etika bisnis - segce
Post on 16-Oct-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ii
ETIKA BISNIS
PERSPEKTIF TEORI DAN PRAKTIS
Cetakan Pertama Maret 2020 6.1” x 9.06” , viii + 90
ISBN :978-623-91014-3-5
Penulis
Dr. Anak Agung Dwi Widyani, SE., MM.,Ak
Editor AnikYuesti
Cover:
Putu Noah Aletheia
Diterbitkan Oleh CV. Noah Aletheia
Jl. Tegalsari Gg. Koyon. No. 25 D. Banjar Tegalgundul Desa Tibu beneng, Kec. Kuta Utara, Kab. Badung Bali Indonesia.
HakCiptaDilindungiUndang-Undang
Dilarang memperbanyak seluruh atau sebagian buku ini
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiranTuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
bahan ajar yang berjudul ETIKA BISNIS PERSPEKTIF
TEORI DAN PRAKTIS dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam bahan ajar ini penulis membahas mengenai bagaimana etika
baik secara teori maupun aplikasinya dalam bisnis. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan bahan
ajar ini, namun, berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak
akhirnya pembuatan bahan ajar ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Dan penulis tak lupa mengucapkan terimakasih kepada
pihak yang telah membantu tersusunya bahan ajar ini. Penulis
berharap dalam penulisan bahan ajar ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis sendiri dan para pembaca umumnya serta semoga dapat
menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan
meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
mendasar pada bahan ajar ini. Oleh karena itu, penulis berharap saran
serta kritik konstruktif dari pembaca untuk penyempurnaan bahan
ajar selanjutnya. Akhir kata semoga bahan ajar ini dapat member
manfaat.
Maret, 2020
Penulis
iv
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENGERTIAN ETIKA 1
A. PengertianEtika 1
B. Macam-macamTeoriEtika 3
C. Pengertian Moral dan Moralitas 5
D. Peran dan ManfaatEtika 7
E. Kesadaran Moral 8
BAB II RELEVANSI ANTARA BISNIS DAN ETIKA 12
A. PrinsipEtikaBisnis 9
B. Sasaran dan RuangLingkupEtikaBisnis 14
C. FaktorPendukungImplementasiEtikaBisnis 15
D. PrinsipUmumEtikaBisnis 15
E. EtosBisnis 15
F. Moral dan Etikadalam Dunia Bisnis 16
BAB III ETIKA UTILITARIANISME 20
A. Kriteria dan PrinsipEtikaUtilitarianisme 23
B. Nilai PositifEtikaUtilitarianisme 23
C. UtilitarianismeSebagai Proses dan StandarPemilihan 24
D. AnalisisKeuntungan dan Kerugian 24
E. KelemahanEtikaUtilitarianisme 25
BAB IV PASAR DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 27
A. Pasar dan PerlindunganKonsumen 28
B. HubunganProdusen dan Konsumen 35
C. Gerakan Konsumen 38
D. KonsumenAdalah Raja 39
E. Peraturan yang TerkaitdalamPersoalanEtikaBisnis 41
BAB V PERIKLANAN 50
A. FungsiIklan 51
B. PersoalanEtisdalamIklan 52
C. MaknaEtisMenipudalamIklan 53
D. KebebasanKonsumen 55
E. PeraturanTerkait 57
BAB VI DIMENSI POLUSI DAN PENYUSUTAN SUMBER DAYA 60
A. Dimensi Polusi Dan Penyusutan Sumber Daya 61
B. Etika Pengendalian Polusi 63
C. Etika Konservasi Sumber Daya 64
D. Peningkatan Perhatian Bisnis Terhadap Etika Lingkungan 67
v
E. Peraturan Yang Terkait 67
F. Pembahasan Kasus 67
BAB VII DISKRIMINASI PEKERJAAN 70
A. SifatDiskriminasiPekerjaan 71
B. Tingkat Diskriminasi 72
C. Diskriminasi: Utilitas, Hak dan Keadilan 74
D. TindakanAfirnatif 74
E. Peraturan Yang Terkait 78
BAB VIII ORGANISASI RASIONAL 80
A. OrganisasiRasional 80
B. OrganisasiPolitik 87
C. Organisasi YangPenuh Perhatian 88
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENGERTIAN ETIKA
Etika (tatakrama) merupakan kebiasaan yang benar dalam
pergaulan. Kunci utama penerapan etika adalah memperlihatkan
sikap penuh sopan santun, rasa hormat terhadap keberadaan orang
lain dan mematuhi tatakrama yang berlaku pada lingkungan tempat
kita berada. Sebagai makhluk sosial, tidak dapat dipungkiri manusia
tidak bisa terlepas dari manusia yang lain. Artinya setiap manusia
mutlak membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Di sinilah, manusia
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan bertetangga dan bermasyarakat.
Dalam melakukan hubungan sosial di masyarakat diperlukan
etika sebagai pedoman hidup dan kebiasaan yang baik untuk dianut
dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Fakta
tersebut menguatkan anggapan bahwa masyarakat Indonesia dikenal
sebagai masyarakat yang berbudaya dan memiliki etika luhur dalam
kehidupan bersosial dan bermasyarakat. Maka dari itu, pemahaman
akan etika dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat sangat
penting untuk dalam mengimplementasikannya dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat.
A. Pengertian Etika
Adalah suatu norma atau aturan yang dipakai sebagai
pedoman dalam berperilaku di masyarakat bagi seseorang terkait
dengan sifat baik dan buruk.Ada juga yang menyebutkan pengertian
etika adalah suatu ilmu tentang kesusilaan dan perilaku manusia di
dalam pergaulannya dengan sesama yang menyangkut prinsip dan
aturan tentang tingkah laku yang benar. Dengan kata lain, etika
adalah kewaijban dan tanggungjawab moral setiap orang dalam
2
berperilaku di masyarakat.Secara etimologis, kata etika berasal dari
bahasa Yunani kuno, yaitu “Ethikos” yang artinya timbul dari suatu
kebiasaan. Dalam hal ini etika memiliki sudut pandang normatif
dimana objeknya adalah manusia dan perbuatannya.
Pengertian Etika Menurut Para Ahli
Agar kita lebih memahami apa arti etika, maka kita dapat
merujuk pada pendapat para ahli. Berikut ini adalah pengertian etika
menurut para ahli:
1. Soergarda Poerbakawatja
Menurut Soergarda Poerbakawatja, pengertian etika adalah
suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan, serta pijakan
kepada suatu tindakan manusia.
2. H. A. Mustafa
Menurut H. A. Mustafa, pengertian etika adalah ilmu yang
menyelidiki terhadap suatu perilaku yang baik dan yang buruk
dengan memerhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang
diketahui oleh akan serta pikiran manusia.
3. K. Bertens
Menurut K. Bertens, definisi etika adalah nilai dan norma moral
yang menjadi suatu acuan bagi umat manusia secara baik secara
individual atau kelompok dalam mengatur semua tingkah
lakunya.
4. DR. James J. Spillane SJ
Menurut DR. James, etika adalah memperhatikan suatu tingkah
laku manusia di dalam mengambil keputusan yang
berhubungan dengan moral. Etika lebih mengarah ke
penggunaan akal budi dengan objektivitas guna menentukan
3
benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang terhadap
lainnya
5. Drs. H. Burhanudin Salam
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam, etika adalah sebuah
cabang ilmu filsafat yang membicarakan perihal suatu nilai-
nilai serta norma yang dapat menentukan suatu perilaku
manusia ke dalam kehidupannya.
6. W. J. S. Poerwadarminto
Menurut Poerwadarminto, arti etika adalah ilmu pengetahuan
tentang suatu perilaku atau perbuatan manusia yang dilihat dari
sisi baik dan buruknya yang sejauh mana dapat ditentukan oleh
akal manusia.
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis
dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu
akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang
berbeda dengan pendapat orang lain.Untuk itulah diperlukan etika,
yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia.Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat
dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan
sistematis dalam melakukan refleksi.Karena itulah etika merupakan
suatu ilmu.Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku
manusia.Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti
juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang
normatif.Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap
perbuatan manusia.
B. Macam-macam Teori Etika
Teori Etika Normatif Merupakan Etika yang menetapkan berbagai
sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia
4
atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa
yang bernilai dalam hidup ini. Oleh karena itu Etika Normatif
merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia
bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai
dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di
masyarakat.Etika normatif tersebut tidak lagi menjelaskan tentang
gejala-gejala, melainkan tentang apa yang sebenarnya harus
merupakan tindakan kita. Dalam etika normatif, norma-norma dinilai,
dan sikap manusia ditentukan.Etika Normatif memberi penilaian dan
himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya
berdasarkan norma-norma.dan menghimbau manusia untuk bertindak
yang baik dan menghindari yang tindakan yang jelek.
Etika normatif yang berkaitan dengan masalah moral merupakan
topik bahasan yang paling menarik. Penilaian baik dan buruk
mengenai tindakan seseorang atau kelompok masyarakat tertentu
dalam etika normatif selalu dikaitkan dengan norma – norma yang
dapat menuntun manusia untuk bertindak secara baik dan
menghindarkan hal hal yang buruk sesuai dengan kaidah dan norma
yang disepakati dan yang berlaku dimasyarakat.
Suatu tindakan atau perbuatan manusia selalu mempunyai tujuan
tertentu yang ingin dicapainya.Artinya ada arah dan sasaran dari
tindakan atas hidup yang dijalankan.Contoh dari Etika Normatif.ada
etika yang bersifat individual seperti kejujuran,disiplin
diri,mengerjakan tugas. Selain itu contoh etika normative adalah etika
dalam berbisnis.
Contoh penerapan etika normatif adalah,
1. Kebiasaan menggunakan narkoba harus dapat dihindari karena
dapat merusak organ tubuh (menyiksa diri sendiri)
5
2. Menolak kebiasaan aborsi karena termasuk tindakan
menghilangkan nyawa orang lain dan menyiksa diri sendiri.
3. Dilarang menghilangkan nyawa orang lain yang tidak bersalah
4. Kebiasaan minum minuman keras harus dapat dihindari, karena
dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran manusia dan
merusak organ tubuhnya.
5. Menolak kebiasaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
karena dapat merugikan orang lain.
6. Kebiasaan prostitusi, harus dapat dihindari, karena bertentangan
dengan martabat manusia.
Etika normatif tidak menggambarkan, tetapi menentukan benar
tidaknya suatu perbuatan.Etika normatif bertujuan merumuskan
prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional dan dapat dipergunakan dalam praktek.
Teori Deontologi
Aliran besar pemikiran etika kedua adalah deontologi. Tokoh
besar aliran ini adalah Immanuel Kant (1724-1804) (Ludigdo, 2007),
sehingga disebut juga sebagai Kantianisme.Istilah deontogi sendiri
berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban (Bertens,
2000).Pandangan dasar dari pemikiran etika deontologi ini adalah
bahwa penilaian baik atau buruknya suatu tindakan didasarkan pada
penilaian apakah tindakan itu sendiri sebagai baik atau
buruk.Sehingga dapat dikatakan bahwa pendekatan deontologi ini
berbeda dalam prinsipnya dengan utilitarianisme yang berpendapat
bahwa moralitas suatu tindakan tergantung pada konsekuensinya.
Immanuel Kant sebagai filsofis penting dalam memperkenalkan
pendekatan deontologi ini, mengemukakan pandangannya bahwa
suatu perilaku atau tindakan yang benar, bila dilakukan berdasarkan
“imperatif kategoris” (Bertens,2000). Imperatif kategoris berarti
6
mewajibkan yang tidak tergantung pada kondisi atau syarat
apapun.Dari pernyataan tersebut, secara sepintas dapat disimpulkan
bahwa konsep dasar imperatif kategoris yang dikemukakan oleh Kant
yang menjadi landasan pendekatan deontologi, memiliki penilaian
moral yang berbeda dengan konsep dasar utilitarianisme yang lebih
memfokuskan konsep nilai-nilai moral pada pencapaian manfaat.
Selain itu Kant juga mengatakan, bagi hukum yang terpenting
adalah legalitas perbuatan, artinya segi lahiriah perbuatan.Di dalam
hukum yang dinilai adalah apakah suatu perbuatan bertentangan
dengan hukum atau tidak.Sedangkan dalam konteks etika, legalitas
suatu perbuatan tidak cukup, tapi harus diperhatikan juga moralitas
perbuatan.Moralitas tidak terbatas dari segi lahiriah perbuatan tapi
meliputi juga segi batinnya, artinya motif mengapa perbuatan itu
dilakukan.
Teori Teologis
Dari kata Yunani, telos = tujuan, Mengukur baik buruknya
suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan
itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Dua aliran etika teleologi :
1. Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang
pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan
dirinya sendiri.
2. Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa
manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua
7
orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Contoh :
kewajiban untuk menepati janji
C. Pengertian Moral dan Moralitas
Moral adalah suatu aturan atau tata cara hidup yang bersifat
normatif (mengatur/mengikat) yang sudah ikut serta bersama kita
seiring dengan umur yang kita jalani (Amin Abdulah: 167), sehingga
titik tekan ”moral” adalah aturan-aturan normatif yang perlu
ditanamkan dan dilestarikan secara sengaja, baik oleh keluarga,
lembaga pendidikan, lembaga pengajian, atau komunitas-komunitas
lainnya yang bersinggungan dengan masyarakat.
Secara umum, MORAL dapat diartikan sebagai batasan
pikiran, prinsip, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia tentang nilai-
nilai baik dan buruk atau benar dan salah. Moral merupakan suatu tata
nilai yang mengajak seorang manusia untuk berperilaku positif dan
tidak merugikan orang lain. Seseorang dikatakan telah bermoral jika
ucapan, prinsip, dan perilaku dirinya dinilai baik dan benar oleh
standar-standar nilai yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.
D. Peran dan Manfaat Etika
Ada beberapa peran dan manfaat etika:
1. Manusia hidup dalam jajaran norma moral, religius, hukum,
kesopanan, adat istiadat dan permainan. Oleh karena itu,
manusia harus siap mengorbankan sedikit kebebasannya.
2. Norma moral memberikan kebebasan bagi manusia untuk
bertindak sesuai dengan kesadaran akan tanggung jawabnya =
human act, dan bukan an act of man. Menaati norma moral
berarti menaati diri sendiri, sehingga manusia menjadi otonom
dan bukan heteronom.
8
3. Sekalipun sudah ada norma hukum, etika tetap diperlukan
karena norma hukum tidak menjangkau wilayah abu-abu, norma
hukum cepat ketuinggalan zaman, sehingga sering terdapat
celah-celah hukum, norma hukum sering tidak mampu
mendeteksi dampak secara etis dikemudian hari, etika
mempersyaratkan pemahaman dan kepedulian tentang
kejujuran, keadilan dan prosedur yang wajar terhadap manusia,
dan masyarakat, asas legalitas harus tunduk pada asas moralitas.
4. Manfaat etika adalah mengajak orang bersikap kritis dan
rasional dalam mengambil keputusan secara otonom,
mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang
tertib, teratur, damai dan sejahtera.
5. Perlu diwaspadai nahwa ”power tend to corrupt”, ”the end
justifies the means” serta pimpinan ala Machiavellian, yang
galak seperti singa dan licin seperti belut.
E. Kesadaran Moral
Sifat moral itu bukan sipat lahiriah belaka, tetapi suatu
unsur dalam kesadaran kita yang menyertai kesadaran tentang
norma – norma. Sifat moral suatu norma merupakan sifat yang
kita sadari, kalaw masuk dalam suatu keadan di mana norma itu
perlu dilakukan. Oleh karena itu, etika harus bertolak dari
fenomena kesadaran maral. Jadi, fenomena kesadaran moral
adalah apa saja yang muncul dalam kesadaran moral.
Kesadaran moral muncul apabila kita harus memutuskan
sesuatu yang menyangkut hak dan kebahagiaan orang lain.
Contoh, jika seseorang mengembalikan uang pinjaman namun
ada sisa uang yag baru di ketahui setelah orang itu pula. Oleh
karena itu, wajib untuk mengembalikan uang itu. Kesadaran yang
menyatakan wajib itulah disebut kesadaran moral.
Unsur unsur pokok dalam kesadaran moral memperlihatkan suatu
struktur :
9
1. Kewajiban yang membebaninya bersipat mutlak.
2. Karena melaksanakan kewajiban itu merupakan kewajiban
setiap orang.
3. Dengan mengambil keoutusan untuk melaksanakan atau tidak
malaksanakan kewajiban itu.
4. Kewajiban itu masuk akal dan pantas disetujui.
5. Sekaligus menentukan nilai sendiri.
Dari struktur itu menunjukan ada tiga unsur dalam kesadaran moral
menurut Franz magnis suseno, yaitu sebagai berikut.
1. Mengungkapkan mengumpulkan kesadaran bahwa kewajiban
moral itu bersifat mutlak
Perasaan wajib untuk melakukan tindakan yang bermoral itu
ada, terjadi di dalam setiap hati sanubari manusia, siapan pun,
di manapun dan kapan pun. Kewajiban tersebet tidak dapat
ditawar- tawar,karena dalam pelaksanaanya jika tidak mematuhi
berarti suatu pelanggaran moral.
Rasa wajib ini menunjukkan bahwa suara batin harus selalu
ditatai,karena sebagai kesadaran bahwa seseorang merasa
mempunyai beban atas kewajiban mutlak, untuk melaksanakan
sesuatu, tida ada kekuatan apapun yang berhak mengganggu
pelaksanaanya,. Norma dibedakan dengan norma lainya karena
disertai kewajiban mutlak untuk melaksanakannya.
2. Mengengkapkan rasionalitas kesadaran moral
Kesadaran moral dapat dikatakan rasional, karena berlaku
umum, ladi pula terbuka bagi pebenaran atau penyangkalan.
Dinyatakan pula sebagai halyang objektif dapat
diuniversalisasikan, artinya dapat disetujui, berlaku pada setiap
waktu dan tempat bagi setiap orang yang berbeda dalam situasi
sejenis. Dalam masalah rasionalitas kesadaran moral manusia
meyakini bahwa akan sampai pada pendapat yang sama sebgai
suatu masalah moral, asal manusi abebas dari paksaan dan
10
tekanan, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak berpihak,
bersedia untuk bertindak sesuai dengan kaidah yang berlaku
umum, pengetahuan jernih, dan mengetahui informasi.
3. Mengungkapkan segi tanggung jawab subjektif
Atas kesadaran moral seseorang bebas untuk menaatinya. Bebas
dalam menentukan perilakunya dan di dalam penentuan itu
sekaligus terpampang pada nilai manusia itu sendiri.
Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi
listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya
pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi
tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power
Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric,
Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy,
Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell
Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga
listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN
sendiri.
Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara
(PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di
berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-
25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional
kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua
industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi
industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih
pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah
karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di
sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton
Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi
juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak
(BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
11
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional,
kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi
mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi
kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga
sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh
diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi
masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.
Pertanyaan :
Berdasarkan kasus di atas uraikan berdasarkan perspektif teori
deontology, teleology, dan utilitarianisme !
12
BAB II
RELEVANSI ANTARA ETIKA DAN BISNIS
Etika secara umum adalah sebuah sesuatu di mana dan
bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas
yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik,
buruk, dan tanggung jawab.
Sedangkan Etika bisnis adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan cara melakukan kegiatan bisnis yang mencakup
seluruh aspek yang masih berkaitan dengan personal, perusahaan
ataupun masyarakat. atau bisa juga diartikan pengetahuan tentang tata
cara ideal dalam pengaturan dan pengelolaan bisnis yang
memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal
secara ekonomi maupun sosial. Disini kita akan membahas tentang
etika didalam bisnis atau dengan kata lain Etika Bisnis.
A. Prinsip Etika Bisnis
Secara umum etika bisnis harus ditempuh oleh perusahaan
agar tercapai tujuan yang telah ditetapakan. Oleh karena itu etika
bisnis memiliki beberapa prinsip yang digunakan sebagai acuan
dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan yang dimaksud.
Adapun prinsip-prinsip etika dalam berbisnis adalah sebagai berikut:
1. Prinsip hormat pada diri sendiri : Prinsip ini akan memberikan
dampak pada bisnis itu sendiri. Dalam menjalankan bisnis
masyarakat sebagai konsumen merupakan cerminan bagi bisnis
kita. Bila bisnis kita memberikan kontribusi yang positif kepada
masyarakat tentu itu akan berdampak positif dengan bisnis yang
kita jalankan dan begitu juga sebaliknya. Sebagai pengelola
13
perusahaan sudah menjadi kewajiban untuk memberikan respek
kepada siapapun yang terlibat dalam aktivitas bisnis. Dengan
demikian pasti semua pihak akan memberikan respek yang sama
terhadap perusahaan yang kita kelola. Sebagai contoh prinsip
menghormati diri sendiri dalam etika bisnis: Manajemen
perusahaan dengan teamwork-nya memiliki sistem kerja yang
berorientasi kepada pelanggan akan makin fanatik terhadap
perusahaan. Demikian juga, jika sistem manajemen berorientasi
pada pemberian kepuasan kepada karyawan yang berprestasi
karena sepadan dengan prestasinya maka dapat dipastikan
karyawan akan makin loyal terhadap perusahaan.
2. Prinsip keadilan : Dalam menerapakan prinsip keadilan semua
pihak yang terkait dalam bisnis harus memberikan kontribusi baik
itu secara langsung atau tidak langsung terhadap keberhasilan
bisnis. Oleh karena itu semua pihak harus memiliki akses yang
positif sesuai dengan kemampuan dan peran yang sudah diberikan
kepada masing-masing terhadap keberhasilan bisnis ini. Contoh
prinsip keadilan dalam etika bisnis seperti alokasi sumber daya
ekonomi kepada semua pemilikfaktor ekonomi. Hal ini bisa
dilkukan dengan membuat kesepakatan tentang harga konsumen
dan juga harga pemasok bahan baku serta alat-alat produksi.
3. Prinsip kejujuran : Prinsip kejujuran dalam etika bisnis
merupakan nilai yang paling dasar untuk mendukung keberhasilan
kinerja perusahaan. Kegiatan bisnis akan bisa berhasil dan sukses
bila setiap individu yang terlibat dalam kegiatan bisnis
menerapkan prinsip kejujuran. Pada dasarnya prinsip kejujuran ini
harus ditanamkan dalam setiap kegiatan bisnis. Hal yang paling
penting dalam menerapakan prinsip ini dalam bisnis adalah
dengan memulai menerapakan prinsip ini pada diri kamu dahulu.
Jika kamu sebagai pimpinan perusahaan mampu untuk
menerapakan prinsip ini, tentu akan menjadi contoh bagi semua
karyawan yang bekerja di perusahaanmu.
14
4. Prinsip Otonomi : dalam prinsip otonomi etika bisnis perusahaan
bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang yang telah
dikuasai Sesuai dengan visi dan misi perusahaan tersebut. Contoh
otonomi dalam etika bisnis perusahaan tidak bergantung dengan
perusahaan lain dalam mengambil keputusan bisnis. Perusahaan
tersebut bebas mengambil keputusan apapun yang sesuai dengan
visi misinya.
Dalam menjalankan prinsip otonomi ini 2 perusahaan atau
lebih bisa berkomitmen dalam menjalankan etika bisnis ini, namun
masing-masing perusahaan dimungkinkan untuk mengambil
pendekatan yang berbeda-beda dalam menjalankanya. Sebab masing-
masing perusahaan memiliki kondisi karakter internal dan strategi
yang berbeda dalam mencapai tujuan serta visi misi dari perusahaan
tersebut.
B. Sasaran dan Ruang Lingkup Etika Bisnis
1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip ,
kondisi dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang
baik . Etika bisnis berfungsi menggugah kesadaran moral
pelaku bisnis agar berperilaku baik dalam menjalankan
usahanya demi nilai luhur tertentu (agama, budaya) dan demi
kelanjutan bisnisnya.
2. Menyadarkan masyarakat (stake holder) yang terdiri dari
konsumen (end user), karyawan , pemasok/mitra bisnis,
investor dan lingkungan (penduduk disekitar lokasi usaha )
akan hak mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek
bisnis.
3. Menilai apakah sistem ekonomi disuatu wilayah sesuai
dengan etika bisnis apakah masih ada praktek monopoli,
oligopoli, money loundring, insider trading,black market, dll.
15
C. Faktor Pendukung Implementasi Etika Bisnis
1. Adanya kepedulian terhadap mutu kehidupan kerja oleh
manajer atau peningkatan “Quality of Work Life”.
2. Adanya “Trust Crisis” dari publik kepada perusahaan.
3. Mulai diterapkan punishment yang tegas terhadap skandal
bisnis oleh pengadilan.
4. Adanya peningkatan kekuatan control dari LSM.
5. Tumbuhnya kekuatan publisitas oleh media.
6. Adanya transformasi organisasi dari “transaction oriented”
menjadi “relation oriented”.
D. Prinsip Umum Etika Bisnis
1. Otonomi = mandiri.
2. Kejujuran.
3. Keadilan.
4. Manfaat bersama (mutual benefit principle).
5. Integritas moral tuntunan internal agar tetap menjaga nama
baik industri.
E. Etos Bisnis
Etos bisnis merupakan suatu kebiasaan atau budaya moral
menyangkut kegiatan bisnis yang dianut oleh satu perusahaan atau
group usaha. Penerapan nilai atau norma bisnis yang lebih baik yang
dianut oleh pebisnis untuk meningkatkan image perusahaan dengan
mengutamakan pelayanan prima dan produk prima.
16
F. Moral dan Etika Dalam Dunia Bisnis
Moral Dalam Dunia Bisnis
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan
pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral
pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang
dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan
pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam
kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-“bisnis”. Jadi, moral
sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan
dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam
melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen,
jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh
kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja
sama yang erat saling menguntungkan. Moral dan bisnis perlu terus
ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat
kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu
ini dibicarakan?
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran
agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam
melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa
orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral
yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya
moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu
peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral
harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama
yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
17
Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang
untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu
(sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota
suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu
mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin
kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok
masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya
kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu
dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus
disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta
kelompok yang terkait lainnya.
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara
pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara
nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk
mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang
transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah,
masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja
yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa
yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak
mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa
yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa
diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam
berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan
pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang
mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam
perekonomian. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:
1. Pengendalian diri.
18
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-
ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi,
Kolusi dan Komisi).
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha
kuat dan golongan pengusaha kebawah.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah
disepakati bersama.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap
apa yang telah disepakati.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu
hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis
tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan
tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini
sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan
semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran
semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan
dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi
tahun 2000 dapat diatasi.
Alasan perlunya etika dalam bisnis:
1. Kinerja bisnis tidak hanya diukur dari kinerja manajerial / finansial
saja tetapi juga berkaitan dengan komitmen moral, integritas
moral, pelayanan, jaminan mutu dan tanggung jawab sosial.
19
2. Dengan persaingan yang ketat, pelaku bisnis sadar bahwa
konsumen adalah raja sehingga perusahaan harus bisa merebut dan
mempertahankan kepercayaan konsumen.
3. Perusahaan semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga
kerja yang siap untuk dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan
semaksimnal mungkin. Karyawan adalah subyek utama yang
menentukan keberlangsungan bisnis sehingga harus dijaga dan
dipertahankan.
4. Perlunya menjalankan bisnis dengan tidak merugikan hak dan
kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnis.
20
BAB III
ETIKA UTILITARIANISME
Etika bisnis merupakan pemikiran atau refleksi tentang
moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas berarti aspek baik
atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau
tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa
yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu
bidang perilaku manusia yang penting.
Selain itu etika bisnis juga merupakan penerapan tanggung
jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu
sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis
dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dipandang
sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga
memiliki etika pergaulan antar manusia.
Menurut paham Utilitarianisme, bisnis adalah etis, apabila
kegiatan yang dilakukannya dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya pada konsumen dan masyarakat. Jadi dapat
dikatakan bahwa kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik adalah
kebijakan yang menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan
sebaliknya malah memberikan kerugian.
A. Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
Etika utilitarianisme berasal dari bahasa Latin, utilitas yang
berarti kegunaan. Paham ini menilai baik atau tidaknya sesuatu
ditinjau dari segi kegunaan yang didatangkannya. Dikembangkan
oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill pada abad ke 19 sebagai
kritik atas dominasi hukum alam. Teori ini juga disebut sebagai teori
21
kebahagiaan terbesar (the greatest happines theory) dan teori
teleologis.
Konsep dasar teori ini adalah suatu perbuatan yang secara moral
adalah benar, jika:
1. Membuat hal yang terbaik untuk banyak orang.
2. Mampu memberi manfaat bagi setiap orang.
3. Mendapatkan manfaat terbaik dari manfaat-manfaat dari
kemungkinan yang dipertimbangkan.
Utilitarianisme Klasik
Berasal dari tradisi pemikiran moral Inggris. Diawali dari
pemikiran David Hume (1711-1776) yang kemudian dikembangkan
oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Dimaksudkan sebagai dasar etis
untuk memperbaharui hukum di Inggris khususnya hukum pidana,
Bentham juga mengadopsi prinsip hedonisme karena menurutnya
perbuatan dinilai baik jika dapat meningkatkan kesenangan dan
sebaliknya.
Prinsip utilitarianisme (the greatest happines theory) menuai
banyak kritik dan kesalahpahaman, namun diluruskan oleh John
Stuart Mill. Kelebihan prinsip ini ialah menggunakan prinsip yang
jelas dan rasional serta mempertimbangkan hasil perbuatan. Kritiknya
adalah sama seperti hedonisme, hanya saja tidak memuat egoisme
etis, prinsip yang digunakan tidak selamanya benar dan tidak
memberi jaminan bahwa kebahagiaan dibagi secara adil, tidak
memberi tempat pada “hak” dan Utilitarianisme sebagai sistem moral
yang tidak menerapkan keadilan.
Utilitarianisme Aturan
Dikemukakan oleh filsuf Inggris-Amerika, Stephen Toulmin.
Prinsip dasarnya adalah kegunaan tidak harus diterapkan atas salah
satu perbuatan yang kita lakukan, melainkan atas aturan moral yang
mengatur perbuatan yang kita terima bersama. Filsuf Richard B.
Brandt mengusulkan agar bukan aturan moral satu demi satu,
22
melainkan sistem aturan moral sebagai keseluruhan diuji dengan
prinsip kegunaan. Bisa dikatakan kelebihan utilitarianisme aturan ini
adalah dapat terbebas dari kesulitan utilitarisme perbuatan. Kritiknya
adalah ketika dihadapkan pada dua aturan moral, sehingga akan
terjerumus pada utilitarianisme perbuatan.
Etika Utilitarianisme dikembangkan pertama kali oleh Jeremi
Bentham (1748 -1832). Etika Utilitarianisme adalah tentang
bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik,
ekonomi dan legal secara moral. Teori utilitarisme yang
dikembangkan oleh Jeremy Bentham ini terdapat beberapa prinsip
dasar yang merupakan ciri khas, diantaranya:
a) Bahwa alam telah menempatkan manusia di bawah tuntunan
dua guru, yaitu kelezatan (pleasure) dan kesakitan (pain).
Manusia adalah makhluk yang mencari kelezatan (pleasure
seekink) dan menghindari rasa sakit (pain avoiding). Prinsip
tersebut menurutnya harus ditetapkan secara kuantitatif agar
dapat memberi etika kemanfaatan atas dasar ilmiah (Titus,
Smith Nolan, 1984: 149).
b) Kesenangan atau kebahagiaan - ia memakai kata-kata ini
sebagai sebuah sinonim - yang buruk adalah penderitaan. Oleh
karena itu, suatu keadaan jika mencakup kesenangan yang lebih
besar daripada penderitaan, penderitaan yang lebih kecil
daripada kesenangan, adalah lebih baik daripada keadaan lain.
Di antara semua keadaan yang mungkin itu, yang paling terbaik
adalah mencakup kesenangan yang lebih besar daripada
penderitaan.
c) Bahwa kebaikan - kebaikan adalah kebahagiaan pada
umumnya, akan tetapi juga bahwa setiap individu senantiasa
memburu apa yang menurut keyakinannya merupakan
kebahagiaannya sendiri. Oleh sebab itu, menurutnya, tugas
23
legislator adalah menghasilkan keserasian antara kepentingan
publik dan kepentingan pribadi (Russel, Ibdi: 1008).
Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa terdapat tiga kriteria prinsip
etika utilitarianisme ( Keraf, 1998:94):
1. Manfaat, yaitu bahwa kebijakan atau tindakan mendatangkan
manfaat atau kegunaan tertentu.
2. Manfaat Terbesar, yaitu bahwa kebijakan atau tindakan itu
mendatangkan manfaat besar dibandingkan dengan alternatif
lainnya. Dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah
tindakan yang menimbulkan kerugian terkecil.
3. Manfaat Terbesar Bagi Orang Sebanyak Mungkin, yaitu bahwa
suatu kebijakan atau tindakan dinilai baik secara moral jika
tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan apabila
mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
B. Nilai Positif Etika Utilitarianisme
Menurut Keraf (1998:96) terdapat tiga nilai positif etika
utilitarianisme, yaitu:
1. Rasionalitas
Prinsip moral yang diajukan etika utilitarianisme tidak
didasarkan pada aturan-aturan kaku yang tidak dipahami atau
tidak diketahui kebasahaannya. Etika utilitarianisme
memberikan kriteria yang objektif dan rasional.
2. Otonom
Etika utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap
pelaku moral untuk berpikir dan bertindak dengan hanya
memperhatikan tiga kriteria objektif dan rasional seperti yang
telah diuraikan sebelumnya. Tidak ada paksaan bahwa orang
24
harus bertindak dengan cara tertentu yang tidak diketahui
alasannya.
3. Universal
Etika utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat dari
suatu tindakan bagi banyak orang. Suatu tindakan dinilai
bermoral apabila tindakan tersebut memberi manfaat terbesar
bagi banyak orang. Secara universal semua pebisnis dunia saat
ini berlomba-lomba mensejahterakan masyarakat dunia, selain
membuat diri mereka menjadi sejahtera. berbisnis untuk
kepentingan individu dan di saat yang bersamaan
mensejahterakan masyarakat luas adalah pekerjaan
profesional sangat mulia. Dalam teori sumber daya alam
dikenal istilah Backwash Effect, yaitu di mana pemanfaatan
sumber daya alam yang terus menerus akan semakin
merusakan kualitas sumber daya alam itu sendiri, sehingga
diperlukan adanya upaya pelastarian alam supaya sumber
daya alam yang terkuras tidak habis ditelan jaman.
C. Utilitarianisme Sebagai Proses dan Standar
Penilaian
Secara umum etika utilitarianisme dapat dipakai dalam dua
wujud yang berbeda, yaitu:
1. Etika utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk
mengambil keputusan, kebijaksanaan atau untuk bertindak.
2. Etika utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan
atau kebijaksanaan yang telah dilakukan dan digunakan untuk
mengevaluasi tindakan yang sudah dijalankan.
D. Analisis Keuntungan dan Kerugian
a) Keuntungan dan kerugian, cost and benefits yang dianalisis
tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan.
25
b) Analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam
kerangka uang. Dalam analisis ini perlu juga mendapat
perhatian serius, bahwa keuntungan dan kerugian disini tidak
hanya menyangkut aspek financial, melainkan juga aspek-
aspek moral.
c) Analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang.
Benefits yang menjadi sasaran utama semua perusahaan
adalah long term net benefits.
Di dalam analisa pengeluaran dan keuntungan perusahaan
memusatkan bisnisnya untuk memperoleh keuntungan daripada
kerugian. Proses bisnis diupayakan untuk selalu memperoleh profit
daripada kerugian. Keuntungan dan kerugian tidak hanya mengenai
finansial, tapi juga aspek-aspek moral seperti halnya
mempertimbangkan hak dan kepentingan konsumen dalam bisnis.
Dalam dunia bisnis dikenal corporate social responsibility atau
tanggung jawab sosial perusahaan. Suatu pemikiran ini sejalan
dengan konsep Utilitarianisme, karena setiap perusahaan mempunyai
tanggung jawab dalam mengembangkan dan menaikan taraf hidup
masyarakat secara umum, karena bagaimanapun juga setiap
perusahaan yang berjalan pasti menggunakan banyak sumber daya
manusia dan alam, dan menghabiskan daya guna sumber daya
tersebut.
E. Kelemahan Etika Utilitarianisme
1. Manfaat merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam
kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yang tidak
sedikit.
2. Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius nilai
suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan
nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.
26
3. Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius
kemauan baik seseorang.
4. Variabel yang dinilai tidak semuanya dapat dikuantifikasi.
5. Seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarianisme saling
bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan
proiritas di antara ketiganya.
6. Etika Utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas
tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas.
Kesulitan dalam penerapan Utilitarianisme yang
mengutamakan kepentingan masyarakat luas merupakan sebuah
konsep bernilai tinggi, sehingga dalam praktek bisnis sesungguhnya
dapat menimbulkan kesulitan bagi pelaku bisnis. misalnya dalam segi
finansial perusahaan dalam menerapkan konsep Utilitarianisme tidak
terlalu banyak mendapat segi manfaat dalam segi keuangan, manfaat
paling besar adalah di dalam kelancaran menjalankan bisnis, karena
sudah mendapat ‘izin’ dari masyrakat sekitar, dan mendapat citra
positif di masyarakat umum, namun dari segi finansial,
Utilitarianisme membantu (bukan menambah) peningkatan pendapat
perusahaan.
27
BAB IV
PASAR DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Etika bisnis adalah perwujudan dari nilai-nilai moral. Hal ini
disadari oleh sebagian besar pelaku usaha, karena mereka akan
berhasil dalam usaha bisnisnya jika menjalankan prinsip-prinsip etika
bisnis. Jadi penegakan etika bisnis penting artinya dalam
menegakkan persaingan usaha sehat yang kondusif.
Di Indonesia, penegakan etika bisnis dalam persaingan bisnis
semakin berat. Kondisi ini terjadi karena banyaknya pelanggaran
terhadap etika bisnis oleh para pelaku bisnis itu sendiri, sedangkan
pelanggaran etika bisnis tersebut tidak dapat diselesaikan melalui
hukum karena sifatnya yang tidak terikat menurut hukum. Persaingan
usaha yang sehat akan menjamin keseimbangan antara hak produsen
dan konsumen. Indikator dari persaingan yang sehat adalah
tersedianya banyak produsen, harga pasar yang terbentuk antara
permintaan dan penawaran pasar, dan peluang yang sama dari setiap
usaha dalam bidang industri dan perdagangan. Adanya persaingan
yang sehat akan menguntungkan semua pihak termasuk konsumen
dan pengusaha kecil, dan produsen sendiri, karena akan menghindari
terjadinya konsentrasi kekuatan pada satu atau beberapa usaha
tertentu.
Terdapat hubungan yang erat antara etika bisnis dan
persaingan usaha. Terdapatnya aspek hukum dan aspek etika bisnis
sangat menentukan terwujudnya persaingan yang sehat. Dalam
bisnis, terdapat bersaingan yang ketat, yang kadang – kadang
menyebabkan pelaku bisnis menghalalkan segala cara untuk
memperoleh keuntungan usaha dan memenangkan persaingan. Etika
bisnis merupakan suatu bidang ilmu ekonomi yang dapat memahami
suatu bisnis persaingan, bagaimana bersikap ataupun berperilaku.
28
Bagaimana era global ini dituntut untuk menciptakan suatu
persaingan yang kompetitif sehingga dapat terselesaikan tujuannya
dengan baik, kolusi, korupsi, mengandalkan koneksi, menjadi suatu
hal yang biasa dalam tatanan kehidupan bisnis, yang mana prinsip
menguasai dan menghalalkan segala cara untuk memenangkan
persaingan menjadi suatu hal yang lumrah, padahal etikanya tidak
begitu.
A. Pasar dan Perlindungan Konsumen
Banyak orang yang percaya bahwa konsumen secara otomatis
terlindungi dari kerugian dengan adanya pasar yang bebas dan
kompetitif dan bahwa pemerintah atau para pelaku bisnis tidak
mengambil langkah – langkah yang diperlukan untuk menghadapi
masalah ini. Pasar bebas mendukung alokasi , penggunaan, dan
distribusi barang- barang yang dalam artian tertentu, adil, menghargai
hak, dan memiliki nilai kegunaan maksimum bagi orang- orang yang
berpartisipasi dalam pasar. Lebih jauh lagi, di pasar seperti ini,
konsumen dikatakan ‘’ berdaulat penuh’’. Saat konsumen
menginginkan dan bersedia membayar untuk suatu produk, para
penjual memperoleh insentif untuk memenuhi keinginan mereka.
Seperti yang dikatakan seorang penulis ekonomi
ternama,’’konsumen” , dengan cita rasa mereka seperti yang
diekspresikan dalam pilihan atas produk, mengarahkan bagaimana
sumberdaya masyarakat disalurkan.
Dalam pendekatan pasar, terhadap perlindungan konsumen ,
keamanan konsumen dilihat sebagai produk yang paling efisien bila
disediakan melalui mekanisme pasar bebas di mana penjual
memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen.
(Velazquez,2005: 317). Dalam teori, konsumen yang menginginkan
29
informasi bisa mencarinya di organisasi-organisasi seperti consumers
union, yang berbisnis memperoleh dan menjual informasi. Dengan
kata lain, mekanisme pasar perlu menciptakan pasar informasi
konsumen jika itu yang diinginkan konsumen (Velazquez,2005: 319).
Adapun kewajiban konsumen untuk melindungi
kepentingannya ataupun produsen yang melindungi kepentingan
konsumen, sejumlah teori berbeda tentang tugas etis produsen telah
dikembangkan , masing- masing menekankan keseimbangan yang
berbeda antara kewajiban konsumen pada diri mereka sendiri dengan
kewajiban produen pada konsumen meliputi pandangan kontrak,
pandangan “ due care” dan pandangan biaya sosial.
1. Pandangan kontrak kewajiban produsen terhadap konsumen
Menurut pandangan kontrak tentang tugas usaha bisnis
terhadap konsumen, hubungan antara perusahaan dengan konsumen
pada dasarnya merupakan hubungan kontraktual, dan kewajiban
moral perusahaan pada konsumen adalah seperti yang diberikan
dalam hubungan kontraktual. Pandangan ini menyebutkan bahwa saat
konsumen membeli sebuah produk, konsumen secara sukarela
menyetujui “ kontrak penjualan” dengan perusahaan.
Pihak perusahaan secara sukarela dan sadar setuju untuk
memberikan sebuah produk pada konsumen dengan karakteristik
tertentu, dan konsumen juga dengan sukarela dan sadar setuju
membayar sejumlah uang pada perusahaan untuk produk tersebut.
Karena telah sukarela menyetujui perjanjian tersebut, pihak
perusahaan berkewajiban memberikan produk sesuai dengan
karakteristik yang dimaksud. Teori kontrak tentang tugas perusahaan
kepada konsumen didasarkan pada pandangan bahwa kontrak adalah
30
sebuah perjanjian bebas yang mewajibkan pihak-pihak terkait untuk
melaksanakan isi persetujuan. Teori ini memberikan gambaran bahwa
perusahaan memiliki empat kewajiban moral utama: kewajiban dasar
untuk mematuhi isi perjanjian penjualan, dan kewajiban untuk
memahami sifat produk , menghindari misrepesentasi, dan
menghindari penggunaan paksaan atau pengaruh.
Dengan bertindak sesuai kewajiban-kewajiban
tersebut,perusahaan berartim menghormati hak konsumen untuk
diperlakukan sebagai individu yang bebas dan sederajat atau dengan
kata lain,sesuai dengan hak mereka untuk memperoleh perlakuan
yang mereka setuju untuk dikenakan pada mereka. (Velazquez,2005:
321-323). Meskipun demikian, teori kontraktual mempunyai
kelemahan diantaranya. Pertama, teori ini secara tidak realistis
mengasumsikan bahwa perusahaan melakukan perjanjian secara
langsung dengan konsumen. Kedua, teori ini difokuskan pada fakta
bahwa sebuah kontrak sama dengan bermata dua. Jika konsumen
dengan sukarela setuju untuk membeli sebuah produk dengan
kualitas- kualitas tertentu , maka dia bisa setuju untuk membeli
sebuah produk tanpa kualitas-kualitas tersebut. Atau dengan kata lain,
kebebasan kontrak memungkinkan perusahaan dibebaskan dari
kewajiban kontrak dengan secara eksplisit menyangkal bahwa produk
yang dijual bisa diandalkan,bisa diperbaiki, aman dan sebagainya.
Jadi, teori kontrak ini mengimplikasikan bahwa jika
konsumen memiliki banyak kesempatan untuk memeriksa produk,
beserta pernyataan penolakan jaminan dan dengan sukarela
menyetujuinya, maka diasumsikan bertanggungjawab atas cacat atau
kerusakan yang disebutkan dalam pernyataan penolakan, serta semua
karusakan yang mungkin terlewati saat memeriksanya. Ketiga,
asumsi penjual dan pembeli adalah sama dalam perjanjian penjualan.
31
Kedua belah pihak harus mengetahui apa yang mereka lakukan dan
tidak ada yang memaksa . Kenyataannya, pembeli dan penjual tidak
sejajar/ setara seperti yang diasumsikan.
Seorang konsumen yang harus membeli ratusan jenis
komoditas tidak bisa berharap mengetahui segala sesuatu tentang
semua produk tersebut seperti produsen yang khusus memproduksi
produk. Konsumen tidak memiliki keahlian ataupun waktu untuk
memperoleh dan memproses informasi untuk dipakai sebagai dasar
membuat keputusan.
2. Pandangan Tentang Teori Due care
Teori ini menerangkan tentang kewajiban perusahaan terhadap
konsumen didasarkan pada gagasan bahwa pembeli dan konsumen
tidak saling sejajar dan bahwa kepentingan-kepentingan konsumen
sangat rentan terhadap tujuan-tujuan perusahaan yang dalam hal ini
memiliki pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki konsumen.
Karena produsen berada dalam posisi yang lebih menguntungkan,
mereka berkewajiban untuk menjamin bahwa kepentingan –
kepentingan konsumen tidak dirugikan oleh produk yang mereka
tawarkan.
Pandangan due care ini juga menyatakan bahwa konsumen
harus bergantung pada keahlian produsen, maka produsen tidak
hanya berkewajiban untuk memberikan produk yang sesuai klaim
yang dibuatnya, namun juga wajib berhati-hati untuk mencegah agar
orang lain tidak terluka oleh produk tersebut sekalipun perusahaan
secara eksplisit menolak pertanggungjawaban ini bila mereka gagal
memberikan perhatian yang seharusnya bisa dilakukan dan perlu
dilakukan untuk mencegah agar oranglain tidak dirugikan oleh
penggunaan suatu produk (Velazquez,2005: 330) . Adapun
kelemahan yang didapat dari teori ini adalah tidak adanya metode
32
yang jelas untuk menentukan kapan seseorang atau produsen telah
memberikan perhatian yang memadai. Kemudian, asumsi bahwa
produsen mampu menemukan resiko – resiko yang muncul dalam
penggunaan sebuah produk sebelum konsumen membeli dan
menggunakannya.
Pada kenyataannya ,dalam masyarakat dengan inovasi
teknologi yang tinggi, produk-produk baru yang kerusakannya tidak
bisa dideteksi sebelum dipakai selama beberapa tahun dan akan terus
disalurkan ke pasar. Ketiga, teori ini terlihat paternalistik , yang
menggambarkan bahwa produsen adalah pihak yang mengambil
keputusan –keputusan penting bagi konsumen , setidaknya dalm
kaitannya dengan tingkat resiko yang layak diterima konsumen.
(Velazquez,2005: 334).
3. Pandangan Teori Biaya Sosial
Teori ini menegaskan bahwa produsen bertanggungjawab atas
semua kekurangan produk dan setiap kekurangan yang dialami
konsumen dalam memakai poroduk tersebut. Teori ini merupakan
versi yang paling ekstrem dari semboyan “ caveat venditor”
(hendaknya si penjual berhati- hati). Walaupun teori ini
menguntungkan untuk konsumen, rupanya sulit mempertahankannya
juga. Kritik yang dapat diungkapkannya sebagai berikut:
1. Teori biaya sosial tampaknya kurang adil, karena menganggap
orang bertanggungjawab atas hal – hal yang tidak diketahui atau
tidak bisa dihindarkan
2. Membawa kerugian ekonomis, bila teori ini dipraktekkan , maka
produsen terpaksa harus mengambil asuransi terhadap kerugian
33
dan biaya asuransi itu bisa menjadi begitu tinggi, sehingga tidak
terpikul lagi oleh banyak perusahaan. (Bertens, 2000: 238-239).
Ada juga tanggung jawab bisnis lainnya terhadap konsumen, yaitu ;
1. Kualitas produk
Dengan kualitas produk disini dimaksudkan bahwa produk sesuai
dengan apa yang dijanjikan oleh produsen (melalui iklan atau
informasi lainnya) dan apa yang secara wajar boleh diharapkan
oleh konsumen. Konsumen berhak atas produk yang berkualitas ,
karena ia membayar untuk itu. Dan bisnis berkewajiban untuk
menyampaikan produk yang berkualitas, misalnya produk yang
tidak kadaluwarsa (bila ada batas waktu seperti obat-obatan atau
makanan). (Bertens, 2000: 240)
2. Harga
Harga yang adil merupakan sebuah topik etika yang sudah tua.
Mulai dari zaman Aristoteles dan pemikirannya sampai abad
pertengahan. Di zaman modern , struktur ekonomi tentu menjadi
lebih kompleks. Karena itu, masalah harga pun menjadi suatu
kenyataan ekonomis sangat kompleks yang ditentukan oleh
banyak faktor sekaligus, namun masalah ini tetap diakui
mempunyai implikasi etis yang penting. Harga merupakan buah
hasil perhitungan faktor-faktor seperti biaya produksi, biaya
investasi, promosi, pajak, ditambah tentu laba yang wajar.
Dalam sistem ekonomi pasar bebas, sepintas lalu rupanya
harga yang adil adalah hasil akhir dari perkembangan daya-daya
pasar . Kesan spontan adalah bahwa harga yang adil dihasilkan
34
oleh tawar- menawar sebagaimana dilakukan di pasar tradisional,
dimana si pembeli sampai pada maksimum harga yang mau ia
pasang. Transaksi terjadi, bila maksimum dan minimum itu
bertemu. Dalam hal ini mereka tentu dipengaruhi oleh para
pembeli dan penjual lain di pasar dan harga yang mau mereka
bayar atau pasang . Jika penjual lain menawarkan barangnya
dengan harga lebih murah, tentu saja para pembeli akan pindah ke
tempat itu. Harga bisa dianggap adil karena disetujui oleh semua
pihak yang terlibat dalam proses pembentukannya (Bertens, 2000:
242)
3. Pengemasan dan pemberian label
Pengemasan produk dan label yang ditempelkan pada produk
merupakan aspek bisnis yang semakin penting. Selain bertujuan
melindungi produk dan memungkinkan mempergunakan produk
dengan mudah, kemasan berfungsi juga untuk mempromosikan
produk, terutama di era toko swalayan sekarang. Pengemasan dan
label dapat menimbulkan juga masalah etis. Tuntutan etis yang
pertama ialah informasi yang disebut pada kemasan benar .
Kemudian tuntutan lain yang diperoleh dari pengemasan ini
adalah tidak boleh menyesatkan konsumen. (Bertens, 2000: 245-
246)
B. Hubungan Produsen dan Konsumen
Konsumen menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen
(UUPK) adalah sebagai berikut: “Konsumen adalah setiap orang
yang memakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
35
Produsen ialah orang yang menghasilkan barang atau jasa
untuk keperluan konsumen. Barang atau jasa yang dihasilkan
produsen disebut produksi, sedangkan yang memakai barang dan jasa
disebut konsumen. Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada
golongan besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga
Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).
Rumah Tangga Konsumsi ialah kelompok masyarakat yang
memakai barang dan jasa, baik secara perorangan, atau keluarga atau
organisasi masyarakat. Tetapi kelompok rumah tangga konsumsi ini
juga merupakan kelompok yang memberikan beberapa faktor
produksi :
a. Orang yang menyewakan tanah untuk keperluan perusahaan,
pabrik, dan tempat kedudukan perusahaan.
b. Orang yang menyerahkan tenaga kerja untuk bekerja pada suatu
perusahaan atau pabrik.
c. Orang yang menyertakan modal usaha untuk diusahakan.
d. Tenaga ahli dari masyarakat untuk perusahaan.
Sedangkan Rumah Tangga Produksi yang menerima faktor
produksi (tanah, tenaga kerja, modal, keahlian) dari masyarakat
kemudian di olah dan diorganisir agar menghasilkan barang dan jasa.
Produksi (barang dan jasa) itu dijual pada masyarakat sehingga
memperoleh uang yang banyak dari hasil penjualan itu.
Akibatnya, antara konsumen dan produsen tidak bisa
dipisahkan, artinya saling mempengaruhi dan saling membutuhkan.
Jika perusahaan menghasilkan suatu barang dan jasa harus sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Kalau tidak, maka produksinya tidak
akan laku dijual. Namun, jika produsennya cukup pintar, mereka
bahkan bisa menciptakan kebutuhan konsumen tersebut dengan cara
promosi dan iklan yang gencar. Sehingga kebutuhan konsumen yang
sebelumnya tidak ada menjadi ada. Cara tersebut disebut dengan
36
inovasi, yaitu menciptakan sesuatu yang belum ada atau
menyempurnakan yang sudah ada sehingga mempunyai fungsi yang
lebih hebat lagi
Hubungan Secara Langsung
Hubungan antara produsen dengan konsumen dilaksanakan
dalam rangka jual beli. Jual beli sesuai Pasal 1457 KUH Perdata
adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dari pengertian ini,
maka terdapat unsur-unsur :
a. Perjanjian
b. Penjual dan pembeli
c. Harga
d. Barang
Suatu perjanjian sesuai Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirin
ya terhadap satu orang lain atau lebih. Untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat, sesuai Pasal 1320 KUH Perdata,
yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
a. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
b. Suatu hal tertentu.
c. Suatu sebab yang halal.
Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik
karena undang-undang (Pasal 1233 KUH Perdata). Pasal 1234 KUH
Perdata menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
37
sesuatu. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338). Kata
semua perjanjian mencerminkan asas kebebasan berkontrak (freedom
of contract).
Kebebasan berkontrak terdapat pembatasan-pembatasannya.
Pembatasan itu antara lain bahwa sutau perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik (Pasal 1338(3)). Suatu perjanjian tidak boleh
melanggar undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum (Pasal
1337), dan harus dilaksanakan menurut kepatutan, kebiasaan dan
undang-undang (Pasal 1339).
Hubungan Tidak Langsung
Pada awal sejarah manusia, transaksi bisnis terjadi secara
langsung antara produsen dan konsumen. Seiring dengan revolusi
industri, transaksi usaha berkembang ke arah hubungan yang tidak
langsung melalui suatu mata rantai distribusi, dari pelaku usaha,
disalurkan atau di distribusikan kepada agen, lalu ke pengecer baru
sampai konsumen. Dalam hubungan ini tidak terdapat hubungan
kontraktual (perjanjian) antara produsen dan konsumen.
Hak Pekerja
Penghargaan dan jaminan terhadap hak pekerja merupakan
salah satu penerapan dari prinsip keadilan dalam bisnis. Dalam hal
ini, keadilan menuntut agar semua pekerja diperlakukan sesuai
dengan haknya masing-masing. Baik sebagai pekerja maupun sebagai
manusia, mereka tidak boleh dirugikan, dan perlu diperlakukan
secara sama tanpa diskriminasi yang tidak rasional.
38
Dalam bisnis modern yang penuh dengan persaingan ketat,
para pengusaha semakin menyadari bahwa pengakuan, penghargaan,
dan jaminan atas hak-hak pekerja dalam jangka panjang akan sangat
menentukan sehat tidaknya kinerja suatu perusahaan. Ini disebabkan
karena jaminan atas hak-hak pekerja pada akhirnya berpengaruh
langsung secara positif atas sikap, komitmen, loyalitas, produktivitas,
dan akhirnya kinerja setiap pekerja. Suka atau tidak suka, hal ini
berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan secara
keseluruhan.
Secara umum ada beberapa hak pekerja yang dianggap
mendasar dan harus dijamin, kendati dalam penerapannya bisa sangat
ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan sosial-budaya dari
masyarakat atau negara dimana suatu perusahaan beroperasi.
C. Gerakan Konsumen
Gerakan konsumen merupakan hal sangat penting dalam
upaya riil mewujudkan perlindungan konsumen dan keadilan dalam
pasar. Pada prinsipnya sebuah gerakan konsumen diawali dari
kesadaran akan hak dan kewajiban konsumen. Pelanggaran dan tidak
terpenuhinya hak konsumen menjadi sumber utama bagi terjadinya
permasalahan/sengketa konsumen. Ketidakadilan bagi konsumen
muncul dalam sengketa konsumen. Kesadaran akan kondisi
ketidakadilan tersebut menjadi salah satu penggerak bagi sebuah
gerakan konsumen guna mewujudkan keadilan pasar. Gerakan
konsumen sendiri akan terwujud jika terbangun solidaritas diantara
konsumen.
Untuk memperkenalkan gerakan konsumen tersebut, peserta
diharapkan mampu memahami makna dan tujuan dari gerakan
konsumen. Beberapa cara untuk mengetahui dan memahami gerakan
39
konsumen antara lain dengan memahami istilah-istilah yang
seringkali rancu dan salah kaprah dalam penggunaannya
(konsumerisme dengan konsumtivisme) dan mengetahui sejarah
gerakan konsumen di berbagai belahan dunia. Bahwa perlu dipahami
juga bagaimana gerakan konsumen telah pula dilakukan di negara
lain mulai beberapa ratus tahun yang lalu. Peserta diajak untuk
semakin memiliki solidaritas dengan memahami pentingnya sebuah
pengorganisasian masyarakat.
D. Konsumen Adalah Raja
Konsumen merupakan setiap orang yang membeli barang atau
jasa dan memakai barang atau jasa tersebut untuk diri sendiri atau
orang lain. Konsumen pada umumnya ingin memiliki atau membeli
jasa dengan harga yang murah namun memiliki kualitas yang baik.
Namun konsumen juga tidak masalah dengan barang atau jasa yang
mereka beli di atas harga rata-rata, asalkan kulitas produknya juga di
atas rata-rata. Konsumen juga sangat menghargai pelayanan yang
sangat baik. Apabila konsumen mendapat pelayanan yang baik dia
akan kembali lagi untuk membeli di situ. Namun apabila konsumen
mendapat pelayanan yang buruk konsumen akan berpikir dua kali
untuk membeli barang tersebut atau pun kembali berkunjung ke toko
tersebut walaupu kualitas produk dan jasa nya sangat baik.
Salah satu cara untuk menarik minat konsumen untuk
membeli sebuah produk adalah dengan menggunakan promosi.
Promosi seperti iklan yang baik yang unik dan mudah di ingat oleh
konsumen akan membuat konsumen tertarik untuk membelinya.
Sepertinya konsumen memang menjadi lebih tertarik untuk membeli
produk yang ditawarkan dengan metode social merketing concept.
Konsumen merasa lebih senang dan lebih tergerak untuk membeli
40
produk tersebut dikarenakan oleh kesan baik yang ditimbulkan
produsen yang membantu kesejahteraan masyarakat.
Kebutuhan konsumen berbeda-beda dan berubah setiap
waktunya. Pada dasarnya, konsumen yang sudah terpenuhi kebutuhan
biologisnya akan mencoba untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya.
Bila kebutuhan akan hal-hal mendesak sudah terpenuhi, maka
konsumen akan mencari produk dengan hal-hal lain yang bisa
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
Contoh pelayanan dan kulitas produk yang baik.
Suatu ketika saya pergi ke sebuah took roti di bandara Ngurah
Rai. Saya membeli Roti xxx, dan memesan 5 roti rasa kopi. Begitu
saya menyantap salah satu roti tersebut, rasanya bukan roti kopi
tetapi roti vanila. Lalu saya kembali ke toko tersebut dan meminta
pertanggung jawaban dengan mengganti roti tersebut dengan rasa
yang saya inginkan. Pihak toko lalu menukar roti tersebut dengan roti
yang saya ingin kan dan meminta maaf atas kesalahannya.
Ini lah bentuk dari kepuasan konsumen yang harus di penuhi
oleh para produsen, mereka harus melayani konsumen sesuai dengan
keinginan konsumen. Produsen harus menyediakan produk yang
terbaik dan pelayanan yang memuaskan konsumen. Karena apabila
konsumen tidak terpuaskan, konsumen enggan untuk membeli
kembali. Karena konsumen adalah raja.
E. Peraturan yang Terkait dalam persoalan Etika
Bisnis
41
Berdasarkan UU no. 8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang
perlindungan konsumen disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk
melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-
undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi
sewenang-wenang yang selalu merugikan hak konsumen. Dengan
adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum
lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan
mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya
telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.
Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini
adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan
konsumen, yang bermula dari ”benih hidup dalam rahim ibu sampai
dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan diantara
keduanya”. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkab
atas hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau
menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta
mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh
perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.
Di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah
menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat
dikonsumsi.Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang
didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika
telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa
melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau
jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun
produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak
mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen
akan barang dan/atau jasayang diinginkan dapat terpenuhi serta
42
semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan
kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan
kemampuan konsum Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di
atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen
menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang
lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup
keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat
promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang
merugikan konsumen.
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini
dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional
bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang
memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada
falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila
dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu,
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya
bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang
perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya Undang-
undang tentang Perlindungan Konsume ini telah ada beberapa
undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen,
seperti:
a. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1
Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;
b. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
c. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah;
d. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
43
e. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan;
f. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
g. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang
Ketenagalistrikan;
h. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang
dan Industri
i. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
j. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement
Establishing The World
Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar
hak atas kekayaan intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-
undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur
dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta,
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek, yang melarang
menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
melanggar ketentuan tentang HAKI.
Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan
hidup tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan
Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai
kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup. Di kemudian hari masih terbuka
kemungkinan terbentuknya undang- undang baru yang pada dasarnya
memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan
demikian, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini
merupakan paying yang mengintegrasikan dan memperkuat
penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.
44
Asas perlindungan konsumen
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima
asas perlindungan konsumen.
1) Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi
kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
2) Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan
kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3) Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah
dalam arti material maupun spiritual dalam Asas keamanan
dan keselamatan konsumen.
4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
5) Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara
menjamin kepastian hukum.
45
Tujuan perlindungan konsumen
Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan
bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.
a) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri.
b) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa.
c) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan
menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
d) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi.
e) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.
f) Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Prinsip- Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen
1. Let The Buyer Beware
a. Pelaku Usaha kedudukannya seimbang dengan konsumen
sehingga tidak perlu proteksi.
b. Konsumen diminta untuk berhati hati dan bertanggung
jawab sendiri.
c. Konsumen tidak mendapatkan akses informasi karena
pelaku usaha tidak terbuka.
46
d. Dalam UUPK Caveat Emptor berubah menjadi caveat
venditor.
2. The due Care Theory
Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati hati dalam
memasyarakatkan produk, baik barang maupun jasa. Selama berhati
hati ia tidak dapat dipersalahkan.
a. Pasal 1865 Kuhperdata secara tegas menyatakan,
barangsiapa yang mengendalikan mempunyai suatu hak
atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang
lain, atau menunjuk pada suatu peristirwa, maka ia
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristirwa
tersebut.
b. Kelemahan beban berat konsumen dalam membuktikan.
3. The Privity of Contract
a. Prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai
kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru
dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu
hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan
atas hal hal diluar yang diperjanjikan.
b. Fenomena kontrak standar yang banyak beredar di
masyarakat merupakan petunjuk yang jelas betapa tidak
berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha.
c. Kontrak bukan Syarat
d. Prinsip ini tidak mungkin lagi dipertahankan, jadi kontrak
bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi
suatu hubungan hukum .
Hak dan Kewajiban Konsumen
47
1. Hak-Hak Konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki
sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak
konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai
konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai
adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara
spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa
bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan
kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari
bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak
konsumen sebagai berikut :
a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang/jasa.
b) Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
c) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang/jasa.
d) Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa
yang digunakan.
e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan
konsumen.
g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskrimainatif.
h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau
penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
48
i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak
konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur
tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan
antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha
merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang disebutkan
tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif
persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan
bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering
dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal dengan
terminologi ” persaingan curang”.
Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5
tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan
demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal
ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan
kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang
segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya
siapa yang melindungi konsumen (bab VII), bagaimana
konsumen memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X, dan XI).
2. Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-
undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
49
a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;
b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
50
BAB V
PERIKLANAN
Dalam perkembangan dunia bisnis dewasa ini, iklan merupakan
salah satu kekuatan terbesar yang dapat digunakan untuk menarik
minat konsumen sebanyak-banyaknya terhadap barang atau jasa yang
ditawarkan oleh suatu perusahaan. Penekanan utama iklan adalah
akses informasi dan promosi dari pihak produsen kepada
konsumen. Secara teoritik, iklan yaitu sebagai suatu bentuk
penyampaian pesan dalam komunikasi non personal yang mengikuti
alur teori yang berlaku pada ilmu komunikasi umumnya dan
khususnya komunikasi massa. Dalam kegiatan periklanan ada juga
beberapa teori yang patut diingat dan dijadikan pegangan dalam
kegiatan periklanan tersebut.
Iklan pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran
yang dimaksudkan untuk mendekatkan barang yang hendak dijual
kepada konsumen, dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan
produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang
yang telah dihasilkan bisa dijual kepada konsumen. Secara positif
iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan
barang dapat dijual kepada konsumen.
Kegiatan periklanan ini juga tak lepas dari badan hokum dan
etika yang harus ditaati oleh para pelaku periklanan khususnya di
Indonesia. Sebagaimana diketahui Pemerintah sudah mengatur tata
cara beriklan di dalam undang-undang pers di Indonesia, jadi etika
dalam periklanan ini harus selalu dijaga segala batasan-batasan dalam
kegiatan periklanan hendaknya harus ditaati dan dipatuhi oleh para
pelaku periklanan khususnya di Indonesia jangan sampai melanggar
etika dan undang-undang tang telah ditetapkan oleh pemerintah.
51
1. Fungsi Iklan
Sebelum membahas fungsi daripada iklan, sebelumnya kita
harus mengetahui apa itu iklan? Iklan adalah suatu pesan tentang
barang/jasa (produk) yangdibuat oleh produser/pemrakarsa yang
disampaikan lewat media (cetak,audio, elektronik) yang ditunjukkan
kepada masyarakat. Pada umumnya iklan berbentuk informasi non
personal dimana semua komunikasi dalam bentuk iklan ini bertjuan
menarik perhatian atau membujuk orang lain untuk membeli atau
melakukan sesuatu yang menguntungkan si pembuat iklan.
Tujuan utama dari iklan adalah agar masyarakat tertarik untuk
membeli atau menggunakan barang atau jasa tersebut. Adapun fungsi
dari iklan, yaitu diantaranya:
1. Informing, dimana adanya iklan membuat konsumen sadar akan
merk-merk baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan
manfaat merk, serta memfasilitasi penciptaan citra merk positif.
2. Persuading, iklan yang efektif akan mampu mempersuasi
(membujuk) pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang
diiiklankan.
3. Remiding, iklan menjaga merk perusahaan tetap segar dalam
ingatan para konsumen.
4. Adding value, periklanan member nilai tambah pada merk dengan
mempengaruhi persepsi konsumen peran iklan.
Sebagai kekuatan utama ekonomi, iklan justru menjadi sarana
yang efektif bagi produsen untuk menstabilkan atau meningkatkan
penawaran barang dan jasa. Disini iklan sebenarnya melakoni tiga
peran sekaligus, yaitu sebagai berikut:
1. Iklan Informatif
Iklan ini bertujuan untuk menginformasikan secara objektif
kepada konsumen kualitas dari brang tertentu yang diproduksi,
52
lebih dari barang tersebut, fungsi-fungsinya, harga serta tingkat
kelangkaannnya.
2. Iklan Persuasif atau Sugestif
Jenis iklan ini tidak sekadar menginformasikan secara objektif
barang dan jasa, tetapi menciptakan kebutuhan-kebutuhan akan
barang dan jasa yang diiklankan. Kalau pada iklan informatif yang
mau dicapai adalah bagaimana masyarakat bisa memenuhi
kebutuhannya, maka pada iklan persuasive justru kebutuhan akan
barang dan jasa itu sendiri yang hendak diciptakan.
3. Iklan Kompetitif
Jenis iklan ini lebih bermaksud untuk mempertahankan serta
memproteksi secara kompetitif kedudukan produsen dihadapan
pelaku produksi lainnya.
2. Persoalan Etis dalam Iklan
Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan,
khususnya iklan manipulatif dan iklan persuasif non-rasional, yaitu:
Pertama, iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia.
Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai sebagai manusia yang
bebas memilih pilihannya sendiri dalam menentukan produk tertentu.
Manusia didikte oleh iklan untuk tunduk kepada kemauan iklan.
Khususnya iklan manipulatif dan persuasif non-rasional. Ini justru
bertentangan dengan inferati moral Kent bahwa manusia tidak boleh
diperlakukan hanya sebagai alat demi kepentingan lain diluar dirinya.
Manusia harus dihargai sebagai makhluk yang bebas memilih
pilihannya sendiri.
Kedua, dalam kaitannya dengan itu, iklan manipulatif dan
persuatif non-rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat
53
manusia modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal itu baik
karena menciptakan permintan dan ikut menaikkan daya beli
masyarakat, namun disisi lain muncul masyarakat konsumtif dimana
banyak dari mereka dianggap manusia sebagai kebutuhannya yang
sebenarnya bukan kebutuhan yang bersifat hakiki.
Ketiga, yang juga menjadi persoalan etis yang serius adalah
bahwa iklan manipulatif dan persuasif non-rasional malah
membentuk dan menentukan identitas atau ciri dari manusia modern.
Manusia modern merasa belum menjadi dirinya kalau belum
memiliki barang sebagaimana ditawarkan oleh iklan. Manusia
mengkonsumsi produk yang sama, maka jadilan identitas manusia
modern hanyalah rancangan pihak tertentu di fabricated.
Keempat, bagi masyarakat modern tingkat perbedaan
ekonomi dan sosial yang tinggi akan merongrong rasa keadilan sosial
masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat
ironis dengan kenyataan sosial, dimana banyak anggota masyarakat
masih berjuang sekadar hidup.
3. Makna Etis Menipu dalam Iklan
Prinsip etika bisnis yang paling relevan disini adalh prinsip
kejujuran, yakni mengatakan yang benar dan tidak menipu. Prinsip
ini tidak hanya menyangkut kepentingan orang banyak melainkan
pada akhirnya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis
seluruhnya sebagai sebuah profesi yang baik. Namun persoalannya
adalah apa makna etis menipu disini? Sejauh mana sebuah iklan
dikategorikan menipu secara moral?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu lebih dahulu
merumuskan arti menipu secara moral. Pertama-tama kita harus
melihat perbedaan antara menipu dan berbohong. Menurut Kamus
54
Bahasa Indonesia, kata tipu mengandung pengertian perbuatan atau
perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu dan sebagainya) dengan
maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari untung. Dalam
tindakan menipu ada niat sadar dari pelaku untuk memperdaya dan
mengecoh orang lain.
Sebaliknya, berbohong diartikan sebagai perkataan atau
pernyataan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Bohong adalah mengatakan hal yang tidak benar, yaitu apa yang
dikatakan tidak sesuai dengan kenyataan. Namun yang paling pokok
disini adalah bohong tidak melibatkan maksud atau niat subjek untuk
mengecoh orang lain, sedangkan menipu adalah sebaliknya
melibatkan maksud atau niat subjek.
Dari pengertian menipu dan berbohong diatas dapat
disimpulkan bahwa bohong dapat menjadi menipu, tetapi tidak semua
berbohong itu menipu. Bohong dapat menjadi menipu kalau ucapan
atau pernyatan yang tidak benar itu disertau dengan niat untuk
memperdaya orang lain. Karena itu tidak semua pernyataan dengan
niat untuk memperdaya orang lain. Karena itu tidak semua
pernyataan atau ucapan yang tidak benar berarti menipu. Misalnya
seorang ibu menyatakan kepada anakanya yang masih balita bahwa
bayi bisa ada dalam perut seorang ibu karena ibu itu makan terlalu
banyak, untuk sekedar menjelaskan bagaimana seorang ibu sampai
mengandung kepada anaknya yang masih kecil, bukanlah menipu,
melainkan bohong. Ini tidak punya kualitas moral apapun.
Sehubungan dengan itu perlu dibedakan antara menipu
“positif” dan menipu “negatif”. Menipu positif berarti secara sengaja
mengatakan hal yang tidak ada dalam kenyataan dengan maksud
untuk memperdaya orang lan. Menipu negatif adaah secara sadar
tidak mengatakan (atau menyembunyikan) kenyataan yang
sebenarnya (biasanya kenyataan yang tidak baik atau berbahaya)
55
sehingga orang lain terpedaya. Dengan demikian, iklan yang
membuat pernyataan yang salah atau tidak benar, tidak sesuai dengan
kenyataan dan memang diketahui tidak benar oleh pembuat iklan dan
produsen barang tersebut dengan maksud untuk memperdaya atau
mengecoh konsumen adalah sebuah tipuan dan karena itu harus
dinilai sebagai iklan yang tidak etis. Kalau dibiarkan terus oleh biro
iklan atau produsennya, itu berarti pihak biro iklan dan produsen
secara implisit memang bermaksud memperdaya konsumen dan
karena itu selanjutnya dianggap iklan yang menipu, tidak etis, dan
harus dikutuk secara moral.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang menipu
dan karena itu secara moral dikutuk adalah iklan yang secara sengaja
menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan
dengan maksud menipu atau menampilkan pernyataan yang bisa
menimbulkan pernafsiran yang keliru pada pihak konsumen yang
sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar apa adanya
tentnag produk yang ditawarkn dalam pasar. Dengan kata lain,
berdasarkan prinsip kejujuran iklan yang baik yang diterima secara
moral adalah iklan yang memberi pernyataan dan informasi yang
benar sebagaimana adanya.
4. Kebebasan Konsumen
Setelah kita melihat fungsi iklan, masalah etis dalam iklan,
dan makna etis dari menipu dalam iklan, ada baiknya kita singgung
sekilas mengenai peran iklan dalam ekonomi, khususnya pasar. Iklan
merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan
menentukan hubungan antara produsen dan konsumen. Secara lebih
konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintaan
antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula
menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
56
Kode etik periklananan tentu saja sangat diharapkan untuk
membatasi pengaruh iklan ini. Tetapi, perumusan kode etik ini harus
melibatkan berbagai pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga
konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan
tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus berarti merampas kemandirian
profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa profesi
periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar punya
komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi
masyarakat. Namun, kalau ini pun tidak memadai, kita membutuhkan
perangkat legal politis, dalam bentuk aturan perundang-undangan
tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari
pemerintah, melalui departemen terkait, untuk menegakkan dan
menjamin iklan yang baik bagi masyarakat.
Perlu ada tatanan kebijakan dan hukum yang tepat bagi
penyelenggaraan kegiatan komunikasi. Mengenai definisinya, antara
kebijakan dan hukum punya arti yang berbeda. Kebijakan adalah
keputusan yang dibuat pemerintah dan masyarakat untuk menentukan
struktur media dan mengaturnya sehingga mereka punya kontribusi
yang bagus bagi masyarakat. Sementara hukum adalah peraturan
yang dibuat para legislatif dan diperkuat dengan dibentuknya suatu
lembaga negara. Selain itu yang perlu ditekankan dalam media adalah
menghindari penyampaian informasi yang mengandung fitnah serta
ketidaksenonohan. Fitnah adalah suatu penulisan atau pemberitaan
atau penginformasian yang isinya tidak sesuai dengan kenyataan dan
menghancurkan reputasi atau nama baik pihak tertentu. Sedangkan
ketidaksenonohan misalnya adalah munculnya kata- kata kotor dalam
media.
Berbagai peraturan ketat seperti yang diuraikan diatas
merupakan implikasi dari kebebasan yang sudah di dapatkan oleh
media. Media harus mempunyai rasa tanggung jawab dalam
mengemban kebebasan itu dengan tetap melakukan penyebarluasan
57
informasi yang kredibel. Selain aturan, hal lain yang krusial dan
harus diperhatikan dalam aktivitas media adalah etika. Etika adalah
standar tingkah laku dan moral untuk media professional di semua
situasi. Sementara moral adalah kemampuan menentukan mana yang
benar dan mana yang salah. Dua hal tersebut mendasari perilaku
media di dalam melakukan proses komunikasi.
Munculnya etika dan regulasi adalah sebagai sarana untuk
melindungi masyarakat yang berperan sebagai media. Hal ini muncul
seiring dengan peran media di masyarakat yang semakin krusial
yakni sebagai pemasok informasi utama. Melalui ketaatan terhadap
regulasi dan etika yang ada, media akan semakin bisa dipercaya dan
menghasilkan pemberitaan yang bertanggung jawab. Dalam konsep
komunikasi etika dan regulasi melakukan perlindungan terhadap
pesan yang disampaikan. Perlindungan yang dimaksudkan adalah
agar pesan yang dikirim oleh pengirim pesan dalam hal ini media
atau lembaga penyiaran, bisa sampai kepada masyarakat yang dalam
hal ini penerima pesan, sesuai dengan kenyataan dan dapat
dipertanggungjawabkan
Indonesia punya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Lembaga
ini bertugas mengawasi kegiatan media yang berbentuk penyiaran
seperti di televisi dan di radio. Fokus kerjanya adalah mengawasi
konten acara yang disampaikan. Apabila ada pencemaran nama baik
atau ada adegan kekerasan, lembaga ini berhak memberi teguran
kepada lembaga penyiaran seperti stasiun televisi atau radio.
5. Peraturan yang Terkait
Terdapat beberapa peraturan yang membijaki iklan atau
perikalanan di Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut:
1. UUPK
58
UUPK ialah undang-undang yang mengatur mengenai
periklanan di Indonesia. Tujuan dari suatu perlindungan
konsumen adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang
dan/atau Jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen daalm memilih
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS
Pers berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor
40 Tahun 1999 tentang PERS (untuk selanjutnya disebut UU
Pers) merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa
yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara,
gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dalam hal ini peran pers untuk memenuhi pengetahuan
kebutuhan konsumen salah satunya adalah melalui iklan. Namun
iklan tersebut harus diberikan kepada konsumen secara tepat,
akurat dan benar. Perusahaan iklan oleh UU Pers dilarang untuk :
59
a. Memuat iklan yang dapat merendahkan martabat suatu agama
dan/atau kerukunan hidup antar umat beragama serta
bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.
b. Memuat iklan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat
aditif lainnya tidak sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Memuat iklan dengan peragaan rokok dan/atau penggunaan
rokok.
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran
Periklanan dapat dilakukan salah satunya melalui
penyiaran, yang terorganisir dalam suatu lembaga penyiaran.
Penyiaran menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 24
Tahun 1997 tentang Penyiaran (untuk selanjutnya disebut UU
Penyiaran) adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana
pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di
antariksa dengan menggunakan gelombang elektromagnetik,
kabel, serat optik dan/atau media lainnya untuk daat diterima oleh
masyarakat dengan pesawat penerima siaran radio dan/atau
pesawat penerima siaran televisi atau perangkat elektronik lainnya
dengan atau tanpa alat bantu.
Sedangkan pengertian siaran menurut Pasal 1 butir 2 UU
Penyiaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara,
gambar atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis dan
karakter lainnya yang dapat diterima melalui pesawat penerima
siaran radio, televisi atau perangkat elektronik lainnya, baik yang
bersifat interaktif maupun tidak, dengan atau tanpa alat bantu.
60
BAB VI
DIMENSI POLUSI DAN PENYUSUTAN
SUMBER DAYA
Kerusakan lingkungan diakibatkan oleh berbagai faktor,
antara lain oleh pencemaran. Pencemaran ada yang diakibatkan oleh
alam, dan ada pula yang diakibatkan oleh perbuatan manusia.
Pencemaran akibat alam antara lain letusan gunung berapi. Bahan-
bahan yang dikeluarkan oleh gunung berapi seperti asap dan awan
panas dapat mematikan tumbuhan, hewan bahkan manusia.
Pencemaran akibat manusia adalah akibat dari aktivitas yang
dilakukannya. Lingkungan dapat dikatakan tercemar jika dimasuki
atau kemasukan bahan pencemar yang dapat mengakibatkan
gangguan pada mahluk hidup yang ada didalamnya. Gangguan itu
ada yang segera nampak akibatnya, dan ada pula yang baru dapat
dirasakan oleh keturunan berikutnya. Kerusakan lingkungan akibat
aktivitas manusia di mulai dari meningkatnya jumlah penduduk dari
abad ke abad.
Populasi manusia yang terus bertambah mengakibatkan
kebutuhan manusia semakin bertambah pula, terutama kebutuhan
dasar manusia seperti makanan, sandang dan perumahan. Bahan-
bahan untuk kebutuhan itu semakin banyak yang diambil dari
lingkungan. Disamping itu perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) memacu proses industrialisasi, baik di negara
maju ataupun negara berkembang. Untuk memenuhi kebutahan
populasi yang terus meningkatkan, harus diproduksi bahan-bahan
kebutuhan dalam jumlah yang besar melalui industri. Kian hari
kebutuhan-kebutuhan itu harus dipenuhi.
61
1. Dimensi Polusi dan Penyusutan Sumber Daya
Polusi mengacu pada kontaminasi yang tidak
diinginkan terhadap lingkungan oleh pembuatan atau penggunaan
komoditas. Penyusutan sumber daya mengacu pada konsumsi sumber
daya yang terbatas atau langka.
a. Polusi Udara
Polusi udara telah hadir menemani kita semenjak terjadinya
revolusi industri dunia, saat cerobong-cerobong asap mulai berdiri
dan tidak berhenti bernafas sampai hingga sampai saat ini.
Tingkat polusi udara semakin meningkat bersamaan dengan
meningkatnya atau ekspansi industri pada setiap Negara. Memacu
nilai perekonomian dan taraf hidup, memang benar, tapi revolusi
industri juga membunuh jutaan harapan hidup dan kebahagiaan
secara halus bahkan pada tingkat global. Kita ambil contoh adanya
penurunan pada proses vegetasi yang mempengaruhi pada
pengurangan hasil panen, adanya perusakan pada bahan-bahan
bangunan melalui proses karat, perubahan warna dan pembusukan
serta pada skala global pengerusakan yang terjadi adalah
pemanasan global, hancurnya lapisan ozon di stratosfer,
penyusutan lapisan ozon dan terjadinya hujan asam serta penyakit
yang terjadi pada manusia berupa gangguan
b. Polusi Air
Polusi air adalah polusi yang telah lama ada saat manusia telah
menggunakan air untuk membuang sampah dan kotoran, sehingga
dalam kadar tertentu, kontaminasi ini dapat membahayakan
species yang hidup pada air tersebut atau pun makhluq yang
mengkonsumsi air tersebut. Pencemaran air sangatlah beragam
62
tidak hanya dari sampah organic tetapi dari garam, logam, bahan-
bahan radioaktif, serta bakteri, virus dan endapan.
c. Polusi Tanah
Polusi tanah sering terjadi karena adanya pembuangan zat-zat
kimia beracun hasil dari limbah industri ke dalam tanah, atau
melakukan penguburan bahan-bahan yang berbahaya ke dalam
tanah. Polusi tanah juga dapat disebabkan pembuangan limbah
padat yang tidak dapat diuraikan di dalam tanah sehingga merusak
tingkat kesuburan tanah.
d. Penyusutan Spesies dan Habitat
Harus diakui sebuah fakta bahwa manusia telah merusak dan
menghapuskan kehidupan species yang ada di lingkungan
meskipun tidak secara langsung. Kita ambil contoh penangkapan
ikan yang menggunakan cara yang illegal selain merusak
ekosistem juga merusak keseimbangan lingkungan di laut
sehingga menimbulkan kematian bagi species yang tidak mampu
bertahan dan dalam rentang jangka yang panjang akan
menyebabkan kepunahan. Eksploitasi kayu oleh industri kayu
ataupun non kayu seiring dengan meningkatkan kebutuhan
menyebakan kerusakan hutan sehingga hampir ratusan ribu jenis
species akan mengalami kepunahan akibat tidak mampunya
menyesuaikan dengan lingkungan hutan yang telah rusak oleh
ulah manusia.
e. Penyusutan Bahan Bakar Fosil
Semakin berkembangnya industri semakin besar pula kebutuhan
akan pemenuhan sumber energi untuk terus mengaktifkan mesin-
mesin raksasa industri. Sumber energi ini diperoleh dari bahan
bakar fosil yang secara otomatis penggunaanya setiap tahun akan
terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan
industri di dunia. Penggunaan yang tanpa etika ini akan
menyebabkan kelangkaan dikarenakan spare waktu untuk
63
mengembalikan atau membuat bahan baker fosil ini tidaklah sesuai
dengan waktu pengekploitasian yang relative singkat.
f. Penyusutan Mineral
Sama halnya dengan penyusutan bahan bakar fosil, penyusutan
mineral adalah suatu hal yang tidak dapat dihindarkan karena
eksploitasi besar-besaran tanpa melihat sisi negative terhadap
lingkungan dan ekonomi dalam jangka panjang. Mengapa
demikian? Kelangkahan suatu benda akan menyebabkan benda
tersebut memiliki nilai yang mahal sehingga mampu memberikan
pengaruh ekonomi yang cukup signifikan.
2. Etika Pengendalian Polusi
Selama Berabad-abad lembaga bisnis di perbolehkan
mengabaikan akibat-akibat perbuatan mereka terhadap
lingkunganalam, satu pemenjaan yang muncul karena beberapa
sebab. Pertama, para pelakau bisnis menganggap udara dan air
merupakan barang gratis atau tidak ada yang memiliki dan masing-
masing perusahaan bisa menggunakannya tanpa mengeluarkan biaya.
Yang kedua, Ancaman lingkungan berasal dari dua sumber, yaitu
polusi dan penyusutan sumber daya.
1. Etika Ekologi
Etika ekologi dalah sebuah etika yang mengklaim bahwa
kesejahteraan dari bagian-bagian non-manusia di bumi ini secara
intrinsik memiliki nilai tersendiri dan bahwa, karena adanya
nilai intrinsik ini, kita manusia memiliki tugas untuk
menghargai dan mempertahankannya. Etika ekologi didasarkan
pada gagasan bahwa bagian-bagian lingkungan yang bukan
manusia perlu dijaga demi bagian-bagian itu sendiri, tidak masalah
apakah itu menguntungkan manusia atau tidak. Namun hingga kini
untuk memperluas hak-hak moral terhadap hal-hal non-manusia
64
masih sangat kontroversial. Untuk hal tersebut dibutuhkan
pendekatan lagi dalam menghadapi masalah lingkungan yang
berdasarkan hak-hak asasi manusia maupun pertimbangan
utilitarian.
2. Hak Lingkungan dan Pembatasan Mutlak
William T. Blackstone menyatakan bahwa kepemilikan atas
lingkungan yang nyaman tidak hanya sangat diinginkan, namun
merupakan hak bagi setiap manusia. Masalah utama dari
pandangan Blackstone adalah pandangan ini gagal memberikan
petunjuk tentang sejumlah pilihan yang cukup berat mengenai
lingkungan.
3. Utilitarianisme dan Pengendalian Parsial
Utilitarianisme memberikan suatu cara guna menjawab pertanyaan
yang tidak dapat dijawab teori hak-hak lingkungan
Blackstone. Pendekatan utilitarian menyatakan bahwa
seseorang perlu berusaha menghindari polusi karena dia juga tidak
ingin merugikan kesejahteraan masyarakat.
3. Etika Konservasi Sumber Daya Yang Bisa Habis
Etika konservasi sumberdaya yang bisa habis mengacu pada
penghematan sumberdaya alam untuk digunakan di masa mendatang,
disini mempertimbangkan kepentingan generasi yang akan datang.
Setidaknya ada dua macam kepedulian lingkungan, yaitu kepedulian
lingkungan yang dangkal (shallow ecology) dan kepedulian
lingkungan yang dalam (deep ecology).
Kepedulian lingkungan yang dangkal menunjukkan perhatian
kepadakepentingan-kepentingan yang sering diabaikan dalam
ekonomi tradisional, pandangan ini menganggap alam bernilai hanya
65
sejauh ia bermanfaat bagi kepentingan manusia, dan bukan karena
alam bernilai pada dirinya sendiri. Pada kepedulian lingkungan yang
dalam sudah mempertimbangkan kepentingan generasi-generasi yang
akan datang.
Pencemaran dan kemerosotan mutu lingkungan hidup manusia
karenaulah manusia itu sendiri yang merusak habitatnya sendiri.
Pemanfaatan ilmupengetahuan dan teknologi demi kesejahteraan
umat manusia terkadangtanpa disertai dengan wawasan lingkungan
yang benar dan kesadaran yangcukup dalam memanfaatkan
sumberdaya alam, hal tersebut tentu akanmenyebabkan kemerosotan
mutu lingkungan.
Dalam proses produksi misalnya diperlukan proses produksi
yangefisien dan ramah lingkungan. Perusahaan hendaknya
memperhatikan limbah yang dihasilkan. Jadi pada dasamya
manusia itu harus memiliki komitmen moral untuk menciptakan
solidaritas kemanusiaan agar lebih peduli terhadap penciptaan
keharmonisan hidup sesama manusia dengan lingkungannya secara
serasi dan seimbang.
Setidaknya agenda enam masalah yang timbul berkaitan
dengan lingkungan, yaitu:
1. Limbah Beracun
Seringkali perusahaan membuang limbahnya ke sungai di
sekitarnya, tanpaterlebih dahulu mengolahnya menjadi tak
beracun. Akibatnya air sungaimenjadi tercemar sehingga tidak
layak dipakai, ikan-ikan menjadi mati, bahkan limbah tersebut
merembes ke air tanah mengakibatkan air tanah tidak layak untuk
dikonsumsi, dan tentu hal ini dapat membahayakan
kesehatan masyarakat.
2. Efek Rumah Kaca
66
Naiknya suhu permukaan bumi disebabkan karena panas yang
diterima bumi terhalang oleh partikel-partikel gas yang dilemparkan
dalam atmosfer karenaulah manusia, sehingga tidak bisa keluar.
Penyebabnya diantaranya adalahkarena pembakaran produk-produk
minyak bumi dan batu bara. Hal ini akanberdampak negatif yaitu
memperluas padang pasir, melelehkan lapisan es di kutub serta
meningkatkan permukaan air laut.
3. Perusakan Lapisan Ozon
Lapisan ozon berfungsi untuk menyaring sinar ultraviolet. Namun
sekarang lapisan ozon semakin rusak, hal ini dapat terjadi karena
pelepasan gas klorofluorokarbon (CFC) ke udara, pengaruh
terbesar disebabkan karena penyemprotan aerosol, lemari es, dan
AC.
4. Hujan Asam
Asam dari emisi industri bergabung dengan air hujan, yang
nantinya akan masuk ke dalam tanah, danau ataupun sungai.
Tentunya hal ini dapat mengakibatkan kerusakan hutan, merusak
gedung, dan bahkan bisa menghancur-kan logam-logam beracun
karena derajat keasamannya.
5. Penebangan Hutan
Penebangan hutan secara liar tanpa menghijaukannya kembali
tentu berakibat sangat buruk. Hal ini sudah dibuktikan dengan
bencana yang terjadi akhir-akhir ini, dimana longsor dan banjir
bandang telah menelan korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya.
6. Pencemaran Udara
Polusi udara bukanlah barang baru, udara telah bersama kita
semenjakterjadinya Revolusi industri dunia, saat cerobong-
cerobong asap pabrik mulai berdiri. Terutama dikeluarkan dari
67
pembuangan kendaraan bermotor dan proses industri. Ditambah
lagi dengan kebakaran hutan yang asapnya sangat mempengaruhi
kesehatan dan juga mengganggu jarak pandang kita.
4. Meningkatnya Perhatian Bisnis terhadap Etika
Lingkungan
Bisnis dan Lingkungannya yang dihadapi oleh perusahaan
perusahaan di Indonesia semakin bergejolak (turbulent), hal ini
terutama sejak terjadinya krisis perekonomian dan perubahan
pemerintahan berikut gejolak sosial di dalam negeri pada tahun
1997. Apalagi dengan kondisi internal perusahaan-peruahaan secara
umum yang memburuk dan bangkrutnya sebagian perusahaan,
perhatian terhadap pengaruh dan dampak faktor-faktor lingkungan
eksternal perusahaan yang bersifat makro menjadi sangat penting.
5. Peraturan Yang Terkait
Ada pun peraturan yang terkait dengan dimensi polusi dan
peyusutan sumber daya yaitu:
a. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
b. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2017 tentang Intrument
Ekonomi Lingkungan Hidup.
6. Pembahasan Kasus
Empat pantai di Kabupaten Badung, Bali, mengalami
pencemaran ringan. Sedangkan dua pantai lainnya di daerah itu, yakni
Pantai Tanjung Benoa dan Pantai Canggu masuk kategori tercemar
68
sedang. Empat pantai yang tingkat penemarannya ringan adalah
Pantai Kuta, Pantai Legian, Pantai Nusa Dua, dan Pantai Jimbaran.
“Perlu dilakukan penanggulangan agar tingkat pencemarannya tidak
semakin buruk,” kata peneliti lingkungan Universitas Udayana I
Ketut Sudra, Kamis (29/7).
Seluruh pantai yang tercemar tersebut merupakan kawasan
wisata andalan Bali, khususnya Kabupaten Badung. Menurut Sudra,
penelitian tingkat pencemaran di pantai-pantai tersebut didasarkan
pada parameter kualitas air laut dan baku mutu lingkungan.
“Parameter ini kami nilai dari beberapa variabl, seperti kebutuhan
terhadap oksigen, nitrat, fenol, atau fosfat,” ujar Sudra.
Pencemaran air laut di pantai-pantai tersebut lebih banyak
disebabkan oleh kegiatan pertanian. Fosfat maupun nitrat akibat
penggunaan pupuk non organik yang limbahnya mengalir ke laut.
Fakta ini sekaligus mengindikasikan penggunaan pupuk non organik
di Bali sudah melebihi batas toleransi.
Meskipun telah tercemar, menurut Sudra, seluruh pantai
tersebut masih layak digunakan untuk aktivitas pariwisata. Namun,
dia mengingatkan, jika tidak dilakukan penanggulangan, tidak hanya
mengganggu aktivitas parisata tapi mengancam keselamatan biota
lalut.
Berdasarkan data Tempo, temuan Pusat Pengelolaan
Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup Regional Bali
dan Nusa Tenggara, tahun 2009 lalu, malah lebih serius. Sebab,
pencemaran di wilayah pantai Kuta dan sekitarnya mulai
mengkhawatirkan. Lautnya mengandung bakteri E Coli yang cukup
tinggi, kawasan itu juga dicemari bahan berbahaya dan beracun (B3).
“Perlu penataan kembali sistim pembuangan limbah oleh masyarakat
69
maupun para pelaku pariwisata,” kata Kepala Pusat PLH
Kementerian Lingkungan Hidup Regional Bali dan Nusa Tenggara R.
Sudirman.
Menurut Sudirman, pencemaran laut antara lain akibat
perembesan lumpur tinja dari septic tank, pembuangan limbah
sembarangan dan struktur tanah di kawasan tersebut yang mulai
jenuh. Adapun mengenai limbah B3, Sudirman belum bisa
memberikan penjelasan terperinci. “Kami masih menelitinya lebih
lanjut,” ucapnya.
Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah
Kabupaten Badung, I Gede Putra Suteja membenarkan adanya
pencemaran bakteri E Coli di kawasan pantai Kuta. Bahkan juga
terjadi di kawasan Nusa Dua. Namun, masih berupa pencemaran
rinngan hingga sedang.
Mengenai limbah B3 yang berasal dari pembuangan sisa-sisa
baterai, elektronik, usaha laundry, percetakan dan plastik, diakuinya
cukup mengkhawatirkan. Dia sepakat agar masyarakat dan pelaku
pariwisata lebih sadar lingkungan.
70
BAB VII
DISKRIMINASI PEKERJAAN
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil
terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan
karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi
merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat, ini
disebabkan karena kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan
yang lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena
karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras,agama dan
kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang
diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi.
Diskriminasi langsung,terjadi saat hukum, peraturan atau
kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis
kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang
sama. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang
bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan
dilapangan.Diskriminasi di tempat kerja berarti mencegah seseorang
memenuhi aspirasi profesional dan pribadinya tanpa mengindahkan
prestasi yang dimilikinya. Teori statistik diskriminasi berdasar pada
pendapat bahwa perusahaan tidak dapat mengontrol produktivitas
pekerja secara individu.
1. Sifat Diskriminasi Pekerjaan
Arti dasar diskriminasi adalah membedakan satu objek
dengan objek lainnya, suatu tindakan yang secara moral adalah netral
dan tidak dapat disalahkan. Dalam pengertian modern, istilah
diskriminasi secara moral tidak netral, karena biasanya mengacu pada
tindakan membedakan seseorang dari orang lain bukan berdasarkan
keunggulan yang dimiliki, namun berdasarkan prasangka atau
71
berdasarkan sikap-sikap yang secara moral tercela. Melakukan
diskriminasi tenaga kerja berarti membuat serangkaian keputusan
yang merugikan pegawai sebagai anggota kelompok tertentu karena
adanya prasangka yang secara moral tidak dibenarkan terhadap
kelompok tersebut. Ada 3 elemen dasar diskriminasi dalam
ketenagakerjaan, yaitu :
1. Keputusan yang merugikan seorang pegawai atau lebih karena
bukan didasarkan pada kemampuan yang dimilikinya.
2. Keputusan yang diambil berdasarkan prasangka rasial atau seksual,
stereotipe yang salah, atau sikap lain yang secara moral tidak benar
terhadap anggota kelompok tertentu dimana pegawai tersebut
berasal.
3. Keputusan yang memiliki pengaruh negatif atau merugikan pada
kepentingan-kepentingan pegawai yang dapat mengakibatkan
mereka kehilangan pekerjaan, kesempatan memperoleh kenaikan
pangkat, atau gaji yang lebih baik.
Bentuk-bentuk Diskriminasi : Aspek Kesengajaan dan Aspek
Institusional
a. Tindakan diskriminatif yang dilakukan secara sengaja dan
terpisah (tidak terinstitusionalisasikan) merupakan bagian dari
perilaku yang terpisah dari seseorang yang dengan sengaja
dan sadar melakukan diskriminasi karena adanya prasangka
pribadi.
b. Tindakan diskriminatif yang terjadi secara tidak disengaja dan
terinstitusionalisasikan.
2. Tingkat Diskriminasi
Menurut Velasques (2000:373) dengan melihat indicator
statistic tentang diskriminasi pada kelompok tertentu dalam suatu
organisasi. Indikator bahwa diskriminasi telah terjadi apabila terdapat
72
proporsi yang tidak seimbang atas anggota kelompok tertentu yang
memegang jabatan yang kurang diminati dalam suatu institusi tanpa
mempertimbangkan preferensi atau pun kemampuan mereka. Ada
tiga perbandingan yang bisa membuktikan distribusi semacam itu :
1. Perbandingan atas keuntungan rata-rata yang diberikan institusi
pada kelompok yang terdiskriminasi dengan keuntungan rata-rata
yang diberikan pada kelompok lain.
2. Perbandingan atas proporsi kelompok terdiskriminasi yang
terdapat dalam tingkat pekerjaan paling rendah dengan proporsi
kelompok lain dalam tingkat yang sama.
3. Perbandingan proporsi dari anggota kelompok tersebut yang
memegang jabatan lebih menguntungkan dengan proporsi
kelompok lain dalam jabatan yang sama.
3. Diskriminasi: Utilitas, Hak, dan Keadilan
Argumen yang menentang diskriminasi secara umum dapat
dibagi menjadi tiga kelompok:
c. Argumen utilitarian, yang menyatakan bahwa diskriminasi
mengarahkan pada penggunaan sumber daya manusia secara tidak
efisien.
d. Argumen hak, yang menyatakan bahwa diskriminasi melanggar
hak asasi manusia.
e. Argumen keadilan, yang menyatakan bahwa diskriminasi
mengakibatkan munculnya perbedaan distribusi keuntungan dan
beban dalam masyarakat.
Utilitas
Argumen utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan
seksual didasarkan pada gagasan bahwa produktivitas masyarakat
akan optimal jika pekerjaan diberikan berdasarkan kompetensi
73
(kebaikan). Namun, argumen ini dihadapkan pada dua keberatan.
Pertama, jika argumen ini benar, pekerjaan haruslah diberikan dengan
dasar kualifikasi yang berkaitan dengan pekerjaan, hanya jika hal
tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua,
argumen utilitarian harus menjawab tuntutan penentangnya yang
menyatakan bahwa masyarakat secara keseluruhan akan memperoleh
keuntungan dari keberadaan bentuk diskriminasi seksual tertentu.
Kaum utilitarian menanggapi berbagai kritik dengan menyatakan
bahwa menggunakan faktor selain kualifikasi pekerjaan tidak akan
memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan
kualifikasi pekerjaan.
Hak
Argumen non-utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan
seksual salah satunya menyatakan diskriminasi salah karena
melanggar hak moral dasar manusia. Diskriminasi melanggar hak
prinsip ini dalam dua cara. Pertama, diskriminasi didasarkan pada
keyakinan suatu kelompok dianggap terlalu rendah dibanding
kelompok lain. Kedua, diskriminasi menempatkan kelompok yang
terdiskriminasi dalam posisi sosial dan ekonomi yang rendah.
Keadilan
Argumen non-utilitarian kedua melihat diskriminasi melanggar
prinsip keadilan. Diskriminasi melanggar prinsip ini dengan cara
menutup kesempatan bagi kaum minoritas untuk menduduki posisi
tertentu dalam suatu lembaga dan berarti mereka tidak memperoleh
kesempatan yang sama dengan orang lain.
Praktik Diskriminasi
Tindakan-tindakan yang dianggap diskriminatif adalah sebagai
berikut ;
74
a. Rekrutmen, Perusahaan yang sepenuhnya bergantung pada
referensi verbal para pegawai saat ini dalam merekrut karyawan
baru cenderung merekrut karyawan dari kelompok ras dan seksual
yang sama yang terdapat dalam perusahaan.
b. Seleksi, kualifikasi pekerjaan dianggap diskriminatif jika tidak
relevan dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan.
c. Kenaikan pangkat, dikatakan diskriminatif jika perusahaan
memisahkan evaluasi kerja pria kulit putih dengan pegawai
perempuan dan pegawai dari kelompok minoritas.
d. Kondisi pekerjaan, pemberian gaji akan diskriminatif jika dalam
jumlah yang tidak sama untuk orang yang melaksanakan pekerjaan
yang pada dasarnya sama
e. PHK, memecat berdasarkan pertimbangan ras, dan jenis kelamin
merupakan diskriminasi.
Pelecehan Seksual
Kaum perempuan merupakan korban dari salah satu bentuk
diskriminasi yang terang-terangan dan koersif. Rayuan seksual yang
tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan hubungan dan kontak
verbal atau fisik lain yang sifatnya seksual merupakan pelecehan
seksual dan tindakan tersebut bertujuan untuk mengganggu
pelaksanakan pekerjaan seseorang atau menciptakan lingkungan kerja
yang diwarnai dengan kekhawatiran, sikap permusuhan atau
penghinaan
4. Tindakan Afirmatif
Untuk menghapus pengaruh-pengaruh diskriminasi masa lalu,
banyak perusahaan yang melaksanakan program-program tindakan
afirmatif yang dimaksudkan untuk mencapai distribusi yang lebih
75
representatif dalam perusahaan dengan memberikan preferensi pada
kaum perempuan dan kelompok minoritas.
Inti program afirmatif adalah penyelidikan yang mendetail
atas semua klasifikasi pekerjaan besar dalam perusahaan untuk
menentukan apakah jumlah pegawai perempuan dan minoritas dalam
klasifikasi kerja tertentu lebih kecil bila dibandingkan dengan tingkat
ketersediaan tenaga kerja di wilayah tempat kerja direkrut.
Tindakan afirmatif dikritik dengan alasan bahwa upaya
memperbaiki kerugian diskriminasi masa lalu diatasi justru dengan
melakukan distriminasi kebalikan (reverse discrimination), yaitu
dengan memberikan preferensi kepada kaum minoritas dan
perempuan. Preferensi yang tidak relevan ini dianggap melanggar
keadilan, karena tidak relevan ini melanggar keadilan, karena tidak
mengindahkan prinsip kesamaan hak dan kesempatan. Namun di sisi
lain, terdapat sejumlah argument yang mendukung tindakan afirmatif.
Program-program tindakan afirmatif pada saat ini telah
ditetapkan sebagai kewajiban bagi semua perusahaan yang
menandatangani kontrak dengan pemerintah. Inti dari program
tindakan afirmatif adalah sebuah penyelidikan yang mendetail atas
semua klasifikasi pekerjaan besar dalam perusahaan.
Argumen yang digunakan untuk membenarkan program-
program tindakan afirmatif dalam menghadapi kecaman dapat
dikelompokkan ke dalam dua bagian. Salah satunya
menginterprestasikan perlakuan prefensial (khusus) yang diberikan
pada kaum perempuan dan minoritas sebagai suatu bentuk
kompensasi atas kerugian yang mereka alami di masa lalu. Argumen
kedua menginterpretasikan perlakukan preferensial sebagai suatu
sarana guna mencapai tujuan-tujuan sosial tertentu. Sementara
argument yang pertama (kompensasi) cenderung melihat ke belakang
karena memfokuskan pada kesalahan dari tindakan-tindakan masa
76
lalu, argument instrumentalis (kedua) lebih melihat ke depan sejauh
memfokuskan pada hal-hal yang baik di masa mendatang (dan
kesalahan di masa lalu dianggap tidak relevan).
Tindakan Afirmatif Sebagai Kompensasi
Argumen-argumen yang mendukung tindakan afirmatif,
sebagai salah satu bentuk kompensasi, didasarkan pada konsep
keadilan kompensatif. Keadilan kompensatif, memgimplikasikan
bahwa seseorang wajib memberikan kompensasi terhadap orang-
orang yang dirugikan secara sengaja. Kelemahan argumen yang
mendukung tindakan afirmatif yang didasarkan pada prinsip
kompensasi adalah hanya dari individu-individu yang secara sengaja
merugikan orang lain, dan memberikan kompensasi hanya pada
individu-individu yang dirugikan.
Tindakan Afirmatif Sebagai Instrumen untuk Mencapai Tujuan
Sosial
Rangkaian argumen kedua yang diajukan untuk mendukung
program tindakan afirmatif didasarkan pada gagasan bahwa program-
program tersebut secara moral merupakan instrumen yang sah untuk
mencapai tujuan-tujuan yang secara moral juga sah. Tujuan program
tindakan afirmatif :
a. Mendistribusikan keuntungan dan beban masyarakat yang
konsisten dengan prinsip-prinsip keadilan distributive.
b. Untuk menetralkan bias untuk menjamin hak yang sama untuk
memperoleh kesempatan bagi kaum perempuan dan minoritas.
c. Untuk menetralkan kelemahan kompetitif yang saat ini dimiliki
oleh kaum perempuan dan minoritas saat mereka bersaing.
77
Hambatan utama yang dihadapi oleh pembenaran utilitarian
atas program tindakan afirmatif :
1. Berkaitan dengan persoalan apakah biaya sosial dari program
tindakan afirmatif lebih besar dari keuntungan-keuntungan yang
diperoleh.
2. Yang lebih penting, para penentang pembenaran utilitarian atas
program tindakan afirmatif mempertanyakan asumsi bahwa ras
merupakan indikator kebutuhan yang tepat.
Meskipun argument-argumen ultitarian yang mendukung
program tindakan afirmatif cukup meyakinkan, namun argument yang
paling tegas dan persuatif untuk mendukung program ini dapat dibagi
menjadi dua bagian.
1. Pertama, mereka menyatakan bahwa tujuan yang diharapkan
oleh program afirmatif adalah keadilan yang merata.
2. Kedua, mereka menyatakan bahwa program tindakan afirmatif
secara moral merupakan cara yang sah untuk mencapai tujuan.
Penerapan Tindakan Afirmatif dan Penanganan Keberagaman
Para pendukung program tindakan afirmatif menyatakan
bahwa kriteria lain selain ras dan jenis kelamin perlu
dipertimbangkan saat mengambil keputusan dalam program tindakan
afirmatif. Yang perlu dipertimbangkan saat pengambilan keputusan
dalam program tindakan afirmatif selain ras dan jenis kelamin yaitu :
1. Jika hanya kriteria ras dan jenis kelamin yang digunakan, hal ini
akan mengarahkan pada perekrutan pegawai yang tidak
berkualifikasi dan mungkin akan menurunkan produktifitas
2. Banyak pekerjaan yang meiliki pengaruh-pengaruh penting
pada kehidupan orang lain
78
3. Para penentang menyatakan bahwa program tindakan afirmatif
akan membuat negara kita menjadi negara yang lebih
diskriminatif.Keberhasilan atau kegagalan program tindakan
afirmatif sebagian juga bergantung pada dukungan yang
diberikan perusahaan pada kebutuhan untuk mencapai
keberagaman secara rasial dan seksual dalam susunan tenaga
kerja di perusahaan.
5. Peraturan yang Terkait
Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja :
Karyawan
Memberikan pedoman kepada Karyawan tentang tingkah laku
yang diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh perusahaan.
Menciptakan lingkungan kerja yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kejujuran, etika dan keterbukaan sehingga akan meningkatkan kinerja
dan produktivitas Karyawan secara menyeluruh.
Perusahaan
Mendorong kegiatan operasional perusahaan agar lebih
efisien dan efektif, mengingat hubungan dengan pelanggan,
masyarakat, pemerintah dan stakeholders lainnya dan memiliki
standar etika yang harus diperhatikan. Meningkatkan nilai perusahaan
dengan memberikan kepastian dan perlindungan kepada para
stakeholders dalam berhubungan dengan Askrindo sehingga
menghasilkan reputasi yang baik, yang pada akhirnya mewujudkan
keberhasilan usaha dalam jangka panjang.
Etika Hubungan Perusahaan dengan Pemerintahan
Perusahaan harus menjalin hubungan yang baik dengan
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam berbagai hal
79
yang terkait dengan usaha perusahaan. Dalam melakukan hubungan
dengan Pemerintah, perusahaan harus senantiasa menjaga etika
berusaha dan tidak dibenarkan melakukan kegiatan yang dapat
dianggap sebagai perbuatan yang tidak patut dan berpotensi
melanggar etika. Oleh karena itu perusahaan harus melakukan hal-hal
sebagai berikut:
1. Membina komunikasi yang baik dan hubungan timbal balik
yang saling menguntungkan.
2. Menjalin kerjasama dengan Pemerintah Pusat maupun Daerah
dalam pemecahan masalah-masalah yang terkait dengan
kegiatan perusahaan.
3. Mendukung dan mengamankan program Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan
Perusahaan.
4. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh
Pemerintah Pusat maupun Daerah termasuk peraturan pasar
modal dan perpajakan.
5. Tidak menjanjikan, memberi atau menawarkan sesuatu kepada
Pejabat Pemerintah secara langsung maupun tidak langsung
dengan maksud mempengaruhi atau sebagai imbalan atas apa
yang telah dilakukan.
6. Melakukan pertemuan-pertemuan informal dan dialog dengan
pejabat Pemerintah dalam rangka menumbuhkan saling
percaya.
7. Menghindari terjadinya benturan kepentingan dan Korupsi,
Kolusi & Nepotisme (KKN) dalam melaksanakan pekerjaan
dengan Pemerintah.
80
BAB VIII
ORGANISASI RASIONAL
Organisasi adalah unit sosial, terdiri dari sekelompok orang
yang berinteraksi untuk mencapai rasionalitas tertentu. Sebagai unti
sosial, organisasi terdiri dari orang-orang dengan latar belakang
sosialekonomi, budaya, dan motivasi yang berbeda.
Pertemuan budaya dan orang-orang dari berbagai latar
belakang yang berbeda mempengaruhi perilaku individual dan
menimbulkan problem dalam proses keorganisasian kerena
menyebabkan terjadinya benturan nilai-nilai individual yang dapat
menjadi faktor pengganggu dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Oleh karena itu setiap organisasi perlu menciptakan nilai-nilai yang
dianut bersama untuk membangun system keorganisasian guna
menyeragamkan pemikiran dan tindakan serta mengubah perilaku
individual ke perilaku organisasional.
Organisasi sebagai wadah dimana orang-orang berkumpul,
bekerjasama secara rasional dan sistematis, dalam memanfaatkan
sumber daya organisasi secara efisien dan efektif untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Kerjasama yang terarah tersebut
dilakukan dengan mengikuti pola interaksi antar setiap individu atau
kelompok dalam berinteraksi ke dalam maupun ke luar organisasi.
Pola interaksi tersebut diselaraskan dengan berbagai aturan, norma,
keyakinan, nilai-nilai tertentu sebagaimana ditetapkan organisasi pola
interaksi tersebutdalam waktu tertentu akan membentuk suatu
kebiasaan bersama atau membentuk budaya organisasi yang
senantiasa mengontrol anggota organisasi, dengan demikian budaya
organisasi yang kuat merupakan pembentuk kinerja organisasi yang
tinggi.
81
A. Organisasi Rasional
Model organisasi bisnis yang “rasional” yang lebih tradisional
mendefenisikan organisasi sebagai suatu struktur hubungan formal
(yang didefenisikan secara eksplisit dan digunakan secara terbuka)
yang bertujuan mencapai tujuan teknis atau ekonomi dengan efisiensi
maksimal. E. H. Schein memberikan satu defenisi ringkas tentang
organisasi dari prespektif tersebut yaitu organisasi adalah koordinasi
rasional atas aktivitas-aktivitas sejumlah individu untuk mencapai
tujuan atau sasaran eksplisit bersama, melalui pembagian tenaga
kerja dan fungsi dan melalui hirarki otoritas dan tanggung jawab.
Berbagai tingkatan dalam organisasi dan yang mengatur
semua individu ke dalam tujuan organisasi dan hirarki formal adalah
kontrak. Hal ini mengasumsikan bahwa pegawai sebagai agen yang
secara bebas dan sadar telah setuju untuk menerima otoritas formal
organisasi dan berusaha mearaih tujuan organisasi, dan sebagai
gantinya mereka memperoleh dukungan dalam bentuk gaji dan
kondisi kerja yang baik. Dari perjanjian kontraktual tersebut, pegawai
menerima tanggungjawab moral untuk mematuhi atasan dalam usaha
mencapai organisasi, dan selanjutnya organisasi juga memiliki
tanggungjawab moral untuk memberikan dukungan ekonomi pada
para pegawai seperti yang telah dijanjikan. Teori utilitarian
memberikan dukungan tambahan pada pandangan bahwa pegawai
memiliki kewajiban untuk berusaha mencapai tujuan perusahaan
secara loyal.
Tanggung jawab etis dasar yang muncul dari aspek-aspek
‘rasional” organisasi difokuskan pada dua kewajiban moral yakni a)
kewajiban atasan untuk mematuhi atasan dalam organisasi dalam
mencapai tujuan-tujuan organisasi, dan b) kewajiban atasan untuk
memberikan gaji yang adil dan kondisi kerja yang baik.
82
a. Kewajiban Pegawai Terhadap Perusahaan
Dalam pandangan rasional perusahaan, kewajiban moral
utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaa
dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam
tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari
tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri
dalam cara-cara yang, jika melanggar hukum, dapat dinyatakan
sebagai “kejahatan kerah putih”.
Ada sejumlah situasi dimana pegawai gagal melaksanakan
kewajiban untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu sebagai
berikut:
1. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan dalam bisnis muncul saat seorang
pegawai atau pejabat suatu perusahaan melaksanakan
tugasnya, namun dia memiliki kepentingan-kepentingan
pribadi terhadap hasil dari pelaksanaan tugas tersebut yang (a)
mungkin bertentangan dengan kepentingan perusahaan, dan
(b) cukup substansial sehingga kemungkinan mempengaruhi
penilaiannya sehingga tidak seperti yang diharapkan
perusahaan.
Konflik kepentingan bisa bersifat aktual dan potensial.
Konflik kepentingan aktual terjadi saat seseorang
melaksanakan kewajibannya dalam satu cara yang
mengganggu perusahaan dan melakukannya demi kepentingan
pribadi. Konflik kepentingan potensial terjadi saat seseorang,
karena didorong kepentingan pribadi, bertindak dalam suatu
cara yang merugikan perusahaan.
2. Pencurian Pegawai dan Komputer
83
Pegawai perusahaan memiliki perjanjian kontraktual
untuk hanya menerima keuntungan tertentu sebagai ganti hasil
kerjanya dan menggunakan sumber daya perusahaan hanya
dalam usaha untuk mencapai tujuan perusahaan. Tindakan
pegawai yang mencari tambahan keuntungan pribadi atau
menggunakan sumber daya perusahaan untuk dirinya sendiri
merupakan tindakan pencurian karena keduanya berarti
mengambil atau menggunakan properti milik orang lain
(perusahaan) tanpa persetujuan pemilik yang sah.
Tindakan memeriksa, menggunakan atau menyalin
informasi atau program komputer merupakan pencurian.
Disebut pencurian karena informasi yang dikumpulkan
dalam bank data komputer oleh suatu perusahaan dan
program komputer yang dikembangkan atau dibeli
perusahaan merupakan properti dari perusahaan yang
bersangkutan.
3. Insider Trading
Insider trading sebagai tindakan membeli dan menjual
saham perusahaan berdasarkan informasi “orang dalam”
perusahaan. Informasi “dari dalam” atau “dari orang dalam”
tentang suatu perusahaan merupakan informasi rahasia yang
tidak dimiliki publik di luar perusahaan, namun memiliki
pengaruh material pada harga saham perusahaan.
Insider trading adalah ilegal dan tidak etis karena
orang yang melakukannya berarti “mencuri” informasi dan
memperoleh keuntungan yang tidak adil dari anggota
masyarakat lain. Namun demikian, sejumlah pihak
menyatakan bahwa insider trading secara sosial
menguntungkan dan menurut prinsip utilitarian, tindakan ini
seharusnya tidak dilarang, malah dianjurkan.
84
b. Kewajiban Perusahaan Terhadap Pegawai
Kewajiban moral dasar perusahaan terhadap pegawai,
menurut pandangan rasional, adalah memberikan kompensasi
yang secara sukarela dan sadar telah mereka setujui sebagai
imbalan atas jasa mereka. Ada dua masalah yang berkaitan
dengan kewajiban ini: kelayakan gaji dan kondisi kerja pegawai.
Gaji dan kondisi kerja merupakan aspek-aspek kompensasi yang
diterima pegawai dari jasa yang mereka berikan, dan keduanya
berkaitan dengan masalah apakah pegawai menyetujui kontrak
kerja secara sukarela dan sadar. Jika seorang pegawai "dipaksa"
menerima pekerjaan tanpa upah yang memadai atau kondisi
kerja yang layak, maka kontrak kerja tersebut dianggap tidak
adil.
1. Gaji
Setiap perusahaan menghadapi dilema ketika
menetapkan gaji pegawai: Bagaimana menyeimbangkan
kepentingan perusahaan untuk menekan biaya dengan
kepentingan pegawai untuk memperoleh kehidupan yang
layak bagi diri mereka sendiri dan keluarga? Tidak ada rumus
sederhana untuk menentukan "gaji yang layak". Kelayakan
gaji sebagian bergantung pada dukungan yang diberikan
masyarakat (jaminan sosial, perawatan kesehatan, kompensasi
pengangguran, pendidikan umum, kesejahteraan, dan
sebagainya), kebebasan pasar kerja, kontribusi pegawai, dan
posisi kompetitif perusahaan. Meskipun tidak ada cara untuk
menentukan gaji yang layak dengan pasti, namun kita
setidaknya bisa mengidentifikasi sejumlah faktor yang perlu
dipertimbangkan untuk menentukan gaji dan upah, yaitu:
1) Gaji dalam industri dan wilayah tempat seseorang bekerja,
2) Kemampuan perusahaan,
3) Sifat pekerjaan,
85
4) Peraturan upah minimum,
5) Hubungan dengan gaji lain,
6) Kelayakan negosiasi gaji, dan
7) Biaya hidup lokal.
2. Kondisi Kerja: Kesehatan dan Keamanan
Risiko memang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari pekerjaan. Masalahnya adalah dalam banyak
pekerjaan yang berbahaya, syarat-syarat berikut tidak
terpenuhi:
a. Gaji atau upah dikatakan gagal memberikan nilai
kompensasi yang proporsional terhadap risiko pekerjaan
jika pasar tenaga kerja dalam suatu industri tidak
kompetitif atau bila pasar tidak mempertimbangkan
risiko-risiko tersebut karena memang belum diketahui.
b. Pegawai mungkin menerima risiko tanpa mengetahuinya
karena mereka tidak memiliki akses ke informasi tentang
risiko-risiko tersebut.
c. Pegawai mungkin menerima risiko karena putus asa,
karena mereka tidak dapat memperoleh pekerjaan dalam
industri-industri yang kurang berisiko, atau karena mereka
tidak memiliki informasi tentang alternatif-alternatif yang
tersedia bagi mereka.
Secara khusus, perusahaan mempunyai kewajiban:
a. Perusahaan wajib menawarkan gaji yang merefleksikan
prevalensi risiko-pretni dalam pasar kerja yang serupa,
namun kompetitif,
86
b. Untuk menjamin pegawai terhadap bahaya yang
diketahui, perusahaan perlu memberikan program
asuransi kesehatan yang sesuai, dan
c. Perusahaan perlu (secara individual atau bersama
perusahaan lain) mengumpulkan informasi tentang
bahaya kesehatan yang terdapat dalam suatu pekerjaan
dan menyebarkan informasi tersebut ke seluruh pegawai.
3. Kondisi Kerja: Kepuasan Kerja
Spesialisasi pekerjaan yang berlebihan memang tidak
baik karena alasan lain, yaitu bahwa cara ini memberikan
beban yang tidak adil pada pekerja. Juga ada banyak bukti
bahwa cara ini tidak mendukung efisiensi. Bagaimana
masalah-masalah ketidakpuasan kerja dan kerugian mental
ini ditangani? Hackman, Oldham, Jansen, dan Purdy
menyatakan bahwa ada tiga determinan kepuasan kerja: 1)
Arti yang dialami. Seseorang harus melihat pekerjaannya
sebagai sesuatu yang bernilai atau penting melalui sistem
nilai yang diterimanya. 2) Tanggung jawab yang dialami.
Dia harus percaya bahwa dia secara pribadi bertanggung
jawab atas hasil kerjanya. Dan 3) Pengetahuan akan hasil.
Dia harus mampu menentukan, secara teratur, apakah hasil
kerjanya memuaskan. Untuk memengaruhi ketiga
determinan tersebut, menurut penulis, pekerjaan haruslah
diperluas sepanjang lima dimensi berikut: 1) Keragaman
keahlian. 2) Identitas tugas. 3) Arti penting tugas. 4)
Otonomi. Dan 5) Umpan Balik.
Pendeknya, pemecahan masalah ketidakpuasan kerja
adalah dengan memperluas cakupan kegiatan dari pekerjaan-
pekerjaan yang sangat terspesialisasi: memperluas pekerjaan
secara "horisontal" dengan memberikan tugas-tugas yang
87
lebih beragam pada pegawai dan memperdalam pekerjaan
secara "vertikal" dengan memberikan kontrol yang lebih
besar pada pegawai atas tugas-tugas tersebut.
B. Organisasi Politik
Dalam model organisasi politik, individu dilihat berkumpul
membentuk koalisi yang selanjutnya saling bersaing satu sama lain
memperebutkan sumber daya, keuntungan, dan pengaruh. Dengan
demikian, "tujuan" organisasi menjadi tujuan yang dibentuk oleh
koalisi yang paling kuat dan paling dominan. Tujuan tidak ditetapkan
oleh otoritas yang "sah", namun ditetapkan melalui tawar menawar
antara berbagai koalisi. Realita dasar organisasi, menurut model ini,
bukanlah otoritas formal atau hubungan kontraktual, namun
kekuasaan: kemampuan individu (atau kelompok individu) untuk
mengubah perilaku pihak lain menuju cara yang diinginkan tanpa
harus mengubah perilaku mereka sendiri menuju cara yang tidak
diinginkan.
Jika kita memfokuskan pada kekuasaan sebagai dasar realita
organisasional, maka permasalahan etis utama yang akan kita temui
saat kita mengamati suatu organisasi adalah masalah yang berkaitan
dengan akuisisi dan pelaksanaan kekuasaan. Masalah etis utama
difokuskan bukan pada kewajiban kontraktual perusahaan dan
pegawai, namun pada hambatan-hambatan moral terhadap
penggunaan kekuasaan di dalam organisasi. Etika perilaku
organisasional yang dilihat dari perspektif model politik difokuskan
pada pertanyaan: Apa batasan moral, jika ada, pada pelaksanaan
kekuasaan dalam organisasi? Dalam bagian-bagian berikut ini, kita
akan membahas dua aspek dari pertanyaan ini, yaitu: (a) Apa, jika
ada, batasan moral pada kekuasaan manajer yang dapat diterapkan
88
pada pegawai? (b) Apa, jika ada, batasan moral pada kekuasaan
pegawai yang dapat diterapkan pada pegawai lain?
C. Organisasi yang Penuh Perhatian
Aspek kehidupan organisasional tidak cukup baik
digambarkan dalam model kontraktual yang merupakan dasar dari
organisasi "rasional", ataupun dengan model kekuasaan yang
mendasari organisasi "politik". Mungkin aspek tersebut paling tepat
digambarkan sebagai organisasi penuh perhatian (caring), di
mana konsep-konsep moral utamanya sama dengan konsep yang
mendasari etika memberi perhatian. Jeanne M. Lied menggambarkan
organisasi semacam itu sebagai organisasi, atau bagian organisasi,
di mana tindakan memberi perhatian merupakan:
a. Difokuskan sepenuhnya pada individu (pribadi), bukan
"kualitas", "keuntungan", atau gagasan-gagasan lain yang saat
ini banyak dibicarakan.
b. Dilihat sebagai tujuan dalam dan dari dirinya sendiri, serta
bukan hanya sarana untuk mencapai kualitas, keuntungan, dan
sebagainya.
c. Bersifat pribadi, dalam artian bahwa hal tersebur melibatkan
individu-individu tertentu yang memberikan perhatian, pada
tingkat subjektif, pada individu tertentu lainnya.
d. Pendorong pertumbuhan bagi yang diberi perhatian, dalam
artian bahwa tindakan ini menggerakkan mereka menuju
pemanfaatan dan pengembangan kemampuan seutuhnya,
dalam konteks kebutuhan dan aspirasi mereka sendiri.
Dalam organisasi caring, kepercayaan tumbuh subur karena
"orang merasa wajib saling memercayai jika mereka melihat diri
89
mereka sebagai pihak-pihak yang saling membutuhkan dan saling
terkait". Karena kepercayaan tumbuh subur dalam organisasi
semacam itu, maka organisasi tidak perlu melakukan banyak
investasi untuk mengawasi para pegawainya dan memastikan bahwa
mereka tidak melanggar perjanjian kontraktual.
Dalam model kontraktual, masalah etis penting muncul dari
kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap hubungan
kontraktual. Dalam model politik, masalah etis penting muncul dari
kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan. Lalu apa masalah etis
penting dari perspektif organisasi carin? Jawabannya adalah
memberikan perhatian terlalu banyak atau kurang banyak.
90
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukirno. 2012. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta : Penerbit
Salemba Empat.
Bertens, Kees . 2000. Pengantar Etika Bisnis. (seri filfasat
Atmajaya : 21). Kanisius. Yogyakarta.
Ernawan, Erni R. 2016. Etika Bisnis. Bandung : Penerbit Alfabeta.
Keraf.Sonny A. 1998. Etika bisnis membangun citra bisnis
sebagai profesi luhur (pustaka filsafat).
Yogyakarta:Kanisius, 1993
Velasquez, Manuel G. 2005. Etika Bisnis Konsep dan Kasus,
Edisi 5. Penerbit Andi Yogyakarta.
https://feelinbali.blogspot.com/2013/09/etika-bisnis-etika-
utilitarianisme.html
https://nindaalfionita10.wordpress.com/2015/10/12/konsumen-
adalah-raja/
https://allofky.wordpress.com/2013/06/13/etika-bisnis-persoalan-
dalam-iklan/
http://azmistevanov.blogspot.com/2015/10/periklanan-etika-teori-
dan-uu-periklanan.html?m=1
http://arisuhartawan.blogspot.com/2013/11/dimensi-polusi-dan-
penyusutan-sumber.html
http://arisuhartawan.blogspot.com/2013/11/etika-konservasi-
sumber-daya-yang-bisa.html
top related