pembangunan - erepo.unud.ac.id
Post on 15-Oct-2021
18 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMBANGUNAN
RUMAH IBADAH
Oleh:
I KETUT WIRAWAN
RUMAH IBADAT
• Rumah Ibadat adalah bangunan yang memiliki
ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan
untuk beribadat bagi pemeluk masing-masing
agama secara permanen, tidak termasuk
tempat ibadat keluarga
• Contoh: Mesjid, Gereja, Pura, Wihara,
Kelenteng, dsb.
AGAMA DI INDONESIA
• Indonesia termasuk negara yang majemukdalam hal beragama.
• Soal ibadat sudah dijamin oleh UUD 1945, yakni dalam Pasal 29
• Pemahaman keagamaan yang semakin baiktentu berkorelasi dengan kehidupankeagamaan yang lebih berkwalitas
• Dengan lebih berkwalitas maka terbangunkerukunan beragama
PENDIRIAN RUMAH IBADAT
• Ada dua perspektif yang harus dilihat dalam
pendirian rumah ibadat, yakni perspektif
agama dan sosiologis
• Perspektif agama: pembangunan rumah
ibadat merupakan hal yang positif karena
semakin banyak rumah ibadat dibangun, maka
nilai-nilai keagamaan yang disiarkan para
pemuka agama dapat diterima baik oleh umat
• Perspektif sosiologis: masyarakat memiliki
pemahaman tersendiri yang berbeda lantaran
cara pandang yang dibangun berdasarkan
kepentingan, latar belakang, atau pemahaman
agama yang belum tentu benar sesuai dengan
esensi ajaran agama tersebut.
• Tiap rumah ibadat akan menghadirkan jemaat yg
mengikuti ritual yang secara langsung ataupun
tak langsung bersinggungan dengan lingkungan
sekitar. Ini dapat menimbulkan gesekan-gesekan
KONFLIK YANG TIMBUL
• Rumah ibadat dibangun ketika menjadi
kebutuhan umat untuk beribadat ditempat
tersebut
• Masalah yang terjadi, banyak rumah ibadat
yang dibangun bukan karena kebutuhan
masyarakat ditempat tersebut, sehingga
menciptakan konflik dengan masyarakat
setempat
• Konflik terkadang menjadi meluas karenapenyalah gunaan solidaritas
• Masyarakat menjadi terprovokasi dalam konfikpendirian rumah ibadat ini yang menjurus padatindak kekerasan dan balas dendam
• Inilah yang harus dihindari sehingga pemerintahmengeluarkan SKB Menteri Agama dan MenteriDalam Negeri
• Memang SKB ini belum memuaskan semua pihak, namun SKB ini setidaknya dapat diharapkanmenghindari konflik tersebut
ANGGAPAN KEKURANGAN PADA SKB
• SKB ini dianggap telah menjadi ajang
hegemoni umat mayoritas kepada minoritas.
• SKB ini dapat dipakai pembenar ego dan
kepentingan mayoritas
• SKB ini dapat dipakai sebagai alat politik
kelompok yang memiliki kekuatan atau akses
politik
PASAL 14 AYAT (2)
• huruf a.: daftar nama dari Kartu Tanda
Penduduk pengguna rumah ibadat paling
sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang
disahkan oleh pejabat setempat ….. Dst.
• huruf b.: dukungan masyarakat setempat
paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang
disahkan oleh lurah/kepala desa
PASAL 14 AYAT (3)
• Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 14 ayat (2) huruf a. terpenuhisedangkan persyaratan huruf b. belumterpenuhi, pemerintah daerah wajibmemfasilitasi tersedianya lokasi pembangunanrumah ibadat
• Pertanyaannya: bagaimana bentuk fasilitasioleh pemerintah daerah sebagaimana yang diwajibkan SKB ini
INVENTARISASI DAN PENYELESAIAN
MASALAH
• Masalah apa yang ada terkait dengan
pendirian rumah ibadat dan lebih mengkhusus
lagi yang berkait dengan SKB yang ada
• Masukan bagi pemerintah terkait dengan
perbaikan SKB untuk meminimalisir
permasalahan yang akan timbul
TERIMAKASIH
1
PEMBANGUNAN RUMAH IBADAT
Oleh: Dr. I Ketut Wirawan, S.H., M.Hum
A. Pendahuluan
Dalam memahami persoalan pendirian rumah ibadat, ada dua perspektif
yang harus diperhatikan, yakni perspektif agama dan sosiologis. Dari sudut
pandang agama, bahwa pembangunan rumah ibadat merupakan hal yang
positip karena semakin banyak rumah ibadat yang didirikan, maka nilai-nilai
keagamaan yang disiarkan para pemuka agama akan dapat diterima dengan
baik oleh umat agama yang bersangkutan. Karenanya akan didapatkan
masyarat yang lebih berkwalitas dalam beragama. Namun dalam perspektif
sosiologis, masyarakat memiliki pemahaman tersendiri yang berbeda-beda.
Hal ini disebabkan oleh cara pandang yang lebih mementingkan kepentingan
sendiri/golongan, latar belakang, pemahaman agama yang belum tentu
sejalan dengan ajaran agama yang dipeluknya.
Keadaan seperti inilah yang sering mengakibatkan terjadinya konflik antar
umat beragama dalam kehidupan masyarakat. Karena itulah Mentari Agama
dan Menteri Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Bersama Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/Nomor 8 Tahun 2006
tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum
Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat (selanjutnya
disebut PBM)
Dengan adanya PBM ini, sebagian orang menganggap bahwa PBM ini
sangat merugikan pihak minoritas yang tinggal di tempat mayoritas,
karenanya mereka itu menginginkan agar PBM ini dicabut.Tetapi sebaliknya,
banyak juga menginginkan agar PBM ini jangan sampai dicabut mengingat
justru PBM ini dapat menghindari terjadinya konflik antar umat beragama
terkait dengan pendirian rumah ibadat.
2
B. Pengaturan Pendirian Rumah Ibadat
Setiap orang, untuk dapat beribadah adalah telah mendapat jaminan dalam
UUD 1945, yakni dalam Pasal 29. Namun dalam hal untuk mendirikan rumah
ibadat, ada aturan dan proses yang harus ditempuh. Pengaturan tentang
pendirian rumah ibadat ada diatur dalam ketentuan BAB IV Pasal 13 sampai
dengan 17 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
{Nomor 9 Tahun 2006/Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan
Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan
Pendirian Rumah Ibadat. Secara rinci pengaturan tersebut dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Pasal 13
(1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-
sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat
beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.
(2) Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu
ketentraman dan ketertiban umum, serta memenuhi peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah
kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi,
pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah
kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi.
Pasal 14
(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis bangunan gedung.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:
a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat
paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat
setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enampuluh) orang
yang dishkan oleh lurah/kepala desa;
3
c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama
kabupaten/kota;
d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah
daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan
rumah ibadat.
Pasal 15
Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d
merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan
dalam bentuk tertulis.
Pasal 16
(1) Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksu dalam Pasal
14 diajukan oleh panitia pembagunan rumah ibadat kepada
bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat.
(2) Bupati/Walikota memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak
permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 17
Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan
gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena
perubahan rencana tata ruang wilayah.
Mengenai pemanfaatan bangunan gedung yang bukan merupakan tempat
ibadat untuk dimanfaatkan untuk beribadat, ada diatur dalam BAB V dengan
judul bab “Izin Sementara Pemanfaatan Bangunan Gedung”. Bab ini terdiri
dari 3 (tiga) pasal, sebagai berikut:
Pasal 18
(1) Pemanfaatan banguan gedung bukan bangunan rumah ibadat sebagi
rumah ibadat sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin
sementara dari bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan:
a. Laik fungsi; dan
4
b. Pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketentraman dan
ketertiban masyarakat.
(2) Persyaratan laik fungsi debagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang banguan gedung.
(3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketentraman
dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi:
a. izin tertulis pemilik bangunan;
b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;
c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan
d. pelaporan tertulis kepada Kepala Kantor Departemen Agama
kabupaten/kota.
Pasal 19
(1) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan
gedung bukan rumah ibadat oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (1) diterbitkan setelah mempertimbangkan pendapat
tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten kota dan FKUB
kabupaten/kota.
(2) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan
gedung bukan rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 20
(1) Penerbitan pemberian surat keterangan pemberian izin sebagaiman
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dapat dilimpahkan kepada camat.
(2) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat
tertulis kepala kantor agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.
Ketentuan pasal-pasal sebagaiman dikemukakan ini adakalanya ditafsirkan
secara berbeda. Perbedaan dalam menafsirkan ini menimbulkan masalah
yang mengakibatkan adanya perbedaan pendapat di mana di satu pihak ada
yang menginginkan PBM ini dicabut dan dipihak lain ada yang tetap ingin
mempertahankan PBM ini, bahkan ingin meningkatkannya menjadi undang-
undang.
5
C. Penyelesaian Perselisihan
Dapat diketahui bahwa, rumah ibadat harus didirikan ketika itu menjadi
kebutuhan umat untuk beribadat di tempat tersebut. Masalah yang kerap
terjadi, banyak rumah ibadat dibangun bukan karena kebutuhan masyarakat
ditempat tersebut sehingga menimbulkan konflik dengan masyarakat
setempat.
Setiap rumah ibadat akan menghadirkan jemaat yang akan mengikuti ritual
yang diselenggarakan di rumah ibadat tersebut yang secara langsung
ataupun tidak langsung berhubungan dengan lingkungan sekitar rumah
ibadat tersebut. Hal yang patut dihindarkan adalah adanya gesekan dengan
masyarakat setempat. Untuk hal itulah maka PBM ini dibuat.
PBM ini merupakan kesepakatan bersama antar majelis-majelis agama yang
kemudian diakomodasi menjadi peraturan bersama ini. PBM ini berisikan
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum
Kerukunan Uman Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Isi dari PBM ini
telah mempertimangkan aspek HAM, keadilan, toleransi, saling menghargai,
serta aspek keamanan dan ketertiban.
Tantang penyelesaian perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diatur
dalam BAB VI, yakni dalam Pasal 21 dan Pasal 22. Adapun ketentuan pasal-
pasal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Pasal 21
(1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara
musyawarah oleh masyarakat setempat.
(2) Dalam hal musywarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota dibantu
kepala kantor depatremen agama kabupaten/kota melalui musyawarah
yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan
mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan
setempat.
6
Pasal 22
Gubernur melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikota serta instansi
terkait di daerah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
D. Penutup
Hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun. Setiap orang bebas memilih agama dan beribadat menurut
agamanya dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
Terkait dengan hal sebagaimana dimaksudkan diatas, Pemerintah wajib
melindungi setiap usaha penduduk untuk melaksanakan ajaran agamanya
dan beribadat sebagaimana ditentukan agamanya, sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak menyalah
gunakan atau menodai agama serta tidak mengganggu ketentraman dan
ketertiban umum.
Dalam pendirian rumah ibadat harus diikuti persyaratan sebagaimana yang
telah ditentukan dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor: 9 Tahun 2006/Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat beragama, Pemberdayaan
Forum Kerukunan Umat beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat.
PBM ini merupakan kesepakatan bersama antar majelis-majelis agama yang
kemudian diakomodasi menjadi peraturan bersama ini. PBM ini berisikan
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum
Kerukunan Uman Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Isi dari PBM ini
telah mempertimangkan aspek HAM, keadilan, toleransi, saling menghargai,
serta aspek keamanan dan ketertiban.
top related