citra tokoh kartini dalam novel kartinirepository.usd.ac.id/31638/2/144114034_full.pdfabidah el...
Post on 03-Nov-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
CITRA TOKOH KARTINI DALAM NOVEL KARTINI
KARYA ABIDAH EL KHALIEQY: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Mentari Mega Puspita Sengke
144114034
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis
ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya
ilmiah.
Yogyakarta, 20 Agustus 2018
Penulis
Mentari Mega Puspita Sengke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah
Untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Mentari Mega Puspita Sengke
NIM : 144114034
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “Citra Tokoh Kartini
dalam Novel Kartini Karya Abidah El Khalieqy: Tinjauan Sosiologi Sastra”.
Dengan demikian, saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak
menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasikannya di
internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta
izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada Tanggal, 20 Agustus 2018
Yang Menyatakan,
Mentari Mega Puspita Sengke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada kedua orang tuaku,
Lasut Djoike Sengke dan Polce Laohan.
dan juga semua orang yang saya kasihi, serta yang selalu mengasihi saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
MOTO
“Berusahalah saat ini juga, agar yang tidak mungkin kemarin bisa menjadi
mungkin saat ini dan selamanya”
Bekerja
Berusaha
Berdoa
“Oposikola Da Timbali Talakana”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan terima kasih kepada Tuhan yang Maha
segala dan semesta atas berkat, karunia, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Citra Tokoh Kartini dalam Novel Kartini
Karya Abidah El Khaliqy: Tinjauan Sosiologi Sastra” ini dengan baik dan lancar.
Skripsi yang berjudul “Citra Tokoh Kartini dalam Novel Kartini Karya
Abidah El Khaliqy: Tinjauan Sosiologi Sastra” ini dibuat untuk memenuhi salah
satu syarat untuk mencapai derajat sarjana Sastra Indonesia, Fakultas Sastra,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik
dan lancar tanpa pihak-pihak yang telah bersedia membantu baik secara
akademis maupun nonakademis. Oleh sebab itu, rasa syukur dan terima kasih
patut disampaikan juga kepada pihak-pihak yang telah bersedia membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Pihak-pihak yang dimaksudkan sebagai
berikut.
Kedua orang tua saya, Polce Laohan dan Lasut Djoike Sengke terima kasih
atas kesabaran, perhatian, kasih sayang, dan pengorbanannya. Begitu juga kakak
dan adik saya. Para sahabat, teman-teman angkatan 2014 Program Studi Sastra
Indonesia, teman-teman KKN (Kerja Kuliah Nyata) dan yang terkhusus Renaldi
Firmanzah yang selama ini mendukung saya. Terima kasih atas pertemanan dan
dukungannya.
Terima kasih kepada Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum sebagai
pembimbing I dan Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum sebagai
pembimbing II yang penuh dengan kesabaran memberikan bimbingan, arahan,
dan dorongan yang tidak henti-hentinya di sela-sela kesibukannya. Kepada Prof.
Dr. Praptomo Baryadi, M.Hum selaku dosen pembimbing akademik angkatan
2014. Terima kasih atas waktu dan tenaga yang telah diberikan kepada saya.
Nasihat dan dukungan yang selalu mendorong penulis agar selalu bekerja keras.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
Terima kasih juga kepada Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A. selaku Wakil
Ketua Program Studi Sastra Indonesia USD, Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Maria
Magdalena Sinta Wardani, S.S., M.A., Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum., (alm),
dan Drs. Hery Antono, M.Hum. (alm) yang telah bersedia membagi ilmunya
selama saya berkuliah di Program Studi Sastra Indonesia; juga kepada Staf
Sekretariat Fakultas Sastra khususnya Jurusan Sastra Indonesia atas
pelayanannya yang baik selama ini.
Penulis menyadari pula bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan koreksi, kritik, dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Yogyakarta, 20 agustus 2018
Penulis
Mentari Mega Puspita Sengke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRAK
Sengke, Mentari Mega Puspita. 2018, Citra Tokoh Kartini dalam Novel Kartini
karya Abidah El Khalieqy : Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi Strata satu
(S1). Yogyakarta : Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata
Dharma
Penelitian ini mengkaji citra Kartini dalam novel Kartini karya Abidah El
Khalieqy. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan
mendeskripsikan unsur tokoh dan penokohan serta latar untuk mengetahui citra
tokoh Kartini dalam novel Kartini.
Penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra untuk menganalisis citra
tokoh Kartini dalam novel Kartini. Jenis penelitian yang dipakai yaitu analisis
kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka, simak,
dan catat.
Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu, kajian struktural dan citra
Kartini. Kajian struktural dibagi menjadi dua yaitu tokoh dan penokohan serta
latar. Tokoh utama dalam novel ini adalah Kartini, dan tokoh tambahan adalah
Ngasirah, Raden Sosroningrat, Kartono, Rukmini, Busono, Kardinah, Sulastri,
Raden Ajeng Wuryan, Raden Adipati Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn,
Nyonya Ovink Soer, Tuan Ovink Soer, dan Kiai Sholeh Darat. Sedangkan latar
dalam novel ini terbagi tiga yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar
tempat pada novel Kartini adalah Pendopo Kabupaten Jepara (Rumah Kartini),
Ruang Perpustakaan, Pantai Pandengan, Pendopo Agung Kabupaten Rembang,
Pendopo Utama Kabupaten Demak, dan Gedung Residen Semarang. Latar waktu
antara tahun 1879 hingga 1900an. Latar sosial dalam novel Kartini terdapat tiga
yaitu 1) Tradisi terhadap sebutan Raden Ayu, 2) Menikah dengan sesama
Bangsawan untuk mendapatkan kedudukan, 3) Adat Pingitan yang harus dijalani
anak Bangsawan Jawa. Citra Kartini dibagi menjadi tiga yaitu citra fisik, citra
psikis, dan citra sosial dalam keluarga dan masyarakat. Citra Kartini dalam aspek
fisik yaitu (1) Penampilan Kartini, (2) Cantik, dan, (3) hamil dan melahirkan.
Citra Kartini dalam aspek psikis yaitu (1) kepandaian Kartini, (2) perjuangan
Kartini ditentang melanjutkan sekolah, (3) perjuangan Kartini dalam membela hak
perempuan, dan (4) perjuangan Kartini dalam menentang ketidakadilan. Citra
Kartini dalam aspek sosial keluarga yaitu (1) perlawanan Kartini dalam pingitan,
(2) perlawanan Kartini dalam perjodohan dan poligami, (3) hubungan Kartini
dengan ibu, (4) hubungan Kartini dengan empat laki-laki, dan (5) hubungan
Kartini dengan saudarinya. Sedangkan citra Kartini dalam aspek sosial
masyarakat yaitu, (1) perjuangan Kartini dalam bidang pendidikan, (2) perjuangan
Kartini dalam bidang kerajinan, dan (3) perjuangan Kartini dalam bidang agama.
Kata Kunci: Kartini, Citra, Struktural , Sosiologi Sastra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRACT
Sengke, Mentari Mega Puspita. 2018, The Image of The Character Kartini in
Abidah El Khalieqy’s Kartini : A Review of Literary Sociology. Thesis.
Bachelor Degree (S1). Yogyakarta : Indonesian Literature, Faculty Of
Letters, Sanata Dharma University.
This research discuss about the image of Kartini in the novel entitled Kartini
written by Abidah El Khalieqy. The purpose of this research is to describe the character,
characteristic, setting, and also picturing the image of Kartini in the form of physical
image, psychological image, and sociological image which are divided into two parts:
social image of family and social image of society the novel Kartini Kartini.
This research uses the theory of Sociology of literature to analyze the image of
the characters Kartini in Abidah El Khalieqy’s Kartini. This type of research used the
qualitative analysis. Method of data collection using the technique is library research,
observation, and record.
The result of this research has two parts which are the structural study and the
image of Kartini. Structural study is divided into two which are the characteristic and
setting. The major character in this novel is Kartini and the minor character is Ngasirah,
Raden Sosroningrat, Kartono, Rukmini, Busono, Kardinah, Sulastri, Raden Ajeng
Wuryan, Raden Adipati Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn, Nyonya Ovink Soer,
Tuan Ovink Soer, and Kiai Sholeh Darat. Meanwhile, the setting in the Kartini novel is
divided into three which are setting of place, setting of time, and setting of social
environment. The setting of place in the Kartini novel is Jepara Regency Hall (Kartini
House), Room Pingitan, Space Library, Beach Pandengan, Pendopo Agung Rembang
Regency, The Main Demak Pendopo, and Building resident, semarang. The setting of
time of the novel is the year of 1879 until 1900. There are three setting of social
environment in the Kartini novel 1) Raden Ayu tradition of appellation, 2) Married to
fellow Noblemen to gain position, and 3) tradition Pingitan that must be carried to the
daughter of the count of. The image of Kartini is divided into three which are physical
image, psychological image, and sociological image in family and society. The physical
image of Kartini is (1) Kartini’s appearance, (2) beautiful, and (3) pregnant and giving
birth. The psychological setting is (1) the cleverness of Kartini, (2) the struggle of Kartini
to have a proper education that is being opposed, (3) the struggle of Kartini to speak up
for women’s right and (4) the struggle of Kartini to fight for injustice. The social image of
family in this novel is (1) the resistance of Kartini in pingitan, (2) the resistance of Kartini
in opposing arranged marriage and polygamy, (3) Kartini’s relation with her mother, (4)
Kartini’s relation with four men and (5) Kartini’s relation with her sister. The social
image of society in Kartini novel is (1) the struggle of Kartini in the field of education,
(2) the struggle of Kartini in the field of art, and (3) the struggle of Kartini in the field of
religion.
Keywords: Kartini, Image, Structural, Literary Sociology
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ........... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
MOTO .............................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
ABSTRAK ....................................................................................................... x
ABSTRACT ....................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 4
1.5 Tinjauan Pustaka ..................................................................... 5
1.6 Landasan Teori ........................................................................ 8
1.6.1 Pendekatan Struktural .................................................... 8
1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan ................................................ 9
1.6.1.2 Latar ............................................................................ 10
(a) Latar Tempat ..................................................................... 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
(b) Latar Waktu ...................................................................... 11
(c) Latar Sosial-Budaya .......................................................... 11
1.6.2 Sosiologi Sastra ............................................................. 11
1.6.3 Citra ............................................................................... 12
(a) Aspek Fisik ....................................................................... 14
(b) Aspek Psikis ...................................................................... 14
(c) Aspek Sosial ...................................................................... 14
1.7 Metode Penelitian .................................................................... 15
1.7.1 Jenis Penelitian .............................................................. 15
1.7.2 Metode Pengumpulan Data ........................................... 16
1.7.3 Metode Ananlisis Data .................................................. 16
1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data .......................... 17
1.7.5 Sumber Data .................................................................. 17
1.8. Sistematika Penyajian ............................................................. 18
BAB II STRUKTUR CERITA BERUPA TOKOH PENOKOHAN, DAN
LATAR DALAM NOVEL KARTINI KARYA ABIDAH EL
KHALIEQY
2.1 Pengantar ................................................................................. 19
2.2 Tokoh dan Penokohan ............................................................. 20
2.2.1 Tokoh Utama ........................................................................ 20
2.2.1.1 Kartini ......................................................................... 20
2.2.2 Tokoh Tambahan .................................................................. 23
2.2.2.1 Tokoh Tambahan: Ngasirah ....................................... 23
2.2.2.2 Tokoh Tambahan: Raden Sosroningrat ...................... 24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
2.2.2.3 Tokoh Tamabahan: Kartono ....................................... 25
2.2.2.4 Tokoh Tambahan: Rukmini (Bikmi) .......................... 26
2.2.2.5 Tokoh Tambahan: Busono ......................................... 26
2.2.2.6 Tokoh Tambahan: Kardinah (Klientje) ...................... 27
2.2.2.7 Tokoh Tambahan: Sulastri ......................................... 28
2.2.2.8 Tokoh Tambahan: Raden Ajeng Wuryan ................... 29
2.2.2.9 Tokoh Tambahan: Raden Adipati Joyoadingrat ......... 29
2.2.2.10 Tokoh Tambahan: Hungronje................................... 30
2.2.2.11 Tokoh Tambahan: Ravesteyn ................................... 31
2.2.2.12 Tokoh Tambahan: Nyonya Ovink-Soer ................... 32
2.2.2.14okoh Tambahan Tuan Ovink-Soer ............................ 33
2.2.2.14 Tokoh Tambahan: Tuan Sitjhoff .............................. 34
2.2.2.15 Kiai Sholeh Darat ..................................................... 34
2.3 Latar ......................................................................................... 35
2.3.1 Latar Tempat......................................................................... 35
2.3.1.1 Pendopo Kabupaten Jepara (Rumah Kartini) ............. 35
2.3.1.2 Kamar Pingitan ........................................................... 35
2.3.1.3 Ruang Perpustakaan ................................................... 37
2.3.1.4 Pantai Pandengan........................................................ 37
2.3.1.5 Pendopo Agung Kabupaten Rembang ........................ 38
2.3.1.6 Pendopo Utama Kabupaten Demak............................ 38
2.3.1.7 Gedung Reasiden Semarang ....................................... 39
2.3.2 Latar Waktu .......................................................................... 39
2.3.2.1 1879 ............................................................................ 39
2.3.2.2 1885 ............................................................................ 39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
2.3.2.3 1900 ............................................................................ 40
2.3.3 Latar Sosial-Budaya ............................................................. 40
2.3.3.1 Tradisi Terhadap Sebutan Raden Ayu ........................ 41
2.3.3.2 Menikah Dengan Sesama Bangsawan Untuk Mendapatkan
Kedudukan .................................................................. 41
2.3.3.3 Adat Pingitan Yang Harus Dijalani Anak Bangsawan
Jawa ............................................................................ 42
2.4 Rangkuman .............................................................................. 43
BAB III CITRA TOKOH KARTINI DALAM NOVEL KARTINI KARYA
ABIDAH EL KHALIEQY
3.1 Pengantar ................................................................................. 44
3.2 Citra Tokoh Kartini Dalam Aspek Fisik.................................. 44
3.2.1 Penampilan Kartini ........................................................ 44
3.2.2 Cantik ............................................................................ 45
3.2.3 Hamil dan Melahirkan ................................................... 46
3.3 Citra Tokoh Kartini dalam Aspek Psikis ................................. 47
3.3.1 Tingkat Kepandaian Kartini .......................................... 47
3.3.2 Perjuangan Kartini ditentang Melanjutkan Sekolah ...... 48
3.3.3 Perjuangan Kartini dalam Membela Hak Perempuan ... 49
3.3.4 Perjuangan Kartini dalam Menentang Ketidakadilan .... 50
3.4 Citra Tokoh Kartini dalam Aspek Sosial ................................. 51
3.4.1 Citra sosial Tokoh Kartini dalam Keluarga .......................... 51
3.4.1.1 Perlawanan Kartini dalam Menjalani Pingitan ........... 52
3.4.1.2 Perlawanan Kartini dalam Perjodohan dan Poligami . 53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
3.4.1.3 Hubungan Kartini dengan Ibu .................................... 54
3.4.1.4 Hubungan Kartini dengan empat Laki-laki ................ 56
3.4.1.5 Hubungan Kartini dengan Saudarinya ........................ 57
3.4.2 Citra sosial Tokoh Kartini dalam Masyarakat ...................... 58
3.4.2.1 Perjuangan Kartini dalam Bidang Pendidikan ........... 58
3.4.2.2 Perjuangan Kartini dalam Bidang Kerajinan .............. 59
3.4.2.3 Perjuangan Kartini dalam Bidang Agama .................. 60
3.5 Rangkuman ............................................................................. 62
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .............................................................................. 63
4.2 Saran ........................................................................................ 64
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 65
Sumber Referensi Internet ............................................................................ 66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium,
bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran
kehidupan, dan kehidupan sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam
pengertiannya, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat, antara
masyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi
dalam batin seseorang. Sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dihayati,
dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002:1).
Sehubungan dengan adanya bahwa latar belakang sosial budaya yang
ditampilkan oleh pengarang itu meliputi, tata cara kehidupan, adat-istiadat,
kebiasaan, sikap, upacara adat dan agama, konvensi-konvensi lokal, sopan santun,
hubungan kekerabatan dalam masyarakat, cara berpikir, dan cara memandang
segala sesuatu atau perspektif kehidupan, pengarang harus mendokumentasikan
keadaan sosial budaya. Lewat karya sastra, seorang pembaca dapat memahami
latar belakang sosial budaya masyarakat (Waluyo, 1994:54).
Citra didefinisikan sebagai kesan mental atau bayangan visual yang
ditimbulkan oleh kata, frasa, atau kalimat yang merupakan unsur dasar yang khas
dalam karya prosa dan puisi. Dewasa ini sukar memberikan suatu “gambaran”
perempuan dan kepribadiannya secara bulat karena sejak dahulu perempuan telah
menampilkan dirinya dalam barbagai cara. Terlebih-lebih penampilan itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
ditujukan dalam sifat dan sikap terhadap masalah yang dihadapinya (Prodopo,
1990: 78).
Fiksi sebagai karya imajinatif dengan berbagai permasalahan manusia dan
kemanusiaan, hidup dan kehidupan pengarang menghayati berbagai permasalahan
tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali
melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangan. Fisik sebagai prosa naratif yang
bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang
mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. Pengarang
mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap
kehidupan, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya
yang sekaligus memasukan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman
kehidupan manusia (Nurgiyantoro, 1995:2-3).
Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang
berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui
berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh penokohan, latar, sudut
pandang, dan lain-lain yang keseluruhannya juga bersifat imajinatif. Semuanya itu
walau bersifat noneksistensial karena dengan sengaja dikreasikan oleh pengarang,
yang dibuat mirip, diimitasikan dan atau dianalogikan dengan kehidupan dunia
nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa dan latar aktualnya, sehingga tampak
seperti sungguh ada dan terjadi, terlihat berjalan dengan sistem koherensinya
sendiri. Kebenaran dalam karya fiksi dengan demikian, tidak harus sama (dan
berarti) dan memang tidak perlu disamakan (dan diartikan) dengan kebenaran
yang berlaku di dunia nyata (Nurgiyantoro, 1995:5).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Pengarang yang selalu turut serta dalam menghiasi jejak sastra di Tanah
Air adalah Abidah El Khaliqy. Abidah selalu melukiskan kisah perempuan
dengan beragam macam permasalahan. Sosiologi sastra merupakan salah satu
tinjauan yang paling dekat untuk dipakai sebagai alat penjawab dalam karya
Abidah ini. Lewat karya yang dihadirkannya Abidah selalu menggunakan
permasalahan kehidupan. Salah satunya adalah novel Kartini seakan kita
diingatkan kembali pada masa lampau atas perjuangan R.A Kartini dalam
memperjuangankan hak. Pada saat itu Kartini menginginkan agar perempuan dan
laki-laki mempunyai hak yang sama dalam memperoleh kesempatan
berpendidikan, berkarier dan berpolitik, karena R.A. Kartini sendiri telah
menjadi korban dari penindasan adat sebagai seorang putri adipati yang tidak
mempunyai kebebasan beraktivitas di luar kadipaten. Penindasan adat yang
tidak memungkinkan perempuan untuk memperoleh pendidikan dan
pengajajaran yang layak, R.A Kartini saat itu dibatasi karena adanya status putri
kerajaan yang tidak boleh ke luar dari istana dan tidak boleh bergaul dengan
masyarakat di luar istana. Di samping itu, budaya pernikahan di bawah umur
dan perkawinan paksa juga memperburuk kesempatan perempuan untuk
berkembang. Namun seiring berjalannya waktu perjuangan R.A Kartini itu sudah
dapat dilihat pada saat ini boleh dikatakan perempuan Indonesia sudah hampir
memiliki hak yang sama seperti laki-laki, walaupun hal itu belum sepenuhnya
dijalani oleh sebagian perempuan Indonesia.
Novel Kartini karya Abidah El Khalieqy ini sangat menarik untuk dibaca.
Penulis tertarik pada novel ini karena dua alasan. Alasan pertama yaitu, novel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Kartini membahas adanya masalah sosial dan budaya. Alasan kedua, novel ini
mempunyai ciri khas tersendiri karena bercerita tentang pertentangan Kartini atas
ketidak adilan zamannya. Di sini lebih ditegaskan lagi tentang pemikiran Kartini
yang begitu keras dengan adanya peraturan pada saat itu. Novel ini bercerita
tentang Kartini yang memiliki prespektif dunia yang begitu jauh, meradang atas
ketidakadilan zamannya, melantangkan sumpah ikatan pernikahan dan menabrak
akar tradisi yang tertanam dalam keluarganya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana struktur cerita yang meliputi tokoh dan penokohan serta latar
dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy?
1.2.2 Bagaimana citra tokoh Kartini dalam novel Kartini karya Abidah El
Khalieqy?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengkaji struktur cerita yang meliputi tokoh dan penokohan serta latar
dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy.
1.3.2 Mengkaji citra tokoh Kartini dalam novel Kartini karya Abidah El
Khalieqy.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan
ilmu sastra khususnya, sebagai contoh penerapan teori sosiologi sastra.
Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk menambah pemahaman
tentang sosok Kartini. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.5 Tinjauan Pustaka
Dilakukannya tinjauan pustaka agar dapat diketahui keaslian
penelitiannya. Gunanya hal ini untuk memaparkan penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti sebelumnya. Dalam hal ini peneliti mendapatkan beberapa penelitian
yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Indrawati (2017). Dalam penelitiannya mengkaji feminisme tokoh dalam
novel Kartini karya Abidah El Khaileqy. Metode yang digunakan adalah kualitatif
kritis. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan analisis wacana. Dalam
penelitian ini digunakan kajian tekstual yaitu menganalisis teks novel Kartini.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, feminisme tokoh
dalam novel Kartini karya Abidah El Khaileqy dari sisi perbuatannya terdapat
beberapa ideologi yang diperjuangkan yaitu (1) keterikatan pada struktur, (2)
penolakan terhadap hakikat kodrat, (3) pembelaan terhadap kelompoknya yang
tertindas, dan (4) pengambilan distansi untuk menunjukkan kemampuan. Kedua,
feminisme tokoh dalam novel Kartini karya Abidah El Khaileqy melalui ucapan-
ucapannya menggambarkan ada beberapa ideologi yang diperjuangkan yaitu (1)
pengurangan distansi dalam kerangka solidaritas, (2) pemberontakan terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
kemapanan laki-laki, (3) perasaan senasib dengan sesamanya, dan (4) teguh dalam
berjuang.
Wismayanto (2009), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa citra
wanita Bali dalam novel Kenanga yang tidak dapat lepas dari lingkungan dan
budaya Bali, serta kehidupan di sekitarnya. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra. Melalui pendekatan ini dapat
diketahui bahwa citra wanita Bali dalam novel Kenanga tidak dapat lepas dari
hubungan wanita Bali dengan lingkungannya yaitu budaya Bali serta interaksi
dengan tiap manusia pendukungnnya. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskriptif, dengan langkah sebagai berikut: pertama,
menganalisis tokoh dan latar. Kedua, menggunakan analisi pertama untuk
memahami lebih dalam lagi citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka
Rusmini.
Latuny (2011), dalam penelitiannya mengkaji citra perempuan tokoh
utama dalam novel Tiga Orang Perempuan karya Maria A. Sardjono. Penelitian
ini bertujuan menganalisis dan mendeskripsikan unsur tokoh dan penokohan
dalam novel Tiga Orang Perempuan untuk mengetahui citra perempuan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi
sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Diawali dengan
melakukan analisis unsur tokoh dan penokohan terhadap novel Tiga Orang
Perempuan. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisis
citra perempuan tokoh utama dalam novel Tiga Orang Perempuan. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi analisis. Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
mendeskripsikan unsur tokoh dan penokohan dalam novel Tiga Orang
Perempuan kemudian menganalisis dan menentukan citra perempuan tokoh
utama. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua hal, yakni teknik
simak dan teknik catat. Teknik simak digunakan penulis untuk menyimak novel
Tiga Orang Perempuan sebagai bahan penelaahan. Teknik catat digunakan
penulis untuk mencatat hal-hal yang dianggap sesuai dan mendukung pemecahan
rumusan masalah, dalam hal ini meliputi unsur tokoh dan penokohan serta citra
perempuan tokoh utama.
Fitriani (2001), dalam penelitiannya mengkaji citra wanita tokoh Nisa
dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. Tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan unsur intrinsik novel Perempuan Berkalung
Sorban dan menganalisis citra wanita tokoh Nisa. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai
bahan penelaahan. Mula-mula dilakukan analisis struktural terhadap novel
Perempuan Berkalung Sorban untuk melihat kebulatan makna di dalamnya. Hasil
analisis struktural digunakan sebagai dasar untuk menganalisis gejala sosial
mengenai citra wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung Sorban.
Adapun metode yang digunakan adalah (1) metode analisis untuk menganalisis
unsur intrinsik novel Perempuan Berkalung Sorban, citra wanita tokoh Nisa
dalam novel Perempuan Berkalung Sorban. (2) metode klasifikasi untuk
mengelompokkan perilaku tokoh Nisa dalam aspek fisik, psikis, keluarga, dan
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Dari pemaparan penelitian diatas terdapat salah satu jurnal yang
menggunakan novel Kartini sebagai objek penelitiannya dengan menggunakan
teori feminisme sehingga pada penelitian ini penulis menggunakan objek yang
sama yaitu novel Kartini. Namun, menggunakan teori yang berbeda yaitu
sosiologi sastra.
1.6 Landasan Teori
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan struktural. Pendekatan
struktural berupa tokoh penokohan, dan latar karena unsur-unsur tersebut yang
paling berpengaruh dalam setiap cerita. Unsur tokoh dan penokohan mampu
menjelaskan peran tokoh baik segi fisik, perwatakan, dan kondisi sosialnya.
Sedangkan latar digunakan untuk menganalisis konteks waktu dan sosial-budaya
dalam novel Kartini.
1.6.1 Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang
cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra
dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan unsur-unsur tersebut dalam
rangka mencapai kebulatan makna. Pendekatan struktural mencoba menguraikan
keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan
struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984:
135). Dapat diambil kesimpulan bahwa struktur karya sastra (fiksi) terdiri atas
unsur-unsur alur, penokohan, tema, latar dan amanat sebagai unsur yang paling
menunjang dan paling dominan dalam membangun karya sastra (fiksi),
(Sumardjo, 1991:54).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh merujuk pada orang atau pelaku dalam sebuah cerita, sedangkan
penokohan adalah cara penulis menampilkan sifat dan watak dari suatu tokoh.
Penokohan juga disebut sebagai gambaran yang jelas mengenai seseorang yang
ditampilkan dalam suatu cerita. (Nurgiyantoro, 2010:165) mengemukakan tokoh
cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama,
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan. Tokoh rekaan dalam sebuah karya fiksi dibedakan menjadi beberapa
jenis. Pembedaan tersebut didasarkan pada sudut pandang dan tinjauan seperti,
tokoh utama, tokoh protagonis, tokoh berkembang, dan tokoh tipikal. Tetapi pada
penelitian ini peneliti hanya akan membahas tokoh utama dan tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel.
Tokoh yang paling banyak diceritakan, sering hadir dalam setiap kejadian, dan
berhubungan erat dengan tokoh-tokoh lain. Tokoh utama kemungkinan ada lebih
dari satu dalam sebuah novel. Kadar keutamaannya ditentukan dengan dominasi
penceritaan dan perkembangan plot secara utuh. Tokoh utama sering ditemui
dalam tiap halaman buku cerita. Tokoh tambahan merupakan lawan dari tokoh
utama. Tokoh tambahan lebih sedikit pemunculannya dalam cerita dan
kehadirannya hanya ada pada permasalahan yang terkait tokoh utama
(Nurgiyantoro, 2010: 177). Tokoh tambahan biasanya diabaikan dan kurang
mendapat perhatian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Pada penjelasan di atas, berarti tokoh utama adalah tokoh yang diceritakan
dari awal sampai akhir cerita, sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh pendukung
jalannya cerita, dan penokohan adalah gambaran perwatakan yang ada pada setiap
tokoh.
1.6.1.2 Latar
Latar disebut juga setting. Latar adalah segala keterangan, pengacuan, atau
petunjuk yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan situasi terjadinya peristiwa
dalam suatu cerita. Latar berfungsi sebagai pemberi kesan realistis kepada
pembaca. Selain itu, latar digunakan untuk menciptakan suasana tertentu yang
seolah-olah sungguh ada dan terjadi. (Nurgiyantoro, 2010: 214), Latar atau setting
yang disebut juga sebagai landas tumpu, mengarah pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan.
Unsur-unsur latar menurut (Nurgiyantoro, 2010: 227) dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Berikut ulasan tentang unsur-unsur
latar tersebut.
a. Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan berupa tempat-tempat
dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas
(Nurgiyantoro, 2010 : 314).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya
dikaitkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan
dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 2010 :318).
c. Latar sosial-budaya
Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam
karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial berupa kebiasaan hidup, adat istiadat,
tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain
yang tergolong sosial-budaya juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang
bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 2010 :322).
1.6.2 Sosiologi Sastra
Istilah “sosiologi sastra” dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk
memperhatikan hubungan antara pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial
dan ideologinya, kondisi ekonomi dalam profesinya, dan model pembaca yang
ditujunya. Mereka memandang bahwa karya sastra secara mudah terkondisi oleh
lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu (Abrams, 1981:178).
Pendekatan sosiologi sastra akan digunakan sebagai implikasi metodologis
berupa pemahaman mendasar mengenai kehidupan manusia dalam masyarakat
(Ratna, 2004: 59-61). Pendekatan sosiologi sastra yang banyak dilakukan saat ini
menaruh perhatian pada aspek dokumenter sosial (kehidupan sosial). Dengan
landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di
sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh
pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses
kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan
sebagainya) dalam bentuk karya sastra.
Menurut Faruk (2010:2), sosiologi sastra sebagai suatu ilmu pengetahuan
yang multi paradigma. Maksudnya, di dalam ilmu tersebut dijumpai beberapa
paradigma yang saling bersaing satu sama lain, ada tiga paradigma dasar dalam
sosiologi, yaitu paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma
perilaku sosial.
Dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy digambarkan secara jelas
realitas sosial yang terjadi dalam kehidupan wanita terutama tokoh utama Kartini.
Masih begitu banyak perlakuan yang membuat wanita tidak bisa seperti laki-laki
dan mengganggap derajat wanita di bawah laki-laki. Begitu juga dengan
kehidupan poligami yang harus diterimanya. Sehingga dalam novel ini pengarang
mengangkat tokoh Kartini yang bercerita tentang kehidupannya dengan
pertentangan adat istiadat yang berlaku dalam lingkup keluarganya.
1.6.3 Citra
Citra sebagai gambaran mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan)
visual yang ditimbulkan melalui kata, frase, atau kalimat, dalam hal ini citra dapat
dilihat melalui peran yang dimainkan dalam kehidupan sehari-hari. Citra wanita
muncul sebagai gambaran dan efek pikiran tentang wanita, gambaran angan
merupakan hasil pengungkapan pikiran terhadap objek (Sugihastuti, 2000: 45).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Citra wanita sangat erat dengan citra diri yang dapat dihubungkan dengan
dua konsep, yaitu self concept dan self image. Dalam hal ini merupakan suatu
keuntungan untuk tidak terjebak dalam pembedaan antara istilah “konsep” dan
“imaji”. Citra wanita tidak lengkap tanpa pembahasan akan dirinya karena
terlepas bagaimana wanita itu menanggapi dirinya sendiri, wanita mempunyai
andil besar terhadap perwujudan sikap dan tingkah lakunya. Wanita dicitrakan
sebagai makhluk individu yang beraspek fisis (fisik), psikis, dan sebagai makhluk
sosial yang termasuk dalam keluarga dan masyarakat. (Sugihastuti, 2000: 45).
Citra wanita merupakan dunia yang typis dan khas dengan segala macam
tingkah lakunya. Dari aspek fisik, citra wanita yang khas melalui pengalaman-
pengalaman tertentu seperti melahirkan dan menyusui anak yang hanya
dialaminya dan tidak dialami oleh lawan jenisnya, secara fisik pula wanita
berbeda dengan laki-laki dilihat dari fisik yang lembut, cantik, lincah, dan lemah
perbedaan fisik ini yang mempengaruhi perbedaan struktur tingkah lakunya, dan
cara berpakaian. Dari aspek psikis, citra wanita tetap berbeda dengan laki-laki
karena pengalaman yang diterimanya pun berbeda dan wanita secara alami
bernilai lebih rendah dari laki-laki seperti perasaan, dan kekuasaan bahwa wanita
tidak bisa seagresif laki-laki. Lalu dari aspek sosialnya wanita berkembang dan
membangun diri dalam keluarga dan masyarakat pada pilihannya sendiri sebagai
makhluk individu, memilih sebagai istri, ibu rumah tangga, dll (Sugihastuti, 2000:
112).
Berikut tiga aspek di atas yang mendominasi citra wanita dalam tokoh
utama Kartini, yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
a. Aspek fisik
Dari aspek fisiknya wanita selalu berhubungan dengan kelembutan
hatinya, cantik, lincah dan lemah. Secara fisiologis jasmaninya wanita
mengalami perubahan-perubahan fisik seperti tumbuh bulu dada di bagian
tertentu, perubahan suara, dan lain sebagainya. Dalam aspek ini wanita
mengalami hal-hal yang khas, yang tidak dialami oleh pria, misalnya
hanya wanita yang dapat hamil, melahirkan, dan menyusui anak-anaknya.
Realitas fisik ini menimbulkan mitos tentang wanita sebagai mother-
nature (Sugihastuti, 2000: 87).
b. Aspek Psikis
Dari aspek psikisnya wanita adalah makhluk psikologis, makhluk
yang berpikir, berperasaan, beraspirasi, dan memiliki keinginan. Citra
psikis wanita memperlihatkan kekuatan emosionalnya yang lebih
menonjolkan sifat kesosialannya baik terhadap sesama wanita atau lawan
jenisnya dan terlihat pada kejiwaannya yang sangat menonjolkan perasaan
bukan intelek (Sugihastuti, 2000: 95).
c. Aspek Sosial
Citra wanita dalam sikap sosialnya terbentuk karena pengalaman
pribadi dan budaya. Dari aspek sosial wanita diklarifikasikan menjadi dua
yaitu, citra wanita dalam keluarga dan citra wanita dalam masyarakat.
Citra sosial wanita merupakan citra wanita yang erat hubungannya dengan
norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok masyarakat
tempatnya menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan antar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
manusia dalam kelompok keluarga dan kelompok masyarakat luas. Dalam
aspek keluarga wanita berperan sebagai istri, sebagai anak, dan sebagai
anggota keluarga yang masing-masing perannya mendatangkan
konsekuensi sikap sosial yang saling berhubungan. Sedangkan Melalui
hubungannya dengan masyarakat sosial, dapat terlihat bagaimana cara
wanita menyikapi sesuatu dan menjalin hubungannya dengan sesama, serta
disisi lain wanita selalu membutuhkan orang lain untuk melangsungkan
kehidupannya yang bersifat khusus maupun umum tergantung pada bentuk
sifat hubungannya itu yang dimulai dari hubungan antar orang, hubungan
dengan masyarakat umum, dan termasuk hubungan antara wanita dengan
pria orang seorang (Sugihastuti, 2000: 121).
1.7 Metode Penelitian
Metode Penelitian mencakup jenis penelitian, metode pengumpulan data,
metode analisis data, metode penyajian hasil analisis data.
1.7.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
dalam konteks sosial secara alamiah dengan cara deskripsi menggunakan kata-
kata sebagai bahasa kajiannya dengan mendeskripsikan hasil analisis yang telah
berhasil dilakukan, dan dimulai dari dasar dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah (Moeloeng, 2007: 6).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
1.7.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode studi
pustaka yaitu, membaca buku yang akan di teliti yakni novel Kartini karya
Abidah El Khalieqy, buku-buku teori, jurnal, dan skripsi yang membahas
mengenai objek yang ada hubungannya dengan teori maupun objek yang dipakai.
Setelah itu penulis menggunakan teknik simak, dan teknik catat. Teknik simak
digunakan untuk menyimak teks sastra yang telah dipilih sebagai bahan
penelitian. Teknik catat digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap sesuai
dan mendukung penulis dalam memecahkan rumusan masalah. Teknik catat
merupakan lanjutan dari teknik simak (Sudaryanto, 1993:135).
1.7.3 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode
formal dan metode analisis isi. Metode formal adalah analisis dengan
mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-aspek bentuk, yaitu unsur-unsur
karya sastra (Ratna, 2004: 49). Metode formal yang dimaksud dalam penelitian ini
berupa analisis struktural, yaitu tokoh penokohan, dan latar. Pada bab II.
Sementara itu, metode analisis isi yang digunakan dalam dalam penelitian ini
adalah isi dari pesan-pesan yang dengan sendirinya sesuai dengan hakikat sastra
(Ratna, 2004: 48). Analisis isi yang dimaksud adalah menganalisis citra
menggunakan tinjauan sosiologi sastra untuk mengetahui dan memahami lebih
dalam mengenai sosial yang ada dalam sastra yang terdapat pada tokoh utama
dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Metode penyajian analisis data yang digunakan dalam penelitian
adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah
metode yang hasil analisis datanya berupa pemaknaan karya sastra yang
disajikan secara deskriptif. Metode kualitatif memanfaatkan cara
penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Metode ini
memberikan perhatian terhadap data ilmiah, data dalam hubungannya
dengan konteks keberadaannya. Metode deskriptif adalah prosedur
pematahan/pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan faktor-
faktor yang tampak sebagaimana adanya. Melalui metode ini, peneliti
menggambarkan fakta-fakta yang terkumpul harus diolah atau ditafsirkan
(Ratna, 2004: 46).
Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan unsur tokoh
dan penokohan serta latar dalam novel Kartini kemudian menentukan citra
wanita tokoh Kartini.
1.7.5 Sumber Data
Judul Buku : Kartini
Pengarang : Abidah El Khalieqy
Penerbit : Noura Books
Tahun Terbit : 2017 (Cetakan Pertama)
Tebal Buku : 366
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
1.8 Sistematika Penyajian
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari IV Bab sebagai
berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode
penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Latar belakang menjelaskan
tentang alasan penelitian. Rumusan masalah menguraikan masalah yang terdapat
dalam penelitian. Tujuan penelitian memaparkan apa yang menjadi tujuan dalam
penelitian. Manfaat penelitian menjelaskan manfaat yang di peroleh dari
penelitian. Tinjauan pustaka memaparkan beberapa penelitian yang hampir mirip
dengan penelitian ini. Landasan teori menjelaskan tentang teori yang digunakan.
Metode penelitian memberikan secara rinci tentang analisis data.
Bab II membahas rumusan masalah yang pertama tentang struktural
berupa tokoh penokohan, dan latar dalam novel Kartini karya Abidah El
Khalieqy.
Bab III membahas rumusan masalah yang kedua tentang citra tokoh
Kartini dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy. Analisis ini
mendiskripsikan 3 citra yaitu, citra fisik, citra psikis, dan citra sosial keluarga dan
masyarakat Kartini sebagai tokoh utama.
Bab IV berupa penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
BAB II
STRUKTUR CERITA BERUPA TOKOH PENOKOHAN, DAN LATAR
DALAM NOVEL KARTINI KARYA ABIDAH EL KHALIEQY
2.1 Pengantar
Dalam Bab II, peneliti akan menyajikan dan menganalisis unsur-unsur
berupa tokoh dan penokohan serta menganalisis Latar berupa latar waktu, latar
tempat dan latar sosial dalam novel Kartini karya Abidah El khalieqy. Dalam
analisis tokoh dan penokohan, ditemukan satu tokoh utama dan beberapa tokoh
tambahan yang terdapat dalam novel. Tokoh utama dalam novel Kartini, yaitu
Kartini. Kartini dikategorikan sebagai tokoh utama karena intensitas kemunculan
di setiap cerita lebih banyak dari pada tokoh yang lain dan sebagai penggerak
keseluruhan alur cerita dalam novel Kartini.
Setelah tokoh utama, ada beberapa tokoh lainnya masuk dalam kategori
tokoh tambahan. dalam novel Kartini, tokoh tambahan yang terdapat dalam cerita
cukup banyak. Namun, hanya diambil beberapa tokoh yang mempunyai peranan
penting dalam citra tokoh Kartini. Diantaranya adalah Ngasirah, Raden
Sosroningrat, Kartono, Rukmini, Busono, Kardinah, Sulastri, Raden Ajeng
Wuryan, Raden Adipati Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn, Nyonya Ovink
Soer, Tuan Ovink Soer, dan Kiai Sholeh Darat
Selain tokoh dan penokohan, pada bab ini akan dibahas mengenai latar
tempat, latar waktu, dan latar sosial yang ada hubungan terjadinya peristiwa
dalam cerita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
2.2 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama,
sedang penokohan (characterization) adalah penghadiran tokoh cerita fiksi atau
drama dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk
menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya. Dengan demikian,
istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan”
sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagamaimana
perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita
sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
(Nurgiyantoro, 2010: 248).
2.2.1 Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang selalu ada dalam setiap cerita, bahkan
sering hadir dalam setiap kejadian dan selalu berkaitan dengan tokoh lainnya.
Dalam novel Kartini, terdapat tokoh utama, yaitu Kartini dikategorikan sebagai
tokoh utama karena memiliki peran dan keterkaitan antar cerita dengan tokoh-
tokoh lain yang diceritakan. Kartini dijadikan sebagai penggerak cerita yang
terdapat pada masing-masing bab.
2.2.1.1 Kartini
Dalam novel ini penulis menggambarkan bahwa kartini adalah anak dari
Bupati Jepara yaitu, Raden sosroningrat dan Ngasirah. Kedua orangtua Kartini
sangat menyanginya walaupun tidak semua keinginan Kartini dituruti karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
adanya peraturan adat yang mengharuskan anak perempuan tidak bisa seperti anak
laki-laki. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut.
“Ternyata suara milik Raden Sosroningrat, ayah Kartini yang baru muncul
dari pintu” (Khalieqy. 2017:36).
“Raden Sosroningrat memandangi putri kesayangannya. Kartini pun
memandangi sang ayah” (Khalieqy. 2017:36).
”Tidurlah, Cah Ayu. Hari sudah semakin malam,” belai ngasirah. Putrinya
yang bernama Kartini, hanya melirik jenaka dan senyum-senyum saja
merespons ibunya” (Khalieqy. 2017:31).
Kartini juga digambarkan sebagia anak yang mewarisi kecerdasan
ayahnya, dan jiwa pemberontak kakeknya yang bernama pangeran Ario
Condronegoro IV dan juga dari pihak ibunya Kartini mewarisi sikap yang teguh,
bakat seni termasuk sastra. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut.
“Dari pihak ayah inilah asal usul Kartini memang berasal dari kalangan
bangsawan tinggi, para pangeran dan raja–raja, karena silsilah mereka bisa
dirunut hingga Prabu Brawijaya, Raja Majapahit yang ternama” (Khalieqy.
2017:65-67).
“Dari pihak sang ibu, dia juga mewarisi keteguhan sikap, bakat seni
termasuk sastra. Semua menjadikan Kartini berbedah jauh dengan sulastri”
(Khalieqy. 2017:67).
Dari perwatakannya Kartini sebagai anak perempuan yang pintar memiliki
bakat dalam menulis dan suka membaca karena mendapat pasokan buku dari
kakaknya Kartono membuatnya semakin kritis dan suka menulis surat untuk
teman-temannya yang melanjutkan sekolah di Belanda. Dia juga anak cerdas
walau Cuma lulusan E.L.S tapi dia mampu menulis tentang pernikahan suku koja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
yang di tulis dalam bahasa Belanda. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan
berikut.
“Dunia akan terpukau dengan gaya bahasa Kartini yang indah, cerdas, dan
aristokrat. Demikian brilian otaknya menganalisis sesuatu” (Khalieqy.
2017:55).
“tidak cukup hanya membaca buku-buku, Kartini memenuhi hari-hari
pingitan dengan melahap majalah, koran, dan jurnal-jurnal. Dia membaca
majalah Modern Lanche Tall, majalah Leli, dan majalah Echo yang begitu
disukainya” (Khalieqy. 2017:101).
“Kartini merekam semuanya. Dan dia menemukan kenyataan, ternyata
prosesi pernikahan suku koja hampir sama dengan adat pernikahan suku
jawa. Simbol-simbol penindasan dan perempuan sebagai warga kelas dua,
bahkan kelas tiga, tampak jelas di sana. Per inci diabadikannya dalam
memori otak, lalu kini dirangkainya menjadi untaian kata-kata. Indah dan
penuh bermakna” (Khalieqy. 2017:101).
Kartini adalah orang yang sangat percaya diri dan bijaksana atas semua
kejadian yang terjadi dan tantangan yang dihadapi dalam keluarganya dia selalu
meyakini bahwa dia bisa melakukan semua yang dia inginkan. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut.
“Tanpa lihat pun, aku sudah tahu.’’
“Apa jadinya jika besok mereka menghabisi kita.
“Di balik kita ada Romo. Ada Nyonya Ovink-Soer juga Tuan Sitjhoff.”
Kartini percaya diri” (Khalieqy. 2017:206).
“kemarin sudah ke acara pesta di luar kota. Sudah pula ke Wukirsari.
Dunia ini indah tergantung hati kita,” Kartini bijaksana” (Khalieqy.
2017:217).
Kutipan-kutipan di atas menunjukan bahwa Kartini adalah anak
bangsawan yang pintar dan memiliki segudang bakat yang diwarisi dari
keluarganya. Namun tidak bisa melanjutkan sekolah seperti anak laki-laki karena
terikat dengan adat-istiadat yang berlaku dalam keluarga bangsawan, walaupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
sebenarnya Kartini menginginkan dan berusaha keluar dari penindasan tersebut.
Dalam hal ini tokoh Kartini dikategorikan sebagai tokoh utama dalam novel ini.
2.2.2 Tokoh Tambahan
Dalam novel ini, terdapat banyak tokoh tambahan. Tokoh yang akan
dianalisis dalam subkajian ini adalah: Ngasirah, Raden Sosroningrat, Kartono,
Rukmini, Busono, Kardinah, Sulastri, Raden Ajeng Wuryan, Raden Adipati
Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn, Nyonya Ovink Soer, Tuan Ovink Soer,
dan Tua Sithjoff.
2.2.2.1 Ngasirah
Ngasirah memiliki perwatakan sebagai ibu yang penyabar, walaupun ada
sebagian anaknya yang tidak bisa menghargai dirinya hanya diam dan bersabar.
Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Ngasirah mendengarkan perbantahan anak-anaknya, menghela nafas saat
mendengar ucapan anak sulungnya itu, tetapi dia bungkam dan
menyimpan luka hatinya rapat-rapat di dada. Dia makin cemas melihat
kegigihan Kartini untuk berontak. Bahkan saat melihat slamet tak
meresponnya, dia mengulang jawaban” (Khalieqy. 2017:34).
“Perasaannya bermain antara sedih melihat perkembangan sikap anak
sulungnya, yang lebih mengutamakan kedudukan ayahnya daripada
menghormati dan memberikan hak-hak ibunya, perempuan yang telah
melahirkannya” (Khalieqy. 2017:34).
Ngasirah juga sangat sayang terhadap anaknya Kartini, tetapi tidak
mendukung cita-cita Kartini karena dia merasa jika semua keinginan Kartini
dituruti akan ada yang akan terjadi dalam keluarga mereka. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
“Ngasirah membelai-belai kepala putrinya dengan penuh kasih” (Khalieqy.
2017:31).
“Ngasirah tahu jika Kartini terluka. Namun dia juga sangat tahu andaikata
jawaban Raden Sosroningrat sebaliknya, akan lebih banyak biang kerok
segala luka. Meski demikian, Ngasirah yakin akan ada jalan lain bagi
Kartini untuk berjuang meraih impian” (Khalieqy. 2017:63).
“Meskipun sayang Ngasirah setinggi langit pada Kartini, dia tak
mendukung cita-cita Kartini melanjutkan sekolah” (Khalieqy. 2017:72).
2.2.2.2 Raden Sosroningrat
Raden Sosrongingrat seorang bangsawan dan juga sebagai bupati Jepara
yang memiliki dua istri karena istrinya yang pertama bukan keturanan bangsawan
lalu ayahnya menikahkan dia dengan istri keduanya yang merupakan anak dari
bupati Jepara. Setelah pernikahannya tersebut dia langsung menggantikan posisi
mertuanya sebagai bupati Jepara. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan
berikut:
“Bagi kalangan bangsawan Jawa saat itu, syarat untuk bisa menjadi
bupati, seorang laki-laki mesti menikah dengan perempuan keturunan
bangsawan. Maka Raden Sosroningrat menikahi Raden Ajeng Wuryan,
putri bupati Jepara dan keturunan langsung Raja Madura.” (Khalieqy.
2017:38)
Dalam penokohannya sebagai bapak, dia ayah yang penyayang dan
perhatian terhadap anaknya terutama Kartini. Hal tersebut dapat dibuktikan dari
kutipan berikut:
“Kartini anakku, Sayang, bersabarlah. Sebentar lagi dunia akan berubah
dan kau akan lebih bahagia. Tolong ayahmu ini dimengerti. Ayah dalam
posisi sulit dan serbasalah. Sayang ayah kepadamu tiada kira” (Khalieqy.
2017:37).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
“Raden Sosroningrat masuk ke dalam dan melihat Kartini tertidur di meja.
Rasa haru merasukinya. Dia mendekati putrinya dan mengusap kepala
Kartini penuh sayang.
“Putriku yang hebat,” desah Raden Sosroningrat lirih” (Khalieqy.
2017:167).
”Namun Raden Sosroningrat diliputi kagum dan bangga. Dia menyimak
karya Kartini dengan tulus” (Khalieqy. 2017:61).
“di sepanjang perjalanan ke semarang, hati Raden Sosroningrat dipenuhi
perasaan bimbang, bangga memiliki seorang putri seperti Kartini”
(Khalieqy. 2017:158).
2.2.2.3 Kartono
Kartono adalah kakak laki-laki Kartini, dari beberapa saudara laki-laki
Kartini, hanya dia kakak laki-laki yang baik dan sayang terhadap Kartini, dan
selalu setia mendengarkan keluh kesah Kartini. Hal tersebut dapat dibuktikan dari
kutipan berikut:
“Kartono menatap Kartini penuh empati. Rasanya ingin memberi
dukungan setinggi langit untuk adiknya itu. Namun, apa yang bisa
kuperbuat, Ni?” (Khalieqy. 2017:62).
”Kartono adalah kawan bermain Kartini dan tempat mencurahkan isi
rahasia hati, membagi kejengkelan dan kebahagian” (Khalieqy. 2017:76).
“kamu bukan hewan ternak, Nil. Kamu adikku yang tidak pernah
menyerah” (Khalieqy. 2017:76).
“Suara peluit menyala tanda keberangkatan kapal telah tiba. Kartono
mengusap wajahnya putus asa. Tak ada lagi yang bisa diupayakan untuk
mencegah perubahan sikap dan pemikiran adiknya. Namun apa daya,
Kartini tetap senyum, mengisyaratkan kemantapan hati atas pilihannya”
(Khalieqy. 2017:91).
kakak Kartini yang cerdas dan pandai berbahasa asing. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
“Seperti sayangnya Kartono pada Kartini. Kartini juga menghormati dan
sangat menyayangi kakaknya yang cerdas dan pandai berbahasa asing itu”
(Khalieqy. 2017:76).
“Bagi Kartini, meski selisih usianya dengan Kartono hanya setahun, tetapi
Kartono memiliki kecerdasan emosional dan intelektual yang tinggi”
(Khalieqy. 2017:76).
2.2.2.4 Rukmini (Bikmi)
Rukmini adalah adik perempuan Kartini yang mempunyai keahlian dalam
membatik. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Dan aku akan membatik!” suara Rukmini bersemangat” (Khalieqy.
2017:99).
“Saya Rukmini,” susul Rukmini memperkenalkan diri. “Kain batik ini
saya buat sendiri. Semoga Tuan dan Nyonya suka” (Khalieqy. 2017:112).
2.2.2.5 Busono
Kakak laki-laki Kartini yang kasar dan tidak suka terhadap Kartini. Hal
tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“rupanya gunjingan para priayi soal putra-putri Raden Sosroningrat yang
kurang ajar itu benar?’’ Busono sinis (Khalieqy. 2017:181).
“kata-kata Kartini terputus karena tiba-tiba Busono membanting majalah
di depan Kartini hingga dia kaget dan tak mampu meneruskan bicara”
(Khalieqy. 2017:181).
Busono mempunyai perwatakan yang mudah menuduh apalagi yang
berhubungan dengan Kartini. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Mungkin jimatnya si Mul, biar lebih mantap mendalang,” Busono
menjawab asal-asalan” (Khalieqy. 2017:192).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2.2.2.6 Kardinah (Klientje)
Kardinah adalah adik tiri perempuan Kartini yang mempunyai keahlian
dalam melukis. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Sementara Kartini sibuk menulis, Kardinah asyik menggoreskan kuasnya
melukis Srikandi yang tengah membawa panah dan buku.” (Khalieqy.
2017:102)
“Saya Kardinah, Nyonya Tuan, “kata Kardinah. “ ini untuk Nyonya dan
Tuan. “lanjutnya sembari menyodorkan lukisan. (Khalieqy. 2017:112)
Kardinah sangat sayang dan kagum akan kecerdasan kakaknya Kartini.
Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“aku baru yakin sekarang. Kecerdasan Syahrazad memang bertingkat-
tingkat. Seperti Trinil. Aku juga ingin jadi Syahrazad,” kata Kardinah”
(Khalieqy. 2017:155).
Sebagai anak yang terlahir dari keturan bangsawan, Kardinah merupakan
salah satu korban adanya adat yang berlaku dalam keluarganya, merasa cemas dan
marah karena ingin dinikahkan dengan seorang lelaki yang telah beristri dan
mempunyai anak. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“sementara dari balik lorong kamar pingitan, hati Kardinah semakin cemas
tak karuan. Perasaannya tak menentu. Ingin marah dan berteriak
sekerasnya, melepaskan seluruh gunda hati dan kejengkelan.
Membahasakan pemberontakan dengan kata-katadan tindakan. Namun
tubuhnya lemas duluanmengingat kenyataan yang akan dihadapinya”
(Khalieqy. 2017:253).
“Batin Kardinah tetap segar dengan seribu tanya, mengapa dia harus
menikah dengan Haryono, pria yang yang belum pernah dikenalnya, yang
datang kerumah bersama istri dan ketiga anaknya. Seperti apa jika dia
telah jadi istrinya esok, Kardinah juga akan diajak ke rumah calon istri
ketiganya si Haryono itu” (Khalieqy. 2017:253).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
2.2.2.7 Sulatri
Kakak perempuan Kartini yang tidak suka dan membenci Kartini. Hal
tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Sulastri yang tengah duduk di belakang Kartini, tak suka melihat Kartini,
bahkan sekedar mengintip dunia. Dengan sengaja, Sulastri segera menutup
pintu kamar pingitan” (Khalieqy. 2017:70).
“jangan ngimpi, Ni.” Potong Sulastri. “Sekolah HBS di Semarang saja
belum tentu boleh,” lanjutnya coba menjatuhkan hati Kartini” (Khalieqy.
2017:62).
Sebagai anak perempuan pertama Sulastri yang pertama menikah dari
saudara perempuan yang lain namun dia menyesali pernikahannya tersebut karena
suaminya menikah lagi dan lebih mencintai istri mudanya. Dengan adanya
peristiwa itu dia akhirnya sadar dan peduli terhadap Kartini. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Di tengah Pendopo, Sulastri berjongkok di antara belitan jarit
pengantinnya yang super sesak, membuat tubuhnya nyaris terguling, untuk
membasuh kaki suaminya dengan air kembang, setelah kaki itu menginjak
telor di baskom” (Khalieqy. 2017:92).
“perempuan harus berani mengatakan keinganannya, Bu.” Sulastri belum
selesai,’’ Dia yang akan menjalankan baktinya untuk suami dan anak-
anaknya,’’
Kartini tidak kuat menahan haru mendengar kalimat kakak tirinya. Kalimat
sangat mendalam yang lahir dari pengalaman yang telah dijalaninya.
Slamet hanya bisa tertunduk. Begitupun Wuryan. Habis rasanya seluruh
keberadaannya sebagai permaisuri atau posisinya sebagai priayi agung.
Anak kandungnya sendiri telah menelanjanginya. Sosroningrat tersenyum
bangga.
Sulastri masih belum selesai bicara rupanya.
“Lanjutkan, Ni. Mbakyu akan mendukungmu” (Khalieqy. 2017:353).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
2.2.2.8 Raden Ajeng Wuryan
Raden Ajeng Wuryan adalah istri kedua Raden Sosroningrat dan
merupakan ibu tiri dari Kartini dan madu dari Ngasirah. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Tak berselang lama, Raden Ajeng Wuryan, ibu tiri Kartini, permaisuri
Raden Soroningrat, muncul dari arah dalam” (Khalieqy. 2017:35).
“Akan hal Ngasirah. Telingan mendengar jelas kata ‘pembantu’ yang
diucapkan Raden Ajeng Wuryan, seolah kalajengking yang keluar dari
lubang kuburan. Panas hati Ngasirah. Dia tatp madunya itu dengan
pandangan kasihan, mengingat kedudukannya asebagai permaisuri, tetapi
sama sekali tak memiliki sikap dan jiwa aristokrat. Bicaranya seperti
penjajah” (Khalieqy. 2017:35).
Raden Ajeng Wuryan mempunyai perwatakan sombong dan cemburu
sosial. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Lalu dengan pongah Raden Ajeng Wuryan menambahi kalimat
pedangnya.
“Setinggi apa pun para Londho itu memujamu, kedudukanku di Pendopo
tetap di atasmu!”
Kartini berusaha menahan air matanya jangan sampai menetes hanya
untuk kesombongan manusia semacam itu” (Khalieqy. 2017:286).
“akan hal Raden Ajeng Wuryan yang tidak memilki anak laki-laki.
Mendengar pujian suaminya kepada Kartono, hatinya begitu cemburu
kepada Ngasirah. Dia segera memeras otak untuk mencari sesuatu yang
bisa dibanggakan dari pihaknya”(Khalieqy. 2017:58).
2.2.2.9 Raden Adipati Joyoadiningrat
Raden Adipati Joyoadiningrat adalah suami Kartini, Raden Adipati
Joyoadiningrat merupakan Bupati Rembang yang dikenal sebagai bupati
progresif dan berpendidikan modern . Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
“Hanya semalam saja sepasang pengantin itu tinggal di rumah pendopo
Kabupaten Jepara. Besoknya Kartini diboyong suaminya ke Rembang
sebagai garwi padmi alias permaisuri dari Raden Adipati Joyoadiningrat,
Bupati Rembang yang dikenal sebagai bupati progresif dan berpendidikan
modern. Dia pernah menempuh pendidikan di Wageningen Nederland,
yang membuat Kartini mau mempertimbangkan lamarannya”
(Khalieqy.2017 :362).
“Langkah cerdas Kartini memasuki gedung kokoh di atas lahan yang
luasnya hampir 20 ribu meter persegi, rumah dinas Bupati Joyoadiningrat.
Di dalamnya telah disiapkan kamar pribadi Kartini yang mewah, dengan
meja rias dan meja tempat merawat berlapis marmer serta kamar mandi
pribadi” (Khalieqy. 2017:362-363).
Sebagai suami Raden Adipati dia sangat sayang terhadap Kartini dan dia
juga selalu mendukung cita-cita dan apapun keinginan Kartini. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Ni sangat kangen sama Yu Ngasirah, Kangmas,” keluh Kartini pada
Raden Joyo Adiningrat.
Sabarlah dulu, Diajeng. Lihatlah perutmu dan ingat keselamatan bayi kita”
(Khalieqy. 2017:10).
“Raden Joyo Adiningrat yang sangat peduli dan perhatian kepada
permaisurinya, segera mengutus Pak Karto untuk menyampaikan
undangan acara mithoni Kartini kepada ibunya, Ngasirah di Jepara”
(Khalieqy. 2017:11).
“Saya ada usul. Bagaimana kalau Diajeng menulis Babad Tanah Jawa?”
kata Raden Joyo Adiningrat suatu malam.
Kartini terpana mendengar usulan sang suami. Baginya hal itu merupakan
gagasan cemerlang yang belum pernah terbetik di pikirannya. Semakin
mengenal suaminya, Kartini tak habis bersyukur telah dipersatukan dengan
laki-laki yang selalu mendukung cita-cita dan kenginannya dalam
memperjuangkan nasib kaum papa. Rakyat bumiputra yang masih
tertindas dalam segala seginya ”(Khalieqy. 2017:364).
2.2.2.10 Hungronje
Hungronje adalah orang yang paham akan pengetahuan agama dan bahasa
Arab. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Dupp! hati laki-laki berkepala botak itu tertembak berdarah oleh peluru
tajam kata-kata. Seperti tertusuk ujung pedang. Meskipun sudah mendaki
gunung pengetahuan setinggi uhud untuk membuka cadar pengetahuan
agama, bahkan menguasai bahasa Arab secara fasih dan sempurna, semua
itu tidak membawanya pada kasadaran dan penghayatan mendalam seperti
kalimat yang di tembakan ke jantungnya” (Khalieqy. 2017:4-5).
Mempunyai perwatakan yang jahat, iri terhadap Kartini. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Anak itu sangat berbahaya. Membiarkannya tumbuh tanpa kontrol, sama
saja mengasah pedang untuk bunuh diri. Vendomd!” (Khalieqy. 2017:2).
“seluruh jalan keluar bagimu menempuh pendidikan tinggi telah kututup.
Gerbang-gerbang pengetahuan telah kupatri. Apa yang bisa kau lakukan
dengan statusmu kini sebagai istri? Istri dari laki-laki tua yang bernama
Raden Mas Singgih Joyo Adiningrat itu?”
Dia tertawa-tawa geli mengingat usahanya untuk memengaruhi ayah
Kartini, agar segera menikahkan Kartini dengan laki-laki tua yang telah
melamarnya itu, akhirnya berhasil dengan gemilang” (Khalieqy. 2017:5).
“Semua demi Sri Ratu dan Kejayaan Hindia Belanda,” Senyum Hungronje
menang Merasa menang oleh keyakinan besar bahwa semua siasatnya
akan membawa kesusksesan. Terhitung Hungronje belum pernah menemui
kegagalan. Esok Sri Ratu harus memberi penghargaan atas jasa-jasanya
yang begitu besar melestarikan penjajahan dan penindasan di bumi
Nusantara. Bumi kaya raya yang rakyatnya telah berhasil dibuat bodoh tak
berdaya” (Khalieqy. 2017:9).
2.2.2.11 Ravesteyn
Berprofesi sebagai dokter yang berasal dari Belanda. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Segera saja ingatannya pulih kembali pada niatan awal, untuk
menghubungi Ravestyn, dokter dari Belanda!. Hungronje menggerutu
sendirian” (Khalieqy. 2017:8).
“Ravesteyn turun dari kereta api di stasiun pecangaan, beberapa kilometer
dari pusat kota Jepara. Tidak seperti layaknya dokter, dia mengenakan baju
hitam celana hitam” (Khalieqy. 2017:14).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Sebagai dokter yang bertugas di tanah jajahan Ravestyn harus mengikuti
apa kata Hungronje untuk membunuh Kartini, sekalipun itu berat untuk
dilakukannya tetapi dia harus mengikuti perintahnya. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Jadi kapan kira-kira dia melahirkan?” tanya Ravestyn.
“Perkiraanku dua bulan lagi. Tapi, bisa dipelajari dan dipersiapkan dari
sekarang.”
“Resikonya terlalu besar, Tuan.”
“Bayaranmu sesuai tingkat resiko. Dan ini perintah!”
Dokter Ravestyn tak mampu lagi mengajukan bantahan. Dia seorang
dokter di tanah jajahan. Mau tak mau harus tunduk perintah atasan yang
lebih berkuasa, bukan pada sumpah profesi yang di embannya” (Khalieqy.
2017:8).
“Mengapa harus cepat-cepat ya?” seorang pentakziah penasaran.
“Menurut pak Kiai, itu lebih baik,” jawab yang lain.
“Raden Ajeng Kartini masih muda. Bayinya baru berusia empat hari.
Kasihan sekali ya.
“Kata salah satu emban, beliau meninggal setelah minum anggur.”
“Ah masa! Memangnya minum anggur bikin orang meninggal?”
“Itu Anggur pemberian dokternya yang Londho itu. Anggur Londho.”
“Woo.... Anggur Londho mematikan?”
“Embuh! Mungkin anggurnya terlalu keras, jadi mengandung racun yang
mematikan.” (Khalieqy. 2017:8).
2.2.2.12 Nyonya Ovink Soer
Nyonya Ovink Soer adalah istri dari Asisten residen Jepara. Hal tersebut
dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Tulisan itu dimulai cukup bagus oleh seorang istri Asisten residen Jepara,
Marie Ovink Soer, yang juga dikenal sebagai penulis” (Khalieqy.
2017:91).
“Nyonya Ovink-Soer? Siapa dia, Nil?” Rukmini tak tahan ingin tahu.
“Istri asisten Residen baru. Pengganti Tuan Sitjoff. Jawab Kartini”
(Khalieqy. 2017:107).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Dia juga sebagai penulis artikel yang populer. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Senang bertemu Anda, Nyonya Ovink-Soer.”
Ha! Ternganga mulut Kardinah. Ini rupanya nyonya Ovink-Soer yang
populer itu. Namanya begitu harum mengisi koran dan majalah yang
dibacanya bersama Kartini” (Khalieqy. 2017:106).
Nyonya Ovink-Soer seorang yang penyayang dan dia senang dengan
Kartini dan adik-adiknya dan menganggap mereka sebagai anak-anaknya. Hal
tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Saya langsung jatuh cinta dengan ketiga putri Tuan ini,” Nyonya Ovink-
Soer begitu ekspresif” (Khalieqy. 2017:114).
“Nyonya Ovink-Soer menyusul dengan cepat. Wajahnya tiga purnama
saking bahagianya. Seolah ketiga gadis yang baru tiba adalah anak-
anaknya sendiri yang lama pergi jauh dan kini kembali ke pangkuan
ibunya” (Khalieqy. 2017:120).
“Nyonya Ovink-Soer terdiam. Kepalanya penuh dengan pikiran. Apa yang
terjadi dengan kalian. Anak-anakku yang pintar? Namun jauh di benaknya,
Nyonya Ovink-Soer sudah bisa memperkirakan apa yang tengah menimpa
Kartini dan adik-adiknya. Kini dia akan mencari cara untuk menolong
anak-anak asuhnya itu” (Khalieqy. 2017:190).
“lalu Nyonya Ovink-Soer berbisik di telinga Kartini.
“Ibu tidak akan membiarkan siapa pun memangkasdaun-daun semanggi
ibu” (Khalieqy. 2017:201).
2.2.2.13 Tuan Ovink-Soer
Sama seperti istrinya Tuan Ovink-Soer orang yang baik dan sangat
perhatian terhadap keluarga Raden Sosroningrat. Hal tersebut dapat dibuktikan
dari kutipan berikut:
“saya paham... Anda pasti akan menghadapi banyak gunjingan dari
priyayi-priyayi Jawa,” penuh empati Tuan Ovink-Soer” (Khalieqy.
2017:194).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
“saya Cuma ingin meneruskan harapan Tuan Sitjhoff,’’ kata Tuan Ovink
Soer. “Tuan harus menulis untuk Bridjragen Konikklijk Instituut. Seperti
adik tuan, Tuan Hadiningrat,’’ lanjutnya dengan senyum pengharapan”
(Khalieqy. 2017:109).
“Selamat datang di rumah kami, Tuan Sosroningrat. Saya sudah yakin
Anda akan datang, “sambutan Tuan Ovink-Soer begitu hangat” (Khalieqy.
2017:120).
2.2.2.14 Tuan Sitjhoff
Tuan sitjhoff adalah Residen Semarang yang sangat baik dia juga sangat
bangga terhadap Kartini juga adik-adiknya, dia mengundang Kartini bersama
dengan ayahnya tuan Sosroadiningrat karena ingin melibatkan Kartini dalam acara
penobatan Ratu Wilhelmina yang akan diadakannya. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“kepada para tamunya, Tuan Sithjoff bicara memperkenalkan.
“Hadirin semua! Perkenalkan. Raden Ayu Kartini, Rukmini, dan Kardinah.
Putri-putri Jepara yang sangat brilian ini!”
Tuan Sithjoff lalu mengangkat gelasnya tinggi-tinggi sebagai tanda
memberi salut” (Khalieqy. 2017:120).
“Tuan Sithjoff menerangkan semua rencana yang akan melibatkan Kartini
di acara Pameran Nasional yang akan digelar di negeri Kincir Angin itu.
“Dipamerkan di Den Haag?” tanya Raden Sosroningrat.
Wajahnya terlihat menegang.
“Yaaa... di sana akan digelar Pameran Nasional memperingati penobatan
Sri Ratu Wilhelmina. Sri Ratu sendiri yang akan membukanya,”jawab
Tuan Sithjoff” (Khalieqy. 2017:207).
2.2.2.15 Kiai Sholeh Darat
Kiai sholeh darat adalah ulama terkenal yang sering diundang oleh
keluarga Kartini untuk memimpin pengajian keluarganya. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
“Kiai Sholeh Darat menyetir satu ayah Al-Quran, lalu menerangkan
maknanya. Semua mata menatap kiai yang sangat di hormati itu dengan
Khidmat” (Khalieqy. 2017:258).
Pada waktu itu tidak ada orang yang berani mengajarkan makna ayat-ayat
suci karena Belanda melarangnya, tapi tidak dengan Kiai Sholeh Darat dia tetap
melakukan hal itu dengan berbagai cara. Hal tersebut dapat dibuktikan dari
kutipan berikut:
“Kiai Sholeh Darat pengecualian. Meskipun Belanda melarang
mengajarkan makna ayat-ayat suci, beramacam upaya digagasnya untuk
mengelabuhi intaian penjajah. Seperti menulis kitab-kitab keagamaan
beraksara Arab dalam bahasa Jawa Pesisiran atau al Lughah al Jawiyyah
al Merikiyyah Kafiyah lil Awam (Himpunan hukum syariat bagi orang
awam) dan lain-lain” (Khalieqy. 2017:260).
2.3 Latar
Latar yang akan dibahas dalam novel ini berupa latar tempat, latar waktu,
dan latar sosial.
2.3.1 Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy. Terdapat tujuh tempat yang
menunjuk lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam novel Kartini karya
Abidah El Khalieqy yakni 1) Pendopo Kabupaten Jepara (rumah Kartini), 2)
Kamar Pingitan, 3) Ruang Perpustakaan, 4) Pantai Pandengan, 5) Pendopo Agung
Kabupaten Rembang, 6) Pendopo Utama Kabupaten Demak, dan 7) Gedung
Residen Semarang. Berikut deskripsi lengkap ketujuh latar tempat tersebut di atas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
2.3.1.1 Pendopo Kabupaten Jepara (Rumah Kartini)
Pendopo dalam novel ini digambarkan sebagai rumah Kartini tempat
Kartini bersama keluarganya beraktifitas dan juga sebagai kantor Raden
joyoadiningrat sebagai Bupati Jepara. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan
berikut:
“Kartini segera melangkah ke dalam Pendopo menuju perpustakan
ayahnya” (Khalieqy. 2017:364).
“Tiap Pagi saat matahari baru naik, Kartini berjalan menuju teras belakang
pendopo” (Khalieqy. 2017:364).
2.3.1.2 Kamar Pingitan
Kamar Pingitan berada dalam Pendopo yang diperuntukan untuk Kartini
bersama-sama saudara perempuannya melalui masa pingitan yang mengharuskan
mereka untuk menjalani semua peraturan-peraturan sebagai anak bangsawan dan
bupati disaat mereka berusia 14 tahun. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan
berikut:
“Kartini kembali masuk ke kamar pingitan, tetapi kali ini dengan dada
mengembang. Penuh harap kebaikan pada hari esok. Tiga karya telah
dinikmati dunia di luar penjara pingitan” (Khalieqy. 2017:100).
“Sepertinya ruang pingitan telah bekerja tidak sebagaimana gagasan
awalnya. Alih-alih menaklukkan. Ruang itu justru telah bekerja demikian
revolisioner bagi Kartini. Dia mampu menghadapi kenyataan dengan
caranya sendiri yang tak terbayangkan baik oleh para penggagas pingitan
dan pendukungnya” (Khalieqy. 2017:95).
“agaknya ruang pingitan telah menjadi kokon bagi ulat yang tengah
berpuasa untuk mengubah bentuk dan kualitas hidupnya. Mengasingkan
diri bak pertapa. Uzlah bagi sang suhud. Semuanya di luar rancangan
gagasan awal yang sangat kolonial. Menindas dan tak manusiawi”
(Khalieqy. 2017:95).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
“Tanpa menunggu jawaban Pak Atmo lagi, Kartini berbalik menuju kamar
pingitan untuk berbenah bersama Kardinah dan Rumini” (Khalieqy.
2017:134).
2.3.1.3 Ruang Perpustakan
Karena begitu banyaknya koleksi buku Raden Sosroningrat sehingga
ruangan ini menjadi tempat Kartini bersama saudara perempuannya membaca
buku dan juga sebagai kantor ayahnya sebagai bupati. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Ngasirah langsung memintanya untuk membawakan kertas dan dawat
dari ruang perpustakan Raden Sosroningrat. Sigap, Kartini segera
menggoda” (Khalieqy. 2017:53).
“Kartini segera melangkah ke dalam Pendopo menuju Perpustakan
ayahnya” (Khalieqy. 2017:54).
2.3.1.4 Pantai Pandengan
Pantai yang tidak berada jauh dari Pendopo Jepara, yang merupakan
tempat favorit Kartini bersama adik-adiknya bersantai menikmati deburan ombak
dan tempat mereka melontarkan kegelisahan hati mereka. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Ada hembusan angin menyapu genting dari Pantai Bandengan”
(Khalieqy. 2017:126).
“Pantai yang tak jauh dari pendopo itu, menjadi tempat melabuh duka dan
menggelontorkan napas pingitan bagi ketiga putri Jepara” (Khalieqy.
2017:238).
“Di pantai Bandengan, bersama debur ombak dan nyiur melambai, hangat
mentari pagi merengkuh jiwanya dalam semangat muda yang penuh
gairah. Kartini bermain ombak dan menuliskan namanya dengan jari-jari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
di antara hamparan pasir kering yang tak terjangkau hempasan ombak”
(Khalieqy. 2017:298).
2.3.1.5 Pendopo Agung Kabupaten Rembang
Kabupaten Rembang merupakan tempat tinggal Kartini setelah menikah
dengan Raden Joyoadiningrat yang merupakan Bupati dari Kabupaten Rembang.
Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Sementara di Rembang, di kediaman suaminya yang megah, Kartini
sedang di rundung kerinduan pada tanah jepara, pada wajah ibunda
Ngasirah. Sejak pindah ke Rembang mengikuti suaminya delapan bulan
lalu, hingga sekarang pada usia kehamilan yang ketujuh bulan, Kartini
belum sempat menengok ibunya di Jepara” (Khalieqy. 2017:10).
“Siang hari rombongan pengantin baru tiba di pendopo Agung Kabupaten
Rembang” (Khalieqy. 2017:362).
2.3.1.6 Pendopo Utama Kabupaten Demak
Kabupaten Demak merupakan tempat rapat bulanan Kabupaten oleh para
Bupati. Pada tempat ini juga pertama kalinya tulisan Kartini tersebar dikalangan
para bupati yang sebagiannya adalah adik-adik dari ayah Kartini yang tidak suka
terhadapnya. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Kartini tak peduli dan tak gentar terhadap apa yang akan terjadi dengan
suaranya. Bahkan dia tak tahu, tidak mau tahu, tidak mau tahu dengan apa
yang terjadi di Pendopo Utama Kabupaten Demak malam itu, setelah
tulisannya tersebar luas dan dibaca banyak orang” (Khalieqy. 2017:173).
“begitulah suasana di Pendopo Utama Kabupaten Demak malam itu.
Malam sehabis Kartini bermimpi dikepung kawan-kawan Kartono di
sebuah taman di negeri Belanda beberapa waktu lalu” (Khalieqy.
2017:175).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
2.3.1.7 Gedung Residen Semarang
Semarang adalah tempat Kartini bersama saudara dan ayahnya menghadiri
undangan Tuan Sithjoff dan membahas tentang tulisan Kartini. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“Diantara penjaga, mereka pulang ke paviliun yang
berada tak jauh dari gedung Residen Semarang.
Paviliun yang biasa digunakan menginap para tamu
pejabat pemerintah dari luar kota. Raden
Sosroningrat menempati satu kamar sendiri. Slamet
dan Busono satu kamar dan Kartini bersama dua
adiknya juga satu kamar. Tetapi kamar Kartini
berada di tengah antara kamar ayahnya dan kamar
kakaknya” (Khalieqy. 2017:205).
2.3.2 Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam novel Kartini. Peristiwa yang terjadi sekitar tahun 1879, 1885,
1900an.
2.3.2.1 Tahun 1879
Melihat Biografi yang penulis baca tentang Kartini, bahwa Kartini lahir di
Jepara pada tahun 1879. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Kartini, Hadir 21 April 1879” (Khalieqy. 2017:298).
2.3.2.2 Tahun 1885
Pada tahun 1885 dijelaskan bahwa saat Kartini berumur 6 tahun pertama
kalinya dia masuk sekolah E.L.S. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Lihatlah saat mulai masuk E.L.S pada 1885 saat usianya menginjak 6
tahun, Kartini bisa bergaul dengan teman-teman sebaya yang kebanyakan
anak-anak Belanda asli atau keturunan’’(Khalieqy. 2017:141).
2.3.2.3 Tahun 1900
Pada tahun 1900 utusan Pemerintahan Hindia Belanda Tuan dan Nyonya
Abendanon datang ke Jepara untuk melakukan politik etis pemerintahan Belanda
waktu itu. Bangsa pribumi diberi ruang untuk mengakses pendidikan walaupun
memang masih sebatas ditujukan untuk bangsawan dan para priyayi. Para
keturunan bangsawan mendapat akses untuk mengenyam pendidikan yang
disediakan oleh pemerintah belanda, termasuk belajar bahasa belanda. Hal
tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Hungronje meminta Rosa Abendanon Mandri, perempuan berhaluan
humanis kelahiran puerto Rico dan berdarah Yahudi, untuk melakukan
pendekatan kepada Kartini. Maka digagaslah pertemuan itu. Pada minggu
pertama agustus 1900, datanglah Rosa bersama suaminya, J. H.
Abendanon, untuk mengunjungi Kartini di Jeapara” (Khalieqy. 2017:229).
“kira-kira itulah tugas saya sebagai Direktur Pengajaran, Agama dan
Industri, Tuan. Terobosan itu harus segera jalan,’’ kata Abendanon.
“Kotschool tidak hanya sekolah, tapi juga asrama,’’ tambah Rosa.
Raden Sosroningrat menyimak pembicaraan pejabat Belanda itu dengan
kepala penuh pertanyaan’’ (Khalieqy. 2017:230).
2.3.3 Latar Sosial-Budaya
Latar sosial-budaya dalam novel Kartini yakni latar sosial-budaya Jawa.
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup
yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, dan
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, dan bersikap, dan lain-lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
2.3.3.1 Tradisi Terhadap Sebutan Raden Ayu
Dalam keluarga Kartini kebiasaan atau tradisi unik dalam penggunaan
sebutan, Raden Ayu”. Karena Kartini merupakan keturunan dari bangsawan
sehingga harus disebut, Raden Ayu” bahkan orang disekitarnya harus
memanggilnya dengan sebutan tersebut.. Hal tersebut dapat dibuktikan dari
kutipan berikut:
“Syukurlah. Akhirnya Ndoro tahu sendiri. Nasib Ndoro sudah dijamin jadi
Raden Ayu. Ndoro tidak akan menderita seperti perempuan pribumi yang
Ndoro lihat itu” (Khalieqy: 2017: 56).
“Kalau Gusti Allah Mahaadil, kenapa hanya aku saja yang beruntung, Yu?
Kenapa Yu, tidak? Kenapa tidak semua perempuan bisa jadi Raden Ayu?”
tanya Kartini bertubi-tubi” (Khalieqy: 2017: 56).
2.3.3.2 Menikah dengan Sesama Bangsawan untuk Mendapatkan
Kedudukan
Latar sosial dalam novel Kartini diketahui melalui kelas dalam
bangsawan. Tokoh Kartini berasal dari kalangan bangsawan, namun berbeda
dengan ibunya pada masa itu Pihak kolonial Belanda mewajibkan siapa pun yang
menjadi bupati harus memiliki istri dari golongan bangsawan. Karena ibu Kartini
bukanlah seorang bangsawan, maka ayahnya kemudian menikah lagi dengan
Raden Ajeng Wuryan, wanita yang merupakan keturunan langsung dari Raja
Madura. Pernikahan tersebut juga langsung mengangkat kedudukan ayah Kartini
menjadi bupati, menggantikan ayah dari Raden Ajeng Wuryan, yaitu
Tjitrowikromo. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
“Bagi kalangan bangsawan Jawa saat itu, syarat untuk bisa menjadi bupati,
seorang laki-laki menikah dengan perempuan keturunan bangsawan. Maka
Raden Sosroningrat menikah dengan Raden Ajeng Wuryan, putri bupati
Jepara dan keturunan langsung Raja Madura. Meskipun saat masih jadi
Wedana dia sudah menikah dengan Ngasirah, perempuan pilihan hatinya,
putri seorang ulama terkemuka bernama kiai Hji Modirono dari Desa
Teluk Awur’’(Khalieqy. 2017:38).
“jadi karena aku ini seorang Raden Ayu, maka nasibku jauh lebih baik
dibanding perempuan pribumi yang lain. Bukankah kami sama-sama
perempuan. Sama-sama manusia juga. Mengapa ada perbedaan. Bahkan
aku dan ibuku juga sama-sama perempuan. Mengapa nasib kami berbeda”
(Khalieqy. 2017:57).
2.3.3.3 Adat Pingitan yang harus dijalani oleh Anak Bangsawan Jawa
Dilihat dari sisi adat, perempuan dalam novel Kartini Setelah lulus sekolah
dasar harus menjalani masa pingitan untuk melakukan semua aktifitas yang harus
dijalaninya sebagai anak pringitan dan tidak boleh melanjutkan sekolah seperti
anak laki-laki. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Setelah lulus E.L.S kamu akan masuk pingitan, Ni. Kamu hanya bisa
keluar rumah sampai ada surat lamaran dari putra bangsawan” (Khalieqy.
2017:62).
“Saat usia Kartini mencapai 14 tahun, masa yang tak dinanti itu pun
datang. Sulastri membuka pintu hitam yang gelap dan mempersilahkan
Kartini memasukinya. Jika tak suka dipersilahkan masuk secara baik-baik,
pintu itu akan memaksanya masuk, menyedotnya ke dalam lorong waktu
jelaga yang membuat jiwa tersiksa” (Khalieqy. 2017:67).
“Untuk apa pula perempuan bangsawan diharuskan laku ndodok, payudara
harus terlihat rata, bicara harus pelan-pelan, kalu perlu cukup berbisik saja.
Jika tertawa dilarang membuka mulut dan tak boleh bersuara. Aneh,
bukan? Suatu keajaiban bagi yang bisa melakukannya. Bahkan
memikirkannya saja, Kartini tak kuasa. Apali melaksnakannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
2.4 Rangkuman
Pada bab II ini penulis membahas rumusan masalah yang pertama yaitu
menerangkan struktur cerita yang terdapat dalam novel Kartini karya Abidah El
Khalieqy, Sebagai berikut.
Pertama, terdapat dua tokoh yaitu, tokoh utama dan tokoh tambahan.
Tokoh utama yaitu Kartini. Tokoh Ngasirah, Raden Sosroningrat, Kartono,
Rukmini, Busono, Kardinah, Sulastri, Raden Ajeng Wuryan, Raden Adipati
Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn, Nyonya Ovink Soer, Tuan Ovink Soer,
dan Kiai Sholeh Darat merupakan tokoh tambahan sebagai pendukung tokoh
utama. Kedua, terdapat tiga unsur latar yakni 1) latar tempat meliputi Pendopo
Kabupaten Jepara (rumah Kartini), Kamar Pingitan, Ruang Perpustakaan, Pantai
Pandengan, Pendopo Agung Kabupaten Rembang, Pendopo Utama Kabupaten
Demak, dan Gedung Residen Semarang. 2) latar waktu yang meliputi tahun 1879,
1885, 1900an, 3) latar sosial-budaya Jawa yakni Tradisi Terhadap Sebutan Raden
Ayu, Menikah Dengan Sesama Bangsawan untuk Mendapatkan Kedudukan, Adat
Pingitan yang Harus dijalani oleh Anak Bangsawan Jawa.
Analisis di atas banyak menyinggung citra tokoh Kartini dilihat dari
aspek-aspek strukturalnya yang akan membantu peneliti untuk melakukan
penelitian tentang citra wanita tokoh Kartini yang akan dibahas pada bab
selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
BAB III
CITRA TOKOH KARTINI DALAM NOVEL KARTINI
KARYA ABIDAH EL KHALIEQY
3.1 Pengantar
Setelah menganalisis struktur tokoh, penokohan, dan latar dalam novel
Kartini karya Abidah El Khalieqy, langkah selanjutnya membahas mengenai citra
wanita tokoh Kartini yang terdapat dalam novel tersebut. Dalam novel ini akan
mendiskripsikan 3 citra tokoh Kartini yaitu, citra fisik, citra psikis, dan citra sosial
keluarga dan masyarakat yang terdapat dalam novel ini.
3.2 Citra Tokoh Kartini Dalam Aspek Fisik
Dalam hal ini terdapat tiga aspek fisik Kartini yaitu, 1) penampilan
Kartini, 2) cantik, dan 3) perempuan dewasa yang bisa hamil dan melahirkan.
3.2.1 Penampilan Kartini
Sebagai anak dari keturunan bangsawan Kartini harus berpenampilan
selayaknya putri raja menggunakan kebaya, konde, dan berbicara yang lembut.
Namun, dalam novel ini dalam menjalani masa pingitan Kartini tidak melakukan
hal itu ibu tirinya medapati rambut Kartini tergurai. Dapat dilihat dari kutipan
berikut:
“Raden Ajeng Wuryan membuka pintu kamar. Tampak di dalamnya
Kartini, Rukmini, dan Kardinah dengan rambut tergerai acak-acakan.
Mengetahui ibunya masuk kamar, ketiganya buru-buru duduk bersimpuh.
Wuryan menggelengkan kepala melihat rambut ketiganya tidak digulung.
Ditatapnya Kartini dengan tajam” (Khalieqy, 2017: 117).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
“Untuk apa pula perempuan bangsawan diharuskan laku ndodok, payudara
harus terlihat rata, bicara harus pelan-pelan, kalau perlu cukup
berbisik saja. Kita tertawa dilarang membuka mulut dan tak boleh
bersuara. Aneh, bukan? Suatu keajaiban bagi yang bisa melakukannya.
Bahkan memikirkannya saja, Kartini tak kuasa. Apalagi
melaksanakannya” (Khalieqy, 2017:69).
“Horee!!” serempak riang keduanya.
Terbayang bebas dalam benak, sanggul-sanggul yang diurai dan tergerai
lepas. Lalu tertawa riang dengan wajah penuh corengan arang. Seperti saat
kecil belum terkena ‘wajib militer’ masuk bui pingitan” (Khalieqy,
2017:99).
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Kartini sering melanggar aturan yang
berlaku dalam rumahnya bahwa anak perempuan harus lebih kalem dengan
kebaya dan konde yang dipakai. Dia menentang tidak akan melakukan itu bahkan
pada saat adik-adiknya masuk pingitan dia mengajak adik-adiknya untuk keluar
dari semua aturan-aturan kolot itu, Kartini mengurai rambutnya dan bisa tertawa
sesuka hatinya seperti penampilan rakyat biasa.
3.2.2 Cantik
Berdasarkan citra fisik Kartini digambarkan sebagai perempuan muda
yang cantik, memiliki mata bulat membinar, dan memiliki kulit yang putih. Dapat
dilihat dari kutipan berikut:
“Ngasirah membelai-belai kepala putrinya dengan penuh kasih. Putri
kesayangan yang cantik, dengan sepasang mata bulat penuh binar, yang
lincah tak pernah mau diam dan usilnya minta ampun’’ (Khalieqy,
2017:31).
“Wuih... Ndoro Ayu lewat. Wangi dan cantik cantik. Putih lagi kayak
Londho.”
“iya putih-putih, kan lagi dipingit. Loh, tapi kok ada di luar ...”(Khalieqy,
2017:120).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Berdasarkan kutipan di atas, bahwa citra fisik tokoh Kartini adalah
perempuan muda yang cantik dan memiliki mata binar yang dapat dilihat dari
perkataan ibunya saat sedang menidurkan Kartini dalam kamarnya, lalu pada saat
Kartini melewati alun-alun masyarakat sekitar sangat kagum akan kecantikannya
yang memiliki kulit putih seperti orang Belanda.
3.2.3 Hamil dan Melahirkan
Berdasarkan citra fisik Kartini digambarkan sebagai wanita dewasa yang
dapat hamil dan melahirkan. Walaupun pada awalnya Kartini tidak ingin menikah
dengan laki-laki manapun tetapi saatnya tiba dia dilamar oleh seorang duda yaitu,
Bupati Rembang yang awalnya dia menolak tetapi pada akhirnya dia menerima.
Setelah menikah Kartini ikut suaminya tinggal di Rembang dan selang berapa
lama mereka menikah Kartini hamil dan melahirkan. Dapat dilihat dari kutipan
berikut:
“Kartini mengelus perutnya yang telah membuncit. Tentu dia selalu
mengingat dan menjaga keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan calon
bayi dalam kandungannya, bahkan melebihi dirinya sendiri. (Khalieqy,
2017:10)”
“Dan malamnya, sekitar pukul satu dini hari, Kartini melahirkan bayi
mungil laki-laki tanpa kesulitan yang berarti. Hal yang sangat mengganggu
telinga Ravestyn adalah saat jelang proses kelahiran, sekira rahimnya telah
membuka 5,6,7 hingga kepala bayi itu mulai nongol dengan ajaib.
Sepanjang proses di antara rasa sakit yang maha, lidah Kartini tak hentinya
menyebut: Allah! Allah! Allah!” (Khalieqy, 2017:16).
Berdasarkan kutipan di atas tergambar bahwa Kartini dalam keadaan
hamil, dia sangat menjaga kesehatannya dan keselamatan calon bayinya. Pada
malam hari sekitar pukul satu dini hari dia melahirkan seorang anak laki-laki yang
tampan walaupun pada saat pertama kali kehamilannya tidak diceritakan. Namun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
dengan adanya sosok bayi laki-laki itu sudah dapat membuktikan bahwa Kartini
sosok perempuan yang bisa hamil dan melahirkan.
3.3 Citra Tokoh Kartini Dalam Aspek Psikis
Citra psikis Kartini terdapat empat yaitu, 1) Tingkat kepandaian Kartini, 2)
Perjuangan Kartini ditentang melanjutkan Sekolah, 3) Perjuangan Kartini dalam
membela hak perempuan, dan 4) Perjuangan Kartini dalam menentang ketidak
adilan.
3.3.1 Kepandaian Kartini
Berdasarkan citra psikis Kartini digambarkan sebagai perempuan yang
pintar memiliki segudung bakat yang jarang ditemui pada perempuan jawa pada
waktu dulu. Kartini adalah perempuan yang kritis Sejak kecil, Kartini sudah
menunjukkan kepintaran dan kelincahannya sehingga dijuluki si Trinil (burung
kecil yang gesit dan lincah). Kartini kecil sangat serba ingin tahu segalanya,
apalagi saat dia dewasa dan sudah menikah . Oleh karena itu, perhatian keluarga
kepada Kartini jauh lebih besar terhadap perkembangan jiwanya. Dapat dilihat
dari kutipan berikut:
“Dunia akan terpukau dengan gaya bahasa Kartini yang indah, cerdas, dan
aristokrat. Demikian brilian otaknya menganalisis sesuatu” (Khalieqy,
2017:55).
“Lihatlah saat mulai masuk E.L.S., pada 1885, saat usianya menginjak 6
tahun. Di E.L.S, Kartini bisa bergaul dengan teman-teman sebaya yang
kebanyakan anak-anak Belanda asli atau keturunan. Pergaulannya sangat
menyenangkan. Kartini bisa tertawa bebas, berlari, melompat, dan bermain
sesukanya. Tidak seperti di rumahnya yang serba diatur.
“Bakat dan kemampuan otaknya melejit tinggi. Bahkan mengalahkan
murid-murid teman sekelasnya yang asli Belanda. Tak ada yang bisa
menyangkalnya” (Khalieqy, 2017:141).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
“Ingat tulisan Kartini yang telah dikirim atas nama dirinya. Raden mas
Ssoroningrat, Bupati Jepara, sudah dimuatkah? Andai tak dimuat,
mestinya tak ada kiriman buku semacam ini.
“dia pun membuka buku itu halaman demi halaman. Seperti Nyonya
Ovink-Soer, matanya tertahan saat membaca artiket berjudul Het huwelijk
bij de Kodja’s (Prosesi Perkawinan Suku Koja) di halaman 16. Senyumnya
tersungging indah dan sumringah. Pikirannya langsung teringat kepada
trinil yang cerdas dan lincah” (Khalieqy, 2017:150).
Dari kutipan di atas terlihat bahwa dari semanjak Kartini kecil ibunya
sudah sangat bangga terhadap dirinya karena, diasat dia menceritakan
pengalamannya bertemu dengan rakyat kecil yang berada di daerahnya seperti
orang dewasa yang sangat runtut dalam berbicara. Lalu pada saat dia disekolahkan
di E.L.S, sekolah Belanda yang hanya mampu dienyam oleh keturunan ningrat
pada waktu itu. Kartini kecil sangat bergembira dengan lingkungan barunya.
Karena kepintarannya, Kartini disenangi oleh banyak teman dan mampu
menandingi kepintaran anak-anak Belanda bahkan sangat fasih berbahasa
Belanda. Kemudian pada saat dia dewasa dia menulis tentang Pernikahan Suku
Koja yang dimuat dalam buku terbitan Brijdragen Koninklijk Insituut yang pada
saat itu tulisan tersebut diterbitkan atas nama ayahnya sehingga ayahnya begitu
bangga terhadap kepintaran anaknya yaitu, Kartini.
3.3.2 Perjuangan Kartini ditentang Melanjutkan Sekolah
Berdasarkan citra psikis Kartini adalah perempuan yang mau berjuang
untuk melanjutkan sekolahnya di Belanda seperti teman-temannya. Namun karena
adanya adat yang melarang anak perempuan setelah lulus sekolah dasar tidak bisa
seperti anak laki-laki yang bisa melanjutkan sekolah setinggi mungkin. Sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
pada akhirnya semua kenginan Kartini itu tidak tercapai. Dapat dilihat dari
kutipan berikut:
“ini bukan soal percaya atau tidak percaya. Ini soal kita! Trah keluarga
Pangeran Condronegoro IV! Apa yang ayah kita lakukan dulu diikuti para
bupati. Karena ayah kita tidak pernah merendahkan tradisi leluhurnya
sendiri. Jika masalah Kartini ini dibiarkan, tidak ada alasan mereka tidak
mengikuti. Akibatnya, seluruh tatanan perempuan Jawa akan rusak!”
(Khalieqy, 2017:318)
“Apapun itu, Dimas. Tindakan sampean memberi izin Kartini itu ngawur!”
bogem pertama Purboningrat.
“Kenapa? Karena dia perempuan?”bogem balik Raden Sosroningrat.
Hadiningrat menghentak-hentakkan jarinya dengan kasar ke tumpukan
majalah yang memuat artiket Het Klaverblad di meja. Dia berkata dengan
nada begitu sengit.
“Karena putri-putri sampean menghina tradisi!” (Khalieqy, 2017:316)
“Kartini telah memutuskan untuk tak lagi mengganggu ayahnya dengan
keinginan dan cita-citanya yang ditentang seantero bupati jawa itu.
Sekarang dia berpikir bahwa membuka jalan untuk memperjuangkan
pendidikan bagi rakyat banyak adalah lebih penting daripada sekolah
tinggi hanya untuk prestise dirinya sendiri” (Khalieqy, 2017:346).
Dari kutipan di atas terlihat bahwa keinginan Kartini untuk melanjutkan
sekolahnya di Belanda sangat dilarang oleh keluarga besar ayahnya, sehingga
terjadi perdebatan antara ayahnya dan saudara-saudaranya. Namun pada akhirnya
Kartini berhenti berusaha untuk tidak mementingkan keinginan diri sendiri dan
lebih mementingkan pendidikan bagi rakyatnya.
3.3.3 Perjuangan Kartini dalam Membela Hak Perempuan
Berdasarkan aspek psikis Kartini sebagai perempuan yang mau membela
hak dan tidak pernah berputus asa dalam mencari jalan keluar atas penindasan
terutama pada kaum perempuan pada masa itu. Sehingga dia menginginkan
perempuan memiliki pendidikan. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
“Kartini tak putus harapan. Bahkan setelah tiga artikelnya dimuat di
majalah, semangatnya untuk menyuarakan kebenaran dan kesetaraan,
mengungkapkan penindasan yang dialami perempuan, kian menyala
berkobar-kobar” (Khalieqy. 2017:173).
“Dia terus mencari dan mencari. Kerinduannya untuk menemukan
kebenaran, kedamaian, tak bisa dibendung oleh retorika dan apologi.
Kartini terus berjalan dengan cara berpikir dan berkarya, berkreasi untuk
memaknai hidup. Beraktivitas apa pun untuk menjalai kehidupan yang
normal dan sehat.
Tidak bisa hanya diam menyerah.
Hidup adalah gerak. Seperti tarian semesta” (Khalieqy. 2017:178).
Berdasarkan kutipan di atas terlihat bahwa Kartini selalu berusaha keluar
dari penindasan dirinya dan perempuan pada masa itu. Aturan adat dan budaya
Jawa yang menempatkan wanita dalam posisi yang terjajah dan terbelakang bila
dibandingkan dengan pria membuat Kartini selalu berusaha keluar dari
permasalahan tersebut. Dengan adanya permasalahan tersebut membuat Kartini
berkeinginan melanjutkan sekolahnya agar bisa maju seperti perempuan Eropa.
Namun dia tidak mendapatkan izin dari ayahnya. Sehingga jalan satu-satunya
yang dia bisa lakukan hanya dengan tidak pernah berputus asa dalam
mengungkapkan isi hatinya dan terus mencari kebenaran dan kedamaian dengan
caranya sendiri yaitu, dengan berkarya dan berkreasi.
3.3.4 Perjuangan Kartini dalam Menentang Ketidakadilan
Berdasarkan citra psikis Kartini digambarkan seperti anak pembangkang
tetapi dalam hal positif, karena dia berani menantang kakak–kakaknya hanya
karena dia tidak ingin dipisahkan tidur dengan ibunya. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari kutipan berikut:
“begitu menyadari pintu telah ditutup, serta-merta naluri pertahanan
Kartini tumbuh lebih dahsyat. Refleks jari-jari mungilnya berjuang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
melawan kesewenangan. Dia mencakar leher Slamet dengan marah dan
berupaya turun dari punggungnya” (Khalieqy. 2017:34).
“Kini perlawan Kartini kian seru. Dia mengigit tangan Slamet dan Busono
bergantian. Mereka berteriak kesakitan dan tak bisa membalas, karena
Kartini segera berlari ke arah sang ibu yang secara refleks siap
memeluknya. Namun saat kian dekat, Sulastri membekap mulut dan
badan Kartini dari belakang” (Khalieqy. 2017:25).
“Romo. Ini yang terakhir, Romo. Ni mau sama ibu. Tolong, Romo.
Tolong!”
Rontok pertahanan Raden Sosroningrat. Serentak dia menghentikan
langkahnya dan menurunkan putrinya. Dia berjongkok hingga tinggi
tubuhnya sejajar dengan Kartini yang menangis penuh iba. Raden
Sosroningrat menyeka air mata Kartini. Dia belai rambut Kartini penuh
sayang dan menatap mata putrinya yang sembap lalu berujur singkat.
“Ya sudah. Yang terakhir” (Khalieqy. 2017:37).
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Kartini memberontak terhadap kakak
laki-lakinya yang ingin memisahkan dia tidur bersama ibunya di bangsal para
pembantu karena ibunya hanyalah seorang anak kiai bukan keturanan bangsawan
sehingga ibunya harus menerima perlakuan yang sama seperti seorang pembantu
tetapi Kartini tetap memaksa ayahnya untuk mengizinkannya tidur bersama
ibunya.
3.4 Citra Tokoh Kartini dalam Aspek Sosial
Aspek sosial Kartini terbagi atas dua yaitu, aspek sosial Kartini dalam
keluarga, dan aspek sosial Kartini dalam masyarakat.
3.4.1 Citra Sosial Tokoh Kartini dalam Keluarga
Citra sosial Kartini dalam keluarga terdapat lima yaitu, 1) Perlawanan
Kartini dalam Pingitan, 2) Perlawanan Kartini dalam Perjodohan dan Poligami, 3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Hubungan Kartini dengan Ibu, 4) Hubungan Kartini dengan 4 laki-laki, dan
Hubungan Kartini dengan Saudarinya.
3.4.1.1 Perlawanan Kartini dalam menjalani Pingitan
Berdasarkan citra sosial dalam keluarga, Kartini sebagai keturunan
bangsawan harus mengikuti tradisi adat jawa, bahwa seorang perempuan muda
setelah lulus sekolah dasar hanya tinggal dirumah dan di pingit sampai ada lelaki
yang akan menikahinya. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Saat usia Kartini mencapai 14 tahun, masa yang tak dinanti itu pun
datang. Sulastri membuka pintu hitam yang gelap dan mempersilahkan
Kartini memasukinya. Jika tak suka dipersilahkan masuk secara baik-baik,
pintu itu akan memaksanya masuk, menyedotnya ke dalam lorong waktu
jelaga yang membuat jiwa tersiksa” (Khalieqy.2017:67).
“Lihatlah, kangmas. Masa pingitan ini menegaskan bahwa gerak kami
sudah dijajah sejak dalam berpakaian.
Apa sebenarnya yang diingkan dari aturan jahat ini?
Jika payudara perempuan tidak boleh terlihat menonjol, bukankah kami
sudah menuti dengan pakaian dua lapis? Bagaimana memaksa yang
menonjol menjadi rata? Mengapa tidak dipotong saja?
Karena nafasnya kian sesak oleh bebatan yang terlalu kencang, Kartini
mencari cara untuk berontak. Mendorong Sulastri kesamping sembari
mengendorkan stagen yang membalut dadanya” (Khalieqy. 2017:67-68).
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan bahwa Kartini tidak
menyukai masa pingitan itu. Menurutnya masa-masa menjalani pingitan
merupakan masa-masa kelam dalam perjalanan hidupnya. Dalam hal ini pingitan
merupakan hal yang sangat menyiksa kaum perempuan bangsawan, mereka tidak
bisa merasakan kebebasan dan bahkan untuk melanjutkan sekolah pun harus
terhenti karena adanya adat istiadat yang berlaku dalam keluarga mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
3.4.1.2 Perlawanan Kartini dalam Perjodohan dan Poligami
Berdasarkan citra sosial dalam keluarga Kartini harus menerima kenyataan
bahwa dia harus menikah dengan laki-laki yang sudah dijodohkan dengannya dan
sudah memiliki istri. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Raden Ajeng Wuryan membuka surat itu dan membacanya. Lalu
secepatnya menyerahkan kepada Kartini. Nadi Kartini mendenyar-denyar
saat membukanya. Surat dengan kop resmi dari Rembang. Setelah
membacanya, tangannya gemetar seolah akan menjatuhkan surat itu.
Namun, dia mencoba sekuatnya untuk menguasai diri.
“kamu harus bersyukur calon suamimu seorang bupati,” kata Raden Ajeng
Wuryan tanpa ditanya.
“Apa yang harus saya syukuri dari seorang laki-laki yang sudah punya tiga
istri?” jawab Kartini kritis” (Khalieqy. 2017:333).
“Kamu serius dengan keputusanmu, Mbak?” tanya Rukmini . Kartini
mengangguk.
“Tapi ada syaratnya,”
Senyum Wuryan dan Slamet meredup seketika.
“Apalagi, Ni? Kamu jangan,” ancam Raden Ajeng Wuryan yang segera
dipotong suaminya.
“Diam, Diajeng!”
Wuryan terdiam. Suasana semakin kikuk dan mencekam. Raden
Sosroningrat tampak cemas dan beberapa kali menarik napas, Ngasirah
juga deg-degan. Rukmini penuh semangat ingin tahu, apa yang akan
dikatakan Kartini sebagai syarat penerimaannya.
“Lanjutkan Ni,” kata ayahnya penuh kasih.
Kartini berusaha tetap tenang menghadapi semua mata yang sedang
terpaku kearahnya.
“Syarat pertama. Ni tidak mau membasuh kaki kangmas Joyo Adiningrat
pada saat acara pernikahan digelar.”
Mata Wuryan mebelalak. Begitu pun Slamet. Keduanya ingin
menyanggah, tetapi tangan Raden Sosroningrat menghentikannya. melihat
yang dilakukan ayahnya, Kartini segera meneruskan bicara.
Syarat kedua, Ni ingin dibebaskan dari dari ikatan sopan santun yang rumit
dan diperlakukan sebagai orang biasa aja. Ketiga ...” (Khalieqy. 2017:352)
Berdasarkan kutipan di atas terlihat bahwa Kartini bersedih atas kenyataan
yang harus dihadapi bahwa orangtuanya telah mempersiapkan seorang laki-laki
sebagai calon suaminya dan semuanya sudah memiliki istri. Kartini berpendapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
bahwa poligami seperti ini merupakan salah satu bentuk kesewenang-wenangan
pria terhadap wanita. Kartini berharap bahwa para calon suami seharusnya
diperkenalkan terlebih dahulu pada gadis yang akan diperistri. Tidak disodorkan
begitu saja. Menurutnya perjodohan merupakan sebuah tragedi yang memupuskan
harapannya sebagai gadis modern untuk melawan belenggu tradisi budaya Jawa.
Kartini melihat dan merasakan, betapa besar penderitaan dan pengorbanan
kehidupan wanita yang dimadu oleh suaminya. Hal inipun dilakukan oleh
orangtua, abang-abang, dan para raden mas lainnya di lingkungan Kabupaten
Jepara. Hal penting yang menjadi perhatian Kartini terhadap hal ini adalah adanya
dorongan dari orang tua agar anaknya mendapat suami dari kaum bangsawan
dengan tujuan untuk memperoleh kehormatan dan kemewahan. Mereka berangan-
angan jika dinikahi oleh bangsawan merupakan anugerah yang membuka jalan
bagi mereka untuk kehidupan yang sejahtera. Walaupun pada akhirnya Kartini
menerima pernikahannya tapi dia berani melantangkan kenginannya berupa
syarat-syarat yang tidak mau dia lakukan setelah menjadi seorang istri.
3.4.1.3 Hubungan Kartini dengan Ibu
Berdasarkan citra sosial dalam keluarga Bagi kalangan bangsawan Jawa
seorang anak akan memanggil ibunya dengan sebutan ibu, seperti panggilan anak-
anak biasa terhadap ibunya yang telah melahirkannya, tetapi berbeda dengan
novel ini. Disini Kartini sebagai anak kandung harus memanggil ibunya dengan
sebutan ‘Yu’ seperti panggilan majikan terhadap pembantunya dan mengharuskan
ibunya tidur di kamar pembantu, karena ibunya terlahir dari keturan non-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
bangsawan walaupun dia ibu kandungnya dan istri pertama Raden Sosroningrat
ayahnya. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Ngasirah juga bimbang, menanting aturan dan kasih sayang. Aturan
keluarga bangsawan yang mewajibkan anak-anak tidur di kamar Pendopo,
dan bukan di bangsal para pembantu. Meskipun istri pertama, tetapi bukan
yang utama. Dia bukan permaisuri Raden Sosroningrat. Karena dipinang
dari keluarga non-bangsawan“(Khalieqy. 2017:32).
“sebagai garwi ampil, Ngasirah diharuskan tidur di bangsal para pembantu
dan harus di panggil ‘Yu’ oleh anak-anaknya, bukan ‘Ibu’ sebagaimana
seharusnya” (Khalieqy. 2017:32).
“Bukan Yu!Itu ibu kita! Ibuku! Bukan Babu!” (Khalieqy. 2017:33).
“sekarang Kartini sudah memanggil Yu, setelah tekanan demi tekanan atas
nama melaksanakan aturan yang bertubi-tubi menggempurnya untuk
menerima kenyataan. Ngasirah pun akhirnya dipanggil dengan sebutan Yu,
yang harusnya panggilan untuk pembantu, jadi posisinya disamakan
dengan pembantu“ (Khalieqy. 2017:52).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa aturan seperti itu membuat
ngasirah ibu Kartini bimbang, dan awalnya Kartini tidak bisa menerima aturan itu,
dia menentang karena merasa ibu kandungnya bukan pembantu yang harus di
panggil ‘Yu’. Pada akhirnya dia bisa menerima aturan itu dan mau memanggil
ibunya dengan sebutan ‘Yu’ walaupun berat melaksanakannya. Dalam hal ini
terlihat kenyataan bahwa dalam keluarga kalangan bangsawan terlalu banyak
aturan yang menyiksa pelaksananya seperti Kartini sebagai tokoh utama dalam
novel ini, dia sangat tertekan atas aturan itu, merasa bahwa ibunya diperlakukan
tidak adil dalam keluarganya padahal ibunya merupakan istri pertama dari
ayahnya yang sangat dicintai oleh ayahnya, namun karena ibunya bukan berasal
dari bangsawan sehingga hal itu terjadi dalam lingkup keluarga mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
3.4.1.4 Hubungan Kartini dengan empat laki-laki
Berdasarkan citra sosial dalam keluarga Kartini adalah anak perempuan
yang dikelilingi oleh laki-laki yang luar biasa berpengaruh, sangat peduli dan
sayang terhadapnya. Laki-laki tersebut adalah bapaknya Raden Sosroningrat,
kakak kandungnya Kartono, Kakeknya Ario Tjondronegoro, dan Suaminya Raden
Joyoadiningrat. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“dalam hati Raden Sosroningrat membatin. Kartini Anakku, sayang,
bersabarlah. Sebentar lagi dunia akan berubah dan kau akan lebih bahagia.
Tolong ayahmu ini dimengerti. Ayah dalam posisi sulit dan serbasalah.
Sayang ayah kepadamu tiada kira. Namun zaman belum berpihak pada
kebahgiaan kita. Jadi, lapangkan dadamu dan terus bersabar, putriku”
(Khalieqy. 2017:37).
“Ngasirah melihat bakat anak gadisnya di bidang sastra begitu tinggi.
Agaknya putrinya itu akan mewarisi bakat kakeknya, Pangeran Ario
Tjondronegoro IV, yang piawai dalam berbahasa dan memiliki kecerdasan
di atas rata-rata. Hingga diangkat menjadi bupati saat usianya baru
menginjak 25 tahun” (Khalieqy. 2017:55).
“Namun diluar Dugaan, ternyata suami Kartini memiliki cinta tulus yang
begitu besar kepada istrinya, hingga mengabulkan semua cita-cita dan
keinginan mulia. Bahkan mendukungnya sepenuh jiwa dan raga”
(Khalieqy. 2017:5).
“Membaca? Itu dia yang tengah digagas Kartini. Sama seperti pikiran
Kartono. Spontan saja mata Kartini jatuh ke satu sudut di kamarnya, di
mana berjajar-jajar buku tertata rapi di lemari kaca. Baik Raden
Sosroningrat atau Kartono yang telah membelikannya banyak sekali buku
untuknya. Sekarang dia tatap satu per satu. Judul-judul dibacanya.
Sepertinya semua judul menarik untuk diketahui isinya” (Khalieqy.
2017:81).
Dari kutipan di atas terlihat bahwa ayah Kartini sangat sayang dan peduli
terhadap Kartini, dalam hatinya dia berharap Kartini sabar dalam menghadapi
pertentangan yang terjadi dalam keluarga mereka bahkan ayahnya ini selalu
mendukung cita-cita Kartini namun tidak dengan keinginan Kartini untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
melanjutkan sekolah, lalu Kartini juga mewarisi kecerdasan kakeknya dalam
bidang sastra. Begitu juga dengan suami Kartini yang selalu mendukung cita-cita
dan keinginan Kartini untuk mendirikan sekolah bagi kaum perempuan yang tak
lain untuk memajukan harkat dan martabat perempuan pada masa itu, dan
begitupula kakaknya Kartono yang sangat perhatian bahkan disaat dia jauh selalu
mengirimkan buku-buku untuk Kartini sehingga Kartini semakin kritis dalam
menulis dan berbahasa Belanda.
3.4.1.5 Hubungan Kartini dengan Saudarinya
Berdasarkan Citra sosial dalam hubungan Kartini dengan saudarinya,
Kartini sangat dekat dengan kedua adik perempuannya, yaitu Kardinah dan
Rukmini. Mereka selalu bersama-sama apalagi saat dalam menjalani masa
pingitan, mereka selalu sehati sepikir dalam menjalani masa pingitan dan
memikirkan untuk keluar dari penindasan yang mereka rasakan. Hal tersebut
dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Kartini bangkit dari duduknya dan mendekati kedua adiknya. Dia
menggandeng tangan mereka dan diajaknya menghadap pintu. Di depan
pintu, Kartini menggenggam tangan Kardinah dan berkata tegas.
“Tragedi ibu kita Ngasirah, harus diakhiri!”
Kardinah diam tertunduk. Lalu ganti Kartini menggenggam tangan
Rukmini berkata tegas.
“Tragedi semua perempuan tertindas harus kita akhiri. Dan kita yang akan
memulai semuanya. Dari kamar ini!” (Khalieqy. 2017:97).
“kita harus melawan dengan bakat. Aku akan melawan dengan tulisan,”
seru Kartini.
“Aku akan melawan dengan lukisan,” sahut Kardinah tambah seru.
“Dan aku akan membatik!” suara Rukmini bersemangat” (Khalieqy.
2017:99).
Dari kutipan di atas terlihat bahwa saat kedua adik perempuan Kartini
masuk pingitan, Kartini mengajak kedua adiknya tersebut untuk bersama-sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
menjalankan misinya untuk bisa menentang semua aturan-aturan yang menurut
Kartini tidak masuk akal, seperti penindasan terhadap ibunya dan kaum
perempuan yang tertindas, dengan cara menjalankan bakat yang mereka miliki
masing-masing, agar pada waktunya tiba mereka bisa memperlihatkan bahwa
anak pingitan bisa berkarya dan bukan hanya terikat dengan aturan-aturan yang
menyiksa kaumnya (perempuan).
3.4.2 Citra Sosial Tokoh Kartini dalam Masyarakat
Citra sosial Kartini dalam masyarakat terdapat tiga yaitu, 1) Perjuangan
Kartini dalam Bidang Pendidikan, 2) Perjuangan Kartini dalam Bidang Kerajinan,
dan 3) Perjuangan Kartini dalam Bidang Agama.
3.4.2.1 Perjuangan Kartini dalam Bidang Pendidikan
Berdasarkan citra sosial masyarakat Kartini juga mempunyai cita-cita
untuk mendirikan sekolah dan memperbaiki bumiputra terutama kaum perempuan
yang selama ini tertindas. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Sepanjang masa kehamilannya, Kartini tetap melakukan aktivitas
intelektualnya. mengajar di sekolah yang di dirikan dan menulis buku”
(Khalieqy. 2017:5).
“Dia hanya ingin fokus membahas urusan cita-cita dan perjuangannya
untuk memperbaiki kondisi bumiputra, terutama kaum perempuannya”
(Khalieqy. 2017:289).
Berdasarkan dari kutipan diatas bahwa kartini berpendapat bahwa satu-
satunya jalan untuk merubah kondisi perempuan saat itu, adalah melalui
pendidikan. Pada saat dia menikah dia mendirikan sekolah bagi kaum perempuan
tepat dibelakang Pendopo Kabupaten Rembang, dia lah satu-satunnya guru yang
mengajar disana, Kartini ingin membuat para perempuan mendapatkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan. Kartini telah memiliki
kegelisahan atas ketidakadilan tersebut, Kartini yang berkorespodensi langsung
dengan tokoh feminis Belanda, Stella Zeehandelaar secara tidak langsung telah
terpengaruh oleh konsep-konsep feminisme liberal.
3.4.2.2 Perjuangan Kartini dalam Bidang Kerajinan
Berdasarkan citra sosial masyarakat Kartini Sebagai anak bangsawan
sangat peduli terhadap masyarakatnya, bersama ayahnya Kartini mengangkat
harkat dan martabat para pengrajin ukiran Jepara dan untuk masa depan ekonomi
bumiputera, dia merasa selain mereka sebagai bangsawan Jepara siapa lagi yang
bisa membanggakan sumber daya daerah. Hal tersebut dapat dibuktikan dari
kutipan berikut:
“Setelah selesai prosesi tumpengan, Kartini, Kardinah, dan Rukmini mulai
mengkoordinasi para pengrajin, memberikan masukan-masukan penting,
arahan, dan segala sesuatu untuk kelancaran proses pembuatan karya ukir
dan batik. Para pengrajin terlihat senang dan mereka cepat memahami
keterangan Kartini yang lugas” (Khalieqy. 2017:214).
“Ketiga putri Bupati Jepara itu terlihat sangat antusias dan energik, terus
bergerak tak ada lelahnya. Memberi masukan-masukan untuk pengrajin,
mengawasi, dan selalu memberi semangat untuk bekerja dengan tekun dan
teliti. Hingga siang hari baru mereka pulang ke Pendopo” (Khalieqy.
2017:225).
“Kartini yang sedang menulis sebuah iklan korespondensi, langsung
menatap adiknya. Namun tak memberinya komentar pikiran Kartini tengah
suntuk dengan iklannya.
“Lihatlah apa yang sudah kita kerjakan. Kita sudah bisa membantu orang
banyak sebelum kita menikah.
“Hmm...., guman Rukmini.
“Kalau kita menikah, apa bisa kita mengelola pesanan ukir-ukiran?
Rukmini mengangguk-angguk, mencerna pendapat adik tirinya. Sementara
Kartini telah selesai dengan tulisan iklannya. Dia tersenyum senang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
“Lihatlah ini! Aku nulis iklan. Mencari kawan korespondensi di Belanda.
Coba baca!” (Khalieqy. 2017:227-228).
Berdasarkan kutipan diatas terlihat bahwa begitu semangatnya Kartini
dalam menggagas kehidupan yang lebih baik untuk para seniman di Jepara,
memberi masukan kepada masyarakat pengrajin, yang dibantu oleh kedua
adiknya. Tidak hanya itu dia membuat iklan korespondensi yang dimuat di
majalah mingguan berbahasa Belanda dia berharap ada pelanggan yang
membacanya dan tertarik untuk melakukan kerjasama. Dalam hal ini Kartini
sangat menginginkan kesejahteraan rakyat, berbagai macam cara dia lakukan
untuk bisa memperkenalkan hasil karya dari pengrajin di daerahnya. Berkat
dirinya pula, Jepara dikenal akan ukirannya oleh orang Belanda.
3.4.2.3 Perjuangan Kartini dalam Bidang Agama
Berdasarkan citra Kartini dalam masyarakat Kartini perempuan satu-
satunya yang sangat kritis dalam hal agama. Terlihat dari Kartini ingin
mengetahui ayat-ayat Al-Quran dan ingin sembahyang tetapi tidak mengetahui
apa maknanya, karena Pada zaman dulu para kiai tidak diperbolehkan
mengajarkan makna ayat-ayat suci karena dilarang oleh Belanda. Namun setelah
Kartini bertemu dengan kiai Sholeh dia mulai mengerti makna yang terkandung
dalam ayat suci Al-Quran. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:
“Kukira belum ada setahun. Kita mesti bertobat,” ingatan Rukmini masih
jernih.
“Bertobat dari apa. Kita telah melakukan sesuatu yang sia-sia,” Kartini
bersikukuh.
“Tapi kita orang islam. Semua orang Islam harus sembahyang. Kau lihat
lah Romo. Ibu. Yu Ngasirah. Semuanya sembahyang.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
“Tapi aku ndak ngerti makna sembahyang. Ndak tahu makna yang kubaca
saat sembahyang. Guru ngaji kita juga ndak tahu. Makanya dia marah saat
kita tanya. “(Khalieqy. 2017:129)
“Terus terang saya belum pernah tahu makna ayat-ayat Al-Quran. Kalau
saja dulu guru ngaji saya mengajarkan arti ayat-ayat itu, saya pasti bahagia
sekali.”
“Kiai Sholeh Darat tersenyum paham. Bahkan sangat paham. Tak ada
orang yang berani mengajarkan makna ayat-ayat suci secara terbuka saat
itu, karena Belanda melarangnya. Dan mereka mengawasi dengat ketat
aktivitas itu, terutama para ulama yang baru pulang dari mekkah”
(Khalieqy. 2017:129-130).
“Kenapa kiai tidak menerjemahkan Al-Quran dan menjadikannya sebuah
buku?” Kartini melontarkan ide brilian.
“Satu gagasan yang tidak masuk akal saat itu.
Kiai Sholeh Darat terkesiap. Dia berpikir sejenak, manggut-manggut dan
menjawab.
“Saya akan melakukannya, insya Allah.”
“Apa itu benar, Kiai? Apa Kiai berani melakukannya?”
“Lebih baik saya masuk penjara daripada tidak menyampaikan ilmu yang
saya tahu.” (Khalieqy. 2017:261)
Dari kutipan diatas terlihat bahwa dari kecil dulu semenjak Kartini belajar
mengaji pada guru ngajinya Kartini Sungguh sangat ingin mengerti makna-makna
dari ayat suci Al-Quran hanya saja dia tidak mendapatkannya karena guru
ngajinya mengatakan kalau dia ingin mengerti arti dari ayat suci Al-Quran dia
harus pergi ke Arab, dia sangat tidak mengerti kenapa ada orang yang pelit
menyembunyikan ilmu kepadanya. Namun pada saat dia menghadiri tamu
pengajian di pendopo dia terkesima mendengar makna dari ayat yang diterangkan
oleh kiai Sholeh, lalu bertanya kepada kiai Sholeh tentang surat Al-Mujadilah
diatas, dan meminta kiai Sholeh untuk menerjemahkan Al-Quran lalu menjadikan
buku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
3.5 Rangkuman
Pada bab III ini penulis membahas rumusan masalah yang kedua yaitu
menerangkan citra tokoh Kartini yang terdapat dalam novel Kartini karya Abidah
El Khalieqy, Sebagai berikut.
Dalam penelitian ini terdapat 3 aspek citra yaitu, 1) aspek fisik , pada
aspek ini terdapat tiga citra Kartini a) Penampilan Kartini, b) cantik, dan c) hamil
dan melahirkan. 2) aspek psikis, pada aspek ini terdapat empat citra. a)
kepandaian Kartini, b) perjuangan Kartini ditentang melanjutkan sekolah, c)
perjuangan Kartini dalam membela hak perempuan d) perjuangan Kartini dalam
menentang ketidakadilan. 3) aspek sosial terbagi menjadi 2 yaitu. a) aspek sosial
keluarga, b) aspek sosial masyarakat. Aspek sosial keluarga terdapat lima citra
yaitu, a) perlawanan Kartini dalam pingitan, b) perlawanan Kartini dalam
perjodohan dan poligami, c) hubungan Kartini dengan ibu, d) hubungan Kartini
dengan empat laki-laki, dan e) hubungan Kartini dengan saudarinya. Aspek sosial
dalam masyarakat terdapat 3 citra yaitu. a) perjuangan Kartini dalam bidang
pendidikan, b) perjungan Kartini dalam bidang kerajinan, dan c) perjuangan
Kartini dalam bidang agama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penelitian ini berjudul citra tokoh Kartini dalam novel Kartini Karya
Abidah El Khalieqy. Rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini yaitu: 1.
Bagaimana struktur cerita yang meliputi tokoh dan penokohan serta latar dalam
novel Kartini karya Abidah El Khalieqy? 2. Bagaimana citra tokoh Kartini dalam
novel Kartini karya Abidah El Khalieqy?
Pada bab II ini di paparkan hasil analisis struktural berupa tokoh dan
penokohan serta latar. Dalam penelitian ini terdapat dua tokoh yaitu, tokoh utama
dan tokoh tambahan. Tokoh utama yaitu Kartini. Tokoh Ngasirah, Raden
Sosroningrat, Kartono, Rukmini, Busono, Kardinah, Sulastri, Raden Ajeng
Wuryan, Raden Adipati Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn, Nyonya Ovink
Soer, Tuan Ovink Soer, dan Kiai Sholeh Darat merupakan tokoh tambahan
sebagai pendukung tokoh utama. Kedua, terdapat tiga unsur latar yakni 1) latar
tempat meliputi Pendopo Kabupaten Jepara (rumah Kartini), Kamar Pingitan,
Ruang Perpustakaan, Pantai Pandengan, Pendopo Agung Kabupaten Rembang,
Pendopo Utama Kabupaten Demak, dan Gedung Residen Semarang. 2) latar
waktu yang meliputi tahun 1879, 1885, 1900an, 3) latar sosial-budaya Jawa yakni
Tradisi Terhadap Sebutan Raden Ayu, Menikah Dengan Sesama Bangsawan
untuk Mendapatkan Kedudukan, Adat Pingitan yang Harus dijalani oleh Anak
Bangsawan Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Pada bab III dipaparkan hasil analisis citra tokoh Kartini. Dalam penelitian
ini terdapat 3 aspek citra yaitu, 1) aspek fisik , pada aspek ini terdapat tiga citra
Kartini a) Penampilan Kartini, b) cantik, dan c) hamil dan melahirkan. 2) aspek
psikis, pada aspek ini terdapat empat citra. a) kepandaian Kartini, b) perjuangan
Kartini ditentang melanjutkan sekolah, c) perjuangan Kartini dalam membela hak
perempuan d) perjuangan Kartini dalam menentang ketidakadilan. 3) aspek sosial
terbagi menjadi 2 yaitu. a) aspek sosial keluarga, b) aspek sosial masyarakat.
Aspek sosial keluarga terdapat lima citra yaitu, a) perlawanan Kartini dalam
pingitan, b) perlawanan Kartini dalam perjodohan dan poligami, c) hubungan
Kartini dengan ibu, d) hubungan Kartini dengan empat laki-laki, dan e) hubungan
Kartini dengan saudarinya. Aspek sosial dalam masyarakat terdapat 3 citra yaitu.
a) perjuangan Kartini dalam bidang pendidikan, b) perjungan Kartini dalam
bidang kerajinan, dan c) perjuangan Kartini dalam bidang agama.
4.2 Saran
Citra Kartini dalam skripsi ini dibahas terbatas, yaitu dalam aspek fisik,
psikis dan sosial menggunakan teori sosiologi sastra. Dalam pengamatan peneliti
citra Kartini dalam novel ini terlalu bersifat Islami. Sehingga novel ini penting
juga dikaji dari prespektif historis untuk mengungkap sosok R.A Kartini secara
lebih mendalam dan seimbang. Sebagai tokoh sejarah dan pejuang emansipasi
perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
DAFTAR PUSTAKA
Abram. 1981. Teori Pengantar Fiksi : Yogyakarta: Hanindita Graha Wida
Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Nasional.
Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: pustaka pelajar.
Fitriani, 2001. “Citra Wanita Tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung
Sorban karya Abidah El Khalieqy”. (Suatu Pendekatan Sosiologi Sastra).
Skripsi. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.
Indrawati. 2017. “Kajian Feminisme Tokoh dalam Novel Kartini Karya Abidah El
Khalieqy”. Jurnal. Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana, Universitas
Islam Malang.
Khalieqy, Abidah El. 2017. Kartini. Jakarta: Noura Books.
Latuny, Anasthassya Hesta. 2011. “Citra Perempuan Tokoh Utama dalam Novel
Tiga Orang Perempuan Karya Maria A. Sardjono: Suatu Tinjauan
Sosiologi Sastra”. Skripsi. Program Studi sastra Indonesia. Jurusan Sastra
Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit PT
Remaja Rosdakarya Offset.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Satoto, Sudiro. 1992. BPK Metode Penelitian Sastra I. Surakarta: UNS Press.
Sugihastuti. 2000. Wanita di Mata Wanita:Perspektif Sajak-sajak Toeti Heraty.
Bandung: Nuansa.
Sumardjo, Jakob dan Saini. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Waluyo, Herman. J. 1994. Pengkajian Cerita Fiksi. Surakart: Sebelas Maret
Universiti Press.
Wismayanto, F.X Dwiantoro. 2009. “Citra wanita Bali dalam novel
kenanga Karya Oka Rusmini. Tinjauan Sosiologi Sastra”. Skripsi.
Yogyakarta; Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Sumber Referensi dari Internet
“Biografi Kartini”, Diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kartini pada 27
April 2018, pukul 15.00 WIB.
“Politik Etis”, Diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Etis pada 25
April 2018, pukul 17.00 WIB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
top related