99182174 sistemik lupus eritematosus
Post on 26-Oct-2015
65 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Case Individu
SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS
Disusun Oleh:
JESSIECA LIUSEN
0708112138
Pembimbing:dr. RAYENDRA, SpPD. FINASIM
KEPANITERAAN KLINIK KBKBAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAURUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU2012
24
BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma lupus eritematosus (SLE) merupakan prototipe penyakit
otoimun yang ditandai dengan produksi antibodi terhadap komponen inti sel yang
berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. SLE terutama menyerang
wanita muda dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa
reproduksi dengan ratio wanita: laki-laki 5:1. Etiologinya tidak jelas, diduga
berhubungan dengan gen respon imun spesifik kompleks histokompatibilitas
mayor kelas II, yaitu HLA (Human Leucocyte Antigent) DR-2 dan HLA-DR3.1
Dalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu penyakit rematik
utama di dunia. Prevalensi SLE di berbagai negara sangat bervariasi. Prevalensi
pada berbagai populasi antara 2,9/100.000 – 400/100.000. SLE lebih sering
ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa negro, China, dan mungkin juga
Filipina. Terdapat juga tendensi familial. Faktor ekonomi dan geografi tidak
mempengaruhi distribusi penyakit. 1
Beberapa data di Indonesia dari pasien yang dirawat di Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ditemukan 37,7 %
kasus pada tahun 1998-1990. Di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad
sendiri belum ada data mengenai prevalensi SLE. Diagnosis SLE ditentukan
dengan beberapa kriteria seperti kriteria Dubois, kriteria American College of
Rheumatology atau kriteria American Rheumatic Association. 1
Prinsip umum dalam penatalaksanaan SLE berupa penyuluhan dan
intervensi psikologis. Penatalaksanaan dilaksanakan secara komprehensif meliputi
non medika mentosa dan medika mentosa. 1
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sistemik lupus eritematosus (SLE) adalah penyakit otoimun yang
mengakibatkan kerusakan organ, jaringan, dan sel yang dimediasi karena
kompleks imun dan autoantibodi yang berikatan dengan antigen jaringan.2
2.2 Epidemiologi
Sistemik lupus eritematosus terutama menyerang wanita muda dengan
insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa reproduksi dengan ratio
wanita: laki-laki 5:1. Dalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu
penyakit rematik utama di dunia. Prevalensi SLE di berbagai negara sangat
bervariasi. Prevalensi pada berbagai populasi antara 2,9/100.000 – 400/100.000.
SLE lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa negro, China, dan
mungkin juga Filipina. Terdapat juga tendensi familial. Prevalensi SLE di
Amerika 15-50 per 100.000 penduduk dengan etnis terbanyak yakni Amerika
Afrika. Faktor ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi penyakit. 1,2
Beberapa data di Indonesia dari pasien yang dirawat di Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ditemukan 37,7 %
kasus pada tahun 1998-1990. Di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad
sendiri belum ada data mengenai prevalensi SLE.1
2.3 Etiopatogenesis
Etiologi dan pathogenesis SLE belum diketahui dengan jelas. Meskipun
demikian, terdapat banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multifaktor, dan
ini mencakup pengaruh faktor genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respon
imun. Faktor genetik memegang peranan penting dalam kerentanan serta ekspresi
penyakit. Sekitar 10-20% pasien SLE mempunya kerabat dekat yang juga
menderita SLE. Angka terdapatnya SLE pada kembar identik 24-69% lebih tinggi
dari saudara kembar non identik 2-9%.1
26
Penelitian terakhir yang menunjukkan beberapa gen berikut HLA_DR 2
dan HLA-DR 3 berperan dalam mengkode unsur sistem imun. Gen lain yang ikut
berperan seperti gen yang mengkode sel reseptor T, imunoglobulin, dan sitokin.
Sistem neuroendokrin ikut berperan melalui pengaruhnya terhadap sistem imun.
Penelitian menunjukkan bahwa sistem neuroendokrin dengan sistem imun saling
mempunyai hubungan timbal balik. Beberapa penelitian berhasil menunjukkan
bahwa hormon prolaktin dapat merangsang respon imun.1
Adanya satu atau beberapa faktor pemicu pada individu yang mempunyai
predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal pada sel CD4
mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self antigen. Akibatnya
muncullah sel T autoreaktif yang menyebabkan induksi dan ekspansi sel B, baik
yang memproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Wujud pemicu
ini masih belum jelas. Sebagian diduga hormon seks, sinar UV, infeksi.1
Pada SLE autoantibodi terbentuk ditujukan terhadap antigen yang
terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein
histon dan non histon. Kebanyakan di antaranya adalah dalam keadaan alamiah
terdapat dalam bentuk agregat protein dan kompleks protein RNA. Ciri khas
autoantigen ini mereka tidak tissue spesific dan merupakan komponen integrasi
dari semua jenis sel.1
Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti nuclear antibodi).
Dengan antigen spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar di
sirkulasi. Klirens kompleks imun menurun, meningkatnya kelarutan kompleks
imun, gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan uptake
kompleks imun pada limpa terjadi pada SLE. Sehingga kompleks imun tersebut
deposit ke luar sistem fagosit mononuklear. Endapannya di berbagai organ
mengakibatkan aktivasi komplemen sehingga terjadi peradangan. Organ tersebut
bisa berupa ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit, dll.1
2.4 Manifestasi klinis
Gejala konstitusi. Seperti fatigue, penurunan berat badan, demam yang
sifatnya tidak mengancam jiwa. Penurunan berat badan yang terjadi dapat
27
dibarengi dengan gejala gastrointestinal. Demam dapat lebih dari 400C tanpa
leukositosis. Menggigil (-). 1,3
Manifestasi renal. Komplikasi ini mengancam jiwa dan terjadi pada 30%
pasien dengan SLE. Nefritis terjadi pada beberapa tahun awal SLE. Gejala awal
bisa asimtomatik, sehingga pemeriksaan urinalisis dan tekanan darah penting.
Karakteristik manifestasi renal berupa proteinuria >500 mg/urin 24 jam, sedimen
eritrosit. Klasifikasi glomerulonefritis akibat SLE terdiri dari beberapa kelas.3
1. Minimal mesangial lupus nefritis
2. Mesangial proliferatif lupus nefritis
3. Fokal lupus nefritis
4. Difus lupus nefritis
5. Membranosa lupus nefritis
6. Sklerosis lupus nefritis
Manifestasi neuropsikiatrik. Terdapat 19 manifestasi lupus
neuropsikiatrik yang bisa dibuktikan hanya dengan biopsi. Gejala yang dirasakan
berupa nyeri kepala, kejang, depresi, psikosis, neuropati perifer. Manifestasi
sistem saraf pusat berupa aseptik meningitis, penyakit serebrovaskuler, sindrom
demielinasi, nyeri kepala, gangguan gerakan, mielopati, kejang, penurunan
kesadaran akut, kecemasan, disfungsi kognitif, gangguan mood, psikosis.
Manifestasi sistem saraf perifer berupa polineuropati perifer akut, gejala autonom,
mononeuropati, miastenia gravis, neuropati kranial, pleksopati.3
Manifestasi muskuloskeletal. Manifestasi yang satu ini merupakan
manifestasi yang paling sering mengungkap terjadi SLE pada pasien. Atralgia dan
mialgia merupakan gejala tersering. Keluhan ini sering kali dianggap mirip
dengan artritis reumatoid dan bisa disertai dengan faktor reumatoid positif.
Perbedaannya SLE biasanya tidak menyebabkan deformitas, durasi kejadian
hanya beberapa menit.1,3
Manifestasi kulit. Gejala yang terjadi berikut berupa rash malar dan
diskoid. Sering dicetuskan oleh fotosensitivitas. Bisa terjadi alopesia. Manifestasi
oral berupa terbentuknya ulkus atau kandidiasis, mata dan vagina kering.
Perhatikan gambar 1 berikut malar rash dan gambar 2 alopesia berat akibat SLE.3,4
28
Gambar 1. Rash malar4
Gambar 2. Alopesia berat SLE5
Manifestasi hematologi. Berupa anemia normokrom
normositer,trombositopenia, leukopenia. Anemia yang terjadi bisa terjadi akibat
SLE maupun akibat manifestasi renal pada SLE sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia. Limfopenia < 1500/uL terjadi pada 80% kasus. 3,5
Manifestasi paru. berupa pneumositis, emboli paru, hipertensi pul,onal,
perdarahan paru, pleuritis. Pleuritis memiliki gejala nyeri dada, batuk, sesak
napas. Efusi pleura juga bisa terjadi dengan hasil cairan berupa eksudat. Shrinking
lung syndrome merupakan sistemik yang terjadi akibat atelektasis paru basal yang
terjadi akibat disfungsi diafragma.3-5
Manifestasi gastrointestinal. Gejala tersering berupa dispepsia, yang bisa
terjadi baik akibat penyakit SLE itu sendiri atau efek samping pengobatannya.
Hepatosplenomegali (+). Terjadinya vaskulitis mesenterika merupakan
komplikasi paling mengancam nyawa karena dapat menyebabkan terjadinya
perforasi sehingga memerlukan penatalaksanaan berupa laparotomi.3-5
29
Manifestasi vaskuler. Fenomena raynaud, livedo reticularis yang
merupakan abnormalitas mikrovaskuler pada ekstremitas, trombosis merupakan
komplikasi yang terjadi. Gambar berikut 3 menunjukkan livedo reticularis.3-6
Gambar 3. Livedo reticularis6
Manifestasi kardiovaskuler. SLE dapat menyebabkan terjadinya
aterosklerosis yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadi infark miokard.
Gagal jantung dan angina pektoris, valvulitis, vegetasi pada katup jantung
merupakan beberapa manifestasi lainnya.1,3
2.5 Diagnosis
Kriteria diagnosis yang digunakan adalah dari American
College of Rheumatology 1997 yang terdiri dari 11 kriteria,
dikatakan pasien tersebut SLE jika ditemukan 4 dari 11 kriteria
yang ada. Berikut ini adalah 11 kriteria tersebut.1,7
No Kriteria Batasan
1 Rash malar Eritema, datar atau timbul di atas
eminensia malar dan bisa meluas ke
lipatan nasolabial
2 Discoid rash Bercak kemerahan dengan keratosis
30
bersisik dan sumbatan folikel. Pada
SLE lanjut ditemukan parut atrofi
3 Fotosensitivitas Ruam kulit akibat reaksi abnormal
terhadap sinar matahari
4 Ulkus oral Ulserasi oral atau nasofaring yang
tidak nyeri
5 Artritis nonerosif Melibatkan 2 atau lebih sendi perifer
dengan karakteristik efusi, nyeri, dan
bengkak
6 Pleuritis atau
perikarditis
a. Pleuritis: nyeri pleuritik,
ditemukannya pleuritik rub atau
efusi pleura
b. Perikarditis: EKG dan pericardial
friction rub
7 Gangguan renal a. Proteinuria persisten > 0,5 gr per
hari atau kualifikasi >+++
b. Sedimen eritrosit, granular,
tubular atau campuran
8 Gangguan
neurologis
a. Kejang- tidak disebabkan oleh
gangguan metabolik maupun
obat-obatan seperti uremia,
ketoasidosis, ketidakseimbangan
elektrolit
b. Psikosis- tanpa disebabkan obat
maupun kelainan metabolik di
atas
9 Gangguan
hematologi
a. Anemia hemolitik dengan
retikulositosis
b. Leukopenia < 4000/uL
c. Limfopenia < 1500/uL
d. Trombositopenia< 100,000/uL
10 Gangguan a. antiDNA meningkat
31
imunologi b. anti Sm meningkat
c. antibodi antifosfolipid: IgG IgM
antikardiolipin meningkat, tes
koagulasi lupus (+) dengan
metode standar, hasil (+) palsu
dan dibuktikan dengan
pemeriksaan imobilisasi
T.pallidum 6 bulan kemudian atau
fluoresensi absorsi antibodi
11 Antibodi
antinuklear
(ANA)
Titer ANA meningkat dari normal
2.6 Penatalaksanaan
Tidak ada kata sembuh untuk SLE, remisi komplit pun jarang terjadi. Oleh
karena itu perlu diperhatikan untuk mengendalikan serangan akut dan mengatur
stratefi sehingga dapat mensupresi terjadinya kerusakan target organ. Tatalaksana
diberikan sesuai manifestasi klinis yang terjadi dan dibagi dalam kelompok yang
mengancam nyawa dan tidak mengancam nyawa.2,3
2.6.1. Terapi non farmakologis
Penyuluhan dan edukasi penting diberikan pada pasien dengan SLE yang
baru terdiagnosis. Berikut adalah beberapa hal penting dalam edukasi SLE:1
Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya
Masalah terkait fisik misalnya penggunaan kortikosteroid untuk
tatalaksana SLE bisa menyebabkan osteoporosis sehingga perlu dibarengi
dengan latihan jasmani, istirahat, diet, dan mengatasi infeksi secepatnya
serta menggunakan kontrasepsi
Menggunakan payung, lengan panjang atau krem sinar matahari jika
terpapar matahari
Memberikan edukasi mengenai terapi yang akan diberikan. Pasien dengan
SLE mengancam nyawa diberikan terapi agresif yakni imunosupresan dan
32
kortikosteroid dosis tinggi, sedangkan yang tidak mengancam nyawa
diberikan terapi konservatif.
2.6.2. Terapi farmakologi
2.6.2.1. Sistemik lupus eritematosus ringan
Artritis, artalgia, mialgia. Keluhan ringan diberikan analgetik atau
NSAID. Jika tidak membaik dipertimbangkan pemberian hidroksiklorokuin
400mg/hari. Jika dalam 6 bulan tidak berefek juga maka stop. Dapat diberikan
kortikosteroid dosis rendah 15mg tiap pagi. Atau metrotreksat 7,5-15 mg/minggu.
Atau bisa dipertimbangkan pemberian cox-2 inhibitor.1,7
Lupus kutaneus. Menggunakan sunscreen untuk melindungi tubuh
sehingga mengurangi gejala fotosensitivitas. Sunscreen topikal berupa krem,
minyak, lotio atau gel yang mengandung PABA, ester, benzofenon, salisilat dan
sinamat. Sunscreen dipakai ulang setelah mandi atau berkeringat. Dermatitis lupus
diberikan kortikosteroid topikal krem, salep atau injeksi. Antimalaria juga dapat
digunakan karena memiliki efek sunblock dan sunscreen. 1,7
Fatiq dan keluhan sistemik. Tidak memerlukan terapi spesifik. Cukup
menambah waktu istirahat dan menunjukkan empati.1,7
Serositis. Nyeri dada dan abdomen merupakan tanda serositis. Keadaan
ini diatasi dengan NSAID, antimalaria atau glukokortikoid dosis 15 mg/hari. Pada
keadaan berat memerlukan kostikosteroid sistemik.1,7
2.6.2.2. Sistemik lupus eritematosus yang mengancam jiwa
Keterlibatan organ dapat menyebabkan kerusakan yang ireversibel.
Contohnya pasien dengan lupus nefritis dapat menjadi gagal ginjal kronik. Pasien
dengan manifestasi kardiak bisa menyebabkan gagal jantung, insufisiensi katup
jantung, atau tamponade perikardial. Anemia berat atau trombositopenia bisa
mengancam nyawa. Keadaan yang demikian memerlukan campur tangan
spesialisasi SLE.7
Berikut ini adalah contoh manifestasi yang mengancam nyawa dari SLE7
Jantung: vaskulitis/ vaskulopati koroner, endokarditis, miokarditis,
perikardial tamponade, hipertensi maligna
33
Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia < 1000/uL, trombositopenia <
50000/uL, trombotik trombositopenia purpura, trombosis vena atau arterial
Neurologis: kejang, penurunan kesadaran akut-koma, stroke, mielopati
tranversal, mononeuritis, polineuritis, optik neuritis, psikosis, sindrom
demielinasi
Otot: miositis
Pulmo: hipertensi pulmonal, perdarahan pulmo, pneumositis,
emboli/infark paru, shringking lung, fibrosis interstisial
Gastrointestinal: vaskulitis mesenterika, pankreatitis
Renal: nefritis persisten, glomerulonefritis progresif, sindroma nefrotik
Kulit: vaskulitis, ruam dengan ulserasi difus
Konstitusional: demam tinggi tanpa infeksi yang jelas
Glukokortikoid. Prednison oral 1-1,5 mg/kg/hari atau metilprednisolon
bolus 1gram selama 3-5 hari yang dilanjutkan dengan prednison oral. Respon
terapi dilihat selama 6 minggu pertama, jika respon baik maka dosis steroid
diturunkan 5-10% tiap minggu. Setelah sampai dosis 30 mg/hari diberikan
penurunan 2,5 mg/minggu, jika sudah sampai dosis 10-15 mg/hari, turunkan dosis
1mg/minggu. Jika terjadi eksaserbasi berikan dosis efektif, lalu turunkan lagi.1,7
Imunosupresan. Imunosupresan ini diberikan jika hanya tidak respon
dengan terapi steroid, setelah 4 minggu pemberian. Contoh imunosupresan yang
bisa diberikan berupa siklofosfamid, azatioprin, metotreksat, klorambusil,
siklosporin. Pilihan obat tergantung keadaan. Untuk artritis berat pilihannya
adalah metotreksat. Nefritis lupus diberikan siklofosfamid atau azatioprin.
Siklofosfamid bolus 0,5-1 gr/m2 dalam 250 cc NS selama 1 jam diikuti pemberian
cairan 2-3 L/24 jam. Jika ada nefritis, dosis siklofosfamid hanya 500-750 mg/m2.
Pemberiannya selama 6 bulan, kemudian dalam 3 bulan selama 2 tahun.
Azatioprin oral 1-3 mg/kg/hari selama 6-12 bulan. Siklosporin 3-6 mg/kg/hari
untuk nefritis SLE. Metotreksat 7,5-20 mg/minggu terbagi 3 dosis oral atau
injeksi. 1,7
Terapi lain seperti imunoglobulin 300-400 mg/kg/hari selama 5 hari
berturut-turut untuk mencegah kekambuhan masih dalam proses penelitian. Selain
itu, plasmaferesis juga masih dalam penelitian. 1,7
34
2.8 Prognosis
Studi di Eropa pada 1000 pasien SLE menunjukkan 92% dengan terapi
optimal memiliki survival rate 10 tahun, dan menurun 88% pada pasien dengan
nefropati. Usia rata-rata kematian 44 tahun, dan usia tertua untuk kematian 81
tahun. Penyebab kematian terbesar adalah lupus nefritis.3
35
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas pasien
Nama : Ny. P
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 27 tahun
Alamat : Lubuk Siam
No. Rekam medis : 75 97 28
Tanggal masuk : 20 Maret 2012
3.2 Anamnesis (dilakukan tanggal 27 Maret 2012, autoanamnesis)
Keluhan utama: demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang:
- 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri-nyeri sendi, di
lutut, pinggang, kaki, tangan, leher. Nyeri terasa kapan saja. Rasa kaku
pada pagi hari terutama ketika bangun pagi (-). Nyeri terutama dengan
perubahan posisi dari duduk ke berdiri atau pada saat bangun tidur (-).
Nyeri tidak diawali hanya satu atau dua sendi tetapi terjadi sekaligus di
seluruh sendi. Demam (-). Nyeri terutama jika makan jeroan, udang,
kepiting, usus, daun-daun muda, kacang (-). Pasien minum obat bebas dari
apotek untuk nyeri-nyeri sendi. Nyeri sedikit berkurang tetapi tetap saja
kambuh.
- 1 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan berat badan
menurun drastis sekitar 4-5 kg. Terlihat lebih pucat, lemas, dan cepat
lelah. Mual muntah (-).
- 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan demam tinggi, tapi
tidak diukur suhunya. Demam dirasakan kapan saja, dan mereda jika
minum obat penurun panas yang dibelinya di warung. Batuk pilek (-),
nyeri menelan (-), keluar cairan dari telinga (-), sesak napas (-), mencret
(-), mual muntah (-), nyeri perut (-), buang air kecil tidak terasa nyeri,
36
tidak berpasir, dan tidak merah, warna kuning seperti biasa, buang air
besar normal 1x1 hari. Perubahan pola buang air besar (-), muncul bintik
merah di kulit (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), menggigil (-). Nyeri-
nyeri sendi (+), kemerahan pada sendi (-), lemas (+).pasien mengeluhkan
bibirnya kering, kemerahan, dan mudah terkelupas. Di mulut terdapat
sariawan yang berwarna putih, tidak nyeri, dan banyak. Kemerahan di
pinggir lidah. Di pipi tampak kemerahan yang lebih nyata seperti kupu-
kupu dan lebih sering terlihat pada siang hari terutama jika terpapar
matahari.
- 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien berobat ke Puskesmas Siak dan
dirujuk ke RSUD AA.
Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat mengkonsumsi obat antikejang, obat antituberkulosis, obat
antihipertensi (-)
- Keluhan yang sama (-)
Riwayat penyakit keluarga:
- Keluhan yang sama (-)
Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, kejiwaan, dan kebiasaan:
- Pasien ibu rumah tangga dalam masa reproduksi aktif, telah memiliki 2
orang anak dan tidak berencana untuk hamil lagi, KB yang dilakukan
adalah KB pil.
3.3 Pemeriksaan fisik (dilakukan pada 27 Maret 2012)
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Keadaan gizi : baik
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Napas : 24x/menit
37
Suhu : 38,60C
Tinggi badan : 157 cm
Berat badan : 48 kg
Konjunctiva : anemis (-/-)
Sclera : tidak ikterik
Pupil : isokor, reflex cahaya (+/+)
Fasial : malar rash (+/+)
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mukosa oral : dalam batas normal
Lidah : plak keputihan multiple dengan tepi hiperemis
Palatum durum : plak keputihan multiple
Palatum mole : plak keputihan multiple
Faring : dalam batas normal
Bibir : hiperemis, krusta (+)
Leher : JVP 5-2 cmH2O
: KGB tidak teraba pembesaran
: tiroid dalam batas normal
Paru:
Inspeksi : datar, gerakan dada simetris
Palpasi : fremitus dextra sama dengan sinistra
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru, batas paru-hepar spasium
interkosta 4 linea midklavikularis dextra
Auskultasi : vesikuler seluruh lapangan paru, suara napas tambahan
(-), friction rub (-)
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di spasium interkosta V 2 jari medial
linea midklavikularis sinistra, seperti tepukan ringan, kuat
angkat
Perkusi :
Batas jantung dextra: linea sternalis dextra
38
Batas jantung sinistra: 2 jari medial linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : BJ 1 (+), BJ 2 (+), murmur (-)
Abdomen:
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Extremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-)
3.4 Pemeriksaan penunjang
20 Maret 2012
Hb 12,9 g/dL
Ht 37,9 %
Leukosit 4.500/uL
PLT 142.000/uL
Diff count: Neutrofil 82% (N: 40-70%)
Lymfosit 14,8% (14-16%)
Monosit 2,1% (4-13%)
Eosinophil 1,2% (0-7%)
Basophil 0% (0-3%)
Plano test (-)
Glukosa 92 mg/dL
BUN 25 mg/dL
CRS 0,96 mg/dL
AST 59 IU/L
ALT 11 IU/L
Ureum 53,5 mg/dL
3.5 Resume
Ny. P 27 tahun, masuk RSUD AA dengan keluhan utama demam sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Dari anamnesis, didapatkan riwayat nyeri sendi
39
multiple sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit dan hanya berobat dari obat
apotik tanpa resep dokter. 1 bulan sebelum masuk rumah sakit BB menurun 4-5
kg tanpa sebab yang jelas. 2 hari sebelum masuk rumah sakit demam tinggi,
diikuti nyeri sendi tanpa kemerahan pada sendi, sariawan di mulut dan lidah,
kemerahan seperti kupu-kupu yang muncul jika kena sinar matahari di pipi, dan
lemas. 1 hari sebelum masuk rumah sakit berobat ke Puskesmas Siak dan dirujuk
ke RSUD AA. Dari pemeriksaan fisik, vital sign didapatkan pasien demam
38,60C, RR 24x/menit. Status lokalis lainnya normal. Dari pemeriksaan penunjang
didapatkan leukopenia 4500/uL dan neutrofilia dari diff count, diff count
menunjukkan shift to the left.
3.6 Daftar masalah
1. Demam
2. Nyeri sendi
3. Kemerahan kupu-kupu di pipi
4. Sariawan
6. Leukopenia
7. Shift to the left
Diagnosis ruangan: artritis reaktif + prolong febris + kandidiasis oral
Diagnosis kerja: SLE
Rencana pemeriksaan penunjang:
- Anti DNA
- Anti Sm
- Antibody antinuclear
- IgG IgM antikardiolipin
Rencana penatalaksanaan:
A. Penatalaksanaan non farmakologi
- Penjelasan mengenai penyakit dan penyebabnya
- Mencegah terpapar sinar UV
- Edukasi mengenai tanda-tanda penyakit mengancam nyawa
40
- Menyarankan untuk berKB non hormonal
- Istirahat yang cukup
- Diet seimbang
- Latihan jasmani
B. Penatalaksanaan farmakologi
- Paracetamol 3x500 mg
- Sunblock paraffin jika akan terpapar matahari
- Nistatin drop 4x6 cc
Terapi yang diberikan di ruangan:
- Diet makanan lunak
- IVFD RL 20 tpm
- PCT 3x500 mg
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
3.7 Follow up
Tanggal 21 Maret 2012
S: demam (+), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+)
O: TD: 110/ 70 mmHg, nadi: 87 x/menit, napas: 18x/menit, suhu: 37,70C
Oral thrust (+)
Malar rash (+/+)
A: SLE
P: Diet makanan lunak
- IVFD RL 20 tpm
- PCT 3x500 mg
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
- Konsul VCT
Tanggal 22 Maret 2012
S: demam (+), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+)
O: TD: 120/ 70 mmHg, nadi: 79 x/menit, napas: 19x/menit, suhu: 37,40C
Oral thrust (+)
41
Malar rash (+/+)
A: SLE
P: Diet makanan lunak
- IVFD RL 20 tpm
- PCT 3x500 mg
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
Tanggal 23 Maret 2012
S: demam (+), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+)
O: TD: 120/ 80 mmHg, nadi: 78 x/menit, napas: 16x/menit, suhu: 38,10C
Oral thrust (+)
Malar rash (+/+)
A: SLE
P: Diet makanan lunak
- IVFD RL 20 tpm
- PCT 3x500 mg
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
Tanggal 24 Maret 2012
S: demam (+), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+)
O: TD: 100/ 70 mmHg, nadi: 85 x/menit, napas: 20x/menit, suhu: 37,10C
Oral thrust (+)
Malar rash (+/+)
A: SLE
P: Diet makanan lunak
- IVFD RL 20 tpm
- PCT 3x500 mg
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
- Cek sel LE
Tanggal 26 Maret 2012
S: demam (+), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+)
42
O: TD: 110/ 70 mmHg, nadi: 81 x/menit, napas: 16x/menit, suhu: 37,80C
Oral thrust (+)
Malar rash (+/+)
Hasil sel LE: dicurigai sel LE (+)
A: SLE
P: Diet makanan lunak
- IVFD RL 20 tpm
- PCT 3x500 mg
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
Tanggal 27 Maret 2012
S: demam (-), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri
dadaterutama di bagian tengah, rasanya seperti menusuk-nusuk, dan pasien sesak,
sesak terjadi saat istirahat maupun aktivitas.
O: TD: 120/ 70 mmHg, nadi: 80 x/menit, napas: 24x/menit, suhu: 37,20C
Oral thrust (+)
Malar rash (+/+)
Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal
P: fremitus kiri = kanan
P: sonor seluruh lapangan paru
A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)
A: SLE
P: Diet makanan lunak
- IVFD RL 20 tpm
- PCT 3x500 mg
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Metilprednisolon 3x4 mg
43
Tanggal 27 Maret 2012 jam 15.30 WIB
S: nyeri dadaterutama di bagian tengah, rasanya seperti menusuk-nusuk, dan
pasien sesak, sesak terjadi saat istirahat maupun aktivitas, sesak semakin
bertambah berat.
O: TD: 110/ 70 mmHg, nadi: 100 x/menit, napas: 44x/menit, suhu: 37,50C
Oral thrust (+)
Malar rash (+/+)
Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal
P: fremitus kiri = kanan
P: sonor seluruh lapangan paru
A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)
A: SLE
P: Diet makanan lunak
- IVFD RL 20 tpm
- PCT 3x500 mg
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Metilprednisolon 3x4 mg
Telpon dr. jaga: advice O2 kanul 3L/menit, injeksi dexametason 1x5 mg IV
Tanggal 28 Maret 2012
S: demam (+), nyeri sendi (-), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri dada
(+), sesak napas (+)
O: TD: 120/ 70 mmHg, nadi: 80 x/menit, napas: 34x/menit, suhu: 38,30C
Oral thrust (+)
Malar rash (+/+)
Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal
P: fremitus kiri = kanan
P: sonor seluruh lapangan paru
A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)
A: SLE
P: Diet makanan lunak
44
- IVFD RL 20 tpm
- PCT 3x500 mg
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Metilprednisolon 3x4 mg
Tanggal 29 Maret 2012
S: demam (+), nyeri sendi (-), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri dada
(+), sesak napas (+)
O: TD: 100/ 80 mmHg, nadi: 81 x/menit, napas: 31x/menit, suhu: 38,60C
Oral thrust (+)
Malar rash (+/+)
Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal
P: fremitus kiri = kanan
P: sonor seluruh lapangan paru
A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)
A: SLE
P: Diet makanan lunak
- PCT 3x500 mg
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Metilprednisolon 3x4 mg
- Drip novalgin 1 gram dalam RL 20 tpm
Tanggal 30 Maret 2012
S: demam (-), nyeri sendi (-), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri dada
(+), sesak napas berkurang
O: TD: 110/ 80 mmHg, nadi: 80 x/menit, napas: 22x/menit, suhu: 36,60C
Oral thrust (+)
Malar rash (+/+)
Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal
P: fremitus kiri = kanan
45
P: sonor seluruh lapangan paru
A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)
A: SLE
P: Diet makanan lunak
- Drip novalgin 1 gram dalam 500 cc RL 20 tpm
- PCT 3x500 mg
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Metilprednisolon 3x4 mg
Tanggal 31 Maret 2012
S: demam (-), nyeri sendi (-), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri dada
(+), sesak napas berkurang
O: TD: 110/ 80 mmHg, nadi: 80 x/menit, napas: 22x/menit, suhu: 36,60C
Oral thrust (+)
Malar rash (+/+)
Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal
P: fremitus kiri = kanan
P: sonor seluruh lapangan paru
A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)
A: SLE
P: Diet makanan lunak
- Drip novalgin 1 gr dalam 500 cc RL 20 tpm
- Stop novalgin jika TD < 100 mmHg
- PCT 3x500 mg
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Metilprednisolon 3x4 mg
Tanggal 2 April 2012
S: demam (-), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri dada
(+), sesak napas (+)
46
O: TD: 120/ 80 mmHg, nadi: 82 x/menit, napas: 22x/menit, suhu: 36,60C
Oral thrust (+)
Malar rash (+/+)
Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal
P: fremitus kiri = kanan
P: sonor seluruh lapangan paru
A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)
A: SLE
P: Diet makanan lunak
- IVFD RL 20 tpm
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Metilprednisolon 3x4 mg
- Ranitidine 2x150 mg
- Skopamin 2x1 kaplet
Tanggal 3 April 2012
S: demam (-), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri dada
(+), sesak napas (+)
O: TD: 120/ 80 mmHg, nadi: 82 x/menit, napas: 22x/menit, suhu: 36,60C
Oral thrust (+)
Malar rash (+/+)
Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal
P: fremitus kiri = kanan
P: sonor seluruh lapangan paru
A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)
A: SLE
P: Diet makanan lunak
- IVFD RL 20 tpm
- Mycostic oral drop 3x10 gtt
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Metilprednisolon 3x4 mg
47
- Ranitidine 2x150 mg
- Skopamin 2x1 kaplet
Pasien minta pulang atas permintaan sendiri
48
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari anamnesis didapatkan pasien perempuan usia 27 tahun, dengan
keluhan utama demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam pada
waktu 2-7 hari dapat dipikirkan kemungkinannya berupa infeksi virus, bakteri,
inflamasi, maupun autoimun. Pada pasien ini didapatkan riwayat nyeri sendi
berulang pada banyak sendi atau poliartikuler sejak 1 tahun sebelum masuk rumah
sakit, dengan demikian disimpulkan nyeri sendinya kronik dan berulang. Setiap
kali nyeri tidak jelas faktor pemicunya, tidak terdapat tanda radang tiap kali nyeri
atau bahkan sampai terjadi deformitas. Dengan demikian dapat dipikirkan
kemungkinan penyebabnya berupa autoimun. Nyeri sendi kronik selain itu juga
disebabkan oleh osteoarthritis, artritis rheumatoid, gout artritis, dan SLE.1
Osteoartritis khasnya nyeri monoartikuler disertai perubahan bentuk pada
ekstremitas, dapat dijumpai nodul Bouchard maupun Heberden, dan nyerinya
berpengaruh pada perubahan posisi misalnya saat duduk mau ke tegak atau dari
bangun tidur ke berdiri. Artritis rheumatoid nyeri sendinya poliartikuler
menyerang sendi kecil, disertai deviasi ulnar. Gout nyeri sendi dipicu oleh
mengkonsumsi makanan tinggi purin. Pada pasien ini kesemua gejala osteoartritis,
artritis reumatoid, dan gout tidak ada. Nyeri sendi pada SLE memiliki ciri khas
sifatnya poliartikuler dan tidak tampak tanda inflamasi dari luar, seperti yang
terdapat pada pasien ini.1
1 bulan sebelum masuk rumah sakit BB pasien menurun 4-5 kg, dengan
intake normal. Dengan demikian, dapat dipikirkan suatu penyakit kronik misalnya
pada tuberkulosis, SLE atau keganasan. 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien
demam tinggi, dengan fokus infeksi yang tidak ada, disertai nyeri sendi
poliartikuler akut tanpa tanda inflamasi, terdapat kandidiasis oral dan malar rash,
dengan fotosensitivitas. Ini masuk dalam kriteria diagnosis SLE berupa kelainan
kulit, fotosensitivitas, kelainan mukosa. Demam merupakan salah satu manifestasi
aspesifik yang sering membawa pasien SLE datang berobat ke dokter.1,3
Faktor risiko SLE adalah usia, genetik, perempuan, dan ras, serta bisa juga
terjadi karena mengkonsumsi obat tertentu seperti fenitoin, klorpromazin,
49
hidralazin, isoniazid, metildopa, prokainamid, dan minoksiklin. Pada pasien ini
risikonya berupa jenis kelamin dan usia.1,2,8
Aspek sosial dari SLE adalah pada pasien SLE disarankan untuk tidak
hamil, karena kehamilan pada SLE yang aktif memerlukan terapi agresif bahkan
sampai penggunaan sitostatika yang dapat mengakibatkan komplikasi pada
kehamilan berupa abortus maupun kelainan kongenital. Dengan demikian pasien
dengan SLE harus diberi tahu jika ingin hamil lagi maka harus pada saat serangan
SLE minimal. Pada pasien ini sudah memiliki anak cukup dan tidak ingin hamil
lagi. Dia menggunakan KB pil. Penelitian dari American College of
Rheumatology menunjukkan penggunaan pil KB hormonal terutama yang
mengandung estrogen dapat memperparah serangan pada pasien SLE. Dengan
demikian seharusnya KB pada pasien ini disarankan untuk diganti dengan yang
non hormonal.4
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukopenia 4500/uL dengan
neutrofilia. Leukopenia yang menjadi kriteria diagnosis dari SLE adalah
<4000/uL dengan demikian, leukopenia yang terjadi belum memenuhi kriteria.
Tidak terdapat neutrofilia pada pasien SLE. Penyebab terjadinya neutrofilia bisa
berupa infeksi atau atau inflamasi akut. Pada pasien ini tidak terdapat bukti
adanya infeksi akut, dengan demikian neutrofilia yang terjadi merupakan
inflamasi akut.1,7
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Poin positif pada pasien ini berupa gejala aspesifik
seperti demam, penurunan BB, fatigue, kemudian dari kriteria diagnosis SLE
harus memenuhi 4 dari 11 kriteria yang ada. Kriteria yang ada pada pasien ini
berupa artritis poliartikuler, malar rash, kandidiasis oral, dan fotosensitivitas.
Dengan demikian SLE sudah dapat ditegakkan. Rencana pemeriksaan penunjang
untuk mendukung diagnosis sesuai kriteria diagnosis yang disarankan adalah anti
DNA, anti Sm, ANA, IgM IgG antikardiolipin.1,7
Setelah diagnosis SLE ditegakkan maka, penatalaksanaan SLE harus
ditentukan terlebih dahulu apakah SLE yang terjadi pada pasien ini merupakan
SLE yang mengancam nyawa atau tidak. Pada pasien ini termasuk SLE yang tidak
mengancam nyawa karena tidak ada tanda-tanda SLE mengancam nyawa. Dengan
50
demikian penatalaksanaan akan selalu dimulai dengan tatalaksana non
farmakologi.1,7
Pasien telah diberikan penjelasan mengenai penyakitnya dan
penyebabnya. Selain itu pasien juga disarankan untuk mencegah terpapar sinar
UV, diberikan edukasi mengenai tanda-tanda penyakit mengancam nyawa,
disarankan untuk berKB non hormonal, istirahat yang cukup, diet seimbang,
latihan jasmani. Penatalaksanaan farmakologi yang diberikan berupa parasetamol
3x500 mg untuk antipiretik sekaligus antiinflamasi dan analgetik, kemudian
nistatin drop 4x6 cc untuk kandidiasis oral, kemudian sunblock parafin yang
mengandung PABA jika akan terpapar matahari.1,7 Di ruangan pasien diberikan
mycostic drop dan parasetamol. Penulis setuju. Untuk sunblock tidak diberikan
saat ini dengan pertimbangan, pasien belum pulang, sehingga keterpaparannya
terhadap sinar matahari berkurang.Menurut penulis, pasien tidak memerlukan
pemasangan infus, jika memang dikhawatirkan pasien akan dehidrasi karena
demamnya maka dapat diberikan intake per oral, sehingga menurut penulis
sebaiknya infus di off.
Pada follow up pada pasien ini tanggal 26 Maret ditemukan sel yang
dicurigai sel LE. Hal ini memang bukan termasuk salah satu kriteria diagnosis
SLE, tetapi dapat mendukung ke arah SLE. Pemberian injeksi seftriakson yang
diberikan pada tanggal 26 Maret tidak memiliki indikasi medis. Pada tanggal 27
Maret keadaan pasien menunjukkan tanda pleuritis di mana ada keluhan nyeri
dada pleuritik seperti ditusuk-tusuk dan rasa sesak napas tanpa ditemukannya
friction rub. Pleuritik merupakan manifestasi paru pada SLE yang tidak
mengancam jiwa, bisa diatasi hanya dengan OAINS saja. Pada pasien ini sudah
diberikan OAINS selama 6 hari, tapi perjalanan penyakit semakin meningkat. Hal
ini menunjukkan kurang respon terhadap OAINS, sehingga dapat diberikan
kortikosteroid prednison 0,5 mg/kg/hari, BB pasien sekitar 50 kg, maka diberikan
25 mg prednison perhari. Ini setara dengan metilprednisolon 20 mg/ hari. Dengan
demikian pemberian metilprednisolon 12 mg pada pasien ini belum mencapai
dosis terapi.9
Tanggal 29 Maret pasien demam, diberikan parasetamol sekaligus
novalgin, dengan demikian terjadi akumulasi OAINS dalam tubuh pasien.
51
Seharusnya tidak diperlukan pemberian novalgin tersebut hanya untuk
menurunkan suhu tubuh pasien, sebab suhunya tidaklah sangat tinggi sehingga
mengancam nyawa dan memerlukan antipiretik intravena.
Tanggal 2 April pasien diberikan skopamin yang berisikan parasetamol
juga, dengan demikian pemberian skopamin hanyalah untuk menggantikan
parasetamol yang telah diberikan sebelumnya. Ranitidin yang diberikan pada
pasien mungkin untuk mencegah efek samping gastrointestinal dari steroid
sistemiknya. Pemberian ranitidin maupun PPI untuk pasien yang rutin
mengkonsumsi OAINS dan steroid hanya diberikan pada pasien dengan risiko
tinggi untuk terjadi gastropati, risiko tinggi yang dimaksudkan adalah adanya
riwayat dispepsia, perdarahan ulkus, dan riwayat gastritis. Pada pasien ini riwayat
maag (+), sehingga termasuk risiko tinggi, pemberian ranitidin untuk pasien ini
sudah tepat.
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. 4th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
2. Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson JL.
Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. USA: McGraw-
Hill;2005.
3. Manson JJ, Rahman A. Systemic lupus erythematosus. Orphanet
Encyclopedia.2005.
4. American College of Rheumatology. Systemic lupus erythematosus
research. Education. Atlanta:Rheumatology; 2012.
5. Warrell DA, Cox TM, Firth JD, Edward J, Benz, editors. Oxford textbook
of medicine. 4th ed. Oxford: Oxford Press;2002.
6. Rheumatology Image Bank [homepage on the Internet]. Atlanta: American
College of Rheumatology; c2012 [cited 2012 Mar 28]. Rheumatology;
[about 2 screens]. Available from:
http://images.rheumatology.org/viewphoto.php?
imageId=2861621&albumId=75674
7. American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on Systemic
Lupus Erythematosus Guidelines. Guidelines for referral and management
of systemic lupus erythematosus in adults. Arthritis and Rheumatism.
1999:42(9).p. 1785-96.
8. WebMD [homepage on the Internet]. Lupus Health Center; c2005-2012
[cited 2012 Apr 2]. Drug induced lupus; [about 2 screens]. Available
from:http://lupus.webmd.com/tc/drug-induced-lupus-topic-overview
9. Monica RP, Derrick TJ. Pulmonary manifestation of systemic lupus
erythematosus. US Respiratory disease. 2011:7(1): 43-8
53
top related