aguswi-kkp.comaguswi-kkp.com/wp-content/uploads/2013/08/bab-4-ok.docx · web view3iv. hasil dan...
TRANSCRIPT
3IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Letak dan Batas Lokasi
Kawasan Wisata terletak di Pesisir Desa Suli sebagai daerah peralihan
antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan
laut (UU RI No. 26 tahun 2007). Secara geografis berada pada Kecamatan
Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, pada kedudukan 3015’ - 3040’ LS dan
126030’ - 1270 BT. Kawasan Wisata memiliki topografi wilayah yang datar dengan
bagian pesisir terdapat pantai yang landai. Ditinjau secara geografi Desa Suli
berbatasan di sebelah Utara dengan gunung Salahutu, sebelah Selatan dengan
Teluk Baguala sedangkan secara administratif berbatasan di sebelah Timur
dengan Desa Tulehu dan Desa Tial, sebelah Barat dengan Desa Passo.
Desa Suli terbagi atas 4 (empat) Dusun yaitu Dusun Amalatuei terletak
pada RT 1 s/d RT 11 dan RT 19 s/d RT 24 tepatnya di Suli bawah samping
gereja Pentakosta s/d Jembatan Sungai Lorihua, Suli atas samping SD, daerah
pengungsi Banda, Rindam s/d Jembatan Dua. Dusun Latuslamu terletak pada
RT 12 s/d RT 15 dan RT 25 s/d RT 27 tepatnya di Suli bawah Pantai Sopapey,
gereja Pentakosta s/d pertigaan, Suli atas pada daerah Kebun Kayu Manis,
samping SD dan Kantor Desa. Dusun Wainusalaut terletak pada RT 35 s/d
RT 57 tepatnya di Natsepa, Waiyari s/d Waitatiri dan Dusun Amarumatena
terletak pada RT 28 s/d RT 33 tepatnya di Suli bawah dari Jembatan Sungai
Lorihua s/d batas desa Tial. Keempat dusun tersebut juga berpengaruh langsung
maupun tidak langsung terhadap pengelolaan daerah wisata tersebut. Kawasan
Desa Suli berjarak ± 3 Km ke Ibukota kabupaten Maluku Tengah dan ± 17 Km ke
Ibukota Provinsi Maluku (Kantor Negeri Suli, 2010).
36
Desa Suli selain memiliki pantai Natsepa dan pantai Sopapey yang
berpasir putih juga terdapat tempat-tempat di tepi pantai yang dikeramatkan yaitu
Amahuing (Musamet) tempat pemukiman atau negeri lama. Sumber ditengah-
tengah negeri yaitu Sungai Lorihua dan yang di gunung disebut Waitete,
Labuhan Patiran, Baeleu Lea Nusa (Aman tempat penduduk berdamai dan
bersatu kembali) juga Tungku Tiga yaitu tempat mengangkat sumpah pela antara
negeri Suli, kaibobu dan Waai (Pattikayhatu, 2007) dan sangat bermanfaat bagi
kesejahteraan masyarakat, salah satunya pariwisata jika dikembangkan dengan
tetap menjaga integritas budaya, proses-proses dan keanekaragaman hayati.
4.1.2. Kondisi Iklim
Di tiap tempat cuaca hari demi hari selalu berubah. Setelah satu tahun
perubahan tersebut biasanya membentuk pola siklus tertentu. Setelah beberapa
tahun (misalnya 30 tahun atau lebih) dari rata-rata tiap nilai unsur cuaca akan
mencerminkan sifat atmosfer yang dikenal sebagai iklim. Jadi iklim adalah
sintesis atau kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur cuaca (hari demi hari
dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat atau wilayah yang
lebih luas. Sintesis tersebut dapat diartikan pula sebagai nilai statistik yang
meliputi rata-rata, maksimum, minimum, frekuensi kejadian, atau peluang
kejadian dan sebagainya. Lebih jelas Maluku terletak pada wilayah tropika
sehingga memiliki tipe iklim tropika. Dilihat dari pola iklimnya, Maluku cenderung
berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyak
faktor, diantaranya kondisi fisiografi dan geografisnya, ketinggian tempat, letak
wilayah terhadap pegunungan dan lautan dan sebagainya. Iklim tropika
merupakan sebuah tipe iklim yang dicirikan oleh suhu dan kelembaban tinggi
sepanjang tahun. Suhu rata-rata tahunan terendah di daerah beriklim tropika
berkisar 18ºC.
37
Perbedaan antara aspek cuaca dan aspek iklim di bumi terletak dalam hal
lingkup ruang dan waktu. Cuaca adalah nilai sesaat atmosfer, serta perubahan
dalam jangka waktu pendek (kurang dari 1 jam hingga 24 jam) disuatu tempat
tertentu. Cuaca dibentuk oleh beberapa unsur, yaitu :
Penerimaan radiasi matahari;
Suhu udara;
Kelembaban udara;
Tekanan udara;
Kecepatan angin;
Arah angin;
Penutupan langit oleh awan;
Dapat dilihat pada saat penelitian bulan Mei s/d Juni 2010 rata-rata unsur
bulanan penerimaan radiasi matahari 64.2% dan 33.9%, suhu udara rata-rata
27.3 ºC dan 26.0 ºC, kelembaban udara rata-rata 87% dan 90%, tekanan udara
1009.4 millibar dan 1011.5 millibar, kecepatan angin rata-rata 4 knot dan 3 knot,
arah angin 80 knot dan 150 knot serta penutupan langit oleh awan atau curah
hujan dengan dilihat jumlah hari hujan 23 hari dan 27 hari dalam 1 bulan
(Lampiran 1). (Badan Meteorologi dan Geofisika Ambon, 2010)
Jadi dengan mengetahui unsur-unsur diatas maka dalam pengembangan
kepariwisataan kita dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap akibat-akibat
negatif yang dapat ditimbulkan oleh keadaan cuaca/ iklim yang ekstrim misalnya
kekeringan, banjir serta angin kencang, menyesuaikan diri atau berusaha untuk
menyelenggarakan kegiatan dan usaha yang serasi dengan sifat cuaca dan iklim
sehingga terhindar dari hambatan atau kerugian yang diakibatkannya serta
berbagai hal lainnya.
38
4.1.3. Geomorfologi dan Kondisi Fisik
Secara umum Desa Suli dengan luas 6.500 ha memiliki topografi tanah
datar dan berbukit dengan ketinggian 0-400 meter dari permukaan laut, curah
hujan 760 mm/tahun, bulan basah 3-5 bulan dan bulan kering 7-9 bulan,
keadaan suhu rata-rata 29-32ºC, tingkat kesuburan tanahnya tergolong subur
dengan jenis tanahnya lempung berpasir, lempung liat.
Tipe pantai pada kawasan desa Suli ada yang berbatu, pasir berbatu
maupun berpasir tapi pada kawasan wisata sebagaian besar dengan tipe pantai
landai dan berpasir. Beberapa meter pada daerah pantai tepat pada tengah
tempat wisata terdapat lereng topografi yang berupa bagian-bagian karang mati,
serta dibangun talit-talit yang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap
erosi dan abrasi akibat hempasan ombak maupun arus yang kuat. Penutup lahan
pantai didominasi oleh pohon kelapa, katapang, kayu besi pantai, hutung,
beringin, bintanggor maupun semak belukar yang biasa disebut katang-katang.
Kemungkinan bencana pada kawasan wisata desa Suli sangat kecil
karena tertutup, hanya pada saat musim-musim tertentu jika gelombang dan arus
yang kuat maka pada bagian-bagian pantai tertentu dapat terjadi abrasi. Jadi,
pengembangan pariwisata harus menggunakan prinsip berkelanjutan, dimana
secara ekonomi memberikan keuntungan, konstribusi pada upaya pelestarian
sumberdaya alam, serta sesentif terhadap budaya masyarakat lokal
Parameter fisik pada perairan kawasan desa Suli yang diukur pada bulan
Mei 2010, khususnya dipermukaan laut adalah suhu 30 - 32 ºC, salinitas berkisar
antara 32 - 25 %, kecerahan pada kedalaman 5 - 7 meter berkisar antara 75 -
85 % dan kecepatan arus permukaan laut berkisar antara 0,11 - 0,25 m/det
sedangkan oksigen terlarut (DO) berkisar antara 7,3 - 8,3 mg/l.
39
4.2. Kondisi Fisik, Oseanografi Perairan Pantai
Pengamatan kondisi oseanografi di perairan pantai Suli dilakukan pada air
pasang bulan Agustus 2011. Angin musim timur bertiup dari arah tenggara
dengan kecepatan 5 - 7 km/jam (1,38 - 1,94 m/det), menyebabkan permukaan
laut bergelombang dengan tinggi mendekati 1 meter, dan memecah menuju
pantai. Arus yang teramati adalah arus air pasang yang masuk ke dalam Teluk
Baguala, dengan kecepatan antara 14,80 - 26,23 cm/det atau 0,148 - 0,263
m/det di stasiun 1, 2, dan 3 (dekat pantai). Arus di stasiun 4, 5, dan 6, yang agak
jauh dari pantai mempunyai kecepatan antara 15,33 - 30,23 cm/det atau 0,153 -
0,302 m/det. Pola arus yang ditunjukkan pada Gambar 6 menunjukkan pola arus
pasang dan pengaruh hembusan angin musim timur, biasanya terjadi bulan Juni
- Agustus. Arus dekat pantai cenderung melemah disebabkan gesekan dasar
perairan dengan molekul air laut karena kedalaman relatif dangkal (< 1,5 meter).
Tabel 9. Nilai Arus tiap stasiun
No. Stasiun
Tanggal Waktu Kedalaman (m)
Kecepatan (cm/det)
Arah (deg)
1 8/20/2011 15:08:34 0.0 26.23 296
8/20/2011 15:08:35 0.5 26.15 295
8/20/2011 15:08:36 1.0 20.75 283
8/20/2011 15:08:37 1.5 16.66 280
2 8/20/2011 15:08:34 0.0 25.32 281
8/20/2011 15:08:35 0. 5 24.50 279
8/20/2011 15:08:36 1.0 20.40 274
8/20/2011 15:08:37 1.5 16.20 271
3 8/20/2011 15:08:34 0.0 25.80 272
8/20/2011 15:08:35 0.5 23.30 271
8/20/2011 15:08:36 1.0 18.90 269
8/20/2011 15:08:37 1.5 14.80 267
Nilai minimum 14.80 267
Nilai maksimum 26.23 296
40
Nilai rata - rata 21.58 278.2
1 2 3 4 5 6
4 8/20/2011 17:22:54 0.0 28.80 286
8/20/2011 17:22:56 0.5 22.34 287
8/20/2011 17:22:58 1.0 18.95 287
8/20/2011 17:23:00 1.5 18.16 272
8/20/2011 17:23:02 2.0 15.33 270
5 8/20/2011 16:52:31 0.0 27.32 300
8/20/2011 16:52:33 0.5 26.50 303
8/20/2011 16:52:35 1.0 22.72 292
8/20/2011 16:52:37 1.5 22.51 279
8/20/2011 16:52:39 2.0 18.40 276
6 8/20/2011 16:32:52 0.0 30.23 305
8/20/2011 16:32:54 0.5 27.15 303
8/20/2011 16:32:56 1.0 25.75 305
8/20/2011 16:32:58 1.5 22.65 280
8/20/2011 16:33:00 2.0 20.13 272
Nilai minimum 15.33 270
Nilai maksimum 30.23 305
Nilai rata - rata 23.13 287.8
Arus di permukaan umumnya lebih kuat karena tekanan angin, dan
kecepatannya cenderung melemah ke dasar perairan. Hal ini menurut Bowden
(1983), arus pasut yang terkuat akan ditemui di permukaan dan akan menurun
kecepatannya ke dekat dasar, disebabkan adanya gesekan dasar (bottom
friction). Nilai arus hasil pengamatan disajikan dalam Tabel 9.
Hasil pengukuran suhu, salinitas, klorofil-a dan turbiditas di perairan
pantai Suli disajikan dalam Tabel 10. Nilai suhu air laut yang teramati relatif
sama, dengan nilai rata-rata 26,42 °C (stasiun 1, 2 dan 3), dan 26,46 °C (stasiun
4, 5 dan 6). Hal ini disebabkan karena pengadukan akibat pecahan gelombang
dan arus yang terjadi di sepanjang pantai. Salinitas air laut di dekat pantai
41
berkisar antara 33,20 - 33,98 PSU (stasiun 1, 2, dan 3), nilai minimum teramati di
stasiun 3 dan maksimum di stasiun 1. Sedangkan salinitas air laut di stasiun 4,
5, dan 6 berkisar antara 33,25 - 33,82 PSU, nilai minimum teramati di stasiun 4
dan maksimum di stasiun 6. Distribusi salinitas cenderung meningkat di dekat
pantai, disebabkan oleh evaporasi akibat pecahan gelombang di sepanjang
pantai.
Nilai klorofil-a yang terdeteksi di stasiun 1, 2, dan 3 berkisar antara 0,31 -
0,43 ppb lebih rendah dari klorofil-a di stasiun 4, 5, dan 6, dengan kisaran nilai
0,33 - 2,65 ppb. Nilai klorofil-a lebih tinggi di stasiun 4, 5, dan 6, menunjukkan
masukan zat hara ke perairan pantai ini dominan berasal dari bibir (slope)
terumbu karang. Masukan zat hara dari darat sangat kecil karena masukan air
tawar dari Sungai Lorihua dan Sungai Supapei relatif kecil. Jadi batas Wilayah
pesisir mempunyai hubungan interaksi antara daratan dan lautan yaitu antara
wilayah daratan dan perairan laut, dimana proses-proses di daratan secara
langsung mempengaruhi proses-proses dan pemanfaatan kelautan dan
sebaliknya, yang memerlukan pengelolaan berkelanjutan yaitu pengelolaan yang
dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia saat ini, tanpa mengorbankan
potensi pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia di masa mendatang. Pada
kondisi-kondisi ekologis tersebut seharusnya di tambahkan faktor-faktor sosial
yang berpengaruh langsung pada berkelanjutannya interaksi antara kelompok
masyarakat dan lingkungan fisiknya (Dutton and Hal, 1989).
Nilai turbiditas atau kekeruhan yang terdeteksi relatif kecil, berkisar antara
0,24 - 1,50 NTU (stasiun 1, 2, dan 3) dan 3,0 - 30,0 NTU (stasiun 4, 5, dan 6).
Turbiditas yang tinggi di stasiun 4, 5, dan 6 disebabkan oleh padatan tersuspensi
dari bahan anorganik (pasir halus) dan juga bahan organik (plankton) yang
dibawa oleh arus pasang.
42
Tabel 10. Data CTD tiap Stasiun
No. Stasiun
Tanggal Waktu Kedalaman (m)
Suhu (°C)
Salinitas (PSU)
Chl-a(ppb)
Turbiditas (NTU)
1 2 3 4 5 6 7 8
1 8/20/201 15:08:34 0.0 26.41 33.98 0.36 0.268/20/201
115:08:35 0.5 26.42 33.96 0.35 0.24
8/20/2011
15:08:36 1.0 26.42 33.90 0.31 0.508/20/201
115:08:37 1.5 26.42 33.80 0.39 1.01
2 8/20/2011
15:08:34 0.0 26.41 33.65 0.33 0.318/20/201
115:08:35 0.5 26.42 33.69 0.34 0.45
8/20/2011
15:08:36 1.0 26.42 33.76 0.36 0.818/20/201
115:08:37 1.5 26.42 33.77 0.41 1.50
3 8/20/2011
15:08:34 0.0 26.41 33.20 0.36 0.468/20/201
115:08:35 0.5 26.42 33.26 0.37 0.53
8/20/2011
15:08:36 1.0 26.42 33.42 0.37 1.038/20/201
115:08:37 1.5 26.42 33.48 0.43 1.35
Nilai minimum 26.41 33.20 0.31 0.24Nilai maksimum 26.42 33.98 0.43 1.50Nilai rata - rata 26.42 33.66 0.36 0.71
4 8/20/201 17:22:54 0.0 26.52 33.25 0.38 3.008/20/201
117:22:56 0.5 26.48 33.67 0.43 4.20
8/20/2011
17:22:58 1.0 26.49 33.71 0.39 5.408/20/201
117:23:00 1.5 26.47 33.75 0.72 12.40
8/20/2011
17:23:02 2.0 26.46 33.80 2.40 27.205 8/20/201
116:52:31 0.0 26.47 33.52 0.33 4.50
8/20/2011
16:52:33 0.5 26.46 33.57 0.35 5.908/20/201
116:52:35 1.0 26.46 33.73 0.37 7.70
8/20/2011
16:52:37 1.5 26.44 33.77 0.83 18.408/20/201
116:52:39 2.0 26.44 33.80 2.65 30.00
6 8/20/2011
16:32:52 0.0 26.44 33.81 0.36 3.428/20/201
116:32:54 0.5 26.43 33.81 0.36 3.08
8/20/2011
16:32:56 1.0 26.44 33.82 0.33 3.508/20/201
116:32:58 1.5 26.44 33.82 0.38 4.41
8/20/2011
16:33:00 2.0 26.44 33.80 2.20 25.31Nilai minimum 26.43 33.25 0.33 3.0Nilai maksimum 26.52 33.82 2.65 30.0Nilai rata - rata 26.46 33.71 0.83 10.56
* Keterangan:
PSU (Practical Salinity Unit)ppb (part per billion)NTU (Nephelometric Turbidity Unit)
43
4.3. Kondisi Biologi
a. Mangrove
Pada kawasan Wisata Pesisir Desa Suli ditemukan spesies mangrove,
yang dapat digolongkan atas 6 spesies yang terdiri atas 1 spesies mangrove
sejati dan 5 spesies mangrove ikutan. Satu spesies mangrove sejati berasal dari
1 famili dan 1 genus, sedangkan 5 spesies mangrove ikutan berasal dari 5 famili
dan 5 genera yang berbeda.
Untuk mangrove sejati, yang ditemukan adalah famili Sonneraticeae yang
terdiri dari 1 genus, yakni genus Sonneratia dengan spesiesnya Sonneratia alba.
Mangrove ikutan yang ditemukan berasal dari 5 famili, yakni, famili Apocynaceae,
genus Cerbera dengan spesiesnya Cerbera manghas; famili Combretaceae,
genus Terminalia dengan spesiesnya Terminalia catappa; famili Lecythidaceae,
genus Barringtonia dengan spesiesnya Barringtonia asiatica; famili Malvaceae,
genus Hibiscus dengan spesiesnya Hibiscus tiliaceus; dan famili Pandanaceae,
genus Pandanus dengan spesiesnya Pandanus odoratissima (Tabel 11).
Tabel 11. Spesies-Spesies Mangrove yang Ditemukan Pada Kawasan Pesisir di Desa Suli
Mangrove Sejati
Famili Genus Spesies
Sonneraticeae Sonneratia Sonneratia alba
Mangrove Ikutan
Famili Genus SpesiesApocynaceae Cerbera Cerbera manghasCombretaceae Terminalia Terminalia catappaLecythidaceae Barringtonia Barringtonia asiaticaMalvaceae Hibiscus Hibiscus tiliaceusPandanaceae Pandanus Pandanus odoratissima
44
Mengenai jumlah mangrove yang ditemukan, bahwa terdapat 403 individu
mangrove yang ditemukan pada lokasi pengambilan data. Tabel 12 menunjukkan
bahwa spesies yang ditemukan baik pada individu pohon, sapihan dan anakan
masih dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga keberadan dan kelestarian
mangrove pada kawasan Bahari di Pesisir desa Suli masih dapat bertahan dan
dapat mendukung kawasan bahari tersebut. Jika dilihat dari jumlah spesies yang
ditemukan, hanya terdapat 1 spesies magrove saja.
Tabel 12. Jumlah Spesies dan Jumlah Individu yang Ditemukan Pada Kawasan Bahari
Spesies Pohon Sapihan Anakan Jumlah
Sonneratia alba 107 159 137 403 ind
Jumlah 107 159 137 403 ind di Pesisir Negeri Suli
Tabel 13 menunjukkan bahwa kerapatan spesies mangrove baik pada
individu pohon, sapihan dan anakan masih sangat rendah. Rendahnya kerapatan
spesies mangrove tersebut dipengaruhi oleh keterbukaan areal ekosistem
mangrove yang selalu terkena hempasan gelombang dari laut lepas, sehingga
pertumbuhan mangrove menjadi lambat dan tidak padat.
Tabel 13. Nilai Kerapatan Spesies Mangrove Pada Kawasan Pesisir di Desa Suli
SpesiesTingkat Pertumbuhan
Pohon Sapihan Anakan
Sonneratia alba 0,0535 ind/m2 0,0795 ind/m2 0,0685 ind/m2
b. Lamun
45
Sebanyak 8 (delapan) spesies lamun yang tergolong dalam 2 famili dan
6 genera dijumpai pada perairan pantai desa Suli. Jenis-jenis lamun tersebut
yakni Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halodule universis, Halodule pinifolia,
Cymodocea royundata, Cymodocea cerrulata, Syringodium isoetifilium dan
Thalasia hemprichii yang tergolong kedalam famili Hydrocharitaceae dan famili
Cymodoceaceae. Cymodocea rotundata merupakan jenis yang mendominasi
lokasi pengamatan. Substrat dasar perairan bervariasi mulai dari substrat pasir
kasar, sangat kasar, pasir halus, pasir sedang, patahan karang dan lumpur.
Persen penutupan lamun rata-rata setiap jenis pada lokasi pengamatan
yang tertinggi untuk jenis Cymodocea rotundata sebesar 28,57% (Tabel 15)
dengan nilai persen penutupan berkisar antara 12,69% - 42,07%, diikuti oleh
Cymodocea cerrulata sebesar 25,22% (Tabel 16) dengan nilai persen penutupan
berkisar antara 14,00% - 37,28%, Thalasia hemprichii sebesar 17,65%
(Tabel 21) dengan nilai persen penutupan berkisar antara 0,00% - 27,97%,
Halophila ovalis sebesar 16,11% (Tabel 17) dengan nilai persen penutupan
berkisar antara 0,00% - 18,38%, Syringodium isoetifilium sebesar 13,91%
(Tabel 20) dengan nilai persen penutupan berkisar antara 0,00% - 38,06%,
Halodule universis sebesar 12,85% (Tabel 18) dengan nilai persen penutupan
berkisar antara 0,00% - 12,85%, Halodule pinifolia sebesar 9,63% (Tabel 19)
dengan nilai persen penutupan berkisar antara 0,00% - 16,38% dan yang
terendah adalah Enhalus acoroides sebesar 5,42% (Tabel 14) dengan nilai
persen penutupan berkisar antara 1,94% - 6,72%. Jadi dapat dikatakan bahwa
persen penutupan lamun pada pesisir desa Suli masih dalam keadaan baik untuk
dijaga selalu lestari karena sangat bermanfaat bagi biota laut maupun
masyarakat dalam kebutuhan sehari-hari maupun pengembangan wisata pesisir.
Tabel 14. Persen Penutupan Lamun Jenis Enhalus acoroides pada Lokasi Pengamatan
46
Skala
Frekuensi (F) Nilai Frekuensi (F) x Nilai tengah (M)
TransekSuli
Tengah Transek
Suli1 2 3 4 5 (M) 1 2 3 4 5
5 12 3 0 2 18 35 75 900,00 225,00 0,00 150,00
1350,00
2625,00
4 4 2 0 5 5 16 37,5 150,00 75,00 0,00 187,50 187,50 600,00
3 16 18 1 4 19 58 18,75 300,00 337,50 18,75 75,00 356,25 1087,5
0
2 60 104 8 7 59 238 9,38 562,80 975,52 75,04 65,66 553,42 2232,4
4
1 15 101 1 8 77 202 3,13 46,95 316,13 3,13 25,04 241,01 632,26
0 193 272 40
49 222 776 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah 300 500 5
075 400 1325 1959,7
51929,1
596,9
2503,2
02688,1
87177,2
0
Persen Penutupan (C) 6,53 3,86 1,94 6,71 6,72 5,42
Tabel 15. Persen Penutupan Lamun Jenis Cymodocea rotundata pada Lokasi Pengamatan
Skala
Frekuensi (F) Nilai Frekuensi (F) x Nilai tengah (M)
TransekSuli
Tengah Transek
Suli1 2 3 4 5 (M) 1 2 3 4 5
5 147 81 62 9 64 363 75 11025,0
0 6075,00 4650,00 675,00 4800,0
027225,0
0
4 36 98 48 7 67 256 37,5 1350,00 3675,00 1800,00 262,50 2512,5
0 9600,00
3 48 150 69 8 82 357 18,75 900,00 2812,50 1293,7
5 150,00 1537,50 6693,75
2 40 181 32 17 70 340 9,38 375,20 1697,78 300,16 159,46 656,60 3189,20
1 7 42 7 7 67 130 3,13 21,91 131,46 21,91 21,91 209,71 406,90
0 47 48 6 52 50 203 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah
325
600
224
100
400
1649 13672,1
114391,7
48065,8
21268,8
79716,3
147114,8
5
Persen Penutupan (C) 42,07 23,99 36,01 12,69 24,29 28,57
Tabel 16. Persen Penutupan Lamun Jenis Cymodocea cerrulata pada Lokasi Pengamatan
Skala
Frekuensi (F) Nilai Frekuensi (F) x Nilai tengah (M)
TransekSuli
Tengah Transek
Suli1 2 3 4 5 (M) 1 2 3 4 5
5 104 21 45 0 45 215 75 7800,00 1575,0
03375,0
0 0,00 3375,00
16125,00
4 41 27 46 5 39 158 37,5 1537,50 1012,50
1725,00
187,50
1462,50 5925,00
3 27 57 50 4 71 209 18,75 506,25 1068,75 937,50 75,00 1331,2
5 3918,75
2 42 70 19 8 75 214 9,38 393,96 656,60 178,22 75,04 703,50 2007,32
1 5 57 1 4 60 127 3,13 15,65 178,41 3,13 12,52 187,80 397,51
0 56 68 14 4 60 202 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah
275
300
175
25
350 1125 10253,3
64491,2
66218,8
5350,0
67060,0
528373,5
8
47
Persen Penutupan (C) 37,28 14,97 35,54 14,00 20,17 25,22
Tabel 17. Persen Penutupan Lamun Jenis Halophila ovalis pada Lokasi Pengamatan
Skala
Frekuensi (F) Nilai Frekuensi (F) x Nilai tengah (M)
TransekSuli
Tengah Transek
Suli1 2 3 4 5 (M) 1 2 3 4 5
5 0 0 0 15 4 19 75 0,00
0,00
0,00 1125,00 300,00 1425,00
4 0 0 0 12 3 15 37,5 0,00
0,00
0,00 450,00 112,50 562,50
3 0 0 0 10 2 12 18,75 0,00
0,00
0,00 187,50 37,50 225,00
2 0 0 0 17 1 18 9,38 0,00
0,00
0,00 159,46 9,38 168,84
1 0 0 0 11 0 11 3,13 0,00
0,00
0,00 34,43 0,00 34,43
0 0 0 0 60 15 75 0 0,00
0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah 0 0 0 125 25 150 0,0
00,0
00,0
0 1956,39 459,38 2415,77
Persen Penutupan (C) 0,00
0,00
0,00 15,65 18,38 16,11
Tabel 18. Persen Penutupan Lamun Jenis Halodule universis pada Lokasi Pengamatan
Skala
Frekuensi (F) Nilai Frekuensi (F) x Nilai tengah (M)
TransekSuli
Tengah Transek
Suli1 2 3 4 5 (M) 1 2 3 4 5
5 0 0 0 0 10 10 75 0,00 0,00 0,00 0,00 750,00 750,00
4 0 0 0 0 9 9 37,5 0,00 0,00 0,00 0,00 337,50 337,50
3 0 0 0 0 12 12 18,75 0,00 0,00 0,00 0,00 225,00 225,00
2 0 0 0 0 28 28 9,38 0,00 0,00 0,00 0,00 262,64 262,64
1 0 0 0 0 10 10 3,13 0,00 0,00 0,00 0,00 31,30 31,30
0 0 0 0 0 56 56 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah 0 0 0 0 125 125 0,00 0,00 0,00 0,00 1606,44 1606,44
Persen Penutupan (C) 0,00 0,00 0,00 0,00 12,85 12,85
Tabel 19. Persen Penutupan Lamun Jenis Halodule pinifolia pada Lokasi Pengamatan
Skala
Frekuensi (F) Nilai Frekuensi (F) x Nilai tengah (M)
TransekSuli
Tengah Transek
Suli1 2 3 4 5 (M) 1 2 3 4 5
5 0 0 3 0 0 3 75 0,00 0,00 225,00 0,00 0,00 225,00
4 0 0 1 0 0 1 37,5 0,00 0,00 37,50 0,00 0,00 37,50
3 0 0 3 0 0 3 18,75 0,00 0,00 56,25 0,00 0,00 56,25
2 0 0 9 0 3 12 9,38 0,00 0,00 84,42 0,00 28,14 112,56
1 0 0 2 0 14 16 3,13 0,00 0,00 6,26 0,00 43,82 50,08
0 0 0 7 0 8 15 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
48
Jumlah 0 0 25 0 25 50 0,00 0,00 409,43 0,00 71,96 481,39
Persen Penutupan (C) 0,00 0,00 16,38 0,00 2,88 9,63
Tabel 20. Persen Penutupan Lamun Jenis Syringodium isoetifilium pada Lokasi Pengamatan
Skala
Frekuensi (F) Nilai Frekuensi (F) x Nilai tengah (M)
TransekSuli
Tengah Transek
Suli1 2 3 4 5 (M) 1 2 3 4 5
5 3 7 13 0 1 24 75 225,00 525,00 975,00 0,0
0 75,00 1800,00
4 2 6 14 0 1 23 37,5 75,00 225,00 525,00 0,00 37,50 862,50
3 4 17 20 0 6 47 18,75 75,00 318,75 375,00 0,00
112,50 881,25
2 2 21 3 0 17 43 9,38 18,76 196,98 28,14 0,00
159,46 403,34
1 0 7 0 0 65 72 3,13 0,00 21,91 0,00 0,00
203,45 225,36
0 14 17 0 0 60 91 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah 25 75 50 0 150 300 393,7
6 1287,64 1903,14 0,00
587,91 4172,45
Persen Penutupan (C) 15,75 17,17 38,06 0,00 3,92 13,91
Tabel 21. Persen Penutupan Lamun Jenis Thalasia hemprichii pada Lokasi Pengamatan
Skala
Frekuensi (F) Nilai Frekuensi (F) x Nilai tengah (M)
TransekSuli
Tengah Transek
Suli1 2 3 4 5 (M) 1 2 3 4 5
5 20 13 35 0 18 86 75 1500,00 975,00 2625,0
00,0
01350,0
0 6450,00
4 21 14 27 0 22 84 37,5 787,50 525,00 1012,50
0,00 825,00 3150,00
3 8 20 49 0 48 125 18,75 150,00 375,00 918,75 0,00 900,00 2343,75
2 18 36 33 0 46 133 9,38 168,84 337,68 309,54 0,00 431,48 1247,54
1 11 54 9 0 82 156 3,13 34,43 169,02 28,17 0,00 256,66 488,28
0 47 63 22 0 59 191 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah 125 200 175 0 275 775 2640,7
72381,7
04893,9
60,0
03763,1
413679,5
7
Persen Penutupan (C) 21,13 11,91 27,97 0,00 13,68 17,65
Persen penutupan lamun yang relatif rendah ini disebabkan karena skala
penutupan lamun 1 dan 0 yang artinya terdapat banyak ruang-ruang kosong
(hanya substrat dasar perairan saja) didalam antara komunitas lamun.
Ruang-ruang kosong tersebut ada yang terjadi secara ilmiah, ada juga karena
pengaruh manusia yaitu penggalian Molusca (Bivalvia).
49
Tabel 22. Kerapatan Jenis Lamun pada Lokasi Pengamatan
Jenis LamunJumlah Tegakan
SuliKerapatan (Tegakan/m2) Suli
T1 T2 T3 T4 T5 T1 T2 T3 T4 T5
Enhalus acoroides 363 435 27 153 533 1511 55,85 66,92 4,15 23,54 82,00 232,46
Cymodocea rotundata 2966 4229 2274 380 274
3 12592 456,31 650,62 349,85 58,46 422,00 1937,23
Cymodocea cerrulata 2471 1537 1821 127 224
8 8204 380,15 236,46 280,15 19,54 345,85 1262,15
Halophila ovalis 556 135 691 85,54 20,77 106,31
Halodule universis 499 499 76,77 76,77
Halodule pinifolia 120 39 159 18,46 6,00 24,46
Syringodium isoetifilium 125 472 577 272 1446 19,23 72,62 88,77 41,85 222,46
Thalasia hemprichii 692 810 1319 114
0 3961 106,46 124,62 202,92 175,38 609,38
Jumlah 6617 7483 6138 1715 7110 29063 1018,00 1151,23 944,3
1 263,85 1093,85 4471,23
Pada Tabel 22, terlihat bahwa jenis Cymodocea rotundata merupakan
jenis yang sangat dominan pada ke-4 transek pengamatan, hanya transek 4
yang didominasi oleh Halophila ovalis. Perbedaan jumlah tegakan dengan
Cymodocea cerrulata tidak terlalu besar tapi sangat besar dari 6 (enam) jenis
lainnya, bahkan untuk beberapa jenis ada yang tidak ditemukan dalam kotak
pengamatan.
Kerapatan total lamun di perairan pantai Desa Suli berkisar antara 263,85
- 1151,23 tegakan/m2 dengan nilai kerapatan sebesar 4471,23 tegakan/m2.
Jenis Cymodocea rotundata merupakan jenis yang sangat dominan di perairan
ini dengan nilai kerapatan rata-rata sebesar 1937,23 tegakan/m2 dengan kisaran
antara 58,46 - 650,62 tegakan/m2. Halodule pinifolia merupakan jenis yang
memiliki kerapatan rata-rata terendah yakni 24,46 tegakan/m2 dengan nilai
kerapatan berkisar antara 6,00 - 18,46 tegakan/m2 (Tabel 22). Padang lamun
50
yang memiliki kerapatan dan persen penutupan lamun yang baik dapat dijadikan
sebagai potensi wisata minat (ekowisata).
c. Terumbu Karang
Komposisi taksa karang batu yang dijumpai sepanjang garis transek
terdiri dari 54 spesies 26 genera dan 10 famili. Famili Faviidae memiliki jumlah
spesies tertinggi yakni 22 spesies kemudian diikuti Acroporidae dengan
8 spesies, Pocilloporidae dengan 5 spesies, Poritidae dengan 4 spesies,
sedangkan 4 famili dengan 3 spesies dan 2 famili dengan 2 spesies. Genera
Acropora memiliki jumlah spesies tertinggi yakni 7 spesies kemudian diikuti
Favia, Favites dan Porites dengan 4 spesies, sedangkan 3 genera terdiri dari
3 spesies, 8 genera dengan 2 spesies dan sebanyak 11 genera masing-masing
1 spesies (lihat Lampiran 2).
Hasil analisa data transek perpotongan garis dari 3 (tiga) stasiun
pengamatan yang diambil pada zona tepi tubir (Reef Margin Zone) di laut Suli
antara lain : S1 = 03° 37 58,6 LS (S) 128° 18 02,8 BT (E)
S2 = 03° 37 52,3 LS (S) 128° 17 46,0 BT (E)
S3 = 03° 37 49,5 LS (S) 128° 17 23,5 BT (E)
Secara keseluruhan menunjukkan bahwa komponen biotik memiliki persen
penutupan dasar perairan yang lebih tinggi dari komponen abiotik (Tabel 23).
Dengan titik Stasiun 1 (Pada stasiun 1 dan Stasiun 2 persen penutupan
komponen biotik lebih tinggi dari komponen abiotik, sedangkan pada Stasiun 3
persen penutupan komponen biotik dan abiotik hampir berimbang. Total kategori
bentuk pertumbuhan bentik yang dijumpai di perairan desa Suli sebanyak 18
kategori dari 29 kategori bentuk pertumbuhan bentik yang ada. Komponen biotik
terdiri dari 15 kategori dan komponen abiotik terdiri dari 3 kategori. Kategori
51
bentuk tumbuh yang dijumpai pada Stasiun 1 sebanyak 16 kategori, Stasiun 2
sebanyak 14 kategori dan pada Stasiun 3 dijumpai sebanyak 13 kategori.
Bentuk tumbuh CM (Massive) memiliki persen penutupan tertinggi yakni
30,65%, kemudian diikuti bentuk tumbuh S (Sand) 19,81%, RCK (Rock) 14,72%,
R (Rybble) 12,77% sedangkan bentuk tumbuh CMR (Coral Mushroom)
dan HA (Halimeda) memiliki persen penutupan terendah yakni 0,03%.
Pada Stasiun 1 bentuk tumbuh M (Massive) memiliki persen penutupan tertinggi
yakni 27, 26%, sedangkan bentuk tumbuh CMR (Mushroom) memiliki persen
penutupan terendah yakni 0,10%; Bentuk tumbuh M (Massive) memiliki persen
penutupan tertinggi yakni 41,90% sedangkan bentuk tumbuh H (Halimeda)
memiliki persen penutupan terendah yakni 0,08% pada Stasiun 2, dan pada
Stasiun 3 bentuk tumbuh S (Sand) memiliki persen penutupan tertinggi yakni
30,96% sedangkan bentuk tumbuh SC (Soft Coral) memiliki persen penutupan
terendah yakni 0,56%.
Tabel 23. Persen Penutupan Komponen Penyusun Dasar Perairan di Suli
Kategori Bentuk Kode Site Pengamatan SuliPertumbuhan Bentik St 1. St. 2 St. 3
1 2 3 4 5 6 B I O T I K 52,82 54,88 50,42 52,71
Hard Corals 40,98 52,5 42,04 45,17 Acropora Branching ACB 1,20 0,00 0,00 0,40 Digitate ACD 1,58 2,24 1,20 1,67 Encrusting ACE 0,00 0,00 0,00 0,00 Submassive ACS 0,00 0,00 0,00 0,00 Tabulate ACT 0,32 1,28 1,18 0,93 Non Acropora Branching CB 0,00 0,52 0,78 0,43 Encrusting CE 1,06 0,00 0,00 0,35 Foliose CF 0,00 0,00 0,00 0,00 Massive CM 27,26 41,90 22,78 30,65 Submassive CS 3,12 1,84 2,42 2,46 Mushroom CMR 0,10 0,00 0,00 0,03 Millepora CME 6,34 4,72 13,68 8,25 Heliopora CHL 0,00 0,00 0,00 0,00
52
Dead Corals 0,62 0,00 0,00 0,21 Dead Corals DC 0,62 0,00 0,00 0,21 Dead Corals with Algae DCA 0,00 0,00 0,00 0,00
1 2 3 4 5 6Algae 10,62 1,38 6,48 6,16
Algal Assemblage AA 0,00 0,00 0,00 0,00 Coralline Algae CA 0,48 0,62 2,86 1,32 Halimeda HA 0,00 0,08 0,00 0,03 Macroalgae MA 0,00 0,00 0,00 0,00 Turf Algae TA 10,14 0,68 3,62 4,81
Other Fauna 0,60 1,00 1,90 1,17 Soft Coral SC 0,48 0,20 0,56 0,41 Sponges SP 0,12 0,80 1,34 0,75 Zoanthids ZO 0,00 0,00 0,00 0,00 Others OT 0,00 0,00 0,00 0,00
A B I O T I K 47,18 45,12 49,58 47,29 Sand S 14,54 13,92 30,96 19,81 Rubble R 24,22 1,58 12,5 12,77 Silt SI 0,00 0,00 0,00 0,00 Water WA 0,00 0,00 0,00 0,00 Rock RCK 8,42 29,62 6,12 14,72
J u m l a h 100 100 100 100
Terumbu karang di perairan desa Suli dapat dikatakan sudah mulai
berada pada kondisi baik dengan persen penutupan karang hidup sebesar
45,17%. Informasi yang diperoleh dari masyarakat, kerusakan terumbu karang
disebabkan karena batu yang diambil untuk pembuatan rumah juga
penangkapan ikan dengan penggunaan bahan peledak (bom) sehingga sebagian
besar biota yang berada pada radius tertentu dari pusat ledakan ikut pula mati.
Tapi itu sudah terjadi sebelum tahun 2000, setelah itu sudah jarang dilakukan
masyarakat sehingga kondisi terumbu karang sudah mulai membaik.
Terumbu karang pada Stasiun 2 lebih berada pada kondisi baik dengan
persen penutupan karang hidup sebesar 52,50%; pada Stasiun 1 dengan persen
53
penutupan karang hidup sebesar 40,98% dan diikuti Stasiun 3 dengan persen
penutupan karang hidup sebesar 42,04%.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan pada perairan terumbu
karang maupun sekitarnya yang dilakukan secara bertanggungjawab dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sebaliknya bila tidak dimanfaatkan
secara bertanggung jawab dapat menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu
karang seperti jangkar perahu, suhu diluar batas toleransi terumbu karang
karena peningkatan suhu air akibat pencemaran panas oleh pembuangan air
pendingin pembangkit listrik hotel dan juga hal seperti aliran air tawar yang
berlebihan dapat menurunkan salinitas serta berbagai hal lainnya. Karena kita
tahu bahwa untuk mencapai pertumbuhan yang maksimum terumbu karang
memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu perairan yang hangat, gerakan
gelombang yang besar, sirkulasi air yang lancar serta terhindar dari proses
sedimentasi (Dahuri dkk, 2001). Jadi pada pada perairan desa Suli Hal ini
ditandai dengan dijumpainya kategori bentuk tumbuh R (Rubble) atau patahan
karang mati pada ketiga stasiun pengamatan. Selain itu juga dijumpai kematian
terumbu karang (kategori bentuk tumbuh DC/ Death Coral) pada Stasiun 1.
Akibat kerusakan tersebut sehingga mengurangi keanekaragaman
hewani ekosistem terumbu karang yang dapat menyebabkan hilangnya
keindahan pada ekosistem tersebut dan menurunnya hasil tangkapan nelayan
karena pertumbuhan karang batu yang lambat. Tapi kita tahu bahwa ekosistem
terumbu karang memiliki kemampuan yang baik dalam memperbaiki sendiri bila
terjadi kerusakan apabila karakteristik habitat dari berbagai macam formasi
terumbu karang dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya terpelihara
dengan baik. Untuk itu komunitas terumbu karang pada perairan Desa Suli harus
dikelola lebih berhati-hati lagi dengan dilakukan upaya konservasi.
54
d. Ikan Karang
1. Komposisi dan Distribusi
Diperairan karang kawasan Wisata Pesisir Desa Suli terinventarisasi
109 spesies ikan yang tergolong dalam 64 genera dan 29 famili. Komposisi taksa
ikan karang tertinggi dijumpai pada Stasiun 2 dan terendah pada Stasiun 1
(Tabel 24). Tabel juga memperlihatkan bahwa spesies ikan hias lebih tinggi dari
ikan konsumsi, serta jumlah spesies umum lebih tinggi dari spesies target dan
indikator. Disamping itu juga perlu diketahui bahwa biasanya semua ikan
konsumsi pada fase juvenil dapat dikategorikan sebagai ikan hias.
Tabel 24. Komposisi Taksa Ikan karang yang tersensus di Perairan Suli.
Taksa Ikan Karang St 1. St. 2 St. 3 Suli1 2 3 4 5
Spesies 53 80 61 109Ikan Hias 31 44 33 61
Ikan Konsumsi 22 36 28 481 2 3 4 5
Target 12 24 19 32Major 31 43 34 63
Indikator 10 13 8 14Genera 31 48 38 62Famili 16 23 17 28
Dapat dilihat bahwa 3 (tiga) famili memiliki jumlah spesies > 10 yakni
famili Chaetodontidae dengan 14 spesies, Labridae 18 spesies dan
Pomacentridae dengan 19 spesies sedangkan 25 famili lainnya memiliki jumlah
spesies < 10. Bila dilihat berdasarkan stasiun pengamatan pada Stasiun 2
kondisinya sama seperti secara keseluruhan, pada Stasiun 1 hanya famili
Chaetodontidae yang memiliki jumlah spesies ≥ 10, sedangkan pada Stasiun 3
seluruh famili memiliki jumlah spesies < 10. Selain itu sebanyak 3 genera yang
memiliki jumlah spesies ≥ 5 yakni Chaetodon dengan 12 spesies, Achanthurus
5 famili dan Scarus dengan 5 spesies. Bila dilihat berdasarkan stasiun
55
pengamatan, pada Stasiun 1, 2 dan 3 hanya genus Chaetodon yang memiliki
jumlah spesies ≥ 5 sedangkan seluruh genus lainnya pada setiap stasiun
memiliki spesies < 5. Famili Pomancentridae memiliki spesies terbanyak
(19 spesies) dan genus Chaetodon memiliki jumlah spesies terbanyak yakni
12 spesies (lihat Lampiran 3).
Sebanyak 56 spesies memiliki distribusi yang sangat sempit karena
hanya terinventarisir pada satu stasiun saja sedangkan sebanyak 29 spesies
memiliki distribusi yang sangat luas karena dapat dijumpai pada ketiga stasiun
pengamatan (lihat Lampiran 3).
2. Kepadatan
Kepadatan ikan karang pada zona tepi tubir diperairan kawasan
Wisata Negeri Suli sebesar 1,62 individu/m2 atau 16.187 individu/Ha,
yang terdiri dari ikan hias sebesar 0,86 individu/m2 atau 8.600 individu/Ha dan
ikan konsumsi sebesar 0,76 individu/m2 atau 7.587 individu/Ha. Sedangkan bila
dilihat berdasarkan kategori monitoring dan evaluasi terumbu karang, maka
kepadatan spesies target sebesar 0,38 individu/m2 atau 3.787 individu/Ha,
spesies major sebesar 1,07 individu/m2 atau 10.680 individu/Ha, spesies indikator
sebesar 0,17 individu/m2 atau 1.720 individu/Ha. Kepadatan ikan karang tertinggi
di jumpai pada transek 2 yakni sebesar 2,05 individu/m2 atau 20.520 individu/Ha
dan terendah pada transek 1 yakni sebesar 1,05 individu/m2 atau 10.480
individu/Ha (Tabel 25).
Tabel 25. Kepadatan Ikan Karang berdasarkan Kriteria Pemanfaatan serta Kategori Monitoring dan Evaluasi Terumbu Karang di Perairan Desa Suli
Kepadatan Ikan Karang St 1. St. 2 St. 3 SuliKriteria Pemanfaatan- Ikan Hias 0,51 1,13 0,94 0,86- Ikan Konsumsi 0,54 0,92 0,82 0,76
56
Total 1,05 2,05 1,76 1,62Kategori Monitoring & Evaluasi- Ikan Target 0,22 0,50 0,42 0,38- Ikan Major 0,71 1,34 1,16 1,07- Ikan Indikator 0,12 0,22 0,18 0,17
Total 1,05 2,05 1,76 1,62Dari hasil pengamatan dan perhitungan maka jumlah spesies ikan yang
terbanyak adalah spesies ikan hias (mayor) dan tingkat kepadatan (K) ikan
karang pada lokasi penelitian perairan desa Suli adalah 1,62 individu/m2.
e. Moluska
Salah satu sumberdaya makrofauna benthos yang ada pada kawasan
wisata desa Suli adalah filum Moluska. Nilai kepadatan maupun jumlah spesies
pada lokasi pengamatan tergantung pada luas serta heterogenitas ekosistem
pantainya, makanan, kehadiran predator, tipe substrat yang disenangi dan juga
pengaruh aktivitas manusia disekitarnya. Pengamatan terhadap moluska hanya
dilakukan pada daerah intertidal yang bersubstrat pasir, maka dari hasil
pengamatan diperoleh 47 spesies moluska (Lampiran 4) dengan nilai kepadatan
makrofauna 3,31 ind/m2 serta individu yang terinventarisasi adalah sebanyak 248
individu (Tabel 26).
Tabel 26. Komposisi Taksa dan Kepadatan Moluska di Kawasan Perairan Desa Suli
Taksa Bivalvia Gastropoda Jumlah
Famili 8 15 23Genus 9 21 30Spesies 11 36 47N 46 202 248Dens. 0,6i ind/m2 2,69 ind/m2 3,31 ind/m2
Keterangan : - N = Total individu- Dens. = Kepadatan (ind/m2)- Luas Areal Kuadran = 5 transek x 15 kuadran
4.4. Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
57
4.4.1. Kependudukan
Tahun 2010, penduduk desa Suli berjumlah 9511 jiwa dan 2333 kepala
keluarga dan tersebar pada 4 (empat) dusun, dimana jumlah penduduk
terbanyak pada dusun Wainusalaut diikuti Latuslamu, Amalatuei dan
Amarumatena. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak dan rasio gender
cenderung seimbang dimana selisih jumlah laki-laki dan perempuan sangat kecil
atau dikatakan mendekati rasio 1 : 1.
Tabel 27. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kepala Keluarga pada Desa Suli
DUSUNLAKI-LAKI PEREMPUAN RATA-RATA KEPALA KEL.
Jumlah (%)
Jumlah(%)
Jumlah(%)
Jumlah(%)
(jiwa) (jiwa) (jiwa) (KK)Latuslamu 861 18,85 1.400 28,32 2.261 23,77 455 19,50Amalatuei 1.076 23,56 1.127 22,80 2.203 23,16 632 27,09Wainusalaut 2.016 44,13 1.794 36,29 3.810 40,06 955 40,93Amarumatena 615 13,46 622 12,58 1.237 13,01 291 12,47TOTAL 4.568 100,00 4.943 100,00 9.511 100,00 2.333 100,00
Mayoritas penduduk beragama Kristen Protestan dan terbagi pada
keempat dusun tetapi lebih banyak pada Dusun Wainusalaut, diikuti agama Islam
hanya pada tiga dusun, agam Kristen Katholik juga pada empat dusun
sedangkan agama Hindu sangat sedikit dan hanya pada satu dusun.
Tabel 28. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama pada Desa Suli
DUSUNPROTESTAN ISLAM KATHOLIK HINDU TOTALJumlah (%)
Jumlah (%)
Jumlah (%)
Jumlah (%)
Jumlah (%)
(jiwa) (jiwa) (jiwa) (KK) (KK)
Latuslamu 2.156 25,10 0 0,00 105 40,70 0 0,00 2.26
1 23,77
Amalatuei 1.722 20,05 433 66,01 39 15,12 9 100,0
02.20
3 23,16
Wainusalaut 3.696 43,04 7 1,07 107 41,47 0 0,00 3.81
0 40,06
Amarumatena 1.014 11,81 216 32,93 7 2,71 0 0,00 1.23
7 13,01
TOTAL 8.588
100,00 656 100,0
0 258 100,00 9 100,0
09.51
1100,0
0
58
Pada tahun 2010, jumlah penduduk berdasarkan pendidikan dilihat lebih
banyak pada tingkat SMA, diikuti SD, SMP, PT dan yang kecil pada tingkat TK.
Jadi total jiwa yang sementara bersekolah pada desa Suli yaitu 6.646 jiwa terbagi
pada keempat dusun.
Tabel 29. Jumlah penduduk Berdasarkan Pendidikan pada Desa Suli
DUSUN TK SD SMP SMA PT TOTAL
Latuslamu 49 413 236 799 132 1.629Amalatuei 31 321 237 691 107 1.387Wainusalaut 63 512 325 959 227 2.086Amarumatena 70 374 259 759 82 1.544
TOTAL 213 1.620 1.057 3.208 548 6.646
4.4.2. Sosial Ekonomi
Mata pencaharian penduduk desa Suli sebagian besar sebagai TNI/
POLRI, PNS dan petani yang sebagian besar sebagai petani tanaman jangka
panjang (cengkih, pala, durian, gandaria dll). Nelayan tidak terlalu banyak dan
sebagian besar pada penduduk yang tinggal di pesisir.
Kebutuhan semakin meningkat sehingga sektor perdagangan sebagai
mata pencaharian alternatif bagi masyarakat (wiraswasta) antara lain sebagai
pedagang/ penjual (makanan ringan, kebutuhan pokok rumah tangga dan
lainnya), pengrajin (meubel), sopir, tukang ojek serta kerja lainnya.
Tabel 30. Mata Pencaharian Penduduk desa Suli
MATA LATUSLAMU AMALATUEI WAINUSALAUT AMARUMATENA KKPENCAHARIA
NJumlah (%)
Jumlah (%)
Jumlah (%)
Jumlah (%)
Jumlah(%)
(KK) (KK) (KK) (KK) (KK)
PNS 130 33,59 125 13,28 292 46,65 101 27,08 648 27,85TNI/POLRI 28 7,24 584 62,06 32 5,11 17 4,56 661 28,41Petani 121 31,27 160 17,00 128 20,45 138 37,00 547 23,51Nelayan 18 4,65 22 2,34 36 5,75 39 10,46 115 4,94Wiraswast 90 23,26 50 5,31 138 22,04 78 20,91 356 15,30
59
a
TOTAL 387 100,00 941 100,00 626 100,00 373 100,00 2.327
100,00
Fasilitas ekonomi yang tersedia pada desa Suli cukup, meskipun terbagi
belum merata pada semua dusun. Masyarakat lebih pusatkan perhatian pada
pemenuhan kebutuhan primer (sembako) namun dengan transportasi yang
lancar semuanya dapat dijangkau.
Tabel 31. Fasilitas Perekonomian Desa Suli
FASILITAS EKONOMIDUSUN
TOTALLatuslamu Amalatuei Wainusalaut Amarumatena
Kios/ Toko 11 21 39 8 79Pasar Mingguan 1 1Restaurant, RM/ Rumah Copi 2 6 15 23Cotage/ Hotel 1 9 10
TOTAL 14 28 62 8 112
Sarana perikanan yang ada dirasa juga masih belum cukup bagi
masyarakat karena selain mencari ikan di laut juga dapat dipakai pada tempat-
tempat rekreasi bagi pengunjung sehingga menghasilkan pendapatan.
Tabel 32. Sarana Perikanan Desa Suli
FASILITAS PERIKANAN
DUSUNTOTAL
Latuslamu Amalatuei Wainusalaut Amarumatena
Sampan 18 4 12 10 44Perahu Motor Katinting 3 1 2 6Speed Boat 2 1 8 11Bagan 0
TOTAL 23 6 22 10 61
Sarana olahraga juga dirasa cukup jika dibandingkan dengan masyarakat
yang pekerjaan dan kegiatannya kurang pada bidang olahraga, hanya pada
hari-hari tertentu untuk memperingatinya ada kegiatan-kegiatan perlombaan
yang dilakukan. Sarana ini sebagian besar pada Secata KODAM XVI
PATTIMURA, jika ingin digunakan dapat diberi ijin.
60
Tabel 33. Sarana Olah Raga pada Desa Suli
DUSUNSARANA OLAH RAGA
TOTALBola Kaki Bola Volley Bola Basket Lap. Tenis Karat
eSila
t Taekwando
Latuslamu Amalatuei 1 1 1 1 1 1 1 7Wainusalaut Amarumatena 1 1
TOTAL 1 2 1 1 1 1 1 8
4.4.3. Budaya Masyarakat
Desa Suli dikenal sebagai negeri adat, dimana hukum yang berlaku
bukan hanya hukum Negara Republik Indonesia tapi juga hukum adat. Semua
terlihat dalam sistem kemasyarakatannya yang berdasarkan Mata Rumah, Faam
(marga), Soa, Teon dan Gelar/ Upu yang sampai sekarang ini masih ada dan
bertahan turun temurun. Upacara-upacara adat yang masih tetap dilaksanakan
adalah upacara adat perkawinan dan pelantikan raja. Hal ini dapat membentuk
sistem kekerabatan penduduk yang sangat erat dan terbina dengan baik didalam
maupun diluar desa Suli.
Tabel 34. Asal-Usul Penduduk dan Sistem kemasyarakatannya pada Desa Suli
DUSUNASAL-USUL (KK) SISTEM
Asli Pendatang KEMASYARAKATAN
Latuslamu 455 - Sistem Mata Rumah
Amalatuei 432 200 - Kepala Faam (Marga
Wainusalaut 835 120 - Kepala SOA
Amarumatena 291 - Teon & Gelar/ Upu
TOTAL 2.013 320
Mayoritas masyarakat desa Suli adalah penduduk asli sedangkan
sebagian penduduk pendatang adalah aparatur pemerintahan dan sosial dan
sebagian yang lain karena faktor perkawinan. Organisasi kemasyarakatan yang
berkembang di desa ini bersifat religius (keagamaan) sesuai dengan agama
61
yang dianut. Hal ini juga dapat dilihat dari sarana ibadah yang dikatakan cukup
bagi masyarakat.
Sarana pendidikan dari tingkat TK sampai dengan Perguruan Tinggi
(STT) juga Pendidikan Secata sudah cukup dalam peningkatan sumberdaya
manusia serta penyiapan generasi muda yang siap untuk turut berpartisipasi
dalam pembangunan. Selain itu juga perlu ada tambahan les guna peningkatan
potensi manusia. Sarana kesehatan kalau dilihat belum cukup karena jelas
belum terbagi pada keempat dusun di desa Suli yang luas ini sehingga
merupakan persoalan tersendiri, untuk itu perlu adanya kebijakan pemerintah.
Tapi kita juga patut bersyukur karena desa Suli berada tidak jauh dari pusat kota
serta transportasi yang lancar, sehingga dalam peningkatan kualitas SDM
melalui pendidikan maupun peningkatan kesehatan kita dapat bersekolah dan
periksa kesehatan di kota.
Tabel 35. Sarana Pendidikan, Kesehatan dan Ibadah pada Desa Suli
DUSUN
PENDIDIKAN KESEHATAN IBADAH
TK SD SMP
SMA PT
Secata KODAM XVI Puskesmas
Pustu
Gereja
MesjidPATTIMURA
(bh)
(bh) (bh) (bh) (bh
) (bh) (bh) (bh) (bh) (bh)
Latuslamu 1 4 3 Amalatuei 1 1 1 1 3 2Wainusalaut 1 1 2 8 Amarumatena 1 1
TOTAL 2 5 1 1 1 1 2 15 2
4.4.4. Presepsi Masyarakat
Presepsi masyarakat desa Suli dalam konteks pengembangan wisata
bahari mempunyai pandangan hampir seragam/ sama tentang perlunya
pengembangan pesisir pantai desa Suli yang menjadi tujuan wisata bahari.
Pandangan tersebut semuanya tidak didukung dengan pengetahuan yang
62
memadai tentang konsep-konsep pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan,
dapat dilihat pada Lampiran 5.
4.5. Potensi Pariwisata
Keanekaragaman potensi sumberdaya alam laut dan budaya yang
terdapat pada kawasan desa Suli dilihat merupakan peluang pembangunan
yang dapat mendukung pengembangan pariwisata di Kabupaten Maluku
Tengah. Potensi-potensi objek wisata pada desa Suli yang merupakan peluang
dalam pengembangan pariwisata antara lain daya tarik wisata yang berbasis
sumberdaya seperti wisata view, pantai berpasir, terumbu karang, ikan karang,
lamun serta daya tarik wisata yang berbasis budaya (cultural heritage) seperti
labuhan Patiran, tempat duduk dari meja dan batu, pertunjukan tradisi budaya
masyarakat misalnya upacara adat pela, tari-tarian maupun dalam pernikahan
dan pelantikan raja dilaksanakan secara adat.
Dilihat dari kawasan serta karakteristiknya, maka potensi pariwisata yang
terdapat di desa Suli secara umum adalah wisata pantai dan wisata bahari.
Potensi perlu dikembangkan dengan tetap menjaga terpelihara fungsi ekosistem.
4.5.1. Potensi Wisata pantai
Wisata ‘View’ (Estetika Panorama)
Secara nyata Kawasan desa Suli merupakan salah satu kawasan yang
menawarkan keindahan pemandangan alam lautnya serta dapat memberikan
suasana bahagia saat berada pada pantainya. Hal ini karena potensi
sumberdaya laut dengan keindahannya dan budaya yang masih terpelihara. Tipe
pantai yang landai dan berpasir putih ada pada saat pasang surut pada daerah
wisata ada pula yang pasir berbatu maupun berbatu dengan tutupan pantai yang
63
didominasi dengan pohon kelapa, katapang, hutung, beringin, bintanggor
maupun semak belukar atau biasa disebut dengan katang-katang meskipun tidak
terlalu jauh tapi dapat memuaskan pengunjung untuk melakukan aktivitas.
Pantai Pasir Putih
Kawasan desa Suli memiliki potensi pantai pasir putih yang landai dan cukup
ketika terjadi pasang surut pada tempat rekreasi dan dapat dikembangkan
menjadi produk wisata pantai diantaranya sebagai tempat berjemur, bermain,
berenang, berperahu dan lainnya yang dapat memuaskan pengunjung.
Potensi Berbasis Budaya
Labuhan Patiran, tempat duduk dari meja dan batu serta pertunjukan tradisi
budaya masyarakat berupa upacara adat pela, tari-tarian maupun lomba perahu
di laut diselingi dengan tari-tarian adat sebagai potensi wisata yang sangat
sesuai dikembangkan sebagai objek wisata budaya (wisata minat).
4.5.2. Potensi Wisata Bahari
Potensi Terumbu Karang
Terumbu karang di perairan desa Suli dapat dikatakan sudah mulai berada pada
kondisi baik dengan persen penutupan karang hidup sebesar 45,17% merupakan
salah satu potensi wisata yang terdapat di desa Suli dan belum banyak dikenal.
Kondisi umum komunitas terumbu karang berdasarkan substrat terdiri dari
kategori pasir (sand), patahan karang (rubble), karang hidup (live coral) dan
karang mati (dead coral). Jadi terumbu karang sangat potensial untuk dikelola
menjadi produk wisata diving sehingga pengunjung/ wisatawan dapat mengenal
dan menikmati keindahan bawah laut.
64
Potensi Ikan Karang
Sesuai hasil penelitian yang dilakukan pada pantai desa Suli ditemukan 109
spesies ikan karang yang dapat dikelola sebagai objek wisata diving, snorkeling
dan memancing. Hal ini merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan, karena
semuanya berkaitan dengan keindahan bawah laut yang dapat dinikmati.
Potensi Lamun
Secara umum dilihat bahwa lamun mempunyai ciri khas ekosistem daerah tropis
yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan budidaya berbagai jenis ikan,
molusca selain sebagai objek wisata, khusus wisata minat (ekotourisme).
4.6. Kesesuaian Kawasan untuk Pariwisata
4.6.1. Pariwisata Pantai
Menentukan kelas kesesuaian kawasan untuk pariwisata pantai perlu
diketahui lebih dulu berbagai jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Kegiatan
utama dan umum dilakukan untuk kegiatan wisata pantai adalah rekreasi pantai
seperti berjemur, bermain, olahraga pantai, berenang dan berperahu serta
kegiatan lainnya. Kelas kesesuaian untuk kegiatan pariwisata dan berperahu
serta kegiatan lainnya. Kelas kesesuaian untuk kegiatan pariwisata pantai dinilai
dengan bobot dan skor pada parameter (faktor-faktor pembatas). Pemberian
bobot dan skor pada semua parameter didasarkan pada tingkat kepentingan
untuk kegiatan wisata pantai. Parameter-parameter yang menjadi indikator
penilai untuk bentuk sesuai atau tidak sesuainya suatu kawasan wisata pantai
yaitu kedalaman dasar perairan, material dasar perairan, kecepatan arus,
kecerahan, tipe pantai, penutupan lahan pantai dan ketersediaan air tawar
sesuai Tabel 4.
65
Berdasarkan hasil penelitian, terukur kedalaman perairan untuk daerah
intertidal 0-1 meter hingga 1-5 meter sedangkan pada daerah subtidal
kedalaman lebih besar dari 5 meter (Gambar 4), perairan yang relatif dangkal
merupakan lokasi yang paling ideal bagi wisata pantai. Material dasar perairan
juga merupakan satu faktor pambatas bagi wisata pantai, subtrat dasar yang
sangat sesuai untuk wisata pantai adalah pasir, karena pengunjung akan merasa
nyaman ketika berada pada kawasan tersebut maka sesuai dengan hasil
pengamatan dilokasi penelitian didominasi oleh subtrat pasir yang merupakan
lokasi ideal (Gambar 5). Kecepatan arus merupakan salah satu faktor pembatas
karena sangat berkaitan dengan keamanan pengunjung ketika berada pada
kawasan wisata, kecepatan arus permukaan laut dilokasi penelitian berkisar
antara 0,14 - 0,26 m/det, kecepatan arus dan pola arus dapat dilihat (Gambar 6).
Kecerahan perairan merupakan salah satu parameter yang juga turut
menentukan sesuai atau tidak sesuai kawasan pariwisata, sebab kecerahan
yang tinggi akan memberikan kepuasan bagi pengunjung dalam menikmati
wisata pantai, kecerahan pada kawasan desa Suli berkisar antara 75 - 85 %
(Gambar 7).
Faktor pembatas lain yang turut menentukan kesesuaian kawasan wisata
adalah faktor fisik pantai yang terdiri dari tipe pantai, penutupan lahan pantai dan
jarak sumber air kekawasan wisata, tipe pantai adalah faktor fisik utama yang
dipilih untuk mewakili data-data fisik lainnya, dalam kaitan dengan pariwisata
pantai maka tipe pantai yang sangat sesuai bagi wisata pantai adalah berpasir,
karena ini sangat sesuai dengan kegiatan berjemur, berolah raga maupun
bermain dipantai. Hasil pengamatan terhadap tipe pantai maka diketemukan
pantai berpasir, sedikit pasir berbatu dan pasir karang (Gambar 8). Penutupan
lahan pantai juga turut menentukan kenyamanan pengunjung dalam menikmati
66
wisata pantai (wisata view), berdasarkan hasil pengamatan pada kawasan desa
Suli maka vegetasi pantai yang dominan dijumpai adalah kelapa, katapang,
hutung, beringin, bintanggor dan belukar (Gambar 9). Telah dikemukakan bahwa
jarak ketersediaan air tawar dengan kawasan wisata merupakan salah satu
parameter yang turut menentukan kesesuaian wisata pantai, karena dengan
sumber air tawar yang tersedia maka sangat mendukung kegiatan wisata pantai,
dari hasil pengukuran didapatkan bahwa jarak rata-rata sumber air dengan
kawasan wisata adalah 60 meter (Gambar 10).
Dari hasil perhitungan pada Tabel 36 sesuai dengan kondisi parameter
biofisik untuk wisata pantai maka kawasan desa Suli masuk dalam kategori
Sangat sesuai (S1). Tidak memiliki faktor pembatas yang serius, dengan
demikian kawasan desa Suli sangat memiliki peluang untuk dikembangkan
menjadi daerah wisata pantai seperti berenang dan rekreasi pantai sesuai
dengan kondisi biofisik yang terdapat pada kawasan tersebut.
Tabel 36. Hasil Perhitungan Kelas Kesesuaian untuk Wisata Pantai
No. Parameter Kondisi Bobot Skor Nilai
1. Kedalaman Dasar Laut (m) < 3 5 4 202. Material Dasar Perairan Pasir 5 4 203. Kecepatan Arus (m/det) 0.14 - 0.26 4 3 124. Kecerahan Perairan (%) > 75 3 4 125. Tipe Pantai Berpasir 4 4 16 Mangrove kelapa, katapang,
6. Penutup Lahan Pantai hutung, beringin, 3 1 3 bintanggor,semak belukar dan pemukiman
7. Jarak dari Sumber Air tawar (Km) > 0.5 - 1 3 3 9
Total Nilai 92
Sesuai peta kesesuaian wisata pantai (Gambar 11), maka dapat dilihat luasan
kesesuaian wisata pantai pada lampiran 6.
67
68
Gambar 4. Peta Kedalaman Dasar Perairan
69
Gambar 5. Peta Material Dasar Perairan
70
Gambar 6. Peta Kecepatan Arus
71
Gambar 7. Peta Kecerahan
72
Gambar 8. Peta Tipe Pantai
73
Gambar 9. Peta Penggunaan Lahan Pantai
74
Gambar 10. Peta Ketersediaan Air Tawar
75
Gambar 11. Peta Kesesuaian Wisata Pantai
4.6.2. Pariwisata Bahari
Kegiatan wisata bahari berbeda dengan wisata pantai dimana lebih
ditekankan pada snorkeling, menyelam (diving) juga memancing (fishing). Kelas
kesesuaian untuk kegiatan pariwisata bahari dinilai dengan bobot dan skor pada
parameter (faktor-faktor pembatas). Pemberian bobot dan skor pada semua
parameter didasarkan pada tingkat kepentingan untuk kegiatan wisata bahari.
Parameter-parameter yang menjadi indikator penilai untuk bentuk sesuai atau
tidak sesuainya suatu kawasan wisata bahari yaitu kecerahan perairan, tutupan
terumbu karang, jenis terumbu karang, jenis ikan karang, kedalaman dasar laut
dan kecepatan arus sesuai Tabel 5.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran terhadap parameter-
parameter pembatas yang menjadi indikator bagi penilaian kesesuaian antara
lain didapati kecerahan perairan lebih besar dari 75%. Kecerahan perairan yang
tinggi selain sangat baik dan membantu wisatawan dalam kegiatan snorkeling
maupun menyelam (diving) untuk menikmati keindahan taman bawah laut
juga berperan dalam perkembangan terumbu karang (Gambar 12). Dapat dilihat
bahwa tutupan terumbu karang hidup di kawasan laut desa Suli adalah 45,17%
dan jenis terumbu karang yang teridentifikasi sebanyak 54 spesies (Gambar 13
dan 14). Berdasarkan persen penutupan karang di kawasan desa Suli dikatakan
76
sudah mulai membaik setelah tahun 2000. Jadi persen penutupan karang
maupun jumlah jenis karang sangat berhubungan dengan estetika dan
keindahan bawah laut maupun organisme yang berasosiasi sehingga dapat
memberi kepuasan bagi wisatawan.
Keragaman ikan karang merupakan potensi yaitu sebagai faktor
penunjang keindahan alam bawah laut dan peluang sebagai tempat
pemancingan baik wisatawan maupun masyarakat. Sesuai hasil pengamatan
dan analisis ikan karang maka jumlah spesies pada kawasan desa Suli
ditemukan sebanyak 109 spesies yang didominasi oleh spesies ikan hias
(Gambar 15). Dengan demikian maka kawasan ini sangat sesuai sebagai
pariwisata bahari.
Dalam melakukan snorkeling maupun diving (selam), kenyamanan dan
keamanan dipengaruhi oleh kecepatan arus. Sesuai hasil pengamatan dan
pengukuran maka kecepatan arus rata-rata 0.15 m/det sampai dengan 0.30
m/det (Gambar 16). Kedalaman dasar laut juga merupakan faktor pendukung
kegiatan wisata bahari, dimana berhubungan dengan kemampuan menyelam
untuk menikmati keindahan bawah laut juga merupakan salah satu faktor
pembatas bagi pertumbuhan terumbu karang, sehingga toleransi kedalaman bagi
kegiatan wisata bahari adalah 10 - 25 meter. Pada kawasan desa Suli ditemukan
kedalaman pada kawasan terumbu karang dapat mencapai 5 - 14 meter
(Gambar 17).
Tabel 37. Hasil Perhitungan Kelas Kesesuaian untuk Wisata Bahari
No. Parameter Kondisi Bobot Skor Nilai
1. Kecerahan Perairan (%) > 85% 5 4 202. Tutupan Terumbu Karang (%) 45.17 5 2 103. Jenis Terumbu Karang (sp) 54 4 2 84. Jenis Ikan Karang (sp) 109 4 4 165. Kedalaman Dasar Laut (m) 14 3 4 12
77
6. Kecepatan Arus (m/det) 0.15 - 0.30 3 4 12
Total Nilai 78
Dari hasil perhitungan pada tabel 37 maka kelas kesesuaian wisata
bahari di kawasan desa Suli masuk dalam kategori Sangat Sesuai (S1). Dengan
demikian kawasan desa Suli sangat berpotensi dan memiliki peluang
dikembangkan menjadi daerah wisata bahari dengan berbagai kegiatan
snorkeling maupun diving (selam) dan luasan kesesuaian wisata bahari dapat
dilihat pada lampiran 7 sesuai peta kesesuaian Wisata Bahari (Gambar 18).
78
Gambar 12. Peta Kecerahan Perairan
79
Gambar 13. Peta Tutupan Terumbu Karang
80
Gambar 14. Peta Stasiun Pengamatan Jenis & Persen Tutupan Terumbu Karang
81
Gambar 15. Peta Ikan Karang
82
Gambar 16. Peta Kecepatan Arus
83
Gambar 17. Peta Kedalaman Dasar Laut
84
Gambar 18. Peta Kesesuaian Wisata Bahari
4.7. Daya Dukung Kawasan untuk Pariwisata
Daya dukung fisik dan lingkungan kawasan wisata di desa Suli harus
diperhatikan sehingga kegiatan pariwisata dapat berlangsung dengan baik.
Potensi alam laut dan pantai, gua alam dan Taman Nasional yang berada di
Kabupaten Maluku Tengah yang menjadi salah satu objek wisata dengan daya
tarik tersendiri, juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana/tempat penelitian
lapangan karena memiliki keanekaragaman flora dan fauna langka dan endemik,
penelitian farmasi serta penelitian jenis tanaman sebagai makanan alternatif bagi
masyarakat. Hal ini juga ditunjang dengan fasilitas perhotelan, kerajinan
masyarakat dan rumah-rumah makan yang menyajikan berbagai masakan
makanan daerah. Upaya pemerintah dengan pengelolaan sumber-sumber alam
dimaksud diatas kiranya dapat meningkatkan pendapatan asli daerah Maluku
sektor Pariwisata.
Seiring dengan meningkatnya perhatian Pemerintah Daerah untuk
mengoptimalkan pengembangan pariwisata di Maluku maka diikuti pula oleh
meningkatnya kunjungan wisatawan manca Negara dari tahun ke tahun seperti
terlihat pada tabel 38 sebagai berikut :
85
Tabel 38. Perkembangan Kunjungan Wisatawan Mancanegara Di Provinsi Maluku Tahun 2006 - 2010
NO. KAWASANJUMLAH KUNJUNGAN/TAHUN (ORG)
2006 2007 2008 2009 2010
1. EROPA 2.805 2.497 1.839 2.405 5.260
2. AMERIKA 153 186 308 504 1.173
3. AUSTRALIA 64 121 90 924 468
4. ASIA 223 447 347 325 1.063
5. ASEAN 77 102 36 205 443
6. LAINNYA 74 302 185 221 1.652
TOTAL 3.396 3.655 2.805 4.584 10.059
Sumber; Dinas Pariwisata Tahun 2011
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa wisatawan mancanegara yang
berkunjung ke Maluku cenderung meningkat selama 2 tahun terakhir. Jumlah
kunjungan wisatawan yang mencapai 2.805 pada tahun 2008 telah meningkat
menjadi 4.584 pada tahun 2009 dan 10.059 pada tahun 2010. Wisatawan paling
banyak berkunjung ke Maluku pada tahun 2010 berasal dari Kawasan Eropa
sebanyak 5.260 orang, diikuti oleh wisatawan yang berasal dari kawasan
Amerika sebanyak 1.173 orang dan Asia sebanyak 1.063 orang.
Tabel 39. Perkembangan Kunjungan Wisatawan di Desa Suli Provinsi Maluku Tengah Tahun 2006 - 2010
NO. KAWASANJUMLAH KUNJUNGAN/TAHUN (ORG)
2006 2007 2008 2009 2010
1. Desa Suli 49.996 50.527 50.402 51.391 55.528
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Maluku Tengah (Salahutu dalam Angka), Dinas Pariwisata Kec. Salahutu Kab. Maluku Tengah Tahun 2011.
Kunjungan wisatawan dari waktu ke waktu sangat meningkat, khususnya
pada pantai Desa Suli dapat dilihat dari kunjungan tiap tahun orang dewasa
86
termasuk anak-anak dapat mencapai 49.996 - 55.528 orang. Pada waktu-waktu
tertentupun dapat lebih dari itu tergantung cuaca yang baik.
Kebijakan umum pemerintah daerah dalam tahun 2011 diarahkan pada
berbagai program antara lain Program pengembangan pemasaran pariwisata
melalui kegiatan pengembangan jaringan kerjasama promosi pariwisata,
pelaksanaan promosi pariwisata di dalam dan luar negeri, Program
pengembangan destinasi pariwisata melalui kegiatan pengembangan objek
wisata unggulan, peningkatan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata,
pengembangan sosialisasi dan penerapan serta pengawasan standarisasi,
Program pengembangan kemitraan melalui kegiatan pengembangan dan
penguatan informasi dan data base, pelaksanaan koordinasi pembangunan
kemitraan pariwisata, pengembangan penguatan litbang kebudayaan dan
pariwisata, Program pengelolaan kekayaan budaya melalui kegiatan peningkatan
kesadaran masyarakat tentang benda cagar budaya dan pemilihan peninggalan
sejarah purbakala.
Kebutuhan akan ruang bagi setiap wisatawan dan fasilitas yang
diperlukan sangat bervariasi tergantung pada standar kebutuhan dan latar
belakang wisatawan, kebutuhan akan ruang dan fasilitas wisata bahari sesuai
dengan standar bagi kegiatan pariwisata bahari (WTO, dalam Wong, 1991)
adalah kebutuhan ruang untuk pengunjung, tempat tidur, tempat penampungan
perahu (boat), fasilitas bak mandi, toilet, air pancuran dan fasilitas pelabuhan.
Daya dukung meliputi daya dukung fisik kawasan yaitu ketersedian lahan untuk
pembangunan fasilitas dan akomodasi, daya dukung sosial dan lingkungan laut
yaitu kemampuan lingkungan untuk menerima/ mengakomodir sejumlah
pengunjung (Wong, 1991).
87
Tabel 40.Daya Dukung Fisik dan Lingkungan
No. ZoneLuas P.
Meter Panjang Kapasitas
(Ha) (Km) (Km) Ha Km
1. Lahan Daratan 6.500 3.250
2. Supratidal/Supralitoral 1,13 0,56
3. Intertidal 8,9 4,45
4. Lamun 4,45 2,22
5. Tempat Perahu 0,02 0,01
6. Terumbu Karang 18,32 11 9,16 5,5
7. Tepi Tubir 2,6 1,3
8. Panjang Garis Pantai 2,5 1,25
Berdasarkan pengamatan dilapangan maka parameter yang dapat dipakai
sebagai kriteria untuk menilai daya dukung kawasan wisata di desa Suli yaitu
(1). Luas lahan daratan untuk pembangunan akomodasi dan fasilitas penunjang;
(2). Luas pasir didaerah supratidal sebagai tempat berjemur;
(3). Luas pasir daerah intertidal sebagai tempat rekreasi pantai, berenang;
(4). Luas lamun untuk pengembangan wisata minat;
(5). Area pantai untuk tambatan perahu;
(6). Terumbu karang untuk wisata diving dan snorkeling;
(7). Tepi tubir untuk wisata diving dan snorkeling;
(8). Panjang garis pantai untuk rekreasi pantai;
4.7.1. Lahan Daratan dan Penggunaan Lahan Pantai
Kegiatan pariwisata biasanya berdampak pada pengembangan ekonomi,
sehingga tersedianya fasilitas penunjang kegiatan pariwisata merupakan hal
yang sangat diperlukan. Terutama tersedianya akomodasi serta penginapan
yang telah ada baik pada tempat wisata maupun diluar tempat wisata yang
88
berada pada kawasan desa Suli, sehingga wisatawan selain banyak juga dapat
berlama-lama berada pada daerah tersebut dan nilai ekonomis semakin tinggi.
Sarana dan prasarana yang disediakan baik yang dibangun maupun diadakan
sesuai dengan tempat dan ruang yang ditetapkan sehingga tidak banyak
mengubah kondisi alam aslinya selain itu dapat memberikan rasa aman dan
nyaman bagi wisatawan maupun masyarakat setempat. Dalam pengembangan
pariwisata maka salah satu faktor pendukung yang menjadi syarat optimal adalah
tersedianya sarana dan prasarana baik fasilitas transportasi maupun fasilitas
akomodasi, keamanan dan lainnya.
Berdasarkan kapasitas lahan daratan yang tersedia pada desa Suli maka
dapat dihitung daya dukung lingkungan bagi fasilitas-fasilitas penunjang maupun
jumlah kunjungan, lihat tabel 41 dan 42.
Tabel 41. Daya Dukung Untuk Ruang Penginapan dan Fasilitas Pelabuhan
Zone Luas Kapasitas Lahan Ruang Fasilitas Pelabuhan (Ha) (Ha) Penginapan (Ha) (Ha)
Daratan 6.500 3.250 325
Tabel 42. Daya Dukung Lingkungan bagi Pengembangan Wisata Desa Suli
Daya Dukung Lingkungan
Jmlh fasilitas Pantai Jmlh Jmlh JmlhPengun Jmlh Jmlh Pancuran Tempat Perahu Air
jung WC Bak mandi Air Tidur Ditambat Bersih(orang) (unit) (unit) (unit) (liter/hr)6.500 65 26 52 390.000
Tabel 43. Daya Dukung Lingkungan bagi Pengembangan Wisata Desa Suli
Fasilitas Pantai
Nama Kamar WC Yang di Tambat Kasebo Rumah TOTALPantai Bilas Perahu Kan
oSpeed Banana Payung
Boat Boat (unit) (unit
)(unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit)
Natsepa 1 (dlm) 13 4 20 6 1 1 10 55
89
Natsepa 1 (luar) 47 3 50
Natsepa 2 6 2 2 6 16
Sopapey 5 2 6 17 30
Total (unit) 24 8 28 6 1 1 64 20 151
Tabel 44. Daya Dukung Hotel&Sarana Prasarana bagi Pengembangan Wisata Desa Suli
Banyaknya Kolam Renang
No. Hotel/PenginapanKamar Tempat Tidur Kmr Mandi/WC Dewasa
Anak Lagoon
(unit (unit) (unit) (unit)
(unit) (unit)
1. Aston 96 96 96 1 1 1
2. Holiday beach un Resort 10 10 10
3. Suli Indah 26 26 26
4. Bungalow 4 4 4
5. Monna 6 8 6
6. Milano 6 6 6
7. Ponpana Gotteg 13 28 13
8. Baguala Bay Resort 16 16 16 1 1
9. Lunterse Boer 6 6 6 10
. Coral Beach 4 4 4
TOTAL 187 204 187 2 2 1
Kawasan desa Suli telah memiliki daya dukung lingkungan berupa
akomodasi maupun penginapan yang baik telah tersedia pada kawasan
desa Suli bagi wisatawan dapat dilihat pada tabel 43 dan tabel 44.
4.7.2. Lingkungan Perairan
Untuk daya dukung lingkungan Perairan yang terdiri dari daerah
supratidal, intertidal, terumbu karang, lamun dan tepi tubir, maka jumlah
kunjungan dihitung berdasarkan kapasitas daya dukung fisik dan lingkungan
perairan dapat dilihat pada Tabel 45.
Tabel 45. Jumlah Pengunjung berdasarkan Daya Dukung Fisik Dan Lingkungan
No. Zone
Luas P. Meter
Panjang Kapasitas Jumlah Pengunjung
(Ha) (Km) (Km) Ha Km (org)
90
1. Supratidal 1,13 0,565 2832. Intertidal 8,9 4,45 2.2253. Terumbu Karang 18,32 11 9,16 5,5 9164. Lamun 4,45 2,225 4455. Tepi Tubir 2,60 1,30 13
4.7.3. Kondisi Air Tanah
Air juga merupakan kebutuhan dasar baik bagi manusia maupun dalam
pembangunan dan dapat dilihat bahwa kondisi perairan di desa Suli sangat baik.
Sungai-sungai yang ada di Suli diantaranya 3 (tiga) sungai yang besar adalah
sungai Lorihua, sungai Waiyari dan sungai Waitatiri yang sudah cukup memenuhi
segala kegiatan manusia, meskipun ada sebagian masyarakat yang biasa
membeli dari masyarakat desa Suli yang bekerja pada Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM).
Air tanah juga merupakan sumber air tawar yang potensial bagi
kehidupan masyarakat di desa Suli dan tidak pernah ada persoalan karena air
tanah cukup tersedia bagi keperluan wisatawan maupun masyarakat.
Diantaranya 5 (lima) sumur yang berada pada kawasan pariwisata tidak jauh dari
pantai maupun salah satu sumber yang sangat penting dan menambah ekonomi
bagi masyarakat yaitu sumber air panas yang berada dekat pantai kira-kira
10 meter dari garis pantai di Suli dalam tepatnya pada dusun Amalatuei dekat
dengan hilir sungai Lorihua.
Diperkirakan bahwa potensi air cukup tersedia bagi keperluan para
wisatawan. Pengamatan kondisi air sungai maupun sumur dilakukan berada
dekat dengan pusat pengembangan pariwisata pada desa Suli pada Tabel 46
dan 47 dengan kualitas air tawar dan layak di pakai.
Tabel 46. Kondisi Air Sungai di Desa Suli
SUNGAIPOSISI POSISI LEBAR KEDALAMAN V DEBIT
91
Lorihua 128° 18,231' 03° 37,488' 3,13 0,967 0,428 1,30
Sopapei 128° 18,026' 03° 37,423' 1,4 0,500 0,724 0,51
Waiyari 128° 17,101' 03° 37,107' 16,4 0,413 0,542 3,67
+
Tabel 47. Kondisi Air Tawar di Desa Suli
SUMURPOSISI BT POSISI LS DIAMETER TINGGI KEDALAMAN VOLUME
(Long) (Lat) (m) (m) (m) (m3)
Sumur 1 128° 18,026' 03° 37,403' 0,96 3 1 3,02
Sumur 2 128° 17,917' 03° 37,422' 0,96 2 0,75 2,26
Sumur 3 128° 18,054' 03° 37,427' 0,96 3 0,5 1,51
Sumur 4 128° 18,070' 03° 37,431' 0,96 3 0,5 1,51
Sumur 5 128° 18,084' 03° 37,466' 0,96 2,5 0,5 1,51
Sumur 6 128° 18,102' 03° 37,450' 0,6 3 0,7 1,32
Sumur 7 128° 18,117' 03° 37,450' 0,96 2,5 0,75 2,26
Sumur 8 128° 18,140' 03° 37,443' 0,96 3 0,6 1,81
Sumur 9 128° 18,240' 03° 37,445' 0,96 2 0,5 0,96
4.7.4. Kondisi Fisik Kimia Perairan Kawasan Wisata Bahari Desa Suli
Kualitas perairan kawasan wisata bahari desa Suli (Tabel 48) dapat dilihat
melalui pengukuran pada tabel 6 dimana kualitas parameter fisik kimianya masih
berada sesuai standart baku mutu air laut untuk kebutuhan wisata bahari
(Keputusan menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2006).
Tabel 48. Kualitas Perairan di Kawasan Desa Suli
No. Parameter Sat.
1. Temperatur °C 30 - 322. Salinitas ppm 32 - 353. PH - 8.41 - 8.454. Kecerahan m > 755. Kecepatan Arus m/det. 0.11-0.256. Arah Arus - -7. DO (Oksigen Terlarut) mg/l 7.3 - 8.38. Phosphat (PO4-P) mg/l 0.0
92
9. Nitrit (NO2) mg/l 0.0 10. Nitrat (NO3-N) mg/l 0.0 11. Amoniak bebas (NH3-N) mg/l 0.0
4.8. Analisis Strategi Kebijakan Pengembangan Pariwisata
Otonomi daerah dalam pengembangan sebagaimana yang tertuang
dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 merupakan landasan yang kuat untuk
mencapai pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan. Agar
otonomi daerah memberikan dampak positif terhadap pengelolaan sumberdaya
laut maka perlu komitmen pemerintah daerah berupa adanya kebijakan strategis
untuk dapat mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya kelautan dan pesisir bagi
kepentingan masyarakat, terkait dengan potensi sumberdaya kelautan dan
pesisir yang terdapat di Maluku Tengah maka kebijakan Pemerintah Daerah
telah menetapkan kawasan pantai Natsepa pada desa Suli sebagai salah satu
daerah tujuan wisata bahari di Maluku Tengah (Salahutu dalam Angka, 2010).
Menindak lanjuti tataran kebijakan tersebut maka perlu dilakukan suatu
analisis alternatif strategi kebijakan dalam mendorong pengembangan pariwisata
bahari dengan menggunakan Analisis SWOT.
4.8.1. Identifikasi Faktor dan Komponen SWOT
Berdasarkan hasil identifikasi faktor dan komponen SWOT pada lokasi
penelitian ditemukam 6 komponen faktor S, 5 komponen faktor W, 5 komponen
faktor O dan 5 komponen faktor T. Sebaran komponen faktor-faktor SWOT
disajikan secara lengkap pada Tabel 49 dan 50.
Tabel. 49. Faktor dan Komponen Internal
WEAKNESS (W)) = KelemahanSTRENGTH (S) = Kekuatan
1. Lemahnya kesadaran lingkungan oleh 1. Memiliki potensi obyek wisata;
93
Kekuatan (S) :Memiliki potensi obyek wisata. Dukungan dan kebijakan Pemerintah Daerah dalam Kebijakan Umum Pemerintah Daerah 2011.Kerjasama Pemerintah Desa, Saniri Desa lewat aturan Desa untuk pengembangan desa.Adanya dukungan masyarakat.Adanya akses transportasi yang memadai.Kualitas perairan yang mendukung.
FAKTOR EKSTERNAL
FAKTOR INTERNAL
Peluang (O) :Kunjungan wisatawan yang meningkat dari waktu ke waktu.Wisata bahari sangat diminati wisatawan mancanegara.Adanya program pengembangan pariwisata oleh Pemda.Adanya kesempatan berusahaAdanya investasi dibidang pariwisata.
Strategi (S-O)(Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang) Pengembangan Infrastruktur PariwisataPengembangan jaringan kerjasama peningkatan Promosi Pariwisata.Pengembangan obyek wisata pantai dan laut.
Kelemahan (W) Lemahnya kesadaran lingkungan oleh masyarakat.Infrastruktur (sarana&prasarana) terbatasKelembagaan wisata kurang berkembang (kurang kerjasama).Kurang pemahanan dan pengetahuan masyarakat tentang fungsi ekosistem.
Strategi (W-O)(Meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang)Peningkatan kualitas SDM lewat seminar, pelatihan dll serta Peningkatan kesadaran masyarakat tentang peninggalan kebudayaanPengembangan Kemitraan
FAKTOR INTERNAL
Masyarakat;2. Infrastruktur (sarana&prasarana) terbatas3. Kelembagaan wisata kurang berkembang (kurang kerjasama);
4. Rendahnya kualitas SDM;
2. Adanya dukungan kebijakan Pemerintah Daerah dalam Kebijakan Umum Pemda 2011;
3. Kerjasama Pemerintah Desa, Saniri Desa lewat aturan desa untuk pengembangan desa;
4. Adanya dukungan masyarakat;5. Adanya akses transportasi yang memadai;6. Kualitas perairan yang mendukung;
Tabel 50. Faktor dan Komponen Eksternal
THREAT (T) =AncamanOPPORTUNITY (O) = Peluang
1. Pemanfaatan sumberdaya laut yang cenderung merusak
2. Penataan ruang laut dan pesisir belum baik3. Kurangnya kesadaran wisata untuk menjaga lingkungan
4. Pengaruh Budaya luar (hidup bebas)5. Keamanan lingkungan pantai belum baik/ belum maksimal
1. Kunjungan wisatawan yang meningkat dari waktu ke waktu
2. Adanya programa pengembangan pariwisata3. Wisata bahari sangat di minati wisatawan
mancanegara.4. Adanya kesempatan berusaha 5. Adanya investasi dibidang pariwisata
4.8.2. Analisis Alternatif Strategi Kebijakan dan Alahan Pengelolaan
Perumusan alternatif strategi dilakukan dengan pendekatan analisis
strategi strength-opportunities (SO), strength-threats (ST), weakness-
opportunities (WO), dan weakness-threats (WT). Pendekatan dengan
memaksimalkan faktor-faktor kekuatan (strength) dan peluang (opportunities)
yang menjadi faktor penentu, (Rangkuti, 2006). Hasil perumusan alternatif
kebijakan disajikan pada Tabel 51 formulasi strategi berikut ini.
Tabel. 51. Formulasi Strategi
94
Dari hasil formulasi strategi maka didapatkan 9 (sembilan) rumusan alternatif
strategi kebijakan pengembangan pariwisata di kawasan desa Suli sebagai
berikut :
1. Pengembangan Obyek Wisata Pantai dan Laut
Potensi utama yang dimiliki kawasan desa Suli adalah potensi view,
potensi pasir putih, pontensi terumbu karang, ikan karang yang merupakan
keindahan dan keaslian alam yang merupakan daya tarik bagi wisatawan
sebagai modal utama serta potensi sejarah dan budaya maka strategi kebijakan
pengembangan obyek wisata pantai dan laut di desa Suli sangat penting. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan produk wisata dengan sasaran intensifikasi obyek
wisata yang dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan pemanfaatan dari obyek
wisata yang ada. Dalam rangka intensifikasi obyek wisata maka pengembangan
95
dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas lingkungan obyek wisata. Sehingga
dengan demikian perlu menciptakan pengemasan produk wisata yang sesuai
dengan potensi pada kawasan desa Suli.
2. Pengembangan Infrastruktur Pariwisata
Strategi kebijakan pengembangan infrastruktur bertujuan meningkatkan
sarana dan prasarana pariwisata sehingga dapat memberikan rasa aman dan
nyaman bagi pengunjung. Sarana dan prasarana yang dikembangkan adalah
fasilitas bak mandi, pancuran air, wc, tempat tambat perahu, penginapan,
restoran/rumah makan dan sarana keamanan berupa bantal berenang serta
lainnya juga staf keamanan, sehingga sasaran yang ingin dicapai adalah
peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pariwisata, untuk itu
dalam upaya memberikan pelayanan yang baik kepada wisatawan perlu adanya
percepatan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata.
3. Pengembangan Jaringan Kerjasama Peningkatan Promosi Wisata
Strategi kebijakan pengembangan jaringan keerjasama promosi bertujuan
untuk lebih meningkatkan jaringan kerjasama promosi pariwisata baik dalam
maupun luar negeri guna lebih memperkenalkan obyek wisata maupun
produk wisata bagi pengunjung lokal maupun wisatawan mancanegara.
Promosi pariwisata dikembangkan melalui pusat informasi pariwisata lokasi yang
strategis yang mudah dijangkau dan berada pada rangkaian jalur pergerakan
wisatawan. Sasaran yang hendak dicapai adalah meningkatnya kunjungan
wisatawan dalam maupun luar negeri kekawasan wisata di desa Suli Kabupaten
Maluku Tengah. Dengan demikian maka arahan yang perlu dilakukan adalah
memfasilitasi masyarakat, pemerintah, maupun lembaga swasta untuk proaktif
dalam pengembangan promosi wisata di desa Suli Kabupaten Maluku Tengah.
96
Sehingga promosi pariwisata dapat dilakukan melalui pengembangan alat
promosi cetakan maupun memanfaatkan teknologi informasi.
4. Pengembangan Atraksi Wisata
Strategi kebijakan pengembangan atraksi wisata bertujuan dalam rangka
meningkatkan diversifikasi atraksi pariwisata berbasis sumberdaya alam dan
budaya lokal. Diversifikasi dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan
produk yang lebih beragam untuk segmen pasar yang lebih luas dan khusus.
Sasaran yang hendak dicapai adalah meningkatnya kunjungan wisatawan dalam
maupun luar negeri ke kawasan wisata di desa Suli Kabupaten Maluku Tengah.
Untuk itu arahan kebijakan adalah mengembangkan sumberdaya alam lokal
serta menghidupkan kembali kearifan lokal sebagai basis utama atraksi wisata di
desa Suli Kabupaten Maluku Tengah.
5. Penguatan Sumberdaya Manusia (SDM)
Strategi kebijakan penguatan Sumberdaya manusia bertujuan
meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan Masyarakat, mengembangkan
potensi seni, dan budaya masyarakat bagi upaya penyiapan SDM yang baik bagi
pengembangan wisata di Maluku Tengah khususnya di desa Suli. Sasaran yang
hendak dicapai antara lain meningkatnya potensi seni dan kreativitas
masyarakat, meningkatnya kesehatan masyarakat, meningkatnya kesadaran
pelestarian nilai-nilai budaya di masyarakat. Arahan yang perlu dilakukan adalah
memfasilitasi pengembangan pendidikan, kesehatan dan potensi seni,
melakukan sosialisasi, kampanye sadar wisata dan membina masyarakat secara
kontinyu melalui kelembagaan lokal yang ada maupun melalui pelatihan bidang
97
kepariwisataan pada masyarakat sehingga tercipta kesadaran akan pentingnya
pariwisata.
6. Peningkatan Partisipasi Masyarakat
Strategi kebijakan peningkatkan partisipasi masyarakat dalam
Pembangunan Pariwisata bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan
tanggung jawab masyarakat serta rasa memiliki terhadap berbagai program yang
direncanakan. Sasaran adalah pelibatan masyarakat baik secara aktif maupun
pasif dalam mendukung pengembangan pariwisata di Kabupaten Maluku Tengah
khususnya desa Suli. Arahan kebijakan yaitu masyarakat harus difasilitasi dalam
keterlibatannya, termasuk menginformasikan konsekuensi dari keterlibatan dan
menunjukan betapa pentingnya nilai partisipasi masyarakat.
7. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Strategi kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat bertujuan untuk
meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan
sumberdaya alam yang terdapat pada kawasan desa Suli. Sasaran yang hendak
dicapai adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
dengan skala usaha yang ekonomis. Arahan kebijakan yang perlu dilakukan
adalah pengembangan kuantitas dan kualitas pelayanan institusi ekonomi pada
semua jenjang perekonomian, sehingga terciptanya kemampuan dan
kemandirian masyarakat disekitar kawasan wisata dimana secara ekonomis
mampu mengelola dan memanfaatkan sumberdaya laut dan pesisir.
8. Pengembangan Kemitraan
Strategi kebijakan pengembangan kemitraan bertujuan meningkatkan
partisipasi kelembagaan baik pemerintah, swasta maupun masyarakat dalam
Pembangunan Pariwisata di Kabupaten Maluku Tengah khususnya desa Suli.
98
Sasaran kemitraan yang hendak dicapai adalah meningkatkan kontribusi positif
kelembagaan berupa pengembangan sarana dan prasarana maupun pembinaan
terhadap masyarakat yang merupakan wujud tanggung jawab dalam mendukung
pembangunan Pariwisata. Arahan kebijakannya adalah memfasilitasi partisipasi
lembaga-lembaga yang ada dalam pembangunan Pariwisata di Kabupaten
Maluku Tengah khususnya desa Suli. Salah satunya kerjasama Pemerintah
Dasa dan Saniri Desa dalam membuat peraturan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (2012 - 2017) dalam Pembenahan Pemerintah Negeri, Mata
Rumah dan Pendapatan Anggaran Desa antara lain :
a. Pariwisata sumber inti (Retribusi dari penjual Rujak sehingga dapat di
fungsikan kewang untuk jaga kebersihan, tertibkan tempat parker, tertibkan
buang air di pantai dll);
b. Retribusi tentang Ijin bangunan;
c. Membantu Pemerintah Daerah tentang pajak daerah;
d. Hiburan (ditata dengan baik perlu pajak);
e. Surat ijin tentang Usaha, pajak harus diterima (tertibkan administrasi di desa
jadi ada petugas);
f. Tata cara hidup masyarakat negeri (misalnya jauhi minuman keras,
pengaruh budaya luar bebas, hidup bermasyarakat);
9. Pengelolaan Wisata Berbasis Ko-Manajemen
Strategi kebijakan pengelolaan wisata berbasis Ko-manajemen bertujuan
meningkatkan peran serta masyarakat dalam merancang, melaksanakan dan
mengevaluasi Pembangunan Pariwisata, karena pada hakekatnya suatu
kebijakan pembangunan dihasilkan dari suatu proses politik, dalam pengertian
bahwa kebijakan tersebut tersusun dan diimplementasikan melalui proses
negosiasi antara berbagai pemangku kepentingan. Dengan demikian sasaran
99
yang ingin dicapai adalah keterlibatan masyarakat secara aktif dalam
merancang, melaksanakan dan mengevaluasi Pembangunan Pariwisata di
Kabupaten Maluku Tengah. Arahan kebijakan yaitu Menyediakan ruang yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat untuk dapat merancang, melaksanakan dan
mengevaluasi Pembangunan, karena masyarakat merupakan mitra penting bagi
pemerintah dan stakeholders dalam pembangunan Pariwisata di Kabupaten
Maluku Tengah khususnya di desa Suli.
100