkan mereka untuk datang ke tempat itu baik yang berada dekat maupun jauh.
Karena itulah, banyak umat Islam yang berlomba-lomba untuk berangkat ke
Baitullah agar dapat berdoa di Mekkah. Karena sebagaimana yang diketahui, di
Mekkah terdapat banyak tempat-tempat yang dimustajabkan doanya oleh Allah Swt.
11
https://id.berita.yahoo.com/penjelasan-atas-program-titip-doa-020858195.html, diakses
pada 5 Agustus 2014, pukul 12.40
52
Dan kapanpun ketika berdoa di Mekkah akan diijabahkan oleh Allah, karena waktu di
Mekkah keseluruhannya merupakan waktu yang mustajab.
Program titip doa di Baitullah ini direncanakan akan dijalankan pada tanggal
31 Desember 2013 hingga 7 Januari 2014, sesuai dengan jadwal umroh Ahmad
Ghazali. Namun karena menuai berbagai respon yang negatif, akhirnya program ini
dihentikan pada tanggal 2 Januari 2014 oleh pihak komunitas sedekah harian agar
tidak menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan di tengah umat Islam. Karena
sejak program ini di keluarkan oleh komunitas sedekah harian, kritikan yang masuk
lebih banyak yang bersifat negatif dari pada positif.12
2. Visi dan Misi Program Titip Doa di Baitullah
Harta adalah salah satu nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia.
Dan Allah tidak membagi harta kepada semua manusia dengan bagian yang sama.
Ada orang yang mendapatkan bagian yang banyak dan ada yang mendapatkan bagian
yang sedikit. Semua itu semata-mata hanya untuk menguji manusia apakah jika ia
diberi harta yang banyak akan bersyukur ataukah tidak. Dan apakah jika ia diberi
harta sedikit apakah akan bersabar ataukah tidak.13
Salah satu cara mensyukuri nikmat Allah Swt adalah dengan mengeluarkan
sebagian hartanya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Islam adalah
agama yang rahmatan li al-„alamin yang artinya sebagai pembawa rahmat bagi alam
12
Wawancara dengan Abdul Azis, pada 20 Mei 2014
13http://www.news-indonesia-istiyulista-manfaat-sedekah-html, diakses pada 20 Agustus
pukul 10.25
53
semesta. Karena itu, Islam bukan hanya mengajarkan bagaimana seorang muslim itu
berhubungan dengan Tuhannya, akan tetapi, islam juga mengajarkan bagaimana
berhubungan baik dengan keluarganya, tetangganya, dan masyarakatnya.
Rasa empati sosial dalam ajaran agama Islam bukan hanya dalam wacana-
wacana kosong yang tanpa aplikasi. Akan tetapi, rasa empati sosial dalam Islam
diwujudkan dengan tindakan-tindakan nyata, bukan sekedar pengakuan. Oleh karena
itu, orang yang mengaku bertakwa ditantang oleh Allah untuk melakukan perbuatan
sebagai bukti keimanan, keislaman, dan ketakwaannya.14
Salah satunya yaitu dengan
bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkannya. Dalam Al-quran Allah
berfirman:
Artinya: “Kitab (Al-Quran) tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat,
dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (QS.
Al-Baqarah: 2-3).
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa menafkahkan rejeki adalah termasuk
tanda-tanda ketakwaan. Dalam ayat di atas disebutkan menafkahkan sebagian rejeki
adalah memberikan sebagian dari harta yang telah direzekikan oleh Tuhan kepada
orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain.
14
http://www.news-indonesia-istiyulista-manfaat-sedekah-html, diakses pada 20 Agustus
pukul 10.25
54
Islam memandang bahwa kemiskinan sepenuhnya adalah masalah struktural
karena Allah telah menjamin rizki setiap makhluk yang telah, sedang, dan akan
diciptakannya. Dan pada saat yang sama Islam telah menutup peluang bagi
kemiskinan kultural dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi setiap individu.
Setiap makhluk memiliki rizki-nya masing-masing, sehingga mereka tidak akan
kelaparan.15
Dalam perspektif Islam, kemiskinan timbul karena berbagai sebab struktural.
Pertama, kemiskinan timbul karena kejahatan manusia terhadap alam, sehingga
manusia itu sendiri yang kemudian merasakan dampak-nya. Kedua, kemiskinan
timbul karena ketidakpedulian dan kebakhilan kelompok kaya, sehingga si miskin
tidak mampu keluar dari lingkaran kemiskinan. Ketiga, kemiskinan timbul karena
sebagian manusia bersikap dzalim, eksploitatif, dan menindas kepada sebagian
manusia yang lain, seperti memakan harta orang lain dengan jalan yang batil,
memakan harta anak yatim, dan memakan harta riba.
Dalam agama Islam, kita memiliki beberapa prinsip-prinsip terkait kebijakan
publik yang dapat dijadikan panduan bagi program pengentasan kemiskinan dan
sekaligus penciptaan lapangan kerja. Islam mendorong pertumbuhan ekonomi yang
memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor growth).16
15
http://www.news-indonesia.co.id-cara-islam-mengatasi-kemiskinan, diakses pada 20
Agustus pukul 08.20
16http://www.news-indonesia.co.id-cara-islam-mengatasi-kemiskinan, diakses pada 20
Agustus pukul 08.20
55
Islam mencapai pro-poor growth melalui dua jalur utama, yaitu pelarangan
riba dan mendorong kegiatan sektor riil. Pelarangan riba secara efektif akan
mengendalikan inflasi sehingga daya beli masyarakat terjaga dan stabilitas
perekonomian tercipta. Pada saat yang sama, Islam mengarahkan modal pada
kegiatan ekonomi produktif melalui kerjasama ekonomi dan bisnis seperti
mudharabah, muzara’ah, dan musaqat. Dengan demikian, tercipta keselarasan antara
sektor riil dan moneter sehingga pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung secara
berkesinambungan.
Islam mendorong penciptaan anggaran negara yang memihak kepada
kepentingan rakyat banyak (pro-poor budgeting). Dalam sejarah Islam, terdapat tiga
prinsip utama dalam mencapai pro-poor budgeting yaitu: disiplin fiskal yang ketat,
tata kelola pemerintahan yang baik, dan penggunaan anggaran negara sepenuhnya
untuk kepentingan publik.17
Di dalam Islam, anggaran negara adalah harta publik sehingga anggaran
menjadi sangat responsif terhadap kepentingan orang miskin, seperti menyediakan
makanan, membayar biaya penguburan dan utang, memberi pinjaman tanpa bunga
untuk tujuan komersial, dan beasiswa bagi yang belajar agama.
Islam mendorong kebijakan pemerataan dan distribusi pendapatan yang
memihak rakyat miskin (pro-poor income distribution). Terdapat tiga instrument
17
http://www.news-indonesia.co.id-cara-islam-mengatasi-kemiskinan, diakses pada 20
Agustus pukul 08.20
56
utama dalam Islam terkait distribusi pendapatan yaitu aturan kepemilikan tanah,
penerapan zakat, serta menganjurkan qardul hasan, infak atau sedekah, dan
wakaf.Islam mengatur bagi setiap orang yang menghidupkan tanah mati, maka tanah
itu menjadi milik-nya. Dan bagi siapa saja yang menelantarkan tanahnya, maka
negara berhak mengambilnya untuk kemudian memberikan kepada orang lain yang
siap mengolah-nya. Dengan penerapan zakat, infak atau sedekah dan wakaf, maka
tidak akan ada konsentrasi harta pada sekelompok masyarakat.18
Zakat, infak atau sedekah dan wakaf juga memastikan bahwa setiap orang
akan mendapat jaminan hidup minimum sehingga memiliki peluang untuk keluar dari
kemiskinan. Lebih jauh lagi, untuk memastikan bahwa harta tidak hanya beredar di
kalangan orang kaya saja.
Zakat, infak atau sedekah dan wakaf dimaksudkan untuk mengurangi
kemiskinan dan mendorong masyarakat agar rajin bekerja, menciptakan hubungan
yang dinamis antara si kaya dengan si miskin dan menjauhkan kesenjangan di antara
keduanya serta menjadi pilar kekuatan ekonomi Islam sekaligus menyelesaikan
problematika umat Islam.19
Dari semua itulah, maka komunitas sedekah harian membuat program titip
doa baitullah ini dengan visi dan misi yaitu untuk mengajak masyarakat Indonesia
18
http://www.news-indonesia.co.id-cara-islam-mengatasi-kemiskinan, diakses pada 20
Agustus pukul 08.20
19http://www.google.com/url/manfaat-zakat.html, diakses pada 20 Nopember 2014
57
untuk lebih giat lagi dalam bersedekah. Diharapkan dengan banyaknya orang yang
bersedekah, bisa membantu mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.
Selain itu, sebenarnya manfaat terbesar dari zakat, infak atau sedekah dan
wakaf bukanlah untuk orang yang menerimanya, namun lebih besar manfaatnyabagi
orang yang mengeluarkannya. Orang yang mengeluarkan sedekah mendapatkan
banyak manfaat, diantaranya yaitu memperoleh Cinta Allah Dan Cinta Sesama
Manusia. Orang dermawan dicintai dekat kepada Allah, dekat kepada manusia, dekat
kepada surga, dan jauh dari neraka. Orang yang pelit jauh dari Allah, jauh dari
manusia, jauh dari surga, dan dekat kepada neraka.20
Perintah Allah kepada kita untuk bersedekah sudah sangat jelas, baik yang
disebutkan dalam Al-Quran maupun hadits qudsi. Pada hakikatnya orang yang
bersedekah menjadi wakil Allah dalam mengasihi hamba-hamba-Nya. Keutamaan-
keutamaan dan pahala-pahala sedekah sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadist.
Karena itu, salah satu langkah jitu untuk mendapatkan cinta dan kasih sayang Allah
adalah dengan cara mengasih sesama manusia. Salah satu cara mengasihi sesama
manusia adalah dengan bersedekah kepada mereka.
Sebagaimana dalam sebuah kisah, disebutkan ada seorang sufi yang
bermimpi melihat catatan orang-orang yang mencintai Allah. Namunsayang, ternyata
ia tidak mendapatkan namanya tercantum di sana. Kenyataan pahit itu tidak
membuatnya putus asa. Ia berkata, “Mungkin untuk disebut sebagai orang yang
20
http://www.news-indonesia-istiyulista-manfaat-dedekah-html, diakses pada 20 Agustus
pukul 10.25
58
mencintai Allah aku belum pantas. Karena itu, lebih baik aku mencintai sesama
manusia saja.” Pada malam yang lain ia kembali bermimpi bisa melihat catatan
orang-orang yang mencintai sesama manusia saja.”
Pada malam yang lain ia kembali bermimpi bisa melihat catatan orang-orang
yang mencintai Allah. Anehnya, namanya ada di barisan paling atas. Ternyata
perbuatan cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia bisa menjadikan sebab
seseorang dicintai oleh Allah.21
Selain kecintaan kepada Allah, orang yang suka bersedekah akan
mendapatkan kecintaan dari sesama manusia. Sudah menjadi tabiat manusia untuk
ingin diperhatikan, dimengerti, dan dibantu. Sedekah adalah salah satu bentuk empati
sosial. Orang yang memiliki memberi apa yang dimilikinya kepada orang yang
memerlukan. Tidak disangsikan lagi, bahwa setiap orang yang diberi suatu
kenikmatan pasti ia akan merasa senang dengan pemberinya. Dengan kita rajin
melakukan sedekah, Insya Allah akan menjaga lahir batin kita.
Selain itu, manfaat sedekah yang terbesar bagi orang yang mengeluarkannya
yaitu mensucikan jiwanya. Cinta dunia adalah kotoran yang menempel dalam jiwa
manusia. Salah satu bentuk cinta dunia adalah mencintai harta yang berlebihan.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam Q. S al-Fajr: 20
21
http://www.news-indonesia-istiyulista-manfaat-dedekah-html, diakses pada 20 Agustus
pukul 10.25
59
Artinya: “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.”
Dalam ayat lain Allah juga berfirman
Artinya: “Celakalah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya. (QS Al Humazah: 1-2)
Sifat bakhil adalah kotoran yang menodai jiwa. Kotoran itu harus disucikan.
Cara mensucikannya adalah menanam sifat pemurah dengan cara senang bersedekah.
Insya Allah dengan rajin sedekah kotoran yang berupa sifat kikir tersebut akan hilang.
Dan jika hati dan jiwa sudah bersih, maka kita akan merasa mendapat kelapangan dan
kemudahan untuk beribadah kepada Allah.
Manfaat lainnya yaitu, membawa berkah bagi hartanya dan menyuburkan
harta orang yang bersedekah. Sebagaimana janji Allah Swt dalam Q. S al-Baqarah:
276
Artinya:“Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
(QS Al-Baqarah: 276).
Dalam ayat lain, Allah juga berfirman
Artinya:“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. Al Baqarah: 261)
60
Pada dasarnya tidak ada larangan untuk meminta didoakan oleh orang lain,
begitu juga dengan meminta sedekah dari orang lain. Namun ada cara-cara tertentu
yang harus diperhatikan dalam menjalani dua aktifitas ini. Bahkan Rasulullah Saw
bersabda:
ين أخبرا عيسى بي يس حذثا عبذ الولك بي أبى سليواى عي حذثا إسحاق بي إبرا
الذرداء قال قذهج كاج ححخ اى بي صف ابي عبذ الل اى أبى الزبير عي صف
جذث أم الذرداء فقالج أحريذ الحج العام فلن أجذ زل الشام فأحيج أبا الذرداء فى ه
ا بخير فإى البى . فقلج عن ل ة :صلى اهلل علي سلن كاى يقل -قالج فادع الل دع
بخير كل كلوا دعا ألخي هلك ه ذ رأس ر الغيب هسخجابت ع بظ الورء الوسلن ألخي
لك بوثل آهيي كل ب (را هسلن).قال الولك الو22
Artinya:“Telah bercerita kepada kami Ishak bin Ibrahim, telah mengabarkan kepada
kami Isa bin Yusuf. Telah bercerita kepada kami Isa bin Yunus, telah
bercerita kepada kami Abdul Malik bin Abi Sulaiman dari Abi Zubair dari
Shafwan, dia adalah anaknya Abdillah bin Shafwan.Dari Ummu Darda‟ dan
Abu Darda‟ Radhiyallahu „anhuma bahwasannya Rasulullah Saw bersabda:
Doa seorang muslim untuk saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui olehnya
adalah doa mustajabah. Di atas kepalanya (orang yang berdoa) ada malaikat yang
telah diutus. Sehingga setiap kali dia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka
malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan, “Amin dan kamu juga akan
mendapatkan seperti itu."(HR. Muslim)
Dalam hadits diatas, Rasulullah Saw berkata bahwa doa yang dipanjatkan
seorang muslim untuk saudaranya tanpa sepengetahuan (orang yang didoakan adalah
doa yang mustajab, karena malaikat akan mengaminkan doa tersebut dan mendoakan
orang yang berdoa tersebut seperti doa yang dia panjatkan untuk saudaranya).
Meminta didoakan orang lain setelah memberikan sedekah sebenarnya
adalah hal yang boleh, namun lebih utamanya lagi jika bersedekah secara tulus tanpa
22
Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajāj ibn Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-afāq: t.th),
juz. 8, hal. 86
61
meminta balasan berupa doa dari mereka. Kalaupun ingin didoakan, tidak harus
diawali dengan sedekah agar tidak ada kesan memberi dengan mengharapkan pamrih.
Terlebih lagi jika meminta bayaran dengan harga tertentu baru kemudian
akan mendoakan orang yang memberi imbalan tersebut, jelas ini tidak diperbolehkan
dalam agama Islam karena akan mencerminkan nilai ketidakikhlasan dalam
membantu orang lain.
Selain itu, bersedekah dan berdoa sendiri merupakan ibadah yang berisi
banyak kebaikan dan keutamaan. Selain untuk mendekatkan diri kita kepada Allah
Swt, mengangkat derajat orang yang berdoa dan bersedekah di mata Allah Swt dan
memberikan pahala yang besar, sedekah dan doa juga bisa melindungi pelakunya dari
bencana, mendatangkan keberkahan dalam hidupnya, dan juga akan menjadi jalan
menuju ke surga bagi siapun yang menjalankannya.
62
BAB IV
KAJIAN TERHADAP PROGRAM TITIP DOA DI BAITULLAH
A. Hukum Titip Doa Dengan Upah
Manusia, betapapun kuatnya tetap saja adalah makhluk lemah yang memiliki
ketergantungan. Manusia memiliki naluri cemas dan mengharap. Naluri itu tidak
dapat dielakkannya. Kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa bersandar kepada
makhluk, betapapun kuat dan berkuasanya, sering kali tidak membuahkan hasil.
Setelah terbukti ketidakmampuan makhluk yang diandalkan untuk
memenuhi harapan atau menangkal kecemasan, naluri tersebut tidak pupus, karena
ketika itu diakui sebelumnya atau tidak manusia tadi mengadah kepada sumber yang
dirasakannya pada lubuk hatinya yang terdalam. Dia menengadah ke langit
mengharap kiranya Allah memenuhi harapan dan menghilangkan kecemasannya.
Allah Swt membukakan pintu yang selebar-lebarnya bagi manusia untuk
memohon kepadanya, bahkan Allah marah terhadap mereka yang enggan berdoa.
Kemarahan itu disebabkan karena keengganan itu mengisyaratkan bahwa manusia
tidak mengakui kelemahannya dan kebutuhannya kepada Allah, padahal semua
manusia harus merasa membutuhkannya karena memang semua manusia
membutuhkannya.
Dahulu, dan boleh hingga kini ada yang berpendapat bahwa doa tidak
berguna. Mereka, antara lain berkata bahwa “kalau yang diharapkan oleh siapa yang
berdoa telah diketahui Allah, dengan pengetahuannya yang menyeluruh itu, bahwa
63
harapan tersebut akan terjadi, maka apa gunanya doa?, bukankan ia pasti terjadi?.
Sedangkan kalau dalam pengetahuannya harapan si pemohon tidak akan terkabulkan,
maka doa pun hanya akan sia-sia.”1
Pandangan diatas tidaklah tepat. Bukan saja karena manusia tidak
mengetahui pengetahuan Allah menyangkut perintahnya, sehingga dia tetap dituntut
berusaha, dan salah satu usaha itu adalah doa. Di samping itu, manusia juga dituntut
oleh agama dan bahkan nalurinya untuk hidup dalam harapan, sedangkan salah satu
wujud dari kondisi kejiwaan seperti itu tercemin dalam doa. Dengan doa, seseorang
yang beriman akan merasa lega, puas hati, dan tenang.
Salah satu tuntunan Al-Quran dan sunnah yang berkaitan dengan doa adalah
berdoa untuk orang lain, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal,
karena berdoa untuk orang lain merupakan anjuran agama. Anjuran tersebut tercakup
dalam beberapa ayat Al-Quran, diantaranya yaitu
Artinya: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka
berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.Wahai Rabb kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Q. S al-Hasyr:
10)
Artinya: “Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-
laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19)
1 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran tentang zikir dan doa, hal. 182
64
Mendoakan sesama muslin juga merupakan salah satu tanda eratnya
persaudaraan dengan sesama muslim. Terlebih lagi mendoakan sesama muslim tanpa
sepengetahuan mereka. Saat seorang muslim mendoakan muslim lainnya yang berada
jauh dari tempatnya tanpa sepengetahuannya, dengan doa-doa yang baik, niscaya doa
tersebut akan dikabulkan Allah dan doa tersebut juga akan mencakup orang yang
membacanya sendiri.
Mendoakan sesama muslim tanpa sepengatahuan orangnya termasuk dari
sunnah hasanah yang telah diamalkan turun-temurun oleh para Nabi Muhammad Saw
dan juga orang-orang saleh yang mengikuti mereka. Mereka senang kalau kaum
muslimin mendapatkan kebaikan, sehingga merekapun mendoakan saudaranya di
dalam doa mereka tatkala mereka mendoakan diri mereka sendiri.2
Karenanya Allah dan Rasulullah Saw memotifasi kaum muslimin untuk
senantiasa mendoakan saudaranya, sampai-sampai Allah mengutus malaikat yang
khusus bertugas untuk mengaminkan setiap doa seorang muslim untuk saudaranya
dan sebagai balasannya malaikat itupun diperintahkan oleh Allah untuk mendoakan
orang yang berdoa tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits ini
ع ا أتى سه هك ت س حذثا عثذ ان ى أخثرا عسى ت إترا حذثا إسحاق ت
انذرداء قال قذيد كاد ذحر ا صف ت عثذ انه ات ا صف ر ع أتى انزت
جذخ أو انذرداء فقاند أذرذ انحج انعاو فهى أجذ زن د أتا انذرداء فى ي انشاو فأذ
انثى . فقهد عى ر فإ ا تخ ن قل -قاند فادع انه ج :صهى اهلل عه سهى كا دع
2http://www.arrahmah.com/read/2012/06/15/20956-keutamaan-mendoakan-kebaikan-untuk-
sesama-muslim-tanpa-sepengetahuannya.html, diakses pada 15 Agustus 2014 pukul 12.29
65
ر تخ ا دعا ألخ كم كه يهك ي ذ رأس ة يسرجاتح ع ر انغ تظ سهى ألخ رء ان ان
ثم نك ت آي كم ت هك ان 3(را يسهى)قال ان
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim, telah mengabarkan
kepada kami Isa bin Yunus. Telah menceritakan kepada kami Abdu al-Malik
bin Abi Sulaiman dari Abi Zubair dari Shafwan dan dia adalah anak dari
Abdullah bin Shafwan. Doa seorang muslim untuk saudaranya (sesama
muslim) tanpa diketahui olehnya adalah doa mustajabah. Di atas kepalanya
(orang yang berdoa) ada malaikat yang telah diutus. Sehingga setiap kali
dia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang diutus
tersebut akan mengucapkan, “Amin dan kamu juga akan mendapatkan
seperti itu. (HR. Muslim)
Berhubung doa malaikat adalah mustajabah, maka kita bisa mengatakan
bahwa mendoakan sesama muslim tanpa sepengetahuannya termasuk dari doa-doa
mustajabah. Karenanya jika kita berdoa untuk saudara sesama muslim, tentu saja doa
yang sama akan kembali kepada kita. Maka potensi dikabulkannya akan lebih besar
dibandingkan mendoakan diri kita sendiri.
Bagaimana dengan memohon untuk didoakan?. Ada segelintir orang yang
tidak menganjurkan hal ini. Konon Umar bin al-Khatab ra. pernah dimintai orang
untuk mendoakan diri mereka, namun ditolak olah Umar bin al-Khatab. Arti dari
penolakan tersebut sebenarnya sayyidina Umar ra. bermaksud menyingkirkan
pengultusan diri beliau oleh orang lain, sekaligus mematahkan potensi „ujub
(berbangga diri), bukannya tidak membenarkan bolehnya mendoakan orang lain,
3Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajāj ibn Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-afāq: t.th),
juz. 8, hal. 86
66
karena nabi Muhamad Saw sendiri pernah meminta agar sayyidi Umar ra. mendoakan
beliau ketika sayyidina Umar ra datang berpamitan guna melaksanakan umrah.4
Mendoakan orang lain atau meminta didoakan oleh orang lain dicakup oleh
kandungan pesan Allah unruk saling membantu dalam kebaikan, sebagaimana
tercantum dalam Q. S al-Maidah: 2
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q. S al-Maidah: 2)
Juga dalam hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim
أو انذرداء قاند قل: ع سهى كا صهى اهلل عه انث رء ” : إ ج ان دع
ر، قال تخ ا دعا نأخ كم كه يهك ي ذ رأس ة يسرجاتح، ع ر انغ تظ هأخ سه ان
كم ت هك ان ثم: ان نك ت (را يسهى)آي5
Artinya:“Dari Ummu Darda‟ dan Abu Darda‟ Radhiyallahu „anhuma bahwasanya
Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Doa seorang muslim untuk
saudaranya (muslim lainnya) yang tidak berada di hadapannya akan dikabulkan
oleh Allah. Di atas kepala orang muslim yang berdoa tersebut terdapat seorang
malaikat yang ditugasi menjaganya. Setiap kali orang muslim itu mendoakan
kebaikan bagi saudaranya, niscaya malaikat yang menjaganya berkata, “Amin
(semoga Allah mengabulkan) dan bagimu hal yang serupa.” (HR. Muslim)
Meminta didoakan oleh orang lain atau menitipkan doa, bukan hal yang baru
di Indonesia. Di kampung-kampung di beberapa daerah di Indonesia, menitip doa
biasanya dilakukan bersamaan dengan peringatan hajatan atau haul ulama besar yang
4M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran tentang Zikir dan Doa, hal. 265
5Abu Hasan Muslim ibn Hajāj ibn Muslim al-Qasyīri, al-Jāmi‟u Shahih Muslim, (Birut: Dar
al-Jīl,t.th), juz. 8, hal. 86
67
ternama di daerah yang bersangkutan. Atau yang lebih seringnya ketika ada tetangga
atau sanak saudara mereka yang akan pergi haji atau umrah.
Dari berbagai pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa menitip doa atau
meminta di doakan oleh orang lain, merupakan hal yang bisa bahkan dianjurkan oleh
nabi Muhammad Saw. Terlebih lagi ketika orang yang kita minta didoain itu,
merupakan orang yang akan pergi ke Baitullah.
B. Analisis Terhadap Program Titip Doa di Baitullah
Program Titip Doa di Baitullah yang diselenggarakan oleh komunitas
sedekah harian merupakan salah satu program yang mendapatkan banyak perhatian
dari kalangan masyarakat hingga ulama-ulama di Indonesia. Banyaknya perhatian
yang diterima, mengakibatkan banyak juga respon yang dikemukakan masyarakat
maupun ulama, baik yang positif atau negatif.
DR. KH. Ali Mustafa Yaqub MA, imam besar masjid Istiqlal Jakarta,
berpendapat bahwasannya mendoakan orang lain itu dibolehkan, bahkan dianjurkan
dalam Islam, karena adanya ayat Al-Quran yang membahas mengenai hal itu.
Berdoa dalam Islam merupakan hal yang sangat dianjurkan, karena berdoa
termasuk dalam wilayah ibadah. Bahkan doa merupakan intisari dari ibadah. Doa
adalah tali penghubung antara seorang hamba dan Tuhannya. Dengan doa, seorang
68
hamba akan mengetahui hakikat dirinya sebagai seorang manusia yang lemah yang
sangat membutuhkan Allah sebagai penolongnya.6
Doa merupakan sarana berdialog, bercengkerama, mendekatkan pada Allah,
menyampaikan pujian, kerinduan, ucapan terima kasih atau bahkan keluhan,
kebutuhan dan penderitaan yang sedang dirasakan. Selanjutnya beliau menambahkan
bahwa Program Titip Doa di Baitullah merupakan program yang sama dengan
mengharapkan sedekah dari orang lain, sedangkan dalam Islam hanya tiga orang saja
yang diperbolehkan untuk meminta sedekah.
Pertama, adalah orang yang mempunyai tanggungan namun bukan milik
pribadi, seperti panitia masjid yang masih terlilit hutang ketika dalam pembangunan
masjid. Kedua, yaitu orang yang terkena bencana alam sehingga membuat hartanya
habis, namun ada saksinya. Ketiga, yaitu orang yang tidak memiliki fisik untuk
bekerja. Namun, hanya boleh meminta sedekah untuk menyambungkan hidupnya
saja. Diluar dari tiga golongan tersebut, maka tidak diperbolehkan meminta sedekah
dari orang lain. Mengenai meminta upah dalam berdoa, ulama telah bersepakat bahwa
hal itu tidak dibenarkan.7
Prof. Huzaimah Tahido Yanggo, wakil ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) memaparkan bahwa meminta didoakan oleh orang lain itu boleh, itu
6Wawancara dengan Mustafa Yakub ( Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta), pada 29
Agustus 2014.
7Wawancara dengan Mustafa Yakub ( Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta), pada 29
Agustus 2014.
69
merupakan hal yang biasa. Berdoa merupakan ibadah, mendoakan orang lain juga
ibadah.
Setiap hari ketika selesai shalat, kita selalu mendoakan orang lain tanpa
sepengetahuannya. Itu merupakan salah satu doa yang mustajab, karena malaikat
akan mengaminkan doa tersebut dan meminta kepada Allah agar memberikan
kebaikan kepada orang yang mendoakan, sebagaimana doanya kepada orang lain.8
Namun, berdoa dengan mengharapkan imbalan merupakan hal yang
dilarang, karena tidak ada nilai keikhlasan dalam melakukan pekerjaan tersebut.
Sedangkan ketika berdoa, yang lebih diutamakan adalah nilai keikhlasan.
Salah satu dosen fakultas syariah dan hukum, Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA
berpendapat bahwasannya meminta didoakan oleh orang lain merupakan hal yang
diperbolehkan dalam Islam, bahkan sayyidina Umar bin Khatab pernah meminta
untuk didoakan oleh sahabat ketika akan menunaikan ibadah haji.9
Dari ketiga narasumber diatas, penulis dapat menarik kesimpulan
bahwasannya berdoa untuk diri sendiri dan orang lain merupakan suatu pekerjaan
yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Karena dengan berdoa maka manusia
tersebut memperlihatkan sisi kekurangannya dimata Sang Khalik. Terlebih lagi ketika
mendoakan saudara sesama muslim tanpa sepengetahuan mereka, maka doa yang
dipanjatkan akan di aminkan juga oleh malaikat.
8Wawancara dengan Prof. Huzaimah Tahido Yanggo, pada pada 1 September 2014
9Hasil wawancara dengan Hj. Siti. Hanna, S. Ag., Lc, MA, pada 3 September 2014
70
Mengenai program Titip Doa di Baitullah ada beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh beberapa narasumber, diantaranya yaitu
Pendapat pertama dikemukakan oleh Prof. Hasanudin Af, MA, beliau
berpendapat bahwa kalau melihat program Titip Doa di Baitullah tersebut maka ada
unsur penentuan tarif didalamnya. Penetuan tarif dalam hal ibadah merupakan hal
yang tidak diperbolehkan dalam Islam karena menyimpang dari ketentuan syariat.10
Pendapat kedua dikemukakan oleh Asroru Niam Sholeh selaku sekrtaris
komisi Majelis Ulama Indonesia (MUI).Mengenai program Titip Doa di Baitullah,
beliau berpendapat bahwa ujrāh yang diterima berbeda dengan ujrāhyang diterima
oleh pendakwah (penceramah). Beliau berpendapat bahwasannya yang demikian itu
merupakan dua hal yang berbeda. Penceramah merupakan jasa, sama halnya dengan
konsultasi hukum Islam, konsultasi waris, konsultasi zakat, kegitan tersebut lebih
pada segi keilmuan. Yang satu objeknya hal-hal yang bersifat duniawi dan yang
satunya terkait dengan materi keagamaan.
Tetapi materi keagamaan pun tidak tunggal, materi keagamaan ada juga hal-
hal yang terkait dengan profesional hukum. Seperti dalam perhitungan waris,
merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian. Sama juga dengan mengajarkan
Al-Quran. Pekerjaan-pekerjaan tersebut juga merupakan hal yang berkaitan dengan
ibadah, namun penerimaan upah dalam hal ini yakni untuk menghargai keahliannya,
profesionalitasnya maupun spending timenya (meluangkan waktu).
10Wawancara dengan Prof. Hasanudin, AF., MA, pada tanggal 6 Nopember 2014, Pukul
10.15 WIB
71
Sedangkan meminta didoakan tidak memerlukan keahlian khusus ataupun
profesionalitas khusus dikarenakan semua hamba di muka bumi dapat memohon
(berdoa) kepada Allah Swt. Selain itu, doa juga merupakansalah satu kegiatan ibadah
yang tidak memerlukan waktu khusus untuk melaksanakannya walaupun sebenarnya
terdapat waktu-waktu dan tempat-tempat yang lebih dianjurkanuntuk berdoa oleh
Allah. Namun pada hakikatnya berdoa merupakan kegiatan yang berbasis kebajikan
yang tidak bisa digunakan untuk mendapatkan nilai ekonomis.11
Pendapat ketiga yaitu dari ibu Hj. Sitti Hanna, S. Ag., Lc, MA mengenai
program titp doa di Baitullah, beliau tidak membenarkan program tersebut. Ada
beberapa alasan yang dipaparkan untuk menguatkan ketidakbolehan program
tersebut.
Pendapat keempat dari KH. Dr. Ahmad Mukri Aji, MA., doa merupakan
sebuah energi atau senjata. Jika di tarifkan maka itu menjadi matrelialisasi, apalagi
jika suatu saat nanti ada gugatan karena doanya tidak dikabulkan. Itulah yang menjadi
profesi yang berbahaya. Mengenai rogram ini, jelas tidak boleh karena telah
menentukan tarif jika ingin di doakan di Baitullah.12
Dari beberapa pendapat narasumber diatas, maka penulis dapat menganalisi
bahwa dalam program Titip Doa di Baitullah sebenarnya ada beberapa point yang
perlu di bahas. Pertama, dari iklan yang disampaikan oleh komunitas sedekah harian,
11Hasil wawancara dengan Asroru Niam Soleh, pada 14 Oktober 2014
12Wawancara dengan KH. Dr. Ahmad Mukri Aji MA, pada 9 Nopember 2014
72
hal itu telah mencerminkan komersial doa. Karena dengan jelas menetapkan tarif
ketika ingin didoakan di Baitullah.
Kedua, akan membuat masyarakat menganggap bahwa seakan-akan doa
yang diijabahkan hanyalah doa yang dipanjatkan di Baitullah. Seluruh tempat yang
ada di dunia ini merupakan bumi Allah. Dimanapun kita berdoa di bumi Allah, maka
doa yang kita panjatkan akan didengar dan diijabah oleh Allah.
Ketiga, ditakutkan orang-orang akan beranggapan kalau doa yang
dipanjatkan di Baitullah itu akan langsung diijabahkan, jadi ketika berdoa untuk
diampuni segala dosanya maka akan terlepas segala dosa mereka. Nantinya praktek
seperti ini dapat disamakan dengan penghapusan dosa yang dilakukan oleh orang-
orang kristiani. Dengan membayar beberapa rupiah, meraka didoakan oleh pendeta di
Roma maka seluruh dosanya diampuni.13
pendapat ini juga dikemukan oleh Dr.
Ahmad Sudirman Abbas, MA dan Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA dalam wawancara
penulis dengan mereka.
Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa ada persamaan
pendapat diantara mereka dalam menyikapi permasalahan ujrāh „alā ath-thā‟āt.
Mereka bersepakat bahwa hal tersebut tidak dibenarkan dalam syariat Islam. Terlebih
lagi jika menentukan tarif atas pekerjaan tersebut, seperti contohnya meminta
didoakan di Baitullah dengan ketentuan harus membayar beberapa rupiah, itu
merupakan pelanggaran dalam syariat Islam. Karena berdoa itu haruslah disertai rasa
13
Hasil wawancara dengan Hj. Siti. Hanna, S. Ag., Lc, MA, pada 3 September 2014
73
keikhlasan dan berdasarkan keridhaan. Sedanagkan titip doa ke Baitullah dengan
menentukan tarif itu tidak diperbolehkan, dan ujrāhnyapun tidak halal.
Berbeda dengan pengambilan upah atas pengamalan ayat Al-Quran, masih
terdapat ikhtilaf di kalangan ulama mengenai hukum tersebut. Menurut mazhab
Hambali, tidak boleh mengambil upah untuk pekerjaan seperti azan, iqamat,
mengajarkan Al-Quran dll, karena haram baginya mengambil upah tersebut.
Sementara para ulama mazhab Maliki, Syafi‟i dan Ibnu Hazm membolehkan
mengambil upah dari mengerjakan Al-Quran dan ilmu pengetahuan karena hal
tersebut termasuk bagian dari suatu pekerjaan yang berhak untuk mendapatkan
imbalan tertentu.14
Hal senada juga dikemukakan oleh Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA dalam
hasil wawancara penulis dengan beliau, Memang ada ikhtilaf di ulama empat mazhab.
Imam syafi‟i yang memperbolehkan dan memberi kelonggaran untuk mengambil
upah karena beliau sendiri hidup dari belas kasih orang lain, tapi tidak berarti beliau
memberikan kelonggaran yang sebebas-bebasnya. Berbeda dengan Imam Abu
Hanifah yang tidak membolehkan, yang di larang oleh Imam Abu Hanifah yaitu upah
yang diperoleh dari pekerjaan (berdakwah) yang tidak membutuhkan banyak waktu.15
KH. Dr. Ahmad Sudirman Abbas MA berpendapat bahwa dalam prespektif
syariat Islam yang berkaitan dengan muamalat (hubungan sosial), ketika ada jasa atau
14Al-Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, hal. 264-265
15Wawancara dengan Dr. Sudirman Abbas MA, pada 11 Nopember 2014
74
profesi yang bisa dinilai secara kualitatif bahkan kuantitatif maka itu legal (halal)
ketika jasa tersebut di nilai, misalnya seperti jasa seorang ahli. Namun ketika hal
tersebut berhubungan dengan ibadah, Rasulullah Saw dalam beberapa statement
haditsnya mempersilahkan untuk mengambil nilai materi dari jasa yang berkaitan
dengan ibadah khususnya mengajarkan Al-Quran. Ilmu agama yang berhubungan
sebagai ta‟zim li al-„ilmi (penghargaan kepada ahli agama/orang yang mengajarkan
ilmu fikih, hadits) itu sah-sah saja. Namun jika itu dijadikan profesi dengan adanya
penentuan tarif maka itu tidak benar karena sudah dimatrelialisasikan. Namun jika
ada interaktif dengan saling rela diantara keduanya itu tidak bermasalah.16
Dari berbagai uraian dan pendapat yang telah dikemukakan diatas, maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam Program Titip Doa di Baitullah ada
beberapa hal yang tidak dibenarkan berdasarkan ajaran agama Islam.
Pertama, program tersebut merupakan program yang mengkomersilkan ayat
Al-Quran. Ini karena penentuan tarif yang ditetapkan oleh komunitas sedekah harian
yang tertera dalam iklan. Dari iklan yang dipublikasikan, disampaikan bahwa
masyarakat yang ingin didoakan harus membayar Rp.102.014 dan mengirimkan doa
yang ingin disampaikan ke email tertentu.
Dalam Islam, komersialisasi ayat-ayat Al-Quran merupakan hal yang
dilarang. Karena adanya berbagai penjelasan dalam Al-Quran dan hadits yang
menguatkan hukum keharamannya.
16
Wawancara dengan KH. Dr. Ahmad Mukri Aji MA, pada 9 Nopember 2014
75
Kedua, adanya unsur penipuan atau ketidakjelasan. Kerana kita tidak
mengetahui apakah doa yang dititipkan akan benar-benar dipanjatkan di Baitullah
atau tidak.Yang jadi permasalahannya adalah, bagaimana cara mereka memanjatkan
doa-doa yang dititipkan tersebut, jika yang menitipkan banyak dan setiap orang
menitipkan doa yang banyak juga. Akankah doa-doa yang disampaikan akan
dipanjatkan dengan sungguh-sungguh?, dikarenakan doa merupakan ibadah dan
intisari dari ibadah, sehingga ketika ingin bermunajat kepada Allah Swt haruslah
disertai dengan khusyuk.
Sebagai sebuah media komunikasi terbaik dan wadah penyampaian keluh
kesah serta permohonan kepada Allah yang Maha Agung, doa memiliki aturan dan
etika (adab) tersendiri. Hal ini dimaksudkan agar menjadi jalan kemudahan untuk
terkabulnya permohonan dan apa-apa yang diharapkan. Dalam hal ini, Ja‟far Ash-
Shidiq pernah mengingatkan “hati-hatilah memperhatikan adab dalam berdoa,
curahkan perhatianmu kepada zat yang kamu ajak bicara, bagaimana kamu bermohon
kepadanya dan untuk tujuan apa meminta pertolongan.”17
Diantara adab berdoa adalah, hendaknya memperhatikan ketenangan dan
ketentraman hati agar dapat berkonsentrasi, kebeningan dan kejernihan hati dalam
berdoa juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Menurut Ali ibn Abi Thalib,
doa sesungguhnya merupakan kunci kebahagiaan. Oleh karena itu, doa yang paling
17M. Iqbal Irham, Panduan Meraih Kebahagiaan Menurut Al-Quran, (Bandung, Mizan
Media Utama, 2011), hal. 156
76
baik adalah doa yang keluar dari lubuk hati yang terdalam dan dengan hati yang
penuh keikhlasan.
Ini merupakan salah satu alasan kenapa sebaiknya kita berdoa sendiri tanpa
menitipkan. Karena yang mengetahui kesusahan yang kita hadapi adalah diri kita
sendiri, dengan berdoa sendiri maka apa yang kita inginkan akan tersampaikan
dengan benar. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Hj. Siti Hanna M. Ag., Lc, MA
dalam wawancara penulis dengan beliau.
Ketika berdoa kepada Allah, berarti kita sedang dalam masalah. Dan yang
mengetahui permasalah kita hanyalah diri kita sendiri. Ketika meminta didoakan oleh
orang lain, maka inti dari doa yang disampaikan tidak tersampaikan dengan benar.
Hal ini dikarenakan mereka tidak merasakan kesusahan yang sedang kita alami.
Sedangkan salah satu syarat doa yang diterima oleh Allah adalah doa yang
dipanjatkan dengan penuh harap akan mendapatkan kebaikan, dan dengan
merendakan diri dihadapan Allah. Harus dipanjatkan dengan khusuk, rendah hati, dan
harus menampakkan kemiskinan dan kerendahan kita di hadapan Allah Swt.
Ketiga, akan menghancurkan nilai-nilai kebaikan dalam Islam. Dalam ajaran
agama Islam, untuk berbagi kebahagiaan dengan orang lain bukan hanya tujuan yang
harus diperhatikan, namun cara dan prakteknya juga merupakan hal penting yang
harus diperhatikan. Dengan demikian penulis berpendapat bahwa program yang di
lakukan oleh komunitas sedekah harian merupakan program yang tidak dibenarkan
karena tidak sesuai dengan syariat Islam.
77
Namun, dari hasil wawancara penulis dengan presiden komunitas sedekah
harian, dapat disimpulkan bahwa tujuan sebenarnya dari program Titip Doa di
Baitullah adalah untuk menjaring donatur baru dan mencari dana untuk menjalankan
program-program yang dibuat oleh komunitas sedekah harian untuk orang-orang
yang membutuhkan.
Dalam menyikapai tujuan yang diutarakan oleh presiden fkomunitas sedekah
harian, penulis menganalisi bahwa walaupun tujuan awalnya adalah untuk mencari
donatur baru, namun dibalik itu karena adanya tujuan dan niat untuk mencari dana
juga, maka hal tersebut tidak diperbolehkan. Karena sebagaimana dalam syariat
agama Islam, tujuan dan niat sangat diperlukan dalam suatu pekerjaan. Hal ini seperti
yang dijelaskan dalam sebuah hadits nabi Muhammad Saw
سمعت رسولاهلل : عن أمير المؤمنين أبي حفصعمربن الخطا ب رضياهلل عنه قالياصلىاهلل عليه وسلم ا نكم ايرء يا ا ال تااناخ ا األع 18(رانثخاري يسهى(
Artinya:“Dari Amiru Al-Mu‟minīna ABi Hafsh Umar ibn Khattāb, Aku
mendengarkan Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya sahnya beberapa
amal perbuatan itu hanyalah dengan niat, dan setiap orang hanya
mendapatkan apa yang diniatinya”.
Begitu juga dalam sebuah kaidah fikih yaitu
قا صذاواأل ير ب19
Artinya: “hukum semua perkara itu sesuai dengan tujuan atau niatnya”.
18
Imam Nawawi, Ibnu Daqiqil „id As-Sa‟idi, Al-Utsaimin dan Sayyid Al-Huwaithi, Ad-
Durratus Salafiyah Syarah Al-Arba‟in An-Nawawiyah, (Mesir: Markaz Fajr Kairo, t.th), hal, 1
19Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiwhiyyah dalam Prespektif Fiqh, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 2004), cet. 1, hal. 3
78
Kaidah dan hadits diatas menjelaskan bahwa semua amal dan tindakan
perbuatan manusia itu satu sama lain berbeda-beda hukumnya, dikarenakan
perbedaan maksud dari masing-masing orang dalam melakukan tindakan dan
perbuatannya.20
Hadits dan kaidah diatas juga menunjukkan secara jelas bahwa niat
merupakan rukun asasi atas diterima dan sahnya amal, yaitu ketika Allah menuturkan
bahwa pahala sadaqah tergantung pada niat dan tujuan yang menjadi maksud dari
hati.
Dua dasar hukum diatas secara eksplisit menggambarkan segala macam
bentuk sikap, aktifitas, dan tasharrufnya seseorang tidak akan pernah dianggap oleh
syar‟i, kecuali dilandasi dengan niat. Apabila niatnya tidak baik, maka nilai amal
perbuatannya pun menjadi tidak baik. Oleh karena itu, niat adalah syarat sah dari
suatu amal. Tanpa ada niat, sebuah amal diilustrasikan sebagai tubuh tanpa jiwa yang
tidak ada artinya.21
Tujuan dari program tersebut sebenarnya tidak bertentang dengan nilai-nilai
agama Islam, karena tujuan sebenarnya dari program tersebut adalah ingin mencari
donatur baru, namun niat untuk mendapatkan donasi yang menurut penulis hal
tersebut kurang tepat. Terlebih lagi cara dan praktek yang dijalankan salah sehingga
hal tersebut secara otomatis merusak tujuan yang sebenarnya. Dalam Islam, tidak
dibenarkan segala hal untuk melakukan kebaikan. Adanya aturan dan batasan yang
20Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiwhiyyah dalam Prespektif Fiqh, hal. 3
21Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiwhiyyah dalam Prespektif Fiqh, hal. 9
79
harus diperhatikan agar bisa terwujudnya nilai-nilai kebaikan yang berdasarkan
syariat Islam.
Dalam agama Islam perbuatan dengan tujuan yang baik haruslah ditunjang
dengan cara dan praktek yang benar. Tidak bisa menghalalkan segala cara untuk
melakukan perbuatan yang baik. Walaupun perbuatan tersebut untuk membantu
orang-orang yang berada di sekitar kita. Jika dari awal hanya ingin mencari donatur
dan donasi, sebaiknya dijelaskan di awal tujuan yang sebenarnya.22
Pendapat lain juga dikemukana oleh Asroru Niam Sholeh, mencari donatur
untuk kepentingan aktifitas sosial tidak bermasalah sepanjang dilakukan secara benar.
Tetapi jika menjadikan sesuatu yang berbasis kebajikan untuk kepentingan ekonomis
itulah yang bermasalah. Doa merupakan sesuatu yang bersifat kebajikan, artinya
untuk kepentingan kebajikan. Menitipkan doa termasuk dalam akad tabarruu, jika
kebaikan digunakan untuk mencari nilai ekonomis maka hal tersebut tidak
diperbolehkan.23
Dari berbagai uraian diatas makapenulis dapat menyimpulkan bahwa apapun
itu tujuan dan niat suatu pekerjaan jika tidak diikuti dengan cara dan prosuder yang
benar dan sesuai denga syariat agama Islam, maka tidak dapat dibenarkan sekalipun
pekerjaan tersebut mengandung unsur kebajikan.
22Hasil wawancara dengan Hj. Siti. Hanna, S. Ag., Lc, MA, pada 3 September 2014
23 hasil wawancara dengan Pak. Asroru Niam Sholeh, (Sekertaris MUI Pusat), pada 14
Oktober 2014
81
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah penulis paparkan mengenai Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Programm Titip Doa di Baitullah, maka banyak hal sebenarnya yang dapat
di simpulkan. Namun, penulis mencatat beberapa point penting yang menjadi inti dari
bahan skripsi penulis.
1. Hukum dari menerima upah atas pengamalan ayat Al-Quran atau pekerjaan
ibadah, terdapat ikhtilaf di kalangan ulama, ini dikarenakan berbedanya cara
pandang dan dasar hukum yang digunakan. Di antaranya yaitu, menurut ulama
mazhab Hanafi haram hukumnya mengambil upah atas pekerjaan taat seperti
menyewa orang lain untuk shalat, puasa, haji atau membaca Al-Quran yang
pahalanya dihadiahkan kepada orang lain. Sementara ulama mazhab Maliki,
Syafi’i, dan Ibnu Hazm membolehkan pengambilan upah dari mengajarkan Al-
Quran dan ilmu pengetahuan karena hal tersebut termasuk bagian dari suatu
pekerjaan yang berhak untuk mendapatkan upah/imbalan tertentu.
2. Komersialisasi atau menukarkan ayat Al-Quran dengan harta dunia dalam hukum
Islam tidak diperbolehkan dan haram hukumnya, sebagaimana yang telah di
jelaskan dalam ayat Al-Quran surat at-Taubah (9) dan al-Baqarah (41). Dan
keharaman hukumnya tidak diperselisihkan oleh ulama.
3. Program Titip Doa di Baitullah tidak bisa disamakan dengan ujrah atas
pengamalan ayat Al-Quran, karena berbedanya illat di antara keduanya. Ujrah
82
atas pengamalan ayat Al-Quran di perbolehkan karena yang di upah bukanlah
ayat Al-Quran yang diajarkan melainkan jasa, keahlian dan waktu dari sang
pengajar. Berbeda dengan program Titip Doa di Baitullah, upah yang di terima
haram hukumnya karena dapat dikategorikan sebagai komersialisasi ayat Al-
Quran, karena dalam berdoa yang harus diutamakan adalah nilai keikhlasan. Jika
doa di tentukan tarifnya maka tidak ada nilai ikhlas di dalamnya.
4. Program Titip Doa di Baitullah yang diselenggarakan oleh komunitas Sedekah
Harian mendapatkan berbagai kritik dari masyarakat dan ulama Indonesia, salah
satunya dari Majelis Ulama Indonesia. Keharaman hukum dari program tersebut
telah di sepakati oleh mereka dan tidak ada perbedaan dalam menyikapi hukum
tersebut. Karena menurut mereka, program tersebut merupakan program yang
mengkomersilkan ayat Al-Quran dan hukum dari mengkomersilkan ayat Al-
Quran telah jelas di sebutkan dalam Al-Quran.
B. Saran-saran
Setelah penulis membaca, meneliti, menganalisi dan menyimpulkan maka
penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Untuk menjadi seorang muslim yang sempurna, bukan hanya kerja keras dan
usaha yang diperhatikan, melaikan berdoa kepada yang Maha Kuasa merupakan
poin yang sangat penting untuk menjalani kehidupan. Karena apapun nilai yang
kita kejar tanpa bantuan sesama dan terlebih lagi bantuan dari Allah swt, maka
semua itu akan sia-sia belaka.
2. Nilai keikhlasan merupakan point yang sangat penting dan harus diutamakan
dalam menjalani kehidupan sosial di tengah-tengah masyarakat. dengan
83
demikian, dalam menjalani kehidupan sebaiknya harus memperhatikan nilai
keihklasan, agar segala hal yang dilakukan akan mendapatkan nilai di mata
manusia terlebih di mata Allah swt.
3. Bagi teman-teman yang membaca skripsi ini, disarankan ketika akan melakukan
suatu kebaikan jangan hanya memperhatikan tujuannya semata melainkan cara
dan prakteknya juga harus diperhatikan. Karena dengan demikian akan
menyempurnakan nilai kebaikan tersebut.
84
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Ahmad Sudirman, Qawa’id Fiwhiyyah dalam Prespektif Fiqh, Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2004
Abu abdillah muhammad bin yazid al-qazwayni, Sunan Ibnu Majah, Beirut: Dar al-Fikr, t.th,
Juz. VI
Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajāj ibn Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar al-afāq: t.th
Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajāj ibn Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar al-afāq: t.th.
Abu Hasan Muslim ibn Hajāj ibn Muslim al-Qasyīri, al-Jāmi’u Shahih Muslim, Birut: Dar al-
Jīl,t.th, juz. 8
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Penerjemah: Fathurroji dan
Anshari Taslim, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009
Amin, Mahrus, dkk, Doa Ibadah Amaliah dan Peringatan Hari Besar Islam Nasional
& Berbagai Acara, Jakarta: Firdaus, 1995
As-Shiddiqie, Hasbi, pengantar Fiqih Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984).
As-Syarqawi, Muhammad Abdul Hamid & Muhammad Raja’i Ath-Thahlawi, Ka’bah
Rahasia Kiblat Dunia, penerjemah: Luqman Junaidi& Khalifurrahman Fath,
Jakarta: Hikmah, 2009
Chaudry, Muhammad Sharif, Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2012).
Darajat, Zakiah, Doa menunjang semangat hidup, Jakarta: CV Ruhama, 1996
Fadhlullah, Hosein, Menyelami samudra doa, Jakarta: Al-Huda, 2005
Ghani, Muhammad Ilyas Abdul, Sejarah Kota Mekah Klasik dan Modern, Jakarta:
Akbar Media Ek Sarana, 2003
Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007).
Hasan, M. Ali, Berbagai Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Raja GrafindoPersada,
2004).
Ilham, M. Arifin, Doa Ajaran Sahabat Rasulullaah, Jakarta: Hikmah, 2005
85
Imam Nawawi, Ibnu Daqiqil ‘id As-Sa’idi, Al-Utsaimin dan Sayyid Al-Huwaithi, Ad-
Durratus Salafiyah Syarah Al-Arba’in An-Nawawiyah, Mesir: Markaz Fajr Kairo,
t.th.
Irham, M. Iqbal, Panduan Meraih Kebahagiaan Menurut Al-Quran, (Bandung, Mizan Media
Utama, 2011
Ishak, Muhammad Ismail, Ensiklopedia Do’a dan Dzikir sesuai Al Quran, Hadist &
Para Ulama, Jakarta: Alifbata, 2007
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008
Lubis, Ibrahim, Ekonomi Islam Suatu Pengantar II, (Jakarta: Radar Jaya Offset:
1995)
Mustofa, Agus, Pusaran Energi Ka’bah, Surabaya: PADMA Press, 2003
Nafik HR, Muhammad, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2009).
Qudāmah, Abī Abdillāh ibnu Ahmad ibnu Muhammad Ibnu, Mughni al-Muhtaj, Beirut: Dar
al-Kitab al-‘Araby, 1980
Rais, Isnawati, Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011)
Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, penerjemah Imam Ghazali Said dan Achmad
Zaidun, Jakarta: Pustaka Amani, 2007
Sabiq, Al-Sayid, Fikih Sunnah, penerjemah: Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta:
Cakrawala Publishing, 2009).
Sabiq, Al-Sayyid, Fikih Sunnah, penerjemah: Khairul Amru Harahap dan
Masrukhin,Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2008
Said Bakdasy, Keutamaan Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim, alih bahasa: Abdul
Rasyid Shiddiq, Jakarta: Misaka Galiza, tth,
Shalehuddin, Wawan Shafwan, Ada apa dengan doa kita, Bandung: Tafakur, 2005
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Quran tentang Zikir & Doa, Jakarta: Lentera Hati,
2006
86
Sohran, Sohari dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah untuk Mahasiswa, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2011
Suhendi, Hendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010).
Sulaiman bin Al-Asy’as bin Syidad bin amar, Sunan Abu Daud, Beirut, Dar al-Fikr, t.th.
Supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Rosda Karya,
2004).
Sya’rawi, M. Mutawalli, Doa yang dikabulkan, ( Jakarta: Pustaka Al kautsar, 1991
Syafi’i, Rachmat, Fikih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006)
Tebba, Sudirman, Meditasi sufistik, Bandung: Pustaka Hidayah, 2004
Tihami, MA., Kamus Istilah-istilah dalam Studi Keislaman menurut Syaikh
Muhammad Nawawi al-Bantani, (Serang: Suhud Sentra Utama: 2003)
Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Islāmī wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk,
Jakarta: Gema Insani, 2011
Wawancara:
Wawancara bersama Abdul Azis (Presiden Komunitas Sedekah Harian), pada tanggal
20 Mei 2014
Wawancara bersama Asroru Niam Soleh (Sekertaris Majelis Ulama Indonesia Pusat),
pada 14 Oktober 2014
Wawancara bersama Dr. Sudirman Abbas MA (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), pada 11 Nopember 2014
Wawancara bersama Hj. Siti. Hanna, S. Ag., Lc, MA (Dosen Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), pada 3 September 2014
Wawancara bersama KH. Dr. Ahmad Mukri Aji MA (Ketua Majelis Ulama Indonesia
kab. Bogor), pada 9 Nopember 2014
Wawancara bersama Mustafa Yakub ( Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta), pada 29
Agustus 2014.
87
Wawancara bersama Prof. Hasanudin, AF., MA (Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia), pada tanggal 6 Nopember 2014
Wawancara bersama Prof. Huzaimah Tahido Yanggo (Ketua Komisi Fatwa Majelis
Ulama Indonesia), pada pada 1 September 2014
Website:
Http://mail.google.com, Presentasi Profil Komunitas Sedekah Harian dalam Presentasi
Seminar Kepenulisa,html.
http://www.al-utsmaniyah-tours.com/berita-168-tempattempat-mustajab-di-masjidil-
haram.html.
Http://www.bpd.go.id/beritasatu.com/nasional/193810-bps-maret-2014-jumlah-penduduk-
miskin-indonesia-capai-28-juta.html
Http://www.dailysocial.net, html
http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/5-tempat-mustajab-di-mekkah-dan-
madinah.htm.
http://www.google.com/mui-titip-doa-bayar-rp-102-014-itu-222900940.html
Http://www.google.com/read/2012/06/15/20956/keutamaanmendoakan-
kebaikanuntuk-sesama-muslim-tanpa sepengetahuannya.html
http://www.google.com/url/manfaat-zakat.html
Http://www.komunitas-sedekah-harian.co.id
http://www.news-indonesia.co.id-cara-islam-mengatasi-kemiskinan,html
http://www.news-indonesia-istiyulista-manfaat-sedekah-html.
https://id.berita.yahoo.com/penjelasan-atas-program-titip-doa-020858195.html.
88
Narasumber : Abdul Azis
Jabatan : Presiden Komunitas Sedekah Harian
Tempat Wanancara : Kantor Berita Satu Plaza
Tanggal Wawancara : 20 Mei 2014, Pukul 13.50 WIB
1. Apa latar belakang di bentuknya komunitas sedekah harian?
Komunitas ini di bentuk ketika saya sering main facebook, twitter dan saya
menemukanbahwasannya masyarakat Indonesia itu sebagian besarnya
menghabiskan waktunya di dunia maya. Sehingga terbesit keinginan saya
untuk membuat suatu komunitas yang bertujuan membantu orang-orang
yang kurang mampu dalam ekenominya, dengan mengajak masyarakat
Indonesia yang aktif di dunia maya untuk ikut bersama-sama membangun
komunitas ini.
2. Apa visi dan misi dari komunitas sedekah harian?
Visi dan misi komunitas ini sebenarnya sangat sederhana, yaitu ingin
mengajak masyarakat Indonesia bersedekah seribu rupiah per harinya.
Kalau di kalkulasikan dengan jumlah penduduk Indonesia, sudah pasti akan
mendapatkan hasil yang banyak. Jumlah uang itu bisa dipakai buat
membantu saudara-saudara kita yang hidup dalam kekurangan dan
kemiskinan.
3. Apa saja program yang telah di buat oleh komunitas sedekah harian?
Alhamdulillah sampai tahun 2014 sekarang, sudah banyak program yang
dibuat. Diantaranya yaitu membuka rumah belajar di daerah Tangerang,
ikut membantu warga yang terkena banjir dan kebakaran di Jakarta, banjir
89
di Tangerang, Bandung, alhamdulillah kami juga sudah ikut berpartisipasi
membantu saudara-saudara kita di Rohingya.
4. Di daerah mana saja target penerimaan manfaat dari program yang dibuat oleh
komunitas sedekah harian?
Sebenarnya untuk target daerah, kami menargetkan di seluruh wilayah
Indonesia. Tapi untuk saat ini, kami baru bisa menjangkau daerah Jakarta,
Tangerang, Bandung, Surabaya, Malang. Insya Allah kami akan membuka
kantor di Palembang dalam waktu dekat ini. Tapi, kami akan berusaha terus
agar penerimaan manfaat bisa mencapai seluruh Indonesia.
5. Bagaimana latar belakang di bentuknya program Titip Doa di Baitullah?
Awalnya ketika saya berdiskusi dengan Ahmad Ghozali (Dewan Penasihat
Komunitas Sedekah Harian) ketika beliau mau berangkat umrah pada awal
Januari kemarin. Disitu kami berinisiatif untuk mencari donatur dan
menggalang dana dengan cara membuat program Titip Doa di Baitullah ini.
6. Apa visi dan misi dari program Titip Doa di Baitullah?
Visi dan misi sekaligus tujuan kami membuat program ini hanya semata-
mata untuk merekrut dan mencari donatur baru. Dan untuk dana yang
diperoleh nantinya akan kami gunakan untuk program-program kami di
sektor pendidikan, pemberdayaan ekonomi dan bencana. Dan untuk biaya
berangkat haji juga, itu pakai uang Ahmad Ghozali sendiri bukan dana dari
komunitas kami.
90
7. Bagaimana cara pelaksanaan program ini?
Kalau untuk cara pelaksanaan program ini, saya kuran tau tekniksnya
bagaimana, karena yang pergi umrah dan mendoakan orang-orang itu
Ahmad Ghozali.
4 Desember 2014
Presiden Komunitas Sedekah Harian
Abdul Azis
91
Narasumber : Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA
Jabatan : Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tempat Wawancara : Kediaman Narasumber
Waktu Wawancara : 11 November 2014, Pukul 12.45 WIB
1. Dari refresnsi yang saya baca, ada ikhtilaf di kalangan ulama mengenai ujroh ‘ala
al-thā’at. Menurut bapak, ujrah bagaimana yang diperbolehkan dalam Islam?
Memang ada ikhtilaf di ulama empat mazhab. Imam syafi’i yang
memperbolehkan dan memberi kelonggaran untuk mengambil upah karena
beliau sendiri hidup dari belas kasih orang lain, tapi tidak berarti beliau
memberikan kelonggaran yang sebebas-bebasnya. Berbeda dengan Imam
Abu Hanifah yang tidak membolehkan, yang di larang oleh Imam Abu
Hanifah yaitu upah yang diperoleh dari pekerjaan (berdakwah) yang tidak
membutuhkan banyak waktu. Karena di saat itu komunitasnya terbatas dan
hanya sedikit orang-orang yang tidak mengerti mengenai masalah, jadi
hanya sekedar informasi saja yang diberikan ketika mereka bertanya
mengenai permasalahan agama. Berbeda dengan di zaman sekarang, dimana
banyak orang yang tidak begitu mengerti tentang permasalahan agama.
Sehingga pendakwah-pendakwah di zaman sekarang ini benar-benar
menempatkan seluruh waktunya untuk menggeluti dunia tersebut.
92
2. Di awal tahun 2014, sempat ada progrm titip doa di Baitullah yang di laksanakan
oleh komunitas sedekah harian. Bagaimana tanggangan bapak mengenai program
tersebut?
Saya kurang setuju dengan program tersebut. Karena menurut saya, hal
demikian itu sudah masuk ke ranah bisnis dan agama dijadikan tameng
untuk keperluan bisnis mereka. Ditakutkan nanti masyarakat berfikir bahwa
ketika berdoa di Baitullah akan langsung dikabulkan oleh Allah swt. Dengan
demikian maka siapa saja yang melakukan perbuatan dosa ketika meminta
pengampunan di Baitullah maka akan langsung dikabulkan. Apa bedanya
nanti dengan pengakuan dosa oleh orang-orang non muslim di gereja?, hanya
membayar beberapa rupiah maka dosanya langsung di ampuni oleh Allah
swt. Hal-hal seperti ini tidak dibenarkan dalam agama Islam.
3. Adakah perbedaan program tersebut dengan pendakwah yang menetukan tarif
dalam berdakwah?
Ada perbedaan diantara keduanya, bahwa yang satunya itu karna Allah
sedangkan yang satunya untuk bisnis. Berdoa di Baitullah pun belum tentu
akan langsung diijabahkan oleh Allah. Kita sebagai manusia tidak dapat
menjamin doanya langsung diijahkan Allah sekalipun berdoanya di
Baitullah. Karena rahasia doa itu hanya Allah semata yang tau. Biasanya,
pendakwah yang menentukan tarif itu mereka yang telah profesional, yang
telah mempunyai pengalaman dan memang benar-benar bergelut di dunia ini
tanpa ada pekerjaan sampingan lainnya.
93
4. Dari hasil wawancara saya dengan komunitas sedekah harian, mereka mengatakan
bahwa tujuan dari program tersebut adalah untuk mencari donatur. Bagaimana
pendapat bapak lagi mengenai hal ini?
Tujuan dalam suatu pekerjaan itu sangat penting. Namun jika tujuannya
baik bukan semata-mata cara apapun boleh ditempuh untuk mewujudkan
tujuan tersebut. Ada tata cara, prosedur yang harus di ikuti dan di taati
sesuai dengan yang telah di tentukan dalam syariat Islam. Ini sesuai dengan
kaidah األ مىر بهقا صدها (hukum semua perkara itu sesuai dengan tujuan atau
niatnya) dan sabda Rasulullah انما األعمال بااننيات وانما نكم امرء مانىي (Sahnya
beberapa amal perbuatan itu hanyalah dengan niat, dan setiap orang hanya
mendapatkan apa yang diniatinya).
4 Desember 2014
Dosen UIN Syarif HidayatullahJakarta
Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA
94
Narasumber : Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA
Jabatan : Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Bogor
Tempat wawancara : Kediaman Narasumber
Waktu wawancara : 9 November 2014, Pukul 08.19 WIB
1. Dalam agama Islam, terdapat ikhtilaf di kalangan ulama mengenai ujrah ‘ala al-
thā’ah. Sebenarnya upah seperti apa yang di bolehkan dalam Islam?
Dalam prespektif syariat Islam yang berkaitan dengan muamalat (hubungan
sosial), ketika ada jasa atau profesi yang bisa dinilai secara kualitatif bahkan
kuantitatif maka itu legal (halal) ketika jasa tersebut di nilai. Misalnya
seperti jasa seorang ahli. Ketika hal tersebut berhubungan dengan ibadah,
rasulullah saw dalam beberapa statement haditsnya mepersilahkan untuk
mengambil nilai materi dari jasa yang berkaitan dengan ibadah khususnya
mengajarkan Al-Quran. Ilmu agama yang berhubungan sebagai ta’zim li al-
‘ilmi (penghargaan kepada ahli agama/orang yang mengajarkan ilmu fikih,
hadits) itu sah-sah saja. Namun jika itu dijadikan profesi dengan adanya
penentuan tarif maka itu tidak benar karena sudah di matrelialisasikan.
Namun jika ada interaktif dengan saling rela diantara keduanya itu tidak
bermasalah.
2. Bagaimana tanggapan bapak menenai program titip doa di Baitullah?
Doa merupakan sebuah energi atau senjata. Jika di tarifkan maka itu
menjadi matrelialisasi, apalagi jika suatu saat nanti ada gugatan karena
doanya tidak di kabulkan. Itulah yang menjadi profesi yang berbahaya.
Mengenai rogram ini, jelas tidak boleh karena telah menentukan tarif jika
ingin di doakan di Baitullah.
95
3. Dari hasil wawancara saya dengan presiden komunitas, beliau berendapat bahwa
tujuan dari program tersebut adalah untuk mendapakan donatur baru. Bagaimana
tanggapan bapak mengenai hal ini?
Tujuan mereka yaitu untuk mencari donatur yang sudah pasti menginginkan
uang yang diberikan donatur juga, itu sudah salah dari awal. Segala
perbuatan atau pekerjaan yang kita lakukan harus sesuai dengan niat kita.
Sebagaimana sabda rasulullah saw dalam sebuah hadits انما األعمال بااننيات وانما
Sahnya beberapa amal perbuatan itu hanyalah dengan niat, dan)نكم امرء مانىي
setiap orang hanya mendapatkan apa yang diniatinya). Dan juga dalam kaidah
fikih األ مىر بهقا صدها(hukum semua perkara itu sesuai dengan tujuan atau
niatnya). Segala sesuatu itu tergantung niatnya, jika niatnya sudah salah
maka apapun itu pekerjaannya akan salah juga.
4. Apakah benar berdoa di Baitullah itu akan langsung diijabahkan tanpa adanya
penghalang?
Berdoa di Baitullah memang benar langsung sampai kepada Allah tanpa
adanya penghalang, namun belum tentu doa yang dipanjatkan akan
dikabulkan oleh Allah. Semua itu balik lagi kepada mukallaf yang
memanjatkan doa tersebut. Apakah doa yang dipanjatkan itu sesuai dengan
syariat Islam apa tidak, seperti doa agar tempat diskotiknya diberi
kelancaran. Doa-doa seperti ini merupakan doa yang tidak sesuai dengan
syariat Islam. Selain itu, dalam berdoa tidak ada jaminan bahwa doanya
akan dikabulkan atau tidak di kabulkan. Dimanapun itu jika kita berdoa
dengan benar dan di waktu-waktu yang baik seperti sholat jumat, sholat
dhuha, sholat malam dll. maka insya Allah doanya akan di kabulkan oleh
Allah, entah itu kapan di kabulkannya. Karena rahasia dari doa hanya Allah
yang tau.
96
4 Desember 2014
Ketua Majelis Ulama Kota Bogor
Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA
97
Narasumber : Asrorun Niam Soleh
Jabatan : Sekertaris Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Tempat Wawancara : Ruang Dosen Fakultas Syarian dan Hukum UIN Jakarta
Waktu Wawancara : 14 Oktober 2014, Pukul 10.05 WIB
1. Bagaimana menurut pandangan Islam mengenai hukum mendoakandengan
meminta upah?
Mendoakan dan atau meminta didoakan oleh orang lain adalah kegiatan
yang diperbolehkan dalam Islam, akan tetapi bila ditentukannya tarif,maka
hal tersebut telah menyimpang dari ketentuan syariat dan hukum nya
menjadi haram. Karena objek dari doa tersebut merupakan sesuatu yang
berhubungan langsung dengan Allah SWT. Menitipkan untuk didoakan
kemudian memasang tarif merupakan hal yang tidak wajar, karena telah
menjadikan doa sebagai objek pengupahan. Sebagaimana barang atau uang
yang dijadikan objek jual beli.
2. Bagaimana dengan penceramah yang menerima upah, apakah ada persamaan
hukumnya dengan ujrah dari mendoakan orang lain?
Yang demikian itu, merupakan dua hal yang berbeda. Penceramah
merupakan jasa, sama halnya dengan konsultasi hukum Islam, konsultasi
waris, konsultasi zakat, kegitan tersebutlebih pada segi keilmuan. Yang satu
objeknya hal-hal yang bersifat duniawi dan yang satunya
terkaitdenganmateri keagamaan. Tetapi materi keagamaan itu tidak tunggal,
materi keagamaan ada juga hal-hal yang terkait dengan profesional hukum.
Seperti dalam perhitungan waris, merupakan pekerjaan yang membutuhkan
keahlian. Sama juga dengan mengajarkan Al-Quran. Pekerjaan-pekerjaan
tersebut juga merupakan hal yang berkaitan dengan ibadah, namun
98
penerimaan upah dalam hal ini yakni untuk menghargai keahliannya,
profesionalitasnya, spending time (melungkan waktu).
3. Dari hasil wawancara saya dengan presiden komunitas sedekah harian, mereka
berpendapat bahwa tujuan program tersebut adalah untuk mendapatkan donatur
baru bukan untuk mengkomersilkan ayat Al-Quran, bagaimana pendapat bapak
mengenai program tersebut?
Mencari donatur untuk kepentingan aktifitas sosial tidak bermasalah
sepanjang dilakukan secara benar. Tetapi jika menjadikan sesuatu yang
berbasis kebajikan untuk kepentingan ekonomis itulah yang bermasalah. Doa
merupakan sesuatu yang bersifat kebajikan, artinya untuk kepentingan
kebajikan. Sama dengan di dalam istilah kajian ekonomi, ada dua istilah
diantaranya yaitu akad tabarru. Akad tabarru itulah yang merupakan akad
kebajikan, sama halnya juga dengan hibah, hutang, hadiah dll. Jika
menggunakan akad tabarru untuk mencari nilai ekonomis maka hal tersebut
dilarang dan tidak diperbolehkan. Menitipkan doa termasuk dalam akad
tabarruu, jika kebaikan di gunakan untuk mencari nilai ekonomis dan
dimasukkan dalam akad tabarru (tolong-menolong) itu tidak boleh.
4 Desember 2014
Sekertaris Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Asroru Niam Soleh
99
Narasumber : Prof. Hasanudin AF, MA
Jabatan : Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Tempat Wawancara : Kantor Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Waktu Wawancara : 23 Oktober 2014, Pukul 10.15 WIB
1. Dari berbagai refrensi yang telah saya baca, terdapatikhtilaf dikalangan ulama
mengenai ujrah ta’lim Al-Quran. Menurut bapak, ujrah yang bagaimana yang
diperbolehkan dalam Islam?
Ujrah yang diperbolehkan dalam Islam yaitu ujrah yang wajar, tidak bersifat
memasang tarif, tidak memaksa, hanya serelanya. Ujrah seperti itulah yang
diperbolehkan dan halal dalam Islam. Intinya harus bersifat kerelaan tidak
boleh memaksa.
2. Diawal tahun 2014, sempat ada program titip doa di Baitullah yang dilaksanakan
oleh komunitas sedekah harian. Bagaiana pendapat bapak mengenai program
tersebut?
Seperti yang telah saya sebutkan tadi, ujrah yang dibolehkan yaitu ujrah yang
tidak bersifat memasang tarif, tidak memaksa. Kalau melihat program
tersebut maka ada unsur penentuan tarif didalamnya. Penetuan tarif dalam
hal ibadah merupakan hal yang tidak diperbolehkan dalam Islam karena
menyimpang dari ketentuan syariat.
3. Apakah program tersebut yang salah ataukah hanya ujrahnya saja yang salah?
Programnya itulah yang bermasalah. Mendoakan orang lain dan meminta
didoakan orang lain yang akan ke Baitullah adalah hal yang wajar dan
100
diperbolehkan dalam syariat. Namun jika telah menentukan tarif, maka hal
itu tidak diperbolehkan karena telah menyimpang dari syariat Islam.
4 Desember 2014
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Prof. Hasanudin AF, MA
101
Narasumber : Prof. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo
Jabatan : Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Tempat Wawancara : Rumah Narasumber
Waktu Wawancara : 1 September 2014, 10.10 WIB
1. Bagaimana hukumnya mendoakan sesama muslim dan meinta untuk didoakan
dalam Islam?
Boleh saja, siapa saja yang akan pergi ke Baitullah boleh saja kita meminta di
doakan oleh mereka. Itu hal yang biasa.
2. Bagaimana hukumnya doa yang dititipin dengan adanya imbalan?
Kalau pakai uang, tidak boleh. Berarti tidak ikhlas. Dia hanya mau berdoa
kalau ada uangnya. Kalau tidak menetapkan tarif, yang menitipkan doa yang
kasih duit itu tidak masalah, berarti seikhlasnya.
3. Bagaimana pendapat anda mengenai program Titip Doa Baitullah yang sempat di
adakan oleh komunitas sedekah harian?
Kalau saya tidak sepakat dengan titip doa. Itu sama saja dengan kita
menetapkan tarif.
4. Dari hasil wawancara saya dengan komunitas, mereka berpendapat bahwa tujuan
program tersebut adalah untuk mendapatkan donatur baru untuk komunitas
mereka, bukan untuk mengkomersilkan ayat al-quran. Ketika mengetahui tujuan
dari program tersebut, bagaimana pendapat anda lagi mengenai program tersebut?
102
Tetap tidak dibenarkan. Namanya berdoa itu ibadah, dia pergi kesana itu
ibadah, mendoakan oranglain itu kan ibadah. Setiap hari kita sholat juga
selalu mendoakan orang muslim. Itu sama saja ujroh ‘ala at-tho’at. Dah hal
itu tidak diperbolehkan dalam agama Islam.
4 Desember 2014
Ketua Komisi Fatwa Majelais Ulama Indonesia
Prof. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo
103
Narasumber : Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA
Jabatan : Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
Tempat Wawancara : Ruang Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
Waktu Wawancara : 03 September 2014, 13.15
1. Bagaimana hukumnya mendoakan sesama muslim dan meminta untuk didoakan
dalam Islam?
Hukumnya itu boleh, bahkan sayyidina Umar pernah meminta sahabat yang
akan pergi haji untuk mendoakan beliau.
2. Bagaimana pendapat anda mengenai program Titip Doa Baitullah yang sempat di
adakan oleh komunitas sedekah harian?
Saya tidak mengiyakan program itu, karena ada beberapa alasan yang
negatif menurut saya. Pertama, itu sama saja dengan mengkomersilkan doa,
dengan menentukan tarif saja itu sudah disamakan dengan komersilkan doa.
Kedua, bisa membuat orang lain beranggapan bahwa seakan-akan doa yang
diijabah itu hanya doa yang dipanjatkan di baitullah, sedangkan seluruh
tempat yang ada di duia ini kan bumi Allah juga. Ketiga, makna dari doa
tersebut tidak tersampaikan dengan baik. Ketika kita meminta didoakan oleh
orang lain, berarti kita sedang menghadapi masalah. Dan yang mengetahui
apa yang kita inginkan itu hanya kita sendiri, kalau kita meminta didoakan
oleh orang, mereka itu tidak merasakan apa yang kita butuhkan. Jadi
nantinya sama saja dengan membaca puisi, apalagi kalau yang meminta itu
banyak. Keempat, takutnya dengan beranggapan kalau doa di Baitullah itu
diijabah langsung, nanti sama saja dengan penghapusan dosa yang dilakukan
oleh orang-orang kristen. Dengan membayar beberapa rupiah dan didoakan
104
di Roma, maka segala dosa mereka sudah gugur. Hal-hal seperti itu kan tidak
diperbolehkan.
3. Dari hasil wawancara saya dengan komunitas, mereka berpendapat bahwa tujuan
program tersebut adalah untuk mendapatkan donatur baru untuk komunitas
mereka, bukan untuk mengkomersilkan ayat al-quran. Ketika mengetahui tujuan
dari program tersebut, bagaimana pendapat anda lagi mengenai program tersebut?
Dalam Islam, perbuatan yang baik itu harus di tunjang juga dengan cara dan
praktek yang baik juga. Kita tidak bisa menghalalkan segala cara untuk
melakukan perbuatan yang baik. Walaupun tujuan mereka itu baik untuk
membantu orang disekitarnya, tapi kalau caranya seperti itu tetap saja tidak
boleh. Seharusnya kalau mereka ingin mencari donatur dan sedekah, dari
awal dikatakan kalau mencari donasi untuk orang-orang yang kurang
mampu, bukan dengan cara akan didoakan di Baitullah tapi dengan syarat
membayar nominal yang ditentukan seperti di iklan mereka tersebut.
4 Desember 2014
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA
105
Narasumber : KH. Ali Mustafa Yaqub
Jabatan : Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta
Tempat Wawancara : Kantor Masjid Istiqlal, Jakarta
Waktu Wawancara : 29 Agustus 2014, 13.20
1. Bagaimana hukumnya mendoakan sesama muslim dan meinta untuk didoakan
dalam Islam?
Mendoakan orang lain itu boleh, bahkan ada ayat Al-Quran yang
menganjurkan kita untuk mendoakan orang lain.
2. Bagaimana hukumnya doa yang dititipin dengan adanya imbalan?
Sepanjang yang saya tau, sepakat ulama tidak membolehkan. Karena berdoa
itu masuk kedalam wilayah ibadah, bahkan doa merupakan intisari dari
ibadah. Contohnya seperti ketika sholat, setelah sholat kita meminta upah
dari orang lain itu sepakat ulama tidak membolehkan. Jadi sudah sangat
jelas, bahwa ketika mendoakan orang lain dengan adanya imbalan itu tidak
dibenarkan dalam Islam.
3. Bagaimana pendapat anda mengenai program Titip Doa Baitullah yang sempat di
adakan oleh komunitas sedekah harian?
Kalau mengenai program itu, sudah jelas haram hukumnya. Karena sama
saja dengan mengkomersilkan ayat Al-Quran.
4. Dari hasil wawancara saya dengan komunitas, mereka berpendapat bahwa tujuan
program tersebut adalah untuk mendapatkan donatur baru untuk komunitas
106
mereka, bukan untuk mengkomersilkan ayat al-quran. Ketika mengetahui tujuan
dari program tersebut, bagaimana pendapat anda lagi mengenai program tersebut?
Kebaikan itu tidak hanya dilihat dari tujuannya saja, caranya juga penting.
Dan cara yang dilakukan oleh komunitas ini salah. Itu sama saja dengan
mereka mengkomersilkan ayat Al-Quran, dan itu haram hukumnya
walaupun tujuannya bukan untuk mengkomersilkan, tapi karena caranya
sudah salah maka program ini juga salah.
4 Desember 2014
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
KH. Ali Mustafa Yaqub