pemaknaan “atsar al-sujȖd” dalam al...
Post on 10-Mar-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMAKNAAN “ATSAR AL-SUJȖD” DALAM AL-QUR’AN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama ( S. Ag.)
Oleh:
Ahmad Riadi
NIM. 1112034000026
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H /2017 M
i
ABSTRAKSI
Ahmad Riadi “PEMAKNAAN “ATSAR AL-SUJȖD” DALAM AL-
QUR’AN”. Skripsi Strata Satu (S1) Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas
Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2017
Dalam bersujud, beberapa orang memiliki jidat yang hitam karena sering
bersujud. Hal ini tertera dalam al-Qur’an, surah al-Fath ayat 29. Walaupun begitu,
terdapat pro dan kontra mengenai maksud dari bekas sujud dalam surah al-Fath ayat 29
ini. Diantara makna tersebut adalah bekas sujud bermakna dahi yang hitam dan memiliki
wibawa, kharisma dan kekhusyukan. Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan
bagaimana pemaknaan atsar al-sujȗd dalam al-Qur’an surat al-fath ayat 29.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian perpustakaan (library research) dan
menggunakan data dari sumber primer dan sekunder. Sumber primer yang dimaksud
adalah al-Qur’an, sedangkan sumber data sekunder yaitu data yang diambil dari bahan
pustaka yang sesuai dengan pengkajian objek masalah, seperti buku, jurnal, dan
sebagainya. Penelitian ini menggunakan tekhnik analisa metode tafsir tematik atau
maudhȗ’iy.
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam
memaknai kata atsar al-sujȗd pada surat al-Fath ayat 29 ini. Perbedaan tersebut terbagi
pada empat, yaitu a) bekas sujud pada wajah yang tampak pada kening berupa jidat
hitam, b) bekas sujud pada wajah berupa ketampanan atau sinar di wajah, c) bekas sujud
berupa kewibawaan, kharisma dan sikap yang terpuji, d) bekas sujud berupa wajah
bercahaya yang dapat terlihat dihari kiamat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
perbedaan pengertian atsar al-sujȗd tersebut saling berkorelasi, sehingga bermakna
sebagai bekas hitam pada kening yang secara alami timbul karena seringnya kening
bersentuhan dengan alas sujud. Selain itu, bekas sujud ini akan terlihat dalam bentuk
wajah yang berseri dikarenakan pancaran dari ketenangan hati. Kemudian pengaruh dari
amalan yang mereka lakukan menimbulkan pengaruh pada jiwa dan sikap berupa
kerendahan hati dan sikap yang terpuji dalam berbagai hal. Dan yang terakhir, pada hari
kiamat mereka akan dibangunkan dengan wajah yang bercahaya sebagai penanda orang-
orang yang menjaga solatnya di dunia.
Kata Kunci: Pemaknaan, Atsar, Sujud
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan alhamdulillȃhi rabb al-amȋn sebagai bentuk rasa
syukur penulis kehadirat Allah SWT, atas karunia rahmat, hidayah serta mauanahnya
yang telah memberikan kekuatan jasmani, rohani, taufik, rahmat dan hidayahNya,
serta kemudahan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan dan cobaan
dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam proses perjalanan punlisan skripsi ini tentu
banyak hal yang menyebabkaan kegalauan dan kegundahan yang dialami oleh
penulis. Hal ini karena banyak faktor, antara lain: Desakan dari keluarga agar
mempercepat menyelesaikan segala tugas yang menjadi syarat wisuda, penulis paham
betul maksud mereka. Melihat teman-teman yang sudah selesai lebih awal juga
menjadi salah satu sebab kegelisahan penulis, sehingga penulis harus segera
menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat berbingkiskan salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW, Rasul penutup para nabi, serta doa untuk keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya diakhir zaman.
Skripsi ini merupakan satu diantara tugas yang harus diselesaikan dalam
rangka mendapatkan gelar Sarjana Agama Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
jurusan Tafsir Hadits Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Judul skripsi ini adalah “Pemaknaan “Atsar as-Sujud” dalam al-Qur’an”,
penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, maka sangat
iii
memerlukan perbaikan. Oleh karena itu penulis membuka lebar-lebar kritikan dan
saran yang bersifat konstruktif.
Penulis menyadari sepenuhnya, karya ini bisa terwujud karna hasil karya
seorang diri, namum tidak lain berkat dukungan moril dan materil yang telah rela
meluangkan waktu disela-sela kesibukanya. Untuk itu dengan segala kerendahan hati,
penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Dr. Dede Rosyada, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Masri Mansoer, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
beserta seluruh jajaranya.
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, dan Dra. Banun Binaningrum M. Pd, selaku
Ketua dan Sekertaris Jurusan Tafsir Hadits
4. Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA, dosen Pembimbing penulis, serta guru
kehidupan penulis yang telah memberikan ilmunya, pengalaman serta
pengarahan kepada penulis.
5. Dr. Eva Nugraha, M.Ag selaku dosen pembimbing akademik penulis yang
dari smester 1 telah memberikan ilmunya yang tanpa batas.
6. Kepada kedua orang tua penulis, yang dengan kesabaran dan keresahannya
memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Tak
lupa kepada kakakku dan adekku yang selalu berbagi canda tawa baik suka
maupun duka.
iv
7. Seluruh dosen fakultas Ushuluddin yang telah memberikan dedikasinya dalan
mendidik penulis, memberikan ilmu, pengalaman serta pengarahan kepada
penulis dan telah memberikan warna pengetahuan bagi penulis selama jadi
mahasiswa.
8. Kakak tersayangku Nur Habibah Nasution dan adik tercinta Akmaluddin
Nasution yang tidak pernah bosan memberikan nasehat kepada penulis, dan
kakak selalu memberikan masukan nasehat materi maupun non materi dari
awal kuliah hingga akhir perkulihan.
9. Sahabat-sahabatku, Tafsir Hadis Angkatan 2012; Muhammad Yusuf nasution,
Harry Putra Z, Hilmi pirdausi, Ali Muharram, Hilda, Lili, Dewi, marhamah,
Meri, Mona, Ridwan, Khomari, Fajarruddin, dan lain-lain, yang senantiasa
memotivasi sekaligus memberi semangat kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini, serta teman-teman yang telah menemani penulis dalam suka dan
duka dalam mengarungi dinamika kehidupan kampus. Terima kasih atas
segala warna yang kalian berikan.
10. Adik-Adik penulis KMSU (Komunitas Mahasiswa Sumatera Utara) Deo
Harahap, Nangar Tanjung, Dedi Siregar, Budi, Saipul Saleh Nasution, Agung
Putrawan Nasution, Muhammad Anwar Lubis, Muhammad Yusuf Nasution,
Idam, Putri Harahap, Indah Harahap, Rihana Piliang dan lain-lain yang tak
bisa penulis sebutklan namanya satu persatu.
11. Teman- temanku seperjuangan fendi Arifin, Agung Putrawan Nasution,
Muhammad Anwar Lubis, Sarkowi, Sarkoni, Fahri Lubis, Edlin Nasution,
v
Sakti Mantraguna Lubis, dan lain-lain yang telah banyak membantu secara
moral maupun materi dan tiada hentinya dalam mensupport penulis dalam
menyusun skripsi ini.
12. Keluarga Besar BangAnda Panden SH, yang selalu memberikan pencerahan
dan sekaligus telah banyak mengajarkan arti dari sebuah kehidupan.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas
segala bentuk kontribusi yang diberikan kepada penulis, semoga amal baik
kalian mendapat balasan dari Yang Maha Sempurna.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari
masih ada kekurangan dalam pelaksanaan skripsi ini. Untuk itu, penulis menerima
segala saran dan kritikan demi perbaikan dan kemajuan penelitian dimasa mendatang.
Terima kasih.
Ciputat, 7 Juli 2017
Ahmad Riadi
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada buku
pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman Akademik Program
Strata 1 tahun 2013-2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
a. PadananAksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidakdilambangkan ا
B be ب
T te ت
Ts tedanes ث
J je ج
H hadengangaris di bawah ح
Kh kadan ha خ
D de د
Dz de danzet ذ
R er ر
Z zet ز
S es س
Sy esdan ye ش
S esdengangaris di bawah ص
D de dengangaris di bawah ض
T tedengangaris di bawah ط
Z zetdengangaris di bawah ظ
komaterbalik di atashadapkanan ´ ع
Gh gedan ha غ
F ef ف
vii
Q ki ق
K ka ك
L el ل
M em م
N en ن
W we و
H ha ه
apostrof ء
Y ye ي
b. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri
dari vocal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vocal tunggal, ketentuan alihaksaranya adalah sebagai berikut:
TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan
A fathah
I kasrah
U dammah
Ada pun untuk vokal rangkap, ketentuan alihaksaranya adalah sebagai
berikut:
TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan
viii
ي Ai a dan i
و Au a dan u
VokalPanjang
Ketentuan alihaksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan
â a dengantopi di atas ى ا
î i dengantopi di atas ى ي
û u dengantopi di atas ىو
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu ال, dialihaksarakan menjadi hurup /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah
maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-diwân bukan ad-
diwân.
Syaddah(Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda ( ), dalam alihaksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberitanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
ix
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata رورة tidak الض
ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alihaksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jikam ta marbûtah tersebut di
ikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah
tersebut di ikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi
huruf /t/ (lihat contoh 3).
Contoh:
No TandaVokal Latin Keterangan
tarîqah طريقة 1
al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah اجلامعة اإلسالمية 2
Wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3
Huruf Kapital
Meski pun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
alihaksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan
yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara
lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal, nama tempat, nama bulan,
nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri
x
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî
bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindibukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alihaksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)
atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak
miring, maka demikian halnya dalam alihaksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,
tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-
Rânirî.
xi
DAFTAR ISI
Abstrak ........................................................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................................ ii
Pedoman Transliterasi ................................................................................................ vi
Daftar Isi..................................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ........................................................ 6
1. Identifikasi Masalah ......................................................................... 6
2. Rumusan Masalah ............................................................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 6
1. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
2. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 7
E. Metode Penelitian................................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan............................................................................ 11
BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG ATSAR DAN SUJUD
A. Makna Atsar .......................................................................................... 13
1. Pengertian Atsar .............................................................................. 13
2. Kata Atsar dalam al-Qur’an ............................................................ 14
3. Ragam makna kata Atsar ................................................................ 23
xii
B. Makna Sujud.......................................................................................... 24
1. Pengertian Sujud.............................................................................. 24
2. Kata Sujud dalam al-Qur’an ............................................................ 26
3. Ragam makna kata Sujud ................................................................ 31
4. Keabsahan Sujud ............................................................................. 32
5. Fungsi Sujud .................................................................................... 34
BAB III: PEMAKNAAN ATSAR SUJUD MENURUT TAFSIR DAN HADIS
A. Atsar Al-Sujud Dalam Tafsir Dan Hadis ............................................... 39
B. Pemaknaan Terhadap Atsar Al-Sujud.................................................... 52
BAB IV: PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 56
B. Saran-Saran ........................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam al-Quran, penciptaan manusia bertujuan untuk beribadah kepada Allah.
Tujuan diperintahkannya manusia untuk beribadah adalah agar manusia terhindar dari
sesuatu yang dapat merugikan dirinya di dunia maupun di akhirat.1
Hal ini sesuai dengan bunyi surat al-Dzariat ayat 56, yaitu:
Artinya: aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
semata-mata beribadah kepada-Ku.( Az-Zariyat: 56).2
Adapun ibadah pada hakekatnya adalah sikap tunduk semata-mata untuk
mengagungkan zat yang disembah. Dalam ibadah, seorang hamba dituntut untuk
berusaha mengikuti hukum-hukum dan aturan-aturan Allah dalam menjalankan
kehidupan yang sesuai dengan perintah-Nya, mulai akil baligh sampai meninggal
1 M. Mutawalli asy sya‟rawi, Anda Bertanya Islam Menjawab (Jakarta: Gema Insani
Press, 1999), hal. 23.
2 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahan (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar), h. 523.
2
dunia. Indikasi ibadah adalah kesetiaan, kepatuhan dan penghormatan serta
penghargaan kepada allah tanpa ada batas waktu.3
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi kepada dua jenis. Pertama
adalah ibadah mahdloh yaitu ibadah khusus yang telah ditetapkan Allah tingkat, tata
cara dan rinciannya. Adapun jenis ibadah ini seperti wudhu, mandi hadats, puasa,
haji, dll. Yang kedua adalah ibadah ghairu mahdloh atau ibadah umum yang semua
amalannya diizinkan oleh Allah SWT dan tidak ada pola khusus dalam
pelaksanaannya. Adapun jenis ibadah ini adalah seperti belajar, dzikir, tolong
menolong, dan lain-lain.4
Dari sekian banyak macam ibadah, shalat mempunyai keistimewaan
tersendiri. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW menjadikan shalat sebagai tiang
agama. Dimana ibadah shalat diposisikan menjadi ibadah yang sangat penting, karena
agama tidak akan berdiri tegak kecuali dengan menjalankan ibadah shalat. Yang lebih
penting lagi shalat merupakan ibadah seorang hamba Allah yang pertama kali akan
dihisab pada hari kiamat nanti. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi:
3 Muhaimin, Tadjab, Abd. Mudjib. Dimensi-dimensi study islam (Surabaya, Karya
Abditama,1994), hal. 256.
4 Muhammad alim, Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), hal. 144.
3
عت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ي قول : ) إن أول العبد ما ياسب بو عن أب ىري رة رضي اهلل عنو قال : س
)رواه الرتمذي( ي وم القيامة من عملو صلتو فإن صلحت ف قد أف لح وأنح وإن فسدت ف قد خاب وخسر
Artinya: “Sesungguhnya amal (manusia) yang pertama kali dihisab pada hari
kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik maka ia beruntung; dan kalau jelek maka
ia gagal dan akan merugi. “(H.R. at-Tirmidzi) .5
Ibadah shalat adalah bagaimana cara berkomunikasi dengan Allah. Dengan
shalat tersebut, manusia mendapat ketaqwaan dan ketenangan. Bahkan dengan
ibadah shalat, manusia dapat terhindar dari perbuatan atau prilaku yang tidak baik
(buruk).6
Pelaksannaan Shalat terdiri dari beberapa gerakan, salah satunya adalah sujud.
Adapun sujud di sini adalah simbol tunduk atau patuh. Hal ini tercermin dalam
gerakan sujud yaitu meletakkan kening di lantai (tanah). Dalam sujud posisi kepala
orang yang bersujud itu direndahkan serendah kaki menapak. Hal ini menunjukkan
bahwa sujud adalah bentuk ketundukkan tertinggi seorang hamba terhadap tuhannya.7
Dalam bersujud, beberapa orang memiliki jidat yang hitam karena sering
bersujud. Hal ini tertera dalam al-Qur‟an, surah al-Fath ayat 29, yaitu:
5 Muhammad Jihad Akbar, mukjizat ibadah fajar (Jakarta: alifbata, 2007), hal. 24.
6 Abdullah Gymnastir, Sholat Best Of the Best (Bandung, Senibudaya Sejahtera
OFFset, 2005), h.8
7 Sagiran, Mukjizat Gerakan Sholat (Jakarta, Qultum Media, 2012), h. 55-57
4
Artinya: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-
Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti
tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat
lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan
kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara
mereka ampunan dan pahala yang besar. (al-Fath: 29)8
Walupun begitu, terdapat pro dan kontra mengenai maksud dari bekas sujud
dalam surah al-Fath ayat 29 ini. Bekas sujud berupa dahi yang hitam biasanya sering
diidentikkan dengan kaum khawarij. Hal ini dibenarkan oleh Ibnu Abbas,
sebagaimana dikutip dari al-Hafidz Ibnu Hajar, dalam kitab Fath al-Bari syarah Hadis
al-Bukhari.
رج قال فأتيتهم فدخلت على قوم لم أر اني في قصة مناظرتو للخوالطبرابن عباس عند ث اوفي حدي لسجودامعلمة من آثار إلبل ووجوىهم امنهم أيديهم كأنها ثفن ا جتهاداأشد
8 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahan (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar), hal. 515.
5
Dalam riwayat Ibnu Abbas tentang kisah perdebatan beliau dengan
Khawarij, beliau berkata: "Aku datangi mereka, aku masuki suatu kaum yang tak
kulihat orang yang lebih bersungguh-sungguh di banding mereka, tangannya sekeras
onta, wajahnya ada tanda bekas-bekas sujud"9
Adapun al-Biqa‟i, kata atsar al-sujȗd pada ayat di atas adalah tidak dipahami
dalam arti bekas yang terlihat di dahi seseorang yang boleh jadi merupakan akibat
seringnya dahi tersebut bersentuhan dengan benda keras. Muhammad Quraish
Shihab juga mengutip pendapat al-Biqa‟i bahwa yang dimaksud dengan atsar al-
sujȗd adalah memiliki wibawa, kharisma dan kekhusyukan.10
Berdasarkan perbedaan pemaknaan kata atsar sujud dalam al-Quran surat al-
Fath ayat 29 ini dan fenomena yang ada di dalam masyarakat, mengantarkan penulis
untuk meneliti lebih lanjut masalah ini. Dalam skripsi ini menulis mengangkat judul
“PEMAKNAAN “ATSAR AL-SUJȖD” DALAM AL-QUR’AN”
9 Al-Imam al-Hafids Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari syarah Hadis al-Bukhari
(Jakarta : Pustka Azzam, 2009), jilid 4, hal. 621.
10 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan keserasian al-
Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol XIII, h. 217.
6
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Sebagaimana penjelasan diatas, bahwa fokus penelitian ini adalah
pada pemaknaan atsar al-sujȗd dalam al-Qur‟an surat al-Fath ayat 29. Yaitu
bagaimana pandangan tafsir terhadap atsar al-sujȗd.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah
yang dibahas dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana pemaknaan atsar al-
sujȗd dalam al-Qur’an surat al-Fath ayat 29?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam pemabahasan ini tentu tidak terlepas dari tujuan dan manfaat
yang hendak dicapai. Maka adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penafsiran ulama terhadap kata atsar al-sujȗd
yang terdapat dalam al-Qur‟an.
2. Untuk mengetahui kata atsar yang mengandung hikmah-hikmah
yang terdapat dalam al-Qur‟an
Di samping itu, untuk memperbanyak literatur dalam perpustakaan
dan sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan dan ilmu.
Sedangkan manfaatnya adalah sebagai berikut :
7
1. Penelitian ini berharapkan dapat memberikan masukan yang
berarti bagi masyarakat luas maupun masyarakat akademis dalam
memahami kata atsar al-sujȗd dalam al-Qur‟an.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi
penelitian yang mendatang khususnya yang berkaitan dengan kata
atsar dan sujud dalam al-Qur‟an.
3. Menambah ilmu dan wawasan pada generasi muda tentang
bagaimana penafsiran ulama terhadap kata atsar al-sujȗd yang
terdapat dalam al-Qur‟an.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam mencari tulisan atau karya yang membahas tentang (Suatu Studi
Tafsir Tematik) pada langkah pertama ini penulis menemukan karya atau
tulisan yang membahas tentang “Atsar al-Sujȗd” dalam al-Qur’an.
8
1. Psikoterapi Shalat : Fungsi Shalat dalam Klinik Pengobatan
Garam Arang Sidoarjo, karya Nurul Choiriyah. Surabaya : Uin
Sunan Ampel, 2015. Skripsinya ini menjelaskan bahwa atsar as-
sujud adalah cahaya dari wajahnnya semakin terpancar dan Allah
akan menjauhkan api neraka dari wajahnya.11
2. Makna Spiritual Shalat (29): Hakikat Atsar Sujud, karya Prof Dr
Nasaruddin Umar. Jakarta, 2017. Isinya menjelaskan makna
hakikat dan spiritual sujud yang mencapai puncak kedekatan diri
dengan Tuhan melalui penyerahan diri secara total sepenuhnya
kepada-Nya.12
11
Nurul Choiriyah, “Psikoterapi Shalat : Fungsi Shalat dalam Klinik Pengobatan
Garam Arang Sidoarjo,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya, 2015), h. 32.
12Prof Dr Nasaruddin Umar,” Makna Spiritual Shalat (29): Hakikat Atsar Sujud,”
diakses pada 4 april 2017 dari http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-
jumat/16/04/01/o4y94614-makna-spiritual-shalat-29-hakikat-atsar-sujud.
9
3. Guruku orang-orang dari pesantren, karya KH.Saifuddin Zuhri.
Yogyakarta, 1974. Buku ini menjelaskan bahwa atsar al-sujȗd itu
pertanda orang mempunyai bekas banyak bersembahyang karena
putih bersih dan jernih wajahnya.13
4. Getaran Allah di Padang Arafah , karya K.H Abdullah
Gymnastiar, 2010. Ini menjelaskan orang dikeningnya berbekas
dengan bekas sujud hanya bisa menangis sepanjang hayatnya
untuk bisa dijamu oleh Allah.14
Pembahasan tulisan di atas menjelaskan beberapa tentang atsar as-
sujud, tapi penelitian terhadap ragam makna atsar sujud sendiri tidak begitu
mendalam. Adapun yang membedakan serta membuat skripsi ini layak
diangkat yaitu skripsi ini mencoba menjelaskan atau mengetahui lebih dalam
bagaimana pemahaman ulama tentang pemaknaan atsar as-sujud.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian perpustakaan (library
research), maka penulis akan mengumpulkan dan mencari data serta sumber
rujukan lainnya yang dapat dijadikan sebagai bahan bantu referensi
penyelesaian skiripsi ini.
13
KH.Saifuddin Zuhri, Guruku orang-orang dari pesantren (yoqyakarta : pustaka
sastra, 1974) h. 12.
14K.H Abdullah Gymnastiar,” Getaran Allah di Padang Arafah,” diakses pada 4 april
2017 dari https://joko1234.wordpress.com/page/4/
10
Dalam usaha menemukan jawaban terhadap permasalahan, penulis
mengumpulkan data dari sumber-sumber primer dan sekunder. Sumber
primer yang dimaksud adalah al-Qur‟an itu sendiri yang secara signifikan
membahas ayat-ayat tentang atsar dan sujud kemudian melangkah melihat
kamus al-Qur‟an seperti eksiklopedia al-Qur’an oleh Quraish Shihab dkk, al-
Mu’jam al-Mufahrash li Alfaz al-Qur’an al-Karȋm oleh Muhammad Fu‟ad
„Abd al-Baqi‟, Lisan al-Arabiy oleh Ibn Manzur. Disamping itu juga
menggunakan sumber data sekunder, yaitu data yang diambil dari bahan
pustaka yang sesuai dengan pengkajian objek masalah, seperti buku, jurnal,
dan sebagainya.
Sedangkan dalam menganalisa data penulisan memakai metode tafsir
tematik atau maudhu’iy15
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menetapkan tema masalah yang akan dibahas.
2. Menghimpun ayat-ayat yang relevan dengan tema.
3. Memahami kolerasi ayat-ayat tersebut (munasabah) dalam suratnya
masing-masing
4. Menyusun pembahasan dalam rangka yang sempurna (out line)
5. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan
pembahasan
15
Abd al-Hayy al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’iy Suatu Pengantar, Judul asli:
al-Bidayah fi al-Tasirr al-Maudhu’i: Dirasah Manhajiah Maudhu’iyah, (Jakarta: LSIK,
1996), h. 45-46.
11
6. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan
menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai makna yang sama, atau
mengkompromikan antara ragam penafsiran para ulama atau yang pada
lahirnya bertentangan sehingga semuanya dalam satu suara tanpa
perbedaan dan paksaan.
Untuk teknik penulisan karya ilmiah dan pedoman (transliterasi) Arab-
Latin, penulis berpedoman pada teknik penulisan karya ilmian dan pedoman
tarnsliterasi yang merujuk pada buku Pedoman Akademik Program Strata 1
tahun 2013-2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang utuh mengenai sistematika
penulisan ini (pembahasan) skripsi ini, maka penulis mengemukakan
sistematika penyajian sebagai berikut:
BAB I : Berisikan pembahasan tentang pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, penjelasan judul,
tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi penelitian, serta
sistematika penulisan.
BABII : Berbicara mengenai makna atsar, pengertian atsar, kata atsar dalam
al-Qur‟an, makna sujud, pengertian sujud, keabsahan sujud,
macam-macam sujud dan kata sujud dalam al-Qur‟an.
12
BAB III : Berbicara mengenai analisis tafsir dan hadis terhadap pemaknaan
atsar al-sujȗd dalam al-Qur‟an.
BAB IV : Merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan beberapa
saran yang berkenaan dengan pembahasan di dalam karya tulis
(skripsi) ini.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ATSAR DAN SUJUD
1. Pengertian Atsar
a) Pengertian Atsar Secara Etimologi:
Secara Bahasa kata Atsar memiliki beberapa pengertian. Dalam kitab
Mu‟jam al-Ta‟rifât disebutkan setidaknya tiga arti kata Atsar. Pertama, kata
Atsar berarti al-Natîjah yang berarti kesimpulan dari suatu rumusan. Kedua,
kata Atsar yang berarti al-„Alâmah yang berarti tanda atau alamat. Ketiga,
Atsar yang memiliki arti sebagai al-Juz‟u atau bagian.1 Adapun dalam kamus
al-almunawwir Arab-Indonesia terlengkap, dijelaskan bahwa atsar adalah
sunah atau jejak-jejak nabi Muhammad yang biasa dikenal dengan sebutan
hadis.2
b) Pengertian Atsar Secara Terminologi:
Menurut Ibnu Faris seperti yang dikuti oleh M. Quraish Shihab kata
Atsar mulanya mempunyai tiga pengertian. Pertama, „taqdimusy-syai‟
(mengutamakan atau memilih sesuatu), dengan arti memutuskan mengambil
sesuatu dari beberapa pilihan yang ada. Mengambil salah satu dari sekian
1 Ali bin Muhammad al-Sayyid al-Syarif al-Jurjani, Mu‟jam al-Ta‟rifât (Dar al-
Fadhilah, 2012), Cet. II, hal. 11.
2 A. Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2002), Cet. Ke-25.hal. 6-7.
14
banyak pilihan disini harus berdasarkan pertimbangan yang matang terlebih
dahulu, dan hasilnya disebut pilihan.
Kedua, Atsar berarti „bekas-bekas peninggalan lama‟. Bekas-bekas
yang dimaksud adalah dapat membuktikan bahwa dahulu pernah ada
pemiliknya. Misalnya bekas-bekas rumah disebut „Atsarul-bait‟, karena ia
dapat membuktikan bahwa dahulu pernah ada rumah tersebut. Demikian juga
„Atsaruth thariq‟, diartikan sebagai bekas-bekas jalan karena bekas itu
membuktikan bahwa di situ pernah ada orang lewat.
Ketiga, atsar berarti „berita yang disampaikan‟. Hadis nabi
Muhammad juga dapat disebut sebagi atsar sebab Hadits Nabi saw juga
merupakan berita yang disampaikan kepada orang lain.3 Dengan demikian
Atsar adalah penyebutan lain dari hadis.
Adapun menurut penulis dalam kata atsar sujud, kata atsar disini lebih
condong ke pengertian kedua yaitu bermakna bekas atau bukti.
2. Kata Atsar dalam al-Quran
Ada banyak penggunaan kata Atsar dalam al-Quran. Dalam kitab al-
Mu‟jam al-Mufahrash li Alfaz al-Qur‟an al-Karim karangan Muhammad
Fu‟ad „Abd al-Baqi dijelaskan kata Atsar dengan berbagai bentuknya terulang
3 M. Quraish Shihab, ENSIKLOPEDIA AL-QUR‟AN: Kajian Kosakata (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), Cet. I, hal. 106.
15
sebanyak 21 kali, 17 antaranya yang turun di Mekkah dan 4 yang turun di
Madinah4.
Dalam al-Qur‟an, kata atsar bisa ditemukan dalam dua bentuk, yaitu
bentuk isim dan fi‟il. Kategori isim ditemukan sebanyak 15 kali dan yang
masuk ke dalam kategori fi‟il ditemukan sebanyak 6 kali. Yaitu sebagai
berikut:
فعل اسم
o
69 طه
o
96 الفتح
o
طه
o
05 الروم
o
12 غافر
o المدثر
o النازعات
o
يوسف
o األعلى
o
29 طه
o
4 Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi‟, al-Mu‟jam al-Mufahrash li Alfaz al-Qur‟an al-
Karim (Qohirah: Dar-al-Kutub Misriah, 1364 H), h. 15-16.
16
o
غافر
o
64 المائده
o
الكهف
o
يس
o الصافات
o
الزخرف
o
الزخرف
o
92 الحديد
o
الكهف
o
ألحفافا
6 الحشر
17
Kalimat isim dari kata atsar ada dua yaitu tunggal dan jama‟. Adapun
kata Atsar di dalam bentuk tunggal hanya disebut empat kali dalam al-Qur‟an,
yaitu pada QS. Thaha [20]: 74 dan 96, QS. Al-Fath [48]: 29, dan QS. Al-
Ahqaf [46]: 4. Seperti QS. Thaha [20]: 74 dan 96 sekaligus penjelasannya:
Artinya: Samiri menjawab: "Aku mengetahui sesuatu yang mereka
tidak mengetahuinya, Maka aku ambil segenggam dari jejak rasul lalu aku
melemparkannya, dan Demikianlah nafsuku membujukku".5
Yang dimaksud dengan jejak Rasul di sini ialah ajaran-ajarannya.
menurut faham ini Samiri mengambil sebahagian dari ajaran-ajaran Musa
kemudian dilemparkannya ajaran-ajaran itu sehingga Dia menjadi sesat.
menurut sebahagian ahli tafsir yang dimaksud dengan jejak Rasul ialah jejak
telapak kuda Jibril a.s. artinya Samiri mengambil segumpal tanah dari jejak
itu lalu dilemparkannya ke dalam logam yang sedang dihancurkan sehingga
logam itu berbentuk anak sapi yang mengeluarkan suara.6
5 Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 318.
6 Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 318.
18
Artinya: berkata, Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan
aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha
(kepadaku)".7
Bahwa perkataan Musa dalam ayat ini memiliki maksud bahwa
mereka itu dekat dan aku tidak mendahului mereka kecuali hanya sedikit saja,
sehingga hal seperti itu akan dapat dimaklumi. Dengan demikian, aku seolah-
olah tidak mendahului mereka, juga tidak lebih cepat daripada mereka, sebab
jarak antara aku dan mereka adalah dekat.8
Adapun kata Atsar di dalam bentuk jama‟ hanya disebut sebelas kali
dalam al-Qur‟an, yaitu pada QS. Al-Ma‟idah [5]: 46, QS. Al-Kahfi [18]: 6 dan
64, QS. Yasin [36]: 12, QS. Ash-Shaffat [37]: 70, QS. Ghafir [40]: 21 dan 82,
QS. Az-Zukhruf [43]: 22 dan 23, QS. Al-Hadid [57]: 27, dan QS. Ar-Rum
[30]: 509. Seperti QS. Ghafir [40]: 21 dan QS. Al-Kahfi [18]: 6 sekaligus
penjelasannya:
7 Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 317.
8 Syaikh Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa‟ Al-Bayan fi Idhah Al-Qur‟an bi Al-Qur‟an
(Jakarta: Pustaka Azzam,2007), Jilid 4, hal. 913.
9 M. Quraish Shihab, ENSIKLOPEDIA AL-QUR‟AN: Kajian Kosakata (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), Cet. I, hal. 106.
19
Artinya: Dan Apakah mereka tidak Mengadakan perjalanan di muka
bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum
mereka. mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan
(lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, Maka Allah mengazab
mereka disebabkan dosa-dosa mereka. dan mereka tidak mempunyai seorang
pelindung dari azab Allah.10
Maksud dari “bekas-bekas mereka di muka bumi” adalah memberikan
arti bahwa terdiri berbagai bangunan, alat perlengkapan, benteng-benteng,
istana-istana, dan tanaman. Kekuatan bekas (peninggalan) membuktikan
kekuatan para pelakunya dan menunjukkan bahwa mereka menikmatinya.11
Artinya: Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu
karena bersedih hati setelah mereka berpaling, Sekiranya mereka tidak
beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).12
Kata Atsarihim terambil dari kata Atsar yang berarti bekas-bekas kaki
yang terlihat di pasir akibat perjalanan. Kata ini juga berarti peninggalan yang
tidak berharga yang segaja diabaikan oleh seorang musafir. Redaksi ayat ini
menjelaskan bahwa “Boleh jadi engkau membunuh dirimu sendiri karena
keengganan mereka berpaling melihat kepadamu, serupa dengan keengganan
seseorang yang sedang berjalan ke depan dan enggan berpaling melihat bekas-
10
Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 469.
11 Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa‟di, Tafsir Al-Qur‟an (Jakarta : Darul Haq,
2013), Cet. III, Jilid, 7, hal, 297-298.
12 Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 294.
20
bekas kakinya di pasir”. Makna ini merupakan tamsil terhadap keadaan kaum
musyrikin yang menolak tuntunan al-Qur‟an, bahkan melecehkannya
bagaikan barang-barang yang sengaja ditinggal.13
Redaksi di atas bisa juga dipahamai sebagai tamsil keadaan Rasul saw.
yang sangat bersedih akibat penolakan kaumnya. Rasul saw. diibaratkan
seorang yang terpaksa meninggalkan keluarga dan kampung halamannya.
Beliau melihat mereka dan bersedih karena perpisahan itu. Ayat ini
membimbing beliau agar jangan bersedih karena yang ditinggal adalah Atsar
yakni barang-barang yang tidak berharga lagi, yang memang mestinya
ditinggal dengan sengaja, seperti sang musafir yang meninggalkan barang-
barangnya yang remeh. Tentu saja, jika makna ini yang diterima, maka dapat
pula dikatakan bahwa ayat ini turun setelah Rasul saw. berkali-kali mengajak
kaumnya untuk beriman, namun mereka tetap menolak.14
Sedangkan kalimat fi‟il dari kata Atsar ada dua madi, mudarik dan
pasif. Adapun kata Atsar di dalam bentuk madi hanya disebut dua kali dalam
al-Qur‟an, yaitu pada An-Nazi‟at [79]: 38, dan QS. Yusuf [12]: 91. Seperti
QS. Yusuf [12]: 91 sekaligus penjelasannya:
13
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an
(Jakarta: Lentera hati, 2002), Cet. I, hal. 10.
14 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an
(Jakarta: Lentera hati, 2002), Cet. I, hal. 10-11.
21
Artinya: Mereka berkata: "Demi Allah, Sesungguhnya Allah telah
melebihkan kamu atas Kami, dan Sesungguhnya Kami adalah orang-orang
yang bersalah (berdosa)".15
Dalam ayat ini kata Atsar adalah pengakuan terhadap kesalahan dan
dosa, dan pernyataan tentang keutamaan yang diberikan Allah kepada Yusuf
di atas mereka berupa kearifan, ketakwaan, dan kebajikan. Dalam ayat ini
menceritakan bahwa Yusuf membalas dosa dan kesalahan dengan memaafkan
dan segera menyingkirkan kondisi yang canggung. Itulah karakter seorang
yang mulia. Yusuf berhasil dalam ujian nikmat, sebagaimana ia telah sukses
sebelumnya dalam ujian kesusahan.16
Adapun kata Atsar di dalam bentuk mudarik hanya disebut tiga kali
dalam al-Qur‟an, yaitu pada QS. Al-Hasyr [59]: 9, QS. Al-A‟la [87]: 16, dan
QS. Thaha [20]:72. Seperti QS. Al-A‟la [87]: 16 sekaligus penjelasannya:
Artinya: Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan
duniawi.17
15
Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 246.
16 Sayyid Quthb, Tafsir Fi-zhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan al-Qur‟an (Jakarta:
Robbani Press, 2008), Cet. I, Jilid 7, hal. 512-513. 17
Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 592.
22
Ayat ini menjelaskan orang-orang kafir lebih mengedepankan dunia
daripada kehidupan akhirat dan mereka lebih memilih kenikmatannya yang
Iusuh dan kotor serta fana melebihi akhirat. Adapun orang Mukmin yang
berakal tidak akan memilih sesuatu yang lebih jelek dari sesuatu yang lebih
baik dan tidak menukar kenikmatan sesaat dengan kenikmatan abadi. Karena
itu, cinta terhadap dunia dan lebih dikedepankan melebihi akhirat merupakan
induk segala kesalahan.18
Adapun kata Atsar di dalam bentuk pasif hanya disebut satu kali
dalam al-Qur‟an, yaitu pada QS. Al-Muddatstsir [74]: 24. Seperti:
Artinya: Lalu Dia berkata: "(Al Quran) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu).19
Para mufasir mengartikan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah
mengenai Walid bin Mugirah, seorang kaya raya yang gila mewah, seorang
musyrik yang sudah mendarah daging memusuhi Rasulululah saw. dari
pertama kali Islam disiarkan, dia dan Abu Jahl berusaha mati-matian hendak
menista dan menganiaya Nabi, hendak merendahkan ajarannya, dan
menganiaya orang-orang yang beriman. Namun pemaknaan ayat tersebut juga
18
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa‟di, Tafsir Al-Qur‟an (Jakarta : Darul Haq,
2013), Cet. III, Jilid, 7, hal, 515.
19 Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 576.
23
memiliki arti yang lebih luas. Ada sekian banyak Walid sepanjang zaman.
Mereka tak dapat memahami wahyu ilahi, dan berusaha hendak menguraikan
pengaruhnya yang luar biasa dalam kehidupan manusia itu dengan rumus-
rumus yang kosong seperti “sihir” itu. Harapan mereka yang tak kunjung
habis hanyalah angan-angan manusia.20
3. Ragam Makna Kata Atsar
Dari beberapa ayat yang menyebut kata Atsar dan yang seasal
dengan itu, dapat dipahami bahwa Al-Qur‟an menggunakan kata
tersebut dalam tiga arti. Pertama, untuk arti „keutamaan‟ atau
„pilihan‟ dapat dilihata di dalam QS. Yusuf [12]: 91, yang
menggunakan kata Atsar untuk menggambarkan kelebihan dan
keutamaan yang diberikan Allah kepada Yusuf berupa ketampanan,
keimanan, kejujuran, dan sebagainya. Kemudian dalam QS. Al-A‟la
[87]: 16, menggunakannya muntuk menggambarkan sikap orang
musyrik yang mengutamakan kehidupan dunia.
Kedua, untuk arti „bekas‟ atau „jejak‟ yang membuktikan
bahwa sesuatu yang meninggalkan bekas itu pernah ada, misalnya,
QS. Ghafir [40]: 21, yang menggambarkan bekas-bekas orang
20
Abullah Yusuf Ali, tafsir Yusuf Ali; Teks, Terjemahan, dan Tafsir (Jakarta:
Pustaka Litera Nusa, 2009), Cet. 3, Jilid 2, hal. 1554.
24
terdahulu, berupa bangunan, perlengkapan, benteng-benteng
pertahanan, istana, dan sebagainya.
Ketiga, untuk arti „menyampaikan sesuatu‟ ditemukan,
misalnya di dalam QS. Al-Muddatstsir [74]: 24, yang menggambarkan
penyampaian sihir orang-orang dahulu kepada Nabi Muhammad.21
A. Tinjauan Umum tentang Sujud
1. Pengertian Sujud
Secara Etimologi Sujud memiliki beberapa pengertian. Dalam kitab
Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia menyebutkan Sujud adalah
menundukkan kepala.22
Adapun dalam kitab mu‟jam mushthalahat wa al-alfat
al-fikhiyah menjelaskan pengertian Sujud secara semantik adalah
merendahkan diri, menyerahkan diri, dan meletakkan dahi di bumi atau
tanah.23
Sedangkan dalam pengertian terminologi, Sujud adalah meletakkan
dahi di tanah atau di bumi yang telah ditentukan keadaannya di dalam
sholat.24
21
M. Quraish Shihab, ENSIKLOPEDIA AL-QUR‟AN: Kajian Kosakata (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), Cet. I, hal. 106-107.
22 A. Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2002), Cet. Ke-25, hal. 610.
23 Dr Mahmud Abdur Rahman Abdul Mun'im Al Azhar, Mu‟jam Mushthalahat Wa
Al-Alfat Al-Fikhiyah (Al Azar : Darul Fadilah, 1999), Jilid 2, hal, 247.
24 Menteri wakaf kepengurusan agama Kuwait, Mausu‟ah al-Fikhiyah al-Kuwait
(Kuwait : Maktab Kuwait, 2004), Cet 3, Jilid 6, hal, 322.
25
Secara bahasa kata (Sujud) berarti „meletakkan kening ke atas
permukaan bumi, merendahkan diri. Arti lain dari kata ini ialah „merendahkan
diri‟ atau „menghinakan diri‟. Arti hakiki dari Sujud adalah „suatu bentuk
perbuatan tertinggi yang dilakukan oleh orang atau sesuatu dengan cara
merendahkan diri di hadapan yang dihormatinya‟. Pengertian ini sifatnya
umum, baik bagi makhluk yang berakal maupun yang tidak berakal. Secara
terminologis kata ini berarti „pernyataan ketaatan seorang hamba kepada
Allah swt. dengan cara meletakkan kedua kaki, kedua lutut, kedua tangan, dan
muka di atas lantai (tanah) sambil menghadap ke arah kiblat‟.25
Meletakkan kening ke atas permukaan bumi hanya salah satu bentuk
amal, tetapi intinya merendahkan diri untuk menghormati, meskipun tidak
dalam bentuk itu. Oleh karena itu, kata sujûd di dalam A1-Qur‟an dipakai
untuk menunjukkan perbuatan sujûd baik yang dilakukan oleh manusia,
malaikat, maupun oleh makhluk lainnya, seperti bintang dan pepohonan.26
Adapun penulis melihat makna sujud dalam kata atsar sujud lebih
sesuai dengan makna terminologinya, yaitu meletakkan dahi di tanah atau di
bumi yang telah ditentukan keadaannya di dalam sholat.
25
M. Quraish Shihab, ENSIKLOPEDIA AL-QUR‟AN: Kajian Kosakata (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), Cet. I, hal. 923.
26 M. Quraish Shihab, ENSIKLOPEDIA AL-QUR‟AN: Kajian Kosakata (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), Cet. I, hal. 923-924.
26
2. Kata Sujud dalam al-qur’an
Berdasarkan kitab al-Mu‟jam al-Mufahrash li Alfaz al-Qur‟an al-
Karim karangan Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi, kata Sujud dengan berbagai
bentuknya terulang sebanyak 92 kali dalam al-Quran, 54 antaranya yang turun
di Mekkah dan 38 yang turun di Madinah27
.
Dari 92 ayat yang mengandung kata sujud di dalam al-Qur‟an, terbagi
dalam kategori isim (tunggal dan jama‟) dan kategori fi‟il (madi, mudharik,
dan amar), yakni bentuk Isim dari kata sujud yang berbentuk tunggal terdiri
dari 36 kata. Sedangkan Isim dalam bentuk jama‟ terdiri dari 21 kata.
Kemudian bentuk Fi‟il madi dari kata sajada terdapat 8 kata, sedangkan
dalam bentuk mudarik terdiri dari 15 kata, dan dalam bentuk amar 12 kata.
Dari 92 ayat yang mengandung kata Sujud, berikut akan dijelaskan
beberapa ayat yang relevan dengan penelitian ini, sebagai berikut:
Artinya: Maka berSujudlah Para Malaikat itu semuanya bersama-
sama, kecuali iblis. ia enggan ikut besama-sama (malaikat) yang Sujud itu.
27
Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi‟, al-Mu‟jam al-Mufahrash li Alfaz al-Qur‟an al-
Karim, (Qohirah: Dar-al-Kutub Misriah, 1364 H), h. 422-424.
27
Allah berfirman: "Hai iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut Sujud) bersama-
sama mereka yang Sujud itu?" berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan
Sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk".28
Allah menceritakan tentang pujian-Nya kepada Adam AS di hadapan
para Malaikat-Nya sebelum Dia menciptakan Adam, dan juga pemuliaan-Nya
kepada Adam AS dengan memerintahkan para Malaikat agar Sujud
untuknya.29
Allah juga menceritakan tentang penolakan Iblis, musuh Adam
AS untuk Sujud kepadanya di hadapan para Malaikat karena kedengkian,
kekufuran, penentangan, kesombongan, dan kebanggaan dirinya terhadap
sesuatu yang batil. Oleh karena itu Iblis berkata, “Aku sekali-kali tidak akan
Sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dan tanah liat
kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”30
Atinya: Hanya kepada Allah-lah Sujud (patuh) segala apa yang di
langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan
Sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.31
28
Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 263-264.
29 Yang dimaksud sujud di sini bukan menyembah tapi penghormatan.
30 Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir ibnu Katsir (Jakarta : Darus Sunnah,
2014), Cet. 2, Jilid 4, hal. 18.
31 Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 251.
28
Dalam ayat ini Allah mengabarkan tentang keagungan dan kekuasaan-
Nya yang mengalahkan segala sesuatu, dan segala sesuatu itu tunduk patuh
kepada-Nya. Oleh karena itu segala sesuatu Sujud kepada-Nya dengan
kemauan sendiri, yaitu dan orang-orang yang beriman, dan terpaksa Sujud
pula kepada-Nya, yaitu dari orang-orang yang kafir. “(Dan Sujud pula)
bayang-bayang mereka, pada waktu pagi.”32
Atinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam,
siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi
sembahlah Allah yang menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak
sembah.33
Ayat ini menerangkan bahwa di antara tanda-tanda kebesaran dan
kekuasaan Allah ialah adanya malam sebagai waktu istirahat, siang sebagai
waktu bekerja dan berusaha, matahari yang memancarkan sinarnya, bulan
yang bercahaya, Dia Yang mengatur perjalanan planet-planet pada garis
32
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir ibnu Katsir (Jakarta : Darus Sunnah,
2014), Cet. 2, Jilid 3, hal. 987.
33 Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 480-481.
29
edarnya di cakrawala sehingga dengan demikian diketahui perhitungan tahun,
bulan, hari dan waktu.34
Setelah Allah SWT menerangkan tanda-tanda kebesaran dan
kekuasaan Nya itu Dia memperingati hamba-hamba Nya, agar jangan sekali-
kali berSujud kepada tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Nya itu, seperti
matahari, bulan, bintang dan sebagainya. Jangan sekali-sekali memuliakan,
menyembah dan menganggapnya mempunyai kekuatan gaib yang ada
padanya, karena semuanya itu hanya Dialah Yang menciptakan, menguasai,
mengatur dan menentukan ada dan tidak.35
Ayat ini menerangkan dan mengingatkan bahwa manusia adalah
makhluk Tuhan yang paling mulia di antara makhluk-makhluk yang
diciptakan Nya. Karena itu tidak pantas manusia memuliakan, menganggap
keramat dan menghormati makhluk Tuhan yang lebih rendah daripada Nya.
Yang patut disembah, dimuliakan dan dihormati oleh sesuatu yang paling
berkuasa dan paling mulia yaitu Allah SWT. Seandainya ada manusia yang
34
Milik Badan Wakap Universitas Islam Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsinya
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf), hal. 667.
35 Milik Badan Wakap Universitas Islam Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsinya
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf), hal. 667.
30
menyembah dan memuliakan makhluk, selain Allah berarti manusia telah
merendahkan martabat dirinya sendiri.36
Ayat ini juga memperingatkan manusia yang memperserikatkan Allah,
yaitu penyembah-penyembah patung, penyembah-penyembah matahari, bulan
dan bintang-bintang. Hendaklah ia menyadari kedudukannya di antara
makhluk-makhluk yang lain itu. 37
Artinya: Mereka itu tidak sama; di antara ahli kitab itu ada golongan
yang Berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu
di malam hari, sedang mereka juga berSujud (sembahyang).38
Pada umumnya, ulama-ulama tafsir memahami kelompok yang
dibicarakan oleh ayat di atas adalah Ahl al-Kitab yang memeluk agama Islam.
Syekh Mutawalli Asy-Sya‟rawi bahkan menjadikan penutup ayat 113 di atas
sebagai bukti bahwa yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi yang telah
masuk Islam, karena katanya, “orang-orang Yahudi tidak mengenal shalat
malam, sehingga firman Allah di sini bahwa mereka membaca ayat-ayat
36
Milik Badan Wakap Universitas Islam Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsinya
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf), hal. 668.
37 Milik Badan Wakap Universitas Islam Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsinya
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf), hal. 668.
38 Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 64.
31
Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka berSujud yakni
shalat, membuktikan bahwa mereka telah masuk Islam, karena hanya ummat
Islam yang mengenal shalat malam”.39
3. Ragam makna Sujud dalam al-Qur’an
Kata Sujud dan kata bentukannya di dalam Al-Qur‟an ditemukan sebanyak
92 kali. Adapun dalam bentuk kata sajada terdapat 2 kali, yaitu pada QS. Al-Hijr
[15]: 30 dan QS. Shad [38]: 73. Keduanya diungkapkan dalam konteks
pembicaraan mengenai Sujudnya para malaikat dan pembangkangan iblis kepada
Tuhan.40
Secara umum, pengertian kata Sujud di dalam Al-Qur‟an digunakan di
dalam beberapa konteks, yaitu:
a) Pembicaraan tentang ketaatan para malaikat kepada Allah swt. dan
pembangkangan iblis, misalnya pada QS. Al-Hijr [15]: 30-33,
b) Uraian tentang ketaatan dan kepatuhan langit, bumi, serta benda-benda alam
lainnya yang diciptakan Tuhan, umpamanya pada QS. Ar-Ra‟d [13]: 15,
c) Larangan Sujud kepada matahari, bulan, dan benda-benda alam lainnya;
misalnya pada QS. Fushshilat [41]: 37,
39
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an
(Jakarta: Lentera hati, 2002), Cet. I, hal. 178.
40 M. Quraish Shihab, ENSIKLOPEDIA AL-QUR‟AN: Kajian Kosakata (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), Cet. I, hal. 924.
32
d) Pembicaraan tentang orang-orang yang taaat kepada Allah swt., misalnya
pada QS. Ali-Imran [3]: 113,
Bentuk-bentuk Sujud (ketaatan) makhluk yang digambarkan di dalam Al-
Qur‟an ada dua macam, yaitu ketaatan karena keterpaksaan dan ketaatan karena
kesadaran atau kerelaan sendiri. Ketaatan jenis pertama digambarkan antara lain
di dalam QS. An-Nahl [16]: 49. Ketaatan dan kepatuhan semacam ini dilakukan
oleh manusia, bintang, tumbuhan-tumbuhan, dan segala benda yang ada di langit
dan di bumi. Ketaatan di sini di dalam konteks mengikuti hukum-hukum alam
yang diciptakan Tuhan bagi mereka, misalnya matahari terbit di timur dan
manusia mengikuti gerak rotasi bumi atau daya gravitasi bumi. Adapun ketaatan
jenis kedua adalah ketaatan yang dilakukan karena menyadari dirinya sebagai
hamba atau makhluk ciptaan Tuhan. Ketaatan jenis inilah yang diperintahkan
Allah swt., seperti dikemukakan di dalam QS. An-Najm [53]: 62.41
4. Keabsahan Sujud
Melakukan sujud adalah bagian gerakan dari gerak sholat ber Sujud
dengan meletakkan kepala ke tanah, melakukan sujud seraya bertakbir dengan
meletakkan kedua lututnya lebih dahulu sebelum kedua tangannya, jika hal
tersebut mudah dilakukan. Jika merasa berat melalukannya, hendaknya kedua
41
M. Quraish Shihab, ENSIKLOPEDIA AL-QUR‟AN: Kajian Kosakata (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), Cet. I, hal. 924-925.
33
tangan didahulukan sebelum kedua lutut.42
Berdasarkan firman Allah swt di
dalam surah al-Hajj [22]: 77,:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, Sujudlah
kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu
mendapat kemenangan.43
Ayat ini menunjukkan betapa tingginya kedudukan sujud dalam
ibadah shalat diikuti pula dengan kedudukan ruku. Keduanya (ruku dan sujud)
adalah termasuk rukun shalat yang dapat membatalkan shalatnya seseorang
jika lupa dilakukan.44
Hendak pula merapatkan jari jemarinya tangannya dan
menjulurkannya, ujung-ujung jari direnggang kan kemudian merenggangkan
lengannya dari pinggangnya, dan membuka jari jemari kakinya.45
42
Sa‟id bin Ali bin Wahf al-Qahthani, Sholatul- Mu‟min fi Dhau‟il Kitab was-
Sunnah, (Saudi Arabia, Al-Maktab at-Ta‟awwni Liddah‟usah Wal-Irsyad bis-Sulay, 2008), h.
132
43 Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 341.
44 Jalal Muhammad Syafi'i, The of Shalat: mengajak Kita Merasakan Betapa
Dahsyatnya Gerakan Shalat bagi kesehatan jasmani dan ruhani (Bandung: MQ
Publishing,2006), Cet. 2, h. 27.
45 Sa‟id bin Ali bin Wahf al-Qahthani, Sholatul- Mu‟min fi Dhau‟il Kitab was-
Sunnah, (Saudi Arabia, Al-Maktab at-Ta‟awwni Liddah‟usah Wal-Irsyad bis-Sulay, 2008), h.
134
34
Ketika Sujud, lengan hendaknya diranggangkan dari pinggang, begitu
pula perut direnggankan dari kedua betis, antara kedua paha pun
direnggangkan pula, kedua telapak tangan diletakkan sejajar dengan kedua
bahu.46
5. Fungsi Sujud
1) Sujud sebagai ibadah
Sujud selain merupakan suatu bentuk perbuatan merendahkan diri di
hadapan sesuatu yang dihormatinya, merupakan satu bentuk ibadah. Adapun
macam-macam Sujud sebagai berikut:
a) Sujud dalam sholat
Sujud di sini merupakan salah satu rukun dari sholat, dengan
meletakkan kedua lutut di atas tanah, kemudian kedua tangan, kemudian
dahi dan hidung, sambil merenggangkan ujung kedua kaki di atas tanah
dengan berthuma,ninah dan di sunnahkan membaca Subahaana Rabbiyal
A‟laa Wabihamdih sebanyak tiga kali.47
b) Sujud Tilawah
46
Sa‟id bin Ali bin Wahf al-Qahthani, Sholatul- Mu‟min fi Dhau‟il Kitab was-
Sunnah, (Saudi Arabia, Al-Maktab at-Ta‟awwni Liddah‟usah Wal-Irsyad bis-Sulay, 2008), h.
135
47 Muhammad Bagir Al-habsy, fiqih praktis:menurut al-quran, assunnah,dan
pendapat para ulama (bandung: penerbit mijan,1999), cet. 1.hal. 132.
35
Sujud tilawah adalah menundukkan kepala, adapun tilawah
menurut bahasa adalah yang berarti “bacaan”48
. Tilawah artinya bacaan
atau membaca49
. Sujud tilawah adalah Sujud yang dilakukan disebabkan
membaca atau mendengar ayat sajadah dalam al-Qur‟an.50
Sedangkan Sujud tilawah menurut istilah adalah Sujud sekali
dengan bertakbir ketika akan berSujud dan ketika bangun dari Sujud
karena membaca atau mendengar ayat-ayat sajadah51
.
Menurut mazhab Hanafi seperti yang dikutip oleh A. Rahman al-
Juzairi dalam bukunya yang berjudul “al-Fiqh Ala Mazahib al-Arba„ah”
menyatakan bahwa Sujud tilawah adalah Sujud satu kali dengan
bertakbir ketika akan Sujud dan ketika bangun dari Sujud tanpa
membaca tasyahud dan salam52
.
c) Sujud Sahwi
48
A. Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2002), Cet. Ke-25, hal. 138.
49 Ahmad Nawawi Sadili, Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan Sunnah
(Jakarta: Amzah, 2011), Ed. I Cet. 2, hal. 212.
50 Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, Shahih Fiqh As-Sunnah Wa Adillatuhu wa
Taudhih Madiabib AI A‟immah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), Cet.1, hal. 702.
51 Proyek Pembinaan dan Sarana lAIN, Ilmu Fiqih ( Jakarta: Direktorat Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Islam, 1983),Cet Ke-2, hal.179. 52
A. Rahman Al-Juzairi, al-Fiqh ala al-Mazahib al-Arba„ah (Bairut Libanon: Daar
al-Fikr) Jilid I, hal. 467.
36
Secara Bahasa kata Sahwi dalam kitab Al-Munawwir Kamus
Arab-Indonesia bermakna lupa atau lalai53
. Sedangkan Sujud sahwi
secara istilah adalah Sujud yang dilakukan di akhir shalat atau setelah
shalat untuk menutupi cacat dalam shalat karena meninggalkan sesuatu
yang diperintahkan atau mengerjakan sesuatu yang dilarang dengan tidak
sengaja54
.
d) Sujud Syukur
Secara Bahasa kata Syukur dalam kitab Al-Munawwir Kamus
Arab-Indonesia bermakna berterimakasih55
. Sedangkan Sujud Syukur
sacara istilah adalah Sujud yang dilakukan karena mensyukuri nikmat
Allah disebabkan telah dikaruniai nikmat (keberhasilan) atau telah terlepas
dari bahaya (musibah), baik ke nikmatan atau musibah yang bersifat
individu atau yang bersifat umum (menimpa umat Islam).56
2) Sujud sebagai penghormatan
53
A. Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2002), Cet. Ke-25, hal. 674.
54 Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, Shahih Fiqh Sunnah wa Adillatuhu wa
Taudhih Madzahib Al A‟immah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), Cet. I, hal. 459.
55 A. Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2002), Cet. Ke-25, hal. 734.
56 Kementrian Wakaf dan Kepengurusan Agama Kuwait, Mausu'ah Fiqhiyah
(Kuwait : Maktab Kuwait, 2005), Jilid 24, Cet ke-2, hal. 246 .
37
Sujud perhormatan merupakan bagian dari syariat ummat-ummat
terdaulu, kemudian amalan ini diharamkan dengan diutusnya nabi
Muhammad saw, sujud ibadah hanya boleh dipersembahkan kepada Allah
semata, Allah tidak pernah memerintahkan satupun dari makhluknya untuk
bersujud kepada selainnya dalam rangka untuk beribadah kepada makhluk
tersebut. Namun Allah membolehkan sujud sebagai pemhormatan, sebagai
contoh, sujudnya para malaikat kepada nabi adam yang di perintahkan allah
sebagai bentuk dari penghormatan terhadap nabi adam.57
Sebagai mana dalam firman allah (QS. Al-Hijr [15]: 30-33)
Artinya: Maka berSujudlah Para Malaikat itu semuanya bersama-
sama, kecuali iblis. ia enggan ikut besama-sama (malaikat) yang Sujud itu.
Allah berfirman: "Hai iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut Sujud) bersama-
sama mereka yang Sujud itu?" berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan
Sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk".
3) Sujud Merendahkan Diri
57 Nurfitri Hadi,” Pelajaran dari Kisah Sujudnya Para Malaikat kepada Adam,”
diakses pada 15 Agustus 2017 dari http://kisahmuslim.com/4100-pelajaran-dari-kisah-
sujudnya-para-malaikat-kepada-adam.html
38
Sujud mengidentifikasikan bahwa dalam sujud kita merendahkan diri
di hadapan Allah. Rendah dalam dimensi lahir dan batin. Maka, tidaklah
disebut bersujud ketika ia bersujud sebagai mana kaifiyah yang mashur tetapi
akal dan hatinya mendahului Allah atau tidak benar-benar menjalankan
perintah Allah dan menjauhi larangannya.58
Artinya: dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: "Masuklah kamu ke
negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak
lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil
bersujud, dan Katakanlah: "Bebaskanlah Kami dari dosa", niscaya Kami
ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian
Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik".
Sujud termasuk dari ibadah yang teragung karena di dalamnya
terkandung perendahan diri kepada Allah Ta‟ala. Karenanya barangsiapa yang
bersujud kepada selain Allah Ta‟ala walaupun dalam keadaan bercanda maka
sungguh dia telah terjatuh ke dalam kesyirikan yang membahayakan
keislamannya.59
58
M. Amin Abdul-Samad, Memahami Shalat Khusyu': Buku Relaksasi, Bukan
Meditasi(Jakarta: Pstaka Alvabet,2009), Cet. I, hal. 88. 59
Abu Muawiah,”keutamaan sujud,” diakses pada 15 Agustus 2017 dari http://al-
atsariyyah.com/keutamaan-sujud.html
39
BAB III
PEMAKNAAN ATSAR SUJUD MENURUT TAFSIR DAN HADIS
A. ATSAR SUJUD DALAM TAFSIR DAN HADIS
Shalat adalah ibadah yang wajib dilaksanakan setiap muslim. Dalam
setiap ibadah, seorang muslim dituntut untuk melakukannya dengan baik.
Begitu juga dalam shalat, seorang muslim harus melaksanakannya dengan
penuh keikhlasan dan tanpa bermaksud ria.
Dalam pelaksanaan shalat terdapat sebuah fenomena pada masyarakat
berupa jidat hitam. Jidat hitam yang terdapat pada kening ini merupakan
bekas dari pelaksanaan sujud dalam shalat. Namun sebagian kalangan melihat
bekas sujud ini merupakan hal yang tidak perlu.
Di dalam al-Qur‟an fenomena ini terdapat dalam dalam surah al-faht
ayat 29, sebagai berikut :
40
Artinya: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan Sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka
mereka dari bekas Sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan
sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah
Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang
kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara
mereka ampunan dan pahala yang besar.1
Dalam ayat ini diceritakan bahwa atsar sujud atau bekas sujud adalah
tanda yang terlihat pada wajah umat muslim yang melaksanakan shalat
semata-mata mencari karunia dan ridha Allah. Adapun pemaknaan bekas
sujud yang dimaksud tidak jelaskan lebih detil sehingga menimbulkan banyak
perbedaan penafsiran.
Pertama, bekas sujud diartikan sebagai tanda-tanda yang tampak pada
kening karena sering sujud dalam shalat. Menurut Al-Qadhi Iyadh bekas yang
dimaksud ada pada dahi.2 Menurut pemahaman orang-orang Khawarij, tanda
pada dahi ini secara lebih spesifik adalah berupa jidat hitam.3
1 Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 515.
2 Al-Imam al-Hafids Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari syarah Hadis al-Bukhari
(Jakarta : Pustka Azzam, 2009), jilid 4, hal. 623.
3Ahmad Shawi al-Maliky, Hasyiyatul al-Shawy ala Tafsri al-Jalalain, (Dar al-Fikr, t.
th), Jilid IV, h. 106.v
41
Berbeda dengan pemahaman khawarij yang memaknai bekas sujud
sebagai yang terlihat di dahi, bekas sujud pada wajah menurut Ibnu Katsir
adalah berupa ketampanan. Pemahaman kedua ini di dasarkan pada pendapat
salaf yang mengatakan bahwa kebaikan itu merupakan cahaya dalam hati,
sinar pada wajah, keluasan rizki, dan kecintaan dalam hati manusia, seseorang
yang menyembunyikan rahasia Allah akan menampakkan pada wajah dan
lisannya.4
Mengenai hal ini, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa‟di
menambahkan bahwa bekas sujud pada wajah yang dimaksud adalah berupa
sinar di wajah. Alasannya adalah banyak serta baiknya ibadah yang dilakukan
itu akan membekas di wajah sehingga wajah mereka bersinar. Karena batin
mereka bersinar disebabkan shalat maka lahir mereka juga bersinar.5
Hal ini senada dengan pendapat As-Suddi yang mengatakan bahwa
shalat dapat membaguskan wajah. Menurutnya banyak melakukan shalat
malam akan membuat bagus wajah di siang hari. Pendapat ini dilandasi oleh
pernyataan Amirul Mukminin Utsman bin Affan yang mengatakan bahwa
"Tidaklah seseorang menyembunyikan isi hatinya melainkan Allah akan
4 Abu Fida Isma‟il Ibnu Katsir al-Dimasqi, Terjemehan Ibnu Katsir, Judul asli:
Tafsir Qur‟an al-Adzhim, penerjemah: M. Abdul Ghoffar, dkk, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-
Syafi‟i, 2013), Jilid IX, h. 29
5 Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa‟di, Tafsir Al-Qur‟an, (Jakarta : Darul Haq,
2011), jil, 6, hal, 633.
42
menampakkannya pada wajah dan ucapannya yang tidak bisa terkontrol." Dan
pernyataan Umar bin Al-Khaththab yaitu "barang siapa yang membaguskan
isi hatinya, Allah akan membaguskan raganya."6
Dalam Tafsir Fi-zhilalil Qur‟an dijelaskan maksud dari“Tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” adalah tanda di wajah
mereka berupa cerah, bersinar, jernih, dan bening. Tanda ini bukan titik hitam
di wajah seperti yang dikenal sebagaimana yang segera terlintas dalam pikiran
saat mendengar firman Allah “dari bekas sujud”. Karena maksud dari „bekas
sujud‟ adalah pengaruh ibadah. Kata sujud dipilih karena sujud mencerminkan
keadaaan khusyu‟, tunduk dan penghambaan kepada Allah dalam bentuknya
yang paling sempurna. Jadi, ia adalah pengaruh kekhusyukan ini. Pengaruh
pada raut wajah, dengan lenyapnya kesan kesombongan dan keangkuhan,
karena telah digantikan dengan ketawadhu‟an yang mulia, kejernihan yang
cemerlang, keceriaan yang tenang, dan sedikit „layu‟ yang menambah wajah
menjadi lebih bercahaya, cerah, dan indah.
Pendapat ini juga didasarkan pada hadis Rasulullah saw bahwa atsar
as-sujud adalah ketampanan wajah hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah,
yaitu:
6 Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir ibnu Katsir, (Jakarta : Team Darus
Sunnah, 2014), Cet. 2, hal. 62-63.
43
مش عم ث نا ثابت بمن موسى أبو يزيد عنم شريك عنم الم د الطلمحي حد عيل بمن مم ث نا إسم يان حد عنم أب سفم
هو )رواه ابن بالن هار عنم جابر قال قال رسول اللو صلى اللو عليمو وسلم منم كث رتم صلتو بالليمل حسن وجم
ماجو(
Artinta: Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Muhammad Ath
Thalhi berkata, telah menceritakan kepada kami Tsabit bin Musa Abu Yazid
dari Syarik dari Al A'masy dari Abu Sufyan dari Jabir ia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa memperbanyak shalat
di malam hari, maka wajahnya akan berseri-seri di siang hari. "
(diriwayatkan Ibnu Majah)7
Ketiga, bekas sujud diartikan tidak hanya berupa tanda di wajah tetapi
juga dalam sikap dan perbuatan. Menurut Muhammad Quraish Shihab yang
mengutip pendapat al-Biqa‟I dalam Tafsir al-Misbah mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan atsar as-sujud adalah memiliki wibawa, kharisma dan
kekhusyukan.8
Allamah Kamal Faqih Imani juga meyebutkan bahwa “tanda-tanda
mereka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud” maksudnya adalah
penampilan yang santun dan teduh. Menurutnya penggunaan kata sima dalam
bahasa arab, secara harfiah berarti “tanda”, baik itu pada wajah atau bagian
tubuh yang lain. Kata ini, juga digunakan dalam bahasa parsi modern dalam
7Abi Abdillah Muhammad Yazid al-Qazwiniy, Sunan Ibnu Majah, (Beirut,
Maktabah Ilmiyyah, t, th.) Jilid I, h. 422.
8 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan keserasian al-
Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol XIII, h. 217
44
arti “penampilan”. Dengan kata lain, “penampilan” mereka menunjukkan
sebagai orang-orang rendah hati di hadapan Allah swt, kebenaran, hukum dan
keadilan. Jadi bekas disini tidak hanya terlihat pada wajah mereka, tetapi juga
semua seluk beluk kehidupan mereka.9
Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi yang
menyatakan bahwa dalam shalat terdapat perbuatan saling tolong menolong
dan saling kasih sayang di antara mereka. Melalui perbuatan itu semua
kemudian mereka mencari “Karunia dari Tuhan dan keridhaan-Nya” sesuai
dengan sambungan ayat 29 surat al-Fath. Hal ini adalah bentuk pengharapan
yang paling tinggi yang dicari oleh seorang mukmin, yaitu Allah
memasukkannya ke surga setelah Dia menyelamatkannya dari neraka lalu
meridhainya.10
Jadi, bekas sujud yang ada pada ayat 29 surat al Fath ini adalah bekas-
bekas kekhusyukan dan sikap rendah hati yang terukir di wajah dan
menembus hati nurani. Jika wajah adalah tanda keadaan lahir dan batin
manusia, maka wajah orang yang baik itu sendiri akan memperlihatkan
rahmat dan cahaya Allah. Namun pancaran wajah ini hanya akan dimiliki oleh
9 Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir sederhana
Menuju Cahaya Al-Quran , (Jakarta Selatan : Nur Al-Huda, 2013), jil, 17, hal, 304-305.
10 Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aisar, (Jakarta Timur:
Darus Sunnah 2013), jil, 6, hal, 892.
45
orang yang bersikap lembut, ramah dan sabar, selalu siap membantu, tawakal
kepada Allah, dan hatinya damai dan tenang.11
Pendapat ini sejalan dengan hadis Rasulullah saw sebagai berikut:
ن ابمن سل ث نا عبمد الصمد ويونس قال ث نا حاد ي عم زمرق بمن ق يمس أن شريك بمن شهاب قال حد مة عن الم
د صلى ال حاب مم ارثي وىذا حديث عبمد الصمد قالليمت أني رأيمت رجلا منم أصم لو عليمو وسلم يونس الم
وارج قال ف ثن عنم الم ثمن شيمئاا يدي د صلى اللو عليمو وسلم ف قلمت حدي حاب مم لقيت أبا ب رمزة ف ن فر منم أصم
عتم ء قدم س ثكمم بشيم وارج قال أحدي تو منم رسول اللو صلى اللو عليمو وسلم ف الم عم ناي أت و أذناس ي ورأتمو عي م
ر آدم أوم أسم عم ن يمو أث ر رسول اللو صلى اللو عليمو وسلم بدنانري ف قسمها وث رجل مطمموم الش عي م ود ب يم
بان أب ميضان فجعل يأمتيو منم قب جود عليمو ث وم د ما عدلمت الس طو شيمئاا قال يا مم ل يينو وي ت عرض لو ف لمم ي عم
دل عليمكمم م ا أعم دون ب عمدي أحدا ا ث قال واللو ل ت مة ف غضب غضباا شديدا م ف المقسم ني ثلث مرات ث المي وم
رءون المقرمآن ل ياوز ت راقي همم يم قال يمرج ي همم ىكذا ي قم همم ىدم رق رجال كان ىذا من م رقون منم منم قبل الممشم
ليق ل ي زال م منم الرمية ث ل ي رمجعون فيو سيماىمم التحم هم ين كما يمرق الس ون يمرجون حت يمرج آخرىمم مع الدي
ليقة لمق والم ت لوىمم ىمم شر الم ال فإذا لقيتموىمم فاق م ج رواه أحد ابن حنبل( (الد
11
Abdullah yusuf ali, Qur‟an Terjemahan Dan Tafsirnya, (Jakarta : Pustaka Firdaus,
1995), hal. 1327.
46
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Abdushamad dan Yunus,
keduanya berkata; telah mengabarkan kepada kami Hammad yaitu Ibnu
Salamah dari Al Azraq bin Qais bahwa Syarik bin Syihab berkata; -berkata
Yunus Al Haritsi; inilah hadits Abdushamad berkata; "Duh sekiranya aku
mendapat seorang dari sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam
menceritakan hadits dari seorang Khawarij." Ia berkata; Lalu aku menemui
Abu Barzah seorang sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam, aku
bertanya; "Ceritakanlah padaku sesuatu yang pernah engkau dengar dari
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam tentang orang Khawarij!." Ia berkata;
"Akan aku ceritakan apa yang aku saksikan dengan kepalaku dan aku dengar
sendiri dari Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, bahwa pernah Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam mendapatkan beberapa uang dinar, lalu beliau
membagikannya, di situ ada seorang yang berambut sangat lebat atau hitam
sedang diantara kedua matanya terdapat bekas sujud, dia mengenakan dua
pakaian putih mendatangi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam dari arah
sebelah kanan beliau sedang ia tidak mendapat bagian apa-apa seraya
berkata; "Hai Muhammad, engkau tidak berlaku adil hari ini." Maka
Rasulullah sangat marah sembari bersabda: "Tidak akan kalian dapati
seorang yang lebih adil dariku sepeninggalku (beliau ulangi tiga kali). Ia
berkata; Ada seorang yang datang dari arah timur ia bercirikan seperti ini;
ia membaca Al Qur`an tetapi tidak melebihi kerongkongannya, ia melepaskan
agama ini sebagaimana anak panah lepas dari busurnya lalu tidak kembali,
ia berkepala botak, ia akan selalu muncul hingga Dajjal pun datang, maka
apabila kalian bertemu dengan mereka maka bunuhlah!, karena mereka
adalah seburuk-buruk makhluk dan penciptaan."(Diriwayatkan Ahmad bin
Hanbal)12
Adapun pendapat keempat memahami bekas sujud dalam ayat di atas
dengan pengertian wajah yang bercahaya. Wajah yang bercahaya ini hanya
dapat terlihat dihari kiamat sebagai pembeda orang-orang yang yang sering
melaksanakan shalat dan bersujud.
Pendapat ini sesuai dengan penjelasan Al-Iman Muhammad „Usman
Abdullah Al-Mirgani yang menjelaskan bahwa pada kening mereka terdapat
12
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Dar al-Fikr, t, th.) Jilid V, h. 42.
47
bekas karena banyak melakukan sujud berupa wajah yang bercahaya.
Menurutnya hal ini dapat dikenali pada hari akhir nanti karena banyak
bersujud ketika di dunia.13
Dengan kata lain, tanda-tanda keimanan mereka akan terpancar dari
wajah-wajah. Karena mereka kelak pada hari kiamat akan dibangkitkan
dengan wajah yang putih bersinar yang disebabkan oleh terkena air Wudhu‟.
Hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi, “Cahaya mereka
memancar dari hadapan dan dari samping kanan mereka…”.14
Keempat pendapat di atas sejalan dengan pendapat takwil yang
dirangkum dalam tafsir at-Thabari, yakni sebagai berikut:
1) Tanda-tanda yang dijadikan Allah Ta'ala di wajah orang-orang beriman
pada Hari Kiamat. Dengan tanda-tanda itu mereka dapat dikenal, karena
sujud mereka kepadaNya di dalam dunia. Adapun Ahli takwil yang
menyatakan demikian menyebutkan riwayat-riwayat berikut ini:15
13
Al-Iman Muhammad „Usman Abdullah Al-Mirgani, Mahkota Tafsir, (Bandung :
Sinar Baru Algensindo, 2009), jil 3, hal, 2997-2998.
14 Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Tafsir Al-Qur‟an Al-Aisar, (Jakarta Timur:
Darus Sunnah 2013), jil, 6, hal, 892-893.
15 Abu Ja‟far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009), Jilid 23, hal. 672-674.
48
a) Muhammad bin Sa‟d menceritakan kepadaku, ia berkata: Ayahku
menceritakan kepadaku, ia berkata: Pamanku mencerikan kepadaku, ia
berkata: Ayahku menceritakan kepadaku dari ayahnya, dari Ibnu Abbas,
tentang firman Allah, سيماهم في وجىههم من أثر السجىد “tanda-tanda mereka
tampak pada muka mereka bekas sujud,” dia berkata, “Shalat mereka
nampak di wajah mereka pada Hari Kiamat.”
b) Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Wadhih
menceritakan kepada kami, ia berkata: Ubaidullah Al Ataki
menceritakan kepada kami dari Khalid Al Hanafi, tentang firman Allah,
tanda-tanda mereka tampak pada muka“ سيماهم في وجىههم من أثر السجىد
mereka bekas sujud,” dia berkata, “Hal itu diketahui pada Hari Kiamat
di wajah mereka karena bekas sujud mereka di dalam dunia.
c) Ubaid bin Asbath bin Muhammad menceritakan kepadaku, ia berkata:
Ayahku mencerikan kepada kami dari Fudhail bin Marzuq, dari Athiyah,
tentang firman Allah, سيماهم في وجىههم من أثر السجىد “tanda-tanda mereka
tampak pada muka mereka bekas sujud,” dia berkata, “ Tempat-tempat
sujud di wajah mereka pada Hari Kiamat nanti lebih putih.”
d) Ibnu Abdil A‟la menceritakan kedapa kami, ia berkata: Mu‟tamir
menceritakan kedapa kami, ia berkata: Aku mendegar Syabib dari
Muqatil bin Hayyan, tentang firman Allah, اهم في وجىههم من أثر السجىدسيم
“tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka bekas sujud,” dia
berkata, “ Maksudnya adalah cahaya pada Hari Kiamat.”
49
e) Ibnu Sinan Al Qazzaz menceritakan kepada kami, ia berkata: Harun bin
Isma‟il menceritakan kepada kami, ia berkata: Ali bin Mubarak berkata,
“Aku mendengar lebih dari satu orang, dari Hasan, tentang firman Allah,
tanda-tanda mereka tampak pada muka“ سيماهم في وجىههم من أثر السجىد
mereka bekas sujud,” dia berkata, “Maksudnya adalah putih di wajah-
wajah mereka pada Hari Kiamat.”
2) Tanda ini dilihat pada mereka di dalam dunia. Ahli takwil yang
menyatakan demikian menyebutkan riwayat-riwayat berikut ini:16
a) Ali menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Shalih menceritakan
kepada kami, ia berkata: Mu‟awiyah menceritakan kepadaku dari Ali,
dari Ibnu Abbas, tantang firman Allah, سيماهم في وجىههم من أثر السجىد
“tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka bekas sujud,” dia
berkata, “Maksudnya adalah ciri yang baik.”
b) Mujahid menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid menceritakan
kepada kami, ia berkata: Hasan bin Imarah menceritakan kepada
kamia dari Hakam, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, tentang firman
Allah, سيماهم في وجىههم من أثر السجىد “tanda-tanda mereka tampak pada
muka mereka bekas sujud,” dia berkata, “Sesungguhny bukan seperti
yang kalian lihat, akan tetapi tanda Islam, ciri dan kekhusyukannya.”
16 Abu Ja‟far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009), Jilid 23, hal. 675-676.
50
c) Ibnu Basysyar menceritakan kepada kami, ia berkata: abu Amir
menceritakan kepada kami, ia berkata: Sufyan menceritakan kepada
kami dari Humaid Al A‟raj, dari Mujahid, tentang firman Allah, سيماهم
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka“ في وجىههم من أثر السجىد
bekas sujud,” dia berkata, “Kekhusyukan dan ketawadhu‟an.”
3) Tanda di wajah orang-orang yang melakukan shalat karena bekas
begadang yang nampak di wajah, seperti pucat, atau terlihat kelelahan di
wajah, dan tanda ini terdapat di dalam dunia. Ahli takwil yang
menyatakan demikian menyebutkan riwayat-riwayat berikut ini:17
a. Abu Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Yaman
menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari seorang laki-laki, dari
Hasan, tentang firman Allah, سيماهم في وجىههم من أثر السجىد “tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka bekas sujud,” dia berkata,
“Maksudnya adalah Kuning (pucat).”
b. Ibnu Abdil A‟la menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu‟tamir
menceeritakan kepada kami dari ayahnya, ia berkata: Syaikh
menyebutkan, yang menceritakan pada saat kesusahan. Dia juga
membaca ayat, ر السجىدسيماهم في وجىههم من أث “tanda-tanda mereka
tampak pada muka mereka bekas sujud,” dia berkata, “Dia
17 Abu Ja‟far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009), Jilid 23, hal. 677.
51
menyebutkan bahwa itu adalah begadang yang nampak di wajah
mereka.”
c. Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata: Ya‟qub Al
Qammi menceritakan kepada kami dari Hafsh bin Humaid, dari Syamr
bin Athiyah, tentang firman Allah, سيماهم في وجىههم من أثر السجىد “tanda-
tanda mereka tampak pada muka mereka bekas sujud,” dia berkata, “
Maksudnya adalah wajah pucat karena begadang.”
4) Tanda yang terlihat di wajah bekas tanah atau air wudhu. Ahli takwil yang
menyatakan demikian menyebutkan riwayat-riwayat berikut ini:18
a) Hautsarah bin Muhammad Al Manqarah menceritakan kepada kami, ia
berkata: Hammad bin Mas‟adah menceritakan kepada kami, Ibnu
Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata: jarir menceritakan
kepada kami dari Tsa‟labah bin Suhail, dari Ja‟far bin Abu Al
Mughirah, dari Sa‟ad bin Jubair, tentang firman Allah, سيماهم في وجىههم
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka bekas“ من أثر السجىد
sujud,” dia berkata, “maksudnya adalah bekas tanah dan air bersuci”.
b) Ibnu Sinan Al Qazzaz menceritakan kepada kami, ia berkata: Harun
bin Isma‟il mmenceritakan kepada kami, ia berkata: Ali bin Mubarak
menceritakan kepada kami, ia berkata : Malik bin Dinar menceritakan
kepada kami, ia berkata: Aku mendengar Ikrimah berbicara tentang
18 Abu Ja‟far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009), Jilid 23, hal. 677-678.
52
firman Allah, سيماهم في وجىههم من أثر السجىد “tanda-tanda mereka tampak
pada muka mereka bekas sujud,” dia berkata, “Itu adalah bekas tanah.”
B. PEMAKNAAN TERHADAP ATSAR SUJUD
Surah al-Fath terdiri dari 29 ayat, termasuk golongan surah-surah madaniyah.
Surah ini dinamakan al-Fath, diambil dari kalimat “fathan mubina” yang terdapat
pada ayat pertama pada surah ini. Sebagian besar dari ayat-ayatnya menerangkan
kemenangan dicapai kaum muslim dalam peperangannya. Surah ini mengandung
kisah-kisah seputar Baiat Ridwan dan Perjanjian Hudaibiyah. Di samping itu
mengandung berita gembira yang disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad bahwa
beliau dan pengikutnya akan memasuki kota Mekah dengan kemenangan. Akhir
surah ini menceritakan sifat-sifat Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya yang
diungkapkan dalam kitab Taurat dan Injil dan Injil Allah kepada orang-orang yang
beriman bahwa mereka akan mendapat ampunan dan pahala yang besar.19
Dalam surat al-Fath ayat 29, menjeIaskan keadaan Muhammad dan umatnya
(sahabatnya). Allah menyifati mereka dengan berbagai sifat, yang menjadikan mereka
seperti umat yang dapat mengendalikan bangsa-bangsa di dunia dan mempunyai
pemerintahan yang luas. Di antara sifat mereka adalah berlaku keras terhadap orang
yang menyalahi agamanya dan berlaku Iemah-lembut terhadap sesama mereka.
19
Departemen Agama Republik Indonesia, Tafsir Ringkas al-Qur‟an al-Karim
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushab al-Qur‟an, 2016), Jilid 2, hal. 639.
53
Mereka selalu tekun mengerjakan sembahyang dan berikhlas kepada Allah. Dengan
amalan-amalan itu mereka mengharapkan pahala dan keridhaan-Nya. Mereka
mempunyai tanda-tanda pada wajah, cahaya air muka. Khusyuk, dan khudhu‟ yang
dapat dikahui oleh orang-orang yang berpengetahuan. Injil mengumpamakan mereka
dengan perkembangan tumbuh-tumbuhan yang mula-mula kelihatan kecil, tetapi
sedikit demi sedikit menjadi sebatang pohon besar yang rindang. Mereka menyuruh
yang makruf dan mencegah yang munkar.20
Redaksi ayat ini juga diisi dengan perumpamaan. Di mana sifat saling tolong
menolong antara sesama muslim diumpamakan seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya, tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di
atas pokoknya. Ditambahkan lagi, tanaman itu akan menyenangkan hati penanam-
penanamnya.
Berdasarkan pembahasan yang telah diulas sebelumnya, terdapat banyak
perbedaan dikalangan ulama mengenai pengertian dari kata atsar sujud dalam surat
al-Fath ayat 29 ini. Dari beberapa pendapat, bahkan ada yang cenderung
menyalahkan pendapat lain. Umumnya, para ulama tidak membenarkan pandangan
yang menilai atsar sujud sebagai dahi yang hitam.
Jika menilik kembali pada pembahasan pada bab teori sebelumnya, perbedaan
ini tak dapat dipungkiri dikarenakan pengertiaan kata Atsar saja telah memiliki
20
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur‟an al-Majid an-Nur
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hal. 3906.
54
perbedaan. Setidaknya kata Atsar memiliki tiga arti, yakni kata Atsar berarti al-
Natîjah yang berarti kesimpulan dari suatu rumusan, kata Atsar yang berarti al-
„Alâmah yang berarti tanda atau alamat. Ketiga, Atsar yang memiliki arti sebagai al-
Juz‟u atau bagian.21
Begitu juga arti penggunaan kata atsar dalam al-Quran juga berbeda.
Penggunaan kata atsar bisa berarti „keutamaan‟ atau „pilihan‟ seperti dalam QS.
Yusuf [12]: 91, „bekas‟ atau „jejak‟ yang membuktikan bahwa sesuatu yang
meninggalkan bekas itu pernah ada, misalnya, QS. Ghafir [40]: 21, dan berarti
„menyampaikan sesuatu‟ ditemukan, misalnya di dalam QS. Al-Muddatstsir [74]:
24.22
Adapun mengenai term sujud, setidaknya memiliki dua pengertian. Pengertian
yang dimaksud sesuai pembahasan pada bab terdahulu adalah sujud sebagai
menundukkan kepala dan sujud dalam arti merendahkan diri, menyerahkan diri, dan
meletakkan dahi di bumi atau tanah.23
Peneliti sendiri melihat perbedaan pengertian atsar sujud sebagai pengertian
yang saling menyempurnakan. Dari keempat pengertian yang telah diuraikan di atas,
21
Ali bin Muhammad al-Sayyid al-Syarif al-Jurjani, Mu‟jam al-Ta‟rifât (Dar al-
Fadhilah, 2012), Cet. II, hal. 11.
22 M. Quraish Shihab, ENSIKLOPEDIA AL-QUR‟AN: Kajian Kosakata (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), Cet. I, hal. 106-107.
23 Dr Mahmud Abdur Rahman Abdul Mun'im Al Azhar, Mu‟jam Mushthalahat Wa
Al-Alfat Al-Fikhiyah (Al Azar : Darul Fadilah, 1999), Jilid 2, hal, 247.
55
penulis menilai atsar sujud bermakna bekas hitam pada kening yang secara alami
timbul karena seringnya kening bersentuhan dengan alas sujud. Selain itu, bekas
sujud ini akan terlihat dalam bentuk wajah yang berseri dikarenakan pancaran dari
ketenangan hati. Kemudian pengaruh dari amalan yang mereka lakukan menimbulkan
pengaruh pada jiwa dan sikap berupa kerendahan hati dan sikap yang terpuji dalam
berbagai hal. Dan yang terkahir, pada hari kiamat mereka akan dibangunkan dengan
wajah yang bercahaya sebagai penanda orang-orang yang menjaga solatnya di dunia.
56
BAB IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Seperti uraian sebelumnya, kata atsar sujud hanya sekali disebutkan
dalam surah al-faht ayat 29, sebagai berikut :
Artinya: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan Sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka
mereka dari bekas Sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan
sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah
Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang
57
kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara
mereka ampunan dan pahala yang besar.1
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti
menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam
memaknai kata atsar sujud pada surat al-Fath ayat 29 ini. Perbedaan tersebut
terbagi pada empat, yaitu:
a. Bekas sujud pada wajah yang tampak pada kening berupa jidat
hitam.
b. Bekas sujud pada wajah berupa ketampanan atau sinar di
wajah.
c. bekas sujud berupa kewibawaan, kharisma dan sikap yang
terpuji.
d. bekas sujud berupa wajah bercahaya yang dapat terlihat dihari
kiamat.
Peneliti sendiri menyimpulkan pengertian atsar sujud sebagai bekas
hitam pada kening yang secara alami timbul karena seringnya kening
bersentuhan dengan alas sujud. Selain itu, bekas sujud ini akan terlihat dalam
bentuk wajah yang berseri dikarenakan pancaran dari ketenangan hati.
1 Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur’an dan Terjemahan
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), hal. 515.
58
Kemudian pengaruh dari amalan yang mereka lakukan menimbulkan
pengaruh pada jiwa dan sikap berupa kerendahan hati dan sikap yang terpuji
dalam berbagai hal. Dan yang terkahir, pada hari kiamat mereka akan
dibangunkan dengan wajah yang bercahaya sebagai penanda orang-orang
yang menjaga solatnya di dunia.
2. SARAN
Melalui penelitian ini, penulis akan memberikan saran-saran sebagai
berikut:
1) Untuk Pembaca.
a. Untuk setiap pembaca, baik dari kalangan akademik maupun non
akademik, harus lebih terbuka dan bisa menerima berbagai perbedaan
pendapat yang ada. Setelah membaca skripsi ini, setidaknya bisa
membuka pikiran pembaca, sehingga tidak terkekang dengan adanya
pendapat ulama’-ulama’ salaf.
b. Untuk pembaca, khususnya ummat Islam, harus belajar memahami
tafsir dari berbagai sudut pandang, tidak hanya satu arah saja.
Kemudian, berusaha untuk mengkontekstualisasikan penafsiran itu,
serta mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata.
2) Untuk Mahasiswa Tafsir dan Hadits
59
a. Sangat perlu bagi mahasiswa tafsir dan hadits, untuk sering-sering
mengadakan kajian tentang pendapat para ulama’, baik klassik
maupun kontemporer, kemudian selanjutnya melakukan penelitian
dengan membandingkan pendapat-pendapat tersebut. Sehingga bisa
menemukan titik temu dari adanya perbedaan yang ada.
b. Setidaknya, skripsi ini bisa dijadikan tambahan bahan analisis bagi
mahasiswa tafsir dan hadits, ketika hendak melakukan penelitian 47
tentang tema yang sama, namun dengan menggunakan judul,
pendekatan, serta analisis yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalani, Al-Imam Al-Hafids Ibnu Hajar. Fath al-Bari syarah Hadis al-Bukhari.
Jakarta : Pustka Azzam, 2009.
Al-Azhar, Dr Mahmud Abdur Rahman Abdul Mun'im. Mu’jam Mushthalahat Wa Al-
Alfat Al-Fikhiyah. Al Azar : Darul Fadilah, 1999.
Ali, Abdullah Yusuf. Qur’an Terjemahan Dan Tafsirnya. Jakarta : Pustaka Firdaus,
1995.
----------. Tafsir Yusuf Ali; Teks, Terjemahan, dan Tafsir. Jakarta: Pustaka Litera
Nusa, 2009.
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam.Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006.
Al-Baqi‟, Muhammad Fu‟ad „Abd.al-Mu’jam al-Mufahrash li Alfaz al-Qur’an al-
Karim. Qohirah: Dar-al-Kutub Misriah, 1364 H.
Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia, Milik. Al-Qur’an dan Tafsinya.
Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.
Bin Hanbal, Ahmad. Musnad Ahmad bin Hanbal. Dar al-Fikr, t, th.
Choiriyah, Nurul. “Psikoterapi Shalat : Fungsi Shalat dalam Klinik Pengobatan
Garam Arang Sidoarjo,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2015), h. 32.
Al-Dimasqi, Abu Fida Isma‟il Ibnu Katsir. Terjemehan Ibnu Katsir, Judul asli: Tafsir
Qur’an al-Adzhim, penerjemah: M. Abdul Ghoffar, dkk. Jakarta: Pustaka
Imam Asy-Syafi‟i, 2013.
----------. Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Departemen Agama Republik Indonesia.Tafsir Ringkas al-Qur’an al-Karim. Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushab al-Qur‟an, 2016.
Al-Farmawiy, Abd al-Hayy.Metode Tafsir Maudhu’iy Suatu Pengantar, Judul asli:
al-Bidayah fi al-Tasirr al-Maudhu’i: Dirasah Manhajiah Maudhu’iyah.
Jakarta: LSIK, 1996.
Gymnastiar, Abdullah. Sholat Best Of the Best. Bandung: Senibudaya Sejahtera OFF
set, 2005.
---------. ” Getaran Allah di Padang Arafah,” diakses pada 4 april 2017 dari
https://joko1234.wordpress.com/page/4/
Al-Habsy, Muhammad Bagir. fiqih praktis:menurut al-quran, assunnah,dan
pendapat para ulama. Bandung: penerbit mijan,1999.
Hadi, Nurfitri. ” Pelajaran dari Kisah Sujudnya Para Malaikat kepada Adam,” diakses
pada 15 Agustus 2017 dari http://kisahmuslim.com/4100-pelajaran-dari-kisah-
sujudnya-para-malaikat-kepada-adam.html
Hariyanto, Muhsin.” Saatnya „Kita‟ bersikap tegas,” ini diakses pada 3 april 2017 dari
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/6541
Al-Jazairi, Syaikh Abu Bakar Jabir. Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar. Jakarta Timur: Darus
Sunnah 2013.
Al-Jurjani, Ali Bin Muhammad al-Sayyid al-Syarif. Mu’jam al-Ta’rifât. Dar al-
Fadhilah, 2012.
Al-Juzairi, A. Rahman. Al-Fiqh ala al-Mazahib al-Arba‘ah. Bairut Libanon: Daar al-
Fikr.
Jihad Akbar, Muhammad. Mukjizat Ibadah Fajar. Jakarta: Alifbata, 2007.
Kamal Faqih Imani, Allamah. Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir sederhana Menuju
Cahaya Al-Quran . Jakarta Selatan : Nur Al-Huda, 2013.
Kementrian Wakaf dan Kepengurusan Agama Kuwait. Mausu'ah Fiqhiyah. Kuwait :
Maktab Kuwait, 2005 .
Kepengurusan Agama Kuwait, Wakaf. Menteri. Mausu’ah al-Fikhiyah al-Kuwait.
Kuwait : Maktab Kuwait, 2004.
Al-Maliky, Ahmad Shawi. Hasyiyatul al-Shawy ala Tafsri al-Jalalain. Dar al-Fikr, t.
th.
Al-Mirgani, Al-Iman Muhammad „Usman Abdullah. Mahkota Tafsir. Bandung :
Sinar Baru Algensindo, 2009.
Muawiah, Abu. ”keutamaan sujud,” diakses pada 15 Agustus 2017 dari http://al-
atsariyyah.com/keutamaan-sujud.html
Muhaimin, Tadjab. dkk. Dimensi-dimensi study islam. Surabaya: Karya
Abditama,1994.
Munawwir, A. Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka
Progressif, 2002.
Proyek Pembinaan dan Sarana lAIN. Ilmu Fiqih. Jakarta: Direktorat Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Islam, 1983.
Al-Qahthani, Sa‟id Bin Ali bin Wahf. Sholatul- Mu’min fi Dhau’il Kitab was-Sunnah.
Saudi Arabia, Al-Maktab at-Ta‟awwni Liddah‟usah Wal-Irsyad bis-Sulay,
2008.
Al-Qazwiniy, Abi Abdillah Muhammad Yazid. Sunan Ibnu Majah. Beirut, Maktabah
Ilmiyyah, t, th.
Quthb, Sayyid.Tafsir Fi-zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan al-Qur’an.Jakarta:
Robbani Press, 2008.
Rita. ” Pengacuan berdasarkan jenisnya sebagai penanda kohesi pada terjemahan al-
Qur‟an surah al-Fath,” naskah diakses 3 april 2017 dari
http://eprints.ums.ac.id/30565/16/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
Al-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Tafsir al-Qur’an al-Majid an-Nur.
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.
Al-Sya‟rawi, M. Mutawalli. Anda Bertanya Islam Menjawab. Jakarta: Gema Insani
Press, 1999.
Al-Syanqithi, Syaikh. Tafsir Adhwa’ Al-Bayan fi Idhah Al-Qur’an bi Al-Qur’an.
Jakarta: Pustaka Azzam,2007.
Sadili, Ahmad Nawawi. Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan Sunnah.
Jakarta: Amzah, 2011.
As-Sa‟di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir. Tafsir Al-Qur’an. Jakarta : Darul Haq,
2011.
Sagiran. Mukjizat Gerakan Sholat. Jakarta: Qultum Media, 2012.
Salim, Abu Malik Kamal bin As-Sayid. Shahih Fiqh As-Sunnah Wa Adillatuhu wa
Taudhih Madiabib AI A’immah. Jakarta: Pustaka Azzam, 2006.
Samad, M. Amin Abdul. Memahami Shalat Khusyu': Buku Relaksasi, Bukan
Meditasi. Jakarta: Pstaka Alvabet,2009.
Shihab, Muhammad Quraish.ENSIKLOPEDIA AL-QUR’AN: Kajian Kosakata.
Jakarta: Lentera Hati, 2007.
----------. Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera
Hati, 2002.
Syafi'i, Jalal Muhammad.The of Shalat: mengajak Kita Merasakan Betapa
Dahsyatnya Gerakan Shalat bagi kesehatan jasmani dan ruhani. Bandung:
MQ Publishing,2006.
Syakir, Syaikh Ahmad. Mukhtashar Tafsir ibnu Katsir. Jakarta : Team Darus Sunnah,
2014.
Al-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad Bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari. Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009.
Umar, Nasaruddin. ” Makna Spiritual Shalat (29): Hakikat Atsar Sujud,” diakses pada
4 april 2017 dari http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-
jumat/16/04/01/o4y94614-makna-spiritual-shalat-29-hakikat-atsar-sujud.
Zuhri, Saifuddin. Guruku orang-orang dari pesantren. Yoqyakarta : pustaka sastra,
1974.
top related