(activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

139
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini 3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah 4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah Selamat membaca !!! Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh UPT PERPUSTAKAAN UNISBA

Upload: others

Post on 11-Sep-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim

Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi

2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini

3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah

4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah

Selamat membaca !!!

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

UPT PERPUSTAKAAN UNISBA

Page 2: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

HUBUNGAN ANTARA RESPONSIVITAS ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN ADL

(ACTIVITY DAILY LIVING) MAKAN DAN MINUM PADA ANAK CEREBRAL PALSY TIPE

DIPLEGIAUSIA 8-11 TAHUN DI SLB D-D1 MUSTANG BANDUNG

SKRIPSIDiajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh

Sidang Sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung

OLEH:

UMMI HANI

1005000034

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

FAKULTAS PSIKOLOGI

2005

Page 3: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA RESPONSIVITAS ORANG TUA DENGAN

KEMAMPUAN ADL ( ACTIVITY DAILY LIVING ) MAKAN DAN MINUM

PADA ANAK CEREBRAL PALSY TIPE DIPLEGIA

USIA 8-11 TAHUN DI SLB D-D1 MUSTANG BANDUNG

NAMA : UMMI HANI

NPM : 10050000034

Bandung, Oktober 2005

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

FAKULTAS PSIKOLOGI

Menyetujui :

Sulisworo Kusdiyati, Dra. M.Si Lilim Halimah, BHSC, MHSPY

Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui :

Agus Sofyandi Kahfi, Drs. M.Si

Dekan

Page 4: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

ABSTRAK

UMMI HANI, Hubungan Antara Responsivitas Orang Tua dengan Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum anak Cerebral Palsy Tipe Diplegia Usia 8-11 Tahun di SLB D-D1 Mustang Bandung.

Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah di SLB D-D1 Mustang, sebanyak 80% siswanya yang mengalami kecacatan cerebral palsy tipe diplegia memiliki kemampuan ADL (Activity Daily Living) buruk khususnya untuk kegiatan makan dan minum walaupun telah memperoleh latihan ADL makan dan minum dalam terapi okupasi di sekolah. Kemampuan mereka semakin terlihat memburuk bahkan kembali menjadi nol ketika mereka masuk kembali ke sekolah setelah menempuh liburan panjang. Menurut terapis, hal ini disebabkan anak tidak melatih kemampuannya selama di rumah. Ketika di rumah, anak tidak terbiasa melakukan kegiatan makan dan minumnya sendiri seperti di sekolah. Orang tua lebih memilih memberikan bantuan penuh pada anaknya dengan cara menyiapkan peralatan makan dan minumnya, menyiapkan tempat cuci tangan sampai menyuapinya. Akibatnya latihan anak ketika di sekolah dalam melakukan kegiatan makan dan minum tidak terasah dengan baik. Selain kurang melatih anaknya ketika berada di rumah, orang tua juga kurang memberikan perhatian, kasih sayang dan penerimaan pada anaknya. Mereka kurang mencari tahu tentang bagaimana menghadapi anaknya yang mengalami cerebral palsy, jarang menghadiri forum konsultasi bulanan di sekolah selain itu mereka kurang menyediakan waktu untuk anak mencurahkan perasaannya dengan alasan sibuk dan lain sebagainya. Selain kasih sayang dan perhatian orang tua juga kurang menerima keberadaan anaknya yang mengalami cerebral palsy, mereka jarang mengikutsertakan anak dalam kegiatan di lingkungan sosialnya misalnya piknik, arisan dan sebagainya. Alasan orang tua tidak mengikutsertakan anak karena mereka khawatir anaknya malah akan merepotkan dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena keadaannya berbeda dengan orang normal lainnya. Perilaku orang tua dalam melatih anaknya di rumah dalam melakukan kegiatan sehari-harinya merupakan perilaku orang tua dalam memberikan dukungan mandiri pada anak, selain itu perhatian, kasih sayang dan penerimaan dari orang tua merupakan dukungan sosial yang diberikan oleh oran gtua pada anaknya. Dukungan mandiri dan dukungan social orang tua merupakan dua aspek dari responsivitas orang tua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keeratan hubungan antara responsivitas orang tua dengan kemampuan ADL (Activity Daily Living) makan dan minum anak cerebral palsy tipe diplegia usia 8-11 tahun di SLB D-D1 Mustang Bandung. Sampel yang digunakan berjumlah 25 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu semua anak SD Mustang Bandung yang berusia 8-11 tahun dan mengalami kecacatan akibat cerebral palsy tipe diplegia, tinggal bersama orang tua. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh penulis untuk Responsivitas Orang Tua berdasarkan teori dari Trommsdorf, sedangkan untuk kemampuan ADL (Activity Daily Living) menggunakan alat ukur dari SLB yaitu tes ADL terapi okupasi untuk kegiatan makan dan minum.Data yang diperoleh dari penelitian ini bersifat ordinal. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman (rs) dengan taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh angka korelasi (rs) = 0,539 yang termasuk kedalam kategori sedang. Dari hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara Responsivitas Orang Tua dengan Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Cerebral Palsy Usia 8-11 tahun di SLB D-D1 Mustang Bandung, artinya semakin tidak responsif orang tua maka semakin buruk kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak Cerebral Palsy.

Page 5: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Motto:

“Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan”

Surat Alam Nasyrah (94 : 6)

Page 6: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Kupersembahkan karya sederhana ini,

untuk kedua orang tuaku, saudara-saudaraku

dan suamiku yang selalu setia menunggu

Page 7: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

DAFTAR ISI

JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR MOTTO

KATA PENGANTAR

ABSTRAKS

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Identifikasi Masalah 9

1.3 Tujuan Penelitian 11

1.4 Kegunaan Penelitian 11

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cerebral Palsy 12

2.1.1 Definisi Cerebral Palsy 12

2.1.2 Karakteristik Cerebral Palsy 13

2.1.3 Penyebab Cerebral Palsy 18

2.1.4 Dampak Primer Cerebral Palsy 20

Page 8: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Anak Cerebral Palsy 21

2.1.6 Kebutuhan Khusus Anak Cerebral Palsy 23

2.2 Responsivitas Orang Tua 27

2.2.1 Definisi Responsivitas 28

2.2.2 Aspek-aspek Responsivitas 28

2.2.3 Responsivitas Orang Tua terhadap Anak Cerebral Palsy 30

2.3 Terapi Okupasi 36

2.3.1 Definisi Terapi Okupasi 36

2.3.2 Tujuan Terapi Okupasi 37

2.3.3 Peranan Terapi Okupasi 37

2.3.4 Macam dan Kegiatan Terapi Okupasi 38

2.3.4.1 ADL (Activity Daily Living) 38

2.3.4.2 Kemampuan ADL makan dan minum

Anak Cerebral Palsy 40

2.4 Kerangka Berpikir 43

2.4.1 Skema Kerangka Berpikir 51

2.5 Hipotesis 52

BAB 111 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian 53

3.2 Identifikasi Variabel 53

Page 9: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

3.3 Operasionalisasi Variabel 54

3.4 Populasi dan Sampel 56

3.5 Alat Ukur 57

3.5.1 Alat Ukur Responsivitas Orang Tua 57

3.5.2 Alat Ukur Kemampuan ADL (Activity Daily Living)

Makan dan Minum 60

3.6 Uji Coba Alat Ukur 63

3.6.1 Uji Validitas 64

3.6.2 Uji Reliabilitas 65

3.7 Teknik Analisis 67

3.7.1 Uji Koefisien Korelasi Rank Spearman (rs) 67

3.7.2 Uji Signifikansi (rs) 69

3.7.3 Perhitungan Median 70

3.8 Prosedur Pelaksanaan Penelitian 71

3.9 Hipotesis Statistik 74

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pengolahan Data 76

4.1.1 Uji Korelasi Rank Spearman antara Responsivitas

dengan Kemampuan ADL Makan dan Minum 77

Page 10: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

4.1.2 Uji Korelasi Rank Spearman antara Responsivitas

(Dukungan Sosial) dengan Kemampuan ADL

Makan dan Minum 79

4.1.3 Uji Korelasi Rank Spearman antara Responsivitas

(Dukungan Mandiri) dengan Kemampuan ADL

Makan dan Minum 81

4.2 Hasil Perhitungan Berdasarkan Perhitungan Median 84

4.3 Pembahasan 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 97

5.2 Saran 98

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji Validitas Alat Ukur Responsivitas Orang Tua

Lampiran 2 Uji Reliabilitas Alat Ukur Responsivitas Orang Tua

Lampiran 3 Uji Validitas Alat Ukur ADL (Activity Daily Living) Makan

dan Minum

Lampiran 4 Uji Reliabilitas Alat Ukur ADL (Activity Daily Living) Makan

dan Minum

Lampiran 5 Tabel P. Tabel Harga-harga Kritis rs Koefisien Korelasi Rank

Spearman

Lampiran 6 Data Mentah Responsivitas Orang Tua (X) serta Aspek-

aspeknya (X.1-X2) dan ADL (Activity Daily Living) Makan

dan Minum

Lampiran 7 Uji Korelasi Rank Spearman antara Responsivitas Orang Tua

(X) dengan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

Lampiran 8 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman antara Responsivitas Orang

Tua (X) dengan ADL (Activity Daily Living) Makan dan

Minum (Y)

Lampiran 9 Uji Korelasi Rank Spearman antara Responsivitas Orang Tua

(Dukungan Sosial) (X1) dengan ADL (Activity Daily Living)

Makan dan Minum (Y)

Page 12: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran 10 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman antara Responsivitas Orang

Tua (Dukungan Sosial) (X1) dengan ADL (Activity Daily

Living) Makan dan Minum (Y)

Lampiran 11 Uji Korelasi Rank Spearman antara Responsivitas Orang Tua

(Dukungan Mandiri) (X2) dengan ADL (Activity Daily Living)

Makan dan Minum (Y)

Lampiran 12 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman antara Responsivitas Orang

Tua (Dukungan Mandiri) (X2) dengan ADL Makan dan

Minum (Activity Daily Living) (Y)

Lampiran 13 Tabel B. Tabel Harga-harga Kritis

Lampiran 14 Data berdasarkan Perhitungan Median

Lampiran 15 Diagram Silang Tabulasi Median

Lampiran 16 Alat Ukur Responsivitas Orang Tua

Lampiran 25 Alat Ukur ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

Page 13: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

DAFTAR TABEL

� Kisi-kisi Alat Ukur Responsivitas Orang Tua 57

� Kriteria Angka Korelasi berdasarkan Norma Guildford 64

� Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Responsivitas Orang Tua

dengan Kemampuan ADL Makan dan Minum 78

� Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Responsivitas Orang Tua

(Dukungan Sosial) dengan Kemampuan ADL Makan dan Minum 80

� Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Responsivitas Orang Tua

(Dukungan Mandiri) dengan Kemampuan ADL Makan dan Minum 82

� Perhitungan Median antara Responsivitas Orang Tua

dengan Kemampuan ADL Makan dan Minum 84

Page 14: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak adalah buah hati yang sangat didambakan kehadirannya dalam

sebuah keluarga. Kehadiran anak dapat menumbuhkan harapan dalam diri

orang tua, untuk menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa. Namun

anak yang dilahirkan ke dunia ini tidak semuanya lahir dengan normal, ada

anak yang lahir dengan kondisi cacat, baik cacat fisik maupun cacat mental.

Untuk anak cacat, tingkat perkembangannya tidak sama dengan anak normal

hal ini karena mereka memiliki kekurangan yang membuat perkembangannya

terhambat. Karena perbedaan inilah maka pemerintah menyediakan sekolah

khusus bagi para anak penyandang cacat yang disebut SLB (Sekolah Luar

Biasa), sekolah ini mengupayakan agar anak penyandang cacat dapat

mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya, baik untuk membantu dirinya

sendiri (Self Help) atau untuk lingkungan sosialnya (Social Help). Di sekolah

ini anak-anak diberikan berbagai macam terapi untuk melatih perkembangan

sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Di Indonesia, khususnya di Bandung banyak sekolah-sekolah yang

menangani anak-anak luar biasa, salah satunya SLB D-D1 Mustang, SLB ini

menangani anak-anak penyandang cacat ganda akibat adanya Cerebral Palsy.

Cerebral Palsy adalah suatu kelayuhan atau gangguan gerak dan sikap tubuh

1

Page 15: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada jaringan otak yang belum

dewasa yang terjadi pada saat sebelum, ketika atau setelah kelahiran

(Miller&Bachrach,1995:3). Di SLB D-D1 Mustang Bandung, sebagian besar

anak CP termasuk kedalam kelompok diplegia golongan sedang. Cerebral

palsy tipe diplegia merupakan bentuk cerebral palsy yang secara dominan

menyerang kedua kaki, sedangkan bagian kedua tangannya tidak terganggu

parah dibandingkan kedua kakinya (Miller&Bachrach,1995:137). Untuk

menangani anak-anak penderita CP ini maka di SLB D-D1 Mustang Bandung

diberikan sejumlah terapi yang berfungsi untuk menggali berbagai

kemampuan anak. Terapi yang diberikan yaitu terapi okupasi, terapi bicara

dan fisioterapi. Salah satu terapi yang berfungsi untuk melatih anak

melakukan aktivitas hidupnya sehari-hari yaitu terapi okupasi. Terapi okupasi

adalah penyembuhan yang bersifat pemulihan dari kondisi sakit, kondisi tuna,

kondisi tidak mampu menjadi kondisi mampu melalui kegiatan dan kesibukan

kerja (Depdikbud, 1985/1986:17). Salah satu fungsi terapi okupasi adalah

sebagai sarana pencegahan, maksudnya agar kelainan yang disandang anak

CP tidak menjadi semakin parah (terlokalisasikan). Selain itu fungsi yang lain

adalah sebagai sarana penyembuhan, yaitu upaya untuk meningkatkan dan

memfungsikan potensi secara maksimal dari otot syaraf sesuai dengan

fungsinya. Memang kelainan CP tidak mungkin disembuhkan atau dapat

menjadi normal kembali, namun dengan terapi okupasi dapat meningkatkan

kemampuan ke arah kondisi yang lebih baik (Salim, 1982: 148). Tujuan dari

2

Page 16: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

terapi okupasi ini yaitu membantu pemulihan fisik , mental maupun sosial

secara optimal di bidang perawatan diri (Self Care), produktivitas atau kerja

(productivity) serta aktivitas yang bersifat rekreasi (leisure). Di SLB D-D1

Mustang terapi okupasi ini diberikan 1 minggu sekali dengan waktu 2 x 30

menit, pemberian terapinya dibatasi sampai batas SD dan SMP sedangkan

untuk tingkat SM (Sekolah Menengah) terapi ini tidak lagi diberikan.

Kegiatan terapi okupasi ini yaitu melatih kemampuan melakukan ADL

(Activity Daily Living) misalnya kegiatan: buang air kecil/besar, mengambil

kursi, berhias, makan dan minum, dll, PSA (Pre School Activities) misalnya

kegiatan: penggunaan alat sekolah, bermain, sosialisasi, dll, permainan dalam

olahraga dan seni yang bersifat rekreatif dan Crafts yaitu

kerajinan/keterampilan/prevocational.

Pelaksanaan terapi okupasi dapat dilakukan oleh ahli terapi okupasi,

guru terapi okupasi dan oleh orang tua. Di SLB Mustang pelaksanaan terapi

okupasi dilakukan oleh guru terapi. Di sekolah, anak melatih kemampuannya

dengan bimbingan dari guru terapi, selain di sekolah kemampuan anak pun

harus dilatih di rumah oleh orang tua yaitu dengan cara membiarkan anak

berusaha untuk melakukan aktivitas kehidupannya dengan mandiri sesuai

dengan kemampuan yang mereka miliki, karena dengan melakukan hal ini

berarti orang tua membantu pihak sekolah untuk menerapkan di rumah latihan

terapi yang diberikan di sekolah. Peran serta orang tua ini merupakan sesuatu

yang penting karena para orang tua tunadaksa banyak berperan dalam tugas-

3

Page 17: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

tugas terapi okupasi. Pada hakikatnya, banyak macam dan bentuk serta corak

kegiatan terapi okupasi yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari

(bagi anak sendiri, dalam kebersamaannya dengan keluarga, dan dengan

lingkungannya). Terlebih-lebih kegiatan terapi okupasi banyak

mempergunakan aktivitas rumah tangga sebagai sarana dan objek. Dengan

demikian, kedudukan dan peranan orang tua dalam hubungannya dengan

kegiatan terapi okupasi sangat penting. Orang tua dan masyarakat pada

umumnya diharapkan berperan serta dalam kegiatan pelayanan terapi okupasi

ini, terutama pada saat anak tinggal dirumah. Dengan demikian, para orang

tua akan sangat berperan dalam membantu kelancaran dan keberhasilan usaha

terapi okupasi bagi anak-anak mereka. (Depdikbud, 1995/1996:27). Selain di

sekolah, waktu anak banyak dihabiskan di rumah sehingga responsivitas

orang tua sangat diharapkan dalam membantu sekolah mengupayakan

pemulihan kondisi anak.

Pihak sekolah merasa terapi okupasi yang diberikan khususnya untuk

latihan ADL makan dan minum hasilnya belum mencapai target yang

diharapkan, sampai saat ini sekitar 80% anak CP diplegia masih memiliki

kemampuan ADL makan dan minum buruk walaupun sudah diberikan terapi

di sekolah. Kemampuan mereka semakin memburuk setelah menghabiskan

waktu liburan panjang. Menurut terapis hal ini karena selama di rumah anak

tidak dilatih kemampuannya seperti yang dilakukan di sekolah. Di rumah,

anak terbiasa diberikan bantuan penuh dalam melakukan aktivitas

4

Page 18: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

kehidupannya sehari-hari khususnya untuk makan dan minum. Orang tua

lebih memilih untuk memberikan bantuan pada anak karena mereka

menganggap anaknya tidak mampu melakukan aktivitas itu secara mandiri,

untuk kegiatan makan dan minum, orang tua lebih memilih menyiapkan

peralatan makan dan minumnya, menyiapkan tempat untuk mencuci

tangannya bahkan untuk makannya sekalipun orang tua masih menyuapi

anaknya. Hal ini tidak sesuai dengan kebiasaan mereka di sekolah, ketika di

sekolah anak diharuskan melakukan aktivitas makan dan minumnya sendiri

sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Dengan terbiasa

melakukannya sendiri maka anak akan tahu sampai mana kemampuannya dan

dia akan terus melatih kekuatan ototnya. Responsivitas yang diharapkan oleh

pihak sekolah dari orang tua ini kurang berjalan dengan baik. Sekolah

menyebutkan bahwa masih banyak orang tua yang tidak menerapkan latihan

terapi yang telah diajarkan di sekolah pada saat anak berada di rumah. Untuk

latihan makan dan minum, di sekolah anak dilatih untuk makan dan minum

sesuai dengan batas kemampuannya masing-masing, sebagai contoh untuk

anak yang tidak memiliki tangan dengan sempurna, anak ini akan diberikan

alat bantu berupa tangan sambungan agar ia dapat melakukan kegiatan makan

dengan lebih baik dan terapis berusaha agar anak dapat mengoptimalkan

kemampuannya dalam menggunakan alat bantu tersebut. Ketika di rumah,

orang tua lebih memilih untuk menyuapi anak dengan alasan takut lama,

berantakan dan lain sebagainya, selain itu juga orang tua masih menyiapkan

5

Page 19: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

peralatan makan dan minum anak di meja makan dan tidak membiarkan anak

berusaha mencuci tangannya sendiri ke tempat cuci tangan. Akibatnya proses

latihan anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari menjadi kurang. Dalam

hal ini orang tua kurang memberikan dukungan untuk mandiri pada anaknya.

Selain kurangnya dukungan untuk mandiri pada anak, keaktifan orang

tua dalam mencari tahu perkembangan anaknya pun masih sangat kurang,

menurut hasil wawancara dengan beberapa orang tua, kurangnya perhatian

mereka pada anaknya yang mengalami cerebral palsy ini di karenakan sibuk,

kesibukan orang tua tersebut beragam misalnya sibuk bekerja atau juga karena

sibuk mengurusi anak-anak yang lain di rumah. Pihak sekolah sebenarnya

pernah mengadakan forum konsultasi bulanan antara guru terapi dan orang

tua, dimana dalam forum ini orang tua dapat bebas bertanya mengenai apa

saja tentang perkembangan anaknya, bagaimana penerapan latihan praktis di

rumah, tujuan dari terapi dan terapi macam apa yang di berikan di sekolah.

Dalam forum yang diadakan sebulan sekali ini sesekali didatangkan ahli dari

luar misalnya dokter ahli saraf atau dokter anak yang siap menjawab semua

pertanyaan dari para orang tua. Namun, forum ini tidak lagi berjalan seperti

dulu karena pihak sekolah merasa hal ini tidak terlalu banyak memberikan

manfaat positif bagi kemajuan perkembangan anak. Orang tua kurang

memanfaatkan forum ini untuk mengetahui perkembangan anaknya secara

mendalam. Hal ini dibuktikan dengan jarangnya mereka bertanya dalam

forum, tidak rutin dalam menghadiri forum dan lain sebagainya.

6

Page 20: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Responsivitas orang tua dalam menanggapi forum ini masih dirasakan kurang.

Selain kurangnya perhatian, orang tua juga kurang meluangkan waktu bagi

anak untuk mencurahkan perasaannya, ketika ditanyakan pada orang tua hal

ini disebabkan kesibukan mereka yang menguras waktu cukup banyak,

mereka pun jarang mengikutsertakan anak dalam berbagai kegiatan di

lingkungannya misalnya piknik, arisan dan sebagainya dengan alasan takut

merepotkan dan mereka juga khawatir anaknya tidak mampu menyesuaikan

diri dengan lingkungan. Kurangnya perhatian, penerimaan dan kasih sayang

orang tua dalam menghadapi anaknya yang mengalami cerebral palsy ini

dapat semakin membuat anak CP merasa kurang percaya diri. Dengan

kurangnya rasa percaya diri anak membuat mereka semakin tidak berani

mencoba melakukan kegiatan-kegiatan yang menuntut kemampuan mereka.

Sehingga proses latihan pun menjadi terhambat.

Kurangnya responsivitas orang tua dalam menghadapi anaknya yang

mengalami cerebral palsy ini membuat proses pemulihan kondisi anak

menjadi sangat lambat, sampai saat ini pihak sekolah menyebutkan bahwa

perkembangan anak yang di nilai progresif hanya sekitar 20%, kemajuan ini

ditunjang oleh responsivitas orang tua pada anaknya yaitu dengan cara

mengkonsultasikan keadaan anak pada guru terapi pada setiap pertengahan

semester bahkan ada beberapa diantaranya yang berkonsultasi dengan guru

terapi pada jam istirahat sekolah. Dengan demikian laporan keadaan anak

tidak mereka ketahui pada akhir semester saja, namun perkembangannya

7

Page 21: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

dapat dipantau terus menerus. Dengan adanya komunikasi di antara kedua

belah pihak maka informasi-informasi yang di butuhkan oleh sekolah

mengenai bagaimana keadaan anak di rumah dan informasi bagi orang tua

tentang bagaimana menerapkan latihan praktis di rumah dapat tersampaikan

dengan lancar. Sehingga orang tua dapat memahami latihan seperti apa yang

di berikan di sekolah, tujuan dari latihan tersebut dan bagaimana menerapkan

latihan praktis di rumah.

Sampai saat ini banyak orang tua yang tidak memahami apa itu terapi

okupasi, tujuan dari terapi itu sendiri dan bagaimana menerapkan latihan

praktis di rumah, yaitu dengan melatih anaknya untuk makan dan minum

sendiri sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak, mereka lebih memilih

membantu anak sepenuhnya dalam melakukan kegiatan sehari-hari dengan

alasan lebih cepat dan tidak merepotkan, padahal hal ini akan menghambat

proses pemulihan kondisi anak dan membuat anak terus menerus bergantung

pada bantuan dari orang-orang yang ada di sekitarnya.

Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang

“Hubungan Antara Responsivitas Orang Tua dengan Kemampuan ADL

(Activity Daily Living) Makan dan Minum anak Cerebral Palsy Tipe Diplegia

Usia 8-11 tahun Di SLB D-D1 Mustang Bandung.”

8

Page 22: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

1. 2 Identifikasi Masalah

Seperti yang telah dikemukakan dalam latar belakang, dalam

penelitian ini yang akan dilihat adalah responsivitas orang tua terhadap

kemampuan ADL (Activity Daily Living) makan dan minum anak cerebral

palsy tipe diplegia.

Cerebral Palsy tipe diplegia adalah suatu bentuk cerebral palsy yang

secara dominan menyerang kedua kaki, sedangkan bagian kedua tangannya

tidak terganggu parah dibandingkan kedua kakinya

(Miller&Bachrach,1995:137). Walaupun memiliki keterbatasan

dibandingkan anak normal lainnya namun anak CP tetap harus dapat

memaksimalkan kemampuannya, salah satunya kemampuan ADL makan dan

minum. Kegiatan ADL adalah kegiatan kehidupan sehari-hari, dalam kegiatan

ini anak dilatih untuk membantu dirinya sendiri agar dapat mandiri dan tidak

tergantung pada orang-orang yang ada di sekelilingnya. Selain melatih

kemampuan ADL nya di sekolah, anak pun diharapkan melatih

kemampuannya di rumah. Dalam hal ini responsivitas orang tua dalam

memaksimalkan kemampuan anaknya sangat dibutuhkan. Responsivitas orang

tua adalah orang tua yang mengerti kebutuhan anak dan berespon sesuai

kebutuhan anak dengan tepat (Tormmsdorf 1993). Dapat dijelaskan disini

bahwa responsivitas merupakan suatu bentuk pengertian serta respon yang

diberikan oleh orang tua sesuai dengan kebutuhan anak pada masa

perkembangannya. Kebutuhan-kebutuhan yang muncul antara lain kebutuhan

9

Page 23: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

anak untuk memperoleh dukungan sosial dan kebutuhan mandiri dalam arti

bahwa anak mencoba untuk melepaskan diri dari keterikatan dengan cara

mengeksplorasi lingkungannya.

Dalam penelitian ini, responsivitas orang tua difokuskan pada

responsivitas orang tua dalam melatih kemampuan ADL makan dan minum

anak cerebral palsy. Resposivitas orang tua yang dimaksud yaitu dengan

memberikan dukungan sosial dan dukungan mandiri pada anak dalam

melakukan kegiatan sehari-harinya. Dukungan sosial yang diberikan yaitu

dengan cara memberikan perhatian, penerimaan terhadap kondisi anak dan

mencurahkan kasih sayang. Dimana dengan dukungan sosial ini diharapkan

orang tua dapat memberikan perasaan aman, nyaman dan percaya diri pada

anak sehingga anak dapat mengembangkan kemampuan yang masih

dimilikinya secara optimal. Selain dukungan sosial, orang tua juga diharapkan

dapat memberikan dukungan mandiri pada anak yaitu dengan membiarkan

anak berusaha melakukan aktivitas kehidupannya sehari-hari. Namun pada

kenyataannya tidak semua orang tua dapat berlaku responsif pada anaknya

dan hal ini membuat kemampuan anak menjadi tidak berkembang secara

optimal.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk

mengetahui “Sejauh mana hubungan antara responsivitas orang tua dengan

kemampuan ADL (Activity Daily Living) makan dan minum anak Cerebral

Palsy tipe diplegia usia 8-11 tahun di SLB D-D1 Mustang Bandung?”

10

Page 24: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keeratan hubungan

antara responsivitas orang tua dengan kemampuan ADL (Activity Daily

Living) makan dan minum anak cerebral palsy tipe diplegia usia 8-11 tahun di

SLB D-D1 Mustang, Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Dari penelitian terhadap fenomena diatas, diharapkan dapat diperoleh

dua jenis kegunaan yaitu:

Kegunaan teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat dipergunakan

sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang dapat berfungsi sebagai

bahan informasi, terutama bagi mereka yang tertarik untuk meneliti lebih

lanjut mengenai anak cerebral palsy. Dimana anak cerebral palsy ini memiliki

karakteristik yang khas dibandingkan anak-anak lainnya.

Kegunaan praktis dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan

informasi kepada orang tua bahwa responsivitas dalam menghadapi anaknya

yang mengalami cerebral palsy merupakan hal yang penting dan dibutuhkan.

Untuk pihak sekolah, kegunaan dari penelitian ini yaitu dapat membantu

menumbuhkan kesadaran orang tua sehingga pihak sekolah dapat

mengadakan kembali forum diskusi bulanan dan diharapkan setelah adanya

penelitian ini responsivitas orang tua pada forum diskusi bulanan akan

semakin baik.

11

Page 25: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CEREBRAL PALSY

2.1.1 Definisi Cerebal Palsy

Pengertian CP ditinjau dari segi etiologi berasal dari dua kata, yaitu

kata “cerebral” yang berasal dari kata “cerebrum” yang berarti “otak”, dan

perkataan “palsy” yang berarti kekakuan. Memperhatikan arti peristilahan

cerebral palsy tersebut, maka secara harfiah istilah CP dapat berarti kekakuan

yang disebabkan oleh karena sebab-sebab yang terletak di dalam otak.

Cerebral Palsy adalah jenis kecacatan pada anak yang termasuk pada

golongan Tunadaksa (D). Banyak ahli yang mengemukakan tentang definisi

Cerebral Palsy (CP) ditinjau dari segi pathologis. Beberapa diantaranya yaitu:

“Cerebral Palsy adalah suatu kelayuhan atau gangguan gerak dan

sikap tubuh yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada jaringan otak yang

belum dewasa, kerusakan tersebut dapat terjadi sebelum lahir, saat kelahiran

atau setelah kelahiran ” (Miller&Bachrach,1995:3)

“Cacat Cerebral Palsy sebagai suatu cacat yang sifatnya gangguan-

gangguan atau kelainan-kelainan dari fungsi otot dan urat syaraf

((neuromuscular disorder) dan yang disebabkan oleh karena sebab-sebab yang

terletak di dalam otak.” (Soeharso yang dikutip oleh Salim (1982))

12

Page 26: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

“Cerebral Palsy adalah berbagai perubahan yang abnormal pada organ

gerak atau fungsi motor sebagai akibat dari adanya kerusakan/cacat, luka atau

penyakit pada jaringan yang ada di dalam rongga tengkorak.” (American

Academy of Cerebral Palsy (AACP) dalam Viola E. Cardwell)

“Cerebral Palsy sebagai suatu kelainan pada organ gerak tubuh yang

ada hubungannya dengan kerusakan otak yang bersifat menetap.” (Winthrop

Phelp (dalam Ahmad Thoha Muslim, 1994))

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

Cerebral Palsy adalah gangguan gerak atau kelainan dari fungsi otot dan urat

syaraf yang disebabkan karena adanya kerusakan pada jaringan otak yang

belum dewasa, dan gangguan ini sifatnya menetap.

2.1.2 Karakteristik Cerebral Palsy

Dari definisi yang telah disebutkan di atas dapat diketahui bahwa

kecacatan yang tergolong Cerebral Palsy sumber penyebabnya terletak di

dalam otak, baik oleh karena adanya kerusakan maupun karena adanya

kelainan atau gangguan-gangguan. Manifestasi dari kerusakan, gangguan atau

kelainan tersebut dapat bersifat tunggal (hanya satu macam) atau jamak (lebih

dari satu macam). Artinya ada anak CP yang menunjukkan karakteristik

adanya gangguan dalam satu anggota gerak, tetapi ada pula anak CP yang

menunjukkan karakteristik adanya gangguan gerak pada beberapa anggota

gerak. Tunggal atau jamaknya gangguan yang dialami setiap penyandang CP

13

Page 27: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

sangat tergantung pada keluasan kerusakan ataupun letak kelainan di dalam

otak. Dapat juga terjadi kerusakan di dalam otak meliputi pusat-pusat dari

fungsi indera, akibatnya anak dapat mengalami kelainan pada indera

penglihatan, indera pendengaran, indera perasa dan sebagainya. Di samping

itu, kerusakan yang ada di dalam otak dapat juga terjadi pada pusat

kecerdasan anak, sehingga di samping anak mengalami kelainan gerakan juga

berkelainan mental. Beberapa ahli mengelompokkan jenis Cerebral Palsy

sesuai dengan karakteristiknya, seperti yang dikutip oleh Salim (1982:20-25):

Pengelompokkan Anak CP Berdasarkan Karakteristiknya

1. Karakteristik CP ditinjau dari jumlah anggota badan yang berkelainan

� Kelumpuhan pada satu anggota gerak / monoplegia

� Kelumpuhan pada dua anggota gerak / diplegia

� Kelumpuhan pada tiga anggota gerak / triplegia

� Kelumpuhan pada empat anggota gerak / quadriplegia

2. Karakteristik CP ditinjau dari gejala pergerakan otot

� Gerakan otot yang kaku (rigid)

� Ada kekejangan otot (spastik)

� Ada gerakan yang tidak disadari (athetoid)

� Ada gangguan koordinasi dan keseimbangan (ataxia)

� Ada gerakan gemetar (tremor)

� Gejala gangguan gerak campuran

14

Page 28: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Selain pengelompokkan tersebut, (Miller&Bachrach,1995:5)

mengelompokkan Cerebral Palsy ke dalam dua bagian berdasarkan tipe

gerakan dan bagian tubuh yang terserang, atau campuran dari keduanya:

1. Berdasarkan tipe gerakan

� Spastic : kaku

� Athetoid : ketidakmampuan mengontrol gerakan otot

� Hypotonic : kelayuhan/kelumpuhan

� Ataxia : masalah kurangnya koordinasi dan keseimbangan

2. Berdasarkan bagian tubuh yang terserang

� Hemiplegia : satu lengan dan satu kaki di satu sisi tubuh yang sama

� Diplegia : yang utama menyerang kedua kaki (tangan juga

termasuk)

� Quadriplegia : keempat bagian tubuh

Walaupun hampir semua anak cerebral palsy dapat di kelompokkan

menjadi hemiplegia, diplegia atau quadriplegia namun terdapat tumpang

tindih yang cukup signifikan dalam pengelompokkannya. Kadang-kadang kita

menemui bagian seperti paraplegia, double hemiplegia, triplegia dan

pentaplegia. Pengelompokkan ini juga berdasarkan pada bagian tubuh yang

terserang. Agar lebih mudah, bagaimanapun pembahasan mengenai anak

15

Page 29: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

cerebral palsy didasarkan pada tiga kategori besar ini (hemiplegia, diplegia,

quadriplegia).

Selain karakteristik fisik yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat

juga karakteristik psikis anak Cerebral Palsy, menurut beberapa sumber yang

dikutip dalam Salim (1982:90-93) setidaknya ada tiga hal yang menyangkut

identifikasi psikis anak Cerebral Palsy, karakteristik tersebut adalah:

� Kecerdasan

Berdasarkan hasil penelitian seorang ahli bernama Eleanor Schonell, dapat

dinyatakan bahwa karakteristik kecerdasan anak CP adalah sebagian besar

memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, dan sebagian yang lain

termasuk kelompok anak CP yang memiliki kecerdasan normal dan

supernormal. Presentase jumlah anak tersebut yaitu sebanyak 72% anak CP

memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal dan sebanyak 28-29% anak CP

memiliki tingkat kecerdasan normal dan supernormal.

� Kepribadian

Anak-anak CP kadang-kadang menunjukkan kelainan pada unsur-unsur

kepribadian. Hal ini sebagai akibat tidak langsung dari kecacatan fisik yang

dialami dan respon lingkungan terhadap keberadaanya. Hasil penelitian Glick

(dalam Viola E. Cardwell, t.th), menyatakan bahwa sekitar 20% anak CP

yang diteliti memiliki ciri kepribadian sebagai berikut:

16

Page 30: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

1. Sikapnya yang tidak realistis

2. Perasaan tegang yang hebat

3. Ketidakmatangan yang dominant

4. Rasa takut yang berlebihan

5. Rasa rendah diri yang kuat

6. Toleransi yang sedikit terhadap kegagalan

7. Hambatan dalam hubungan interpersonal

8. Tidak adanya motivasi

� Perilaku

Pada proses pengidentifikasian perilaku anak CP, beberapa ahli merujuk

pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Hal-hal yang perlu

diidentifikasi antara lain:

1. Kemungkinan adanya gangguan persepsi dan berfikir

2. Kemungkinan adanya gangguan dalam pembentukan konsep

3. Kemungkinan adanya gangguan pada kemampuan untuk

mendengarkan/merespon suatu rangsang tertentu

4. Kemungkinan adanya sifat bingung, perhatian mudah teralihkan, atau

sulit konsentrasi

5. Kemungkinan adanya sifat tekun yang tidak wajar. Maksudnya bahwa

sebagian besar anak CP memiliki gangguan dalam memusatkan

perhatian pada suatu objek tertentu, namun kadang ada anak yang

17

Page 31: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

dapat memusatkan perhatian dengan tekun, tetapi berlebihan sehingga

susah mengalihkan perhatian pada objek yang baru, sehingga respon

terhadap objek berikutnya masih sama dengan responnya terhadap

objek yang sebelumnya.

6. Kemungkinan adanya sifat susah menahan diri. Hal ini berkaitan

dengan kemungkinan spastisitas dan tremor yang disandang anak.

Aspek-aspek perilaku yang tersebut di atas, hampir dimiliki oleh semua

anak CP (Viola E. Cardwell, t.th yang dikutip dalam Pendidikan Bagi

Anak Cerebral Palsy, Salim 1982).

2.1.3 Penyebab Cerebral Palsy

Penyebab dari cerebral palsy masih belum dapat diketahui secara pasti,

namun beberapa ahli berpendapat bahwa perkembangan otak dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ketika janin terpengaruh oleh berbagai zat

kimia misalnya obat-obatan atau alkohol atau infeksi yang menyerang ibu

hamil maka hal ini akan membahayakan perkembangan otak janin. Apabila

ibu hamil menderita luka fisik yang cukup berat, otak janin dapat terpengaruh

juga, namun kasus ini jarang terjadi. Kelahiran yang premature atau

kurangnya berat bayi saat lahir dapat juga menjadi penyebab adanya

gangguan yang spesifik. (Miller&Bachrach,1995:8).

Menurut Viola E. Cardwell (Salim 1982:49-59), faktor-faktor

penyebab CP yang termasuk faktor pencetus , terbagi atas 3 macam menurut

18

Page 32: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

saat terjadinya, yaitu faktor penyebab yang terjadi selama dalam kandungan,

saat kelahiran dan setelah kelahiran.

1. Faktor penyebab sebelum kelahiran:

� Kelainan herediter

� Kelainan bawaan

� Gangguan lingkungan pada saat kelahiran

� Anoxia

� Radiasi

� Substansi toxin dalam darah

� Diabetes sebelum mengandung

� Letak plasenta yang abnormal

� Malnutrisi

� Ketidakselarasan Rh antara ibu dan janin

2. Faktor penyebab yang terjadi saat kelahiran:

� Paranatal anoxia

� Pendarahan otak bayi

� Kelahiran dengan forcep

� Bayi dengan letak bokong (sunsang)

� Plasenta previa (gangguan letak plasenta pada bagian bawah

segmen uterus)

19

Page 33: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

� Plasenta pecah mendadak (lepasnya plasenta dari dinding uterus

bukan pada saatnya)

� Pengaruh anestesi umum ataupun melalui sumsum tulang belakang

� Turunnya kandungan karena tertundanya kelahiran dengan kepala

terlebih dahulu

� Kelahiran prematur

� Saat melahirkan terlalu lama dan sulit

� Kelahiran yang kesekian kali

3. Faktor penyebab yang terjadi pada proses pertumbuhan dan

perkembangan:

� Penyakit infeksi

� Trauma

� Kecelakaan dan salah bentuk pembuluh darah

� Keracunan

� Anoxia

� Perkembangan yang terlambat

2.1.4 Dampak Primer Cerebral Palsy

Dalam Salim (1982:127) disebutkan bahwa dampak langsung/primer

dari gangguan akibat Cerebral Palsy adalah:

20

Page 34: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

1. Adanya gangguan mobilitas atau ambulasi

Gangguan mobilitas atau ambulasi dapat diakibatkan oleh adanya

kelumpuhan dan/atau kekakuan anggota gerak tubuh terutama anggota gerak

bawah. Di samping itu gangguan mobilitas/ambulasi juga dapat diakibatkan

oleh adanya gangguan keseimbangan tubuh.

2. Adanya gangguan dalam ADL

Gangguan ADL yang terjadi pada anak CP terutama diakibatkan oleh

adanya gangguan koordinasi, spastisitas/rigiditas/fleksiditas tonus otot pada

anggota gerak tubuh. Di samping itu juga dapat diakibatkan oleh adanya

gangguan visuomotorik anak.

3. Adanya gangguan dalam komunikasi

komunikasi pada anak CP (terutama dalam komunikasi lisan)

dapat terjadi sebagai akibat dari adanya kelumpuhan pada otot-otot mulut

dab kelainan pada alat-alat bicara

4. Adanya gangguan fungsi mental

2.1.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Cerebral Palsy

1. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor penyebab yang berasal dari individu

itu sendiri. Seperti: kondisi intelegensi atau kecerdasan, fisik dan

sebagainya.

21

Page 35: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

� Intelegensi

Salah satu aspek dari intelegensi adalah menyesuaikan diri dengan

situasi dan kondisi lingkungan. Intelegensi yang dimiliki manusia

beragam tingkatannya, ada yang di atas rata-rata, ada yang rata-rata,

ada yang di bawah rata-rata atau rendah. Bagi individu yang

intelegensinya di atas rata-rata tentunya akan lebih mudah

menyesuaikan diri dengan lingkungannya, namun bagi mereka yang

intelegensinya rendah akan lebih lamban dan kurang dapat memahami

aturan serta sulit dalam penyesuaian diri.

� Fisik

Kondisi fisik yang dimaksud adalah tingkat kelainan yang ada pada

diri anak, misalnya keadaan cacat pada anggota tubuhnya, kurang

mendengar, kurang melihat atau cacat penglihatannya. Kelemahan

fisik ini merupakan salah satu hambatan untuk dapat melakukan

aktivitas dalam memenuhi kebutuhan maupun dalam melakukan

interaksi dengan lingkungannya. Dengan keterbatasan dan sikap

lingkungan yang kurang memberi dukungan,maka lingkungan yang

negatif ini akan menimbulkan rasa rendah diri, tidak percaya diri, dan

anak merasa tidak dihargai dan sebagainya.

22

Page 36: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor penyebab yang bersumber dari

lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat luas.

Bagi anak yang mengalami Cerebral Palsy, lingkungan

keluarga yang membuatnya mandiri akan mempercepat proses

pemulihan kondisi kecacatannya, artinya orangtua di rumah yang

memiliki perilaku membiarkan anaknya mandiri dengan berusaha

melakukan aktivitas kehidupannya sehari-hari dengan batas

kemampuan yang dimiliki, tentunya akan memudahkan anak untuk

berkembang secara progresif. Sebaliknya apabila orangtua bersikap

acuh tak acuh dan cenderung mengabaikan saran dari sekolah agar

anaknya dilatih di rumah untuk melakukan aktivitas kehidupannya

sehari-hari, maka anaknya akan semakin tergantung pada orang-orang

yang ada di sekitarnya, dan potensi yang masih dapat dioptimalkan

pada anak tersebut tidak akan tergali dengan baik. Sikap orangtua yang

lain yang dapat membantu proses pemulihan kondisi anak adalah

bagaimana orangtua memberikan kasih sayang, penerimaan dan

perhatian pada anaknya yang memiliki kelainan tersebut.

2.1.6 Kebutuhan Khusus Anak Cerebral Palsy

Dalam Salim (1982:136-139), kebutuhan perlakuan bagi anak CP

secara umum dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:

23

Page 37: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

1. Kebutuhan untuk memperoleh layanan medik, guna mengurangi

permasalahan yang dialami anak di bidang medis

Permasalahan anak CP di bidang medik yang menonjol adalah adanya

permasalahan yang berkaitan dengan syaraf otot dan permasalahan yang

berkaitan dengan sendi.

Permasalahan yang berkaitan dengan syaraf otot dapat berupa

hipertonus (seperti yang dialami anak CP tipe spastic), dan hipotonus (seperti

yang dialami anak CP yang mengalami flaksiditas pada anggota gerak atas

ataupun bawah). Selanjutnya permasalahan yang berkaitan dengan masalah

sendi yaitu masalah sendi panggul, lutut, tumit pada CP tipe diplegia, masalah

sendi panggul dan tulang belakang pada CP tipe quadriplegia, masalah

deformitas yang menetap pada sendi-sendi anggota gerak atas akibat adanya

kontraktur otot, dan lain-lain.

Dengan adanya permasalahan-permasalahan tersebut, mereka

membutuhkan pelayanan medik, baik yang pelaksanaannya secara konservatif

maupun melalui tindakan operasi.

Pelayanan medik yang dilakukan secara konservatif dilakukan untuk

mencegah terjadinya kontraktur dan deformitas akibat adanya spastisitas dan

istirahat yang lama pada otak dan sendi, seperti pelemasan otot yang kaku,

peningkatan kekuatan otot yang lemah, peningkatan daya tahan dan

koordinasi gerak melalui program-program kegiatan dalam terapi fisik (physio

theraphy) atau melalui latihan gerak gerakan tertentu guna mencegah dan

24

Page 38: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

mengurangi deformitas (otot dan sendi), serta memperluas ruang gerak sendi

tertentu.

Pelayanan medik yang dilakukan lewat operasi kadang juga

dibutuhkan oleh penyandang kelainan CP tipe tertentu, misalnya anak CP

yang anggota gerak bawahnya mengalami equinus deformitas. Atau operasi

pada anak CP yang mengalami tangan spastik (spastic hand) tindakan operasi

rekonstruksi dilakukan untuk memperbaiki fungsi tangan dalam hal

mengenggam dan membuka jari-jari tangannya. Pelayanan medik melalui

jalan operasi tentunya harus melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu

yang berkenaan dengan kondisi anak CP itu sendiri.

2. Kebutuhan untuk memperoleh pelayanan rehabilitasi dan habilitasi guna

mengurangi gangguan fungsi sebagai dampak dari adanya kelainan CP

Kebutuhan pelayanan rehabilitasi dimaksudkan untuk

memperbaiki kembali dan mengembangkan kemampuan fisik dan mental

anak, sehingga anak dapat mengatasi masalah yang timbul sebagai

konsekuensi dari kelainannya.

Pelaksanaan program rehabilitasi bagi anak CP memang termasuk

yang sangat rumit dibandingkan dengan penyandang kelainan jenis lain,

karena kelainan anak CP kebanyakan bersifat ganda. Itulah sebabnya,

penanganan program rehabilitasi anak CP memerlukan keterlibatan

berbagai ahli dari berbagai disiplin yang bekerja secara kooperatif sesuai

dengan kewenangan masing-masing.

25

Page 39: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Diantara permasalahan anak CP yang membutuhkan pelayanan

rehabilitasi adalah: masalah yang mengganggu aktivitas komunikasi anak

(terutama CP tipe spastik), masalah ADL (hampir pada semua tipe

kelainan CP), masalah mobilisasi, masalah psikologis dan sosial.

3. Kebutuhan untuk memperoleh pendidikan khusus.

Kelainan CP mengakibatkan perlunya pelayanan pendidikan yang

bersifat khusus, baik pendidikan akademis maupun pendidikan

keterampilan. Kebutuhan pelayanan pendidikan tidak berlaku bagi semua

anak CP (Soeharso, 1982) mengingat kelainan yang disandang kadang

sedemikian beratnya sehingga walaupun dididik mereka tidak akan

mengalami kemajuan. Anak-anak CP yang tergolong berat, pelayanan

yang mereka butuhkan adalah perawatan sepanjang hari, atau pelatihan

dalam ADL atau latihan keterampilan sederhana dan praktis. Selanjutnya

bagi anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus adalah mereka

yang memiliki kecerdasan sedikit di bawah normal, normal dan di atas

normal. Bagi anak-anak CP kelompok inipun pelayanan pendidikan

membutuhkan perlakuan-perlakuan khusus tertentu, berupa bimbingan-

bimbingan khusus dan/atau peralatan dan kegiatan tertentu yang memiliki

makna terapeutik.

Berdasarkan uraian tentang anak cerebral palsy di atas khususnya

mengenai kebutuhan khusus yang dimiliki oleh anak CP, maka diperlukan

26

Page 40: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

penanganan khusus oleh berbagai ahli, guru terapi di sekolah dan juga

pemberian latihan praktis di rumah oleh orang tua. Mengingat waktu anak

banyak dihabiskan di rumah maka peran orang tua sangat penting dalam

mengupayakan pemulihan kondisi anak CP di rumah. Hal ini tidak

terlepas dari responsivitas orang tua pada anaknya yang mengalami

kelainan akibat cerebral palsy (CP).

2.2 Responsivitas orang tua

Teori mengenai responsivitas orang tua berdasar kepada teori

attachment dari Bowlby. Bowlby mempertegas penelitian yang dilakukan

oleh Mary Ainsworth pada beberapa anak. Hasil dari penelitian tersebut

yaitu “orang tua yang berespon dengan peka dan tepat terhadap tanda yang

diberikan oleh anak akan membentuk suatu securely attached dalam diri anak

tersebut, dan hal ini akan menumbuhkan keberanian anak untuk

mengeksplorasi lingkungannya, sehingga akan terbentuk kemandirian

(independent) pada diri anak”. Menurut Bowlby hal ini diakibatkan anak

tersebut telah membentuk suatu perasaan bahwa jika mereka membutuhkan

sesuatu, orang tua mereka akan selalu ada untuk memberikan perhatiannya,

melindunginya agar tidak “tersakiti” ketika dalam situasi yang “mengancam”,

oleh karenanya mereka dapat merasa tenang dan dapat mengeksplorasi dunia

(Crain,1992:52). Hal ini akan membentuk perasaan anak sampai mereka

besar bahwa mereka yakin orang tuanya “ada” dan dapat memberikan rasa

27

Page 41: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

aman untuk dirinya sehingga hal ini dapat dijadikan modal bagi mereka untuk

mengeksplorasi lingkungannya. Perilaku orang tua yang dalam hal ini mampu

membentuk perasaan aman dalam diri anak dan dapat berespon sesuai dengan

kebutuhan anak pada masa perkembangannya berkaitan dengan istilah

responsivitas orang tua.

2.2.1 Definisi Responsivitas

Responsivitas orang tua adalah orang tua yang mengerti kebutuhan

anak dan dapat berespon sesuai kebutuhan anak dengan tepat (Trommsdorff,

1993). Dapat di jelaskan di sini bahwa responsivitas merupakan suatu bentuk

pengertian serta respon yang di berikan oleh orang tua sesuai dengan

kebutuhan anak pada masa perkembangannya.

2.2.2 Aspek-aspek Responsivitas

Kebutuhan-kebutuhan yang muncul antara lain: adanya kebutuhan

anak untuk memperoleh dukungan sosial dari orang lain dan kebutuhan untuk

mandiri dalam arti bahwa anak mencoba untuk melepaskan diri dari

keterikatan dengan cara mengeksplorasi lingkungannya.

1. kebutuhan untuk mendapat dukungan sosial

Anak memiliki kebutuhan akan keberadaan orang lain yang dapat

memberikannya kasih sayang, perhatian, perawatan dan menerima. Dalam

teori attachment kebutuhan ini di sebut dengan kebutuhan untuk memperoleh

28

Page 42: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

dukungan sosial (social support). Jika orang lain atau orang tua responsif

terhadap kebutuhan kasih sayang, perhatian dan penerimaan maka anak

memiliki keyakinan bahwa orang tua akan siap berespon bila ia

membutuhkan. Keyakinan ini akan menimbulkan perasaan aman dalam diri

individu. Rasa aman ini penting karena akan mendasari proses yang akan di

alami oleh individu dalam tahap perkembangan selanjutnya (basic secure)

(Bowlby dalam Sarason 1983).

2. kebutuhan untuk memperoleh dukungan mandiri

Kebutuhan individu untuk mandiri mulai terlihat pada tahun ke-2

kehidupan. Masa ini merupakan usia dimulainya melepaskan diri dari

ketergantungan pada orang tua atau pengasuh utama, hal ini di wujudkan

dalam bentuk eksplorasi terhadap lingkungannya. Perkembangan motorik

individu akan mendukung tingkah laku eksplorasi anak terhadap

lingkungannya. Individu mulai mengenal orang lain selain pengasuhnya,

sebagai orang yang akan membantunya saat mengeksplorasi lingkungan dan

individu juga mulai belajar berjalan dan memanipulasi objek menurut

keinginannya.

Dalam konteks attachment kebutuhan untuk melepaskan diri dari

ketergantungan terhadap orang tua atau pengasuh utama ini tidak terwujud

begitu saja tingkah laku eksplorasi. Untuk eksplorasi, individu harus memiliki

keberanian dan untuk memiliki keberanian harus di dasari perasaan aman

yang ada dalam diri individu (basic secure), karena anak yakin bahwa orang

29

Page 43: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

tua akan berespon saat anak membutuhkannya. Keyakinan ini di peroleh

terhadap kebutuhannya untuk mendapatkan kepercayaan, ini diperoleh

terhadap kebutuhannya untuk memperoleh dukungan sosial yang lebih

menonjol pada taraf sebelumnya.

Keberanian anak di wujudkan dalam bentuk tingkah laku dalam

melakukan eksplorasi, namun untuk mengembangkan kemandirian individu,

orang tua harus berepon terhadap ekplorasi yang dilakukan individu.

Responsivitas orang tua atau pengasuh terhadap eksplorasi individu penting

untuk mempertahankan dan memunculkan kembali tingkah laku tersebut.

Dengan demikian tingkah laku eksplorasi di dukung dan kemandirian individu

dihargai oleh orang tua (freedom to explore).

2.2.3 Responsivitas Orang Tua Terhadap Anak Cerebral Palsy

Salah satu kebutuhan khusus anak cerebral palsy adalah memperoleh

pelayanan rehabilitasi dan habilitasi guna mengurangi gangguan fungsi

sebagai dampak dari adanya kelainan tersebut. Upaya ini tidak hanya

dilakukan di sekolah atau di tempat terapi, namun juga dilakukan di rumah

dengan bimbingan orang tua. Dalam hal ini orang tua mempunyai peranan

yang sangat besar, karena sebagian besar waktu anak banyak dihabiskan di

rumah. Orang tua bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan anaknya

dan bertindak secara tepat terhadap kebutuhannya. Hal ini berkaitan dengan

responsivitas orang tua terhadap anak.

30

Page 44: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Responsivitas orang tua yang di harapkan terhadap anaknya yang

mengalami cerebral palsy adalah dengan memberikan dukungan sosial dan

dukungan untuk mandiri. Dukungan ini sangat penting karena salah satu

kebutuhan khusus anak CP yaitu memperoleh pelayanan rehabilitasi,

permasalahan anak CP yang membutuhkan pelayanan rehabilitasi adalah

masalah yang mengganggu aktivitas komunikasi anak (terutama CP tipe

spastic), masalah ADL (hampir pada semua tipe kelainan CP), masalah

mobilisasi, masalah psikologis dan sosial.

Dukungan sosial dari orang tua yaitu berupa kasih sayang,

penerimaan, perhatian. Perhatian yaitu berusaha mencari informasi tentang

bagaimana menghadapi anaknya yang mengalami kelainan ini, bagaimana

latihan praktis yang harus dilakukan dirumah agar dapat membantu

mempercepat proses pemulihan kondisi anak, memberikan kasih sayang yaitu

dengan mencurahkan perasaan sayang dari seorang ibu kepada anak, sehingga

hal ini dapat menumbuhkan perasaan “aman” dalam diri anak. Selain

pemberian kasih sayang dan perhatian, orang tua juga diharapkan dapat

menerima keberadaan anaknya yang mengalami cerebral palsy ini, bentuk

penerimaan orang tua yaitu dapat berupa mengikutsertakan anak dalam

kegiatan sosial, memberikan pujian pada anaknya sehingga dengan hal ini

kepercayaan diri anak sedikit demi sedikit dapat tumbuh dengan baik.

Dengan dukungan sosial dari orang tua di harapkan anak penderita CP

dapat sedikit demi sedikit menumbuhkan rasa percaya diri, yaitu percaya akan

31

Page 45: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

kemampuan dan potensi yang mereka miliki, percaya akan kehadiran orang

tua yang selalu memberikannya dukungan apabila dirinya membutuhkan,

dimana hal ini akan menumbuhkan perasaan “aman” dan hal ini juga akan

menjadi modal bagi anak CP tersebut untuk mengeksplorasi potensi yang ada

dalam dirinya. Dengan rasa percaya diri ini anak CP akan berani mencoba

belajar melakukan aktivitas kehidupannya sehari-hari tentunya dengan

kemampuan yang ia miliki dan tidak tergantung pada orang-orang yang ada di

sekitarnya.

Selain memberikan dukungan sosial, orang tua juga di harapkan dapat

memberikan dukungan untuk mandiri pada anak, yaitu dengan membiarkan

anaknya mencoba melakukan aktivitas kehidupannya sehari-hari sesuai

dengan batas kemampuan yang ia miliki. Berdasarkan tahap perkembangan

fisiknya, pada usia ini anak CP sedang ada pada tahap mampu

mengembangkan kemampuan fisiknya secara optimal, seperti penggunaan

tangan, kedua kaki dan sebagainya. (Miller & Bachrach, 1995:179) sehingga

orang tua diharapkan mampu membantu anak mengoptimalkan kemampuan

yang dimilikinya secara maksimal. Misalnya untuk aktivitas makan, apabila

keterbatasan anak terletak di tangannya maka anak tersebut dapat

menggunakan alat bantu berupa tangan sambungan seperti yang terapis

berikan di sekolah, selain itu berkaitan dengan kondisi kecacatan anak,

apabila anak memiliki gangguan menelan atau yang lainnya maka aktivitas

makan ini dapat disesuaikan sedemikian rupa agar anak dapat melakukannya

32

Page 46: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

dengan nyaman, misalnya dengan memilihkan jenis makanan yang cair

sehingga anak dapat dengan mudah menelan. Selain itu untuk minum, ada

gelas khusus yang disediakan untuk anak CP ini, yaitu dengan memberikan

gelas/cangkir yang terbuat dari plastik, sehingga ketika anak berlatih untuk

minum sendiri, cangkir yang dipegangnya tidak khawatir akan pecah apabila

jatuh karena cangkir tersebut terbuat dari plastik. Dengan melatih anaknya

melakukan aktivitasnya dengan mandiri maka orang tua membantu terapis

menerapkan terapi praktis di rumah, dimana hal ini tentu saja membantu

mempercepat proses pemulihan kondisi kemampuan anak.

Peran serta keluarga khususnya orang tua dapat memudahkan anak

dalam melatih kemampuannya yang masih bisa dioptimalkan. Menurut Salim

(1982:201-202)dalam pendidikan keluarga setidaknya ada 12 teknik yang

dapat dilakukan oleh orang tua ialah:

1. Memberi contoh dan menyuruh anak CP mencontohnya, baik dalam

tingkah laku maupun melalui dongeng-dongeng, misalnya untuk

kegiatan sehari-hari orang tua dapat memberi contoh cara memakai

baju, setelah memberikan contoh anak diminta untuk melakukannya.

2. Membiasakan anak berbuat dan bersikap yang baik, karena kebiasaan

dapat mempengaruhi pembentukan kepribadian anak, misalnya dengan

berkata dengan sopan pada orang yang lebih tua.

3. Memberi dorongan dan motivasi, rangsangan dan penjelasan tertentu

kepada anak, agar timbul minat, semangat, kemauan dan usaha-usaha

33

Page 47: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

positif lainnya. Misalnya dengan membelikan mainan yang dapat

merangsang kemampuan motorik halusnya seperti menyusun balok-

balok, manik-manik dan sebagainya.

4. Memberi penjelasan tertentu yang berguna untuk memperluas

pengalaman, memenuhi kebutuhan dan hasrat ingin tahu anak.

Misalnya dengan mengajak anak berjalan-jalan ke kebun binatang,

orang tua dapat bercerita tentang binatang-binatang yang ada dan

menjelaskan bagaimana mereka makan, berkembang biak dan

sebagainya.

5. Menyuruh dan melarang melakukan sesuatu. Misalnya dengan

membiasakan anak melakukan kegiatan ibadah secara rutin contohnya

sholat 5 waktu, dan melarang anak untuk melakukan perbuatan yang

dilarang oleh agama.

6. Mendiskusikan dengan anak walaupun masalahnya bagi orangtua

sangat sederhana, misalnya mendiskusikan tempat untuk berlibur.

7. Memberi tugas dan tanggung jawab walaupun hanya sekedar

membaca doa sebelum tidur. Tugas yang lain misalnya dengan

mengikutsertakan anak dalam melakukan tugas-tugas rumah tangga,

tugas tersebut disesuaikan dengan kemampuan yang ia miliki. Dengan

diberikannya tugas sehari-hari maka anak akan belajar bertanggung

jawab.

34

Page 48: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

8. Memberi bimbingan. Misalnya dengan memberi tahu cara yang benar

pada anak bagaimana cara mengancingkan baju.

9. Mengajak berbuat sesuatu walaupun kondisi kecacatannya

menghambat, akan tetapi orangtua perlu memulai dari hal yang ringan

dan yang telah dikuasai oleh anak. Misalnya untuk kegiatan makan,

orang tua dapat mengajak anak makan bersama-sama dengan anggota

keluarga yang lain dan ketika mencobanya anak dibiarkan melakukan

sesuai dengan kemampuan yang telah ia kuasai.

10. Memberi kesempatan kepada anak untuk mencoba sesuatu, walaupun

kegiatan itu sangat sederhana seperti melakukan gerak tertentu untuk

memperbaiki posisi/sikap tubuh. Misalnya dalam penggunaan kursi

roda, di sekolah anak selalu diingatkan untuk menaruh kakinya diatas

sadel kursi agar kursi tersebut dapat berjalan dengan baik sehingga

anak akan lebih mudah melakukannya. Begitupun ketika dirumah,

orang tua sebaiknya mengingatkan pada anak apabila sikap kakinya

salah ketika menggunakan kursi roda. Sikap orang tua ini termasuk

pada penerapan praktis terapi okupasi di rumah.

11. Menciptakan situasi yang baik, meskipun orang tua sedang

menghadapi masalah sekalipun. Misalnya dengan tidak marah-marah

pada anak karena masalah yang sedang dihadapi orang tuanya.

35

Page 49: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

12. Mengadakan pengawasan dan pengecekan atas tugas yang menjadi

tanggung jawab anak. Misalnya dengan melatih dan mengawasi anak

ketika sedang makan.

Selain pendidikan keluarga, anak CP juga memperoleh pendidikan di

sekolah, baik pendidikan yang bersifat akademis seperti matematika, bahasa

dsb maupun pendidikan non akademis seperti contohnya pemberian terapi

bicara, terapi fisiologis dan terapi okupasi. Dalam hal ini jenis terapi yang di

berikan oleh sekolah pada anak CP dalam melatih kemampuan melakukan

kegiatan sehari-harinya (ADL) yaitu terapi okupasi.

2.3 Terapi Okupasi

2.3.1 Definisi Terapi Okupasi

Terapi okupasi (occupational therapy) merupakan

pengobatan/penyembuhan/pemulihan kondisi anak melalui kegiatan dan

kesibukan kerja. (Salim, 1982: 148)

Terapi okupasi adalah penyembuhan yang bersifat pemulihan dari

kondisi sakit, kondisi tuna, kondisi tidak mampu menjadi kondisi mampu

melalui kegiatan dan kesibukan kerja (Depdikbud, 1985/1986: 17).

Dari definisi Salim,1982 dijelaskan bahwa terapi okupasi sebagai

sarana pencegahan, dimaksudkan agar kelainan yang disandang anak CP tidak

semakin parah (terlokalisasikan). Sedangkan terapi okupasi sebagai sarana

36

Page 50: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

penyembuhan merupakan upaya meningkatkan dan memfungsikan potensi

secara maksimal dari otot syaraf sesuai dengan fungsinya. Memang kelainan

CP tidak mungkin tersembuhkan atau dapat menjadi normal kembali, namun

dengan terapi okupasi dapat meningkatkan kemampuan ke arah kondisi yang

lebih baik

2.3.2 Tujuan Terapi Okupasi

Tujuan dari terapi okupasi ini yaitu membantu pemulihan fisik ,

mental maupun sosial secara optimal di bidang perawatan diri (Self Care),

produktivitas atau kerja (productivity) serta aktivitas yang bersifat rekreasi

(leisure).

2.3.3 Peranan Terapi Okupasi

� Terapi okupasi sebagai sarana pencegahan

� Terapi okupasi sebagai sarana penyembuhan

� Terapi okupasi sebagai sarana penyesuaian diri

� Terapi okupasi sebagai sarana pengembangan kepribadian, pembawaan

dan kreativitas

� Terapi okupasi sebagai bekal hidup dalam masyarakat.

37

Page 51: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

2.3.4 Macam dan Kegiatan Terapi

Kegiatan terapi okupasi ini yaitu melatih kemampuan melakukan ADL

(Activity Daily Living) misalnya kegiatan: buang air kecil/besar, mengambil

kursi, berhias, makan dan minum, dll, PSA (Pre School Activities) misalnya

kegiatan: penggunaan alat sekolah, bermain, sosialisasi, dll, permainan dalam

olahraga dan seni yang bersifat rekreatif dan Crafts yaitu

kerajinan/keterampilan/prevocational. Pada penelitian ini, kegiatan terapi

okupasi difokuskan pada aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL), yaitu

kegiatan makan dan minum.

2.3.4.1 ADL (Activity Daily Living)

Aktivitas kehidupan sehari-hari perlu didahulukan dalam penyusunan

program terapi okupasi. Melalui ADL ini akan dapat ditentukan beberapa

kondisi penderita, baik kekuatan ototnya, hambatan geraknya maupun

kesulitan koordinasinya.

Latihan-latihan fungsional yang diadakan harus diarahkan kepada 4

objek sasaran, yang kesemuanya tak dapat dipisah-pisahkan dan merupakan

suatu kesatuan, yaitu: pendayagunaan tangan semaksimal mungkin, berbicara

yang cukup dimengerti, mampu bergerak dan berpindah tempat, dan mampu

mengadakan hubungan dengan pihak luar dan lingkungan.

38

Page 52: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Ruang lingkup latihan ADL bagi anak CP antara lain (Bleck, EE,

Nagel D.A.,1982; John Umbreit, 1983; Kiphard Ej, 1990) adalah sebagai

berikut:

1. Kegiatan di tempat tidur

2. Kegiatan di kursi roda

3. Kegiatan bepergian

4. Kegiatan perawatan diri sendiri

5. Kegiatan berpakaian

6. Kegiatan berdiri dan duduk

7. Kegiatan berjalan

8. Kegiatan menyimpan

9. Kegiatan pergaulan

10. Kegiatan makan dan minum. Kegiatan makan dan minum ini

dilakukan bertahap yaitu di awali dari mulai anak duduk di atas kursi

menghadap meja makan sampai berdoa setelah selesai makan.

Pada penelitian ini, aktivitas kehidupan sehari-hari yang diteliti adalah

kegiatan makan dan minum. Sebelum melakukan bimbingan dan latihan

makan dan minum, terlebih dahulu diketahui pola dan cara makan anak-anak

normal. Apabila ada kelainan, kelainan itulah yang dijadikan dasar untuk

menentukan cara melatihnya. Alasan mengapa kegiatan makan dan minum ini

yang dijadikan pengukuran dalam penelitian karena secara keseluruhan dalam

39

Page 53: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

terapi okupasi khususnya untuk ADL materi inilah yang paling ditekankan

pelatihannya.

2.3.4.2 Kemampuan ADL makan dan minum anak Cerebral Palsy tipe diplegia

Kemampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari (ADL) makan dan

minum pada anak cerebral palsy tipe diplegia tidak terlepas dari kegiatan

motoriknya. Menurut para ahli dan terapis, pemberian latihan dan terapi pada

anak CP ini sebaiknya dilakukan sejak dini karena apabila terapi baru

dilakukan ketika anak sudah besar maka akan semakin sulit dan menyakitkan

dan tentunya hal ini akan memperlambat proses pemulihan kondisi anak.

Pendapat para ahli dan terapis mengenai pemberian terapi sejak dini

sejalan dengan teori perkembangan motorik dari Hurlock. Menurut Hurlock

(1993:156) masa kanak-kanak merupakan saat ideal untuk mempelajari

keterampilan motorik, hal ini dikarenakan pertama, tubuh anak lebih lentur

ketimbang tubuh remaja atau orang dewasa, sehingga anak lebih mudah

menerima semua pelajaran. Kedua, anak belum banyak memiliki keterampilan

yang akan berbenturan dengan keterampilan yang baru dipelajarinya, maka

bagi anak mempelajari keterampilan yang baru lebih mudah. Ketiga, secara

keseluruhan anak lebih berani pada waktu kecil ketimbang telah besar. Oleh

karena itu, mereka lebih berani mencoba sesuatu yang baru. Hal yang

demikian menimbulkan motivasi yang diperlukan untuk belajar. Keempat,

apabila para remaja dan orang dewasa merasa bosan melakukan pengulangan,

40

Page 54: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

anak-anak menyenangi yang demikian. Oleh karena itu, anak bersedia

mengulangi suatu tindakan hingga pola otot terlatih untuk melakukannya

secara efektif. Kelima, karena anak memiliki tanggung jawab dan kewajiban

yang lebih kecil ketimbang yang akan mereka miliki pada waktu mereka

bertambah besar, maka mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk

belajar menguasai keterampilan ketimbang yang dimiliki remaja atau orang

dewasa.

Berdasarkan teori perkembangan dari Hurlock, ada beberapa hal yang

penting dalam mempelajari keterampilan motorik, yaitu:

1. Kesiapan belajar

Apabila pembelajaran itu dikaitkan dengan kesiapan belajar, maka

keterampilan yang dipelajari dengan waktu dan usaha yang sama oleh

orang yang sudah siap, akan lebih unggul ketimbang orang yang belum

siap untuk belajar.

2. Kesempatan belajar

Banyak anak yang tidak berkesempatan untuk mempelajari

keterampilan motorik karena hidup dalam lingkungan yang tidak

menyediakan kesempatan belajar atau karena orang tua takut hal yang

demikian akan melukai anaknya.

3. Kesempatan berpraktek

Anak harus diberi kesempatan untuk berpraktek sebanyak yang

diperlukan untuk menguasai suatu keterampilan. Meskipun demikian,

41

Page 55: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

kualitas praktek jauh lebih penting ketimbang kuantitasnya. Jika anak

berpraktek dengan model sekali pukul hilang, maka akan berkembang

kebiasaan kegiatan yang jelek dan gerakan yang tidak efisien. Dalam hal

ini khususnya orang tua dapat secara konsisten melatih kemampuan

motorik anaknya di rumah.

4. Model yang baik

Karena dalam mempelajari keterampilan motorik, meniru suatu

model memainkan peran yang penting, maka untuk mempelajari suatu

keterampilan dengan baik anak harus dapat mencontoh model yang baik.

5. Bimbingan

Untuk dapat meniru suatu model dengan betul, anak membutuhkan

bimbingan. Bimbingan juga membantu anak membetulkan suatu

kesalahan sebelum kesalahan tersebut terlanjur dipelajari dengan baik

sehingga sulit dibetulkan kembali.

6. Motivasi

Motivasi belajar penting untuk mempertahankan minat dari

ketertinggalan. Untuk mempelajari keterampilan, sumber motivasi

umumadalah kepuasan pribadi yang diperoleh anak dari kegiatan tersebut,

kemandirian, dan gengsi yang diperoleh dari kelompok sebayanya, serta

kompensasi terhadap perasaan kurang mampu dalam bidang lain

khususnya dalam tugas sekolah.

42

Page 56: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

7. Setiap keterampilan motorik harus dipelajari secara individu

Tidak ada hal-hal yang sifatnya umum perihal keterampilan tangan

dan keterampilan kaki. Melainkan, setiap jenis keterampilan mempunyai

perbedaan tertentu., sehingga setiap keterampilan harus dipelajari secara

individu. Sebagai contoh, memegang sendok untuk makan akan berbeda

dengan memegang crayon untuk mewarnai.

8. Keterampilan sebaiknya dipelajari satu demi satu

Dengan mencoba mempelajari berbagai mecam keterampilan

motorik secara serempak, khususnya apabila menggunakan kumpulan otot

yang sama, akan membingungkan anak dan akan menghasilkan

keterampilan yang jelek serta merupakan pemborosan waktu dan tenaga.

Apabila suatu keterampilan sudah dikuasai, maka keterampilan lain dapat

dipelajari tanpa menimbulkan kebingungan.

2.4 Kerangka pemikiran

Cerebral palsy adalah suatu kelayuhan atau gangguan gerak dan sikap

tubuh yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada jaringan otak yang belum

dewasa. Kerusakan pada jaringan otak ini dapat mempengaruhi sistem

motorik, kurangnya keseimbangan, kurangnya koordinasi, pola gerakan yang

abnormal atau kombinasi dari semua karakteristik ini

(Miller&Bachrach,1995:3).

43

Page 57: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Pada anak yang mengalami cerebral palsy tipe diplegia, kecacatan

yang terjadi lebih dominan menyerang kedua kakinya, sedangkan kedua

lengannya masih dapat dioptimalkan walaupun dalam keadaan kaku.

Walaupun memiliki keterbatasan dibandingkan dengan anak normal namun

anak-anak yang mengalami cerebral palsy tipe diplegia ini tetap harus dapat

berkembang sebagaimana individu-individu yang lain. Karena walaupun

mereka memiliki keterbatasan, mereka masih memiliki kemampuan atau

potensi yang dapat dikembangkan.

Dalam mengembangkan kemampuan anak cerebral palsy diplegia

dibutuhkan pendidikan khusus. Hal ini sesuai dengan salah satu kebutuhan

khusus anak CP yaitu memperoleh pendidikan khusus dan memperoleh

pelayanan rehabilitasi dan habilitasi guna mengurangi gangguan fungsi

sebagai dampak dari adanya kelainan CP (Salim, 1982: 136). Salah satu

bentuk pendidikan khusus yang diberikan yaitu terapi. Salah satu terapi yang

diberikan pada anak CP untuk melatih kemampuan melakukan kegiatan

sehari-harinya adalah terapi okupasi. Terapi okupasi adalah penyembuhan

yang bersifat pemulihan dari kondisi sakit, kondisi tuna, kondisi tidak mampu

menjadi kondisi mampu melalui kegiatan dan kesibukan kerja (Depdikbud,

1985/1986:17). Kegiatan terapi okupasi ini yaitu melatih kemampuan

melakukan ADL (Activity Daily Living) misalnya kegiatan: buang air

kecil/besar, mengambil kursi, berhias, makan dan minum, dll, PSA (Pre

School Activities) misalnya kegiatan: penggunaan alat sekolah, bermain,

44

Page 58: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

sosialisasi, dll, permainan dalam olahraga dan seni yang bersifat rekreatif dan

Crafts yaitu kerajinan/keterampilan/prevocational. Dalam program terapi

okupasi ini, kegiatan sehari-hari (ADL) makan dan minum adalah kegiatan

yang paling di tekankan, karena tujuan dari kegiatan ini yaitu anak dapat

membantu dirinya sendiri (self help) dan tidak tergantung pada bantuan orang

lain. Melalui ADL ini akan dapat di tentukan beberapa kondisi penderita, baik

kekuatan ototnya, kelainan fungsi ototnya, hambatan geraknya maupun

kesulitan koordinasinya.

Pelaksanaan terapi tidak hanya dilakukan oleh guru terapi di sekolah

tetapi juga dapat dilakukan oleh orang tua di rumah. Guru terapi sangat

mengharapkan peran serta orang tua dalam melatih kemampuan anaknya di

rumah, khususnya untuk kegiatan ADL makan dan minum, apalagi kegiatan

ADL makan dan minum banyak mempergunakan aktivitas rumah tangga

sebagai sarana dan objek dan dari 24 jam sehari waktu anak banyak

dihabiskan bersama orang tuanya dirumah dibandingkan di sekolah.

Peran serta orang tua dalam menghadapi anaknya yang mengalami

cerebral palsy yaitu dengan memberikan dukungan berupa dukungan sosial

dan dukungan untuk mandiri. Orang tua dapat memberikan dukungan sosial

pada anak berupa kasih sayang, perhatian dan penerimaan. Kasih sayang dari

orang tua yaitu misalnya dengan meluangkan waktu untuk anak menceritakan

pengalamannya di sekolah atau dengan menemani anak melakukan kegiatan

yang disukainya. Perhatian dari orang tua yaitu dengan mencari informasi

45

Page 59: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

mengenai apa itu cerebral palsy, bagaimana cara yang terbaik menanganinya,

bagaimana pemberian latihan praktis di rumah dan sebagainya. Dengan

mengetahui dengan jelas apa itu cerebral palsy dan bagaimana cara yang

terbaik dalam menangani anaknya tersebut di rumah maka orang tua akan tahu

dengan pasti bagaimana cara yang tepat mencapai pemulihan kondisi anaknya

tersebut. Selain memberikan perhatian dan kasih sayang bentuk dukungan

sosial yang lain yaitu dengan menerima kondisi anaknya yang mengalami

kecacatan akibat cerebral palsy. Bentuk penerimaan ini yaitu misalnya

dengan mengikutsertakan anak dengan kegiatan sosial di daerah tempat

tinggalnya atau kegiatan di sekolah, selain itu dengan memberikan pujian atas

apa yang dilakukan anaknya walaupun hal itu sangat ringan. Pemberian

dukungan sosial dari orang tua ini akan membuat anak merasa orang tuanya

“ada”, dan hal ini akan menimbulkan perasaan aman dalam diri individu. Rasa

aman ini penting karena akan mendasari proses yang akan di alami oleh

individu dalam tahap perkembangan selanjutnya (basic secure) (Bowlby

dalam Sarason 1983). Pemberian dukungan ini sangat penting karena

menurut Viola E. Cardwell dalam Pendidikan Bagi Anak Cerebral Palsy

beberapa karakteristik kepribadian anak CP yaitu memiliki rasa rendah diri

yang kuat, memiliki rasa takut yang berlebihan, perasaan tegang yang hebat

dan tidak adanya motivasi. Dengan adanya dukungan sosial ini maka orang

tua dapat sedikit demi sedikit menumbuhkan rasa percaya diri anak, dengan

rasa percaya diri ini pula anak akan berani mencoba melakukan sesuatu

46

Page 60: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

sendiri berdasarkan kemampuannya, seperti misalnya kemampuan makan dan

minum sendiri. Keberanian anak ini akan menimbulkan sikap mandiri pada

anak dan ketergantungannya terhadap orang lain sedikit demi sedikit akan

berkurang.

Selain memberikan dukungan sosial pada anak, orang tua juga harus

memberikan dukungan untuk mandiri. Salah satu bentuk perilaku orang tua

yang membuat anaknya yang mengalami cerebral palsy menjadi mandiri

adalah dengan membiarkan anak mencoba melakukan aktivitas kehidupan

sehari-harinya (ADL) sendiri sesuai dengan kemampuan yang ia miliki. Hal

ini sangat penting, karena dengan ini berarti orang tua melatih kemampuan

anaknya untuk dapat membantu dirinya sendiri (self help) dan tidak

tergantung secara penuh pada orang lain. Dengan melatih anak di rumah

berarti orang tua membantu pihak sekolah menerapkan latihan ADL secara

praktis di rumah. Penerapan latihan ADL praktis di rumah yaitu dengan

melatih anak untuk mandiri dan aktif dalam melakukan aktivitas

kehidupannya sehari-hari. Hal ini sangat penting karena dengan ini berarti

orang tua membantu perkembangan sistem motorik anak, membantu kekuatan

ototnya, membantu anak melatih koordinasi tubuh dan keseimbangan badan.

Selain itu dengan membiasakan anak berusaha dan tidak tergantung pada

orang lain berarti orang tua telah memberikan kepercayaan bagi anak untuk

dapat mengeksplorasi lingkungannya berdasarkan kemampuan yang ia miliki,

dengan kepercayaan yang diberikan ini maka anak akan memiliki keberanian

47

Page 61: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

untuk terus mencoba berusaha melakukan sesuatu bagi dirinya berdasarkan

kemampuan yang ia miliki.

Orang tua yang memberikan dukungan untuk mandiri dan dukungan

sosial bagi anaknya adalah orang tua yang responsif. Responsivitas orang tua

adalah orang tua yang mengerti kebutuhan anak dan berespon sesuai

kebutuhan anak dengan tepat (Tormmsdorf 1993). Dapat dijelaskan disini

bahwa responsivitas merupakan suatu bentuk pengertian serta respon yang

diberikan oleh orang tua sesuai dengan kebutuhan anak pada masa

perkembangannya. Dilihat dari tahap perkembangan anak cerebral palsy, usia

ini merupakan waktu dimana anak CP tersebut dapat mencapai kemampuan

fisiknya secara maksimum oleh karena itulah waktu ini merupakan suatu

kesempatan untuk melatih kemampuan anak secara maksimal

(Miller&Bachrach,1995:179). Responsivitas orang tua sangat di butuhkan

dalam hal ini. Di SLB D-D1 Mustang ini, banyak orang tua yang tidak

menyadari hal ini. Mereka lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan anaknya

dengan membantu secara penuh aktivitas sehari-hari anak dengan alasan

supaya cepat, tidak berantakan dan lain sebagainya. Padahal tindakan ini tidak

tepat karena akan menghambat proses pemulihan kondisi anak, dan membuat

anak menjadi tergantung dengan bantuan dari orang- orang yang ada di

sekitarnya. Selain itu dengan terbiasa memperlakukan anak secara tidak

mandiri akan membuat anak tidak memiliki kepercayaan pada dirinya sendiri

bahwa dirinya mampu melakukan suatu kegiatan sendiri tanpa bantuan dari

48

Page 62: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

orang lain. Hal ini akan membuat kemampuannya akan semakin tidak

berkembang dan motivasinya untuk berusaha melakukan kegiatan sehari-hari

dengan mandiri menjadi rendah.

Hal ini pula yang membuat hasil terapi okupasi khususnya untuk

latihan ADL makan dan minum yang telah diajarkan di sekolah hasilnya

belum memuaskan. Pihak sekolah menyebutkan, perkembangan anak yang di

nilai progresif hanya sekitar 20%. Untuk anak-anak yang berkembang secara

progresif ini di dukung oleh responsivitas orang tua dalam memantau

perkembangan anaknya dan juga melatih kemampuan anaknya di rumah.

Responsivitas orang tua tersebut yaitu dengan berkonsultasi pada guru terapi

tentang bagaimana keadaan anaknya, bagaimana kemajuan yang telah

dicapainya, apa yang harus mereka lakukan dalam menghadapi anaknya dsb.

Selain itu responsivitas orang tua dalam melatih kemampuan ADL anaknya di

rumah yaitu dengan membiarkan anak berusaha melakukan aktivitasnya

tersebut secara mandiri sesuai dengan batas kemampuan yang mereka miliki

tanpa banyak bantuan dari orang-orang yang ada disekitarnya, mengatur

posisi barang-barang di rumah agar anak merasa nyaman bergerak dalam

melatih kemampuan menggerakkan kakinya. Perhatian yang di berikan orang

tua dengan mencari informasi tentang seluk beluk perkembangan anaknya

merupakan dukungan sosial yang di berikan oleh orang tua pada anaknya.

Dengan mencari informasi tentang anaknya yang mengalami cerebral palsy

maka orang tua di harapkan dapat memenuhi kebutuhan anaknya dengan

49

Page 63: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

tepat, yaitu salah satunya dengan memberikan dukungan untuk mandiri.

Dengan memberikan dukungan pada anak untuk mandiri dalam melakukan

aktivitas kehidupannya sehari-hari, berarti orang tua melatih kemampuan

ADL (Activity Daily Living) anak sehingga anak dapat membantu dirinya

sendiri tanpa banyak tergantung pada bantuan orang lain selain itu dengan

membiarkan anak berusaha melakukan aktivitas sehari-harinya dengan

mandiri maka kekuatan otot anak akan semakin terlatih. Sehingga lambat laun

kemampuan anak dalam melakukan kegiatan sehari-hari akan semakin

membaik.

50

Page 64: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

51

Page 65: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

2.5 Hipotesis

Terdapat hubungan antara responsivitas orang tua dengan kemampuan

ADL (Activity Daily Living) makan dan minum anak cerebral palsy tipe

diplegia usia 8-11 tahun di SLB D-D1 Mustang Bandung. Hubungan tersebut

diuraikan sebagai berikut:

“Semakin tidak responsif orang tua maka semakin buruk kemampuan

ADL (Activity Daily Living) makan dan minum anak cerebral palsy tipe

diplegia”

52

Page 66: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

sejauhmana hubungan antara responsivitas orang tua dengan kemampuan

ADL (Activity Daily Living) makan dan minum anak Cerebral Palsy tipe

diplegia usia 8-11 tahun di SLB D-D1 Mustang Bandung.

Secara spesifik metoda yang digunakan adalah correlational study

(penelitian korelasional) yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan

tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam satu populasi. Dalam

penelitian ini ingin diketahui tingkat hubungan dari dua variabel penelitian

yang telah ditetapkan.

3.2 Identifikasi Variabel

Pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah:

a. Variabel pertama yaitu responsivitas orang tua

b. Variabel kedua yaitu kemampuan ADL (Activity Daily Living) makan

dan minum anak cerebral palsy tipe diplegia

53

Page 67: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

3.3 Operasionalisasi Variabel

Responsivitas orang tua

Responsivitas orang tua adalah orang tua yang memberikan dukungan

untuk mandiri dan dukungan sosial pada anaknya. Dukungan untuk mandiri

pada anak dengan cara memberikan kesempatan pada anak untuk berusaha

melakukan aktivitas kehidupannya sehari-hari sendiri sesuai dengan

kemampuan yang ia miliki tanpa banyak bantuan dari orang tua maupun orang

lain yang ada di sekitarnya. Aktivitas kehidupan sehari-hari yang dimaksud

yaitu kegiatan makan dan minum. Untuk kegiatan makan dan minum, orang

tua yang responsif akan membiarkan anak berusaha menyiapkan peralatan

makan dan minumnya sendiri, mencuci tangannya sendiri serta makan dan

minum sendiri tanpa disuapi.

Selain memberikan dukungan untuk mandiri, orang tua yang responsif

juga memberikan dukungan sosial pada anak, yaitu dengan memberikan

perhatian yang cukup, menerima kondisi anak dan memberikan kasih sayang.

Perhatian di sini dapat diartikan bagaimana orang tua mencari informasi

mengenai perkembangan anaknya yang mengalami cerebral palsy, mencari

informasi bagaimana cara menerapkan di rumah ajaran terapi yang telah di

berikan di sekolah, membimbing anak ketika di rumah, memilihkan suasana

yang nyaman bagi anak serta mengecek dan mengawasi tugas/tanggung jawab

anak ketika berada di rumah. Selain perhatian, dukungan sosial orang tua yang

lain yaitu menerima keadaan anak yaitu dengan mengikutsertakan anak

54

Page 68: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

dengan berbagai kegiatan di lingkungan sosialnya, baik lingkungan keluarga,

tempat tinggal dan lingkungan sekolahnya, memberikan pujian ketika anak

berusaha melakukan sesuatu hal yang positif serta memberikan kasih sayang

misalnya dengan meluangkan waktu untuk mendengarkan curahan hati anak,

menemani anak melakukan kegiatan yang disukainya, dan bertanya mengenai

hal-hal apa saja yang disukai anak.

Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

Kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak cerebral palsy adalah

aktivitas kehidupan sehari-hari yaitu makan dan minum. Kegiatan makan dan

minum ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu dimulai dengan mencuci

tangan sebelum makan, memegang sendok dan garpu, memegang sendok

dengan tangan kanan/kiri, makan dengan menggunakan jari, memasukkan

nasi kemulut mengunakan tangan/sendok, mengunyah dan menelan nasi,

menutup sendok dan garpu setelah makan, mencuci tangan, memegang

gelas/cangkir, memegang gelas/cangkir ke mulut, meneguk air, menyimpan

kembali pada tempat semula, merapikan peralatan makan sampai berdoa

setelah selesai makan.

55

Page 69: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

3.4 Populasi dan Sampel

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini diambil

sampel berjumlah 25 orang dari populasi orang tua dan murid SD SLB D-D1

Mustang Bandung yang berjumlah 63 orang. Adapun teknik yang digunakan

dalam pemilihan sampel ini adalah purposive sampling, artinya sampel yang

digunakan oleh peneliti berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan

tertentu yang telah di tetapkan (Suharsimi, 1998:128). Pengelompokkan

sampel anak CP ini tidak bisa secara murni homogen karena menurut (Miller

& Bachrach 1995:161) disebutkan bahwa sangat sulit untuk

mengelompokkan sejumlah individu dengan keadaan faktor fungsional yang

berbeda ke dalam satu kategori yang spesifik. Hal ini akan selalu tumpang

tindih antara satu jenis kecacatan CP dengan jenis kecacatan CP yang lainnya

dan akan menimbulkan pendapat yang berbeda tentang diagnosa yang

diberikan. Karena keterbatasan ini maka penulis mengelompokkan subjek

yang akan dijadikan sampel berdasarkan karateristik sebagai berikut:

Untuk anak cerebral palsy:

� Tinggal bersama dengan orang tua

� Termasuk dalam kelompok tipe diplegia

� Anak SD Usia 8-11 tahun, pada usia ini anak CP ada pada tahap

mampu mengembangkan kemampuan fisiknya secara maksimal.

(Miller&Bachrach (1995:179))

56

Page 70: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Untuk orang tua:

� Memiliki anak cerebral palsy tipe diplegia usia 8-11 tahun.

3.5 Alat Ukur

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, digunakan alat ukur

sebagai berikut:

3.5.1 Alat Ukur Responsivitas

Pengukuran responsivitas dibuat berdasarkan method of summated

ratings dari Likert, yaitu berupa pernyataan-pernyataan yang diarahkan

kepada perilaku responsif orang tua. Alat ukur yang digunakan untuk

mengukur responsivitas orang tua dalam penelitian ini menggunakan kisi-kisi

kegiatan makan dan minum alat ukur ADL SLB D-D1 Mustang Bandung,

kisi-kisi ini digunakan sebagai pedoman menyusun item tentang bagaimana

orang tua memberikan dorongan mandiri pada anak khususnya untuk kegiatan

makan dan minum. alat ukur ini terdiri dari 81 item yang terdiri dari

pernyataan positif dan negatif. Responden diminta untuk memilih salah satu

dari 4 alternatif jawaban yaitu: Selalu (SL), Sering (SR), Jarang (JR), dan

Tidak Pernah (TP).

Adapun rincian mengenai aspek-aspek responsivitas orang tua sebagai

berikut:

57

Page 71: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

No Aspek Sub Aspek Indikator Nomor Item 1

Dukungan

sosial

� Penerimaan

� Perhatian

� Kasih Sayang

1.Ayah/Ibu mengikutsertakan

anak dengan kegiatan sosial

(dilingkungan keluarga, rumah

dan sekolah)

2.Ayah/Ibu memberikan pujian

atas sesuatu yang anak lakukan

1.Ayah/Ibu mencari informasi

tentang cerebral palsy

2.Ayah/Ibu mencari informasi

tentang terapi okupasi

3Ayah/Ibu membimbing anak di

rumah

4.Ayah/Ibu memilihkan suasana

yang nyaman bagi anak di

rumah

5.Ayah/Ibu mengecek dan

mengawasi tugas/tanggung

jawab anak

1.Ayah/Ibu meluangkan waktu

untuk anak mengungkapkan

perasaannya

2.Ayah/Ibu bertanya mengenai hal

yang disukai anak

3.Ayah/Ibu menemani anak

melakukan kegiatan sehari-hari

30,59,68,2,60,69,

77,81,3,32,61

4,33

34,70,78,

6,35,63,71

7,8,37,9,38,

10,11,40

12,41,13,42,14

44,16,45

17,46

47,64,72,

79

19,65,73

20,49,66,74

58

Page 72: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

2

Dukungan

mandiri

� Kemandirian

sebelum

aktivitas

makan dan

minum

� Kemandirian

saat aktivitas

makan dan

minum

� Kemandirian

setelah

aktivitas

makan dan

minum

1.Ayah/Ibu membiarkan anak

berusaha menyiapkan peralatan

makan dan minumnya sendiri

2.Ayah/Ibu mengajarkan pada

anak bagaimana posisi duduk

yang benar di meja makan

3.Ayah/Ibu memberikan

kesempatan pada anak untuk

mencuci tangannya sendiri

1.Ayah/Ibu membiarkan anak

berusaha menuangkan

makanannya sendiri ke piring

2.Ayah/Ibu membiarkan anak

berusaha menyuapkan

makanannya sendiri ke mulut

3.Ayah/Ibu membiarkan anak

berusaha menuangkan

minumannya sendiri ke dalam

gelas

4.Ayah/Ibu membiarkan anak

berusaha mengangkat gelasnya

sendiri

1.Ayah/Ibu membiarkan anaknya

berusaha mencuci tangannya

sendiri setelah makan

2.Merapikan peralatan makan

21,67,75

22,51

23

24,53

25,54

55

27

28

29,58

Keterangan : Nomor bercetak tipis : Item Positif

Nomor Bercetak tebal : Item Negatif

59

Page 73: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Cara Penskoran:

Pada tiap jawaban telah disediakan 4 alternatif jawaban, mulai dari

Selalu (SL), Sering (SR), Jarang (JR), Tidak Pernah (TP). Untuk item negatif

skor yang diberikan adalah sebagai berikut:

Selalu (SL) : 1

Sering (SR) : 2

Jarang (JR) : 3

Tidak Pernah : 4

Sedangkan untuk item positif skor yang diberikan adalah sebagai

berikut:

Selalu (SL) : 4

Sering (SR) : 3

Jarang (JR) : 2

Tidak Pernah : 1

3.5.2 Alat Ukur Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

Pengukuran kemampuan ADL anak cerebral palsy adalah dengan

mengukur salah satu dari kegiatan ADL. Dalam penelitian ini kegiatan ADL

yang diukur adalah kegiatan makan dan minum. Pengukuran yang dilakukan

yaitu dengan menilai satu persatu tahap kemampuan anak dalam kegiatan

makan dan minum. Kemampuan anak dinilai berdasarkan penilaian: Dapat

60

Page 74: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

melaksanakan sendiri, dengan bantuan ringan, dengan bantuan penuh, hanya

ada respon saja, dan tidak ada respon. Batasan penilaian ini yaitu:

� Dapat melaksanakan sendiri: Anak dapat melakukan kegiatan makan

dan minum dari tahap awal sampai akhir tanpa bantuan dari orang lain

� Dengan bantuan ringan : Dalam melakukan tahap kegiatan makan dan

minum anak diberikan bantuan ringan dari orang lain, misalnya untuk

memegang sendok, terapis membantu anak dalam cara memegang

sendok, untuk seterusnya ketika anak tersebut sudah bisa memegang

sendok maka anak tersebut melanjutkan makannya sendiri

� Dengan bantuan penuh : Dalam melakukan kegiatan makan dan

minum dari tahap awal sampai akhir anak dibantu sepenuhnya oleh

terapis.

� Hanya ada respon saja : Anak hanya memberikan respon ketika

terapis memberikan instruksi untuk makan dan minum, respon tersebut

misalnya: menangis, menggelengkan kepala atau dengan

menengokkan kepala

� Tidak ada respon : Anak tidak memberikan respon apapun ketika

terapis memberikan instruksi untuk makan dan minum.

61

Page 75: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Pengukuran kemampuan ADL makan dan minum anak yaitu dengan

mengobservasi bersama terapis yang melakukan terapi okupasi pada materi

ADL anak cerebral palsy.

Adapun alat ukur ADL makan dan minum dari SLB D-D1 Mustang

Bandung, adalah sebagai berikut:

No Aktivitas yang dinilai

Dapat melaksanakan

sendiri

Dengan bantuan ringan

Dengan bantuan penuh

Hanya ada respon

Tidak ada respon

Skor 8 Skor 7 Skor 6 Skor 5 Skor 4

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11 12 13

Mencuci tangan sebelum makan Berdoa sebelum makan Memegang sendok garpu Memegang sendok dengan tangan kiri/kanan Makan dengan menggunakan jari tangan Memasukkan nasi ke mulut dengan menggunakan sendok Memasukkan nasi ke mulut menggunakan jari tangan Mengunyah dan menelan nasi Menutup sendok/garpu di atas piring setelah selesai makan Mencuci tangan pada tempat yang telah disediakan Memegang gelas/cangkir Mengangkat gelas/cangkir ke mulut Meneguk air

62

Page 76: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

14 15 16

Menyimpan kembali pada meja/pada tempat semula Merapikan setelah selesai makan Berdoa setelah selesai makan

Cara penskoran:

Pada lembar tes terdapat lima kriteria yang mengukur tiap tahap

kemampuan anak dalam kegiatan makan dan minum, kriteria tersebut adalah:

Tidak ada respon sama sekali : 4

Hanya ada respon/kemauan : 5

Bantuan penuh : 6

Bantuan ringan : 7

Dapat melaksanakan sendiri : 8

Selanjutnya, tahap penskoran dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan skor

tiap tahap kegiatan makan dan minum.

3.6 Uji Coba Alat Ukur

Suatu alat ukur yang baik harus memiliki validitas dan reliabilitas

yang teruji dengan norma. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat

validitas dan reliabilitas alat ukur pada subjek yang akan di ukur. Pada

umumnya tanda-tanda yang dipergunakan untuk menyatakan validitas dan

reliabilitas suatu alat ukur adalah melalui perhitungan angka-angka koefisien

63

Page 77: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

korelasi dari 0 sampai dengan 1,00. Kriteria yang digunakan untuk

menyeleksi item berdasarkan atas norma “Guilford” (dalam Muchkiar, 1992

: 197).

Nilai Tingkat Korelasi � 0,20 Sangat Rendah

0,21 – 0,40 Rendah 0,41 – 0,70 Sedang 0,71 – 0,90 Tinggi 0,91 – 1,00 Sangat Tinggi

3.6.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut

memiliki taraf kesesuaian dan ketetapan dalam melakukan penilaian atau

dengan kata lain apakah alat ukur tersebut sudah benar-benar mengukur apa

yang hendak diukur atau dinilai. Jadi suatu alat ukur dikatakan valid apabila

alat ukur tersebut mengukur apa yang hendak di ukur.

Untuk melihat derajat konsistensi digunakan teknik korelasi, yaitu

dengan mengkorelasikan antara skor keseluruhan subjek untuk item tersebut

dengan skor total item keseluruhan. Teknik korelasi yang digunakan yaitu

koefisien korelasi Rank Spearman. Alasan menggunakan teknik korelasi

tersebut karena data yang akan diperoleh melalui kedua alat ukur yang

digunakan berskala ordinal.

Untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut memiliki validitas, ada

beberapa langkah yang harus dilakukan.

64

Page 78: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

1. Melakukan skoring dari hasil try out yang sudah dilakukan.

2. Kemudian dicari nilai validitasnya (dilakukan dengan menggunakan

bantuan SPSS 10,0).

3. Apabila nilai validitasnya lebih besar dari nilai tabel maka item tersebut

valid begitu juga sebaliknya apabila nilai validitasnya lebih kecil dari nilai

tabel maka item tersebut tidak valid. Untuk melihat tabel dipergunakan

tabel P (Tabel Harga-harga Kritis rs koefisien korelasi Rangking

Spearman).

Berdasarkan hasil uji coba alat ukur Responsivitas Orangtua terdapat

13 item yang tidak valid kemudian item yang tidak valid tersebut

ditolak/dihilangkan.

Sedangkan berdasarkan hasil uji coba alat ukur Kemampuan ADL

terdapat 1 item yang tidak valid kemudian item tersebut ditolak/dihilangkan.

3.6.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat

ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan, yang menunjukkan sejauhmana

hasil pengukuran tetap konsisten (Djamaludin Ancok, 1989 : 22).

Reliabilitas untuk mengetahui sejauhmana alat ukur yang digunakan tersebut

memiliki taraf ketelitian, kepercayaan, kekonstanan ataupun kestabilan.

65

Page 79: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Untuk menguji reliabilitas digunakan teknik belah dua (Split half).

Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut (Djamaludin

Ancok, 1989 : 25):

a. Hanya item-item yang diterima (valid) yang dikumpulkan untuk dihitung.

b. Bagi item menjadi dua bagian atau belahan. Untuk membelah alat ukur

dilakukan dengan teknik ganjil-genap. Item yang bernomor ganjil menjadi

belahan pertama dan item yang bernomor genap menjadi belahan kedua.

c. Skor untuk item-item belahan pertama dijumlahkan, demikian halnya

dengan skor item-item belahan kedua sehingga akan diperoleh dua

belahan skor total.

d. Korelasikan skor total belahan pertama dengan skor total belahan kedua

dengan menggunakan teknik korelasi Rank Spearman (dilakukan dengan

menggunakan bantuan SPSS 10,0).

e. Angka korelasi keseluruhan dicari dengan mengkoreksi angka korelasi

yang diperoleh kedalam rumus berikut:

tt

tots

ttss r

rr

��

1)(2

Keterangan:

rs tot = Angka reliabilitas keseluruhan item

rs tt = Angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua.

66

Page 80: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Berdasarkan hasil uji coba alat ukur Responsivitas Orang tua diperoleh

nilai reliabilitas 0,972 berarti alat ukur ini memiliki taraf reliabilitas sangat

tinggi

Sedangkan berdasarkan hasil uji coba alat ukur Kemampuan ADL

diperoleh nilai reliabilitas 0,969 berarti alat ukur ini memiliki taraf reliabilitas

sangat tinggi.

3.7 Teknik Analisis

3.7.1 Uji Koefisien Korelasi Rank Spearman (rs)

Statistik uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi

Rank Spearman. Koefisien korelasi Rank Spearman digunakan untuk

mengukur seberapa besar korelasi antara dua variabel.

Dengan kata lain alasan menggunakan koefisien korelasi Rank

Spearman adalah:

1. Data yang akan diperoleh melalui kedua alat ukur yang digunakan

berskala ordinal.

2. Memiliki data berpasangan dalam satu unit pengamatan yaitu keluarga,

dimana subjek yang diamati adalah orang tua dan anak.

Adapun langkah-langkah perhitungan koefisien korelasi Rank

Spearman adalah sebagai berikut (Siegel, 1994 : 253-257)

67

Page 81: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

1. Memberi rangking hasil skor pada variabel X (Responsivitas Orang Tua)

mulai 1 sampai N, juga hasil skor pada variabel Y (Activity Daily living

(ADL)) mulai 1 sampai N

2. Daftarkan N subjek, beri setiap subjek rangking pada variabel X

(Responsivitas Orang Tua) dan Variabel Y (Activity Daily living (ADL))

disebelah nama subjek.

3. Menentukan harga di untuk setiap subjek dengan mengurangkan rangking

Y (Activity Daily living (ADL)) pada rangking X (Responsivitas Orang

Tua), kemudian kuadratkan harga itu untuk menentukan harga di2 masing-

masing subjek

4. Menjumlahkan harga di2 untuk mendapatkan � di

2

5. Menghitung rs dengan ketentuan:

a. Apabila tidak terdapat data yang berangka sama, maka rumus yang

digunakan adalah:

NN

dir

N

is �

����3

1

261

Keterangan:

rs = Koefisien korelasi Rank Spearman

N = Total pengamatan

di2 = Beda antara dua pengamatan berpasangan

68

Page 82: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

b. Apabila terdapat data yang berangka sama, maka perlu dilakukan koreksi

dengan menghitung faktor koreksi T, yaitu dengan rumus:

12

3 ttT ��

Keterangan:

t = Banyaknya observasi yang berangka sama pada suatu

ranking tertentu

c. Bila ranking yang berangka sama berjumlah banyak, maka rumus yang

digunakan dalam perhitungan adalah:

� �� � ���

�22

222

.2 yx

dyxr i

s

dimana:

�� ��

� xTNNx12

32

�� ��

� yTNNy12

32

3.7.2 Uji Signifikansi (rs)

Uji signifikansi ini digunakan untuk menentukan apakah variabel-

variabel berkorelasi (berhubungan). Signifikansi diuji dari rank yang

69

Page 83: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

bersangkutan. Untuk sampel berjumlah besar (N � 10), uji signifikansi rs

tersebut menggunakan rumus sebagai berikut (Siegel, 1994 : 262-263):

s

s rNrt��

�1

2

Kriteria penolakan Ho jika t hit > t tabel, dengan taraf signifikansi � =

0,05 dan dk = N-2. Untuk melihat t tabel dipergunakan tabel B (Tabel Harga-

harga Kritis t) untuk tes satu sisi. Untuk mengetahui berapa presentase

variabel satu memberikan kontribusi terhadap variabel dua maka digunakan

Coeficient determination dengan rumus sebagai berikut:

%1002 �� srd

3.7.3 Perhitungan Median

Kriteria untuk menentukan penilaian positif negatifnya responsivitas

orang tua dan kemampuan ADL (Activity Daily Living) digunakan

perhitungan median, karena data berskala ordinal. Skor tinggi adalah bila skor

berada diatas median dan skor rendah apabila skor berada dibawah median

atau sama dengan median.

Ketentuan untuk perhitungan median adalah sebagai berikut (Sudjana,

1996 : 78) :

1. Tentukan nilai kumulatif yaitu jumlah nilai dari setiap responden untuk

semua item pernyataan

70

Page 84: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

2. Susun data berdasarkan dari nilai yang terkecil sampai nilai yang terbesar

3. Jika banyaknya data berjumlah ganjil maka nilai median adalah nilai yang

paling tengah. Jika jumlahnya genap maka nilai median adalah nilai rata-

rata dua data yang paling tengah.

3.8 Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap Persiapan

� Melakukan observasi awal di SLB D-D1 Mustang Bandung untuk

membicarakan masalah perizinan dan menemukan permasalahan yang

dihadapi oleh pihak sekolah khususnya bagian terapi okupasi tentang

kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak-anak cerebral palsy.

� Melakukan studi kepustakaan

� Mempersiapkan surat izin yang diperlukan untuk melakukan

penelitian dari pihak Fakultas Psikologi UNISBA

� Menyusun usulan rancangan penelitian sesuai dengan masalah yang

akan diteliti

� Menetapkan populasi dan sampel penelitian, serta teknik sampling

yang akan digunakan

� Menetapkan design penelitian dan alat ukur yang akan digunakan

dalam penelitian

71

Page 85: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

� Melakukan uji coba alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian

untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan

dalam penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan/Pengumpulan data

a. Pengumpulan data responsivitas orang tua

� Menemui bagian terapi okupasi untuk mendapatkan daftar nama

responden yang sesuai dengan karakteristik yang telah di tentukan

� Menemui responden dan memberikan penjelasan mengenai

maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan dan memohon

kesediaan subjek untuk dijadikan sebagai responden dalam

penelitian ini, kemudian mereka diberi petunjuk mengenai tata cara

pengisian kuesioner.

� Melaksanakan pengambilan data yaitu subjek diminta untuk

mengisi kuesioner yang telah disediakan dan dilakukan secara

individual

b. Pengumpulan data kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak

cerebral palsy

� Menemui bagian terapi okupasi untuk mendapatkan data dari

responden yang sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan

72

Page 86: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

� Memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian

yang dilakukan dan memohon kesediaan subjek untuk dijadikan

sebagai responden.

� Melakukan pengambilan data observasi kemampuan ADL (Activity

Daily Living) makan dan minum anak cerebral palsy tipe diplegia

usia 8-11 tahun bersama terapis.

3. Tahap Pengolahan Data

� Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden

� Melakukan skoring dengan menilai setiap hasil kuesioner yang

telah diisi oleh responden dan meranking data yang diperoleh pada

setiap alat ukur tersebut

� Menghitung, mentabulasikan data yang diperoleh, kemudian

memasukannya kedalam tabel data

� Melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik

untuk menguji hipotesis penelitian dan korelasi antara variabel

penelitian.

4. Tahap Pembahasan

� Menginterpretasikan hasil analisis statistik yang dibahas

berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang digunakan

73

Page 87: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

� Merumuskan kesimpulan hasil penelitian dengan mengajukan

saran-saran yang ditujukan untuk perbaikan dan kesempurnaan

penelitian.

3.9 Hipotesis Statistik

Hipotesis penelitian yang telah disebutkan pada Bab II diturunkan

menjadi hipotesis statistik sebagai berikut:

� H 0 : rs � 0, Tidak ada hubungan yang positif antara Responsivitas Orang

Tua dengan kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

pada anak Cerebral Palsy tipe Diplegia Usia 8-11 tahun di SLB D-D1

Mustang Bandung.

� H 1 : rs > 0, Ada hubungan yang positif antara Responsivitas orang Tua

dengan kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum pada

anak Cerebral Palsy tipe Diplegia Usia 8-11 tahun di SLB D-D1 Mustang

Bandung.

Dengan Sub Hipotesis sebagai berikut:

1. Dukungan Sosial

� H 0 : rs � 0, Tidak ada hubungan yang positif antara Responsivitas

Orang Tua dalam memberikan Dukungan Sosial dengan kemampuan

ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum pada anak Cerebral

Palsy tipe Diplegia Usia 8-11 tahun di SLB D-D1 Mustang Bandung.

74

Page 88: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

� H 1 : rs > 0, Ada hubungan yang positif antara Responsivitas orang

Tua dalam memberikan Dukungan Sosial dengan kemampuan ADL

(Activity Daily Living) Makan dan Minum pada anak Cerebral Palsy

tipe Diplegia Usia 8-11 tahun di SLB D-D1 Mustang Bandung

2. Dukungan Mandiri

� H 0 : rs � 0, Tidak ada hubungan yang positif antara Responsivitas

Orang Tua dalam memberikan Dukungan untuk Mandiri dengan

kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum pada

anak Cerebral Palsy tipe Diplegia Usia 8-11 tahun di SLB D-D1

Mustang Bandung.

� H 1 : rs > 0, Ada hubungan yang positif antara Responsivitas orang

Tua dalam memberikan Dukungan untuk mandiri dengan kemampuan

ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum pada anak Cerebral

Palsy tipe Diplegia Usia 8-11 tahun di SLB D-D1 Mustang Bandung

75

Page 89: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana derajat

hubungan antara Responsivitas Orang Tua dengan Kemampuan ADL (Activity

Daily Living) Makan dan Minum anak Cerebral Palsy Tipe Diplegia Usia 8-

11 tahun di SLB D-D1 Mustang Bandung. Pada bab ini akan dibahas

mengenai hasil-hasil pengolahan data dilengkapi dengan pembahasan yang

didasari oleh hasil perhitungan statistik, pengujian hipotesis serta penjelasan-

penjelasan teoritis.

Perhitungan statistik yang digunakan adalah Uji Rank Spearman (rs),

yaitu melihat hubungan antara:

1. Responsivitas Orang Tua dengan Kemampuan ADL (Activity Daily

Living) Makan dan Minum

2. Responsivitas Orang Tua dalam memberikan Dukungan Sosial dengan

Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

3. Responsivitas Orang Tua dalam memberikan Dukungan untuk Mandiri

dengan Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

76

Page 90: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

4.1 HASIL DAN PENGOLAHAN DATA

4.1.1 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Responsivitas Orang Tua

dengan Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan

Minum

a. Hipotesis Statistik

Ho : rs � 0 :

Tidak terdapat hubungan yang positif antara Responsivitas Orang

Tua dengan Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan

Minum

H1 : rs > 0 :

Terdapat hubungan yang positif antara Responsivitas Orang Tua

dengan Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

b. Kriteria Penolakan

Ho ditolak jika thit > ttab yang berarti H1 diterima

Ho diterima jika thit < ttab yang berarti H1 ditolak

Dengan taraf signifikansi � = 0,05 dan dk = N-2

77

Page 91: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

c. Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.1

Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Responsivitas Orang Tua dengan

Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

anak Cerebral Palsy tipe Diplegia

Kriteria Pengujian Tolak Ho jika thit > ttab

Dk = N-2 (lihat tabel B)

Variabel Hasil Uji Kesimpulan Responsivitas Orang Tua dengan Kemampuan ADL

(Activity Daily Living) makan dan minum

rs = 0,539 thit = 3,069 ttab = 1,714

Ho ditolak, terdapat hubungan antara

responsivitas orang tua dengan kemampuan ADL

(Activity Daily Living) makan dan minum

d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik

Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.1) diperoleh thit > ttab

dengan taraf signifikansi 0,05 dan dk = 23 sehingga H0 ditolak dan H1

diterima dengan rs = 0,539 yang menurut tabel Guilford (dalam

Muchkiar, 1992 : 197) termasuk kedalam kriteria derajat korelasi

sedang. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan positif

antara Responsivitas Orang Tua dengan Kemampuan ADL (Activity

Daily Living) Makan dan Minum anak Cerebral Palsy Tipe Diplegia

Usia 8-11 tahun di SLB D-D1 Mustang Bandung, artinya semakin

tidak responsif orang tua maka semakin buruk kemampuan ADL

makan dan minum anak cerebral palsy tipe diplegia.

78

Page 92: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Responsivitas orang tua memberikan kontribusi sebesar 29,05%

terhadap kemampuan ADL (Activity Daily Living) makan dan minum.

Hal ini menandakan masih ada variabel-variabel di luar responsivitas

orang tua yang memberikan kontribusi pada kemampuan ADL

(Activity Daily Living) makan dan minum anak cerebral palsy tipe

diplegia sebesar 70,95%.

4.1.2 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Responsivitas Orang Tua

dalam memberikan Dukungan Sosial dengan Kemampuan ADL

(Activity Daily Living) Makan dan Minum

a. Hipotesis Statistik

Ho : rs � 0 :

Tidak terdapat hubungan yang positif antara Responsivitas

Orang Tua dalam memberikan Dukungan Sosial dengan

Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

H1 : rs > 0 :

Terdapat hubungan yang positif antara Responsivitas Orang

Tua dalam memberikan Dukungan Sosial dengan Kemampuan

ADL (Activity Daily Living) makan dan minum

b. Kriteria Penolakan

Ho ditolak jika thit > ttab yang berarti H1 diterima

Ho diterima jika thit < ttab yang berarti H1 ditolak

79

Page 93: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Dengan taraf signifikansi � = 0,05 dan dk = N-2

c. Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.2

Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Responsivitas Orang Tua dalam

memberikan Dukungan Sosial dengan Kemampuan ADL (Activity Daily Living)

Makan dan Minum anak cerebral palsy Tipe Diplegia

Kriteria Pengujian Tolak Ho jika thit > ttab

Dk = N-2 (lihat tabel B)

Variabel Hasil Uji Kesimpulan Responsivitas Orang Tua

(Dukungan Sosial) dengan Kemampuan ADL

(Activity Daily Living) makan dan minum

rs = 0,490 thit = 2,696 ttab = 1,714

Ho ditolak, terdapat hubungan antara

responsivitas orang tua (dukungan sosial) dengan

kemampuan ADL (Activity Daily Living) makan dan

minum

d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik

Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.2) diperoleh thit > ttab

dengan taraf signifikansi 0,05 dan dk = 23 sehingga H0 ditolak dan H1

diterima dengan rs = 0,490 yang menurut tabel Guilford (dalam

Muchkiar, 1992 : 197) termasuk kedalam kriteria derajat korelasi

sedang. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan positif

antara Responsivitas Orang Tua dalam memberikan Dukungan Sosial

dengan Kemampuan ADL (Activity Daily Living) makan dan minum

anak Cerebral Palsy Tipe Diplegia Usia 8-11 tahun di SLB D-D1

80

Page 94: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Mustang Bandung, artinya semakin tidak responsif orang tua dalam

memberikan dukungan sosial maka semakin buruk kemampuan ADL

makan dan minum anak cerebral palsy tipe diplegia.

Responsivitas orang tua dalam memberikan dukungan sosial

memberikan kontribusi sebesar 24,01% terhadap kemampuan ADL

(Activity Daily Living) makan dan minum. Hal ini menandakan masih

ada variabel-variabel di luar responsivitas orang tua dalam

memberikan Dukungan Sosial yang memberikan kontribusi pada

kemampuan ADL (Activity Daily Living) makan dan minum anak

cerebral palsy tipe diplegia sebesar 75,99%.

4.1.3 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Responsivitas Orang Tua

dalam memberikan Dukungan untuk Mandiri dengan

Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

a. Hipotesis Statistik

Ho : rs � 0 :

Tidak terdapat hubungan yang positif antara Responsivitas Orang

Tua dalam memberikan Dukungan untuk Mandiri dengan Kemampuan

ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

81

Page 95: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

H1 : rs > 0 :

Terdapat hubungan yang positif antara Responsivitas Orang Tua

dalam memberikan Dukungan untuk Mandiri dengan Kemampuan

ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

b. Kriteria Penolakan

Ho ditolak jika thit > ttab yang berarti H1 diterima

Ho diterima jika thit < ttab yang berarti H1 ditolak

Dengan taraf signifikansi � = 0,05 dan dk = N-2

c. Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.3

Hasil uji korelasi Responsivitas Orang Tua dalam memberikan Dukungan

untuk Mandiri dengan Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan

Minum anak cerebral palsy Tipe Diplegia

Kriteria Pengujian Tolak Ho jika thit > ttab

Dk = N-2 (lihat tabel B)

Variabel Hasil Uji Kesimpulan Responsivitas Orang Tua

(Dukungan Mandiri) dengan Kemampuan ADL

(Activity Daily Living) makan dan minum

rs = 0,523 thit = 2,943 ttab = 1,714

Ho ditolak, terdapat hubungan antara

responsivitas orang tua (dukungan mandiri)

dengan kemampuan ADL (Activity Daily Living)

makan dan minum

82

Page 96: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik

Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.3) diperoleh thit > ttab

dengan taraf signifikansi 0,05 dan dk = 23 sehingga H0 ditolak dan H1

diterima dengan rs = 0,523 yang menurut tabel Guilford (dalam

Muchkiar, 1992 : 197) termasuk kedalam kriteria derajat korelasi

sedang. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan positif

antara Responsivitas Orang Tua dalam memberikan Dukungan untuk

Mandiri dengan Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan

Minum anak Cerebral Palsy tipe diplegia Usia 8-11 tahun di SLB D-

D1 Mustang Bandung, artinya semakin tidak responsif orang tua

dalam memberikan dukungan untuk mandiri maka semakin buruk

kemampuan ADL makan dan minum anak cerebral palsy tipe

diplegia.

Responsivitas orang tua dalam memberikan dukungan untuk

mandiri memberikan kontribusi sebesar 27,35% terhadap kemampuan

ADL (Activity Daily Living) makan dan minum. Hal ini menandakan

masih ada variabel-variabel di luar responsivitas orang tua dalam

memberikan dukungan untuk mandiri yang memberikan kontribusi

pada kemampuan ADL (Activity Daily Living) makan dan minum anak

cerebral palsy tipe diplegia sebesar 72,65%.

83

Page 97: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

4.2 HASIL PERHITUNGAN BERDASARKAN PERHITUNGAN

MEDIAN

Tabel 4.2

Responsivitas (X) Responsif Tdk responsif

TotalActivity Daily Living (Y)

F % F % F %Baik 6 24 1 4 7 28

Buruk 6 24 12 48 18 72Total 12 48 13 52 25 100

Tabel diatas memperlihatkan hubungan antara responsivitas orang tua

dengan kemampuan ADL (Activity Daily Living) makan dan minum.

Berdasarkan hasil dapat terlihat bahwa dari 25 orang siswa SLB D-D1

Mustang Bandung yang berusia 8-11 tahun, diperoleh hasil sebagi berikut:

Dari 25 (100%) siswa, yang orang tuanya responsif dan kemampuan ADL

makan dan minum anaknya baik terdapat 6 (24 %) siswa, untuk anak yang

orang tuanya tidak responsif dan kemampuan ADL makan dan minum

anaknya buruk sebanyak 12 (48 %) siswa, sehingga dapat dikatakan bahwa

siswa yang orang tuanya tidak responsif akan cenderung memiliki

kemampuan ADL makan dan minum yang buruk pula. Sebaliknya, untuk

anak yang orang tuanya responsif maka kemampuan ADL makan dan minum

anaknya baik pula. Namun berdasarkan data hasil perhitungan statistik

terdapat 6 (24%) anak yang orang tuanya responsif namun kemampuan ADL

makan dan minum anaknya buruk, dan terdapat juga 1 (4%) anak yang orang

84

Page 98: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

tuanya tidak responsif namun kemampuan ADL makan dan minum anaknya

baik.

4.3 PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian di SLB D-D1 Mustang Bandung,

hubungan antara responsivitas orang tua dengan kemampuan ADL makan dan

minum anak cerebral palsy tipe diplegia memiliki korelasi yang positif yaitu

sebesar rs = 0,539 yang menurut tabel Guilford (dalam Muchkiar, 1992 : 197)

termasuk kedalam kriteria derajat korelasi sedang. Dari hasil tersebut dapat

dinyatakan terdapat hubungan positif antara Responsivitas Orang Tua dengan

Kemampuan ADL (Activity Daily Living) makan dan minum anak Cerebral

Palsy Tipe Diplegia Usia 8-11 tahun di SLB D-D1 Mustang Bandung, artinya

semakin tidak responsif orang tua maka semakin buruk kemampuan ADL

makan dan minum anak cerebral palsy tipe diplegia.

Responsivitas orang tua memberikan kontribusi sebesar 29,05%

terhadap kemampuan ADL (Activity Daily Living) makan dan minum. Hal ini

menandakan masih ada variabel-variabel di luar responsivitas orang tua yang

memberikan kontribusi pada kemampuan ADL (Activity Daily Living) makan

dan minum anak cerebral palsy tipe diplegia sebesar 70,95%.

Orang tua yang tidak responsif adalah perilaku orang tua yang tidak

peka menangkap sinyal-sinyal kebutuhan anak, akibatnya mereka tidak

berespon secara tepat. Untuk orang tua anak CP, orang tua yang tidak

85

Page 99: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

responsif yaitu kurang memberikan perhatian pada anaknya seperti tidak

mencari tahu tentang seluk beluk anak CP, bagaimana penanggulangannya

dan cara menghadapinya. Hal ini tidak dilakukan orang tua karena alasan

sibuk, tidak tahu dan sebagainya. Hal ini membuat mereka memperlakukan

anak berdasarkan penampakan fisiknya saja, mereka lebih memilih melayani

segala kebutuhan anak tanpa membiarkan anak berusaha menolong dirinya

sendiri, akibatnya anak menjadi tidak terbiasa melakukan segala sesuatu

dengan mandiri dan kemampuannya sama sekali tidak terlatih dengan baik.

Selain tidak memberikan perhatian dan membiasakan anak mandiri, orang tua

yang tidak responsif juga tidak mencurahkan kasih sayangnya pada anak,

seperti kurang meluangkan waktu untuk anak mengungkapkan perasaannya,

jarang menemani anak melakukan kegiatan yang disukainya sehingga hal ini

menimbulkan kedekatan yang kurang antara orang tua dan anak. Selain itu

orang tua yang tidak responsif tidak mampu menerima kondisi anak Mereka

jarang mengikutsertakan anak dalam kegiatan-kegiatan sosial, jarang

memberikan pujian pada anak ketika anak telah berhasil melakukan sesuatu

hal yang positif. Hal ini akan semakin mempertajam rasa rendah diri pada

anak tersebut.

Sebaliknya untuk orang tua yang responsif, mereka memberikan

perhatian, kasih sayang dan menerima kondisi anak dengan segala

keterbatasannya. Mereka mencari tahu tentang berbagai hal mengenai CP dari

berbagai sumber dan tidak menyerahkan proses pemulihan kondisi anak

86

Page 100: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

sepenuhnya pada sekolah. Selain itu orang tua yang responsif juga menemani

anak dalam melakukan kegiatan yang disukainya, mengikutsertakan anak

dalam berbagai kegiatan sosial karena mereka yakin anaknya mampu

menyesuaikan diri dengan anak-anak normal lainnya walaupun kondisinya

berbeda. Dengan memberikan perhatian, kasih sayang dan penerimaan, orang

tua telah memberikan rasa aman dan nyaman pada anak, dimana hal ini dapat

menjadi modal bagi anak untuk mengeksplorasi lingkungannya dengan bebas

tanpa takut merasa terancam dan tersakiti. Karena mereka yakin bahwa orang

tuanya “ada” ketika mereka butuhkan. Selain itu orang tua yang responsif juga

memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan segala aktivitas

kehidupannya dengan mandiri, seperti kegiatan makan dan minum, mereka

tidak membiarkan anak terbiasa disuapi karena mereka tidak mau seumur

hidupnya anak tersebut bergantung pada orang-orang yang ada di

sekelilingnya.

Dari hasil penelitian juga tampak bahwa pada tiap aspek responsivitas

orang tua memberikan kontribusi yang berbeda-beda pada kemampuan ADL

(Activity Daily Living) makan dan minum. Untuk aspek dukungan mandiri

didapatkan nilai rs = 0,523 yang menunjukkan adanya hubungan positif yang

signifikan antara variabel responsivitas orang tua dalam memberikan

dukungan untuk mandiri dengan kemampuan ADL makan dan minum anak

CP tipe diplegia. Dengan demikian hipotesis penelitian yang diajukan dapat

diterima yaitu semakin tidak responsif orang tua dalam memberikan

87

Page 101: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

dukungan mandiri maka semakin buruk kemampuan ADL makan dan minum

anak cerebral palsy tipe diplegia. Menurut klasifikasi hubungan yang

dikemukakan Guilford, bahwa nilai koefisien korelasi (rs) yang didapat dalam

penelitian ini termasuk dalam hubungan dengan derajat sedang. Hal tersebut

menunjukkan bahwa responsivitas orang tua dalam memberikan dukungan

untuk mandiri memiliki hubungan yang signifikan dalam terbentuknya

kemampuan ADL makan dan minum anak CP tipe diplegia. Aspek dukungan

mandiri memberikan kontribusi sebesar 27,35% terhadap kemampuan ADL

makan dan minum anak CP tipe diplegia. Hal ini menunjukkan masih ada

faktor lain selain responsivitas orang tua dalam memberikan dukungan untuk

mandiri pada anak CP yang berperan pada kemampuan ADL makan dan

minum yaitu sebesar 72,65%.

Selain aspek dukungan mandiri, aspek lain yang juga berperan adalah

aspek dukungan sosial. Berdasarkan pengolahan data uji statistik korelasi

antara dukungan sosial orang tua dengan kemampuan ADL (Activity Daily

Living) makan dan minum anak cerebral palsy tipe diplegia di SLB D-D1

Mustang Bandung, didapatkan nilai rs = 0,490 yang menunjukkan adanya

hubungan positif yang signifikan antara variabel responsivitas orang tua

dalam memberikan dukungan sosial dengan kemampuan ADL makan dan

minum anak CP diplegia. Dengan demikian hipotesis penelitian yang diajukan

dapat diterima yaitu semakin tidak responsif orang tua dalam memberikan

dukungan sosial maka semakin buruk kemampuan ADL makan dan minum

88

Page 102: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

anak cerebral palsy tipe diplegia. Sebaliknya semakin responsif orang tua

dalam memberikan dukungan sosial maka semakin baik kemampuan ADL

makan dan minum anak CP tipe diplegia. Menurut klasifikasi hubungan yang

dikemukakan Guilford, bahwa nilai koefisien korelasi (rs) yang didapat dalam

penelitian ini termasuk dalam hubungan dengan derajat sedang. Hal tersebut

menunjukkan bahwa responsivitas orang tua dalam memberikan dukungan

sosial memiliki hubungan yang signifikan dalam terbentuknya kemampuan

ADL makan dan minum anak CP tipe diplegia. Aspek dukungan sosial

memberikan kontribusi sebesar 24,01% terhadap kemampuan ADL makan

dan minum. Hal ini menunjukkan masih ada faktor lain selain responsivitas

orang tua dalam memberikan dukungan sosial pada anak CP yang berperan

pada kemampuan ADL makan dan minum yaitu sebesar 75,99%.

Orang tua yang tidak responsif tidak memberikan dukungan mandiri

pada anaknya, mereka tidak memberikan kesempatan pada anak untuk

berusaha melakukan aktivitas kehidupannya dengan mandiri sesuai dengan

kemampuan yang anak miliki, mereka lebih memilih untuk membantu dan

melayani segala keperluan anak karena mereka beranggapan bahwa anaknya

tidak mampu melakukan hal tersebut. Untuk kegiatan makan dan minum,

orang tua lebih memilih untuk menyiapkan piring dan gelas di meja makan

untuk anak tanpa membiarkan anak berusaha mengambilnya sendiri ketempat

piring selain itu orang tua masih menyuapi anak dengan alasan anaknya tidak

mampu malah akan membuat berantakan sehingga waktu makan menjadi

89

Page 103: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

lama. Hal ini dibuktikan dari data kuesioner 25 orang responden, yang masih

menyediakan piring makan untuk anaknya yaitu Selalu 36% dan Sering 12%,

orang tua yang Selalu menuangkan makanan ke piring anaknya 36% dan 28%

menjawab Sering, dan untuk orang tua yang masih Selalu menyuapi anaknya

ketika makan sebanyak 32%. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak

orang tua yang masih kurang memberikan kesempatan kepada anaknya untuk

mencoba melakukan aktivitas kehidupannya sendiri. Dengan tidak

memberikan kesempatan pada anak untuk mencoba melakukan aktivitas

kehidupannya dengan mandiri maka anak menjadi tidak terbiasa

melakukannya sendiri, tidak terbiasa mengatasi kesulitan yang mereka hadapi

sehingga otot-otot nya menjadi kaku dan semakin sulit melakukan aktivitas

yang lainnya. Mereka menjadi semakin tergantung dengan orang tua dan

orang lain yang ada disekitarnya. Latihan kemampuan fisik pada anak CP usia

ini sangat penting, karena menurut Miller & Bachrach (1995:179) pada usia

ini anak CP sedang ada pada tahap perkembangan mampu mengembangkan

kemampuan fisiknya secara maksimal. Maka sangat disayangkan jika

kemampuan anak pada usia ini tidak dilatih semaksimal mungkin.

Orang tua yang tidak responsif pada anaknya kurang memberikan

dukungan sosial. Dukungan sosial ini yaitu memberikan perhatian,

mencurahkan kasih sayang dan menerima keberadaan anak dengan kondisi

kecacatannya. Orang tua yang tidak responsif kurang memberikan perhatian

pada anaknya, bentuk perhatian ini yaitu kurang mencari informasi tentang

90

Page 104: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

anaknya yang mengalami kelainan cerebral palsy, kurang mencari informasi

tentang bagaimana cara menghadapi anaknya, kurang mencari informasi

tentang cara menerapkan latihan praktis di rumah sehingga mereka

memperlakukan anaknya sesuai dengan keadaan fisiknya yang cacat, mereka

beranggapan bahwa informasi tentang seluk beluk cerebral palsy cukup

mereka dapatkan dari sekolah saja sedangkan mereka hanya menghubungi

pihak sekolah hanya pada setiap akhir semester yaitu pada saat pembagian

raport, hal ini terbukti dari data kuesioner bahwa sebanyak 40% orang tua

masih berpikir bahwa informasi mengenai cerebral palsy cukup mereka

dapatkan dari guru terapi di sekolah saja, selain itu orang tua yang kurang

perhatian juga kurang membimbing anak ketika di rumah, kurang

memberikan suasana yang nyaman ketika anak berada di rumah dan kurang

mengecek dan mengawasi tugas/tanggung jawab anak ketika berada di rumah.

Hal ini dibuktikan dari data kuesioner bahwa 80% orang tua masih

membiarkan anak belajar sendiri dari lingkungan tentang bagaimana

melakukan kegiatan sehari-harinya, tanpa mereka bimbing di rumah, selain itu

40% orang tua masih membiarkan anaknya bergerak di rumah tanpa mengatur

posisi barang yang ada, hal ini akan menyulitkan anak untuk belajar bergerak

sehingga anak akan malas untuk melatih kemampuannya.

Selain perhatian, dukungan sosial yang lain yaitu kasih sayang dan

penerimaan. Orang tua yang tidak responsif kurang mencurahkan kasih

sayang pada anaknya, hal ini disebabkan karena kesibukan mereka. Karena

91

Page 105: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

kesibukannya orang tua jarang meluangkan waktu bersama anaknya untuk

melakukan suatu aktivitas bersama, kurang meluangkan waktu untuk anak

mencurahkan segala perasaannya. Sehingga anak lebih sering mencurahkan

perasaannya pada orang lain, seperti kepada nenek atau teman-temannya. Hal

ini dibuktikan dari data kuesioner bahwa sebanyak 32% orang tua yang

membiarkan anak mencurahkan perasaannya pada orang lain dan tidak pada

orang tuanya sendiri. Selain itu juga orang tua yang kurang responsif kurang

menerima keberadaan anaknya yang cacat, sehingga mereka tidak pernah

mengikutsertakan anak dengan kegiatan di lingkungan sosialnya. Kegiatan di

lingkungan sosial misalnya arisan, piknik bersama dsb. Mereka hanya

mengikutsertakan anak untuk kegiatan pokoknya saja di sekolah yaitu belajar,

hal ini dibuktikan dari data kuesioner bahwa 70% orang tua hanya

mengikutsertakan anak dengan kegiatan pokoknya saja di sekolah yaitu

belajar. Alasan orang tua tidak mengikutsertakan anak dalam berbagai

kegiatan yang lain di luar belajar yaitu karena dianggap merepotkan, selain itu

alasan orang tua tidak mengikutsertakan anak dengan kegiatan di lingkungan

tempat tinggalnya karena mereka khawatir anaknya tidak mampu

menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena keadaan mereka yang tidak

sama dengan keadaan lingkungannya yang normal. Hal ini akan membuat

anak semakin terkucilkan, tidak berkembang dan menjadi tidak percaya diri.

Mereka semakin merasa keadaan lingkungan sekitar berbeda dengan keadaan

dirinya, mereka semakin memiliki rasa rendah diri yang kuat oleh karenanya

92

Page 106: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

mereka akan semakin menarik diri dari lingkungannya. Hal ini sesuai dengan

teori yang dikemukakan oleh Viola E. Cardwell dalam Salim (1982: 90-93)

bahwa salah satu karakteristik psikis anak CP adalah memiliki rasa rendah diri

yang kuat dan pada umumnya anak CP memiliki hambatan dalam hubungan

interpersonal.

Sebaliknya, orang tua yang responsif yaitu orang tua yang mampu

memenuhi kebutuhan anaknya sesuai dengan kebutuhan anak pada masa

perkembangannya. Pada penelitian ini resposivitas orang tua yaitu terhadap

anaknya yang mengalami kelainan cerebral palsy (CP) usia 8-11 tahun. Pada

usia ini anak CP memiliki potensi untuk mengembangkan kemampuan

fisiknya secara maksimal. Oleh karena itu responsivitas orang tua yang

diharapkan yaitu dapat memberikan bimbingan dan latihan di rumah untuk

anaknya agar mampu melatih kemampuannya dengan optimal. Orang tua

yang responsif mampu memberikan kesempatan pada anaknya untuk mencoba

melakukan aktivitas kehidupannya dengan mandiri sesuai dengan

kemampuannya. Untuk aktivitas makan dan minum, mereka memberikan

kesempatan pada anak untuk menyiapkan peralatan makan dan minumnya

sendiri, membiarkan anak mencuci tanganya sendiri dan tidak menyuapi

anaknya ketika makan. Mereka memberikan kesempatan pada anak untuk

mencoba sampai sejauhmana kemampuannya sehingga hal ini akan membuat

anak mengetahui dan mengerti akan kemampuan dirinya. Selain itu anak akan

93

Page 107: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

terbiasa melatih kemampuan otot-ototnya sehingga ototnya tidak menjadi

kaku.

Orang tua yang responsif juga memberikan dukungan sosial pada

anaknya, mereka memberikan perhatian, mencurahkan kasih sayang dan

menerima keberadaan anaknya. Kasih sayang yang diberikan orang tua yaitu

dengan meluangkan waktu untuk anak mencurahkan segala perasaannya,

bertanya mengenai hal-hal yang disukai anak, menemani anak dalam

melakukan kegiatan yang disukainya. Perhatian orang tua yaitu dengan

mencari tahu tentang segala sesuatu mengenai anak CP misalnya apa yang

dimaksud dengan cerebral palsy, bagaimana cara penyembuhan atau terapi

yang harus diberikan, cara membimbing anak di rumah, memilihkan suasana

yang nyaman bagi anak di rumah dan juga mengecek dan mengawasi

tugas/tanggung jawab anak di rumah, sehingga hal ini akan mempercepat dan

mempermudah proses pemulihan kondisi anak. Selain kasih sayang dan

perhatian bentuk dukungan sosial yang lain yaitu berupa penerimaan orang

tua pada anaknya yang mengalami kelainan cerebral palsy. Penerimaan ini

yaitu dengan mengikutsertakan anak dengan berbagai kegiatan di lingkungan

sosialnya, baik di lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal maupun di

sekolah serta dengan memberikan pujian apabila anak melakukan sesuatu

yang positif. Hal ini penting karena anak cerebral palsy yang secara umum

memiliki karakteristik mempunyai rasa rendah diri yang kuat, dengan adanya

94

Page 108: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

dukungan ini diharapkan sedikit demi sedikit dapat menumbuhkan rasa

percaya diri atas kemampuan yang ada pada dalam dirinya.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2, di SLB D-D1 Mustang

Bandung orang tua yang dinilai responsif dan kemampuan ADL makan dan

minum anaknya baik yaitu sebanyak 24%. Sedangkan untuk orang tua yang

resposivitasnya buruk dan kemampuan ADL makan dan minum anaknya

buruk sebesar 48%. Hal ini semakin membuktikan bahwa peran serta orang

tua dalam pemulihan kondisi anaknya memainkan peran yang sangat penting.

Walaupun demikian, berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisa dengan

perhitungan statistik, terdapat juga orang tua yang resposivitasnya baik dan

hasil kemampuan ADL makan dan minum anaknya buruk yaitu sebanyak

24%. Dari data hasil angket didapat bahwa responsivitas orang tua dari anak-

anak tersebut tidak seimbang antara dukungan sosial dengan dukungan

mandirinya, beberapa orang tua memang mencari informasi tentang cerebral

palsy, mengecek dan mengawasi kegiatan anak di rumah namun dilain pihak

mereka tidak memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan

aktivitas kehidupannya dengan mandiri, misalnya untuk kegiatan makan,

orang tua masih menyuapi anaknya dan menyiapkan beberapa peralatan

makan dan minumnya. Selain faktor kurangnya keseimbangan antara

dukungan sosial dan dukungan mandiri, motivasi anak dalam mengikuti terapi

okupasi ADL juga menentukan keberhasilan terapi tersebut. Berdasarkan teori

perkembangan motorik dari Hurlock, salah satu faktor yang mempengaruhi

95

Page 109: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

anak dalam menguasai keterampilan motorik adalah motivasi selain faktor

bimbingan, kesempatan berpraktek dan sebagainya. Faktor motivasi anak

mempengaruhi cepat atau lambatnya anak dalam menguasai keterampilan

motorik. Untuk anak CP, mempelajari keterampilan ADL (Activity daily

Living) membutuhkan motivasi dan semangat, karena menurut terapis pada

mulanya setiap anak CP yang melatih kemampuan geraknya akan terasa sulit

dan sakit karena otot-ototnya yang mengalami kekakuan, namun lama

kelamaan rasa sakit ini akan hilang dan anak akan terbiasa menggerakkan

otot-ototnya.

Berdasarkan data hasil perhitungan statistik, selain terdapat orang tua

yang responsivitas orang tuanya baik dan kemampuan ADL anaknya buruk

terdapat juga anak yang kemampuan ADL nya baik namun responsivitas

orang tuanya buruk sebanyak 1 (4%) orang, menurut terapis hal ini

disebabkan juga karena anak tersebut memiliki motivasi dalam melatih

kemampuan ADL nya baik di rumah maupun di sekolah. Hal ini terlihat dari

jarangnya anak tersebut bolos sekolah, tidak cepat bosan melatih kemampuan

fisiknya di kelas terapi okupasi.

96

Page 110: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan serta

pengujian hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan metode statistik,

maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif

antara Responsivitas Orang Tua dengan Kemampuan ADL (Activity Daily

Living) makan dan minum pada anak Cerebral Palsy tipe diplegia usia 8-

11 tahun di SLB D-D1 Mustang Bandung. Artinya perilaku orang tua

yang tidak responsif pada anaknya yang mengalami cerebral palsy

diplegia mempunyai hubungan yang signifikan dengan menurunnya

kemampuan ADL makan dan minum anak CP tersebut. Semakin tidak

responsif perlakuan orang tua maka semakin buruk kemampuan ADL

makan dan minum anaknya. Begitupun sebaliknya, semakin responsif

orang tua maka semakin baik kemampuan ADL makan dan minum

anaknya.

Dari 2 aspek dukungan dalam responsivitas orang tua, keduanya

mempunyai hubungan yang signifikan dengan kemampuan ADL makan

dan minum anak CP. Namun aspek dukungan mandiri merupakan aspek

yang mempunyai hubungan paling signifikan dengan kemampuan ADL

makan dan minum anak cerebral palsy tipe diplegia. Aspek dukungan

97

Page 111: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

sosial walaupun memiliki nilai korelasi yang lebih rendah dibandingkan

aspek dukungan mandiri, akan tetapi memiliki korelasi yang signifikan

dengan kemampuan ADL makan dan minum anak CP diplegia. Artinya

bahwa dibandingkan dukungan mandiri, dukungan sosial ini memiliki

kontribusi yang lebih kecil dengan kemampuan ADL makan dan minum.

Data penelitian juga menunjukkan ada beberapa anak yang orang

tuanya responsif namun kemampuan ADL makan dan minum anaknya

buruk, hal ini disebabkan oleh faktor tidak seimbangnya responsivitas

orang tua dalam memberikan dukungan sosial dan dukungan untuk

mandiri. Selain itu, berdasarkan hasil data yang diperoleh terdapat juga

anak yang orang tuanya tidak responsif namun kemampuan ADL makan

dan minumnya baik, menurut terapis hal ini disebabkan faktor motivasi

dan semangat anak itu sendiri dalam melatih kemampuannya.

5.2 SARAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, ada

beberapa hal yang sekiranya perlu diperhatikan oleh para orang tua dan

guru-guru di sekolah dalam menghadapi anak cerebral palsy, yaitu:

1. Untuk orang tua diharapkan dapat menerapkan perilaku responsif pada

anaknya yang mengalami cacat cerebral palsy khususnya dalam

mengembangkan dan melatih kemampuan ADL (Activity Daily

Living) dirumah, responsivitas orang tua yang utama yaitu

98

Page 112: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

memberikan dukungan untuk mandiri pada anaknya dengan cara

membiarkan anak berusaha untuk melakukan aktivitas kehidupan

sehari-harinya dengan mandiri. Selain itu orang tua juga diharapkan

memberikan dukungan berupa perhatian, misalnya dengan bertanya

langsung pada terapis tentang perkembangan anaknya secara kontinyu,

mencari sumber dari luar misalnya mencari tahu melalui buku-buku

tentang apa & bagaimana cara menangani anak CP sehingga orang tua

dapat lebih mengetahui karakter fisik maupun psikis anaknya yang

mengalami CP sekaligus bagaimana cara penerapan latihan praktis di

rumah, selain itu orang tua diharapkan dapat lebih mencurahkan kasih

sayang dan menerima keadaan anak dengan menjadikannya bagian

dalam lingkungan sosialnya. Perilaku orang tua yang resposif tersebut

harus seimbang, artinya pemberian dukungan mandiri dan dukungan

sosial dilakukan secara bersamaan untuk menunjang keberhasilan

pemulihan kondisi anak.

2. Untuk pihak sekolah adalah sebaiknya forum konsultasi bulanan yang

dahulu pernah diadakan sebaiknya kembali diaktifkan, hal ini akan

memperlancar komunikasi antara orang tua dan guru dalam

membicarakan tentang perkembangan anak cerebral palsy. Program

konsultasi bulanan tersebut sebaiknya dilakukan secara individual

karena dengan cara ini maka orang tua dapat secara bebas

99

Page 113: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

berkonsultasi pada ahli yang didatangkan oleh pihak sekolah. Selain

itu akan lebih baik lagi apabila pihak sekolah mengadakan suatu

program konsultasi khusus yang bersifat formal bagi orang tua yang

sewaktu-waktu ingin berkonsultasi mengenai perkembangan anaknya.

Program ini tidak hanya dilaksanakan sebulan sekali namun 2 kali

seminggu, sehingga orang tua mempunyai waktu khusus apabila

membutuhkan informasi mengenai anaknya. Pada kesempatan ini juga

pihak sekolah bisa memberi informasi pada orang tua tentang

bagaimana berperilaku responsif pada anaknya yang mengalami

cerebral palsy.

100

Page 114: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin Drs, MA. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar

Imawanto Andreas, 1996. Hubungan Antara Responsivitas Orang Tua dengan

Kreativitas Anak Usia 11-12 tahun di SDK BPPK, Bandung : Universitas

Kristen Maranatha.

Arikunto, Suharsimi Prof, Dr. 1998. Manajemen Penelitian, Jakarta : Rineka

Cipta.

Crain, William. 1985. Theories of Development. Third Edition. New Jersey :

Prentice Hall.

Depdikbud. 1985/1986. Pedoman Guru Terapi Okupasional Untuk Anak

Tunadaksa, Jakarta.

Hurlock, Elizabeth. 1993. Perkembangan Anak Jidil 1 dan 2 edisi keenam,

Jakarta: Erlangga.

Siegel, Sidney. 1994. Statistik Non Parametrik. Cetakan ke-7. Jakarta : Gramedia.

Miller, Freeman M.D & Bachrach, Steven J, M.D. 1995. Cerebral Palsy A

Complete Guide for Caregiving. London : The Join Hopkins Press. Ltd.

M.Kes, Salim Drs. A. 1996. Pendidikan Bagi Anak Cerebral Palsy. Depdikbud.

Magdalena, Santi. 2002. Hubungan Antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan

Kemampuan Berbicara pada Anak Autis Usia 2-4 tahun di Lembaga

Prananda, Bandung, Skripsi : Universitas Islam Bandung.

Page 115: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 1

Uji Validitas Alat Ukur Responsivitas Orang Tua (N = 25 dan � = 0,05 didapat rstab = 0,329)

No No NoItem

rshit Keterangan Item

rshit KeteranganItem

rshit Keterangan

1 0,040 Ditolak 28 0,428 Diterima 55 0,649 Diterima 2 0,569 Diterima 29 0,526 Diterima 56 0,226 Ditolak3 0,687 Diterima 30 0,782 Diterima 57 0,240 Ditolak4 0,529 Diterima 31 0,259 Ditolak 58 0,518 Diterima 5 0,289 Ditolak 32 0,465 Diterima 59 0,449 Diterima 6 0,520 Diterima 33 0,602 Diterima 60 0,364 Diterima 7 0,382 Diterima 34 0,428 Diterima 61 0,518 Diterima 8 0,462 Diterima 35 0,644 Diterima 62 -0,096 Ditolak9 0,714 Diterima 36 0,214 Ditolak 63 0,436 Diterima 10 0,702 Diterima 37 0,644 Diterima 64 0,822 Diterima 11 0,831 Diterima 38 0,762 Diterima 65 0,758 Diterima 12 0,731 Diterima 39 0,219 Ditolak 66 0,461 Diterima 13 0,439 Diterima 40 0,783 Diterima 67 0,676 Diterima 14 0,671 Diterima 41 0,514 Diterima 68 0,727 Diterima 15 0,171 Ditolak 42 0,603 Diterima 69 0,750 Diterima 16 0,345 Diterima 43 -0,084 Ditolak 70 0,537 Diterima 17 0,482 Diterima 44 0,764 Diterima 71 0,599 Diterima 18 0,075 Ditolak 45 0,429 Diterima 72 0,808 Diterima 19 0,665 Diterima 46 0,813 Diterima 73 0,663 Diterima 20 0,543 Diterima 47 0,831 Diterima 74 0,638 Diterima 21 0,489 Diterima 48 0,027 Ditolak 75 0,758 Diterima 22 0,690 Diterima 49 0,459 Diterima 76 0,020 Ditolak23 0,411 Diterima 50 0,183 Ditolak 77 0,707 Diterima 24 0,379 Diterima 51 0,510 Diterima 78 0,558 Diterima 25 0,613 Diterima 52 0,228 Ditolak 79 0,766 Diterima 26 0,173 Ditolak 53 0,659 Diterima 80 0,179 Ditolak27 0,702 Diterima 54 0,666 Diterima 81 0,770 Diterima

Page 116: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 2

Uji Reliabilitas Split Half Rank Spearman Alat Ukur Responsivitas Orang Tua

No Item Ganjil Item Genap No Item Ganjil Item Genap Subjek (X) (Y) Subjek (X) (Y)

1 81 76 14 49 482 87 89 15 77 733 61 56 16 86 884 101 107 17 54 595 77 80 18 80 716 116 110 19 63 727 106 98 20 101 1018 104 108 21 107 1049 49 44 22 67 6110 76 79 23 72 7211 89 81 24 86 7312 109 111 25 110 10313 100 92

rstt 2 (rstt) 1 + rstt rstot

0,946 1,892 1,946 0,972

Page 117: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 3

Uji Validitas Alat Ukur Activity Daily Living Makan dan Minum (N = 25 dan � = 0,05 didapat rstab = 0,329)

NoItem

rshit Keterangan

1 -0,299 Ditolak2 0,767 Diterima 3 0,487 Diterima 4 0,345 Diterima 5 0,665 Diterima 6 0,691 Diterima 7 0,772 Diterima 8 0,643 Diterima 9 0,782 Diterima

10 0,544 Diterima 11 0,427 Diterima 12 0,425 Diterima 13 0,511 Diterima 14 0,819 Diterima 15 0,678 Diterima 16 0,528 Diterima 17 0,447 Diterima

Page 118: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 4

Uji Reliabilitas Split Half Rank Spearman Alat Ukur Activity Daily Living Makan dan Minum

No Item Ganjil Item Genap No Item Ganjil Item Genap Subjek (X) (Y) Subjek (X) (Y)

1 46 46 14 45 432 45 46 15 48 463 46 47 16 51 494 45 43 17 40 425 46 45 18 46 466 47 46 19 48 487 49 48 20 51 518 48 48 21 51 519 45 45 22 48 4810 44 44 23 43 4411 45 44 24 50 5012 51 51 25 52 5113 47 46

rstt 2 (rstt) 1 + rstt rstot

0,940 1,880 1,940 0,969

Page 119: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 5

Tabel P. Tabel Tabel Harga-harga Kritis rsKoefisien Korelasi Ranking Spearman

Tingkat signifikansi (tes satu sisi) N.05 .01

4 1.0005 .900 1.0006 .829 .9437 .714 .8938 .643 .8339 .600 .78310 .564 .74612 .506 .71214 .456 .64516 .425 .60118 .399 .56420 .377 .53422 .359 .50824 .343 .48526 .329 .46528 .317 .44830 .306 .432

Sumber : Hoel, P.G. Elementary Statistics, John Wiley & Son, Inc., New York, 1960

Page 120: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 6

Data Mentah Responsivitas Orang Tua (X) serta Aspek-aspeknya (X.1 – X.2) dan Kemampuan Activity Daily Living Makan dan Minum (Y)

NoSubjek

X X.1 X.2 Y

1 157 135 22 922 176 147 29 913 117 104 13 934 208 185 23 885 157 135 22 916 226 197 29 937 204 179 25 978 212 190 22 969 93 81 12 90

10 155 133 22 8811 170 145 25 8912 220 186 34 10213 192 166 26 9314 97 82 15 8815 150 132 18 9416 174 144 30 10017 113 96 17 8218 151 131 20 9219 135 117 18 9620 202 177 25 10221 211 181 30 10222 128 105 23 9623 144 122 22 8724 159 137 22 10025 213 184 29 103

Page 121: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 7

Uji Korelasi Rank Spearman antara Responsivitas Orang Tua (X) dengan Kemampuan Activity Daily Living Makan dan Minum(Y)

NoSubjek

X Y

1 157 922 176 913 117 934 208 885 157 916 226 937 204 978 212 969 93 90

10 155 8811 170 8912 220 10213 192 9314 97 8815 150 9416 174 10017 113 8218 151 9219 135 9620 202 10221 211 10222 128 9623 144 8724 159 10025 213 103

Page 122: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Hasil Uji Korelasi Rank Spearman antara Responsivitas dengan Kemampuan Activity Daily Living Makan dan Minum

Correlations

1,000 ,539**, ,003

25 25,539** 1,000,003 ,

25 25

Correlation CoefficientSig. (1-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (1-tailed)N

Responsivitas

Activity Daily Living

Spearman's rho

Responsivitas

ActivityDaily Living

Correlation is significant at the .01 level (1-tailed).**.

rs thit ttab d0,539 3,069 1,714 29,05

Lampiran - 8

Page 123: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 9

Uji Korelasi Rank Spearman antara Aspek Dukungan Sosial (X.1) Dengan Kemampuan Activity Daily Living Makan dan Minum (Y)

NoSubjek

X.1 Y

1 135 922 147 913 104 934 185 885 135 916 197 937 179 978 190 969 81 90

10 133 8811 145 8912 186 10213 166 9314 82 8815 132 9416 144 10017 96 8218 131 9219 117 9620 177 10221 181 10222 105 9623 122 8724 137 10025 184 103

Page 124: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Hasil Uji Korelasi Rank Spearman antara Aspek Dukungan Sosial dengan Kemampuan Activity Daily Living Makan dan Minum

Correlations

1,000 ,490**, ,006

25 25,490** 1,000,006 ,

25 25

Correlation CoefficientSig. (1-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (1-tailed)N

Aspek Dukungan Sosial

Activity Daily Living

Spearman's rho

AspekDukungan

SosialActivity

Daily Living

Correlation is significant at the .01 level (1-tailed).**.

rs thit ttab d0,490 2,696 1,714 24,01

Lampiran - 10

Page 125: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 11

Uji Korelasi Rank Spearman antara Aspek Dukungan Mandiri (X.2) dengan Kemampuan Activity Daily Living Makan dan Minum (Y)

NoSubjek

X.2 Y

1 22 922 29 913 13 934 23 885 22 916 29 937 25 978 22 969 12 90

10 22 8811 25 8912 34 10213 26 9314 15 8815 18 9416 30 10017 17 8218 20 9219 18 9620 25 10221 30 10222 23 9623 22 8724 22 10025 29 103

Page 126: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Hasil Uji Korelasi Rank Spearman antara Aspek Dukungan Mandiri dengan Kemampuan Activity Daily Living Makan dan Minum

Correlations

1,000 ,523**, ,004

25 25,523** 1,000,004 ,

25 25

Correlation CoefficientSig. (1-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (1-tailed)N

Aspek Dukungan Mandiri

Activity Daily Living

Spearman's rho

AspekDukungan

MandiriActivity

Daily Living

Correlation is significant at the .01 level (1-tailed).**.

rs thit ttab d0,523 2,943 1,714 27,35

Lampiran - 12

Page 127: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 13

Tabel B. Tabel Harga-harga Kritis t*)

Tingkat signifikansi untuk tes satu-sisi

0.10 0.05 0.03 0.01 0.05 0.0005

Tingkat signifikansi untuk tes dua-sisi df

0.20 0.10 0.05 0.02 0.01 0.001

1 3.078 6.314 12.706 31.821 63.657 636.6192 1.886 2.920 4.303 6.965 9.925 31.5983 1.638 2.353 3.182 4.541 5.841 12.9414 1.533 2.132 2.776 3.747 4.604 8.6105 1.476 2.015 2.571 3.365 4.032 6.859

6 1.440 1.943 2.447 3.143 3.707 5.9597 1.415 1.895 2.365 2.998 3.499 5.4058 1.397 1.860 2.306 2.896 3.355 5.0419 1.383 1.833 2.262 2.821 3.250 4.781

10 1.372 1.812 2.228 2.764 3.169 4.587

11 1.363 1.796 2.201 2.718 3.106 4.43712 1.356 1.782 2.179 2.681 3.055 4.31813 1.350 1.771 2.160 2.650 3.012 4.22114 1.345 1.761 2.145 2.624 2.977 4.14015 1.341 1.753 2.131 2.602 2.947 4.073

16 1.337 1.746 2.120 2.583 2.921 4.01517 1.333 1.740 2.110 2.567 2.898 3.96518 1.330 1.734 2.101 2.552 2.878 3.92219 1.328 1.729 2.093 2.539 2.861 3.88320 1.325 1.725 2.086 2.528 2.845 3.850

21 1.323 1.721 2.080 2.518 2.831 3.81922 1.321 1.717 2.074 2.508 2.819 3.79223 1.319 1.714 2.069 2.500 2.807 3.76724 1.318 1.711 2.064 2.492 2.797 3.74525 1.316 1.708 2.060 2.485 2.787 3.725

26 1.315 1.706 2.056 2.479 2.779 3.70727 1.314 1.703 2.052 2.473 2.771 3.69028 1.313 1.701 2.048 2.467 2.763 3.67429 1.311 1.669 2.045 2.462 2.756 3.65930 1.310 1.697 2.042 2.457 2.750 3.646

40 1.303 1.684 2.031 2.423 2.704 3.55160 1.226 1.671 2.000 2.390 2.660 3.460

120 1.289 1.658 1.980 2.358 2.617 3.373 1.282 1.645 1.960 2.326 2.576 3.291

*) Tabel B diringkaskan dari tabel III dalam Fisher dan Yates : Statistical tables for biological, agricultural, and medical research, diterbitklan oleh Oliver and Boyd Ltd. Edinburgh.

Page 128: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 14

Data berdasarkan Perhitungan Median

Responsif Tdk resposif NilaiVariabelF % F % Median

Responsivitas (X) 12 48,00 13 52,00 160

Responsif Tdk responsif NilaiVariabelF % F % Median

Aspek Dukungan Sosial (X.1) 12 48,00 13 52,00 137,5

Responsif Tdk responsif NilaiVariabelF % F % Median

Aspek Dukungan Mandiri (X.2) 12 48,00 13 52,00 22,5

Baik Buruk NilaiVariabelF % F % Median

Activity Daily Living (Y) 7 28,00 18 72,00 96

Page 129: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 15

Diagram Silang Tabulasi Median

Responsivitas (X) Responsif Tdk responsif

TotalActivity Daily Living (Y)

F % F % F %Baik 6 24 1 4 7 28

Buruk 6 24 12 48 18 72Total 12 48 13 52 25 100

Page 130: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 16

RAHASIA

KETERANGAN PRIBADI

Nama Anak :

Jenis Kelamin :

Usia Ayah :

Pendidikan terakhir ayah :

Pekerjaan Ayah :

Usia Ibu :

Pendidikan terakhir ibu :

Pekerjaan Ibu :

PETUNJUK PENGISIAN

Pada halaman berikut Bapak/Ibu akan menemukan pernyataan-pernyataan tentang

berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku sikap Bapak/Ibu pada anak Bapak/Ibu yang

mengalami cerebral palsy. Tunjukkan seberapa sering Bapak/Ibu melakukan hal-hal yang

ada dalam kolom pernyataan.

Di bagian atas terdapat pernyataan, lalu di bagian bawah di sediakan 4 alternatif

jawaban, yaitu:

SL : Selalu Bapak/Ibu lakukan

SR : Sering Bapak/Ibu lakukan

J : Jarang Bapak/Ibu lakukan

TP : Tidak Pernah Bapak/Ibu lakukan

Bapak/Ibu diminta untuk memberikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban

dari 4 alternatif yang disediakan. Diharapkan tidak ada satu pernyataan pun yang

dikosongkan.

Page 131: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 17

Alat Ukur Responsivitas Orang Tua

1. Saya mengajak anak dalam mengikuti kegiatan di luar rumah, misalnya arisan

(SL) (SR) (J) (TP)

2. Pada saat makan bersama, anak saya ikut kumpul bersama di meja makan dengan

anggota keluarga yang lain

(SL) (SR) (J) (TP)

3. Saya mengikutsertakan anak dengan kegiatan ekstrakurikuler, misalnya pramuka

(SL) (SR) (J) (TP)

4. Ketika anak melakukan sesuatu hal positif walaupun hal itu sangat ringan saya

memujinya

(SL) (SR) (J) (TP)

5. Pada jam istirahat sekolah saya menanyakan kondisi perkembangan anak pada

guru terapi

(SL) (SR) (J) (TP)

6. Di luar sekolah, saya berkonsultasi pada seorang ahli tentang keadaan anak saya

(SL) (SR) (J) (TP)

7. Saya mencari tahu tentang apa itu terapi okupasi

(SL) (SR) (J) (TP)

8. Saya bisa menerapkan latihan praktis di rumah

(SL) (SR) (J) (TP)

9. Saya berusaha mencapai tujuan terapi okupasi

(SL) (SR) (J) (TP)

10. Ketika di rumah, saya mengajarkan pada anak bagaimana menggunakan roda

(SL) (SR) (J) (TP)

11. Saya memberikan contoh pada anak dalam melakukan kegiatan sehari-hari

(contoh makan, dll) dimulai dari hal yang paling ringan

(SL) (SR) (J) (TP)

12. Ketika sedang menghadapi permasalahan dengan suami saya tidak menunjukkan

rasa marah saya pada anak-anak

(SL) (SR) (J) (TP)

Page 132: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 18

13. Saya mengatur posisi barang-barang di rumah sedemikian rupa, agar anak saya

leluasa bergerak

(SL) (SR) (J) (TP)

14. Saya memilihkan jenis makanan tertentu yang memudahkan anak saya menelan

ketika makan

(SL) (SR) (J) (TP)

15. Karena keterbatasan kondisi anak, saya menyediakan peralatan makan yang

khusus untuk memudahkannya ketika makan sendiri

(SL) (SR) (J) (TP)

16. Saya membelikan mainan yang bermanfaat untuk mengasah kemampuan anak

saya

(SL) (SR) (J) (TP)

17. Apabila ada tugas rumah dari sekolah saya mengecek apakah tugas tersebut

dikerjakan atau tidak

(SL) (SR) (J) (TP)

18. Ketika anak pulang sekolah saya mendengarkan ceritanya tentang apa saja yang ia

lakukan di sekolah

(SL) (SR) (J) (TP)

19. Saya bertanya tentang makanan yang anak saya sukai

(SL) (SR) (J) (TP)

20. Saya mengantar anak ke sekolah

(SL) (SR) (J) (TP)

21. Saya memberikan kesempatan pada anak mengambil sendok sendiri ke tempat

sendok

(SL) (SR) (J) (TP)

22. Saya mengajarkan anak bagaimana duduk dengan wajar seperti anak normal

lainnya ketika makan di meja makan

(SL) (SR) (J) (TP)

23. Ketika akan makan dengan menggunakan tangan (tanpa sendok), saya

membiarkan anak berusaha mencuci tangannya sendiri ke tempat cuci tangan

(SL) (SR) (J) (TP)

Page 133: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 19

24. Saya mengajarkan anak cara mengambil sayur dari mangkuk sayur

(SL) (SR) (J) (TP)

25. Ketika makan, saya membiarkan anak saya berusaha menyuapkan makanannya

sendiri

(SL) (SR) (J) (TP)

26. Ketika selesai makan, saya membiarkan anak berusaha menuangkan air

minumnya sendiri ke dalam gelas

(SL) (SR) (J) (TP)

27. Ketika minum, saya membiarkan anak berusaha mengangkat gelasnya sendiri ke

dalam mulut

(SL) (SR) (J) (TP)

28. Setelah selesai makan dengan menggunakan tangan (tanpa sendok), saya

membiarkan anak berusaha mencuci tangannya sendiri ke tempat cuci tangan

(SL) (SR) (J) (TP)

29. Saya membiarkan anak berusaha menyimpan piring kotor ke tempat cuci piring

(SL) (SR) (J) (TP)

30. Saya malu mengajak anak mengikuti kegiatan di luar rumah

(SL) (SR) (J) (TP)

31. Saat makan bersama, saya membiarkan anak untuk tidak kumpul bersama dengan

keluarga

(SL) (SR) (J) (TP)

32. Saya hanya mengikutsertakan anak dengan kegiatan pokoknya di sekolah yaitu

belajar

(SL) (SR) (J) (TP)

33. Saya tidak memberikan reaksi apapun juga ketika anak mencoba melakukan

sesuatu

(SL) (SR) (J) (TP)

34. Pada waktu luang selagi menunggu anak di sekolah saya menanyakan kondisi

kemajuan perkembangan anak pada guru terapi

(SL) (SR) (J) (TP)

Page 134: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 20

35. Saya menyerahkan seluruh upaya pemulihan kondisi anak pada sekolah tanpa

berkonsultasi dengan ahli

(SL) (SR) (J) (TP)

36. Menurut saya, pengetahuan tentan terapi okupasi tidak penting karena anak sudah

diberikan terapi tersebut oleh guru-guru terapi di sekolah

(SL) (SR) (J) (TP)

37. Menurut saya, pemberian terapi praktis di rumah tidak perlu karena waktu yang

diberikan sekolah untuk terapi sudah cukup dalam melatih kemampuan anak

(SL) (SR) (J) (TP)

38. Menurut saya, yang paling bertanggung jawab dalam usaha mencapai tujuan

terapi adalah guru terapi di sekolah, karena tugasnya adalah melatih kemampuan

anak

(SL) (SR) (J) (TP)

39. Saya membebaskan cara duduk anak di kursi roda, yang penting kursi roda

tersebut dapat berjalan

(SL) (SR) (J) (TP)

40. Saya membiarkan anak belajar sendiri dari lingkungannya tentang bagaimana

melakukan kegiatan sehari-hari (contoh: makan,dll)

(SL) (SR) (J) (TP)

41. Ketika sedang menghadapi masalah, saya secara tidak sengaja marah pada anak

(SL) (SR) (J) (TP)

42. Saya membiarkan anak bergerak di rumah tanpa mengatur posisi barang-barang

yang ada

(SL) (SR) (J) (TP)

43. Anak saya makan makanan apa saja yang saya sediakan

(SL) (SR) (J) (TP)

44. Saya menyuapi anak ketika makan

(SL) (SR) (J) (TP)

45. Saya membelikan mainan yang disukai anak saya

(SL) (SR) (J) (TP)

Page 135: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 21

46. Apabila ada tugas dari sekolah saya membiarkan anak mengerjakannya tanpa

campur tangan saya untuk mengawasinya

(SL) (SR) (J) (TP)

47. Kesibukan saya mengakibatkan waktu bertemu dengan anak sangat terbatas

(SL) (SR) (J) (TP)

48. Menurut saya, anak saya tidak boleh memilih milih makanan apa yang ia sukai

atau tidak karena ia harus menyukai jenis makanan apapun

(SL) (SR) (J) (TP)

49. Saya membiarkan anak diantar pembantu/pengasuhnya ke sekolah

(SL) (SR) (J) (TP)

50. Saya menyimpan sendok dekat piring di atas meja

(SL) (SR) (J) (TP)

51. Ketika makan saya membiarkan anak apabila tidak mau duduk dengan tegak di

kursi meja makan

(SL) (SR) (J) (TP)

52. Saya menyediakan mangkuk berisi air (kobokan) agar anak saya mudah mencuci

tangan

(SL) (SR) (J) (TP)

53. Ketika anak makan, saya menuangkan sayur/makanan ke piring anak saya

(SL) (SR) (J) (TP)

54. Saya menyuapi anak ketika makan

(SL) (SR) (J) (TP)

55. Saya menyediakan gelas berisi air minum untuk anak saya

(SL) (SR) (J) (TP)

56. Saya meminumkan anak dengan cara mengangkat gelasnya ke mulut

(SL) (SR) (J) (TP)

57. Saya menyimpan kobokan (mangkuk berisi air) di atas meja

(SL) (SR) (J) (TP)

58. Saya menyimpan piring bekas makan anak saya ke tempat cuci piring

(SL) (SR) (J) (TP)

Page 136: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 22

59. Saya mengikutsertakan anak dalam kegiatan piknik bersama teman-teman di

lingkungan tempat tinggalnya

(SL) (SR) (J) (TP)

60. Saya membagi tugas rumah tangga pada semua anak saya termasuk pada anak

yang mengalami cerebral palsy

(SL) (SR) (J) (TP)

61. Saya mengikutsertakan anak dalam mengikuti kegiatan piknik bersama teman-

teman di sekolahnya

(SL) (SR) (J) (TP)

62. Saya menanyakan keadaan anak saya pada setiap akhir semester/pada saat

pembagian rapot

(SL) (SR) (J) (TP)

63. Saya mencari informasi tentang anak yang menderita cerebral palsy dengan

membaca dari buku-buku

(SL) (SR) (J) (TP)

64. Saya menghibur anak ketika dia sedang merasa kesal atau marah

(SL) (SR) (J) (TP)

65. Saya bertanya pada anak saya tentang mainan yang sedang ia sukai sekarang

(SL) (SR) (J) (TP)

66. Saya menemani anak melakukan olahraga yang disukainya, misalnya berenang

(SL) (SR) (J) (TP)

67. Saya membiarkan anak berusaha mengambil piring sendiri ke tempat piring

(SL) (SR) (J) (TP)

68. Ketika ada acara piknik bersama dengan teman-teman di lingkungan tempat

tinggal kami, saya memilih tidak mengajak anak saya karena khawatir

merepotkan di perjalanan

(SL) (SR) (J) (TP)

69. Saya membebaskan anak dari tugas rumah tangga karena dia tidak akan mampu

mengerjakannya

(SL) (SR) (J) (TP)

Page 137: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 23

70. Saya berbagi cerita dengan orangtua-orangtua yang juga memiliki anak cerebral

palsy

(SL) (SR) (J) (TP)

71. Saya tidak memiliki cukup waktu untuk membaca buku tentang cerebral palsy

(SL) (SR) (J) (TP)

72. Ketika anak sedang merasa kesal atau marah, saya membiarkan anak

mengeluarkan perasaaannya pada orang lain, misalnya pada nenek atau

saudaranya

(SL) (SR) (J) (TP)

73. Menurut saya mainan untuk anak tidak terlalu penting, yang penting adalah

belajar

(SL) (SR) (J) (TP)

74. Anak saya melakukan olahraga yang disukainya tanpa saya temani

(SL) (SR) (J) (TP)

75. Saya menyediakan piring makan untuik anak saya di meja makan

(SL) (SR) (J) (TP)

76. Saya membiarkan anak berbaur dengan teman-teman seusianya pada saat ada

acara di lingkungan tempat tinggal

(SL) (SR) (J) (TP)

77. Saat menghadapi suatu permasalahan yang sederhana, saya mengajak anak

berdiskusi, misalnya memilih tempat berlibur

(SL) (SR) (J) (TP)

78. Menurut saya, informasi mengenai cerebral palsy cukup saya dapatkan dari guru

terapi di sekolah saja

(SL) (SR) (J) (TP)

79. Ketika anak sedang merasa kesal atau marah saya memilih untuk tidak tahu

menahu tentang permasalahannya

(SL) (SR) (J) (TP)

Page 138: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 24

80. Saya tidak mengizinkan anak berbaur dengan teman-teman di lingkungan tempat

tinggal, karena saya khawatir dia tidak dapat menyesuaikan diri sebab kondisinya

berbeda dengan anak-anak normal lainnya

(SL) (SR) (J) (TP)

81. Saya tidak menyertakan anak dalam menghadapi permasalahan apapun di rumah

karena menurut saya dia tidak mampu mengerti

(SL) (SR) (J) (TP)

Page 139: (activity daily living) makan dan minum pada anak cerebral palsy

Lampiran - 25

Alat Ukur Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Makan dan Minum

No Aktivitas yang dinilai Dapat melaksanakan

sendiri

Dengan bantuan ringan

Dengan bantuan penuh

Hanya ada respon

Tidak ada respon

Skor 8 Skor 7 Skor 6 Skor 5 Skor 4

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

11

12

1314

15

16

Mencuci tangan sebelum makan Berdoa sebelum makan Memegang sendok garpu Memegang sendok dengan tangan kiri/kanan Makan dengan menggunakan jari tangan Memasukkan nasi ke mulut dengan menggunakan sendok Memasukkan nasi ke mulut menggunakan jari tangan Mengunyah dan menelan nasi Menutup sendok/garpu di atas piring setelah selesai makan Mencuci tangan pada tempat yang telah disediakan Memegang gelas/cangkir Mengangkat gelas/cangkir ke mulut Meneguk air Menyimpan kembali pada meja/pada tempat semula Merapikan setelah selesai makan Berdoa setelah selesai makan