abstrak

Upload: qq

Post on 08-Jan-2016

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

abstrak

TRANSCRIPT

66

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil PenelitianPengumpulan data dilakukan mulai tanggal 22 Mei sampai dengan 9 Juni 2015 di sekolah dasar siaga bencana (SSB) dan sekolah dasar non siaga bencana. Sekolah dasar siaga bencana yaitu SD Negeri 2 Banda Aceh dan SD Negeri 13 Banda Aceh serta sekolah dasar non siaga bencana yaitu SD Negeri 20 Banda Aceh dan SD Negeri 27 Banda Aceh dengan jumlah responden 169 orang siswa sekolah dasar kelas IV sampai kelas VI. Dari hasil penelitian akan diketahui perbedaan antara kesiapsiagaan bencana gempa bumi-tsunami pada siswa sekolah dasar siaga bencana dan sekolah dasar non siaga bencana di Banda Aceh, maka diperoleh data sebagai berikut: 1. Data Demografi RespondenData demografi responden siswa sekolah dasar dalam penelitian ini dibagi menjadi dalam dua kelompok yaitu sekolah siaga bencana dan sekolah non siaga bencana yang meliputi umur, jenis kelamin, pengalaman mengikuti penyuluhan kebencanaan dan jenis bencana yang pernah dialami. Distribusi data demografi responden dapat dilihat pada tabel 5.1 dan 5.2 berikut.a. Data Demografi Responden di Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB)Berikut ditampilkan data demografi responden di sekolah dasar siaga bencana (SSB)Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Data Siswa

Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) di Banda Aceh Tahun 2015 (n = 85)NoDataFrekuensiPersentase

1Umur9 Tahun78.2

10 Tahun2832.9

11 Tahun2529.4

12 Tahun2529.4

Total85100

2Jenis KelaminLaki-Laki4451.8

Perempuan4148.2

Total85100

3Pernah mengikuti pelatihan kebencanaanYa7790.6

Tidak89.4

Total85100

4Jenis bencana yang pernah dialamiGempa bumi4350.6

Tsunami89.4

Longsor11.2

Banjir bandang22.4

Gempa bumi & tsunami2225.9

Gempa bumi & longsor22.4

Gempa bumi & banjir bandang22.4

Gempa bumi, tsunami & banjir bandang55.9

Total85100

Sumber: Data Primer (diolah 2015)Berdasarkan tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa responden terbanyak dalam penelitian ini berada dalam rentang umur 11 dan 12 tahun masing masing sebanyak 50 orang (58,8 %). Responden terbanyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 44 orang (51,8 %). Selain itu responden yang pernah mengikuti pelatihan kebencanaan hampir seluruhnya dengan jumlah 77 orang (90,6 %). Jenis bencana terbanyak yang pernah dialami responden adalah gempa bumi-tsunami sebanyak 22 responden (25,9 %).b. Data Demografi Responden di Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB)Berikut ditampilkan data demografi responden di sekolah dasar non siaga bencanaTabel 5.2Distribusi Frekuensi Data Siswa

Sekolah Dasar Non Siaga Bencana di Banda Aceh Tahun 2015 (n = 84)NoDataFrekuensiPersentase

1Umur9 Tahun1315.5

10 Tahun2833.3

11 Tahun4148.8

12 Tahun22.4

Total84100

2Jenis KelaminLaki-Laki3744

Perempuan4756

Total84100

3Pernah mengikuti pelatihan kebencanaanYa2821.4

Tidak5678.6

Total84100

4Jenis bencana yang pernah dialamiGempa bumi4452.4

Tsunami44.8

Longsor11.2

Banjir bandang33.6

Gempa bumi & tsunami2428.6

Tsunami & Banjir bandang11.2

Gempa bumi & banjir bandang11.2

Gempa bumi, tsunami & longsor22.4

Gempa bumi, tsunami & banjir bandang11.2

Gempa bumi, tsunami, longsor, & banjir bandang11.2

Total84100

Sumber: Data Primer (diolah 2015)

Berdasarkan tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa responden terbanyak dalam penelitian ini berada dalam rentang umur 11 tahun sebanyak 41 orang (48,8 %). Responden terbanyak berjenis kelamin perempuan sebanyak 47 orang (56 %). Selain itu responden yang pernah mengikuti pelatihan kebencanaan hanya 18 orang (21,4 %). Jenis bencana terbanyak yang pernah dialami responden adalah gempa bumi sebanyak 44 responden (52,4 %).2. Analisa Univariata. Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) di Banda Aceh Tahun 2015Hasil pengolahan data untuk kesiapsiagaan bencana di sekolah dasar siaga bencana (SSB) dikategorikan baik apabila

= 80-100 dan kurang baik < 80. Hasil pengkategorian dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:Tabel 5.3Kesiapsiagaan Bencana Siswa di Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) di Banda Aceh Tahun 2015 (n = 85)KategoriMeanSDMinMax

Kesiapsiagaan Bencana88,985,0369,70100

Sumber: Data Primer (diolah 2015)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat nilai mean () = 88,98 yang menunjukkan kesiapsiagaan bencana siswa di sekolah dasar siaga bencana (SSB) berada pada kategori baik.Berdasarkan tabel 5.3 diketahui rata-rata kesiapsiagaan bencana siswa SD siaga bencana adalah 88,98, dengan standar deviasi 5,03. Nilai minimum adalah 69,70 dan nilai maksimum adalah 100. Jika dikategorikan maka berada pada kategori baik.b. Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015Hasil pengolahan data untuk kesiapsiagaan bencana di sekolah dasar non siaga bencana (NSSB) dikategorikan baik apabila

= 80-100 dan kurang baik < 80. Hasil pengkategoriannya dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut:Tabel 5.4Kesiapsiagaan Bencana Siswa di Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 (n=84)KategoriMeanSDMinMax

Kesiapsiagaan Bencana69,957,5251,5081,80

Sumber: Data Primer (diolah 2015)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat nilai mean () = 69,95 yang menunjukkan kesiapsiagaan bencana siswa di sekolah dasar non siaga bencana (NSSB) berada pada kategori kurang baik.3. Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk melihat perbedaan kesiapsiagaan bencana gempa bumi-tsunami pada siswa sekolah dasar siaga bencana dan sekolah dasar non siaga bencana di Banda Aceh Tahun 2015. Pengolahan data digunakan metode analisa statistik independent sample t-test yang menguji signifikasi perbedaan mean, dengan nilai = 0,05.

Berikut akan diperlihatkan hasil penelitian perbedaan kesiapsiagaan bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 Tabel 5.5Perbedaan Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015

NoJenis SekolahMeanSDP-Value

1Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB)88,975,030,000

2Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB)69,957,51

Sumber: Data Primer (diolah 2015)

Berdasarkan uji statistik, didapatkan P-value 0,000 yang berarti P-value (0,000) < (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada perbedaan kesiapsiagaan bencana antara Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.

Tabel 5.5 menunjukkan rata-rata kesiapsiagaan pada SD siaga bencana sebesar .... dengan standar deviasi sebesar ...., sementara rata-rata kesiapsiagaan bencana pada SD Non siaga bencana sebesar .... dengan standar deviasi ..... Selanjutnya diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan kesiapsiagaan bencana pada siswa SD siaga bencana dan Non Siaga Bencana dengan p-value 0,000.

Perbedaan kesiapsiagaan bencana di Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 dapat di lihat dari empat parameter yang akan di jelaskan sebagai berikut: a. Perbedaan Sikap dan Tindakan Kesiapsiagaan Bencana di Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015Hasil pengolahan data untuk perbedaan sikap dan tindakan kesiapsiagaan bencana di sekolah dasar siaga bencana diperoleh nilai mean () = 82,29 dan di sekolah dasar non siaga bencana diperoleh nilai mean () = 71,16. Hasil pengkategoriannya dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut:Tabel 5.6Perbedaan Sikap dan Tindakan Kesiapsiagaan Bencana

Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non

Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 (n= ..?)NoJenis SekolahMeanSDP-Value

1Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB)82,298,110,000

2Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB)71,168,940,000

Sumber: Data Primer (diolah 2015)

Berdasarkan uji statistik, didapatkan P-value 0,000 yang berarti P-value (0,000) < (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada perbedaan sikap dan tindakan kesiapsiagaan bencana antara Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.

b. Perbedaan Kebijakan Sekolah di Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015Hasil pengolahan data untuk perbedaan kebijakan sekolah di sekolah dasar siaga bencana diperoleh nilai mean () = 100 dan di sekolah dasar non siaga bencana diperoleh nilai mean () = 87,38. Hasil pengkategoriannya dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut:Tabel 5.7Perbedaan Kebijakan Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015

NoJenis SekolahMeanSDP-Value

1Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB)1000,000,000

2Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB)87,389,700,000

Sumber: Data Primer (diolah 2015)

Berdasarkan uji statistik, didapatkan P-value 0,000 yang berarti P-value (0,000) < (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada perbedaan kebijakan antara Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.c. Perbedaan Perencanaan Kesiapsiagaan Bencana di Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015Hasil pengolahan data untuk perencanaan kesiapsiagaan bencana di sekolah dasar siaga bencana diperoleh nilai mean () = 91,06 dan di sekolah dasar non siaga bencana diperoleh nilai mean () = 50,71. Hasil pengkategoriannya dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut:Tabel 5.8Perbedaan Perencanaan Kesiapsiagaan Bencana di Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana

(NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015

NoJenis SekolahMeanSDP-Value

1Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB)91,0614,640,000

2Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB)50,7132,77,700,000

Sumber: Data Primer (diolah 2015)

Berdasarkan uji statistik, didapatkan P-value 0,000 yang berarti P-value (0,000) < (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada perbedaan perencanaan kesiapsiagaan bencana antara Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.d. Perbedaan Mobilisasi Sumber Daya di Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015

Hasil pengolahan data untuk mobilisasi sumber daya di sekolah dasar siaga bencana diperoleh nilai mean () = 100 dan di sekolah dasar non siaga bencana diperoleh nilai mean () = 67,38. Hasil pengkategoriannya dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut:Tabel 5.9Perbedaan Mobilisasi Sumber Daya di Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB)

di Banda Aceh Tahun 2015

NoJenis SekolahMeanSDP-Value

1Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB)1000,000,000

2Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB)67,389,710,000

Sumber: Data Primer (diolah 2015)

Berdasarkan uji statistik, didapatkan P-value 0,000 yang berarti P-value (0,000) < (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada perbedaan mobilisasi sumber daya antara Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.

B. Pembahasan1. Analisa Univariata. Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) di Banda Aceh Tahun 2015Berdasarkan hasil pengolahan data kesiapsiagaan bencana sekolah dasar siaga bencana (SSB) di Banda Aceh Tahun 2015 yang ditunjukkan pada tabel 5.3 memperlihatkan nilai mean () = 88,98 yang menunjukkan kesiapsiagaan bencana siswa berada pada kategori baik.Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alhamda (2011, p.7) yang menyebutkan sekolah yang sudah di jadikan sebagai sekolah siaga bencana lebih siap menghadapi bencana. Hal tersebut serupa juga dengan pengakuan Zhuliati (2014), salah seorang guru di sekolah dasar siaga bencana menyebutkan program sekolah siaga bencana ini memberikan dampak positif kepada siswa. Pada saat terjadi gempa bumi siswa dapat mengendalikan kepanikannya dan telah mengerti apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana. Sehingga sekolah siaga bencana memberikan dampak yang cukup positif terhadap penumbuhan kesadaran, pengetahuan dan perubahan kebijakan berbasis mitigasi bencanaSutton & Tierney (2006, dalam Herdwiyanti, 2013, p.2) menyebutkan kesiapsiagaan menghadapai bencana merupakan gabungan pengetahuan dan tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan hidup saat terjadi bencana. Ariantoni, Paresti, Hidayati, (2009, p.31) dan Siti dan Sudaryono (2010, p.5) juga menyebutkan sekolah memegang peranan penting dalam upaya awal pencegahan dan mitigasi bencana serta memberdayakan anak-anak untuk memahami tanda-tanda peringatan bencana sehingga pencegahan bencana menjadi salah satu fokus di sekolah.Konsistensi seluruh warga sekolah untuk selalu meningkatkan kesiapsiagaan juga merupakan salah satu penyebab tingginya kesiapsiagaan komunitas sekolah karena kesiapsiagaan bencana harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Dalam membentuk kesiapsiagaan tersebut, siswa sebagai salah satu komponen yang memiliki proporsi terbesar juga perlu berperan aktif dan partisipatif dalam upaya kesiapsiagaan bencana di tingkat sekolah sehingga memerlukan regenerasi pada siswa (Nurchayat, 2014).

Sehingga sekolah tidak hanya mengikuti pelatihan kesiapsiagaan pada satu waktu tertentu dan diperlukan adanya pelatihan dari tahun ke tahun agar komunitas sekolah dapat mengetahui pengetahuan tentang bencana dan harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Upaya kesiapsiagaan yang tidak berkesinambungan atau hanya dilakukan dalam satu periode saja akan mengakibatkan tingkat kesiapsiagaan di sekolah tersebut menurun (Khairuddin, Ngadimin, Sari, Melvina, Fauziah, 2011, p.8).b. Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Non Dasar Siaga Bencana (SSB) di Banda Aceh Tahun 2015

Berdasarkan hasil pengolahan data kesiapsiagaan bencana sekolah dasar non siaga bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 yang ditunjukkan pada tabel 5.4 memperlihatkan nilai mean () = 69,95 yang menunjukkan kesiapsiagaan bencana siswa berada pada kategori kurang baik.Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh LIPI-UNESCO/ISDR (2006, p.327) mengenai .kajian kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana yang telah dilakukan di berbagai wilayah dan menunjukkan rendahnya tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat.PKPA (2008, dalam Tim TDMRC, 2009) menyebutkan bahwa tidak adanya kesiapsiagaan bencana di sekolah dapat menyebabkan tingginya resiko bencana terhadap anak-anak yang dapat dipicu oleh faktor keterbatasan pemahaman tentang resiko bencana yang berada di sekeliling mereka, seperti pengetahuan dan pemahaman yang rendah terhadap bencana. Khairuddin, Ngadimin, Sari, Melvina, Fauziah (2011) dalam penelitiannya menyebutkan sekolah yang belum mendapatkan pelatihan kebencanaan maka pengetahuan mereka hanya sebatas tentang fenomena-fenomena alam yang dapat menimbulkan bencana. Namun mereka belum mengetahui cara pengurangan resiko bencana yaitu ketrampilan tindakan kesiapsiagaan.

Shaw (2004, dalam Susanti, Milfayetty, Dirhamsyah 2014, p.7) menyebutkan bahwa pengalaman bencana bukanlah faktor utama untuk meningkatkan kesadaran kesiapan menghadapi bencana. Pendidikan terkait kebencanaan di sekolah yang ikut menerapkan berbagai tahapan seperti; pengetahuan, pendalaman materi, keputusan dan tindakan yang harus dilakukan setiap individu pada saat terjadinya bencana merupakan hal yang lebih menonjol daripada pengalaman. Selain itu, penelitian tersebut, menunjukkan bahwa faktor yang mendukung keberhasilan pengurangan resiko bencana tidak terlepas dari berbagai aspek, diantaranya: pengetahuan, kemauan, sikap, keterampilan, serta kebiasaan dalam kegiatan pengurangan bencana.2. Analisa Bivariata. Perbedaan Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015Berdasarkan uji statistik padatabel 5.5, didapatkan hasil P-value 0,000 yang berarti P-value (0,000) < (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada perbedaan antara kesiapsiagaan bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.

Data ini sesuai dengan nilai mean () = 88,98 yang ditunjukkan pada tabel 5.3 yang bermakna kesiapsiagaan bencana sekolah dasar siaga bencana (SSB) di Banda Aceh Tahun 2015 berada pada kategori baik dan nilai mean () = 65,95 yang ditunjukkan pada tabel 5.4 yang bermakna kesiapsiagaan bencana sekolah dasar non siaga bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 berada pada kategori kurang baik.

Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alhamda (2011, p.7) yang menyebutkan sekolah yang sudah dijadikan sebagai sekolah siaga bencana lebih siap menghadapi bencana dibandingkan dengan sekolah lainnya. Hal ini di sebabkan karena siswa pada sekolah siaga bencana umumnya sudah mengetahui dan mampu melakukan penyelamatan jiwa jika terjadi gempa bumi-tsunami. Konsorsium Pendidikan Bencana (2008) menyebutkan kesiapsiagaan sebagai salah satu upaya yang dibangun untuk mengantisipasi dan mengelola ancaman untuk meminimalisasi dampak atau resiko bencana di sekolah.

Namun, terdapat juga diantara sekolah siaga bencana tersebut yang tidak secara berkesinambungan melaksanakan program pengurangan resiko bencana maupun sekolah yang tidak menerapkan kesiapsiagaan bencana menyebabkan indeks kesiapsiagaan menjadi rendah (Khairuddin, Ngadimin, Sari, Melvina, Fauziah, 2011, p.7).Kesiapsiagaan bencana sekolah dasar siaga bencana (SSB) di Banda Aceh Tahun 2015 yang menunjukkan tingkat kesiapsiagaan bencana gempa bumi-tsunami pada sekolah tersebut baik karena ...................................................., dapat dilihat pada salah satu sekolah SSB yaitu SD Negeri 2 Banda Aceh yang diresmikan menjadi sekolah siaga bencana pada tahun 2009. Sekolah tersebut melakukan simulasi kesiapsiagaan bencana secara terjadwal yaitu dua kali dalam satu semester. Kepala sekolah tersebut mengatakan sekolah tersebut sangat lengkap dalam kesiapan praktek kesiapsiagaan bencana karena sekolah ini memiliki rancangan program dan kegiatan yang telah tersusun dengan rapi. SD Negeri 2 juga memiliki ruang khusus tentang siaga bencana yang didalamnya terdapat buku-buku serta alat-alat kesiapsiagaan bencana sederhana. Dengan berbagai program ini, siswa memahami dan dapat mempratikkan pengetahuan tentang siaga bencana yang mereka ketahui. Sekolah lainnya yang juga menerapkan SSB adalah SD Negeri 13, yang diresmikan pada tahun 2011. Walaupun sekolah ini hanya mampu melakukan simulasi bencana sampai tahun 2013 dan tidak dilanjutkan lagi dengan berbagai alasan lagi namun pihak sekolah mengatakan para siswa mampu memahami simulasi dengan baik kecuali siswa kelas I sampai kelas III yang masih sering lupa dengan pengetahuan bencana yang telah diberikan.Kondisi pada dua sekolah dasar siaga bencana ini menunjukkan siswa dapat memahami pengetahuan mengenai kesiapsiagaan bencana gempa bumi-tsunami dan mereka dapat mempratikkan pengetahuan tersebut ketika dilakukan simulasi oleh sekolah yang bersangkutan.

Hal berbeda ditunjukkan oleh sekolah dasar non siaga bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 yang menunjukkan tingkat kesiapsiagaan bencana gempa bumi-tsunami pada sekolah tersebut kurang baik karena ........................................................... Kondisi tersebut dapat dilihat pada SD Negeri 27 yang mengatakan belum ada rencana menjadikan sekolah mereka sebagai sekolah siaga bencana. Simulasi bencana pada siswa hanya pernah dilakukan oleh mahasiswa pasca sarjana yang melakukan penelitian di sekolah tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada SD Negeri 20, sekolah tersebut mengakui hanya melakukan simulasi bencana sebanyak 4 kali dan tidak ada pendidikan kesiapsiagaan bencana lainnya. Sehingga wajar saja jika tingkat kesiapsiagaan bencana gempa bumi-tsunami menjadi kurang baik dengan kondisi yang demikian. Walupun simulasi sering dilakukan, tetapi jika tanpa persiapan yang baik dari sekolah, maka siswa hanya dapat memahami kesiapsiagaan bencana secara sepintas saja.Konsorsium Pendidikan Bencana 2008; Petal, Utku, Cuneyt, Rebekah, 2004 dalam Wahyudi (2013, p.10) berpendapat pendidikan akan kebencanaan akan sangat membantu dalam hal penanganan bencana yang bisa siswa dapatkan dengan mengikuti pelatihan dari yang diberikan oleh lembaga atau organisasi non pemerintah. Selain itu pelajar yang lebih dewasa atau sudah pernah mendapatkan pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana juga diharapkan dapat mengajar mereka yang lebih muda sehingga tingkat indeks kesiapsiagaan bencana sebuah sekolah tidak rendah.

Konsorsium Pendidikan Bencana (2008, p.11) menyebutkan ada beberapa parameter yang menandai siaganya sebuah sekolah yaitu: sikap dan tindakan, kebijakan sekolah, perencanaan kesiapsiagaan dan mobilisasi sumber daya.

b. Perbedaan Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 Ditinjau Dari Parameter Sikap dan Tindakan

Hasil pengolahan data untuk perbedaan sikap dan tindakan kesiapsiagaan bencana di sekolah dasar siaga bencana berdasarkan tabel 5.6 diperoleh nilai mean () = 82,29 yang dapat dikategorikan baik dan di sekolah dasar non siaga bencana diperoleh nilai mean () = 71,16 dan dikategorikan kurang baik.Selain itu uji statistic menunjukkan, didapatkan P-value 0,000 yang berarti P-value (0,000) < (0,05) yang berarti ada perbedaan sikap dan tindakan kesiapsiagaan bencana antara Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.Dasar dari setiap sikap dan tindakan manusia adalah adanya persepsi, pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Sekolah siaga bencana ingin membangun kemampuan seluruh siswa sekolah, baik individu maupun siswa sekolah secara kolektif, untuk menghadapi bencana secara cepat dan tepat guna (Konsorsium Pendidikan Bencana, 2008).Salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan individu untuk mengantisipasi bencana alam adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian individu untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana. Pengetahuan ini penting sebagai faktor predisposisi sebagai pengembangan sikap dan nantinya berdampak langsung pada perilaku siswa terkait kesiapsiagaan bencana seperti halnya sebuah pengalaman (Notoadmodjo, 2003, p.50.; LIPI-UNESCO/ISDR, 2006, p.328.)

Sehingga hasil penelitian menunjukkan lebih baik sikap dan tindakan warga sekolah siaga bencana karena mereka telah terpapar dengan pelatihan maupun informasi tentang bencana sehingga mereka dapat mengaplikasikan dalam praktik.c. Perbedaan Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 Ditinjau Dari Parameter Kebijakan SekolahHasil pengolahan data untuk perbedaan kebijakan di sekolah dasar siaga bencana berdasarkan tabel 5.7 diperoleh nilai mean () = 100 yang dapat dikategorikan baik dan di sekolah dasar non siaga bencana diperoleh nilai mean () = 87 dan dikategorikan baik. Hal ini memang tidak terlalu jauh perbedaannya mengingat kebijakan sekolah adalah keputusan yang dibuat secara formal oleh sekolah mengenai hal-hal yang perlu didukung dalam pelaksanaan pengurangan resiko bencana di sekolah, baik secara khusus maupun terpadu.

Walaupun kebijakan sekolah antara SSB dan NSSB masih dalam satu kategori yaitu baik, namun uji statistic menunjukkan, didapatkan P-value 0,000 yang berarti P-value (0,000) < (0,05) yang berarti ada perbedaan kebijakan antara Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.Kebijakan pada dasarnya adalah bentuk dukungan secara formal dari pimpinan sekolah yang dituangkan dalam peraturan sekolah dan kesepakatan mengenai hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Kebijakan terkait kesiapsiagaan bencana akan sangat berpengaruh karena merupakan upaya konkrit dalam pelaksanaan kegiatan siaga bencana, yang meliputi; pendidikan publik, emergency planning, sistem peringatan dini (SPD) bencana dan mobilisasi sumberdaya. Kebijakan perlu dijabarkan dalam jenis-jenis kebijakan untuk mengantisipasi bencana, seperti organisasi pengelola bencana, rencana aksi untuk tanggap darurat, system peringatan bencana, pendidikan dan alokasi bencana. Kebijakan di sekolah siaga bencana berupa Standar Operasional Prosedur (SOP) yang wajib dimiliki sekolah (LIPI UNESCO/ ISDR, 2006, p.14).

Kebijakan sekolah sangat diperlukan dalam membantu pelaksanaan tanggap darurat di sekolah. Kebijakan dapat di jadikan sebagai landasan bagi perangkat sekolah atau warga sekolah lainnya untuk melaksanakan tanggap darurat, mengembangkan, menetapkan strategi, perencanaan, mobilisasi sumberdaya dan pengorganisasian (Alhamda, 2012).

Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan kebijakan sekolah antara SSB dan NSSB. Pada SSB kebijakan berwujudkan perencanaan yang dibuat terkait dengan potensi bencana gempa bumi-tsunami. Selain itu kebijakan itu disosialisasikan dalam pertemuan rapat kepala sekolah dengan guru, perangkat sekolah maupun orang tua. Selain itu para guru memulai integrasi pendidikan kebencanaan dalam mata pelajaran sehingga semua warga sekolah berpartisipasi dalam mempersiapakan tanggap darurat di sekolah. Pelatihan yang rutin dilakukan di sekolah oleh lembaga swadaya masyarakat maupun dari organisasi pemerintah secara tidak langsung memberitahu bahwa SSB memiliki kebijakan kesiapsiagaan bencana yang bagus.

Pada NSSB kebijakan juga berwujudkan perencanaan yang dibuat terkait dengan potensi bencana gempa bumi-tsunami. Namun, kebijakan ini jarang disosialisasikan dalam pertemuan rapat kepala sekolah dengan guru, perangkat sekolah maupun orang tua. Kebijakan yang dibuat sekolah memang tertulis sesuai dengan format yang ditentukan, namun dalam praktiknya tidak semuanya dilakukan, seperti pada SD Negeri 27 yang hanya melakukan simulasi bencana gempa bumi-tsunami namun tidak menyediakan pelatihan kebencanaan bagi warga sekolah.d. Perbedaan Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 Ditinjau Dari Parameter Perencanaan Kesiapsiagaan Hasil pengolahan data untuk perbedaan perencanaan kesiapsiagaan bencana di sekolah dasar siaga bencana berdasarkan tabel 5.8 diperoleh nilai mean () = 91,06 yang dapat dikategorikan baik dan di sekolah dasar non siaga bencana diperoleh nilai mean () = 50,71 dan dikategorikan kurang baik.

Selain itu uji statistic menunjukkan, didapatkan P-value 0,000 yang berarti P-value (0,000) < (0,05) yang berarti ada perbedaan parameter perencanaan kesiapsiagaan bencana antara Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.

Perencanaan kesiapsiaagaan bertujuan untuk menjamin adanya tindakan cepat dan tepat guna pada saat terjadi bencana dengan memadukan dan mempertimbangkan sistem penanggulangan bencana di daerah dan disesuaikan kondisi wilayah setempat. Bentuk atau produk dari perencanaan ini adalah dokumen-dokumen, seperti protap kesiapsiagaan, rencana kedaruratan atau kontijensi dan dokumen pendukung kesiapsiagaan terkait, termasuk sistem peringatan dini yang disusun dengan mempertimbangkan akurasi dan kontektualitas lokal (Konsorsium Pendidikan Bencana, 2008).

Sekolah yang belum dibina sebagai sekolah siaga bencana secara umum telah memiliki rancangan perencanaan namun belum memiliki bagian yang ditunjuk khusus untuk mengatur perencanaan tersebut. Biasanya sekolah hanya melimpahi tanggung jawab ini pada salah satu guru yang dianggap berpengaruh di sekolah. Beda halnya dengan sekolah siaga bencana yang melimpahi perencanaan kesiapsiagaan ini kepada bagian siaga bencana sekolah. Perencanaan yang mereka buat melibatkan berbagai unsur seperti perangkat sekolah, LSM, organisasi pemerintah dan unsur masyarakat. Sehingga perencanaan lengkap sesuai dengan konteks bencana seperti pembentukan organisasi kesiapsiagaan bencana, mendeskripsikan peran dan tanggung jawab, perencanaan P3K, perencanaan logistic, pembinaan dan pelatihan dan perencanaan tempat berlindung dan tujuan evakuasi yang telah dituangkan dalam prosedur tetap dan seluruh warga sekolah dapat mengaksesnya.e. Perbedaan Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 Ditinjau Dari Parameter Mobilisasi Sumber Daya Hasil pengolahan data untuk perbedaan mobilisasi sumber daya di sekolah dasar siaga bencana berdasarkan tabel 5.9 diperoleh nilai mean () = 100 yang dapat dikategorikan baik dan di sekolah dasar non siaga bencana diperoleh nilai mean () = 67 dan dikategorikan kurang baik.

Uji statistic menunjukkan, didapatkan P-value 0,000 yang berarti P-value (0,000) < (0,05) yang berarti ada perbedaan parameter perencanaan mobilisasi sumber daya antara Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.Mobilisasi sumberdaya didasarkan pada kemampuan sekolah dan pemangku sekolah. Mobilisasi ini juga terbuka bagi peluang partisipasi dari para pemangku kepentingan lainnya. Mobilisasi sumber daya mengatur agar sekolah memiliki sarana dan prasarana yang mendukung seperti bangunan sekolah yang berstandar sekolah aman bencana, peraturan/ kebijakan sekolah atau SOP tentang kesiapsiagaan bencana, komunitas yang tangguh bencana. (LIPI-UNESCO/ ISDR, 2006, p.15).Dari penelitian yang dilakukan, semua sekolah memiliki bangunan yang disesuaikan dengan standar pemerintah anjurkan. Pada sekolah siaga bencana, sekolah telah memiliki perlengkapan yang memadai untuk penanganan bencana dan telah memiliki jalur evakuasi secara tertulis sehingga warga sekolah dapat mengetahuinya. Selain itu sekolah juga melakukan kerjasama dengan penyelenggaraan penanggulangan bencana di kota atau kabupaten dengan pihak-pihak terkait setempat (seperti perangkat desa atau kelurahan, kecamatan, BPBD dan lembaga pemerintah lainnya) secara rutin dan organisasi pemerintah maupun LSM dapat melakukan evaluasi kesiapsiagaan dan keamanan sekolah secara rutin melalui pelaksanaan simulasi drill. Beda halnya dengan sekolah non siaga bencana yang belum memiliki kerjasama dengan organisasi pemerintah maupun LSM sehingga warga sekolah kurang terpapar dengan pengetahuan dan praktik kesiapsiagaan bencana.Jangan menggunakan kategori lagi.

Pada Hasil Ukur di Defenisi Operasional (Bab III) juga janga menggunakan kategori ya

Saya ubah redaksinya

Begini cara penulisan narasi dibawah tabel

Jangan kategori lagi

Ikuti seperti narasi pada SSB

Ikuti penulisan ini untuk penulisan judul tabel yang lain

Rata kiri, jangan Center

Pvalue 1 saja

Perbaiki cara membuat narasi seperti pragraf dibawah. Coba lihat juga punya Alfiyatul

Bukan pengkategorian, tapi perbedaan

Tambahkan n

Jangan Center

P value nya 1 saja, seperti diatas

Lihat teknik membuat deskripsi seperti diatas

Perbaiki pembuatan tabel dan narasinya seperti yang sudah dicontohkan pada tabel dan narasi sebelumnya

Perbaiki penulisan spt hasil penelitian

Bukan pengakuan, tapi pernyataan

Pragraf berikutnya, apa analisis atau pendapat anda terkait dengan perbedaan ini, kira-kira yang menyebabkannya apa?? Jawaban ini sesuai dengan data di lapangan

Cek lagi kategorinya skor brp saja untuk kategori kurang baik?

Sebutkan contohnya

Pragraf berikutnya, apa analisis atau pendapat anda terkait dengan perbedaan ini, kira-kira yang menyebabkannya apa?? Jawaban ini sesuaikan dengan data atau kondisi yang ditemukan di lapangan atau tempat penelitian

Kalimatnya diubah sesuai dengan narasi pada tabel 5.5

Pragraf ini dihilangkan saja

Jelaskan penelitian dilakukan dimana, sampelnya brp dan info lain terkait dengan penelitian ini

TAMBAHKAN PENELITIAN YANG LAIN

Tulisan yang dimerahkan Buat pragraf berikutnya

Namun tidak boleh diawal pragraf, cek penulisan yang baik dan benar

Pragraf ni tidak perlu karena hasil yang anda temukan kesiapsiagaannya tinggi

Tambahkan alasan yang anda temukan di sekolah-sekolah tersebut. Kemudian item-item alasan tersebut dibuat dalam pragraf-pragraf yang berbeda

Tambahkan alasan yang anda temukan di sekolah-sekolah tersebut. Kemudian item-item alasan tersebut dibuat dalam pragraf-pragraf yang berbeda

Cara membahasnya seperti pada poin2 sebelumnya

49

_1474130355.unknown