› xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7227 › bab 2.pdf... bab i pendahuluan 1.1....
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengelolaan Barang Milik Daerah
2.1.1. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Daerah
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 menjelaskan bahwa
Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau berasal dari perolehan
lainnya yang sah.
Menurut Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah (2010) menerangkan
bahwa aset/barang milik daerah sebagai berikut:
“Aset/barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli
atau diperoleh atas beban APBD maupun yang berasal dari perolehan lain yang
sah baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya
ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau
ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat
berharga lainnya”
Berdasarkan lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
Nomor 17 Tahun 2007 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengelolaan barang
daerah dijelaskan bahwa Barang Daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang
dimiliki maupun yang dikuasai yang berwujud, baik yang bergerak maupaun tidak
bergerak serta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang
dapat dinilai, dihitung, diukur, atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-
tumbuhan kecuali uang dan surat berharga lainnya.
9
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik
Negara/ Daerah. (PP Nomor 27 Tahun 2014).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:534) kata Pengelolaan,
mempunyai 4 pengertian, yaitu :
1. Pengelolaan adalah proses, cara, perbuatan mengelola;
2. Pengelolaan adalah proses melakukan kegiatan tertentu dengan
menggerakkan tenaga orang lain;
3. Pengelolaan adalah proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan
dan tujuan organisasi;
4. Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua
hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian
tujuan.
Pengelolaan barang milik daerah menurut Permendagri 17 Tahun 2007
pengelolaan barang milik daerah adalah rangkaian kegiatan dan/atau tindakan
yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan dan penyaluran, penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan,
pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan,
pembinaan, pengawasan dan pengendalian, dan tuntutan ganti rugi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengelolaan barang milik daerah yaitu
suatu rangkaian yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung
jawab menetapkan kebijakan dan pedoman untuk mengelola semua
barang/kekayaan yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak yang meliputi kegiatan pengelolaan barang
milik daerah.
10
2.1.2. Tujuan Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pengelolaan barang milik daerah merupakan bagian dari pengelolaan
keuangan daerah. Selain itu, barang milik daerah merupakan salah satu unsur
penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakat. Oleh karena itu, tentu saja pengelolaan barang milik daerah yang baik
akan mencerminkan pengelolaan keuangan daerah yang baik. Tentu saja
pengelolaan barang milik daerah harus dilakukan dengan baik dan benar. (Oktavia
dan Sumini, 2010)
2.1.3. Jenis Barang Milik Daerah
Berdasarkan pengertian yang terdapat di dalam PP No. 27 Tahun 2014
mengenai Pengelolaan Barang Milik Daerah, Barang Milik Negara/Daerah
meliputi:
1. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara/Daerah; dan
2. barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah meliputi:
a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
c. barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; atau
d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap.
11
Dilihat dari mobilitas barangnya, Mahmudi (2010:146) menyatakan bahwa
barang milik daerah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1. Benda tidak bergerak (real property), meliputi tanah, bangunan,
gedung, bangunan air, jalan dan jembatan, instalasi, jaringan, serta
monument/bangunan bersejarah (heritage).
2. Benda bergerak (personal property), antara lain mesin, kendaraan,
peralatan (meliputi: alat berat, alat angkutan, alat bengkel, alat
pertanian, alat kantor dan rumah tangga, alat studio, alat kedokteran,
alat laboratorium, dan alat keamanan), buku/perpustakaan, barang
bercorak keseniaan dan kebudayaan, hewan/ternak dan tanaman,
persediaan (barang habis pakai, suku cadang, bahan baku, bahan
penolong, dan sebagainya), serta surat-surat berharga.
2.1.4. Kegiatan Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan asas
fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian
nilai. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah meliputi: (PP No. 27 Tahun 2014)
1. Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran;
2. Pengadaan;
3. Penggunaan;
4. Pemanfaatan;
5. Pengamanan dan pemeliharaan;
6. Penilaian;
7. Pemindahtanganan;
8. Pemusnahan;
9. Penghapusan;
10. Penatausahaan; dan
11. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
12
Adapun penjelasan mengenai kegiatan pengelolaan barang milik daerah,
sebagai berikut:
1. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran
Perencanaan kebutuhan dan penganggaran adalah kegiatan
merumuskan rincian kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah untuk
menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang
sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan
datang.
2. Pengadaan
Pengadaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan
prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan
akuntabel. Pelaksanaan pengadaan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali
ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini.
3. Penggunaan
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang
dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik Negara/Daerah yang
sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.
4. Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/ Daerah
yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi
Kementerian/ Lembaga/ satuan kerja perangkat daerah dan/ atau
optimalisasi Barang Milik Negara/ Daerah dengan tidak mengubah status
13
kepemilikan. Pemanfaatan Barang Milik Negara/ Daerah dilaksanakan
berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan
Negara/daerah dan kepentingan umum.
5. Pengamanan dan pemeliharaan
Pengamanan barang milik daerah sebagaimana meliputi:
a. pengamanan administrasi meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi,
pelaporan dan penyimpanan dokumen kepemilikan;
b. pengamanan fisik untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi
barang, penurunan jumlah barang dan hilangnya barang; pengamanan
fisik untuk tanah dan bangunan dilakukan dengan cara pemagaran dan
pemasangan tanda batas, selain tanah dan bangunan dilakukan dengan
cara penyimpanan dan pemeliharaan; dan
c. pengamanan hukum antara lain meliputi kegiatan melengkapi bukti
status kepemilikan.
Pemeliharaan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan
Barang. Biaya pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.
6. Penilaian
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai
atas suatu objek penilaian berupa Barang Milik Negara/ Daerah pada saat
tertentu. Penetapan nilai Barang Milik Negara/Daerah dalam rangka
penyusunan neraca Pemerintah Pusat/Daerah dilakukan dengan
berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
14
7. Pemindahtanganan
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik
Negara/ Daerah. Pemindahtanganan barang milik daerah ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
8. Pemusnahan
Pemusanahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/ atau kegunaan
Barang Milik Negara/ Daerah. Pemusnahan dilaksanakan oleh Pengguna
Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang
Milik Negara; atau Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan
Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.
9. Penghapusan
Pengahapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara/
Daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang
berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang dari tanggung jawab
administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
10. Penatausahaan
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara/ Daerah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
11. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian
Pembinaan adalah usaha atau kegiatan melalui pemberian pedoman,
bimbingan, pelatihan, dan supervise untuk menjamin kelancaran
15
penyelenggaraan pengelolaan Barang Milik Daerah secara berdayaguna
dan berhasilguna.
Pengawasan adalah usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai
kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan/ atau
kegiatan Barang Milik Daerah, apakah dilakukan sesuai peraturan
perundangan-undangan.
Pengendalian adalah usaha atau kegiatan untuk menjamin dan
mengarahkan agar pekerjaan yang dilaksanakan bejalan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna
Barang dapat meminta aparat pengawasan intern Pemerintah untuk
melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban.
2.2. Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
2.2.1. Pengertian Sistem Pengendalian Internal
Menurut PP No. 60 Tahun 2008 pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa:
“Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan
seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya
tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.”
Menurut I Gusti Agung Rai (2008:283) Sistem pengendalian intern adalah
kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang
memadai bagi manajemen bahwa organisasi mencapai tujuan dan sasarannya.
16
Dijelaskan pula oleh Mahmudi (2011:20) pengertian sistem pengendalian
intern adalah proses yang integral dari tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh
manajemen (eksekutif) dan jajarannya untuk memberikan jaminan atau keyakinan
yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi dalam melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset Negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Menurut Gondodiyoto (2007:246) dalam mengemukakan pendapatannya
mengenai sistem pengendalian internal yaitu:
“Sistem pengendalian internal meliputi rencana organisasi dan semua
metode serta kebijakan yang terkoordinasi dalam suatu perusahaan untuk
mengamankan kekayaan, menguji ketepatan, dan sampai berapa jauh data
akuntansi dapat dipercaya menggalakan efisiensi usaha serta mendorong
ditaatinya kebijaksanaan pimpinan yang telah digariskan.”
Menjelaskan pula dalam pasal 1 ayat (2) bahwa Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian
Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah.
2.2.2. Tujuan Pengendalian Internal
Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan
bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan dimana dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
17
SPIP itu sendiri menurut PP No. 60 Tahun 2008 bertujuan untuk
memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi
pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan.
Adapun 6 tujuan dibangunnya Sistem Pengendalian Internal menurut
Mahmudi (2011:20) adalah sebagai berikut:
1. untuk melindungi aset (termasuk data) negara;
2. untuk memelihara catatan secara rinci dan akurat;
3. untuk menghasilkan informasi keuangan yang akurat, relevan, dan
andal;
4. untuk menjamin bahwa laporan keuangan disusun sesuai dengan
standar akuntansi yang berlaku (Standar Akuntansi
Pemerintahan/SAP);
5. untuk efisiensi dan efektifitas operasi; dan
6. untuk menjamin ditaatinya kebijakan manajemen dan peraturan
perundangan yang berlaku.
Arens et. Al (2011) yang dialih bahasakan oleh Herman Wibowo
memaparkan tiga tujuan umum dalam merancang sistem pengendalian internal
yang efektif, yaitu:
1. Reliability of Financial Reporting;
2. Effiiency and Effectivenee Of Operation;
3. Compliance with Laws and Regulations.
Sistem pengendalian internal sangat penting dalam mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan baik (good governance government). Organisasi
apapun baik sektor publik, sektor bisnis, maupun sektor sosial perlu memiliki dan
membangun sistem pengendalian internal yang baik dan andal. Dengan adanya
sistem pengendalian internal yang memadai maka berbagai penyimpangan,
kecurangan, korupsi, dan kesalahan dapat diminimalisasi sehingga terlindungi
18
aset-aset organisasi. Selain itu sistem pengendalian internal yang baik juga dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi serta meningkatkan kualitas
laporan keuangan yang berdampak pada kualitas tata kelola organisasi.
2.2.3. Unsur-unsur Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
Berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP menerangkan unsur
SPIP yang terdiri atas:
1. Lingkungan Pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara
lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif
untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya,
melalui:
a. penegakan integritas dan nilai etika
Penegakan integritas dan nilai etika sebagaimana dimaksud sekurang-
kurangnya dilakukan dengan:
1. menyusun dan menerapkan aturan perilaku;
2. memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap
tingkat pimpinan Instansi Pemerintah;
3. menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan
terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap aturan
perilaku;
4. menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau
pengabaian pengendalian intern; dan
19
5. menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong
perilaku tidak etis.
b. komitmen terhadap kompetensi
Komitmen terhadap kompetensi sebagaimana dimaksud sekurang-
kurangnya dilakukan dengan:
1. mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam
Instansi Pemerintah;
2. menyusun standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada
masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah;
3. menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan untuk membantu
pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi
pekerjaannya; dan
4. memilih pimpinan Instansi Pemerintah yang memiliki kemampuan
manajerial dan pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaan
Instansi Pemerintah.
c. kepemimpinan yang kondusif;
Kepemimpinan yang kondusif sebagaimana dimaksud sekurang-
kurangnya ditunjukkan dengan:
1. mempertimbangkan risiko dalam pengambilan keputusan;
2. menerapkan manajemen berbasis kinerja;
3. mendukung fungsi tertentu dalam penerapan SPIP;
20
4. melindungi atas aset dan informasi dari akses dan penggunaan
yang tidak sah;
5. melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat pada tingkatan
yang lebih rendah; dan
6. merespon secara positif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan
keuangan, penganggaran, program, dan kegiatan.
d. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
1. menyesuaikan dengan ukuran dan sifat kegiatan Instansi
Pemerintah;
2. memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam
Instansi Pemerintah;
3. memberikan kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern
dalam Instansi Pemerintah;
4. melaksanakan evaluasi dan penyesuaian periodic terhadap struktur
organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis; dan
5. menetapkan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi
pimpinan.
e. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
wewenang diberikan kepada pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat
tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan Instansi
Pemerintah.
f. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan
sumber daya manusia;
21
1. penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan
pemberhentian pegawai;
2. penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen;
dan
3. supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai.
g. perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif;
1. memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan,
efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas
dan fungsi Instansi Pemerintah;
2. memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas
manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah; dan
3. memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola
penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.
h. hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait
diwujudkan dengan adanya mekanisme saling uji antar Instansi
Pemerintah terkait.
2. Penilaian Risiko
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko.
Penilaian risiko terdiri atas:
a. identifikasi risiko
Identifikasi risiko sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan:
22
1. menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi
Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara
komprehensif;
2. menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko
dari faktor eksternal dan faktor internal; dan
3. menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko.
b. analisis risiko
Analisis risiko dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko
yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan Instansi
Pemerintah. Pimpinan Instansi Pemerintah menerapkan prinsip kehati-
hatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima.
3. Kegiatan Pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan
pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Kegiatan pengendalian
sebagaimana dimaksud terdiri atas:
a. reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;
yaitu, membandingkan kinerja dengan tolok ukur kinerja yang
ditetapkan.
b. pembinaan sumber daya manusia;
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pembinaan sumber
daya manusia, mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, nilai, dan
23
strategi serta membuat strategi perencanaan dan pembinaan sumber
daya manusia yang mendukung pencapaian visi dan misi.
c. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
yaitu, dilakukan untuk memastikan akurasi dan kelengkapan informasi.
d. pengendalian fisik atas aset;
pimpinan Instansi Pemerintah wajib menetapkan,
mengimplementasikan, dan mengkomunikasikan kepada seluruh
pegawai rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur pengamanan
fisik dan rencana pemulihan setelah bencana.
e. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
pimpinan Instansi Pemerintah harus membandingkan secara terus-
menerus data capaian kinerja dengan sasaran yang ditetapkan dan
selisihnya dianalisis lebih lanjut.
f. pemisahan fungsi;
pimpinan Instansi Pemerintah harus menjamin bahwa seluruh aspek
utama transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh 1 (satu) orang.
g. otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
pimpinan Instansi Pemerintah wajib menetapkan dan
mengkomunikasikan syarat dan ketentuan otorisasi kepada seluruh
pegawai.
h. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
pimpinan Instansi Pemerintah perlu mempertimbangkan transaksi dan
kejadian diklasifikasikan dengan tepat dan dicatat segera dan
24
klasifikasi dan pencatatan yang tepat dilaksanakan dalam seluruh
siklus transaksi atau kejadian.
i. pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
pimpinan Instansi Pemerintah wajib memberikan akses hanya kepada
pegawai yang berwenang dan melakukan reviu atas pembatasan
tersebut secara berkala.
j. akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya;
pimpinan Instansi Pemerintah wajib menugaskan pegawai yang
bertanggung jawab terhadap penyimpanan sumber daya dan
pencatatannya serta melakukan reviu atas penugasan tersebut secara
berkala.
k. dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi
dan kejadian penting.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib memiliki, mengelola, memelihara,
dan secara berkala memutakhirkan dokumentasi yang mencakup
seluruh Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian
penting.
4. Informasi dan Komunikasi
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan
mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat.
Komunikasi atas informasi wajib diselenggarakan secara efektif. Untuk
menyelenggarakan komunikasi yang efektif pimpinan Instansi Pemerintah
harus sekurang-kurangnya:
25
a. menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana
komunikasi; dan
b. mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi
secara terus menerus.
5. Pemantauan Pengendalian Intern
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem
Pengendalian Intern. Pemantauan Sistem Pengendalian Intern
dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan
tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.
2.3. Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
2.3.1. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan menurut Martono dan Agus (2010:51) merupakan
ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan pada suatu saat tertentu.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Laporan keuangan
adalah laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi
yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan.
Menurut Abdul Halim (2012) laporan keuangan adalah informasi
keuangan yang disusun oleh suatu entitas bagi kepentingan pihak internal maupun
eksternal dari entitas tersebut. Sedangkan laporan keuangan daerah menurut
Abdul Halim adalah infromasi keuangan yang disusun oleh pemerintah daerah
yang terutama ditujukan bagi kepentingan pihak luar pemerintah daerah tersebut.
26
Menurut Indra Bastian (2010:297) Laporan Keuangan Sektor Publik
adalah suatu laporan yang merepresentasikan posisi keuangan dari transaksi-
transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas sektor publik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah
merupakan laporan yang berisi informasi mengenai posisi keuangan yang terdiri
dari transaksi-transaksi dan peristiwa lain yang disusun oleh pemerintah daerah.
2.3.2. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai
posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas
pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi
keputusan mengenai alokasi sumber daya.
Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk
menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk
menunjukan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan
kepadanya.
2.3.3. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Menurut Mahmudi (2011:106) menyatakan karakteristik kualitatif laporan
keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi
akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya.
Adapun empat karakteristik kualitatif laporan keuangan, berikut ini
merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah
27
dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki dalam Kerangka Konseptual
Akuntansi Pemerintahan, yaitu:
1. Relevan
Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang
termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan
membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan
memprediksi masa depan, serta menegaskan dan mengoreksi hasil evaluasi
di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relavan
dapat dihubungkan dengan maksud penggunaanya. Informasi yang relevan
memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Memberikan manfaat umpan balik (feedback value)
Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau
mengoreksi ekspektasi mereka di masa lalu.
b. Memberikan manfaat prediktif (predictive value)
Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang
akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.
c. Disajikan tepat waktu
Informasi disajikan tepat waktu sehingga berpengaruh dan berguna
dalam pengambilan keputusan.
d. Lengkap
Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap
mungkin, mencakup semua informasi akuntansi yang dapat
28
mempengaruhi pengambilan keputusan dnegan memperhatikan
kendala yang ada.
2. Andal (Reliability)
Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan kejadian fakta secara
jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika
hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan
informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang
andal memenuhi karakteristik:
a. Penyajian jujur (faithfulness of presentation)
Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa
lainnya yang seharusnya disajikan atau secara wajar dapat diharapkan
untuk disajikan.
b. Dapat diverifikasi (verifiability)
Infromasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan
apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda,
hasilnya tetap menunjukan simpulan yang tidak berbeda jauh.
c. Netralitas (neutrality)
Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada
kebutuhan pihak tertentu.
3. Dapat dibandingkan
Informasi yang termuat dalam laporan akan lebih berguna jika dapat
dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan
29
keuangan entitas pelaporan lain umumnya. Perbandingan dapat dilakukan
secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan
dengan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari
tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas
yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama.
Apabila entitas pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih
baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan
tersebut diungkapkan pada periode terjadi perubahan.
4. Dapat dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh
pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan
dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna di
asumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan
lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna
untuk mempelajari yang dimaksud.
2.3.4. Komponen Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010 Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah terdri dari:
1. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan realiasi anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan
pemerintah pusat/daerah yang menunjukan ketaatan terhadap
APBN/APBD.
30
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi
kenaikan atau penurunan saldo anggaran lebih tahun pelaporan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
3. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
4. Laporan Operasional
Laporan operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang
menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah.
5. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan
aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang
menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas
pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu.
6. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau
penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
7. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
CaLK meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera
dalam laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih,
31
laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, neraca, laporan arus kas,
CaLK juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang
dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan
dan dianjurkan untuk diungkapkan di Standar Akuntansi Pemerintahan
serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk penyajian laporan
keuangan secara wajar.
Laporan keuangan yang disusun oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah
menurut Mahmudi (2011:154), yaitu:
1. Neraca – SKPD
2. Laporan Realisasi Anggaran – SKPD
3. Laporan Operasional – SKPD
4. Catatan atas Laporan Keuangan
2.5. Kerangka Pemikiran
2.5.1. Pengaruh Pengelolaan Barang Milik Daerah terhadap Kualitas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Lahirnya Pemendagri No. 17 Tahun 2007 diharapkan setiap pemerintah
daerah dapat mengelola barang milik daerahnya dengan baik. Tidak sedikit barang
milik daerah yang berpindah tangan kepada pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dikarenakan penyajian barang milik daerah yang tidak didukung dengan rincian
daftar aset maupun dokumen berapa daftar inventarisasi dan peniliaian aset
tersebut. Atau dengan kata lain pengelolaan barang milik daerah yang kurang
baik. Kasus tersebut merupakan salah satu kendala untuk mencapai opini wajar
32
tanpa pengecualian (unqualified opinion). Padahal pengelolaan barang milik
daerah sangat berpengaruh terhadap laporan keuangan. Hal ini diperkuat dengan
adanya Pernyataan Nomor 07 dalam Standar Akuntansi Pemerintahan yang
menyatakan bahwa “aset tetap merupakan suatu bagian aset pemerintah, dan
karenanya signifikan dalam penyajian neraca”.
Ruri Nurlita (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Manajemen Barang Daerah terhadap Kualitas Laporan Keuangan (studi kasus
pada Pemerintahan Kota Bandung) menyatakan bahwa 27,2% kualitas laporan
keuangan dipengaruhi oleh pengelolaan barang daerah. Sedangkan Dora Detisa
(2008) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Pengelolaan Aset Daerah
dengan Kualitas Laporan Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong
menghasilkan 41,3 % kualitas laporan keuangan di tentukan oleh penglolaan aset
daerah.
2.5.2. Pengaruh Sistem Pengandalian Internal Pemerintah (SPIP) terhadap
Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, Gubernur/Bupati/walikota wajib menyampaikan
laporan keuangan kepada DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh
Badan Pemeriksa Keuangan. Laporan Keuangan yang disampaikan tersebut
meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atau
Laporan Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tersebut harus disusun
33
dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Dalam Pedoman Pelaksanaan Reviu Atas Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah dikatakan bahwa Pengelolaan keuangan pemerintah daerah harus
dilakukan berdasarkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance)
yaitu pengelolaan keuangan yang dilakukan secara transparan dan akuntabel. Hal
tersebut dapat terwujud jika entitas pemerintah daerah dapat menciptakan,
mengoperasikan serta memelihara Sistem Pengendalian Intern yang memadai.
Kualitas laporan keuangan tidak hanya diukur dari kesesuaian dengan SAP
saja, tetapi juga dari sistem pegendalian internalnya. Untuk itu, pemerintah harus
menerapkan sistem pengedalian internal yang baik dalam rangka mengasilkan
kualitas keuangan yang andal.
Berdasarkan uraian diatas, berikut adalah gambar model penelitian
hubungan Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah (SPIP) terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.
Gambar 2.1
Model Kerangka Pemikiran
Pengelolaan Barang Milik
Daerah (X1)
Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah (SPIP) (X2)
Kualitas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (Y)
34
2.5.3. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
1 Pengaruh Penerapan
Standar Akuntansi
Pemerintahan dan
Kompetensi Staf
Akuntansi terhadap
Kualitas Keuangan
Pemerintahan
Daerah (Studi
Empiris pada
Pemerintahan Kota
Bandung, Kab.
Bandung Barat, dan
Provinsi Jawa Barat)
Sony Pradipta, 2015
Penerapan
Standar
Akuntansi
Pemerintahan
berpengaruh
terhadap
kualitas laporan
keuangan
pemerintah
daerah dan
memiliki
hubungan yang
kuat sedangkan
kompetensi staf
akuntansi
terhadap
kualitas laporan
keuangan
pemerintahan
daerah
berpengaruh
serta ada
hubungan yang
sedang.
Variabel
Independen
sama-sama
mencari
pengaruh
terhadap
Kualitas
Laporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah
Variabel
independen
dan lokasi
penelitian
2 Pengaruh
Implementasi
Standar Akuntansi
Pemerintahan dan
Sistem Informasi
Akuntansi terhadap
Kualitas Laporan
Keuangan.
Rukmi Juwita,
(2012)
Hasil penelitian
menunjukan
bahwa hasil
pengujian
korelasi pearson
terhadap
variabel
implementasi
standar
akuntansi
pemerintahan
dan
implementasi
sistem informasi
akuntansi
Variabel
independen
sama-sama
mencari
pengaruh
terhadap
kualitas
laporan
keuangan
Variabel
independen
yang
berbeda
35
No Judul Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
memiliki
hubungan yang
sangat kuat/erat
dengan kualitas
laporan
keuangan
3 Pengaruh
Pengendalian
Internal Barang
Milik Daerah
terhadap Efektifitas
Pengelolaan Barang
Milik Daerah (Pada
Satuan Kerja
Perangkat Daerah
Pemerintah Kota
Bandung).
Rohmi Fitria, 2014
Dari hasil
pengujian
hipotesis,
diperoleh
kesimpulan
bahwa
Pengendalian
Internal Barang
Milik Daerah
mempunyai
pengaruh
terhadap
Efektifitas
Pengelolaan
Barang Milik
Daerah dengan
nilai koefisien
determinasi
10,9%, yang
artinya 10,9%
Efektifitas
Pengelolaan
Barang Milik
Daerah
dipengaruhi
oleh
Pengendalian
Internal Barang
Milik Daerah,
dan sisanya
89,1%
dipengaruhi
oleh faktor lain
yang tidak
diteliti dalam
penelitian ini.
Metode
penelitian
yang
digunakan,
meneliti
tentang
pengelolaan
barang
milik
daerah
Variabel
yang
berbeda dan
lokasi
penelitian
4 Pengaruh
Manajemen Barang
Kualitas
Laporan
Sama-sama
meneliti
Jumlah
variabel
36
No Judul Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
Daerah terhadap
Kualitas Laporan
Keuangan (studi
kasus pada
Pemerintah Kota
Bandung)
Ruri Nurulita, 2011
Keuangan
berpengaruh
positif sebesar
27,2% terhadap
Manajemen
Barang Daerah
hubungan
antara
Barang
Milik
Daerah
terhadap
Kualitas
Laporan
Keuangan
indepen dan
lokasi
penelitian
5 Pengaruh Sistem
Pengendalian Intern
Terhadap Kualitas
Laporan Keuangan
(Survei Pada
Organisasi
Perangkat Daerah
Pemda Cianjur)
Tuti Herawati, 2014
Pengaruh sistem
pengendalian
intern
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kualitas laporan
keuangan
pemerintah
daerah sebesar
83%
Sama-sama
meniliti
Sistem
Pengendalia
n Intern
terhadap
Kualitas
Laporan
Keuangan
di Daearh
Lokasi
penelitian
6 Pengaruh
Pengelolaan Barang
Milik Daerah
terhadap Kualitas
Laporan Keuangan
Satuan Kerja
Pemerintah Daerah
(SKPD)
Rifki Rifai, 2014
Hasil penelitian
ini menunjukan
bahwa
pengelolaan
barang milik
daerah memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap laporan
keuangan
SKPD.
Variabel
independen
dan
dependen
Lokasi
penelitian
7 Hubungan
Pengelolaan Aset
Daerah dengan
Kualitas Laporan
Keuangan pada
Pemerintah Daerah
Kabupaten Sorong
Dora Detisa, 2008
41,3% kualitas
laporan
keuangan
ditentukan oleh
pengelolaan aset
daerah
Variabel
dependen
Variabel
independen
yg sedikit
berbeda dan
lokasi
penelitian
8 Pengaruh Penerapan
Standar Akuntansi
Hasil penelitian
menunjukkan
Salah satu
Variabel
Variabel
independen
37
No Judul Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
Pemerintahan,
Sistem Pengendalian
Internal, dan
Kompetensi Staf
Akuntansi terhadap
Kualitas Laporan
Keuangan
Pemerintah Daerah
(Studi Kasus Pada
Skpd Kabupaten
Buleleng)
Ni Luh, dkk, 2014
bahwa:
1) standar
akuntansi
pemerintahan
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kualitas laporan
keuangan,
2) sistem
pengendalian
internal
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kualitas laporan
keuangan,
3) kompetensi
staf akuntansi
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kualitas laporan
keuangan,
4) standar
akuntansi
pemerintahan,
sistem
pengendalian
internal dan
kompetensi staf
akuntansi secara
simultan
berpengaruh
posistif dan
signifikan
terhadap
kualitas laporan
keuangan
pemerintah
daerah.
Indpenden
sama dan
sama-sama
meneliti
pengaruh
terhadap
Kualitas
Laporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah
yang lebih
banyak dan
lokais
penelitian
38
2.5.4. Hipotesis Penelitian
Berikut adalah hipotesis penelitian yang akan diuji oleh penulis:
H01:β1 = 0 Secara parsial Pengelolaan Barang Milik Daerah tidak berpengaruh
signifikan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
H11:β1 ≠ 0 Secara parsial Pengelolaan Barang Milik Daerah berpengaruh
signifikan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
H02:β2 = 0 Secara parsial Sistem Pengendalian Internal Pemerintah tidak
berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah.
H12:β2 ≠ 0 Secara parsial Sistem Pengendalian Internal Pemerintah berpengaruh
signifikan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.