laporan aib
Post on 28-Dec-2015
138 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya semua batuan dapat bertindak sebagai batuan reservoir
asalkan mempunyai porositas dan permeabilitas yang cukup, namun kenyataannya
hanya batuan sedimen yang banyak di jumpai sebagai batuan reservoir. Untuk
mendapatkan sifat-sifat fisik batuan reservoir tersebut dapat dilakukan dengan
coring, analisa coring dan wireline logging. Analisa inti batuan merupakan
tahapan analisa contoh batuan formasi di bawah permukaan (disebut dengan core)
yang telah diperoleh. Tujuan dari analisa inti batuan adalah untuk menentukan
secara langsung informasi tentang sifat-sifat fisik batuan yang ditembus selama
pemboran. Dan studi dari data analisa inti batuan dalam pemboran eksplorasi
dapat digunakan untuk mengevaluasi kemungkinan dapat diproduksikannya
hidrokarbon dari suatu sumur, dan tahap eksploitasi dari suatu reservoir dapat
digunakan untuk pegangan melaksanakan well completion dan merupakan suatu
informasi penting untuk melaksanakan proyek secondary dan tertiary recovery.
Prosedur analisa inti batuan terdiri atas dua pembagian, yaitu :
1. Analisa Inti Batuan Rutin
Analisa inti batuan rutin umumnya berkisar tentang pengukuran porositas,
permeabilitas absolute dan saturasi fluida.
2. Analisa Inti Batuan Spesial
Analisa inti batuan spesial dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a) Pengukuran pada kondisi statis , meliputi tekanan kapiler, sifat-sifat listrik,
dan kecepatan rambat suara, grain density, wettability, kompresibilitas
batuan, permeabilitas dan porositas fungsi tekanan (Net Over Burden) dan
studi petrography.
b) Pengukuran pada kondisi dinamis, meliputi permeabilitas relative,
thermal recovery, gas residual, water flood evaluation, liquid permeability
(evaluasi completion, work over dan injection fluid seperti surfactant dan
polymer).
1
2
BAB II
PENGUKURAN POROSITAS
2.1 TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui pengertian dari porositas.
2. Menghitung volume bulk (Vb), volume grain (Vg) dan volume pori (Vp
) dengan cara Menimbang.
3. Menghitung harga porositas dengan cara menimbang
4. Menghitung volume bulk (Vb), dan volume pori (Vp ) dengan cara
Menimbang
5. Menghitung harga porositas dengan cara menimbang.
6. Mengetahui macam-macam porositas.
2.2 TEORI DASAR
Porositas didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari
perbandingan antara volume total pori-pori batuan terhadap volume batuan
total (bulk volume), dengan simbol ‘Ø’. Porositas juga dapat diartikan
sebagai suatu ukuran kemampuan suatu pori-pori batuan untuk
menyimpan fluida. Porositas batuan reservoir dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain:
1. Susunan Batuan
Susunan adalah pengaturan butir saat batuan diendapkan
2. Distribusi Batuan
Distribusi disini adalah penyebaran dari berbagai macam besar butir
yang tergantung pada proses sedimentasi dari batuannya. Umumnya
jika batuan tersebut diendapkan oleh arus kuat maka besar butir akan
sama besar.
3. Sementasi
Sementasi pada batuan akan menutup pori-pori batuan tersebut.
2
3
4. Kompaksi
Kompaksi batuan akan menyebabkan makin mengecilnya pori
batuan akibat adanya penekanan susunan batuan menjadi rapat.
5. Ukuran dan bentuk butiran
Ukuran butir tidak mempengaruhi porositas total dari seluruh batuan,
tetapi mempengaruhi besar kecilnya pori-pori antar butir. Sedangkan
bentuk butir didasarkan pada bentuk penyudutan (ketajaman) dari
pinggir butir. Sebagai standar dipakai bentuk bola, jika bentuk
butiran mendekati bola maka porositas batuan akan lebih meningkat
dibandingkan bentuk yang menyudut.
Berdasarkan struktur pori, porositas dibagi menjadi Porositas antar
butiran (intergranular dan intragranular porosity) dan Porositas rekahan
(fracture porosity).
Menurut proses geologinya, porositas diklasifikasikan menjadi 2,
yaitu Porositas Primer dan Porositas Sekunder. Porositas Primer
merupakan porositas yang terjadi bersamaan atau segera setelah proses
pengendapan batuan. Jenis batuan sedimen yang mempunyai porositas
primer adalah batuan konglomerat, batu pasir dan karbonat. Sedangkan
Porositas Sekunder adalah porositas yang terjadi setelah proses
pengendapan batuan (batuan sedimen terbentuk), antara lain akibat aksi
pelarutan air tanah atau akibat rekahan.
Berdasarkan komunikasi antar pori, porositas dibagi menjadi 2, yaitu
Porositas Absolut dan Porositas Efektif.
1. Porositas Absolut
Porositas absolut adalah perbandingan antara volume seluruh pori
(pori-pori total) terhadap volume total batuan (bulk volume) yang
dinyatakan dalam persen, jika dirumuskan :
4
atau
atau
Dimana :
Vp = volume pori-pori batuan, cm3
Vb = volume bulk (total) batuan, cm3
Vg = volume butiran, cm3
= porositas absolute, %
2. Porositas Efektif
Porositas efektif adalah perbandingan antara volume pori-pori yang
berhubungan terhadap volume total batuan (bulk volume) yang
dinyatakan dalam persen, jika dirumuskan :
atau
Dimana :
5
= densitas butiran, gr/cc
= densitas total, gr/cc
= densitas formasi, gr/cc
= porositas efektif, %
Untuk perhitungan digunakan porositas efektif karena dianggap sebagai
fraksi volume yang produktif.
Selain menggunakan rumus yang telah dituliskan sebelumnya, porositas
efektif juga dapat ditentukan dengan :
1. Ekspansi Gas
2. Metode Saturation
Volume pori yang efektif dapat ditentukan dengan metode resaturation :
Berat air dalam ruang pori-pori
berat sample yang dijenuhi di udara – berat sample kering di udara
Volume air dalam ruang pori-pori
Volume pori yang efektif = Volume air dalam ruang pori-pori
3. Mercury Injection Pump
6
a. Penentuan volume piknometer :
Vol. piknometer kosong
Vol. piknometer + core
b. Penentuan volume bulk batuan :
Vol. bulk batuan
c. Penentuan volume pori :
Vol. pori
vol awal skala – vol akhir skala
4. Menimbang
Volume total batuan
Vb =
Volume butiran
Vg =
Volume pori
Vp =
Porositas efektif
vol awal skala – vol akhir skala
vol awal skala – vol akhir skala terisi core
(vol pycnometer kosong) – (vol pynometer + core)
7
=
=
Dalam usaha mencari batasan atau kisaran harga porositas batuan,
Slitcher & Graton serta Fraser mencoba menghitung porositas
batuan pada berbagai bidang bulatan dengan susunan batuan yang
seragam. Unit cell batuan yang distudi terdiri atas 2 pack dalam
bentuk kubus dan jajaran genjang (rombohedron). Porositas dengan
bentuk kubus ternyata mempunyai porositas 47.6%, sedangkan
porositas pada bidang jajaran genjang (rombohedron) yang tidak
teratur mempunyai harga porositas 25.95%.
Unit cell kubus mempunyai 2 sisi yang sama yaitu 2r, dimana r adalah
jari-jari lingkaran, sehingga
Volume total (bulk) = (2r)3 = 8r3
Volume butiran =
Porositas =
=
=
= 47,6%
Untuk pegangan secara praktis di lapangan, ukuran porositas dengan
harga:
8
Tabel 2.1. Ukuran Porositas
Porositas (%) Kualitas
% dianggap jelek sekali
5 – 10% dianggap jelek
10 – 15% dianggap sedang
15 – 20% dianggap baik
> 20% sangat bagus
Di dalam formasi batuan reservoir minyak dan gas bumi tersusun atas
berbagai macam mineral (material) dengan ukuran butir yang sangat
bervariasi, oleh karenanya harga porositas dari suatu lapisan ke lapisan
yang lain akan selalu bervariasi.
Adapun gambaran dari berbagai faktor tersebut di atas dapat dibuktikan
dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nanz dengan alat sieve analysis
sebagaimana yang terlihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1
Distribusi Kumulatif Ukuran Butiran dari Graywacke
a). Batu pasir b). Shalysand
Semakin banyak material pengotor, seperti : silt dan clay yang terdapat
dalam batuan akan menyebabkan mengecilnya ukuran pori-pori batuan.
2.3 PERALATAN DAN BAHAN
9
2.3.1 Peralatan :
1. Timbangan dan Anak timbangan
2. Vacum pump dengan Vacum desikator
3. Beaker glass ceper
4. Porometer
2.3.2 Bahan :
1. Core (Inti Batuan)
2. Kerosine
Gambar 2.2 Timbangan Digital Gambar 2.3 Rangkaian Alat Porometer
Gambar 2.4 Vacuum Pump Gambar 2.5 Beaker Plass Caper
10
2.4 PROSEDUR PERCOBAAN
2.4.1 Pengukuran Porositas Dengan Cara Menimbang
1. Core (inti batuan) yang telah diekstrasi selama 3 jam dengan
soxlet dan didiamkan selama 24 jam, dikeluarkan dari tabung
ekstrasi dan didinginkan beberapa menit, kemudian
dikeringkan dalam oven pada temperatur 100-115 oC.
2. Timbang core kering dalam mangkuk, 10misal10l berat core
kering = W1 gram.
3. Masukkan core kering tersebut kedalam vacuum desikator
untuk dihampakan udara 1 jam dan saturasikan dengan
kerosin.
4. Ambil core yang telah dijenuhi kerosin kemudian timbang
dalam kerosin, misal beratnya = W2 gram.
5. Ambil core tersebut (yang masih jenuh dengan kerosin),
kemudian timbang di udara, misal beratnya = W3 gram.
6. Perhitungan :
Volume total batuan Vb =
Volume butiran Vg =
Volume pori Vp =
Gambar 2.6 Kerosine
11
Porositas efektif =
=
2.4.2 Pengukuran Porositas Dengan Mercury Injection Pump
2.4.2.1 Ketentuan Penggunaan Porometer
1. Plungger/cylinder dihampa udarakan sebelum memulai
pekerjaan.
2. Putar handwheel berlawanan dengan arah jarum jam sejauh
mungkin.
3. Pastikan penutup dan valve picnometer dalam keadaan tertutup,
dan fill valve dalam keadaan terbuka.
4. Hidupkan pompa vacuum dan lakukan sampai ruang cylinder
sampai habis, selanjutnya tutup fill valve dan matikan pompa
vacuum.
5. Jika langkah 4 terpenuhi, masukkan Hg dalam flask ke dalam
cylinder sampai habis, selanjutnya tutup fill valve dan terakhir
matikan vacum.
6. Putar handwheel searah jarum jam sampai pressure gauge
menunjukkan suatu harga tertentu.
7. Putar lagi handwheel berlawanan dengan arah jarum jam
sampai jarum jam pada pressure gauge menunjukkan angka nol
pertama kali.
8. Buka valve dan penutup picnometer, lihat kedudukan mercury,
jika kedudukan mercury ada pada cylinder maka ulangi lagi
langkah 2 sampai 8.
Jika kedudukan mercury ada pada ruang piknometer, turunkan
permukaan mercury sampai pada batas bawah piknometer (jika ada
12
yang menempel pada dinding harus dibersihkan) dengan memutar
handwheel berlawanan dengan arah jarum jam.
2.4.2.2 Prosedur Penentuan Porositas
1. Pastikan permukaan Hg pada posisi bagian bawah dari
piknometer.
2. Tutup penutup picnometer dan buka valve piknometer.
3. Atur volume scale pada harga tertentu, misalnya 50 cc.
4. Putar handwheel searah jarum jam sampai mercury pertama
kali muncul pada piknometer.
5. Hentikan pemutaran handwheel dan baca volume scale dan
dial handwheel (miring kanan), misalnya 30,8 cc.
6. Hitung volume piknometer : (50 – 30,8) cc = a cc.
7. Kembalikan kedudukan mercury pada keadaan semula dengan
memutar handwheel berlawanan dengan arah jarum jam (pada
volume scale 50 cc).
8. Buka penutup piknometer dan masukkan core sample.
Kemudian tutup lagi piknometer (valve piknometer tetap
buka).
9. Putar handwheel sampai mercury untuk pertama kali muncul
pada valve piknometer. Catat volume scale dan dial
handwheel (miring kanan), misalnya 38,2 cc.
10. Hitung volume piknometer yang terisi core sample : (50 –
38,2) cc = b cc.
11. Hitung volume bulk dari core sample : ( a – b ) cc = d cc.
12. Lanjutkan percobaan untuk menentukan volume pori (Vp),
yaitu dengan menutup valve piknometer. Kemudian atur pore
space scale pada angka nol. Untuk langkah 12 ini, pada saat
meletakkan pore space scale pada angka nol, kedudukan dial
handwheel tidak harus pada angka nol. Akan tetapi perlu
dicatat besarnya angka yang ditunjukkan dial handwheel
13
(miring kiri) setelah pengukuran Vb. Harga tersebut harus
diperhitungkan saat mengukur Vp.
13. Putar handwheel searah jarum jam sampai ke kanan pada
pressure gauge menunjukkan angka 750 psia.
14. Catat perubahan volume pada pore space scale dan dial
handwheel (miring kiri) sebagai volume pori (Vp).
15. Hitung besarnya porositas.
2.5 HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
2.5.1 Analisa
2.5.1.1 Penentuan Porositas Dengan Cara Menimbang
1. Berat core kering di udara (W1) = 43,3 gr
2. Berat core jenuh di udara (W3) = 45,72 gr
3. Berat core jenuh di kerosine (W2) = 17,9 gr
4. Densitas kerosin = 0,8 gr/cc
5. Volume bulk (Vb) =
= 34,775
cc
6. Volume grain (Vg) =
= 31,75 cc
7. Volume pori (Vp) =
= 3,025 cc
8. Porositas ( ) =
14
= = 8,7%
2.5.1.2 Penentuan Porositas Dengan Mercury Injection Pump
a. Penentuan skala piknometer
Skala awal = 54,65 cc
Skala akhir = 4,84 cc
Volume pycnometer kosong = skala awal – skala akhir
= 54,65 – 4,84 = 49,81 cc
b. Penentuan Volume Bulk
Skala awal = 54,89 cc = 50,89 cc
Skala akhir = 37,38 cc
Volume pycnometer + core = skala awal – skala akhir
= 54,89 – 37,38 = 17,51 cc
Volume Bulk Batuan = | (volume piknometer + core) –
(volume piknometer kosong)|
= |(17,51 - 49,81)|
= |(-32,3)|
= 32,3 cc
c. Penentuan Volume Pori
Skala awal = 0,75 cc
Skala akhir = 6,94 cc
Volume pori = |(skala awal – skala akhir)|
= |(0,75 – 6,94)|
= | -6,19 |
= 6,19 cc
d. Porositas ( ) =
= = 19,16%
2.6 PEMBAHASAN
15
Dari hasil perhitungan porositas dengan dua metode yang
digunakan dalam pengukuran porositas (dengan cara menimbang, dan
menggunakan Mercury Injection Pump), menghasilkan nilai porositas
yang berbeda, dimana nilai porositas absolut dengan cara menimbang ( 8,7
% ) lebih kecil dibandingkan dengan nilai porositas yang menggunakan
Mercury Injection Pump sebesar ( 19,16 % ). Jika kita mengklasifikasikan
nilai porositas tersebut pada tabel 2.1. nilai porositas dengan menimbang
tergolong jelek, sedangkan nilai porositas dengan menggunakan Mercury
Injection Pump tergolong baik. Nilai porositas ini sangat berpengaruh
terhadap kemampuan sumur untuk berproduksi, karena semakin besar
harga porositas effektif maka akan membuat permeabilitasnya pun besar
sehingga indeks produksinya pun meningkat.
Penentuan porositas dengan Mercury Injection Pump diawali
dengan penentuan skala awal (volume picnometer ketika belum di Injeksi-
kan Mercury ) dan skala akhir picnometer (volume picnometer yang telah
di Injeksi-kan Mercury ) dengan menggunakan prosedur percobaan
penentuan porositas yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada picnometer
yang kosong didapatkan skala awal sebesar 54,65 cc dan skala akhir
sebesar 4,84 cc. Dari data tersebut kita bisa menghitung volume
picnometer kosong dengan cara mencari selisih dari skala awal dikurangi
skala akhir, sehingga nilai yang didapatkan sebesar 49,81 cc.
Selanjutnya, dilakukan langkah 8 pada prosedur percobaan untuk
mengetahui volume bulk batuan diketahui skala awal, skala akhir, volume
piknometer + core. Dari hasil penentuan harga skala tersebut, skala pada
keadaan awal dan akhir pada picnometer yang berisi core sample telah
didapatkan yaitu skala awal memiliki nilai sebesar 54,89cc, sedangkan
skala akhir memiliki nilai sebesar 37,38 cc. Dari data tersebut kita bisa
menghitung volume picnometer + core, didapatkan hasil sebesar 17,51 cc.
Setelah mendapatkan kedua volume tersebut, kita dapat menentukan besar
volume bulk batuan yaitu dengan cara volume picnometer yang berisi core
16
dikurangi dengan volume picnometer kosong, didapatkan hasil │-32,3│
dan dikarenakan bernilai mutlak maka, hasilnya menjadi 32,3 cc.
Kemudian, tetap mengikuti prosedur percobaan untuk menentukan
besar volume pori. Pada skala awal diketahui sebesar 0,75 cc dan skala
akhir sebesar 6,94 cc. Dengan mencari selisih dari data tersebut,
didapatkan volume pori sebesar | -6,19 | cc dan dikarenakan bernilai
mutlak maka, hasilnya menjadi 6,19 cc. Sehingga didapatkan porositas
efektifnya sebesar 19,16 %.
2.7 KESIMPULAN
1. Didalam percobaan ini ternyata didapat hasil harga porositas dengan
beberapa cara pengukuran , dan didapat hasil dengan cara
penimbangan = 8,7 %, sedangkan dengan cara Mercury Injection
Pump = 19,16 %. Besarnya porositas efektif ( ) fresh core
yang disaturasi kerosin menggunakan metode Mercury Injection
Pump ternyata lebih besar hasilnya dibandingkan dengan metode
Menimbang. Ini dibuktikan dengan hasil perhitungan porositas
tersebut.
2. Porositas absolut yang diperoleh dari metode Menimbang termasuk
dalam porositas dengan kategori jelek, sedangkan porositas effektif
yang diperoleh dari metode Mercury Injection Pump termasuk dalam
porositas dengan kategori baik. Nilai minus yang diperoleh dari
volume pori diabaikan.
3. Dari perbedaan porositas diatas maka jelaslah bahwa porositas tidak
tergantung pada besar butiran. Sebagai contoh, bila kita substitusikan
r dengan angka berapa saja akan tetap didapat besar prorositas 47,6%
(pada susunan bentuk kubus).
4. Semakin besar harga porositas batuan, maka semakin banyak
hidrokarbon yang terkandung didalamnya
17
5. Secara umum porositas dan permeabilitas berbanding lurus namun
pada kenyataan yang ada di suatu formasi ada terdapat porositas besar
dan pembeabilitas kecil, untuk memperbesar permeabilitas dilakukan
metode yang tepat yaitu hydraulic fracturing.
BAB III
PENGUKURAN SATURASI FLUIDA
3.1 TUJUAN PERCOBAAN
1. Untuk dapat mengetahui definisi dari Saturasi
Sg + So + Sw = 1
18
2. Untuk menghitung saturasi dari masing-masing fluida (air, minyak
dan gas) dari sampel core dengan metode destilasi.
3. Mengetahui pentingnya menentukan saturasi fluida dalam batuan.
4. Menentukan jumlah masing-masing fluida pada suatu reservoir
dengan pengukuran saturasi menggunakan metode destilasi.
5. Dapat menentukan kelayakan produksi pada reservoir berdasarkan
persentase fluida yang dominan
3.2 TEORI DASAR
Dalam batuan reservoir minyak umumnya terdapat lebih dari satu
macam fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar ke
seluruh bagian reservoir. Ruang pori-pori batuan reservoir mengandung
fluida yang biasanya terdiri dari air, minyak dan gas. Untuk mengetahui
jumlah masing-masing fluida, maka perlu diketahui saturasi masing-
masing fluida tersebut.
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan
volume pori-pori total pada suatu batuan berpori.
Saturasi minyak (So) adalah :
Saturasi air (Sw) adalah :
Saturasi gas (Sg) adalah :
Svolume pori pori yang diisi oleh gas
volume pori pori totalg
Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :
18
19
Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :
So + Sw = 1
Dimana :
Sg = Saturasi Gas
So = Saturasi Oil
Sw = Saturasi Water
Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi saturasi fluida, antara lain :
1. Ukuran distribusi pori-pori batuan
2. Ketinggian diatas free water level
3. Adanya perbedaan tekanan kapiler
Berikut adalah persamaan hubungan antara saturasi dan porositas :
So..V + Sg..V = (1-Sw)..V
3.3 PERALATAN DAN BAHAN
3.3.1 Peralatan :
1. Retort
2. Solvent extractor termasuk reflux condensor (pendingin) water
trap dan pemanas listrik
3. Timbangan analisis dengan batu timbangan
4. Gelas ukur
5. Exicator
6. Oven
3.3.2 Bahan :
1. Fresh core
2. Air
3. Minyak
20
Gambar 3.1 Skema Stark Dean Distilation Apparatur
Gambar 3.2 Solvent Exctractor
Gambar 3.3. Oven Gambar 3.4. Gelas Ukur
Gambar 3.6. ExicatorGambar 3.5. Restort
Gambar 3.7. Timbangan Analisis
21
3.4 PROSEDUR PERCOBAAN
Ambil fersh core yang telah dijenuhi dengan air dan minyak.
1. Timbang core tersebut, missal beratnya = a gram.
2. Masukkan core tersebut ke dalam labu Dean & Stark yang telah diisi
dengan toluena.
3. Lengkapi dengan water trap dan reflux condenser.
4. Panaskan selama 2 jam hingga air tidak nampak lagi.
5. Dinginkan dan baca air yang tertampung di water trap, misalnya = b cc
b gram.
6. Sampel dikeringkan dalam oven 15 menit (pada suhu 110oC).
Dinginkan dalam exicator 15 menit, kemudian timbang core kering
tersebut, misalnya = c gram.
7. Hitung berat minyak :
= a – (b + c) gram = d gram.
9. Hitung volume minyak :
e cc
10. Hitung saturasi minyak dan air :
3.5 HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
3.5.1 Analisa
1. BJ minyak = 0,793 gr/cc
2. Timbangan Core Kering = 35,5gr
3. Timbangan Core Jenuh = 37,5 gr
4. Volume pori = 13,56 cc
(didapat dari metode penimbangan)
5. Volume air yang didapat = 0,55 cc
6. Berat air yang didapat = 0,55 gr
7. Berat minyak = Berat core jenuh – Berat core kering – Berat air
22
= 37,5 – 35,5- 0,55
= 1,85 gr
8. Volume minyak = = 2,33 cc
9. So = x 100 % = 17,183 %
10. Sw = x 100 % = 4,056 %
11. Sg + So + Sw = 1
Sg = 1 – (Sw + So)
= 1 – (4,056 + 17,183)
= 0,78761 x 100 %
= 78,761 %
3.6 PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini, penentuan saturasi fluida menggunakan
metode distilasi. Sebelum dimasukkan kedalam labu Dean & Stark yang
telah diisi denan toluena, core ditimbang dahulu beratnya. Setelah itu core
dikeringkan dalam oven dan ditimbang lagi beratnya. Dari percobaan
didapat :
So = 17,183%
Sw = 4,056%
Sg = 78,761%
Nilai saturasi gas ( Sg ), didapat dari rumus Sw + So + Sg = 1 karena
dalam percobaan hanya terdapat data perhitungan untuk saturasi oil ( So ),
dan saturasi water ( Sw ). Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan nilai
saturasi gas adalah yang paling besar, sehingga besar kemungkinan bila
terjadi di lapangan, reservoir tersebut akan dijadikan sebagai sumur
produksi gas.
23
3.7 KESIMPULAN
1. Metode yang digunakan dalam melakukan pengukuran Saturasi
adalah metode Destilasi.
2. Untuk mengetahui jumlah masing-masing fluida dalam reservoir,
maka perlu diketahui terlebih dahulu nilai saturasi yang terkandung
didalam pori–pori batuan.
3. Dari hasil perhitungan diperoleh:
So = 17,183%
Sw = 4,056%
Sg = 78,761%
4. Sg > So > Sw, sehingga sumur dapat dikatakan lebih berpotensi
menghasilkan fluida gas, dari pada oil ataupun water.
5. Besar kecilnya volume fluida yang mengisi pori – pori batuan dapat
mempengaruhi besar kecilnya saturasi fluida tersebut di dalam suatu
formasi batuan reservoir.
BAB IV
PENGUKURAN PERMEABILITAS
4.1 TUJUAN PERCOBAAN
1. Untuk mengetahui definisi dari permeabilitas
2. Menetukan permeabilitas absolute dengan menggunakan gas
permeameter pada tekanan yang berbeda.
3. Untuk mengetahui hubungan antara permeabilitas dengan tekanan.
4. Melakukan perhitungan untuk menentukan permeabilitas absolute (k).
5. Dapat menentukan nilai tekanan dan temperature dengan pembacaan
flowmeter
24
4.2 TEORI DASAR
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang
menunjukkan kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida.
Permeabilitas batuan merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar
pori-pori dalam batuan.
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan
oleh Henry Darcy (1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk
diferensial sebagai berikut:
dimana :
V = kecepatan aliran, cm/sec
= viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori, mD
Tanda negatif dalam persamaan diatas menunjukkan bahwa bila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan
tersebut adalah:
1. Alirannya mantap (steady state)
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan
4. Kondisi aliran isothermal
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
6. Fluidanya incompressible.
Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga,
yaitu :
24
25
1. Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang
mengalir melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misal hanya
minyak atau gas saja.
2. Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas,
gas dan minyak atau ketiga-tiganya.
3. Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif
dengan permeabilitas absolut.
Dasar penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang
dilakukan oleh Henry Darcy. Dalam percobaan ini, Henry Darcy
menggunakan batu pasir tidak kompak yang dialiri air. Batu pasir silindris
yang porous ini 100% dijenuhi cairan dengan viskositas , dengan luas
penampang A, dan panjangnya L. Kemudian dengan memberikan tekanan
masuk P1 pada salah satu ujungnya maka terjadi aliran dengan laju sebesar
Q, sedangkan P2 adalah tekanan keluar. Dari percobaan dapat ditunjukkan
bahwa.
Q..L/A.(P1-P2)
Adalah konstan dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang
tidak tergantung dari cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang
digunakan. Dengan mengatur laju Q sedemikian rupa sehingga tidak
terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga permeabilitas absolut batuan.
Ditunjukkan pada (Gambar 4.1).
Gambar 4.1 Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas (Amyx,J.W., Bass, MD., 1960)
KQ L
A P P
. .
.( )
1 2
26
Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :
Dimana :
Q = Laju Alir, cm3/sec
= Viskositas, centipoise
L = Panjang Penampang, cm
A = Luas Penampang, sqcm
P1 = Tekanan Masuk, atm
P2 = Tekanan Keluar, atm
Dari Persamaan diatas dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi
aliran yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang
compressible dan incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan
pula konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif.
Harga permeabilitas efektif dinyatakan sebagai Ko, Kg, Kw, dimana
masing-masing untuk minyak, gas, dan air. Sedangkan permeabilitas
relatif dinyatakan sebagai berikut :
27
Dimana masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas,
dan air. Percobaan yang dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa,
hanya disini digunakan dua macam fluida (minyak-air) yang dialirkan
bersama-sama dan dalam keadaan kesetimbangan. Laju aliran minyak
adalah Qo dan air adalah Qw. Jadi volume total (Qo + Qw) akan mengalir
melalui pori-pori batuan per satuan waktu, dengan perbandingan minyak-
air permulaan, pada aliran ini tidak akan sama dengan Qo / Qw. Dari
percobaan ini dapat ditentukan harga saturasi minyak (So) dan saturasi air
(Sw) pada kondisi stabil. Harga permeabilitas efektip untuk minyak dan air
adalah :
Dan
Dimana :
Ko = Permebilitas minyak, darcy
Kw = Permebilitas air, darcy
Qo = Flow rate rata-rata minyak, cc
Qw = Flow rate rata-rata gas, cc
L = Panjang sample, cm
o = Viskositas minyak, cp
28
w = Viskositas air, cp
A = Luas penampang dari sample, cm2
P = Pressure gradient, atm (0,25; 0,5; 1 atm)
Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang berbeda
untuk minyak dan air, dengan (Qo + Qw) tetap kontan. Harga-harga Ko dan
Kw pada persamaan di atas jika plot terhadap So dan Sw akan diperoleh
hubungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 dapat ditunjukkan
bahwa Ko pada Sw = 0 dan So = 1 akan sama dengan harga K absolut,
demikian juga untuk harga K absolutnya (titik A dan B pada Gambar 4.2).
Gambar 4.2. Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan Air
(Craft, B.C., Hawkins M.F., 1959)
- Begitu Sw mulai naik dari harga nol, ko akan turun dengan cepat.
Begitu juga untuk So yang mulai bertambah dari harga nol harga kw
akan turun dengan cepat, atau dapat dikatakan untuk So yang kecil
akan mengurangi laju aliran minyak karena ko yang kecil, demikian
juga untuk air.
29
- ko akan turun terus dengan turunnya harga So dan mencapai harga nol
meskipun harga So belum mencapai nol. Pada keadaan ini (titik C)
minyak sudah tidak bergerak lagi. Saturasi minimum dimana minyak
sudah tidak dapat bergerak lagi disebut dengan critical oil saturation
(Soc) atau residual oil saturation (Sor). Demikian juga untuk air,
keadaan ini disebut critical water saturation (Swc) atau residual water
saturation (Swr).
- Jumlah harga ko dan kw selalu lebih kecil dari harga k absolut, kecuali
pada titik A dan B sehingga dapat ditulis sebagai berikut :
ko + kw < k …………………………………………………….….
Sedangkan untuk sistem minyak-gas dan gas-air ditulis sebagai
berikut :
ko + kq < k ………………………………………………………...
kq + kw < k ……………………………………………………..….
Untuk sistem minyak dan gas, hubungan permeabilitas effektif dengan
saturasi menunjukkan k tidak turun secara drastis dengan turunnya saturasi
dari 100% seperti pada kurva untuk minyak dan air. Sgr atau Sgc lebih kecil
dari Soc maupun Swc.
4.3 PERALATAN DAN BAHAN
4.3.1 Peralatan :
1. Core Holder untuk Liquid Permeameter
2. Thermometer R, Fill Connection
3. Cut off valve
4. Special Lid an Over Flow Tube
5. Burette
6. Discharge-fill valve assemble
7. Gas pressure line and pressure regulator
8. Gas inlet
9. Stopwatch
30
4.3.2 Bahan :
1. Fresh Core
2. Gas
Gambar 4.3. Rangkaian Liquid Permeameter
Gambar 4.4. Rangkaian Gas Permeameter
Gambar 4.5. Burette Gambar 4.6. Pressure gauge
31
Gambar 4.7. Thermometer Gambar 4.8. Cut Off Vale
Gambar 4.9.Over Flow Tube Gambar 4.10. Discharge-Fill Valve Assemble
32
4.4 PROSEDUR PERCOBAAN
Gas Permeameter
1. Pastikan regulating valve tertutup, hubungkan saluran gas inlet.
2. Masukkan core pada core holder.
3. Putar flowmeter selector valve pada tanda “Large”.
4. Buka regulating valve, putar sampai pressure gauge menunjukkan
angka 0,25 atm.
5. Pilih range pembaca pada flowmeter antara 20 – 140 division.
6. Jika pembacaan pada flowmeter di bawah 20, putar selector valve ke
“Medium” dan naikkan tekanan sampai 0,5 atm.
7. Jika pembacaan pada flowmeter di bawah 20, putar selector valve ke
”Small” dan naikkan tekanan sampai 1,0 atm.
Gambar 4.11. Gas Inlet Gambar 4.12. Stopwatch
33
8. Jika flowmeter tetap tidak naik dari angka 20, hentikan percobaan dan
periksa core pada core holder (tentukan kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi).
9. Jika flowmeter menunjukkan angka di atas 140 pada ”lange” tebu,
maka permeabilitas core terlalu besar.
10. Percobaan kita hentikan atau coba naikkan panjang core atau kuramgi
cross sectional area dari core.
11. Catat temperature, tekanan dan pembacaan flowmeter.
12. Ubah tekanan ke 0,25 atm dengan regulator.
13. Ulangi percobaan sebanyak 3 kali.
Persamaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
Dimana :
K = Permeabilitas, darcy
g = Viskositas gas yang digunakan (lihat grafik), cp
Qg = Flow rate rata-rata (cc/dtk) pada tekanan rata-rata,
ditentukan dari grafik kalibrasi.
L = Panjang sample, cm
A = Luas penampang dari sample, cm2
= Pressure gradient, atm (0,25 atm, 0,5 atm, 1 atm)
Catatan : Jika digunakan gas N2 maka Q = 1,0168 udara.
4.5. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
4.5.1 Analisa
Pengukuran Permeabilitas Absolut dengan Gas Permeameter :
Persamaan yang digunakan :
34
1. Diameter core (d) = 2,456 cm
Panjang Core (L) = 3,5 cm
Luas Penampang Core (A) =
= 4,735 cm2
Beda Tekanan = 0,25 atm
Flow Reading = 4,1 cm
Laju Aliran Gas = 2,7 cc/dt
Viscositas Gas = 0,179 cp
Permebilitas (k) =
1,428 darcy
2. Diameter core (d) = 2,456 cm
Panjang Core (L) = 3,5 cm
Luas Penampang Core (A) =
= 4,735 cm2
Beda Tekanan = 0,5 atm
Flow Reading = 6,7 cm
Laju Aliran Gas = 5,6 cc/dt
Viscositas Gas = 0,179 cp
Permebilitas (k) =
1,481 darcy
3. Diameter core (d) = 4,3 cm
Panjang Core (L) = 2,2 cm
Luas Penampang Core (A) =
= 4,735 cm2
Beda Tekanan = 1 atm
35
Flow Reading = 8,6 cm
Laju Aliran Gas = 7,1 cc/dt
Viscositas Gas = 0,179 cp
Permebilitas (k) =
0,939 darcy
4.6 PEMBAHASAN
Permeabilitas berbanding lurus dengan viskositas gas, laju aliran
gas dan panjang core, dan juga berbanding terbalik dengan luas
penampang core dan beda tekanan yang bekerja pada core. Ada tiga
macam data yang diberikan dalam percobaan ini, dengan flow reading,
laju aliran gas serta beda tekanan yang berbeda – beda. Seperti yang
terlihat pada tabel dan grafik pada sub bab kesimpulan di atas :
Pengukuran permeabilitas absolut di atas dengan menggunakan gas
permeameter pada gradien tekanan yang berbeda yaitu 0,2 atm ; 0,5 atm ;
dan 1 atm. Kemudian, hasil perhitungan permeabilitas yang didapat
diplotkan ke dalam grafik k terhadap 1/ΔP.
Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Permeabilitas Masing – Masing Tekanan
∆P K 1/∆P
0,25 1,428 4
0.50 1,481 2
1 0.939 1
Grafik 4.1. Permeabilitas Absolut Vs 1 /∆P (atm)
36
Langkah awal yang harus kita lakukan dalam percobaan ini ialah
menentukan harga besarnya tekanan ( ) yang digunakan (pada core 1
sebesar 0.25 atm, pada core 2 sebesar 0.5 atm dan pada core 3 sebesar 1
atm).
Kemudian langkah selanjutnya ialah dengan menentukan besarnya
temperatur, tekanan dan pembacaan flowmeter sesuai dengan petunjuk
pada prosedur kerja yang diulangi sebanyak 3 kali pada tekanan yang
berbeda-beda.
Pada praktikum ini, kami menggunakan sample batuan ( core )
yang sama akan tetapi pada tiap percobaan sample batuan tersebut
memiliki tekanan ( ), flow reading dan laju aliran gas ( Q ) yang
berbeda - beda seperti pada sample batuan ( core ) pertama memiliki flow
reading sebesar 4,1 cm dan Laju aliran gas sebesar 2,7 cc / dt, kemudian
untuk percobaan sample batuan ( core ) kedua memiliki flow reading
sebesar 6,7 cm dan Laju aliran gas sebesar 5,6 cc / dt, dan untuk
percobaan sample batuan ( core ) ketiga memiliki flow reading sebesar 8,6
cm dan Laju aliran gas sebesar 7,1 cc / dt. Setelah itu kita juga harus
menentukan luas penampang pada percobaan tersebut dengan
menggunakan rumus sehingga didapatkan nilai sebesar
4,735cm2 dan untuk panjang core pada percobaan ini didapatkan hasil
sebesar 3,5 cm.
37
Viskositas dapat ditentukan dari grafik sehingga didapatkan nilai
viscositas yaitu sebesar : 0.179 cp. Setelah mendapatkan nilai seluruh data
yang diperlukan, masukkan ke dalam persamaan . Pada
percobaan sampel batuan ( core ) pertama permeabilitas yang di dapat
sebesar 1,428 Darcy, pada percobaan sampel batuan ( core ) kedua
permeabilitas yang didapat sebesar 1,481 Darcy dan pada percobaan
sampel batuan ( core ) ketiga permeabilitas yang didapat sebesar 0,939
Darcy. Perbedaan permeabilitas yang diperoleh dikarenakan tekanannya
berbeda, flow reading dan laju alirnya juga berbeda.
4.7 KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan yang diperoleh dari data – data yang telah
diberikan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Permeabilitas absolut pada suatu formasi batuan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu viscositas gas, laju aliran gas, panjang core, luas
penampang core dan juga beda tekanan.
2. Sesuai dengan rumus yang digunakan, permeabilitas absolut
berbanding lurus dengan viscositas gas, laju aliran gas dan panjang
core, dan berbanding terbalik dengan luas penampang core dan beda
tekanan.
3. Keterkaitan antara permeabilitas ( k ) dan tekanan ( P ) adalah
berbanding terbalik. Sehingga semakin besar tekanan, maka
permeabilitas absolutnya akan semakin kecil.
4. Keterkaitan antara permeabilitas ( k ) terhadap 1/ΔP adalah berbanding
lurus. Jika nilai 1/ΔP semakin kecil maka permebilitas nya pun juga
semakin berkurang.
5. Viscositas gas, laju aliran gas, panjang core, luas penampang core dan
juga beda tekanan sangat mempengruhi permeabilitas. Berdasarkan
rumus yang digunakan,berbanding terbalik dengan luas penampang
core dan beda tekanan.
38
BAB V
SIEVE ANALYSIS
39
5.1 TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan keseragaman butiran pasir.
2. Untuk mengetahui hubungan koefisien keseragaman butiran terhadap
masalah kepasiran.
3. Menenentukan kemungkinan yang terjadi ketika produksi.
4. Mengetahui cara penanggulangan masalah kepasiran.
5. Untuk mengetahui bentuk pemilahan sehingga dapat diklasifikasikan
menurut Schwarzt.
5.2 TEORI DASAR
Tahap penyelesaian suatu umur yang menembus formasi lepas
(unconsolidated) tidak sederhana seperti tahap penyelesaian dengan
formasi kompak (consolidated) karena harus mempertimbangkan adanya
pasir yang ikut terproduksi bersama fluida produksi. Seandainya pasir
tersebut tidak dikontrol dapat menyebabkan pengikisan dan penyumbatan
pada peralatan produksi. Disamping itu, juga menimbulkan penyumbatan
pada dasar sumur. Produksi pasir lepas ini, pada umumnya sensitive
terhadap laju produksi, apabila laju alirannya rendah pasir yang ikut
terproduksi sedikit dan sebaliknya.
Metode yang umum untuk menanggulangi masalah kepasiran meliputi
penggunaan slotted atau screen liner, dan gravel packing. Metode
penanggulangan ini memerlukan pengetahuaan tentang distribusi ukuran
pasir agar dapat ditentukan pemilihan ukuran screen dan gravel yang tepat.
5.3 PERALATAN DAN BAHAN
5.3.1 Peralatan : 39
40
1. Torison blance dan anak timbangan
2. Mortal dan pastle
3. Tyler sieve ASTM (2, 1, 1, 5, , 4, 10, 20, 60, 140, 200)
5.3.2 Bahan :
1. Batuan Reservoir
5.4 PROSEDUR PERCOBAAN
1. Ambil contoh bantuan resrvoir yang sudah kering dan bebas minyak.
2. Batuan dipecah-pecah menjadi fragmen kecil-kecil dan dimasukkan
kedalam mortal digerus menjadi butiran-butiran pasir.
3. Periksa dengan binocular, apakah butiran-butiran pasir tersebut benar-
benar saling terpisah.
4. Sediakan timbangan yang teliti 200 gram pasir tersebut.
Gambar 5.1. Elektrik Sieve Shacker Gambar 5.2. Tyler Sieve ASTM
Gambar 5.3. Mortal dan Pastle Gambar 5.4. Torison Balance
41
5. Sediakan sieve analysis yang telah dibersihkan dengan sikat bagian
bawahnya (hati-hati waktu membersihkanya).
6. Susunlah sieve diatas alat penggoncang dengan mangkok pada
dasarnya sedangkan sieve diatur dari yang paling halus diatas
mangkok dan yang paling kasar ada dipuncak.
7. Tuangkan hati-hati pasir batuan reservoir (200 gr) kedalam sieve yang
paling atas, kemudian dipasang tutup dan dikeraskan penguatnya.
8. Goncangkan selama 30menit.
9. Tuangkan isi sieve yang paling kasar (atas) kedalam mangkok
kemudian ditimbang.
10. Tuangkan isi sieve yang paling halus (berikutnya) kedalam mangkok
tadi juga, kemudian timbang berat kumulatif.
11. Teruskan cara penimbangan di atas sampai isi seluruh sieve ditimbang
secara kumulatif.
12. Dari berat timbangan secara kumulatif dapat dihitung juga berat pasir
dalam tiap-tiap sieve.
13. Ulangi langkah 1 sampai dengan 11 untuk contoh bantuan reservoir
yang kedua.
14. Buat tabel dengan kolom, no sieve, opening diameter, % retained
cumulative, percent retained.
15. Buat grafik semilog antara opening diameter dengan cumulative
percent retained
16. Dari grafik yang didapat (seperti huruf S), hitung:
3. Sorting coefficient =
4. Medium diameter pada 50% = ...................mm
5.5 HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
5.5.1 Analisa
Berat Sampel : 100 gr
42
Tabel 5.1. Hasil percobaan dan perhitungan
US Sieve Series
No
Opening Diameter
mm / inch
Berat
Gr
Berat
Kumulatif
% Berat
Kumulatif
16 1.19 56 56 59,57
30 0.59 23 79 84,04
40 0.42 8 87 92,55
50 0.297 7 94 100
Berat Komulatif
Wk OD 1,19mm = 56 + 0 = 56gr
Wk OD 0,59mm = 56 + 23 = 79gr
Wk OD 0,42mm= 79 + 8 = 87gr
Wk OD 0,297mm= 87 + 7 = 94gr
% berat komulatif
= 59, 57 %
= 84,04 %
= 92,55 %
= 100 %
Perhitungan Interpolasi Opening Diameter pada Berat Kumulatif 50%
84,04
59,57
x = 1,424mm
43
Perhitungan Interpolasi Opening Diameter pada Berat Kumulatif 40%
Perhitungan Interpoasi Opening Diameter pada Berat Kumulatif 90%
Koefisien keseragaman butir pasir (C) adalah:
50
0,59 1,19 x
84,04
0,59
59,57
1,19
40
x
x = 1,664mm
84,04
90
x
0,59
92,55
0,42
x = 0,471mm
= 3,53
44
Menurut Schwartz adalah :
C < 3, merupakan pemilahan yang seragam
C > 5, merupakan pemilahan yang jelek
3< C < 5, merupakan pemilahan yang sedang
5.6 PEMBAHASAN
Sieve analysis digunakan dalam teknik reservoir untuk menentukan keseragaman butiran , yaitu antara butiran yang halus dan butiran yang kasar. Dapat dilihat pada grafik dibawah ini
Tabel 5.2. Opening diameter dan % berat kumulatif
Opening Diameter
% BeratKumulatif
1.19 59,571.664 401,424 500.59 84,040.42 92,550.471 900.297 100
45
Grafik 5.1. Hubungan opening diameter Vs %berat kumulatif
Dari grafik di atas , hubungan antara opening diameter vs % berat
kumulatif
Dari hasil plot didapatkan :
1. Opening diameter pada berat kumulatif 50%, d50 = 1,424 mm
2. Opening diameter pada berat kumulatif 40%, d40 = 1,664 mm
3. Opening diameter pada berat kumulatif 90%, d90 = 0,471 mm
Dari grafik semilog hubungan antara opening diameter Vs % berat
kumulatif berdasarkan dari tabel percobaan, diperoleh gambar grafik
hubungan antara opening diameter Vs % berat kumulatif tersebut.
Kemudian plotkan pada berat kumulatif 50%, 40% dan 90% masing-
masing terhadap garis grafik, kemudian tarik garis ke bawah untuk
mendapatkan besarnya opening diameter dari persen berat kumulatif
masing-masing yang telah ditentukan sebelumnya. Besar nilai opening
diameternya adalah pada berat kumulatif 50 % (d50 ) =1,424 mm, pada
berat kumulatif 40 % (d40 ) = 1,664 mm, dan pada berat kumulatif 90 %
(d90 ) = 0,471 mm. Kemudian, setelah didapat nilai opening diameter yang
dimaksud, masukkan nilai tersebut ke persamaan C sama dengan nilai
opening diameter pada berat kumulatif 40 % (d40 ) dibagi dengan nilai
opening diameter pada berat kumulatif 90 % (d90 ) untuk mencari
besarnya koefisien keseragaman butir pasir. Dari perhitungan
menggunakan persamaan di atas diperoleh nilai koefisien keseragaman
46
butir pasir berharga = 3,53 dan menurut Schwartz pemilahan tersebut
termasuk dalam kategori seragam.
5.7 KESIMPULAN
Dari data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pasir merupakan permasalahan di formasi untuk mencegahnya dapat
menggunakan slotted /liner namun sebelum menentukan ukuran
slotted/liner kita butuh informasi tentang koefisien keseragaman butir
pasir
2.Besar Opening diameter pada berat kumulatif 50% : d50 : 1,045 mm
Besar Opening diameter pada berat kumulatif 40% : d40 : 1,11 mm
Besar Opening diameter pada berat kumulatif 90% : d90 : 0,411 mm
3.Core yang diteliti memiliki sieve analysis senilai 3,53 sehingga core
tersebut dapat digolongkan ke dalam core yang memiliki pemilahan
yang sedang.
4. Semakin kecil nilai sieve analysis suatu core, maka semakin bagus pula
pemilahan yang dimiliki core tersebut, karena sesuai dengan ketentuan
Schwartz, core yang C < 3 memiliki pemilahan yang seragam.
5. Dari percobaan ini kita dapat memperkirakan rencana pemasangan sand
pack, screen di lapangan sesuai analisa batuan pada formasi tadi,
perencanaan yang baik akan mencegah atau setidaknya dapat
mengurangi pasir yang ikut terproduksi.
47
BAB VI
PENENTUAN KADAR LARUTAN SAMPEL FORMASI
DALAM LARUTAN ASAM
6.1 TUJUAN PERCOBAAN
1. Untuk mengetahui pentingnya menghitung solubility.
2. Untuk menghitung tingkat keasaman batuan terhadap asam atau biasa
disebut dengan solubility.
3. Menentukan reaktifitas formasi terhadap asam dengan menggunakan
metode gravimetric.
6.2 TEORI DASAR
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi minyak pada batuan
resevoir carbonat adalah dengan cara pengasaman atau memompakan
adam (HCl) kedalam reservoir. Batuan reservoir yang bisa diasamkan
dengan HCl adalah : Limestone, Dolomit dan Dolomit Limestone.
Semua asam memiliki satu persamaan. Asam akan terpecah
menjadi ion positif dan anion hidrogen ketika acid larut dalam air. Ion
hidrogen akan bereaksi dengan batuan calcerous menjadi air dan CO2.
Asam yang dipakai di industri minyak dapat dapat inorganik (mineral)
yaitu chlorida dan asam flourida, atau organik asam acetic (asetat) dan
asam formic (format). Pada abad yang lalu pernah digunakan asam sulfat
sesaat setelah orang sukses dengan injeksi asam chlorida pertama dan
tentu saja mengalami kegagalan malah formasi jadi rusak.
Dalam industri mineral adalah yang paling banyak digunakan.
Bermacam-macam asam puder (sulfamic dan chloroacetic) atau hibrida
(campuran) asam acetic-HCL dan formie-HCL juga telah dipakai dalam
industri terutama untuk meredam keaktifan asam HCL. Semua asam diatas
kecuali kombinasi HCL-HF yang dipakai untuk batuan pasir (sandstone)
47
48
hanya dipakai pada batuan karbonat (limestone/dolomite). Jenis asam
yang sering digunakan dalam acidizing antara lain:
1. Organic acid, HCH3Cos dan HCO2H
2. Hydrochloric acid, HF
3. Hydrofluoric acid, HCL
Adapun syarat-syarat utama agar asam dapat digunakan dalam operasi
acidizing (pengasaman) ini adalah:
1. Tidak terlampau reaktif terhadap peralatan logam.
2. Segi keselamatan penanganannya harus dapat menunjukkan indikas
atau jaminan keberhasilan proyek acidizing ini.
3. Harus dapat bereaksi/melarutkan karbonat atau mineral endapan
lainnya sehingga membentuk soluble product atau hasil-hasil yang
dapat larut.
Pada prinsipnya stimulasi dengan pengasaman dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) kelompok yaitu:
1. Pengasaman pada peralatan produksi yaitu; tubing dan flowline.
2. Pengasaman pada formasi produktif yaitu; perforasi dan lapisan.
Stimulasi merupakan suatu metoda workover yang berhubungan dengan
adanya perubahan sifat formasi, dengan cara menambahkan unsur-unsur
tertentu atau material lain ke dalam reservoir atau formasi untuk
memperbaikinya. Prinsip penerapan metoda ini adalah dengan
memperbesar harga Ko atau dengan menurunkan harga μo, sehingga harga
PI-nya meningkat dibanding sebelum metoda ini diterapkan.
Sebelum dilakukan stimulasi dengan pengasaman harus
direncanakan dengan tepat data-data laboratorium yang diperoleh dari
sampel formasi, fluida reservoir dan fluida stimulasi. Sehingga informasi
yang diperoleh dari laboratorium tersebut dapat digunakan engineer untuk
merencanakan operasi stimulasi dengan tepat, pada gilirannya dapat
diperoleh penambahan produktivitas informasi sesuai dengan yang
49
diharapkan. Salah satu informasi yang diperlukan adalah daya larut asam
terhadap sampel batuan (acidsolubility).
Metode ini menggunakan teknik gravimetric untuk menentukan
reaktivitas formasi dengan asam. Batuan karbonat (mineral limetone)
biasanya larut dalam HCI, sedangkan silikat (mineral clay) larut dalam
mud acid.
6.3 PERALATAN DAN BAHAN
6.3.1 Peralatan :
1. Mortal dan pastle
2. Oven
3. Erlenmeyer
4. Kertas Saring
5. Soxhelet Aparatus
6. ASTM 100 Mesh
6.3.2 Bahan :
1. Core (Batu Gamping dan Batu pasir)
2. HCI 15% atau mud acid (15%HCI + 3%HF)
3. Larutan indicator methyl orange (1 gram methyl orange)
dilarutkan dalam 1 liter aquades atau air suling
Gambar 6.1. Mortal dan Pastle Gambar 6.2. Erlenmenyer
Gambar 6.3. Oven Gambar 6.4. HCL atau Acid
50
6.4 PROSEDUR PERCOBAAN
1 Core diekstrasi terlebih dahulu dengan toluene/benzene pada soxhelt
Aparatus. Kemudian keringkan dalam oven dalam suhu 105oC (220oF).
2 Hancurkan sampel kering pada mortal hingga dapat lolos pada ASTM
100 Mesh.
3 Ambil sampel yang telah dihancurkan 20 gram dan masukan pada
Erlenmeyer 500 ml, kemudian masukkan 150 ml HCI 15% dan
digoyangkan hingga CO2 terbebaskan semua.
4 Setelah reaksi selesai tuangkan sampel residu plus larutan Erlenmeyer
pada kertas saring. Bilas sisa-sisa sampel dengan aquades sedemikian
rupa hingga air filtrate setelah ditetesi larutan methyl orange tidak
nampak reaksi asam (sampai warna kemerah-merahan).
5 Keringkan residu dalam oven kira-kira selama ½ jam dengan suhu
105oC (220oF), kemudian dinginkan dan akhirnya ditimbang.
6 Hitung kelarutan sebagai % berat dari material yang larut dalam HCI
15%.
6.5 HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
6.5.1 Analisa
1. Berat sampel pasir
Gambar 6.5. Methyl Orange
51
Berat sampel sebelum pengasaman = 11,5 gram
Berat sampel sesudah pengasaman = 11,5 gram
% Berat Solubility pasir =
= = 0
%
2. Berat sampel karbonat
Berat sampel sebelum pengasaman = 35 gram
Berat sampel sesudah pengasaman = 32 gram
% Berat Solubility pasir =
= =8,57 %
6.6. PEMBAHASAN
Dari hasil perhitungan data – data yang telah diberikan, diketahui
bahwa % berat solubility pasir bernilai 0 %, sedangkan % berat solubility
karbonat bernilai 8,57 %. Hal ini terjadi karena pada batuan pasir, ketika
pengasaman tidak ada semen yang terlarut, sehingga berat sampel tidak
berubah (tetap), sedangkan pada batuan karbonat, ketika pengasaman ada
semen yang terlarut, sehingga berat sampel berubah (tidak tetap). Berat
batuan pasir sebelum pengasaman adalah 11,5 gr dan setelah pengasaman
berat batuan pasir tetap 11,5 gr, tidak mengalami penambahan berat. Berat
batuan karbonat berkurang dari 35 gr menjadi 32 gr. Ini berarti bahwa
residu hasil pemanasan suatu sampel dapat mempengaruhi besar kecilnya
persentase berat solubility yang dihasilkan. Apabila residu hasil
pemanasan suatu sample semakin besar, maka persentase solubility yang
dihasilkan batuan akan semakin kecil.
52
6.7. KESIMPULAN
Dari data yang telah diberikan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Persentase berat solubility pada sampel batu karbonat lebih besar
dibanding dengan sampel batu pasir.
2. Dari percobaan didapat besarnya solubility karbonat sebesar 8,57%
yang seharusnya semakin besar harga solubility yang didapatkan
dalam suatu sampel akan semakin baik, karena seluruh acid (asam)
yang berfungsi sebagai stimulan bekerja dengan baik.
3. Dari keterangan diatas besar daya larut asam terhadap batu pasir lebih
kecil daripada batu karbonat, artinya batu karbonat lebih reaktif
daripada batu pasir terhadap larutan asam HCl. Artinya dalam
pelaksanaan proses acidizing terhadap batu karbonat (limestone),
larutan asam yang tepat digunakan adalah larutan HCl.
4. Berdasarkan percobaan diatas maka dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai solubility maka semakin kecil ketahanan batuan tersebut
terhadap asam. Sebaliknya, semakin kecil nilai solubity maka semakin
tinggi ketahanan batuan tersebut terhadap asam.
5. Dengan mengetahui tingkat keasaman batuan terhadap asam maka
dapat melakukan stimulasi dengan benar sehingga tidak merusak
formasi batuan.
BAB VII
PENENTUAN TEKANAN KAPILER
PADA SAMPLE BATUAN RESERVOIR
7.1 TUJUAN PERCOBAAN
1. Untuk mengetahui pentingnya pengukuran tekanan kapiler (Pc).
2. Untuk menetukan tekanan kapiler formasi batuan dari sample core.
3. Menentukan nilai tekanan kapiler pada sample batuan reservoir untuk
menentukan distribusi saturasi fluida vertical yang merupakan salah
53
satu dasar untuk menetukan secara efisien letak kedalaman sumur yang
akan dikomplesi
7.2 TEORI DASAR
Distribusi fluida vertical dalam reservoir memegang peranan
penting didalam perencanaan well completion. Disrtibusi secara vertical ini
mencerminkan distribusi saturasi fluida yang menempati setiap porsi
rongga pori. Adanya tekanan kapiler (Pc) mempengaruhi distribusi minyak
dengan gas. Didalam rongga pori tidak terdapat batas yang tajam atau
bentuk zona transisi. Oleh karena tekanan kapiler dapat dikonversi
menjadi ketinggian diatas kontak minyak air (H), maka saturasi minyak,
air dan gas yang menempati level tertentu dalam reservoir dapat
ditentukan. Dengan demikian distribusi saturasi saturasi fluida ini
merupakan salah satu dasar untuk menentukan secara efisien letak ke
dalam sumur yang akan dikomplesi.
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang
ada antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau
cairan-gas) sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang
memisahkan mereka. Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan
tekanan antara fluida “non-wetting fasa” (Pnw) dengan fluida “Wetting
fasa” (Pw) atau :
Pc = Pnw - Pw
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi
pertemuan permukaan fluida immiscible yang cembung. Di reservoir
biasanya air sebagai fasa yang membasahi (wetting fasa), sedangkan
minyak dan gas sebagai non-wetting fasa atau tidak membasahi.
Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran
pori-pori dan macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam
hubungan sebagai berikut.
53
54
dimana :
Pc = Tekanan kapiler, atm
= Tegangan permukaan antara dua fluida
cos = Sudut kontak permukaan antara dua fluida, derajato
r = Jari-jari lengkung pori-pori, m
= Perbedaan densitas dua fluida, gr/cm3
g = Percepatan gravitasi, m/s2
h = Tinggi kolom, m
Dalam Persamaan diatas dapat dilihat bahwa tekanan kapiler berhubungan
dengan ketinggian di atas permukaan air bebas (oil-water contact),
sehingga data tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h
versus saturasi air (Sw).
Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan
mempengaruhi bentuk kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi.
Dari Persamaan diatas ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika
perbedaan densitas fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal
ini berarti bahwa reservoir gas yang terdapat kontak gas-air, perbedaan
densitas fluidanya bertambah besar sehingga akan mempunyai zona
transisi minimum.
Demikian juga untuk reservoir minyak yang mempunyai API
gravity rendah maka kontak minyak-air akan mempunyai zona transisi
yang panjang.
Ukuran pori-pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan
besaran permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang
rendah dan ketebalan zona transisinya lebih tipis dari pada reservoir
dengan permeabilitas yang rendah.
55
7.3 PERALATAN DAN BAHAN
7.3.1 Peralatan :
Mercuri injection Capillary Pressure Apparatus dengan
komponen-komponen sebagai berikut :
1. Pump Cylinder
2. Measuring screw
3. Make Up.Nut
4. Picnometer Lid
5. Sample Holder
6. Observation Window
7. Pump scale
8. Mecrometer Dial
9. Pessure Hoss
10. 0 – 2 atm (0 – 30 psi) Pressure Gauge
11. 0 – 15 atm (0 – 200 psi) Pressure Gauge
12. 0 – 150 atm (0 – 200 psi) Pressure Gauge
13. Vacuum Gauge
14. 14 - 15 Pressure Control
15. 16 - 17 dan 21 Pressure Relief Velve
16. Pump Plunger
17. Yoke Stop
18. Traveling Yoke
7.3.2 Bahan :
1. Fresh Core
2. Gas
56
Gambar 7.1.
Mercury Injection Capillary Pressure ApparatusGambar 7.2. Vacuum Gauge
Gambar 7.3. Yoke Stop Gambar 7.4. Preassure Relief Valve
Gambar 7.5. Traveling Yoke Gambar 7.6. Pump Cylinder
Gambar 7.7. Measuring Screw Gambar 7.8. Make Up Nut
57
7.4 PROSEDUR PERCOBAAN
7.4.1 Kalibrasi Alat
Yaitu untuk menentukan volume picnometer (28; 150 cc).
1. Pasang picnometer lid (4) pada tempatnya, pump metering
plunger diputar penuh dengan manipulasi handwheel.
2. Buka vacuum valve pada panel, system dikosongkan
sampai small gauge menunjukkan nol, kemudian panel valve
ditutup, picnometer dikosongkan sampai tekanan absolute
kurang dari 20 micro.
3. Putar handwheel sampai metering plunger bergerak maju
dan mercury level mencapai lower reference mark.
4. Moveable scale ditetapkan dengan yoke stop (pada 28 cc)
dan handwheel dial diset pada pembacaan miring kanan pada
angka 15.
5. Mercury diinjeksikan ke picnometer sampai pada upper
reference mark, skala dan dial menunujukkan angka nol.
(0,000).
6. Jika pembacaan berbeda sedikit dari nol, perbedaan tersebut
harus ditentukan dan penentuan untuk dial handwheel setting
pada step 4. Jika perbedaan terlalu besar yoke stop harus
direset kembali dan deviasi pembacaan adalah 0,001 cc.
Gambar 7.9. Sample Holder Gambar 7.10. Pump Scale
Gambar 7.11. Micrometer Dial
58
Karena dalam penggunaan alat ini memakai tekanan yang besar
tentu akan terjadi perubahan volume picnometer dan mercury.
Untuk itu perlu dilakukan Pressure-volume Correction yaitu :
1. Letakkan picnometer lid pada tempatnya, pump metering
plunger diputar penuh dengan memanipulasi handwheel.
2. Ubah panel valve ke vacuum juga small pressure gauge
dibuka, system dikosongkan sampai absolut pressure kurang
dari 20 micro.
3. Mercury diinjeksikan sampai mencapai upper reference mark,
adjust moveable scale dan handwheel scale dial pada
pembacaan 0,00 cc kemudian tutup vacuum valve.
4. Putar bleed valve mercury turun 3 mm di bawah upper
reference mark.
5. Putar pompa hingga mercury mencapai upper reference mark
lagi dan biarkan stabil selama 30 detik.
6. Baca dan catat tekanan pada small pressure gauge serta
hubungan volume scale dan dial handwheel (gunakan dial)
yang miring kekiri sebagai pengganti 0-5 cc. Graduated
interval pada skala.
7. Step d, e, f diulang untuk setiap kenaikkan pada sistem,
kemudian catat volume dan tekanan yang didapat. Jika
tekanan telah mencapai limit 1 atm, bukan Nitrogen valve.
8. Jika telah mencapai limit gunakan 0,150 atm gauge.
9. Jika test telah selesai tutup panel nitrogen valve, sistem
tekanan dikurangi dengan mengeluarkan gas sampai tekanan
sistem mencapai 1 atm.
10. Data yang didapat kemudian diplot, maka akan terlihat
bagaimana terjadinya perubahan pressure-volume.
11. A – B = Perubahan volume oleh tekanan (pada tekanan
rendah)
59
C – D = Perubahan volume pada tekanan tinggi
E = Inflection point
7.4.2 Prosedur Untuk Menentukan Tekanan Kapiler
1. Siapkan core (memp. Pore vol) yang telah diekstrasi dengan
vol 1 – 2 cc, kemudian tempatkan pada core holder.
2. Picnometer lid dipasang pada tempatnya dan putar handwheel
secara penuh.
3. Ubah panel valve ke vacuum dan pressure gauge dibuka,
system dikosongkan sampai absolut pressure kurang dari 29
micron.
4. Tutup vacuum, putar pump metering plunger sampai level
mercury mencapai lower reference mark.
5. Pump scale diikat dengan yoke stop dan dial handwheel diset
pada pembacaan 15 (miring kanan). Dan berikan pembacaan
pertama 28,150 cc.
6. Mercury diinjeksikan sampai mencapai upper reference mark.
Baca besarnya bulk volume dari pump scale dan handwheel
dial. Sebagai contoh jika pembacaan skala lebih besar dari 12
cc dan dial handwheel menunjukkan 32,5 maka bulk volume
sample 12,325 cc.
7. Gerakkan pump scale dan handwheel dial pada pembacaan
0,000 cc.
8. Putar bleed valve, maka gas / udara mengalir ke sistem sampai
level mercury turun 3 sampai 5 mm di bawah upper reference
mark.
9. Putar pompa sampai permukaan mercury mencapai tanda
paling atas dan usahakan konstan selama 30 detik.
10. Baca dan catat tekanan (low pressure gauge) dan volume scale
beserta handwheel dial (miring ke kiri) untuk mengganti 0-5
cc graduated interval pada scale.
60
11. Step 8, 9, 10 diulang untuk beberapa kenaikkan tekanan. Jika
tekanan telah mencapai 1 atm buka nitrogen valve. Jika sistem
telah mencapai limit pada 0-2 atm gauge, gauge diisolasi dari
sistem dan gunakan 0-150 atm gauge.
12. Step 11 diulangi sampai tekanan akhir didapat.
Catatan : fluktuasi thermometer 1 – 2 oC.
13. Jika test telah selesai, nitrogen valve ditutup. Tekanan sistem
dikurangi sampai mencapai tekanan atm dengan mengeluarkan
gas lewat bleed valve.
7.5 HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
7.5.1 Pengukuran Tekanan Kapiler
Correct Pressure = Indicator Pressure + 0.05
Correct Pressure = 0,1 + 0,05 = 0,15atm
Correct Pressure = 2,5 + 0,05 = 2,55atm
Correct Pressure = 3,5 + 0 ,05 = 3,55atm
Correct Pressure = 4 + 0,05 = 4,05atm
Correct Pressure = 6,5 + 0,05 = 6,55atm
Pressure Volume Correction
0
1
0.15 X
0.1
0
D
a
r
i
g
a
m
b
a
r
d
i
a
t
a
s
d
i
p
e
r
o
l
e
h
:
5
8
–
4
8
.
3
0
.
5
9
–
1
.
1
9
5
8
–
4
0
0
.
5
9
–
x
9.7
-
0.6
1
8
0
.
5
9
-
x
x
=
1
.
7
5
c
c0
x = 0,015cc
1)
0.15
4
0.25 X
2.5
1
D
a
r
i
g
a
m
b
a
r
d
i
a
t
a
s
d
i
p
e
r
o
l
e
h
:
5
8
–
4
8
.
3
0
.
5
9
–
1
.
1
9
5
8
–
4
0
0
.
5
9
–
x
9.7
-
0.6
1
8
0
.
5
9
-
x
x
=
1
.
7
5
c
c0
61
ration4) 4 atm = 0,255cc
x = 0,2cc
0.15
4
0.25 X
3.5
1
D
a
ri
g
a
m
b
a
r
d
i
a
t
a
s
d
i
p
e
r
o
l
e
h
:
5
8
–
4
8
.
3
0
.
5
9
–
1
.
1
9
5
8
–
4
0
0
.
5
9
–
x
9.7
-
0.6
1
8
0
.
5
9
-
x
x
=
1
.
7
5
c
c0
x = 0,23cc
0.25
9
0.35 x
6.5
4
D
a
ri
g
a
m
b
a
r
d
ia
ta
s
d
i
p
e
r
o
le
h
:
5
8
–
4
8
.
3
0
.
5
9
–
1
.
1
9
5
8
–
4
0
0.
5
9
–
x
9.7
-
0.6
1
8
0.
5
9
-
x
x
=
1.
7
5
c
c0
x = 0,3cc
2)
3)
5)
actual volume of mercury injection
62
= __
1. AVOMI = 25,103- 0,015 = 25,088cc2. AVOMI = 22,5 - 0,0,2 = 22,3cc3. AVOMI = 17,5 - 0,233 = 17,267cc4. AVOMI = 15 - 0,25 = 14,75cc5. AVOMI = 13 - 0,3 = 12,7cc
1.
2.
3.
4.
5.
Tabel 7.1. Pengukuran Tekanan Kapiler
No.
Indicator
Pressure
(atm)
Correct
Pressure
(atm)
Indicator
Volume of
Mercury
Injection
Pressure
Volume
Correction
(cc)
Actual
Volume
of
Mercury
Injection
(cc)
Mercury
Saturation
(%)
1 0,1 0,15 25,103 0,015 25,088 83,63
2 2,5 2,55 22,5 0,2 22,3 74,33
3 3,5 3,55 17,5 0,233 17,267 57,56
4 4 4,05 15 0,25 14,75 49,17
5 6,5 6,55 13 0,3 12,7 42,33
6 7,5 7,55 10,333 0,32 10,013 33,38
7 10,5 10,55 9,1 0,36 8,74 29,13
indicator volume of mercury injection
Pressure volume
correction
63
8 15 15,05 9 0,4 8,6 28,67
9 22 22,05 8,64 0,435 8,205 27,35
10 35 35,05 8,6 0,48 8,12 27,07
11 58 58,05 7,89 0,508 7,382 24,61
12 70 70,05 7,6 0,5175 7,0825 23,61
13 75 75,05 7,4 0,52125 6,87875 22,93
14 80 80,05 7 0,525 6,475 21,58
15 85 85,05 6,95 0,52875 6,42125 21,4
16 90 90,05 6,9 0,5325 6,3675 21,23
17 95 95,05 6,7 0,53625 6,16375 20,55
18 105 105,05 6,5 0,55 5,95 19,83
19 115 115,05 6,4 0,575 5,825 19,42
20 120 120,05 6,3 0,59 5,71 19,03
Tabel 7.2. Hubungan antara Pressure dan Volume
Pressure (atm) Volume (cc)
0 0,0
1 0,15
4 0,25
9 0,35
15 0,40
25 0,45
35 0,48
40 0,49
50 0,50
60 0,51
100 0,54
110 0,56
120 0,59
125 0,62
64
128 0,64
130 0,67
131 0,69
132 0,71
133 0,74
134 0,77
135 0,80
136 0,83
137 0,87
139 0,99
140 1,0
7.6 PEMBAHASAN
Pada percobaan ini membahas mengenai tekanan kapiler yang
diberikan kepada suatu formasi batuan reservoir. Ada dua grafik yang
akan dibahas pada bab ini, yaitu:
Grafik 7.1. Hubungan Correct Pressure (atm) dan Mercury Saturation (%)
65
66
Grafik 7.2. Hubungan Volume (cc) dan Pressure (atm)
Grafik di atas merupakan grafik mercury saturation pada suatu
batuan reservoir terhadap correct pressure. Dari grafik tersebut dapat kita
ketahui bahwa correct pressure sangat mempengaruhi besar kecilnya
mercury saturation suatu batuan reservoir, karena apabila correct pressure
67
semakin besar maka mercury saturation pada batuan akan semakin kecil.
Misal, pada data ke-1 correct pressure sebesar 0,15 atm dan mercury
saturationnya sebesar 83,63 %. Akan tetapi, pada data ke-2 ketika correct
pressure diperbesar menjadi 2,55 atm batuan tersebut menghasilkan
mercury saturation lebih kecil, yaitu 74,33 %.
Grafik di atas membahas mengenai hubungan antara volume
dengan pressure yang terdapat dalam suatu formasi batuan reservoir.
Dilihat dari grafik di atas, dapat kita ketahui bahwa semakin besar volume
yang terdapat dalam batuan, maka semakin besar pula pressure yang
diberikan kepada batuan tersebut. Seperti halnya pada grafik, ketika
volume pada batuan sebesar 0,15 cc, maka pressure yang diberikan adalah
sebesar 14,7 psi. Dan ketika volume dinaikkan menjadi 0,25 cc, pressure
yang diberikan juga bertambah besar yaitu 58,8 psi.
7.7 KESIMPULAN
1. Indicator pressure berbanding terbalik dengan mercury saturation yaitu
dengan berkurangnya indicator pressure akan meningkatkan mercury
saturation.
2. Penentuan tekanan kapiler dari suatu sampel formasi dapat dikatakan
lebih cepat dan efisien pada distribusi saturasi fluidanya, dari sumur.
3. Pressure vs Volume
Nilai dari pressure berbanding lurus dengan volume. Semakin besar
volume, maka nilai tekanan akan semakin meningkat.
4. Correct pressure vs volume Saturation
Nilai dari correct pressure akan berbanding terbalik dengan nilai
mercury saturation. Tetapi penurunannya terjadi secara bertahap. Dari
gravik terlihat ada dua tahap penurunan, yaitu pada 120 atm sampai 10
atm, dan 10 atm sampai 0 atm.
5. Dari percobaan diperoleh dari adanya distribusi tersebut, maka akan
terdapatnya zona transisi karena tidak terdapat batas fluida yang jelas.
68
BAB VIII
PEMBAHASAN UMUM
Porositas adalah suatu ukuran yang menunjukkan besar rongga dalam
batuan. Dalam arti lain porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume total pori-pori batuan dengan volume total batuan persatuan volume
tertentu.
Faktor yang mempengaruhi porositas adalah :
Bentuk partikel, susunan pengepakan berat partikel, distribusi ukuran partikel,
sementasi, kekahan dan gerowongan.
Berdasarkan proses terjadinya porositas dibagi menjadi dua, yakni :
1. Porositas Primer : porositas yang terjadi bersamaan dengan proses
pengendapan batuan.
2. Porositas Sekunder : Porositas yang terjadi setelah proses
pengendapan batuan, seperti yang disebabkan
karena proses pelarutan atau tekanan.
Sedangkan ditinjau dari sudut teknik reservoir porositas dibagi menjadi dua,
yakni:
1. Porositas Absolute : perbandingan antara volume seluruh pori dengan
volume total batuan (bulk volume)
2. Porositas Efektif : perbandingan volume pori yang berhubungan
dengan volume total batuan.
Dari hasil perhitungan penentuan porositas dengan menimbang :
W1 = 51,8 gr,
W2 = 23 gr,
W3 = 54 gr dan Densitas kerosin = 0.8 gr/cc
Didapati : Vb = 38,75 cc, Vg = 36 cc, V pori = 2,75 cc dan Ø = 7,09 %
Dari hasil perhitungan penentuan porisitas dengan mercury injection pump:
1. Volume piknometer kosong = 49,64 cc
68
69
2. Penentuan volume Bulk
Volume picnometer + core= 17,26 cc
Volume bulk batuan = 32,38 cc
3. Volume pori = 5,2 cc
4. Ø = 16 %
Jadi dapat di simpulkan bahwa dalam menentukan harga porositas suatu
core, dapat dilakukan dengan 2 metode yang berbeda kita mendapatkan harga
porositas yang berbeda yaitu, dengan metode menimbang kita mendapatkan harga
porositas 7,09 % yang berarti porositasnya jelek, sedangkan dengan metode
mercury injection pump kita mendapatkan harga porositas 16 % yang berarti
harga porositasnya sedang.
Ruang pori-pori batuan reservoir mengandung fluida yang biasanya terdiri
dari air, minyak dan gas. Untuk mengetahui jumlah masing-masing fluida
tersebut. Saturasi didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori batuan
yang terisi fluida formasi terhadap total volume pori-pori batuan atau jumlah
kejenuhan suatu fluida dalam batuan reservoir persatuan volume pori.
Faktor yang mempengaruhi harga saturasi, yakni :
1. Ukuran & distribusi pori-pori batuan ( Ø besar, Sw kecil)
2. Ketinggian diatas free water level
3. Adanya perbedaan tekanan kapiler ( Pc besar, Sw kecil )
Dari data perhitungan diperoleh hasil :
Sw = 0.035
So = 0.150
Sg = 1 – ( Sw + So )
= 1 – ( 0,035 + 0,150 )
= 0.815
Jika ditinjau dari persentasenya Sw = 3,5 %, So = 15 % dan Sg = 81,5 %, jadi
dapat kita simpulkan bahwa dari data hasil perhitungan diatas menunjukan harga
pada reservoir 3 fasa persentasenya paling besar adalah persentase saturation gas
dibandingkan dengan persentase saturation minyak dan air.
70
Permeabilitas adalah sifat-sifat fisik batuan reservoir untuk dapat
melewatkan fluida melalui pori-pori yang saling berhubungan tanpa merusak
partikel pembentuk batuan tersebut. Didalam reservoir fluida yang mengalir
biasanya lebih dari satu macam, Sehingga permeabilitas dapat dibagi menjadi tiga,
yakni :
1. Permeabilitas Absolute
Adalah permeabilitas bila fluida yang mengalir dalam media berpori
terdiri hanya satu macam fluida.
2. Permeabilitas Effektif
Adalah permeabilitas bila fluida yang mengalir lebih dari satu macam
fluida
3. Permeabilitas Relatif
Adalah perbandingan antara permeabilitas effektif dengan
permeabilitas absolute.
Permeabilitas memiliki satuan yaitu darcy, dimana satu darcy berlaku,
dengan viscositas 1 Cp, dengan laju alir 1 cc/dt melalui luas penampang 1 cm2 dan
mengalami penurunan tekanan 1 atm/ cm.
Dalam hal ini persamaan darcy berlaku pada kondisi :
Tidak ada reaksi kimia fluida dengan batuan, Aliran laminer, hanya ada 1 fasa
pada 100% saturasi, alirannya incompresible, batuannya homogen dan temperatur
konstan.
Secara perkiraan dan lapangan dapat dilakukan pemberian semi-kuantitaif
permeabilitas yaitu :
1. Ketat (tight), < 5 mD
2. Cukup (fair), antara 5 – 10 mD
3. Baik (good), antara 10 – 100 mD
4. Baik sekali ( very good ), antara 100 – 1000 mD
Dari hasil percobaan pengukuran permeabilitas Absolute dengan gas
permameter, dilakukan tiga kali percobaan dengan cara yang sama dengan
perbedaan pada beda tekanan, flow reading dan laju aliran gas.
71
1. Pada percobaan 1, permeabilitasnya = 0.351 D
2. Pada percobaan 2, permeabilitasnya = 0.250 D
3. Pada percobaan 3, permeabilitasnya = 0.135 D
Jadi dapat disimpulkan bahwa dari hasil perhitungan data diatas didapat nilai
semi-kuantitatif permeabilitas pada ke-3 percobaan ini adalah memiliki nilai
permeabilitas yang baik sekali karena nilai permeabilitasnya berada pada harga
100 – 1000 mD.
Tahap penyelesaian suatu sumur yang menembus formasi lepas, tidak
sesederhana seperti tahap penyelesaian dengan formasi kompak, karena harus
mempertimbangkan adanya pasir yang ikut terproduksi bersama fluida produksi.
Seandainya pasir tersebut tidak dikontrol dapat menyebabkan pengikisan dan
penyumbatan pada peralatan produksi. Disamping itu juga menimbulkan
penyumbatan pada dasar sumur. Produksi pasir lepas ini, pada umumnya sensitive
terhadap laju produksi, apabila laju alirannya rendah pasir yang ikut terproduksi
sedikit dan sebaliknya jika laju alirannya tinggi pasir yang ikut terproduksi juga
tinggi.
Metoda yang umum untuk menanggulangi masalah kepasiran meliputi
penggunaan slotted atau screed linier, dan gravel packing. Metode
penanggulangan ini memerlukan pengetahuan tentang distribusi ukuran pasir agar
dapat ditentukan pemilihan ukuran screen dan gravel yang tepat.
Stimulasi dengan pengasaman, sebelum melakukannya harus direncanakan
dengan tepat dengan data-data laboratorium yang diperoleh dari sampel formasi,
fluida reservoir dan fluida stimulasi. Sehingga informasi yang diperoleh dari
laboratorium tersebut dapat digunakan engineer untuk merencanakan stimulasi
dengan tepat, pada gilirannya dapat diperoleh penambahan produktivitas formasi
sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu informasi yang diperlukan adalah daya
larut asam terhadap sampel batuan (acid solubility).
1. Opening diameter pada berat kumulatif 50%, d50 =
1,045 mm
72
2. Opening diameter pada berat kumulatif 40%, d40 =
1,11 mm
3. Opening diameter pada berat kumulatif 90%, d90 =
0,411 mm
Koefisien keseragaman butir pasir (C) adalah :
C = 2,7
Menurut Schwartz adalah :
C < 3, merupakan pemilahan yang seragam
C > 5, merupakan pemilahan yang jelek
3< C < 5, merupakan pemilahan yang sedang
Jadi dari data perhitungan penentuan keseragaman butiran diatas kita
mendapatkan nilai C yaitu 2,7 yang berarti merupakan pemilihan butiran
yang seragam menurut harga skala Schwart.
Penentuan kadar larutan asam terhadap batuan adalah metode yang
digunakan untuk mengetahui jenis asam apa yang dapat kita injeksikan ke dalam
formasi, biasanya dalam menentukan kadar larutan asam pada batuan kita akan
menghitung solubility suatu batuan . Dan biasanya dapat juga dilakukan dengan
metode teknik gravimetric untuk menentukan reaktivitas formasi dengan asam.
Batuan karbonat (mineral limestone) biasanya larut dalam HCl, sedangkan silikat
(mineral Clay) larut dalam mud acid.
1. % Berat Solubility pasir = 0 %
2. % Berat Solubility karbonat = 8.11 %
Jadi dari data diatas dapat kita simpulkan bahwa nilai solubility batu karbonat
lebih besar di bandingkan dengan batu pasir, karna batu karbonat memiliki sifat
yang lebih mudah larut terhadap asam
Distribusi fluida vertical dalam reservoir memegang peranan penting
dalam perencanaan well completion. Distribusi secara vertical ini mencerminkan
distribusi saturasi fluida yang menempati setiap porsi rongga pori. Adanya
tekanan kapiler (Pc) mempengaruhi distribusi minyak dengan gas, didalam rongga
73
pori tidak terdapat batas yang tajam atau berbentuk zona transisi. Oleh tekanan
kapiler dapat dikonversi menjadi ketinggian diatas kontak minyak air, maka
saturasi gas, minyak dan air yang menempati level tertentu dalam reservoir dapat
ditentukan. Dengan demikian distribusi saturasi fluida ini merupakan salah satu
dasar untuk menentukan secara effisien letak kedalaman sumur yang akan
dikomplesi.
74
BAB IX
KESIMPULAN UMUM
1. Analisa inti batuan adalah merupakan tahapan analisa batuan dari suatu
sample formasi, yang merupakan rangkaian kegiatan pemboran.
Sedangkan kegiatan pengambilan sample tersebut untuk dianalisa sering
disebut dengan Coring. Yang semuanya ini untuk mendapatkan informasi
tentang sifat-sifat fisik batuan formasi selama proses pemboran, untuk
mendukung pada proses eksplorasi maupun eksploitasi Migas.
2. Dari analisa core dapat diketahui besarnya porositas, untuk menentukan
jumlah fluida yang dapat dikandung oleh batuan. Pada formasi dimana
tempat diambilnya sample tersebut.
3. Dengan analisa inti batuan dapat diperoleh informasi tentang sifat-sifat fisik
batuan dari contoh formasi yang dibawah permukaan (core).
4. Besar kecilnya porositas suatu batuan menujunkkan kapasitas fluida reservoir.
5. Mineral pada batuan juga mempengaruhi porositas pada suatu batuan, yaitu
batuan reservoir terdiri dari batuan pasir dan batuan karbonat jadi batuan
karbonat lebih mudah larut dibandingkan dengan batu pasir, itu sebabnya
porositas batuan karbonat lebih besar dari pada batu pasir.
6. Dengan melakukan pengukuran saturasi dapat diketahui volume air, gas dan
minyak dalam batuan reservoir sehingga kita dapat mengetahui apa yang
akan diproduksi.
7. Dalam menentukan besarnya jumlah fluida didalam batuan reservoir,
dinyatakan dengan besaran saturasi. Banyaknya fluida (minyak, air dan
gas) khususnya minyak dan gas yang dikandung dalam batuan reservoir
tidak dapat terambil seluruhnya karena dipengaruhi oleh sifat geologi dan
fluida reservoir tersebut.
75
8. Semakin besar harga saturasi fluida maka semakin besar juga harga
permeabilitas relatifnya.
9. Permeabilitas memiliki satuan yaitu darcy, dimana satu darcy berlaku, dengan
viscositas 1 Cp, dengan laju alir 1 cc/dt melalui luas penampang 1 cm 2 dan
mengalami penurunan tekanan 1 atm/ cm.
10. Harga permeabilitas yang ditentukan dalam percobaan ini, merupakan sifat
fisik batuan yang dapat kita ketahui tentang besarnya aliran fluida pada
formasi reservoir tersebut, yang dapat diketahui besarnya aliran
produksinya. Besarnya permeabilitas tergantung pada jumlah macam
fluida yang ada dalam reservoir, maka akan didapat harga permeabilitas
relatif atau efektif. Harga permeabilitas efektif maupun relatif, sangat
dipengaruhi oleh besarnya saturasi pada reservoir tersebut.
11. Dengan mengetahui tingkat keasaman batuan terhadap asam maka dapat
melakukan stimulasi dengan benar sehingga tidak merusak formasi batuan.
12. Permebilitas absolut pada suatu formasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain yaitu viskositas, laju alir gas, panjang core, luas penampang
core dan beda tekanan.
13. Percobaan sieve analysis adalah untuk menentukan keseragaman butir pasir.
Informasi ini bisa digunakan untuk menanggulangi masalah kepasiran dan
salah satu cara menanggulanginya dengan cara gravel pack yang
membutuhkan informasi ukuran butir pasir sehingga dapat ditentukan
pemilihan yang tepat untuk ukuran screen dan travel yang tepat saat
mengatasi masalah kepasiran.
14. Percobaan pada screen liner dan penentuan kadar kelarutan sample formasi
disini, guna mengetahui atau memantau besarnya produksi fluida yang
sudah menurun karena telah memasuki formasi lepas (unconsolidated).
Dari sieve analysis kita dapat mengetahui pemasangan screen agar pasir
tidak ikut terproduksi seminimal mungkin. Dan pada formasi batuan
karbonat dapat distimulasikan asam guna mengoptimalkan kembali laju
produksi tersebut.
74
76
15. Harga opening size menetuka rencana pemasangan sand pack atau grfel pack,
atau dapat diambil dari data sorting coefficient. Karena hasil dari
distribusi pasir dapat ditentukan pemilihan ukuran screen dan gravel yang
tepat.
16. Berdasarkan percobaan penentuan kadar laut sampel formasi dalam larutan
asam diatas maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai solubility
maka semakin semakin kecil ketahanan batuan tersebut terhadap asam.
Sebaliknya, semakin kecil nilai solubility maka semakin tinggi ketahanan
batuan tersebut terhadap asam.
17. Dengan mengetahui nilai solubilitynya maka kita akan mengetahui dengan
larutan asam apa yang akan kita injeksikan ke dalam reservoir.
18. Dengan mengetahui tingkat keasaman batuan terhadap asam maka dapat
melakukan stimulasi dengan benar sehingga tidak merusak formasi batuan.
19. Kita dapat mengetahui prinsip kerja dari stimulasi yaitu, untuk menaikan
harga permeabilitas dari oil dan menurunkan viskositas dari minyak,
minyak menjadi lebih encer sehingga memudahkan untuk mengalir .
20. Tekanan Kapiler adalah perbedaan tekanan antara fluida yang membasahi
dengan fluida yang tidak membasahi.
21. Dan dari penentuan besar tekanan kapiler pada suatu sample formasi dapat
diperkirakan adanya distribusi saturasi dari beberapa fluida dari suatu
formasi itu (secara vertikal). Maka hal ini pun dapat secara langsung
dikatakan efisien dalam penentuan letak kedalaman fluida tertentu pada
formasi reservoir yang ada.
22. Dalam tekanan kita harus mengetahui hiterisisnya, yaitu perbandingan sudut
kontak antara peristiwa impibisi dan drainage.
23. Berdasarkan percobaan pengukuran tekanan kapiler diatas dapat dibuat grafik
hubungan antara correct pressure (atm) dengan mercury saturation (%)
yang nilainya berbaning terbalik.
24. Berdasarkan percobaan pengukuran tekanan kapiler diatas diperoleh data
percobaab pressure volume correction sehingga dapat dibuat grafik
77
hubungan antara tekanan (atm) dengan volume (cc) yang nilainya
berbanding lurus.
25. Tekanan kapiler mempunyai pengaruh yang penting dalam reservoir minyak
maupun gas salah satunya yaitumengontrol distribusi saturasi didalam
reservoir.
78
DAFTAR PUSTAKA
Hardiansyah, Arif, 2013. Laporan Resmi Praktikum Analisa Inti Batuan.
Balikpapan: STT MIGAS BALIkPAPAN
Pancerika, Bety Nurohmah, 2011. Laporan Resmi Praktikum Analisa Inti Batuan.
Balikpapan: STT MIGAS BALIkPAPAN
Krisanda, Bernando Cahya, 2011. Laporan Resmi Praktikum Analisa Inti Batuan.
Balikpapan: STT MIGAS BAlIKPAPAN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS, 2008. Buku Petunjuk
Praktikum Analisa Inti Batuan. Balikpapan: STT MIGAS BALIKPAPAN
http://migasnet04sholeh779.blogspot.com/2009/05/sifat-fisik-batuan.html
http://m-darajat.blogspot.com/2009/09/sifat-fisik-batuan-reservoir.html
http://images.google.co.id/imghp?hl=id&tab=wi
79
top related