pembelajaran fisika model kooperatif think pair …
Post on 20-Nov-2021
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PEMBELAJARAN FISIKA MODEL KOOPERATIF THINK PAIR SHARE
(TPS) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI
INTERAKSI SOSIAL DAN SIKAP ILMIAH
(Pembelajaran pada Materi Suhu dan Pengukurannya Kelas VII Semester I
SMP Negeri 2 Kelam Permai Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat
Tahun Pelajaran 2012/2013)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sains
Minat Utama: Pendidikan IPA
Oleh:
SRI WIDIYASTUTI
NIM. S831108062
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PEMBELAJARAN FISIKA MODEL KOOPERATIF THINK PAIR SHARE
(TPS) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI
INTERAKSI SOSIAL DAN SIKAP ILMIAH
(Pembelajaran pada Materi Suhu dan Pengukurannya Kelas VII Semester I
SMP Negeri 2 Kelam Permai Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat
Tahun Pelajaran 2012/2013)
TESIS
OLEH:
SRI WIDIYASTUTI
S831108062
Komisi Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing
Pembimbing I Dr. H. Sarwanto, M.Si. ……………... ……….
NIP 19690901 199403 1 002
Pembimbing II Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. ……………… ……….
NIP 19520116 198003 1 001
Telah dinyatakan memenuhi syarat
Pada tanggal……………2013
Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Program Pascasarjana UNS
Dr. M. Masykuri, M.Si.
NIP. 19681124 199403 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PEMBELAJARAN FISIKA MODEL KOOPERATIF THINK PAIR SHARE
(TPS) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI
INTERAKSI SOSIAL DAN SIKAP ILMIAH
(Pembelajaran pada Materi Suhu dan Pengukurannya Kelas VII Semester I
SMP Negeri 2 Kelam Permai Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat
Tahun Pelajaran 2012/2013)
TESIS
OLEH:
SRI WIDIYASTUTI
S831108062
Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Dr. M. Masykuri, M.Si. ……………… ……….
NIP. 19681124 199403 1 001
Sekretaris Dr. Nonoh Siti Aminah, M.Pd. ………………. ..……..
NIP. 19510401 197603 2 001
Anggota Penguji Dr. H. Sarwanto, M.Si. .……………… ………
NIP. 19690901 199403 1 002
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. ……………… ……...
NIP. 19520116 198003 1 001
Telah dipertahankan di depan dewan penguji
Dinyatakan telah memenuhi syarat
Pada tanggal…………2013
Direktur Program Pascasarjana UNS
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S.
NIP. 19610717 198601 1 001
Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Dr. M. Masykuri, M.Si.
NIP. 19681124 199403 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul: ”PEMBELAJARAN FISIKA MODEL KOOPERATIF
THINK PAIR SHARE (TPS) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER
(NHT) DITINJAU DARI INTERAKSI SOSIAL DAN SIKAP ILMIAHˮ
(Pembelajaran pada Materi Suhu dan Pengukurannya Kelas VII Semester I
SMP Negeri 2 Kelam Permai Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat
Tahun Pelajaran 2012/2013) ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas
plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis
digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan
serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam
karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seijin dan menyertakan pembimbing sebagai author dan PPs UNS
sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester
(enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari
sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Sains PPs-UNS
berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi
Pendidikan Sains PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari
ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik
yang berlaku.
Surakarta, 2013
Mahasiswa
Sri Widiyastuti
S831108062
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
BIODATA
a. Nama : Sri Widiyastuti
b. Tempat, tanggal lahir : Sintang, 11 Agustus 1981
c. Profesi/ jabatan : Guru
d. Alamat kantor : SMP Negeri 2 Kelam Permai
Jl. Sintang-Putusibau, Ds. Kebong,
Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang,
Kalimantan Barat 78655
Tel. : -
Fax : -
e-mail : -
e. Alamat rumah : Jl. Y.C. Oevang Oeray Rt 12/ Rw 03, Ds. Sei Ana,
Kecamatan Sintang, Kabupatn Sintang,
Kalimantan Barat 78611
Tel. : +6282136668136
Fax : -
e-mail : 2teacintang@gmail.com
f. Riwayat pendidikan di Perguruan Tinggi (dimulai dari yang terakhir)*:
No Institusi Bidang Ilmu Tahun Gelar
1. FKIP UMS Surakarta Pendidikan Biologi 2004 S.Pd
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya kecilku ini, aku persembahkan untuk:
Bapak dan ibu yang telah berjuang untuk keberhasilan cita-cita dan kebahagian
hidupku.
Ayah yang selalu mendukung dan memberikan motivasi untuk keberhasilanku.
Mas ipa dan dedek arra yang selalu menjadi semangat hidupku untuk lebih
maju, lebih berkembang, dan lebih berhasil.
Maklong, makngah, dan maksu yang selalu memberikan kecerian dan
kegembiraan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
“…………….Allah meninggikan orang yang beriman diantara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat……..” (surat
(58) Al Mujaadalah 11).
jangan banyak berpikir, cukup satu saja ilmu dan ibadah. Satukan ibadah dan
ilmu, di situ ada konsentrasi, di situ ada sukses (Mattew Arnold).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah dan petunjukNya sehingga penulis mampu
menyelesaikan Tesis dengan judul “PEMBELAJARAN FISIKA MODEL
KOOPERATIF THINK PAIR SHARE (TPS) DAN NUMBERED HEADS
TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI INTERAKSI SOSIAL DAN SIKAP
ILMIAH” (Pembelajaran pada Materi Suhu dan Pengukurannya Kelas VII
Semester I SMP Negeri 2 Kelam Permai Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan
Barat Tahun Pelajaran 2012/2013).
Tesis ini dapat terwujud berkat bimbingan dan arahan dari pembimbing
dan bantuan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini perkenankan penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. M. Masykuri, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dr. H. Sarwanto, M.Si. selaku pembimbing I penyusunan tesis yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan koreksi kepada penulis dalam menyusun
tesis ini.
4. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. selaku pembimbing II penyusunan tesis
yang telah memberikan arahan, bimbingan dan koreksi kepada penulis dalam
menyusun tesis ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
5. Bapak dan ibu Dosen Khususnya Program Studi Pendidikan Sains Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
pendalaman ilmu kepada penulis.
6. Staff karyawan Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang selalu memberi bantuan demi
kelancaran penyelesaian Tesis ini.
7. Teman-teman mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta terutama teman-teman
Pendidikan IPA angkatan September 2011 (bunda Suci, jeng Yety, bu
Purnami, Nuning, bu Tatik, bu Ena, Diah, Rahma dan Eni) yang telah berbagi
dalam banyak hal selama menjalani pendidikan.
8. Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang selaku sponsor dana pendidikan
9. Lanton, S.Pd. M.Si. selaku Kepala SMP Negeri 2 Kelam Permai Kabupaten
Sintang Propinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan ijin dalam
penelitian Tesis.
10. Keluarga besar SMP Negeri 2 Kelam Permai Kabupaten Sintang Propinsi
Kalimantan Barat terutama bapak Ahmad Amin dan ibu Maria Magdalena,
S.Pd terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
11. Siswa-Siswi Kelas VII SMP Negeri 2 Kelam Permai Kabupaten Sintang
Propinsi Kalimantan Barat khususnya VII A dan VII B terima kasih atas
bantuan dan kerjasamanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
12. Bapak, ibu, ayah, maklong, makngah, maksu, mas Ipa dan dedek Arra tercinta
yang senantiasa sebagai motivator untuk dapat menyelesaikan penulisan Tesis
ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu terselesainya penyusunan tesis ini.
Semoga semua budi baik yang diberikan semua pihak kepada penulis
mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Penulis berharap mudah-mudahan tesis ini
dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan.
Surakarta, 2013
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………... iii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN…………………………………. iv
HALAMAN BIODATA............................................................................ v
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………… vi
HALAMAN MOTTO…………………………………………………… vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………... viii
DAFTAR ISI.............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL...................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….. xx
ABSTRAK................................................................................................. xxii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah………………………………… 1
B. Identifikasi Masalah…………………………………...... 10
C. Pembatasan Masalah……………………………………. 12
D. Perumusan Masalah…………………………………….. 12
E. Tujuan Penelitian………………………………………... 13
F. Manfaat Penelitian………………………………………. 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………. 15
A. Kajian Teori……………………………………………… 15
B. Penelitian yang Relevan…………………………………. 53
C. Kerangka Berpikir……………………………………….. 57
D. Hipotesis…………………………………………………. 62
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………… 64
A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………. 64
B. Jenis Penelitian…………………………………………... 64
C. Populasi dan Sampel……………………………………... 66
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……………. 67
E. Teknik Pengumpulan Data………………………………. 68
F. Instrumen Penelitian……………………………………... 69
G. Uji Coba Instrumen…………………………………….... 69
H. Teknik Analisis data…………………………………….. 74
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………….. 78
A. Deskripsi Data………………………………………….... 78
B. Uji Prasyarat Analisis……………………………………. 101
C. Pengujian Hipotesis……………………………………… 102
D. Pembahasan……………………………………………… 108
E. Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian………………… 118
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN……………... 120
A. Kesimpulan……………………………………………… 120
B. Implikasi………………………………………………… 121
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
C. Saran…………………………………………………….. 123
Daftar Pustaka…………………………………………………………… 124
Lampiran-Lampiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Konversi Suhu.................................................................................. 51
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian……………………………….............. 64
Tabel 3.2 Analisis Varian Hubungan Antara Pembelajaran Model (A)
Terhadap Interaksi Sosial (B) Dan Sikap Ilmiah (C)……………... 65
Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen…………………………………... 71
Tabel 3.4 Indek Kesukaran Tes Prestasi Belajar.............................................. 72
Tabel 3.5 Daya Pembeda Tes Prestasi belajar................................................. 74
Tabel 4.1 Deskripsi Data Interaksi Sosial…………………………………… 78
Tabel 4.2 Distribusi Frekunsi Data Interaksi Sosial Kelas TPS……………... 79
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Data Interaksi Sosial Kelas NHT................... 80
Tabel 4.4 Deskripsi Data Sikap Ilmiah Siswa…………………….................. 81
Tabel 4.5 Distribusi Frekunsi Data Sikap Ilmiah Siswa Kelas TPS………… 81
Tabel 4.6 Distribusi Frekunsi Data Sikap Ilmiah Siswa Kelas NHT............... 82
Tabel 4.7 Deskripsi Data Prestasi Kognitif...................................................... 83
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Kelas TPS.................... 83
Tabel 4.9 Distribusi Frekunsi Nilai Prestasi Belajar Kelas NHT.................... 84
Tabel 4.10 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Interaksi Sosial................................................................................. 85
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Interaksi Sosial Tinggi…………………………………………….. 85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Interaksi Sosial Rendah.................................................................... 86
Tabel 4.13 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Sikap Ilmiah……………………………………………………….. 86
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Sikap Ilmiah Tinggi ......................................................................... 87
Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Kognitif Berdasarkan
Sikap Ilmiah Rendah........................................................................ 88
Tabel 4.16 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses………………….. 89
Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Proses Kelas TPS 89
Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Proses Kelas NHT 90
Tabel 4.19 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses Berdasarkan
Interaksi Sosial…………………………………………………… 91
Tabel 4.20 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses
Berdasarkan Interaksi Sosial Tinggi……………………………… 91
Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses
Berdasarkan Interaksi Sosial Rendah…………………………….. 92
Tabel 4.22 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses Berdasarkan
Sikap Ilmiah………………………………………………………. 92
Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses
Berdasarkan Sikap Ilmiah Tinggi…………………………………. 93
Tabel 4.24 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses
Berdasarkan Sikap Ilmiah Rendah……………………………….... 94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Tabel 4.25 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif…………………………… 95
Tabel 4.26 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Afektif Kelas TPS……. 95
Tabel 4.27 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Afektif Kelas NHT….... 96
Tabel 4.28 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Interaksi Sosial…………………………………………………….. 97
Tabel 4.29 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Interaksi Sosial Tinggi…………………………………………….. 97
Tabel 4.30 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Interaksi Sosial Rendah…………………………………………… 98
Tabel 4.31 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Sikap Ilmiah 99
Tabel 4.32 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Sikap Ilmiah Tinggi………………………………………………… 99
Tabel 4.33 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Sikap Ilmiah Rendah……………………………………………… 100
Tabel 4.34 Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Kognitif, Kognitif Proses,
dan Afektif………………………………………………………. 101
Tabel 4.35 Hasil Uji Homogenitas Prestasi Belajar Kognitif, Kognitif Proses,
dan Afektif………………………………………………………. 102
Tabel 4.36 Rangkuman Hasil Uji Anava Prestasi Belajar Kognitif, Kognitif
Proses, dan Afektif………………………………………………. 103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Termometer............................................................................... 37
Gambar 2.2 Termometer Bimetal................................................................. 38
Gambar 2.3 Termometer Hambatan………………………………………. 39
Gambar 2.4 Termokopel…………………………………………………… 39
Gambar 2.5 Termometer Gas……………………………………………… 40
Gambar 2.6 Termometer Gas Volum Tetap……………………………….. 40
Gambar 2.7 Termometer Badan/ Klinis........................................................ 41
Gambar 2.8 Termometer Maksimum-Minimum…………………………... 42
Gambar 2.9 Termometer Ruang…………………………………………… 43
Gambar 2.10 Termometer Laboratorium……………………………………. 43
Gambar 2.11 Macam-Macam Skala Termoneter……………………………. 45
Gambar 2.12 Termometer Analog dan Digital……………………………... 46
Gambar 2.13 Bagian-bagian Termometer………………………………….. 46
Gambar 2.14 Termometer Raksa…………………………………………… 48
Gambar 2.15 Termometer Alkohol…………………………………………. 49
Gambar 2.16 Cara Membaca Skala Termometer……………………………. 49
Gambar 2.17 Kesetaraan Skala Termometer………………………………… 50
Gambar 2.18 Grafik Suhu Mutlak…………………………………………… 53
Gambar 4.1 Histogram Interaksi Sosial Kelas TPS………………………... 79
Gambar 4.2 Histogram Interaksi Sosial Kelas NHT………………………. 80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Gambar 4.3 Histogram Sikap Ilmiah Kelas TPS…………………………... 81
Gambar 4.4 Histogram Sikap Ilmiah Kelas NHT………………………….. 82
Gambar 4.5 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Kelas TPS………………. 83
Gambar 4.6 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Kelas NHT……………… 84
Gambar 4.7 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Interaksi Sosial Tinggi…………………………………………. 85
Gambar 4.8 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Interaksi Sosial
Rendah…………………………………………………………. 86
Gambar 4.9 Histogram Prestasi Kognitif Berdasarkan Sikap Ilmiah Tinggi…. 87
Gambar 4.10 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Sikap Ilmiah
Rendah………………………………………………………... 88
Gambar 4.11 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Proses Kelas TPS………. 89
Gambar 4.12 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Proses Kelas NHT…….... 90
Gambar 4.13 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Proses Berdasarkan
Interaksi Sosial Tinggi………………………………………… 91
Gambar 4.14 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Proses Berdasarkan
Interaksi Sosial Rendah……………………………………….. 92
Gambar 4.15 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Proses Berdasarkan
Sikap Ilmiah Tinggi……………………………………………. 93
Gambar 4.16 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Proses Berdasarkan
Sikap Ilmiah……………………………………………………. 94
Gambar 4.17 Histogram Prestasi Belajar Afektif Kelas TPS………………… 95
Gambar 4.18 Histogram Prestasi Belajar Afektif Kelas NHT……………….. 96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
Gambar 4.19 Histogram Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Interaksi Sosial
Tinggi…………………………………………………………. 97
Gambar 4.20 Histogram Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Interaksi Sosial
Rendah………………………………………………………... 98
Gambar 4.21 Histogram Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Sikap Ilmiah
Tinggi………………………………………………………….. 99
Gambar 4.22 Histogram Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Sikap Ilmiah
Rendah…………………………………………………………. 100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Silabus……………………………………………………….. 128
Lampiran 2 RPP Model TPS dan Model NHT………….……………….. 135
Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas TPS dan NHT………….. 169
Lampiran 4 Kisi-Kisi Tes Kognitif………………………………………. 176
Lampiran 5 Tes Kognitif ………………………………………………… 177
Lampiran 6 Lembar Jawaban Tes Kognitif ……………………………… 183
Lampiran 7 Kunci Jawaban Tes Kognitif ……………………………….. 184
Lampiran 8 Kisi-Kisi Angket Interaksi Sosial …………………………… 185
Lampiran 9 Angket Interaksi Sosial………………………………………. 186
Lampiran 10 Kunci Jawaban Angket Interaksi Sosial……………………... 193
Lampiran 11 Kisi-Kisi Angket Sikap Ilmiah………………………………. 194
Lampiran 12 Angket Sikap Ilmiah…………………………………………. 195
Lampiran 13 Kunci Jawaban Angket Sikap Ilmiah ……………………….. 199
Lampiran 14 Kisi-Kisi Angket Afektif…………………………………….. 200
Lampiran 15 Angket Afektif.......................................................................... 201
Lampiran 16 Kunci Jawaban Angket Afektif……………………………… 207
Lampiran 17 Rubrik Penilaian Ranah Kognitif Proses…………………….. 208
Lembar Observasi Ranah Kognitif Proses…………………... 209
Lampiran 18 Hasil Analisis Try Out Kognitif……………………………... 212
Hasil Analisis Reliabilitas Try Out Instrumen………………. 214
Lampiran 19 Data Induk Penelitian………………………………………... 215
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
Lampiran 20 Deskripsi Data……………………………………………….. 218
Lampiran 21 Levene’s Test………………………………………………… 223
Lampiran 22 Uji Normalitas……………………………………………….. 226
Lampiran 23 Uji Homogenitas …………………………………………….. 227
Lampiarn 24 Uji Anava …………………………………………………… 229
Lampiran 25 Uji Lanjut Anava..................................................................... 230
Lampiran 26 Surat Ijin Penelitian.................................................................. 231
Lampiran 27 Surat Keterangan Uji coba Instrumen Penelitian..................... 232
Lampiran 28 Surat Keterangan Penelitian..................................................... 233
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxii
Sri Widiyastuti. 2013. Pembelajaran Fisika Model Kooperatif Think Pair Share
(TPS) dan Numbered Heads Together (NHT) Ditinjau dari Interaksi Sosial dan
Sikap Ilmiah (Pembelajaran pada Materi Suhu dan Pengukurannya Kelas VII
Semester I SMP Negeri 2 Kelam Permai Tahun Pelajaran 2012/2013). TESIS.
Pembimbing I: Dr. H. Sarwanto, M.Si, II: Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd.
Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
Think Pair Share (TPS) dan Numbered Heads Together (NHT), interaksi sosial,
sikap ilmiah, dan interaksinya terhadap prestasi belajar fisika.
Penelitian menggunakan metode eksperimen dan dilakukan pada bulan
September – Oktober 2012. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
VII SMP Negeri 2 Kelam Permai Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat
tahun pelajaran 2012/2013. Penentuan sampel menggunakan teknik Cluster
random sampling, sampel terdiri dari 2 kelas yaitu kelas VIIA dan VIIB. Kelas
VIIA menggunakan model TPS dan kelas VII menggunakan model NHT. Data
prestasi belajar diambil menggunakan instrumen tes dan interaksi sosial, sikap
ilmiah, afektif menggunakan angket, serta kognitif proses menggunakan lembar
observasi. Analisis data yang digunakan adalah anava tiga jalan dengan desain
faktorial 2 x 2 x 2 dan dilanjutkan dengan uji Scheffe.
Hasil penelitian menunjukkan: 1) ada pengaruh pembelajaran model TPS
dan NHT pada prestasi belajar kognitif, afektif, dan kognitif proses; 2) ada
pengaruh interaksi sosial terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif tetapi tidak
ada pengaruh pada prestasi belajar kognitif proses; 3) ada pengaruh sikap ilmiah
pada prestasi belajar kognitif dan afektif tetapi tidak ada pengaruh pada prestasi
belajar kognitif proses; 4) tidak ada interaksi antara model pembelajaran TPS dan
NHT dengan interaksi sosial pada prestasi belajar kognitif dan afektif, tetapi ada
interaksi terhadap prestasi belajar kognitif proses; 5) ada interaksi antara model
pembelajaran TPS dan NHT dengan sikap ilmiah pada prestasi belajar kognitif,
tetapi tidak ada interaksi pada prestasi belajar afektif dan kognitif proses; 6) tidak
ada interaksi antara interaksi sosial dengan sikap ilmiah pada prestasi belajar
kognitif dan afektif, tetapi ada interaksi pada prestasi belajar kognitif proses; 7)
tidak ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan interaksi
sosial dan sikap ilmiah pada prestasi belajar kognitif, afektif, dan kognitif proses.
Kata Kunci: Think Pair Share (TPS), Numbered Heads Together (NHT), Interaksi
sosial, Sikap ilmiah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxiii
Sri Widiyastuti. 2013. The Physical Learning With Think Pair Share (TPS) and
Numbered Heads Together (NHT) Types of Cooperative Model (The learning in
Temperature and Its Measurement Material of the First Semester of VII Grade of
SMP Negeri 2 Kelam Permai in the school year of 2012/2013). THESIS.
Supervisor I: Dr. H. Sarwanto, M.Si, II: Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd.
Program Study of Science Education, Post-graduate Program of Sebelas Maret
University, Surakarta.
ABSTRACT
The objective of research is to find out the effect of Think Pair Share
(TPS) and Numbered Heads Together (NHT) learning models, social interaction,
scientific attitude, and the interaction of them on the physics learning
achievement.
This research employed an experimental method and was carried out on
September – October 2012. The population of research was all VII graders of
SMP Negeri 2 Kelam Permai in the school year of 2012/2013. The sample
consisted of 2 classes: VII A and VII B, taken using cluster random sampling
technique. The VII A class employed TPS model and the VII B NHT model. The
data on learning achievement was collected using test instrument, social
interaction, scientific attitude, the affective process was collected using
questionnaire and cognitive one using observation sheet. The data analysis was
conducted using a three-way anava with 2 x 2 x 2 factorial design and followed by
Scheffe test.
The result of research showed: 1) there was an effect of TPS and NHT
models on cognitive, affective and process cognitive learning achievement; 2)
there was an effect of social interaction on cognitive and affective learning
achievement, but not on process cognitive one; 3) there was an effect of scientific
attitude on cognitive and affective learning achievement, but not on process
cognitive one; 4) there was no interaction between TPS and NHT learning model
and social interaction in cognitive and affective learning achievement, but there
was in process cognitive one; 5) there was an interaction between TPS and NHT
learning model and scientific attitude in cognitive and affective learning
achievement, but there was not in process cognitive one; 6) there was no
interaction between social interaction and scientific attitude in cognitive and
affective learning achievement, but there was in process cognitive one; 7) there
was no interaction between TPS and NHT learning model, and social interaction
and scientific attitude in cognitive, affective and cognitive process learning
achievement.
Keywords: Think Pair Share (TPS), Numbered Heads Together (NHT), Social
Interaction, Scientific Attitude.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara berkembang berupaya meningkatkan pendidikan
agar memiliki sumber daya manusia yang dapat berdaya saing, berkualitas, dan
beradaptasi tinggi. Berdasarkan GBHN RI No. 20 Tahun 2006 tentang tujuan
sistem pendidikan nasional bahwa: “Pendidikan Nasional sangat berperan
mewujudkan kualitas manusia Indonesia yaitu memiliki kepribadian, professional,
peradaban bangsa Indonesia, beriman, bertakwa, berakhlak mulia kepada Tuhan
Yang Maha Esa, sehat jasmani dan rohani, berilmu, berinovasi, mandiri,
berdisiplin”.
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia maka pemerintah
berupaya melakukan perbaikan-perbaikan sistem pendidikan nasional. Salah satu
perbaikan sistem pendidikan nasional yang dilakukan pemerintah adalah
penyempurnaan kurikulum. Nurhadi (2003), bahwa berbagai usaha telah
dilakukan oleh Depdiknas untuk memperbaiki kualitas sistem pendidikan
nasional, salah satunya adalah dengan penyempurnaan kurikulum.
Penyempurnaan kurikulum melalui penetapan standar nasional pendidikan yang
berkenaan dengan standarisasi proses dan kompetensi lulusan serta penetapan
kerangka dasar dan standar kurikulum (Depdiknas, 2003). Penyempurnaan
kurikulum dilakukan untuk merespon tuntutan terhadap kehidupan globalisasi,
perkembangan informasi, IPTEK, serta untuk mempersiapkan siswa menjadi
subyek yang makin berperan dalam menampilkan keunggulan dirinya yang
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
tangguh, kreatif, mandiri dan profesional sesuai dengan standar mutu nasional dan
internasional.
Kurikulum yang berlaku saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Dalam KTSP disebutkan bahwa kegiatan pembelajaran
dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental
dan fisik melalui interaksi antar siswa, guru, lingkungan, dan sumber belajar
lainnya yang mendukung pengembangan kompetensi siswa. Pengalaman tersebut
dapat terwujud melalui proses belajar mengajar yang menggunakan pendekatan
pembelajaran yang bervariasi disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan siswa serta tuntutan lingkungannya (Depdiknas,
2006).
Komponen pendidikan seperti proses belajar mengajar, peningkatan
profesionalisme guru, pengadaan sarana dan prasarana pembelajaran, serta
penataan sistem organisasi dan manajemen pendidikan dapat terpenuhi dengan
baik, tujuan pendidikan di Indonesia akan tercapai. Guru memiliki peranan
penting dalam upaya merealisasikan tujuan pendidikan di Indonesia. Salah satu
tugas utama guru adalah merencanakan pembelajaran yang mencakup penentuan
tujuan pembelajaran, penyusunan bahan ajar, pemilihan media, pemilihan model
pembelajaran, dan penyusunan nilai.
Penentuan tujuan pembelajaran dimaksudkan agar pembelajaran lebih
terarah dan langkah-langkah pembelajaran yang direncanakan akan lebih mudah
untuk dilaksanakan. Penyusunan bahan ajar dan pemilihan media pembelajaran
bertujuan untuk memudahkan guru dalam penyampaian materi di kelas. Pemilihan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
model pembelajaran dimaksudkan agar pembelajaran lebih efektif dan tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Penyusunan penilaian bertujuan
agar guru dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran.
Nana (2002), mengemukakan bahwa guru menempati kedudukan sentral,
sebab peranannya sangat menentukan. Guru harus mampu menerjemahkan dan
menjabarkan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum, kemudian
mentransformasikan nilai-nilai tersebut kepada siswa melalui proses pengajaran di
sekolah. Menurut Oemar (2002), bagaimanapun baiknya kurikulum, administrasi,
dan fasilitas pembelajaran kalau tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas
guru-gurunya tidak akan membawa hasil pembelajaran yang diharapkan.
Banyak ditemui dalam pelaksanaan pembelajaran kurang variatif, memiliki
kecenderungan pada motode tertentu dan kadang-kadang tidak memperhatikan
tingkat pemahaman siswa terhadap informasi yang disampaikan. Siswa kurang
aktif dalam proses pembelajaran, siswa lebih banyak mendengar dan menulis,
menyebabkan isi pelajaran sebagai hapalan sehingga siswa tidak memahami
konsep yang sebenarnya. Sejauh ini pendidikan di Indonesia masih didominasi
oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus
dihapal. Kelas masih terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan
(Depdiknas, 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tata (2010), menyatakan bahwa
pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru dengan metode yang digunakan
adalah metode ceramah, guru lebih menekankan pada penyampaian materi secara
utuh tanpa melibatkan keikutsertaan siswa secara langsung dalam proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
pembelajaran. Selanjutnya, pada penelitian Siregar (2010), proses pembelajaran
masih didominasi oleh guru, sehingga mengakibatkan kurangnya interaksi atau
komunikasi dalam proses pembelajaran fisika, baik antara siswa dengan siswa
maupun siswa dengan guru.
Pada dasarnya salah satu tujuan pendidikan IPA khususnya fisika adalah
mengantarkan siswa pada penguasaan konsep-konsep fisika dan saling
keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap
ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari (Permendiknas No.22 Tahun 2006). Fisika sebagai salah
satu cabang IPA pada proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung atau menuntut keterlibatan siswa secara aktif sehingga
siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri dan mengembangkan
kompetensinya agar mampu memahami alam sekitar secara alamiah (Fitriyanti
2008). Oleh karena itu dalam pembelajaran fisika diperlukan pembelajaran
inovatif yang berpusat kepada siswa dalam upaya membelajarkan konsep fisika
yang bermakna.
Siswa SMP Negeri 2 Kelam Permai Kabupaten Sintang Propinsi
Kalimantan Barat memiliki karakteristik unik. Siswa berasal dari berbagai suku
dan budaya yang berbeda-beda sehingga siswa heterogenitas tinggi dalam budaya,
kebiasaan, kemampuan akademik, sosial ekonomi, dan tempat tinggal yang
berjauhan, yang akan membentuk watak individu siswa. Keadaan seperti ini dapat
dilihat pada sikap siswa pada saat mereka mengikuti kegiatan belajar mengajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Siswa yang memiliki sifat individual tinggi akan kurang bersosialisasi dengan
siswa lainnya.
Selama ini pembelajaran fisika di SMP N 2 Kelam Permai Kabupaten
Sintang Propinsi Kalimantan Barat masih berpusat pada guru. Guru lebih dominan
sedangkan siswa cenderung pasif, hanya menunggu informasi disampaikan oleh
guru. Siswa tidak memperoleh pengalaman untuk membangun sendiri
pengetahuannya melalui serangkaian kerja ilmiah yaitu pengalaman merumuskan
masalah, mencari dan mengajukan hipotesis, merancang eksperimen, menguji
hipotesis melalui eksperimen, mengumpulkan data, mengolah, dan menafsirkan
data untuk memahami dan mengaplikasikan materi fisika dalam kehidupan sehari-
hari.
Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 menyatakan bahwa, proses
pembelajaran fisika sebagai bagian dari IPA ditandai oleh munculnya metode
ilmiah yang terwujud melalui serangkaian kerja ilmiah, nilai, dan sikap ilmiah.
Peserta didik harus mampu mengembangkan pengalaman untuk dapat
merumuskan masalah, mencari dan mengajukan hipotesis, merancang eksperimen,
menguji hipotesisis melalui eksperimen, mengumpulkan data, mengolah, dan
menyimpulkan hasil eksperimen untuk menganalisis hipotesis yang diajukan.
Pembelajaran yang kurang mengedepankan pengalaman serta keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran, guru yang mendominasi dan siswa pasif akhirnya
akan berdampak pada prestasi belajar yang diperoleh siswa rendah.
Dalam upaya peningkatan prestasi belajar siswa, maka perlu dilaksanakan
pembelajaran inovatif yang dapat diciptakan dengan menerapkan model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
pembelajaran yang tepat. Pembelajaran yang tepat adalah pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam proses pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran model kooperatif merupakan rangkaian kegiatan belajar
siswa yang dilakukan dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Beberapa alasan pembelajaran kooperatif
menjadi salah satu model pembelajaran yang tepat adalah berdasarkan penelitian
tentang penggunaan model kooperatif (Slavin, 2009), bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan saran yang tepat untuk meningkatkan pencapaian prestasi
siswa, mengembangkan hubungan antar kelompok dan penerimaan terhadap
teman sekelas yang berbeda kemampuan serta pembelajaran kooperatif dapat
menumbuhkan kesadaran siswa dalam belajar untuk berpikir dan menyelesaikan
masalah.
Pembelajaran model kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan
pembelajaran. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran kooperatif adalah
meningkatkan hasil akademik dengan meningkatkan kinerja siswa dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi
narasumber bagi siswa yang kuramg mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa
yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi
peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai
perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama,
kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan yang ketiga adalah untuk
mengembangkan keterampilan sosial. Keterampilan sosial diantaranya adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, berpendapat, dan
bekerja dalam kelompok.
Tipe-tipe dari model pembelajaran kooperatif diantaranya adalah tipe
jigsaw, tipe Think Pair Share (TPS), tipe Numbered Heads Together (NHT), dan
Teams Games Tournaments (TGT). Dalam penelitian ini, dipilih model
pembelajaran kooperatif tipe TPS dan NHT untuk menyelesaikan permasalahan
pembelajaran di kelas. Pembelajaran model kooperatif TPS merupakan suatu
teknik pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan
rekannya di Maryland pada tahun 1981. TPS merupakan strategi pembelajaran
beresiko rendah untuk mendapatkan siswa terlibat secara aktif di kelas, hal ini
sesuai dengan ungkapan Frank Lyman, (Leddow dalam Nik Azlina 2008), bahwa
“TPS is a low-risk strategy to get many student actively involved in classes any
size”. Anita (2010), TPS juga memberi kesempatan siswa untuk bekerja sendiri
serta bekerjasama dengan orang lain. Ada tiga ciri khusus tahap pembelajaran
TPS yaitu: 1) tahap Think, yaitu siswa diberikan kesempatan untuk melatih
kemampuan secara individu; 2) tahap Pair, yaitu siswa bertukar gagasan atau ide
dengan teman pasangannya; 3) tahap Share, yaitu siswa membagikan gagasan
atau ide pada saat tahap Pair dengan teman sekelas. Berdasarkan tahap-tahap
pembelajaran TPS aktivitas siswa akan berkembang karena pembelajaran tidak
lagi berpusat pada guru melainkan pada kegiatan pembelajaran berpusat pada
siswa sesuai dengan prinsip kegiatan belajar mengajar. Ibrahim dalam Trianto
(2007), dengan demikian model pembelajaran TPS dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa. Kelebihan TPS adalah Model pembelajaran ini memberi banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
waktu kepada siswa untuk memikirkan materi yang sedang dipelajari dan bertukar
pikiran dengan siswa lain sebelum ide mereka dikemukakan di depan kelas,
sehingga guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher
oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami
konsep-konsep baru (student oriented). Selain memiliki kelebihan, TPS ini juga
memiliki kelemahan, diantaranya yaitu lebih sedikit ide yang muncul dan sulit
diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah (Anita, 2005).
Siswa-siswa yang pasif, dengan model ini mereka akan ramai dan mengganggu
teman-temannnya. Tahap pair siswa yang seharusnya menyelesaikan soal dengan
berdiskusi bersama pasangan satu bangku dengannya tetapi masih suka
memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi pelajaran,
menggantungkan pada pasangan dan kurang berperan aktif dalam menemukan
penyelesaian serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada
pasangan yang lain.
NHT pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993) untuk
melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu
pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran (Trianto,
2007). NHT merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas
tradisional (Trianto, 2007). NHT memiliki empat tahapan. Tahapan pertama yaitu
penomoran (Numbering), tahap kedua yaitu pengajuan pertanyaan, tahap ketiga
yaitu berpikir bersama (Heads Together), tahap keempat yaitu menjawab (Agus,
2009). Kelebihan NHT adalah setiap siswa menjadi siap semua, siswa melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
diskusi dengan sungguh-sungguh dan siswa yang pandai dapat mengajari siswa
yang kurang pandai sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Adapun
kekurangannya adalah kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi
oleh guru dan tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. NHT pada
dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok. Ciri khasnya adalah guru
hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberi tahu
terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Cara ini menjamin
keterlibatan total semua siswa, cara ini juga merupakan upaya yang sangat baik untuk
meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ika (2010),
menyimpulkan bahwa, “model pembelajaran kooperatif berpengaruh terhadap
prestasi belajar IPA, model pembelajaran kooperatif NHT lebih efektif
dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif TPS”. Selain itu penelitian
yang dilakukan oleh Yulaina (2011), kesimpulannya pembelajaran kooperatif
berpengaruh terhadap prestasi belajar. TPS lebih efektif dibanding NHT.
Pembelajaran model TPS dan NHT ini selanjutnya akan diterapkan dalam
pembelajaran fisika dengan menggunakan materi suhu dan pengukuran. Suhu dan
pengukuran dinilai sebagai materi yang penting dan berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat melakukan diskusi dan dapat bertukar
pikiran mengenai materi yang dipelajari.
Proses pembelajaran model TPS dan NHT, siswa dibagi menjadi
kelompok-kelompok. Agar kedua model itu dapat berjalan dengan baik diperlukan
interaksi sosial yang baik pula yaitu berupa interaksi sosial dengan siswa lain,
interaksi sosial dengan guru, dan interaksi sosial dengan lingkungan sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Interaksi sosial yang baik akan membuat komunikasi antar anggota kelompok dan
komunikasi dengan guru menjadi lancar, hal ini dapat mempermudah dalam
penyampaian dan pemahaman materi.
Interaksi yang terjadi dalam situasi edukatif adalah interaksi edukatif,
sedangkan dalam hal ini interaksi yang terjadi di antara teman-teman sebaya di
dalam kegiatan belajar atau di dalam sekolah atau biasa di sebut dengan interaksi
sosial diantara teman sebaya. Interaksi sosial juga terjadi antara siswa dengan
guru ataupun dengan karyawan sekolah. Interaksi sosial yang positif baik antara
siswa dengan siswa, siswa dengan guru ataupun siswa dengan karyawan akan
membuat siswa lebih mudah menyerap pelajaran dan menjalani kehidupan di
sekolah dengan nyaman, bersemangat dan menyenangkan sehingga akan
mempengaruhi prestasi belajar kearah yang lebih baik.
Selain dipengaruhi oleh interaksi sosial, keberhasilan model tersebut juga
dipengaruhi oleh adanya sikap ilmiah siswa, ini berkaitan dengan adanya kegiatan
demonstrasi pada proses pembelajaran materi suhu dan pengukuran. Sikap ilmiah
yang baik sangat diperlukan dalam kegiatan demonstrasi maupun penyampaian
materi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai
“Pembelajaran fisika model kooperatif Think Pair Share (TPS) dan Numbered
Heads Together (NHT) ditinjau dari interaksi sosial dan sikap ilmiah”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Pembelajaran fisika masih berpusat pada guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
2. Siswa belum banyak terlibat atau siswa cenderung pasif dalam proses
pembelajaran fisika.
3. Dalam pembelajaran fisika masih menggunakan model konvensional
sementara banyak variasi model inovatif yang dapat digunakan.
4. Proses pembelajaran belum diselenggarakan secara kreatif dan inovatif
sehingga kurang menarik bagi siswa.
5. Heterogenitas siswa sangat tinggi, baik dalam segi kemampuan akademik
maupun kondisi sosio-kultural. Kondisi seperti ini disatu sisi merupakan
kelemahan, disisi lain merupakan peluang. Kelemahannya adalah dalam
proses belajar siswa menggunakan bahasa daerah dan peluangnya adalah
siswa dapat berinteraksi dengan siswa lain.
6. Interaksi sosial siswa berbeda-beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah.
Guru kurang memperhatikan perbedaan itu sehingga siswa diberi perlakuan
yang sama.
7. Sikap ilmiah siswa berbeda-beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah. Guru
kurang memperhatikan perbedaan itu sehingga siswa diberi perlakuan yang
sama.
8. Penilaian yang dilakukan oleh guru hanya penilaian hasil, bukan penilaian
proses sehingga keaktifan siswa kurang diamati.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Model pembelajaran kooperatif yang diterapkan adalah pembelajaran model
TPS dan NHT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2. Interaksi sosial dikategorikan interaksi sosial tinggi dan rendah.
3. Sikap ilmiah dikategorikan sikap ilmiah tinggi dan rendah.
4. Prestasi siswa dinilai pada aspek kognitif, kognitif proses, dan afektif.
5. Bahan ajar materi fisika kelas VII semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013
pokok bahasan suhu dan pengukuran.
D. Perumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka perumusan masalah untuk
penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh pembelajaran model TPS dan NHT terhadap prestasi
belajar fisika?
2. Apakah ada pengaruh interaksi sosial tinggi dan rendah terhadap prestasi
belajar fisika?
3. Apakah ada pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
fisika?
4. Apakah ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan
interaksi sosial tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika?
5. Apakah ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan sikap
ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika?
6. Apakah ada interaksi antara interaksi sosial tinggi dan rendah dengan sikap
ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika?
7. Apakah ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan
interaksi sosial dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar fisika?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui:
1. Pengaruh pembelajaran model TPS dan NHT terhadap prestasi belajar fisika.
2. Pengaruh interaksi sosial tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
3. Pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
4. Interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan interaksi sosial
tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
5. Interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan sikap ilmiah
tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
6. Interaksi antara interaksi sosial tinggi dan rendah dengan sikap ilmiah tinggi
dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
7. Interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan interaksi sosial
dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar fisika.
F. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan masukan tentang penggunaan model pembelajaran inovatif
pelajaran fisika.
b. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan KTSP dimasa akan
datang.
c. Memberikan masukan yang penting dalam meningkatkan mutu pendidikan
IPA, khususnya dalam kegiatan pembelajaran fisika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2. Manfaat praktis
a. Membantu guru dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa.
b. Memberikan alternatif penyelenggaraan pembelajaran Fisika menggunakan
model pembelajaran yang inovatif.
c. Dapat meningkatkan kemandirian dan rasa percaya diri siswa dalam
melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
d. Meningkatkan kemampuan kerjasama dan cara belajar siswa.
e. Memberikan sumbangan bagi sekolah dalam hal perbaikan dan peningkatan
kualitas pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Belajar
Dalam seluruh proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan kegiatan
yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya tujuan pencapaian proses
pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami
oleh siswa sebagai objek pendidikan. Menurut pengertian secara psikologis,
belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
(Slameto, 2003). Selanjutnya Winkel (1989), mengemukakan bahwa belajar pada
manusia merupakan suatu proses siklus yang berlangsung dalam interaksi aktif
subyek dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang bersifat menetap / konstan.
Dari uraian beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan defenisi
belajar yaitu suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearah
yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, sikap dan tingkah laku yang bersifat menetap.
2. Teori-teori Belajar
a. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi
yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat
perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif itu adalah:
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
1) sensori motor (usia 0-2 tahun); 2) pra operasional (usia 2-7 tahun); 3)
operasional kongkrit (usia 7 – 11 tahun); 4) operasional formal (usia 11 tahun
hingga dewasa).
Berdasarkan tingkat perkembangan kognitif Piaget ini, untuk siswa SMP
dengan rentang usia 11 – 15 tahun berada pada taraf perkembangan operasional
formal. Pada usia ini yang perlu dipertimbangkan adalah aspek-aspek
perkembangan remaja. Remaja mengalami tahap transisi dari penggunaan
operasional kongkrit kepenerapan operasional formal. Dalam bernalar remaja
mulai menyadari keterbatasan-keterbatasan pemikiran mereka. Remaja mulai
bergelut dengan konsep-konsep yang ada di luar pengalaman mereka sendiri.
Piaget menemukan bahwa penggunaan operasional formal bergantung pada
keakraban dengan daerah subyek tertentu. Apabila siswa akrab dengan suatu
obyek tertentu, lebih besar kemungkinannya menggunakan menggunakan
operasional formal.
Menurut Piaget (Slavin, 2008), perkembangan kognitif sebagian besar
bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi
dengan lingkungannya. Berikut ini adalah implikasi penting dalam pembelajaran
fisika dari teori Piaget: 1) memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental
anak, tidak sekedar pada hasilnya. Disamping kebenaran jawaban siswa, guru
harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban
tersebut. Pengamatan belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan
tahap kognitif siswa yang mutakhir, dan jika guru penuh perhatian terhadap
metode yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman sesuai dangan
yang dimaksud; 2) memperhatikan peranan dari inisiatif anak sendiri, keterlibatan
aktif dalam kegiatan pembelajaran. Didalam kelas Piaget, penyajikan pengetahuan
jadi (ready-made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong
menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan
lingkungannya. Sebab itu guru dituntut mempersiapkan berbagai kegiatan yang
memungkinkan anak melakukan kegiatan secara langsung dengan dunia fisik.
Menerapkan teori Piaget berarti dalam pembelajaran fisika banyak
menggunakan penyelidikan; 3) memaklumi akan adanya perbedaan invidual
dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh
siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu
berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Sebab itu guru mampu melakukan
upaya untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil dari pada
bentuk kelas yang utuh. Implikasinya dalam proses pembelajaran adalah saat guru
memperkenalkan informasi yang melibatkan siswa menggunakan konsep-konsep,
memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide-ide dengan menggunakan
pola-pola berpikir formal.
Pembelajaran model TPS dan NHT dapat digunakan karena siswa sudah
dapat berpikir abstrak. Siswa SMP kelas VII menurut teori ini termasuk kelompok
tahap operasional formal. Tahap operasional formal merupakan tahap final
perkembangan kognitif. Dalam tahap operasional formal (11 – dewasa), anak
telah mengembangkan kemampuan terlibat dalam berbagai aktivitas yang
berkaitan dengan situasi-situasi hipotesis dan memonitor jalan pikirannya sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b. Teori Perkembangan Fungsi Mental Vygotsky
Vygotsky berpendapat seperti Piaget, bahwa siswa membentuk
pengetahuan, yaitu apa yang diketahui siswa bukanlah menyalin dari apa yang
mereka temukan di dalam lingkungan tetapi sebagai hasil dari pikiran dan
kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Meskipun kedua ahli memperhatikan
pertumbuhan pengetahuan dan pemahaman anak tentang dunia sekitar, Piaget
lebih memberikan tekanan pada proses mental anak dan Vygotsky lebih
menekankan pada peran pengajaran dan interaksi sosial pada perkembangan IPA
dan pengetahuan lain (Howe & Jones, 1993). Berdasarkan teori inilah
dikembangkanlah pembelajaran kooperatif, yaitu siswa lebih mudah menemukan
dan memahami konsep-konsep yang sulit, jika mereka saling mendiskusikan
masalah tersebut dengan temannya.
Sumbangan penting yang diberikan Vygotsky dalam pembelajaran adalah
konsep zone of proximal development (ZPD) dan scaffolding. Vygotsky yakin
bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang
belum dipelajarai namun tugas-tugas itu berada dalam jangkauan kemampuannya
atau tugas-tugas itu berada dalam ZDP. ZPD adalah tingkat perkembangan sedikit
di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky lebih yakin bahwa
fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam kerjasama atau
kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap ke
dalam individu tersebut. Sedangkan konsep Scaffolding berarti memberikan
kepada siswa sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran
kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia
dapat melakukannya (Slavin, 2008).
Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama,
adalah perlunya tatanan kelas dan bentuk pembelajaran kooperatif antar siswa,
sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-
masing ZPD mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran
menekankan scaffolding, dengan semakin lama siswa semakin bertanggung jawab
terhadap pembelajaran sendiri. Ringkasnya, menurut teori Vygotsky, siswa perlu
belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa dapat saling berinteraksi
dan diperlukan bantuan guru terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Pada model pembelajaran kooperatif siswa dapat berinteraksi di sekitar
tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan
masalah yang efektif di dalam masing-masing ZDP siswa. Pada pembelajaran
kooperatif juga menggunakan tipe pembelajaran scaffolding yaitu lewat petunjuk
sehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap
pembelajarannya sendiri.
c. Teori Belajar Ausubel
Ausubel berpendapat bahwa, “belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua
dimensi, dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi disajikan pada
siswa, dan dimensi kedua berhubungan dengan cara bagaimana siswa dapat
mengaitkan informasi pada struktur kognitif yang telah ada” (Dahar, 1989).
Dalam teori belajar bermakna, pembelajaran yang disajikan guru akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
memberikan hasil belajar yang lebih baik. Jika materi pelajaran yang disajikan
dikaitkan dengan materi pelajaran terdahulu yang telah diberikan dan telah
tersusun dalam struktur kognitif siswa. Implikasi pada pembelajaran di kelas, pada
awal pembelajaran guru perlu mengingatkan materi pelajaran yang disampaikan.
Dengan demikian faktor intelektual emosional siswa terlibat dalam kegiatan
pembelajaran.
Dengan pembelajaran model TPS dan NHT materi yang dipelajari tidak
hanya sekedar menjadi sesuatu yang dihapal dan diingat, melainkan ada sesuatu
yang dapat dipraktikkan dan dilatihkan dalam situasi nyata dan terlibat dalam
pemecahan masalah. Pembelajaran model TPS dan NHT dapat mengusir rasa
jenuh dan bosan. Menurut Ausubel, pemecahan masalah yang cocok adalah lebih
bermanfaat bagi siswa dan merupakan strategi yang efisien dalam pembelajaran
kekuatan dan kebermaknaan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran
model TPS dan NHT terletak pada kemampuan siswa dalam mengambil peran
pada kelompoknya. Untuk memperlancar proses tersebut diperlukan bimbingan
langsung dari guru, baik lisan maupun dengan contoh tindakan. Sedangkan siswa
diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri.
3. Pembelajaran Kooperatif
Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bukanlah suatu
konsep baru, melainkan telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Pada awal abad
pertama, seorang filosofi berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus
memiliki pasangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Menurut Panitz dalam Alain Baudrit & Roy Cooke (2008) menyatakan
bahwa “Cooperative can be taken to be a set of processes which help people
interact together in order to accomplish a specific goal”. Yaitu pembelajaran
kooperatif merupakan suatu bentuk proses yang dapat menolong siswa
berinteraksi untuk mendapatkan keberhasilan yang khusus. Setiap anggota dalam
kelompok bekerjasama dan berusaha untuk mendapatkan nilai, dan setiap anggota
terlibat dalam setiap pengerjaan tugas. Siswa merupakan subyek pembelajaran
dan menjadi inti dari setiap kegiatan pendidikan. Proses pengajaran yang
mengesampingkan martabat siswa bukanlah proses pendidikan yang benar.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok
untuk mencapai tujuan pembelajaran (Johnson dan Johnson dalam Ismail, 2002).
Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk
mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal ini sebagaian besar
aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran
dan berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya
kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar
dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.
Model pembelajaran koopertif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya
dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-asalan. Pelaksanaan
prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan
pendidik mengelola kelas dengan efektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Roger dan David Johnson dalam Anita (2002) mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus
diterapkan. Kelima unsur tersebut yaitu: 1) saling ketergantungan positif; 2)
tanggung jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi antar anggota; 5)
evaluasi proses kelompok.
Untuk memenuhi kelima unsur tersebut harus dibutuhkan proses yang
melibatkan niat dan kiat para anggota kelompok para siswa harus mempunyai niat
untuk bekerjasama dengan yang lainnya dalam kegiatan belajar kelompok yang
akan saling menguntungkan. Selain niat, siswa juga harus menguasai kiat-kiat
berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain. Salah satu cara untuk
mengembangkan niat dan kerjasama antar siswa dalam model pembelajaran
kooperatif adalah melalui pengelolaan kelas. Ada tiga hal penting yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif, yakni
pengelompokan semangat kerjasama dan penataan ruang kelas.
Dari uraian itu dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada keaktifan siswa
melalui kegiatan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk 1)
mencapai hasil belajar akademik; 2) mengembangkan keterampilan sosial siswa;
3) mengajarkan kerjasama dan kolaborasi. Pada pembelajaran kooperatif, siswa
yang kurang dapat bersosialisasi dengan temannya yang lebih mampu, dan
diharapkan dapat meningkatkan kemampuannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
4. Think Pair Share (TPS)
Model yang sederhana, namun sangat bermanfaat, TPS awalnya
dikembangkan oleh Frank Lyman bersama kolega-koleganya di Universitas
Maryland pada tahun 1985. Model ini sangat efektif untuk menggantikan
pembelajaran klasik. Menurut Ledlow (2001) dalam Nik Azlina (2008),
mengatakan bahwa “TPS technique in education is also about: Think about your
answer individually, Pair with a partner in discuss your answers, and Share your
or your partners answer when called upon”. Yaitu teknik pembelajaran TPS
adalah berpikir tentang jawaban dari suatu pertanyaan secara individu kemudian
berpasangan dengan seorang teman ketika telah tiba waktunya. Jadi dalam
pembelajaran TPS guru memberikan suatu pertanyaan kemudian siswa diberi
kesempatan untuk menjawab sendiri, lalu guru meminta siswa berpasangan untuk
mendiskusikan jawaban pertanyaan kemudian berbagi jawaban dengan teman
yang lain dalam kelas.
Model TPS merupakan suatu strategi pembelajaran yang tumbuh dari
penelitian pembelajaran kooperatif. Dalam tahapan thinking, pairing, dan sharing
inilah kecakapan siswa dalam berkomunikasi yang meliputi kecakapan,
mendengar, berbicara, membaca, maupun menuliskan gagasan atau pendapatnya
ketika pembelajaran berlangsung akan terlihat. Adanya pemberian masalah
dilakukan untuk melihat penguasaan dan pemahaman siswa mengenai materi yang
telah dipelajarinya. Model pembelajaran ini memberi penekanan pada penggunaan
struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
(Yulaina, 2011). Dengan TPS diharapkan tercipta variasi suasana pola diskusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam TPS
dapat member siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespon dan saling
membantu.
TPS juga memberi kesempatan siswa untuk bekerja sendiri serta
bekerjasama dengan orang lain (Anita, 2010). Ada tiga ciri khusus tahap
pembelajaran TPS yaitu: 1) tahap Think, yaitu siswa diberikan kesempatan untuk
melatih kemampuan secara individu; 2) tahap Pair, yaitu siswa bertukar gagasan
atau ide dengan teman pasangannya; 3) tahap Share, yaitu siswa membagikan
gagasan atau ide pada saat tahap Pair dengan teman sekelas. Berdasarkan tahap-
tahap pembelajaran TPS aktivitas siswa akan berkembang karena pembelajaran
tidak lagi berpusat pada guru melainkan pada kegiatan pembelajaran berpusat
pada siswa sesuai dengan prinsip kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian
model pembelajaran TPS dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Langkah-langkah penerapan TPS pada mata pelajaran IPA adalah sebagai
berikut: 1) guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu untuk setiap kegiatan
pembelajaran; 2) guru memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan
masalah; 3) guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa; 4) guru
menggali pengetahuan awal siswa melalui kegiatan demonstrasi; 5) guru
memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada seluruh siswa; 6) siswa
mengerjakan LKS tersebut secara individu; 7) siswa dikelompokkan dengan
teman sebangkunya; 8) siswa berdiskusi dengan pasangannya mengenai jawaban
tugas yang telah dikerjakan; 9) guru secara acak memanggil satu pasang siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
untuk berbagi pendapat kepada seluruh siswa di kelas; 10) siswa dinilai secara
individu dan kelompok; 11) guru memberikan penguatan pada konsep-konsep
yang sudah benar, dan meluruskan pendapat atau jawaban-jawaban siswa yang
belum benar; 12) guru mengarahkan siswa untuk menyusun kesimpulan dari hasil
diskusi.
5. Numberd Heads Together (NHT)
Pembelajaran model NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk
mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam memiliki tujuan untuk
meningkatkan penguasaan isi akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen
dalam Ibrahim (2000) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut.
Penerapan pembelajaran model NHT merujuk pada konsep Spencer Kagen
dalam Ibrahim (2000) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah
materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dengan mengecek pemahaman
mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan lansung
kepada seluruh kelas, guru menggunakan empat langkah sebagai berikut: a)
penomoran; b) pengajuan pertanyaan; c) berpikir bersama; d) pemberian jawaban
Menurut Kagan dalam Apple (2006)” First the instructor puts learner into
groups of your to work on a task, and then gives each student a number. After
walking on a task together the instructor calls out a number. Each student with
that number must stand up and give a brief reportof his or her groups work to the
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
whole class”, yaitu pertama-tama guru membagi empat siswa dalam satu
kelompok untuk mengerjakan tugas kemudian memberi nomor untuk setiap siswa
setelah mengerjakan tugas bersama-sama kemudian guru memanggil sebuah
nomor dan siswa-siswa yang dipanggil nomornya harus berdiri dan memberikan
hasil diskusi kelompoknya kepada kelompok lain di kelas.
Dengan NHT diharapkan dapat mempengaruhi pola interaksi siswa
sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Pembelajaran NHT
dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut.
Langkah-langkah penerapan NHT pada mata pelajaran IPA adalah sebagai
berikut: 1) guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan
memotivasi siswa tentang pentingnya manfaat mempelajari pokok bahasan suhu
dan pengukuran; 2) guru membagi siswa dalam kelompok dengan jumlah anggota
4 sampai 5 siswa dan kepada setiap anggota dalam kelompok diberi nomor antara
1 sampai 5 atau memakai topi dari kertas yang diberi nomor; 3) guru melakukan
demonstrasi; 4) setiap kelompok mengamati demonstrasi yang dilakukan oleh
guru; 5) guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa tentang percobaan
yang telah dilakukan; 6) guru memberikan tugas melalui LKS dan masing-masing
kelompok mengerjakannya; 7) guru memberikan bimbingan kepada setiap
kelompok; 8) setiap kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar,
siswa dalam kelompok menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan
dari guru dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
9) guru memanggil salah satu nomor, siswa dengan nomor yang dipanggil
menjawab pertanyaan dari guru; 10) guru memberi kesempatan kepada kelompok
lain untuk menanggapi jawaban dari kelompok yang sudah mempresentasikan
hasil diskusi di depan kelas; 11) guru memberikan penghargaan / penilaian kepada
siswa / kelompok; 12) guru memberikan penguatan pengembangan materi
terhadap pokok-pokok materi; 13) guru bersama siswa menyimpulkan hasil dari
diskusi.
6. Interaksi Sosial
Pada hakekatnya manusia memiliki sifat yang dapat dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu manusia sebagai makhluk individual, manusia sebagai makhluk
sosial, dan manusia sebagai makhluk berketuhanan. Manusia sebagai makhluk
sosial dituntut melakukan hubungan sosial antar sesama dalam hidupnya
disamping tuntutan untuk hidup berkelompok. Hubungan sosial merupakan salah
satu hubungan yang harus dilaksanakan, artinya dalam hubungan itu setiap
individu menyadari tentang kehadirannya di samping kehadiran individu lain. Hal
ini disebabkan bahwa dengan kata sosial berarti hubungan yang berdasarkan
adanya kesadaran yang satu terhadap yang lain, ketika mereka saling berbuat,
saling mengakui, dan saling mengenal. Interaksi merupakan hubungan antara
seseorang dengan orang lain. Menurut Soejono (2006), interaksi sosial merupakan
hubungan sosial dinamis yang menyangkut hubungan antar orang per orang,
antara kelompok-kelompok manusia maupun antara per orang dengan kelompok.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan
hubungan antara dua individu atau lebih ketika individu yang satu mempengaruhi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya. Dalam
penelitian ini yang dimaksud dengan interaksi sosial siswa adalah kemampuan
seorang siswa dalam berhubungan atau bersosial dengan siswa lain. Kemampuan
berinteraksi akan sangat mempengaruhi hasil belajar siswa, karena dengan
berinteraksi seorang siswa akan saling bertukar pengalaman. Bertukar pengalaman
yang dimaksudkan adalah bertukar ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh masing-
masing siswa.
Pertukaran ilmu pengetahuan antara siswa satu dengan yang lainnya maka
akan memperbanyak tambahan wawasan seorang siswa. Ketika wawasan atau
pengetahuan semakin banyak maka kemungkinan untuk mencapai hasil belajar
yang maksimal akan tercapai. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Anop
(2008), yang menyatakan bahwa “Contructivism and peer collaboration in
elementary mathematics educations the connection epistemology”. Merupakan hal
yang wajar untuk berpikir bahwa kita belajar paling baik jika kita telah
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Membangun dimensi sosial
akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Interaksi sosial antara siswa sebaiknya dibantu oleh guru, hal ini bertujuan
agar siswa akan lebih mudah dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan siswa
lain. Selain siswa mampu berinteraksi dengan teman sesamanya maka interaksi
sosial yang diajarkan oleh seorang guru juga mengarahkan siswa agar mampu
berinteraksi dengan lingkungannya. Seorang siswa selain harus mampu
berinteraksi dengan lingkungan sekolahnya, ia juga harus mampu berinteraksi
dengan lingkungan masyarakat. Menurut Syaiful (2005), faktor-faktor yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
mempengaruhi interaksi sosial siswa dalam pembelajaran adalah terdiri dari
tenaga pengajar (pendidik), siswa, lingkungan sekolah, sarana-prasarana dan
karyawan.
Menurut Soejono (1990), bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan
proses asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerjasama (Cooperation), akomodasi
(Accomodation), dan asimilasi (Assimilation). Kerjasama merupakan suatu usaha
bersama individu dengan individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai satu
atau beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang
terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu-individu atau kelompok-
kelompok manusia berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial
yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan asimilasi merupakan suatu proses
antara pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasi dirinya dengan
kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok.
Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi
atas bentuk Persaingan (Competition) dan Pertentangan (Conflik). Persaingan
merupakan suatu proses antara individu atau kelompok-kelompok manusia yang
bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Sedangkan
pertentangan adalah suatu proses sosial antara individu atau kelompok berusaha
untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai
dengan ancaman dan kekerasan.
Komponen interaksi sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah
interaksi sosial siswa dengan guru yang mencakup tentang komunikasi dan
interaksi sosial siswa dengan siswa yang mencakup kerjasama, persaingan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
pertentangan, persesuaian, perpaduan dan komunikasi. Interaksi sosial siswa
dalam penelitian ini akan diukur menggunakan angket yang disebarkan kepada
siswa sebelum proses pembelajaran dimulai. Aspek yang akan diukur adalah
interaksi sosial siswa dengan siswa lain. Interaksi sosial siswa dengan guru dan
interaksi sosial siswa dengan lingkungan sekolah. Skala yang digunakan adalah
skala Likert dengan nilai 1, 2, 3, dan 4.
7. Sikap Ilmiah
Sikap didefinisikan sebagai keadaan internal seseorang yang
mempengaruhi pilihan-pilihan atas tindakan-tindakan pribadi yang dilakukannya
(Suparno, 2001). Sikap terbentuk dan berubah sejalan dengan perkembangan
individu atau dengan kata lain sikap merupakan hasil belajar individu melalui
interaksi sosial. Hal ini berarti bahwa sikap dapat dibentuk dan diubah melalui
pendidikan. Sikap positif dapat berubah menjadi negatif jika tidak mendapat
pembinaan dan sebaliknya sikap negatif dapat berubah menjadi positif jika
mendapatkan pembinaan yang baik. Karena sikap mempunyai valensi/ tingkatan
maka sikap positif dapat juga ditingkatkan menjadi sangat positif. Di sinilah letak
peranan pendidikan dalam membina sikap siswa.
Menurut Baharuddin (1982) mengemukakan bahwa: “sikap ilmiah pada
dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh ilmuwan saat mereka melakukan
kegiatan sebagai seorang ilmuwan. Dengan perkataan lain kecenderungan
individu untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu masalah secara
sistematis melalui langkah-langkah. Menurut Slameto (2003), sikap merupakan
sesuatu yang dipelajari yang menentukan proses ia bereaksi terhadap situasi serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
menetukan yang dicari individu dalam kehidupannya. Sikap selalu berkenaan
dengan suatu obyek disertai dengan perasaan positif dan negatif.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan hasil
dari sosialisasi (interaksi) individu dengan lingkungannya untuk memberikan
tanggapan dari respon yang diterimanya. Sikap ilmiah bisa dikaitkan dengan
keilmuan, sehingga definisi operasional dari sikap ilmiah adalah sikap yang
diwujudkan dalam bentuk perilaku aktual yang bersifat keilmuan terhadap
stimulus tertentu. Murat (2009) dalam jurnalnya menyatakan bahwa “In science
classes, it is aimed not only to allow the students memorize scientific knowledge
hy heart, but also to help them, insofar as possible, gain the necessary attitudes
and cognitive process skills necessary to solve science problems. The students
may form the basis of scientific learning by only approaching the events like
scientists”.
Sikap mempunyai tiga komponen yaitu kognitif yang berhubungan dengan
pengetahuan, afektif yang berhubungan dengan perasaan dan psikomotoris yang
berhubungan dengan kecenderungan untuk bertindak. Struktur kognitif
merupakan pangkal terbentuknya sikap seseorang. Struktur kognitif ini sangat
ditentukan oleh pengetahuan atau informasi yang berhubungan dengan sikap,
yang diterima seseorang. Sikap yang dikembangkan dalam sains adalah sikap
ilmiah yang dikenal dengan “scientific attitude”
Sikap ilmiah (scientific attitude) mengandung dua makna, yaitu attitude to
science dan attitude of science Attitude yang pertama mengacu pada sikap
terhadap sains sedangkan attitude yang kedua mengacu pada sikap yang melekat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
setelah mempelajari sains. Jika seseorang memiliki sikap tertentu, orang itu
cenderung berperilaku demikian secara konsisten pada setiap keadaan.
Beberapa contoh “scientific attitude” yang mulai lazim dikembangkan di
sekolah meliputi : sikap jujur, terbuka, luwes, tekun, logis, kritis, kreatif. Namun
beberapa sikap ilmiah yang lebih khas dan belum optimal dikembangkan meliputi
curiosity (sikap ingin tahu), respect for evidence (sikap untuk senantiasa
mendahulukan bukti), flexibility (sikap luwes terhadap gagasan baru), cristical
reflection (sikap merenung secara kritis), sensitivity to living things and
environment (sikap peka / peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan).
Beberapa sikap ilmiah yang dikemukan oleh Brotowidjoyo (1985) yang
biasa dilakukan oleh para ahli dalam menyelesaikan masalah berdasarkan metode
ilmiah, antara lain: sikap ingin tahu, sikap kritis, sikap obyektif, sikap ingin
menemukan, sikap menghargai karya orang lain, sikap tekun, dan sikap terbuka.
Adapun komponen sikap ilmiah yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah teliti / cermat, jujur, disiplin, menghargai pendapat orang lain,
menyampaikan ide / pendapat, sikap ingin tahu, bekerjasama dan kritis. Sikap
ilmiah siswa dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan angket yang
disebarkan kepada siswa sebelum proses pembelajaran dimulai. Skala yang
digunakan adalah skala Likert dengan nilai 1, 2, 3, dan 4.
8. Prestasi Belajar
Banyak ahli menyampaikan pendapatnya mengenai prestasi belajar.
Winkel (1993) mengatakan, “Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan
belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
sesuai dengan bobot yang dicapainya. Suratinah (2011) menyatakan prestasi
adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam
bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang mencerminkan hasil yang
sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu. Prestasi dikatakan pula
merupakan, “hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar ”(Muhibbin, 2004).
Menurut Taksonomi Bloom dan kawan-kawan dalam (Aunurrahman, 2010)
prestasi belajar atau hasil belajar dikelompokkan menjadi tiga ranah atau kawasan,
yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Menurut Krathwohl
dalam Djemari (2007), prestasi belajar ditentukan oleh kualitas proses
pembelajaran. Prestasi merupakan hasil yang dicapai siswa sebagai hasil
pelajarannya yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor setelah
mengikuti proses belajar mengajar.
Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis
(analysis), sintesis (synthesis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
Keenam jenis perilaku tersebut diurutkan berdasarkan tingkatan yang paling
mudah sampai yang paling sulit.
Ranah Afektif berkaitan dengan sikap siswa pada saat pelaksanaan
kegiatan pembelajaran. Ranah afektif mengukur seberapa besar peran siswa dalam
mengikuti suatu proses. Secara rinci ranah afektif terdiri dari lima jenis perilaku,
yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan
pembentukan pola hidup. Perilaku mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan
kesediaan untuk memperhatikannya. Partisipasi mencakup kerelaan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
kesediaan untuk memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Penilaian dan penentuan sikap mencakup penerimaan terhadap suatu nilai,
menghargai, mengakui, dan menentukan sikap. Organisasi mencakup kemampuan
membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. Perilaku
yang kelima adalah pembentukan pola hidup yaitu perilaku yang mencakup
kemampuan menghayati nilai, dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan
pribadi. Ranah afektif berkaitan dengan pembentukan sikap.
Ranah Psikomotorik berkaitan dengan aktivitas fisik siswa terhadap
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Misalnya seperti menera alat, merangkai alat,
melakukan percobaan, mengemasi alat dan lain sebagainya. Ranah psikomotor
terdiri dari tujuh perilaku atau kemampuan motorik, yaitu persepsi, kesiapan,
gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan komplek, penyesuaian pola
gerakan, dan kreativitas. Ketujuh perilaku motorik itu semuanya dapat diamati
dan dapat diukur.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah kecakapan yang diraih siswa setelah melaksanakan proses pembelajaran
yang terwujud dalam nilai yang berbentuk angka. Hasil belajar siswa mencakup
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Informasi aspek kognitif dan
psikomotorik diperoleh dari sistem penilaian yang digunakan untuk mata
pelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar. Sedangkan aspek afektif
diperoleh melalui kuesioner, inventori, dan pengamatan sistematik (Depdiknas
2003). Hasil penelitian aspek kognitif berupa angka pada rentang 0 (nol) – 100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
(seratus), sedangkan penelitian aspek afektif dan aspek kognitif proses dengan
cara kualitatif dengan huruf misalnya A, B, C, dan D.
9. Karakteristik Mata Pelajaran Fisika
Fisika adalah bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Natural
Science. Dalam IPA Fisika menempati posisi sentral. Membahas fisika dapat
melalui hakekat IPA. Pada hakekatnya Sains (IPA) dapat dipandang sebagai tiga
hal yang sama pentingnya, yaitu: 1) serangkaian proses sistematis untuk
mendapatkan informasi tentang alam semesta; 2) kumpulan pengetahuan
(produk); 3) nilai dan sikap yang melekat pada orang yang menggunakan proses
ilmiah untuk mendapatkan pengetahuan. Produk IPA diperoleh melalui proses
ilmiah setelah melakukan analisis dan penyimpulan atas sekumpulan fakta yang
diperoleh dari pengamatan dan pengukuran terhadap gejala-gejala alam yang
berdasarkan sikap ilmiah yang dijunjung tinggi oleh para ilmuan.
Fisika termasuk salah satu ilmu pengetahuan alam (Sains) yang membahas
gejala dan perilaku alam, yang dapat diamati oleh manusia. Karena fisika
merupakan ilmu eksperimental, maka dengan melakukan percobaan, siswa tidak
hanya memahami dan menguasai konsep, teori, asas dan hukum fisika, tetapi
perlu juga menerapkan metode ilmiah dan mengembangkan sikap ilmiah. Belajar
fisika tidak cukup hanya sekedar melihat, mengingat, dan membayangkan tetapi
harus melakukan.
Sains sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum-
hukum dan teori. Fakta merupakan kegiatan-kegiatan empiris didalam sains dan
konsep, prinsip, hukum-hukum dan teori merupakan kegiatan-kegiatan analitis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Sains sebagai proses dipandang sebagai kerja atau sesuatu yang harus dilakukan
dan diteliti yang dikenal dengan proses ilmiah atau metode ilmiah melalui
keterampilan menemukan antara lain: mengamati, mengklarifikasi, mengukur,
mengkomunikasi, memprediksi, menduga, mendefinisikan secara operasional
merumuskan hipotesis, menginterpretasi data, mengontrol variabel dan melakukan
eksperimen. Sains dipandang sebagai sikap ilmiah yang mencakup rasa ingin tahu,
berusaha untuk membuktikan, menerima perbedaan, menjadi kooperatif dan
menerima kegagalan sebagai suatu hal yang positif (Linggar, 2011).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakekat sains terdiri dari tiga
komponen yaitu: produk, proses, dan sikap ilmiah. Jadi sains bukan hanya terdiri
atas kumpulan pengetahuan atau fakta yang dihapal, namun juga merupakan
kegiatan atau proses aktif dalam menggunakan pikiran untuk mempelajari rahasia
gejala alam.
10. Suhu dan Pengukurannya
a. Pengertian Suhu dan Termometer
Dalam kehidupan sehari-hari (derajat) panas atau dinginnya suatu benda
dikenal dengan istilah suhu atau temperatur. Tangan atau indra peraba tidak dapat
dengan tepat digunakan sebagai alat pengukur suhu. Karena tidak ada orang yang
dapat mengukur derajat atau besar suhu suatu benda secara tepat, maka diperlukan
suatu alat untuk mengukur suhu. Para ilmuan telah menyelidiki dan menemukan
suatu alat pengukur dengan tepat dan bersifat standar, dalam arti dapat dipakai
secara internasional yang dinamakan termometer. Dalam SI, satuan suatu suhu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
dinyatakan dalam Kelvin, sedangkan di Indonesia atau dikehidupan sehari-hari
dinyatakan dalam derajat celcius (°C).
Termometer sekarang pada umumnya menggunakan pipa gelas yang berisi
zat cair, misalnya raksa atau alkohol. Termometer bekerja berdasarkan prinsip
perubahan volume, yaitu memuai jika suhu naik dan menyusut jika suhu turun.
Termometer ada juga yang terbuat dari bimetal, yaitu dua buah logam yang
berbeda jenisnya disatukan.
Gambar 2.1 Termometer
b. Jenis-Jenis Termometer
1) Bahan
a) Bahan Cair
(1) Termometer zat cair dalam gelas
Termometer zat cair dalam gelas disebut juga termometer cairan. Jenis
termometer ini hanya digunakan untuk mengukur suhu pada rentang pengukuran
terbatas yang sangat dipengaruhi oleh jenis zat termometrik yang berupa cairan
dalam pipa kapiler dari gelas. Termometer cairan merupakan salah satu jenis
termometer yang paling banyak dijumpai pada pemakaian sehari-hari. Prinsip
yang digunakan pada termometer cairan adalah pemuaian zat cair jika dipanaskan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
b) Bahan Padat
(1) Termometer Bimetal
Termometer bimetal memanfaatkan logam untuk menunjukkan adanya
perubahan suhu dengan prinsip logam akan memuai jika dipanaskan dan
menyusut jika didinginkan. Keping bimetal dibentuk spiral dan tipis. Ujung spiral
bimetal ditahan sehingga tidak bergerak dan ujung lainnya menempel pada gir
penunjuk. Makin besar suhu, keeping bimetal makin melengkung dan
menyebabkan jarum penunjuk bergerak kekanan kearah skala yang lebih besar.
Termometer bimetal dapat dijumpai pada mobil.
Gambar 2.2 Termometer Bimetal
(2) Termometer Hambatan
Termometer hambatan adalah termometer yang paling tepat digunakan
dalam industri untuk mengukur suhu di atas 1000oC. Salah satu termometer yang
dibuat berdasarkan perubahan hambatan logam adalah termometer hambatan
platina.
Dalam termometer hambatan terdapat kawat penghantar yang disentuhkan
ke benda yang akan diukur suhunya, misalnya pada pengolahan besi atau baja.
Suatu tegangan, atau potensial listrik, yang bernilai tetap diberikan sepanjang
termistor, yaitu sensor yang terbuat dari logam dengan hambatan yang bertambah
jika dipanaskan. Perubahan suhu berakibat pada perubahan besar hambatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
termistor. Besar hambatan ini dapat diukur oleh galvanometer yang telah
dikalibrasi sehingga menunjukkan besar suhu dari benda yang diukur suhunya.
Termometer ini dapat ditempelkan pada permukaan zat yang akan diukur
suhunya. Besar hambatan pada perubahan suhu ∆T, bahan yang memiliki
hambatan mula-mula R0, konstanta α, dinyatakan oleh rumus:
RT = R0 (1 + α ∆T) (2.1)
Gambar 2.3 Termometer Hambatan
(3) Termokopel
Pengukuran suhu dengan ketepatan tinggi dapat dilakukan dengan
termokopel, di mana suatu gaya gerak listrik (dalam satuan milivolt) dihasilkan
saat dua kawat yang berbahan logam yang berbeda disambungkan untuk
membentuk sebuah loop, dan kedua persambungan itu memiliki suhu yang
berbeda. Untuk meningkatkan besar ggl yang dihasilkan, beberapa termokopel
bisa dihubungkan secara seri untuk membentuk sebuah termopil.
Gambar 2.4 Termokopel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
c). Bahan Gas
(1) Termometer gas
Termometer gas adalah jenis termometer yang memanfaatkan sifat-sifat
termal gas. Terdiri dari bola kaca berisi gas yang dihubungkan dengan
manometer. Prinsip kerjanya adalah pengaruh suhu terhadap tekanan. Apabila
bola gas terkena panas maka gas di dalam tabung kaca akan memuai dan menekan
zat cair (air raksa atau Hg) yang berada di dalam manometer. Kenaikan zat cair
tersebut digunakan untuk mengetahui suhu di sekitar bola kaca.
Gambar 2.5 Termometer Gas
Ada dua macam termometer gas, yaitu:
(a) Termometer yang volume gasnya dijaga tetap, dan tekanan gas tersebut
dijadikan sifat termometrik dari termometer. Termometer ini terdiri dari bola
yang berisi gas yang dihubungkan dengan tabung manometer. Prinsip
kerjanya adalah perubahan tekanan suatu gas akibat perubahan suhu bila
volumenya tetap.
Gambar 2.6 Termometer gas volume tetap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
(b) Termometer yang tekanan gasnya dijaga tetap, dan volume gas tersebut
dijadikan sifat termometrik dari termometer. Termometer gas tekanan tetap
dibuat berdasarkan pada perubahan volume gas yang berubah karena adanya
perubahan temperatur. Pada proses volume tetap, kenaikan temperatur
mengakibatkan tekanan gas naik dan sebaliknya penurunan temperatur akan
mengakibatkan tekana gas menurun. Pada proses tekanan tetap, volume gas
akan bertambah jika temperatur gas naik dan sebaliknya volume gas akan
mengecil jika temperatur gas turun.
2) Penggunaan
a) Termometer Badan atau Termometer Klinis
Suhu tubuh manusia tidak pernah lebih rendah dari 35oC dan tidak pernah
lebih tinggi dari 42oC sehingga termometer yang digunakan memiliki skala suhu
antara 35oC sampai dengan 42
oC (gambar 2.7)
Gambar 2.7 Termometer Badan / Klinis
Cara menggunakan termometer badan untuk mengukur suhu tubuh adalah
sebagai berikut: mula-mula periksa terlebih dahulu apakah termometer sudah
menunjukkan suhu di bawah 35oC. Jika belum, termometer dikibas-kibaskan
sehingga menunjukkan suhu kurang dari 35oC. Selanjutnya pasang termometer di
bawah ketiak atau lipatan tubuh kira-kira 5 menit. Setelah itu, ambil termometer
dari tubuh dan baca pada skala termometer. Skala yang ditunjukkan termometer
menunjukkan suhu tubuh pasien pada keadaan itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
b) Termometer Maksimum-Minimum (Six-Bellani)
Termometer maksimum-minimum Six digunakan untuk mengukur suhu
dalam rumah kaca, yaitu bangunan yang digunakan untuk menanam tumbuh-
tumbuhan sebagai bahan penelitian. Pada umumnya suhu maksimum terjadi pada
siang hari dan suhu minimum terjadi pada malam hari.
Termometer ini ditemukan oleh James Six pada akhir abad ke-18.
Termometer ini terdiri atas tabung silinder A, tabung B, dan pipa U. Tabung
silinder A yang berisi alkohol atau minyak creasote dihubungkan dengan tabung
B yang juga berisi alkohol melalui pipa U yang berisi raksa (Gambar 2.8).
Termometer maksimum-minimum Six dilengkapi dengan dua skala, yaitu
skala minimum pada pipa kiri dan skala maksimum pada pipa kanan. Jadi, suhu
maksimum dan suhu minimum dapat dibaca sesuai dengan tinggi kolom raksa
pada masing-masing pipa.
Gambar 2.8 Termometer Maksimum-Minimum
c) Termometer Ruang
Termometer ruang adalah termometer yang digunakan untuk mengukur
suhu ruang, misalnya suhu ruang laboratorium. Biasanya termometer ruang
diletakkan menempel di dinding dalam arah vertikal. Termometer ruang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
mempunyai rentang skala yang lebih besar karena suhu ruang lebih bervariasi
dibanding suhu badan.
Pada umumnya suhu ruang tidak pernah di bawah 0oC, kecuali beberapa
ruang khusus misalnya ruang pendingin untuk menyimpan daging dalam jumlah
besar atau zat-zat kimia yang membutuhkan suhu sangat rendah. Jadi skala
termometer ruang dapat berkisar antara -10oC sampai 50
oC.
Gambar 2.9 Termometer Ruang
d) Termometer Laboratorium
Ciri-ciri termometer laboratorium, antara lain: 1) digunakan untuk
mengukur suhu dalam percobaan, penelitian atau pengukuran ilmiah lainnya; 2)
menggunakan zat muai raksa atau alkohol; 3) skala ukurannya luas, hingga di
bawah nol; 4) terdapat jenis termometer laboratorium yang sengaja tidak diberi
skala sehingga dapat digunakan untuk praktik penentuan skala.
Gambar 2.10 Termometer Laboratorium
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
3) Skala
(a) Celcius
Termometer ini dibuat dari kaca tipis yang bagian dalamnya berlubang
dengan tandon bawah yang diisi raksa. Di atas raksa adalah ruang hampa udara
yang ujung atasnya tertutup. Alat ini dilengkapi dengan skala untuk menunjukkan
suhu. Skala Celsius dibuat oleh Andreas Celsius (1701-1744). Andreas Celcius
menentukan titik tetap bawah berdasarkan titik lebur es murni pada tekanan 1
atmosfer yang ditandai dengan angka 00C, sementara titik tetap atasnya ditentukan
berdasarkan titik didih air murni pada tekanan 1 atmosfer yang ditandai dengan
angka 1000C, kemudian Andreas Celcius membagi rentang angka tersebut
kedalam 100 bagian skala, setiap bagian (skala) menunjukkan suhu sebesar 10C.
(b) Reamur
Skala Reamur dibuat oleh Rene Antonie Ferhult de Reamur. Titik lebur es
murni sebagai titik tetap bawah ditandai degan angka 00R dan titik didih air murni
sebagai titik tetap atas ditandai degan angka 800R dan rentang kedua titik tetap
tersebut dibagi menjadi 80 bagian (skala) dan setiap skala menunjukkan suhu
sebesar 10R.
(c) Fahrenheit
Dibuat oleh Daniel Gabriel Fahrenheit (1686-1736). Titik tetap bawah
pada skala Fahrenheit ditentukan berdasarkan titik lebur es murni pada tekanan 1
atmosfer yang ditandai degan angka 320F, dan titik tetap atasnya ditentukan
berdasarkan titik didih air murni pada tekanan 1 atmosfer yang ditandai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
angka 2120F kemudian rentang angka tersebut dibagi kedalam 180 bagian (skala)
dan setiap skala menunjukkan suhu terbesar 10F.
(d) Kelvin
Skala Kelvin dibuat berdasarkan energi kinetik yang dimiliki oleh benda,
skala ini dibuat oleh Lord William Thomson Kelvin (1824-1907) ia menetapkan
skala nol mutlak sebesar -2730C, yaitu berdasarkan gerak partikel yang bertambah
lambat dan berhenti pada suhu -2730C. Dengan demikian, 0K setara dengan -
2730C atau 0
0C setara dengan 273K. Oleh karena itu setiap satu skala Kelvin sama
dengan satu skala Celsius, maka titik tetap bawah skala Kelvin adalah 273K dan
titik tetap atasnya adalah 373K. Skala Kelvin lebih praktis bila dibandingkan
dengan skala yang lain sehingga skala Kelvin digunakan sebagai satuan
Internasional (SI) untuk suhu.
Gambar 2.11 Macam-macam skala termometer
4) Hasil Tampilan
(a) Termometer Analog
Merupakan termometer zat cair (termometer raksa atau termometer
alkohol).
(b) Termometer Digital
Untuk termometer digital umumnya menggunakan sensor elektronik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Gambar 2.12 Termometer Analog dan Digital
c. Bagian-Bagian Termometer
Gambar 2.13 Bagian-Bagian Termometer
d. Zat Termometrik
Zat-zat yang mempunyai sifat yang berubah bila suhunya berubah disebut
zat termometrik (thermometric substance), dan besaran-besaran fisis yang berubah
bila suhunya berubah disebut sifat termometrik (thermometric property). Apabila
suhu suatu zat berubah, maka ada beberapa sifat zat berubah, antara lain:
warnanya (misalnya besi panas), volumenya, tekanannya, dan daya hantar
listriknya (hambatannya). Sebagai contoh sifat termometrik pada jenis termometer
cairan adalah perubahan kolom cairan (tinggi kenaikan cairan) dalam pipa kapiler
dari gelas, sedangkan contoh zat termometrik (thermometric substance) adalah
jenis cairan dalam pipa kapiler misalnya alkohol, air raksa.
Bagian-bagian termometer
terdiri atas: titik tetap atas, pipa
kaca yang berupa pipa kapiler,
skala suhu, titik tetap bawah, zat
cair pengisi termometer, reservoir,
skala, tabung gelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Dengan memanfaatkan sifat termometrik zat tersebut, orang dapat
membuat beberapa jenis termometer antara lain: termometer cairan (termometer
kaca), termometer gas, termometer hambatan listrik (pirometer), termokopel, dan
sebagainya.
e. Bahan Pengisi Termometer
Bahan pengisi untuk membuat termometer yang sering digunakan sampai
saat ini adalah zat cair. Hal ini karena pada umumnya jika zat cair dipanaskan
(suhunya naik), volumenya akan berubah sehingga perubahan volume ini
dimanfaatkan untuk membuat termometer. Walaupun termometer memiliki sifat
termometrik yaitu volume air memuai (bertambah) jika dipanaskan dan menyusut
(berkurang) jika didinginkan. Air tidak digunakan sebagai bahan pengisi
termometer karena: 1) air membasahi dinding kaca sehingga meninggalkan titik
titik air pada kaca dan ini mempersulit membaca ketinggian air dalam tabung; 2)
air tidak berwarna sehingga sulit sulit dibaca batas ketinggiannya; 3) jangkauan
suhu air terbatas ( 0 - 100); 4) perubahan volume air saat dipanaskan sangat kecil.
Selain itu hasil pengukuran yang didapat kurang teliti karena air termasuk
penghantar panas yang sangat jelek. Agar semua bagian air mencapai suhu yang
sama diperlukan waktu yang lama. Termometer yang menggunakan bahan zat cair
antara lain: termometer kliniks / termometer demam, termometer dinding / ruang
dan termometer maksimum-minimum yang biasa disebut termometer Six Bellani.
Zat cair yang paling banyak digunakan untuk mengisi tabung termometer adalah
raksa dan alkohol. Terdapat berbagai keuntungan dan kerugian penggunaan zat
cair tersebut, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
1) Raksa
Keuntungan:
(a) mudah dilihat karena mengkilap
(b) pemuaiannya teratur
(c) tidak membasahi dinding
d) jangkauan suhunya cukup besar, yaitu -390C sampai 357
0C.
Kerugian:
(a) harganya mahal
(b) tidak dapat mengukur suhu yang sangat rendah (kurang dari -390C)
(c) merupakan bahan beracun
Contoh termometer raksa adalah termometer klinis (pengukur suhu badan).
Gambar 2.14 Termometer Raksa
2) Alkohol
Keuntungan:
(a) harganya murah
(b) lebih teliti untuk perubahan yang sangat kecil karena pemuaiannya cukup
besar
(c) titik bekunya rendah, yaitu -1120 C
Kerugian:
(a) titik didih 780 C sehingga tidak bisa mengukur suhu tinggi
(b) tidak berwarna sehingga sulit dilihat
(c) membasahi dinding.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Contoh termometer alkohol adalah termometer laboratorium
Gambar 2.15 Termometer alkohol
f. Cara Membaca Skala Termometer
Pembacaan skala termometer harus dilakukan dengan posisi yang benar.
Kesalahan posisi dapat menyebabkan skala pada termometer salah. Posisi
pembacaan skala yang benar adalah sejajar dengan skala pembacaan.
Gambar 2.16 Cara Membaca Skala Termometer Yang Benar
Termometer
900
√BENAR
Mata membaca skala
dengan posisi yang
benar, sehingga yang
dibaca benar juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
g. Konversi Suhu
Gambar 2.17 Kesetaraan Skala Termometer
Dari Gambar 2.16, diketahui bahwa 0°C = 32°F dan 100°C = 212°F, serta
100 skala Celsius= 180 skala Fahrenheit sehingga dapat dinyatakan persamaan
sebagai berikut:
(2.2)
Sehingga diperoleh hubungan antara skala Celcius dan skala Fahrenheit sebagai
berikut:
t°C = (2.3)
t (2.4)
Telah diketahui bahwa titik tetap bawah skala Celsius dan skala Reamur
adalah 0°C dan 0°R. Adapun titik tetap atas skala Celsius dan skala Reamur
adalah 100°C dan 80°R. Jadi, 100 skala Celsius = 80 skala Reamur. Sehingga
dapat dinyatakan persamaan sebagai berikut:
(2.5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Sehingga diperoleh hubungan antara skala Celcius dan skala Reamur sebagai
berikut:
t oC = (2.6)
t (2.7)
Diketahui bahwa 0 °C = 273K dan 100°C = 373K. Skala Celsius dan skala
Kelvin sama-sama mempunyai 100 skala sehingga dapat dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut:
(2.8)
Sehingga diperoleh hubungan antara skala Celcius dan skala Kevin
sebagai berikut:
toC = T K – 273 (2.9)
T K = toC + 273 (2.10)
Berdasarkan persamaan yang sebelumnya, dapat melakukan konversi di
antara ke empat skala suhu, seperti tabel 2.1.
Tabel 2.1 Konversi Suhu
Celcius Fahrenheit Kelvin Reamur
Celcius C = (F – 32) C = K – 273 C = R
Fahrenheit F = C + 32 F = (K – 273) + 32 F = R + 32
Kelvin K = C + 273 K = (F – 32) + 273 K = R +273
Reamur R = C R = (F - 32) R = (K – 273)
h. Skala Mutlak
Temperatur nol mutlak dikenal dengan sebutan skala mutlak atau skala
suhu Kelvin. Kelvin adalah nama Lord Kelvin (1824-1907), fisikawan Inggris.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Pada skala ini, suhu dinyatakan dalam Kelvin (K). Pada skala celcius, nol digeser
hingga 0K. Jadi 0K = -273,15oC dan 273,15K = 0
oC. Suhu dalam skala Celcius
dapat diubah menjadi skala Kelvin dengan menambahkan 273,15, suhu dalam
skala Kelvin bisa diubah menjadi skala Celcius dengan mengurangi 273,15.
Secara matematis, bisa ditulis sebagai berikut:
T K = ToC + 273,15 (2.11)
T oC = T K - 273,15 (2.12)
Pada tekanan konstan, volume sejumlah tertentu gas sebanding dengan
suhu absolutnya. Hukum di atas dapat dituliskan sebagai berikut:
V ≈ T (2.13)
Hubungan di atas ditemukan oleh Charles pada tahun 1787 dan dikenal
sebagai Hukum Charles. Secara grafik, hukum Charles dapat digambarkan seperti
pada gambar 2.18. Terlihat bahwa apabila garis-garis grafik diekstrapolasikan
hingga memotong sumbu X (suhu), maka garis-garis grafik tersebut akan
memotong di satu titik yang sama yaitu - 273,15°C. Titik ini dikenal sebagai suhu
nol absolute yang nantinya dijadikan sebagai skala Kelvin. Hubungan antara
Celcius dengan skala Kelvin adalah:
K = °C + 273,15 (2.14)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Gambar 2.18 Grafik Suhu Mutlak
B. Penelitian Yang Relevan
1. Niken Eka Priyani (2010) menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh
pembelajaran kimia model TPS dan NHT terhadap prestasi belajar siswa.
Meskipun demikian pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan sebenarnya
kurang sehingga ada kemungkinan pengaruh perlakuan yang belum tampak
dengan jelas. Hal ini terkait dengan dengan keterbatasan dalam alokasi waktu
untuk tiap KD dan pembelajaran dengan model TPS dan NHT dianggap sebagai
hal yang baru terutama bagi siswa sehingga proses belajar mengajar yang terjadi
tidak dapat berjalan secara maksimal saat awal pembelajaran. Penelitian tersebut
dilakukan untuk pelajaran kimia, sedangkan penelitian ini dilakukan pada mata
pelajaran fisika sehingga perlakuan yang diberikan kepada sampel sesuai dengan
karakteristik fisika yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah, dan produk ilmiah.
2. Hasil penelitian Ika Rahmawati (2010) menunjukkan bahwa, model
pembelajaran kooperatif berpengaruh terhadap prestasi belajar IPA, model
pembelajaran kooperatif NHT lebih efektif dibandingkan dengan model
pembelajaran kooperatif TPS. Keterbatasan dari penelitian ini adalah bahwa hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
yang diperoleh mungkin tidak sesuai harapan, karena pelaksanaan penelitian yang
dilakukan sebanyak dua kali pertemuan dengan alokasi waktu empat jam
pelajaran sebenarnya dirasakan sangat kurang, sehingga ada kemungkinan
pengaruh perlakuan belum tampak. Sejalan dengan penelitian Ika Rahmawati,
penelitian ini akan memperbaiki proses pembelajaran model TPS dan NHT
dengan melakukan penelitian sebanyak empat kali pertemuan dengan alokasi
waktu delapan jam pelajaran sehingga proses pembelajaran akan lebih maksimal.
3. Penelitian yang dilakukan Stephanus Legiyo (2009) menyimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif TPS memberikan rataan prestasi belajar yang
lebih tinggi dibandingkan NHT. Keterbatasan dari penelitian ini adalah sempitnya
waktu penelitian, sehingga data yang dihasilkan tidak secara sempurna
menunjukkan kondisi yang sesungguhnya. Berdasarkan penelitian tersebut akan
dilakukan penelitian lanjutan dengan alokasi waktu penelitian yang lebih
maksimal.
4. Ika Maryani (2011) menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan
metode kooperatif menggunakan TPS dan NHT terhadap prestasi belajar siswa
tetapi ada pengaruhnya terhadap keterampilan metakognitif. Meskipun demikian
sampel yang digunakan berasal dari siswa laki-laki. Sedangkan karakteristik
model pembelajaran kooperatif sendiri salah satunya adalah dapat digunakan
dalam kondisi siswa yang heterogen. Berdasarkan penelitian ini akan diteliti lebih
lanjut pembelajaran model TPS dan NHT dengan sampel yang heterogen baik
jenis kelamin, budaya, kebiasaan, kemampuan akademik, sosial ekonomi, dan
tempat tinggal yang berjauhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
5. Yulaina Nurramadhani (2011) menyimpulkan pembelajaran kooperatif
berpengaruh terhadap prestasi belajar. TPS lebih efektif dibanding NHT.
Keterbatasan dari penelitian Yuliana Nurraamadhani adalah instrumen penelitian
yang digunakan untuk pengambilan data divalidasi oleh jumlah validator yang
kurang atau diuji cobakan untuk sampel yang terbatas dan hanya satu kali uji coba
sehingga tidak sempat diperbaiki jadi dipakai yang valid saja. Berdasarkan
penelitian tersebut akan dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan
instrumen yang terstandar yang telah di validasi oleh validator yang berkompeten.
6. Krisna Merdekawati (2011), menyimpulkan bahwa ada perbedaan prestasi
belajar ranah kognitif dan afektif serta lokus control internal antara siswa yang
diberi pembelajaran dengan model TPS dan siswa yang diberi pembelajaran
dengan model NHT. Model TPS lebih baik daripada siswa yang diberi
pembelajaran dengan NHT. Kekurangan dari penelitian Krisna Merdekawati
adalah pembagian kelompok pada model TPS maupun NHT didasari pada
kedekatan tempat duduk, sehingga kelompok yang terbentuk kurang heterogen.
Akibatnya interaksi dan proses belajar dalam kelompok tidak maksimal.
Berdasarkan penelitian ini akan diteliti lebih lanjut pembelajaran model TPS dan
NHT sesuai dengan karakteristiknya.
7. Hasil penelitian Murat Dermibas (2009) menunjukkan bahwa siswa harus
menguasai sikap ilmiah untuk menghapal dan memecahkan masalah ilmu
pengetahuan. Berdasarkan penelitian ini akan diteliti lebih lanjut pembelajaran
model TPS dan NHT pada pembelajaran fisika, mengingat proses pembelajaran
fisika menekankan pada pemberian pengalaman langsung sehingga siswa dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
membangun pengetahuannya sendiri dan mengembangkan kompetensinya agar
mampu memahami alam sekitar secara alamiah.
8. Penelitian yang dilakukan Anop Gupta (2008) menyimpulkan bahwa
merupakan hal yang wajar untuk berpikir bahwa kita belajar paling baik jika kita
telah berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Membangun dimensi
sosial akan meningkatkan prestasi belajar siswa. Berdasarkan penelitian ini akan
diteliti lebih lanjut dengan menggunakan pembelajaran model TPS dan NHT
sehingga diharapkan akan lebih baik lagi dalam mencapai prestasi belajar dan
meningkatkan akivitas siswa.
9. Hasil penelitian Nasrin Ozsoy dan Nazli Yilda (2004) menunjukkan bahwa
teknik belajar bersama dari metode pembelajaran kooperatif lebih efektif dari
pada metode mengajar tradisional. Berdasarkan penelitian ini akan diteliti lebih
lanjut dengan menggunakan pembelajaran model TPS dan NHT, mengingat
pembelajaran fisika berpusat pada siswa sehingga menuntut keterlibatan siswa
secara aktif sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri dan
mengembangkan kompetensinya agar mampu memahami alam sekitar secara
alamiah.
10. Hasil penelitian David W. Johson, Roger T, Johson dan Mary Beth Stau
(2000), kedelapan model pembelajaran kooperatif memiliki pengaruh positif yang
signifikan terhadap pengembangan siswa. Berdasarkan penelitian tersebut
dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan pembelajaran model TPS dan
NHT dalam pembelajaran fisika sehingga tidak hanya pengembangan siswa saja
yang tercapai tapi siswa dapat mencapai prestasi belajar yang maksimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
11. Effandi Zakaria dan Zanaton Ikhsan (2007), hasil penelitinnya adalah pada
pembelajaran ilmu pengetahuan dan matematika guru hendaknya menggunakan
pendekatan yang berpusat pada siswa. Pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran yang paling efektif karena siswa terlibat aktif dalam mengemukakan
ide dan bekerjasama dalam menyelesaikan tugas. Berdasarkan penelitian tersebut
akan dilakukan penelitian lanjutan hanya pada pembelajaran ilmu pengetahuan
alam khususnya fisika dengan pembelajaran model TPS dan NHT sehingga siswa
tidak hanya mengemukakan ide dan bekerjasama saja tapi dapat berinteraksi antar
sesama siswa dan dapat bersikap ilmiah.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan diatas, dibuatlah pemikiran yang
merangkaikan teori-teori tersebut sekaligus dapat menghasilkan jawaban
sementara dari permasalahan yang dikemukakan. Adapun kerangka pemikiran
yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh pembelajaran model TPS dan NHT terhadap prestasi belajar fisika.
Salah satu materi pembelajaran Fisika di SMP adalah suhu dan
pengukuran. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan materi ini berguna dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam materi tersebut terdapat konsep, perhitungan, dan
permasalahan yang memerlukan pengamatan dan penyelesaian siswa, sehingga
diharapkan siswa dapat mengamati secara langsung agar pembelajaran menjadi
jelas.
Pada penelitian ini metode pembelajaran yang gunakan adalah metode
demonstrasi yang dipadukan dengan model kooperatif. Metode demonstrasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
digunakan tujuannya adalah untuk mengatasi kekurangan alat. Model kooperatif
yang dipilih maksudnya agar siswa dapat saling bertukar pendapat dengan teman-
temannya.
Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang digunakan adalah TPS dan
NHT. Model TPS dan NHT dipilih dalam penelitian ini karena kedua model
tersebut cocok digunakan pada materi suhu dan pengukuran yang mempunyai
karakteristik pemahaman konsep, perhitungan, dan permasalahan. Dengan kedua
model tersebut siswa diharapkan dapat saling membantu dalam kelompoknya
untuk menguasai materi tersebut.
Dalam model TPS diskusi berlangsung dalam kelompok-kelompok, yang
memiliki prosedur baku sehingga memberi kesempatan kepada siswa memiliki
waktu lebih lama untuk berpikir dan memberikan tanggapan serta saling
membantu antar sesama anggota kelompok. Sedangkan model NHT merupakan
varian dari diskusi kelompok dan cocok untuk memastikan akuntabilitas individu
dalam diskusi kelompok.
Persaingan dapat menjadi sarana yang efektif dan tidak berbahaya untuk
interaksi sosial siswa melakukan yang terbaik jika persaingan tersebut diatur
dengan baik. Hal ini menjadi penting jika para siswa berasal dari latar belakang
budaya, strata sosial dan tingkat kemampuan akademik yang tidak sama, atau
heterogen dan multikultural.
Sebagaimana model pembelajaran kooperatif lainnya, model pembelajaran
kooperatif tipe struktural dengan struktur TPS dan NHT memiliki kelebihan
dalam meningkatkan: a) prestasi akademik; b) toleransi; dan c) keterampilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
sosial. TPS dan NHT memiliki struktur yang lebih dikhususkan untuk memahami
konten materi pelajaran dan mengecek pemahaman konsep. TPS memiliki
kelebihan dari NHT, karena TPS memiliki satu langkah lebih panjang dari NHT,
yaitu proses “Think”, siswa mandiri memikirkan terlebih dahulu konsep/
permasalahan yang diberikan. Disamping itu jumlah personil dalam kelompok
TPS lebih sedikit, sehingga diskusi lebih intens, dan tanggung jawab individu
terhadap kelompoknya lebih besar. Kekurangannya, struktur TPS dan NHT
kurang memberikan porsi “Kooperatif” dalam arti reward kelompok kurang
mendapat perhatian. Penentuan kelompok yang bersifat instan sering tidak
memenuhi syarat (heterogen dalam hal kemampuan akademik dan latar belakang
sosial budaya) bagi kelompok kooperatif. Ini sebagai konskuensi dari
kesederhanaan model ini. Dari uraian di atas diduga bahwa siswa yang diberi
pembelajaran dengan model TPS prestasi belajarnya lebih tinggi daripada siswa
yang diberi pembelajaran dengan model NHT.
2. Pengaruh interaksi sosial tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
Vygotsky dalam Arends (1997), seseorang mempunyai dua perbedaan
tingkat perkembangan yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial. Konstruktivisme vygotsky menekankan perlu adanya
sosialisasi konsep atau pengetahuan yang diperoleh individu agar dapat diteima
oleh individu yang lain dalam memecahkan suatu masalah. Oleh karena itu
diperlukan interaksi sosial antara siswa, guru, dan siswa lainnya dalam
pembelajaran. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan orang perorang, antara kelompok manusia maupun antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
orang perorang dengan kelompok manusia. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi interaksi sosial siswa dalam pembelajaran terdiri dari tenaga
pengajar, siswa, lingkungan sosial, sarana dan prasarana, serta karyawan.
Adapun ciri-ciri siswa yang memiliki interaksi sosial tinggi adalah mampu
bekerjasama dengan siswa lain dan guru, memiliki rasa kompetisi yang positif,
mampu berkomunikasi dengan guru dan siswa lain, memiliki banyak teman. Maka
diduga siswa yang berinteraksi sosial tinggi mempunyai prestasi belajar lebih
tinggi dari pada siswa yang memiliki interaksi sosial rendah.
3. Pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh ilmuwan
saat mereka melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan. Dengan perkataan lain
kecenderungan individu untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu
masalah secara sistematis melalui langkah-langkah. Adapun ciri-ciri siswa yang
memiliki sikap ilmiah tinggi adalah memiliki rasa ingin tahu besar, mau menerima
gagasan baru, memiliki kejujuran, memiliki rasa kerendahan hati, obyektif,
mampu bekerjasama dengan baik, teliti, berpikir positif atas kegagalan, dan
bertanggung jawab. Maka diduga siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi
mempunyai prestasi belajar lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki sikap
ilmiah rendah.
4. Interaksi antara model TPS dan NHT dengan interaksi sosial tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar.
Model TPS dan NHT merupakan pembelajaran kooperatif yang dalam
pelaksanaanya sebagian besar merupakan proses diskusi dan kerjasama tim,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
sehingga agar pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan baik maka
membutuhkan interaksi sosial yang terjadi antara siswa dengan guru, dan siswa
dengan siswa lain. Jika interaksi sosial yang timbul rendah maka materi suhu dan
pengukuran akan tersampaikan dengan tidak sempurna dan siswa akan sulit
menyerap materi yang disampaikan. Hal ini dapat mempengaruhi besarnya
prestasi belajar yang dicapai oleh siswa. Sehingga dapat diduga siswa yang
memiliki sosial tinggi maka prestasi belajarnya akan tinggi dan sebaliknya siswa
yang memiliki interaksi sosial rendah maka prestasi belajarnya akan rendah.
5. Interaksi antara model TPS dan NHT dengan sikap ilmiah tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar fisika.
Interaksi penggunaan model TPS dan NHT dengan sikap ilmiah terlihat
pada saat diskusi. Karena dalam model TPS dan NHT sebagian proses
pembelajarannya adalah diskusi, guru menyajikan pelajaran kemudian siswa
bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim menguasai
pelajaran tersebut, sehingga tidak menutup kemungkinan siswa yang mempunyai
sikap ilmiah rendah tidak menguasai pokok bahasan suhu dan pengukuran tetapi
hanya bergantung pada anggota tim yang lain dan tidak mampu menyampaikan
materi secara sempurna dalam proses diskusi dalam kelompoknya. Siswa yang
memiliki sikap ilmiah yang rendah tidak mampu bekerjasama dengan baik dalam
kelompoknya.
6. Interaksi antara interaksi sosial tinggi dan rendah dengan sikap ilmiah tinggi
dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Pada pembelajaran pokok bahasan suhu dan pengukuran dengan
memperhatikan interaksi sosial dan sikap ilmiah, terdapat interaksi antara
interaksi sosial dan sikap ilmiah. Dikatakan ada interaksi apabila interaksi sosial
tinggi dan sikap ilmiah tinggi maka prestasi belajar tinggi. Jika interaksi sosial
tinggi dan sikap ilmiah rendah maka prestasi belajar rendah. Apabila interaksi
sosial rendah dan sikap ilmiah tinggi maka prestasi belajar tinggi. Siswa yang
memiliki interaksi sosial tinggi akan lebih mudah bekerjasama dengan siswa lain,
dalam sikap ilmiah terdapat poin bekerjasama dengan siswa lain.
7. Interaksi antara model TPS dan NHT dengan interaksi sosial dan sikap ilmiah
terhadap prestasi belajar fisika.
Model TPS dan NHT merupakan pembelajaran kooperatif. Siswa dibentuk
menjadi kelompok-kelompok kecil untuk melakukan diskusi. Keberhasilan
pelaksanaan ke dua model pembelajaran tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah interaksi sosial dan sikap ilmiah siswa. Siswa yang memiliki
interaksi sosial, mampu bekerjasama dengan baik dalam kelompok maupun
dengan siswa lain di luar kelompoknya. Dimungkinkan siswa yang memiliki
interaksi sosial tinggi juga memiliki sikap ilmiah tinggi pula. Jika siswa memiliki
interaksi sosial dan sikap ilmiah yang tinggi diharapkan kedua pembelajaran
kooperatif tersebut akan berjalan dengan baik. Sehingga siswa mampu menguasai
materi pokok suhu dan pengukuran dan memperoleh prestasi belajar yang tinggi.
D. Hipotesis
Berdasarkan pada kerangka berpikir diajukan hipotesis penelitian sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
1. Ada pengaruh pembelajaran model TPS dan NHT terhadap prestasi belajar
fisika.
2. Ada pengaruh interaksi sosial tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
3. Ada pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
4. Ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan interaksi
sosial tinggin dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
5. Ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan sikap ilmiah
tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
6. Ada interaksi antara interaksi sosial tinggi dan rendah dengan sikap ilmiah
tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
7. Ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan interaksi sosial
dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar fisika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kelam Permai, jalan Sintang-
Putusibau, Kecamatan Kelam Permai Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan
Barat 78655 dengan alasan sesuai dengan latar belakang masalah yang akan
diteliti.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2012/2013 dari
bulan September sampai bulan Oktober 2012. Jadwal selengkapnya dapat dilihat
dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
Kegiatan Waktu
Pengajuan Judul Maret 2012
Penyusunan Proposal Maret – April 2012
Seminar Proposal April 2012
Revisi proposal dan validasi instrumen Mei – Agustus 2012
Uji coba instrumen September 2012
Pelaksanaan penelitian September – Oktober 2012
Analisis data November 2012
Penyusunan laporan November - Desember 2012
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan dua perlakuan yang
bertujuan mengetahui pengaruh antara pembelajaran model TPS dan NHT ditinjau
dari interaksi sosial tinggi dan rendah dengan sikap ilmiah tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar pada konsep suhu dan pengukuran. Dalam penelitian ini
64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
juga mengetahui adanya interaksi antar variabel bebas yaitu pembelajaran model
TPS dan NHT dengan variabel interaksi sosial dan sikap ilmiah.
Dalam penelitian ini, sampel yang sudah dipilih diberi perlakuan. Satu
kelas diberi perlakuan dengan pembelajaran model TPS. Satu kelas yang lain
diberi pelajaran dengan model NHT. Setelah materi habis disampaikan, kedua
kelas diberikan evaluasi akhir. Soal evaluasi yang diberikan pada kedua kelas
sama bobotnya, sama jumlahnya, dan sama kriteria penilaiannya.
Data prestasi belajar yang diperoleh oleh kedua kelas dianalisis dengan
rumus statistik yang sudah ditentukan. Adapun Rancangan penelitiannya adalah
dengan desain faktorial 2 x 2 x 2 dengan teknik Analisis Varian (Anava) seperti
pada tabel 3.2 .
Tabel 3.2 Analisis Varian Hubungan antara Pembelajaran Model (A) terhadap
Interaksi Sosial (B) dan Sikap Ilmiah (C)
Model
TPS NHT
Interaksi Sosial Tinggi (B1) Sikap Ilmiah tinggi (C1)
Sikap Ilmiah rendah (C2)
Interaksi Sosial Rendah (B2) Sikap Ilmiah tinggi (C1)
Sikap Ilmiah rendah (C2)
A1B1C1 A2B1C1
A1B1C2 A2B1C2
A1B2C1
A1B2C2
A2B2C1
A2B2C2
Keterangan:
A1 B1 C1 = Pembelajaran model TPS dengan interaksi sosial tinggi dan sikap
ilmiah tinggi.
A1 B1 C2 = Pembelajaran model TPS dengan interaksi sosial tinggi dan sikap
ilmiah rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
A2 B1 C1 = Pembelajaran model NHT dengan interaksi sosial tinggi dan sikap
ilmiah tinggi.
A2 B1 C2 = Pembelajaran model NHT dengan interaksi sosial tinggi dan sikap
ilmiah rendah
A1 B2 C1 = Pembelajaran model TPS dengan interaksi sosial rendah dan sikap
ilmiah tinggi.
A1 B2 C2 = Pembelajaran model TPS dengan interaksi sosial rendah dan sikap
ilmiah rendah.
A2 B2 C1 = Pembelajaran model NHT dengan interaksi sosial rendah dan sikap
ilmiah tinggi.
A2 B2 C2 = Pembelajaran model NHT dengan interaksi sosial rendah dan sikap
ilmiah rendah.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII semester ganjil SMP
Negeri 2 Kelam Permai tahun ajaran 2012/2013. Jumlah siswa yang menjadi
populasi pada penelitian adalah 156 siswa. Sampel pada penelitian ini adalah 2
kelas yaitu kelas VIIA dan VIIB. Penentuan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik cluster random sampling yaitu pengambilan sampel dengan
memperhatikan unsur kelas atau kelompok yang terdapat dalam populasi.
Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 2 kelas yang dibagi menjadi 1
kelas untuk kelas eksperimen 1 diberi perlakuan pembelajaran model TPS dan 1
kelas untuk eksperimen 2 diberi perlakuan pembelajaran model NHT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel penelitian dikelompokkan menjadi tiga variabel, yaitu:
1. Variabel bebas
Variabel pada penelitian ini adalah pembelajaran model TPS dan NHT.
Adapun definisi operasional dari variabel bebas adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran model TPS adalah pembelajaran yang diawali dengan berpikir
kemudian bertukar pikiran dengan berpasangan dan berbagi hasil pemikiran
dengan pasangan lain.
b. Pembelajaran model NHT adalah pembelajaran yang diawali dengan
pemberian tugas kepada siswa berdasarkan nomornya, siswa yang bernomor
sama dari kelompok lain dapat saling membantu menyelesaikan tugas.
c. Skala pengukuran: nominal.
d. Indikator: TPS dan NHT
2. Variabel Moderator
Ada dua variabel moderator dalam penelitian ini, yaitu interaksi sosial dan
sikap ilmiah. Adapun definisi operasional dari variabel moderator adalah sebagai
berikut:
a. Interaksi sosial
1) Definisi operasional
Interaksi sosial adalah kemampuan seorang siswa dalam berhubungan atau
bersosial dengan siswa lain. Kemampuan berinteraksi akan sangat mempengaruhi
hasil belajar siswa, karena dengan berinteraksi seorang siswa akan saling bertukar
pengalaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
2) Indikator: skor angket sikap ilmiah dikategorikan tinggi dan rendah
3) Skala pengukuran: ordinal.
b. Sikap Ilmiah
1) Definisi operasional
Sikap ilmiah adalah adalah sikap yang diwujudkan dalam bentuk perilaku
aktual yang bersifat keilmuan terhadap stimulus tertentu.
2) Indikator: skor angket sikap ilmiah dikategorikan tinggi dan rendah
3) Skala pengukuran: ordinal
3. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar siswa. Adapun
definisi operasional variabel terikat adalah sebagai berikut:
a. Prestasi belajar
Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah
melakukan kegiatan belajar. Prestasi belajar pada penelitian ini adalah nilai yang
diperoleh siswa setelah tes akhir atau tes prestasi belajar pokok bahasan suhu dan
pengukurannya.
b. Indikator: nilai prestasi belajar fisika kelas TPS dan NHT
c. Skala pengukuran: interval
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan dalam pengumpulan data
adalah metode angket, observasi dan tes. Metode angket digunakan untuk
mengumpulkan data interaksi sosial, sikap ilmiah, dan afektif. Lembar observasi
digunakan untuk mengetahui aspek kognitif proses siswa pada saat kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
pembelajaran. Tes digunakan untuk mendapatkan data prestasi belajar siswa
setelah mengikuti pembelajaran.
F. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian
Instrumen pelaksanaan penelitian digunakan untuk pelaksanaan
pembelajaran. Instrumen penelitian ini meliputi: Silabus, RPP, dan Lembar Kerja
Siswa (LKS).
2. Instrumen Pengambilan Data
Instrument pengambilan data digunakan untuk pengambilan data prestasi
belajar siswa yang berupa tes kognitif, angket interaksi sosial, angket sikap ilmiah
dan angket afektif. Kognitif proses menggunakan lembar observasi. Bentuk tes
prestasi belajar kognitif yang digunakan adalah pilihan ganda (multiple choice)
dengan empat alternatif jawaban sebanyak 30 soal yang diberikan setelah
pembelajaran selesai. Sedangkan pengambilan data yang menggunakan angket
adalah interaksi sosial 40 soal, sikap ilmiah 40 soal dan afektif 40 soal. Angket
interaksi sosial dan sikap ilmiah diberikan sebelum pembelajaran sedangkan
angket afektif diberikan setelah pembelajaran.
G. Uji Coba Instrumen
Uji coba instrumen dilakukan pada siswa kelas VIID di SMP N 3 Sintang,
dengan alasan siswa pada kelas VII ini memiliki karakteristik yang sama dengan
sampel yang akan diteliti. Uji coba instrumen dilakukan dengan tujuan agar
mendapatkan instrument yang memenuhi persyaratan yaitu memiliki tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
reliabilitas, taraf kesukaran soal dan daya pembeda soal. Sedangkan instrumen
angket dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen.
1. Uji Validitas
Untuk mengetahui validitas tes prestasi belajar kognitif, interaksi sosial,
sikap ilmiah, dan afektif pada penelitian ini menggunakan validitas konstruksi,
yaitu dengan menggunakan pendapat dari ahli (judgment experts). Dalam hal ini
setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan
berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Para
ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun itu. Para ahli akan
memberikan keputusan: instrumen dapat digunakan tanpa perbaikan, ada
perbaikan, dan mungkin dirombak total. Jumlah tenaga ahli yang digunakan
minimal 2 orang dan umumnya yang sesuai lingkup yang diteliti.
Setelah pengujian konstruksi dari ahli maka diteruskan dengan uji coba instrumen.
2. Uji Reliabilitas
Taraf reliabilitas suatu instrumen adalah taraf sampai dimana suatu
instrumen mampu menunjukkan konsistensinya. Instrumen dikatakan baik jika
dapat memberikan hasil yang sama apabila diberikan oleh orang lain dalam waktu
yang sama atau oleh orang yang sama dalam waktu yang berbeda. Dengan kata
lain uji reliabilitas adalah uji keajegan sebuah instrumen. Analisis uji reliabilitas
instrumen tes prestasi belajar, interaksi sosial, angket sikap ilmiah, dan angket
afektif menggunakan rumus Kuder Richardson 20 (KR-20) sebagai berikut:
(3.1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Keterangan:
r11 : reliabilitas tes secara keseluruhan
n : banyaknya item
p : proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q : proporsi subjek yang menjawab item dengan salah
s2
: varians total
∑pq : jumlah hasil perkalian antara p dan q
Klasifikasi reliabilitas instrumen sebagai berikut:
0.91 – 1.00 = sangat tinggi
0.71 – 0.90 = tinggi
0.41 – 0.70 = sedang
0.21 – 0.40 = rendah
Negatif – 0.20 = sangat rendah (Masidjo, 1995)
Instrumen dikatakan reliabel apabila nilai r-hitungnnya lebih besar dari r-
tabel (r11 > rtabel). Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas instrumen dengan
signifikasi 5% untuk uji coba diperoleh data pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Instrumen rtabel rhitung Klasifikasi
Tes Prestasi Belajar
Angket Interaksi Sosial
Angket Sikap Ilmiah
Angket Afektif
0.36
0.36
0.36
0.36
0.85
0.77
0.89
0.84
Reliabilitas Tinggi
Reliabilitas Tinggi
Reliabilitas Tinggi
Reliabilitas Tinggi
Pada tabel 3.3 dapat dilihat bahwa hasil uji reliabilitas seluruh instrumen
adalah reliabel karena terbukti r11 > rtabel Sehingga instrumen dapat digunakan
untuk penelitian selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
3. Uji Taraf Kesukaran
Taraf kesukaran atau tingkat kesukaran soal adalah ukuran yang
menunjukkan sukar dan tidaknya suatu soal. Taraf kesukaran adalah perbandingan
antara jumlah siswa yang menjawab benar terhadap suatu item dengan jumlah
siswa yang mengikuti tes. Adapun rumus yang digunakan untuk mengetahui taraf
kesukaran tes adalah : (3.2)
Keterangan :
P : taraf kesukaran
B : siswa yang menjawab soal dengan benar
JS : banyaknya peserta tes
Klasifikasi taraf kesukaran adalah sebagai berikut:
0.00 – 0.30 = soal sukar
0.30 – 0.70 = soal sedang
0.70 – 1.00 = soal mudah (Masidjo, 1995)
Berdasarkan hasil analisis indek kesukaran uji coba tes prestasi diperoleh data
pada tabel 3.4.
Tabel 3.4 Indek Kesukaran Tes Prestasi Belajar
Indek
Kesukaran Kualifikasi No. Soal Jumlah
0.70 – 1.00 Mudah 1, 3, 5, 6, 7, 8, 10, 12, 21, 22, 23, 24, 26,
28, 33
15
0.30 – 0.70 Sedang 2, 4, 9, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20,
25, 27, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 37, 38,
39
24
0.00 – 0.30 Sukar 40 1
Jumlah 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
4. Uji Taraf Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Soal yang
baik adalah soal yang dapat dijawab betul oleh sebagian besar atau semua siswa
yang berada di kelompok tinggi dan dijawab salah oleh sebagian besar siswa yang
berada di kelompok bawah. Soal yang dijawab betul oleh sebagian siswa
berkemampuan rendah dan dijawab salah oleh sebagian besar siswa kemampuan
tinggi artinya daya beda soal tersebut jelek. Soal yang mempunyai nilai daya
pembeda negatif sebaiknya dibuang dan tidak digunakan dalam evaluasi akhir.
Dari hasil uji daya pembeda diperoleh 10 soal yang mempunyai daya pembeda
negatif sehingga hanya 30 soal yang digunakan dalam penelitian. Daya pembeda
dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
DP = - (3.4)
Keterangan :
DP = Daya Pembeda
BA = jumlah jawaban benar dalam kelompok atas
NA = banyaknya siswa kelompok atas
BB = jumlah jawaban benar dalam kelompok bawah
NB = banyaknya siswa kelompok bawah
Klasifikasi daya pembeda soal :
0.00 – 0.20 = jelek
0.20 – 0.40 = cukup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
0.40 – 0.70 = baik
0.70 – 1.00 = baik sekali (Suharsimi, 2011)
Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda uji coba tes prestasi kognitif
diperoleh data pada tabel 3.5.
Tabel 3.5 Daya Pembeda Tes Prestasi Belajar
Indek
Kesukaran Kualifikasi No. Soal Jumlah
0.0 – 0.20 Jelek 1, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 14, 16, 19, 22, 24,
26, 28, 30, 33, 35, 38, 40
20
0.20 – 0.40 Cukup 2, 3, 4, 12, 13, 17, 18, 21, 23, 25, 27, 31,
32, 34, 35, 39
15
0.40 – 0.70 Baik 14, 19, 28, 36, 37 5
0.70 – 1.00 baik sekali - -
Jumlah 40
H. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat
Pada penelitian ini digunakan dua macam uji prasyarat analisis yaitu uji
normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian dari
populasi berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas digunakan
metode Lilliefors dengan prosedur:
1). H0 = Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 = Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
2) Statistik uji
Perhitungan menggunakan program SPSS.
3) Taraf signifikansi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang
terjadinya kesalahan analisa. Taraf signifikansi yang digunakan pada
penelitian ini adalah 0.05. Artinya jika probabilitas < α maka H0 ditolak data
tidak normal dan jika probabilitas > α maka H0 diterima datanya normal.
4) Daerah kritik (DK)
DK = F F > Fα,n (3.5)
Harga Fα,n dapat diperoleh dari tabel Lilliefors pada tingkat signifikansi α dan
derajat kebebasan n (ukuran sampel).
5) Keputusan uji
H0 ditolak jika p-value < 0.05
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui sampel yang diambil
berasal dari populasi yang homogen atau tidak.
1) Hipotesis
H0 : populasi homogen
H1 : populasi tidak homogen
2) Taraf signifikansi
Taraf signifikansi dinotasikan dengan huruf Yunani α
3) Keputusan uji
Daerah penolakan adalah signifikansi > α
Signifikansi > α, H0 ditolak; populasi homogen atau F < F tabel
Signifikansi ≤ α, H0 tidak ditolak; populasi tidak homogen atau F > F tabel
4) Uji statistik yang digunakan adalah Uji Levene.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji anava tiga jalan
dan uji lanjut jika antar pembelajaran model kooperatif, interaksi sosial, dan sikap
ilmiah terdapat pengaruh yang signifikan.
a. Uji Anava tiga jalan
1) H0A: Tidak ada pengaruh pembelajaran model TPS dan NHT terhadap prestasi
belajar fisika.
H1A: Ada pengaruh pembelajaran model TPS dan NHT terhadap prestasi
belajar fisika.
2) H0B: Tidak ada pengaruh interaksi sosial tinggi dan rendah terhadap prestasi
belajar fisika.
H1B: Ada pengaruh pengaruh interaksi sosial tinggi dan rendah terhadap
prestasi belajar fisika.
3) H0C: Tidak ada pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi
belajar fisika.
H1C: Ada pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
fisika.
4) H0AB: Tidak ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan
interaksi sosial tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
H1AB: Ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan
interaksi sosial tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
5) H0AC: Tidak ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan
sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
H1AC: Ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan sikap
ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
6) H0BC: Tidak ada interaksi antara interaksi sosial tinggi dan rendah dengan
sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
H1BC: Ada interaksi antara antara interaksi sosial tinggi dan rendah dengan
sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika.
7) H0ABC: Tidak ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan
interaksi sosial dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar fisika.
H1ABC: Ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan
interaksi sosial dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar fisika.
b. Uji Lanjut Anava
Setelah dilakukan uji analisis varians menggunakan teknik analisis anava 3
jalan 2x2x2, maka tahapan selanjutnya adalah uji lanjut anava menggunakan
metode Scheffe. Uji lanjut anava dilakukan jika H0 ditolak atau ada pengaruh yang
signifikan antara pembelajaran model TPS dan NHT, interaksi sosial tinggi dan
rendah, sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data prestasi belajar ranah
kognitif, kognitif proses, afektif, interaksi sosial, dan sikap ilmiah. Kelima
kelompok data tersebut diambil dari penelitian pada siswa kelas VII SMP Negeri
2 Kelam Permai Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat tahun pelajaran
2012/2013. Materi yang digunakan adalah suhu dan pengukurannya.
1. Interaksi Sosial
Bentuk instrumen untuk pengambilan data interaksi sosial adalah berupa
angket. Angket interaksi sosial diberikan kepada siswa sebelum diberi perlakuan.
Tingkatan interaksi sosial ada dua kategori yaitu tinggi dan rendah. Siswa yang
memperoleh nilai di atas rata-rata dikategorikan memiliki interaksi sosial tinggi
sebaliknya yang nilainya di bawah rata-rata atau sama dengan rata-rata
dikategorikan interaksi sosial rendah. Rekapitulasi data interaksi sosial pada tabel
4.1 dan rincian data terdapat pada Lampiran 20.
Tabel 4.1. Deskripsi Data Interaksi Sosial
Kelas Jumlah data Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-Rata SD
TPS
NHT
35
36
103.00
101.00
57.00
70.00
86.51
84.50
9.62
8.48
Dari tabel 4.1 diketahui bahwa nilai interaksi sosial kelas TPS memiliki
rata-rata lebih tinggi dibandingkan rata-rata nilai kelas NHT.
78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
a. Interaksi Sosial Kelas TPS
Distribusi frekuensi data interaksi sosial kelas TPS (Tabel 4.2 dan Gambar
4.1).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Data Interaksi Sosial Kelas TPS
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
57 – 63
64 – 70
71 – 77
78 – 84
85 – 91
92 – 98
99 – 105
1
1
3
8
10
9
3
1
2
5
13
23
32
35
2.86
2.86
8.57
22.86
28.57
25.71
8.57
Gambar 4.1 Histogram Interaksi Sosial kelas TPS
Berdasarkan tabel 4.2 dan gambar 4.1 terlihat bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 85 - 91. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata lebih banyak jumlahnya dibanding dengan frekuensi interval yang terletak di
bawah nilai rata-rata.
b. Interaksi sosial Kelas NHT
Distribusi frekuensi data interaksi sosial kelas NHT (Tabel 4.3 dan Gambar
4.2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Data Interaksi sosial Kelas NHT
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
70 – 76
77 – 83
84 – 90
91 – 97
98 – 104
6
12
8
8
2
6
18
26
34
36
17.14
34.29
22.86
22.86
5.71
Gambar 4.2 Histogram Interaksi Sosial Kelas NHT
Dari tabel 4.3 dan gambar 4.2 diketahui bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 77 – 83. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata jumlahnya sama dengan frekuensi interval yang terletak di bawah nilai rata-
rata.
2. Sikap Ilmiah
Bentuk instrumen untuk pengambilan data sikap ilmiah adalah berupa
angket sikap ilmiah. Angket sikap ilmiah diberikan kepada siswa sebelum diberi
perlakuan. Tingkatan sikap ilmiah siswa ada dua kategori yaitu tinggi dan rendah.
Siswa yang memperoleh nilai di atas rata-rata dikategorikan memiliki sikap ilmiah
tinggi sebaliknya yang nilainya di bawah rata-rata atau sama dengan rata-rata
dikategorikan sikap ilmiah rendah. Rekapitulasi data sikap ilmiah (Tabel 4.4) dan
rincian data terdapat pada Lampiran 20.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Tabel 4.4. Deskripsi Data Sikap ilmiah
Kelas Jumlah data Nilai tertinggi Nilai terendah Rata-rata SD
TPS
NHT
35
36
137.00
133.00
81.00
96.00
114.34
113.42
11.84
9.75
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa rata-rata sikap ilmiah kelas TPS lebih
tinggi dibanding rata-rata sikap ilmiah kelas NHT.
a. Sikap ilmiah Kelas TPS
Distribusi frekuensi data sikap ilmiah kelas TPS (Tabel 4.5 dan Gambar 4.3)
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Data Sikap Ilmiah Kelas TPS
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
81 – 87 1 1 2.86
88 – 94 0 1 0.00
95 – 101 1 2 2.86
102 – 108 9 11 25.71
109 – 115 8 19 22.86
116 – 122 6 25 17.14
123 – 129 7 7 20.00
130 – 136 2 9 5.71
137 – 143 1 10 2.86
Gambar 4.3 Histogram Sikap Ilmiah Kelas TPS
Dari tabel 4.5 dan gambar 4.3 diketahui bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 102 -108. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan frekuensi interval yang terletak
di bawah nilai rata-rata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
b. Sikap ilmiah Kelas NHT
Distribusi frekuensi data sikap ilmiah kelas NHT (Tabel 4.6 dan Gambar 4.4).
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Data Sikap ilmiah Kelas NHT
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
96 – 102 4 4 11.43
103 – 109 10 14 28.57
110 – 116 11 25 31.43
117 – 123 4 29 11.43
124 – 130 5 34 14.29
131 – 137 2 36 5.71
Gambar 4.4 Histogram Sikap Ilmiah Kelas NHT
Dari tabel 4.6 dan gambar 4.4 diketahui bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 110 - 116. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata lebih banyak jumlahnya dibanding dengan frekuensi interval yang terletak di
bawah nilai rata-rata.
3. Prestasi Belajar
Nilai prestasi belajar yang diamati pada penelitian ini meliputi aspek
kognitif, aspek kognitif proses, dan aspek afektif. Pengambilan data aspek
kognitif menggunakan instrumen berupa tes prestasi belajar bentuk pilihan ganda,
aspek afektif menggunakan instrumen berupa angket bentuk pilihan ganda dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
untuk kognitif proses menggunakan instrumen berupa lembar observasi yang
dilakukan oleh guru lain yang berperan sebagai pengamat.
a. Prestasi Belajar Kognitif
Setelah pada sampel diberikan perlakuan dengan model pembelajaran yang
telah direncanakan, dilakukan evaluasi belajar. Tes yang diberikan pada kelas TPS
dan kelas NHT dibuat sama. Waktu yang digunakan untuk mengerjakan soal juga
sama. Data yang diperoleh dari kelas TPS dan NHT (Tabel 4.7) dan rincian data
terdapat pada Lampiran 20.
Tabel 4.7 Deskripsi Data Prestasi Kognitif
Kelas Jumlah
Data
Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-Rata SD
TPS 35 80.00 40.00 62.51 10.62
NHT 36 73.00 40.00 55.47 8.53
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa nilai rata-rata untuk kelas TPS
lebih tinggi di bandingkan nilai rata-rata kelas NHT.
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Kelas TPS
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
40 – 46 2 2 5.71
47 – 53 7 9 20.00
54 – 60 7 16 20.00
61 – 67 8 24 22.86
68 – 74 6 30 17.14
75 – 81 5 35 14.29
Gambar 4.5 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Kelas TPS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Dari tabel 4.8 dan gambar 4.5 diketahui bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 61 - 67. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata lebih banyak jumlahnya dibanding dengan frekuensi interval yang terletak di
bawah nilai rata-rata.
Distribusi frekuensi data prestasi belajar kognitif kelas NHT (Tabel 4.9
dan Gambar 4.6).
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Kelas NHT
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
40 – 46 3 3 8.33
47 – 53 15 18 41.67
54 – 60 9 27 25.00
61 – 67 7 34 19.44
68 – 74 2 36 5.56
75 – 81 0 36 0.00
Gambar 4.6 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Kelas NHT
Dari tabel 4.9 dan gambar 4.6 diketahui bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 47 - 53. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata jumlahnya sama dengan frekuensi interval yang terletak di bawah nilai rata-
rata.
Rekapitulasi data prestasi belajar kognitif berdasarkan tinggi rendahnya
interaksi sosial dan sikap ilmiah siswa (Tabel 4.10 dan Tabel 4.13).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Tabel 4.10 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Interaksi Sosial
Interaksi Sosial Jumlah
Data
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah
Rata-
rata
SD
Tinggi 37 80.00 40.00 62.27 10.46
Rendah 34 77.00 40.00 55.32 8.57
Berdasarkan tabel 4.10 Perbedaan nilai rata-rata siswa yang mempunyai
interaksi sosial tinggi dan rendah tidak terlalu besar yaitu 6.95 sehingga dikatakan
tidak ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar kognitif berdasarkan
interaksi sosial tinggi dan rendah.
Distribusi frekuensi data prestasi belajar kognitif berdasarkan interaksi
sosial tinggi (Tabel 4.11 dan Gambar 4.7).
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Interaksi Sosial Tinggi
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
40 – 46 2 2 5.56
47 – 53 7 9 19.44
54 – 60 6 15 16.67
61 – 67 10 25 27.78
68 – 74 7 32 19.44
75 – 81 4 36 11.11
Gambar 4.7 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Interaksi Sosial
Tinggi
Distribusi frekuensi data prestasi belajar kognitif berdasarkan interaksi
sosial rendah (Tabel 4.12 dan Gambar 4.8).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Interaksi Sosial Rendah
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
40 – 46 3 3 8.57
47 – 53 15 18 42.86
54 – 60 10 28 28.57
61 – 67 5 33 14.29
68 – 74 1 34 2.86
75 – 81 1 35 2.86
Gambar 4.8 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Interaksi Sosial
Rendah
Dari tabel 4.12 dan gambar 4.8 diketahui bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 47 - 53. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan frekuensi interval yang terletak
di bawah nilai rata-rata.
Tabel 4.13 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Sikap ilmiah
Sikap
Ilmiah
Jumlah
Data Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata SD
Tinggi 34 80.00 40.00 62.76 10.64
Rendah 37 73.00 40.00 55.43 8.38
Berdasarkan tabel 4.13 diketahui selisih nilai rata-rata siswa yang
mempunyai sikap ilmiah tinggi dan rendah tidak terlalu besar yaitu 7.33 sehingga
dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
kognitif berdasarkan sikap ilmiah tinggi dan rendah. Distribusi frekuensi data
prestasi kognitif berdasarkan sikap ilmiah tinggi (Tabel 4.14 dan Gambar 4.9).
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Sikap
Ilmiah Tinggi
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
40 – 46 2 2 5.88
47 – 53 6 8 17.65
54 – 60 7 15 20.59
61 – 67 8 23 23.53
68 – 74 6 29 17.65
75 – 81 5 34 14.71
Gambar 4.9 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Sikap Ilmiah
Tinggi
Berdasarkan tabel 4.14 dan gambar 4.9 diketahui bahwa frekuensi
terbanyak terletak pada interval 61 - 67. Frekuensi interval yang terletak di atas
nilai rata-rata jumlahnya lebih banyak dengan frekuensi interval yang terletak di
bawah nilai rata-rata.
Distribusi frekuensi data prestasi kognitif berdasarkan sikap ilmiah rendah
(Tabel 4.15 dan Gambar 4.10).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Sikap
Ilmiah Rendah
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
40 - 46 3 3 8.11
47 - 53 16 19 43.24
54 - 60 9 28 24.32
61 - 67 7 35 18.92
68 - 74 2 37 5.41
75 - 81 0 37 0.00
Gambar 4.10 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Sikap Ilmiah
Rendah
Berdasarkan tabel 4.15 dan gambar 4.10 diketahui bahwa frekuensi
terbanyak terletak pada interval 47 - 53. Frekuensi interval yang terletak di atas
nilai rata-rata jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan frekuensi interval
yang terletak di bawah nilai rata-rata.
b. Prestasi Belajar Kognitif Proses
Pada kegiatan pembelajaran masing-masing kelas melakukan kegiatan
diskusi. Kelas TPS berdiskusi berpasangan dan kelas NHT berdiskusi 5 anak
dalam satu kelompok. Siswa melakukan diskusi setelah mengamati kegiatan
demonstrasi yang dilakukan oleh guru. Pada proses pembelajaran ini siswa
melakukan kegiatan yang disebut kognitif proses.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Penilaian kegiatan kognitif proses secara kelompok meliputi merumuskan
masalah, merumuskan hipotesis, mengisi tabel, melakukan analisis, dan
menyimpulkan. Data nilai yang diperoleh dari kelas TPS dan NHT pada tabel
4.16.
Tabel 4.16 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses
Kelas Jumlah Data Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata SD
TPS 35 78.00 50.00 66.91 6.44
NHT 36 70.00 48.00 61.83 5.66
Dari data di atas diketahui bahwa nilai rata-rata prestasi belajar kognitif
proses kelas TPS lebih baik dibandingkan kelas NHT. Distribusi frekuensi data
prestasi belajar kognitif proses kelas TPS (Tabel 4.17 dan Gambar 4.11).
Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Proses Kelas TPS
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
48 – 54 1 1 2.86
55 – 61 5 6 14.29
62 – 68 16 22 45.71
69 – 75 9 31 25.71
76 – 82 4 35 11.43
Gambar 4.11 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Proses Kelas TPS
Dari tabel 4.17 dan gambar 4.11 terlihat bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 62 - 68. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
rata lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan frekuensi interval yang terletak
di bawah nilai rata-rata.
Distribusi frekuensi data prestasi belajar kognitif proses kelas NHT (Tabel
4.18 dan Gambar 4.12).
Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Proses Kelas NHT
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
48 – 54 7 7 19.44
55 – 61 10 17 27.78
62 – 68 13 30 36.11
69 – 75 6 36 16.67
76 – 82 0 36 0.00
Gambar 4.12 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Proses Kelas NHT
Dari tabel 4.18 dan gambar 4.12 terlihat bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 62 – 68. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan frekuensi interval yang terletak
di bawah nilai rata-rata.
Rekapitulasi data prestasi belajar kognitif proses berdasarkan tinggi
rendahnya interaksi sosial dan sikap ilmiah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Tabel 4.19 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses Berdasarkan Interaksi
Sosial
Interaksi
Sosial
Jumlah
Data
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah
Rata-rata SD
Tinggi 37 78.00 50.00 64.86 5.54
Rendah 34 78.00 48.00 63.76 9.05
Berdasarkan tabel 4.19 diketahui selisih nilai rata-rata siswa yang
mempunyai interaksi sosial tinggi dan rendah terlalu kecil yaitu1.1 sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar
kognitif proses berdasarkan interaksi sosial tinggi dan rendah.
Distribusi frekuensi data prestasi belajar kognitif proses berdasarkan
interaksi sosial tinggi (Tabel 4.20 dan Gambar 4.13).
Tabel 4.20 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses
Berdasarkan Interaksi Sosial Tinggi
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
48 - 54 2 2 5.41
55 - 61 7 9 18.92
62 - 68 20 29 54.05
69 - 75 7 36 18.92
76 - 82 1 37 2.70
Gambar 4.13 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Proses Berdasarkan Interaksi
Sosial Tinggi
Dari tabel 4.20 dan gambar 4.13 diketahui bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 62 - 68. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
rata jumlahnya lebih banyak dengan frekuensi interval yang terletak di bawah
nilai rata-rata.
Distribusi frekuensi data prestasi belajar kognitif proses berdasarkan
interaksi sosial rendah (Tabel 4.21 dan Gambar 4.14).
Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses
Berdasarkan Interaksi Sosial Rendah
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
48 – 54 2 2 5.88
55 – 61 12 14 35.29
62 – 68 12 26 35.29
69 – 75 5 31 14.71
76 – 82 3 34 8.82
Gambar 4.14 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Proses Berdasarkan Interaksi
Sosial Rendah
Berdasarkan tabel 4.21 dan gambar 4.14 diketahui bahwa frekuensi
terbanyak terletak pada interval 55 – 61 dan 62 - 68. Frekuensi interval yang
terletak di atas nilai rata-rata jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan
frekuensi interval yang terletak di bawah nilai rata-rata.
Tabel 4.22 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses Berdasarkan Sikap
Ilmiah
Sikap
Ilmiah
Jumlah Data Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah
Rata-
rata
SD
Tinggi 37 78.00 48.00 64.65 1.06
Rendah 34 78.00 50.00 64.05 6.83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Dari tabel 4.22 diketahui selisih nilai rata-rata siswa yang mempunyai
sikap ilmiah tinggi dan rendah yaitu 0.6 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar kognitif proses sikap ilmiah
tinggi dengan sikap ilmiah rendah.
Distribusi frekuensi data prestasi belajar kognitif proses berdasarkan sikap
ilmiah tinggi (Tabel 4.23 dan Gambar 4.15).
Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses
Berdasarkan Sikap Ilmiah Tinggi
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
48 – 54 2 2 5.88
55 – 61 8 10 23.53
62 – 68 17 27 50.00
69 – 75 5 32 14.71
76 – 82 2 34 5.88
Gambar 4.15 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Proses Berdasarkan Sikap
Ilmiah Tinggi
Dari tabel 4.23 dan gambar 4.15 diketahui bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 62 - 68. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan frekuensi interval yang terletak
di bawah nilai rata-rata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Distribusi frekuensi data prestasi belajar kognitif proses berdasarkan sikap
ilmiah rendah (Tabel 4.24 dan Gambar 4.16).
Tabel 4.24 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Kognitif Proses
Berdasarkan Sikap Ilmiah Rendah
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
48 – 54 2 2 5.41
55 – 61 11 13 29.73
62 – 68 14 27 37.84
69 – 75 8 35 21.62
76 – 82 2 37 5.41
Gambar 4.16 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Proses Berdasarkan Sikap
Ilmiah Rendah
Dari tabel 4.24 dan gambar 4.16 diketahui bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 62 - 68. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan frekuensi interval yang terletak
di bawah nilai rata-rata.
c. Prestasi Belajar Afektif
Selain prestasi belajar kognitif, pada pembelajaran ini juga diadakan
penilaian pada ranah afektif. Penilaian ranah afektif pada penelitian ini adalah
penilaian menggunakan angket afektif dan diberikan setelah pembelajaran selesai.
Penilaian pada ranah afektif meliputi disiplin, kejujuran, tanggungjawab,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
bekerjasama, dan komunikasi. Angket yang diberikan pada kelas TPS dan NHT
dibuat sama dan waktu yang digunakan untuk mengerjakan juga sama. Data yang
diperoleh dari kelas TPS dan NHT pada tabel 4.25.
Tabel 4.25 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif
Kelas Jumlah Data Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata SD
TPS 35 110.00 77.00 94.66 9.27
NHT 36 101.00 77.00 87.75 6.89
Dari data di atas diketahui bahwa nilai rata-rata prestasi belajar afektif
kelas TPS lebih baik dibandingkan kelas NHT. Distribusi frekuensi data prestasi
belajar afektif kelas TPS (Tabel 4.26 dan Gambar 4.17)
Tabel 4.26 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif Kelas TPS
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
77 – 83 5 5 14.29
84 – 90 8 13 22.86
91 – 97 9 22 25.71
98 – 104 6 29 20.00
105 – 111 7 35 17.14
Gambar 4.17 Histogram Prestasi Belajar Afektif Kelas TPS
Dari tabel 4.26 dan gambar 4.17 terlihat bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 91 - 97. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
rata lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan frekuensi interval yang terletak
di bawah nilai rata-rata.
Distribusi frekuensi data prestasi belajar afektif kelas NHT (Tabel 4.27
dan Gambar 4.18)
Tabel 4.27 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif Kelas NHT
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
77 – 83 11 11 29.73
84 – 90 12 23 32.43
91 – 97 11 34 29.73
98 – 104 3 37 8.11
105 – 111 0 37 0.00
Gambar 4.18 Histogram Prestasi Belajar Afektif Kelas NHT
Dari tabel 4.27 dan gambar 4.18 terlihat bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 84 – 90. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan frekuensi interval yang terletak
di bawah nilai rata-rata.
Rekapitulasi data prestasi belajar afektif berdasarkan tinggi rendahnya
interaksi sosial dan sikap ilmiah (Tabel 4.28 dan Tabel 4.31).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Tabel 4.28 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Interaksi sosial
Interaksi
Sosial
Jumlah
Data Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata SD
Tinggi 37 110.00 78.00 94.41 7.10
Rendah 34 109.00 77.00 87.62 9.05
Berdasarkan tabel 4.28 diketahui selisih nilai rata-rata siswa yang
mempunyai interaksi sosial tinggi dan rendah tidak terlalu besar yaitu 6.79
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
prestasi kognitif berdasarkan interaksi sosial tinggi dan rendah.
Distribusi frekuensi data prestasi belajar afektif berdasarkan interaksi
sosial tinggi (Tabel 4.29 dan Gambar 4.19).
Tabel 4.29 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Interaksi Sosial Tinggi
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
77 – 83 6 6 16.22
84 – 90 4 10 10.81
91 – 97 14 24 37.84
98 – 104 7 31 18.92
105 – 111 6 37 16.22
Gambar 4.19 Histogram Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Interaksi Sosial
Tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Dari tabel 4.29 dan gambar 4.19 diketahui bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 91 - 97. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata jumlahnya lebih banyak dengan frekuensi interval yang terletak di bawah
nilai rata-rata.
Distribusi frekuensi data prestasi belajar afektif berdasarkan interaksi
sosial rendah (Tabel 4.30 dan Gambar 4.20).
Tabel 4.30 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Interaksi Sosial Rendah
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
77 – 83 10 10 29.41%
84 – 90 16 26 47.06%
91 – 97 5 31 14.71%
98 - 104 2 33 5.88%
105 - 111 1 34 2.94%
Gambar 4.20 Histogram Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Interaksi Sosial
Rendah
Dari tabel 4.30 dan gambar 4.20 diketahui bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 84 - 90. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan frekuensi interval yang terletak
di bawah nilai rata-rata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Tabel 4.31 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Sikap Ilmiah
Sikap Ilmiah Jumlah
Data Nilai Tertinggi Nilai Terendah
Rata-
rata SD
Tinggi 34 110.00 77.00 96.06 1.06
Rendah 37 102.00 77.00 86.65 6.49
Dari data pada tabel 4.31 diketahui selisih nilai rata-rata siswa yang
mempunyai sikap ilmiah tinggi dan rendah yaitu 9.41 sehingga dapat dikatakan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar afektif sikap
ilmiah tinggi dengan sikap ilmiah rendah.
Distribusi frekuensi data prestasi belajar afektif berdasarkan sikap ilmiah
tinggi (Tabel 4.32 dan Gambar 4.21).
Tabel 4.32 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Sikap
Ilmiah Tinggi
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumlatif Frekuensi Relatif %
77 – 83 3 3 8.82
84 – 90 4 7 11.76
91 – 97 14 21 41.18
98 – 104 6 27 17.65
105 - 111 7 34 20.59
Gambar 4.21 Histogram Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Sikap Ilmiah
Tinggi
Berdasarkan tabel 4.32 dan gambar 4.21 diketahui bahwa frekuensi
terbanyak terletak pada interval 84 - 90. Frekuensi interval yang terletak di atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
nilai rata-rata jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan frekuensi interval
yang terletak di bawah nilai rata-rata.
Distribusi frekuensi data prestasi belajar afektif berdasarkan sikap ilmiah
rendah (Tabel 4.33 dan Gambar 4.22).
Tabel 4.33 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Sikap
Ilmiah Rendah
Nilai interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Relatif %
77 - 83 13 13 35.14
84 - 90 16 29 43.24
91 - 97 5 34 13.51
98 - 104 3 37 8.11
105 - 111 0 37 0.00
Gambar 4.22 Histogram Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Sikap Ilmiah
Rendah
Dari tabel 4.33 dan gambar 4.22 diketahui bahwa frekuensi terbanyak
terletak pada interval 84 - 90. Frekuensi interval yang terletak di atas nilai rata-
rata jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan frekuensi interval yang terletak
di bawah nilai rata-rata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
B. Uji Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan adalah uji normalitas dengan metode
Kolmogorov-Smirnov. Uji normalitas dengan interval kepercayaan 95%, maka
nilai α = 5%. Apabila p-v > α maka sampel terdistribusi normal (H0 diterima) dan
jika sampel tidak terdistribusi normal (H0 ditolak) jika p-v < α. Berikut adalah
rangkuman hasil uji normalitas prestasi belajar kognitif, kognitif proses, dan
afektif (Tabel 4.34). Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 22.
Tabel 4.34 Hasil Uji Normalitas Presatasi Belajar Kognitif, Kognitif Proses, Dan
Afektif
Variabel p-v
kognitif
p-v
kognitif proses
p-v
afektif
Prestasi belajar TPS
Prestasi belajar NHT
Prestasi interaksi sosial tinggi
Prestasi interaksi sosial rendah
Prestasi sikap ilmiah tinggi
Prestasi sikap ilmiah rendah
0.200
0.200
0.200
0.111
0.200
0.128
0.200
0.200
0.200
0.132
0.200
0.200
0.200
0.200
0.200
0.200
0.200
0.200
Dari tabel 4.34 diketahui bahwa uji normalitas menurut Kolmogorov-
Smirnova
p-v > 0.05 sehingga semua data yang diperoleh adalah terdistribusi
normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui sampel yang digunakan
homogen atau tidak. Sampel dikatakan homogen jika harga signifikansi > 0.05
dan tidak homogen jika harga signifikansi < 0.05. Rangkuman hasil uji
homogenitas prestasi belajar kognitif, kognitif proses, dan afektif (Tabel 4.35).
Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 23.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Tabel 4.35 Hasil Uji Homogenitas Prestasi Belajar Kognitif, kognitif proses, Dan
Afektif
Variabel p-v
kognitif
p-v
kognitif proses
p-v
afektif
Model Kooperatif TPS dan NHT 0.111 0.638 0.78
Interaksi Sosial 0.163 0.058 0.14
Sikap Ilmiah
0.134 0.853 0.61
Dari hasil uji homogenitas diperoleh p-v > 0.05 maka H0 ditolak. Jadi
keputusannya data kognitif, kognitif proses, dan afektif dalam penelitian berasal
dari populasi yang homogen.
C. Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis yang digunakan adalah anava tiga jalan dengan desain
faktorial 2x2x2 dan uji lanjut jika antar model pembelajaran kooperatif, interaksi
sosial, dan sikap ilmiah terdapat pengaruh yang signifikan. Kriteria penerimaan
hipotesis adalah jika p-v lebih kecil dari ( < ) 0.05 maka H0 diterima dan jika p-v
lebih besar dari ( > ) 0.05 maka H0 ditolak.
1. Uji Anava
Uji yang dilakukan menggunakan analisis variansi tiga jalan dengan sel
tidak sama. Hasil analisis variansi data pretasi belajar kognitif, kognitif proses,
dan afektif dihitung dengan menggunakan General Linier Model. Adapun
ringkasan hasil uji anava prestasi belajar kognitif, kognitif proses, dan afektif
(Tabel 4.36). Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 24.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Tabel 4.36 Rangkuman Hasil uji Anava Prestasi Belajar Kognitif, Kognitif
Proses, Dan Afektif
Variabel p-v
kognitif
p-v
kognitif proses
p-v
afektif
Kooperatif .007 .000 .000
interaksi_sosial .034 .720 .031
sikap_ilmiah .020 .957 .000
kooperatif * interaksi_sosial .599 .022 .195
kooperatif * sikap_ilmiah .038 .666 .272
interaksi_sosial * sikap_ilmiah .972 .681 .045
kooperatif * interaksi_sosial * sikap_ilmiah .544 .343 .279
Dari tabel 4.36 menunjukkan bahwa ada pengaruh pembelajaran model
TPS dan NHT terhadap prestasi belajar kognitif, kognitif proses, dan afektif. Hal
itu dapat dilihat dari nilai signifikansinya.
Pada baris interaksi sosial atau hipotesis kedua, hasil analisis menunjukkan
ada pengaruh interaksi sosial terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif tetapi
tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar kognitif proses.
Hipotesis ketiga menyatakan ada pengaruh sikap ilmiah siswa terhadap
prestasi belajar kognitif dan afektif tetapi tidak berpengaruh terhadap prestasi
belajar kognitif proses.
Hipotesis keempat menyatakan tidak ada interaksi antara model yang
digunakan dalam penelitian ini dengan interaksi sosial terhadap prestasi belajar
kognitif dan afektif tetapi ada interaksi terhadap prestasi belajar kognitif proses.
Hipotesis kelima menyatakan ada interaksi antara model yang digunakan
dalam penelitian ini dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif tetapi
tidak ada interaksi terhadap prestasi belajar kognitif proses dan afektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Hipotesis keenam tidak ada interaksi antara interaksi sosial dengan sikap
ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif dan kognitif proses tetapi ada interaksi
terhadap prestasi belajar afektif .
Hipotesis ketujuh tidak ada interaksi antara pembelajaran model TPS dan
NHT dengan interaksi sosial dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif,
kognitif proses, dan afektif.
2. Uji Lanjut Anava
Uji lanjut anava menggunakan metode Scheffe. Uji lanjut anava dilakukan
jika H0 ditolak atau ada pengaruh yang signifikan antara pembelajaran model TPS
dan NHT, interaksi sosial tinggi dan rendah, sikap ilmiah tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar.
Uji lanjut anava untuk prestasi belajar kognitif dilakukan pada hipotesis
kelima, prestasi belajar afektif dilakukan pada hipotesis keenam, dan prestasi
belajar kognitif proses dilakukan pada hipotesis keempat. Hasil analisis
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25.
a. Kognitif
1. Hipotesis 5 (H0AC)
Hipotesis H0AC adalah interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT
dengan sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif. Hasil uji
lanjut untuk mengetahui manakah yang berpengaruh signifikan antara model TPS
dan NHT dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif. Dari hasil uji
Scheffe dengan faktor i dan j maka dapat diartikan sebagai berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
a) Nilai perbedaan antara NHT dengan sikap ilmiah rendah dan TPS dengan sikap
ilmiah rendah (Mean Difference (I-J)) = 3.1608 dan signifikan = 0.752, karena
nilai signifikan > 0.05 maka interaksi antara NHT dengan sikap ilmiah rendah
dan TPS dengan sikap ilmiah rendah tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi belajar kognitif.
b) Nilai perbedaan antara NHT dengan sikap ilmiah tinggi dan TPS dengan sikap
ilmiah tinggi (Mean Difference (I-J)) = 11.0588 dan signifikan = 0.006, karena
nilai signifikan < 0.05 maka interaksi antara NHT dengan sikap ilmiah tinggi
dan TPS dengan sikap ilmiah tinggi memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar kognitif.
c) Nilai perbedaan antara NHT dengan sikap ilmiah rendah dan TPS dengan sikap
ilmiah tinggi (Mean Difference (I-J)) = 14.3994 dan signifikan = 0.000, karena
nilai signifikan < 0.05 maka interaksi antara NHT dengan sikap ilmiah rendah
dan TPS dengan sikap ilmiah tinggi memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar kognitif.
d) Nilai perbedaan antara NHT dengan sikap ilmiah tinggi dan TPS dengan sikap
ilmiah rendah (Mean Difference(I-J)) = 11.2386 dan signifikan = 0.004, karena
nilai signifikan < 0.05 maka interaksi antara NHT dengan sikap ilmiah tinggi
dan TPS dengan sikap ilmiah rendah memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar kognitif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
b. Kognitif Proses
1. Hipotesis 4 (H0AB)
Hipotesis H0AB adalah interaksi antara pembelajaran model TPS dan NHT
dengan interaksi sosial tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif proses.
Hasil uji lanjut untuk mengetahui manakah yang berpengaruh signifikan antara
model TPS dan NHT dengan interaksi sosial terhadap prestasi belajar kognitif.
Dari hasil uji Scheffe dengan faktor i dan j maka dapat diartikan sebagai berikut
ini:
a) Nilai perbedaan antara NHT dengan interaksi sosial rendah dan TPS dengan
interaksi sosial rendah (Mean Difference (I-J)) = 8.5333 dan signifikan p =
0.001, karena nilai signifikan < 0.05 maka interaksi antara kooperatif NHT
dengan interaksi sosial rendah dan TPS dengan interaksi sosial rendah tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif proses.
b) Nilai perbedaan antara NHT dengan interaksi sosial tinggi dan TPS dengan
interaksi sosial tinggi (Mean Difference (I-J)) = 1.8176 dan signifikan = 0.832
karena nilai signifikan > 0.05 maka interaksi antara NHT dengan interaksi
sosial tinggi dan TPS dengan interaksi sosial tinggi tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif proses.
c) Nilai perbedaan antara NHT dengan interaksi sosial rendah dan TPS dengan
interaksi sosial tinggi (Mean Difference (I-J)) = 5.7000 dan signifikan = 0.035,
karena nilai signifikan < 0.05 maka interaksi antara NHT dengan interaksi
sosial rendah dan TPS dengan interaksi sosial tinggi memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif proses.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
d) Nilai perbedaan antara NHT dengan interaksi sosial tinggi dan TPS dengan
interaksi sosial rendah (Mean Difference (I-J)) = 0.25333 dan signifikan =
0.580 karena nilai signifikan > 0.05 maka interaksi antara NHT dengan
interaksi sosial tinggi dan TPS dengan interaksi sosial rendah memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif proses.
c. Afektif
1. Hipotesis 6 (H0BC)
Hipotesis H0AB adalah interaksi antara interaksi sosial tinggi dan rendah
dengan sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar afektif. Hasil uji
lanjut untuk mengetahui manakah yang berpengaruh signifikan antara interaksi
social dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif. Dari hasil uji Scheffe
dengan faktor i dan j maka dapat diartikan sebagai berikut ini:
a) Nilai perbedaan antara sikap ilmiah rendah dengan interaksi sosial rendah dan
sikap ilmiah tinggi dengan interaksi sosial rendah (Mean Difference (I-J)) =
5.0750 dan signifikan = 0.333, karena nilai signifikan > 0.05 maka interaksi
antara sikap ilmiah rendah dengan interaksi sosial rendah dan sikap ilmiah
tinggi dengan interaksi sosial rendah memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar afektif.
b) Nilai perbedaan antara sikap ilmiah rendah dengan interaksi sosial tinggi dan
sikap ilmiah tinggi dengan interaksi sosial tinggi (Mean Difference (I-J)) =
10.4679 dan probabilitas signifikan = 0.001 karena nilai signifikan < 0.05
maka interaksi antara sikap ilmiah rendah dengan interaksi sosial tinggi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
sikap ilmiah tinggi dengan interaksi sosial tinggi tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap prestasi belajar afektif.
c) Nilai perbedaan antara sikap ilmiah rendah dengan interaksi sosial rendah dan
sikap ilmiah tinggi dengan interaksi sosial tinggi (Mean Difference (I-J)) =
5.0750 dan signifikan = 0.000, karena nilai signifikan < 0.05 maka interaksi
antara sikap ilmiah rendah dengan interaksi sosial rendah dan sikap ilmiah
tinggi dengan interaksi sosial tinggi memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar afektif.
d) Nilai perbedaan antara sikap ilmiah rendah dengan interaksi sosial tinggi dan
sikap ilmiah tinggi dengan interaksi sosial rendah (Mean Difference (I-J)) =
3.5846 dan signifikan = 0.710 karena nilai signifikan > 0.05 maka interaksi
antara sikap ilmiah rendah dengan interaksi sosial tinggi dan sikap ilmiah
tinggi dengan interaksi sosial rendah memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi afektif.
D. Pembahasan
1. Hipotesis pertama
Berdasarkan hasil uji Anava didapatkan P-value < 0,05 untuk aspek
kognitif, kognitif proses, dan afektif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model TPS dan NHT berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar
kognitif, kognitif proses, dan afektif. Model TPS menghasilkan prestasi belajar
yang lebih tinggi dibandingkan model NHT. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Yulaina (2011) yang mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif
berpengaruh terhadap prestasi belajar. TPS lebih efektif dibanding NHT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Beberapa hal yang mendukung keberhasilan model TPS lebih baik dari
model NHT, diantaranya model TPS merupakan suatu strategi pembelajaran yang
tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif. TPS juga memberi kesempatan
siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain (Anita, 2010).
Ada tiga ciri khusus tahap pembelajaran TPS yaitu: 1) tahap Think, yaitu siswa
diberikan kesempatan untuk melatih kemampuan secara individu; 2) tahap Pair,
yaitu siswa bertukar gagasan atau ide dengan teman pasangannya; 3) tahap Share,
yaitu siswa membagikan gagasan atau ide pada saat tahap Pair dengan teman
sekelas. Dalam tahapan thinking, pairing, dan sharing inilah kecakapan siswa
dalam berkomunikasi yang meliputi kecakapan, mendengar, berbicara, membaca,
maupun menuliskan gagasan atau pendapatnya ketika pembelajaran berlangsung
akan terlihat (Yulaina, 2011). Berdasarkan tahap-tahap pembelajaran TPS tersebut
aktivitas siswa akan berkembang karena pembelajaran tidak lagi berpusat pada
guru melainkan pada kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa sesuai dengan
prinsip kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian pembelajaran model TPS
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Model NHT atau kepala bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor
tertentu, dan setiap nomor mendapatkaan kesempatan yang sama untuk
menunjukkan kemampuan mereka dalam menguasai materi. Isjoni (2009), model
NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
pertimbangan jawaban yang paling tepat. Selain itu model ini mendorong siswa
untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Dengan menggunakan model ini, siswa tidak hanya sekedar paham konsep
yang diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan
teman-temannya, belajar mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat
teman, rasa kepedulian pada teman satu kelompok agar dapat menguasai konsep
tersebut, siswa dapat saling berbagi ilmu dan informasi, suasana kelas yang rileks
dan menyenangkan serta tidak terdapatnya siswa yang mendominasi dalam
kegiatan pembelajaran karena semua siswa memiliki peluang yang sama untuk
tampil menjawab pertanyaan.
Dalam penelitian ini siswa pada kelas NHT mempunyai prestasi belajar
yang tidak lebih baik dibandingkan dengan kelas TPS. Hal ini kemungkinan
dikarenakan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru dan tidak semua
anggota kelompok dipanggil oleh guru.
2. Hipotesis kedua
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi tiga jalan dengan sel
tidak sama aspek kognitif diperoleh p-v < 0.05 maka HO ditolak, aspek afektif
diperoleh p-v < 0.05 maka HO ditolak, dan aspek kognitif proses diperoleh p-v >
0.05 maka H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa interaksi
sosial tinggi dan rendah berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar
kognitif dan afektif, dimana siswa dengan interaksi sosial tinggi mempunyai
prestasi yang lebih baik dibandingkan siswa yang berinteraksi sosial rendah, tetapi
tidak berpengaruh pada prestasi belajar kognitif proses.
Interaksi sosial dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai hubungan-
hubungan sosial yang dinamis. Hubungan yang dimaksud dapat berupa hubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu
dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu.
Proses pembelajaran model TPS dan NHT, siswa dibagi menjadi
kelompok-kelompok. Agar kedua model itu dapat berjalan dengan baik diperlukan
interaksi sosial yang baik pula yaitu berupa interaksi sosial dengan siswa lain,
interaksi sosial dengan guru, dan interaksi sosial dengan lingkungan sekolah.
Interaksi sosial yang baik akan membuat komunikasi antar anggota kelompok dan
komunikasi dengan guru menjadi lancar, hal ini dapat mempermudah dalam
penyampaian dan pemahaman materi, sehingga interaksi sosial dimungkinkan
dapat mempengaruhi proses pembelajaran baik itu pembelajaran model TPS
maupun NHT. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa siswa dengan
interaksi sosial tinggi memiliki prestasi belajar yang tinggi pula. Sejalan dengan
penelitian Anop (2008) dalam jurnalnya menyimpulkan bahwa merupakan hal
yang wajar untuk berpikir bahwa kita belajar paling baik jika kita telah
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Membangun dimensi sosial
akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Tidak adanya pengaruh interaksi sosial terhadap prestasi belajar kognitif
proses dapat disebabkan karena tidak adanya kontak sosial dan komunikasi antara
siswa.
3. Hipotesis ketiga
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi tiga jalan dengan sel
tidak sama aspek kognitif diperoleh p-v < 0.05 maka H0 ditolak, aspek afektif
diperoleh p-v < 0.05 maka H0 ditolak, dan aspek kognitif proses diperoleh p-v >
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
0.05 maka H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap ilmiah
berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif tetapi
tidak berpengaruh pada prestasi belajar kognitif proses.
Sikap ilmiah dalam penelitian ini adalah kecenderungan individu untuk
bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis
melalui langkah-langkah. Adapun ciri-ciri siswa yang memiliki sikap ilmiah
tinggi adalah memiliki rasa ingin tahu besar, mau menerima gagasan baru,
memiliki kejujuran, memiliki rasa kerendahan hati, obyektif, mampu bekerjasama
dengan baik, teliti, berpikir positif atas kegagalan, dan bertanggung jawab. Maka
siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi mempunyai prestasi belajar lebih tinggi
dibandingkan siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah. Sejalan dengan penelitian
Dermibas (2009) menunjukkan bahwa siswa harus menguasai sikap ilmiah untuk
menghapal dan memecahkan masalah ilmu pengetahuan.
Pada kegiatan pembelajaran dengan demonstrasi tidak semua siswa dapat
melakukan kegiatan. Hanya siswa-siswa tertentu yang melakukan kegiatan. Siswa
yang tidak ditunjuk untuk melakukan kegiatan demonstrasi tidak dapat
menunjukkan sikap ilmiahnya. Selain itu pembentukan kelompok kerja yang tidak
maksimal. Pembentukan kelompok dibatasi oleh jenis kelamin. Dari kondisi itu
diketahui bahwa sikap ilmiah kurang berpengaruh terhadap prestasi belajar. Hasil
dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh sikap ilmiah
terhadap prestasi belajar kognitif proses.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
4. Hipotesis keempat
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi tiga jalan dengan sel
tidak sama aspek kognitif diperoleh p-v > 0.05 maka H0 diterima, aspek afektif
diperoleh p-v 0.195 > 0.05 maka H0 diterima, dan aspek kognitif proses diperoleh
p-v < 0.05 maka H0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada
interaksi antara model TPS dan NHT dengan interaksi sosial secara signifikan
terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif, tetapi ada interaksi pada prestasi
belajar kognitif proses.
Pertukaran ilmu pengetahuan antara siswa satu dengan yang lainnya akan
memperbanyak tambahan wawasan seorang siswa. Ketika wawasan atau
pengetahuan semakin banyak maka kemungkinan untuk mencapai hasil belajar
yang maksimal akan tercapai. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Anop
(2008), yang menyatakan bahwa “Contructivism and peer collaboration in
elementary mathematics educations the connection epistemology”. Merupakan hal
yang wajar untuk berpikir bahwa kita belajar paling baik jika kita telah
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Membangun dimensi sosial
akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Hasil dari penelitian ini ternyata tidak ada interaksi antara model TPS dan
NHT dengan interaksi sosial terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Hal ini
disebabkan dari pelaksanaan TPS dan NHT yang kurang maksimal. Pembentukan
kelompok kerja masih dibatasi oleh jenis kelamin, sehingga dari segi kemampuan
individu pembentukan kelompok kurang merata. Prestasi yang diraih oleh siswa
lebih dipengaruhi oleh kemampuannya sendiri, bukan hasil kerja kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Sedangkan pada prestasi belajar kognitif proses ada interaksi antara model
pembelajaran dengan interaksi sosial. Hal ini berdasarkan hipotesis pertama,
pembelajaran fisika menggunakan model TPS lebih baik dari pada menggunakan
model NHT terhadap prestasi belajar. Model pembelajaran dan interaksi sosial
mempengaruhi prestasi belajar kognitif proses secara bersamaan, sehingga ada
interaksi antara keduanya karena keduanya mendukung pembelajaran kooperatif.
5. Hipotesis kelima
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi tiga jalan dengan sel
tidak sama aspek kognitif diperoleh p-v < 0.05 maka H0 ditolak, aspek afektif
diperoleh p-v > 0,05 maka H0 diterima, dan aspek kognitif proses diperoleh p-v >
0.05 maka H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada interaksi
antara model TPS dan NHT dengan sikap ilmiah secara signifikan terhadap
prestasi belajar kognitif, tetapi tidak ada interaksi terhadap prestasi belajar afektif
dan kognitif proses.
Sikap mempunyai tiga komponen yaitu kognitif yang berhubungan dengan
pengetahuan, afektif yang berhubungan dengan perasaan dan psikomotoris yang
berhubungan dengan kecenderungan untuk bertindak. Struktur kognitif
merupakan pangkal terbentuknya sikap seseorang. Struktur kognitif ini sangat
ditentukan oleh pengetahuan atau informasi yang berhubungan dengan sikap,
yang diterima seseorang. Sikap yang dikembangkan dalam sains adalah sikap
ilmiah yang dikenal dengan “scientific attitude” (Linggar, 2011). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ada interaksi antara model TPS dan NHT
dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif. Sedangkan pada afektif dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
kognitif proses tidak ada interaksi antara model TPS dan NHT dikarenakan sikap
ilmiah ini kemungkinan sudah ada didalam diri siswa sebelum diberikan model
pembelajaran baik model TPS maupun NHT.
6. Hipotesis keenam
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi tiga jalan dengan sel
tidak sama aspek kognitif diperoleh p-v > 0.05 maka H0 diterima, aspek afektif
diperoleh p-v < 0.05 maka H0 ditolak, dan aspek kognitif proses diperoleh p-v >
0.05 maka H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada
interaksi antara interaksi sosial dan sikap ilmiah secara signifikan terhadap
prestasi belajar kognitif dan kognitif proses, tetapi ada interaksi pada prestasi
belajar afektif.
Interaksi sosial dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai hubungan-
hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial dapat berupa hubungan antara
individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan
kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Sedangkan sikap
ilmiah siswa dapat diartikan sebagai sikap yang diwujudkan dalam bentuk
perilaku aktual yang bersifat keilmuan terhadap stimulus tertentu. Beberapa sikap
ilmiah yang dikemukan oleh Brotowidjoyo (1985) yang biasa dilakukan oleh para
ahli dalam menyelesaikan masalah berdasarkan metode ilmiah, antara lain: sikap
ingin tahu, sikap kritis, sikap obyektif, sikap ingin menemukan, sikap menghargai
karya orang lain, sikap tekun, dan sikap terbuka. Interaksi sosial dan sikap ilmiah
kemungkinan sudah ada dalam diri siswa sebelum diberi model pembelajaran
tertentu. Tetapi interaksi sosial merupakan faktor eksternal siswa (berkaitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
dengan hubungan siswa dengan lingkungan sosialnya) dan sikap ilmiah cenderung
merupakan faktor internal siswa (Linggar, 2011). Sehingga dapat disimpulkan
tidak ada interaksi antara interaksi sosial tinggi dan rendah dengan sikap ilmiah
tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif dan kognitif proses.
Prestasi belajar ditentukan oleh kualitas proses pembelajaran.
Pembelajaran ditentukan oleh karakteristik masukannya, yaitu karakteristik
siswanya. Kemampuan afektif merupakan bagian dari prestasi belajar dan
memiliki hal yang penting. Sikap ilmiah merupakan komponen afektif (Krathwohl
dalam Djemari, 2007). Sikap terbentuk dan berubah sejalan dengan perkembangan
individu atau dengan kata lain sikap merupakan hasil belajar individu melalui
interaksi sosial (Suparno, 2001). Sehingga dapat disimpulkan ada interaksi antara
interaksi sosial tinggi dan rendah dengan sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap
prestasi belajar afektif.
7. Hipotesis ketujuh
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi tiga jalan dengan sel
tidak sama aspek kognitif diperoleh p-v > 0.05 maka H0 diterima, aspek afektif
diperoleh p-v > 0.05 maka H0 diterima, dan aspek kognitif proses diperoleh p-v >
0.05 maka H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada
interaksi antara model TPS dan NHT, interaksi sosial, dan sikap ilmiah secara
signifikan terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan kognitif proses.
Tujuan seorang guru memilih model-model pembelajaran adalah untuk
membuat proses pembelajarannya menjadi lebih bermakna. Bermakna dari segi
proses maupun hasil belajar. Maksud bermakna dari segi proses adalah pada saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
pembelajaran berjalan, siswa semuanya aktif mengikuti jalannya proses.
Bermakna dari segi hasil maksudnya siswa dapat memperoleh nilai evaluasi yang
lebih baik dari prestasi sebelumnya. Jadi harapan dari guru adalah adanya
peningkatan prestasi belajar dari penggunaan TPS dan NHT.
Proses pembelajaran model TPS dan NHT, siswa dibagi menjadi
kelompok-kelompok. Agar kedua model itu dapat berjalan dengan baik diperlukan
interaksi sosial yang baik pula yaitu berupa interaksi sosial dengan siswa lain,
interaksi sosial dengan guru, dan interaksi sosial dengan lingkungan sekolah.
Interaksi sosial yang baik akan membuat komunikasi antar anggota kelompok dan
komunikasi dengan guru menjadi lancar, hal ini dapat mempermudah dalam
penyampaian dan pemahaman materi.
Selain dipengaruhi oleh interaksi sosial, keberhasilan model tersebut juga
dipengaruhi oleh adanya sikap ilmiah siswa, ini berkaitan dengan adanya kegiatan
demonstrasi pada proses pembelajaran materi suhu dan pengukuran. Sikap ilmiah
yang baik sangat diperlukan dalam kegiatan demonstrasi maupun penyampaian
materi. Perasaan kurang minat dan susah mengerti akan pelajaran fisika yang di
alami siswa, dikarenakan anggapan siswa terhadap pelajaran fisika yang terdiri
dari konsep, perhitungan dengan menggunakan rumus yang cukup beragam dan
rumit, serta kurangnya rasa keingintahuan dan kurang kritisnya siswa dalam
mempelajari fisika. Ini mengakibatkan siswa pasif dalam belajar fisika.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah tidak ada interaksi antara
antara pembelajaran model TPS dan NHT dengan interaksi sosial dan sikap ilmiah
siswa terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan kognitif proses. Pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
model TPS dan NHT pada penelitian ini, tidak ada yang lebih efektif. Keduanya
tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Namun demikian perlu diingat
bahwa prestasi belajar yang diraih oleh siswa tidak semata-mata karena pengaruh
model pembelajaran yang digunakan, tetapi juga dipengaruhi oleh proses
persiapan model pembelajaran untuk digunakan, kelancaran proses pelaksanaan,
dan berfungsinya daya dukung yang lain.
E. Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini telah diusahakan semaksimal mungkin agar berjalan
sesuai rencana, akan tetapi disadari sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh tidak
sesuai dengan harapan karena pada saat proses penelitian sedang berjalan terdapat
banyak kendala yang dapat menganggu proses penelitian. Jadi penelitian tidak
lepas dari kelemahan atau keterbatasan. Kelemahan atau keterbatasan pada
penelitian ini adalah:
1. Penelitian hanya dilakukan pada satu pokok bahasan yaitu suhu dan
pengukurannya seharusnya dilakukan pada beberapa pokok bahasan.
2. Pembelajaran model TPS dan NHT baru pertama kali dilakukan dalam proses
pembelajaran di SMP Negeri 2 Kelam Permai sehingga proses belajar
mengajar yang terjadi kurang maksimal.
3. Pembentukan kelompok pada pertemuan pertama, masih menggunakan
kelompok yang sudah ada seharusnya dibentuk kelompok baru sehingga
kegiatan kooperatifnya tampak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
4. Siswa sebagai obyek penelitian adalah siswa setingkat SLTP yang belum
terbiasa melakukan kegiatan diskusi sehingga masih tampak beberapa anak
yang belum konsentrasi pada materi walaupun diskusi sudah berjalan.
5. Pada kelompok TPS, ada beberapa kelompok yang kedua anggotanya
mempunyai kemampuan di bawah sehingga diskusi berpasangan tidak efektif.
6. Pembentukan kelompok berpasangan masih dibatasi oleh jenis kelamin.
Anak-anak tidak mau disuruh berkelompok dengan lain jenis.
7. Manejemen waktu yang dilakukan pada saat proses pembelajaran belum
optimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis dari penelitian yang
telah dilakukan maka diperoleh suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembelajaran model TPS dan NHT sama-sama menekankan pada keaktifan
siswa dalam kegiatan kelompok. Keterampilan yang diharapkan dapat
dikembangkan dari kedua model pembelajaran itu juga sama, yaitu
kemampuan untuk bersosialisasi atau berkomunikasi dengan teman. Tetapi
pembelajaran model TPS lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan model
NHT.
2. Siswa yang memiliki interaksi sosial tinggi cenderung mendapatkan prestasi
lebih baik daripada siswa yang memiliki interaksi sosial rendah. Interaksi
sosial yang baik akan membuat komunikasi antar anggota kelompok dan
komunikasi dengan guru menjadi lancar, hal ini dapat mempermudah dalam
penyampaian dan pemahaman materi.
3. Siswa dengan sikap ilmiah tinggi memperoleh prestasi belajar yang lebih tinggi
dibandingkan siswa dengan sikap ilmiah rendah. Sikap ilmiah merupakan salah
satu faktor intern yang dapat menentukan keberhasilan prestasi belajar siswa.
4. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang mampu meningkatkan
interaksi sosial siswa, padahal interaksi sosial mempunyai pengaruh untuk
meningkatkan prestasi siswa. Interaksi sosial tergantung pada model yang
120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
digunakan dalam pembelajaran, sehingga jika interaksi sosial tinggi maka
prestasi belajar dengan model tertentu akan tinggi.
5. Pada kegiatan pembelajaran demonstrasi dan membahas hasilnya melalui
diskusi TPS dan NHT, aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing siswa
tidak sama. Tidak semua siswa dapat menunjukkan sikap ilmiah secara
maksimal. Model pembelajaran dan sikap ilmiah mempengaruhi prestasi
belajar secara sendiri-sendiri. Tidak ada interaksi antar keduanya mungkin
dikarenakan sikap ilmiah sudah ada dalam diri siswa sebelum diberi model
pmbelajaran.
6. Sikap ilmiah sudah ada dalam diri siswa sebelum diberi model pembelajaran
apapun (faktor internal) sedangkan interaksi sosial timbul dalam kehidupan
sosial (fator ekternal) sehingga jika sikap ilmiah siswa tinggi maka prestasi
siswa tersebut juga tinggi sejalan dengan meningkatnya interaksi sosial.
7. Pembelajaran model TPS dan NHT, interaksi sosial, dan sikap ilmiah
mempunyai pengaruh masing-masing terhadap prestasi belajar fisika.
B. Implikasi
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang dipaparkan dalam
penelitian ini memberikan implikasi sebagai berikut:
1. Implikasi Teoritis
a. Prestasi belajar fisika dipengaruhi oleh model pembelajaran yang dibawakan
oleh seorang guru. Pembelajaran model TPS memberikan hasil yang lebih
baik dari model NHT. Model TPS lebih cepat diterapkan pada materi suhu
dan pengukurannya. Penerapan pembelajaran model TPS dalam pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
fisika berimplikasi terhadap perencanaan dan pengembangan model
pembelajaran fisika yang meliputi: 1) pengaturan desain awal pembelajaran;
2) belajar kelompok dapat memecahkan masalah; 3) orientasi pembelajaran;
4) penyesuain materi pembelajaran.
b. Pembelajaran fisika menggunakan model TPS dan NHT dapat diterapkan
pada siswa dengan interaksi sosial tinggi maupun rendah dan sikap ilmiah
tinggi dan rendah.
c. Memperluas pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
prestasi belajar yang berkaitan dengan penggunaan model pembelajaran.
Penggunaan model pembelajaran harus sesuai dengan materi pokok pelajaran
yang diajarkan.
2. Implikasi Praktis
a. Bagi Lembaga Pendidikan
Lembaga penyelenggara pendidikan agar lebih memperhatikan fasilitas
pembelajaran fisika disekolah. Sarana dan prasarana yang cukup maka
pembelajaran fisika di sekolah akan berjalan lebih baik, lancar, dan akan
menghasilkan prestasi belajar yang memuaskan.
b. Bagi Peneliti Berikutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian yang
sejenis dengan materi yang berbeda dan dapat dikembangkan dengan
menambah variabel-variabel lainnya.
c. Bagi guru, perlu pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik materi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas maka dapat dikemukakan
saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru
a. Perlu mempersiapkan secara matang pembelajaran kooperatif yaitu dengan
cara membuat perangkat pembelajaran dan LKS yang sesuai dengan
pembelajaran kooperatif.
b. Mengkondisikan siswa agar terbiasa dengan diskusi pada proses
pembelajaran.
2. Bagi Siswa
Meningkatkan interaksi sosial dan sikap ilmiah sehingga mudah memahami
materi pelajaran, membentuk kerjasama yang baik dan saling membantu antar
anggota kelompok dalam memecahkan suatu masalah.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebaiknya model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian sudah
dipraktikkan pada siswa yang akan dijadikan sebagai sampel sebelum
penelitian dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan agar pada saat penelitian tidak
dijumpai kendala yang berhubungan dengan model pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
DAFTAR PUSTAKA
Anita. L. 2002. Cooperative Learning. Gramedia. Jakarta.
_______. 2005. Cooperative Learning. Gramedia. Jakarta.
_______. 2010. Cooperative Learning. Gramedia. Jakarta.
Agus, S. 2009. Cooperative Learning (Teori Aplikasi Paikem). PT. Pustaka
Belajar. Surabaya.
Alain, B dan Roy, C. 2008. Cooperatif Learning or Collaborative Learning From
A conventional To A critical Comparison. Studia Universitas Babes-Bolyai,
Psychologia-Paedagogia. LIII. 1. 45-60.
Anop, G. 2008. Constructivism and Peer Collaboration in Elementary
Mathematics Education: The Connection to Epistemology. Eurasia Journal
of Mathematics, Science and TechnologyEducation. Vol 4. No 4.
Apple, Matthew T. 2006. Language Learning Theories and Cooperative
Techniques in The EFL Classroom. Doshisha Studies in Language and
Culture. 9 (2). 277-301.
Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.
Baharuddin. 1982. Peranan Kemampuan Dasar Intelektual Sikap Dan
Pemahaman Siswa Dalam Fisika Terhadap Kemampuan Siswa SMA Di
Sulsel Membangun Model Analog Dan Model Mental. Tesis.
Brotowidjoyo, M, D. 1985. Penulisan Karangan Ilmiah. Akademia Presindo.
Jakarta.
BSNP. 2006. Permendiknas RI No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta.
David W. Johnson, Roger T. Johnson, and Mary Beth Stanne. 2002. Cooperative
Learning Methods: A Meta-Analysis. University of Minnesota
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
___________________________. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Sekolah Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah. Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta.
Jakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Djemari, M. 2007. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Non Tes. Mitra
Cendikia Offset. Yogyakarta.
Effandi, Z. dan Zanaton, I. 2007. Promoting Cooperative Learning in Science and
Mathematics Education: A Malaysian Perspective. Eurasia Journal of
Mathematics, Science & Technology Education. Vol (3), No (1), Hal (35-
39).
Fitriyanti, N. 2008. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif NHT untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Fluida Statis. Tesis.
Bandung.
Howe, A, C dan Jones, L. 1993. Engaging Children In Science. Macmilan
Publishing Company. New York.
Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Unesa University Press. Surabaya.
Ika, M. 2011. Pembelajaran Kimia Menggunakan Metode Kooperatif TPS dan
NHT Ditinjau Dari Kemamupan Memori dan Kemampuan Berpikir Kritis.
Tesis. UNS.
Ika, R. 2010. Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Numbered Heads Together
(NHT) dan Think Pair Share (TPS) Ditinjau Dari Interaksi sosial Dan
Gaya Belajar Siswa. Tesis. UNS.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Alfabeta.
Bandung.
Ismail. 2002. Model-Model Pembelajaran. Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama Dirjen Dikdasmen Depdiknas. Jakarta.
Krisna, M. 2011. Pengaruh Pembelajaran Model TPS dan NHT terhadap Prestasi
Belajar dan Lokus Kontrol Internal Dengan Memperhatikan Kemampuan
Matematik Siswa. Tesis. UNS.
Linggar, S, P. 2011. Pembelajaran Kimia Menggunakan Metode Jigsaw Dan TAI
(Teams Assisted Individualization) Ditinjau Dari Interaksi Sosial Dan Sikap
Ilmiah. Tesis. UNS.
Maheady, Larry., Pendl, Jean Michielli., Harper, Gregory F. dan Malllette,
Barbara. 2006. The Effect Of Numbered Heads Together With And Without
An Incentive Package On The Science Test Performance Of A diverse
Group Of Sixth Graders. Journal Of Behavioral Education. Vol 15. No 1.
25-39.
Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasi Belajar Siswa Di Sekolah. Kanisius.
Yogyakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Muhibbin, S. 2004. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Rosda karya.
Bandung.
Murat, D. 2009. The Relationship Between The Scientist Perception and Scientist
Perception and Scientific Attitudes of Science Teacher Candidates in
Turkey: A Case Study. Scientific Research and Essay.Vol. 4 (6).
Nana, S. 2002. Pembinaan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Sinar
Algensindo Offset. Bandung.
Nasrin, O dan Nazli, O. 2004. The Effect of Learning Together Technique of
Cooperative Learning Method on Student Achievement in Mathematics
Teaching 7th Class of Primary School. The Turkish Online Journal Of
Educational Technology. Vol. 3 (3).
Nik Azlina Binti Nik Mahmood. 2008. Callaborative Teaching Environment
System Using Think Pair Share Tecgnique. Dissertation. Faculty Of
Computer Science And Information Technology University Of Malaya
Kuala Lumpur. 1-254.
Niken, E, K. 2010. Pembelajaran Kimia Model TPS (Think-Pair-Share) dan NHT
(Numbered Heads Together) Ditinjau Dari Kemampuan Awal Dan Aktivitas
Belajar. Tesis. UNS.
Nurhadi. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching Learning).
Depdiknas. Jakarta.
Nur, M. 2008. Pembelajaran Kooperatif. Cetakan Kedua. PSMS Unesa.
Surabaya.
Oemar, H. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta.
Ratna, W. D. 1989. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Bandung.
Sardiman, A, M. 2007. Interaksi Dan Sikap Ilmiah Mengajar. Raja Grafindo
Persada. Jakarta
Sarwey, J. 2009. Fisika Untuk Sains Dan Teknik. Buku I Edisi 6. Salemba
Teknika. Jakarta.
Siregar, A. 2010. Penerapan Model Problem Possing Untuk Meningkatkan
Prestasi Dan Komunikasi Siswa. Skripsi. Bandung.
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang mempengaruhinya. Rineka Cipta.
Jakarta.
Slavin, Robert E. 2008. Cooperative LearningTeori, Riset dan Praktik (Edisi
Terjemahan Oleh Nurulita Yusron). Nusa Media. Bandung.
Sobry, S. 2009. Belajar Dan Pembelajaran. Present. Bandung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Soejono, S. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafmdo Persada. Jakarta.
Suharsimi, A. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Suciati. 2001. Taksonomi Tujuan Instruksional. Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta.
Suparno, A, S. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta.
Suratinah, T. 2001. Anak Super Normal Dan Program Pendidikannya. Gramedia.
Jakarta.
Stepanus, L. 2009. Model Kooperatif Tipe Numbered- Heads-Together dan Think-
Pair-Share Pada Pembelajaran Fisika Ditinjau Dari Sikap Sosial Siswa.
Tesis. UNS.
Syaiful, B. D. 2002. Psikologi Belajar. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Tata, K. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Dalam
Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa SMP.
Skripsi. UPI.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Pustaka Ilmu. Surabaya.
Winkel. 1989. Psikologi Pengajaran. Gramedia. Jakarta.
Yulaina, N. 2011. Pembelajaran Fisika Tipe TPS dan NHT Ditinjau Dari
Kemampuan Berpikir Abstrak dan Kecerdasan Interpersonal Siswa. Tesis.
UNS.
top related