analisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di kab. bone bolango
Post on 26-Jul-2015
718 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PADA KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN
DI KABUPATEN BONE BOLANGO
SKRIPSI
MUHAMMAD FIQRI
NIM : 6144 10 006
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS ILMU-ILMU PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2015
ANALISIS SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PADA KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN
DI KABUPATEN BONE BOLANGO
MUHAMMAD FIQRI
NIM : 6144 10 006
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Jurusan Agribisnis
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS ILMU-ILMU PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2015
i
ABSTRAK
Muhammad Fiqri, 6144 10 006. Analisis Sistem Pengambilan Keputusan Pada
Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango. Dibawah bimbingan
Wawan K. Tolinggi dan Amelia Murtisari.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perencanaan dan perumusan kebijakan
ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango dan mengetahui pengaruh sistem
pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bone Bolango dari bulan Oktober 2014 sampai
pada bulan Desember 2014. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu
metode survei dimana pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.
Data dianalisis dengan menggunakan metode deskribtif dan metode analisis Structural
Equation Model (SEM) dengan menggunakan model analisis jalur (Path Analysis)
melalui bantuan perangkat Amos 22. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa program
ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango pada saat ini masih bergantung pada
program nasional ketahanan pangan. Hal ini dapat dilihat dengan jelas bahwa program
peningkatan ketahanan pangan Kabupaten Bone Bolango mengacu pada program
ketahanan pangan nasional yang terdiri dari (1) Pengembangan dan pendampingan desa
mandiri pangan, (2) Pengembangan lumbung pangan desa. Indikator yang paling
berpengaruh dalam ketahanan pangan yaitu ketersediaan dengan standardized koefisien
parameter sebesar 0,90. Indikator yang paling berpengaruh dalam perumusan kebijakan
yaitu pengaruh lingkungan dengan standardized koefisien parameter sebesar 0,67.
Terdapat pengaruh antara ketahanan pangan yang terdiri dari distribusi, ketersediaan, dan
konsumsi terhadap perumusan kebijakan itu sendiri, hal ini dapat terlihat pada
standardized koefisien parameter sebesar 1,00 sehingga terdapat pengaruh antara
ketahanan pangan yang terdiri dari distribusi, ketersediaan, dan konsumsi terhadap
perumusan kebijakan itu sendiri.
Kata Kunci : Ketahanan Pangan, Perumusan Kebijakan, Bone Bolango, Structural
Equating Model (SEM), Path Analysis, Amos 22, Indikator,
Standardized Koefisien Parameter
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Kabila Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo
pada tanggal 12 Maret 1992. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Rahman N.
Bau dan Ibu Khadjara N. Deti
Penulis mengawali pendidikan formal di TK Kartika pada Tahun 1998, kemudian
melanjutkan pendidikan formal di SDN Timbuolo pada Tahun 2004, dan Sekolah
Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Kabila pada Tahun 2007, serta menyelesaikan
pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kabila pada Tahun 2010.
Pada tahun 2010, penulis melanjutkan studi belajar program sarjana di
Universitas Negeri Gorontalo pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Agribisnis,
Fakultas Ilmu – ilmu Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi
peserta Orientasi Mahasiswa Baru (ORASIMARU) Universitas Negeri Gorontalo tahun
2010, menjadi peserta Townhall Meeting Diplomasi RI-Amerika Selatan dalam Kerangka
FEALAC Tahun 2013 di Universitas Negeri Gorontalo, dan menjadi peserta Kuliah Kerja
Sibermas (KKS) Tahun 2013 di Desa Imbodu Kec. Randangan Kabupaten Pohuwato.
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Muhammad Fiqri
NIM : 6144 10 006
Tempat/Tanggal Lahir : Kabila Kab. Gorontalo 12 Maret 1992
Jenis Kelamin : Laki-laki
Program Studi : S1 Agribisnis
Fakultas/Jurusan : Pertanian/Agribisnis
Alamat : Desa Timbuolo, Kecamatan Botupingge
Kabupaten Bone Bolango
Dengan ini menyatakan sesungguhnya bahwa skripsi yang disusun untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam menempuh ujian akhir di Universitas Negeri Gorontalo,
merupakan hasil karya saya sendiri. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan yang
dikutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya dengan jelas sesuai dengan
norma, kaidah, etika penulisan ilmiah dan buku pedoman penulisan karya ilmiah
Universitas Negeri Gorontalo. Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian
skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri, maka saya bersedia diberi sangsi akademik.
Demikian surat pernyataan ini dibuat tampa ada unsur paksaan dari pihak manapun.
Gorontalo, Januari 2015
Muhammad Fiqri
NIM : 6144 10 006
iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING
ANALISIS SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PADA KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN
DI KABUPATEN BONE BOLANGO
MUHAMMAD FIQRI
614 410 006
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan
Komisi Ujian Sidang pada tanggal 8 Januri 2015
Disetujui
Komisi Pembimbing
Wawan K. Tolinggi, SP. M.Si Amelia Murtisari, SP. M.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Menyetujui Mengetahui
Ketua Dekan
Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian
Dr. Amir Halid, SE, M.Si Dr. Moh. Ikbal Bahua, SP.
M.Si
NIP. 197201092005011002 NIP. 197204252001121003
v
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Analisis Sistem Pengambilan Keputusan Pada Kebijakan
Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango
Nama : Muhammad Fiqri
NIM : 6144 10 006
Jurusan : S1 Agribisnis
Telah disidangkan dan dipertahankan dihadapan dewan penguji
Hari/Tanggal : Kamis / 8 Januari 2015
Waktu : 08.00 WITA
Dewan Penguji :
1. Wawan K. Tolinggi SP, M.Si 1…………………………..
2. Amelia Murtisari SP, M.Sc 2…………………………..
3. Dr. Amir Halid SE, M.Si 3…………………………..
4. Supriyo Imran SP, M.Si 4…………………………..
5. Ria Indriani SP, M.Si 5…………………………..
Gorontalo, 13 Januari 2015
Dekan Fakultas Pertanian
Dr. Moh. Ikbal Bahua, SP, M.Si
NIP. 197204252001121003
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah
menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu. Dan Kami
tinggikan bagimu sebutan (nama)mu, karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila
kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS.
Al Insyirah: 1-8)
Kegagalan juga menyenangkan, hidup dengan kepercayaan bahwa cobaan itu berguna
untuk menempa diri sendiri (Jiraiya – Naruto Shippuden)
Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa
dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.
(Thomas Alva Edison)
Jangan mudah putus asa, karena jalan hidup yang kita lalui tak selamanya mulus
(Rosse – Full Metal Alchemist)
Dulu aku disini, dan kata – kata ini membimbingku hingga sampai akhir
(Muhammad Fiqri)
Untuk Ayahku Rahman N. Bau dan Ibuku Khadjara N. Deti yang dalam lelah mereka
selalu mendoakan yang terbaik untukku, adik-adikku Mohamad Rizki Bau, Sitty Nur
Amalia Bau, Mohamad Alfitra Bau, Keluarga, Sahabat yang selalu mendoakanku,
memberi motivasi, dan dorongan selama penyelesaian studiku
Untuk Alumi SMA N. 1 KABILA yang memberikan dorongan dan semangat dalam
penyelesaian skripsi ini
Untuk Himpunan Mahasiswa Agribisnis (HIMAGRI) yang senantiasa memberikan
dorongan dan dukungan demi kelancaran studi akhirku dimulai dari ujian proposal
sampai ujian skripsi baik secara langsung dan tidak langsung
Teruntuk dia yang tersayang “Fitrayini Saleh” yang dalam senyumnya selalu
memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini
ALMAMATERKU TERCINTA
TEMPATKU MENIMBA ILMU
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
vii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena
dengan rakhmat dan hidayah-NYA proposal penelitian dengan judul: “Analisis
Sistem Pengambilan Keputusan Pada Kebijakan Ketahan Pangan di Kabupaten
Bone Bolango” dapat diselesaikan.
Proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
sebelum melanjutkan ke tahap seminar hasil dan skripsi. Tujuan penulisan skripsi
ini adalah merumuskan sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan
pangan di Kabupaten Bone Bolango
Ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Syamsu Qamar Badu M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri
Gorontalo
2. Bapak Dr. Moh. Ikbal Bahua SP. M.Si selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Negeri Gorontalo
3. Bapak Dr. Amir Halid SE. M.Si selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Negeri Gorontalo
4. Bapak Wawan K. Tolinggi SP. M.Si selaku pembimbing satu sekaligus
penasehat akademik dan Ibu Amelia Murtisari SP. M.Sc selaku pembimbing
dua
5. Staf Dosen Jurusan Agribisnis Fakultas Ilmu Pertanian Universitas Negeri
Gorontalo yang tidak dapat disebutkan satu per satu
6. Bapak Femy Monoarfa selaku Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bone
Bolango
7. Bapak Rasjid Majhur selaku Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone
Bolango
8. Bapak Fitri Gobel selaku Kepala Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan,
Peternakan, dan Kehutanan Kabupaten Bone Bolango
9. Bapak Saiful Umar selaku Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah Kabupaten Bone Bolango
viii
10. Orang tuaku Rahman N. Bau dan Khadjara N. Deti yang teristimewa karena
telah mendidikku, memberi motivasi, dan senantiasa mendoakanku dalam
setiap langkahku
11. Adik-adikku yang terkasih dan tersayang Mohamad Rizki Bau, Siti
Nur’amalia Bau, Mohamad Alfitra Bau.
12. Keluarga yang selalu senantiasa memberikan motivasi
13. Teman dan sahabatku Muttaqin, Irma Tanaiyo, Zulfadli Miu, Silvana
Abdulah, dan Frandiansyah Botutihe
14. Teman- teman Alumi SMP N. 2 Kabila yaitu Yayan igirisa, Maskun Usman,
Abd. Gani, Ardi Pantu, Rizal Ishak, Prawiro Lasoma (Ipan), Sali W. Dama
(Nila)
15. Teman-teman alumi SMA N. 1 Kabila khususnya kelas XII. Ilmu Alam 1
yaitu Ria Hulukati, Sinta Ma’ruf, Windi Lakoro, Nur Laila Ulfa Samauna
(Ulfa), Meywulan Sari Sidiki (Ulan), Puspita NS Baladraf (Tira), Isran K.
Yusuf, Acin, Pipit Pakaya, Abd. Fajri Utiarahman (Eryo), Ikbal Pakaya, Lia
Yuliana Gani, Cindy Tsasil Lasulika (Sisi), Hardiyanti Lestari (Tari), Kartika
A. Uloli (Tika), Fajriani Monoarfa (Riri), Khairunisa Y. Mohamad (Nisa),
Izmy, Febi, Nani, Irwan Bumulo, Zeze, Masrina Ismail (Rina), Mentari I.
Hadjarati (Ayi), Zubaida Maku (Ida), Elisa, Vidya Vrifanti Hidayat, Irawan
Pomalingo, dan Pristian Akuba (Erwin)
16. Teman-teman Jurusan Agribisnis teristimewa Angkatan 2010 khususnya
kelas Agribisnis A yang selama ini memberikan dukungan dan motivasi yaitu
Ernawati, Silvia, Alin, Inton, Alan, Orin, Asti, Lina, Yayu, Beyin, Ola, Ria,
Ain, Junites, Awi, Linda, Melan, Milga, Yul, Wawan, Ogel, Eko, Ahmad,
Ramdan, Hermanto, Didik, Eki, Yunus, Nunu (Scub), Anto, Adit, Mega, Riri.
17. Teman-teman Jurusan Agribisnis teristimewa Angkatan 2010 khususnya
kelas Agribisnis B yaitu Karmila, Fahriani, Eva, Maya, Mun, Nur, Aksa,
Yeni, Fatma, Yowan, Intan, Isna, Femi, Tia, Ulan, Putri, Ela, Udin, Tias,
Roki, Muhlis, Eza, Ucin, Agus W, Agus B, Ismail P. Ismail A, Arfa, Thalib.
18. Teman-teman Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis baik yang angkatan
2011, 2012, dan 2013 yang tidak bisa disebutkan satu per satu
ix
19. Teman-teman Agroteknologi yaitu Nidal, Afni, Replin, Romin, Pomi, Rian,
Agus, Irma, Siti, dan beberapa pihak yang tidak disebutkan satu persatu.
20. Teman – teman D’Niny dan Daboribo
21. Beberapa pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penyusunan karya tulis ini, sehingga masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis menerima kritik dan saran serta masukan sebagai bahan perbaikan
Gorontalo, Januari 2014
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK ......................................................................................................... i
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN .................................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 6
A. Ketahanan Pangan .............................................................................. 6
B. Sistem Pengambilan Keputusan ......................................................... 9
C. Analisis Jalur (Path Analysis) ............................................................ 12
D. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 16
E. Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................. 19
F. Hipotesis Penelitian ............................................................................ 20
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 21
A. Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 21
B. Jenis Penelitian ................................................................................... 21
C. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 21
D. Tehnik Pengambilan Sampel .............................................................. 21
E. Tehnik Pengumpulan Data ................................................................. 22
xi
F. Tehnik Analisis Data........................................................................... 23
G. Defenisi Operasional Variabel ........................................................... 26
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................. 29
A. Gambaran Umum Lokasi Peneitian .................................................... 29
B. Program Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango ................. 41
C. Pengaruh Program Ketahanan Pangan di Kabupaten
Bone Bolango ..................................................................................... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 66
A. Kesimpulan ......................................................................................... 66
B. Saran ................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 68
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa/Kelurahan di
Kabupaten Bone Bolango 2012 - 2013 ................................. 30
2. Perkembangan Penduduk dan Kepadatan Penduduk di
Kabupaten Bone Bolango 2009 - 2012 ................................. 31
3. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
di Kabupaten Bone Bolango 2012 - 2013 ............................. 32
4. Jumlah Murid SD,SMP, SMA Menurut Kecamatan di
Kabupaten Bone Bolango 2012 - 2013 ................................. 34
5. Jumlah Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kabupaten
Bone Bolango 2010 - 2012 ................................................... 35
6. Perkembangan Tanaman Pangan di Kabupaten
Bone Bolango ........................................................................ 36
7. Identitas Responden Penganbil Kebijakan di Kabupaten
Bone Bolango ........................................................................ 37
8. Identitas Responden Berdasarkan Umur .............................. 39
9. Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ........ 40
10. Identitas Responden Berdasarkan Pengalaman
Berusahatani 37 ..................................................................... 41
11. Daftar Afinitas Program Pengembanga Desa Mandiri
Pangan di Kabupaten Bone Bolango..................................... 44
12. Daftar Afinitas Program Pengembangan Lumbung Pangan
Desa di Kabupaten Bone Bolango ........................................ 47
13. Konstruk Analisis Jalur Sistem Pengambilan Keputusan
Pada Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten
Bone Bolango ........................................................................ 52
14. Computation Degrees of freedom ........................................ 53
15. Nilai Chi – Square ............................................................... 54
16. Nilai CMIN .......................................................................... 54
17. Baseline Comparation ......................................................... 54
18. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Distribusi ............................................................................... 56
19. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Ketersediaan .......................................................................... 57
20. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Konsumsi .............................................................................. 58
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
21. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Tujuan .................................................................................. 60
22. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Resiko ................................................................................... 61
23. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Pengaruh Lingkungan .......................................................... 62
24. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Pengaruh Sistem Pengambilan Keputusan pada
Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten
Bone Bolango ........................................................................ 64
25. Standardized Regression Weights : (Group number 1 -
Default model) Pengaruh Sistem Pengambilan
Kebutusan pada Kebijakan Ketahanan Pangan di
Kabupaten Bone Bolango ..................................................... 65
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Model Sederhana Analisis Jalur ........................................... 15
2. Analisis Sistem Pengambilan Keputusan Pada
Kebijakanan Ketahanan Pangan di Kabupaten
Bone Bolango ....................................................................... 19
3. Model Struktur Analisis Jalur .............................................. 24
4. Diagram Analisis Jalur Sistem Pengambilan Keputusan
pada Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten
Bone Bolango ....................................................................... 51
5. Model diagram analisis jalur distribusi (X1) ....................... 55
6. Model diagram analisis jalur ketersediaan (X2) .................. 57
7. Model diagram analisis jalur konsumsi (X3) ....................... 58
8. Model diagram analisis jalur tujuan (X4) ............................ 59
9. Model diagram analisis jalur Resiko (X5) ........................... 61
10. Model diagram analisis jalur pengaruh lingkungan (X6) .... 62
11. Model Diagram Analisis Jalur Sistem Pengambilan
Keputusan pada Kebijakan Ketahanan Pangan
di Kabupaten Bone Bolango ................................................ 63
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Kuisioner Penelitian ............................................................. 71
2. Identitas Responden di Kabupaten Bone Bolango ............... 77
3. Indikator Ketahanan Pangan ................................................ 78
4. Indikator Perumusan Kebijakan ........................................... 79
5. Data Olahan Indikator Ketahanan Pangan dan Indikatror
Perumusan Kebijakan ........................................................... 80
6. Hasil Analisis Sistem Pengambilan Keputusan Pada
Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten
Bone Bolango ....................................................................... 81
7. Dokumentasi Responden Pengambil Kebijakan .................. 83
8. Dokumentasi Responden Petani ........................................... 85
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertanian merupakan kebudayaan yang pertama kali dikembangkan manusia
sebagai respon terhadap tantangan kelangsungan hidup yang berangsur menjadi
sukar karena semakin menipisnya sumber pangan di alam bebas akibat laju
pertambahan manusia (Nurmala Dkk, 2012 : 19 ). Pertanian adalah sejenis proses
produksi khusus yang didasarkan atas proses pertumbuhan dan hewan (Satari,
1999) dalam (Nurmala Dkk, 2012 : 19 )
Sektor pertanian di negara-negara berkembang (development country)
peranannya sangat besar sekali karena merupakan mata pencaharian pokok
sebagian besar penduduknya. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian
dalam suatu negara dapat dilihat dari besarnya presentase Produk Domestik Bruto
(PDB) dari sektor pertanian negara tersebut. Makin besar kontribusi sektor
pertanian terhadap PDB-nya berarti negara tersebut masih tergolong atau
termasuk negara agraris , sebaliknya apabila kontribusi sektor pertanian terhadap
PDB, sebaliknya apabla kontribusi sektor pertanian terhadap PDB persentasenya
kecil maka negara tersebut disebut negara industri.
Kontribusi sektor pertanian dinegara kita dari tahun ke tahun persentasinya
terus menurun searah dengan melajunya perkembangan sektor industri yang terus
meningkat. Sebelum tahun tujuh puluan, persentase PDB dari sektor pertanian
masih diatas 50%, pada tahun 1993 menjadi 17,88% dan pada tahun 1995 hanya
mencapai 17.10%, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997
kontribusi sektor pertanian terhadap PDB cenderung meningkat khususnya ekspor
non migas (Nurmala Dkk, 2012 : 95).
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, oleh karena itu
pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman merupakan hak asasi setiap
rakyat Indonesia untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas
sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan secara optimal.
2
Pembangunan ketahanan pangan diselenggarakan untuk pemenuhan
kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata
didasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.
Proses pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan secara bertahap, melalui
proses pemberdayaan masyarakat. Salah satu syarat utama dalam pemberdayaan
masyarakat, harus dikenali dan dimengerti terlebih dahulu potensinya, sehingga
dapat dicarikan peluang dan alternatif, agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan
secara optimal agar tingkat ketahanan pangannya dapat ditingkatkan (Husaini,
2012 : 1)
Peranan sektor pertanian di Indonesia sangat penting dilihat dari keharusannya
memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang pada tahun 2005 berjumlah 219,3
juta, dan diprediksikan terus bertambah sebesar 1,25% (Nainggolan, 2006 : 78)
dalam (Purwaningsih, 2008 : 1). Pemerintah harus melaksanakan kebijakan
pangan, yaitu : menjamin ketahanan pangan yang meliputi pasokan, diversivikasi,
keamanan, kelembagaan, dan organisasi pangan. Kebijakan ini deperlukan untuk
meningkatkan kemandirian pangan. Pembangunan yang mengabaikan
keswadayaan dalam kebutuhan dasar penduduknya akan menjadi sangat
tergantung pada Negara lain dan itu berarti menjadi Negara yag tidak berdaulat
(Arifin,2004) dalam (Purwaningsih, 2008 : 1).
Ketahanan pangan harus mencakup faktor ketersediaan, distribusi, dan
konsumsi. Faktor ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk, baik dari segi kualitas, keragaman dan
keamanannya. Distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan
efisien untuk menjamin agar masyarakat dapat memperoleh pangan dalam jumlah,
kualitas dan keberlanjutan yang cukup dengan harga yang terjangkau. Sedangkan
faktor konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola kemanfaatan pangan secara
nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan
kehalalannya (Prabowo, 2010 : 2 )
Namun perkembangan kebijakan ketahanan pangan Indonesia saat ini tidak
lebih baik dari kebijakan ketahaan pangan pada masa orde baru. Hal ini terlihat
dari tercapainya swasembada pangan pada masa tersebut, berbanding terbalik
3
dengan keadaan sekarang, dimana untuk menjaga ketahanan pangan nasional
pemerintah mengeluarkan kebijakan impor pangan, dimana hal ini membawa
konsekuensi semakin bergantungnya kita pada kebijakan tersebut.
Produksi pangan tergantung pada faktor seperti iklim, jenis tanah, curah hujan,
irigasi dan komponen produksi pertanian yang digunakan bahkan insentif bagi
para petani untuk menghasilkan pangan. Pangan menjadi tolak ukur ketersediaan
pangan yang meliputi produk serelia, kacang-kacangan, minyak nabati, sayur-
sayuran, buah-buahan, rempah, gula, dan produk hewani. Karena porsi utama dari
kebutuhan kalori harian berasal dari sumber pangan karbohidrat, maka digunakan
analisa kecukupan pangan adalah karbohidrat yang bersumber dari produksi
pangan serelia, yaitu padi, jagung, dan umbi-umbian (Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, 2011 : 11)
Pemerintah provinsi Gorontalo melalui program agropolitan menetapkan
komoditi jagung sebagai komodi andalan yang diharapkan dapat menjawab
tantangan peningkatan ketersediaan pangan berkelanjutan dengan menerapkan
aplikasi teknologi perluasan areal tanam dan peningkatan nilai produksi persatuan
hektar lahan (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, 2011 :
11).
Produksi padi Provinsi Gorontalo mengalami peningkatan setip tahun sejak
tahun 2006 sampai pada tahun 2009. Peningkatan jumlah produksi ini terutama
disebabkan oleh peningkatan luas panen dan produktivitas. Seiring dengan
meningkatnya luas area tanam dan produksi jagung, produksi jagung meningkat
setiap tahunnya sampai dengan tahun 2008. Namun demikian pada tahun 2009
terjadi penurunan yang cukup tajam sebesar 184,488 ton. Penurunan jumlah
produksi ini berkaitan dengan berkurangnya luas panen sebesar 20% (31,683 ha)
serta turunnya produktifitas sebesar 5,34% (2,57 kuintal/ha). Rata-rata produksi
ubi kayu dan ubi jalar Provinsi Gorontalo cenderung fluktuatif. Fluktuatif rata-rata
produksi tahun ini seperti halnya komoditas serelia, erat kaitannya dengan
berkurangnya luas area panen dan menurunnya produktivitas (Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, 2011 : 12)
4
Melihat bagaimana program Pemerintah Provinsi Gorontalo yang lebih
cenderung keproduksi jagung, maka hal ini menimbulkan masalah yang nyata.
Karena sebagian sebesar konsumsi pangan masyarakat cenderung ke komoditas
padi dalam hal ini beras yang menjadi sebagai sumber karbohidrat yang utama,
apalagi jika tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas padi tentunya ini
akan menjadi masalah kerawanan pangan.
Produksi padi rata-rata di tingkat kabupaten cenderung mengalami
peningkatan sejak tahun 2005. Kecuali di Kabupaten Bone Bolango dan Kota
Gorontalo. Kabupaten Gorontalo, sebagai daerah sentra padi di Provinsi
Gorontalo, sempat mengalami penurunan produksi hingga 20% yang disebabkan
oleh pemekaran sebagian wilayah Kabupaten tersebut menjadi kabupaten
Gorontalo Utara. Namun demikian pada tahun 2009 produksi padi di Kabupaten
ini kembali meningkat seiring dengan meningkatnya luas panen dan produktivitas
(Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, 2011 : 13)
Produktivitas di Kabupaten Bone Bolango terbilang sedikit sekali dalam
memenuhi kebutuhan pangan daerah, sehingga untuk itu Kabupaten Bone
Bolango tergolong kabupaten rawan pangan. Hal ini tentunya akan berpengaruh
terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Bone Bolango
terkait dengan ketahanan pangan nasional, sehingga setiap kali mengeluarkan
kebijakan tentang ketahanan pangan terdapat beberapa kendala yang menghadang
misalnya masalah produksi, harga, distribusi, kemudahan kredit, penyelundupan,
serta penyelewengan dari oknum-oknum terkait.
Bertolak dari program ketahanan pangan nasional, aspek ketersediaan pangan
tergantung pada sumberdaya alam, fisik, dan manusia, sehingga dibutuhkan
sistem pengambilan keputusan terkait kebijakan yang akan dikeluarkan. Masalah
sistem pengambilan keputusan terletak dari peraturan tentang bagaimann tujuan
yang hendak dicapai itu terwujud, dengan melalui dukungan informasi dan data
yang diperoleh secara akurat, sehingga pemerintah Kabupaten Bone Bolango
dalam hal ini dituntut mampu menguasai sistem pengambilan keputusan yang
akan digunakan dalam mengeluarkan kebijakan ketahanan pangan.
5
Namun tidak semua kebijakan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan, hal ini
dapat dilihat dari skala prioritas dan ketersediaan sumberdaya dari kebijakan
tersebut, sehingga menjadi permasalahanya yaitu analisis sistem pengambilan
keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango. Atas
dasar itu, maka peneliti tertarik untuk meneliti analisis sistem pengambilan
keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu :
1. Bagaimana program kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone
Bolango ?
2. Indikator apa yang berpengaruh pada ketahanan pangan dan perumusan
kebijakan
C. Tujuan penelitian
1. Mengetahui program ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango
2. Mengetahui indikator apa yang berpengaruh pada ketahanan pangan dan
perumusan kebijakan
D. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang dapat direkomendasikan dari penelitian ini
adalah :
1. Sebagai sumber data dan informasi bagi pihak yang terkait dengan
perencanaan ketahanan pangan nasional
2. Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam rangka
pengambilan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolengo
3. Sebagai informasi bagi penelitian lanjutan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan suatu hal yang utama dalam pembangunan guna
mencapai kesejahteraan masyarakat, upaya pencapaian ketahanan pangan yang
telah menjadi perhatian pada lingkup nasional dan internasional. Kerentanan atas
pangan dapat mengakibatkan rendahnya kualitas hidup masyarakat, baik pada
aspek fisik, kesehatan, sosial maupun ekonomi (Prihatin Dkk, 2012 : 2). Jika
konsumsi pangan tidak tercukupi, khususnya pangan karbohidrat yang merupakan
sumber energi maka akan rentan terjadi rawan pangan yang pada akhirnya dapat
menurunkan kualitas hidup manusia (Apriani dan Biliawati, 2001 : 2 ).
Kerawanan pangan merupakan salah satu kondisi ketidakcukupan pangan
yang dialami daerah, masyarakat, atau rumah tangga pada waktu tertentu untuk
memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan
masyarakat (Ariningsih dan Rachman, 2008 : 2)
Menurut Sari dan Prishardoyo (2009 : 3), suatu daerah dikatakan rawan
pangan dapat diukur dengan banyaknya jumlah rumah tangga prasejahtera yang
relatif masih banyak karena alasan ekonomi, status gizi masyarakatnya yang
ditunjukan oleh status gizi balitanya, ketersediaan pangan daerah dan kerentanan
pangan.
Oleh Karena itu peningkatan ketahanan pangan tentunya menjadi motor
penggerak yang akan memperkuat fokus-fokus pembangunan, terutama fokus
pengentasan kemiskinan dan peningkatan luas sumber daya manusia (Predi, 2012
: 1). Berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH), kecukupan energi yang diperoleh
dari pangan karbohidrat adalah 50% untuk kelompok serelia dan 6% untuk
kelompok umbi-umbian. Hal tersebut menunjukan posisi penting pangan sumber
karbohidrat dan kecukupan energi penduduk. Selain itu, berdasarkan Susenas
2005, 43,61% kecukupan protein penduduk Indonesia berasal dari beras. Karena
itu, ketidakcukupan pangan sumber karbohidrat bisa menjadi peringatan
kewaspadaan pangan paling dini (Apriani dan Baliwati, 2011 : 1)
7
Dimensi ketahanan pangan nasional mencakup aspek ketersediaan,distribusi,
dan konsumsi, serta keamanan pangan . Pada aspek ketersediaan pangan termasuk
elemen : produksi domestik, impor, ekspor, cadangan dan transfer pangan dari
pihak atau Negara lain. Adanya elemen ekspor-impor pada aspek keersediaan
pangan menunjukan bahwa kinerja ketahanan pangan nasional tidak terlepas dari
dinamika peran perdagangan internasional, khususnya perdagangan komoditas
pangan (Hardono Dkk, 2004 : 2)
Ketahanan panan pada tingkat rumah tangga merupakan landasan bagi
ketahanan pangan masyarakat, yang selanjutnya menjadi pilar bagi ketahanan
pangan daerah dan nasional. Berdasarkan pemahaman tersebut maka salah satu
prioritas utama pembangunan ketahanan pangan adalah memberdayakan
masyarakat agar mereka mampu menanggulangi masalah pangannya secara
mandiri serta mewujudkan ketahanan pangan rumah tangganya secara
berkelanjutan (Dewan Ketahanan Pangan, 2006 : 1)
Ketahanan pangan dapat pula terwujud apabila secara umum telah terpenuhi
dua aspek sekaligus. Pertama adalah tersedianya pangan yang cukup dan merata
untuk seluruh penduduk. Kedua, setiap penduduk mempunyai akses fisik dan
ekonomi terhadap pangan untuk memenuhi kecukupan gizi guna menjalani
kehidupan yang sehat dan produktif dari hari ke hari (Dewan Ketahanan Pangan,
2006 : 1)
Pembangunan ketahanan pangan adalah terwujudnya kemandirian pangan
yang cukup dan berkelanjutan bagi seluruh penduduk melalui proses produksi
dalam negeri. Ketersediaan pangan (disuatu daerah dan suatu saat tertentu) dapat
dipenuhi dari tiga sumber, yaitu produksi dalam negeri, impor pangan, dan
cadangan pangan. Ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan
diupayakan melalui produksi dalam negeri termasuk cadangan pangan. Impor
pangan merupakan pilihan terakhir jika kelangkaan produksi pangan (Garditjo dan
Rauf, 2009) dalam (Lantarsih dkk, 2011 : 3)
Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2006 : 2), pembangunan ketahanan
pangan ditujuan untuk memperkuat ketahanan pangan ditingkat mikro/tingkat
rumah tangga dan individu serta tingkat makro/nasional sebagao berikut :
8
1. Mempertahankan ketersediaan energi per kapita minimal 2.200 kilo
kalori/hari, dan penyedia protein per kapita minimal 57.
2. Meningkatkan konsumsi pangan perkapita untuk memenuhi kecukupan
energi minimal 2.000 kilo kalori/hari dan protein sebesar 52 gram/hari
3. Meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat dengan skor Pola
Pangan Harapan (PPH) minimal 80 (padi-padian 275g, umbi-umbian
100g, pangan hewani 150g, kacang-kacangan 35g sayur dan buah 250g)
4. Meningkatkan keamanan, mutu dan higiene pangan yang dikonsumsi
masyarakat
5. Mengurangi jumlah atau persentase penduduk rawan pangan kronis (yang
mengonsumsi kurang dari 80% AKG) dan penduduk miskin minimal 1%
pertahun ; termasuk di dalamnya ibu hamil yang mengalami anemia gizi
dan balita dengan gizi kurang
6. Meningkatkan kemandirian pangan melalui pencapaian swasembada beras
berkelanjutan, swasembada jagung pada tahun 2007 , swasembada kedelai
pada tahun 2015, swasembada gula pada tahun 2009 dan swasembada
daging sapi pada tahun 2010 ; serta membatasi impor pangan utama di
bawah 10% dari kebutuhan pangan nasional
7. Meningkatkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah
daerah dan pemerintah pusat
8. Meningkatkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah
daerah dan pusat.
9. Meningkatnya jangkauan jaringan distibusi dan pemasaran pangan ke
seluruh daerah
10. Meningkatnya kemampuan nasional dalam mengenali, mengantisipasi dan
menangani secara dini serta dalam melakukan tanggap darurat terhadap
masalah kerawanan pangan dan gizi.
9
B. Sistem Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah ilmu, karena aktivitas tersebut memiliki
sejumlah cara, metode atau pendekatan tertentu yagn bersifat sistematis, teratur
dan terarah. Pendekatan atau langkah-langkah pengambilan keputusan dikatakan
sistematis kerena terdapatnya sejumlah langka A-Z yang jelas dalam menjawab
masalah. Kejelasan langkah tersebut menjadikan pengambilan keputusan bersifat
teratur dan terarah, yang berarti aktifitas tersebut selalu diarahkan untuk
menghasilkan solusi serta tindakan yang tegas bagi pencapaian tujuan
(Dermawan, 2012 : 2)
Ilmu pengambilan keputusan didasarkan atas penerapan gaya pemikiran yang
dianut oleh seseorang dan persepsinya atas lingkungan dan masalah. Paradigma
pengambilan keputusan yang dianut pada saat ini adalah pengambilan keputusan
merupakan ilmu yang menerapkan sejumlah pendekatan penelitian ilmiah
(scientific research approach) dalam bentuk teknik-teknik pengambilan keputusan
atas dasar perhitungan sistematis atau statistik (Dermawan, 2013 : 2)
Pengambilan keputusan merupakan ilmu dan seni yang harus dicari, dipelajari,
dimiliki dan dikembangkan secara mendalam oleh setiap orang. Bila manusia
gagal menguasai bidang tersebut, maka muncullah beragam masalah. Masalah
yang muncul dalam pencapaian tujuan dapat dihubungkan dengan
ketidakmampuan kita dalam melakukan pengambilan keputusan, dalam
menentukan pilihan yang tepat. Pengambilan keputusan disebut sebagai seni
karena kegiatan tersebut selalu dihadapkan pada sejumlah peristiwa yang
memiliki karakteristik keunikan tersendiri (Dermawan, 2013 :2-3)
Menurut Dermawan (2013 : 8) dalam pengambilan keputusan terdapat tipe-
tipe dalam pengambilan keputusan, antara lain yaitu :
1. Tipe keputusan terprogram dan tidak terprogram
Keputusan terprogram atau terstruktur merupakan keputusan bersifat
rutin, menjadi berulang-ulang. Karakteristik dari keputusan ini sangat
akrual, karena keputusan sejenis ini merupakan perwujudan kumulatif dari
langkah-langkah penyelesaian masalah yang terjadi secara berulang.
10
Keputusan tidak terprogram merupakan kategori keputusan yang
berkaitan erat dengan kondisi lingkungan kegiatan bisnis yang tidak pasti
dan sangat dinamis. Pengambilan keputusan selalu dihadapkan pada
sejumlah masalah baru yang sulit diramalkan
2. Tipe keputusan atas dorongan pencapaian dan tarikan lingkungan
Pengambilan keputusan atas dasar cara pandang ini barangkat dari
terdapatnya sesuatu yang harus diselesaikan dan terdapatnya masalah yang
harus dipecahkan. Sesuatu yang harus diselesaikan dengan mengisyaratkan
keberadaan karakteristik : rutinitas, maupun tidak. Sedangkan masalah
yang harus diselesaikan menandakan bahwa keputusan muncul seolah
“ditarik” oleh kekuatan lingkungan.
Pengambilan keputusan merupakan daya dorongan kegiatan operasional
organisasi. Proses pengambilan keputusan yang merupakan kegiatan rutin dari
organisasi menyediakan sejumlah alternatif solusi dan konsekuensi dari setiap
solusi atas masalah. Menurut Dermawan (2013 : 97) terdapat beberapa model
pengambilan keputusan, yaitu model pengambilan keputusan menurut dua
pandangan, model pengambilan keputusan berdasarkan pandangan rasionalitas,
model pengambilan keputusan berdasarkan pandangan rasionalitas yang dibatasi,
model pengambilan keputusan yang tidak terstruktur.
Pengambilan keputusan merupakan sebuah kajian yang rumit, dan terus
berkembang. Maka sejumlah teknik yang diperkenalkan merupakan teknik yang
relatif sederhana, mudah dipahami dan mudah ditersapkan dalam kehidupan
keseharian (Dermawan, 2013 : 171)
Menurut Dermawan (2013 : 171) terdapat beberapa teknik dalam
pengambilan keutusan, antara lain yaitu :
1. Analisis Diagram Pareto (Pareto Analysis)
Analisis pareto merupakan sebuah teknik pengambilan keputusan yang
bertujuan untuk menemukan perubahan yang akan memberikan manfaat
terbesar bagi pengambilan keputusan. Teknik ini berguna dalam kondisi
terdapatnya kondisi sejumlah alternatif solusi dan tindakan yang
memungkinkan dapat dipilih
11
2. Analisis Perbandingan Sepasang (Paired Comparison Analysis)
Teknik ini memudahkan proses paemilihan masalah yang paling
penting untuk diselesaikan, atau memilih alternatif solusi yang paling akan
mendatangkan manfaat besar.
3. Analisis Jaringan (Grid Analysis)
Teknik pengambilan keputusan ini merupakan teknik yang berguna
menentukan pilihan atas satu alternatif solusi. Dimana penggunaan yang
paling efektif adalah bila kita dihadapkan pada sejumlah alternatif solusi
yang menarik, serta terdapatnya beragam faktor yang harus
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
4. Teknik Implikasi Plus-Minus (Plus-Minus Implication, PMI)
Teknik pengambilan keputusan PMI menimbang implikasi plus dan
minus dari suatu pilihan, solusi atau tindakan. Teknik ini digunakan untuk
melihak konsekuensi plus-minus atau pro-kontra dari suatu keputusan
yang akan diambil.
5. Analisis Kekuatan Lapangan (Force Field Analysis)
Teknik ini dipakai untuk melihat seluruh kekuatan yang mendukung
dan mengahambat sebuah keputusan. Teknik ini dapat dikatakan sebagai
metode khusus menimbang pandangan pro dan kontra atas sebuah pilihan
6. Analisis Biaya dan Manfaat (Cost/Benefit Analysis)
Teknik analisis biaya dan manfaat merupakan teknik yang digunakan
untuk memutuskan kemungkinan membuat perubahan atas alternatif
pilihan yang telah dipertimbangkan. Analisis biaya dan manfaat pada
umumnya dilakukan dengan menerapkan teknik analisis keuangan.
Seluruh biaya dan manfaat dikonversi menjadi uang sebagai denominator
utama.
12
C. Analisis Jalur (Path Analysis)
Structural Equating Modeling (SEM) adalah tehnik statistik multivariat yang
merupakan kombinasi antara analisisfaktor dan analisis regresi (korelasi), yang
bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar variabel yang ada pada sebuah
model, baik itu antar indikator dengan konstruknya ataupun hubungan antar
konstruk (Santoso, 2014 : 14)
SEM lebih digunakan untuk melakukan confirmatiry analysis daripada
exploratory analysis. Sebuah model dibuat berdasar teori tertentu, kemudian SEM
digunakan untuk menguji apakah model tersebut dapat diterima atau ditolak.
Disini model yang dibuat berdasarkan teori tertentu, sehingga SEM tidak
digunakan untuk membangun model baru tampa ada dasar teori yang sudah ada
sebelumnya. Menurut Santoso (2014 : 14) Ada beberapa tahapan pokok yang akan
dilalui untuk menggunakan SEM dalam sebuah penelitian, antara lain :
1. Membuat sebuah model SEM
Pada tahapan ini, sebuah model dengan dasar teori tertentu dibuat
baik dalam bentuk equating (persamaan-persamaan matematis) maupun
dalam bentuk diagram (gambar).
2. Menyiapkan desain dan pengumpulan data
Setelah model dibuat, sebelum model diuji, akan dilakukan
pengujian asumsi-asumsi yang seharusnya dipenuhi dalam SEM,
perlakuan dalam missing data (jika ada dan cukup banyak),
mengumpulkan data, dan sebagainya.
3. Model identification
Setelah sebuah model dibuat dan desain sudah ditentukan, pada
model dilakukan uji identifikasi apakah model dapat dianalisis lebih
lanjut.
4. Menguji Model (model testing dan model estimation)
Setelah model dibuat dan dapat diidentifikasi, tahapan selanjutnya
dengan menguji measurement model, kemudian menguji structural model.
Dari pengujian measurement model akan didapat keeratan hubungan antar
13
indikator dengan konstruknya. Jika measurement model dianggap valid,
pengujian dilanjutkan ke structural model untuk memperoleh sejumlah
korelasi yang menunjukkan hubungan antar konstruk. Termasuk dalam
kegiatan ini adalah kemungkinan dilakukan model respecfication pada
model SEM.
Salah satu keunggulan analisis SEM adalah kemampuannya untuk mengolah
model yang memiliki variabel laten menggunakan path analysis. Kemampuan
mengolah sejumlah variabel laten secara bersamaan tidak dapat dilakukan pada
metode statistik multivariat populer seperti regresi berganda. Analisis regresi
berganda hanya dapat mengukur variabel manifes dan bukan variabel laten.
Menurut Kerlinger (1990) dalam Sudaryono (2010 : 4) mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan analisis jalur (Path Analysis) adalah suatu bentuk terapan
dari analisis multi regresi. Dalam hal ini digunakan diagram jalur kompleks.
Dengan menggunakannya dapat dihitung besarnya pengaruh langsung dari
variabel-variabel bebas terhadap suatu variabel terikat. Pengaruh itu tercermin
dalam apa yang disebut sebagai koefisien jalur (Path coefisients) yang
sesungguhnya merupakan koefisien regresi yang telah dibakukan.
Jadi secara umum prosedur analisis jalur dapat diformulasikan sebagai sebuah
estimasi koefisien dari seperangkat persamaan struktural linear yang
menggambarkan hubungan sebab akibat (cause and effect relationship) yang
dihipotesiskan oleh peneliti. Meskipun tidak esensial dalam analisis numerical,
tetapi sangat berguna jika pola-pola hubungan kausal antar variabel ditampilkan
dalam bentuk gambar, yang dikeal dengan diagram jalur (Sudaryono, 2010 : 4)
Dalam pembangkitan atau pembuatan model path analysis dari regresi
berganda sebenarnya bukan merupakan teknik langsung untuk mengatasi
multikolinearitas dalam fungsi regresi, tetapi untuk “melacak” peranan yang
sesungguhnya dari variabel-variabel penjelas itu. Dengan model path analysis
akan dapat diketahui berapa besarnya pengaruh langsung dan pengaruh tidak
langusung yang sebenarnya dari variabel independen (X) terhadap veriabel
dependen (Y) (Sapariyah, 2007 : 7).
14
Pada analisis jalur berlaku suatu aturan yang disebut sebagai the first law
(Kenny 1979 dalam Matondang : 2), yaitu sebagai berikut :
Dimana pxy koefisien jalur dari variabel x, terhadap variabel y dan 𝜌yz
adalah korelasi antara variabel y dan variabel z. Secara verbal rumus tersebut
menyatakan bahwa untuk mendapatkan korelasi antara variabel z dan variabel
endogen y, sama dengan jumlah perkatian setiap parameter untuk setiap variabel
yang mempengaruhi variabel y dengan korelasi setiap variabel tersebut dengan
variabel prediktor z.
Pada dasarnya metode analisis lintas (path analysis) merupakan bentuk
analisis regresi linier terstruktur berkenaan dengan variabel-variabel baku
(standardized variables) dalam suatu sistem tertutup (closed system) yang secara
formal bersifat lengkap. Dengan demikian, analisis lintas dapat dipandang sebagai
suatu analisis struktural yang membahas hubungan kausal di antara variabel-
variabel dalam sistem tertutup (Sudaryono, 2010 : 10)
Apabila suatu model hubungan kausal antara variabel tak bebas Y dan
variabel-variabel bebas Xi, untuk i = 1, 2,…, p; telah disfesifikasikan secara tepat
berdasarkan teori yang ada, maka dapat diselidiki hubungan kausal atau sebab-
akibat dengan menggunakan analisis lintas. Pada dasarnya koefisien lintas (path
coefficient) juga merupakan koefisien beta (β) atau koefisien regresi baku, di
mana berdasarkan analisis lintas dapat diketahui pengaruh langsung (direct effect)
dari setiap variabel bebas yang dibakukan (ZY), serta pengaruh tidak langsung
(indirect effect) dari variabel bebas baku ZXi melalui variabel bebas baku ZXj (di
mana i ≠ j) di dalam model hubungan kausal tersebut (Sudaryono, 2010 : 10)
Analisis jalur merupakan pengembangan model regresi yang digunakan untuk
menguju kesesuaian(fit) dari matrik korelasi dari dua model atau lebih yang
dibandingkan oleh peneliti. Model biasanya digambarkan dengan lingkaran dan
anak panah menunjukan hubungan kausalitas (Ghozali, 2008 : 21).
pxy= Σpxy.𝜌yz
15
Dalam membangun diagram jalur (path diagram), hubungan antar konstruk
ditunjukkan dengan garis satu anak panah yang menunjukan hubungan kausalitas
(regresi) dari konstruk satu ke konstruk lain. Garis dengan dua anak panah
menunjukan hubungan korelasi atau kovarian antar konstruk (Ghozali, 2008 : 21)
1 2
λY1X1 λY2X1
r1
λY1X2
λY2X1
Gambar 1. Model sederhana analisis jalur
Penjelasan gambar diatas dapat dilihat sebagai berikut :
1. Terdapat dua variabel exogen yaitu X1 dan X2 dan terdapat dua variabel
endogen yaitu Y1 dan Y2
2. Antar variabel exogen harus dikovariankan dengan saling menghubungkan
kedua variabel ini dengan 2 anak panah
3. Semua variabel endogen harus diberi error
4. Koefisien regrei antar variabel exogen dengan variabel endogen diberi
simbol landa (λ) dengan cara memberi notasi pada variabel endogen ke
exogen :
a. Dari X1 ke Y1 = λY1X1
b. Dari X2 ke Y1 = λY1X2
c. Dari X1 ke Y2 = λY2X1
d. Dari X2 ke Y2 = λY2X2
X1
X2
Y2 Y1
16
D. Penelitian Terdahulu
Dari hasil penelitian Akhmad Mun’im (2012) yang berjudul “Analisis
Pengaruh Faktor Ketersediaan, Akses Dan Penyerapan Pangan Terhadap
Ketahanan Pangan Di Kabupaten Surplus Pangan : Pendekatan Partial Least
Square Path Modeling” dengan tujuan mengidentifikasi variabel-variabel yang
terdapat dalam faktor ketersediaan, akses, penyerapan, dan ketahanan pangan di
kabupaten surplus pangan tahun 2007 dan mengetahui faktor ketersediaan, akses,
penyerapan, dan ketahanan pangan di kabupaten surplus pangan tahun 2007.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menujukan bahwa penelitian ini
menggunakan dua pendekatan, yaitu analisis deskriptif dan analisis interinsik.
Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam
menggunakan tabel dan grafik, sedangkan analisis interinsik pada penelitian ini
menggunkan metode analisis Partial Least Square Path Modeling (PLS-PM).
PLS-PM merupakan metode statistik yang digunakan untuk analisis structural
menggunakan variabel laten. Berdasarkan metode analisis diatas kesimpulan yang
didapatkan yaitu ketersediaan pangan yang berlebih di kabupaten surplus pangan
tidak diiringi dengan akses pangan yang memadai dan penyerapan pangan yang
maksimal sehingga dikabupaten yang surplus pangan masih ditemukan adanya
kabupaten yang terindikasi rawan pangan. Berdasarkan faktor ketersediaan
pangan, sebaran pada kelompok kabupaten rawan pangan lebih baik dibandingkan
dengan kabupaten tahan pangan. Namun berdasarkan faktor akses pangan, sebaran
kelompok kabupaten tahan pangan lebih baik dibandingkan dengan kabupaten
rawan pangan. Ketahanan pangan dikabupaten surplus pangan ditahun 2007 lebih
dipengaruhi oleh faktor akses pangan daripada faktor penyerapan pangan,
sedangkan faktor ketersediaan pangan tidak memberikan pengaruh yang
bermakna terhadap ketahanan pangan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tanziha dan Herdiana (2009)
tentang “Analisis Jalur Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan
Rumah Tangga Di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten” dengan tujuan untuk
menganalisis konsumsi dan prevalensi rumah tangga tahan dan rawan pangan,
17
menganalisis hubungan faktor sosial ekonomi sebagai akses pangan dengan
ketahanan pangan rumah tangga, dan menganalisis faktor sosial ekonomi yang
berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap ketahanan pangan rumah
tangga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukan metode yang
digunakan yaitu proses pengolahan data meliputi, editing, coding, entry dan
analisis. Untuk mengukur hubungan antar variabel analisis menggunakan analisis
korelasi pearson dan rank spearman, sedangkan untuk mengukur antar variabel-
variabel penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis jalur. Prevalensi
rumah tangga tahan pangan adalah 62.4%, rawan pangan 37.6% yang terdiri dari
25.7% rumah tangga rawan pangan berat, 6.9% rumah tangga rawan pangan
ringan dan 5% rumah tanggan rawan pangan sedang. Tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan KRT, pendidikan IRT, pengetahuan gizi ibu
dan dukungan sosial dengan ketahanan pangan rumah tangga. Terdapat hubungan
yang signifikan antara jumlah anggota rumah tangga dan pengeluaran perkapita
dengan ketahanan pangan rumah tangga. Pengaruh langsung terbesar terhadap
ketahanan pangan rumah tangga adalah pengeluaran rumah tangga. Jalur tidak
langsung yang paling berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga
adalah dimulai dari penurunan jumlah anggota rumah tangga - pengeluaran per
kapita - ketahanan pangan rumah tangga.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Erniati, Sutiarso, dan Sudira (2013)
tentang “Penyusunan Sistem Pendukung Keputusan Untuk Menetapkan Indeks
Ketahanan Pangan Di Tingkat Rumah Tangga Dan Wilayah : Studi Kasus Di
Desa Srimartani Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Provinsi D.I
Yogyakarta” dengan tujuan untuk membangun instrument (seperangkat software)
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) untuk penetapan indeks ketahanan pangan
ditingkat rumah tangga dan wilayah yang digunakan sebagai masukan kategori
dalam peta serta SPK berupa alternatif kebijakan yang perlu dilakukan terkait
masalah ketahanan di Desa Srimartani Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul
Provinsi D.I Yogyakarta. Berdasarkan penelitian yang dilakukan menujukan
metode yang digunakan yaitu menggunakan diagram alir dengan beberapa
tahapan. Berdasarkan hasil analisis terhadap indreks ketahanan pangan di tingkat
18
rumah tangga menunjukan : 1 dusun rawan pangan; 6 dusun rentan pangan; 10
dusun tahan pangan. Sedangkan berdasarkan indeks ketahanan pangan di tingkat
wilayah, situasi ketahanan pangan di Desa Srimartani cukup baik, ditunjukan
dengan indeks kurang dari 0,48 artinya semua dusun di Desa Srimartani masuk
ketegori cukup tahan, tahan dan sangat tahan. Dari hasil analisis tersebut,
disarankan agar aparat kepala desa dan pemerintah dapat melakukan monitoring
situasi/kondisi wilayah secara berkala. Untuk dusun yang termasuk kategori
rawan pangan, program SPK memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan
aparat desa agar mememrikan bantuan langsung/bantuan tunai
.
19
E. Kerangka Pemikiran Teoritis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa alur
kerangka pemikiran teoritis “Analisis Sistem Pengambilan Keputusan Pada
Kebijakan Ketahanan Pangan Di Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo”
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2. Analisis Sistem Pengambilan Keputusan Pada Kebijakan Ketahanan
Pangan Kabupaten Bone Bolango
Ketahanan Pangan
Nasional
Program Ketahanan Pangan
Kerawanan Pangan
Ketahanan Pangan
1. Distribusi
2. Ketersediaan
3. Konsumsi
Perumusan Kebijakan
1. Tujuan
2. Masalah yang
dihadapi
3. Pengaruh Lingkungan
Kebijakan Ketahanan
Pangan
Pengaruh Sistem
Pengambilan Keputusan
Pada Kebijakan
20
Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas
nasional suatu Negara, baik dibidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh
sebab itu, ketahanan pangan merupakan program utama dalam pembangunan
pertanian saat ini dan masa mendatang. Ketahanan pangan harus tetap terjaga agar
tidak dapat menimbulkan kerawanan pangan. Kerawaman pangan biasanya akan
berakibat terhadap menurunnya taraf hidup masyarakat (kemiskinan) serta
kekurangan gizi yang diakibatkan oleh kelangkaan bahan pangan. Untuk menjaga
kerawanan pangan tidak terjadi maka pemerintah membuat program ketahanan
pangan sehingga kerawangan pangan dapat diatasi. Program yang telah ada
dilaksanakan berdasarkan tingkat keperluannya karena ada kemungkinan dalam
pelaksanaan program ketahanan panganterkendala dengan sumber daya sehingga
dibutuhkan beberapa kebijakan yang dalam melaksanakan program yang benar-
benar diperlukan. Dalam menentukan kebijakan yang akan diambil diperlukan
sistem pengambilan keputusan yang terencana sehingga kebijakan yang telah
dilakukan berpengaruh pada ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
sistem pengambilan keputusan berpengaruh terhadap kebijakan ketahanan pangan
di Kabupaten Bone Bolango
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari Oktober 2014 sampai Desember 2014.
Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Bone Bolango. Kabupaten Bone
Bolango dipilih sebagai lokasi penelitian karena Kabupaten Bone Bolango
termasuk daerah yang memiliki masalah kerawanan pangan.
B. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, jenis penelitian yang
akan digunakan adalah penelitian survey. Penelitian survey adalah penelitian yang
dilakukan secara langsung serta mengambil sample dari satu populasi dan
menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak
melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara
individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian
atau kegiatan, dan hasil pengujian. Metode yang digunakan untuk mendapatkan
data primer yaitu : (1) metode survei dan (2) metode observasi. Data primer
didapatkan dari instansi-instansi terkait. Data sekunder yaitu Data sekunder
merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder
umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam
arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.
D. Teknik Pengambilan Sampel
Populasi merupakan totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki
karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (Hasan, 2002) dalam
22
Mujib (2010 : 36). Populasi penelitian adalah seluruh instansi di Kabupaten Bone
Bolango dan seluruh Kelompok Tani yang ada di Kabupaten Bone Bolango.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002) dalam
Mujib (2010 : 37). Pemilihan responden (sampel) dilakukan secara sengaja
(purposive sampling) yaitu sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti
didasarkan atas kriteria atau pertimbangan tertentu (Wirartha, 2006) dalam
Susanti (2008 : 28) sehingga yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu
Intansi Kabupaten Bone Bolango yang terdiri Dinas Pertanian Kabupaten Bone
Bolango, Balai Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan
Kabupaten Bone Bolango, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Bone Bolango, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone Bolango serta
Kelompok Tani terdiri dari kelompok tani di Kecamatan Suwawa Selatan,
Botupingge, Kabila, Suwawa, Bulango Selatan, Bulango Timur, Bulango Utara,
Tapa, dan Tilongkabila.
E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Teknik pengumpulan data primer dengan menggunakan instrumen (alat)
antara lain : observasi, interview dan kuisioner.
2. Teknik pengumpulan data sekunder dari sumber - sumber yang dianggap
relevan dengan tujuan penelitian yakni : Dinas Pertanian Kabupaten Bone
Bolango, Balai Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perikanan dan
Kehutanan Kabupaten Bone Bolango, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Bone Bolango, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Bone Bolango, Kelompok Tani Kecamatan Suwawa Selatan, Botupingge,
Kabila, Suwawa, Bulango Selatan, Bulango Timur, Bulango Utara, Tapa,
Tilongkabila.
23
F. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan 2 analisis yaitu metode analisis deskribitif dan
metode analisis Structural Equation Model (SEM) dengan menggunakan model
analisis jalur (Path Analysis) melalui bantuan perangkat Amos 22. Metode
analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui perencanaan dan perumusan
kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango
Untuk menganalisis pengaruh sistem pengambilan keputusan pada kebijakan
ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango terhadap petani digunakan model
analisis jalur (Path Analysis). Path analysis (analisis jalur) atau sering dikenal juga
sebagai analisis lintasan atau analisis sidik. Dalam analisis jalur akan dicoba untuk
mengurutkan variabel - variabel bebas (Xn) atau variabel penentu (independent
variable) dengan dibantu skala likert 1 – 5 untuk setiap kuisioner dari yang
dibagaikan kepada responden, berdasarkan skala perioritas atau sesuai dengan
urutan waktu dalam mempengaruhi variabel tak bebas (dependent variable) atau
variabel tergantung (Y). (Sapriyah, 2007 : 5)
Model path analysis dapat dilakukan berdasarkan asumsi-asumsi (Siregar,
2006) dalam Sapriyah (2007 : 5) sebagai berikut :
1. Hubungan antar variabel harus liniear dan adiktif
2. Semua variabel residu tidak boleh berkorelasi dengan lainnya
3. Pola hubungan antar variabel adalah rekuratif atau (rekrusif)
4. Tingkat skala pengukuran data semua variabel bersatu minimal interval
5. Tidak terjadi kesalahan pengukuran
Untuk menganalisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan
pangan di Kabupaten Bone Bolango digunakan metode Structural Equation
Model (SEM) dengan model analisis jalur (path analysis) melalui bantuan
perangkat lunak Amos dengan formulasi sebagai berikut :
24
λZX1
r2 λYX1
r1 λYX2 λZX
r3 λYX3 λZX4 λZX6
λZX3 λZX5
r4 r5
r6
Gambar 2. Model Struktur Analisis Jalur
Berdasarkan model analisis jalur diatas maka dapat disimpulkan persamaan
yang dapat dipakai yaitu :
Dimana : Y atau Z = Koefisien pengukur hubungan antara variabel
endogen dengan eksogen
λ = Koefisien yang mengukur hubungan antar variabel
dependen (endogen) dan variabel independen
(eksogen)
Y = Variabel dependen (endogen)
x = Variabel independen (eksogen)
= Varibel residu
Berdasarkan persamaan diatas maka dapat dijelaskan bahwa simbol X
merupakan variabel bebas (independen) dan Y adalah variabel terikat (dependen).
X1
X2
X3
Y1 Y2
Y = λYX1X1+λYX2X2+λYX3X3.........+1
Z = λZX1X1+λZX3X3+λZYY……….+2
X4 X5 X6
25
Disamping varibael-variabel tersebut, masih ada satu variabel residu yang diberi
simbol sehingga dapat diketahui bahwa ketahanan pangan (Y1) meliputi
beberapa faktor dan indikator, yaitu :
1. Distribusi (X1) yaitu kegiatan proses penyaluran sebagai prasyarat untuk
menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam
jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu, dengan harga yang
terjangkau. Distribusi dipengaruhi oleh beberapa indikator, yaitu :
a) Lokasi (X1.1)
b) Lembaga Pemasaran (X1.2)
c) Sarana dan Prasarana (X1.3)
2. Ketersediaan (X2) yaitu mencakup masalah produksi, stok, impor dan
ekspor, yang harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi
pangan sebagaian bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah,
pangan yang tersedia bagi keluarga harus cukup volume dan jenisnya,
serta stabil dari waktu kewaktu. Ketersediaan dipegaruhi oleh beberapa
indicator, yaitu :
a) Produk Domestik (X2.1)
b) Impor Pangan (X2.2)
c) Cadangan Pangan (X2.3)
3. Konsumsi (X3) yaitu menyangkut pendidikan masyarakat agar
mempunyai pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat
mengelola konsumsi individu secara optimal sesuai dengan tingkat
kebutuhannya. Konsumsi dipengaruhi oleh beberapa indikator, yaitu :
a) Jumlah (X3.1)
b) Kualitas atau mutu (X3.2)
c) Harga (X3.3)
Sedangkan untuk perencanaan dan perumusan kebijakan (Y2) dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor dan indikator, yaitu :
1. Tujuan (X1) yaitu langkah pertama dalam membuat perencanaan sehingga
dalam pelaksanaannya nanti terarah sesuai dengan tujuan dan hasil yang
ingin dicapai. Tujuan dipengaruhi oleh beberapa indikator, yaitu :
26
a) Pemenuhan kebutuhan (X1.1)
b) Stabilitas ketersediaan (X1.2)
c) Kecukupan ketersediaan (X1.3)
2. Masalah yang dihadapi (X2) yaitu suatu kendala atau persoalan yang harus
dipecahkan agar tercapainya tujuan dengan hasil yang maksimal. Masalah
yang dihadapi dipengaruhi oleh beberapa indikator, yaitu :
a) Hambatan (X2.1)
b) Resiko (X2.2)
3. Pengaruh Lingkungan (X3) yaitu suatu keadaan dimana segala sesuatu
yang diputuskan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dalam hal ini
lingkungan organisasi. Pengaruh lingkungan dipengaruhi oleh beberapa
indikator, yaitu :
a) Budaya (X3.1)
b) Struktur organisasi (X3.2)
c) Sistem komunikasi dalam organisasi (X3.3)
d) Gaya kepemimpinan organisasi (X3.4)
G. Defenisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel adalah penarikan batasan yang lebih
menjelaskan ciri-ciri spesifik yang lebih substantif dari suatu konsep. Defenisi
operasional dari variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Distribusi (X1) yaitu kegiatan proses penyaluran pangan yang dilakukan
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Bone Bolango
2. Lokasi (X1.1) yaitu tempat atau posisi dilakukannya pendistribusian
kebutuhan pangan di Kabupaten Bone Bolango
3. Lembaga Pemasaran (X1.2) yaitu badan usaha atau organisasi yang
bertanggung jawab terhadap kegiatan distribusi kebutuhan pangan di
Kabupaten Bone Bolango.
4. Sarana dan Prasarana (X1.3) yaitu segala sesuatu yang dapat mendukung
kegiatan distribusi kebutuhan pangan di Kabupaten Bone Bolango
27
5. Ketersediaan (X2) yaitu suatu keadaan dimana pangan benar-benar cukup
dalam hal jumlah dan jenisnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di
Kabupaten Bone Bolango.
6. Produk Domestik (X2.1) yaitu hasil produksi dari pangan di Kabupaten
Bone Bolango itu sendiri.
7. Impor Pangan (X2.2) yaitu usaha untuk mendatangkan pangan yang
berasal dari daerah lain ataupun dari negara lain di Kabupaten Bone
Bolango
8. Cadangan Pangan (X2.3) yaitu suatu keadaan dimana produksi pangan
disimpan sebagai upaya menghindari kerawanan pangan di Kabupaten
Bone Bolango
9. Konsumsi (X3) yaitu setiap kegiatan memanfaatkan kebutuhan pangan
untuk memenuhi dan mengelola konsumsi individu secara optimal sesuai
dengan tingkat kebutuhannya di Kabupaten Bone Bolango
10. Jumlah (X3.1) yaitu besaran ketersediaan pangan di Kabupaten Bone
Bolango yang dinyatakan dalam angka atau jumlah
11. Kualitas atau mutu (X3.2) yaitu tingkatan baik atau tidak jenis pangan
yang dikonsumsi di Kabupaten Bone Bolango
12. Harga (X3.3) yaitu suatu nilai tukar pangan di Kabupaten Bone Bolango
yang dapat menentukan tingkat konsumsi masyarakat
13. Tujuan (X1) yaitu perencanaan dan pelaksanaan yang terarah dalam
menentukan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango
sehingga sesuai dengan hasil yang diinginkan dalam memenuhi kebutuhan
pangan masyarakat.
14. Pemenuhan kebutuhan (X1.1) yaitu terciptanya kepuasan jasmani
masyarakat dalam kebutuhan pangan di Kabupaten Bone Bolango.
Pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Bone Bolango dilakukan
dengan skala prioritas
15. Stabilitas ketersediaan (X1.2) yaitu seimbangnya cadangan pangan sebagai
upaya kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango
28
16. Kecukupan ketersediaan (X1.3) yaitu terjaminnya kebutuhan pangan
masyarakat di Kabupaten Bone Bolango
17. Masalah yang dihadapi (X2) yaitu suatu kendala atau persoalan yang harus
dipecahkan dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Bone
Bolango agar tercapainya tujuan ketahanan pangan dengan hasil yang
maksimal
18. Hambatan (X2.1) yaitu masalah yang terjadi selama proses pemenuhan
kebutuhan pangan di Kabupaten Bone Bolango
19. Resiko (X2.2) yaitu akibat atau konsekuensi yang diterima dalam
perencanaan dan perumusan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten
Bone Bolango
20. Pengaruh Lingkungan (X3) yaitu perencanaan dan perumusan kebijakan
ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango oleh lingkungan atau
organisasi tertentu
21. Budaya (X3.1) yaitu keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan cara berfikir
dari pengambil kebijakan dan perumusan perencanaan ketahanan pangan
di Kabupaten Bone Bolango
22. Struktur organisasi (X3.2) yaitu hubungan antara tiap-tiap posisi dari yang
ada pada pengambil kebijakan dan perencanaan perumusan ketahanan
pangan di Kabupaten Bone Bolango. Biasanya struktur organisasi menjadi
pemisah kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain.
23. Sistem komunikasi dalam organisasi (X3.3) yaitu proses penyampaian
pesan atau hubungan dalam setiap organisasi untuk merumuskan
perencanaan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango
baik secara langsung atau tidak langsung.
24. Gaya kepemimpinan organisasi (X3.4) yaitu menggambarkan kombinasi
yang konsisten dari keterampilan organisasi dalam menentukan
perencanaan dan perumusan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten
Bone Bolango.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis dan Luas Wilayah
Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu diantara 6 kabupaten/kota
yang berada dalam wilayah Provinsi Gorontalo yang memiliki luas wilayah
sebesar 1.984,31 Km2. Sebagian besar wilayah (48,65%) terletak pada ketinggian
antara 100-500 meter di atas permukaan laut. Secara geografis wilayah Kabupaten
Bone Bolango berbatasan dengan :
1. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Gorontalo Utara
2. Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan teluk tomini
3. Sebelah Timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Bolmong Selatan
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Gorontalo dan Kabupaten
Gorontalo
Wilayah Kabupaten Bone Bolango terdapat 2 (dua) Satuan Wilayah
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP DAS) yakni DAS Bone dan DAS
Bolango. Kedua DAS di wilayah Kabupaten Bone Bolango tersebut bermuara di
Kota Gorontalo. DAS Bone merupakan DAS terbesar dan memiliki kawasan
hutan terbesar di Kabupaten Bone Bolango jika dibandingkan dengan DAS
Bolango. Wilayah Kabupaten Bone Bolango ini dilalui oleh beberapa Daerah
Aliran Sungai (DAS). DAS terbesar yang melalui wilayah tersebut adalah DAS
Bone dan Bolango, dimana Kecamatan yang dilalui adalah Kecamatan Suwawa,
Kecamatan Kabila dan Kecamatan Tapa. Luas DAS ini adalah ± 265.000 Ha
dengan panjang sungai utama 100 Km yang bermuara ke Teluk Tomini.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2003 tentang pembentukan
kabupaten Bone Bolango dan Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango terdiri dari 4
kecamatan yaitu Tapa, Kabila, Suwawa dan Bone Pantai yang terdiri dari 63
desa/kelurahan definitif. Pada tahu 2006 jumlah kecamatan di Kabupaten Bone
Bolango menjadi 10 kecamatan dengan 89 desa/kelurahan definitif. Kemudian
30
pada tahun 2012 jumlah kecamatan bertambah menjadi 18 kecamatan dengan 165
desa sebagaimana Tabel 1. berikut :
Tabel 1. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa/Kelurahan di Kabupaten
Bone Bolango 2012 - 2013
NO Kecamatan Jumlah Desa Luas
Km2
%
1 Tapa 7 Desa 64, 41 3.25
2 Bulango Utara 9 Desa 176,09 8,87
3 Bulango Selatan 10 Desa 9,87 0,5
4 Bulango timur 5 Desa 10,82 0,55
5 Bulango Ulu 6 Desa 78,41 3,95
6 Kabila 5 Kelurahan 7 Desa 193,45 9,75
7 Botupingge 9 Desa 47,11 2,37
8 Tilongkabila 14 Desa 79,74 4,02
9 Suwawa 10 Desa 33,51 1,69
10 Suwawa Selatan 8 Desa 33,51 1,69
11 Suwawa Timur 9 Desa 103,28 5,2
12 Suwawa Tengah 6 Desa 64,7 3,26
13 Bone Pantai 13 desa 161,82 8,15
14 Kabila Bone 9 Desa 143,51 7,23
15 Bone Raya 10 Desa 64,12 3,23
16 Bone 14 Desa 72,71 3,66
17 Bulawa 9 Desa 111,01 5,59
18 Pinogu 5 Desa 385,92 19,45 Sumber : BPS Kabupaten Bone Bolango 2012
Berdasarkan Tabel 1. diatas dapat dilihat bahwa kecamatan yang memiliki
desa paling banyak yaitu Kecamatan Tilongkabila dan Kecamatan Bone dengan
14 Desa untuk tiap-tiap kecamatan, sedangkan untuk kecamatan yang memiliki
desa paling sedikit yaitu Kecamatan Pinogu dan Bulango Timur dengan 5 Desa
untuk tiap-tiap kecamatan. Sedangkan untuk kecamatan yang memiliki luas
wilayah terbesar yaitu Kecamatan Pinogu dengan luas wilayah 385,92 Km2
dan
Kecamatan Kabila 193,45 Km2.
2. Keadaan Penduduk
Pertumbuhan penduduk menjadi perhatian pemerintah saat ini terkait dengan
adanya hubungan yang linier antara pertumbuhan penduduk dengan angka
kemiskinan atau peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ketika pertumbuhan
31
penduduk menjadi modal dalam faktor produksi dan semakin bertambahnya akan
semakin meningkatkan output produksi, maka kondisi ini menandakan bahwa
penduduk memiliki kedudukan sebagai aset.
Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bone
Bolango, tahun 2012 jumlah penduduk Kabupaten Bone Bolango terjadi
peningkatan sebesar 160.118 jiwa dari tahun 2011 sejumlah 150.139 jiwa atau
meningkat 6 % dengan kepadatan berkisar 85 jiwa/km2. Data kependudukan
Kabupaten Bone Bolango selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. berikut :
Tabel 2. Perkembangan Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Bone
Bolango 2009 - 2012
NO Tahun Penduduk
(Jiwa)
Kepadatan
(Km2)
1 2009 123.666 67 Jiwa
2 2010 145.802 71 Jiwa
3 2011 150.139 77 Jiwa
4 2012 160.118 81 Jiwa Sumber : BPS Kabupaten Bone Bolango 2012
Berdasarkan Tabel 2. diatas dapat dilihat bahwa perkembangan penduduk dan
kepadatan penduduk Kabupaten Bone Bolango pada tahun 2009 yaitu 123.666
jiwa dengan kepadatan 67 jiwa Km2. Pada tahun 2010 145.802 jiwa dengan
kepadatan 71 jiwa Km2. Pada tahun 2011 150.139 jiwa dengan kepadatan 77 jiwa
Km2. Pada tahun 2012 160.118 jiwa dengan kepadatan 81 jiwa Km
2.
Perbandingan jumlah penduduk antara laki-laki dan perempuan dari tahun
2009 sampai dengan 2012, tidak menunjukkan perbedaan angka yang signifikan,
terbukti dengan angka sex ratio untuk setiap kecamatan yang berkisar antara
1.01%-0,99%, seperti digambarkan Tabel 3. sebagai berikut :
32
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di
Kabupaten Bone Bolango 2012 - 2013
NO Kecamatan
Jumlah Penduduk Rasio
Jenis
Kelamin Laki-
laki Perempuan Jumlah
1 Tapa 3.917 4.059 7.976 97
2 Bulango Utara 3.835 3.806 7.641 101
3 Bulango Selatan 5.313 5.401 10.714 98
4 Bulango timur 2.760 2.823 5.583 98
5 Bulango Ulu 2.084 1.921 4.005 108
6 Kabila 11.550 11.877 23.427 97
7 Botupingge 3.229 3.165 6.394 102
8 Tilongkabila 8.814 9.082 17.896 97
9 Suwawa 6.253 6.237 12.490 100
10 Suwawa Selatan 2.744 2.648 5.392 104
11 Suwawa Timur 2.803 2.598 5.401 108
12 Suwawa Tengah 3.224 3.118 6.342 103
13 Bone Pantai 5.660 5.532 11.192 102
14 Kabila Bone 5.913 5.534 11.447 107
15 Bone Raya 3.458 3.285 6.743 105
16 Bone 5.020 4.795 9.815 105
17 Bulawa 2.807 2.637 5.444 106
18 Pinogu 1.150 1.066 2.216 108
Kab. Bone Bolango 80.534 79.584 160.118 101 Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bone Bolango, 2012
Berdasarkan Tabel 3. diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak
berada di Kecamatan Kabila dengan jumlah penduduk laki-laki 11.550 jiwa dan
perempuan 11.877 jiwa sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit berada di
Kecamatan Pinogu dengan jumlah penduduk laki-laki 1.150 jiwa dan perempuan
1.066 jiwa.
33
3. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu sektor yang berada pada rantai kemiskinan.
Dapat dikatakan, pendidikan menentukan masa depan seseorang atau masyarakat
dalam lingkup wilayah. Oleh karena itu peran pemerintah dari tingkat daerah
hingga pusat sangat dibutuhkan dalam rangka optimalisasi sektor pendidikan guna
memutus mata rantai kemiskinan.
Upaya peningkatan mutu pendidikan yang ingin dicapai di kabupaten Bone
Bolango dimaksudkan untuk menghasilkan manusia seutuhnya. Sedangkan
perluasan kesempatan belajar dimaksud agar penduduk usia sekolah setiap tahun
mengalami peningkatan sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk untuk dapat
memperoleh kesempatan pendidikan yang seluas-luasnya. Pelaksanaan
pembangunan pendidikan di Kabupaten Bone Bolango selama ini mengalami
perubahan yang fluktuatif dari tahun ke tahun.
Sebagaimana yang diamanatkan oleh Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP) Nasional dan RPJM Nasional serta RPJMD Kabupaten Bone Bolango,
maka sasaran pembangunan pendidikan dititikberatkan pada peningkatan mutu
dan perluasan kesempatan belajar di semua jenjang pendidikan, yaitu mulai dari
TK sampai dengan SMA seperti pada Tabel 4. dibawah ini
34
Tabel 4. Jumlah Murid SD, SMP, SMA Menurut Kecamatan di Kabupaten Bone
Bolango 2012 - 2013
NO Kecamatan
SD
SMP
SMA
Jumlah
1 Tapa 955 549 429 1.933
2 Bulango Utara 942 318 0 1.260
3 Bulango Selatan 1 052 0 0 1.052
4 Bulango Timur 487 146 0 633
5 Bulango Ulu 619 147 0 766
6 Kabila 2 753 815 875 4.443
7 Botupingge 637 286 0 923
8 Tilongkabila 1 737 439 0 2.176
9 Suwawa 1 393 829 525 2.222
10 Suwawa Selatan 693 126 0 819
11 Suwawa Timur 1 083 313 0 1.396
12 Suwawa Tengah 745 0 0 745
13 Pinogu *) *) *) *)
14 Bone Pantai 1 628 505 395 2.133
15 Kabila Bone 1 399 316 0 1.715
16 Bone Raya 815 346 0 1.161
17 Bone 1 348 357 174 1.879
18 Bulawa 711 220 0 931
Kab. Bone Bolango 18.997 5.712 2.398 26.187 Catatan : *) Data masih mengikuti kecamatan induk
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bonebolango 2012 - 2013
Berdasarkan Tabel 4. diatas dapat dilihat bahwa kecamatan yang memiliki
jumlah murid terbanyak yaitu Kecamatan Kabila dengan 4.443 murid yang terdiri
dari 2.753 murid SD, 815 murid SMP, dan 875 murid SMA. Sedangkan
kecamatan yang memiliki jumlah murid paling sedikit yaitu Kecamatan Bulango
Timur yang terdiri dari 487 murid SD, 146 murid SMP dan tidak ada sama sekali
untuk murid SMA
Perkembangan indikator ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan antara
tahun 2009 sampai dengan 2012 menunjukkan adanya peningkatan dari setiap
jenis sarana prasarana pendidikan. Jumlah sarana dan prasarana pendidikan yang
dimiliki oleh pemerintah Kabupaten Bone Bolango memang masih jauh dari
memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun dalam rangka
memenuhi standar pelayanan pendidikan yang paripurna kepada anak didik,
keterbatasan tersebut bukanlah merupakan hambatan utama. Kondisi sarana
pendidikan di Kabupaten Bone Bolango dapat dilihat pada Tabel 5. berikut ini :
35
Tabel 5. Jumlah Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kabupaten
Bone Bolango tahun 2010 – 2012
NO Tahun Sarana Pendidikan (Unit)
TK SD/MI SMP/M.Ts SMA/MA
1 2010 102 138 39 17
2 2011 124 138 39 17
3 2012 125 138 39 17 Sumber : PEMDA Kabupaten Bone Bolango 2013
Berdasarkan Tabel 5. Diatas dapat dilihat bahwa terjadi perkembangan
jumlah sarana dan prasarana untuk TK pada tahun 2010 sebesar 102, tahun 2011
sebesar 124, pada tahun 2012 sebesar 125. Sedangkan untuk tingka SD/MI sampai
pada tingkat SMA/MA tidak terjadi perkembangan sarana dan prasarana.
4. Keadaan Pertanian
Kabupaten Bone Bolango memiliki potensi pertanian tanaman pangan yang
cukup bervariasi meliputi padi, jagung, kacang tanah, kacang hijau dan umbi-
umbian. Pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi PDRB terbesar
dan banyak menyerap tenaga kerja. Jenis Komoditi pertanian yang paling banyak
produksinya adalah padi dan jagung. Jumlah produksi padi pada tahun 2012
sebanyak 29.243 Ton dengan produktivitas 5,4 Ton/Ha dan jumlah produksi
jagung sebanyak 23.581 Ton dengan produktivitas 4.1 ton. Data perkembangan
tanaman tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Sebagai berikut :
Tabel 6. Perkembangan Tanaman Pangan di Kabupaten Bone Bolango Tahun
2009 – 2012
NO Jenis Komoditas
(Produksi/Ton) 2009 2010 2011 2012
1
Padi
23.569
19.656
30.180,2
29.243
2 Jagung 17.434 18.267 18.946,2 23.581
3 Kacang Tanah 243 191 113 110
4 Kacang Hijau 13,3 15,2 19 85
5 Ubi Jalar 707 910 238 180
6 Ubi Kayu 1.120 135 430 217 Sumber : PEMDA Kabupaten Bone Bolango 2012 – 2013
36
Berdasarkan Tabel 6. diatas dapat dilihat bahwa perkembangan tanaman
pangan untuk komoditas padi tidak tetap hasil produksinya yaitu pada tahun 2009
sebesar 23.569 ton/ha, pada tahun 2010 19.656 ton/ha, pada tahun 2011 30.180,2
ton/ha dan pada tahun 2012 29.243 ton/ha. Lain halnya dengan produktivitas
komoditas jagung yang meningkat tiap tahunnya, yaitu pada tahun 2009 sebesar
17.434 ton/ha, tahun 2010 sebesar 18.267 ton/ha, pada tahun 2011 sebesar
18.946,2 ton/ha, pada tahun 2011 23.581 ton/ha. Untuk produksi kacang tanah
terus mengalami penurunan tiap tahunnya, yaitu pada tahun 2009 sebesar 243
ton/ha, pada tahun 2010 sebesar 191 ton/ha, pada tahun 2010 sebesar 113 ton/ha,
pada tahun 2012 sebesar 110 ton/ha. Produksi kacang hijau juga mengalami
peningkatan yang cukup besar, yaitu tahun 2009 sebesar 13,3 ton/ha, tahun 2010
sebesar 15,2 ton/ha, pada tahun 2011 sebesar 19 ton/ha, dan pada tahun 2012 85
ton/ha. Produksi ubi jalar mengalami fluktuasi, yaitu pada tahun 2009-2010
meningkat dari 707 ton/ha menjadi 910 ton/ha namun pada tahun 2011-2012
mengalami penurunan produksi sebesar 238 ton/ha menjadi 180 ton/ha. Sama
halnya dengan produksi ubi kayu yag fluktuasi, yaitu pada tahun 2009 sebesar
1.120 ton/ha, pada tahun 2010 sebesar 135 ton/ha, pada tahun 2011 sebesar 430
ton/ha, dan pada tahun 2012 menjadi 217 ton/ha.
5. Identitas Responden
Identitas responden menggambarkan keadaan dan status dari seseorang.
Biasanya identitas responden berisi nama, usia, latar belakang pendidikan, dan
latar belakang pekerjaan. Responden dalam penelitian ini terbagi atas 2 bagian
yaitu pengambil dan perumus kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone
Bolango dan kelompok tani sebagai obyek kebijakan.
a. Identitas Responden Pengambil Kebijakan
Identitas responden pengambil kebijakan dalam hal ketahanan
pangan di Kabupaten Bone Bolango dapat dilihat sebagai berikut :
37
Tabel 7. Identitas Responden Pengambil Kebijakan di Kabupaten Bone
Bolango 2013
NO Nama Instansi Umur Pendidikan Lama
Bekerja
1 Femy Monoarfa Dinas Pertanian 55 Thn S2 27 Thn
2 I Wayan Cenik Dinas Pertanian 52 Thn S1 32 Thn
3 Fitri Gobel BP4K 53 Thn S1 30 Thn
4 Saiful Umar BAPPEDA 45 Thn S2 17 Thn
5 Rasjid Majhur BPS 49 Thn S1 21 Thn Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 7. Diatas dapat dilihat bahwa identitas responden
pengambil kebijakan di Kabupaten Bone Bolango terdiri sebagai berikut :
1. Umur
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur keberadaan
suatu benda atau mahluk, baik yang hidup maupun yang mati. Umur
biasanya memberikan gambaran fisik seseorang. Biasanya semakin
tua umur dari pengambil kebijakan maka semakin luas pola pikir dan
kemampuan mengambil keputusan. Berdasarkan Tabel 7. diatas
dapat dilihat bahwa Bapak Femy Monoarfa memiliki umur 52 tahun
dengan demikian bahwa dapat disimpulkan dengan umur sedemikian
maka tingat pola pikir dan luasan pengetahuan pengambilan
keputusan semakin baik.
2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai dan kemauan yang dikembangkan. Biasanya pengaruh
tingkat pendidikan pada pengambil kebijakan yaitu kemampuan
dalam bersikap, serta dapat dengan mudah menyerap informasi dan
mengimplementasikannya. Berdasarkan Tabel 7. diatas Bapak Femy
Monoarfa dan Bapak Saiful Umar memiliki tingkat pendidikan
paling tinggi yaitu S2, dengan demikian kemampuan menyerap
informasi dan mengimplementasikan keputusan semakin baik.
38
3. Pengalaman Bekerja
Pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau
keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan
karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Biasanya
bagi pengambil kebijakan pengalaman bekerja memberikan mereka
kemampuan analisis dan manipulatif sehingga dapat digunakan
dalam proses pengambilan kebijakan maupun perumusan kebijakan.
Berdasarkan Tabel 7. diatas dapat dilihat bahwa Bapak I Wayan
Cenik memiliki pengalaman bekerja selama 30 tahun, hal ini mampu
memberikan kemampuan analisis dalam perumusan kebijakan akan
semakin baik.
b. Identitas Responden Kelompok Tani
Identitas responden kelompok tani sebagai objek kebijakan terdiri
dari berbagai kelompok tani yang ada di Kabupaten Bone Bolango.
Kolompok tani ini dipilih karena sebagian besar bantuan program
ketahanan pangan paling banyak dibagikan secara kelompok daripada
kepada petani itu sendiri.
1. Umur
Umur diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur
dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu
normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan
fisiologi. Makin muda umur petani, cenderung memiliki fisik yang
kuat dan dinamis dalam mengelola usahataninya, selain itu petani
yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko
dalam mencoba inovasi baru. Berbeda dengan petani yang memiliki
umur yang lebih tua, hal ini dapat dilihat dari kemampuan mereka
mengambil keputusan yang baik berdasarkan pengalaman yang telah
dilalui. Identitas responden kelompok tani berdasarkan umur dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut :
39
Tabel 8. Identitas Responden Berdasarkan Umur
NO Umur
(Tahun) Jumlah Persentase
1 20 – 30 1 3,33
2 31 – 40 3 10
3 41 – 50 20 66,67
4 51 – 60 5 16,67
5 > 60 1 3,33
Total 30 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 8. diatas dapat dilihat kisaran umur petani
antara 20 – 31 tahun berjumlah 1 orang, umur petani 31 – 40 tahun
berjumlah 3 orang, umur petani 41-50 tahun berjumlah 20 orang,
umur petani 51 – 60 tahun berjumlah 5 orang, dan umur petani > 60
tahun berjumlah 1 orang.
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses pengalaman. Karena kehidupan
adalah pertumbuhan, pendidikan berarti membantu pertumbuhan
batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan ialah proses
menyesuaikan pada tiap-tiap fase serta menambahkan kecakapan di
dalam perkembangan seseorang. Pendidikan yang relatif lebih tinggi
menyebabkan petani lebih dinamis. Mereka yang berpendidikan
tinggi relatif lebih cepat dalam melakukan inovasi dalam usahatani
agar hasil yang didapatkan lebih efektif dan efisien. Tingkat
pendidikan yang rendah pada umumnya kurang menyenangi inovasi
sehingga sikap mental untuk menambah ilmu pengetahuan
khususunya ilmu pertanian kurang. Identitas responden berdasarkan
tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut :
40
Tabel 9. Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
NO Pendidikan Jumlah Persentase
1 S2 0 0
2 S1 2 6,66
3 SMA 8 26,67
4 SMP 6 20
5 SD 14 46,67
Total 30 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 9. diatas dapat dilihat bahwa tingkat
pendidikan petani S1 sejumlah 2 orang, tingkat pendidikan petani
SMA sejumlah 8 orang, tingkat pendidikan petani SMP sejumlah 6
orang, dan tingkat pendidikan petani SD sejumlah 14 orang.
3. Pengalaman Berusahatani
Pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani,
dirasai, ditanggung) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi.
Pengalaman berusahatani merupakan faktor penentu dalam
keberhasilan usahatani. Semakin lama usahatani yang dilakukan
maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh. Semakin banyak
pengalaman maka petani semakin banyak memiliki kemampuan
dalam mengelola usahataninya sehingga dapat meningkatkan
pendapatan usahatani yang sedang dikembangkan. Identitas
responden berdasarkan pengalaman berusaha tani dapat diihat pada
tabel sebagai berikut :
Tabel 10. Identitas Responden Berdasarkan Pengalaman
Berusahatani
NO
Pengalaman
Berusahatani
(Tahun)
Jumlah Persentase
1 < 10 1 3,33
2 10 – 16 4 13,33
3 17 – 23 6 20
4 24 – 30 16 53,34
5 > 30 3 10
Total 30 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
41
Berdasarkan Tabel 10. Diatas dapat dilihat bahwa pengalaman
berusahatani yang kurang dari 10 tahu sejumlah1 orang, pengalaman
berusahatani kisaran 10-16 tahun sejumlah 4 orang, pengalaman
berusahatani kisaran 17-23 tahun sejumlah 6 orang, pengalaman
berusahatani kisaran 24-30 tahun sejumlah 16 orang, dan
pengalaman berusahatani lebih dari 30 tahun sejumlah 3 orang.
B. Program Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone
Bolango
Pengembangan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango pada saat ini
masih bergantung pada program nasional ketahanan pangan. Hal ini dapat dilihat
dengan jelas bahwa program peningkatan ketahanan pangan Kabupaten Bone
Bolango mengacu pada program ketahanan pangan nasional. Pembangunan
disektor pertanian khususnya bidang ketahanan pangan sangat sulit dilaksanakan
mengingat anggaran yang terbatas.
Tahun 2014 merupakan tahun terakhir pelaksanaan program dan kegiatan
ketahanan pangan sesuai dengan Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan
Tahun 2010-2014. Program yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan
adalah Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat,
sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan yang tercantum dalam
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang:
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Program tersebut mencakup 4
(empat) kegiatan, yaitu: (1) Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan
Kerawanan Pangan; (2) Pengembangan Distribusi dan Stabilisasi Harga Pangan;
(3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Peningkatan Keamanan
Pangan Segar; dan (4) Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Badan
Ketahanan Pangan.
Pelaksanaan kegiatan tahun 2014 merupakan lanjutan dari kegiatan tahun
sebelumnya, dengan program-program aksinya sebagai berikut :
1. Program aksi pada kegiatan Pengembangan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar, diarahkan
42
pada Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) yang
meliputi: (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dan Promosi; (2) Model
Pengembangan Pangan Pokok Lokal; serta (3) Promosi dan Sosialisasi
PPKP.
2. Program aksi pada kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi dan
Stabilitas Harga Pangan, yaitu : (1) Penguatan Lembaga Distribusi
Pangan Masyarakat (LDPM); dan (2) Pengembangan Lumbung Pangan
Masyarakat.
3. Program aksi pada kegiatan Pengembangan Ketersediaan dan
Penanganan Kerawanan Pangan yaitu : Pengembangan Kawasan Mandiri
Pangan, Pengembangan Desa Mandiri Pangan, dan Pengembangan
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).
Program ketahanan pangan nasional inilah kemudian menjadi acuan program
ketahanan pangan Kabupaten Bone Bolango dengan tidak merubah format
program ketahanan pangan nasional. Berdasarkan program ketahanan pangan
nasional maka diperlukan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah
Kabupaten Bone Bolango terkait ketahanan pangan. Program ketahanan pangan di
kabupaten bone bolango terdiri atas empat program yang meliputi ; (1) Program
aksi pada kegiatan penganekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan
keamanan pangan segar, (2) Program aksi pada kegiatan pengembangan sistem
distribusi dan stabilitas harga pangan, (3) Program aksi pada kegiatan
pengembangan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan. Secara garis
besar tiga program inilah yang telah dirumuskan oleh pemerintah Kabupaten Bone
Bolango sebagai upaya peningkatan ketahanan pangan. Adapaun program
ketahanan pangan beserta rincian anggaran APBN 2014 yang dilaksanakan di
Kabupaten Bone Bolango terdiri dari :
1. Pengembangan dan Pendampingan Desa Mandiri Pangan
Kegiatan Desa Mandiri Pangan bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat desa dalam pengembangan usaha produktif
berbasis sumber daya lokal, peningkatan ketersediaan pangan,
43
peningkatan daya beli dan akses pangan rumah tangga, untuk dapat
memenuhi kecukupan gizi rumah tangga. Apabila pelaksanaan ini
dilaksanakan secara meluas, maka kegiatan Desa Mandiri Pangan akan
berdampak terhadap penurunan tingkat kerawanan pangan dan gizi
masyarakat miskin di pedesaan.
Desa Mandiri Pangan adalah desa/kelurahan yang masyarakatnya
mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi
melalui pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan
subsistem konsumsi pangan dengan memanfaatkan sumberdaya setempat
secara berkelanjutan.
Kawasan Mandiri Pangan adalah kawasan yang dibangun dengan
melibatkan keterwakilan masyarakat yang berasal dari kampungkampung
terpilih, untuk menegakkan masyarakat miskin/rawan pangan menjadi
kaum mandiri.
Kegiatan Desa Mandiri Pangan merupakan salah satu upaya
penanggulangan kemiskinan. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor
13 tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yaitu :
(1) Penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan dan program
pemerintah pusat dan daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana,
dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi
jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat
kesejahteraan rakyat; dan (2) Program penanggulangan kemiskinan
adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, dunia
usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
miskin, serta pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil.
Pelaksanaan kegiatan Desa Mandiri Pangan yaitu terdiri dari : (1)
Pemberdayaan masyarakat miskin, (2) Penguatan kelembagaan
masyarakat dan pemerintah desa, (3) Pengembangan sistem ketahanan
pangan, dan (4) Peningkatan koordinasi lintas sektor untuk mendukung
pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana pedesaan.
Adapun program Desa Mandiri Pangan yang dilaksanakan di kecamatan
44
yang diwakili oleh satu desa di Kabupaten Bone Bolango dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 11. Daftar Afinitas Program Pengembangan Desa Mandiri Pangan
di Kabupaten Bone Bolango
NO Kecamatan Desa Sumber Dana
1 Bulango Utara Kopi APBN
2 Bulango Timur Bulotalangi Timur APBN
3 Bulango Ulu Tolomato APBN
4 Suwawa Tengah Ilomata APBN
5 Tapa Dunggala APBN
6 Tilongkabila Lonuo APBN
7 Kabila Bone Olele APBN Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bone
Bolang, 2013
Berdasarkan Tabel 11. diatas dapat dilihat bahwa tidak semua
kecamatan dan desa yang ada di Kabupaten Bone Bolango dapat
termasuk pada program pengembangan dan pendampingan Desa Mandiri
Pangan (DEMAPAN), hal ini sesuai dengan Pedoman Umum
(PENDUM) Desa Mandiri Pangan (DEMAPAN).
Pemerintah Kabupaten Bone Bolango khususnya Dinas Pertanian,
Perkebunanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bone Bolango
mengharapkan dengan adanya program DEMAPAN ini dapat
meningkatkan potensi pertanian di Kabupaten Bone Bolango. Hal ini
sesuai dengan program unggulan 2011 - 2015 pemerintah Kabupaten
Bone Bolango dalam bidang pertanian dan perikanan serta sejalan
dengan agenda pembangunan III yaitu mewujudkan pertumbuhan dan
struktur ekonomi yang kokoh dan dinamis.
Program Pengembangan dan Pendampingan desa mandiri pangan di
Kabupaten Bone Bolango sasaran utamanya adalah Rumah Tangga
Miskin (RTS) di desa rawan pangan, sehingga dengan adanya program
ini Kabupaten Bone Bolango khususnya daerah yang dipilih sebagai
pusat dari program Pengembangan dan Pendampingan desa mandiri
pangan dapat dilihat hasilnya sebagai berikut :
45
1. Terjadi perubahan pola pikir masyarakat tentang kebutuhan pangan
tiap individu
2. Meningkatnya keterampilan dalam budidaya tanaman pangan, serta
aksebilitas pangan pada tiap desa
3. Meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat
4. Berkembangnya modal usaha pada setiap kelompok, khususnya
kelompok tani yang bergerak dalam bidang tanaman pangan
5. Terwujud ketahanan pangan dan gizi masyarakat sehingga
terbentuknya lembaga layanan kesehatan dan gizi masyarakat
pedesaan.
Dalam pelaksanaan program Pengembangan dan Pendampingan desa
mandiri pangan tidak serta merta berjalan sesuai yang diinginkan, hal ini
dapat terjadi karena pada tiap daerah yang menjadi pusat program dari
tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda, antara lain :
1. Angka kemiskinan pada tiap desa yang menjadi pusat program
Pengembangan dan Pendampingan desa mandiri pangan berbeda-
beda, hal ini dapat berpengaruh pada tingkat daya beli masyarakat
tiap desa.
2. Rendahnya kemampuan sumberdaya manusia terkait keterampilan
dalam budidaya tanaman pangan, hal ini dapat menimbulkan
terbatasnya akses pangan oleh masyarakat.
3. Rendahnya dukungan sarana dan prasarana khususnya sarana
transportasi, hal ini dapat menimbulkan rendahnya aksebilitas
kebutuhan pangan pada tiap desa.
2. Pengembangan Lumbung Pangan Desa
Dalam rangka mewujudkan pemenuhan kebutuhan akan pangan bagi
seluruh penduduk di suatu wilayah, maka ketersediaan pangan menjadi
sasaran utama dalam kebijakan pangan bagi pemerintahan suatu negara.
Ketersediaan pangan tersebut dapat dipenuhi dari tiga sumber, yaitu: (1)
produksi dalam negeri; (2) pemasukan pangan; dan (3) cadangan pangan.
Bila terjadi kesenjangan antara produksi dengan kebutuhan pangan di
46
suatu wilayah dapat diatasi dengan melepas cadangan pangan, oleh sebab
itu cadangan pangan merupakan salah satu komponen penting dalam
ketersediaan pangan.
Beberapa alasan yang mendasari Pengembangan Lumbung Pangan
Masyarakat adalah : (1) Bank Dunia pada tahun 2008 memperingatkan
bahwa cadangan pangan Indonesia berada dalam titik terendah sehingga
bisa menjadi masalah serius jika tidak diatasi sejak awal mengingat
cadangan pangan dunia turun hampir setengahnya; (2) situasi iklim di
Indonesia saat ini tidak menentu dan kurang bersahabat telah
menyebabkan bencana (longsor, banjir, kekeringan), sehingga menuntut
manajemen cadangan pangan yang efektif dan efisien agar dapat
mengatasi kerawanan pangan; (3) masa panen tidak merata antar waktu
dan daerah mengharuskan adanya cadangan pangan; dan (4) banyaknya
kejadian darurat memerlukan adanya cadangan pangan untuk penanganan
pasca bencana, penanganan rawan pangan, dan bantuan pangan wilayah.
Disamping itu, cadangan pangan juga dapat digunakan untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan pangan yang bersifat
sementara yang disebabkan gangguan atau terhentinya pasokan bahan
pangan, misalnya karena putusnya prasarana dan sarana transportasi
akibat bencana alam.
Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat bertujuan untuk : (1)
Meningkatkan volume stok cadangan pangan di kelompok lumbung
pangan untuk menjamin akses dan kecukupan pangan bagi anggotanya
terutama yang mengalami kerawanan pangan; (2) Meningkatkan
kemampuan pengurus dan anggota kelompok dalam pengelolaan
cadangan pangan; (3) Meningkatkan fungsi kelembagaan cadangan
pangan masyarakat dalam penyediaan pangan secara optimal dan
berkelanjutan.
Berangkat dari program Lumbung Pangan Masyarakat maka dengan
ini Pemerintah Kabupaten Bone Bolango dengan sedikit modifikasi
membuat program dalam bentuk pengembangan lumbung pangan desa
47
namun dengan tidak merubah format dari program nasional
pengembangan lumbung pangan masyarakat. Adapun pelaksanaan
program lumbung pangan desa di Kabupaten Bone Bolango dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 12. Daftar Afinitas Program Pengembangan Lumbung Pangan
Desa di Kabupaten Bone Bolango
NO Kecamatan Desa
(Jumlah) Sumber Dana
1 Kabila 4 APBN
2 Tilongkabila 6 APBN
3 Suwawa 1 APBN
4 Bulango Timur 2 APBN
5 Bulango Selatan 2 APBN Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bone
Bolango, 2013
Berdasarkan Tabel 12. diatas dapat dilihat bahwa program
pengembangan lumbung pangan desa Kecamatan Kabila terdiri dari
empat desa antara lain ; Desa Oluhuta, Desa Oluhuta Utara, Desa Padengo
dan Desa Tanggilingo. Pengembangan lumbung pangan desa Kecamatan
Tilongkabila terdiri dari enam desa antara lain ; Desa Toto Utara, Desa
Meranti, Desa Motilango, Desa Bongoime, Desa Bongopini, dan Desa
Iloheluma. Pengembangan lumbung pangan desa Kecamatan Suwawa
hanya terdiri satu desa yaitu Desa Bube Baru. Pengembangan lumbung
pangan desa Kecamatan Bulango Timur terdiri dari dua desa antara lain ;
Desa Bulotalangi, dan Desa Bulotalangi Barat. Pengembangan lumbung
pangan desa Kecamatan Bulango Selatan terdiri dari dua desa antara lain ;
Desa Huntu Utara dan Desa Huntu Selatan.
Pengembangan lumbung pangan desa di Kabupaten Bone Bolango
diharapkan mampu meningkatkan stok volume cadangan pangan di
kelompok lumbung pangan untuk menjamin akses dan kecukupan pangan,
meningkatkan kemampuan pengurus dan anggota kelompok dalam
pengelolaan cadangan pangan, serta meningkatkan fungsi kelembagaan
cadangan pangan masyarakat dalam penyediaan pangan secara optimal
dan bekerlanjutan.
48
Program pengembangan lumbung pangan desa di Kabupaten Bone
Bolango sasaran utamanya adalah daerah yang memiliki hasil produksi
pangan yang tinggi khususnya padi, sehingga dengan adanya
pengembangan lumbung pangan desa di Kabupaten Bone Bolango
seperti yang diketahui maka hasil yang didapatkan yaitu :
1. Meningkatnya kemampuan tiap individu dalam pengelolaan
lumbung pangan.
2. Tersedianya dan berkembangnya cadangan pangan milik kelompok
secara bekerlanjutan.
3. Tercukupinya kebutuhan pangan masyarakat sepanjang waktu.
Sama seperti program pengembangan dan pendampingan desa
mandiri pangan, program pengembangan lumbung pangan desa juga dala
proses implementasinya di lapangan terdapat kendala yang harus dilalui
antara lain :
1. Rendahnya dukungan sarana dan prasarana, hal ini dapat dilihat dari
ketersediaan infrastruktur pendukung lumbung pangan yaitu gilingan
padi masih kurang, padahal idealnya setiap desa membutuhkan 1
gilingan padi. Hal ini berdampak tersedianya dan berkembangnya
cadangan pangan akan mengalami penurunan.
2. Potensi sumberdaya lokal yang belum dimanfaatkan secara optimal
untuk pembangunan kawasan pertanian berdasarkan ekologinya. Hal
ini dapat dilihat dari terbenturnya program pengembangan lumbung
pangan desa dengan pembangunan infrastruktur Kabupaten Bone
Bolango, sehingga menimbulkan banyak daerah-daerah sentra
pengembangan pertanian berganti pada daerah industri dan
pemukiman penduduk.
Ketika program ketahanan pangan telah dilaksanakan, maka akan dapat
dilihat pengaruh program tersebut terhadap ketahanan pangan sehingga dibuatlah
kebijakan yang dapat menunjang pelaksanaan program ketahanan pangan tersebut.
Pelaksanaan kebijakan yang telah dirumuskan itu tidak serta merta dapat
dilakukan, hal ini harus mengikuti mekanisme yang ada dengan diserahkan
49
kepada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) sebagai dapur
dari susunan pemerintahan Kabupaten Bone Bolango.
Perumusan kebijakan yang telah sampai ke BAPPEDA kemudian digodok
sedemikian rupa, proses penggodokan inilah bisa disebut sebagai proses
pengambilan keputusan yang merupakan daya dorong kegiatan operasional suatu
organisasi. Karena ketahanan pangan merupakan masalah dan isu nasional maka
tipe keputusan yang akan diambil merupakan keputusan terprogram yang berarti
merupakan keputusan bersifat rutin, menjadi berulang-ulang. Karakteristik dari
keputusan ini sangat akrual, karena keputusan sejenis ini merupakan perwujudan
kumulatif dari langkah-langkah penyelesaian masalah yang akan terjadi berulang-
ulang. Sehingga pada akhirnya kebijakan yang diambil pemerintah Kabupaten
Bone Bolango berdasarkan pengaruh yang akan dilihat dari program ketahanan
pangan itu sendiri. Perumusan kebijakan tersebut disesuaikan dengan APBD
Pemerintah Kabupaten Bone Bolango Tahun 2014. Setelah selesai dengan proses
eliminasi di Badan Perencanaan dan Pembangan Daerah (BAPPEDA) setelah itu
diserahkan ke DPRD Kabupaten Bone Bolango untuk disahkan sebagai program
pemerintah Kabupaten Bone Bolango 2014.
Proses panjang inilah yang disebut sistem pengambilan keputusan, dimulai
dari kebijakan pemerintah pusat terkait ketahanan pangan kemudian dirumuskan
oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Bone Bolango kebijakan mana
yang akan diambil, setelah itu masuk ke Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah sebagai pengambil keputusan berdasarkan kesesuaian, kebutuhan
masyarakat dan daerah, dan ketersediaan anggaran serta terakhir langsung di
sahkan oleh DPRD Kabupaten Bone Bolango.
Selain program ketahanan pangan, Kabupaten Bone Bolango juga memiliki
program lain yang berhubungan dengan peningkatan produktivitas pertanian yang
meliputi bantuan sosial Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)
yang terdiri dari Bantuan sosial kawasan pertumbuhan, kawasan pengembangan,
dan kawasan pemantapan. Bantuan sosial ini disalurkan kepada seluruh kelompok
tani yang aktif di kabupaten bone bolango. Bantuan sosial ini dibedakan menjadi
2 bagian, yaitu dalam bentuk model dan reguler. Bantuan sosial dalam bentuk
50
model senilai lebih dari Rp. 10.000.000 sedangkan untuk bantuan sosial dalam
bentuk reguler dibawah dari Rp. 10.000.000. Selain itu bantuan yang diterima
kelompok tani ada yang berupa bibit, pupuk, dan obat-obatan. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan hasil produksi pertanian di Kabupaten Bone Bolango dalam
hal pemenuhuan kebutuhan pangan masyarakat. Dengan adanya bantuan Sekolah
Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dapat memberikan keringanan
untuk petani dalam hal pengelolaan usahataninya. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan hasil Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone Bolango tentang
peningkatan hasil produksi pertanian tanaman padi antara tahun 2010 -2011
namun pada tahun 2012 mengalami penurunan dikarenakan pengaruh musim
kemarau, serangan hama yaitu walang sangit, serta berkurangnya lahan
persawahan yang dialihfungsikan untuk pembangunan infrastruktur dan
pemukiman penduduk sekitar.
C. Pengaruh Sistem Pengambilan Keputusan pada Kebijakan
Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango
Dalam menganalisis sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan
pangan di Kabupaten Bone Bolango digunakan metode Structural Equation
Model (SEM) dengan model analisis jalur (path analysis) melalui bantuan
perangkat lunak Amos 22. Sebelum melakukan langkah analisis perlu
diperhatikan diagram analisis jalurnya sebagai berikut :
51
Gambar 3. Diagram Analisis Jalur Sistem Pengambilan Keputusan pada
Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango.
Berdasarkan gambar 3. tersebut agar mudah dimengerti mengenai diagram
analisis jalur maka daripada itu perlu diperhatikan tabel konstruk sebagai berikut :
Ketahanan
Pangan
X1
11
X1.1
Perumusan
Kebijakan
X2
11
X3
11 X4
11
X5
11
X6
11
X1.2
X1.3
X2.1
X2.2
X2.3
3
X3.1
X3.2
X3.3
X3.4
X4.1 X4.2 X4.3
X5.1 X5.2 X5.3
X6.3 X6.2 X6.1 X6.4
e1
e2
e3
e1
e2
e3
e4
e1
e2
e3
e1 e2 e3
e1 e2 e3
e1 e2 e3 e4
52
Tabel 13. Konstruk Analisis Jalur Sistem Pangambilan Keputusan pada Kebijakan
Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango
Konstruk Indikator Konstruk Sub Indikator Konstruk Kode
Ketahanan
Pangan
(Y1)
Distribusi
(X1)
Lokasi X1.1
Lembaga Pemasaran X1.2
Sarana dan Prasarana X1.3
Ketersediaan
(X2)
Produk Domestik X2.1
Cadangan Pangan X2.2
Impor Pangan X2.3
Konsumsi
(X3)
Jumlah X3.1
Kualitas atau Mutu X3.2
Harga X3.3
Permintaan Mempengaruhi
Penawaran X3.4
Perumusan
Kebijakan
(Y2)
Tujuan
(X4)
Pemenuhan Kebutuhan X4.1
Stabilitas Ketersediaan X4.2
Kecukupan Ketersediaan X4.3
Resiko
(X5)
Masalah X5.1
Hambatan X5.2
Strategi X5.3
Pengaruh
Lingkungan
(X6)
Budaya X6.1
Struktur Organisasi X6.2
Sistem Komunikasi dalam
Organisasi X6.3
Gaya Kepemimpinan
Organisasi X6.4
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 13. diatas dapat dilihat bahwa indikator-indikator dari
masing nilai Y1 dan Y2 yang meliputi Distribusi, Ketersediaan, dan Konsumsi
yang merupakan bagian dari indikator Ketahanan Pangan (Y1) dan Tujuan,
Resiko, dan Pengaruh Lingkungan yang merupakan bagian dari indikator
Perumusan Kebijakan (Y2) serta dapat diketahui bahwa disetiap indikati terdapat
variabel sub indikator.
Hubungan antara variabel eksogen dan endogen ditandai dengan anak panah
satu ujung dari variabel eksogen (X1, X2, X3) ke variabel endogen (Ketahanan
Pangan) , serta hubungan antara variabel endogen ditandai dengan anak panah
satu ujung dari variabel endogen (Ketahanan Pangan) ke variabel endogen
lainnyan (Perumusan Kebijakan).
53
Sebelum melakukan proses analisis perlu diperhatikan agar melakukan proses
identifikasi dan uji kecocokan terlebih dahulu sebagai berikut :
1. Identifikasi (Identification)
Dalam persamaan struktural salah satu syarat yaitu apakah model
memiliki nilai yang unik sehingga model tersebut dapat diestimasi seperti
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 14. Computation of degrees of freedom (Default model)
Number of distinct sample moments: 21
Number of distinct parameters to be estimated: 12
Degrees of freedom (21 - 12): 9 Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 14. diatas terlihat degree of freedom model pada
penelitian ini adalah 9, artinya lebih besar dari 0 atau positif, ini berarti
model yang akan dispesifikasi adalah over-indentified. Sehingga model
dalam penelitian ini siap untuk diestimasi.
2. Uji Kecocokan (Testing Fit)
Tahap pertama dari uji kecocokan ini ditujukan untuk mengevaluasi
secara umum derajat kecocokan atau Goodness Of Fit (GOF) antara data
dengan model. Uji kecocokan keseluruhan model adalah sebagai berikut:
a. Absolut Fit Measure
Ukuran fundamental dari overall fit adalah likehood-ratio chi-
square. Nilai chi-square yang tinggi relatif terhadap degree of
freedom menunjukkan bahwa matrik kovarian atau korelasi yang
diobservasi dengan yang diprediksi berbeda secara nyata dan ini
menghasilkan probabilitas (p) lebih kecil dari tingkat signifikasi,
begitupun sebaliknya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 15. Nilai Chi-Square
Chi-Square 11,70
Degrees of freedom 9
Probability Indeks 0,23 Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 15. diatas bisa dilihat dari uji Chi-Sqare
adalah 11,70 dan menghasilkan Probability Indeks sebesar 0,23
artinya lebih besar dari 0,05 sehingga menunjukkan secara
54
keseluruhan model sudah fit. Hal ini dapat dibuktikan dari uji-uji yang
lain sebagai berikut :
Tabel 16. Nilai CMIN
Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF
Default model 12 11.701 9 .231 1.300
Saturated model 21 .000 0
Independence model 6 44.879 15 .000 2.992 Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 16. diatas bisa dilihat nilai CMIN/DF adalah
1,30 dan lebih kecil dari 5, sehingga model dikatakan fit dan siap
diestimasi.
b. Incremental Fit Measure
Incremental Fit Measure yaitu membandingkan proposed model
dengan baseline model sering disebut dengan null model.
Tabel 17. Baseline Comparison
Model NFI
Delta1
RFI
rho1
IFI
Delta2
TLI
rho2 CFI
Default model .739 .565 .925 .849 .910
Saturated model 1.000
1.000
1.000
Independence model .000 .000 .000 .000 .000 Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 17. terlihat bahwa nilai IFI dan CFI sebesar
0.92 dan 0,91 yang artinya lebih besar dari 0,90 sehingga model
dikatakan dalam keadaan good fit.
Langkah awal dalam melakukan analisis jalur yang perlu diperhatikan
penyederhanaan sebuah analisis, hal ini dilakukan karena jika dianalisis secara
langsung maka hanya akan terdeteksi nilai estimate unidentified sehingga tidak
ada solusi yang unik, sehingga dalam melakukan analisis jalur perlu dikerjakan
satu persatu agar nilai estimate dapat terbaca dengan baik.
1. Model Analisis Jalur Distribusi (X1)
Model analisis jalus distribusi atau model kontruk distribusi
merupakan analisis awal yang harus dilakukan guna mencari nilai yang
akan dipakai dalam model pengaruh sistem pengambilan keputusan pada
55
kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango seperti pada
gambar berikut ini :
Gambar 4. Model diagram analisis jalur distribusi (X1)
Berdasarkan diagram analisis jalur diatas setelah diolah
menggunakan aplikasi amos 22, maka dapat dilihat nilai estimatenya
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 18. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Distribusi
Estimate S.E. C.R. P Label
SarPra <--- Distribusi 1.000
LemPem <--- Distribusi .915 .968 .946 .344
Lokasi <--- Distribusi 5.375 24.234 .222 .824
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 18. hasil diatas dapat dilihat nilai estimate dari
Lokasi yaitu 5,37, dan nilai estimate dari Lembaga Pemasaran yaitu 0,91
serta nilai estimate dari Sarana dan Prasarana 1. Data diatas belum dapat
diolah, hal ini terjadi karena data diatas masih data mentah, sehingga
untuk dapat menghasilkan nilai distribusi (X1) dilakukan dengan cara
mengkalikan nilai estimate dengan data hasil kuisioner yang telah diolah
untuk setiap sub indikator yang terdiri lokasi, lembaga pemasaran, serta
Distribusi
Lokasi
Sarana
dan
Prasarana
Lembaga
Pemasaran
e1
e2
e3
56
sarana dan prasarana dengan cara (Lokasi x 5.37) + (Lembaga Pemasaran
x 0,91) + (Sarana dan Prasarana x 1) sehingga hasilnya akan dipakai
sebagai nilai dari Distribusi (X1).
2. Model Analisis Jalur Ketersediaan (X2)
Model analisis jalus ketersediaan atau model kontruk ketersediaan
merupakan analisis awal yang harus dilakukan guna mencari nilai yang
akan dipakai dalam model pengaruh sistem pengambilan keputusan pada
kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango seperti pada
gambar berikut ini :
Gambar 5. Model diagram analisis jalur ketersediaan (X2)
Berdasarkan diagram analisis jalur diatas setelah diolah
menggunakan aplikasi amos 22, maka dapat dilihat nilai estimatenya
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 19. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Ketersediaan
Estimate S.E. C.R. P Label
CadPang <--- Ketersediaan 1.000
ImPang <--- Ketersediaan 1.214 1.227 .989 .323
ProDom <--- Ketersediaan 1.168 1.578 .740 .459
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 19. hasil diatas dapat dilihat nilai estimate dari
Produk Domestik yaitu 1.17, dan nilai estimate dari Impor Pangan yaitu
Produk
Domestik
Impor
Pangan
Cadangan
Pangan
Ketersediaan e2
e1
e3
57
1,21 serta nilai estimate dari Cadangan Pangan 1. Data diatas belum
dapat diolah, hal ini terjadi karena data diatas masih data mentah,
sehingga untuk dapat menghasilkan nilai Ketersediaan (X2) dilakukan
dengan cara mengkalikan nilai estimate dengan data hasil kuisioner yang
telah diolah untuk setiap sub indikator yang terdiri Produk Domestik,
Impor Pangan, serta Cadangan Pangan dengan cara (Produk Domestik x
1,17) + (Impor Pangan x 1,21) + (Cadangan Pangan x 1) sehingga
hasilnya akan dipakai sebagai nilai dari Ketersediaan (X2)
3. Model Analisis Jalur Konsumsi (X3)
Model analisis jalus konsumsi atau model kontruk konsumsi
merupakan analisis awal yang harus dilakukan guna mencari nilai yang
akan dipakai dalam model pengaruh sistem pengambilan keputusan pada
kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango seperti pada
gambar berikut ini :
Gambar 6. Model diagram analisis jalur konsumsi (X3)
Kualitas atau
Mutu
Jumlah
Permintan
Mempengaruhi
Penawaran
Harga
Konsumsi
e1
e2
e3
e4
58
Berdasarkan diagram analisis jalur diatas setelah diolah
menggunakan aplikasi amos 22, maka dapat dilihat nilai estimatenya
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 20. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Konsumsi
Estimate S.E. C.R. P Label
PMP <--- Konsumsi 1.000
Harga <--- Konsumsi -.076 .377 -.202 .840
Kualitas <--- Konsumsi .596 .420 1.419 .156
Jumlah <--- Konsumsi 1.403 1.375 1.021 .307
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 20. hasil diatas dapat dilihat nilai estimate dari
Jumlah yaitu 1.40, nilai estimate dari Kualitas yaitu 0,60, nilai estimate
dari Harga -0.08, dan nilai estimate dari Permintaan Mempengaruhi
Penawaran yaitu 1. Data diatas belum dapat diolah, hal ini terjadi karena
data diatas masih data mentah, sehingga untuk dapat menghasilkan nilai
Konsumsi (X3) dilakukan dengan cara mengkalikan nilai estimate
dengan data hasil kuisioner yang telah diolah untuk setiap sub indikator
yang terdiri Jumlah, Kualitas atau Mutu, Harga, dan Permintaan
Mempengaruhi Penawaran dengan cara (Jumlah x 1,40) + (Kualitas x
0,60) + (Harga x -0,80) + (PMP x 1) sehingga hasilnya akan dipakai
sebagai nilai dari Konsumsi (X3)
4. Model Analisis Jalur Tujuan (X4)
Model analisis jalus tujuan atau model kontruk tujuan merupakan
analisis awal yang harus dilakukan guna mencari nilai yang akan dipakai
dalam model pengaruh sistem pengambilan keputusan pada kebijakan
ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango seperti pada gambar
berikut ini :
59
Gambar 7. Model diagram analisis jalur tujuan (X4)
Berdasarkan diagram analisis jalur diatas setelah diolah
menggunakan aplikasi amos 22, maka dapat dilihat nilai estimatenya
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 21. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Tujuan
Estimate S.E. C.R. P Label
KecKeter <--- Tujuan 1.000
StaKeter <--- Tujuan .472 .942 .501 .616
PemKeb <--- Tujuan 1.000 2.320 .431 .666
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 21. hasil diatas dapat dilihat nilai estimate dari
Pemenuhan Kebutuhan yaitu 1, dan nilai estimate dari Stabilitas
Ketersediaan yaitu 0,47 serta nilai estimate dari Kecukupan Ketersediaan
1. Data diatas belum dapat diolah, hal ini terjadi karena data diatas masih
data mentah, sehingga untuk dapat menghasilkan nilai Tujuan (X4)
dilakukan dengan cara mengkalikan nilai estimate dengan data hasil
kuisioner yang telah diolah untuk setiap sub indikator yang terdiri
Pemenuhan Kebutuhan, Stabilitas Ketersediaan, serta Kecukupan
Ketersediaan dengan cara (Pemenuhan Kebutuhan x 1) + (Stabilitas
Pemenuhan
Kebutuhan
Stabilitas
Ketersediaan
Kecukupan
Ketersediaan
Tujuan
e1
e2
e3
60
Ketersediaan x 0,47) + (Kecukupan Ketersediaan x 1) sehingga hasilnya
akan dipakai sebagai nilai dari Tujuan (X4)
5. Model Analisis Jalur Resiko (X5)
Model analisis jalus resiko atau model kontruk resiko merupakan
analisis awal yang harus dilakukan guna mencari nilai yang akan dipakai
dalam model pengaruh sistem pengambilan keputusan pada kebijakan
ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango seperti pada gambar
berikut ini :
Gambar 8. Model diagram analisis jalur Resiko (X5)
Berdasarkan diagram analisis jalur diatas setelah diolah
menggunakan aplikasi amos 22, maka dapat dilihat nilai estimatenya
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 22. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Resiko
Estimate S.E. C.R. P Label
Strategi <--- Resiko 1.000
Hambatan <--- Resiko 1.041 1.556 .669 .504
Masalah <--- Resiko .750 1.143 .656 .512
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 22. hasil diatas dapat dilihat nilai estimate dari
Masalah yaitu 0,75, dan nilai estimate dari Hambatan yaitu 1 serta nilai
estimate dari Strategi 1. Data diatas belum dapat diolah, hal ini terjadi
karena data diatas masih data mentah, sehingga untuk dapat
menghasilkan nilai Resiko (X5) dilakukan dengan cara mengkalikan nilai
Hambatan
Masalah
Resiko
Strategi
e1
e2
e3
61
estimate dengan data hasil kuisioner yang telah diolah untuk setiap sub
indikator yang terdiri Masalah, Hambatan, serta Strategi dengan cara
(Masalah x 0,75) + (Hambatan x 1) + (Strategi x 1) sehingga hasilnya
akan dipakai sebagai nilai dari Resiko (X5)
6. Model Analisis Jalur Pengaruh Lingkungan (X6)
Model analisis jalus pengaruh lingkungan atau model kontruk
pengaruh lingkungan merupakan analisis awal yang harus dilakukan
guna mencari nilai yang akan dipakai dalam model pengaruh sistem
pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten
Bone Bolango seperti pada gambar berikut ini :
Gambar 9. Model diagram analisis jalur pengaruh lingkungan (X6)
Berdasarkan diagram analisis jalur diatas setelah diolah
menggunakan aplikasi amos 22, maka dapat dilihat nilai estimatenya
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 23. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Pengaruh Lingkungan
Estimate S.E. C.R. P Label
SKO <--- Lingkungan 1.000
StrOrga <--- Lingkungan .377 .260 1.452 .146
Budaya <--- Lingkungan .992 .273 3.641 ***
GKO <--- Lingkungan 1.464 .385 3.805 ***
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Budaya
Struktur Organisasi
SKO
GKO
Peng. Lingkungan
e1
e2
e3
e4
62
Berdasarkan Tabel 23. hasil diatas dapat dilihat nilai estimate dari
Gaya Kepemimpinan Organisasi yaitu 1.46, nilai estimate dari Sistem
Kepemimpinan Organisasi yaitu 1, nilai estimate dari Struktur Organisai
yaitu 0.38, dan nilai estimate dari Budaya yaitu 1. Data diatas belum
dapat diolah, hal ini terjadi karena data diatas masih data mentah,
sehingga untuk dapat menghasilkan nilai Pengaruh Lingkungan (X6)
dilakukan dengan cara mengkalikan nilai estimate dengan data hasil
kuisioner yang telah diolah untuk setiap sub indikator yang terdiri
Budaya, Struktur Organisai, Sistem Kepemimpinan Organisasi, dan Gaya
Kepemimpinan Organisasi dengan cara (Budaya x 1) + (Struktur
Organisasi x 0,38) + (Sistem Kepemimpinan Organisasi x 1) + (Gaya
Kepemimpinan Organisasi x 1, 46) sehingga hasilnya akan dipakai
sebagai nilai dari Pengaruh Lingkungan (X6).
Setelah nilai dari X1, X2, X3, X4, X5, dan X6 telah didapatkan maka setelah
itu langsung pada pengujian pengaruh sistem pengambilan keputusan pada
kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango dengan bentuk diagram
analisis jalur sebagai berikut :
Gambar 10. Diagram Analisis Jalur Sistem Pengambilan Keputusan pada
Kebijakan Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango
Berdasarkan gambar 10. diatas terlihat bahwa terdapat enam variabel eksogen
yang terdiri dari X1, X2, X3, X4, X5, dan X6 dan dua variabel endogen yang
terdiri dari Ketahanan Pangan (Y1) dan Perumusan Kebijakan (Y2). Dengan
Ketahanan
Pangan Perumusan
Kebijakan
X1
X2
X3
X4
X5
X6
63
menggunakan program Amos (Analyis Of Momen Strukture) maka diagram jalur
yang telah dibuat kemudian dikonversi pada persamaan struktural, dilakukan
analisis berdasarkan nilai estimate dan probability yang akan dihasilkan
sebagaimana pada berikut :
Tabel 24. Regression Weights: (Group number 1 - Default model) Pengaruh
Sistem Pengambilan Keputusan pada Kebijakan Ketahanan Pangan di
Kabupaten Bone Bolango
Estimate S.E. C.R. P Label
Perumusan
Kebijakan <--- Ketahanan Pangan 1.416 .541 2.616 .009
Konsumsi <--- Ketahanan Pangan 1.000
Ketersediaan <--- Ketahanan Pangan 1.691 .643 2.631 .009
Distribusi <--- Ketahanan Pangan .371 .708 .524 .600
Lingkungan <--- Perumusan Kebijakan 1.000
Resiko <--- Perumusan Kebijakan .477 .195 2.450 .014
Tujuan <--- Perumusan Kebijakan -.234 .157 -1.490 .136
Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 24. diatas dapat dilihat bahwa antara konstruk ketahanan
pangan dan konstruk perumusan kebijakan menghasilkan nilai estimate 1,42
dengan probability 0,01 lebih kecil dari 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan tidak langsung antara ketahanan pangan dengan perumusan
kebijakan. Kesimpulan tersebut dapat dibuktikan berdasarkan hasil analisis antara
konstruk ketahanan pangan dan konstruk perumusan kebijakan. Hubungan yang
tidak langsung juga berlaku antara konstruk ketahanan pangan dengan indikator
ketersediaan, serta antara konstruk perumusan kebijakan dengan indikator resiko
Hasil output diatas juga menunjukan bahwa antara konstruk ketahanan
pangan dengan indikator distribusi menghasilkan nilai estimate 0,37 dengan
probability 0,60 yang jauh diatas 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapatnya hubungan antara konstruk ketahanan pangan dengan indikator
distribusi. Kesimpulan tersebut juga berlaku terhadap konstruk perumusan
kebijakan dengan indikator tujuan.
Selain itu, untuk konstruk ketahanan pangan dengan konsumsi tidak dapat
diketahui, karena nilai estimatenya sebesar 1 dengan nilai probability yang tidak
64
diketahui. Hal ini juga berlaku untuk konstruk ketahanan pangan dengan indikator
konsumsi.
Besarnya pengaruh antara konstruk ketahanan pangan dengan perumusan
kebijakan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 25. Standardized Regression Weights : (Group number 1 - Default model)
Pengaruh Sistem Pengambilan Kebutusan pada Kebijakan Ketahanan
Pangan di Kabupaten Bone Bolango
Estimate
Perumusan Kebijakan <--- Ketahanan Pangan 1.000
Konsumsi <--- Ketahanan Pangan .514
Ketersediaan <--- Ketahanan Pangan .904
Distribusi <--- Ketahanan Pangan .099
Lingkungan <--- Perumusan Kebijakan .671
Resiko <--- Perumusan Kebijakan .478
Tujuan <--- Perumusan Kebijakan -.284 Sumber : Data primer setelah diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 25. diatas dapat dilihat bahwa indikator yang
mempengaruhi ketahanan pangan adalah distribusi (X1), ketersediaan (X2), dan
konsumsi (X3) serta indikator yang mempengaruhi perumusan kebijakan yaitu
tujuan (X4), resiko (X5), dan pengaruh lingkungan (X6).
Indikator yang mempengaruhi ketahanan pangan yaitu ditribusi (X1)
signifikan dengan nilai standardized koefisien parameter 0,10. Indikator yang
kedua yaitu ketersediaan (X2) signifikan dengan nilai standardized 0,90. Indikator
yang ketiga yaitu konsumsi (X3) signifikan dengan nilai standardized 0,51.
Berdasarkan hasil estimasi, diperoleh indikator ketersediaan merupakan
indikator yang paling berpengaruh dalam meningkatkan ketahanan pangan suatu
daerah. Dengan terjaganya ketersediaan pangan daerah yang terdiri dari produk
domestik, impor pangan dan cadangan pangan maka tingkat kerawanan pangan
pada suatu daerah kemungkinannya kecil bahkan tidak ada.
Indikator yang mempengaruhi perumusan kebijakan yaitu tujuan (X4)
signifikan dengan nilai standardized koefisien parameter sebesar -0,28, hal ini
berarti ada hubungan terbalik antara perumusan kebijakan dengan konstruk tujuan
yang terdiri dari indikator pemenuhan kebutuhan, stabilitas ketersediaan dan
kecukupan ketersediaan yang artinya kebutuhan masyarakat tentang indikator
65
tersebut sangat tinggi akan tetapi untuk pemerintah daerah itu sendiri tidak
mengakomodir dengan kebijakan yang ada terkait pemenuhan kebutuhan,
stabilitas ketersediaan, dan kecukupan ketersediaan. Indikator yang kedua yaitu
resiko (X5) signifikan dengan nilai standardized sebesar 0,48. Indikator yang
ketiga yaitu pengaruh lingkungan (X6) sighifikan dengan nilai standardized
sebesar 0,67.
Berdasarkan hasil estimasi, diperoleh indikator pengaruh lingkungan yang
paling berpengaruh dalam penentuan dan perumusan kebijakan terkait ketahanan
pangan pada suatu daerah. Dengan faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan
antara lain budaya, struktur organisasi, sistem komunikasi dalam organisasi, dan
gaya kepemimpinan organisasi maka perumusan dan penentuan kebijakan terkait
ketahanan pangan dapat dilakukan.
Pengaruh antara ketahanan pangan dengan perumusan kebijakan dapat dilihat
berdasarkan yang cukup besar yaitu 1,00. Artinya ketahanan pangan yang terdiri
dari distribusi (X1), ketersediaan (X2), dan konsumsi (X3) sangat berpengaruh
terhadap perumusan dan pengambilan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten
Bone Bolango.
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analasis dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap
pengaruh sistem pengambilan keputusan pada kebijakan ketahanan pangan di
Kabupaen Bone Bolango, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perencanaan dan perumusan kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten
Bone Bolango pada saat ini masih bergantung pada program nasional
ketahanan pangan. Hal ini dapat dilihat dengan jelas bahwa program
peningkatan ketahanan pangan Kabupaten Bone Bolango masih mengacu
pada program ketahanan pangan nasional yang terdiri dari (1)
Pengembangan dan pendampingan desa mandiri pangan, (2)
Pengembangan lumbung pangan desa
2. Terdapat pengaruh antara ketahanan pangan yang terdiri dari distribusi,
ketersediaan, dan konsumsi terhadap perumusan kebijakan yang terdiri
dari budaya, struktur organisasi, sistem komunikasi dalam organisasi, dan
gaya kepemimpinan organisasi. Terdapat hubungan tidak langsung antara
ketahanan pangan dengan perumusan kebijakan, ketahanan pangan
dengan indikator ketersediaan, perumusan kebijakan dengan indikator
resiko. Indikator yang paling berpengaruh dalam ketahanan pangan yaitu
ketersediaan yang dapat diartikan bahwa semakin besar ketersediaan
pangan maka semakin berkurangnya tingkat kerawanan pangan suatu
daerah sehingga ketahanan pangan semakin baik. Indikator yang paling
berpengaruh dalam perumusan kebijakan yaitu pengaruh lingkungan
yang dapat diartikan yakni dalam menentukan kebijakan terkait
ketahanan pangan faktor lingkungan sekitar sangat berpengaruh antara
lain budaya, struktur organisasi, sistem komunikasi dalam organisasi, dan
gaya kepemimpinan organisasi.
67
B. Saran
1. Pemerintah daerah khususnya pemerintah Kabupaten Bone Bolango
seharusnya dapat merumuskan program ketahanan pangan di tingkat
daerah sehingga program ketahanan pangan berdsarkan kebutuhan
berbasis lokal
2. Dalam ketahanan pangan indikator ketersediaan perlu diperhatikan.
Ketersediaan yang meliputi produk domestik, distribusi pangan yang
dilakukan oleh daerah lain dan cadangan pangan perlu ditingkatkan. Hal
ini akan berpengaruh terhadap tingkat kerawanan suatu daerah, sehingga
dapat terjaga ketersediaan pangan dalam suatu daerah.
3. Faktor lingkungan berperan sangat penting dalam perumusan kebijakan
ketahanan pangan, yang artinya perlu dibangun hubungan yang harmonis
antara budaya, struktur organisasi, sistem komunikasi dalam organisasi,
dan gaya kepemimpinan organisasi, sehingga dalam perumusan
kebijakan dapat didasarkan oleh kepentingan masyarakat terkait
ketahanan pangan.
4. Lumbung pangan disetiap desa dan program mandiri pangan (MAPAN)
harus dioptimalkan untuk mengantisipasi kerawanan pangan karena
adanya gagal panen
5. Perumusan kebijakan ketahanan pangan daerah harus terintegrasi dengan
badan dan dinas terkait.
68
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, Suci dan Baliwati F. Yayuk. 2011. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh
Pada Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat di Pedesaan dan
Perkotaan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ariningsih, Ening dan Rachman P.S. Handewi. 2008. Strategi Peningkatan
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Rawan Pangan. Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Dermawan, Rizky. 2013. Pengambilan Keputun “Landasan Filosofis, Konsep,
dan Aplikasi”
Dewan Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006 –
2009
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo. 2011. Laporan dan
Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security And
Vulnerability Atlas (FSVA) Tingkat Kecamatan
Erniati et al. 2013. Penyusunan Sistem Pendukung Keputusan Untuk Penetapan
Indeks Ketahanan Pangan Di Tingkat Rumah Tangga dan Wilayah :
Studi Kasus di Desa Srimartani Kecamatan Piyuman Kabupaten
Bantul Provinsi D.I Yogyakarta. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian, Jakarta
Hardono et al. 2004. Liberalisasi Perdagangan : Sisi Teori, Dampak Empiris, dan
Perspektif Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sosial Ekonomi Pertanian.
Husaini, Muhammad. 2012. Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan
Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Barito
Kuala. Universitas Lambung Mangkurat, Banjar Baru.
Khomsan, Ali. 2012. Ekologi Masalah Gizi, Pangan, dan Kemiskinan
Lantarsih et al. 2011. Sistem Ketahanan Pangan Nasional : Kontribusi
Ketersediaan dan Konsumsi Energi serta Optimalisasi Distribusi Beras.
Universitas Janabadra, Yogyakarta. Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Yogyakarta.
Mujib, F. Mohamad. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Secara
Langsung dan Tidak Langsung Terhadap Kinerja Usaha Kecil
Menengah (UKM) : Studi Pada Pelaku UKM di Kabupaten Kebumen.
Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang
69
Mun’im, Ahkmad. 2012. Analisis Pengaruh Faktor Ketersediaan, Akses, dan
Penyerapan Pangan Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Surplus
Pangan : Pendekatan Partial Least Squarepath Modeling. Direktorat
Neraca Produksi, Badan Pusat Statistik. Jakarta
Nurmala et al. 2012. Pengantar Ilmu Pertanian
Prabowo, Rossi. 2010. Kebijakan Pemerintah Dalam Mewujudkan Ketahanan
Pangan Di Indonesia
Prihatin et al. 2012. Ancaman Ketahanan Rumah Tangga Petani
Predi, Dino. 2012. Perananan Badan Ketahanan Pangan Dalam Peningkatan
Ketahanan Pangan. Universitas Riau, Pekanbaru
Purwaningsing, Yunastiti. 2008. Ketahanan Pangan : Situasi, Permasalahan,
Kebijakan, dan Pemberdayaan Masyarakat. Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Sari, R. Mardiana dan Prishardoyo Bambang. 2009. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kerawanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Desa
Wiru Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Universitas Negeri
Semarang, Semarang.
Sapariyah. 2007. Path Analysis Sebagai Salah Satu Sarana Statistik Dalam
Penelitian dan Pengambilan Keputusan. Universitas Negeri Semarang,
Semarang.
Susanti, W. Lisana. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan
Keputusan Petani Dalam Penerapan Pertanian Padi Organik di Desa
Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Skripsi.
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Sudaryono. 2010. Aplikasi Analisis Jalur (Path Analisis) Berdasarkan
Penempatan Variabel. Universitas Negeri Jakarta, Jakarta
Tanziha, Ikeu dan Herdiana Eka. 2009. Analisis Jalur Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Kabupaten Lebak
Provinsi Banten. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
70
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian
ANALISIS SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PADA KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN
DI KABUPATEN BONE BOLANGO
No Responden :
Tanggal Wawancara :
Pewawancara :
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS ILMU-ILMU PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2014
71
KUISIONER
A. Identitas Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
Intansi Bekerja :
Lama Bekerja :
Pendidikan Terakhir :
Alamat :
72
Berilah tanda cek list (√) untuk pertanyaan dalam bentuk tabel atau tabulasi,
dan berilah tanda lingkaran untuk pertanyaan dalam bentuk kalimat
1. Program ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango dalam
pelaksanaanya sudah berjalan cukup baik
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Baik/Cukup
d. Tidak Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
2. Dalam pelaksanaan program ketahanan pangan di Kabupaten Bone
Boloango mengalami beberapa masalah dan hambatan
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Baik/Cukup
d. Tidak Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
3. Peran pemerintah dalam hal ini lembaga sangat berpengaruh dalam
pelaksanaan program ketahanan pangan di Kabupaten Bone Bolango
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Baik/Cukup
d. Tidak Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
73
Ketahanan Pangan di Kab. Bone Bolango
No Pernyataan SS S B/C TS STS
1 Distribusi Pangan
a. Penentuan lokasi distribusi
pertanian akan mempengaruhi
hasil produksi pertanian dalam
ketahanan pangan
b. Lembaga pemasaran pertanian
dapat mempengaruhi hasil
produksi pertanian dalam
ketahanan pangan
c. Ketersediaan sarana dan
prasarana pertanian dapat
meningkatkan hasil produksi
pertanian dalam ketahanan
pangan
2 Jumlah Ketersediaan Pangan
a. Produk domestik (daerah) yang
merupakan hasil pertanian
dalam ketahanan pangan dapat
mempengaruhi kebutuhan
pangan
b. Impor pangan yang dilakukan
ketika produk domestik tidak
mencukupi dapat
mempengaruhi kebutuhan
pangan daerah
c. Cadangan pangan saat ini dapat
memenuhi kebutuhan pangan
daerah
3 Tingkat Konsumsi Pangan
a. Jumlah hasil produksi pangan
saat ini dapat memenuhi
kebutuhan daerah dan petani itu
sendiri
b. Kualitas atau mutu pangan yang
dihasilakan dapat meningkatkan
ketahanan pangan daerah
c. Harga pangan yang sesuai dapat
meningkatkan pola dan tingkat
konsumsi daerah
d. Hasil produksi pangan saat ini
dapat memenuhi permintaan
pasar
74
4 Terwujudnya tujuan dari ketahanan
pangan
a. Pemenuhan angka kebutuhan
gizi pangan dapat
mempengaruhi ketahanan
pangan pangan daerah
b. Stabilitas ketersediaan pangan
dapat mempengaruhi ketahanan
pangan suatu daerah.
c. Kecukupan ketersediaan
kebutuhan pangan dapat
mempengaruhi ketahanan
pangan suatu daerah.
5 Resiko yang dihadapi dalam
peningkatan ketahanan pangan
a. Masalah yang dihadapi dalam
upaya peningkatan ketahanan
pangan yaitu sebagian besar
luasan usahatani kurang
menguntungkan, kecilnya skala
usahatani, serta langkanya
permodalan dalam pembiayaan
usahatani
b. Hambatan yang dihadapi dalam
upaya peningkatan ketahanan
pangan yaitu kurangnya
pengetahuan petani tentang
pentingnya kelembagaan,
kurangnya kemampuan petani
dalam menerapkan teknologi
dalam bidang
pertanian/perkebunan, serta
kurangnya upaya kegiatan
promosi hasil produksi
pertanian unggulan daerah.
c. Strategi pengembangan kegiatan
pertanian sebagai bentuk upaya
peningkatan ketahanan pangan
sudah berjalan maksimal.
6 Faktor Lingkungan
a. Budaya dalam suatu daerah
dapat berperan dalam kegiatan
pertanian sehingga tercapainya
hasil produksi pertanian yang
memenuhi kebutuhan pangan
daerah
75
b. Struktur organisasi antar petani
(Kelompok Tani) yang terjalin
dengan baik dapat
meningkatkan hasil produksi
pertanian sehingga pemenuhan
kebutuhan pangan daerah dapat
terwujud
c. Sistem komunikasi petani
selaku produsen dengan
kosumen perlu dibangun
sebagai upaya promosi hasil
produksi pertanian sehingga
pemenuhan kebutuhan pangan
daerah dapat tercapai
d. Gaya kepemimpinan petani
dapat mempengaruhi hasil
produksi pertaniandalam
memenuhi kebutuhan pangan
daerah
76
Lampiran 2. Identitas Responden di Kabupaten Bone
Bolango
N
O Nama
Umu
r
Pendidika
n
Pekerjaa
n
Lama
Bekerja/Berusahatani
1 Rasjid Umar 49 S1 PNS 21
2 Fenny Monoarfa 52 S1 PNS 25
3 Saiful Umar 45 S2 PNS 17
4 Fitri Gobel 53 S1 PNS 30
5 Ibrahim Ismail 27 SMA Petani 5
6 Yusuf Iso 54 SMP Petani 10
7 Samsudin Taib 46 SMP Petani 27
8 Umar Kantu 43 SMA Petani 26
9
Abd. Hisam
Nasaru 44 S1 Petani
20
10 Adnan Djafar 45 SMA Petani 14
11 Ahmad Pakaya 62 S1 Petani 15
12 Haris Ahmad 44 SMA Petani 27
13 Abd. M. Urusi 54 SMA Petani 26
14 Jefri Palada 42 SMP Petani 27
15 Agus Panto 43 SD Petani 29
16 Romi Mohammad 41 SMA Petani 19
17 Ahus Amiri 53 SD Petani 40
18 Fahyudin Daud 50 SD Petani 35
19 Suhrodi 41 SD Petani 21
20 Sugandi Adudu 47 SD Petani 25
21 Soman Daud 32 SMP Petani 15
22 Darwin Hudji 45 SD Petani 27
23 Yusuf Bagulu 42 SD Petani 22
24 Yusuf Amu 45 SMA Petani 25
25 Bakrie Laintu 43 SD Petani 27
26 Yonso Sude 40 SMP Petani 27
27 Aston Dama 49 SD Petani 27
28 Jemi Hasyim 48 SD Petani 26
29 Ismail Ladiku 52 SD Petani 22
30 Agus Odja 47 SMK Petani 27
31 Ismail Atunai 59 SD Petani 37
32 Darwin Paris 43 SMP Petani 27
33 Hasyim Ibrahim 38 SD Petani 20
34
Abd. Wahab
Hasan 47 SD Petani
29
77
Lampiran 3. Indikator Ketahanan Pangan Meliputi Distribusi, Ketersediaan, dan
Konsumsi
Nama Umu
r
Distribusi Ketersediaan Konsumsi
Loka
si
Lembaga
Pemasaran
Sarana dan
Prasarana
Produk
Domestik
Impor
Pangan
Cadangan
Pangan
Jumla
h
Kualit
as
Harg
a
PM
P
Rasjid Umar 49 5 4 5 4 4 5 5 4 5 4
I Wayan Cenik 52 5 5 4 5 3 5 5 5 5 3
Saiful Umar 45 3 4 2 4 2 4 4 2 2 4
Fitri Gobel 53 4 3 4 4 5 2 5 5 3 4
Ibrahim Ismail 27 4 4 5 4 2 1 4 2 5 1
Yusuf Iso 54 3 4 5 4 5 3 3 5 5 3
Samsudin Taib 46 4 5 5 4 4 5 5 5 4 5
Umar Kantu 43 5 4 5 5 4 4 4 4 5 4
Abd. Hisam
Nasaru 44 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4
Adnan Djafar 45 5 4 4 4 2 3 4 3 4 4
Ahmad Pakaya 62 4 3 5 5 5 4 5 4 4 4
Haris Ahmad 44 3 4 4 3 4 5 5 4 5 5
Abd. M. Urusi 54 4 3 5 4 3 4 4 3 5 4
Jefri Palada 42 5 4 4 4 3 4 4 4 3 3
Agus Panto 43 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4
Romi
Mohammad 41 4 3 5 4 4 3 3 3 5 4
Ahus Amiri 53 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
78
Fahyudin Daud 50 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Suhrodi 41 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4
Sugandi Adudu 47 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Soman Daud 32 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4
Darwin Hudji 45 4 4 5 3 3 4 2 4 5 3
Yusuf Bagulu 42 4 4 5 3 4 3 3 3 4 2
Yusuf Amu 45 4 4 4 4 4 3 4 4 5 4
Bakrie Laintu 43 5 4 5 4 3 4 4 4 4 4
Yonso Sude 40 3 3 4 4 4 3 4 4 4 3
Aston Dama 49 5 4 4 4 4 4 3 4 4 3
Jemi Hasyim 48 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Ismail Ladiku 52 4 4 5 4 4 3 4 3 4 4
Agus Odja 47 4 4 4 3 3 4 4 3 4 5
Ismail Atunai 59 4 5 5 3 3 2 3 3 3 3
Darwin Paris 43 4 3 5 4 3 4 4 3 3 4
Hasyim Ibrahim 38 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4
Abd. Wahab
Hasan 47 4 4 5 3 2 3 4 4 4 3
79
Lampiran 4. Indikator Perumusan Kebijakan Meliputi Tujuan, Resiko, dan
Pengaruh Lingkungan
Nama Um
ur
Tujuan Resiko Pengaruh Lingkungan
Pemenuhan
Kebutuhan
Stabilitas
Ketersediaan
Kecukupan
Ketersediaan
Masal
ah
Hambat
an
Strate
gi
Buda
ya
Struktur
Organisasi
SK
O
GK
O
Rasjid Umar 49 5 4 4 5 5 5 4 2 5 4
Fenny
Monoarfa 52 5 5 5 5 5 4 3 4 5 5
Saiful Umar 45 4 4 4 2 2 4 2 4 4 2
Fitri Gobel 53 5 5 3 5 5 5 4 2 5 5
Ibrahim Ismail 27 4 4 5 4 5 4 3 4 3 2
Yusuf Iso 54 5 5 4 4 5 5 5 4 4 3
Samsudin Taib 46 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5
Umar Kantu 43 5 5 5 4 5 5 5 4 4 5
Abd. Hisam
Nasaru 44 4 4 5 4 2 4 4 4 5 4
Adnan Djafar 45 4 4 5 5 2 4 3 4 4 3
Ahmad Pakaya 62 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5
Haris Ahmad 44 5 5 4 4 3 5 3 4 4 3
Abd. M. Urusi 54 5 5 5 4 3 5 3 4 4 3
Jefri Palada 42 3 5 5 5 3 4 4 4 3 3
Agus Panto 43 5 5 4 3 3 4 3 4 3 3
Romi
Mohammad 41 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5
Ahus Amiri 53 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4
Fahyudin Daud 50 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4
80
Suhrodi 41 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4
Sugandi Adudu 47 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4
Soman Daud 32 5 5 5 5 5 5 4 4 3 3
Darwin Hudji 45 5 5 4 3 4 4 3 3 3 4
Yusuf Bagulu 42 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4
Yusuf Amu 45 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5
Bakrie Laintu 43 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5
Yonso Sude 40 5 5 5 4 5 3 4 4 4 4
Aston Dama 49 5 5 5 5 4 5 3 3 3 4
Jemi Hasyim 48 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4
Ismail Ladiku 52 5 5 5 5 2 4 4 3 4 4
Agus Odja 47 5 5 5 5 2 4 3 3 3 3
Ismail Atunai 59 5 5 5 4 5 3 3 3 3 3
Darwin Paris 43 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3
Hasyim
Ibrahim 38 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4
Abd. Wahab
Hasan 47 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4
81
Lampiran 5. Data Olahan Indikator Ketahanan Pangan
dan Perumusan Kebijakan
Nama
Um
ur
Distri
busi
Keterse
diaan
Konsu
msi
Tuj
uan
Resi
ko
Pengaruh
Lingkungan
Rasjid Umar 49 35 15 13 5 14 14
Fenny
Monoarfa 52 35 14 9 9 13 15
Saiful Umar 45 22 11 9 7 8 11
Fitri Gobel 53 28 13 11 7 14 15
Ibrahim
Ismail 27 30 8 4 11 12 11
Yusuf Iso 54 25 14 6 8 13 16
Samsudin
Taib 46 31 15 12 8 12 19
Umar Kantu 43 35 15 8 9 13 18
Abd. Hisam
Nasaru 44 30 14 8 8 10 16
Adnan
Djafar 45 34 10 8 10 11 13
Ahmad
Pakaya 62 29 16 10 10 13 19
Haris
Ahmad 44 18 13 10 8 11 13
Abd. M.
Urusi 54 29 12 7 9 11 13
Jefri Palada 42 34 12 7 9 11 14
Agus Panto 43 28 12 8 7 9 13
Romi
Mohammad 41 29 13 6 8 14 19
Ahus Amiri 53 29 14 9 10 11 15
Fahyudin
Daud 50 29 14 9 9 12 15
Suhrodi 41 28 12 9 9 11 15
Sugandi
Adudu 47 29 14 9 8 12 15
Soman
Daud 32 28 14 8 8 14 14
Darwin
Hudji 45 30 11 4 9 10 13
Yusuf
Bagulu 42 30 11 5 9 11 15
82
Yusuf Amu 45 29 13 8 8 12 16
Bakrie
Laintu 43 34 12 9 9 11 18
Yonso Sude 40 22 13 8 10 11 15
Aston Dama 49 34 14 6 9 13 13
Jemi
Hasyim 48 29 13 9 8 13 15
Ismail
Ladiku 52 30 12 8 9 12 14
Agus Odja 47 29 11 9 10 12 12
Ismail
Atunai 59 31 9 7 8 11 12
Darwin
Paris 43 29 12 9 8 13 14
Hasyim
Ibrahim 38 29 14 8 7 12 15
Abd. Wahab
Hasan 47 30 9 9 8 12 15
83
Lampiran 6. Hasil Analisis Sistem Pengambilan Keputsan Pada Kebijakan
Ketahanan Pangan di Kabupaten Bone Bolango
Your model contains the following variables (Group number 1)
Observed, endogenous variables
Konsumsi
Ketersediaan
Distribusi
Lingkungan
Resiko
Tujuan
Unobserved, endogenous variables
PerumusanKebijakan
Unobserved, exogenous variables
KetahananPangan
e3
e2
e1
e6
e5
e4
Variable counts (Group number 1)
Number of variables in your model: 14
Number of observed variables: 6
Number of unobserved variables: 8
Number of exogenous variables: 7
Number of endogenous variables: 7
Parameter Summary (Group number 1)
Weights Covariances Variances Means Intercepts Total
Fixed 8 0 0 0 0 8
Labeled 0 0 0 0 0 0
Unlabeled 5 0 7 0 0 12
Total 13 0 7 0 0 20
Computation of degrees of freedom (Default model)
Number of distinct sample moments: 21
Number of distinct parameters to be estimated: 12
Degrees of freedom (21 - 12): 9
84
Result (Default model)
Minimum was achieved
Chi-square = 11.701
Degrees of freedom = 9
Probability level = .231
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
Perumusan
Kebijakan <--- Ketahanan Pangan 1.416 .541 2.616 .009
Konsumsi <--- Ketahanan Pangan 1.000
Ketersediaan <--- Ketahanan Pangan 1.691 .643 2.631 .009
Distribusi <--- Ketahanan Pangan .371 .708 .524 .600
Lingkungan <--- Perumusan Kebijakan 1.000
Resiko <--- Perumusan Kebijakan .477 .195 2.450 .014
Tujuan <--- Perumusan Kebijakan -.234 .157 -1.490 .136
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate
PerumusanKebijakan <--- Ketahanan Pangan 1.000
Konsumsi <--- Ketahanan Pangan .514
Ketersediaan <--- Ketahanan Pangan .904
Distribusi <--- Ketahanan Pangan .099
Lingkungan <--- Perumusan Kebijakan .671
Resiko <--- Perumusan Kebijakan .478
Tujuan <--- Perumusan Kebijakan -.284
CMIN
Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF
Default model 12 11.701 9 .231 1.300
Saturated model 21 .000 0
Independence model 6 44.879 15 .000 2.992
Baseline Comparisons
Model NFI
Delta1
RFI
rho1
IFI
Delta2
TLI
rho2 CFI
Default model .739 .565 .925 .849 .910
Saturated model 1.000
1.000
1.000
Independence model .000 .000 .000 .000 .000
85
Lampiran 7. Dokumentasi Responden Pengambil Kebijakan
W
Wawancara dengan KABID Ketahanan Pangan Kabupaten Bone Bolango
Wawancara dengan KADIS Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan
Kabupaten Bone Bolango
Wawancara dengan Kepala BP4K Kabupaten Bone Bolango
86
Wawancara dengan Kepala BAPPEDA Kabupaten Bone Bolango
Wawancara dengan Kepala BPS Kabupaten Bone Bolango
87
Lampiran 8. Dokumentasi Responden Petani
Wawancara dengan ketua kelompok tani bukit indah (Suwawa Selatan)
Wawancara dengan ketua kelompok tani sertak (Kabila)
Wawancara dengan ketua kelompok tani sinar jaya 1 (Kabila)
88
Lampiran 9. Peta Kabupaten Bone Bolango
Peta Kabupaten Bone Bolango
89
CURIKULUM VITAE
IDENTITAS DIRI
Nama : Muhammad Fiqri
Nim : 6144 10 006
Tempat/ tanggal lahir : Kabila, Kab. Gorontalo 12 Maret 1992
Angkatan : 2010/2011
Jurusan : S1 Agribisnis
Fakultas : Pertanian
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Anak ke : 1 dari 4 bersaudara
Alamat : Jln. Muhlis Rahim Desa Timbuolo Kec. Botupingge
Kab. Bone Bolango
RIWAYAT HIDUP
1. Pendidikan Formal
1) TK Kartika Kecamatan Tapa lulus Tahun 1998.
2) SDN Timbuolo Kecamatan Kabila lulus Tahun 2004.
3) SMP Negeri 2 Kabila Kecamatan Kabila lulus Tahun 2007.
4) SMA Negeri 1 Kabila Kecamatan Kabila lulus Tahun 2010.
5) Terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian Jurusan Agribisnis
angkatan 2010.
90
1. Pendidikan Non Formal
1) Peserta orientasi akademik dan potensi mahasiswa baru ( ORASIMARU )
Universitas Negeri Gorontalo Tahun 2010.
2) Peserta Townhall Meeting Diplomasi RI- Amerika Selatan dalam
Kerangka Fealac (Forum for East Asia Latin America Cooperation) Tahun
2013.
3) Peserta Kuliah Kerja Sibermas (KKS) Universitas Negeri Gorontalo
Tahun 2013 di Desa Imbodu Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato.
top related