10 amalan ringan pembuka jalan menuju
Post on 26-Jun-2015
248 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10 Amalan Ringan Pembuka Jalan Menuju Surga
Allah dan Rasul-Nya banyak menyebutkan ganjaran surga dan
mengancam dengan adzab neraka untuk memotivasi umat-Nya untuk banyak
beramal shalih dan menjauhi segala larangan-Nya. Di samping itu Allah pun telah
mengabarkan sifat-sifat surga dan neraka untuk lebih meningkatkan keinginan
manusia untuk meraih surga dan menjauhi neraka.
Di antara kenikmatan surga, Allah berfirman dalam sebagian ayat-ayat-Nya,
ل�د�ون� – – – خ� م� ل�د�ان و� م� ع�ل�ي�ه� ي�ط�وف� اب�ل�ين� ت�ق� م� ا ع�ل�ي�ه� ت�ك�ئ�ين� م� �ون�ة م�و�ض� �ر ر� س� ع�ل�ى
ا – – م�م� �ة اك�ه� و�ف� ي�ن�ز�ف�ون� و�ال ا ع�ن�ه� د�ع�ون� ي�ص� ال �ع�ين م� م�ن� �سك�أ� و� �ب�ار�يق� أ و� �ك�و�اب
ب�أ�
ك�ن�ون� – – – ال�م� ل�ؤ� الل4ؤ� ث�ال� م�ك�أ� ع�ين ور و�ح� ون� ت�ه� ي�ش� ا م�م� �ط�ي�ر م� ل�ح� و� ون� ي�ر� ي�ت�خ�
“Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata, seraya
bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda
yang tetap muda, dengan membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman
yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula
mabuk, dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa
yang mereka inginkan. Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata
jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS al-Waqi’ah: 15-23)
Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Allah Ta’ala
berfirman, ‘Surga itu disediakan bagi orang-orang sholih, kenikmatan di dalamnya
tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pula
pernah terlintas dalam hati.’ Maka bacalah jika kalian menghendaki firman Allah
Ta’ala (yang artinya), ‘Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti,
yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka
kerjakan.’” (QS. As Sajdah [32] : 17) (HR. Bukhari & Muslim)
Maka membayangkan seberapa besar kenikmatan surga – dan sesungguhnya lebih
indah dari yang bisa kita bayangkan – tentu menjadi motivasi kuat bagi orang yang
beriman untuk meraihnya. Dan ini adalah bagian dari keimanan terhadap hari akhir
dan iman kepada Allah Ta’ala.
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf al-Wabil penulis kitab Asyratus Sa’ah (Tanda-tanda
Hari Kiamat) berkata, [“Sesungguhnya percaya kepada Allah, hari akhir, pahala
serta siksaan memberi arah yang nyata terhadap perilaku manusia untuk berbuat
kebaikan. Tidak ada undang-undang ciptaan manusia yang mampu menjadikan
perilaku manusia tetap tegak dan lurus seperti beriman kepada hari akhir. Oleh
karena itu, dalam masalah ini akan ada perbedaan perilaku antara (orang yang tak
beriman kepada Allah dan hari akhir) dengan orang yang beriman kepada Allah dan
hari akhir serta dia mengetahui bahwa dunia adalah tempat simpanan akhir sedang
amal shalih adalah bekal untuk akhirat, sebagaimana firman Allah,
و�ى الت�ق� اد� الز� ي�ر� خ� إ�ن� ف� د�وا و� ت�ز� و�
“...Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa ...”(QS al-
Baqarah: 197)
Dan sebagaimana komentar sahabat Umair Ibnu Hamam, “Menuju kepada Allah tak
ada bekal lain kecuali takwa, amal akhirat dan sabar karena Allah dalam perjuangan.
Dan semua bekal akan habis kecuali takwa, berbuat baik dan mencari petunjuk.”
Nampak perbedaan antara perilaku orang beriman dengan yang tidak beriman
kepada Allah, hari akhir, pahala dan siksaan. Maka bagi orang yang percaya hari
pembalasan dia akan berbuat dengan melihat kepada timbangan langit, bukan
timbangan bumi. Dan dia akan melihat hisab akhirat, bukan hisab dunia. Dia akan
mempunyai perilaku tersendiri dalam kehidupan. Kita akan melihatnya istiqamah dan
dalam berpikir, iman, tabah dalam kesulitan, sabar atas bencana demi mencari
pahala, dan dia mengerti bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik dan lebih
kekal.”]
Jalan menuju surga memang dipenuhi onak dan duri. Akan tetapi sesungguhnya ada
banyak amalan-amalan yang mudah dilakukan namun Allah membalasnya dengan
ganjaran yang sangat besar. Berikut ini disajikan beberapa amalan yang insya Allah
ringan diamalkan namun bisa membawa pelakunya ke surga.
1. Berdzikir Kepada Allah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ن� م� ح� الر� إ�ل�ى ب�يب�ت�ان� ح� ، ان� يز� ال�م� ف�ى يل�ت�ان� ث�ق� ، ان� اللEس� ع�ل�ى ت�ان� يف� ف� خ� ت�ان� ك�ل�م�
ال�ع�ظ�يم� الل�ه� ان� ب�ح� س� ، د�ه� م� ب�ح� و� الل�ه� ان� ب�ح� س�
“Ada dua kalimat yang ringan bagi lisan, berat dalam mizan (timbangan amal) dan
dicintai ar-Rahmaan: ‘Subhanallahu wa bihamdih’ (Maha Suci Allah dan dengan
pujian-Nya kami memuji) ‘Subhanallah al-Azhiim’ (Maha Suci Allah Dzat Yang Maha
Agung).” (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
) ( : ط�ل�ع�ت� ا Kم�م إ�ل�ي� ب4 أ�ح� أكبر والله الله إال إله وال لله والحمد الله سبحان و�ل� أ�ق� �ن� أل�
م�س� الش� ع�ل�ي�ه�
“Saya membaca: ‘Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar’,
sungguh aku lebih cintai daripada dunia dan seisinya.” (HR Muslim no 2695 dan at-
Tirmidzi)
Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
الل�ه� ذ�ك�ر� م�ن� الل�ه� ع�ذ�اب� م�ن� ل�ه� أ�ن�ج�ى Tال ع�م� Vآد�م�ي ع�م�ل� ا م�
“Tidaklah seorang manusia mengamalkan satu amalan yang dapat
menyelamatkannya dari adzab Allah melainkan dzikir kepada Allah.” (HR ath-
Thabrani dengan sanad yang hasan dan al-Allamah Ibnu Baz menjadikannya hujjah
dalam kitab Tuhfah al-Akhyaar)
2. Meridhai Allah, Islam dan Rasulullah
بYا ر� ب�الل�ه� يت� ض� ر� �ات ر� م� ث� ث�ال� ي ي�م�س� ين� و�ح� ب�ح� ي�ص� ين� ح� ول� ي�ق� �ل�م م�س� �ع�ب�د م�ن� ا م�
ي�ه� ض� ي�ر� أ�ن� الل�ه� ع�ل�ى ا Yق ح� ك�ان� إ�ال� ن�ب�يYا ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه� الل�ه� ل�ى ص� �د م� ب�م�ح� و� د�ينTا م� ال� �س� ب�اإل� و�
ة� ي�ام� ال�ق� ي�و�م�
“Tidaklah seorang hamba muslim mengucapkan pada saat dia memasuki waktu
pagi dan memasuki waktu petang: ‘radhiitu billahi rabba, wa bil islaami diina wa bi
muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam nabiya (aku ridha Allah sebagai Rabb-ku,
Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Nabi-ku)’ sebanyak tiga kali,
melainkan merupakan hak bagi Allah untuk meridhainya pada hari kiamat
kelak.” (HR Ahmad dan dihasankan oleh al-Allamah Ibnu Baz dalam kitab Tuhfah al-
Akhyaar)
3. Menuntut Ilmu Syar’i
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
ن�ة� ال�ج� إ�ل�ى ا Tط�ر�ي�ق ل�ه� الله� ل� ه� س� ل�مTا ع� ي�ه� ف� ي�ل�ت�م�س� ا Tط�ر�ي�ق ل�ك� س� م�ن�
“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan
mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR Muslim no 2699)
4. Menahan Marah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
ء�وس� ر� ع�ل�ى ة� ي�ام� ال�ق� ي�و�م� الل�ه� د�ع�اه� ذ�ه� Eي�ن�ف أ�ن� ع�ل�ى ت�ط�يع� ي�س� و� و�ه� غ�ي�ظTا ك�ظ�م� م�ن�
اء� ش� ور� ال�ح� Eا�ي ف�ي ه� يEر� ي�خ� ت�ى ح� ال�ئ�ق� ال�خ�
“Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal dia mampu untuk
melampiaskannya, niscaya Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan
para makhluk sampai Allah memilihkan untuknya bidadari-bidadari yang dia
suka.” (Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan disepakati oleh Syaikh al-Albani)
5. Membaca Ayat Kursi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
و�ت� ي�م� أ�ن� إ�ال� ن�ة� ال�ج� و�ل� د�خ� م�ن� ن�ع�ه� ي�م� ل�م� �ال�ة ص� Eك�ل د�ب�ر� ي س� ال�ك�ر� آي�ة� � أ ر� ق� م�ن�
“Barangsiapa yang membaca Ayat Kursi setiap selesai shalat, maka tidak ada yang
dapat menghalanginya untuk masuk surga kecuali jika dia mati.” (HR an-Nasaa’i dan
dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
Maksudnya adalah jika dia mati, dia akan masuk surga dengan rahmat dan karunia
Allah ‘Azza wa Jalla.
6. Menyingkirkan Gangguan di Jalan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
ت�ؤ�ذ�ي ك�ان�ت� الط�ر�يق� ر� ظ�ه� م�ن� ق�ط�ع�ها� �ة ر� ج� ش� ف�ي ن�ة� الج� ف�ي ل�ب� ي�ت�ق� Tال ج� ر� أ�ي�ت� ر� د� ل�ق�
الن�اس�
“Sungguh aku telah melihat seorang lelaki mondar-mandir di dalam surga
dikarenakan sebuah pohon yang dia tebang dari tengah jalan yang selalu
mengganggu manusia” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
ال� ل�م�ين� الم�س� ع�ن� ذ�ا ه� ي�ن� Eأل�ن�ح الله� و� ال� ق� ف� �ط�ر�يق ر� ظ�ه� ع�ل�ي �ة ر� ج� ش� ن� ب�غ�ص� ل ج� ر� ر� م�
ن�ة� الج� ل� أ�د�خ� ف� م� ي�ؤذ�يه�
“Ada seorang lelaki berjalan melewati ranting pohon yang ada di tengah jalan, lalu
dia berkata, ‘Demi Allah, sungguh aku akan singkirkan ranting ini dari kaum muslimin
agar tidak menganggu mereka.’ Maka dia pun dimasukkan ke dalam surga.” (HR
Muslim)
7. Membela Kehormatan Saudaranya di Saat Ketidakhadirannya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
ة� ي�ام� الق� ي�و�م� الن�ار� ه� ه� و�ج� ع�ن الله� د� ر� يه� أ�خ� ض� ع�ر� ع�ن د� ر� م�ن�
“Barangsiapa membela harga diri saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan
memalingkan wajahnya dari api neraka.” (Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan
dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
ن�ة� الج� ل� د�خ� ل�ي�ن� ر�ج� ب�ي�ن� ا م� ر� ش� و� ل�حي�ي�ه� ب�ي�ن� ا م� ر� ش� الله� اه� و�ق� م�ن�
“Barangsiapa yang Allah lindungi dari keburukan apa yang ada di antara kedua
rahangnya (yaitu mulut) dan keburukan yang ada di antara dua pahanya (yaitu
kemaluannya), niscaya dia akan masuk surga.”(Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi
dan disepakati oleh Syaikh al-Albani)
8. Menjauhi Debat Kusir Walaupun Benar
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam,
ط� و�س� ف�ي �ب�ب�ي�ت و� ا Yق م�ح� ك�ان� إ�ن� و� اء� ر� ال�م� ك� ت�ر� ل�م�ن� ن�ة� ال�ج� ب�ض� ر� ف�ي �ب�ب�ي�ت يم ع� ز� �ن�ا أ
ه� ل�ق� خ� ن� ح�س� ل�م�ن� ن�ة� ال�ج� أ�ع�ل�ى ف�ي �ب�ب�ي�ت و� ا Tاز�ح م� ك�ان� إ�ن� و� ال�ك�ذ�ب� ك� ت�ر� ل�م�ن� ن�ة� ال�ج�
“Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan
debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah
rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam
keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga
bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR Abu Dawud dan dihasankan oleh
Syaikh al-Albani)
9. Berwudhu’ Lalu Shalat Dua Raka’at
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,”Tidaklah seorang muslim
berwudhu’ lalu dia baguskan wudhu’nya, kemudian dia berdiri shalat dua raka’at
dengan menghadapkan hatinya dan wajahnya pada kedua raka’at itu, melainkan
surga wajib baginya.” (HR Muslim)
10. Pergi Shalat ke Masjid
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Berikanlah kabar gembira bagi
orang-orang yang berjalan di dalam kegelapan untuk menuju masjid, mereka akan
mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari kiamat.” (HR Abu Dawud dan
dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam juga bersabda, “Barangsiapa yang pergi ke
masjid atau pulang dari masjid, niscaya Allah akan persiapkan baginya nuzul di
dalam surga setiap kali dia pergi dan pulang.” (HR Bukhari dan Muslim)
Imam an-Nawawi berkata, “Nuzul adalah makanan pokok, rizki dan makanan yang
dipersiapkan untuk tamu.”
11. )Bonus tambahan( Shalat Sunnah 2 Raka’at Setelah Wudhu
Amalan inilah yang dirutinkan oleh sahabat Bilal yang telah menjadikannya sebagai
penghuni surga dengan kesaksian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.
ي�د�ي� ب�ي�ن� ن�ع�ل�ي�ك� د�ف� ع�ت� م� س� إ�نEي ف� ال�م� اإل�س� ف�ي ل�ت�ه� ع�م� �ع�م�ل ج�ى ر�ب�أ� دEث�ن�ي ح� ب�ال��ل� ي�ا
و� � أ �ل�ي�ل اع�ة� س� ف�ي ا Tو�ر ط�ه� ر� أ�ت�ط�ه� ل�م� أ�نEي ن�د�ي ع� ج�ى ر�
أ� Tع�م�ال ل�ت� ع�م� ا م� ال� ق� ن�ة� ال�ج� ف�ي
لEي ص�أ� أ�ن� ل�ي ك�ت�ب� ا م� ر� و� الط�ه� ب�ذ�ل�ك� ل�ي�ت� ص� إ�ال� �ار ن�ه�
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata kepada Bilal radhiyallahu anhu setelah shalat fajar, “Wahai Bilal,
ceritakanlah kepadaku amalanmu dalam Islam yang paling engkau harapkan.
Karena sesungguhnya aku mendengar suara terompahmu di hadapanku dalam
surga.” Bilal berkata, ”Tidaklah aku mengamalkan suatu amalan yang lebih aku
harapkan melainkan setiap kali aku bersuci pada malam atau siang hari aku selalu
mengerjakan shalat yang bisa aku lakukan.” (HR Al-Bukhari no 1149 dan Muslim no
2458)
Wajibnya Makan dan Minum dengan
Tangan Kanan
Kita perhatikan banyak kaum muslimin yang belum tahu atau
menganggap sepele adab makan minum dalam Islam. Di antara yang masih banyak dilakukan
adalah makan dan minum menggunakan tangan kiri bahkan sambil berdiri. Padahal telah jelas
perintah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam untuk makan dan minum dengan tangan
kanan dan itu bukan sekedar keutamaan.
Allah berfirman,
ذ�ر� ل�ي�ح� ون� ال�ذ�ين� ف� ال�ف� ر�ه� ع�ن� ي�خ� م�م� أ�ن� أ� يب�ه� ت�ن�ة ت�ص� و� ف�
� م� أ يب�ه� �ل�يم ع�ذ�اب ي�ص� أ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa adzab yang pedih.” (QS An-Nur: 63)
Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi mengingatkan orang-orang yangmenentang perintah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam yang itu merupakan jalan, manhaj, cara dan sunnahnya.
Barangsiapa menyelisihinya secara lahir dan batin berarti dia berada di mulut jurang kebinasaan
dan berada dalam bahaya bahwa hatinya akan ditimpa kekufuran dan kemunafikan serta ancaman
adzab Allah ‘Azza wa Jalla. Na’udzubillah.
Mengenai perintah makan dengan tangan kanan ini, dalam sebuah hadits,
Dari Abu Muslim, ada juga yang mengatakan, Abu Iyas Salamah bin Amr bin al-Akwa radhiyallahu
‘anhu bahwasanya ada seseorang yang makan di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
salam dengan menggunakan tangan kirinya, maka beliau bersabda, “Makanlah dengan tangan
kananmu.” “Aku tidak bisa,” jawab orang itu. Beliau pun mengatakan, “Kamu tidak akan pernah
bisa.” Tidak ada yang menghalanginya menggunakan tangan kanan kecuali kesombongan.
Akhirnya orang itu tidak dapat mengangkat tangannya ke mulutnya. (HR Muslim)
Syaikh Salim bin Ied al-Hilali menjelaskan kandungan hadits tersebut sebagai berikut:
-Kewajiban makan dengan menggunakan tangan kanan. Makan dengan tangan kiri tanpa alasan
yang dibenarkan adalah haram.
-Segala sesuatu yang mulia harus dilakukan dengan tangan kanan. Sebab Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa salam menyenangi bagian kanan dalam menjalankan kesibukannya.
-Menentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam merupakan perbuatan dosa. Oleh karena itu
Rasulullah mendoakan keburukan bagi orang tersebut. Sebab penolakannya itu disebabkan oleh
kesombongan dan penentangannya.
-Pemberian nasihat kepada orang yang makan dan minum berlaku bagi laki-laki maupun
perempuan dan juga anak-anak.
-Diperbolehkan memberi nasihat kepada seseorang di hadapan umum, jika mengandung kebaikan
bagi semua orang.
-Diperbolehkan mendoakan keburukan bagi orang yang melakukan perbuatan haram karena
penentangan dengan kesombongan dan terus menerus melakukannya.
-Kesombongan dan keengganan menjalankan hukum-hukum syariat menyebabkan datangnya
siksaan bagi pelakunya.
-Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan nabi sekaligus hamba-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa salam dengan mengabulkan doanya.
Hadist lain yang memerintahkan untuk makan dengan tangan kanan di antaranya:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam memerintahkan seorang anak kecil tatkala makan, “Wahai
anak kecil bacalah bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu!” (HR Bukhari 5376 dan
Muslim 2022)
Dari sini tampak betapa dianjurkan mendidik anak-anak sejak kecil untuk makan dan minum
menggunakan tangan kanan.
Pada suatu ketika pernah Rasulullah berkata kepada seorang wanita ketika makan dengan
menggunakan tangan kirinya, “Janganlah engkau makan dengan menggunakan tangan kirimu,
sungguh Allah telah menjadikan untukmu tangan kananmu.” Atau beliau mengatakan,“Sungguh
Allah telah membebaskan untukmu tangan kananmu.” (HR Ahmad dalam Musnad (16756),
dishahihkan al-Albani dalam Jilbab Mar’ah al-Muslimah)
“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaklah makan dengan tangan kanannya.
Dan apabila minum maka minumlah dengan tangan kanannya, karena sesungguhnya setan makan
dan minum dengan tangan kirinya.” (HR Muslim 2020, Timidzi 1800, Abu Dawud 3776)
Dan terdapat keterangan bahwa barangsiapa yang menyerupai atau meniru suatu kaum maka dia
termasuk golongan mereka.
Dari dalil-dalil yang ada Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menyatakan haram apabila makan dan
minum dengan mempergunakan tangan kiri. (Zaadul Ma’ad II/405 dengan tahqiq al-Arnauth cet 1)
Penggunaan tangan kiri adalah sebagaimana dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian memegang kemaluannya dengan
tangan kanan dan janganlah cebok di kamar mandi dengan tangan kanan dan janganlah
meniup/bernafas di dalam bejana.” (HR Muslim no 612)
Segala macam aktivitas seperti di atas adalah kekhususan pekerjaan yang dimiliki oleh tangan kiri.
Sedangkan tangan kanan dikhususkan untuk pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan yang
bersih atau suci. Inilah aktivitas yang sesuai dengan aplikasi akhlak yang mulia dan kebaikan.
Wallahu a’lam
Model-Model Para Pengghibah
Sesungguhnya lisan merupakan organ tubuh yang
sangat penting karena ialah yang menta’bir (mengungkapkan) apa yang
terdapat dalam hati seseorang. Lisan tidak mengenal lelah dan tidak
pernah bosan berucap, jika seseorang membiarkannya bergerak
mengucapkan kebaikan maka ia akan memperoleh kebaikan yang
banyak, adapun jika ia membiarkannya mengucapkan keburukan-
keburukan maka ia akan ditimpa dengan bencana dan malapetaka, dan
inilah yang lebih banyak terjadi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ط�اي�ا أك�ث�ر� ان�ه� ف�ي آد�م� اب�ن� خ� ل�س�
“Mayoritas dosa seorang anak Adam adalah pada lisannya.” [1]
Oleh karena itu lisan merupakan salah satu sebab yang paling banyak
menjerumuskan umat manusia ke dalam api neraka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ا أ�ك�ث�ر� ل� م� ان� الن�ار� الن�اس� ي�د�خ� ف� و� م� : األ�ج� ج� و الف� ر� ال�ف�
“Yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka adalah dua
lubang, mulut dan kemaluan.” [2]
Sesungguhnya penyakit-penyakit yang timbul karena lisan yang tidak
terkendali sangatlah banyak, namun di sana ada sebuah penyakit yang
paling merajalela dan menjangkiti kaum muslimin. Penyakit tersebut
terasa sangat ringan di mulut, lezat untuk diucapkan, dan nikmat untuk
didengarkan[3] (bagi orang-orang yang jiwa mereka telah terasuki hawa
syaitan), namun dosanya sangatlah besar…. penyakit tersebut adalah
ghibah (menyebut kejelekan saudara sesama muslim)[4]
Betapa banyak persahabatan dua sahabat karib yang akhirnya terputus
karena diakibatkan ghibah…???
Betapa banyak kedengkian yang tumbuh dan berkobar di dada-dada
kaum muslimin dikarenakan ghibah…???
Betapa banyak permusuhan terjadi diantara kaum muslimin diakibatkan
sebuah kalimat ghibah…???
Dan betapa banyak pahala amalan seseorang yang sia-sia dan gugur
diakibatkan oleh ghibah yang dilakukannya…???
Serta betapa banyak orang yang disiksa dengan siksaan yang pedih
dikarena ghibah yang dilakukannya…???
Namun perkaranya adalah sangat menyedihkan sebagaimana perkataan
Imam An-Nawawi, “Ketahuilah bahwasanya ghibah merupakan perkara
yang terburuk dan terjelek serta perkara yang paling tersebar di kalangan
manusia, sampai-sampai tidaklah ada yang selamat dari ghibah kecuali
hanya sedikit orang”.[5] -Semoga Allah menjadikan kita menjadi “sedikit
orang” tersebut yang selamat dari penyakit ghibah. Amiiin-
Banyak kaum muslimin yang mampu untuk menjalankan perintah Allah
ta’ala dengan baik, bisa menjalankan sunnah-sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, mampu untuk menjauhkan dirinya dari zina, berkata
dusta, minum khomer, bahkan mampu untuk sholat malam setiap hari,
senantiasa puasa senin kamis, namun… mereka tidak mampu
menghindarkan dirinya dari ghibah. Bahkan walaupun mereka telah tahu
bahwasanya ghibah itu tercela dan merupakan dosa besar namun tetap
saja mereka tidak mampu menghindarkan diri mereka dari ghibah.
Berkata Ibnul Qoyyim, “Dan merupakan perkara yang aneh adalah mudah
bagi seseorang untuk menjaga dirinya dari memakan makanan yang
haram, menjauhkan dirinya dari perbuatan dzolim, zina, mencuri,
memimum minuman keras, memandang pada perkara-perkara yang
diharamkan baginya, dan perkara-perkara haram yang lainnya, namun
sulit baginya untuk menjaga gerak-gerik lisannya. Sampai-sampai ada
diketahui orang yang terpandang dan merupakan contoh dalam
permasalahan agama, zuhud, dan ibadah, namun ia mengucapkan sebuah
kalimat yang menyebabkan kemurkaan Allah dan dia tidak perduli dengan
ucapannya tersebut sehingga iapun terperosok ke neraka lebih jauh dari
jarak antara timur dan barat hanya dikarenakan satu kalimat. Betapa
banyak orang yang engkau lihat bersikap wara’ dalam menjauhi
perbuatan-perbuatan keji, perbuatan dzolim namun lisannya ceplas-
ceplos menjatuhkan harga diri orang-orang yang masih hidup maupun
yang telah wafat dan dia tidak perduli dengan ucapannya tersebut.”[6]
Berkata Al-Ghozaali, “Dan sebagian mereka berkata, “Kami mendapati
para salaf, dan mereka tidaklah memandang sebuah ibadah (yang hakiki)
pada puasa dan tidak juga pada sholat, akan tetapi mereka
memandangnya pada sikap menahan diri dari (melecehkan) harkat dan
harga diri manusia.”[7]
Model-Model Para Pengghibah
Ibnu Taimiyah berkata -tatkala menjelaskan model-model para
pengghibah-,
1. Ada orang yang mengghibah untuk menyesuaikan diri (agar
obrolannya nyambung) dengan teman-teman duduknya, para
sahabatnya, atau karib kerabatnya. Padahal ia mengetahui
bahwasanya orang yang dighibahi berlepas diri dari apa yang
mereka katakan. Atau memang benar pada dirinya sebagian apa
yang mereka katakan akan tetapi ia melihat kalau ia mengingkari
(ghibah yang) mereka lakukan maka ia akan memutuskan
pembicaraan, dan para sahabatnya akan bersikap berat (tidak enak)
kepadanya dan meninggalkannya. Maka iapun memandang bahwa
sikapnya yang menyesuaikan diri dengan mereka merupakan sikap
yang baik kepada mereka dan merupakan bentuk hubungan
pergaulan yang baik. Bisa jadi mereka marah –jika ia mengingkari
mereka- maka iapun akan balas marah karena hal itu. Karenanya
iapun tenggelam bersama mereka untuk berghibah ria.
2. Diantara mereka (para tukang ghibah) ada yang berghibah ria
dengan model yang bermacam-macam. Terkadang menampakkan
ghibah dalam bentuk agama dan kebaikan, maka ia berkata,
“Bukanlah kebiasaanku menyebutkan seorangpun kecuali hanya
menyebutkan kebaikan-kebaikannya, dan aku tidak suka ghibah,
tidak juga dusta. Hanya saja aku kabarkan kepada kalian tentang
kondisinya”. Atau ia berkata, “Kasihan dia…”, atau “Ia orang yang
baik namun pada dirinya ada begini dan begitu.” Dan terkadang ia
berkata, “Jauhkanlah kami dari (pembicaraan) tentangnya, semoga
Allah mengampuni kita dan dia,” namun niatnya adalah untuk
merendahkannya dan menjatuhkannya. Mereka membungkus
ghibah dengan label-lebel kebaikan dan label-lebel agama, mereka
hendak menipu Allah dengan perbuatan mereka tersebut
sebagaimana mereka telah menipu makhluk (manusia). Dan
sungguh, kami telah melihat dari mereka model-model yang banyak
seperti ini dan yang semisalnya.[26]
3. Diantara mereka ada yang menjatuhkan orang lain karena riya’
dalam rangka untuk mengangkat dirinya sendiri. Ia berkata, “Kalau
seandainya tadi malam aku berdoa dalam sholatku untuk si fulan
tatkala sampai kepadaku kabar tentang dirinya begini dan
begitu…”, untuk mengangkat dirinya dan menjatuhkan orang itu di
sisi orang yang menganggap orang itu baik. Atau ia berkata, “Si
fulan itu pendek akalnya, telat mikirnya,” padahal maksudnya
adalah untuk memuji dirinya, untuk menunjukan bahwa dirinya
pandai dan lebih baik dari orang tersebut.
4. Diantara mereka ada yang berghibah karena hasad (dengki), maka
ia telah menggabungkan dua perkara buruk, ghibah dan hasad. Dan
jika ada seseorang yang dipuji maka berusaha sekuat-kuatnya
untuk menghilangkan (menangkis) pujian itu dengan
merendahkannya dengan berkedok agama dan kebaikan, atau
mewujudkan ghibah dalam bentuk hasad, kefajiran, dan celaan agar
orang tersebut jatuh di hadapan matanya.
5. Diantaranya ada yang mewujudkan ghibah dalam bentuk ejekan
dan menjadikannya bahan mainan agar membuat yang lainnya
tertawa karena ejekannya atau ceritanya (sambil meniru-niru gaya
orang yang dihina) tersebut, serta perendahaannya terhadap orang
yang ia ejek tersebut.
6. Diantaranya ada yang menampakkan ghibah dalam bentuk sikap
ta’jub (heran). Dia berkata, “Aku heran dengan si fulan, bagaimana
ia sampai tidak mampu melakukan ini dan itu…”, “Aku heran
dengan si fulan, kenapa bisa timbul darinya ini dan itu…kenapa bisa
melakukan demikian dan demikian…” Maka ia menampakkan nama
saudaranya (yang ia ghibahi tersebut) dalam bentuk sikap
keheranannya.
7. Diantaranya ada yang mewujudkan ghibah dalam bentuk rasa
sedih. Ia berkata, “Si fulan kasihan dia, sungguh aku sedih dengan
apa yang telah dilakukannya dan yang telah terjadi pada dirinya..”
Maka orang lain yang mendengar perkataannya itu bahwa ia sedang
sedih dan menyayangkan saudaranya itu, padahal hatinya penuh
dengan rasa dendam. Jika ia mampu maka ia akan menambah-
nambah lebih dari kejelekan yang terdapat pada saudaranya itu.
Bahkan terkadang ia menyebutkan hal itu dihadapan musuh-musuh
saudaranya tersebut agar mereka bisa membalasnya
(menghabisinya). Model yang seperti ini dan juga yang lainnya
merupakan penyakit-penyakit hati yang paling parah, dan juga
merupakan bentuk usaha untuk menipu Allah dan para hamba-
hambaNya.
8. Diantara mereka ada yang menampakkan ghibah dalam bentuk
marah dan mengingkari kemungkaran. Dia menampakkan kata-kata
yang indah (untuk mengghibahi saudaranya) dengan cara seperti ini
(dengan alasan mengingkarai kemungkaran), padahal maksudnya
bertentangan dengan apa yang ia nampakkan. Hanya Allahlah
tempat meminta pertolongan.[8]
Hukum Mendengarkan Ghibah
Berkata Imam Nawawi dalam Al-Adzkar: ”Ketahuilah bahwasanya ghibah
itu sebagaimana diharamkan bagi orang yang menggibahi, diharamkan
juga bagi orang yang mendengarkannya dan menyetujuinya. Maka wajib
bagi siapa saja yang mendengar seseorang mulai menggibahi
(saudaranya yang lain) untuk melarang orang itu kalau dia tidak takut
kepada mudhorot yang jelas. Dan jika dia takut kepada orang itu, maka
wajib baginya untuk mengingkari dengan hatinya dan meninggalkan
majelis tempat ghibah tersebut jika memungkinkan hal itu.
Jika dia mampu untuk mengingkari dengan lisannya atau dengan
memotong pembicaraan ghibah tadi dengan pembicaraan yang lain,
maka wajib bagi dia untuk melakukannya. Jika dia tidak melakukannya
berarti dia telah bermaksiat.
Jika dia berkata dengan lisannya, ”Diamlah,” namun hatinya ingin
pembicaraan gibah tersebut dilanjutkan, maka hal itu adalah kemunafikan
yang tidak bisa membebaskan dia dari dosa. Dia harus membenci ghibah
tersebut dengan hatinya (agar bisa bebas dari dosa-pent).
Jika dia terpaksa di majelis yang ada ghibahnya dan dia tidak mampu
untuk mengingkari ghibah itu, atau dia telah mengingkari namun tidak
diterima, serta tidak memungkinkan baginya untuk meninggalkan majelis
tersebut, maka harom baginya untuk istima’ (mendengarkan) dan isgo’
(mendengarkan dengan saksama) pembicaraan ghibah itu. Yang dia
lakukan adalah hendaklah dia berdzikir kepada Allah ta’ala dengan
lisannya dan hatinya, atau dengan hatinya, atau dia memikirkan perkara
yang lain, agar dia bisa melepaskan diri dari mendengarkan gibah itu.
Setelah itu maka tidak mengapa baginya untuk mendengar ghibah (yaitu
sekedar mendengar namun tidak memperhatikan dan tidak faham dengan
apa yang didengar –pent), tanpa mendengarkan dengan baik ghibah itu
jika memang keadaannya seperti ini (karena terpaksa tidak bisa
meninggalkan majelis gibah itu –pent). Namun jika (beberapa waktu)
kemudian memungkinkan dia untuk meninggalkan majelis dan mereka
masih terus melanjutkan ghibah, maka wajib baginya untuk meninggalkan
majelis”.[9] Allah ta’ala berfirman,
إذ�ا أ�ي�ت� و� و�ن� ال�ذ�ي�ن� ر� و�ض� أ�ع�ر�ض� آي�ات�ن�ا ف�ي� ي�خ� م� ف� ت�ى ع�ن�ه� ا ح� و� و�ض� د�ي�ث� ف�ي� ي�خ� ,غ�ي�ر�ه� ح�
ي�ن�ك�م� إ�م� و� ي�ط�ان� ي�ن�س� � الش� ال ع�د� ف� ع� الذ�ك�ر� ب�ع�د� ت�ق� م� م� و� ي�ن� ال�ق� الظ�ال�م�
“Dan apabila kalian melihat orang-orang yang mengejek ayat Kami, maka
berpalinglah dari mereka hingga mereka mebicarakan pembicaraan yang
lainnya. Dan apabila kalian dilupakan oleh Syaithon, maka janganlah
kalian duduk setelah kalian ingat bersama kaum yang dzolim.” (QS al-
An’am: 68)
Benarlah perkataan seorang penyair…
ع�ك� م� ن� و�س� اع� ع�ن� ص� م� ب�ي�ح� س� و�ن� ال�ق� ان� ك�ص� ب�ه� الن4ط�ق� ع�ن� اللEس�
إ�ن�ك� ن�د� ف� اع� ع� م� ب�ي�ح� س� ر�ي�ك ال�ق� ائ�ل�ه� ش� ان�ت�ب�ه� ل�ق� ف�
Dan pendengaranmu, jagalah dia dari mendengarkan kejelekan
Sebagaimana menjaga lisanmu dari mengucapkan kejelekan itu.
Sesungguhnya ketika engkau mendengarkan kejelekan,
Engkau telah sama dengan orang yang mengucapkannya, maka
waspadalah.
Dan meninggalkan mejelis ghibah merupakan sifat-sifat orang yang
beriman, sebagaimana firman Allah ta’ala,
إ�ذ�ا ا و� ع�و� م� ا الل�غ�و� س� و� ض� ع�ن�ه� أ�ع�ر�
“Dan apabila mereka mendengar lagwu (kata-kata yang tidak
bermanfaat) mereka berpaling darinya.” (QS al-Qhashas: 55)
ال�ذ�ي�ن� م� و� ي�ن� الل�غ�و� ع�ن� ه� ع�ر�ض� م�
“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tiada berguna.” (QS al-Mu’minun: 3)
Bahkan sangat dianjurkan bagi seseorang yang mendengar saudaranya
dighibahi bukan hanya sekedar mencegah ghibah tersebut tetapi untuk
membela kehormatan saudaranya tersebut, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ب�ي� ع�ن�� د�اء� أ ال� سلم و عليه الله صلى الن�ب�يE ع�ن� عنه الله رضي الد�ر� ن� : ق� د� م� ع�ن� ر�
ض� ي�ه� ع�ر� د�, أ�خ� ه� الله� ر� ه� الن�ار� و�ج�
Dari Abu Darda’ radliyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ‘Siapa yang mempertahankan kehormatan saudaranya
yang akan dicemarkan orang, maka Allah akan menolak api neraka dari
mukanya.'” (Riwayat At-Tirmidzi 1931 dan Ahmad 6/450, berkata Syaikh
Salim Al-Hilali : “Shohih atau hasan”)
Dan demikinlah pengamalan para salaf ketika ada saudaranya yang
dighibahi mereka membelanya, sebagaimana dalam hadits-hadits berikut:
ت�ب�ان� ع�ن� ال�ك� ب�ن� ع� ال� عنه الله رضي م� ام� : ق� لEي سلم و عليه الله صلى الن�ب�ي4 ق� ي�ص�
ال� ق� �ي�ن� : ف� ل�ك� أ م�؟ ب�ن� م� ال� الد4خ�ش� ق� ل ف� ج� ن�اف�ق ذ�ال�ك� : ر� �, م� ب4 ال ل�ه� و� الله� ي�ح� و� س� ,ر�
ال� ق� �: سلم و عليه الله صلى الن�ب�ي4 ف� ل� ال �, ذ�ال�ك� ت�ق� اه� أ�ال د� ت�ر� ال� ق� � ق� �ل�ه� ال � إ ي�د� الله� إ�ال ي�ر�
ه� ب�ذ�ال�ك� إ�ن� الله� و�ج� د� الله� و� م� ق� ر� ن� ال�نار� ع�ل�ى ح� ال� م� � ق� �ل�ه� ال � إ ه� ب�ذ�ال�ك� ي�ب�ت�غ�ي� الله� إ�ال و�ج�
الله�
Dari ‘Itban bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menegakkan sholat, lalu (setelah selesai sholat) beliau berkata,
‘Di manakah Malik bin Addukhsyum?’, lalu ada seorang laki-laki
menjawab, ‘Ia munafik, tidak cinta kepada Allah dan Rosul-Nya,’ Maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Janganlah engkau berkata
demikian, tidakkah engkau lihat bahwa ia telah mengucapkan la ila ha
illallah dengan ikhlash karena Allah?, dan Allah telah mengharamkan api
neraka atas orang yang mengucapkan la ilaha illallah dengan ikhlash
karena Allah.'” (Bukhori dan Muslim)
ال�كT ب�ن� ك�ع�ب� ع�ن� ال� عنه الله رضي م� ال� : ق� و� سلم و عليه الله صلى الن�ب�ي4 ق� و�ه�
ال�س م� ف�ي� ج� و� ا : ب�ت�ب�و�ك� ال�ق� ع�ل� م� ؟ ب�ن� ك�ع�ب� ف� �ال�ك ال� م� ق� ل ف� ج� ن� ر� ة� ب�ن�ى م� ل�م� ي�ا : س�
و�ل� س� ه� الله� ر� ب�س� د�اه� ح� ي�ه� ف�ي� الن�ظ�ر� و� ب�ر� ال�. ع�ط�ف� ق� ع�اذ� ل�ه� ف� ب�ل� ب�ن� م� الله رضي ج�
ا ب�ئ�س�: عنه ل�ت� م� الله�, ق� و�ل� ي�ا و� س� ا الله� ر� ن�ا م� � ع�ل�ي�ه� ع�ل�م� ا إ�ال Tي�ر ك�ت�, خ� و�ل� ف�س� س� الله� ر�
سلم و عليه الله صلى
Ka’ab bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata, “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah sampai di Tabuk, dan dia sambil duduk bertanya, ‘Apa
yang dilakukan Ka’ab ?’, maka ada seorang laki-laki dari bani Salamah
menjawab, ‘Wahai Rasulullah, ia telah tertahan oleh mantel dan
selendangnya.’ Lalu Mu’adz bin Jabal radliyallahu ‘anhu berkata, ‘Buruk
sekali perkataanmu itu, demi Allah wahai Rasulullah, kami tidak
mengetahui sesuatupun dari dia melainkan hanya kebaikan,’ Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun diam.” (Bukhori dan Muslim)
***
[1] Hadits Shahih dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (As-Shahihah no 534)
[2] Riwayat Thirmidzi 2004, Ahmad (2/291,292), dan lain-lain. Berkata
Syaikh Salim Al-Hilali : “Isnadnya hasan”
[3] Sebagaimana yang bisa kita saksikan bersama, jika ada sebuah
majelis yang dibumbui dengan ghibah maka majelis tersebut terasa
semarak dan asyik didengarkan oleh para hadirin, Wal’iyadzu billah
[4] Sebagaimana akan datang definisinya
[5] Sebagaimana dinukil oleh Al-Mubarokfuuri dalam Tuhfatul Ahwadzi
VI/54
[6] Al-Jawaabul Kaafii hal 111
[7] Ihyaa Ulumiddiin III/143
[8] Majmu’ fatawa XXVIII/236-238
[9] Bahjatun Nadzirin 3/29, 30
Makna, Kandungan dan Tafsir Ayat
Kursi Secara Ringkas
Ayat Kursi yang mulia dan penuh berkah ini terdiri atas
sepuluh penggal kalimat. Di dalamnya terkandung tauhidullah,
pengagungan terhadap-Nya serta penjelasan akan keesaan-Nya dalam
kesempurnaan dan kebesaran, sehingga akan melahirkan penjagaan dan
kecukupan bagi yang membacanya. Di dalam ayat ini terdapat lima
Asma’ul Husna, juga terdapat lebih dari dua puluh sifat Allah, didahului
dengan menyebutkan kemahaesaan Allah dalam peribadatan dan
bathilnya beribadah kepada selain-Nya, kemudian disebutkan tentang
kemahahidupan Allah yang sempurna yang tidak diiringi dengan
kesirnaan.
Disebutkan pula di dalamnya bahwa Allah adalah al-Qayyuum, yaitu Dia
berdiri sendiri, tidak membutuhkan makhluk-Nya dan senantiasa
mengatur seluruh urusan makhluk-Nya. Selain itu, juga tentang
kemahasucian Allah dari segala sifat yang kurang, seperti mengantuk dan
tidur, mengenai luasnya kerajaan-Nya. Bahwasanya semua yang ada di
langit dan bumi adalah hamba-Nya, berada di bawah kekuasaan dan
aturan-Nya. Dia juga menyebutkan bahwa di antara bukti-bukti
keagungan-Nya ialah tidak mungkin bagi seorang pun dari makhluk-Nya
untuk memberi syafaat di sisi-Nya kecuali setelah mendapat izin dari-Nya.
Di dalamnya terdapat penetapan
sifat ilmu bagi Allah, ilmu-Nya meliputi segala yang diketahui, Dia
mengetahui yang telah terjadi, yang akan terjadi dan apa yang belum
terjadi, begitu pula jika sesuatu itu terjadi akan seperti apa bentuk dan
rupanya. Di dalamnya juga disebutkan tentang kemahabesaran Allah
dengan menyebutkan kebesaran makhluk-Nya. Jika Kursi yang merupakan
salah satu dari makhluk-Nya meliputi langit dan bumi, maka bagaimana
dengan Sang Pencipta yang Mahaagung dan Rabb Yang Mahabesar?
Di dalamnya juga terdapat penjelasan tentang kesempurnaan kekuasaan-
Nya. Di antara bentuk kesempurnaan kekuasaan-Nya adalah tidak
memberatkan-Nya penjagaan terhadap langit dan bumi. Kemudian ayat
ini ditutup dengan menyebutkan dua nama Allah yang agung,
yaitu al-‘Alydan al-‘Azhiim. Di dalamnya mengandung penetapan akan
kemahatinggian Allah, baik Dzat dan kekuasaan-Nya, juga penetapan
kemahabesaran-Nya, dengan mengimani bahwa Dia memiliki segala
makna kebesaran dan keagungan, tidak ada seorang pun yang berhak
atas pengagungan dan pemuliaan selain Dia.
Inilah kandungan global dari Ayat Kursi. Ayat yang agung ini mengandung
makna-makna agung dan bukti-bukti mendalam serta rambu-rambu
keimanan yang menunjukkan kebesaran dan keagungan-Nya.
Syaikh al-Allamah Abdurrahman bin Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya
berkata, “Ayat yang mulia ini adalah ayat al-Qur’an yang paling agung
dan yang paling utama. Hal ini dikarenakan kandungannya yang memuat
perkara-perkara yang agung dan sifat-sifat yang mulia. Oleh karena itu,
banyak hadits yang menganjurkan untuk membacanya dan
menjadikannya sebagai wirid harian bagi manusia pada waktu-waktu yang
dijalaninya, baik pagi maupun petang, juga ketika menjelang tidur dan
setelah menunaikan shalat lima waktu.
Allah memberitakan tentang diri-Nya yang mulia bahwa Dia ‘Laa ilaaha
illa huwa’. Maksudnya tiada ilah (yang berhak diibadahi) selain Dia. Dialah
satu-satunya ilah yang berhak diibadahi, yang mengharuskan tertujunya
seluruh bentuk peribadatan, ketaatan dan penyembahan hanya kepada-
Nya. Ini karena kesempurnaan-Nya dan kesempurnaan sifat-Nya serta
karena besarnya nikmat-Nya. Di samping itu, kewajiban makhluk adalah
menjadi hamba-Nya, menerapkan perintah-perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya.
Seluruh sembahan selain Allah adalah bathil, beribadah kepada selain Dia
pun bathil. Ini disebabkan segala sesuatu selain Allah adalah makhluk yang
memiliki sifat-sifat yang kurang, diatur, dan membutuhkan yang lain dalam
segala segi. Maka dari itu, makhluk tidak berhak sedikitpun untuk diibadahi.
Adapun firman-Nya ‘Al-Hayyul Qayyuum’, dua nama mulia ini menunjukkan
kepada seluruh asma’ul
husna secara muthabaqah(adekusi), tadhammun (inklusi)
dan luzum (konsekuensi). Sifat al-Hayyu Yang Mahahidup menunjukkan
kepada Dzat yang memiliki sifat hidup yang sempurna, yang mencakup
semua sifat-sifat Dzat seperti Maha Mendengar, maha Melihat, Maha
Berilmu, Mahakuasa dan semisalnya.
Al-Qayyuum Yang Maha Berdiri sendiri, Dialah yang tegak dengan
kesendirian-Nya dan Yang Menegakkan yang lain. Sifat ini mencakup
seluruh perbuatan yang dikerjakan oleh Rabbul Alamin,
seperti istiwaa(bersemayam), nuzul (turun ke langit bumi pada sepertiga
malam terakhir*), kalam (Berfirman), mencipta, memberi rizki,
menghidupkan dan mematikan, dan segala bentuk pengaturan. Semua itu
tercakup dalam asma-Nya, al-Qayyuum. Oleh karena itu sebagian ulama
berkata, “Dua nama ini adalah asma Allah yang paling agung . Jika
dipanggil dengan menyebut asma ini, niscaya Dia akan menjawab dan jika
meminta dengan menyebut nama-Nya ini, niscaya Dia akan memberi.”
Di antara bentuk kesempurnaan sifat hidup dan berdiri sendiri-Nya ini
ialah Dia tidak tersentuh oleh kantuk dan tidur. Milik-Nyalah segala yang
ada di langit dan di bumi. Dialah yang memiliki, sedangkan selain-Nya
adalah yang dimiliki. Dialah Yang Maha Pencipta, Maha Pemberi Rizki,
Maha Pengatur, sedangkan selain-Nya adalah diciptakan, diberi rizki dan
diatur.
Mereka tidak memiliki sedikit pun, walaupun hanya sebesar dzarrah (biji
sawi), sesuatu yang berada di langit maupun di bumi, baik bagi diri
mereka sendiri maupun bagi orang lain.
Oleh karena itu, Allah berfirman, “Siapakah yang dapat memberi syafaat
di sisi Allah tanpa izin-Nya?” Maksudnya tidak ada seorang pun yang
dapat memberikan syafaat di sisi-Nya tanpa izin dari-Nya. Syafaat itu
seluruhnya hanya milik Allah semata. Akan tetapi, jika Allah berkehendak
untuk merahmati siapa pun yang dikehendaki-Nya, Dia akan mengizinkan
kepada salah seorang yang dimuliakan-Nya untuk memberikan syafaat
kepadanya. Seorang pemberi syafaat tidak akan berani memulai memberi
syafaat tanpa izin dari-Nya.
Kemudian Allah berfirman, “Dia Maha Mengetahui apa yang berada di
hadapan mereka,” yaitu segala sesuatu yang telah berlalu, “dan apa yang
berada di belakang mereka,” yaitu apa yang akan terjadi. Ilmu Allah
meliputi segala perkara secara rinci, yang permulaan dan yang paling
akhir, yang tampak dan yang tersembunyi, yang ghaib maupun yang
nyata. Adapun hamba, mereka tidak memiliki hak sedikitpun untuk
mengurus hal ini dan tidak memiliki ilmu sedikitpun, kecuali apa yang
telah Allah ajarkan kepada mereka.
Oleh karena itu Allah berfirman, “…dan mereka tidak mengetahui apa-apa
dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi
langit dan bumi…” Ini menunjukkan kesempurnaan keagungan-Nya dan
luasnya kekuasaan-Nya. Kursi-Nya saja sedemikian besar yaitu meliputi
langit dan bumi, sementara keduanya ini sangat besar dan sangat banyak
pula penghuni keduanya. Kursi bukanlah makhluk Allah yang terbesar,
bahkan masih ada lagi yang lebih besar darinya, yaitu ‘Arsy dan juga yang
lainnya yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Kebesaran
makhluk-makhluk tersebut membuat akal pikiran menjadi bingung dan
tiap-tiap pandangan menjadi tumpul, gunung-gunung bergerak, dan
orang-orang pandai terangguk-angguk.
Bagaimana jika dihadapkan dengan penciptanya? Yang menyertakan
pada penciptaannya hikmah dan rahasia yang dikehendaki-Nya. Yang
menahan langit dan bumi agar tidak bergerak dengan tanpa merasa lelah
dan letih. Oleh karena itu Dia berfirman, “…dan Dia tidak merasa berat
dalam menjaga keduanya, dan Dia Mahatinggi…” dengan Dzat-Nya Dia
bersemayam di atas ‘Arsy, yang Mahatinggi dengan kekuasaan-Nya
terhadap seluruh makhluk, Yang Mahatinggi dengan kekuasaan-Nya
karena kesempurnaan sifat-Nya. Mahabesar sehingga menjadi kecil dan
remeh kedaulatan para diktator jika dihadapkan dengan kebesaran
kekuasaan-Nya, kesombongan raja-raja yang congkak menjadi kecil di
samping keagungan-Nya. Mahasuci Dzat yang memiliki kebesaran yang
Agung nan tiada tara, Yang menundukkan dan menguasai segala
sesuatu.” [Tafsir as-Sa’di hal. 110]
***
Disusun ulang dan diringkas dari Keagungan Nilai-Nilai Tauhid dalam Ayat
Kursi Bab Kandungan Ayat Kursi, karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul
Muhsin al-Abbad al-Badr penerbit Pustaka Imam asy-Syafi’I 2007
*Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda: “Rabb kita turun ke
langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Dia
berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan, siapa
yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku berikan, dan siapa yang yang
memohon ampun kepadaKu, maka akan Aku ampuni.” [HR. Bukhari: 1145
dan Muslim: 758]
top related