kerjasama sektor perikanan air tawar dalam...
Post on 06-Mar-2019
247 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KERJASAMA SEKTOR PERIKANAN AIR TAWAR
DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
( Studi di Desa Selajambe Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
Fidah Kartika
NIM: 104046101613
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1430 H/2009 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 30 Desember 2008
Fidah Kartika
KERJASAMA SEKTOR PERIKANAN AIR TAWAR
DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Studi di Desa Selajambe Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh :
FIDAH KARTIKA
NIM : 104046101613
Di Bawah Bimbingan
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1430 H/ 2009 M
ABSTRAK
Penulis mengangkat karya yang berjudul Kerjasama Sektor Perikanan Air
Tawar dalam Perspektif Ekonomi Islam di Desa Selajambe Kecamatan Cisaat
Kabupaten Sukabumi dengan studi khusus kerjasama yang menggunakan bagi hasil,
berharap penelitian ini mampu menambah pengetahuan tentang praktek kerjasama
yang sudah berlaku dan menerapkan konsep kerjasama usaha dengan sistem bagi
hasil yang sesuai dengan nilai-nilai ekonomi Islam.
Dalam penelitian ini akan dijawab dari permasalahan yang telah dirumuskan
yaitu bagaimana kerjasama sektor perikanan air tawar di Desa Selajambe
menguntungkan kedua belah pihak dan apakah kerjasama yang dilakukan masyarakat
Selajambe sesuai dengan kerjasama yang berbasis bagi hasil dalam konsep ekonomi
Islam serta persepsi terhadap kerjasama dengan sistem bagi hasil yang dilakukan pada
sektor ini.
Dari perumusan masalah, dapat diketahui bahwa kerjasama sektor perikanan
air tawar ini menguntungkan kedua belah pihak dengan menjalankan kerjasama
berbasis bagi hasil yang relevan dengan konsep ekonomi Islam. Dan konsep
kerjasama ini dinilai baik karena pola ini mensyaratkan adanya keadilan dan
transparansi dalam pengelolaan usaha.
Jenis data yang digunakan adalah data deskriptif kauntitatif dan kualitatif dan
jenis penelitiannya adalah penelitian kepustakan (Library Research) dan penelitian
lapangan (Field Research) dengan pendekatan survey lapangan. Sumber data berasal
dari data primer dan data sekunder. Dan untuk analisis yang bersifat kuantitatif,
peneliti menggunakan bantuan SPSS For Windows Versi 15,00.
Merujuk pada konsep kerjsama yang berbasis bagi hasil dalam konsep
ekonomi Islam, kerjasama sektor perikanan air tawar di Desa Selajambe selalu
berusaha menjalankan usaha sesuai dengan syari’at Islam. Dan kerjasama ini mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat Desa Selambe. Hal ini terbukti
dengan hasil produksi ikan yang diakui kualitasnya oleh masyarakat Sukabumi dan
sekitarnya, bahkan mencapai ekspor ke luar negeri.
KKKAAATTTAAA PPPEEENNNGGGAAANNNTTTAAARRR
Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam sama-sama kita sampaikan untuk suri
tauladan (Uswatun Hasanah) Nabi Muhammad SAW yang telah menebarkan risalah
kebenaran di muka bumi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, banyak hambatan dan kesulitan yang penulis
hadapi, alhamdulillah berkat rahmat dan pertolongan Allah SWT serta bantuan dari
berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Kerjasama Sektor Perikanan Air Tawar dalam Perspektif Ekonomi Islam” (Studi di
Desa Selajambe Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi), maka penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Bapak Prof., Dr., H. Muhammad Amin
Suma, S.H., M.A., M.M.
2. Ketua Program Sudi Muamalat Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Sekretaris
Program Studi Muamalat Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH.
3. Bapak Ir. H. M. Nadratuzzaman Hosen, MS, MEc, PhD dan Ibu Ir. Ela Patriana,
MM., AAAIJ, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu dan
pemikirannya untuk membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini
4. Bapak Dr. H. A. Djuaini Syukri, Lc., M.Ag dan Bapak Dr. Yayan Sopyan, M.Ag,
sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan terhadap proses akhir
skripsi ini.
5. Seluruh Staff dan Karyawan Muamalat Institute atas segala bantuan dan
kesempatan untuk meluangkan waktu dari awal hingga akhir penelitian.
6. Bapak dan Ibu dosen serta segenap Civitas Akademika Fakultas Syari’ah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis baik secara langsung maupun tidak
langsung.
7. Kepala Desa dan Aparat Desa Selajambe yang telah memberikan bantuan kepada
penulis selama penelitian. Para petani dan seluruh responden yang telah
memberikan banyak informasi mengenai masalah yang penulis teliti.
8. Yang paling istimewa dan yang sangat penulis cintai Ayahanda (Kandi
Sukarnadi) dan Ibunda (Yuyun Yuningsih) beserta kakak-kakakku (Suhendra,
Idrus Junaedi, Sri, Sis Citra Dewi), adikku Wahyu, serta keluarga besar H.
Bukhori dan keluarga besar Bpk. Ropi yang telah memberikan bantuan moril
maupun materil serta senantiasa berdo’a demi keberhasilan penulis.
9. Kepada teman-teman PS-B angkatan tahun 2004, rekan-rekan FKMGP, Maya,
Yuyun, Heny, Puji, Ida, Selly, Itsna, Icha, serta semua pihak yang ikut
memberikan motivasi dan dorongan kepada penulis, tetapi tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
10. Kepada Muhammad Taufiq dan sahabat-sahabatku Melly, Linda, Aam yang
selalu memotivasi penulis untuk berusaha menyelesaikan tugas akhir ini, terima
kasih atas dukungannya selama ini.
Semoga bantuan dan partisipasi tersebut menjadi amal shaleh, dan semoga Allah
membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda. Terakhir penulis berharap semoga
penulisan skripsi ini berguna bagi kita semua terutama bagi penulis sendiri. Amiin.
Jakarta, 30 Desember 2008
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 7
D. Metode Penelitian 9
E. Sistematika Penulisan 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu 11
B. Kajian Teoritis Kerjasama dalam Ekonomi Islam 28
C. Kerjasama Ekonomi Secara Umum 42
D. Teori Produksi dengan Bahasan Fungsi Cobb Douglas 49
BAB III METODE PENELITIAN
A. Kerangka Teori/Konseptual 53
B. Variabel Penelitian 59
C. Metode Pengumpulan Data 60
D. Teknik Analisis Data 63
BAB IV ANALISIS KERJASAMA SEKTOR PERIKANAN AIR TAWAR
YANG MENGGUNAKAN SISTEM BAGI HASIL DI DESA
SELAJAMBE
A. Gambaran Umum Desa Selajambe 65
B. Profil Responden 77
C. Uji Asumsi dan Hipotesis Analisis Keuntungan Kerjasama
Sektor Perikanan Air Tawar Dengan Sistem Bagi Hasil
Bagi Kedua Belah Pihak 79
D. Relevansi Kerjasama Sektor Perikanan Air Tawar
di Desa Selajambe dengan Konsep Kerjasama
yang Menggunakan Sistem Bagi Hasil dalam Ekonomi Islam 92
E. Persepsi Peatni Ikan Terhadap Kerjasama Sektor Perikanan
yang Menggunakan Bagi Hasil 98
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 101
B. Saran 103
DAFTAR PUSTAKA 104
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Daftar Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya 11
Tabel 2.2 Persentase Sumber Modal yang Dimiliki oleh Pemodal 16
Tabel 4.1 Kelompok Tani di Desa Selajambe 67
Tabel 4.2 Sarana Kesehatan di Desa Selajambe 70
Tabel 4.3 Sarana Ibadah dan Pendidikan di Desa Selajambe 70
Tabel 4.4 Sarana Olah Raga di Desa Selajambe 71
Tabel 4.5 Sarana Air Bersih 71
Tabel 4.6 Sarana Lingkungan / Sosial 71
Tabel 4.7 Jumlah Penduduk Desa Selajambe Berdasarkan Jenis Kelamin 72
Tabel 4.8 Jumlah Penduduk Desa Selajambe Berdasarkan Agama 72
Tabel 4.9 Jumlah Penduduk Desa Selajambe Berdasarkan Pendidikan 72
Tabel 4.10 Jumlah Penduduk Desa Selajambe Berdasarkan Mata Pencaharian 73
Tabel 4.11 Karakterisrik Responden Berdasarkan Usia 78
Tabel 4.12 Karakterisrik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 78
Tabel 4.13 Karakterisrik Responden Luas Lahan Responden Pemilik Lahan 79
Tabel 4.14 Hasil Output SPSS Awal 80
Tabel 4.15 Hasil Uji Multikolinearitas 83
Tabel 4.16 Hasil Uji Autokorelasi 86
Tabel 4.17 Hasil Uji F 88
Tabel 4.18 Hasil Uji t 89
Tabel 4.19 Hasil Uji Pearson Correlation 92
Tabel 4.20 Persepsi Petani Ikan Terhadap Kerjasama Sektor Perikanan
Air Tawar yang Menggunakan Sistem Bagi Hasil 100
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Selajambe 68
Gambar 4.2 Hasil Uji Heterokedasitas (Scatterplot) 84
Gambar 4.3 Hasil Uji Normalitas (Normal P-Plot) 85
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT telah menjadikan manusia masing-masing berhajat kepada
yang lain, supaya mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dan
segala urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dalam urusan diri sendiri
maupun kemaslahatan umat. Dengan cara demikian, kehidupan masyarakat
menjadi teratur dan subur serta pertalian yang satu dengan yang lainnya menjadi
kuat.1
Dalam Islam, Interaksi antara sesama manusia dikenal dengan istilah
muamalah. Menurut Hudhari Beik, muamalah adalah “semua akad yang
membolehkan manusia saling bertukar manfaat.” Sedangkan menurut Idris
Ahmad, muamalah adalah “aturan Allah yang mengatur hubungan manusia
dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara
yang paling baik.”2
Manusia sebagai subyek hukum tidak mungkin hidup di alam ini sendiri
saja, tanpa berhubungan sama sekali dengan manusia lainnya. Eksistensi manusia
sebagai makhluk sosial sudah merupakan fitrah yang ditetapkan oleh Allah SWT
bagi mereka. Suatu hal yang paling mendasar dalam memenuhi kebutuhan
1 H. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung : CV Sinar Baru, 1998), Cet. ke-21, h. 262 2 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), Cet. ke-2, h. 15
seorang manusia adalah adanya interaksi sosial dengan manusia lain. Dalam
kaitan dengan ini, Islam datang dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang
mengatur secara baik persoalan-persoalan muamalah yang akan dilalui oleh setiap
manusia dalam kehidupan sosial mereka.3
Islam menganjurkan umatnya untuk memproduksi dan berperan dalam
bentuk kegiatan ekonomi seperti pertanian, perikanan, perkebunan dan bentuk
produksi lainnya. Dan Islam memberkati pekerjaan dunia ini dan menjadikannya
sebagai ibadah.
Ekonomi Islam sangat menganjurkan dilaksanakannya aktifitas produksi
dan mengembangkannya, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Ekonomi Islam
tidak menghendaki komoditi dan tenaga kerja terlantar begitu saja. Islam
menghendaki semua tenaga dikerahkan semaksimal mungkin untuk berproduksi
atau bekerja, supaya semua kebutuhan manusia terpenuhi. Islam menghendaki
semua tenaga dikerahkan untuk meningkatkan produktivitas lewat itqan
(ketekunan) yang diridhoi oleh Allah atau ihsan yang diwajibkan Allah atas
segala sesuatu.4
Dengan begitu, maka tugas manusia sebagai khalifah Allah SWT yang
harus membudidayakan lahan supaya tidak punah. Oleh karena itu, disinilah letak
pentingya kerjasama. Dengan kerjasama, pekerjaan sulit menjadi mudah. Dan
3 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), h. viii 4 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 1997),
h.123
banyak manfaat yang dirasakan bila setiap orang bekerjasama, dalam hal ini
kerjasama antara pemilik lahan dengan seseorang yang memiliki keahlian.
Kerjasama adalah kegiatan usaha yang dilakukan beberapa orang
(lembaga, pemerintahan, dan sebagainya) untuk mencapai tujuan bersama.5
Dalam Islam, kerjasama merupakan sebuah keharusan yang telah disyari’atkan
dalam agama. Kerjasama harus tercermin dalam segala tingkat ekonomi, baik
produksi maupun distribusi berupa barang ataupun jasa.
Kerjasama dalam ekonomi harus dilaksanakan untuk menigkatkan
kesejahteraan bersama dan mencegah kesenjangan sosial. Ekonomi yang
berdasarkan saling membantu dan kerjasama ini sendirinya menghendaki adanya
organisasi kerjasama dalam aktivitas ekonomi. Nilai yang ada dalam prinsip ini
adalah pengambilan keputusan secara konsensus dimana semua peserta
mempertanggungjawabkan kepentingan bersama.6
Sesungguhnya masyarakat telah memberinya sesuatu, maka mestilah
masyarakat mengambil sesuatu darinya, sesuai dengan apa yang dimilikinya.
Inilah nilai-nilai indah yang mendapat perhatian para ulama Islam. Mereka
menjadikan amal duniawi dari sudut ini sebagai kewajiban syar’iyah.7
5 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Edisi ketiga, h. 554 6 M. Dawam Raharjo, Islam dan Informasi sosial Ekonomi, (Jakarta : Lembaga Studi
Agama dan Filsafat), Cet. ke-1, h. 7 7 Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, (Jakarta :
Robbani Press, 1997), Cet. Pertama, h. 157
Kita memperoleh banyak makanan yang bernilai gizi tinggi dari hasil
usaha para pekerja dalam bidang perikanan. Bidang perikanan termasuk usaha
yang halal dan baik untuk digarap, sesuai dengan isyarat al-Qur’an:
������ ���� ����� ���������� ������� ! �"�#�$�� �� )٩٦ : ا����ا� ( �%
Artinya: “Dihalalkan kepadamu buruan laut dan makanan lautan (ikan-
ikan) sebagai kesenangan bagi kamu.” (QS. al-Maidah : 96)
Ratusan jenis ikan yang bertebaran dalam laut, danau-danau dan sungai-
sungai yang dapat dijaring oleh para nelayan dengan mempergunakan peralatan
konvensional maupun yang modern dan canggih. Di samping ikan-ikan di laut,
danau dan sungai juga dapat diusahakan peternakan pada empang-empang dengan
jenis-jenis tertentu pada air payau maupun air tawar.
Isyarat Al-Qur’an mengenai perikanan merupakan himbauan agar
pembacanya yang beriman mengambil bagian (berpartisipasi) dalam lapangan
pekerjaan ini. Lapangan ini termasuk bidang amal shaleh, karena betapa
banyaknya manusia yang menikmati daging segar dan kering yang bernilai gizi
tinggi berkat hasil usaha para nelayan dan peternak ikan itu.8
Kita mempunyai bukti diberikan dorongan untuk membudidayakan tanah
kosong. Hal itu bisa diqiyaskan pada hadits berikut ini:
�� ا����ي� ������ه���د ������ ���� !�وة !� - '&�% ا��% اس��ق - !"�� !� م� %�' �! 9)روا� ا�3 داود( ;:% �. � ا�% ار�9 م/78 م: �/. ان� رس3ل ا0 2-�1 ا0 !-/. و س-�, +�ل ا
8 Hamzah Ya’kub, Etos Kerja Islami, Petunjuk Pekerjaan yang Halal dan Haram,
(Jakarta : CV Pedoman Ilmu Jaya, 1992), Cet. Pertama, h. 31-32 9 Abu Dawud, Sulaiman bin al-Asy’ab as-Sajstaani, Sunan Abu Dawud, (Beirut-Libanon:
Daar al-Fikr, 1994), juz 3, h. 226
Artinya: ”Telah menceritakan kepada kami Hannad bin Sirriy dan
hambanya, dari Muhammad yakni Ibnu Ishaq dari Yahya bin Urwah dari
ayahnya bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa menghidupkan
tanah yang sudah mati maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Abu Dawud)
Karena Islam mengakui pemilikan tanah bukan menggarapnya dengan
menerima sebagian hasilnya atau uang, akan tetapi bersamaan dengan itu
dianjurkan agar seorang yang mampu sebaiknya meminjamkan tanahnya tanpa
sewa kepada saudara-saudaranya yang miskin.10
Kerjasama disektor perikanan air tawar ini mempunyai aturan main (rules
of game), yang dapat tercermin dari aturan/nilai-nilai Islam, aturan Undang-
undang maupun adapt istiadat/kebiasaan. Dari realita yang ada, praktek kerjasama
yang menggunakan bagi hasil ini lebih banyak yang mengikuti aturan adat
istiadat. Masyarakat menganggap kerjasama berbasis bagi hasil tersebut
merupakan warisan turun temurun. Kalaupun praktek kerjasama yang dilakukan
sesuai dengan nilai-nilai Islam, masyarakat cenderung tidak memahaminya.
Tidak banyak penelitian yang membahas kejasama sektor perikanan air
tawar dalam perspektif ekonomi Islam. Namun kemungkinan apakah kerjasama
ini sesuai atau justru bertolak belakang dengan aturan nilai-nilai Islam. Untuk itu,
penelitian ini akan membahas bagaimana konsep kerjasama yang dilakukan
masyarakat. Apakah dalam kerjasama ini terdapat unsur-unsur yang bertentangan
dengan syariat, seperti unsur ketidakadilan, keterpaksaan, atau bahkan gharar
(ketidakjelasan akad atau kekuatan hukum).
10 M. Abdul Mannan, Ekonomi Islam : Teori dan Praktek (Dasar-dasar Ekonomi Islam),
(Jakarta : PT. Intermasa, 1992), Edisi I. h. 77
Selajambe adalah suatu daerah yang paling berpotensi dalam sektor
perikanan air tawar di wilayah Sukabumi. Penduduknya banyak yang
menggantungkan usahanya pada sektor perikanan air tawar, yang sudah menjadi
wadah untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder mereka. Hanya saja
persoalannya tidak semua penduduk di sini mempunyai lahan atau tambak yang
cukup luas. Dari hasil kegiatan ekonomi kedua belah pihak ini hasilnya nanti akan
dibagi, sesuai dengan mekanisme pengolahannya dan kesepakatan mereka dan
sesuai dengan sistem kerjasama yang dilakukan.
Terkadang keuntungan yang diperoleh oleh penggarap (peternak ikan) itu
tidak berbanding dengan usahanya. Padahal yang menentukan maju mundurnya
suatu usaha adalah pengelola usaha. Keadaan tersebut memang tidak adil karena
hal tersebut berpengaruh pada bidang ekonomi dan sosial dalam masyarakat.
Itupun terjadi dikarnakan dalam kerjasama antara pemilik lahan dan peternak ikan
tidak dilandasi oleh hukum berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, sehingga
terjadi ketidakadilan.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam
mengenai bagaimana kerjasama antara pemilik lahan (tambak) dengan pengelola
lahan (peternak ikan). Sehingga penulis akan mencoba melakukan penelitian dan
akan dibahas dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul:
“KERJASAMA SEKTOR PERIKANAN AIR TAWAR DALAM
PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (STUDI DI: DESA SELAJAMBE,
KECAMATAN CISAAT, KABUPATEN SUKABUMI).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penulis akan membatasi ruang penelitian tentang sistem kerjasama sektor
perikanan khususnya masyarakat desa Selajambe dilihat dari sistem bagi hasil
dan akad yang digunakan dan keuntungan serta persepsi tentang sistem
kerjasama yang digunakan masyarakat.
2. Rumusan Masalah
Untuk mengarah kepada pembahasan , maka masalah di atas dirumuskan
dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah kerjasama yang dilakukan masyarakat Desa Selajembe
menguntungkan kedua belah pihak?
b. Apakah pelaksanaan sistem kerjasama dan akad yang digunakan pada
kerjasama sektor perikanan air tawar masyarakat desa Selajambe sesuai
dengan konsep kerjasama yang menggunakan sistem bagi hasil dalam
ekonomi Islam?
c. Bagaimana persepsi Petani ikan tentang sistem kerjasama dengan pola
bagi hasil yang digunakan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Mengetahui keuntungan setelah masyarakat melakukan kerjasama sektor
perikanan air tawar.
b. Memahami konsep kejasama sektor perikanan air tawar masyarakat
Selajambe dengan sistem kerjasama dan bagi hasil serta akad yang
digunakan.
c. Mengetahui persepsi Petani ikan tentang sistem kerjasama dengan pola
bagi hasil yang digunakan
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Bagi penulis khususnya, dapat menambah wawasan pengetahuan dan
pengembangan pikiran yang berupa gagasan atau pendapat yang
diturunkan melalui laporan penelitian ini dan bagi mahasiswa prodi
muamalat pada umumnya diharapkan dapat memperoleh pengetahuan
yang lebih dalam khususnya mengenai kerjasama sektor perikanan air
tawar yang sesuai dengan konsep ekonomi Islam.
b. Untuk mahasiswa dan mahasiswi khususnya prodi perbankan syariah,
diharapkan dengan adanya skripsi ini dapat menjadi referensi di dalam
memahami tentang kerjasama sektor perikanan air tawar.
c. Bagi masyarakat, diharapkan hasil analisis penelitian ini mampu
menambah pengetahuan tentang praktek kerjasama yang sudah berlaku
dan menerapkan konsep kerjasama yang sesuai dengan nilai-nilai ekonomi
Islam.
D. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif – kuantitatif
dan kualitatif, dimana secara deskriptif untuk menjelaskan suatu karakteristik dari
suatu fenomena, yang bertujuan untuk menggambarkan karakteristik dari data
sedangkan metode kuantitatif untuk mengetahui keuntungan kerjasama sektor
perikanan air tawar terhadap kedua belah pihak dengan menggunakan regresi
berganda yang diolah dengan menggunakan SPSS for Windows Versi 15,00.
Kemudian metode kualitatif untuk mengetahui relevansi kerjasama yang dilakukan
masyarakat dengan kerjasama yang menggunakan bagi hasil dalam konsep ekonomi
Islam dan untuk mengetahui persepsi petani terhadap kerjasama sektor perikanan air
tawar yang menggunakan bagi hasil yang dilakuakan.
Untuk lebih detailnya, tentang pembahasan metode penelitian yang digunakan
penulis jelaskan dalam BAB III.
E. Sistematika Penulisan
Supaya lebih terarahnya penulisan skripsi, maka dalam kajian ini penulis
menyusun sistematika pembahasan dalam V (lima) bab yang di dalamnya terdapat
sub bab, seperti yang dijelaskan berikut:
BAB I : PENDAHULUAN, yang terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, yang membahas mengenai hasil-hasil
penelitian terdahulu, konsep kerjasama dalam ekonomi Islam yang meliputi:
pengertian kerjasama (syirkah), dasar hukum pentingnya kejasama (syirkah),
rukun dan syarat dalam kerjasama (syirkah), bentuk-bentuk syirkah, asas-asas
syirkah, dan batalnya akad syirkah, teori kerjasama secara umum, dan teori
produksi dengan bahasan fungsi Cobb Douglas.
BAB III : METODE PENELITIAN yang mengemukakan tentang Kerangka
Teori; variabel penelitian, Metode pengumpulan data/sampling yang meliputi:
jenis penelitian, pendekatan penelitian, jenis data dan sumber data, populasi dan
sampel, dan teknik analisis data.
BAB IV : ANALISIIS KERJASAMA SEKTOR PERIKANAN AIR
TAWAR YANG MENGGUNAKAN BAGI HASIL DI DESA SELAJAMBE,
yang membahas tentang gambaran umum Desa Selajambe, uji asumsi dan
hipotesis analisis keuntungan kerjasama yang mengguanakn bagi hasil bagi kedua
belah pihak, analisis profil responden, relevansi kerjasama sektor perikanan air
tawar dengan konsep kerjasama yang menggunakan bagi hasil dalam ekonomi
Islam, dan persepsi petani ikan (penggarap) tentang sistem kerjasama dengan pola
bagi hasil yang digunakan.
BAB V : PENUTUP, merupakan kesimpulan dari apa-apa yang telah
diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, dan saran-saran yang diharapkan
bermanfaat untuk pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Hasil-hasil penelitian terdahulu berfungsi sebagai pembandingan untuk
menjelaskan persamaan dari penelitian terdahulu dan perbedaan yang dijadikan
sebagai originalitas penelitian ini.
Tema kerjasama dalam Islam telah banyak dikaji dalam penelitian.
Sebagian besar membahas pada konsep kerjasama sektor pertanian dan karet dan
pengaruhnya serta konsep bagi hasil yang digunakan masyarakat. Penelitian
tersebut antara lain:
Tabel 2.1
Daftar Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya
Nama Penulis Judul skripsi Metode
yang Digunakan
Yuliyani (2004)
Perbankan Syari’ah
Muzara’ah dan
pengaruhnya Terhadap
Perekonomian Masyarakat
Mengumpulkan data dengan
melakukan dua metode: Penelitian
Kepustakan dan penelitian Lapangan dengan menggunakan metode
kualitatif.
Endang Yuliyani (2004)
Perbankan Syari’ah
Pengaruh Sistem
Muzara’ah Terhadap
perekonomian Masyarakat
Mengumpulkan data dengan
melakukan dua metode: Penelitian
Kepustakan dan penelitian Lapangan
dengan menggunakan metode
kualitatif.
Rusdi Hamidi (2005)
Perbankan Syari’ah
Praktek bagi Hasil Karet
dalam Perspektif Islam
Mengumpulkan data dengan
melakukan dua metode: Penelitian
Kepustakan dan penelitian Lapangan
dengan menggunakan metode
kualitatif.
Hasil penelitian dari ketiga skripsi di atas adalah sebagai berikut:
Penelitian yang pertama menjelaskan bahwa masyarakat Desa
Cimaherang telah menggunakan sistem bagi hasil pertanian dengan sistem sewa,
petani pemilik/penggarap, sistem paparoan, ngepak dan sistem gadai. Dari kelima
sistem bagi hasil pertanian desa Cimaherang jika dikaitkan ada yang tidak sesuai
dengan sistem muzara’ah yaitu sistem sewa dan petani/pemilik penggarap,
sedangkan ada sistem bagi hasil pertanian masyarakat desa Cimaherang yang
sesuai dengan sistem muzara’ah yaitu sistem paparoan dan ngepak. Sedangkan
sistem gadai tanah secara formal merupakan sistem bagi hasil yang dapat
digolongkan sebaga muzara’ah yang sah. Namun sistem gadai tanah ini memiliki
perbedaan diantara sistem bagi hasil lainnya, dimana dalam sistem gadai tanah
terdapat dua akad sekaligus. Dan dalam sistem bagi hasil tersebut kedua belah
pihak dalam melakukan sistem gadai tanah tidak terdapatnya riba bahkan adanya
perbuatan kemanusiaan yaitu sifat tolong menolong. Sistem bagi hasil pertanian
tersebut juga memiliki pengaruh yang sangat kuat khususnya dalam aspek
perekonomian dan sosial masyarakat desa Cimaherang.
Penelitian kedua membahas sistem bagi hasil masyarakat desa Dewasari
sesuai dengan konsep muzara’ah yaitu sistem pertanian bagi hasil desa Dewasari
yang dikenal dengan sewa garapan, sistem nengah/maro, dan sistem nyeblok.
Sistem pertanian bagi hasil mempunyai pengaruh dalam perekonomian
masyarakat desa Dewasari dan dapat menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar,
karena pertanian mendominasi mata pencaharian penduduk dengan jumlah petani
sebanyak 1.560 orang.
Penelitian ketiga menjelaskan terdapat lima macam pertanian di Desa
Pasar Baru Pangean yaitu: sistem sewa, sistem pemilik sekaligus penggarap,
sistem bagi duo (paroan), sistem bagian batang, dan sistem talobiah takurang.
Sistem bagi hasil yang dilakukan masyarakat Desa Pasar Baru Pangean
mempunyai pengaruh terhadap perekonomian dan kehidupan sosial mereka.
Letak persamaan ketiga penelitian di atas pada metodologi penelitiannya
serta sistem bagi hasil dan objek yang diteliti yakni sektor pertanian. Memang
terdapat persamaan antara ketiga skripsi di atas dengan penelitian ini yaitu
penelitian tentang bagi hasil dan pengaruh kerjasama. Namun dalam penelitian ini
berbeda dengan ketiga penelitian di atas, yaitu akan membahas konsep kerjasama
sektor perikanan air tawar, akad yang digunakan yang mengacu pada al-Qur’an
dan as-Sunnah, dan persepsi masyarakat tentang kerjasama tersebut dengan
menggunakan metodologi penelitian yang berbeda pula.
Selain ketiga penelitian di atas, kajian kepustakaan untuk hasil-hasil
penelitian terdahulu pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Yani Mulyaningsih, Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil Dalam Sub-
Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jakarta: LIPI 2005.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh petani adalah terkait dengan
permodalan. Bantuan permodalan yang berdasarkan bunga yang harus
dibayarkan setiap bulannya oleh petani dirasakan masih belum memberikan
hasil optimal. Mengingat petani tidak bisa panen setiap bulannya maka tentu
tidak bisa membayar angsuran ditambah bunga kepada bank. Sementara,
masalah sulitnya mendapatkan mitra yang dapat dipercaya dan sempitnya
kepemilikan lahan, merupakan faktor intern yang menyebabkan aktivitas
ekonomi berbasis bagi hasil tersebut mulai jarang digunakan oleh masyarakat.
Terdapat juga faktor ekstern yang menyebabkan aktivitas ekonomi berbasis
bagi hasil tersebut mulai jarang digunakan, berupa kebijakan pemerintah yaitu
Revolusi Hijau. Implementasi kebijakan revousi hijau yang salah telah
mengakibatkan terjadinya perubahan orientasi ekonomi petani lapisan atas
kearah yang lebih komersial dan mengabaikan loyalitas kepada petani miskin,
dan telah membuat kehidupan petani semakin memburuk.
Aktivitas bagi hasil di sektor pertanian merupakan aktivitas yang sudah
dikenal secara turun temurun, tetapi perkembangannya saat ini tidak terlalu
menggembirakan.
Adapun sistem bagi hasil yang berlaku pada sektor ini dibagi kedalam dua
kelompok.
a. Pertanian sawah. Sistem bagi hasil masih tetap bertahan tetapi cenderung
menurun dan itupun hanya pada saat panen. Adapun sistem bagi hasil
yang berlaku adalah: bagi hasil dengan tenaga kerja saat panen, separo,
seperempat, sepertiga, sewa, kerjasama (pemilik dan tengkulak) dan gadai.
b. Pertanian holtikultura (buah-buahan). Sedangkan pada pertanian
holtikultura jarang sekali yang menggunakan sistem bagi hasil.11
2. Firmansyah, Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil Dalam Sub-Sektor
Pertambangan, Jakarta: LIPI 2005.
Iklim usaha di sektor pertambangan semakin tidak kondusif dengan berbagai
kebijakan pemerintah yang tumpang tindih seperti keluarnya UU No. 41/1999
tentang pelarangan operasi tambang di hutan lindung. Demikian pula dengan
PP No. 144/2000 tentang perubahan status komoditi batubara menjadi barang
kena pajak yang berdampak pada peningkatan ongkos produksi.
Sistem imbalan jasa pada usaha pertambangan rakyat yang menganut pola
bagi hasil dalam usaha pertambangan batubara sedikit berbeda dengan sistem
bagi hasil pada usaha pertambangan non-batubara. Pada usaha pertambangan
batubara, sistem bagi hasil yang digunakan lebih menjamin tingkat
pendapatan pekerja karena pendapatan pekerja tidak dipengaruhi oleh struktur
pengeluaran/biaya produksi. Sedangkan sistem bagi hasil pada usaha
pertambangan non-batubara dimana pendapatan pekerja sangat ditentukan
oleh besarnya biaya produksi yang dikeluarkan. Dengan kata lain, bila ongkos
produksi meningkat sementara harga jual produksi tetap maka pendapatan
nominal pekerja akan berkurang.
11 Mahmud Thoha, Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil: Dalam Sektor Primer,
(Jakarta: Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, 2005), Buku 2, h. 15-18
Pada penelitian ini dijelaskan bahwa sistem bagi hasil yang berlaku hanya
pada pertambangan rakyat yaitu:
a. Pekerja dapat nilai rupiah tertentu dari hasil produksi. Artinya, pekerja
sudah ditentukan bagiannya sebelum dikurangi biaya-biaya.
b. Pendapatan bersih setelah dikurangi biaya-biaya dibagi sepertiga untuk
pekerja dan duapertiga untuk pengusaha. 12
3. Mahmud Thoha, dkk, Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil Dalam Sub-
Sektor Perikanan, Jakarta: LIPI 2005.
Masalah-masalah yang ada pada nelayan:
a. Memiliki keterbatasan kapasitas penangkapan baik penguasaan teknologi,
metode penangkapan maupun permodalan
b. Gaya hidup yang tidak produktif dan tidak efisien (boros)
c. Sistem tata niaga yang tidak berpihak pada nelayan bahkan sangat
merugikan
d. Permainan harga oleh pedagang perantara/pengijon
Dari masalah-masalah di atas yang paling substansial adalah permodalan.
Tabel 2.2
Persentase Sumber Modal yang Dimiliki oleh Pemodal
Sumber modal yang Dimiliki Oleh
Pemodal
Persentase Frekuensi
Modal Pribadi 95,8 23
Pinjam ke bank 4,2 1
Total 100 24
12 Ibid., h. 48
Hal ini disebabkan karena perbankan konvensional mensyaratkan adanya
agunan dan pembayaran angsuran ditambah bunga secara teratur (perbulan),
sedangkan pendapatan nelayan tidak pasti.
Sudah sejak lama masyarakat nelayan ataupun tambak melakukan aktivitas
ekonomi dengan menggunakan konsep bagi hasil. Konsep bagi hasil yang
digunakan dalam sektor perikanan ini telah dipakai oleh masyarakat nelayan
secara turun temurun. Pola bagi hasil yang digunakan antara masyarakat
nelayan berbeda dengan pola bagi hasil yang dilakukan pada tambak.
Untuk lebih jelasnya, pola bagi hasil dari masyarakat nelayan dan tambak,
adalah sebagai berikut:
a. Bagi hasil perikanan kelautan. Bagi hasil sesuai alat pancing.
1) Rawe/kapal pancing.13
Bagi hasilnya: 3 bagian untuk pemilik, 1,5
bagian untuk nahkoda, sisanya untuk ABK
2) Kapal cantrang.14
Bagi hasilnya: 50 % untuk pemilik dan 50% untuk
ABK
3) Kapal jaring udang/rampus.15
Bagi hasilnya: 50% untuk pemilik dan
50% untuk ABK
13 Kapal jenis ini adalah kapal yang memiliki pancing sampai dengan 2000-3000 unit,
dengan panjang sekitar 1-3 depa dan memiliki kekuatan 5 GT. Jenis Ikan yang ditangkap adalah
kakap merah, ikan pari, ikan remang dan lain-lain. 14 Kapal cantrang menangkap segala jenis ikan, termasuk cumi-cumi. Kapal ini memiliki
kekuatan lebih dari 30 GT. 15 Kapal jarring udang adalah kapal yang hanya menangkap udang saja sedangkan kapal
jarring rampus hasil tangkapannya adalah ikan kembung, tenggiri, tongkol belo, kuro, gepak dan
lain-lain.
4) Kapal pursin.16
Bagi hasilnya: 20% untuk pemilik dan sisanya dibagi
dua (pemilik dan ABK)
5) Kapal nilon.17
Bagi hasilnya: 55% untuk pemilik kapal, 10,35% untuk
nahkoda, 7,65% untuk motoris, dan 4,95% untuk setiap ABK
b. Bagi hasil perikanan tambak (air tawar), yaitu dengan menggunakan dua
sistem:
1) Sistem garap. Bagi hasilnya: 75% untuk pemilik dan 25% untuk
pandega.
2) Sistem marnen. Bagi hasilnya: harian (pemilik 85% dan pandega
15%), panen (pemilik 90% dan pandega 10%).18
4. Yeni Septia, Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil Dalam Sub-Sektor
Peternakan, Jakarta: LIPI 2005.
Ada beberapa kesulitan yang sering dialami peternak dalam mengembangkan
usahanya, yaitu:
a. permodalan
b. kelembagaan, belum terkoordinasi dengan baik
c. mahalnya biaya pakan ternak terutama unggas yang sebagian bahan
bakunya masih impor
d. mewabahnya penyakit ternak
16 Kapal pursin adalah kapal besar yang memiliki kemampuan 40 GT dengan cirri khas
lampu yang mencapai 40 unit. Ikan yang dapat ditangkap adalah ikan laying, tongkol, tenggiri,
banyar, selar dan lain-lain. 17 Kapal alat pancing jenis nilon ini memiliki kekuatan 10 GT. Hasil tangkapannya
hamper semua jenis ikan termasuk kakap merah. 18 Ibid., h. 66
e. pada kemitraan usaha: lemahnya manajemen dan penguasaan teknologi
karena lemahnya SDM, kondisi diri kemitraan yang kurang berkualitas,
masalah lingkungan dan keamanan, fasilitas, dan peraturan daerah dan
pusat.
Aktivitas bagi hasil di sektor peternakan, secara tradisional sudah berkembang
di masyarakat karna adanya hubungan baik dan didasari kepercayaan yang
tinggi diantara pemilik modal dengan pemelihara ternak untuk bekerjasama
dalam usaha ternak.
Penelitian ini menjelaskan bahwa sistem bagi hasil yang berlaku dibagi
kedalam dua kelompok juga.
a. Gaduh. Kesepakatan yang bisa dijalin terdapat dua jenis. Pertama, bagi
hasil dengan membagi anak secara bergantian. Kedua, bagi hasil dari
keuntungan. Nisbahnya sesuai kesepakatan.19
b. Pola sub-kontrak. Dilakukan dengan dua pola. Pertama, peternak dengan
BDC (Business Development Centre). Bagi hasilnya 80% untuk peternak
dan 20% untuk BDC. Kedua, kemitraan peternak dengan BDAPK (Balai
Diklat Agribisnis dan Pelayanan Kesehatan). Bagi hasilnya 25% untuk
BDAPK dan 75% untuk peternak. 20
5. Nurlia Listiani, Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil Dalam Sub-Sektor
Perkebunan, Jakarta: LIPI 2005.
19 Ibid, h. 79 20 Ibid., h. 82
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Pertanian
(2004), pengusahaan perkebunan di Indonesia khususnya untuk perkebunan
kelapa sawit masih terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi antara lain:
Pada perkebunan kelapa sawit
a. Rata-rata produksi tanaman yang masih rendah (± 16,2 ton tandan buah
segar/ha/th).
b. Penanganan pasca panen yang masih jauh dari maksimal.
c. Mutu hasil panen dan produk CPO (Crude palm Oil) yang belum sesuai
dengan standar.
d. Belum terlibatnya petani atau kelembagaan petani dalam pemilikan unit
pengelolaan yang menyebabkan posisi rebut tawar petani rendah.
e. Besarnya minat masyarakat telah mendorong pengembangan perkebunan
kelapa sawit secara swadaya oleh rakyat yang tidak terintegrasi dengan
unit perusahaan kelapa sawit.
f. Tidak terealisasinya pembangunan fasilitas umum yang telah dijanjikan
oleh pemerintah.
g. Pemberian “izin yang mudah”, ternyata juga menimbulkan permasalahan.
h. Munculnya perusahaan illegal tidak memiliki kebun yang mampu
membeli kelapa sawit dari petani dengan harga yang lebih tinggi.
Pada perkebunan karet
a. Kualitas yang rendah, sehingga tidak mampu bersaing di pasar.
b. Keadaan sosial petani yang kurang memadai, membuat pemeliharaan
tanaman karet menjadi kurang intensif sehingga menghasilkan harga yang
rendah dan akhirnya hasil penjualan tidak dapat digunakan untuk
menopang kehidupan petani.
c. Ketergantungan petani pada bantuan pinjaman yang diberikan pemilik
lahan (toke) dan harga jual karet bersifat fluktuatif.
d. Jauhnya lokasi pabrik pengolahan dan sarana infrastruktur yang terbatas.
e. Peremajaan karet. Sebagian besar pohon karet sudah berumur lebih dari
25 tahun yaitu masa usia produktif semakin habis.
f. Permodalan untuk peremajaan karet masih sulit didapat.
Bagi Indonesia, sistem kemitraan dengan menggunakan pola bagi hasil sudah
dikenal dan digunakan sebagai salah satu bentuk pola pengelolaan usaha oleh
masyarakat sejak lama. Pada sektor perkebunan, khususnya masyarakat
khususnya perkebunan kelapa sawit dan karet juga telah banyak menggunakan
pola ini dalam pengelolaan usanya. Walaupun, perkebunan karet sudah jauh
lebih dulu menerapkan pola bagi hasil ini dibandingkan dengan perkebunan
kelapa sawit.
Penelitian inipun menjelaskan bahwa sistem bagi hasil yang berlaku dibagi
kedalam dua kelompok.
a. Perkebunan kelapa sawit. Pembagian lahannya 70% luas lahan petani
yang akan dikelola oleh perusahaan dan 30% luas tanah yang akan
dijadikan kebun akan diambil oleh perusahaan untuk pasilitas umum.
Adapun sistem bagi hasilnya: 70% untuk petani dan 30% untuk membayar
cicilan kredit melalui perantara KUD. Jika cicilan lunas, lahan menjadi
milik masyarakat dan sistem 70:30 tidak berlaku lagi.
b. Perkebunan Karet.
1) Karet alam: 25% untuk penyadap dan 75% untuk pemilik
2) Karet unggul: 50% untuk penyadap dan 50% untuk pemilik.21
6. Jusmaliani dan Hari Susanto, Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil Dalam
Sub-Sektor Kehutanan, Jakarta: LIPI 2005.
Sektor kehutanan adalah sektor yang cukup memprihatinkan di Indonesia,
banyaknya penjarahan hutan baik legal maupun ilegal merugikan masyarakat
banyak. Tampaknya tanda-tanda kerusakan di muka bumi sedikit demi sedikit
sudah mulai tampak dengan jelas.
Proses deforestasi yang terjadi di Indonesia didorong oleh tiga hal berikut:
1. Pencurian kayu hutan oleh sindikat yang melibatkan berbagai aparat,
pengusaha maupun masyarakat antar negara
2. Tuntutan masyarakat adat-ulayat untuk mengambil alih lahan mereka yang
dulu diambil dan dijadikan lahan negara
3. Biasanya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan menganggap hutan
tersebut dapat dimanfaatkan sebatas kebutuhab yang diperlukan.
Untuk menghambat deforestasi dan mencegah perusakan yang
berkepanjangan maka diperlukan pengelolaan yang melibatkan seluruh
21 Ibid., h. 110-112
stakeholder yang dalam hal ini adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah,
BUMN, BUMD, badan usaha swasta maupun masyarakat. Gagasan
melibatkan stakeholder inilah yang memunculkan pengelolaan partisipatif,
dimana dalam konsep ini terdapat pola bagi hasil. Dalam UU no. 41/99
tentang kehutanan, jelas disebutkan bahwa manajemen hutan harus dilakukan
dengan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat lokal.
Untuk lebih jelasnya, pola bagi hasil dari sektor kehutanan, adalah sebagai
berikut:
a. Bagi Hasil Pemanfaatan Sumber Daya Hutan.
1) Dana Reboisasi. Bagi hasilnya: 60% untuk Pemerintah Pusat dan 40%
untuk Pemda (propinsi 8%, kabupaten penghasil 16% dan kabupaten
kota/di lingkungan propinsi penghasil 16%)
2) Propinsi Sumber Daya Hutan. Bagi hasilnya: 20% untuk pemerinyah
pusat dan 80 % untuk Pemda (propinsi 16%, kabupaten penghasil 32%
dan kabupaten kota/di lingkungan propinsi penghasil 32%)
3) Iuran Hak Pengusahaan Hutan. Bagi hasilnya: 20% untuk pemerintah
Pusat dan 80 % untuk Pemda (propinsi 16%, kabupaten penghasil 32%
dan kabupaten kota/di lingkungan propinsi penghasil 32%)
4) Pajak Bumi dan Bangunan. Bagi Hasilnya: 19% untuk Pemerintah
Pusat dan 81% untuk Pemda (propinsi 16,33%, kabupaten penghasil
32,33% dan kabupaten kota/di lingkungan propinsi penghasil 32,33%)
b. Bagi Hasil Hutan Kemasyarakatan.
1) Di Pulau Jawa. Bagi hasilnya: 60% untuk masyarakat yang menanam
dan merawat hutan dan 40% untuk BKPH PT Perhutani.
2) Di luar Pulau Jawa. Bagi hasilnya: 60% (penerimaan dari hasil
penjualan kayu hutan diserahkan kepada koperasi yang mewakili
masyarakat setempat) dan 40% (penerimaan dari hasil penjualan kayu
hutan tersebut diserahkan kepada BUMN/D/S.22
Mayoritas masalah utama yang dihadapi oleh keenam penelitian di
atas adalah mengenai permodalan. Pada sektor pertanian, modal lebih banyak
berasal dari modal pribadi. Hal ini karena model pembiayaan bank yang tidak
sesuai dengan pendapatan petani. Usaha bagi hasil bisa dijadikan alternatif
pembiayaan karena adanya pembagian resiko yang bisa ditanggung bersama.
Pola bagi hasil yang digunakan adalah revenue sharing dan profit and loss
sharing yang berarti telah sesuai dengan konsep ekonomi Islam.
Pada sektor pertambangan, tidak ada jaminan bila suatu kegiatan
usaha tambang telah dilakukan akan dihasilkan output yang diinginkan.
Sebab, usaha ini sifatnya mencari atau menemukan output yang telah ada dan
bila dalam kegiatan eksplorasi tidak ditemukan deposit berarti usaha
pertambangan mengalami kerugian.oleh karena itu, untuk mengurangi tingkat
ketidakpastian tersebut diperlukan modal yang besar keahlian serta teknologi
yang memadai. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh perusahaan tambang yang
22
Ibid., h. 136-137
berskala modern. Sedangkan pada usaha pertambangan rakyat untuk
menyediakan faktor tersebut sulit dipenuhi. Dengan modal sendiri yang sangat
terbatas ditambah dengan pengalaman yang ada usaha ini terus dapat berjalan
dengan menerapkan sistem bagi hasil dengan para pekerjanya dan dapat
diterima oleh kedua belah pihak. Dengan demikian, usaha pertambangan
rakyat dengan sistem bagi hasil ini merupakan suatu alternatif pembiayaan
dan mempunyai prospek baik untuk dikembangkan.
Pola bagi hasil yang digunakan adalah production sharing, revenue sharing
dan profit and loss sharing yang berarti telah sesuai dengan konsep ekonomi
Islam.
Di sektor perikanan, pola bagi hasil ini dianggap relatif adil oleh para
nelayan, terutama ABK karena keuntungan maupun kerugian yang diderita
ditanggung bersama oleh pemilik kapal dan ABK sesuai kesepakatan. Pola
kemitraan antara pemilik kapal dalam bentuk pinjaman tanpa bunga terbukti
efektif sebagai salah satu cara untuk mengatasi kecilnya aksesibilitas nelayan
terhadap perbankan konvensional berbasis bunga dan akan tetap merupakan
pilihan terbaik bagi para nelayan dalam mengelola usahanya pada masa yang
akan datang. Sedangkan pada perikanan tambak, kebanyakan pemilik tambak,
modal secara keseluruhan berasal dari pemilik lahan. Akan tetapi, porsi yang
terlalu kecil bagi pengelola dirasakan kurang adil mengingat maju mundurnya
suatu usaha tergantung pada kepiyauayan pengelola. Ini artinya,
tanggungjawab pengelola terlalu besar bila dibandingkan porsi yang diterima.
Pola bagi hasil yang digunakan adalah profit and loss sharing yang berarti
telah sesuai dengan konsep ekonomi Islam.
Pada sektor peternakan, dalam rangka meningkatkan peranan sub-
sektor peternakan dalam konteks pembangunan ekonomi maupun pada
masyarakat, peranan pemerintah sangatlah diperlukan. Dengan
dikembangkannya pola kemitraan terpadu melalui sistem bagi hasil,
diharapkan setiap mitra pelaku usaha peternakan diantaranya pemilik
ternak/investor , pemelihara ternak, lembaga keuangan serta pemerintah saling
bekerjasama sesuai fungsi dan peran masing-masing.
Namun, pada pola bagi hasil yang masih bersifat tradisional ini cenderung
hanya menguntungkan salah satu pihak saja.sebagai contoh, apabila ternak
menghasilkan anak untuk pertama kali yang akan menjadi milik pemodal/
pemilik ternak, tiba-tiba ternak tersebut mati sebelum mampu menghasilkan
anak yang kedua kalinya. Dengan demikian, penggaduh/pemelihara tidak
memperolah bagian dari hasil peranakan ternak tersebut, begitu juga
sebaliknya.
Pola bagi hasil yang digunakan adalah production sharing, dan profit and loss
sharing yang berarti telah sesuai dengan konsep ekonomi Islam.
Pada sektor perkebunan, aktivitas ekonomi dengan menggunakan
sistem bagi hasil perlu digalakkan lagi. Oleh karena itu, antara kedua belah
pihak (perusahaan ataupun petani) harus saling merasa memerlukan dan
menguntungkan satu sama lainnya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan , seperti kecurangan dalam pembagian hasil usaha, maka
diperlukan adanya keterbukaan sejak awal usaha sehingga masing-masing
pihak mengetahui dan sadar akan hak dan kewajibannya. Dengan adanya
kerjasama melalui pola kemitraan yang terjalin dengan baik antara pemodal
dengan mitranya dan pengembangan kelompok tani oleh pemerintah, maka
akan sangat membantu dalam proses kelancaran pembangunan perkebunan.
Dengan demikian, dapat meningkatkan produksi yang akan meningkatkan
ekspor dari hasil perkebunan.
Pola bagi hasil yang digunakan adalah production sharing, dan hampir semua
profit and loss sharing yang berarti telah sesuai dengan konsep ekonomi
Islam.
Dan pada sektor kehutanan, diperlukan adanya perhatian yang lebih
fokus lagi. Mengingat peran hutan sangat penting bagi kelangsungan
kehidupan manusia. Dan seharusnya perusahaan bersikap adil ketika saat bagi
hasil tiba. Perlu juga adanya perhitungan yang matang untuk hal-hal buruk
yang bisa terjadi seperti deforestasi agar tidak merugikan berbagai pihak.
Keenam penelitian diatas menggunakan metode perolehan data dengan
cara wawancara, pengamatan dan kuesioner. Dari wawancara mendalam dan
pengamatan, dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Sedangkan data dari
hasil kuesioner diolah menjadi tabel-tabel distribusi frekuensi, untuk
kemudian dianalisis secara deskriptif pula. Letak persamaan keenam
penelitian di atas adalah pada metode perolehan data dan sama-sama
mengangkat permasalahan tentang bagi hasil. Sedangkan perbedaannya pada
penelitian ini, penulis akan meneliti sesuai atau tidaknya kerjasama yang
menggunakan bagi hasil tersebut dengan konsep ekonomi Islam adalah
dengan melihat akad dan nilai-nilai yang digunakan serta keuntungan yang
diperoleh dari kerjasama pada sektor peikanan air tawar di Desa Selajambe.
B. Kajian Teoritis Kerjasama dalam Ekonomi Islam (Syirkah)
1. Pengertian Kerjasama (Syirkah)
Dalam ekonomi Islam, kerjasama di sebut syirkah. Terdapat beberapa
definisi mengenai syirkah. Kata syirkah berasal dari kata syarika-yasyraku-
syarikah-syirkah. Secara etimologis berarti persekutuan, perseroan,
perkumpulan, perserikatan dan perhimpunan.23
Bisa juga diartikan dengan
pertemanan atau rekanan. Sedangkan syirkah itu adalah sesuatu keadaan
yang terjadi karena disengaja antara dua orang atau lebih.24
Tetapi jumhur ulama menggunakan istilah ini kepada kontrak yang
khusus dengan syarikat, meskipun tidak berlaku percampuran antara dua
bagian saham, Karena kontrak itu menjadi sebab kepada percampuran.25
23 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta:
Krapyak Press, 1996), Cet. ke-II, h. 765 24 Al-Imam Muhammad Ibnu Ismail al-Kahlani as-San’ani, Subul as-Salaam, (Mesir:
1054), juz: III, h. 63 25 Wahbah Az-Zuhayli, Al-fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Beirut-Lubnan: Daar al-Fikr, 1409
H/1984 M), juz. Iv, h. 792
Seorang Pengamat dan Praktisi Islam Ekonomi Islam Indonesia, yaitu
Muhammad Syafi’i Antonio mendefinisikan syirkah sebagai berikut:
“Syirkah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko
akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan”.26
Secara terminologi, ada beberapa definisi syirkah yang dikemukakan
oleh para ulama fiqh, yaitu:
Pertama, menurut ulama Malikiyah, syirkah adalah suatu keizinan
untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap
harta mereka. Kedua, definisi yang dikemukakan oleh ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah, menurut mereka, syirkah adalah hak bertindak hokum bagi dua
orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati. Ketiga, definisi yang
dikemukakan oleh ulama Hanafiyah, syirkah adalah akad yang dilakukan
oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keuntungan.27
Sekalipun definisi yang dikemukakan di atas itu secara redaksional
berbeda, pada dasarnya definisi-definisi mereka mempunyai esensi yang
sama, yaitu ikatan kerjasama yang dilakukan dua orang atau lebih dalam
usaha dan perdagangan. Apabila akad syirkah telah disepakati, maka semua
pihak berhak bertindak hukum dan mendapat keuntungan terhadap harta
26 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Wacana Ulama dan Cendikiawan, (Jakarta:
Tazkia Institut, 1999), h.187 27 Azharudin Lathif, Fiqh Mumalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), cet. 1, h.129
serikat itu. Syirkah dimaksudkan untuk menunjukkan sikap tolong menolong
yang saling menguntungkan. 28
Dalam istilah syariah, syirkah adalah transaksi antara dua orang atau
lebih, dimana mereka saling bersepakat untuk melakukan kerja yang bersifat
finansial dan mendatangkan keuntungan (profit).
2. Landasan Hukum Syirkah
Landasan hukum syirkah terdapat dalam al-Qur’an, hadits, maupun
ijma ulama.
a. Al-Qur’an
Secara etimologis, kata syirkah tertera jelas di dalam al-Qur’an,
sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:
&'(�)… *�+,-./0 1�"20!� 3�� ����4�5 67 8�) 9:./0 1;< ='>
�?�@AB��� C ) ء����١٢ :ا(
Artinya: “…Kemudian jika mereka (para saudara seibu) itu lebih dari
seorang, maka mereka bersekutu pada sepertiga itu…”. (Q. S. An-
Nisaa:12)
28 http://www.republika.co.id
Dalam ayat lain Allah SWT. berfirman:
* �&'D !… �E1��F⌧H I3�J�
�:��KL@�M�N�� OP��Q ��� ��RST⌫��W C=L� YZ��W [\'D �>�.%:�� *�,E���
*�,�@�☺� ! �7#��'@#_`��� ��'@�. ! ��� ���b )٢٤ : ا���د ( …
Artinya: …” sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat
itusebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan beramal sholeh dan amat sedikitlah
mereka itu…”. (Q. S. Shaad: 24)
b. Hadits
%�+�ل رس3ل ا0 2-1 ا0 !-/. وس-, +�ل ا0 : ه�'�ة ر9% ا0 !�. +�ل !� ا
�: ت&��1 :�/�ان� ���H ا���Gرآ/� م��, 'E� ا��ه� �2�". ;�ذا C�ن AB�C م�
29)روا� ا�3 داود و 2��. ا���آ, (
Artinya: “dari Abu Hurairah RA. berkata: Bersabda Rasulullah SAW,
bahwa Allah SWT berfirman: aku pihak ketiga dari dua orang yang
bersyarikat selama salah satunya tidak menkhianati yang lainnya, jika
ada yang berkhianat maka aku keluar dari keduanya”. (HR. Abu Daud,
dan dinilai shohih oleh hakim)
Maksud dari hadits di atas, sesungguhnya Allah bersama keduanya,
yaitu bersama keduanya dalam penjagaan, bimbingan dan bantuan dengan
pertolongan-Nya terhadap keduanya serta penurunan berkah dalam
perniagaan keduanya. Dan dalam hadits tersebut terdapat anjuran
kerjasama tanpa pengkhianatan dan peringatan keras terhadap orang yang
bersekutu terhadap pengkhianatan itu.
29 Abu Dawud, Sulaiman bin al-Asy’ab as-Sajstaani, Sunan Abu Dawud, (Beirut-Libanon:
Daar al-Fikr, 1994), juz 3, h. 226
c. Ijma Ulama
Masyarakat Arab telah menjadikan syirkah sebagai bagian dari usaha
jauh sebelum Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul. Dan para ulama
bersepakat bahwa tidak ada yang menolak legitimasi syirkah.30
Dan para
ulama berijma mengenai bolehnya hal ini, hanya saja mereka berbeda
pendapat dalam jenis-jenisnya.31
2. Rukun dan Syarat Syirkah
Ulama Hanafiyah mengemukakan bahwa rukun syirkah , baik syirkah
amlak maupun syirkah ‘uqud dengan segala bentuknya adalah ijab
(ungkapan penawaran melakukan perserikatan), dan qabul (ungkapan
penerimaan). Menurutnya, prinsip syirkah adalah adanya kerelaan diantara
kedua belah pihak. Bagi ulama Hanafiyah yang berakad dan objeknya
bukan termasuk rukun, tetapi termasuk syarat.
Menurut jumhur ulama, rukun syirkah itu ada tiga, yaitu: pertama,
Kedua pihak yang berakad, kedua, Sighat (lafal ijab dan qabul), ketiga,
objek akad. Sedangkan syarat-syaratnya adalah:
30 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Kairo: Maktabah al-Khidmat al-Haditsah, 1407 H,
1986 M), jilid tiga, h. 377 31 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), edisi ke-2,
h. 186
a. Perserikatan itu merupakan transaksi yang bisa diwakilkan, sedangkan
menurut Imam Hanafi, semua jenis syirkah mengandung jenis
perwakilan.
b. Persentase pembagian keuntungan (al-ribh) untuk masing-masing
pihak yang berserikat hendaknya diketahui ketika berlangsungnya
akad, seperti seperlima, sepertiga ataupun sepuluh persen. Jika
prosentase tidak diketahui (majhul) maka akad syirkah batal, karena
keuntungan merupakan objek akad syirkah (ma’qud alaih).
Ketidakjelasan objek akad menyebabkan rusaknya/fasad akad.
c. Keuntungan untuk masing-masing pihak ditentukan secara global
berdasarkan prosentase tertentu sesuai kesepakatan, tidak boleh
ditentukan dalam jumlah tertentu/pasti, seperti seratus ribu atau satu
juta rupiah. Karena syirkah meniscayakan terealisasinya kerjasama
dalam keuntungan, selain dalam modal.32
3. Bentuk-bentuk Syirkah
Secara garis besar, syirkah terbagi kedalam dua bentuk, yaitu syirkah
al-Amlak (perserikatan dalam kepemilikan) dan syirkah al-Uqud
(perserikatan yang dibentuk melalui akad).
a. Syirkah al-Amlak
32 Aharudin Lathif, Op. Cit, h. 133-134
Syirkah dalam bentuk ini, menurut ulama Fiqh adalah
perserikatan dua orang atau lebih yang memiliki harta bersama tanpa
melalui atau didahului akad asy-syirkah.33
Syirkah amlak terbagi kedalam dua bentuk, yaitu:
1) Syirkah ikhtiyariyah, yaitu persekutuan yang terjadi atas perbuatan
dan kehendak pihak-pihak yang berserikat. Misalnya dua orang
yang bersepakat membeli suatu barang atau mereka menerima harta
hibah dari orang lain dan menjadi milik mereka secara berserikat.
Dalam kasus seperti ini, harta yang dibeli bersama atau dihibahkan
menjadi harta serikat bagi mereka berdua.34
Dalam hal ini, barang
yang dibeli, dihadiahkan atau diwasiatkan tersebut menjadi barang
kongsi antara mereka berdua.
2) Syirkah Jabariyah, yaitu persekutuan yang terjadi tanpa adanya
perbuatan dan kehendak dari pihak yang berserikat (perserikatan
yang muncul secara paksa, bukan atas keinginan yang berserikat)
yaitu sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih
tanpa kehendak dari mereka seperti harta warisan yang mereka
33 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 167 34 Azharudin Lathif, Op.Cit., h. 130
terima dari seseorang yang wafat. Harta warisan itu menjadi milik
bersama orang-orang yang menerima warisan itu.35
Hukum kedua jenis perkongsian ini adalah salah seorang yang
bersekutu seolah-olah sebagai orang lain dihadapan orang yang
bersekutu lainnya. Oleh karena itu, salah seorang diantara mereka
tidak boleh mengolah (tasharruf) harta perkongsian tersebut tanpa izin
dari teman sekutunya, karena keduanya tidak mempuyai wewenang
untuk menentukan bagian masing-masing.36
b. Syirkah al-‘Uqud
Syirkah al-‘uqud adalah syarikat yang akadnya disepakati oleh
dua orang atau lebih untuk bekerjasama dan merekapun sepakat untuk
berbagi keuntungan dan kerugian.
Syirkah al-‘uqud atau sering disebut contractual partnership
dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena pihak
yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu
perjanjian investasi bersama dan berbagi dalam keuntungan dan resiko.
Perjanjian yang dimaksud tidak perlu merupakan suatu perjanjian
formal (tertulis). Dapat saja perjanjian itu informal (secara lisan).
Namun sebaiknya perjanjian syirkah al-‘uqud itu diformalisasikan
35 Ibid, h. 130 36 Ramat Syafe’i, Op.Cit., h. 187
dalam suatu perjanjian tertulis dengan disaksikan oleh para saksi yang
memenuhi syarat.
Pada pembagian syirkah al-‘uqud terdapat perbedaan pendapat
diantara ulama-ulama fiqh. Sedangkan yang lebih sering dipakai adalah
pendapat dari ulama Syafi’iyah dan Malikiyah, yang membagi syirkah
kedalam empat bentuk, yaitu:
1) Syirkah ‘Inan, adalah kesepakatan dua orang atau lebih untuk
menyerahkan harta mereka masing-masing supaya memperoleh
hasil dengan cara mengolah harta itu, bagi setiap yang berserikat
memperoleh bagian yang ditentukan dari keuntungan.37
Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana
dan berpartisipasi dalam bekerja. Kedua pihak berbagi dalam
keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati antara
mereka. Namun, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana
maupun kerja atau bagi hasil berbeda sesuai dengan kesepakatan.
Sedangkan bagian dari kerugian yang harus ditanggung oleh
masing-masing pihak sesuai dengan besarnya modal yang
ditanamkan.38
Para ulama fiqh bersepakat bahwa bentuk
perserikatan seperti ini adalah boleh.
37 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h. 130 38 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Temprint, 1999), h. 61
2) Syirkah Mufawadhah, adalah kontrak kerjasama antara dua orang
atau lebih, di mana setiap pihak memberikan suatu porsi dari
keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak
membagi keuntungan dan kerugian secara sama.39
Menurut Sayyid Sabiq, syarat syirkah mufawadhah adalah
sebagai berikut:
a) modalnya harus sama banyak. Bila ada diantara anggota
persyarikatan modalnya lebih besar, maka syirkah itu tidak sah
b) mempunyai wewenang untuk bertindak, yang ada kaitannya
dengan hukum
c) satu agama, sesama muslim, tidak sah bersyarikat dengan non-
muslim
d) masing-masing pihak mempunyai hak untuk bertindak atas
nama syirkah (kerjasama)40
Dengan demikian, syarat utama dari jenis syirkah ini
adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan
beban utang dibagi oleh masing-masing pihak
3) Syirkah Abdan/A’mal, yaitu kontrak kerjasama dua orang
seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi
39 Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, ( Jakarta: gema Insani, 2001),
h. 92 40 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Kairo: Maktabah al-Khidmat al-Haditsah, 1407 H,
1986 M), jilid tiga, h. 379
keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerjasama dua orang
arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerjasama dua orang
penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah
kantor.41
Pada syirkah ini yang terpenting adalah pembagian kerja
atas dasar keahlian masing-masing sesuai kesepakatan.
Ketidakjelasan pembagian kerja dapat menimbulkan perselisihan
dikemudian hari terutama dalam hal pembagian keuntungan.
4) Syirkah Wujuh, yaitu serikat yang dilakukan dua orang atau lebih
yang tidak punya modal sama sekali, dan mereka melakukan suatu
pembelian dengan bayar tangguh serta menjualnya dengan tunai,
sedangkan keuntungan yang diperoleh dibagi bersama. Di zaman
sekarang, perserikatan ini mirip makelar dan banyak dilakukan
orang. Dalam perserikatan seperti ini, pihak yang berserikat
membeli barang secara tangguh, hanya atas dasar suatu
kepercayaan, kemudian barang tersebut mereka jual dengan harga
tunai, sehingga mereka meraih keuntungan.42
Ulama Hanabilah membagi bentuk syirkah menjadi 5
(lima) bentuk. Keempat bentuk syirkah yang dijelaskan di atas dan
yang kelima adalah:
41 Ibid, h. 92 42 Azharudin Lathif, Op.Cit., h. 133
5). Syirkah Mudharabah, yaitu persetujuan antara pemilik modal
dengan seorang pekerja untuk mengelola uang dari pemilik modal
dalam perdagangan ataupun bidang tertentu yang keuntungannya
dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama; sedangkan kerugian
yang diderita menjadi tanggungan pemilik modal saja. Menurut
ulama Hanabilah, yang menganggap al-mudharabah termasuk
salah satu bentuk perserikatan,ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi dalam perserikatan ini. Syarat-syarat itu adalah: (a)
pihak-pihak yang bertindak cakap bertindak sebagai wakil; (b)
modalnya berbentuk uang tunai; (c) jumlah modal jelas; (d)
diserahkan langsung kepada pekerja (pengelola) dagang itu setelah
akad itu disetujui; (e) pembagian keuntungan dinyatakan secara
jelas pada waktu akad; dan (f) pembagian keuntungan diambil dari
hasil perserikatan itu, bukan dari harta lain.
Akan tetapi menurut ulama (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah,
Zahiriyah, Syi’ah Imamiyah), tidak memasukkan transaksi
mudharabah kedalam bentuk perserikatan, karena mudharabah,
menurut mereka, merupakan akad tersendiri dalam bentuk
kerjasama lain, dan tidak dinamakan dengan perserikatan.43
4. Asas-asas Syirkah
43 Nasrun Haroen, Op. Cit., h. 172
Menurut Ibnu Taimiyah, prinsip dasar dalam melakukan berbagai akad
adalah kerelaan kedua belah pihak yang melakukan akad atau akibat hukum
yang timbul dari akad itu didasarkan atas tuntutan yang disepakati mereka
dalam akad.44
Syirkah dan semua jenis transaksi ekonomi lainnya haruslah
berdasarkan atas asas-asas al-‘uqud sebagai berikut:
a. Asas Ibahah (bekerjasama dalam barang-barang yang
dibolehkan/dihalalkan).
Barang atau jenis pekerjaan yang diperserikatkan hendaklah jenis
barang/pekerjaan yang diperbolehkan atau dihalalkan oleh syara’.
Karena dari barang atau pekerjaan yang halal akan mendatangkan
rezeki yang halal pula. Kehalalan ini ditegaskan Allah SWT dalam
firman_nya sebagai berikut:
*�,�@H ! �c☺�� �⌧.�d O e:�� B⌧#L@�� �"�g��� C
*�,;D��� ! %:�� hi�.%:�� j$-!� ��'W l,E���� )٨٨ : ا����ا�(
Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi pula baik dari apa
yang telah Allah rizkikan kepadamu. Dan bertaqwalah kamu kepada
Allah yang kepada-Nya kamu beriman”. (Q. S. Al-Maidah: 88)
b. Asas Amanah
44 Ibnu Taimiyah, al-Qawaa’id al-Nuraaniyyah al-Fiqhiyah, (Lahore-Pakistan: Idarah
Tarjumah al-Sunnah, tth), h. 255
Dalam bekerjasama, kedua belah pihak hendaklah saling percaya satu
sama lain dan menjaga amanah (tugas dan kewajiban) masing-masing
dengan baik. Sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
�mS�!no#�M I3M�.%:�� *�,E��� /\ *�,-,�M!�
%:�� �p, qr���� ! *�+,-,�M!� ! ���s#t"#��!�
��$-!� ! �&, ☺L@�� ) ل�KنL٢٧: ا(
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu,
sedangkan kamu mengetahui”. (Q. S. al-Anfal: 27)
c. Asas ‘Antaroodhin (suka sama suka)
Sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
��8uM!no#�M v�.%:�� *�,"��� /\ *�+,�@;0)n� ���4 ,��!� 7;Qt"w�W
x��K#�Q����'W y\'D &!� l,� zt��#m8�� 3� {|���� ��E�J� C /\ ! *�+,�@$�D�
���};~-!� C �&'D %:�� �&.⌧H ��'W �F☺��� O ) ء����٢٩: ا (
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu”. (Q. S. An-Nisaa: 29)
d. Asas al-‘adlu
Allah SWT. memerintahkan kita semua untuk berbuat adil dan
menegakkan keadilan, baik itu dalam rumah tangga, dalam berpolitik
maupun dalam berbisnis.
Tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa keadilan merupakan inti
semua ajaran yang ada di dalam al-Qur’an. Al-Qur’an sendiri secara
tegas mengatakan bahwa maksud diwahyukannya, adalah untuk
membangun keadilan dan persamaan. Maududi mengatakan bahwa
hanya Islamlah yang mampu menghadirkan sebuah sistem yang realistic
dan keadilan social yang sempurna.45
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. sebagai berikut:
6�6��D�� � E)@�q�O!� �t"L@ q9O
�7# EPJw������'W � E���i-!� ! �j 8���� �@#�s����� l� ���☺���� ! ��,;D ��� 9���"���
�T�}PD����'W )�'���٢٥ : ا(
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami
dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan
bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan…”. (Q. S. Al-Hadiid: 25)
5. Batalnya Akad Syirkah
Akad syirkah akan batal, jika:
a. Mencapai kurun waktu yang ditentukan (ditetapkan). Hal ini merupakan
masa (lamanya) waktu akad syirkah yang ditetapkan kedua belah pihak.
b. Salah satu pihak meninggal dunia. Hal ini dapat juga termasuk pihak
yang melarikan diri.
45 Mustaq Ahmad, Op. Cit, h. 99
c. Salah satu pihak menghendaki penghentian syirkah. Hal ini menurut
ahli fikih bahwa perserikatan itu tidak bersifat mengikat (mutlak),
sehingga ia boleh dibatalkan.
d. Terjadi pelanggaran yang menyebabkan syirkah tidak sah lagi, seperti
salah satu pihak berkhianat atau melanggar kesepakatan yang dibuat
bersama.
e. Salah satu pihak hilang kecakapannya dalam bertindak hukum, seperti
gila terus menerus.46
C. Kerjasama Ekonomi Secara Umum
Kerjasama berasal dari bahasa Inggris yaitu “cooperate”,
“cooperation”, atau ”cooperative”. Dalam bahasa Indonesia disebut dengan
istilah kerjasama/bekerjasama. Adapun pengertian kerjasama adalah
kegiatan/usaha yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah)
untuk mencapai tujuan bersama.47
Secara sederhana istilah kerjasama menggambarkan orang atau lembaga
dalam mencapai tujuannya tidak bekerja sendiri, akan tetapi melibatkan
orang/pihak lain agar harapan dan tujuannya mendapatkan hasil yang lebih baik
bersama dengan menggunakan sistem bagi hasil.
46 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996),
jilid ke-4, h. 368 47 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Edisi ketiga, h. 554
Dalam Undang-undang No. 9 tentang Perikanan Tahun 1985 dijelaskan
bahwa usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum
untuk menangkap atau membudidayakan ikan termasuk kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial. Usaha perikanan
terdiri dari usaha perikanan skala besar dan skala kecil. Adapun cirri usaha
perikanan skala kecil diantaranya adalah keterbatasan nelayan dalam
menyediakan sarana dan modal. Sedangkan ciri usaha perikanan tangkap skala
besar adalah modal yang dibutuhkan cukup besar, manajemen yang baik serta
tenaga kerja yang professional.
Dalam penelitian ini penulis fokus pada usaha perikanan air tawar. Jadi
sesuai definisi di atas dapat diketahui bahwa kerjasama usaha perikanan air
tawar adalah kegiatan/usaha yang dilakukan oleh beberapa orang dalam sektor
perikanan air tawar di mana terdapat pihak pertama yang mempunyai modal dan
pihak kedua yang mengelola usaha untuk mencapai tujuan bersama dengan
hasil yang maksimal. Dalam hal ini, lebih dikenal dengan istilah kemitraan.
Pembangunan Ekonomi harus mampu mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh masyarakat berdasarkan asas demokrasi, kebersamaan, dan
kekeluargaan yang melekat, serta mampu memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada semua pelaku ekonomi untuk berperan sesuai dengan bidang
usaha masing-masing.
Untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, dibutuhkan
sebuah bentuk kemitraan yang diartikan sebagai kerjasama pihak yang
mempunyai modal dengan pihak yang mempunyai keahlian atau peluang usaha
dengan memperhatikan prinsip saling memperhatikan, saling memerlukan,
saling memperkuat, dan saling menguntungkan.
Pada dasarnya kemitraan secara alamiah akan mencapai tujuannya jika
kaidah saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan
dapat dipertahankan dan dijadikan komitmen dasar yang kuat di antara para
pelaku kemitraan. Implementasi kemitraan yang berhasil harus bertumpu
kepada persaingan sehat dan mencegah terjadinya penyalahgunaan posisi
dominan dalam persekutuan untuk menghindari persaingan.
Sebagaimana teori sosial pengembangan masyarakat yang sedang
berkembang akhir-akhir ini, maka dalam menetapkan suatu program
pembangunan ekonomi harus memperhatikan faktor-faktor yang berkembang
dan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat, adat, budaya, tradisi, moral
dan keyakinan agama yang dianut oleh masyarakat itu sendiri.48
Kerjasama dalam konsep ekonomi Islam dengan kerjasama yang
berkembang dengan aturan lain tidak memiliki banyak perbedaan. Keduanya
sama-sama mempunyai tujuan profit oriented.
Menurut hukum adat, pelaksanaan bagi hasil secara adat telah
berlangsung secara turun temurun dan masyarakat perikanan (nelayan dan
pembudidaya ikan) menganggap pola bagi hasil tersebut sudah sangat adil. Hal
48 www.mail-archive.com
ini dikarnakan, pola bagi hasil perikanan secara adat lebih mengutamakan
kepada pembagian yang sama antara pemilik dan penggarap yaitu 50:50.49
Menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 2004, yaitu pengusaha
perikanan mendorong kemitraan usaha yang saling menguntungkan dengan
kelompok nelayan kecil atau pembudidaya ikan kecil dalam kegiatan usaha
perikanan50
.
Menurut hukum Islam, untuk menentukan keadilan dalam suatu usaha,
apakah terjadi proses eksploratif atau tidak ditentukan oleh seberapa jauh
pertukaran sosial yang bersangkutan menerima resiprositas. Norma resiprositas
dalam Islam dikenal dengan istilah profit and loss sharing, yaitu untung yang
sama-sama memikul resiko, dalam suatu bentuk kerjasama (partnership) antara
pemilik dan pengguna.51
Baik pemilik dan pengguna modal harus jelas
persentase keuntungan yang akan mereka peroleh, Nabi Muhammad SAW
dalam kerjasamanya dengan Siti Kahdijah menggunakan sistem bagi hasil 50:50
dari pendapatan bersih.
Bagi hasil merupakan suatu langkah inovatif dalam transaksi ekonomi
Islam yang tidak hanya sesuai dengan perilaku masyarakat, namun lebih dari itu
bagi hasil merupakan langkah keseimbangan sosial dalam memperoleh
49 Tim Kerja di bawah Pimpinan Tridoyo Kusumastanto, Naskah Akademik Tentang Bagi
Hasil Perikanan, (Jakarta:Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia, 2007), h.19 50 Ibid, h. 16 51 Ibid, h. 20
kesempatan ekonomi. Dengan demikian, sistem bagi hasil dapat dipandang
sebagai langkah yang lebih efektif untuk mencegah potensi terjadinya konflik
kesenjangan antara kaya dan miskin di dalam kehidupan masyarakat. Selain itu,
ketidakadilan sosial ekonomi yang terjadi dari menumpuknya kekayaan serta
terkonsentrasinya kekuatan ekonomi pada pihak-pihak tertentu saja dengan
sendirinya dapat lebih teratasi.
Kerjasama yang menggunakan sistem bagi hasil (antara pemodal dan
pengusaha) adalah aktivitas yang sangat dianjurkan dalam perekonomian yang
Islami, karna aktivitas ini tidak didanai dari pinjaman yang mengandung bunga.
Selain itu, pola seperti ini dapat mengatasi langkanya pendanaan dari
investor konvensional. Argumentasi logis yang menyadarinya adalah bahwa
dengan bagi hasil, resiko yang ditanggung masing-masing pihak akan lebih
kecil dibandingkan dengan bukan bagi hasil. Modal yang diperlukan masing-
masing pihak akan lebih sedikit karna ditanggung bersama, untuk itulah
pengelolaan usaha harus lebih transparan.
Selain itu, bagi hasil ini akan menghilangkan keberpihakan kepada
pemodal, sekaligus membuka peluang yang sama antara pemodal dengan
pengusaha. Karena itu setiap transaksi dengan dasar bagi hasil yang dilakukan
harus berpegang pada prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, transparan dan
menghindari pranata riba. 52
52 Jusmaliani, Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil: Teori dan Kenyataan Empiris,
(Jakarta: Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, 2005), h. 3, Buku I
Dalam Islam, kerjasama yang menggunakan pola bagi hasil bisa saja
mengacu kepada tiga pola, yaitu production sharing, revenue sharing dan profit
and loss sharing. Production sharing pola kerjasama di mana pemilik langsung
membagi hasil usaha walaupun masih berupa barang, pola ini sering dilakukan
dalam bidang MIGAS, revenue sharing adalah sistem bagi hasil berdasarkan
tingkat perolehan usaha, dan profit and loss sharing adalah sistem bagi hasil
berdasarkan pada tingkat laba-rugi dalam usaha.53
Dalam garis besarnya, investasi bagi hasil yang berkembang di
masyarakat dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu pertama di mana
pemodal ditawarkan pembagian sekian persen dari keuntungan usaha. Ini berarti
bagi hasil hanya diberikan kalau usahanya untung. Kalau usaha itu kebetulan
merugi, tidak ada bagi hasil yang didapatkan. Kedua di mana pemodal
mendapatkan pembagian sbesar sekian persen dari uang yang diinvestasikan,
terlepas apakah usahanya untung atau tidak. Jadi, pemodal tidak turut
menanggung resiko usaha, kerugian hanya ditanggung pengusaha.
Dari hasil pengamatan ini, biasanya metode kedualah yang paling
banyak digunakan dalam penawaran investasi usaha bagi hasil. Pilihan ini
karena metode tersebut dianggap tidak terlalu merepotkan, sedangkan bagi hasil
yang dilakukan hanya tinggal mengikuti jadwal yang sudah disepakati
sebelumnya.54
53 Ibid, h. 9 54 Ibid, h. 7-8
Namun, pola bagi hasil yang Islami hanyalah pola yang pertama. Pada
awal perjanjian yang ditentukan adalah nisabah (ratio) bagi hasil, sementara
nilai nominal bagi hasil tergantung dari besarnya proyek yang belum diketahui
saat perjanjian ini dibuat. Perhitungan jumlah ril hasil yang diperoleh masing-
masing pihak hanya dapat diketahui setelah proyek selesai, atau setelah
berakhirnya suatu periode perhitungan pendapatan tertentu, misal setiap akhir
bulan, akhir tahun, ataupun lainnya sesuai kesepakatan bersama.
Fokus pada kerjasama usaha sektor perikanan air tawar, pengusahaan
perikanan atas dasar bagi hasil dewasa ini masih dilakukan menurut ketentuan-
ketentuan hukum adat setempat, yang belum memberi jaminan bagian yang
layak bagi petani penggarap.
Oleh karna itu, dalam konsep kerjasama semua pihak harus menjadi
stake holders dan berada dalam derajat subyek-subyek bukan subyek-obyek,
sehingga pola yang dijalankan harus dilandasi dengan prinsip-prinsip
partisipatif dan kolaboratif yang melibatkan seluruh stakeholders dalam
kerjasama yang dijalankan.
D. Teori Produksi dengan Pokok Bahasan Fungsi Cobb Douglas
Secara konsep, produksi adalah kegiatan menghasilkan sesuatu, baik
berupa barang (sesuatu yang mempunyai wujud fisik, dapat dilihat, diraba dan
disimpan), maupun jasa (sesuatu yang tidak berwujud, tidak terlihat namun
dapat dirasakan, dan tidak bisa disimpan). Dalam pengertian sehari-hari,
produksi adalah mengolah input, baik berupa barang atau jasa menjadi output
berupa barang atau jasa yang lebih bernilai atau lebih bermanfaat.55
Seperti sudah diketahui bahwa melakukan usaha pertanian, seorang
pengusaha atau katakanlah seorang petani akan selalu berfikir bagaimana ia
mengalokasikan sarana produksi (input) yang ia miliki seefisien mungkin untuk
dapat memperoleh produksi yang maksimal.56
Usaha tani dapat berupa bercocok
tanam atau memelihara ternak, dan dalam penelitian ini penulis mengambil
sektor perikanan air tawar.
Fungsi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang
melibatkan dua atau lebih variabel, di mana variabel yang satu disebut dengan
variabel dependen, yang dijelaskan, (Y), dan yang lain disebut variabel
independen, yang menjelaskan, (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X
adalah biasanya dengan cara regresi di mana variasi dari Y akan dipengaruhi
oleh variasi X. dengan demikian, kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku
dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas. Secara matematik, fungsi Cobb-
Douglas dapat dituliskan seperti persamaan:
Y = aX1
b1X2
b2….Xi
bi… Xn
bn e
u
Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka:
Y = f(X1, X2,…… Xi,……. Xn)
55 Henry Faizal Noor, Ekonomi Menajerial, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008),
h. 147 56 Soekartawi, Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Fungsi Cobb Douglas,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), h. 31
Y = a + b1X1 + b2X2 +....+ biXi +….+bnXn + u
Di mana:
Y = variabel yang dijelaskan
X = variabel yang menjelaskan
a,b = besaran yang akan diduga
u = kesalahan (disturbance term)
e = logaritma natural, e=2,718.57
1. Kelebihan Fungsi Cobb-Douglas
a. Penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif lebih mudah dibandingkan
dengan fungsi yang lain.
b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglas akan menghasilkan
koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.
Jadi, besaran b pada persamaan di atas adalah angka elastisitas.
c. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat return to
scale.58
2. Kekurangan Fungsi Cobb Douglas
a. Spesifikasi variabel yang keliru. Spesifikasi variabel yang keliru, akan
menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu
besar atau terlalu kecil. Spesifikasi yang keliru juga sekaligus
57 Ibid, h. 154 58 Ibid, h. 165-166
mendorong terjadinya multikolinearitas pada variabel independen yang
dipakai.
b. Kesalahan pengukuran variabel. Kesalahan pengukuran variabel terletak
pada validitas data. Kesalahan pengukuran ini akan meyebabkan besaran
elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah.
c. Bias terhadap variabel manajemen. Variabel ini kadang-kadang sulit
diukur dan dipakai sebagai variabel independen dalam fungsi Cobb
Douglas, akan tetapi, melupakan variabel ini dalam fungsi pendugaan
akan menghasilkan hasil pendugaan yang bias.
d. Data:
1) Data harga tidak bervariasi terlalu tinggi.
2) Pengukuran atau definisi dari data yang dipakai sulit dilakukan
(dalam hal tertentu).
3) Data tidak boleh ada yang bernilai nol atau negatif.
4) Asumsi yang perlu diikuti dalam menggunakan fungsi Cobb
Douglas tidak selalu mudah berlalu begitu saja. Misalnya: sampel
dianggap price taker, padahal untuk sampel petani yang subsisten,
mungkin tidak selalu demikian.59
59 Ibid, h.171-173
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Teori/Konseptual
Kerjasama itu merupakan penggabungan kekuatan sehingga pekerjaan
berat menjadi ringan dan yang sulit menjadi mudah.60
Kerjasama adalah kegiatan
usaha yang dilakukan beberapa orang (lembaga, pemerintahan, dan sebagainya)
untuk mencapai tujuan bersama.
Kerjasama dalam kegiatan usaha, dalam hal ini salah satu pihak dapat
menjadi pemberi pembiayaan dimana atas manfaat yang timbul dari pembiayaan
tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Kerjasama ini dapat berupa pembiayaan usaha
100% melalui ikatan suatu aqad maupun pembiayaan usaha bersama.61
Kerjasama yang terkait dengan harta merupakan hal yang asasi dalam
kehidupan masyarakat. Kita tidak dapat membayangkan kehidupan masyarakat
yang di dalamnya tidak terdapat transaksi dan kerjasama.62
Kerjasama usaha dapat tercermin dari berbagai sektor/aspek. Islam
menganjurkan ummatnya untuk memproduksi dalam bentuk kegiatan ekonomi
seperti pertanian, perikanan, perkebunan dan bentuk kerjasama ataupun produksi
60 Hamzah Ya’kub, Etos Kerja Islami, Petunjuk Pekerjaan yang Halal dan Haram,
(Jakarta : CV Pedoman Ilmu Jaya, 1992), Cet. Pertama,, h. 106 61 Iwan P. Pontjowinoto, Hubungan Usaha Menurut Syariah, browse: www.fossei.org 62 Syaikh Muhammad Al-Madani, Masyarakat Ideal, dalam Perspektif Surah An-Nisaa,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), h. 421-422
lain. Pada penelitian ini, peneliti fokus akan meneliti pada sektor perikanan air
tawar.
Dalam Undang-undang No. 9 tentang Perikanan Tahun 1995 dijelaskan
bahwa usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hokum untuk
menangkap atau membudidayakan ikan termasuk kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial. Usaha perikanan
terdiri dari usaha perikanan skala besar dan skala kecil. Adapun cirri usaha
perikanan skala kecil diantaranya adalah keterbatasan nelayan dalam
menyediakan sarana dan modal. Sedangkan cirri usaha perikanan tangkap skala
besar adalah modal yang dibutuhkan cukup besar, manajemen yang baik serta
tenaga kerja yang professional.
Sebagaimana teori yang telah dikemukakan pada Bab II, bahwa kerjasama
yang dilakukan oleh masyarakat tentunya mempunyai aturan main. Aturan yang
berdasarkan adat istiadat, aturan yang berdasarkan hukum positif/Undang-undang,
dan aturan yang berdasarkan syariat Islam. Terkadang masyarakat tidak
menyadarinya bahwa kerjasama yang dilakukan sebenarnya sudah sesuai dengan
konsep ekonomi Islam, walaupun mereka masih menganggap kerjasama tersebut
dilakukan berdasarkan warisan turun-temurun.
Dalam melakukan suatu kegiatan bisnis kadangkala suatu badan usaha
kurang mampu menjalankannya sendiri tanpa mengadakan kerjasama dengan
badan usaha lainnya.
Kerjasama usaha dalam sektor perikanan air tawar dari mulai terjadinya
akad sampai panen dalam istilah ekonomi mikro disebut kegiatan produksi.
Dalam memproduksi suatu barang ataupun jasa, kita harus memperhatikan
faktor-faktor produksi. Yang dimaksud dengan faktor-faktor produksi adalah
benda-benda yang disediakan oleh alam atau diciptakan oleh manusia yang dapat
digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Faktor-faktor
produksi yang tersedia dalam perokonomian terdapat empat jenis, yaitu: tanah
dan sumber alam (lahan), tenaga kerja, modal, dan keahlian keusahawanan.63
Namun, dalam penelitian ini peneliti fokus hanya pada dua faktor
produksi saja, yaitu: tanah dan sumber alam (lahan) dan modal.
1. Teori Produksi
Secara konsep, produksi adalah kegiatan menghasilkan sesuatu, baik
berupa barang (sesuatu yang mempunyai wujud fisik, dapat dilihat, diraba dan
disimpan), maupun jasa (sesuatu yang tidak berwujud, tidak terlihat namun
dapat dirasakan, dan tidak bisa disimpan). Dalam pengertian sehari-hari,
produksi adalah mengolah input, baik berupa barang atau jasa menjadi output
berupa barang atau jasa yang lebih bernilai atau lebih bermanfaat.64
Setiap proses produksi pada dasarnya merupakan hubungan yang erat
antara faktor-faktor produksi atau input yang digunakan dengan output yang
63 Sadono Sukirno, Mikroekonomi, Teori Pengantar, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada,2006), edisi ketiga, h. 6-7 64 Henry Faizal Noor, Ekonomi Menajerial, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008),
h. 147
dihasilkan. Hubungan fisik antara input dan output ini sering disebut dengan
fungsi produksi. Secara sistematis, fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai
berikut:
Y = f ( X1, … Xn )
Di mana:
Y = Jumlah Produksi yang dihasilkan dalam proses produksi
X1.. Xn = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
f = Bentuk himpunan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi
kedalam hasil produksi65
Fungsi produksi ini mengungkapkan bahwa banyaknya output yang
dihasilkan tergantung kepada proporsi yang digunakan. Dengan kata lain
fungsi produksi menggambarkan kombinasi beberapa faktor produksi untuk
menghasilkan satu tingkat produksi tertentu. Adapun kaitannya dengan fungsi
produksi tersebut, semestinya dapat ditelusuri seberapa besar sumbangan
masing-masing input sebagaimana fungsi produksi yang disajikan dalam
model Cobb Douglas berikut ini:
Y = bo + X1bi
X2 … Xn bn
eu
Di mana:
Y = Jumlah produksi
xi = Jumlah faktor produksi yang ke-I yang digunakan
bi = Elastisitas masing-masing produksi yang digunakan
bo = Konstanta, intersep, besaran parameter
65 Soekartawi, Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Aalisis Fungsi Cobb-
Douglas, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), cet. ketiga, h. 31
e = Bilangan natural (2,7182)
u = Sisa (residual)
i = 1,2,3….,n
Berdasarkan persamaan garis regresi di atas, pada penelitian ini, maka
penulis menggunakan persamaan regresi sebagai berikut:
Y = a + b1x1, … bixi + bnxn + u
Di mana:
Y = Jumlah Produksi yang dihasilkan dalam proses produksi
a = Bilangan konstanta
b1... bi = Elastisitas masing-masing faktor produksi yang digunakan
x1…xn = Faktor-faktor produksi
u = Tingkat kesalahan ( eror )
Sesuai dengan persamaan di atas, kerjasama sektor perikanan air tawar
dengan menggunakan faktor-faktor produksi (lahan dan modal), maka
persamaan regresi penelitian ini dapat disajikan dalam rumus umum fungsi
Cobb Douglas, sebagai berikut:
Y = a + b1x1 + b2x2 + u
Dimana:
Y = Pendapatan Pengelola (Peternak Ikan)
a = Bilangan konstanta
b1... bi = Elastisitas masing-masing faktor produksi yang digunakan
x1 = Lahan
x2 = Modal
u = Tingkat kesalahan
Pada proses produksi, untuk menghasilkan suatu produk tentunya
diperlukan biaya yang disebut Total Biaya Produksi. Biaya produksi ini terdiri
dari biaya variabel (variable cost) yang jumlahnya tergantung kepada
perubahan volume produksi yang dihasilkan dan biaya tetap (fixed cost) yang
jumlahnya tidak berubah meskipun produksinya berubah.
Kemudian untuk menghitung keuntungan/laba, perhitungan dari
kerjasama usaha perikanan air tawar adalah pendapatan bersih dengan rumus
sebagai berikut:
TCTR −=π
Di mana:
π = Pendapatan bersih
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya
Adapun untuk mempermudah perhitungan biaya dalam penelitian ini,
maka biaya dikelompokkan ke dalam biaya variabel dan biaya tetap, dengan
rumus:
TC = TVC + TFC
Di mana:
TVC = Total Variable Cost (total biaya variabel)
TFC = Total Fixed Cost (total biaya tetap)
Uraian teori produksi di atas digunakan oleh peneliti untuk membahas
apakah kerjasama sektor perikanan air tawar menguntungkan kedua belah
pihak.
Jadi, kerjasama sektor perikanan air tawar dapat diartikan sebagai
kegiatan usaha yang dilakukan beberapa orang dalam hal ini pemilik lahan
dan petani ikan (pengelola) dalam membudidayakan ikan untuk mencapai
suatu keuntungan yang merupakan tujuan bersama.
2. Tingkat Pendapatan Petani
Pendapatan adalah uang yang diterima oleh perorangan, perusahaan
dan organisasi lain dalam bentuk upah, gaji, sewa, bunga, komisi, ongkos dan
laba.66
Jadi, tingkat pendapatan petani dapat didefinisikan sebagai tingkat
uang yang diterima oleh petani sebagai upah/gaji dari hasil kerja dalam
bidangnya (dalam hal ini sektor perikanan air tawar).
Pendapatan petani diperoleh dari penghasilan atau hasil produksi
(kerjasama sektor perikanan air tawar) setelah dikurangi biaya-biaya.
B. Variabel Penelitian
Hubungan variabel yang terdapat pada penelitian ini adalah hubungan
variabel berganda dengan 2 (dua) variabel independen, yaitu dijelaskan dalam
persamaan regresi sebagai berikut:
Y = a + b1x1 + b2x2 + u
Dimana:
Y = Pendapatan Pengelola (Petani Ikan)
a = Bilangan konstanta
66 Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 230
b1... bi = Elastisitas masing-masing faktor produksi yang digunakan
x1 = Lahan
x2 = Modal
u = Tingkat kesalahan
C. Metode Pengumpulan Data/Sampling
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian
kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah sumber data yang
mampu disuguhkan dalam bentik angka-angka.67
Dari segi tujuan penelitian ini, penulis cenderung menggunakan
metode deskriptif analisis, yaitu data yang dikumpulkan berupa konsep-
konsep dan gambaran permasalahan, kemudian dianalisis dan dibuktikan.
Yang dideskripsikan adalah pelaksanaan kerjasama sektor perikanan air tawar
Desa Selajambe, sedangkan yang akan dianalisis adalah sistem bagi hasil dan
akad yang digunakan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian
kuantitatif dan kualitatif.
a. Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu suatu teknik
pengumpulan data di mana penulis melakukan kunjungan langsung
kebeberapa perpustakaan.
67 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula,
(Yogyakarta: Gajah Mada University, 2004), h. 63
b. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu suatu teknik pengumpulan
data di mana penulis lagsung terjun ke lapangan penelitian untuk
mendapatkan data hasil pengamatan lapangan atau informasi dari
responden.68
Dari segi tujuan penelitian ini, penulis cenderung menggunakan
metode deskriptif analisis, yaitu data yang dikumpulkan berupa konsep-
konsep dan gambaran permasalahan, kemudian dianalisis dan dibuktikan.
Yang dideskripsikan adalah pelaksanaan kerjasama sektor perikanan air tawar
Desa Selajambe, sedangkan yang akan dianalisis adalah keuntungan sistem
bagi hasil bagi kedua belah pihak, dan persepsi masyarakat tentang sistem
bagi hasil yang digunakan.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah penelitian survey. Alasan peneliti
memilih menggunakan pendekatan ini adalah karena pendekatan ini sangat
efektif digunakan dalam penelitian sosial. Pendekatan ini dapat memberikan
informasi akurat mengenai populasi yang heterogen.
68 Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2002), h. 11
3. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini bersumber dari:
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh dengan melakukan observasi dan
wawancara kepada pihak yang dapat memberikan informasi untuk
penelitian ini. Dalam penelitian ini diperoleh melalui:
1) Wawancara langsung dengan Kepala Desa beserta aparatnya.
2) Melakukan tanya jawab langsung pada sumber data orang lain, orang-
orang yang mempunyai lahan perikanan air tawar, para peternak ikan
3) Tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang
pembahasan skripsi ini.
4) Kuesioner
b. Data Sekunder
Sedangkan sumber data yang bersifat sekunder penulis ambil dari:
1) Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan,
tahun 2008
2) Profil Desa Selajambe pada tahun 2006-2007
Sumber data sekunder lainnya, penulis ambil dari buku-buku, majalah-
majalah, artikel, dokumentasi dan arsip, internet dan karya ilmiyah yang
berkaitan dengan penelitian.
4. Populasi dan Sampel
Sampel dalam penelitan ini menggunakan teknik random sampling
(keterwakilan), artinya suatu pengambilan sampel dimana setiap populasi
memiliki peluang untuk dijadikan sampel.
Yang menggunakan kerjasama dengan sistem bagi hasil (Populasi)
cukup sedikit yaitu sekitar 57 orang. Kemudian, pada penelitian ini sampel
yang diambil adalah 30 orang petani, untuk pembahasan keuntungan
kerjasama dengan persepsi petani terhadap kerjasama yang kemudian akan
dibagi rata untuk masing-masing Dusun yang berada di Desa Selajambe. Desa
Selajambe terdiri dari tiga Dusun, Dusun Selaawi, Dusun Selajambe, dan
Dusun Panyindangan. Kemudian, penulis juga melakukan wawancara kepada
pemilik lahan, pengelola/petani ikan dan tokoh masyarakat Desa Selajambe
sesuai kebutuhan.
D. Teknik Analisis Data
Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap, tahap berikutnya
adalah analisis data. Pada tahap ini, data dikerjakan, dideskripsikan, dan
dianalisis sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-
kebenaran yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan yang diajukan
dalam penelitian.
Adapun tahapan analisis penelitian ini yaitu:
a. Keuntungan kerjasama sektor perikanan air tawar bagi kedua belah
pihak, yaitu dengan menghitung pendapatan yang diperoleh masyarakat
yang di analisis dengan pendekatan teori Cobb-Douglas. Hasil yang
diperoleh disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis secara
kuantitatif dengan menggunakan bantuan SPSS for windows versi 15.00 .
b. Relevansi pelaksanaan kerjasama sektor perikanan air tawar dengan
sistem bagi hasil dan akad yang digunakan pada masyarakat desa
Selajambe dengan konsep bagi hasil dalam ekonomi Islam, yaitu
menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yang diawali dengan
menguraikan sistem kerjasama yang berlaku pada sektor perikanan air
tawar di Desa Selajambe, kemudian dipilih mana kerjasama yang
menggunakan sistem bagi hasil, dan dianalisis.
c. Persepsi Petani Ikan terhadap kerjasama sektor perikanan ar tawar yang
mnggunakan sistem bagi hasil yaitu dengan menggunakan kuesioner
tertutup dengan menyediakan pilihan jawaban (ya) atau (tidak). Bila
jawaban responden tidak, maka harus disertai dengan alasan yang
menguatkan.kuesioner dan akan dianalisis secara deskriptif pula.
Metode analisis ini diharapkan mampu menjawab ke depan
permasalahan penelitian yang ada.
BAB IV
ANALISIS KERJASAMA SEKTOR PERIKANAN AIR TAWAR YANG
MENGGUNAKAN BAGI HASIL DI DESA SELAJAMBE
A. Gambaran Umum Desa Selajambe
1. Gambaran Umum Desa Selajambe Dilihat dari Sektor Perikanan Air tawar
Desa Selajambe merupakan salah satu Desa yang berada di Kabupaten
Sukabumi. Selajambe adalah desa yang potensial untuk usaha perikanan air
tawar. Mayoritas penduduknya terkait dengan sektor perikanan air tawar ,
baik itu yang fokus pada usaha perikanan maupun sebagai pekerjaan
sampingan.
Usaha perikanan air tawar ini mengalami peningkatan dari waktu ke
waktu. Terlebih sampai saat ini, sudah banyak masyarakat di luar daerah tahu
bahwa usaha perikanan di Desa Selajambe sangat potensial. Hasil
produksinya memiliki kualitas yang tidak bisa diragukan lagi69
.
Terdapat program penyuluhan yang diadakan oleh Badan Penyuluhan
setempat yang bisa membantu masyarakatnya untuk lebih berinovasi dan
menjadikan tenaga kerja lebih terlatih agar menghasilkan keuntungan yang
maksimal dalam sektor perikanan air tawar di Desa Selajambe.
69 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Wahyu Hartono (Penyuluh Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan), Sukabumi, 15 November 2008
Selain itu, terdapat pula kelompok tani yang memang terbentuk sejak
lama. Fungsinya adalah untuk membantu masyarakat dalam pengadaan biaya,
peralatan serta hal-hal yang menjadi kebutuhan dalam sektor ini.
Adapun nama kelompok tani itu adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Kelompok Tani di Desa Selajambe70
Kelompok Tani Nama Ketua
Sangkuriang Misbahudin
Nurul Huda H. Wahyudin
Mekar Jaya H. Khoerudin
Al-Hidayah H. Uden Daenuri
Al-Barokah Kusmayadi
Sugoy Ibah
Ikan yang dibudidayakan di Desa Selajambe bermacam-macam. Ada
ikan mas, ikan baster, ikan nila, ikan mujaer, dan ikan hias, seperti: ikan koi,
ikan metalik dan ikan komet71
.
Pendistribusian hasil ikan bisa sampai ke luar kota, luar pulau, bahkan
luar negri seperti: Jepang, Filiphina, Thailand, dan Malaysia 72
.
Pendistribusian keluar negri ini adalah untuk ikan-ikan hias yang dikonteskan.
Prosesnya, petani bekerjasama dengan tengkulak kemudian menjualnya
kepada pengusaha eksportir.
70 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Duduh Durrahman (Kepala Desa Selajambe), 13
November 2008 71 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Jamal (Petani/penggarap Ikan), Sukabumi, 15
November 2008 72 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Duduh Durrahman (Kepala Desa Selajambe),
Sukabumi, 13 November 2008
Dengan demikian, sudah dapat diketahui bagaimana Desa Selajambe
bisa dikatakan sebagai daerah yang paling potensial untuk usaha perikanan air
tawar.
2. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Selajambe
Gambar 4.1
Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Selajambe
Kepala Desa
Kepala
Urusan
Ekbang
Kepala
Urusan
Kesra
BKM
Tramtib
RW 0I – RW04
Dusun
Selaawi
Sekretaris Desa
Dusun
Selajambe
Dusun
Panyindangan
RW 05 –RW 08 RW 09 –RW 12
RT 01 – RT 11 RT 12 – RT 24 RT 25 – RT 36
Kepala
Urusan
Pemerintahan
LPM BPU
3. Kondisi Geografis dan Sosiologis Desa Selajambe Kecamatan Cisaat
a. Kondisi Geografis Desa Selajambe
1) Luas Desa : 172,015 Ha.
2) Luas Lahan Perikanan : 562.150 M².
3) Jumlah Dusun : 3 Dusun.
a) Dusun Panyindangan.
b) Dusun Selajambe.
c) Dusun Selaawi.
4) Batas Wilayah
a) Utara : Desa Sukasari.
b) Timur : Desa Nagrak.
c) Selatan : Desa Cibolang Kaler.
d) Barat : Desa Kutasirna.
5) Selajambe berada pada ketinggian : 500 Mdl.
6) Jarak dari Pusat Pemerintahan
a) Jarak dari Kecamatan : 4 km.
b) Jarak dari Ibukota Kabupaten terdekat : 60 km.
7). Sarana dan Prasarana Desa :
a) Kesehatan
Tabel 4.2
Sarana Kesehatan di Desa Selajambe
Sarana Kesehatan Jumlah
Puskesmas 1 Unit
Posyandu 12 Buah
Bidan Praktek 2 orang
Mantri Praktek 2 orang
Pengobatan Alternatif 2 orang
b) Sarana Ibadah dan Pendidikan
Tabel 4.3
Sarana Ibadah dan Pendidikan di Desa Selajambe
Institusi Pendidikan dan Ibadah Jumlah Gedung
Masjid 14 Buah
Mushola 38 Buah
Majlis Ta’lim 7 Buah
Pesantren 5 Buah
TPA 2 Buah
TK 2 Buah
Madrasah Diniyyah 7 Buah
Madrasah Ibtidaiyyah 2 Buah
Sekolah Dasar (SD) 4 Buah
MTS dan SMP 2 Buah
MA dan SMK 1 Buah
Perguruan Tinggi 1 Buah
c) Sarana Olahraga
Tabel 4.4
Sarana Olahraga Desa Selajambe
Sarana Olah Raga Jumlah
Lapangan Volley 3 buah
Lapangan Badminton 3 buah
Lapangan Tennis meja 5 buah
d) Sarana Air Bersih
Tabel 4.5
Sarana Air Bersih
Air Bersih Baik Rusak Jumlah
Sumur Gali 12 Buah - 12 Buah
Sumur Pompa 85 Buah 25 Buah
e) Sarana Lingkungan/Sosial
Tabel 4.6
Sarana Lingkungan/Sosial
Sarana Sosial/Lingkungan Baik Rusak Jumlah
Jalan Kabupaten 3 Km 0,5 Km 3,5 Km
Jalan Gang 5 Km 6 Km 11 Km
MCK Umum 66 Buah 14 Buah 80 Buah
TPSS 2 Buah 10 Buah 12 Buah
b. Kondisi Sosiologis Desa Selajambe
1) Jumlah Penduduk : 8.971 jiwa.
2) Jumlah Kepala Keluarga : 2.367 KK.
3) Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.7
Jumlah Penduduk Desa Selajambe Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki 4.565
Perempuan 4.406
Total 8.971
4) Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Tabel 4.8
Jumlah Penduduk Desa Selajambe Berdasarkan Agama
Agama Jumlah
Islam 8.971
5) Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Tabel 4.9
Jumlah Penduduk Desa Selajambe Berdasarkan Pendidikan
Tamat Pendidikan Jumlah
Tidak Tamat SD 530 Orang
SD – SMP 1.129 Orang
SLTA 645 Orang
Akademi / Perguruan Tinggi 66 Orang
6) Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian73
Tabel 4.10
Jumlah Penduduk Desa Selajambe Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata Pencaharian Jumlah
Petani 1.402 Orang
Tukang 819 Orang
Buruh 874 Orang
Pensiunan 33 Orang
PNS 45 Orang
TNI 2 Orang
Swasta 12 Orang
73 Arsip Data Desa Selajambe, “Profil Desa Selajambe, Kecamatan Cisaat, Kabupaten
Sukabumi”
4. Sistem Usaha Sektor Perikanan Air Tawar di Desa Selajambe
Berikut ini adalah bentuk-bentuk sistem/cara yang dipakai dalam
usaha perikanan air tawar di Desa Selajambe:
1. Kerjasama Pemilik dengan Penggarap
Kerjasama pemilik dengan penggarap dapat terjadi pada tiga macam/
cara, yaitu:
1) Kerjasama antara pemilik dengan penggarap, dengan ketentuan
seluruh biaya ditanggung oleh pemilik. Petani ikan hanya mengelola
saja. Bagi hasil dilakukan setelah dikurangi biaya-biaya penggarapan.
Porsi bagi hasil sesuai dengan kesepakatan.
Dalam kerjasama seperti ini, tanggung jawab pemilik lahan adalah
pada penyediaan lahan dan biaya-biaya selama penggarapan sampai
panen. Tanggung jawab penggarap adalah dalam hal keahlian dan
pembudidayaan ikan yang meliputi: nyeblok, perawatan/kontrol kolam
dan ikan, pengairan dan memberi karapan (makan).74
2) Kerjasama antara pemilik dengan penggarap, dengan ketentuan
pemilik hanya menyediakan lahan saja. Pengelolaan dan seluruh biaya
diserahkan sepenuhnya kepada penggarap.
Dalam kerjasama seperti ini, pemilik hanya menunggu hasil panen.
Pemilik tidak turut andil dalam pengelolaan ikan. Tanggung jawab
74 Wawancara pribadi dengan Bpk. Jamal, (Penggarap Ikan), 15 November 2008
penggarap meliputi seluruh kegiatan pengelolaan dan biaya-biaya.
Porsi bagi hasil sesuai kesepakatan setelah dikurangi biaya-biaya.75
3) Kerjasama antara pemilik dan penggarap, di mana keduanya sama-
sama memberikan porsi modal (biaya-biaya) dan keahlian. Tanggung
jawab seluruh kegiatan pengelolaan ikan dilakukan secara besama
dengan ketentuan porsi bagi hasil sesuai kesepakatan.76
b. Sistem Sewa Tanah
Sistem sewa adalah suatu bentuk penyewaan tanah yang dibayar
secara tunai. Pemilik tanah menentukan harga sewa tanah yang harus
dibayar secara tunai oleh penyewa.
Dalam bentuk pengelolaan semacam ini semua hasil menjadi milik
petani/penyewa, sedangkan pemilik tanah hanya mendapatkan uang sewa.
Jumlah uang sewa ditentukan dari lamanya penyewaan. Pembayaran uang
sewa biasanya ditetapkan berdasarkan ukuran luas lahan kemudian
diperhitungkan dengan sejumlah uang. Rentang waktu penyewaan
biasanya untuk satu musim yaitu selama 6 bulan atau sampai batas waktu
yang ditentukan. Adapun tarif sewa tanah yang menjadi standar untuk satu
musim adalah Rp. 1.600.000,- per Ha.77
75 Wawancara pribadi dengan Bpk. Uje, (Penggarap Ikan), 12 November 2008 76 Wawancara pribadi dengan Bpk. Taufiq, (Pemilik Lahan Ikan), 11 November 2008 77 Wawancara pribadi dengan Bpk. Dahlan, (Pemilik Lahan Ikan), 14 November 2008
c. Sistem Buruh Tani
Sistem ini dilakukan antara pemilik lahan dengan buruh harian.
Pemburuh tidak setiap hari bekerja kepada pemilk lahan. Tugas buruh
hanya pada: nyeblok/nemplok, dan pada saat panen saja.
Tarif upah untuk buruh tani ikan di Desa Selajambe adalah sekitar Rp.
25.000 – Rp. 30.000 per hari.
d. Sistem Gadai
Pada sistem ini pemilik lahan menggadaikan lahannya dengan
sejumlah uang tertantu dan dalam waktu tertentu.
Pada sistem seperti ini, tidak ada kerjasama antara pemilik lahan
dengan orang yang menerima lahan gadai. Semakin lama waktu
pembayaran kembali uang gadai oleh pemilik, maka penerima barang
gadai akan semakin lama memperoleh pemanfaatan lahan. Dan tentunya
akan lebih menguntungkan bagi penerima lahan gadai.
e. Sistem Pribadi
Dalam hal ini, biasanya pemilik lahan mengelola ikan dengan tanpa
batuan siapapun mulai dari awal pengelolaan sampai panen. Hanya pada
saat panen, pemilik baru menyuruh orang untuk membedah hasil ikan.
Sistem ini yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Desa
Selajambe, khususnya yang memiliki lahan sedikit dan masih bisa dikelola
sendiri.
5. Hasil Penelitian Tentang Proses Produksi dalam hal Lahan (x1), Modal (x2) ,
Total Return dan Porsi Bagi Hasil
Proses produksi ikan yang berada di Desa Selajambe yang diteliti oleh
penulis adalah menggunakan dua variabel independen. Yaitu Lahan (x1), dan
Modal (x2). Kemudian untuk membantu proses penelitian, penulis
menguraikan juga total return dan porsi bagi hasilnya. Untuk lebih jelasnya,
bisa dilihat di halaman lampiran pada skripsi ini.
Perolehan produksi yang baik terkait dengan kedua faktor di atas.
Tanah merupakan faktor produksi yang dapat mempengaruhi hasil produksi.
Hal ini dapat dibuktikan dari tinggi rendahnya hasil produksi tergantung dari
luas atau tidaknya lahan yang dimiliki dan daerah tertentu. Pada lahan yang
luas, ada kemungkinan tidak dipakai secara langsung oleh pemiliknya sebagai
modal untuk usaha perikanan. Pemilik lahan dapat bekerjasama dengan
penggarap sebagai tenaga kerja untuk mengelola lahan yang ada dengan
keahliannya.
Faktor modal dalam kegiatan produksi juga tidak kalah penting dari
faktor lahan. Penulis menggunakan indikator total biaya (total cost) untuk
mengukur pengaruh modal dalam produksi ikan. Pada usaha perikanan air
tawar di Desa Selajambe secara umum seluruh biaya dialokasikan untuk
membeli bibit, karapan ikan, sewa tanah dan zakat. Alokasi biaya berbeda
antara masing-masing pihak. Tergantung bagaimana kebutuhan saja.
B. Profil responden
Dalam penelitian ini dilakukan wawancara kepada petani sebanyak tiga
puluh (30) orang petani dan berikut ini merupakan karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan luas lahan.
Berdasarkan jenis kelamin, profil responden dari keseluruhan jumlah
responden yaitu sebanyak 30 orang seluruhnya adalah laki-laki. Hal ini
dikarenakan laki-laki merupakan tulang punggung keluarga yang memiliki
kewajiban untuk mencari nafkah.
Tabel 4.11
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Prosentase
20 – 29 tahun 8 26,7%
30 – 39 tahun 14 46,7%
40 – 49 tahun 8 26,7%
Jumlah 30 100%
Sumber : data diolah
Dari tabel di atas, terlihat bahwa responden terbanyak adalah responden
dengan rentang umur 30 – 39 tahun dengan jumlah 14 orang, dengan prosentase
46,7%. Selanjutnya, rentang umur 20 – 29 tahun dan 40 – 49 tahun memiliki
prosentase yang sama yaitu 26,7%.
Tabel 4. 12
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan Frekuensi Prosentase
SD 15 50%
SLTP 9 30%
SMA 6 20%
Jumlah 30 100%
Sumber : data diolah
Dari tabel 4.13 di atas, dapat terlihat bahwa kebanyakan responden
berpendidikan rendah. 50% responden dengan jumlah 15 orang hanya
mengenyam pendidikan samapai tingkat Sekolah Dasar (SD). Responden yang
paling sedikit adalah berpendidikan sampai SMA sebanyak 6 orang dengan
prosentase 20%. Dan sisanya dengan prosentase sebesar 30% adalah responden
yang berpendidikan samapai tingkat SMP yang berjumlah 9 orang.
Tabel 4.13
Karakteristik Responden Luas Lahan Responden Pemilik Lahan
Luas Lahan Frekuensi Prosentase
0 – 1 hektar 25 83,3%
1,01 – 2 hektar 5 16,7%
Jumlah 30 100%
Sumber : data diolah
Dari keseluruhan pemilik lahan, yaitu sebanyak 30 orang, yaitu dapat
dikelompokkan luas kepemilikan lahan sebagai berikut. Pemilik lahan dengan
luas 0 – 1 hektar adalah yang paling banyak, berjumlah 25 orang dengan
prosentase 83,3%. Sedangkan pemilik lahan dengan luas 1,01 – 2 hektar
berjumlah 5 orang dengan prosentase 16,7%.
C. Uji Asumsi dan Hipotesis Analisis Keuntungan Kerjasama yang
Menggunakan Bagi Hasil Bagi Kedua Belah Pihak
Khusus pada penelitian ini, penulis mengambil sampel petani ikan yang
panen satu kali dalam sebulan. Keuntungan kerjasama ini diperhitungkan dengan
melihat pengaruh kerjasama sektor perikanan dengan menggunakan faktor-faktor
produksi terhadap tingkat pendapatan petani.
Hasil Output SPSS Awal
Model estimasi awal yang digunakan (Tabel 4.14) dalam penelitian ini adalah
menggunakan statistik dengan bantuan SPSS for windows versi 15,00.
Penyajian data dilampirkan pada lampiran berupa tabel penelitian kerjasama
sektor perikanan air tawar di Desa Selajambe lengkap dengan variabel dependen
dan variabel independennya, dengan hasil ataupun output SPSS awal sebagai
berikut :
Tabel 4.14
Hasil Output SPSS Awal
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coeffici
ents Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta T Sig. Tolerance VIF
(Constant) 204763.952 91501.278
2.238 .034
LAHAN (Ha) 696987.433 479739.675 .669 1.453 .158 .054 18.359
1
MODAL (Rp) .029 .082 .165 .358 .723 .054 18.359
a. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
(Sumber : Hasil Pengolahan Data)
Namun, setelah diuji dari hasil awal ini terdapat beberapa permasalahan
dengan tidak terpenuhi nilai parameter yang BLUE (Best Linear Unbiased
Estimator):
a. Dalam penelitian ini mempunyai satuan yang berbeda, variabel dependen
menggunakan satuan rupiah dan variabel independen menggunakan dua
satuan masing-masing untuk lahan satuannya hektar dan modal satuannya
rupiah. Dengan kata lain, model tersebut merupakan model yang tidak linear,
baik dalam variabel maupun parameternya.
b. Dalam pengujian multikolinearitas pada hasil awal ini terdapat masalah yaitu
nilai VIF melebihi 10 dengan dapat diindikasikan pada nilai statistik VIF
sebesar 18.359.
c. Pada uji t, kedua variabel tidak ada yang signifikan pada taraf kepercayaan
5% (α = 0,05).
Dapat disimpulkan bahwa hasil awal dapat menghasilkan kesimpulan
yang salah. Untuk itu, Penulis memutuskan untuk tidak menggunakan hasil awal
tersebut. Sehingga model tersebut diubah untuk dapat memenuhi asumsi BLUE,
dengan mengunakan Model Log-Log, atau Model Double Log/Model Elastisitas
Konstan. Model log-log ini terbentuk melalui transformasi logaritma dari model
tidak linear sehingga didapat model yang linear. Dengan teknik informasi, model
dapat diubah sehingga parameternya menjadi linear, dengan menggunakan
bantuan SPSS for windows versi 15,00.
Model dari Hasil SPSS yang Digunakan (Dalam Bentuk Log)
Untuk dapat memenuhi asumsi BLUE, maka perhitungan atas data – data
kerjasama sektor perikanan air tawar di Desa Selajambe tersaji berdasarkan
perubahan model /output diatas, yang akan dianalisis dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Uji Asumsi Klasik Regresi Berganda
Pengujian asumsi klasik meliputi pengujian multikolinearitas,
heterokedasitas, normalitas dan autokorelasi.
a. Uji Multikolinearitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi,
maka terdapat multikolinearitas (multikol). Di mana model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.
Untuk mengetahui adanya korelasi antara variabel independen atau
tidak, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.15
Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
(Constant)
LAHAN (Ha) .176 5.681
1
MODAL (Rp) .176 5.681
a. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa angka VIF = 5,681. Dan
menurut Hair, 1998, multikolinearitas terjadi jika angka VIF melebihi
angka 10. Maka dapat dikatakan tidak terjadi problem multikolinearitas
dan model regresi layak dipakai dalam pengujian.
b. Uji Heterokedasitas
Uji ini untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan kepengamatan
yang lain tetap, maka hal tersebut disebut homoskedasitas. Dan jika
varians berbeda disebut sebagai heterokedasitas. Model regresi yang baik
adalah tidak terjadi heterokedasitas.78
Gambar 4.2
Hasil Uji Heterokedasitas
Sesuai gambar di atas, untuk mendeteksinya, jika ada pola tertentu
seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola yang teratur, maka
telah terjadi heterokedasitas, sedangkan jika titik-titik tersebut tidak
berpola maka tidak terjadi heterokedasitas (homokedasitas). Dari hasil
gambar di atas dapat terlihat bahwa dari grafik scatterplotnya tidak
terjadi atau tidak ada masalah heterokedasitas karena pada grafik
scatterplot tidak ditemukan bahwa titik-titik yang ada pada grafik telah
78 Singgih Santoso, Modul Menggunakan SPSS untuk statistic parametrik, (Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo, 2005), h. 137
membentuk pola yang teratur, seperti yang ditunjukkan pada gambar di
atas.
c. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai
distribusi normal ayau tidak. Dan untuk mengetahui normal atau tidaknya
data sampel, cara mendeteksinya dengan melihat Normal P.Plot pada print
out SPSS, yaitu:
a) Jika titik-titiknya mendekati garis diaogonal berarti memenuhi asumsi
normalitas
b) Jika titik-titiknya menjauhi garis diagonal berarti tidak memenuhi
asumsi normalitas, untuk membuktikannya dapat dilihat pada gambar
4.3 di bawah ini:
Gambar 4.3
Hasil Uji Hormalitas
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa titik-titiknya mendekati
garis diagonal, maka dapat dikatakan telah memenuhi asumsi Normalitas.
d. Uji Autokerelasi
Uji autokerelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode
t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya), dengan ketentuan
sebagai berikut: -2 < DW < +2, maka tidak ada autokorelasi. Sedangkan
jika angka berada pada DW > +2 terjadi autokorelasi negatif. Hal ini
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.16
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the
Estimate
Durbin-
Watson
1 .888a .788 .772 .46610 1.341
a. Predictors: (Constant), MODAL (Rp), LAHAN (Ha)
b. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
Terlihat pada tabel di atas bahwa nilai Durbin Watson yang
diperoleh dari hasil analisis regresi sebesar 1,341 yang berarti tidak ada
masalah autokorelasi. Maka Ho diterima, yaitu model regresi tidak
terdapat masalah autokorelasi dan model ini layak untuk digunakan. Hal
ini mempengaruhi pada nilai F yang signifikan menunjukkan regresi ini
layak namun sebaliknya jika pada Durbin Watson terdapat autokorelasi
maka hasil uji F yang signifikan menjadi tidak layak untuk digunakan.
e. Hasil Uji Koefisien Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui apakah antara
variabel dependen dengan variabel independen terdapat hubungan. Tabel
4.16 di atas juga menunjukkan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,888
atau 88,8% yang berarti bahwa korelasi atau hubungan antara variabel
independen yaitu lahan, dan modal dengan variabel dependen yaitu tingkat
pendpatan petani adalah kuat.
f. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R Square)
Tabel 4.16 di atas juga menunjukkan koefisien determinasi (R
Square) adalah sebesar 0,788 atau 78,8% yang berarti bahwa 78,8%
tingkat pendapatan petani dapat dijelaskan oleh lahan dan modal,
selebihnya sebesar 21,2% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diketahui
dan tidak termasuk dalam penelitian ini. Hal tersebut juga menunjukkan
kemampuan variable-variabel independen dalam menjelaskan variabel
dependen mempunyai korelasi yang cukup kuat.
2. Pengujian Hipotesis
Setelah pengujian persyaratan analisis dan asumsi dasar regresi,
langkah selanjutnya melakukan pengujian signifikan model dan interpretasi
model regresi, untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen. Secara statistik dapat diukur dari nilai statistik uji t dan uji F
(ANOVA).
a. Hasil Uji F
Tabel 4.17
Hasil Uji F
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Regression 21.801 2 10.901 50.176 .000a
Residual 5.866 27 .217
1
Total 27.667 29
a. Predictors: (Constant), MODAL (Rp), LAHAN (Ha)
b. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
Uji F digunakan untuk mengetahui hubungan variabel independen
secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen.
Hasil uji pada tabel di atas menunjukkan semua angka signifikan,
tingkat probabilitas signifikan 0,000. Nilai probabilitas (0,000) lebih kecil
dari 0,05. Fhitung sebesar 50,176 dan Ftabel sebesar 3,35. maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara lahan dan
modal terhadap tingkat pendapatan petani, maka Ho ditolak dan Ha
diterima karena Fhitung (50,176) lebih besar dari Ftabel (3,35).
Uji F-Statistik dapat digunakan sebagai berikut:
Fhitung > Ftabel, maka tolak H0
(50,176) > (3,35)
Ha : b1 # 0, terdapat pengaruh antara lahan (X1) dan modal (X2) dengan
tingkat pendapatan petani (Y).
b. Hasil Uji t
Tabel 4.18
Hasil Uji t
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coeffici
ents
Model B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) 6.774 3.080 2.200 .037
LAHAN (Ha) .389 .196 .420 1.988 .057
1
MODAL (Rp) .460 .199 .489 2.315 .028
a. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh lahan
dan modal terhadap tingkat pendapatan petani secara parsial. Berdasarkan
pengujian pada tabel di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Pengaruh variabel lahan terhadap tingkat pendapatan petani tidak
signifikan, di mana nilai thitung (1,988) < ttabel (2,048) sedangkan tingkat
probabilitasnya sebesar 0,057 > 0,05. Maka Ho diterima, yaitu
koefisien regresi tidak signifikan, hal ini berarti variabel lahan tidak
berpengaruh secara parsial terhadap variabel tingkat pendapatan
petani.
2) Pengaruh variabel modal terhadap tingkat pendapatan petani
signifikan, di mana nilai thitung (2,315) > ttabel (2,048) sedangkan tingkat
signifikannya sebesar 0,028 < 0,05. Sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel modal berpengaruh
secara parsial terhadap variabel tingkat pendapatan petani.
3. Pengujian Koefisien Korelasi
a. Persamaan Regresi Ganda
Persamaan ini bertujuan untuk memprediksi pengaruh yang terjadi
antara variabel independen terhadap variabel dependen.
Dari persamaan Y = 6,774 + 0,389 lahan + 0,460 modal + u dapat
diartikan bahwa:
1) Nilai elstisitas konstanta sebesar 6,774 menunjukkan bahwa apabila
nilai lahan (X1) dan modal (X2) adalah 0 (nol), maka nilai tingkat
pendapatan petani adalah 6,774.
2) Nilai elstisitas lahan sebesar 0,389 menunjukkan bahwa peningkatan
lahan sebesar 1 satuan sedangkan X1 tetap, maka akan meningkatkan
tingkat pendapatan petani sebesar 0,389 kali.
3) Nilai elstisitas konstanta modal sebesar 0,460 menunjukkan bahwa
peningkatan modal sebesar 1 satuan sedangkan X2 tetap, maka akan
meningkatkan tingkat pendapatan petani sebesar 0,460 kali.
b. Uji Pearson Correlation
Uji pearson correlation bertujuan untuk mengetahui korelasi antara
lahan dengan tingkat pendapatan petani dan korelasi antara modal dengan
tingkat pendapatan petani. Untuk mengetahuinya dengan melihat tabel
4.19 beikut ini:
Tabel 4.19
Hasil Uji Pearson Correlation
Correlations
TINGKAT
PENDAPATAN
PETANI (Rp)
LAHAN
(Ha)
MODAL
(Rp)
TINGKAT PENDAPATAN
PETANI (Rp) 1.000 .864 .870
LAHAN (Ha) .864 1.000 .908
Pearson
Correlation
MODAL (Rp) .870 .908 1.000
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa korelasi lahan dengan tingkat
pendapatan petani yaitu 0,864 dan hal ini menunjukkan bahwa korelasi
lahan dengan tingkat pendapatan petani mempunyai korelasi yang kuat
dan positif. Semakin besar nilai lahan maka semakin besar nilai yang
didapat oleh petani. Korelasi kedua variabel bersifat tidak signifikan
karena angka signifikan sebesar:
Nilai signifikan : Tingkat signifikan
0, 057 > 0,05
Ho ditolak = tidak signifikan
Sedangkan korelasi antara modal dengan tingkat pendapatan petani
yaitu 0,870 artinya modal dengan tingkat pendapatan petani mempunyai
korelasi yang kuat dan positif. Korelasi kedua variabel bersifat signifikan
karena angka signifikan sebesar:
Nilai signifikan : Tingkat signifikan
0, 028 < 0,05
Ho diterima = signifikan
4. Interpretasi Data
Nilai elastisitas lahan dan modal yang bersifat positif menunjukan
bahwa meningkatnya luas lahan dan semakin besarnya modal akan
meningkatkan tingkat pendapatan petani.
Pada uji t, koefisien regresi lahan bersifat tidak signifikan, hal ini
berarti variabel lahan tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap
variabel tingkat pendapatan petani. Sedangkan koefisien regresi modal
signifikan, hal ini berarti variabel modal berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap variabel tingkat pendapatan petani.
D. Relevansi Kerjasama Sektor Perikanan Air Tawar di Desa Selajambe
dengan Konsep Kerjasama yang Menggunakan Bagi Hasil dalam Ekonomi
Islam
Pada pembahasan sebelumnya penulis telah menjelaskan bagaimana
sistem usaha pada sektor perikanan air tawar di Desa Selajambe dan bagaimana
mereka menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mencermati hal tersebut, penulis melihat bahwa pelaksanaan usaha pada
sektor perikanan air tawar ini memberikan pengaruh yang sangat kuat dalam
perekonomian mereka. Apalagi semua itu didukung oleh kondisi geografis
wilayah yang cukup baik dan sangat cocok untuk jenis perikanan air tawar ini. Di
Desa Selajambe, usaha perikanan air tawar mendominasi sekitar 80% masyarakat
berkecimpung di usaha ini, walaupun banyak juga dari mereka yang menjadikan
usaha ini sebagai sampingan.
Sistem kerjasama usaha perikanan air tawar yang dilakukan masyarakat
Desa Selajambe secara garis besarnya sudah merujuk pada ajaran fiqh. Hal ini
disebabkan, karena masyarakat Desa Selajambe dalam kehidupan sehari-harinya
dan budayanya sangat dipengaruhi oleh kehidupan beragama yang kuat. Hal ini
terbukti dengan data yang diperoleh dari arsip Desa Selajambe, bahwa seluruh
masyarakat Desa Selajambe adalah beragama Islam. Dan mereka berusaha
menjalankan usaha dengan konsep yang sesuai ekonomi Islam.
Pada pembahasan sebelumnya juga, penulis telah memaparkan bentuk-
bentuk kerjasama dalam ekonomi Islam secara teoritis serta pendapat-pendapat
para ulama tentang kerjasama dan bagi hasilnya. Penulis juga telah menjelaskan
macam-macam bagi hasil yang sah. Sementara bagaimana sistem kerjasama
sektor perikanan air tawar di Desa Selajambe yang menggunakan bagi hasil sudah
dijelaskan secara terperinci.
Adapun bentuk kerjasama yang menggunakan sistem bagi hasil dalam
ekononomi Islam yang sesuai dengan sektor ini adalah syirkah inan dan syirkah
mudharabah. Dan tentunya dengan memperhatikan asas-asas, akad dan cara
kerjasama yang dilakukan melihat kepada teori yang ada dalam konsep ekonomi
Islam. Untuk itu, pada pembahasan mengenai analisa ini, penulis akan
memfokuskan pada akad-akad di atas.
Dalam menganalisa sistem bagi hasil sektor perikanan air tawar di Desa
Selajambe menurut ekonomi Islam penulis akan memilah dari bentuk-bentuk
usaha yang dilakukan masyarakat Desa Selajambe.
Ada lima bentuk usaha yang dilakukan masyarakat Desa Selajambe pada
sektor perikanan air tawar, yaitu: (1) kerjasama usaha pemilik dengan penggarap
dengan memiliki 3 cara seperti yang telah dijelaskan di atas, (2) sistem sewa
tanah, (3) sistem buruh tani, (4) sistem gadai, dan (5) sistem Pribadi.
Dari kelima sistem tersebut, hanya sistem kerjasama pemilik dengan
penggarap yang sesuai dengan konsep bagi hasil dalam ekonomi Islam. Sistem ini
memiliki tiga cara yaitu:
1. Kerjasama antara pemilik dengan penggarap, dengan ketentuan seluruh biaya
ditanggung oleh pemilik. Petani ikan hanya mengelola saja. Bagi hasil
dilakukan setelah dikurangi biaya-biaya penggarapan. Porsi bagi hasil sesuai
dengan kesepakatan.
Sistem kerjasama ini sesuai dengan akad syirkah mudharabah, di mana
pemilik sebagai penyedia seluruh modal dan biaya-biaya sedangkan
penggarap hanya menyumbangkan keahliannya. Porsi bagi hasil dilakukan di
awal akad sesuai kesepakatan. Pada umumnya para penggarap itu merupakan
satu keluarga,tetangga atau teman-teman para pemilik lahan.
Selain itu, kerjasama mengandung asas-asas sebagai berikut:
a. Asas ibahah, objek kerjasama berasal dari usaha halal dan barang yang
halal.
b. Asas amanah, penggarap amanah dalam mengelola usahanya sesuai
dengan tugasnya.
c. Asas anta rodhin, antara penggarap dan pemilik sama-sama ridho/suka
melakukan kerjasama ini.
d. Asas al-‘adlu, adanya kejelasan antara hak dan kewajiban masing-masing
pihak.
Dengan demikian, maka cara pertama ini memiliki relevansi dengan
konsep bagi hasil dalam ekonomi Islam dengan menggunakan pola bagi
hasil profit and loss sharing.
2. Kerjasama antara pemilik dengan penggarap, dengan ketentuan pemilik hanya
menyediakan lahan saja. Pengelolaan dan seluruh biaya diserahkan
sepenuhnya kepada penggarap.
Bentuk kerjasama yang menggunakan bagi hasil seperti ini hukumnya sah.
Hal ini disesuaikan dengan akad muzaraah yang sah menurut Abu yusuf dan
Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani dengan salah satu pernyataannnyayang
dikutif oleh Afzalurrahman bahwa apabila pemilik lahan hanya menyediakan
lahan, sedangkan petani meyediakan bibit, alat, dan keahlian kerja maka
muzaraah dianggap sah.79
Kerjasama yang dilakukanpun berdasarkan asas-
asas di atas.
Kedua belah pihak menyetujui bahwa pemilik lahan akan memperoleh bagian
tertentu dari hasil panen sesuai kesepakatan, yang berarti bahwa kerjasama
memiliki asas antaharodhin minkum. Pola bagi hasil yang digunakan adalah
profit and loss sharing. Dan ini sudah sesuai dengan konsep bagi hasil dalam
ekonomi Islam.
3. Kerjasama antara pemilik dan penggarap, di mana keduanya sama-sama
memberikan porsi modal (biaya-biaya) dan keahlian. Dengan ketentuan bagi
hasil sesuai dengan kesepakatan.
79 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996),
jilid ke-4, h. 114
Dalam bentuk kerjasama ini, pemilik dan penggarap memiliki porsi masing-
masing. Dan akad yang sesuai dengan cara ini adalah syirkah ‘inan, di mana
porsi masing-masing pihak, baik dalam lahan, dana maupun kerja atau bagi
hasil berbeda sesuai dengan kesepakatan. Para ulama fiqh bersepakat bahwa
bentuk perserikatan seperti ini adalah boleh.
Pada kerjasama semacam inipun para pihak mengerti akan hak dan kewajiban
masing-masing. Kedua belah pihak melakukan kerjasama dengan
menggunkan asas-asas yang terdapat dalam konsep ekonomi Islam. Pola bagi
hasil yang digunakan adalah profit and loss sharing. Maka dengan demikian,
kerjasama bentuk ketiga ini sudah sesuai dengan konsep bagi hasil dalam
ekonomi Islam.
Keempat sistem lainnya yaitu sistem sewa tanah, sistem buruh tani,
sistem gadai dan sistem pribadi tidak sesuai/relevan dengan konsep bagi hasil
dalam ekonomi Islam, karena pada sistem-sistem ini tidak terdapat pola bagi
hasil di dalamnya. Tapi penulis mencoba sedikit menjelaskan apakah keempat
sistem ini boleh dilakukan dalam usaha perikanan air tawar. Karena
bagaimanapun keempat sistem ini dipakai oleh masyarakat.
Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya “Bank Syariah Bagi
Bankir dan Praktisi Keuangan” menjelaskan bahwa ijaroh (sewa) adalah akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa,
tanpa diikuti dalam pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.80
Dari
penjelasan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa akad sewa yang terjadi dalam
sektor perikanan air tawar di Desa Selajambe sudah sesuai dengan hukum
ekonomi Islam. Karena, dalam akad sewa hanya bersifat pemindahan hak atas
pengelolaannya/pemanfaatannya bukan pemindahan atas pemilikan.
Kemudian, sistem gadai, sistem buruh dan sistem pribadi dilakukan
juga oleh masayarakat Desa Selajambe dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku. Dengan cara apapun usaha ini dilakukan, masyarakat cenderung
mengikuti pengalaman yang diwariskan secara turun temurun.
Di Desa Selajambe, sistem yang paling banyak digunakan adalah
sistem pribadi. Pemilikan tanah yang sedikit merupakan alasan mereka untuk
menggarapnya sendiri.
Untuk kerjasama usaha pada sektor perikanan air tawar yang
menggunakan bagi hasil, walaupun masih bertahan tetapi terlihat cenderung
menurun bila dibandingkan dengan sistem yang lain. Hal itu dikarenakan luas
lahan yang cukup kecil sehingga masih bisa untuk digarap sendiri. Hanya
orang-orang yang memiliki kesibukan lain yang masih menggunakan sistem
bagi hasil. Bahkan menurut Bapak Afandi (pemilik sekaligus penggarap)
mengatakan bahwa ‘masyarakat belum mengerti betul tentang bagi hasil.
Maka harus ada penyuluhan yang membahas tentang sistem bagi hasil” .
80 Muhammad Syafi’i Antonio, BANK SYARI’AH bagi Bankir dan Praktisi Keuangan,
(Jakarta: Tazkia Institut. 1999), h.181
E. Persepsi Petani Ikan (Penggarap) tentang Sistem Kerjasama dengan Pola
Bagi Hasil yang Digunakan
Sistem kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap yang
menggunakan pola bagi hasil sudah berlangsung sejak lama. Walaupun sistem
yang dilakukan masyarakat masih sangat sederhana dan belum mendominasi
sistem perikanan air tawar di Desa Selajambe, tetapi masih ada masyarakat yang
mempertahankan tradisi bagi hasil ini.
Dari 14 indikator yang digunkan untuk memahami persepsi petani
ikan/penggarap terhadap pola bagi hasil, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.20
Persepsi Petani Ikan/Penggarap Terhadap Kerjasama pada Sektor Perikanan
Air Tawar yang Menggunakan Sistem Bagi Hasil
No. Keterangan Ya Tidak Total
1. Anda merasa nyaman dalam bekerja 30 - 30
2. Pendapatan perbulan mencukupi 30 - 30
3. Tabungan menjadi bertambah 5 25 30
4. Anda merasa mendapatkan perlakuan adil
dalam usaha
30 - 30
5. Anda merasa jika laba besar, maka
pendapatan juga besar
30 - 30
6. Anda dapat mengmbangkan seluruh
kemampuan yang dimiliki
30 - 30
7. Hubungan sesama mitra baik 30 - 30
8. Suasana kerja yang menyenagkan 30 - 30
9. Adanya kejelasan antara hak dan kewajiban
masing-masing pelaku kerjasama
30 - 30
10. Pemilik lahan terbuka dalam melaporkan
hasil usaha
30 - 30
11. Adanya perjanjian tertulis 1 29 30
12. Hubungan anda dengan pemilik lahan 30 - 30
berjalan dengan baik
13. Lingkungan usaha dengan pola bagi hasil
mendorong anda untuk berinovasi-
30 - 30
14. Anda mengetahui bahwa kerjasama yang
dilakukan sesuai dengan syariat atau
konsep ekonomi Islam
30 - 30
Sumber: data diolah berdasarkan kusioner
Satu-satunya indikator yang paling sedikit jawaban (ya) adalah adanya
perjajian tertulis. Dalam hai ini, responden yang menjawab bahwa adanya
perjajian tertulis pada kerjasama usaha perikanan air tawar yaitu hanya 1
orang saja, sedangkan 29 orang responden menjawab bahwa dalam kerjasama
tidak ada perjanjian tertulis. Hal ini didasarkan pada adanya kepercayaan yang
menjadi tali pengikat dalam kerjasama tersebut sehingga dimungkinkan
terwujudnya transparansi dalam pengelolaan usaha dan dalam melaporkan
hasil usaha. Kedua belah pihak yaitu pemilik dan penggarap masih
memandang hubungan ini sebagai hubungan kekeluargaan bukan hubungan
yang bersifat perusahaan. Walaupun demikian, namun kedudukan penggarap
biasanya tidak menjadi pihak yang lemah.
Pernyatan tersebut didukung oleh indikator nomor 4,5,6,7,8,9,10, dan
12 bahwa seluruh responden menjawab ya. Responden mangatakan bahwa
mereka merasa mendapatkan perlakuan adil dalam usaha; jika laba besar,
maka pendapatan juga besar; hubungan sesama mitra baik; suasana kerja yang
menyenagkan; adanya kejelasan antara hak dan kewajiban; masing-masing
pelaku kerjasama; hubungan penggarap dengan pemilik lahan berjalan dengan
baik.
Suatu kenyataan bahwa hampir seluruh responden menyatakan
ketidakmampuannya dalam meningkatkan jumlah tabungan. Hanya 5 orang
responden yang bisa menabung. Hal itu disebabkan oleh kemungkinan seluruh
penghasilan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Meskipun demikian pola bagi hasil ini bagaimanapun lebih menguntungkan
bagi pemilik lahan dan penggarap bila dibandingkan dengan pola hubungan
buruh dan majikan pada sektor industri misalnya.
Selanjutnya, seluruh responden menyatakan bahwa mereka
menganggap bahwa kerjasama yang menggunakan pola bagi hasil ini sudah
sesuai dengan syariat Islam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bpk KH.
Muhyidin Baesuni seorang tokoh agama (Kiayi) di Desa Selajambe bahwa
“masyarakat memahami fiqih (ekonomi Islam). Karna seluruh masyarakat
selajambe adalah muslim. Selain itu, kondisi geografis Selajambe yang
mayoritas penduduknya berada pada lingkungan pesantren”.81
Oleh karena itu, masyarakat masih mempertahankan pola bagi hasil
walaupun sistem ini belum mendominasi usaha pada sektor perikanan di Desa
Selajambe.
81 Wawancara pribadi dengan Bpk. KH. Muhyidin Baesuni (Tokoh Pemuka Agama), 12
November 2008
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam penghujian terhadap variabel dependen yaitu tingkat pendapatan
petani, berdasarkan uji F Statistik sebesar 50,176 dengan tingkat signifikansi
0,000 lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Maka dapat
diketahui bahwa secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel independen yaitu lahan dan modal terhadap tingkat pendapatan
petani. Berdasarkan uji t, dapat diketahui bahwa variabel lahan secara parsial
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pendapatan
petani dengan nilai signifikan 0,057 > 0,05, sedangkan variabel modal secara
parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pendapatan
petani dengan nilai signifikan 0,028 < 0,05.
2. Berdasarkan uji koefisien korelasi dan regresi, pada variabel lahan dan modal
terdapat hubungan positif dengan tingkat pendapatan petani. Hubungan ini
sesuai dengan hasil uji koefisien korelasi dan regresi di mana variabel lahan
dan modal terdapat hubungan positif dengan tingkat pendapatan petani.
3. Berdasarkan pengujian determinasi menunjukkan koefisien determinasi (R
Square) adalah sebesar 0,788atau 78,8%, yang berarti bahwa 78,8% tingkat
pendapatan petani dapat dijelaskan oleh lahan, dan modal, selebihnya 21,2%
dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diketahui dan tidak termasuk dalam
penelitian ini. Hal tersebut juga menunjukkan kemampuan variable-variabel
independen dalam menjelaskan variabel dependen mempunyai korelasi yang
cukup kuat.
4. Kerjasama sektor perikanan air tawar yang menggunakan bahi hasil telah
memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Bagi petani, sesuai dengan
hasil uji F dan uji t, uji koefisien korelasi dan regresi dan uji determinasi.
Sedangkan bagi pemilik lahan kejasama ini menguntungkan dilihat dari porsi
bagi hasil yang cukup besar.
5. Terdapat lima sistem usaha perikanan air tawar di Desa Selajambe yaitu:
a. kerjasama usaha pemilik dengan penggarap dengan memiliki 3 cara,
yakni: (1) kerjasama antara pemilik dengan penggarap, dengan ketentuan
seluruh biaya ditanggung oleh pemilik. Petani ikan hanya mengelola saja,
(2) kerjasama antara pemilik dengan penggarap, dengan ketentuan
pemilik hanya menyediakan lahan saja. Pengelolaan dan seluruh biaya
diserahkan sepenuhnya kepada penggarap, (3) kerjasama antara pemilik
dan penggarap, di mana keduanya sama-sama memberikan porsi modal
(biaya-biaya) dan keahlian.
b. sistem sewa tanah
c. sistem buruh tani
d. sistem gadai
e. sistem Pribadi
Dari kelima sistem di atas yang paling sesuai dengan kerjasama yang berbasis
bagi hasil dalam konsep ekonomi Islam adalah sistem yang pertama dengan
tiga caranya. Sedangkan empat sistem yang lainnya tidak sesuai dengan
konsep kerjasama yang menggunakan sistem bagi hasil. Akan tetapi secara
garis besarnya keempat sistem tersebut sudah sesuai dengan sistem usaha
dalam Ekonomi Islam.
6. Seluruh persepsi masyarakat menyatakan bahwa kerjasama telah sesuai
dengan ekonomi Islam. Pola bagi hasil ini juga dinilai baik oleh petani karena
pola ini mensyaratkan adanya keadilan dan transparansi dalam pengelolaan
usaha.
B. Saran
1. Karena sistem bagi hasil ini menguntungkan bagi masyarakat Desa selajambe,
maka perlu dipertahankan. Bahkan perlu adanya sosialisasi yang meyeluruh,
karena sistem bagi hasil cenderung terus menurun.
2. Mengingat daerah Desa Selajambe sangat potensial untuk usaha perikanan,
sebaiknya budi daya perikanan air tawar ini lebih dikembangkan lagi dengan
cara dibentuk suatu lembaga keuangan yang diperuntukkan khusus untuk para
usahawan yang kekurangan dana.
3. Kepada Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi, diharapkan lebih aktif lagi
berperan dalam membudidayakan ikan air tawar ini. Sehingga ikan menjadi
devisa yang besar bagi kabupaten Sukabumi. Terlebih untuk tingkat nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996,
jilid ke-4
Al-Madani, Syaikh Muhammad, Masyarakat Ideal, dalam Perspektif Surah An-
Nisaa, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah Wacana Ulama dan Cendikiawan,
Jakarta: Tazkia Institut, 1999
----------Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: gema Insani, 2001
----------BANK SYARI’AH bagi Bankir dan Praktisi Keuangan , Jakarta: Tazkia
Institut. 1999
Arsip Data Desa Selajambe, “Profil Desa Selajambe, Kecamatan Cisaat, Kabupaten
Sukabumi”
Az-Zuhayli, Wahbah, Al-fiqh al-Islami wa Adillatuh, Beirut-Lubnan: Daar al-Fikr,
1409 H/1984 M, juz. IV
Dawud, Abu, Sulaiman bin al-Asy’ab as-Sajstaani, Sunan Abu Dawud, Beirut-
Libanon: Daar al-Fikr, 1994, juz 3
Haroen, Nasrun, Fiqih Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007
Hasan, Iqbal, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002
Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2004, Cet. kedua
http://www.republika.co.id
Ismail al-Kahlani as-San’ani, Al-Imam Muhammad Ibnu, Subul as-Salaam, Mesir:
1054, juz: III
Jusmaliani, Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil: Teori dan Kenyataan Empiris,
Jakarta: Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, 2005, Buku I
Lathif, Azharudin, Fiqh Mumalat, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, cet. 1
Mannan, M. Abdul, Ekonomi Islam : Teori dan Praktek (Dasar-dasar Ekonomi
Islam), Jakarta : PT. Intermasa, 1992, Edisi I
Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 230
Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta:
Krapyak Press, 1996, Cet. ke-II
Noor, HenryFaizal, Ekonomi Menajerial, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, Edisi ketiga
Pontjowinoto, Iwan P, Hubungan Usaha Menurut Syariah, browse: www.fossei.org
Qardhawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani Press,
1997,
------------Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, Jakarta : Robbani
Press, 1997, Cet. Pertama
Raharjo, M. Dawam, Islam dan Informasi sosial Ekonomi, Jakarta : Lembaga Studi
Agama dan Filsafat, Cet. ke-1
Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung : CV Sinar Baru, 1998, Cet. ke-21
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Kairo: Maktabah al-Khidmat al-Haditsah, 1407 H,
1986 M, Jilid tiga
Santoso, Singgih, Modul Menggunakan SPSS untuk Statistik Parametrik, Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo, 2005
Sjahdeini, Sutan Remy, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, Jakarta: PT. Temprint, 1999
Soekartawi, Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Fungsi Cobb Douglas,
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007
Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula,
Yogyakarta: Gajah Mada University, 2004
Sukirno, Sadono, Mikroekonomi, Teori Pengantar, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada,2006, edisi ketiga
Syafe’i, Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2004, edisi ke-2
Taimiyah, Ibnu, al-Qawaa’id al-Nuraaniyyah al-Fiqhiyah, Lahore-Pakistan: Idarah
Tarjumah al-Sunnah, tth
Thoha, Mahmud, Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil: Dalam Sektor Primer,
Jakarta: Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, 2005, Buku 2
Tim Kerja di bawah Pimpinan Tridoyo Kusumastanto, Naskah Akademik Tentang
Bagi Hasil Perikanan, Jakarta:Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2007
Wawancara pribadi dengan Dahlan, (Pemilik Lahan Ikan), 14 November 2008
Wawancara Pribadi dengan Duduh Durrahman (Kepala Desa Selajambe), Sukabumi,
13 November 2008
Wawancara pribadi dengan Jamal, (Penggarap Ikan), 15 November 2008
Wawancara pribadi dengan KH. Muhyidin Baesuni (Tokoh Pemuka Agama), 12
November 2008
Wawancara pribadi dengan Taufiq, (Pemilik Lahan Ikan), 11 November 2008
Wawancara pribadi dengan Uje, (Penggarap Ikan), 12 November 2008
Wawancara Pribadi dengan Wahyu Hartono (Penyuluh Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan), Sukabumi, 15 November 2008
www.mail-archive.com
Ya’kub, Hamzah, Etos Kerja Islami, Petunjuk Pekerjaan yang Halal dan Haram,
Jakarta : CV Pedoman Ilmu Jaya, 1992, Cet. Pertama
Ya’kub, Hamzah, Etos Kerja Islami, Petunjuk Pekerjaan yang Halal dan Haram,
Jakarta : CV Pedoman Ilmu Jaya, 1992, Cet. Pertama
Tabel Penelitian
Kerjasama Sektor Perikanan Air Tawar dengan Sisitem Bagi Hasil
di Desa Selajambe, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi
Lahan
(Ha) TC = Modal (Rp) Total Revenue Total Return
Porsi Bagi Hasil
(%) Porsi Bagi Hasil (Rp)
NO (X1) (X2) (Rp) TCTR −=π Petani Pemilik Petani (Y) Pemilik
1 0,04 600.000 900.000 300.000 40 60 120.000 180.000
2 0,08 1.200.000 2.500.000 1.300.000 10 90 130.000 1.170.000
3 1 5.500.000 10.000.000 4.500.000 20 80 900.000 3.600.000
4 0,5 2.750.000 5.000.000 2.250.000 40 60 900.000 1.350.000
5 0,3 1.150.000 2.500.000 1.350.000 20 80 270.000 1.080.000
6 1 6.960.000 12.000.000 5.040.000 30 70 1.512.000 3.528.000
7 0,35 3.300.000 6.000.000 2.700.000 20 80 540.000 2.160.000
8 1 5.500.000 10.000.000 4.500.000 20 80 900.000 3.600.000
9 0,5 4.120.000 7.000.000 2.880.000 20 80 576.000 2.304.000
10 0,3 1.130.000 2.300.000 1.170.000 50 50 585.000 585.000
11 0,5 2.750.000 5.000.000 4.500.000 25 75 1.125.000 3.375.000
12 0,15 681.000 1.500.000 810.000 50 50 405.000 405.000
13 1,2 8.820.000 18.000.000 9.180.000 10 90 918.000 8.262.000
14 0,08 1.200.000 2.500.000 1.300.000 20 80 260.000 1.040.000
15 1 5.500.000 10.000.000 4.500.000 20 80 900.000 3.600.000
16 1,5 8.250.000 15.000.000 6.750.000 20 80 1.350.000 5.400.000
17 0,13 300.000 1.000.000 700.000 20 80 140.000 560.000
18 0,3 800.000 2.000.000 1.200.000 40 60 480.000 720.000
19 1,5 8.350.000 16.000.000 7.650.000 30 70 2.295.000 5.355.000
20 0,5 2.750.000 5.000.000 2.250.000 40 60 900.000 1.350.000
21 0,33 1.640.000 3.600.000 2.160.000 20 80 432.000 1.728.000
22 1 6.720.000 15.000.000 8.280.000 10 90 828.000 7.452.000
23 0,5 2.750.000 5.000.000 2.250.000 20 80 450.000 1.800.000
24 2 11.440.000 20.000.000 8.560.000 20 80 1.712.000 6.848.000
25 1,5 7.500.000 15.500.000 7.200.000 15 85 1.080.000 6.120.000
26 0,8 4.450.000 8.500.000 4.050.000 40 60 1.620.000 2.430.000
27 0,17 2.000.000 4.000.000 2.000.000 40 60 800.000 1.200.000
28 0,09 460.000 700.000 140.000 50 50 70.000 70.000
29 0,1 500.000 650.000 150.000 50 50 75.000 75.000
30 0,22 800.000 1.000.000 200.000 50 50 100.000 100.000
HASIL PRINT OUT SPSS AWAL
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 2.5033E5 1.9359E6 7.4577E5 4.58600E5 30
Std. Predicted Value -1.080 2.595 .000 1.000 30
Standard Error of Predicted
Value 6.268E4 1.771E5 9.698E4 28962.953 30
Adjusted Predicted Value 2.6143E5 2.0174E6 7.5409E5 4.73555E5 30
Residual -3.91293E5 7.98655E5 .00000 3.08404E5 30
Std. Residual -1.224 2.499 .000 .965 30
Stud. Residual -1.440 2.685 -.012 1.025 30
Deleted Residual -5.52812E5 9.22159E5 -8.32822E3 3.49421E5 30
Stud. Deleted Residual -1.470 3.078 .013 1.085 30
Mahal. Distance .149 7.936 1.933 1.879 30
Cook's Distance .000 .372 .047 .089 30
Centered Leverage Value .005 .274 .067 .065 30
a. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
TINGKAT PENDAPATAN
PETANI (Rp) 7.4577E5 5.52655E5 30
LAHAN (Ha) .6213 .53009 30
MODAL (Rp) 3.6624E6 3.09284E6 30
Correlations
TINGKAT
PENDAPATAN
PETANI (Rp) LAHAN (Ha) MODAL (Rp)
TINGKAT PENDAPATAN
PETANI (Rp) 1.000 .829 .815
LAHAN (Ha) .829 1.000 .972
Pearson Correlation
MODAL (Rp) .815 .972 1.000
Sig. (1-tailed) TINGKAT PENDAPATAN
PETANI (Rp) . .000 .000
LAHAN (Ha) .000 . .000
MODAL (Rp) .000 .000 .
TINGKAT PENDAPATAN
PETANI (Rp) 30 30 30
LAHAN (Ha) 30 30 30
N
MODAL (Rp) 30 30 30
Variables Entered/Removedb
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 MODAL (Rp),
LAHAN (Ha)a
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN
PETANI (Rp)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 6.099E12 2 3.050E12 29.851 .000a
Residual 2.758E12 27 1.022E11
1
Total 8.857E12 29
a. Predictors: (Constant), MODAL (Rp), LAHAN (Ha)
b. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
Model Summaryb
Change Statistics
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change Durbin-Watson
1 .830a .689 .666 3.19623E5 .689 29.851 2 27 .000 1.614
a. Predictors: (Constant), MODAL (Rp), LAHAN (Ha)
b. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients 95% Confidence Interval for B Correlations Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta T Sig. Lower Bound Upper Bound
Zero-
order Partial Part Tolerance VIF
(Constant) 204763.952 91501.278
2.238 .034 17018.838 392509.066
LAHAN (Ha) 696987.433 479739.675 .669 1.453 .158 -287357.071 1681331.938 .829 .269 .156 .054 18.359
1
MODAL (Rp) .029 .082 .165 .358 .723 -.139 .198 .815 .069 .038 .054 18.359
a. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
Coefficient Correlationsa
Model MODAL (Rp) LAHAN (Ha)
MODAL (Rp) 1.000 -.972 Correlations
LAHAN (Ha) -.972 1.000
MODAL (Rp) .007 -38356.844
1
Covariances
LAHAN (Ha) -38356.844 2.302E11
Coefficient Correlationsa
Model MODAL (Rp) LAHAN (Ha)
MODAL (Rp) 1.000 -.972 Correlations
LAHAN (Ha) -.972 1.000
MODAL (Rp) .007 -38356.844
1
Covariances
LAHAN (Ha) -38356.844 2.302E11
a. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
HASIL PRINT OUT SPSS DENGAN LOG
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 11.6382 14.5157 13.1628 .86704 30
Std. Predicted Value -1.758 1.560 .000 1.000 30
Standard Error of Predicted Value .088 .248 .141 .044 30
Adjusted Predicted Value 11.6157 14.5373 13.1644 .86896 30
Residual -.92089 .83763 .00000 .44974 30
Std. Residual -1.976 1.797 .000 .965 30
Stud. Residual -2.082 1.916 -.002 1.016 30
Deleted Residual -1.02230 .95257 -.00153 .49934 30
Stud. Deleted Residual -2.230 2.023 -.001 1.042 30
Mahal. Distance .059 7.252 1.933 1.953 30
Cook's Distance .000 .168 .037 .049 30
Centered Leverage Value .002 .250 .067 .067 30
a. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
TINGKAT PENDAPATAN
PETANI (Rp) 13.1628 .97674 30
LAHAN (Ha) -.9191 1.05394 30
MODAL (Rp) 14.6745 1.03876 30
Correlations
TINGKAT
PENDAPATAN
PETANI (Rp) LAHAN (Ha) MODAL (Rp)
Pearson Correlation TINGKAT PENDAPATAN
PETANI (Rp) 1.000 .864 .870
LAHAN (Ha) .864 1.000 .908
MODAL (Rp) .870 .908 1.000
TINGKAT PENDAPATAN
PETANI (Rp) . .000 .000
LAHAN (Ha) .000 . .000
Sig. (1-tailed)
MODAL (Rp) .000 .000 .
TINGKAT PENDAPATAN
PETANI (Rp) 30 30 30
LAHAN (Ha) 30 30 30
N
MODAL (Rp) 30 30 30
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 MODAL (Rp), LAHAN
(Ha)a
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Regression 21.801 2 10.901 50.176 .000a
Residual 5.866 27 .217
1
Total 27.667 29
a. Predictors: (Constant), MODAL (Rp), LAHAN (Ha)
b. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
Model Summaryb
Change Statistics
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
Durbin-
Watson
1 .888a .788 .772 .46610 .788 50.176 2 27 .000 1.341
a. Predictors: (Constant), MODAL (Rp), LAHAN (Ha)
b. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
95% Confidence
Interval for B Correlations Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig.
Lower
Bound
Upper
Bound
Zero-
order Partial Part Tolerance VIF
(Constant) 6.774 3.080 2.200 .037 .455 13.093
LAHAN (Ha) .389 .196 .420 1.988 .057 -.012 .791 .864 .357 .176 .176 5.681
1
MODAL (Rp) .460 .199 .489 2.315 .028 .052 .867 .870 .407 .205 .176 5.681
a. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI
(Rp)
Coefficient Correlationsa
Model MODAL (Rp) LAHAN (Ha)
MODAL (Rp) 1.000 -.908 1 Correlations
LAHAN (Ha) -.908 1.000
MODAL (Rp) .039 -.035 Covariances
LAHAN (Ha) -.035 .038
a. Dependent Variable: TINGKAT PENDAPATAN PETANI (Rp)
ALAMAT KANTOR : JLN, SELAJAMBE NO. 462 PANYINDANGAN TELP (0266) 238645
Nomor : 532/11/Pem-2008 Selajambe, 14 November 2008
Lamp : -
Hal : Surat Rekomendasi
Saya sebagai Kepala Desa Selajambe, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi menerangkan bahwa:
PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI
KECAMATAN CISAAT
KANTOR KEPALA DESA SELAJAMBE
Nama : Fidah Kartika
NIM : 104046101613
Alamat : Jl. Mercedes Benz Desa Cicadas RT 01/03
Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor 16964
Adalah mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyelesaikan skripsi.
dengan ini, maka saya memberikan izin untuk melakukan penelitian di desa Selajambe guna melengkapi bahan/data yang
berkaitan dengan penulisan/pembahasan Topik/Judul skripsi : Kerjasama Sektor Perikanan Air Tawar dalam Perspektif
Ekonomi Islam.
Demikianlah surat ini saya buat agar bisa digunakana sebagaimana mestinya.
Kepala Desa Selajambe
(Duduh Durahman)
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
Saya sebagai Kepala Dusun Selaawi, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi menerangkan bahwa:
Nama : Fidah Kartika
NIM : 104046101613
Alamat : Jl. Mercedez Benz Desa Cicadas RT 01/03
Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor 16964
Adalah mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyelesaikan
skripsi. Dengan ini, maka saya memberikan izin untuk melakukan wawancara kepada pihak-pihak terkait di Dusun Selaawi
guna melengkapi bahan/data yang berkaitan dengan penulisan/pembahasan topik/judul skripsi: Kerjasama Sektor
Perikanan Air Tawar dalam Perspektif Ekonomi Islam.
Demikianlah surat ini saya buat agar bisa digunakan sebagaimana mestinya.
Sukabumi, 14 November 2008
Endang Supriyatna
(Kepala Dusun Selaawi)
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
Saya sebagai Kepala Dusun Selajambe, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi menerangkan bahwa:
Nama : Fidah Kartika
NIM : 104046101613
Alamat : Jl. Mercedez Benz Desa Cicadas RT 01/03
Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor 16964
Adalah mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyelesaikan
skripsi. Dengan ini, maka saya memberikan izin untuk melakukan wawancara kepada pihak-pihak terkait di Dusun
Selajambe guna melengkapi bahan/data yang berkaitan dengan penulisan/pembahasan topik/judul skripsi: Kerjasama
Sektor Perikanan Air Tawar dalam Perspektif Ekonomi Islam.
Demikianlah surat ini saya buat agar bisa digunakan sebagaimana mestinya.
Sukabumi, 14 November 2008
Asep Jalis
(Kepala Dusun Selajambe)
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
Saya sebagai Kepala Dusun Panyindangan, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi menerangkan bahwa:
Nama : Fidah Kartika
NIM : 104046101613
Alamat : Jl. Mercedez Benz Desa Cicadas RT 01/03
Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor 16964
Adalah mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyelesaikan
skripsi. Dengan ini, maka saya memberikan izin untuk melakukan wawancara kepada pihak-pihak terkait di Dusun
Panyindangan guna melengkapi bahan/data yang berkaitan dengan penulisan/pembahasan topik/judul skripsi: Kerjasama
Sektor Perikanan Air Tawar dalam Perspektif Ekonomi Islam.
Demikianlah surat ini saya buat agar bisa digunakan sebagaimana mestinya.
Sukabumi, 14 November 2008
Aep Saepudin
(Kepala Dusun Panyindangan)
PEDOMAN WAWANCARA
Dengan Pemilik Lahan: …………….
LATAR BELAKANG KERJASAMA
1. Bagaimana tingkat kesuburan tanah anda untuk usaha perikanan air tawar ini?
2. Kenapa anda tidak menggarapnya sendiri?
3. Apa hubungan anda dengan petani ikan / pengelola lahan anda?
4. Lahan yang dimiliki disewakan kepada berapa orang untuk dikelola?
AKAD YANG DILAKUKAN
1. Apakah anda menyediakan bibit, pakan ikan dan alat-alat perikanan?
2. Siapa yang menanggung biaya-biaya operasional (dari mulai pembenihana sampai panen)?
3. Ada berapa macam kerjasama yang dilakukan oleh masyarakat pada sektor perikanan air tawar ini,coba sebutkan!
4. kerjasama seperti apa yang anda gunakan dalam kerjasama ini?
5. Jika jawaban adalah sistem bagi hasil
Bagaimana kesepakatan antara pemilik lahan dengan pengelola (tentang nisbah/porsi)?
6. Apakah anda menentukan jenis ikan apa saja yanga akan dibudidayakan?
7. Apakah kelompok tani ikan ikut berpartisipasi dalam kerjasama ini?
KEUNTUNGAN
1. Berapa kali anda panen/membedah dalam setahun?
2. Berapa rata-rata hasil panen anda? (alat ukur / satuannya: ekor, pikulan, wadah)
3. Jika menggunakan sistem bagi hasil.
Bagaimana cara membagi keuntungan dengan penggarap?apakah keuntungan bersih setelah dikurangi biaya-biaya?
PEDOMAN WAWANCARA
Dengan Pengelola (Petani Ikan): …………….
LATAR BELAKANG KERJASAMA
1. Dari mana anda memiliki keahlian mengelola ikan (membudidayakan ikan)?
2. Apakah anda memiliki pekerjaan lain selain menjadi penggarap ikan?
3. Sudah berapa lama anda bekerjasama dalam bidang ini?
4. Apa hubungan anda dengan pemilik lahan?
AKAD YANG DILAKUKAN
1. Siapa yang menyediakan bibit, dan alat-alat lainnya?
2. Apakah pemilik lahan ikut serta dalam kerjasama ini?
3. bagaimna proses pengairannya?
4. Jika dalam kegiatan operasional anda kekurangan biaya, dengan cara apa anda mengatasinya?
5. berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pembudidayaan ikan ini sampai panen?
6. Jika lahan garapan anda terkena masalah (misalnya: terserang racun karna kandungan air yang kurang bagus sehingga
bisa mengakibatkan ancaman gagal panen), siapa yang harus bertanggung jawab atas biaya-biayanya?
7. Apakah ada bantuan dari pemerintah setempat?
8. apa saja peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan selama kegiatan produksi?
BIAYA-BIAYA
1. Biaya Tetap
a. Biaya sewa lahan?
b. Berapa biaya pajak yang dikeluarkan selama kerjasama berlangsung? (bila perlu)
2. Biaya Tidak Tetap
Berapa biaya yang diperlukan untuk:
• Membeli bibit…………..(Rp)
• Peralatan………………..(Rp)
• Karapan/makanan ikan…(Rp)
• Biaya tenaga kerja……...(Rp)
• Lainnya………………....(Rp)
KEUNTUNGAN
1. Apa yang anda peroleh dari kerjasama yang anda lakukan ini? Barang atau uang?
2. Apakah hasil yang anda peroleh dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari?
3. Apakah masih ada sisa hasil yang bisa anda simpan untuk kebutuhan mendatang?
4. Menurut anda, manakah yang lebih menguntungkan antara paroan lahan (sistem bagi hasil) atau dengan anda
menjadi buruh?
5. Kemana hasil panen anda jual?
6. Berapa bagian/persentase bagi hasil yang diterima?
PEDOMAN WAWANCARA
Dengan Tokoh Masyarakat: …………….
1. Sudah berapa lama anda menjabat sebagai RT/KADES/Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan
Kehutanan, Kabupaten Sukabumi?
2. sistem / cara apa saja yang banayak berkembang dan digunakan dalam pengelolaan perikanan air tawar ini?kenapa?
3. cara apa yang paling sering dipakai dalam pengerjaan lahan perikanan?
4. jenis ikan apa saja yang paling banyak dibudidayakan di sini?
5. Pakah hasil panen tersebut dijual seluruhnya atau dipakai untuk konsumsi masayarakat?
6. Apakah potensi perikanan air tawar di sini cukup baik?
7. Apakah produksi perikanan di sini terus meningkat dari waktu ke waktu?
8. Apkah banyak dari pemilik lahan yang melakukan kerjasama dengan petani penggarap?
9. Apakah ada program penyuluhan? Jika ya, apakah berjalan lancar setiap periodenya?
10. Bagaimana peran penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah setempat?
11. Apakah masyarakat memahami ajaran tentang fiqh Islam?
12. Apakah lahan usaha perikanan mengurangi tingkat pengangguran di daerah ini?
KUESIONER Persepsi Tentang Sistem Kerjasama Berbasis Bagi Hasil
yang Dilakukan dalam Usaha Perikanan Air Tawar
Di Desa Selajembe, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi
A. Data-data Pribadi Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Anda sebagai : 1. Pemilik Lahan 4. Lain-lain………………..
2. Buruh
3. Petani Ikan (Pengelola)
Agama : 1. Islam 4. Hindu
2. Kristen Katolik 5. Budha
3. Kristen Protestan 6. Konghucu
Pendidikan Terakhir : 1. SD/MI 3. SLTA/Aliyah
2. SLTP/Tsanawiyah 4.Lain-lain……………
Status Menikah : Belum/Sudah Menikah
Umur : …………...Tahun
Satus dalam Keluarga : 1. Kepala Keluarga
2. Istri
3. Anak
4. lain-lain…………
Tanggungan Keluarga : …………..Orang
Lama Berkerja : …………..bulan/tahun
Penghasilan perbulan :
1. < Rp. 250.000 4. Rp. 1.000.001-2.500.000
2. Rp. 250.001-500.000 5. Rp. 2.500.001-5.000.000
3. Rp. 500.001-1.000.000 6. > Rp. 5.000.001
B. Persepsi Tentang Sistem Kerjasama Berbasis Bagi Hasil yang Dilakukan dalam Usaha Perikanan Air Tawar
Pilihlah jawaban yang sesuai menurut anda dengan pilihan jawaban (ya) atau (tidak). Bila jawaban anda (tidak) maka
harus disertai dengan alasan.
1. Anda merasa nyaman dalam bekerja
a. Ya
b. Tidak : Alasan………………………
2. Pendapatan perbulan mencukupi
a. Ya
b. Tidak : Alasan………………………
3. Tabungan menjadi bertambah
a. Ya
b. Tidak : Alasan………………………
4. Anda merasa mendapatkan perlakuan adil dalam usaha
a. Ya
b. Tidak : Alasan………………………
5. Anda merasa jika laba besar, maka pendapatan juga besar
a. Ya
b. Tidak : Alasan………………………
6. Anda dapat mengembangkan seluruh kemampuan yang dimilki
a. Ya
b. Tidak : Alasan………………………
7. Hubungan sesama mitra baik
a. Ya
b. Tidak : Alasan………………………
8. Suasana kerja yang menyenangkan
a. Ya
b. Tidak : Alasan………………………
9. Adanya kejelasana antara hak dan kewajiban masing-masing pelaku kerjasama
a. Ya
b. Tidak : Alasan………………………
10. Pemilik lahan terbuka dalam melaporkan hasil usaha
a. Ya
b. Tidak : Alasan………………………
11. Adanya perjanjian tertulis
a. Ya
b. Tidak : Alasan………………………
12. Hubungan anda dengan pemilik lahan berjalan dengan baik
a. Ya
b. Tidak : Alasan………………………
13. Lingkungan usaha dengan pola bagi hasi di perikanan air tawar mendorong berinovasi
a. Ya
b. Tidak : Alasan……………………
14. Anda mengetahui bahwa kerjasama yang dilakukan sesuai dengan syariat atau konsep ekonomi Islam
a. Ya
b. Tidak : Alasan………………………
Jumat, 21 Oktober 2005
Syirkah
Perserikatan dagang. Secara etimologi, syirkah berarti percampuran antara satu harta dan harta lainnya sehingga sulit dibedakan.
Dalam fikih, syirkah termasuk salah satu bentuk kerjasama dagang dengan syarat dan rukun tertentu. Syirkah dimaksudkan untuk
menunjukkan sikap tolong menolong yang saling menguntungkan.
Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan ahli fikih tentang syirkah. Ulama mazhab Maliki berpendapat, syirkah adalah suatu izin
untuk bertindak hukum bagi dua orang yang bekerja sama terhadap harta mereka. Bagi ulama Mazhab Syafi'i, syirkah adalah adanya
hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang disepakatinya.
Menurut Mazhab Hanafi, syirkah adalah akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keuntungan.
Sekalipun definisi yang dikemukakan para ulama itu secara redaksional berbeda, pada dasarnya definisi-definisi mereka mempunyai
esensi yang sama, yaitu ikatan kerjasama yang dilakukan dua orang atau lebih dalam perdagangan. Apabila akad syirkah telah
disepakati, maka semua pihak berhak bertindak hukum dan mendapat keuntungan terhadap harta serikat itu.
http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=5&id=218137&kat_id=105&kat_id1=147
MMMeeennngggeeennnaaalll KKKeeemmmiiittt rrraaaaaannn IIIssslllaaammmiii (((bbbaaaggg 111---333)))
Ibun
Fri, 02 Jun 2006 05:53:17 -0700
Subject: Mengenal Kemitraan Islami (Bag.1)
A. KEMITRAAN SEBAGAI ALTERNATIF PERMODALAN USAHA
Pembangunan Ekonomi harus mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
masyarakat berdasarkan azas demokrasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang
melekat, serta mampu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua
pelaku ekonomi untuk berperan sesuai dengan bidang usaha masing-masing.
Untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, dibutuhkan sebuah
bentuk kemitraan yang diartikan sebagai kerjasama pihak yang mempunyai modal
dengan pihak yang mempunyai keahlian atau peluang usaha dengan memperhatikan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan
Esensi kemitraan jika ditinjau dari sudut pandang tujuan perlindungan
usaha adalah agar kesempatan usaha yang ada dapat dimanfaatkan pula oleh
yang tidak mempunyai modal tetapi punya keahlian untuk memumuk jiwa
wirausaha, bersama-sama dengan pengusaha yang telah diakui keberadaannya.
Pada dasarnya kemitraan secara alamiah akan mencapai tujuannya jika
kaidah saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan dapat
dipertahankan dan dijadikan komitmen dasar yang kuat di antara para pelaku
kemitraan.[1] Implementasi kemitraan yang berhasil harus bertumpu kepada
persaingan sehat dan mencegah terjadinya penyalahgunaan posisi dominan dalam
persekutuan untuk menghindari persaingan.
Alternatif kemitraan dalam pengembangan usaha kecil dan mikro bukan
dimaksudkan untuk memanjakan atau pemihakan yang berlebihan , tetapi justru
upaya untuk peningkatan kemandirian pengusaha kecil dan mikro sebagai pilar
dalam pembangunan ekonomi kerakyatan. Strategi peningkatan skala usaha dan
akses permodalan dengan penyaluran kredit program, jika tidak dilakukan
dengan konsep kemitraan sebagaimana mestinya, pada akhirnya malah akan
menyisakan masalah kredibilitas tersendiri.
Dalam konsep kemitraan semua pihak harus menjadi stake holders dan berada
dalam derajat subyek-subyek bukan subyek-obyek, sehingga pola yang
dijalankan harus dilandasi dengan prinsip-prinsip partisipatif dan
kolaboratif yang melibatkan seluruh stake holders dalam kemitraan yang
dijalankan.
Sebagaimana teori sosial pengembangan masyarakat yang sedang berkembang
akhir-akhir ini, maka dalam menetapkan suatu program pembangunan ekonomi
harus memperhatikan faktor-faktor yang berkembang dan sesuai dengan situasi
dan kondisi masyarakat, adat, budaya, tradisi, moral dan keyakinan agama
yang dianut oleh masyarakat wilayah itu sendiri.
http://www.mail-archive.com/buni@yahoogroups.com/msg00074.html
top related