%,'$1*$56,3'$1086(80berkas.dpr.go.id/armus/file/lampiran/leg_1-20200807... · 2020. 8....
Post on 21-Mar-2021
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DEWANPERWAKILANDAERAH REPUBLIK INDONESIA
PANDANGAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
TE RH AD AP
RANCANGAN UNDANG-UNDANGTENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1TAHUN2015
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG
UNDANG NOMOR 1TAHUN2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI,
DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG SEBAGAIMANA YANG TELAH
DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN
WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
I. Pengantar
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
Dan Walikota Menjadi Undang-Undang Sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota
Menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU Pilkada) yang menjadi landasan
hukum pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak di Indonesia
masih menimbulkan pelbagai persoalan, yang secara substansial mempengaruhi
pelaksanaan Pilkada Serentak yang digelar pada bulan Desember tahun lalu (2015),
baik dalam tahap persiapan maupun penyelenggaraan.
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Fakta-fakta lapangan pada saat pelaksanaan Pilkada Serentak 2015 gagal
diantisipasi dalam pengaturan norma UU Pilkada sebut saja misalnya munculnya
Galon Tunggal. Oleh karena itu, perubahan UU Pilkada menjadi suatu keniscayaan
untuk mewujudkan pemilihan Kepala Daerah yang memenuhi kaidah demokrasi dan
asas-asas keadil_an sebagaimana diamanahkan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia.
Arah perbaikan UU Pilkada hendaknya mampu menjawab beberapa
pertanyaan kunci yaitu:
1. Apakah makna Pemilu (pilkada) yang bebas, demokratis, dan langsung jika
pemerintahan yang dihasilkan tidak memberikan insentif dan kontribusi
· signifikan bagi peningkatan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat?
2. Mengapa pemilu (Pilkada) yang bebas dan demokratis tidak berbanding lurus
dengan lahirnya pemimpin yang bersih dan bertanggung jawab yang mampu
menciptakan tata-kelola pemerintahan yang baik?
Dalam pemikiran kami sistem pilkada pada hakikatnya adalah mekanisme
atau metode tertentu yang digunakan untuk mengubah suara menjadi dukungan
konkrit terhadap kepala daerah. Karena itu setiap sistem Pilkada, baik sistem
langsung maupun sistem pemilihan melalui DPRD, memiliki kekurangan dan
kelebihan yang melekat pada dirinya masing-masing.
Sistem Pilkada mencakup prosedur dan mekanisme . pehyelenggaraannya,
serta tata-kelola pilkada dalam rangka menghasilkan pemerintahan yang efektif,
demokrasi yang lebih substantif dan terkonsolidasi, yang stabil dan mendukung
kinerja pemerintahan hasil Pilkada. Pilihan atas format Pemilu (Pilkada) semestinya
merupakan satu kesatuan rangkaian paket pilihan bersama2.sama dengan sistem
pemerintahan, sistem perwakilan, sistem kepartaian dan . representasi daerah.
Artinya, harus ada koherensi dan konsistensi antara pilihan atas sistem
pemerintahan, sistem perwakilan, sistem pilkada, .. sistem kepartaian dan
representasi daerah.
Karena itu, pilihan atas format dan sistem Pemilu (Pilkada) semestinya
bertolak dari kesepakatan tentang tujuan Pemilu (Pilkada) itu sendiri, apakah lebih
pada tujuan pertama yakni representativeness atau keterwakilan politik semua
unsur, kelompok, dan golongan dalam masyarakat, atau lebih pada tujuan kedua
yaitu menghasilkan pemerintah yang bisa memerintah (governable) atau yang
popular disebut sebagai pemerintahan yang efektif.
1
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Bila kita mencoba mengkritisi desain pengaturan kepemiluan selama ini
setidaknya ada 2 (dua) persoalan mendasar:
1. Secara umum skema atau format pemilu (pileg, pilpres, dan pilkada) tidak
menjanjikan melembaganya demokrasi substansial yang terkonsolidasi, juga
tidak melembagakan pemerintahan yang efektif dan sinergis (nasional-regional
lokal) serta pemerintah yang bersih dari korupsi dan perangkap penyalahgunaan
kekuasaan. Maka, tidak mengherankan jika politik transaksional dalam
pengertian negatif masih kental mewarnai relasi kekuasaan di antara berbagai
aktor dan institusi demokrasi hasil pemilu.
2. Format Pilkada tidak menjanjikan kepala daerah yang kapabel sekaligus
akuntabel. Orientasi dan arah kompetisi masih berputar di sekitar upaya meraih
popularitas dan elektabilitas. Hampir tidak ada kesempatan bagi publik memilih
kandidat berdasarkan kapabilitas para calon. Hal ini djsebabkan penetapan
calon dan mekanisme calon secara oligarkis oleh ketua umum ataupun pimpinan
parpol.
Oleh karena itu, tantangan ke depan adalah UU Pilkada dapat-mengakomodir
model alternatif skema atau format Pilkada yang tepat bagi demokrasi lokal (terkait
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah) yang menjanjikan terbentuknya
pemerintahan daerah yang tidak hanya stabil, tetapi juga sinergis dan efektif
II. Peran DPD RI
Pilkada pada dasarnya merupakan hajat demokrasi yang memiliki lokus di
daerah. Oleh karena itu, menjadi dasar alasan yang kuat bagi OPO RI untuk ikut
dalam membahas UU Pilkada secara tripartit bersama OPR RI dan Pemerintah. Hal
ini didasarkan pada ketentuan Pasal 220 ayat (1) dan (2) UUO 1945. Pasal 220
ayat (1) menyatakan: "Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya a/am dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah."
Selanjutnya, Pasal 220 ayat (2) menyebutkan "Dewan Perwakilan Daerah
ikut membahas Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemeka~n, dan penggabungan
2
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
daerah; pengelolaan sumber daya a/am dan sumber daya ekonomi /ainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan dan agama."
Penegasan legal standing DPD RI ini diperkuat dengan ketentuan Pasal 249
ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD,dan
DPRD yaitu: "DPD mempunyai wewenang dan tugas: a) mengajukan rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, penge/o/aan
sumber daya a/am dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR; b) ikut membahas
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan ha/ sebagaimana dimaksud
da/am huruf a; c) menyusun dan menyampaikan daftar inventaris masalah
rancangan undang-undang yang berasal dari DPR atau Presiden yang berkaitan
dengan ha/ sebagaimana dimaksud dalam huruf a; ... :"
Ill. Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2015
Pilkada Serentak 2015 telah dilaksanakan di 264 Daerah (8 Provinsi, 222
Kabupaten, 34 Kota) dari yang seharusnya 269 Daerah, karena dilakukan
penundaan di 5 Daerah yaitu: Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Fakfak,
Kabupateng Simalungun, Kota Pemantang Siantar, dan Kota Manado. Beberapa
daerah yang mengalami penundaan Pilkada Serentak tersebut pada akhirnya
dilaksanakan Pilkada pada:
a. 18 Januari 2016 untuk Pilkada Kabupaten Fakfak;
b. 27 Januari 2016 untuk Provinsi Kalimantan Tengah;
c. 10 Februari 2016 untuk Kabupaten Simalungun;
d. 17 Februari 2016 untuk Kota Manado;
e. Belum dijadwalkan untuk Pilkada Kota Pematang Siantar
Kami patut memberikan apresiasi kepada Penyelenggara Pemilu, dalam
hal ini KPU dan Bawaslu yang telah mengawal proses pelaksanaan Pilkada
Serentak 2015 yang secara um um berjalan relatif aman dan lancar. Namun
demikian, patut kiranya kami memberikan catatan temuan hasil pengawasan yang
3
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
dilakukan DPD RI pada saat penyelenggaraan Pilkada Serentak 2015. Patut
diketahui bahwa sebagai wujud komitmen DPD RI dalam mengawal Pilkada
Serentak, maka seluruh anggota DPD RI melakukan pemantauan langsung di 269
Daerah yang terbagi atas 9 Gubernur, 224 Bupati, dan 36 Walikota.
Beberapa hal yang menjadi temuan menonjol DPD RI dalam Pilkada
Serentak 2015 adalah sebagai berikut:
1. Munculnya calon tunggal, luput diatur dalam norma UU Pilkada. Terdapat 3
(tiga) daerah yang memiliki satu pasangan calon dalam Pilkada Serentak 2015
yakni Kabupaten Tasikmalaya; Kabupaten Blitar; dan Kabupaten Timur Tengah
Utara), sehingga bentuk pemilihannya 'setuju' dan 'tidak setujul'
2. Terkait Anggaran Pilkada, banyak daerah yang terlambat dalam menyediakan
dana untuk kebutuhan pilkada. Selain itu, Dana Pilkada tidak dialokasikan di
APBD, terutama daerah otonom baru;
3. Keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam politik · praktis pada tahapan
Pilkada Serentak 2015 di beberapa daerah ( - terdapat 29 laporan dugaan
pelanggaran netralltas ASN diantaranya Simalungun, Sumut; Bantu!, DIY;
Sumbawa Barat, NTB; Muna, Sultra, dll - );
4. Partisipasi tidak memenuhi target. Tingkat partisipasi secara nasional dalam
Pilkada Serentak 2015 di 264 Daerah rata-rata 60% dari target yang ditetapkan
KPU sebesar 67% dengan tingkat partisipasi terendah pada Pilkada Kota Medan
(24%); ...
5. Dualisme kepengurusan Parpol. Dualisme kepengurusan partai politik di 18
daerah (salah satunya di Sumba Timur);
6. Status petahana yang kembali maju dalam Pilkada 2015 (terjadi di 6 daerah,
di antaranya Tanjung Jabung Timur dan Ogan llir);
7. Data pemilih selalu menjadi isu yang krusial dalam penyelenggaraan pemilihan,
termasuk pilkada. Tingkat akurasi Daftar Pemilih pada daerah tertentu terdapat
selisih yang cukup besar antara DP4, DPS dan DPT;
8. Dibukanya ruang bagi keluarga petahana untuk mencalonkan diri
menyumburkan politik dinasti di daerah; 9. Ketidakefektifan kinerja lembaga pengawas Pilkada dalam hal melakukan
pengawasan karena ketiadaan kewenangan Bawaslu dalam memutuskan
sengketa Pilkada.
10. Gugatan Proses Pilkada dan Gugatan Sengketa Hasil kepada Mahkamah
Konstitusi. Terdapat 147 gugatan dengan rincian 6 (enam) gugatan Pilkada
4
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Gubernur, 11 (sebelas) gugatan Pilkada Walikota, dan 130 (seratus tiga puluh)
gugatan Pilkada Bupati. Gugatan tersebut berasal dari 132 daerah (6 Provinsi, 8
Kota dan 118 Kabupaten). Dari 147 gugatan tersebut kepada MK yang diterima
untuk di sidangkan 'Gugatan Hasil Pilkada' sebanyak 8 (delapan) Kabupaten
yaitu: Solak Selatan, Kuantan Sengigi, Bangka Barat, Muna, Kepulauan Sula,
Halmahera Selatan dan Teluk Bintuni.
11. Konflik dan kekerasan dalam pilkada cenderung meningkat. Kasus kericuhan,
pengrusakan, kekerasan, serta intimidasi penyelenggara Pilkada di daerah:
a. Pengrusakan kantor KPU Nabire, Manggarai Barat;
b. Pembacokan calon KDH di Lamongan, Jatim;
c. lntimidasi kepada anggota KPU Mataram;
d. Penganiayaan/pemukulan terhadap Ketua KPU Toli-Toli, Sulteng pada saat
penetapan Calon KDH/Wa.KDH;
e. Kericuhan massa di depan kantor KPU Ogan llir, Sumsel;
f. Pembakaran kantor camat di Kabupaten Manggarai Barat;
g. Pendudukan Kantor KPU dan Panwaslu oleh messa pendukung Pasion di
Kabupaten Gowa;
h. Unjuk rasa pad a Rapat Pleno KPU hasil Pilkada Provinsi Kalimantan Utara;
Selain masalah tersebut di atas terdapat juga sejumlah masalah teknis
dalam pelaksanaan Pilkada antara lain:
1. Temuan dokumen palsu di 8 daerah, di antaranya Simalungun;
2. Persyaratan dukungan partai politik di 16 daerah (di antaranya di Belitung
Timur dan Sorong Selatan)
3. Waktu pendaftaran (terjadi di satu daerah, yaitu Supiori);
4. Pemenuhan dokumen dari instansi lain, seperti di Jambi dan Kotawaringin
Timur;
5. Persyaratan mantan narapidana yang maju dalam Pilk.ada ada 5 daerah, di
antaranya Bengkulu Selatan dan Sidoarjo;
6. DLikungan terhadap calon perseorangan di 25 daerah;
7. Syarat kesehatan di 3 daerah, di antaranya Musi Rawas dan Musi Rawas
Utara;
8. Perubahan dokumen pencalonan di 3 daerah;
9. Calon kepala daerah yang bermasalah dengan status tersangkanya di satu
daerah, yakni Bengkalis;
5
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
10. Pergantian ca Ion diluar ketentuan, di Simalungun dan Sigi
11. Pengadaan dan pendistribusian logistik yang disebabkan faktor cuaca, letak
geografis, sarana transportasi dan ketersediaan penyedia kebutuhan logistik
pemilu;
12. Politik uang (money politic). Adanya politik uang yang melibatkan pasangan
calon, tim sukses, dan penyelenggara Pilkada di kecamatan dan Desa;
13. Alat Peraga Kampanye yang masih terpasang pada hari pemungutan suara
masih ditemukan di beberapa daerah;
14. Pemungutan Suara Ulang di sejumlah TPS, karena kesalahan pengecekan
keabsahan pemilih;
15.Adanya pemilih yang tidak mendapat undangan pemilihan (seperti di
Kabupaten Manggarai Barat).
Bagi DPD RI berbagai catatan temuan lapangan tersebut di atas, menjadi
dasar argumentatif dan penguatan serta urgensi untuk melakukan perubahan
terhadap UU No. 8 Tahun 2015.
IV. Rekomendasi
Atas dasar fakta lapangan dan analisa substansi UU No. 8 Tahun 2015
maka DPD RI memberikan rekomendasi yang hendaknya menjadi pertimbangan dan
perhatian serius DPR RI dan Pemerintah, yaitu:
1. Calon tunggal. Munculnya calon-calon tunggal dalam Pilkada Serentak 2015
merupakan cermin gagalnya kaderisasi dalam Partai Politik. Meskipun MK telah
menetapkan Putusan No. 12/PUU-Xl/2013 jo No. 45/PUU-Vlll/2010 yang
mengakomodir adanya Calon Tunggal, namun DPD RI sependapat dengan
pemerintah untuk memasukkan norma yang mengatur ketentuan sanksi bagi
Parpol yang memiliki kursi di DPRD dan tidak mengusung calon Kepala Daerah;
2. Anggaran Pilkada. Terkait dengan anggaran penyelenggaraan Pilkada
Serentak yang merupakan hajat politik pemerintah pusat maka hendaknya
dikembalikan pada pendanaan dari APBN. Pengalaman Pilkada Serentak 2015
memberikan pelajaran berharga bahwa penganggaran Pilkada melalui APBD
rawan dipolitisasi oleh Petahana, selain berbagai persoalan teknis dalam bentuk
keterlambatan dan tidak dialokasikannya dana Pilkada di daerah-daerah
6
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Otonom Baru. Oleh karena itu, DPD RI mengusulkan perlu diadakan perubahan
pengaturan Pasal 166 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2015 yang berbunyi:
(1) Pendanaan kegiatan Pemilihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan Be/anja Daerah dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diubah menjadi
1) Pendanaan kegiatan Pemilihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3. Politik Uang (Money Politic). Ketentuan larangan pemberian uang atau materi
lainnya untuk mempengaruhi pemilih sebenarnya telah diatur dalam Pasal 73
UU No. 8 Tahun 2015. Namun demikian ketentuan larangan money politic belum
memberikan ketegasan sanksi dan sulitnya mekanisme pembuktian karena
harus melalui putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
4. Bawaslu. DPD RI mendorong penguatan kelembagaan dan kewenangan
Bawaslu sebagai lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan dan
penegakan hukum pemilu. Bawaslu seharusnya ditempatkan sebagai lembaga
yang memiliki kewenangan dalam mencegah terjadinya pelanggaran hukum
pemilu, menangani kasus-kasus pelanggaran pemilu, dan menyelesaikan
sengketa dalam penyelenggaraan pemilu;
5. Jangka Waktu Kampanye. Jangka waktu kampanye DPD RI memandang perlu
untuk meninjau dan mengkaji kembali pengaturan jangka waktu kampanye
dimana dalam Peraturan KPU nomor 2 tahun 2015 tentang tahapan, program
dan jadwal penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan
wakil bupati, walikota dan wakil walikota selama 101 hari terlalu lama dan tidak
memberikan dampak signifikan bagi peningkatan partisipasi politik;
6. Data Pemilih. DPD RI menegaskan untuk perlunya pengaturan mengenai dasar
Penentuan Daftar Pemilih Tetap (DPT), yang sebaiknya menggunakan Daftar
Pemilih Sementara (DPS) Pemilu/Pilkada sebelumnya sebagai dasar awal
penentuan DPT, dan penguatan validitas data Kependudukan di Kementerian
Dalam Negeri;
7. Legalitas Kependudukan/domisili calon. Legalitas kependudukan/domisili
calon Kepala Daerah sangat panting karena terkait dengan pemahaman dan
penguasaan wilayah. Oleh karena itu, DPD RI mendorong pengaturan norma
mengenai Domisili sebagai persyaratan Pasangan Calon Kepala Daerah dan
7
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Wakil Kepala Daerah yang maju dalam Pilkada Serentak yang diatur dalam Pasal
7 UU No. 8 Tahun 2015 yaitu:
Usu/an penambahan norma Pasal 7 "Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Ca/on Gubernur dan dan Ca/on Wakil Gubernur dan Ca/on Bupati dan Galon Wakil Bupati, serta Ca/on Walikota dan Ca/on Wakil Wa/ikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: v. terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Provinsi setempat bagi
Ca/on Gubernur dan dan Ca/on Wakil Gubemur, di Kabupaten setempat bagi Ca/on Bupati dan Ca/on Wakil Bupati, di Kofa setempat bagi Ca/on Walikota dan Ca/on Wakil Walikota paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran;
Ketentuan ini juga selaras dengan ketentuan syarat pencalonan kepala desa
dalam UU No. 6 Tahun 2015 tentang Desa, bahwa calon kepala desa harus
terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal paling kurang 1 (satu) tahun
sebelum pendaftaran.
8. Calon perseorangan. Pada hakikatnya Pilkada Serentak harus membuka ruang
partisipasi seluas-luasnya bagi warga negara baik sebagai pemilih maupun
untuk maju sebagai calon Kepala Daerah. Oleh karena itu, DPD RI sejalan dan
mendukung Putusan MK No. 68/PUU-Xlll/2015 yang· meringankan syarat
pencalonan perseorangan;
9. Hubungan kekerabatan dan dinasti politik. Mahkamah Konstitusi (MK)
menghapus pasal pembatasan larangan politik dinasti dalam Pasal 7 huruf r
Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 yang mengatur tentang pemilihan
kepala daerah (pilkada) melalui Putusan MK. No. 33/PUU-Xlll/2015. Dengan
maraknya calon Kepala Daerah yang memiliki hubungan kekerabatan dalam
Pilkada Serentak 2015 tidak menafikan bahwa politik dinasti masih kuat dan
memerlukan pengaturan yang memberikan keadilan dan kesempatan yang
seimbang bagi seluruh warga negara. Oleh karena itu, DPD RI tidak sejalan
dengan Putusan MK tersebut;
10. Penyelesaian sengketa hasil Pilkada. Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015
mengatur mengenai persyaratan pengajuan permohonan pembatalan penetapan
hasil penghitungan suara paling kecil 0.5% hingga 2%, maka DPD RI
mengusulkan untuk membesar syarat tersebut dengan formulasi perubahan
pasal 158 sebagai berikut:
Peserta pemilihan Gubernur dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara dengan ketentuan: a. Provinsi dengan jumlah pemilih sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa,
8
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
pengajuan perse/isihan pero/ehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 10% (sepu/uh persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi;
b. Provinsi dengan jumlah pemilih /ebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta), pengajuan perselisihan pero/ehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 7.5% (tujuh koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara o/eh KPU Provinsi;
c. Provinsi dengan jumlah pemiih /ebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua be/as juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 5% (lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara o/eh KPU Provinsi; dan
d. Provinsi dengan jumlah pemilih lebih dari 12.000.000 (dua be/as juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 3,5% (tiga koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
(2) Peserta Pemilihan Bupati dan Walikota dapat mengajukan perrnohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara dengan ketentuan: a. Kabupaten!Kota dengan jumlah pemilih sampai dengan 250.000 (dua
ratus lima puluh ribu) jiwa, pengajuan perse/isihan pero/ehan suara di/akukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 10% (sepuluh persen) dari penetapan hasi/ penghitungan
b. Kabupaten/Kota dengan jumlah pemilih sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan apabila terdapat perbedaan paling banyak sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota;
c. Kabupaten/Kota dengan jumlah pemilih sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 5% (lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota; dan
d. Kabupaten/Kota dengan jumlah pemilih lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 3,5% (tiga koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota.
11. e-Voting. Seiring dengan kemajuan teknologi serta menimbang efisiensi,
efektivitas penyelenggaraan Pemilu/Pilkada dengan memperhatikan
kemampuan daerah, maka perlu didorong mekanisme pemilihan Kepala Daerah
melalui e-voting bagi daerah-daerah yang memiliki kemampuan dan kesiapan.
9
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
12. Terhadap Putusan MK No. No. 12/PUU-Xl/2013 jo No. 45/PUU-Vlll/2010
tentang ketentuan pengunduran diri bagi Aparatur Negara: TNI; Polri; Pejabat
BUMN; dan pegawai ASN. Dan Pejabat Publik: DPR; DPD; DPRD Provinsi; dan
DPRD Kabupaten/Kota yang mencalonkan diri menjadi Kepala Daerah atau
Wakil Kepala Daerah, DPD RI berpendapat bahwa:
a. Jika yang mencalonkan diri sebagai calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala
Daerah dari TNI, Polri, Pejabat BUMN, dan Pegawai ASN, maka yang
bersangkutan harus cuti di luar tanggungan negara terhitung sejak
pencalonan. Jika yang bersangkutan terpilih menjadi Kepala Daerah atau
Wakil Kepala Daerah maka diwajibkan untuk mengundurkan diri sebagai
anggota TNI, Polri, Pejabat BUMN, dan pegawai ASN. Namun jika yang
bersangkutan tidak terpilih menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala
Daerah maka yang bersangkutan dapat kembali ke instansi asal.
b. Tidak perlu mencantumkan norma pencalonan yang diikuti oleh anggota
DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Perubahan
Kedua Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala
Daerah.
c. Anggota TNI, Polri, Pejabat BUMN, dan pegawai ASN merupakan aparatur
negara yang dituntut untuk bekerja secara profesional dalam memberikan
pelayanai:t kepada masyarakat. Sedangkan DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota merupakan Pejabat Publik yang memang
menjalankan fungsi-fungsi selaku kepala pemerintahan yang membuat
kebijakan publik.
Demikian Pandangan DPD RI terhadap Perubahan Kedua Undang
Undang Nomor 8 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan
Walikota Menjadi Undang Undang kami sampaikan: DPD RI berharap
pelaksanaan Pilkada Serentak ke depan dapat dilaksanakan secara lebih
demokratis dan dapat menghadirkan Kepala Daerah yang berintegritasm
ber'kualitas disamping memenuhi unsur akseptabilitas.
Jakarta, 15 April 2016
10
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
FRAKSIPARTAIGERINDRA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Sekretariat: MPR/DPR- RI Nusantara I Lantai 2108- 2109, JI. Jend.Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270 Telp. (021) 5755624, 5755627, 5755628 Fax. (021) 5755623
PANDANGAN FRAKSI PARTAI GERINDRA DPR RI TERHADAP
KETERANGAN PEMERINTAH
ATAS
6 GERINDRA QERAKAN INbONE81A RAV ...
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015
TENT ANG PENETAPAN PERA TURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG
UNDANG NOMOR 1TAHUN2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR,
BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh Salam sejahtera bagi kita semua
Yang kami hormati :
Sdr. Menteri Dalam Negeri dan Sdr. Menkumham yang kami hormati
Saudara Pimpinan dan Rekan-rekan Anggota DPR RI;
Hadirin dan hadirat serta para wartawan yang berbahagia
Segala puji bagi ALLAH Swr yang telah menganugerahkan Karunia-Nya kepada
kita. Semoga dengan ridlo-Nya, kita dapat melaksanakan tugas-tugas
konstitusional yang telah diamanahkan oleh rakyat kepada kita. AMIN.
Pasca pengundangan undang-undang nomor 8 tahun 2015 tentang perubahan
atas undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan
Gubemur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang (UU nomor 8. Tahun
2015) pada tanggal 18 Maret 2015 hingga menjelang pelaksanaan pilkada
serentak untuk pertama kalinya pada tanggal 9 Desember 2015.
1
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Ternyata masih dapat ditemukan sejumlah pengaturan yang belum lengkap dan
perlu secepatnya diperbaiki agar tidak menimbulkan kendala dalam
pelaksanaannya. Pilkada secara serentak di 101 daerah baik provinsi, kabupaten,
maupun kota pada Februari 2017 merupakan tantangan baru karena metode
semacam ini adalah metode yang untuk pertama kalinya dilakukan pada saat ini.
Perbaikan yang perlu secepatnya dilakukan beberapa perubahan terbatas
terhadap substansi UU Pilkada terkait dengan asas dari Pilkada serentak yang
tentunya berbeda dengan Asas dari Pemilihan Umum. Pilkada serentak sesuai
amanat UU No. 8 Tahun 2015 dilaksanakan secara bergelombang pada tahun
2015, tahun 2017, tahun 2018 hingga akhirnya tercapai Pilkada serentak nasional
pada tahun 2027. Kebijakan Pilkada dilaksanakan secara serentak bergelombang
tersebut dimaksudkan guna menciptakan pemerintahan yang efektif dan efisien.
Oleh karena itu, penyesuaian asas Pilkada serentak perlu seyogyanya dilakukan
sebagai suatu bentuk penyempurnaan secara konprehensif dari UU No. 1 Tahun
2015. Perubahan pada asas Pilkada juga berpengaruh dengan asas bagi
penyelenggara Pllkada itu sendiri sebagaimana diatur dalam UU No. 15 Tahun
2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
Perbaikan secara terbatas dilakukan guna mengantisipasi permasalahan yang
mungkin timbul menjelang pelaksanaan Pilkada serentak di 101 daerah pada
Februari 2017 tahun mendatang. Perubahan ini adalah suatu bentuk
penyempurnaan terhadap UU Pilkada, untuk menjawab sejumlah permasalahan
dan meminimalisir potensi kekosongan hukum yang ada. Adapun perubahan UU
Pilkada ini dapat dilakukan sesuai dengan mekanisme pengajuan RUU perubahan
sesuai Tata Tertib DPR terkait RUU yang diajukan di luar Prolegnas, dan
pelaksanaannya dapat dilaksanakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
sesuai dengan kebutuhan perubahan terbatas dimaksud.
Pimpinan dan Anggota yang tehormat, Sdr. Menteri Dalam Negeri dan Sdr. Menkumham yang kami hormati,
Selanjutnya, perkenankanlah Fraksi Partai Gerindra memberikan pandangan dan
pendapat atas penjelasan pemerintah atas perubahan kedua atas undang-undang
nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-
2
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi undang-undang sebagai berikut:
Pertama, terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor.
8/PUU/Xlll/2015 kewajiban mundur bagi calon yang berstatus sebagai anggota
DPR, DPD, DPRD. Putusaan MK ini sesungguhnya mengabaikan fungsi partai
politik dalam melakukan pendidikan politik, rekruitmen calon pemimpin melalui
kaderisasi politik. Keharusan untuk mundur dari jabatannya ketika mencalonkan
diri sebagai kepala daerah tidak memberi rasa keadilan pada kader partai politik.
Karena Anggota DPR dan DPRD adalah kader terbaik partai yang secara
substansi mereka adalah calon pemimpin daerah dan Nasional yang disiapkan
oleh partai politik. Selanjutnya, Jabatan Kepala daerah adalah jabatan politik dan
bukan jabatan karier, sehingga anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan
diri seharusnya cukup cuti diluar tanggungan negara sampai dengan
ditetapkannya calon terpilih oleh KPU. Begitu juga, untuk putusan Mahkamah
Konstitusi nomor 46/PUU-Xlll/2015 yang mengatur kewajiban bagi calon dari TNI,
Kepolisian, PNS, dan BUMN/D untuk mundur "pasca ditetapkan sebagai calon"
dari semula "semenjak mendaftarkan sebagai calon" ini juga sebaiknya tidak
harus mengundurkan diri, cukup cuti diluar tanggungan Negarat hal ini menjadi ,/
.; penting untuk menghindari terjadinya diskriminasi para calon. Selanjutnya,
petahana yang belum habis masa jabatannya yang akan mencalonkan diri sejak
ditetapkan sebagai pasangan calon juga harus cuti diluar tanggungan negara.
Kedua, dalam ketentuan pasal 19 huruf 2 undang-undang No. 8 tahun 2015
mengatur ''Anggota PPS diangkat o/eh KPU Kabupaten/Kota atas usu/ bersama
Kepala Desa atau sebutan Jain/Lurah dan Badan Permusyawaratan Desa atau
sebutan lain/Dewan Kelurahan. Seyogyanya, proses rekruitmen PPK, PPS, KPPS
tidak melibatkan aparat kecamatan, aparatur kepala desa atau kelurahan.
Seyogyanya, rekruitmen untuk PPK, PPS, KPPS dilakukan secara terbuka dan
transparan oleh KPU Provinsi, Kabupaten dan Kota. Jika rekruitmen dilakukan
tanpa melibatkan kepala desa, kelurahan dan kecamatan diharapkan mampu
menekan munculnya kecurangan pemilu. Dari evaluasi penyelenggaraan pilkada
3
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
serentak 2015 lalu banyak ditemukan kecurangan pilkada yang terjadi di tingkatan
PPK dan PPS.
Ketiga, untuk persyaratan pendaftaran calon Gubernur, Bupati, Walikota
sebagaimana terdapat dalam pasal 40 ayat 1 partai politik dapat mendaftarkan
pasangan calon jika memenuhi 20% jumlah kursi dan atau 25% suara sah. Fraksi
Partai Gerindra berpandangan agar persyaratan pencalonan dapat diturunkan
menjadi 15% jumlah kursi dan atau 20% suara sah, penurunan persentase kursi
dari ambang batas bawah menjadi 15% dan atau suara menjadi 20%
dimaksudkan agar partai politik mempunyai kesempatan yang lebih luas dan
mempunyai banyak pilihan dalam menentukan kepala daerah dan wakil kepala
daerah didaerahnya. Selanjutnya, argumentasi penurunan persentase dari
ambang batas bawah dimaksudkan untuk memastikan partai politik
bertanggungjawab terhadap fungsi kaderisasi dan rekrutmen politik dalam
mewujudkan demokrasi yang semakin berkualitas dengan menghadirkan
kontestasi yang sehat. Untuk menghindari adanya pemilihan satu pasangan calon
dalam Pilkada sebagaimana dalam pasal 54 UU No 8 tahun 2015, maka perlu
dibuat persyaratan persentase perolehan kursi di DPRD dengan ambang batas
atas maksimal 35% jumlah kursi dan atau maksimal 40% suara sah. Dengan
adanya ambang batas atas maksimal maka pasal 40 ayat (5) terkait pemilihan
satu pasangan calon dapat terhindarkan.
Keempat, dalam UU Pilkada menjelaskan batas minimal dukungan perseorangan
didasarkan pada jumlah penduduk, namun putusan MK No. 46/PUU/Xlll/2015
menyebutkan bahwa dukungan perseorangan didasarkan pada jumlah Daftar
Pemilih Tetap (DPn. Keputusan MK ini semakin memberikan ruang yang sangat
besar pada seseorang untuk mencalonkan diri melalui jalur perseorangan namun
disisi lain penguatan partai politik harusnya lebih dikedepankan dalam
mencalonkan kepala daerah. Meskipun konstitusi membolehkan calon
perseorangan untuk maju menjadi calon kepala daerah. Parameter ukuran
keberhasilan demokrasi bukan dilihat dari banyaknya calon dari jalur
perseorangan tetapi harus diukur sejauh mana peranan partai politik mengawal
proses demokrasi yang berjalan. Untuk itulah pencalonan melalui jalur
4
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
perseorangan panting untuk diseleksi secara terbuka dan transparan oleh
penyelenggara pemilu. Dalam pasal 41 ayat 1 dan 2 UU Nomor 8 tahun 2015
terkait syarat batas minimal dukungan calon perseorangan dengan ambang batas
6,5% 10% dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT). Fraksi Partai Gerindra
berpendapat agar persyaratan calon perseorangan persentasenya menjadi 10%
dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Kelima, Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015 tentang ambang batas yang bisa
mengajukan gugatan sengketa hasil pilkada. Dijlelaskan bahwa pasangan calon
yang bisa mengajukan gugatan sengketa hasil apabila memenuhi ambang batas
selisih perolehan 0,5% - 2%. Secara kualitatif ambang batas ini sesungguhnya
telah mencederai subtansi demokrasi. Dengan ambang batas ini maka pasangan
calon yang merasa dicurangin tidak bisa mencari dan mendapatklan keadilan
demokrasi didepan hakim Mahkamah Konstitusi. Kecilnya ambang batas ini dapat
memeberikan ruang yang lebih dalam melakukan kecurangan dalam pilkada.
Untuk itulah, Fraksi Partai Gerindra berpandangan syarat ambang batas
pengajuan gugatan sengketa hasil pilkada harus memenuhi ambang batas selisih
perolehan suara 10%.
Keenam, Bahwa adanya partisipasi masyarakat yang luas dalam proses
penentuan kepemimpinan (nasional dan lokal) merupakan salah satu indikator
penting dalam mengukur sebuah negara demokrasi. Partisipasi masyarakat
(warga negara) tersebut dilakukan melalui sarana Pilkada yang demokratis
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Dimana masyarakat
diberi hak untuk ikut serta ambil bagian dalam proses politik, baik untuk dipilih
maupun memilih secara sama merupakan prinsip utama dari sebuah negara
demokrasi tanpa adanya pembedaan berdasarkan suku, agama, asal usul, dan
sebagainya. Bahwa partisipasi masyarakat merupakan aspek penting dalam
suatu proses demokrasi untuk pengisian jabatan publik melalui pemilihan, baik
yang bersifat jabatan publik dipilih (elected officials), seperti pemilihan umum
anggota DPR, DPD, DPRD dan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah, serta presiden dan wakil presiden; ataupun jabatan yang diangkat
(appointed officials), sehingga oleh karenanya harus dibuka kesempatan yang
5
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
seluas-luasnya, karena hak atas partisipasi masyarakat merupakan bagian dari
hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara yang berlaku secara
universal. Sementara itu, draft usulan pemerintah di pasal 133 A yang
menyebutkan "Pemerintahan Daerah wajib mengembangkan kehidupan
demokrasi berupa meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan
hak pilih". Fraksi Partai Gerindra berpandangan upaya peningkatan partisipasi
pemilih cukup dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) tanpa melibatkan pemerintahan daerah sehingga
terjaganya netralitas pilkada.
Ketu/uh, Terkait dengan pembiayaan penyelenggaraan Pilkada, undang-undang
tersebut mengatur bahwa pembiayaan penyelenggaraan Pilkada bersumber dari
APBD dan didukung oleh APBN. Disisi lain selama ini biaya penyelenggaraan
Pilkada serentak 2015 yang dibebankan kepada APBD tidak berjalan dengan
baik ini terlihat dengan NPHD yang sulit dicairkan oleh kepala daerah dan rentan
dimanfaatkan oleh kepala daerah yang akan mencalonkan kembali. Berdasarkan
pengalaman praktek dilapangan jika pembiayaan pilkada serentak 2015 sering
mengalami keterlambatan dalam pengalokasiannya, sehingga hal tersebut dapat
mengganggu pelaksanaan tahapan dan penyelenggaraan pilkada. Sementara
draf usulan pemerintah di pasal 166 ayat 1 disebutkan "Pendanaan kegiatan
Pemilihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan
dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan". Sementara pasal 166 ayat 1 A
menyebutkan "Pendanaan kegiatan pengamanan Pemilihan dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara". agar di ditiadakan. Untuk itulah,
Fraksi Partai Gerindra mengusulkan agar pembiayaan penyelenggaraan Pilkada
Serentak 2017, 2018 dan seterusnya dibiayai APBD didukung APBN.
Kedelapan, Terhadap usulan pemerintah terhadap RUU tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang yang menambahkan
Pasal 164A dan 1648 diantara Pasal 164, Fraksi Partai Gerindra tidak
6
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
sependapat terhadap usulan penambahan pasal tersebut mengingat Pasal 164
sudah tepat dan benar dan cukup mengatur kebutuhan hukum.
Kesembilan, Terhadap usulan pemerintah dalam Pasal 187A terhadap ketentuan
sanksi denda paling sedikit Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan paling
banyak 1.000.000.000 (satu milyar rupiah). Fraksi Partai Gerindra berpendapat
bahwa demi membuat efek jera bagi para pelaku maka perlu ada peningkatan nilai
denda menjadi paling sedikit 1 .500.000.000 (satu milyar lima ratus juta rupiah) dan
paling banyak 5.000.000.000 (lima milyar rupiah)
Pimpinan dan Anggota yang tehormat, Sdr. Menteri Dalam Negeri dan Sdr. Menkumham yang kami hormati,
Dengan mengucapkan Bismillahirrohmanirrohim dan mengharap Rldho
Allah SWT Fraksi Partai Gerindra siap dan memandang perlu untuk membahas
secara mendalam perubahan kedua atas undang-undang nomor 1 tahun 2015
tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1
tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang
undang serta perlu kiranya disempurnakan melalui penyusunan RUU yang baru
dan harus diselesaikan dalam masa persidangan ini.
Demikianlah pandangan Fraksi Partai Gerindra atas keterangan Pemerintah atas
perubahan kedua atas undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang
pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang. Dengan
demikian Fraksi Partai Gerindra konsisten untuk menyelesaikan rancangan
undang-undang ini sebagai upaya untuk perbaikan demokrasi kedepan dan
pentingnya pilkada yang berkualitas serta mampu menghadirkan para kepala dan
wakil kepala daerah yang baik dan juga mampu mewujudkan kesejahteraan bagi
masyarakat. Atas perhatian dan kerjasama yang diberikan, kami ucapkan terima
kasih.
7
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I
I
I
~
Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Jakarta, 14 April 2016
PIMPINAN POKSI II
PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
KETUA
IR. ENDRO HERMONO. MBA
No. Anggota: A - 369
8
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Sekretariat : MPR / DPR -RI, Nusantara I, Lantai VII, Ruang 709, JI. Jend. Gatot Subroto, Jakarta 10270
'ir (021) 575 6187, 575 6189, 575 6363, Fax. 575 6188
PAN DAN GAN
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP
KETERANGAN PEMERINTAH
ATAS
PERUBAHAN KEOUA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN
PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1TAHUN2014 TENTANG PEMILIHAN
GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG UNDANG
Disampaikan oleh : ARIF WIBOWO
Anggota Nomor : 193
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Salam sejahtera untuk kita semua.
Om Swastiastu
MERDEKA!!!
Yang terhormat Saudara Pimpinan Rapat dan segenap Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat
Repub/ik Indonesia,
Yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri serta Menteri Hukum dan HAM atau yang mewakili
beserta jajarannya,
Yang terhormat Saudara Pimpinan DPD RI beserta jajarannya,
Hadirin sekalian yang berbahagia.
Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
senantiasa memberikan berkah, rahmat dan karunia-Nya kepada kita bersama segenap masyarakat
Bangsa Indonesia, terlebih lagi bagi kita Anggota Komisi II DPR RI, sehingga kita pada hari ini dapat
bertemu dengan agenda penyampaian Pandangan Fraksi-Fraksi Terhadap Keterangan Pemerintah Atas
RUU Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota
Menjadi Undang Undang.
1
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Fraksi PDI Perjuangan DPR RI menyampaikan sambutan baik dan hangat terhadap upaya
Pemerintah melakukan perbaikan dasar hukum penyelenggaran Pilkada, yakni dengan mengajukan RUU
Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Fraksi PDI Perjuangan DPR RI melihat bahwa
Perubahan Kedua UU No. 1 Tahun 2015, selain dimaksudkan untuk memberi dasar hukum yang kuat
Pilkada serentak, juga dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan pemerintah daerah
yang demokratis, salah satunya mensyaratkan adanya penyelenggaraan Pilkada yang sehat dan dewasa
serta mengedepankan kepentingan masyarakat.
Saudara Pimpinan dan Anggota, Saudara Menteri, beserta hadirin yang mulia,
Berdasarkan pada hal-hal di atas, Fraksi PDI Perjuangan DPR RI menyatakan mendukung usulan
untuk melakukan pembahasan terhadap RUU Perubahan Kedua UU No. 1 Tahun 2015, dengan catatan
perubahan hendaknya hanya terkait dengan perubahan-perubahan dan/atau tambahan-tambahan
substansi yang baru serta dianggap penting. Dengan demikian, tidak perlu dilakukan pembahasan
secara keseluruhan. Hal tersebut juga mempertimbangkan bahwa pembahasan RUU ini nantinya
menjadi dasar hukum Pilkada serentak gelombang kedua tahun 2017, yang saat ini dalam proses
memasuki tahapan persiapan penyelenggaraan.
Setelah mendengarkan Keterangan Pemerintah dan mendalami RUU dan Naskah Akademis yang
telah disampaikan pada kesempatan sebelumnya, Fraksi PDI Perjuangan DPR RI mencatat sejumlah
substansi perubahan yang memerlukan kajian mendalam, yakni:
1. Persyaratan calon:
a) Mantan terpidana dan tingkat ancaman pidananya, keharusan menyampaikan kepada publik
sebagai mantan terpidana, dan hak mencalonkan diri tanpa syarat jeda setelah menjalani masa
hukuman.
b) Perlu tidaknya mengundurkan diri dan/atau cukup berhenti sementara bagi PNS, TNI, Polri,
Pejabat BUMN/BUMN, Kepala Desa, dan Anggota DPR, DPD, DPRD. Ketentuan tersebut
dipertimbangkan untuk diperluas kepada petahana yang mencalonkan diri untuk periode kedua
pada masa jabatan yang sama tanpa keharusan cuti atau mengundurkan diri.
2. Syarat partai politik atau gabungan partai politik dapat mengusulkan pasangan calon:
a) Ambang batas minimal dan maksimal partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat
mengusung pasangan calon.
b) Sanksi kepada partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat ambang batas
minimal untuk mengusulkan pasangan calon tetapi tidak mengusulkan pasangan calon.
c) Perlunya partai politik atau gabungan partai politik dalam mengusulkan calon dan/atau pasangan
calon agar mengutamakan anggota masing-masing partai politik atau gabungan partai politik
pengusul calon dan/atau pasangan calon yang disepakati untuk diusulkan.
d) Keharusan hanya partai politik yang terdaftar pada kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan .di bidang hukum dan hak asasi manusia yang dapat mendaftarkan pasangan calon.
Termasuk dalam hal terjadi sengketa kepengurusan partai politik, partai politik yang dapat
mendaftarkan pasangan calon adalah partai politik yang susunan kepengurusannya terdaftar pada
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi
2
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
manusia sampai terdapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atas
sengketa kepengurusan partai politik tersebut dan kepengurusannya didaftarkan pada
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi
manusia.
3. Besaran prosentase dukungan pasangan calon perseorangan dari jumlah penduduk yang memiliki
hak pilih, yang perlu mempertimbangkan atau setidaknya untuk disesuaikan secara proporsional
dengan besaran prosentase perolehan kursi DPRD atau suara sah Pemilu DPRD yang wajib dipenuhi
partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mengusung pasangan calon.
4. Penetapan kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih dari pasangan calon tunggal (mendapat suara
50% atau lebih), yang dibedakan dengan pasangan calon yang diusung partai politik atau gabungan
partai politik (penetapan kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih berdasar suara terbanyak).
5. Sanksi bagi pasangan calon yang telah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih yang terbukti
melakukan politik uang. Calon yang telah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih terbukti
melakukan pelanggaran berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon terpilih oleh KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota dan dikenai sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Pemberian suara. Secara substantif Pemerintah tidak menyampaikan usulan perubahan kecuali
"Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian
pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat, pemberian suara untuk Pemilihan berupa
setuju atau tidak setuju." Namun demikian, perlu dilakukan pendalaman berkenaan dengan "tata
cara memberikan suara" pada pasangan calon yang masih memungkinkan dilakukan "berdasar adat
setempat" sehingga untuk daerah tertentu dikecualikan dari asas Pilkada, dari "langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil" menjadi "langsung, umum, bebas, terbuka, jujur, dan adil".
Selanjutnya perumusan substansi terkait perlu dipertimbangkan apakah perlu menjadi norma dalam
RUU Perubahan Kedua atau cukup diatur dengan Peraturan KPU. Sebagai bahan kajian dapat
merujuk Putusan MK No. 47-81/PHPU.A-Vll/2009. Dalam Putusan MK tersebut "Mahkamah dapat
memahami dan menghargai nilai budaya yang hidup di kalangan masyarakat Papua yang khas
da/am menyelenggarakan pemilihan umum dengan cara atau sistem "kesepakatan warga" atau
"aklamasi". Mahkamah menerima cara pemilihan kolektif ("kesepakatan warga" atau "aklamasi")
yang telah diterima masyarakat Kabupaten Yahukimo tersebut, karena jika dipaksakan pemilihan
umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikhawatirkan akan timbul
konflik di antara kelompok-kelompok masyarakat setempat. Mahkamah berpendapat, agar
sebaiknya mereka tidak dilibatkan/dibawa ke sistem persaingan/perpecahan di dalam dan
antarkelompok yang dapat mengganggu harmoni yang telah mereka hayati." Kemudian
ditindaklanjuti oleh KPU melalui Keputusan KPU Provinsi Papua No. 01/Kpts//KPU Prov. 030/2013
tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pemungutan Suara Dengan Menggunakan Sistem Noken Sebagai
Pengganti Kotak Suara. Atau sebagai bahan kajian juga dapat merujuk Putusan MK No. 62/PHPU.D
Xl/2013 berkenaan dengan kasus sengketa hasil pemilihan pada Pilkada Provinsi Bali tahun 2013,
yang mana MK cenderung tidak mempersoalkan "bahwa terdapat banyak pemilih yang memilih lebih
dari satu kali sebagai bentuk perwakilan dari hak suara pemilih lainnya."
3
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Saudara Pimpinan dan Anggota, Saudara Menteri, beserta hadirin yang mulia,
Demikian Pandangan Fraksi PDI Perjuangan DPR RI terhadap Keterangan Pemerintah Atas RUU
Perubahan Kedua UU No. 1 Tahun 2015 disampaikan. Fraksi PDI Perjuangan DPR RI senantiasa
mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya dalam memasuki tahapan
tahapan selanjutnya. Adapun pendapat dan saran secara lebih terinci akan disampaikan dalam bentuk
Daftar lnventarisasi Masalah (DIM ). Sekian dan Terima Kasih.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Om Santi Santi Santi Om
MERDEKA!
Jakarta, 15 April 2016
PIMPINAN POKSI II
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
KETUA
Anggota Nomor 230
4
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA DPR RI
PANDANGAN
FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG USUL INISIATIF PEMERINTAH
TENT ANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 A
TENT ANG '~"' PERPPU NOMOR 1TAHUN2014
TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG
Dlbacakan Oleh DR. IR. HETIFAH, MPP. Anggota DPR RI No A- 308
Daerah Pernlllhan KALIMANTAN TIMUR
JAKARTA, 15 APRIL 2016
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Pimpinan, dan Hadirin yang kami hormati
Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah adalah undang-undang yang cukup mendapat soroton publik. Undang-undang ini lahir melalui perdebatan dan drama yang panjang. Bahkan, karena kehendak publiklah undang-undang ini menjadi undang-undang yang paling cepat dan kerap mengalami perubahan.
Namun demikian, ada benang merah yang bisa diambil dari perubahan itu. Tidak dapat dipungkiri, semangat untuk mewujudkan apa yang disebut local accountability, political equity, and local responsiveness melalui kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh masyarakat melalul mekanlsme pemllu adalah raison d'etre setiap perubahan yang terjadi.
Semangat ini kembali nampak dalam inislatif melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 yang menegaskan bahwa sistem pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dilaksanakan dengan mandat terpisah, dalam artl dipilih rakyat secara langsung. Walaupun frasa "dipilih secara demokratis" yang termaktub pada Pasal 18 Ayat ( 4) UUD NKRI 1945 bisa diterjemahkan dengan mandat tunggal (dipilih DPRO). Karena dipilih rakyat secara langsung tidak bisa disebut sebagai satu-satunya format pemilihan yang "demokratis".
Oleh karena itu, perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 inl merupakan revisi terbatas. Revisi dalam rangka pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang lebih berkualitas dari sisi aktor, manajemen, dan penegakan hukum.
Belajar dari pengalaman pelaksanaan pemilihan kepala daerah Tahun 2015 dan hadirnya Putusan Mahkamah Konstitusi terkait beberapa norma yang mengatur aktor, perubahan ini fokus kepada:
a. Mengakomodir Putusan Mahkamah Konstltusi b. Pendefinisian ulang rumusan "Petahana" c. Penyikapan terhadap Calon Tunggal d. Penegasan waktu pelantikan KOH dan Wakil KOH terpilih e. Pemberian sanksi bagi para pelaku politik uang f. Penyederhanaan penyelesalan sengketa g. Penggunaan e-voting dalam perhitungan suara h. Pengaturan bagi keikutsertaan partai politik yang kepengurusannya sedang
dalam sengketa.
Akan tetapi, bagl Fraksl Partai GOLKAR OPR-RI meskipun secara substansl dan waktu ada batasan, dalam rangka tetap menjaga pemilihan kepala daerah secara langsung dan serentak dapat mencapi tujuan dan manfaat yang hendak diraih serta mampu menghasilkan kepemimpinan politik lokal (pimpinan eksekutlf daerah) yang kuat dan efektif mewujudkan demokratisasi dan kesejahteraan masyarakat di daerah, marilah kesempatan yang tersedia untuk melakukan perubahan Undang-Undang Pilkada ditujukan demi:
2 Pendapat Mini Akhir Fraksi Partai Golkar DPR-RI Terhadap R4ncangan Undang-Undang lJsul Inislatlf Pemerintah Tent,ang Perubahan Kedua Atas llndilng-llndang Nomor 1 Tahun 2015 Tenfilng Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubemur, Bupali, dan Walikofil Menjadi Undang-Undang
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
1) Menghadirkan Regulasi Yang Kredibel Regulasi tidak sekedar mengatur perilaku tetapi juga dapat menjadi sumber konflik sekaligus penyelesaian konflik. Regulasi yang kredibel, dalam arti memenuhi kepentingan substantif, menjangkau segala aspek yang dibutuhkan, memiliki makna tafsir tunggal, dan konsisten, akan memberi sandaran yang kuat dalam menuntun perilaku penyelenggara pemilu. Konflik-konflik yang bersumber dari regulasi juga dapat ditekan sedemikian rupa sehingga atas berbagai persoalan yang muncul dalam pemilu dapat diselesaikan oleh regulasi yang ada.
2) Menghasilkan Penyelenggara Yang Profesional dan Berlntegritas Kunci untuk membangun demokrasi yang berintegritas ialah penyelenggara pemilihan yang berintegrltas dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Penyelenggara dituntut memiliki kesadaran yang penuh untuk tunduk kepada prinsip hukum dan etika secara sekaligus dalam penyelenggaraan pemilihan.
3) Melaksanakan Proses Elektoral Yang Murah Salah satu tujuan pemilihan kepala daerah secara langsung dan serentak adalah efisiensi anggaran. Oleh karena itu, harus ada komitmen dari semua pihak agar setiap tahapan dalam pemilihan didesain secara murah.
4) Memunculkan Partai Polltik Yang Responsif Partai politik sebagai peserta pemilihan dalam pemilihan kepala daerah secara langsung mau tidak mau harus senantiasa menyesuaikan diri dengan dinamika aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Hanya partai politik yang mampu berprilaku adaptiflah yang akan mampu terus berperan dalam kehidupan politik.
5) Melahirkan Kandidat Yang Mumpuni dan Aspiratif Partai polltik dalam merekrut calon kepala/wakil kepala daerah harus benarbenar mempertimbangkan kandidat yang memiliki integritas, kapasitas, dan kapabilitas bukan semata-mata karena kemampuan finansialnya sebagaimana kecenderungan yang ada saat inl. Masyarakat makin cerdas, masyarakat hanya akan memilih figur kandidat yang sesuai aspirasi mereka, yaitu yang memiliki integritas, kapasitas, dan kapabilitas.
6) Mewujudkan Perllaku Politik Yang Beradab Semua pihak, mulai dari penyelenggara, peserta, kandidat, pendukung, dan pemilih sedapat mungkin menghindari dan meminimalisir, syukur kalau bisa menghilangkan, praktek-praktek perilaku tidak terpuji dalam pemilihan yang selama ini membuat cacat dan konflik proses clan hasil pemilihan.
7) Mengarahkan Partisipasi Yang Rasional Menyiapkan pemilih menjadi cerdas dalam membuat keputusan memilih, berdasarkan preferensi yang rasional, dengan akal sehat bukan karena sentiment primordial, imbalan uang/materi apapun. Pemilih cerdas akan mendorong hanya yang berkualitas yang maju di pencalonan.
3 Pendapat Mini Akhir Flaks/ Partal Golkar DPR-RI Telhadap RJJncangan UndMg-llndang Usu/ /nlslatlf Pemerlntah Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perppu Hornor 1 Tahun 2014 Tentang Pem/llhan Gubernur, Bupatl, dan wa//kota Menj8dl /Jndang-lJndang
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I
I •
Pimpinan, dan Hadirin yang kami hormati
Berdasarkan berbagai pemikiran di atas, dengan mengucapkan Bismillahirrahmannirahim, dan senantiasa mengharap ridha Allah swr, Tuhan Yang Maha Kuasa, Fraksi Partai GOLKAR DPR-RI menyetujui Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Pemerintah Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubemur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang untuk dibahas dalam Pembicaraan Tingkat I bersama Pemerintah, dan pada Masa Sidang inl sudah dapat dlsahkan menjadi Undang-Undang.
Kami berharap, Perubahan Kedua Undang-Undang ini mampu menjadi jembatan bagi penyelenggaraan local governance yang demokratis dan efektif mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Bil/ahlttautfq Wal Hidayah. Wassalamu'alalkum Warahmatullahl Wabarakatuh,
Jakarta, 15 April 2016
PIMPINAN FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Des. H. setya Novanto. Ak Ketua
DR. Aziz Syamsudclln Sekretarls
4 Pendap;lt Mini Akhlr Fraksl Partai Golkar DPR-RI Terhadap R.ancangan Undang-Undang Usu/ Inlslatlf Pemer/ntah Tentang Perobahan Kedua Alas Undilng-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, 8upati, dan Wallkot.a Menjadi lJndang-Undilng
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
PANDANGAN FRAKSI PARTAI DEMOKRAT
TENT ANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
,f
TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NO.MOR 1 TAHUN
2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN
2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN
WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
DIBACAKAN OLEH.: Fandi Utomo
NOMOR ANGGOTA: A-428
Assalamua/ajkum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Salam Demokrat.
Yang terhormat;
- Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI
- Kornite I DPD RI
- Menteri Dalam Negeri RI
- Menteri Hukum dan HAM RI
- Menteri Keuangan RI
- Serta hadirin yang kami hormati.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahrnat dan
karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita dapat menjalankan tugas
konstitusional kita, dalam Rapat Kerja penjelasan pemerintah dan Pandangan
Fraksi-Fraksi di DPR RI tentang RUU Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahu~
,::_.;12dU1IQ 1"U5CJl/JO/Ci: LOrno: 7 r,01T1p1e1: fv1?P/DPR P.i JI Jend12ra\ GOi0 1 '.>ubrOiO - Jmarto
i&ir:, !O~; ·: :-7/30:.:.7 12-rnoi'.: tod'{i'tro~,side:-not-.ro:.0rg
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
2015, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang
Undang. Pada kesempatan yang baik ini, perkenankan Fraksi Partai
Demokrat untuk membacakan pandangan Fraksi atas Ranca~gan Undang
Undang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015, tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota.
PIMP/NAN SIDANG DAN ANGGOT A KOMIS/ II DPR RI, MENDAGRI,
MENKUMHAM RI DAN MENKEURI YANG TERHORMAT,
Evaluasi terhadap pelaksanaan pemilihan urnum pilkada serentak tahun 2015,
menunjukkan bahwa beberapa k.etentuan dalam Undang-Undang No.8 Tahun
2015 menyisakan sejumlah kendala dalarn pelaksanaannya.
Pertama, beberapa ketentuan perlu diselaraskan dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi. Kedua, terdapat :sejumlah fakta empirik yang tidak terduga
sebelumnya oleh pembuat undang-undang, seperti adanya calon tunggal,
yang memerlukan penyesuaian secara mutatis mutandis (perubahan pasal
yang penting). Keti3a, beberapa ketentuan dirasakan belum mernberikan
kepastian hukurn, seperti ketentuan tentang pengaturan politik uang dan
kepastian pelaksanaan tahapan PILKADA akibat gugatan hukum terhadap
suatu tahapan penyelenggaraan yang waktunya sudah diluar tahapan
penyelenggaraan. Keempat, terkait efektifitas dan efisiensi
penyelenggaraan pemilihan. Mulai
penyelenggaraan kampanye sampai dengan penanganan sengketa.
Sehingga, dengan demikian fraksi Partai Demokrat memandang perlu untuk
menyempurnakan beberapa ketentuan dalam UU No. 8 Tahun 2015
Pada dasarnya, Fraksi Partai Demokrat (FPO) memandang bahwa
keseluruhan putusan mahkamah konstitusi wajib ditindaklanjuti melalui
perubahan kedua terhadap UU 8 Tahun 201 5 dan memasukkan sejumlah
ketentuan yang belum diatur datam UU 8 Tahun 2015. Oleh karena itu,
FPO berpendapat, perubahan kedua UU 1 Tahun 2015 dimaksudkan untuk
memberikan kepastian hukum, bebas dari kepentingan politik tertentu, ·~
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
dan dapat mewujudkan amanat Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yaitu
penyelenggaraan Pilkada yang efektif dan efisien menuj u pranata dan
kelembagaan demokrasi yang berkualitas. •
PIMP/NAN S/DANG, ANGGOTA KOMIS/ JI DPR RI, DPD RI, MENDAGRJ DAN
MENHUMKAM RI dan MENKEU RI YANG TERHORMAT,
Selain pengaturan yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi antara lain
pelaksanaan Pilkada dengan calon tunggal, persyaratan pencalonan kepala
daerah yang berasal dari PNS dan Anggota DPR, DPD, serta DPRD, mantan
narapidana, dan terkait dengan konflik kepentingan dengan petahana, FPO
memandang perlu memperjelas konsep petahana, menentukan rezim
pemilihan yang tepat, karena berimplikasi kepada instrumen fiskal dan
sistem penganggaran Negara, yang pada gilirannya dapat berpengaruh
terhadap kepastian dan kualitas penyelenggaraan Pilkada. Selain itu, FPO
berpendapat bahwa, perlu pengaturan lebih lanjut tentang sanks1 yang lebih
konkrit terhadap pelaku politik uang, termasuk perlunya meredefinisi
pengertian politik uang dalam penjelasan pasal atau memuat definisi politik
uang dalam batang tubuh pada bab ketentuan umum.
PIMP/NAN SIDANG, ANGGOTA KOMIS/ II DPR RI, DPD RI, MENDAGRI DAN
------------MEi.fHUMKAM R(dcin-MENKEU Ri YANGTERHORMA 1:----
Dalam hal diperbolehkannya pencalonan mantan narapidana dan calon yang
memiliki konflik kepentingan dengan petahana, FPO berpendapat bahwa
rakyat harus mendapatkan informasi yang terang atas keduanya. Disamping,
keduanya harus menyampaikan secara terbuka kepada publik melalui media,
diperlukan uji publik bagi keduanya, untuk mendapatkan tanggapan dari
masyarakat, sekaligus memberikan ruang bagi partai pengusung untuk
mempertimbangkan pencalonannya. Namun demikian, dengan
mempertimbangkan asas persamaan dan keadilan terhadap semua subyek
hukum, rnaka uji publik dipandang perlu untuk semua calon kepala daer¥
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
untuk rnemastikan jangkauan publik terhadap persoalan integritas calon
kepala daerah.
.f
Oalam kaitan dengan penyelenggaraan pemilihan, kepada KPU maupun
Bawaslu, FPO mengingatkan untuk memperhatikan sejumlah permasalahan
sebagai berikut :
1. Tingkat akurasi daftar pemilih yang pada daerah tertentu masih
terdapat selisih yang cukup besar antara Daftar Penduduk Potensial
Pemilih Pemilu (DP4), Daftar Pemilih sementara (DPS), daftar Pernilih
Tetap (DPT) dan Daftar Pemilih Tetap Tambahan {DPT- Tb);
2. Penyelenggaraan Pilkada di Kecamatan dan Desai Kelurahan yang
masih dirasakan tidak netral;
3. Masih ditemukannya Aparatur Sipil Negara yang tidak netral termasuk
indikasi mobHisasi ASN dan pemanfaatan fasilitas Negara;
4. Adanya politlk uang yang melibatkan pasangan calon., tim sukses dan
penyelenggara Pilkada di Kecamatan dan desa; dan
5. Pemungutan 5uara Ulang (PSU) di sejumlah Tempat Pemungutan Suara
(TPS) karena kesalahan dalam melakukan pengecekan keabsahan pemilih,
seperti pemilih bukan warga daerah tersebut, memilih lebih dari satu
kali dan pernilih bukan orang yang memegang surat undangan
pemrnhan.
6. Penyelasaian sengketa proses, tindak pidana, penguatan penegakan
hukum pemilu, dan.penguatan pengawasan Bawaslu:
Selain mengakomodir Putusan Mahkamah Konstitusi, FPO berpendapat,
penyelenggara pemilihan juga harus memperhatikan rumusan "Petahana7';
menyikapi munculnya calon tunggal; Penegasan waktu pelantikan kepala
daerah; pemberian sanksi yang lebih konkrit bagi para pelaku politik uang
(money politic) yang melibatkan p asangan calon, t im sukses dan
penyelenggara Pilkada; Penyederhanaan penyelesaian sengketa proses pada
setiap tahapan PHkada; dan kehatian-hatian menerapkan teknologi informasi
dan penggunaan e-voting; serta penanganan kepesertaan partai politik dalam
pilkada jika terjadi sengketa kepengurusan partai pol;tik. ~
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Pengaturan dan batasan lebih lanjut pe rl u p u la di pe rh a ti ka n
mengenai jenis pelanggaran administrasi, tindak pidana ijilkada dan
pelanggaran kode etik serta subj ek h u k um yang terkena pidana Pilkada
yang meliputi pemilih, peserta Pilkada, penyelenggara pilkada, tim
kampanye dan partai politik.
Khusus yang berkaitan dengan fenomena munculnya calon tunggal, FPO
mengajak Pemerintah dan Fraksi-fraksi di DPR RI, untuk bersama-sama
memikirkan tahapan dan proses yang bisa menutup celah bagi terjadinya
calon tunggal sebelum sampai pada kesimpulan untuk memberikan sanksi
kepada partai politik. Sekaligus, melakukan pengaturan yang jelas jika calon
tunggal tetap terjadi di dalam pembahasan Un dang Undang ini.
PIMP/NAN SIDANG, AHGGOTA :KOMIS/ II DPR RI., MENDAGR1 .DAM
MENHUMKAM YANG TERHORMAT,
T erhadap substansi dan materi yang perlu direvisi terse but, FPO
berpendapat, bahwa revisi UU ini sedapat mungkin tidak memuat ketentuan
yang bersifat multitafsir dan diharapkan RUU revisi kedua ini, memiliki
prognosis yang dapat membaca peristiwa hukum yang mungkin terjadi di
kemudian hari, seperti calon tunggat dan pengaturan terhadap tata waktu
pemilihan, pengisian jabatan dan hal~hal lain mengakibatkan adanya
kekosongan hukum.
PIMPINAN SIDANG, ANGGOTA KOMISI II DPR RI, MENDAGR/ DAN
MENHUMKAM YANG TERHORMAT,
Dengan mengucapkan Bismillairrahamanirrahim, Fraksi Partai Demokrat
menyatakan persetujuannya terhadap RUU Perubahan Kedua atas UU 1
Tahun 2015 untuk dibahas sesuai de.ngan mekanisme ketentuan .~ pembentukan perundang-undangan yang berlaku.
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
' .
Demikian pandangan mini fraski Partai Demokrat, atas seluruh perhatian
Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI, DPD RI Mendagri, Menkeu dan
Menkumham serta hadirin sekalian~ kami rnengucapkan terimakasih.
WabWahittaufikwalhidayah,
Wassalamualaikumwarohmatullahiwabarakatuh
Jakarta, April 2016
PIMPINAN FRAKSI PART Al DEMOKRA T
DEWAN P.ERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Ketua Fraksi Partai Demokrat
/' :;... .. · .. · ~..... .:.:.~~.-. •'
EDHIE BASKORO YUDHOYONO. M.Sc
Nomor Anggota A-434
Sekretaris Fraks1 Partai Demokrat
Nomor Angggota A-437
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
PENDAPAT FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADIUNDANGUNDANG
Fraksi Partai Amanat Nasional Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Gedung Nusantara I MPR I DPR - RI, Lt. 20 Ruang 2009 JL. Jend. Gatot Subroto,Senayan, Jakarta 10270 INDONESIA Telp.: (+6221) 575 5810, 575 5812 Fax.: (+6221) 575 5811
PENDAPAT FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
c PAN
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG
UNDANG ================================================================
Dibacakan oleh: H. Sukiman, S.Pd, MM Nomor Anggota: A-498
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua
Pimpinan Dewan yang Terhormat.
Anggota Dewan yang kami Hormati
Serta Hadirin yang berbahagia
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah
Subhanahuwataala, Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat,
Taufik dan Hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga sampai saat ini kita
dapat menjalankan tugas-tugas sebagai anggota Dewan sebagai ikhtiar untuk
membuat negara-bangsa kita menjadi lebih baik.
Page 1of6
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Saudara Pimpinan dan Anggota Dewan yang Terhormat
Serta Hadirin yang Berbahagia
Pelaksanaan Pilkada serentak pada tanggal 9 Desember 2015 yang lalu
sungguh telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua.
Pilkada serentak tersebut menjadi momentum bersejarah bagi bangsa
Indonesia karena untuk pertama kalinya, bangsa Indonesia melaksanakan
suksesi kepemimpinan secara serentak.
Pelajaran berharga dalam pelaksanaan Pilkada serentak ini hampir
dirasakan oleh seluruh pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun
secara tidak langsung, mulai dari Komisi Pemilihan Umum, Panitia Pengawas
Pemilu, Partai Politik, Calon kepala daerah, Pemerintah Daerah, hingga
seluruh masyarakat di berbagai daerah.
Namun demikian, harus kita akui bersama bahwa Pilkada serentak
2015 yang lalu masih menyisakan berbagai persoalan. Seperti munculnya
calon tunggal, sengketa hasil pilkada, money polytic, hingga persoalan
persoalan lain yang kemudian menyulut kerusuhan di beberapa daerah.
Untuk itulah, penting kiranya untuk segera melakukan revisi Undang-Undang
tentang Pilkada dalam rangka melakukan penyesuaian kebijakan guna
mewujudkan pesta demokrasi yang berkualitas, aman, dan tanpa kegaduhan.
Saudara Pimpinan dan Anggota Dewan yang Terhormat
Serta Hadirin yang Berbahagia
Berkaitan dengan revisi Undang-Undang tentang Pilkada ini, Fraksi PAN
memandang bahwa sesungguhnya pesta demokrasi tidak hanya dilaksanakan
sekedar untuk memilih pemimpin daerah semata. Tetapi lebih dari itu, Pilkada
harus mempu memberikan pendidikan dan kesadaran kepada masyarakat
secara umum tentang pentingnya suksesi kepemimpinan di daerah. Sehingga
masyarakat sebagai pemilik sah suara di daerah, benar-benar memiliki peran
yang signifikan dalam rangka melakukan perbaikan dan pembangunan di
daerah melalui pemimpin yang telah mereka pilih.
Page 2of 6
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Dalam konteks pelaksanaan revisi Undang-Undang tentang Pilkada yang
saat ini akan dibahas oleh Parlemen, Fraksi PAN memiliki beberapa catatan
penting yang dapat dijadikan koreksi bersama demi mewujudkan pesta
demokrasi yang elegan, aman, dan tidak menciderai prinsip-prinsip demokrasi;
Pertama, berkaitan dengan keberadaan calon Kepala daerah yang
pernah menjadi terpidana, Fraksi PAN secara sadar memahami bahwa
sesungguhnya setiap warga negara memiliki hak dan kesempatan sama dalam
pemerintahan, tidak terkecuali mantan terpidana, sebagaimana termaktub
dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Namun, dalam konteks kepemimpinan,
Fraksi PAN merasa perlu untuk memberikan batasan berkaitan dengan calon
terpidana ini.
Fraksi PAN sadar bahwa persoalan kepemimpinan bukanlah persoalan
yang mudah dan sederhana. Perlu kehati-hatian dan perenungan yang
panjang untuk menentukan sosok pemimpin tersebut. Menjadi pemimpin
tidak hanya sekedar pesoalan cakap dan tidak cakap semata. Tetapi lebih dari
itu, Pemimpin harus mampu memberikan teladan yang baik bagi masyarakat
yang dipimpinnya.
Untuk itulah Fraksi PAN memilih untuk memberikan batasan terhadap
mantan terpidana yang dapat dicalonkan sebagai kepada daerah. Dalam hal
ini, Fraksi PAN menolak keberadaan calon Kapala Daerah yang merupakan
mantan terpidana bandar narkoba dan pelaku kejahatan seksual. Fraksi PAN
menilai bahwa kejahatan sebagai bandar narkoba dan pelaku kejahatan
seksual adalah jenis kejahatan yang dilakukan secara sadar dan terencana,
serta kejahatan yang ia lakukan memiliki dampak jangka panjang bagi
korbannya, sehingga layak untuk tidak diberikan hak menjadi calon
pemimpin.
Page 3of6
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Saudara Pimpinan dan Anggota Dewan yang Terhormat
Serta Hadirin yang Berbahagia
Kedua, berkaitan dengan keberadaan calon Independen, Fraksi PAN
memandang perlu untuk menyesuaikan norma dalam revisi Undang-undang
ini dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XIII/2015
tentang persyaratan dukungan calon perseorangan. Yakni dasar perhitungan
dukungan bukan dari jumlah penduduk melainkan dari jumlah daftar pemilih
tetap di masing-masing daerah.
Selain itu, dalam rangka mewujudkan asas persamaan di hadapan
hukum (Equality Before the Law), Fraksi PAN berharap agar nilai-nilai dan
spirit yang terkandung dalam pasal tentang Calon Independen ini tidak
memberikan ruang diskriminiasi kepada Calon yang didukung oleh Partai
Politik maupun Calon Independen.
Ketiga, berkiatan dengan wacana pemberian sanksi kepada Partai Politik
yang telah memenuhi syarat mencalonkan pasangan calon namun tidak
mengusung pasangan calon, Fraksi PAN dengan tegas menolak keberadaan
pasal ini. Sebab, hal ini bertentang dengan prinsip kebebasan dalam
berdemokrasi.
Logika pemberian sanksi kepada partai politik sesungguhnya adalah
logika yang tidak benar. Demokrasi tentu tidak hanya persoalan menentukan
pilihan, tetapi juga sikap untuk tidak menentukan pilihan, terlebih jika
kebijakan partai menghendaki untuk tidak mengusung calon dengan alasan
kemaslahatan. Selain itu, pemberian sanksi kepada parpol yang tidak
mengusung pasangan calon juga bertentangan dengan asas penyelenggaran
pemilu yang bebas. Dalam hal ini, Parpol juga memiliki kebebasan untuk
bersikap, termasuk tidak mengusung pasangan calon.
Page4of6
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Saudara Pimpinan dan Anggota Dewan yang Terhormat
Serta Hadirin yang Berbahagia
Keempat, bekaitan dengan politik uang, kita semua tentu sepakat bahwa
money polytic adalah tindakan tercela dan memalukan. Lebih dari itu, praktik
politik uang menjadi pemicu rusaknya mental pemilih. Untuk itulah, segala
bentuk tindakan politik uang harus diberantas secara tegas.
Namun, jika melihat draft revisi Undang-Undang Pilkada yang diusulkan
oleh Pemerintah, nampaknya terdapat kerancuan berfikir oleh Pemerintah
dalam hal memberikan solusi pemberantasan praktik politik uang. Sebab,
dalam draft revisi Undang-Undang tentang Pilkada yang diajukan olrh
pemerintah ditegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memberikan
imbalan tertentu dengan tujuan untuk mempengaruhi pemilih dapat
dikenakan sanksi. Sanksi terse but juga berlaku bagi orang yang menerimanya.
Tentu ini sebuah pasal yang rentan disalahgunakan. Bahkan tidak menutup
kemungkinan, Pasal ini dapat pula digunakan untuk melakukan kriminalisasi
kepada seseorang.
Kelima, berkaitan dengan keberadaan calon tunggal dalam Pilkada,
Fraksi PAN berpendapat bahwa Calon tunggal tersebut harus mendapatkan
dukungan mayoritas dari pemilih. Peroleh jumlah suara yang diperoleh dalam
Pilkada paling tidak harus di atas 70%. Hal ini semata-mata bertujuan untuk
memberikan legitimasi kuat kepada calon tersebut. Selain itu juga
memberikan makna bahwa calon tersebut benar-benar diharapkan oleh
masyarakat setempat.
Saudara Pimpinan dan Anggota Dewan yang Terhormat
Serta Hadirin yang Berbahagia
Revisi Undang-Undang Pilkada tentu tidak hanya sekedar menciptakan
pesta demokrasi yang aman, tentram, dan kondusif semata. Tetapi lebih dari
itu, suksesi kepemimpinan daerah harus mampu melahirkan pemimpin
Page 5of6
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
pemimpin yang berkualitas serta mampu membawa perubahan positif bagi
daerah-daerah yang dipimpinnya.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, dengan mengucapkan
Bismillahirrahmannirrohim Fraksi Partai Amanat Nasional DPR RI menyatakan
Menerima Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk selanjutnya dapat dibahas
dan ditindaklanjuti menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Demikianlah, pandapat fraksi PAN DPRI atas Rancangan Undang
Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota ini. Semoga
apa yang kita lakukan senantiasa mendapatkan ridha, bimbingan, serta
petunjuk dari Allah Subhanahuwataala, Tuhan Yang Maha Esa. Amin
Billahittaufiq wal hidayah
Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 15 April 2016
PIMPINAN FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Page 6of 6
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI
PANDANGAN FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
TENT ANG RUU TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERPPU NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
Disampaikan Oleh Jubir FPKB DPR-RI: H. Yanuar Prihatin, M.Si
Anggota Nomor : A-49
Assalamu' alaikum Wr. Wb.
Yang Terhormat Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI; Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia; Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia; Menteri Keuangan Republik Indonesia; dan Hadirin sekalian
Pada kesempatan ini marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kesehatan, kesempatan dan hidayah kepada kita semua sehinga bisa hadir dan berkumpul di ruangan yang terhormat ini dalam rangka menyelesaikan tugas konstitusional, yaitu melakukan pembahasan atas RUU Tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Fraksi PKB DPR RI berpendapat bahwa perubahan terhadap undang-undang yang mengatur pemilihan kepala daerah sangat penting, strategis dan mendesak untuk dilakukan. Maksud utamanya adalah dalam rangka memperbaiki dan menyempurnakan pelaksanaan pemilihan kepala daerah sehingga mampu mencapai apa yang dikehendaki secara ideal, yaitu munculnya pemimpin-pemimpin terbaik untuk mengelola pemerintahan di daerah. Pemimpin terbaik adalah ktinci pokok kemajuan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. Tidak jarang suatu daerah memiliki potensi besar tapi lambat untuk tumbuh dan berkembang hanya karena pemerintah daerah dipimpin oleh orang yang tidak cakap dan di bawah standar kepemimpinan yang ideal.
SEKRETARIAT FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI GEDUNG NUSANTARA I DPR/MPR RI, LANTAl 18 / RUANG 18.08-18.09
JL. JENO. GATOT SUBROTO, SENAYAN, JAKARTA 10270, TELP. (021) 575 5687- 575 5716 FAX. (021) 575 5717, WEBSITE : www.fpkb.dpr.or.id
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Atas dasar itu, Fraksi PKB DPR RI memandang penting agar fokus perubahan terhadap undang-undang pemilihan kepala daerah ini dititikberatkan kepada 2 (dua) hal berikut, yaitu:
(l)Perbaikan atau penyempurnaan persyaratan calon dengan segala konsekuensi yang mengikutinya;
(2)Peningkatan kualitas, akurasi dan kejujuran basil penghitungan suara.
Dengan memperbaiki dua aspek tersebut secara signifikan dipastikan bahwa kualitas pilkada akan jauh lebih baik, terutama berupa jaminan munculnya calon-calon kepala daerah yang memenuhi syarat idela kepemimpinan.
Hadirin Sekalian,
Persyaratan calon kepala daerah yang berlaku selama ini boleh dibilang sangat tidak memadai untuk menjamin munculnya kepala daerah yang terbaik. Dalam bahasa lain, postur persyaratan calon ini sangat minimalis karena tidak mampu mengukur apa yang dimaksud dengan pemimpin terbaik. Syarat pencalonan yang berlaku sekarang ini lebih dominan pada aspek-aspek administratif dan simbolik-formalistik. Persyaratan yang bersifat kualitatif tidak begitu menonjol bahkan terkesan diabaikan secara sengaja.
Untuk mengatasi hal itu, maka tidak ada pilihan lain persyaratan calon dalam undang
undang yang baru nanti harus diperbaiki sampai ke akarnya. Beberapa persyaratan yang bersifat administratif dan simbolik-formalistik tetap dipertahankan, seperti fotokopi dokumen-dokumen pribadi calon, surat-surat pernyataan dan surat keterangan tentang hal-hal tertentu. Namun ke depan, persyaratan baru harus dimunculkan dengan kategori sebagai berikut, antara lain:
1. Syarat Rohani dan Jasmani, antara lain: a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan indikator-indikator
religiusitas yang teruji dan bisa dipertanggungjawabkan; b. Mampu secara rohani, mental dan kejiwaan berdasarkan pemeriksaan psikologi
menyeluruh dari tim ahli;
2. Syarat Ideologis, antara lain: a. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. memiliki pengetahuan dan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh tentang nilai-nilai dan pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3. Syarat Akademik: a. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat; b. memiliki pengetahuan yang cukup tentang pemerintahan dan pembangunan;
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
4. Syarat Kepemimpinan dan Manajerial, antara lain: a. Memiliki pengalaman dalam memimpin organisasi pemerintahan dan atau
organisasi politik, sosial kemasyarakatan, keagamaan, pendidikan dan organisasi lainnya yang sah menurut peraturan perundang-undangan;
b. kecakapan (kapablitas) kepemimpinan berdasarkan standart Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia (IKNI) yang bisa dipertanggungjawabkan;
c. khusus bagi petahana, dinyatakan berhasil selama periode kepemimpinan sebelumnya berdasarkan indikator-indiator kemajuan hasil-hasil pembangunan di daerahnya yang bisa dipertanggungjawabkan;
5. Syarat Politis: a. Diusulkan oleh partai politik atau mencalonkan diri sendiri sebagai calon
perseorangan; b. Cuti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati,
Walikota, dan Wakil Walikota yang mencalonkan diri di daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon peserta Pemilihan;
c. Cuti dari jabatannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil, kepala desa atau sebutan lain dan jabatan pada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.
Perubahan persyaratan ini dimaksudkan agar undang-undang ini mampu menjamin munculnya pasangan calon terbaik yang memenuhi standar kepemimpinan. Untuk beberapa persyaratan tertentu memerlukan test atau uji tertentu yang sungguhsungguh dan bisa dipertanggungjawabkan yang dilakukan oleh pihak atau lembaga yang kompeten dan kredibel. Contoh: uji ideologi dilakukan oleh Lemhanas, uji pengetahuan dilakukan oleh kampus, uji kejiwaan dilakukan oleh rumah sakit atau laboratorium psikologi, uji religiusitas dilakukan oleh lembaga keagamaan yang kredibel, uji prestasi bagi petahana dilakukan oleh BPS berdasarkan data otentik yang sudah ada.
Untuk keperluan uji tersebut perlu dikembangkan indikator dan parameter yang sahih, valid, akurat dan bisa dipertangungjawabkan secara akademik. Contoh: uji ideologi mencakup aspek pengetahuan, pemahaman, sikap, perilaku dan pengembangan Pancasila. Lemhanas ditugaskan untuk merumuskan indikator-indikator ini agar mampu mengukur kapasitas ideologi calon kepala daerah. Uji ideologi ini penting untuk memastikan bahwa para pemimpin memiliki kapasitas ideologi yang cukup memadai sebagai benteng terdepan mempertahankan dan mengembangkan ideologi Pancasila.
Pada sisi lain harus diingat pula, bahwa setiap warga negara apapun jabatan dan kedudukannya tetap memiliki hak untuk dicalonkan dan m:encalonkan diri dalam jabatan kepala daerah. Karena itu mereka yang pada saat pencalonan masih memegang jabatan lain di pemerintahan, parlemen, tentara, polisi dan BUMN/BUMD tidak perlu mengundurkan diri, cukup berstatus cuti sejak ditetapkan sebagai pasangan calon.
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
---------------------- -- ------- ----
..
Hadirin sekalian,
Untuk mampu menjamin peningkatan kualitas penghitungan suara, Fraksi PKB berpendapat bahwa perlu adanya terobosan baru berupa kemudahan pasangan calon dan masyarakat untuk mengakses hasil penghitungan suara di tingkat terbawah, yakni Tempat Pemungutan Suara (TPS). Salah satu caranya adalah perlunya kewajiban penyelenggara untuk menyampaikan formulir C-1 Plano asli yang berisi hasil penghitungan suara kepada setiap pasangan calon yang berkomopetisi. Penyelenggara juga harus mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS dalam bentuk form C-1 Plano asli ini di papan pengumuman kantor desa/kelurahan.
Dengan langkah ini, maka setiap orang dengan mudah bisa mengakses hasil penghitungan suara di tingkat TPS yang selama ini dirasakan sulit karena form C-1 plano hanya monopoli penyelenggara. Form C-1 plano harus menjadi dokumen negara sekaligus dokumen masyarakat. Langkah ini juga dipastikan akan mampu mem permudah penyelesaian sengketa hasil penghitungan suara di tingkat lokal tanpa harus berebut langkah penyelkesaian di tingkat nasional melalui Mahkamah Konstitusi.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah soal saksi pasangan calon. Fraksi PKB DPR RI mengusulkan agar saksi ini dibiayai oleh anggaran negara, baik saksi TPS, PPK maupun saksi KPU Kabupate/Kota dan KPU Provinsi. Mereka ditetapkan dan disahkan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota untuk pilkada bupati/walikota dan ditetapkan Bawaslu Provinsi untuk saksi dalam pilkada gubernur. Meskipun kedudukan saksi menjadi bagian dari Bawaslu, namun mereka bekerja untuk pasangan calon dan nama saksi juga berasal dari usulan pasangan calon tanpa boleh ditolak oleh Bawaslu/Panwaslu. Langkah ini penting sebagai bagian dari upaya untuk menjamin kualitas penghitungan suara di berbagai tingkatan, di samping memudahkan upaya penyelesaian sengketa hasil penghitungan suara di kemudian hari.
Demikian, beberapa pokok pikiran Fraksi PKB DPR RI disampaikan dengan harapan pemerintah dan fraksi-fraksi lain berkenan untuk mempertimbangkan dan menjadikannya sebagai substansi baru dalam undang-undang pilkada ini.
Dengan memohon ridho ALLAH SWT, Fraksi PKB DPR bahwa draft RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota Menjadi Undang-Undang setuju dilanjutkan pembahasannya hingga menjadi undang-undang.
Wallahul muwafftq ilaa aqwamiththorieq Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
H. Cucun A. Syamsurizal, S.Ag Sekretaris
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN GEDUNG NUSANTARA I, DPR/MPR-RI, JL. JENO. GATOT SUBROTO, JAKARTA 10270 Telp. (021) 575 5561 - 575 5562 - 575 5497 -575 5498- 575 5487 - Fax. (021) 575 5488
email: fppp_dpr_ri@yahoo.com I fppp_dpr_ri@hotmail.com
PANDANGAN FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DPR RI
TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENT ANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN
2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA MENJADIUNDANG-UNDANG
Disampaikan Dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI, 15 April 2016 Oleh Juru Bicara Fraksi PPP DPR RI: Dr. H. MZ. Amirul Tamim, M.Si
Anggota DPR RI Nomor: 544 Daerah Pemilihan : Sulawesi Tenggara
Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Pimpinan dan Anggota Komisi II yang kami hormati,
Puji Syukur kita panjatkan kepada ALLAH SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga pada hari ini kita dapat bersama-sama hadir ditempat ini sebagai wujud komitmen kita dalam tugas-tugas konstitusional.
Pimpinan dan Anggota Komisi II yang kami hormati,
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa di awal masa persidangan ini kita telah menerima Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan kedua atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemelihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Ada beberapa hal mendasar yang melatarbelakangi pemerintah mengusulkan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tersebut, antara lain yaitu :
• Sebagai respon dari keluarnya beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan Penyelenggaraan Pilkada serentak.
• Berdasarkan hasil evaluasi dari penyelenggaraan Pilkada serentak gelombang I (pertama) pada Desember 2015 yang lalu.
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
2
Pimpinan dan anggota Komisi II yang kami hormati,
Meskipun pilkada serentak gelombang I (pertama) telah bergulir dengan baik, namun masih terdapat pula beberapa permasalahan dalam penyelenggaraannya. Ada beberapa permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian serius dari kita semua, hal tersebut antara lain :
• Adanya daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon di Pilkada Serentak yang lalu;
• Masih rendahnya tingkat partisipasi pemilih secara nasional (rata-rata 60 % dari target yang ditetapkan KPU sebesar 67%); dan
• Masih adanya permasalahan-permasalahan teknis yang mengganggu terselenggaranya pemilihan kepala daerah yang JUJUR dan ADIL.
Untuk itu berkenaan dengan beberapa hal yang kami telah kemukakan diatas, maka Fraksi PPP pada dasarnya dapat memahami alasan pemerintah mengusulkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupatim dan Walikota.
Pimpinan dan anggota Komisi II yang kami hormati,
Setelah mempelajari dan mengkaji secara seksama, dalam penilaian kami terdapat beberapa materi penting yang perlu secara tegas diatur dalam Rancangan UndangUndang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 ini dalam rangka menjamin pelaksanaan Pilkada yang lebih demokratis dan berkualitas. Hal tersebut antara lain sebagai berikut :
• Pertama, Perlunya menambahkan ketentuan terkait kewajiban penyelenggara pemilihan kepala daerah (KPU dan BAWASLU) untuk ikut berkewajiban meningkatkan partisipasi pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Hal ini dengan mencermati salah satu permasalahan Pilkada serentak yang terus terjadi selama ini adalah rendahnya peran serta masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Dengan menjadi kewajiban penyelenggara akan lebih bertanggungjawab untuk meningkatkan penggunaan hak pilih.
• Kedua, Perlunya menghilangkan ketentuan syarat pengajuan pasangan calon 20 % dari jumlah kursi DPRD atau 25 % dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum.
Hal ini, selain lebih banyak memberi ruang bagi figur-figur potensial, ketentuan ini memberikan pula pilihan yang lebih variatif bagi masyarakat dalam menentukan pasangan calon yang diyakini tepat untuk memimpin daerahnya.
Ketentuan yang membatasi Partai Politik mendaftarkan pasangan calon, berimplikasi pada sedikitnya partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon, dan hal ini menyebabkan keberadaan partai politik yang "mahal" dimata pasangan calon. Akibatnya, tidak jarang didapati adanya "mahar politik" dilapangan dengan jumlah yang tidak sedikit.
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
3
Mempermudah pengusungan pasangan calon dengan memberikan ruang pada semua partai politik yang lolos parlementary threshold adalah bagian dari upaya sistimatis untuk mencegah praktek-praktek "politik uang" dalam proses pengusulan calon, serta meminimalisir banyaknya pasangan calon yang lahir ~r·iAElepe~- ~ ~ ... ~
Pada pilkada serentak diputaran pertama yang lalu, keterbatasan jumlah partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon kemudian dimanfaatkan pula oleh oknum tertentu untuk menggunakan strategi "tutup pintu" dalam pengusulan calon oleh partai politik.
• Ketiga, Perlunya menambahkan ketentuan syarat calon memiliki pengalaman di bidang pemerintahan atau organisasi sosial kemasyarakatan yang berhubungan dengan tugas-tugas pemerintahan.
Hal ini mengingat jabatan kepala daerah merupakan jabatan yang memerlukan keahlian dalam pengelolaan (manajemen) pemerintahan sehingga dibutuhkan figur yang berkualitas. Hal ini diperlukan pula untuk melindungi kepentingan masyarakat banyak agar mendapatkan pemimpin terbaik.
Sisi positif ketentuan ini adalah akan mendorong warga negara yang memiliki keinginan untuk maju sebagai calon kepala daerah agar menyiapkan diri sedini mungkin sehingga mengurangi pula kemungkinan lahirnya individu-individu yang hanya bermodalkan kekuatan financial dan sama sekali belum memiliki pengalaman terkait tugas-tugas pemerintahan.
• Keempat, Perlunya menghilangkan ketentuan terkait sanksi bagi partai politik yang tidak mengusulkan pasangan calon.
Hal ini karena tidak relevan lagi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan adanya calon tunggal. Yang perlu menjadi pemikiran adalah mengapa partai politik sulit mendapatkan calon/calon merasa sulit jika harus maju melalui jalur partai politik. Problemnya adalah pada pilkada 2015 yang lalu, proses persetujuan calon harus sampai pada tingkat OPP. Hal ini menimbulkan birokrasi pencalonan yang rumit dan panjang. Untuk itu perlu dipertimbangkan apakah tidak dibuat secara berjenjang, untuk calon Gubernur menjadi kewenangan OPP, sementara untuk Ca Ion Bupati/Walikota cukup menjadi keweangan kepengurusan partai politik setingkat OPO Provinsi.
• Kelima, Perlunya dipertimbangkan untuk meningkatkan partisipasi pemilih, maka anggota TNI dan POLRI yang memiliki KTP di daerah yang menyelenggarakan Pilkada dapat menggunakan hak pilih.
lsu ini tentu akan mengundang perdebatan namun dapat menjadi pemicu diskursus tentang hak pilih TNI dan POLRI. Sebagai rujukan dibeberapa Pilkades, anggota TNI dan POLRI memiliki hak pilih.
Pimpinan dan anggota Komisi II yang kami hormati,
Berdasarkan uraian dan pertimbangan obyektif di atas, serta kajian mendalam dan kesadaran penuh akan perlunya perbaikan-perbaikan mendasar pada Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota maka dengan mengucap Bismil/ahirrokhmanirrokhim Fraksi PPP menyatakan menyetujui untuk melanjutkan pembahasan lebih lanjut terkait perubahan kedua atas Undang-
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
4
Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota menjadi Undang-Udang pada masa persidangan ini.
Pimpinan dan anggota Komisi II yang kami hormati,
Demikianlah pandangan Fraksi Partai PPP atas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, dan kami meminta agar beberapa catatan yang kami sampaikan diatas dapat diterima dan menjadi perhatian kita bersama.
Semoga ALLAH Yang Maha Pengasih dan Penyayang selalu memberikan taufik dan hidayah pada kita sekalian.
Wallahulmuwafiq Ila Aqwamit Thoriq, Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
homafi I Nomor: 523
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
FRAKSIPARTAIHATINURANIRAKYAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Kantor MPR/DPR RI, Gd. Nusantara I Lantai XVI (16.12) JI. Jend. Gatot Subroto Senayan Jakarta 10270
Telp. 021 575 5568 - Fax. 021 - 575 5567
PANDANGAN MINI FRAKSI PARTAI HANURA
TERHADAP
RUU REVISI TENTANG UNDANG-UNDANG NO MOR 8 TAHUN 2015 TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR DAN W AK.IL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG
Di bacakan Oleh : DR. Rufinus Hotmaulana Hutauruk. SH .. MM .. MH
A-546
Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan Berkah, Rahmat,
Taufiq serta Hidayah-Nya kepada kita semua. Sesuai penugasan Pimpinan Komisi II DPR
RI Kepada setiap Kapoksi Fraksi-Fraksi Komisi II untuk memberikan masukan dan
pendapat atas revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, menjadi
Undang-undang, untuk selanjutnya dilakukan pembahasan. Adapun beberapa masukan dan
pendapat Fraksi Partai HANURA, sebagai berikut :
1. Terkait dengan Calon dan syarat Pencalonan :
Bahwa tujuan diadakannya pemilihan kepala daerah adalah untuk menemukan
pimpinan yang berkwalitas yang dapat memberi kontribusi yang besar kepada
daerah yang dipimpinnya. Sehubungan dengan itu maka berbagai proses dan
persyaratan dalam proses pemilihan kepala daerah seperti pola pengajuan pasangan
calon menjadi topik sentral untuk diatur dengan baik dalam suatu peraturan
perundang-undangan. Melihat dan belajar dari proses pemilihan kepala - kepala
daerah yang telah berlangsung pada periode yang dilakukan sejak 9 December
Tahun 2015 yang lalu memperlihatkan penting nya penyempurnaan dalam konteks
pengajuan pasangan calon yang harus dianalisa dalam berbagai perspektif agar
proses pembenahan dapat pula dilakukan secara komprehensif. Merujuk
pengalaman proses pencalonan Pilkada serentak gelombang pertama tahun 2015,
maka setidaknya ada 3 (tiga) persoalan yang harus menjadi perhatian, yaitu:
1
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
'.,\
(1). Proses pencalonan memerlukan aturan yang bisa menjamin pengajuan pasangan
calon dilakukan secara demokratis. Adapun perubahan di maksud antara lain
adalah:
(a). Pengunduran diri bagi Calon sebagai suatu keharusan.
Dalam Pasal 7 huruf (s), huruf (t), dan huruf (u) Nomor 8 tahun 2015
Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota telah mengatur
bagi calon yang ingin ~enjadi peserta dalam Pilkada yang memiliki
pekerjaan tertentu, yaitu PNS, TNI, POLRI, Anggota DPR IDPRD,
Pejabat I Pegawai BUMN/BUMD, Wajib Mengundurkan Diri. Hal
ini bertujuan agar dapat menghindari penggunaan fasilitas yang
dimiliki oleh calon bersangkutan selaku PNS, TNI, POLRI, Anggota
DPR /DPRD, Pejabat I Pegawai BUMN/BUMD dan disamping hal
tersebut tidak mengganggu tugas dan tanggung jawab calon pada
jabatan yang sedang dijabat dan calon dapat fokus pada proses
pencalonannya serta tidak mengganggu sistem dan sekaligus dapat
memberi peluang bagi orang lain yang mempunyai kapasitas dan
kapabilitas dibidang politik atupun pemerintahan untuk
menggantikan posisi dari pada calon yang maju didalam Pilkada.
Dan secara khusus juga bagi TNI, sebagaimana diatur dalam undang
undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
(TNI) Pasal 39 ayat (1) dan (2) bahwa prajurit TNI dilarang terlibat
dalam kegiatan menjadi anggota partai politik; dan kegiatan politik
praktis. Dan bagi POLRI di atur dalam undang-undang nomor 2
tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 28
ayat (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam
kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik
praktis. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya calon yang
berlatarbelakang TNI atau POLRI yang aktif turut serta dalam
melakukan politik praktis. Dan bagi PNS atau Aparatur Sipil Negara
di atur dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 9 ayat (2) bahwa Pegawai
ASN hams bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan
Partai Politik.
Disamping hal tersebut maka yang tidak kalah penting adalah
kedudukan hukum dari Putusan MK No. 33 PUU-XIIl/2015 dan
Putusan MK No. 46/PUU-Xlll/2015 yang tidak dapat diabaikan dan
mengharuskan para calon wajib mengundurkan diri sejak
2
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
pencalonannnya disahkan oleh KPU/KPUD merupakan hal yang
tidak dapat terpisahkan dari syarat pencalonan yang sudah ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan khususnya dalam Nomor 8
tahun 2015.
(b ). Terkait calon yang pernah dijatuhi hukuman pidana penjara
sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 8 tahun 2015
Pasal 7 huruf (g) :
1. Boleh mencalonkan diri dengan syarat mengumumkan secara
terbuka dan jujur kepada publik sebagai pelaku kejahatan yang
berulang;
2. Bagi yang tidak bersedia secara terbuka dan jujur mengemukakan
kepada publik sebagai mantan terpidana, calon yang bersangkutan
harus telah selesai menjalani pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun sebelum dimulainya jadwal pendaftaran; Terkait
~yarat calon yang berkaitan dengan persyaratan lain yang
berhubungan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi No.
42/PUU-XIIl/2015 Tentang seseorang dapat dipilih kembali bila
sudah 5 (lima) tahun setelah menjalani masa pidana penjara yang
telah kami setujui, walaupun sebenarnya persyaratan tersebut
diatas tidaklah cukup mengingat seorang kepala Daerah baik
Gubernur, Bupati dan Walikota adalah merupakan pemimpin yang
harus dapat menjadi panutan. Dalam hal ini juga Fraksi
HANURA tetap sangat menaruh perhatian terhadap syarat
pencalonan agar seorang pemimpin harus bebas dari pelaku
Narkoba, Korupsi dan Teroris haruslah menjadi pertimbangan
utama dari revisi dari undang-Undang yang dimaksud.
( d). Terkait dengan syarat calon tidak memiliki konflik kepentingan
dengan Petahana sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor
8 tahun 2015 Pasal 7 huruf (r) maka fraksi HANURA mengusulkan
agar di Hapus. Penghapusan syarat sebagaimana disebut diatas
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari Putusan MK No. 33
PUU-XIIl/2015 yang membolehkan calon memiliki konflik
kepentingan dengan Petahana.
(2). Revisi Undang-undang Pilkada harus mampu mengantisipasi sedemikian
rupa praktik "Money Politics" dalam proses pencalonan, sebagaimana
3
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 47 ayat (1) dan pasal 73.
Namun larangan "mahar" pencalonan dapat dikatakan gagal menekan
praktik ''politik uang". Dan meskipun terdapat Partai Politik yang secara
tegas mengharamkan mahar pada proses pencalonan dan secara institusi
tidak melakukan larangan Pasal 47 ayat (1) undang-undang tersebut,
namun secara individu sangat mungkin oknum bertindak berseberangan
dengan larangan di maksud. Oleh karena itu Fraksi Partai HANURA
mendukung agar seleksi harus dilakukan secara demokratis dan terbuka
dan harus dijadikan sebagai salahsatu strategi untuk dapat menghilangkan
praktek politik uang dalam proses pencalonan.
(3). Revisi undang-undang Pilkada tidak boleh dijadikan sebagai strategi lain
mempersulit hadirnya "Calon Perseorangan". Fraksi Partai HANURA
berpendapat sebagai bagian dari strategi membangun rivalitas positif
dengan Partai Politik dan menyediakan alternatif bagi pemilih, menaikkan
jumlah dukungan dapat dikatakan gagasan yang jauh dari demokratis dan
mempersulit calon perseorangan, oleh karena itu DPR dan Pemerintah
harus bertahan dengan syarat dalam Pasal 41 Undang-undang Nomor 8
Tahun 2015 yang mana hal tersebut dapat mengakomodir kedudukan
hukum Putusan MK No.60/PUU-Xlll/2015 dalam proses pemilihan kepala
daerah.
2. Terkait dengan Putusan dan Ambang Batas Sengketa :
(a). Bahwa Fraksi HANURA setuju agar pasal 157 ayat (8) dapat direvisi agar
dengan demikian dapat memberi kewenangan yang lebih luas kepada MK
dalam menyelesaikan suatu Putusan sengketa Pilkada pada batas waktu 45
hari sejak diterimanya permohonan perkara perselisihan hasil Pilkada. Hal
ini bertujuan agar perkara sengketa hasil Pilkada tidak berlarut-larut dan
akan menjadi lebih efisien.
(b ). Bahwa berkenaan dengan ambang batas dalam pengajuan sengketa hasil
perselisihan Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2015 menyebutkan bahwa tidak semua pasangan calon
dapat mengajukan sengketa ke MK, kecuali pihak yang memiliki perbedaan
suara lebih dari dua persen dari penetapan hasil perhitungan perolehan suara
sebagaimana diatur dalam pasal 158 ayat (1) huruf a, b dan c sebagaimana
dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 2015. Pembatasan tersebut secara
4
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
,-------
jelas diatur juga dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun
2015 juncto PMK Nomor 5 Tahun 2015 Pasal 6 ayat (3), yang semakin
membatasi suatu permohonan masuk tahap proses pembuktian dalam
persidangan di MK. Serta merujuk pada penyelesaian sengketa Pilkada
tahap pertama Tahun 2015, bahwa dari 147 perkara yang terdaftar di MK,
hanya 7 perkara yang masuk dalam proses pembuktian. Hal Ini menjadi
pertanyaan untuk menjawab bagaimana jika terjadi pelanggaran yang
bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses Pilkada, sementara
selisih suara berada lebih besar dari ambang batas. Karena hanya
berdasarkan alasan MK, yaitu "Open Legal Policy". Maka Fraksi Partai
HANURA berpendapat, sebagai berikut :
a. Sebaiknya tetap menambahkan norm.a baru ambang batas
persentase perbedaan suara yang dapat diterobos
MK sepanjang terdapat bukti-bukti kuat telah terjadi pelanggaran
bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang mempengaruhi
terpilihnya calon. Mahkamah Konstitusi tidak boleh terbelenggu
aturan-aturan keadilan procedural justice dan substantive justice.
b. Dengan dibukanya kemungkinan menerobos ketentuan ambang
batas, maka lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa
Pilkada atau Badan Peradilan Khusus tidak perlu menjadi pokok
pembahasan dalam revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015,
meskipun pada Pasal 157 ayat (1) Undang-undang tersebut
mengatur bahwa perselisihan hasil Pilkada diperiksa dan diadili
oleh Badan Peradilan Khusus. Amanat ini akan di laksanakan
dalam Pilkada serentak nasional Tahun 2022. Oleh karena itu
berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97 /PUU-Xl/2013
telah menghapus kewenangannya untuk menangani perselisihan
sengketa Pilkada, kecuali dapat dipertimbangkan secara rasional
apakah diperlukan dalam Pilkada Tahun 2017 dan 2018, sehingga
bisa jadi diselesaikan di Mahkamah Konstitusi.
3. Terkait dengan Pasangan Calon yang berasal dari Partai Politik yang
Bersengketa :
Bahwa terkait dengan draft revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 usulan
Pemerintah, pada Pasal 40A Ayat (2), menyebutkan:
Dalam hal terjadi sengketa kepengurusan Partai Politik, Partai Politik yang dapat
mendaftarkan pasangan calon adalah Partai Politik yang susunan kepengurusannya
5
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
terdaftar pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia sampai terdapat putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap atas sengketa kepengurusan Partai Politik
tersebut dan kepengurusannya didaftarkan pada kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Dan pasangan calon dari Partai Politik tersebut harus mendapatktln rekomendasi
dari kepengurusan Partai Politik di tingakt Pusat yang telah terdafta,r di
kementrian Hukum dan HAM.
4. Terkait dengan Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Pemilihan :
Bahwa terkait dengan draft revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 usulan
Pemerintah, pada Pasal 153, menyebutkan:
Sengketa tata usaha negara Pemilihan merupakan sengketa yang timbul dalam
bidang tata usaha negara Pemilihan, antara Calon Gubemur dan Calon Wakil
Gubemur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota dengan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota sebagai
akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota.
Untuk itu Fraksi Partai HANURA mengusulkan perubahan redaksional Pasal 153
tersebut diatas :
"Sengketa tata usaha negara Pemilihan merupakan sengketa yang timbul dalam
bidang tata usaha negara Pemilihan, bagi pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota
dan Calon Wakil Walikota yang dinyataktln Tidak Memenuhi Syarat setelah
diterima pendaftarannya dan dilakuktln verifiktlsi, di KPU Provinsi dan/atau
KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi
dan/atau KPU Kabupaten/Kota."
Alasannya: Sebagai contoh Pilkada 2015 terdapat beberapa pasangan calon yang telah ditolak pendaftarannya tetapi mengajukan sengketa TUN Pemilihan, yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi Pasangan Calon yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) setelah diterima pendaftarannya dan dilakukan verifikasi. Hal ini menunjukkan belum adanya kesamaan persepsi dari pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan Pilkada baik penyelenggara maupun peserta pemilihan.
5. Terkait dengan Anggaran Keamanan Penyelenggaraan Pilkada:
Terkait dengan Penambahan Pasal 166 ayat (la), draf usulan Pemerintah :
Fraksi Partai HANURA menyetujui agar anggaran penyelenggaraan keamanan
Pilkada lebih baik di bebankan dalam Anggaran Pendapatan belanja Negara
6
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
..
(APBN), sehingga Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dapat
dialokasikan untuk dana penyelenggaraan Pilkada.
Demikianlah masukan dan pendapat Fraksi Partai HANURA terhadap Rancangan Undang
undang Revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bu pa ti dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
Maka Fraksi Partai HANURA DPR RI menyatakan SETU.TU untuk di lakukan
pembahasan Revisi. Dan sekiranya mengambil fokus terhadap persoalan ·· yang hakiki
penyelenggaraan Pilkada sesuai Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945, dengan menjaga asas
asas Pemilu yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai Pasal 22 E
ayat (1) UUD NRI 1945.
Billahittaufiq Walhidayah, Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, 15 April 2016
PIMPINAN FRAKSI PARTAI HANURA DEWANPERWAKILANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
Ketua Sekretaris
7
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
FRAKSI PARTAI NasDem ------ 2014 - 2019 ------
Sekretariat: Gedung MPR I DPR RI Nusantara I Lantai 22 Ruang 2209 - 2210 P~:!~N~E~~2~!" Jin. Jend. Gatot Soebroto - Senayan Jakarta 10270 Telp. (021) 5755926 Fax. (021) 5755927
PANDANGANFRAKSIPARTAINASDEM TERHADAP RANCANGAN UNDANG·UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1TAHUN2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG UNDANG
Disampaikan Oleh : DRS. TAMANURI, MM Nomor Anggota : A- 9
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera untuk kita semua,
Salam Restorasi ! ! !
Yang Terhormat : Saudara Ketua dan Pimpinan Komisi II DPR RI, Saudara Pemerintah (Menteri) Saudara Pimpinan dan Anggota DPD-RI. Saudara-Saudari Anggota Komisi II DPR RI Hadirin Yang Berbahagia,
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rah mat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat menghadiri Rapat Pleno Komisi II DPR RI untuk mendengarkan Pendapat Fraksi atas Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang Undang
1
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang Undang dalam Program Legislasi Nasional disusun oleh Pemerintah, dan oleh Presiden RI Joko Widodo telah menyampaikan RUU tersebut kepada DPR dan segera dibahas di Komisi II DPR. Prinsip perubahan bagi Fraksi Partai NasDem tetap harus mengacuh pada landasan filosofis bahwa Pemerintahan yang dibentuk dilaksanakan berdasarkan kedaulatan rakyat melalui Pemilihan termasuk dalam memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara demokratis. Selain landasan filosofis juga mempertimbangkan aspek sosiologis dimana pelaksanaan Pilkada Serentak pada tanggal 9 Desember 2015 membutuhkan evaluasi dan perbaikan atas pelaksanaan Pilkada berikutnya yang lebih baik. Serta berdasar pertimbangan yuridis dibutuhkan adanya kepastian hukum dan jaminan bagi seluruh warga negera dalam menyelenggarakan dan mengikuti Pilkada.Pada umumnya perubahan yang diusulkan dan disusun oleh Pemerintah dapat diterima oleh Fraksi Partai NasDem DPR. Namun ada beberapa pokok materi perubahan yang menjadi pandangan Fraksi dan usulan Fraksi Partai NasDem DPR, yaitu:
1. Persyaratan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Akibat adanya Putusan Mahkamah Konstitusi. a. Putusan Mahkamah Konstitusi atas kewajiban bagi pegawai negeri sipil
(PNS), anggota DPR, DPD, dan DPRD untuk membuat pernyataan pengunduran diri sejak penetapan sebagai pasangan calon pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Fraksi Partai NasDem tetap konsisten dengan Putusan Mahkamah Konstitusi sehingga usulan Perubahan dari Pemerintah pada Pasal 7 huruf huruf t harus dilaksanakan, usulan perubahan redaksi dari persyaratan pengunduran diri sejak pendaftaran diubah menjadi sejak penetapan sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Selain Itu Fraksi Partai NasDem mengusulkan bukan pengunduran diri tetapi kepada Anggota DPR, DPD dan DPRD harus Non Aktif.
Pengaturan ini mengharuskan penyelenggara pemilihan harus benar-benar teliti dan cermat dalam melakukan verifikasi terhadap setiap pasangan calon.Pembatalan terhadap pasangan calon yang sudah ditetapkan tidak dapat dilakukan oleh penyelenggara pemilihan untuk menghindari conflict of interest.
b. Putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan mantan narapidana dapat maju sebagai pasangan calon pada Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota jika telah mengumumkan kepada masyarakat luas bahwa yang bersangkutan pernah menjadi narapidana. Menurut Fraksi Partai NasDem putusan MK ini sudah sesuai dengan rumusan yang disusun oleh Pemerintah. Tetapi dibutuhkan perubahan rumusan dan penjelasan. Sehingga diusulkan:
2
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Pasal 7. g. Bagi mantan narapida telah secara terbuka dan jujur mengemukakan
kepada publik secara lisan dan tertulis bahwa yang bersangkutan mantan narapidana pada kasus tertentu.
Tambahan penjelasan Pasal 7 huruf g.
Keterangan sebagai mantan narapidana pada kasus tertentu harus dipublikasi secara tertulis pada media lokal sesuai dengan daerah yang melaksanakan Pilkada dan media nasional.
2. Persyaratan calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Caton Wakil Gubernur jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat pada daftar pemilih tetap di daerah bersangkutan pada pemilu sebelumnya dengan jumlah dan batas dukungan yang diusulkan dan disusun oleh Pemerintah, bagi Fraksi Partai NasDem sudah sesuai, karena calon Perseorangan berbeda dengan Calon yang diusung oleh Partai Politik.
3. Ketentuan pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tetap. Tetapi Perubahan pada Pasal 40 ayat (5) oleh Pemerintah diusulkan untuk dihapus. Hal ini karena Partai Politik atau gabungan Partai Politik memiliki hak memilih tidak memilih Pasangan Calon. Proses seleksi yang dilakukan oleh Partai Politik merupakan bagian dari demokrasi, sehingga jika tidak terdapatnya Calon yang sesuai dengan visi, misi dan tujuan Partai, maka hak Partai Politik untuk tidak memilih, sehingga tidak perlu dipaksakan untuk menentukan pilihan yang tidak sejalan dengan platform Partai. Maka Pasal 40 ayat (5) diusulkan dihapus.
4. Perubahan pada Pasal 109 ayat (3) yang mengatur tentang calon tunggal dimana Pasangan Calon Terpilih Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur peserta Pemilihan memperoleh suara 50% (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih. Terhadap ketentuan ini perlu dirumuskan kembali dengan usulan:
Pasal 109 (3) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur peserta Pemilihan memperoleh suara lebih banyak daripada kotak kosong dari jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.
5. Pada Pasal 7, perlu ditambakan persyaratan warga Negara Indonesia yang mau menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah harus memenuhi syarat jika tidak pernah mengkonsumsi Narkoba atau sejenisnya. Usulan pengaturan ini penting agar Pemimpin Masyarakan harus menjadi panutan dan teladan dalam memimpin pemerintahan dan memimpin rakyat, serta terbebas dari Narkoba dan sejenisnya.
3
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
6. Pada Pasal 7, perlu ditambakan persyaratan warga Negara Indonesia yang mau menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah harus memenuhi syarat jika tidak sedang menjalani proses hukum sejak dinyatakan tersangka. Usulan pengaturan ini sangat penting dimasukan sebagai konsekwensi dari seseorang yang sudah dinyatakan sebagai tersangka sehingga tidak akan menggaggu tahapan pemilihan.
7. Dalam hal kertas suara, perlu diatur tentang kertas suara yang hanya memiliki satu pasangan calon (Calon Tunggal) dimana kertas suaranya dari mencoblos tulisan setuju atau tidak setuju diubah menjadi Pasangan Calon Bergambar (Foto) dan Kotak Kosong. Pengaturan ini lebih memberikan kejelasan bahwa ada pasangan calon yang termuat dalam kertas suara melalui foto untuk memberikan pertimbangan pilihan apakah pemilih akan memilih pasangan calon yang berada didalam foto kertas suara, ataukah menentukan pilihan dengan mencoblos gambar kotak kosong sebagai pilihan tidak memilih pasangan calon yang ada di kertas suara.
8. Usulan teknis untuk disetiap Tempat Pemungutan Suara (TPS), jumlah pemilih dalam daftar pemilih di TPS perlu ditingkatkan jumlah pemilih yang sebelumnya setiap TPS sekitar 400 Pemilih, di tingkatkan menjadi 800 Pemilih di setiap TPS. Pengaturan ini demi efisiensi dan efektifitas untuk menghindari adanya manipulasi dalam pemungutan suara, karena semakin banyak TPS, maka semakin banyak pula manipulasi suara yang dilakukan oleh oknum penyelenggara pemilihan.
9. Maraknya mahar politik dan money politik, membutuhkan ketegasan dan keberanian dari Penyelenggara Pemilihan baik dari KPU/KPUD dan Bawaslu dalam menindak setiap pelanggaran sebagaimana sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
10. Pendidikan politik dan pendidikan kader Partai Politik sangat penting dilakukan oleh setiap Partai Politik sehingga akan menciptakan kader-kader Partai Politik yang memahami visi dan misi Partai, serta cita-cita dan tujuan partai yang militant dan memiliki keterampilan memimpin. Dengan demikian amanat Konstitusi yang mewajibkan setiap Parpol memiliki hak untuk mengusung Calon Pejabat Publik khususnya untuk menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah telah tersedia didalam internal Partai Politik, tanpa harus memilih dari luar Partai Politik, kecuali mengharuskan Partai untuk memilih diluar partai dengan proses seleksi internal partai. Pendidikan Kader Partai diperlukan agar tidak ada calon lain yang masuk yang menunggu melalui tikungan dan melakukan mahar politik demi bisa menjadi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
11. Perlu pengaturan tentang batasan kewenangan Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, Penjabat Walikota khususnya penggantian pejabat di lingkungan
4
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Pemerintah Provinsi, Kabupaten, atau Kata. Dengan usulan rumusan:
Pasal 201 ayat ( .... ) Penjabat Gubernur/Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilarang melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota sampai dengan pelantikan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
12. Perlu diatur mekanisme tentang Partai Politik bagi Parpol sebagai Pendukung, dikarenakan adanya Parpol yang tidak diikutsertakan sebagai Pengusung pada Laporan atau Pengumuman KPU, sehingga hanya sebagai Pendukung. Hal ini berimplikasi pada ketika Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang berhenti maka ada PAW, dimana Parpol pendukung tidak masuk.
13. Perlu pengaturan terkait dengan pengawasan terhadap Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten / Kota karena kenyataan dilapangan banyak oknum pengawas pemilu yang justru melakukan pelanggaran di lapangan. Selain itu adanya laporan masyarakat yang kurang mendapat perhatian dari Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten / Kota Sehingga diusulkan penambahan aturan pada Pasal 27A, yaitu:
Pasal 27A e. menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi kepada KPU terkait
terganggunya tahapan Pemilihan Gubernur;dan f. melakukan evaluasi pengawasan penyelenggara Pemilihan.
14. Implementasi Pasal 45 ayat (2) huruf d, khususnya klausul yang mengatur mengenai "utang yang merugikan keuangan negara" pada praktiknya ketentuan demikian multitafsir dan menimbulkan perdebatan apa yang dimaksud dengan "merugikan keuangan negara". Sebagai contoh, seorang bakal calon pernah menduduki jabatan birokrasi dan berdasarkan laporan BPK terdapat temuan kerugian negara. Apakah hasil pemeriksaan BPK tersebut merupakan tanggung jawab dari bakal calon yang bersangkutan, baik yang masih menjabat maupun telah berakhir masa jabatannya? Selain itu, utang perseorangan pada bank milik negara atau pemerintah daerah apakah juga termasuk dalam kategori utang yang merugikan keuangan negara? Untuk itu diusulkan adanya penjelasan Pasal 45 ayat (2) tentang penjelasan lebih apa yang dimaksud dengan Utang Yang merugikan Negara sebagaimana disebutkan dalam klasul yang dijelaskan lebih rinci.
15. Terhadap Pasal 45 ayat (1) dan (2) perlu penegasan bahwa berdasarkan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 281 ayat (2) dan ayat (5), dan Pasal 28J UUD 1945 Jo. Pasal 43 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, maka guna menjamin hak konstitusi warga negara dalam pemerintahan, perlu perubahan pengaturan tentang kewajiban mengundurkan diri, semula pada masa pendaftaran diubah menjadi kewajiban mengundurkan diri dari PNS, TNI, Polri, BUMN, BUMD, Anggota DPR, DPD, atau DPRD setelah ditetapkan sebagai Pasangan Caton peserta pemilihan. Perubahan ketentuan
5
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
tersebut perlu dilakukan untuk memberikan kepastian penggunaan hak konstitusional warga negara menjadi calon peserta pemilihan. Dalam penyelenggaraan Pilkada serentak Tahun 2015 terdapat beberapa kasus pejabat yang memiliki wewenang menerbitkan surat keputusan pemberhentian mempersulit/menghalang-halangi hak seseorang untuk menjadi calon peserta pemilihan. Sehingga mendasar pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahandalam Pasal 53 yang mengatur tentangbatas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dari isntansi yang berwenang.Usulan penambahan ketentuan pasal rumusannya sebagai berikut:
Pasal 45A (1) Pengajuan pengunduran diri dari PNS, TNI, Polri, BUMN, BUMD, Anggota
DPR, DPD, atau DPRD menghilangkan hak dan melepaskan kewajiban yang bersangkutan sebagai PNS, TNI, Polri, BUMN, BUMD, Anggota DPR, DPD, atau DPRD sejak ditetapkan sebagai calon peserta pemilihan.
(2) Instansi yang berwenang wajib menerbitkan keputusan pemberhentian sebagai PNS, TNI, Polri, BUMN, BUMD, Anggota DPR, DPD, atau DPRD paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak permohonan pengunduran diri diajukan.
(3) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), instansi yang berwenang tidak menetapkan dan/atau menerbitkan keputusan pemberhentian, maka dianggap pengajuan pengunduran diri disetujui dan yang bersangkutan dinyatakan memenuhi syarat.
16. Ketentuan dalam Pasal 74 belum mengatur dana kampanye yang bersumber dari pasangan calon perseorangan. Hal demikian mengakibatkan laporan dana kampanye tidak mencerminkan realitas yang sesungguhnya. Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas laporan dana kampanye perlu ditambah pengaturan sumber dana kampanye dari dari pasangan calon perseorangan. Sehingga diusulkan penambahan ayat dan dimasukan dalam ayat (1) karena terkait langsung dengan sumber dana Pasangan Calon. deng Usulan Rumusan Pasal 74:
Pasal74 (1) Dana Kampanye pasangan calon yang diusulkan Partai Politik atau
gabungan Partai Politik dapat diperoleh dari: a. Pasangan Calon; b. Sumbangan Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan pasangan calon; dan/atau. c. sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan
perseorangan, kelompok dan/atau badan hukum swasta.
17. Pengaturan dalam Pasal 162 ayat (3) yang berbunyi; Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
6
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Pasal 162 ayat (3) diusulkan dihapus karena secara prinsip ketika Gubernur, Bupati, atau Walikota telah dilantik sebagai Kepala Daerah, maka yang bersangkutan telah memiliki kewenangan penuh dalam mengatur penyelenggaraan pemerintahan di daerah, termasuk dalam melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah yang dipimpin. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Dengan demikian Pasal 162 ayat (3) dihapus, atau mengikuti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Demikian usulan Perubahan Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang Undang untuk dilanjutkan dalam pembahasan antara DPR, Pemerintah dan DPD.
Demikian Pendapat Fraksi Partai NasDem DPR RI, semoga Tuhan Yang Maha Esa mencurahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita sekalian dalam
menjalankan tugas dan fungsi kita sebaik-baiknya.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam Restorasi ! ! !
Jakarta, 15 April 2016
PIMPINAN FRAKSI PARTAI NasDem DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Ketua Sekretaris
7
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
top related