bab ii ide bisnis - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/bab...
Post on 09-Mar-2019
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
13
BAB II
IDE BISNIS
Pada bagian ini akan dibahas secara keseluruhan mengenai peta persaingan
dari industri restoran cepat saji di Indonesia. Dimulai dengan menganalisa makro
lingkungannya kemudian diikuti Porter’s Five Forces model lalu diikuti dengan
analisa industri cepat saji itu sendiri. Selain juga itu terdapat pembahasan mengenai
kekuatan serta peluang dari bisnis restoran cepat saji dengan menggunakan analisa
Matriks SWOT guna menghadapi industri restoran cepat saji khususnya di Jakarta
sehingga dapat diketahui strategi yang tepat untuk bersaing dalam industri restoran
cepat saji. Berikut ini uraian yang lebih jelas mengenai hal tersebut:
II.1. ANALISA MAKRO LINGKUNGAN RESTORAN CEPAT
SAJI
Dalam menjalankan sebuah bisnis perlu dipahami bagaimana kondisi
lingkungan secara keseluruhan baik didalam maupun diluar dari Industri
tersebut. Dengan menganalisa hal tersebut dapat terlihat hubungan yang
secara sigfinikan mempengaruhi bisnis tersebut. Hal ini diperlukan agar
perusahaan mampu mengembangkan misi dan mendesain strategi untuk
mencapai tujuan jangka panjang. Menurut Arthur A. Thompson (Crafting and
Executing Strategy: 2012, p99) digambarkan bahwa terdapat makro
lingkungan dari sebuah perusahaan di luar dari industri perusahaan itu.
14
Gambaran ini memperlihatkan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
bisnis dari sebuah perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Gambar 1 The Company’s Macro-Environment
Sumber : Thompson, A., Peteraf, M., Gamble, J., & Strickland, L. (2012, p99). Crafting and
Executing Strategy 18th edition. New York: McGraw-Hill
Analisa tersebut menggunakan teknik PEST+EL yang merupakan
akronim dari Political, Economy, Social dan Technology serta ditambahkan
Environment dan Law & Regulations. Teknik ini dapat membantu dalam
melihat secara keseluruhan kondisi lingkungan dari Industri yang akan dituju.
Bisnis warung nasi gulung termasuk dalam industri restoran cepat saji yang
belakangan mulai berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan
makanan cepat saji di dunia. Kebutuhan tersebut yang belakangan sudah
mulai dipenuhi oleh para pelaku bisnis di berbagai belahan dunia.
15
Berikut ini analisa makro lingkungan dari tiap – tiap faktor yang
mempengaruhi industri restoran cepat saji, khususnya di Indonesia.
1. Politik
Pada tahun 2014, dunia politik di Indonesia akan dihadapkan
dengan pemilihan umum (pemilu). Hal ini menyebabkan akan terjadi
keramaian politik pada saat rakyat melaksanakan pesta demokrasi.
Tingginya tingkat aktivitas partai politik, para politikus, dan elite
politik serta semua pemangku kepentingan (stakeholders) terkait
menyebabkan fokus masyarakat lebih ke arah dunia politik selama
pesta demokrasi berlangsung.
Secara tidak langsung apa yang terjadi pada dunia politik di
Indonesia tidak terlalu berpengaruh terhadap peluang dari bisnis
warung nasi gulung ini. Hal ini disebabkan karena salah satu
kebutuhan dasar manusia adalah makanan sehingga tingkat kebutuhan
akan makanan rendah lemak tentu masih ada. Di lain pihak, harga
bahan baku jelas sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kebijakan
ekonomi dari pemimpin terpilih tersebut.
Dilihat secara keseluruhan, kebijakan politik pemimpin terpilih
akan berpengaruh terhadap aktivitas dunia usaha. Kebijakan tersebut
akan memberikan kejelasan akan peraturan yang diterapkan dalam
dunia usaha. Regulasi yang probisnis tentu akan menciptakan peluang
positif dan memberikan kemudahan bagi dunia usaha khususnya bagi
segmen Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Oleh karena itu, para
16
pelaku bisnis lebih tertarik untuk beraktivitas bisnis pasca pemilihan
umum.
2. Ekonomi
Perekonomian di Indonesia yang tak kunjung membaik membuat
pemerintah harus bertindak bijaksana dalam membuat suatu kebijakan.
Kebijakan pemerintah dalam mengurangi subsidi harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) yang sempat ditolak oleh beberapa lapisan masyarakat
harus dilaksanakan. Dalam situasi seperti ini ketegasan pemerintah
sangat diperlukan sebagai badan yang mengelola sebuah negara.
Menurut data dari Bloomberg, sepanjang tahun 2013 mata uang rupiah
mengalami pelemahan mencapai sekitar 15% terhadap US Dollar.
Walaupun menurut Bank Dunia, pertumbuhan kelas menengah di
Indonesia sangat cepat karena setiap tahun kelas menengah bertumbuh
mencapai sekitar 7 juta penduduk. Pertumbuhan tersebut menyebabkan
melonjaknya konsumsi. Tingkat konsumsi akan produk import yang
tinggi menyebabkan melemah nilai rupiah terhadap US Dollar. Inilah
yang kemudian harus diawasi pemerintah dalam meningkatkan
konsumsi produk lokal.
17
Gambar 2 Beberapa kurs di Asia terhadap US$ pada tahun 2013
Sumber: http://bloomberg.co.id
Melihat kondisi tersebut, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada 2014 sebesar 5,3 persen. Proyeksi tersebut
lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan tahun ini sebesar 5,6 persen.
Padahal, proyeksi pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi pada 2013
sebesar 5,7 persen dan pada 2014 sebesar 6 persen. Inilah yang sedang
dicanangkan pemerintah dalam meningkatkan ekonomi di Indonesia,
dengan mengkampanyekan pemakaian produk lokal guna
meningkatkan pendapatan Domestik Bruto. Pada tahun 2012,
Pendapatan Domestik Bruto di Indonesia sudah mencapai US$ 3,592
per kapita. Inilah yang menunjukkan bahwa dari segi pendapatan
ekonomi masyarakat Indonesia meningkat.
Kondisi inflasi di Indonesia yang berlangsung sejak tahun 2010
hingga tahun 2013 cukup memprihatinkan. Walaupun setiap tahun
Indonesia mengalami inflasi tetapi lonjakan inflasi pada tahun 2013
18
cukup signifikan karena naik sebesar 4,08%. Hal ini disebabkan karena
kenaikan tingkat harga barang impor karena semakin melemahnya
nilai rupiah, adanya kenaikan tingkat upah tenaga kerja yang tidak
diimbangi oleh peningkatan produktifitasnya, dan adanya kenaikan
harga Bahan Bakar Minyak sudah mencapai 20% dari pengeluaran
pemerintah.
Gambar 3 Laju Tingkat Inflasi berdasarkan data dari BPS selama 3 tahun terakhir
Sumber: http://bps.go.id
3. Sosial
Pertumbuhan penduduk di Indonesia belakangan sudah mampu
dikendalikan oleh pemerintah. Walaupun penyebaran penduduk sedikit
sulit dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk di
pulau Jawa mencapai 58% dari seluruh penduduk di Indonesia
sedangkan luas pulau Jawa sendiri hanya sekitar 7% dari keseluruhan
19
luas Republik Indonesia. Ini yang menunjukkan bahwa aktivitas bisnis
yang terjadi di pulau Jawa sangat tinggi. Menurut pernyataan Menteri
Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa (http://setkab.go.id/ - 4
November 2013) bahwa proporsi kelas menengah di Indonesia telah
meningkat dari 36,% pada 2010 menjadi 56,5% pada 2013. Sementara
angka kemiskinan terus menurun dari 17% tahun 2004 menjadi 11,6%
pada 2013 ini. Dengan aktivitas yang tinggi dan pertumbuhan kelas
menengah yang terus meningkat menjadikan sebuah potensi baru
dalam mengembangkan bisnis restoran cepat saji.
Gambar 4 Rata-rata Pengeluaran Perkapita tiap bulan penduduk DKI Jakarta periode 2010 -
2012 menurut kelompok barang
Sumber: http://jakarta.bps.go.id/
Selama periode 2010 hingga 2012, terlihat bahwa rata-rata
pengeluaran penduduk DKI Jakarta untuk mengkonsumsi makanan
dan minuman jadi terus meningkat. Menurut data yang ditunjukkan
20
oleh BPS pada tahun 2012 bahwa angka konsumsi untuk makanan dan
minuman jadi per kapita di DKI Jakarta mencapai Rp. 185.000,- per
bulan. Pada tahun 2012 pun, pengeluaran untuk makanan per kapita
penduduk DKI Jakarta mencapai sekitar Rp. 517.000,- per bulan atau
sekitar 37% dari pengeluaran keseluruhan tiap bulan.
Data tersebut dapat disimpulkan bahwa penduduk DKI Jakarta
yang mengkonsumsi makanan cepat saji memiliki pendapatan sekitar
Rp. 1,4 juta per bulan atau setara dengan Upah Minimum Regional
(UMR) pada tahun 2012. Oleh karena itu, umumnya penduduk yang
mengkonsumsi makanan cepat saji memiliki pendapatan minimum
pada kisaran Upah Minimum Regional atau pada tahun 2013,
pendapatan yang lebih besar dari Rp. 2,2 juta per bulan.
Belakangan ini, kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat
sudah mulai berkembang. Pemberitaan diberbagai media mengenai
bahan baku yang dapat merusak organ tubuh pada makanan cepat saji
menjadikan pertimbangan seseorang dalam membeli produk makanan
cepat saji. Ini yang kemudian menjadikan tren pangan global yang
sudah mengarah ke makanan yang sehat. Oleh karena itu, sudah
menjadi bagian dari gaya hidup seseorang untuk mengkonsumsi
makanan sehat.
4. Teknologi
Seiring dengan perkembangan teknologi belakangan ini, banyak
pihak yang menggunakan internet sebagai media promosi baik itu
21
media yang berbayar ataupun gratis. Sebuah bentuk kekuatan baru
dalam melakukan promosi karena jejaring sosial seperti Facebook,
Twitter, dan Instagram yang sudah menjadi bagian dari gaya hidup
seseorang. Inilah yang kemudian membuat sebuah bentuk bisnis baru
atau yang lebih dikenal dengan bisnis online.
Bahkan, dalam berkomunikasi pun belakangan sudah mulai
mewabah instant messaging seperti Blackberry Messenger, WhatApp,
Line, KakaoTalk, dan WeChat, yang merupakan sebuah media
komunikasi langsung secara dua arah melalui pesan teks. Hal ini yang
kemudian diliat para pelaku bisnis untuk menjadikan media tersebut
menjadi sebuah alat untuk melakukan promosi ataupun untuk
pemesanan bagi restoran cepat saji.
Gambar 5 Promosi McDonald’s Indonesia dalam jejaring Social Media
Sumber: http://www.stupidmonkey.web.id/
Selain itu, banyak restoran cepat saji yang sudah menerapkan
teknologi dengan sistem Point of Sales (POS) yang terintegrasi dengan
22
sistem otomatis operasional “Back of Store”. Hal ini lebih
mempermudah serta mempercepat sistem pemesanan pada restoran
cepat saji karena pada saat pemesanan berlangsung data pesanan juga
dikirimkan ke bagian “Back of Store” untuk mempersiapkan makanan
yang dipesan. Belakangan ini, teknologi ini diterapkan dengan
perangkat nirkabel sehingga tidak membutuhkan kabel dalam
menyambungkan sistem operasi tersebut.
5. Environment (Lingkungan)
Kesadaran masyarakat yang terus meningkat dalam melestarikan
lingkungan menimbulkan aktivitas peduli lingkungan dalam komunitas
masyarakat. Hal ini yang kemudian mendorong para pelaku bisnis
untuk menggunakan bahan baku ramah lingkungan pada proses
bisnisnya. Dalam Industri restoran cepat saji, banyak yang sudah
melakukan hal tersebut dengan menggunakan bahan kemasan yang
dapat di daur ulang sehingga kemasan yang digunakan untuk makanan
tersebut mudah terurai dan tidak merusak lingkungan.
Selain itu juga belakangan beberapa restoran cepat saji beralih
menggunakan bahan baku organik. Bahan baku organik ini dihasilkan
melalui proses organis yang ditanam di tanah yang ramah lingkungan,
dan 100% tidak menggunakan pestisida kimia, salah satu contoh yaitu
beras organik. Keunggukan Beras Organik sendiri adalah memiliki
kandungan nutrisi dan mineral tinggi, kandungan glukosa, karbohidrat
dan proteinnya mudah terurai, sehingga aman dan sangat baik
23
dikonsumsi penderita diabetes dan baik untuk program diet, mencegah
kanker, jantung, asam urat, darah tinggi, dan vertigo.
6. Law & Regulation (Hukum & Regulasi)
Pemerintah yang merupakan regulator memiliki kewenangan
untuk mengatur penyebaran dari restoran cepat saji tersebut. Oleh
karena itu, pemerintah mengeluarkan Permendag (Peraturan Menteri
Perdagangan) No. 07/M-DAG/PER/2/2013 tentang Pengembangan
Kemitraan dalam Waralaba Jenis Usaha Jasa Makanan dan Minuman
mengatur perusahaan diizinkan mengoperasikan maksimal 250 outlet,
setiap pemberi atau penerima waralaba yang telah memiliki gerai lebih
dari 250 unit harus menyesuaikan dengan ketentuan Permendag dalam
waktu lima tahun.
Seiring berkembangnya bisnis tersebut, pemerintah pun memberi
pajak bagi para pengusaha dibidang restoran atau warung.
Kewenangannya pun diberikan kepada pemerintahan daerah kabupaten
atau kota dalam memungut pajak hiburan dan pajak restoran. Hal ini
dilakukan untuk membantu pembangunan di daerah tersebut. Sebagai
salah satu contoh di Daerah Khusus Ibukota Jakarta tercantum pada
Pasal 2 Ayat (2) dan (5) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Untuk tarif pajak restoran, Pasal
40 Ayat (1) UU 28/2009 menentukan batas tertinggi yaitu 10%. Inilah
yang kemudian dijadikan acuan bagi para pengusaha restoran untuk
menentukan pajak yang ditagihkan kepada para pelanggan.
24
Dalam perkembangan makanan olahan seperti cepat saji,
pemerintah pun mengeluarkan beberapa peraturan terkait dengan
makanan yang beredar dilingkungan masyarakat. Salah satu contoh
yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 telah mengatur
tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Dalam peraturan tersebut
dinyatakan bahwa keamanan dari setiap pangan adalah kondisi dan
upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimiawi, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Hal ini
diberlakukan untuk melindungi masyarakat dari mengkonsumsi
makanan yang memiliki kandungan yang berbahaya bagi tubuh.
Pemerintah sendiri juga sudah menjalin kerjasama dengan aparat
keamanan untuk melakukan razia terhadap produk-produk makanan
ilegal yang beredar di masyarakat.
Gambar 6 Salah satu contoh label kandungan dari produk makanan
Sumber: http://health.kompas.com/
25
Selain itu, Departemen Kesehatan selaku aparat pemerintah yang
mengawasi tentang kesehatan dari masyarakat mengeluarkan beberapa
peraturan terkait dengan produk makanan olahan. Salah satu contoh
yaitu Permenkes Nomor 30 tahun 2013 tentang Pencantuman
Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak. Peraturan ini yang
kemudian mengatur bahwa tiap produk makanan yang terdaftar di
Departemen Kesehatan harus mencantumkan kandungan Gula, Garam
dan Lemak sebagi bentuk transparansi dari produsen kepada konsumen
terhadap produk yang ditawarkan.
Di Indonesia sendiri, peredaran makanan baik dari lokal maupun
import berada dibawah pengawasan Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM). Badan bentukan pemerintah ini bertugas untuk
mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk makanan dan obat-
obatan dalam rangka melindungi keamanan, keselamatan dan
kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri.
II.2. PORTER’S FIVE FORCES MODEL
Dalam memulai suatu bisnis baru perlu adanya analisa mengenai
industri dalam bisnis tersebut. Warung nasi gulung yang dikategorikan dalam
industri makanan cepat saji harus melihat bagaimana peta persaingan dalam
bisnis tersebut. Hal ini sangat diperlukan dalam membuat perencanaan dan
perumusan strategi agar dapat bersaing dalam industri makanan cepat saji.
26
Dalam melihat daya saing tersebut dapat pendekatan Lima Kekuatan
Kompetitif (Five Competitive Forces) yang dicetuskan oleh Michael E. Porter
dari Harvard Business School (1979). Model Porter dapat digunakan dalam
membuat perencanaan bisnis di masa mendatang sehingga dapat memahami
dimana letak kekuatan perusahaan dalam industri tersebut. Dalam
perencanaan tesebut kita dapat memanfaatkan kekuatan dan membenahi
kelemahan yang ada pada industri tersebut. Oleh karena itu, perusahaan dapat
mementukan tujuan yang ingin dicapai dalam industri tersebut.
Gambar 7 Porter’s Five Forces Model
Sumber: Thompson, A., Peteraf, M., Gamble, J., & Strickland, L. (2012, p103). Crafting and
Executing Strategy 18th edition. New York: McGraw-Hill
27
Dalam bisnis nasi gulung ini, akan dilihat kelima daya saing tersebut
yang diuraikan sebagai berikut:
1. Ancaman dari produk-produk pengganti (substitute products)
Produk nasi gulung ini memiliki ancaman dari produk subtitusi baik
dari makanan ringan ataupun dari makanan utama. Kategori produk
nasi gulung pun berada pada produk makanan ringan yang cukup
mengeyangkan. Dalam kategori produk subtitusi yang cukup bersaing
antara lain produk roti, biskuit, ataupun jajanan pasar (lemper, risoles,
aneka gorengan). Dapat dikatakan ancaman dari produk subtitusi
termasuk tinggi.
2. Ancaman dari pendatang baru (new entrants)
Bisnis nasi gulung ini termasuk dalam produk baru di industri cepat
saji. Ancaman dari pendatang baru cukup besar karena pangsa pasar
yang sangat besar untuk mengembangkan bisnis restoran cepat saji.
Hal ini bukan tidak mungkin dimasa yang akan datang akan
meningkatkan ancaman bagi bisnis nasi gulung mengingat peluang
yang terjadi pada bisnis ini. Berikut ini ada beberapa hal yang dapat
memudahkan atau justru menyulitkan para pesaing untuk memasuki
industri cepat saji ini (Wheelen dan Hunger, 2012, p110-113), yaitu:
a. Economies of scale, adanya perbedaan harga jika suatu pelaku
bisnis membeli bahan baku dengan jumlah yang banyak akan
sangat mempengaruhi para pendatang baru untuk memasuki
industri cepat saji ini.
28
b. Perbedaan produk. Produk nasi gulung ini merupakan sebuah menu
makanan yang masih jarang disajikan oleh restoran cepat saji di
Indonesia. Maka dari itu, produk nasi gulung ini dapat dikatakan
produk yang berbeda dan unik dibandingkan dengan produk sejenis
lainnya.
c. Capital Requirements. Untuk memasuki industri makanan cepat
saji ini membutuhkan modal sekitar IDR 190 juta, dimana untuk
modal tersebut adalah tidak terlalu besar untuk membuat satu
usaha makanan cepat saji bila dibandingkan dengan modal untuk
membuat restoran cepat saji seperti merek-merek yang akan
disebutkan pada sub bab selanjutnya yang rata-rata telah mencapai
lebih dari 1 Milyar.
d. Switching costs. Tidak membutuhkan Switching costs yang terlalu
besar bagi para pelaku bisnis untuk menggunakan pemasok lain
dalam menjalankan usaha ini. Hal ini dikarenakan tidak adanya
teknologi yang mahal yang digunakan di dalam usaha ini. Jadi,
Switching costs tergolong rendah untuk menjalankan usaha ini.
e. Access to distribution channels. Produk ini tidak mempunyai
Acces to distribution channels karena produk ini dijual langsung di
tempat dimana pelaku bisnis menyewa atau membeli kios untuk
melakukan penjualan langsung kepada para konsumen.
f. Cost disadvantages independent of size. Produk nasi gulung ini
tergolong baru di usaha makanan dan minuman cepat saji, sehingga
29
jika produk nasi gulung ini dapat menjadi produk yang sukses
maka akan banyak para pelaku bisnis juga memasuki usaha ini.
g. Peraturan pemerintah. Ijin usaha untuk membuat usaha jenis
makanan dan minuman dapat dibuat di Kementerian kesehatan,
BPPOM, dan MUI untuk mendapatkan sertifikasi yang menjadi
syarat dalam menjalankan usaha ini.
Dilihat dari beberapa hal diatas maka dapat disimpulkan bahwa
ancaman dari pendatang baru cukup tinggi dimana para pelaku usaha
dapat dengan mudahnya masuk ke dalam industri makanan cepat saji
ini.
3. Persaingan yang sengit di antara para pelaku bisnis yang sudah
ada (existing players)
Belakangan ini industri cepat saji yang berada di Jakarta cukuplah
berkembang. Kemunculan produk dengan variasi yang baru membuat
peta persaingan cukup ketat. Walaupun hanya sedikit produk sejenis
yang bermunculan akan tetapi menimbulkan persaingan dalam
memberikan pilihan makanan bagi para pelanggan. Hal ini tentu yang
menjadikan peluang bagi para pebisnis di industri makanan cepat saji
dan juga membuat persaingan menjadi tinggi. Berikut ini faktor-faktor
yang dapat menentukan tinggi atau rendahnya persaingan di industri
cepat saji menurut Wheelen dan Hunger (2012) :
a. Jumlah dari kompetitor. Kompetitor yang secara langsung dan
tidak langsung di dalam industri makanan cepat saji ini tergolong
30
banyak. Maka dari itu persaingan di industri dapat dikatakan cukup
ketat, akan tetapi masih ada ceruk pasar yang belum dapat terlayani
yaitu makanan cepat saji yang menggunakan bahan baku yang
mempunyai kandungan lemak rendah.
b. Rate of industry growth. Pertumbuhan restoran cepat saji di
Indonesia tergolong tinggi, hal ini dikarenakan permintaan akan
makanan cepat saji semakin meningkat yang disebabkan oleh
mobilitas yang tinggi dari masyarakat perkotaan seperti di Jakarta
serta adanya persaingan dalam menawarkan produk makanan cepat
saji yang terkadang menimbulkan perang harga.
c. Karakteristik produk atau jasa. Produk nasi gulung ini dapat
dikatakan cukup unik dan baru di dalam industri ini, hal ini
diharapkan dapat menarik perhatian para konsumen untuk
mencoba produk ini. Ditambah dengan bahan baku yang
menyehatkan sehingga faktor-faktor ini diharapkan dapat menjadi
satu karakteristik produk yang berbeda dari produk lainnya.
d. Amount of fixed costs. Fixed costs yang ditimbulkan dari usaha ini
tidak terlalu besar dibandingkan dengan jenis usaha makanan cepat
saji lainnya. Hal ini dikarenakan penggunaan sumber daya yang
digunakan masih tergolong sedikit dan kecil serta adanya
economies of scale dari bahan baku makanan.
e. Kapasitas. Kapasitas yang dimiliki oleh usaha ini cukup kecil
sehingga pelayanan yang diberikan pun cukup terbatas bagi para
31
pelanggan yang ingin makan ditempat. Maka dari itu, layan antar
menjadi salah satu cara untuk mensiasati keterbatasan kapasitas
yang dimiliki oleh usaha ini.
f. Height of exit barriers. Dalam usaha ini, kesempatan untuk exit
barriers tergolong rendah karena penggunaan sumber daya dan
modal yang tidak terlalu banyak.
g. Diversity of rivals. Dengan adanya tren makanan sehat yang terjadi
pada saat ini membuat banyaknya restoran cepat saji menawarkan
produk yang serupa dengan nasi gulung ini, misalnya mengurangi
kandungan lemak pada produk tersebut.
4. Kekuatan tawar dari pemasok (bargaining power of suppliers)
Pada bisnis nasi gulung ini, kebutuhan akan bahan baku sangatlah
tinggi. Ini disebabkan karena bahan baku yang digunakan sangat
berpengaruh terhadap kualitas produk makanan yang dihasilkan.
Walaupun terdapat berbagai pilihan pemasok, namun tidak terlalu
banyak yang mampu memenuhi kualitas yang diinginkan dan
kebutuhan pasokan yang memadai. Tentu dengan ketergantungan dari
pemasok yang tinggi menjadikan kekuatan tawar dari pemasok
termasuk cukup besar.
5. Kekuatan tawar dari konsumen, pelanggan, atau pembeli
(bargaining power of buyers)
Dalam industri makanan cepat saji tentu saja kekuatan dari para
pembeli cukup besar karena produk dan layanan yang diberikan cukup
32
mempengaruhi persepsi masyarakat akan produk tersebut. Hal ini yang
menimbulkan bahwa produk nasi gulung yang ditawarkan harus
disesuaikan dengan selera dan keinginan masyarakat. Oleh karena itu,
menu yang ditawarkan nasi gulung ini disesuaikan dengan cita rasa
lokal dari masyarakat setempat.
II.3. INDUSTRI MAKANAN CEPAT SAJI
Belakangan industri makanan cepat saji cukup berkembang, khususnya
di Jakarta seperti yang dikemukan pada bab sebelumnya. Hal ini disebabkan
karena terusnya meningkat angka pekerja di Jakarta yang mencapai sekitar
65% dari seluruh penduduk di Jakarta. Kebutuhan ini yang kemudian
berusaha dipenuhi oleh para pebisnis dalam menciptakan sebuah bisnis baru
yang menyediakan makanan cepat saji. Makanan cepat saji yang ditawarkan
tidak hanya bercita rasa lokal tetapi juga dapat dikategorikan sebagai makanan
import. Mulai dari kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah maupun
menengah ke atas menikmati makanan cepat saji.
Restoran cepat saji sendiri memiliki berbagai kekuatan melalui berbagai
hal ditawarkan kepada pelanggan melalui varian produk, kemasan ataupun
kualitas pelayanan. Keberhasilan utama dari produk makanan cepat saji yaitu
memiliki waktu yang relatif rendah dalam menyajikan makanannya.
Persaingan ini yang menyebabkan para pelaku bisnis makanan cepat saji
semakin kompetitif dalam mengolah produk makanannya. Bahkan, bagi para
33
“pemain besar” dalam bisnis ini sudah mampu menguasai setiap value chain
dari bisnisnya. Inilah yang menjadi keutamaan dalam suatu bisnis bila mampu
menekan biaya yang dikeluarkan agar dapat memberikan keuntungan yang
sebesar-besarnya.
Gambar 8 Indonesia Fast Food Market Share 2011
Sumber: http://nicosiamoneynews.com/
Berdasarkan pengamatan Euromonitor pada tahun 2011, industri
restoran cepat saji di Indonesia dikuasai oleh KFC yang mencapai 30%.
Kemudian, diikuti oleh Es Teler 77 dan McDonald’s dengan 13% dan 11%.
Berikut ini pengamatan mengenai beberapa market leader dalam industri
restoran cepat saji di Indonesia serta keunggulan mereka dalam memenangi
kompetisi tersebut.
Dalam mengkonsumsi produk makanan tersebut banyak pihak belum
mengetahui akibat dari intensitas mengkonsumsi makanan cepat saji. Tingkat
34
konsumsi makanan siap saji yang tinggi dapat menimbulkan efek yang tidak
baik bagi kesehatan tubuh karena makanan siap saji tersebut lebih banyak
mengandung bahan kimia berbahaya dibandingkan kandungan vitamin atau
zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu, makanan siap saji juga
mengandung bahan yang tidak alami, serta memiliki kecenderungan
penggunaan zat aditif yang berlebihan.
Belakang ini muncul beberapa produk makanan yang berasal dari bahan
baku organik. Umumnya makanan organik berasal dari sayuran ataupun
protein, seperti telur, unggas dan lain sebagainya yang proses serta cara
penanaman ataupun pembiakannya tidak menggunakan obat kimia, pestisida,
hormon buatan dan sejenisnya sehingga benar-benar alami dari alam.
Hal ini yang mulai mendorong trend dari pangan secara global yang
sudah mulai mengenal produk makanan yang sehat. Kemunculan produk
makanan dari Jepang maupun Korea yang mewabah di Indonesia dengan
mengedepankan produk makanan sehat dan alami tentu menjadikan sebuah
segmentasi tersendiri. Tentu dengan kualitas yang produk yang terjaga
membuat harga yang ditawarkan pun relatif cukup mahal.
Melihat segmentasi low fat fast food yang cukup potensial banyak para
pengusaha lokal yang mengembangkan jenis bisnis ini. Keutamaan dari bisnis
ini yaitu dengan mengedepankan kualitas produk makanan yang mempunyai
kandungan rendah lemak bagi tubuh para penikmat cepat saji. Hal ini tentu
melekat pada produk berupa sayur-sayuran ataupun buah-buahan yang
dikembangkan secara alami.
35
Berdasarkan pengamatan pada industri restoran cepat saji sendiri,
terbagi menjadi beberapa segmentasi seperti yang digambarkan di bawah ini
yang dibagi berdasarkan pada kandungan lemak pada makanan serta harga
yang ditawarkan. Warung nasi gulung sendiri nantinya akan berada pada
segmentasi low fat low price.
Gambar 9 Competitors Mapping Restoran Fast Food
Dalam industri low fat fast food ini memiliki tantangan yang harus
mampu mengalahkan cita rasa makanan junk food tanpa menggunakan zat
kimiawi. Faktor tersebut yang menjadi tantangan tersendiri dalam menaklukan
industri tersebut dengan mengolah bumbu makanan menggunakan bahan-
bahan alami dengan proses yang cepat. Berikut ini beberapa kompetitor utama
dalam persaingan industri low fat fast food, diantaranya sebagai berikut:
Low Price High Price
High Fat
Low Fat
36
1. Sushi Tei
Restoran Sushi Tei awalnya merupakan restoran franchiser dari
Singapura. Nama Sushi Tei sendiri berarti warung sushi yang
spesialisasinya menjual ikan karena pada awalnya hanya berjualan
dengan menggunakan gerobak. Kemudian menjadi berkembang di
Singapura, dan akhirnya menjadi restoran besar yang di kembangkan
melalui sistem kemitraan (franchise) seperti di Thailand, Hongkong,
Malaysia, Australia dan Indonesia.
Gambar 10 Gerai Sushi Tea di Jakarta
Sumber: http://www.dskon.com/
Sushi Tei sendiri masuk ke Indonesia pada tahun 2003 melalui PT.
Sushi Tei Indonesia yang pertama kali berdiri di Jakarta. Kemudian
berkembang hingga Medan, Surabaya, Bali, dan Bandung. Saat ini, Sushi
Tei sendiri sudah memiliki 19 gerai tersebar di seluruh kawasan tersebut.
Ciri khas yang di tonjolkan pada restoran Sushi Tei ini sendiri adalah
sushi belt dan open kitchen. Selain dua keunikan yang ditunjukkan
37
tersebut, produk makanan ikan yang ditawarkan memiliki kualitas ikan
yang segar. Hal ini yang menjadikan keberhasilan Sushi Tei melalui
produk ikan yang kaya akan protein juga dengan kualitas yang segar
tanpa bahan pengawet kimiawi.
2. Lotteria
Lotteria di Korea Selatan didirikan pada tanggal 25 Oktober 1979,
dan merupakan bagian dari perluasan Grup Lotte yang termasuk dalam
pendirian atau akuisisi divisi makanan-terkait lainnya. Di Korea, Lotteria
mampu mengalahkan KFC dan Mcdonald’s dalam industri makanan cepat
saji karena Lotteria telah mengikuti tren pangan global yang cepat dan
bergeser ke makanan kesehatan. Dalam menghadapi kecenderungan itu,
dihilangkan lemak trans dari kentang gorengnya. Hal ini juga ditambah
dengan diperkenalkannya menu sehat seperti gandum hitam dan roti
burger yang hanya 350 kalor.
Gambar 11 Gerai Lotteria di Indonesia
Sumber: http://www.the-marketeers.com/
38
Lotteria mempunyai konsep yang cukup unik dan berbeda, dari segi
menunya Lotteria menyajikan menu makanan dan minuman dari bahan
Organik, kita ketahui bahwa makanan organik sangat baik dari segi
kesehatan, dan kita ketahui di era saat ini sedang semaraknya makanan
yang berbahan baku organik maka dari itu langkah Lotteria sangat tepat
untuk membuka cabang di Indonesia. Lotteria yang masuk ke Indonesia
sekitar tahun 2011, dan sudah memiliki 21 gerai se-Jabodetabek. Rumah
makan ini menyajikan makanan cepat saji, seperti burger bulgogi, chicken
ganjong, ayam goreng, dan kentang goreng, dengan harga yang
terjangkau yaitu sekitar Rp 20 - 35 ribu.
3. Loving Hut
Loving Hut merupakan sebuah restoran cepat saji vegan yang
berasal dari Formosa (Taiwan) dengan jaringan terbesar di dunia.
Jaringan restoran Vegan Loving Hut dimulai pada awal tahun 2008 dan
saat ini sudah ada di 23 negara dengan lebih dari 158 restoran yang
tersebar di seluruh dunia. Loving Hut menawarkan cita rasa internasional
dari makanan non-hewani dengan harga yang bersaing. Semua bahan
makanan diolah dari soya (kedelai) dan jamur, dengan perasa non-MSG.
Selain itu, hampir semua sayur-sayuran yang diolah di Loving Hut juga
merupakan sayuran organik yang disuplai dari perkebunan Agatho.
39
Gambar 12 Salah satu cabang Loving Hut di Jakarta
Sumber: http://suprememastertv.com/
Loving Hut sendiri berada pada kawasan The Plaza Semanggi, Lt.
3A, No. 3A. Dengan lokasi yang berada di pusat bisnis kota Jakarta
menjadikan restoran cepat saji ini menjadi daya tarik bagi para pelanggan
yang mengkonsumsi makanan vegetari.
II.4. ANALISA SWOT
Menurut Whelen dan Hunger (2012), Analisa SWOT tidak hanya
digunakan untuk melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan dari sumber
daya yang dimiliki perusahaan akan tetapi juga kemampuan perusahaan untuk
mengidentifikasi peluang dalam bisnis itu dan tantangan yang akan dihadapi.
40
Gambar 13 SWOT Analysis
Sumber: Wheelen, L. and Hunger, David. (2012, p182). Strategic Management and Business
Policy, 13th edition. Pierson International Edition.
Analisa ini cukup membantu dalam memanfaatkan setiap peluang dan
ancaman yang ada melalui kekuatan dan kelemahan dari bisnis warung nasi
gulung ini. Dengan menggunakan analisa SWOT ini diharapkan dapat
memberikan strategi alternatif dalam mengembangkan bisnis nasi gulung ini.
Berikut ini merupakan penjelasan dari analisa SWOT dari bisnis warung nasi
gulung:
1. Kekuatan (Strenghts)
Beberapa hal menjadi kekuatan dalam bisnis warung nasi gulung ini
adalah produk varian baru dalam industri cepat saji, disesuaikan
dengan kebutuhan nutrisi masyarakat Indonesia, cita rasa yang lokal,
tempat yang strategis (mendekati ke pusat kegiatan sehari-hari), dan
harga yang cukup terjangkau.
41
2. Kelemahan (Weakness)
Tentu, bisnis warung nasi gulung ini juga memiliki kelemahan yaitu
bermunculan ideologi kebarat-baratan dari masyarakat, pendistribusian
yang terbatas, luas tempat yang terbatas, serta sulitnya membangun
kepercayaan masyarakat akan produk lokal.
3. Peluang (Opportunities)
Bisnis warung nasi gulung ini memiliki peluang yang cukup baik hal
ini disebabkan karena kebutuhan akan makanan cepat saji yang terus
meningkat, adanya tren masyarakat indonesia akan makanan yang baru
dan unik, mengembangkan industri bahan baku lokal, menumbuhkan
selera makanan lokal, serta dapat manambah pilihan bagi masyarakat.
4. Ancaman (Threats)
Pada bisnis ini memiliki berbagai ancaman yaitu banyaknya
kompetitor, bermunculan produk makanan sejenis, kesulitan
mendapatkan sumber daya manusia yang memadai (Juru masak dan
pelayan), dan kestabilan ekonomi di Indonesia yang mempengaruhi
harga bahan baku.
II.4.1. Sintesis Faktor-faktor Internal dan Eksternal
Menurut Wheelen dan Hunger (2012), meskipun analisis SWOT
banyak digunakan di berbagai perusahaan untuk memformulasikan strategi
42
untuk perusahaan tersebut, namun ada beberapa kritik seperti yang
disebutkan oleh Wheelen dan Hunger, yaitu:
Analisis SWOT menghasilkan daftar kekuatan, kelemahan, kesempatan
dan ancaman yang sangat panjang.
Analisis SWOT tidak menggunakan pembobotan untuk
memprioritaskan daftar tersebut dari masing-masing faktor yang
dianalisis tersebut.
Analisis SWOT kerapkali menggunakan kalimat yang mengandung arti
ambigu.
Faktor yang sama dapat digunakan ke dalam dua kategori, misalnya
kekuatan yang dapat juga dianggap sebagai kelemahan perusahaan.
Tidak adanya kewajiban untuk melakukan verifikasi atas suatu opini
dengan data atau analisis.
Analisis SWOT hanya menggunakan analisis tunggal.
Hasil analisis SWOT seringkali tidak memiliki keterkaitan secara logis
dengan implementasi strategis.
Setelah para pemimpin perusahaan melakukan analisis perusahaan
secara umum (internal) dan menganalisa secara eksternal faktor-faktor yang
akan berpengaruh terhadap formulasi strategi, maka para pelaku usaha dapat
menggunakan tabel Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan External
Factor Analysis Summary (EFAS) yang dikembangkan oleh Wheelen dan
43
Hunger (2004, 73) untuk menentukan arah strategi dengan menggunakan
Matriks TOWS. (Ismail Solihin, 2012, p165-172)
Tabel 1 Perhitungan IFAS & EFAS
Sumber: Dokumentasi Penulis
Internal Factor Analysis Summary – IFAS Internal Strategic Factor Weight Rating Weighted Score
Strengts
S1 Produk baru di industri cepat saji 0,05 2,0 0,1
S2 Cita rasa local 0,10 3,0 0,3
S3 Tempat yang strategis 0,10 4,0 0,4
S4 Harga yang terjangkau 0,15 5,0 0,75
Weakness
W1 Ideologi kebaratan dari masyarakat 0,05 2,0 0,1
W2 Distribusi yang terbatas 0,20 4,0 0,8
W3 Sulitnya membangun kepercayaan masyarakat akan produk local
0,15 2,5 0,37
W4 Tempat yang terbatas 0,20 3,5 0,7
Total scores 1,00 3,52
External Factor Analysis Summary – EFAS External Strategic Factor Weight Rating Weighted Score
Opportunities
O1 Meningkatnya kebutuhan makanan cepat saji 0,15 2,5 0,37
O2 Mengembangkan industri bahan baku lokal 0,15 4,0 0,6
O3 Menumbuhkan selera makanan lokal 0,05 2,0 0,1
O4 Menambah pilihan bagi masyarakat 0,10 2,5 0,25
Threads
T1 Banyaknya kompetitor 0,20 4,5 0,9
T2 Bermunculan produk makanan sejenis 0,10 3,5 0,35
T3 Kesulitan mendapatkan sumber daya manusia 0,05 2,0 0,1
T4 Stabilitas ekonomi Indonesia yang dapat mempengaruhi harga bahan baku
0,20 4,0 0,8
Total scores 1,00 3,47
Dengan menggunakan Tabel IFAS dan EFAS yang sudah disajikan di
atas maka dapat dibuat alternatif strategi dengan menggunakan tabel Matriks
TOWS.
44
Tabel 2 Matriks TOWS
Sumber: Dokumentasi Penulis
Internal Factors (IFAS)
External Factors (EFAS)
Strengths (S)
S1 Produk baru di industri cepat saji S2 Cita rasa lokal S3 Tempat yang strategis S4 Harga yang terjangkau
Weaknesses (W)
W1 Ideologi kebaratan dari masyarakat Indonesia W2 Distribusi yang terbatas W3 Sulitnya membangun kepercayaan akan produk lokal W4 Tempat yang terbatas
Opportunities (O) O1 Meningkatnya kebutuhan makanan cepat saji O2 Mengembangkan industri bahan baku lokal O3 Menumbuhkan selera makanan lokal O4 Menambah pilihan bagi masyarakat
SO Strategies 1. Mengembangkan makanan
cepat saji dengan bahan baku lokal serta dengan cita rasa lokal di tempat strategis di Jakarta dengan harga yang terjangkau
2. Masyarakat mempunyai pilihan makanan dengan adanya produk baru ini
WO Strategies
1. Meyakinkan pelanggan bahwa dengan membeli produk lokal berarti ikut serta dalam meningkatkan industri dalam negeri
2. Membuat promo penjualan untuk menarik pelanggan di area usaha
Threats (T) T1 Banyaknya competitor T2 Bermunculan produk makanan sejenis T3 Kesulitan mendapatkan sumber daya manusia T4 Stabilitas ekonomi Indonesia yang dapat mempengaruhi harga bahan baku
ST Strategies 1. Mengembangkan varian
baru guna menghindari munculnya competitor dengan produk yang sejenis
2. Mencari SDM yang bertempat tinggal dekat dengan lokasi usaha
3. Selalu mencari pemasok dengan harga terbaik untuk menghindari kenaikan harga yang dikarenakan terjadinya stabilitas perekonomian di Indonesia
WT Strategies
1. Membuat layanan pesan antar untuk melayani pelanggan karena keterbatasan tempat
2. Meyakinkan pelanggan melalui media promosi bahwa produk lokal tidak kalah kualitasnya dengan produk import
Pada Tabel di atas dapat terlihat bahwa perusahaan mempunyai
beberapa pilihan strategi untuk dipilih, tentunya dengan menyaring terlebih
dahulu strategi mana yang paling sesuai untuk digunakan.
45
II.5. PENDEKATAN STRATEGI
Dalam membangun sebuah bisnis dibutuhkan perencanaan yang baik
agar memiliki daya saing pada pasar bisnis tersebut. Perencanaan tersebut
meliputi analisa pasar, peramalan keuangan ataupun survey secara langsung.
Hal tersebut dilakukan agar dapat menentukan strategi yang tepat dalam
membangun bisnis tersebut. Menurut Michael Porter (David, 2001, pp180-
182), ada tiga landasan strategi yang dapat membantu organisasi memperoleh
keunggulan kompetitif, yaitu keunggulan biaya (cost leadership), diferensiasi,
dan fokus. Dengan istilah lain disebut dengan generic strategy.
Produk nasi gulung ini dapat dikatakan baru dalam industri makanan.
Dalam kompetisi segmentasi low fat low price maka biaya pokok produksi
dari produk tersebut ditekan dengan menggunakan skala ekonomi dalam
volume yang banyak. Oleh karena itu, strategi yang digunakan warung nasi
gulung ini merupakan Cost Leadership Strategy. Dengan memanfaatkan hal
itu, warung nasi gulung menjadi daya tarik tersendiri dengan harga yang
cukup terjangkau dan rendah lemak.
II.5.1. Blue Ocean Strategy
Blue Ocean Strategy (BOS) pertama kali diperkenalkan oleh W. Chan
Kim dan Renee Mauborgne melalui bukunya yang juga berjudul sama di
tahun 2005. Menurut mereka, Blue Ocean Strategy didefinisikan sebagai
berikut bahwa “Bagaimana membuat ruang pasar yang belum terjelajahi, yang
46
bisa menciptakan permintaan dan memberikan peluang pertumbuhan yang
sangat menguntungkan. Intinya, bagaimana bersaing dengan tangkas dalam
kompetisi; bagaimana secara cerdik membaca persaingan, menyusun strategi
dan kerangka kerja yang sistematis guna menciptakan samudra biru”
Definisi tersebut menjelaskan bahwa Blue Ocean Strategy bukan
strategi untuk memenangkan persaingan akan tetapi strategi untuk keluar dari
dunia persaingan dengan menciptakan ruang pasar yang baru dan membuat
pesaing dan kompetisi menjadi tidak relevan. Dapat disimpulkan bahwa
konsep dasar Blue Ocean Strategy adalah Value Innovation. Value Innovation
sendiri memiliki makna lebih dari sekedar inovasi. Konsep ini berbicara
mengenai bagaimana menciptakan diferensiasi dan biaya rendah di saat
bersamaan, dengan tujuan meraih diferensiasi yang pada akhirnya berujung
pada peningkatan nilai pembeli.
Bisnis warung nasi gulung ini sendiri akan berusaha fokus melalui
diferensiasi pada industri restoran cepat saji. Menu yang ditawarkan memiliki
kandungan lemak total yang rendah serta dengan harga jual yang cukup
terjangkau. Hal ini yang mendasari untuk menggunakan Blue Ocean Strategy
sebagai langkah awal dalam kompetisi restoran cepat saji. Produk yang
ditawarkan berupa nasi gulung merupakan produk yang belum ada dalam
industri restoran cepat saji.
47
II.6. NILAI PROPORSI RESTORAN LOW FAT LOW PRICE
Kota Jakarta merupakan sebuah ibukota yang terus berkembang
sehingga peluang dalam menciptakan bisnis restoran cepat saji ini cukuplah
besar. Terlihat dari jumlah restoran cepat saji yang tersebar diseluruh
kawasan kota Jakarta yang diperkirakan mencapai ribuan. Namun dari
sejumlah gerai yang tersebar, hanya sedikit yang mampu menawarkan
produk makanan yang menyehatkan sehingga peluang dalam menciptakan
bisnis makanan cepat saji yang sehat pun dapat menciptakan segmentasi
tersendiri bagi penduduk Jakarta.
Kehadiran warung nasi gulung sendiri merupakan sebuah alternatif
sendiri menciptakan pangsa pasar baru dalam industri restoran cepat saji.
Belum adanya restoran cepat saji yang menyajikan makanan rendah lemak
yang memiliki cita rasa lokal menjadi salah satu alasan utama mendirikan
bisnis ini. Di sisi lain, harga yang ditawarkan dari produk warung nasi
gulung ini cukup terjangkau bagi masyarakat khususnya pekerja di Jakarta.
Oleh karena itu, pendirian bisnis ini merupakan sebagai perwujudan
harapan masyarakat kota Jakarta dalam restoran cepat saji Low Fat Low
Price dimana produk yang ditawarkan merupakan menu yang cukup
bersahabat dengan cita rasa lokal. Pada bab berikutnya akan dijelaskan
mengenai konsep dasar serta ide pemikiran dalam mendirikan bisnis warung
nasi gulung ini.
top related