blok 24 leukemia limfoblastik akut
Post on 03-Jan-2016
170 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Leukemia limfoblastik akut
Claudia Merdiasi
10.2009.060
D-2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen krida Wacana
Jl.Arjuna utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510
E-mail: claudiamerdiasi@ymail.com
PENDAHULUAN
Leukimia limfoblastik akut adalah keganasan dari sel-sel prekusor limfoid.
Lebih dari 80 % kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan
leukimia sel T. Leukemia Limfoblas Akut merupakan leukemia yang paling sering
terjadi pada anak-anak. Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker
yang mengenai anak-anak di bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi pada anak
usia antara 3-5 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja dan dewasa. Anak laki
lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan. Leukimia limfoblastik akut adalah
suatu penyakit yang serius, berkembang dengan cepat dan apabila tidak diterapi dapat
menyebabkan kematian dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Sel-sel yang
belum matang, yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit, berubah
menjadi ganas. Sel leukemia ini tertimbun disumsum tulang lalu menghancurkan dan
menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah merah yang disertai dengan
penyebaran ke organ-organ lain.
- 1 -
PEMBAHASAN
2.1 Anamnesis
Hal-hal yang ditanyakan pada saat anamnesis antara lain:
Identitas
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama
orang tua atau suami atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan,
suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien
yang dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud.1,2
Keluhan Utama (Chief Complaint)
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke
dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai
dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Keluhan hidung
tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh
pasien.1,2
Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien
datang berobat. 1,2
Riwayat Penyakit Dahulu
- 2 -
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. 1,2
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Ditanya juga jika sebelum ini adakah anggota keluarga pasien menderita hal yang
sama seperti yang di derita pasien. Penting untuk mencari kemungkinan penyakit
herediter, familial atau penyakit infeksi.1,2
2.2 Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital : tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, frekuensi pernafasan , tekanan
darah.1
Pemeriksaan fisis : Anak tampak lesu, konjungtiva anemis, terdapat perdarahan
pada kulit (ekimosis, petekia, epistaksis) atau pada organ lain, pembesaran
kelenjar getah bening di leher, nyeri tekan,splenomegali dan hepatomegali.3
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap dan apus darah tepi
Pada LLA, pemeriksaan darah tepi menunjukkan anemia normositik normokrom,
kadang-kadang ditemukan normoblas. Pada hitung jenis terdapat limfoblas. Jumlah
limfoblas dapat sampai 100%. Juga didapatkan trombositopenia, Rumple Leede
positif, waktu perdarahan memanjang, dan retikulositopenia. Jumlah leukosit dapat
meningkat, normal atau rendah pada saat diagnosis. Hiperleukositosis
(>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15 % pasien. Pada umumnya dapat terjadi
anemia.4,5,6
b. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
- 3 -
pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga
semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus
diperiksa untuk analisis histologi, sitogenetik dan immunophenotyping. Apus sumsum
tulang tampak hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel
berinti pada LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel
leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint
dari jaringan biopsi penting untuk evaluasi gambaran sitologi.4
c. Sitokimia
gambaran morfologi se blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang
tidak dapat membedakan LLA dari LMA. Pada LLA, pewarnaan sudan black dan
mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari
prekursor granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga
berguna untuk membedakan precursor B da B-ALL dan T-ALL. Pewarnaan fosfatase
asam akan positif pada limfosit T yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan
hasil yang positif pada pewarnaan periodic acid schiff (PAS). TdT yang diekspresikan
oleh limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau flow
cytometry.4
d. Imunofenotip (dengan sitometri arus/flow cytometry)
pemeriksaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Reagen yang dipakai
untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap :
1. Untuk sel prekursor B : CD10 (common ALL antigen), CD19, CD79A, CD22,
cytoplasmic m-heavy chain, dan TdT.
2. Untuk sel T : CDIa, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT.
- 4 -
3. Untuk sel B : kappa atau lambda, CD19, CD20, dan CD22.
Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid. Antigen
mieloid yang biasa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang
bersamaan dari antigen limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip
akut. Kasus ini jarang, dan perjalanan penyakitnya buruk.4
e. Sitogenetik
analisis sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik
berhubungan dengan subtipe LLA tertentu dan dapat memberikan informasi
prognostik. Translokasi t (8;14), t (2;8), dan t (8;22) hanya ditemukan pada LLA sel
B, dan kelainan kromosom ini menyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan
dari gen c-myc pada kromosom 8. Beberapa kelainan sitogenetik dapat ditemukan
pada LLA atau LMA, misalnya kromosom philadelphia, t (9;22) (q34;q11) yang khas
untuk leukemia mielositik kronik dapat juga ditemukan pada <5% LMA dewasa dan
20%-30% LLA dewasa.4
f. Biologi molecular
teknik molekular dikerjakan bila analisis sitogenetik rutin gagal, dan untuk
mendeteksi t (12;21) yang tidak terdeteksi dengan sitogenetik standar. Teknik ini juga
harus dilakukan untuk mendeteksi gen BCR-ABL yang mempunyai prognosis buruk.4
g. Pemeriksaan lainnya
parameter koagulasi biasanya normal dan koagulasi intravaskular diseminata jarang
terjadi. Kelainan metabolik seperti hiperurikemia dapat terjadi terutama pada pasien
dengan sel-sel leukemia yang cepat membelah dan tumor burden yang tinggi. Pungsi
- 5 -
lumbal dilakukan pada saat diagnosis untuk memeriksa cairan serebrospinal. Perlu
atau tidaknya tindakan ini dilakukan pada pasien dengan banyaknya sel blas yang
bersirkulasi masih kontroversi. Definisi keterlibatan susunan saraf pusat (SSP) adalah
bila ditemukan >5 leukosit/mL cairan serebrospinal dengan morfologi sel blas pada
spesimen sel yang disentrifugasi.4
2.3 Diagnosis
Dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh
pemeriksaan sumsum tulang atau limpa. pada pemeriksaan awal, umunya terdapat
anemia, meskipun hanya kira-kira 25% mempunyai Hb 6 %. Kebanyakan penderita
juga trombositopenia, tetapi kira-kira 25% mempunyai trombosit 100.000/mm3.
Sekitar 50% penderita dengan hitung sel darah putih kurang dari 10.000/mm3.
diagnosis leukemia dikesankan oleh adanya sel blas pada preparat apus darah tepi
tetapi dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang, yang biasanya diganti sama
sekali oleh limfoblas leukemia. Pemeriksaan darah rutin (misalnya hitung jenis darah
komplit) bisa memberikan bukti bahwa seseorang menderita leukemia. Kadang-
kadang, sumsum tulang pada awalnya hiposeluler. Pemeriksaan sitogenetik pada
kasus-kasus ini mungkin bermanfaat untuk mengidentifikasi abnormalitas spesifik
yang berkaitan dengan sindroma preleukemia. Jika sumsum tulang tidak dapat
diaspirasi atau cuplikannya hiposeluler, maka diperlukan sumsum tulang. Radiografi
dada diperlukan untuk menentukan apakah ada massa mediastinum. Radiografi tulang
mungkin menunjukkan perubahan trabekula medulla, defek korteks, atau resorpsi
tulang subepifiseal. Penemuan ini tidak mempunyai arti klinis ataupun prognostik,
sehingga survai skeletal biasanya tidak diperlukan. Cairan serebrospinal harus
diperiksa untuk menemukan sel leukemia karena keterlibatan awal Susunan Saraf
- 6 -
Sentral (SSS) mempunyai implikasi prognostik penting. Kadar asam urat dan fungsi
ginjal harus ditentukan sebelum terapi dimulai.6,7
2.4 Diagnosis Banding
1. Anemia Aplastik
Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel hematopoitik dalam darah tepi
seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit akibat terhentinya pembentukan sel
hemopoitik dalam sumsum tulang.6
Etiologi
Faktor congenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan
lain seperti mikrosepali, strabismus, anomaly jari, kelainan ginjal, dsb.
Faktor didapat : bahan kimia (benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb), obat,
radiasi, faktor individu, infeksi, keganasan, penyakit ginjal, gangguan
endokrin dan idiopatik.6
Gejala Klinik
Pada prinsipnya berdasarkan kepada gambaran sumsum tulang yang berupa aplasia
sistim eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik, serta aktifitas relatif sistem
limfopoetik dan RES. Aplasia sistem eritropoetik dalam darah tepi akan terlihat
seperti retikulositopenia yang disertai dengan merendahnya kadar Hb, hematokrit dan
hitung eritrosit. Klinis akan terlihat anak pucat dengan berbagai gejala anemia lainnya
seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan lainnya. Oleh
karena sifatnya aplasia sistem hematopoetik, maka umumnya tidak ditemukan ikterus,
pembesaran limpa, hepar maupun kelenjar getah bening. Bergantung pada gambaran
- 7 -
sumsum tulang dibedakan 2 jenis anemia aplastik, yaitu jenis hiposelular masih
memperlihatkan gambaran sumsum tulang dengan sel yang tidak terlambat aplastik.
Jumlah sel eritropoetik 5-10%.6
Diagnosis
Dibuat atas adanya gejala klinis berupa panas, pucat, pendarahan tanpa organomegali.
Gambaran darah tepi menunjukkan pansitopenia dan limfositosis relatif. Diagnosis
pasti ditentukan dari pemeriksaan sumsum tulang yaitu gambaran sel sangat kurang,
banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak; aplasia sistem eritropoetik,
granulapoetik, trombopoetik. Diantara sel sumsum tulang sedikit ini banyak
ditemukan limfosit, sel RES (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel endotel). Hendaknya
dibedakan antara sediaan sumsum tulang aplastik dan yang tercampur darah.6
2. Idiopathic Trombocytopenic Purpura ( ITP )
ITP adalah suatu keadaan perdarahan yang disifatkan oleh timbulnya petekia atau
ekimosi pada kulit ataupun pada selaput lendir dan adakalanya terjadi pada berbagai
jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tak diketahui .
Disebut idiopatik ialah untuk membedakan dengan kelainan yang dapat diketahui
penyebabnya dan biasanya disertai dengan kelainan hematologis lain , seperti
misalnya anemia , kelainan leukosit . Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau
kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang karena perdarahan.
Etiologi
Penyebab dari ITP belum diketahui (idiopatik).Tetapi kemungkinan akibat dari gejala:
Hipersplenisme
Hipersplenisme merupakan filtrasi berlebihan terhadap sel darah oleh limpa. Pada
ITP, limpa merupakan tempat utama produksi antibodi antitrombosit dan destruksi
- 8 -
trombosit yang dilapisi IgG. Dalam hal ini akan terjadi splenomegali sebagai akibat
bendungan sinusoid dan pembesaran folikel-folikel limfoid, yang memeliki sentra
germina mencolok.
Infeksi virus ( demam berdarah, morbili, varisela, rubella, dsb ).
Intoksikasi makanan / obat (asetosal para amino salisilat (PAS). Fenil butazon,
diamokkina, sedormid). Bahan kimia.
Pengaruh fisis (radiasi, panas).
Kekurangan factor pematangan (malnutrisi).
Koagulasi intra vascular diseminata CKID.
Autoimnue.
Gejala
Gejala penyakit ini dapat timbul mendadak , terutama pada anak , tetapi dapat pula
hanya berupa kebiruan atau mimisan selama jangka waktu yang berbeda-beda . Tidak
jarang timbul gejala setelah suatu peradangan atau infeksi saluran nafas bagian atas
akut . Kelainan yang paling sering ditemukan adalah petechiae dan ecchymosis yang
dapat tersebar di seluruh tubuh . Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada
selaput lendir terutama hidung dan mulut sehingga dapat terjadi epistaksis dan
perdarahan gusi dan bahkan dapat timbul tanpa kelainan kulit.Pada ITP akut dan berat
dapat timbul pula selaput lendir yang berisi darah . Gejala lainnya adalah perdarahan
traktus genitourinarius ( menorrhagia , hematuria) , tractus digestivus ( hematemesis ,
melena ), pada mata ( konjungtiva, retina ) dan yang terberat namun agak jarang
terjadi adalah perdarahan pada system syaraf pusat. Pada kira-kira seperlima kasus
dapat dijumpai pembesaran limpa ringan . Mungkin pula ditemukan demam ringan
bila terdapat perdarahan berat atau perdarahan saluran cerna . Renjatan / shock dapat
terjadi apabila banyak kehilangan darah .Pada ITP menahun , umumnya hanya
- 9 -
ditemukan kebiruan atau perdarahan abnormal lainnya dengan remisi spontan dan
eksaserbasi . Remisi yang terjadi umumnya tidaklah sempurna . Harus waspada
terhadap kemungkinan ITP menahun sebagai gejala stadium praleukemia.6
3. Leukemia mieloblastik akut
Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid.
Bila tidak diobati, penyakit ini akan mengakihatkan kematian secara cepat dalam
waktu beberapa minggu, sampai bulan sesudah diagnosis. Sebelum tahun 1960an
pengobatan LMA terutama bersifat paliatif, tetapi sejak sekitar 40 tahun yang lalu
pengohatan penyakit ini berkembang secara cepat dan dewasa ini banyak pasien LMA
yang dapat disemhuhkan dari penyakitnya. Kemajuan pengobatan LMA ini dicapai
dengan regimen kemoterapi yang lebih baik, kemoterapi dosis tinggi dengan
dukungan cangkok sumsum tulang dan terapi suportif yang lcbih baik seperti
antibiotik generasi baru dan transfusi komponen darah untuk mengatasi efek samping
pengobatan. Selain itu sejak sekitar 2 dekade tahun yang lain juga telah
dikembangkan teknik diagnostik leukemia dengan cara immunophenotyping dan
analisis sitogenetik yang menghasilkan diagnosis yang lcbih akurat.4
Etiologi
Pada sebagian besar kasus, etiologi dari LMA tidak diketahui. Meskipun demikian
ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi
faktor predisposisi LMA pada populasi tertentu. Benzene, suatu senyawa kimia yang
banyak digunakan pada industri penyamakan kulit di negara sedang berkembang,
diketahui merupakan zat leukomogenik untuk LMA. Selain itu radiasi ionik juga
diketahui dapat menyebabkan LMA. Ini diketahui dari penelitian tentang tingginya
insidensi kasus leukemia, termasuk LMA, pada orang-orang yang selamat dari
- 10 -
serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Efek leukomogenik
dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman
dan mencapai puncaknya 6 atau 7 tahun sesudah pengeboman. Faktor lain yang
diketahui merupakan predisposisi untuk LMA adalah trisomi kromosom 21 yang
dijumpai pada penyakit herediter sindrom Down. Pasien sindrom Down dengan
trisomi kromosom 21 mempunyai risiko 10 hingga 18 kali lebih tinggi untuk
menderita leukemia, khususnya LMA tipe M7. Selain itu pasien beberapa sindrom
genetik seperti sindrom Bloom dan anemia Fanconi juga diketahui mempunyai risiko
yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk menderita LMA.4
Gejala klinis
Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang sebagaimana disebutkan di atas.
Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai
di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. Perdarahan
yang lebih berat jarang terjadi kecuali pada kasus yang disertai dengan DIC. Kasus
DIC ini paling sering dijumpai, pada kasus LMA tipe M3. Infeksi sering terjadi di
tenggorokan, paru-paur, kulit dan daerah peri rektal, sehingga organ-organ tersebut
harus diperiksa secara teliti pada pasien LMA dengan demam.4
4. leukemia limfositik kronis
Leukemia limfositik kronik adalah suatu keganasan hematologik yang ditandai oleh
proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum tulang
limfonodi, limfa, hati dan organ-organ lain. LLK ini masuk dalam kelainan ini masuk
dalam kelainan limfoproliferatif. Tanda-tandanya meliputi limfositosis, limfadenopati
dan splenomegali.4
- 11 -
Etiologi
Penyebab LLK masih belum diketahui. Kemungkinan yang berperan ialah
abnormalitas dari kromosom, onkogen dan retrovirus. Sekitar 50% pasien LLK
mempunyai abnormalitas sitogenik, khususnya trisomi 12, kelainan kromoson 13,
delesi kromosom 6 dan delesi kromosom 11.4
Gejala klinis
Tanda dan gejala serupa dengan LGK menggambarkan keadaan hipermetabolik.
Pembesaran organ secara masif menyebabkan tekanan mekanik pada lambung
sehingga menimbulkan gejala cepat kenyang, rasa tidak enak pada abdomen, dan
buang air besar tidak teratur. Karena sintesis imunoglobulin tidak cukup dan respon
antibodi yang tertekan, perjalanannya dipersulit dengan episode rekuren infeksi, yang
terutama melibatkan paru dan kulit. Pneumonia sering terjadi, terutama Pneumocytis
carinii dan pneumonia pneumokokal. Infeksi kulit virus, seperti herpes zoster sering
terjadi.8
5. Leukimia granulositik kronik(LGK)
Leukimia granulositik kronik(LGK) atau Leukimia mielositik kronik(LMK)
paling sering terlihat pada orang dewasa usia pertengahan, tetapi dapat juga timbul
pada setiap kelompok umur. LGK memiliki awitan yang lambat, sering ditemukan
waktu pemeriksaan darah rutin atau skrining darah. LGK dianggap sebagai suatu
gangguan mieloproliperatif karena sumsum tulang hiperseluler dengan proliferasi
pada semua garis diferensiasi sel. Jumlah granulosit umumnya lebih dari 30.000/mm3.
Walaupun pematangannya terganggu, sebagian besar tetap menjadi matang dan
berfungsi. Basofil dan eosinofil sering ditemukan. Paad 85% kasus terdapat kelainan
kromosom disebut kromosom Philadelphia. Kromosom Philadephia merupakan suatu
- 12 -
translokasi dari lengan panjang kromosom 22 ke kromosom 9. kelainan kromosom ini
memengaruhi sel induk hematopoietik dan karenanya terdapat pada garis sel mieloid,
serta beberapa garis limfoid.4
Gejala Klinis
Tanda dan gejala berkaitan dengan keadaan hipermetabolik: kelelahan,
penurunan berat badan, diaforesis meningkat, dan tidak tahan panas. Lien membesar
pada 90% kasus yang mengakibatkan perasaan penuh pada abdomen dan mudah
merasa kenyang. Apabila terdapat anemia, pasien akan mengalami takikardi, pucat,
dan nafas pendek. Memar dapat terjadi akibat fungsi trombosit abnormal. Tujuan
pengobatan adalh mengurangi kromosom Philadelphia dan BCR-ABL onkogenik
yang terbentuk akibat translokasi kromosom 9 ke 22. gen ini dianggap mencetuskan
pertumbuhan sel leukiemik yang tidak terkontrol.8
2.5 Etiologi
Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum jelas, diduga
kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin berperan,
yaitu:
1. Faktor eksogen
a. Sinar x, sinar radioaktif.
b. Hormon.
c. Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti
neoplastic agent).
2. Faktor endogen
a. Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)
- 13 -
b. Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom
Down).
c. Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).6
2.6 Epidemiologi
Insiden LLA adalah 1/60000 per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15
tahun. Insiden puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada pria
daripada perempuan. Saudara kandung dari pasien leukemia limfoblas akut
mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk berkembang menjadi leukemia
limfoblastik akut, sedangkan kembar monozigot dari pasien leukemia limfoblastik
akut mempunyai risiko 20% untuk berkembang menjadi leukemia limfoblastik akut.9
2.7 Patofisiologis
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap
infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai
dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada
sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah
normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah
normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak
produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel
tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal
yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi
perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau
perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan
insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan
- 14 -
perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel
abnormal.10
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan
tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan
genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian
normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi
ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat
dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa
menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal,
dan otak. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati,
limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.
Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit
mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.)
Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi.
Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan.
Kasus LLA disubklasifikasikan menurut gambaran morfologik, imunologi, dan
genetic sel induk leukemia. Diagnosis psati biasanya didasarkan atas pemeriksaan
aspirasi sumsum tulang. Gambaran sitologik sel induk amat bervariasi walaupun
dalam satu cuplikan tunggal, sehingga tidak ada klasifikasi morfologik yang
memuaskan.10
Sistem the French-American-British(FAB) , membedakan tiga subtype morfologik
L1, L2, dan L3. Pada lomfoblas L1 umum nya kecil dengan sedikit sitoplasma, L1 ini
banyak menyerang anak-anak. pada sel L2 lebih besar dan pleomorfik dengan
- 15 -
sitplasma lebih banyak, bentuk inti irregular, dan nucleoli nyata, ALL jenis ini sering
diderita oleh orang dewasa.sel L3 mempunyai kromatin inti homogen dan berbintik
halus, nukleoli jelas, dan sitoplasma biru tua dengan vakuolisasi nyata, Terjadi baik
pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk. Klasifikasi LLA
bergantung kepada kombinasigambaran sitologik, imunologik, dan kariotip. Dengan
antibody monoclonal yang mengenali antigen permukaan sel yang terkait dengan
galur sel dan antigen sitoplasma, maka imunotipe dapat ditntukan pada kebanyakan
kasus. Umumnya berasal dari sel progenitor-B; lebih kurang 15% berasal dari sel
progenitor-T; dan 1% dari sel B yang relative matang. Imunotipe ini mempunyai
implikasi prognostik maupun terapeutik.7
2.8 Gejala Klinis
Pada umumnya gejala klinis leukemia limfoblas akut menggambarkan kegagalan
sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel
limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah
perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan.
Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada separuh pasien leukemia
limfoblas akut, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang baru
didiagnosis leukemia limfoblas akut. Perdarahan yang hebat jarang terjadi.
Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan antara lain:
anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada)
anoreksia
nyeri tulang dan sendi
hipermetabolisme
demam, banyak berkeringat(gejala hipermetabolisme)
- 16 -
infeksi mulut, saluran nafas atas dan bawah, selulitis atau sepsis. Penyebab
yang paling sering adalah stafilokokus, streptokokus, dan bakteri gram negatif
usus serta berbagai spesies jamur
perdarahan kulit( petekia, ekimosis), perdarahan gusi, hematuria, perdarahan
saluran cerna,perdarahan otak
hepatomegali
splenomegali
limfadenopati
massa di mediastinum(sering pada LLA sel T)
leukemia sistem saraf pusat: nyeri kepala,muntah,(gejala tekanan tinggi
intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf terutama saraf
VI dan VII, kelainan neurologik fokal.
Keterlibatan organ lain: testis, retina, kulit, pleura perikardium, tonsil.4
2.9 Terapi
1 Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari
6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberi¬kan
transfusi trombosit dan bila terdapat tanda tanda DIC dapat diberikan heparin.6
2 Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan
sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan
akhirnya dihentikan.6
3 Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6 merkaptopurin
atau 6 mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan
lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin,
arabinosid, L asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya.
- 17 -
Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama sama dengan
prednison. Pada pemberian obat obatan ini sering terdapat akibat samping berupa
alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya
lebih berhziti hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.6
4 Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita
diisolasi dalam kamar yang suci hama).
5 Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru.
Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 106),
imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan
pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar
terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik
dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini
diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga
semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia
dapat sembuh sempurna.
Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya
pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi
yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola
dasar pengobatan sebagai berikut:
Induksi Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbargai obat
tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.6
Konsolidasi yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
- 18 -
Rumat (maintenance) Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat dapatnya
suatu masa remisi yang lama.Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika
separuh dosis biasa.
Reinduksi Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya
dilakukan setiap 3 6 bulan dengan pemberian obat obat seperti pada induksi se-
lama 10 14 hari.
Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal ini diberikan
MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan
radiasi kranial sebanyak 2.400¬2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal
dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
Pengobatan imunologik Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan
hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh
sempurna.
Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan anak FKUI terhadap
leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan protokol sebagai berikut : cara
pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan anak FKUI
a. Induksi Remisi
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk memusnahkan semua atau
sebanyak mungkin sel leukemia agar terjadi remisi, terjadi penurunan jumlah sel-sel
leukemia sampai tidak terdeteksi secara klinis maupun laboratorium (limfoblas
sumsum tulang <5%) yang ditandai dengan holangnya gejala klinis dan gambaran
darah tepi menjadi normal. Pengobatan pada fase ini biasanya berlangsung sekitar 6
minggu dengan angka remisi rata-rata 97%(6).
1. Tahap induksi menggunakan kortikosteroid (prednisone atau
dexamethason), vinkristin, L_Asparaginase(6). Pada tahap ini diberikan :
- 19 -
VCR (vincristin) : 2mg/m2/minggu, intravena, diberikan 6 kali
ADR (adriamisin) : 40mg/m2/2 minggu intravena, diberikan 3 kali, dimulai
pada hari ketiga pengobatan
Prednison : 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu, kemudian
tapering off selama 1 minggu.
SSP : profilaksis : MTX (metotreksat) 10 mg/m2/minggu intratekal, diberikan 5 kali
dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama. Radiasi cranial : dosis total
2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamida).6
2. Konsolidasi atau intensifikasi
Segera setelah penderita mengalami pemulihan baik klinis maupun laboratories dan
mencapai remisi komplit, terapi fase intensifikasi dapat dimulai. Hal ini dilakukan
atas dasar penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa apabila terapi dihentikan
setelah induksi remisi maka segera terjadi relaps. Tujuan dari tahap ini adalah
menurunkan keberadaan dan menghilangkan sel pokok (stem cell) leukemia. Obat-
obatan yang digunakan antara lain :
MTX : 25mg/m2/hari intravena, diberikan 3 kali, dimulai satu minggu setelah
VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :
6-MP (6-merkaptopurin) : 500mg/m2/hari peroral, diberikan 3 kali
CPA (siklofosfamid) : 800mg/m2/kali diberikan sekaligus pada akhir minggu
kedua dari konsolidasi.
3. Rumat /maintenance
Tidak seperti keganasan yang lain pada LLA diperlukan waktu yang panjang
untuk mempertahankan kesembuhan. Hal ini ditujukan untuk membunuh sel blas dan
memelihara sel sumsum tulang yang normal disamping untuk mempertahankan
- 20 -
respon imum penderita. Pada umumnya pengobatan berlangsung 2 sampai 3 tahun.
Maintenance dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :
6-MP : 65 mg/m2/hari peroral
MTX : 20 mg/m2/minggu peroral, dibagi dalam dua dosis (misalnya Senin dan
Kamis)
4. Reinduksi
Reinduksi dimaksudkan untuk mencapai remisi yang biasanya dilakukan setiap 3-6
bulan dengan pemberian obat-obatan seperti pada induksi selama 10-14 hari.
Reinduksi diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat-obat
rumat dihentikan. Sistemik :
VCR : dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali
Prednison : sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu
kemudian tapering off
SSP : MTX intratekal : dosis sama dengan dosis profilaksis, diberikan 2 kali.6
5. Pengobatan susunan saraf pusat
Apabila terapi pencegahan pada susunan saraf pusat tidak dilakukan pada pengobatan
LLA maka lebih dari 40% anak akan mengalami relaps susunan saraf pusat. Beberapa
pengobatan susunan saraf pusat telah dipakai, termasuk pengobatan intratekal yaitu
MTX pada waktu induksi dan radiasi cranial sebanyak 2.400-2500 rad. Radiasi tidak
diulang pada reinduksi.6
6. Pengobatan Imunologik
Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru. Pengobatan spesifik dilakukan
dengan pemberian imunisasi BCG yang dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang
dapat memperkuat daya tahan tubuh. BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua
pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-
- 21 -
masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama
pengobatan ini, obat-obat rumat diteruskan.6
2.10 Komplikasi
Komplikasi dibagi menjadi dua macam yaitu akibat dari penyakitnya sendiri
dan akibat dari pengobatan. Komplikasi dari penyakit : Perdarahan akibat dari
trombositopenia yang sering berakibat fatal apabila terjadi perdarahan otak.
Infiltrasi sel leukemia ke otak pun dapat menyebabkan gejala-gejala peninggian
tekanan intrakranial.
Komplikasi terapi adalah terjadinya gejala akibat pemberian kortikosteroid dalam
jangka waktu lama berupa : mooface. hipertensi, osteoporosis , diabetes , gangguan
keseimbangan elektrolit dan masking effect terhadap adanya infeksi. Komplikasi
akibat pemberian terapi dengan terapi dengan antimetabolik menimbulkan
ulserasi traktus digestivus sehingga mengakibatkan lebih mudah infiltrasi dengan
berbagai macam bakteri dan jamur.11
2.11 prognosis
Prognosis semakin buruk seiring dengan bertambahnya seiring dengan bertambahnya
usia dan apabila sel leukemia memiliki kelainan kromosom tertentu. 70% anak-anak
yang menderita leukemia limfositik akut akut sembuh. Sedangkan pada orang dewasa
berusia kurang dari 50 tahun yang menderita leukemia limfositik akut, 30%
diantaranya akan sembuh. Sampai saat ini leukimia masih merupakan penyakit yang
fatal, tetapi dalam kepustakaan dilaporkan pula beberapa kasus yang dianggap
sembuh karena dapat hidup lebih dari 10 tahun tanpa pengobatan. Biasanya bila
serangan pertama dapat diatasi dengan pengobatan induksi. Penderita akan berada
dalam keadaan remisi untuk beberapa bulan. Pada stadium remisi ini secara klinis
- 22 -
penderita tidak sakit, sama seperti anak biasa. Tetapi selanjutnya dapat timbuk
serangan yang kedua (kambuh). Yang disusul lagi oleh masa remisi yang biasanya
lebih pendek dari masa remisi pertama. Demikian seterusnya masa remisi akan lebih
pendek lagi sampai akhirnya penyakit ini resistensi terhadap pengobatan dan
penderita akan meninggal. Kenatian biasanya disebabkan perdarahan akibat
trombositopenia, leukimia serebral atau infeksi (sepsis, infeksi jamur).Sebelum ada
prednison, penderita leukimia hanya dapat beberapa minggu sampai 2 bulan. dengan
pengobatan prednison jangka waktu hidup penderita diperpanjang sampai beberapa
bulan. dengan ditambahkannya obat sitostatika (MTX,6-MP) hidup penderita dapat
diperpanjang 1-2 tahun lagi dan dengan digunakannya sitostatika yang lebih poten
lagi disertai cara pengobatan yang mutakhir, usia penderita dapat diperpanjang 3-4
tahun lagi, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun.6
2.12 Pencegahan
Pencegahan tidak diketahui secara pasti cara-cara pencegahan berbagai tipe leukemia.
Beberapa tipe dari leukemia mungkin dapat dicegah dengan cara menghindari paparan
radiasi dosis tinggi( bahkan pasca kemoterapi/ terapi rasiasi, pajanan zat
kimia(benzene), menghindari merokok ataupun paparan asap rokok. namun
sayangnya, banyak beberapa kasus yang tidak dapat dicegah. Karena sesungguhnya
tidak dapat diidentifikasi secara nyata dan pasti mengenai penyebabnya. Hanya saja
perlu dihindari faktor-faktor lain(eksogen) yang dapat mencetuskan leukemia
limfoblasti akut.10
- 23 -
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Leukemia Limfoblastik Akut merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya
proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang
mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa
(18%).Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa
pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama
diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum
tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak,
nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan
sendi, hipermetabolisme.21 Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan
femur. pada pemeriksaan awal, umunya terdapat anemia, meskipun hanya kira-kira
25% mempunyai Hb 6 %. Kebanyakan penderita juga trombositopenia, tetapi kira-
kira 25% mempunyai trombosit 100.000/mm3. Sekitar 50% penderita dengan hitung
sel darah putih kurang dari 10.000/mm3. diagnosis leukemia dikesankan oleh adanya
sel blas pada preparat apus darah tepi tetapi dipastikan dengan pemeriksaan sumsum
tulang, yang biasanya diganti sama sekali oleh limfoblas leukemia Berdasarkan
pemeriksaan dan gejala – gejala yang timbul pada pasien dalam skenario, pasien
tersebut menderita leukemia limfositik akut..
- 24 -
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdurrahman N, et al. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Cetakan
ke-3. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h. 288-95.
2. Jonathan Gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:
Erlangga;2007.h.98-9.
3. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: Buku kedokteran EGC;
2005.h. 441-42.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
II. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.1209-10, 1234-236, 1267-
271,1276-277.
5. Sacher RA, Mcpherson RA. Tinjauan klinis laboratorium. Ed I. Jakarta: Buku
kedokteran EGC; 2004.h. 134-36
6. Abdoerrachman MH, Affandi MB, Agusman S, et al. Ilmu kesehatan anak.
Jilid I. Jakarta: Infomedika; 2007.h. 469-77.
7. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.h. 1772-774.
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 275-79.
9. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit erlangga; 2006.h. 159-61.
10. Asra D. Leukemia. 2010. diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20969/4/Chapter%20II.pdf. 16
april 2012.
- 25 -
11. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Ed III. Jakarta: Buku kedokteran EGC;
2007.h. 432.
Baringkan tubuh dengan posisi lurus, kepala lebih rendah dari kaki untuk
mencegah keluarnya air ketuban yang berlebihan.
- 26 -
top related