gaya bahasa kiasan pada cerita pendek karya penulis …
Post on 30-Nov-2021
33 Views
Preview:
TRANSCRIPT
GAYA BAHASA KIASAN PADA CERITA PENDEK KARYA PENULIS
LAKI-LAKI DENGAN KARYA PENULIS PEREMPUAN
(KAJIAN STILISTIKA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Jurusan Pendididkan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
Musriani Mustafa
10533766714
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
SURAT PERNYATAAN
Nama : Musriani Mustafa
Nim : 10533 7667 14
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dengan judul : Gaya Bahasa Kiasan pada Cerita Pendek Karya
Penulis Laki-Laki dengan Karya Penulis Perempuan
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim
penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau
dibuatkan oleh orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi
apabila pernyataan ini tidak benar
Makassar, Juli 2018
Yang Membuat Permohonan
MUSRIANI MUSTAFA
10533 7667 14
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : MUSRIANI MUSTAFA
Nim : 10533 7667 14
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dengan judul : Gaya Bahasa Kiasan pada Cerita Pendek Karya
Penulis Laki-Laki dengan Karya Penulis
Perempuan.
Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyususan skripsi ini,saya
akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapa pun).
2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan
pembimbing yang telah ditetapkan oleh pimpinan fakultas.
3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi.
4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1,2,3, saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, Juli 2018
Yang Membuat Permohonan
MUSRIANI MUSTAFA
10533 7667 14
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Teruslah berjuang meski ada yang tidak menghargai, karena kelak mereka yang
mengabaikanmu akan berjuang untuk mendapatkanmu.
(Musriani Mustafa)
Dengan penuh kerendahan hati kupersembahkan karya ini
kepada Ayahanda Mustafa dan Ibunda Ruhani dan saudara-saudariku
tercinta yang selama ini tak henti-hentinya mencurahkan dengan ikhlas doa
dan dukungan terhadap keberhasilan penulis.
ABSTRAK
Musriani Mustafa. 2018. Gaya Bahasa Kiasan pada Cerita Pendek Karya
Penulis Laki-Laki dengan Karya Penulis Perempuan. Skripsi. Prodi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I M. Ide Said DM dan pembimbing II
Yuddin Pasiri.
Masalah utama dalam penelitian ini yaitu Bagaimana gaya bahasa kiasan
yang terdapat pada cerita pendek karya penulis laki-laki dan cerita pendek karya
penulis perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk Mendeskripsikan gaya bahasa
kiasan yang terdapat pada cerita pendek karya penulis laki-laki dan cerita pendek
karya penulis perempuan.
Objek penelitian yang dikaji yaitu gaya bahasa kiasan yang terdapat pada
cerita pendek karya penulis laki-laki dan cerita pendek karya penulis perempuan.
Subjek penelitiannya berupa cerpen. Data dalam penelitian ini adalah data
kualitatif. Kalimat yang termasuk data dalam penelitian ini adalah semua kalimat
yang mengandung gaya bahasa kiasan pada sebuah cerpen yang penulis teliti.
sumber data dalam penelitian ini adalah cerpen-cerpen karya penulis laki-laki
dalam kumpulan cerpen Drupadi, karya Putu Fajar Arcana, dengan judul “
Seonggok Daging Beku, Bunga Jepun, dan Saraswati ”dan karya penulis
perempuan dalam kumpulan cerpen BH karya Emha Ainun Najb dengan judul
“Lelaki ke-1000 di Ranjangku, Padang Kurusetra, dan Yang Terhormat Nama
Saya”, Teknik analisis data yang digunakan ini adalah analisis teks. Analisis ini
untuk mendeskripsikan gaya bahasa kiasan dalam cerpen karya penulis laki-laki
dan karya penulis perempuan. Serta menjelaskan satuan data yang berupa satuan
bahasa yang mendukung gaya bahasa kiasan. Bentuk satuan data tersebut berupa
kalimat atau kumpulan kalimat.
Berdasarkan hasil penelitian dalam kumpulan cerpen karya penulis laki-laki
secara keseluruhan diperoleh 8 jenis gaya bahasa kiasan. Di antaranya terdapat 4
gaya bahasa persamaan atau simile, 1 gaya bahasa metafora, 3 gaya bahasa
personifikasi, 1 gaya bahasa alusi, 3 gaya bahasa epitet, 2 gaya bahasa
antonomasia, 1 gaya bahasa sinisme, dan 3 gaya bahasa sarkasme. Sedangkan
pada cerpen karya penulis perempuan secara keseluruhan diperoleh 7 jenis gaya
bahasa kiasan di antaranya, 5 gaya bahasa simile atau persamaan, 4 gaya bahasa
metafora, 5 gaya bahasa personifikasi, 2 gaya bahasa alusi, 2 gaya bahasa epitet, 1
gaya bahasa sinekdok, dan 4 gaya bahasa sarkasme.
Dalam penelitian ini cerpen karya penulis laki-laki dengan cerpen karya
penulis perempuan dominan menggunakan gaya bahasa kiasan persamaan atau
simile, metafora, personifikasi, dan sarkasme akan tetapi data yang ditemukan
paling banyak pada cerpen karya penulis perempuan. Pada penelitian ini juga
dapat disimpulkan bahwa penulis laki-laki lebih banyak menggunakan jenis gaya
bahasa kiasan dibandingkan dengan karya penulis perempuan.
Kata kunci: gaya bahasa kiasan, kumpulan cerpen.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Swt. berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya
kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “
Gaya Bahasa Kiasan pada Cerita Pendek Karya Penulis Laki-Laki dengan Karya
Penulis Perempuan”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi dan mendapat gelar sarjana pendidikan (S.Pd.) pada program
Strata -1 di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar. Shalawat dan
salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad saw. para keluarga
dan sahabatnya. Semoga rahmat yang Allah limpahkan kepada beliau akan sampai
kepada umatnya ila yaumu al-akhir.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H. M. Ide Said DM, M.Pd.
pembimbing I, dan Dr. H. Yuddin Pasiri, M.Pd. pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyusun skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan waktu telah ditentukan.
Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E., M.M. Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan peluang mengikuti proses
perkuliahan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar. Erwin
Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D. Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar
yang telah memberikan pelayanan terbaik dalam hal administrasi dan
kemahasiswaan selama proses pendidikan dan penyelesaian studi penulis. Dr.
Munirah M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian dan
menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan selama menempuh pendidikan
di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Segenap Dosen di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitras Muhammadiyah Makassar yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis.
Ayahanda Mustafa S.E dan Ibunda Ruhani yang telah merawat dan
membesarkanku, mencurahkan segala dukungan materi, memberikan motivasi,
dukungan, dan doa yang tiada hentinya dan tak terbatas selama perkuliahan
hingga penyelesaian skripsi ini. Saudara-saudariku tercinta Abdillah Rahman,
Devi Aulia Mustafa, Nur Ulfiah Mustafa, dan Aditya Alfauzan yang senantiasa
mendukung dalam doa dan memberikan semangat serta dukungan mulai dari awal
sampai penyelesaian studi.
Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga
akhirnya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan dan
penerapan di lapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut. Amin.
Makassar, 20 Juli 2018
Penulis
Musriani Mustafa
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN............................................................................................. v
SURAT PERJANJIAN .............................................................................................. vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7
E. Definisi Istilah ......................................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................... 9
A. Kajian Pustaka ........................................................................................ 9
1. Karya Sastra ....................................................................................... 9
2. Cerita Pendek ................................................................................... 10
3. Kajian Stilistika ................................................................................ 13
4. Gaya Bahasa ..................................................................................... 23
5. Ragam Gaya Bahasa ........................................................................ 25
6. Gaya Bahasa Kiasan ......................................................................... 28
B. Penelitian yang Relavan ........................................................................ 39
C. Kerangka Pikir ...................................................................................... 40
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 43
A. Rancangan Penelitian ......................................................................... 43
B. Data dan Sumber Data ........................................................................ 44
C. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 45
D. Teknik Analisis Data ......................................................................... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................ 47
A. Hasil Penelitian .................................................................................. 47
B. Pembahasan ........................................................................................ 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 66
A. Kesimpulan ........................................................................................ 66
B. Saran .................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPRAN
RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan wujud penuangan gagasan dan pikiran seseorang
terhadap lingkungannya melalui bahasa yang indah dan menarik. Sastra
hadir sebagai sarana perenungan atas masalah-masalah sosial yang kerap
terjadi dalam masyarakat serta dapat juga digunakan untuk membantu
memahami karakter-karakter dan sifat-sifat yang ada pada diri manusia.
Sastra fiksi memiliki pemahaman lebih mendalam sebab ia merupakan
wujud penuangan ide dan kreativitas pengarang ke dalam sebuah tulisan
sehingga dapat dinikmati oleh pembacanya.
Tidak jarang sastra dijadikan sebuah media bagi seorang pengarang
untuk berbagi pengalaman dan kenangannya kepada pembaca sebagai
penikmat karya sastra. Karya sastra juga merupakan suatu wadah yang
dapat bercerita lebih banyak daripada sebuah sejarah. Sejarah dapat
menceritakan apa yang terjadi di masa lalu, namun sastra dapat
menceritakan apa yang mungkin terjadi di masa lalu dan yang akan terjadi
di masa depan.
Bahasa merupakan hal yang penting dalam sebuah penulisan karya
sastra sebab dengan itulah pengarang dengan pembaca dapat membangun
pertalian batin dari rangkaian kata demi kata yang dicerna oleh pembaca.
Bahasa yang menarik tentunya akan membawa pembaca dalam sebuah
rasa nyaman untuk terus menikmati dan mengikuti atau menyetujui apa
yang disampaikan penulis. Dalam penyampaiannya, pengarang hendaknya
mempertimbangkan penggunaan bahasanya karena semakin unik atau khas
gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang maka akan semakin menarik
bagi seorang pembaca sehingga akan membangun pertalian batin antara
pengarang dengan pembaca melalui bahasa dalam karya sastranya.
Gaya bahasa merupakan salah satu unsur penunjang dalam sebuah
karya sastra dan sangat berkaitan dengan unsur-unsur yang lain.
Penggunaan gaya bahasa secara khusus seperti gaya bahasa kiasan dalam
karya sastra mampu mempengaruhi pembaca untuk dapat mengetahui ide
pengarang yang tampak dalam tulisannya. Melalui gaya bahasanya,
pengarang juga bisa membawa pembaca untuk ikut merasakan perasaan
dan ekspresinya, baik itu rasa senangnya maupun rasa marahnya yang ia
tuangkan dalam tulisannya. Gaya bahasa yang digunakan dalam sebuah
karya sastra merupakan sebuah bahasa yang dilentur-lenturkan oleh
pengarangnya untuk mencapai efek keindahan dan kehalusan rasa tertentu
yang ingin dituju oleh pengarang. Oleh sebab itu, dengan gaya bahasanya,
sastrawan dapat dengan bebas menuangkan kreasi dan imajinasinya untuk
membagi pengalaman, perasaan, dan ide-idenya kepada para penikmat
sastra.
Karya sastra memiliki sifat imajinatif. Acuan karya sastra bukanlah
dunia nyata, melainkan dunia fiksi dan imajinatif (Faruk, 2010:43).
Sebagai hasil imajinatf, sastra berfungsi sebagai hiburan yang
menyenangkan juga memberikan pengalaman batin bagi para pembacanya
(Wellek dan Warren, 1990:3-4).
Membicarakan karya sastra yang memiliki sifat imajinatif, ada tiga
jenis sastra yaitu, Prosa, Puisi, dan Drama. Prosa adalah ragam sastra
yang biasa menggunakan ragam bahasa sehari- hari. Jenis-jenis prosa,
cerpen, novel, biografi, esai, kritik, artikel. Puisi adalah ragam sastra yang
terikat dengan unsur-unsurnya. Seperti : irama, rima, baris, dan bait.
Sedangkan Drama adalah karya sastra prosa yang berisi dialog di antara
para tokohnya dan kemudian disertai penjelasan-penjelasan lain untuk
pementasan karya sastra tersebut.
Salah satu genre sastra yang sangat akrab dalam kehidupan kita
ialah cerita pendek karena cerita pendek tentunya mudah dinikmati dan
tidak membutuhkan waktu lama untuk membaca kisah yang ada di
dalamnya. Cerita pendek sebagai salah satu karya fiksi menawarkan
sebuah dimensi yang berbeda dari sebuah dimensi nyata. Dimensi yang
berisi dunia yang imajinatif yang dibangun dari unsur instrinsiknya seperti
tema, latar, plot, gaya bahasa, sudut pandang, dan lain-lain, yang tentu saja
semuanya merupakan unsur naratif. Penulis memilih untuk menganalisis
cerpen karena salah satu keunggulan cerpen dibandingkan dengan karya
sastra yang lain seperti novel ialah jika dilihat dari segi formalitas bentuk
dan segi panjang cerita, cerpen lebih singkat dibandingkan dengan novel.
Cerita pendek atau yang lebih dikenal dengan sebutan cerpen
adalah sebuah kisah pendek yang memberikan kesan tunggal yang
dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam sebuah situasi.
Cerpen biasanya kurang dari 10.000 kata dan dibaca dalam waktu sekali
duduk .
Berkaitan dengan pembelajaran yang pastinya berhubungan dengan
kehidupan remaja, maka timbul istilah masa remaja yang dikenal sebagai
masa yang penuh kesukaran, karena masa remaja merupakan masa transisi
antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pada masa ini, biasanya
remaja berusaha untuk mencari identitas diri.
Seorang ahli psikologi berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan
memang memiliki perbedaan, baik dari segi fisik, perilaku, keterampilan
berbahasa, maupun pola pikirnya. Dari segi keterampilan berbahasa,
Dariyo (2004:22) berpendapat bahwa pada umumnya remaja wanita
mempunyai hasil tulisan tangan lebih baik, rapi, bersih, teratur, dan mudah
dibaca, dibandingkan tulisan remaja laki-laki yang cenderung acak-acakan,
tak teratur, dan kadang sulit dibaca.
Sehubungan dengan pendapat Dariyo (2004:134) mengemukakan
bahwa dalam pemerolehan berbahasa, kanak-kanak perempuan lebih cepat
pandai bicara, membaca, dan jarang mengalami gangguan belajar
dibandingkan kanak-kanak laki-laki, para ahli memperkirakan ada
kaitannya dengan kemampuan wanita menggunakan kedua belah
hemisfernya (otak bagian kiri dan otak bagian kanan) ketika membaca atau
melakukan kegiatan verbal lainnya. Sedangkan pria hanya menggunakan
salah satu hemisfernya (biasanya sebelah kiri).
Berdasarkan pendapat Dariyo, letak perbedaan laki-laki dan
perempuan bisa saja terjadi dalam keterampilan menulis cerpen, karena
seseorang yang melakukan kegiatan ini tidak mungkin memiliki gaya yang
sama antara satu dengan yang lainnya. Gaya terbagi atas dua macam yaitu
gaya pengarang dalam bercerita dan gaya bahasa. Gaya pengarang dalam
mengungkapkan idenya menjadi susunan peristiwa yang disebut cerita
adalah cara-cara khas dari pengarang dalam menyusun bahasa,
menggambarkan tema, menyusun plot, menggambarkan karakter atau
watak, menentukan setting, dan memberikan amanat (Sugiantomas,
2012:71).
Gaya bahasa adalah cara pengarang dalam mengungkapkan suatu
pengertian dalam kata, kelompok kata atau kalimat. Gaya bahasa
sesungguhnya muncul berdasarkan niat pengarang memperjelas uraiannya
dengan bantuan imajinasi, di samping ingin agar pembaca mampu
menerima nilai-nilai yang dilontarkannya. Gaya bahasa yang digunakan
bisa personifikasi, metafora, alegori, sinekdoke, atau apa saja
(Sugiantomas, 2012:71).
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui
apakah hasil dari kegiatan menulis cerita pendek yang dilakukan oleh
Penulis laki-laki dan penulis perempuan memang memiliki perbedaan atau
tidak.
Adapun cerita pendek karya penulis laki-laki yang ingin penulis
teliti yaitu kumpulan cerpen Drupadi karya Putu Fajar Arcana dengan
judul “Seonggok Daging Beku, Bunga Jepun, dan Saraswati”. Penulis
tertarik memilih kumpulan cerpen Drupdi sebagai objek penelitian
adalah: pertama, setelah melakukan pembacaan sementara kumpulan
cerpen Drupadi memiliki keunggulan yaitu jarak estetis yang melatari
tokoh-tokohnya. Narrator “aku” misalnya, tidak lain adalah pengarang
sendiri, akan tetapi berkat kemaampuan menciptakan jarak estetis terasalah
bahwa narrator “aku” bukan diri pengarangnya sendiri, melainkan orang
lain yang betul-betul pernah ada. kedua, dalam kumpulan cerpen Drupadi,
semua tokoh dalam kumpulan cerpen ini pada hakikatnya adalah korban
kekejian, ketiga, cerita-ceritanya akan menambah pengetahuan dan
pengalaman batin pembaca, sehingga amanat yang tersirat itu bisa
dijadikan pelajaran untuk kehidupan pembaca.
Cerita pendek karya penulis perempuan yang ingin penulis teliti
yaitu kumpulan cerpen BH karya Emha Ainun Najib dengan judul cerpen
“ Lelaki ke-1000 di Ranjangku, Padang Krusetra, dan Yang Terhormat
Nama Saya”. Penulis tertarik dengan kumpulan cerpen BH sebagai objek
penelitian sebagai cerpen karya penulis perempuan karena kumpulan
cerpen tersebut ditulis oleh penulis terkenal, yaitu Emha Ainun Najib,
yang telah menghasilkan berbagai karya sastra dan disukai oleh pecinta
sastra. Puluhan buku yang ditulisnya sudah banyak yang diterbitkan, baik
berupa kumpulan puisi, novel, cerpen, maupun esai. Judul pada kumpulan
cerpen “BH” membuat ketertarikan tersendiri untuk dibaca kemudian
kemudian dijadikan bahan yang akan diteliti oleh penulis. Pada kumpulan
cerpen ini banyak megandung gaya bahasa yang semuanya disajikan
dengan sangat apik, menggelitik dan apa adanya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui
apakah penulisan Gaya Bahasa Kiasan pada cerpen dari karya penulis laki-
laki dengan karya penulis perempuan memang memiliki perbedaan atau
tidak. Maka munculah sebuah perumusan masalah yaitu: Bagaimana gaya
bahasa kiasan yang terdapat pada cerita pendek karya penulis laki-laki dan
cerita pendek karya penulis perempuan ?
C. Tujuan Kajian
Mendeskripsikan gaya bahasa kiasan yang terdapat pada cerita
pendek karya penulis laki-laki dan cerita pendek karya penulis perempuan.
D. Manfaat Kajian
Kajian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara praktis
dan teoretis pada bidang kesastraan dan aplikasinya dalam pemahaman
sastra.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat terhadap perkembangan ilmu bahasa dalam kajian unsur
instrinsik cerpen khususnya dalam analisis gaya bahasa kiasan
dalam cerpen.
2. Manfaat Praktis
Kajian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan
referensi yang sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan,
khususnya di bidang analisis unsur instrinsik cerpen, dan
diharapkan dapat membantu peneliti selajutnya dalam usahanya
menambah wawasan yang berkaitan dengan analisis unsur
instrinsik cerpen.
E. Definisi Istilah
Judul penelitian ini “Gaya Bahasa Kiasan pada Cerita Pendek
Karya Penulis Laki-laki dan Karya Penulis Perempuan”. Oleh karena itu,
untuk menghindari salah penafsiran, maka penulis menjelaskan bahwa
Gaya bahasa pada Cerita Pendek karya penulis laki-laki merupakan cara
penulis laki-laki dalam menyampaikan pikirannya melalui bahasa pada
sebuah karya sastra berupa cerita pendek secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis laki-laki atau pemakai
bahasa. Sedangkan Gaya bahasa pada cerpen karya penulis perempuan
merupakan cara penulis perempuan dalam menyampaikan pikirannya
melalui bahasa pada sebuah karya sastra berupa cerita pendek secara khas
yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis perempuan atau
pemakai bahasa tersebut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Karya Sastra
Karya sastra adalah karya individual yang didasarkan pada
kebebasan mencipta dan dikembangkan lewat imajinasi, (Ignas
Kleden dalam Endraswara, 2011:46-48). Dalam hubungan antara
karya sastra dengan kenyataan, bahwa karya sastra lahir dari
peneladanan terhadap kenyataan, tetapi sekaligus juga model
kenyataan. Bukan hanya sastra yang meniru kenyataan, tetapi
sering kali juga terjadi norma keindahan yang diakui masyarakat
tertentu yang terungkap dalam karya seni, yang kemudian dipakai
sebagai tolok ukur untuk menyatakan. (Teeuw,1988:228).
Karya sastra bukan barang mati dan fenomena yang lumpu,
melainkan penuh daya imajinasi yang hidup. Karya sastra tidak
jauh berbeda dengan fenomena manusia yang bergerak, fenomena
alam yang kadang-kadang ganas dan fenomena apa pun yang ada di
dunia dan akhirat. Karya sastra sendiri memiliki kaidah yang
estetika yang jelas. Ukuran estetik justru menjadi kriteria mutu
karya sastra sebagai karya seni biasanya syarat dengan imajinasi
dan kaya bahasa juga akan estetika. Kedua unsur tersebut akan
baur-membaur dalam cipta sastra, sehingga mewujudkan kepaduan.
Keterpaduan dua hal itu akan menjadi wahana strategis untuk
menuangkan ilham sebagai buah pemikiran, kehendak, dan
perasaan pengarang.
2. Cerita Pendek
Pengertian Cerita Pendek (cerpen) telah banyak dibuat dan
dikemukakan oleh pakar sastra, dan sastrawan. Jelas tidak mudah
membuat definisi mengenai cerpen. Meski demikian, berikut akan
dipaparkan pengertian cerita pendek yang diungkapkan oleh para
ahli sastra dan sastrawan terkemuka.
Purba (2010:48), H.B Jassin dalam bukunya Tifa Penyair
dan Daerahnya, mengemukakan bahwa cerita pendek ialah cerita
yang pendek. Jassin lebih jauh mengungkapkan bahwa tentang
cerita pendek ini orang boleh bertengkar, tetapi cerita yang seratus
halaman panjangnya sudah tentu tidak disebut cerita pendek dan
memang tidak ada cerita pendek yang demikian panjang. Cerita
yang panjangnya sepuluh atau dua puluh halaman masih bisa
disebut cerita pendek, tetapi ada juga cerita pendek yang
panjangnya hanya satu halaman. Pengertian yang sama
dikemukakan oleh Sumardjo dan Saini di dalam buku mereka
Apresiasi Kesusastraan. Mereka berpengertian bahwa cerita pendek
adalah cerita yang pendek. Tetapi dengan hanya melihat fisiknya
yang pendek orang belum dapat menetapkan sebuah cerita yang
pendek adalah sebuah cerpen.
Cerita pendek adalah cerita yang membatasi diri dalam
membahas salah satu unsur fiksi dalam aspeknya yang terkecil.
Kependekan sebuah cerita pendek bukan karena bentuknya yang
jauh lebih pendek dari novel, tetapi karena aspek masalahnya yang
sangat dibatasi (Sumardjo, 1983:69).
Sesuai dengan namanya, cerita pendek dapat diartikan
sebagai cerita berbentuk prosa yang pendek (Suyanto, 2012:46).
Ukuran pendek di sisni bersifat relatif. Menurut Edgar Allan Poe
dalam (Suyanto,2012:46), sastrawan kenamaan Amerika, ukuran
pendek di sini adalah selesai dibaca dalam sekali duduk, yakni kira-
kira kurang dari satu jam. Adapun Jacob Sumardjo dan Saini K.M
(1983:30) dalam Suyanto (2012:46) menilai ukuran pendek ini
lebih didasarkan pada keterbatasan pengembangan unsur-unsurnya.
Cerpen harus memiliki efek tunggal dan tidak kompleks.
Pengertian cerita pendek yang dikemukakan oleh, H.B.
Jassin, kemudian Sumardjo dan Saini, Priyatni, dan Suyanto
merupakan bagian kecil dari pengertian cerita pendek. Beberapa
pengertian cerita pendek yang telah dikemukakan oleh para ahli di
atas, penulis berhasil meyimpulkan pengertian cerita pendek secara
tersendiri. Cerita pendek (cerpen) adalah sebuah karangan
berbentuk prosa fiksi yang habis dibaca sekali duduk, maksud dari
habis dibaca sekali duduk adalah tidak membutuhkan waktu yang
berlama-lama untuk menyelesaikan satu cerita. Cerita pendek juga
memiliki pemendekan unsur-unsur pembentuknya, jadi kaya akan
pemadatan makna.
Panjang atau pendek sebuah cerita pendek juga tidak bisa
ditetapkan. Pada umumnya panjangnya sebuah cerita pendek itu
habis sekali, dua kali atau tiga kali. Tetapi ini juga bukan pegangan.
Dapatlah kita katakan antara 500-1.000 – 1.500-2.000 hingga
10.000, 20.000, atau 30.000 kata.
Antara cerita pendek yang panjang dan sebuah novelet
sudah sukar membedakannya. Bedanya ialah dalam isi cerita.
Novelet mencakup cerita pengalaman-pengalaman manusia yang
lebih luas, sedangkan cerita pendek memusatkan perhatian pada
sesuatu yang lebih terbatas.
Cerita pendek itu terbatas kemungkinan-kemungkinannya.
Umpamanya, tidak mungkin untuk menceritakan dalam sebuah
cerita pendek dikemukakan tanggapan-tanggapan saat hidup yang
karena sesuatu sebab dapat dibawa ke depan dan ditonjolkan.
Pengertian tentang batas-batas cerita pendek ini perlu diketahui
agar orang jangan mengarang roman dalam sebuah cerita pendek
atau sebaliknya. Karena berapa banyak roman-roman yang
sebenarnya lebih padat dan lancar ceritanya jika dijalin dalam
sebuah cerita pendek. Bahan dalam roman demikian diperpanjang,
bertele-tele, sehingga hambar dan tidak berketentuan rasanya.
3. Kajian Stilistika
a. Pengertian Stilistika
Salah satu cara untuk menikmati karya sastra yakni
melalui pengkajian stilistika. Stilistika adalah ilmu yang
mempelajari gaya bahasa suatu karya sastra. Hal ini sesuai
dengan pendapat Lodge (dalam Zhang, 2010:155) bahwa untuk
menjembatani apresiasi karya sastra dengan bahasa, maka
diperlukan telaah yang dikenal dengan telaah ilmu gaya
bahasa. Bahasa sastra memiliki pesan keindahan dan sekaligus
membawa makna. Tanpa keindahan bahasa, karya sastra
menjadi hambar. Keindahan karya sastra, hampir sebagian
besar dipengaruhi oleh kemampuan pengarang dalam
memainkan bahasa.
Istilah stilistika diserap dari bahasa bahasa Inggris
stylistics yang diturunkan dari kata style yang berarti gaya.
Secara etimologi, istilah style atau gaya itu sendiri menurut
Shipley (1979:314) dan Mikics (2007:288) berasal dari bahasa
Latin stilus, yang berati batang atau tangkai, menyaran pada
ujung pena yang digunakan untuk membuat tanda-tanda
(tulisan) pada tanah liat yang berlapis lilin (metode kuno dalam
menulis). Jadi, secara sederhana stilistika dapat diartikan
sebagai ilmu tentang gaya bahasa.
Penggunaan gaya bahasa dalam karya sastra
berlawanan dengan pengunaan bahasa pada karya ilmiah.
Penggunaan bahasa pada karya ilmiah pastinya menggunakan
bahasa yang baik dan benar, pemilihan kata yang tepat,
kalimatnya jelas, ini harus diperhatikan sekali agar tidak
menimbulkan makna ambigu/ganda. Sedangkan pemakaian
bahasa dalam karya sastra lebih memiliki kebebasan yang
berasal dari kreativitas pengarang, karena dimaksudkan agar
dapat memiliki kekayaan makna.
Secara umum lapangan kajian stilistika adalah pemakaian
bahasa, sehingga dapat dilihat bahasa yang digunakan dalam
suatu karya sastra. Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa stilistika merupakan ilmu yang
mempelajari tentang gaya bahasa, pilihan kata, dan
penggunaan bahasa.
Turner (dalam Pradopo, 1993:264) mengartikan stilistika
adalah ilmu yang mempelajari gaya bahasa yang merupakan
bagian linguistik yang memusatkan pada variasi-variasi
penggunaan bahasa tetapi tidak secara eksklusif memberikan
perhatian khusus kepada penggunaan bahasa yang kompleks
pada kesusastraan. Menurut Sudjiman (1993:13), pengertian
stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang
pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan
menggunakan bahasa sebagai sarana. Dengan demikian style
dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa.
Endaswara (2011:72) menyebutkan stilistika adalah ilmu
yang mempelajari gaya bahasa suatu karya sastra. Selanjutnya
dikatakan ada dua pendekatan analisis stilistika: “(1) dimulai
dengan analisis sistem tentang linguistik karya sastra, dan
dilanjutkan ke interpretasi tentang ciri-ciri sastra, interpretasi
diarahkan ke makna secara total; (2) mempelajari sejumlah ciri
khas yang membedakan satu sistem dengan sistem lain”.
Fananie (2000:25) mengemukakan stilistika atau gaya
merupakan ciri khas pemakaian bahasa dalam karya sastra
yang mempunyai spesifikasi tersendiri dibanding dengan
pemakaian bahasa dalam jaringan komunikasi yang lain. Gaya
tersebut dapat berupa gaya pemakaian bahasa secara universal
maupun pemakaian bahasa yang merupakan kecirikhasan
masing-masing pengarang.
Ratna (2009:167) mendefinisi stilistika sebagai ilmu yang
berkaitan dengan gaya dan gaya bahasa. Tetapi pada umumnya
lebih mengacu pada gaya bahasa. Dalam bidang bahasa dan
sastra stilistika berarti cara-cara penggunaan bahasa yang khas
sehingga menimbulkan efek tertentu yang berkaitan dengan
aspek-aspek keindahan. Menurut Teeuw (dalam Fananie,
2000:25) stilistika merupakan sarana yang dipakai pengarang
untuk mencapai suatu tujuan, karena stilistika merupakan cara
untuk mengungkapkan pikiran, jiwa, dan kepribadian
pengarang dengan cara khasnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian stilistika di atas maka
dapat disimpulkan bahwa stilistika adalah cabang linguistik
yang mempelajari tentang gaya bahasa. Penggunaan gaya
bahasa menimbulkan efek tertentu yang berkaitan dengan
aspek-aspek keindahan yang merupakan ciri khas pengarang
untuk mencapai suatu tujuan yaitu mengungkapkan pikiran,
jiwa, dan kepribadiannya.
b. Ruang Lingkup Kajian Stilistika
Berbagai pakar sastra telah mengurai ruang lingkup
stilistika. Dalam Pengkajian Puisi Univeristas Gadjah
Mada, Yogyakarta, Pradopo (1993:10) mengurai ruang
lingkup stilistika, yaitu aspek-aspek bahasa yang ditelaah
dalam stilistika meliputi intonasi, bunyi, kata, dan kalimat
sehingga lahirlah gaya intonasi, gaya bunyi, gaya kata, dan
gaya kalimat. Dalam Bunga Rampai Stilistika, Sudjiman
(1993:13-14) menguraikan pusat perhatian stilistika adalah
style, yaitu cara yang digunakan pembicara atau penulis
untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan
bahasa sebagai sarana style dapat diterjemahkan sebagai
gaya bahasa.
Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan kata, struktur
kalimat, majas, citra, dan pola rima, makna yang digunakan
seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya
sastra. Misalnya, kita dapat menduga siapa pengarang
sebuah karya sastra karena kita menemukan ciri-ciri
penggunaan bahasa yang khas, kecenderungannya untuk
secara konsisten menggunakan struktur tertentu, gaya
bahasa pribadi seseorang. Misalnya, Idrus dikenal dengan
gaya bahasanya yang khas dan sederhana.
Setelah membaca sebuah karya sastra, kita dapat juga
menentukan ragamnya (genre) berdasarkan gaya bahasa
teks karena kekhasan penggunaan bahasa, termasuk
tipografinya. Gaya bahasa sebuah karya juga dapat
mengungkapkan periode, angkatan, atau aliran sastranya.
Misalnya kita dapat mengenal gaya sebuah karya sebagai
gaya egaliter (gaya ragam); kita mengenal gaya realisme
dalam karya yang lain (gaya aliran). Sebuah karya kita
perkirakan terbit pada zaman Balai Pustaka dengan
memperhatikan gaya bahasa (gaya angkatan).
Ranah penelitian stilistika biasanya dibatasi pada teks
tertentu. Pengkajian stilistika adalah meneliti gaya sebuah
teks sastra secara rinci dengan sistematis memperhatikan
preferensi penggunaan kata, struktur bahasa, mengamati
antarhubungan pilihan kata untuk mengidentifikasikan ciri-
ciri stilistika (stylistics features) yang membedakan
pengarang (sastrawan) karya, tradisi, atau periode lainnya.
Ciri ini dapat bersifat fonologi (pola bunyi bahasa, matra
dan rima), sintaksis (tipe struktur kalimat), leksikal (diksi,
frekuensi penggunaan kelas kata tertentu) atau retoris
(majas dan citraan).
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan
tentang analisis yang dilakukan apresiasi sastra meliputi:
(1) Analisis tanda baca yang digunakan pengarang. (2)
Analisis hubungan antara sistem tanda yang satu dengan
yang lainnya. (3) Kaitannya dengan kritik sastra, kajian
stilistika digunakan sebagai metode untuk menghindari
kritik sastra yang bersifat impresionistis dan subjektif.
Melalui kajian stilistika, diharapkan dapat memperoleh
hasil yang memenuhi kriteria objektivitas dan keilmiahan
(Aminuddin, 1995b:42). (4) Analisis kemungkinan terjema-
han satuan tanda yang ditentukan serta kemungkinan
bentuk ekspresi yang dikandungnya (Aminuddin,
1995a:98). Aminuddin (1995b:42-43) mengungkapkan
bahwa prosedur analisis yang digunakan dalam kajian
stilistika, di antaranya : (1) Analisis aspek gaya dalam
karya sastra. (2) Analisis aspek-aspek kebahasaan seperti
manipulasi paduan bunyi, penggunaan tanda baca dan cara
penulisan. (3) Analisis gagasan atau makna yang
dipaparkan dalam karya sastra.
c. Stilistika Sastra dan Stilistika Linguistik
Pembicaraan stilistika tidak dapat dilepaskan dari
linguistik atau ilmu bahasa. Bahkan, secara tegas Starcke
(2010:2) dalam definisinya menyatakan bahwa stilistika
sebagai salah satu disiplin linguistik. Eksistensi linguistik
dalam konteks stilistika itu seperti tampak pada pandangan
beberapa pakar berikut. Junus (1989:xvii) misalnya,
memandang stilistika sebagai ilmu gabung (inter atau
multidisiplin) antara linguistik dan ilmu sastra. Widdowson
(1997:3) dan Sudjiman (1993:3) memandang stilistika
sebagai kajian mengenai diskursus (wacana) kesastraan
yang beranjak dari orientasi linguistik.
Mcrae dan Clark (dalam Davies dan Elder, 2006:
328) berpendapat bahwa stilistika sebagai penggunaan
linguistik (ilmu bahasa) untuk mendekati teks sastra.
Simpson (2004:3) melihat analisis stilistika berfungsi untuk
memahami teks sastra dengan dasar wawasan struktur
linguistik. Sementara Child dan Fowler (2006:229)
memandang stilistika sebagai kajian analitis terhadap sastra
dengan menggunakan konsep atau teknik linguistik
modern. Berdasarkan pandangan beberapa pakar tadi, dapat
ditarik sebuah kesimpulan bahwa stilistika merupakan
pengkajian sastra dari perspektif linguistik.
Beberapa pandangan pakar di atas menjelaskan
bahwa dasar pemahaman linguistik menjadi kebutuhan
mutlak jika ingin menerapkan teori stilistika. Wellek dan
Warren (1990:221) lebih menegaskan bahwa stilistika tidak
dapat diterapkan dengan baik tanpa dasar linguistik yang
kuat karena salah satu penelitian utamanya adalah kontras
sistem bahasa karya sastra dengan penggunaan bahasa pada
zamannya. Dengan demikian, pemahaman stilistika sebagai
ilmu gabung (linguistik dan sastra) merupakan suatu hal
yang tidak terhindarkan (Sayuti, 2001:173).
Penggabungan dua disiplin ilmu, yaitu linguistik
dan sastra menyebabkan terjadinya dikotomi arah kajian
atau penelitian stilistika. Teori stilistika dapat diterapkan
dalam kerangka penelitian bahasa (linguistik), dan dapat
pula diterapkan dalam penelitian sastra. Teori stilistika
yang digunakan dalam kerangka penelitian bahasa
(linguistik) lazim disebut stilistika linguistik, atau dalam
istilah Hendricks (dalam Aminuddin, 1995b:22) disebut
stylolinguistik. Sementara teori stilistika yang digunakan
dalam kerangka penelitian sastra sering disebut stilistika
sastra. Oleh sebab itu, secara umum, dibedakan menjadi
dua jenis stilistika yaitu stilistika linguistik atau linguistics
stylistics dan stilistika sastra atau literary (poetics)
stylistics (Missikova, 2003:15).
Persamaan antara stilistika linguistik maupun
stilistik sastra terletak pada objek kajian yaitu bahasa dalam
karya sastra, karena stilistika menurut Wynne (2005:1) dan
Crystal (2000:99) adalah kajian terhadap bahasa sastra.
Perbedaan keduanya terletak pada tujuan akhir kajian atau
penelitian. Orientasi akhir kajian stilistika linguistik hanya
untuk mendeskripsikan berbagai fenomena kebahasaan
dalam karya sastra, tanpa memperhatikan efek estetika dari
penggunaan bahasa tersebut.
Darwis (2002:91) menyatakan bahwa dalam
stilistika linguistik tidak terdapat kewajiban untuk
menjelaskan keterkaitan antara pilihan kode bahasa (bentuk
linguistik) dan fungsi atau efek estetika atau artistik karya
sastra. Stilistika linguistik tidak lain hanyalah berupa
penerapan teori linguistik untuk mengungkap berbagai
unsur kebahasaan dalam teks sastra. Penerapan teori
linguistik pada sastra ini yang lazim dikenal dengan istilah
linguistik sastra atau literary linguistics (Fabb, 2003:446).
Stilistika sastra selain mengungkap atau
mendeskripsikan berbagai struktur dan bentuk linguistik,
yang lebih utama lagi adalah deskripsi efek estetika dan
kandungan makna di balik berbagai struktur dan bentuk
linguistik tersebut, yang ditekankan dalam stilistika sastra
adalah bagaimana menemukan fungsi sastra, yaitu
memberikan efek estetika (puitis) (Darwis, 2002:91).
Dalam hal ini, stilistika sastra bertujuan mengungkap
hakikat yang terselubung di balik berbagai fenomena
kebahasaan tersebut, hakikat yang menjadi tujuan utama
dari sastra, yaitu dulce et utile (menghibur dan bermanfaat),
atau dalam istilah Bressler (1999:12) disebut to
teach (mengajar) dan to entertain (menghibur). Dengan
demikian, penelitian stilistika sastra selain dapat
mengungkap efek estetika sebagai buah kreativitas
pengarang, juga mampu mengungkap makna di balik
bahasa yang estetis tersebut.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas mengenai
stalistika linguistik dan stalistika sastra, penulis memilih
berfokus pada stilistika sastra karena stilistika sastra sejalan
dengan apa yang penulis teliti mengenai keindahan dalam
suatu karya sastra.
d. Manfaat Stilistika
Berbagai manfaat diperoleh dari stilistika bagi
pembaca sastra, guru sastra, kritikus sastra, dan sastrawan.
Manfaat menelaah sastra adalah sebagai berikut.
a. Mendapatkan atau membuktikan ciri-ciri keindahan
bahasa yang universal dari segi bahasa dalam karya
sastra lebih.
b. Menerangkan keindahan karya sastra dengan
menunjukkan keselarasan penggunaan ciri-ciri
keindahan bahasa dalam karya sastra.
c. Membimbing pembaca menikmati karya sastra
dengan baik.
d. Membimbing sastrawan dalam memperbaiki atau
meninggikan mutu karya sastranya.
e. Kemampuan membedakan bahasa yang digunakan
dalam satu karya sastra dengan karya sastra yang
lain.
4. Gaya Bahasa
Salah satu hal penting yang tedapat dalam karya sastra ialah
gaya bahasa karena dengan gaya bahasa pengarang mampu
membuat pembaca tertarik terhadap tulisannya. Berikut akan
dipaparkan penjelasan mengenai gaya bahasa.
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:276) stile (style, gaya
bahasa) adalah cara pengungkapan bahasa dalam prosa, atau
bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan
dikemukakan. Stile ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan
seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk
bahasa figuratif, penggunaan kohesi, dan lain-lain. Sebagaimana
diungkapkan Abrams di atas, gaya bahasa meliputi penggunaan
bahasa figuratif dan wujud pencitraan. Bahasa figuratif itu sendiri
menurut Abrams dapat dibedakan ke dalam (1) figures of thought
dan (2) figures of speech, rhetorical figures.Yang pertama memper
-soalkan pengungkapan dengan cara kias, sebut saja dengan
permajasan sedang yang kedua dengan penyiasatan struktur.
Keraf (2006:113) mengungkapkan bahwa gaya atau gaya
bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Pengertian gaya
bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui
bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian
penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus
mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan
menarik. Ratna (dalam Munaris, 2010:22) menyatakan gaya adalah
cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan
dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dicapai
secara maksimal. Gaya dapat ditelusuri dari penggunaan elemen-
elemen bahasa, misal, diksi, frase, klausa, dan kalimat.
Sementara itu, Suyanto (2012:51) mengungkapkan bahwa
gaya bahasa (style) adalah cara mengungkapkan bahasa seseorang
pengarang untuk mencapai efek estetis dan kekuatan daya ungkap.
Aminuddin (1995b:v) mengungkapkan gaya merupakan cara yang
digunakan pengarang dalam memaparkan gagasan sesuai dengan
tujuan dan efek yang ingin dicapainya.
Sisi lain, Zulfahnur dkk. (1997:38) juga menyebutkan
bahwa gaya bahasa berarti cara membentuk atau menciptakan
bahasa sastra dengan memilih diksi, sintaksis, ungkapan, majas,
irama, dan imaji yang tepat untuk memperoleh kesan estetik.
Menurut Zainuddin (1992:51) gaya bahasa ialah pemakaian ragam
bahasa dalam mewakili atau melukiskan sesuatu dengan pemilihan
dan penyusunan kata dalam kalimat untuk memperoleh efek
tertentu. Secara lebih ringkas Sumardjo dan Saini K.M. (1983:62)
berpendapat bahwa gaya adalah cara khas pengungkapan
seseorang.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh
para ahli tersebut, penulis menyimpulkan bahwa gaya bahasa
adalah cara khas seorang pengarang dalam mengungkapkan pikiran
yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang tersebut
untuk mencapai efek yang diharapkan dengan penggunaan elemen-
elemen bahasa seperti diksi, frase, klausa, dan kalimat.
5. Ragam Gaya Bahasa
Pembagian atau penggolongan gaya bahasa sampai saat ini
belum memiliki kesamaan persis dari para ahli seperti pembagian
gaya bahasa berikut.
Menurut Depdiknas (2005) gaya bahasa atau majas adalah
pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk
memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa
sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyatakan pikiran
dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Meskipun ada
banyak macam gaya bahasa atau majas, namun secara sederhana
gaya bahasa terdiri dari empat macam, yaitu majas perbandingan,
majas penegasan, majas pertentangan, dan majas sindiran.
a) Majas perbandingan, meliputi: alegori, alusio, simile,
metafora, sinestesia, antropomorfemis, antonomesia, aptronim,
metonemia, hipokorisme, litotes, hiperbola, personifikasi, pars
prototo, totum proparte, eufemisme, depersonifikasi,
disfemisme, fabel, parabel, perifrase, eponim, dan simbolik.
b) Majas penegasan, meliputi: apofasis, pleonasme, repetisi,
pararima, aliterasi, paralelisme, tautologi, sigmatisme,
antanaklasis, klimaks, antiklimaks, inversi, retoris, elipsis,
koreksio, sindeton, interupsi, eksklamasio, enumerasio,
preterito, alonim, kolokasi, silepsis, dan zeugma.
c) Majas pertentangan, meliputi: paradoks, antitesis, oksimoron,
kontradiksi interminus, dan anakronisme.
d) Majas sindiran, meliputi: ironi, sarkasme, sinisme, satire,
inuendo, dan lain-lain.
Senada dengan pendapat di atas, (Keraf, 2006) membagi
jenis-jenis gaya bahasa menjadi empat kelompok, yaitu sebagai
berikut.
a) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dibedakan menjadi
gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa
percakapan.
b) Gaya bahasa berdasarkan nada terdiri dari gaya sederhana,
gaya mulia dan bertenaga, dan gaya menengah.
c) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat terdiri dari
klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi.
d) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna terdiri
dari gaya bahasa retoris meliputi aliterasi, asonansi, anastrof,
apofasis atau preterisio, apostrof, asidenton, polisidenton,
kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, hysteron proteron,
pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis, erotesis,
silepsis dan zeugma, koreksio, hiperbol, paradoks,
oksimoron; dan gaya bahasa kiasan meliputi metafora, simile,
alegori, personifikasi, alusi, eponimi, epitet, sinekdoke,
metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, dan
sarkasme, satire, inuendo, antifrasis dan pun atau
paronomasia (Keraf, 2006:115-145).
Gaya bahasa berdasarkan penyampaian makna terdiri dari
dua kelompok yakni gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
Gaya bahasa retoris merupakan gaya bahasa yang maknanya
diartikan secara harfiah sesuai dengan makna lahirnya. Bahasa
yang digunakan mengandung kelangsungan makna. Misalnya
asindeton, polisindeton, litotes, hiperbola, anastrof, dan
sebagainya. Sementara itu gaya bahasa kiasan merupakan gaya
bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan kata-
kata yang membentuknya. Gaya bahasa kiasan diperoleh dengan
cara membandingkan atau menyamakan sesuatu hal dengan hal
lain. Bahasa kiasan adalah teknik pengungkapan bahasa yang
maknanya tidak menunjukkan pada makna harfiah kata-kata yang
mendukungnya tetapi pada makna yang tersirat.
Ketidaklangsungan makna inilah yang merupakan salah satu siasat
penulis untuk menarik perhatian pembaca (Nurgiyantoro, 2010).
Dari beberapa pendapat di atas, dengan pertimbangan bahwa
teori Keraf lebih sesuai dengan penelitian yang sedang penulis
lakukan, maka penulis memilih gaya bahasa berdasarkan langsung
tidaknya makna sebagai rujukan yang akan penulis gunakan untuk
melakukan penelitian mengenai analisis gaya bahasa kiasan pada
cerpen karya penilis laki-laki dengan karya penulis perempuan.
Berdasarkan langsung tidaknya, makna gaya bahasa dapat
dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
1) gaya bahasa retoris
2) gaya bahasa kiasan.
Gaya bahasa retoris merupakan gaya bahasa yang semata-
mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk
mencapai efek tertentu (Keraf, 2006:130). Gaya bahasa ini
memiliki berbagai fungsi antara lain menjelaskan, memperkuat,
menghidupkan objek mati, menimbulkan gelak tawa, atau untuk
hiasan, sedangkan gaya bahasa kiasan membandingkan sesuatu
dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba untuk menemukan
ciri yang menunjukkan kesamaan antara dua hal tersebut (Keraf,
2006:136).
6. Gaya Bahasa Kiasan
Keraf (2006:136) menyatakan bahwa gaya bahasa kiasan ini
pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan dan persamaan.
Membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, berarti
mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara
kedua hal tersebut. Perbandingan sebenarnya mengandung dua
pengertian, yaitu perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa
polos dan langsung, dan perbandingan yang termasuk dalam gaya
bahasa kiasan. Kelompok pertama dalam contoh berikut termasuk
gaya bahasa langsung dan kelompok kedua termasuk gaya bahasa
kiasan.
1) Dia sama pintar dengan kakaknya.
Kerbau itu sama kuat dengan sapi.
2) Matanya seperti bintang timur.
Bibirnya seperti delima merekah.
Perbedaan antara kedua perbandingan di atas adalah dalam
hal kelasnya. Perbandingan biasa mencakup dua anggota yang
termasuk dalam kelas yang sama, sedangkan perbandingan yang
kedua sebagai bahasa kiasan, mencakup dua hal yang termasuk
dalam kelas yang berlainan. Sebab itu, untuk menetapkan apakah
suatu perbandingan itu merupakan bahasa kiasan atau tidak,
hendaknya diperhatikan tiga hal berikut.
1) Tetapkanlah terlebih dahulu kelas kedua hal yang
diperbandingkan.
2) Perhatikan tingkat kesamaan atau perbedaan antara kedua
hal tersebut.
3) Perhatikan konteks di mana ciri-ciri kedua hal itu
diketemukan. Jika tidak ada kesamaan maka perbandingan
tersebut merupakan bahasa kiasan.
Berikut yang termasuk ke dalam gaya bahasa kiasan.
a. Gaya Bahasa Perumpamaan/Simile
Keraf (2006:138) menyatakan bahwa persamaan atau simile
adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud
dengan perbandingan yang bersifat eksplisit adalah bahwa ia
langsung menyatakan sesuatu yang sama dengan hal lain. Untuk
itu, memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan
kesamaan itu, yaitu katakata: seperti, sama, sebagai, bagaikan,
laksana, dan sebagainya.
Contoh:
seperti air dengan minyak
bak merpati dua sejoli
kadang-kadang diperoleh persamaan tanpa menyebutkan objek
pertama yang akan dibandingkan, seperti:
seperti menating minyak penuh
bagai air di daun talas
b. Gaya Bahasa Metafora
Metafora berasal dari bahasa Yunani metaphora yang
berarti memindahkan; dari meta „di atas; melebihi‟ + pherein
„membawa‟. Menurut Dale (dalam Tarigan, 2009:15). Metafora
membuat perbandingan antara dua hal atau benda untuk
menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak
dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti,
ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada
perumpamaan.
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan
dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat : bunga
bangsa, buaya darat, buah hati. Metafora sebagai perbandingan
langsung tidak mempergunakan kata : seperti, bak, bagaikan, dan
sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan
dengan pokok kedua (Keraf, 2006:139). Metafora merupakan gaya
perbandingan yang bersifat tidak langsung. Hubungan antara
sesuatu yang dinyatakan pertama dengan yang dinyatakan kedua
bersifat sugestif, tidak ada kata-kata penunjuk perbandingan
eksplisit (Nurgiyantoro, 2010:299).
Contoh:
Ali mata keranjang
Perpustakaan gudang ilmu
c. Gaya Bahasa Alegori, Parabel, dan Fabel
Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung
kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan
ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah abstrak,
serta tujuannya selalu jelas tersurat.
Parabel (parabola) adalah suatu kisah singkat dengan
tokoh-tokoh biasanya manusia, yang selalu mengandung tema
moral. Istilah parabel dipakai untuk menyebut cerita-cerita fiktif di
dalam Kitab Suci yang bersifat alegoris, untuk menyampaikan
suatu kebenaran moral atau suatu spiritual.
Menurut Keraf, (2006:140) Fabel adalah suatu metafora
berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-
binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak
seolah-olah sebagai manusia. Tujuan fabel seperti parabel adalah
menyampaikan ajaran moral atau budi pekerti. Fabel
menyampaikan suatu prinsip tingkah laku melalui analogi yang
transparan dari tindak-tanduk binatang, tumbuh-tumbuhan, atau
makhluk tidak bernyawa.
d. Gaya Bahasa Personifikasi atau Prosopopoeia
Keraf (2006:140) mendefinisikan gaya bahasa Personifikasi
adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-
benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah
memiliki sifat kemanusiaan. Personifikasi (penginsanan)
merupakan suatu corak khusus dari metafora yang mengiaskan
benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia
Contoh:
Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah
ketakutan kami.
Sama halnya dengan simile dan metafora, personifikasi
mengandung unsur persamaan. Kalau metafora (sebagai istilah
umum) membuat perbandingan dengan suatu hal yang lain, maka
dalam hal penginsanan hal yang lain itu adalah benda-benda mati
yang bertindak dan berbuat seperti manusia. Keraf (2006:140)
dalam definisinya menyatakan bahwa pokok yang dibandingkan itu
seolah-olah berwujud manusia, baik dalam tindak-tanduk,
perasaan, dan perwatakannya.
e. Gaya Bahasa Alusi
Alusi adalah semacam acuan yang berusaha menyugestikan
kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini
adalah suatu referensi yang eksplisit atau implisit kepada peristiwa-
peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan nyata,
mitologi, atau karya-karya sastra yang terkenal. Misalnya dulu
sering dikatakan Bandung adalah Paris Jawa. Demikian dapat
dikatakan : Kartini kecil itu turut memperjuangkan persamaan
haknya. Kedua contoh ini merupakan alusi.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk membentuk
suatu alusi yang baik, yaitu sebagai berikut.
1) harus ada keyakinan bahwa hal yang dijadikan alusi dikenal
juga oleh pembaca;
2) penulis harus yakin bahwa alusi itu membuat tulisannya
menjadi lebih jelas;
3) bila alusi itu menggunakan acuan yang sudah umum, maka
usahakan untuk menghindari acuan semacam itu.
Menurut Keraf (2006:141) bila hal-hal di atas tidak
diperhatikan maka acuan itu dianggap plagiat atau akan kehilangan
vitalitasnya.
f. Gaya Bahasa Eponim
Keraf (2006:141) berpendapat bahwa gaya bahasa eponim
adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering
dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai
untuk menyatakan sifat itu. Misalnya: Hercules dipakai untuk
menyatakan kekuatan; Hellen dari Troya untuk menyatakan
kecantikan.
g. Gaya Bahasa Epitet
Epitet (epiteta) menurut Keraf (2006:141) adalah semacam
acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri khusus dari seseorang
atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang
menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang.
Contoh :
Lonceng pagi untuk ayam jantan.
Raja rimba untuk singa, dan sebagainya.
h. Gaya Bahasa Sinekdoke
Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata
Yunani synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama.
Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan
sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro
toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan
sebagian (totum pro parte) (Keraf, 2006:142).
Contoh :
Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp1.000,00. (pars pro
toto)
Dalam pertandingan sepak bola antara Indonesia melawan
Malaysia di Stadion Utama Senayan, tuan rumah menderita
kekalahan 3 – 4. (totum pro parte)
i. Gaya Bahasa Metonimia
Kata metonimia diturunkan dari kata Yunani meta yang
berarti menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti nama.
Dengan demikian, metonimia adalah suatu gaya bahasa yang
mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain,
karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Keraf (2006:142)
menyimpulkan bahwa hubungan itu dapat berupa penemu untuk
hasil penemuan, pemilik dengan barang yang dimiliki, akibat untuk
sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan
sebagainya.
Contoh:
Ia membeli sebuah chevrolet.
j. Gaya Bahasa Antonomasia
Antonomasia juga merupakan sebuah bentuk khusus dari
sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk
menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk
menggantikan nama diri (Keraf, 2006:142).
Contoh:
Yang Mulia tidak dapat menghadiri pertemuan ini.
Pangeran yang meresmikan pembukaan seminar itu.
k. Gaya Bahasa Hipalase
Menurut Keraf (2006:142) bahwa hipalase adalah semacam
gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk
menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah
kata yang lain. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa hipalase
adalah suatu kebalikan dari relasi alamiah antara dua komponen
gagasan.
Contoh:
Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah (yang gelisah
adalah manusianya, bukan bantalnya).
l. Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme
Keraf (2006:143) menyatakan Ironi diturunkan dari kata
eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura. Sebagai bahasa
kiasan, ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin
mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa
yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironi akan berhasil
kalau pendengar juga sadar akan maksud yang disembunyikan di
balik rangkaian kata-katanya.
Contoh:
Saya tahu bahwa Anda adalah gadis yang paling cantik di dunia
ini yang perlu mendapatkan tempat terhormat!
Sinisme menurut Keraf (2006:143) diartikan sebagai suatu
sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan
terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme diturunkan dari
nama suatu aliran filsafat Yunani yang mula-mula mengajarkan
bahwa kebajikan adalah satu-satunya kebaikan, serta hakikatnya
terletak dalam pengendalian diri dan kebebasan, tetapi kemudian
mereka menjadi kritikus yang keras atas kebiasaan-kebiasaan sosial
dan filsafat-filsafat lainnya. Dengan kata lain, sinisme adalah ironi
yang lebih kasar dari sifatnya.
Contoh:
Memang Anda adalah seorang gadis yang tercantik seantero jagad
ini yang mampu menghancurkan seluruh isi jagad ini.
Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi
dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung suatu kepahitan
dan celaan yang getir. Sarkasme dapat saja bersifat ironi, dapat juga
tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini akan selalu menyakiti
hati dan kurang enak di dengar. Kata sarkasme diturunkan dari bahasa
Yunani sarkasmos, yang lebih jauh diturunkan dari kata kerja sakasein
yang berarti “merobek-robek daging seperti anjing”, “menggigit bibir
karena marah”, atau “berbicara dengan kepahitan” (Keraf, 2006:144).
Contoh:
Kelakuanmu memuakkan saya.
Lihat sang Raksasa itu (maksudnya si Cebol).
m. Gaya Bahasa Satire
Uraian yang harus ditafsirkan lain dari makna permukaannya
disebut satire. Kata satire diturunkan dari kata satura yang berarti
talam yang berisi penuh buah-buahan. Satire adalah ungkapan yang
menertawakan atau menolak sesuatu. Menurut Keraf (2006:144)
bentuk ini tidak perlu harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik
tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan
perbaikan secara etis maupun estetis.
n. Gaya Bahasa Inuendo
Keraf (2006:144) menyatakan bahwa Inuendo adalah
semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang
sebenarnya. Ia menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak
langsung dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati kalau
dilihat sambil lalu.
Contoh:
Ia menjadi kaya-raya karena sedikit mengadakan komersialisasi
jabatannya.
Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikt mabuk karena
kebanyakan minum.
o. Gaya Bahasa Antifrasis
Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud
penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya yang bisa
saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai
untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya (Keraf,
2006:144).
Contoh:
Engkau memang orang yang mulia dan terhormat!
Antifrasis akan diketahui dengan jelas, bila pembaca atau
pendengar mengetahui atau dihadapkan pada kenyataan bahwa
yang dikatakan itu adalah sebaliknya.
p. Gaya Bahasa Pun atau Paronomasia
Selanjutnya Keraf (2006:145) menyatakan bahwa Pun atau
Paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan
bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada
kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya
Contoh:
Tanggal dua gigi saya tanggal dua.
Oh, adinda sayang, akan kutanam bunga tanjung di pantai tanjung
hatimu.
B. Penelitian yang Relavan
Penelitian yang relevan dari penelitian ini yaitu penelitian
yang dilakukan oleh Wibowo Hadi tahun 2011 dari Jurusan
Pendidikan Bahasa Daerah Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Yogyakarta dengan judul “Penggunaan Bahasa Kiasan
dalam Novel Kerajut Benang Ireng karya Harwimuka” penelitian
ini berbentuk skripsi. Objek yang menjadi konsentrasi dalam
penelitian ini membahas jenis bahasa kiasan. Adapun jenis bahasa
kiasan yang ditemukan dalam penelitian tesebut sebanyak 6 jenis
dari jenis-jenis bahasa kiasan yang ditemukan yang mempunyai
frekuensi pemunculan tertinggi adalah metafora, hiperbola,
personifikasi dan simile.
Penelitian ini relevan dengan penelitian tersebut karena
subjek penelitian yang sama-sama mengkaji tentang bahasa kiasan.
Adapun faktor yang membedakan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya terletak pada hasil temuan penelitian dan objek yang
penulis teliti, penulis meneliti tentang gaya bahasa kiasan pada
sebuah cerpen untuk menganalisis gaya bahasa kiasan pada cerpen
karya penulis laki-laki dan karya penulis perempuan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
bagi pengembangan ilmu kebahasaan dan kesastraan, khususnya
permasalahan gaya bahasa atau bahasa kiasan dan dapat membuat
pembaca lebih mudah untuk memahami makna yang terkandung di
dalamnya dan penelitian ini juga diharapkan dapat menambah
pengetahuan, memperluas dan untuk memperoleh apresiasi
terhadap karya sastra, khususnya analisis gaya bahasa kiasan pada
cerpen karya penulis laki-laki dan karya penulis perempuan.
C. Kerangka Pikir
Merupakan inti dari proses penelitian yang dilakukan oleh
peneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang diteliti. Cerpen
karya penulis laki-laki dan karya penulis perempuan mencakup
keseluruhan dari isi atau teks cerpen itu sendiri. Dalam cerpen
tersebut banyak kalimat yang mengandung gaya bahasa.
Kajian stilistika yang digunakan pada penelitian yang penulis
teliti merupakan pengkajian tentang gaya bahasa. kajian stilistika yang
berfokus pada stilistika sastra yang membahas khusus tentang efek
estetika atau keindahan suatu karya sastra. gaya bahasa yang
digunakan merupakan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya
makna terdiri dari gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis gaya
bahasa kiasan pada cerpen karya penulis laki-laki dengan karya
penulis perempuan yaitu pertama, menentukan gaya bahasa kiasan
pada cerpen karya penulis laki-laki, kedua menentukan gaya bahasa
kiasan pada cerpen karya penulis perempuan.
Setelah dilakukan penganalisisan dengan langkah tersebut,
maka bandingkan gaya bahasa kiasan pada cerpen karya penulis
laiki-laki dengan karya penulis perempuan. Dengan demikan
diasumsikan bahwa temuan tersebut merupakan hasil dari
pengkajian stilistika.
Berdasarkan dukungan landasan teori yang diperoleh, maka
dapat disusun kerangka pikir sebagai berikut.
Bagan Kerangka Pikir
Karya Sastra
Drama Prosa Fiksi Puisi
Cerita Pendek
Kajian Stilistika
Stilistika Linguistik Stilistika Sastra
Gaya Bahasa
Teoretis Kiasan
Gaya Bahasa Kiasan
pada Cerita Pendek
Karya Penulis Laki-
laki dengan Karya
Penulis Perempuan
Kesimpulan
1. Karya Penulis
Laki-laki
2. Karya Penulis
Perempuan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Alasan penulis menggunakan metode deskriptif karena
dalam penelitian ini analisis data tidak menggunakan perhitungan
angka-angka tetapi dilukiskan dengan menggunakan kata-kata atau
kalimat. Alasan di atas sesuai dengan pendapat Semi (1993:24) bahwa
penelitian bersifat deskriptif berarti terurai dalam bentuk kata-kata atau
gambar, bukan dalam bentuk angka-angka.
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bentuk kualitatif. Alasan penulis menggunakan metode tersebut karena
penyajian data maupun analisis data pada penelitian ini disampaikan
dalam bentuk kalimat dan uraian. Penulis bermaksud untuk
mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa kiasan dalam cerita pendek
karya penulis laki-laki dan karya penulis perempuan. Analisis data di
dalam penelitian ini bersifat kualitatif karena data hasil penelitian ini
berupa kata-kata tertulis yang mendeskripsikan penggunaan gaya
bahasa kiasan dalam kumpulan cerita pendek karya penulis laki-laki
dan karya penulis perempuan yang penulis teliti. Seorang ahli
berpendapat tentang penelitian kualitatif yaitu penelitian sastra lebih
sesuai menggunakan penelitian kualitatif karena sastra merupakan
bentuk karya kreatif yang bentuknya senantiasa berubah dan tidak tetap
yang harus diberikan penafsiran ( Semi, 1993:27). Selanjutnya,
Moleong (2006:11-12) menyatkan penelitian kualitatif lebih banyak
mementingkan proses daripada hasil. Hal ini disebabkan oleh hubungan
bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati
dalam proses.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
pendekatan stilistika karya sastra. Alasan penulis menggunakan
pendekatan tersebut karena sesuai dengan yang penulis teliti.
Pendekatan stilistika sastra adalah pendekatan yang hendak
mengungkapkan aspek-aspek estetik pembentuk kepuitisan karya sastra.
Pendekatan ini memandang penggunaan gaya bahasa secara khusus
dalam karya sastra, gaya yang disengaja atau timbul ketika pengarang
mengungkapkan idenya dalam sebuah karya sastra (Endraswara,
2011:72).
B. Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang
berupa kata-kata atau kalimat bukan angka atau numerik. Kalimat yang
termasuk data dalam penelitian ini adalah semua kalimat yang
mengandung gaya bahasa kiasan pada sebuah cerpen karya penulis laki-
laki dan karya penulis perempuan teliti. Adapun sumber data dalam
penelitian ini berupa cerpen-cerpen yang penulis teliti dalam buku
cerita pendek karya penulis laki-laki dan karya penulis perempuan.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah teknik
studi dokumenter. Alasan penulis menggunakan teknik tersebut karena
data dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen berupa kumpulan
cerpen karya penulis laki-laki dan cerpen karya penulis perempuan
yang telah penulis tentukan. Studi dokumenter merupakan teknik
pengumpulan data dengan menggunakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang (Sugiyono, 2011:329).Teknik pengumpulan
data yang dilakukan peneliti adalah mencari data berupa gaya bahasa
kiasan pada sebuah cerpen karya penulis laki-laki dan karya penulis
perempuan. Pengumpulan data dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode simak dengan teknik baca, catat serta mengolah
karena merupakan penyimakan dari wacana. Teknik baca digunakan
karena dalam memperoleh data digunakan tahap membaca, yaitu
membaca disertai pengamatan. Teknik selanjutnya adalah teknik catat
yaitu mencatat data berupa gaya bahasa kiasan yang ditemukan pada
sebuah cerpen karya penulis laki-laki dengan karya penulis perempuan.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis teks. Analisis ini untuk mendeskripsikan gaya bahasa kiasan
dalam cerpen karya penulis laki-laki dan karya penulis perempuan.
Serta menjelaskan satuan data yang berupa satuan bahasa yang
mendukung gaya bahasa kiasan. Bentuk satuan data tersebut berupa
kalimat atau kumpulan kalimat.
Adapun langkah-langkah menganalisis data dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Membaca secara cermat buku cerita pendek karya
penulis laki-laki dan karya penulis perempuan.
2. Mengidentifikasi dan menandai bagian-bagian cerpen
yang menggunakan gaya bahasa kiasan pada setiap
cerpen karya penulis laki-laki dan karya penulis
perempuan.
3. Mengklasifikasikan gaya bahasa kiasan yang ditemukan
dalam cerpen berdasarkan jenis gaya bahasa kiasan
menurut ahli yang penulis jadikan rujukan.
4. Mengategorikan jenis-jenis gaya bahasa kiasan secara
rinci.
5. Membuat kesimpulan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan masalah dalam penelitian gaya bahasa kiasan pada
cerpen karya penulis laki-laki dan karya penulis perempuan, dengan kajian
stilistika dalam kumpulan cerpen Drupadi, karya Putu Fajar Arcana,
sebagai cerpen karya penulis laki-laki dengan judul “ Seonggok Daging
Beku, Bunga Jepun, dan Saraswati ”, dan cerpen karya penulis perempuan
dalam kumpulan cerpen BH karya Emha Ainun Najb dengan judul “
Lelaki ke-1000 di Ranjangku, Padang Kurusetra, dan Yang Terhormat
Nama Saya”, yang menjadi fokus penelitian gaya bahasa kiasan dalam
kumpulan cerpen karya penulis laki-laki dan karya penulis perempuan
adalah gaya bahasa perumpamaan atau simile, metafora, personifikasi,
alusi, epitet, sinekdok, metonimia, antonomasia, sinisme, dan sarkasme.
Gaya bahasa kiasan pada cerpen karya penulis laki-laki oleh Putu
Fajar Arcana dalam kumpulan cerpen Drupadi dengan judul “ Seonggok
Daging Beku, Bunga Jepun, dan Saraswati” secara keseluruhan terdapat 4
gaya bahasa persamaan atau simile, 1 gaya bahasa metafora, 3 gaya bahasa
personifikasi, 1 gaya bahasa alusi, 3 gaya bahasa epitet, 2 gaya bahasa
antonomasia, 1 gaya bahasa sinisme, dan 3 gaya bahasa sarkasme.
Sedangkan gaya bahasa kiasan pada cerpen karya penulis perempuan oleh
Emha Ainun Najib dalam kumpulan cerpen BH dengan judul “Lelaki ke-
1000 di Ranjangku, Padang Kurusetra, dan Yang Terhormat Nama Saya”,
47
Secara keseluruhan terdapat 5 gaya bahasa simile atau persamaan, 4 gaya
bahasa metafora, 5 gaya bahasa personifikasi, 2 gaya bahasa alusi, 2 gaya
bahasa epitet, 1 gaya bahasaa sinekdok, dan 4 gaya bahasa sarkasme.
B. Pembahasan
1. Gaya bahasa kiasan pada cerpen karya penulis laki-laki
a. Gaya bahasa Persamaan atau Simile
Berdasarkan penelitian, gaya bahasa persamaan atau simile
yang terdapat dalam kumpulan cerpen karya penulis laki-laki oleh
Putu Fajar Arcana dalam kumpulan cerpen Drupadi dengan judul
“Seonggok Daging Beku, Bunga Jepun, dan Saraswati” secara
keseluruhan terdapat 4 data gaya bahasa persamaan atau simile
diantaranya terdapat pada kutipan berikut.
Data 1
“Lalu kubayangkan ketut Gelgel dalam catatan ayah bagai
seonggok daging beku terpuruk di sudut sel yang dingin”.
(SDB:26)
Kutipan di atas melukiskan keadaan seorang ayah yang
lemah tak berdaya didalam ruangan yang dingin.
Data 2
“Apa kekasih senantiasa seperti itu, Chris? Bagai cahaya yang
datang dan pergi?” ( Saraswati:66)
Kutipan di atas termasuk gaya bahasa Simile karena tampak
pada kalimat bagai cahaya yang datang dan pergi. Pengarang
membandingkan kekasih ibarat cahaya yang kemudian cahaya di
artikan sebagai kebahagian yang mudah menghampiri dan mudah
meninggalkan.
Data 3
“….. Aku merasa selama ini di tempatkan sebagai aksesoris.
Tarian tak pernah benar-benar dipahami dan dihayati sebagai
peneduh, penghalus jiwa-jiwa sangar, sebagai peluluh hati yang
membantu…..” ( Saraswati:70)
Kutipan di atas termasuk gaya bahasa Simile karena tampak
pada kalimat Aku merasa selama ini di tempatkan sebagai
aksesoris. Pengarang menuliskan bahwa ia sama posisinya sebagai
aksesoris yang berupa hiasan saja dan tidak dihargai oleh
penonton.
Data 4
“Air matanya merembes seperti gerimis meleleh melintasi
pipinya” (Saraswati:73)
Kutipan di atas termasuk gaya bahasa Simile karena
terdapat kata air mata yang disamakan dengan gerimis, dimana air
mata tersebut mengalir di pipi seperti gerimis yang jatuh dari langit
kemudian melintasi pipi.
b. Gaya bahasa Metafora
Berdasarkan penelitian, gaya bahasa persamaan atau simile
yang terdapat dalam kumpulan cerpen karya penulis laki-laki oleh
Putu Fajar Arcana dalam kumpulan cerpen Drupadi dengan judul “
Seonggok Daging Beku, Bunga Jepun, dan Saraswati” secara
keseluruhan terdapat 1 data gaya bahasa metafora di antaranya
terdapat pada kutipan berikut.
Data 1
“Ah dia guru yang baik,” cepat-cepat kata Sutama. Dengan
mudah iya menebak air mukaku”. ( SDB:23)
Metafora tampak pada klausa air mukaku. Air muka berarti
ekspresi wajah. Jadi maksud dari kutipan di atas adalah dengan
mudah iya menebak ekspresi wajah si pengarang.
c. Gaya bahasa Personifikasi
Berdasarkan penelitian ditemukan 3 data yang
mencerminkan gaya bahasa ini. Gaya bahasa ini menggambarkan
benda-benda yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat
kemanusiaan. Data yang mencerminkan gaya bahasa personifikasi
terdapat pada kutipan berikut.
Data 1
“asap bergulung-gulung meluncur dari atap daun kelapa ke rumah
beberapa warga”. ( BJ:43)
Kutipan gaya bahasa di atas mengandung gaya bahasa
personifikasi , asap diandaikan hidup sehingga bisa bergulung-
gulung meluncur dari atap daun kelapa ke rumah beberapa warga.
Gaya bahasa personifikasi di atas digunakan pengarang untuk
memperindah gagasannya sehingga ceritanya lebih indah dan
menarik.
Data 2
“Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir perempuan
berambut sepinggang ini tanpa dipikirkan terlebih dahulu”. (
BJ:45)
Kutipan gaya bahasa di atas mengandung gaya bahasa
personifikasi, kata:kata diandaikan hidup sehingga bisa meluncur
begitu saja dari bibir perempuan berambut sepinggang ini. Gaya
bahasa personifikasi di atas digunakan pengarang untuk
memperindah gagasannya sehingga ceritanya lebih indah dan
menarik.
Data 3
“sorotan lampu-lampu yang dipsang di gedung-gedung
mengeluarkan kabut yang menghalangi pandangan, hingga langit
senantiasa murung”. ( Saraswati:69)
Kutipan gaya bahasa di atas mengandung gaya bahasa
personifikasi, langit diandaikan hidup sehingga seakan-akan iya
terlihat murung. Gaya bahasa personifikasi di atas digunakan
pengarang untuk memperindah gagasannya sehingga ceritanya
lebih indah dan menarik.
d. Gaya bahasa Alusi
Berdasarkan penelitian ditemukan 1 data yang
mencerminkan gaya bahasa ini. Gaya bahasa ini biasanya dijadikan
acuan untuk menyugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau
peristiwa. Data yang mencerminkan gaya bahasa Alusi terdapat
pada kutipan berikut.
Data 1
“ Tingkah pola para bule yang turut menari bersama Luh Manik
selalu membuat mereka terbahak. Bahkan seringkali perawakan
rata-rata lelaki bule yang tinggi besar diolok-olok sebagai
Rahwana yang sedang mengintai Dewi Sinta”. ( BJ:48)
Pada kutipan di atas terlihat pengarang menggunakan tokoh
Rahwana dan Dewi Sinta yang secara langsung menyugestikan
kesamaannya dengan Tingkah pola para bule yang turut menari
bersama Luh Manik . Kutipan di atas menyatakan secara jelas
bahwa para bule tersebut sangat suka menari.
e. Gaya bahasa Epitet
Berdasarkan penelitian ditemukan 2 data yang
mencerminkan gaya bahasa ini. Gaya bahasa ini biasanya dijadikan
acuan untuk menjelaskan suatu sifat, atau ciri khusus dari
seseorang atau suatu hal. Data yang mencerminkan gaya bahasa
Alusi terdapat pada kutipan berikut.
Data 1
“… mengapa meski nekat hidup dikota keras seperti Jakarta ?....”
(BJ:44)
Kutipan di atas terlihat pengarang menggunakan kata Kota
keras, yang merupakan frasa deskriptif yang menjelaskan atau
menggantikan makna kota yang kehidupan bekerjanya sangat
tinggi, serta memerlukan ekonomi yang banyak untuk hidup di
sana.
Data 2
“Aku berharap banyak kehadirannya mengangkat aku dari lubang
gelap dan menggamit tanganku sembari menunjukkan aku ke
tangga nirwana itu”. ( Saraswati:72)
Kutipan di atas terlihat pengarang menggunakan kata
lubang gelap dan tangga nirwana, yang merupakan frasa deskriptif
yang
menjelaskan atau menggantikan makna kesedihan dan kebahagiaan
f. Gaya bahasa Antonomasia
Berdasarkan penelitian ditemukan 2 data yang
mencerminkan gaya bahasa ini. Gaya bahasa ini menggantikan
nama diri, gelar resmi atau jabatan. Data yang mencerminkan gaya
bahasa tersebut terdapat pada kutipan berikut.
Data 1
“… Kepala desa kami, Ketut Gelgel.”
“Ayah Gelgel?”
“Ya, Namanya juga Gelgel.” (SDB:25)
Penggunaan gaya bahasa antonomasia tampak pada kata
kepala desa yang berarti pemimpin di desa tersebut. Dalam cerita
tersebut kepala desa merupakan jabatan dari Ayah Gelgel yang
namanya sama dengan Gelgel.
Data 2
“Seorang gadis Bali sedang mabuk dan mengomel hingga tidak
bisa dikendalikan.” (Saraswati:71)
Penggunaan gaya bahasa antonomasia tampak pada kata
gadis Bali yang menggantikan nama Saras dari cerita yang penulis
teliti. Saras merupakan gadis yang berasal dari Bali sehingga diberi
julukan gadis Bali.
g. Gaya bahasa Sinisme
Berdasarkan penelitian ditemukan 1 data yang mencerminkan
gaya bahasa ini. Gaya bahasa sinisme diartikan sindiran yang
berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap
keikhlasan dan ketulusan hati. Data yang mencerminkan gaya
bahasa tersebut terdapat pada kutipan berikut.
Data 1
“Jujur aku belum ingat sepenuhnya siapa lelaki yang kelihatan
lebih tua dari usianya ini.” (SDG:22)
Dalam kutipan tersebut kalimat “lelaki yang kelihatan lebih
tua dari usianya” merupakan suatu sindiran halus yang merupakan
ejekan. Melalui gaya bahasa ini pengarang berusaha memberikan
kesan halus pada kalimat lelaki yang masih muda tetapi mukannya
sudah terlihat tua.
h. Gaya bahasa Sarkasme
Berdasarkan penelitian ditemukan 3 data yang
mencerminkan gaya bahasa ini. Gaya bahasa ini mengandung
makna pahit dan celaan yang getir. Gaya bahasa ini selalu
menyakiti hati dan kurang enak didengar. Data yang
mencerminkan gaya bahasa sarkasme terdapat pada kutipan
berikut.
Data 1
“Dasar anak kecil…! Entengkan soal berat.” (Saraswati:66)
Dalam kutipan tersebut kata dasar anak kecil yang
merupakan sindiran pedas kepada Luh Manik yang masih dianggap
anak kecil oleh kakeknya padahal dalam cerita tersebut ia sudah
dewasa..
Data 2
“pertanyaan bodoh! tidakkah kau lihat kami semua seperti
barisan kambing yang digiring keruang jagal?.”(Saraswati:69)
Dalam kutipan kalimat di atas kata bodoh yang merupakan
sindiran pedas yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir.
Sarkasme dalam kutipan tersebut tidak bersifat ironi dan jelas
bahwa gaya bahasa ini akan selalu meenyakiti hati dan kurang enak
didengar serta menimbulkan kesan kasar bagi pembacanya.
2. Gaya bahasa kiasan pada cerpen karya penulis perempuan
a. Gaya bahasa persamaan atau simile
Berdasarkan penelitian, gaya bahasa persamaan atau simile yang
terdapat dalam kumpulan cerpen karya penulis perempuan oleh Emha
Ainun Najib dalam kumpulan cerpen BH dengan judul “Lelaki ke-1000 di
Ranjangku, Padang Kurusetra, dan Yang Terhormat Nama Saya”. secara
keseluruhan terdapat 4 data gaya bahasa persamaan atau simile
diantaranya terdapat pada kutipan berikut.
Data 1
“Suamiku dulu kurang apa ? anak muda yang manis, pengusaha swasta
yang berhasil, caranya berjalan seperti pendekar yang mulutnya seperti
pujangga”. (Lelaki ke-1000 di Ranjangku: 5)
Pada kutipan di atas terlihat pengarang menggunakan kata seperti
menunjukkan secara langsung kesamaaan antara dua hal yang
dibandingkan tersebut. Dalam kutipan tersebut pengarang hendak
membandingkan cara berjalan suami perempuan yang terdapat dalam
cerita yang seperti pendekar dan mulut suami perempuan tersebut
disamakan seperti pujangga.
Data 2
“ Sang Prabu Kresna bagai ditabrak matahari mukanya” (PK:23)
Pada kutipan di atas terlihat pengarang menggunakan kata bagai
ditabrak matahari mukanya, menunjukkan secara langsung kesamaan
antara dua hal yang dibandinkan tersebut yang diartikan Sang Prabu dalam
cerita tersebut marah.
Data 3
“keyakinan ssudah karatan, tenaga seperti kerbau kelaparan, katahanan
seperti cacing kepanasan. Baru berjuang sebentar sudah mau pingsan”
(PK:27)
Pada kutipan di atas terlihat pengarang menggunakan kata seperti
menunjukkan secara langsung kesamaan antara dua hal yang dibandingkan
tersebut. Dalam kutipan tersebut pengarang hendak membandingkan
tenaga manusia seperti kerbau kelaparan yang berarti lemah dan ketahanan
manusia dalam cerita teersebut disamakaan dengan cacing kepanasan.
Data 4
“Saya ini orang cakep. Kuning langsat. Hidung cenderung mancung dan
paha saya bagaikan paha wanita” (YTNS:61)
Pada kutipan di atas terlihat pengarang menggunakan kata
bagaikan menunjukkan secara langsung kesamaan antara dua hal yang
dibandingkan tersebut. dalam kutipan tersebut pengarang hendak
membandingkan paha lelaki dengan paha wanita. Makna yang ingin
disampaikan pengarang adalah penggambaran tentang fisik tokoh yang
seorang laki-laki namun memiliki paha yang mulus tanpa bulu seperti paha
seorang wanita.
Data 5
“Jangankan lagi mengajak putrinya itu nonton atau indehoy di kebun
binatang. Melihat saya duduk di kursi beranda rumahnya saja ia seperti
Wak Haji kena najis.” (YTNS:67)
Pada kutipan di atas terlihat pengarang menggunakan kata seperti
menunjukkan secara langsung kesamaan antara dua hal yang dibandingkan
tersebut. dalam kutipan tersebut pengarang hendak membandingkan ayah
Astuty dengan Wak Haji yang mempunyai makna orang baik , dan kena
najis artinya terkena kotoran atau sesuatu yang menjijikan. Jadi makna
yang ingin disampaikan pengarang yaitu ayah Astuty yang tidak suka
dengan kedatangan Bawong karena Bawong adalah seorang laki-laki yang
masa lalunya kurang baik.
b. Gaya bahasa Metafora
Berdasarkan penelitian, gaya bahasa metafora yang terdapat dalam
kumpulan cerpen karya penulis perempuan oleh Emha Ainun Najib dalam
kumpulan cerpen BH dengan judul “Lelaki ke-1000 di Ranjangku, Padang
Kurusetra, dan Yang Terhormat Nama Saya”. secara keseluruhan terdapat
5 data gaya bahasa metafora di antaranya terdapat pada kutipan berikut.
Data 1
“ siapa yang lebih bijak dari pelacur ? tersenyum terus-menerus kepada
setiap lelaki, meladeninya seperti seorang permaisuri yang terbaik atau
setidaknya seorang istri teladan” (Lelaki ke-1000 di Ranjangku:4)
Pada kutipan di atas analogi secara langsung yang berbentuk
singkat yaitu permaisuri. Makna permaisuri pada kutipan di atas
dimaksudkan sebagai istri raja. Dalam kutipan di atas yang dihormati atau
diperlakukan secara terhormat oleh lelaki. Gaya bahasa metafora pada
kutipan ini membandingkan antara manusia dengan manusia.
Data 2
“Terhadap hampir semua lelaki, moral dan solidaritasku tinggi. Karena
itu sebagai primadona salah satu wisma pasar daging ini, rata-rata aku
menerima 8 lelaki. (Lelaki ke-1000 di Ranjangku:4)
Pada kutipan di atas analogi secara langsung yang berbentuk
singkat yaitu primadona. Makna primadona pada kutipan tersebut
dimaksudkan sebagai wanita yang menjadi idola dan paling dipuja di
wisma tersebut.
Data 3
“Tapi, ia segera ingat perannya. Ia berdiri tegak, membusungkan dada,
mengisap seluruh udara sehingga lenganglah bumi untuk beberapa saat,
waktu terhenti tetapi segera ia embuskan kembali” (PK:21)
Pada kutipan di atas metafora tampak pada klausa membusungkan
dada. membusungan dada pada kutipan tersebut dimaknai sebagai
seseorang yang menyombongkan atau membanggakan diri. Gaya bahasa
metafora pada kutipan ini membandingkan antara manusia dengan
manusia.
Data 4
“Orang suci harus membebaskan diri dari siluman dunia agar
memperoleh kedamaian hidup yang sebenarnya” (PK:26)
Pada kutipan di atas metafora tampak pada klausa siluman dunia
yang dimaknai sebagai seseorang yang bersembunyi atau tidak kelihatan,
tetapi dapat merusak kehidupan sesama manusia. Gaya bahasa metafora
pada kutipan ini membandingkan antara manusia dengan manusia.
Data 5
“Sang Prabu Kresna naik pitam! Arjuna si pejuang hanya mohon dan
mohon ampun tanpa menyatakan sepercik pun niat perbuatan” (PK:28)
Pada kutipan di atas analogi secara langsung yang berbentuk
singkat yaitu naik pitam. Makna naik pitam pada kutipan tersebut adalah
marah. Yang dimaksudkan Sang Prabu Kresna marah dalam kutipan di
atas.
c. Gaya bahasa Personifikasi
Berdasarkan penelitian, gaya bahasa Personifikasi yang terdapat
dalam kumpulan cerpen karya penulis perempuan oleh Emha Ainun Najib
dalam kumpulan cerpen BH dengan judul “Lelaki ke-1000 di Ranjangku,
Padang Kurusetra, dan Yang Terhormat Nama Saya”. secara keseluruhan
terdapat 5 data gaya bahasa Personifikasi di antaranya terdapat pada
kutipan berikut.
Data 1
“Suara adzan terus mengalun dan mengejekku” (Lelaki ke-1000 di
Ranjangku:7)
Pada kutipan di atas terlihat unsur yang hendak dibandingkan
adalah suara adzan dengan perbuatan manusia yang mengalun dan
mengejek. Suara adzan merupakan benda mati yang seolah-olah
melakukan perbuatan manusia seperti mengalun dan mengejek.
Data 2
“Adi Arjuna ! Betapa sedih hatiku mendengar kata-katamu. Betapa sedih
angin, langit, dan bumi ini” (PK:27)
Kutipan di atas mengandung gaya bahasa personifikasi, angin,
langit, dan bumi seolah-olah hidup sehingga bisa sedih seperti yang
manusia rasakan.
Data 3
“Digenggamnya seluruh jagad di tangan kirinya. Langit lari terbirit-birit,
matahari menyelam di mripatnya. (PK:31)
Pada kutipan di atas terlihat unsur yang hendak dibandingkan
adalah langit yang menyerupai manusia yang bisa lari terbirit-birit, dan
matahari yang bisa menyelam seperti manusia. Langit dan matahari
merupakan benda mati yang seolah-olah melakukan perbuatan manusia
seperti lari dan menyelam.
Data 4
“Saya ini laki-laki tulen. Saya digedor-gedor dinding dada saya. Tapi si
penggedor ini adalah karib saya sendiri. Saya sampai risih pada angin
malam yang menyapu” (YTNS:62)
Pada kutipan di atas terlihat unsur yang hendak dibandingkan
adalah angin malam yang menyerupai perbuatan manusia yang bisa
menyapu, Angin malam merupakan benda mati yang seolah-olah
melakukan perbuatan manusia.
Data 5
“Saya tidak tahu dimana meletakkan kemurnian rasa cinta manusia saya
ditengah warna-warna buruk yang mencoreng-morengi kanvas hidup
saya” (YTNS:63)
Pada kutipan di atas terlihat unsur yang hendak dibandingkan
adalah warna-warna buruk yang menyerupai perbuatan manusia yang bisa
mencoreng-morengi. warna-warna buruk merupakan benda mati yang
seolah-olah melakukan perbuatan manusia.
d. Gaya bahasa Alusi
Berdasarkan penelitian, gaya bahasa Alusi yang terdapat dalam
kumpulan cerpen karya penulis perempuan oleh Emha Ainun Najib dalam
kumpulan cerpen BH dengan judul “Lelaki ke-1000 di Ranjangku, Padang
Kurusetra, dan Yang Terhormat Nama Saya”. secara keseluruhan terdapat
2 data gaya bahasa Alusi di antaranya terdapat pada kutipan berikut.
Data 1
“lelaki setengah tua gendut rapi dan berwajah pemabuk, tidak ada yang
menarik. Tapi kuladeni juga seperti Ken Dedes meladeni Ken Arok”
(Lelaki ke-1000 di Ranjangku:8 )
Pada kutipan di atas terlihat pengarang menggunakan tokoh
kerajaan seperti Ken Dedes dan Ken Arok. Yang secara langsung
menyugestikan kesamaan, yang dimaksudkan Ken Dedes adalah seorang
tokoh kerajaan berjenis kelamin perempuan dan Ken Arok adalah tokoh
kerajaan yang berjenis kelamin laki-laki. Jadi, maksud dari kutipan
kuladeni juga seperti Ken Dedes meladeni Ken Arok yaitu seorang
perempuan yang meladeni seorang laki-laki.
Data 2
“Tidak kuliah juga tidak sakit lepra. Apalagi saya ini mahasiswa
katutan. Terlempar dari jurusan Sastra Nusantara. Tidak lucu. Apa pula
kepentingan saya sama sastra-sastraan itu. Biar Sutardji pingsan
kebanyakan bir, apalagi Empu Prapanca sudah modar” (YTNS:64 )
Pada kutipan di atas terlihat pengarang menggunakan tokoh
Sutardji dan Empu Prapanca yang secara langsung menyugestikan
kesamaan. Gaya bahasa alusi pada kutipan ini berfungsi memberikan
gambaran yang jelas dan tepat mengenai suatu peristiwa dalam kutipan
tersebut pengarang hendak menyatakan keputusasaan tokoh terhadap
dunia sastra dengan mengaitkan nama-nama tokoh sastra terkenal seperti
Sutardji dan Empu Prapanca.
e. Gaya bahasa Epitet
Berdasarkan penelitian, gaya bahasa Epitet yang terdapat dalam
kumpulan cerpen karya penulis perempuan oleh Emha Ainun Najib dalam
kumpulan cerpen BH dengan judul “Lelaki ke-1000 di Ranjangku, Padang
Kurusetra, dan Yang Terhormat Nama Saya”. secara keseluruhan terdapat
2 data gaya bahasa Epitet di antaranya terdapat pada kutipan berikut.
Data 1
“Lihatlah Arjuna! Itulah pohon kanker bumi yang harus ditumbangkan.
Itulah tantangan bagi kesatria yang memiliki kesadaran” (PK:27)
Pada kutipan di atas pengarang menggunakan kata pohon kanker
bumi yang merupakan frasa deskriptif yang menjelaskan atau
menggantikan makna sumber masalah.
Data 2
“Sang Arjuna mengempaskan napas pembebasan, pelepasan. Memandang
ke ujung hidunghnya. Menguasai jiwa, menghirup nirwana. (PK:29)
Pada kutipan di atas pengarang menggunakan kata nirwana yang
merupakan frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan makna
keadaan dan ketentraman atau tempat kebebasan.
f. Gaya bahasa Sinekdoke
Berdasarkan penelitian, gaya bahasa Sinekdok yang terdapat dalam
kumpulan cerpen karya penulis perempuan oleh Emha Ainun Najib dalam
kumpulan cerpen BH dengan judul “Lelaki ke-1000 di Ranjangku, Padang
Kurusetra, dan Yang Terhormat Nama Saya”. secara keseluruhan terdapat
1 data gaya bahasa sinekdok diantaranya terdapat pada kutipan berikut.
Data 1
“Saya pindah kota. Nekat saja. Indonesia kaya raya. Masa tak bisa kasih
makan segumpal perut anak jadah. Saya bergabung dengan sekelompok
pekerja bikin jalan. Sebaagaai buruh yang agak rendahan” (YTNS:65)
Pada kutipan di atas termasuk dalam sinekdoke pas pro toto
(sebagian untuk keseluruhan). Segumpal perut mewakili atau tokoh aku.
Maksud gaya bahasa tersebut adalah dia bekerja ke Jakarta agar dapat
mencukupi kebutuhan hidupnya minimal untuk makan. Makan
menggunakan perut oleh karena itu kata segumpal perut merupakan
perumpamaan sebagian untuk keseluruhan.
g. Gaya bahasa Sarkasme
Berdasarkan penelitian, gaya bahasa Sarkasme yang terdapat dalam
kumpulan cerpen karya penulis perempuan oleh Emha Ainun Najib dalam
kumpulan cerpen BH dengan judul “Lelaki ke-1000 di Ranjangku, Padang
Kurusetra, dan Yang Terhormat Nama Saya”. secara keseluruhan terdapat
4 data gaya bahasa Sarkasme di antaranya terdapat pada kutipan berikut.
Data 1
“ku tutup pintu kamarku keras-keras, ku kunci dan “pergi kau lelaki! Cuci
mulut dan tubuhmu baik-baik sebab istrimu di rumah cukup dungu untuk
kau kelabui” (Lelaki ke-1000 di Ranjangku:2)
Dalam kutipan tersebut kata dungu yang merupakan sindiran pedas
yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dalam
kutipan tersebut tidak bersifat ironis dan jelas bahwa gaya bahasa ini
selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar serta menimbulkan
kesan kasar bagi pembaca.
Data 2
“Gila! Mereka tak akan sirna sebelum menumpas Kurawa!” (PK:22)
Kutipan di atas bergaya bahasa sarkasme karena menggunakan
kata Gila. Gila merupakan kata yang kasar dan terdengar tidak sopan bila
diucapkan kepada orang yang sama sekali tidak gila. Kata gila berarti
orang yang sakit jiwa atau tidak waras.
Data 3
“Lha’ hidup kamu ini yang mimpin syahwat,” begitu ia mendiagnosa.
“Bajingan,” kata saya.
“Jangan misuh. Ini serius” ia tertawa.
“Lantas? Mestinya?” … (YTNS:60)
Kutipan di atas bergaya bahasa sarkasme karena menggunakan
kata Bajingan. Bajingan merupakan kata yang kasar dan terdengar tidak
sopan bila diucapkan kepada seseorang. Kata bajingan dapat diartikan
sebagai pengganti kata kurang ajar yang merupakan kata makian.
Sehingga selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar serta
menimbulkan kesan kasar bagi pembaca.
Data 4
“kawan saya tertawa mengejek. “ Kamu lebih beriman kepada sahwat.”
“Asu kamu.”
Ia mengangkat tangan. “Begitulah jujur saja.” (YTNS:60)
Dalam kutipan tersebut kata “asu” yang merupakan perkataan
kasar yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dalam
kutipan tersebut tidak bersifat ironis dan jelas bahwa gaya bahasa ini
selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar serta menimbulkan
kesan kasar bagi pembaca. Kata Asu sama halnya dengan Anjing.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap gaya bahasa kiasan pada
cerpen karya penulis laki-laki dan karya penulis perempuan, dengan
kajian stilistika dalam kumpulan cerpen Drupadi, karya Putu Fajar
Arcana, sebagai cerpen karya penulis laki-laki dengan judul“
Seonggok Daging Beku, Bunga Jepun, dan Saraswati ”. Dan cerpen
karya penulis perempuan dalam kumpulan cerpen BH karya Emha
Ainun Najb dengan judul “ Lelaki ke-1000 di Ranjangku, Padang
Kurusetra, dan Yang Terhormat Nama Saya”, bentuk gaya bahasa
yang terdapat pada cerpen karya penulis laki-laki dengan karya penulis
perempuan menunjukkan perbedaan. Hal tersebut dikarenakan
kemampuan individu setiap pengarang dalam menggunakan gaya
bahasa yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil penelitian dalam kumpulan cerpen Drupadi,
karya Putu Fajar Arcana, sebagai cerpen karya penulis laki-laki dengan
judul “ Seonggok Daging Beku, Bunga Jepun, dan Saraswati ”. secara
keseluruhan diperoleh 8 jenis gaya bahasa kiasan. Di antaranya
terdapat 4 gaya bahasa persamaan atau simile, 1 gaya bahasa metafora,
3 gaya bahasa personifikasi, 1 gaya bahasa alusi, 3 gaya bahasa epitet,
2 gaya bahasa antonomasia, 1 gaya bahasa sinisme, dan 3 gaya bahasa
sarkasme.
66
Gaya bahasa kiasan pada cerpen karya penulis perempuan oleh
Emha Ainun Najib dalam kumpulan cerpen BH dengan judul “Lelaki ke-
1000 di Ranjangku, Padang Kurusetra, dan Yang Terhormat Nama Saya”,
secara keseluruhan diperoleh 7 jenis gaya bahasa kiasan di antaranya, 5
gaya bahasa simile atau persamaan, 4 gaya bahasa metafora, 5 gaya bahasa
personifikasi, 2 gaya bahasa alusi, 2 gaya bahasa epitet, 1 gaya bahasa
sinekdok, dan 4 gaya bahasa sarkasme.
Dalam penelitian ini cerpen karya penulis laki-laki dengan cerpen
karya penulis perempuan dominan menggunakan gaya bahasa kiasan
persamaan atau simile, metafora, personifikasi, dan sarkasme akan tetapi
data yang ditemukan paling banyak pada cerpen karya penulis perempuan.
Pada penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa penulis laki-laki lebih
banyak menggunakan jenis gaya bahasa kiasan dibandingkan dengan
karya penulis perempuan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat disarankan beberapa hal, yakni
sebagai berikut.
1. Hasil penelitian ini disarankan agar dijadikan sebagai dasar
bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti gaya bahasa
khususnya gaya bahasa dalam sebuah cerpen.
2. Peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian
pada aspek lain pada suatu karya sastra yang terkait dengan
gaya bahasanya. Selain itu, masyarakat atau pembaca
disarankan untuk lebih mencintai karya sastra terutama prosa
fiksi.
3. Cerpenis disarankan untuk memperhatikan penggunaan gaya
bahasa sehingga menimbulkan efek keindahan dan dramatisasi
untuk menarik minat seseorang agar senang membaca.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1995a. Pandai Memahami dan Menulis Cerita Pendek. Bandung:
Pribumi Mekar
Aminuddin. 1995b. Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Bressler, Charles E. 1999. Literary Criticism : An Introduction to Theory and
Practice. Second Edition. New Jersey: Prentice Hall, Upper Saddle River.
Child, Peter and Roger Fowler. 2006. The Routledge Dictionary of Literary
Terms. London and New York: Routledge.
Crystal, David. 2000. New Perspectives of Language Study 1 : Stylistics.
University of Reading: Department of Linguistics Science.
Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
Darmono, S. D. 2009. Kita dan Sastra Dunia. dalam http://www.mizan.com.
diakses pada tanggal 29 desember 2017.
Darwis, Muhammad. 2002. Pola-pola Gramatikal dalam Puisi Indonesia. Dalam
Jurnal Masyarakat Linguistik Indonesia edisi Tahun 20, Nomor 1, Februari
2002.
Davies, Alan and Catherine Elder (Ed). 2006. The Handbook of Applied
Linguistics. Australia: Blackwell Publishing.
Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi 3). Jakarta: Balai
Pustaka.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Jakarta: Buku Seru.
Fabb, Nigel. 2003. Linguistics and Literature. In Mark Arnoff and Janie Rees-
Miller (Ed), The Handbook of Linguistics. USA: Blackwell Publisher.
Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University
Press.
Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik Sampai Post
Modernisasi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Junus, Umar. 1989. Stilistika : Satu Pengantar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa
dan Pustaka.
Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa (cetakan XVI). Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Mikics, David. 2007. A New Handbook of Literary Term. London: Yale
University Press.
Missikova, Gabriela. 2003. Linguistics Stylistics. Nitra: Filozoficka Fakulta
Univerzita Konstantina Filozofa.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Munaris. 2010. Karya Sastra dan Pembaca. Tulungagung: Cahaya Abadi
Nurgiantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah
MadaUniversity Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1993. Pengkajian Puisi Analisis Strata Norma dan
Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Purba, Antilan. 2010. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa Sastra dan Budaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sayuti, Suminto A. 2001. Penelitian Stilistika : Beberapa Konsep Pengantar.
Dalam Jabrohim (Ed) Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita.
Semi, M. Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung : Angkasa.
Shipley, Joseph T. 1979. Dictionary of World Literature : Forms, Technique,
Critics. : Boston The Writer, Inc.
Simpson. 2004. Lecture Notes: Kardiologi. Jakarta: Erlangga.
Starcke, Bettina Fischer. 2010. Corpus Linguistics in Literary Analysis. New
York: Continuum International Publishing Group.
Sudjiman, Panutti. 1993. Bunga Rampai Stilistik. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Sugiantomas, Aan. 2012. Kajian Prosa Fiksi & Drama. Kuningan : FKIP.
UNIKU.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administratif. Bandung: Alfabeta
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1983. Memahami Kesusastraan. Bandung:
Penerbit Alumni
_____________. 1986. Kumpulan Istilah Sastra dan Apresiasi Sastra. Jakarta:
Dian.
Suyanto. 2012. Majas. Dalam Http://agsuyotowordpress.com/gaya-bahasa/diakses
pada tanggal 16 Januari 2018.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia Pustama Utama.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Diterjemahkan oleh
Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.
Widdowson, H.G. 1997. Stilistika dan Pengajaran Sastra. Diterjemahkan oleh
Sudijah. Surabaya: Airlangga University Press.
Wynne, Martin. 2005. Stylistics : Corpus Approaches. Oxford: Oxford University
Press.
Zainuddin. 1992. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Zhang, Zhiqin. 2010. The Interpretation of a Novel by Hemingway in Term of
Literary.
Zulfahnur, dkk. 1997. Teori Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
http://digilib.unila.ac.id/22643/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHA
SAN.pdf diakses pada tanggal 3 februari 2018, pukul 21.49 WIB
http://repository.unp.ac.id/1830/1/buku%20metode%20penelitian%20bahasa.pdf
diakses pada tanggal 3 februari 2018, pukul 22.40 WIB
http://www.google.co.id/search?q=caa+penulisan+gaya+bahasa+laki2+dan+pere
mpuan+itu+berbed&client=ucweb-b&channel=sb diakses pada tanggal 6
februari 2018, pukul 19.29 WIB
http://download.portal.garuda.org/article.php?article=130086&title=GAYA%20B
AHASA%20DALAM%20KUMPULAN%20CERPEN%20KACAPIRING%
20KARYA%DANARTO%20(SEBUAH%20KAJIAN%20STILISTIKA)
diakses pada tanggal 6 februari 2018, pukul 21.53 WIB
RIWAYAT HIDUP
Musriani Mustafa. Dilahirkan di Bunne Kabupaten Barru
pada tanggal 3 Agustus 1996. Agama Islam, penulis
merupakan anak kedua dari empat bersaudara, dari
pasangan Ayahanda Mustafa S, S.E. dengan Ibunda Ruhani.
Penulis mulai memasuki jenjang pendidikan Formal di SDI 30 Bunne pada
tahun 2003 dan tamat pada tahun 2009, kemudian melanjutkan Sekolah
Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Tanete Riaja dan selesai pada tahun
2011. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Atas di SMA Negeri 3 Tanete Rilau dan lulus pada tahun 2014. Pada tahun
2014 penulis mengikuti tes di Perguruan Tinggi Swasta dan lulus seleksi pada
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tepatnya di kelas C program
Strata 1 (S1) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar. Pada tahun 2018 penulis berhasil menyelesaikan
studi dalam waktu kurang lebih 3 tahun 8 bulan dengan judul skripsi Gaya
Bahasa Kiasan pada Cerita Pendek Karya Penulis Laki-Laki dengan Karya
Penulis Perempuan dengan Kajian Stilistika, dengan predikat kelulusan Cum
Laude.
top related