alternatif pengembangan kelembagaan kud agribisnis

13
ALTERNATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN KUD AGRIBISNIS Bani Nur Alamsyah Basyiruddin Muchlis Damar Arif Widodo Dea Septian Mochammad Ginanzar Rahmat Afandi

Upload: basyiruddin-muchlis

Post on 22-Jul-2015

68 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

ALTERNATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN KUD AGRIBISNISBani Nur Alamsyah Basyiruddin Muchlis Damar Arif Widodo Dea Septian Mochammad Ginanzar Rahmat Afandi

ALTERNATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN KUD AGRIBISNIS

Sektor pertanian hingga kini masih memiliki peranan dalam perekonomian nasional (1) pemasok bahan makanan pokok penduduk; (2) penyedia lapangan kerja terbesar; (3) pencipta nilai tambah atau PDB (4) penghasil devisa negara (Simatupang, 1995)

Hasil pengolahan data ekspor Indonesia (Statistik Perdagangan, 1996)total nilai ekspor Indonesia sebesar US$ 25,67 milyar tahun 1990, sekitar US$ 11,15 milyar (43,44%) berasal dari ekspor produk-produk agribisnis. Tahun 1995, dari total nilai ekspor Indonesia sebesar US$ 45,42 milyar, sekitar US$ 25,27 milyar (55,66%) berasal dari agribisnis. Hal ini berarti telah terjadi peningkatan agribisnis di Indonesia.

Organisasi koperasi tidak lagi berorientasi pada bagaimana mendirikan sebanyak mungkin koperasi, tetapi bagaimana memmbuat koperasi yang kualitasnya setara denganpelaku ekonomi. Seperti contoh di Jawa Timur, secara kuantitatif kondisi koperasi pedesaan menunjukan perkembangan pesat. Sampai tahun 1996, jumlah KUD sebanyak 752, sedangakan sejumlah 642 (86,2%) tergolong KUD Mandiri yang 38 diantaranya merupakan KUD Mandiri inti (KMI) (Sumadi, 1996).

Namun, hasil studi Santoso, dkk (1997) menunjukan, meskipun beberapa KMI telah berkembang pesat dan mampu menjalankan fungsi sebagai lembaga ekonomi andalan di pedesaan, sampai sekarang belum sepenuhnya mampu memanfaatkan kegiatan agribisnis hulu dan hilir. Untukitu diperlukan upaya nyata guna menegmbangkan organisasi KUD agar mampu menjalankan perannya sebagai pelaku utama ekonomi pedesaan, mengingat peluang usaha yang dimilki sangat besar.

PERMASALAHAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DI PEDESAAN Perkembangan sector agribisnis di Indonesia umumnya didominasi usaha agribisnis rakyat berskala kecil dengan cirri bermodal kecil dan banyak memepekerjakan tenaga kurang terampil (Santoso dan Wibowo, 1996). Keadaan semacam ini menjadikan usaha pertanian rakyat senantiasa bersifat subsisten dan mengakar pada penggunaan teknologi konvensional (Usman dan Tambunan, 1997). Untuk memperbaiki kinerja usaha agribisnis berskala kecil perlu dihimpun dalam wadah koperasi dengan alasan efisiensi koperasi dalam skala ekonomi.

Kenyataannya, KUD Mandiri Inti (KMI) sebagai terobosan kelembagaan masih belum sepenuhnya menjadi organisasi bisnis yang sejajar dengan swasta. Secara ideal-normatif, KMI diharapkan mampu berperan sebagai organisasi bisnis Pembina bagi KUD lain dan juga sebagaiperusahaan induk (holding) dari berbagai aktivitas bisnis para anggotanya. Hal ini merupakan pengembangan pemikiran yang menganggap koperasi sebagai suatu usaha patungan (joint venture) atau perusahaan milik bersama (multiform plant) tanpa koordinasi (Wirasasmita, 1993).

TRANSFORMASI KEORGANISASIAN KMIKoperasi berdasarkan pendekatan ilmiah modern mempunyai empat ciri umum (Hanel, 1989), yaitu: (1) sejumlah individu yang bersatu dalam suatu kelompok atas dasar sekurang-kurangnya satu kepentingan atau tujuan; (2) anggota kelompok koperasi secara individual bertekad mewujudkan tujuannya, yaitu memperbaiki situasi ekonomi dan sosial mereka., melalui usaha-usaha bersama dan saling membantu; (3) sebagai instrument (wahana) untuk mewujudkan adanya suatu perusahaan yang dimiliki dan dibina bersama ; serta (4) perusahaan koperasi bertugas menunjang kepentingan para anggota kelompoknya dengan cara menyediakan atau menawarkan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi..

Keempat cirri diatas menurut Arifin (1997) juga ditemukan pada UU No. 25/1992, sehingga konsep organisasi koperasi di Indonesia dikembangkan dengan mengadaptasi konsep ekonomi koperasi modern. Implikasinya, koperasi yang ada di Indonesia harus segera menyesuaikan dengan kebutuhan dan sifat koperasi sebagai badan usaha. Dengan kata lain, KMI perlu melakukan langkag transformasi keorganisasian

PENENTUAN BISNIS INTI DALAM KMI Dalam terminology yang hamper sama, upaya untuk mendefinisikan arah bisnis KMI seperti dikemukakan Gouiliart & Kelly disebut sebgaia penentuan bisnis utama atau bisnis inti. Para pakar organisasi pada awalnya menyepakati bahwa setiap aktivitas usaha yang dilakukan dengan hanya menghasilkan produk atau pelayanan tunggal cenderung tidak fleksibel, dan lebih rentan terhadap kematian dibandingkan dengan yang memiliki produk ganda (multi product).

IMPLIKASI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN KMI Dengan perkembangan subsector agribisnis, terdapat keterkaitan antaraaktivitas di sector pertanian, dari yang paling hulu sampai yang paling hilir. Keterkaitan ini terjadi dalam satu rantai bisnis (business chain) yang kokoh sejak agroinput, agroindustri, dan agroniaga. Melalui intensifikasi peran pengadaan sarana produksi, pemasaran, prasarana dan pembinaan dapat diciptakan nilai tambah bagi masyarakat pedesaan. Disisi lain, terjadi kompetisi yang tinggi karena semakin banyak pelaku bisnis yang tertarik dan ikut bermain di sector agribisnis.

KESIMPULAN Dalam upaya member pembeda yang tegas terhadap esensi koperasi sebagai badan usaha sesuai dengan UU No. 25/1992, maka perlu dilakukan pemaknaan kembali sosok organisasi koperasi kea rah watak bisnis. Pertimbangannya, disamping makna implicit UU No. 25/1992, juga kondisi empiris status koperasi tersebut. Konsekuensi logis dari upaya pemaknaan kembali organisasi dalam kerangka bisnis adalah perlunya dilakukan transformasi keorganisasian untuk memberdayakan fungsi koperasi pedesaan (KMI) sebagai tempat bersandar masyarakat pedesaan untuk memperbaiki kesejahrteraan hidup. Secara kelembagaan, upaya transformasi keorganisasian KMI perlu memlilih dan merumuskan struktur bisnis yang jelas memiliki satu aktivitas bisnis inti, dapat berupa bisnis andalan dan atau unggulan. Upaya ini merupakan langkah revitalisasi KMI sebagi institusi bisnis dalam kerangka pengembangan koperasi sesuai dengan UU No. 25/1992.

Khusus disektor agribisnis, alternative pengembangan kelembagaan KMI dapat dilakukan dengan perluasan cakupan bisnis kearah yang lebih hilir karena memberikan nilai tambah yang lebih baik terhadap strategi yang dipilih. Dalam menentukan strategi bisnis harus diperhitungkan lingkungan bisnis koperasi, antara lain: (1) Upaya pencocokan (matching) antara organisasi koperasi dengan lingkungan bisnis (2) identifikasi dan analisis lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) dan lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan).