(11.545) pelaksanaan peraturan disiplin pegawai negeri
Post on 25-Apr-2015
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PELAKSANAAN PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI
SIPIL BERDASARKAN UU NO. 43 TAHUN 1999 DI
KEJAKSAAN NEGERI SEMARANG
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sbagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu ( S-1 ) Ilmu Hukum Program Hukum Administrasi Negara
Diajukan Oleh :
Didik Sutarto
04110095
Dosen Pembimbing :
Tri Susilowati , SH, M.Hum
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DARUL ULUM ISLAMIC
CENTRE SUDIRMAN GUPPI
UNDARIS – UNGARAN
2008
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
PELAKSANAAN PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
BERDASARKAN UU NO. 43 TAHUN 1999 DI
KEJAKSAAN NEGERI SEMARANG
Yang dinyatakan oleh :
DIDIK SUTARTO
04110095
Telah Disetujui oleh Dosen Pembimbing Untuk Dipertahankan Dihadapan
Panitia Penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas Darul Ulum
Islamic Center Sudirman GUPPI Ungaran
Pada Hari Tanggal 2008
Pembimbing Pembantu Pembimbing Utama
ii
Hermin Subekti, SH Tri Susilowati, SH, M. Hum
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
- Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, oleh
karena itu berimanlah dengan kebajikan ……
( Q.S. Muhammad : 36 )
- Berikanlah mereka kasih sayangmu, namun jangan sodorkan perasaan dan
fikiranmu, harga diri merupakan harta yang tak ternilai.
PERSEMBAHAN :
- Almamater UNDARIS Ungaran
- Bapak dan Ibu tersayang
- Istri dan anak – anak tercinta
- Saudara dan teman – temanku semua
iv
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan taufik dan hidayah sehingga dalam penyusunan skripsi ini penulis
tidak menemui hambatan dan rintangan yang berarti.
Adapun penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi atau melengkapi
tugas atau salah satu syarat ujian sarjana lengkap Strata 1 program studi Ilmu Hukum
khususnya Hukum Administrasi Negara.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis masih merasa jauh dari kesempurnaan,
mengingat keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.Dan
dengan bantuan dan bimbingan dari semua pihak yang dengan sabar berusaha
meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan yang akhirnya
penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Sebagai ungkapan rasa syukur, penulis tak lupa menyampaikan teriam kasih
yang sebesar – besarnya kepada :
1. Rektor Universitas UNDARIS Ungaran beserta stafnya yang telah memberikan
berbagai fasilitas dan kemudahan selama penyusunan skripsi ini.
2. Dekan Fakultas Hukum UNDARIS Ungaran beserta stafnya, yang telah
memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan selama penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Tri Susilowati, SH, M.Hum. dan Ibu Hermin Subekti, SH selaku Dosen
Pembimbing yang telah memberikan saran – saran dan bimbingan dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang beserta stafnya, yang
telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian hukum.
v
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Darul Ulum Islamic Center
Sudirman GUPPI yang telah banyak membantu demi terselesainya skripsi ini.
6. Istri, Anak – anak dan semua saudara tercinta yang tidak dapat penulis sebut
satu persatu yang telah memberikan dorongan dan semangat dalam penulisan
skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan khususnya ilmu hukum.
Semarang, Januari 2008
Penulis
Didik Sutarto
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ................................................................ 6
C. Perumusan Masalah ................................................................. 6
D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7
E. Kegunaan Penelitian ................................................................. 7
F. Sistematika Penulisan Skripsi ................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 10
A. Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil ......................................... 10
1. Pengertian Disiplin Kerja .................................................... 10
2. Pengertian Pegawai Negeri Sipil ......................................... 13
3. Dasar Hukum Pelaksanaan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. . 16
4. Tanggung Jawab Pegawai Negeri Sipil ............................... 18
B. Sanksi – sanksi Dalam Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri
Sipil ........................................................................................... 21
vii
1. Tingkat dan Jenis Hukum Disiplin ...................................... 21
2. Pejabat yang mempunyai Wewenang Menghukum ............ 23
3. Berlakunya Putusan Hukuman Disiplin ............................... 23
C. Badan Pertimbangan Kepegawaian .......................................... 25
1. Tugas Pokok Badan Pertimbangan Kepegawaian ............... 27
2. Susunan Organisasi Badan Pertimbangan Kepegawaian .. . . 29
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 30
A. Tipe Penelitian ......................................................................... 31
B. Spesifikasi Penelitian ............................................................... 31
C. Sumber Data ............................................................................ 31
D. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 31
E. Metode Analisis Data .............................................................. 32
F. Metode Penyajian Data ............................................................ 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 33
A. Tinjauan terhadap Bagian Kepegawaian Kejaksaan Negeri
Semarang ................................................................................. 33
1. Tugas dan Fungsi Kejaksaan ............................................... 33
2. Susunan Organisasi Kejaksaan Negeri ................................ 36
B. Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
Kaitannya Dengan Kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang ................................ 40
C. Hambatan – Hambatan yang Ada Dalam Melaksanakan
Kedisipilinan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan
Negeri Semarang ....................................................................... 44
BAB V PENUTUP
viii
A. Kesimpulan .............................................................................. 45
B. Saran ........................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 47
ix
ABSTRAK
Pengawasan aparatur negara menuju kepada administrasi yang sempurna sangat
tergantung pada kualitas dan profesionalisme pegawai negeri itu sendiri. Undang –
Undang No. 43 tahun 1999 tentang Pokok – Pokok Kepegawaian memberikan
jaminan kedudukan serta kepastian hukum bagi pegawai negeri untuk mengatur dan
menyusun aparatur yang bersih dan berwibawa.
Pembinaan dan penyempurnaan serta pendayagunaan aparatur pemerintahan,
baik kelembagaan maupun ketatalaksanaan dari segi kepegawaian perlu terus
ditingkatkan untuk mewujudkan pembangunan secara menyeluruh.
Hal tersebut juga telah digariskan dalam Garis – Garis Besar Haluan Negara
1998 dalam Bab IV mengenai bidang Aparatur Negara disebutkan antara lain,
pembangunan aparatur pemerintah diarahkan pada peningkatan kualitas, efisien dan
efektif dalam seluruh jajaran administrasi pemerintahan, termasuk peningkatan
kedisiplinan pegawai negeri.
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara dalam menjalankan roda
pemerintahan dituntut untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai abdi negara
dan abdi masyarakat harus bisa menjunjung tinggi martabat dan citra kepegawaian
demi kepentingan masyarakat dan negara.
Tetapi dalam kenyataan dilapangan masih banyak ditemukan pegawai negeri
yang kurang tahu dan kurang menyadari akan tugas dan fungsinya sehingga
seringkali timbul ketimpangan – ketimpangan dalam menjalankan tugasnya dan
tidak jarang membuat kecewa masyarakat.
Dengan adanya berbagai macam pelanggaran dan kedisiplinan pegawai
tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang tinjauan pelaksanaan PP No.
x
30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Kejaksaan Negeri Semarang.
Dari berbagai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan UU No. 43 Tahun
1999 di Instansi Kejaksaan Negeri Semarang maka :
Pelaksanaan UU No.43 Tahun 1999 kaitannya dengan kedidiplinan
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang
merupakan masalah yang di teliti serta meneliti hambatan–hambatan yang
timbul dalam meningkatkan kedidiplinan Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang dan bagaimana cara mengatasinya.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan tipe penelitian yuridis normatif,
dapat diketahui bahwa pelaksanaan UU No. 43 Tahun 1999 di lingkungan Kejaksaan
Negeri Semarang adalah dalam pelaksanaannya yang merupakan tindak lanjut dari
UU No.43 Tahun 1999 berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung No.001/6/1993
tentang Ketentuan Penyelenggaraan Pengawasan Kejaksaan Republik Indonesia.
Berdasarkan pada ketentuan tersebut, maka pelaksanaan kedisiplinan Pegawai
Negeri Sipil Semarang, dilakukan dengan cara atau sesuai dengan peraturan
perundang – undangan yang berlaku yaitu lewat pengawasan melekat ( Waskat ).
Pengawasan melekat dilakukan agar tujuan dan sasaran kegiatan administrasi
kepegawaian tercapai sebagaimana telah digariskan dalam Undang – Undang,
dengan pengawasan melekat ini dapat pula mempengaruhi tingkat kedisiplinan atau
kegiatan bekerja para Pegawai Negeri Sipil. Adapun hambatan – hambatan yang ada
dalam pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan
Negeri Semarang antara lain kurangnya sarana dan prasarana dalam pelaksanaan
tugas, kurangnya pemahaman mengenai peraturan disiplin pegawai negeri serta
kurangnya sanksi yang tegas dalam setiap pelanggaran.
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sebagaimana telah diamanatkan di dalam Garis – Garis Besar Haluan Negara
1999 – 2004 Bab IV huruf ke ( 3 ) tentang Aparatur Negara bahwa, dalam
meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan
keprofesionalan serta memberlakukan system karir berdasarkan prestasi kerja dengan
prinsip memberikan penghargaan dan sanksi, maka aparatur negara hendaknya dapat
bersikap disiplin dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Kaitannya dengan hal tersebut di atas, maka pendayagunaan aparatur negara
terus ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan kualitas, efisiensi pelayanan dan
pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan kesejahteraan
aparat sangat di perhatikan dalam menunjang pelaksanaan tugas.
Undang – Undang Pokok Kepegawaian yaitu Undang – Undang No. 8 Tahun
1974 telah dirubah melalui UU No.43 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil,
adalah suatu landasan hukum untuk menjamin pegawai negeri dan dapat di jadikan
dasar untuk mengatur penyusunan aparatur negara yang baik dan benar. Penyusunan
aparatur negara menuju kepada administrasi yang sempurna sangat bergantung
kepada kualitas pegawai negeri dan mutu kerapian organisasi aparatur itu sendiri.
Dapat di ketahui bahwa kedudukan Pegawai Negeri Sipil adalah sangat penting
dan menentukan. Berhasil tidaknya misi dari pemerintah tergantung dari aparatur
negara karena pegawai negeri merupakan aparatut\r negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan dalam mewujudkan cita-cita pembangunann nasional.
xii
Tujuan pembangunan nasional sebagaimana telah termaktub didalam
Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 ialah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdamaian
abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan pembangunan
tersebut dapat di capai dengan melalui pembangunan nasional yang direncanakan
dengan terarah dan realitas serta dilaksanakan secara bertahap, bersungguh –
sungguh.
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat
yang adil dan makmur, merata dan berkesinambungan antara materiil dan spirituil
yang berdasarkan pada Pancasila di dalam wadah negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
nasional terutama tergantung pada kesempurnaan pegawai negeri . Dalam rangka
usaha mencapai tujuan nasional tersebut di atas diperlukan adanya pegawai negeri
yang penuh kesetiaan dan ketaatan pada Pancasila dan Undang – Undang Dasar
1945, negara dan pemerintah bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna
dan berhasil guna, berkualitas tinggi, mempunyai kesadaran tinggi akan akan
tanggung jawabnya sebagai aparatur negara, abdi negara, serta abdi masyarakat.
Untuk mewujudkan pegawai negeri sebagaimana tersebut di atas maka perlu adanya
pembinaan dengan sebaik – baiknya atas dasar system karier dan system prestasi
kerja.
Sistem karir adalah suatu sistem kepegawaian di mana suatu pengangkatan
pertama di dasrkan atas kecakapan yang bersangkutan, sedangkan di dalam
xiii
pengembangannya selanjutnya yang dapat menjadi pertimbangan adalah masa kerja,
kesetiaan , pengabdian serta syarat – syarat objektif lainnya.
Adapun sistem prestasi kerja adalah sistem kepegawaian, dimana
pengangkatan seseorang untuk menduduki suatu jabatan atau untuk kenaikan pangkat
di dasrkan atas kecakapan dan prestasi kerja yang di capai oleh pegawai. Kecakapan
tersebut harus dibuktikan dengan lulus dalam ujian dinas dan prestasidi buktikan
secara nyata dan sistem prestasi kerja ini tidak memberikan penghargaan terhadap
masa kerja.
Pegawai negeri bukan saja unsur Aparat Negara tetapi juga merupakan
Abdi Negara dan Abdi Masyarakat yang selalu hidup ditengah masyarakat dan
bekerja untuk kepentingan masyarakat, oleh karena itu dalam pelaksanaan
pembinaan pegawai negeri bukan saja di lihat dan diperlakukan sebagai Aparatur
Negara, tetapi juga di lihat dan diperlakukan sebagai warga negara. Hal ini
mengandung pengertian, bahwa dalam melaksanakan pembinaan hendaknya sejauh
mungkin diusahakan adanya keserasian antara kepentingan dinas dan kepentingan
pegawai negeri sebagai perorangan, dengan ketentuan bahwa apabila ada perbedaan
antara kepentingan dinas dan kepentingan pegawai negeri sebagai perorangan , maka
kepentingan dinaslah yang harus di utamakan.
Pengertian negara yang bersih, kuat dan berwibawa yaitu aparatur yang
seluruh tindakannya dapat di petanggung jawabkan, baik di lihat dari segi moral dan
nilai – nilai luhur bangsa maupun dari segi peraturan perundang – undangan serta
tidak mengutamakan orientasi kekuasaan yang ada dalam dirinya untuk melayani
kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan nasional.
xiv
Tetapi kadang kenyataannnya, berdasarkan pada observasi mengenai
pembangunan menunjukan bahwa hambatan pelaksanaan pembangunan terkadang
justru muncul dari kalangan Aparatur Negara sendiri. Hal ini sebagaimana di
ungkapkan oleh The Liang Gie adaalah sebagai berikut :
“ Dalam praktek, Pegawai Negeri Indonesia pada umumnya masih banyak kekurangan yaitu kurang mematuhi peraturan kedisiplinan pegawai, sehingga dapat menghambat kelancaran pemerintahan dan pembangunan nasional, antara lain adalah masih adanya jiwa kepegawaian dengan berfikir mengikuti kebiasaan bagian, bukan terletak pada kesatuan yang harmonis melainkan kesatuan pada bagian – bagian tersendiri, mempunyai bentuk dan corak yang berbeda serta kurang menghargai ketepatan waktu “.
Jiwa kepegawaian yang mempunyai sifat seperti tersebut di atas akan berakibat
negatif terhadap prestasi kerja pegawai negeri yang bersangkutan karena tidak
adanya pengembangan pola pikir kerja sama dan pemakaian kelengkapan peralatan
dalam mendukung kelancaran tugas.
Berdasarkan pada hal tersebut, Pegawai Negeri Indonesia dipandang masih
banyak kekurangan yaitu kurang adanya menghargai waktu, mengefisienkan tenaga
dan kedisiplinan kerja.
Kaitannya dengan pembinaan pegawai sebagai mana telah ditegaskan didalam
Garis Garis Besar Haluan Negara 1998 didalam bab VI mengenai Pembangunan
Lima Tahun KeTujuh terutama dalam bidang aparatur negara yaitu pada angka (9)
huruf c, disebutkan antara lain pembangunan aparatur pemerintahan diarahkan pada
peningkatan kualitas, efisien, dan efektif dalam seluruh jajaran administrasi
pemerintahan.
Sedangkan pembinaan Pegawai Negeri Sipil diatur dalam pasal 12 ayat (2) UU
No. 43 tahun 1999 sebagai berikut :
“Agar Pegawai Negeri Sipil dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu diatur pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh yaitu suatu pengaturan pembinaan yang berlaku baik Pegawai Negeri Sipil pusat maupun Pegawai Negeri Sipil yang ada ditingkat
xv
daerah. Dengan demikian peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil pusat dengan sendirinya berlaku pula pada Pegawai Negeri yang ada ditingkat daerah, kecuali ditentukan lain oleh Undang Undang. Selain dari pada itu perlu dilaksanakan usaha penertiban dan pembinaan Aparatur Negara yang meliputi baik struktur, prosedur kerja, kepegawaian maupun sarana dan fasilitas kerja, sehingga keseluruhan Aparatur Negara baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah benar benar merupakan Aparatur yang ampuh, berwibawa, kuat, berdayaguna, penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang Undang 1945, Negara dan Pemerintah”
Terkait dengan pembinaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah
diamanatkan dalam Undang Undang No.43 tahun 1999 tersebut, maka salah satu
faktor yang dipandang sangat penting dan prinsipil dalam mewujudkan Aparatur
Negara yang bersih dan berwibawa adalah masalah kedisiplinan para Pegawai Negeri
Sipil dalam melaksanakan tugas pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi
masyarakat.
Dalam meningkatkan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil tersebut, sebenarnya
pemerintah telah memberikan suatu kebijaksanaan dengan di keluarkannya Peraturan
Pemerintah No. 43 Tahun 1999 yaitu tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
Sipil.
Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparat pemerintah dan abdi masyarakat
diharapkan selalu siap sedia menjalankan tugas yang telah menjadi tanggung
jawabnya dengan baik, akan tetapi sering terjadi di dalam suatu instansi pemerintah
pegawainya melakukan pelanggaran disiplin seperti datang terlambat, pulang
sebelum waktunya, bekerja sambil ngobrol dan penyimpangan – penyimpangan
lainnya yang menimbulkan kurang efektifnya pegawai yang bersangkutan.
Dengan adanya pelanggaran disiplin sebagaimana tersebut di atas, yang
kesemuanya menunjukkan adanya pelanggaran terhadap disiplin kerja pegawai yang
menimbulkan suatu pertanyaan yaitu apakah pelanggaran pelanggaran tersebut sudah
xvi
sdemikian membudaya sehingga sulit untuk di adakan pembinaaan atau penertiban
sebagaimana telah di atur dalam UU No. 43 Tahun 1999.
Kaitannya dengan kedisiplinan , Kejaksaan Negeri sebagai lembaga penegak
hukum, maka kedisiplinan pegawai sangat penting untuk menciptakan pemerintah
yang bersih dan berwibawa.
Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas , maka untuk mewujudkan aparatur
Pemerintahan yang bersih dan berwibawa, kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil
merupakan salah satu factor yang sangat menentukan, Pegawai Negeri Sipil sebagai
Aparat Pemerintah, abdi negara dan abdi masyarakat harus bisa menjadi suri
tauladan terhadap masyarakat secara keseluruhan, sehingga masyarakat dapat
percaya terhadap peran Pegawai Negeri Sipil.
Pembatasan Masalah
Dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, tentunya
di perlukan kedisiplinan para aparat pemerintah dan administrasi kepegawaian. Oleh
karena itu di perlukan suatu perangkat peraturan yang dapat mendukung terciptanya
kedisiplinan pegawai.
Kaitannya dengan hal tersebut, untuk membatasi masalah yang hendak di teliti
dan mengingat terbatasnya waktu, tenaga, dan biaya pada diri penulis, maka penulis
hanya melakukan penelitian di Kejaksaan Negeri Semarang khususnya mengenai
pelasanaan UU No. 43 Tahun 1999.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas dan banyaknya permasalahan –
permasalahan yang ada mengenai kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil , maka
permasalahannya dapat penulis rumuskan sebagai berikut :
Bagaimana pelaksanaan UU No.43 Tahun 1999 kaitannya dengan kedisiplinan
xvii
Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kejaksaan Negeri Semarang ?
Apakah hambatan – hambatan yang timbul dalam meningkatkan kedisiplinan
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang dan
bagaimana cara mengatasinya ?
xviii
Tujuan Penelitian
Penelitian merupakan suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah untuk
dapat menemukan, mengembangkan serta menguji kebenaran ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk :
Mengetahui pelaksanaan UU No. 43 Tahun 1999 kaitannya dengan kedisiplinan
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang
2. Mengetahui hambatan – hambatan yang timbul dalam meningkatkan
kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang
dan bagaiman cara mengatasinya.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah :
Secara teoritis
Dalam penelitian ini di harapkan agar hasil penelitian nantinya dapat
memberikan ataupun menambah pengetahuan terutama dalam hukum
Administrasi Negara mengenai masalah – masalah yang berkaitan dengan UU
No. 43 Tahun 1999.
Secara Praktis
Bagi Pegawai Negeri Sipil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan atau menambah pengetahuan tentang hal – hal yang berhubungan
dengan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana di atur dalam UU No.
43 Tahun 1999.
Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam penulisan ini serta mendapat -
kan gambaran yang jelas mengenai apa yang akan dibahas pada setiap bab, maka
sistematika penulisan ini disusun sebagai berikut :
xix
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis kemukakan tentang Latar Belakang
Masalah, Perumusan Masalah , Tujuan dan Kegunaan Penelitian,
Sistematika Penulisan skripsi yang akan menguraikan semua bab atau
materi skripsi yang di bahas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini menguraikan mengenai tinjauan pustaka atau
landasan teori mengenai disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil yang
memuat pengertian disiplin kerja, pengertian Pegawai Negeri Sipil,
kemudian juga menguraikan tentang sanksi – sanksi dalam
pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil yang memuat tingkat dan
jenis hukuman disiplin, pejabat yang mempunyai wewenang
menghukum, berlakunya putusan hukuman disiplin serta Badan
Pertimbangan Kepegawaian kemudian juga mengulas tentang tinjauan
terhadap bagian kepegawaian Kejaksaan Negeri Semarang yang
terdiri dari tugas dan fungsi kejaksaan, susunan organisasi Kejaksaan
Negeri.
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai metode atau cara penelitian
yang meliputi : tipe penelitian, spesifikasi penelitian, sumber data ,
metode pengumpulan data, metode analisa serta metode penyajian
data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini dibahas mengenai pelaksanaan UU No. 43 Tahun
1999 kaitannya dengan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di
xx
lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang dan hambatan hambatan yang
timbul dalam meningkatkan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil
dilingkungan Kejaksaan Negeri.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini di uraikan mengenai kesimpulan, yaitu
menyimpulkan seluruh hasil pembahasan dari suatu penelitian yang
merupakan hasil akhir dan sekaligus merupakan jawaban dari
permasalahan yang ada.Di samping itu juga juga di sertakan saran –
saran sebagai sumbangan pemikiran atau pendapat yang mungkin
dapat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kedisiplinan Pegawai
Negeri Sipil .
Selain itu untuk mengetahui referensi yang dipakai dalam
penyusunan skripsi ini di sampaikan pula daftar pustaka serta
lampiran – lampiran dalam mendukung kesempurnaan data.
xxi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL
1. Pengertian Disiplin Kerja
Pengertian disiplin dapat dikonotasikan sebagai suatu hukuman, meskipun arti
yang sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahas alatin “Disciplina”
yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan
tabiat. jadi sifat disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap yang layak terhadap
pekerjaan.1
Di dalam buku Wawasan Kerja Aparatur Negara disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan disiplin adalah :
“Sikap mental yang tercermin dalam perbuatan, tingkah laku perorangan,
kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan-
peraturan yang ditetapkan Pemerintah atau etik, norma serta kaidah yang
berlaku dalam masyarakat”.2
Sedangkan menurut Sutopo Yuwono di dalam bukunya yang berjudul Dasar-
Dasar Produksi, diungkapkan bahwa :
“Disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok orang yang
senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah
ditetapkan.3
Selanjutnya Alfred R. Lateiner dan I.S. Levine telah memberikan definisi
antara lain, disiplin merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh para
1 I.G. Wursanto, Managemen Kepegawaian. Kenisisus, Yogyakarta, 1989, hal. 1082 Wawasan Kerja Aparatur Negara, BP-7 Pusat, jakarta, 1993, hal. 243 Nurlita Witarsa, Dasar-Dasar Produksi, Karunika, jakarta, 1988, hal. 102
xxii
pekerja yang membuat mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-peraturan
yang telah ditetapkan.4
Di samping beberapa pengertian mengenai disiplin pegawai tersebut di atas,
A.S. Moenir mengemukakan bahwa :
“Disiplin adalah ketaatan yang sikapnya impersonal, tidak memakai perasan
dan tidak memakai perhitungan pamrih atau kepentingan pribadi.5
Kaitannya dengan kedisiplinan, Astrid S. Susanto6 juga mengemukakan sesuai
dengan keadaan di dalam setiap organisasi, maka disiplin dapat dibedakan menjadi 2
(dua) macam yaitu :
a. Disiplin yang bersifat positif.
b. Disiplin yang bersifat negatif.
Merupakan tugas seorang pemimpin untuk mengusahakan terwujudnya suatu
disiplin yang mempunyai sifat positif, dengan demikian dapat menghindarkan
adanya disiplin yang bersifat negatif.
Disiplin positif merupakan suatu hasil pendidikan, kebiasaan atau tradisi
dimana seseorang dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan, adapun disiplin
negatif sebagai unsur di dalam sikap patuh yang disebabkan oleh adanya perasaan
takut akan hukuman.
Adapun ukuran tingkat disiplin pegawai menurut I.S. Levine7, adalah sebagai
berikut :
“Apabila pegawai datang dengan teratur dan tepat waktu, apabila mereka
berpakaian serba baik dan tepat pada pekerjaannya, apabila mereka
4 I.S. Livine Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja. Terjemahan oleh iral Soedjono, Cemerlang, Jakarta, 1980, hal 71
5 A.S. Moenir, Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian, Gunung Agung, Jakarta, 1983, hal. 152.
6 Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bina Aksara, Jakarta, 1974, hal 305.
7 I.S. Levine, Op. City, hal. 72.
xxiii
mempergunakan bahan-bahan dan perlengkapan dengan hati-hati, apabila
menghasilkan jumlah dan cara kerja yang ditentukan oleh kantor atau
perusahaan, dan selesai pada waktunya.”
Berdasarkan pada pengertian tersebut di atas, maka tolak ukur pengertian
kedisiplinan kerja pegawai adalah sebagai berikut :
1. Kepatuhan terhadap jam-jam kerja.
2. Kepatuhan terhadap instruksi dari atasan, serta pada peraturan dan tata tertib
yang berlaku.
3. Berpakaian yang baik pada tempat kerja dan menggunakan tanda pengenal
instansi.
4. Menggunakan dan memelihara bahan-bahan dan alat-alat perlengkapan kantor
dengan penuh hati-hati.
5. Bekerja dengan mengikuti cara-cara bekerja yang telah ditentukan.
Selanjutnya untuk lebih memperjelas arti dan makna displin kerja, Alex
S. Nitisemito8 antara lain mengemukakan, bahwa kedisiplinan lebih dapat diartikan
suatu sikap atau perilaku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan oleh perusahaan atau instansi yang bersangkutan baik secara tertulis
maupun tidak tertulis.
Adapun menurut peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagimana
telah dimuat di dalam Bab II Pasal (2) UU No.43 Tahun 1999, ada beberapa
keharusan yang harus dilaksanakan yaitu :
1. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang
berlaku, serta melaksanakan perintah-perintah kedinasan yang diberikan oleh
atasan yang berhak.
8 Alex S. Nitisemito, Menegemen Sumber Saya Manusia, Sasmito Bross, Jakarta, 1980, hal. 260.
xxiv
2. Melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya serta memebrikan pelayanan yang
baik terhadap masyarakat sesuai dengan bidang tugasnya.
3. Menggunakan dan memelihara barang-barnag dinas dengan sebaik-baiknya.
4. Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama
Pegawai Negeri Sipil dan atasannya.
Dengan demikian, maka disiplin kerja merupakan praktek secara nyata
dari para pegawai terhadap perangkat peraturan yang teradapat dalam suatu
organisasi. Dalam hal ini disiplin tidak hanya dalam bentuk ketaatan saja melainkan
juga tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi, berdasarkan pada hal tersebut
diharapkan efektifitas pegawai akan meningkat dan bersikap serta bertingkah laku
disiplin.
Kedisiplinan pegawai dapat ditegakkan apabila peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan itu dapat diatasi oleh sebagian besar pegawainya dalam kenyataan,
bahwa dalam suatu instansi apabila sebagian besar pegawainya mentaati segala
peraturan yang telah ditetapkan, maka disiplin pegawai sudah dapat ditegakkaan.
2. Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Di dalam Pasal 1 huruf (a) UU No.43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil adalah mereka atau
seseorang yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam jabatannegeri atau disertahi tugas-tugas negeri lainnya yang
ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan serta digaji menurut
peraturan yang berlaku.
Berdasarkan pada ketentuan tersebut di atas, maka unsur-unsur yang
harus dipenuhi agar seseorang dapat disebut sebagai pegawai negeri adalah :
xxv
a. Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang.
c. Diserahi tugas dalam jabatan negeri.
d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan menurut Pasal 2 ayat (2) UU No.43 Tahun 1999, maka
Pegawai Negeri berdasar pada difinisi dalam pasal 1 huruf (a) terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil, dan
b. Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Kemudian di dalam Pasal 2 ayat (2) dinyatakan pula bahwa Pegawai Negeri
Sipil terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat,
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah,
c. Pegawai Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya di dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) dari UU No. 43 Tahun
1999 ditegaskan bahwa :
a. Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah :
Pegawai Negeri Sipil Pusat yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah
Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara,
Instansi Vertikal di Daerah-daerah, dan Kepanitiaan Pengadilan.
Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada Perusahaan Bawahan.
Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan pada
Daerah Otonom.
Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berdasarkan suatu peraturan perundang-
undangan yang diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain, seperti
xxvi
Perusahaan Umum, Yayasan dan lain-lain.
b. Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai
Negeri Sipil Daerah Otonom.
c. Organisasi adalah suatu alat untuk mencapai tujuan, oleh sebab itu
organisasi harus selalu disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok dalam
mencapai tujuan. Berkaitan dengan itu ada kemungkinan bahwa arti Pegawai
Negeri Sipil akan berkembang di kemudian hari. Kemungkinan perkembangan
ini harus diletakkan landasannya dalam undang-undang.
Didalam Penjelasan Pasal 2 dari UU No.43 Tahun 1999 dijelaskan bahwa,
Pegawai Negeri adalah pelaksana peraturan perundang-undangan, oleh sebab itu
Pegawai Negeri yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri
Sipil Daerah wajib berusaha agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh
mayarakat.
Berdasarkan pada pengertian tersebut, Pegawai Negeri mempunyai kewajiban
untuk memberikan contoh yang baik dalam mentaati dan melaksanakan segala
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan pada umumnya kepada Pegawai Negeri diberikan tugas
kedinasan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Pada prinsipnya pemberian tugas kedinasan itu adalah merupakan kepercayaan
dari atasan yang berwenang dengan harapan bahwa tugas itu akan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya, dengan demikian maka, setiap Pegawai Negeri wajib
melaksanakan tugas kedinasan yang telah dipercayakan kepadanya dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.
3. Dasar Hukum Pelaksananan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
xxvii
Dalam rangka usaha memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, serta
untuk mewujudkan Pegawai Negeri sebagai Aparatur Pemerintah yang bersih dan
berwibawa diperlukan adanya suatu perangkat Peraturan Disiplin yang memuat
pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila suatu kewajiban tersebut tidak
ditaati atau adanya suatu pelanggaran-pelanggaran dalam menjalankan tugas.
Adapun yang menjadi dasar-dasar hukum pelaksanaan disiplin Pegawai
Negeri Sipil adalah sebagi berikut :
a. Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
(Lembaga Negara Tahun 1974 No 8, Tambahan Lembaran Negara No 3041).
b. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1974, tentang Pembatasan
Kegiatan Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta (Lembaran Negara Nomor 8
Tahun 1974, tambahan Lembaran Negara Nomor 3201).
c. Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 02
Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pegawai Negeri Sipil yang
menjadi Anggota Partai Politik.
d. Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980 tentang Badan Pertimbangan
Kepegawaian.
e. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nomor
23/SE/1980, tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Selain beberapa peraturan atau perangkat kebijaksanaan tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil tersebut di atas, masih ada peraturan perundang-undangan lain
yang mengatur tentang kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil, peraturan tersebut adalah :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil.
b. Peraruran Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai
xxviii
Negeri Sipil.
c. Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974 tentang beberapa Pembatasan
Kegiatan Pegawai Negeri Sipil dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Kesederhanaan Hidup.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor
45 Tahun 1990 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri
Sipil.
Dasar hukum pelaksanaan disiplin Pegawai Negeri tersebut di atas, diharapkan
memberikan dukungan atau doorngan agar supaya Pegawai Negeri Sipil bisa
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Namun dasar hukum ini dirasa masih kurang tanpa didukung oleh sikap dan
mental dari para pegawai itu sendiri, oleh karena itu diperlukan adanya pembinaan
para Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana telah dijelaskan di dalam Penjelasan pasal
12 dari UU No. 43 tahun 1999 yaitu bahwa, agar Pegawai Negeri Sipil dapat
melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu diatur
pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh, yaitu suatu peraturan
pembinaan yang berlaku baik bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai
Negeri Sipil yang ada di Daerah. Dengan demikian peraturan perundnag-undangan
yang berlaku di tingkat pusat akan berlaku di tingkat daerah, kecuali ditentukan lain.
Selain itu perlu dilaksanakan usaha penerbitan dan pembinaan Aparatur Negara
yang meliputi baik struktur, prosedur kerja, fasilitas dan sarana untuk menunjang
Aparatur Negara yang bersih dan berwibawa.
xxix
4. Tanggung Jawab Pegawai Negeri Sipil
Berdasarkan pada sifat kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil tersebut, maka dapat
diartikan bahwa sikap dan tindakan Pegawai Negeri Sipil di dlama dinas harus sesuai
dengan sumpah dan jabatan, yaitu untuk memelihara penghargaan dan kepercayaan
masyarakat kepada korps pegawai. Dengan melalaikan tugas dan kewajiban berarti
mereka harus memberikan pertanggungan jawab atas tugas yang diberikan
kepadanya.
Adapun pertanggungan jawab pegawai dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga)
bagian, yaitu :
1. Pertanggungan Jawab Kepidanaan
Mengenai pertanggungan jawab pidana bagi pegawai, sebagian beaar diatur di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu dalam buku II titel XXVIII –
Pasal 413 - 437 mengenai kejahatan jabatan dan buku ke III Titel VIII – Pasal 2 552-
559 mengenai pelanggaran jabatan.
Dalam kalangan administrasi, begitu pula dalam peraturan kepegawaian,
seperti Undang-Undang Pensiun keduanya merupakan pelanggaran jabatan.
Pelanggaran jabatan ini tidak berarti pelanggaran dari peraturan jabatan,
melainkan merupakan perbuatan pidana seperti yang disebut di dalam kitab Undang-
Undang Hukum Pidana. Hanya suatu perbuatan pidana yang termasuk dalam salah
satu pasal tersebut adalah suatu pelanggaran jabatan. Suatu perbuatan lain, meskipun
ada hubungannya dengan jabatan, tetapi tidak termasuk dalam salah satu pasal
tersebut, tidak merupakan suatu pelanggaran jabatan.9
Selain hal tersebut di atas, didalam buku ke I Title 1 – Pasal 7 KUH Pidana
juga disinggung mengenai kejahatan jabatan yang antara lain, bahwa aturan pidana
9 Siti Soetami, Hukum Administrasi Negara II, Fak. hukum UNDIP, Semarnag, 1980, hal. 44.
xxx
dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang diluar
Indonesia yang melakukan perbuatan pidana.
Kejahatan jabatan yang dimaksudkan di atas hanya dapat dilakukan oleh
seorang yang mempunyai kedudukan (status) Pegawai Negeri. Unsur Pegawai
Negeri di sini adalah mutlak, hal ini juga sama dengan pelanggaran jabatan yang
dimaksudkan.
2. Pertanggungan Jawab Keuangan / Keperdataan
Pertanggungan jawab keuangan atau keperdataan yang dimaksud di sini adalah
tanggung jawab pegawai untuk kerugian yang dinilai dengan uang, yang ditimbulkan
oleh pegawai tersebut dalam melakukan tugas baik kerugian itu ada pada pemerintah
sendiri maupun ada pada pihak ketiga.10
Berdasarkan Pasal 74 I.C.W, mengenai masalah pertanggungan jawab
keuangan dapat diperinci yaitu, semua Pegawai Negeri (bukan bendaharawan) yang
dalma tugasnya selalu demikian, melakukan perbuatan melawan hukum atau
mengabaikan tugas yang mereka harus lakukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung merugikan negara, diharuskan mengganti kerugian itu.
Tuntutan ganti rugi tersebut, terhadap pegawai negeri yang terjadi karena
perbuatan itu dalam sangkut pautnya dengan jabatan sebagai Pegawai Negeri atau
hubungannya dengan negara, sehingga negara menderita kerugian.
Adapun tindakan-tindakan yang menyebabkan kerugian bagi Negara antara
lain dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok, yaitu :
a. Tindakan Perseorangan
Tindakan ini dilakukan oleh Pegawai Negeri (ada dangkut pautnya dengan
jabatan), yang menyebabkan negara menderita kerugian.
10Siti Soetami, Ibid, hal. 45xxxi
b. Tindakan yang Menguntungkan Pihak Lain
Tindakan ini pada umumnya tidak sengaja, sebab terjadi karena kelalaian /
kekhilafan Pegawai Negeri yang bersangkutan di dalam melakukan tugas.
c. Tindakan yang Membebani Negara secara Berlebihan
Pengertian berlebihan di sini adalah apabila adanya dua / lebih pilihan untuk
melakukan tindakan yang berakibat membebani anggaran belanja negara lebih
mahal dari yang semetinya.
d. Tindakan yang Merugikan Pihak Lain
Yaitu suatu tindakan seorang Pegawai Negeri, sehingga pihak lain menderita
kerugian dan menuntut ganti rugi kepada Negara.
e. Tindakan yang Mempermudah Kemungkinan Timbulnya Tindakan Pegawai
Lain
Suatu tindakan yang misalnya adalah pegawai negeri yang bertugas melakukan
pengawasan / pemeriksaan, di mana karena kurang teliti, sehingga berakibat pegawai
lain dapat melakukan kecurangan, korupsi, penggelapan dan lain sebagainya,
sehingga dapat merugikan negara.11
3. Pertanggungan Jawab Disiplin Administrasi
Tanggung jawab disipliner atau administratif adalah tanggung jawab Pegawai
Negeri yang tidak memenuhi kewajiban di dalam dinasnya. Pejabat ditempatkan di
bawah disiplin jabatan, pelanggaran jabatan dapat mengakibatkan hukuman jabatan,
bahkan pemberhentian (dengan catatan “tidak terhormat”) dari jabatan.
Di dalam UU No.43 Tahun 1999, hal ini telah diatur di dalam Pasal 23 ayat (3)
a, yaitu : Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan tidak dengan hormat, karena
melanggar sumpah atau janji Pegawai Negeri Sipil atau Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil.
11Siti Soetami, Ibid, hal. 48xxxii
Peraturan disiplin adalah suatu peraturan yang memuat keharusan, larangan
dan sanksi, apabila keharusan tidak dilaksanakan atau larangan tersebut dilanggar,
maka akan mendapat sanksi atau hukuman.12
SANKSI-SANKSI DALAM PELANGGARAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI
SIPIL
1. Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
Dalam rangka memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, maka tindakan
kepolisian sebagai penyidik terhadap Pegawai Negeri Sipil hendaknya dilakukan
dengan tertib dan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dalamkaitan ini apabila seornag Pegawai Negeri Sipil diperiksa, ditangkap dan atau
ditahan sementara oleh pejabat yang berwajib karena disangka melakukan tindak
pidana, maka pejabat yang berwajib tersebut secepat mungkin memberitahukan
kepada atasan Pegawai Negeri yang bersangkutan.
Adapun pengertian pelanggaran disiplin berdasarkan Pasal 1 huruf (a)
UU No.43 Tahun 1943 adalah : setiap ucapan, tulisan atau perbuatan Pegawai Negeri
Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik yang
dilakukan di dalam maupun di luar kedinasan.
Kemudian menurut Pasal 1 huruf (c) dari undang-undang tersebut,
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hukuman disiplin adalah hukuman yang
dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
Selanjutnya dalam Pasal 6 UU No.43 Tahun 1999 disebutkan pula
mengenai tingkat dan jenis hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil, adapun tingkat
dan jenis hukuman disiplin tersebut adalah :
12Siti Aoetami, Ibid, hal 49xxxiii
(1) Hukuman Disiplin Ringan
Dalam tingkat hukuman disiplin ringan ini terdapat 3 (tiga) jenis hukuman
yang terdiri dari :
a. Teguran lesan,
b. Teguran tertulis,
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis.
(2) Hukuman Disiplin Sedang
Pada tingkat hukuman disiplin sedang ini juga terdapat 3 (tiga) jenis hukuman,
yaitu :
a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun,
b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling
lama 1 (satu) tahun,
c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Hukuman Disiplin Berat
Adapun pada tingkat disiplin berat ini terdapat atau ada 4 (empat) jenis
hukuman yaitu :
a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling
lama 1 (satu) tahun,
b. Pembebasan dari jabatan,
c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
Pegawai Negeri Sipil,
d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
xxxiv
2. Pejabat yang Mempunyai Wewenang Menghukum
Sebagaimana telah disampaikan di atas, Pegawai Negeri diangkat oleh
Pejabat yang berwenang. Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang baik
mengangkat maupun memberhentikan yang bersifat hukuman, menurut ketentuan
dalam Pasal 7 ayat (1) huruf (a – e) Peraturan UU No.43 Tahun 1999 adalah sebagai
berikut :
a. Presiden,
b. Menteri dan Jaksa Agung,
c. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi atau Tinggi dan Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non Departemen.
d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I,
e. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri.
Kemudian yang disebut dengan Jabatan Negeri adalah jabatan dalam
bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
termasuk di dalamnya, kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara dan
kepentingan Pengadilan.13
3. Berlakunya Putusan Hukuman Disiplin
Menurut Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nomor
21/SE/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, pada angka Romawi
VIII disebutkan bahwa hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada seorang Pegawai
Negeri Sipil mulai berlaku sejak :
1. Terhitung mulai tanggal disampaikannya kepada Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan, bagi jenis hukuman disiplin ringan.
2. Terhitung mulai tanggal disampaikannya kepada Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan, bagi hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden, Menteri,
13Siti Soetami, Op. cit, hal. 39xxxv
Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara,
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I, kecuali :
a. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
b. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
3. Terhitung mulai tanggal keputusan hukuman disiplin ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang menghukum, bagi jenis hukuman disiplin pembebasan
dari jabatan.
4. Hari ke 15 (lima belas) terhitung mulai tanggal penyampaian surat
keputusan hukuman disiplin, kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
apabila tidak ada keberatan mengenai jenis hukuman disiplin :
a. Penundaan kenaikan gaji,
b. Penurunan gaji,
c. Penundaan kenaikan pangkat,
d. Penurunan panhkat,
e. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
f. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
5. Terhitung mulai tanggal keputusan atas keberatan hukuman disiplin itu
ditetapkan oleh atasan pejabat yang berwenang menghukum atau oleh Badan
Pertimbangan Kepegawaian, apabila ada keberatan atas hukuman disiplin yang
dijatuhkan mengenai jenis hukuman disiplin :
a. Penundaan kenaikan gaji,
b. Penurunan gaji,
xxxvi
c. Penundaan kenaikan pangkat,
d. Penurunan pangkat,
e. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
Pegawai Negeri Sipil,
f. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
6. Hari ketiga puluh terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk
menyampaikan keputusan hukuman disiplin tersebut, apabila Pegawai Negeri
Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu penyampaian
keputusan hukuman disiplin.
BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN
Berdasarkan Pasal 23 ayat (02) UU No.43 Tahun 1999, disebutkan bahwa
Badan Pertimbangan Kepegawaian yang dibentuk dengan Surat Keputusan Presiden
Nomor 67 Tahun 1980, tertanggal 11 Desember 1980 adalah suatu Badan yang
berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Kemudian dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian disebutkan bahwa untuk menjalin kelancaran pembinaan
Pegawai Negeri Sipil, dibentuk badan yang bertugas membantu Presiden dalam
mengatur dan menyelenggarakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil.
Selanjutnya di dalam penjelasan Pasal tersebut disebutkan juga bahwa, tugas
badan yang dibentuk adalah membantu Presiden dalam merencanakan, mengatur dan
menyelenggarakan administrasi kepegawaian, pendidikan dan latihan jabatan,
kesejahteraan menampung dan menyelesaikan masalah-masalah yang berkenaan
dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan kepegawaian.
Berkaitan dengan hal tersebut di dalam Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 143 Tahun 1998 tentang Badan Administrasi Kepegawaian Negara
xxxvii
pada Bagian Ketiga Pasal 6-11 disebutkan antara lain, Sekretarian Utama adalah
unsur utama pelaksanaan sebagian tugas dan fungsi BAKN di bidang administrasi
umum, berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala.
Kemudian Sekretariat Utama mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi
perencanaan dan pembinaan serta pelayanan administrasi untuk menunjang tugas
pokok dan fungsi seluruh satuan organisasi di lingkungan BAKN.
Dalam pelaksanaan tugas tersebut, Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi
yaitu :
a. Pembinaan aparatur dan pelayanan administrasi di lingkungan BAKN.
b. Koordinasi perencanaan program kerja BAKN.
c. Menyelenggarakan dan mengelola kepegawaian.
d. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala.
Dengan demikian bidang pembinaan adalah unsur pelaksana sebagian tugas
dan fungsi BAKN, yang bertugas menyelenggarakan perencanaan, pembinaan,
pengembangan sistem, pertimbangan huku, serta perumusan peraturan perundang-
undangan di bidang kepegawaian.
Adapun dalam peleksananya tugas bidang pembinaan menyelenggarakan
fungsi :
1. Menyiapkan rencana pembinaan dan pengembangan sistem kepegawaian.
2. Menyiapkan pemberian pertimbangan, pengelolaan, dan penyusunan jabatan
struktural dan fungsional.
3. Menyiapkan rancangan peraturan dan petunjuk teknis hukum dan perundang-
undangan di bidang kepegawaian.
4. Pemberian pertimbangan dan penetapan masalah kepegawaian, kedudukan
hukum serta kewajiban dan hak pegawai.
xxxviii
5. Menyiapkan perencanaan, koordinasi, penyelenggaraan dan pengembangan
pendidikan dan latihan di bidang kepegawaian dengan instansi pemerintah.
6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala.
Badan Administrasi Kepegawaian yang selanjutnya disingkat BAKN, adalah
Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) mempunyai tugas pokok
membantu Presiden dalam menyempurnakan, memelihara, membina, dan
mengembangkan administrasi negara di bidang kepegawaian untuk menjamin
kelancaran jalannya pemerintah yang bersih dan berwibawa dalam melaksanakan
pembangunan nasional.
Melihat hal-hal tersebut, maka Badan Administrasi Kepegawaian Negara
(BAKN) mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat berat, apalagi di zaman
seperti sekarang ini, bahwa Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk dapat memberikan
hal yang terbaik bagi masyarakat, maka badan tersebut harus dapat bermanfaat
sebesar-besarnya dalam upaya membentu Presiden untuk menyelenggarakan
pembinaan atau sebagai bagian pertimbangan Pegawai Negeri Sipil.
1. Tugas Pokok Badan Pertimbangan Kepegawaian
Adapun tugas pokok Badan Pertimbangan Kepegawaian sebagaimana
telah dituangkan di dalam angka 2 (dua) Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980
adalah sebagai berikut :
a. Memeriksa dan mengambil keputusan mengenai keberatan hukuman
disiplin :
(1) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
(2) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang
xxxix
berpangkat Pembina Golongan ruang IV / a ke bawah.
b. Memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai usul menjatuhkan
hukuman disiplin berupa :
(1) Pemberhentian dengan hormat tidak ata permintaan sendiri, dan tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina
Tingkat I golongan ruang IV / b ke atas.
(2) Pembebasan jabatan bagi pejabat eselon I yang diajukan oleh Menteri,
Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi
Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
xl
2. Susunan Organisasi Badan Pertimbangan Kepegawaian
Seperti lembaga atau organisasi lainnya, dan dalam rangka untuk
mempermudah serta memperlancar kerja para pegawai, maka Badan Pertimbangan
Kepegawaian ini mempunyai susunan organisasi kepegawaian.
Kemudian sesuai dengan ketentuan angka 3 (tiga) Surat Keputusan
Presiden Nomor 67 Tahun 1980, maka susunan organisasi Badan Pertimbangan
Kepegawaian adalah sebagai berikut :
a. Menteri Negara Penerbitan Aparatur Negara sebagai Ketua merangkap
Anggota.
b. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara sebagai Sekretaris
merangkap Anggota.
c. Sekretaris Kabinet sebagai anggota.
d. Direktur Jendral Hukum dan Perundang-undangan Departemen
Kehakiman sebagai anggota.
e. Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan pada Kejaksaan Agung Republik
Indonesia sebagai anggota.
f. Direktur Jendral Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (Dirjen
PUOD) pada Departemen Dalam Negeri sebagai anggota.
g. Ketua Pengurus Pusat KORPRI sebagai anggota.
xli
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu proses yang panjang, yang berawal pada minat
untuk mengetahui fenomena tertentu dan selanjutnya berkembang menjadi suatu
gagasan, teori, konseptual dan lain lain.pemilihan metode penelitian yang dianggap
relevan yang pada gilirannya melahirkan suatu gagasan dan teori baru, hal ini
merupakan proses yang tidak ada hentinya. 17)
Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian hukum adalah suatu kegiatan
ilmiah 14yang didasarkanpada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang
bertujuan mempelajari satu atau beberapa jenis gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisa. Selain itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta
hukum tersebut, untuk kemudian mencari suatu pemecahan atas permasalahan yang
mungkin timbul dalam gejala hukum tersebut. 18)
Kemudian di dalam metodelogi penelitian hukum di uraikan mengenai
penalaran – penalaran, dalil – dalil dan postulat – postulat serta preposisi yang
menjadi latar belakang dari setiap langkah dalam suatu proses yang lazim di tempuh
dalam kegiatan penelitian hukum kemudian dapat memberikan alternatif – alternatif
serta membandingkan unsur – unsur didalam suatu rangkaian penelitian hukum.
Jadi, dalam suatu penelitian agar tujuan yang diinginkan dapat berhasil dengan
baik, oleh karena itu diperlukan suatu metode. Sedangkan tujuan umum dari suatu
penelitian adalah untuk memecah suatu permasalahan, dengan demikian langkah
1417 Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survai, LP3S, Jakarta, 1983, hal.818 Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,
Jakarta, 1987 , hal.43
xlii
yang harus ditempuh relavan dengan permasalahan yang sudah dirumuskan, adapun
metode penelitian dalam penulisan ini adalah sebagai berikut
Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang
menekankan pada peraturan-peraturan hukum, kaidah-kaidah hukum, pendapat para
sarjana dan peraturan-peraturan yang terkait dengan penelitian.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analisis, pangamatan obyek
penelitian untuk memperoleh gambaran atau fakta-fakta yang dapat menjadi hasil
penelitian.
C. Sumber Data
Data merupakam hal yang penting dalam suatu penelitian, oleh karena itu
untuk memperoleh data diperlukan beberapa sumber , yaitu :
1. Data Primer
Diperoleh dari penelitian dan pengamatan langsung terhadap objek
penelitian di lapangan.
2. Data Sekunder
Diperoleh dari penelitian kepustakaan, misalnya dengan mempelajari
literatur – literartur serta dokumen dokumen resmi yang ada di lapangan yang
terkait dengan objek penelitian.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
mempergunakan beberapa cara antara lain :
1. Data Primer
xliii
Diperoleh dari penelitian langsung terhadap objek penelitian di lapangan
dengan cara :
- Wawancara , yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mewawancarai
secara langsung para responden
- Questioner, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan
daftar pertanyaan yang di bagikan kepada para pegawai Negeri Sipil atau
responden yang bersangkutan.
2. Data Sekunder
Diperoleh dari penelitian kepustakaan, misalnya dengan mempelajari literatur –
literatur serta dokumen dokumen resmi yang ada di lapangan yang terkait dengan
objek penelitian.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif yaitu suatu metode analisa data dengan menjelaskan dan menjabarkan
permasalahan yang diteliti kemudian menganalisa hasil penelitian yang ada di
lapangan untuk dapat dirumuskan dalam suatu kesimpulan.
F. Metode Penyajian Data.
Data yang telah terkumpul kemudian di olah serta di susun secara sistematis,
setelah itu akan disajikan atau di paparkan dalam bentuk skripsi. Pengolahan data
merupakan wujud konkrit dari pengumpulan data yang telah di peroleh dan
terkumpul tanpa di sajikan akan sia –sia dalam penelitian tersebut.
xliv
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
TINJAUAN TERHADAP BAGIAN KEPEGAWAIAN KEJAKSAAN NEGERI
SEMARANG
1. Tugas dan Fungsi Kejaksaan
Berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia No.
KEP-035/J.A/3/1992, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan
Republik Indonesia, di dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa, Kejaksaan adalah lembaga
pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara terutama di bidang penuntutan
dalam tata susunan kekuasaan badan-badan hukum dan keadilan.
Kemudian dalam Pasal 2 disebutkan bahwa, tugas pokok Kejaksaan adalah
melaksanakan kekuasaan negara di bidang dan tugas-tugas lain berdasarkan pada
peraturan perundang-undangan serta turut menyelenggarakan sebagian tugas umum
pemerintahan dan pembangunan di bidang hukum.
Adapun untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Kejaksaan mempunyai
fungsi :
a. Merumuskan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis, pemberian
bimbingan dan pembinaan serta pemberian perizinan berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan kebijaksanaan umum yang telah ditetapkan oleh
Presiden.
b. Menyelenggarakan dan melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana,
pembinaan manajemen, administrasi, organisasi dan ketatalaksanaan serta
pengelolaan atas milik negara yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Melakukan kegiatan pelaksanaan penegakkan hukum baik secara preventif
xlv
maupun represif yang berintikan keadilan di bidang pidana, melakukan dan
atau turut menyelenggarakan intelijen yustisial di bidang ketertiban dan
ketentraman umum, memberikan bantuan, pertimbangan, pelayanan, dan
penegakkan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara serta tindakan
hukum dan tugas lain, untuk menjamin kepastian hukum kewibawaan
pemerintah dan menyelamatkan kekayaan negara, berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan kebijaksanaan umum yang telah ditetapkan oleh
Presiden.
d. Menempatkan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit atau tempat
perawatan jiwa atau tempat lain yang layak berdasarkan penetapan hakim
karena tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan hal-hal yang dapat
membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri.
e. Memberikan pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah di pusat dan
daerah dan turut menyusun peraturan perundang-undangan serta meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat.
f. Menyelenggarakan koordinasi, bimbingan dan atau petunjuk teknis serta
pengawasan baik atas pelaksanaan tugas pokoknya berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan kebijaksanaan umum yang ditetapkan oleh Presiden
(Pasal 3).
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut di atas, Kejaksaan
dituntut mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan
kebenaran huku, mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan
serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam
masyarakat.
xlvi
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dalam
pembangunan, Jaksa Agung dapat menugaskan petugas Kejaksaan pada lembaga
negara, atau lembaga-lembaga lainnya yang ada di daerah. Kejaksaan di daerah
terdiri dari :
1. Kejaksaan Tinggi
Kejaksaan Tinggi adalah kejaksaan yang berkedudukan di Ibukota Propinsi dan
daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi yang bersangkutan, dipimpin oleh
Kepala Kejaksaan Tinggi yang bertanggung jawab langsung kepada Jaksa Agung.
2. KejaksaanNegeri
Kejaksaan Negeri adalah kejaksaan yang ada di daerah berkedudukan di
Ibukota Kabupaten atau Kotamadia atau di Kota Administratif, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah Kabupaten, Kotamadia atau Kota Administratif (Pasal
689, Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. 075 Tahun 1992).
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 689, Surat
Keputusan Jaksa Agung No. 035/J.A/3/1992 tersebut di atas, Kejaksaan Negeri
mempunyai fungsi :
1. Merumuskan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, berupa
pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian perijinan sesuai dengan
tugasnya.
2. Menyelenggarakan dan melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana
, pembinaan manajemen administrasi , organisasi, ketata laksanaan dan
pengelolaan atas milik negara yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan penegakan hukum baik
preventif dan represif yang berintikan keadilan di bidang pidana, melakukan
dan turut menyelenggarakan intelejen yustisial di bidang ketertiban dan
xlvii
ketentraman umum, memberikan bantuan, pertimbangan, pelayanan dan
penegakan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara serta tindakan
hukum dan tugas- tugas lain untuk menjamin kepastian hukum, kewibawaan
pemerintah dan menyelamatkan kekayaan negara berdasarkan peraturan
perundang – undangan dan kebijaksanaan jaksa agung.
4. Menempatkan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit atau
tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak berdasarkan penetapan
hakim karena tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan hal-hal yang dapat
membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri.
5. Memberikan pertimbangan hukum kepada instasi pemerintah di aderah
dan turut menyusun peraturan perundang – undangan serta meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat.
6. Menyelenggarakan koordinasi, bimbingan dan atau petunjuk teknis serta
pengawasan baik ke dalam maupun instasi terkait atas pelaksanaan tugas.
7. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi
dan melaksanakan tugas – tugas sesuai petunjukKepala Kejaksaan Negeri.
2. Susunan Organisasi Kejaksaan Negeri
Di dalam Pasal 691 dari Surat Keputusan Jaksa Agung No. 034 / J.A / 3 / 1992
di sebutkan bahwa pola organisasi dari Kejaksaan Negeri terdiri dari :
a. Kejaksaan Negeri tipe A
b. Kejaksaan Negeri tipe B
Hal tesebut di dasrkan pada kedudukan, beban tugas atau kekhususan suatu
daerah.
Adapun Kejaksaan Negeri tipe A tersebut terdiri dari :
xlviii
1. Kepala Kejaksaan Negeri
2. Sub Bagian Pembinaan
3. Seksi Intelejen
4. Seksi Tindak Pidana Umum
5. Seksi Tindak Pidana Khusus
6. Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara
7. Pemeriksa
Kemudian dari sub bagian, seksi dan pemeriksa masing –masing di pimpin
oleh seorang Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi dan Pemeriksa yang bertanggung
jawab langsung kepada Kepala Kejaksaan Negeri.
Berdasarkan susunan organisasi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri mempunyai
tugas :
1. Memimpin dan mengendalikan Kejaksaan Negeri dalam
melaksanakan tugas, wewenang dan fungsi kejaksaan di daerah hukumnya
serta membina aparatur Kejaksaan di lingkungan Kejaksaan Negeri yang
bersangkutan agar berdaya guna dan berhasil guna.
2. Melakukan dan atau mengendalikan kebijaksanaan pelaksanaan
penegakan hukum dan keadilan baik preventif dan represif yang menjadi
tanggung jawabnya di daerah hukum Kejaksaan Negeri yang bersangkutan
sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, pra penuntutan, eksekusi dan
tindakan hukum lain berdasarkan peraturan perundang – undangan yang
berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
4. Melakukan dan mengkoordinasikan penanganan perkara pidana
xlix
tertentu dengan instasi terkait meliputi penyelidikan, penyidikan dan
melaksanakan tugas – tugas yustisial lain berdasarkan peraturan perundang –
undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
5. Melakukan pencegahan dan pelarangan terhadap orang yang terlibat
dalam suatu perkara pidana untuk masuk di dalam atau di luar, meninggalkan
wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia, peredaran barang cetakan yang
dapat mengganggu ketertiban umum, penyalahgunaan dan atau penodaan
agama serta pengawasan lairan kepercayaan yang dapat membahayakan
ketertiban masyarakat dan negara berdasarkan peraturan perundang – undangan
yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
6. Melakukan tindakan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara,
mewakili pemerintah dan negara di dalam dan di luar pegadilan sebagai usaha
menelamatkan kekayaan negara baik di dalam maupun di luar negeri
berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
7. Membina dan melakukan kerjasama dengan instasi pemerintah dan
organisasi lain di daerah hukumnya untuk memecahkan permasalahan yang
timbul terutama yang menjadi tanggung jawabnya.
8. Memberikan perijinan sesuai dengan bidang tugasnya dan
melaksanakan tugas – tugas lain berdasarkan peraturan perundang – undangan
yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
9. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Kejaksaan
Tinggi serta melaksanakan tugas –tugas lain sesuai dengan petunjuk Kepala
Kejaksaan Tinggi.
l
Untuk melaksanakan pembinaan manajemen dan pengelolaan ketata usahaan
kepegawaian, bagian pembinaan mempunyai fungsi :
1. Melakukan organisasi, integrasi dan sinkronisasi serta membina
kerja sama seluruh satuan kerja di lingkungan Kejaksaan Negeri di bidang
administrasi.
2. Melakukan pembinaan organisasi dan tata laksana urusan
ketatausahaan dan mengelola keuangan, kepegawaian, perlengkapan, milik
negara yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Melakukan pembinaan dan peningkatan kemampuan, ketrampilan
dan integritas kepribadian aparat Kejaksaan di daerah hukumnya.
4. Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala Kejaksaan
Negeri serta melaksanakan tugas – tugas lain sesuai petunjuk Kepala
Kejaksaan Negeri.
Berkaitan dengan peningkatan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil, maka dalam
melaksanakan kegiatan suatu organisasi administrasi pemerintah pada umumnya,
atasan mempunyai beban berat untuk melakukan pengawasan terhadap bawahannya,
hal ini sebagaimana telah dirumuskan didalam pasal 411 Keputusan Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor 035 hal.46 Tahun 1997 tentang susunan Organisasi dan
Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa, Jaksa Agung
Muda Pengawasan mempunyai tugas dan wewenang mekukan pengawasan atas
pelaksanaan tugas rutin dan pembangunan semua unsur Kejaksaan agar berjalan
sesuai dengan peraturan perundang –undangan, rencana kerja, program kerja
Kejaksaan serta kebijaksanaan yang ditetapkan oleh jaksa Agung.
li
Untuk melaksanakan tugas dan wewenang, sebagai mana telah di maksud
didalam pasal 412 dari Surat Keputusan tersebut, maka Jaksa Agung Muda
pengawasan mempunyai fungsi :
a. Merumuskan kebijaksanaan teknis pengawasan di lingkungan Kejaksaan.
b. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pengamatan , penelitian,
pengujian, penilaian, pemberian bimbingan, penertiban atas pelaksanaan tugas
rutin dan pembangunan semua unsur Kejaksaan.
c. Melaksanakan pengusutan,pemeriksaan laporan,pengaduan, penyimpangan,
penyalah gunaan jabatan dan mengusulkan penindakan terhadap pegawai
Kejaksaan yang terbukti melakukan melakukan tindakan pidana.
Berdasarkan susunan organisasi di Lembaga Kejaksaan Negeri serta
berfungsinya sub bagian tersebut maka diharapkan dapat terwujud suatu
kedisiplinan.
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 Kaitannya Dengan
Kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan Negeri
Semarang
Pada bagian ini di bahas mengenai hasil penelitian tentang pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 di bagian Kepegawaian dan selanjutnya
untuk pelaksanaan khususnya dilingkungan Kejaksaan telah diatur dalam petunjuk
pelaksana No.001/6/1983 tentang ketentuan–ketentuan penyelenggaraan pengawasan
Kejaksaan Republik Indonesia.
Adapun kegiatan – kegiatan pengawasan adalah sebagai berikut :
1. Dilakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tugas semua unsur serta
setiap perilaku Pegawai Negeri Sipil.
lii
2. Mengadakan penelitian dengan cermat dan seksama terhadap pelaksanaan
tugas semua unsur kebijaksanaan serta setiap perilaku pegaewai Kejaksaan.
3. Dengan menguji dan menggunakan tolak ukur tertentu terhadap
pelaksanaan tugas semua unsur Kejaksaan serta sikap perilaku pegawai
Kejaksaan.
4. Mengadakan Evaluasi semua kegiatan pelaksanaan tugas
5. Mengadakan bimbingan yaitu dengan cara pengarahn, petunjuk dan
penjelasan mengenai pelaksanaan tugas.
6. Mengadakan penertiban yaitu kegiatan mengatur, menata dan
memperbaiki serta menyempurnakan pelaksanaan tugas semua unsur
Kejaksaan.
7. Pengusutan yaitu suatu kegiatan untuk menyelidiki perbuatan pegae\wai
Kejaksaan yang di duga melakukan kegiatan tercela.
8. Mengadakan pemeriksaan mengungkap kebenaran perbuatan yang di
duga menyimpang yang di tuang ke dalam Berita Acara Pemeriksaan ( BAP )
9. Mengadakan suatu tindakan penjatuhan hukuman disiplin dan atau
hukuman yang sesuai dengan perundang – undangan yang berlaku.
10. Mengadakan kegiatan pengamatan dan pengecekan kembali pelaksanaan
tindak lanjut pengawasan oleh semua unsur kejaksaan.
Kemudian berdasarkan hasil penelitian, bahwa pelaksanaan kedisiplinan
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang, di lakukan dengan
cara atau sesuai dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku yaitu dengan
cara :
a. Melakukan pengawasan melekat sebagai upaya pengawasan preventif, untuk
mencegah hal – hal yang melanggar disiplin, yaitu dengan cara pengawasan
liii
secara langsung dari pimpinan yang berada di atasnya.
b. Pengawasan fungsional yaitu suatu pengawasan yang dilakukan oleh aparat
pengawas secara fungsional baik intern maupun ekstern, yang dilaksanakan
terhadap pelaksanaan tugas kepegawaian.
c. Pengawasan yang di lakukan dengan cara melakukan inspeksi umum yaitu
melaksanakan pemeriksaan semua bidang kerja yang telah di susun dalam
tahun kerja.
d. Inspeksi pimpinan yaitu inspeksi yang dilakukan oleh Jaksa Agung Muda,
pengawasan terhdap tugas dari pimpinan kejaksaan.
e. Melakukan inspeksi khusus yaitu melakukan pemeriksaan andai terjadi
penyimpangan atau perbuatan – perbuatan tercela dari pegawai kejaksaan.
Pada prinsipnya Pengawasan Atasan Langsung yang di laksanakan dengan
menjalankan pengawasan melekat merupakan fungsi manajemen seorang pimpinan
yang harus dilakukan di samping perencanaan dan pelaksanaan.
Pengawasan melekat di maksudkan agar tujuan dan sasaran kegiatan
administrasi pemerintahan dapat tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna serta
dilaksanakan sesuai denagn bidang tugas masing – masing.
Dalam melakukan Pengawasan Melekat, Kejaksaan Negeri Semarang telah
melakukan sesuai denagn aturan yang berlaku yaitu berdasarkan Instruksi Presiden
No.15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, sedangkan petunjuk
pelaksanaannya telah dikeluarkan Instruksi Presiden No.1 Tahun 1989.
Adapun sasaran pengawasan melekat berdasarkan pada Instruksi presiden
tersebut adalah :
1. Meningkatkan kedisiplinan pegawai serta prestasi kerja serta
pencapaian pelaksanaan tugas.
liv
2. Menekan sekecil mungkin penyalah gunaan wewenang.
3. Mengurangi kebocoran serta pemborosan keuangan negara
dan segala bentuk penyimpangan lainnya.
4. Mempercepat penyelesaian permasalahan dan meningkatkan
pelayanan masyarakat.
5. Mempercepat pengurusan kepegawaian sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Selain daripada itu, pemeriksaan adalah salah satu cara atau bentuk
pengawasan dengan jalan mengamati, mencatat, menyelidiki, dan menelaah secara
cermat serta mengkaji segala informasi yang berkaitan dengan kedisiplinan pegawai
negeri.
Sedangkan yang di maksud dengan pemeriksaan yang meliputi 3 ( tiga ) jenis
kegiatan pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan finansiil
Adalah pemeriksaan yang ditujukan pada masalah keuangan , yaitu antara lain
untuk memperoleh kepastian bahwa semua bentuk transaksi keuangan sudah
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga didapat suatu
laporan yang wajar.
2. Pemeriksaan Operasional
Adalah pemeriksaan yang ditujukan kepada evaluasi terhadap semua bentuk
program, dari pemeriksaan ini diharapkan adanya masukan demi tercapainya
sasaran dari program tersebut.
3. Pemeriksaan Program
lv
Yaitu pemeriksaan yang ditujukan untuk menilai suatu program secara
keseluruhan, dalam hal ini dilihat dari segi efektivitasnya aturan yang sudah
ada.
Untuk lebih meningkatkan kedisiplinan pegawai di lingkunagn Kejaksaan
Negeri, absensi juga merupakan hal yang penting, oleh karena itu dalam pelaksanaan
absensi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang di adakan
dua kali yaitu pagi hari yang diadakan jam 07.00 WIB dan pada waktu siang hari
yang dilakukan pada jam 14.00 WIB.
Dengan diadakan absensi satu hari 2 ( dua ) kali ini diharapkan para pegawai
dapat melaksanakan tugas dengan baik dan selalu siap ditempat, dengan itu pula
kedisiplinan pegawai akan terwujud.
lvi
C. Hambatan – hambatan yang Ada Dalam Melaksanakan Kedisiplinan Pegawai
Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bagian Kepegawaian Kejaksaan
Negeri Semarang, maka hambatan – hambatan yang ada dalam melaksanakan
kedisiplinan pegawai adalah hal – hal yang bersifat teknis diantaranya adalah :
1. Kurangnya sarana dan prasarana. Dengan suatu peralatan yang kurang
memadaiakan dapat menghambat lancarnya kegiatan atau pegawai dalam
melakukan pekerjaannya.
2. Masih rendahnya kesadaran pegawai untuk berbuat dan bersikap disiplin
dalam pelaksanaan tugas misalnya ketelambatan masuk kerja.
3. Kurangnya perangkat peraturan kedisiplinan, misalnya kurang tegasnya
pimpinan dalam menjatuhkan sanksi pada setiap pelanggaran kedisiplinan.
4. Kurangnya sistem pengawasan, perangkat pengawasan dan upaya tindak
lanjut yang kurang akan dapat membuka peluang pegawai untuk melakukan
berbagai pelanggaran.
5. Setiap pelanggaran disiplin pegawai selalu berkilah untuk dibina secara
administratif.
Hal – hal tersebut di atas merupakan hambatan yang ada dalam melaksanakan
kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil yang ada di lingkungan Kejaksaan Negeri
Semarang. Dengan memahami arti pentingnya kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil
dalam pembangunan, terutama pada lingkungan Kejaksaan, kiranya menjadi
kewajiban Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan kedisiplinan yaitu
melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, dengan
demikian kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil akan dapat tercapai.
lvii
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai “ Tinjauan Pelaksanaan UU No.43
Tahun 1999 tentang Kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan
Tinggi Semarang” , maka dapat penulis simpulkan bahwa yang merupakan hasil
akhir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, di
perlukan adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi
Negara dan Abdi Masyarakat yang penuh rasa tanggung jawab dalam
melaksanakan tugas pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan Undang –
Undang Dasar 1945. Untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih dan
bebas dari unsur KKN ( Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ), kedisiplinan
Pegawai Negeri Sipil merupakan hal yang penting dan perlu mendapatkan
perhatian yang cukup dalam pelaksanaannya.
2. Hambatan – hambatan yang ada dalam pelaksanaan kedisiplinan Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Semarang antara lain adalah
kurangnya fasilitas serta sarana dan prasarana dalam pelaksanaan tugas,
kurangnya sistem pengawasan dalam bekerja, sehingga dapat membuka
peluang adanya penyimpangan atau pelanggaran disiplin kerja. Selain itu juga
belum adanya perangkat hukum yang jelas dan tegas dalam pelanggaran
kedisiplinan pegawai.
Untuk meningkatkan pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil
dilingkungan Kejaksaan Negeri Semarang telah dilakukan beberapa
lviii
pendekatan antara lain : pembinaan pegawai pada segi operasional,
pengawasan secara langsung maupun secara fungsional dan hal ini
dimaksudkan untuk mencegah timbulnya berbagai penyimpangan yang
dilakukan oleh para pegawai.
Adapun cara – cara tindak lanjut suatu pengawasan dilakukan dengan
cara bimbingan atau pembinaan secara struktur organisatoris. Dengan
demikian, adanya pengawasan diharapkan dapat mengurangi penyimpangan
ataupun keteledoran dalam bekerja yang mungkin terkesan kaku dalam
pelayanan masyarakat, banyak birokrasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu
diperlukan sifat dan sikap disiplin dalam jiwa pegawai.
Saran –Saran
1. Pembangunan aparatur pemerintahan diarahkan untuk menciptakan aparatur
yang lebih efisien, bersih dan berwibawa serta mampu melaksanakan seluruh
tugas umum dan pembangunan dengan sebaik – baiknya. Dalam hubungan ini
kemampuan aparatur pemerintah serta sikap disiplin perlu ditingkatkan.
2. Hendaknya ada pembinaan Pegawai Negeri Sipil dalam upaya peningkatan
kedisiplinan sebab dengan melakukan pembinaan di harapkan dapat
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku pegawai.
3. Hendaknya ada sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggar disiplin Pegawai
Negeri Sipil.
lix
DAFTAR PUSTAKA
Alex S. Niti Semito, Managemen Sumber Daya Manusia, Sasmito
Bross, Jakarta 1980.
Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bina Aksara,
Jakarta , 1974.
S. Moenir, Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan
Kepegawaian, Gunung Agung, Jakarta , 1983.
I.S. Livine, Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja, Terjemahan oleh
Imam Soedjono, Cemerlang, Jakarta, 1980.
I.G. Wursanto, Managemen Kepegawaian, Kanisius, Yogyakarta, 1989.
Murlita Wirsata, Dasar – Dasar Produksi, Karunika, Jakarta, 1988.
Musanef, Sistem Pemerintahan di Indonesia, Haji Mas Agung, Jakarta,
1989.
Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survai, LP3S, Jakarta, 1983.
Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas
Indonesia Press, Jakarta, 1983.
Soeryono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Press,
Jakarta, 1990.
Siti Soetami, Hukum Administrasi Negara II, Fak. Hukum UNDIP,
Semarang, 1990.
The Liang Gie, Cara Bekerja Efisien, Karya Kencana, Yogyakarta,
1979.
lx
top related