abses periapikal
DESCRIPTION
abses periapikalTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abses periapikal adalah akumulasi atau kumpulan pus yang dikelilingi oleh jaringan
yang mengalami proses inflamasi yang berlokasi di dekat apeks dari akar gigi yang sudah
non-vital. Penyebab yang paling umum adalah infeksi bakteri di pulpa yang merupakan
kelanjutan dari karies gigi. Oleh karena itu, proses inflamasi dapat menyebar melalui foramen
apikal sampai mengenai bagian periapikal dari ligamentum periodontal.1
Tidak ada predileksi ras dan jenis kelamin dalam insidensi abses periapikal. Abses
periapikal lebih banyak ditemukan pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa. Hal ini
dikarenakan pada anak-anak yang biasanya oral hiegiennya kurang baik, email lebih tipis, dan
biasanya gigi yang terbentuk mempunyai lebih banyak suplai darah, yang memungkinkan
terjadinya peningkatan respon imun.1
Faktor yang berperan terhadap terjadinya infeksi adalah virulensi dan jumlah bakteri,
pertahanan tubuh lokal, pertahanan humoral, pertahanan seluler. Abses periapikal
menunjukkan gejala apabila terjadi akumulasi material purulen pada alveolus. Pada stadium
awal akan terasa sakit pada gigi yang terkena yang pada umumnya berkurang dengan
penekanan langsung. Selanjutnya rasa sakit menjadi semakin kuat dan seringkali sangat
sensitif terhadap perkusi, terjadi ekstrusi dan pembengkakan jaringan sekitarnya.2
Diagnosis periapikal abses didapatkan dari tanda dan gejala klinis serta yang paling
penting adalah pemeriksaan radiologi.3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan epidemiologi terjadinya abses periapikal?
2. Apa saja etiologi dan faktor resiko dari abses periapikal?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari abses periapikal?
4. Bagaimana penegakan diagnosis dari abses periapikal?
5. Bagaimana penanganan dan pencegahan dari abses periapikal?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami definisi dan epidemiologi terjadinya abses periapikal
2. Mengetahui etiologi dan faktor resiko dari abses periapikal
2
3. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari abses periapikal
4. Mengetahui dan memahami penegakan diagnosis dari abses periapikal
5. Mengetahui dan memahami penanganan dan pencegahan dari abses periapikal
1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu gigi dan mulut
pada khususnya.
2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik bagian ilmu gigi dan mulut.
3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Abses Periapikal
3.1.1 Definisi
Abses periapikal adalah akumulasi atau kumpulan pus yang dikelilingi oleh jaringan
yang mengalami proses inflamasi yang berlokasi di dekat apeks dari akar gigi yang sudah
non-vital. Penyebab yang paling umum adalah infeksi bakteri di pulpa yang merupakan
kelanjutan dari karies gigi. Oleh karena itu, proses inflamasi dapat menyebar melalui foramen
apikal sampai mengenai bagian periapikal dari ligamentum periodontal.1
Gigi yang telah nekrosis mempunyai potensi yang cukup besar untuk terjadinya proses
infeksi pada bagian periapikal. Pada keadaan bakteri cukup banyak dan kondisi tubuh lemah
maka penyebaran infeksi periapikal akan terus berlanjut ke dasar sekitarnya, menyebar ke
berbagai spasium sekitar rongga mulut dan menyebar melalui peredaran darah sehingga
terjadi septikemia.1
Beberapa membagi abses periapikal menjadi jenis akut dan kronis. Pembagian ini
sebenarnya kurang tepat karena keduanya menunjukkan reaksi radang akut. Abses peripapikal
sebaiknya dibagi menjadi simptomatik dan asimptomatik berdasarkan gambaran klinis yang
tampak.1
3.1.2 Epidemiologi
Tidak ada predileksi ras dan jenis kelamin dalam insidensi abses periapikal. Abses
periapikal lebih banyak ditemukan pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa. Hal ini
dikarenakan pada anak-anak yang biasanya oral hiegiennya kurang baik, email lebih tipis, dan
biasanya gigi yang terbentuk mempunyai lebih banyak suplai darah, yang memungkinkan
terjadinya peningkatan respon imun.2
4
Mikroorganisme penyebab infeksi odontogenik :
Organisme Persentase (%)
Aerob
Gram (+) Coccus
Streptococcus spp.
Streptococcus (group D) spp.
Staphylococcus spp.
Eikenella spp.
Gram (-) coccus (neisseria spp.)
Gram (+) batang (Corunebacterium spp.)
Gram (-) batang haemophyllus spp.)
Anaerob
Gram (+) coccus
Strepotococcus spp.
Peptococcus spp.
Petostreptococcus spp.
Gram (-) coccus (veilonella spp)
Gram (+) batang
Eubacterium spp.
Lactobacillus spp.
Actinomyces spp.
Clostridia spp.
Gram (-) batang
Bacteriodes spp.
Fusobacterium spp.
Dan lain-lain
25
85
90
2
6
2
2
3
6
4
75
30
33
33
33
4
14
50
75
25
6
Pada umumnya infeksi yang terjadi disebabkan oleh lebih dari satu strain bakteri yang
virulen dan eksudat yang timbul biasanya mengandung eksotoksin potensial dan enzim litik
yang dapat dengan cepat menghancurkan barier jaringan.2
5
3.1.3 Patogenesis
Faktor yang berperan terhadap terjadinya infeksi adalah:
1. Virulensi dan jumlah bakteri
2. Pertahanan tubuh lokal
3. Pertahanan humoral
4. Pertahanan seluler
Ada tiga tahap penyebaran infeksi bersumber gigi, yaitu tahap abses dentoalveolar,
tahap yang melibatkan spatium dan tahap lebih lanjut yang merupakan tahap komplikasi.2
Pada abses dentoalveolar, bakteri dapat masuk melalui foromen apical dengan cara
menghancurkan integritas gigi (karies), marginal gingival, trauma operasi, saluran pada dentin
yang rusak, invasi ligament periodontal, apeks gigi yang tertular dari gigi sebelahnya dan
bakterimia.2
Penyebaran melalui foramen apikal berawal dari kerusakan gigi atau karies, untuk
kemudian berlanjut hingga terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran
periodontal berupa periododontitis apikalis. Membran periodontal di apikal bereaksi
membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal
terhadap infeksi tersebut bisa akut atau kronis. Apabila terjadi akut akan berupa periodontitis
apikalis supuratif atau abses dentoaveolar.3
Pada infeksi sekitar foramen apikalis terjadi nekrosis disertai akumulasi leukosit yang
banyak dan sel-sel inflamasi lainnya. Sedangkan pada jaringan sekitar abses akan tampak
hiperemis dan edema. Bila masa infeksi bertambah, maka tulang sekitarnya akan tersangkut,
dimulai dengan hiperemia pembuluh darah kemudian infiltrasi leukosit dan akhirnya proses
supurasi. Penyebaran selanjutnya akan melalui kanal tulang menuju permukaan tulang dan
periosteum. Tahap berikutnya periosteum pecah dan pus akan terkumpul di suatu tempat di
antara spatia sehingga membentuk suatu rongga patologis.1
Pembentukan abses pada umumnya didahului oleh periodontitis apikalis akut, namun
dapat juga langsung tanpa didahului oleh periodontitis apikalis.1
3.1.4 Histopatologi
Biopsi murni dari materi abses jarang dilakukan karena materinya dalam bentuk cair.
Abses terdiri dari lautan polimorfonuklear leukosit terkadang bercampur dengan eksudat
inflamasi, debris selular, materi nekrosis, koloni bakteri, atau histiosit.1
6
3.1.5 Gejala klinis
Abses periapikal menunjukkan gejala apabila terjadi akumulasi material purulen pada
alveolus. Pada stadium awal akan terasa sakit pada gigi yang terkena yang pada umumnya
berkurang dengan penekanan langsung. Selanjutnya rasa sakit menjadi semakin kuat dan
seringkali sangat sensitif terhadap perkusi, terjadi ekstrusi dan pembengkakan jaringan
sekitarnya,1
Gejala akut abses periapikal dapat berupa keluhan sakit yang hebat yang berdenyut
spontan dan terus-menerus. Pada umumnya juga terdapat peningkatan suhu dan malaise. Rasa
sakit bertambah saat mengunyah dan berbaring. Pembengkakan menyebar kemerah-merahan,
pembesaran kelenjar limfa lokalis, gigi terasa memanjang (akibat tekanan abses) dan sensitif
terhadap sentuhan. Gigi juga dapat mengalami ekstrusi. Pada pemeriksaan intraoral lainnya
akan tampak gusi sekitar gigi kemerah-merahan tetapi lipatan mukobukal masih dalam batas
normal. Gigi relatif tidak sensitif/tidak bereaksi terhadap panas, dingin, dan ransangan
elektrik.Jika telah kronis, biasanya abses periapikal tidak akan memberikan gejala atau
asimtomatik karena kurangnya akumulasi material purulent di dalam alveolus.2
Gambar 1.1 Abses periapikal. Pembengkakan jaringan lunak bilateral pada palatum
anterior.
Gambar 1.2. Nodul kekuningan pada
mandibula anterior tulang alveolaris. Gigi secara
klinis normal dan tidak menunjukkan gejala.
7
Gambar 1.3. Gambaran perbedaan abses periapikal dan periodontitis apikalis
3.1.6 Pemeriksaan Radiologis
Terdapat sedikit pelebaran pada ruang periodontal apikal di daaerah sekitar apeks gigi.
Selain itu pada pemeriksaan radiologis, proses lisis tulang alveolar di sekitar apeks gigi
memberikan gambaran radiolusen berbentuk rongga pada daerah apikal. Karena abses
periapikal merupakan suatu proses litik yang berjalan cepat , gambaran radiologis tidak akan
menunjukkan garis batas yang tegas antara proses peradangan dan tulang normal.4
Gambar 1.4. Abses Periapikal. Gambaran
radiolusen multipel yang overlapping pada maksila anterior. Keempat incisif maksila telah
mengalami nekrosis pulpa
Gambar 1.5. Gambaran radiolusen periapikal dihubungkan dengan gigi incisif lateral
mandibular yang non-vital.
3.1.7 Diagnosis
8
Diagnosis periapikal abses didapatkan dari tanda dan gejala klinis. Dan yang paling
penting adalah pemeriksaan radiologi.3
3.1.8 Penatalaksanaan
Penanganan abses periapikal ini meliputi :
1. Tindakan pembedahan
Prinsip utama dari penanganan abses periapikal adalah melakukan pembedahan untuk
drainase dan menghilangkan penyebab infeksi. Tujuan utama pembedahan yaitu untuk
menghilangkan sumber infeksi yang biasanya berupa pulpa yang nekrotik. Tujuan kedua yaitu
untuk melakukan drainase untuk kumpulan pus dan jaringan nekrotik. Jika gigi tidak dapat
diselamatkan, maka harus segera dilakukan pencabutan. Ekstraksi menghilangkan sumber
infeksi dan memberikan drainase terhadap kumpulan pus dan nekrotik.4
Insisi pada abses memberikan drainase dan pengeluaran bakteri dari jaringan di
bawahnya, selain itu, drainase juga mengurangkan ketegangan jaringan sehingga
meningkatkan aliran darah dan aliran zat-zat yang berguna untuk pertahanan tubuh pada
lokasi infeksi.4
2. Medikamentosa
Antibiotika sebagai salah satu bentuk terapi pada periapikal abses mempunyai manfaat
yang sangat besar. Bila diperlukan pemberian obat antibiotika, langkah awal dalam pemilihan
jenis antiiotika dapat dilakukan secara empiris. Sekitar lebih dari 90% bakteri penyebab
infeksi orofasial adalah golongan streptococcus aerob dan anaerob, peptococcus, fusobakteria,
bacteriodes, dan beberapa jenis bakteri lainnya. Antibiotik yang dapat dipilih adalah :
Penicillin
Erythromycin
Clindamycin
Cephadroxil
Metronidazole
Tetracyclin
Sebaiknya penggunaan antibiotik adalah untuk mereka yang kondisi sistemiknya
kurang baik atau terdapat tanda-tanda infeksi berat (demam, limfadenopati, selulitis, bengkak
yang luas) dan pasien berisiko tinggi dengan tujuan untuk mengurangi komplikasi (pasien
dengan gangguan imunitas, diabetes melitus, atau penyakit jantung). Antibiotik tidak perlu
diberikan pada pasien yang absesnya terlokalisir dengan baik dan mudah untuk dilakukan
9
drainase. Tanda dan gejala abses periapikal lokal akan hilang dalam waktu 48 jam setelah
dilakukan drainase yang baik. Pada gigi yang mengalami ekstrusi maka sebaiknya dilakukan
tindakan untuk mengurangi oklusi.1
Pada abses periapikal juga dapat dipertimbangkan pemberian analgesik (anti nyeri)
apabila terdapat nyeri yang hebat. Obat analgesik yang umum diberikan diantaranya :
parasetamol, ibuprofen, codein, naproxen, diclofenac sodium.1
3.1.9 Prognosis
Abses akan tetap ada apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan. Penyebaran infeksi
dapat mengakibatkan destruksi tulang, namun prognosisnya baik dengan penatalaksanaan
yang tepat.
3.2 Penyebaran Abses Periapikal
Gambar 1.6 Ruang-ruang potensial penyebaran infeksi odontogenik
Fistula Cellulitis
10
Bacteremia- Acute-chronic Deep facial
septicemia periapical infection space infection
Intraoral soft Ascending
tissue abscess Osteomyelitis facial-cerebral
infection
Bagan 1.1 Pathway of dental infection
Gambar 1.7 Penyebaran abses periapikal
11
Gambar 1.8 penyebaran abses periapikal
Jika infeksi tetap terlokalisasi di akar apeks, maka akan terbentuk infeksi periapikal kronik
yang bisa meluas ke jaringan keras dan lunak:
1. Meluas ke ruang medulla menyebabkan osteomielitis.
- Osteomielitis adalah peradangan dari seluruh struktur tulang meliputi medula,
korteks dan periosteum.
- Terjadi karena virulensi bakteri yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah dan
kurangnya drainase.
- Pada osteomielitis akut, infeksi dalam medula akan menimbulkan reaksi
inflamasi supuratif.
- Akumulasi pus akan menyebabkan tekanan dalam medula bertambah dan
menekan bagian korteks tulang kemudian mencapai periosteum.
- Pus yang terkumpul di bawah periosteum menyebabkan periosteum terangkat
dan memutuskan suplai darah ke dalam tulang sehingga terjadi iskemi diikuti
kematian tulang (sekuester).2
2. Apabila periosteum ruptur, ia akan tembus ke jaringan lunak. Tempat tembusnya akan
membentuk saluran sinus (fistel) yang multipel.3
- Jalur fistula dibentuk melalui tulang alveolar dan keluar ke jaringan ikat
sekitarnya.
- Fenomena ini sering dihubungkan dengan pembengkakan jaringan ikat yang
tiba-tiba dan berkurangnya tekanan dalam tulang, sehingga rasa nyeri
dirasakan pasien berkurang.
- Fistula tersebut dapat berpenetrasi ke mukosa atau kulit sehingga menyediakan
drainase alami dan abses tersebut.
12
- Osteomielitis dikatakan kronis bila fistel yang terbentuk disertai pus yang
melimpah dan berlangsung dalam beberapa hari.
- Pada rahang bawah, kompresi pada bundel neurovaskuler mempercepat
trombosis dan iskemi yang menyebabkan parestesi dari nervus alveolaris
inferior.1
Gambar 1.9 Pembentukan fistula
- Gejala klinis akut yang timbul pada pasien:
Sakit hebat
Demam
Malaise
Parestesi labial
Pembengkakan wajah
Trismus
Gigi terasa sakit pada oklusi dan goyang
Gingiva bengkak
Pus keluar dari gingiva marginal atau fistel multiple pada mukosa
Limfadenopati regional
- Gejala klinis kronis:
Rasa sakit berkurang
Demam
Kegoyangan gigi berkurang dan dapat berfungsi kembali meski kurang
sempurna.
Terdapat supurasi dan abses lokal
Fistel multipel pada mukosa dan kulit
Tampak sekuester sebagai tulang terbuka atau fraktur patologis
3. Jika abses tidak bisa membuat drainase melalui permukaan kulit atau ke dalam rongga
mulut, ia akan menyebar secara difus melalui lapisan fasia jaringan ikat sebagai
13
selulitis. Abses adalah ruangan yang berdinding tebal yang berisi pus, sedangkan
sellulitis infeksi subkutan atau eritema submukosa yang difus. Staphylococci spp.
sering dikaitkan dengan pembentukan abses dimana membentuk enzim koagulase.
Streptococci sering diasosiasikan dengan sellulitis karena dapat memproduksi enzim
seperti streptokinase, hyaluronidase, dan streptodornase. Abses yang berdinding tebal
dengan sedikit atau tidak ada suplai pembuluh darah ke lumennya mempunyai respon
yang lambat dan buruk terhadap terapi antibiotik. Sedangkan selulitis berespon baik
tanpa perlu operasi drainase.2
4. Selulitis merupakan penyebaran akut dan edema dari proses inflamasi akut. Terbagi
menjadi 2:
Ludwig’s Angina
o Selulitis pada regio submandibular
o 70% berkembang dari penyebaran infeksi akut dari gigi molar rahang
bawah
o Ruang submandibular terdiri dari ruang sublingual dan submaksilari yang
dipisahkan otot mylohyoid
o Penyebaran akan berlanjut ke ruang lateral faringeal, lalu ke retrofaringeal
Trombosis Sinus Cavernosus
o Infeksi berasal dari gigi premolar atau molar maksilari, berjalan ke arah
buccal cortical plate masuk ke sinus maksilari, ruang pterigopalatine atau
fossa infratemporal, mencapai orbit melalui fissura orbital inferior. Dan
akhirnya infeksi menyebar ke sinus cavernosus.3
5. Lokalisasi dari abses dentoalveolar pada suatu spatial tergantung dari letak anatomi
dari akar gigi mana yang terkena infeksi, terutama hubungannya dengan perlekatan
otot, khususnya otot buccinator dan mylohyoid. Infeksi biasanya mengikuti jalur yang
hambatannya paling minimal. Pada keadaan tertentu dapat terkena lebih dari satu
spatial, hal ini merupakan keadaan yang sangat serius di dalam penyebaran. Infeksi
sampai dapat menimbulkan suatu penyebaran yang lebih jauh ke arah atas kepala dan
ke bawah leher sampai mediastinum.2
Selulitis yang melibatkan ruang fasia di antara otot dan struktur dasar mulut
yang boleh menyebabkan kematian dikenal sebagai Ludwig’s Angina (plegmon).
-tanda-tanda klinis:
14
Edema pada kedua sisi dasar mulut
Lidah terangkat (woody tongue)
Edema yang menyebar dari leher ke bawah
Leher tampak kaku, kemerahan dan lunak pada palpasi (bull’s neck)
Trismus yang progresif
Drooling
Suhu tubuh meningkat
Sulit menelan (disfagia)
Sulit bicara (disfonia)
Sulit bernafas (dispnea)
Gambar 1.10 Ludwig’s Angina
Komplikasi selulitis terjadi bila penyebaran eksudat ke dalam ruang sinus kavernus
maksilaris menyebabkan tromboflebitis
Infeksi orbita (rahang atas)
Abses serebral
Necrotizing fasiitis
Mediastinitis
Periostitis/Abses Periosteal (Periostal)
Merupakan penyebaran lebih lanjut dari Abses Periapikal. Sebelum menyebar ke
tulang harus melewati lapisan periosteum yang merupakan ‘barrier’ tulang.1
Gejala klinis ditandai dengan:
Rasa sakit yang hebat (karena periosteum banyak mengandung pembuluh syaraf)
dan berdenyut
Dalam serta tidak terlokalisir
15
Belum terlihat adanya pembengkakan (akibat terkumpulnya nanah), yang terlihat
mungkin pembengkakan karena reaksi radang (Tumor) sama halnya seperti pada
Abses Periapikal. Pembengkakan menyebar ke ekstraoral, warna kulit sedikit
merah pada daerah gigi penyebab.
Sakit menyebar dan bila mengenai rahang bawah, dapat menyebar ke sendi rahang
dan telinga, pada beberapa kasus disertai subfebris sampai febris disertai keadaan
umum kurang baik. Bila mengenai rahang atas dapat menyebar le pelipis dan
kening.
Periostitis yang berasal dari gigi insisif rahang atas akan menimbulkan edema pada
bibir.
Periostitis dari gigi kaninus, premolar, dan molar akan menyebabkan sulkus
nasolabialis mendatar dan kelopak mata bawah membengkak.
Pada rahang bawah, bila berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan
dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba.
Gigi penyebab sensitif pada sentuhan dan tekanan.
Pemeriksaan intraoral tampak sedikit pembengkakan yang landai, agak sakit pada
palpasi, fluktuasi negatif dan lipatan mukobukal sedikit terhapus.
Abses subperiosteal (subperiostal) tanpa pembengkakan.
Lapisan subperiosteal adalah lapisan periosteal yang menghadap langsung ke arah
tulang. Pada abses ini pengumpulan nanah terdapat antara lapisan subperiosteal dengan
rahang tulang dari abses subperiosteal.2
Proses abses akan menyebar ke dalam tulang karena ‘barrier’ dari tulang (perosteal
dan subperiosteal) sudah tertembus abses. Pada proses selanjutnya sumsum tulang
dihancurkan maka terjadilah osteomyelitis.4
Gejala klinis yang sering ditemukan adalah:
rasa sakit tetapi tidak sehebat pada periostitis.
Belum terlihat adanya pembengkakan karena pengumpulan nanah masih dibatasi
oleh tulang yang terlihat mungkin hanya reaksi radang berupa daerah hiperemis
dengan konsistensi yang keras di ekstra oral.
Abses subperiosteal (dengan pembengkakan)
16
Dari suatu abses subperiosteal (tanpa pembengkakan) bila penyebarannya lebih ke
arah akar gigi maka akan terkumpul nanah di subperiosteal sebelah bukal dan akan
menyebabkan pembengkakan pada pipi dengan fluktuasi yang negatif.4
Abses gingiva
Bila abses subperiosteal menyebar tanpa merusak tulang, maka nanah akan menyebar
dan berkumpul di lapisan subperiosteal di sebelah bukal. Di daerah gusi, pengumpulan nanah
di subperiosteal akan menyebabkan pembengkakan pada gusi maka terjadilah abses gingiva
dengan fluktuasi negatif. Bila proses abses berlanjut, maka lapisan periosteum di sebelah
bukal akan pecah dan akhirnya nanah akan berkumpul pada jaringan gingiva, tetap namanya
abses gingiva tapi dengan fluktuasi positif karena nanah letaknya lebih ke permukaan.1
Gambar 1.11 Abses gingiva
Abses bukal
Ruang di antara kulit wajah dan otot buccinator. Merupakan bagian dari subkutan
sehingga infeksi dari bukal dapat menyebar ke ruang subkutan dan ke rongga orbita. Setelah
melewati bagian inferior dari ramus mandibula jaringan subkutan akan terbuka ke arah ruang
submandibular.
Gambar 1.12 Abses bukal
Abses submukosa
17
Dari suatu abses subperiosteal akan berlanjut dengan pecahnya lapisan periosteum
(sebelah bukal) dan nanah akan menyebar kemudian masuk ke lapisan mukosa dari pipi, maka
terjadilah abses submukosa dengan tanda klinis pembengkakan dengan fluktuasi positif serta
mukobukal fold (fornix) terangkat.2
Abses subkutan
Abses subkutan adalah abses yang terjadi akibat dari abses di spatium bukal. Pada
abses ini bengkak ekstra oral terjadi dan kelihatan berkilat dan keras. Pada puncak abses
terlihat daerah kehitam-hitaman yaitu daerah kulit yang mengalami nekrosis kerana
peregangan dari kulit.
Abses sublingual
Merupakan ruangan yang dibatasi oleh mukosa dari lantai mulut pada bagian superior,
inferior oleh otot myelohyoid. Otot genioglossus menyebabkan ruangan ini terbagi 2, kiri dan
kanan.dari ruang ini dapat menyebar ke runag submandibular di sekitar batas superior otot
myelohyoid. Dapat juga menyebar menuju epiglottis melalui otot-otot intrinsik lidah.
Pengumpulan nanah di bawah lidah sehingga lidah terangkat. Fluktuasi (+).1
Gambar 1.13 Abses sublingual
Abses submandibular
Abses submandibular juga dikenal sebagai abses submaksilla. Gejala klinis yang
ditemukan adanya pinggiran bawah mandibula (margo inferior mandibulae) yang teraba di
bawah otot mylohyoid. Bila fluktuasi positif, disebut abses submandibular subkutan. Dan bila
fluktuasi negatif, ia disebut sebagai abses submandibular subperiosteal.3
18
Gambar 1.14 Abses submandibular
Abses perimandibular
Abses submandibular adalah suatu abses odontogenik yang terdapat di bawah insertie
otot buccinator. Gejala klinis yang biasa ditemukan adalah pembengkakan besar di regio
angulus mandibula, trismus rahang sehingga tidak dapat makan, margo inferior mandibular
tidak teraba, kelenjar getah bening radang akut, dan suhu badan tinggi dan badan menjadi
lesu. Bila fluktuasi positif, ia dikenal sebagai abses perimandubular subkutan. Dan bila
fluktuasi negatif, ia dikenal sebagai abses perimandibular subperiosteal.1
Abses submental
Abses yang terjadi di daerah mentalis. Gejala klinis ditandai dengan rasa sakit yang
bisa menembus ke platysma. Bengkak juga terjadi yaitu di daerah mentalis. Fluktuasi adalah
positif jika sudah menyebar ke subkutan.
Gambar 1.15 Abses submental
Abses lateral pharyngeal
Ruang ini berbentuk seperti piramida terbalik dengan dasarnya di basis cranii dan
apeksnya di os hyoid. Sublingual space memasuki ruang ini melalui dasar mulut dan
submandibular space melalui vebter posterior digastrikus.
19
Gambar 1.16 Abses pharyngeal
Abses retropharyngeal
Ruang ini meluas secara vertikal dr basis cranii yang ekmudian bersatu dengan fascia
retropharyngeal yang merupakan bagian medial dr fascia cervicalis profunda.1
Gambar 1.17 Abses pharyngeal
Abses ruang masticator
Ruang ini dibatasi oleh fascia cervicalis profunda anterior yang membungkus oto-otot
mengunyah. Ruang ini dibagi atas:
-Submasseter space
-Pterigomandibular space
-Superficial temporal space
-Deep temporal space
20
Gambar 1.18 Abses ruang mastikator
Gambar 1.19 Abses ruang temporal
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Abses periapikal adalah akumulasi atau kumpulan pus yang dikelilingi oleh jaringan
yang mengalami proses inflamasi yang berlokasi di dekat apeks dari akar gigi yang sudah
non-vital. Penyebab yang paling umum adalah infeksi bakteri di pulpa yang merupakan
kelanjutan dari karies gigi. Tidak ada predileksi ras dan jenis kelamin dalam insidensi abses
periapikal. Abses periapikal lebih banyak ditemukan pada anak-anak dibandingkan dengan
dewasa. Hal ini dikarenakan pada anak-anak yang biasanya oral hiegiennya kurang baik,
email lebih tipis, dan biasanya gigi yang terbentuk mempunyai lebih banyak suplai darah,
yang memungkinkan terjadinya peningkatan respon imun.
Abses periapikal menunjukkan gejala apabila terjadi akumulasi material purulen pada
alveolus. Pada stadium awal akan terasa sakit pada gigi yang terkena yang pada umumnya
berkurang dengan penekanan langsung. Diagnosis periapikal abses didapatkan dari tanda dan
gejala klinis. Dan yang paling penting adalah pemeriksaan radiologi.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Neville. Damn. Allen. Oral & Maxillofacial Pathology. 2nd edition. WB Saunders. 2002.
USA
2. Carranza, Fermin. Newman, Michael. Clinical Periodontology. 8th edition. WB Saunders
Company. 1996. USA
3. .Soames J.V, Southam J. C. Oral Pathology. 4th edition. Oxford University Press. 2005.
New York.
4. Topazian, Goldberg, Hupp. Oral and maxillofacial Pathology. 4th edition. WB Saunders
2002. USA