for pdf 03
Post on 24-Jul-2015
139 Views
Preview:
TRANSCRIPT
GAMBARAN SELF CONCEPT PADA INDIVIDU YANG MENGALAMI LABELLING
SKRIPSI
Oleh: Fellicia Tabita Gunawan
NRP 7103008004
Fakultas PsikologiUniversitas Katolik Widya Mandala
Surabaya2012
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk :Allah Tritunggal, Bapa, Putra dan Roh Kudus
danUntuk Semua UmatNya yang Percaya
Bahwa Anak Adalah Titipan TuhanYang Harus Dirawat Dengan Penuh Cinta Kasih
vi
HALAMAN MOTTO
I Will PROM15E TO13ELIEVE
That God Always GiveHis Love In My Life.
Always Keep The Faith.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas semua karunia dan
kekuatan yang sudah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis bisa
menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Meskipun terdapat
banyak kendala dalam penyusunan skripsi ini, tetapi atas anugrahNya,
penulis tetap bisa menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
Penulis menyadari, tanpa adanya bantuan dan dukungan dari
pihak-pihak lain, skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini, dengan penuh kerendahan hati, penulis
menyampaikan terima kasih sebanyak-banyak kepada semua pihak yang
telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya
kepada :
1. Ibu Yustina Yettie, M. Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
2. Ibu F. Yuni Apsari selaku Sekretaris Dekan Fakultas Psikologi
Widya Mandala Surabaya
3. Ibu Elisabet Widyaning Hapsari, M.Psi selaku pembimbing
penulis, yang telah mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dengan
penuh kesabaran dan pengertian dalam proses penyusunan skripsi
ini.
4. Bapak Jaka Santoso Sudagijono, M. Psi. selaku penasehat
akademik penulis selama penulis kulah. Terima kasih atas
kesediaannya untuk berdiskusi dengan penulis terkait dengan
proses perkuliahan.
5. Mbak Eva, Mbak Lilis, Mbak Wati dan Pak Heru selaku
karyawan TU Fakultas Psikologi Unika Widya Mandala Surabaya
viii
yang dengan sabar membantu penulis menyelesaikan administrasi
selama penulis kuliah. Maaf kalau sering bawel.
6. Informan S dan Informan A beserta significant other LM dan
St selaku informan penulis. Terima kasih atas waktu dan
informasinya yang sangat berharga demi kelangsungan
penyusunan skripsi ini.
7. Ce Caecilia E. Yoewono, Grad. Dip., Psych selaku dosen dan
teman diskusi penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih atas waktu dan pinjaman bukunya yang sangat
bermanfaat bagi penulis.
8. Semua dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universtas
Katolik Widya Mandala Surabaya. Terima kasih atas semua ilmu
yang bermanfaat yang telah diberikan kepada penulis selama
proses perkuliahan.
9. Hangga Diputra S.Psi selaku rekan diskusi penulis. Terima kasih
buat waktunya dan kesediaannya untuk membantu penulis.
10. Papa dan mama. Terima kasih atas dukungannya kepada penulis
selama ini.
11. Erick, adikku tersayang. Terima kasih atas pengorbanan yang
sering dilakukan buat penulis. Tuhan yang akan membalas semua
pengorbananmu.
12. Semua anggota keluarga yang ikut membantu penulis selama ini,
baik dalam doa ataupun dalam hal lainnya.
13. Sahabat-sahabatku, Grace Natalia dan Sri Wulan. Terima
kasih atas semua kesempatan yang indah yang kita lalui bersama,
dari proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini. Terima
kasih atas semua pengorbanan kalian, baik dalam dukungan,
ix
materi, bensin dll buat penulis selama ini. Ingat, biar Tuhan yang
membalas.
14. Teman-teman penulis seperti Stevanus Ferdian, Michael
Hasudungan, Brian Suryo. Terima kasih atas semua waktu yang
pernah kita lalui bersama. Terima kasih buat supportnya kepada
penulis, baik didalam proses perkuliahan maupun dalam
penyusunan skripsi ini.
15. Buat semua pelanggan pulsa saya, baik dari kalangan dosen,
teman-teman, maupun keluarga. Terima kasih sudah membantu
penulis dalam menambah penghasilan penulis selama ini. Maaf
kalau nagihnya agak heboh.
16. Buat teman-teman angkatan 2008. Terima kasih buat
bantuannya kepada penulis selama proses perkuliahan.
17. Si Maxi (alm.) dan Mini ku, terima kasih sudah menjadi media
penulis selama mengerjakan skripsi.
18. My Beloved Idol, Kim Jong Woon / Yesung Super Junior .
Thanks for all you give for me. You’re my inspiration, my passion,
my motivator for all aspects from my life. Thanks for being my
amazing idol.
19. My Big Idol, Super Junior. Thanks for all happiness you give for
me. Thanks for give me a new family like ELF. I hope, I can meet
you someday.
20. For Someone Special for me now, Nyo ku. Thanks for your love
and your care selama penulis mengerjakan skripsi ini. Biar Tuhan
yang membalas kebaikanmu.
21. Teman gerejaku yang ikut memberikan doa dan dukungannya
selama proses penyusunan skripsi ini.
x
22. Semua teman serta sahabat yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Terima kasih atas dukungannya yang telah diberikan
kepada penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak
keterbatasan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Akhirnya, semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan dan kehidupan.
Surabaya, Mei 2012
Fellicia Tabita G.
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………………………………….…….. i
Halaman Pernyataan................................................................................. ii
Halaman Persetujuan………………………………………………....... iii
Lembar Pernyataan................................................................................... iv
Halaman Pengesahan……………………………………………………. v
Halaman Persembahan……………………….………………………..... vi
Halaman Motto.......…………………………………………………….... vii
Ucapan Terima kasih……………………………………………………. viii
Daftar Isi……………………………………………………………….. xii
Daftar Tabel……………………………………………………………... xv
Daftar Lampiran………………………………………………………… xvi
Abstraksi……………………………………………………………….. xvii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang……………………..…………………………………. 1
1.2 Fokus Penelitian………………………..……………………………... 6
1.3 Tujuan Penelitian………………………….......………………………. 6
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………...……………….. 6
1.4.1 Manfaat Teoritis…………….…………………………......…... 6
1.4.2 Manfaat Praktis………………………………………………….. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 8
2.1 Kajian Literatur Seputar Labelling ...............………………………... .. 8
2.2 Kajian Literatur Tentang Konsep Diri……………………………….... 9
2.3 Review Jurnal Yang Berkaitan Dengan Labelling dan Self Concept.....12
2.4 Gambaran Self Concept Pada Individu Yang Mengalami Labelling.....12
xii
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 15
3.1 Pendekatan Dalam Penelitian………………………………………... 15
3.2 Subjek Penelitian…………………………………………………….. 15
3.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian………………………………. .. 15
3.2.2 Cara Mendapatkan Subjek Penelitian………………………….. 16
3.3 Metode Pengumpulan Data..………………………………………..... 16
3.4 Tehnik Analisis Data……………………………………………….. .. 16
3.5 Validitas Penelitian………………………………………………...... 17
3.6 Etika Penelitian………………………………………………...…..... 18
BAB IV HASIL PENELITIAN................................................................. 19
4.1 Persiapan Pengambilan Data……………………………………........ 19
4.1.1 Peneliti……………………………………………………....... 19
4.1.2 Perijinan Penelitian…………………………………………..... 20
4.2 Proses Pengambilan Data……………………………………………. 20
4.2.1 Pelaksanaan Pengambilan Data dengan Informan…………… 21
4.3 Temuan Penelitian……………………………………………………. 28
4.3.1 Anamnesa Informan 1…………………………………………. 28
4.3.2 Anamnesa Informan 2………………………………………… 30
4.4 Hasil Penelitian…………………………………………………....… 32
4.4.1 Pengolahan Data……………………………………...………. 32
4.5 Deskripsi Tema…………………………………………...………..… 38
4.5.1 Deskripsi Tema Informan 1.… ………………………………. 38
4.5.2 Deskripsi Tema Informan 2…………………………………... .44
4.6 Validitas Penelitian…………………………………………………... 50
BAB V PENUTUP………………………………………………………. 51
5.1 Pembahasan………………………………………………………….. 51
xiii
5.1.1 Informan S… ………………………………………………… 51
5.1.2 Informan A …………………………………………………… 53
5.1.3 Alur Dinamika Psikologis……………………………………... 56
5.1.3.1 Alur Dinamika Psikologis Informan S………………… …. 56
5.1.3.2 Alur Dinamika Psikologis Informan A…………………….... 57
5.2 Refleksi……………………………………………………….……… 58
5.2.1 Keterbatasan Penelitian …………………………………….... 58
5.3 Simpulan………………………………………………………….….. 59
5.4 Saran……………………………………………………………..…... 59
5.4.1 Informan S…………………………………………………….. 59
5.4.2 Informan A……………………………………………………. 60
5.4.3 Masyarakat…………………………………………………….. 60
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..... 61
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jadwal pengambilan data dengan informan 1 ( S )……………... 21
Tabel 2 Jadwal pengambilan data dengan informan 2 ( A )…………….. 24
Tabel 3 Tabel Kategorisasi Informan 1 ( S )……………………………... 32
Tabel 4 Tabel Kategorisasi Informan 2 ( A )……………………………. .35
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Verbatim Informan 1…………………………………………………… .66
Verbatim Informan 2…………………………………………………… 122
Verbatim Significant Other 1…………………………………………. . 190
Verbatim Significant Other 2…………………………………………... 201
xvi
Fellicia Tabita. (2012). ”Gambaran Self Concept pada Individu yangMengalami Labelling”. Skripsi Sarjana Strata 1. Fakultas PsikologiUniversitas Katolik Widya Mandala Surabaya
ABSTRAKSI
Labelling adalah menetapkan atau menggambarkan seseorangdalam hal-hal yang berhubungan dengan perilakunya, dimana hal tersebutbisa mempengaruhi self concept individu yang mendapat label tersebut.Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimanagambaran self concept pada individu yang pernah mengalami labelling.
Informan penelitian ini sebanyak 2 orang dengan masing-masing 1orang significant other dengan kriteria berada dalam tahap dewasa awal danpernah mengalami labelling. Pengambilan informan menggunakan metodesnowball, sedangkan pengumpulan data dengan menggunakan metodewawancara.
Hasil penelitian ini adalah adanya faktor penerimaan diri danhubungan informan dengan lingkungan sosialnya, yang membantumembentuk konsep diri informan. Penerimaan diri informan pertamamelihat bagaimana informan menilai dan menerima tingkah lakufeminimnya namun tidak berkeinginan untuk merubah dirinya menjadiperempuan. Sedangkan informan kedua memiliki 2 macam penerimaan diriyaitu yang bersifat positif, berkaitan dengan informan menerima dirinyayang tomboy tetapi tidak berkeinginan untuk menjadi laki-laki.
Hanya pada informan kedua, adanya penerimaan diri yang bersifatnegatif, berkaitan dengan ketidaknyamanannya terhadap salah satu anggotatubuhnya sehingga informan berkeinginan untuk menghilangkan anggotatubuh tersebut. Kemudian baik pada informan pertama maupun kedua,sama-sama memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan keluarga danteman-temannya. Keduanya merasa bahwa diterima oleh lingkungansosialnya meskipun berperilaku tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.
Kata kunci :Labelling, self concept
xvii
Fellicia Tabita. (2012). "The Image of Self Concept in Individuals WhoHave Labelling". Thesis Scholar Strata 1. Faculty of Psychology WidyaMandala Catholic University Surabaya
ABSTRACT
Labelling is set or describing a person in matters relating to theconduct of which it can affect self-concept of individuals that have thatlabel. Therefore, the purpose of this study was to determine how the imageof self-concept in individuals who have experienced labeling.
Informants of this study as much as two people with one personeach with a significant other criteria currently in the early adult stage andhave had labeling. Decision informant snowball method, while datacollection is done by using the interview method.
The results of this study is the factor of self-acceptance andinformant relationship with the social environment, which helped establishthe concept of self-informants. The informant's first self-acceptance is moreto see how informants judge and receive feminimnya behavior but have nodesire to change himself into a woman. Whereas in the second informant,the informant has two kinds of self-acceptance is a positive self-acceptanceis related to how the informant received a tomboy but she did not want to bemen.
Only, the second informant, a negative self-acceptance related tothe inconvenience of one of his limbs so that the informant intends toremove the limb. Then either the first or second informant, both have goodrelationships with family and friends. Both felt that although accepted bythe social environment does not behave according to gender.
Keyword : Labelling, self concept
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini, kekerasan menjadi hal yang banyak dilakukan oleh
masyarakat. Setiap hari, media massa selalu menyiarkan segala macam
bentuk perilaku kekerasan. Termasuk kekerasan yang dialami oleh anak-
anak. Yang mana pelaku kekerasan terhadap anak adalah secara berurut
orang tua 61,4%, tetangga 6,7%, famili 3,8%, dan guru 3%. Anak-anak
mendapatkan perilaku kekerasan paling banyak di rumah (73,1%), tempat
umum (23,2%) dan sisanya di tempat kerja (Kabupaten/Kota Layak Anak,
2010).
Dalam psikologi, kekerasan bisa juga dimaknai sebagai perilaku
bullying. Bullying sendiri adalah perilaku yang dilakukan secara berulang
oleh individu yang dominan (Craig, Kathryn Henderson, Jennifer G.
Murphy, 2000). Beberapa perilaku bullying antara lain bagi laki-laki,
perilaku bullying yang sering diterima adalah dalam bentuk fisik dan verbal
abuse. Sedangkan bagi perempuan, perilaku bullying yang sering diterima
adalah verbal bullying (termasuk hal-hal yang berbau seks) dan penyebaran
rumor (Addressing the Problem of Juvenile Bullying, U.S. Department of
Justice, 2001)
Perilaku bullying pasti memberikan efek tersendiri bagi korbannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rigby dalam Riauskina,
Djuwita & Sosseto (Widayanti, 2009), efek dari perilaku bullying itu adalah
korban bullying akan mengalami berbagai macam gangguan seperti
kesejahteraan psikologis yang rendah, penyesuaian sosial yang buruk,
gangguan psikologis dan kesehatan yang memburuk. Selain itu, efek negatif
dari perilaku bullying ini adalah bullying dapat menimbulkan perasaan tidak
1
aman, terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau menderita
stress yang dapat berakhir dengan bunuh diri.
Hal ini dibuktikan dari wawancara awal yang dilakukan pada subyek
S yang sering mengalami bullying. Subyek mengatakan bahwa setiap kali ia
dibully oleh orang lain, dia selalu merasa malu.
”ya malu aku.. apalagi kalo ngomongnya itu didepanbanyak orang.. mau taruh dimana mukaku..”
Selain subyek S, peneliti juga melakukan wawancara awal dengan
subyek T yang juga mendapat bullying. Lain dengan subyek S merasa malu
atas perlakuan bullying yang diterimanya, subyek T marah dengan ejekan
tomboy yang diterimanya
”ya marahlah. Aku ini cewek kok dibilang cowok..”
Ejekan yang diterima oleh subyek T diatas adalah kekerasan dalam
bentuk pemberian julukan. Pemberian julukan terhadap seseorang termasuk
ke dalam labelling. Labelling adalah menetapkan atau menggambarkan
seseorang dalam hal-hal yang berhubungan dengan perilakunya. Menurut A
Handbook for The Study of Mental Health, label adalah sebuah definisi
yang ketika diberikan pada seseorang akan menjadi identitas diri orang
tersebut dan menjelaskan tentang tipe bagaimanakah seseorang itu
(Labelling dan Perkembangan Anak, Dampak Labelling Terhadap Anak-
FOTA Salman, 2007).
Beberapa contoh julukan yang sering diterima oleh anak adalah
”bodoh”, ”nakal” atau ”bandel”. Selain itu, ada juga julukan ”si banci” atau
”si tomboi” biasanya ditujukan oleh anak yang dalam kesehariannya
berperilaku tidak sesuai dengan jenis kelaminnya (Yohanes, 1993). Julukan
”banci” ditujukan untuk anak laki-laki yang berperilaku seperti perempuan,
2
dan julukan ”tomboi” ditujukan untuk anak perempuan yang berperilaku
seperti laki-laki.
Perilaku labelling sangat banyak ditemui di lingkungan sekitar kita.
Jika ada seorang anak yang berperilaku tidak sesuai dengan gendernya,
maka lingkungan akan dengan mudah memberikan julukan atau ejekan ke
anak tersebut (Baron & Byrne, 2003: 189). Selain itu, masyarakat akan
menolak anak-anak yang dalam golongan ini karena mereka dianggap
berada di jalur yang tidak sewajarnya dalam norma masyarakat (Let’s Talk
About Sex, Parents and Friends of ExGays and Gays, 2011).
Padahal idealnya, setiap anak seharusnya mendapatkan perlakukan
dengan baik. Agar saat masa dewasanya, seorang anak bisa menjadi
individu yang baik Karena berdasarkan sejarah psikologi perkembangan,
pandangan di masa sekarang adalah masa anak-anak dilihat sebagai suatu
periode kehidupan yang sangat penting dan unik, yang meletakkan suatu
landasan penting bagi tahun-tahun orang dewasa dan sangat berbeda dari
masa anak-anak. (Santrock, 2008: 8) Dengan kata lain, jika masa kecilnya
anak-anak mendapat perlakuan yang baik maka masa dewasanya, anak
tersebut akan tumbuh menjadi pribadi yang baik, sesuai dengan apa yang ia
terima saat masih kecil. Begitu pula sebaliknya, jika dalam masa kecilnya
anak-anak mendapat perlakuan yang buruk, maka saat dewasanya tumbuh
menjadi pribadi yang buruk dan menyimpang.
Menurut ahli, pemberian label / cap atau juga disebut stigma akan
memberi bekas dalam diri anak dan mempengaruhi pembentukan konsep
dirinya (Kompas, 2010). Konsep diri atau self concept adalah gambaran
yang dimiliki orang tentang dirinya (Hurlock, 1999: 58). Self concept
seseorang mengacu pada bagaimana seseorang mengevaluasi dirinya. Orang
dewasa mengevaluasi dirinya dari berbagai aspek di kehidupannya, seperti
di bidang akademik, atletik, penampilan dan lain sebagainya (Santrock,
3
1998: 318). Dikhawatirkan, jika seseorang mengalami labelling, individu
tersebut akan membentuk konsep diri yang sama dengan label yang orang
lain atau lingkungan berikan kepadanya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi self concept seseorang,
salah satunya adalah pengalaman terutama pengalaman interpersonal, yang
memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga (Fitts dalam
Agustiani, 2006: 139). Jika dalam berhubungan dengan orang lain, anak
mendapatkan perasaan yang positif dan berharga, maka anak akan memiliki
self concept yang baik pada saat dewasa. Namun pada anak mendapatkan
perasaan negatif akibat dari labelling yang diterimanya, maka besar
kemungkinan bahwa anak itu akan memiliki self concept yang buruk di
masa dewasanya (Labelling dan Perkembangan Anak, Dampak Labelling
Terhadap Anak-FOTA Salman, 2007).
Namun bisa saja, self concept seseorang bisa menjadi lebih baik
meskipun pada masa kecilnya ia mengalami perlakuan labelling. Seperti
yang dialami oleh subyek A. Meskipun ia sering dibilang tomboy karena
perilakunya yang cenderung maskulin, tetapi pada saat ini, ia mampu
menunjukkan self concept yag baik karena masih ada orang-orang yang mau
mendukungnya untuk berubah.
”Sahabatku juga, ayolah belajar, kamu juga cewek..Gimanapun seliar-liarnya aku, sekasar-kasarnya aku,seperti apapun penilaian orang terhadap aku, intinyamemang secara fisik, aku ya wanita.. Ya udah, itu akumulai belajar...”
Namun lain halnya dengan apa yang dialami oleh subyek A, anak
yang dilabel oleh lingkungan akan menunjukkan perilaku sesuai dengan
label yang diberikan kepadanya, terutama bagi anak remaja yang sudah
memahami makna dari label yang diberikan kepadanya, karena merasa
sudah terlanjur diberi label tersebut. Berbeda dengan anak yang mendapat
4
labelling di usia pra-sekolah, anak tersebut tidak menunjukkan perilaku
yang sesuai dengan label yang diarahkan kepadanya. Hanya saja, anak bisa
merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan dengan label yang
diterimanya (Kompas, 2010). Selain itu, anak yang mendapat label sejak
kecil, akan cenderung lebih memungkinkan untuk menjadi delinquent dan
itu berlangsung di kehidupan dewasanya (Siegel & Welsh, 2011: 184).
Seperti yang terjadi pada para pecandu narkoba. Akibat label deviant
yang diarahkan kepada dirinya, para pecandu narkoba cenderung terpaku
pada pola deviant. Dan akan kembali menggunakan narkoba (Wicaksono,
2010). Hal ini seperti yang diungkapkan Romli Atmasasmita, label atau cap
dapat memperbesar penyimpangan tingkah laku (kejahatan) dan dapat
membentuk karier kriminal seseorang. (Atmasasmita, 1992: 39)
Beberapa contoh diatas menegaskan bahwa self concept mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap perilaku seseorang (Fitts dalam Agustiani,
2006: 139). Karena itulah, orang dengan self concept baik, seperti subyek S,
bisa menunjukkan aktualisasi dirinya di bidang akademik. Dan yang
memiliki self concept yang buruk, akhirnya memunculkan perilaku
kekerasan terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Perbedaan gambaran
konsep diri pada subyek S dengan para pecandu narkoba inilah yang
menarik peneliti untuk mengetahui bagaimana gambaran konsep diri pada
individu yang mengalami labelling.
Sedangkan kekhasan dari penelitian ini adalah karena penelitian ini
berfokus pada labelling ”tomboy” dan ”banci”, yang kemudian dikaitkan
dengan konsep diri dari individu yang mengalami labelling tersebut.
Penelitian ini dilakukan karena masih kurangnya penelitian mengenai
perilaku ”tomboy” atau ”banci”.
5
1.2 Fokus Penelitian
Bagaimana gambaran self concept pada individu yang mengalami
labelling?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran
self concept pada individu yang mengalami labeling.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Memberikan masukan baru bagi pengembangan teori-teori
psikologi perkembangan dan sosial khususnya mengenai self
concept dan perilaku labelling.
2. Mengingat masih sedikit teori psikologi yang membahas tentang
labelling yang berkaitan dengan gender, penelitian ini diharapkan
dapat menjadi dasar untuk menyusun suatu teori baru khususnya
dalam psikologi perkembangan dan sosial mengenai self concept
pada individu yang mengalami labelling, dimana teori baru
tersebut dapat dijadikan acuan bagi para psikolog maupun psikiater
saat menangani permasalahan-permasalahan yang berkaitan
dengan labelling.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Untuk subyek : diharapkan hasil dari penelitian ini bisa digunakan
oleh subyek ataupun pada orang-orang yang pernah mengalami
labelling untuk bisa memperbaiki self conceptnya ke arah yang
lebih baik.
6
2. Untuk lingkungan : memberikan masukan dalam mendidik anak,
terutama ketika anak menunjukkan perilaku yang tidak sesuai
dengan harapan, dalam hal ini anak berperilaku tidak sesuai
dengan gendernya.
3. Untuk psikolog : sebagai referensi saat menghadapi kasus-kasus
berkaitan dengan labelling, yaitu bagaimana membentuk konsep
diri klien menjadi lebih baik.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Literatur Seputar Labelling
Labelling adalah menetapkan atau menggambarkan seseorang dalam
hal-hal yang berhubungan dengan perilakunya. Menurut A Handbook for
The Study of Mental Health, label adalah sebuah definisi yang ketika
diberikan pada seseorang akan menjadi identitas diri orang tersebut dan
menjelaskan tentang tipe bagaimanakah seseorang itu (Labelling dan
Perkembangan Anak, Dampak Labelling Terhadap Anak-FOTA Salman,
2007).
Dampak dari labelling, khususnya labelling yang negatif adalah
munculmya perilaku menyimpang. Menurut Peggy Thoits (dalam Herlina,
2007: 1), orang yang diberi label menyimpang dan diperlakukan sebagai
orang yang menyimpang akan menjadi menyimpang (Labelling dan
Perkembangan Anak, Dampak Labelling Terhadap Anak-FOTA Salman,
2007). Selain itu, menurut Romli Atmasasmita, label atau cap dapat
memperbesar penyimpangan tingkah laku (kejahatan) dan dapat membentuk
karier kriminal seseorang. (Atmasasmita, 1992: 39). Sedangkan menurut
Lemert, proses labelling ini bisa membuat seseorang yang awalnya tidak
memiliki kebiasaan menyimpang menjadi terbiasa. Bahkan kebiasaan
tersebut menjadi gaya hidupnya (Maryati & Suryawati, 2007: 122)
Efek dari label yang diterima oleh anak adalah anak akan terisolasi
dari teman sebayanya yang tidak mendapat label, menutup akses untuk
lingkungan yang baik dan membuat anak tersebut lebih menyukai dunia
kriminal (Tannenbaun dalam Mangal, 2007: 464). Individu yang mengalami
label akan cenderung untuk mengulangi dan terus menerus melakukan
8
penyimpangan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk dari kekecewaan atas
label atau cap yang diberikan masyarakat kepadanya (Abdullah, 2008: 6).
2.2 Kajian Literatur Tentang Konsep Diri
Pengertian konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang
tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang
diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya. Konsep diri bukan
merupakan faktor bawaan, tetapi berkembang dari pengalaman yang terus
menerus dan terdiferensiasi. Sedangkan Fisst (1971) mengemukakan bahwa
konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, yang menjadi
acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri :
1. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang
memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga
2. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang
lain.
3. Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi
pribadi yang sebenarnya.
Konsep diri juga memiliki 2 dimensi, yaitu dimensi internal dan
dimensi eksternal. Yang dimaksud dimensi internal adalah bagaimana
seseorang menilai dirinya sendiri berdasarkan dengan dunia didalam
dirinya. Dimensi internal ini dibagi ke dalam 3 bentuk :
1. Diri Identitas : bagian terdasar dari konsep diri, mengacu pada
label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri oleh
individu yang bersangkutan, untuk menggambarkan dirinya dan
membangun identitasnya. Kemudian dengan bertambahnya usia
9
dan interaksi dengan lingkungan, pengetahuan tentang dirinya
sendiri semakin bertambah, sehingga mampu melengkapi
keterangan tentang dirinya dengan hal-hal yang kompleks.
2. Diri Pelaku ( behavioral self ) : persepsi diri tentang
tingkah lakunya, berkaitan dengan apa yang telah dilakukannya.
3. Diri Penerimaan / Penilai ( judging self ) : berfungsi
sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Merupakan
perantara dari identitas diri dengan diri pelaku. Diri penilai ini
menentukan kepuasan yang akan ditampilkan atau seberapa jauh
seseorang menilai dirinya.
Sedangkan dimensi eksternal adalah bagaimana individu menilai
dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya,
serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi eksternal dibagi menjadi 5 bentuk:
1. Diri Fisik ( physical self ) : menyangkut persepsi
seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik, mengenai
penampilan dirinya dan keadaan tubuhnya.
2. Diri Etik-Moral ( moral-ethical self ) : merupakan
persepsi seseorang terhadap dirinya berdasarkan standar
pertimbangan nilai moral dan etika.
3. Diri Pribadi ( personal self ) : merupakan persepsi
seseorang tentang keadaan dirinya. Hal ini dipengaruhi oleh
sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya.
4. Diri Keluarga ( family self ) : menunjukkan perasaan dan
harga dirinya seseorang dalam kedudukannya dalam keluarga.
5. Diri Sosial ( social self ) : penilaian individu terhadap
interaksi dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya.
10
Perkembangan konsep diri akan terus berlangsung sepanjang
kehidupan seseorang. Symonds (1951, dalam Fisst, 1971) menyatakan
bahwa persepsi tentang diri mulai berkembang ketika kemampuan perseptif
seseorang muncul. Ketika individu masih bayi, ia mulai membentuk
pandangan tentang dirinya sebagai seorang individu walaupun masih kabur.
Pada periode awal kehidupan, konsep diri individu sepenuhnya
didasari oleh persepsi tentang diri sendiri. Setelah itu, dengan bertambahnya
usia seseorang, konsep diri tidak lagi berfokus pada diri sendiri tetapi lebih
banyak didasari oleh nilai-nilai yang diperoleh dari orang lain.
Pada tahap remaja dan dewasa awal, akan ada perubahan konsep diri.
Dan ada 3 kesimpulan atas perkembangan tersebut yaitu :
1. Arti penting motivasi untuk membangun dan mempertahankan
konsep diri yang bervariasi sebagai fungsi dari umur
2. Sebagai individiu yang akan memasuki tahap dewasa tengah
dan dewasa akhir, konsep dirinya akan lebih positif.
3. Konsep diri seseorang bisa menjadi lebih jelas dan lebih stabil
saat tahap dewasa tengah dan dewasa akhir walaupun bukti-
bukti yang ada masih kurang kuat dan konsisten
Tahap remaja dan dewasa awal memiliki motivasi tinggi untuk
membangun dan mempertahankan konsep diri. Sehingga hal ini
menyebabkan adanya perubahan pada konsep diri seseorang yang berada di
tahap tersebut. (Rice, Cora & Monisha Pasupathi, Reflecting on Self-
Relevant Experiences: Adult Age Differences. 2010)
Konsep diri juga terbagi menjadi 2 macam, yaitu konsep diri positif
dan konsep diri negatif. Individu dengan konsep diri negatif adalah individu
11
yang cenderung menarik diri dalam berhubungan dengan orang lain, atau
bertindak agresif secara tidak wajar (Pandjaitan&Pamuchtia, 2010).
Sedangkan individu yang memiliki konsep diri positif adalah
individu yang merasa yakin akan kemampuannya, merasa setara dengan
orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang
mempunyai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya
disetujui oleh masyarakat. Dan mampu memperbaiki diri karena sanggup
mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan
berusaha mengubahnya (Rakhmat, 2000: 105).
2.3 Review Jurnal Yang Berkaitan Dengan Labelling dan Self Concept
Beberapa penelitian telah mencoba untuk melihat dampak dari
labelling terhadap self concept seseorang yang dilabel oleh lingkungannya.
Salah satunya penelitian yang melihat bagaimana pengaruh dari labelling
terhadap konsep diri yang dilakukan oleh Jensen (1972) dan Matsueda
(1992) dalam Bernburg (2006). Jensen dan Matsueda mengatakan bahwa
ada efek dari labelling terhadap perkembangan konsep diri yang
menyimpang. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa individu dengan
perilaku menyimpang akan mencari individu lain yang juga berada di posisi
yang tidak menguntungkan di dalam masyarakat, yan mana mereka akan
saling membagi konsep diri yang deviant beserta perilakunya dan
memungkinkan untuk terjadinya perilaku yang tidak biasa. (Bernburg dkk,
2006)
2.4 Gambaran Self Concept Pada Individu Yang Mengalami Labelling
Konsep diri seseorang mengalami banyak perubahan saat individu
masih berada dalam tahap remaja. Akan berakhir pada saat individu masuk
dalam tahap dewasa. Apa yang terjadi pada individu pada saat kecil sampai
dengan remaja akan mempengaruhi konsep dirinya saat dewasa.
Labelling merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi
konsep diri seseorang. Anak yang mendapat suatu label tertentu dari orang
dewasa akan menerima label tersebut dan bahkan tidak dapat merubah hal
tersebut (Adywibowo, 2010).
Seseorang yang mengalami labelling, kemungkinan akan
memunculkan perilaku yang menyimpang (Labelling dan Perkembangan
Anak, Dampak Labelling Terhadap Anak-FOTA Salman, 2007). Label
positif pun akan memunculkan perilaku yang negatif bagi anak yang
mendapat label tersebut. Seperti label ”anak pintar” pada anak yang berada
di kelas akselerasi. Label tersebut bisa membuat siswa tersebut terbebani
dan membuat siswa tersebut merasa gagal ketika tidak bisa memenuhi
tuntutan lingkungan. Hal ini akan memicu munculnya konsep diri negatif
pada siswa tersebut sehingga berpengaruh buruk pada kehidupan sosialnya
(Ari dkk, 2009).
Sedangkan seseorang yang mendapat label negatif, seperti homo atau
gay dari lingkungannya, akan membuat individu tersebut memiliki konsep
diri negatif. Karena individu tersebut selalu merasa memiliki banyak
kekurangan, sehingga membatasinya untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Namun ada juga individu yang bisa memiliki konsep diri
positif walaupun mendapat label yang negatif. Hal ini disebabkan karena
individu tersebut tidak merasa terganggu dengan kondisi dirinya, bahkan
mampu menghargai dirinya sendiri (Konsep Diri Pria Biseksual, Jurnal
Psikologi Volume 3, 2010).
13
Beberapa contoh di atas semakin menguatkan pernyataan bahwa
labelling yang diterima individu akan mempengaruhi konsep diri yang
dimiliki oleh individu tersebut. Bahwa orang yang mendapat labelling,
kemungkinan besar akan mempengaruhi cara pandang individu tersebut
terhadap dirinya sendiri.yang mana cara pandang tersebut akhirnya
mempengaruhi juga gambaran konsep diri individu yang mendapat label.
Hanya saja, pada penelitian tentang konsep diri diatas, baik konsep diri
negatif maupun konsep diri positif, semuanya tidak membahas tentang
labelling pada individu yang bersikap tomboy atau feminim. Sehingga, hal
ini semakin menarik minat peneliti untuk melihat bagaimana self concept
pada individu yang mengalami labelling.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Dalam Penelitian
Penelitian dengan judul “Gambaran Self Concept pada Individu
Yang Mengalami Labelling” ini menggunakan metode kualitatif karena
peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran self concept pada seseorang
yang mengalami labelling. Selain itu, peneliti juga ingin mendeskripsikan
bagaimana proses yang terjadi pada individu yang mengalami labelling
sehingga terbentuk konsep dirinya saat ini. Selain itu, metode kualitatif ini
bisa membantu peneliti untuk menggali lebih dalam setiap jawaban yang
diberikan oleh informan penelitian. Hal tersebut didukung oleh pernyataan
Poerwandari (1998: 36) yang mengatakan bahwa metode kualitatif
merupakan metode yang bertujuan mendeskripsikan dan memahami proses
dinamis suatu fenomena sosial secara mendalam dan detil. Oleh karena itu,
metode ini dipandang sesuai dengan tujuan penelitian ini.
3.2. Subjek Penelitian
3.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek yang akan digunakan pada penelitian ini sebanyak dua orang
yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan sesuai
dengan tujuan penelitian. Adapun kriteria tersebut adalah:
a. Subjek berada dalam tahap dewasa awal
b. Mengalami labelling
15
3.2.2. Cara Mendapatkan Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini didapatkan melalui metode snowball,
dimana subjek diperoleh dengan mengenal informan sebelumnya dan atas
rekomendasi dari pihak-pihat tertentu, seperti teman peneliti.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data diambil dengan menggunakan metode wawancara mendalam
(in-depth interview), karena dengan metode ini peneliti akan mendapatkan
gambaran yang menyeluruh dan mendalam mengenai informasi-informasi
penting dari subjek, sekaligus metode ini berfungsi untuk mengeksplorasi
lebih mendalam mengenai suatu peristiwa (Champion & Black, 1992: 306-
309) dalam prosesnya bentuk wawancara yang digunakan yaitu semi
structured interview, karena teknik ini mempermudah proses pengambilan
data dengan adanya guideline. Guideline pertanyaan penelitian menurut
Willig (2001: 22) bertujuan untuk mengarahkan proses penelitian dan
pertanyaan dalam penelitian berfungsi sebagai trigger agar subjek bercerita
tentang hidupnya.
Adapun guideline interview pada penelitian ini, yaitu :
1. Latar belakang subjek
2. Kapan subyek mengalami labelling
3. Hubungan dengan lingkungan sosial
4. Gambaran self concept subjek
3.4. Teknik Analisis Data
Menurut Hayes (2000: 173-182) prinsip teknik analisis data dalam
penelitian kualitatif disebut sebagai thematic analysis. Thematic analysis
yaitu suatu proses analisis data yang melibatkan pemisahan informasi
16
menjadi tema-tema. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah
inductive thematic analysis yaitu proses pemisahan data yang dilakukan
peneliti tanpa menetapkan tema - tema yang akan menjadi panduan
pemisahan terlebih dahulu.
Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam pelaksanaan analisis
data pada penelitian ini yaitu :
a. Membuat verbatim wawancara dalam bentuk transkrip yang terdiri
dari kolom nomor baris, kolom verbatim, dan kolom ide.
b. Mencari ide dari hasil verbatim.
c. Tahap koding
- Menandai kata, kalimat, atau paragraf dari hasil verbatim
yang sesuai dengan pertanyaan penelitian.
- Menginterpretasi kata kunci dengan menggunakan
gagasan subjektif peneliti.
d. Tahap kategorisasi
Mengelompokkan gagasan yang digunakan untuk menginterpretasi
data dalam kategori berdasarkan kesamaan yang ditemukan.
e. Menganalisa hasil wawancara yang telah di dukung oleh teori yang
telah didapatkan kemudian mendeskripsikan secara singkat.
3.5. Validitas Penelitian
Peneliti menggunakan 3 jenis validitas dalam penelitian ini, yaitu
validitas komunikatif, validitas argumentatif dan validitas ekologis :
a. Validitas Komunikatif
Dilakukan melalui dikonfirmasikannya kembali data dan
analisisnya pada responden penelitian dimana subjek bisa
mengkoreksi temuan penelitian yang dilaporkan oleh peneliti.
17
b. Validitas Argumentatif
Semua poin-poin penelitian dapat dirujuk dengan data verbatim.
c. Validitas Ekologis
Penelitian dilakukan pada kondisi alamiahnya, tanpa ada
eksperimen atau kontrol.
Hal ini dikarenakan ketiga jenis validitas tersebut sesuai dengan
kebutuhan penelitian ini.
3.6. Etika Penelitian
a. Inform consent
Subjek diinformasikan mengenai prosedur penelitian dan hak-
haknya dalam penelitian, sebelum penelitian dimulai.
b. Right to withdraw
Subjek diinformasikan bahwa dirinya memiliki hak untuk
mengundurkan keikutsertaannya dalam selama proses
pengambilan data kapanpun tanpa rasa bersalah
c. Confidentiality
Peneliti menjaga kerahasiaan identitas diri subjek.
18
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Persiapan Pengambilan Data
4.1.1 Peneliti
Peneliti melakuan persiapan terlebih dahulu sebelum melakukan
penelitian. Peneliti perlu mempersiapkan diri agar dapat membangun sikap
dan bahasa yang tepat saat mengambil data ke lapangan, sehingga saat
wawancara berlangsung, informan akan merasa lebih nyaman. Persiapan-
persiapan tersebut adalah :
1. Membuat daftar pertanyaan dengan mengacu pada guideline
pertanyaan
2. Menyiapkan peralatan yang mendukung wawancara yaitu alat
perekam berupa Handphone BlackBerry, daftar pertanyaan dan alat
tulis
Setelah menyiapkan daftar pertanyaan, peneliti kemudian mencari
informan yang sesuai dengan kriteria penelititan. Pencarian informan ini
berlangsung dari bulan Desember 2011 hingga awal bulan Januari 2012.
Untuk mendapatkan informan, peneliti meminta rekomendasi dari teman-
teman peneliti. Dan dari teman-teman peneliti, akhirnya peneliti
mendapatkan informan T (perempuan). Kemudian peneliti melakukan
wawancara dengan informan T pada tanggal 12 Januari 2012, kemudian 7
Februari 2012 dan 10 Februari 2012. Peneliti kemudian medapatkan
informan kedua, yaitu informan R (pria). Dan dengan informan R, peneliti
melakukan wawancara pada tanggal 30 Januari 2012.
Dikarekan peneliti menemukan halangan pada informan R, yaitu
ketidaksesuaian jadwal pertemuan untuk wawancara, maka peneliti
mengganti informan R dengan informan S (pria). Peneliti mendapatkan
19
informan S juga berdasarkan informasi dari teman-teman peneliti. Dengan
informan S ini, peneliti melakukan wawancara paa tanggal 9 Februari 2012,
10 Februari 2012 dan 19 Februari 2012.
Peneliti juga melakukan penggantian informan T dengan informan A
(perempuan), dikarekan ada kriteria penelitian yang tidak sesuai dengan
informan T. Peneliti mendapatkan informan A dengan meminta sendiri
informan A untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Peneliti
melakukan wawancara dengan informan A pada tanggal 21 Februari 2012,
22 Februari 2012 dan 27 Februari 2012.
Untuk informan S, wawancara dilakukan dirumah informan, tetapi
saat ayah informan tidak berada dirumah. Sedangkan untuk informan A,
wawancara dilakukan di kampus informan, dengan mengambil salah satu
ruang kelas yang kosong.
4.1.2 Perijinan Penelitian
Setelah mendapatkan informan penelitian, maka kemudian peneliti
membuat surat kesediaan berpartisipasi dalam penelitian dengan meminta
kop surat fakultas Psikologi melalui tata usaha fakultas. Surat tersebut berisi
penjelasan hak-hak informan dalam penelitian seperti kerahasiaan, memiliki
hak untuk mengundurkan diri dari penelitian dan bertanya kesediaan
informan untuk direkam. Surat kesediaan tersebut peneliti berikan kepada
informan pertama sebelum peneliti melakukan wawancara pertama serta
meminta informan untuk menandatangani surat kesediaan tersebut. Hal
yang sama dilakukan untuk informan kedua.
4.2 Proses Pengambilan Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara dengan 2 orang
informan dan 2 orang significant other. Informan dalam penelitian ini
adalah 1 orang laki-laki dan 1 orang perempuan yang keduanya berusia 20
20
tahun ke atas. Sedangkan significant other dari pihak informan laki-laki
adalah ibunya, dan dari pihak informan perempuan adalah teman baiknya.
Kedua informan sama-sama masih menempuh pendidikan S1 di 2
universitas swasta yang berbeda. Serta keduanya masih tinggal bersama
orangtuanya.
4.2.1 Pelaksanaan Pengambilan Data dengan Informan
Tabel 4.1 Jadwal pengambilan data dengan informan 1 ( S )
Nama Hari / Tanggal Waktu Tempat KeteranganS Kamis,
9 Februari 2012 Sekitar1,5 jam
Rumahinforman
Wawancara +Observasi
S Jumat,10 Februari 2012
Sekitar 15menit
Rumahinforman
Wawancara
S Minggu,19 Februari 2012
Sekitar 10menit
Rumahinforman
Wawancara
L(Significantother)
Minggu,19 Februari 2012
Sekitar 12menit
Rumahsignificantother
Wawancara
Pertemuan 1
Peneliti menghubungi informan S untuk membuat janji wawancara
pada tanggal 7 Februari 2012. Dikarekan informan tidak bisa keluar rumah
(tidak bisa naik kendaraan), maka penelitilah yang akhirnya datang ke
rumah informan S. Informan meminta peneliti datang pada pk 16.00, yaitu
setelah informan pulang kuliah dan ayahnya belum pulang ke rumah.
Pada tanggal 9 Februari 2012, peneliti datang ke rumah informan di
kawasan Surabaya Tengah. Saat wawancara, informan memakai T-shirt
putih, celana pendek coklat, dan memakai sandal hitam. Usia informan 21
tahun dan tinggi 166 cm. Proses wawancara dilakukan di ruang tamu.
Suasana saat wawancara cukup tenang, namun kadang sedikit
terganggu oleh suara kucing peliharaan keluarga subyek. Pencahayaan
21
cukup terang sehingga wajah informan cukup jelas. Posisi duduk peneliti
dengan informan adalah bersebelahan. Sehingga untuk proses wawancara,
peneliti harus memiringkan badan agar bisa melihat informan dan
melakukan perekaman dengan baik.
Sebelum wawancara, peneliti menjelaskan kepada informan bahwa
wawancara ini direkam. Selain itu, peneliti juga menjelaskan tentang topik
penelitian peneliti. Dan sebelum proses wawancara dimulai, peneliti
meminta informan untuk merilekskan badan informan sehingga
menyamankan informan saat wawancara berlangsung.
Peneliti memulai proses wawancara dengan menanyakan tentang
latar belakang keluarga informan. Kemudian berlanjut ke perlakuan
labelling yang diterima oleh informan. Serta bagaimana sikap lingkungan
informan dan pertanyaan-pertanyaan seputar konsep diri informan. Semua
pertanyaan dijawab informan dengan suara yang cukup kalem dan lebih
banyak menampilkan ekspresi datar.
Ditengah-tengah proses wawancara, informan meminta ijin kepada
peneliti untuk melakukan wawancara sembari memindahkan data ke laptop
informan. Karena menurut peneliti, hal tersebut tidak mengganggu proses
wawancara, maka peneliti tetap melanjutkan proses wawancara. Peneliti
menutup wawancara sekitar pk 17.30, karena ayah informan akan pulang
dari tempat kerjanya.
Pertemuan 2
Peneliti membuat janji untuk wawancara kedua dengan informan
pada tanggal 9 Februari 2012 malam untuk kembali melakukan wawancara
pada keesokan harinya, tanggal 10 Februari 2012. Informan meminta
peneliti untuk datang pk 17.00, karena informan baru memiliki waktu
kosong di jam tersebut.
22
Keesokan harinya, peneliti mendatangi rumah informan 10 menit
lebih cepat dari waktu yang dijanjikan. Peneliti menunggu informandi ruang
tamu rumah informan karena wawancara akan berlangsung di ruang tamu.
Saat proses wawancara, informan memakai T-shirt hitam, celana pendek
jeans dan sandal hitam.
Pencahayaan cukup terang sehingga wajah informan cukup jelas.
Posisi duduk peneliti dengan informan adalah bersebelahan. Sehingga untuk
proses wawancara, peneliti harus memiringkan badan agar bisa melihat
informan dan melakukan perekaman dengan baik. Peneliti memulai
wawancara dengan bertanya seputar perlakuan labelling yang diterima oleh
informan, serta sikap-sikap informan selama mengalami perlakuan
labelling. Sama seperti pertemuan pertama, informan sering menampakkan
ekspresi datar dan menjawab dengan secukupnya. Peneliti menutup
wawancara sekitar pk. 17.30 dan peneliti memutuskan untuk langsung
pulang karena ayah informan akan segera pulang.
Pertemuan 3
Peneliti membuat janji untuk wawancara ketiga dengan informan
pada tanggal 15 Februari 2012. Informan meminta peneliti untuk bertemu
tanggal 19 February 2012 pk 16.00. Peneliti juga meminta ijin kepada
informan untuk juga mewawancarai significant other dari informan, yaitu
ibu kandung informan.
Pada hari yang dijanjikan, peneliti datang ke rumah informan tepat
pk 16.00. kemudian peneliti dipersilahkan masuk ke ruang tamu informan,
dan segera memulai wawancara dengan informan. Pencahayaan cukup
terang. Posisi duduk peneliti dengan informan adalah bersebelahan.
Sehingga untuk proses wawancara, peneliti harus memiringkan badan agar
bisa melihat informan dan melakukan perekaman dengan baik. Untuk
23
pertemuan kali ini, informan memakai T-shirt biru tua, celana pendek hitam
dan sandal hitam.
Peneliti lebih banyak bertanya tentang kehidupan sosial informan
dan sedikit menyinggung tentang perlakuan labelling yang diterima
informan saat masih sekolah. Informan tetap berekspresi datar seperti pada
pertemuan-pertemuan sebelumnya. Peneliti menutup wawancara sekitar pk
16.15. Dan kemudian informan memanggil ibunya untuk melakuan proses
wawancara dengan peneliti. Ibu informan memakai daster rumahan saat
melakukan wawancara. Peneliti lebih banyak bertanya tentang perilaku
feminim informan serta perkembangan-perkembangan yang dialami
informan sejauh yang diketahui oleh ibu informan. Kadang di sela-sela
wawancara, kucing peliharaan keluarga informan sedikit menggangu ibu
informan, sehingga suara kucing tersebut masuk ke dalam rekaman
wawancara. Karena itu, ibu informan meminta ijin peneliti untuk membawa
kucing ke tempat lain agar tidak mengganggu proses wawancara.
Wawancara ini berakhir sekitar pk 16.30. Setelah mengucapkan terima
kasih kepada informan dan ibunya, peneliti pulang karena peneliti ada
keperluan lain.
Tabel 4.2 Jadwal pengambilan data dengan informan 2 ( A )
Nama Hari /Tanggal
Waktu Tempat Keterangan
A Selasa,21 Februari2012
Sekitar 16menit
Salah satulorong kelas dikampusinforman
Wawancara
A Rabu,22 Februari2012
Sekitar 30menit
Salah satukelas kosongdi kampusinforman
Wawancara +observasi
A Senin,27 Februari2012
Sekitar 20menit
Salah satukelas kosongdi kampus
Wawancara +observasi
24
informanSt( Significantother )
Selasa,28 Februari2012
Sekitar 12menit
Salah satukelas kosongdi kampusinforman
Wawancara
Pertemuan I
Peneliti menghubungi informan A untuk membuat janji wawancara
pada tanggal 18 Februari 2012. Kemudian informan menawarkan untuk
bertemu di kampusnya pada hari Selasa, 21 Februari 2012, sekitar pk 11.00.
Pada tanggal 21 Februari 2012, peneliti datang ke kampus informan
di kawasan Surabaya Tengah. Tapi informan mengundurkan jam
wawancara karena informan masih ada pekerjaan. Informan baru datang pk.
12.30. peneliti bertemu dengan informan dengan di kantin kampusnya,
kemudian kami mencari kelas kosong untuk wawancara. Karena tidak ada
kelas kosong, kami menggunakan salah satu lorong di kampus informan
yang cukup sepi. Saat wawancara, informan memakai T-shirt hitam, celana
panjang jeans, dan memakai sepatu kets. Usia informan saat ini 22 tahun
dan tinggi 160 cm.
Suasana saat wawancara cukup tenang, namun kadang sedikit
terganggu oleh mahasiswa-mahasiswa yang lewat. Pencahayaan kurang
seberapa terang tetapi wajah informan masih cukup terlihat jelas. Posisi
duduk peneliti dengan informan adalah bersebelahan. Sehingga untuk
proses wawancara, peneliti harus memiringkan badan agar bisa melihat
informan dan melakukan perekaman dengan baik.
Sebelum wawancara, peneliti menjelaskan kepada informan bahwa
wawancara ini direkam. Selain itu, peneliti juga menjelaskan tentang topik
penelitian peneliti. Dan sebelum proses wawancara dimulai, peneliti
25
memberikan beberapa joke agar menyamankan informan saat wawancara
berlangsung.
Peneliti memulai proses wawancara dengan menanyakan tentang
latar belakang keluarga informan. Kemudian berlanjut ke perlakuan
labelling yang diterima oleh informan. Semua pertanyaan dijawab informan
dengan suara yang cukup antusias dan banyak menggunakan bahasa tubuh
seperti menggerakkan tangan, mengacak-acak rambut. Wawancara berakhir
sekitar pk 13.00 karena peneliti memiliki aktivitas lain.
Pertemuan 2
Peneliti membuat janji untuk wawancara kedua dengan informan
pada tanggal 21 Februari 2012 malam untuk kembali melakukan wawancara
pada keesokan harinya, tanggal 22 Februari 2012. Dan kami sepakat untuk
bertemu pada pk. 11.00 di kampus informan.
Keesokan harinya, peneliti mendatangi kampus informan pk 10.00
dan menunggu informan di kantin kampus informan. Tetapi informan
memundurkan jam pertemuan karena informan terlambat bangun. Informan
baru datang ke kampusnya sekitar pk 12.15, dan wawancara dimulai pk
12.30 dengan menggunakan salah satu kelas kosong. Saat proses
wawancara, informan memakai T-shirt tetapi tidak terlihat warnanya karena
tertutup jaket, celana panjang jeans hitam dan sepatu kets.
Pencahayaan cukup terang sehingga wajah informan cukup jelas.
Posisi duduk peneliti dengan informan adalah bersebelahan. Sehingga untuk
proses wawancara, peneliti harus memiringkan badan agar bisa melihat
informan dan melakukan perekaman dengan baik. Peneliti memulai
wawancara dengan bertanya seputar konsep diri informan, serta beberapa
hal berkaitan dengan perlakuan labelling yang diterima informan serta sikap
informan mengenai perilaku labelling tersebut. Sama seperti pertemuan
26
pertama, informan berbicara dengan antusias dan menggunakan gerakan
tubuh. Peneliti menutup wawancara sekitar pk. 13.00.
Pertemuan 3
Peneliti membuat janji untuk wawancara ketiga dengan informan
pada tanggal 26 Februari 2012. Dan kami sepakat untuk bertemu keesokkan
harinya di kampus informan, pk 11.00.
Pada hari yang dijanjikan, peneliti datang ke kampus informan
sekitar pk 11.00, dan menunggu di depan kapel kampus informan. Informan
meminta ijin untuk karena terlambat datang karena masih mengantri
mengurus E-KTP. Informan baru datang sekitar pk. 11.30. Kemudian
peneliti dan informan mencari kelas kosong untuk melakukan wawancara.
Setelah mendapat kelas kosong, peneliti langsung memulai wawancara.
Pencahayaan cukup terang. Posisi duduk peneliti dengan informan adalah
bersebelahan. Sehingga untuk proses wawancara, peneliti harus
memiringkan badan agar bisa melihat informan dan melakukan perekaman
dengan baik. Untuk pertemuan kali ini, informan kembali memakai jaket
warna abu-abu yang tertutup rapat sehingga peneliti tidak dapat melihat
warna T-shirt yang dipakai informan, celana jeans biru dan sepatu kets.
Peneliti bertanya tentang perkembangan konsep diri yang dialami
oleh informan, bagaimana perubahan-perubahan yang dialami oleh
informan. Informan menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti dengan
antusias, namun sesekali tangan informan terlihat membenarkan branya.
Peneliti menutup wawancara sekitar pk 12.00. Kemudian informan
menjelaskan bahwa significant othernya adalah teman satu kampusnya. Dan
meminta peneliti untuk menghubungi sendiri significant other tersebut.
Setelah itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada informan atas
kesediaannya mengikuti beberapa kali wawancara.
27
Wawancara dengan significant other
Peneliti membuat janji dengan significant other St pada tanggal 27
Februari 2012, dan sepakat untuk bertemu pada keesokan harinya pk 11.00
di kampus St. Esoknya, peneliti datang ke kampus St sekitar pk 11.00,
namun St belum datang. St baru datang sekitar pk 11.20. Namun peneliti
tidak bisa langsung melakukan wawancara karena St masih berbincang dulu
dengan temannya. Baru sekitar pk 11.35, peneliti dan St mencari kelas
kosong dan setelah mendapatkan tempat, peneliti segera memulai
wawancara.
Peneliti memulai wawancara dengan bertanya kedekatan antara St
dengan informan A. kemudian bertanya tentang perilaku-perilaku tomboy
dari informan A yang biasa dilihat St serta penilaian-penilaian St terhadap
perilaku tomboy informan A. Suasana selama wawancara sangat kondusif,
posisi duduk peneliti dengan St adalah bersebelahan. St memakai jaket biru-
hitam, T-shirt yang warnanya tidak diketahui oleh peneliti karena tertutup
rapat oleh jaket, celana jeans biru, dan sepatu kets. Peneliti menutup
wawancara sekitar pk 12.00, dan mengucapkan terima kasih atas kesediaan
waktu dari St.
4.3 Temuan Penelitian
4.3.1 Anamnesa Informan 1 ( S )
a. Identitas Informan
Nama : S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Bratang
Pendidikan Terakhir : SMA – saat ini sedang menepuh pendidikan S1
28
b. Anamnesa
Keluarga informan bisa dibilang tipe keluarga patriarki, yang semua
keputusan tertinggi di tangan ayah, dan anggota keluarga yang lain harus
menurutinya. Informan sejak kecil lebih dekat dengan ibunya karena
ayahnya adalah tipe orang yang kaku, sedangkan ibunya lebih luwes kepada
anaknya. Informan sendiri adalah anak kedua dari dua bersaudara.
Kakaknya perempuan dan sudah menikah, dan kini tinggal di lain kota.
Kehidupan keluarga informan termasuk dalam keluarga yang berkecukupan.
Ayah informan bekerja sebagai pegawai salah satu toko besi di kawasan
Surabaya Utara. Sedangkan ibu informan bekerja sebagai wiraswasta.
Ayah informan merupakan orang yang kaku, menurut informan dan
ibunya. Hal ini dikarenakan, ayah informan berasal dari keluarga yang
cukup keras juga. Sehingga, ayah informan juga menerapkan hal yang sama
ke keluarganya yang sekarang. Dan hal ini menyebabkan informan merasa
ayahnya kaku dan kolot. Sedangkan ibu informan, adalah orang yang santai,
sehingga ibunya bisa dekat dengan kedua anaknya.
Karena informan merupakan anak yang paling kecil dan anak laki-
laki satu-satunya, informan cenderung diperlakukan posesif oleh ayahnya.
Perlakuan posesif yang diterima informan antara lain informan tidak
diperbolehkan menyeberang jalan sendirian tanpa dibantu menyeberang
oleh orang lain. Sehingga menyebabkan informan baru bisa menyeberang
sendiri saat SMP. Contoh lain perlakuan posesif dari ayah informan yaitu
saat masih sekolah, informan tidak diperbolehkan pergi dengan teman-
temannya yang menggunakan sepeda motor, dengan alasan takut teman-
teman informan ugal-ugalan waktu membawa sepeda motor.
Menurut informan, dirinya menjadi kurang tegas dalam mengambil
keputusan karena informan lebih sering menerima jadi hasil keputusan
orang lain. Misalnya untuk membeli baju, informan hanya menerima baju-
29
baju yang sudah dipilihkan oleh orang lain, tanpa memperdulikan apakah
informan suka dengan bajunya atau tidak. sehingga perilaku informan ini
terbawa hingga saat ini. Informan lebih suka mengatakan ‘terserah’ ketika
dia dimintai pendapat.
Informan mulai mendapat label banci saat di SD. Kadang ada teman
informan yang memanggil informan ‘banci’ saat ada orangtua informan.
Sehingga orangtua informan memarahinya karena hal tersebut. Selain itu,
ada anggota keluarga informan yang menasehati informan agar lebih
maskulin tetapi di depan banyak orang dan membuat informan malu.
Semakin dewasa, informan mengaku mengurangi sikap
kefeminimannya dengan berdandan lebih laki-laki, cara berjalan juga lebih
gagah, serta belajar membuat keputusan seperti berusaha mengutarakan
pendapat, berani mengatakan tidak. Dan informan mengatakan bahwa
dirinya akan berusaha untuk lebih tegas lagi agar bisa menghilangkan label
‘banci’ tersebut.
4.3.3.1 Temuan Hasil Observasi
Selama proses wawancara, yang berlangsung 3 kali, informan
sering bercerita dengan ekspresi datar dan hanya tertawa sesekali ketika
menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan perilaku labelling yang
dialaminya.
4.3.2 Anamnesa Informan 2 ( A )
a. Identitas Informan
Nama : A
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kupang
Pendidikan Terakhir : SMA – saat ini sedang menepuh pendidikan S1
30
b. Anamnesa
Informan berasal dari keluarga yang mana kedudukan antara ayah
dan ibunya sama-sama seimbang, meskipun dominasi lebih banyak di
tangan ibu informan. Informan sejak kecil lebih dekat dengan ayahnya
karena ibunya termasuk wanita karier. Informan memiliki adik laki-laki
yang masih SMP. Ayahnya bekerja sebagai wiraswasta, sedangkan ibunya
adalah seorang kepala sekolah. Selain itu, informan juag dekat dengan
tantenya karena yang merawat informan ketika bayi adalah tantenya.
Karena ibunya sibuk dan ayahnya sering tugas keluar kota.
Sejak kecil informan sudah tidak menyukai hal-hal yang berbau
perempuan karena menurutnya dapat mengganggu aktivitas informan yang
suka sekali berkeringat dan melakukan kegiatan outdoor. Informan juga
kurang menyukai kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan oleh
perempuan, karena menurutnya kegiatan perempuan itu aneh dan kadang
tanpa tujuan.
Informan semakin trauma untuk pergi dengan perempuan karena
pernah merasa ditipu oleh teman perempuannya. Yang meminta informan
menemani berbelanja namun pada kenyataannya teman informan tersebut
akan bertemu dengan pacarnya. Karena informan mengetahui hal tersebut,
ia memutuskan untuk meninggalkan temannya. Namun ayahnya mengira
informan pergi main-main dan memukul informan saat dirumah. Hal
tersebut menyebabkan informan menjadi kecewa dengan sikap perempuan
dan memilih untuk lebih maskulin.
Informan mulai berubah semenjak ada nasehat dari teman-teman
dekatnya dan juga setelah melihat perubahan sikap dari ibunya. Informan
mengaku bahwa pertama kalinya dia dimandikan oleh ibunya sendiri adalah
saat informan sakit dan harus dirawat dirumah sakit. Karena hal itulah,
31
informan saat ini jauh lebih perhatian dengan perempuan, terutama jika ada
teman perempuan informan yang kurang bisa menjaga diri.
4.3.2.2 Temuan Hasil Observasi
Selama proses wawancara yang berlangsung 3 kali, informan
menunjukkan sikap terbuka dan antusias saat mejawab pertanyaan-
pertanyaan dari peneliti. Informan juga sering melakukan gerakan tubuh
seperti mengacak-acak rambut, melipat tangan, dan menyenderkan tangan
ke sandaran kursi. Namun pada pertemuan ketiga, peneliti mengamati
gerakan tidak sadar yang dilakukan oleh informan yaitu membenarkan
branya sambil bercerita.
4.4 Hasil Penelitian
4.4.1. Pengolahan Data
Tabel Kategorisasi Informan 1 ( S )
Tema Sub Tema Selective CodingLatar belakanginforman
Informan adalah anakkeduaMulai berperilakufeminism sejak SDPergaulan informan yangmembuatnya feminim
Awal mengalamilabelling
Mulai mendapatkanpelabelan banci saat SD
Bentuk labellingyang diterimainforman
Dari keluarga Keluarga informan jugapernah menyebutinforman banciInfroman pernahmendapatkan oerkataankasar dari orangtuanyaberkaitan dengan perilakufeminimnya
Dari teman Infroman sering diejeksaat sedang olahragaPelabelan yang diterima
32
informan berlangsungsampai SMPInforman diolok banci didepan umum
Konsep diri informan Penerimaan diriinforman
Informan merasa sifat-sifatnya lemah seperticewekInforman menilai bahwadirinya lebih berperilakuke arah cewekInforman merasa kurangbisa mengambilkeputusan Informan melihat dirinyamasih bersikap feminimnamun juga sudahbersikap lebih laki Informan merasakefeminimannya dilihatdari cara bertindaknyayang kurang tegasInforman merasa nyamandengan hidupnyameskipun tidak nyamansaat diejekInforman merasa nyamanhidupnya namun tetapberubah menjadi lebihlaki-lakiInforman merasa dirinyatidak perlu berubahmenjadi perempuanInforman merasa bukanbanci meskipun seringdiejek banci
Hubungan denganlingkungan sosial
Ada kedekatan dikeluarga informanInforman masih dihargaikeberadaannya dikeluarganyaInforman tidak melawan
33
ejekan temannya karenamerasa dirinya memangseperti perempuanInforman merasa dirinyatidak seperti laki-laki padaumumnyaTeman informan banyakyang memperdulikannyameskipun informanberprilaku feminimAda kepuasan dari diriinforman dengan kondisihidupnya karena masihbanyak yangmemperdulikannyaTeman-teman informanmasih menerima informanapa adanyaInforman diterima teman-temannya karena dia rajinInforman merasakepintarannya dapatmenutupikefeminimannya
Perubahan yangdilakukan informan
Sikap Informan mulaimelakukan perubahanInforman merasaperubahan itu butuhprosesInforman melakukanusaha-usaha untukmengurangi ejekan yangditerimanyaInforman ingin mengubahsikapnya lebih duluInforman tidak ada targetwaktu untuk berubahInforman sudahmelakukan perubahan disikapnyaInforman merasa
34
perubahannya karenafaktor pertambahan umurdan waktuPerilaku preman informantidak untuk menutupikefeminimannyaInforman memilikibanyak teman pria saatSMA dan lebih maskulinInforman semakinberteman dengan cowoksaat dewasaInforman merasausahanya berhasil
Tabel Kategorisasi Informan 2 ( A )
Tema Sub Tema Selective CodingLatar belakanginforman
Informan berasal darikeluarga yangberkecukupan
Awal berperilakutomboy
Informan berperilakutomboy sejak masihkecil
Reaksi lingkungan Orangtua informan tidakmemberikan punishmentatas kelakuan tomboyinformanInforman pernahmendapat nasehat untukberubah dari pihakkeluargaKeluarga informanberusaha membuatinforman memakaipakaian perempuanInforman diolok-olok didepan orang lain olehorangtuanya
Perubahan yangdilakukan informan
Interaksi sosial denganperempuan
Informan merasa sudahlebih dekat dengan
35
wanita dibanding duluInforman mau lebihterbuka dengan wanitakarena temanpertamanya di kampusadalah wanitaInforman mencobabelajar untuk menjadipendengar yang baikInforman mencobauntuk lebih respekdengan perempuanInforman tetap berusahamendengar ceritatemannya meskipuningin menghindarInforman merasa dirinyasudah cukup berhasilterbuka dengan wanitaInforman lebih sukaberdiskusi denganwanita daripada pergijalan-jalan
Motivasi informanuntuk berubah
Teman dan ibunya yangmembuat informanberubah lebih luwesdengan wanita
Konsep diri informan Penerimaan diri positifinforman
Informan merasa untukdisebut wanita, tidakharus memakai atributperempuanInforman merasasebutan tomboy kurangcocok untuknyaInforman senang dengankeadaan dirinya karenainforman tetap punyabanyak teman dengankondisi dirinya sekarangInforman lebih sukadisebut perempuan yang
36
supel dan pandai bergauldaripada tomboyInforman merasabersyukur dengankondisi fisiknya
Penerimaan dirinegatif informan
Informan pernah inginmelakukan operasimenghilangkanpayudaranya
Hubungan denganlingkungan sosial
Informan seringmenasehati orangtuanyaInforman merasaorangtuanya menurutinasehatnya tetapidengan prosesInforman merasakeberadaannya dikeluarga dihargaiInforman memilih untukmembiarkan orangmenilai dirinyaInforman merasaperilakunya tidakdiharapkan olehorangtuanyaInforman susahberinteraksi denganwanitaInforman kurang setujudengan anggapanmasyarakat bahwawanita harus kalemInforman merasa sudahlebih dekat denganwanita dibandingkanduluInforman merasapembicaraan pria lebihringan daripada wanitaInforman merasa teman-temannya merespon baik
37
kedekatannya denganguru
4.5 Deskripsi Tema
4.5.1 Deskripsi Tema Informan 1 ( S )
Dari pengolahan data yang telah dilakukan maka diperoleh tujuh
tema besar untuk menggambarkan self concept informan. Berikut adalah
deskripsi masing-masing tema berdasarkan hasil pengolahan data :
Latar belakang informan
Selain latar belakang bahwa informan adalah anak kedua di
keluarganya, informan juga mengatakan sejak kapan dirinya
berperilaku feminism, yaitu sejak SD. Informan sering berperilaku
layaknya perempuan dan juga tidak memiliki sikap yang tegas
seperti seharusnya laki-laki. Hal ini didukung oleh pernyataan
informan S:
“SD” ( jawaban informan saat ditanya kapaninforman mulai berperilaku feminism )
“Ya misale apa itu, ya kayak apa, perilakunyakayak cewek gitu, terus eee kurang teges gitu lebihtepatnya..”
Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari significant other
informan S, yaitu mamanya :
“…Tapi kalo memang tante liat, anak saya itucenderung lebih suka seperti wanita gitu..”
Informan mengatakan bahwa yang menyebabkan ia berperilaku
feminim adalah pengaruh dari lingkungannya, yang mayoritas
adalah perempuan
“... Pergaulanku dulu pada waktu kecil lebih keseneng kecweknya daripada ke cowoknya..”
”... trus pada waktu kecil juga sering main samakakak cewek gitu, jadinya mungkin nurun juga ...”
Awal mengalami labelling
Informan mengaku mengalami labelling saat masih berada di
bangku SD
” Dulu SD sih sering, tapi seiring berjalan waktu,sudah jarang”
3. Bentuk labelling yang diterima informan
Informan mendapat label banci saat sedang ada di lingkungan
keluarganya, maupun saat di sekolah. Berikut pelabelan yang
diterima informan saat di rumah maupun di sekolah :
a. Dari keluarga
“….pada waktu malem itu, aku..papa saya pernahbilang kalo saya itu kayak banci..”
“Eeee, kakak sepupu..”
“Kalo dulu juga pernah sih, tapi nek sekarang kanuda jarang juga..”
” Ya agak kasar sedikit sih..Tapi mungkin ya itukarena pengaruh dari alcohol bisa.. Terus mmmbilang ya itu apa kamu itu kayak banci, kamu itukok larinya kayak gitu kayak banci gitu..”
b. Dari teman
“Di depan umum” (jawaban informan saat ditanyadimana informan menerima ejekan dari temannya)
39
”... pada waktu lari biasanya kadang-kadang itukayak kurang apa ya apa, masih kurang terlalu,kayak cewek.. ...”
”SMP itu udah, ya masih ada sih omongan gitu,tapi SMA sudah gak pernah..”
”... semakin sedikit sih ee yang ngomongin akukayak cewek itu semakin sedikit lagi daripada SD”
4. Perubahan informan
Untuk membuat dirinya lebih terlihat maskulin, informan
melakukan beberapa perubahan, antara lain melakukan perubahan
di sikapnya:
“Dari penampilan terus baru ke sikap..”
“…Pada waktu SMA itu aku sudah kayakdianggap preman gitu..”
“…mungkin dalam bertindak mungkin saya sudahlebih agak teges dikit ee terus ya sekarang kantemen saya kan sudah jarang ngomongin tentangbanci gitu ke aku..”
“Ya karena aku melakukannya biasa aja kan,gak..gak dibuat kayak sandiwara gitu..”
“…aku berusaha untuk menegaskan..untuk akulebih tegas lagi…..”
“SMA mungkin sudah mulai banyak temencowoknya kok, kayak gitu”
40
Tetapi informan tidak menargetkan kapan dirinya akan berubah,
karena perubahannya akan membutuhkan proses
”... aku berusaha untuk bisa menjadi lebih jantanlagi ya pasti semuanya butuh proses”
”... aku tidak menargetkan, aku hanyamenjalaninya apa adanya dan menjalaninya yasecara biasa. ...”
” Mungkin dengan berjalannya waktu, danbertambahnya umur, mungkin aku semakin lebihdewasa, jadi mungkin bisa dibilang, aku lebihteges lagi”
5. Konsep diri informan
Konsep diri yang dimiliki oleh informan ini dipengaruhi oleh 2 hal
yaitu penerimaan diri dan hubungan informan dengan lingkungan
sosial. Berikut penjelasan dari 2 sub tema tersebut :
a. Penerimaan diri informan
Adanya penerimaan diri informan meskipun informan
mendapat label banci dari lingkungannya.
"...mungkin dari ngomongnya kurang apa, kurangcowok, mungkin lebih teges, mungkin ke lebih apa,kayak lembut gitu..."
"... Dari perilaku itu lebih ke arah ceweknya sih,ya karena kurang teges itu..."
"Iya" (jawaban informan saat dipastikan apakahbenar informan kurang bisa mengambil keputusan)
"...ya bisa dibilang iya karena saya masih belumterlalu teges. Mungkin dalam bersikap, terus
41
dalam..dalam berbicara atau apa, tapi kalomisalnya dibilang kayak lai, ya sudah dibilang iyasih, karena sekarang sudah jarang ngomong kayakgitu... "
"...mungkin feminimku itu lebih ke arah carakumelakukan apa..caraku bertindak gitu, lebih kearah gitu..ya mungkin kurang teges, bisa jugakayak gitu"
"...kadang iya, kalo misalnya aku diejek-ejek gituya aku merasa gak enaklah.. Tapi kalau eeenyaman, mungkin ya emang hidupku seperti ini,mau gimana lagi"
"...mau dirubah lagi ya mungkin agak susah ya,butuh proses..saya masih berusaha untuk menjadilebih laki lagi tapi ya untuk sementara ini sayanyaman-nyaman aja"
"Dulu sih pada waktu SD, tapi lama-lama ta pikir-pikir ya ngapain coba ya, lanjut aja, enjoy aja to"
"Enggak" (jawaban informan saat ditanya apakahinforman merasa dirinya banci)
b. Hubungan dengan lingkungan sosial
Hubungan informan dengan lingkungan sekelilingnya
yang baik juga membantu pembentukan konsep diri
informan.
”... Banyakan mungkin tentang kayak apa..apadiskusi tentang sesuatu gitu mungkin tentangkuliah itu juga bisa.. Biasanya kedekatannyabegitu..”
42
“Yaa orangtua saya masih membiayai saya hidupterus masih apa..masih ngurusi aku masih ngurusisekolahku.. Mungkin masih mengurusi kuliahkujuga.. Ya dan lain-lainnya.. Banyak lagi..”
"...Yo malu sih juga, tapi yo rodo mangkel, tapi yanek misale liat dari diriku sendiri ya emang,emang aku kayak gitu.. Yasudah mau diapakanlagi"
"....kalo misalnya ada masalah gitu apa itu, kayakbingung sendiri, kan kalo biasanya cowok itu kankayak apa ga ngereken gitu.. Tapi kalo sih lebihngereken terus bingung sendiri..."
”... masih banyak yang peduli sama saya.. terusapa itu eee ya kayaknya mereka gak terlalumemikirkan perilakuku yang saat ini itu”
”... banyak orang yang peduli sama aku terus yamasih apa eee sudah jarang banyak yang..orang-orang jarang yang ngomongin tentang banci-banciterus itu.. Mungkin akademikku juga lagi baik..Dan semuanya itu aku rasa aku sudah puasdengan semuanya itu”
“Eeee kehidupan sosialku masih baik-baik aja,tidak ada masalah... Ya mungkin karena apa eeetemen-temenku semua masih eee masih wajarlah,biasa aja.. Ya gak terlalu, ya masih ee masihmenerima yang aku eee apa adanya, menerimaaku apa adanya”
”... mereka masih mau temenan sama aku, terusmasih mau aku ajari juga terus masih seringdiperhatiin juga sih”
43
"...mungkin aku agak rajin, terus habis gitu apayaaaa, ya biasa aja sih anak-anak kayaknya gitu"
"..aku pintar di sekolah, jadinya ya mungkin salahsatu cara untuk menutupi kelemahanku yang kayakbanci itu"
” …guru-guru juga jadi senang sama aku karenaaku anaknya aktif dikelas, terus pinter.. Terusterus apa ya pokoknya lebih daripada ke anak-anak lainnya.. Terus kalo dari temen-temen itu yamungkin karena aku kan anaknya rajin, jadinyasering ngerjakan PR, terus apa, kalo misalnyamereka gak ngerti, mereka tanyanya ke aku …”
4.5.2 Deskripsi Tema Informan 2 ( A )
Dari pengolahan data yang telah dilakukan maka diperoleh lima
tema besar untuk menggambarkan self concept pada informan. Berikut
adalah deskripsi masing-masing tema berdasarkan hasil pengolahan data :
1. Awal perilaku tomboy informan
Informan mengaku mulai berperilaku tomboy sejak dia masih kecil
"...waktu aku kecil, usia setaun lah, memangbanyak, dari foto-foto yang aku liat, banyak yangngasih aku kado rok, segala macam gitu kan.. Ituselalu nangis kalo dipakein..."
2. Reaksi lingkungan
Saat informan berperilaku tomboy, lingkungan terutama
keluarganya memberikan respon, seperti menasehati dan juga
mengolok informan di depan orang lain
"Ya gapapa, biasa aja.. Karena tau, aku ga sukamake itu..."
44
"... Dan adekku minta berubah dalam arti, ehpakaiannya..."
"...Mungkin ke langsung ya tindakan preventiflangsung, misale beli baju, uda milih aku warnaitem, eh dirumah uda jadi pink.."
"... Ya kan sempet malu, didepannya pramuniagayang..yang diolok-olokin, yang pramuniaganyadipaksa buat nyariin aku baju cewek, yangcewek..."
3. Perubahan yang dilakukan informan
Informan melakukan beberapa perubahan, terutama pada sikapnya
dengan perempuan, yaitu informan jauh lebih berusaha
mendekatkan diri dengan teman perempuan.
“Awalnya, karena pertama kali masuk kuliah, akusama sekali gak ada temen, yang ngajak akupertama kali ngobrol ya cewek.. … Cuma dari situbelajarlah.. Mau gak mau, itu dalam keadaan yangterpaksa, …”
” Aku dalam arti coba buat belajar itu, aku cobabelajar jadi pendengar yang baik gitu loh..”
“…aku lebih respek karena itu.. Jadi lebih seringshare tentang pasangan, soal apa, itu kan lebihterbuka.. Aku belajar itu juga sih sama cewek-cewek.. …”
” Dan ngalami itu, kok gini seh, awalnya kok giniseh.. Dan lama kelamaan ngalamin itu kokrasanya males gitu loh.. Pingin banget
45
menghindar.. Cuma ya pingin tetep lagi usaha, diatetep temen gitu kan.. ...”
“…berhasil gak berhasil, lumayanlah.. Kalo untukjalan bareng ya, kalo aku coba untuk terbuka samawanita itu iya, sangat ada, sangat ada hasilnya,dalam arti terbukti gitu loh.. Sudah adaperkembangan.. …”
”... Ya aku seneng kalo diajak share, kalo aku bisakasih solusi.. Cuman kalo ikut yang jalan-jalannya, untuk yang mereka ngobrolin apa,berkumpul dengan wanita-wanita, kayaknya akukurang seneng, gak sreg aja gitu loh..”
4. Motivasi informan untuk berubah
Informan mengaku ada sesuatu yang mendorong dirinya untuk
berubah, yaitu ketika ibunya mulai lebih perhatian dengannya,
serta teman-temannya yang menasehatinya untuk berubah
“…sahabat-sahabat aku, temen-temen aku ynagmengeluhkan sikap aku ke pasangan mereka, danakhirnya pasangan mereka menganggap akusombong, … ibuku itu ya.. Dulu aku gak begitudeket sama dia, sampe ada suatu hal, aku pinginbanget ngelindungi dia, aku pingin bangetmengayomi dia, …”
“… pastinya setelah aku sakit ya..aku sakit ituorangtuaku berubah, terutama ibu aku.. …”
5. Konsep diri informan
Konsep diri yang dimiliki oleh informan ini dipengaruhi oleh 2 hal
yaitu penerimaan diri informan dan hubungan informan dengan
lingkunganj sosialnya. Berikut penjelasan dari 2 sub tema tersebut:
46
a. Penerimaan diri informan
Adanya penerimaan diri informan meskipun informan
mendapat label banci dari lingkungannya. Penerimaan diri
informan sendiri terbagi menjadi penerimaan diri yang
positif dan negatif. Adapun penerimaan diri yang positif
dari informan dibuktikan dengan beberapa kutipan
wawancara dibawah ini :
”... Aku nyaman dengan kaos, dengan apa, gaharus dibilang tomboy.. Bahkan ada yang bilang,kamu pake rok po’o dikit, biar keliatan cewek..Emang ga ada cewek yang pake clana, ya kan..Mungkin celometan kayak gitu yang akujelasin.. ...”
” Sering.. jadi tiap kali orang ketemu aku.. Cumanaku selalu yakinin ke mereka, aku tomboy, cumaaku, dari hati ya, pinginnya cuma sebatas ingindibilang aku ini cewek, tapi aku supel danbebas.. ... buat aku, itu penilaian orang tentangaku, ya aku cuma terima..”
”... Kalo dari diri aku sendiri, aku melihatmungkin dari penampilan memang seperti laki-laki, karena memang kita nyamannya begini gituloh.. ...”
”... Aku kadang sempet berkaca sendiri, aku mikirkenapa orang-orang kok masih menilai aku,mencap seperti itu ya.. Padahal aku kalo secarapotongan, banyak kok cewek-cewek lain yangpunya potongan mungkin lebih pendek dari aku,lebih cepak dari aku, atau mungkin daripenampilannya lebih gak karuan daripada aku,
47
cuman mereka gak dikasih cap itu, gak taukenapa.. tapi kenapa dengan aku, misalnya kayakgitu.. ...”
” Kalo dibilang puas, bukan puas ya, mungkinlebih ke senenglah, seneng kayak gini, dalamartian dengan aku yang memang apa adanyaseperti ini, aku bisa temuin banyak temen, temuinbanyak orang memang.. Dan aku gak kenal pun,dengan kesupelanku, aku bisa akrab denganmereka, bisa main di tempat mereka, bisa nginepdi tempat mereka.. Meskipun itu mereka diluarkota, kayak gitu..”
” Aku itu gak mau dibilang tomboy ya cuma akulebih seneng lebih suka gitu ya kalo dibilang yawanita yang supel yang rame, yang seru, gituaja.. ...”
”... orang mencap seseorang tomboy karenamemang dari mungkin dari rambut yang pendek,dari yang selalu pake celana, pake sepatu kets..Terus selalu pake baju yang kayak cowok.. Lah ituaku liat, gak memungkiri ya itu aku, maksudnyaaku mengenakan itu, aku mengenakan baju yangseperti laki-laki, bajuku yang kayak laki-laki, carajalan atau cara ngomong yang cepals ceplosmungkin, segala macem yang kayak laki-laki itu..Yaa dialamatkn ke aku sih gapapa cuma kalo dariaku sendiri, aku bersikap begini ya dari kecil, akunyaman dengan itu, aku pingin, seneng dibilangaku ini cewek yang supel..Itu aja.. Cewek yangsupel, yang rame, yang seru, yang nyantai, yangpandai bergaul, itu aja..”
48
”... Kalo ditujukan ke aku, mungkin ya itu bisa,karena memang style ku seperti itu gitu kan.. Yaudah..”
“…Meskipun gak cantik, gak seksi, ya tetepmensyukuri apa yang aku punya.. …”
Sedangkan penerimaan diri informan yang bersifat negatif
dilihat dari kutipan wawancara dibawah ini :
”... kalo boleh aku share, aku pingin bangetoperasi menghilangkan payudara.. ...”
b. Hubungan informan dengan lingkungannya
Hubungan informan dengan lingkungan sekelilingnya yang
baik juga membantu pembentukan konsep diri informan
”... bukan beban ya, cuman memang kalo itu akuserahin ke orang.. ...”
” Kalo aku ngeliat dari respeknya mbaknya sih, yadia menganggap aku sama ya, maksudnya bukanwanita yang diharapkan sama orangtua ya.. Yanglembut, yang berpakaian selayaknya wanita.. ...”
“Interaksiku bagus ya, cuman ya itu, aku lebihsusah interaksi dengan wanita.. ... ”
” Ya kurang nyaman..kurang nyaman..” (jawabaninforman saat ditanya mengenai kenyamanannyaberinteraksi dengan wanita)
”... aku lebih…lebih ke kurang setuju aja.. Kalocewek, mungkin, seharusnya kan ya seharusnyacewek itu yang lembut yang apa ya istilahnya..gak
49
terlalu banyak tingkah.. cuman kan ga hanyawanita yang tomboy, wanita yang sebenarnya punkading ga harus lembut ya kan, mereka mungkingak terlalu punya yang begitu kalem, tapi merekabersikap seperti apa adanya mereka aja gituloh..Kalo wanita, yawes ini wanita.. ...”
”... Kalo konsep diriku, perkembangan itu ada,salah satunya bagaimana aku belajar untuk lebihdekat dengan yang namanya wanita. Karena kalodulu, aku cenderung menjauhi, kalo emang wanitaitu gak ada perlu sama aku, gak perlu nanya atauapa, ya aku tetep diem gitu loh..Tanpa ada respek,istilah aku kurang interest sama dia.. Tapi kalosekarang, aku belajar buat deket, buat basa-basi,buat bertanya, meskipun gak penting ya aku tetepbelajar itu.”
”... Enggak.. Karena mungkin lebih dalem ya..Karena biasanya perbincangan wanita ituseringan-ringannya, pasti dalem, ya kan..kalo laki-laki mungkin ya mereka ngobrol ya skedarngobrol, kalo curhat itu jarang banget kebawakalo cowok..”
” Eee responnya mereka ya baik, karena saatdisuruh apapun, mereka selalu ngelimpahinnya diaku..kayak lomba apa, A aja, A aja..”
4.6 Validitas Penelitian
Untuk melakukan validitas penelitian, peneliti menggunakan
validitas komunikatif, yaitu bentuk validitas dimana informan penelitian
dipersilahkan untuk membaca hasil interpretasi peneliti.
50
Validitas penelitian kedua informan masing-masing dilakukan pada
tanggal 20 Mei 2012 (informan S) dan 21 Mei 2012 (informan A), serta
pada signitficant other masing-masing informan yaitu tanggal 20 Mei 2012
(significant other 1) dan 19 Mei 2012 (significant other 2). Saat melakukan
validasi hasil penelitian pada kedua informan dan significant other, peneliti
memberikan hasil transkrip data pada informan. Peneliti juga menjelaskan
hal-hal yang ditanyakan oleh informan. Setelah membaca beberapa saat,
informan mengatakan kalau isinya sudah sesuai dengan yang dimaksudkan
informan, lalu informan menandatangani surat keabsahan.
BAB V
PENUTUP
5.1. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan 5 tema
besar yang menggambarkan self concept pada individu yang mengalami
labelling, baik pada informan 1 maupun informan 2, Berikut penjelasan
masing-masing tema besar dari kedua informan :
5.1.1. Informan S
1. Latar belakang informan
Informan berasal dari keluarga kalangan menengah, dengan
orangtua yang masih utuh. Informan sejak kecil memang lebih
dekat dengan ibunya. Informan S mulai bersikap feminim saat
masih kecil, tepatnya saat masih di bangku SD. Informan juga
sering bergaul dengan saudara dan teman-teman perempuan, yang
menyebabkan informan pun akhirnya bertingkah laku lemah
lembut seperti perempuan.
2. Awal mengalami labelling
Informan mendapat pelabelan dengan diejek ‘banci’ oleh keluarga
ataupun dari teman-temannya saat SD sebagai akibat dari tingkah
lakunya yang seperti perempuan. Apa yang dilakukan oleh
lingkungan informan sesuai dengan definisi dari labelling menurut
A Handbook for The Study of Mental Health, yaitu label adalah
sebuah definisi yang ketika diberikan pada seseorang akan menjadi
identitas diri orang tersebut dan menjelaskan tentang tipe
bagaimanakah seseorang itu (Labelling dan Perkembangan Anak,
Dampak Labelling Terhadap Anak-FOTA Salman, 2007).
51
Lingkungan melabel informan ”banci” karena menurut pandangan
mereka, informan berperilaku seperti perempuan.
3. Bentuk labeling yang diterima informan
Informan mendapat labelling dari lingkungan keluarga dan dari
teman-teman sekolahnya. Keluarga informan pernah ada yang
berkata kasar kepada informan berkaitan dengan perilaku
feminimnya. Sedangkan saat di sekolah, informan sering diejek
saat pelajaran olahraga. Selain itu, informan pernah diejek banci di
depan umum oleh temannya. Pelabelan yang diterima informan
dari lingkungan sekolahnya berlangsung sampai SMP.
4. Perubahan yang dilakukan informan
Informan melakukan beberapa perubahan agar dirinya tidak lagi
diejek banci. Perubahan-perubahan yang dilakukan informan
antara lain mengubah sikapnya, memiliki lebih banyak teman pria
saat SMA dan berpenampilan lebih maskulin. Namun informan
tidak menargetkan kapan dirinya akan berubah total, karena
menurutnya perubahan itu adalah suatu proses.
5. Konsep diri informan
Konsep diri yang dimiliki informan terbentuk karena adanya 2 hal,
yaitu penerimaan diri informan serta hubungan informan dengan
lingkungan sosialnya. Informan melakukan penerimaan diri
dengan cara melakukan penilaian tentang bagaimana dirinya
bersikap dan tetap berkeinginan untuk menjadi maskulin tanpa
harus merubah diri menjadi perempuan atau banci seperti label
yang diberikan oleh lingkungannya.
Sedangkan hubungan informan dengan lingkungan sosialnya ikut
membantu informan membentuk konsep dirinya. Hal ini
dibuktikan dengan informan merasa dirinya tetap dihargai
52
keberadaan oleh keluarga dan teman-temannya. Keluarga informan
masih mau membiayai hidup informan meskipun ayah informan
tidak menyukai sikap feminimnya. Teman-teman informan juga
masih menerima informan apa adanya meskipun informan
berperilaku feminim. Guru-guru informan juga menyukai informan
karena informan termasuk murid yang pintar di sekolah..
5.1.2. Informan A
1. Awal perilaku tomboy
Informan A berasal dari keluarga yang berkecukupan dengan
orangtua yang masih utuh. Informan sejak kecil dekat dengan
ayahnya. Informan mulai berperilaku tomboy sejak masih kecil.
Informan mengaku bahwa dirinya sangat suka sekali naik pohon,
bahkan kalau ingin berfoto bersama informan, informan harus naik
pohon terlebih dahulu.
2. Reaksi lingkungan
Lingkungan informan terutama dari pihak keluarga pernah
mengolok-olok informan di depan pramuniaga saat sedang
membeli pakaian di toko. Pihak keluarga informan juga berusaha
untuk membuat informan memakai perempuan, seperti
membelikan baju berwarna pink. Adik informan pun juga pernah
menasehati informan untuk merubah cara berpakaian informan
agar lebih feminim. Namun, pihak keluarga informan tidak
memberikan punishment saat informan tidak memakai baju-baju
perempuan dan tetap berperilaku seperti laki-laki.
3. Perubahan yang dilakukan informan
Ada perubahan yang dilakukan oleh informan, terutama yang
berkaitan dengan caranya berinterkasi dengan perempuan.
Menurutnya, informan sudah mencoba untuk lebih respek dengan
53
teman perempuannya. Informan juga berusaha untuk menjadi
pendengar yang baik bagi teman perempuannya.
4. Motivasi informan untuk berubah
Informan memiliki motivasi untuk berubah ketika teman-temannya
menyarankan informan untuk menjadi lebih peduli ke teman
perempuan. Selain itu, ibu informan juga memiliki andil dalam
memotivasi informan untuk berubah. Karena informan merasa
ibunya menjadi lebih perhatian sejak informan jatuh sakit.
Sehingga informan menjadi lebih peduli dengan ibunya dan
berusaha untuk melindungi ibunya.
Adanya motivasi sebagai salah satu faktor perubahan konsep diri
informan sesuai dengan salah satu kesimpulan yang diungkapkan
oleh Cora Rice dan Monisha Pasupathi, bahwa pada tahap dewasa
awal, individu akan ada perubahan konsep diri, yang salah satu
penyebabnya adalah faktor motivasi.( Rice, Cora & Monisha
Pasupathi, Reflecting on Self-Relevant Experiences: Adult Age
Differences. 2010)
5. Konsep diri informan
Konsep diri yang dimiliki informan terbentuk karena adanya 2 hal,
yaitu penerimaan diri informan serta hubungan informan dengan
lingkungan sosialnya.
Penerimaan diri informan A terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
penerimaan diri positif dan penerimaan diri negatif. Penerimaan
diri positif yang dimiliki oleh informan lebih menyoroti bagaimana
informan merasa nyaman dengan ketomboyannya, karena
informan memiliki banyak teman dengan sifat tomboynya.
Meskipun sebenarnya informan merasa bahwa sebutan tomboy itu
tidak cocok untuk dirinya karena informan merasa bahwa dia
54
adalah perempuan yang pandai bergaul dan supel. Bukan tomboy
seperti yang orang lain alamatkan kepadanya selama ini.
Sedangkan penerimaan diri negatif informan ini berkaitan dengan
salah satu anggota tubuhnya. Informan merasa tidak nyaman
dengan anggota tubuhnya sehingga memiliki keinginan untuk
menghilangkan anggota tubuhnya tersebut.
Sedangkan hubungan informan dengan lingkungan sosialnya ikut
membantu informan membentuk konsep dirinya. Hal ini
dibuktikan dengan informan merasa dirinya tetap dihargai
keberadaan oleh keluarga dan teman-temannya terutama dengan
teman perempuan. Keluarga informan sering mengajak informan
untuk ikut ambil bagian dalam diskusi keluarga. Informan juga
menilai bahwa dirinya saat ini sudah lebih mampu atau setidaknya
berusaha untuk berinteraksi dengan perempuan dibandingkan dulu.
Adanya kemampuannya dalam bidang olahraga yang
menyebabkan informan A mendapat kepercayaan dari teman-
temannya saat ada perlombaan olahraga. Hal-hal tersebut membuat
informan merasa bahwa tetap berharga walaupun bersikap tomboy.
55
5.1.3 Alur Dinamika Psikologis
5.1.3.1 Alur Dinamika Psikologis Informan S
Berperilakufeminim
Mendapat labeldari lingkungan
Darikeluarga
Dariteman
Mendapatperkataankasar karenabersikapfeminim
Mengejekinformansebagai“banci”
Konsep diri informan
Merasabahwadirinyatidakbertindaksepertilayaknya laki-laki
Merasabahwadirinyabukanbancimeskipunseringdiejekbanci
Masihmemilikibanyaktemankarenapintar
Melakukanperubahan disikap
Berusaha untukbersikap lebihmaskulin
56
5.1.3.2 Alur Dinamika Psikologis Informan A
Bersikaptomboy
Mendapat labeldari keluarga
Sering dimintauntuk bersikapfeminim
Konsep diri informan
Merasabahwadirinyaadalahperempuan yangsupelbukantomboy
Ketidaksukaan padasalahsatuanggota tubuh
Punyabakat dibidangolahragasehinggaseringdipercayauntukmewakilisekolahdalamlomba-lomba
Merasakesusahanuntukberinteraksidenganwanita
Berniatuntukmenghilangkansalah satuanggotatubuhnya
Melakukanperubahanterhadapinteraksidenganperempuan
Motivasidari ibu danteman-teman
Belajar untukberinteraksidengan wanita
57
5.2. Refleksi
Pada penelitian yang berlangsung selama kurang lebih delapan
bulan, peneliti mendapatkan banyak hal-hal baru khususnya mengenai
perilaku labelling yang berkaitan dengan gender. Ada beberapa
pembelajaran yang diperoleh peneliti selama melakukan penelitian ini
diantaranya
a. Perilaku tomboy atau feminim seseorang timbul sejak individu
masih kecil dengan bentukan dari lingkungan.
b. Dukungan dari lingkungan baik dari keluarga dan teman-teman
sangat penting untuk membantu individu yang berperilaku tidak
sesuai dengan gendernya agar bisa berubah.
c. Peneliti juga menemukan bahwa orangtua punya andil yang cukup
besar dalam membentuk perilaku anak. Dalam penelitian ini,
orangtua kedua informan sama-sama menentang sikap tomboy atau
feminim dari anaknya. Akan tetapi secara tidak langsung, orangtua
kedua informan sendiri yang membentuk perilaku tomboy atau
feminim dari anaknya. Jika di informan S, orangtuanya
membiarkan S untuk sering bergaul dengan perempuan, sehingga
muncul perilaku feminim dari S. Sedangkan di informan A, ibu
informan tidak mendekatkan diri kepada informan A, sehingga
informan lebih dekat dengan ayahnya dan muncullah perilaku
tomboy pada diri informan A.
5.2.1. Keterbatasan Penelitian
Selain pembelajaran, dalam penelitian ini peneliti juga menyadari
masih terdapat keterbatasan, diantaranya :
a. Kemampuan penggalian data peneliti yang kurang, sehingga
pengambilan data harus dilakukan secara berkali-kali
58
b. Peneliti juga melakukan kesalahan saat mencari informan. Hal
ini dikarenakan peneliti kurang menjelaskan kepada informan
awal peneliti tentang tujuan penelitian. Sehingga peneliti harus
mengganti informan dan membuang banyak waktu dalam
proses wawancara.
5.3 Simpulan
Baik dari informan S ataupun informan A, keduanya memiliki
konsep diri yang baik, berkaitan dengan bagaimana kedua informan mampu
menerima dirinya meskipun mendapat label dan bagaimana hubungan
kedua informan dengan lingkungan sosialnya. Kedua informan juga
melakukan perubahan. Pada informan S, informan lebih memilih untuk
mengubah total sikap. Sedangkan proses perubahan informan A lebih ke
arah perubahan hubungan sosialnya dengan perempuan. Jika dulu informan
kaku dengan perempuan, maka saat ini informan menjadi lebih terbuka
dengan perempuan.
Informan A juga memiliki penerimaan diri yang negatif berkaitan
dengan fisiknya sebagai perempuan. Informan A merasa tidak nyaman
dengan payudaranya sehingga berkeinginan untuk menghilangkan
payudaranya.
5.4 Saran
5.4.1. Informan S
Informan S dapat membuat sebuah planning atau rencana untuk
berubah. Hal ini bertujuan agar informan bisa sesegera mungkin
berubah menjadi lebih maskulin, terutama di caranya bersikap.
59
5.4.2. Informan A
Informan A dapat mengunjungi psikolog untuk membantunya
menemukan alasan mengapa informan tidak nyaman dengan salah
satu anggota fisiknya. Sehingga setelah penyebabnya ditemukan,
informan bisa lebih nyaman dengan salah satu anggota tubuhnya
tersebut.
5.4.3 Masyarakat
Bagi masyarakat, terutaman bagi orang-orang disekitar anak yang
berperilaku tidak sesuai dengan gendernya, maka diharapkan
lingkungan memberikan dukungan, tidak mengucilkan dan tidak
melakukan tindakan labeling negative ke anak tersebut. Agar anak
tersebut memiliki keinginan untuk berubah karena merasa
diperhatikan oleh lingkungannya.
60
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mulat Wigati. (2008). Sosiologi SMP/MTs Kls VIII (KTSP).
Jakarta: Grasindo.
Adywibowo, Inge Pudjiastuti. (2010). Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
Melalui Percakapan Refensial. Jurnal Pendidikan Penabur. No 15.
37-49.
Agustiani, Hendriati. (2006). Psikologi Perkembangan: Pendekatan
Ekologi Kaitannya Dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada
Remaja. Bandung: PT. Refika Aditama.
Ary, Wima, Tri Rejeki Andayani & Dian Ratna Sawitri. (2009). Hubungan
Konsep Diri Dengan Penyesuaian Sosial Siswa Kelas Akselerasi DI
SMP NEGERI 2 dan SMP PL DOMENICO SAVIO Semarang.
Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.
Atmasasmita, Romli. (1992). Teori dan Kapita Selekta Kriminologi.
Bandung: Eresco.
Bahaya Memberi Label Pada Anak. Diambil pada tanggal 18 April 2012
dari http://lcoaceh.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=64:bahaya-memberi-label-
pada-anak&catid=3:artikel&Itemid=55
61
Baron, Robert A. & Donn Byrne. (2003). Psikologi Sosial Edisi 10 Jilid 1.
Alih bahasa : Dra. Ratna Djuwita, Dipl. Psychl. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Bernburg, Jon Gunnar, Marvin D. Krohn & Craig J. Rivera. (2006). Official
Labeling, Criminal Embeddedness, and Subsequent Delinquency: A
Longitudinal Test of Labeling Theory. Journal of Research in Crime
and Delinquency. 43 No 1. 67-88.
Black, A. James & Champion, J. Dean. (1992). Metode dan Masalah
Penelitian Sosial. Bandung: PT. Cresco.
Cohen, Richard. (2011). Lets Talk About Sex. Parents and Friends of
ExGays and Gays.
Craig, Wendy M., Kathryn, Henderson & Jennifer G. Murphy. (2000).
Prospective Teachers’ Attitudes Toward Bullying and Victimization.
School Psychology International. 21(1), 5–21.
Ericson, Nels. (2001). Addressing the Problem of Juvenile Bullying. U.S
Department of Justice, 27, 1-2.
Fenomena Bullying Di Sekolah Dasar Negeri Di Semarang. Diambil pada
tanggal 26 September 2011 dari
http://eprints.undip.ac.id/10123/1/FENOMENA_BULLYING__DI_
SEKOLAH_DASAR_NEGERI_DI_SEMARANG.pdf
62
Hayes, Nicky. (2004). Doing Psychological Research: Gathering and
Analyzing Data. New York: McGrawHill.
Herlina. (2007). Labelling dan Perkembangan Anak. Dampak Labelling
Terhadap Anak-FOTA Salman. Universitas Pendidikan Indonesia.
Hurlock, Elizabeth, B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayanti &
Soedjarno. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mangal, S. K. (2007). Educating Exceptional Children: An Introduction to
Special Education. New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited
Maryati, Kun & Juju Suryawati. (2007). SOSIOLOGI : Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Pandjaitan, Yunda & Nurmala K. Pamuchtia. (2010). Konsep Diri Anak
Jalanan: Kasus Anak Jalanan di Kota Bogor Provinsi Jawa Barat.
Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 4, No
21. 255-272.
Pasupathi, Monisha & Rice, Cora. (2010). Reflecting on Self-Relevant
Experiences: Adult Age Differences. Developmental Psychology. 46,
No. 2, 479–490.
Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Masyarakat dan
Lembaga Pendidikan. Diambil tanggal 16 September 2011 dari
63
http://hukum.kompasiana.com/2010/12/13/pencegahan-kekerasan-
terhadap-anak-di-lingkungan-masyarakat-dan-lembaga-pendidikan/
Penyimpangan Sosial. Diambil pada tanggal 20 April 2012 dari
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/penyimpangan-sosial-4/
Poerwandari, K. (1998). Pendekatan Kualitiatif Dalam Penelitian
Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia.
Rakhmat, D. (2000). Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya.
Santrock, John W. (1998). Adolescence. New York: McGrawHill.
Santrock, John W. (2002). Life Span Development. Jakarta: Penrbit
Erlangga
Siegel, Larry J & Brandon C. (2011). Juvenile Delinquency: Theory,
Practice, and Law Eleventh Edition. USA: Wadsworth Cengage
Learning.
Verbal Abuse. Diambil pada tanggal 22 September 2011 dari
http://www.fica.org/ficalist/fica/live/v_abuse
Vitasandy, Tutut Dian & Anita Zulkaida. (2010). Konsep Diri Pria
Biseksual. Jurnal Psikologi. Vol 3 No 2. 188-194.
64
Willig, Cala. (2001). Introducing Qualitative Research in Psychology:
Adventure in Theory & Method. Buckingham: Open University.
65
top related