aku web viewperanan dan tantangan perbankan syariah menghadapi masyarakat ekonomi asean. makalah....
TRANSCRIPT
PERANAN DAN TANTANGAN PERBANKAN SYARIAH MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Seminar Akuntansi Syariah
Disusun Oleh :
Pria Isropi Rahmatulloh (133403013)
Riqi Hermawan (133403001)
Nenden Siti Munawaroh (133403015)
Tanti Damayanti (133403013)
Gina Anggraeni (133403041)
AKUNTANSI-A & B
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Pengaruh dan tantangan Perbankan Syariah Mengahadapi Masyarakat Ekonomi Asean” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga penulis berterimakasih kepada ibu Euis Rosidah,S.E.,M.AK. selaku dosen mata kuliah Seminar Akuntansi Syariah yang telah memberikan tugas ini.
Penulis berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah dibuat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun yang membacanya
Tasikmalaya, 14 September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 2
C. Tujuan Makalah ........................................................................................... 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mayrarakat Ekonomi Asean ..................................................... 4
B. Peluang Industri Perbankan Syariah Menghadapi MEA............................. 4
C. Tanangan Industri Perbankan Syariah Mengadapi MEA............................ 6
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan...................................................................................................... 11
B. Saran............................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 12
ABSTRAK
Pada pembahasan ini mengenai peluang dan tantangan industri perbankan
syariah menghadapi MEA yaitu peluang berkembangnya perbankan syariah
diprediksi akan sangat pesat terutama di Indonesia yang mayoritas beragama muslim
dan dewasa ini costumer lebih tertarik dengan perbankan syariah karena merupakan
upaya untuk mendekatkan diri kepada Alloh S.W.T,
Tantangan yang dihapapi oleh industri perbankan syariah yang terjadi
adalah dalam operasinya terlihat dan indikator rasio biaya operasional terhadap
pendpatan operasional (BOPO) bank syariah kalah efisien dari bank konvensional
dan tantangan lainya yaitu adanya diferensiasi produk keuangan syariah di Indonesia
yang dinilai masih kurang.
The discussion of this paper on the opportunities and challenges facing
Islamic banking industry MEA namely Islamic banking development opportunities in
the prediction would very rapidly, especially in Indonesia that the majority og
Muslims and today’s diverse costumer is more interested in Islamic banking because
it is a attempt to get closer to Alloh S.W.T.
Challenges faced by the Islamic banking industry in its operatons that occur
are visible on the indicator ratio of operating expenses to operating income ratio
(ROA) Islamic banks losing efficient that conventional banks and other challenges
that their differentiation Islamic financial products in Indonesia is still unwell.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tepat pada tanggal 1 Januari 2015 yang lalu bangsa-bangsa di kawasan
Asia Tenggara atau lebih dikenal dengan ASEAN akan memasuki era baru dalam
hubungan integrasi perekonomian dan perdagangan dalam bentuk Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA). Siap atau tidak siap semua negara di kawasan ASEAN
sudah harus meleburkan batas territorial negaranya dalam satu pasar bebas yang
diperkirakan akan menjadi tulang punggung perekonomian di kawasan Asia
setelah China.
Menghadapi MEA, di satu sisi masyarakat ASEAN seharusnya
bergembira. Betapa tidak, MEA diharapkan dapat menciptakan komunitas
regional yang diproyeksikan dapat menjaga stabilitas politik dan keamanan
regional ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar
dunia, mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan, mengurangi kemiskinan dan
meningkatkan standard hidup penduduk negara anggota ASEAN. MEA
merupakan sebuah kesepakatan di antara negara-negara ASEAN dalam rangka
penguatan di berbagai sektor, terutama sebagai bentuk pertahanan dari goncangan
global. Implementasi kebijakan ini mirip dengan Free Trade Area (FTA) yang
akan yang dilaksanakan pada tahun 2020 nanti, namun dalam cakupan yang lebih
kecil yaitu ASEAN. Kebijakan ini telah direncanakan jauh hari sebelumnya,
namun karena kebutuhan yang mendesak khususnya dalam hal kerja sama
bilateral dan penguatan negara-negara ASEAN dari serangan produk luar negeri
maka diajukanlah implementasi MEA paling lambat tahun 2015.
Dalam integrasi MEA, terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA
pada tahun 2015 yang dapat dijadikan sebagai momentum yang baik bagi bagsa-
bangsa di ASEAN. Pertama, negara-negara di kawasan ASEAN ini akan
dijadikan sebagai sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi; Kedua,
MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang
tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy,
consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation dan e-
commerce; Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki
perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil
Menengah (UKM); Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap
perekonomian global, dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan
koordinasi terhadap negara-negara anggota.
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, sudah selayaknya
Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan industri keuangan syariah di
dunia. Hal ini bukan merupakan ‘impian yang mustahil’ karena potensi dan
peluang Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariah sangat besar
khususnya dalam mengahdapi MEA, diantaranya : (i) jumlah penduduk muslim
yang besar menjadi potensi nasabah industri keuangan syariah; (ii) prospek
ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi
(kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid; (iii)
peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi investment grade yang
akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan
domestik, termasuk industri keuangan syariah; dan (iv) memiliki sumber daya
alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri
keuangan syariah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut:
a) Apakah pengertian Masyarakat ekonomi asean (MEA)?
b) Bagaimana peluang perbankan syariah menghadapi MEA?
c) Bagaimana tantangan yang dihadapi?
C. Tujuan makalah
a) Pengertian masyarakat ekonomi asean (MEA)
b) Untuk mengetahui peluang industri perbankan syariah di era MEA
c) Untuk mengetahui tantangan yang dihadapi industry perbankan syariah di era
MEA
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
Menurut ASEAN.ORG Masyarakar Ekonomi Asean atau MEA
merupakan tujuan dari integrasi ekonomi regional kawasan asia tenggara yang
diberlakukan pad tahun 2015. Karakteristik mea sendiri meliputi: (1)Berbasis
pada pasar tunggal dan produksi (2)Kawasan ekonomi yang sangat kompetitif
(3)Wilayah pembangunan ekonomi yang adil (4)Kawasan yang begitu
terintegraasi dalam hal ekonomi global.
Menurut Wikipedia, masyarakat ekonomi asean dalam menghadapi
perdagangan bebas yang berlaku diantara Negara-negara anggota asean. Hal
tersebut karena para pemimpin negara asean telah menyepakati perjanjian ini.
Masyarakat ekonomi asean dirancang untuk mewujudkan vision asea di tahun
2020.
Secara umum masyarakat ekonomi asean diartikan sebagai sebuah
masyarakat yang saling terintegrasi satu sama lain (maksudnya antara Negara
yang satu dengan Negara yang lain dalam lingkup asean) dimana adanya
perdagangan bebas diantara Negara-negara anggota asean yang telah disepakati
bersama antara pemimpin-pemimpin negara asean untuk mengubah asean
menjadi kawasan yang lebih stabil, makmur dan kompettitif dalam pembangunan
ekonomi.
Dari berbagai pengerrtian diatas ada industry yang terpengaruh oleh
adanya MEA tersebut terutama industri perbankan syariah sehingga menimbulkan
peluang maupun tantangan yang terjadi, hal demikian akan dibahas pada
pembahasan berikutnya.
B. Peluang industri perbankan syariah menghadapi masyarakat ekonomi asean
Pengembangan keuangan syariah di dunia memang sangat pesat
contohnya di Indonesia yang bersifat market driven dan dorongan bottom up
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga lebih bertumpu pada sektor riil
juga menjadi keunggulan tersendiri. Berbeda dengan perkembangan keuangan
syariah di Iran, Arab Saudi, dan Malaysia sebagai salah Negara di kawasan
ASEAN, di mana perkembangan keuangan syariahnya lebih bertumpu pada
sektor keuangan, bukan sektor riil, dan peranan pemerintah sangat dominan.
Selain dalam bentuk dukungan regulasi, penempatan dana pemerintah dan
perusahaan milik negara pada lembaga keuangan syariah membuat total asetnya
meningkat signifikan, terlebih ketika negara-negara tersebut menikmati windfall
profit dari kenaikan harga minyak dan komoditas. Keunggulan struktur
pengembangan keuangan syariah di Indonesia lainnya adalah regulatory regime
yang dinilai lebih baik dibanding dengan negara lain. Di Indonesia kewenangan
mengeluarkan fatwa keuangan syariah bersifat terpusat oleh Dewan Syariah
Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan institusi yang
independen. Sementara di negara lain, fatwa dapat dikeluarkan oleh perorangan
ulama sehingga peluang terjadinya perbedaan sangat besar. Di Malaysia, struktur
organisasi lembaga fatwa ini berada di bawah Bank Negara Malaysia (BNM),
tidak berdiri sendiri secara independen.
Halim (2012) dalam sebuah kajiannya menyatakan bahwa peningkatan
peranan industri keuangan syariah Indonesia menuju global player juga terlihat
dari meningkatnya ranking total aset keuangan syariah dari urutan ke-17 pada
tahun 2009 menjadi urutan ke-13 pada tahun 2010 dengan nilai aset sebesar
US$7,2 miliar. Dengan melihat perkembangan pesat keuangan syariah, terutama
perbankan syariah dan penerbitan sukuk, total aset keuangan syariah Indonesia
pada tahun 2011 diyakini telah melebihi US$20 miliar sehingga rankingnya akan
meningkat signifikan.
Hal yang paling pokok adalah bahwa industri perbankan sayraiah
memiliki peluang yang besar karena terbukti tahan terhadap krisis. Bahkan setelah
kegagalan sistem ekonomi kapitalis, sistem syariah dipandang sebagai sebuah
alternatif dan solusi untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi dunia.
Menjamurnya lembaga-lembaga keuangan syariah merupakan sebuah bukti
bahwa sistem ini memiliki ketahanan terhadap krisis. Hal ini pun telah dibuktikan
ketika Krisis Ekonomi 1988, di saat bank konvensional mengalami negative
spread, namun bank Syariah tampil sebagai perbankan yang sehat dan tahan
terhadap krisis dan memperlihatkan eksistensinya hingga sekarang. Bank
Indonesia pun memberikan perhatian yang serius dalam mendorong
perkembangan perbankan syariah, dikarenakan keyakinan bahwa perbankan
syariah akan membawa ‘maslahat’ bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan
kesejahteraan masyarakat. Pertama, bank syariah memberikan dampak yang lebih
nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi karena lebih dekat dengan sektor
riil sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Kedua, tidak terdapat produk-
produk yang bersifat spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang
kuat dan teruji ketangguhannya dari krisis keuangan global. Ketiga, sistem bagi
hasil (profit-loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah yang akan
membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak
C. Tantangan industri perbankan syariah menghadapi masya rakat ekonomi
asean
Industri perbankan syariah terbesar di Indonesia saat ini baru mampu
membukukan aset sekitar US$5,4 miliar sehingga belum ada yang masuk ke
dalam jajaran 25 bank syariah dengan aset terbesar di dunia. Sementara tiga bank
syariah Malaysia mampu masuk ke dalam daftar tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa skala ekonomi bank syariah Indonesia masih kalah dengan bank syariah
Malaysia yang akan menjadi kompetitor utama. Belum tercapainya skala ekonomi
tersebut membuat operasional bank syariah di Indonesia kalah efisien, terlebih
sebagian besar bank syariah di Indonesia masih dalam tahap ekspansi yang
membutuhkan biaya investasi infrastruktur yang cukup signifikan.
Halim (2012) dalam sebuah penelitiannya, dengan menggunakan indikator
rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) pada tiga bank
sampel untuk masing-masing kategori terlihat bahwa bank syariah masih kalah
efisien dibanding dengan bank konvensional (Lihat Tabel 1). Namun dari sisi Net
Operational Margin (NOM), beberapa bank syariah lebih unggul. Dari sisi
profitabilitas, Return On Asset (ROA) bank syariah lebih kecil dari bank
konvensional, namun dari sisi Return On Equity (ROE) lebih besar. Hal ini
menunjukkan bahwa kondisi permodalan bank syariah relatif lebih kecil
dibanding bank konvensional.
Tabel 1. Perbandingan Indikator Bank Syariah dan Konvensional di
Indonesia
Kemudian apabila tiga sampel bank syariah tersebut dibandingkan dengan
bank syariah di Malaysia dan Kawasan Timur Tengah, terlihat bahwa indikator
BOPO bank syariah di Indonesia juga lebih tinggi atau masih kalah efisien. Hal
ini juga terlihat dari indikator Net Operational Margin (NOM) bank syariah di
Indonesia yang masih sangat bervariasi dan secara rata-rata lebih tinggi dari bank
syariah di Malaysia dan Kawasan Timur Tengah. Namun demikian, bank syariah
di Indonesia lebih profitable dibanding dengan bank syariah di Malaysia maupun
Kawasan Timur Tengah, terlihat dari tingginya indikator ROA maupun ROE
(Lihat Tabel 2). Tak heran jika banyak investor asing yang tertarik untuk
mendirikan atau membeli bank syariah di Indonesia. Profitabilitas yang tinggi ini
tentunya akan mempercepat akselerasi pertumbuhan aset bank syariah di
Indonesia sehingga dapat mencapai skala ekonomi yang efisien.
Tabel 2. Perbandingan Indikator Perbankan Syariah Antar Negara
Tantangan lainnya dalam menghadapi MEA 2015 adalah diferensiasi
produk keuangan syariah di Indonesia yang dinilai masih kurang. Hal ini
disebabkan oleh faktor bisnis model industri keuangan syariah di Indonesia,
khususnya perbankan syariah, yang lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan di
sektor riil dan sangat menjaga maqasid syariah. Hal ini berbeda dengan negara
lain yang peranan produk-produk di sektor keuangan (pasar uang dan pasar
modal) lebih dominan. Secara esensi, struktur pengembangan keuangan
syariah di Indonesia akan lebih kuat dibanding dengan negara lain. Kekurangan
instrumen di pasar keuangan syariah tersebut berdampak pada pengelolaan
likuiditas perbankan syariah. Pengelolaan likuiditas perbankan syariah masih
mengandalkan mekanisme Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dengan
menggunakan instrumen Sertifikat Investasi Mudharabah (SIMA), dan melakukan
penempatan di instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, yakni FASBI
Syariah dan SBI Syariah. Masih sedikit sekali portofolio penempatan pada
instrumen sukuk. Tingginya porsi pengelolaan likuiditas perbankan syariah pada
instrument bank sentral menyebabkan pengembangan pasar keuangan syariah
menjadi terkendala dan mekanisme self adjustment menjadi kurang optimal.
Penerbitan Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPNS) dan mekanisme
transaksi ‘komoditi murabahah’ dapat menjadi suatu terobosan instrumen yang
dapat digunakan oleh perbankan syariah dalam melakukan pengelolaan
likuiditasnya. Ketersediaan instrumen pengelolaan likuiditas menjadi sangat
penting dalam mencegah terjadinya krisis yang berkelanjutan pada industri
keuangan syariah. Para pakar yang tergabung dalam IAEI dapat membantu
industri dalam melakukan inovasi produk keuangan syariah, khususnya untuk
perbankan syariah. Agar jangan sampai kekurangan instrumen keuangan syariah
tersebut diisi oleh instrumen dari negara lain yang belum tentu sesuai dengan
kondisi pasar keuangan dan perbankan syariah domestik.
Kendala lainnya yang perlu mendapat perhatian serius adalah upaya untuk
memenuhi gap Sumber Daya Insani (SDI) dari tenaga kerja domestik agar tidak
diisi oleh tenaga kerja asing. Perlu disaari bahwa salah satu butir kesepakatan
dalam MEA 2015 adalah freedom of movement for skilled and talented labours.
Keberadaan skilled labours adalah faktor penting dalam menghadapi MEA 2015.
Bila boleh dikatakan, barang, jasa, investasi, dan modal semua dikendalikan oleh
skilled labours. Karena itu tenaga kerja (SDM) yang mempuni mutlak dibutuhkan
untuk “memenangkan” tujuan Indonesia dalam MEA. Jika kita jadikan GDP
sebagai tolak ukur atas kualitas skilled labours Indonesia dalam mengendalikan
barang, jasa, dan modal maka dapat kita katakan bahwa kualitas skilled labours
Indonesia masih jauh di bawah tiga negara penghuni kasta teratas yaitu
Singapura, Malaysia dan Thailand. Inilah tantagan yang kita hadapi saat ini. Di
mana keberadaan skilled labours yang berbasiskan syariah alias para sarjana
ekonomi islam? Seberapa besar kontribusinya untuk perekonomian dan industri
perbankan syariah Indonesia saat ini? Para sarjana ekonomi islam yang
merupakan mesin penggerak ekonomi yang berbasiskan syariah itu masih
tergolong gagal dalam mengambil hati pasar domestik. Rakyat Indonesia saat ini
masih cenderung menyukai transaksi secara konvensional yang cenderung liberal
dan kapitalis. Para pelaku ekonomi di tanah air ini masih menjadikan transaksi
syariah sebagai pilihan kedua atau bahkan lebih rendah daripada itu. Inilah bukti
bahwa peran dari para sarjana ekonomi islam terhadap perekonomian Indonesia
masih terbilang belum optimal.
Secara logika, untuk mengurus dan merebut pasar domestik saja para
praktisi ekonomi islam Indonesia masih ‘gelabakan’, apalagi jika harus
menargetkan dan merebut pasar ASEAN yang mana tambahan target pasarnya
adalah mayoritas dari kalangan non muslim. Ditambah lagi dengan kompetitor
dari negara lain yang memiliki persiapan, strategi, dan modal yang lebih
mumpuni dibandingkan para paraktisi ekonomi islam di Indonesia. Sebagai
contoh negara Malaysia yang mendapatkan sokongan penuh dari
pemerintahannya terhadap pengembangan perekonomian secara syariah.
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah dengan keadaan seperti ini MEA akan
menjadi berkah bagi ekonomi Indonesia terutama melalui jalur syariah?Ataukah
tunas perkembangan ekonomi syariah di tanah air akan sirna olehnya? Sekali lagi,
inilah tantangan kontemporer bagi perkembangan industri keuangan dan
perbankan syariah.
Di antara langkah yang dapat diambil adalah pelaku industri perbankan
syariah dapat bekerjasama mendirikan ‘pusat pendidikan dan pelatihan perbankan
syariah’ untuk mencetak tenaga ahli guna memenuhi gap tersebut daripada saling
bersaing dan melakukan ‘pembajakan pegawai’. Ikatan Ahli Ekonomi Islam
(IAEI) tentunya dapat berperan dalam menyediakan tenaga ahli untuk mengajar di
pusat pendidikan dan pelatihan tersebut. Agar lebih terarah dan tepat guna, IAEI
juga dapat membantu melakukan penelitian untuk mengidentifikasi jenis-jenis
keahlian yang dibutuhkan oleh industri perbankan syariah sehingga strategi ‘link
and match’ dapat dijalankan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam makalah ini penulis menyimpulkan beberapa simpulan :
1. Secara umum masyarakat ekonomi asean diartikan sebagai sebuah
masyarakat yang saling terintegrasi satu sama lain (maksudnya antara
Negara yang satu dengan Negara yang lain dalam lingkup asean) dimana
adanya perdagangan bebas diantara Negara-negara anggota asean yang
telah disepakati bersama antara pemimpin-pemimpin negara asean untuk
mengubah asean menjadi kawasan yang lebih stabil, makmur dan
kompettitif dalam pembangunan ekonomi. MEA ini akan berpengaruh
terhadap keberlangsungan indusri perbankan syariah.
2. bahwa industri perbankan sayraiah memiliki peluang yang besar karena
terbukti tahan terhadap krisis. Bahkan setelah kegagalan sistem ekonomi
kapitalis, sistem syariah dipandang sebagai sebuah alternatif dan solusi
untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi dunia.
3. Tantangan yang dihadapi oleh industri perbankan syariah yaitu mengenai
oprasional yang kurang efektif dan kalah dengan bank konvensional
lainnya, pruduk syariah yang dihasilkan sangat terbatas sehingga tidak ada
variasi produk dan terakhir dalah sumber daya manusia yang menjadi
tantangan utama dalam persaingan di masyarakat ekonomi asiandan harus
diubah melalui bidang pendidikan
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini maka penulis memberi saran agar kita
sebagai masyarakat asean bisa meningkatkan skill dan kemampuan sehingga
dapat bersaing dengan masyarakat Negara lain. Dengan peningkatan kemampuan
tersebut kita tidak akan sulit berkompetisi di era mea ini dengan kebebasan
perdagangan maupun sektor lain.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Halim. 2012. Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia:
Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015. Ceramah Ilmiah Ikatan Ahli
Ekonomi Islam (IAEI), Milad ke-8 IAEI, 13 April 2012
Association of southeast ASEN Nations. 2008. ASEAN Economic Comunitiy blue
print. Jakarta: asean secretariat azizon.2012analisa perbandingan kesiapan
perbankan syariah indonesia dengan malaysia dalam menghaapi masyarakat
ekonomi asean 2015. http://azizonbinjamaan.wordpress.com/?
s=sarjan a . Diakses pada tanggal 21 Juni 2014
Baskoro, Arya. 2013. Peluang, Tantangan, dan Risiko Bagi Indonesia Dengan
Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN. http://crmsindonesia.org/node/624.
Diakses pada tanggal 23 Juni 2014
Fernandez, R. A. 2014. Yearender: Asean Economic Community To Play Major Role
In SEA Food Security.
IAEI.2014. MEA 2015: Tantangan dan Peluang Bagi Industri Keuangan dan
Perbankan Islam Indonesia. http://iaei-pusat.org/agenda/agenda-rutin-iaei/mea-
2015-tantangan-dan-peluang-bagi-industri-keuangan-dan-perbankan-islam-
indonesia-1?language=id. Diakses pada tanggal 21 Juni 2014
Jatmiko, Wahyu, Azizon. 2012. Sarjana Ekonomi Islam Indonesia, Belum Siap!.
http://azizonbinjamaan.wordpress.com/?s=sarjana. Diakses pada tanggal 23
Juni 2014
Paoji, Anep. 2014. Ekonomi Islam Harus Berperan Dalam MEA 2015.
http://bandung.bisnis.com/m/read/20140610/82443/510582/ekonomi-islam-
harus-berperan-dalam-mea-2015. Diakes pada tanggal 21 Juni 2014
Zaid, Khoirul. 2013. Peluang, Tantangan MEA 2015.
http://zadidtaqwa.blogspot.com/2013/02/peluang-tantangan-mea-2015.html?
m=1. Diakses pada tanggal 23 Juni 2014