konjungtivitis vernalis
Post on 08-Aug-2015
509 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian
putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan
timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan
benda asing, misalnya kontak lensa.1
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi
alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan
reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat,
bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen.
Biasanya dengan riwayat atopi.1 Konjungtivitis alergi biasanya mengenai kedua
mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal
ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga
mata sangat berair.10
Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari sistem kekebalan (mast
sel) yang melepaskan senyawa kimia (mediator) dalam merespon terhadap
berbagai rangsangan (seperti serbuk sari atau debu tungau). Mediator ini
menyebabkan radang pada mata, yang mungkin sebentar atau bertahan lama.
Sekitar 20% dari orang memiliki tingkat konjungtivitis alergi.5 Konjungtivitis
alergi yang musiman dan yang berkelanjutan adalah jenis yang paling sering dari
reaksi alergi pada mata. Konjungtivitis alergi yang musiman sering disebabkan
oleh serbuk sari pohon atau rumput, oleh karenanya jenis ini timbul khususnya
pada musim semi atau awal musim panas. Serbuk sari gulma bertanggung jawab
pada gejala alergi mata merah pada musim panas dan awal musim gugur. Alergi
mata merah yang berkelanjutan terjadi sepanjang tahun; paling sering disebabkan
oleh tungau debu, bulu hewan, dan bulu unggas.5
Konjungtivitis vernalis adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih
serius dimana penyebabnya tidak diketahui. Konjungtivitis vernalis paling sering
terjadi pada anak umur antara 3-25 tahun dengan prevalensi pada kedua jenis
kelamin sama dan sering terjadi pada anak dengan riwayat eksema, asma, atau
1
alergi musiman. Konjungtivitis vernalis biasanya kambuh setiap musim semi dan
hilang pada musim gugur dan musim dingin. Banyak anak tidak mengalaminya
lagi pada umur dewasa muda.5
Penyebaran konjungtivitis vernalis merata di dunia, terdapat sekitar 0,1%
hingga 0,5% pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi
pada iklim panas (misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika
Selatan) daripada iklim dingin (seperti Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan
Jerman).6 Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik
(turunan). Sekitar 65% pasien yang menderita konjungtivitis vernalis memiliki
satu atau lebih sanak keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan
(misalnya asma, hay fever, iritasi kulit turunan atau alergi selaput lendir hidung
permanen). Penyakit-penyakit turunan ini umumnya ditemukan pada pasien itu
sendiri.6
Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi
akan memburuk pada musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah
mengapa dinamakan konjungtivitis ”vernalis” (atau musim semi). Di belahan
bumi selatan penyakit ini lebih menyerang pada musim gugur dan musim dingin.
Akan tetapi, banyak pasien mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin
disebabkan berbagai sumber alergi yang silih berganti sepanjang tahun.6
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi & Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel
kornea limbus.2
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva11
3
Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :
a. Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel
epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel
konjungtiva di dekat limbus, di atas karankula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel
epitel skuamosa.
b. Sel-sel epitel superfisial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval
yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh
prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel
superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
c. Stroma konjungtiva, dibagi menjadi lapisan adenoid (superficial) dan
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan
limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam
folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang
sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan
mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan
folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa
tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus.
Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang konjungitiva.
Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
d. Kelenjar air mata aksesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur
dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma.
Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di
forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.2
2.2 Definisi dan Etiologi
Konjungtivitis vernalis adalah peradangan konjungtiva bilateral dan
berulang (recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi
(hipersensitivitas tipe I). Penyakit ini juga dikenal sebagai “catarrh musim semi”
dan “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”. Sering
terdapat pada musim panas di negeri dengan empat musim, atau sepanjang tahun
4
di negeri tropis (panas).2,7 Konjungtivitis vernalis mengenai pasien usia muda 3-25
tahun dan kedua jenis kelamin sama. Namun, sering terjadi pada anak-anak,
biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20.4 Terdapat
tiga tipe konjungtivitis vernalisis, antara lain tipe palpebra, tipe limbal, dan tipe
campuran.
2.3 Patofisiologi
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang
insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV.
Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan
cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan
pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh
hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah
gambaran cobble stone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna
putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau.
Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut
pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang
mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis
serta erosi epitel kornea.
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan
hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada
limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam
kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin
berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di
kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga
terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi.3
Pada bentuk palpebral, jaringan epitel membesar pada beberapa area dan
menular ke area lainnya. Kadangkala, eosinofil (warna kemerahan) tampak kuat di
antara sel-sel jaringan epitel. Perubahan yang menonjol dan parah terjadi pada
substansi propria (jaringan urat). Pada tahap awal jaringan terinfiltrasi dengan
limfosit, sel plasma, eosinofil, dan basofil. Sejalan dengan perkembangan
penyakit, semakin banyak sel yang berakumulasi dan kolagen baru terbentuk,
sehingga menghasilkan bongkol-bongkol besar pada jaringan yang timbul dari
5
lempeng tarsal. Terkait dengan perubahan-perubahan tersebut adalah adanya
pembentukan pembuluh darah baru dalam jumlah yang banyak. Peningkatan
jumlah kolagen berlangsung cepat dan menyolok.6
Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaitu:
perkembangbiakan jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan infiltrasi sel
plasma, limfosit, eosinofil dan basofil ke dalam stroma. Penggunaan jaringan
yang dilapisi plastik yang ditampilkan melalui mikroskopi cahaya dan elektron
dapat memungkinkan beberapa observasi tambahan. Basofil sebagai ciri tetap dari
penyakit ini, tampak dalam jaringan epitel sebagaimana juga pada substansi
propria. Walaupun sebagian besar sel merupakan komponen normal dari substansi
propia, namun tidak terdapat jaringan epitel konjungtiva normal.6
Walaupun karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernalis telah
digambarkan secara luas, namun patogenesis spesifik masih belum dikenali.6
2.4 Gambaran Histopatologi
Tahap awal konjungtivitis vernalisis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam
kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil
yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di
antara papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini
berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel
mast.
Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalisis mata
yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel
plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul
limfoid. Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil,
menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan konjungtivitis.
Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak
hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada beberapa
kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar .
Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen,
hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel
radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler
6
mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada
pemeriksaan klinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant
papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Kolagen maupun pembuluh
darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi menjadi 5–10 lapis
sel epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah
besarnya papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai hanya
tinggal satu lapis sel yang kemudian akan mengalami keratinisasi.
Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa
pertumbuhan epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel
(acanthosis). Horner-Trantas dot`s yang terdapat di daerah ini sebagian besar
terdiri atas eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel
PMN dan limfosit.
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai
meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan
seolah ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul
berulang, dan sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia
tidak dapat beraktivitas normal.6
Terdapat dua bentuk klinik konjungtivitis vernalisis, yaitu :
1. Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang
mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan
kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini
tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan
dengan kapiler ditengahnya.
2. Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk
jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi
epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya
pannus, dengan sedikit eosinofil.1
7
Gambar 2. Konjungtivitis vernalis
bentuk palpebral9
Gambar 3. Konjungtivitis vernalis
bentuk limba9
2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu
sangat penting dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis vernalisis. Selanjutnya
diagnosis ditegakkan sesuai dengan gejala dan tanda klinis serta hasil pemeriksaan
mata. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva
untuk mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak
eosinofil dan granula-granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil
dan granula basofilik bebas. 3
Walaupun secara prinsip konjungtivitis vernalis sangat berbeda dengan
trakhom dan konjungtivitis demam rumput, namun seringkali gejalanya
membingungkan dengan dua penyakit tersebut. Trakhoma ditandai dengan
banyaknya serabut-serabut sejati yang terpusat, sedangkan pada konjungtivitis
vernalis jarang tampak serabut sejati. Pada trakhom, eosinofil tidak tampak pada
kikisan konjungtiva maupun pada jaringan, sedangkan pada konjungtivitis
vernalis, eosinofil memenuhi jaringan. Trakhom meninggalkan parut-parut pada
tarsal, sedangkan konjungtivitis vernalis tidak, kecuali bila terlambat ditangani.
Tanda konjungtivitis demam rumput adalah edema, sedangkan tanda
konjungtivitis vernalis adalah infiltrasi selular. Demam rumput memiliki
karakteristik sedikit eosinofil, tidak ada sel mastosit pada jaringan epitel, tidak ada
peningkatan sel mastosit pada substantia propria, dan tidak terdapat basofil,
sedangkan konjungtivitis vernalis memiliki karakteristik adanya tiga serangkai,
8
yaitu: sel mastosit pada jaringan epitel, adanya basofil, dan adanya eosinofil pada
jaringan.6
Tabel 1. Diagnosis banding Trakoma, Konjungtivitis folikularis,Konjungtivitis vernalis.1
Pembanding Trakoma Konjungtivitis folikularis
Konjungitvitis vernalis
Gambaran lesi
(kasus dini) papula kecil atau bercak merah bertaburan dengan bintik putih-kuning (folikel trakoma). Pada konjungtiva tarsal (kasus lanjut) granula (menyerupai butir sagu) dan parut, terutama konjungtivatarsal atas
Penonjolan merah-muda pucat tersusun teratur seperti deretan “beads”
Nodul lebar datar dalam susunan “cobble stone” pada konjungtiva tarsal atas dan bawah, diselimuti lapisan susu
Ukuran lesi
Lokasi lesi
Penonjolan besar lesi konjungtiva tarsal atas dan teristimewa lipatan retrotarsal kornea-panus, bawah infiltrasi abu-abu dan pembuluh tarsus terlibat.
Penonjolan kecil terutama konjungtiva tarsal bawah dan forniks bawah tarsus tidak terlibat.
Penonjolan besar tipe tarsus atau palpebra; konjungtiva tarsus terlibat, forniks bebas. Tipe limbus atau bulbus; limbus terlibat forniks bebas, konjungtiva tarsus bebas (tipe campuran lazim) tarsus tidak terlibat.
Tipe sekresi Kotoran air berbusa atau “frothy” pada stadium lanjut.
Mukoid atau purulen
Bergetah, bertali, seperti susu
Pulasan Kerokan epitel dari konjungtiva dan kornea memperlihatkan ekfoliasi, proliferasi, inklusi seluler.
Kerokokan tidak karakteristik (Koch-Weeks, Morax-Axenfeld, mikrokokus kataralis stafilokokkus, pneumokokkus)
Eosinofil karakteristik dan konstan pada sekresi
Penyulit atau sekuela
Kornea: panus, kekeruhan kornea, xerosis, kornea
Kornea: ulkus kornea
Palpebra:
Kornea: infiltrasi kornea (tipe limbal)
Palpebra:
9
Konjungtiva: simblefaron
Palpebra: ektropion atau entropion trikiasis
blefaritis, ektropion
pseudoptosis (tipe tarsal)
2.7 Komplikasi
Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau
parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang
ringan. Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-
kadang didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea.
Perjalanan penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering menimbulkan
kekambuhan terutama di musim panas.5
2.8 Penatalaksanaan
Karena konjungtivitis vernalisis adalah penyakit yang sembuh sendiri, perlu
diingat bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka
pendek, berbahaya jika dipakai jangka panjang.2 Penatalaksanaan konjungtivitis
vernalisis berdasarkan luasnya symptom yang muncul dan durasinya, yaitu :
1. Terapi Non-medikamentosa
Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu
mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis. Beberapa
tindakan tersebut antara lain:
- Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari
tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari
mediator-mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah
superinfeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya
glaukoma sekunder dan katarak.
- Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter;
- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa
serbuksari;
- Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak
dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus
dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi allergen;
- Kompres dingin di daerah mata;
10
- Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga
berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen;
- Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut
sebagai climato-therapy.
2. Terapi Medikamentosa
Untuk terapi topikal dapat diberikan terapi medikamentosa yakni:
- anti alergi dan vasokonstriksi mata (vernacel) 3x/hari
- asam chromoglicate tetes mata (Conver) 3x/hari
- steroid tetes mata (Xitrol, Tobroson) 3x/hari
Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik seperti
prednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau deksamethason fosfat 2–3 tablet 4
kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan
pemakaian preparat steroid adalah “gunakan dosis serendah mungkin dan
sesingkat mungkin”.
Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan sebagai
pilihan lain, karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami
pasien. Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol
yang memadai pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis.
3. Terapi Bedah
Terapi pembedahan exterpasi cobble stone apabila terdapat cobble stone
yang besar dan mengganggu. Namun, terapi ini kini sudah ditinggalkan mengingat
banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat
akan tumbuh lagi. 3,6
2.9 Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat
sembuh spontan. Namun, kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu,
dan semakin memburuk selama musim-musim tertentu.8
BAB III
LAPORAN KASUS
11
3.1 Identitas Penderita
Nama : Luh Dinda Juliani
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dauh Puri, Denpasar Barat
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Hindu
Suku Bangsa : Bali
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Mata merah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan mata merah yang dirasakan sejak 2 hari
yang lalu. mata merah dirasakan pada kedua mata pasien dan terus memerah
hingga hari ini. Mata terasa semakin memerah bila pasien bermain di luar rumah
dan dikucek-kucek. Merah pada mata berkurang bila pasien tidak bermain ke luar
rumah atau bermain sepeda di siang hari. Mata merah disertai dengan rasa gatal,
rasa gatal ini dirasakan terus menerus oleh pasien dan dirasa sangat mengganggu
sehingga pasien sering mengucek matanya. Pasien juga mengeluhkan banyak
kotoran mata terutama pada pagi hari setelah bangun tidur yang berwarna putih
dan lengket seperti lendir. Pasien juga mengatakan matanya dirasakan seperti
terdapat pasir. Pasien juga mengeluhkan pembengkakan pada kedua kelopak mata
pasien. Rasa nyeri pada kedua mata, silau dan pandangan kabur disangkal oleh
pasien
Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan
Pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan yang sama kurang lebih 3
bulan yang lalu dan pernah mendapat pengobatan di RSUP Sanglah. Pasien
memiliki riwayat asma. Riwayat alergi makanan atau obat disangkal oleh pasien.
Riwayat trauma maupun kemasukan benda asing sebelumnya disangkal. Riwayat
pemakaian obat tetes mata sebelumnya juga disangkal.
12
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien. Ibu pasien memilii riwayat asma.
Riwayat Sosial
Pasien adalah pelajar sekolah dasar yang kesehariannya adalah belajar di
sekolah dan bermain di kompleks rumahnya lingkungan tempat bermain pasien
agak berdebu dan pasien sering bermain sepeda bersama teman-temannya.
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : tde
Nadi : 80 x / menit
Temperatur aksila : tde
3.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)
Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra
Visus
Refraksi/Pin Hole
6/7,5
Tidak dilakukan
6/7,5
tidak dilakukan
Supra cilia
Madarosis
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra superior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra inferior
Edema ada ada
13
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi
Benjolan
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak dilakukan
Tidak ada
Konjungtiva palpebra superior
Sekret mata
Hiperemi
Folikel
Papil
Sikatriks
Benjolan
ada, mukoid
ada
Tidak ada
ada, cobble stone
Tidak ada
Tidak ada
ada, mukoid
ada
Tidak ada
ada, cobble stone
Tidak ada
tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Sekret mata
Hiperemi
Folikel
Papil
Sikatriks
Benjolan
ada, berserabut
ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
ada, berserabut
ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis
Hiperemi
- Konjungtiva
- Silier
Perdarahan di bawah konjungtiva
Pterigium
ada
Ada, CVI +
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
ada
Ada. CVI +
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
14
Pingueculae
Sklera
Warna
Pigmentasi
Putih
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Kornea
Odem
Infiltrat
Ulkus
Sikatriks
Keratik presifitat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kamera okuli anterior
Kejernihan
Kedalaman
Jernih
Normal
Jernih
Normal
Iris
Warna
Koloboma
Sinekia anterior
Sinekia posterior
Coklat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Coklat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pupil
Bentuk
Regularitas
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya konsensual
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Lensa
Kejernihan
Dislokasi/subluksasi
Jernih
Tidak ada
Jernih
Tidak ada
15
Pemeriksaan Lain
OD Pemeriksaan OS
Negatif Tes Fluoresin Negatif
3.4 Resume
Pasien perempuan, 9 tahun mengeluh merah pada kedua mata sejak 2 hari
sebelum dilakukan pemeriksaaan, disertai dengan rasa gatal, kotoran mata juga
dikeluhkan terutama pada pagi hari setelah bangun tidur yang berwarna putih dan
lengket seperti lendir. Pasien juga mengatakan matanya dirasakan seperti terdapat
pasir dan dirasa bengkak pada kedua kelopak mata pasien. Rasa nyeri pada kedua
mata, silau dan pandangan kabur disangkal oleh pasien.
Pemeriksaan lokal
OD Pemeriksaan OS
6/7,5 Visus 6/7,5
Edema Palpebra Edema
Papil (+),Sekret (+) Konjungtiva Palpebra Papil (+),Sekret (+)
hiperemi (+) hiperemi (+)
CVI (+), kemosis (+) Konjungtiva Bulbi CVI(+), kemosis (+)
Jernih Kornea Jernih
Dalam Kamera Okuli Anterior Dalam
Bulat,regular,sentral Iris/Pupil Bulat,regular,sentral
Positif Refleks Pupil Positif
Jernih Lensa Jernih
Positif Refleks Fundus Positif
Negatif Tes Fluoresin Negatif
3.5 Diagnosis Banding
1. ODS Konjungtivitis Vernalis Tipe Palpebra
2. ODS Konjungtivitis Trachoma
16
3.6 Diagnosis Kerja
ODS Konjungtivitis Vernalis Tipe Palpebra
3.7 Usulan Pemeriksaan
- Pengecatan gram/ giemsa/KOH swab
3.8 Terapi
Vernacel eyesdrop 6 x 1 tetes / hari ODS
Becom C tab 1 x 1
CTM Tab 2 x 1
Kontrol poliklinik 1 minggu kemudian
KIE
3.9 Prognosis
Dubius ad bonam
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Konjungtivitis vernalis adalah peradangan konjungtiva bilateral dan
berulang (recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi
(hipersensitivitas tipe I). Penyakit ini juga dikenal sebagai “catarrh musim semi”,
“konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”. Pada kasus ini
pasien merupakan anak perempuan dengan usia 9 tahun, dan memiliki riwayat
asma. Hal ini sesuai dengan teori kepustakaan yang menyebutkan bahwa
konjungtivitis vernalis paling sering terjadi pada anak umur antara 3-25 tahun
dengan prevalensi pada kedua jenis kelamin sama dan sering terjadi pada anak
dengan riwayat eksema, asma, atau alergi musiman. Konjungtivitis vernalis
biasanya kambuh setiap musim semi dan hilang pada musim gugur dan musim
dingin. Banyak anak tidak mengalaminya lagi pada umur dewasa muda.
Pasien datang dengan keluhan mata merah pada kedua mata sejak 2 hari
sebelum dilakukan pemeriksaaan, disertai dengan rasa gatal, kotoran mata juga
dikeluhkan terutama pada pagi hari setelah bangun tidur yang berwarna putih dan
lengket seperti lendir. Pasien juga mengatakan matanya dirasakan seperti terdapat
pasir dan dirasa bengkak pada kedua kelopak mata pasien. Rasa nyeri pada kedua
mata, silau dan pandangan kabur disangkal oleh pasien. Hal ini sesuai dengan
teori pada kepustakaan, di mana gejala-gejala konjungtivitis vernalis meliputi rasa
gatal, mata merah, mata berair, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda
asing yang masuk. Gejala-gejala ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan
sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat
beraktivitas normal.
Pada pemeriksaan mata didapatkan visus mata kanan dan kiri normal,
edema palpebra pada kedua kelopak mata kanan dan kiri, papil cobble stone pada
konjungtiva tarsalis superior kedua mata, CVI dan kemosis positif pada
18
konjungtiva bulbi kedua mata, dan terdapat sekret mukoid pada permukaan
konjungtiva palpebra. Pada pemeriksaan sklera, kornea, bilik mata depan, iris,
pupil, lensa, dan refleks fundus tidak ditemukan adanya kelainan. Tanda-tanda
pada pemeriksaan fisik mata pada pasien ini sesuai dengan tanda-tanda
konjungtivitis vernalis berdasarkan kepustakaan.
Konjungtivitis vernalis pada dasarnya merupakan suatu reaksi alergi
(hipersensitivitas tipe I). Pada reaksi hipersensitivitas tipe I terjadi pelepasan
mediator sel mast (histamin) yang dapat memicu vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, rasa gatal, dan peningkatan produksi mukus dari
sel-sel goblet pada lapisan konjungtiva. Vasodilatasi arteri konjungtiva posterior
yang memasok darah ke konjungtiva bulbi mengakibatkan penampakan mata
merah yang dominan ditemukan pada fornix. Peningkatan permeabilitas
pembuluh darah mengakibatkan terjadinya edema palpebra dan kemosis. Keluhan
lain seperti nyeri, silau dan penurunan visus tidak dijumpai pada pasien, karena
proses patologis dari penyakit ini tidak melibatkan media refraksi seperti kornea,
bili mata depan dan lensa. Pada pasien ini dijumpai adanya papil pada kedua
konjungtiva tarsalis posterior. Papil terbentuk sebagai respon terhadap peradangan
yang ditandai oleh infiltrasi sel-sel radang (limfosit, eosinofil, basofil dan sel
mast), neovaskularisasi, deposit jaringan ikat kolagen dan terjadinya hiperplasia
sel-sel epitel konjungtiva. Pada pemeriksaan dengan menggunakan tes fluorosens
tidak ditemukan adanya tanda-tanda erosi epitel pada kornea.
Pada kasus ini didiagnosis banding dengan konjungtivitis trachoma. Pada
konjungtivitis trachoma gambaran lesi pada kasus dini didapatkan adanya papula
kecil atau bercak merah bertaburan dengan bintik putih-kuning (folikel trakoma).
Pada konjungtiva tarsal (kasus lanjut) granula (menyerupai butir sagu) dan parut,
terutama konjungtiva tarsal atas. Sedangkan pada konjungtivitis vernalis
didapatkan gambaran nodul lebar datar dalam susunan “cobble stone” pada
konjungtiva tarsal atas dan bawah, diselimuti lapisan susu. Ukuran lesi dan lokasi
lesi pada konjungtivitis trachoma berupa penonjolan besar lesi konjungtiva tarsal
atas dan teristimewa lipatan retrotarsal kornea-panus, bawah infiltrasi abu-abu dan
pembuluh tarsus terlibat, sedangkan pada konjungtivitis vernalis berupa
penonjolan besar tipe tarsus atau palpebra; konjungtiva tarsus terlibat, forniks
19
bebas. Tipe limbus atau bulbus; limbus terlibat forniks bebas, konjungtiva tarsus
bebas (tipe campuran lazim) tarsus tidak terlibat. Tipe cairan sekresi pada
konjungtivitis trachoma stadium lanjut berupa kotoran air berbusa atau “frothy”,
sedangkan pada konjungtivitis vernalis bergetah, bertali, seperti susu.
Terapi yang diberikan pada kasus ini antara lain berupa Vernacel eyesdrop 6
x 1 tetes / hari ODS, Becom C tab 1 x 1, CTM Tab 2 x 1, Kontrol poliklinik 1
minggu kemudian dan KIE. Konjungtivitis vernalis merupakan penyakit yang
sembuh sendiri sehingga medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi
hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai jangka panjang. Pada pasien ini
diberikan Vernacel eyesdrop yang memiliki fungsi sebagai anti alergi dan
vasokontriksi pembuluh darah. Sedangkan CTM merupakan antihistamin yang
berfungsi untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila antihistamin
dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai
pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Pada pasien juga
diberikan Becom C yaitu vitamin C yang berfungsi untuk reepitelisasi. Pasien
juga disarankan untu kontrol ke poliklinik minggu depan untuk menilai respon
dari terapi yang diberikan dan diberikan KIE antara lain:
- Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari
tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari
mediator-mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah
superinfeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya
glaukoma sekunder dan katarak.
- Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter;
- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa
serbuksari;
- Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak
dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus
dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi alergen.
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh
spontan.
20
BAB V
KESIMPULAN
Konjungtivitis vernalis adalah bentuk konjungtivitis alergi yang paling
sering terjadi pada anak umur antara 3-25 tahun dengan prevalensi pada kedua
jenis kelamin sama. Konjungtivitis vernalis sering terjadi pada anak dengan
riwayat eksema, asma, atau alergi musiman. Gejala yang mendasar adalah rasa
gatal, manifestasi lain yang menyertai meliputi mata berair, rasa pedih terbakar,
dan perasaan seolah ada benda asing yang masuk. Terdapat dua tipe konjungtivitis
vernalis, yaitu tipe palpebral dan tipe lumbal. Diagnosis ditegakkan sesuai dengan
gejala dan tanda klinis serta hasil pemeriksaan mata. Pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk mempelajari gambaran sitologi
dengan hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan granula-granula
bebas eosinofilik. Konjungtivitis vernalisis adalah penyakit yang sembuh sendiri
namun bersifat kambuhan, di mana medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya
memberi hasil jangka pendek. Prognosis penderita konjungtivitis vernalis
umumnya baik.
21
top related