administrasi kesehatan chiee 26.doc

71
Administrasi Kesehatan Susi Sugiarti 10.2007.046 email : [email protected] Program Sarjana Pendidikan Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara,No.6, Jakarta Barat Bab I Pendahuluan Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 melalui Pembangunan Nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah, sementara penyakit degeneratif juga muncul sebagai masalah. Penyakit menular tidak

Upload: chiieochiie

Post on 13-Nov-2015

66 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Administrasi Kesehatan

Administrasi KesehatanSusi Sugiarti

10.2007.046email : [email protected] Sarjana Pendidikan Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara,No.6, Jakarta Barat

Bab I

Pendahuluan

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 melalui Pembangunan Nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid.

Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah, sementara penyakit degeneratif juga muncul sebagai masalah. Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah administrasi, sehingga menyulitkan pemberantasannya. Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular tertentu, maka tindakan pencegahan untuk mencegah berpindahnya penyakit dari satu daerah atau negara ke negara lain dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat dan dengan hasil yang efektif.

Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep Paradigma Sehat yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan.

Bab II

ISI

Skenario:

Dokter T sudah bertugas di Puskesmas A sekitar 6 bulan. Ia mengadakan lokakarya mini Puskesmas dan mendapatkan cakupan imunisasi dasar, ANC dan DHF bahwa belum mencapai hasil yang diharapkan. Ia mempunyai staf 1 orang dokter gigi, 3 orang perawat, 1 orang sanitarian dan 3 orang administrator. Wilayahnya mencakup kecamatan dengan populasi 29.500 jiwa. Sebagian besar transportasi dilakukan dengan motor, perahu bermotor dan jalan kaki. Tingkat pendidikan masyarakat sebagian besar lulus SD dan buta huruf.2.1. PERAN DOKTER DALAM MASYARAKAT

Menjadi seorang dokter adalah sebuah aktivitas mulia bila dilandasi dengan niat yang baik. Selain mempelajari berbagai macam teori mengenai penyakit dan obat-obatan yang sangat detail, seorang dokter juga perlu belajar cara berinteraksi dengan orang lain, agar dapat memberikan pelayanan holistik pada pasiennya.

WHO menetapkan 5 standar dokter ideal yang dirangkum dalam 5 stars doctor, antara lain:

1. Health care provider(penyedia layanan kesehatan) yaitu kemampuan dokter sebagai tenaga medis, memberikan tindakan terhadap keluhan-keluhan pasiennya. Tindakan kesehatan yang dilakukan dapat berupa kuratif, preventif, promotif dan rehabilitatif.

2. Decision maker(pembuat keputusan), salah satu peran seorang dokter yaitu memberikan keputusan terhadap suatu permasalahan, yang sudah ditimbang dari sudut pandang medis dari ilmu yang dikuasainya.

3. Community leader(pemimpin komunitas), didalam lingkungan bermasyarakat, seorang dokter harus dapat mengayomi masyarakat untuk dapat hidup sehat, dapat menjadi contoh bagi komunitas disekelilingnya

4. Manager(manajer), adakalanya seorang dokter akan menjadi pemimpin dari sebuah lembaga kesehatan (puskesmas, DinKes atau Rumah Sakit), untuk itu, kemampuan mengelola sistem, staf, dan berkolaborasi dengan struktur lembaga merupakan sesuatu yang perlu dimiliki oleh setiap dokter.

5. Communicator(penyampai), memutuskan untuk menjadi seorang dokter, berarti memutuskan untuk menjadi pekerja sosial, yang berhubungan dengan manusia. Di masyarakat, dokter merupakan sosok panutan, lantaran karena ilmunya yang luas dan kepeduliannya terhadap hidup sesama. Untuk itu, keterampilan berkomunikasi, menyampaikan sesuatu dengan baik merupakansoftskillyang harus dimiliki setiap dokter

Dalam menghadirkan pelayanan kesehatan, seorang dokter akan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, antara lain perawat, ahli gizi, ahli farmasi, bidan, sanitarian dan petugas administratif. Untuk itu diperlukan pemahaman tentang area kerja masing-masing disiplin ilmu, agar tidak saling tumpang tindih dan menimbulkan konflik lintas profesi.

2.2. KONSEP DASAR PUSKESMASA. Pengertian

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. 1

1. Unit Pelaksana Teknis

Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.

2. Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

3. Penanggungjawab Penyelenggaraan

Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.

4. Wilayah Kerja

Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

B. Visi

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni:

a. Lingkungan sehat

b. Perilaku sehat

c. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu

d. Derajat kesehatan penduduk kecamatan

Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi pembangunan kesehatan puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat, yang harus sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan setempat.

C. Misi

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.

Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.

Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya.

Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan.

D. Tujuan

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat.1,2

E. Fungsi

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat.

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi:

a. Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

Asas PenyelenggaraanPenyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan Puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan Puskesmas tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi dari setiap fungsi Puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya Puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Azas penyelenggaraan Puskesmas yang dimaksud adalah : 3

1. Azas Penanggungjawab Wilayah

Azas penyelenggara Puskasmas yang pertama adalah pertanggungjawaban wilayah. Dalam arti Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat harus melaksanakan berbagai kegiatan atau dengan kata lain :3

a. Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya

b. Dilakukan kegiatan dalam gedung dan luar gedungc. Ditunjang dengan puskesmas pembantu, bidan di desa, puskesmas keliling.

2. Azas Pemberdayaan Masyarakat

Azas penyelenggaraan Puskesmas yang kedua adalah pemberdayaan masyarakat. Dalam arti Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas. Untuk ini, berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Dalam azas ini puskesmas memiliki beberapa fungsi seperti harus memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat agar berperan aktif dlm menyelenggarakan setiap upaya Puskesmas. Dengan kegiatan :3

Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, polindes, bina keluarga balita (BKB).

Upaya pengobatan: posyandu pos obat desa (POD).

Upaya perbaikan gizi: posyandu, panti pemulihan gizi,KADARZI.

Upaya kesehatan sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, saka baktihusada (SBH), pos kesehatan pesantren(poskestren).

Upaya kesehatan lingkungan: kelompok pemakaiair (pokmair), desa percontohan kesehatanlingkungan (DPKL).

Upaya kesehatan usia lanjut: posyandu usila, panti wreda.

Upaya kesehatan kerja:pos upaya kesehatan kerja (pos UKK).

Upaya kesehatan jiwa: posyandu, tim pelaksana kesehatan jiwa masyarakat (TPKJM)

Upaya pembinaan pengobatan tradisional: taman obat keluarga (TOGA), pembinaan pengobattradisional (battra)

3. Azas Keterpaduan

Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraaan setiap upaya Puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika mungkin sejak dari tahap perencanaan. Azas keterpaduan dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :2

a. Keterpaduan lintas program

--------------- LOKAKARYA MINI BULANAN

b. Keterpaduan lintas sektoral

------------- LOKAKARYA MINI TRIBULANAN

4. Azas Rujukan

Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas ada dua macam rujukan yang dikenal yakni :3

a. Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu Puskesmas tidak mampu menanggulangisatu kasus penyakit tertantu, maka Puskesmas tersebut wajib merujuknya kesarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horisontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke Puskesmas.Rujukan perorangan:1

Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misaloperasi) dan lain-lain.

Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratoriumyang lebih

lengkap.

Rujukan ilmu pengetahuan antara lainmendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga Puskesmas dan atau pun menyelenggarakan pelayanan medik di Puskesmas.

b. Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan dan bencana. Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat :1

Rujukan sarana dan logistik, antara lainpeminjaman peralatan logging, peminjaman alat laboratoriumkesehatan, peminjamanalat audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan bahan makanan.

Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk menyelidiki kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukumkesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.

Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat(antara lain Usaha Kesehatan Sekolah, Usaha Kesehatan Kerja, Usaha KesehatanJiwa, pemeriksaan contoh air bersih)kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan Operasional diselenggarakanapabila Puskesmas tidak mampu.

PENETAPAN PRIORITAS MASALAHUntuk dapat menetapkan prioritas masalah ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yakni:31. Melakukan pengumpulan data.

Untuk dapat menetapkan prioritas masalah kesehatan, perlu tersedia data yang cukup. Untuk itu perlulah dilakukan pengumpulan data. Data yang perlu dikumpulkan adalah data yang berkaitan dengan lingkungan, perilaku, keturunan, dan pelayanan kesehatan, termasuk keadaan geografis, keadan pemerintahan, kependudukan, pendidikan, pekerjaan, mata pencaharian, sosial budaya, dan keadaan kesehatan.3

2. Pengolahan Data

Apabila data yang telah berhasil dikumpulkan, maka data tersebut harus diolah, maksudnya adalah menyusun data yang tersedia sedemikian rupa sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki oleh masing-masing data tersebut. Cara pengolahan data yang dikenal ada tiga macam, secara manual, elektrikal dan mekanik.3

3. Penyajian DataData yang telah diolah perlu disajikan, ada tiga macam penyajian data yang lazim dipergunakan yakni secara tekstular, tabular dan grafikal.3

4. Pemilihan Prioritas MasalahHasil penyajian data akan memunculkan pelbagai masalah. Tidak semua masalah dapat diselesaikan. Karena itu diperlukan pemilihan prioritas masalah, dalam arti masalah yang paling penting untuk diselesaikan.3

Penentuan prioritas masalah kesehatan adalah suatu proses yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan menggunakan metode tertentu untuk menentukan urutan masalah dari yang paling penting sampai dengan kurang penting. Penetapan prioritas memerlukan perumusan masalah yang baik, yakni spesifik, jelas ada kesenjangan yang dinyatakan secara kualitatif dan kuantitatif, serta dirumuskan secara sistematis.3

Dalam menetapkan prioritas masalah ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, yakni:3

1. Besarnya masalah yang terjadi2. Pertimbangan politik3. Persepsi masyarakat4. Bisa tidaknya masalah tersebut diselesaikan. Dalam penetapan prioritas masalah, digunakan teknik skoring dan pembobotan. Untuk dapat menetapkan kriteria, pembobotan dan skoring perlu dibentuk sebuah kelompok diskusi. Agar pembahasan dapat dilakukan secara menyeluruh dan mencapai sasaran, maka setiap anggota kelompok diharapkan mempunyai informasi dan data yang tersedia. Beberapa langkah yang dilakukan dalam penetapan prioritas masalah meliputi:41. Menetapkan kriteria

2. Memberikan bobot masalah

3. Menentukan skoring tiap masalah

Berbagai teknik penentuan prioritas masalah dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu: I. Teknik Non Skoring

Memilih prioritas masalah dengan mempergunakan berbagai parameter dilakukan bila tersedia data yang lengkap. Bila tidak tersedia data, maka cara menetapkan prioritas masalah yang lazim digunakan adalah dengan teknik non skoring.

Dengan menggunakan teknik ini, masalah dinilai melalui diskusi kelompok, oleh sebab itu juga disebut Nominal Group Technique (NGT). Ada 2 NGT yakni:3,4A. Metode Delbeq (diperkenalkan oleh Andre Delbeque)

Menetapkan prioritas masalah menggunakan teknik ini adalah melalui diskusi kelompok namun peserta diskusi terdiri dari para peserta yang tidak sama keahliannya maka sebelumnya dijelaskan dahulu sehingga mereka mempunyai persepsi yang sama terhadap masalah-masalah yang akan dibahas. Hasil diskusi ini adalah prioritas masalah yang disepakati bersama.3,4 Adapun caranya adalah sebagai berikut:5a) Peringkat masalah ditentukan oleh sekelompok ahli yang berjumlah antara 6 sampai 8 orang;

b) Mula-mula dituliskan pada white board masalah apa yang akan ditentukan peringkat prioritasnya;

c) Kemudian masing-masing orang tersebut menuliskan peringkat atau urutan prioritas untuk setiap masalah yang akan ditentukan prioritasnya,

d) Penulisan tersebut dilakukan secara tertutup;

e) Kemudian kertas dari masing-masing orang dikumpulkan dan hasilnya dituliskan di belakang setiap masalah;

f) Nilai peringkat untuk setiap masalah dijumlahkan, jumlah paling kecil berarti mendapat peringkat tinggi (prioritas tinggi).

Delbeque menyarankan dilakukan satu kali lagi pemberian peringkat tersebut, dengan harapan masing-masing orang akan memertimbangkan kembali peringkat yang diberikannya setelah mengetahui nilai rata-rata;

Tidak ada diskusi dalam teknik ini, yaitu untuk menghindari orang yang dominan memengaruhi orang lain. Cara ini mempunya beberapa kelemahan, yaitu:5a) Menentukan siap yang seharusnya ikut dalam menentukan peringkat prioritas tersebut,

b) Penentuan peringkat bisa sangat subyektif,

c) Cara ini lebih bertujuan mencapai konsensus dari interest yang berbeda dan tidak untuk menentukan prioritas atas dasar fakta.

B. Metode Delphi

Yaitu masalah-masalah didiskusikan oleh sekelompok orang yang mempunyai keahlian yang sama. Melalui diskusi tersebut akan menghasilkan prioritas masalah yang disepakati bersama. Pemilihan prioritas masalah dilakukan melalui pertemuan khusus. Setiap peserta yang sama keahliannya dimintakan untuk mengemukakan beberapa masalah pokok, masalah yang paling banyak dikemukakan adalah prioritas masalah yang dicari.3,4Adapun caranya adalah sebagai berikut:5a) Identifikasi masalah yg hendak/perlu diselesaikan;

b) Membuat kuesioner dan menetapkan peserta/para ahli yg dianggap mengetahui dan menguasai permasalahan;

c) Kuesioner dikirim kepada para ahli, kemudian menerima kembali jawaban kuesioner yang berisikan ide dan alternatif solusi penyelesaian masalah;

d) Pembentukan tim khusus untuk merangkum seluruh respon yang muncul dan mengirim kembali hasil rangkuman kepada partisipan;

e) Partisipan menelaah ulang hasil rangkuman, menetapkan skala prioritas/memeringkat alternatif solusi yang dianggap terbaik dan mengembalikan kepada pemimpin kelompok/pembuatan keputusan.

II. Teknik Skoring

Pada cara ini pemilihan prioritas dilakukan dengan memberikan score (nilai) untuk pelbagai parameter tertentu yang telah ditetapkan. Parameter yang dimaksud adalah:3,4,5 Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah;

Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate of increase);

Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut (degree of unmeet need);

Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi (social benefit);

Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical feasibility);

Sumber daya yang tersedia yang dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah (resources availibilily).

Secara terperinci cara-cara tersebut antara lain:A. Metode Bryant

Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu:5

Prevalence

: Besarnya masalah yang dihadapi

Seriousness

: Pengaruh buruk yang diakibatkan oleh suatu masalah dalam masyarakat dan dilihat dari besarnya angka kesakitan dan angka kematian akibat masalah kesehatan tersebut

Manageability : Kemampuan untuk mengelola dan berkaitan dengan sumber daya Community concern : Sikap dan perasaan masyarakat terhadap masalah kesehatan tersebut

Parameter diletakkan pada baris dan masalah-masalah yang ingin dicari prioritasnya diletakkan pada kolom. Kisaran skor yang diberikan adalah satu sampai lima yang ditulis dari arah kiri ke kanan untuk tiap masalah. Kemudian dengan penjumlahan dari arah atas ke bawah untuk masing-masing masalah dihitung nilai skor akhirnya. Masalah dengan nilai tertinggi dapat dijadikan sebagai prioritas masalah. Tetapi metode ini juga memiliki kelemahan yaitu hasil yang didapat dari setiap masalah terlalu berdekatan sehingga sulit untuk menentukan prioritas masalah yang akan diambil.4

B. Metode Matematik PAHO (Pan American Health Organization)Disebut juga cara ekonometrik. Dalam metode ini parameter diletakkan pada kolom dan dipergunakan kriteria untuk penilaian masalah yang akan dijadikan sebagai prioritas masalah. Kriteria yang dipakai ialah:4,5

Magnitude:Berapa banyak penduduk yang terkena masalah.

Severity:Besarnya kerugian yang timbul yang ditunjukkan dengan case fatality rate masing-masing penyakit . Vulnerability: Sejauh mana ketersediaan teknologi atau obat yang efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Community and :Menunjukkan sejauh mana masalah tersebut

political concern menjadi concern atau kegusaran masyarakat dan para politisi.

- Affordability:Menunjukkan ada tidaknya dana yang tersedia.

Parameter diletakkan pada baris atas dan masalah-masalah yang ingin dicari prioritasnya diletakkan pada kolom. Pengisian dilakukan dari satu parameter ke parameter yang lain. Hasilnya didapat dari perkalian parameter tersebut.4

C. MCUA (Multiple Criteria Utility Assessment Metode)

Pada metode ini parameter diletakkan pada baris dan harus ada kesepakatan mengenai kriteria dan bobot yang akan digunakan. Metode ini memakai lima kriteria untuk penilaian masalah tetapi masing-masing kriteria diberikan bobot penilaian dan dikalikan dengan penilaian masalah yang ada. Cara untuk menentukan bobot dari masing-masing kriteria dengan diskusi, argumentasi, dan justifikasi.3

Kriteria yang dipakai terdiri dari:5

Emergency

: Kegawatan menimbulkan kesakitan atau kematian.

Greetes member: Menimpa orang banyak, insiden/prevalensi.

Expanding scope: Mempunyai ruang lingkup besar di luar kesehatan

Feasibility

: Kemungkinan dapat/tidaknya dilakukan.

Policy

: Kebijakan pemerintah daerah/nasional.

D. Metode HanlonDalam metode Hanlon dibagi dalam 4 kelompok kriteria, masing-masing adalah :51. Kelompok kriteria A = besarnya masalah Besarnya persentase penduduk yang menderita langsung karena penyakit tersebut Besarnya pengeluaran biaya yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut Besarnya kerugian lain yang diderita2. Kelompok kriteria B = tingkat kegawatan masalah yaitu tingginya angka morbiditas dan mortalitas, kecenderungannya dari waktu ke waktu3. Kelompok kriteria C = kemudahan penanggulangan masalah dilihat dari perbandingan antara perkiraan hasil atau manfaat penyelesaian masalah yang akan diperoleh dengan sumber daya (biaya, sarana dan cara) untuk menyelesaikan masalah. Skor 0-10 (sulit mudah).4. Kelompok kriteria D = Pearl faktor, dimana :P =Propriatness yaitu kesesuaian masalah dengan prioritas berbagai

kebijaksanaan/program/kegiatan instansi/organisasi terkait.

E =Economic feasibility yaitu kelayakan dari segi pembiayaan.

A =Acceptability yaitu situasi penerimaan masyarakat dan instansi terkait/instansi lainnya.

R =Resource availability yaitu ketersediaan sumber daya untuk memecahkan masalah (tenaga, sarana/peralatan, waktu)

L =Legality yaitu dukungan aspek hukum/perundangan-undangan/peraturan terkait seperti peraturan pemerintah/juklak/juknis/protap.

MasalahPEARLHasil Perkalian PEARL

A111111

B111111

C101100

PROBLEM SOLVING CYCLE

Problem solving cycle (siklus solusi masalah) adalah proses mental yang melibatkan penemuan masalah, analisis dan pemecahan masalah. Tujuan utama dari pemecahan masalah adalah untuk mengatasi kendala dan mencari solusi yang terbaik dalam menyelesaikan masalah (Reed, 2000).7

Problem Solving merupakan gabungan dari alat, keterampilan dan proses. Disebut alat karena dapat membantu dalam memecahkan masalah mendesak atau untuk mencapai tujuan, disebut skills karena sekali mempelajarinya maka dapat menggunakannya berulang kali, disebut proses karena melibatkan sejumlah langkah.7

Problem solving cycle merupakan proses yang terdiri dari langkah langkah berkesinambunganyang terdiri dari analisa situasi, perumusan masalah secara spesifik, penentuan prioritas masalah, penentuan tujuan, memilih alternatif terbaik, menguraikan alternatif terbaik menjadi rencana operasional dan melaksanakan rencana kegiatan serta mengevaluasi hasil kegiatan.7Langkah-langkah dalam problem solving cycle ini yaitu : 7

1. Analisis situasi

2. Identifikasi masalah

3. Prioritas masalah

4. Alternatif solusi

5. Pelaksanaan solusi terpilih

6. Evaluasi solusi yang dilaksanakan

I. Analisis situasi

Tujuan analisis situasi : 7

Memahami masalah kesehatan secara jelas dan spesifik

Mempermudah penentuan prioritas

Mempermudah penentuan alternative pemecahan masalah

Analisis situasi meliputi analisis masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan tersebut . HL Blum telah mengembangkan suatu kerangka konsep tentang hubungan antar faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan.Konsep HL Blum

Analisis situasi terdiri dari analisis derajat kesehatan, analisis aspek kependudukan, analisis pelayanan/upaya kesehatan, analisis perilaku kesehatan, dan analisis lingkungan.7

Analisis kependudukan

Manfaat analisis kependudukan adalah sebagai denominator ukuran masalah kesehatan, prediksi beban upaya/program kesehatan, dan prediksi masalah kesehatan yang dihadapi.7Ukuran demografis yang digunakan dalam analisis kependudukan :7

Jumlah penduduk

Kesuburan : angka kelahiran kasar, angka kesuburan

Kesehatan : angka kematian kasar, angka kematian menurut kelompok umur

Laju petumbuhan penduduk

Struktur umur

Angka ketergantungan

Distribusi penduduk

Mobilitas penduduk

Analisis pelayanan kesehatan

Pelayanan atau upaya kesehatan meliputi upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif . Analisis ini menghasilkan data atau informasi tentang input, proses, out put dan dampak dari pelayanan kesehatan. Input meliputi aspek ketenagaan kesehatan, biaya, sarana dan prasarana kesehatan. Proses meliputi pengorganisasian, koordinasi, dan supervisi. Sementara Output meliputi cakupan pelayanan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.7Analisis perilaku kesehatan

Analisis ini memberikan gambaran tentang pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat sehubungan dengan kesehatan maupun upaya kesehatan . Dapat menggunakan teori pengetahuan, sikap praktek, atau health belief model atau teori lainnya. Analisis perilaku kesehatan meliputi pemberian pelayanan kesehatan, pola pencarian pelayanan kesehatan, penanganan penyakit, peran serta masyarakat atau ukbm, dan tentang kesehatan ibu dan anak.7

Analisis lingkungan

Analisis lingkungan meliputi analisis lingkungan fisik, biologis, dan social. Analisis lingkungan fisik dapat berupa penyediaan air bersih, keadaan rumah dan pekarangan (ventilasi, lantai, pencahayaan maupun kebisingan), penanganan limbah rumah tangga dan limbah industry. Analisis lingkungan biologis mengambarkan vektor penyakit, ternak dan sebagainya. Analisis sosial budaya menggambarkan gotong royong dalam penanganan masalah kesehatan.7II. Identifikasi masalah

Masalah merupakan kesenjangan (gap) antara harapan dengan kenyataan. Cara perumusan masalah yang baik adalah kalau rumusan tersebut jelas menyatakan adanya kesenjangan. Kesenjangan tersebut dikemukakan secara kualitatif dan dapat pula secara kuantitatif.7

Penentuan masalah dapat dengan cara membandingkan dengan yang lain, memonitor tanda-tanda kelemahan, membandingkan capaian saat ini dengan tujuan atau dengan capaian sebelumnya, Checklist, brainstorming dan dengan membuat daftar keluhan.7Penyebab masalah dapat dikenali dengan menggambarkan diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan. Diagram tulang ikan(diagram Ishikawa) adalah alat untuk menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram ini memberikan gambaran umum suatu masalah dan penyebabnya. Diagram tersebut memfasilitasi tim untuk mengidentifikasi sebab masalah sebagai langkah awal untuk menentukan focus perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data dan/atau mengembangkan alternatif solusi.7III. Penentuan prioritas masalah

Penentuan prioritas masalah kesehatan adalah suatu proses yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan menggunakan metode tertentu untuk menentukan urutan masalah dari yang paling penting sampai yang kurang penting. Penentuan prioritas masalah dapat menggunakan metode delbeg, metode hanlon, metode delphi, metode USG , metode pembobotan dan metode dengan rumus.7Langkah penentuan prioritas masalah terdiri dari :

Menetapkan kriteria

Memberikan bobot masalah

Menentukan skoring setiap masalah

1. Masukan (input)

Masukan merupakan suatu struktur yang berupa sumber daya manusia (man), dana (money), sarana fisik perlengkapan dan peralatan (material), organisasi dan manajemen (method). Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari :

Jumlah, besarnya input Mutu struktur atau input Besarnya anggaran atau biaya KewajaranDalam usaha melaksanakan program-program di puskesmas atau mana-mana pusat kesehatan harus dimulai dengan manajemen atau administrasi.

Administrasi ialah proses penyelenggaraan kerja yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Administrasi, baik dalam pengertian luas maupun di dalam penyelenggaraannya diwujudkan melalui fungsi-fungsi manajemen, yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Jadi administrasi adalah penyelenggaraannya, dan manajemen adalah orang-orang yang menyelenggarakan kerja. Maka kombinasi dari keduanya adalah penyelenggaraan kerja yang dilakukan oleh orang-orang secara bersama-sama (kerjasama) untuk mencapai tujuan yang yang telah ditetapkan.

Perencanaan

Perencanaan merupakan proses penyusunan rencana tahunan Puskesmas untuk mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. Perencanaa akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Puskesmas merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tingkat I yang dibina oleh DKK, yang bertanggungjawab untuk melaksanakan identifikasi kondisi masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan serta fasilitas pelayanan kesehatan meliputi cakupan mutu pelayanan, identifikasi mutu sumber daya manusia dan provider, serta menetapkan kegiatan untuk menyelesaikan masalah. Perencanaan meliputi kegiatan program dan kegiatan rutin puskesmas yang berdasarkan visi dan misi puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan primer dimana visi dan misi digunakan sebagai acuan dalam melakukan setiap kegiatan pokok puskesmas.

Budgeting dalam perencanaan menejemen keuangan dikelola sendiri oleh puskesmas sesuai tatacara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan, adapun sumber biaya didapatkan dari pemerintah daerah, retribusi puskesmas, swasta atau lembaga sosial masyarakat dan pemerintah adapun pembiayaan tersebut ditujukan untuk jemis pembiayaan layanan kesehatan yang mempunyai cirri-ciri barang atau jasa publik seperti penyuluhan kesehatan, perbaikan gizi, P2M dan pelayanan kesehatan yang mempunyai ciri-ciri barang atau jasa swasta seperti pengobatan individu. Pengorganisasian

Dinas Kesehatan Kota mempunyai tugas untuk menenetukan menetapkan struktur organisasi puskesmas dengan pertimbangan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat tingkat I. Pola organisasi meliputi kepala, wakil kepala, unit tata usaha, unit fungsional agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatan yang nantinya akan berpengaruh terhadap kualitas program yang ditangani. Struktur organisasi puskesmas:

Unsur pimpinan

: Kepala Puskesmas

Unsur pembantu pimpinan : Tata usaha

Unsur pelaksana

: Unit I, II, III, IV, V, VI, VII.

Tugas pokok:

Kepala Puskesmas : bertugas memimpin, mengawasi dan mengkoordinasikan kegiatan puskesmas yang dapat dilakukan dalam jabatan struktural, dan jabatan fungsional. Kepala urusan tata usaha : bertugas dibidang kepegawaian, keuangan perlengkapan dan surat menyurat serta pencatatan dan pelaporan. Unit I : bertugas melaksanakan kegiatan kesejahteraan bayi, keluarga berencana dan perbaikan gizi. Unit II : Melaksanakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular khususnya imunisasi, kesehatan lingkungan dan laboratorium sederhana. Unit III : Melaksanakan kegiatan kesehatan gigi dan mulut, kesehatan tenaga kerja dan manula. Unit IV : Melaksanakan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan sekolah dan olahraga, kesehatan jiwa, kesehatan mata dan kesehatan khusus lainnya. Unit V : Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan upaya masyarakat dan penyuluhan kesehatan masyarakat, kesehatan remaja dan dana sehat. Unit VI : Melaksanakan kegiatan pengobatan rawat jalan dan rawat inap. Unit VII : Melaksanakan kegiatan kefarmasian. Pelaksanaan

Pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi penggerak semua kegiatan yang telah dituangkan dalam fungsi pengorganisasian untuk mencapai tujuan organisasi yang telah dirumuskan pada fungsi perencanaan. Fungsi manajemen ini lebih menekankan tentang bagaimana manajer mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Dalam menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia dalam suatu organisasi, peranan pemimpin, motivasi staf, kerjasama dan komunikasi antar staf merupakan hal-hal pokok yang perlu diperhatikan oleh seorang manjer. Secara praktis fungsi pelaksanaan ini merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerjasama di antara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien. Fungsi pelaksanaan ini haruslah dimulai dari diri manajer, di mana manajer harus menunjukkan kepada stafnya bahwa ia mempunyai tekad untuk mencapai kemajuan dan peka terhadap lingkungannya. Ia harus mempunyai kemampuan bekerjasama dengan orang lain secara harmonis.

Tujuan fungsi pelaksanaan:

Menciptakan kerjasama yang lebih efisien

Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan staf

Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan ini

Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf

Membuat organisasi berkembang lebi dinamis. PengawasanPengawasan (controlling) dalam manajemen puskesmas merupakan fungsi terakhir yang berkait erat dengan fungsi manajemen yang lainnya. Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian, standard keberhasilan selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan. Jika ada kesenjangan atau penyimpangan diupayakan agar penyimpangannya dapat dideteksi secara dini, dicegah, dikendali atau dikurangi. Kegiatan fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar efisiensi penggunaan sumber daya dapat lebih berkembang, dan efektifitas tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih terjamin.

Tiga langkah penting untuk melakukan pengawasan: Mengukur hasil/prestasi yang telah dicapai.

Membandingkan hasil yang dicapai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

Memperbaiki penyimpangan yang dijumpai berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan. Bila diperkirakan terjadi penyimpangan, pimpinan prlu berusaha lebih dulu untuk mencari factor penyebabnya, kemudian menetapkan langkah-langkah untuk mengatasinya.

2. Keluaran (output)

Keluaran adalah hasil akhir dari kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap pasien atau terhadap suatu program yang dilaksanakan. Dapat juga berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif. Keluaran jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu. Keluaran jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional pasien.

3. Sasaran

Sasaran merupakan golongan yang menjadi tumpuan terhadap pelaksanaan suatu program yang direncanakan. Sasaran dapat berupa perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. 4. Dampak

Hasil dari pelaksanaan yang dijadikan indikator apakah kebutuhan dan tuntutan kelompok sasaran terpenuhi atau tidak. Dampak merupakan indikator yang sulit untuk dinilai.

5. Umpan Balik

Umpan balik merupakan merupakan hasil dari keluran yang menjadi masukan dari suatu sistem.

Pelayanan Puskesmas

Promosi kesehatan

Kesehatan ibu dan anak (KIA)

Balai pengobatan umum Balai pengobatan gigi Kosultasi gizi Immunisasi Konsultasi kesehatan remaja dan usila

Usaha kesehatan sekolah (UKS)/UKGS

Pencegahan dan pemberantasan penyakit

Kesehatan lingkungan Kesehatan jiwa

Pemeriksaan laboratorium sederhana

Kesehatan mata

Kesehatan telingaMasalah

Namun dalam usaha mencapai visi puskesmas terdapat beberapa masalah yang dihadapi sehingga menyebabkan program yang diselenggrakan tidak mencapai target yang ditetapkan. Misalnya cakupan imunisasi yang tidak cukup. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor antaranya akibat manajemen yang tidak efektif atau pelaksanaan program yang tidak efesien.

Imunisasi merupakan salah satu program pelayanan Puskesmas yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi merupakan upaya pencegahan terhadap penyakit tertentu pada diri seseorang dengan pemberian vaksin. Vaksin adalah antigen yang dapat bersifat aktif maupun inaktif yang berasal dari mikroorganisme ataupun racun yang dilemahkan. Pemberian vaksin bisa melalui injeksi, misalnya vaksin BCG, DPT, DT, TT, Campak, dan Hepatitis B. Sedangkan yang diberikan secara oral yaitu vaksin polio. Pemberian vaksin secara dini dan rutin pada bayi dan balita diketahui mampu memunculkan kekebalan tubuh secara alamiah. Cara itu sangat efektif, mudah, dan murah untuk menangkal berbagai penyakit menular.

Penyebab

Semua jenis hambatan atau penyebab timbulnya masalah dalam sesuatu program dapat dirumuskan pada saat melakukan analisis situasi (sistem) yang lebih difokuskan pada sumber daya dan proses (input dan proses).

1. Input: Man: jumlah staf kurang, ketrampilan, pengetahuan, dan motivasi kerjaya yang rendah. Tingkat partisipasi masyarakat juga rendah. Money: jumlah dana untuk pengembangan program sangat terbatas dan turunnya dana terlambat serta sering dipotong di Dinkes tingkat II. Material: jumlah peralatan medis yang kurang memadai dan jenis obat yang tersedia tidak sesuai dengan masalah kesehatan yang potensial berkembang di wilayah kerja Puskesmas. Harga peralatan yang mahal. Method: perlaksanaan program yang kurang efektif dan efisien. Waktu yang dimiliki oleh staf tidak cukup untuk menyusun rencana atau untuk mengadakan supervisi. Informasi juga dapat menjadi hambatan program karena datanya yang tersedia kurang dapat dipercaya, kurang akurat, pemanfaatan data jarang dilakukan untuk perencanaan kegiatan program sehingga staf terperangkap pada rutinisme dan laporannya yang belum di buat.

2. Proses: masalah ini dapat dikaitkan dengan fungsi manajemen (POAC). Planning: kurang jelasnya tujuan atau rumusan masalah program sehingga rencana kerja operasional tidak relevans dengan upaya pemecahan masalah. Organizing: pembagian tugas untuk staf tidak jelas bahkan sering tidak ada. Actuating: koordinasi dan motivasi staf kurang atau kepimpinan kepala Puskesmas tidak disenangi staf. Controlling: pengawasan (supervise) lemah dan jarang dilakukan serta pencatatan data untuk monitoring program kurang akurat dan jarang dimanfaatkan3. Lingkungan -Misalnya hambatan geografis (jalan rusak) -Iklim atau musim yang kurang menguntungkan -Masalah tingkat pendidikan yang rendah -Sikap dan budaya masyarakat yang tidak kondusif (tabu, salah persepsi, mitos)Antara hal-hal dapat menimbulkan masalah adalah:

Visi, misi dan fungsi Puskesmas belum dirumuskan secara jelas

Beban kerja Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terlalu berat Sistem manajemen Puskesmas dengan berlakunya prinsip otonomi perlu disesuaikan Puskesmas dan daerah tidak memiliki keleluasaan menetapkan kebijakan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, yang tentu saja dinilai tidak sesuai lagi dengan era desentralisasi Kegiatan yang dilaksanakan Puskesmas kurang berorientasi pada masalah dan kebutuhan kesehatan masyarakat setempat Keterlibatan masyarakat yang merupakan andalan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat pertama belum dikembangkan secara optimal Sistem pembiayaan Puskesmas belum mengantisipasi arah perkembangan masa depan. Dampak

Dampak (impact) adalah akibat yang ditimbulkan oleh output Untuk manajemen kesehatan dampak yang diharapkan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan dapat tercapai jika kebutuhan (needs) dan tuntutan (demands) perseorangan/masyarakat dapat dipenuhi.

Kebutuhan Kesehatan (HEALTH NEEDS)

Kebutuhan kesehatan (needs) bersifat obyektif, karena itu pemenuhanya bersifat mutlak. Kebutuhan kesehatan sangat ditentukan oleh masalah kesehatan di masyarakat. Masalah kesehatan perorangan/keluarga yang terpenting adalah penyakit yang diderita. Masalah kesehatan masyarakat adalah status kesehatan masyarakat. Menurut Gordon dan Le Right (1950) penyakit/status kesehatan ditentukan oleh 3 faktor: Host, Agent dan Environment. Upaya untuk menemukan kebutuhan masyarakat, perhatian harus ditujukan pada ketiga faktor tersebut. Apabila penyebab penyakit diketahui baru dilanjutkan dengan tindak lanjut (solusi).Tuntutan Kesehatan (HEALTH DEMANDS)

Tuntutan kesehatan (health demands) pada dasarnya bersifat subyektif, karena itu pemenuhanya bersifat fakultatif . Tuntutan kesehatan yang subyektif dipengaruhi oleh latar belakang individu (pendidikan, ekonomi, budaya dsb) Tuntutan kesehatan sangat dipengaruhi oleh teknologi kedokteran.CONTOH; NEEDS DEMANDS

Kebutuhan: sembuh , Tuntutan: Bidan, Dokter umum, Dokter spesialis Kebutuhan: lahir normal , Tuntutan: Bidan, Dokter umum, Dokter spesialis Kebutuhan: rawat inap , Tuntutan: Klas 3, Klas 2, Klas 1, Pavilyun Kebutuhan: mengetahui DJJ , Tuntutan: funanduskop, Doppler, USG.

Penyelesaian

Pada kasus kita di dapatkan:

1. Input; MAN: 1 dr.umum , 1 dr.gigi , 3 perawat , 1 sanitarian , 3 administrator MONEY-MATERIAL: uang, vaksin, transportasi, alat kontrasepsi, alat-alat pemeriksaan tidak diketahui METHOD: kemampuan/keahlian tenaga medis, cara yang digunakan (tidak diketahui) MARKET: 30.000 jiwa , area jangkauan sulit

2. proses; PLANNING: menyusun anggaran, tidak diketahui faktor yang mempengaruhi data dasar penyusunan anggaran tidak akurat. ORGANIZING: penyusunan staf, kurang personil. ACTUATING: penggerakan, pengkoordinasian, tidak efektif. CONTROLLING: penyusunan laporan, evaluasi.

3. output : cakupan imunisasi dasar , program KB , ANCm, DHF4. sasaran : bayi , balita , ibu , pasutri/keluarga , ibu hamil.

5. dampak : cakupan imunisasi dasar belum mencapai hasil peserta baru KB belum mencapai hasil, ANC belum mencapai hasil dan pemberantasan DHF.Penyelesaian :

1. Pelayanan Imunisasi Dasar

Pelayanan : Imunisasi bayi

Imunisasi yang diwajibkan: Vaksinasi Jadwal pemberian-usia Booster/Ulangan Imunisasi untuk melawan

BCG Waktu lahir --Tuberkulosis

Hepatitis B Waktulahir-dosis 1 1 bulan-dosis 2 6 bulan-dosis 3 1 tahun-- pada bayi yang lahir dari ibu dengan hep B Hepatitis B

DPT dan Polio 3 bulan-dosis 1 4 bulan-dosis 2 5 bulan-dosis 3 18 bulan-booster 1 6 tahun-booster 2 12 tahun-booster 3 Dipteria, pertusis, tetanus, dan polio

campak 9 bulan --Campak

Imunisasi yang dianjurkan:

Vaksinasi Jadwal pemberianusia Booster/Ulangan Imunisasi untuk melawan

MMR 1-2 tahun 12 tahun Measles, meningitis, rubella

Hib 3 bulan-dosis 1 4 bulan-dosis 2 5 bulan-dosis 3 18 bulan Hemophilus influenza tipe B

Hepatitis A 12-18 bulan -Hepatitis A

Cacar air 12-18 bulan --Cacar air

1. Tujuan:

Sebagai Pedoman kerja Petugas Imunisasi dalam memberikan Imunisasi pada bayi. 2. Sasaran:

Petugas Imunisasi dalam mempersiapkan alat / sarana, vaksin serta kesiapan petugas dalam pemberian Imunisasi kepada bayi (penyuntikan).

3. Uraian Umum:

Persiapan alat: Spuit lengkap, alat sterilisator, kapas air hangat. Persiapan Vaksin: Vaksin yang sesuai dengan sasaran dimasukkan dalam termos es (vaksin carier). Persiapan sasaran: Pemberitahuan kepada orang tua bayi (sasaran) tempat penyuntikan dan efek sampingnya. Pemberian Imunisasi : Pengambilan vaksin sesuai dengan dosisnya. Desinfeksi pada tempat yang akan disuntik.

Pemberian Imunisasi sesuai dengan jenis vaksin sebagai berikut:

BCG : Intra cutan, dosis 0,05 cc. Polio : Tetes mulut, dosis 2 tetes.

DPT, HB, Campak : Subcutan, dosis 0,5 cc. Pemberian obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis pemberian. Memberikan Informasi kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi berikutnya.

Pencatatan/pelaporan: Imunisasi yang diberikan dicatat dalam buku catatan imunisasi dan Buku KIA / KMS.

4. Langkah-langkah kegiatan:

a. Petugas Imunisasi menerima kunjungan bayi sasaran Imunisasi

yang telah membawa Buku KIA / KMS di Ruang Imunisasi setelah

mendaftar di loket pendaftaran.

b. Petugas memriksa status Imunisasi dalam buku KIA / KMS dan

menentukan jenis imunisasi yang akan diberikan.

c. Petugas menanyakan keadaan bayi kepada orang tuanya

(keadaan bayi yang memungkinkan untuk diberikan imunisasi atau bila

tidak akan dirujuk ke Ruang Pengobatan).

d. Petugas menyiapkan alat (menyeteril alat suntik dan kapas air hangat).

e. Petugas menyiapkan vaksin ( vaksin dimasukkan ke dalam termos es ).

f. Petugas menyiapkan sasaran ( memberitahukan kepada orang

bayi tentang tempat penyuntikan.

g. Petugas memberikan Imunisasi ( memasukkan vaksin ke dalam

alat suntik, desinfeksi tempat suntikan dengan kapas air hangat, memberikan

suntikan vaksin / meneteskan vaksin sesuai dengan jadwal imunisasi yang

akan diberikan.

h. Petugas melakukan KIE tentang efek samping pasca imunisasi

kepada orang tua bayi sasaran imunisasi.

i.Petugas memberikan obat antipiretik untuk imunisasi DPT,

dijelaskan cara dan dosis pemberian.

j.Petugas memberitahukan kepada orang tua bayi mengenai jadwal

imunisasi berikutnya.

Petugas mencatat hasil imunisasi dalam Buku KIA / KMS dan Buku Catatan Imunisasi serta rekapitulasi setiap akhir bulannya.2. Pelayanan Pemberantasan DHF

POLA TRANSMISI PENYAKIT DHF

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan Virus Dengue. Penyakit tersebut merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena prevalensinya yang tinggi dan penyebarannya semakin luas. Demam Berdarah Dengue (DBD), disebut juga dengan istilah DengueHemoragic Fever (DHF), pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1968. Hingga kini, DBD masih menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia karena prevalensinya yang tinggi dan penyebarannya yang semakin meluas.

Dari desain teori di atas, maka akan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap keadaan sakit atau tidak sakit demam berdarah di wilayah yang telah ditentukan sebelumnya.

Faktor-faktor yang terkait dalam penularan penyakit DBD adalah sebagai

berikut:1. Kepadatan penduduk : penduduk yang padat lebih mudah untuk terjadi penularan demam berdarah.

2. Mobilitas penduduk : memindahkan penularan dari suatu tempat ke tempat lain.

3. Kualitas perumahan : jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain, pencahayaan, bentuk rumah, bahan bangunan, kesemuanya akan mempengaruhi penularan.

4. Pendidikan : akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan cara pemberantasan yang dilakukan.

5. Perilaku : jika rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap masalah akan mengurangi resiko penularan penyakit.

6. Golongan umur : akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit.

7. Kerentanan terhadap penyakit : lebih rentan maka akan lebih mudah tertular penyakit.

Gejala umum DHF, Diagnosis dan Pengobatan di Puskesmas3,4

a. Gejala/tanda :

Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah dan lesu

Seringkali uluhati terasa nyeri karena perdarahan di lambung

Tampak bintik-bintik merah seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan pecahnya pembulu darah kapiler di kulit

Untuk membedakannya kulit direnggangkan apabila bintik merah hilang, bukan tanda DHF.

Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung (mimisan)

Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan berkeringat. Bila tidak segera ditolong dapat meninggal dunia.

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan trombositopenia (100.000/m3). Biasanya baru terjadi pada hari ketiga atau keempat. Pada orang normal 4-10 trombosit/LP (dengan rata-rata 10/LP) menunjukan jumlah trombosit yang cukup. Rata-rata kurang dari 2-3/LP dianggap rendah (kurang dari 100.000). Hemokonsentrasi, Ht meningkat 20% atau lebih dari nilai sebelumnya. Biasanya terjadi pada hari ke-3 atau 4. Contoh waktu pertama kali datang = 30%, nilai Ht pemeriksaan berikutnya =38% nilai Ht meningkat

Bila tidak tersedi alat haemotrokit/centrifuge dapat digunakan perhitungan hemoglobin sahli

b. Diagnosis

Adanya 2 atau 3 kriteria klinik yang disertai trombositopenia sudah cukup untuk mendiagnosis demam berdarah dengue.

c. Pengobatan di Puskesmas

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi perlu perawatan intensif.7

Tirah baring selama masih demam

Obat antipiretik atau kompres panas hangat.

Untuk menurunkan suhu dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis.

Diajurkan pemberian cairan elektrolit (mencegah dehidrasi sebagai akibat demam, anoreksia dan muntah) per oral, jus buah, sirup, susu. Disamping air putih, dianjurkan diberikan selama 2 hari.

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok. Periode kritis adalah pada saat suhu turun pada umumnya hari ke-3 -5 fase demam.

Pemeriksaan kadar hematokrit berkala untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan vena.

Jenis cairan kristaloid : larutan ringer laktat ( RL), larutan ringer asetat (RA), larutan garam faali (GF), detroksa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), detroksa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA). (catatan : untukresusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran)

Cairan koloid : dekstran 40, plasma, albumin.

1.5. KERANGKA TEORITIS1

1. Masukan (input)

Kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam system dan terdiri dari untur tenaga (man), dana (money), sarana (material), dan metoda (method) yang merupakan variable dalam melaksanakan evaluasi program pemberantasan Demam Berdarah Dengue.

2. Proses (process)

Kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam system dan terdiri dari unsure perencanaan (planning), organisasi (organization), pelaksanaan (activities), dan pengawasan (controlling) yang merupakan variable dalam melaksanakan evaluasi program Demam Berdarah Dengue

3. Keluaran (output)

Kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam system dari kegiatan pemberantasan DBD

4. Dampak (impact)

Akibat yang ditimbulkan oleh keluaran dalam pemberantasan DBD

5. Umpan Balik (feed back)

Kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari system dan sekaligus sebagai masukan dalam program pemberantasan DBD

6. Lingkungan (environment)

Dunia luar yang tidak dikelola oleh system tetapi mempunyai pengaruh terhadap system.

Tolak ukur keberhasilan:

Terdiri dari variable masukan, proses, keluaran, umpan balik, lingkungan dan dampak. Digunakan sebagai pembanding atau target yang harus dicapai dalam program pemberantasan DBD.1,31.6. PENYAJIAN DATA1Data evaluasi program dalam hal ini dapat berupa data sekunder yang berasal dari Data Kependudukan Kelurahan setempat dan Laporan Bulanan Puskesmas Kelurahan setempat pada periode tertentu

Berikut merupakan contoh program Puskesmas dalam melakukan pemberantasan penyakit DBD:

1. MASUKAN

Tenaga

Dokter

Kooedinator P2M dan PKM

Petugas Laboratorium

Petugas Administrasi

Kader aktif

Jumantik

Dana

Dana untuk pelaksanaan program dapat diperoleh di:

1. APBD

: sebagai contoh, APBD menyediakan anggaran untuk pengawasan dan monitoring, sarana diagnosis, bahan cetakan, kegiatan pemecahan masalah di kotamadya.

2. Swadaya Masyarakat : contoh, menyediakan anggaran untuk operasional, pemeliharaan, pelaksanaan, pencegahan dan penanggulangan DHF Sarana

Medis

Meliputi hal-hal dibawah ini :

a. Poliklinik set : stetoskop, timbangaan BB, thermometer, tensimeter, senter

b. Alat pemeriksaan hematokrit

c. Alat penyuluhan kesehatan masyarakat

d. Formulir laporan Standart Operasional dan KDRS (kasus DBD di Rumah Sakit)

e. Obat-obatan simptomatis untuk DBD (analgetik dan antipiretik)

f. Buku petunjuk program DBD

g. Bagan penatalaksanaan kasus DBD

h. Larvasida

Non-Medis

Meliputi hal-hal dibawah ini :

a. Gedung puskesmas

b. Ruang tunggu

c. Tuang administrasi

d. Ruang periksa

e. Ruang tindakan

f. Laboratorium

g. Apotik

h. Perlengkapan administrasi

i. Formulir laporan

Metode

Terdapat metode untuk:

1. Penemuan penderita tersangka DBD

Kasus dilihat dari jumlah suspe DBD yang dating ke puskesmas

2. Rujukan penderita DBD

Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.

3. Penyuluhan Kesehatan pada Penyuluhan masyarakat meliputi :

a. Penyuluhan Perorangan : terhadap individu yang berobat melalui konseling

b. Penyuluhan Kelompok : Melalui diskusi, ceramah, penyuluhan melalui poster.

4. Surveilan kasus DBD

Angka Bebas Jentik : presentasi rumah yang bebas jentik disbanding dengan jumlah rumah yang diperiksa

5. Surveilans vector

Pengamatan Jentik Berkala : presentasi jumlah rumah yang diperiksa jentik dibanding dengan jumlah rumah yang diperiksa

6. Pemberantasan vector

a. Abatisasi : pemberian bubuk abate pada tempat penampungan air yang tidak bias dikuras

b. Kegiatan 3 M : dengan Badan Gerakan 3M yang perwujudannya melalui Jumat bersih selama 30 menit setiap satu minggu sekali. Dilakukan dengan pengawasan kader. Menguras, menutup, dan mengubur tempat pertumbuhan jentik.

c. Fogging focus

7. Pencatatan dan Pelaporan

2. PROSES

Perencanaan

Ada perencanaan tertulis mengenai:

Penemuan penderita tersangka DBD : dilihat dari jumlah pasien suspect DBD yang datang ke puskesmas

Rujukan penderita DBD : Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.

Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok

Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik

Surveilans vector: melalui Pengamatan Jentik Berkala

Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi, kegiatan 3M, dan Fogging focus

Pencatatan dan Pelaporan

Pengorganisasian

Terdapat strukur organisasi tertulis dan pemberian tugas yang jelas dalam melaksanakan tugasnya.

Pelaksanaan

1. Penemuan penderita tersangka DBD

Kasus dilihat dar jumlah suspect DBD yang datang ke puskesmas

2. Rujukan penderita DBD

Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.

3. Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok

4. Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik (berapa kali per tahun)

5. Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala (berapa kali per tahun)

6. Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi, kegiatan 3M, dan Fogging focus

7. Pencatatan dan Pelaporan : ada tidaknya terjadi wabah

Pengawasan dan Pengendalian

Melalui pencatatan dan pelaporan yang dilakukan

Bulanan

Triwulanan

Tahunan

3. KELUARAN

Penemuan penderita tersangka DBD : dilihat dari jumlah pasien suspect DBD yang datang ke puskesmas

Contoh : 128 orang/tahun

Rujukan penderita DBD : Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.

Contoh : dilakukan rujukan 100% kasus

Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang nyamuk)

Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui jalur-jalur informasi yang ada:

a. Penyuluhan Kelompok:

PKK, Organisaasi social masyarakat lain, kelompok agama, guru, murid sekolah, pengelola tempat umum/instansi, dll.

b. Penyuluhan Perorangan

Kepada ibu-ibu pengunjung posyandu

Kepada penderita/keluarganya di puskesmas

Kunjungan rumah oleh kader/ petugas puskesmas

c. Penyuluhan melalui media massa : TV, radio, dll .

Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik

Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah: House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan atau pupa. HI = Jumlah Rumah Yang Terdapat Jentik x 100% Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva atau pupa. CI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100% Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah yang diperiksa. BI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100 rumah Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang diperiksa.

ABJ = Jumlah Rumah Yang Tidak Ditemukan Jentik x 100% Jumlah Rumah Yang Diperiksa

Merupakan salah satu indicator keberhasilan program pemberantasan vector penular DBD. Angka Bebas Jentik sebagai tolak ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan PSN-3M menunjukan tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Rata-rata ABJ yang dibawah 95% menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD di lingkunagnnya masing-masing belum optimal.

Contoh : 3x/ tahun dengan cakupan ABJ 96,07%

Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil kegiatan yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan endemis pada 100 rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random sampling). Angka Bebas Jentik dan House Indeks lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk disuatu wilayah. Pemberantasan vector :

Perlindungan perseorangan, yaitu memberikan anjuran untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan meniadakan sarang nyamuknya di dalam rumah. Yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan obat anti serangga yang dapat dibeli di took-toko seperti baygon, dll.5-7

a. Menggunakan insektisida

Abatisasi : adalah menaburkan bubuk abate ke dalam penampung air untuk membunuh larva dan nyamuk. Cara melakukan abatisasi : untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk abate. Bila tidak ada alat untuk menakar gunakan sendok makan. Satu sendo makan peres ( diratakan atasnya) berisi 10 gram abate, selanjutnya tinggal membagi atau menambah sesuai jumlah air.dalam takaran yang dianjurkan seperti di atas, aman bagi manusia dan tidak akan menimbulkan keracunan. Penaburan abate perlu di ulang selama 3 bulan.7 Fogging dengan malathion atau fonitrothion. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena penyemprotan hanya mematikan nyamuk dewasa.

b. Tanpa insektisida

Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan melaksanakan penyuluhan 3M:

Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air

Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastic bekas dan lain-lain.

Selain itu ditambah dengan cara yang dikenal dengan istilah 3M Plus, seperti :

Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lain seminggu sekali

Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar

Tutup lubang-lubang pada potongan bamboo, pohon dan lain-lain, misalnya dengan tanah.

Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan di pekarangan, kebun, pemakaman, rumah kosong, dan lain-lain.

Pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk

Pasang kawat kasa di rumah

Pencahayaan dan ventilasi memadai

Jangan biarkan menggantuk pakian di rumah

Tidur menggunakan kelambu

Gunakan obat nyamuk untuk mencegah gigtan nyamuk.

Pencatatan dan Pelaporan: kalau seandainya terjadi wabah

a. Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita demam berdarah dengue menggunakan formulir:

W 1/ laporan KLB (wabah)

W 2/ laporan mingguan wabah

SP2TP :LB 1 / laporan bulanan data kesakitan

LB 2 /laporan bulanan data kematian

Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3 / Laporan bulanan kegiatan Puskesmas (SP2TP)

b. Penderita demam berdarah / suspect demam berdarah perlu diambil specimen darahnya (akut ataupun konvalesens) untuk pemeriksaan serologis. Specimen dikirim bersama-sama de Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) melalui Dinas KEsehatan Dati II setempat.2. LINGKUNGAN

Lingkungan Fisik:

Jarak dengan pemukiman penduduk (dekat/jauh)

Transportasi (mudah/sukar)

Jarak dengan fasilitas umum

Lingkungan Non-Fisik

1. Mata Pencaharian penduduk (terbanyak)

2. Tingkat pendidikan3. UMPAN BALIK

Adanya pencatatan dan Pelaporan

Sesuai dengan waktu yang ditetapkan

Masukan dalam program pemberantasan DBD selanjutnya

Rapat kerja (berapa kali / tahun)

Antara kepala puskesmas dengan Pelaksana Unit untuk

1. Membahas laporan kegiatan bulanan

2. Evaluasi program yang telah dilakukan4. DAMPAK

LANGSUNG

: apakah terjadi penurunan angka morbiditas dan mortalitas kasus DHF TIDAK LANGSUNG : apakah terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat.Bab III

PENUTUP

Puskesmas merupakan suatu organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, serta biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran serta kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk perorangan dan masyarakat luas bagi mencapai derajat kesehatan yang optimal. Pelayanan di Puskesmas mencakup pelayanan preventif, promotif, kuratif sampai dengan rehabilitative. Upaya pelayanan kesehatan masyarakat mencakup upaya promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, program imunisasi, konsultasi gizi, upaya kesehatan sekolah dan sebagainya. Namun dalam usaha merealisasi setiap upaya kesehatan tersebut harus mendapat kerjasama semua pihak termasuklah individu, keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Daftar Pustaka

1. Rachmat RHH. Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Prinsip Dasar, Kebijakan, Perencanaan dan Kajian Masa Depan. Gadjah Mada University Press, 2004.

2. Fahmi F. Laporan Kegiatan Pengelolaan Puskesmas. Maret 2010. Diunduh dari http://www.docstoc.com/docs/41903480/Laporan-Kegiatan-Pengelolaan-Puskesmas, 13 Juli 2010.

3. Puskel. 7 Konsep Dasar Pembenahan Kinerja Manajemen Puskesmas. Januari 2010. Diunduh dari http://www.puskel.com/7-konsep-dasar-pembenahan-kinerja

HYPERLINK "http://www.puskel.com/7-konsep-dasar-pembenahan-kinerja-manajemen-puskesmas/"manajemen-puskesmas/, 13 Juli 2010. 4. Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Suroso. Februari 2010. Diunduh dari http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=15, 12 Juli 2010 5. Uptpuskesmasplayenii. Penilaian Kinerja UPT Puskesmas Playen II Tahun 2010. Mei 2010. DinKes Kab. Gunung Kidul.

6. Ridlo IA. Model Puskesmas Era Desentralisasi. September 2008. Diunduh dari http://www.kebijakankesehatan.co.cc/2008/09/model-puskesmas-era

HYPERLINK "http://www.kebijakankesehatan.co.cc/2008/09/model-puskesmas-era-desentralisasi.html"desentralisasi.html, 10 Juli 2010. 7. Theophilus S. Imunisasi. Februari 2005. Diunduh dari http://orliniqlima.multiply.com/journal/item/14/Imunisasi, 10 Juli 2010. 8. KepMenKes RI Nomor 1059/MenKes/SK/IX/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. 22 September 2004. Departeman Kesehatan RI.

9. KepMenKes RI Nomor 128/MenKes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas. 10 Februari 2004. Departemen Kesehatan RI. 10. Depkes, RI, 2006. Pedoman Pelaksanaan Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (Kehamilan yang lebih aman), Jakarta.

11. Manuaba IBG, 2001, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta.

12. Notoatmodjo, S, 2003. Pengantar Pendidikan dan Ilmu Ilmu Perilaku Kesehatan ED. Terakhir. Yogyakarta: Andi Offset.

13. Thomas S. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Edisi 3. Jakarta; Departemen Kesehatan 2007.

14. Widoyono. Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam: Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta. Erlangga.2008.

15. Hadisantoso. Modul Latihan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Cetakan IV. Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Jakarta.1998.

16. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta. Departemen Kesehatan. 2001.

17. Karmila. Peran Keluarga dan Petugas Puskesmas terhadap Penanggulangan penyait Demam Berdarah Dengue. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6972/1/09E01773.pdf. 12 Juli 2011.