i jakarta' 1997), h.5 4dra. hi. etin solihatin. m.pd. raharjo, s.pd. cooperative learning: analisa...
Post on 24-May-2018
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
~ -------~--.... _
P~HPUSTAi
-
EFEKTIVITAS PENGAJARAN AGAMA ISLAM MELALUI PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING TEKNIK
JIGSAW (DI SMP NEGERI 3 P AMULANG)
Ski psi
Diajukan Kepada Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memcnuhi Syarat Mencapai Gclar Sarjana Tarbiyah (S. Pd. I)
Oleh:
ERA INDRIATI 104011000092
Di Bawah Bimbingan:
YudhiL.Ag. NIP.150289434
' JURUSAN PENDIDII(AN AGAMA ISLAM FAl(ULTAS ILlVIU TARBIYAH DAN I
-
SURAT PERYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : ERA INDRIATI NIM : 104011000092 Fak I Jur : FITK/PAI
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan basil karya asli saya sendiri yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (SI) di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalampenulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya berscdia menerima sanksi yang berlaku di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 Desember 2008 Yan Menyatakan
-
Abstraksi
Era Indriati NIM. 104011000092 Efektivitas Pengajaran Agama Islam Melalui Pendekatan Cooperative Learning Teknik Jigsaw (Di SMP Negeri 3 Pamulang)
Penelitian ini bertujuan ingin mendapatkan data empms tentang efektivitas cooperative learning melalui teknik jigsaw dalam pembelajaran agama Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan cooperative learning adalah pendekatan mengajar yang didasarkan kepada falsafah homo homini socius yaitu yang berprinsip yaitu berprinsip manusia adalah mahluk sosial. Pendckatan mcngajar ini mcncrapkan prinsip saling menguntungkan melalui gotong royang. Pcmbelajaran model jigsaw adalah sebuah bentuk kerja kelompok dalam proses pcmbelajaran. Pembelajaran model jigsaw merupakan model pembelajaran dimana siswa belajar dengan kelompok kecil yang memiliki kemampuan yang berbeda. Adapun pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan wawancara langsung (faceto face), dan observasi. Dari data-data yang ditemukan dilapangan, setelah melakukan tes individual terhadap kelas yang menggunakan pendekatan coopeative learning teknikjigsaw (kelas eksperimen)dengan kelas yang menggunakan metode ceramah (kelas kontrol), hasilnya pada kelas yang menggunakan pendekatan cooperative learning teknikjigsaw nilai-rata-rata siswanya pada materi fiqh 8,2 dan materi sejarah rata-rata siswanya 7,2, sedangkan pada kelas kontrol rata-rata siswanya pada materi fiqh 7,4 dan rata-rata siswa pada materi sejarah kebudayaan Islam 5,1. Akbirnya penelitian ini menemukan efektivitas nyata (signifikan) antar kelas yang menggunakan pendckatan cooperative learning teknikjigsaw dengan kelas yang menggunakan metode ceramah.
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat dan inyah Allah SWT, serta sembah dan sujud penulis
atas karuniaNya yang tak terhingga yang telah diberikan kepada penulis tanpa putus
sedikitpun. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan keharibaan suri tauladan
setiap insan yakni baginda Nabi Muhammad SAW.
Salam dan hormat kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, dengan ke1ja
kerasnya dalam membesarkan dan mendidik penulis dengan curahan keringat dan
kasih sayang tidak mungkin akan terbalas dan terlupakan sampai kapanpun jua.
Alhamdulillah telah selesai penulisan skripsi ini, sebagai syarat untuk
mencapai gelar sarjana. Penulis sadar bahwa tanpa bantuan semua pihak tidak
mungkin dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, UIN Syarif Hidayatullah
Jakaita.
3. Yudhi Munadi, M.Ag., Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan
waktunya untuk mengarahkan, membimbing dengan sabar, dan ilmu yang tidak
terhingga kepada penulis.
4. Para Dosen Jurusan Pencliclikan Agama Islam yang telah memberikan motivasi
clan tak bosan-bosan memberikan ihnu dan pengalamanya.
5. Pimpinan dan Para Petugas Perpustakaan, baik Perpustakaan Utama maupun
Perpustakaan Fakultas yang telah memberikan fasilitas dan pelayanan kepada
penulis untuk mendapatkan bahan-bahan yang cliperlukan sampai terselesaikannya
skripsi ini.
6. Kepada Sekolah, Guru Bidang Studi pendidikan Agama Islam, Staf Tata Usaha,
Satpam serta Dewan Guru SMP Negeri 3 Pamulang.
7. Ayahancla Smnin dan Ibunda Saodah, kakanda tercinta Eka dan Eko yang telah
memberikan dorongan, doa, dan bantuan baik materil maupun immateril.
8. Untuk temanku Ismail, yang selalu memberikan motivasi clan doanya.
9. Sahabat-sahabat Darqoku, Nisa, Dewi, I-Iasunah, Leli, Ria, Intan, Noni, Rena,
Indah dan Lia, yang selalu memotivasi dan mendoakan.
-
DAFTARISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATAPENGANTAR................................................................................... ii
DAFT AR ISi ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.......................................................................................... vi
BABI
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...... ..... ... .. ... ... .. ..... ... ... .. .. .. ...... ... .. 1
B. Identifikasi Masalah........................................................... 4
C. Perumusan dan Pembatasan Masalah ................................ 5
D. Metode Pembahasan ......................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ............................................................... 7
F. Manfaat Penelitian ............................................................. 8
LANDASA TEORI
A. Efektifitas.. ... ... .......... ... . .. . .. . .. . .. ... . .... .. . .. . . . .. . .. .. . .. .. . .. ... ... . . . . . 9
B. Cooperative Learning ........................................................ 11
1. Pendekatan, Metode, Teknik ....................................... 11
2. Cooperative Learning Sebagai Pendekatan
Pembelajaran................................................................ 13
3. Jigsaw Sebagai Telmik Cooperative Learning............. 28
C. Cooperative Learnin.g Dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam...................................................................... 32
1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.... 32
2. Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam 34
3. Fungsi Pendidikan Agan1a Islam................................. 36
4. Karakteristik Pendidika Agama Islam......................... 37
5. Penerapan Teknik Jigsaw dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam............................................. 3 9
D. Efektifitas Pembelajaran Agama Islam.............................. 41
-
DAFTAR TABEL
I. Tabel I. I Perbedaaan Kelompok Belajar Kooperatif Dengan
Kelompok Belajar Tradisional............................................. 14
2. Tabel 4.1 Kelompok Asal Telmik Jigsaw pada materi Hewan Yang
Halal dan Haram.Dimakan .................................................. 51
3. Tabel 4.2 Kelompok Ahli Teknik Jigsaw Pada materi Hewan yang
Halal dan Haran1 Dimakan .. ... ... ... .. ... .. . .. .. ... .. ... .. ... ..... ...... .. . 52
4. Tabel 4.3 Kelompok asal teknik jigsaw pada materi Perkembangan
Ilmu Pengetahuan Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah ..... 54
5. Tabel 4.4 Kelompok ahli teknikjigsaw pada materi Perkembangan
Ilmu Pengetahuan Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah ..... 55
6. Tabel Matrik Analisis ............................................................................. 65
-
A. Latar Belakang Masalah
BABI
PENDAHULUAN
Pendidikan memegang peranan penting dan menentukan eksistensi serta
perkembangan masyarakat, karena pendidikan merupakan usaha melestarikan
nilai-nilai kebudayaan dengan segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerus.
Pada dasamya pendidikan merupakan proses pemberian bantuan dari guru kepada
anak didik untuk menumbuh kembangkan sikap kedewasaan.
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan guru untuk mengubah
tingkahlaku mereka sesuai dengan tugas-tugas perkembangan yang terjadi pada
diri setiap anak didik.
Proses belajar mengajar merupakan bagian dari proses pendidikan formal
dengan guru sebagai pemegang peran utama Dalan1 proses ini sebagian besar
hasil belajar mereka ditentukan oleh peran guru, guru yang berkompeten mampu
menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan mampu mengelola proses
belajar mengajar, sehingga hasil belajar dapat optimalkan. 1
Atas dasar konsep pendidikan dan proses pembelajaran di atas maka
kemampuan guru merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan proses
belajar mengajar. Sekiranya kemampuan guru baik, maka tenh1 hasil dari proses
belajar mengajar akan baik pula, sebaliknya jika guru tidak mampu melaksanakan
1 B. Suryo Subroto, Proses Be/ajar Mengajar Di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), Cet ke- 1, h. 5
-
2
tugas-tugasnya maka pencapaian tujuan yang harus dicapai oleh anak didik tidak
dapat terwujud dengan maksimal.
Di dalam proses belajar mengaJar, guru dituntut memiliki strategi
pembelajan yang efektif dan efisien dan menguasai berbagai metode penyampaian
materi dan menggunakannya dengan secara tepat. Penggunaan metode ini
disesuaikan dengan materi yang diajarkan dan kemarnpuan anak didik yang
belajar.
Tanpa metode yang tepat guna mate1i pembelajaran tidak dapat berproses
secara efektif dan efisien dalam kegiatan belajar mengajar untuk mewujudkan
tujuan pendidikan. Tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa guru yang telah
siap untuk mengajar dianggap sanggup dan memilih metode mengajar yang
dipakai pada waktu mengajar, sebaliknya pendidikan yang belum siap tidak
mampu memilih suatu metode mengajar yang tepat guna berarti belum sanggup
melaksanakan proses belajar mengajar yang dilakukannya.
Metode yang tidak tepat guna dapat menjadi penghalang kelancaran
jalmmya proses belajar mengajar, sehingga banyak tenaga dan waktu yang
terbuang sia-sia. Setiap guru dituntut menerapkan metode yang efektif sehingga
dapat membangkitkan minat belajar anak didik dan tujuan yang hendak dicapai
dapat terwujud. 2
Pemilihan metode mengajar merupakan suatu keharusan bagi setiap guru
yang mengajar dm1 melaksanakannya secara tepat, salah satu metode yang
kerapkali digunakan guru dalam mengajar adalah metode ceramah dan tanya
jav!ab. Penggunaan metode ceramah secara tepat dan sesuai dengan prosedur
pelaksanammya tentu memberi hasil yang baik kepada anak didik.
Metode ceramah adalah metode yang paling banyak digunakan oleh para
guru dalam menyampaikan materi yang akan diajarkannya kepada siswa.
Terkadang guru dalam menyampaikan materi ajar kepada siswa tidak atau kurang
memperhatikan apakah materi tersebut cocok jika menggunakan metode ceramah,
dan ha! itu disebabkan karena ketidak mampuan guru dalam menguasai berbagai
-
3
dalam me to de ceramah seringkali terj adi komunikasi satu arah, komunikasi model
ini seringkali tidak mengaktifkan siswa, karena peranan siswa dalam proses
kegiatan belajar mengajar sangat rendah. Dampak dari model komunikasi ini
kerap kali terjadi verbalisme karena pemahaman yang berbeda antara guru dan
siswa.
Sebagai salah satu alternatif dari metode pembelajaran yang dapat
mengaktifkan siswa adalah pendekatan cooperative learning yang mernpakan
salah satu pendekatan yang digunakan dalam metode pembelajaran
konstruktivisme. Pembelajaran konstruktivisme menurut anggapan Paul Suparno
adalah metode pengetahuan yang merupakan konstruksi (bentuk) dari orang yang
mengetahui sesuatu itu sendiri, terutama menekankan peran aktif dan bukan
sekedar diterima secera pasif dari guru.3
Kata cooperative diambil dari kata bahasa Inggris yaitu cooperate yang
artinya ke1ja sama dan cooperative learning berarti berke1jasama dalam belajar.
Siswa saling membantu dalam memahami materi pelajaran.
Menurut Slavin, cooperative learning lebih dari sekedar belaj ar kelompok
atau kelompok kerja, karena dalam cooperative learning harus ada "struktur
dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif' sehingga memungkinkan te1jadinya
unteraksi secara terbuka dab hubungan-hubunagn yang bersifat interdependensi
yang efektif di antara anggota kelompok .. 4 Pembelajaran cooperative menekankan
pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antara sesamanya sebagai sebuah
tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.
Pembelajaran Cooperative (Cooperative Learning) memiliki banyak teknik,
diantaranya STAD (Student Teams Achievement Division), TGT (Teams Games
Tournament), TAI (Teams Accelerated Instruction), CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition), Jigsaw, Learning Together, dan Group
Investigation. 5
3 Paul Suparno, Filsafat Konstruklivisme Dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h.5
4Dra. Hi. Etin Solihatin. M.Pd. Raharjo, S.Pd. Cooperative Learning: Analisa Model
-
4
Pemilihan pendekatan, metode dan teknik pembelajaran, tentunya
disesuaikan dengan tujuan, materi, dan karakteristik siswa. Berdasarkan
pengamatan peneliti terhadap tujuan dan materi pembelajaran PAI (pendidikan
agama Islam) terdapat sebuah peluang besar untuk penggunaan teknikjigsaw pada
beberapa materi ajar PAI. Telmik jigsaw dalam cooperative learning memiliki
pemikiran dasar yakni memberi kesempatan siswa untuk berbagai dengan yang
terjadinya proses belajardimana siswa mengajar serta diajar oleh sesama siswa.
Jigsaw adalah suatu struktur multifongsi struktur kerjasama belajar.
Jigsaw clapat cligunakan dalam beberapa ha! untuk mencapai berbagai tujuan
terutama cligunakan untuk persentasi dan mendapatkan materi baru, struktur ini
menciptakan saling ketergantungan. 6
Bila dilihat dari sistem komunikasi, maka komunikasi pembelajaran yang
memakani telmik jigsaw termasuk kepada komunikasi multi arah, menurut teori
ilmu komunikasi, komunikasi multi arah termasuk jenis komunikasi efektif,
karena proses penyandian yang dilakukan komunikator bertautan dengan proses
penafsiran pesan yang dilalrnkan komunikan. Semakin tumpang tindih bidang
pengalaman komunikato,r dengan bidang pengalaman komunikan, akan semakin
efektif pesan yang dikomunikasikan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelaj aran cooperative
teknik jigsaw aclalah metocle pembelajaran yang didasarkan pada bentuk struktur
multifungsi kelompok belajar yang dapat digunakan pada semua pokok bahasan
clan semua tingkatan untuk mengembangkan keahlian clan keterampilan setiap
anggota kelompok, teknik jigsaw terdiri dari dua bentuk diskusi kelompok asal
sehingga dalam metode pembelajaran ini tergantung pada dan belajar dari orang
lain dan menciptakan saling ketergantungan bagi setiap anggota kelompok.
B. ldentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, beberapa masalah
diidentifikasi sebagai berikut:
-
5
a. Bagaimana basil belajar PAI siswa yang diajar menggunakan cooperative
learning?
b. Apakah siswa paham dan mengerti dengan materi yang disampaikan
dengan pendekatan cooperative learning telmikjigsaw?
c. Apakah ada perbedaan antara basil belajar PAI siswa yang diajar dengan
menggunakan pembelajaran cooperative learning telmik jigsaw dengan
basil belajar PAI siswa yang diajar menggunakan pembel!\jaran
konvensional dengan metode ceramah ?
d. Apakah pendekatan cooperatve learning teknikjigsaw dapat mengaktfkan
siswa dalam proses belajar mengajar?
e. Efektifkah dengan penerapan cooperative learning dengan teknik jigsaw
terhadap has ii belaj ar PAI siswa ?
C. Perurnusan dan Pcrnbatasan Masalah
1. Perumusan Masalah
Proses penyandian yang dilakukan komunikator be1iautan dengan proses
penafsiran pesan yang dilakukan komunikan. Semakin tumpang tindih bidang
pengalaman komunikator dengan bidang pengalaman komunikan, akan semakin
efektif pesan yang dikomunikasikan.
Bertolak dari uraian teoritis pada latar belakang di muka, fenomena di
kelas-kelas pada SMP Negeri 3 Pamulang memberikan gambaran yang berbeda.
F enomena di kelas terse but tampak para siswa tidak atau kurang memperhatikan
materi yang disampaikan oleh guru. Ada beberapa siswa yang asik berbicara
dengan teman sebangkunya dan ada beberapa siswa yang asik menggambar. Salah
satu faktor yang menyebabkan terjadinya bal ini berdasarkan pada pengamatan
penelitian adalah cara komunikasi kedna belah pihak (guru : siswa, siswa : siswa).
Tidak efektif komunikasi tersebut terlihat dari hasil wawancara peneliti dengan
beberapa siswa kelas 8 berkenaan dengan materi yang telah disampaikan gunmya.
Empat orang siswa kelas 8 ditanya tentang materi yang telah disampaikan guru n AT ..-1 ....... ; 1; .... ..,,,. nA1-t~n'l.1
-
6
dijawab,dan dari empat. orang siswa yang ditanya hanya satu orang yang bisa
menjawab.
Banyak variable yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, salah
satunya adalah turum1ya motivasi siswa dalam belajar di kelas. Salah satu
penyebabnya adalah cara (metode) guru dalam menyampaikan pesan ajar (materi
pelajaran).
Sebenarnya femonena ini tidak perh.i terjadi atau dapat diminimalisir
apabila guru memperhatikan metode yang akan dipakai atau metode yang sesuai
dengan materi ajar. Berdasarkan hasil observasi terhadap hasil belajar siswa di
atas, bisa dimaklumi, karena berdasarkan pengamatan peneliti selama PBM
berlangsung guru hanya menggunakan metode ceramah monoton tanpa
memperhatikan kondisi mental siswanya. Dalam metode ceramah jika guru tidak
pandai memadukan beberapa metode, atau guru tidak mengembangkannya pada
berbagai macam teknik pembelajaran, maka proses PBM terasa membosankan
dan akan tercipta kondisi seperti kasus di atas, karena kegiatan siswa hanya
mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru dan tidak dapat turut aktif dalam
proses PBM. Agar dalam PBM siswa dapat turut aktit: malrn perlu diterapkan
pendekatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa.
Sebagaimana telah diuraikan di muka, salah satu alternatif yang dapat
mengaktifkan siswa adalah pendekatan cooperative learning, ada banyak metode
pembelajaran yang memakai pendekatan cooperative learning, salah satunya
adalah diskusi. Metode diskusi, merupakan m.etode yang sudah lama diterapkan
dalam pembelajaran, namun untuk PBM di kelas 8 SMP Negeri 3 Pamulang,
metode ini tidak populer. Padahal saat ini metode diskusi sudah berkembang; dan
telah memunculkan beberapa teknik diskusi dalam pembelajaran di kelas, salah
satu teknik tersebut adalah jigsaw. Cooperative learning teknik jigsaw adalah
cooperative learning yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok
yang bertanggimg jawab alas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kekompoknya. 1 1 1 _ - --L- /-1~---:----\
-
7
Dengan demikian penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh
pennasalahan di atas, dan akan ditelusuri melalui penelitian ilmiah dalam bentuk
skripsi. Untuk memudahlan fokus penelitian terhadap permasalahan di atas, malca
penulis membuat rumusan penelitian dalam bentuk pe1iayaan, adapun masalah
yang diteliti pada penelitian ini adalah :
a. Apakah teknikjigsaw dapat mengaktifkan siswa dalam proses belajar
mengajar pendidikan agama Islan1?
b. Apakah telmik jigsaw dapat memberi penguatan pemahaman siswa
terhadap materi pendidikan agama Islam?
c. Bagaimana efektifitas pendekatan cooperative learning telmik jigsaw
pada pembelajaran pendidikan agama Islam?
Berdasarkan perumusan masalah di atas dapat kiranya dibuat judul penelitian
sebagai berikut EFEKTIFITAS PENGAJARAN AGAMA ISLAM
MELALUI PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING TEKNIK JIGSAW
(DI SMP NEGERI 3 PAMULANG)
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian kepustakaan (Library Reseach) yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara menelaa!;i, mengumpulkan, menghimpun,
mengolah dan menganalisis data memalui literaturbuku-buku ilmiah,
majalah, jurnal, dan rujukan lain yang berkaitan dengan tema yang
akan dibahas.
2. Penelitian lapangan (Field Reseach), penelitian lapangan ini dilakukan
dengan cara mengumpulkan data-data dari lapangan melalui ttji
eksperimen, obervasi, wawancara, da post test.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan problematika yang telah dirumuskan maka kegiatan
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektif atau tidaknya pendekatan
cooperative learning dengan teknik jigsaw dalam pembelajaran PAI, dan
-
8
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan alternatif kepada guru
dalan1 mengajarkan pelajaran PAI melalui pendekatan cooperative learning.
Selain itu penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk sekolah yang diteliti agar
dapat memberikan wa~na barn tentang pembelajaran PAI yang diinginkan
siswanya, selain itu juga diharapkan dapat merp.berikan kajian untuk pembaca dan
penelitian lain.
-
A. Efektivitas
BABU
LANDASAN TEORI
Terminologi efektivitas yang terdapat dalam ensiklopedia Indonesia berarti
menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha dapat dikatakan efektif
ketika usaha itu mencapai tujuannya.
Menurut pengertian bahasa, efektivitas berati dapat membawa hasil,
sehingga sesuatu dapat dikatakan efektif apabila berhasil dan dapat mencapai
tujuan sebagaimana yang telah dirumuskan atau direncanakan sebelum melakukan
ha! tersebut.
Sedangkan efektivitas dalam kegiatan pembelajaran mengajar merupakan
sesuatu yang membawa hasil dalam waktu yang memadai dapat memadai dapat
memungkinkan tercapainya tujuan instruksional sesuai standar yang telah
ditentukan dengan jumlah siswa. 1
Maka salah satu prinsip efektivitas p.engajaran yang baik adalah yang
apabila di dalam proses belajar menggunakan waktu yang culrnp sekaligus dapat
membuahkan hasil ( pencapaian tujuan instruksional) yang lebih tepat dan cermat
serta optimal dengan waktu yang telah ditentukan dengan bobot materi pelajaran
maupun tujuan instruksionalnya diharapkan dapat memberikan sesuatu yang
berharga bagi pese1ia didik. Nana Sudjana mengemukakan dalam bukunya
"Dasar-Dasar Proses Bdajar Mengajar" adalah ssalah satu yang menentukan
keberhasilan kcgiatan belajar mengajar dilihat ~lari proses atau pelaksanaannyti.2
1 G.B. Yuwono, et.all, Pedoman Umum Ejan Yang Te/ah Disempurnakan, (Surabaya:
-
10
Menurnt Sudjana, unjtuk menetapkan suatu pengajaran efektif, perlu
ditetapkan dua criteria, yaitu ditinjau dari sudut proses dan dari sudut hasilnya.
Dari sudut prosesnya (by process) suatu pengajaran itu berlangsung secara
interaktif yamh dimanis sehingga memungkiq.kan siswa dapat mengembangkan
potensinya melalui kegiatan belajar berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan dari sudut hasil ( by product), suatu pengajaran dikatakan efektif jika
siswa dapat menguasai tujuan pembelajaran baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya. 3
Ketercapaian tujuan pembelajaran ini dapat dikategorikan menjadi
beberapa kategori, yaitu: istimewa/maksimal, baik sekali/optimal, dan baik/
minimal. Kriterianya adalah sebagai berikut: 4
a. Istimewa/Maksimal : Apabila seluruh (100%) bahan pelajaran
yang diajarkan itu dapat dikuasai
b. Baik sekali/Optimal
c. Baik/Minimal
oleh siswa.
: Apabila sebagian besar (70% - 99%)
bahan pelajaran yang diajarkan itu
dapat dikuasai oleh siswa.
: Apabila hanya (60% - 75%) bahan
pelajaran yang diajarkan itu
clapat clikuasai oleh siswa.
Berdasarkan tujuan pembelajaran tersebut, maka suatu kegiatan
pembelaj aran dikatakan memiliki tingkat efektivitas yang baik apabila clapat
mencapai minimal 60% dari tuj uan pembelaj aran yang telah clitetapkan.~
Demikian, efektivitas mernpakan suatu konsep yang sangat penting,
karena mampu memerikan gambaran mengenai keberhasilan seseorang dalam
mencapai tujuarn1ya atau suatu tingkatan terhaclap tujuan-tujuan yang tela11 dicapai,
yaitu peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap
3 Jamal. A. Mappeare, Efektivitas PBM Suatu Tuntutan Reformasi Pendidikan, 2000, h.
-
11
melalui proses pembelajaran. Hasil dari efektivitas pembelajarnn dapat diukur
oleh tes.
Sedangkan dalam kegiatan pembe!ajaran, pengertian efektivitas adalah
da;am waktu yang memadai dapat memungkinkan tercapainya tujuan
instruksional sesuai dengan standar yang telah ditentukan dengan jumlah siswa. 5
Dalam bidang pendidikan efektivitas dapat ditinjau dari dua segi, yaitli
segi efektivitas guru dan segi efektivitas belajar murid. Efektivitas mengajar guru
terutama menyangkut sejauh mana jenis-jenis kegiatan belajar mengajar clapat
dilaksanakan dengan baik. Efektivitas belajar murid terutama menyangkut sejauh
mana tujuan-tujuan pembelajaran yang diinginkan telah tercapai melalui kegiatan
belajar mengajar yang ditempuh.6
Kegiatan pembelajaran clapat tercapai sesuai clengan tujuan yang telah
dirumuskan clengan baik bila proses pembelajaran berlangsung dengan baik.
B. Cooperative Learning
I. Pendekatan, Metode, dan Teknik
Istilah pendekatan, metode dan teknik bukanlah ha! yang asing dalam
pembelajaran agama Islam. Pendekatan dapat diartikan sebagai seperangkat
asumsi yang berkenaan dengan hakikat dan belajar mengajar agama Islam.
Menurut Sanjaya mengutip pendapat Roy Killen ada dua istilah
pendekatan (approach) yang dapat digunakan oleh guru clalam proses
pembelajaran yaitu, pendekatan yang berorientasi kepada guru (teacher - centered
approaches) clan pendekatan yang berorientasi kepada siswa (studen - centered
approaches). 7
Selain itu Djamarah clan Zain mengungkapkan beberapa pendekatan dalam
kegiatan pembelajaran, yaitu pendekatan individual, pendekatan kelompok,
pendekatan bervariasi, pendekatan edukatif, pendekatan pengalaman, penclekatan
5 G.B. Yuwono, et. at, Pedoman Umum Ejaan Yang Te/ah Disempurnakan, (Surabaya: Indah, 1987), Cet ke- I, h. 39
6 Madyo Susilo _dan R.B. Kashadi, Dasar-Dasar Pendidikan, (Semarang: Efflrnr ofset, '"'""" ~-" 1.- 1 1~ t:."1
-
12
pembiasaan, pendekatan emosional, pendekatan rasional, pendekatan keagamaan,
pendekatan fungsional dan pendekatan kebermaknaan. 8
Sedangkan Tolkhah dalam Abdul Madjid mengungkapkan beberapa
pendekatan yang perlu mendapatkan kajian lebih lanjut berkaitan dengan
pembelaj aran agama Islam di antaranya, pendekatan psikologis, dan pendekatan
so~io kultural. 9
Pendekatan psikologis perlu dipeitimbanngkan mengingat aspek
psikologis masyarakat yang meliputi aspek-aspek rasional, aspek emosional, dan
aspek ingatan.
Sedangkan pendekatan sosio kultural, melihat dimensi manusia tidak saj a
sebagai individu melainkan juga sebagai mahluk sosial budaya yang memiliki
berbagai potensi bagi pengembangan masyarakat dan budaya.
Metode berasal dari bahasa Greek atau Yunani yakni me/ha berarti melalui,
dan hodos artinya cara, jalan, alat atau gaya, jadi metodos berarti jalan yang telah
lalu dan metode berarti jalan yang telah dilalui. 10 Metode adalah rencana
menyeluruh tentang penyajian materi ajar secara sistematis dan berdasarkan
pendekatan yang ditentukan.
Secara istilah menurut H. Muzayyin Arifin, metode yaitu suatu alat atau
cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 11
Menurut Muhibbin Syah, metode secara harfiah berarti "cara". Dalam
pemakaian yang umum metode diartikan sebagai cara melakukan sesuatu kegiatan
atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep
secara sistematis. 12 Sedangkan teknik adalah kegiatan spesifik yang
8 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Be/ajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta), cet ke2, h, 61
9 Abdul Madjid, Perencanaan Pembe/ajara Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), eel ke-1,h. 134, h. 134
10 M.Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987),h. 97 11 H.Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Umum dan Agama, (Semarang:
-
13
diimplementasikan dalam kelas sesuai dengan metode dan pendekatan yang
dipilih.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pendekatan bersifat aksiomatis,
metode bersifat prosedural dan teknik bersifat operasional (implementasi).
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan lebih merujuk kepada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.
Sedangkan metode bersifat procedural, maksudnya adalah cara yang tepat dan
cepat dalam melakukan sesuatu, dan teknik adalah cara yang dilakukan seseorang
dalam rangka mengimplementasikan metode. Misalnya earn yang bagaimana yang
harus dilakukan berj alan efeltif dan efesien? Dengan demikian, sebelum seseorang
melakukan proses ceramah sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi.
Misalnya berceramah pada siang hari denganjumlah siswa yang banyak tentu saja
akan berbeda jika ceramah itu dilakukan pada pagi hari dengan jumlah siswa yang
terbatas. 13
2. Cooperative Learning Sebagai Pendekatan Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran Cooperative
Menurut Hamid Hasan, Cooperative mengandung penge1iian beke1ja
bersama dalam mencapai tujuan bersama.
Cooperative Learning adalah satu pendekatan yang digunakan dalam
model pembelajaran konstruktivisme. Pembelajaran konstruktivisme menurut
anggapan Paul Suparno adalah pengetahuan merupakan kostruksi (bentuk) dari
orang yang mengetahui sesuatu itu sendiri, konstruksivisme menekankan peran
aktif siswa karena pengetahuan dibentuk oleh siswa secara aktif dan bukan hanya
sekedar diterima secara pasif dari guru.14 Cooperative learning merupakan salah
satu pendekatan yang digunakan dalam model pembelajaran konstruktivistik.
13 Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), _Cet. 5, h.~2?
-
14
Pembelajaran konstruktivistik merupakan proses aktif dari pelajar untuk
membangun pengetahuan, bukan hanya bersifat mental tetapi juga keaktifan fisik,
artinya melalui aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun
berdasarkan proses asimilasi pengalaman a tau bahan yang dipelaj ari dengan
pengetahuan yang telah dimiliki pelajaran dan ini berlangsung secara mental.
Dengan demikian hakikat dari pembelajaran ini adalah membangun pendekatan.
Cara belajar mengajar di sekolah yang berdasarkan pada teori
konstruktivisme adalah cara belajar yang menekankan murid dalam membentuk
pengetahuarmya, sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator yang
membantu keaktifan murid tersebut dalam pembentukan pengetahuannya. 15
Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja
sebagai sebuah tim unttik menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan tugas,
atau mengerjakan untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Dari uraian di atas
dapat diartikan bahwa cooperative learning adalah suatu model pengajaran
dimana siswa belajar dan bekerja dalam suatu kelompok kecil, mereka pun saling
membantu, saling berdiskusi dan berargumentasi dalam memahami suatu materi
pelajaran dan bekerjasama dalam mengerjakan tugas atau lembar kerja, baik
dalam bentuk tutorial sebaya, latihan dan koreksi sebaya. Sehingga pembelajaran
dapat membantu dalam meminimalisir perbedaan pemahaman dan penguasaan
terhadap materi pelajaran dari setiap individu siswa.
Walaupun pada dasarnya cooperative learning diterapkan dalam bentuk
kelompok belajar, tetapi'berbeda dengan kelompok tradisional. Kelompok belajar
tradisional maksudnya adalah yang sering diterapkan di sek9lah seperti kelompok
diskusi, kelompok tugas dan kelompok belajar lainnya16. Perbedaan kelompok
belajar bersebut dapat dilihat pada table berikut:
15 Pnnl ~11n~rno_ Fi!safat Konstruktivisn1e Dalam Pendidikan, h.12
-
15
Tabel 2.1
Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar
tradisional.
Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar tradisional
I. Adanya saling ketergantungan positif I. Tidak ada saling
2. Adanya akuntabilitas individu
3. Kelompok heterogen 4. Terjadi saling transfer sikap
kepemimpinan 5. Sama-sama bertanggung jawab
terhadap tiap anggota kelompok yang lain
6. Menekankan pada penyelesaian tugas dan mempertahankan hubungan
7. Keterampilan sosial diajarkan secara langsung
8. Guru melakukan observasi dan intervensi
9. Guru memperhatikan proses kelompok belajar sehingga efektif
ketergantungan positif 2. Tidak ada akuntabilitas
individu 3. Kelompok homogen 4. Hanya bergantung pada satu
orang pemimpin 5. Tanggung jawab hanya untuk
diri sendiri
6. Hanya menekankan pada penyelesaikan tugas
7. Keterampilan sosial hanya diasumsikan clan diabaikan
8. Guru mengabaikan fungsi kelompok belajar
9. Guru tidak memperhatikan proses kelompok belajar
Pandangan konstrnktivisme menyatakan bahwa pengetahuan dibangun
dalam pikiran pembelaj aran yang berlangsU11g melalui proses assimilasi atau
akomodasi yang dilandasi oleh struktur kognitif pada diri pelajar yang telah ada
sebelumnya, sehingga dalam proses pembelajaran konstruktivisme siswa. aktif
secara mental dalam membangun pengetahuannya sementara guru berperan
sebagai fasilitator yang kreatif. 17
Menurut Jacobson : "cooperative learning adalah sebuah bentuk dari
strategi mengajar yang didisain untuk menclnkung kerjasama clidalam kelompok
dan interaksi di antara siswa. Strategi ini dibuat untuk mengurangi kompetisi yang
ditemukan dibanyak ruang kelas, yang clapat menimbulkan siapa menang clan
siapa kalah dan menurunkan motivasi siswa untuk saling membantu dengan . 18 tuJuan yang sama.
17 Siswoyo, Konstruktivisme Dalam Pembelajaran IPA, (Jakarta: FMIPA UNJ, 2000), No. 1, Volume 1, h. 13-21.
-
16
Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang beke1ja
sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu
tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Tidaklah
cukup menunjukan cooperative learning jika para siswa duduk bersama dalam
kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah sendiri-sendiri.
Bukanlah cooperative learning jika para siswa duduk bersama dalam
kelompok-kelompok kecil dan mempersilakan salah seorang diantaranya untuk
menyelesaikan selurnh pekerj aan kelompok. Cooperative learning menekankan
pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah
tim dalam menye!esaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.
Cooperative learning Jebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok
kerja, karena dalam medel cooperative learning harus ada" struktur dorongan dan
tugas yang bersifat cooperative" sehingga memungkinkan terjadinya interaksi
secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif
di antara anggota kelompok. Keberhasilan belajar bukan semata ditentukan oleh
kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin
baik apabila dilakukan secara bersanrn-sama dalam kelompok-kelompok belajar
kecil yang terstruktur dengan baik. 14 Di samping itu, pola hubungan kerja seperti
itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka
lakukan 1mtuk berhasil berdasarkan kemampuan dirinya secra individual dan
sumbangsih dari anggota lainnya selama mereka belajar secara bersama-sama
dalam kelompok.20
Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi cooperative learning agar lebih
menjamin para siswa bekerja secara kooperatif, hal-hal tersebut meliputi :
Pertama, para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa
ba:1wa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama
yang hams dicapai.
Kedua, para siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok hams
menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan
bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggungjawab bersama
oleh seluruh anggota kelompok itu.
14 Dra. Hj. Etin Solihatin, M.Pd. Raharjo, S.Pd, Cooperative Leaning: Analisis Model
-
17
Ketiga, untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung
dalam kelompok itu harus berbicara satu sama fain dalam mendiskusikan masalah
yang dihadapinya. Akhirnya, para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok
harus menyadari bahwa 'setiap pekerjaan siswa mempnnyai akibat langsnng pada
keberhasilan kelompoknya. 21
Beberapa manfaat proses cooperative learning, menurut Anita Lie yaitu :
siswa dapat meningkatkan kemampuannya untuk bekerja sama dengan siswa lain,
mempunyai lebih banyak kesempatan untuk ni.enghargai perbedaan, mengurangi
kecemasan siswa, meningkatkan partisipasi dalam proses pembelaj aran, motivasi,
harga diri, sikap positif, dan prestasi belajar siswa. 22
Ironisnya, model cooperative learning belum banyak diterapkan dalam
pendidikan, walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong
dalam kehidupan bermasyarakat. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan
sistem kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan. Alasan yang utama
adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak
belajar jika mereka ditempatkan dalam group. Selain itu, banyak orang yang
mempunyai kesan negatif mengenai kegiatan kerja sama atau belajar dalam
kelompok. Banyak siswa juga tidak senang disuruh kerjasama dengan yang lain.
Siswa yang tekun harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam group mereka.
Sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu
group dengan siswa yang lebih pandai. Siswa yang tekun juga merasa temannya
yang kurang mampu hanya nunut saja basil jerih payah mereka.
Sebenarnya, pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu te1jadi dalam
ke1ja kelompok, jika pengajar benar-benar menerapkan prosedur model
cooperative learning. Banyak pengajar hanya membagi siswa dalam kelompok
lalu memberi tugas untuk menyelesaikan sesuatu tanpa pedoman mengenai
pembagian tugas. Akibatnya, siswa merasa ditinggal sendiri karena mereka belum
be1pengalaman, merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus beke1ja
menyelesaikan tug as terse but kekacauan dan kegaduhan yang te1j adi.
21 Eman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Komtemporer, (Bandung: UPI), h. 260.
- -- --'--- T'\-1- . D~ ... t.~1,.,;,.._,.,.., n,.,,,.,,.,,.,.,-r;
-
18
Model cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dasar cooperative learning yang membedakannya
dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur
model cooperative learning dengan benar akan memungkinkan pendidik
mengelola kelas dengan lebih efektif.23
Slavin dan Stahl mengatakan bahwa, cooperative learning lebih dari
sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar model cooperative
learning harus ada "struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif',
sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-
hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif diantara anggota kelompok.
Di samping itu, pola hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya
persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk berhasil
berdasarkan kemampuan dirinya secara individual dan sumbangsih dari anggota
lainnya selama mereka belajar secara bersama-sama dalam kelompok. Stahl,
mengatakan bahwa model pembelajaran cooperative learning menempatkan siswa
sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang
optimal dalam belajar.
Slavin, sebagaimana dikutip oleh Etin Solihatin mengatakan bahwa, model
pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat
yaitu : "getting better together'', atau raihlah yang lebih baik secara bersama-sama.
Aplikasinya dalam pembelajaran di kelas, model pembelajaran ini
mengetengahkan realita .kehidupan masyarakat yang dirasakan dan dialami oleh
siswa dalam kesehariannya dalam bentuk yang disederhanakan dalam kehidupan
di kelas. Model pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar
bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain
yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebayanya.
Michael mengatakan bahwa, cooperative learning is more effective in
increasing motive and performance student Model pembelajaran cooperative
lea;ning mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai
permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena siswa clapat bekerja
-
19
sarna dengan siswa lain clalam menemukan clan merumuskan alternatif pemecahan
terhaclap rnasalah materi yang dihadapi.
Berdasarkan pengertian tersebut, mereka dalam pembelajaran dengan
menggunakan model cooperative learning, pengembangan kualitas diri siswa
terutama aspek efektif siswa clilakukan bersan1a-sama. Belajar dalam kelompok
kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan
belajar, baik yang bersifat kognitif, afektif, maupun konatif. Suasana belajar yang
berlangsung dalam inte;aksi yang saling percaya, terbuka dan rileks diantara
anggota kelompok memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh dan
memberi rnasukan diantara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap,
nilai, dan moral, serta keterampilan yang ingin dikembangkan dalam
pembelajaran.24
Dalam pembelajaran cooperative learning semua anggota dituntut
memberikan urunan pendapat, icle, dan pemecahan masalah sehingga dapat
tercapai tujuan belajar. Anggota kelompok belajar cooperative learning harus
saling membantu, ke1ja sama clan bertanggung jawab dalam memahami suatu
pokok bahasan. 25
Pembelajaran cooperative telah diteliti dan dikembangkan oleh beberapa
universitas, diantaranya Universitas John Hoopkins. Mereka menemukan teknik-
teknik belajar cooperative, pada praktiknya 111enggunakan metode Student teams
learning (STL). Pacla STL menekankan bahwa pencapaian tujuan dan kesuksesan
kelompok dilakukan dengan cara kerja sarna antar anggota kelompok yang efektif.
Kerja sarna kelompok tersebut ticlak hanya pacla penyelesaian tugas, tetapi juga
pacla saat memahami suatu pokok bahasan, seperti yang dilmgkapkan Slavin
bahwa STL siswa tidak hanya bekerja clalam mengerjakan sesuatu secara
kelompok, tetapi juga dalam memahami clan mempelaj ari sesuatu secara
kelompok.
24 Etin Solihatin, P~ngembangan Model Cooperative Learning, (Jurnal llmiah Mimbar Demokrasi, Vol. I, No. I, Oktober, 2001), h. 59-60.
-
21
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition). Sejenis
dengan TAI, hanya Jebih ditekankan pada pengajaran membaca, menulis dan tata
bahasa.
Jigsaw, Seperti STAD dan TGT siswa dikelompokkan tiap anggota
kelompok diberi tugas berbeda satu dengan Jainnya dari sebuah tema yang akan
dibahas. Selanjutnya mereka memahami materi secara keseluruhan. Pemberi tes
diberikan dengan materi menyeluruh.
Selain itu ada beberapa pembelajaran cooperative yaitu, Group
Investigation, Learning Together, Co-op Co-op sebagainya. Teknik Jigsaw,
Group investigation, dan Co-op Co-op adalah teknik cooperative learning yang
mengutamakan tentang spesialisasi anggota kelompok di dalam kelompok.
Penghargaan kelompok (Teams Reward) diberikan kepada kelompok yang
telah mencapai !criteria' yang telah mencapai !criteria yang telah ditentukan.
Penghargaan kelompok diharapkan sebagai penguatan yang dapat memotivasi
anggota kelompok untuk belajar dan beke1ja sebaik mungkin dalam memberikan
konstribusi untuk kelompoknya agar menjadi kelompok yang terbaik. Dengan
demikian tiap kelompok memiliki tujuan kelompok (group goal) yang merupakan
sasaran yang harus dicapai semua anggota.
Akuntabilitas individu (Individual Accountability). Sebagai individu setiap
siswa harus bertanggung jawab untuk belajar, mengerjakan tugas dan memahami
materi yang diberikan. Tujuan dan kesuksesan kelompok ditentukan oleh
kesungguhan semua anggota kelompok tersebut siap menghadapi tes perorangan.
Kesempatan yang sama meraih keberhasilan (Equal Opportunities For
Success). Dalam suatu kelompok belajar cooperative semua anggota mempunyai
kesempatan yang sama untuk meraih keberhasilan dan mengkontribusi nilai untuk
pencapaian skor kelompok.
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok
bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal lima
unsur model pembelajaran gotong royong hams diterapkan.
~:::a11no kP-tPrcr::ini11ng-an nositif
-
22
3. Tatap muka
4. Komunikasi antar anggota
5. Evaluasi proses kelompok
Elemen-elemen dasar tersebut mernpakan ha! yang sangat penting dalam
proses perkembangan siswa menuju pendewasaan diri, diantaranya pendewasaan
diri dalam proses belajar di sekolah. Dengan demikian dapat mempertinggi
pencapaian basil belajar siswa.
b. Landasan Teori Belajar Cooperative
Landasan teori yang melandasi dan mendukung pembelajaran cooperative
ada dua kategori, yaitu teori motivasi dan teori kognitif.27
Pembabasan kedua teori tersebut adalah sebagai berikut:
I) Teori Motivasi
Motovasi belajar merupakan motor penggerak yang mengaktifkan siswa-
siswa untuk melibatkan diri dalam belajar. Sebagai motor penggerak,
motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah dan
semangat dalam belajar. Siswa yang bermotivasi kuat memiliki energi
yang banyak untuk melakukan kegiatan belajar. Ini sesuai dengan apa
yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto mengenai definisi motivasi,
yaitu "pendorong" suatu usaha yang disadari tmtuk mempengarubi
tingkah laku ,seseorang agar ia tergerak batinya untuk be1iindak
melakukan sesuatu sebingga mencapa,i basil atau tujuan tertentu.28
Dalam cooperative learning, ilrntan kerjasama dalam suatu kelompok
mengandung daya motivasional yang kuat, masing-masing anggota kelompok
saling melibatkan diri untuk mencapai sasaran, karena mereka yakin babwa tujuan
belajar hanya dapat dicapai berkat kerjasama. Keyakinan ini berbeda dengan
keyakinan bahwa tujuan yang dikejar banya dapat dicapai bila orang lain tidak
dapat mencapainya atau keyakinan bahwa sasaran yang dituju sendiri tidak ada
bubungannya dengan sasaran orang lain. Bekerjasama bermii bahwa seorang
27 Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Teori, Riset don Praktik, (Bandung: Nusa
-
23
siswa memperoleh atau meningkatkan motivasinya karena interaksi cooperative
dengan teman sekelasnya sekaligus kebutuhan untuk menerima dan dapat diterima
orang lain. Pada gilirannya, kadar motivasi yang lebih tinggi menghasilkan taraf
prestasi yang lebih tinggi pula.
Motivasi belajar di sekolah dibedakan atas dua bentuk, yaitu:
a) Motivasi Instrinsik, yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri yang
tidak perlu diransang dari luar.
b) Motivasi Ekstrinsik, yaitu motivasi yang timbul karena ada peransang dari
luar.
Menurut teori motivasi siwa pada cooperative learning terletak pada
bagaimana bentuk struktur pencapaian tujuan saat siswa melaksanakan kegiatan.
Pada cooperative learning siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan
hanya siswa lain juga akan mencapai tujuan tersebut.
Selanjutnya guru dapat membangkitkan motivasi tersebut dalam kegiatan
pembelajaran dengan menyesuaikan tingkat perkembangan siswa. Tentunya bagi
siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, bentuk motivasi ekstrinsik
masih dominan. Sedangkan bagi siswa menengah atas, bentuk motivasi instrinsik
hams lebih domonan. Di dalam belajar mengajar peranan motivasi baik instrinsik
maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi s1swa dapat
mengembangkan aktivitas dan inisiatif.
2) Teori Kognitif
Teori kognitif lebih menekankan pada efek dari kerjasama tersebut pada
diri masing-masing siswa. Ada dua kategori utama yang merupakan
bagian dari teori kognitif, yaitu:
a) Teori Perkembangan
Damon dan Murray berpendapat mengenm asums1 dasar teori
perkembangan, yaitu bahwa "interaksi antar siswa terhadap tugas-tugas yang tepat
atau sesuai dengan tingkat pengetahuan siswa dapat meningkatkan penguasaan
konsep-konsep penting.29 Sedangkan Vygotsky mendefinisikan suatu teori tentang
-
24
memberikan pandangan bahwa "aktivitas" kolaborasi dapat meningkatkan suatu
pertumbuhan. 30 Maksudnya, apabila siswa dalam tingkat usia yang sama
melakukan kolaborasi yaitu menyelesaikan permasalahan yang taraf kesulitannya
masih berada dalam ZPD mereka, hasilnya akan lebih baik dan menguntungkan
dibandingkan dengan mereka yang bekerja sendiri-sendiri.
b) Teori Elaborasi Kognitif
Wittrock mengungkapkan bahwa "di dalam psikologi kognitif telah
ditemukan bahwa jika informasi yang telah tersimpan dalam ingatan dan
selanjutnya dihubungkan dengan informasi yang baru, maka siswa harus
melakukan penstrukturan kembali kognitifuya". Ketika siswa melakukan kembali
pengetahuannya tersebut dengan pengetahuan yang telah ada sehingga siswa
tersebut akan memperoleh pemahaman yang lebih baik.
Pada cooperative learning cli kelas biasanya akan terj adi tutorial diantara
s1swa, dimana siswa yang lebih memahan1i konsep atau materi pembelajaran
(tutor) akan memberikan penjelasan kepada siswa lain dalam kelompoknya (tute).
Struktur kognitif seorang tutor akan berbeda ketika memperoleh pemahamannya
sendiri dibandingkan setelah memberikan tutorial. Peningkatan pemahaman juga
te1jadi pada siswa yang diberikan penjelasan. Dengan demikian baik tutor maupun
tute alcan memperoleh keuntungan dari proses tutorial.
Melalui cooperative learning ini siswa diberi kesempatan bukan hanya
sekedar belajar tetapi juga saling mengajarkan satu sama lain. Sehingga siswa
tidak berpikir sendiri dan mempertanggung jawabkannya, namun juga saling
berbagi dalam proses pembelajaran. Dari dua landasan teori yang mendukung
pelaksanaan cooperative learning tersebut, pada akhirnya akan mempertinggi
pencapaian prestasi belajar siswa.31 Hubungan kedua teori dapat dilihat pada
bagan 2.1
-
26
1) Pencapaian hasil akademik.
2) Penghargaan dan kepercayaan dari pembelajaran.
3) Hubungan antar kelompok, mencakup lintas ras dan linlas budaya.
4) Penerimaan siswa secara sosial dalam linglo.mgaimya.
5) Kemampuan menggunakan kemampuan keahlian sosial (bila
diajarkan).32
Berikut ini diberikan beberapa hasil penelitian yang menunjukan manfaat
cooperative learning bagi siswa dengan hasil belajar rendah, antaia lain seperti
berikut ini:
1) Meningkatkan pencurahan walctu pada tugas
2) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
3) Memperbaiki kehadiran
4) Angka putus sekolah menjadi rendal1
5) Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar
6) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
7) Konflik antar pribadi berkurang
8) Sikap apatis berkurang
9) Pemalmman yang lebih mendalam
10) Motivasi lebih besar
11) Basil belajar lebih tinggi
12) Retensi lebih lama
13) Meningkatkan kebaikan budi, dai1 kepekaan dan toleransi
Pembelajaran yang menerapkan model cooperative learning juga mampu
membantu siswa dalam menumbuhkan sikap-sikap positif tertentu, tidak hanya
menekankan berpikir dan tertunduk demokratif, pembelajaran aktif, perilaku
cooperative dan menghormati perbedaan dalam masyarakat multi budaya.
Tujuan cooperative learning adalah ri:J.enciptakan keberhasilan individu
yang ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompok. Beberapa
keuntungan dalam cooperative learning antara lain:
1) Siswa beke1ja sama mencapai tujuan dengan menjunjung norma-norma
'
-
27
2) Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama
berhasil
3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan
keberhasilan kelompok
4) Interaksi antar siswa juga membantu meningkatkan perkembangan
kognitif
Cooperative learning dapat digunak!ln pada hampir seluruh bagian
kurikulum. Berbagai model dapat cocok bagi mata pelajaran dan tingkat kelas
yang berbeda. Penggunaan dan adaptasi dari cooperative learning tanpa batas
tergantung dari imajinasi dan gaya gum kelas. Cooperative learning dapat
diterapkan pada tingkat pra sekolah, sekolah dasar, dari kelas I sampai dengan
kelas VI, SMP dan SMU.
d. Kelemahan Cooperative Learning
Tidak ada pelajaran atau metode yang sempurna, pasti ada kelemahan dan
kekurangannya, begitu juga dengan cooperative learning. Ada ha! yang hams
diperhatikan dalam cooperative learning dalam cooperative learning dapat
menimbulkan efek ".free rider' yaitu dimana ada beberapa anggota kelompok
yang mengerjakan semua atau sebagian pekerjaan dalam pembelajaran sedang
yang lainnya j alan terns, tidak melakukan aktivitas33 . Maksudnya aktivitas
kadangkala hanya dilakukan oleh sekelompok siswa saja, sedangkan yang lainnya
hanya ikut-ikutan.
Efek ".free rider" terjadi ketika kelompok mempunyai tugas sendiri seperti :
menge1jakan laporan pribadi, melengkapi lembar kerja pribadi atau membuat
suatu proyek. Penguasaaan yang demikian dapat juga menciptakaan situasi di
mana siswa-siswa yang dianggap berketerampilan rendah (less skillful) diabaikan
oleh anggota-anggota kelompok yang lainnya.
Masalah ini dapat dieliminasi dengan meyakinkan siswa untuk
bertanggung jawab sendiri selama pembelajaran berlangsung. Misalnya, dalan1
cooperative learning dengan metode STL (Student Teams Learning), kelompok
akan memperoleh penghargaan (rewards) berdasarkan pada kontribusi skor kuis
dari masin!!:-masin!.! an!.!!.!ota kelomook. sehingga iika masing-masing anggota
-
28
kelompok yang belajar keras dan memberikan kontribusi yang besar bagi
kelompoknya berupa skor kuis yang baik, maka kelompok tersebut akan menjadi
kelompok terbaik dan memperoleh penghargaan. Dengan demikian cliharapkan
dalam kelompok tersebut tercipta suasana saling kerja sama, yang pandai clapat
membantu yang kurang pandai berupa tutorial dan yang kurang pandai clapat
be1ianya kepada yang panclai. Sedang yang pandai akan semakin lebih memahami
dan menguasai materi pelajaran.
3. Jigsaw Sebagai Telmik Cooperative Learning
a. PengertianTeknik Jigsaw
Pembelajaran metode Jigsaw ini clikembangkan oleh Aroson et al.,sebagai
teknik cooperative learning, telmik ini bisa digunakan dalam pengajaran
membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Penclekatan ini bisa pula
cligunakan clalam mata pelajaran, seperti ilnrn pengetahuan alan1, ilnrn
pengetahuan sosial, matematika, agama, clan bahasa, model ini cocok untuk semua
kelas clan tingkatan.
Telmikjigsaw clalam cooperative learning memiliki pemikiran dasar yakni
memberi kesempatan siswa untuk berbagi dengan yang lain, mewujudkan
sosialisasi yang berkesinambungan dan yang terpenting terjaclinya proses belajar
mengajar climana siswa mengajar dan diajar oleh sesama siswa.
Dalam cooperative learning teknik jigsaw ini, guru memperhatikan latar
belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skema agar bahan
pelajaran lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam
suasana gotong rayong dan mempunyai bartyak kesempatan untuk mengolah
informasi clan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.34
Menurut Jolmson cooperative learning teknikjigsaw adalah suatu metode
belajar kelompok yang memiliki gambaran umum sebagai berikut :
1) Setiap anggota kelompok mempelajari salah satu bagian informasi yang
berbeda dengan bagian informasi anggota laim1ya
-
30
Menurut Melvin L. Silberman yang diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien,
metode belajar jigsaw serupa dengan pertukaran kelompok dengan kelompok
(yaitu metode belajar dimana tugas-tugas yang berbeda diberikan kepada
kelompok siswa yang berbeda, dan hasilnya setiap kelompok akan "mengajarkan"
kepada siswa lain apa yang dipelajari), namun yang berbeda pada metode jigsaw
ini siswa akan mengajarkan kepada teman kelompoknya sehingga dapat
terbentuknya kumpulan pengetahuan pada kelompok tersebut. Kumpulan
pengetahuan tersebut dapat terbentuk karena setiap siswa memiliki tanggung
jawab yang sama untuk membantu teman sekelompoknya menguasai materi yang
telah siswa tersebut kuasai sebelumnya.37
Penggunaan teknik jigsaw dapat digunakan dalam mata pelajaran ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, agama, dan bahasa dan
teknik ini juga dapat digunakan untuk semua kelas atau tingkatan.
Teknik jigsaw digunakan untuk . mengembangkan keahlian dan
keterampilan yang diperlukan untuk menggolongkan aktivitas yaitu
mendengarkan, menyampaikan, kerjasama, refleksi, dan keterampilan
memecahkan masalah. Teknik jigsaw adalah suatu teknik ke1ja kelompok tmtuk
belajar dan partisipasi dalam kelompok, dengan kegiatan sebagai berikut :
a. Listening (mendengarkan), siswa aktifmendengarkan dalam materi yang
dipelajari dan mampu memberi pengajaran pada kelompok aslinya.
b. Speaking-student (berkata), akan menjadikan siswa bertanggung jawab
menerima pengetahuan dari kelompok baru dan menyampaikannya kepada
pendengar barn dari kelompok aslinya.
c. Kerjasama setiap anggota dari tiap kelompok bertanggung jawab untuk
sukses dari yang lain dalam kelompok.
d. Refleksi pemikiran dengan berhasil melengkapi, menyelesaikan kegiatan
dalam kelompok yang asli, harus ada pemikiran reflektif yang
menerangkan tentang yang dipelajari dalam kelompok ahli.
e. Berpikir kreatif, . setiap kelompok harus memikirkan penyelesaian yang
bani dalam mengajarkan dan mempresentasikan materi.38
37 ?....r,..1 .. ~ .... T c-nt...,, ........ .,, ... frEti:.riPm~hl.-,an olP_h r~d
-
31
Tujuan teknikjigsaw :
I. Menyajikan metode alternatif di samping ceramah dam membaca.
2. Mengkaji kebergantungan positif dalam menyampaikan dan menerima
informasi diantara anggota kelompo!c untuk mendorong kedewasaan
berpikir.
3. Menyediakan kesempatan berlatih bicara dan mendengarkan untuk melatih
kognisi siswa dalam menyampaikan materi. 39
Langkah-langkah teorijigsaw dalam cooperative learning
a) Tahap Cooperative
Siswa ditempatkan dalam suatu kelompok kecil (kelompok dibentuk
berdasarkan ranking) yang disebut kelompok kooperatif dan siswa
menerima sebagian informasi yang harus dibahas atau dipecahkan
dalam kelompok kooperatif terse but.
b) Tahap Ahli
Setelah mendapat sebagian informasi beserta tugas tertentu siswa harus
menjadi pakar atau mengenai bidang yang menjadi tugasnya masing-
masing. Untuk itu siswa harus mencari dari kelompok lain yang
mendapat tugas yang sama, kemudian bekerja sama melakukan hal-hal
berikut: bekerja sama dan menjadi pakar dibidang bacaan atau
informasi yang telah siswa kuasai kepada anggota kelompok
kooperatif.
c) Tahap Lima Serangkai
Siswa kembali kepada anggota kelompolmya, dengan demikian pada
saat yang sama siswa akan menerima pelajaran dari anggota lain.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cooperative learning teknik
jigsaw adalah suatu teknik pembelajaran yang didasarkan pada bentuk struktur
multifungsi kelompok belajar yang dapat digunakan pada semua pokok bahasan
dan semua tingkatan untuk mengembangkan keahlian dan keterampilan setiap
anggota kelompok, teknik jigsaw terdiri dari dua bentuk diskusi, yaitu diskusi
kelompok ahli dan diskusi kelompok asal sehingga dalam metode pembelajaran
ini tergantung pada dan belajar dari orang lain dan menciptakan saling
-
32
ketergantungan bagi setiap anggota kelompok. Tekuik jigsaw sangat
memungkinkan untuk diterapkan teknik jigsaw dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam.
C. Cooperative Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
I. Pengertian pembelajaran Pendidikan agama Islam
Pembelajaran adalah istilah yang dipakai untuk menyebutkan segala
aktivitas yang dilakukan dengan sengaja oleh peserta diclik untuk mencapai tujuan
belajar. Tujuan belajar berkaitan dengan pernbahan tingkah laku peserta didik
yang meliputi aspek-aspek pengetahuan, k:eterampilan, sikap, nilai-nilai, dan
aspirasi. Aspek-aspek tersebut dimiliki oleh .Peserta didik melalui pengalaman
belajar. Di dalam kegiatan belajar kelompok; pengalaman belajar itu tidak saja
diperoleh melalui interaksi antar peserta didik dan antara peserta didik dengan
lingkungan sosial. Dalam ha! yang disebut terakhir, pengalaman tersebut
diperoleh melalui kegiatan saling belajar.40
Hakikat pembelajaran adalah usaha-usaha yang ditempuh oleh guru agar
dengan usaha-usaha tersebut ia dapat membelajarkan siswa. Hal tersebut dapat
diwujudkan guru dengan cara membuat progran1 pembelajaran berdasarkan
kurikulum yang berlaku atau dengan membuat suatu desain instruksional. Atas
dasar desain terse but seorang guru membuat agar siswa menyusun jadwal belajar
atau program pembelajaran di rumah mereka sendiri. Guru sebagai pendidik
melakukan rekayasa pembelajaran. Rekayasa pembelajarnn tersebut dilakuikan
berdasarkan kurikulum ya11g ber!aku.41
Munculnya anggapan-anggapan yang kurang menyenangkan tentang
pendidikan agama seperti; Islam diajarkan lebih pada hafalan (padahal Islam
penuh dengan nilai-nilai) yang hams dipraktikan. Pendidikan agama lebih
ditekankan pada hubungan formalitas antara hamba dengan Tuhannya,
penghayatan nilai-nilai agama kurang dapat penekanan dan masih terdapat
40 Sudjana S. Strategi Pembelajaran, (Bandung: Falah Production, Juli 2000), Cet ke-3, Edisi Revisi, h. 96.
41 "'!-----""! ..l-- l.A ...t::~.-~ D~T~:,..~ ,.J,...,. o,. ... J.,,,,f,-,;,.., .. ..-. ... !To:llr!trtl'I RinPkri rintri NovP.mher
-
33
sederetan respon kritis terhadap pendidikan agama. Hal ini disebabkan penilaian
kelnlnsan siswa dalam pelajaran agama dinkur dengan berapa banyak hafalan dan
mengerjakan ujian tertulis di kelas yang dapat didemonstrasikan oleh siswa.
Memang pola pembelajaran tersebut bukanlah khas pola pendidikan
agama. Pendidikan secara umum pun diakui oleh para ahli dan pelaku pendidikan
negara kita yang juga mengidap masalah yang sama. Masalah besar dalam
pendiclikan selama ini a,dalah kuatnya dominasi pusat dalam menyelenggarakan
pendidikan sehingga yang muncul uniform se11tralistik kurikulum, model hafalan
dan monolog, materi ajar yang ban yak, serta kurang menekankan pembentukan
karakter bangsa. 42
Peran guru dalam pembelajaran yaitu membuat desain instruksional,
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Bertindak mengajar atau
membelajarkan, mengevaluasi basil belajar yang berupa dampak pengajaran.
Peran siswa adalah bertindak belajar, yaitu mengalami proses belajar, mencapai
basil belajar dan menggunakan basil belajar yang digolongkan sebagai dampak
penggiring.dengan belajar, maka kemampuan mental semakin meningkat. Hal itu
sesuai dengan perkembangan siswa yang beremansipasi diri sehingga ia menjadi
utuh dan mandiri.
Kegiatan pembelajaran terjadi melalui interaksi antara peserta didik disatu
pihak dengan pendidik dipihak lain. Interaksi antara peserta diclik dengan pencliclik
berada clalam situasi kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran clilakukan
oleh peserta didik dan kegiatan membelajarkan dilakukan oleh pendidik.
Kegiatan belajar merupakan akibat berlangsungnya fungsi pembelajaran.
Funggsi pembelajaran merupakan upaya mendorong, mengajak, membimbing,
clan melatih yang dilakukan oleh pendidik supaya peserta cliclik melakukan
kegiatan belaj ar untuk memenuhi kebutuhan belajar clan kebutuhan pendidikan
dalam upaya memuaskan pemenuhan kebutuhan hidupnya.43
42 Ahrlnl Maiid dan Dian Andavani. Pendidikan Af!a1na Js/a111 Berbasis Kon1petensi,
-
34
Apabila memakai istilah pembelajaran agama di sekolah SMP maka ha! itu
berarti segala aktivitas dan usaha gum dalam membelajarkan siswa di sekolah
menengah pertan1a sehingga dengan usaha tersebut siswa SMP dapat mencapai
hasil belajar meliputi keimanan (tauhid), fiqh, sejarah Islam, akhlak dengan baik.
Proses belajar mengajar pada materi .pendidikan agama Islam di SMP
kebanyakan pada saat ini sudah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi.
Dengan kurikulum tersebut siswa dituntut lebih aktif dalam belajar dibandingkan
dengan aktivitas mengajar guru, siswa dituntut untuk dapat menyelesaikan,
masalah sendiri, mengoptimalkan ranah affektif, kognitif,dan psikomotorik
dengan latihan-latihan dan tugas yang dibebankannya oleh gum kepada mereka.
Tugas-tugas tersebut tidak hanya LKS dan PR saja, melainkan program-
prograrn guru yang telah disiapkannya untuk siswa dalarn usahanya
membelajarkan siswa.
2. Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Secara umum, pendidikan agama Islam bertujuan: " untuk meningkatkan
keimanan, pemahaman penghayatan, keyakinan dan pengamalan peserta didik
tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. "44
Di dalan1 GBPP PAI mata pelajaran pendidikan agama Islam kurikulum
1999, tujuan PAI tersebut lebih dipersingkat lagi, yaitu: "agar siswa memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim
yang beriman, bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia". Rumusan
tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan agama Islam
yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan kognisi, yakni
pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang
terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ke tahapan afeksi,
yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa,
dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait dengan kognisi,
-
35
dalam aiti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh
pengetahuan dai1 pemahamannya terhadap ajaran dan nilai againa islam. Melalui
tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan
bergerak untuk mengamalkai1 dan mantaati ajaran !slain (tahapan Psikomotorik)
yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk
manusia muslim yang beriamn, bertaqwa dan berakhlak mulia.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka rnang lingkup materi P Al
(kurikulum 1994) pada dasarnya mencakup tujuh ruang lingkup pokok, yaitu: Al-
quran - Hadits, Keimana syariah, lbadah, Muainalah, Akhlak, dan Tarikh (sejaiah
Islam) yang menekankan pada perkembangan politik. Pada kurikulum tahun 1999,
dipadatkan menjadi lima pokok, yaitu: Al-quran, Keimanan, Akhlak, Fiqh dan
bimbingan ibadah, serta Tarikh atau sejarah yang lebih menekankan pada
perkembangan ajaran agama, ilmu pengetahua~ dan kebudayaan.45
Pcndidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk meningkatkan
keyakinai1, pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi.46
Mata pelajaran pendidikan againa !slain itu secara keseluruharmya dalam
lingkup Al-Quran dan al-hadis, keimanan, fiqh/ibadah, dan sejarah, sekaligus
menggambarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam mencakup
perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan
Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, mahluk lainnya maupun lingkungannya
(Hablun minallah wa hablun minannas). 47
Ajaian Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad dari Allah berisi
pedoman pokok yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (Allah),
45 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Seka/ah, (Bandung: Rosda Karya, 2004), Cet ke-3, h. 79
46 Ramayulis, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, Januari, 2001), cet_ke-3, h. 104
----- ~ ---: I.
-
36
dengan dirinya sendiri, dengan manusia sesamanya, dengan mahluk bernyawa
yang lain, dengan benda mati dan alam semesta ini. Ajaran ini diturunkan Allah
untuk kesejahteraan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat nanti.
Ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhan1mad ini, Iebih Iengkap clan lebih
sempurna dari ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi-Nabi sebelumnya. Karena
agama Islam memuat ajaran tentang tata hidup yang meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia, maka pengajaran Agan1a Islam sebenamya harus berarti
pengajaran tentang tata hidup yang berisi pedoman pokok yang akan digunakan
oleh manusia dalam menj alani kehidupannya di dtmia ini dan untuk menyiapkan
kehidupan yang sejahtera di akhirat nanti.
Dengan demikian berarti bahwa ruang Iingkup pengajaran Agama Islam itu
Iuas sekali meliputi seluruh aspek kehidupan.48
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Kurikulum pendidikan agama Islam untuk sekolah/madrasah berfungsi
sebagai berikut:
1) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta
didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga. Pada dasamya dan pertama-tama kewajiban menanamkan
keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga.
Sekolah berfungsi untuk menumbuhkembangkan Iebih Ianjut dalam diri
anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan
ketaqwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
tingkat perkembangannya.
2) Penanan1an nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagian hidup
di dunia dan di akhirat.
3) Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya
baik Iingkungan fisik maupun Iingkungan sosial clan dapat mengubah
Iingkungannya sesuai dengan aj aran agama Islam. Penyesuaian mental,
yaitu untuk menyesuaikan diri dengan Iingkungan baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah Iingkungannya sesuai
dengan ajaran agama Islam.
-
37
4) Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-
kekurangan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman
ajaran dalan1 kehidupan sehari-hari.
5) Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dan lingkungaimya
atau dari budaya lain yang dapat membahayakan perkembangannya
menuju manusia Indonesia seutulmya.
6) Pengaj aran tentang ilmu pengetahuan keagainaan secara um um (al am
nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsional.
7) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat
khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang
secaia optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi
orang lain.49
4. Karakteristik Pendidikan Agama Islam
Sebagai mata pelajaran, rumpun mata pelajaran, atau bahan kajian, PAI
memiliki ciri khas atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan
mata pelajaran lain: Adapun karakteristik mata pelaj aran PAI itu dapat
dijelaskan sebagai berikut:
!) PAI merupakan rumpun mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-
ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam. Karena itulah PAI
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam. Ditinjau
dari segi isinya, PAI merupakan mata pelajaran pokok yang menj adi salah
satu komponen, dan tidak dapat dipisahkan dari rumpun mata pelajaran
yang bertujuan mengembangkan moral dan kepribadian peserta didik.
2) Tujuan PAI adalah untuk terbentuknya peserta didik yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti yang luhur (berakhlak
mulia), memiliki pengetahuan tentang ajaran pokok agama Islam dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta memiliki
pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islainsehingga memadai
baik untuk kehidupan bermasyarakat maupun untuk melanjutkan
oendidikan keienjang yang lebih tinggi.
-
38
3) Pendidikan agama Islam, sebagai sebuah program pembelajaran, diarahkan
pada (a) menjaga akidah dan ketaqwaan peserta didik, (b) menjadi
landasan untuk lebih rajin mempelajarl ilmu-ilmu lain yang diajarkan di
madrasah, ( c) mendorong peserta didik untuk kritis, kreatif, dan inovatif
dan (d) menjadi landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat. PAI bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama
Islam, tetapi juga untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari
(mengembangkan etika sosial)
4) Pembelajaran PAI tidak hanya menekankan penguasan kompetensi
kognitif saja, tetapi juga afektif dan psikomotoriknya.
5) Isi mata pelajaran PAI didasarkan dan dikembangkan dari ketentuan-
ketentuan yang ada dalam dua sumber pokok aj aran Islam, yaitu Al quran
dan sunnah Na bi Muhammad SAW ( dalil naq Ii). Di samping itu materi
P Al juga diperkaya dengan hasil-hasil istinbath atau ijtihad ( dalil aqli)
para ulama sehingga ajaran-ajaran pokok yang bersifat umum lebih rinci
dan mendetail.
6) Materi PAI dikembangkan dari tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu
aqidah, syariah, dan akhlak. Aqidah merupakan penjabaran dari konsep
iman, syariah merupakan penjabaran dari konsep Islam, dan akhlak
merupakan konsep dari ihsan. Dari tiga konsep dasar itulah berkembang
berbagai kajian keislaman, termasuk kajian-kajian yang terkait dengan
ilmu telmologi, seni dan budaya.
7) Out put program pembelajaran PAI di sekolah adalah terbentuknya peserta
didik yang memiliki akhlak mulia (budi pekerti yang luhur) yang
merupakan misi utama dari diutusnya Nabi Muhammad SAW di dunia.
Pendidikan akhlak (budi pekerti) adalah jiwa pendidikan dalam Islam
sehingga pencapaian akhlak mulia (karimah) adalah tujuan sebenarnya
dari pendidikan. Dalam hubungan ini, perlu ditegaskan bahwa
pembelajaran P Al tidak identik dengan menafikan pendidikan jasmani dan
nendidikan akal. Keberadaan program pembelajaran selain PAI menjadi
-
39
Pencapaian akhlak mulia justru mengalami kesulitan jika hanya dianggap
menjadi tanggung jawab mata pelajaran PAI. Dengan demikian,
pencapaian akhlak mulia harus menjadi tanggung jawab semua pihak
termasuk mata pelajaran non PAI dan guru-guru yang mengajarnya. Ini
berarti meskipun akhlak itu tampaknya hanya menjadi muatan mata
pelaj aran PAI, mata pelaj aran lain juga perlu mengandung muatan akhlak.
Lebih dari itu, semua guru harus memperhatikan ahklak peserta didik dan
berupaya menanamkannya dalan1 setiap proses pembelajaran. Jadi,
pencapaian akhlak mulia tidak cukup hanya melalui mata pelajaran P Al.
Demikian karakteristik Pendidikan Agama Islam (PAI). Guru perlu
mengembangkannya lebih lanjut dengan rambu-rambu ini, sehingga implementasi
kurikulum PAI sesuai dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik, madrasah dan
masyarakat. 50
5. Penerapan Teknik Jigsaw dalam Pembelajaran Agama Islam
Dengan teknikjigsaw ini guru memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan
pelajaran menjadi lebih bermalma. Selain itu, siswa bekerja dengan siswa dalam
suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah
informasi dan meningkatkan keterampilan komunikasi.
Jigsaw didesain 'untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara
mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi tahu)
terhadap teman sekelompoknya. Kunci teknik jigsaw ini adalah interdependensi
setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan
dengan tujuan agar dapat mengerjakan tugas dengan baik.
Menurut Elliot Aronson pelaksanaan kelas jigsaw, meliputi 10 tahap yaitu :
1. Membagi siswa ke dalam kelompok jig~aw dengan jumlah 5-6 orang.
2. Menugaskan satu orang siswa dari masing-masing kelompok sebagai
pemimpin, umumnya siswa yang dewasa dalam kelompok itu.
3. Membagi pelajaran yang akan dibahas ke dalam 5-6 segmen.
-
40
4. Menugaskan tiap sJSwa untuk mempelajari satu segmen dan untuk
menguasai segmen mereka sendiri.
5. Memberi kesempatan kepada para siswa itu untuk membaca secepatnya
segmen mereka sedikitnya dua kali agar mereka terbiasa dan tidak ada
waktu untuk menghafal.
6. Bentuklah kelompok ahli dengan satu orang dari masing-masing kelompok
jigsaw bergabung dengan siswa yang. lain yang memiliki segmen yang
sama untuk mendiskusikan poin-poin yang utama dari segmen mereka dan
berlatih presentasi kepada kelompok jigsaw mereka.
7. Setiap siswa dari kelompok ahli kembali ke kelompokjigsaw mereka.
8. Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan segmen yang
dipelajarinya kepada kelompoknya, dan memberi kesempatan kepada
siswa-siswa yang lain untuk bertanya.
9. Guru berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lainnya,
mengamati proses itu. Bila ada siswa yang mengganggu segera dibuat
intervensi yang sesuai oleh pemimpin kelompok yang ditugaskan.
Pada akhir bagian beri ujian materi sehingga siswa tahu bahwa pada
bagian ini bukan hanya game tapi benar-benar harus menguasai.
Namun tidak semua mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat
menggunakan pendekatan cooperative learning teknikjigsaw, seperti pengajaran
tentang tauhid yang memang lebih tepat jika digunakan metode ceramah, tanya
jawab, dan diskusi karena dalam tauhid terdapat nilai-nilai normatif dan dogma-
dogma yang memang sulit jika disampaikan dengan menggunakan pendekatan
cooperative learning teknikjigsaw. Begitu juga dengan mata pelajaran Al-Qur'an
Hadits dan akidah akhlak yang semuanya itu tergantung pada materi yang akan
diajarkan apakah dapat sampaikan dengan menggunakan cooperative learning
teknikjigsaw atau tidak.51
Tidak ada satu telmik pun yang sempurna demikian juga dengan
cooperative learning tek;nik jigsaw pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan telmik jigsaw antara lain: mengajarkan nilai kerjasama, meningkatkan
kepercayaan diri, membantu siswa antar yang satu dengan yang lainnya dan
-
41
teknik jigsaw antara lain: saling mengandalakan satu dengan yang lain pada saat
diskusi, kurang senang mendapatkan penjelasan dari teman, dan memerlukan
waktu yang cukup panjang.
D. Efektivitas Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam secara umum bertujuan meningkatkan keimanan.
Pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa tentang agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta
berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara serta untuk melanjutkan pendidikan padajenjang yag lebih tinggi.52
Dalam petunjuk pelaksanaan sistem. pendidikan nasoinal 1993-1994
disebutkan bahwa mata pelajaran pendidikan agama dimaksudkan untuk
memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agan1a yang dianut oleh siswa yang bersangkutan yang memperhatikan tuntutan
untuk menghormati agama laindalam hubungannya kerukunan antar umat
beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan peraturan nasional, bahan kajian
masing-masing agama adalah sebagai beriknt: materi pelajaran agama Islam yang
berisi bahan kajian tentang keimanan, ibadah, Al-quran, akhlak, syariah,
muamalah dan tarikh.53
Sedangkan tujuan pendidikan agama Islam dalam segala tingkatannya
secara garis besar dapat disajikan sebagai berikut:
I. Menanan1kan pepsaan cinta, taat dan I'tikad yang benar kepada Allah
dalam hati peserta didik yaitu dengan meningkatkan nakmat Allh yang
tidak terhitung banyaknya.
2. Mendidik mereka agar mengikuti semua perintah Allah dan meninggalkan
larangannya.
3. Mendidik para pelajar agar membiasakan akhlak yang mulai dan adat
kebiasaan yang baik.
-
42
4. Memberikan pelajaran mengenai macam-macam ibadat yang wajib
dikerjakan dan cara melakukannya, faedah-faedah dan pengaruhnya serta
hukum-hukum agam yang perlu diketahui oleh tiap-tiap orang Islam.
5. Memberikan contoh kepada mereka bagaimana sebaiknya hidup di dunia.
6. Membentuk warga negara yang baik dan masyarakat yang baik yang
berbudi luhur dan berakhlak mulia, serta berpegang teguh dengan ajanm
agama.54
Metode diskusi diperhatikan oleh Al- Quran dalam mendidik dan
mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap
pengetahuan mereka terhadap sesuatu masalah. Maksud Allah dalam ha! ini agar
kita mengajar pelajaran yang benar dengan hikmah dan mauidah yang baik dan
membantah mereka dengan cara paling baik sebagaimana difirmankan oleh Allah
dalam suratAn-Nahl 125:
J. ,.,.
Artinya "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. "
Dan surat Al-Ankabut ayat 46:
-::,., ef,. J. J. bz_ J,,. J.,.. ... ,, -::,., .:: J. ,.. "" t 'If,., -:: ,.. .,._, ,,.,.,. t. J -! ,,, C>~~ SI; l:;J j!j ~ Ir-& i:.r..~I :lj ~I (d' ~~ :lj '-:;-.-?II J'-1 l:;J~ :lj
... J. > J."'>"' ... J) .JJ" ..-J" J. ... ,. t. "'",. { Ju~ ,;..i ~j ~j ~Jj 4Jjj ~J J!lj Wj J!I
Artinya : "Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya kepada-Nya berserah diri
Dari kedua ayat tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari
metode diskusi adalah mengajarkan manusia umumnya dan siswa khususnya agar
senang mendengarkan pendapat orang lain walaupun berbeda dengan penclapat
-
43
sendiri, membiasakan siswa bersikap toleransi serta melatih untuk berfikir secara
teratur dan logis sehingga orang yang mendengar mudah memahaminya.
Diskusi dijadikan sebagai salah satu strategi dalam pembelajaran karena
mengajar bukan semata persoalan menceritakan dan menceramahkan materi.
Belajar pun bukan hanya sebatas proses penuangan informasi ke dalam benak
siswa. Belajar melatih mental dan ke1ja siswa seniri. Penjelasan dan pemeragaan
semata tidak akan membuahkan belajar yang. langgeng yang bisa membuahkan
hasil belajar yang langgeng hanyalah jika. siswa mengalami sendiri proses
pembelaj aran itu.
Jigsaw model pengajaran yang dikembangkan oleh Aronson sebagai
pendekatan cooperative learning. Model ini cocok untuk semua kelas atau
tingkatan, dengan model ini gum memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalarnan siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan
pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu siswa beke1ja dengan siswa dalam
suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untnk mengolah
informasi dan meningkatkan keterampilan komunikasi.55 Siswa clapat
mengembangkan berbagai kemampuan clalam bersosialisasi, belajar mancliri, serta
bekerja sarna. Teknik Jigsaw d
top related